PENGARUH PERLAKUAN ETILEN PADA PEMATANGAN BUAH DAN PELILINAN PADA UMUR SIMPAN BUAH
-
Upload
nadia-praditasari -
Category
Documents
-
view
819 -
download
7
description
Transcript of PENGARUH PERLAKUAN ETILEN PADA PEMATANGAN BUAH DAN PELILINAN PADA UMUR SIMPAN BUAH
ACARA II
PENGARUH PERLAKUAN ETILEN PADA PEMATANGAN BUAH DAN
PELILINAN PADA UMUR SIMPAN BUAH
A. Tujuan
Tujuan dari praktikum acara II Perlakuan gas etilen dan pelilinan adalah
sebagai berikut:
a. Mahasiswa memahami pengaruh penambahan gas etilen pada buah bit
dalam penanganan pasca panen.
b. Mahasiswa memahami pengaruh pelapisan lilin buah pada buah bit dalam
penanganan pasca panen.
B. Tinjauan Pustaka
Pelilinan sayuran dalam bentuk buah seperti mentimun, terung, tomat
dan buah-buahan seperti apel dan peaches adalah umum dilakukan. Lilin alami
yang banyak digunakan adalah shellac dan carnauba atau beeswax (lilin lebah)
yang semuanya digolongkan sebagai food grade. Pelapisan lilin dilakukan
adalah untuk mengganti lilin alami buah yang hilang karena operasi pencucian
dan pembersihan, dan dapat membantu mengurangi kehilangan air selama
penanganan dan pemasaran serta membantu memberikan proteksi dari
serangan mikroorganisme pembusuk. Bila produk dililin, maka pelapisan harus
dibiarkan kering sebelum penanganan berikutnya (Utama, 2001).
Permeabilitas buah terhadap gas bergantung dari jenis pelapis yang
digunakan tetapi dari semua jenis pelapis tersebut menunjukan adanya
penurunan O2 dan peningkatan kandungan CO2 buah. Pelilinan juga dapat
mencegah kehilangan bobot pada buah jeruk mandarin, dimana buah yang
mendapatkan perlakuan pelilinan mengalami susut bobot lebih kecil
dibandingkan yang tidak dilapisi lilin (Mannhein dalam Margeysti, 1996).
Namun, meskipun etilen dominan memicu pemasakan untuk buah
klimakterik, telah mengatakan bahwa kedua ethylene-dependent dan ethylene-
independent regulasi gen jalur hidup berdampingan melakukan koordinasi
proses pada buah klimakterik dan non klimakterik. Dua sistem peraturan etilen
yang telah diusulkan untuk beroperasi di tanaman klimakterik. Sistem 1
fungsional selama normal pertumbuhan vegetatif, adalah etilen autoinhibitory
dan bertanggung jawab untuk menghasilkan basal tingkat etilen yang terdeteksi
di seluruh jaringan termasuk buah non-klimakterik. Sistem 2 beroperasi
selama pematangan buah klimakterik dan penuaan beberapa kelopak ketika
etilen produksi ini autocatalytic. Pematangan biasanya dimulai di satu daerah
buah, menyebar ke daerah lain seperti etilen berdifusi bebas dari satu sel ke sel
yang lain dan mengintegrasikan proses pematangan di seluruh buah
(Alexander, 2002 ).
Saat ini, lilin (edible coating) telah digunakan sebagai sebuah teknologi
yang efektif untuk meningkatkan kualitas postharvest buah dan sayuran.
Pelapisan efektif bisa menghambat hilangnya air, titratable keasaman dan asam
askorbat dari ceri manis. Waxing bisa meningkatkan ketegasan, titratable
keasaman, askorbat keasaman dan kandungan air untuk Murcott tangor
disimpan di 150 C untuk 56 hari. Waxing, bertindak sebagai hambatan
semipermeable, mungkin metode yang efektif untuk mengurangi kerusakan.
Namun, hanya dua studi melaporkan aplikasi waxing buah nanas selama cold
storage, dengan penekanan pada dingin terjadi gejala, tetapi kurang
memperhatikan kualitas lapisan-induced perubahan dan tanggapan mereka
dalam fisiologis buah-buahan (Hu, 2011).
