Pengaruh pembelajaran remedial terhadap kesulitan belajar siswa
-
Upload
sindy-artilita -
Category
Education
-
view
879 -
download
6
Transcript of Pengaruh pembelajaran remedial terhadap kesulitan belajar siswa
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap peserta didik memiliki kepribadian yang unik, antara peserta
didik satu dengan peserta didik yang lain mempunyai perbedaan yang
beranekaragam. Baik dalam tingkat kecerdasan, daya ingat, kondisi fisik,
maupun kemampuan dalam mengendalikan emosi. Padahal di sekolah pada
umumnya peserta didik menerima layanan pendidikan yang sama, selain itu
proses belajar mengajar di sekolah masih bersifat klasikal, dimana guru lebih
mendominasi proses pembelajaran dengan menggunakan metode ceramah.
Sehingga sedikit tuntutan aktif dari siswa. Akibatnya, ada beberapa peserta
didik yang prestasi belajarnya jauh di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal
(KKM) yang telah ditetapkan pada masing-masing sekolah .
Salah satu mata pelajaran di Sekolah yang rata-rata hasilnya masih
kurang adalah Matematika. Padahal Matematika termasuk dalam salah satu
kemampuan dasar yang harus dikuasai peserta didik disamping membaca dan
menulis permulaan. Hal ini dikarenakan peserta didik takut terhadap
Matematika. Mereka menganggap Matematika sebagai pelajaran yang sulit
dan rumit. Karena berkutat pada penjumlahan, pengurangan, perkalian dan
pembagian sehingga peserta didik dituntut untuk lebih teliti dalam
menghadapi soal-soal serta daya ingat yang optimal dalam menghafal
perkalian dan pembagian.
Dalam rangka membantu peserta didik mencapai standar isi dan
standar kompetensi lulusan, pelaksanaan atau proses pembelajaran perlu
diusahakan agar interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi
peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan kesempatan yang
2
cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat,
dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Kendati demikian,
tidak dapat dipungkiri bahwa untuk mencapai tujuan dan prinsip-prinsip
pembelajaran tersebut pasti dijumpai adanya peserta didik yang mengalami
kesulitan atau masalah belajar. Untuk mengatasi masalah-masalah tersebut,
setiap satuan pendidikan perlu menyelenggarakan program pembelajaran
remedial atau perbaikan.
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, penulis ingin
mengetahui bagaimana pengaruh pembelajaran remedial terhadap kesulitan
belajar matematika. Dengan demikian, penulis tertarik untuk mengambil judul
“Pengaruh Pembelajaran Remedial terhadap Kesulitan Belajar Matemaika
Siswa SMA”.
1.2 Rumusan Masalah
Apa yang dimaksud dengan kesulitan belajar?
Apa faktor penyebab kesulitan belajar?
Bagaimana pengaruh pembelajaran remedial terhadap kesulitan belajar
siswa?
1.3 Tujuan Penulisan
Mengetahui pengertian kesulitan belajar.
Mengetahui faktor penyebab kesulitan belajar.
Mengetahui bagaimana pengaruh pembelajaran remedial terhadap
kesulitan belajar siswa.
1.4 Manfaat penulisan
1. Manfaat Teoritis
a. Meningkatkan kualitas pembelajaran Matematika.
3
b. Dapat digunakan sebagai masukan bagi guru untuk memperoleh
pendekatan yang tepat dalam meningkatkan prestasi belajar anak
didiknya khususnya pada pelajaran Matematika dalam materi dan
ringkasan.
c. Dapat memberi arahan pada guru dalam proses pembelajaran
Matematika yang memperhatikan perbedaan siswa
2. Manfaat Praktis
a. Bagi peneliti, penelitian ini bermanfaat menemukan solusi untuk
menangani peserta didik yang mengalami kesulitan belajar dalam
pembelajaran Matematika.
b. Bagi siswa, dapat digunakan sebagai motivasi belajar supaya tidak
mengalami kesulitan belajar Matematika
4
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Hakikat Pembelajaran Remedial
Pembelajaran remedial merupakan layanan pendidikan yang diberikan kepada
peserta didik untuk memperbaiki prestasi belajarnya sehingga mencapai kriteria
ketuntasan yang ditetapkan. Untuk memahami konsep penyelenggaraan model
pembelajaran remedial, terlebih dahulu perlu diperhatikan bahwa Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP) yang diberlakukan berdasarkan Permendiknas 22, 23, 24
Tahun 2006 dan Permendiknas No. 6 Tahun 2007 menerapkan sistem pembelajaran
berbasis kompetensi, sistem belajar tuntas, dan sistem pembelajaran yang
memperhatikan perbedaan individual peserta didik. Sistem dimaksud ditandai dengan
dirumuskannya secara jelas standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD)
yang harus dikuasai peserta didik. Penguasaan SK dan KD setiap peserta didik diukur
menggunakan sistem penilaian acuan kriteria. Jika seorang peserta didik mencapai
standar tertentu maka peserta didik dinyatakan telah mencapai ketuntasan.
