Pengaruh Perubahan Orientasi Mata Pencaharian Petani Mendong Terhadap Eksistensi Kerajinan Tikar Di...
-
Upload
evavamela4571 -
Category
Documents
-
view
688 -
download
3
Transcript of Pengaruh Perubahan Orientasi Mata Pencaharian Petani Mendong Terhadap Eksistensi Kerajinan Tikar Di...
A. JUDUL
“ PENGARUH PERUBAHAN ORIENTASI MATA PENCAHARIAN PETANI
MENDONG TERHADAP EKSISTENSI KERAJINAN TIKAR DI DESA
GEMBOR KECAMATAN PAGADEN KABUPATEN SUBANG ”
B. LATAR BELAKANG
Indonesia merupakan negara agraris sehingga sektor pertanian memegang
peranan penting dalam mendorong laju perekonomian nasional. Hal tersebut dapat
ditunjang dengan potensi sumberdaya alam dan kondisi pendudukknya yang sebagian
besar bermatapencaharian sebagai petani.
Berdasarkan data statistik yang ada, saat ini sekitar 75% penduduk Indonesia
tinggal di wilayah pedesaan. Lebih dari 54% diantaranya menggantungkan hidup
pada sektor pertanian, dengan tingkat pendapatan relatif rendah jika dibandingkan
dengan penduduk yang tinggal di perkotaan. Perbedaan pendapatan tersebut berkaitan
erat dengan produktivitas para petani Indonesia, yang tidak dapat dilepaskan dari
berbagai faktor, antara lain luas lahan yang dimiliki, kebijakan pemerintah dalam hal
pemberian insentif kepada petani dan sebagainya ( Soetrisno, Loekman 2002).
Pertanian di Indonesia masih memegang peranan penting pada seluruh sistem
perekonomian nasional, untuk itu pembangunan pertanian menjadi salah satu hal
penting yang harus dilakukan. Menurut Hadisapoetra dalam Dewandini (2010),
pembangunan pertanian dapat diartikan sebagai suatu proses yang ditujukan untuk
selalu menambah produksi pertanian untuk tiap-tiap konsumen, yang sekaligus
mempertinggi pendapatan dan produktivitas usaha tiap petani dengan jalan
menambah modal dan skill untuk meningkatkan peran manusia di dalam
perkembangan tumbuh-tumbuhan dan hewan. Pembangunan sektor pertanian sudah
selayaknya tidak hanya berorientasi pada produksi atau terpenuhinya kebutuhan
pangan saja tetapi juga harus mampu meningkatkan taraf hidup masyarakat terutama
petani.
Program-program pengembangan pertanian dan kehutanan diarahkan untuk
meningkatkan produktivitas pertanian dan kehutanan khususnya petani kecil,
mengentaskan kemiskinan, dan meningkatkan nilai tambah pertanian dan kehutanan
bagi masyarakat. Rencana strategis tersebut diwujudkan melalui peningkatan
hubungan industrial pertanian dan kehutanan dengan sektor-sektor perekonomian.
Arah kebijakan untuk pembangunan perkebunan, ditujukan untuk memenuhi
kebutuhan industri.
Pembinaan dan pengembangan industri kecil bukan saja penting sebagai jalur
kearah pemerataan hasil-hasil pembangunan, tetapi juga sebagai unsur pokok dari
seluruh struktur industri di Indonesia, karena dengan investasi yang dapat berproduksi
secara efektif dan dapat menyerap banyak tenaga kerja. Di samping itu, 87% dari
struktur industri Indonesia adalah insustri kecil (Hasan, Bachtiar (2003).
Salah satu komoditas yang dibudidayakan untuk memenuhi kebutuhan industri
adalah tanaman mendong (Fimbristylis globulosa). Tanaman mendong merupakan
tanaman rumput-rumputan yang hidup di daerah banyak air atau pada umumnya
hidup di rawa-rawa. Salah satu daerah yang membudidayakan tanaman ini adalah
Kabupaten Subang. Hasil utama tanaman mendong adalah berupa batang serta
tangkai bunga yang dikenal dengan istilah “mendong”. Mendong digunakan sebagai
bahan baku industri kerajinan yang hasilnya dapat berupa dompet, tas, topi, taplak
meja, dan tikar. Salah satu wilayah yang dikenal dengan anyaman mendong adalah
Kecamatan Pagaden Kabupaten Subang. Sentra industri kecil anyaman mendong di
Kecamatan tersebbut terkonsentrasikan pada dua desa yaitu Desa Sukamulya dan
Gembor.
Di Desa Gembor Kecamatan Pagaden Kabupaten Subang sebagian besar
masyarakatnya adalah petani mendong. Di daerah ini kerajinan mendong sudah eksis
sejak tahun 1969 dan pada tahun 1978 usaha kerajinan mendong di Desa Gembor
menjadi primadona, pengrajin mendong mampu menjadikan kerajinan ini sebagai
mata pencaharian utama. Pada awal tahun 1990-an, masih banyak bahan baku untuk
dibuat mendong, karena prospek mendong dianggap cerah, saat itu para pengrajin dan
pemilik lahan sawah memilih menanam lahan sawahnya dengan tanaman mendong
daripada padi. Sehingga di Desa Gembor lahan yang ditanami mendong yang luasnya
mencapai 15 ha (Pikiran Rakyat, 26 Desember 2011).
Namun dalam pembangunan yang telah dilaksanakan ternyata suatu masyarakat
tidak bersifat statis dan akan terus berkembang sesuai dengan kebutuhannya.
Pandangan suatu masyarakat semakin lama semakin berubah hingga pola pikirnya
sekarang tidak lagi hanya berorientasi pada pertanian yang masih saja bersifat
subsistem. Tetapi mengikuti juga perkembangan yang terjadi di luar wilayahnya
sehingga banyak memunculkan sumber-sumber ekonomi yang bersifat informal.
