Pengaruh Penagihan Pajak Dengan Surat Teguran dan Surat...
Transcript of Pengaruh Penagihan Pajak Dengan Surat Teguran dan Surat...
1
Pengaruh Penagihan Pajak Dengan Surat Teguran dan Surat Paksa Terhadap
Pencairan Tunggakan Pajak Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bintan.
(Periode 2013-2015)
Oleh
Taufik Hidayat, Fatahurrazak, Asri Eka Ratih.
Fakultas Ekonomi, Universitas Maritim Raja Ali Haji
ABSTRAK
Secara umum, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemungutan pajak dengan
surat teguran dan surat kuasa terhadap penarikan tunggakan pajak di KPP Pratama Bintan Tahun 2013-
2015.Data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh langsung dari KPP Pratama Bintan dalam bentuk laporan kinerja bagian penagihan, laporan penerimaan pajak, dan data terkait lainnya.
Populasi dalam penelitian ini adalah wajib pajak yang memiliki tunggakan pajak diKPP. Teknik
pengambilan sampel dengan teknik dokumentasi, sehingga diperoleh sampel 36 sampel penelitian dengan observasi 3 tahun (2013-2015). Teknik analisis data menggunakan analisis regresi berganda
dengan SPSS versi 21.0.Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa surat peringatan tersebut secara
parsial berpengaruh signifikan terhadap pencairan tunggakan pajak. Sedangkan surat kekuatan parsial
tidak mempengaruhi pencairan tunggakan pajak. Studi ini juga menunjukkan bahwa surat teguran dan surat paksa bersama (bersamaan) berpengaruh signifikan terhadap pencairan tunggakan pajak.
Besarnya pengaruh yang diberikan oleh variabel bebas terhadap variabel terikat adalah 14,5%.
Sedangkan sisanya 85,5% dipengaruhi atau dijelaskan oleh faktor lain yang tidak termasuk dalam penelitian ini.
Kata kunci: pencairan Tunggakan Pajak, Surat Peringatan, Surat Paksa
ABSTRACT
In general, the purpose of this study is to determine the effect of tax collection with letters of reprimand and a letter of force against the withdrawal of tax arrears in the Tax Office Pratama Bintan Year 2013-
2015.The data used are secondary data obtained directly from the KPP Pratama Bintan in the form of
billing section performance report, tax revenue report, and other related data. The population of this
study are taxpayer who have tax arrears in theKPP Pratama Bintan. Technique of sampling with technique of documentation, so that obtained sample 36 samples of research with observation 3 years
(2013-2015). The data analysis technique used multiple regression analysis with SPSS version
21.0.The results of this study indicate that the warning letter partially significant effect on disbursement of tax arrears. While the letter of partial force does not affect the disbursement of tax arrears. This study
also shows that letters of reprimand and forced letter together (simultaneously) have a significant effect
on the disbursement of tax arrears. The amount of influence given by the independent variable to the
dependent variable is 14.5%. While the rest of 85.5% influenced or explained by other factors not included in this study.
Keywords: disbursement of Tax Arrears, Warning Letters, Forced Letter
2
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masalah pajak merupakan masalah Negara dan setiap
orang yang hidup dalam Negara harus berurusan
dengan pajak. Pajak merupakan iuran wajib yang
harus dibayarkan oleh Wajib Pajak kepada negara
sebagai peran masyarakat dalam pembangunan
nasional yang berdasarkan Undang-Undang dan
dapat dipaksakan. Pajak ialah iuran rakyat kepada
kas Negara berdasarkan Undang-Undang (yang
dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa
timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat
ditunjukkan dan digunakan untuk membayar
pengeluaran umum.
Di negara-negara lain selain negara Indonesia, pajak
juga merupakan salah satu sumber utama untuk
pembiayaan pembangunan di pemerintahan
tersebut. Pajak merupakan pendapatan negara yang
cukup potensial untuk mencapai keberhasilan
pembangunan.
Penerimaan dari sektor pajak ternyata salah satu
sumber penerimaan terbesar negara. Penerimaan
dari sektor pajak selalu dikatakan merupakan
primadona dalam membiayai pembangunan
nasional. Oleh karena itu, peran masyarakat dalam
pemenuhan kewajiban perpajakan perlu
ditingkatkan dengan cara mendorong kesadaran,
pemahaman, dan penghayatan bahwa pajak adalah
sumber utama pembiayaan negara dan
pembangunan nasional.
Indonesia adalah salah satu negara
berkembang yang melaksanakan kegiatan
pembangunan. Salah satu kegiatan pembangunan
yang dilakukan adalah pembangunan nasional.
Agar tujuan tersebut dapat terwujud, maka
Pemerintah membutuhkan dana. Dana ini salah
satunya berasal dari penerimaan pajak.
Penerimaan negara dari sektor pajak secara
keseluruhan per 31 Desember 2016 mencapai
Rp1.105 triliun atau sebesar 81,54% dari target
penerimaan pajak APBN Perubahan 2016
sebesar Rp 1.539,2 triliun. Penerimaan pajak
tahun 2016 ini adalah 219 triliun lebih rendah
dari yang ditargetkan. Ini menunjukkan bahwa
rendahnya tingkat kesadaran masyarakat untuk
membayar pajak. (sumber:https//.m.detik.com).
Di Provinsi Kepulauan Riau juga menunjukkan
tingkat kepatuhan pajak yang tergolong rendah,
hanya 40 persen.
(sumber:https//.batampos.co.id).
Pajak dipungut oleh pemerintah, baik
pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
Pajak daerah merupakan pajak yang dikelola
oleh pemerintah daerah dan hasilnya
dipergunakan untuk membiayai pengeluaran
rutin dan pembangunan daerah. Pajak daerah
Kabupaten/Kota terdiri dari pajak hotel, pajak
restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak
penerangan jalan, dan pajak parkir.Kepatuhan
Wajib Pajak merupakan tolak ukur dalam
pencapaian penerimaan pajak. Kepatuhan
Wajib Pajak diharapkanmampu memberikan
kontribusi dalam hal pembayaran sampai pada
saat pelaporan pajak yang terutang.