Waxing juga telah mempelajari dalam kaitannya dengan kebusukan,
terutama menakuntukan kerusakan dan pencoklatan. Dalam banyak kasus ini,
wax buah hanya memiliki waktu kurang busuk dan respirasi rate yang lebih
rendah dari sampel yang tidak dililin. Pencegahan busuk itu kadang dikaitkan
dengan adjuncts, seperti fungisida atau bioregulators, tapi lebih sering untuk
difusi penghalang yang dibentuk oleh lapisan. Penghalang itu menghalangi O2
dan difusi CO2, sehingga mengurangi laju respirasi. Kegunaan lain dari waxing
adalah retensi ketegasan. Buah lilin ini biasanya lebih tegar dari kontrol.
Lapisan juga mencegah pembusukan sebagai penghalang untuk uap air.
Pengurangan busuk adalah seperti makna yang waxing dianggap sebagai
pengganti di mana didinginkan hemat biaya penyimpanan
( Hagenmaier, 1992 ).
Kepekaan buah terhadap kerusakan, suhu rendah dan buah yang mudah
rusak karena cepat masak dan pelunakan membatasi penyimpanan, penanganan
dan transportasi. Di sisi lain, aplikasi Modifikasi Atmosfer (MA) atau Control
Atmosfer (CA), tidak selalu kompatibel dengan buah ini. Lapisan dimakan
yang digunakan untuk menciptakan atmosfer yang dimodifikasi dan untuk
mengurangi berat buah selama transportasi dan penyimpanan. Bahkan,
penghalang karakteristik untuk pertukaran gas untuk film dan coating subjek
banyak bunga. baru-baru ini Pengembangan film dengan karakteristik,
permeabilitas selektif terutama untuk O2, CO2, dan etilen, memungkinkan
beberapa kontrol buah pernapasan dan dapat mengurangi pertumbuhan
mikroorganisme (Hoa, 2001).
Untuk membuat emulsi lilin standart 12%, diperlukan lilin lebah 120 g,
asam oleat 20 g, triethanol amin 40 g, dan air panas 820 ml. Caranya panaskan
lilin dalam panci hingga mencair, lalu memasukkan ke blender. Selanjutnya,
tuang sedikit demi sedikit asam oleat, triethanol amin dan air panas. Blender
larutan selama 2-5 menit agar tercampur sempurna, lalu dinginkan
(Naharsari, 2008).
Etilen ialah gas yang tidak berwarna, agak berbau, manis dan mudah
terdeteksi pada konsentrasi rendah, tidak beracun untuk manusia dan hewan
selama kepekatannya dibawah 1.000 ppm (0,1%). Campuran udara dan etilen
yang melebihi 27.000 ppm (2,7%) dapat menyebabkan ledakan. Oleh karena
itu harus diperhatikan pengunaanya. Dalam penggunaan pasca panen, gas
etilen dapat digunakan dalam proses pemeraman.penggunaan gas dalam
pemeraman lebih baik dibandingkan karbit. Pemeraman dengan gas ini paling
efektif bila buah yang diperam mengandung enzim oksidase karena gas
berfungsi sebagi koenzim. Disamping itu, gas etilen juga berfungsi untuk
merubah warna kulit buah dari hijau menjadi kuning dan mempercepat
pemasakan (Supriyadi, 2008).
Bit merupakan tanaman semusim yang berbentuk rumput. Batang bit
sangat pendek, hampir tidak terlihat. Akar tunggangnya tumbuh menjadi umbi.
Daunnya tumbuh terkumpul pada leher akar tunggal ( pangkal umbi) dan
berwarna kemerahan. Umbi berbentuk bulat atau menyerupai gasing. Akan
tetapi, ada pula umbi bit berbentuk lonjong. Ujung umbi bit terdapat akar.
Bunganya tersusun dalam rangkaian bunga yang bertangkai panjang banyak
(racemus). Tanaman ini sulit berbunga di Indonesia. Bit banyak digemari
karena rasanya enak, sedikit manis, dan lunak (Sunarjono, 2004). Bit
merupakan sumber vitamin C. Selain itu, bit juga banyak mengandung vitamin
B dan sedikit vitamin A sehingga baik untuk kesehatan tubuh. Oleh karena itu,
bit pun dianjurkan dimakan dalam jumlah yang banyak bagi penderita darah
rendah. Kegunaan lain dari bit, terutama umbinya, yaitu dapat dijadikan
campuran salad atau di rebus (Splittstoesser, 1984).
