PENGARUH MEDIA PEREBUSAN TERHADAP KOMPOSISI … · Keong tutut mengandung logam berat timbal dan...
Transcript of PENGARUH MEDIA PEREBUSAN TERHADAP KOMPOSISI … · Keong tutut mengandung logam berat timbal dan...
PENGARUH MEDIA PEREBUSAN TERHADAPKOMPOSISI KIMIA, ASAM AMINO, MINERAL DANNILAI SENSORI KEONG TUTUT (Bellamya javanica)
MAJU PANGARIBUAN
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRANFAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGORBOGOR
2013
PENGARUH MEDIA PEREBUSAN TERHADAPKOMPOSISI KIMIA, ASAM AMINO, MINERAL DANNILAI SENSORI KEONG TUTUT (Bellamya javanica)
MAJU PANGARIBUAN
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRANFAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGORBOGOR
2013
PENGARUH MEDIA PEREBUSAN TERHADAPKOMPOSISI KIMIA, ASAM AMINO, MINERAL DANNILAI SENSORI KEONG TUTUT (Bellamya javanica)
MAJU PANGARIBUAN
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRANFAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGORBOGOR
2013
RINGKASAN
MAJU PANGARIBUAN. C34080075. Pengaruh Media Perebusan terhadapKomposisi Kimia, Asam Amino, Mineral, dan Nilai Sensori Keong Tutut(Bellamya javanica). Dibimbing oleh HERU SUMARYANTO danJOKO SANTOSO.
Olahan keong tutut (Bellamya javanica) merupakan salah satu makananfavorit di Bogor. Keong umumnya memiliki kandungan protein dan mineral yangcukup tinggi yang bermanfaat bagi metabolisme. Protein memiliki fungsi di tubuhyaitu untuk pertumbuhan dan pemeliharaan sel-sel tubuh, pembentukkan ikatan-ikatan esensial tubuh, pengaturan keseimbangan air, pemeliharaan netralitastubuh, pembentukkan antibodi, pengangkutan zat-zat gizi, dan sumber energi.Kekurangan protein menyebabkan penyakit kwashiorkor dan marasmus. Mineralberperan penting pada reaksi biokimia di tubuh sebagai kofaktor enzim.Kekurangan mineral pada manusia dapat menyebabkan penyakit seperti anemia,gondokkan, osteoporosis, dan osteomalacia. Mineral dapat dipenuhi dari olahanmakanan dari tanaman atau hewan. Sumber mineral terbaik dari makanan olahandari hewan. Keong tutut umumnya dikonsumsi setelah dilakukan pengolahandengan perebusan. Media perebusan yang umum dilakukan pada masyarakat Asiaadalah air, asam cuka 0,5%, dan garam 1%. Informasi mengenai kandungan gizidan pengaruh media perebusan terhadap kandungan asam amino, mineral, pH, danorganoleptik keong tutut masih belum ada sehingga perlu dilakukan penelitian.Tujuan penelitian adalah mendapatkan informasi mengenai kandungan gizi keongtutut dan mengetahui metode perebusan terbaik dari media perebusan yaitu air,larutan asam cuka 0,5%, dan larutan garam 1%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rendemen daging yang diperoleh 39%.Komposisi kimia terdiri dari kadar air 79,2%; protein 10,4%; lemak 1,04%; kadarabu 4,27%; dan karbohidrat 5,19%. Kandungan asam amino esensial keong tututtertinggi yaitu leusina 830 mg/100 dan kandungan asam amino nonesensialnyatertinggi asam glutamat 1980 mg/100 g. Kandungan makromineral keong tututtertinggi yaitu magnesium 3345,60 mg/100 g dan kandungan mikromineraltertinggi yaitu seng 139 mg/100 g. Keong tutut mengandung logam berat timbaldan kadmium kurang dari 0,0005 mg/100 g. Media perebusan air memberikankomposisi kimia yang tinggi pada lemak 1,98% dan karbohidrat 7,29%. Mediaperebusan asam cuka 0,5% memberikan kandungan protein tertinggi sebesar18,2%. Media perebusan garam 1% memberikan komposisi kimia yang tinggipada kadar air 73,4% dan kadar abu 5,1%. Kandungan makromineral tertinggipada berbagai media perebusan adalah natrium 1747,82 mg/100 g pada mediaperebusan garam 1% serta mikromineral tertinggi adalah seng 122,03 mg/100 gpada media perebusan air. Media perebusan garam 1% memberikan kandungantertinggi pada semua asam amino pada berbagai media perebusan. Mediaperebusan garam 1% memberikan nilai sensori tertinggi pada rasa, warna, tekstur,dan aroma. Media perebusan garam 1% merupakan media perebusan terbaik.
PENGARUH MEDIA PEREBUSAN TERHADAPKOMPOSISI KIMIA, ASAM AMINO, MINERAL DANNILAI SENSORI KEONG TUTUT (Bellamya javanica)
MAJU PANGARIBUANC34080075
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikananpada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRANFAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGORBOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASISERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Pengaruh
media perebusan terhadap komposisi kimia, asam amino, mineral, dan nilai
sensori keong tutut (Bellamya javanica)” adalah karya sendiri dan belum diajukan
dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks skripsi dan dicantumkan dalam daftar
pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Februari 2013
Maju PangaribuanC34080075
Judul Skripsi : Pengaruh Media Perebusan terhadap Komposisi Kimia, AsamAmino, Mineral, dan Nilai Sensori Keong Tutut(Bellamya javanica)
Nama : Maju Pangaribuan
NIM : C34080075
Program studi : Teknologi Hasil Perairan
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Ir. Heru Sumaryanto, M.Si Dr. Ir. Joko Santoso, M.SiNIP. 14610409 198903 1 003 NIP. 19670922 19920 3 1 003
Mengetahui :
Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan
Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS., M.Phil.NIP. 19580511 198503 1 002
Tanggal Pengesahan :
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Yesus Kristus yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan skripsi ini.
Penyusunan skripsi dengan judul “Pengaruh media perebusan terhadap
komposisi kimia, asam amino, mineral, dan nilai sensori keong tutut
(Bellamya javanica)” merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian
Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, terutama kepada:
1. Bapak Ir. Heru Sumaryanto, M.Si dan Dr. Ir. Joko Santoso, M.Si selaku
dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan dan motivasi
dalam penyusunan skripsi.
2. Bapak Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS, M.Phil selaku Ketua Departemen
Teknologi Hasil Perairan.
3. Kedua orangtua tercinta untuk dukungan yang diberikan penulis tanpa batas.
4. Dr. Ir. Agus M. Jacoeb, Dipl.Biol sebagai dosen pembimbing akademik atas
motivasi serta seluruh dosen dan staf departemen Teknologi Hasil Perairan.
5. Dra. Ella Salamah, M.Si sebagai dosen penguji atas arahan yang diberikan.
6. Aninta Saraswati dan Faisal sebagai rekan penelitian yang memberikan
semangat dan terima kasih untuk kerja samanya.
7. THP’45 atas kekeluargaan serta THP’44 dan THP’46 yang atas bantuannya
8. Teman-teman Komisi Pelayanan Siswa yang selalu memberi semangat.
9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan ini masih ada kekurangan. Oleh
sebab itu kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak sangat
diharapkan.
Bogor, Februari 2013
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 8 Februari 1990 sebagai anak
kedua dari empat bersaudara dari keluarga Bapak Bintang Pangaribuan dan Ibu
Delvi br Tampubolon. Tahun 2008 penulis lulus dari SMA Cahaya Medan dan
pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB)
melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dan
diterima di Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan.
Selama masa perkuliahan penulis mengikuti organisasi di Unit Kegiatan
Mahasiswa (UKM) Komisi Pelayanan Siswa (KPS) IPB dan Himpunan
Mahasiswa Teknologi Hasil Perikanan (HIMASILKAN). Bulan Juli – Agustus
2011 penulis melaksanakan praktik kerja lapang dengan judul Good
Manufacturing Practices (GMP) pada Pembekuan Gurita PT Poma Jaya, Medan,
Sumatera Utara.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ............................................................................................... ix
DAFTAR GANBAR............................................................................................x
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................xi
1 PENDAHULUAN............................................................................................1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 11.2 Tujuan...................................................................................................... 2
2 TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................3
2.1 Keong Tutut ................................................................................................3
2.2 Kandungan Gizi Keong Tutut.....................................................................4
2.3 Asam amino ................................................................................................5
2.4 Mineral........................................................................................................6
2.5 Pengolahan Pangan .....................................................................................9
3 METODOLOGI ..............................................................................................11
3.1 Waktu dan Tempat......................................................................................11
3.2 Alat dan Bahan ...........................................................................................11
3.3 Perebusan ....................................................................................................11
3.4 Prosedur Analisis ........................................................................................11
3.4.1 Rendemen.........................................................................................123.4.2 Uji nilai pH (Nielsen 1998) ..............................................................123.4.3 Analisis proksimat (BSN 2006) .......................................................123.4.4 Analisis mineral................................................................................153.4.5 Uji asam amino (Nielsen 1998)........................................................173.4.6 Uji sensori (BSN 2011) ....................................................................18
3.5 Rancangan percobaan ................................................................................19
4 HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................................20
4.1 Rendemen Keong Tutut..............................................................................20
4.2 Karakteristik Kimia, Mineral, dan Asam Amino Keong Tutut ..................20
4.3 Pengaruh Media Perebusan terhadap Nilai pH...........................................24
4.4 Pengaruh Media Perebusan terhadap Kandungan Kimia Keong Tutut......25
4.5 Pengaruh Media Perebusan terhadap Kandungan Mineral ........................27
4.6 Pengaruh Media Perebusan terhadap Kandungan Asam Amino................29
4.7 Analisis Kontribusi Zat Gizi Keong Tutut .................................................30
4.8 Pengaruh Media Perebusan terhadap Karakteristik Sensori.......................31
4.8.1 Kenampakan.....................................................................................314.8.2 Aroma...............................................................................................324.8.3 Rasa ..................................................................................................324.8.4 Tekstur..............................................................................................33
5 KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................................35
5.1 Kesimpulan.................................................................................................35
5.2 Saran...........................................................................................................35
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................36
LAMPIRAN.........................................................................................................40
DAFTAR TABEL
No Halaman
1 Kandungan gizi keong tutut per 100 g bdd ........................................... 4
2 Angka kecukupan rerata sehari mineral untuk orang dewasa............... 7
3 Kandungan kimia daging keong tutut ................................................... 21
4 Kandungan asam amino daging keong tutut (mg/100 g basis basah) ... 22
5 Kandungan mineral daging keong tutut ................................................ 23
DAFTAR GAMBAR
No Halaman1. Morfologi keong tutut (Bellamya javanica)................................................... 3
2. Metode penelitian...........................................................................................12
3. Porsi bagian daging dan cangkang keong tutut (Bellamya javanica) ............20
4. Nilai pH daging keong tutut pada berbagai media perebusan .......................25
5. Komposisi kimia keong tutut pada berbagai media perebusan......................26
6. Makromineral keong tutut pada berbagai media perebusan ..........................28
7. Mikromineral keong tutut pada berbagai media perebusan ...........................28
8. Kandungan asam amino esensial keong tutut pada berbagai mediaperebusan .......................................................................................................29
9. Kandungan asam amino nonesensial keong tutut pada berbagai mediaperebusan .......................................................................................................30
10. Histogram nilai rerata kenampakan keong tutut pada berbagai mediaperebusan .......................................................................................................31
11. Histogram nilai rerata aroma keong tutut pada berbagai media perebusan ...32
12. Histogram nilai rerata rasa keong tutut pada berbagai media perebusan.......33
13. Histogram nilai rerata tekstur keong tutut pada berbagai media perebusan ..34
DAFTAR LAMPIRAN
No Halaman1. Uji Duncan kadar air ......................................................................................40
2. Uji Duncan kadar abu ....................................................................................40
3. Uji Duncan Protein ........................................................................................40
4. Uji Duncan kadar lemak ................................................................................40
5. Uji Duncan karbohidrat..................................................................................40
6. Analisis ragam pH..........................................................................................41
7. Analisi ragam kenampakan............................................................................41
8. Uji Duncan bau ..............................................................................................41
9. Uji Duncan rasa..............................................................................................41
10. Uji Duncan tekstur .........................................................................................41
11. Formulir uji sensori keong tutut.....................................................................42
12. Kromatogram asam amino keong tutut segar ................................................43
13. Kromatogram asam amino keong tutut rebus air ...........................................44
14. Kromatogram asam amino keong tutut rebus asam cuka 0,5% .....................45
15. Kromatogram asam amino keong tutut rebus garam 1%...............................46
16. Karakteristik proksimat, asam amino, mineral, pH, dan sensori keong tututpada berbagai media perebusan .....................................................................47
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Keong telah dikonsumsi oleh masyarakat di berbagai belahan dunia. Olahan
keong tutut (Bellamya javanica) merupakan salah satu makanan favorit di Jawa
Barat terutama di Bogor (Rostiyani 2012). Keong umumnya memiliki kandungan
protein dan mineral yang cukup tinggi yang bermanfaat bagi metabolisme.
Protein dan mineral merupakan unsur yang penting bagi tubuh manusia.
Protein memiliki fungsi di tubuh yaitu untuk pertumbuhan dan pemeliharaan
sel-sel tubuh, pengaturan keseimbangan air, pemeliharaan netralitas tubuh,
pembentukkan antibodi, pengangkutan zat-zat gizi, dan sumber energi.
Kekurangan protein menyebabkan penyakit kwashiorkor dan marasmus.
Hoffman dan Falvo (2004) menjelaskan bahwa sumber protein terbaik dari
makanan olahan yang berasal dari hewan.