Pelaksanaan pembelajaran berbasis kompetensi dan pembelajaran tuntas,
dimulai dari penilaian kemampuan awal peserta didik terhadap kompetensi atau
materi yang akan dipelajari. Kemudian dilaksanakan pembelajaran menggunakan
berbagai metode seperti ceramah, demonstrasi, pembelajaran kolaboratif/kooperatif,
inkuiri, diskoveri, dsb. Melengkapi metode pembelajaran digunakan juga berbagai
media seperti media audio, video, dan audiovisual dalam berbagai format, mulai dari
kaset audio, slide, video, 4ndicato, multimedia, dsb. Di tengah pelaksanaan
pembelajaran atau pada saat kegiatan pembelajaran sedang berlangsung, diadakan
penilaian proses menggunakan berbagai teknik dan 4ndicator4 dengan tujuan untuk
mengetahui kemajuan belajar serta seberapa jauh penguasaan peserta didik terhadap
kompetensi yang telah atau sedang dipelajari. Pada akhir program pembelajaran,
5
diadakan penilaian yang lebih formal berupa ulangan harian. Ulangan harian
dimaksudkan untuk menentukan tingkat pencapaian belajar peserta didik, apakah
seorang peserta didik gagal atau berhasil mencapai tingkat penguasaan tertentu yang
telah dirumuskan pada saat pembelajaran direncanakan.
Apabila dijumpai adanya peserta didik yang tidak mencapai penguasaan
kompetensi yang telah ditentukan, maka muncul permasalahan mengenai apa yang
harus dilakukan oleh pendidik. Salah satu tindakan yang diperlukan adalah pemberian
program pembelajaran remedial atau perbaikan. Dengan kata lain, remedial
diperlukan bagi peserta didik yang belum mencapai kemampuan minimal yang
ditetapkan dalam rencana pelaksanaan pembelajaran. Pemberian program
pembelajaran remedial didasarkan atas latar belakang bahwa pendidik perlu
memperhatikan perbedaan individual peserta didik.
Dengan diberikan pembelajaran remedial bagi peserta didik yang belum
mencapai tingkat ketuntasan belajar, maka peserta didik ini memerlukan waktu lebih
lama daripada mereka yang telah mencapai tingkat penguasaan. Mereka juga perlu
menempuh penilaian kembali setelah mendapatkan program pembelajaran remedial.
2.2 Prinsip Pembelajaran Remedial
Pembelajaran remedial merupakan pemberian perlakuan khusus terhadap
peserta didik yang mengalami hambatan dalam kegiatan belajarnya. Hambatan yang
terjadi dapat berupa kurangnya pengetahuan dan keterampilan prasyarat atau lambat
dalam mecapai kompetensi. Beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam
pembelajaran remedial sesuai dengan sifatnya sebagai pelayanan khusus antara lain:
1. Adaptif
Setiap peserta didik memiliki keunikan sendiri-sendiri. Oleh karena itu
program pembelajaran remedial hendaknya memungkinkan peserta didik
untuk belajar sesuai dengan kecepatan, kesempatan, dan gaya belajar masing-
masing. Dengan kata lain, pembelajaran remedial harus mengakomodasi
perbedaan individual peserta didik.
6
2. Interaktif
Pembelajaran remedial hendaknya memungkinkan peserta didik untuk
secara intensif berinteraksi dengan pendidik dan sumber belajar yang tersedia.
Hal ini didasarkan atas pertimbangan bahwa kegiatan belajar peserta didik
yang bersifat perbaikan perlu selalu mendapatkan monitoring dan pengawasan
agar diketahui kemajuan belajarnya. Jika dijumpai adanya peserta didik yang
mengalami kesulitan segera diberikan bantuan.
3. Fleksibilitas dalam Metode Pembelajaran dan Penilaian
Sejalan dengan sifat keunikan dan kesulitan belajar peserta didik yang
berbeda-beda, maka dalam pembelajaran remedial perlu digunakan berbagai
metode mengajar dan metode penilaian yang sesuai dengan karakteristik
peserta didik.
4. Pemberian Umpan Balik Sesegera Mungkin
Umpan balik berupa informasi yang diberikan kepada peserta didik
mengenai kemajuan belajarnya perlu diberikan sesegera mungkin. Umpan
balik dapat bersifat korektif maupun konfirmatif. Dengan sesegera mungkin
memberikan umpan balik dapat dihindari kekeliruan belajar yang berlarut-
larut yang dialami peserta didik.
5. Kesinambungan dan Ketersediaan dalam Pemberian Pelayanan
Program pembelajaran 6ndicat dengan pembelajaran remedial
merupakan satu kesatuan, dengan demikian program pembelajaran 6ndicat
dengan remedial harus berkesinambungan dan programnya selalu tersedia
agar setiap saat peserta didik dapat mengaksesnya sesuai dengan kesempatan
masing-masing.
