PENGARUH PEMBERIAN SALEP FRAKSI ETIL ASETAT DAUN …
Transcript of PENGARUH PEMBERIAN SALEP FRAKSI ETIL ASETAT DAUN …
i
PENGARUH PEMBERIAN SALEP FRAKSI ETIL
ASETAT DAUN MENIRAN (Phyllanthus niruri L.)
TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI
LUKA EKSISI TIKUS PUTIH JANTAN
SELAMA 20 HARI
SKRIPSI
Oleh :
RUT TRINITHATIS GEA
NIM : 1604113
PROGRAM STUDI S1 FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PERINTIS INDONESIA
PADANG
2020
ii
PERNYATAAN ORISINILITAS DAN PENYERAHAN HAK CIPTA
Saya bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Rut Trinithatis Gea
NIM : 1604113
Judul Skripsi : Pengaruh Pemberian Salep Fraksi Etil Asetat Daun Meniran
(Phyllanthus niruri L.) Terhadap Gambaran Histopatologi
Luka Eksisi Tikus Putih Jantan Selama 20 Hari.
Dengan ini menyatakan bahwa :
1. Skripsi yang saya tulis merupakan hasil karya saya sendiri, terhindar dari
unsur plagiarisme, dan data beserta seluruh isi skripsi tersebut adalah
benar adanya.
2. Saya menyerahkan hak cipta dari skripsi tersebut ke Falkutas Farmasi
Universitas Perintis Indonesia untuk dapat dimanfaatkan dalam
kepentingan akademis.
Padang,16 September 2020
(Rut Trinithatis Gea)
iii
Lembar Pengesahan Skripsi
Dengan ini dinyatakan bahwa :
Nama : Rut Trinithatis Gea
NIM : 1604113
Judul Skripsi : Pengaruh Pemberian Salep Fraksi Etil Asetat Daun Meniran
(Phyllanthus niruri L.) Terhadap Gambaran Histopatologi
Luka Eksisi Tikus Putih Jantan Selama 20 Hari
Telah diuji dan disetujui skripsinya sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) melalui ujian sarjana yang diadakan pada tanggal
4 Agustus 2020 berdasarkan ketentuan yang berlaku
Ketua Sidang
Dr. apt. Eka Fitrianda, M.Farm
Pembimbing I Anggota Penguji I
apt. Sanubari Rela Tobat, M.Farm apt. Okta Fera, S.Si, M.Farm
Pembimbing II Anggota Penguji II
apt. Ringga Novelni, M.Farm Tisa Mandala Sari, S.Pd, M.Si
Mengetahui :
Ketua Program Studi S1 Farmasi
apt. Revi Yenti, M.Si
iv
Puji tuhan tak henti ku mengucap syukur atas karunia yang telah Engkau berikan Padaku ya
Tuhan, satu langkah telah ku lalui untuk meraih mimpi
dan telah terwujud untuk meraih gelar ini, ini bukanlah akhir dari segalanya,
Tetapi awal dari perjalanan hidup yang sesungguhnya,,
Terimakasih Ya Tuhan Engkau telah memberikan ku kesempatan sampai saat ini,
Karena semua ini aku raih atas izin-Mu,
Semoga Engkau memberkati setiap langkah kehidupanku ya Tuhan,
Semoga gelar ini tak hanya menjadi sebuah penghias nama,
Namun dapat bermanfaat bagi diri sendiri
Terlebih untuk orang lain yang membutuhkan,
Sungguh banyak tantangan dan rintangan yang ku hadapi untuk mendapatkan
gelar ini dan pastinya dihiasi dengan tangis dan tawa
Berkali-kali diri ini terjatuh namun harus bangkit kembali,
Pencapaian ini ku persembahkan untuk orang-orang yang aku cintai
Teristimewa untuk papa tercinta (Desman Gea) dan mama tercinta (Anani Zega) yang selalu
memberikan Doa, dukungan moral, materil serta cinta dan kasih sayang
yang sangat tulus dan tak terhingga, terimakasih telah menjadi penyemangatku,
Meskipun aku jatuh berkali-kali ada papa dan mama yang selalu berdiri kokoh disamping ku,
memegang erat tangan ku, mendukungku dan berkata “Kamu pasti bisa nak..” ,,,
Tiada yang dapat membalas jasa kalian, dan ijinkan aku untuk membahagiakan kalian walau
tak sebanding atas apa yang kalian berikan untuk ku. Tak ada lagi kata untuk melukiskan
perasaanku untuk dua orang tercinta, hanya dengan doa ku memohon kepada
Tuhan Yang Maha Esa,Untuk selalu memberkati dan melindungi papa dan mama.
Untuk kedua saudaraku tersayang abang sulung (Refortry Andes Pratama Gea) dan adek
(Canny Fatikris Gea) terimakasih selalu bersama membantu memberikan semangat.. dukungan
kalian menjadikanku kuat dan lebih optimis untuk meraih mimpiku...
Teruntuk Paman (Elruanto Zega) dan Mama Sa’a (Mesrahwati Zai), terimakasih telah
menjadi orang tua selama diperantauan, yang selalu membantu dan memberi dukungan doa
maupun materi serta kasih sayang sehingga dapat menyelesaikan perkuliahan ini.
v
Adek tercinta Jujur Krisnawati Gea yang selalu ada dalam susah maupun senang dan
membantu serta memberikan dukungan walaupun kadang nyebelin tapi tetap ku sayang,
terimakasih sudah berkontribusi banyak dan selalu memahami keadaanku karena kita sama-
sama sedang dilatih untuk tetap kuat dalam keadaan apapun, semangat buat kita dek..,
dan terimakasih kepada adek Sean Arcelia Zega dan Virril Virene Zega yang selalu
menghibur dan semoga tumbuh kembangnya diberkati Tuhan.
Kepada seseorang yang menemani dan berjuang dari awal Fanoi Iman Kristian Telaumbanua
yang selalu membantu dalam doa, dukungan dan semangat selama ini sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini.
Teruntuk semua dosen dan staf Fakultas Farmasi Universitas Perintis Indonesia,
Terimakasih untuk ilmu yang sangat bermanfaat dan semoga berguna dimasa yang akan
datang. Teristimewa kepada ibu apt. Sanubari Rela Tobat, M.Farm sebagai pembimbing 1
dan ibu apt. Ringga Novelni M.Farm sebagai pembimbing 2 yang dengan senang hati
membantu, membimbing dalam menyelesaikan skripsi ini serta ibu Miftahur Rahmi, M.Pd
sebagai pembimbing akademik yang sudah sangat membantu dari awal sampai akhir
perkuliahan membimbing dan menasehati penulis. Terimakasih juga untuk analis
Fakultas Farmasi Universitas Perintis Indonesia yang telah
membantu selama penelitian ini berlangsung.
Kepada Pejuang Toga yang sejak dari awal masuk kuliah selalu bersama walau kadang
berbeda pendapat tetapi tetap sayang, Terimakasih sudah jadi tempat pelarian ku,
terimakasih sudah saling mengerti dan memahami satu sama lain, walaupun kebersamaan
kita sederhana tapi kita menikmatinya, cerita ini tidak akan sampai disini semuanya kan jadi
kenangan yang tak pernah lekang oleh waktu,, aku sayang kalian...
teruntuk (Tiza cabi) yang sejak awal jadi kawan suka duka meskipun sering cerewetin aku
tapi tetap membantu dalam segi apapun,
(Lusi Piara Meti) yang selalu ceplas-ceplos dan sering bikin aku greget untuk cepat-cepat
menyelesaikan skripsi ini, please tetap jadi lusi yg aku kenal ya..
(Lina permatasari) mak milo yang suaranya tak bisa dikontrol walaupun gitu dia paling
pengertian dan tak pernah menolak jika aku minta bantu,
vi
(Rani Nasution) si gadis pendiam yang selalu membantu, selalu jadi pribadi yang kuat dan
sering memendam perasaan.
(Khusnul Khotimah) mak pejuang yang selalu adil dan selalu mengajari banyak hal, tempat
bertanya paling mantul kalo otak udah mentok,
(Anni Kholila Lubis ) orang yang paling pintar menahan amarah, apapun kesalahan tetap
tersenyum seakan-akan tak ada masalah, kakak tersantui sama kayak aku.
Dan teruntuk kawan sepenelitian, setim ku (Yesi Permata Sari) terimakasih sudah jadi alarm
selalu mengingatkan ku untuk cepat-cepat menyelesaikan penelitian ini, membantu ku banyak
hal, suka duka yang kita lewati selama penelitian biarlah kita kenang selalu.
Untuk rekan-rekan seperjuangan (Veren16en) angkatan 2016 terimakasih atas kerja sama
dan partisipasinya selama 4 tahun ini serta rekan-rekan seperjuangan penelitian atas kerja
sama yang baik selama penelitian ini berlangsung. Beserta semua pihak yang tidak dapat
penulis tulis namanya satu persatu atas bantuan baik secara langsung maupun tidak
langsung dalam menyelesaikan skripsi ini.
By Rut Trinithatis Gea, S.Farm
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah YME atas segala limpahan
rahmat dan karunia-Nya yang tiada henti-hentinya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penelitian ini serta penulisan skripsi ini dengan judul
“PENGARUH PEMBERIAN SALEP FRAKSI ETIL ASETAT DAUN
MENIRAN (Phyllanthus niruri L.) TERHADAP GAMBARAN
HISTOPATOLOGI LUKA EKSISI TIKUS PUTIH JANTAN SELAMA 20
HARI”. Skripsi ini dimaksudkan sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan
program pendidikan strata satu di Fakultas Farmasi, Universitas Perintis Indonesia
Penulis sadar bahwa dalam penulisan skripsi ini sungguh jauh dari kata
sempurna dan tidak akan terwujud tanpa partisipasi dan dukungan yang tak
terhingga dari berbagai pihak, untuk mengucapkan terimakasih yang tidak
terhingga kepada :
1. Ibu apt. Sanubari Rela Tobat, M.Farm selaku dosen pembimbing 1 dan Ibu
apt. Ringga Novelni, M.Farm selaku pembimbing 2 yang telah
meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, ilmu, inspirasi,
petunjuk, arahan dan pertolongan yang tulus sehingga skripsi ini dapat
diselesaikan.
2. Ibu Miftahur Rahmi M.Pd selaku Pembimbing Akademik yang telah
banyak membantu dalam kelancaran studi akademik penulis.
3. Prof. Dr. apt. Elfi Sahlan Ben, selaku Rektor Universitas Perintis
Indonesia.
4. Ibu Dr. Apt. Eka Fitrianda, M.Farm selaku Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Perintis Indonesia.
viii
5. Ibu apt. Revi Yenti, M.Si selaku Ketua Program Studi S1 Farmasi
Universitas Perintis Indonesia.
6. Bapak dan ibu Dosen yang telah mendidik dan memberikan ilmu kepada
penulis selama menjalankan perkuliahan beserta Staf Karyawan/karyawati
Fakultas Farmasi, Universitas Perintis Indonesia.
7. Analis Labor serta asisten labor yang selalu membantu dan memberi
dukungan.
8. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, atas bantuan
langsung maupun tidak langsung dalam menyelesaikan skripsi saya ini.
Terimakasih atas semua bantuan yang telah diberikan semoga Allah
YME memberkati dan memberikan balasan yang berlipat ganda. Semoga skripsi
ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu pengetahuan di masa yang akan datang.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna
dan tidak terlepas dari kekurangan baik dari isi maupun penulisan. Dengan penuh
kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dalam
menyempurnakan skripsi ini.
Padang, 16 Mei 2020
Hormat saya
Penulis
ix
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian tentang pengaruh pemberian salep fraksi etil
asetat daun meniran (Phyllanthus niruri l.) terhadap gambaran histopatologi luka
eksisi tikus putih jantan selama 20 hari. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh pemberian salep fraksi etil asetat daun meniran (Phyllanthus niruri L.)
terhadap gambaran histopatologi dalam membantu proses penyembuhan luka
terhadap tikus putih jantan. Penelitian ini terdiri dari 4 kelompok tikus dan
masing-masing kelompok terdiri dari 5 ekor tikus dimana kelompok 1 sebagai
kontrol dengan basis salep, kelompok 2 dan kelompok 3 perlakuan dengan
pemberian sediaan uji secara topikal konsentrasi 5% dan 10%, kemudian
kelompok 4 sebagai pembanding (salep T®). Persentase penyembuhan luka
dihitung pada hari 1 dan hari ke 20, kemudian waktu epitelisasi dan untuk
pemeriksaan histopatologi jaringan kulit punggung tikus dilakukan pada hari ke
20. Hasil analisa data menggunakan (ANOVA) satu arah dilanjutkan uji Duncan
(SPSS 23.0) menunjukkan adanya perbedaan nyata antara kelompok kontrol
dengan kelompok perlakuan terhadap parameter penyembuhan luka, waktu
epitelisasi dan gambaran histopatologi (p<0,05), sehingga dapat di simpulkan
bahwa sediaan salep fraksi etil asetat daun meniran dengan konsentrasi 10% lebih
efektif dalam proses penyembuhan luka selama 20 hari.
Kata kunci : Daun meniran (Phyllanthus niruri L.), Fraksi etil asetat, Luka eksisi,
penyembuhan luka
x
ABSTRACT
Research on the effect of meniran leaves (Phyllanthus niruri L.) ethyl
acetate fraction ointment on histopathological features of excision wounds of male
white rats for 20 days. This study aims to determine the effect of the ointment of
meniran (Phyllanthus niruri L.) ethyl acetate ointment on the histopathological
picture in helping the wound healing process of male white rats. This study
consisted of 4 groups of rats and each group consisted of 5 mice in which group 1
was as a control with an ointment base, group 2 and group 3 were treated with
topical concentrations of 5% and 10%, then group 4 as a comparison (ointment
T®). The percentage of wound healing was calculated on day 1 and day 20, then
the time of epithelialization and for histopathological examination of rat back skin
tissue was carried out on day 20. The results of data analysis using (ANOVA)
one-way followed by duncan test (SPSS 23.0) showed a significant difference
between the control group with the treatment group on wound healing parameters,
epithelialization time and histopathological features (p <0.05), so it can be
concluded that the preparation of meniran leaf ethyl acetate fraction with 10%
concentration is more effective in the wound healing process for 20 days.