Kehilangan pasca panen dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu
kehilangan kuantitas dan kehilangan kualitas. Kehilangan kauantitas adalah
hilangnya produk pascapanen yang ditunjukan oleh berkurangnya volume atau
berat produk, sedangkan kehilangan kualitas dikaitkan dengan berubah ke arah
menurunya komponen nutrisi menyebabkan produk cepat rusak, akan
mengurangi besarnya tingkat kerusakan pascapanen. Berkurangnya volume
atau berat produk pasca panen tersebut berkaitan erat dengan proses fisiologis
yang masih terus berlangsung pada produk setelah dipetik dari tanaman.
Sementara itu, berubah dan menurunnya kandungan nutrisi di dalam produk
pascapanen berkaitan dengan proses biokimia produk, yaitu tidak lancarnya
daur krebs didalam produk. Selain itu, proses fisiologis produk juga
mempengaruhi kandungan nutrisi produk. Penangganan dan penyimpan produk
segar setelah dipanen akan mempengaruhi nilai nutrisi (Susanto, 2009).
Tingkat Kematangan buah yang seragam merupakan salah satu syarat
yang harus dipenuhi untuk menciptakan olahan buah bercita rasa enak dengan
mutu bagus. Jenis olahan yang membutuhkan kondisi dengan matang optimal
dan seragam antara lain sari buah, sirup, dodol, selai. Buah yang akan diperam
terlebih dahulu disortasi, yaitu memisahkan buah bagus dengan buah busuk.
Dalam jumlah kecil, pemeraman menggunakan karbit dapat dilakukan dalam
keranjan bambu atau peti yang diberi alas koran agar gas yang terbentuk dari
kulitnya. Umumnya buah yang sudah tua akan berubah warna dari hijau
menjadi hijau kekuningan (Penebar swadaya, 2010).
Bahan pengawet kimia biasanya hanya bersifat mencegah pertumbuhan
mikroba saja. Tetapi senyawa epoksida seperti etilen oksida dan propilen
oksida bersifat membunuh semua mikroba termasuk spora dan virus. Etilen
oksida dan propilen oksida digunakan sebagai fumigant terhadap bahan-bahan
kering seperti rempah-rempah, tepung, dan lain-lain. Etilen oksida lebih efektif
dibandingkan propilen oksida, tetapi etilen oksida lebih mudah menguap,
terbakar, dan meledak, karena itu biasanya diencerkan dengan senyawa lain
membentuk campuran 10% etilen oksida dengan 90% CO2 (Winarno, 2002).
C. Metodologi
1. Tempat dan Waktu Praktikum
Pada praktikum pelilinan dan perlakuan gas etilen pada buah bit
dilakukan di laboratorium Rekaya Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian,
Fakultas Pertanian pada tanggal 10 April 2013. Pengamatan kualitatif dan
kuantitatif dilakukan pada tanggal 10 April, 12 April, 14 April, dan 16 April
2013.
2. Alat dan Bahan
Alat
a. Refraktometer
b. pHmeter
c. Tabung Reaksi
d. Corong
e. Mortar
f. Kertas Saring
g. Pisau
h. Tissue
i. pipet tetes
Bahan
a. Buah bit
b. Etilen
c. Lilin
3. Cara Kerja
1. Perlakuan Gas Etilen
2. Pelapisan Lilin
Diukur kadar padatan terlarut dengan pH meter terhadap filtrat daging buah bit
Diambil buah bit lalu ditempatkan pada wadah bersama kalsium karbida (CaC2) padat
Dilakukan pengukuran pH dengan pH meter terhadap filtrat daging buah bit
Hasil pengamatan didokumentasikan
Diamati perubahan yang terjadi, meliputi tekstur, warna, kenampakan, berat, pH, dan padatan terlarut pada hari ke 0, 2, 4
dan 6
Buah bit dilapisi lilin dengan dioleskan pada seluruh bagian buah
Diamati sampel dan kontrol dilakukan pada hari ke-0, 2, 4, dan 6 terhadap parameter tekstur, warna, kenampakan berat, kerusakan
