PENGARUH PERLAKUAN ETILEN PADA PEMATANGAN BUAH DAN PELILINAN PADA UMUR SIMPAN BUAH

22
ACARA II PENGARUH PERLAKUAN ETILEN PADA PEMATANGAN BUAH DAN PELILINAN PADA UMUR SIMPAN BUAH A. Tujuan Tujuan dari praktikum acara II Perlakuan gas etilen dan pelilinan adalah sebagai berikut: a. Mahasiswa memahami pengaruh penambahan gas etilen pada buah bit dalam penanganan pasca panen. b. Mahasiswa memahami pengaruh pelapisan lilin buah pada buah bit dalam penanganan pasca panen. B. Tinjauan Pustaka Pelilinan sayuran dalam bentuk buah seperti mentimun, terung, tomat dan buah-buahan seperti apel dan peaches adalah umum dilakukan. Lilin alami yang banyak digunakan adalah shellac dan carnauba atau beeswax (lilin lebah) yang semuanya digolongkan sebagai food grade. Pelapisan lilin dilakukan adalah untuk mengganti lilin alami buah yang hilang karena operasi pencucian dan pembersihan, dan dapat membantu mengurangi kehilangan air selama penanganan dan pemasaran serta membantu memberikan proteksi dari serangan mikroorganisme pembusuk. Bila produk dililin, maka pelapisan harus dibiarkan kering sebelum penanganan berikutnya (Utama, 2001).

description

Laporan FTPPACARA II PENGARUH PERLAKUAN ETILEN PADA PEMATANGAN BUAH DAN PELILINAN PADA UMUR SIMPAN BUAH

Transcript of PENGARUH PERLAKUAN ETILEN PADA PEMATANGAN BUAH DAN PELILINAN PADA UMUR SIMPAN BUAH

Page 1: PENGARUH PERLAKUAN ETILEN PADA PEMATANGAN BUAH DAN PELILINAN PADA UMUR SIMPAN BUAH

ACARA II

PENGARUH PERLAKUAN ETILEN PADA PEMATANGAN BUAH DAN

PELILINAN PADA UMUR SIMPAN BUAH

A. Tujuan

Tujuan dari praktikum acara II Perlakuan gas etilen dan pelilinan adalah

sebagai berikut:

a. Mahasiswa memahami pengaruh penambahan gas etilen pada buah bit

dalam penanganan pasca panen.

b. Mahasiswa memahami pengaruh pelapisan lilin buah pada buah bit dalam

penanganan pasca panen.

B. Tinjauan Pustaka

Pelilinan sayuran dalam bentuk buah seperti mentimun, terung, tomat

dan buah-buahan seperti apel dan peaches adalah umum dilakukan. Lilin alami

yang banyak digunakan adalah shellac dan carnauba atau beeswax (lilin lebah)

yang semuanya digolongkan sebagai food grade. Pelapisan lilin dilakukan

adalah untuk mengganti lilin alami buah yang hilang karena operasi pencucian

dan pembersihan, dan dapat membantu mengurangi kehilangan air selama

penanganan dan pemasaran serta membantu memberikan proteksi dari

serangan mikroorganisme pembusuk. Bila produk dililin, maka pelapisan harus

dibiarkan kering sebelum penanganan berikutnya (Utama, 2001).

Permeabilitas buah terhadap gas bergantung dari jenis pelapis yang

digunakan tetapi dari semua jenis pelapis tersebut menunjukan adanya

penurunan O2 dan peningkatan kandungan CO2 buah. Pelilinan juga dapat

mencegah kehilangan bobot pada buah jeruk mandarin, dimana buah yang

mendapatkan perlakuan pelilinan mengalami susut bobot lebih kecil

dibandingkan yang tidak dilapisi lilin (Mannhein dalam Margeysti, 1996).