Keywords: Meniran Leaves (Phyllanthus niruri L.), Ethyl acetate fraction,
excision wounds, wound healing
xi
DAFTAR ISI
JUDUL .................................................................................................................. i
PERNYATAAN ORISINILITAS DAN PENYERAHAN HAK CIPTA ........ ii
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ................................................................ iii
PERSEMBAHAN ................................................................................................ iv
KATA PENGANTAR ......................................................................................... vii
ABSTRAK ............................................................................................................ ix
ABSRACT ............................................................................................................ x
DAFTAR ISI ....................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xv
BAB 1. PENDAHULUAN ................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian .................................................................................... 4
1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................. 4
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 5
2.1 Tinjauan Botani Meniran (Phyllantus niruri L.) ...................................... 5
2.1.1 Klasifikasi ...................................................................................... 5
2.1.2 Sinonim .......................................................................................... 6
2.1.3 Nama Daerah ................................................................................. 6
2.1.4 Nama Asing ................................................................................... 6
2.1.5 Deskripsi Tanaman ........................................................................ 6
2.2 Tinjauan Farmakologi .............................................................................. 6
2.3 Tinjauan Kimia ........................................................................................ 8
2.4 Tinjauan Farmasetik ................................................................................. 9
2.5 Tinjauan Umum Salep ............................................................................. 9
2.5.2 Pengertian Salep ............................................................................ 9
2.6.2 Penggolongan Sediaan Setengah Padat ......................................... 10
2.6 Tinjauan Umum Kulit .............................................................................. 11
2.6.1 Pengertian kulit .............................................................................. 11
2.6.2 Fungsi kulit .................................................................................... 11
2.6.3 Bagian-bagian kulit ....................................................................... 12
2.7 Tinjauan Umum Luka .............................................................................. 17
2.7.1 Pengertian Luka ............................................................................. 17
2.7.2 Klasifikasi Luka ............................................................................. 17
2.7.3 Fase Penyembuhan Luka ............................................................... 20
2.7.4 Faktor yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka .......................... 22
2.8 Ekstraksi Simplisia ................................................................................... 25
2.8.1 Pengertian Simplisia ...................................................................... 25
2.8.2 Ekstraksi ......................................................................................... 25
2.8.3 Fraksinasi ...................................................................................... 26
BAB III. METODA PENELITIAN ................................................................... 27
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................. 27
3.2 Alat, Bahan dan Hewan Uji .................................................................... 27
xii
3.2.1 Alat .............................................................................................. 27
3.2.2 Bahan .......................................................................................... 27
3.2.3 Hewan Uji ................................................................................... 27
3.3 Persiapan Hewan Percobaan ................................................................... 28
3.4 Prosedur Penelitian ................................................................................. 28
3.4.1 Pengambilan Sampel ..................................................................... 28
3.4.2 Identifikasi Sampel ........................................................................ 28
3.4.3 Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Meniran .................................... 28
3.4.4 Fraksinasi Ekstrak Etanol Daun Meniran ..................................... 29
3.4.5 Karakterisasi Fraksi Etil Asetat ..................................................... 30
3.4.6 Pembuatan Salep Fraksi Etil Asetat Ekstrak Daun Meniran.........32
3.4.7 Evaluasi Salep Fraksi Etil Asetat Ekstrak Daun Meniran ............. 32
3.4.8 Pembuatan Luka ............................................................................ 33
3.4.9 Pemberian Salep Fraksi Etil Asetat Ekstrak Daun Meniran .......... 33
3.4.10 Pengujian Aktivitas Penyembuhan Luka ..................................... 34
3.5 Parameter Yang Diukur Pada Penyembuhan Luka ................................. 34
3.5.1 Persentase Luas Penyembuhan Luka ............................................. 34
3.5.2 Waktu Epitelisasi ........................................................................... 34
3.5.3 Histopatologi ................................................................................. 35
3.5.4 Pemeriksaan Mikroskopis Sediaan Histologi Jaringan Luka
Eksisi ............................................................................................. 36
3.5.5 Pemeriksaan Jumlah Fibroblas dan Re-Epitelasi .......................... 36
3.5 Analisis Data ........................................................................................... 37
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................ 38
4.1 Hasil ....................................................................................................... 38
4.2 Pembahasan ............................................................................................. 40
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 53
5.1 Kesimpulan ............................................................................................. 53
5.2 Saran ........................................................................................................ 53
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 54
LAMPIRAN
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Efek Farmakologi Daun Meniran .................................................................. 7
2. Formula Salep Fraksi Etil Asetat Ekstrak Daun Meniran .............................. 32
3. Skor Jumlah Fibroblast dan Re-epitelisasi ..................................................... 37
4. Hasil Pengukuran Persentase Penyembuhan Luka ........................................ 45
5. Hasil Waktu Epitelisasi .................................................................................. 47
6. Pemeriksaan Histopatologi Jaringan Kulit pada Luka Eksisi ........................ 49
7. Hasil Pemeriksaan Organoleptis Fraksi Etil Asetat Daun Meniran ............... 66
8. Hasil Penentuan Rendemen Fraksi Etil asetat Daun Meniran ....................... 66
9. Hasil Pemeriksaan Susut Pengeringan Fraksi Etil Asetat Daun meniran ...... 66
10. Hasil Pemeriksaan Pendahuluan Kandungan Kimia fraksi etil asetat
Daun Meniran ................................................................................................ 67
11. Hasil Pengamatan Secara Organoleptis Salep Fraksi Etil Asetat
Daun Meniran ................................................................................................ 68
12. Hasil Pengamatan Homogenitas Salep Fraksi Etil Asetat Daun Meniran ..... 68
13. Hasil Pengamatan pH Salep Fraksi Etil Asetat Daun Meniran ...................... 68
14. Hasil Perhitungan Persentase Penyembuhan Luka Analisa Varian
(ANOVA) Satu Arah dengan SPSS 23.00 ..................................................... 70
15. Hasil Uji Lanjut Duncan Persentase Penyembuhan Luka ............................. 71
16. Hasil Perhitungan Stastistik Waktu Epitelisasi Analisa Varian (ANOVA)
Satu Arah dengan SPSS 23.00 ....................................................................... 74
17. Hasil Uji lanjut Duncan Waktu Epitelisasi .................................................... 75
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Meniran .......................................................................................................... 5
2. Struktur Kimia Flavonoid .............................................................................. 8
3. Struktur Kimia Steroid ................................................................................... 8
4. Histologi Kulit................................................................................................ 15
5. Anatomi Kulit ................................................................................................ 17
6. Fase Inflamasi ................................................................................................ 20
7. Fase Proliferasi ............................................................................................... 21
8. Fase Remodeling ............................................................................................ 22
9. Diagram Persentase penyembuhan luka hari ke-20 ....................................... 46
10. Diagram Hasil Waktu Epitelisasi ................................................................... 47
11. Diagram pemeriksaan Histopatologi Jaringan Kulit ...................................... 49
12. Gambar Meniran ............................................................................................ 57
13. Gambar Seperangkat Alat Rotary Evaporator ............................................... 57
14. Fraksi Etil Asetat Daun Meniran ................................................................... 58
15. Sediaan Konsentrasi 5% dan 10% ................................................................. 58
16. Sediaan Pembanding (Salep T®) .................................................................... 58
17. Surat Identifikasi Tumbuhan .......................................................................... 59
18. Surat Keterangan Lolos Kaji Etik .................................................................. 60
19. Skema Pembuatan Ekstrak Etanol Kental Daun Meniran ............................. 61
20. Skema Kerja Pemeriksaan Farmakologi Fraksi Etil Asetat Daun
Meniran .......................................................................................................... 59
21. Skema Kerja Pengaruh Pemberian Sediaan Terhadap Penyembuhan
Luka ............................................................................................................... 60
22. Skema Kerja Pembuatan Sediaan Histopatologi ............................................ 61
23. Waktu Epitelisasi Kontrol .............................................................................. 72
24. Waktu Epitelisasi Konsentrasi 5% ................................................................. 72
25. Waktu Epitelisasi Konsentrasi 10% ............................................................... 73
26. Waktu Epitelisasi Pembanding ...................................................................... 73
27. Histopatogi Jaringan Kulit Luka dengan Pembesaran 10x ............................ 76
28. Kepadatan Kolagen dan Sel Fibroblast Kelompok Kontrol ........................... 77
29. Kepadatan Kolagen dan Sel Fibroblast Konsentrasi 5% ............................... 77
30. Kepadatan Kolagen dan Sel Fibroblast Konsentrasi 10% ............................. 78
31. Kepadatan Kolagen dan Sel Fibroblast Pembanding ..................................... 78
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Dokumen Penelitian ....................................................................................... 57
2. Identifikasi Sampel ........................................................................................ 59
3. Ethical Clearance ........................................................................................... 60
4. Skema Kerja ................................................................................................... 61
5. Waktu Penyusunan Skripsi ............................................................................ 65
6. Hasil Karakterisasi Fraksi Etil Asetat Daun Meniran .................................... 66
7. Hasil Evaluasi Salep Fraksi Etil Asetat Daun Meniran ................................. 68
8. Persentase Penyembuhan Luka ...................................................................... 69
9. Waktu Epitelisasi ........................................................................................... 72
10. Histopatologi Jaringan Kulit Re-epitelisasi ................................................... 76
11. Histopatologi jaringan kulit penilaian kepadatan kolagen dan sel
fibroblast ........................................................................................................ 77
1
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia sebagai negara tropis mempunyai lebih dari 30.000 spesies
tanaman dan sebagian dimanfaatkan sebagai tanaman obat alami oleh masyarakat
secara turun temurun. Agar penggunaannya lebih ilmiah sebagai obat tradisional
perlu diteliti dan dikembangkan sehingga manfaatnya dapat digunakan secara
optimal bagi kesehatan. Meskipun demikian, obat tradisional juga mempunyai
efek samping dan bersifat merugikan apabila penggunaannya kurang tepat (Nissen
N, 2011).
Salah satu tanaman yang digunakan sebagai obat tradisional oleh
masyarakat adalah meniran (Phyllantus niruri Linn). Bagian tanaman yang
diambil yaitu daun dan akarnya. (Imran,dkk, 2011). Kandungan kimia yang
terkandung di dalam meniran (Phyllanthus niruri L.) yaitu berbagai senyawa
lignan seperti Phyllanthin, hyphophyllanthin, phyltetralin dan nitanthin.
(Arbain,dkk, 2014).
Menurut penelitian sebelumnya daun Meniran (Phyllanthus niruri L.)
memiliki khasiat dalam mempercepat penyembuhan luka terkontaminasi karena
mengandung triterpenoid yang mampu meningkatkan pembentukan kolagen pada
kulit serta mengandung minyak essensial sebagai anti bakteri. Komponen tersebut
memiliki efek farmakologi pada penyembuhan luka sebagai antiinflamasi,
(Amaliya dkk, 2013).
Penelitian sebelumnya dilakukan pada uji aktivitas beberapa subfraksi etil
asetat dari herba meniran terhadap reaksi hipersensitivitas kutan aktif
menunjukkan bahwa subfraksi etil asetat dari herba meniran dapat menghambat
2
reaksi hipersensitivitas kulit karena diduga mengandung beberapa senyawa kimia
seperti flavonoid, sianidin, quercetin, dan steroid (Aldi dkk, 2013). Selain efeknya
sebagai antibakteri herba meniran juga memiliki aktivitas farmakologi sebagai
antiinflamasi, antihistamin, antijamur, dan antimikroba (Kaur, 2017). Penelitian
Soni dan Singhai pada tahun 2012 dengan uji analisis ekstrak meniran didapatkan
antioksidan pada meniran seperti Saponin dimana Saponin adalah salah satu
antioksidan yang berpengaruh pada kontraksi luka dan meningkatkan kecepatan
epitelisasi. Pada penelitian Gusriyani (2019) dengan uji salep fraksi etil asetat
daun meniran (phyllanthus niruri L.) menggunakan konsentrasi 10%
menghasilkan persentase yang paling baik dalam proses penyembuhan luka pada
pengukuran kadar hidroksiprolin menunjukkan bahwa sediaan memiliki efek yang
lebih baik pada fase proliferasi dibandingkan fase inflamasi.
Luka merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan rusaknya berbagai
jaringan tubuh kerusakan berbagai jaringan tubuh yang disebabkan oleh
terkoyaknya berbagai otot, jaringan ikat, dan kulit akibat sesuatu sering di ikuti
dengan rusaknya jaringan syaraf dan robeknya pembuluh darah yang
menyebabkan terjadinya perdarahan. Proses pemulihan luka bukan hanya meliputi
penutupan luka pada permukaan kulit tetapi juga meliputi penutupan pembuluh
darah yang terkoyak, regenerasi dari sel-sel perifer serta penggantian jaringan otot
oleh serabut kolagen. Apabila terjadi luka, maka fungsi-fungsi dari kulit tidak
dapat berjalan seperti yang seharusnya. (Abdurrahmat, 2014)
Penyembuhan luka dapat di kaitkan dengan suatu proses biologik yang di
mulai dari adanya trauma sampai dengan terbentuknya luka parut. Tujuan dari
pengelolaan luka yang lebih baik ialah penyembuhan luka dalam waktu sesingkat
3
mungkin, dengan rasa sakit, ketidaknyamanan, dan luka parut yang minimal pada
pasien, meminimalkan kerusakan jaringan, penyediaan perfusi jaringan yang
cukup dan oksigenasi, nutrisi yang tepat untuk jaringan luka (Soni dan singhai,
2012)
Proses kesembuhan luka dapat diamati secara mikroskopis dibawah
mikroskop dengan melihat perubahan histopatologinya seperti tingkat infiltrasi
seluler, produksi kolagen, neovaskularisasi, dan ketebalan epitel
(Karayannopoulou dkk, 2011). Salah satu sediaan topikal yang sering digunakan
adalah salep. Salep adalah sediaan setengah padat yang ditunjukkan untuk
pemakaian pada kulit atau selaput lendir, dasar salep yang dapat digunakan adalah
dasar salep hidrokarbon dimana dasar salep ini dikenal sebagai dasar salep
berlemak antara lain vaselin putih dan salep putih. Sejumlah kecil komponen
berair dapat dicampurkan kedalamnya yang dimaksudkan untuk memperpanjang
kontak bahan obat dengan kulit dan bertindak sebagai pembalut penutup. Dasar
salep hidrokarbon digunakan terutama sebagai emolien, dan sukar dicuci. Tidak
mengering dan tidak tampak berubah dalam waktu lama (Depkes RI, 2014).
Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik melakukan penelitian tentang
gambaran histopatologi terhadap pemberian salep fraksi etil asetat daun meniran
(Phyllanthus niruri.L) pada proses penyembuhan luka eksisi pada tikus putih
jantan dengan konsentrasi 5% dan 10% selama 20 hari.
4
1.2. Rumusan Masalah
1. Apakah ada pengaruh pemberian salep fraksi etil asetat daun meniran
(Phyllanthus niruri L.) terhadap gambaran histopatologi, secara topikal
selama 20 hari dalam membantu proses penyembuhan luka terhadap tikus
putih jantan?
2. Apakah ada pengaruh variasi konsentrasi salep fraksi etil asetat daun
meniran (Phyllanthus niruri L.) terhadap gambaran histopatologi
konsentrasi 5% dan 10% secara topikal selama 20 hari dalam membantu
proses penyembuhan luka terhadap tikus putih jantan?.
1.3. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pengaruh pemberian salep fraksi etil asetat daun
meniran (Phyllanthus niruri L.) terhadap gambaran histopatologi secara
topikal selama 20 hari dalam membantu proses penyembuhan luka
terhadap tikus putih jantan.
2. Untuk mengetahui pengaruh variasi konsentrasi salep fraksi etil asetat
daun meniran (Phyllanthus niruri L.) terhadap gambaran histopatologi
pada konsentrasi 5% dan 10% secara topikal selama 20 hari dalam
membantu proses penyembuhan luka terhadap tikus putih jantan
1.4. Manfaat Penelitian
1. Dapat memberikan informasi mengenai gambaran histopatologi mengenai
pengaruh pemberian fraksi etil asetat ekstrak daun meniran (Phyllanthus
niruri L.) konsentrasi 5% dan 10% terhadap proses penyembuhan luka
eksisi tikus putih jantan selama 20 hari.
2. Dapat menambah pengalaman dan ilmu pengetahuan bagi peneliti sendiri.
5
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Botani Meniran (Phyllantus niruri L.)
2.1.1 Klasifikasi
Tanaman Meniran (Phyllanthus niruri L.) menurut Aspan (2010) dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :
Gambar 1. Meniran
Kingdom : Plantae
Divisio : Magnoliophyta
Class : Magnoliopsida
Sub-class : Rosidae
Ordo : Euphorbiales
Famili : Phyllanthaceae
Genus : Phyllanthus
Species : Phyllanthus niruri L.
6
2.1.2 Sinonim
Phyllanthus urinaria L., phyllanthus alatus BI., phyllanthus cantonensis
Hornem., Phyllanthus echinatus Wall., phyllanthus lepidocarpus Sieb. Et Zucc.,
phyllanthus leptocarpus Wight., phyllanthus asperulata (Arbain dkk, 2014).
