PENGARUH KONSENTRASI PENAMBAHAN …digilib.unila.ac.id/29683/2/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf ·...
-
Upload
nguyendung -
Category
Documents
-
view
231 -
download
1
Transcript of PENGARUH KONSENTRASI PENAMBAHAN …digilib.unila.ac.id/29683/2/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf ·...
1
PENGARUH KONSENTRASI PENAMBAHAN SACCHAROMYCES
CEREVISIAE TERHADAP PERUBAHAN KANDUNGAN
KIMIA PADA TEMPE
(SKRIPSI)
Oleh:
Gita Ayu Ambarwati
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDARLAMPUNG
2017
i
ABSTRACT
THE EFFECT OF ADDITIONAL CONCENTRATION OF Saccharomyces
cerevisiae ON CHANGES OF CHEMICAL CONTENT ON TEMPE
By:
Gita Ayu Ambarwati
The aim of this research was to know the influence of Saccharomyces cerevisiae
addition to chemical content of tempe in which includes ash content, fat content,
protein content, antioxidant activity, vitamin B 12, and β-glucan in tempe. This
research used non factorial Randomized Group Design method, with 0%, 1%, 2%,
3%, 4%, and 5% b/b addition of Saccharomyces cerevisiae treatment with 4 times
of reaplications. Tempe that had been given the addition of Saccharomyces
cerevisiae treatment then was observed the protein content, fat content, ash
content, antioxidant activity, vitamin B12, and β-glucan contained in tempe. The
homogeneity of the data obtained was tested by Bartlett's test and the addition of
the data was tested by the Tuckey test.
The result of the observation data was analyzed to find out the difference between
the treatment of the data was done by the advanced test with the True Significant
Difference Test (BNJ) with 5% level. The addition of Saccharomyces cerevisiae
ii
of 0%, 1%, 2%, 3%, 4%, and 5% b/b had no significant effect on ash tempe
content, tempe fat content, and tempe protein content, but the addition of
Saccharomyces cerevisiae 0%, 1%, 2%, 3%, 4%, and 5% b/b effect significantly
on the antioxidant activity of tempe, in which the addition of Saccharomyces
cerevisiae 3 b/b had the highest antioxidant activity value of 32,785 %.
Furthermore the addition of Saccharomyces cerevisiae 3% b/b had vitamin B12
content of 0.63 mg/100 gr tempe and beta glukan content of 0.76%.
Keywords: Antioxidants, Saccharomyces cerevisiae, Tempe, β-glucan.
iii
ABSTRAK
PENGARUH KONSENTRASI PENAMBAHAN Saccharomyces cerevisiae
TERHADAP PERUBAHAN KANDUNGAN KIMIA PADA TEMPE
Oleh:
Gita Ayu Ambarwati
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan Saccharomyces
cerevisiae terhadap kandungan kimia tempe yang meliputi kadar abu, kadar
lemak, kadar protein, aktivitas antioksidan, vitamin B 12, dan β-glukan pada
tempe. Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Kelompok
Lengakap non faktorial, dengan perlakuan penambahan Saccharomyces cerevisiae
sebanyak 0%, 1%, 2%, 3%, 4%, dan 5% b/b dengan 4 kali ulangan. Tempe yang
telah diberi perlakuan penambahan Saccharomyces cerevisiae kemudian
dilakukan pengamatan terhadap kadar protein, kadar lemak, kadar abu, aktivitas
antioksidan, vitamin B12, dan β-glukan yang terdapat pada tempe. Kehomogenan
data yang diperloleh diuji dengan uji Bartlett dan kemenambahan data diuji
dengan uji Tuckey. Data hasil pengamatan dianalisis sidik ragam untuk
mengetahui ada tidak nya perbedaan antar perlakuan data dilakukan uji lanjut
dengan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) dengan taraf 5%. Penambahan
Saccharomyces cerevisiae sebesar sebesar 0%, 1%, 2%, 3%, 4%, dan 5% b/b
tidak berpengaruh nyata terhadap kadar abu tempe, kadar lemak tempe, dan juga
kadar protein tempe. Tetapi penambahan Saccharomyces cerevisiae 0%, 1%, 2%,
3%, 4%, dan 5% b/b memiliki pengaruh terhadap aktivitas antioksidan tempe.
Penambahan Saccharomyces cerevisiae sebesar 3 b/b memiliki nilai aktivitas
antioksidan paling tinggi sebesar 32,785%, selain itu juga penambahan
iv
Saccharomyces cerevisiae 3% b/b ini memiliki kandungan vitamin B12 sebesar
0,63 mg/100 g tempe dan kandungan beta glukan sebesar 0,76%.
Keywoard: Antioksidan, Saccharomyces cerevisiae, Tempe, β-glukan.
v
PENGARUH KONSENTRASI PENAMBAHAN SACCHAROMYCES
CEREVISIAE TERHADAP PERUBAHAN KANDUNGAN
KIMIA PADA TEMPE
Oleh
GITA AYU AMBARWATI
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada
Jurusan Teknologi Hasil Pertanian
Fakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDARLAMPUNG
2017
ix
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Labuhan Maringgai Lampung Timur, pada tanggal 09 April
1996. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara, buah hati dari
pasangan Bapak Nur Sodik dan Ibu Maria Wati (Cik Ijut).
Penulis memulai pendidikan di TK Makarti Mukti Tama Gedung Karya Jitu,
Rawajitu Selatan kabupaten Tulang Bawang pada tahun 2000 2001. Sekolah
Dasar di SD Negri 1 Gedung Karya Jitu, Rawajitu selatan Kabupaten Tulang
Bawang pada tahun 2001 2002. SD Negri 5 Labuhan Maringgai Lampung Timur
pada tahun 2002 - 2007. Sekolah Menengah Pertama Islam Nurul Iman Muara
Gading Mas Labuhan Maringgai Lampung Timur pada tahun 2007 - 2010.
Sekolah Menengah Atas Negri 1 Labuhan Maringgai Lampung Timur pada tahun
2010 - 2013.
Penulis diterima sebagai mahasiswa jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas
Pertanian Universitas Lampung pada tahun 2013 melalui jalur SBMPTN. Penulis
melaksanakan kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) dengan tema Pos
Pemberdayaan Masyarakat (POSDAYA) pada bulan Januari sampai Maret 2016
di Desa Karang Anyar, Kecamatan Labuhan Maringgai Kabupaten Lampung
Timur. Penulis melaksanakan Praktik Umum (PU) di PT. Roti Permata pada
bulan Agustus sampai September 2016 dengan judul Mempelajari Proses Produksi
Roti Manis (Executive) di PT. Roti Permata. Selain itu penulis juga pernah
x
menjadi asisten mata kuliah Fisiologi Pasca Panen pada tahun 2016/2017 penulis
juga aktif sebagai anggota Generasi Baru Indonesia (GenBI) Lampung.
xi
SANWACANA
Puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT, berkat rahmat serta karunia
Nya penulis mampu menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini.
Pada kesempatan kali ini penilis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si., selaku Dekan Fakultas
Pertanian Universitas Lampung.
2. Ibu Ir. Susilawati, M.S., selaku ketua Jurusan Teknologi Hasil Pertanian
Universitas Lampung.
3. Bapak Ir. Samsul Rizal, M.Si., selaku Dosen Pembimbing Utama atas segala
bantuan, pengarahan, nasihat, masukan dan saran, dana selama penelitian dan
penyusunan skripsi ini.
4. Ibu Dr. Dra. Maria Erna Kustyawati, M.Sc., selaku Dosen Pembimbing Kedua
dan Dosen Pembimbing Akademik atas segala bantuan, nasihat, masukan, dan
saran selama penyusunan skripsi ini.
5. Bapak Prof. Dr. Ir. Murhadi, M.Si., selaku dosen pembahas atas saran,
bimbingan, dan evalusinya selama penyusunan skripsi.