2.3 Pelaksanaan Pembelajaran Remedial
Pembelajaran remedial pada hakikatnya adalah pemberian bantuan bagi
peserta didik yang mengalami kesulitan atau kelambatan belajar. Sehubungan dengan
itu, langkah-langkah yang perlu dikerjakan dalam pemberian pembelajaran remedial
7
meliputi dua langkah pokok, yaitu pertama mendiagnosis kesulitan belajar, dan kedua
memberikan perlakuan (treatment) pembelajaran remedial.
1. Diagnosis Kesulitan Belajar
a. Tujuan
Diagnosis kesulitan belajar dimaksudkan untuk mengetahui tingkat kesulitan
belajar peserta didik. Kesulitan belajar dapat dibedakan menjadi kesulitan
ringan, sedang dan berat.
Kesulitan belajar ringan biasanya dijumpai pada peserta didik yang
kurang perhatian di saat mengikuti pembelajaran.
Kesulitan belajar sedang dijumpai pada peserta didik yang mengalami
gangguan belajar yang berasal dari luar diri peserta didik, misalnya
7ndica keluarga, lingkungan tempat tinggal, pergaulan, dsb.
Kesulitan belajar berat dijumpai pada peserta didik yang mengalami
ketunaan pada diri mereka, misalnya tuna rungu, tuna netra¸tuna
daksa, dsb.
b. Teknik
Teknik yang dapat digunakan untuk mendiagnosis kesulitan belajar antara
lain: tes prasyarat (prasyarat pengetahuan, prasyarat keterampilan), tes
7ndicator7, wawancara, pengamatan, dsb.
Tes prasyarat adalah tes yang digunakan untuk mengetahui apakah
prasyarat yang diperlukan untuk mencapai penguasaan kompetensi
tertentu terpenuhi atau belum. Prasyarat ini meliputi prasyarat
pengetahuan dan prasyarat keterampilan.
Tes 7ndicator7 digunakan untuk mengetahui kesulitan peserta didik
dalam menguasai kompetensi tertentu. Misalnya dalam mempelajari
operasi bilangan, apakah peserta didik mengalami kesulitan pada
kompetensi penambahan, pengurangan, pembagian, atau perkalian.
8
Wawancara dilakukan dengan mengadakan interaksi lisan dengan
peserta didik untuk menggali lebih dalam mengenai kesulitan belajar
yang dijumpai peserta didik.
Pengamatan (observasi) dilakukan dengan jalan melihat secara cermat
perilaku belajar peserta didik. Dari pengamatan tersebut diharapkan
dapat diketahui jenis maupun penyebab kesulitan belajar peserta
didik.
2.4 Bentuk Pelaksanaan Pembelajaran Remedial
Setelah diketahui kesulitan belajar yang dihadapi peserta didik, langkah
berikutnya adalah memberikan perlakuan berupa pembelajaran remedial. Bentuk-
bentuk pelaksanaan pembelajaran remedial antara lain:
Pemberian pembelajaran ulang dengan metode dan media yang berbeda.
Pembelajaran ulang dapat disampaikan dengan cara penyederhanaan materi,
variasi cara penyajian, penyederhanaan tes/pertanyaan. Pembelajaran ulang
dilakukan bilamana sebagian besar atau semua peserta didik belum mencapai
ketuntasan belajar atau mengalami kesulitan belajar. Pendidik perlu
memberikan penjelasan kembali dengan menggunakan metode dan/atau media
yang lebih tepat.
Pemberian bimbingan secara khusus, misalnya bimbingan perorangan. Dalam
hal pembelajaran klasikal peserta didik mengalami kesulitan, perlu dipilih
8ndicator8e tindak lanjut berupa pemberian bimbingan secara individual.
Pemberian bimbingan perorangan merupakan implikasi peran pendidik
sebagai tutor. Sistem tutorial dilaksanakan bilamana terdapat satu atau
beberapa peserta didik yang belum berhasil mencapai ketuntasan.
Pemberian tugas-tugas latihan secara khusus. Dalam rangka menerapkan
prinsip pengulangan, tugas-tugas latihan perlu diperbanyak agar peserta didik
tidak mengalami kesulitan dalam mengerjakan tes akhir. Peserta didik perlu
9
diberi latihan intensif (drill) untuk membantu menguasai kompetensi yang
ditetapkan.
Pemanfaatan tutor sebaya. Tutor sebaya adalah teman sekelas yang memiliki
kecepatan belajar lebih. Mereka perlu dimanfaatkan untuk memberikan
tutorial kepada rekannya yang mengalami kelambatan belajar. Dengan teman
sebaya diharapkan peserta didik yang mengalami kesulitan belajar akan lebih
terbuka dan akrab.