2.1.3 Nama Daerah
Sidukuang anak (Minang); memeniran, meniran (Jawa); Gosau ma dungi
(Maluku); dudukuang anak,baket sikolop (Sumatera) (Arbain dkk, 2014).
2.1.4 Nama Asing
Lagoon spurge, niruri child pick a back (inggris); Amarus, zhen zhu cao,
hsieh hsia chu (Cina); Di[eej]p h[aj] ch[aa]u y[ees]u (Vietnam). 3 Bhoomi
amalaki, bhui-amla (India); Phyllanto (Barzil); Ya-tai-bai (Thailand); Yerba de
san pablo (Filipina) (Arbain dkk, 2014).
2.1.5 Deskripsi Tanaman
Merupakan semak semusim yang tegak, tinggi 30-100 cm hingga 1 m.
Batang hijau, bulat, licin, tak berambut, diameter ±3 mm. Daun tunggal tapi
tersusun seperti daun majemuk, berseling, anak daun 15-24, bulat telur, ujung
tumpul, pangkal membulat, panjang ±1,5 mm, lebar ±7 mm, tepi rata, hijau.
Bunga tunggal, dekat tangkai daun, menggantung, putih, daun kelopak bentuk
bintang, benang sari dan putik tidak tampak jelas, mahkota kecil, putih. Buah
kotak, bulat, pipih, diameter ±2 mm, hijau keunguan. Biji kecil, keras, bentuk
ginjal, coklat. Akar tunggang, putih kotor (Arbain dkk, 2014).
2.2 Tinjauan Farmakologi
Efek farmakologis meniran (Phyllanthus niruri L.) diantaranya peluruh air
seni (diuretik), pembersih hati, antiradang, pereda demam, peluruh dahak, peluruh
7
haid, penerang penglihatan, penambah nafsu makan, astringent, obat dysuria,
gonorrhoe, sifilis, nyeri ginjal, tetanus, pembersih darah dan diare, sedangkan akar
meniran untuk nyeri perut dan sakit gigi (Arief, 2011). Selain itu meniran juga
memiliki efek sebagai imunomodulator, antispasmodik, antilitik (untuk batu ureter
dan empedu), penghilang rasa nyeri, antihipertensi, antiviral, antibakteri,
antimutagenik dan juga efek hipoglikemia (Lestari, 2015).
Kandungan daun meniran yang memiliki efek dalam proses penyembuhan
luka diantaranya (Kaur, 2017):
Tabel 1. Efek Farmakologi Daun Meniran
Kandungan Kimia Efek Terapi
Cyanidin Antioksidan, antiinflamasi, photoprotective,
anti-neurodegenerative skin
Flavonoid, alkaloid, lignan,
delphidin
Antioksidan, anti inflamasi, anti alergi
Malvidin Anti inflamasi dan antikarsinogenik
Kaempferol Antioksidan, anti inflamasi, anti bakteri, anti
kanker
Flavonol Antioksidan, anti karsinogenik, antiviral, dan
antiplatelet.
Antosianidin Anti oksidan, anti inflamasi, dan anti mikroba.
Quercetin Antivirus, antibakteri, antikanker, antiinflamasi
Saponin, triterpenoid Antimikroba
8
2.3 Tinjauan Kimia
Kandungan kimia meniran berupa terpen (cymene, limonene, lupeol,
lupeolacetate); flavonoid (quercetin, quercitrin, isoquercitrin, astragalin, rutine,
physetinglucoside); lipid (ricinoleic acid, dotriancontanoic acid, linoleic acid,
linolenic acid); benzenoid seperti halnya curcuma (methilsalisilate); alkaloid
(norsecurinine, 4-metoxinor securinine, entnor securinina, nirurine); steroid
(betasitosterol); alcanes(triacontanal, triacontanol); dan zat lain (vitamin C,
tannin, saponin) (Sunarno dan Sutriana, 2012).
1. Flavonoid
Gambar 2. Struktur Kimia Flavonoid (Arifin dkk, 2018)
Flavonoid merupakan suatu senyawa polar dengan adanya beberapa gugus
hidroksil bebas, sehingga dapat larut dalam pelarut polar seperti methanol, etanol,
butanol dan air. Adanya gula yang terikat pada flavonoid menyebabkan flavonoid
lebih mudah larut dalam air, sedangkan aglikon yang kurang polar seperti flavon
yang termetoksilasi cenderung lebih mudah larut dalam pelarut non polar seperti
eter dan kloroform (Arifin dkk, 2018).
2. Steroid
Gambar 3. Struktur Kimia Steroid (Arifin dkk., 2018)
9
Steroid adalah senyawa triterpenoid yang kerangka dasarnya system cincin
siklopentanoperhidropenantren. Senyawa ini tersebar luas di alam dan mempunyai
fungsi biologis yang sangat penting misalnya untuk antiinflamasi (Arifin dkk.,
2018).
Beberapa jenis senyawa steroid yang digunakan dalam dunia obat-obatan
antara lain estrogen merupakan jenis steroid hormon seks yang digunakan untuk
kontrasepsi sebagai penghambat ovulasi, progestin merupakan steroid sintetik
digunakan untuk mencegah keguguran dan uji kehamilan, glikokortikoid sebagai
antiinflamasi, alergi, demam, leukemia, dan hipertensi serta kardenolida
merupakan steroid glikosida jantung digunakan sebagai obat diuretik dan penguat
jantung (Arifin dkk, 2018).
2.4 Tinjauan Farmasetik
Meniran (Phyllanthus niruri L.) digunakan masyarakat sebagai bahan
baku obat tradisional dan dikembangkan dalam bentuk sediaan farmasi, dewasa
ini meniran dibuat dalam berbagai sediaan farmasi seperti contoh obat paten
dalam bentuk tablet effervescent dengan nama sediaan Promuno®, dalam bentuk
kapsul dan juga sirup dengan nama sediaan Stimuno® yang khasiatnya membantu
merangsang tubuh memproduksi lebih banyak antibodi dan mengaktifkan sistem
kekebalan tubuh agar daya tahan tubuh bekerja optimal dan membantu sistem
imun tubuh agar bekerja lebih aktif sehingga kekebalan tubuh meningkat (Sari,
2013).
10
2.5 Tinjauan Umum Salep
2.5.1 Pengertian Salep
Salep adalah sediaan setengah padat yang ditunjukkan untuk pemakaian
pada kulit atau selaput lendir. Dasar salep yang digunakan sebagai pembawa
dibagi dalam 4 kelompok: dasar salep senyawa hidrokarbon, dasar salep serap,
dasar salep yang dapat dicuci dengan air, dasar salep larut dalam air. Setiap salep
obat menggunakan salah satu dasar salep tersebut. (Depkes RI, 2014)
2.5.2 Penggolongan Sediaan Setengah Padat
Menurut Depkes RI, 2014 penggolongan salep terdiri dari empat, antara
lain:
1. Dasar salep hidrokarbon
Dasar salep ini dikenal sebagai dasar salep berlemak antara lain vaselin
putih dan salep putih. Hanya sejumlah kecil komponen berair dapat
dicampurkan ke dalamnya. Salep ini dimaksudkan untuk memperpanjang
kontak bahan obat dengan kulit dan bertindak sebagai pembalut penutup.
Dasar salep hidrokarbon digunakan terutama sebagai emolien, dan sukar
dicuci. Tidak mengering dan tidak tampak berubah dalam waktu lama.
2. Dasar salep serap
Dasar salep serap ini dibagi dalam 2 kelompok. Kelompok pertama terdiri
atas dasar salep yang dapat bercampur dengan air membentuk emulsi air
dalam minyak (parafin hidrofilik dan lanolin anhidrat), dan kelompok dua
terdiri atas emulsi air dalam minyak yang dapat bercampur dengan sejumlah
larutan air tambahan (Lanolin). Dasar salep serap juga bermanfaat sebagai
emolien.
11
3. Dasar salep yang dapat dicuci dengan air
Dasar salep ini adalah emulsi minyak dalam air antara lain salep hidrofilik
dan lebih tepat disebut “krim” (cremores). Dasar ini juga dinyatakan sebagai
“dapat dicuci dengan air” karena mudah dicuci dari kulit atau dilap basah,
sehingga lebih dapat diterima untuk dasar kosmetik. Beberapa bahan obat
dapat menjadi lebih efektif menggunakan dasar salep ini dari pada dasar
salep hidrokarbon. Keuntungan lain dari dasar salep ini adalah dapat
diencerkan dengan air dan mudah menyerap cairan yang terjadi pada kelainan
dermatologik.
4. Dasar salep larut dalam air
Kelompok ini disebut juga “dasar salep tak berlemak” dan terdiri dari
konstituen larut air. Dasar salep jenis ini memberikan banyak keuntungan
seperti dasar salep yang dapat dicuci dengan air dan tidak mengandung bahan
tak larut dalam air seperti parafin, lanolin anhidrat atau malam. Dasar salep ini
lebih tepat disebut “gel.
2.6 Tinjauan Umum Kulit
2.6.1 Pengertian kulit
Kulit adalah suatu organ yang membungkus seluruh permukaan luar
tubuh, merupakan organ terberat dan terbesar dari tubuh. Berat seluruh kulit
sekitar 16% dari bobot tubuh. Ketebalan kulit tergantung dari letak, umur, jenis
hewan, dan jenis kelamin. Secara embriologis, kulit berasal dari dua lapis yang
berbeda. Lapisan luar adalah epidermis yang merupakan lapisan epitel dan berasal
dari ektodermis, sedangkan lapisan dalam yang berasal dari mesodermis adalah
dermis atau korium dan merupakan suatu lapisan jaringan ikat. ( Wahyuni,2016)
12
2.6.2 Fungsi kulit
Kulit berfungsi sebagai :
1. Proteksi : lapisan epidermis tebal, bersama dengan selubung anti-airnya, serta
kandungan pigmen, melindungi terhadap sinar ultraviolet (UV), stress
mekanis, termal dan kimia. Serta mencegah dehidrasi dan invasi oleh
mikroorganisme
2. Sensasi : melalui reseptor untuk raba, tekan, nyeri, dan suhu.
3. Termoregulasi : perubahan sirkulasi perifer darah untuk mengatur suhu tubuh,
begitu pula untuk kelenjar keringat, rambut dan jaringan adiposa.
4. Fungsi metabolik : area kulit melakukan fotosintesis vitamin D, dan lipid,
termasuk trigliserida (lipid netral). (Peckham, 2014)
2.6.3 Bagian-bagian kulit
Semua regio kulit berisi ketiga lapisan dasar yang sama yaitu lapisan luar
(epidermis), lapisan dermis dibawahnya, dan lapisan terdalam yaitu hipodermis.
(Peckham, 2014)
1. Epidermis
Epidermis merupakan lapisan luar tipis kulit. Epidermis merupakan epitel
gepeng berlapis dan berkeratin, yang berisi empat lapis sel (kadang-kadang
lima pada area kulit yang tebal). Epidermis tidak memiliki pembuluh darah.
Sel-sel pada lapisan yang berbeda berubah tampilannya saat sel-sel bergerak
keatas dari stratum basale dan berdiferensiasi.
a. Stratum germinativum atau stratum basale
Lapisan ini terdiri dari 1 lapis sel, yang terletak paling dekat dengan
dermis di bawahnya. Sel-sel melekat erat satu sama lain melalui desmosom,
13
dan ke membran basal di bawahnya melalui adhesi fokal (hemidesmosom).
Stratum basale berisi beberapa jenis sel.
Sel-sel punca : yang membelah dan memperbaharui populasi sel punca serta
menghasilkan sel anak (keratinosit). Sel-sel ini memiliki kapasitas besar
untuk memperbaharui diri: lapisan luar kulit mengalami pembaharuan
lengkap setiap 2 minggu.
Keratinosit : sel paling banyak pada lapisan ini. Sel ini membelah 3 – 6 kali
sebelum bergerak ke atas menuju stratum spinosum, berbentuk kuboid
dengan sitoplasma merah muda serta nukleus ungu muda.
Melanosit : sel-sel penghasil pigmen (melanin) berasal dari krista neuralis
pada embrio. Terdapat satu melanosit untuk setiap 4-10 keratinosit bassal.
Jumlah melanosit sama pada setiap orang, namun aktifitasnya jauh lebih
tinggi pada orang berkulit gelap. Melanosit dapat di identifikasi oleh
sitoplasmanya yang pucat/jernih dan nukleus ungu gelap (basofilik). Pigmen
dikemas dalam fesikel ( melanosom) menuju ujung penonjolan panjang yang
berpenetrasi ke dalam lapisan sel berspina, dan melanosom ini kemudian di
telan (di fagositosis) oleh keratinosit. Melanin yang di fagositosis kemudian
membentuk lapisan di depan nukleus, untuk melindungi terhadap sinar UV.
Sel-sel merkel : sel-sel neuroendokrin yang jarang ada, yang berperan
sebagai mekanoreseptor „taktil‟ yang beradaptasi lambat. Sel-sel ini paling
banyak di bibir dan di lidah, namun sulit diidentifikasi karena memiliki
tampilan serupa dengan melanosit. Selain itu, terdapat ujung saraf bebas
(tidak bermielin) yang berespon terhadap nyeri dan suhu.
14
b. Stratum Spinosum
Regio ini terdiri dari beberapa lapis keratinosit dan beberapa sel
Langerhans.
Keratinosit: mengubah ekspresi keratin dari tipe 5 dan 14 menjadi tipe 1 dan
10 saat berdiferensiasi. Filamen-filamen keratin di dalam sel terhubung
dengan desmosom untuk memperkuat hubungan sel-sel dan membuat
hubungan erat antar sel. Hubungan ini kadang-kadang dapat terlihat pada
potongan histologis sebagai „duri‟ pada mikroskop cahaya yang
menyebabkan tampilan „berduri‟ pada sel-sel ini.
Sel-sel Langerhans : merupakan sel penyaji antigen khusus (sel dendritik)
yang menyusun sekitar 3-6% sel pada lapisan stratum spinosum. Sel ini
mengandung penonjolan panjang ( dendrit) yang bercabang-cabang diantara
keratinosit dan berkontak dengan sel-sel langerhans lainnya untuk
membentuk suatu jalinan kontinu. Saat sel ini terpapar oleh benda
asing/antigen, sel-sel ini bermigrasi keluar epitel dan menuju kelenjar getah
bening regional untuk menginisiasi respons imun. Sel-sel langerhans dapat
dikenali berdasarkan badan selnya yang bulat, tampilan sitoplasmanya yang
lebih pucat dan nukleus berbentuk oval.
c. Stratum granulosum
Lapisan ini terletak pada bagian atas stratum spinosum. Lapisan ini berisi
keratinosit yang telah bergerak ke atas dan selanjutnya berdiferensiasi
menjadi sel bergranul. Sel-sel ini menekan lipid khusus pada granula
intraselular menuju celah antar sel-sel mati (skuama) pada lapisan diatasnya.
Protein pada sel-sel ini menjadi berikatan silang untuk membentuk perancah
15
(scaffold) protein yang kuat. Saat bergerak ke atas, sel-sel ini mulai
kehilangan nukleus dan organel sitoplasmanya, kemudian mati. Sel-sel mati
menjadi „skauma‟ berkeratin dari lapisan teratas.
d. Stratum lusidum
Ini merupakan lapisan kelima yang kadang-kadang di temukan pada kulit
tebal di antara lapisan stratum granulosum dan stratum korneum. Lapisan ini
tipis dan transparan serta sulit teridentifikasi pada potongan histologis rutin.
e. Stratum korneum
Lapisan ini merupakan lapisan teratas dan terluar, dan terdiri dari sel-sel
mati, yang menjadi datar seperti pengelupasan kulit (skauma). Sel-sel ini
berisi lapisan keratin yang kuat yang berikatan silang, pada bagian dalam
terikat pada lipid khusus, dan pada bagian luar membentuk sawar anti-air
yang kuat.