dan umur simpan
Diamati umur simpannya
Hasil pengamatan didokumentasikan
D. Data Hasil Pengamatan
Tabel 2.1 Perlakuan Gas Etilen (Buah Bit)
PerlakuanHari
PengamatanTekstur Warna Kenampakan
Berat Awal (gr)
Berat Akhir (gr)
pHKadar
Padatan Terlarut
Susut Berat (%)
Kontrol
0 + + + 100 100 6,1 5,1 -
2 ++ + + 85 72 5,2 4,3 15,29
4 +++ +++ +++ 122 102 4,5 2,0 16,39
6 +++ +++ +++ 105 75 4,8 1,2 28,57
Sampel
0 + + + 100 100 6,1 5,1 -
2 ++ + ++ 115 107 4,9 5,6 6,96
4 ++ ++ ++ 90 70 5,2 3,2 22,22
6 +++ +++ +++ 120 80 4,6 2,1 33,33
Sumber : Laporan Sementara
Keterangan
Tekstur Kenampakan
+ = keras + =sangat segar
++ = sedikit keras ++ = sedikit segar
+++ = sedikit lunak +++ = sedikit layu
++++ = lunak ++++ = layu
+++++ = sangat lunak +++++ = sangat layu
Pembahasan :
Pada praktikum perlakuan gas etilen, digunakan bahan berupa buah bit
sejumlah delapan buah. Sebanyak empat buah bit dijadikan sebagai kontrol
(tidak diberi perlakuan) untuk hari ke-0, ke-2, ke-4, dan ke-6. Empat buah
bit lainnya dijadikan sebagai sampel yang diberi perlakuan gas etilen yang
akan diamati pada hari ke-0, ke-2, ke-4, dan ke-6 sambil dibandingkan
dengan kontrol. Parameter kualitatif (yang diamati oleh praktikan) meliputi
tekstur, warna, dan kenampakan, sedangkan parameter kuantitatif meliputi
berat, pH, dan kadar padatan terlarut (Brix). Nilai susut berat merupakan
rasio (perbandingan) dari beda nilai berat awal dan berat akhir (selisih berat)
dengan berat awal yang kemudian dijadikan dalam persen.
Dari data yang diperoleh, dapat dilihat bahwa perubahan tekstur,
warna, dan kenampakan pada hari ke-0 menunjukkan kesamaan untuk
kontrol maupun sampel. Akan tetapi, hari ke-2 adanya penurunan tekstur
pada kontrol sedangkan pada sampel etilen terjadi penurunan tekstur dan
kenampakan. Untuk hari ke-4 hingga ke-6 tejadi penurunan parameter
tekstur, warna dan kenampakan. Terdapat perbedaan pada yaitu pada sampel
yang diberi gas etilen mengalami pelunakkan tekstur, pematangan warna,
dan pelayuan kenampakan melebihi yang terjadi pada kontrol untuk ketiga
parameter kualitatif tersebut.
Kemudian untuk susut beratnya pada kontrol dan sampel dari hari ke-
0, 2, 4, 6 masing- masing adalah untuk kontrol 0%; 15,29%; 16,39%;
28,57%. Sedangkan untuk yang diberi perlakuan gas etilen adalah 0%;
6,96%; 22,22%; 33,33%. Dari data tersebut dapat telihat pada masing-masing
kontrol dan etilen tidak mengalami penyusutan pada hari ke-0 namun untuk
hari ke 2 susut berat lebih banyak pada buah bit kontrol sebesar 15,29%
sedangkan untuk hari ke-4 dan ke 6 susut berat terjadi lebih banyak pada buah
bit yang diberi perlakuan gas etilen. Hal tersebut karena gas etilen selain
dapat mempercepat kemasakan buah tetapi dengan mempercepat pola laju
respirasi dan transpirasi buah sehingga banyak komponen kimia dan air hasil
pernafasan buah.
Kemudian untuk perubahan pH beratnya pada kontrol dan sampel
dari hari ke-0, 2, 4, 6 masing- masing adalah untuk kontrol 6,1; 5,2; 4,5; 4,8.
Sedangkan untuk yang diberi perlakuan gas etilen adalah6,1; 4,9; 5,2; 4,9.
Dari data tersebut dapat telihat pada masing-masing kontrol dan etilen tidak
mengalami penyusutan pada hari ke-0 namun untuk hari ke 2 buah bit
mengalami penurun pH. Hal tersebut dapat terjadi karena adanya pengaruh
mikroba dan perubahan senyawa kimia dalam buah.