6. Kedua orang tua tercinta, ayah ibu, serta adik - adikku Gilang Ramadhan,
Gadis Ayu Kartika, G. Prabu Bima S. Terimakasih banyak atas segala do’a,
kasih sayang, motivasi, semangat serta dukungan yang diberikan selama ini.
7. Keluargaku yang selalu memberikan dukungan dan motivasi dan dukungan
selama kuliah dan penyusunan skripsi.
xii
8. Seluruh Bapak dan Ibu dosen pengajar, staff administrasi dan laboratorium di
Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
9. Sahabat – sahabatku bunda, asih, yambe, kak icha, meta, mba fika, mba made
yang selalu memberikan motivasi dan semangat kepada penulis, terimakasih
untuk kebersamaan selama ini.
10. Seluruh keluarga THP 2013 yang selalu mendukung dan memberikan
semangat kepada penulis.
11. Tempe squad Fatimah, lia yang selalu memotivasi, memberikan masukan,
kritik dan sarannya.
12. Seluruh pihak yang telah membantu penulis selama ini hingga
terselesaikannya skripsiini.
Penulis berharap semoga Allah SWT membalas semua kebaikan mereka dan
penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan bangsa Indonesia.
Bandarlampung, 14 Desember 2017
Penulis
Gita Ayu Ambarwati
xiii
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL ............................................................................................................ xv
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................................... xvii
I. PENDAHULUAN ................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................................... 1
1.2 Tujuan Penelitian ................................................................................................ 4
1.3 Kerangka Pemikiran ............................................................................................ 5
1.4 Hipotesis ............................................................................................................. 6
II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................ 7
2.1 Kedelai ................................................................................................................ 7
2.2 Tempe ............................................................................................................... 11
2.2.1. Tempe Sumber Vitamin .................................................................................. 12 2.2.2. Tempe Sumber Mineral .................................................................................. 13 2.2.3. Tempe Sumber Antioksidan ........................................................................... 13
2.3 Mikroba pada Tempe ........................................................................................ 15
2.4 Sejarah Penggunaan Khamir (yeast) dalam Pangan .......................................... 16
2.5 Saccharomyces cerevisiae ................................................................................. 17
2.6 Beta Glukan ...................................................................................................... 19
2.7 Bioaktivitas Beta Glukan Sebagai Antikangker ................................................ 21
III. BAHAN DAN METODE .................................................................................... 22
3.1. Tempat dan Waktu ............................................................................................ 22
3.2. Alat dan Bahan .................................................................................................. 22
3.3. Metode penelitian .............................................................................................. 23
xiv
3.4. Pelaksanaan Penelitian ...................................................................................... 23
3.5. Pengamatan ....................................................................................................... 24
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................... 29
4.1 Kadar Abu ......................................................................................................... 29
4.2 Kadar Lemak ..................................................................................................... 31
4.3 Kadar Protein .................................................................................................... 33
4.4 Aktivitas Antioksidan ....................................................................................... 35
4.5 Bahasan Tambahan ........................................................................................... 39
4.5.1. Vitamin B12 .................................................................................................... 39 4.5.2. β-Glukan ......................................................................................................... 40
V. KESIMPULAN ................................................................................................... 43
5.1. Kesimpulan ....................................................................................................... 43
5.2. Saran ................................................................................................................. 43
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 44
LAMPIRAN..................................................................................................................... 50
xv
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1. Kandungan gizi kacang kedelai ............................................................................ 8
Tabel 2. Kandungan asam amino esensial pada kedelai dan daging sapi ........................... 9
Tabel 3. Komposisi kimia tempe ...................................................................................... 11
Tabel 4. Kandungan asam amino esesnsial pada temped dan kedelai (mg/gN) ............... 12
Tabel 5. Komposisi kimia kedelai dan tempe per 100 g bahan ........................................ 14
Tabel 6. Syarat Mutu Tempe SNI 01-3144-2009 ............................................................. 15
Tabel 7. Kandungan Kimia Tempe pada Beberapa Konsentrasi Penambahan
Saccharomyces cerevisiae .................................................................................. 29 Tabel 8. Nilai hasil signifikansi aktivitas antioksidan pada tempe dengan penambahan
berbagai konsentrasi Saccharomyces cerevisiae ................................................ 36 Tabel 9. Kandungan vitamin B12 pada tempe dengan penambahan berbagai konsentrasi
Saccharomyces cerevisiae .................................................................................. 39 Tabel 10. Data analisis β-glukan pada tempe dengan penambahan berbagai konsentrasi
Saccharomyces cerevisiae ................................................................................ 41 Tabel 11. Kadar Abu % .................................................................................................... 51
Tabel 12. Uji Kehomogenan (Kesamaan) Ragam (Bartlett's test) .................................... 51
Tabel 13. Analisis Ragam ................................................................................................. 52
Tabel 14. Kadar Lemak % ................................................................................................ 52
Tabel 15. Analisis Ragam ................................................................................................. 53
Tabel 16. Kadar Protein % ................................................................................................ 53
xvi
Tabel 17. Uji Kehomogenan (Kesamaan) Ragam (Bartlett's test) .................................... 53
Tabel 18. Analisis Ragam ................................................................................................. 54
Tabel 19. Aktivitas Antioksidan % ................................................................................... 54
Tabel 20. Uji Kehomogenan (Kesamaan) Ragam (Bartlett's test) .................................... 55
Tabel 21. Analisis Ragam ................................................................................................. 55
Tabel 22. Uji BNJ ............................................................................................................. 56
xvii
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1. Diagram alir pembuatan tempe ....................................................................... 25
Gambar 2. Nilai rata-rata kadar abu pada tempe dengan penambahan ............................. 31
Gambar 3. Nilai rata-rata kadar lemak pada tempe dengan penambahan berbagai
konsentrasi Saccharomyces cerevisiae ............................................................ 33 Gambar 4. Nilai rata-rata kadar protein pada tempe dengan penambahan berbagai
konsentrasi Saccharomyces cerevisiae ........................................................... 35 Gambar 5. Nilai rata-rata aktivitas antioksidan pada tempe dengan penambahan berbagai
konsentrasi Saccharomyces cerevisiae ........................................................... 38 Gambar 6. Proses perendaman kedelai ............................................................................. 57
Gambar 7. Proses pengupasan kulit ari ............................................................................. 57
Gambar 8. Proses perebusan kedelai ................................................................................. 57
Gambar 9. Proses pendinginan kedelai ............................................................................. 57
Gambar 10. Proses penimbangan kedelai ......................................................................... 57
Gambar 11. Proses peragian ............................................................................................. 57
Gambar 12. Proses inokulasi S. revisiae ........................................................................... 58
Gambar 13. Tempe dengan penambahan S. revisiae ........................................................ 58
Gambar 14. Proses penibangan sampel ............................................................................. 58
Gambar 15. Proses pemijaran sampel ............................................................................... 58
Gambar 16. Proses pemijaran sampel di dalam tanur ....................................................... 58
Gambar 17. Proses pendinginan sampel di dalam desikator ............................................. 58
xviii
Gambar 18. Sampel tempe setelah dipijarkan ................................................................... 59
Gambar 19. Proses penimbangan kadar abu sampel ......................................................... 59
Gambar 20. Proses preparasi sampel ................................................................................ 59
Gambar 21. Proses penimbangan sampel ......................................................................... 59
Gambar 22. Proses penimbangan kertas saring ................................................................ 59
Gambar 23. Proses ekstraksi lemak .................................................................................. 59
Gambar 24. Proses pengovenan labu lemak ..................................................................... 60
Gambar 25. Proses destruksi ............................................................................................. 60
Gambar 26. Proses destilasi .............................................................................................. 60
Gambar 27. Proses titrasi sampel ...................................................................................... 60
Gambar 28. Proses pengeringan tempe ............................................................................. 60
Gambar 29. Proses penepungan tempe ............................................................................. 60
Gambar 30. Proses perendaman sampel ........................................................................... 61
Gambar 31. Proses inkubasi sampel ................................................................................. 61
Gambar 32. Proses pengukuran absorbansi sampel .......................................................... 61
Gambar 33. Proses penambahan NaOH ............................................................................ 61
Gambar 34. Proses hidrolisis ............................................................................................ 61
Gambar 35. Proses sentrifuge ........................................................................................... 61
Gambar 36. Residu dari proses sentrifuge ........................................................................ 62
Gambar 37. Proes pengovenan biomasa ........................................................................... 62
Gambar 38. Proses pengukuran absorbansi ...................................................................... 62
Gambar 39. Proes penimbangan sampel ........................................................................... 62
Gambar 40. Proses penambahan standar vitamin B12 dan ultrapiure water ..................... 62
Gambar 41. Proses injeksi sampel .................................................................................... 62
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tempe adalah makanan fermentasi tradisional yang mengandung nutrisi cukup
tinggi. Kasmidjo (1990) menambahkan bahwa zat gizi pada tempe lebih mudah
diserap dan dimanfaatkan oleh tubuh karena kapang yang tumbuh pada kedelai
dapat menghidrolisis senyawa-senyawa kompleks menjadi senyawa yang lebih
sederhana. Tempe diminati oleh masyarakat Indonesia karena harganya relatif
murah, rasanya enak, dan memiliki kandungan protein nabati yang tinggi.