Sesuai dengan Undang-Undang yang
berlaku tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan, bahwa Surat Ketetapan
maupun Surat Keputusan yang menjadi dasar
penagihan pajak. Maka akan diperlukan sarana
3
yang mendukung untuk melakukan penagihan pajak
kepada masyarakat yang enggan atau belum
melunasi pajaknya, maka dibuatlah surat yang
berkekuatan hukum seperti Surat Teguran, Surat
Paksa dan Surat Sita atau surat lain yang sejenisnya.
Berdasarkan dari latar belakang masalah dan
penelitian-penelitian terdahulu yang telah diuraikan
di atas, penelitian ini bermaksud untuk menguji
seberapa besar pengaruh penagihan pajak dengan
surat teguran dan surat paksa terhadap
pencairan tunggakan pajak. Dengan demikian,
peneliti akan mengangkat topik ini dalam karya
tulis ilmiah berbentuk skripsi dengan judul:
“Pengaruh Penagihan Pajak Dengan Surat
Teguran dan Surat Paksa Terhadap Pencairan
Tunggakan Pajak Di Kantor Pelayanan Pajak
Pratama Bintan“.
1.2 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang
telah diuraikan di atas, maka tujuan
dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengaruhpenagihan pajak
dengan surat teguran terhadap
pencairantunggakan pajak di Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Bintan.
2. Untuk mengetahui pengaruh penagihan pajak
dengan surat paksa terhadap pencairan
tunggakan pajak di Kantor Pelayanan Pajak
Pratama Bintan.
3. Untuk mengetahui pengaruh penagihan pajak
dengan surat teguran dan surat paksa terhadap
pencairan tunggakan pajak di Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Bintan.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kajian Teori
2.1.1Akuntansi
Akuntansi Horngren (2010:3) menyatakan bahwa
akuntansi adalah sistem informasi yang mengukur
aktivitas bisnis, memproses informasi menjadi
laporan keuangan, dan mengkomunikasikan
hasilnya kepada para pembuat keputusan.
Akuntansi merupakan
„bahasa bisnis. Semakin baik anda memahami
bahasa tersebut, akan semakin baik keputusan
anda, dan semakin baik anda dapat mengelola
keuangan anda. American accounting association
dikutip dalam Soemarso (2011:3),
mendefenisikan akuntansi sebagai proses
mengidentifikasikan, mengukur, dan melaporkan
informasi ekonomi, untuk memungkinkan adanya
penilaian dan keputusan yang jelas dan tegas bagi
mereka yang menggunakan informasi tersebut
sebagai: 1. Kegiatan akuntansi
2. Kegunaan akuntansi
Bahwa informasi ekonomi yang dihasilkan
oleh akuntansi diharapkan berguna dalam
penilaian dan pengambilan keputusan mengenai
kesatuan usaha yang bersangkutan. Suwardjono
(2010:5), menyatakan bahwa akuntansi adalah
seperangkat pengetahuan dan fungsi yang
berkepentingan dengan masalah pengadaan,
pengabsahan, pencatatan, pengklasifikasian,
pemrosesan, peringkasan, penganalisisan,
peninterpretasian dan penyajian secara sistematik
informasi yang dapat dipercaya dan berdaya guna
tentang transaksi dan kejadian yang bersifat
keuangan yang diperlukan dalam pengelolaan dan
pengoperasian suatu unit dan yang diperlukan
4
untuk dasar penyusunan laporan yang harus
disampaikan untuk memenuhi
pertanggungjawaban pengurusan keuangan dan
lainnya. 2.1.2 Pengertian Pajak
Secara umum, pajak dapat diartikan sebagai
pungutan yang dilakukan oleh pemerintah
berdasarkan oleh peraturan perundang-undangan
yang hasilnya digunakan untuk pembiayaan
pengeluaran umum pemerintah yang balas jasanya
tidak langsung dirasakan oleh rakyat. Disamping
itu, ada beberapa definisi pajak menurut beberapa
ahli yang pada dasarnya memiliki inti yang sama.
Menurut Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro, SH
dalam Mardiasmo (2016 : 1), pendapatnya tentang
pajak adalah iuran kepada kas negara berdasarkan
Undang-Undang (yang dapat dipaksakan) dengan
tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi), yang
langsung dapat ditunjukkan dan yang
dipergunakan untuk membayar pengeluaran
umum.
Sedangkan definisi pajak menurut
UndangUndang Nomor 16 Tahun 2009 Perubahan
Keempat Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983
Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara
Perpajakan (KUP) adalah sebagai berikut:“Pajak
adalah kontribusi wajib kepada negara yang
terutang oleh orang pribadi atau badan yang
bersifat memaksa berdasarkan undang-undang
dengan tidak mendapatkan imbalan secara
langsung dan digunakan untuk keperluan negara
bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”
2.2 Tunggakan Pajak
Adapun pengertian Tunggakan Pajak menurut
Resmi (2009 : 40) adalah sebagai
beriku:“Tunggakan pajak adalah jumlah piutang
pajak yang belum lunas sejak dikeluarkannya
ketetapan pajak, dan jumlah piutang pajak yang
belum lunas yang sebelumnya dalam masa tagihan
pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat
Keputusan Pembetulan dan
Putusan Banding.”
2.2.1 Pencairan Tunggakan Pajak
Pengertian Pencairan Tunggakan Pajak menurut
Yustinus Prastowo (2010 : 164) adalah sebagai
berikut: “Pencairan Utang Pajak adalah
pembayaran utang pajak sebesar yang masih harus
dibayar sesuai administrasi di Kantor
Pajak.”
