PENGARUH TERAPI MUSIK KLASIK MOZART TERHADAP …
Transcript of PENGARUH TERAPI MUSIK KLASIK MOZART TERHADAP …
PENGARUH TERAPI MUSIK KLASIK MOZART TERHADAP
PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA LANSIA PENDERITA
HIPERTENSI
SKRIPSI
(Studi di Pondok Pesantren Lansia Desa Pulo Lor Kecamatan Jombang
Kabupaten Jombang)
Oleh :
IMAM FAHRUDI IMRAN
153210061
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
INSAN CENDEIA MEDIKA
JOMBANG
2019
ii
PENGARUH TERAPI MUSIK KLASIK MOZART TERHADAP
PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA LANSIA
(Studi Di Pondok Lansia Darus Syifa Desa Pulo Lor Kecamatan Jombang
Kabupaten Jombang)
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan pada
Program Studi S1 Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Insan
Cendekia Medika Jombang
IMAM FAHRUDI IMRAN
153210061
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
INSAN CENDEIA MEDIKA
JOMBANG
2019
iii
iv
v
vi
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya penjatkan kepada Allah SWT karena berkat rahmat dan
hidayahnya-Nya akhirnya saya dapat menyelesaikan penyusunan proposal
penelitian ini yang berjudul “Pengaruh Terapi Musik Klasik Terhadap Penurunan
Tekanan Darah Pada Lansia Penderita Hipertensi Di desa Tmabakrejo” dapat
terselesaikan sesuai waktunya.
Peneliti meyakini dan percaya bahwa dalam penyusunan proposal
penelitian ini tidakakan terwujud tanpa adanya bantuan dari semua pihak, maka
peneliti menyampaikan banyak terima kasih kepada: H. Imam Fatoni, SKM.,MM
selaku ketua STIkes ICMe Jombang, Ibu Inayatur Rosyidah, S.Kep.,Ns.,M.Kep
selaku Ketua Program Studi S1 Keperatan STIKes ICMe Jombang, Bapak H.
Imam Fatoni, SKM.,MM selaku Pembimbing 1 dan Ibu Agustina
maunaturrohmah, S.Kep.,Ns.,M.Kes selaku Pembimbing 2 telah bersedia
membantu baik secara langsung maupun tidak langsung dalam memberikan
motivasi sehingga terselesainya penelitian ini.
Peneliti menyadari baahwa dalam penyusunan proposal ini masih belum
sempurna, maka dengan kerendahan hati peneliti mengharapkan saran dan kritik
yang bersifat membangun demi kesempurnaan proposal penelitian ini, peneliti
berharap supaya proposal penelitian ini bermanfaat baik bagi semua khalayak
umum.
Jombang, 05 Mei 2019
Penulis
viii
ABSTRAK
PENGARUH TERAPI MUSIK KLASIK MOZART TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA LANSIA di PONDOK PESANTREN LANSIA DESA
PULO LOR KECAMATAN JOMBANG KABUPATEN JOMBANG
Oleh Imam Fahrudi Imran
STIKes Icme
Terapi musik klasik merupakan salah satu terapi yang dapat mempengaruhi
penurunan tekanan darah pada lansia. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis penagaruh terapi musik klasik mozart terhadap penurunan tekanan darah pada lansia di Pondok pesantren lansia Desa Pulo lor Kecamatan Jombang Kabupaten Jombang.
Desain penelitian ini menggunakan one grup pre post test design. Populasi dalam
penelitian semua lansia penderita hipertensi dengan sampel 25 responden. Teknik sampling menggunakan simple random sampling . Instrument penelitian menggunakan alat ukur SOP dan Tensimeter. Pengolahan data editing, coding, scoring, dan tabulating. Analisa data menggunakan uji Wilcoxon.
Hasil penelitian tekanan darah sebelum diberikan terapi musik menujukan
sebagian besar lansia hipertensi stadium 1 sebanyak 13 responden (52,0%) dan tekanan darah sesudah diberikan terapi musik hampir dari setengahnya lansia hipertensi 1 sebanyak 12 responden (48,0%). Uji Wilcoxontest p value0,00 dimana p value<0,05 sehingga H1 diterima.
Kesimpulanya ada pengaruh terapi musik klasik mozart terhadap penurunan
tekanan darah pada lansia di Pondok pesantren lansia di Desa Pulo lor Kecamatan Jombang Kabupaten Jombang Kata kunci : Terapi musik, Hipertensi, Lansia
ix
ABSTRAK
THE EFFECT OF MOZART’S CLASSICAL MUSIC THERAPY ON REDUCING BLOOD PRESSURE IN THE ELDERLY ISLAMIC
BOARDING SCHOOL IN PULO LOR VILLAGE, JOMBANG DISTRICT, JOMBANG REGENCY
By :
Imam Fahrudi Imran
STIKes Icme
Mozart classical music therapy is one of the therapies that can affect the decrease in blood pressure in the elderly. The purpose of this study was to analyze the affect of mozart classical music therapy on decreasing blood pressure in the elderly in the elderly islamic boarding school in Pulo Lor Village, Jombang District, Jombang Regency
This research design uses one group pre test post test design. Population in this
study all elderly people with hypertension with a sample of 25 respondent. Sampling technique using simple random sampling. Research instruments using SOP and tensimeter measuring instruments. Editing data processing, coding, scoring, and tabulating. Data analysis using wilcoxon test.
The results of blood pressure research before being given music therapy showed
that most elderly stage 1 hypertension were 13 respondents (52,0%) and blood pressure after being given music therapy nearly half of the elderly stage 1 hypertension were 12 respondents (48,0%). Wicoxon test p value 0,00 where p value <0,05 so H1 accepted.
The conclusion is that the influence of mozart’sclassical music therapy on the
reduction of blood pressure in the elderly in the elderly Islamic boarding school in Pulo lor Village, Jombang District, Jombang Regency Keywords : Music therapy, Hypertension, Elderly
x
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sumenep Madura Jawa Timur pada tanggal
15januari 1995putra dari Bapak Ach. Saidi dan Ibu Raoda, penulis merupakan
putra pertama dari dua bersaudara.
Pada tahun 2009 penulis lulus dari SDN BATU PUTIH LAOK II, pada
tahun 2012 penulis lulus dari MTS NURUL MUCHLISHIN, pada tahun 2015
penulis lulus dari SMA NAHDLATUL ULAMA SUMENEP, pada tahun 2015
penulis terpilih masuk STIKES “ Insan Cendekia Medika “ dan penulis memilih
program S1 Keperawatan dari lima program studi yang ada di STIKES ICME
Jombang. Demikian riwayat hidup ini saya buat dengan sebenarnya.
Jombang, 05 Mei 2019
Imam Fahrudi Imran
15.321.0061
xi
MOTTO
“Saya tidak bisa mengubah arah angin, namun saya bisa menyesuaikan pelayaran
saya untuk selalu menggapai tujuan saya”
xii
DAFTAR ISI
Halaman
Sampul Dalam…………………………………………………………. ii
Lembar Persetujuan…………………………………………………... iii
Lembar Pengesahan…………………………………………………... iv
Daftar Riwayat Hidup……………………………………………….... v
Kata Pengantar………………………………………………………... vi
Daftar Isi……………………………………………………………...... vii
Daftar Tabel………………………………………………………….... x
Daftar Gambar……………………………………………………….... xi
Daftar Lampiran………………………………………………………. xii
Daftar Lamabang……………………………………………………… xiii
Daftar Singkatan………………………………………………………. xiv
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang……………………………………………………… 1
1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………... 1
1.3 Tujuan Penelitian…………………………………………………… 4
1.3.1 Tujuan Umum………………………………………………..... 4
1.3.2 Tujuan Khusus
1.4 Manfaat Penelitian………………………………………………….. 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Lansia………………………………………………………. 6
2.1.1 Definisi lansia………………………………………………... 6
2.1.2 Batasan umur lansia………………………………………...... 6
2.1.3 Memahami mitos dan realitas lansia.................................…..... 7
2.1.4 Mitos-mitos penuaan…………………………………….…… 8
2.1.5 Realita lansia……………………………………………….... 9
2.1.6 Tipologi manusia lanjut usia………………………………..... 18
2.2 Konsep Hipertensi…………………………………………............... 20
2.2.1 Definisi hipertensi……………………………………………. 20
2.2.2 Macam-macam hipertensi…………………………………..... 21
2.2.3 Klasifikasi hipertensi………………………………………… 22
2.2.4 Penyebab hipertensi………………………………………….. 23
2.2.5 Patofisiologi hipertensi……………………………………..... 26
xiii
2.2.6 Komplikasi…………………………………………………... 28
2.2.7 Pencegahan hipertensi………………………………………... 29
2.2.8 Pengobatan hipertensi………………………………………... 29
2.3 Konsep Terapi Musik Klasik……………………………………… . 30
2.3.1 Definisi musik klasik………………………………………....30
2.3.2 Unsur musik………………………………………………......31
2.3.3 Musik klasik………………………………………………..... 32
2.3.4 Tujuan diberikan musik klasik………………………………. 33
2.3.5 Manfaat terapi musik klasik…………………………………. 33
2.3.6 Pengaruh musik klasik pada otak…………………………..... 34
2.3.7 Terapi musik klasik………………………………………….. 35
2.3.8 Proses dan langkah-langkah terapi musik…………………..... 35
2.3.9 Pengukuran terapi musik…………………………………...... 37
2.4 Jurnal relevan…………………………………………...................... 37
BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS 3.1 Kerangka Konseptual……………………………………………….. 40
3.2 Hipotesis…………………………………………………………..... 41
BAB 4 METODE PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian…………………………………………………….... 42
4.2 Rancangan Penelitian……………………………………………...... 42
4.3 Waktu Dan Tempat Penelitian…………………………………….... 43
4.4 Populasi,Sampel,Sampling………………………………………...... 43
4.5 Kerangka Kerja Penelitian……………………………………….... .44
4.6 Identifikasi Variabel……………………………………………........ 46
4.7 Definisi Operasional……………………………………………….... 46
4.8 Pengumpulan Data Analisa Data…………………………………... 48
4.9 Etika Penelitian………………………………………………….... .. 52
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xiv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel2.1 klasifikasi Hipertensi menurut European Society
Of cardiology...................................................... 22
xv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 3.1Kerangka konseptual pengaruh terapi musik klsik terhadap
penurunan tekanan darah ………………………………….. 21
Gambar 4.1 Kerangka Kerja Penelitian pengaruh terapi musik
Terhadap penurunan tekanan darah pada
lansia ……….......................................................................... 28
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Jadwal Pelaksanaan Skripsi
Lampiran 2 Permohonan Menjadi Responden
Lampiran 3 Persetujuan Menjadi Responden
Lampiran 4 Standar Operasional Prosedur
Lampiran 5 Lembar Ovservasi
xvii
DAFTAR LAMBANG
1. % : Persen
2. ( ) : Dalam kurung
3. ‘’’’ : Petik
4. ≥ : Lebih besar dari sama dengan
5. ≤ : Kurang dari sama dengan
6. ˃ : Lebih dari
7. ˂ : Kurang dari
8. N : Jumlah soal
9. n : Jumlah responden
10. n1 : Jumlah sampel
11. N1 : Jumlah Populasi
12. n : Jumlah seluruh sampel
13. N : Jumlah seluruh populasi
xviii
DAFTAR SINGKATAN
JNC : Joint National Committee
WHO : World Health Organization
RISKESDES : Riset Kesehatan Dasar
DINKES : Dinas Kesehtan
STIKes : Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
ICMe : Insan Medika Cendekia
xix
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Aging process (proses menua) adalah suatu proses menghilangnya secara
perlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri dan mempertahankan
fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi serta
memperbaiki kerusakan yang diderita, masalah kesehatan lansia berat kaitannya
dengan degeneratif juga secara progesif (Aini Nurul et al, 2017). Salah satu
gangguan kesehatan pada lansia yaitu gangguan sistem kardiovaskuler
(hipertensi). Hipertensi disebut silent killer, karena termasuk penyakit yang
mematikan, tetapi tidak dapat secara langsung membunuh penderitanya,
melainkan memicu terjadinya penyakit lain yaitu dapat meningkatkan risiko
serangan jantung, gagal jantung, stroke dan gagal ginjal (Wulandari K, 2018).
Penanganan farmakologi hipertensi memerlukan obat anti hipertensi yang
dikonsumsi seumur hidup. Kondisi ini menyebabkan efek samping yaitu mual,
muntah, pusing, takikardi dan palpitasi yang berbahaya pada tubuh (Kandarini,
2016). Atas dasar itu banyak terapi non farmakologi yang digunakan untuk
menurunkan tekanan darah, salah satu terapi non farmakologi yaitu dengan terapi
musik klasik mozart bermanfaat untuk kesehatan fisik, mental dan menurunkan
tekanan darah, terapi ini sangat praktis (mudah dilakukan) serta ekonomis untuk
dilakukan pada lansia, dari pada terapi non farmakologi lainnya (Aini Nurul et al,
2017).
2
2
Menurut national basic health prevalensi hipertensi di indonesia pada usia
35-44 tahun 24,8% usia 45-54 tahun 35,65 usia 55-64 tahun 45,95 usia 67-74
tahun 63,8% dan pada usia 75 ke atas 63,8% (kartika,2014). Prevalensi
masyarakat indonesia dengan hipertensi sebesar 30,9%. Hipertensi yang ada pada
perempuan sebesar 32,95 sedangkan pada laki laki sbesar 28,7% untuk
masyarakat daerah perkotaan lebih banyak menderita hipertensi 31,7% jika
dibandinkan dengan masyarakat daerah pedesaan 30,2% (kemenkes RI, 2017).
Menurut (kemenkes kesehatan republik indonesia, 2017) data prevalensi
penduduk indonesia secara nasional untuk keseluruhan sebanyak 30,9%
sedangkan pealensi endeita di jawa timur sebanyak 20,43% (dinas kesehatan jawa
timur, 2017). Berdasarkan studi pendahuluam yang dilakukan di Pondok
Pesantrena Lansia di Desa Pulo Lor Kecamatan Jombang Kabupaten Jombang
diketahui 32 lansia yang mengalami tekanan darah tinggi.
Bertambahnya usia pada lansia membuat terjadinya perubahan struktural
dan fungsional dalam tubuh. Salah satunya mengalami kerusakan seperti pada
arteri yang mengalirkan darah dari jantung mengalami pengerasan sehingga
tekanan darah semakin tinggi dan menyebabkan lansia mengalami hipertensi.
meningkatnya tekanan darah darah suatu arteri bisa terjadi melalui beberapa cara,
yaitu: jantung memompa lebih berat sehingga mengalirkan lebih banyak cairan
padasetiap detiknya, arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku,
sehingga tidak dapat mengembang pada saat memompa darah melalui arteri
tersebut, karenanya darah padasetiap denyut jantung dipaksa untuk melalui
pembulu darah yang sempit dari pada biasanya dan menyebabka naiknya tekanan,
inilah yang terjadi pada lanjut usia dimana dinding arteri telah menebal dan kaku
3
3
karena arterisklerosis. Dengan cara yang sama, tekanan darah juga meningkat
pada saat terjadi vasokontriksi, yaitu jika arteri kecil (arteriola) untuk sementara
waktu mengkerut karena perangsangan saraf atau hormon didalam darah.
Bertambahnya cairan dalam sirkulasi bisa menyebabkan meningkatnya tekanan
darah, hal ini terjadi jika terdapat kelainan fungsi ginjal sehingga tidak mampu
membuang sejumlah garam dan air dari dalam tubuh, volume darah dalam tbuh
meningkat,sehingga tekanandarah juga meningkat, sebaliknya jika aktifitas
memompa jantung berkurang, arteri mngalami pelebaran, banyak cairan keluar
dari sirkulasi maka tekanan darah akan menurun (Savita, 2014).
Solusi yang tepat dalam menangani penurunan tekanan darah dengan
pengobatan non farmakologi bisa dengan mendengarkan musik klasik mozart.