Kemudian kadar padatan pada kontrol dan sampel dari hari ke-0, 2, 4,
6 masing- masing adalah untuk kontrol 5,1; 4,3; 2,0; 1,2. Sedangkan untuk
yang diberi perlakuan gas etilen adalah 5,1; 5,6; 3,2; 2,1. Dari data tersebut
dapat telihat pada masing-masing kontrol dan etilen tidak mengalami
perubahan kadar padatan pada hari ke-0 namun untuk hari ke 2 buah bit
mengalami penurun kadar padatan. Hal tersebut dapat terjadi karena adanya
pengaruh pembongkaran senyawa-senya kimia dan juga untuk kegiatan
respirasi. Seharusnya kadar padatan akan berkurang lebih banyak pada buah
yang diberi perlakuan etilen karena proses pematangan dan pola laju
respirasinya lebih cepat.
Pada pengukuran pH, tidak ditemukan perbedaan signifikan antara
kontrol maupun sampel. Pada pengukuran kadar padatan terlarut, dapat dilihat
pada tabel bahwa nilai padatan terlarut pada sampel lebih tinggi daripada
kontrol. Nilai padatan terlarut berhubungan dengan kandungan gula terlarut
atau kadar kemanisan pada buah. Hal ini berkaitan dengan lebih cepatnya
proses pemasakan pada sampel yang mengakibatkan terjadinya pemecahan
molekul gula rantai panjang menjadi molekul-molekul gula rantai pendek
seperti fruktosa dan glukosa yang merupakan monosakarida larut air.
Menurut Santoso (2011), atas dasar laju dan pola respirasi dan pola
produksi etilen selama pematangan dan pemasakan, komoditi hortikultura
(terutama yang berbentuk buah) dapat digolongkan ke dalam dua kelompok,
yaitu buah klimaterik dan non-klimaterik. Klimaterik menunjukkan
peningkatan yang besar dalam laju produksi karbondioksida (CO2) dan etilen
(C2H4) bersamaan dengan terjadinya pemasakan. Sedangkan non-klimaterik
tidak menunjukkan perubahan, umumnya laju produksi karbondioksida dan
etilen selama pemasakan sangat rendah. Beberapa contoh buah yang
tergolong klimaterik adalah pisang, pepaya, tomat, dan semangka.
Berdasarkan sumber pustaka tersebut, dapat dikatan bahwa semangka
termasuk buah klimakterik yaitu golongan buah yang dapat laju
pemasakannya dipengaruhi oleh produksi karbondioksida dan gas etilen,
sehingga dengan adanya perlakuan penambahan gas etilen dapat
mempercepat proses pemasakkan buah beet yang cenderung bersifat
menurunkan kualitas selama penyimpanan atau dengan kata lain penambahan
gas etilen pada buah-buahan klimakterik dapat memperpendek umur simpan
pada buah tersebut karena adanya proses percepatan kemasakan buah.
Pada pengukuran pH, tidak ditemukan perbedaan signifikan antara
kontrol maupun sampel. pH umumnya mengalami penurunan untuk semakin
lamanya pengamatan. Pada pengukuran kadar padatan terlarut, dapat dilihat
pada tabel bahwa nilai padatan terlarut pada sampel lebih tinggi daripada
kontrol. Nilai padatan terlarut berhubungan dengan kandungan gula terlarut
atau kadar kemanisan pada buah. Hal ini berkaitan dengan lebih cepatnya
proses pemasakan pada sampel yang mengakibatkan terjadinya pemecahan
molekul gula rantai panjang menjadi molekul-molekul gula rantai pendek
seperti fruktosa dan glukosa yang merupakan monosakarida larut air. Secara
umum penggunaan gas etilen mempercepat laju respirasi buah, menaikkan
padatan terlarut dibandingkan kontrol namun dengan cepatnya kematangan
buah akan juga mempercepat kebusukan buah.
Tabel 2.2 Pelapisan Lilin (Buah Bit)
PerlakuanHari
PengamatanTekstur Warna Kenampakan
Berat Awal (gr)
Berat Akhir (gr)
Susut Berat (%)
Kontrol
0 + + + 90 90 -
2 +++ ++ ++ 75 66 12,00
4 ++++ +++ +++ 125 100 20,00
6 ++++ +++ ++++ 95 60 36,84
Sampel
0 + + + 90 90 -
2 ++ + ++ 110 90 18,18
4 ++ ++ +++ 115 85 26,09
6 +++ +++ ++++ 85 53 37,65
Sumber : Laporan Sementara
Tekstur Kenampakan
+ = keras + =sangat segar
++ = sedikit keras ++ = sedikit segar
+++ = sedikit lunak +++ = sedikit layu
++++ = lunak ++++ = layu
+++++ = sangat lunak +++++ = sangat layu
Pembahasan :
Pelapisan lilin pada buah-buahan bertujuan untuk memperbaiki
penampilan buah agar lebih menarik dan memperpanjang umur simpan.