Di dalam tempe terkandung barbagai nutrisi yang diperlukan oleh tubuh. Tempe
mengandung superoksida desmutase yang dapat menghambat kerusakan sel dan
proses penuaan. Sepotong tempe mengandung berbagai unsur yang bermanfaat
bagi tubuh, seperti protein, lemak, hidrat arang, serat, vitamin, enzim, daidzein,
genestein. Tempe juga mengandung komponen antibakteri dan zat antioksidan
yang berkhasiat sebagai obat, yaitu genestein, daidzein, fitosterol, asam fitat,
asam fenolat, lesitin dan inhibitor protease (Cahyadi, 2006).
Proses fermentasi yang terjadi pada tempe merupakan perubahan kimia di dalam
bahan makanan yang disebabkan oleh enzim lipoksidase yang terkandung di
dalam kedelai (Astuti, 2009). Proses fermentasi tempe sendiri melibatkan tiga
faktor yaitu bahan baku, mikroorganisme, dan keadaan lingkugan tumbuh.
2
Mikroorganisme yang digunakan dalam pembuatan tempe yaitu kapang Rhizopus
oligosporus, Rhizopus oryzae, dan Rhizopus stolonifer. Kapang yang digunakan
dapat terdiri dari kombinasi kedua kapang tersebut atau bahkan ketiganya, dengan
kondisi lingkungan tumbuh pH awal 6,8dan kelembaban nisbi 70-80%. Di dalam
proses fermentasi pembuatan tempe Rhizopus oligosporus mensintetis enzim
protease lebih banyak. Selain itu Rhizopus oryzae lebih banyak mensintesis
enzim α-amilase (Triwibowo, 2011).
Proses fermentasi kedelai yang dilakukan dalam pembuatan tempe menyebabkan
beberapa perubahan sifat kedelai. Perubahan yang terjadi dari proses fermentasi
kedelai menjadi tempe ini membuat aroma kedelai yang semula langu menjadi
aroma khas tempe. Tempe segar memiliki aroma lembut seperti jamur, aroma
tersebut berasal dari miselium kapang bercampur dengan aroma lezat dari asam
amino bebas. Selain itu proses fermentasi ini juga membuat tempe memiliki rasa
yang lebih enak dan nutrsinya lebih mudah untuk dicerna (Astuti, 2009).
Di era globalisasi saat ini pangan telah memiliki makna yang berbeda di mana saat
ini pangan tidak hanya dilihat dari aspek gizinya. Pertimbangan konsumen di
negara-negara maju dalam memilih bahan pangan bukan hanya pada kandungan
gizi nya saja, akan tetapi juga pengaruhnya pada kesehatan (Goldberg, 1994). Hal
ini menyebabkan bahan pangan tidak lagi hanya memberikan kebutuhan dasar
bagi tubuh (bergizi dan lezat) akan tetapi pangan juga memiliki sifat fungsional.
Menurut Astawan (2011) pangan fungsional adalah pangan yang karena
kandungan komponen aktifnya dapat memberikan manfaat bagi kesehatan, di luar
3
manfaat yang diberikan oleh zat-zat gizi yang terkandung di dalamnya. Salah satu
kandungan yang dapat bermafaat bagi tubuh adalah beta glukan.
Beta glukan adalah jenis polisakarida dengan monomer D-glukosa yang diikat
melalui ikatan β (1,3) dan β (1,6) glukosida. Beta glukan adalah komponen yang
banyak terdapat pada dinding sel bakteri, tumbuhan dan juga khamir. Beta glukan
juga dipercaya sebagai Biological Defense Modifie (BDM), dan Generally
Recognized As Safe (GRAS). Beta glukan tidak menimbulkan toksisitas dan
efeksamping beta glukan juga memiliki aktivitas seperti antioksidan dan lain-lain
(Thontowi, et al., 2007).
Kandungan yang terdapat pada beta glukan memiliki berbagai aktivitas biologis
yang dapat dimanfaatkan sebagai zat aditif. Aktivitas biologis yang terdapat
dalam beta glukan dapat merangsang atau meningkatkan sistem imun
(imunomodulator). Sehingga, beta glukan memiliki efek menguntungkan untuk
memerangi infeksi virus, bakteri, jamur, dan parasit. Beta glukan sangat baik
difermentasi pada usus besar karena dapat menurunkan kadar kolesterol serum.
Selain itu beta glukan juga memiliki sifat hipokolesterolemik dan juga sifat
antikoagulan. Beta glukan juga telah terbukti sebagai antisitotoksik,
antimutagenik, dan antitumorogenik (Widyastuti,et., al, 2011).
Saccharomyces cerevisiae adalah salah satu jenis khamir potensial penghasil beta
glukan. Saccharomyces cerevisiae juga diketahui sebagai salah satu jenis khamir
yang dapat mensintesis beta glukan pada dinding selnya. Struktur dinding sel
Saccharomyces cerevisiae mengandung protein yang terkait dengan gula sebagai
glikoprotein dan monoprotein. Selain itu juga mengandung manan, kitin, dan
4
polisakarida jenis β 1,3–glukan, dan β 1,6–glukan. Kandungan-kandungan
tersebut memiliki fungsi memperkuat struktur sel dan sebagai cadangan makanan
(Barnet JA, 1990). Andriani (2007) menambahkan bahwa khamir yang telah
diekstraksi memiliki kandungan beta glukan 85 – 90% dengan ikatan β 1,3–
glukan dan β 1,6–glukan.
Saccharomyces cerevisiae selain dapat mensintesis beta glukan diduga dapat ikut
berperan di dalam proses fermentasi tempe. Kustyawati (2009) mengungkapkan
bahwa yeast dapat tumbuh bersama dengan Rhizopus oligosporus, peningkatan
nutrisi pada tempe yang ditambahkan yeast sangat besar kemungkinannya
sehingga perlu dikaji lebih lanjut. Selama proses pertumbuhannya yeast (khamir)
memetabolisme komponen-komponen penyusun makanan untuk menghasilkan
metabolit sebagai produk akhir. Proses metabolisme itu mengakibatkan sifat
kimia, fisik, dan sensori makanan akan mengalami perubahan yang diakibatkan
oleh aktivitas khamir tersebut (Kustyawati, 2016). Oleh karena itu penelitian ini
dimaksudkan untuk mempelajari pengaruh penambahan Saccharomyces
cerevisiae terhadap sifat kimia tempe.