Mineral berperan penting pada reaksi biokimia sebagai kofaktor enzim.
Kekurangan mineral pada manusia dapat menyebabkan penyakit seperti anemia,
gondokan, osteoporosis, dan osteomalacia. Mineral dapat dipenuhi dari olahan
makanan yang berasal dari tanaman dan hewan. Sumber mineral terbaik dari
makanan olahan yang berasal dari hewan.
Zat gizi perlu dilakukan proses pemasakan agar lebih mudah dicerna oleh
tubuh. Pemasakan juga bermanfaat untuk mendestruksi dan menurunkan jumlah
mikrobaa, meningkatkan daya cerna zat gizi, mengubah tekstur, warna, dan
meningkatkan cita rasa. Keong tutut umumnya dikonsumsi setelah diolah dengan
perebusan dan penambahan bumbu. Perebusan umumnya dilakukan dengan
penambahan bumbu untuk meningkatkan rasa dan penerimaan konsumen.
Penambahan bumbu bertujuan mengubah cita rasa dan meningkatkan daya terima
makanan. Penambahan bumbu dapat berupa penambahan minyak esensial,
rempah-rempah, gula, asam, MSG, dan garam. Penambahan garam dan asam pada
pemasakan sering dilakukan masyarakat Asia yang bertujuan untuk meningkatkan
cita rasa pada produk yang dihasilkan. Santoso et al. (2006) menjelaskan bahwa
media perebusan yang umum digunakan pada produk perikanan adalah air, asam
cuka 0,5%, dan garam 1%.
Kandungan gizi bahan makanan yang direbus dipengaruhi media perebusan.
Wardiatno et al. (2012) melaporkan bahwa media perebusan asam cuka 0,5%
memberikan kelarutan mineral yang tinggi pada udang mantis.
Santoso et al. (2006) menjelaskan bahwa media perebusan asam cuka 0,5%
meningkatkan kelarutan magnesium dan kalsium rumput laut.
Santoso et al. (2012) menjelaskan bahwa pengolahan dengan media dengan pH
asam dan basa dapat merubah struktur mineral menjadi lebih larut.
Informasi pengaruh media perebusan terhadap kandungan gizi keong tutut
sampai saat ini belum diteliti. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian
mengenai pengaruh media perebusan air, asam cuka 0,5%, dan garam 1% pada
keong tutut (Bellamya javanica) terhadap komposisi kimia, kandungan mineral,
kandungan asam amino, nilai pH, dan sensori sehingga didapatkan metode
perebusan yang baik.
1.2 Tujuan
Penelitian ini bertujuan mengetahui karakteristik kimia, asam amino,
mineral serta mengetahui metode perebusan terbaik dari media perebusan yaitu
air, asam cuka 0,5%, dan garam 1%.
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Keong Tutut
Strong et al. (2008) dalam Li-Naet al. (2011) menjelaskan bahwa filum
moluska merupakan filum yang paling bervariasi dengan perkiraan terdiri dari
80.000–130.000 spesies. Moluska air tawar terdiri dari 5% populasi fauna
moluska. Moluska dapat ditemukan di seluruh bumi yang sebagian besar hidup di
air tetapi beberapa hidup di darat.
Keong merupakan anggota dari filum moluska. Keong tutut (Gambar 1)
merupakan keong air tawar yang hidup di perairan dangkal yang berdasar lumpur
dan ditumbuhi rerumputan air dengan aliran air yang lamban seperti sawah,
kolam, danau, dan sungai. Keong ini lebih menyukai perairan yang jernih dan
bersih (LIPI 1977). Klasifikasi keong tutut menurut Lieftinck dan Wegner (1956)
adalah sebagai berikut.
Filum : Moluska
Kelas : Gastropoda
Ordo : Mesogastropoda
Famili : Vivipariidae
Genus : Bellamya
Spesies : B. javanica Vom Dem Busch (1814)
Gambar 1 Morfologi keong tutut (Bellamya javanica)Sumber : Koleksi pribadi
Keong tutut dimanfaatkan sebagai makanan untuk manusia dan bebek.
Keong tutut tersebar dari Sumatera sampai ke Irian Jaya. Keong tutut mempunyai
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Keong Tutut
Strong et al. (2008) dalam Li-Naet al. (2011) menjelaskan bahwa filum
moluska merupakan filum yang paling bervariasi dengan perkiraan terdiri dari
80.000–130.000 spesies. Moluska air tawar terdiri dari 5% populasi fauna
moluska. Moluska dapat ditemukan di seluruh bumi yang sebagian besar hidup di
air tetapi beberapa hidup di darat.
Keong merupakan anggota dari filum moluska. Keong tutut (Gambar 1)
merupakan keong air tawar yang hidup di perairan dangkal yang berdasar lumpur
dan ditumbuhi rerumputan air dengan aliran air yang lamban seperti sawah,
kolam, danau, dan sungai. Keong ini lebih menyukai perairan yang jernih dan
bersih (LIPI 1977). Klasifikasi keong tutut menurut Lieftinck dan Wegner (1956)
adalah sebagai berikut.
Filum : Moluska
Kelas : Gastropoda
Ordo : Mesogastropoda
Famili : Vivipariidae
Genus : Bellamya
Spesies : B. javanica Vom Dem Busch (1814)
Gambar 1 Morfologi keong tutut (Bellamya javanica)Sumber : Koleksi pribadi
Keong tutut dimanfaatkan sebagai makanan untuk manusia dan bebek.
Keong tutut tersebar dari Sumatera sampai ke Irian Jaya. Keong tutut mempunyai
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Keong Tutut
Strong et al. (2008) dalam Li-Naet al. (2011) menjelaskan bahwa filum
moluska merupakan filum yang paling bervariasi dengan perkiraan terdiri dari
80.000–130.000 spesies. Moluska air tawar terdiri dari 5% populasi fauna
moluska. Moluska dapat ditemukan di seluruh bumi yang sebagian besar hidup di
air tetapi beberapa hidup di darat.
Keong merupakan anggota dari filum moluska. Keong tutut (Gambar 1)
merupakan keong air tawar yang hidup di perairan dangkal yang berdasar lumpur
dan ditumbuhi rerumputan air dengan aliran air yang lamban seperti sawah,
kolam, danau, dan sungai. Keong ini lebih menyukai perairan yang jernih dan
bersih (LIPI 1977). Klasifikasi keong tutut menurut Lieftinck dan Wegner (1956)
adalah sebagai berikut.
Filum : Moluska
Kelas : Gastropoda
Ordo : Mesogastropoda
Famili : Vivipariidae
Genus : Bellamya
Spesies : B. javanica Vom Dem Busch (1814)
Gambar 1 Morfologi keong tutut (Bellamya javanica)Sumber : Koleksi pribadi
Keong tutut dimanfaatkan sebagai makanan untuk manusia dan bebek.
Keong tutut tersebar dari Sumatera sampai ke Irian Jaya. Keong tutut mempunyai
ciri-ciri yaitu cangkang berbentuk piramida dengan puncak yang tinggi dan dasar
yang melingkar, cangkang berwarna hijau kecoklatan atau hijau kekuningan,
terdapat serat epidermis dengan garis melintang, operkulum memiliki bentuk lebar
yang sama dengan aperture yang meruncing ke belakang dan berwarna hijau
kehitaman (LIPI 1977). Keong tutut memiliki sifat filter feeder yaitu hewan yang
makan dengan cara menyaring padatan tersuspensi dan partikel makanan yang
terdapat di dalam air.
2.2 Kandungan Gizi Keong Tutut
Olahan keong tutut merupakan salah satu makanan favorit di Jawa Barat
terutama Bogor, hal ini terlihat dengan banyaknya pedagang olahan keong tutut
(Rostiyanti 2012). Thanonkaew et al. (2006) dalam Cagiltay et al. (2011)
menjelaskan bahwa daging moluska memiliki kandungan asam amino esensial,
protein, mineral, dan vitamin yang cukup tinggi yang bermanfaat bagi
metabolisme tubuh. Kandungan gizi keong tutut disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Kandungan gizi keong tutut per 100 g bdd
Zat gizi KandunganProtein (g) 11,8Lemak (g) 5,3Karbohidrat (g) 3,0Kalsium (mg) 292,2Fosfor (mg) 122,5Besi (mg) 11,7Air (g) 75,8BDD (%) 21
Sumber : Risjad (1996)
Daging keong tutut memiliki beberapa kelebihan zat gizi yaitu kalsium
sebesar 292,2 mg/100 g yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan mineral
dalam pembentukan tulang dan gigi. Kandungan zat besi yang tinggi sebesar
11,7 mg/100 g dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan mineral dalam
pembentukan sel darah merah. Kandungan lemak yang rendah pada keong dapat
digunakan sebagai menu bagi orang yang sedang menjalankan diet rendah lemak.
Cagilaty et al. (2011) menjelaskan bahwa keong memiliki protein yang tinggi dan
rendah lemak sehingga dapat digunakan untuk diet tinggi protein dan rendah
lemak.
2.3 Asam Amino
Istilah protein berasal dari kata Yunani proteos, yang berarti yang utama
atau yang didahulukan. Kata ini diperkenalkan oleh seorang ahli kimia Belanda,
Gerardus Mulder (1802–1880) karena ia berpendapat bahwa protein adalah zat
yang paling dibutuhkan dalam setiap organisme. Protein merupakan bagian
terbesar tubuh setelah air. Protein terdiri dari 50–55% karbon, 20–23% oksigen,
12–19% nitrogen, 6–7% hidrogen, dan 0,2–3% belerang (Almatsier 2006).
Protein memiliki fungsi di tubuh yaitu pertumbuhan dan pemeliharaan
sel-sel tubuh, pengaturan keseimbangan air, pemeliharaan netralitas tubuh,
pembentukkan antibodi, pengangkutan zat-zat gizi, dan sumber energi.
Kekurangan protein menyebabkan kwashiorkor dan marasmus. Kelebihan protein
menyebabkan asidosis, dehidrasi, diare, kenaikkan amonia darah, kenaikkan
ureum darah, dan demam (Almatsier 2006).
Protein dalam bahan pangan digolongkan menjadi tiga golongan, yaitu
protein globular, protein serat (fibrous), dan protein konjugasi. Protein globular
larut dalam air seperti albumin. Jenis protein serat adalah kolagen dan elastin.
Protein konjugasi adalah protein yang berikatan dengan molekul nonprotein
seperti karbohidrat, lemak, logam, dan fosfor. Protein konjugasi yang terdapat
dalam pangan seperti glikoprotein, lipoprotein, metaloprotein, dan fosfoprotein
(Almatsier 2006).
Sifat fungsional protein berperan penting dalam pengolahan pangan,
penyimpanan dan penyajiannya yang mempengaruhi karakteristik yang
diinginkan, mutu makanan, dan penerimaan oleh konsumen. Aplikasi sifat
fungsional protein dalam produk pangan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu
faktor intrinsik protein (seperti komposisi protein, konformasi protein, dan
homogenitas protein), pengaruh lingkungan (seperti air, ion, pH, suhu,
oksidator/reduktor, lemak, gula), dan proses pengolahan (seperti pemanasan,
penambahan garam, pengeringan, dan modifikasi fisik/kimia) (Winarno 2008).
Protein terdiri atas rantai-rantai panjang asam amino yang terikat satu sama
lain dalam ikatan peptida. Asam amino adalah senyawa organik penyusun protein
yang memiliki dua buah gugus fungsional primer yaitu gugus karboksilat
(-COOH) dan gugus amina (-NH2) yang terikat pada karbon primer (karbon α).
Sebuah asam amino terdiri dari gugus R yang merupakan rantai cabang yang
membedakan asam amino satu sama lain (Winarno 2008).
Asam amino berdasarkan kebutuhan terdiri dari asam amino esensial dan
asam amino nonesensial. Asam amino esensial adalah asam amino yang tidak
dapat disintesis oleh tubuh sedangkan asam amino nonesensial adalah asam amino
yang dapat disintesis oleh tubuh. Asam amino esensial terdiri dari leusina,
isoleusina, valina, triptofan, fenilalanina, metionina, treonina, lisina, dan histidin.
Asam amino nonesensial terdiri dari prolina, serina, arginina, tirosina, sistein,
trionina, glisina, asam glutamat, alanin, asam aspartat, dan glutamina
(Almatsier 2006).
Hampir semua asam amino mempunyai fungsi khusus. Triptofan merupakan
prekursor vitamin niasin dan pengantar saraf serotonin. Metionina memberikan
gugus metil untuk sintesis kolin dan kreatinin. Metionina juga merupakan
prekursor sisteina dan ikatan yang mengandung sulfur lain. Fenilalanina adalah
prekusor tirosina dan membentuk hormon-hormon tiroksin dan epinefrin. Tirosin
merupakan prekursor bahan yang membentuk pigmen kulit dan rambut. Arginina
dan sentrulin terlibat dalam sintesis ureum dalam hati. Glisina mengikat
bahan-bahan toksik dan mengubahnya menjadi bahan tidak berbahaya. Glisina
juga digunakan dalam sintesis porfirin hemoglobin dan merupakan bagian dari
asam empedu. Histidina diperlukan untuk sintesis histamin. Kreatinin yang
disintesis dari arginina, glisina, dan metionina bersama fosfat membentuk keratin
fosfat, suatu simpanan penting fosfat berenergi tinggi dalam sel. Glutamina yang
dibentuk asam gluatamat dan asparagina dari asam aspartat merupakan simpanan
asam amino di dalam tubuh. Selain itu, asam glutamat merupakan prekusor
pengantar saraf gamma asam butirat (Almatsier 2006).
2.4 Mineral
Mineral adalah unsur-unsur anorganik yang terjadi secara alami. Mineral
merupakan komponen penting dalam hormon, enzim, dan aktivasi enzim. Mineral
berperan pada berbagai tahapan metabolisme terutama sebagai kofaktor dalam
aktivitas enzim. Mineral juga berfungsi untuk mengatur keseimbangan ion-ion
mineral di cairan tubuh untuk mengatur pekerjaan enzim, mengatur perpindahan
ikatan-ikatan penting melalui membran sel, memelihara kepekaan otot dan saraf
terhadap rangsangan (Almatsier 2006), membentuk struktur kerangka, memelihara
sistem koloid, dan mengatur keseimbangan asam basa (Erkan dan Ozden
2007).
Berdasarkan jumlah yang dibutuhkan oleh tubuh, mineral terdiri dari
makromineral dan mikromineral. Makromineral adalah mineral yang diperlukan
tubuh dalam jumlah 100 mg atau lebih dalam sehari di antaranya kalium (K),
kalsium (Ca), natrium (Na), magnesium (Mg), fosfor (P), belerang (S), dan klorin
(Cl). Mikromineral adalah mineral yang diperlukan tubuh dalam jumlah beberapa
mg misalnya besi (Fe), mangan (Mn), kobalt (Co), seng (Zn), dan selenium (Se)
(Almatsier 2006). Valverde et al. (2000) menjelaskan bahwa Ca, Mg dan P
berperan penting pada metabolisme dan pertumbuhan tulang. Mikromineral
seperti Fe, Cu, Zn, dan Mn berperan penting untuk masa pertumbuhan.
Rekomendasi keperluan mineral dalam sehari untuk orang dewasa disajikan pada
Tabel 2.
Tabel 2 Angka kecukupan rerata sehari mineral untuk orang dewasaMineral Angka kecukupan rerata sehari (mg)Kalsium 800Fosfor 600Magnesium 270-300Besi 12-26Seng 9,8-13,4
Sumber : Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (2004)
Manfaat dari beberapa mineral (Almatsier 2006) adalah sebagai berikut:
a) Natrium (Na)
Ion natrium merupakan kation utama dalam cairan ekstraselular. Sebanyak
35–40% natrium terdapat di kerangka tubuh. Natrium berfungsi untuk mengatur
keseimbangan tekanan osmosis sel-sel tubuh dan menjaga keseimbangan asam
basa tubuh. Kekurangan natrium menyebabkan kejang, apatis, dan kehilangan
nafsu makan. Kelebihan natrium dapat menyebabkan edema dan hipertensi.
b) Kalsium (Ca)
Kalsium merupakan mineral yang paling banyak terdapat dalam tubuh
sebesar 1,5–2% dari berat orang dewasa. Sebanyak 99% kalsium terdapat di
jaringan keras yaitu tulang dan gigi terutama dalam bentuk hidroksiapatit.
Kalsium berfungsi untuk pembentukan tulang, pembentukan gigi, mengatur
pembekuan darah, katalisator reaksi-reaksi biologis, transmisi impuls saraf, dan
kontraksi otot. Kekurangan kalsium menyebabkan gangguan pertumbuhan,
osteoporosis, osteomalasia, dan tetani. Kelebihan kalsium menyebabkan batu
ginjal dan konstipasi.
c) Fosfor (P)
Fosfor merupakan mineral terbanyak kedua di tubuh sebesar 1% dari berat
badan. Fosfor berfungsi sebagai kalsifikasi tulang dang gigi, mengatur pengalihan
energi, absorpsi dan transportasi zat gizi, bagian dari ikatan tubuh esensial, dan
mengatur keseimbangan asam basa. Kekurangan fosfor menyebabkan kerusakan
tulang. Kelebihan fosfor menyebabkan ion fosfat mengikat kalsium sehingga
menimbulkan kejang.
d) Magnesium (Mg)
Ion magnesium merupakan kation kedua paling banyak setelah natrium di
cairan intraselular. Sebanyak 60% magnesium berada di matriks tulang, 26% di
otot, dan selebihnya di jaringan lunak serta cairan tubuh. Magnesium berfungsi
sebagai katalisator reaksi-reaksi biologis, transmisi saraf, kontraksi otot,
pembekuan darah, dan mencegah kerusakan gigi. Kekurangan magnesium yang
berat menyebabkan kekurangan nafsu makan, mudah tersinggung, gugup, tetanus,
gangguan sistem saraf pusat, halusinasi, koma, dan gagal jantung. Kelebihan
magnesium umumnya terjadi pada penyakit gagal ginjal.
e) Besi (Fe)
Besi merupakan mikromineral yang paling banyak terdapat di tubuh
manusia yaitu sebanyak 3–5 gram dalam tubuh manusia dewasa. Besi berperan
pada metabolisme energi, meningkatkan kemampuan belajar, meningkatkan
sistem kekebalan, dan pelarut obat-obatan. Kekurangan besi menyebabkan
anemia, menurunnya kemampuan mengatur suhu tubuh, menimbulkan apatis,
mudah tersinggung, dan menurunkan konsentrasi belajar. Kelebihan besi ditandai
dengan gejala yaitu rasa mual, muntah, diare, denyut jantung meningkat, sakit
kepala, mengigau, dan pingsan.
f) Seng (Zn)
Tubuh mengandung 2–2,5 g seng yang tersebar di hampir semua sel.
Sebagian besar berada dalam hati, pankreas, ginjal, otot, dan tulang. Seng
berperan dalam metabolisme tubuh, sintesis DNA dan RNA, sintesis dan
degradasi kolagen, pengembangan fungsi reproduksi laki-laki dan pembentukkan
sperma, dan dalam fungsi kekebalan. Kekurangan seng rentan terjadi pada
anak-anak, orangtua, ibu hamil, dan ibu menyusui. Kekurangan seng mengganggu
metabolisme vitamin A, mengurangi nafsu makan, menurunkan ketajaman
indraperasa, memperlambat penyembuhan luka, mengganggu fungsi kelenjar
tiroid, dan mengganggu laju metabolisme. Kelebihan seng dapat menurunkan
absorpsi tembaga, mempengaruhi metabolisme kolesterol, mengubah nilai
lipoprotein, dan mempercepat timbulnya aterosklerosis.
Sumber mineral yang paling baik adalah makanan dari hewan kecuali
magnesium yang lebih banyak terdapat di makanan nabati. Mineral dari makanan
hewani mempunyai ketersedian biologis lebih tinggi daripada yang berasal dari
makanan nabati. Hewan memperoleh mineral dari tumbuh-tumbuhan dan
menumpuknya di jaringan tubuhnya.
2.5 Pengolahan Pangan
Kaushik et al. (2009) menjelaskan bahwa pengolahan bahan baku pangan
umumnya mengubah bahan baku mentah yang mudah busuk menjadi produk
bernilai tambah yang memiliki daya simpan lebih lama dan siap disajikan.
Pengolahan pangan terdiri dari pengolahan termal dan pengawetan nontermal.
Pengolahan termal merupakan proses pengawetan yang menggunakan energi
panas. Pengolahan nontermal merupakan pengolahan dengan suhu produk pangan
dipertahankan di bawah suhu yang digunakan untuk pengolahan termal
(Estiasih dan Ahmadi 2009).
Proses termal merupakan proses yang banyak digunakan dalam pengolahan
pangan. Proses termal dapat dilakukan dengan empat cara yaitu penggunaan air
panas atau uap air pada proses pemasakan seperti evaporasi, ekstrusi, dan
blansing; penggunaan udara panas seperti pemanggangan, penyangraian, dan
pengeringan; penggunaan minyak panas seperti penggorengan; dan penggunaan
energi radiasi seperti gelombang mikro (microwave), radiasi inframerah, dan
radiasi ionisasi. Proses termal yang biasa dilakukan skala rumah tangga yaitu
pemasakan. Kaushik et al. (2009) menjelaskan bahwa pemasakan adalah tindakan
untuk menyiapkan makanan dengan menggunakan panas. Pemasakan terdiri dari
perebusan, pengukusan, penggorengan, pemanggangan, dan penyangraian. Proses
termal bertujuan mematikan mikroba penyebab penyakit, meningkatkan cita rasa,
mencegah kebusukan produk, dan memperpanjang daya simpan produk
(Estiasih dan Ahmadi 2009).
Perebusan adalah cara memasak makanan dalam cairan yang sedang
mendidih (100 °C). Bahan pangan yang dimasak menggunakan air akan
meningkatkan daya kelarutan. Pemanasan dapat mengurangi daya tarik-menarik
antara molekul-molekul air dan akan memberikan cukup energi pada molekul air
sehingga dapat mengatasi daya tarik menarik antar molekul dalam bahan pangan
(Winarno 2008).
Pemasakan memiliki kelebihan yaitu mendestruksi dan menurunkan jumlah
mikroba, meningkatkan daya cerna zat gizi, mengubah tekstur, warna, dan cita
rasa yang diinginkan, dan meningkatkan kelarutan zat gizi
(Estiasih dan Ahmadi 2009). Gerber et al. (2009) menjelaskan bahwa pemasakan
pada daging sangat penting untuk membuat makanan enak dan produk aman
dikonsumsi.
Kelemahan pemasakan adalah denaturasi protein; penurunan serta
kerusakan vitamin, oksidasi lemak (Morris et al. 2004), penginaktivasi enzim,
penurunan kelarutan mineral (Santoso et al. 2012), mengurangi kandungan
komponen aktif suatu bahan (Azizah et al. 2009). Ayala et al. (2005) menjelaskan
bahwa proses pemasakan dapat mengubah komponen otot (air, urat otot, jaringan
ikat, dan jaringan adiposa). Oz et al. (2010) menjelaskan bahwa pemanasan pada
daging dapat membentuk senyawa heterocyclic aromatic amines (HCAs) yang
terbentuk secara alami yang dapat menyebabkan kanker. Perebusan juga
mengakibatkan kehilangan beberapa zat gizi terutama zat-zat yang larut dalam air
seperti asam askorbat dan mineral. Skipnes et al. (2008) menjelaskan bahwa
denaturasi protein merupakan penyebab utama kehilangan air dan perubahan
tekstur pada ikan selama proses termal.
3 METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli 2012 sampai September 2012 di
Laboratorium Diversifikasi dan Pengolahan Hasil Perairan, Departemen
Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor; Laboratorium Ilmu dan Nutrisi, Fakultas Peternakan, Institut
Pertanian Bogor; Laboratorium Terpadu Institut Pertanian Bogor; dan
Laboratorium Balai Besar Industri Agro, Bogor.
3.2 Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah oven, tanur, tabung
Kjeldahl, soxhlet, spektrofotometer, buret, pHmeter, HPLC (High Performance
Liquid Chromatography), dan Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) merk
Shimadzu tipe AA 680 flame emission.
Bahan baku yang digunakan adalah keong tutut yang diperoleh dari Desa
Jangari yang termasuk kawasan waduk Cirata, Cianjur, Jawa Barat. Keong tutut
diambil pada bulan Juli 2012. Bahan-bahan yang digunakan untuk analisis
meliputi kloroform, ortoftalaldehida, natrium hidroksida, asam borat,
merkaptoetanol, Na-EDTA, metanol, tetrahidrofuran, asam perklorat, asam sulfat,
asam nitrat, Na-asetat, Na-EDTA. Metode penelitian disajikan pada Gambar 2.
3.3 Perebusan
Keong tutut dibuang apex kemudian direbus pada media perebusan air,
larutan asam cuka 0,5%, dan larutan garam 1% pada suhu 100 °C selama 30 menit
seperti yang umum dilakukan masyarakat Bogor. Perbandingan media perebusan
dan keong tutut adalah 600 g keong tutut dalam 2 L media perebusan air, asam
cuka 0,5%, dan garam 1%.
3.4 Prosedur Analisis
Keong tutut diukur morfometriknya dan rendemen. Daging keong tutut
segar dan daging yang sudah direbus diukur pH daging keong tutut, proksimat,
asam amino, total mineral, uji fosfor, dan uji sensori.
Gambar 2 Metode penelitian
3.4.1 Rendemen
Rendemen dihitung sebagai persentase bobot bagian tubuh keong tutut dari
bobot utuh keong tutut. Rumus perhitungan rendemen sebagai berikut.
Rendemen (%) =(g)lBobot tota(g)contohBobot x 100%
3.4.2 Uji nilai pH (Nielsen 1998)
Analisis derajat keasaman (pH) ditentukan dengan menggunakan alat
pHmeter yang sudah dikalibrasi. Alat pHmeter dinyalakan dan dibiarkan stabil.
Elektroda dibilas dengan larutan akuades. Elektroda dikeringkan dengan kertas
tisu. Elektroda dicelupkan ke dalam larutan bufer dan didiamkan beberapa saat
hingga diperoleh pembacaan yang stabil. Angka pH meter disesuaikan dengan
bufer yaitu bufer pH 4 dan bufer pH 7. Contoh sebanyak 10 g dihancurkan dan
dihomogenkan dengan 90 ml air destilata lalu dibiarkan 15 menit untuk diukur
pH-nya. Elektroda dicelupkan dalam larutan contoh sampai pembacaan stabil.
3.4.3 Analisis proksimat (BSN 2006)
Analisis proksimat merupakan suatu analisis yang dilakukan untuk
memprediksi komposisi kimia suatu bahan. Analisis proksimat yang dilakukan
terhadap tutut meliputi kadar air, kadar abu, protein, lemak, dan karbohidrat.
Keong tutut
Dibuang apex
segar direbus air(100 °C, 30 menit)
direbus asam cuka0,5% (100 °C, 30menit)
direbus garam 1%(100 °C,30 menit)
Uji proksimatUji total mineralUji fosforUji logam beratUji asam aminoUji sensorikPengukuran pH
a. Analisis kadar air
Prinsip kerja analisis kadar air adalah molekul air dihilangkan melalui
pemanasan dengan oven pada suhu 105 ºC selama 24 jam. Oven dikondisikan
pada suhu yang akan digunakan hingga mencapai kondisi stabil. Cawan kosong
dimasukkan ke oven minimal 2 jam. Cawan kosong kemudian dipindahkan ke
desikator sekitar 30 menit sampai mencapai suhu ruang dan ditimbang bobot
kosongnya (A). Contoh yang telah dihaluskan ditimbang ±2 g kemudian
dimasukkan ke cawan (B). Cawan yang diisi contoh dimasukkan ke oven pada
suhu 105 °C selama 16–24 jam. Cawan kemudian dipindahkan dengan
menggunakan alat penjepit ke desikator selama ±30 menit kemudian ditimbang
(C).
Perhitungan kadar air adalah sebagai berikut:
Kadar abu (%) =A-BC-B x 100%
Keterangan: A = Berat cawan kosong (g)B = Berat cawan dengan contoh (g)C = Berat cawan dengan contoh setelah dikeringkan (g)
b. Analisis kadar abu
Penentuan kadar abu dilakukan dengan cara mengoksidasikan semua zat
organik pada suhu yang tinggi sekitar 500-600 °C dan kemudian dilakukan
penimbangan zat yang tertinggal setelah proses pembakaran tersebut. Cawan abu
porselin kosong dimasukkan ke tungku pengabuan. Suhu dinaikkan secara
bertahap sampai mencapai 550 °C dan dipertahankan pada suhu 550±5 °C selama
12 jam. Suhu pengabuan diturunkan menjadi 40 °C, cawan abu porselin
dikeluarkan dan didinginkan dalam desikator selama 30 menit kemudian
ditimbang berat cawan abu porselin kosong (A). Contoh yang telah dihomogenkan
ditimbang 2 g dan dimasukkan ke oven pada suhu 100 °C selama 24 jam. Cawan
abu porselen dipindahkan ke tungku pengabuan dan suhu dinaikkan secara
bertahap sampai mencapai 550±5 °C dan dipertahankan selama 8 jam atau
semalam hingga diperoleh abu berwarna putih. Setelah selesai, suhu pengabuan
diturunkan menjadi 40 °C, cawan dikeluarkan dengan penjepit dan dimasukkan ke
desikator selama 30 menit dan ditimbang beratnya (B).
Perhitungan kadar abu adalah sebagai berikut:
Kadar abu (%) =contohBeratA-B x 100%
Keterangan: A = Berat cawan porselin kosong (g)B = Berat cawan porselin dengan abu (g)
c. Analisis kadar protein
Penetapan protein pada keong tutut menggunakan metode Kjeldahl dengan
menganalisis kadar nitrogennya. Pada prinsipnya bahan makanan diuraikan
dengan mendestruksi menggunakan asam kuat sehingga semua senyawa-senyawa
nitrogen akan diubah menjadi garam-garam amonium. Contoh ditimbang 2 g dan
dimasukkan ke labu kjeldahl. Tablet katalis ditambahkan sebanyak dua buah serta
beberapa butir batu didih. Sebanyak 15 ml H2SO4 pekat (95-97%) dan 3 ml H2O
ditambahkan secara perlahan dan didiamkan 10 menit di ruang asam. Destruksi
dilakukan pada suhu 410 °C selama ±2 jam dan didiamkan hingga mencapai suhu
kamar dan ditambahkan 50 ml akuades. Labu yang berisi hasil destruksi dipasang
pada rangkaian alat destilasi uap dan ditambahkan 50–75 ml larutan natrium
hidroksida-thiosulfat. Dilakukan destilasi dan destilat ditampung dalam
erlenmeyer yang berisi 25 ml larutan H3BO4 yang mengandung indikator
bromcherosol green 0,1% dan methyl red 0,1% dengan perbandingan 2:1 hingga
volume mencapai minimal 150 ml. Titrasi hasil destillat dengan HCl 0,2 N sampai
warna destilat berubah menjadi abu-abu netral. Pengerjaan blanko dilakukan
seperti tahapan pada contoh.
Perhitungan kadar protein adalah sebagai berikut:
Protein (%) =1000W x
6,25 x14,007 xHClN xHClVB)-(VA x 100%
Keterangan: VA = HCl untuk titrasi contoh (ml)VB = HCl untuk titrasi blanko (ml)N = Normalitas HCl standar yang digunakan14,007 = Berat atom nitrogen6,25 = Faktor konversi protein untuk ikanW = Berat contoh (g)
d. Analisis kadar lemak
Penentuan lemak contoh daging keong tutut dilakukan dengan
menggunakan metode soxhlet. Labu lemak ditimbang (A) kemudian ditimbang
contoh 2 g (B) dan dimasukkan ke selongsong lemak. Kloroform dimasukkan
berturut-turut 150 ml ke labu lemak. Selongsong lemak dimasukkan ke alat
ekstraksi soxhlet. Ekstraksi dilakukan pada suhu 60 °C selama 8 jam. Dilakukan
evaporasi campuran lemak dan kloroform dalam labu lemak sampai kering. Labu
lemak yang berisi lemak dimasukkan ke oven dengan suhu 105 °C selama ±2 jam
untuk menghilangkan sisa kloroform dan uap air. Labu dan lemak kemudian
didinginkan di desikator selama 30 menit. Labu yang berisi lemak ditimbang
(C) sampai berat konstan.
Perhitungan kadar lemak adalah sebagai berikut:
Kadar lemak (%) =B
A-C x 100%
Keterangan : A = Berat labu alas bulat kosong (g)B = Berat contoh (g)C = Berat labu alas bulat dengan lemak hasil ekstraksi (g)
3.4.4 Analisis mineral
Pengujian total mineral meliputi lima makromineral, empat mikromineral,
dan dua logam berat. Lima makromineral yaitu kalsium (Ca), kalium (K), natrium
(Na), magnesium (Mg) dan fosfor (P). Empat mikromineral yaitu selenium (Se),
besi (Fe), seng (Zn) dan tembaga (Cu). Mineral yang diukur merupakan mineral
yang umum dalam bahan pangan (Almatsier 2006). Dua logam berat yaitu timbal
(Pb) dan kadmium (Cd).
a. Pengujian total mineral Ca, K, Na, Mg, Se, Fe, Zn, Cu, Pb, dan Cd(Reitz et al. 1987)
Analisis mineral ini menggunakkan Atomic Absorption Spectrophotometer
(AAS), metode ini didasarkan pada pengukuran penyerapan sinar resonansi pada
panjang gelombang tertentu oleh uap atom netral dari cuplikan. Penyerapan
tersebut menyebabkan tereksitasinya elektron ke tingkat energi yang lebih tinggi.
Konsentrasi unsur dalam larutan contoh ditentukan dengan mengukur absorbans
larutan. Contoh ditimbang ±1 g kemudian dimasukkan ke erlenmeyer 125 ml.
Ditambahkan 5 ml HNO3 ke erlenmeyer dan didiamkan selama 1 jam pada suhu
ruang di ruang asam. Dipanaskan di atas hot plate selama ±4-6 jam dan dibiarkan
semalam (contoh ditutup). Ditambahkan 0,4 ml H2SO4 kemudian dipanaskan di
hot plate sekitar ±1 jam sampai larutan berkurang (lebih pekat). Ditambahkan 2-3
tetes larutan campuran HClO4: HNO3 (2:1). Contoh terus dipanaskan sampai ada
perubahan warna dari coklat menjadi kuning muda, setelah ada perubahan warna,
pemanasan masih dilanjutkan selama 10-15 menit. Contoh dipindahkan dan
didinginkan kemudian ditambahkan 2 ml akuades dan 0,6 ml HCl. Contoh
dipanaskan kembali selama ±15 menit agar contoh larut. Contoh disaring dengan
kertas saring Whatman no.42 kemudian diencerkan menjadi 100 ml di labu takar.
Logam berat Pb dan Cd diencerkan menjadi 50 ml di labu takar. Contoh dialirkan
ke AAS pada panjang gelombang dan dipasang lampu katoda yang berbeda-beda
untuk setiap unsurnya.
Perhitungan kadar mineral (mg/100 g) basis basah adalah sebagai berikut.
Kadar mineral = W10
fpaliquot xmlcontoh xppm x 100%
Perhitungan kadar mineral (mg/100 g) basis kering adalah sebagai berikut.
Kadar mineral =air)%kadar-(100%basahbasismineralKadar x 100%
Keterangan : fp = faktor pengenceranw = bobot contoh
b. Pengujian fosfor (Taussky & Shorr 1953)
Analisis fosfor dilakukan dengan metode molibdat-vanadat. Contoh hasil
pengabuan basah ditambah 140 ml asam nitrat untuk mengubah semua metafosfat
dan pirofosfat menjadi ortofosfat. Contoh diperlakukan dengan asam molibdat dan
asam vanadat sehingga ortofosfat yang ada dalam contoh akan bereaksi dengan
pereaksi-pereaksi tersebut membentuk kompleks asam vanadi molibdifosfat yang
berwarna kuning orange. Larutan stok standar dari mineral fosfor diencerkan
dengan akuades hingga konsentrasi berada dalam kisaran kerja logam yang
diinginkan. Larutan standar, blanko, dan contoh diukur dengan spektrofotometer
pada panjang gelombang 660 nm.
Contoh sebanyak 2 g dicacah kemudian dimasukkan ke erlenmeyer 150 ml
kemudian ditambahkan 140 ml asam sitrat yang bertujuan melarutkan kandungan
fosfor pada contoh. Contoh dipanaskan di hot plate kemudian didinginkan.
Contoh kemudian dimasukkan ke erlenmeyer asam peklorat 2 ml untuk
menguapkan kandungan organik pada contoh lalu dipanaskan di hot plate dan
dinginkan. Contoh disaring dengan kertas saring whatman no.42 sampai
didapatkan larutan yang jernih. Contoh ditambahkan 25 ml pereaksi vanadat
molibdat kemudian dilakukan pengenceran dengan akuades menjadi 100 ml dalam
labu takar.
3.4.5 Uji asam amino (Nielsen 1998)
Analisis asam amino menggunakan alat High Performace Liquid
Chromatography (HPLC) dengan pereaksi ortoftaldehida (OPA). Prinsip kerjanya
yaitu pereaksi OPA akan bereaksi dengan asam amino primer dalam suasana basa
yang mengandung merkaptoetanol membentuk senyawa yang berfluoresensi.
Senyawa berfluoresensi dideteksi oleh detektor fluoresensi.
Contoh daging keong tutut ditimbang 3 mg dan dihancurkan, kemudian
dimasukkan ke dalam vial kecil bertutup ulir, lalu ditambahkan 1 ml larutan HCl
6 N. Kemudian dialirin gas N2 untuk menghilangkan udara yang terdapat dalam
contoh. Protein dalam contoh dihidrolisis dengan cara menyimpan vial bertutup
ulir ini di dalam oven bersuhu 110 °C selama 24 jam. Hidrolisat yang diperoleh
didinginkan pada suhu kamar, lalu disaring dengan kaca masir (synter glass G2)
ke labu evaporator. Vial dibilas dengan air akuades. Cairan hasil bilasannya
dimasukkan ke dalam labu yang sama. Pembilasan dilakukan 2–3 kali. Cairan
dalam labu diuapkan pelarutnya dengan penguap putar, ekstrak yang diperoleh
dilarutkan dengan 5 ml HCl 0.01 N. Cairan ini adalah campuran asam amino.
Cairan yang mengandung campuran asam amino disaring dengan kertas
saring milipore. Ke dalam filtrat yang diperoleh ditambahkan larutan bufer kalium
borat pH 10.4 dengan perbandingan 1 : 1. Ke dalam vial kosong lain yang bersih
dimasukkan 10 µl contoh dan ditambahkan 25 µl pereaksi OPA, dan dibiarkan
selama 1 menit agar proses derivatisasi berlangsung sempurna. Sebanyak 5 µl
contoh yang telah diderivatisasi diinjeksikan ke kolom HPLC kemudian ditunggu
sampai pemisahan semua asam amino selesai sekitar 25 menit.
Kondisi HPLC pada saat berlangsung hidrolisis asam amino adalah sebagai
berikut.
Temperatur = 27 °C (suhu ruang)
Jenis kolom HPLC = Ultra techspere (Coloum C-18)
Kecepatan alir eluen = 1 ml/menit
Tekanan = 3000 psi
Fase gerak = Bufer A (Na-Asetat (pH 6,5) 0,025 M; Na-EDTA 0,05%;metanol 9%, dan THF 1%) dan buffer B (metanol 95%dan air HP).
Detektor = Fluoresensi
Panjang gelombang = 350–450 nm
Perhitungan konsentrasi asam amino (AA) adalah sebagai berikut.
Konsentrasi AA (µmol) =standarpuncakluascontohpuncakluas x konsentrasi standar
Perhitungan persen asam amino dalam contoh adalah sebagai berikut.
Asam amino (%) =contohµg
100Mr.AA xAA xµmol
3.4.6 Uji sensori (BSN 2011)
Pengujian sensori merupakan cara pengujian menggunakan indera manusia
untuk menilai mutu produk. Penilaian meliputi spesifikasi mutu kenampakan,
aroma, rasa, dan tekstur. Pengujian sensori dilakukan oleh 30 orang panelis di
laboratorium pengujian sensori yang dilengkapi dengan bilik pencicip yang dibuat
bersekat-sekat.
Contoh tutut disajikan dalam bilik-bilik pencicipan, dengan wadah yang
sama baik ukuran dan bentuk. Pengkodean menggunakan angka yang terdiri dari
lima digit dan diambil secara acak. Pengujian sensori yang dilakukan berupa uji
hedonik berdasarkan tingkat kesukaan panelis. Panelis mengisi lembar penilaian
(score sheet) uji hedonik yang disediakan. Formulir penilaian uji sensori disajikan
pada Lampiran 11.
Data sensori yang diperoleh ditabulasi dan ditentukan nilai mutunya dengan
mencari hasil rerata pada setiap panelis pada tingkat kepercayaan 95%. Cara
menghitung interval nilai mutu rerata dari setiap panelis digunakan rumus sebagai
berikut :
))/.96,1(())/.96,1(( nsxnsx
n
xx
n
ii
1
1
)(1
2
2
n
xxs
n
ii
2ss
Keterangan :n = jumlah panelisS2 = keragaman nilai mutu1,96 = koefisien standar deviasi pada taraf 95%x = nilai mutu rata-rataxi = nilai mutu dari panelis ke-i, i=1,2,3,...ns = simpangan baku nilai mutu
3.5 Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap
(RAL) dengan satu faktor dan tiga taraf (media perebusan air, asam cuka 0,5%,
dan garam 1%). Analisis data dilakukan dengan Analysis of Variant (ANOVA)
pada selang kepercayaan 95% (α=0,05). Jika terdapat perbedaan dalam perlakuan
maka dilakukan uji Duncan. Model RAL yang digunakan adalah sebagai berikut
(Walpole 1995):
Yij = µ +αi + ԑijKeterangan :Yij = pengamatan perlakuan ke-i dan ulangan ke-j (j=1,2)µ = pengaruh rataan umumαi = pengaruh media perebusan pada taraf ke-i (i=1)ԑij = galat atau sisa pengamatan taraf ke-i dengan ulangan ke-j
Hipotesis terhadap data hasil uji komposisi proksimat pada berbagai media
perebusan adalah sebagai berikut:
H0 = Media perebusan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap komposisi
kimia.
H1 = Media perebusan memberikan pengaruh nyata terhadap komposisi kimia.
Hipotesis terhadap data hasil nilai pH pada berbagai media perebusan adalah
sebagai berikut:
H0 = Media perebusan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap nilai pH.
H1 = Media perebusan memberikan pengaruh nyata terhadap nilai pH.
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Rendemen Keong Tutut
Karakterisitk ukuran keong yang digunakan yaitu panjang rerata
3,14±0,24 cm; lebar rerata 2,25±0,15 cm; dan berat rerata 5,61±1,03 g. Rendemen
merupakan presentase perbandingan antara berat bagian bahan yang dapat
dimanfaatkan dengan berat total bahan. Nilai rendemen digunakan untuk
mengetahui nilai ekonomis dan efektivitas suatu produk atau bahan. Semakin
tinggi nilai rendemen maka semakin tinggi nilai ekonomis sehingga
pemanfaatannya dapat lebih efektif. Porsi bagian daging dan cangkang keong tutut
disajikan pada Gambar 3.
Gambar 3 Porsi bagian daging dan cangkang keong tutut (Bellamya javanica)
Rendemen yang diperoleh dari sampel keong tutut adalah 39%. Rendemen
ini lebih besar daripada rendemen keong tutut dari penelitian Risjad (1996) yaitu
21%. Metusalach (2007) menyatakan bahwa rendemen daging dari suatu
organisme dipengaruhi oleh faktor intrinsik maupun ekstrinsik. Faktor intrinsik
yaitu umur, jenis kelamin, dan ukuran dari organisme. Faktor ekstrinsik yang
diduga berpengaruh yaitu suhu, pH dan habitat. Perhitungan rendemen daging
keong juga dipengaruhi oleh cara pengambilan daging.
4.2 Karakteristik Kimia, Mineral, dan Asam Amino Keong Tutut
Komposisi kimia pangan menunjukkan kandungan komponen kimia yang
terdapat dalam bahan pangan. Data komposisi pangan diperoleh dari analisis
proksimat secara kuantitatif. Komposisi kimia pada keong tutut disajikan pada
Tabel 3.
39%
61%Daging
Cangkang
Komposisi kimia yang terkandung dalam suatu bahan makanan dapat
menunjukkan kuantitas dan kualitas bahan tersebut memberikan asupan gizi
sesuai kebutuhan manusia (Winarno 2008). Purwaningsih (2012) menjelaskan
bahwa komposisi kimia dipengaruhi oleh faktor-faktor internal dan eksternalnya.
Faktor internal meliputi umur, jenis, ukuran, jenis kelamin, dan tingkat
kematangan seksual. Faktor eksternalnya meliputi habitat, musim penangkapan,
dan letak geografisnya.
Air merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena
mempengaruhi penampakan, tekstur, dan cita rasa makanan. Kandungan air dalam
bahan makanan menentukan acceptability, kesegaran, dan daya tahan bahan
(Winarno 2008). Kadar air keong tutut (79,2%) lebih besar daripada kadar air
keong matah merah (77,3%) tetapi lebih kecil daripada keong mas (83,3%).
Purwaningsih (2012) menjelaskan bahwa perbedaan kadar air dapat disebabkan
oleh jenis, umur biota, perbedaan kondisi lingkungan hidup, dan tingkat kesegaran
organisme tersebut.
Tabel 3 Kandungan kimia daging keong tutut
Komposisi Keong tutut Keong mas(Pomacea sp)a
Keong matah merahb
(Cerithidea obtuse)Kadar air 79,20±0,14 83,3±0,9 77,3Protein 10,40±0,42 11,6±0,5 13,8Lemak 1,04±0,04 0,1±0,0 2,8Kadar abu 4,27±0,03 3,0±0,3 4,5Karbohidrat 5,40±0,08 - 1,6
Satuan dalam % (basis basah)aNurhasan et al. (2010)bPurwaningsih (2012)
Protein merupakan komponen penting karena berperan sebagai sumber
nutrisi dan mempengaruhi karakteristik pangan (Fennema 1996). Karakteristik
fungsional protein dan aktivitas antioksidan memiliki pengaruh yang sangat
penting dalam industri pengolahan pangan. Protein pada keong tutut (10,4%) lebih
kecil dari pada protein keong mas (11,6%) dan keong matah merah (13,8%).
Kandungan unsur hara suatu perairan mempengaruhi kadar protein gastropoda.
Hoffman dan Falvo (2004) menjelaskan bahwa protein bermutu tinggi atau
protein dengan nilai biologis tinggi adalah protein yang mengandung asam amino
esensial yang tinggi. Kandungan asam amino keong tutut disajikan pada Tabel 4.
Komposisi asam amino esensial yang terdapat pada keong tutut adalah leusina,
lisina, arginina, valina, isoleusina, fenilalanina, treonina, histidina, dan metionina.
Leusina merupakan asam amino esensial tertinggi pada keong tutut sebesar 830
mg/100 g. Hal ini sesuai dengan Nurhasan et al. (2010) yang melaporkan bahwa
leusina merupakan asam amino esensial tertinggi sebesar 893,5 mg/100 tetapi
berbeda pada garden snail menurut Cagiltay et al. (2011), asam amino esensial
tertinggi adalah lisina 721 mg/100 g. Oluwaniyi et al. (2010) menjelaskan bahwa
variasi asam amino pada spesies yang berbeda menunjukkan kebutuhan organisme
yang berbeda. Dezhabad et al. (2012) menyatakan bahwa komposisi asam amino
juga dipengaruhi faktor intrisik (spesies, ukuran, dan kematangan gonad) dan
faktor ektrinsik (sumber makanan, musim panen, dan suhu).
Tabel 4 Kandungan asam amino daging keong tutut (mg/100 g basis basah)
Asam amino Keong tutut Keong mas (Pomacea sp)a Garden snailb
Leusina* 830 893,5 611,50Lisina* 480 641,3 721,00Arginina* 800 890,8 674,26Valina* 460 511,8 714,51Isoleusina* 430 456,3 464,57Fenilalanina* 490 393,7 362,76Histidina* 160 180,3 253,41Metionina* 310 146,4 426,27Treonina* 390 482,3 450,70Asam aspartat 1200 1115 996,81Asam glutamat 1980 1823 1405,16Serina 510 489,6 1039,25Glisina 560 814,2 782,04Alanina 650 669,6 1063,88Tirosin 390 249,2 596,88*asam amino esensialaNurhasan et al. (2010)bCagiltay et al. (2011)
Asam amino nonesensial yang terdapat pada keong tutut adalah asam
aspartat, asam glutamat, serina, glisina, alanina, dan tirosin. Asam amino
nonesensial yang terbesar adalah asam glutamat 1980 mg/100 g, hal ini sama
dengan kandungan asam amino nonesensial terbesar pada keong mas dan garden
snail yaitu asam glutamat. Asam glutamat sangat penting peranannya dalam
pengolahan makanan karena dapat menimbulkan rasa yang lezat (Winarno 2008).
Uju et al. (2009) menjelaskan bahwa asam glutamat mengandung ion glutamat
yang dapat merangsang beberapa tipe syaraf yang ada pada lidah manusia. Asam
glutamat dan asam aspartat memberikan cita rasa pada seafood, namun dalam
bentuk garam sodium seperti pada MSG akan memberikan rasa umami.
Purwaningsih (2012) menjelaskan bahwa kadar abu merupakan campuran
dari komponen anorganik atau mineral yang terdapat dalam bahan pangan. Kadar
abu dapat dijadikan sebagai petunjuk akan keberadaan mineral suatu bahan.
Kandungan mineral pada keong tutut disajikan pada Tabel 5. Kadar abu keong
tutut (4,27%) lebih tinggi daripada keong mas (3%) tetapi lebih kecil dari pada
keong matah merah (4,5%). Adanya perbedaan kadar abu dari setiap spesies
diduga bahwa setiap organisme mempunyai kemampuan yang berbeda-beda
dalam meregulasikan dan mengabsorbsi logam, hal ini yang mempengaruhi kadar
abu dalam bahan.
Tabel 5 Kandungan mineral daging keong tutut
Mineral Keong tutut Remise Keong matah merahf
Natrium (Na) 132,3 521,20 283,45Kalium (K) 271,4 465,01 259,22Fosfor (P) 613,07 1098,44 96,73Magnesium (Mg) 3345,60 261,49 82,05Kalsium (Ca) 3,37 2183,81 39,78Besi (Fe)c 35,75 61,76 5,81Seng (Zn)c 139 35,50 3,87Tembaga (Cu)c 9,99 <0,015 0,29Timbal (Pb)d <0,0005 - -Cadmium (Cd)d <0,0005 - -
satuan dalam mg/100g (basis kering)cMikromineraldLogam berateSalamah et al. (2012)fPurwaningsih (2012)
Magnesium merupakan makromineral tertinggi pada keong tutut.
Kandungan magnesium pada keong tutut lebih tinggi daripada remis dan keong
matah merah. Davis dan Lawrence (1997) dalam Roy et al. (2007) menjelaskan
bahwa magnesium berperan sebagai kofaktor pada kebanyakan enzim dan reaksi
metabolisme seperti lemak, protein, dan karbohidrat.
Seng merupakan mikromineral tertinggi pada keong tutut. Kandungan seng
lebih tinggi daripada remis dan keong matah merah. Arifin (2008) menjelaskan
bahwa seng merupakan komponen penting pada struktur dan fungsi membran sel
sebagai antioksidan dan melindungi dari serangan lipid peroksidase. Timbal dan
kadmium pada keong tutut kurang dari 0,0005 mg/100 g sehingga aman
dikonsumsi.
Santoso et al. (2006) menjelaskan bahwa perbedaan kandungan mineral
pada organisme perairan umumnya dipengaruhi oleh daya absorpsi makanan dari
berbagai zat yang tersuspensi pada habitatnya. Kemampuan organisme untuk
mengabsorpsi berbagai zat tersuspensi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu
kondisi lingkungan, ukuran organisme, spesies, pH, dan kondisi kelaparan dari
organisme. Purwaningsih (2012) menjelaskan bahwa kandungan mineral pada
suatu perairan dipengaruhi oleh konsentrasi mineral dalam habitatnya dan fase
pertumbuhannya.
Karbohidrat memiliki peranan penting dalam menentukan karakteristik
bahan makanan, misalnya rasa, warna, tekstur, dan lain-lain (Winarno 2008).
Karbohidrat pada keong tutut (5,4%) lebih tinggi daripada karbohidrat keong
matah merah (1,6%). Rendahnya kadar karbohidrat pada keong tutut dan keong
matah merah menjadikan keduanya bukan merupakan sumber karbohidrat utama.
4.3 Pengaruh Media Perebusan terhadap Nilai pH
Nilai pH (potential of hydrogen) menunjukkan jumlah ion hidrogen (H+)
dalam larutan. Berdasarkan rumus, pH = -log [H+], semakin kecil nilai pH maka
semakin banyak ion hidrogen. Nilai pH daging keong tutut pada berbagai media
perebusan berkisar 8,69–8,88. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa media
perebusan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap nilai pH keong tutut.
Mashuri (2012) menjelaskan bahwa keong memiliki tekstur daging yang keras
sehingga difusi antara media perebusan dan daging kurang baik. Nilai pH daging
keong tutut pada media perebusan disajikan pada Gambar 4.
Morris et al. (2004) menjelaskan bahwa pengaruh pengolahan pangan
terhadap nutrisi yang sensitif dipengaruhi kondisi saat pengolahan, yaitu oksigen,
pH, dan cahaya. Santoso et al. (2012) menjelaskan bahwa kandungan mineral
pada bagian perut Patinopecten yessoensis berubah bentuk kimianya pada
berbagai pH perebusan. Kelarutan protein secara nyata dipengaruhi pH dan suhu.
Perubahan pH akan mempengaruhi ionisasi gugus fungsional protein sehingga
muatan total protein berubah (Winarno 2008).
Gambar 4 Nilai pH daging keong tutut pada berbagai media perebusan; hurufberbeda menunjukkan hasil perlakuan yang berbeda nyata (α<0,05)
4.4 Pengaruh Media Perebusan terhadap Kandungan Kimia Keong Tutut
Analisis proksimat bertujuan mengetahui kandungan gizi secara kasar
(crude). Analisis proksimat meliputi kadar air, kadar abu, protein, lemak, dan
karbohidrat (by difference). Perubahan komposisi kimia keong tutut pada media
berbagai perebusan disajikan pada Gambar 5.
Kandungan air dalam bahan pangan akan mempengaruhi daya tahan bahan
pangan terhadap reaksi biologis atau kimiawi. Kadar air daging keong tutut pada
berbagai media perebusan berada pada 71,75-73,4%. Hasil analisis ragam
menunjukkan bahwa media perebusan memberikan pengaruh nyata terhadap
kadar air keong tutut. Kadar air daging keong tutut pada media perebusan
garam 1% lebih besar daripada kadar air media perebusan asam cuka 0,5%. Hal
ini disebabkan kemampuan daya ikat air pada protein daging meningkat karena
adanya gugus yang bersifat hidrofilik dan bermuatan. Faktor-faktor utama yang
mempengaruhi daya ikat air dari protein adalah pH, garam, dan suhu. Adanya
garam seperti NaCl menyebabkan muatan listrik dari protein diikat oleh Na+ dan
Cl- yang menyebabkan interaksi antar protein menurun dan mendorong interaksi
protein dan air meningkat serta pemanasan lebih dari 80 °C menyebabkan gelasi
protein sehingga air akan terperangkap maka daya ikat air meningkat
(Puolanne dan Halonen 2010).
0
2
4
6
8
10
12
14
Nila
i pH
Gambar 4 Nilai pH daging keong tutut pada berbagai media perebusan; hurufberbeda menunjukkan hasil perlakuan yang berbeda nyata (α<0,05)
4.4 Pengaruh Media Perebusan terhadap Kandungan Kimia Keong Tutut
Analisis proksimat bertujuan mengetahui kandungan gizi secara kasar
(crude). Analisis proksimat meliputi kadar air, kadar abu, protein, lemak, dan
karbohidrat (by difference). Perubahan komposisi kimia keong tutut pada media
berbagai perebusan disajikan pada Gambar 5.
Kandungan air dalam bahan pangan akan mempengaruhi daya tahan bahan
pangan terhadap reaksi biologis atau kimiawi. Kadar air daging keong tutut pada
berbagai media perebusan berada pada 71,75-73,4%. Hasil analisis ragam
menunjukkan bahwa media perebusan memberikan pengaruh nyata terhadap
kadar air keong tutut. Kadar air daging keong tutut pada media perebusan
garam 1% lebih besar daripada kadar air media perebusan asam cuka 0,5%. Hal
ini disebabkan kemampuan daya ikat air pada protein daging meningkat karena
adanya gugus yang bersifat hidrofilik dan bermuatan. Faktor-faktor utama yang
mempengaruhi daya ikat air dari protein adalah pH, garam, dan suhu. Adanya
garam seperti NaCl menyebabkan muatan listrik dari protein diikat oleh Na+ dan
Cl- yang menyebabkan interaksi antar protein menurun dan mendorong interaksi
protein dan air meningkat serta pemanasan lebih dari 80 °C menyebabkan gelasi
protein sehingga air akan terperangkap maka daya ikat air meningkat
(Puolanne dan Halonen 2010).
8,88 (a) 8,69 (a) 8,73 (a)
Air Asam cuka 0,5% Garam 1%
Media perebusan
Gambar 4 Nilai pH daging keong tutut pada berbagai media perebusan; hurufberbeda menunjukkan hasil perlakuan yang berbeda nyata (α<0,05)
4.4 Pengaruh Media Perebusan terhadap Kandungan Kimia Keong Tutut
Analisis proksimat bertujuan mengetahui kandungan gizi secara kasar
(crude). Analisis proksimat meliputi kadar air, kadar abu, protein, lemak, dan
karbohidrat (by difference). Perubahan komposisi kimia keong tutut pada media
berbagai perebusan disajikan pada Gambar 5.
Kandungan air dalam bahan pangan akan mempengaruhi daya tahan bahan
pangan terhadap reaksi biologis atau kimiawi. Kadar air daging keong tutut pada
berbagai media perebusan berada pada 71,75-73,4%. Hasil analisis ragam
menunjukkan bahwa media perebusan memberikan pengaruh nyata terhadap
kadar air keong tutut. Kadar air daging keong tutut pada media perebusan
garam 1% lebih besar daripada kadar air media perebusan asam cuka 0,5%. Hal
ini disebabkan kemampuan daya ikat air pada protein daging meningkat karena
adanya gugus yang bersifat hidrofilik dan bermuatan. Faktor-faktor utama yang
mempengaruhi daya ikat air dari protein adalah pH, garam, dan suhu. Adanya
garam seperti NaCl menyebabkan muatan listrik dari protein diikat oleh Na+ dan
Cl- yang menyebabkan interaksi antar protein menurun dan mendorong interaksi
protein dan air meningkat serta pemanasan lebih dari 80 °C menyebabkan gelasi
protein sehingga air akan terperangkap maka daya ikat air meningkat
(Puolanne dan Halonen 2010).
8,73 (a)
Garam 1%
Gambar 5 Kandungan kimia keong tutut pada berbagai media perebusan;huruf berbeda menunjukkan hasil perlakuan yang berbeda nyata(α<0,05)
Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Kadar
abu dari suatu bahan pangan menunjukkan total mineral yang terkandung dalam
bahan pangan tersebut. Sebagian besar bahan makanan yaitu sekitar 96% terdiri
dari bahan organik dan air, sisanya terdiri dari unsur-unsur mineral yaitu zat
anorganik atau yang dikenal sebagai kadar abu (Winarno 2008). Kadar abu daging
keong tutut berkisar antara 4,29–5,1 %. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa
media perebusan memberikan pengaruh nyata terhadap kandungan kadar abu
keong tutut. Hasil penelitian menunjukkan media perebusan larutan garam 1%
memberikan kandungan kadar abu tertinggi sebesar 5,1%. Hal ini diduga adanya
penambahan mineral dari garam yang diberikan sehingga kandungan abu
meningkat.
Kandungan protein keong tutut pada berbagai media perebusan berkisar
pada 14–18%. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa media perebusan
memberikan pengaruh nyata terhadap kandungan protein keong tutut. Hasil
penelitian menunjukkan media perebusan asam cuka 0,5% memberikan
kandungan protein tertinggi sebesar 18,2% dan media perebusan air memberikan
kandungan protein terkecil sebesar 14%. Penambahan asam lemah seperti asam
cuka meningkatkan kadar protein. Kacang hijau yang diberikan asam cuka
72,45(a,b)71,75(a)
0
10
20
30
40
50
60
70
80
Kadar air
Nila
i (%
)
Rebus air
Gambar 5 Kandungan kimia keong tutut pada berbagai media perebusan;huruf berbeda menunjukkan hasil perlakuan yang berbeda nyata(α<0,05)
Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Kadar
abu dari suatu bahan pangan menunjukkan total mineral yang terkandung dalam
bahan pangan tersebut. Sebagian besar bahan makanan yaitu sekitar 96% terdiri
dari bahan organik dan air, sisanya terdiri dari unsur-unsur mineral yaitu zat
anorganik atau yang dikenal sebagai kadar abu (Winarno 2008). Kadar abu daging
keong tutut berkisar antara 4,29–5,1 %. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa
media perebusan memberikan pengaruh nyata terhadap kandungan kadar abu
keong tutut. Hasil penelitian menunjukkan media perebusan larutan garam 1%
memberikan kandungan kadar abu tertinggi sebesar 5,1%. Hal ini diduga adanya
penambahan mineral dari garam yang diberikan sehingga kandungan abu
meningkat.
Kandungan protein keong tutut pada berbagai media perebusan berkisar
pada 14–18%. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa media perebusan
memberikan pengaruh nyata terhadap kandungan protein keong tutut. Hasil
penelitian menunjukkan media perebusan asam cuka 0,5% memberikan
kandungan protein tertinggi sebesar 18,2% dan media perebusan air memberikan
kandungan protein terkecil sebesar 14%. Penambahan asam lemah seperti asam
cuka meningkatkan kadar protein. Kacang hijau yang diberikan asam cuka
4,29(a)
14(a)
1,98 (c)7,29(c)
71,75(a)
4,38(a)
18,2(c)
1,72 (b)
73,4(b)
5,1(b)
15(b)
1,31 (a)
Kadar air Kadar abu Protein Lemak
Rebus air Rebus asam cuka 0,5% Rebus garam 1%
Gambar 5 Kandungan kimia keong tutut pada berbagai media perebusan;huruf berbeda menunjukkan hasil perlakuan yang berbeda nyata(α<0,05)
Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Kadar
abu dari suatu bahan pangan menunjukkan total mineral yang terkandung dalam
bahan pangan tersebut. Sebagian besar bahan makanan yaitu sekitar 96% terdiri
dari bahan organik dan air, sisanya terdiri dari unsur-unsur mineral yaitu zat
anorganik atau yang dikenal sebagai kadar abu (Winarno 2008). Kadar abu daging
keong tutut berkisar antara 4,29–5,1 %. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa
media perebusan memberikan pengaruh nyata terhadap kandungan kadar abu
keong tutut. Hasil penelitian menunjukkan media perebusan larutan garam 1%
memberikan kandungan kadar abu tertinggi sebesar 5,1%. Hal ini diduga adanya
penambahan mineral dari garam yang diberikan sehingga kandungan abu
meningkat.
Kandungan protein keong tutut pada berbagai media perebusan berkisar
pada 14–18%. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa media perebusan
memberikan pengaruh nyata terhadap kandungan protein keong tutut. Hasil
penelitian menunjukkan media perebusan asam cuka 0,5% memberikan
kandungan protein tertinggi sebesar 18,2% dan media perebusan air memberikan
kandungan protein terkecil sebesar 14%. Penambahan asam lemah seperti asam
cuka meningkatkan kadar protein. Kacang hijau yang diberikan asam cuka
7,29(c)3,96(a)
1,31 (a)
5,19(b)
Karbohidrat
Rebus garam 1%
meningkat kadar proteinnya. Penambahan asam asetat pada filtrat kacang hijau
menambah konsentrasi dari ion H+ yang menyebabkan reaksi dengan muatan
negatif protein yang berasal dari gugus hiroksil bebasnya. Semakin banyak
konsentrasi H+ yang ditambahkan maka semakin banyak pula penurunan pH dari
filtrat sehingga titik isoelektriknya semakin dekat. Apabila pH isoelektrik sudah
tercapai maka muatan yang saling berlawanan akan saling menetralkan sehingga
akan terbentuk gumpalan. Semakin kecil pH buffer asam cuka maka semakin
banyak endapan. Nilai pH yang kecil menyebabkan selisih muatan listrik antara
positif dan negatif sama sehingga tidak dapat bergerak dan membentuk endapan
(Triyono 2010).
Lemak terdiri dari bahan-bahan yang umumnya larut dalam pelarut organik
dan tidak dapat larut dalam air. Hampir semua bahan pangan banyak mengandung
lemak dan minyak terutama bahan yang berasal dari hewan (Winarno 2008).
Kandungan lemak daging keong tutut berkisar pada 1,31–1,98 %. Hasil analisis
ragam menunjukkan bahwa media perebusan memberikan pengaruh nyata
terhadap kandungan lemak keong tutut. Kandungan lemak keong tutut yang
direbus air lebih tinggi daripada yang direbus garam 1% dan asam cuka 0,5%. Hal
ini disebabkan kesukaran lemak yang larut dalam air sehingga lemak tidak larut
dalam air (Winarno 2008).
Karbohidrat memegang peranan penting dalam tubuh yang berfungsi untuk
mencegah terjadinya pemecahan protein yang berlebihan, kehilangan mineral, dan
membantu metabolisme lemak dan protein (Winarno 2008). Kandungan
karbohidrat keong tutut berkisar antara 3,96–7,29. Hasil analisis ragam
menunjukkan bahwa media perebusan memberikan pengaruh nyata terhadap
kandungan karbohidrat keong tutut. Kandungan karbohidrat pada media
perebusan air lebih tinggi daripada media perebusan asam cuka 0,5% dan
garam 1%.
4.5 Pengaruh Media Perebusan terhadap Kandungan Mineral
Wardiatno et al. (2012) menjelaskan bahwa mineral pada pangan dapat
berubah struktur kimianya selama proses pemasakan atau interaksi dengan bahan
lainnya. Kandungan mineral dapat berubah tergantung dari proses pemasakan.
Perubahan kandungan mineral makro dan mikro keong tutut pada berbagai media
perebusan disajikan pada Gambar 6 dan 7.
Gambar 6 Makromineral keong tutut pada berbagai media perebusan
Natrium pada media perebusan garam 1% memberikan kandungan
makromineral tertinggi sebesar 1747,82 mg/100 g pada berbagai media perebusan.
Penambahan natrium berasal dari garam yang digunakan sebagai media
perebusan. Wilarso (1996) menjelaskan bahwa secara umum penyusun garam
dapur terbesar yaitu natrium dan klorida sebesar 94,7%.
Gambar 7 Mikromineral keong tutut pada berbagai media perebusan
41,77195,08 152,50
349,99
1558,55
29,77
271,65
53,19
470,32
1332,80
36,20
288,24
1747,82
409,11
1441,23
0200400600800
100012001400160018002000
Kalium Kalsium Natrium Fosfor Magnesium
Kan
dung
an m
iner
al (m
g/10
0 g)
Rebus air Rebus asam cuka 0,5% Rebus garam 1%
18,49
122,03
12,4723,80
109,69
13,1223,82
111,36
15,24
0
20
40
60
80
100
120
140
Besi Seng Tembaga
Kan
dung
an m
iner
al (m
g/10
0g)
Rebus air Rebus asam cuka 0,5% Rebus garam 1%
Kandungan mikromineral yang tertinggi pada daging keong setelah direbus adalah
seng. Kandungan seng tertinggi terdapat pada media perebusan air sebesar
122,03 mg/100 g. Kandungan besi dan tembaga tertinggi terdapat pada media
perebusan garam 1%. Perbedaan media perebusan memberikan kandungan
berbeda pada mineral.
4.6 Pengaruh Media Perebusan terhadap Kandungan Asam Amino
Leusina merupakan asam amino esensial tertinggi keong tutut pada berbagai
media perebusan. Media perebusan garam 1% leusina tertinggi sebesar
1430 mg/100 g. Media perebusan garam 1% memberikan kandungan semua asam
amino esensial tertinggi. Histogram perubahan nilai asam amino esensial disajikan
pada Gambar 8.
Asam glutamat merupakan asam amino nonesensial tertinggi pada berbagai
media perebusan. Media perebusan garam 1% memberikan nilai asam glutamat
tertinggi 3050 mg/100 g. Media perebusan garam 1% memberikan kandungan
semua asam amino nonesensial tertinggi. Histogram perubahan nilai asam amino
nonesensial disajikan pada Gambar 9.
Gambar 8 Kandungan asam amino esensial keong tutut pada berbagai mediaperebusan
0200400600800
1000120014001600
asam
am
ino
mg/
100
g
Rebus air Rebus asam cuka 0,5% Rebus garam 1%
Gambar 9 Kandungan asam amino nonesensial keong tutut pada berbagai mediaperebusan
4.7 Analisis Kontribusi Zat Gizi Keong Tutut
Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan (AKG) adalah jumlah zat gizi yang
dibutuhkan setiap orang untuk membuat tubuhnya sehat. AKG merupakan
kecukupan rerata (97–98%) orang sehat dalam kelompok umur, jenis kelamin,
ukuran tubuh, aktifitas fisik, dan faktor fisiologis. AKG menurut Widyakarya
Nasional Pangan dan Gizi (2004) adalah protein 57 g, lemak 55 g, dan karbohidrat
130 g.
AKG dari keong tutut pada berbagai media perebusan dapat mengetahui
kecukupan gizi dari keong tutut pada berbagai media perebusan. Keong tutut yang
direbus dengan air memberikan angka kecukupan gizi per 100 gram yaitu protein
28%, lemak 3,60%, dan karbohidrat 2,24%. Keong tutut yang direbus dengan
larutan asam cuka 0,5% memberikan angka kecukupan gizi per 100 gram yaitu
protein 36,4%, lemak 3,13%, dan karbohidrat 1,22%. Keong tutut yang direbus
dengan larutan garam 1% memberikan angka kecukupan gizi per 100 gram yaitu
protein 30%, lemak 2,38%, dan karbohidrat 1,60%.
Zat-zat gizi yang dapat memberikan energi adalah karbohidrat, lemak, dan
protein (Almatsier 2006). Keong tutut yang direbus dengan air memberikan total
energi 102,9 kkal/100 g. Keong tutut yang direbus dengan larutan asam cuka
0,5% memberikan total energi 104,12 kkal/100 g. Keong tutut yang direbus
dengan larutan garam 1% memberikan total energi sebesar 92,55 kkal/100 g.
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
3500
Asamaspartat
Asamglutamat
Serina Glisina Alanina Tirosina
asam
am
ino
(mg/
100
g)
Rebus air Rebus asam cuka 0,5% Rebus garam 1%
Keong yang direbus pada media perebusan air memberikan energi yang terbesar
sedangkan media perebusan larutan garam 1% memberikan energi terkecil.
4.8 Pengaruh Media Perebusan terhadap Karakteristik Sensori
Uji sensori adalah cara penilaian menggunakan indera manusia secara
subjektif. Penentuan mutu bahan makanan pada umumnya sangat bergantung pada
beberapa faktor yaitu cita rasa, warna, tekstur, nilai gizi, dan sifat mikrobiologis
(Winarno 2008). Wood (1993) dalam Maw et al. (2001) menjelaskan bahwa
karakteristik pangan sangat penting bagi perusahaan pangan. Karakteristik sensori
yang diuji pada keong tutut adalah kenampakan, aroma, rasa, dan tekstur.
4.8.1 Kenampakan
Kenampakan merupakan suatu faktor yang mempengaruhi pilihan
konsumen terhadap suatu produk. Nilai rerata kenampakan keong tutut rebus
berkisar pada 5,4–5,49. Hasil uji hedonik menggunakan uji Kruskal-Wallis
menunjukkan bahwa penerimaan panelis terhadap kenampakan keong tutut rebus
tidak memberikan pengaruh berbeda nyata. Histogram nilai rerata kenampakan
keong tutut disajikan pada Gambar 10. Nilai rerata kenampakan keong tutut yaitu
5,41. Hal ini menunjukkan bahwa rerata panelis memberi penilaian netral pada
kenampakan keong tutut.
Gambar 10 Histogram nilai rerata kenampakan keong tutut pada berbagai mediaperebusan; huruf berbeda menunjukkan hasil perlakuan yangberbeda nyata (p<0,05)
5,4 (a) 5,40 (a) 5,43 (a)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Air Asam cuka 0,5% Garam 1%
Ken
ampa
kkan
4.8.2 Aroma
Aroma makanan banyak menentukan kelezatan bahan makanan tersebut.
Industri pangan menganggap sangat penting untuk melakukan uji aroma. Aroma
menjadi daya tarik tersendiri dalam menentukan rasa enak dari produk makanan
(Winarno 2008). Nilai rerata aroma keong tutut berkisar pada 3,93–5,1. Histogram
nilai rerata aroma keong tutut disajikan pada Gambar 11.
Gambar 11 Histogram nilai rerata aroma keong tutut pada berbagai mediaperebusan; huruf berbeda menunjukkan hasil perlakuan yangberbeda nyata (p<0,05)
Hasil uji hedonik menggunakan uji Kruskall-Wallis menunjukkan bahwa
penerimaan panelis terhadap aroma pada keong tutut memberikan pengaruh nyata.
Media perebusan larutan garam 1% memberikan nilai lebih tinggi daripada media
perebusan asam cuka 0,5%. Nilai rerata aroma keong tutut pada berbagai media
perebusan sebesar 4,49. Hal ini menunjukkan bahwa rerata panelis agak tidak
suka dengan aroma keong tutut. Hal ini disebabkan aroma amis dari keong tutut.
4.8.3 Rasa
Jacoeb et al. (2008)b menjelaskan bahwa rasa merupakan faktor yang sangat
menentukan kepada keputusan akhir konsumen untuk menerima atau menolak
suatu makanan, walaupun parameter penilaian yang lebih baik tetapi jika rasanya
tidak enak atau tidak disukai maka produk akan ditolak. Rasa dipengaruhi oleh
beberapa faktor diantaranya senyawa kimia, suhu, konsentrasi, dan interaksi
dengan komponen rasa yang lain (Winarno 2008).
4,43 (a,b)3,93 (a)
5,1 (b)
123456789
Air Asam cuka 0,5% Garam 1%
Aro
ma
Media Perebusan
Gambar 12 Histogram nilai rerata rasa keong tutut pada berbagai mediaperebusan; huruf berbeda menunjukkan hasil perlakuan yangberbeda nyata (p<0,05)
Nilai rerata uji sensori rasa keong tutut berkisar pada 4,13–6,1. Hasil uji
hedonik menggunakan uji Kruskall-Wallis menunjukkan bahwa penerimaan
panelis terhadap rasa keong tutut memberikan pengaruh nyata. Histogram nilai
rerata uji sensori terhadap rasa keong tutut disajikan pada Gambar 12. Nilai rerata
rasa media perebusan larutan garam 1% lebih tinggi daripada media perebusan air
dan asam cuka 0,5%. Hal ini disebabkan cita rasa dari garam. Jacoeb et al. (2008)a
menjelaskan bahwa penambahan garam dalam suatu bahan pangan dimaksudkan
untuk dapat menambah cita rasa yang dimunculkan oleh suatu bahan pangan
sesaat setelah melalui proses pengolahan.
4.8.4 Tekstur
Tekstur merupakan suatu sifat dari suatu produk yang penting karena erat
hubungannya dengan penerimaan konsumen. Peranan penting tekstur dalam
proses penerimaan yaitu tekstur merupakan ciri khas dari suatu produk dan
kriteria utama menduga kualitas serta kesegaran makanan (Winarno 2008). Nilai
rerata tekstur daging keong tutut pada berbagai media perebusan 5,17–6,17.
Histogram nilai rerata uji sensori tekstur keong tutut disajikan pada Gambar 13.
Hasil uji hedonik menggunakan uji Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa
penerimaan panelis terhadap tekstur keong tutut memberikan pengaruh nyata.
Nilai rerata tekstur pada media perebusan garam 1% lebih tinggi daripada media
perebusan air dan asam cuka 0,5%. Garam yang digunakan dalam media
4,23 (a) 4,13 (a)
6,1 (b)
123456789
Air Asam cuka 0,5% Garam 1%
Ras
a
Media Perebusan
perebusan berperan pengikat air sehingga memberi tekstur yang baik.
Cardoso et al. (2010) menjelaskan bahwa konsentrasi garam yang tinggi
memberikan tekstur yang baik pada ikan sea bass (Dicentrarchus labrax). Nilai
rerata tekstur keong tutut sebesar 5,59 yang menunjukkan bahwa rerata panelis
memberikan penilaian netral terhadap tekstur keong tutut.
Gambar 13 Histogram nilai rerata tekstur keong tutut pada berbagai mediaperebusan; huruf berbeda menunjukkan hasil perlakuan yangberbeda nyata (p<0,05)
5,43 (a) 5,17 (a)6,17 (b)
123456789
Air Asam cuka 0,5% Garam 1%
Teks
tur
Media Perebusan
5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Rendemen daging keong tutut yang diperoleh adalah 39%. Komposisi
proksimat terdiri dari kadar air 79,2%; protein 10,4%; lemak 1,04%; kadar abu
4,27%; dan karbohidrat 5,4%. Kandungan asam amino esensial keong tutut
tertinggi yaitu leusina 830 mg/100 dan kandungan asam amino nonesensialnya
tertinggi asam glutamat 1980 mg/100 g. Kandungan makromineral keong tutut
tertinggi yaitu magnesium 3345,60 mg/100 g dan kandungan mikromineral
tertinggi yaitu seng 139 mg/100 g. Keong tutut tidak mengandung logam berat
timbal dan cadmium. Media perebusan air memberikan komposisi proksimat
tertinggi pada lemak 1,98% dan karbohirat 7,29%. Media perebusan asam cuka
0,5% memberikan komposisi proksimat protein tertinggi sebesar 18,2%. Media
perebusan garam 1% memberikan komposisi proksimat tertinggi pada kadar air
tertinggi 73,4% dan kadar abu 5,1%. Kandungan makromineral tertinggi pada
berbagai media perebusan tertinggi adalah natrium 1747,82 mg/100 g pada media
perebusan garam 1% serta mikromineral tertinggi adalah seng 122,03 mg/100 g
pada media perebusan air. Kandungan asam amino esensial dan nonesensial
tertinggi pada media perebusan garam 1%. Media perebusan garam 1%
memberikan nilai sensori tertinggi pada rasa, warna, tekstur, dan aroma. Media
perebusan garam 1% merupakan media perebusan terbaik.
5.2 Saran
Saran dari penelitian ini adalah
a) perlunya dilakukan penelitian kelarutan mineral dan protein keong tutut secara
in vitro pada media perebusan garam 1%.
b) perlu dilakukan penelitian mengenai kandungan serta kelarutan asam amino
dan mineral dari media perebusan keong tutut.
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier S. 2006. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Arifin Z. 2008. Beberapa unsur mineral esensial mikro dalam sistem biologi danmetode analisisnya. J Penelitian dan Pengembangan Pertanian.27(3):99-105.
Ayala MD, Albors OL, Blanco A, Alca´zar AG, Abellan E, Zarzosa GR, Gil F.2005. Structural and ultrastructural changes on muscle tissue of sea bass,Dicentrarchus labrax L., after cooking and freezing. J Aquaculture.57(4):215– 231.
Azizah AH, Wee KC, Azizah O, Azizah M. 2009. Effect of boiling and stir fryingon total phenolics, carotenoids and radical scavenging activity of pumpkin(Cucurbita moschato). J International Food Research. 2(16):45-51.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2006. Standar Nasional Indonesia.Jakarta : Badan Standardisasi Nasional.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2011. Standar Nasional Indonesia.Jakarta : Badan Standardisasi Nasional.
Cagiltay F, Erkan N, Tosun D, Selcuk A. 2011. Amino acid, fatty acid, vitaminand mineral contents of the edible garden snail (Helix aspersa).J Fisheries Sciences. 5(4):354-363.
Cardoso C, Mendes R, Vaz-Pires P, Lunes M. 2010. Effect of salt and MTGase onthe production of high quality gels from farmed sea bass. J Food Engineering74(101):98-105.
Dezhabad A, Dalirie MS, Toudar S. 2012. Amino acid profile of kutum(Rutilus frisii), silver carp (Hypophthalmicthys molitrix) and rainbow trout(Oncorhynchus mykiss). African Journal of Agricultural Research7(34):4845-4847.
Erkan N, Ozden O. 2007. Proximate composition and mineral contents in aquacultured sea bass (Dicentrarchus labrax), sea bream (Sparus aurata) analyzedby ICP-MS. Food Chemistry 55(102):721-725.
Estiasih T dan Ahmadi. 2009. Teknologi Pengolahan Pangan. Jakarta : BumiAksara.
Galla NR, Karakala B, Akula S, Pamidighantam PR. 2012. Physico-chemical,amino acid composition, functional and antioxidant properties of roe proteinconcentrates obtained from Channa striatus and Lates calcarifer.Food Chemistry 34(132):1171-1176.
Gerber N, Scheeder MRL, Wenk C. 2009. The influence of cooking andfattrimming on the actual nutrient intake from meat. J Meat Science.81:148–154.
Hoffman JR, Falvo MJ. 2004. Protein (Review). Journal of Sports Science andMedicine 3(2):118-130.
Jacoeb AM, Cakti NW, Nurjanah. 2008a. Perubahan komposisi protein dan asamamino daging udang ronggeng (harpiosquilla raphidea) akibat perebusan.Buletin Teknologi Hasil Perairan 9(1) : 1-20.
Jacoeb AM, Hamdani M, Nurjanah. 2008b. Perubahan komposisi kimia danvitamin daging udangronggeng (Harpiosquilla raphidea) akibat perebusan.Buletin Teknologi Hasil Perairan 9(2) : 76-88.
Kaushik G, Satya S, Naik SN. 2009. Food processing a tool to pesticide residuedissipation (A review). J Food Research International. 42:26–40.
Lieftinck MA dan Wegner AMR. 1956. Treubia. Bogor : Museum ZoologicumBogoriense.
Li-Na D, Yuan L, Chen Xiao-Yong C, Jun-Xing Y. 2011. Effect of eutrophicationon molluscan community composition in the Lake Dianchi (China, Yunnan).J Limnologica. 41:213-219.
LIPI [Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia]. 1977. Sumber Protein Hewani.Jakarta : LIPI.
Mashuri, Sumarjan, Abidin Z. 2012. Pengaruh jenis pakan yang berbeda terhadappertumbuhan belut sawah (Monopterus albus zuieuw). Jurnal PerikananUnram 1(1):1-7.
Maw SJ,Fowler VR, Hamilton M,Petchey AM. 2001. Effect of husbandry andhousing of pigs on the organoleptic properties of bacon. J. LivestockProduction Science. 68(3):119–130.
Metusalach 2007. Pengaruh fase bulan dan ukuran tubuh terhadap rendemen,kadar protein, air, dan abu daging kepiting rajungan (Portunus spp.).J Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin 17(3):233-239.
Morris A, Audia Barnett A, Burrows OJ. 2004. Effect of processing on nutrientcontent of foods. J Cajournal 37(3):160-164.
Nielsen SS. 1998. Food Analysis Second Edition. New York : Plenum Publishers.
Nurhasan M, Maehre HK, Malde MK, Stormo SK, James D, Elvevollm EO,Halwart M. 2010. Nutritional composition of aquatic species in Laotian ricefield ecosystems. J Food Composition and Analysis. 23: 205–213.
Oluwaniyi OO, Dosumu OO, Awolola GV. 2010. Effect of local processingmethods (boiling, frying and roasting) on the amino acid composition of fourmarine fishes commonly consumed in Nigeria. Food Chemistry123:1000–1006.
Oz F, Kaban G, Kaya M. 2010. Effects of cooking methods and levels onformation of heterocyclic aromatic amines in chicken and fish with Oasisextraction method. J Food Science and Technology. 43(2010):1345–1350.
Puolanne E, Halonen M. Theoretical aspects of water-holding in meat. JournalMeat Science 86 (3):151–165.
Purwaningsih S. 2012. Aktivitas antioksidan dan komposisi kimia keong matahmerah (Cerithidea obtusa). J Ilmu Kelautan.17(1):39-48.
Reitz LL, Smith WH, Plumlee MP. 1987. A Simple Wet Oxidation Procedure forBiological Materials. West Lafayee : Animal Science Department PurdueUniversity.
Risjad. 1996. Studi ketersediaan dan pemanfaatan keong gondang (pila scutataMousson) dan tutut (Bellamya javanica van den Bush) sebagai sumberprotein hewani. [Skripsi]. Departemen Gizi Masyarakat dan SumberdayaManusia, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Rostiyani Y. 2012. Tutut, the new prima donna in Bogor.Http://en.republika.co.id [20 Maret 2012].
Roy LA, Davis DA, Saoud IP, Henry RP. 2007. Effects of varying levels ofaqueous potassium and magnesium on survival, growth, and respiration of thePacific white shrimp, Litopenaeus vannamei, reared in low salinity waters.J Aquaculture. 262:461-469.
Salamah E, Purwaningsih S, Kurnia R. 2012. Kandungan mineral remis(Corbicula javanica) akibat proses pengolahan. J Akuatika. 3(1):74-83.
Santoso J, Satako G, Yoshie-Stark Y, Suzuki T. 2006. Mineral content ofIndonesian seaweed solubility affected by basic cooking. J Food Sci Technol.12(1):59–66.
Santoso J, Ishizuka Y, Yoshie-Stark Y. 2012. Characteristics of minerals extractedfrom the mid-gut gland of Japanese scallop Patinopecten yessoensis atvarious pH values. Fish Sci. 78(3):675-682.
Skipnes D, Plancken I, Loey A, Hendrickx M. 2008. Kinetics of heat denaturationof proteins from farmed Atlanticcod (Gadus morhua). J Food Engineering.85:51-58.
Taussky HH dan Shorr E. 1953. A micro colorimetric method for thedetermination of inorganic phosphorus. J Biol. Chem 202:675-685.
Triyono A. 2010. Mempelajari pengaruh penambahan beberapa asam pada prosesisolasi protein terhadap tepung protein isolat kacang hijau(Phaseolus radiatus L.). Di dalam : Proceedings of Seminar Rekayasa Kimiadan Proses. Semarang, 4-5 Agustus 2010.
Uju, Nurhayati T, Ibrahim B, Trilaksani W, dan Siburian M. 2009. Karakterisasidan recovery protein dari air cucian minced fish dengan membran reverseosmosis. J Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia. 12(2):115-127.
Valverde I, Periago M, Santaella M, Ros G. 2000.The content and nutritionalsigniticance of minerals on fish flesh in the presence and absence of bone.Food Chemistry. 71:503 – 509.
Walpole RE. 1995. Pengantar Statistika. Ed ke-3. Sumantri B, penerjemah.PT. Gramedia Pustaka Utama. Terjemahan dari: Introduction to Statistics.
Wardiatno Y, Santoso, Mashar A. 2012. Biochemical composition in twopopulations of the mantis shrimp, Har piosquilla raphidea (Fabricius 1798)(Stomatopoda, Crustacea). J Ilmu Kelautan. 17(1):49-58.
Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi. 2004. Widyakarya Nasional Pangan danGizi. Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
Wilarso D. 1996. Peningkatan kadar NaCl pada proses pencucian garam rakyat dipabrik. Buletin Litbang Industri (21):23-26.
Winarno FG. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Bogor : M-BRIO PRESS.
LAMPIRAN
LAMPIRAN
Lampiran 1 Uji Duncan kadar air
Perlakuan Ulangan α = 0,05a b
Rebus air 2 72.4500 72.4500Rebus asam cuka 0,5% 2 71.7500Rebus garam 1% 2 73.4000Signifikan 0.125 0.064
Lampiran 2 Uji Duncan kadar abu
Perlakuan Ulangan α = 0,05a b
Rebus air 2 4.2850Rebus asam cuka 0,5% 2 4.3750Rebus garam 1% 2 5.1000Signifikan 0.078 1.000
Lampiran 3 Uji Duncan Protein
Perlakuan Ulangan α = 0,05a b c
Rebus air 2 14.000Rebus asam cuka 0,5% 2 18.2000Rebus garam 1% 2 15.0000Signifikan 1.000 1.000 1.000
Lampiran 4 Uji Duncan kadar lemak
Perlakuan Ulangan α = 0,05a b C
Rebus air 2 1,9750Rebus asam cuka 0,5% 2 1,7200Rebus garam 1% 2 1,3100Signifikan 1.000 1.000 1.000
Lampiran 5 Uji Duncan karbohidrat
Perlakuan Ulangan α = 0,05a b c
Rebus air 2 7,2900Rebus asam cuka 0,5% 2 3,9550Rebus garam 1% 2 5,1900Signifikan 1.000 1.000 1.000
Lampiran 6 Analisis ragam pH
Sumberkeragaman
db Jumlah kuadrat Kuadrat tengah F hitung Signifikan
Perlakuan 2 0,040 0,020 2,840 0,203Galat 3 0,021 0,007Total 5 0,061
Lampiran 7 Analisi ragam kenampakkan
Sumberkeragaman
db Jumlah kuadrat Kuadrat tengah F hitung Signifikan
Perlakuan 2 0,022 0,011 0,007 0,993Galat 87 145,767 1,675Total 89 145,789
Lampiran 8 Uji Duncan bau
Perlakuan Ulangan α = 0,05a B
Rebus air 30 4,4333 4,4333Rebus asam cuka 0,5% 30 3,9333Rebus garam 1% 30 5,1000Signifikan 0,167 0,066
Lampiran 9 Uji Duncan rasa
Perlakuan Ulangan α = 0,05a B
Rebus air 30 4,2333Rebus asam cuka 0,5% 30 4,1333Rebus garam 1% 30 6,1000Signifikan 0,781 1,000
Lampiran 10 Uji Duncan tekstur
Perlakuan Ulangan α = 0,05a B
Rebus air 30 5,433Rebus asam cuka 0,5% 30 5,1667Rebus garam 1% 30 6,1667Signifikan 0,448 1,000
Lampiran 11 Formulir uji sensori keong tutut
Spesifikasi Nilai Kenampakkan Aroma Rasa Tekstur
Amat sangat suka 9Sangat suka 8Suka 7Agak suka 6Netral 5Agak tidak suka 4Tidak Suka 3Sangat tidak suka 2Amat sangat tidaksuka
1
Lampiran 12 Kromatogram asam amino keong tutut segarLampiran 12 Kromatogram asam amino keong tutut segarLampiran 12 Kromatogram asam amino keong tutut segar
Lampiran 13 Kromatogram asam amino keong tutut rebus airLampiran 13 Kromatogram asam amino keong tutut rebus airLampiran 13 Kromatogram asam amino keong tutut rebus air
Lampiran 14 Kromatogram asam amino keong tutut rebus asam cuka 0,5 %Lampiran 14 Kromatogram asam amino keong tutut rebus asam cuka 0,5 %Lampiran 14 Kromatogram asam amino keong tutut rebus asam cuka 0,5 %
Lampiran 15 Kromatogram asam amino keong tutut rebus garam 1%Lampiran 15 Kromatogram asam amino keong tutut rebus garam 1%Lampiran 15 Kromatogram asam amino keong tutut rebus garam 1%
Lampiran 16 Karakteristik kimia, asam amino, mineral, pH, dan sensori keongtutut pada berbagai media perebusan
No Karakteristik Satuan Segar Media perebusanair Asam cuka
0,5%Garam
1%1 Proksimat
a. protein % 10,40 14,00 18,20 15,00b. kadar abu % 4,27 4,29 4,38 5,10c. kadar air % 79,20 72,45 71,75 73,40d. lemak % 1,04 1,98 1,72 1,31e. karbohidrat % 5,40 7,29 3,96 5,19
2 pH 8,26 8,88 8,69 8,733 Asam amino
a. leusina mg/100 g 830 1300 1330 1430b. lisina mg/100 g 480 1070 1090 1110c. arginina mg/100 g 800 1200 1220 1350d. valina mg/100 g 460 820 840 890e. isoleusina mg/100 g 430 760 780 820f. fenilalanina mg/100 g 490 990 1010 1060g. treonina mg/100 g 410 720 730 790h. histidina mg/100 g 160 360 360 380i. metionina mg/100 g 310 490 500 550j. asam aspartat mg/100 g 1200 1970 2010 2180k. asam glutamat mg/100 g 1980 2730 2780 3050l. serina mg/100 g 510 890 910 960m. glisin mg/100 g 560 780 800 830n. alanina mg/100 g 650 880 900 1000o. tirosina mg/100 g 390 750 770 800
4 Minerala. Natrium mg/100 g 132,20 152,50 53,19 1747,82b. Kalium mg/100 g 271,40 41,77 29,77 36,20c. Fosforus mg/100 g 613,07 349,99 470,32 409,11d. Magnesium mg/100 g 3345,60 3345,60 1332,80 1441,23e. Kalsium mg/100 g 3,37 195,08 271,65 288,24f. Besi mg/100 g 35,75 18,49 23,80 23,82g. Seng mg/100 g 139,00 122,03 109,69 111,36h. Tembaga mg/100 g 9,99 12,47 13,12 15,24i. Timbal mg/100 g tt - - -j. Cadmium mg/100 g tt - - -
5 Sensoria. Kenampakan 5,4 5,40 5,43b. Bau 4,43 3,93 5,1c. Rasa 4,23 4,13 6,1d. Tekstur 5,43 5,17 6,17