2.5 Waktu Pelaksanaan Pembelajaran Remedial
Terdapat beberapa indikator berkenaan dengan waktu atau kapan
pembelajaran remedial dilaksanakan. Pertanyaan yang timbul, apakah pembelajaran
remedial diberikan pada setiap akhir ulangan harian, mingguan, akhir bulan, tengah
semester, atau akhir semester. Ataukah pembelajaran remedial itu diberikan setelah
peserta didik mempelajari SK atau KD tertentu? Pembelajaran remedial dapat
diberikan setelah peserta didik mempelajari KD tertentu. Namun karena dalam setiap
SK terdapat beberapa KD, maka terlalu sulit bagi pendidik untuk melaksanakan
pembelajaran remedial setiap selesai mempelajari KD tertentu. Mengingat 9ndicator
keberhasilan belajar peserta didik adalah tingkat ketuntasan dalam mencapai SK yang
terdiri dari beberapa KD, maka pembelajaran remedial dapat juga diberikan setelah
peserta didik menempuh tes SK yang terdiri dari beberapa KD. Hal ini didasarkan
atas pertimbangan bahwa SK merupakan satu kebulatan kemampuan yang terdiri dari
beberapa KD. Mereka yang belum mencapai penguasaan SK tertentu perlu mengikuti
program pembelajaran remedial.
Hasil belajar yang menunjukkan tingkat pencapaian kompetensi melalui
penilaian diperoleh dari penilaian proses dan penilaian hasil. Penilaian proses
diperoleh melalui postes, tes kinerja, observasi dan lain-lain. Sedangkan penilaian
hasil diperoleh melalui ulangan harian, ulangan tengah semester dan ulangan akhir
semester.
10
2.6 Kesulitan Belajar
Kesulitan belajar merupakan terjemahan dari istilah bahasa Inggris learning
disability. Terjemahan yang benar seharusnya adalah ketidakmampuan belajar
(learning artinya belajar, disability berarti ketidakmampuan), akan tetapi istilah
kesulitan belajar digunakan karena dirasakan lebih optimistik.
Seperti telah dikemukakan sebelumnya, bahwa diantara hal terpenting dalam
proses pembelajaran adalah cara penyampaian informasi suatu bahan pelajaran,
karena pembelajaran itu merupakan proses komunikasi, yaitu proses penyampaian
informasi melalui saluran tertentu kepada si penerima. Pada proses komunikasi
adakalanya siswa tidak dapat memahami simbol-simbol komunikasi yang
disampaikan oleh gurunya. Hal inilah yang antara lain menjadi penyebab siswa
mengalami kesulitan memahami bahan ajar.
Dalam proses belajar mengajar di sekolah, baik Sekolah Dasar, Sekolah
Menengah, maupun Perguruan Tinggi sering kali dijumpai beberapa
siswa/mahasiswa yang mengalami kesulitan dalam belajar. Dengan demikian masalah
kesulitan dalam belajar itu sudah merupakan problema umum yang khas dalam proses
pembelajaran. Terutama dalam pembelajaran matematika.
Aktifitas belajar bagi setiap individu tidak selamanya dapat berlangsung
secara wajar. Kadang-kadang lancar, kadang-kadang tidak. Kadang-kadang dapat
dengan cepat menangkap apa yang dipelajari, kadang-kadang terasa amat sulit.
Dalam hal semangat, terkadang semangatnya tinggi, tetapi terkadang juga sulit
mengadakan konsentrasi. Menurut Abu Ahmadi dan Widodo S., “Dalam keadaan
dimana anak didik/siswa tidak dapat belajar sebagaikmana mestinya, itulah yang
disebut kesulitan belajar”.
Warkitri mengemukakan kesulitan belajar adalah suatu gejala yang nampak
pada siswa dengan ditandai adanya hasil belajar rendah serta dibawah norma yang
11
telah ditetapkan. Jadi, kesulitan belajar itu merupakan suatu kondisi dalam proses
belajar yang ditandai oleh adanya hamabatan-hambatan tertentu dalam mencapai hasil
belajar.
Kesulitan belajar tidak selalu disebabkan oleh faktor intelegensi yang rendah
(kelainan mental), akan tetapi juga disebabkan oleh faktor-faktor non intelegensi.
Dengan demikian, IQ yang tinggi belum tentu menjamin keberhasilan belajar. Seperti
diungkapkan oleh Muhibbin Syah bahwa “Kesulitan belajar tidak hanya menimpa
siswa berkemampuan rendah saja, tetapi juga dialami oleh siswa yang berkemampuan
tinggi. Selain itu, kesulitan belajar juga dapat dialami oleh siswa yang berkemampuan
rata-rata atau normal, hal tersebut disebabkan oleh faktor-faktor tertentu yang
menghambat tercapainya kinerja akademik yang sesuai harapan”. Jadi belum tentu
anak yang mengalami kesulitan belajar menandakan bahwa anak tersebut mempunyai
IQ rendah. Terkadang kesulitan belajar hanya disebabkan oleh tidak cukupnya
pengetahuan siswa tentang cara-cara belajar.