Masyarakat memandang bahwa mata pencaharian pertanian bukan merupakan satu-
satunya mata pencaharian yang bisa dijadikan sandaran hidup, sehingga terjadilah
perubahan orientasi mata pencaharian.
Terdapat perubahan orientasi mata pencaharian di Desa Gembor. Pada tahun
1993 di Desa Gembor mengalami alih fungsi lahan tanaman mendong menjadi kolam
ternak ikan dan hal tersebut terus terjadi hingga tahun 2000 yang mengakibatkan
tidak terdapat satu petak pun tanaman mendong di daerah tersebut. Hal ini
mengakibatkan keberadaan pengrajin tikar di daerah tersebut semakin berkurang,
pada tahun 2000 diketahui terdapat 150 orang pengrajin dan petani mendong namun
sekarang hanya terdapat 7 orang pengrajin tikar mendong. (Naskam, Ade:Kepala
Desa Gembor). Dengan terjadinya perubahan mata pencaharian petani mendong,
maka bahan baku untuk anyaman mendong semakin sulit diperoleh. Padahal pada
kenyataannya kebutuhan pasar tikar mendong di Subang masih cukup tinggi.
Maka berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk mengadakan
penelitian mengenai “PENGARUH PERUBAHAN ORIENTASI MATA
PENCAHARIAN PETANI MENDONG TERHADAP EKSISTENSI KERAJINAN
TIKAR DI KECAMATAN PAGADEN KABUPATEN SUBANG”.
C. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka
dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut :
1. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan petani mendong merubah mata
pencahariannya?
2. Bagaimana pengaruh perubahan orientasi mata pencaharian petani mendong
terhadap eksistensi kerajinan tikar di Kecamatan Pagaden Kabupaten Subang ?
D. VARIABEL PENELITIAN
E. TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka
terdapat tujuan penelitian sebagai berikut :
1. Mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan petani mendong merubah
mata pencahariannya.
Variabel Terikat (y)
Eksistensi kerajian tikar
Variabel Bebas (x)
Perubahan Orientasi Mata
Pencaharian Petani Mendong :
Tingkat pendapatan
Luas kepemilikan lahan
Tingkat produksi
Persaingan antara cabang
usahatani
Tersedianya Modal
2. Menganalisis dampak perubahan orientasi mata pencaharian petani mendong
terhadap eksistensi kerajinan tikar di Kecamatan Pagaden Kabupaten Subang.
F. MANFAAT PENELITIAN
1. Sebagai bahan masukan bagi Pemerintah Daerah, yang diharapkan dapat menjadi
informasi dan landasan untuk menentukan kebijakan yang terkait dalam hal
pengembangan tanaman mendong.
2. Sebagai bahan masukan bagi instansi terkait, yaitu Dinas Perdagangan Industri
dan Pasar Kabupaten Subang, untuk lebih memperhatikan dan meningkatkan
meningkatkan produktivitas pertanian komoditas tanaman mendong.
3. Sebagai bahan pengetahuan bagi petani dalam mengelola dan mengembangkan
budidaya tanaman mendong di Kecamatan Pagaden Kabupaten Subang.
4. Sebagai bahan pengayaan dalam proses pembelajaran geografi dalam bahasan
Sumberdaya Alam.
5. Bagi peneliti lain dapat dijadikan sebagai bahan tambahan informasi dalam
penyusunan penelitian selanjutnya atau penelitian-penelitian sejenis.
G. DEFINISI OPERASIONAL
1. Perubahan Orientasi Mata Pencaharian
Perubahan mata pencaharian merupakan proses yang mengakibatkan
keadaan sekarang berbeda dengan keadaan yang sebelumnya. Perubahan
orientasi dalam penelitian ini adalah berpindahnya pekerjaan masyarakat petani
mendong menjadi pekerjaan lain.
2. Petani Mendong
Menurut Samsudin dalam Dewandini (2010) Petani adalah mereka yang
untuk sementara waktu atau tetap menguasai sebidang tanah pertanian,
menguasai suatu cabang usahatani atau beberapa cabang usahatani dan
mengerjakan sendiri, baik dengan tenaga sendiri maupun dengan tenaga bayaran.
Petani yang dimaksud dalam penelitian adalah petani mendong.
3. Eksistensi
Eksistensi adalah suatu proses yang dinamis, suatu ‘menjadi’ atau
‘mengada’. Ini sesuai dengan asal kata eksistensi itu sendiri, yakni exsistere,
yang artinya kelaur dari ‘melampaui’ atau ‘mengatasi’. Jadi eksistensi tidak
bersifat kaku dan terhenti, melainkan lentur atau kenyal dan mengalami
perkembangan sebaliknya kemunduran, tergantung pada kemampuan dalam
mengaktualisasikan potensi-potensinya. Adapun eksistensi dalam peneltian ini
adalah eksistensi kerajian tikar.
H. TINJAUAN PUSTAKA
1. Pembangunan Pertanian
Menurut Mosher dalam Dewandini (2010), pembangunan pertanian
merupakan bagian integral dari pembangunan ekonomi dan masyarakat secara
umum. Pembangunan pertanian memberikan sumbangan kepadanya serta
menjamin bahwa pembangunan menyeluruh itu (overall development) akan
benar-benar bersifat umum dan mencakup penduduk yang hidup dari bertani
yang jumlahnya besar dan dalam beberapa tahun mendatang diberbagai negara,
akan terus hidup bertani.