Ketebalan kulit bervariasi sekitar 0,5 mm pada kelopak mata, hingga sekitar
4,0 mm pada telapak kaki. Sebagian besar perbedaan ini di sebabkan oleh
perbedaan ketebalan epitel dan khususnya lapisan sel bertanduk/berkeratin
Gambar 4.Histologi Kulit (Sumber: Mescher, 2013)
16
2. Dermis
Lapisan ini berfungsi untuk proteksi, sensasi dan termoregulasi. Lapisan
ini berisi saraf, pembuluh darah, dan fibroblas yang menyekresi matriks
ekstraselular, dan serat (kolagen dan elastin). Lapisan ini juga berisi kelenjar
keringat (pada bagian tepi dengan hipodermis), yang membuka keluar menuju
permukaan kulit.
Lapisan bassal epidermis terlipat menjadi rigi epidermis dan diantara rigi-
rigi ini terdapat regio yang terlipat pada regio dermis dibawahnya, yang disebut
papil dermis. Papil dermis khususnya menonjol pada kulit tebal (ujung jari dan
telapak kaki) berfungsi untuk meningkatkan adhesi antara lapisan dermis dan
epidermis , meningkatkan keseluruhan area permukaan dari lapisan bassal
epidermis dan menyediakan area kontak yang luas antara epidermis dan pembuluh
darah di dermis.
Dermis di bagi dalam dua regio utama. Regio superfisial di sebut lapisan
papilar dermis dan regio yang lebih dalam di sebut dermis retikularis.
a. Lapisan papilar dermis merupakan regio dermis yang ditemukan dekat
dengan papil dermis. Regio ini menyusun sekitar 20% dermis. Regio ini
berisi jaringan ikat longgar, kapiler dan saraf, keduanya meluas menuju
epidermis di antara papil dermis.
b. Lapisan retikular dermis merupakan regio dermis sisanya, kecuali lapisan
papilar dermis. Regio ini berisi selapis jaringan ikat pada ireguler yang
mengandung serabut kolagen, terjalin dalam satu jalinan padat, serta elastin.
Kedua serabut ini di sekresi oleh fibroblas pada lapisan ini. Serabut-serabut
ini memberikan kekuatan dan daya regang pada kulit. Lapisan ini juga
17
mengandung sel-sel imun seperti makrofag dan sel-sel lemak (adiposit) serta
kelenjar keringat, yang ditemukan pada lapisan dalam pada regio ini dan pada
hipodermis.
3. Hipodermis
Regio kulit ini terutama berisikan jaringan adiposa dan kelenjar keringat.
Jaringan adiposa ini penting untuk fungsi metabolisme seperti produksi
trigliserida dan vitamin D.
Gambar 5. Anatomi Kulit (Abi, 2017)
2.7 Tinjauan Umum Luka
2.7.1 Pengertian Luka
Luka adalah terputusnya kontinuitas atau hubungan anatomis jaringan
sebagai akibat dari ruda paksa. Luka adalah kerusakan kontinuitas kulit, mukosa
membran dan tulang atau organ lain. Luka dapat sengaja di buat untuk tujuan
tertentu, seperti luka sayat (incise) pada operasi, atau luka akibat trauma, seperti
luka akibat kecelakaan (Wahyuni, 2016).
18
2.7.2 Klasifikasi Luka
Luka sering digambarkan berdasarkan bagaimana cara mendapatkan luka
itu dan menunjukkan derajat luka (Wahyuni, 2016).
1. Berdasarkan tingkat kontaminasi
a. Clean Wounds (Luka bersih), yaitu luka bedah tak terinfeksi yang mana tidak
terjadi proses peradangan (inflamasi) dan infeksi pada sistem pernafasan,
pencernaan, genital dan urinari tidak terjadi. Luka bersih biasanya
menghasilkan luka yang tertutup; jika diperlukan dimasukkan drainase
tertutup. Kemungkinan terjadinya infeksi luka sekitar 1% - 5%.
b. Clean-contamined Wounds (Luka bersih terkontaminasi), merupakan luka
pembedahan dimana saluran respirasi, pencernaan, genital atau perkemihan
dalam kondisi terkontrol, kontaminasi tidak selalu terjadi, kemungkinan
timbulnya infeksi luka adalah 3% - 11%.
c. Contamined Wounds (Luka terkontaminasi), termasuk luka terbuka, fresh,
luka akibat kecelakaan dan operasi dengan kerusakan besar dengan teknik
aseptik atau kontaminasi dari saluran cerna; pada kategori ini juga termasuk
insisi akut, inflamasi nonpurulen. Kemungkinan infeksi luka 10% - 17%.
d. Dirty or Infected Wounds (Luka kotor atau infeksi), yaitu terdapatnya
mikroorganisme pada luka (Wahyuni, 2016).
2. Berdasarkan kedalaman dan luasnya luka
a. Stadium I : Luka Superfisial (“Non-Blanching Erithema) : yaitu luka yang
terjadi pada lapisan epidermis kulit.
b. Stadium II : Luka “Partial Thickness” : yaitu hilangnya lapisan kulit pada
lapisan epidermis dan bagian atas dari dermis. Merupakan luka superficial
19
dan adanya tanda klinis seperti abrasi, blister atau lubang yang dangkal.
c. Stadium III : Luka “Full Thickness” : yaitu hilangnya kulit keseluruhan
meliputi kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas
sampai bawah tetapi tidak melewati jaringan yang mendasarinya. Lukanya
sampai pada lapisan epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak mengenai otot.
Luka timbul secara klinis sebagai suatu lubang yang dalam dengan atau tanpa
merusak jaringan sekitarnya.
d. Stadium IV : Luka “Full Thickness” yang telah mencapai lapisan otot, tendon
dan tulang dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas. (Wahyuni, 2016).
3. Berdasarkan proses penyembuhan
Dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu:
a. Penyembuhan primer (healing by primary intention) Tepi luka bisa menyatu
kembali, permukaan bersih, tidak ada jaringan yang hilang. Biasanya terjadi
setelah suatu insisi. Penyembuhan luka berlangsung dari internal ke eksternal.
b. Penyembuhan sekunder (healing by secondary intention) Sebagian jaringan
hilang, proses penyembuhan berlangsung mulai dari pembentukan jaringan
granulasi di dasar luka dan sekitarnya.
c. Delayed primary healing (tertiary healing) Penyembuhan luka berlangsung
lambat, sering disertai infeksi, diperlukan penutupan luka secara manual.
(Kartika, 2015)
4. Berdasarkan lama penyembuhan
Bisa dibedakan menjadi akut dan kronis. Luka dikatakan akut jika
penyembuhan terjadi dalam 2-3 minggu. Sedangkan luka kronis adalah segala
jenis luka yang tidak ada tanda-tanda sembuh dalam jangka lebih dari 4-6
20
minggu. Luka insisi bisa dikategorikan luka akut jika proses penyembuhan
berlangsung sesuai dengan proses penyembuhan normal, tetapi bisa juga
dikatakan luka kronis jika penyembuhan terlambat (delayed healing) atau jika
menunjukkan tanda-tanda infeksi (Kartika, 2015)
2.7.3 Fase Penyembuhan Luka
Fase penyembuhan luka dibagi menjadi tiga fase, yaitu: (Kartika, 2015)
1. Fase inflamasi
a. Hari ke-0 sampai 5.
b. Respons segera setelah terjadi injuri berupa pembekuan darah untuk
mencegah kehilangan darah.
c. Karakteristik: tumor, rubor, dolor, color, functio laesa.
d. Fase awal terjadi hemostasis.
e. Fase akhir terjadi fagositosis.
f. Lama fase ini bisa singkat jika tidak terjadi infeksi.
Gambar 6. Fase inflamasi penyembuhan luka dimulai segera setelah terjadi
kerusakan jaringan dan fase awal hemostasis (Kartika, 2015).
21
2. Fase proliferasi atau epitelisasi
a. Hari ke-4 sampai 21.
b. Disebut juga fase granulasi karena ada nya pembentukan jaringan
granulasi; luka tampak merah segar, mengkilat.
c. Jaringan granulasi terdiri dari kombinasi: fibroblas, sel inflamasi,
pembuluh darah baru, fibronektin, dan asam hialuronat.
d. Epitelisasi terjadi pada 24 jam pertama ditandai dengan penebalan lapisan
epidermis pada tepian luka.
e. Epitelisasi terjadi pada 48 jam pertama pada luka insisi.
Gambar 7. Fase proliferasi penyembuhan luka pada hari ke-4 sampai 21 setelah
terjadi kerusakan jaringan/luka. Selama fase ini, jaringan granulasi menutup
permukaan luka dan keratosit bermigrasi untuk membantu penutupan luka dengan
jaringan epitel baru (Kartika, 2015)
3. Fase maturasi atau remodelling
a. Berlangsung dari beberapa minggu sampai 2 tahun.
b. Terbentuk kolagen baru yang mengubah bentuk luka serta peningkatan
kekuatan jaringan (tensile strength).
22
c. Terbentuk jaringan parut (scar tissue) 50- 80% sama kuatnya dengan
jaringan sebelumnya.
d. Pengurangan bertahap aktivitas seluler and vaskulerisasi jaringan yang
mengalami perbaikan
Gambar 8. Fase remodeling penyembuhan luka pada hari ke-21 sampai 1 tahun
setelah terjadi kerusakan jaringan/ luka. Fase ini merupakan fase terlama
penyembuhan luka, di mana fibrolas dan jaringan kolagen akan memperkuat
penyembuhan luka (Kartika, 2015).
2.7.4 Faktor yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka
1. Usia
Anak dan dewasa penyembuhannya lebih cepat dari pada orang tua. Orang
tua lebih sering terkena penyakit kronis, penurunan fungsi hati dapat
mengganggu sintesis dari faktor pembekuan darah.
2. Nutrisi
Penyembuhan menempatkan penambahan pemakaian pada tubuh. Klien
memerlukan diit kaya protein, karbohidrat, lemak, vitamin C dan A, dan
mineral seperti Fe, Zn. Klien kurang nutrisi memerlukan waktu untuk
memperbaiki status nutrisi mereka setelah pembedahan jika mungkin. Klien
23
yang gemuk meningkatkan resiko infeksi luka dan penyembuhan lama karena
supply darah jaringan adipose tidak adekuat.
3. Infeksi
Infeksi luka menghambat penyembuhan. Bakteri sumber penyebab infeksi.
Sirkulasi (hipovolemia) dan Oksigenasi Sejumlah kondisi fisik dapat
mempengaruhi penyembuhan luka. Adanya sejumlah besar lemak subkutan
dan jaringan lemak (yang memiliki sedikit pembuluh darah). Pada orang-
orang yang gemuk penyembuhan luka lambat karena jaringan lemak lebih
sulit menyatu, lebih mudah infeksi, dan lama untuk sembuh. Aliran darah
dapat terganggu pada orang dewasa dan pada orang yang menderita gangguan
pembuluh darah perifer, hipertensi atau diabetes millitus. Oksigenasi jaringan
menurun pada orang yang menderita anemia atau gangguan pernapasan
kronik pada perokok. Kurangnya volume darah akan mengakibatkan
vasokonstriksi dan menurunnya ketersediaan oksigen dan nutrisi untuk
penyembuhan luka.
4. Hematoma
Hematoma merupakan bekuan darah. Seringkali darah pada luka secara
bertahap diabsorbsi oleh tubuh masuk ke dalam sirkulasi. Tetapi jika terdapat
bekuan yang besar hal tersebut memerlukan waktu untuk dapat diabsorbsi
tubuh, sehingga menghambat proses penyembuhan luka.
5. Benda asing
Benda asing seperti pasir atau mikroorganisme akan menyebabkan
terbentuknya suatu abses sebelum benda tersebut diangkat. Abses ini timbul
dari serum, fibrin, jaringan sel mati dan leukosit, yang membentuk suatu
24
cairan yang kental yang disebut dengan nanah.
6. Iskemia
Iskemia merupakan suatu keadaan dimana terdapat penurunan suplai darah
pada bagian tubuh akibat dari obstruksi dari aliran darah. Hal ini dapat terjadi
akibat dari balutan pada luka terlalu ketat. Dapat juga terjadi akibat faktor
internal yaitu adanya obstruksi pada pembuluh darah itu sendiri.
7. Diabetes
Hambatan terhadap sekresi insulin akan mengakibatkan peningkatan gula
darah, nutrisi tidak dapat masuk ke dalam sel. Akibat hal tersebut juga akan
terjadi penurunan protein-kalori tubuh.
8. Keadaan luka
Keadaan khusus dari luka mempengaruhi kecepatan dan efektifitas
penyembuhan luka. Beberapa luka dapat gagal untuk menyatu.
9. Obat
Obat anti inflamasi (seperti steroid dan aspirin), heparin dan anti neoplasmik
mempengaruhi penyembuhan luka. Penggunaan antibiotik yang lama dapat
membuat seseorang rentan terhadap infeksi luka.
a. Steroid : akan menurunkan mekanisme peradangan normal tubuh terhadap
cedera
b. Antikoagulan : mengakibatkan perdarahan
c. Antibiotik : efektif diberikan segera sebelum pembedahan untuk bakteri
penyebab kontaminasi yang spesifik. Jika diberikan setelah luka
pembedahan tertutup, tidak akan efektif akibat koagulasi intravaskular.
(Baririet, 2011).
25
2.8 Ekstraksi Simplisia
2.8.1 Pengertian Simplisia
Simplisia adalah bahan alam yang digunakan sebagai obat yang belum
mengalami pengolahan apapun juga, kecuali dinyatakan lain, berupa bahan yang
telah dikeringkan. Simplisia nabati adalah simplisia berupa tanaman utuh, bagian
tanaman dan eksudat tanaman, simplisia hewani adalah simplisia berupa hewan
utuh bagian hewan atau zat yang dihasilkan hewan yang masih belum berupa zat
kimia murni, sedangkan simplisia mineral adalah simplisia yang berasal dari
bumi, baik telah diolah ataupun belum, tidak berupa zat kimia murni (Dirjen
POM, 1997:30).
2.8.2 Estraksi
Ekstraksi merupakan suatu proses pemisahan kandungan senyawa kimia
dari jaringan tumbuhan ataupun hewan dengan menggunakan pelarut/ penyari
tertentu. Ekstrak adalah sediaan padat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat
aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang
sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau
serbuk yang tersisa di perlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah
di tetapkan. (Depkes RI, 2014)
Sebagian besar ekstrak dibuat dengan mengekstraksi bahan baku obat
secara perkolasi. Seluruh perkolat biasanya di pekatkan dengan cara destilasi
dengan pengurangan tekanan, agar bahan utama sesedikit mungkin terkena panas.
(Depkes RI, 2014)
26
2.8.3 Fraksinasi
Fraksinasi pada prinsipnya adalah proses penarikan senyawa pada suatu
ekstrak dengan menggunakan dua macam pelarut yang tidak saling bercampur.
Pelarut yang umumnya dipakai untuk fraksinasi adalah n-heksan, etil asetat, dan
metanol. Untuk menarik lemak dan senyawa non polar digunakan n-heksan, etil
asetat untuk menarik senyawa semi polar, sedangkan metanol untuk menarik
senyawa-senyawa polar. Dari proses ini dapat di duga sifat kepolaran dari
senyawa yang akan di pisahkan. Sebagaimana diketahui bahwa senyawa-senyawa
yang bersifat non polar akan larut dalam pelarut yang non polar sedangkan
senyawa-senyawa yang bersifat polar akan larut dalam pelarut yang bersifat polar
juga. (Depkes RI, 2014)
27
BAB III. METODA PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini telah di laksanakan selama Oktober 2019 – Mei 2020 di
Laboratorium Farmakologi Fakultas Farmasi Universitas Perintis Indonesia
(UPERTIS) dan Laboratorium Histopatologi Universitas Andalas (UNAND)
Padang. (Lampiran 5)
3.2 Alat, Bahan dan Hewan Uji
3.2.1 Alat
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah kandang tikus, kapas,
pencukur bulu, silet, gunting bedah, tabung reaksi, pipet tetes, penggaris, Rotary
Evaporator, timbangan digital, timbangan hewan, pinset, Erlenmeyer, gelas ukur,
krus porselen, labu ukur, cawan penguap (pudak), botol semprot, batang
pengaduk, oven, inkubator, mikroskop.
