PENGARUH PERENDAMAN DALAM AIR PANAS DAN … · dan kalkulus bagi mahasiswa TPB IPB. ... Pengaruh...
Transcript of PENGARUH PERENDAMAN DALAM AIR PANAS DAN … · dan kalkulus bagi mahasiswa TPB IPB. ... Pengaruh...
i
i
PENGARUH PERENDAMAN DALAM AIR PANAS DAN
KONSENTRASI ETHEPHON TERHADAP PEMATAHAN
DORMANSI BENIH KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.)
BELLADINA FARHANA
A24080016
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
PENGARUH PERENDAMAN DALAM AIR PANAS DAN
KONSENTRASI ETHEPHON TERHADAP PEMATAHAN DORMANSI
BENIH KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.)
Effects of Hot Water Soaking Immersion and Ethephon Concentration on
Breaking Dormancy of Oil Palm Seeds (Elaeis guineensis Jacq.)
Belladina Farhana1, Satriyas Ilyas
2
1 Mahasiswa, Departemen Agronomi Dan Hortikultura Fakultas Pertanian, IPB
2 Staf Pengajar, Departemen Agronomi Dan Hortikultura Fakultas Pertanian, IPB
Abstract
This research was held from April to July 2012, located in the seed
processing unit of PT Astra Agro Lestari Tbk, Central Borneo. The study
consisted of three experiments, the first experiment to determine the effect of
water temperature and immersion intensity of seed germination. The first
experiment used completely randomized design (CRD) factorial with two factors,
water temperature: 27, 60, 70, 80, 90 oC and immersion intensity: 1x24, 2x24,
3x24 hours. The second experiment used a single factor of CRD namely
ethephon concentration: 0, 0.4, 0.8, 1.2, 1.6%. The third experiment was a
continuation from the second experiment with the adding heat drying treatment
during a week. The result showed that 3x24 hours soaking treatment in 80oC hot
water increased the germination, soaking in ethephon 0.4% inhibited radicle
growth resulted abnormal seedlings. Soaking seed in 80oC hot water for 3x24
hours and followed by ethephon and then heat drying treatment for a week
increased germination (52.0% maximum growth potential) but still ineffective to
break seed dormancy.
Abstrak
Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan April hingga Juli 2012 di unit
pemrosesan benih PT Astra Agro Lestari Tbk, Kalimantan Tengah. Penelitian
terdiri atas tiga percobaan yang dilakukan secara berseri. Percobaan I dilakukan
untuk mengetahui pengaruh suhu air dan intensitas perendaman terhadap
perkecambahan benih. Percobaan I menggunakan Rancangan Acak Lengkap
(RAL) faktorial dengan dua faktor yaitu suhu air: 27, 60, 70, 80, 90oC dan
intensitas perendaman: 1x24, 2x24, 3x24 jam. Percobaan II menggunakan RAL
satu faktor yaitu konsentrasi ethephon: 0, 0.4, 0.8, 1.2, 1.6%. Pada percobaan III,
benih terebih dahulu direndam dalam air panas suhu 80oC selama 3x24 jam
sebelum direndam dalam ethephon, lalu diakhiri dengan pemanasan kering 39–
40oC selama 1 minggu. Hasil menunjukkan bahwa perendaman dalam air suhu
80oC selama 3x24 jam meningkatkan perkecambahan benih, perendaman dalam
ethephon 0.4% menghambat pertumbuhan radikula sehingga kecambah tumbuh
tidak normal. Perlakuan perendaman dalam ethephon 0.4% yang didahului dengan
perendaman menggunakan air panas 80oC selama 3x24 jam dan diakhiri dengan
pemanasan kering meningkatkan perkecambahan benih (potensi tumbuh
maksimum 52.0%) namun belum efektif untuk mematahkan dormansi benih.
ii
ii
RINGKASAN
BELLADINA FARHANA. Pengaruh Perendaman dalam Air Panas dan
Konsentrasi Ethephon terhadap Pematahan Dormansi Benih Kelapa Sawit
(Elaeis guineensis Jacq.). (Dibimbing oleh SATRIYAS ILYAS).
Kelapa sawit (Elaeis gunieensis Jacq.) merupakan salah satu komoditi
andalan Indonesia yang perkembangannya sangat pesat. Permintaan benih
(kecambah) kelapa sawit per tahun sekitar 100-120 juta kecambah, namun
produsen benih yang ada hanya mampu menyediakan 60-70 juta kecambah per
tahun. Proses pengecambahan benih kelapa sawit cukup sulit karena benih
memiliki kulit yang keras sehingga bersifat dorman. Adanya kondisi dormansi ini
menyebabkan benih harus diberi perlakuan untuk mematahkan dormansi. Proses
pengecambahan benih kelapa sawit yang bermutu memerlukan waktu sekitar 3
bulan dengan metode pemanasan kering suhu 40oC. Oleh karena itu diperlukan
penelitian terhadap metode lain yang lebih efektif dan efisien untuk mematahkan
dormansi benih kelapa sawit.
Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan April hingga Juli 2012 di unit
pemrosesan benih PT Astra Agro Lestari Tbk, Kalimantan Tengah. Penelitian
terdiri atas tiga percobaan yang dilakukan secara berseri. Percobaan I dilakukan
untuk mengetahui pengaruh suhu air dan intensitas perendaman terhadap
perkecambahan benih. Percobaan I menggunakan Rancangan Acak Lengkap
(RAL) faktorial dengan dua faktor yaitu suhu air: 27, 60, 70, 80, 90oC dan
intensitas perendaman: 1x24, 2x24, 3x24 jam. Percobaan II dilakukan untuk
mengetahui konsentrasi ethephon yang optimum terhadap perkecambahan benih
kelapa sawit. Percobaan II menggunakan RAL satu faktor yaitu konsentrasi
ethephon: 0, 0.4, 0.8, 1.2, 1.6%. Percobaan III menggunakan RAL satu faktor
yaitu kombinasi perlakuan pematahan dormansi. Benih terlebih dahulu direndam
dalam air panas suhu 80oC selama 3x24 jam (perlakuan terbaik dari percobaan I)
sebelum direndam dalam ethephon 0, 0.4, 0.8, 1.2, 1.6%, lalu diakhiri dengan
pemanasan kering 39-40oC selama 1 minggu.
iii
iii
Hasil dari percobaan I menunjukkan bahwa perendaman dalam air suhu
80oC selama 3x24 jam meningkatkan perkecambahan benih dengan persentase
daya berkecambah sebesar 16.7%. Hasil dari percobaan II menunjukkan bahwa
perendaman dalam ethephon 0.4-1.6% meningkatkan persentase daya tumbuh
kecambah namun menghambat pertumbuhan radikula sehingga kecambah yang
tumbuh tidak normal. Pada percobaan III, perlakuan perendaman dalam ethephon
0.4% yang didahului dengan perendaman menggunakan air panas 80oC selama
3x24 jam dan diakhiri dengan pemanasan kering meningkatkan perkecambahan
benih (potensi tumbuh maksimum 52%) namun belum efektif untuk mematahkan
dormansi benih.
iv
iv
PENGARUH PERENDAMAN DALAM AIR PANAS DAN
KONSENTRASI ETHEPHON TERHADAP PEMATAHAN
DORMANSI BENIH KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.)
Skripsi sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
Disusun Oleh:
BELLADINA FARHANA
A24080016
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
v
v
Judul : PENGARUH PERENDAMAN DALAM AIR PANAS DAN
KONSENTRASI ETHEPHON TERHADAP PEMATAHAN
DORMANSI BENIH KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.)
Nama : BELLADINA FARHANA
NRP : A24080016
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Satriyas Ilyas, MS.
NIP. 19590225 198203 2 001
Mengetahui,
Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura
Fakultas Pertanian IPB
Dr. Ir. Agus Purwito, M.Sc.Agr.
NIP. 19611101 198703 1 003
Tanggal Lulus:
vi
vi
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 31 Juli 1991 di Jakarta. Penulis merupakan
anak pertama dari Bapak Benny Limbiantoro dan Ibu Siti Komariyah.
Penulis lulus dari SDN Jagakarsa 06 Pagi, Jakarta pada tahun 2002,
kemudian pada tahun 2005 penulis menyelesaikan pendidikan di SMPN 41
Jakarta. Tahun 2008, penulis lulus dari SMAN 38 Jakarta dan diterima melalui
jalur USMI di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor. Semasa kuliah, penulis juga mengambil program minor
di Departemen Arsitektur Lanskap.
Tahun 2010, penulis menjabat sebagai bendahara II departemen HRD
BEM Fakultas Pertanian serta staf HRD Koperasi Himpunan Mahasiswa
Agronomi. Penulis merupakan tentor mata kuliah fisika, pengantar matematika,
dan kalkulus bagi mahasiswa TPB IPB. Penulis juga aktif mengajar fisika dan
matematika bagi siswa SMP dan SMA. Pada tahun 2010 penulis mendapatkan
beasiswa dari LAZ Al-Hurriyyah IPB dan pada tahun 2011-2012 mendapatkan
beasiswa PPA dari DIKTI.
vii
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberi
kekuatan dan petunjuk sehingga penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik.
Penelitian tentang pengaruh perendaman dalam air panas dan konsentrasi
ethephon terhadap pematahan dormansi benih kelapa sawit (Elaeis guineensis
Jacq.) penulis lakukan karena terdorong oleh keinginan untuk mempelajari
metode pematahan dormansi benih kelapa sawit dengan perendaman dalam
berbagai suhu air dikombinasikan dengan penggunaan zat pengatur tumbuh agar
diperoleh metode yang efisien untuk mematahkan dormansi benih kelapa sawit.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Satriyas Ilyas, MS. selaku dosen pembimbing skripsi serta dosen
pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan
selama kegiatan penelitian dan penulisan skripsi ini.
2. Dr. Ir. Endang Murniati, MS. dan Maryati Sari, SP. M.Si. selaku dosen
penguji skripsi penulis.
3. Bapak Benny Limbiantoro dan Ibu Siti Komariyah serta seluruh keluarga
penulis yang telah memberi dukungan selama menempuh perkuliahan di IPB.
4. Bapak Lalu Firman Budiman, SP. selaku pendamping penelitian dari PT Astra
Agro Lestari, Tbk.
5. Bapak S.P. Mulyono, Bapak Eko, serta seluruh karyawan bagian seed
processing unit PT Astra Agro Lestari, Tbk. atas dukungan dan bantuannya
sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini.
6. Staf riset dan seluruh keluarga besar PT Astra Agro Lestari, Tbk. yang telah
membantu penulis melaksanakan penelitian ini.
7. Rekan mahasiswa dari jurusan ilmu tanah Universitas Brawijaya yaitu Tito,
Citra, Rani, Icang, dan Daus atas bantuannya selama penulis melakukan
penelitian di Kalimantan.
8. Seluruh rekan Indigenous 45 terutama kepada teteh Tira, ageng Dwi, unih
Tiara, Mimih, dan eceu Ferin atas dukungannya selama ini.
viii
viii
9. Bapak Miftah Anugrah Pamungkas, SP. atas bantuan dan dukungannya
selama ini.