Menurut Mangunwidjaja dan Sailah dalam Dewandini (2010), visi
pembangunan pertanian abad ke-21 yang masih tetap aktual untuk dijadikan
salah satu acuan pembangunan pertanian saat ini atau masa datang adalah:
a. Menciptakan produk dan jasa pertanian yang berdaya saing tinggi.
b. Memelihara kelestarian lingkungan dan keberlanjutan pembangunan
pertanian.
c. Meningkatkan dan meratakan kesejahteraan bangsa dan rakyat Indonesia
pada umumnya dan pelaku pertanian pada khususnya.
d. Meningkatkan kontribusi pertanian dalam ekonomi nasional.
Pembangunan pertanian tidak dapat terlaksana hanya oleh petani saja. Untuk
melakukan pembangunan pertanian lebih lanjut, makin lama petani makin
tergantung pada pihak-pihak di luar lingkungan desa, seperti pupuk, bibit unggul,
saluran pengairan, obat-obatan, alat-alat, dan lain-lain yang dibeli dari luar,
demikian pula hasilnya harus dijual ke pasar, pengetahuan dari sekolah atau
fakultas, dinas penyuluhan, dan sebagainya. Dengan demikian pertanian dapat
maju apabila terdapat interaksi yang positif antara bidang pertanian dengan
bidang-bidang lainnya.
2. Usahatani
Pertanian (agriculture) bukan hanya merupakan aktivitas ekonomi untuk
menghasilkan pendapatan bagi petani saja. Lebih dari itu, pertanian adalah
sebuah cara hidup (way of life atau livehood) bagi sebagian besar petani di
Indonesia. Petani kita pada umumnya lebih mengedepankan orientasi sosial-
kemasyarakatan, yang diwujudkan dengan tradisi gotong royong
(sambatan/kerigan) dalam kegiatan mereka. Jadi bertani bukan saja aktivitas
ekonomi, melainkan sudah menjadi budaya hidup yang sarat dengan nilai-nilai
sosial-budaya masyarakat lokal.
Pertanian rakyat yang merupakan usahatani adalah sebagai istilah lawan
perkataan farm dalam bahasa Inggris. Dr. Mosher memberikan definisi farm
(yang diterjemahkan oleh Krisnadi menjadi usahatani) sebagai suatu tempat atau
bagian dari permukaan bumi dimana pertanian diselenggarakan oelh seorang
petani tertentu apakah ia seorang pmilik, penyakap ataupun manager yang di gaji.
Menurut Prof. Tb. Bachtiar Rifai dalam Abbas dan Cuhaya (1983), usahatani
adalah setiap kombinasi yang tersusun (organisasi) dari alam, kerja dan modal
yang ditunjukan kepada produksi di lapangan pertanian. Tatalaksana usahatani
ini berdiri sendiri dan diusahakan oleh seorang atau sekelompok orang. Jika
usaha tani itu dikerjakan oleh sekelompok orang, mereka itu biasanya terdiri dari
segolongan social berdasarkan keturunan ataupun kedaerahan (territorial).
Pada tingkat permulaan manusia mengenal usaha bertani atau berusahatani
dengan cara-cara penyelenggaraan yang masih sederhana (primitive, tradisional),
dimana tujuan produksinya terutama untuk mencukupi kebutuhan konsumsi
keluarga itu sendiri. Oleh karena itu usahatani semacam ini sering juga disebut
“subsisten”. Berusaha di sini lebih merupakan sebagai suatu cara berusahatani
dengan tujuan produksi lebih diarahkan pada pemenuhan permintaan pasar dan
untuk mencari keuntungan. Usahatani terakhir ini dikatakn bersifat “komersil”.
a. Klasifikasi Lahan Usahatani
Didasarkan kepada sifat penggunaanya, lahan usahatani dapat
diklasifikasikan ke dalam dua golongan besar, yaitu lahan sawah dan lahan
kering atau darat.
1) Lahan Sawah
Lahan usahatanu golongan ini biasanya dipakai untuk bercocok
tanam padi dengan penggenangan air. Oleh karena itu sebagai cirri khas
dari lahan sawah dibuat “pematang” (galengan), yaitu suatu
onggokan/gundukan tanah yang dibuat mengelilingi sebidang tanah agar
dapat mengatur pengairan tanaman padi pada lahan tersebut. Sistem
pengairan sawah bermacam-macam dan atas dasar faktor ini lahan
sawah dapat di sub-klasifikasikan ke dalam (a) sawah dengan sistem
pengairan irigasi, (b) sawah dengan sistem pengairan pedesaan, (c)
sawah tadah hujan, (d) sawah lebak, (e) sawah pasang surut.
2) Lahan Kering atau Darat
Penggunaan lahan usahatani macam ini tidak memerlukan sistem
pengairan seperti pada sawah. Penggunaan lahan kering banyak
variasinya. Didasarkan kepada Janis tanaman atau usaha
yangdiselenggarakan di atasnya, lahan kering dapat di sub-
klasifikasikan ke dalam (a) pekarangan, (b) ladang atau tegalan, (c)
kebun, (d) padang rumput, (e) kolam ikan.
b. Cara Memperoleh Usahatani
Lahan untuk usahatani dapat diperoleh dengan berbagi cara yaitu
membeli lahan, menyewa lahan, bagi hasil atau sakap, menggadai lahan,
meminjam lahan dengan hak pakai dan hak guna usaha (HGU), membuka
hutan, warisan dan lahan hadiah
c. Faktor-faktor Lahan yang Mempengaruhi Tipe Usahatani
1) Faktor Alam yang Mempengaruhi Tipe Usahatani
Faktor ini merupakan faktor penting yang membedakan tipe usahatani
dari satu daerah. Faktor alam meliputi iklim, tanah dan topografi dan
keadaannya dari satu daerah ke lain daerah tidak sama.