Sabri mengemukakan bahwa kesulitan belajar adalah kesukaran siswa dalam
menerima atau menyerap pelajaran disekolah, kesulitan belajar yang dihadapi siswa
ini terjadi pada waktu mengikuti pelajaran yang disampaikan atau ditugaskan oleh
seorang guru. Kesulitan belajar ini tidak terlepas dari beragamnya individu dan cara
belajar siswa yang berbeda, dimana individu yang satu akan mempunyai kesulitan
tertentu dibandingkan dengan individu yang lain. Di setiap sekolah dalam berbagai
jenis dan tingkatan pasti memiliki anak didik berkesulitan belajar. Setiap kali
kesulitan belajar anak didik yang satu dapat di atasi, tetapi pada waktu yang lain
muncul lagi kesulitan belajar anak didik yang lain. Hal tersebut dikarenakan adanya
keberagaman individu tiap peserta didik dan kondisi lingkungan yang berbeda pula,
sehingga timbullah permasalahan yang berbeda.
Mukhtar dan Rusmini mengungkapkan bahwa secara garis besar faktor-faktor
penyebab timbulnya kesulitan belajar terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal.
12
Faktor internal tersebut antara lain kelemahan fisik, mental dan emosional, kebiasaan
dan sikap-sikap yang salah (seperti malas belajar) atau tidak memiliki keterampilan
dan pengetahuan dasar yang diperlukan. Sedangkan faktor eksternal antara lain
kurikulum dan pelaksanaan pembelajaran yang tidak tepat, beban belajar yang terlalu
berat, terlalu banyak kegiatan diluar jam sekolah, terlalu sering pindah sekolah dan
sebagainya.
Faktor-faktor tersebut sangat mempengaruhi siswa dalam menyerap bahan
ajar yang disajikan. Masing-masing faktor memiliki intensitas pengaruh yang berbeda
pada tiap siswa tergantung dari masalah yang dialami masing-masing siswa.
Misalkan pada siswa tertentu mungkin metode pembelajaran yang menjadi faktor
utama penyebab kesulitannya dalam belajar, akan tetapi pada siswa lain yang
brokenhome misalnya faktor emosional yang paling mempengaruhi kesulitan dalam
belajar.
Dalam pembelajaran matematika, Rachmadi mengutip Brueckner dan Bond,
mengelompokkan penyebab kesulitan belajar menjadi 5 faktor, yakni faktor fisiologi,
faktor sosial,faktor emosional, faktor intelektual dan faktor pedagogis. Faktor
intelektual yang menjadi penyebab kesulitan belajar siswa umumnya adalah:
1. Siswa kurang berhasil dalam menguasai konsep, prinsip dan algoritma
2. Kesulitan mengabstraksi, menggeneralisasi, berpikir deduktif, dan
mengingat konsep-konsep maupun prinsip-prinsip
3. Kesulitan dalam meemcahkan masalah terapan atau soal cerita
4. Kesulitan pada pokok bahasan tertentu saja.
Pendapat tersebut sejalan dengan pendapat Sholeh yang menyatakan bahwa siswa
yang mengalami kesulitan belajar antara lain disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:
1. Siswa tidak bisa menangkap konsep dengan benar.
13
2. Siswa tidak dapat mengerti arti lambang-lambang.
3. Siswa tidak dapat memahami asal-usul suatu prinsip.
4. Siswa tidak lancar menggunakan operasi dan prosedur.
5. Ketidaklengkapan pengetahuan.
Sedangkan menurut Jhon L. Marks, et all. Seperti dikutip Noorhadi Thohir
dan Basuki Haryono, bahwa yang menjadi penyebab siswa mengalami kesulitan
belajar matematika ialah kesulitan siswa dalam:
1. Kemampuan dalam mngembangkan konsep-konsep
2. Kemampuan mengembangkan pemahaman matematika
3. Kemampuan mengembangkan keterampilan (matematika)
4. Kemampuan dalam memecahkan soal
5. Kemampuan mengembangkan sikap menghargai dan sikap lain yang
menguntungkan (seperti berdiskusi, keaktifan dalam belajar bersama,
dsb)
Dalam pembelajaran matematika, kesulitan siswa dari segi intelektual dapat
terlihat dari kesalahan yang dilakukan siswa pada langkah-langkah pemecahan
masalah soal matematika yang berbentuk uraian, karena siswa melakukan kegiatan
intelektual yang dituangkan pada kertas jawaban soal yang berbentuk uraian tersebut.
Beberapa ahli menggolongkan jenis-jenis kesalahan siswa dalma menyelesaikan soal
matematika yakni: kesalahan pemahaman konsep, kesalahan penggunaan operasi
hitung, algoritma yang tidak sempurna, dan kesalahan karena mengerjakan
serampangan/ceroboh.