Bogor, November 2012
Penulis
ix
ix
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ………………………………………………………… vii
DAFTAR GAMBAR …..………………………………………………… viii
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………… ix
PENDAHULUAN ………………………………………………………… 1
Latar Belakang ………………………………………………………….. 1
Tujuan …………………………………………………………………... 3
Hipotesis ………………………………………………………………... 3
TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………………… 4
Botani Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.)……….………………….. 4
Perkecambahan Kelapa Sawit…………………………………………… 5
Pematahan Dormansi Benih ….……………………………………….... 7
BAHAN DAN METODE………………………………………………… 10
Tempat dan Waktu Penelitian ………………………………………........ 10
Bahan dan Alat ………………………………………………………..… 10
Tahap Penelitian …..…………………………………………………….. 10
Metode Penelitian ……………………………………………………….. 11
Pelaksanaan ……………………………………………………………... 13
Pengamatan ……………………………………………………………… 18
HASIL DAN PEMBAHASAN …………………………..………………... 20
Hasil …………………………..…………………………………………. 20
Pembahasan ……………….…………………………………………….. 26
KESIMPULAN DAN SARAN …………………………..………………... 32
Kesimpulan …………………………..………………………………….. 32
Saran ………...…………….…………………………………………….. 32
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………….... 33
LAMPIRAN ……………………………………………………………….. 36
x
x
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Rekapitulasi hasil sidik ragam perlakuan suhu air dan
intensitas perendaman pada beberapa tolok ukur
perkecambahan benih kelapa sawit …………………........... 20
2. Pengaruh suhu air dan intensitas perendaman terhadap daya
berkecambah …………………..………………………….. 21
3. Pengaruh suhu air dan intensitas perendaman terhadap
persentase kecepatan tumbuh …………………………….. 22
4. Pengaruh suhu air dan intensitas perendaman terhadap
potensi tumbuh maksimum …………………………….. 22
5. Pengaruh suhu air dan intensitas perendaman terhadap
persentase benih terserang cendawan ……………………. 23
6. Rekapitulasi hasil sidik ragam perlakuan konsentrasi
ethephon pada beberapa tolok ukur perkecambahan benih
kelapa sawit ………………………………………………. 24
7. Pengaruh konsentrasi ethephon terhadap KA, DB, KCT,
PTM, ID, dan persentase benih terserang cendawan …….. 24
8. Rekapitulasi hasil sidik ragam perlakuan pematahan
dormansi pada beberapa tolok ukur perkecambahan benih
kelapa sawit ………….……………………………………. 25
9. Pengaruh perendaman dalam berbagai konsentrasi
ethephon yang didahului dengan perendaman dalam air
panas suhu 80oC selama 3x24 jam dan diakhiri dengan
pemanasan kering selama 1 minggu terhadap KA, DB, KCT,
PTM, ID, dan persentase benih terserang cendawan ……… 26
xi
xi
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Struktur benih kelapa sawit…………………………........... 6
2. Diagram alir proses pelaksanaan percobaan I ……………... 14
3. Diagram alir proses pelaksanaan percobaan II ……………. 16
4. Diagram alir proses pelaksanaan percobaan III …………… 17
5. Serangan cendawan pada percobaan I ……………………. 27
6. Serangan cendawan pada percobaan II …………………… 28
7. Serangan cendawan pada percobaan III …………………. 28
8. Kecambah kelapa sawit …………………………………… 29
9. Pertumbuhan kecambah kelapa sawit ……………………. 30
10. Pertumbuhan kecambah kelapa sawit pada perendaman
dalam berbagai konsentrasi ethephon …………………….. 31
xii
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Sidik ragam pengaruh suhu air dan intensitas perendaman
terhadap kadar air benih …………………………………… 37
2. Pengaruh suhu air dan intensitas perendaman terhadap
kadar air benih ……………………………………………. 37
3. Sidik ragam pengaruh suhu air dan intensitas perendaman
terhadap daya berkecambah ………………………….…… 37
4. Sidik ragam pengaruh suhu air dan intensitas perendaman
terhadap kecepatan tumbuh ……………….……………… 38
5. Sidik ragam pengaruh suhu air dan intensitas perendaman
terhadap potensi tumbuh maksimum ……………………… 38
6. Sidik ragam pengaruh suhu air dan intensitas perendaman
terhadap intensitas dormansi ……………………………… 38
7. Sidik ragam pengaruh suhu air dan intensitas perendaman
terhadap persentase benih terserang cendawan …………… 39
8. Sidik ragam pengaruh konsentrasi ethephon terhadap kadar
air benih …………………………………………………… 39
9. Sidik ragam pengaruh konsentrasi ethephon terhadap daya
berkecambah ……………………………….……………… 39
10. Sidik ragam pengaruh konsentrasi ethephon terhadap
kecepatan tumbuh ………………………….……………… 40
11. Sidik ragam pengaruh konsentrasi ethephon terhadap
potensi tumbuh maksimum ………………...……………… 40
12. Sidik ragam pengaruh konsentrasi ethephon terhadap
intensitas dormansi ………………………………………... 40
13. Sidik ragam pengaruh konsentrasi ethephon terhadap
persentase benih terserang cendawan ………...…………… 40
14. Sidik ragam pengaruh perlakuan pematahan dormansi
terhadap kadar air benih …………………………………… 40
xiii
xiii
Nomor Halaman
15. Sidik ragam pengaruh perlakuan pematahan dormansi
terhadap daya berkecambah ……………………………… 41
16. Sidik ragam pengaruh perlakuan pematahan dormansi
terhadap kecepatan tumbuh ……………………………… 41
17. Sidik ragam pengaruh perlakuan pematahan dormansi
terhadap potensi tumbuh maksimum ………………...…… 41
18. Sidik ragam pengaruh perlakuan pematahan dormansi
intensitas dormansi ……………………..….……………... 42
19. Sidik ragam pengaruh perlakuan pematahan dormansi
terhadap persentase benih terserang cendawan ………...… 42
20. Identitas benih yang digunakan pada penelitian…………... 43
1
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kelapa sawit (Elaeis gunieensis Jacq.) merupakan salah satu komoditi
andalan Indonesia yang perkembangannya sangat pesat. Tanaman ini memiliki
arti penting bagi pembangunan karena merupakan penggerak perekonomian
Indonesia dan sebagai lumbung devisa nasional. Kelapa sawit digunakan sebagai
bahan makanan (80%) dan bukan bahan makanan (20%). Salah satu penggunaan
kelapa sawit sebagai bahan makanan yaitu pengolahan menjadi minyak kelapa
sawit. Sektor minyak kelapa sawit menduduki peringkat kedua penghasil devisa
terbesar di Indonesia setelah sektor minyak dan gas bumi.
Budidaya kelapa sawit dimulai dari proses pembibitan, penanaman,
pemeliharaan, pengendalian hama dan penyakit, serta panen dan pasca panen
(Setyamidjaja, 2006). Proses pembibitan dimulai dari persiapan bahan tanam dan
benih kelapa sawit yang akan digunakan. Menurut Sunarko (2007), benih kelapa
sawit yang akan digunakan sebagai calon bibit harus dihasilkan dan
dikecambahkan oleh lembaga resmi yang ditunjuk pemerintah. Beberapa
produsen yang telah menghasilkan kecambah saat ini yaitu Pusat Penelitian
Kelapa Sawit (PPKS), PT. Socfindo, PT. London Sumatera, Sinar Mas, Asian
Agri, Selapan Jaya, dan lainnya.
Permintaan benih (kecambah) kelapa sawit per tahun sekitar 100-120 juta
kecambah, namun produsen benih yang ada seperti PPKS, Socfindo, dan London
Sumatera hanya mampu menyediakan 60-70 juta kecambah per tahun (Anonim
dalam Silomba, 2006). Kekurangan benih kelapa sawit bersertifikat di Indonesia
menyebabkan adanya penjualan benih palsu yang menyebabkan menurunnya
produktivitas kelapa sawit Indonesia hingga mencapai 50% dibanding
penggunaan benih unggul bersertifikat. Kekurangan benih dapat ditutupi dengan
mengimpor benih dari Malaysia, Papua Nugini, dan Costa Rica. Kekurangan
benih kelapa sawit juga dapat ditutupi dengan munculnya produsen benih kelapa
sawit yang baru (Silomba, 2006).
Proses pengecambahan benih kelapa sawit cukup sulit karena benih
bersifat dorman. Dormansi benih kelapa sawit disebabkan karena kerasnya kulit
2
2
benih sehingga air sulit masuk ke dalam benih. Adanya kondisi dormansi ini
menyebabkan benih harus diberi perlakuan untuk mematahkan dormansi. Proses
pengecambahan benih kelapa sawit yang bermutu memerlukan waktu sekitar 3
bulan, diawali dengan proses perendaman pertama selama 7 hari untuk
meningkatkan kadar air menjadi 22%, selanjutnya dilakukan pemanasan selama
60 hari pada suhu 40ºC, kemudian direndam kembali selama 3 hari untuk
meningkatkan kadar air hingga 18% lalu dikecambahkan di ruang perkecambahan
pada suhu kamar. Benih mulai berkecambah 2 minggu setelah proses
perkecambahan dengan persentase berkecambah hingga 60%. Pada minggu
berikutnya benih akan tetap berkecambah dengan laju yang lebih rendah hingga 3
bulan ke depan. Silomba (2006) melaporkan bahwa benih kelapa sawit yang
direndam dalam air selama 3-7 hari dengan pemanasan selama 40 hari
menghasilkan daya berkecambah sebesar 87.33%.
Metode lain yang dapat digunakan untuk mematahkan dormansi benih
yaitu dengan merendam benih dalam air panas. Perlakuan air panas dengan suhu
60oC mampu mematahkan dormansi benih Casuarina equisetifolia Lum. dan
meningkatkan daya berkecambahnya (Kesaulija, 1979). Ani (2006) melaporkan
bahwa perendaman benih lamtoro (Leucaena leucocephala) dalam air dengan
suhu awal 60-70oC selama 10-12 menit mampu mematahkan dormansi dan
menghasilkan daya berkecambah sebesar 75%. Khaeruddin (1994) menyatakan
bahwa benih akasia yang direndam air panas dengan suhu 80oC kemudian
didiamkan selama 24 jam sampai air rendamannya dingin, juga dapat
meningkatkan daya berkecambah dan mempercepat pertumbuhan bibit.
Penggunaan beberapa zat pengatur tumbuh juga mampu mematahkan
dormansi dan meningkatkan daya berkecambah benih. Herrera et al. (1998)
melaporkan bahwa penggunaan ethephon dengan konsentrasi 0.6% selama 48 jam
pada benih kelapa sawit juga efektif mematahkan dormansi jika didahului dengan
perendaman menggunakan asam sulfat 98% selama 10 menit. Perlakuan ini
mampu menghasilkan perkecambahan sebesar 88%. Kombinasi penggunaan
hidrogen sianamida 1.5% dan ethephon 1.2% tanpa perlakuan skarifikasi
sebelumnya mampu menghasilkan 60% daya berkecambah benih kelapa sawit.
3
3
Sampai saat ini masih terus dilakukan upaya untuk mendapatkan metode
pematahan dormansi benih kelapa sawit yang efisien dan mampu menghasilkan
daya berkecambah yang tinggi dalam waktu yang relatif singkat. Metode
pematahan dormansi benih kelapa sawit yang umum dilakukan saat ini
membutuhkan waktu yang relatif lama yaitu sekitar 3 bulan. Berdasarkan
beberapa penelitian, metode skarifikasi fisik menggunakan air panas mampu
meningkatkan daya berkecambah, dan penggunaan zat pengatur tumbuh mampu
mempercepat proses perkecambahan pada beberapa jenis benih. Oleh karena itu
diperlukan percobaan untuk mengetahui pengaruh perendaman dalam air panas
dan konsentrasi ethephon terhadap pematahan dormansi dan perkecambahan pada
benih kelapa sawit.
Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh perendaman
dalam air panas dan konsentrasi ethephon terhadap pematahan dormansi dan
perkecambahan benih kelapa sawit.
Hipotesis
1. Perendaman dalam air panas meningkatkan viabilitas benih kelapa sawit.
2. Perlakuan perendaman dalam air panas dan ethephon mampu mematahkan
dormansi benih kelapa sawit.