2) Faktor Ekonomi yang Mempengaruhi Tipe Usahatani
Faktor ekonomi sering mengalami perubahan dari waktu ke waktu,
yang merupakan kebalikan dari pada faktor alam yang lebih bersifat tetap.
Faktor ekonomi yang penting dalam mempengaruhi tipe usahatani
diantaranya adalah (a) Adanya permintaan pasar untuk sesuatu komoditi
usahatani tertentu, (b) Ongkos tataniaga, (c) Adanya persaingan antara
cabang usahatani, (d) Adanya siklus kelebihan dan kekurangan produksi,
(e) Nilai lahan, (f) Tersedianya modal dan (g) Tersedianya tenaga kerja.
3) Faktor Budaya yang Mempengaruhi Tipe Usahatani
Faktor ini mempengaruhi kehidupan masyarakat dalam berbagai aspek.
Faktor ini antara lain meliputi (a) Adat dan kepercayaan kepada agama,
(b) Perkembangan pendidikan, (c) Perkembangan tingkat hidup
masyarakat.
4) Faktor Kebijaksanaan yang Mempengaruhi Tipe Usahatani
Di sektor pertanian, kehadiaran pemerintah itu sangat diperlukan
sekali, mengingat sector ini merupakan sector terlemah diantara sector
lain di dalam perekonomian Negara kita. Sektor pertanian seringkali
memerlukan perlindungan dan bantuan dari pihak pemerintah. Pemerintah
sering diperlukan kekuasaannya untuk mengatur tersedianya dan
distribusi barang-barang hasil pertanian yang diperlukan golongan
masyrakata tersebut.
3. Perubahan Orientasi Mata Pencaharian
Mata pencaharian penduduk di suatu wilayah akan mengalami perubahan
sesuai dengan keadaan fisik dan social ekonomi, seperti bentang alam,
bertambahnya pengetahuan, teknologi yang dimiliki penduduk wilayah dengan
perubahan waktu relative cepat atau lambat. Seperti yang dikemukakan oleh
Abdurahman dalam Mulyawan (2006) macan dan corak aktivitas manusia
berbeda-beda pada tiap golongan atau daerah, sesuai dengan kemampuan
penduduk dan tata geografi daerahnya.
Perubahan mata pencaharian merupakan perubahan pada struktur fungsional
masyarakat. Sebetulnya perubahan sosial merupakan gejala permanen yang
senantiasa hadir dan terjadi pada setiap masyarakat.Ada perubahan yang
berlangsung dengan sengaja (hasil perancangan dan kebijakan social) dan ada
pula yang berlangsung begitu lamban, sehingga melahirkan kesan tidak berubah.
(Tania, 2011)
Perubahan mata pencaharian ini bisa terjadi secara sadar maupun terpaksa
karena adanya penekanan dari faktor intern mapun ekstern. Faktor ekstern yang
disengaja, misalnya adanya pembangunan sarana fisik seperti pembangunan
untuk pemukiman dan perumahan, industri ataupun sarana fisik lainnya yang
menyebabkan terjadinya pergeseran amata pencaharaian dari lahan pertanian ke
lahan non pertanian. Sedangkan faktor intern misalnya jumlah pendapatan petani
yang dirasa tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, jumlah
tanggungan keluarga petani, serta pendidikan dan pengalaman bekerja pada
sektor pertanian.
Menyempitnya lahan pertanian untuk kepentingan pembangunan,
menyebabkan penduduk terutama penduduk yang bermata pencaharian sebagai
petani dari mereka mengalihkan kegiatan dari sektor pertanian ke sektor non
pertanian, hal ini dilakukan untuk mempertahankan hidupnya.
4. Tanaman Mendong
Menurut Tjitrosoepomo (1988), tanaman mendong termasuk spesies
Fimbristylis globulosa, taksonominya sebagai berikut:
Divisi : Spermatophyta
Sub Divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Cyperales
Famili : Cyperaceae
Genus : Fimbristylis
Spesies : Fimbristylis Globulosa (Retz.)
Menurut Listyani (2008), tanaman mendong sekali tanam dapat dipanen 4
hingga 5 kali dengan menyisakan bagian bawah tanaman setinggi 3 cm tanpa
membongkar perakaran sehingga tidak perlu pengadaan bibit sehabis panen.
Rumpun yang tersisa akan tumbuh anakan baru dengan pemberian pupuk dan
pemeliharaan sesuai anjuran selanjutnya menjadi batang mendong yang siap
dipanen setelah sekitar 4 bulan kemudian. Demikian seterusnya sampai 4 hingga
5 kali siklus panen. Setelah itu baru dilakukan pembongkaran akarnya untuk
dibuat bibit kembali.
a. Persiapan Bibit
Menurut Listyani (2008), perbanyakan mendong umumnya dilakukan
secara vegetatif (dengan tunas akar). Cara pembuatan bibit tanaman
mendong secara vegetatif dapat dilakukan secara bertahap sebagai berikut :
1) Rumpun tanaman mendong yang akan dijadikan bibit dipilih yang
pertumbuhannya baik (subur) dan tidak terserang hama ataupun
penyakit- Setelah batang-batang mendong tumbuh setinggi 1,5 m,
rumpun tanaman mendong tersebut dipangkas (dipotong) setinggi 3 cm
dari permukaan perakaran. Batang-batang mendong hasil pemangkasan
tadi dapat diproses untuk dijadikan bahan anyaman.
2) Rumpun-rumpun mendong yang telah dipangkas tersebut dipelihara
terutama dengan menjaga agar lahan tetap basah dan bersih dari gulma
atau herba sehingga tumbuh tunas-tunas baru. Jika tunas-tunas baru
sudah mencapai ketinggian 30 cm – 45 cm rumpun tanaman mendong
yang akan dijadikan bibit tersebut dibongkar beserta akar-akarnya.