1.2 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan Saccharomyces
cerevisiae terhadap kandungan kimia tempe yang meliputi kadar abu, kadar
lemak, kadar protein, aktivitas antioksidan, vitamin B 12, dan β-glukan pada
tempe.
5
1.3 Kerangka Pemikiran
Dampak dari kemajuan dalam bidang sains dan teknologi menyebabkan
perubahan pola hidup dan konsumsi makanan pada masyarakat. Sehingga,
menyebabkan meningkatnya penyakit degeneratif seperti jantung koroner,
hipertensi, kanker, diabetes, dan antrosklerosis. Antrosklerosis menjadi salah satu
penyebab utama terjadinya penyakit jantung koroner (PJK) yang menjadi
penyebab kematian utama dibanyak negara termasuk Indonesia (Rilantono, 1992).
Terjadinya penyakit-penyakit tersebut diakibatkan oleh proses biokimiawi dalam
tubuh yang melibatkan radikal bebas. Radikal bebas adalah suatu molekul yang
mempunyai jumlah elektron tidak berpasangan pada lingkaran luarnya. Elektron
tidak berpasangan tersebut menyebabkan instabilitas dan bersifat reaktif sehingga
menyebabkan kerusakan sel, gangguan fungsi sel, bahkan kematian sel. Salah
satu zat yang telah dikenal dapat menetralisir atau meredam dampak negatif dari
radikal bebas adalah antioksidan (Andriani, 2007).
Salah satu cara untuk mengurangi dan mencegah masalah radikal bebas dan gizi
dapat dilakukan dengan cara pengembangan produk tempe. Pengembangan
produk tempe ini perlu dilakukan karena tempe mengandung sifat fungsional yang
baik bagi tubuh. Tempe mengandung protein yang cukup tinggi, kandungan zat
besi, flavonoid dalam tempe bersifat sebagai antioksidan yang baik untuk
menurunkan tekanan darah. Tempe juga mengandung vitamin B12 dan zat besi
yang dapat mencegah anemia. Tempe memiliki sifat antibiotik, yang dihasilkan
oleh kapang sebagai senyawa antibakteri. Selain itu tempe juga mengandung
kalsium yang cukup tinggi (Astuti,2009).
6
Menurut Pudjiadi (1997) selama proses fermentasi kedelai menjadi tempe terjadi
proses degradasi lemak oleh kapang menjadi asam lemak. Komponen utama
asam lemak dari trigliserida tempe yaitu asam-asam lemak tak jenuh (asam lemak
esensial), yang di dominasi oleh asam lemak linoleat, linolenat, dan oleat.
Kandungan ini memiliki peran dalam pertumbuhan dan pemeliharaan membran
sel, pengaturan metabolisme kolesterol, menurunkan tekanan darah, menurunkan
lipogenesis hepatic, transport lipid, prekusor dalam sintesis prostaglandin.
Pengembangan produk tempe tersebut dilakukan dengan cara menambahkan
Saccharomyces cerevisiae pada fermentasi tempe. Saccharomyces cerevisiae
salah satu jenis khamir yang diduga dapat ikut berperan dalam proses fermentasi
tempe. Di dalam penelitian Kustyawati (2009) mengungkapkan bahwa pada
kedelai yang difermentasi menggunakan Saccharomyces boulardii dan Rhizopus
oligosporus menghasilkan tempe dengan aroma harum yang menutupi aroma
kedelai umumnya. Hal ini dikarnakan yeast memiliki aktivitas proteolitik dan
lipolitik yang tinggi. Selain itu, Saccharomyces cerevisiae juga diperkirakan
sebagai sumber potensial protein, lemak, karbohidrat, mineral, dan vitamin B
yang sangat baik (Jay, 2001). Penambahan Saccharomyces cerevisiae ini
diharapkan dapat memperbaiki nilai gizi, sifat fungsional dan menghasilkan β-
glukan pada tempe.
1.4 Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini adalah terdapat perubahan kandungan kimia yang
meliputi kadar abu, kadar lemak, kadar protein, aktivitas antioksidan, vitamin B
dan β-glukan pada tempe yang ditambahkan Saccharomyces cerevisiae.
7
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kedelai
Suprapti (2003) menambahkan bahwa kedelai mendapatkan perhatian sangat
besar karena kedelai memiliki keunggulan-keunggulan sebagai berikut:
1. Kedelai dapat tumbuh di daerah tropis dan subtropis selain itu kedelai juga
dapat tumbuh pada daerah dengan kondisi tanah dan iklim yang mungkin
ditumbuhi tanaman pangan lainnya.
2. Kedelai memiliki kemampuan untuk memperbaiki kondisi dan sifat tanah
tempat tumbuhnya.
3. Kedelai memiliki kandungan gizi yang relatif lengkap.
Suprapti (2003) mengungkapkan bahwa kedelai memiliki kandungan gizi yang
relatif lengkap kandungan gizi kedelai dapat dilihat pada Tabel 1, kedelai juga
dapat di manfaatkan untuk memenuhi kebutuhan gizi pada menu makanan
masyarakat Indonesia. Kedelai merupakan sumber asam lemak essensial linoleat
dan oleat. Kandungan utama asam lemak kedelai ialah asam lemak tidak jenuh.
Kandungan asam lemak tidak jenuh di dalam kedelai sebesar 78,69% dan asam
lemak jenuh 14,49% (Smith and Circle, 1978 dalam Kasmidjo, 1990).
8
Tabel 1. Kandungan gizi kacang kedelai
No Unsur Gizi Kadar/100g bahan
1 Energi 442 kal
2 Air 7,5 g
3 Protein 34,9 g
4 Lemak 38,1 g
5 Karbohidrat 34,8 g
6 Mineral 4,7 g
7 Kalsium 227 mg
8 Fosfor 585 mg
9 Zat besi 8 mg
10 Vitamin A 33 mcg
11 Vitamin B 1,07 mg
Sumber: Suprapti (2003)
Jenis protein di dalam kedelai terdapat dua jenis globulin yang diberi nama 11S
dan 75. Kedua jenis protein globulin di dalam kedelai terutama 7S memiliki
fungsi menstimulir tingginya afinitas reseptor kolesterol LDL dalam hati manusia
yang akan menurunkan kolesterol darah (Koswara, 2006) perbandingan asam
amino esensial di dalam kedelai dan daging sapi dapat dilihat pada Tabel 2.
Kedelai juga merupakan sumber vitamin A, E, K, dan juga beberapa jenis vitamin
B, mineral, K, Fe, Zn dan P (Winarsi, 2010). Karbohidrat pada kedelai terdiri dari
golongan oligosakarida yang terdiri dari sukrosa, stakiosa, dan rafinosa yang larut
di dalam air. Selain itu kedelai juga mengandung karbohidrat yang tidak larut air
dan tidak dapat dicerna oleh tubuh. Selain kedua jenis karbohidrat tersebut
kedelai juga mengandung karbohidrat larut alkohol seperti selulosa, pentose,
galaktosa, rafinosa, dan hemiselulosa (Koswara, 1992).
Akan tetapi pemanfaatkan kedelai sebagai bahan pangan di Indonesia memiliki
beberapa kendala diantaranya yaitu:
9
1. Kedelai memiliki kandungan antitrypsin yang menyababkan kandungan
protein yang ada di dalam kedelai tidak dapat dicerna secara langsung.
2. Kedelai memiliki tekstur yang keras.
3. Kedelai juga memiliki enzim lipoksidase yang memicu timbulnya bau dan
rasa langu.