3. Perlakuan perendaman dalam berbagai konsentrasi ethephon yang didahului
dengan perendaman dalam air panas suhu 80oC selama 3x24 jam dan diakhiri
dengan pemanasan kering selama 1 minggu mampu meningkatkan
perkecambahan benih kelapa sawit.
4
4
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.)
Kelapa sawit termasuk tanaman monokotil yang secara taksonomi
diklasifikasikan ke dalam ordo Palmales, Famili Palmae, Subfamili Cocoidae,
Genus Elaeis, dan spesies Elaeis guineensis Jacq. (Setyamidjaja, 2006). Asal
taaman kelapa sawit secara pasti belum bisa diketahui, namun ada dugaan kuat
tanaman ini berasal dari dua tempat, yaitu Amerika Selatan dan Afrika (Guinea).
Adrien Hallet, seorang berkebangsaan Belgia, merupakan orang yang pertama
memasukkan tanaman ini ke Indonesia pada tahun 1911 dan mendirikan
perkebunan kelapa sawit di Asahan dan Sungai Liput yang sekarang bernama PT.
Socfindo (Sastrosayono, 2003).
Bagian vegetatif tanaman kelapa sawit meliputi akar (radix), batang
(caulis), dan daun (folium). Kelapa sawit tidak memiliki akar tunggang dan akar
cabang. Jumlah akar yang keluar dari pangkal batang sangat banyak dan terus
bertambah banyak dengan bertambahnya umur tanaman. Sistem perakaran kelapa
sawit terdiri atas akar primer, akar sekunder, serta akar tertier dan kuartener yang
paling aktif mengambil hara dan air dari dalam tanah. Batang kelapa sawit
berbentuk silindris dan berdiameter 40-60 cm, namun pada pangkalnya
membesar. Pada ujung batang terdapat titik tumbuh yang membentuk daun-daun
dan memanjangkan batang. Daun dibentuk di dekat titik tumbuh. Setiap bulan
akan tumbuh dua daun. Pertumbuhan daun awal dan daun berikutnya akan
membentuk sudut 135o (Setyamidjaja, 2006).
Susunan bunga tanaman kelapa sawit terdiri atas karangan bunga yang
memiliki bunga jantan dan bunga betina. Pada beberapa tanaman kelapa sawit ada
juga yang hanya memproduksi bunga jantan. Umumnya bunga jantan dan bunga
betina terdapat dalam dua tandan yang terpisah, namun terkadang dapat berada
dalam satu tandan yang sama. Bunga jantan selalu masak lebih dahulu daripada
bunga betina sehingga penyerbukan sendiri antara bunga jantan dan bunga betina
dalam satu tandan jarang terjadi. Bunga yang telah dibuahi akan berkembang
menjadi buah. Buah kelapa sawit menempel di karangan yang disebut tandan
buah. Dalam satu tandan terdiri atas puluhan hingga ribuan buah. Buah kelapa
5
5
sawit terdiri atas beberapa bagian yaitu eksokarp (kulit luar yang keras dan licin),
mesokarp (sabut) yang merupakan bagian yang paling banyak mengandung
minyak, endokarp (tempurung), dan kernel atau inti sawit (Sastrosayono, 2003).
Berdasarkan ketebalan cangkang dan daging buah, kelapa sawit dibedakan
menjadi tiga jenis yaitu dura, tenera, dan pisifera. Dura memiliki cangkang tebal
(3-5 mm) dan daging buah yang tipis dengan rendemen minyak 15-17%. Tenera
memiliki cangkang tipis (2-3 mm) dan daging buah yang tebal dengan rendemen
minyak 21-23%. Pisifera memiliki cangkang yang sangat tipis, tetapi daging
buahnya tebal, bijinya kecil, dan rendemen minyaknya tinggi yaitu lebih dari 23%
(Sunarko, 2007).
Kelapa sawit merupakan tanaman hutan yang dibudidayakan. Tanaman ini
memiliki respon yang sangat baik terhadap kondisi lingkungan dan perlakuan
yang diberikan. Seperti tanaman budidaya lainnya, kelapa sawit membutuhkan
kondisi tumbuh yang baik agar potensi produksinya dapat mencapai maksimum.
Faktor utama lingkungan tumbuh yang perlu diperhatikan adalah iklim serta
keadaan fisik dan kesuburan tanah, disamping faktor lain seperti genetik tanaman,
perlakuan yang diberikan, dan pemeliharaan (Pardamean, 2008)
Perkecambahan Kelapa Sawit
Menurut Silomba (2006), perkecambahan benih kelapa sawit merupakan
suatu rangkaian kompleks dari perubahan morfologi, fisiologi, dan biokimia.
Sadjad (1993) mengemukakan bahwa secara fisiologis, perkecambahan benih
diartikan sebagai munculnya akar melalui kulit benih, sedangkan analis benih
mengatakan sebagai muncul dan berkembangnya embrio dan merupakan
kemampuan benih untuk berkecambah normal dalam kondisi yang
menguntungkan.
Struktur benih kelapa sawit terdiri atas serabut buah (pericarp) dan inti
(kernel). Serabut buah kelapa sawit terdiri atas tiga lapis yaitu lapisan luar yang
disebut exocarp, lapisan sebelah dalam disebut mesocarp atau pulp, dan lapisan
paling dalam disebut endocarp. Inti kelapa sawit terdiri atas lapisan kulit biji
(testa), endosperma, dan embrio. Ujung embrio dan titik tumbuh dipisahkan oleh
lapisan operculum sebagai tempat keluarnya kecambah kelapa sawit (Gambar 1).
6
6
Kelapa sawit memiliki tipe perkecambahan hypogeal, yaitu kotiledon tetap berada
di permukaan tanah setelah benih berkecambah. Benih kelapa sawit termasuk ke
dalam benih rekalsitran sehingga tidak tahan disimpan dalam suhu dingin di
bawah 5oC dan akan mati apabila kadar airnya berada di bawah 12.5% (Chin dan
Roberts, 1980). Kecambah kelapa sawit merupakan embrio yang keluar dari kulit
biji dan berkembang ke dua arah. Arah tegak lurus ke atas (phototropism) disebut
dengan plumula yang selanjutnya akan menjadi batang dan daun, sedangkan arah
tegak lurus ke bawah (geotropism) disebut dengan radikula yang selanjutnya akan
menjadi akar (Sunarko, 2007).
Gambar 1. Stuktur benih kelapa sawit (Sumber: Kurnila, 2009)
Kecambah normal adalah kecambah yang tumbuh sempurna dan secara
jelas dapat dibedakan antara radikula dan plumula, tidak patah, tumbuh lurus,
panjang plumula dan radikula berkisar 1-1.5 cm. Kecambah abnormal mempunyai
ciri-ciri tumbuh bengkok, plumula dan radikula tumbuh searah, kecambah kerdil,
dan hanya memiliki radikula atau plumula saja serta terserang penyakit (Adiguno,
1998). Kriteria kecambah normal yang digunakan PPKS adalah (1) kecambah
tumbuh sempurna, (2) plumula dan radikula sudah dapat dibedakan, (3) plumula
dan radikula tampak segar, (4) kecambah tidak berjamur, dan (5) panjang plumula
dan radikula maksimum 2 cm. Kriteria kecambah abnormal yaitu (1) tumbuh
exocarp
mesocarp
endocarp
testa
endosperm
embryo
operculum
7
7
membengkok, (2) plumula dan radikula tumbuh searah, dan (3) layu atau
berjamur. Kriteria kecambah panjang yaitu panjang plumula dan radikula lebih
dari 2 cm (Kurnila 2009). Williyatno (2007) melaporkan bahwa pada selang 5-10
hari setelah benih mulai berkecambah, panjang plumula dan radikula melebihi
2 cm. Oleh karena itu untuk menghindari kecambah tumbuh panjang maka
pemilihan kecambah harus dilakukan paling lambat 10 hari setelah benih mulai
berkecambah.
Benih kelapa sawit memiliki kulit yang tebal, oleh karena itu diperlukan
persiapan yang lama untuk mengecambahkannya. Setelah buah yang masak
dipanen, tandan buah diperam (fermentasi I) selama 3 hari agar semua buahnya
rontok, setelah itu diperam lagi selama 3 hari (fermentasi II). Selama fermentasi I
dan II, penyiraman dilakukan setiap hari. Setelah daging dan sabut membusuk,
biji dipisahkan dari daging buah dan serat. Setelah terpisah, biji dikering-anginkan
dan disimpan selama 2 bulan dalam ruang suhu kamar untuk perkecambahan
(Sastrosayono, 2003).
Pematahan Dormansi Benih
Pada saat masak fisiologis, tidak semua benih siap untuk berkecambah.
Benih membutuhkan waktu tertentu agar dapat berkecambah secara alami setelah
dipanen, atau seringkali membutuhkan perlakuan tertentu agar dapat berkecambah
(Kuswanto, 2003). Dormansi benih adalah keadaan dimana benih mengalami
istirahat total sehingga meskipun dalam keadaan media tumbuh benih optimum,
benih tidak menunjukkan gejala atau fenomena hidup (Sadjad, 1993). Dormansi
benih merupakan cara tanaman agar dapat bertahan hidup dan beradaptasi dengan
lingkungannya, dan merupakan sifat yang diturunkan secara genetik. Intensitas
dormansi dipengaruhi oleh lingkungan selama perkembangan benih. Dormansi
pada spesies tertentu mengakibatkan benih tidak berkecambah di dalam tanah
selama beberapa tahun. Beberapa mekanisme dormansi terjadi pada benih baik
fisik maupun fisiologi, termasuk dormansi primer dan sekunder (Ilyas, 2012).
Pematahan dormansi dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain
dengan perlakuan mekanis, perlakuan suhu, perlakuan cahaya, perendaman
dengan air panas, dan perlakuan menggunakan bahan kimia. Perlakuan
8
8
perendaman menggunakan air panas bertujuan untuk memudahkan penyerapan air
oleh benih. Perlakuan ini dilakukan dengan memasukkan benih pada suhu air
tertentu dan dibiarkan hingga air menjadi dingin (Copeland dan McDonald, 1995).
Perlakuan air panas dengan suhu 60oC pada benih Casuarina equisetifolia Lum.
memberikan hasil daya berkecambah yang lebih baik dibandingkan perendaman
dalam air dingin maupun dalam air suhu 40oC (Kesaulija, 1979). Perendaman
benih sengon laut (Paraserianthes falcataria) dalam air panas dengan suhu 75oC
selama 24 jam memberikan hasil terbaik dengan persentase daya berkecambah
sebesar 54.9% dibanding perlakuan perendaman pada air dingin, air dengan suhu
50oC dan suhu 100
oC (Ratnasari, et al., 2006). Perendaman benih
tanaman jati (Tectona grandis L.) dalam air panas dengan suhu 60oC juga
efektif dalam meningkatkan bobot kering kecambah normal sebesar 1.17 g
(Miranda, 2005). Ani (2006) melaporkan bahwa perendaman benih Lamtoro
(Leucaena leucocephala) dalam air dengan suhu awal 60-70oC selama 10-12
menit mampu mematahkan dormansi dan menghasilkan daya berkecambah
sebesar 75%, sedangkan pengaruh perendaman benih dalam air panas terhadap
pertumbuhan bibit selanjutnya berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman,
jumlah daun, dan panjang akar. Khaeruddin (1994) menyatakan bahwa tanaman
akasia dengan perlakuan benih direndam air panas kemudian didiamkan selama
24 jam sampai air rendamannya dingin, juga dapat mempercepat pertumbuhan
dan meningkatkan daya berkecambah.