3) Rumpun tanaman mendong yang telah dibongkar dipotong akar-
akarnya sepanjang 5 – 10 cm dari ujung akar. Kemudian rumpun
mendong dipecah-pecah menjadi beberapa rumpun bibit.
4) Pemecahan rumpun mendong harus dilakukan dengan hati-hati agar
tidak merusak perakaran.
5) Rumpun tanaman mendong yang telah dipecah-pecah merupakan bibit
yang siap untuk ditanam.
b. Pengolahan Lahan
Pengolahan lahan hampir sama dengan pengolahan lahan untuk padi
sawah lahan kondisinya berair. Lahan yang akan ditanami mendong dibajak
lebih dahulu dengan tenaga ternak atau traktor atau cangkul. Kedalaman
olahan sekitar 30 cm. Setelah dibajak lalu diperlembut dengan menggunakan
garu atau cangkul sehingga tanah olahan benar-benar lembut, rata dan bersih
dari gulma. Bersamaan dengan itu pematang-pematang sawah dibersihkan
dari gulma dengan menggunakan cangkul. Lahan siap untuk ditanami
mendong dengan air yang tetap menggenang.
c. Penanaman Bibit
Menurut Listyani (2008), lahan yang sudah siap untuk ditanami
mendong diberi pupuk organik (pupuk kandang) dan pupuk anorganik
(pupuk TSP) agar tanaman mendong dapat tumbuh dengan baik. Lahan
dibiarkan beberapa saat hinggga pupuk larut didalam tanah. Sebelum bibit
ditanam ketinggian air diusahakan sekitar 10 cm. Kemudian bibit mendong
ditanam dengan cara dibenam bagian perakarannya kedalam tanah seperti
menanam bibit padi. Jarak tanam antar bibit 30 cm dan jarak antar barisan
(jalur) selebar 0,5 m. Pinggir sepanjang pematang jangan ditanami bibit
mendong agar memudahkan pemasukkan air irigasi dan memudahkan
pemeliharaan pematang.
d. Pemeliharaan Tanaman
Pemeliharaan tanaman mendong yang utama adalah menjaga volume air
pada areal tanaman, pemupukan, pembersihan gulma atau tanaman lain yang
mengganggu dan pengendalian hama.
e. Panen dan Pasca Panen
Menurut Sunanta (2000), hasil utama tanaman mendong batang-batang
mendong sebagai bahan baku untuk industri anyam- anyaman. Tanaman
mendong yang dipelihara dengan baik akan tumbuh subur dan menghasilkan
batang-batang mendong yang berkualitas baik, panjang-panjang dan tidak
mudah patah. Untuk mempertahankan kualitas mendong menjadi lebih baik
lagi, maka penanganan panen dan penanganan pasca panen harus dilakukan
dengan baik dan benar.
1) Panen
Tanaman mendong dapat dipanen setelah berumur 5 bulan sejak
ditanam. Cara panennya adalah sebagai berikut: sebelum panen
dilakukan, air yang menggenangi areal tanaman mendong dibuang atau
dialirkan keluar areal terlebih dahulu sehingga permukaan tanahnya
tampak. Dengan demikian pemanenan mendong dapat dilakukan dengan
mudah.
Panen mendong dilakukan dengan memotong batang-batang
mendong dengan menggunakan sabit yang tajam. Pemotongan batang
mendong dilakukan sekitar 3 cm diatas permukaan tanah. Batang-batang
mendong yang telah dipanen dikumpulkan, kemudian langsung dijemur
pada panas matahari.
Penjemuran batang mendong biasanya dilakukan ditepi jalan yang
letaknya tidak jauh dari sawah areal tanaman mendong hingga batang-
batang mendong tersebut kering. Setelah kering batang-batang mendong
dibawa pulang ke rumah. Namun ada juga yang membawa pulang
batang mendong dalam keadaan basah dan dijemur di halaman rumah
hingga kering. Penjemuran mendong pada musim kemarau hanya
berlangsung 3 - 4 hari, namun jika pada musim hujan penjemuran dapat
berlangsung 5 - 8 hari tergantung pada keadaan cuaca.
2) Pasca Panen
Menurut Sunanta (2000), Kegiatan pokok penangannan pasca panen
meliputi sortasi, pengikatan dengan bobot tertentu dan pemasaran, yaitu:
Sortasi
Batang-batang mendong kering yang telah terkumpul disortasi
atau diseleksi berdasarkan ukuran panjangnya. Batang-batang
mendong yang mempunyai ukuran panjang sama dikelompok-
kelompokkan secara terpisah. Misalnya batang mendong yang
panjangnya 1,50 m, 1,25 m, 1,00 m dan 0,75 m, masing-masing
dikelompokkan sendiri sendiri.
Pengikatan
Pengikatan dilakukan setelah batang mendong dikelompokkan
berdasarkan panjangnya. Masing-masing kelompok diikat dan
setiap ikat berisi sekitar 450 batang mendong. Batang-batang
mendong yang telah diikat tersebut dipotong bagian ujung-ujungnya
sehingga panjangnya menjadi sama , dan siap untuk dijual.
5. Industri
Industri merupakan kegiatan manusia yang penting, industri menghasilkan
berbagai barang kebutuhan manusia mulai dari makanan, minuman, pakaian, dan
perlengkapan rumah tangga sampai perumahan dan kebutuhan lainnya. Industri
juga sebagai sumber penghasilan sebagian besar orang-orang yang ada di dunia
ini, karena sector industri telah banyak dikembangkan di berbagai belahan dunia
baik yang sudah maju maupun yang masih berkembang.