Musik klasik mozart dipercaya mampu memberikan efek positif bagi kehidupan
manusia berkat alunan nadanya (Hariyanto, 2017). Pengobatan terapi musik juga
berfungsi menenangkan pikirn dan kataris emosi, serta dapat mengoptimalkan
tempo, ritme, melodi dan harmoni yang teratur dan dapat menghasilkan
gelombang alfa serta gelombang beta dalam gendang telinga sehingga
memberikan ketenangan yang membuat otak siap menerima masukan baru, efek
rileks dan menidurkan (Nusela dan djaafar, 2010). Selain itu musik klasik juga
berfungsi mengatur hormon-hormon yang berhubungan dengan stress antara lain
ACHT, Prolaktin dan hormon pertumbuhan serta dapat meningkatkan kadar
endorfin sehingga dapat mengurangi nyeri (Champell, 2011) Peneliti dari the
neuro melalui MRI scan membuktikan bahwa otak melepas zat dopamin hormon
yang terkait dengan sistem otak, memberikan perasaan kenikmatan dan penguatan
untuk memotifasi seseorang secara proaktif melakukan kegiatan tertentu saat
4
4
melakukan terapi musik dalam kapasitas yang tidak berlebihan (Natalina, 2013).
Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti tertatik untuk mengambil
judul tentang pengaruh musik klasik terhadap penurunan tekanan darah pada
lansia penderita hipertensi di Pondok Pesantren Lansia Desa Pulo Lor Kecamatan
Jombang Kabupaten Jombang.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada penelitian ini adalah apakah ada pengaruh terapi
musik klasik mozart terhadap penurunan darah pada lansia penderita hipertensi?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh terapi musik
klasik mozart dapat menurunkan tekanan darah, khususnya pada lansia yang
menderita tekanan darah tinggi.
1.3.2 Tujuan khusus
1. Mengidentifikasi tekanan darah pada lansia sebelum dilakukan terapi musik
klasik mozart di Pondok Pesantren Lansia Desa Pulo Lor Kecamatan
Jombang Kabupaten Jombang.
2. Mengidentifikasi tekanan darah pada lansia sesudah dilakukan terapi musik
klasik mozart di Pondok Pesantren Lansia Desa Pulo Lor Kecamatan
Jombang Kabupaten Jombang.
3. Menganalisis pengaruh terapi musik klasik mozart terhadap penurunan
tekanan darah pada lansia penderita hipetensi.
5
5
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat teoritis
Hasil penelitian diharapkan dapat menambah informasi dan
digunakan sebagai kajian pustaka untuk menambah keilmuan dalam bidang
keperawatan
1.4.2 Manfaat praktis
Diharapkan penelitian ini dapat berguna bagi masyarakat secara
umum khususnya bagi lansia penderita hipertensi dan bagi perawat untuk
dijadikan informasi dan edukasi sebagai salah satu terapi untuk mengatasi
penurunan tekanan darah pada lansia.
6
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Lansia
2.1.1 Definisi Lansia
Lanjut usia adalah seseorang yang karena usianya mengalami
perubahan fisiologis, fisik, sikap, perubahan akan meberikan pengaruh pada
keseluruhan aspek kehidupan termasuk kesehatan. Pada masa lanjut usia
secara bertahap manusia mengalami berbagai kemunduran, baik fisik,
mental dan sosial (azizah, 2011).
2.1.2 Batasan umur lanjut usia
Menurut pendapat para ahli dalam Efendi (2009), batasan-batasan
umur yang mencakup batasan umur lanjut usia sebagai berikut:
1. Menurut undang-undang nomor 13 tahun 1998 dalam bab 1 pasal 1 ayat 2
yang berbunyi “lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 (enam
puluh) tahun ke atas”.
2. Menurut world health organization (WHO), usia lanjut dibagi menjadi
empat kriteria berikut: usia pertengahan (middle age) ialah 45-59 tahun,
lanjut usia (elderly) ialah 60-74 tahun, lanjut usia tua (old) ialah 75-90
tahun, usia sangat tua (very old) ialah di atas 90 tahun
3. Menuut Dra. Jos Masdani (psikolog UI) tedapat empat fase, yaitu: petama
(fase inventus) ialah 25-40 tahun, kedua (fase virilities) ialah 40-55 tahun,
ketiga (fase presenium) ialah 55-65 tahun keempat (fase senium) ialah usia
65 sampai tutup usia.
7
7
4. Menuut Prof. Dr. Koesoemato Styonegoro masa lanjut usia (getiatric age):
> 65 than atau 70 tahun. Masa lanjut usia (getiatric age) itu sendi dibagi
menjadi tia batasan umur, yaitu young old (70-75 tahun). Old (75-80), dan
very old > 80 tahun (Efendi, 2009).
Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur
kehidupan manusia. Sedangkan menurut pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No. 13
Tahun 1998 tentang kesehatan dikatakan bahwa lanjut usia adalah
seseorang yang telah mencapai usia lebih da 60 tahun (Maryam dkk, 2008).
2.1.3 Memahami mitos dan realita lanjut usia
Dalam masyarakat, sering kita jumpai anggapan dan pandangan
ang keliru tentang pengetian dan mitos mengenai lanjut usia (lansia),
sehingga hal tesebut dapat merugikan pada lansia itu sendiri. Anggapan
dan pandangan yang keliru itu menimbulkan stigma bagi para lansia di
masyaakat, dan dapat memengaruhi orang-orang yang sesungguhnya
memilki kepedulian membantu para lansia. Anggapan dan pandanan yang
keliru dalam masyarakat mencakup beberapa hal sebagai berikut: lansia
berbeda dengan orang lain, lansia tidak dappat belajar keterampilan baru
serta tidak perlu pendidikan dan latihan, lansia sukar memaham infomasi
baru, lansia tidak produktif dan menjadi beban masyarakat, lansia tidak
berdaya, lansia tidak dapat mengambil keputusan, lansia tidak butuh cinta
dan tidak perlu relasi seksual, lansia tidak menikmati kehidupan sehinga
tidak dapat bergembira, lansia itu lemah, jompo, ringkih, sakit-sakitan
atau cacat, lansia menghabiskan uang untuk berobat, serta lansia sama
dengan pikun.
8
8
Sebagai orang timur kita memiliki budaya kekeluargaan yang
sangat kental, seperti anak, cucu, dan sanak saudara dari para lansia, pada
umumnya sangat tidak keberatan untuk terima kehadiran dan keberadaan
lansia dalam keluarganya. Namun demikian, dengan adanya anggapan dan
pandangan yang keliru sepeti di atas, tak jarang bisa memengaruhi anggota
keluarga dalam memperlakukan para lansia. Hal inilah yang perlu
diperjelas agar tidak berkepanjangan dan perlu dicari cara
mensosialisasikan anggapan, pengertian dan pemahaman yang benar,
sehingga para lansia memiliki hak dan kewajiban yang sama sesuai dengan
kondisi, usia, jenis kelamin, dan status sosial mereka dalam masyarakat.
Salah satu cara untuk menghindari anggapan dan pengertian yang salah
atau keliru tentang lansia yaitu dengan melihat realita yang ada di
masyarakat.
2.1.4 Mitos mitos penuaan
Menurut Miller (1995), ada beberapa mitos tentang penuaan.
Pertama, mitos kedamaian dan ketenangan. Orang lanjut usia seharusnya
dapat santai menikmati hasil kerja dan jerih payahnya pada usia muda
serta dewasanya. Badai dan berbagai guncangan kehidupan seakan sudah
dilewatinya. Namu, dalam kenyataan terjadi hal-hal yang sebaliknya,
seperti lansia penuh dengan stres karena kemiskinan dan bebagai keluhan
serta penderitaan karena penyakit. Kedua, mitos konservatisme dan
kemunduan pandangan. Lansia pada umumnya konservatif, tidak kreatif,
menolak inovasi, berorientasi ke masa silam, ketinggalan zaman,
meindukan masa lalu, kembali ke masa anak-anak, susah berubah, keras
9
9
kepala dan bawel. Akan tetapi, pada kenyataannya tidak semua lansia
bersifat dan berperilaku demikan. Sebagian tetap tegar bepandangan
kedepan dan inovatif serta kreatif. Ketiga, mitos berpenyakitan. Lansia
dipandang sebagai masa degeneratif biologis yang disertai oleh berbagai
penderitaan akibat berbagai proses penyakit. Dalam kenyataannya
memang proses menua disertai dengan menurunnya daya tahan tubuh serta
metabolisme sehingga rawan terhadap penyakit. Akan tetapi, sekarang
banyak penyakit yang dapat dikontrol dan diobati. Keempat, mitos
senilitas. lansia dipandang sebagai masa dimensia (pikun), yang
disebabkan oleh kerusakan bagian tertentu dari otak. Akan tetapi, dalam
kenyataannya tidak semua lanjut usia yang mengalami preoses penuaan
disertai kerusakan pada otak . mereaka masih tetap sehat dan segar dan
banyak cara untuk menyesuaikan diri tehadap peubahan daya ingat.
Kelima. Mitos ketidakproduktifan. Lansia dipandang sebagai usia yang
tidak produktif, padahal masih banyak lansia yang memiliki kematangan
dan produktivitas mental dan materia yang tinggi.
2.1.5 Realita lansia
Terkait realita lansia di masyarakat, lucille D.G. dalam The Agng
Person A Holistic Perspective (1995) mengatakan bahwa masih banyak
orang masih memiliki anggapan dan pandangan yang keliru mencakup
bebeapa hal beikut: lansia berbeda dengan oang lain, lansia tdak dapat
belajar keterampilan baru serta tidak perlu pendidikan dan latihan, lansia
suka memahami infomasi baru, lansia tidak produktif dan menjadi beban
masyarakat, lansia tidak berdaya, lansia tidak dapat mengambil keputusan,
10
10
lansia tidak butuh cinta dan tidak perlu relasi seksual, lansia tdak
menikmati kehidupan sehingga tidak dapat bergembira, lansia itu lemah,
jompo, ringkih, sakit-sakitan atau cacat, lansia menghabiskan uang untuk
berobat, serta lansia sama dengan pikun.
Pertama, lansia berbeda dengan oang lain. Orang yang mencapai
tahap lanjut usia dapat dikatakan sebagai orang yang beruntung. Mereka
telah mengenyam kehidupan dalam masa yang panjang. Di indonesia,
pemerintah dan lembaga-lembaga pengelola lansia membei patokan bahwa
mereka yang disebut lansia adalah yang telah mencapai usia 60 tahun yang
dinyatakan dengan pemberian KTP seumur hidup. Namun, di negara maju,
sebagaimana dikatakan oleh W.M Roan (1990), diberi batasan yang lebih
spesifik yaitu 65-75 tahun yang disebut old, 76-90 tahun disebut old-old,
dan 90 tahun keatas disebut very old. Pengelompokan tesebut besifat
teoritik, artinya untuk kepentingan ilmiah, namun dalam kenyataan untuk
pelayanan kesehatan, sosial, dan sebagaimana tidak dibedakan. Meskipun
lansia seringkali mendapat prioritas dan fasilitas, misalnya kalau naik
kereta api dapat potongan khusus, beberapa tempa wisata memberi karcis
gatis bagi pengunjung lansia, dibandara atau stasiun kereta api disediakan
loket atau jalan khusus bagi lansia, hal itu bukan dimaksudkan
membedakan lansia dengan orang lain tetapi lebih betujuan untuk
membantu kelancaran pelayanan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan
mereka. Kita semua tentu setuju bahwa para lansia tersebut harus
dihormati. Sebagai orang timur, oang yang sudah tua lebih-lebih yang
sudah lansia, memang mendapat kehormatan yang lebih dibandingkan
11
11
dengan orang yang lebih muda. Dalam adat jawa, lansia sebagai pinisepuh
atau sesepuh, yaitu orang yang memiliki kehormatan yang tinggi dan bila
ada hajatan ditempatkan ditempat yang istimewa.
Kedua, lansia tidak dapat mempelajari keterampilan baru dan tidak
memelukan pendidikan dan latihan. Kenyataan di masyarakat, terutama di
perguruan tinggi, banyak lansia yang dapat menyelesaikan studinya sama
jenjang S2 atau S3, bekompetisi dengan orang-orang muda secara jujur
dan objektif. Bahkan dalam proses belajar bersama para lansia tersebut
justru sering terjadi teladan yang memberikan motifasi yang tinggi bagi
kawan-kawannya yang lebih muda. Hal itu menunjukkan bahwa lansia
dapat mempelajari keterampila baru sama baiknya dengan orang lain,
hanya mungkin karena lama tidak belatih dan kadang-kadang kurang
memiliki keyakinan akan kemamuannya sehingga butuh dorongan dari
orang lain. Bagi lansia, dorongan dan keinginan mempelajari pengetahuan
dan keterampilan baru merupaka hal yang yang biasa, baik dengan
motivasi untuk meningkatkan mutu kehidupannya maupun mengisi waktu
luangnya agar lebih poduktif dan berguna. Semakin banyak kemampuan
dan keterampilan yang dimiliki lansia, makin banyak pula hal-hal yang
dapat disumbangkan kepada masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa
lansia adalah sumber pengetahuan dan keterampilan yang sangat baik dan
berharga, sehingga perlu dipelihara. Cara memeliharanya adalah dengan
cara mengajak mereka berdiskusi, berkonsultasi, bertanya, serta
menepatkan lansia sebagai narasumber dalam berbagai bidang yang
disenangi dan dimiliki.
12
12
Berdasarkan kenyataan diatas, sangatlah keliru bila lansia dianggap
tidak dapat memepelajari pengetahuan dan keterampilan baru. Sebaliknya,
mereka justu memiliki sumber energi yang tetap kuat untuk belajar, meski
butuh movtiator untuk lebih meyakinkan bahwa dirinya mampu.
pandangan yang mengatakan bahwa lansia itu jompo, rapuh, tdak perlu
belajar dan berlatih, dan tidak perlu bekerja, sehingga dianjurkan untuk
istirahat, enak-enak, ongkang-ngkang kaki saja dirumah, juga merupakan
pandangan yang salah. Pandangan tersebut justru akan menimbulkan stres
dan distres serta putus harapan pada lansia. Para anggoota keluaga
sebaiknya tetap memberikan kesempatan pada lansia untuk melakukan apa
saja yang disukainya sehingga tetap menjaga harga diri, matabatnya, serta
merasa dirinya berguna bagi yang lain. Agar lansia tetap eksis dalam
keluaga dan masyarakat maka perlu pendidikan dan latihan, dalam arti
menyesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan pribadinya serta tuntutan
lingkungan.
Ketiga, lansia sukar menerima informasi baru. Sebenanya,
kesempatan untuk memperoleh informasi baru pada lansia justru terbuka
lebar, karena waktu renggangnya relatif banyak. Umumnya pada masa
lansia, seseroang tidak dituntut untuk bekerja keras seperti masa-masa
sebelumnya. Dalam kehidupan lansia umunya mereka harus akan berita-
berita baru dan informasi-informasi baru, karena mereka tidak mau
ketinggalan informasi dibandingkan orang-orang yang lebih muda. dalam
kenyataannya kita menjumpai bahwa mereka banyak nonton televisi,
mendengarkan radio, membaca koran, majalah, ataupun bertanya
13
13
kesesama lansia atau orang lain yang lebih muda tentang hal-hal baru yang
berkembang dalam masyarakat. Banyak lansia yg lebih tau berita baru di
bandingkan orang-orang lain. Mereka juga sangat senang menyampaikan
berita baru tersebut kepada kawan-kawannya maupun kepada yang lebih
muda. Bagi lansia adanya informasi baru berarti menstimulasi fungsi
kognitifnya, dan fungsi psikomotoriknya yang membuat syaraf-syaraf
otaknya tetap berfungsi secara normal.
Keempat, lansia tidak produktif dan menjadi beban mansyarakat.