14
Berdasarkan paparan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa secara garis
besar kesulitan yang dialami siswa dapat berupa kurangnya pengetahuan prasyarat,
kesulitan memahami materi pembelajaran, maupun kesulitan dalam mengerjakan
latihan-latihan dan soal-soal ulangan. Secara khusus, kesulitan yang dijumpai siswa
dpat berupa tidak dikuasainya kompetensi dasar tertentu, misalnya siswa tidak
menguasai operasi bilangan. Lebih jauh lagi kesulitan yang dialami siswa disebabkan
perbedaan tiap individu, abiak dalm kemampuan intelektual, kemampuan fisik, latar
belakang keluarga, kebiasaan, maupun pendekatan belajar yang digunakan.
Untuk mengatasi kesulitan belajar yang dialami siswa, guru hendaknya
memperhatikan hal-hal tersebut diatas. Terutama mematikan siswa telah menguasai
materi prasyarat, mendesain cara penyamapaian bahan ajar dengan komunikasi yang
efektif serta memperhatikan keadaan keluarga dan keadaan sosial siswa. Agaknya
guru dapat mengimplementasikan apa yang disarankan oleh Gagne, seperti dikutip
Mulyono: “Proses belajar hendaknya bertahap, dari hal yang paling sederhana ke hal
yang kompleks dan intinya adalah perlunya penguasaan prasyarat yang digunakan
sebagai landasan untuk menguasai bentuk perilaku yang diharapkan”.
Untuk membantu mengatasi kesulitan belajar siswa, guru harus mengetahui
secara tepat faktor-faktor yang menyebabkan kesulitan tersebut karena kesulitan yang
dialami siswa dilatarbelkangi oleh sebab yang berbeda-beda. Jika kesulitan tersebut
sudah diketahui penyebabnya, maka selanjutnya guru dapat menentukan cara yang
tepat untuk mengatasinya.
15
BAB III
PEMBAHASAN
Burton (1952:622-624) mengidentifikasi seorang siswa kasus dapat dipandang
atau dapat diduga mengalami kesulitan belajar jika yang bersangkutan menunjukkan
kegagalan (failure) tertentu dalam mencapai tujuan-tujuan belajarnya. Kegagalan
belajar didefinisikan oleh Burton sebagai berikut :
1. Siswa dikatakan gagal apabila dalam batas waktu tertentu yang bersangkutan
tidak mencapai ukuran tingkat keberhasilan atau tingkat penguasaan (level of
mastery) minimal dalam pelajaran tertentu, seperti yang telah ditetapkan oleh
orang dewasa atau guru (criterion referenced). Dalam konteks sistem
pendidikan di Indonesia angka nilai batas lulus (passing grade, grade-
standard-basis) itu ialah angka 6 atau 60 atau C (60% dari tingkat ukuran
yang diharapkan atau ideal). Kasus siswa semacam ini dapat digolongkan ke
dalam lower group.
2. Siswa dikatakan gagal apabila yang bersangkutan tidak dapat mengerjakan
atau mencapai prestasi yang semestinya (berdasarkan ukuran tingkat
kemampuannya, intelegensi, bakat). Ia diramalkan (predicted) akan dapat
mengerjakannya atau mencapai suatu prestasi, namun ternyata tidak sesuai
dengan kemampuannya. Kasus siswa ini dapat digolongkan ke dalam under
archievers.
3. Siswa dikatakan gagal kalau yang bersangkutan tidak dapat mewujudkan
tugas-tugas perkembangan, termasuk penyesuaian sosial sesuai dengan pola
organismiknya (his organismic pattern) pada fase perkembangan tertentu,
seperti yang berlaku bagi kelompok sosial dan usia yang bersangkutan (norm-
16
referenced). Kasus siswa bersangkutan dapat dikategorikan ke dalam slow
learners.
4. Siswa dikatakan gagal kalau yang bersangkutan tidak berhasil mencapai
tingkat penguasaan (level of mastery) yang diperlukan sebagai prasyarat
(prerequisite) bagi kelanjutan (continuity) pada tingkat pelajaran berikutnya.
Kasus siswa ini dapat digolongkan ke dalam slow learners atau belum matang
(immature) sehingga mungkin harus menjadi pengulang (repeaters) pelajaran.
Dari keempat definisi di atas, dapat kita simpulkan bahwa seorang siswa
diduga mengalami kesulitan belajar kalau yang bersangkutan tidak berhasil mencapai
taraf kualifikasi hasil belajar tertentu (berdasarkan ukuran kriteria keberhasilan
seperti yang dinyatakan dalam ukuran tingkat kapasitas atau kemampuan dalam
program pelajaran time allowed dan atau tingkat perkembangannya).
Dalam hasil belajar, sudah tentu mencakup aspek-aspek substansial-material,
funsional-struktural, dan behavioral atau yang mencakup segi-sei kognitif, afektif,
dan psikomotor.