Tabel 2. Kandungan asam amino esensial pada kedelai dan daging sapi
Jenis asam amino Kedelai (mg/gN) Daging sapi (mg/gN)
Isoleusin 340 327
Leusin 480 512
Lysine 400 456
Phenylalanine 320 257
Metionin 80 155
Threonine 320 257
Tryptophan 90 73
Valin 350 347
Tyrosin 200 212
Sumber: Winarno dan Rahman (1994) dalam Deliani (2008)
Kedelai masuk kedalam kelompok flavonoid yaitu salah satu bahan penghasil
antioksidan alami, salah satu senyawa bioaktif di dalam kedelai yaitu isoflavon
(saija et al., 1995 dalam Astuti, 2008). Isoflavon merupakan salah satu golongan
flavonoid yang merupakan senyawa polifenolik. Isoflavon di dalam kedelai
terdapat dalam empat bentuk yaitu:
1. Aglikon (non gula): genistein, daidzein, dan glcycitein.
2. Glikosida: daidzin, genistin dan glisten.
3. Asetilglikosida: 6”-O-asetil daidzin, 6”-Oasetilgenistin, 6”-O-asetil
glisitin.
10
4. Maloniglikosida: 6”-O-malonildaidzin, 6”-O-malonil genistin, 6”-
Omalonilglisitin.
Isoflavon utama yang ada pada kedelai meliputi genistein (4’,5’7-
tryhydroxyisoflavone)dan daidzein (4’,7-dihydroxyisoflavone), serta turunan β-
glikosida, gensitin dandaidzin. Sejumlah kecil senyawa isoflavon lainnya seperti
glycitein (7,4’-dihydroxy-6-methoxy-isoflavone) dan glikosidanya (Astuti, 2008).
Secara alami, isoflavon di dalam kedelai hampir keseluruhnya terdapat dalam
bentuk β-glikosida (glikon). Menurut Naim et al. (1974), Coward et al, 1998
dalam Astuti (2008), sebanyak 99 % isoflavon pada kedelai terdapat dalam bentuk
glikosida, terdiri dari 64 % genistin, 23 % daidzin dan 13 % glisitin. Komposisi
ini biasanya terdapat pada makanan olahan kedelai yang tidak difermentasi seperti
susu kedelai, tofu, tepung kedelai, konsentrat protein kedelai dan isolat protein
kedelai dan pada makanan olahan kedelai yang mengalami proses fermentasi
seperti miso dan tempe, isoflavon dalam bentuk bebas (aglikon) lebih dominan.
Selain mengandung zat gizi yang tinggi, kedelai juga mengandung senyawa yang
apabila dikonsumsi akan menurunkan nilai gizi keseluruhan makanan yang
dikonsumsi berasamanya. Menurunnya nilai gizi dapat disebabkan karena
terganggunya enzim-enzim misalnya senyawa anti-trypsin. Selain itu, dapat pula
karena absorpsi nutrient terganggu seperti asam fitat. Dalam bentuk ilmiahnya
asam fitat membentuk ikatan kompleks berupa fitat-mineral-protein, sehingga
mengurangi ketersediaan pangan seperti seng, mangan, tembaga, kalsium,
magnesium, besi, dan krom karena terikat di dalam senyawa kompleks tersebut
(Kasmidjo, 1990).
11
2.2 Tempe
Selama proses fermentasi kedelai menjadi tempe terjadi banyak perubahan seperti
perubahan fisik, kimia, mikrobiologi. Perubahan-perubahan yang terjadi selama
proses fermentasi tempe ini berdampak baik bagi kandungan gizi tempe. Proses
fermentasi tempe dengan menggunakan kapang Rhizopus sp mampu membuat
kedelai memiliki rasa yang enak, dan bergizi (Astawan, 2004). Tarwotjo (1998)
manambahkan bahwa tempe memiliki beberapa sifat unggul yaitu:
1. Tempe memiliki nilai biologis yang tinggi, tempe mengandung 8 asam
amino esensial.
2. Tempe memiliki kandungan lemak jenuh yang rendah
3. Tempe mudah di cerna
4. Asam-asam amino pada tempe yang pada proses pembuatannya di
fermentasi telah terurai dan mudah untuk dicerna oleh tubuh.
Komposisi kimia tempe dapat dilihat pada Tabel 3, nilai perbandingan asam
amino esensial pada temped an kedelai dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 3. Komposisi kimia tempe
Komposisi Jumlah
Air (wb) 61,2%
Protein kasar (db) 16,1%
Minyak kasar (db) 8,6%
Karbohidrat (db) 11,5%
Abu (db) 1,7%
Serat kasar (db) 1,3%
Nitrogen (db) 2,9%
Sumber: Cahyadi (2006)
12
Tabel 4. Kandungan asam amino esesnsial pada temped dan kedelai (mg/gN)
Asam amino FAO Tempe kedelai
Metionin-Sistein 220 171 165
Treonin 250 267 247
Valin 310 349 291
Lisin 340 404 391
Leusin 440 538 494
Fenilalanin-tirosin 380 475 506
Isoleusin 250 340 290
Triptofan 60 84 76
Sumber: Nurhidayat (2006)
2.2.1. Tempe Sumber Vitamin
Tempe memiliki dua jenis kelompok vitamin (vitamin larut air dan vitamin larut
lemak). Tempe merupakan sumber vitamin B yang cukup potensial, jenis vitamin
B yang terdapat di dalam tempe yaitu vitamin B1 (tiamin), B2 (riboflavin), asam
pantotenat, asam nikotinat (niasin), vitamin B6 (piridoksin), dan vitamin B12
(sianokobalamin). Umumnya vitamin B12 banyak terdapat di dalam produk-
produk hewani dan tidak dijumapai dalam produk nabati. Akan tetapi tempe
mengandung vitamin B12 sehingga menjadikan tempe sebagai satu makanan yang
sangat potensial sebagai sumber vitamin dari pangan nabati. Saat proses
pembuatan tempe aktivitas vitamin B12 meningkat 33 kali selama proses
fermentasi. Vitamin ini tidak diproduksi oleh kapang akan tetapi di produksi oleh
bakteri kontaminan Klesiella pneumonia dan Citrobacter freundii (Widianarko,
2002).
13
2.2.2. Tempe Sumber Mineral
Di dalam tempe terdapat kandungan mineral makro dan mikro dalam jumlah yang
cukup. Kandungan mineral di dalam tempe seperti zat besi, tembaga, zink,
berturut-turut adalah 9,39: 2,87; dan 8,05 mg/100g tempe. Kapang pada tempe
dapat menghasilkan enzim fitase yang dapat menguraikan asam fitat (mengikat
beberapa mineral menjadi fosfor dan inositol). Terurainya asam fitat membuat
mineral-mineral tertentu seperti besi, zink, kalsium, magnesium menjadi lebih
mudah dimanfaatkan tubuh (Widianarko, 2002).
2.2.3. Tempe Sumber Antioksidan
Tempe mengandung isoflavon yang memiliki fungsi sebagai antioksidan. Di
dalam tempe terdapat tiga jenis protein yaitu deidzein, gliestein, dan genistein.
Tempe kedelai mengandung senyawa antioksidan yang salah satunya adalah
genistein pada penelitan Sartika (2007) menyatakan setiap 200 g tempe segar
menghsilkan ekstrak methanol sebesar 0,883 g dan menghasilkan senyawa
genistein sebesar 47,9 g dan daya antioksidan genistein sekitar 17,5%.
Tempe adalah sumber serat, kalsium, vitamin, dan zat besi, selain itu tempe juga
berpotensi untuk malawan radikal bebas karena kaya akan antioksidan sehingga
dapat memperlambat penuaan. Selain itu juga dapat mencegah terjadinya
penyakit degeneratif. Astawan (2004) menambahkan tempe kedelai juga
memiliki kandungan yang dapat merugikan kesehatan yaitu adanya oligosakarida
(stakosa dan rafinosa) yang mana kandungan tersebut dapat menyebabkan
flatulensi. Dilaporkan bahwa Rhizopus oryzae mensekresi enzim amilase yang
dapat mendegradasi senyawa karbohidrat dan senyawa-senyawa penyebab flatulen
14
pada tempe. Selain itu dilaporkan juga bahwa Rhizopus oligosporus
menghasilkan enzim α-galaktosidase memiliki kemampuan untuk memetabolasi
senyawa oligosakarida penyebab flatulen sehingga terdegradasi (Triwibowo,
2011).