Pada umunya, hal ini terjadi di negara berkembang dan negara-negara
yang belum memiliki tunjangan sosial untuk hari tua. Para lansia akan
tetap bekerja untuk memenuhi tuntutan hidup maupun mencukupi
kehidupan keluarga yang menjadi tanggungannya. Jadi, tidak sepenuhnya
benar jika dikatakan lansia tidak produktif. Dalam kenyataannya, didunia
ini jutaan orang bekerja mendapat bayaran, namun ada juga jutaan oang
bekerja tanpa mendapat bayaran, misalkan pemuka masyaakat, ulama,
guru-guru ngaji, mereka yang merawat anak-anak, orang sakit, orang
cacat, lansia yang sangat tua, guu suka relawan dan banyak lagi, baik yang
dibayar maupun yang tidak, semuanya mempuyai andil dan sumbangan
yang besar dalam pekembangan masyaakat. Biaasanya paa lansia
memerankan perannya sebagai orang yang bekerja tanpa mendapat
bayaran namun memilii arti yang sangat penting dalam masyaakat kaena
sumbangan ide-ide dan nasehatnya. Dalam proses penuaan sendiri mereka
sering menemukan cara-caa yang tepat dan bijaksan adalam menghadapi
tantangan yang dihadapi. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika
14
14
dalam banyak kasus lansia seringkali merupakan penasehat jitu untuk
mengatasi masalah-masalah sosial dalam kehidupan masyarakat. Satu hal
yang perlu diingat adalah bahwa lansia amat memerlukan dukungan dari
lingkungan keluaga dan masyaakat. Lansia bukan merupakan beban bagi
yang muda. Sebaliknya, mereka selalu menjadi teladan bagi orang muda,
misalnya dalam sopan santu, disiplin, keteguhan iman, kejujuaan,
semangat juang maupun kewibawaan lansia tidak berdaya. Tidak benar
pedapat yang mengatakan lansia itu tidak berdaya, sebab dalam kenyataan
lansia tetap eksis dan terus berjuang daai kehidupan yang lebih baik. Kalau
seorang lansia memerlukan bantuan biasanya ia tau persis apa yang
dipealukan secara wajar. Mereka banyak memiliki banyak pengalaman
dalam kehidupannya, sehingga dalam keseharian kita sering menjumpai
bahwa lansia tidak mau tinggal diam ada saja yang ingin dikerjakannya.
Terkadang memang ada yang menjadi loyo dan pasrah, mereka ini
umumnya lansia yang pada masa mudanya sudah terkuras oleh tugas-
tugas berat dan tingkat pendidikan yang relatif rendah, sehingga pada masa
lansia tidak berdaya. Untuk menghadapi lansia model demikian,
lingkungan hendaknya selalu membeaikan dorongan dan rasa peduli, agar
mereka tidak merasa tesisih dan tetap memiliki harga diri. Sangatlah keliru
jika anggota keluarga selalu mendampingi lansia, melarang mereka
berkomunikasi dengan sesama lansia, melarang mereka bepergian kesuatu
tempat karena takut kecapaian dan menganjurkan lansia untuk beristirahat
saja dirumah. Cara demikian justru akan memperburuk kondisi lansia dan
akhirnya mereka merasa tak berdaya.
15
15
Keenam, lansia tidak dapat mengambil keputusan untuk kehidupan
dirinya. Dalam kehidupan kadang kadang orang sulit mengambil
keputusan. Hal ini berlaku bagi siapa saja, baik orang dewasa atau lansia.
Namun, demikian demikian, tidaklah berarti bahwa lansia tidak dapat
mengambil keputusan untuk kehidupannya sendiri. Bahkan lansia sebagai
orang yang dihormati, justru sering dijadikan referensi untuk dimintai
nasehat oleh anak, cucu, maupun sanak saudara, dalam mengambi
keputusan. Sebagai contoh, bila seorang anak atau cucu masih memilki
kakek-nenek dan akan mengadakan hajatan akan selalu minta doa dan
restu dan nasehat dalam mengambil keputusan penting. Nasehat dari orang
yang sudah lanjut usia ini akan di pegang teguh dan dilaksanakan oleh
anak cucunya. Hal yang perlu diperhatikan agar lansia mampu mengambil
keputusan untuk kepentingan kehidupan diinya adalah dengan cara sering
mengajaknya berdiskusi tentang hal-hal baru dan sering meminta petunjuk
atau petuahnya sehingga ia merasa tetap dibutuhkan dan memiliki rasa
percaya diri.
Ketujuh, lansia tidak butuh cinta dan relasi seksual. fungsi psikis
setiap orang, baik fungsi kognitif, afektif, dan konatif (psikomotoik) serta
kombinasi-kombinasinya, selama hayat masih dikandung badan masih
tetap berfungsi. Proses pikir, perasaaan dan kemauannya tetap berungsi
dengan baik, apalagi bila sering mendapat stimulasi secara teratur dalam
kehdupannya. Bahkan relasi seksual pun masih berjalan jika masih
memiliki pasangan. Oleh karena itu, adalah tindakan keliru jika lansia
dianjurkan untuk mengisolasi diri agar tidak memiliki pikiran yang
16
16
menyusahkan dirinya atau pun keinginan-keinginan yang menyusahkan
orang lain. Agar gairah hidup tetap berkobar, lansia perlu berinteraksi
dengan orang-orang muda untuk berdiskusi, berkomunikasi atau bersuka
ria. Sayangnya, sering kali anak muda tidak tertaik melakukan hal itu.
Namun demikian, bila orang-orang muda memiliki pemahaman yang
benar tentang kebutuhan lansia dan mau membantu kesejahteraan batin
mereka; hendaknya yang muda (terutama anggota keluarga) mau beramal
untuk kepentingan lansia.
Kedelapan, lansia tidak menikmati kehidupan sehingga tidak dapat
dapat bergembira. Pada dasarnya tidak ada orang didunia ini yang
berencana berhenti bersenang-senang, kecuali orang tersebut berada dalam
kondisi stres atau depresi. Semua orang ingin hidup senang, bahagia dan
sejahtera, termasuk para lansia. Lansia mendambakan kenikmatan hidup di
hari tua. Itulah sebabnya sejak muda orang sudah bekerja keras, agar di
hari tua nanti mendapat pensiun dan tabungan yang ukup untuk menikmati
masa tuanya. Harapan itu merupakan idaman setiap orang, sehingga
termotiasi untuk belajar sampai S3. Kiranya usaha keras untuk mencari
ilmu pengetahuan bertujuan untuk mendapakan pekerjaan yang mapan,
sehingga nantinya memiliki hari tua yang sejahtera, dapat menikmati
hidup hari tua dan bahagia atau menjadi lansia yang dapat bergembira.
Agar lansia dapat menikmati kehidupan di hari tua sehingga dapat
bergembira atau merasa bahagia, diperlukan dukungan dari orang-orang
terdekat mereka. Dukungan tersebut bertujuan agar lansia tetap dapat
menjalankan kegiatan sehari-hari secara teratur dan tidak berlebihan.
17
17
Dukungan dari keluarga terdekat dapat saja berupa anjuran yang bersifat
mengingatkan si lansia untuk tidak bekerja secara berlebihan (jika lansia
masih bekeja), membeikan kesempatan kepada lansia untuk melakukan
aktifitas yang menjadi hobinya, memberi kesempatan kepada lansia untuk
menjalankan ibadah dengan baik, dan memberikan istirahat yang cukup
kepadanya sehingga lansia tidak mudah stress dan cemas. Perlu dipahami
bahwa setelah orang mencapai masa lansia, baik fisik maupun mental
sosial secara perlahan mengalami perubahan, namu hal itu dapat ditahan
agar perubahan tersebut tidak terlalu dirasakan sebagai penghambat dalam
kehidupan. Perubahan-perubahan yang tejadi hendaknya jangan dijadikan
sumber stress, tetapi perlu diwaspadai dengan melakukan pemeriksaan
kesehatan secara periodik. Kalau oang percaya bahwa dirinya sehat, maka
dia akan memiliki gairah hidup yang baik dan tidak menunjukkan rasa
khawatir yang berlebihan.
Kesembilan, lansia lemah, jompo, ringkih, sakit-sakitan atau cacat.
Pendapat ini tidaklah sepenuhnya benar karena dalam kenyataannya,
banyak lansia yang masih gagah, masih mampu bekerja keras, bahkan
banyak yang masih memiliki jabatan penting dalam suatu lembaga.
Memang kadang-kadang ada lansia yang ringkih (gampang jatuh,
gampang sakit) atau sakit atau cacat, tetapi hal itu berlaku untuk semua
orang, bahkan oang muda juga ada yang memiliki kondisi semacam itu.
Kondisi kesehatan orang dalam masyarakat menurut paradigma kesehatan
saat ini bergradasi dari lebih sehat, sehat, sehat sakit (ill health), sakit dan
cacat (impairment disability handicap). Kondisi kesehatan itu berlaku baik
18
18
untuk anak, dewasa, remaja, maupun lansia. Jadi sebenanya bukan lansia
saja yang mudah sakit-sakitan atau cacat, orang pada umumunya pun bisa
demikian.
Kesepuluh, lansia menghabiskan uang untuk berobat. Memang
benar para lansia perlu melakukan pemeriksaan secara priodik, namun
bukan berati mereka adalah oang yang sakit sakitan. Untuk menjaga
kesehatan tentu juga memelukan obat, namun hal itu bukan berarti
menghabiskan uang untuk berobat. Perlu dipahami bahwa orang dalam
pejalanan hidup sampai usia 70 tahun ke atas pasti memiliki kadar gula,
garam, dan lemak dalam tubuh yang lebih banyak, sehingga menjadi
rentan terhadap penyakit kencing manis, stroke, jantung dan lannya.
Namun semuanya dapat dikontrol jika lansia tersebut rajin memeriksakan
kesehatannya. Lansia yang paham tentang kondisi dirinya tentunya akan
mengatur hidupnya secara lebih baik, misalnya makan tidak berlebihan,
sehingga memeperkecil timbulnya penyakit. Lansia umumnya tahu diri
dan paham dalam menjaga dan memelihara kesehatan dirinya yang
ditunjukkan dalam bentuk rajin olahraga ringan, rajin beribadah, dan
peduli terhadap kesehatannya.
Kesebelas, lansia sama dengan pikun. Pandanga ini keliru karena
tidak semua lansia mengalami pikun (senile). Pikun ini adalah penyakit
(patologis) pada orang tua, yang ditandai dengan menurunnya daya ingat
jangka pendek. Dalam kehidupan manusia, daya ingat akan berubah sesuai
dengan usia, sehingga orang menjadi lansia ia tidak akan cepat mengingat
sesuatu, terutama hal baru. Namun, anggapan bahwa lansia sama dengan
19
19
pikun merupakan suatu kekeliruan. Banyak cara menyesuaikan diri dengan
perubahan daya ingat dan banyak hal yang memengaruhi daya ingat
manusia. Pada usia berapa saja daya ingat akan berkurang ketajamannya
jika orang tersebut dalam keadaan lelah, stress, cemas, khawatir, depresi,
sakit atau jiwanya tidak tenang. Demi menjaga agar daya ingat lansia tidak
cepat berubah secara frontal, karena kondisi fisik dan usia, lansia harus
menghindari atau paling tidak menghindari hal-hal yang dapat menimbulkan
kelelahan, kekhawatiran, kecemasan, rangsangan emosi, depresi dan sakit.
Disinilah kepedulian dari orang yang lebih mudah diperlukan sebagai
kontrol agar lansia tidak melakukan hal-hal yang merugikan dirinya.
2.1.6 Tipologi manusia lanjut usia
Terdapat macam-macam tipologi manusia lanjut usia, ada tipe
mandiri, tipe tidak puas, tipe pasrah, dan tipe bingung. Pertama, pada lansia
tipe mandiri, mer eka mengganti kegiatan-kegiatan yang hilang dengan
kegiatan-kegiatan yang baru, selektif dalam mencai pekejaan, teman
pegaulan, serta memenuhi undangan. Kedua, lansia tipe tidak puas
cenderung memiliki konflik lahir batin, menentang proses penuaan yang
menyebabkan hilangnya kecantikan, daya tarik jasmaniyah, kekuasaan,
status, teman yang disayangi, pemah, tidak sabar, mudah tesinggung,
menuntut, sulit dilayani, dan pengkritik. Ketiga, lansia tipe pasah cenderung
meneima dan menunggu nasib baik, mempunyai konsep habis gelap tebitlah
terang, mengikuti kegiatan beribadah, ingan kaki, pekejaan apa saja
dilakukan. Keempat, lansia tipe bingung cenderung kaget, kehilangan
keperibadian, mengasingkan diri, merasa minder, menyesal, pasi, acuh tak
20
20
acuh.
Pengelompokan lain sebagaimana dikemukakan oleh tipe lain dai
lansia adaah tipe optimis, tipe konstuktif, tipe independen (ketergantungan),
tipe defensife (bertahan), tipe mlitan dan serius, tipe pemarah/frustasi
(kecewa akibat kegagalan dalam melakukan sesuatu, seta tipe putus asa
(benci pada diri sendiri).
Tipe lansia berkaitan dengan karakter, pengalaman kehidupannya,
lingkungan, kondisi fisik, mental, sosial dan ekonominya, antara lain tipe
optimis, tipe kontruktif, tipe ketegantungan (dependent), tipe defensif, tipe
militan dan srius, tipe marah/frustasi (the angry man), dan tipe putus asa
(self heating man). Ada juga pendapat yang menggolongkan lansia dalam
kelompok-kelompok sebagai berikut: lanjut usia mandiri sepenuhnya, lanjut
usia mandii dengan bantuan langsung keluarganya, lanjut usia mandiri
dengan bantuan tidak langsung, lanjut usia dibantu oleh badan sosial, lanjut
usia panti sosial tresna werda, lanjut usia yang dirawat di rumah sakit, dan
lanju usia yang menderita gangguan mental. Di negara maju, ukuran
kemampuan kemandirian para lanjut usia berupa kemampuan melakukan
aktiitas normal sehari-hari. Apakah tanpa bantuan orang lain mereka dapat
bangun, mandi, ke WC, kerja ringan, olahraga, berpakaian rapi,
membesihkan kama, tempat tidur, lemari, menguni pintu dan jendela, dan
aktiitas lain-lain? Salah satu faktor yang sangat menentukan adalah keadaan
mental yang dapat menyebabkan demensia.
21
21
2.2 Hipertensi
2.2.1 Definisi hipertensi
Hipertensi adalah kenaikan tekanan darah sistolik lebih dari 150
mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg (Depkes, 2007).
Hipertensi merupakan tekanan darah persisten atau terus menerus hingga
melebihi batas normal dimana tekanan darah sistolik di atas 140 mmHg dan
tekanan diastolik 90 mmHg (sarif La Ode,2012).
Menurut Noviyanti (2015) Berdasarkan penyebabnya, hipertensi
dibagi dalam dua golongan, yaitu hipertensi primer dan hipertensi sekunder.
Hipertensi primer adalah suatu kondisi yang jauh lebih sering dan meliputi
95% dari hipertensi. Hipertensi ini disebabkan oleh berbagai faktor, yaitu
beberapa faktor yang efek-efek kombinasinya menyebabkan hipertensi.
Hipertensi sekunder, yang terdiri dari 5% dari hipertensi. Disebabkan oleh
suatu kelainan spesifik pada salah satu organ atau sistem tubuh.
(Kemenkes RI, 2013) menyatakan Definisi Hipertensi adalah
peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah
diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang
waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat atau tenang (Ari Asep
Pangestu, 2006).
Berdasarkan beberapa teori yang di maksud dengan hipertensi
adalah peningkatan tekanan darah yang secara terus menerus dan sehingga
melebihi batas normal. Tekanan darah normal adalah 120 mmHg.
2.2.2 Macam-macam hipertensi
Ramadhan. 2010)Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi
22
22
menjadi dua jenis (Mencermati Berbagai Gangguan pada Darah dan
Pembuluh Darah. hlm.106), yaitu:
1. Hipertensi primer
Hipertensi primer (esensial) adalah hipertensi yang tidak diketahui
penyebabnya. Lebih dari 90% pasien dengan hipertensi merupakan
hipertensi tipe ini. Beberapa mekanisme yang mungkin berkontribusi
untuk terjadinya hipertensi ini telah diidentifikasi, namun belum ada satu
teori yang menegaskan patogenesis hipertensi ini. Faktor genetik
memegang peranan penting dalam jenis hipertensi ini.
2. Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang meripakan akibat
kelainan penyakit ataupun obat tertentu yang bisa meningkatkan tekanan
darah. Kurang dari 10% pasien menderita jenis hipertensi ini. Pada
kebanyakan kasus, disfungsi renal akibat penyakit ginjal kronis atau
penyakit renovaskular adalah penyebab hipertensi sekunder yang paling
sering. Obat-obat tertentu, baik secara langsung ataupun tidak, dapat
menyebabkan hipertensi atau memperberat hipertensi dengan menaikkan
tekanan darah.
2.2.3 Klasifikasi hipertensi
Hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya didefinisikan sebagai
hipertensi esensial. Beberapa penulis lebih memilih istilah hipertensi primer,
untuk membedakan dengan hipertensi sekunder karena sebab-sebab yang
tidak diketahui (Kurniasih, 2007).
23
23
Menurut (A.J. Ramadhan. 2010) klasifikasi tekanan darah pada
orang dewasa terbagi kelompok normal, prehipertensi, hipertensi stadium I
dan hipertensi stadium II.
No. Tekanan Darah Tekanan Sistolik Dan Diastolik (mmHg)
1 2 3 4
Normal Prehipertensi Hipertensi Stadium I Hipertensi Stadium II
< 120 dan < 80 120 – 139 atau 80 – 89 140 – 159 atau 90 – 99 > 160 atau > 100
Table 2.1 klasifikasi Hipertensi menurut European Society of Cardiology (2007)
No. Kategori Sistolik Diastolik
1 2 3 4 5 6
Normal Normal tinggi Hipertensi ringan Hipertensi sedang Hipertensi berat Hipertensi maligna
120 - 129 mmHg 130 - 139 mmHg 140 - 159 mmHg 160 - 179 mmHg ≥ 180 mmHg ≥ 190 mmHg
80 – 84 mmHg 85 – 89 mmHg 90 – 99 mmHg 100 - 109 mmHg ≥ 110 mmHg < 90 mmHg
2.2.4 Penyebab Hipertensi
Menurut pradono (2010) menyatakan Hipertensi 90% tidak
diketahui secara pasti faktor penyebabnya, Namun dari beberapa penelitian
ada beberapa faktor yang dapat mempengaruh terjadinya hipertensi
yaitu merokok, minum-minuman beralkohol, berat badan yang
24
24
berlebih serta stres. Faktor risiko yang tidak dapat dikendalikan pada
hipertensi seperti jenis kelamin, keturunan, ras dan usia. Sedangkan faktor
risiko yang dapat dikendalikan seperti kurang olah raga atau aktivitas,
obesitas, minum kopi, merokok, sensitivitas natrium, alkoholisme, kadar
kalium rendah, pola makan, pekerjaan, pendidikan dan stres (Andria,
2013).
(Saam dan Wahyuni, 2013) menjelaskan bahwa Stres diduga
berpengaruh terhadap peningkatan tekanan darah serta merupakan faktor
terjadinya hipertensi. Stres yaitu suatu reaksi tubuh dan psikis terhadap
tuntutan-tuntutan lingkungan kepada seseorang. Reaksi tubuh terhadap
stres misalnya berkeringat dingin, napas sesak, dan jantung berdebar-
debar. Reaksi psikis terhadap stres yaitu frustasi, tegang, marah, dan
agresi (Hasbi Taobah Ramdani, Eldessa Vava Rilla, Wini Yuningsih.
2017).
Sedangkan menurut (Sudoyo, et al, 2006), Beberapa faktor risiko
yang dapat mengakibatkan hipertensi menurut (Susianti. 2016) yaitu:
1. Riwayat keluarga menderita hipertensi atau genetik
Studi menunjukkan bahwa sekitar 20% - 40% pasien hipertensi
primer mempunyai riwayat keluarga dengan hipertensi. Keadaan ini
kemungkinan berkaitan dengan genetik. Gen yang meliputi sistem renin
angiotensin dan yang lain berkaitan dengan tonus vaskuler, trasportasi
garam dan air di ginjal, dan retensi insulin berkontribusi terhadap
perkembangan hipertensi (Gray et al, 2002).
25
25
1. Usia
Insiden hipertensi meningkat sesuai dengan peningkatan usia. Usia
berpengaruh pada baroreseptor yang berperan dalam regulasi tekanan
darah dan berpengaruh pada elastisitas dinding arteri. Arteri menjadi
kurang elastis ketikan tekanan melalui dinding arteri meningkat. Hal ini
sering terlihat peningkatan secara bertahap tekanan sistolik sesuai dengan
peningkatan usia (Ramlan, 2007).
2. Ras
Hipertensi primer lebih sering terjadi pada kulit hitam dari pada
etnis yang lain. Lebih banyak orang Afrika-Amerika dengan hipertensi
mempunyai nilai renin yang lebih rendah dan penurunan eksresi natrium di
ginjal pada saat tekanan darah normal (Koizer, et al, 2009).
4. Tingkat stress
Stress fisik dan emosional juga dapat meningkatkan tekanan darah.
Menurut Jaret (2008) stress emosional atau mental bisa menurunkan
kualitas hidup, selain itu stress mental (psikososial) dapat meningkatkan
tekanan darah. Stress yang sering atau berkepanjangan menyebabkan otot
polos vaskuler hipertropi dan berpengaruh pada jalur pusat integrasi di
otak.
5. Tingkat aktivitas
Orang dengan aktivitas yang kurang, memiliki resiko mengalami
hipertensi lebih tinggi. Aktivitas membantu mencegah dan mengontrol
hipertensi dengan menurunkan berat badan dan resistensi perifer serta
26
26
menurunkan lemak tubuh (Anggraini, et al, 2009).
6. Diabetes mellitus
Dua per tiga orang dewasa yang mengalami diabetes mellitus jiga
mengalami hipertensi. Perkembangan resiko hipertensi dengan keluarga
menderita diabetes dan obesitas menjadi 2-6 kali lebih besar dari pada
tidak ada riwayat keluarga (Gray, et al, 2002).
7. Konsumsi garam tinggi
Konsumsi tinggi natrium sering berhubungan dengan retensi
cairan. Konsumsi garam tinggi sering menjadi faktor penting dalam
perkembangan hipertensi primer. Diet tinggi garam dapat menginduksi
pelepasan hormon natriuretik yang secara tidak langsung meningkatkan
tekanan darah. Natrium juga menstimulasi mekanisme vasopresor melalui
sistem saraf pusat (Gray et al, 2002).
8. Obesitas
Obesitas dapat meningkatkan kejadian hipertensi primer. Hal ini
disebabkan lemak dapat menimbulkan sumbatan pada pembuluh darah
sehingga dapat meningkatkan tekanan darah (Anggraini, et al, 2009).
9. Merokok
Nikotin dalam rokok dan obat seperti kakain menyebabkan
peningkatan tekanan darah dengan segera dan tergantung dengan dosis.
Peran rokok dalam tekanan darah merupakan hal yang kompleks yang bisa
menyebabkan masalah pada pembuluh darah, yang berdampak pada
peningkatan kerja jantung dan peningkatan kebutuhan oksigen (Gray et al,
2002).
27
27
10. Konsumsi kafeiin
Pengaruh kafein masih kontroversial. Kafein dapat meningkatkan
kecepatan denyut jantung. Kafein meningkatkan tekanan darah secara akut
tetapi tidak mempunyai efek yang terus-menerus (Muttaqin, 2012).
11. Konsumsi alkohol
Insiden hipertensi meningkat pada orang yang minum 3 ons etanol
setiap hari. Konsumsi alkohol dua gelas ayau lebih setiap hari
meningkatkan resiko hipertensi dan menyebabkan resistensi terhadap obat
anti hipertensi (Muttaqin, 2012).
2.2.5 Patofisiologi hipertensi
(Muttaqin, 2012). Menjelaskan bahwa Pengaturan tekanan darah
arteri meliputi kontrol sistem saraf yang kompleks dan hormonal yang
saling berhubungan satu sama lain dalam mempengaruhi curah jantung
dan tahanan vaskular perifer. Hal lain yang ikut dalam pengaturan tekanan
darah adalah refleks baroreseptor. Curah jantung ditentukan oleh volume
sekuncup dan frekuensi jantung. Tahanan perifer ditentukan oleh diameter
arteriol. Bila diameternya menurun (vasokonstriksi), tahanan perifer
meningkat, bila diameternya meningkat (vasodilatsi), tahanan perifer akan
menurun.
(Brunner, 2002) menjelaskan Mekanisme yang mengontrol
kontriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat vasomotor pada
medula di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis yang
berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medula
spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat
28
28
vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah
melalui saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron
preganglion melepaskan asetilkolin yang akan merangsang serabut saraf
pascaganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya
norpinefrin mengakibatkan kontriksi pembuluh darah (Susianti, 2016).
Mekanisme lain mempunyai reaksi panjang dari adanya
peningkatan darah oleh faktor ginjal (Figur 5.4). Renin yang dilepaskan oleh
ginjal ketika aliran darah keginjal menurun akan mengakibatkan
terbentuknya angiotensin I, yang akan berubah menjadi II. Angiotensin II
meningkatkan tekanan darah dengan mengakibatkan kontraksi langsung
arteriol sehingga terjadi peningkatan resistensi perifer (TPR) yang secara
tidak langsung juga merangsang pelepasan aldosteron., sehingga trjadi
retensi natrium dan air dalam ginjal serta menstimulasi perasaan haus.
Pengaruh ginjal lainnya adalah pelepasan eritropoetin yang menyebabkan
peningakatan volume darah dan peningkatan tekanan darah secara simultan.
dan pengaturan primer tekanan arteri dipengaruhi oleh basoreseptor pada
sinus karotikus dan arkus aorta yang akan menyampaikan impuls ke pusat
saraf simpatis di medula oblongata. Inpuls tersebut akan menghambat
stimulasi sistem saraf simpatis. Bila tekanan arteri meningkat (Figur 5.3 A),
maka ujung – ujung baroreseptr akan teregan dan memberikan respons
terhadap penghambat pusat simpatis, dengan respons terjadinya pusat
akselerasi gerak jantung menghambat. Sebaliknya, hal ini akan
menstimulasi pusat penghambat penggerak jantung yang bermanifestasi
pada penurunan curah jantung. Hal lain dari pengaruh stimulasi baroreseptor
29
29
adalah dihambatnya pusat vasomotor sehingga terjadi vasodilatasi
(Muttaqin, 2009).
2.2.6 Komplikasi
Menurut Harvard Health Publications (2009) hipertensi yang tidak
teratasi, dapat menimbulkan komplikasi yang berbahaya.(Susianti. 2016)
seperti:
1. Stroke
Tekanan darah yang tinggi dapat menyebabkan pembuluh darah
yang lemah menjadi pecah. Bila hal ini terjadi pada pembuluh darah otak,
maka terjadi perdarahan otak yang dapat berakibat pada kematian.
Keterlibatan pembuluh darah otak dapat menimbulkan stroke atau serangan
trans-iskemik (TIA) yang bermanifestasi sebagai peralis sementara pada satu
sisi (hemiplegia) atau gangguan tajam penglihatan. Pada penderita stroke
dan hipertensi disertai serangan iskemia, insiden infark otak menjadi 80%.
2. Kerusakan pengelihatan
Hipertensi dapat menyebabkan pecahnya pembuluh darah mata,
sehingga mengakibatkan penglihatan menjadi kabur atau buta.
3. Payah jantung
Payah jantung (Congestive health failure) merupakan kondisi
jantung tidak lagi mampu memompa darah yang dibutuhkan tubuh.
Kerusakan ini dapat terjadi karena kerusakan otot jantung atau sistem listrik
jantung.
4. Kerusakan ginjal
Dengan adanya peningkatan tekanan darah ke dinding pembuluh
30
30
darah akan mempengaruhi kapiler glomerolus pada ginjal mengeras
sehingga fungsinya sebagai penyaring darah menjadi terganggu. Selain itu
dapat berdampak kebocoran pada glomerolus yang menyebabkan urin
bercampur protein (proteinuria).
2.2.7 Pencegahaan hipertensi
Ada beberapa cara untuk mencegah terjadinya hipertensi antara
lain :
1. Mengurangi dalam mengonsumsi garam. Karena mengonsumsi garam yang
berlebihan akan meningkatkan faktor resiko hipertensi.
2. Melakukan rutinitas dalam berolahraga. Olahraga akan meningkatkan
kesehatan dan juga daya tahan tubuh. Karena jika sudah menderita
hipertensi maka disarankan untuk olahraga selama 30 menit dalam 1 minggu
3 kali.
3. Rajin mengkonsumsi makanan dan buah buahan yang kaya serat seperti
melon dan lain lain.
4. Menghindari minuman beralkohol
5. Mengendalikan kadar kolesterol dalam tubuh dan juga menghindari
kegemukan atau obesitas
6. Pencegahan penyakit hipertensi dengan berhenti merokok dengan
berperan besar dalam mengurangi tekanan darah tinggi atau hipertensi.
2.2.8 Pengobatan hipertensi
Menurut susyanti (2010), pengobatan hipertensi dibagi menjadi 2
antara lain :
1. Pengobatan tanpa obat-obatan
31
31
a. Mengurangi mengonsumsi garam
b. Pengendalian berat badan dengan mengurangi berat badan
c. Pengendalian minum alkohol
d. Melakukan olahraga yang teratur
e. Minum jus melon dan buah-buahan lainya
2. Pengobatan dengan obat-obatan
a. Dengan minum obat thaizide diuretic. Karena obat ini tergolong bekerja
membuks pembuluh darah yang dapat menurunkan tekanan darah.
b. Beta blocker obat ini bekerja dengan menghambat kerja noradrenalin yang
bersama zat kimiawi lainya.
c. Penghambat saluran kalsium
d. Penghambat ACE
e. Alfha blocker
2.3 Konsep Terapi Musik Klasik
2.3.1 Definisi terapi musik klasik
Terapi musik terdiri dari dua kata, yaitu “terapi” dan “musik”.
Kata“terapi” berkaitan dengan serangkaian upaya yang dirancang untuk
membantu atau menolong orang lain. Kata “musik” dalam terapi musik
digunakan untuk menjelaskan media yang digunakan secara khusus dalam
rangkaian terapi. Musik adalah terapi yang bersifat nonverbal. Dengan
bantuan musik pikiran klien dibiarkan mengembara, baik untuk
mengenang hal-hal yangmembahagiakan, membayangkan ketakutan -
ketakutan yang dirasakan, mengangankan hal-hal yang diimpikan dan
dicita-citakan, atau langsung mencoba menguraikan permasalahan yang
32
32
dihadapi (Djohan, 2006).
Jenis musik yang digunakan untuk terapi adalah musik instrumental
dan musik klasik (Aditia, 2012, dalam Pratiwi, Desi Ratnasari, 2014).
Musik instrumental menjadikan badan, pikiran dan mental menjadi sehat.
Sedangkan musik klasik bermanfaat membuat seseorang menjadi rileks,
menimbulkan rasa aman dan sejahtera, melepas rasa gembira dan sedih,
menurunkan tingkat stres, melepaskan rasa sakit.
2.3.2 Unsur musik
Memahami pengaruh musik terhadap manusia dan untuk kemudian
melihat peranan musik dalam kehidupan manusia dapat diperoleh dari
pemahaman mengenai unsur-Unsur dari musik itu sendiri (Rahmawati,
2005).
1. Suara
Suara merupakan perubahan getaran udara (Djohan, 2006). Dalam
musik gelombang suara biasanya dibahas tidak dalam panjang
gelombangnya maupun periodenya, melainkan dalam frekuensinya. Aspek
– aspek dasar suara dalam musik dijelaskan dalam tala (tinggi nada),
durasi (beberapa lama suara ada), intensitas dan timbre (warna bunyi).
2. Nada
Pembagian suara ke dalam frekuensi tertentu disebut dengan nada.
Suara dapat dibagi – bagi ke dalam nada yang memilik tinggi nada tertentu
menurut frekuensinya ataupun jarak relatif tinggi nada tersebut.