Namun, meskipun etilen dominan memicu pemasakan untuk buah

klimakterik, telah mengatakan bahwa kedua ethylene-dependent dan ethylene-

independent regulasi gen jalur hidup berdampingan melakukan koordinasi

Page 2: PENGARUH PERLAKUAN ETILEN PADA PEMATANGAN BUAH DAN PELILINAN PADA UMUR SIMPAN BUAH

proses pada buah klimakterik dan non klimakterik. Dua sistem peraturan etilen

yang telah diusulkan untuk beroperasi di tanaman klimakterik. Sistem 1

fungsional selama normal pertumbuhan vegetatif, adalah etilen autoinhibitory

dan bertanggung jawab untuk menghasilkan basal tingkat etilen yang terdeteksi

di seluruh jaringan termasuk buah non-klimakterik. Sistem 2 beroperasi

selama pematangan buah klimakterik dan penuaan beberapa kelopak ketika

etilen produksi ini autocatalytic. Pematangan biasanya dimulai di satu daerah

buah, menyebar ke daerah lain seperti etilen berdifusi bebas dari satu sel ke sel

yang lain dan mengintegrasikan proses pematangan di seluruh buah

(Alexander, 2002 ).

Saat ini, lilin (edible coating) telah digunakan sebagai sebuah teknologi

yang efektif untuk meningkatkan kualitas postharvest buah dan sayuran.

Pelapisan efektif bisa menghambat hilangnya air, titratable keasaman dan asam

askorbat dari ceri manis. Waxing bisa meningkatkan ketegasan, titratable

keasaman, askorbat keasaman dan kandungan air untuk Murcott tangor

disimpan di 150 C untuk 56 hari. Waxing, bertindak sebagai hambatan

semipermeable, mungkin metode yang efektif untuk mengurangi kerusakan.

Namun, hanya dua studi melaporkan aplikasi waxing buah nanas selama cold

storage, dengan penekanan pada dingin terjadi gejala, tetapi kurang

memperhatikan kualitas lapisan-induced perubahan dan tanggapan mereka

dalam fisiologis buah-buahan (Hu, 2011).

Waxing juga telah mempelajari dalam kaitannya dengan kebusukan,

terutama menakuntukan kerusakan dan pencoklatan. Dalam banyak kasus ini,

wax buah hanya memiliki waktu kurang busuk dan respirasi rate yang lebih

rendah dari sampel yang tidak dililin. Pencegahan busuk itu kadang dikaitkan

dengan adjuncts, seperti fungisida atau bioregulators, tapi lebih sering untuk

difusi penghalang yang dibentuk oleh lapisan. Penghalang itu menghalangi O2

dan difusi CO2, sehingga mengurangi laju respirasi. Kegunaan lain dari waxing

adalah retensi ketegasan. Buah lilin ini biasanya lebih tegar dari kontrol.

Lapisan juga mencegah pembusukan sebagai penghalang untuk uap air.

Pengurangan busuk adalah seperti makna yang waxing dianggap sebagai

Page 3: PENGARUH PERLAKUAN ETILEN PADA PEMATANGAN BUAH DAN PELILINAN PADA UMUR SIMPAN BUAH

pengganti di mana didinginkan hemat biaya penyimpanan

( Hagenmaier, 1992 ).

Kepekaan buah terhadap kerusakan, suhu rendah dan buah yang mudah

rusak karena cepat masak dan pelunakan membatasi penyimpanan, penanganan

dan transportasi. Di sisi lain, aplikasi Modifikasi Atmosfer (MA) atau Control

Atmosfer (CA), tidak selalu kompatibel dengan buah ini. Lapisan dimakan

yang digunakan untuk menciptakan atmosfer yang dimodifikasi dan untuk

mengurangi berat buah selama transportasi dan penyimpanan. Bahkan,

penghalang karakteristik untuk pertukaran gas untuk film dan coating subjek

banyak bunga. baru-baru ini Pengembangan film dengan karakteristik,

permeabilitas selektif terutama untuk O2, CO2, dan etilen, memungkinkan

beberapa kontrol buah pernapasan dan dapat mengurangi pertumbuhan

mikroorganisme (Hoa, 2001).

Untuk membuat emulsi lilin standart 12%, diperlukan lilin lebah 120 g,

asam oleat 20 g, triethanol amin 40 g, dan air panas 820 ml. Caranya panaskan

lilin dalam panci hingga mencair, lalu memasukkan ke blender. Selanjutnya,

tuang sedikit demi sedikit asam oleat, triethanol amin dan air panas. Blender

larutan selama 2-5 menit agar tercampur sempurna, lalu dinginkan

(Naharsari, 2008).