2.3 Penagihan Pajak
2.3.1 Pengertian Penagihan Pajak
Pelaksanaan penagihan pajak yang tegas,
konsisten dan konsekuen diharapkan akan dapat
membawa pengaruh positif terhadap kepatuhan
Wajib Pajak dalam membayarkan hutang
pajaknya. Dasar hukum melakukan tindakan
penagihan pajak adalah undang-undang Nomor 19
tahun 1997 tentang penagihan pajak dengan surat
paksa. Undang-undang ini mulai berlaku tanggal
23 Mei 1997. Undang-undang ini kemudian
diubah dengan undang-undang Nomor 19 tahun
2000 yang mulai berlaku tanggal 1 Januari 2001.
Sesuai dengan ketentuan tersebut maka
penagihan pajak sesuai dengan undang-undang
yang berlaku dimaksudkan dengan penagihan
pajak adalah sebagai berikut:“Serangkaian
tindakan agar penanggung pajak melunasi utang
pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur
atau memperingatkan, melaksanakan penagihan
seketika dan sekaligus, memberitahukan surat
paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan
penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual
barang yang telah disita”.
5
Definisi lain menurut Mardiasmo (2016:151),
yaitu Penagihan pajak adalah kegiatan yang
dilakukan oleh fiskus karena Wajib Pajak tidak
mematuhi ketentuan undang-undang pajak,
khususnya mengenai pembayaran pajak yang
terutang, penagihan pajak meliputi kegiatan,
perbuatan dan pengiriman surat peringatan, surat
teguran, surat paksa, penyitaan, leleng,
pencegahan dan penyanderaan.
Kegiatan penagihan pajak dilakukan oleh
bagian/pihak penagihan (seksi penagihan) di
Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak
terdaftar. Penagihan pajak adalah tindakan
penagihan yang dilaksanakan oleh fiskus atau juru
sita pajak kepada penanggung pajak tanpa
menunggu jatuh tempo pembayaran yang meliputi
seluruh utang pajak dari semua jenis pajak, masa
pajak dan tahun pajak.
2.3.2 Dasar Penagihan Pajak
Sesuai Pasal 18 ayat 1 Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 2009, perubahan keempat
atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan, bahwa Surat Ketepatan maupun
Surat Keputusan yang menjadi dasar
penagihan pajak seperti berikut ini: 1. Surat
Tagihan Pajak (STP)
2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
(SKPKB)
3. Surat Keputusan Pembetulan
4. Surat Keputusan Keberatan
5. Putusan Banding
2.3.3 Kewajiban dan Hak Wajib Pajak
Kewajiban Wajib pajak diantaranya yaitu:
a. Mendaftarkan diri untuk
mendapatkan NPWP.
b. Menghitung dan membayar sendiri pajak
dengan benar.
c. Mengisi dengan benar SPT dan memasukan
ke KPP dalam batas waktu yang telah
ditentukan.
d. Menyelenggarakan pembukuan atau
pencatatan.
e. Jika diperiksa wajib:
1. Memperlihatkan dan atau meminjamkan
buku atau catatan, dokumen yang menjadi
dasarnya dan dokumen lain yang
behubungan dengan penghasilan yang
diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan
Wajib Pajak, atau objek yang terhutang
pajak.
2. Memberi kesempatan untuk memasuki
tempat atau ruangan yang dianggap perlu
dan memberi kesempatan guna
memperlancar pemeriksaan.
f. Apabila dalam waktu pengungkapan
pembukuan, pencatatan atau dokumen serta
keterangan yang diminta, Wajib Pajak terkait
oleh suatu kewajiban untuk merahasiakan,
maka kewajiban untuk merahasiakan itu
ditiadakan oleh permintaan untuk keperluan
pemeriksaan.
Hak-hak Wajib Pajak diantaranya yaitu
sebagai berikut:
a. Mengajukan surat keberatan
dan surat banding.
b. Menerima tanda bukti pemasukan SPT.
c. Melakukan pembetulan SPT yang telah
dimasukkan.
d. Mengajukan permohonan penundaan
pemasukan SPT.
e. Mengajukan permohonan penundaan atau
pengangsuran pembayaran pajak.
f. Mengajukan permohonan perhitungan pajak
yang dikenakan dalam surat ketetapan pajak.
6
g. Meminta pengembalian kelebihan
pembayaran pajak.
h. Mengajukan permohonan penghapusan dan
pengurangan sanksi, serta pembetulan surat
ketetapan yang salah.
i. Memberi kuasa kepada orang untuk
melaksanakan kewajiban pajaknya.
j. Apabila Wajib Pajak dipotong oleh pemberi
kerja, Wajib Pajak berhak meninta bukti
pemotongan PPh 21 kepada pemotong Wajib
Pajak, mengajukan surat keberatan dan surat
pemohonan pajak.
2.3.4 Tindakan Penagihan Pajak
Sesuai dengan sistem perpajakan yang dianut
di Indonesia, maka tindakan penagihan pajak
dilakukan setelah adanya pemeriksaan pajak dan
setelah diterbitkannya Surat Ketetapan maupun
Surat Keputusan Pajak (STP, SKPKB, SKPKBT,
SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding
yang menyebabkan pajak yang harus dibayar
setelah lewat jatuh tempo pembayaran yang
bersangkutan).
Menurut Suandy dalam Marduati (2012 : 18),
penagihan pajak dapat dikelompokkan menjadi 2,
yaitu:
1. Penagihan pajak pasif
2. Penagihan pajak aktif
2.3.6 Prosedur Penagihan dengan Surat
Paksa
Ini merupakan cara penagihan yang terakhir
dimana fiskus melalui juru sita pajak negara
menyampaikan atau memberikan surat paksa,
melakukan penyitaan dan melakukan pelelangan
melalui Kantor Lelang Negara terhadap barang
milik Wajib Pajak. Penagihan dengan surat paksa
ini dikenal dengan penagihan yang “keras” dalam
rangka melakukan Law Enforcement di bidang
perpajakan. Namun, langkah ini merupakan
langkah terakhir yang dilakukan oleh fiskus
apabila tidak ada jalan lain yang dapat dilakukan.