3.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah makanan dan minuman
tikus, daun meniran (phyllanthus niruri L.), etanol 96%, aquadest, etanol 70%,
kloroform, CuSO4 0,01M (p.a), NaOH 2,5 N (p.a), H2O2 6% (p.a), H2SO4 3 N
(p.a), serbuk Mg, HCl (p.a), n-hexana (p.a), etil asetat (p.a), vaselin flavum, salep
T®, formalin 10%, haematoxylin dan eosin.
3.2.3 Hewan Uji
Hewan percobaan yang digunakan adalah tikus putih jantan galur wistar
yang berumur 2-3 bulan sebanyak 20 ekor dengan berat badan antara ±200 gram
(Cahaya, 2017)
28
3.3 Persiapan Hewan Percobaan
Tikus putih jantan 20 ekor di bagi menjadi 4 kelompok besar, dimana tiap-
tiap kelompok terdiri dari 5 ekor tikus. Sebelum diperlakukan tikus diaklimatisasi
selama 7 hari dengan diberi makan dan minum yang cukup. Tikus yang digunakan
adalah tikus yang sehat dan tidak menunjukan perubahan berat badan lebih dari
10% yang berarti secara visual menunjukan perilaku yang normal.
3.4 Prosedur Penelitian
3.4.1 Pengambilan Sampel
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun meniran
(Phyllantus niruri L. ) yang diambil di Komplek Palapa Permai, Muaro Pajalinan,
Lubuk Buaya, Koto Tangah, Padang, Sumatera Barat.
3.4.2 Identifikasi Sampel
Identifikasi sampel dilakukan di Herbarium Jurusan Biologi, Fakultas
MIPA, Universitas Andalas Padang (UNAND).
3.4.3 Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Meniran ( Phyllantus niruri L. )
Ekstrak dibuat dengan cara maserasi dengan menggunakan etanol 96%.
Satu bagian serbuk kering herba meniran dimasukkan ke dalam maserator,
ditambah 10 bagian etanol 96%, direndam selama 6 jam sambil sekali-kali diaduk,
kemudian didiamkan sampai 2x24 jam. Maserat dipisahkan dan proses diulangi 2
kali dengan jenis dan jumlah pelarut yang sama. Semua maserat dikumpulkan dan
diuapkan dengan rotary evaporator, setelah etanol tidak menetes diperoleh ekstrak
kental. Rendemen yang diperoleh ditimbang dan dicatat (Aspan, 2010).
29
3.4.4 Fraksinasi Ekstrak Etanol Daun Meniran ( Phyllantus niruri L. )
Ekstrak etanol kental daun meniran diencerkan dengan aquadest (1:5), lalu
dimasukkan kedalam corong pisah. Fraksinasi dengan pelarut heksan (2:1) secara
berulang hingga diperoleh fraksi terakhir heksan yang sudah tidak berwarna lagi.
Selanjutnya fasa air difraksinasi dengan etil asetat (2:1) secara berulang dan
kemudian dipekatkan menggunakan rotary evaporator sehingga diperoleh fraksi
kental semi polar (Aldi, 2013). Ekstrak etanol ditimbang sebanyak 10 gram
Ekstrak kemudian dilarutkan dengan 50 ml aquadest dan dimasukkan dalam
corong pisah bersama pelarut heksan. Corong pisah di kocok hingga homogen dan
didiamkan selama beberapa saat hingga terbentuk 2 lapisan pelarut, Lapisan
heksan kemudian ditampung dan lapisan air dimasukkan kembali dan
ditambahkan 100 ml heksan yang baru, penggantian pelarut heksan yang baru
dilakukan sebanyak 3 kali. Lapisan air yang diperoleh kemudian dimasukkan
kedalam corong pisah bersama dengan pelarut semi polar yaitu etil asetat
sebanyak 100 ml, kemudian dikocok didiamkan selama beberapa saat hingga
terbentuk 2 lapisan pelarut, penggantian pelarut etil asetat yang baru dilakukan
sebanyak 3 kali, Lapisan etil asetat ditampung dan kemudian diuapkan
menggunakan rotary evaporator hingga terbentuk fraksi kental etil asetat daun
meniran (Gunawan & Mulyani, 2004) .
Pada penelitian ini selanjutnya digunakan fraksi semi polar, yaitu fraksi
etil asetat yang kemudian dibuat menjadi sediaan salep untuk diujikan pada hewan
percobaan.
30
3.4.5 Karakterisasi Fraksi Etil Asetat
3.4.5.1 Pemeriksaan organoleptis
Pemeriksaan dilakukan dengan cara visual yaitu dengan mengamati
bentuk, warna dan bau.
3.4.5.2 Penentuan Rendemen Fraksi
Rendemen fraksi etil asetat dihitung dengan persamaan:
3.4.5.3 Pemeriksaan susut pengeringan
Krus porselen bersih dikeringkan dalam oven selama 1 jam pada suhu 105º
C. Dinginkan dalam desikator, setelah dingin kemudian timbang. Masukkan
sampel sebanyak 1 gram kedalam krus porselen. Krus porselen yang berisi sampel
dimasukkan kedalam oven pada suhu 105º C selama 1 jam. Setelah itu krus
dikeluarkan dari oven dan pindahkan ke dalam desikator selama 10-15 menit dan
kemudian ditimbang. Pemanasan dilanjutkan sampai berat tetap. Kandungan air
sampel diperoleh dengan menggunakan rumus :
( ) ( )
( )
Keterangan : A = Berat cawan kosong (g)
B = Berat cawan + sampel sebelum dipanaskan (g)
C = Berat cawan + sampel setelah dipanaskan (g)
31
3.4.5.4 Pemeriksaan Pendahuluan Kandungan Kimia
Fraksi kental etil asetat dari daun Meniran (Phyllanthus niruri L.)
dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambahkan 5 mL aquadest dan 5 mL
kloroform asetat, dibiarkan sampai terbentuk 2 lapisan, lapisan air dan kloroform.
3.4.5.4.1 Uji Flavonoid (Metode “Sianidin Test”)
Ambil lapisan air 1 – 2 tetes, teteskan pada plat tetes lalu tambahkan
serbuk Mg dan HCl (p), terbentuknya warna merah menandakan adanya
flavonoid.
3.4.5.4.2 Uji Saponin
Ambil lapisan air, kocok kuat – kuat dalam tabung reaksi, terbentuknya
busa yang permanen (± 15 menit) menunjukkan adanya saponin.
3.4.5.4.3 Uji Terpenoid dan Steroid (Metode “Simes”)
Ambil sedikit lapisan kloroform dengan menggunakan pipet tetes yang di
dalamnya telah terdapat kapas dan norit. Teteskan filtrat pada plat tetes, biarkan
mengering. Residu ditambah 1 tetes asam asetat anhidrat dan 2 tetes H2SO4 (p),
terbentuknya warna biru ungu menandakan adanya steroid, sedangkan bila
terbentuk warna merah menunjukkan adanya terpenoid.
3.4.5.4.4 Uji Alkaloid (Metode “Culvenore – Fristgerald”)
Ambil sedikit lapisan kloroform tambahkan 10 mL kloroform amoniak
0,05 N, aduk perlahan tambahkan 2-3 tetes H2SO4 2N kemudian kocok perlahan,
biarkan memisah. Lapisan asam ditambahkan 2 tetes pereaksi mayer, reaksi
positif alkaloid ditandai dengan adanya kabut putih hingga gumpalan putih.
32
3.4.6 Pembuatan Salep Fraksi Etil Asetat Ekstrak Daun Meniran
Sediaan salep yang akan dibuat dalam penelitian ini memiliki konsentrasi
fraksi etil asetat daun meniran yang berbeda-beda yaitu konsetrasi 5%,
konsentrasi 10%, dan sediaan yang akan dibuat sebanyak 25 g.
Tabel 2. Formula Salep Fraksi Etil Asetat Ekstrak Daun Meniran
Keterangan :
F1 = salep fraksi etil asetat daun meniran 5%
F2 = salep fraksi etil asetat daun meniran 10%
Masukkan fraksi etil asetat ekstrak daun meniran ke dalam lumpang
kemudian timbang dasar salep masukkan ke dalam lumpang kemudian digerus
hingga homogen. Keluarkan dari lumpang, masukkan ke dalam wadah yang
disiapkan.
3.4.7 Evaluasi Salep Fraksi Etil Asetat Ekstrak Daun Meniran
3.4.7.1 Uji Organoleptis (Depkes RI, 1995)
Pengujian organoleptik dilakukan dengan mengamati sediaan salep
dari bentuk, bau dan warna sediaan. Spesifikasi salep yang harus dipenuhi
adalah memilih bentuk setengah padat, warna harus sesuai dengan spesifikasi
pada saat pembuatan awal salep dan baunya tidak tengik.
Nama Bahan F1 F2
Fraksi Etil Asetat Daun Meniran 1,25 g 2,5 g
Vaselin Flavum ad 25g 23,75 g 22,5 g
33
3.4.7.2 Uji Homogenitas (Depkes RI, 1995)
Uji homogenitas sediaan dilakukan dengan cara salep dioleskan pada
sekeping kaca atau bahan transparan lain yang cocok harus menunjukkan
susunan yang homogen. Salep yang homogen ditandai dengan tidak
terdapatnya gumpalan pada hasil pengolesan, struktur yang rata dan memiliki
warna yang seragam dari titik awal pengolesan sampai titik akhir pengolesan.
Salep yang diuji diambil tiga tempat yaitu bagian atas, tengah dan bawah dari
wadah salep.
3.4.7.3 Uji pH salep (Depkes RI, 1995)
Pengukuran nilai pH menggunakan alat bantu stik pH universal yang
dicelupkan ke dalam 0,5 g salep yang telah diencerkan dengan 5 mL
aquadest. Nilai pH salep yang baik adalah 4,5-6,5 atau sesuai dengan nilai pH
kulit manusia.
3.4.8 Pembuatan Luka
Hewan percobaan dicukur bulunya pada bagian punggung yang akan
dibuat sayatan kemudian dibersihkan dengan menggunakan kapas yang diberi
alkohol 70% dan dilakukan anestesi pada tikus dengan menggunakan kloroform.
Selanjutnya pembuatan luka berbentuk lingkaran dengan diameter ± 2 cm dengan
kedalaman ± 1 mm dengan cara mengangkat kulit tikus pada bagian punggung
dengan pinset lalu lukai dengan gunting bedah (Cahaya, 2017).
3.4.9 Pemberian Salep Fraksi Etil Asetat Ekstrak Daun Meniran
Hewan ditimbang dan dikelompokkan menjadi 4 kelompok, masing-
masing kelompok terdiri dari 5 ekor.
Kelompok I : Tikus yang dioleskan basis salep (kontrol)
34
Kelompok II : Tikus yang dioleskan sediaan yang beredar yaitu salep T®.
Kelompok III : Tikus yang dioleskan salep fraksi etil asetat daun meniran
dengan konsentrasi 5%.
Kelompok IV : Tikus yang dioleskan salep fraksi etil asetat daun meniran
dengan konsentrasi 10%.
3.4.10 Pengujian Aktivitas Penyembuhan Luka
Sediaan salep dioleskan pada bagian punggung tikus, pemakaian 2 kali
sehari yang diberikan pada pagi dan sore selama 20 hari. Sediaan diberikan pada
masing-masing kelompok sesuai dengan pengelompokkannya. Lalu dilakukan
pengamatan parameter penyembuhan luka.
3.5 Parameter Yang Diukur Pada Penyembuhan Luka
3.5.1 Persentase Luas Penyembuhan Luka
Persentase luas penyembuhan luka menghitung luas dengan cara
mengambil garis diameter pada sisi luka dan hitung diameter rata-rata luka pada
hari pertama setelah dilukai sampai hari ke-20 pada masing-masing kelompok.
Persentase luas penyembuhan lukanya dapat di hitung menggunakan rumus :
3.5.2 Waktu Epitelisasi
Waktu yang diperlukan untuk terbentuknya epitel baru yang sempurna
menutupi daerah luka. Dalam hal ini dicatat hari pengelupasan krusta dari luka
tanpa meninggalkan sisa luka di area eksisi.
35
3.5.3 Histopatologi
Dilakukan pengamatan terhadap serabut kolagen pada jaringan luka . Dari
tiap kelompok diambil 2 tikus, yaitu tikus yang penyembuhannya paling bagus
yang akan dilakukan pada hari ke-20
3.5.3.1 Prosesing jaringan
• Pemotongan Jaringan basah; jaringan dipotong dengan ketebalan ± 4mm,
dan dimasukkan ke dalam kaset jaringan
• Fiksasi; fiksasi dengan formalin 10% berbuffer phosphat dengan pH
normal (7)
• Dehidrasi bertingkat masing-masing 30 menit dalam larutan ethanol 70%,
95% dan 100%
• Clearing dalam larutan Xylol selama 30 menit
• Impregnasi dalam parafin cair (paraplast) I, dan II, pada suhu 54oC selama
masing masing 1 jam
• Blocking jaringan dengan parafin cair dalam tissue mold, kemudian
didinginkan pada suhu ruang.
• Pemotongan Block dengan rotary microtome dengan ketebalan ± 4µm,
kemudian ditempelkan pada kaca objek.
3.5.3.2 Pewarnaan hematoksilin-eosin
• Panaskan slide dioven 65 oC 30 menit
• Rendam slide dalam Xylol ( 1-3 minutes)
• Rehydrasi dengan merendam slide pada larutan alkohol bertingkat dari
konsentrasi tinggi ke rendah,
• EtOH (ethanol alcohol) 100% (2-3 menit)
36
• EtOH(ethanol alcohol) 96% (2-3 menit)
• EtOH(ethanol alcohol) 70% (2-3 menit)
• Aquadest 3 menit
• Hematoxylin, 5-10 menit
• Bilas Aquadest 5-10 menit
• Rendam Eosin Y ; 3 menit
• Bilas dalam Alkohol 70% 3 menit
• Dehidrasi dengan merendam slide pada larutan alkohol bertingkat dari
konsentrasi rendah ke tinggi
• EtOH(ethanol alcohol) 96% (menit)
• Absolute 100% ethanol, (3 menit)
• Clearing dalam; Xylol, 3 menit
• Mounting dengan entelan dan tutup sediaan dengan cover slip
3.5.4 Pemeriksaan Mikroskopis Sediaan histopatologi jaringan Luka Eksisi
Sediaan yang telah ditutup dengan cover slip selanjutnya diamati di bawah
mikroskop dan dibuat skor dengan kriteria (Burkitt et al., 1995).
1: tidak tampak serabut kolagen
2: serabut kolagen menyebar tipis atau sedikit
3: serabut kolagen menyebar sedang atau tampak penyatuan
4: serabut kolagen menyebar banyak dan terikat sempurna.