Etilen ialah gas yang tidak berwarna, agak berbau, manis dan mudah

terdeteksi pada konsentrasi rendah, tidak beracun untuk manusia dan hewan

selama kepekatannya dibawah 1.000 ppm (0,1%). Campuran udara dan etilen

yang melebihi 27.000 ppm (2,7%) dapat menyebabkan ledakan. Oleh karena

itu harus diperhatikan pengunaanya. Dalam penggunaan pasca panen, gas

etilen dapat digunakan dalam proses pemeraman.penggunaan gas dalam

pemeraman lebih baik dibandingkan karbit. Pemeraman dengan gas ini paling

efektif bila buah yang diperam mengandung enzim oksidase karena gas

berfungsi sebagi koenzim. Disamping itu, gas etilen juga berfungsi untuk

merubah warna kulit buah dari hijau menjadi kuning dan mempercepat

pemasakan (Supriyadi, 2008).

Page 4: PENGARUH PERLAKUAN ETILEN PADA PEMATANGAN BUAH DAN PELILINAN PADA UMUR SIMPAN BUAH

Bit merupakan tanaman semusim yang berbentuk rumput. Batang bit

sangat pendek, hampir tidak terlihat. Akar tunggangnya tumbuh menjadi umbi.

Daunnya tumbuh terkumpul pada leher akar tunggal ( pangkal umbi) dan

berwarna kemerahan. Umbi berbentuk bulat atau menyerupai gasing. Akan

tetapi, ada pula umbi bit berbentuk lonjong. Ujung umbi bit terdapat akar.

Bunganya tersusun dalam rangkaian bunga yang bertangkai panjang banyak

(racemus). Tanaman ini sulit berbunga di Indonesia. Bit banyak digemari

karena rasanya enak, sedikit manis, dan lunak (Sunarjono, 2004). Bit

merupakan sumber vitamin C. Selain itu, bit juga banyak mengandung vitamin

B dan sedikit vitamin A sehingga baik untuk kesehatan tubuh. Oleh karena itu,

bit pun dianjurkan dimakan dalam jumlah yang banyak bagi penderita darah

rendah. Kegunaan lain dari bit, terutama umbinya, yaitu dapat dijadikan

campuran salad atau di rebus (Splittstoesser, 1984).

Kehilangan pasca panen dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu

kehilangan kuantitas dan kehilangan kualitas. Kehilangan kauantitas adalah

hilangnya produk pascapanen yang ditunjukan oleh berkurangnya volume atau

berat produk, sedangkan kehilangan kualitas dikaitkan dengan berubah ke arah

menurunya komponen nutrisi menyebabkan produk cepat rusak, akan

mengurangi besarnya tingkat kerusakan pascapanen. Berkurangnya volume

atau berat produk pasca panen tersebut berkaitan erat dengan proses fisiologis

yang masih terus berlangsung pada produk setelah dipetik dari tanaman.

Sementara itu, berubah dan menurunnya kandungan nutrisi di dalam produk

pascapanen berkaitan dengan proses biokimia produk, yaitu tidak lancarnya

daur krebs didalam produk. Selain itu, proses fisiologis produk juga

mempengaruhi kandungan nutrisi produk. Penangganan dan penyimpan produk

segar setelah dipanen akan mempengaruhi nilai nutrisi (Susanto, 2009).

Tingkat Kematangan buah yang seragam merupakan salah satu syarat

yang harus dipenuhi untuk menciptakan olahan buah bercita rasa enak dengan

mutu bagus. Jenis olahan yang membutuhkan kondisi dengan matang optimal

dan seragam antara lain sari buah, sirup, dodol, selai. Buah yang akan diperam

terlebih dahulu disortasi, yaitu memisahkan buah bagus dengan buah busuk.

Page 5: PENGARUH PERLAKUAN ETILEN PADA PEMATANGAN BUAH DAN PELILINAN PADA UMUR SIMPAN BUAH

Dalam jumlah kecil, pemeraman menggunakan karbit dapat dilakukan dalam

keranjan bambu atau peti yang diberi alas koran agar gas yang terbentuk dari

kulitnya. Umumnya buah yang sudah tua akan berubah warna dari hijau

menjadi hijau kekuningan (Penebar swadaya, 2010).