Benih kelapa sawit mengalami dorman karena kulit bijinya yang keras dan
mengandung lignin yang cukup tinggi (Nurmailah, 1999). Perlakuan
menggunakan bahan kimia dilakukan agar kulit benih terdegradasi sehingga air
lebih mudah berimbibisi. Bahan kimia yang paling umum dan efektif digunakan
dalam industri saat ini yaitu asam sulfat dan kalium nitrat. Bahan lain yang dapat
digunakan untuk mematahkan dormansi benih yaitu hormon tumbuh seperti
giberelin, sitokinin, auksin, dan etilen (Copeland dan McDonald, 1995). Menurut
Ilyas (2012), metode pematahan dormansi pada benih berkulit keras yaitu dengan
skarifikasi mekanis untuk menipiskan testa, pemanasan, pendinginan, perendaman
dalam air mendidih, pergantian suhu drastis, dan skarifikasi kimia menggunakan
asam sulfat untuk mendegradasi testa. Herrera et al. (1998) melaporkan bahwa
9
9
perendaman dalam ethephon dengan konsentrasi 0.6% selama 48 jam pada benih
kelapa sawit menghasilkan daya berkecambah 84% dalam 75 hari, sedangkan
pada perlakuan ethephon 0.6% yang dikombinasikan dengan perlakuan
pendahuluan dengan merendam dalam asam sulfat 98% mampu menghasilkan
daya berkecambah sebesar 88% selama 25 hari.
10
10
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di unit pemrosesan benih kelapa sawit PT Astra
Agro Lestari Tbk, yang berlokasi di Desa Pandu Senjaya Kecamatan Pangkalan
Lada Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah. Penelitian ini
dilaksanakan mulai bulan April hingga Juli 2012.
Bahan dan Alat
Benih kelapa sawit yang digunakan dalam penelitian ini yaitu varietas
DxP Yangambi yang merupakan hasil persilangan F1 antara tetua dura Deli
dengan pisifera keturunan tenera Yangambi. Benih kelapa sawit yang digunakan
telah disimpan selama 3 bulan di ruang penyimpanan dengan suhu 18oC. Bahan
yang digunakan untuk mematahkan dormansi benih yaitu zat pengatur tumbuh
ethephon. Bahan lain yang digunakan yaitu aquades, alkohol, fungisida dithane,
wadah pengecambah, dan kertas label. Alat yang digunakan dalam penelitian ini
yaitu gelas ukur, gelas kimia, pengaduk kaca, termometer, oven, cawan,
timbangan, penggaris, tempat perkecambahan, dan peralatan pengamanan dalam
laboratorium.
Tahap Penelitian
Penelitian ini terbagi menjadi tiga tahap percobaan, yaitu:
1. Percobaan I untuk menentukan suhu air dan intensitas perendaman yang
optimum untuk digunakan sebagai perendaman pendahuluan pada benih
kelapa sawit.
2. Percobaan II untuk menentukan konsentrasi ethephon yang optimum setelah
perendaman pendahuluan menggunakan air pada suhu 80oC dengan intensitas
perendaman 3x24 jam.
3. Percobaan III untuk mempelajari pengaruh perendaman dalam berbagai
konsentrasi ethephon yang didahului dengan perendaman dalam air panas
11
11
suhu 80oC selama 3x24 jam dan diakhiri dengan pemanasan kering 39-40
oC
selama 1 minggu terhadap perkecambahan benih kelapa sawit.
Metode Penelitian
Percobaan I: Penentuan Suhu Air dan Intensitas Perendaman Benih Kelapa
Sawit
Percobaan ini bertujuan untuk menentukan suhu air dan intensitas
perendaman yang digunakan untuk merendam benih kelapa sawit. Percobaan ini
dilakukan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial yang terdiri
atas dua faktor. Faktor pertama suhu air terdiri atas lima taraf yaitu P0: suhu air
tanpa pemanasan (27 oC), P1: suhu air awal 60
oC, P2: suhu air awal 70
oC, P3:
suhu air awal 80oC, dan P4: suhu air awal 90
oC. Faktor kedua, intensitas
perendaman terdiri atas empat taraf yaitu I0: tanpa perendaman, I1: 1x24 jam
(satu kali perendaman selama 24 jam), I2: 2x24 jam (dua kali perendaman dengan
masing-masing perendaman dilakukan selama 24 jam), dan I3: 3x24 jam (tiga kali
perendaman dengan masing-masing perendaman dilakukan selama 24 jam). Tiap
perlakuan diulang sebanyak tiga kali sehingga terdapat 60 satuan percobaan.
Model statistika yang digunakan adalah sebagai berikut:
Yijk = respon pengamatan perlakuan suhu air dan intensitas perendaman
= nilai tengah umum
= pengaruh suhu air taraf ke-i
= pengaruh intensitas perendaman ke-j
= pengaruh interaksi perlakuan suhu air dan intensitas perendaman
= pengaruh galat percobaan
Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan uji F, bila hasil yang
diperoleh berpengaruh nyata maka dilakukan uji lanjut dengan uji DMRT
(Duncan Multiple Range Test) pada taraf 5%. Data akan diolah menggunakan
SAS.
12
12
Percobaan II: Penentuan Konsentrasi Ethephon yang Optimum
Percobaan ini dilakukan berdasarkan hasil dari percobaan I. Perlakuan
terbaik pada percobaan I digunakan sebagai perlakuan pendahuluan (suhu 80oC
dengan intensitas perendaman 3x24 jam) pada percobaan II dan III. Percobaan
menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) satu faktor yaitu konsentrasi
ethephon yang terdiri atas E0: ethephon 0%, E1: ethephon 0.4%, E2: ethephon
0.8%, E3: ethephon 1.2%, dan E4: ethephon 1.6%. Tiap kombinasi perlakuan
diulang sebanyak lima kali sehingga terdapat 25 satuan percobaan.
Model statistika yang digunakan adalah sebagai berikut:
Yij = respon pengamatan perlakuan konsentrasi ethephon
= nilai tengah umum
= pengaruh perlakuan konsentrasi ethephon taraf ke-i
= pengaruh galat percobaan
Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan uji F, bila hasil yang
diperoleh berpengaruh nyata maka dilakukan uji lanjut dengan uji DMRT
(Duncan Multiple Range Test) pada taraf 5%. Data diolah menggunakan SAS.
Percobaan III: Pengaruh Perendaman dalam Berbagai Konsentrasi
Ethephon yang Didahului dengan Perendaman dalam Air
Panas Suhu 80oC Selama 3x24 Jam dan Diakhiri dengan
Pemanasan Kering selama 1 Minggu terhadap
Perkecambahan Benih Kelapa Sawit
Percobaan ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) satu faktor
yaitu perlakuan pematahan dormansi yang terdiri atas lima perlakuan yaitu:
T1 = Perendaman pada suhu 80 oC selama 3x24 jam + ethephon 0.0% +
pemanasan kering selama 1 minggu
T2 = Perendaman pada suhu 80 oC selama 3x24 jam + ethephon 0.4% +
pemanasan kering selama 1 minggu
T3 = Perendaman pada suhu 80 oC selama 3x24 jam + ethephon 0.8% +
pemanasan kering selama 1 minggu
13
13
T4 = Perendaman pada suhu 80 oC selama 3x24 jam + ethephon 1.2% +
pemanasan kering selama 1 minggu
T5 = Perendaman pada suhu 80 oC selama 3x24 jam + ethephon 1.6% +
pemanasan kering selama 1 minggu
Tiap kombinasi perlakuan diulang sebanyak lima kali sehingga terdapat
25 satuan percobaan.
Model statistika yang digunakan adalah sebagai berikut:
Yij = respon pengamatan perlakuan
= nilai tengah umum
= pengaruh perlakuan taraf ke-i
= pengaruh galat percobaan
Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan uji F, bila hasil yang
diperoleh berpengaruh nyata maka dilakukan uji lanjut dengan uji DMRT
(Duncan Multiple Range Test) pada taraf 5%. Data diolah menggunakan SAS.
Pelaksanaan
Percobaan I
Benih yang digunakan terlebih dahulu direndam dalam air selama 7 hari
untuk membersihkan kotoran, lalu dikering-anginkan selama 24 jam sebelum
diberi perlakuan. Masing-masing perlakuan menggunakan 50 butir benih.
Pemberian perlakuan dilakukan mula-mula dengan memanaskan air yang akan
digunakan untuk perendaman hingga mencapai suhu masing-masing perlakuan.
Benih kelapa sawit direndam dalam air panas sesuai dengan perlakuan intensitas
perendaman. Waktu yang digunakan dalam satu kali perendaman yaitu 24 jam.
Pada perendaman 2x24 jam dan 3x24 jam, dilakukan penggantian air panas tiap
24 jam. Setelah proses perendaman, benih dicuci menggunakan air lalu direndam
dalam fungisida Dithane dengan konsentrasi 2 g l-1
selama 5 menit, kemudian
benih dikering-anginkan kembali selama 4 jam sebelum masuk ke ruang
perkecambahan. Setelah itu benih diletakkan dalam tray perkecambahan dan
14
14
diberi label lalu diletakkan di ruang inkubasi (ruang perkecambahan) selama 35
hari. Penyemprotan benih dilakukan setiap hari menggunakan fungisida Dithane
dengan konsentrasi 2 g l-1
. Diagram alir percobaan I disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2. Diagram alir proses pelaksanaan percobaan I
Perendaman I dalam air suhu
kamar (27oC) selama 7 hari
Pengering-anginan I selama
24 jam
Perendaman dalam air panas suhu P0: suhu air tanpa pemanasan (27 oC), P1:
suhu air awal 60oC, P2: suhu air awal 70
oC, P3: suhu air awal 80
oC, dan
P4: suhu air awal 90oC dan intensitas perendaman I0: tanpa perendaman,
I1: 1x24 jam (satu kali perendaman selama 24 jam), I2: 2x24 jam (dua
kali perendaman dengan masing-masing perendaman dilakukan selama 24
jam), dan I3: 3x24 jam (tiga kali perendaman dengan masing-masing
perendaman dilakukan selama 24 jam)
Pencucian dan pemberian
fungisida Dithane 5 g l-1
Pengering-anginan II
selama 4 jam
Perkecambahan dalam
ruang inkubasi suhu 28-
30oC dan kelembaban
60-65% selama 35 hari
15
15
Percobaan II
Persiapan benih kelapa sawit dilakukan seperti pada percobaan I. Benih
kelapa sawit diberi perlakuan perendaman dalam air panas berdasarkan hasil
terbaik pada percobaan I. Benih dikering-anginkan terlebih dahulu selama 4 jam
sebelum diberi perlakuan perendaman dalam berbagai konsentrasi ethephon
selama 48 jam. Volume larutan ethephon yang digunakan untuk merendam 50
butir benih yaitu 200 ml (Herrera et al., 1998). Perendaman dilakukan
menggunakan wadah plastik yang ditutup rapat. Setelah perendaman dalam
ethephon, benih dicuci menggunakan air lalu direndam dalam fungisida Dithane
dengan konsentrasi 2 g l-1
selama 5 menit, kemudian benih dikering-anginkan
kembali selama 4 jam sebelum masuk ke ruang perkecambahan. Diagram alir
percobaan II disajikan pada Gambar 3.
Percobaan III
Percobaan III dilakukan sebagai percobaan lanjutan dari percobaan I dan
II. Pemanasan kering dilakukan pada akhir perlakuan untuk menurunkan kadar air
benih sehingga diharapkan mampu meningkatkan perkcambahan dan menekan
tingkat serangan cendawan. Pemanasan kering selama 1 minggu dilakukan pada
pemrosesan ulang benih kelapa sawit yang belum tumbuh di PT Astra Agro
Lestari Tbk. Benih mula-mula direndam dalam air suhu 80oC selama 3x24 jam.