Dalam pelaksanaan penagihan aktif tersebut dapat
dilakukan dengan 3 tahap, yaitu: a. Surat
Teguran
Menurut Rusji (2005:23) dalam Mayang
Wijoyanti (2010), Surat Teguran adalah surat yang
diterbitkan oleh pejabat untuk menegur Wajib
Pajak agar melunasi utang pajaknya.Surat teguran,
surat peringatan atau surat lain yang sejenis sesuai
dengan Pasal 1 angka 10 (UU Penagihan Pajak)
adalah “surat yang diterbitkan oleh pejabat pajak
untuk menegur atau memperingatkan kepada
Wajib Pajak untuk melunasi utang pajaknya”. b.
Surat paksa
Penagihan dengan surat paksa dilakukan
apabila jumlah tagihan pajak tidak atau kurang
bayar sampai dengan tanggal jatuh tempo
pembayaran, atau dengan sampai jatuh tempo
penundaan pembayaran atau tidak memenuhi
angsuran pembayaran pajak.Surat paksa sesuai
Pasal 1 huruf 21 (UU KUP) dan Pasal 1 huruf 12
(UUPenagihan Pajak) menyatakan bahwa “surat
paksa adalah surat perintah membayar utang pajak
dan biaya penagihan pajak”.
2.4 Penelitian Terdahulu Berikut beberapa
penelitian terdahulu yang digunakan sebagai
referensi dan perbandingan dalam melakukan
penelitian ini.
1. Dalam penelitan Widya Ningsih (2008)Secara
parsial, penagihan pajak dengan surat teguran,
penagihan pajak dengan surat paksa dan
Penyitaan Monetary Asset di Bank, tidak
berpengaruh terhadap pencairan tunggakan
pajak di Kanwil Jakarta Barat.Pengaruh
penagihan pajak dengan surat paksa, surat
teguran dan Penyitaan Monitary Asset di Bank
7
secara simultan (bersama-sama) tidak
berpengaruh terhadap Variabel Dependennya
yaitu pencairan tunggakan pajak.
2. Dalam penelitian Andi Marduati (2012)Secara
parsial, penagihan pajak dengan surat teguran
dan penagihan pajak dengan surat paksa
berpengaruh signifikan terhadap pencairan
tunggakan pajak.Secara simultan, penagihan
pajak dengan surat teguran dan surat paksa
berpengaruh signifikan terhadap pencairan
tunggakan pajak.
2.5 Hipotesis
Berdasarkan penjelasan yang disampaikan
sebelumnya, maka dapat diangkat hipotesis
penelitian ini, yaitu sebagai berikut :
2.5.1 Pengaruh antara penagihan pajak
dengan surat teguran
terhadap pencairan tunggakan pajak
Penagihan pajak dengan surat teguran adalah
tindakan awal dari proses penagihan pajak aktif.
Surat teguran dikirim ke Wajib Pajak bertujuan
untuk menegur atau memperingatkan Wajib Pajak
agar melunasi hutang pajaknya (Ilyas dan
Suhartono dalam Saputri, 2015 : 3). Apabila
dalam jangka waktu satu bulan Wajib Pajak tidak
melunasi utang pajaknya, maka dikeluarkan surat
teguran. Waktu pelaksanaan surat teguran yaitu 7
(tujuh) hari sejak saat jatuh tempo utang pajak
Wajib Pajak tidak melunasi utang pajaknya.
Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesisnya
adalah :
H1: Diduga Penagihan Pajak dengan
Suarat Teguran berpengaruh terhadap
Pencairan Tunggakan Pajak di Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Bintan.
2.5.2 Pengaruh antara penagihan pajak dengan
surat paksa terhadap
pencairan tunggakan pajak
Undang-Undang Nomor 19 tahun 2000 tentang
penagihan pajak dengan Surat Paksa menyatakan:
“Penagihan Pajak dengan Surat Paksa adalah
perintah membayar utang pajak dan biaya
penagihan pajak”. Menurut Mardiasmo (2016 :
153), Surat Paksa mempunyai kekuatan
eksekutorial dan kedudukan hukum yang sama
dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap. Berdasarkan uraian di atas,
maka hipotesisnya adalah :
H2: Diduga Penagihan Pajak dengan
Surat Paksa berpengaruh terhadap
Pencairan Tunggakan Pajak di Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Bintan.
2.5.3 Pengaruh antara penagihan pajak dengan
surat teguran dan surat paksa terhadap
pencairan tunggakan pajak Penagihan pajak
dibedakan menjadi dua, yaitu penagihan aktif dan
penagihan pasif. Penagihan pajak merupakan
serangkaian tindakan agar Wajib Pajak melunasi
utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan
cara menegur atau memperingatkan,
melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus,
memberitahukan surat paksa, mengusulkan
pencegahan, melaksanakan penyitaan,
melaksanakan penyanderaan, dan menjual barang
yang telah disita (Suandy dalam Marduati, 2012 :
3). maka hipotesisnya adalah :
H3: Diduga Penagihan Pajak dengan Surat
Teguran dan Surat Paksa berpengaruh
terhadap Pencairan Tunggakan Pajak di
Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Bintan.
8
3. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Variabel Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah, untuk
melihat pengaruh penagihan pajak dengan surat
teguran dan surat paksa terhadap pencairan
tunggakan pajak, maka variabel operasional yang
digunakan dalam penelitian ini melibatkan empat
variabel yang terdiri atas tiga variabel independen
(bebas) dan satu variabel dependen (terikat), yaitu:
3.1.1 Variabel Dependen
Variabel dependen dalam penelitian ini
adalah pencairan tunggakan pajak. Pencairan
tunggakan pajak adalah segala bentuk pencairan
yang berkaitan dengan tunggakan pajak yang
disetorkan ke kas negara yang dapat berupa
pembayaran, penghapusan, pemindah bukuan,
maupun keberatan. Variabel pencairan tunggakan
pajak dilihat dari jumlah pembayaran atas pajak
yang terutang yang didasarkan pada STP, SKP,
SKPKB, SKPKBT.