Bahan pengawet kimia biasanya hanya bersifat mencegah pertumbuhan

mikroba saja. Tetapi senyawa epoksida seperti etilen oksida dan propilen

oksida bersifat membunuh semua mikroba termasuk spora dan virus. Etilen

oksida dan propilen oksida digunakan sebagai fumigant terhadap bahan-bahan

kering seperti rempah-rempah, tepung, dan lain-lain. Etilen oksida lebih efektif

dibandingkan propilen oksida, tetapi etilen oksida lebih mudah menguap,

terbakar, dan meledak, karena itu biasanya diencerkan dengan senyawa lain

membentuk campuran 10% etilen oksida dengan 90% CO2 (Winarno, 2002).

C. Metodologi

1. Tempat dan Waktu Praktikum

Pada praktikum pelilinan dan perlakuan gas etilen pada buah bit

dilakukan di laboratorium Rekaya Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian,

Fakultas Pertanian pada tanggal 10 April 2013. Pengamatan kualitatif dan

kuantitatif dilakukan pada tanggal 10 April, 12 April, 14 April, dan 16 April

2013.

2. Alat dan Bahan

Alat

a. Refraktometer

b. pHmeter

c. Tabung Reaksi

d. Corong

e. Mortar

f. Kertas Saring

g. Pisau

h. Tissue

i. pipet tetes

Page 6: PENGARUH PERLAKUAN ETILEN PADA PEMATANGAN BUAH DAN PELILINAN PADA UMUR SIMPAN BUAH

Bahan

a. Buah bit

b. Etilen

c. Lilin

3. Cara Kerja

1. Perlakuan Gas Etilen

2. Pelapisan Lilin

Diukur kadar padatan terlarut dengan pH meter terhadap filtrat daging buah bit

Diambil buah bit lalu ditempatkan pada wadah bersama kalsium karbida (CaC2) padat

Dilakukan pengukuran pH dengan pH meter terhadap filtrat daging buah bit

Hasil pengamatan didokumentasikan

Diamati perubahan yang terjadi, meliputi tekstur, warna, kenampakan, berat, pH, dan padatan terlarut pada hari ke 0, 2, 4

dan 6

Buah bit dilapisi lilin dengan dioleskan pada seluruh bagian buah

Diamati sampel dan kontrol dilakukan pada hari ke-0, 2, 4, dan 6 terhadap parameter tekstur, warna, kenampakan berat, kerusakan

dan umur simpan

Diamati umur simpannya

Hasil pengamatan didokumentasikan

Page 7: PENGARUH PERLAKUAN ETILEN PADA PEMATANGAN BUAH DAN PELILINAN PADA UMUR SIMPAN BUAH

D. Data Hasil Pengamatan

Tabel 2.1 Perlakuan Gas Etilen (Buah Bit)

PerlakuanHari

PengamatanTekstur Warna Kenampakan

Berat Awal (gr)

Berat Akhir (gr)

pHKadar

Padatan Terlarut

Susut Berat (%)

Kontrol

0 + + + 100 100 6,1 5,1 -

2 ++ + + 85 72 5,2 4,3 15,29

4 +++ +++ +++ 122 102 4,5 2,0 16,39

6 +++ +++ +++ 105 75 4,8 1,2 28,57

Sampel

0 + + + 100 100 6,1 5,1 -

2 ++ + ++ 115 107 4,9 5,6 6,96

4 ++ ++ ++ 90 70 5,2 3,2 22,22

6 +++ +++ +++ 120 80 4,6 2,1 33,33

Sumber : Laporan Sementara

Keterangan

Tekstur Kenampakan

+ = keras + =sangat segar

++ = sedikit keras ++ = sedikit segar

+++ = sedikit lunak +++ = sedikit layu

++++ = lunak ++++ = layu

+++++ = sangat lunak +++++ = sangat layu

Pembahasan :

Pada praktikum perlakuan gas etilen, digunakan bahan berupa buah bit

sejumlah delapan buah. Sebanyak empat buah bit dijadikan sebagai kontrol

(tidak diberi perlakuan) untuk hari ke-0, ke-2, ke-4, dan ke-6. Empat buah

bit lainnya dijadikan sebagai sampel yang diberi perlakuan gas etilen yang

akan diamati pada hari ke-0, ke-2, ke-4, dan ke-6 sambil dibandingkan

dengan kontrol. Parameter kualitatif (yang diamati oleh praktikan) meliputi

tekstur, warna, dan kenampakan, sedangkan parameter kuantitatif meliputi

Page 8: PENGARUH PERLAKUAN ETILEN PADA PEMATANGAN BUAH DAN PELILINAN PADA UMUR SIMPAN BUAH

berat, pH, dan kadar padatan terlarut (Brix). Nilai susut berat merupakan

rasio (perbandingan) dari beda nilai berat awal dan berat akhir (selisih berat)

dengan berat awal yang kemudian dijadikan dalam persen.