Benih dikering-anginkan terlebih dahulu selama 4 jam lalu direndam dalam
berbagai konsentrasi ethephon selama 48 jam, setelah itu dikering-anginkan
kembali selama 24 jam. Benih lalu dimasukkan ke dalam plastik lalu diikat
dengan rapat dan dimasukkan ke dalam ruang pemanasan kering dengan suhu 39–
40oC selama 1 minggu. Setelah 1 minggu, benih dicuci menggunakan air lalu
direndam dalam fungisida Dithane dengan konsentrasi 2 g l-1
selama 5 menit,
kemudian benih dikering-anginkan kembali selama 4 jam sebelum masuk ke
ruang perkecambahan. Diagram alir percobaan III disajikan pada Gambar 4.
16
16
Gambar 3. Diagram alir proses pelaksanaan percobaan II
Perendaman I dalam air suhu
kamar (27oC) selama 7 hari
Pengering-anginan I selama
24 jam
Pencucian dan pemberian
fungisida Dithane 5 g l-1
Pengering-anginan
III selama 4 jam
Perkecambahan dalam
ruang inkubasi suhu 28-
30oC dan kelembaban
60-65% selama 35 hari
Perendaman dalam
air suhu 80oC
selama 3x24 jam
Hasil terbaik
percobaan I
Pengering-anginan
II selama 4 jam
Perendaman dalam ethephon selama 48 jam
17
17
Perendaman I dalam air suhu
kamar (27oC) selama 7 hari
Pengering-anginan I
selama 24 jam
Pencucian dan pemberian
fungisida Dithane 5 g l-1
Pengering-anginan IV
selama 4 jam
Perkecambahan dalam
ruang inkubasi suhu 28-
30oC dan kelembaban 60-
65% selama 35 hari
Perendaman dalam air
suhu 80oC selama
3x24 jam
Hasil terbaik
percobaan I
Pengering-anginan II
selama 4 jam
Perendaman dalam ethephon selama 48 jam
Pemanasan kering pada suhu
39-40oC selama 1 minggu
Pengering-anginan III
selama 24 jam
Gambar 4. Diagram alir proses pelaksanaan percobaan III
18
18
Pengamatan
Pengamatan terhadap kecambah kelapa sawit dilakukan setiap hari setelah
inkubasi selama 35 hari. Pengamatan meliputi kecambah normal, abnormal, dan
dorman. Pengamatan terhadap percobaan ini menggunakan beberapa tolok ukur
yaitu:
1. Kadar air benih (KA)
Pengukuran kadar air benih dilakukan dengan metode langsung
menggunakan oven. Benih dikeringkan menggunakan oven dengan suhu 105oC
selama 48 jam. Benih ditimbang menggunakan timbangan digital. Penetapan
kadar air benih ditentukan menggunakan rumus:
2. Daya berkecambah (DB)
Perhitungan daya berkecambah menggunakan rumus:
Pengamatan dilakukan sebanyak lima kali yaitu pada 7 HSI (hari setelah
inkubasi), 14 HSI, 21 HSI, 28 HSI, dan 35 HSI.
3. Kecepatan tumbuh (KCT)
Kecepatan tumbuh dihitung berdasarkan akumulasi kecepatan tumbuh
harian dalam tolok ukur persentase pertambahan kecambah normal per hari
selama 35 hari. Perhitungan kecepatan tumbuh menggunakan rumus:
∑
4. Potensi tumbuh maksimum (PTM)
Potensi tumbuh maksimum benih merupakan persentase benih yang
berkecambah (normal dan abnormal) sampai akhir pengamatan terhadap jumlah
keseluruhan benih yang dikecambahkan. Potensi tumbuh maksimum digunakan
untuk mengidentifikasi viabilitas total dari benih kelapa sawit yang diuji.
Perhitungan potensi tumbuh maksimum menggunakan rumus:
19
19
5. Intensitas dormansi (ID)
Intensitas dormansi adalah persentase benih yang tidak tumbuh sampai
akhir pengamatan (35 HSI). Benih yang terserang cendawan sebelum akhir
pengamatan dan belum berkecambah (dorman) termasuk ke dalam perhitungan
intensitas dormansi. Perhitungan intensitas dormansi menggunakan rumus:
6. Persentase benih terserang cendawan
Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah benih yang terserang
cendawan selama pengecambahan (35 HSI). Perhitungan persentase benih
terserang cendawan menggunakan rumus:
20
20
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Percobaan I. Pengaruh Suhu Air dan Intensitas Perendaman terhadap
Perkecambahan Benih Kelapa Sawit
Berdasarkan rekapitulasi hasil sidik ragam pada Tabel 1 menunjukkan
bahwa interaksi antara perlakuan suhu air rendaman dengan intensitas
perendaman berpengaruh sangat nyata terhadap seluruh tolok ukur yang diamati
kecuali kadar air benih dan persentase benih terserang cendawan. Perlakuan suhu
air (P) menunjukkan pengaruh yang sangat nyata terhadap peubah daya
berkecambah, kecepatan tumbuh, potensi tumbuh maksimum, dan intensitas
dormansi namun tidak berpengaruh nyata terhadap kadar air dan persentase benih
terserang cendawan. Faktor perlakuan intensitas perendaman berpengaruh sangat
nyata terhadap peubah daya berkecambah, kecepatan tumbuh, potensi tumbuh
maksimum, intensitas dormansi, dan persentase benih terserang cendawan tetapi
tidak berpengaruh nyata pada kadar air benih (Tabel 1). Kadar air benih pada
percobaan I berkisar antara 21.3% sampai 23.3%. Sidik ragam dapat dilihat pada
Lampiran 1 sampai 7.
Tabel 1. Rekapitulasi hasil sidik ragam perlakuan suhu air dan intensitas
perendaman pada beberapa tolok ukur perkecambahan benih kelapa
sawit
Peubah Faktor Perlakuan
P I P*I
Kadar air benih tn tn tn
Daya berkecambah ** ** **
Kecepatan tumbuh ** ** **
Potensi tumbuh maksimum ** ** **
Intensitas dormansi ** ** **
Persentase benih terserang cendawan tn ** tn
Keterangan: ** = berbeda nyata pada taraf 1% ; tn = tidak berbeda nyata ; P*I = pengaruh
interaksi suhu air (P) dan intensitas perendaman (I)
21
21
Berdasarkan Tabel 2, perendaman selama 1x24 jam dalam berbagai suhu
tidak mampu membuat benih berkecambah. Semakin tinggi intensitas
perendaman, daya berkecambah benih semakin meningkat. Daya berkecambah
meningkat hingga suhu 80oC lalu mengalami penurunan pada suhu 90
oC. Daya
berkecambah tertinggi didapat pada perlakuan perendaman dalam suhu 80oC
selama 3x24 jam yaitu sebesar 16.7%. Perlakuan ini kemudian digunakan pada
percobaan II sebelum benih direndam dalam ethephon.
Tabel 2. Pengaruh suhu air dan intensitas perendaman terhadap daya berkecambah
Suhu Air Intensitas Perendaman
1x24 jam 2x24 jam 3x24 jam
%
27oC 0.71g (0.0) 0.71g (0.0) 0.71g (0.0)
60oC 0.71g (0.0) 0.72fg (1.3) 0.77c (8.7)
70oC 0.71g (0.0) 0.73ef (3.3) 0.76cd (7.3)
80oC 0.71g (0.0) 0.74de (5.3) 0.82a (16.7)
90oC 0.71g (0.0) 0.73ef (3.3) 0.78b (11.3)
Keterangan: Angka rataan yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata
berdasarkan uji DMRT 5%. Data yang dianalisis adalah data yang sudah
ditransformasi √(x+0.5). Angka dalam kurung merupakan data asli sebelum
ditransformasi ; kk= 1.36%
Pada intensitas perendaman 2x24 jam dan 3x24 jam, terjadi peningkatan
kecepatan tumbuh (Tabel 3) dan potensi tumbuh maksimum benih (Tabel 4)
hingga suhu 80oC lalu mengalami penurunan pada suhu 90
oC. Peningkatan
kecepatan tumbuh dan potensi tumbuh maksimum juga terjadi pada intensitas
perendaman yang lebih tinggi. Kecepatan tumbuh tertinggi didapat pada
perlakuan perendaman dalam suhu 80oC selama 3x24 jam yaitu sebesar 0.59%
KN etmal-1
dengan potensi tumbuh maksimum sebesar 16.7%.
22
22
Tabel 3. Pengaruh suhu air dan intensitas perendaman terhadap kecepatan tumbuh
Suhu Air Intensitas Perendaman
1x24 jam 2x24 jam 3x24 jam
% KN etmal-1
27oC 0.7071g (0.00) 0.7071g (0.00) 0.7071g (0.00)
60oC 0.7071g (0.00) 0.7074fg (0.04) 0.7093c (0.32)
70oC 0.7071g (0.00) 0.7079ef (0.12) 0.7090cd (0.27)
80oC 0.7071g (0.00) 0.7084de (0.18) 0.7112a (0.59)
90oC 0.7071g (0.00) 0.7078efg (0.11) 0.7101b (0.43)
Keterangan: Angka rataan yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata
berdasarkan uji DMRT 5%. Data yang dianalisis adalah data yang sudah
ditransformasi √(x+0.5). Angka dalam kurung merupakan data asli sebelum
ditransformasi ; kk= 0.06%
Tabel 4. Pengaruh suhu air dan intensitas perendaman terhadap potensi tumbuh
maksimum
Suhu Air Intensitas Perendaman
1x24 jam 2x24 jam 3x24 jam
%
27oC 0.7071f (0.0) 0.7071f (0.0) 0.7071f (0.0)
60oC 0.7071f (0.0) 0.7164ef (1.3) 0.7658c (8.7)
70oC 0.7071f (0.0) 0.7303e (3.3) 0.7571cd (7.3)
80oC 0.7071f (0.0) 0.7483d (6.0) 0.8164a (16.7)
90oC 0.7071f (0.0) 0.7303e (3.3) 0.7873b (12.0)
Keterangan: Angka rataan yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata
berdasarkan uji DMRT 5%. Data yang dianalisis adalah data yang sudah
ditransformasi √(x+0.5). Angka dalam kurung merupakan data asli sebelum
ditransformasi ; kk= 1.29%
Perendaman selama 3x24 jam menurunkan persentase benih terserang
cendawan dari 56.8% menjadi 22.5% dibanding pada perendaman 1x24 jam.
Rata-rata pengaruh suhu air terhadap persentase benih terserang cendawan
berkisar antara 38.0% hingga 44.2%.
23
23
Tabel 5. Pengaruh suhu air dan intensitas perendaman terhadap persentase benih
terserang cendawan
Suhu Air Intensitas Perendaman
1x24 jam 2x24 jam 3x24 jam Rata-rata
%
27 oC (P0) 54.0 41.3 22.7 39.3
60 oC (P1) 55.3 37.3 21.3 38.0
70 oC (P2) 62.0 40.0 20.7 40.9
80 oC (P3) 52.7 44.7 23.3 40.2
90 oC (P4) 60.0 48.0 24.7 44.2
Rata-rata 56.8a 42.3b 22.5c
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut
statistik uji lanjut DMRT pada taraf α = 5% ; kk = 15.72%
Berdasarkan hasil dari percobaan I, terlihat bahwa perlakuan perendaman
dalam air 80oC selama 3x24 jam memberikan hasil terbaik dibanding perlakuan
lainnya. Oleh karena itu, perlakuan ini akan digunakan pada percobaan
selanjutnya.
Percobaan II. Pengaruh Konsentrasi Ethephon terhadap Perkecambahan
Benih Kelapa Sawit
Rekapitulasi hasil sidik ragam perlakuan konsentrasi ethephon
menunjukkan pengaruh yang sangat nyata terhadap peubah kadar air benih, daya
berkecambah, kecepatan tumbuh, potensi tumbuh maksimum, dan intensitas
dormansi namun tidak berpengaruh nyata terhadap persentase benih terserang
cendawan (Tabel 6). Sidik ragam perlakuan pengaruh konsentrasi ethephon
terhadap perkecambahan benih kelapa sawit disajikan pada Lampiran 8 sampai
13.