Buah hasil pelilinan akan lebih berkilap, kelayuan dan keriput pada kulit
juga dihambat. Menurut Sutopo (2011), pelilinan juga dapat berfungsi untuk
mengurangi susut bobot, menutupi luka-luka atau goresan-goresan kecil
pada permukaan buah, mencegah timbulnya jamur, busuk, dan perubahan
warna buah, karena dalam aplikasinya pelilinan sering dibarengi dengan
pemberian funisida, bakterisida atau zat pengatur tumbuh.
Pada praktikum perlakuan pelapisan lilin, digunakan bahan berupa
buah bit sejumlah delapan buah. Sebanyak empat buah bit dijadikan sebagai
kontrol (tidak diberi perlakuan) untuk hari ke-0, ke-2, ke-4, dan ke-6. Empat
buah bit lainnya dijadikan sebagai sampel yang diberi perlakuan pelilinan
yang akan diamati pada hari ke-0, ke-2, ke-4, dan ke-6 sambil dibandingkan
dengan kontrol. Parameter kualitatif (yang diamati oleh praktikan) meliputi
tekstur, warna, kenampakan dan kerusakan, sedangkan parameter kuantitatif
(yang diukur oleh praktikan) yaitu berat. Nilai susut berat merupakan rasio
(perbandingan) dari beda nilai berat awal dan berat akhir (selisih berat)
dengan berat awal yang kemudian dijadikan dalam persen.
Dari data yang diperoleh, dapat dilihat bahwa perubahan tekstur
dan warna pada hari ke-0 menunjukkan kesamaan untuk kontrol maupun
sampel. Akan tetapi, terdapat perbedaan pada parameter kenampakan yaitu
pada sampel yang dilapisi lilin memperlihatkan pelayuan kenampakan
melebihi yang terjadi pada kontrol. Pada pengamatan hari ke-6, sampel yang
dilapisi lilin mengalami pelunakkan tekstur, pematangan warna, dan
pelayuan kenampakan melebihi yang terjadi pada kontrol untuk ketiga
parameter kualitatif tersebut. Pada parameter kerusakan, terdapat luka-luka
kulit pada kontrol hingga hari ke-6. Pada sampel, terdapat luka kulit pada
hari ke-2, sedangkan pada pengamatan hari ke-4, sampel mulai ditumbuhi
jamur dan pada pengamatan hari ke-6, kerusakan bukan hanya berupa
adanya jamur tetapi juga tekstur buah yang lembek atau melunak di
beberapa bagian.
Kemudian untuk susut beratnya pada kontrol dan sampel dari hari
ke-0, 2, 4, 6 masing- masing adalah untuk kontrol 0%; 12%; 20%; 36,84%.
Sedangkan untuk yang diberi perlakuan pelilinan adalah 0%; 18,18%;
26,09%; 37,65%. Dari hasil tersebut terlihat bahwa perlakuan pelapisan lilin
tidak mampu menghambat susut berat pada bah bit. Hal tersebut dapat
terjadi karena kurang teliti timbangan yang digunakan dan kondisi yang
kurang seragam. Pelapisan lilin seharusnya pada buah dapat menghambat
transpirasi uap air pada buah yang dapat menyebabkan buah tersebut
berkurang kadar airnya dan menjadi keriput sehingga mengalami
penyusutan berat. Pelapisan lilin lebih lazim digunakan untuk buah-buahan
dengan nilai kecepatan transpirasi tinggi seperti apel, pisang, dan buah-
buahan lain yang memiliki kulit buah yang berpori besar.