Dari data yang diperoleh, dapat dilihat bahwa perubahan tekstur,

warna, dan kenampakan pada hari ke-0 menunjukkan kesamaan untuk

kontrol maupun sampel. Akan tetapi, hari ke-2 adanya penurunan tekstur

pada kontrol sedangkan pada sampel etilen terjadi penurunan tekstur dan

kenampakan. Untuk hari ke-4 hingga ke-6 tejadi penurunan parameter

tekstur, warna dan kenampakan. Terdapat perbedaan pada yaitu pada sampel

yang diberi gas etilen mengalami pelunakkan tekstur, pematangan warna,

dan pelayuan kenampakan melebihi yang terjadi pada kontrol untuk ketiga

parameter kualitatif tersebut.

Kemudian untuk susut beratnya pada kontrol dan sampel dari hari ke-

0, 2, 4, 6 masing- masing adalah untuk kontrol 0%; 15,29%; 16,39%;

28,57%. Sedangkan untuk yang diberi perlakuan gas etilen adalah 0%;

6,96%; 22,22%; 33,33%. Dari data tersebut dapat telihat pada masing-masing

kontrol dan etilen tidak mengalami penyusutan pada hari ke-0 namun untuk

hari ke 2 susut berat lebih banyak pada buah bit kontrol sebesar 15,29%

sedangkan untuk hari ke-4 dan ke 6 susut berat terjadi lebih banyak pada buah

bit yang diberi perlakuan gas etilen. Hal tersebut karena gas etilen selain

dapat mempercepat kemasakan buah tetapi dengan mempercepat pola laju

respirasi dan transpirasi buah sehingga banyak komponen kimia dan air hasil

pernafasan buah.

Kemudian untuk perubahan pH beratnya pada kontrol dan sampel

dari hari ke-0, 2, 4, 6 masing- masing adalah untuk kontrol 6,1; 5,2; 4,5; 4,8.

Sedangkan untuk yang diberi perlakuan gas etilen adalah6,1; 4,9; 5,2; 4,9.

Dari data tersebut dapat telihat pada masing-masing kontrol dan etilen tidak

mengalami penyusutan pada hari ke-0 namun untuk hari ke 2 buah bit

mengalami penurun pH. Hal tersebut dapat terjadi karena adanya pengaruh

mikroba dan perubahan senyawa kimia dalam buah.

Page 9: PENGARUH PERLAKUAN ETILEN PADA PEMATANGAN BUAH DAN PELILINAN PADA UMUR SIMPAN BUAH

Kemudian kadar padatan pada kontrol dan sampel dari hari ke-0, 2, 4,

6 masing- masing adalah untuk kontrol 5,1; 4,3; 2,0; 1,2. Sedangkan untuk

yang diberi perlakuan gas etilen adalah 5,1; 5,6; 3,2; 2,1. Dari data tersebut

dapat telihat pada masing-masing kontrol dan etilen tidak mengalami

perubahan kadar padatan pada hari ke-0 namun untuk hari ke 2 buah bit

mengalami penurun kadar padatan. Hal tersebut dapat terjadi karena adanya

pengaruh pembongkaran senyawa-senya kimia dan juga untuk kegiatan

respirasi. Seharusnya kadar padatan akan berkurang lebih banyak pada buah

yang diberi perlakuan etilen karena proses pematangan dan pola laju

respirasinya lebih cepat.

Pada pengukuran pH, tidak ditemukan perbedaan signifikan antara

kontrol maupun sampel. Pada pengukuran kadar padatan terlarut, dapat dilihat

pada tabel bahwa nilai padatan terlarut pada sampel lebih tinggi daripada

kontrol. Nilai padatan terlarut berhubungan dengan kandungan gula terlarut

atau kadar kemanisan pada buah. Hal ini berkaitan dengan lebih cepatnya

proses pemasakan pada sampel yang mengakibatkan terjadinya pemecahan

molekul gula rantai panjang menjadi molekul-molekul gula rantai pendek

seperti fruktosa dan glukosa yang merupakan monosakarida larut air.