3.1.2 Variabel Independen
Variabel independen dalam penelitian ini adalah:
1. Surat Teguran (X1)
2. Surat Paksa (X2)
3.2 Populasi dan Sampel
3.2.1 Populasi
Adapun yang menjadi populasi dalam
penelitian ini adalah Wajib Pajak yang memiliki
tunggakan pajak di Kantor Pelayanan Pajak (KPP)
Pratama Bintan.
3.2.2 Sampel
Sampel dalam penelitian ini
adalah Wajib Pajak yang memiliki
tunggakan pajak selama 3 tahun terakhir
(tahun 2013-2015) pada Kantor
Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bintan
sebanyak 36 bulan.
3.3 Tempat Penelitian Lokasi penelitian ini
dilakukan diwilayah kewenangan Kantor
Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bintan.
3.4 Sumber Data
Menurut Hasan (2010 : 19), data merupakan
keterangan-keterangan tentang suatu hal yang
dapat berupa sesuatu yang diketahui atau yang
dianggap atau anggapan. Data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
diperoleh langsung dari Kantor Pelayanan Pajak
(KPP) Pratama Bintan berupa laporan kinerja
seksi penagihan, laporan penerimaan pajak, serta
data-data lain yang terkait.
3.5 Metode Analisis Data
Metode analisis data dalam penelitian ini adalah
menggunakan metode statistik yang dibantu
dengan program SPSS (Statistical Product and
Service Solution) versi 21.0. Adapun
metodemetode yang digunakan untuk
menganalisis data dan menguji hipotesis dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
3.5.1 Uji Asumsi Klasik
Dalam penggunaan regresi, terdapat beberapa
asumsi dasar yang menghasilkan estimator linear
tidak bias yang terbaik dari model regresi yang
diperoleh dari metode kuadrat terkecil biasa.
Dengan terpenuhinya asumsi-asumsi tersebut,
maka hasil yang diperoleh dapat lebih akurat dan
mendekati atau sama dengan kenyataannya.
Klasik. Asumsi-asumsi dasar itu dikenal sebagai
asumsi klasik, yaitu sebagai berikut:
9
3.5.1.1 Uji Normalitas
Menurut Ghozali (2006,h.110), uji normalitas
bertujuan untuk menguji apakah model regresi,
variabel pengganggu atau residual memiliki
distibusi normal. Uji Heteroskedastisitas
Bertujuan untuk menguji apakah dalam model
regresi terjadi ketidaksamaan varians dan residual
satu pengamatan ke pengamatan yang lain.
Uji Autokorelasi
Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas
dari autokorelasi. Pengujian autokorelasi
dilakukan dengan metode Durbin-Watson (Uji
DW). Pengambilan keputusan pada uji
DurbinWatson menurut Santoso (2014 : 194)
adalah sebagai berikut:
1. Bila angka DW < -2 berarti ada autokorelasi
yang positif
2. Bila angka DW -2 sampai dengan +2 berarti
tidak ada autokorelasi
3. Bila angka DW > +2 berarti ada autokorelasi
yang negative
3.5.1.2 Uji Multikolinieritas
Menurut Priyatno (2011 : 288), uji
multikolinearitas digunakan untuk
menguji apakah model regresi ditemukan adanya
korelasi antar variabel bebas (independen).
3.5.2 Analisis Regresi
Analisis regresi berganda digunakan untuk
mengetahui pengaruh antara dua atau lebih
variabel independen dengan satu variabel
dependen yang ditampilkan dalam bentuk
persamaan regresi (Priyatno, 2011:238).
Persamaan regresi dalam penelitian ini adalah:
Y= a + X1 b1+ X2 b2 + e Keterangan:
Y = Jumlah Pencairan
Tunggakan Pajak A =
Konstanta b1 = Koefisien
Surat Teguran b2 = Koefisien
Surat Paksa X1 = Surat
Teguran X2 = Surat Paksa
e = Error
3.5.3 Pengujian Hipotesis
3.5.3.1 Uji Statistik t (Uji Parsial)
Uji-t dilakukan dengan
caramengumpulkan,
mengklasifikasikan,menyajikan dan menganalisis
data denganmenggunakan analisis uji-t yang
diolah 1dengan bantuan program SPSS.
3.5.3.2 Uji Statistik F (Uji Simultan)
Digunakan untuk mengukurproporsi atau
persentase sumbanganvariabel independen yang
diteliti terhadap variasi naik turunnya variable
dependen.
3.5.3.2 Koefisien Determinasi (Adjusted R2)
Banyak peneliti menganjurkan untuk
menggunakan nilai Adjusted R2 pada saat
mengevaluasi mana model regresi terbaik.
4. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Objek Penelitian Penerimaan
Pajak Di KPP Pratama Bintan
4.1.2 Rencana Dan Realisasi Penerimaan Pajak
Di KPP Pratama Bintan Berikut ini adalah tabel
rencana dan realisasi penerimaan pajak di Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Bintan untuk tahun 2013
sampai 2015:
Tabel 4.1 Rencana dan Realisasi
Penerimaan Pajak Tahun 2013-
2015
10
Sumber :KPP Pratama Bintan
4.2 Deskripsi Data
Sebelum melakukan pengolahan data dan
pengujian hipotesis terlebih dahulu akan
dijabarkan data yang akan diolah mengenai
jumlah surat teguran dan jumlah surat paksa yang
diterbitkan serta pencairan tunggakan pajak yang
dilihat dari jumlah pembayaran atas pajak yang
terutang yang didasarkan pada STP, SKPKB,
SKPKBT di Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Bintan dari tahun 2013 sampai 2015.