3.5.5 Pemeriksaan Jumlah Fibroblas dan Re-Epitelasi
Pengamatan histopatologi pemeriksaan jumlah fibroblas dan re-epitalisasi
menggunakan metoda skor. Adapun tabel skor jumlah fibroblas dan re-epitalisasi:
37
Tabel 3. Skor Jumlah Fibroblast dan Re-epitelisasi
SKOR
Parameter 0 1 2 3
Fibroblas Tidak Ada 5-10 sel 10-15 sel >50 sel
Re-
epitelisasi
Absent Starting Incomplete Complete
Keterangan skor Re-epitalisasi :
0 = Absent (Kerusakan menyeluruh pada bagian epidermis)
1 = Starting (Mulai terbentuk lapisan epidermis)
2 =Incomplete (Lapisan epidermis sudah terbentuk, tetapi masih ada
penebalan)
3 = Complete ( Lapisan epidermis sudah terbentuk secara sempurna dan
tidak ditemukan penebalan pada lapisan epidermis).
3.6 Analisis Data
Analisis data yang di gunakan pada penelitian ini yaitu analisis varian
(ANOVA) satu arah. ANOVA ini digunakan karena data yang diperoleh bersifat
objektif, kategorik dan numerik. ANOVA satu arah digunakan untuk penentuan
waktu epitelisasi dan persentase penyembuhan luka karena pada parameter ini
terdapat satu variabel bebas yang dilihat pada variasi dosis.
Analisa data dilanjutkan dengan uji lanjut berjarak Duncan (Duncan New
Multiple Range Test) menggunakan SPSS 23,0 for Windows Evaluation.
Tujuannya untuk mengetahui kebermaknaan perbedaan hasil dari masing-masing
konsentrasi.
38
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Setelah dilaksanakannya penelitian mengenai pengaruh pemberian salep
fraksi etil asetat daun meniran (Phyllanthus niruri L.) terhadap gambaran
histopatologi luka eksisi tikus putih jantan selama 20 hari, sehingga didapatkan
hasil sebagai berikut :
1. Berdasarkan hasil identifikasi sampel menunjukkan bahwa sampel yang
digunakan adalah tanaman daun meniran (Phyllanthus niruri L.) family
phyllanthaceae dengan nomor 452/K-ID/ANDA/XI/2019 ( Lampiran 2,
Gambar 17).
2. Berdasarkan hasil dari keterangan lolos kode etik (ETHICAL CLERANCE)
dengan nomor: 182/KEP/FK/2020 telah menyetujui protokol penelitian
(Lampiran 3, Gambar 18).
3. Hasil pemeriksaan organoleptis fraksi etil asetat daun meniran (Phyllanthus
niruri L.) berbentuk cairan kental setengah padat, berwarna hijau kehitaman
dan berbau khas (Lampiran 6, Tabel 7).
4. Dari 79,4255 g ekstrak etanol daun meniran diperoleh 19,3992 g fraksi etil
asetat daun meniran dengan persentase rendemen fraksi dengan ekstrak
yaitu 24,42 % ( Lampiran 6, Tabel 8).
5. Hasil uji susut pengeringan dengan persentase yang didapat yaitu 14,14 %
(Lampiran 6, Tabel 9).
6. Hasil pemeriksaan pendahuluan kandungan kimia fraksi etil asetat daun
meniran (Phyllanthus niruri L) positif terhadap adanya kandungan kimia
flavonoid dan fenolik. (Lampiran 6, Tabel 10).
39
7. Hasil uji organoleptis salep fraksi etil asetat daun meniran (Phyllanthus
niruri L.) antara lain berbentuk sediaan setengah padat, berwarna hijau
kehitaman dan berbau khas (Lampiran 7, Tabel 11).
8. Hasil uji homogenitas salep fraksi etil asetat daun meniran (Phyllanthus
niruri L.) menunjukkan bahwa sediaan salep homogen ditandai dengan
tidak terdapat gumpalan pada hasil olesan. (Lampiran 7, Tabel 12).
9. Hasil uji pH salep fraksi etil asetat daun meniran (Phyllanthus niruri L)
menunjukkan pada sediaan salep konsentrasi 5% = 5,77, sediaan salep
konsentrasi 10% = 6,07 (Lampiran 7, Tabel 13).
10. Hasil pemeriksaan persentase penyembuhan luka pada hari ke 20:
a. Kelompok I (Kontrol) : 74,46 ± 7,01
b. Kelompok II (Konsentrasi 5%) : 89,11 ± 4,07
c. Kelompok III (Konsentrasi 10%) : 90,21 ± 4,91
d. Kelompok IV (Pembanding) : 91,04 ± 5.72
11. Waktu epitalisasi rata-rata
a. Kelompok I (Kontrol) : pada hari ke 11
b. Kelompok II (Konsentrasi 5%) : pada hari ke 10
c. Kelompok III (Konsentrasi 10%) : pada hari ke 9
d. Kelompok IV (Pembanding) : pada hari ke 9
12. Hasil pemeriksaan skor rata-rata serabut kolagen
a. Kelompok I (Kontrol) : 2
b. Kelompok II (Konsentrasi 5%) : 3
c. Kelompok III (Konsentrasi 10%) : 3
d. Kelompok IV (Pembanding) : 3
40
13. Hasil pemeriksaan skor rata-rata sel fibroblast
a. Kelompok I (Kontrol) : 2
b. Kelompok II (Konsentrasi 5%) : 3
c. Kelompok III (Konsentrasi 10%) : 3
d. Kelompok IV (Pembanding) : 3
14. Hasil pemeriksaan skor rata-rata reepitelisasi
a. Kelompok I (Kontrol) : 2
b. Kelompok II (Konsentrasi 5%) : 3
c. Kelompok III (Konsentrasi 10%) : 3
d. Kelompok IV (Pembanding) : 3
4.2 Pembahasan
Telah dilakukan penelitian tentang pengaruh pemberian salep fraksi etil
asetat daun meniran (Phyllanthus niruri L.) terhadap gambaran histopatologi luka
eksisi tikus putih jantan selama 20 hari, sampel yang digunakan diambil di
Komplek Palapa Permai, Muaro Pajalinan, Lubuk Buaya, Koto Tangah, Padang,
Sumatera Barat. Sampel diidentifikasi di herbarium ANDA, Jurusan Biologi,
Fakultas MIPA, Universitas Andalas. Berdasarkan identifikasi sampel diperoleh
hasil bahwa benar sampel yang digunakan adalah daun meniran (Phyllanthus
niruri L.) Family Phyllanthaceae.
Pada penelitian ini sampel daun meniran yang diambil adalah yang masih
muda karena kandungan senyawa aktifnya masih banyak. Pengambilan dilakukan
pada pagi hari sebelum mengalami fotosintesis, hal ini dilakukan agar
menyeragamkan waktu panen, setelah panen dilakukan sortasi basah, pencucian
dengan air mengalir dan pengeringan guna untuk menghilangkan kadar air dan
41
mencegah terjadinya kerusakan senyawa yang terkandung dalam sampel, sampel
tersebut diserbukkan dengan tujuan untuk memperluas permukaan sampel,
sehingga pelarut lebih mudah masuk ke dalam jaringan daun. Kemudian sampel
diekstraksi menggunakan etanol 96% dengan metode maserasi selama 2x24 jam,
metode ini merupakan metode ekstraksi dingin dengan perendaman sampel pada
temperatur kamar sehingga menghindari terjadinya penguraian zat aktif yang
terkandung didalam sampel akibat adanya pengaruh suhu dan senyawa yang
termolabil. (Depkes RI, 2009). Pelarut yang digunakan adalah etanol karena
bersifat selektif dan inert serta dapat mengekstraksi hampir semua bahan alam
yang terdapat pada tumbuhan. Setelah maserat pertama di dapatkan, pengulangan
maserasi dilakukan 3-4 kali sampai maserat yang didapatkan jernih. Maserat yang
didapat dikumpulkan kemudian dipekatkan menggunakan rotary evaporator.
Ekstrak kental daun meniran didapatkan Sebanyak 79,4257 gr.
Kemudian ekstrak kental yang diperoleh difraksinasikan dengan n-heksan
dan etil asetat dengan tujuan untuk memisahkan senyawa menjadi kelompok yang
lebih kecil berdasarkan sifat kepolarannya. Ekstrak dilarutkan dengan aquades ,
sehingga terbentuk dua lapisan yaitu lapisan paling bawah adalah air karena air
memiliki bobot jenis tinggi dan heksan berada dilapisan atas, dan pemisahan
dilakukan dengan memindahkan lapisan paling bawah. Kemudian lapisan fasa air
di partisi kembali dengan pelarut organik semipolar yaitu etil asetat, pemisahan ini
dilakukan secara fraksi cair-cair menggunakan 2 pelarut yang tidak bercampur
dan berbeda kepolarannya. Penguapan pelarut dengan menggunakan rotary
evaporator pada suhu 60ºC bertujuan untuk mendapatkan hasil fraskinasi etil
asetat sebanyak 19,3992 gr.
42
Selanjutnya dilakukan karakteristik fraksi etil asetat dengan pemeriksaan
organoleptis terlebih dahulu, fraksi ini berbentuk cairan kental, berbau khas, dan
berwarna hijau kehitaman. Pada penentuan rendemen fraksi didapatkan 24,42 %,
menurut literatur standarisasi dari ekstrak kental etanol daun meniran yaitu tidak
kurang dari 26,7 % (Depkes RI, 2008), dari hasil rendemen yang didapat kurang
memenuhi persyaratan, hal ini diakibatkan karena proses penguapan yang agak
lama. Penentuan rendemen ini bertujuan untuk mengetahui berapa berat sampel
yang telah difraksinasi dari berat ekstrak. Hasil uji susut pengeringan yaitu 14,14
%, menurut literatur susut pengeringan yang baik adalah ≤ 17% (BPOM, 2004)
dan sudah sesuai literatur. Tujuan dari susut pengeringan adalah untuk
mengetahui persentase senyawa yang hilang selama proses pemanasan.
Pemeriksaan pendahuluan kandungan kimia (skrining fitokimia) fraksi etil
asetat merupakan salah satu cara untuk mengetahui kandungan metabolik pada
suatu tanaman. Pada penelitian ini kandungan kimia yang terdapat didalam fraksi
etil asetat adalah flavonoid dan fenolik, senyawa ini sangat berguna untuk
menentukan golongan utama dari senyawa aktif dari fraksi etil asetat yang
mendukung pada proses penyembuhan luka. Kandungan flavonoid pada fraksi etil
asetat daun meniran dapat mempercepat penyembuhan luka dengan meningkatkan
proses epitelisasi ditandai dengan proses pembaharuan epitel setelah terjadinya
luka, sehingga melibatkan proliferasi dan migrasi sel epitel menuju pusat luka dan
kontraksi luka disebabkan oleh aksi miofibroblas. Flavonoid dapat meningkatkan
migrasi dan proliferasi sel epitel, serta meningkatkan migrasi dan aktivitas
miofibroblas. Peningkatan epitelisasi dan jaringan granuloma pada luka dapat
terjadi karena peningkatan produksi kolagen dan angiogenesis pada luka. Proses
43
ini merupakan indikator dari proses penyembuhan luka dan menunjukkan bahwa
flavonoid dapat merangsang mekanisme yang terkait dengan penyembuhan luka
dan regenerasi jaringan. Selain flavonoid, fraksi etil asetat daun meniran juga
mengandung senyawa aktif lain yaitu fenolik. Senyawa aktif ini berperan sebagai
antioksidan yang berpengaruh pada kontraksi luka dan meningkatkan kecepatan
epitelisasi.
Fraksi etil asetat yang didapat dibuat dalam bentuk sediaan setengah padat
(salep) dengan basis salep vaselin flavum karena daya penetrasinya cukup bagus,
sedikit mengandung air sehingga sulit ditumbuhi bakteri, lebih mudah digunakan
dan kontak sediaan dengan kulit lebih lama. Evaluasi salep fraksi etil asetat daun
meniran yaitu uji organoleptis dengan bentuk sediaan setengah padat, berwarna
hijau kehitaman dan berbau khas. Pada uji pH salep menggunakan alat bantu stik
pH universal dimana sediaan salep konsentrasi 5% pH 5,77 dan sediaan salep
konsentrasi 10% pH 6,07. pH kulit manusia berkisar 4,5-6,5 artinya salep tersebut
memiliki nilai pH yang baik untuk kulit manusia.
Hewan percobaan yang digunakan adalah tikus putih jantan, selain
keseragaman jenis kelamin hewan uji yang digunakan juga mempunyai
keseragaman galur (wistar), berat badan rata-rata 180 – 200 gram dan berumur 2 –
3 bulan karena pada umur tersebut organ-organ tubuhnya sudah lengkap dan
berfungsi sempurna. Keseragaman ini dilakukan bertujuan agar dapat memberikan
respon yang relatif lebih seragam. Hewan percobaan dibagi dalam 4 kelompok
yaitu kelompok 1 kontrol (basis salep), kelompok 2 (salep konsentrasi 5%),
kelompok 3 (salep konsentrasi 10%) dan kelompok 4 pembanding (salep T®).
44
Pemberian sediaan pada masing-masing kelompok secara topikal sebanyak
2 kali sehari pada pagi hari dan sore hari diberikan selama 20 hari dengan tujuan
untuk melihat penyembuhan luka pada fase proliferasi. Sebelum memulai fase
proliferasi, fase inflamasi sangat penting dalam proses penyembuhan luka karena
berperan melawan infeksi pada awal terjadinya luka. Tujuan fase proliferasi ini
adalah untuk membentuk keseimbangan antara pembentukan jaringan parut dan
regenerasi jaringan. Pada proliferasi terjadi angiogenesis disebut juga sebagai
neovaskularisasi, yaitu proses pembentukan pembuluh darah baru, merupakan hal
yang penting sekali dalam langkah-langkah penyembuhan luka. Jaringan di mana
pembentukan pembuluh darah baru terjadi, biasanya terlihat berwarna merah
(eritem) karena terbentuknya kapiler-kapiler di daerah itu. Selama angiogenesis,
sel endotel memproduksi dan mengeluarkan sitokin. Fibroblas dan re-epitelisasi
memiliki peran yang sangat penting dalam fase proliferasi ini, (Qanun Medika
Vol. 3, 2019).
Pengukuran diameter luka dilakukan setiap hari untuk menghitung
persentase penyembuhan luka. Persentase penyembuhan luka yang diamati adalah
pengukuran luas luka awal dengan pengukuran luas luka akhir pada hari ke-20,
persentase yang tinggi ditandai dengan semakin mengecilnya ukuran luka maka
penyembuhan luka semakin membaik. Pada penelitian ini Luka mulai mengecil
pada hari ke-5 karena telah mengalami reaksi homeostatis, dimana trombosit yang
keluar dari pembuluh darah dan saling melekat disertai terbentuknya keropeng,
pada hari ke-9 sampai pada hari ke-12 terjadi pengelupasan keropeng dan sampai
pada hari ke-20 menunjukkan bekas luka pada punggung tikus. Ini menunjukkan
45
bahwa sediaan tersebut memiliki efek yang lebih baik pada fase proliferasi
menuju fase remmodeling dibandingkan pada fase inflamasi.
Hasil persentase penyembuhan luka kelompok perlakuan yang dioleskan
dengan sediaan salep T® dan salep fraksi etil asetat konsentrasi 10% menunjukkan
persentasi penyembuhan luka paling baik. Hal ini dapat dilihat dari pengukuran
diameter luka selama 20 hari menunjukkan luas luka yang semakin mengecil.
Tabel 4. Hasil Pengukuran Persentase Penyembuhan Luka
Kelompok Hewan
Percobaan
% Penyembuhan
Luka hari ke 20
Rata–rata ±
SD
Kontrol (Basis
Salep)
1 71,19 74,46±7,01
2 77,31
3 75,02
4 79,93
5 68,85
Konsentrasi 5 % 1 91,91 89,11±4,07
2 86,81
3 94,33
4 88,45
5 84,07
Konsentrasi 10 % 1 89,97 90,21±4,91
2 96,38
3 86,16
4 84,77
5 93,75
Pembanding (Salep
T)
1 82,49 91,04±5,72
2 94,33
3 87,89
4 96,20
5 94,33
46
Gambar 9. Diameter Persentase penyembuhan luka hari ke-20
Berdasarkan hasil analisa statistik dengan uji oneway anova didapatkan
nilai signifikan sebesar 0,002 (p<0,05), artinya ada perbedaan yang signifikan
antara kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol dan dilanjutkan dengan uji
Duncan terlihat kelompok konsentrasi 10% , kelompok pembanding dan
kelompok konsentrasi 5% tidak berbeda nyata dan berbeda nyata dengan
kelompok kontrol (Lampiran 8).