Menurut Santoso (2011), atas dasar laju dan pola respirasi dan pola

produksi etilen selama pematangan dan pemasakan, komoditi hortikultura

(terutama yang berbentuk buah) dapat digolongkan ke dalam dua kelompok,

yaitu buah klimaterik dan non-klimaterik. Klimaterik menunjukkan

peningkatan yang besar dalam laju produksi karbondioksida (CO2) dan etilen

(C2H4) bersamaan dengan terjadinya pemasakan. Sedangkan non-klimaterik

tidak menunjukkan perubahan, umumnya laju produksi karbondioksida dan

etilen selama pemasakan sangat rendah. Beberapa contoh buah yang

tergolong klimaterik adalah pisang, pepaya, tomat, dan semangka.

Berdasarkan sumber pustaka tersebut, dapat dikatan bahwa semangka

termasuk buah klimakterik yaitu golongan buah yang dapat laju

pemasakannya dipengaruhi oleh produksi karbondioksida dan gas etilen,

sehingga dengan adanya perlakuan penambahan gas etilen dapat

Page 10: PENGARUH PERLAKUAN ETILEN PADA PEMATANGAN BUAH DAN PELILINAN PADA UMUR SIMPAN BUAH

mempercepat proses pemasakkan buah beet yang cenderung bersifat

menurunkan kualitas selama penyimpanan atau dengan kata lain penambahan

gas etilen pada buah-buahan klimakterik dapat memperpendek umur simpan

pada buah tersebut karena adanya proses percepatan kemasakan buah.

Pada pengukuran pH, tidak ditemukan perbedaan signifikan antara

kontrol maupun sampel. pH umumnya mengalami penurunan untuk semakin

lamanya pengamatan. Pada pengukuran kadar padatan terlarut, dapat dilihat

pada tabel bahwa nilai padatan terlarut pada sampel lebih tinggi daripada

kontrol. Nilai padatan terlarut berhubungan dengan kandungan gula terlarut

atau kadar kemanisan pada buah. Hal ini berkaitan dengan lebih cepatnya

proses pemasakan pada sampel yang mengakibatkan terjadinya pemecahan

molekul gula rantai panjang menjadi molekul-molekul gula rantai pendek

seperti fruktosa dan glukosa yang merupakan monosakarida larut air. Secara

umum penggunaan gas etilen mempercepat laju respirasi buah, menaikkan

padatan terlarut dibandingkan kontrol namun dengan cepatnya kematangan

buah akan juga mempercepat kebusukan buah.

Tabel 2.2 Pelapisan Lilin (Buah Bit)

PerlakuanHari

PengamatanTekstur Warna Kenampakan

Berat Awal (gr)

Berat Akhir (gr)

Susut Berat (%)

Kontrol

0 + + + 90 90 -

2 +++ ++ ++ 75 66 12,00

4 ++++ +++ +++ 125 100 20,00

6 ++++ +++ ++++ 95 60 36,84

Sampel

0 + + + 90 90 -

2 ++ + ++ 110 90 18,18

4 ++ ++ +++ 115 85 26,09

6 +++ +++ ++++ 85 53 37,65

Sumber : Laporan Sementara

Tekstur Kenampakan

Page 11: PENGARUH PERLAKUAN ETILEN PADA PEMATANGAN BUAH DAN PELILINAN PADA UMUR SIMPAN BUAH

+ = keras + =sangat segar

++ = sedikit keras ++ = sedikit segar

+++ = sedikit lunak +++ = sedikit layu

++++ = lunak ++++ = layu

+++++ = sangat lunak +++++ = sangat layu

Pembahasan :

Pelapisan lilin pada buah-buahan bertujuan untuk memperbaiki

penampilan buah agar lebih menarik dan memperpanjang umur simpan.

Buah hasil pelilinan akan lebih berkilap, kelayuan dan keriput pada kulit

juga dihambat. Menurut Sutopo (2011), pelilinan juga dapat berfungsi untuk

mengurangi susut bobot, menutupi luka-luka atau goresan-goresan kecil

pada permukaan buah, mencegah timbulnya jamur, busuk, dan perubahan

warna buah, karena dalam aplikasinya pelilinan sering dibarengi dengan

pemberian funisida, bakterisida atau zat pengatur tumbuh.