Pada praktikum Pelapisan Lilin, lilin yang digunakan merupakan
lilin 4% yang dibuat dari bahan-bahan yaitu paraffin cair 90 mL, asam olet
3,3 mL, trietanolamin 6,7 mL, air panas 200 mL. Lilin paraffin dipanaskan
pada suhu 95oC, lalu dicampurkan asam oleat sambil diaduk, kemudian
trietanolamin dicampurkan ke dalam larutan campuran tersebut dengan terus
diaduk, dan yang terakhir yaitu dituangkan air panas sedikit demi sedikit ke
dalam campuran tersebut. sambil terus diaduk. Lilin yang biasa digunakan
adalah lilin lebah teknis yang dicampur dengan trietanolamin, asam oleat
dan akuades. Untuk mendapatkan konsentrasi lilin 10% komposisinya
adalah lilin lebah, trietanolamin, asam oleat kemudian ditambahkan
akuades. Dalam pembuatan emulsi lilin, lilin lebah dipanaskan dalam wadah
sampai cair (suhu 70–75oC) kemudian asam oleat dimasukkan sedikit demi
sedikit sambil diaduk dan diikuti dengan penambahan trietanolamin. Air
yang telah dipanaskan (suhu 70–75oC) ditambahkan perlahan-lahan ke
dalam campuran tersebut sambil terus dilakukan pengadukan. Pengadukan
dilanjutkan selama 30 menit dan suhu dipertahankan tetap, kemudian emulsi
tersebut segera didinginkan menggunakan air mengalir, disaring dengan
kain kasa dan siap digunakan pada suhu 38–40oC (Santosa, 2011).
F. Kesimpulan
1. Pada perlakuan gas etilen, parameter kualitatif (yang diamati oleh praktikan)
meliputi tekstur, warna, dan kenampakan, sedangkan parameter kuantitatif
(yang diukur oleh praktikan) meliputi berat, pH, dan kadar padatan terlarut.
2. Nilai susut berat pada sampel (yang diberi gas etilen) yaitu senilai 33,33%
lebih besar daripada kontrol (tanpa pemberian gas etilen) yaitu senilai
28,57% hingga pada hari terakhir pengamatan yaitu hari ke-6.
3. Penambahan gas etilen pada buah-buahan klimakterik dapat memperpendek
umur simpan pada buah tersebut karena adanya proses percepatan
kemasakan buah.
4. Perlakuan pelapisan lilin dapat menghambat terjadinya transpirasi yang
memicu kehilangan air yang dapat menyebabkan penyusutan berat buah.
5. Nilai susut berat pada sampel (yang dilapisi lilin) yaitu senilai 37,65 % lebih
besar daripada kontrol (tanpa pelapisan lilin) yaitu senilai 36,84 % hingga
pada hari terakhir pengamatan yaitu hari ke-6.
6. Pada praktikum pelapisan lilin belum mampu menghambat susut berat buah
bit.
DAFTAR PUSTAKA
Hagenmaier, Robert D. 1992. Gas Permeability Of Fruit Coating Waxes. J. AMER. SoC. HORT. SCI. 117(1):105-109. 1992.
Hoa, Thai thi. 2001. Effect Of Different Coating Treatments On The Quality Of Mango Fruit. Journal of Food Quality 25 (2002) 471-486.
Hu, Huigang;et al. 2011. Effects of wax treatment on quality and postharvest physiology of pineapple fruit in cold storage. African Journal of Biotechnology Vol. 10(39), pp. 7592-7603, 27 July, 2011.
Alexander, Lucile. 2002. Ethylene biosynthesis and action in tomato: a model for climacteric fruit ripening. Journal of Experimental Botany, Vol. 53, No. 377, Fruit Development and Ripening Special Issue, pp. 2039±2055, October 2002.
Margeysti. 1999. Pengaruh Pelilinan Dan Suhu Simpan Terhadap Daya Simpan Dan Kualitas Buah Jeruk Siem (Citrus Reticulata Blanco). Skripsi jurusan budi daya pertanian fakultas pertanian institut pertanian bogor 1999.
Naharsari. 2008. Budidaya tanaman unggul indonesia. Agromedia. Jakarta
Penebar Swadaya. 2010. Panduan Mengolah 20 jenis buah. Penebar swadaya. Jakarta
Supriyadi. 2008. Pisang, Budi daya, Pengolahan, dan prospek Pasar. Penebar swadaya. Jakarta
Susanto, Lukas. 2009. Penyakit Pasca Panen. Kanisius. Yogyakarta
Utama, I Made S. 2001. penanganan pascapanen buah dan sayuran segar. Makalah dibawakan pada “Forum Konsultasi Teknologi” Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Bali, di Hotel Puri Bali Utama Denpasar Tgl 21 Nopember 2001.
Winarno, F. G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.