Parameter selanjutnya adalah waktu epitelisasi artinya waktu yang dicatat
dari hari pertama pengelupasan keropeng, proses epitelisasi terjadi pada 24 jam
pertama ditandai dengan penebalan lapisan epidermis pada tepian luka. Semakin
cepat waktu epitelisasi maka proses penyembuhan luka juga akan semakin cepat.
Dari hasil pengukuran waktu epitelisasi terlihat bahwa kelompok pembanding
salep T® dan salep fraksi etil asetat konsentrasi 10% waktu epitelisasi lebih cepat
dibanding kelompok sediaan salep konsentrasi 5% dan kelompok kontrol.
0%
20%
40%
60%
80%
100%
Kontrol Konsentrasi5%
Konsentrasi10%
Pembanding
Per
sen
tase
Kelompok
Rata-rata persentase luas penyembuhan luka hari ke-20
47
0
2
4
6
8
10
12
Wak
tu E
pit
elis
asi
Kelompok
rata-rata waktu epitelisasi
rata-rata waktu epitelisasi
Tabel 5. Hasil Waktu Epitelisasi
Kelompok Hewan
Percobaan
Waktu Epitelisasi
(Hari)
Rata–rata
(Hari) ± SD
Kontrol (Basis
Salep)
1 11 11 hari
±0,84 2 12
3 11
4 10
5 10
Konsentrasi 5 % 1 10 10 hari
±0,89 2 10
3 9
4 10
5 8
Konsentrasi 10 % 1 8 9 hari ±0,89
2 8
3 8
4 10
5 8
Pembanding (Salep
T)
1 10 9 hari ±1,00
2 10
3 9
4 8
5 8
Gambar 10. Diagram Hasil Waktu Epitelisasi
Berdasarkan hasil analisis statistik oneway ANOVA nilai signifikan yang
didapat adalah 0,005 (p<0,05) yang artinya ada perbedaan yang signifikan antara
kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol. Hasil uji lanjut Duncan kelompok
48
konsentrasi 10%, pembanding dan kelompok konsentrasi 5% tidak berbeda nyata
dan berbeda nyata dengan kelompok basis salep.
Parameter berikutnya adalah pemeriksaan serabut kolagen, jumlah sel
fibroblast dan reepitelisasi yang dapat dilihat melalui uji histopatologi jaringan
kulit tikus setelah pemberian sediaan selama 20 hari. Jaringan kulit tikus difiksasi
dengan formalin 10% dengan tujuan agar stuktur dari jaringan kulit tidak berubah
dan untuk mengawetkan jaringan kulit.
Beberapa tahap pada pengolahan jaringan kulit untuk preparat histologi
yaitu tahap fiksasi bertujuan agar jaringan tidak berubah struktur ataupun
bentuknya setelah pengambilan, tahap kedua adalah tahap dehidrasi bertujuan
untuk menghilangkan air dari jaringan, tahap ketiga adalah tahap penjernihan
bertujuan untuk membersihkan jaringan sampai transparan, tahap keempat adalah
tahap parafinasi atau embedding merupakan langkah awal sebelum pemotongan
jaringan dimana jaringan ditanam ke dalam parafin hingga mengeras dengan
tujuan untuk membuat blok parafin (lekatan) sebagai pelapis agar tidak rusak
pada saat dipotong sehingga memudahkan proses penyayatan dengan bantuan
mikrotom dengan ketebalan 4 µm untuk pemeriksaan mikroskopis. Sediaan
tersebut diwarnai dengan pewarnaan hematoksilin-eosin. Hal ini penting dalam
pengamatan histologi jaringan kulit pada pemeriksaan serabut kolagen, jumlah sel
fibroblast dan reepitelisasi.
49
00,5
11,5
22,5
33,5
Kontrol Konsentrasi5%
Konsentrasi10%
Pembanding
Sko
r
Kelompok
Histopatologi Jaringan Kulit
Serabut kolagen
Sel fibroblast
Re-epitelisasi
Tabel 6. Pemeriksaan Histopatologi Jaringan Kulit pada Luka Eksisi
No Sediaan Serabut
Kolagen
Sel
Fibroblast
Re-
epitelisasi
1. Basis Salep (Kontrol) 2 2 2
2. Konsentrasi 5% 3 3 3
3. Konsentrasi 10% 3 3 3
4. SalepT®
(Pembanding) 3 3 3
Gambar 11. Diagram pemeriksaan Histopatologi Jaringan Kulit
Jaringan granulasi dermis terdiri dari jaringan ikat mengandung matriks
kolagen, sel fibroblast, sel radang dan pembuluh darah. Suatu luka dikatakan
sembuh jika terjadi proses re-epitelisasi sempurna, yaitu proses pembentukan
jaringan epitel hingga menutupi seluruh permukaan luka. Epidermis adalah
50
stratifikasi epitel yang tersusun dari beberapa lapisan keratinosit, yang
memberikan barrier antara lingkungan dan organisme, sehingga melindunginya
dari agen dan patogen eksternal, dan membatasi hilangnya cairan. Tampak adanya
perbaikan terhadap epitelisasi yang lebih baik pada perlakuan salep fraksi etil
asetat daun meniran dosis 10% dibanding dengan basis salep yang ditandai
dengan epitelisasi yang lebih baik dan jaringan ikat yang lebih padat dibanding
dengan kontrol basis salep. pada basis salep menunjukkan re-epitelisasi
incomplete ditandai dengan lapisan epidermis yang sudah terbentuk tetapi masih
ada penebalan, sedangkan pada salep fraksi etil asetat daun meniran 5% hampir
menunjukkan re-epitelisasi yang complete dimana lapisan epidermis sudah
terbentuk secara sempurna dan tidak ditemukan penebalan pada lapisan epidermis
hal ini juga dapat dilihat pada sediaan dengan salep fraksi etil asetat daun meniran
10% dan sediaan pembanding salep T®
yang sudah terbentuk sempurna atau
complete. Pewarnaan yang digunakan adalah hematoksisilin eosin dengan
perbesaran objektif 10x.
Pada pemeriksaan jumlah sel fibroblast, Fibroblas memiliki peran yang
sangat penting dalam proses penyembuhan luka. Fibroblas memproduksi matriks
ekstraselular yang akan mengisi kavitas luka dan menyediakan landasan untuk
migrasi keratinosit. Matriks ekstraselular inilah yang menjadi komponen yang
paling nampak pada skar di kulit. Tampak proporsi sel fibroblast yang lebih
banyak pada perlakuan dengan salep fraksi etil asetat daun meniran konsentrasi
10%, salep pembanding dan salep konsentrasi 5% menunjukkan jumlah sel
fibroblast >50 sel dan pada basis salep (kontrol) jumlah sel fibroblast 10-15 sel,
hal ini menunjukkan pada pembesaran objektif 40x terlihat bahwa pada perlakuan
51
konsentrasi 10% terdapat peningkatan proliferasi fibroblast yang sudah setara
dengan salep pembanding.
Pada pemeriksaan serabut kolagen, Kolagen merupakan protein utama dari
matriks esktraseluler yang terdapat pada kulit yang terbentuk dari asam amino
dengan struktur triple helix yang disebut kolagen monomer. Kolagen berperan
sebagai struktur dasar pembentuk jaringan, dapat ditemukan pada semua jaringan
ikat longgar, tendon, tulang, ligamen dan struktur penting untuk mempertahankan
integritas organ dalam. Kolagen pada kulit dapat ditemukan pada lapisan retikuler
dan papiler, lapisan tipis serat kolagen juga mengelilingi pembuluh darah pada
dermis. Jika jaringan kulit mengalami trauma dan terjadi luka, maka kolagen
normal akan digantikan oleh parut kolagen dimana tensile strength nya hanya
maksimal 80% dari tensile strength kolagen normal. Kepadatan kolagen yang
lebih tinggi tampak pada pemberian salep fraksi etil asetat daun meniran
konsentrasi 10% yang hampir setara dengan salep T® pembanding ditandai
dengan serabut kolagen menyebar sedang atau tampak penyatuan. Sedangkan
pada basis salep (kontrol) serabut kolagen menyebar tipis atau sedikit. Pada
pemeriksaan kepadatan kolagen dan sel fibroblast digunakan pewarnaan
hematoksilin eosin dengan pembesaran objektif 40x.
Berdasarkan uraian diatas terlihat adanya pengaruh pemberian salep fraksi
etil asetat daun meniran terhadap penyembuhan luka dimana terdapat perbedaan
yang signifikan dari setiap kelompok perlakuan, kemudian dilihat dari
pemeriksaan gambaran histopatologinya salep fraksi etil asetat daun meniran
konsentrasi 10% memberikan hasil paling baik dan hampir sama dengan salep
pembanding. Dari semua parameter penyembuhan luka tersebut diperoleh hasil
52
yang sama antara lain persentase penyembuhan luka yang semakin besar, waktu
epitelisasi lebih cepat, re-epitelisasi lapisan epidermis terbentuk sempurna, sel
fibroblast semakin banyak dan kepadatan kolagen lebih tinggi.
53
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan
bahwa :
1. Fraksi Etil Asetat daun meniran (Phyllanthus niruri L.) dapat memberikan
pengaruh pada proses penyembuhan luka, waktu epitelisasi, serta serabut
kolagen, jumlah sel fibroblast dan re-epitelisasi pada histopatologi jaringan
kulit hewan uji.
2. Variasi konsentrasi fraksi etil asetat daun meniran (Phyllanthus niruri L.)
yaitu 5% dan 10% dapat memberikan pengaruh terhadap penyembuhan
luka, dimana konsentrasi 10% memiliki efek atau pengaruh yang lebih
baik dari semua kelompok sediaan uji yang terlihat pada persentase luas
penyembuhan luka, waktu epitelisasi serta serabut kolagen, jumlah sel
fibroblast dan re-epitelisasi pada histopatologi jaringan kulit hewan uji.
5.2 Saran
Penelitian gambaran histopatologi ini menggunakan pewarnaan
hematoksilin eosin, dimana memiliki keterbatasan pada metoda yang
digunakan yaitu metoda skor. Disarankan untuk melanjutkan penelitian
dengan menggunakan teknik pewarnaan yang spesifik guna menilai deposisi
kolagen seperti metoda sirius red, serta penilaian sel fibroblast dengan metoda
immunohistokimia.
Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk melanjutkan pengujian
sediaan salep subfraksi etil asetat daun meniran untuk mendapatkan hasil
penyembuhan luka yang lebih baik..
54
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahmat AS. 2014. Luka, Peradangan dan Pemulihan. Jurnal Entropi. 9(1):
729-738
Abi 2017.http://alamipedia.com/anatomi-dan-fisiologi-kulit-dari-skripsi/. Diakses
10 oktober 2019.
Aldi, Y., Mahyudin, Dian Handayani. 2013. Uji Aktivitas Beberapa Subfraksi Etil
Asetat Dari Herba Meniran (Phyllantus niruri Linn.)Terhadap Reaksi
Hipersensitivitas Kutan Aktif. Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi, 18(1),
9-16.
Amaliya, S., Bambang Soemantri. Yulian Wiji Utami. 2013. Efek Ekstrak Daun
Pegagan (Centella asiatica) Dalam Mempercepat Penyembuhan Luka
Terkontaminasi Pada Tikus Putih (Rattus novergicus) Galur Wistar.
Jurnal Ilmu Keperawatan, 1(1), 19-25.
Arbain, D., Amri Bakhtiar, Deddi Prima Putra dan Nurainas. 2014. Tumbuhan
Obat Sumatera. Kampus Unand Limau Manis Padang: UPT Sumber Daya
Hayati Sumatera Universitas Andalas.
Arief, H. 2011. Tumbuhan Obat dan Khasiatnya. Jakarta: Penebar Swadaya
Arifin, B., dan Sanusi Ibrahim. 2018. Struktur, Bioaktivitas dan Antioksidan
Flavonoid. Jurnal Zarah, 6(1), 21-29.
Aspan, R. 2010. Monografi Ekstrak Tumbuhan Obat Indonesia. Jakarta: Badan
Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia
Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2004. Monografi
Ekstrak Tumbuhan Obat Indonesia (volume 2). Jakarta: Badan POM
Bagalkotkar G, Sagineedu SR, Saad MS, Stanslas J. Phytochemicals from
Phyllanthus niruri Linn. and their pharmacological properties: a review.
The Journal of Pharmacy and Pharmacology 2006;58: 1559-70
Baririet, B.D. 2011. Konsep luka. www.s1-keperawatan.umm.ac.id (pdf); Diakses
tanggal 6 Maret 2016
Burkit, H.G., Healt, J.W dan Young, B.1995. Histologi Fungsional. Edisi 3.
Penerjemah: Tambayong, J. Judul buku asli: Fungsional Histology.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran ECG
Cahaya, Herson Himawan, Pramono, Dwi Ayu Resti. 2017. Uji Farmakologis
Ekstrak Kental Daun Meniran (Phyllanthus niruri Linn) Untuk Membantu
Penyembuhan Luka Sayat Pada Tikus Putih Jantan. Jurnal Farmamedika,
2(1), 25-31.
55
Depkes RI, 2008, Farmakope Herbal Indonesia, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia IV..
Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesi
Departemen Kesehatan RI, 2009. Farmakope herbal indonesia. Edisi I. Jakarta
Depkes RI. 2014. Farmakope Indonesia Edisi V. Jakarta: Depkes RI
Dirjen POM. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan RI,
1997.
Dirjen POM. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI,
1995
Gunawan, D & S. Mulyani. 2004. Ilmu Obat Alam (Farmakognosi) Jilid I.
Penebar Swadaya, Jakarta.
Gusriyani Sri. 2019. pengaruh pemberian fraksi etil asetat ekstrak daun meniran
terhadap proses penyembuhan luka terhadap luas diameter penyembuhan
luka, waktu epitelisasi, dan kadar hidroksiprolin pada tikus putih jantan.
Skripsi. Padang: Sekolah Tinggi Farmasi Indonesia.
Imran, Hudiana, Yusuf. 2011. Influence Meniran Leaf Extract (Phyllanthus niruri
Linn) as Antiinflammatory on the White Rat (Rattus norvegicus), which
induced Karagenin 1% . The Journal Faculty of Medicine of Syiah Kuala
University
Karayannopoulou MV, Tsioli P, Loukopoulos T, Anagnostou N, Giannakas I,
Savvas L, Papazoglou E, Kaldrymidou. 2011. Evaluation of the
Effectiveness of an Ointment Based on Alkannins/ Shikonins on Second
Intention Wound Healing in the Dog. The Canadian Journal of Vet. Res.
75: 42-48.
Kartika. R. W. Perawatan Luka Kronis dengan Modern Dressing. Jakarta:RS
Gading Pluit. DK-230/ vol. 42 no. 7, th. 2015
Kaur, Navneet, Baljinder Kaur and Geetika Sirhindi. 2017. Phytochemistry and
Pharmacology of Phyllanthus niruri L. Review Phytotherapy Research.
DOI:10.1002.
Lestari, I. A. S., 2015. Pemeriksaan Makroskopis dan Mikroskopis Tanaman
Meniran (Phyllanthus niruri L.). Medan: Universitas Sari Mutiara
Indonesia.