Pada praktikum perlakuan pelapisan lilin, digunakan bahan berupa

buah bit sejumlah delapan buah. Sebanyak empat buah bit dijadikan sebagai

kontrol (tidak diberi perlakuan) untuk hari ke-0, ke-2, ke-4, dan ke-6. Empat

buah bit lainnya dijadikan sebagai sampel yang diberi perlakuan pelilinan

yang akan diamati pada hari ke-0, ke-2, ke-4, dan ke-6 sambil dibandingkan

dengan kontrol. Parameter kualitatif (yang diamati oleh praktikan) meliputi

tekstur, warna, kenampakan dan kerusakan, sedangkan parameter kuantitatif

(yang diukur oleh praktikan) yaitu berat. Nilai susut berat merupakan rasio

(perbandingan) dari beda nilai berat awal dan berat akhir (selisih berat)

dengan berat awal yang kemudian dijadikan dalam persen.

Dari data yang diperoleh, dapat dilihat bahwa perubahan tekstur

dan warna pada hari ke-0 menunjukkan kesamaan untuk kontrol maupun

sampel. Akan tetapi, terdapat perbedaan pada parameter kenampakan yaitu

pada sampel yang dilapisi lilin memperlihatkan pelayuan kenampakan

melebihi yang terjadi pada kontrol. Pada pengamatan hari ke-6, sampel yang

dilapisi lilin mengalami pelunakkan tekstur, pematangan warna, dan

Page 12: PENGARUH PERLAKUAN ETILEN PADA PEMATANGAN BUAH DAN PELILINAN PADA UMUR SIMPAN BUAH

pelayuan kenampakan melebihi yang terjadi pada kontrol untuk ketiga

parameter kualitatif tersebut. Pada parameter kerusakan, terdapat luka-luka

kulit pada kontrol hingga hari ke-6. Pada sampel, terdapat luka kulit pada

hari ke-2, sedangkan pada pengamatan hari ke-4, sampel mulai ditumbuhi

jamur dan pada pengamatan hari ke-6, kerusakan bukan hanya berupa

adanya jamur tetapi juga tekstur buah yang lembek atau melunak di

beberapa bagian.

Kemudian untuk susut beratnya pada kontrol dan sampel dari hari

ke-0, 2, 4, 6 masing- masing adalah untuk kontrol 0%; 12%; 20%; 36,84%.

Sedangkan untuk yang diberi perlakuan pelilinan adalah 0%; 18,18%;

26,09%; 37,65%. Dari hasil tersebut terlihat bahwa perlakuan pelapisan lilin

tidak mampu menghambat susut berat pada bah bit. Hal tersebut dapat

terjadi karena kurang teliti timbangan yang digunakan dan kondisi yang

kurang seragam. Pelapisan lilin seharusnya pada buah dapat menghambat

transpirasi uap air pada buah yang dapat menyebabkan buah tersebut

berkurang kadar airnya dan menjadi keriput sehingga mengalami

penyusutan berat. Pelapisan lilin lebih lazim digunakan untuk buah-buahan

dengan nilai kecepatan transpirasi tinggi seperti apel, pisang, dan buah-

buahan lain yang memiliki kulit buah yang berpori besar.