4.3 Pengujian Hipotesis
4.3.1 Statistik Deskriptif
Adapun gambaran mengenai nilai minimum,
nilai maksimum, nilai rata-rata dan standar deviasi
untuk data yang digunakan dalam penelitian ini
dapat dilihat dari statistik deskriptif berikut ini:
Tabel 4.3
Deskriptive Statistics
Sumber: Hasil Output SPSS V.21.0
Berdasarkan dari tabel 4.3di atas dapat dilihat
bahwa:
1. Jumlah data (N) dalam penelitian ini adalah 36
data. Hal ini berdasarkan jumlah sampel
dengan periode penelitian selama 3 tahun (3 x
12 = 36).
2. Pencairan tunggakan pajak memiliki nilai
minimum 81dan nilai maksimum 10609
dengan nilai rata-rata (mean) adalah 2060.97
dan standar deviasi 2233.538.
3. Surat teguran memiliki nilai minimum 2 dan
nilai maksimum 98 dengan nilai rata-rata
(mean) adalah 28.61 dan standar deviasi
25.264.
4. Surat paksa memiliki nilai minimum 3 dan
nilai maksimum 52 dengan nilai rata-rata
(mean) adalah 17.31 dan standar deviasi
12.382.
4.4 Hasil Uji Asumsi Klasik
4.4.1 Hasil Uji Heteroskedastisitas
Adapun hasil dari uji korelasi
Spearman dapat dilihat pada tabel di bawah
ini:
11
Dari tabel 4.4 uji
korelasi Spearman di atas dapat dilihat bahwa
nilai sig dari variabel surat teguran dan surat
paksalebih dari 0.05. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa data bebas dari masalah
heteroskedastisitas. Gambar 4.1
Hasil Uji Heteroskedastisitas dengan
Scatterplot
Berdasarkan gambar 4.1 grafik scatterplot di
atas terlihat bahwa titik-titik menyebar dengan
pola yang tidak jelas dan di bawah angka 0 pada
sumbu Y. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
tidak terjadi masalah heteroskedastisitas pada
model regresi ini.
4.4.2 Hasil Uji Normalitas
Gambar 4.2 Hasil Uji Normalitas
dengan grafik PP Plot
menyebar di sekitar garis dan mengikuti garis
diagonal. Hal ini menunjukkan bahwa data
residual pada model regresi tersebut
terdistribusi secara normal. Tabel 4.5
Hasil Uji Normalitas dengan Uji
Kolmogorov-Smirnov
Sumber: Hasil Output SPSS V.21.0
Dari hasil tabel 4.5 di atas dapat
diketahui bahwa nilai signifikansi
(Asym.Sig 2-tailed) sebesar 0.087.
Karena signifikansi lebih dari 0.05
maka residual terdistribusi dengan
normal.
4.4.3 Hasil Uji Autokorelasi
Tabel 4.6
Hasil Uji Autokorelasi
Sumber: Hasil Output SPSS V.21.0
Berdasarkan grafik P-P Plot pada gambar
4.2 di atas dapat dilihat bahwa titik-titik
Tabel 4.4
Hasil Uji Heteroskedastisitas dengan
uji Korelasi Spearman
Sumber: Hasil Output SPSS V.21.0
Sumber: Hasil Output SPSS.V.21.0
12
Berdasarkan tabel 4.6 di atas dapat
dilihat bahwa nilai uji DurbinWatson
adalah 1.317 atau berada diantara
angka -2 sampai dengan +2. Hal ini
menunjukkan bahwa pada model
regresi tidak terdapat autokorelasi.
4.4.4 Hasil Uji Multikolinearitas
Adapun hasil perhitungannya adalah sebagai
berikut:
Tabel 4.7
Hasil Uji Multikolinearitas
Sumber: Hasil Output SPSS V.21.0
Dari tabel 4.7 di atas dapat dilihat
bahwa nilai VIF dari masing-masing
variabel independen adalah sebagai
berikut:
1. Untuk variabel surat teguran nilai VIF 1.002<
10 dan nilai Tolerance 0.998> 0.1, dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa data surat
tegurandalam model regresi ini tidak memiliki
masalah multikolinearitas.
2. Untuk variabel surat paksanilai VIF 1.002< 10
dan nilai Tolerance 0.998> 0.1, dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa data surat
paksadalam model regresi ini tidak memiliki
masalah multikolinearitas.
4.5 Analisis Regresi Linier Berganda Adapun
hasil analisis regresi linier berganda dengan
menggunakan SPSS V.21.0 adalah sebagai
berikut:
Tabel 4.8
Hasil Uji Regresi Linier Berganda
Sumber: Hasil Output SPSS V.21.0
Berdasarkan tabel 4.8 di atas, adapun
persamaan regresi berganda dari data
di dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
Y = 1179.295 + 38.716X1 – 13.061X2+ e
Dari persamaan regresi linier
berganda di atas tersebut dapat
diuraikan sebagai berikut:
1. Konstanta (a)
Nilai konstanta (a) sebesar 1179.295 artinya
apabila variabel surat teguran (X1) dan surat
paksa (X2) konstan bernilai 0, maka pencairan
tunggakan pajak (Y) adalah 1179.295%.
2. Nilai koefisien regresi variabel surat teguran
(X1) sebesar 38.716. Nilai X1 yang positif
menunjukkan adanya hubungan yang searah
antara variabel pencairan tunggakan pajak
dengan surat teguran, yang artinya jika surat
teguran mengalami peningkatan sebesar 1%
maka akan terjadi peningkatan pencairan
tunggakan pajak sebesar 38.716% dengan
asumsi bahwa variabel bebas lainnya konstan.
3. Nilai koefisien regresi variabel surat paksa
(X2) sebesar -13.061. Nilai X2 yang negatif
13
menunjukkan adanya hubungan yang
berlawanan arah antara variabel pencairan
tunggakan pajak dengan surat paksa, yang
artinya jika surat paksa mengalami
peningkatan sebesar 1% maka tidak terjadi
peningkatan pencairan tunggakan pajak
sebesar 13.061% dengan asumsi bahwa
variabel bebas lainnya konstan.