33
33
3. Ritme atau Irama
Ritme adalah pengaturan bunyi dalam waktu. Irama merupakan
pembagian kelompok ketukan dalam waktu. Tanda irama menunjukkan
jumlah ketukan dalam birama dan not mana yang dihitung dan dianggap
sebagai ketukan.Irama adalah suatu ketertiban terhadap gerakan melodi
dan harmonis atausuatu ketertiban terhadap tinggi rendahnya nada – nada
(Rahmawati, 2005).
4. Melodi
Melodi adalah serangkaian nada dalam waktu. Rangkaian tersebut
dapat dibunyikan sendiri yaitu tanpa iringan atau dapat merupakan bagian
dari rangkaian akord dalam waktu.
2.3.3 Musik klasik
Apabila lebih banyak menikmati elemen intelektual dalam
pengertian melodi, harmoni, atau aspek komposisi lainnya, maka jadilah ia
musik klasik (Sheppard, 2005). Musik klasik adalah komposisi musik yang
lahir dari budaya Eropa sekitar 1750 – 1825. Biasanya musik klasik
digolongkan melalui peridisasi tertentu, mulai dari periode klasik, diikuti
oleh barok, rokoko, dan romantic. Pada era inilah nama – nama besar seperti
Bach, Mozart, atau Haydn melahirkan karya – karyanya yang berupa sonata,
simfoni, komerto solo, string kuartet, hingga opera (Mcneill, 2008). Selain
itu musik klasik juga diartikan sebagai semua musik dengan keindahan
intelektual yan tinggi dari semua zaman, baik itu berupa simfoni, Mozart,
cantata Bach, atau karya – karya abad 20. Istilah “keindahan intelektual” itu
34
34
sendiri memiliki pengertian yang relatif
Bagi setiap orang. Dalam pengertian ini, musik dari era modern
seperti Kitaro dan Richard Clayderman juga bisa digolongkan sebagai
musik klasik, tergantung dari sisi mana musik tersebut dapat dinikmati.
Apabila lebih banyak menikmati elemen intelektual dalam pengertian
melodi, harmoni, atau aspek komposisi lainnya, maka jadilah ia musik
klasik (Sheppard, 2006).
2.3.4 Tujuan diberikan terapi musik
Terapi musik akan memberi makna yang berbeda bagi setiap orang
namun semua terapi mempunyai tujuan yang sama yaitu:
1. Membantu mengekspresikan perasaan
2. Membantu rehabilitasi fisik
3. Memberikan pengaruh positif terhadap kondisi suasana hati dan emosi
4. Meningkatkan memori
5. Menyediakan kesempatan unik untuk berinteraksi dan membangun
kedekatan emosional.
6. Membantu mengurangi stres, mencegah penyakit dan meringankan rasa
sakit.
2.3.5 Manfaat terapi musik
1. Musik menutupi bunyi atau perasaan yang tidak menyenangkan.
2. Musik dapat memperlambat atau menyeimbangkan gelombang otak.
3. Musik mempengaruhi pernafasan.
4. Musik mempengaruhi denyut jantung, denyut nadi, dan tekanan darah.
35
35
5. Musik mengurangi ketegangan otot dan memperbaiki gerak dan koordinasi
tubuh.
6. Musik mempengaruhi suhu badan.
7. Musik dapat menaikan tingkat endofrin (zat candu otak yang dapat
mengurangi rasa sakit dan menimbulkan fly alamiah).
8. Musik dapat mengatur hormonal.
2.3.6 Pengaruh musik klasik pada otak
Musik memiliki kekuatan untuk mengobati penyakit dan
meningkatkan kemampuan pikiran seseorang. Musik dapat meningkatkan,
memulihkan, dan memelihara kesehatan fisik, mental, emosional, social,
dan spiritual. Musik memiliki pengaruh besar terhadap pikiran. Hal ini
tersebut terbukti dari efek yang tercipta dari musik tersebut, ada musik
membuat gembira, sedih, terharu, terasa sunyi, mengingat masa lalu,
meningkatkan konsentrasi, dan lain – lain. Musik memiliki 3 bagian yang
penting, yaitu bit (beat), ritme, dan harmonis. Beat dapat mempengaruhi
roh. Setiap musik yang kita dengarkan walaupun hal tersebut tidak sengaja
didengarkan, akan berpengaruh pada otak. Terdapat 3 sistem syaraf yaitu
sebagian berikut (Yanuarita, 2012) :
1. Sistem otak yang memproses perasaan
Musik adalah bahasa jiwa yang mampu membawaa perasaan
kearah mana saja. Musik yang didengarkan akan merangsang system syaraf,
sehingga menghasilkan perasaan.
2. Sistem otak kognitif
36
36
Aktivasi system ini bisa terjadi walaupun seseorang tidak
mendengarkan atau memperhatikan musik yang sedang diputar. Musik akan
merangsang system ini secara otomatis walau tanpa disimak atau
memperhatikan. Jika system ini dirangsang maka seseorang dapat
meningkatkan memori, daya ingat, konsentrasi, kemampuan belajar,
kemampuan matematika, analisis, logika, intelegensi, kemampuan memilah
disamping itu juga adanya perasaan bahagia dan timbulnya keseimbangan
social.
3. Sistem otak yang mengontrol kerja otak
Secara langsung dalam mempengaruhi otak detak jantung dan
pernafasan bisa melambat tergantung alunan musik didengarkan. Berbagai
penelitian yang dilakukan para ahli telah membuktikan bahwa musik dapat
mempengaruhi dalalm mengembangkan imajinasi dan pikiran kreatif.
2.3.7 Terapi musik klasik
Terapi musik klasik yaitu jenis terapi yang mempunyai fungsi
menenangkan pikiran dan kataris emosi, serta dapat mengoptimalkan tempo,
ritme, melodi, dan harmoni yang teratur dan dapat menghasilkan gelombang
alfa serta gelombang beta dalam gendang telinga sehingga memberikan
ketenangan yang mebuat otak siap menerima masukan baru, efek rileks, dan
menidurkan (Nuseha dan Djaafar, 2010). Selain itu musik klasik berfungsi
mengatur hormon – hormon yang berhubungan dengan stres antara lain
ACTH, prolaktin, dan hormon pertumbuhan serta dapat meningkatkan kadar
endorfin sehingga dapat mengurangi nyeri (Champell, 2011).
2.3.8 Proses dan langkah – langkah terapi musik
37
37
1. Proses terapi musik
Proses kegiatan terapi musik dapat dilakukan oleh seorang dokter,
guru, psikolog, maupun orang tua yang memiliki anak ataupun kerabat yang
mengalami kelainan. Kreatifitas dan improvisasi serta kemampuan bersikap
lentur ketika melaksanakan kegiatan terapi, untuk mengembangkan
rancangan yang diperlukan sesuai dengan kebutuhan anak. Langkah –
langkah yang dikerjakan dalam pelaksanaan terapi musik adalah :
2. Assesmen
Assesmen merupakan hal yang pertama kali dipenuhi untuk memulai
suatu tindakan terapi musik. Di dalam assesmen dokter melakukan
observasi, sehingga memperoleh gambaran yang lengkap tentang latar
belakang, keadaan sekarang dan keterbatasan lansia dan mengoptimalkan
potensi – potensi yang masih dapat dikembangkan. Adapun aspek yang
dilihat ketika melaksanakan assesmen adalah:
a. Kognitif (data yang dikumpulkan meliputi konsentrasi, pemahaman, rentang
perhatian, memori dan kemampuan pemecahan masalah).
b. Sosial (termasuk ekspresi diri, kontrol diri).
c. Fisik (rentang gerak, koordinasi motorik kasar dan halus,)
d. Emosional (termasuk respon emosi yang kuat pada berbagai situasi)
e. Komunikasi (keterampilan ekspresi dan pemahaman bahasa).
Dalam melakukan assesmen ini peneliti harus sudah dapat
menentukan siapa yang dijadikan target sasaran perlakuan. Setelah itu
peneliti dan lansia juga harus membangun hubungan yang baik.
38
38
3. Rencana Perlakuan
Rencana perlakuan yang diberikan kepada lansia tergantung dari
hasil assesmen yang dilakukan. Jika lansia lebih banyak terhambat dalam
segi fisik maka terapi musik yang diberikan haruslah bersifat untuk
memperbaiki kekurangan dari komunikasi tersebut. Durasi waktu
melakukan terapi, materi yang diberikan semua harus direncanakan. Perlu
diingat oleh lansia jika sasaran atau objek telah mengalami perubahan atau
perbaikan maka kegiatan terapi perlu dihentikan. Sedangkan jika sasaran
atau objek belum menunjukan perubahan yang berarti maka perlu dilakukan
pengembangan dalam melaksanakan tindakan.
2.3.9 Pengukuran terapi musik klasik
Menurut para pakar terapi musik, tubuh manusia memiliki pola getar
dasar. Kemudian vibrasi musik yang terkait erat dengan frekuensi dasar
tubuh atau pola getar dasar memiliki efek penyembuhan yang hebat pada
seluruh tubuh, pikiran, dan jiwa manusia, yang menimbulkan perubahan
emosi, organ, hormon, enzim, sel-sel dan atom (Kozier, 2010).
Elemen musik terdiri dari lima unsur penting, yaitu pitch
(frekuensi), volume (intensity), timbre (warna nada), interval, dan rhytm
(tempo atau durasi) (Heather, 2010: 40). Contohnya pitch yang tinggi,
dengan rhytm cepat dan volume yang keras akan meningkatkan ketegangan
otot dan menimbulkan perasaan tidak nyaman. Sebaliknya, pada pitch yang
rendah dengan rhythm yang lambat dan volume yang rendah akan
menimbulkan efek rileks (Wigram, 2002: 49).
Frekuensi mengacu pada tinggi dan rendahnya nada serta tinggi
39
39
rendahnya kualitas suara yang diukur dalam Hertz, yaitu jumlah daur
perdetik dimana gelombang bergetar.Manusia memiliki batasan untuk
tinggi rendahnya frekuensi yang bisa diterima oleh korteks auditori
(Wilgram, 2002 : 50).
Menurut, Mubarok (2017) terapi musik klasik diberikan selama 1
minggu setiap hari pukul 10:00 sesuai dengan Satuan Operasional Prosedur
(SOP). Responden dikumpulkan dalam satu tempat kemudian dilakukan
pengukuran tekanan darah epada seluruh responden. Setelah itu musik
diputarkan selama kurang lebih 30 menit, kemudian dilakukan pengukuran
tekanan darah kembali. Proses terapi dibimbing langsung oleh peneliti dan
dilaksanakan selama 1 minggu.
2.4 Jurnal relevan
2.4.1 Mubarok. (2017) dengan judul “pengaruh terapi musik klasik jawa
terhadap penurunan tekanan darah pada lansia hipertensi di UPT Panti
werda Mojopahit Mojokerto”. Metode penelitian ini menggunakan pra
eksperimental dengan menggunakan rancangan one group pra post test
desaign yaitu kelompok subjek di observasi sebelum dilakukan intervensi,
kemudian di observasi lagi setelah intervensi. Populasi dalam penelitian
ini adalah lansia yang berusia 60-80 tahun dengan jumlah 30 lansia.
Teknik sampling menggunakan purposive sampling. Hasil analisis
menggunakan uji paired T Test diperoleh mean sistol pre test 153 mmHg,
post test 146 mmHg dan diastol pre test 101 mmHg, post test 97 mmHg
dan diperoleh nila p value sistol =0,001 dan p value diastol =0,002 artinya
ada pengaruh terapi musik klasik jawa terhadap penurunan tekanan darah
40
40
pada lansia.
2.4.2 Erlisa, (2017). Dengan judul “ Perbedaan tekanan darah sebelum dan
sesudah diberikan terapi musik klasik mozart pada lansia di Panti Werdha
Pangesti Malang” Metode penelitian ini menggunakan pra eksperimental
dengan menggunakan rancangan penelitian yaitu one group pre dan post
test design yaitu kelompok subjek di observasi sebelum dilakukan
intervensi, kemudian diobservasi lagi setela dilakukan intervensi. Populasi
dalam penelitian ini adalah lansia yang berusia 45-75 tahun dengan jumlah
50 responden. Teknik sampling menggunakan purposive sampling.
Berdasarkan uji wilcoxon match pairs test signed rank test. Didapatkan
nilai Z sebesar -5.349 karena Z hitung <Z table yaitu -5.349 <1,96 untuk
tekanan systole pre tekanan systole post, didapatkan nilai sebesar -3.921
karena Z hitung < Z table yaitu -5.349 < 1,96 dan diperoleh nilai p value
sebesar 0.000 yang berarti lebih kecil dari nilai (0.05) yang kita pakai
dapat disimpulkan H1 diterima yang artinya ada perbedaan tekanan darah
sebelum dan sesudah diberikan terapi musik klasik mozart pada lansia
2.4.3 Hariyanto, (2017). Dengan judul “Perbedaan tekanan darah sebelum dan
sesudah diberikan terapi musik klasik mozart pada lansia hipertensi
stadium 1 di Desa Wonowarih Karangploso Malang” Metode penelitian ini
menggunakan quasy eksperiment dengan pendekatan pre test post test
design. Populasi dalam penelitian ini adalah semua lansia hipertensi
stadiun 1 di Desa Wonowarih Krangploso Malang berjumlah 40 orang.
Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah Purposive
Sampling. Hasil analisis menggunakan uji wilcoxon diperoleh angka
41
41
signifikan atau nilai p value =0,037< α (0,05) yang berarti ada perbedaan
tekanan darah sebelum dan sesudah diberikan terapi musik klasik mozart
pada lansia.
42
42
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS
3.1 Kerangka konseptual
Keterangan :
: Diteliti
: Tidak diteliti
: Mempengaruhi
: Berhubungan Gambar 3.1 : Kerangka konseptual pengaruh terapi musik klasik mozart terhadap
penurunan tekanan darah pada lansia di Pondok Pesantren Lansia Desa Pulo Lor Kecamatan Jombang Kabupaten Jombang
Penjelasan kerangka konsep :
Normal Hipertensi stadium II
Faktor yang mempengaruhi tekanan darah: 1. Jenis kelamin 2. Aktivitas fisik 3. Emosi 4. Sikap 5. Keadaan setelah makan 6. Keadaan tidur 7. Susunan saraf otonom 8. Usia
Hipertensi stadium I
Tekanan darah
Prehipertensi
Hipertensi
Terapi musik klasik
Pre tekanan darah
Post tekanan darah
43
43
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah baik sistolik maupun sistolik
pengobatan hipertensi ada 2 cara yaitu farmakologi dan non farmakologi salah
satunya yaitu terapi non farmakologi melalui terapi musik. Tekanan dipengaruhi
oleh beberapa faktor yaitu usia, jenis kelamin, aktivitas fisik, bentuk tubuh, emosi,
sikap dan lain-lain. Setelah di observasi ulang akan di dapatkan hasil tekanan
darah, normal, prehipertensi, hipertensi stadium I dan hipertensi stadium II.
3.2 Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah atau
pertanyaan penelitian. Hipotesis penelitian adalah jawaban sementara penelitian,
patokan dugaan atau hasil sementara yang kebenarannya akan dibuktikan pada
penelitian tersebut (Notoatmodjo, 2010).
H1 : Ada pengaruh pemberian terapi musik klasik terhadap pengaruh tekanan
darah.
HO : Tidak ada pengaruh pemberian terapi musik klasik terhadap pengaruh
tekanan darah.
44
44
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1 Jenis penelitian
Menurut (Notoatmodjo, 2010) jenis penelitian ini adalah
menjelaskan penelitian yang diusulkan tersebut termasuk ke dalam jenis
atau metode yang mana tentang penelitian tersebut. Jenis penelitian yang
digunakan adalah (one group pra post test design).
4.2 Rancangan penelitian
Desain penelitian adalah keseluruhan dari perencanaan untuk
menjawab pertanyaan dari penelitian dan mengantisipasi beberapa kesulitan
yang mungkin timbul selama proses penelitian (Nursalam, 2008).