Diagnostik kesulitan belajar
Diagnostik kesulitan belajar sebagai suatu proses upaya untuk memahami
jenis dan karakteristik serta latar belakang kesulitan-kesulitan belajar dengan
menghimpun dan mempergunakan berbagai data/informasi selengkap dan seobjektif
mungkin sehingga memungkinkan untuk mengambil kesimpulan dan keputusan serta
mencari alternative kemungkinan pemecahannya.
Lima langkah operasional diagnostik kesulitan belajar yaitu :
1. Menandai siswa yang diduga mengalami kesulitan belajar.
2. Menandai dan menglokalisasi dimana letaknya kesulitan .
17
3. Menandai jenis dan karakteristik kesulitan dengan faktor penyebabnya.
4. Mengambil kesimpulan serta meramalkan kemungkinan penyembuhan .
5. Membuat saran alternatif pemecahannya.
a. Faktor-faktor yang terdapat dalam diri siswa, antar lain :
1. Kelemahan secara fisik, seperti :
a. Suatu pusat susunan syaraf tidak berkembang secara sempurna karena
luka atau cacat, atau sakit sehingga sering membawa gangguan emosional
b. Pancaindera (mata, telinga, alat bicara dan sebagainya) mungkin
berkembang kurang sempurna atau sakit (rusak) sehingga menyulitkan
proses interaksi secara efektif
c. Ketidakseimbangan perkembangan dan reproduksi serta berfungsinya
kelenjar-kelenjar tubuh sering membawa kelaianan-kelaianan perliku
(kurang terkoordinasikan dan sebagainya)
d. Cacat tubuh atau pertumbuhan yang kurang sempurna, organ dan anggota-
anggota badan (tangan, kaki dan sebagainya) sering pula membawa
ketidakstabilan mental dan emosional
2. Kelemahan-kelemahan secara mental (baik kelemahan yang dibawa sejak
lahir maupun karena pengalaman) yang sukar diatasi oleh individu yang
bersangkutan dan juga oleh pendidikan, antara lain :
a. Kelemahan mental (taraf kecerdasannya memang kurang)
b. Tampaknya seperti kelemahan mental, tetapi sebenarnya kurang minat,
kebimbangan, kurang usaha, aktivitas yang tidak tearah, kurang semangat
(kurang gizi, kelelahan atau overwork dan sebagainya) kurang mengusai
keterampilan dan kebiasaan fundamental dalam belajar
3. Kelemahan-kelemahan emosional, antara lain :
a. Terdapatnya rasa tidak aman (insecurity)
b. Penyesuaian yang salah (maldjusment) terhadap orang-orang situasi dan
tuntutan-tuntutan tugas dan lingkungan
18
c. Tercekam rasa phobia (takut, benci dan antipati)
d. Ketidakmatangan (immaturity)
4. Tidak memiliki keterampilan-keterampilan dan pengetahuan dasar yang tidak
diperlukan, seperti:
a. Ketidakmampuan membaca, menghitung, kurang menguasai pengetahuan
dasar untuk suatu bidang studi yang sedang diikutinya secara sekuensial
(meningkat dan berurutan), kurang menguasai bahasa (Inggris, misalnya).
b. Memiliki kebiasaan belajar dan cara bekerja yang salah.
5. Kelemahan-kelemahan yang disebabkan oleh kebiasaan dan sikap-sikap yang
salah, antara lain :
a. Tidak menentu dan kurang menaruh minat terhadap pekerjaan-pekerjaan
sekolah
b. Banyak melakukan aktivitas yang bertentangan dan tidak menunjang
pekerjaan sekolah, menolak atau malas belajar
c. Kurang berani dan gagal untuk berusaha memusatkan perhatian
d. Kurang kooperatif dan menghindari tanggung jawab
e. Malas, tak bernafsu untuk belajar
f. Sering bolos atau tidak mengikuti pelajaran
g. Nervous
b. Faktor-faktor yang terletak di luar diri siswa (situasi sekolah dan masyarakat),
antara lain:
1. Kurikulum yang seragam (uniform, bahan dan buku sumber) yang tidak sesuai
dengan tingka
2. t-tingkat kematang dan perbedaan-perbedaan individu.
3. Ketidaksesuaian standar administrative (sistem pengajaran), penilaian,
pengelolaan kegiatan dan pengalaman belajar-mengajar.
4. Terlalu berat beban belajar (siswa) dan/atau mengajar (guru).
5. Terlalu besar populasi siswa dalam kelas, terlalu banyak meneuntut kegiatan
di luar.
19
6. Kelemahan dari sistem belajar-mengajar pada tingkat-tingkat pendidikan
(dasar/asal) sebelumnya.