4.6 Hasil Uji Hipotesis
4.6.1 Uji Statistik t (Uji Parsial)
Adapun hasil perhitungan uji t didalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
Tabel 4.9 Hasil Uji Secara
Parsial
Dari data tabel 4.9 di atas dapat diuraikan
sebagai berikut:
1. Pengaruh surat teguran terhadap pencairan
tunggakan pajak
Variabel surat teguran memiliki nilai
thitung = 2.800 > ttabel1.69389 dengan derajat
kebebasan n – k – 1 = 36 – 3 – 1 = 32 dan nilai
signifikansi 0.008 yang lebih kecil dari α =
0.05 maka Hipotesis diterima. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa variabel
independen yang berupa surat teguran
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
pencairan tunggakan pajak.
2. Pengaruh surat paksaterhadap pencairan
tunggakan pajak
Variabel surat paksa memiliki nilai thitung
= -0.463 < ttabel 1.69389 dengan derajat
kebebasan n – k – 1 = 36 – 3 – 1 = 32 dan nilai
signifikansi 0.646 yang lebih besar dari α =
0.05 maka Hipotesis ditolak. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa variabel
independen yang berupa surat paksa tidak
memiliki pengaruh terhadap pencairan
tunggakan pajak.
4.6.2 Uji F (Uji Simultan) Adapun hasil
perhitungan uji F di dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut: Tabel 4.10
Sumber: Hasil Output SPSS V.21.0
Berdasarkan tabel 4.10 di atas dapat
disimpulkan bahwa secara bersama-sama
variabel independen tidak mempengaruhi
variabel dependen di dalam penelitian ini. Hal
ini dapat dijelaskan sebagai berikut: dengan
derajat kebebasan n – k – 1 = 36– 3 – 1 = 32
dengan α = 0.05 dimana 0.028 < 0.05 dan
Fhitung adalah sebesar 3.977, sedangkan
Ftabel adalah 2.90 maka Fhitung > Ftabel (3.977 >
2.90), maka demikian secara bersama-sama
surat teguran dan surat paksa memiliki
pengaruh signifikan terhadap pencairan
Sumber: Hasil Output SPSS V.21.0
Hasil Uji Secara Simultan
14
tunggakan pajak pada Kantor Pajak Pratama
Bintan.
4.6.3 Koefisien Determinasi (Adjusted R2)
Koefisien determinasi pada regresi linier berganda
dapat menunjukkan seberapa besar kemampuan
semua variabel independen dapat menjelaskan
varians dari variabel dependen. Tingkat ketepatan
terbaik dalam regresi dinyatakan dalam koefisien
determinasi majemuk yang nilainya antara nol dan
satu. Adapun nilai dari koefisien determinasi
dapat dilihat dalam tabel summary sebagai
berikut:
Tabel 4.11
Hasil Uji Koefisien Determinasi
(Adjusted R2)
Sumber: Hasil Output SPSS V.21.0
Dari tabel 4.11 di atas dapat dilihat bahwa
nilai koefisien determinasi (Adjusted R
Square) dalam penelitian ini 0.145 atau
sebesar 14.5%. Hal ini menunjukkan bahwa
presentase sumbangan pengaruh variabel
independen yaitu surat teguran dan surat paksa
terhadap variabel dependen pencairan
tunggakan pajak sebesar 14.5%. Atau variasi
variabel independen yang digunakan dalam
model hanya mampu menjelaskan sebesar
14.5% variasi variabel dependen. Sedangkan
sisanya sebesar 85.5% dipengaruhi oleh
variabel lain yang tidak dimasukkan dalam
model penelitian ini.
4.7 Pembahasan Penelitian
4.7.1 Pengaruh surat teguran
terhadap pencairan tunggakan pajak
Berdasarkan hasil pengujian secara parsial,
variabel surat teguran berpengaruh signifikan
terhadap pencairan tunggakan pajak dengan nilai
signifikansi 0.008 yang lebih kecil dari α = 0.05.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
ketika Kantor Pajak Pratama
Bintanmengeluarkan surat teguran, maka akan
meningkatkan pencairan tunggakan pajak. Hasil
penelitian ini mendukung hasil penelitian yang
dilakukan oleh Marduati (2012) dimana hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa terdapat
pengaruh signifikan antara surat teguran terhadap
pencairan tunggakan pajak. Namun, hasil
penelitian ini tidak konsisten dengan Dalanggo
(2013) dan Nainggolan (2015) yang dari hasil
penelitian mereka mendapatkan hasil bahwa surat
tegurantidak memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap pencairan tunggakan pajak.
4.7.2 Pengaruh surat paksa terhadap
pencairan tunggakan pajak Berdasarkan
hasil pengujian secara parsial, variabel surat paksa
tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap luas
pengungkapan laporan keuangan dengan nilai
signifikansi 0.646 yang lebih besar dari α = 0.05.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ketika
Kantor Pajak Pratama Bintan mengeluarkan surat
paksa, belum tentu akan meningkatkan pencairan
tunggakan pajak. Hasil penelitian ini mendukung
hasil penelitian yang dilakukan oleh Dalanggo
(2013) dan Ningsih (2009) dimana hasil penelitian
mereka menunjukkan bahwa tidak terdapat
pengaruh signifikan antara surat paksa terhadap
pencairan tunggakan pajak. Namun, hasil
penelitian ini tidak konsisten dengan Marduati
15
(2012) dan Nainggolan (2015) yang dari hasil
penelitian mereka mendapatkan hasil bahwa surat
paksa memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
pencairan tunggakan pajak.
4.7.3 Pengaruh surat teguran dan surat paksa
terhadap pencairan tunggakan pajak
Pengujian hipotesis ketiga, variabel
independen memiliki nilai Fhitung 3.977 lebih besar
dari Ftabel 2.90 dengan derajat kebebasan n – k – 1
= 36 – 3 – 1 = 32 dan nilai signifikansi 0.028 yang
lebih kecil dari α = 0.05 maka dari hasil pengujian
ini hipotesis diterima yang menunjukkan bahwa
surat teguran dan surat paksa secara bersama-
sama (simultan) memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap pencairan tunggakan pajak.