Menurut Cahyadi (2006) tempe memiliki berbagai unsur yang sangat bermanfaat.
Unsur-unsur yang ada di dalam tempe adalah protein, lemak, hidrat arang, serat,
vitamin, enzim, daidzein, genestein, komponen antibakteri dan zat antioksidan
yang berkhasiat sebagai obat. Komponen-komponen pada tempe yang berfungsi
sebagai obat seperti genestein, daidzein, fitosterol, asam fitat, asam fenolat, lesitin
dan inhibitor protease. Antioksidan yang ada di dalam tempe berbentuk isoflavon
zat ini sangat dibutuhkan tubuh untuk menangkal radikal bebas. Selain dari pada
itu isoflavon juga dapat menurunkan kolesterol LDL dan menaikan kolesterol
HDL. Perbandingan komposisi kimia kedelai dan tempe terdapat pada Tabel 5
sedangkan syarat mutu kedelai menurut SNI 01-3144-2009 terdapat pada Tabel 6.
Tabel 5. Komposisi kimia kedelai dan tempe per 100 g bahan
Komposisi Kedelai Tempe kedelai
Protein (g) 30,2 18,3
Lemak (g) 15,6 4,0
Karbohidrat (g) 30,1 12,7
Air (g) 20,0 64,0
Abu (g) 5,5 1,6
Energi (kal) 331 149
Kalsium (mg) 227 129
Fosfor (mg) 585 154
Zat besi (mg) 8 10
Sumber: Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (2004)
15
Tabel 6. Syarat Mutu Tempe SNI 01-3144-2009
No. Kriteria Uji Satuan Persyaratan
1 Keadaan
1.1 Bau - Normal, khas
1.2 Warna - Normal
1.3 Rasa Normal
2 Kadar air (b/b) % Maks, 65
3 Kadar abu (b/b) % Maks, 1.5
4 kadar lemak (b/b) % Min, 10
5 Kadar protein (Nx6,25) (b/b) % Min, 16
6 Kadar serat kasar (b/b) % Maks, 2.5
7 Cemaran logam
7.1 Kadmium (Cd) Mg/kg Maks, 0.2
7.2 Timbal (Pb)s Mg/kg Maks, 0.25
7.3 Timah (Sn) Mg/kg Maks, 40
7.4 Merkuri (Hg) Mg/kg Maks, 0.03
8 Cemaran arsen (As) Mg/kg Maks, 0.25
9 Cemaran mikroba
9.1 Bakteri coliform APM/g Maks, 10
9.2 Salmonella sp. - Negatif/25 g
Sumber: Badan Standarisasi Indonesia (2009)
2.3 Mikroba pada Tempe
Proses fermentasi pada kedelai menjadi tempe membutuhkan inokulum (mikroba)
inokulum dalam proses fermentasi ini dibutuhkan agar kedelai tidak busuk
(Sarwono, 2004). Inokulum tempe merupakan kumpulan spora kapang yang
memiliki peran penting dalam pembuatan tempe, inokulum tempe sangat
mempengaruhi kualitas tempe yang dihasilkan. Jenis kapang yang memiliki peran
utama dalam proses fermentasi tempe Rhizopus oligosporus dan Rhizopus oryzae
(Silvia, 2009). Selain Rhizopus oligosporus dan Rhizopus oryzae kapang lainnya
yang terdapat pada tempe adalah R. stolonifer dan R. arrhizus (Rachman, 1989).
Rhizopus yang ditambahkan di dalam pembuatan tempe mampu membentuk
karotenoid dan menurunkan jumlah tocopherol dengan jumlah vitamin E yang
tetap, menurunkan asam lemak gliserid (de Reu et al., 1994), mampu melakukan
16
proteolisis, meningkatkan jumlah asam amino bebas dalam suatu proses
fermentasi tempe (Baumann dan Bisping 1995), serta memproduksi ergosterol
(Denter et al., 1998).
Orang yang sering mengkonsumsi tempe akan terhindar dari disentri dan
gangguan pencernaan (Babu et al., 2009). Hal ini dikarenakan kapang Rhizopus
mampu memproduksi senyawa antibiotik yang melawan beberapa mikroba
penyebab penyakit (Rubus-van et al., 2010). Efek antidiare tempe berhubungan
dengan karakteristik antibakteri tempe. Senyawa antibakteri pada tempe ini yaitu
glikoprotein (Bintari et al., 2008), yang merupakan senyawa antimikroba pada
tempe (Saraswaty et al., 2002).
2.4 Sejarah Penggunaan Khamir (yeast) dalam Pangan
Sejak dahulu kala, khamir telah banyak digunakan manusia untuk dapat
menghasilkan makanan dan minuman yang diiginkan. Pengamatan khamir lebih
dalam dipelopori oleh Louise Pastur pada akhir tahun 1860. Kemudian
menyimpulkan bahwa khamir merupakan mikroba hidup yang bertindak sebagai
agensia dalam proses fermentasi. Setelah penemuan tersebut dilakukan upaya
untuk mengisolasi khamir secara murni. Setelah di hasilkan khamir murni, mulai
dilakukan produksi khamir secara komersial untuk pembuatan roti. Jenis khamir
yang dikembangkan adalah Saccharomyces cerevisiae atau yang biasa disebut
dengan Baker’s yeast. Sejak saat itu, prusahaan roti, minuman, dan para ahli
berupaya untuk memproduksi galur murni khamir yang tepat untuk keperluan
industri yang dapat disesuaikan dengan rasa kualitas dan karakteristik lainnya
(Kustyawati, 2016).
17
Khamir yang digunakan dalam pangan adalah khamir sejati (true yeast) kelompok
khamir sejati pada dasarnya termasuk kedalam kelas Ascomycetes. Golongan ini
memiliki ciri selalu berspora. Khamir yang masuk kedalam kelompok ini
diantaranya berbagai spesies Saccharomyces, Schizosaccharomyces,
Zygosaccharomyces, Pichia, Hansenula, Debaryomyces, dan Hanseiaspora. Jenis
khamir (yeeast) sejati yang umum digunakan dalam industri adalah
Saccharomyces ceerevisiae yang dimanfaatkan dalam pembuatan roti, minuman
beralkohol, glyserol, dan enzim invertase (Kustyawati, 2016).
2.5 Saccharomyces cerevisiae
Saccharomyces cerevisiae adalah khamir sejati yang tergolong eukariot yang
secara morfologi hanya membentuk blastopora berbentuk bulat lonjong, silindris,
oval yang dipengaruhi oleh strainnya. Khamir dapat berkembang biak dengan
membelah diri dengan budding cell. Reproduksi khamir dapat dipengaruhi oleh
keadaan lingkungan serta jumlah nutrisi yang tersedia bagi pertumbuhan sel.
Penampakan mikroskopik berbentuk koloni bulat, berwarna kuning muda,
permukaan berbentuk licin, tekstur lunak dan memiliki sel bulat dengan askospora
1 – 8 buah (Ahmad, 2005).
Saccharomyces cerevisiae adalah jenis khamir yang dapat bertahan pada suhu
rendah 40C – 10
0C. Saccharomyces cerevisiae tahan terhadap alkohol yang
dihasilkannya, tahan terhadap sulfit, dan tergolong jenis khamir osmotoleran.
Hampir semua jenis gula sederhana (heksosa) dapat difermentasi oleh
Saccharomyces cerevisiae, kecuali slobioasa, laktosa, sarbosa, dan rhamnosa.