Menurut Sumaatmadja dalam Eka (2008) industri memiliki dua pengertian
yaitu pengertian secara luas dan sempit. Pengertian industri secara luas adalah
sebagai kegiatan manusia yang memanfaatkan sumberdaya, sedangkan dalam arti
sempit adalah suatu kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah menjadi
barang jadi atau setengah jadi. Sebagaimana dimaklumi, bahwa masyarakat
industri memilki karakteristik yang berbeda dari tatanan masyarakat lainnya
yakni masyarakat agraris atau masyarakat tradisional. Dalam pandangan Toffler
dalam Syaifullah (2009) masyarakat industri adalah perkembangan lebih lanjut
dari masyarakat pertanian (agriculture societies).
Di Indonesia macam dan kegiatan industri dikelompokan ke dalam 4
golongan :
1) Kelompok I aneka indutstri dan kerajianan, yang terdiri atas :
a. Industri makanan dan minuman
b. Industri kerajianan logam : mas, perak, tembaga
c. Industri kerajinan bukan logam :anyaman,kulit, tembakau dan lain-lain
2) Kelompok II industri logam dan elektronik, yang terdiri atas :
a. Industri logam dasar besi/ baja (termasuk industri pipa kawat baja dan
lain-lain) dan industri non-ferro (timah,kabel dan lain-lain)
b. Industri mesin kendaraan, mesin-mesin, industri kapal dan lain-lain
c. Industri elektronika : radio, TV dan alat-alat listrik lainnya.
3) Kelompok III industri kimia, termasuk ke dalamnya :
Industri pupuk, industri ban , industri gelas, industri garam, industri gas dan
lain-lain
4) Kelomnpok IV industri sandang, tekstil, yang termasuk ke dalamnya :
a. Industri serat sintetis (rayon)
b. Industri permintalan dan pertenunan
c. Industri perajutan
d. Industri pakaian jadi
(Alamak Industri dalam Maryani dan Abdurachmat (2009:31)
5.1 Faktor-Faktor Penting yang Berkaitan dan Mempengaruhi Usaha dan Kegiatan
Industri
High Smith dalam Maryani dan Abdurachmat (2009) menggolongkan syarat
dan faktor-faktor yang mempengaruhi usaha dan kegiatan industry menjadi 4
kelompok yaitu :
1) Faktor Sumberdaya (The Resource Base)
Faktor sumberdaya khususnya sumberdaya alam sebagai pendukung
industri yang penting adalah bahan mentah, sumber energi, persediaan air,
faktor iklim dan bentuk lahan (landform).
2) Faktor Sosial (Social Factors)
Faktor-faktor sosial yang berpengaruh terhadap usaha dan
perkembangan industri antara lain adalah penyediaan tenaga kerja,
kemapuan-kemampuan teknologi, dan kemampuan-kemampuan
mengorganisasi.
3) Faktor Ekonomi (Economic Factors)
Faktor-faktor ekonomu yang penting terhadap usaha dan perkembangan
industri antara lain adalah pasara, trasnportasi, modal, masalah harga tanah
dan pajak.
4) Faktor Kebijakan Pemerintah
Kebijakan pemerintah yang mempengaruhi usaha dan perkembangan
industri misalnya : ketentuan-ketentuan perpajakan dan tarif, pembatasan
impor-eksport (proteksi hasil industri dalam negeri dan mendorong eksport),
pembatasan jumlah dan macam industri, penentuan daerah industri,
pengembangan kondisi dan iklim yang menguntungkan usaha (favourable)
dan lain-lain.
I. METODOLOGI PENELITIAN
1. Desain Penelitian
Penelitian ini berlokasi di Desa Gembor Kecamatan Pagaden Kabupaten
Subang, terletak sekitar 8 kilometer dari ibu kota kecamatan, 9 kilometer dari ibu
kota kabupaten. Secara geografis Kecamatan Pagaden langsung berbatasan
dengan :
Sebelah Utara : Desa Padamulya, Kecamatan Cipunagara
Sebelah Timur : Desa Manyingsal, Kecamatan Cipunagara
Sebelah Selatan : Desa Cisaga, Kecamatan Cibogo
Sebelah Barat : Desa Gunung Sembung, Kecamatan Pagaden
2. Populasi dan Sampel
a. Populasi
Menurut Tika, Pabundu (1996:32) populasi adalah himpunan individu
atau objek yang banyaknya terbatas atau tidak terbatas. Populasi dalam
penelitian ini terdiri dari populasi wilayah dan populasi penduduk. Populasi
wilayahnya adalah desa yang terdapat petani mendong yaitu Desa Gembor
Kecamatan Pagaden Kabupaten Subang. Sedangkan populasi penduduknya
adalah Seluruh petani yang membudidayakan tanaman mendong di Desa
Gembor Kecamatan Pagaden Kabupaten Subang.
b. Sampel
Menurut Tika, Pabundu (1996:32) sampel adalah sebagian dari objek
atai individu-individu yang mewakili suatu populasi. Sampel dalam
penelitian ini adalah sampel wilayah dan sampel penduduk. Sampel
wilayahnya adalah daerah dimana terdapat petani mendong yang mengalami
perubahan orientasi mata pencaharian, yaitu daerah Gunung Sari, Desa
Gembor Kecamatan Pagaden Kabupaten Subang. Sedangkan sampel
penduduk adalah petani mendong yang mengalami perubahan orientasi mata
pencaharian di Desa Gembor Kecamatan Pagaden Kabupaten Subang.