Desain penelitian yang digunakan adalah pre experimental dengan
menggunakan pendekatan metode one group pre post test design. one group
pre post test design merupakan cara pengukuran terhadap satu kelompok
tanpa adanya kelompok pembanding (kontrol) dengan melakukan satu kali
pengukuran di depan (pre test) sebelum dikenai perlakuan tertentu.
Pretest perlakuan postest
Keterangan :
01 : Tes awal (pretest)
X : Perlakuan
02 : Test akhir (postest)
01 X 02
45
45
4.3 Waktu dan tempat penelitian
4.3.1 Waktu penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan maret sampai bulan juli 2019.
4.3.2 Tempat penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Pondok Pesantren Lansia Desa Pulo Lor
Kecamatan Jombang Kabupaten Jombang
4.4 Populasi, Sampel, sampling
4.4.1 Polulasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari objek dan
subjek yang mempengaruhi kualitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan
(Sugiyono, 2011). Populasi dari penelitian ini adalah semua lansia di
Pondok Pesantren Lansia Desa Pulo Lor Kecamatan Jombang Kabupaten
Jombang yang sehat jasmani dan rohani, berusia 45 – 74 tahun berjumlah 32
lansia.
4.4.2 Sampel
Sampel tertidiri dari bagian populasi terjangkau yang dapat
dipergunakan sebagai subyek penelitian (Nursalam, 2013).
Menurut (Nursalam, 2011) mencari sampel menggunakan rumus :
n = N
1 + N (d2)
Keterangan :
n = Jumlah sampel
N = Jumlah populasi
46
46
d2 = Tingkat signifikan/ tingkat kesalahan yang dipilih (d2 = 0,05)
n = N 1 + N(d2)
= 32
1 + 32(0,05)2
= 32
1+ 32(.0,0025)
= 32 1,25
= 25
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagian lansia
di Pondok Pesantren Lansia Desa Pulo Lor Kecamatan Jombang
Kabupaten Jombang berjumlah 25 lansia.
4.4.3 Teknik sampling
Sampling penelitian adalah suatu proses seleksi sampel yang
digunakan dalam penelitian dari populasi yang ada, sehingga jumlah
sampel akan mewakili keseluruhan populasi yang ada (Hidayat, 2014).
Teknik sampling, yang digunakan dalam penelitian ini adalah probality
sampling dan metode Simple random sampling pengambilan sampel
dengan cara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam anggota
populasi (Hidayat, 2014). Cara pengambilan sampel dengan melakukan
undian semua jumlah populasi seperti arisan dan yang keluar dari undian
tersebut yang akan dijadikan sampel.
47
47
4.5 Kerangka kerja
Kerangka kerja merupakan langkah-langkah yang akan dilakukan
dalam penelitian yang berbentuk kerangka hingga analisis datanya
(hidayat, 2010).
Kerangka kerja dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Gambar 4.1 : Kerangka kerja pengaruh terapi musik klasik mozart terhadap penurunan tekanan darah pada lansia di Pondok Pesantren Lansia Desa Pulo Lor Kecamatan Jombang Kabupaten Jombang
Penyusunan proposal
Analisa Data Univariate, Bivariate, Uji wilcoxon
Sampling Purposive Sampling
Desain Penelitian Pre Experiment dengan pendekatan One Group Pre Post Test
Designe
Pengumpulan Data Editing,coding, scoring,tabulating
Populasi Semua lansia di Pondok Pesantren Lansia Desa Pulo Lor Kecamatan Jombang Kabupaten Jombang yang berusia 45-74 tahun sejumlah 32 lansia
Sampel Sebagian lansia di posyandu lansia di Pondok Pesantren Lansia Desa Pulo Lor Kecamatan Jombang Kabupaten Jombang sejumlah 25 lansia
Kesimpulan dan Saran
48
48
Identifikasi Variabel 4.5.1 Variabel independent (Bebas)
Variabel Independent adalah variabel yang nilainya menentukan
variabel lain. Suatu keadaan yang menciptakan suatu dampak pada variablel
dependent (Nursalam, 2011). Dalam penelitian ini variabel independentnya
adalah terapi musik klasik.
4.5.2 Variabel dependent (Terikat)
Variabel Dependent atau terikat adalah variabel yang nilainya
ditemukan oleh variabel lain. Faktor yang diamati dan struktur untuk
menentukan ada tidaknya pengaruh dari variabel bebas (Nursalam, 2011).
Dalam penelitian ini variabel dependentnya adalah tekanan darah pada
lansia.
4.6 Definisi Operasional
Definisi Operasional adalah menjelaskan semua variabel dan istilah
yang digunakan dalam penelitian secara operasional sehingga memudahkan
pembaca atau penguji dalam mengartikan penelitian (Nursalam, 2011).
Adapun perumusan definisi operasional dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
Tabel 4.7 : Definisi operasional Pengaruh Terapi Musik Klasik mozart terhadap penurunan tekanan pada lansia di Pondok Pesantren Lansia Desa Pulo Lor Kecamatan Jombang Kabupaten Jombang
49
49
Variabel Definisi operasional
Parameter Alat ukur
Skala Skor dan kriteria
Variabel independent : terapi musik klasik
suatu bentuk kegiatan dengan memperdengarkan musik klasik mozart menggunakan handphone yang dipasangkan ke speaker aktif dengan volume sedang kepada responden.
1. Mendengarkan
2. Frekuensi 3. Dilakukan
1 kali dalam satu minggu dengan durasi 30 menit selama 3 minggu.
SOP
Variabel Dependent : penurunan tekanan darah
Hasil pengukuran terhadap tekanan yang di alami darah pada pembulu sistolik dan diastolik secara sistemik didalam tubuh manusia dengan satuannya mmHg.
Pengukuran tekanan darah pada penderita hipertensi dengan menggunakan alat ukur tensi meter (Digital)
Observasi
Ordinal
1. Normal <120 dan <80
2. Prehipertensi 120-139 atau 80-89
3. Hipertensi stadium I 140-159 atau 90-99
4. Hipertensi stadium II >160-100
4.7 Pengumpulan data dan analisa data
50
50
4.7.1 Instrumen penelitian
Instrumen penelitian adalah alat pengumpul data yang disusun
dengan hajat untuk memperoleh data yang sesuai baik data kualitatif
maupun data kuantitatif (Nursalam, 2013). Alat ukur dalam penelitian ini
menggunakan SOP dan Tensimeter untuk mengukur tekanan darah.
Kemudian dilakukan penelitian dan sebelumnya pada hari pertama
memberikan pretest sebelum dilakukan treatmen dan pada hari ke empat
belas memberikan postest sesudah dilakukan treatmen kepada semua
responden. Dalam memberikan treatmen dapat menggunakan waktu 30
menit dalam sekali percobaan. Setelah selesai penelitian maka di observasi
tekanan darah dan peneliti melakukan tabulasi data serta analisa data.
Selanjutnya melakukan penyusunan laporan hasil penelitian.
4.7.2 Prosedur penelitian
Dalam melakukan penelitian, prosedur yang ditetapkan adalah
sebagai berikut:
1. Mengurus surat pengantar penelitian ke STIKES ICME Jombang.
2. Menyerahkan surat perizinan penelitian dari STIKES ICME Jombang
kepada pengurus yayasan Pondok Pesantren Lansia Darus Syifa Desa Pulo
Lor Kecamatan Jombang Kabupaten Jombang.
3. Menjelaskan kepada calon responden tentang penelitian dan bila bersedia
menjadi responden dipersilahkan untuk menandatangani informed consent.
4. Melakukan observasi tekanan darah sebelum dilakukan intervensi dan
sesudah dilakukan intervensi
5. Mencari tempat yang nyaman dan tenang agar tidak terganggu pada saat
51
51
pemberian terapi musik.
6. Setelah selesai penelitian, lembar observasi tekanan darah dikumpulkan,
kemudian peneliti melakukan tabulasi dan analisa data.
7. Penyusunan laporan hasil penelitian.
4.7.3 Cara Analisa Data
1. Pengolahan Data
Menurut Hidayat (2014) setelah angket dari responden terkumpul,
selanjutnya dilakukan pengolahan data dengan cara sebagai berikut:
a. Editing
Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data
yang diperoleh atau dikumpulkan. Editing dapat dilakukan pada tahap
pengumpulan data atau setelah data terkumpul.
b. Coding
Adalah Mengklasifikasikan jawaban dari responden menurut
kriteria tertentu. Klasifikasi pada umumnya ditandai dengan kode tertentu
yang biasanya berupa angka (Nursalam, 2015). Dalam penelitian ini peneliti
memberikan kode berupa angka yaitu
1. Data umum
a. Jenis kelamin
Laki-laki : K1
Perempuan : K2
b. Usia
45-49 tahun : U1
60-65 tahun : U2
52
52
>60 tahun : U3
2. Data Khusus
Darah tinggi stadium 1
1. Sistolik 140-160
2. Diastolik 90-100
Darah tinggi satdium 2
1. Sistolik >160
2. Diastolik >100
c. Scoring
Scoring Adalah penentuan jumlah skor sebelum dan sesudah di
lakukan senam prolanis. (Nursalam, 2015).
d. Tabulating
Tabulating adalah mengelompokkan data ke dalam satu tabel
tertentu menurut sifat - sifat yang dimiliki. Pada data ini dianggap bahwa
data telah diproses sehingga harus segera disusun dalam suatu pola format
yang telah dirancang. Adapun hasil pengolahan data tersebut di
interprestasikan menggunakan skala kumulatif :
100 % = seluruhnya
76 % - 99 % = Hampir seluruhnya
51 % - 75 % = Sebagian besar dari responden
50 % - = Setengah responden
26 % - 49 % = Hampir dari setengahnya
1 % - 25 % = Sebagian kecil dari responden
0 % = Tidak ada satupun dari responden. (Arikunto,2010).
53
53
4.7.4 Analisa Data
1. Analisis Univariate
Analisa data tes tingkat stres pada lansia kemudian dianalisis untuk
menentukan skor akhir dan kemudian dikonversi kedalam data kuantitatif
untuk menentukan kategori tingkat perubahan stres.
Langkah – langkah pengolahan data sebagai berikut :
P=SP x 100 %
SM
Keterangan :
SP = skor yang diperoleh
SM = skor maksimal S
a. Normal : < 120 – 139 atau 80 - 89
b. Prehipertnsi : 120 – 139 atau 80 - 89
c. Hipertensi stadium I : 140 – 159 atau 90 - 99
d. Hipertensi stadium II : > 160 atau > 100
2. Analisis bivariate
Analisis yang dilakukan terhadap dua variabel yang diduga
berhubungan atau berkorelasi (Notoatmodjo, 2010), yaitu kriteria terapi
musik klasik dan tingkat stres pada lansia.
Analisa data untuk mengetahui pengaruh terapi musik klasik
terhadap penurunan tekanan darah pada lansia di Posyandu Lansia
Tambakrejo menggunakan alat uji wilcoxon yang dihitung menggunakan
54
54
aplikasi di komputer. Diperoleh nilai p kemudian dibandingkan dengan α
0,05 p value > α (0,05) maka H0 diterima atau H1 ditolak, yang berarti tidak
ada pengaruh terapi musik klasik terhadap penurunan tekanan darah pada
lansia. P value < α (0,05) maka H0 ditolak atau H1 diterima, yang berarti
ada pengaruh terapi musik klasik terhadap penurunan tekanan darah pada
lansia.
4.8 Etika Penelitian
1. Informed Consent
Informed Consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti
dengan responden. Informed Consent tersebut diberikan sebelum
penelitian dilakukan dengan memberikan lembar persetujuan untuk
menjadi responden. Tujuan Informed Consent adalah agar subjek mengerti
maksud dan tujuan penelitian, mengetahui dampaknya.
2. Anonimity (tanpa nama)
Masalah etika merupakan masalah yang memberikan jaminan
dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak memberikan atau
mencantumkan nama. Responden pada lembar alat ukur dan hanya
menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang
akan disajikan.
3. Confidentiality (kerahasiaan)
Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan
kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah – masalah
lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaan oleh
55
55
peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset
(Hidayat, 2014).
56
56
BAB 5
HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini akan membahas mengenai hasil penelitian yang meliputi gambaran
secara umum lokasi penelitian gambaran umum responden (jenis kelamin dan
umur) dan data khusus yang berkaitan dengan tekanan darah. Data data tersebut
diperoleh dengan mengobservasi tekanan darah pada responden yang berjumlah
25 lansia.
Bab ini akan membahas pula tentang bagaimana pengaruh terapi musik
klasik mozart terhadap penurunan tekanan darah pada lansia. Penelitian
dilaksanakan pada bulan Juli dengan jumlah responden sebanyak 25 lansia.
5.1 Hasil Penelitian
5.1.1 Data Umum
1. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin
Tabel 5.1 Distribusi frekuensi responden berdasarkan pada jenis kelamin di Pondok Lansia Darus Syifa Kabupaten Jombang pada bulan Juli 2019
No Jenis kelamin Frekuensi Persentase
%
1. Laki laki 5 20,0 2. Perempuan 20 80,0 Total 25 100
Sumber data primer 2019
Tabel 5.1 diatas menunjukkan hasil bahwa distribusi responden
berdasarkan jenis kelamin hampir seluruhnya responden berjenis kelamin
perempuan sebanyak 20 orang (80,0%).
57
57
2. Karakteristik responden berdasarkan umur Tabel 5.2 Distribusi frekuensi berdasarkan umur di Pondok pesantren
Lansia Darus Syifa Kabupaten Jombang pada bulan Juli 2019 No Umur Frekuensi Persentase
% 1. 45-59 tahun 22 88,6 2. 60-74 tahun 3 12,0
3. 75-90 tahun 0 00.0 4. ≥ 90 tahun 0 00.0 Total 25 100
Sumber data primer 2019
Tabel 5.2 menunjukkan hasil bahwa distribusi responden
berdasarkan umur hampir seluruhnya berumur 45-59 tahun sebanyak 22
orang (88,6%)
5.1.2 Data khusus
Bab ini akan membahas hasil distribusi frekuensi tekanan darah
sebelum dan sesudah diberikan terapi musik klasik mozart terhadap
penurunan tekanan darah pada lansia di Pondok Lansia Darus Syifa
Kabupaten Jombang pada bulan Juli 2019
1. Karakteristik responden berdasarkan tekanan darah sebelum diberikan
terapi musik klasik mozart
Tabel 5.3 Distribusi frekuensi tekanan darah sebelum diberikan terapi musik klasik mozart pada lansia di Pondok Lansia Darus Syifa Kabupaten Jombang pada bulan Juli 2019
No Tekanan darah Frekuensi Persentase %
1 Normal 0 0 2 Prehipertensi 6 24,0 3. Hipertensi stadium 1 13 52,0 4. Hipertensi stadium 2 6 24,0 Total 25 100
Sumber data primer 2019
58
58
Tabel 5.3 diatas menunjukkan hasil bahwa distribusi responden
tekanan darah sebelum diberikan terapi musik klasik mozart sebagian
besar sebanyak 13 orang (52,0%).
2. Karakteristik responden berdasarkan tekanan darah sesudah diberikan
terapi musik klasik mozart
Tabel 5.4 Distribusi frekuensi tekanan darah sesudah diberikan terapi musik klasik mozart pada lansia di Pondok Lansia Darus Syifa Kabupaten Jombang pada bulan Juli 2019
No Tekanan darah Frekuensi Persentase %
1. Normal 4 16,0 2. Prehipertensi 8 32,0 3. Hipertensi stadium 1 12 48,0 4. Hipertensi stadium 2 1 4,0 Total 25 100
Sumber data primer 2019
Tabel 5.4 diatas menunjukkan hasil bahwa distribusi responden
tekanan darah sesudah diberikan terapi musik klasik mozart hampir dari
setengahnya sebanyak 12 orang (48,0%).
59
59
3. Karakteristik responden berdasarkan tekanan darah sebelum dan sesudah
diberikan terapi musik klasik mozart pada lansia di Pondok Lansia Darus
Syifa Kabupaten Jombang pada bulan Juli 2019.