Kandungan pati akan dirubah menjadi gula sederhana oleh enzim yang ada pada
18
khamir dan kemudian dirubah menjadi alkohol, asam-asam organik,
karbondioksida, dan air (Fardiaz, 1992).
Kemampuan tumbuh sel Saccharomyces cerevisiae dalam fase adaptasi (fase lag)
yaitu pada jam ke-0 sampai ke-24, sel beradaptasi dengan kondisi lingkungannya.
Pada fase ini mikroba merombak substrat menjadi nutrisi untuk pertumbuhannya.
Kemudian pada jam berikutnya yaitu memasuki jam ke-24 sampai jam ke-48
adanya percepatan pertambahan sel mikroba yang menandakan bahwa telah
memasuki fase pertumbuhan eksponensial (fase log). Fase ini Saccharomyces
cerevisiae bereproduksi dengan membentuk tunas. Setelah jam ke-48, sel khamir
memasuki fase kematian karena metabolit primer yang dihasilkan bersifat racun
bagi khamir (Kavanagh 2005).
Khamir memproduksi enzim amilase di luar sel. Enzim-enzim yang di hasilkan
oleh khamir antara lain enzim protease, enzim lipase, enzim peptidase, enzim
invertase, dan enzim zimase. Khamir khususnya Saccharomyces cerevisiae
banyak digunakan dalam proses pembuatan roti, dengan fungsi sebagai
pengembang adonan. Khamir yang ditambahkan dalam pembuatan roti akan
beraksi dengan pati dan gula untuk membentuk gas karbondioksida (Winarno,
1984).
Di Indonesia khamir biasa digunakan dalam pembuatan roti dan juga tape, sama
halnya dengan fermentasi bir khamir pada pembuatan roti dan tape mengubah
gula menjadi alkohol dan macam-macam zat organik lainnya. Selain itu proses
fermentasi dengan khamir ini akan membuat flavor yang menarik (Dwidjoseputro,
1990). Kelebihan khamir secara ekonomis dapat terlihat dari kemampuan khamir
19
memecah pangan berkarbohidrat menjadi alkohol dan karbondioksida. Proses ini
disebut sebagai fermantasi alkohol yang berlangsung secara anaerob atau tanpa
oksigen. Selain itu khamir juga memiliki sekumpulan enzim yang diketahui
sebagai zymase yang memiliki peran dalam fermentasi senyawa-senyawa gula
(Gaman dan Shereington,1992).
2.6 Beta Glukan
Beta glukan merupakan turunan polisakarida alami yang tersusun dari monomer
glukosa dengan ikatan β-glikosida (Sefriana, 2012). Beta glukan banyak dijumpai
pada gandum, alga, khamir, dan juga bakteri. Menurut Cheeseman dan Malcom
(2000) beta glukan memiliki sifat fisika dan kimia sebagai berikut:
1. Di alam beta glukan berupa senyawa berwarna putih berupa gumpalan
besar dan tidak berbentuk kristal.
2. Tidak memiliki rasa manis.
3. Tidak larut di dalam air netral dan dapat dipisahkan dengan mudah dalam
larutan alkali.
4. Bila dicampur dengan air akan membentuk larutan koloid.
5. Beta glukan berbentuk gel pada suhu 540 C
Fungsi utama beta glukan adalah untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan
menurunkan kadar kolesterol. Beta glukan telah diketahui dapat menstimulasi
makrofag atau leukosit yang memiliki peranan penting sebagai pertahanan awal
sistem kekebalan tubuh. Beta glukan juga membantu makrofag untuk lebih siap
melawan benda asing yang masuk ke dalam tubuh. Beta glukan memiliki
beberapa sifat yang menguntungkan bagi kesehatan karena beta glukan
20
merupakan bahan alami, tidak beracun, tidak memiliki efek samping yang dapat
merugikan, membantu regenerasi dan memperbaiki jaringan, mengaktivasi dan
memperkuat sistem imun, serta dapat meningkatkan keaktifan obat antibiotik, dan
antiviral (Yenti, 2005).
Menurut Salimi (2005) beta glukan merupakan Biological Defence Modifier
(BDM) yang memiliki potensi mengaktifkan sistem imun tubuh melalui sel
makrofag imun. Beta glukan akan mengaktifkan makrofag, melalui sisi reseptor
glukan berukuran 1µ. Supaya dapat berfungsi secara imunologi makrofag harus
melewati kondisi aktivasi. Aktivasi ini melibatkan berbagai perubahan morfologi
dan perubahan metabolik dan memproduksi sitokin sebagai regulator internal dari
sistem imun.
Di dalam industri farmasi beta glukan berfungsi sebagai anti infeksi, mengobati
luka luar, anti tumor, anti oksidan, dan menurunkan kadar gula darah. Beta
glukan dapat menurunkan kadar gula darah karena beta glukan dapat
meningkatkan produksi insulin (Hendra, 2005). Polimer-polimer glukan
merupakan serat yang tidak dapat dicerna oleh manusia. Hal ini dikarenakan
manusia tidak memiliki enzim yang dapat menghidrolisis ikatan β-glikosidik.
Serat-serat yang tidak dapat larut ini dapat dimetabolisme di dalam saluran
pencernaan dan dapat bermanfaat dalam diet (Yenti, 2005). Beta glukan
merupakan imunosimultan yang berasal dari dinding sel Saccharomyces
cerevisiae, atau dari tanaman tinggi yang memiliki berat molekul tinggi dan
bercabang-cabang mengandung lebih dari 250.000 glukosa (Robinson, 1995) β–
1,3–glukan mempunyai derajat polimerisasi 1500 dengan berat molekul 240.000
21
dan panjang serat ± 660nm (Lipke dan Ovalle, 1998). β–glukan yang berasal dari
dinding sel khamir memiliki struktur ikatan 1,3 dan 1,6 glukan, pada gandum
memiliki ikatan β–1,3-glukan dan β–1,4–glukan.
2.7 Bioaktivitas Beta Glukan Sebagai Antikangker
β- glukan memiliki fungsi sebagai bioaktivitas antikanker mekanisme
penghambatan perkembangan sel kanker yang di lakukan oleh beta glukan dapat
terjadi secara langsung maupun tidak langsung. β- glukan mengambat
pertumbuhan kanker secara langsung dilakukan dengan cara β- glukan
mengaktivasi makrofag, neutrofil, dan natural killer cells dan memecah dinding
sel kanker, sehinngga pertumbuhan sel kanker terhambat. Pengahmbatan
pertumbuhan sel kanker oleh β- glukan juga di lakukan secara tidak langsung
dimana β- glukan yang menempel pada makrofag menstimulasi makrofag
membentuk Cytotoksik T Limposit yang kemudian menghasilkan substansi kimia
antikanker lain yang dapat menghancurkan sel kanker (Noor, 2010).
22
III. BAHAN DAN METODE
3.1. Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Hasil Pertanian,
Laboratorium Analisis Hasil Pertanian. Jurusan Teknologi Hasil Pertanian
Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada bulan April sampai Agustus 2017.
3.2. Alat dan Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penilitian ini meliputi Kacang Kedelai jenis
impor dengan merek dagang Soybean USA no. 1 yang diperoleh dari Gunung
Sulah di Bandar Lampung, Saccharomyces cerevisiae dengan merek dagang
Fermipan, ragi tempe dengan merek dagang RAPRIMA, aquadest, pelarut
heksane (n-heksane), NaOH 30-33%, NaOH 1,5 N, bromcresol green 0,1%,
H2SO4 0,3 N, acetone, indikator metil merah 0,1%, HCL 0,02 N, Asam borat 3% ,
buffer fosfat pH 4 dan pH 7, dan bahan lain nya untuk analisis kimia.