24
24
Tabel 6. Rekapitulasi hasil sidik ragam perlakuan konsentrasi ethephon pada tolok
ukur perkecambahan benih kelapa sawit
Peubah Konsentrasi Ethephon kk (%)
Kadar air benih ** 3.52
Daya berkecambah ** 0.96#
Kecepatan tumbuh ** 0.05#
Potensi tumbuh maksimum ** 14.75
Intensitas dormansi ** 4.03
Persentase benih terserang cendawan tn 26.72
Keterangan: ** = berpengaruh nyata pada taraf 5% ; tn = tidak berpengaruh nyata ; # =
transformasi √(x+0.5)
Kadar air benih, daya berkecambah, dan kecepatan tumbuh cenderung
menurun pada konsentrasi ethephon yang lebih tinggi. Potensi tumbuh maksimum
meningkat hingga konsentrasi 0.4% yaitu sebesar 29.2% lalu menurun pada
konsentrasi ethephon yang lebih tinggi. Nilai intensitas dormansi menurun hingga
konsentrasi ethephon 0.4% yaitu sebesar 70.8% lalu meningkat pada konsentrasi
ethephon yang lebih tinggi. Persentase benih terserang cendawan berkisar antara
12.8% sampai 16.0% (Tabel 7).
Tabel 7. Pengaruh konsentrasi ethephon terhadap kadar air (KA), daya
berkecambah (DB), kecepatan tumbuh (KCT), potensi tumbuh
maksimum (PTM), intensitas dormansi (ID), dan persentase benih
terserang cendawan
Konsen-
trasi
Ethephon
(%)
KA
(%)
DB
(%)
KCT
(% etmal-1
)
PTM
(%)
ID
(%)
Benih
Terserang
Cendawan
(%)
0 21.7a 0.802a (14.4) 0.7107a (0.51) 14.4c 85.6a 16.0
0.4 20.8ab 0.713b (0.8) 0.7073b (0.04) 29.2a 70.8c 12.8
0.8 19.6c 0.707b (0.0) 0.7071b (0.00) 20.0b 80.0b 16.0
1.2 19.9bc 0.707b (0.0) 0.7071b (0.00) 23.2b 76.8b 13.6
1.6 20.0bc 0.707b (0.0) 0.7071b (0.00) 20.4b 79.6b 13.2
Keterangan: Angka rataan yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak
berbeda nyata menurut statistik uji lanjut DMRT pada taraf α = 5%. Angka
dalam kurung merupakan data asli sebelum ditransformasi √(x+0.5)
25
25
Percobaan III: Pengaruh Perendaman dalam Berbagai Konsentrasi
Ethephon yang Didahului dengan Perendaman dalam Air
Panas 80oC Selama 3x24 Jam dan Diakhiri dengan
Pemanasan Kering selama 1 Minggu terhadap
Perkecambahan Benih Kelapa Sawit
Berdasarkan rekapitulasi hasil sidik ragam, perlakuan pematahan dormansi
menunjukkan pengaruh yang sangat nyata terhadap peubah kadar air benih, daya
berkecambah, kecepatan tumbuh, dan potensi tumbuh maksimum, namun tidak
berpengaruh nyata terhadap intensitas dormansi dan persentase benih terserang
cendawan (Tabel 8). Sidik ragam perlakuan pematahan benih kelapa sawit
disajikan pada Lampiran 14 sampai 19.
Tabel 8. Rekapitulasi hasil sidik ragam perlakuan pematahan dormansi pada
beberapa tolok ukur perkecambahan benih kelapa sawit
Peubah Konsentrasi Ethephon kk (%)
Kadar air benih ** 3.44
Daya berkecambah ** 1.60#
Kecepatan tumbuh ** 0.12#
Potensi tumbuh maksimum ** 6.82
Intensitas dormansi tn 9.00
Persentase benih terserang cendawan tn 12.89
Keterangan: ** = berpengaruh nyata pada taraf 5% ; tn = tidak berpengaruh nyata ; # =
transformasi √(x+0.5)
Perlakuan pematahan dormansi berpengaruh sangat nyata terhadap kadar
air, daya berkecambah, kecepatan tumbuh, dan potensi tumbuh maksimum.
Konsentrasi ethephon tidak berpengaruh nyata terhadap intensitas dormansi dan
persentase benih terserang cendawan. Tabel 9 menunjukkan bahwa kadar air
benih, daya berkecambah, dan kecepatan tumbuh nyata menurun pada konsentrasi
ethephon yang lebih tinggi. Potensi tumbuh maksimum meningkat secara nyata
hingga konsentrasi ethephon 0.4% (T2) yaitu sebesar 52.0% lalu menurun pada
konsentrasi ethephon yang lebih tinggi. Nilai intensitas dormansi berkisar antara
56.4% sampai 66.4%, sedangkan persentase benih terserang cendawan berkisar
antara 13.6% sampai 16.4%.
26
26
Tabel 9. Pengaruh perendaman dalam berbagai konsentrasi ethephon yang
didahului dengan perendaman dalam air panas suhu 80oC selama 3x24
jam dan diakhiri dengan pemanasan kering selama 1 minggu terhadap
KA, DB, KCT, PTM, ID, dan persentase benih terserang cendawan
Perla-
kuan
KA
(%)
DB
(%)
KCT
(% etmal-1
)
PTM
(%)
ID
(%)
Benih
Terserang
Cendawan (%)
T1 19.5a 0.914a (33.6) 0.7193a (1.75) 33.6d 66.4 16.4
T2 18.8ab 0.729b (3.2) 0.7083b (0.17) 52.0a 61.6 13.6
T3 17.9c 0.707c (0.0) 0.7071c (0.00) 43.6b 56.4 15.2
T4 18.2bc 0.707c (0.0) 0.7071c (0.00) 39.6c 60.4 13.6
T5 18.2bc 0.707c (0.0) 0.7071c (0.00) 36.4cd 63.6 14.0
Keterangan: Angka rataan yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak
berbeda nyata menurut statistik uji lanjut DMRT pada taraf α = 5%. Angka
dalam kurung merupakan data asli sebelum ditransformasi √(x+0.5). KA=
kadar air benih, DB= daya berkecambah, KCT= kecepatan tumbuh, PTM=
potensi tumbuh maksimum, ID= intensitas dormansi.
Pembahasan
Kadar air merupakan faktor penting dalam perkecambahan benih kelapa
sawit. Air harus tersedia dalam jumlah yang cukup untuk pelunakan kulit,
memberi fasilitas masuknya oksigen, mengencerkan protoplasma untuk
mengaktifkan berbagai macam fungsinya, dan sebagai alat transportasi larutan
makanan dari endosperma atau kotiledon ke titik tumbuh pada poros embrio
(Kamil, 1979). Enzim-enzim hidrolase akan aktif dalam menghidrolisis cadangan
makanan dalam benih jika air dalam benih cukup tersedia. Hal ini akan memacu
perkembangan embrio dalam benih untuk menembus testa atau kulit benih dan
muncul melalui operculum (Silomba, 2006). Benih kelapa sawit merupakan benih
yang membutuhkan kadar air di atas 18% untuk dapat berkecambah (Adiguno,
1998). Pada percobaan I, perlakuan meningkatkan kadar air benih, sedangkan
pada percobaan II dan III menurunkan kadar air benih. Hal ini diduga karena pada
percobaan I menggunakan bahan perendam air yang memiliki kepekatan sama,
sedangkan pada percobaan II dan III menggunakan bahan perendam ethephon
dalam berbagai konsentrasi yang memiliki kepekatan berbeda. Semakin pekat
larutan perendam, semakin sulit imbibisi ke dalam benih. Hal ini karena kerasnya
27
27
kulit benih yang mengandung lignin menjadi penghalang masuknya air
(Nurmailah, 1999). Suhu air dan intensitas perendaman mempengaruhi
penyerapan air ke dalam benih, hal ini karena air dan oksigen yang dibutuhkan
untuk perkecambahan dapat masuk ke benih tanpa halangan sehingga benih dapat
berkecambah (Sumanto dan Sriwahyuni, 1993).
Kadar air benih berhubungan erat dengan persentase benih terserang
cendawan. Persentase benih terserang cendawan pada percobaan I cenderung
lebih tinggi dibanding percobaan II dan III. Cendawan banyak menyerang benih
yang memiliki kadar air yang lebih tinggi. Selain itu, persentase benih terserang
cendawan yang tinggi pada penelitian ini diduga karena kerapatan benih pada tray
perkecambahan kecil sehingga uap air yang dihasilkan dari proses respirasi benih
rendah. Uap air yang rendah mengakibatkan kelembaban relatif meningkat
sehingga potensi munculnya cendawan semakin besar. Kerapatan benih dalam
tray pada percobaan yaitu sebesar 0.14 butir cm-2
dengan jumlah benih yang
dikecambahkan sebanyak 300 butir dalam tray berukuran 32x65 cm, sedangkan
kerapatan benih yang digunakan dalam proses pengecambahan konvensional yaitu
sebesar 0.34 butir cm-2
. Cendawan yang menyerang pada percobaan I (Gambar 5)
tidak mampu diidentifikasi karena spora cendawan tidak keluar sehingga hasil
mikroskopis tidak menunjukkan struktur khusus yang mencirikan salah satu jenis
cendawan, sedangkan cendawan yang menyerang pada percobaan II (Gambar 6)
dan III (Gambar 7) adalah Aspergillus sp.
Gambar 5. Serangan cendawan pada percobaan I. A. Cendawan pada benih; B.
Isolat cendawan; C. Bentuk mikroskopis cendawan (Perbesaran 400x)
A B C
28
28
Gambar 6. Serangan cendawan pada percobaan II. A. Aspergillus sp. pada benih;
B. Isolat Aspergillus sp.; C. Bentuk mikroskopis Aspergillus sp.
(Perbesaran 40x)
Gambar 7. Serangan cendawan pada percobaan III. A. Aspergillus sp. pada benih;
B. Isolat Aspergillus sp.; C. Bentuk mikroskopis Aspergillus sp.
(Perbesaran 40x)
Pada percobaan I, daya berkecambah, kecepatan tumbuh, dan potensi
tumbuh maksimum yang dihasilkan masih sangat rendah. Peningkatan intensitas
perendaman meningkatkan daya berkecambah, kecepatan tumbuh, dan potensi
tumbuh maksimum. Peningkatan suhu air juga mempengaruhi perkecambahan
benih kelapa sawit, semakin tinggi suhu air maka daya berkecambah benih
semakin meningkat hingga mencapai maksimum 16.7% pada suhu 80oC dan
mengalami penurunan pada suhu 90oC. Penurunan pada suhu 90
oC dapat terjadi
karena tiap spesies memiliki respon tersendiri terhadap suhu. Agba et al. (2005)
melaporkan bahwa perendaman benih Mucuna flagellipes di dalam air suhu 60oC
A C
B
A C
B
29
29
selama 10 menit memberikan hasil yang lebih baik dibanding perendaman dalam
suhu 80oC dan 100
oC. Menurut Crocker dan Barton (1953), suhu tertentu dapat
menyebabkan terjadinya disintegrasi lapisan kulit benih sehingga membuat benih
permeabel terhadap air, namun pada suhu air yang terlalu tinggi diasumsikan
perendaman tidak hanya melarutkan lapisan kutikula di sekitar kulit benih, tetapi
bagian dalam benih seperti embrio atau kotiledon juga dapat ikut terlarut dalam
air. Hasil perkecambahan benih kelapa sawit disajikan pada Gambar 8.
Gambar 8. Kecambah kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.). A. Kecambah normal;
B. Kecambah normal; C. Kecambah abnormal (plumula tidak ada); D.
Kecambah abnormal (plumula dan radikula tidak tumbuh berlawanan arah).
Penggunaan ethephon pada percobaan II dan III meningkatkan persentase
benih yang berkecambah dibanding percobaan I. Hal ini karena penambahan
ethephon meningkatkan ketersediaan etilen yang mampu merangsang
perkecambahan benih. Menurut da Silva et al. (2005), beberapa benih berkulit
keras memiliki dinding sel endosperma yang cukup tebal dan berdekatan dengan
ujung radikula. Penipisan dinding sel endosperma diperlukan agar radikula dapat
muncul keluar. Gong dan Bewley (2007) menambahkan bahwa penipisan dinding
sel endosperma dipengaruhi oleh beberapa enzim, salah satunya adalah enzim
endo-β-mannanase. Gong et al. (2005) mengemukakan bahwa peningkatan enzim
endo-β-mannanase di endosperma cukup untuk memunculkan radikula.
Berdasarkan penelitian Nascimento et al. (2000), penambahan etilen pada benih
selada mampu meningkatkan enzim endo-β-mannanase. Menurut Matilla dan
Matilla-Vazquez (2008), peningkatan enzim endo-β-mannanase mampu
menipiskan dinding sel endosperma sehingga radikula dapat muncul dan
A B C D
30
30
mematahkan dormansi benih. Gambar 9 menunjukkan pertumbuhan benih kelapa
sawit selama percobaan.
Gambar 9. Pertumbuhan kecambah kelapa sawit. A.17 hari setelah
tumbuh; B. 14 hari setelah tumbuh; C. 11 hari setelah
tumbuh
Pada percobaan II dan III, perendaman dalam ethephon menurunkan daya
berkecambah dan kecepatan tumbuh, hasil terbaik ditunjukkan pada perendaman
ethephon 0%. Potensi tumbuh maksimum memberikan hasil yang berbeda,
potensi tumbuh maksimum yang lebih tinggi didapat pada konsentrasi ethephon
0.4% dan menurun pada konsentrasi yang lebih tinggi. Hal ini terjadi karena
banyaknya kecambah yang tumbuh tidak normal pada perendaman menggunakan
ethephon konsentrasi 0.4% sampai 1.6%. Berdasarkan hasil penelitian Wan dan
Hor (1983), penggunaan ethephon 0.1% dan 0.2% tidak mampu mematahkan
dormansi benih kelapa sawit. Herrera et al. (1998) melaporkan bahwa
perendaman dalam ethephon 1.2% menghasilkan 60% benih kelapa sawit yang
berkecambah, namun benih banyak yang tumbuh tidak normal. Johnston (1977)
mengemukakan bahwa pemberian etilen dari luar dalam bentuk ethephon mampu
mengimbangi rendahnya kapasitas sintesis etilen alami pada benih dorman,
namun pada konsentrasi ethephon yang semakin tinggi, kandungan morphactin
dalam benih juga semakin besar. Morphactin merupakan senyawa yang dikenal
sebagai penghambat pertumbuhan, terutama menghambat pertumbuhan radikula.
Hal ini yang menyebabkan banyaknya kecambah abnormal (Gambar 10).
A B C
31
31
Percobaan III memberikan hasil potensi tumbuh maksimum sebesar 52.0%
lebih baik dibanding percobaan II (PTM 29.2%). Hal ini karena adanya
pemanasan kering selama 1 minggu di akhir perlakuan. Menurut Hussey (1958),
metode pemanasan kering mampu melunakkan kulit benih sehingga
mempermudah proses imbibisi air ke dalam benih serta merangsang
perkecambahan benih kelapa sawit.
Gambar 10. Pertumbuhan Kecambah Kelapa Sawit pada Perendaman dalam
Berbagai Konsentrasi Ethephon
Benih kelapa sawit memiliki kemiripan struktur dengan benih aren. Benih
aren mengalami dorman karena memiliki kulit benih yang keras dan kadar lignin
yang cukup tinggi. Benih aren juga memiliki operculum yang merupakan titik
keluarnya embrio benih. Perlakuan yang efektif untuk mematahkan dormansi
benih aren yaitu dengan deoperkulasi menggunakan amplas. Benih aren digosok
menggunakan amplas tepat pada bagian titik tumbuh sampai terlihat bagian
embrionya. Perlakuan ini menghasilkan 88.33% daya berkecambah pada benih
yang ditanam dalam pasir (Rofik dan Murniati, 2008).
E0 E1 E2 E3 E4
32
32
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Perlakuan perendaman benih dalam air suhu 80oC selama 3x24 jam
meningkatkan perkecambahan benih kelapa sawit dibanding kontrol, sedangkan
perlakuan perendaman air panas yang dikombinasikan dengan perendaman
menggunakan ethephon 0.4-1.6% menurunkan daya berkecambah karena
banyaknya kecambah yang tumbuh tidak normal. Perendaman dalam ethephon
0.4% yang didahului dengan perendaman dalam air panas 80oC selama 3x24 jam
dan diakhiri dengan pemanasan kering 39-40oC selama 1 minggu mampu
menghasilkan potensi tumbuh maksimum benih sebesar 52% namun belum
efektif untuk mematahkan dormansi benih kelapa sawit.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk meningkatkan perkecambahan
benih dengan meningkatkan intensitas perendaman yang digunakan, selain itu
diperlukan pula penelitian lanjutan pada kombinasi penggunaan ethephon dan zat
pengatur tumbuh lain yang mampu merangsang pertumbuhan radikula agar
kecambah dapat tumbuh normal dan seragam.
33
33
DAFTAR PUSTAKA
Adiguno, S. 1998. Pengadaan dan Pengawasan Mutu Internal Kecambah Kelapa
Sawit dan Bibit Kelapa Sawit di PT Socfindo-Medan, Sumatera Utara.
Laporan Keterampilan Profesi. Jurusan Budi Daya Pertanian Fakultas
Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor. 56 hal.
Adiguno, S. 2000. Pengaruh Skarifikasi Kimia dan Matriconditioning terhadap
Pematahan Dormansi dan Perkecambahan Benih Palem Irian
(Ptychosperma marcarthurii H. Wendl.). Skripsi. Jurusan Budi Daya
Pertanian Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor. 56 hal.
Agba, O.A, J.E. Asiegbu, and CPE Omaliko. 2005. Effect of length of soaking in
water at room temperature and hot water treatment on the germination of
Mucuna flagellipes (vogel ex hook) seeds. Agr. Sci. 4(1):15-18.
Ani, N. 2006. Pengaruh perendaman benih dalam air panas terhadap daya
berkecambah dan pertumbuhan bibit lamtoro (Leucaena leucocephala).
Jurnal Penelitian Bidang Ilmu Pertanian 4(1):24-28.
Chin, H.F and E.H. Roberts. 1980. Recalsitrants Crop Seeds. Tropical Press.
Kuala Lumpur. 151 p.
Copeland, L.O. and M.B. McDonald. 1995. Principle of Seed Science and
Technology. Chapman & Hall. London. 411 p.
Corley, RHV and PBH Tinker. 2003. The Oil Palm. Blackwell Publishing. Iowa.
483 p.
Crocker, W and L. Barton. 1953. Physiology of Seeds: An Introduction to the
Experimental Study of Seeds and Germination Problems. Chronica
Botanica Company. New York. 267p.
da Silva, EAA., P.E. Toorop, A.C. van Aelst. HWM. Hilhorst. 2005. Absisic acid
controls embryo growth potential and endosperm cap weakening during
coffee (Coffea arabica cv. Rubi) seed germination. Planta 220:251-261.
Gong, X., G.W. Bassel, A. Wang, J.S. Greenwood, J.D. Bewley. 2005. The
emergence of embryos from hard seeds is related to the structure of the
cell walls of the micropylar endosperm and not to endo-β-mannase
activity. Ann. Bot. 96:1165-1173.
Gong, X. and J.D. Bewley. 2007. endo-β-mannase genes and their encoded
proteins in tomato. Seed Sci. Res. 17:143-154.
34
34
Herrera, J, A. Alizaga, and E. Guevara. 1998. Use of chemical treatments to
induce seed germination in oil palm (Elaeis guineensis Jacq.). ASD Oil
Palm Papers 18:1-16.
Hussey, G. 1958. An analysis of the factors controlling the germination of the
seed of oil palm. Ann. Bot. 22:259-284.
Indrawati, R. 1999. Pengaruh Perlakuan Pematahan Dormansi dan Kedalaman
Tanam terhadap Viabilitas Benih Aren (Arenga pinnata (Wurmb.) Merr.).
Skripsi. Jurusan Budi Daya Pertanian Fakultas Pertanian Institut Pertanian
Bogor. Bogor. 44 hal.
Ilyas, S. 2012. Ilmu dan Teknologi Benih: Teori dan Hasil-hasil Penelitian. IPB
Press. Bogor. 138 hal.
Johnston, MEH. 1977. Germination of Seed. Centre of Agricultural Publishing
and Documentation. Wageningen. 53 p.
Kesaulija, E.M. 1979. Pengaruh Perendaman pada Berbagai Suhu Air terhadap
Nilai Perkecambahan Biji Casuarina equisetifolia Lum. Skripsi. Jurusan
Kehutanan Fakultas Peternakan dan Kehutanan Universitas Negeri
Cendrawasih. Manokwari. 55 hal.
Khaeruddin. 1994. Pembibitan Tanaman Hutan Tanaman Industri. Penebar
Swadaya. Jakarta. 56 hal.
Kurnila, R. 2009. Pengendalian Mutu Produksi Benih Kelapa Sawit (Elaeis
guineensis Jacq.) di Pusat Penelitian Kelapa Sawit Marihat, Sumatera
Utara. Skripsi. Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas pertanian
Institut Pertanian Bogor. Bogor. 77 hal.
Matilla, A.J. and M.A. Matilla-Vazquez. 2008. Involvement of ethylene in seed
physiology. Plant Sci. 175:87-97.
Miranda, C.D. 2005. Respons Perkecambahan Benih Jati (Tectona grandis L.)
terhadap Perlakuan Pemanasan dan Invigorasi. Tesis. Jurusan Agronomi
Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Medan. 77 hal.
Nascimento, W.M., D.J. Cantliffe, D.J. Hubber. 2005. Seed aging affects ethylene
production and endo-β-mannase activity during lettuce seed germination at
high temperature. Seed Sci. Technol. 33:11-17.
Nurmailah, E.S. 1999. Pengaruh Matriconditioning Plus Inokulasi dengan
Trichoderma sp. terhadap Perkecambahan, Kadar Lignin, dan Asam
Absisat Benih Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.). Skripsi. Jurusan
Budi Daya Pertanian Fakultas pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor.
48 hal.
35
35
Pardamean, M. 2008. Panduan Lengkap Pengelolaan Kebun dan Pabrik Kelapa
Sawit. Agromedia Pustaka. Jakarta. 226 hal.
Ratnasari, J, F. Wijanarko, B. Dwi, dan Prasetyo. 2006. Cara Mudah
Mengecambahkan Biji Sengon (Paraserianthes falcataria) dengan Air
Panas. Program PKMI Direktorat Perguruan Tinggi. 5 hal.
Rofik,A dan E. Murniati. 2008. Pengaruh perlakuan deoperkulasi benih dan media
perkecambahan untuk meningkatkan viabilitas benih aren (Arenga pinnata
(Wurmb.) Merr.). Bul. Agron. 36(1):33-40.
Sadjad, S. 1993. Dari benih Kepada Benih. Grasindo. Jakarta. 144 hal.