Berdasarkan rumus Dixon dan B. Leach dalam Tika (2005) untuk
mengetahui besarnya sampel yang diambil dan dapat mewakili suatu
populasi, maka digunakan rumus berikut ini :
1) Menghitung persentase karakteristik
p = Jumlah KK
Jumlah Penduduk x 100%
= 16056963
x 100%
= 32,7 % = 33 %
2) Menentukan variabilitas
Keterangan :
p = persentase karakteristik (%)
V = variabilitas
V = √ p (100−p)
= √33(100−33)
= 47,02
V=√ p(100−p)
3) Menentukan jumlah sampel
Keterangan :
n = jumlah sampel
Z= confidence level
V = variabilitas
n = [ Z x VC ]²
= [ 1,96 x 47,0210 ]²
= 85,00
4) Menentukan jumlah sampel yang telah dikoreksi
Keterangan :
n' = jumlah sampel yang dikoreksi
n = jumlah sampel
N = jumlah populasi
n' = [ n
1+ nN ]
= [ 85
1+ 856943 ]
= 84,15
Penentuan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
metode simple random sampling yaitu cara mengambil sampel dengan
n = [ Z x VC ]²
n' = [ n
1+ nN ]
memberi kesempatan yang sama untuk dipilih bagi setiap individu atau unit
dalam keseluruhan populasi. (Tika, 2005).
Jumlah sampel di Desa Gembor
No Nama Dusun
Jumlah Petani Mendong
yang berubah mata
pencaharian (Orang)
Sampel (Orang)
1. Gunung sari 150 85
Dengan demikian, jumlah petani mendong yang akan dijasikan sampel
pada penelitian adalah 85 orang.
3. Instrumen Penelitian
a. Bahan dan Alat
1. Bahan
1.1 Peta rupabumi 25.000 lembar 1209-343 Subang.
1.2 Peta rupabumi 25.000 lembar 1209-621 Pagaden.
2. Alat
2.1 Alat ukur lapangan, yaitu Global Position Sistem (GPS), alat tulis
dan kamera digital
2.2 Pedoman wawancara
2.3 Pedoman observasi
b. Data yang dikumpulkan
1. Data Primer
Data yang diperoleh secara langsung dari petani responden dengan
cara observasi dan wawancara. Pengumpulan data primer, diperoleh dari
wawancara dan observasi. Teknik wawancara menggunakan kuesioner
yang akan disiapkan sebelumnya. Kuesioner tersebut berupa daftar yang
berisikan rangkaian pertanyaan mengenai masalah yang diteliti.
Sedangkan observasi berupa pengamatan yang dilakukan secara langsung
oleh peneliti berdasarkan pedoman-pedoman obervasi yang telah
disiapkan sebelumnya.
2. Data Sekunder
Pengumpulan data sekunder, diperoleh dari instansi yang terkait
dalam penelitian yaitu Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten
Subang, Kantor Kecamatan, meliputi data Monografi.
4. Teknik Pengumpulan Data dan Analisis Data
a. Metode Penelitian
Penelitian deskriptif (descriptive research) yaitu metode yang
menggambarkan dan meringkaskan berbagai kondisi, situasi atau berbagai
variabel. Data deskriptif pada umumnya dikumpulkan melalui metode
pengumpulan data, yaitu wawancara atau metode observasi. Penelitian
deskriptif bertujuan menggambarkan secara sistematik dan akurat fakta dan
karakteristik populasi atau bidang tertentu. ( Wirartha, Made 2006 : 154).
Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi,
gambaran, atau lukisan secara sistematis faktual dan akurat mengenai fakta-
fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang di selidiki.
b. Teknik Pengumpulan Data
Data yang diperlukan dalam penelitian ini dikumpulkan dengan
menggunakan teknik sebagai berikut :
1. Observasi
Menurut Tika (2005:44) observasi adalah cara dan teknik
pengumpulan data dengan melakukan pengamatan dan pencatatan
secara sistematik terhadap gejala atau fenomena yang ada pada objek
penelitian. Obervasi yang akan dilakukan pada penelitian ini yaitu
melakukan pengamatan secara langsung menganai situasi dan kondisi
daerah peneletian untuk mendapatakan gambaran yang lebih jelas
mengenai masalah penelitian.
2. Wawancara
Menurut Nasution dalam Tika (1996:75) wawancara (interview)
adalah suatu bentuk komunikasi verbal. Sedangkan menurut Tika
(2005:49) wawancara merupakan metode pengumpulan data dengan
cara tanya jawab yang dikerjakan dengan sistematis dan berlandaskan
pada tujuan penelitian. Wawancara yang akan dilakukan pada penelitian
bertujuan untuk mengetahui latar belakang masalah mengenai faktor-
faktor yang menyebabkan budidaya mendong banyak ditinggalkan oleh
masyarakat dengan mengajukan pertanyaan secara langsung kepada
responden dengan menggunakan kuisioner yang telah disiapkan.
3. Angket
Menurut Nawawi dalam Tika (2005:54) angket (kuisioner) adalah
usaha mengumpulkan informasi dengan menyampaikan sejumlah
pertanyaan tertulis untuk dijawab secara tertulis oleh responden.
5. Studi Dokumentasi
Studi dokumentasi ialah teknik pengumpulan data dengan
mempelajari catatan-catatan mengenai data pribadi responden (Fathoni,
2006 :112).