Hal ini berarti semakin banyak surat teguran dan
surat paksa yang dikeluarkan secara bersama-
sama (simultan), maka akan meningkatkan hasil
pencairan tunggakan pajak di Kantor Pajak
Pratama Bintan.
5.KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan
yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya
dan pengujian yang telah dilakukan, maka dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Variabel surat teguran memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap pencairan tunggakan
pajak pada Kantor Pajak Pratama Bintan.
2. Variabel surat paksa tidak berpengaruh
terhadap pencairan tunggakan pajak pada
Kantor Pajak Pratama Bintan.
3. Surat teguran dan surat paksa secara bersama-
sama memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap pencairan tunggakan pajak pada
Kantor Pajak Pratama Bintan.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil pembahasan penelitian dan
kesimpulan di atas maka dapat diberikan
saran-saran sebagai berikut:
1. Variabel yang digunakan untuk penelitian ini
sedikit, yaitu hanya dua variabel, oleh sebab
itu pada penelitian selanjutnya dapat
menambahkan variabel lainnya yang
berhubungan dengan pencairan tunggakan
pajak. Sehingga dapat memberikan gambaran
yang lebih luas mengenai faktor apa saja yang
mempengaruhi pencairan tunggakan pajak
selain surat teguran dan surat paksa.
2. Bagi penelitian selanjutnya, disarankan untuk
memperluas sampel dan diharapkan
memperpanjang periode penelitian untuk
memprediksi pencairan tunggakan pajak
untuk tahun mendatang.
3. Diharapkan pada penelitian selanjutnya untuk
melakukan penelitian selain di kantor Pajak
Pratama Bintan sebagai objek penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Dalanggo, Nufiarti. 2013. Pengaruh
Penagihan Pajak Dengan Surat Teguran Dan Surat Paksa Terhadap Kepatuhan Wajib
Pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Gorontalo. Jurnal Fakultas Ekonomi. Universitas Gorontalo
Hasan, Iqbal. 2010. Analisis
Data Penelitian dengan
Statistik. Jakarta: PT Bumi
Aksara https://m.detik.com
https://batampos.co.id
Mardiasmo. 2016. Perpajakan Edisi
Revisi. Yogyakarta: Andi
Marduati, Andi. 2012. Pengaruh Penagihan
Pajak Dengan Surat Teguran dan Surat
16
Paksa Terhadap Pencairan Tunggakan
Pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Makassar Barat. Jurnal Fakultas Ekonomi.
UniversitasHasanuddin
Nainggolan, YohanesDiaken. 2015. Pengaruh
Penagihan Pajak Dengan Surat Teguran
dan Surat Paksa Terhadap Efektivitas
Pencairan Tunggakan Pajak di Kantor
Pelayanan Pajak Madya Pekanbaru.
Jurnal Fakultas Ekonomi. Universitas Riau
Ningsih, Widya. 2008.Analisis Pengaruh Surat
Teguran, Surat Paksa dan Penyitaan
Monetary Asset di Bank Terhadap
Pencairan Tunggakan Pajak. (StudiKasus
Pelaksanaan Penagihan Pajak Kanwil
DJP Jakarta Barat).Jurnal Fakultas
Ekonomi. Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah
Prastowo, Yustinus. 2010. Panduan Lengkap
Pajak. Jakarta: Raih Asaf Sukses
Priyatno, Dwi. 2011. SPSS Analisis Statistik Data.
Yogyakarta: Mediakom
Republik Indonesia.1997. Undang-Undang
Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan
Pajak dengan Surat Paksa, diubah dengan
Undang-Undang Nomor 19 Tahun
2000.Sekretariat Negara. Jakarta
Republik Indonesia.2000.Keputusan Menteri
Keuangan Republik Indonesia Nomor 561/KMK.04/2000. Tentangtata cara
pelaksanaan penagihan seketika dan
sekaligus dan pelaksanaan surat
paksa.SekretariatKabinet RI. Jakarta
Republik Indonesia.2007. Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2007, Perubahan Ketiga
Undang-UndangNomor 6 Tahun 1983
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan.Sekretariat Negara. Jakarta
Resmi, Siti. 2009.Perpajakan: TeoridanKasus,
EdisiKelima. Jakarta: SalembaEmpat
Sangadji, Etta Mamang Dan Sopiah. 2010.
Metodologi Penelitian – Pendekatan
Praktis Dalam Penelitian. Yogyakarta:
C.V Andi Offset
Santoso, Singgih. 2014. Statistik Parametrik.
Jakarta: PT. Elek Media Komputindo
Saputri, Helsy Amelia. 2015. Pengaruh
Penagihan Pajak Dengan Surat Teguran
dan Surat Paksa Terhadap Efektivitas
Pencairan Tunggaka nPajak (Studi Kasus
KPP Pratama Bandung Cibeunying
Periode 2010-2014). Jurnal Fakultas
Ekonomi. Universitas Telkom
Utomo, dkk. 2011. Perpajakan: Aplikasi Dan
Terapan. Yogyakarta: Andi
Walewangko, TingkanLarosa Ursula. 2016
.Analisis Efektivitas Pencairan Tunggakan
Pajak Aktif Dengan Tindakan Penyitaan
Terhadap Pencairan Tunggakan Pajak di
KPP Pratama Ambon. Jurnal Fakultas
Ekonomi dan Bisnis. Universitas Sam
Ratulangi
Waluyo. 2008. Perpajakan Indonesia. Jakarta:
Salemba Empat
Wijoyanti, Mayang. 2010. Pengaruh Penagihan
Pajak Dengan Surat Paksa Terhadap
Kepatuhan WajibPajak di Kantor Pelayanan
PajakPratama Jakarta Mampang Prapatan.
Jurnal Fakultas Ekonomi. Universitas
Pembangunan Nasional Veteran www.pajak.go.id