Sastrosayono, S. 2003. Budi Daya Kelapa Sawit. Agromedia Pustaka. Jakarta. 67
hal.
Setyamidjaja, D. 2006. Kelapa Sawit. Kanisius. Yogyakarta. 126 hal.
Silomba, SDA. 2006. Pengaruh Lama Perendaman dan Pemanasan terhadap
Viabilitas Benih Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.). Skripsi. Program
Studi Pemuliaan Tanaman dan Teknologi Benih Fakultas Pertanian Institut
Pertanian Bogor. Bogor. 41 hal.
Sumanto dan Sriwahyuni. 1993. Pengembangan Perlakuan Benih terhadap
Perkecambahan Kedawung. Media Komunikasi Penelitian dan
Pengembangan Taman Industri. 12:70-73.
Sunarko. 2007. Petunjuk Praktis Budi Daya dan Pengolahan Kelapa Sawit.
Agromedia Pustaka. Jakarta. 70 hal.
Wan, C.K. and H.L. Hor. 1983. A study on the effects of certain growth
substances on germination of oil palm (Elaeis guineensis Jacq) seeds.
Pertanika 6(2):45-48.
Williyatno. 2007. Pengaruh Tingkat Kemasakan dan Posisi Benih dalam Tandan
terhadap Viabilitas Benih Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.). Skripsi.
Program Studi Pemuliaan Tanaman dan Teknologi Benih Fakultas
Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor. 47 hal.
37
37
Lampiran 1. Sidik ragam pengaruh suhu air dan intensitas perendaman terhadap
kadar air benih
Sumber Keragaman Derajat
Bebas
Jumlah
Kuadrat
Kuadrat
Tengah
F
Hitung Pr
Suhu Air (P) 4 0.00035891 0.00008973 1.84tn
0.1479
Intensitas
Perendaman (I) 2 0.00023513 0.00011757 2.41tn
0.1074
P*I 8 0.00065616 0.00008202 1.68tn
0.1449
Galat 30 0.00146606 0.00004887
Total Terkoreksi 44 0.00271626
Keterangan: tn = Tidak nyata
Lampiran 2. Pengaruh suhu air dan intensitas perendaman terhadap persentase
kadar air benih
Suhu Air
Intensitas Perendaman
1x24 jam 2x24 jam 3x24 jam
…………………………… % …………………………….
27oC 21.5 22.5 23.3
60oC 21.5 21.3 22.0
70oC 22.8 21.9 22.3
80oC 21.8 21.5 22.5
90oC 21.6 22.2 21.8
Keterangan : kk = 3.18%
Lampiran 3. Sidik ragam pengaruh suhu air dan intensitas perendaman terhadap
daya berkecambah
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
Jumlah
Kuadrat
Kuadrat
Tengah F Hitung Pr
Suhu Air (P) 4 0.02554667 0.00638667 27.63** < 0.0001
Intensitas
Perendaman (I) 2 0.06108444 0.03054222 132.15** < 0.0001
P*I 8 0.02389333 0.00298667 12.92** < 0.0001
Galat 30 0.00693333 0.00023111
Total Terkoreksi 44 0.11745778
Keterangan : ** = Nyata pada taraf 1%
38
38
Lampiran 4. Sidik ragam pengaruh suhu air dan intensitas perendaman terhadap
kecepatan tumbuh
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
Jumlah
Kuadrat
Kuadrat
Tengah F Hitung Pr
Suhu Air (P) 4 0.00003167 0.00000792 22.68** < 0.0001
Intensitas
Perendaman (I) 2 0.00008183 0.00004091 117.23** < 0.0001
P*I 8 0.00003065 0.00000383 10.98** < 0.0001
Galat 30 0.00001047 0.00000035
Total Terkoreksi 44 0.00015461
Keterangan : ** = Nyata pada taraf 1%
Lampiran 5. Sidik ragam pengaruh suhu air dan intensitas perendaman terhadap
potensi tumbuh maksimum
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
Jumlah
Kuadrat
Kuadrat
Tengah F Hitung Pr
Suhu Air (P) 4 0.02743111 0.00685778 32.15** < 0.0001
Intensitas
Perendaman (I) 2 0.06263111 0.03131556 146.79** < 0.0001
P*I 8 0.02430222 0.00303778 14.24** < 0.0001
Galat 30 0.00640000 0.00021333
Total Terkoreksi 44 0.12076444
Keterangan : ** = Nyata pada taraf 1%
Lampiran 6. Sidik ragam pengaruh suhu air dan intensitas perendaman terhadap
intensitas dormansi
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
Jumlah
Kuadrat
Kuadrat
Tengah F Hitung Pr
Suhu Air (P) 4 0.02743111 0.00685778 32.15** < 0.0001
Intensitas
Perendaman (I) 2 0.06263111 0.03131556 146.79** < 0.0001
P*I 8 0.02430222 0.00303778 14.24** < 0.0001
Galat 30 0.00640000 0.00021333
Total Terkoreksi 44 0.12076444
Keterangan : ** = Nyata pada taraf 1%
39
39
Lampiran 7. Sidik ragam pengaruh suhu air dan intensitas perendaman terhadap
persentase benih terserang cendawan
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
Jumlah
Kuadrat
Kuadrat
Tengah F Hitung Pr
Suhu Air (P) 4 0.01952000 0.00488000 1.20tn
0.3307
Intensitas
Perendaman (I) 2 0.88741333 0.44370667 109.23** < 0.0001
P*I 8 0.02352000 0.00294000 0.72tn
0.6694
Galat 30 0.12186667 0.00406222
Total Terkoreksi 44 1.05232000
Keterangan : ** = Nyata pada taraf 1%, tn = tidak nyata
Lampiran 8. Sidik ragam pengaruh konsentrasi ethephon terhadap kadar air benih
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
Jumlah
Kuadrat
Kuadrat
Tengah
F
Hitung Pr
Perlakuan 4 0.00142583 0.00035646 6.96** 0.0011
Galat 20 0.00102433 0.00005122
Total Terkoreksi 24 0.00245015
Keterangan : ** = Nyata pada taraf 1%
Lampiran 9. Sidik ragam pengaruh konsentrasi ethephon terhadap daya
berkecambah
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
Jumlah
Kuadrat
Kuadrat
Tengah F Hitung Pr
Perlakuan 4 0.08089600 0.02022400 168.53** < 0.0001
Galat 20 0.00240000 0.00012000
Total Terkoreksi 24 0.08329600
Keterangan : ** = Nyata pada taraf 1%
40
40
Lampiran 10. Sidik ragam pengaruh konsentrasi ethephon terhadap kecepatan
tumbuh
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
Jumlah
Kuadrat
Kuadrat
Tengah F Hitung Pr
Perlakuan 4 0.00010070 0.00002518 113.94** < 0.0001
Galat 20 0.00000442 0.00000022
Total Terkoreksi 24 0.00010512
Keterangan : ** = Nyata pada taraf 1%
Lampiran 11. Sidik ragam pengaruh konsentrasi ethephon terhadap potensi
tumbuh maksimum
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
Jumlah
Kuadrat
Kuadrat
Tengah F Hitung Pr
Perlakuan 4 0.05801600 0.01450400 14.50** < 0.0001
Galat 20 0.02000000 0.00100000
Total Terkoreksi 24 0.07801600
Keterangan : ** = Nyata pada taraf 1%
Lampiran 12. Sidik ragam pengaruh konsentrasi ethephon terhadap intensitas
dormansi
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
Jumlah
Kuadrat
Kuadrat
Tengah F Hitung Pr
Perlakuan 4 0.05801600 0.01450400 14.50** < 0.0001
Galat 20 0.02000000 0.00100000
Total Terkoreksi 24 0.07801600
Keterangan : ** = Nyata pada taraf 1%
Lampiran 13. Sidik ragam pengaruh konsentrasi ethephon terhadap persentase
benih terserang cendawan
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
Jumlah
Kuadrat
Kuadrat
Tengah F Hitung Pr
Perlakuan 4 0.00486400 0.00121600 0.83tn
0.5214
Galat 20 0.02928000 0.00146400
Total Terkoreksi 24 0.03414400
Keterangan : tn = Tidak nyata
41
41
Lampiran 14. Sidik ragam pengaruh perlakuan pematahan dormansi terhadap
kadar air benih
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
Jumlah
Kuadrat
Kuadrat
Tengah
F
Hitung Pr
Perlakuan 4 0.00083666 0.00020917 5.17** 0.005
Galat 20 0.00080892 0.00004045
Total Terkoreksi 24 0.00164558
Keterangan : ** = Nyata pada taraf 1%
Lampiran 15. Sidik ragam pengaruh perlakuan pematahan dormansi terhadap daya
berkecambah
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
Jumlah
Kuadrat
Kuadrat
Tengah F Hitung Pr
Perlakuan 4 0.43417600 0.10854400 301.51** < 0.0001
Galat 20 0.00720000 0.00036000
Total Terkoreksi 24 0.44137600
Keterangan : ** = Nyata pada taraf 1%
Lampiran 16. Sidik ragam pengaruh perlakuan pematahan dormansi terhadap
kecepatan tumbuh
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
Jumlah
Kuadrat
Kuadrat
Tengah F Hitung Pr
Perlakuan 4 0.00117015 0.00029254 245.51** < 0.0001
Galat 20 0.00002383 0.00000119
Total Terkoreksi 24 0.00119398
Keterangan : ** = Nyata pada taraf 1%
Lampiran 17. Sidik ragam pengaruh perlakuan pematahan dormansi terhadap
potensi tumbuh maksimum
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
Jumlah
Kuadrat
Kuadrat
Tengah F Hitung Pr
Perlakuan 4 0.10281600 0.02570400 32.79** < 0.0001
Galat 20 0.01568000 0.00078400
Total Terkoreksi 24 0.11849600
Keterangan : ** = Nyata pada taraf 1%
42
42
Lampiran 18. Sidik ragam pengaruh perlakuan pematahan dormansi terhadap
intensitas dormansi
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
Jumlah
Kuadrat
Kuadrat
Tengah F Hitung Pr
Perlakuan 4 0.02774400 0.00693600 2.25tn
0.0997
Galat 20 0.06160000 0.00308000
Total Terkoreksi 24 0.08934400
Keterangan : tn = tidak nyata
Lampiran 19. Sidik ragam pengaruh perlakuan pematahan dormansi terhadap
persentase benih terserang cendawan
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
Jumlah
Kuadrat
Kuadrat
Tengah F Hitung Pr
Perlakuan 4 0.00297600 0.00074400 2.11tn
0.1169
Galat 20 0.00704000 0.00035200
Total Terkoreksi 24 0.01001600
Keterangan : tn = Tidak nyata
43
43
Lampiran 20. Identitas benih yang digunakan pada penelitian
Percobaan 1
Nomor urut : 18
Nomor penyerbukan : 2598/11
Tanggal penyerbukan : 11 Agustus 2011
Kelompok : 09-19
Tetua betina : DD5 2-11 PR 1032 D 24001
Tetua jantan : 87-5-41 BO 316 P
Tanggal panen : 9 Januari 2012
Percobaan 2
Nomor urut : 16
Nomor penyerbukan : 2812/11
Tanggal penyerbukan : 15 September 2011
Kelompok : 09-20
Tetua betina : DD7 2-11 PR 1063 D 24001
Tetua jantan : 87-8-41 BO 318 P
Tanggal panen : 13 Februari 2012
Percobaan 3
Nomor urut : 32
Nomor penyerbukan : 3113/11
Tanggal penyerbukan : 20 Oktober 2011
Kelompok : 09-21
Tetua betina : DD9 2-11 PR 1082 D 24001
Tetua jantan : 87-9-41 BO 319 P
Tanggal panen : 18 Maret 2012