4. Studi Literatur
Sumber literatur berupa buku, jurnal atau media cetak sebagai
teknik kegiatan pengumpulan data, konsep ataupun teori yang berkaitan
dengan masalah penelitian.
a. Teknik Analisis
1. Chi Kuadrat ( χ²)
Untuk mengkaji pengaruh perubahan orientasi mata pencaharian
petani mendong terhadap eksistensi kerajinan tikar di Kecamatan
Pagaden, maka digunakan analisis Chi Kuadrat. Rumus yang digunakan
untuk mencari Chi Kuadrat (χ²) menurut Tika (2005:91) sebagai berikut:
Keterangan :
χ² = chi kuadrat
fo = frekuensi yang diobservasi
fh = frekuensi yang diharapkan
a. Menentukan derajat kebebasan
Keterangan :
db = derahat kebebasan
k = kolom
b = baris
b. Menentukan nilai Chi Kuadrat (χ²) dari daftar menentukan
ketergantungan untuk melihat berapa besar ketergantungan
Jika χ² < χ² tabel, maka kedua faktor tersebut independen,
artinya tidak ada hubungan antara kedua faktor tersebut.
Jika χ² > χ² tabel, maka kedua faktor tersebut independen,
artinya terdapat hubungan antara kedua faktor tersebut.
c. Pengujian hipotesis dengan cara membandingkan antara C dan Cmaks
χ² = ∑i=1
h ( f o−fh )²fh
db = ( b-1 ) ( k-1)
C = √ χ ²χ ²+n
Cmaks = √ χ ²χ ²+n
Keterangan :
C = kontigensi
n = banyaknya sampel
χ² = Chi Kuadrat
d. Menentukan koefisien kontingesi menggunakan kriteria yang
dikemukakan oleh Nugraha (1985: 72) sebagai berikut :
No. Nilai Kriteria
1 C = 0 Tidak mempunyai korelasi
2 0 ≤ C< 0,20 Cmax Korelasi rendah sekali
3 0,20 Cmax ≤ C< 0,40 Cmax Korelasi rendah
4 0,40 Cmax ≤ C < 0,60 Cmax Korelasi sedang
5 0,60 Cmax ≤ C < 0,80 Cmax Korelasi tinggi
6 0,80 Cmax ≤ C < Cmax Korelasi tinggi sekali
2. Analisis data secara deskriptif
Untuk mengetahui pengaruh perubahan orientasi mata pencaharian
petani mendong maka digunakan analisis deskriptif. Analisis secara
deskriptif penting untuk menjelaskan data yang bersifat kualitatif.
Dalam bidang Geografi Sosial, analisis data secara deskriptif diperlukan
untuk menjelaskan fenomena-fenomena yang bersifat sosial (Tika,
2005:116).
J. SISTEMATIKA PENULISAN
1. Judul
2. Latar Belakang Masalah
3. Rumusan Masalah
4. Tujuan Penelitian
5. Manfaat Penelitian
6. Definisi Operasional
7. Tinjauan Pustaka
8. Metodologi Penelitian
9. Sitematika Penulisan
10. Agenda Penelitian
11. Kerangka Berfikir
12. Daftar Pusataka
K. AGENDA PENELITIAN
Bentuk Kegiatan
Waktu Penelitian (4 Bulan)
Januari Februari Maret April
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Persiapan
Proses Bimbingan
Penyusunan Instrumen
Perbanyakan
Pelaksanaan
Survey Data Fisik
Wawancara
Pengolahan Data
Analisis Data
Penyimpulan Hasil
Penyusunan Laporan
Pengetikan
Penyerahan
L. KERANGKA BERFIKIR
M. DAFTAR PUSTAKA
Petani Mendong
Berubah Mata Pencaharian
Luas kepemilikan lahan
Tingkat pendapatan Persaingan antar cabang usahatani
Eksistensi Kerajinan Tikar
Eksis Tidak eksis
Produktivitas mendong
Aldan. 2011. Tikar Mendong Produk Desa Jati Subang Dipasarkan Sampai
Pantura[online].Tersedia:http://belajarsubang.blogspot.com/2011/03/potensi/
tikar-mendong-produk-desa-jati-subang.html [30 Desember 2011]
Bab V. Pertanian Subang Dalam Angka Tahun 2010
Dewandini,Sri K.R. 2010. Motivasi Petani dalam Budidaya Tanaman Mendong
(Fimbristylis Globulosa) Di Kecamatan Minggir Kabupaten Sleman. Skripsi :
Jurusan Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas
Sebelas Maret. Surakarta.
Hafsah, M. J. 2008. Paradigma Pembangunan Pertanian Berorientasi Pertanian
Modern [online]. Tersedia: http://www.sinartani.com/nusantara/paradigma-
pembangunan-pertanian-berorientasi-pertanian-modern-1252296123.htm. [30
Desember 2011 ]
Hasan, Bachtiar. 2003. Manajeman Industri. Bandung : Ramadhan Citra Grafika
Laporan Manografi Kecamatan Pagaden Kabupaten Subang 2010
Listyani, D. Y. 2008. Petani Minggir: Mengapa bertahan ke mendong?
[online].Tersedia:http://pertahanan.slemankab.go.id/?
mod=detail_artikel&id=13petani [28 Desember 2011]
Mubyarto . 1972. Pengantar Ekonomi Pertanian. Jakarta : PT. Pertja
Mulyawan, Rizky. 2006. Perubahan Orientasi Mata Pencaharian Pada Masyarakat
Desa. Skripsi : Jurusan Pendidikan Geografi UPI
Pikiran Rakyat. 26 Desember 2011. Mendong Jangan Jadi Kenangan.
Soetrisno, Loekman. 2002. Paradigma Baru Pembangunan Pertanian. Yogyakarta :
KANISIUS
Tiara, Tania. 2011. Alih Profesi Petani Nanas di Desa Mandalamukti Kecamatan
Cikalongwetan Kabupaten Bandung Barat. Skripsi : Jurusan Pendidikan
Geografi UPI
Tika, Moh. Pabundu. 2005. Metode Penelitian Geografi. Jakarta : Grafika Offset
Tjakrawiralaksana, Abbas dan Cuhaya Muhamad H. 1983. Usahatani. Jakarta-
Timur: CV. Serajaya