Tabel 5.5 Tabulasi silang dan analisis tekanan darah sebelum dan sesudah diberikan terapi musik klasik mozart pada lansia di Pondok Lansia Darus Syifa Kabupaten Jombang pada bulan Juli 2019
Tekanan darah sebelum
diberikan terapi musik klasik mozart
Tekanan darah Sesudah diberikan
terapi musik klasik mozart
Total
Prehipertensi
Normal Prehipertensi
Hipertensi stadium 1
Hipertensi stadium 2
6
(100%) 3 (50,0%)
3 (50,0%)
0 (0%)
0 (0%)
Hipertensi stadium I
1 (7,7%)
5 (38,5%)
7 (53,8%)
0 (0%)
13 (100%)
Hipertensi stadium II
0 (0%)
0 (0%)
5 (83,3%)
1 (16,7%)
6 (100%)
Uji wilcoxon P Value 0,000
25
Sumber data primer 2019
Tabel 5.5 distribusi tabulasi silang tekanan darah sebelum dan
sesudah diberikan terapi musik klasik mozart menunjukkan hasil bahwa
tekanan darah sebelum diberikan terapi musik klasik mozart didapatkan
prehipertensi 6 responden (24,0%) sesudah diberikan terapi musik klasik
mozart menjadi normal 3 responden (50,0%). Tekanan darah sebelum
terapi musik klasik mozart yang menunjukkan hipertensi stadium 1
sebanyak 13 responden (52,0%) sesudah diberikan terapi musik klasik
mozart menjadi normal 1 responden (7,7%), prehipertensi 5 responden
(38,5%), stadium 1 7 responden (53,8%). Hipertensi stadium 2 6
responden (24,0%) sesudah diberikan terapi musik klasik mozart
menjadi hipertensi stadium 1 5 responden (83,3%), stadium 2 hanya 1
responden (16,7%).
60
60
Dari hasil uji statistik Wilcoxon Test diperoleh angka signifikan atau
nilai P Value= 0,000 yang berarti <(0,05), maka H1 diterima yang berarti
ada Pengaruh terapi musik klasik mozart terhadap penurunan tekanan
darah pada lansia di Pondok Lansia Darus Syifa Kabupaten Jombang.
5.2 Pembahasan
5.2.1 Tekanan darah sebelum diberikan terapi musik klasik Mozzart
Hasil penelitian pada tabel 5.3 tekanan darah sebelum diberikan
terapi musik klasik mozart pada lansia di Pondok lansia Darus syifa
Kabupaten Jombang menunjukkan bahwa sebagian besar terjadi
hipertensi stadium 1 sebanyak 13 orang (52,0%).
Hasil penelitian pada tabel 5.3 menunjukkan sebagian besar
responden mengalami hipertensi hipertensi stadium 1. Peneliti
berpendapat bahwa keadaan ini banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor,
salah satunya faktor usia, insiden hipertensi meningkat sesuai dengan
peningkatan usia. Usia berpengaruh pada barorese yan berpengaruh pada
elastisitas diinding arteri.
Musik memiliki kekuatan untuk mengonbati penyakit dan
meningkatkan kemampuan pikiran seseorang sehingga tekanan darah
menjadi turun. Musik dapat meningkatkan, memulihkan, dan memelihara
kesehatan fisik, mental, emosional, sosial dan spritual. Musik memiliki
pengaruh besar terhadap pikiran sehingga tekanan darah bisa teraratur
Yulianti (Sufrida, 2006).
Hasil penelitian pada tabel 5.1 menunjukkan hampir seluruhnya
sejumlah 20 orang (80,0%) berjenis kelamin perempuan.
61
61
Hasil penelitian pada tabel 5.1 peneliti berpendapat menunjukkan
bahwa jenis kelamin perempuan cenderung mengalami hipertensi karena
rata-rata perempuan akan mengalami peningkatan risiko tekanan darah
setelah menopause. Wanita pada saat memasuki menopause mulai
kehilangan sedikit demi sedikit hormon estrogen yang selama ini
melindungi pembuluh darah dari kerusakan. Efek perlindungan hormon
estrogen dianggap sebagai penjelasan imunitas pada wanita setelah
memasuki menopose, proses ini berlanjut dimana hormone estrogen
tersebut berubah kuantitasnya sesuai umur wanita secara alimi, yang
mulai terjadi dari umur 55 tahun (Guyton dan Hall, 2014).
Hasil penelitian pada tabel 5.2 menunjukkan hampir selu45-59 tahun
sejumlah 22 responden (88,6%).
Hasil penelitian pada tabel 5.2 peneliti berpendapat bahwa seseorang
yang sudah memasuki lanjut usia dari umur 60 tahun merupakan usia
yang mendekati akhir siklus sampai akhir kehidupan. Pada masa ini
seseorang mengalami kemunduran fisik.Proses ini adalah perubahan
kumulatif pada mahluk hidup, termasuk sel-sel dan jaringan yang
mengalami penurunan kapasitas fungsional jantung, pembuluh darah,
paru-paru, syaraf dan jaringan tubuh lainnya. Perubahan pada sistem
kardiovaskuler, massa jantung bertambah, ventrikel-ventrikel hipertropi
sehingga peregangan jantung berkurang, kondisi ini disebabkan
penumpukan lipofusin sehingga jaringan konduksi menjadi jaringan ikat,
yang mengakibatkan peredaran darah terganggu. Dengan kemampuan
regeneratifnya yang terbatas mereka lebih rentan terhadap berbagai
62
62
penyakit salah satunya penyakit hipertensi.
Kejadian hipertensi lebih cendrung dialami oleh lansia usia 60-74
tahun, karena katup jantung mulai menebal dan kaku sehingga
kemampuan jantung menurun 1% setiap tahunnya , sehingga pembuluh
darah kehilangan sensitivitas dan elastisitas pembuluh darah, yang
mengakibatkan berkurangnya efektifitas pembuluh darah ferifer untuk
oksigenasi yang bisa menyebabkan tekanan darah meninggi, karena
meningkatnya resistensi dari pembuluh darah ferifer ( Novitaningtyas,
2014).
5.2.2 Tekanan darah sesudah diberikan terapi musik klasik mozart
Hasil penelitian pada tabel 5.4 tekanan darah sesudah diberikan
terapi musik klasik mozart pada lansia di Pondok lansia Darus syifa
Kabupaten Jombang menunjukkan bahwa hampir dari setengahnya
terjadi hipertensi stadium 1 sebanyak 12 orang (48,0%).
Hasil penelitian pada tabel 5.5 peneliti berpendapat bahwa musik
bisa menjadikan badan, fikiran dan mental menjadi sehat. Sedangkan
musik klasik bermanfaat membuat seseorang menjadi rileks,
menimbulkan rasa nyaman, melepas rasa sedih dengan kegembiraan,
menurunkan tingkat stress, melepaskan rasa sakit. Terapi musik klasik
mozart di lakukan sebagai terapi pada lansia untuk penurunan tekanan
darah.
Musik klasik mozart dipercaya mampu memberikan efek positif bagi
kehidupan manusia berkat alunan nadanya. Pengaruh terapi musik klasik
mozart sebagai entertraining effect, learning support effect. Karena
63
63
musik klasik mozart dengan irama lembut dapat mempengaruhi denyut
jantung sehingga menimbulkan ketenangan yang di dengarkan melalui
telinga akan langsung masuk ke otak dan langsung diolah sehingga
menghasilkan efek yang sangat baik terhadap kesehatan seseorang
(Hariyanto, 2017).
Hasil penelitian pada tabel 5.1 menunjukkan hampir seluruhnya
sejumlah 20 orang (80,0%) berjenis kelamin perempuan.
Wanita pada saat memasuki menopause wanita mulai kehilangan
sedikit demi sedikit hormon estrogen yang selama ini melindungi
pembuluh darah dari kerusakan. Efek perlindungan hormon estrogen
dianggap sebagai penjelasan imunitas pada wanita setelah memasuki
menopose, proses ini berlanjut dimana hormone estrogen tersebut
berubah kuantitasnya sesuai umur wanita secara alimi, yang mulai terjadi
dari umur 55 tahun (Guyton dan Hall, 2014).
Hasil penelitian pada tabel 5.2 menunjukkan hampir seluruhnya
sejumlah 22 orang (88,6%) Usia 55-60 tahun.
Hasil penelitian pada tabel 5.2 peneliti berpendapat bahwa seseorang
yang sudah memasuki lanjut usia dari umur 60 tahun merupakan usia
yang mendekati akhir siklus sampai akhir kehidupan. Masa menopouse
ini seseorang mengalami kemunduran fisik.Proses ini adalah perubahan
kumulatif pada mahluk hidup, termasuk sel-sel dan jaringan yang
mengalami penurunan kapasitas fungsional jantung, pembuluh darah,
paru-paru, syaraf dan jaringan tubuh lainnya. Perubahan pada sistem
kardiovaskuler, massa jantung bertambah, vartikel-vartikel hipertropi
64
64
sehingga peregangan jantung berkurang, kondisi ini disebabkan
penumpukan lipofusin sehingga jaringan konduksi menjadi jaringan ikat,
yang mengakibatkan peredaran darah terganggu. Kemampuan
regeneratifnya yang terbatas mereka lebih rentan terhadap berbagai
penyakit salah satunya penyakit hipertensi.
Kejadian hipertensi lebih cendrung dialami oleh lansia usia 60-74
tahun, karena katup jantung mulai menebal dan kaku sehingga
kemampuan jantung menurun 1% setiap tahunnya , sehingga pembuluh
darah kehilangan sensitivitas dan elastisitas pembuluh darah, yang
mengakibatkan berkurangnya efektifitas pembuluh darah ferifer untuk
oksigenasi yang bisa menyebabkan tekanan darah meninggi, karena
meningkatnya resistensi dari pembuluh darah ferifer ( Novitaningtyas,
2014). Musik klasik juga berfungsi mengatur hormon-hormon yang
berhubungan dengan stress antara lain ACHT, Prolaktin dan hormon
pertumbuhan serta dapat meningkatkan kadar endorfin sehingga dapat
mengurangi nyeri dan membuat prasaan seseorang menjadi tenang
sehingga dapat mencegah atau menurunkan terjadinya hipertensi
(Champell, 2011)
5.2.3 Pengaruh terapi musik klasik mozart terhadap penurunan tekanan darah
pada lansia di Pondok lansia Darus Syifa Kabupaten Jombang
Hasil uji statistik Wilcoxon Test diperoleh angka signifikan atau nilai
P Value= 0,000 yang berarti <(0,05), maka H1 diterima yang berarti
ada Pengaruh terapi musik klasik mozart terhadap penurunan tekanan
darah pada lansia di Pondok lansia Darus Syifa Kabupaten Jombang
65
65
Musik memilik kekuatan untuk mengonbati penyakit dan
meningkatkan kemampuan pikiran seseorang. Musik dapat
meningkatkan, memulihkan, dan memelihara kesehatan fisik, mental,
emosional, sosial dan spritual. Musik memiliki pengaruh besar terhadap
pikiran. Hal ini terbukti dari efek yang tercipta dari musik tersebut, ada
musik membuat gembira, sedih, terharu, terasa sunyi, mengingat masa
lalu, meningkatkan konsentrasi, dan lain lain. Musik mempunyai tiga
bagian yang penting yaitu beet, ritme dan harmonis. Beet dapat
mempengaruhi roh. Setiap musik yang di dengarkan walaupun hal
tersebut tidak sengaja di dengarkan akan berpengaruh pada otak. Dalam
penelitian ini menggunakan terapi musik klasik mozart, karena musik
ini memiliki magnetude yang luar biasa dalam perkembangan ilmu
kesehatan, diantaranya memiliki nada yang lembut, memberikan
stimulasi gelombang alfa, ketenangan, dan membuat pendengarnya
lebih rileks. Hipertensi disebabkan oleh berapa hal diantaranya faktor
usia, stres atau kecemasan. Ditempat penelitian ini ditunjukkan hampir
seluruhnya respondennya usia 51-60 tahun dengan kejadian hipertensi
stadium 1.
Musik bisa menjadikan badan, fikiran dan mental menjadi sehat.
Sedangkan musik klasik bermanfaat membuat seseorang menjadi rileks,
menimbulkan rasa nyaman, melepas rasa sedih dengan kegembiraan,
Musik memilik kekuatan untuk mengonbati penyakit dan meningkatkan
kemampuan pikiran seseorang sehingga tekanan darah menjadi turun.
Musik dapat meningkatkan, memulihkan, dan memelihara kesehatan
66
66
fisik, mental, emosional, sosial dan spritual. Musik memiliki pengaruh
besar terhadap pikiran sehingga tekanan darah bisa teraratur Yulianti
(Sufrida, 2006). Musik klasik mozart dipercaya mampu memberikan efek
positif bagi kehidupan manusia berkat alunan nadanya. Pengaruh terapi
musik klasik mozart sebagai entertraining effect, learning support effect.
Karena musik klasik mozart dengan irama lembut dapat mempengaruhi
denyut jantung sehingga menibulkan ketenangan yang di dengarkan
melalui telinga akan langsung masuk ke otak dan langsung diolah
sehingga menghasilkan efek yang sangat baik terhadap kesehatan
seseorang (Hariyanto, 2017).
67
67
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini akan dijelaskan kesimpulan dan saran dari hasil penelitian tentang
pengaruh terapi musik klasik mozart terahadap penurunan tekanan darah pada
lansia di Pondok lansia Darus Syifa Kabupaten Jombang.
6.1 Kesimpulan
Penelitian yang telah dilakukan dengan penjelasan hasil penelitian yang
dijelaskan dalam bab sebelumnya, maka dapat diambil beberapa kesimpulan
sebagai berikut :
1. Tekanan darah sebelum diberikan terapi musik klasik mozart sebagian besar
terjadi hipertensi stadium 1
2. Tekanan darah sesudah diberikan terapi musik klasik mozart hampir dari
setengahnya hipertensi stadium 1
3. Ada pengaruh terapi musik klasik mozart terhadap penurunan tekanan darah
pada lansia di Pondok pesantren lansia Darus Syifa Kabupaten Jombang.
6.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah diuraikan diatas, maka saran yang
dapat diberikan sebagai berikut :
6.2.1 Bagi perawat
Perawat diharapkan untuk dijadikan informasi sebagai salah satu
terapi komplementer untuk mengatasi penurunan tekanan darah pada
lansia penderita hipertensi.
68
68
6.2.2 Bagi peneliti selanjutnya
Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat mengambil judul
tentang pengaruh terapi musik klasik jawa terhadap penurunan
tingkat sekala nyeri.
69
69
DAFTAR PUSTAKA
Azizah, 2011. Keperawatan lanjut usia. Yogyakarta: graha ilmu
Dinkes, 2017. Profil kesehatan kabupaten jombang. Dinas kesehatan kabupaten jombang
Djohan, 2006. Terapi Musik, Teori Dan Aplikasi. Yogyakarta : Galang Pres
Erlisa, 2017. Perbedaan Tekanan Darah Sebelum Dan Sesudah Pemberian Terapi Musik Klasik Mozart Pada Lansia Di Panti Werdha Pangesti Malang. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendedes Malang.
Guyton dan Hall, 2014. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi 12. Penerjemah: Ermita I, Ibrahim I. Singapura: Elsevier
Kementrian Kesehatan RI. 2017. Pusat Data Dan Informasi : Jakarta Selatan
Kuswati. 2015. Asuhan keperawatan gerontik. Yogyakarta: cv. andi
Kandarini, Y. 2016. Tatalaksana Farmakologi Terapi Hipertensi, Ginjal hipertensi : perhimpunan nefrologi indonesia (PERNEFRI), indonesia society of nephology (InaSN)
Khurnila, 2018. Pengaruh Terapi Tertawa Terhadap Tingkat Stress Pada Penderita Hipertensi Studi Di Wilayah Kerja Uptd Puskesmas Pulo Lor Kabupaten Jombang. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Insan Cendekia Medika Jombang
Mubarok, 2017. Pengaruh Terapi Musik Klasik Jawa Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Lansia Penderita Hipertensi Di Upt Panti Werdha Mojopahit Mojokerto, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Pemkab Jombang.
Muttaqin, 2009. pengantar asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem kardiovaskuler. Jakarta: salemba medika
Noviningtyas, 2014. Hubungan Karakteristik (Umur, Jenis Kelamin, Tingkat Pendidikan) Dan Aktifitas Fisik Dengan Tekanan Darah Pada Lansia Di Kelurahan Makam Haji Kecamatan Kartasura Kabupaten Sukoharjo. Program Studi Gizi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta
70
70
Nursalam, 2016. Konsep Dan Penerapan Metode Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta : salemba medika
Nurul, A 2017. Perbedaan Tekanan Darah sebelum Dan Sesudah Diberikan Terapi Musik Klasik Mozart Pada Lansia Hipertensi Stadium I Di Desa Domowarih Karangploso Malang. Universitas Tribhuwana Tunggadewi malang.
Notoatmodjo, S. 2010. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipt
Padila, 2013. Buku ajar keperawatan gerontik. Yogyakarta. Nuha medika
Rukiyati, 2013. Pengaruh terapi musik klasik terhadap penurunan tekanan darah pada pasien hipertensi di Rumah Sakit Muhamadiyah Palembang. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiya Palembang
Susianti, 2016. pengaruh terapi musk tradisional dantawa terhadap penurunan tekanan darah hipertensi
UPT Puskesmas Tambakrejo. 2018. Data penderita hipertensi. Daerah puskesmas tambakrejo
Vita, 2017. Perbedaan Tekanan Darah Sebelum Dan Sesudah Dilakukan Terapi Musik Klasik (Mozart) Pada Lansia Hipertensi Stadium 1 Di Desa Donowarih Karangploso Malang, Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang
Webber, 2007. tekanan darah, pengertian dan faktor-faktor yang mempengaruhinya
Yanuarita, 2010. Musik memiliki kemampuan untuk meningkatkan kemampuan pikiran
Yundini, 2006 Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Hipertensi Di Puskesmas Merakyu Kecamatan Ilir Barat II Palembang, Aisyah Jurnal Ilmu Kesehatan 2
71
71
Lampiran 1 PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN
Kepada Yth.
Calon responden penelitian
Saya mahasiswa S1 Keperawatan program studi ilmu keperawatan Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan Cendekia Medika Jombang, bermaksud melakukan penelitian
mengenai “pengaruh terapi musik terhadap penurunan tekanan darah pada lansia
penderita hipertensi
Saya mengharap kesediaan saudara-saudara sekalian untuk menjadi responden
dalam penelitian saya ini. Informasi yang didapatkan saya jamin kerahasiaan dan
hanya dipergunakan untuk pengembangan ilmu keperawatan dan tidak akan saya gunakan
untuk maksud-maksud lainnya, apabila saudara-saudara bersedia menjadi responden,
saya mohon untuk menanda tangani lembar persetujuan menjadi responden terlampir
Atas perhatian dan kesediaannya saya ucapkan terima kasih
Hormat saya,
Imam Fahrudi Imran
72
72
Lampiran 2
LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN
Judul : Pengaruh TerapiMusik Klasik mozart Terhadap Penurunan Tekanan
Darah Pada Lansia
Peneliti : Imam Fahrudi Imran
Nim : 15.321.00.61
Menyatakan bersedia menjadi responden untuk keperluan penelitian yang sudah di
jelaskan sebelumnya, responden mendapat kesempatan mengajukan pertanyaan segala
sesuatu yang berhubungan dengan penelitian ini. Peneliti akan merahasiakan identitas,
data maupun informasi yang saya berikan, demikian surat persetujuan saya buat secara
sadar tanpa ada unsur paksaan dari pihak manapun, saya sebagai peneliti mengucapkan
banyak terima kasih atas kesediaan Bapak/ibu menjadi responden.
Mengetahui,
Peneliti Responden
(Imam Fahrudi Imran) ( )
73
73
Lampiran 3
74
74
Lampiran 4
75
75
Lampiran 5 SOP
(STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR) Judul : Pemberian terapi musik klasik mozart Tujuan : Untuk mengukur penurunan tekanan darah pada lansia Tempat : Di Pondok Pesantren Lansia Desa Pulo lor Kecamatan
Jombang Kabupaten Jombang Waktu : 45 menit Sasaran : Lansia usia 45 – 59 tahun Metode : Menggunakan Test Musik Klasik Mozart
PROSEDURE No. Tahap
Peneliti Waktu
1. Pembukaan 1. Mengucapkan salam 2. Memperkenalkan diri 3. Menjelaskan tujuan, prosedure dan
lamanya tindakan pada klien.
5 menit
2. Tahap kerja 1. Memberikan kesempatan klien bertanya sebelum kegiatan dilakukan
2. Batasi stimulasi eksternal seperti cahaya, suara, pengunjung, panggilan telepon selama mendengarkan musik
3. Nyalakan musik dan lakukan terapi musik
4. Pastikan volume musik sesuai dan tidak terlalu keras
30 menit
3. Terminasi 1. Evaluasi hasil kegiatan 2. Simpulkan hasil kegiatan 3. Kontrak pertemuan selanjutnya 4. Akhiri kegiatan dengan cara yang
baik 5. Membersihkan alat-alat
5 menit
4. Dokumentasi 1. Mencatat hasil kegiatan yang dilakukan
5 menit
76
76
Lampiran 6 LEMBAR OBSERVASI LANSIA DENGAN HIPERTENSI
A. Data KarakteristikResponden
Nama (Inisial) : Usia : JenisKelamin : LembarObservasiTekananDarah
No Hari/Tanggal
TekananDarah
Sebelum terapi musik
TekananDarah
Sesudah terapi musik
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
77
77
Lampiran 7 TABULASI DATA
Sebelum dilakukan terapi musik No TD pre KET KODE
1 160/100 Stadium 2 4 2 160/100 Stadium 2 4 3 150/90 Stadium 1 3 4 160/100 Stadium 2 4 5 160/100 Stadium 2 4 6 130/80 Prehipertensi 2 7 130/80 Prehipertensi 2 8 130/80 Prehipertensi 2 9 160/100 Stadium 2 4
10 130/80 Prehipertensi 2 11 150/90 Stadium 1 3 12 160/100 Stadium 2 4 13 140/100 Stadium 1 3 14 130/80 Prehipertensi 2 15 150/90 Stadium 1 3 16 140/90 Stadium 1 3 17 130/90 Prehipertensi 2 18 150/90 Stadium 1 3 19 140/90 Stadium 1 3 20 140/80 Stadium 1 3 21 150/90 Stadium 1 3 22 140/90 Stadium 1 3 23 150/80 Stadium 1 3 24 150/90 Stadium 1 3 25 150/100 Stadium 1 3
78
78
Sebelum dilakukan terapi musik No TD post KET KODE
1 140/90 Stadium 1 3 2 150/90 Stadium 1 3 3 130/80 Prehipertensi 2 4 150/90 Stadium 1 3 5 150/90 Stadium 1 3 6 120/80 Normal 1 7 130/80 Prehipertensi 2 8 120/80 Normal 1 9 160/90 Stadium 2 4
10 120/80 Normal 1 11 140/80 Stadium 1 3 12 150/90 Stadium 1 3 13 140/90 Stadium 1 3 14 130/80 Prehipertensi 2 15 140/80 Stadium 1 3 16 140/80 Stadium 1 3 17 130/90 Prehipertensi 2 18 140/80 Stadium 1 3 19 140/80 Stadium 1 3 20 140/80 Stadium 1 3 21 140/90 Prehipertensi 2 22 140/90 Prehipertensi 2 23 140/90 Prehipertensi 2 24 150/80 Prehipertensi 2 25 120/90 Normal 1
KETERANGAN KODE Normal 1 Prehipertensi 2 Hipertensi stadium 1 3 Hipertensi stadium 2 4
79
79
Lampiran 8
Statistics
Jenis Kelamin Usia
Tekanan Darah Sebelum
Terapi Musik
Tekanan Darah Sesudah Terapi
Musik
N Valid 25 25 25 25
Missing 0 0 0 0
Jenis Kelamin
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Laki Laki 5 20.0 20.0 20.0
Perempuan 20 80.0 80.0 100.0
Total 25 100.0 100.0
Usia
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Usia 51-60 22 88.0 88.0 88.0
Usia >60 3 12.0 12.0 100.0
Total 25 100.0 100.0
Tekanan Darah Sebelum Terapi Musik
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Prehipertensi 6 24.0 24.0 24.0
Hipertensi Stadium 1 13 52.0 52.0 76.0
Hipertensi Stadium 2 6 24.0 24.0 100.0
Total 25 100.0 100.0
80
80
Tekanan Darah Sesudah Terapi Musik
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Normal 4 16.0 16.0 16.0
Prehipertensi 8 32.0 32.0 48.0
Hipertensi Stadium 1 12 48.0 48.0 96.0
Hipertensi Stadium 2 1 4.0 4.0 100.0
Total 25 100.0 100.0
Case Processing Summary
Cases Valid Missing Total N Percent N Percent N Percent
Jenis Kelamin * Tekanan Darah
Sebelum Terapi Musik 25 100.0% 0 .0% 25 100.0%
Usia * Tekanan Darah Sebelum Terapi Musik
25 100.0% 0 .0% 25 100.0%
81
81
Jenis Kelamin * Tekanan Darah Sebelum Terapi Musik Crosstabulation Tekanan Darah Sebelum Terapi Musik
Total
Prehipertensi Hipertensi Stadium 1
Hipertensi Stadium 2
Jenis Kelamin
Laki Laki Count 0 2 3 5
Expected Count
1.2 2.6 1.2 5.0
% Within Jenis
Kelamin .0% 40.0% 60.0% 100.0%
% Of Total .0% 8.0% 12.0% 20.0%
Perempuan Count 6 11 3 20
Expected Count
4.8 10.4 4.8 20.0
% Within Jenis
Kelamin 30.0% 55.0% 15.0% 100.0%
% Of Total 24.0% 44.0% 12.0% 80.0%
Total Count 6 13 6 25
Expected Count
6.0 13.0 6.0 25.0
% Within Jenis
Kelamin 24.0% 52.0% 24.0% 100.0%
% Of Total 24.0% 52.0% 24.0% 100.0%
82
82
Usia * Tekanan Darah Sebelum Terapi Musik Crosstabulation Tekanan Darah Sebelum Terapi Musik
Total
Prehipertensi Hipertensi Stadium 1
Hipertensi Stadium 2
Usia Usia 51-60 Count 6 10 6 22
Expected Count 5.3 11.4 5.3 22.0
% Within Usia 27.3% 45.5% 27.3% 100.0%
% Of Total 24.0% 40.0% 24.0% 88.0%
Usia >60 Count 0 3 0 3
Expected Count .7 1.6 .7 3.0
% Within Usia .0% 100.0% .0% 100.0%
% Of Total .0% 12.0% .0% 12.0%
Total Count 6 13 6 25
Expected Count 6.0 13.0 6.0 25.0
% Within Usia 24.0% 52.0% 24.0% 100.0%
% Of Total 24.0% 52.0% 24.0% 100.0%
Case Processing Summary Cases Valid Missing Total N Percent N Percent N Percent
Jenis Kelamin * Tekanan Darah Sesudah Terapi
Musik 25 100.0% 0 .0% 25 100.0%
Usia * Tekanan Darah Sesudah Terapi Musik
25 100.0% 0 .0% 25 100.0%
83
83
Jenis Kelamin * Tekanan Darah Sesudah Terapi Musik Crosstabulation Tekanan Darah Sesudah Terapi Musik
Total
Normal Prehiperte
nsi Hipertensi Stadium 1
Hipertensi Stadium 2
Jenis Kelamin
Laki Laki Count 0 0 4 1 5
Expected Count .8 1.6 2.4 .2 5.0
% Within Jenis Kelamin
.0% .0% 80.0% 20.0% 100.0%
% Of Total .0% .0% 16.0% 4.0% 20.0%
Perempuan
Count 4 8 8 0 20
Expected Count 3.2 6.4 9.6 .8 20.0
% Within Jenis Kelamin
20.0% 40.0% 40.0% .0% 100.0%
% Of Total 16.0% 32.0% 32.0% .0% 80.0%
Total Count 4 8 12 1 25
Expected Count 4.0 8.0 12.0 1.0 25.0
% Within Jenis Kelamin
16.0% 32.0% 48.0% 4.0% 100.0%
% Of Total 16.0% 32.0% 48.0% 4.0% 100.0%
84
84
Usia * Tekanan Darah Sesudah Terapi Musik Crosstabulation Tekanan Darah Sesudah Terapi Musik
Total
Normal Prehipertensi Hipertensi Stadium 1
Hipertensi Stadium 2
Usia Usia 51-60
Count 4 7 10 1 22
Expected Count
3.5 7.0 10.6 .9 22.0
% Within Usia
18.2% 31.8% 45.5% 4.5% 100.0%
% Of Total 16.0% 28.0% 40.0% 4.0% 88.0%
Usia >60 Count 0 1 2 0 3
Expected Count
.5 1.0 1.4 .1 3.0
% Within Usia
.0% 33.3% 66.7% .0% 100.0%
% Of Total .0% 4.0% 8.0% .0% 12.0%
Total Count 4 8 12 1 25
Expected Count
4.0 8.0 12.0 1.0 25.0
% Within Usia
16.0% 32.0% 48.0% 4.0% 100.0%
% Of Total 16.0% 32.0% 48.0% 4.0% 100.0%
Case Processing Summary
Cases Valid Missing Total N Percent N Percent N Percent
Tekanan Darah Sebelum Terapi Musik * Tekanan Darah Sesudah Terapi
Musik
25 100.0% 0 .0% 25 100.0%
85
85
Tekanan Darah Sebelum Terapi Musik * Tekanan Darah Sesudah Terapi Musik Crosstabulation
Tekanan Darah Sesudah Terapi Musik
Total
Normal Prehiperten
si Hipertensi Stadium 1
Hipertensi Stadium 2
Tekanan Darah
Sebelum Terapi Musik
Prehipertensi Count 3 3 0 0 6
Expected Count 1.0 1.9 2.9 .2 6.0
% Within Tekanan Darah Sebelum Terapi Musik
50.0% 50.0% .0% .0% 100.0%
% Of Total 12.0% 12.0% .0% .0% 24.0%
Hipertensi Stadium 1
Count 1 5 7 0 13
Expected Count 2.1 4.2 6.2 .5 13.0
% Within Tekanan Darah Sebelum Terapi Musik
7.7% 38.5% 53.8% .0% 100.0%
% Of Total 4.0% 20.0% 28.0% .0% 52.0%
Hipertensi Stadium 2
Count 0 0 5 1 6
Expected Count 1.0 1.9 2.9 .2 6.0
% Within Tekanan Darah Sebelum Terapi Musik
.0% .0% 83.3% 16.7% 100.0%
% Of Total .0% .0% 20.0% 4.0% 24.0%
Total Count 4 8 12 1 25
Expected Count 4.0 8.0 12.0 1.0 25.0
% Within Tekanan Darah Sebelum Terapi Musik
16.0% 32.0% 48.0% 4.0% 100.0%
% Of Total 16.0% 32.0% 48.0% 4.0% 100.0%
86
86
Ranks N Mean Rank Sum Of Ranks
Tekanan Darah Sesudah Terapi Musik - Tekanan Darah Sebelum Terapi
Musik
Negative Ranks 14a 7.50 105.00
Positive Ranks 0b .00 .00
Ties 11c
Total 25
A. Tekanan Darah Sesudah Terapi Musik < Tekanan Darah Sebelum Terapi Musik
B. Tekanan Darah Sesudah Terapi Musik > Tekanan Darah Sebelum Terapi Musik
C. Tekanan Darah Sesudah Terapi Musik = Tekanan Darah Sebelum Terapi Musik
Test Statisticsb Tekanan Darah
Sesudah Terapi Musik -
Tekanan Darah Sebelum
Terapi Musik
Z -3.638a
Asymp. Sig. (2-Tailed)
.000
A. Based On Positive Ranks.
B. Wilcoxon Signed Ranks Test