Pada praktikum Pelapisan Lilin, lilin yang digunakan merupakan

lilin 4% yang dibuat dari bahan-bahan yaitu paraffin cair 90 mL, asam olet

3,3 mL, trietanolamin 6,7 mL, air panas 200 mL. Lilin paraffin dipanaskan

pada suhu 95oC, lalu dicampurkan asam oleat sambil diaduk, kemudian

trietanolamin dicampurkan ke dalam larutan campuran tersebut dengan terus

diaduk, dan yang terakhir yaitu dituangkan air panas sedikit demi sedikit ke

dalam campuran tersebut. sambil terus diaduk. Lilin yang biasa digunakan

adalah lilin lebah teknis yang dicampur dengan trietanolamin, asam oleat

dan akuades. Untuk mendapatkan konsentrasi lilin 10% komposisinya

adalah lilin lebah, trietanolamin, asam oleat kemudian ditambahkan

akuades. Dalam pembuatan emulsi lilin, lilin lebah dipanaskan dalam wadah

sampai cair (suhu 70–75oC) kemudian asam oleat dimasukkan sedikit demi

Page 13: PENGARUH PERLAKUAN ETILEN PADA PEMATANGAN BUAH DAN PELILINAN PADA UMUR SIMPAN BUAH

sedikit sambil diaduk dan diikuti dengan penambahan trietanolamin. Air

yang telah dipanaskan (suhu 70–75oC) ditambahkan perlahan-lahan ke

dalam campuran tersebut sambil terus dilakukan pengadukan. Pengadukan

dilanjutkan selama 30 menit dan suhu dipertahankan tetap, kemudian emulsi

tersebut segera didinginkan menggunakan air mengalir, disaring dengan

kain kasa dan siap digunakan pada suhu 38–40oC (Santosa, 2011).

F. Kesimpulan

1. Pada perlakuan gas etilen, parameter kualitatif (yang diamati oleh praktikan)

meliputi tekstur, warna, dan kenampakan, sedangkan parameter kuantitatif

(yang diukur oleh praktikan) meliputi berat, pH, dan kadar padatan terlarut.

2. Nilai susut berat pada sampel (yang diberi gas etilen) yaitu senilai 33,33%

lebih besar daripada kontrol (tanpa pemberian gas etilen) yaitu senilai

28,57% hingga pada hari terakhir pengamatan yaitu hari ke-6.

3. Penambahan gas etilen pada buah-buahan klimakterik dapat memperpendek

umur simpan pada buah tersebut karena adanya proses percepatan

kemasakan buah.

4. Perlakuan pelapisan lilin dapat menghambat terjadinya transpirasi yang

memicu kehilangan air yang dapat menyebabkan penyusutan berat buah.

5. Nilai susut berat pada sampel (yang dilapisi lilin) yaitu senilai 37,65 % lebih

besar daripada kontrol (tanpa pelapisan lilin) yaitu senilai 36,84 % hingga

pada hari terakhir pengamatan yaitu hari ke-6.

6. Pada praktikum pelapisan lilin belum mampu menghambat susut berat buah

bit.

DAFTAR PUSTAKA

Page 14: PENGARUH PERLAKUAN ETILEN PADA PEMATANGAN BUAH DAN PELILINAN PADA UMUR SIMPAN BUAH

Hagenmaier, Robert D. 1992. Gas Permeability Of Fruit Coating Waxes. J. AMER. SoC. HORT. SCI. 117(1):105-109. 1992.

Hoa, Thai thi. 2001. Effect Of Different Coating Treatments On The Quality Of Mango Fruit. Journal of Food Quality 25 (2002) 471-486.

Hu, Huigang;et al. 2011. Effects of wax treatment on quality and postharvest physiology of pineapple fruit in cold storage. African Journal of Biotechnology Vol. 10(39), pp. 7592-7603, 27 July, 2011.

Alexander, Lucile. 2002. Ethylene biosynthesis and action in tomato: a model for climacteric fruit ripening. Journal of Experimental Botany, Vol. 53, No. 377, Fruit Development and Ripening Special Issue, pp. 2039±2055, October 2002.

Margeysti. 1999. Pengaruh Pelilinan Dan Suhu Simpan Terhadap Daya Simpan Dan Kualitas Buah Jeruk Siem (Citrus Reticulata Blanco). Skripsi jurusan budi daya pertanian fakultas pertanian institut pertanian bogor 1999.

Naharsari. 2008. Budidaya tanaman unggul indonesia. Agromedia. Jakarta

Penebar Swadaya. 2010. Panduan Mengolah 20 jenis buah. Penebar swadaya. Jakarta

Supriyadi. 2008. Pisang, Budi daya, Pengolahan, dan prospek Pasar. Penebar swadaya. Jakarta

Susanto, Lukas. 2009. Penyakit Pasca Panen. Kanisius. Yogyakarta

Utama, I Made S. 2001. penanganan pascapanen buah dan sayuran segar. Makalah dibawakan pada “Forum Konsultasi Teknologi” Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Bali, di Hotel Puri Bali Utama Denpasar Tgl 21 Nopember 2001.

Winarno, F. G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.