7. Terlalu sering pindah sekolah atau program dan tinggal kelas.
8. Kelemahan yang terdapat dalam kondidi rumah tangga (pendidikan, status
sosial ekonomis, keutuhan/keluarga, besarnya anggota keluarga, tradisi dan
kultur keluarga, ketentraman dan keamanan sosial psikologis dan sebagainya.
9. Terlalu banyak kegiatan di luar jam pelajaran sekolah atau terlalu banyak
terlibat dalam kegiatan ekstrakulikuler.
10. Kekurangan makan (gizi, kalori, dan sebagainya).
Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa terdapat banyak kesulitan belajar
yang dihadapi oleh siswa. Kesulitan belajara tersebut dapat menghamat proses belajar
mengajar. Oleh karena itu, diperlukan solusi yang dapat mengatasi masalah tersebut.
Kesulitan belajar dapat ditangani oleh beberapa pihak, misalnya oleh guru mata
pelajaran, wali kelas, dan guru BK sesuai dengan permasalahan yang dihadapi oleh
siswa. Kesulitan belajar yang dapat ditangani oleh guru mata pelajaran yaitu
permasalahan yang berkaitan dengan proses belajar mengajar seperti kesulitan dalam
memahami suatu konsep dan tidak tercapainya KKM. Kami lebih memfokuskan pada
permasalahan tidak tercapainya KKM.
Pembelajaran remedial dituiukan kepada siswa yang relative lambat dalam
mencapai dalam mencapai kompetensi melalui pembelajaran biasa. Siswa yang
memerlukan pembelajaran remedial biasanya relative lambat dalam belajar atau
mengalami kesulitan dalam mencapai suatu kompetensi. Hal ini dapat disebabkan
kesulitan dalam memfokuskan perhatian, mengikuti pelajaran dan menyempurnakan
tugas-tugasnya yang diberikan dalam pembelajaran (Michael Woods, 2003: Microsoft
Encarta Reference Library).
Pembelajaran remedial pada dasarnya ditujukan untuk meningkatkan kuantitas
dan kualitas masing-masing siswa dalam menguasai pelajaran. Dengan demikian,
20
siswa yang masih merasa perlu meningkatkan ketuntasan belajarnya pada topik-topik
tertentu merupakan sasaran secara umum pembelajaran remedial. Sehingga dapat
dikatakan bahwa pembelajaran remedial sebagai upaya pengayaan pemahaman siswa
bukan pembelajaran untuk anak yang tidak pintar.
Pembelajaran remedial merupakan bagian dari pengajaran secara keseluruhan
untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Dalam pelaksanaannya
tidak semua siswa mencapai ketuntasan dalam belajar, artinya ada siswa yang tidak
mencapai KKM. Untuk memberikan kesempatan agar siswa yang terlambat mencapai
KKM diadakan pembelajaran yaitu pembelajaran remedial.
Pada dasarnya, setiap orang tidak akan sama persis kemampuannya dalam
memahami suatu konsep. Berdasarkan hal ini, sebaiknya pembelajaran dilaksanakan
secara individual artinya setiap orang mengikuti pembelajaran sesuai dengan
kemampuannya. Pada praktiknya, tidak semua siswa diikuti kebutuhannya dalam
belajar. Walaupun demikian pembelajaran yang dilakukan dalam suatu kelas,
diharapkan semua siswa dapat belajar dengan pendekatan yang seragam. Sumber
belajar yang digunakan siswa dapat beragam untuk mengkonkritkan fenomena alam
yang abstrak. Kenyataannya masih ada kelompok siswa yang relative lambat
belajarnya, sehingga memerlukan perlakuan khusus agar dapat belajar untuk
mencapai suatu kompetensi. Pembelajaran remedial memberikan alternative solusi
agar siswa kelompok terbelakang (belajar-lambat) dapat mencapai KKM.
21
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Kami dapat menyimpulkan bahwa seorang siswa diduga mengalami
kesulitan belajar jika yang bersangkutan tidak berhasil mencapai taraf kualifikasi
hasil belajar tertentu (berdasarkan ukuran kriteria keberhasilan seperti yang
dinyatakan dalam ukuran tingkat kapasitas atau kemampuan dalam program
pelajaran time allowed dan atau tingkat perkembangannya). Adapun faktor yang
mempengaruhi kesulitan belajar siswa yaitu faktor dari diri siswa sendiri dan
faktor dari luar diri siswa. Ternyata pembelajaran remedial dapat menjadi
alternative solusi dalam permasalahan kesulitan belajar. Pembelajaran remedial
dapat memperbaiki prestasi belajar siswa sehingga mencapai kriteria ketuntasan
yang ditetapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurahman, Mulyono. 1999. Pendidikan bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta:
Depdikbud dan Rineka Cipta.
Abin, S.M. 2007. Psikologi Kependidikan. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.
Ahmadi, Abu dan Widodo S. 2004. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
Suherman, Erman dkk. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer.
Bandung: UPI.
Syah, Muhibbin. 1999. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya.