PENGARUH RASIO MOLAR FORMALDEHID/UREA (F/U) …
Transcript of PENGARUH RASIO MOLAR FORMALDEHID/UREA (F/U) …
PENGARUH RASIO MOLAR FORMALDEHID/UREA (F/U) MENGGUNAKAN
KATALIS NaOH DAN NH4OH TERHADAP PEMBUATAN RESIN UREA
FORMALDEHID SKALA LABORATORIUM
OLEH :
Drs. I Wayan Suarsa, M.Si
PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
2018
i
Kata Pengantar
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan
anugerah-Nya Karya Ilmiah yang berjudul Pengaruh Rasio Molar Formaldehid/Urea (F/U)
Menggunakan Katalis NaOH dan NH4OH terhadap Pembuatan Resin Urea-Formaldehid Skala
Laboratorium ini dapat terselesaikan.
Karya Ilmiah ini merupakan pelaksanaan Tri Darma Perguruan Tinggi khususnya di
Universitas Udayana.
Penulis menyadari bahwa Karya Ilmiah ini masih banyak kekurangannya, maka saran
dan kritik membangun dari semua pihak sangat diharapkan.
Harapan penulis, semoga karya kecil ini dapat bermanfaat.
Denpasar, 21 Mei 2018
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ..................................................................................................... i
DAFTAR ISI ..................................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................................ iii
DAFTAR TABEL ............................................................................................................. iv
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian ..................................................................................... 3
1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 4
2.1 Urea ........................................................................................................... 4
2.2 Formaldehida ............................................................................................ 5
2.3 Laju Reaksi ............................................................................................... 7
2.4 Orde Reaksi ............................................................................................... 9
2.5 Resin Urea Formaldehida ......................................................................... 14
BAB III METODOLOGI PENELITIAN .................................................................. 17
3.1 Alat Penelitian ........................................................................................... 17
3.2 Bahan Penelitian ....................................................................................... 17
3.3 Prosedur Kerja Penelitian ......................................................................... 17
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................... 20
4.1 Pengaruh Variasi F/U Terhadap Densitas ................................................. 20
4.2 Pengaruh Variasi F/U Terhadap Viskositas .............................................. 23
4.3 Penentuan Orde Reaksi ............................................................................. 27
4.4 Proses Curing ............................................................................................ 28
BAB V PENUTUP...................................................................................................... 30
5.1 Kesimpulan ............................................................................................... 30
5.2 Saran ......................................................................................................... 30
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 31
iii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 Diagram Alir Pembuatan Resin Urea Formaldehida ....................................... 18
Gambar 2 Diagram Alir Anailisa Formaldehida Bebas .................................................... 18
Gambar 3 Garfik Analisa Densitas
(A) Katalis NH4OH ............................................................................................ 21
(B) Katalis NaOH ............................................................................................... 21
Gambar 4 Garfik Analisa Viskositas
(a) Katalis NH4OH ............................................................................................. 24
(b) Katalis NaOH................................................................................................ 24
Gambar 5 Grafik Penentuan Orde
(a) Katalis NH4OH ............................................................................................. 24
(b) Katalis NaOH................................................................................................ 26
iv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Perbandingan Sifat Fisik UF Terhadap Nilai Yang Diijinkan ............................. 23
Tabel 2 Perbandingan Nilai K........................................................................................... 28
Tabel 3 Kadar Resin pada berbagai Variasi F/U dan Jenis Katalis .................................. 29
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kebutuhan akan bahan perekat sintesis untuk keperluan industri semakin
meningkat. Salah satu yang mendominasi penggunaan bahan perekat sintesis adalah
produk furniture. Meningkatnya kebutuhan akan bahan perekat membuat ilmuan
mencari alternatif lain untuk memproduksi bahan perekat sintesis yang lebih mudah
untuk diproduksi , tidak mengeluarkan biaya mahal dan produk yang dihasilkan pun
mencukupi kebutuhan untuk memproduksi barang pemenuh kebutuhan lainnya.Salah
satu furniture yang banyak digunakan adalah papan kayu. Berdasarkan hasil survey dari
Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil
Hutan (Pustekolah 2011). Konsumsi kayu mengalami peningkatan yang berarti yaitu
338.404 ton pada tahun 2007 menjadi 1.480.824 ton pada tahun 2011. Hal ini akan
berdampak semakin banyaknya penebangan kayu di hutan untuk memasok kayu dalam
rangka memenuhi kebutuhan papan kayu. Oleh karena itu , perlu adanya industri yang
mulai memanfaatkan limbah kayu seperti serutan dan serbuk kayu sebagai bahan baku
untuk pembuatan papan partikel dan MDF (Medium Density Fiber Board ) . Papan
partikel adalah papan buatan yang terbuat dari serpihan kayu dengan bantuan perekat
sintesis kemudianmengalami kempa panas sehingga memiliki sifat seperti kayu.
Beberapa jenis perekat sintesis adalah dekstrin,resin sintesis jenis vinil asetat, urea
formaldehida (UF), melanin formaldehid (MF), dan fenol formaldehid (FF).Bahan
perekat UF adalah salah satu contoh polimer yang meruapakan hasil polimerisasi
kondensasi urea dengan formaldehid. Menurut Rowell (2005) kelebihan perekat jenis
UF yaitu tidak mudah terbakar , tingkat kematangan cepat, berwarna terang dan
harganya murah.
Resin urea formaldehida merupakan material universal yang banyak digunakan
pada bidang teknik seperti industri pelapisan dan untuk memperbaiki sifat kerapuhan
dan ketahanan air. (Barminas dan Osemeahon, 2006). Ureaformaldehida (UF) resin
adalah resin pengikat utama interior papan komposit kayu, seperti; papan serat dengan
kepadatan menengah, dan kayu lapis keras. Hasil reaksi antara urea dan formaldehid
mempunyai sifat tahan terhadap asam, basa, tidak dapat melarut dan tidak dapat
meleleh yang termasuk kedalam golongan thermosetting.Polimer thermosetting dibuat
dengan menggabungkan komponen-komponen yang bersifat saling menguatkan
2
sehingga dihasilkan polimer dengan derajat cross link yang sangat tinggi. Resin urea
formaldehid biasanya menghasilkan produk unggulan seperti plastik, tetapi hanya dapat
digunakan dalam interior nonstruktural. (Obichukwu, 2006)
Pada pembuatan urea formaldehid dengan kondisi basa terdiri dari reaksi substitusi
dimana formaldehida bereaksi dengan urea untuk membentuk urea metilol dengan
derajat methylolation yang berbeda (derajat substitusi oleh kelompok metilol).
Parameter reaksi dapat diubah untuk mengontrol molekul yang terbentuk, misalnya
derajat percabangan molekul UF.
Parameter yang dapat mengubah hasil produk UF meliputi: pH, waktu reaksi, suhu
reaksi dan rasio molar urea formaldehid pada tahapan yang berbeda dari reaksi.Laju
reaksi urea dengan formaldehidadipelajari secara ekstensif oleh de Jong dan de Jonge
(l952).Meskipun kondisi reaksi mereka hanya sebagian identikdalam pH rendah dan
rentang suhu yang tidak jauh, namun hasil yang diperoleh berbeda dari yang diperoleh
Cedwall dan Lynchuntuk mekanismereaksi yang sedikit berbeda. Juga nilai untuk
konstanta laju yang diperoleh Donally tampaknya sekitar sepertiga dari nilai yang
ditemukan dalam karya de Jongdan de Jong. Penelitian yang dilakukan oleh Scheiber
et al. (l928) menemukan bahwa pada suasana asam diperoleh methylol dan senyawa
―Gold Schmidt’s‖ dari monomethylolurea dengan berat molekul rendah. Studi yang
dilakukan Ivana et. al (2010) dalam jurnal distribusi massa-molar resin ureaformaldehid
dengan perbedaan derajat polimerisasi menggunakan MALDI-TOFF mass-
spectrometry terbatas hanya pada perbandingan F/U = 1,45 dan 2. Studi tentang urea
formaldehid sudah banyak dilakukan. Studi tentang urea formaldehid dengan variasi
perbandingan molar umpan F/U sebesar 1,25 sampai dengan 2,00 dimaksudkan supaya
resin urea formaldehid yang terbantuk tidak kental dan tidak encer. Resin urea
formaldehid yang dihasilkan berwarna putih keruh dengan kekentalan yang cukup
sehingga mempermudah analisis baik analisis densitas, analisis viskositas, analisis
kadar formaldehid bebas, dan analisis curring. Besarnya perbandingan molar umpan
formaldehid dengan urea sangat berpengaruh pada produk resin urea formaldehid yang
dihasilkan, bila perbandingan molar umpan kurang dari 1,25 maka resin urea
formaldehid yang dihasilkan memiliki kadar formaldehid rendah dan menghasilkan
resin urea formaldehid yang kepadatan dan kekerasan rendah, sedangkan bila
perbandingan molar umpan lebih dari 2 maka resin urea formaldehid yang dihasilkan
memiliki kadar formaldehid tinggi dan menghasilkan resin urea formaldehid yang
kepadatan dan kekerasan yang tinggi. (Modric, 2013). Objek pada percobaan ini
3
mengarah kepada pengaruh rasio molar (F/U) dan katalis yang digunakan terhadap
densitas, viskositas serta laju reaksi pembentukan urea formaldehid dalam waktu
percobaan 1 jam dan temperatur konstan pada 85oC dengan kondisi basa. Tujuan dari
studi polimerisasi urea formaldehid adalah untuk mengetahui pengaruh F/U, orde
reaksi, viskositas, densitas dan curring pada polimerisasi urea formaldehid.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, maka adapun
rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu :
a. Bagaimana pengaruh variasi F/U terhadap densitas ?
b. Bagaimana perngaruh variasi F/U terhadap viskositas?
c. Bagaimana cara menentukan orde reaksi Urea Formaldehid ?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari dilakukannya penelitian ini ialah sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui pengaruh variasi F/U terhadap densitas resin urea fromaldehid
dengan katalis NaOH dan katalis NH4OH
b. Untuk mengetahui pengaruh variasi F/U terhadap viskositas dengan katalis NaOH
dan NH4OH
c. Menegtahui cara penentuan orde reaksi Urea Formaldehid
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang ingin diperoleh dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Secara teoritis, hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam
menambah ilmu pengetahuan terkait dengan densitas resin urea-formaldehid pada
F/U 2 dengan katalis NaOH dan katalis NH4OH, sedangkan viskositas dengan
katalis NaOH dan katalis NH4OH serta katalis yang digunakan untuk menghasilkan
hasil optimum pembuatan resin urea-formaldehid
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat sebagai
salah satu masukan dalam pengembangan pembuatan perekat sentetis untuk
mengembangkan produksi papan partikel dengan menggunakan limbah kayu tanpa
harus menebang pohon kayu
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Urea
Urea merupakan pupuk nitrogen yang paling mudah dipakai. Zat ini
mengandung nitrogen paling tinggi (46%) di antara semua pupuk padat. Urea mudah
dibuat menjadi pelet atau granul (butiran) dan mudah diangkut dalam bentuk curah
maupun dalam kantong dan tidak mengandung bahaya ledakan. Zat ini mudah larut
didalam air dan tidak mempunyai residu garam sesudah dipakai untuk tanaman.
Kadang-kadang zat ini juga digunakan untuk pemberian makanan daun. Disamping
penggunaannya sebagai pupuk, urea juga digunakan sebagai tambahan makanan
protein untuk hewan pemamah biak, juga dalam produksi melamin, dalam pembuatan
resin, plastik, adhesif, bahan pelapis, bahan anti ciut, tekstil, dan resin perpindahan ion.
Bahan ini merupakan bahan antara dalam pembuatan amonium sulfat, asam sulfanat,
dan ftalosianina (Austin, 1997).
Urea ditemukan pertama kali oleh Roelle pada tahun 1773 dalam urine.
Pembuatan urea dari amonia dan asam sianida untuk pertama kalinya ditemukan oleh
F.Wohler pada tahun 1828 . Namun pada saat ini pembuatan urea pada umumnya
menggunakan proses dehidrasi yang ditemukan oleh Bassarow pada tahun 1870.
Proses ini mensintesis urea dari pemanasan amonium karbamat. Prinsip pembuatan urea
pada umumnya yaitu dengan mereaksikan antara amonia dan karbondioksida pada
tekanan dan temperatur tinggi didalam reaktor kontinu untuk membentuk amonium
karbamat (reaksi1) selanjutnya amonium karbamat yang terbentuk didehidrasi menjadi
urea (reaksi 2).
Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
Reaksi 1 :
2NH3(g) + CO2(g) NH2COONH4(g)
Reaksi 2 :
NH2COONH4(g)NH2CONH2(g) + H2O(l)
Sintesis urea dilakukan dengan amonia yang berlebih agar kesetimbangan
dapat bergeser ke arah kanan sehingga dapat dihasilkan produk yang lebih banyak.
(Muliawati, 2007)
5
2.2 Formaldehida
formaldehida (juga disebut metanal, atau formalin), merupakan aldehida
dengan rumus kimia H2CO, yang berbentuknya gas, atau cair yang dikenal sebagai
formalin, atau padatan yang dikenal sebagai paraformaldehyde atau trioxane.
Formaldehida awalnya disintesis oleh kimiawan RusiaAleksandr Butlerov tahun 1859,
tetapi diidentifikasi oleh Hoffman tahun 1867.
Pada umumnya, formaldehida terbentuk akibat reasi oksidasi katalitik pada
metanol. Oleh sebab itu, formaldehida bisa dihasilkan dari pembakaran bahan yang
mengandung karbon dan terkandung dalam asap pada kebakaran hutan, knalpot mobil,
dan asap tembakau. Dalam atmosfer bumi, formaldehida dihasilkan dari aksi cahaya
matahari dan oksigen terhadap metana dan hidrokarbon lain yang ada di atmosfer.
Formaldehida dalam kadar kecil sekali juga dihasilkan sebagai metabolit kebanyakan
organisme, termasuk manusia.
Secara industri, formaldehida dibuat dari oksidasikatalitik metanol. Katalis
yang paling sering dipakai adalah logam perak atau campuran oksida besi dan
molibdenum serta vanadium. Dalam sistem oksida besi yang lebih sering dipakai
(proses Formox), reaksi metanol dan oksigen terjadi pada 250 °C dan menghasilkan
formaldehida, berdasarkan persamaan kimia
2 CH3OH + O2 → 2 H2CO + 2 H2O.
Katalis yang menggunakan perak biasanya dijalankan dalam temperatur yang lebih
tinggi, kira-kira 650 °C.dalam keadaan ini, akan ada dua reaksi kimia sekaligus yang
menghasilkan formaldehida: satu seperti yang di atas, sedangkan satu lagi adalah reaksi
dehidrogenasi
CH3OH → H2CO + H2.
Bila formaldehida ini dioksidasi kembali, akan menghasilkan asam format yang sering
ada dalam larutan formaldehida dalam kadar ppm.
Formaldehida dapat digunakan untuk membasmi sebagian besar bakteri,
sehingga sering digunakan sebagai disinfektan dan juga sebagai bahan pengawet.
Sebagai disinfektan, Formaldehida dikenal juga dengan nama formalin dan
6
dimanfaatkan sebagai pembersih; lantai, kapal, gudang dan pakaian. Formaldehida juga
dipakai sebagai pengawet dalam vaksinasi. Dalam bidang medis, larutan formaldehida
dipakai untuk mengeringkan kulit, misalnya mengangkat kutil. Larutan dari
formaldehida sering dipakai dalam membalsem untuk mematikan bakteri serta untuk
sementara mengawetkan bangkai.
Dalam industri, formaldehida kebanyakan dipakai dalam produksi polimer dan
rupa-rupa bahan kimia. Jika digabungkan dengan fenol, urea, atau melamina,
formaldehida menghasilkan resintermoset yang keras. Resin ini dipakai untuk lem
permanen, misalnya yang dipakai untuk kayulapis/tripleks atau karpet. Juga dalam
bentuk busa-nya sebagai insulasi. Lebih dari 50% produksi formaldehida dihabiskan
untuk produksi resin formaldehida.
Untuk mensintesis bahan-bahan kimia, formaldehida dipakai untuk produksi
alkohol polifungsional seperti pentaeritritol, yang dipakai untuk membuat catbahan
peledak. Turunan formaldehida yang lain adalah metilena difenil diisosianat, komponen
penting dalam cat dan busa poliuretana, serta heksametilena tetramina, yang dipakai
dalam resin fenol-formaldehida untuk membuat RDX (bahan peledak).
Di dalam tubuh, formaldehida bisa menimbulkan terikatnya DNA oleh
protein, sehingga mengganggu ekspresi genetik yang normal. Binatang percobaan yang
menghisap formaldehida terus-terusan terserang kanker dalam hidung dan
tenggorokannya, sama juga dengan yang dialami oleh para pegawai pemotongan papan
artikel. Tapi, ada studi yang menunjukkan apabila formaldehida dalam kadar yang lebih
sedikit, seperti yang digunakan dalam bangunan, tidak menimbulkan pengaruh
karsinogenik terhadap makhluk hidup yang terpapar zat tersebut.
2.3 Laju Reaksi
Laju reaksi merupakan pristiwa perubahan konsentrasi reaktan atau produk
dalam satuan waktu. Laju reaksi juga dapat dinyatakan sebagai suatu laju terhadap
berkurangnya konsentrasi suatu pereaksi. Konstanta laju reaksi merupakan laju reaksi
bila konstanta dari masing-masing jenis larutan (Keenan, dkk, 1984).
7
Kecepatan laju reaksi yang berbanding lurus terhadap konsentrasi dengan satu
atau dua pengikut berpangkat dua akan disebutkan sesuai jumlah pangkat. Reaksi
disebut bertingkat tiga bila kecepatan reaksinya berbanding lurus dengan konsentrasi
tiga pengikut. Biasanya laju reaksi tidak bergantung pada orde reaksi, suatu reaksi yang
merupakan proses satu tahap didefenisikan dengan bedasarkan reaksinya yaitu reaksi
dasar (Bird, 2003 dan Petrucci, 1982)
Faktor – faktor yang mempengaruhi laju reaksi adalah sebagai berikut:
a. Luas permukaan sentuh
Luas permukaan sentuh memiliki peranan yang sangat penting dalam laju
reaksi.Sebab semakin besar luas permukaan bidang sentuh antar partikel maka
tumbukan yang terjadi semakin banyak sehingga laju reaksi berjalan dengan cepat. Dan
bila semakin kecil luas permukaan bidang sentuh,maka semakin kecil tumbukan dan
lajunya semakin lambat. Karakteristik keping juga berpengaruh,semakin halus
kepingan,maka semakin cepat waktu yang dibutuhkan untuk bereaksi. Semakin kasar
keping itu,maka semakin lambat.Suatu reaksi melibatkan pereaksi dalam bentuk
padat.Perubahan laju reaksi semata-mata sebagai akibat perbedaan ukuran
kepingan.dalam hal ini, ukuran kepingan kita sebut variabel bebas (variabel
manipulasi), perubahan laju reaksi (waktu reaksi) sebagai variabel terikat (variabel
respons), semua faktor lain yang dibuat tetap disebut variabel kontrol.
Suatu zat akan bereaksi apabila bercampur dan bertumbukan. Pada
pencampuran reaktan yang terdiri dari dua fase atau lebih, tumbukan berlangsung pada
bagian permukaan zat.Padatan berbentuk serbuk halus memiliki luas permukaan bidang
sentuh yang lebih besar daripada padatan berbentuk kepingan atau butiran.
b. Konsentrasi
Semakin besar konsentrasi zat –zat yang bereaksi maka semakin cepat
reaksinya berlangsung.Makin besar konsentrasi makin banyak zat – zat yang bereaksi
sehingga semakin besar terjadinya tumbukan dan dapat dikatakan kemungkinan
terjadinya reaksi.Pengaruh konsentrasi pada laju reaksi dapat dipelajari dengan
8
mengulangi reaksi magnesium dengan asam klorida.Larutan dengan konsentrasi yang
besar (pekat) mengandung partikel yang lebih rapat.Jika dibandingkan dengan larutan
encer.
Hubungan kuantitatif perubahan konsentrasi dengan laju reaksi tidak dapat
ditetapkan dari persamaan reaksi, tetapi harus melalui percobaan.Dalam penetapan laju
reaksi ditetapkan yang menjadi patokan adalah laju perubahan konsentrasi reaktan.
c. Suhu
Apabila suhu suatu reaksi yang berlangsung dinaikkan,maka menyebabkan
partikel aktif bergerak,sehingga tumbukan yang terjadi semakin sering,menyebabkan
laju reaksi semakin besar. Apabila suhu diturunkan,maka partikel semakin tak
aktif,sehinga laju reaksi semakin kecil.
Pada umumnya reaksi akan berlangsung lebih cepat bila suhu dinaikkan.
Dengan menaikkan suhu maka energi kinetik molekul-molekul zat yang bereaksi akan
bertambah sehingga akan lebih banyak molekul yang memiliki energi sama atau lebih
besar dari Ea. Dengan demikian lebih banyak molekul yang dapat mencapai keadaan
transisi atau dengan kata lain kecepatan reaksi menjadi lebih besar.
d. Katalis
Katalis adalah suatu zat yang mempercepat laju reaksi kimia pada suhu
tertentu,tanpa mengalami perubahan/terpakai oleh reaksi itu sendiri. Suatu katalis
berperan dalam reaksi tapi bukan sebagai pereaksi atau produk.Katalis memungkinkan
reaksi berlangsung lebih cepat/memungkinkan.Katalis adalah zat yang menaikkan laju
reaksi tanpa dirinya sendiri berubah di akhir reaksi. Hal ini berarti katalis terbentuk
kembali setelah reaksi berakhir. Katalis dapat menaikkan laju reaksi dengan memilih
mekanisme reaksi lain yang energi aktivasinya lebih rendah dari mekanisme semula.
A + B → C + D (tanpa katalis)
A + B → C + D (dengan katalis)
kdengan katalis> ktanpa katalis sehingga vdengan katalis> vtanpa katalis
9
Laju reaksi akan lebih cepat jika puncak energi aktivasinya lebih rendah. Hal ini berarti
reaksi akan lebih mudah terjadi. Total energi reaktan dan produk tidak dipengaruhi oleh
katalis. Hal ini berarti entalpi (∆H) reaksi tidak dipengaruhi oleh katalis
2.4 Orde Reaksi
Orde reaksi adalah banyaknya faktor konsentrasi zat reaktan yang
mempengaruhi kecepatan reaksi.Penentuan orde reaksi tidak dapat diturunkan dari
persamaan reaksi tetapi hanya dapat ditentukan berdasarkan percobaan. Suatu reaksi
yang diturunkan secara eksperimen dinyatakan dengan rumus kecepatan reaksi : v = k
(A) (B) 2 Persamaan tersebut mengandung pengertian reaksi orde 1 terhadap zat A dan
merupakan reaksi orde 2 terhadap zat B. Secara keselurahan reaksi tersebut adalah
reaksi orde 3. Orde reaksi atau tingkat reaksi terhadap suatu komponen merupakan
pangkat dari konsentrasi komponen tersebut dalam hukum laju. Sebagai contoh, v = k
[A]m [B]n, bila m=1 kita katakan bahwa reaksi tersebut adalah orde pertama terhadap
A. Jika n=3, reaksi tersebut orde ketiga terhadap B.. Orde total adalah jumlah orde
semua komponen dalam persamaan laju: n+m+…. Pangkat m dan n ditentukan dari
data eksperimen, biasanya harganya kecil dan tidak selalu sama dengan koefisien a dan
b. Hal ini berarti, tidak ada hubungan antara jumlah pereaksi dan koefisien reaksi
dengan orde reaksi
a) Orde nol
Reaksi dikatakan berorde nol terhadap salah satu pereaksinya apabila
perubahankonsentrasi pereaksi tersebut tidak mempengaruhi laju reaksi. Artinya,
asalkan terdapat dalam jumlah tertentu, perubahan konsentrasi pereaksi itu tidak
mempengaruhi laju reaksi.
Integrasinya diperoleh: [A]t = -kt + [A0] Dengan membuat plot [A] terhadap t akan
diperoleh garis lurus dengan kemiringan (slope) = -k
Reaksi dengan orde nol adalah reaksi dimana laju tidak bergantung pada
konsentrasi reaktan. Penambahan maupun mengurangan konsentrasi reaktan tidak
mengubah laju reaksi. Persamaan reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
A → Produk
10
Laju reaksi dapat dinyatakan dalam persamaan : v = – ∆ [A]/∆ t
Laju reaksi juga dapat dinyatakan dalam persamaan : v = k [A]0 atau v = k
Satuan k dapat diperoleh dari persamaan : k = v / [A]0 = v = M.s
-1 atau M / s
Dengan menggabungkan kedua persamaan laju reaksi : – ∆[A]/∆ t = k [A]0
Dengan menggabungkan kedua persamaan laju reaksi : – ∆[A]/∆ t = k
Penyelesaian dengan kalkulus, akan diperoleh persamaan berikut :
[A]t = -kt + [A]0
Selama reaksi kimia berlangsung, konsentrasi reaktan berkurang seiring peningkatan
waktu reaksi. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk membedakan reaksi orde
nol, orde satu, dan orde dua adalah melalui waktu paruh.
b) Orde Satu
Suatu reaksi dikatakan berorde satu terhadap salah satu pereaksinya jika laju
reaksi berbanding lurus dengan konsentrasi pereaksi itu. Misalkan, konsentrasi
pereaksi itu dilipat tigakan maka laju reaksi akan menjadi 31 atau 3 kali lebih
besar. Bila persamaan ln [A]t = -kt + ln[A0] dibuat grafik ln [A] lawan t, maka
diperoleh garis lurus dengan kemiringan = -k, sedang jelajahnya (intersep) =ln[A]0
Reaksi dengan orde satu adalah reaksi dimana laju bergantung pada konsentrasi reaktan
yang dipangkatkan dengan bilangan satu. Secara umum, reaksi dengan orde satu dapat
diwakili oleh persamaan reaksi berikut :
A Produk
Laju reaksi dapat dinyatakan dalam persamaan : v = – ∆ [A]/∆ t
Laju reaksi juga dapat dinyatakan dalam persamaan : v = k [A]
Satuan k dapat diperoleh dari persamaan : k = v/[A] = M.s-1
/M = s-1
atau 1/s
Dengan menggabungkan kedua persamaan laju reaksi : – ∆[A]/∆ t = k [A]
11
Penyelesaian dengan kalkulus, akan diperoleh persamaan berikut :
ln { [A]t / [A]0 }= – kt atau
ln [A]t = – kt + ln [A]0
ln = logaritma natural (logaritma dengan bilangan pokok e)
[A]0 = konsentrasi saat t = 0 (konsentrasi awal sebelum reaksi)
[A]t = konsentrasi saat t = t (konsentrasi setelah reaksi berlangsung selama t detik)
c) Orde Dua
Suatu reaksi dikatakan berorde dua terhadap salah satu pereaksi jika laju
reaksi merupakan pangkat dua dari konsentrasi pereaksi itu. Apabila konsentrasi zat itu
dilipat tigakan, maka laju reaksi akan menjadi 32 atau 9 kali lebih besar.
Reaksi dengan orde dua adalah reaksi dimana laju bergantung pada
konsentrasi satu reaktan yang dipangkatkan dengan bilangan dua atau konsentrasi dua
reaktan berbeda yang masing-masing dipangkatkan dengan bilangan satu. Kita hanya
akan membahas tipe satu reaktan yang dipangkatkan dengan bilangan dua. Persamaan
reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
A Produk
Laju reaksi dapat dinyatakan dalam persamaan : v = – ∆ [A]/∆ t
Laju reaksi juga dapat dinyatakan dalam persamaan : v = k [A]2
Satuan k dapat diperoleh dari persamaan : k = v / [A]2 = M.s
-1/M
2 = s
-1/M atau 1/M.s
Dengan menggabungkan kedua persamaan laju reaksi : – ∆[A]/∆ t = k [A]2
Penyelesaian dengan kalkulus, akan diperoleh persamaan berikut :
1 / [A]t = kt + 1 / [A]0
12
Selama reaksi kimia berlangsung, konsentrasi reaktan berkurang seiring peningkatan
waktu reaksi. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk membedakan reaksi orde
nol, orde satu, dan orde dua adalah melalui waktu paruh. Waktu paruh (t1/2) adalah
waktu yang dibutuhkan agar konsentrasi reaktan menjadi setengah dari konsentrasi
semula. Persamaan waktu paruh untuk masing-masing orde reaksi adalah sebagai
berikut :
Orde Satu : t1/2 = ln 2 / k = 0,693 / k (waktu paruh tidak bergantung pada
konsentrasi awal reaktan)
Orde Dua : t1/2 = 1 / k.[A]0 (waktu paruh berbanding terbalik dengan konsentarsi awal
reaktan)
Orde Nol : t1/2 = [A]0 / 2k (waktu paruh berbanding lurus dengan konsentrasi awal
reaktan)
Agar reaksi kimia dapat terjadi, reaktan harus bertumbukan. Tumbukan ini
memindahkan energi kinetik (energi gerak) dari satu molekul ke molekul lainnya,
sehingga masing-masing molekul teraktifkan. Tumbukan antarmolekul memberikan
energi yang diperlukan untuk memutuskan ikatan sehingga ikatan baru dapat terbentuk.
Pada peristiwa tertentu, walaupun terjadi tumbukan, energi kinetik yang tersedia
tidak cukup untuk dipindahkan sehingga molekul tidak dapat bergerak dengan cukup
cepat. Kita dapat mengatasi hal ini dengan memanaskan campuran reaktan. Suhu adalah
ukuran energi kinetik rata-rata dari molekul tersebut; menaikkan suhu akan
meningkatkan energi kinetik yang ada untuk memutuskan ikatan-ikatan ketika
tumbukan.
Saat tumbukan antarmolekul terjadi, sejumlah energi kinetik akan digunakan untuk
memutuskan ikatan. Jika energi kinetik molekul besar, tumbukan yang terjadi mampu
memutuskan sejumlah ikatan. Selanjutnya, akan terjadi pembentukan kembali ikatan
baru. Sebaliknya, jika energi kinetik molekul kecil, tidak akan terjadi tumbukan dan
pemutusan ikatan. Dengan kata lain, untuk memulai suatu reaksi kimia, tumbukan
antarmolekul harus memiliki total energi kinetik minimum sama dengan atau lebih dari
energi aktivasi (Ea), yaitu jumlah energi minimum yang diperlukan untuk memulai
suatu reaksi kimia. Saat molekul bertumbukan, terbentuk spesi kompleks teraktifkan
(keadaan transisi), yaitu spesi yang terbentuk sementara sebagai hasil tumbukan
antarmolekul sebelum pembentukan produk.
13
A + B → AB* → C + D
reaktan keadaan transisi produk
Konstanta laju reaksi (k) bergantung pada temperatur (T) reaksi dan besarnya energi
aktivasi (Ea). Hubungan k, T, dan Ea dapat dinyatakan dalam persamaan Arrhenius
sebagai berikut :
k = A e –Ea / RT
atau ln k = ln A - Ea / R.T
k = konstanta laju reaksi
Ea = energi aktivasi (kJ/mol)
T = temperatur mutlak (K)
R = konstanta gas ideal (8,314 J/mol.K)
e = bilangan pokok logaritma natural (ln)
A = konstanta frekuensi tumbukan (faktor frekuensi)
Dari persamaan Arrhenius terlihat bahwa laju reaksi (dalam hal ini diwakili konstanta
laju reaksi) semakin besar saat reaksi terjadi pada temperatur tinggi yang disertai
dengan energi aktivasi rendah.
Kadang-kadang, walaupun telah terjadi tumbukan dengan energi kinetik yang cukup,
reaksi tetap tidak menghasilkan produk. Hal ini disebabkan oleh molekul yang tidak
mengalami tumbukan pada titik yang tepat. Tumbukan yang efektif untuk
menghasilkan produk berkaitan erat dengan faktororientasi dan sisi aktif molekul
bersangkutan. Dengan demikian, molekul harus bertumbukan pada arah yang tepat atau
dipukul pada titik yang tepat agar reaksi dapat terjadi. Sebagai contoh, reaksi antara
molekul A-B dengan C membentuk molekul C-A dan B.
A-B + C ——-> C-A + B
Terlihat bahwa untuk menghasilkan produk molekul C-A, zat C harus bertumbukan
dengan molekul A-B pada ujung A. Jika zat C menumbuk molekul A-B pada ujung B,
tidak aka ada produk yang dihasilkan. Ujung A dari molekul A-B dikenal dengan istilah
sisi aktif, yaitu tempat pada molekul dimana tumbukan harus terjadi agar reaksi dapat
menghasilkan produk. Saat zat C menumbuk ujung A pada molekul A-B, akan ada
kesempatan untuk memindahkan cukup energi untuk memutus ikatan A-B. Setelah
ikatan A-B putus, ikatan C-A dapat terbentuk. Persamaan untuk proses tersebut dapat
digambarkan dengan cara berikut :
C∙∙∙∙∙∙∙A∙∙∙∙∙B → C-A + B
Jadi, agar reaksi ini dapat terjadi, harus terdapat tumbukan antara zat C dengan molekul
A-B pada sisi aktifnya. Tumbukan antara zat C dengan molekul A-B harus
14
memindahkan cukup energi untuk memutuskan ikatan A-B (pemutusan ikatan
memerlukan energi) sehingga memungkinkan ikatan C-A terbentuk (pembentukan
ikatan melepaskan energi).
2.5 Resin Urea Formaldehida
Resin urea formaldehida merupakan material universal yang banyak
digunakan pada bidang teknik seperti industri pelapisan dan untuk memperbaiki sifat
kerapuhan dan ketahanan air. (Barminas dan Osemeahon, 2006).
Resin formaldehida digunakan dalam bahan konstruksi seperti kayu
lapis/tripleks, karpet, dan busa semprot dan isolasi, serta karena resin ini melepaskan
formaldehida pelan-pelan, formaldehida merupakan salah satu polutan dalam ruangan
yang sering ditemukan. Apabila kadar di udara lebih dari 0,1 mg/kg, formaldehida yang
terhisap bisa menyebabkan iritasi kepala dan membran mukosa, yang menyebabkan
keluarnya air mata, pusing, teggorokan serasa terbakar, serta kegerahan.Jika terpapar
formaldehida dalam jumlah banyak, misalnya terminum, bisa menyebabkan kematian.
Dalam tubuh manusia, formaldehida dikonversi menjadi asam format yang
meningkatkan keasaman darah, tarikan napas menjadi pendek dan sering, hipotermia,
juga koma, atau sampai kepada kematiannya.
Ureaformaldehida (UF) resin adalah resin pengikat utama dari interior papan
komposit kayu, seperti; papan serat dengan kepadatan menengah, dan kayu lapis keras.
Hasil reaksi antara urea dan formaldehid mempunyai sifat tahan terhadap asam, basa,
tidak dapat melarut dan tidak dapat meleleh yang termasuk kedalam golongan
thermosetting.Polimer thermosetting dibuat dengan menggabungkan komponen-
komponen yang bersifat saling menguatkan sehingga dihasilkan polimer dengan derajat
cross link yang sangat tinggi. Resin urea formaldehid biasanya menghasilkan produk
unggulan seperti plastik, tetapi hanya dapat digunakan dalam interior
nonstruktural.(Obichukwu, 2006)
Pada pembuatan urea formaldehid dengan kondisi basa terdiri dari reaksi
substitusi dimana formaldehida bereaksi dengan urea untuk membentuk urea metilol
dengan derajat methylolation yang berbeda (derajat substitusi oleh kelompokmetilol)
Parameter reaksi dapat diubah untuk mengontrol molekul yang terbentuk, misalnya
derajat percabangan molekul UF.
15
Parameter yang dapat mengubah hasil produk UF meliputi: pH, waktu reaksi,
suhu reaksi dan rasio molar urea formaldehid pada tahapan yang berbeda dari reaksi.
Laju reaksi urea dengan formaldehidadipelajari secara ekstensif oleh de Jong dan de
Jonge (l952).Meskipun kondisi reaksi mereka hanya sebagian identikdalam pH rendah
dan rentang suhu yang tidak jauh, namun hasil yang diperoleh berbeda dari yang
diperoleh Cedwall dan Lynchuntuk mekanismereaksi yang sedikit berbeda. Juga nilai
untuk konstanta laju yang diperoleh Donally tampaknya sekitar sepertiga dari nilai yang
ditemukan dalam karya de Jongdan de Jong.
Penelitian yang dilakukan oleh Scheiber et al. (l928) menemukan bahwa pada
suasana asam diperoleh methylol dan senyawa ―Gold Schmidt’s‖ dari
monomethylolurea dengan berat molekul rendah. Studi yang dilakukan Ivana et. al
(2010) dalam jurnal distribusi massa-molar resin ureaformaldehid dengan perbedaan
derajat polimerisasi menggunakan MALDI-TOFF mass-spectrometry terbatas hanya
pada perbandingan F/U = 1,45 dan 2. Studi tentang urea formaldehid sudah banyak
dilakukan. Studi tentang urea formaldehid dengan variasi perbandingan molar umpan
F/U sebesar 1,25 sampai dengan 2,00 dimaksudkan supaya resin urea formaldehid yang
terbantuk tidak kental dan tidak encer. Resin urea formaldehid yang dihasilkan
berwarna putih keruh dengan kekentalan yang cukup sehingga mempermudah analisis
baik analisis densitas, analisis viskositas, analisis kadar formaldehid bebas, dan analisis
curring.
Besarnya perbandingan molar umpan formaldehid dengan urea sangat
berpengaruh pada produk resin urea formaldehid yang dihasilkan, bila perbandingan
molar umpan kurang dari 1,25 maka resin urea formaldehid yang dihasilkan memiliki
kadar formaldehid rendah dan menghasilkan resin urea formaldehid yang kepadatan
dan kekerasan rendah, sedangkan bila perbandingan molar umpan lebih dari 2 maka
resin urea formaldehid yang dihasilkan memiliki kadar formaldehid tinggi dan
menghasilkan resin. urea formaldehid yang kepadatan dan kekerasan yang tinggi.
(Modric, 2013).
Objek pada percobaan mengarah kepada pengaruh rasio molar (F/U) dan
katalis yang digunakan terhadap densitas, viskositas serta laju reaksi pembentukan urea
formaldehid dalam waktu percobaan 1 jam dan temperatur konstan pada 85ºC dengan
kondisi basa. Tujuan dari studi polimerisasi urea formaldehid adalah untuk mengetahui
pengaruh F/U, orde reaksi, viskositas, densitas dan curring pada polimerisasi urea
formaldehid (formaldehid + urea + katalis + buffer), dan penambahan buffer sebanyak
16
0,25% dari massa total (formaldehid + urea + katalis + buffer). Katalis yang digunakan
adalah NaOH dan NH4OH. Kedua jenis katalis tersebut digunakan pada semua variasi
F/U. Pertama, formalin, katalis dan buffer dimasukkan ke dalam labu ukur. Kemudian
campuran yang terjadi disebut sampel 0. Sampel ini dianalisa viskositas dan
densitasnya. Selanjutnya campuran ini (sampel 0) ditambah urea yang selanjutnya
disebut Sampel 1. Sampel ini dianalisa formaldehid bebas, viskositas dan densitasnya.
Kemudian Sampel 1 dipanaskan selama 10 menit pada suhu 85oC. Setelah itu
campuran didinginkan dan dianalisa formaldehid bebas, viskositas dan densitasnya.
Campuran ini disebut Sampel 2. Begitu seterusnya selama 60 menit.
17
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 ALAT
1. Buret
2. Labu Ukur
3. Spatula
4. Cawan Porselin
5. Oven
6. Piknometer
7. Erlenmeyer
8. Reaktor
9. Neraca
10. Gelas Ukur
11. Spatula
12. Gelas Beaker
13. Termometer
3.2 BAHAN
1. Larutan Amoniak (NH4OH)
2. Indikator Fenolptftalein (PP)
3. Larutan Asam Sulfat (H2SO4)
4. Natrium Karbonat (Na2CO3)
5. Larutan Etanol (C2H5OH)
6. Larutan Natrium Sulfit (Na2SO3)
7. Larutan Formalin (CH2O)
8. Urea (CO(NH2)2)
9. Larutan Natrium Hidroksida (NaOH)
10. Akuades
3.3 PROSEDUR KERJA
1. Pembuatan Resin Urea-Formaldehid
Diagram alir pembuatan resin urea-foemaldehid dapat dilihat pada Gambar.
Umpan yang digunakan terdiri dari urea, formalin, dan katalis. Perbandingan molar
antara formaldehid dan urea divariasikan 1,5; 2; 2,5; 3. Penambahan katalis sebanyak
5% dari massa total (formaldehid+urea+katalis+buffer), dan penambahan buffer
sebanyak 0,25% dari massa total (formaldehid+urea+katalis+buffer). Katalis yang
digunakan adalah NaOH dan NH4OH. Kedua jenis katalis tersebut digunakan pada
semua variasi F/U. Pertama, formalin, katalis dan buffer dimasukkan ke dalam labu
ukur. Kemudian campuran yang terjadi disebut sampel 0. Sampel ini dianalisa
viskositas dan densitasnya. Selanjutnya campuran ini (sampel 0) ditambah urea yang
selanjutnya disebut Sampel 1. Sampel ini dianalisa formaldehid bebas, viskositas dan
densitasnya. Kemudian Sampel 1 dipanaskan selama 10 menit pada suhu 85oC.
Setelah itu campuran didinginkan dan dianalisa formaldehid bebas, viskositas dan
densitasnya. Campuran ini disebut Sampel 2. Begitu seterusnya selama 60 menit.
18
2. Analisa Formaldehid Bebas
Diagram alir analisa formaldehid bebas dapat dilihat pada Gambar. Pertama,
mencampurkan 1 cc sampel, 5 cc alkohol, dan 2-3 tetes indikator pp kedalam labu
titrasi tertutup. Kemudian, campuran dititrasi untuk menentukan titik akhir larutan
netral. Menambahkan 25 cc sodium sulfat kedalam labu. Mereaksikan larutan dengan
melakukan pengocokkan selama 10 menit. Lalu, menitrasi larutan dengan asam sulfat
dan melakukannya sebanyak dua kali.
19
3. Analisa Viskositas
Pertama, memasukkan sampel kedalam viskometer ostwald. Kemudian, mencatat
waktu yang diperlukan sampel untuk mengalir dari satu batas ke batas lainnya.
4. Analisa Densitas
Untuk analisa densitas dilakukan dengan menimbang piknometer kosong dalam
neraca analitik.Kemudian menambahkan sampel dengan volume tertentu dan
menimbang massanya. Selanjutnya perbedaan massa dihitung dan diperoleh densitas
sampel.
20
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pengaruh Variasi F/U terhadap Densitas
Berdasarkan hasil percobaan diperoleh viskositas sampel resin urea formaldehid
pada Gambar 3. Densitas akan semakin tinggi seiring dengan semakin lama reaksi
terjadi. Hal ini disebabkan oleh resin urea formaldehid yang terbentuk akan semakin
banyak sehingga larutan menjadi lebih kental. Larutan yang semakin kental
menunjukkan bahwa partikelnya semakin rapat sehingga densitasnya akan semakin
besar. Semakin tinggi rasio molarF/U, semakin tinggi konten formaldehida bebas
diresin (Dunky, 1998).
Menurut Jermejeff (2012) tingginya jumlah formaldehida bebas dapat
menghambat reaksi kondensasi seperti menghambat terbentuknya methylol dan
meningkatkan derajat percabangan molekul UF.Semakin banyak cabang pada rantai
polimer maka densitasnya akan semakin kecil. Pada gambar 3 menunjukkan hubungan
antara densitas terhadap sampel yang diambil setiap selang waktu 10 menit.Variasi F/U
pada percobaan ini adalah 1,5; 2,0; 2,5 dan 3. Gambar 3 menunjukkan bahwa semakin
tinggi rasio molar semakin rendah densitasnya.Hal ini sesuai dengan teori yang
dikemukakan oleh Jermejeff (2012).
Pada penelitian dengan menggunakan katalis NH4OH diperoleh densitas urea
formaldehid yang terbentuk pada variasi F/U 1,5 adalah 1370 kg/m3, pada F/U 2 adalah
1370 kg/m3, pada F/U 2,5 diperoleh 1350 kg/m3 dan pada F/U 3 diperoleh 1350 kg/m3.
Nilai F/U=2 memiliki nilai densitas yang tinggi hal ini disebabkan F/U=2 merupakan
perbandingan stoikiometri yang optimum antara formaldehid dan urea. Sedangkan
sampel dengan F/U 2,5 dan sampel F/U=3 memiliki nilai densitasnya rendah karena
nilai konversinya kecil. Hal ini disebabkan nilai reaktan utama lebih sedikit dari nilai
stoikiometrinya sehingga formaldehid mengalami reaksi disproporsionasi.
Hubungan antara sampel 0-7 dengan F/U = 1,5; 2; 2,5; dan 3 terhadap densitas
pada katalis NaOH dipaparkan pada Gambar 3b. Dari grafik (3b) dapat dilihat bahwa
untuk nilai F/U yang sama, densitas sampel semakin meningkat. Sampel 0 memiliki nilai
densitas yang paling rendah karena belum dicampur dengan urea. Sampel 1-7 memiliki
nilai densitas yang meningkat karena pengaruh waktu reaksi dan pemanasan sehingga
21
lebih banyak reaktan yang terkonversi.Pada penelitian dengan menggunakan katalis
NaOH diperoleh densitas urea formaldehid yang terbentuk pada variasi F/U 1,5 yaitu
1360 kg/m3, pada F/U 2 yaitu 1370 kg/m3, pada F/U 2,5 yaitu 1360 kg/m3, dan pada
F/U 3 yaitu 1330 kg/m3. Pada F/U=2 memiliki nilai densitas tertinggi yaitu 1370 kg/m3.
Pada F/U =2 memiliki hasil yang optimum dalam pembentukkan urea formaldehid hal
ini terlihat dari nilai densitas yang dihasilkan mendekati nilai dari literatur yaitu 1,2
g/cm3– 1,45 g/cm3 atau nilai konversinya yaitu 1200 kg/m3– 1450 kg/m3 (Tae lee,
2012).
Gambar 3.Grafik Analisa Densitas dengan (a) Katalis NH4OH, (b) katalis NaOH
Sampel urea formaldehid dengan katalis NaOH memiliki range densitas 1330 kg/m3
sampai 1370kg/m3 dan sampel urea formaldehid dengan katalis NH4OH memiliki range
22
densitas 1350 kg/m3sampai 1370kg/m3. Penggunaan katalis NaOH menghasilkan
densitas yang lebih besar dibandingkan dengan penggunaan katalis NH4OH.Hal ini
dikarenakan katalis NaOH bersifat basa kuat sehingga formaldehid mengalami reaksi
Cannizaro, yaitu reaksi disproporsionasi formaldehid menjadi asam format dan metanol.
2CH2O + H2O HCOOH + CH3OH (Ratnaningtyas, 2012)
Hubungan densitas (kg/m3) terhadap perubahan waktu (detik) pada sampel urea
formaldehid dapat dilihat grafik pada gambar 2. Dari dua grafik tersebut terlihat bahwa
selama reaksi berlangsung, densitas yang diperoleh dengan katalis NH4OH ataupun
NaOH mengalami kenaikkan sesuai dengan teori. Menurut teori, semakin lama reaksi
berlangsung maka akan semakin banyak produk yang dihasilkan, dan akan konstan bila
semua reaktan sudah terkonversi.
(Levenspiel, 1999)
Hasil penelitian pembuatan resin urea formaldehid yang telah dilakukan oleh
Osemeahon et al. (2013) dengan menggunakan katalis NaOH diperoleh densitas 1,168
g/cm3(Tabel 1), sedangkan pada penelitian ini, dengan menggunakan katalis NH4OH
dan juga NaOH diperolehdensitas 1,370 g/cm3dan 1,370 g/cm
3. Adanya perbedaan hasil
densitas yang diperoleh dapat dipengaruhi oleh pH ketika reaksi kondensasi terjadi.
Berdasarkan hasil penelitian ini, katalis NH4OH menghasilkan hasil yang optimum
dalam pembentukan urea formaldehid. Hal ini terlihat dari densitas yang dihasilkan
sesuai dengan literatur yaitu 1280-1290 kg/m3 (Miljkovic et al., 2006).Namun menurut
penelitian Osemeahon et al. (2009) densitas resin hasil penelitian initermasuk ke dalam
standar resin UF yang dapat digunakan pada industri pelapisan. Penelitian yang
dilakukan oleh Ivana et. al. (2010) memperoleh hasil densitas resin UF dengan F/U = 2
adalah 1,24 g/cm3 sedangkan pada F/U=1,45 diperoleh 1.3 g/cm
3.
23
4.2 Pengaruh Variasi F/U terhadap Viskositas
Sama halnya dengan densitas, viskositas juga akan semakin tinggi seiiring
semakin lamanya reaksi terjadi. Hal ini disebabkan karena semakin banyak resin urea
formaldehid yang tebentuk sehingga larutan menjadi semakin kental (Mao et al, 2013).
Semakin kental resin yang terbentuk maka pertikelnya semakin rapat sehingga waktu
yang dibutuhkanlarutan campuran untuk mengalir dalam viscometer menjadi semakin
lama.
Hasil analisa viskositas pada penelitian dengan katalis NH4OH ini diperoleh
viskositas absolut pada rasio F/U 1,5 diperoleh 0,00879 kg/m s, pada F/U 2 diperoleh
0,00827 kg/m s, pada F/U 2,5 adalah 0,00813 kg/m s dan pada F/U 3 adalah 0,00643
kg/m s, sedangkan dengan katalis NaOH diperoleh pada rasio F/U 1.5 nilai viskositas
absolutnya sebesar 0,007347672kg/m.s, pada F/U 2 sebesar 0,007723512kg/m.s, pada
F/U 2.5 sebesar 0,007347672kg/m.s, dan pada F/U 3 sebesar 0,006873174kg/m.s
(Gambar 4). Semakin tinggi rasio molar F/U maka viskositas resin UF yang diperoleh
semakin kecil. Tingginya jumlah formaldehida bebas dapat menghambat reaksi
kondensasi (dengan asumsi nilai pH tidak berubah), seperti menghambat terbentuknya
methylol dan meningkatkan derajat percabangan molekul UF (Jermejeff, 2012).
Semakin banyak cabang pada rantai polimer maka densitasnya akan semakin kecil.
Semakin kecil densitas maka viskositasnya juga akan semakin kecil sesuai dengan
persamaan berikut;
24
Menurut Osemeahon (2013), nilai viskositas resin urea yaitu 0,003 kg/m s –
0,038 kg/m.s, sehingga nilai viskositas yang diperoleh pada sampel dengan katalis NaOH
F/U=1,5 sebesar 0,007347672 kg/m.s, pada sampel dengan katalis NaOH F/U=2 sebesar
0,007616241 kg/m.s, pada sampel dengan katalis NaOH F/U=2,5 sebesar 0,007241184
kg/m.s, dan pada sampel dengan katalis NaOH F/U=3 sebesar 0,006769035 kg/m.s.
Nilai viskositas pada sampel dengan katalis NaOH F/U=2 memiliki nilai
viskositas terbesar. Hal ini dikarenakan, pada sampel dengan katalis NaOH F/U=2
merupakan perbandingan stoikiometri yang optimum antara formaldehid dan urea
sehingga menghasilkan produk hasil samping.
25
berupa asam format dan metanol. Selain itu, viskositas dinamik juga berbanding lurus
dengan densitas seperti yang ditunjukkan pada persamaan (2), sehingga hasilnya sesuai
dengan analisa densitas yang telah dilakukan, dimana densitas pada sampel dengan
katalis NaOH F/U=2 memiliki nilai terbesar pula.
26
Kisaran viskositas sampel dengan katalis NH4OH lebih besar (0,00643 –
0,00879 kg/m.s) dibandingkan dengan penggunaan katalis NaOH (0,00687-0,00772
kgm.s). Hal ini terjadi karena katalis NaOH bersifat lebih basa dibandingkan dengan
NH4OH, dimana ketika pH reaksi naik pada pH yang lebih basa maka viskositas
resinakan menurun. Pada pH dibawah 4,5 akan menyebabkan reaksi sulit dikendalikan,
akan tetapi ketika pH terlalu tinggi menyebabkan rekasi kondensai tidak terjadi sehingga
kenaikan viskositas tidak dapat terlihat (Jermejeff,2012).
27
4.3 Penentuan Orde Reaksi
Untuk penentuan orde reaksi urea formaldehid dilakukan dengan membuat grafik
orde reaksi mulai dari orde 0, orde ½, orde 1, dan orde 2 seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 5.
Konstanta laju reaksi menunjukkan mudah tidaknya reaksi berlangsung.Setiap
laju reaksi memiliki nilai k tertentu bergantung pada sifat pereaksi. Semakin besar nilai k
maka reaksi akan semakin cepat berlangsung, begitu pun sebaliknya (Azizah, 2004).
Gambar 5 menunjukkan hubungan konsentrasi terhadap waktu. Dari keempat grafik
dapat dilakukan penentuan orde reaksi dengan melak ukan pendekatan masing-masing
orde. Reaksi urea dengan formaldehid adalah reversibel dalam asam, basa dan
larutan netral. Nilai k (orde 2) pada percobaan ini ditampilkan pada table 2. Tabel 2
variasi F/U terhadap nilai konstanta laju reaksi menunjukkan bahwa reaksi berlangsung
cepat dan terjadi peningkatan konsentrasi produk.
Orde reaksi pembentukan resin urea formaldehid merupakan orde 2 dan reaksi
disosiasi urea formaldehida pada orde 1 (Ravendran, 1981). Hal ini ditunjukkan dengan
nilai k (konstanta laju reaksi) pada orde 2 lebih besar daripada yang ditunjukkan pada
orde 0; 1 dan 1,5. Kondisi optimal pembuatan resin urea formaldehid terjadi pada
perbandingan mol reaktan F/U 2. Pada sampel yang menggunakan katalis NH4OH
ditunjukkan dengan persamaan y=0,0179x + 0,1201. Nilai k orde 2 pada persamaan
tersebut adalah 0,0179, dimana nilai ini menunjukkan nilai k terbesar dibandingkan dari
setiap orde reaksi (1,5;2,5 dan 3). Sedangkan pada sampel yang menggunakan katalis
NaOHorde 2 dan F/U 2 ditunjukan dengan persamaany=0,0106x +0,0151. Dengan nilai
k=0,0106.
28
Nilai k dengan menggunakan katalis NH4OH cenderung lebih besar dibandingkan
dengan penggunana katalis NaOH karena ketika pH reaksi semakin tinggi maka energi
aktivasi akan semakin besar sehingga reaksi pembentukan resin urea folmaldehid lebih
sulit terbentuk (Raveendran,1981). Pada sampel dengan katalis NaOH F/U 2 memiliki
nilai k yang lebih besar (k=0,0231) dibandingkan dengan katalis NH4OH (k=0,0179).Hal
ini diduga karena pada reaksipembentkan urea-formaldehid dengan katalis NaOH terjadi
reaksi yang cepat akan tetapi konversi reaksinya tidak hanya menghasilkan produk urea-
formaldehid resin, tetapi terdapat produk intermediet yaitu MonoMetilol-Urea(MMU)
dan DiMetilol-Urea (DMU). Percobaan yang dilakukan oleh Ravendran (1981) dengan
urea 0.25M dan formaldehid 0,25M pada pH 9,4 dan temperature 40 oC dengan nilai k
yang diperoleh adalah 0,0006612. Jika dibandingkan dengan percobaan yang dilakukan
yaitu nilai k=0,0179 dan k=0,0321 pada temperature 85oC. Hal ini terjadi karena reaksi
terjadi pada temperature yang berbeda. Semakin tinggi temperature operasi maka reaksi
akan berjalan lebih cepat dan konversi hasil resin urea formaldehid yang diperoleh lebih
besar pada temperature 85oC.
4.4 Proses Curing
Tujuan dari proses curing yaitu untuk menguapkan air pada sampel. Pada
penelitian ini, hasil massa air yang menguap dapat dilihat di Tabel 3. Massa air yang
menguap paling besar pada sampel dengan katalis NH4OH ada padaF/U = 2. Sedangkan
massa air yang menguap paling besar dengan katalis NaOH ada pada F/U=3. Hal ini
disebabkan pada proses curing, katalis akan menyerap panas sehingga mengatur
penguapan supaya tidak gosong. (Jeremejeff, 2012).
29
Pada sampel urea formaldehid dengan katalis NH4OH F/U=2 lebih besar
dibandingkan dengan F/U=1,5 karena kandungan formaldehidnya lebih banyak
sehingga kandungan airnya lebih banyak juga.Waktu curing yang hanya 1 jam
menyebabkan kandungan air dalam resin urea formaldehid yang terbentuk belum
seluruhnya teruapkan sehinggapersentase air yang menguap hanya 30,9%. Sedangkan
sampel urea formaldehid dengan katalis NaOH F/U=3 lebih besar karena formaldehidnya
lebih banyak sehingga lebih banyak mengikat airnya. Sedangkan sampel urea
formaldehid dengan katalis NaOH F/U=2,5 yang paling kecil nilai presentasinya yaitu
9,45 % dan memiliki nilai k yang paling kecil.
Dari kedua data tersebut Sampel urea formaldehid dengan katalis NH4OH dan
NaOH pada F/U=1,5 dan F/U=2 memiliki presentasi kemurnian hampir sama karena
nilai F/U optimum diantara 1,5 dan 2 sehingga formaldehid tidak berlebih dan sedikit
mengikat air.
Secara teori hal ini mengidentifikasikan perbandingan produk dan reaktan kecil
sehingga reaktan sisanya banyak.Formaldehid sebagai reaktan lebih banyak mengikat air
sehingga air yang diuapkan lebih banyak.
Kadar resin pada katalis NH4OH lebih besar dibandingkan dengan kadar resin
pada katalis NaOH. Hal ini menunjukkan bahwa produk samping yang terbentuk pada
resin dengan katalis NaOH ikut menguap ketika proses curing berlangsung.
30
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Urea-formaldehida (UF) resin adalah resin pengikat utama interior papan komposit
kayu, sepert; papan serat dengan kepadatan menengah, dan kayu lapis keras. Dapat
ditarik kesimpulan berdasarkan hasil percobaan diperoleh densitas resin urea-
formaldehid pada F/U 2 dengan katalis NaOH adalah 1370 kg/m3 dan katalis NH4OH
1370 kg/m3 , sedangkan viskositas dengan katalis NaOH adalah 0,007616241 kg/m.s,
dan katalis NH4OH 0,00827 kg/m.s. Hasil optimum pembuatan resin urea-formaldehid
ditunjukkan pada penggunaan katalis NH4OH.
5.2 Saran
1. Dari penelitian ini dapat dikembangkan lagi khususnya senyawa – senyawa yang
diisolasi dari alam
2. Diharapkan penelitian ini dapat dilanjutkan dengan menggunakan bahan senyawa-
senyawa yang tidak menimbulkan efek toksik dan mencemari lingkungan
3. Diharapkan penelitian ini dapat dilanjutkan dengan metode dengan penggunaan
bahan yang lebih efesiensi.
31
DAFTAR PUSTAKA
Austin B. dan D. A. Austin, 1997, Bacterial Fish Disease In Farmed and Wild Fish Second
edition,Ellis Howard limited, Chichester, England
Azizah, U., 2004, Laju Reaksi. Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta.
Bird, Richard M. dan Francois Vaillancourt,2003, Desentralisasi Fiska di NegaraNegara
Berkembang: Tinjaun Umum, dalam Richard M.Bird dan Francois Vaillancourt
(Penyunting), Desentralisasi Fiskal Di Negara-Negara Berkembang (Terjemahan), PT
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
De Jong, J.I.,& De Jonge, J. 1952a,The reaction of urea with formaldehyde.Recuell des
Travaux Chimiques des Pays-Bas Vol. 71 No.7, 643-660.
De Jong, J.I., & De Jonge, J., 1952b, The formation and decomposition of
dimethylolurea.Recuell des Travaux Chimiques des Pays-Bas Vol. 71 No. 7), 661-667.
Dunky, M., 1998, Urea-formaldehyde (UF) adhesive resins for wood.International J.
Adhesion & Adhesives Vol. 18 No. 2, 95-107.
Jeremejeff, J., 2012, Investigationof UF-resins- the effect of the urea formaldehyde/urea
molar ratio during synthesis.KTH Chemical Science and Engineering, Sweden.
Keenan, Charles W.1984.Kimia untuk Universitas .Jakarta , Erlangga.
Ivana, G., Olivera N., Milanka D., 2010,Molar-mass Distribution of Urea-Formaldehyde
Resins of Different Degrees of Polymerisation by MALDI-TOF Mass-Spectrometry.
Levenspiel, O., 1999, Chemical Reaction Engineering 3rd edition, John Wiley and Son, New
York.
Mao, A. Elbarbary, H.& Moon, G.K., 2013, Investigation of Low Mole Ratio UF and UMF
Resins Aimed at Lowering The Formaldehyde Emission Potential of Wood Composite
Boards.Department of Forest Products, Mississipi State University
Miljkoviḉ, Jovan., Grmusa, Ivana-Gavrilovic., Momcilovic, Milanka Diporovic., Popovic,
Mladan., 2006,Some characteristics of urea-formaldehyde powder adhesives, 223-230.
Modric, L.A., 2013, Polimerisasi Urea Formaldehid. Jakarta: Atribution NC.
32
Obichukwu, M., 2006, Ethylated Urea – Ether – Modified Urea-Formaldehid Resins, Part 1:
Structural and Physicochemical Properties. Minna: Federal University Of Technology.
Osemeahon, S.A., Maitera, O.N., Hotton, A.J., Dimas, BJ., 2013, Influence of starch addition
on properties of urea formaldehyde/starch copolymer blends for application sas a
binder in the coating industry. Journal of Environmental and Ecotoxilogy Vol. 5, 181-
189.
Pretucci, R,1982, Kimia Dasar, Erlangga, Jakarta
Ratnaningtyas, R.R., 2012, Pirolisis Pembuatan Asam Cair dari Bonggol Jagung Sebagai
Pengawet Alami PenggantiFormalin. Universitas Diponegoro, Semarang.
Raveendran, B., 1981, Kinetics and Mechanism of UreaFormaldehyde and Related
Reactions. Thesis submitted to the University of Cochin in Partial Fulfilment of the
Requirement of the Degree of Doctor of Philosophy in Chemistry
Rowell, R. M. ,2005, ‟Handbook of wood chemistry and wood composites.‟ Ed. R.M.
Rowell. Florida: CRC Press, 2005. Pages 487. ISBN 978-0-203-49243-7
Sun, Qi-Ning, Hse Chung-Yun., Shupe, Todd. F., 2014, Effect of Different catalyst on Urea
Formaldehyde Resin Synthesis.Journal of Applied Polymer Science, 1-7.
Wang, Dang-Liang., Bai, Han-Ying., Yue, Gao., 2013, Gel Characteristics of Urea-
Formaldehyde Resin UnderShear Flow Conditions.Research Article.