Peckham, M. 2014. At a Glance Histologi. Institute for Molecular and Cellular
Biology Faculty of Biological Science, Leeds, Uk : Penerbit Erlangga
Qanun Medika Vol. 3 No. 1. , Primadina, M., Achmad Basori, David S
Perdanakusuma. 2019. Proses Penyembuhan Luka Ditinjau Dari Aspek
Mekanisme Seluler Dan Molekule. Fakultas Kedokteran Universitas
56
Muhammadiyah Surabaya, Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga, Departemen Ilmu Bedah Plastik Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga
Mescher AL. 2013. Junqueira’s Basic Histology: Text & Atlas 13th ed. New
York: Mc Graw Hill.
Mulyati, Endah Sri. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etil Asetat Daun Ceremai
(Phyllanthus acidus (L.) Skeels) Terhadap Staphylococcus aureus Dan
Escherechia coli Dan Bioautografinya. Surakarta: Fakultas Farmasi
Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2009..
Nissen N. Perspectives on holism in the contemporary practice of Western herbal
medicine in the UK. Journal of Herbal Medicine 2011;1: 76-82.
Sari, W. N. 2013. Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Daun Meniran
(Phyllanthus niruri L.)Terhadap Aktivitas dan Kapasitas Fagositosis
Makrofag Peritoneal Mencit Putih Jantan. Skripsi. Padang: Sekolah
Tinggi Farmasi Indonesia.
Setyorini, E.. 2010. Pengaruh Pemberian Salep Fraksi Etil Asetat Rimpang
Kunyit (Curcuma longa Linn.) Terhadap Persembuhan Luka Mencit (Mus
musculus albinus) Hiperglikemik. Skripsi. Bogor: Institut Pertanian Bogor
Soni H, Singhai AK. A recent update of botanicals for wound healing activity. Int
Res J Pharm. 2012;3:1-6.
Sunarno dan Sutriana, 2012. Peran meniran (Phyllanthus niruri Lin) dalam
mereduksi kerusakan hepar akibat Salmonella.
Wahyuni, S. 2016. Pengaruh Pemberian Salep Fitoplankton Chlorella Vulgaris
Terhadap Penyembuhan Luka Sayat (Incisi) Pada Mencit (Mus Musculus
Albinus). Skripsi. Makasar: Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
Makassar.
57
Lampiran 1. Dokumen Penelitian
Gambar 12. Gambar Meniran
1
3
2
Gambar 13. Gambar Seperangkat Alat Rotary Evaporator
Keterangan :
1. Kondensor
2. Labu pelarut
3. Labu rotary
58
Lampiran 1. (lanjutan)
Gambar 14. Fraksi Etil Asetat Daun Meniran (Phyllanthus niruri L.)
Gambar 15. Sediaan Konsentrasi 5% dan 10%
Gambar 16. Sediaan Pembanding (Salep T®)
59
Lampiran 2. Identifiikasi Sampel
Gambar 17. Surat Identifikasi Tumbuhan
60
Lampiran 3. Ethical Clearance
Gambar 18. Surat Keterangan Lolos Kaji Etik
61
Lampiran 4. Skema Kerja
Gambar 19. Skema Pembuatan Ekstrak Etanol Kental Daun Meniran
(Phyllanthus niruri L.)
Sampel meniran (Phyllanthus niruri L.)
Serbuk daun meniran
Filtrat 1 Ampas
Gabungan semua filtrat
Ampas
Ekstrak etanol
kental
Dibersihkan dan dirajang halus
sebanyak 3 kg
Dikeringkan dan diserbukkan
Dimaserasi dengan etanol 96%
selama 24 jam
Dimaserasi kembali
dengan etanol 96%
selama 2X24 jam
Lakukan hingga
diperoleh filtrat terakhir
yang sudah berwarna
agak pucat
Rotary Evaporator
Filtrat 2
62
Lampiran 4 : (Lanjutan)
Gambar 20. Skema Kerja Pemeriksaan Farmakologi Fraksi Etil Asetat Daun
Meniran (Phyllanthus niruri L.)
Ekstrak etanol kental
Terbentuk 2 lapisan
Fraksi n-heksana Fraksi air
Fraksi etil asetat
Encerkan dengan aquadest (1:5)
Fraksinasi dengan pelarut n-heksana
(2:1) secara berulang hingga
diperoleh fraksi n-heksana yang
tidak berwarna lagi
Pisahkan
Fraksinasi dengan etil
asetat (2:1) secara
berulang, hingga
warnanya pucak/bening
Fraksi air
Uji skrinning fitokimia
Rotary
Evaporator
Uji pendahuluan
Fraksi etil asetat
kental
63
Lampiran 4. (Lanjutan)
- Aklimatisasi selama 7 hari
- Penimbangan BB
- Tikus dibagi 4 kelompok
- Dicukur bulu pada punggung
tikus
- Bersihkan dengan kapas
yang diberi alkohol 70 %
- Anastesi dengan kloroform,
lukai dengan diameter ±2,2
cm, kedalaman ±1 mm
Gambar 21. Skema Kerja Pengaruh Pemberian Sediaan Terhadap
Penyembuhan Luka
Tikus Putih Jantan
Kelompok III
(perlakuan)
diberikan salep
fraksi etil asetat
daun meniran
konsentrasi 10%
Kelompok IV
(pembanding)
diberikan
salep T®
Kelompok I
(kontrol)
diberikan
basis salep
vaselin
Kelompok II
(perlakuan)
diberikan salep
fraksi etil asetat
daun meniran
konsentrasi 5%
Pembuatan luka eksisi
Pemberian sediaan pada masing-masing kelompok secara topikal 2 x
pengolesan pada pagi dan sore selama 20 hari pada tikus putih jantan
% penyembuhan luka selama 20 hari.
Waktu epitelisasi.
Pembentukan serabut kolagen dan sel fibroblast
Re-epitelisasi
Analisa Data
64
Lampiran 4. (Lanjutan)
Gambar 22. Skema Kerja Pembuatan Sediaan Histopatologi
Dekapitasi hewan percobaan
Pengambilan jaringan kulit
Fiksasi dalam formalin 10%
Dehidrasi dalam alkohol bertingkat (dimulai dengan
alkohol 30%, 50%, 70%, 80%,
95%, alkohol absolut)
Clearing (Penjernihan) menggunakan Xylol
Embeding (Pembuatan blok parafin)
Section (Pemotongan blok jaringan
menggunakan mikrotom)
Pewarnaan dengan Hematoxylin-Eosin
Mounting (Penutupan sediaan) dengan
balsam canada dan cover glass
Pengamatan
- serabut kolagen
- jumlah sel fibroblast
- reepitelisasi
65
Lampiran 5. Waktu Penyusunan Skripsi
I II III IV
Oktober
November
Desember
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Keterangan :
I = Penulisan Proposal
II = Persiapan Penelitian
III = Melakukan Penelitian
IV = Mengolah Data.
66
Lampiran 6. Hasil Karakterisasi Fraksi Etil Asetat Daun Meniran
Tabel 7. Hasil Pemeriksaan Organoleptis Fraksi Etil Asetat Daun Meniran
Organoleptis Hasil Pengamatan
Bentuk Cairan Kental/Setengah Padat
Warna Hijau Kehitaman
Bau Khas
Tabel 8. Hasil Penentuan Rendemen Fraksi Etil asetat Daun Meniran
Berat Ekstrak Etanol
Daun Meniran
Berat Fraksi Etil Asetat
Daun Meniran
% Rendemen
79,4255 gr 19,3993 gr 24,42 %
% Rendemen =
x 100%
=
x 100%
= 24,42 %
Tabel 9. Hasil Pemeriksaan Susut Pengeringan Fraksi Etil Asetat Daun
Meniran
Berat Krus
Kosong (A)
Berat Krus +
Fraksi Sebelum
di Oven (B)
Berat Krus +
Fraksi Setelah di
Oven (C)
% Susut
Pengeringan
42,10 gr 42,8090 gr 42,7087 gr 14,14 %
% Susut pengeringan = ( ) ( )
( ) x 100%
= ( ) ( )
( ) x 100%
= 14,14 %
67
Tabel 10. Hasil Pemeriksaan Pendahuluan Kandungan Kimia Fraksi Etil
Asetat Daun Meniran
No Kandungan
Kimia
Pereaksi Hasil
Pengamatan
Kesimpulan
1. Flavonoid Lapisan air + Mg dan
HCl (p)
Merah muda +
2. Fenolik Lapisan air + FeCl3 Biru +
3. Saponin Lapisan air dikocok
kuat
Tidak terbetuk
busa
-
4. Terpenoid/Steroid Lapisan kloroform +
norit, as.
Asetatanhidrat,
H2SO4 pekat
Tidak terbentuk
warna
merah/biru
-/-
5. Alkaloid Lapisan kloroform +
kloroform amoniak ,
H2SO4 2N, mayer
Tidak terdapat
kabut/gumpalan
putih
-
Keterangan : + = Terjadi Reaksi
- = Tidak Terjadi Reaksi
68
Lampiran 7 . Hasil Evaluasi Salep Fraksi Etil Asetat Daun Meniran
Tabel 11. Hasil Pengamatan Secara Organoleptis Salep Fraksi Etil Asetat
Daun Meniran
Organoleptis Konsentrasi 5 % Konsentrasi 10 %
Bentuk Setengah padat Setengah padat
Warna Hijau Kehitaman Hijau Kehitaman
Bau Khas Khas
Tabel 12. Hasil Pengamatan Homogenitas Salep Fraksi Etil Asetat Daun
Meniran
Konsentrasi Homogenitas
5 % Homogen
10 % Homogen
Tabel 13. Hasil Pengamatan pH Salep Fraksi Etil Asetat Daun Meniran
Konsentrasi pH Salep
5 % 5,77
10 % 6,07
69
Lampiran 8 . Persentase Penyembuhan Luka
Contoh perhitungan persentase penyembuhan luka hari ke 20 :
% Penyembuhan Luka = ( )
x 100%
- Diameter luka awal = 2,05 cm
- Diameter luka hari ke 20 = 1,1 cm
- Jari-jari (r) awal
(r) =
(r) =
= 1,025 cm
- Jari-jari (r) akhir
(r) =
(r) =
= 0,55 cm
- π = 3,14
Luas luka awal :
L = π x r2
L = 3,14 x (1,025)
2
L = 3,30 cm
Luas luka akhir
L = π x r2
L = 3,14 x (0,55)
2
L = 0,95 cm
% Penyembuhan Luka
% Penyembuhan Luka = ( )
x 100%
=
x 100 %
= 71,19 %
70
Lampiran 8 (lanjutan)
Tabel 14. Hasil Perhitungan Persentase Luas Penyembuhan Luka Analisa
Varian (ANOVA) Satu Arah dengan SPSS 23.00
N Mean Std. Deviation
kontrol basis
salep 5 76,2600 7,01110
konsentrasi 5% 5 89,1140 4,06865
konsentrasi 10% 5 90,2060 4,91564
pembanding
salep T 5 91,0480 5,72928
Total 20 86,6570 8,01592
Uji Homogenitas
Levene
Statistic df1 df2 Sig.
,755 3 16 ,536
ANOVA
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between
Groups 730,054 3 243,351 7,933 ,002
Within Groups 490,790 16 30,674
Total 1220,844 19
71
Lampiran 8 (lanjutan)
Tabel 15. Hasil Uji Lanjut Duncan Persentase Penyembuhan Luka
Duncana
kelompok N
Subset for alpha =
0.05
1 2
kontrol basis salep 5 76,2600
konsentrasi 5% 5 89,1140
konsentrasi 10% 5 90,2060
pembanding salep
T 5 91,0480
Sig. 1,000 ,609
72
Lampiran 9. Waktu Epitelisasi
Gambar 23. Waktu Epitelisasi Kelompok kontrol (Basis Salep)
Gambar 24. Waktu Epitelisasi Kelompok Konsentrasi 5%
Luka Setelah Terbentuk
Epitel Baru (Hari ke 11)
Luka Awal
Luka Setelah Terbentuk
Epitel Baru (Hari ke 10)
Luka Awal
73
Lampiran 9 (lanjutan)
Gambar 25. Waktu Epitelisasi Kelompok Perlakuan konsentrasi 10%
Gambar 26. Waktu Epitelisasi Kelompok Pembanding salep T
Luka Setelah Terbentuk
Epitel Baru (Hari ke 9)
Luka Awal
Luka Setelah Terbentuk
Epitel Baru (Hari ke 9)
Luka Awal
74
Lampiran 9 (lanjutan)
Tabel 16. Hasil Perhitungan Stastistik Waktu Epitelisasi Analisa Varian
(ANOVA) Satu Arah dengan SPSS 23.00
Kelompok N Mean
Std.
Deviation
kontrol 5 10,80 ,837
konsentrasi
5% 5 9,40 ,894
konsentrasi
10% 5 8,40 ,894
pembanding 5 9,00 1,000
Total 20 9,40 1,231
Uji Homogenitas
Levene
Statistic df1 df2 Sig.
,142 3 16 ,933
ANOVA
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between
Groups 15,600 3 5,200 6,303 ,005
Within Groups 13,200 16 ,825
Total 28,800 19
75
Lampiran 9 (lanjutan)
Tabel 18. Hasil Uji Lanjut Duncan Waktu Epitelisasi
Duncana
kelompok N
Subset for alpha =
0.05
1 2
konsentrasi
10% 5 8,40
pembanding 5 9,00
konsentrasi 5% 5 9,40
kontrol 5 10,80
Sig. ,117 1,000
76
Lampiran 10. Histopatologi Jaringan Kulit Re-epitelisasi
Gambar 27. Histopatogi Jaringan Kulit Luka Dengan Pembesaran 10x
Keterangan :
E = Jaringan granulasi
D = Epitel permukaan epidermis
Tampak adanya perbaikan terhadap epitelisasi yang lebih baik pada pembanding
salep T, perlakuan fraksi etil asetat daun meniran konsentrasi 10% , dan
konsentrasi 5% dibanding dengan kontrol basis salep, ditandai epitelisasi yang
lebih baik dan jaringan ikat yang lebih padat dibanding basis salep.
Kontrol (basis salep)
E
D
a
E
D
b
Konsentrasi 5%
E
D
c
Konsentrasi 10%
E
D
Pembanding (salep T)
77
Lampiran 11. Histopatologi Jaringan Kulit Penilaian Kepadatan Kolagen
dan Sel Fibroblast
(a) Hematoksilin eosin objektif 10x (b) Hematoksilin eosin objektif 40x
Gambar 28. Kepadatan Kolagen dan Sel Fibroblast Kelompok Kontrol
(basis salep)
(a) Hematoksilin eosin objektif 10x (b) Hematoksilin eosin objektif 40x
Gambar 29. Kepadatan Kolagen dan Sel Fibroblast Konsentrasi 5%
f
b
g
78
Lampiran 11. (lanjutan)
(a) Hematoksilin eosin objektif 10x (b) Hematoksilin eosin objektif 40x
Gambar 30. Kepadatan Kolagen dan Sel Fibroblast Konsentrasi 10%
(a) Hematoksilin eosin objektif 10x (b) Hematoksilin eosin objektif 40x
Gambar 31. Kepadatan Kolagen dan Sel Fibroblast Pembanding (Salep T®)
Keterangan:
Panah = sel fibroblast ,
Mata panah = matriks kolagen
Pada kelompok kontrol basis salep terdapat peningkatan jumlah kolagen, namun
kepadatan kolagen dan fibroblast sebagaian besar masih rendah. pemberian salep
fraksi etil asetat meniran memperlihatkan kepadatan kolagen dan fibroblast yang
lebih tinggi, kepadatan yang lebih tinggi ditemukan pada konsentrasi 10% dan
mendekati kepadatan kolagen dan sel fibroblast pada pemberian pembanding
salep T.
c
h
d i