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari kompor, panci, pipet
tetes, oven, cawan porselen, desikator, neraca analitik, soklet, labu kjeldhl, tanur,
kain saring, spatula, gelas ukur, plastik pengemas, tampah, erlenmeyer, gelas
piala, alumunium foil, corong buncer, tablet kjeltab, penjepit, labu lemak, pH
meter, jarum pentul, bunsen, dan alat-alat lainnya untuk analisis kimia.
23
3.3. Metode penelitian
Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Kelompok Lengkap non
faktorial, dengan perlakuan penambahan Saccharomyces cerevisiae sebanyak 0%,
1%, 2%, 3%, 4%, dan 5% b/b dengan 4 kali ulangan. Tempe yang telah diberi
perlakuan penambahan Saccharomyces cerevisiae kemudian dilakukan
pengamatan terhadap kadar protein, kadar lemak, kadar abu, aktivitas antioksidan,
vitamin B12, dan β-glukan yang terdapat pada tempe. Kehomogenan data yang
diperloleh diuji dengan uji Bartlett dan kemenambahan data diuji dengan uji
Tuckey. Data hasil pengamatan dianalisis sidik ragam untuk mengetahui ada
tidak nya perbedaan antar perlakuan data dilakukan uji lanjut dengan uji Beda
Nyata Jujur (BNJ) dengan taraf 5%.
3.4. Pelaksanaan Penelitian
Proses pembuatan tempe mengikuti prosedur Kustyawati (2009). Tahapan yang
dilakukan yaitu: kedelai sebanyak 300 g direndam dalam air bersih semalam pada
suhu ruang, kemudian dihilangkan kulit arinya secara manual. Selanjutnya kedelai
direbus dalam air bersih dengan perbandingan 1:3 (kedelai:air) selama 30 menit,
ditiriskan dan dikeringanginkan sampai suhu ruang. Tahap peragian dilakukan
dengan cara setiap 100 gram kedelai ditambahkan ragi tempe sebanyak 0,2 gram
diaduk sampai rata dan ditambahkan Saccharomyces cerevisiae (sesuai
perlakuan). Setelah tercampur rata, biji kedelai dimasukan dalam plastik
pengemas yang telah dilubangi secara teratur untuk tujuan aerasi dan diinkubasi
pada suhu 32°C selama 48 jam dan dilakukan pengamatan tempe. Diagram alir
proses pembuatan tempe dapat dilihat pada gambar 1.
24
3.5. Pengamatan
Pengamatan yang dilakukan terhadap tempe kedelai dengan penambahan
Saccharomyces cerevisiae ini meliputi sifat kimia tempe yang di hasilkan
antaralain: kadar abu, kadar lemak , kadar protein. Aktivitas anti oksidan, vitamin
B12, dan β-glukan dari tempe kedelai dengan penambahan Saccharomyces
cerevisiae yang di hasilkan.
1. Kadar Abu
Tempe kedelai dengan penambahan Saccharomyces cerevisiae dilakukan
pengujian kadar abu dengan metode gravimetri AOAC (2005). Sebelum
dilakukan pengujiaan cawan porselen dikeringkan di dalam oven dengan suhu
100-1050C selama 30 menit kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang
sebagai berat (A). Ditimbang 2 g sampel dalam cawan yang sudah dikeringkan
dan dihitung sebagai berat (B). Kemudian sampel dipijarkan diatas pembakar
sampai tidak berasap lagi dan sampel dipijarkan pada tanur listrik pada suhu 550-
6000 C sampai pengabuan sempurna. Sampel tersebut kemudin didinginkan di
dalam desikator dan ditimbang sampai didapat berat konstan (C).
Tahap pembakaran di dalam tanur diulangi sampai didapat bobot konstan, Rumus
untuk menghitung kadar abu adalah sebagai berikut:
%100
AB
ACAbuKadar
Keterangan : A = berat cawan kosong (g)
B = berat cawan + sampel awal (g)
C = berat cawan + sampel kering (g)
25
Gambar 1. Diagram alir pembuatan tempe
Sumber: Kustyawati (2009)
2. Kadar Lemak
Pengujian kadar lemak pada tempe kedelai dengan penambahan Saccharomyces
cerevisiae dilakukan menggunakan metode soxhlet dengan prinsip lemak yang
ada di dalam sampel diekstrak menggunakan pelarut non polar AOAC (2005).
Sebelum melakukan pengujian labu lemak yang akan digunakan dikeringkan di
dalam oven dengan suhu 100-1050 C selama 30 menit. Labu lemak diletakkan
dalam desikator dan ditimbang sebagai (A). Sampel ditimbang sebanyak 2 g
Perendaman dengan air
bersih
Penghilangan kulit ari
Penirisan dan pendinginan
Perebusan (1:3) t 30 menit
Peragian dengan ragi tempe 0,6 g dan penginokulasian
dengan Saccharomyces cerevisiae 0, 1, 2, 3, 4, 5 %
Pengemasan dengan plastik yang telah dilubangi
Pengamatan
Air
Kulit ari
Air
Air
Kadar proksimat, aktivitas antioksidan, vitamin B12 dan
beta glukan
Inkubasi pada suhu 320 C selama 36-48 jam
Kedelai 300 g
26
sebagai (B) dibungkus dengan kertas saring, ditutup dengan kapas bebas lemak
lalu dimasukkan ke dalam alat ekstraksi yang telah dihubungkan dengan labu
lemak. Kemudian pelarut hexan atau pelarut lain nya ditambahkan sampai sample
terendam. Reflux dilakukan selama 5-6 jam sampai pelarut lemak yang turun ke
labu berwarna jernih. Setelah itu pelarut yang telah digunkan dilakukan
penyulingan. Selanjutnya labu lemak yang telah berisi lemak dimasukkan ke
dalam oven dengan suhu 100-1050 C selama 1 jam. Labu lemak didinginkan di
dalam desikator dan dilakukan penimbangan sebagai berat (C) tahap penimbangan
dilakukan sampai diperoleh berat konstan.Rumus untuk menghitung kadar lemak
yaitu:
B
ACTotalLemak
%100)(
Keterangan:
A= berat labu alas bulat kosong (g)
B= berat sampel (g)
C= berat labu alas bulat dan lemak hasil ekstraksi (g)
3. Kadar Protein
Pengujian kadar protein pada sampel tempe kedelai dengan penambahan
Saccharomyces cerevisiae diuji dengan metode kjeldhal AOAC (2005). Sampel
ditimbang sebanyak 0,1-0,5 g dan dimasukkan kedalam labu kjeldhl ditambahkan
¼ tablet kjeltab, kemudian didestruksi (pemanasan dalam keadaan mendidih)
sampai berwarna hijau jernih dan SO2 hilang. Larutan didinginkan dan
dipindahkan ke dalam labu 50 ml dan diencerkan dengan aquadest sampai batas
tera. Sampel dimasukkan ke dalam alat destilsi dan ditambahkan 5-10 ml NaOH
30-33% dan dilakukan destilasi. Destilat ditampung di dalam larutan 10 ml asam
borat 3% dan beberapa tetes indikator (larutan bromcresol green 0,1% dan 29 tetes
27
larutan metil merah 0,1% dalam alkohol 95% secara terpisah dan dicampurkan
antara 10 ml bromcresol green dengan 2 ml metil merah) dan dititrasi dengan
larutan HCl 0,02 N sampai larutan berubah warna nya menjadi merah muda.
Perhitungan untuk kadar protein yaitu:
100
%10025,6007,14)((%)Pr
W
HCLNHCLVBVAotein
Keterangan:
VA = ml HCl untuk titrasi sampel
VB = ml HCl untuk titrasi blanko
N = normalitas HCl standar yang di gunakan 14.007: berat atom nitrogen
6,25: faktor konversi protein untuk ikan
W = berat sampel dalam gram
Kadar protein dinyatakan dalam satuan g/100 g sampel (%)
4. Aktivitas Antioksidan
Penentuan aktivitas penangkapan radikal bebas dilakukan dengan DPPH menurut
Ismail dkk (2012). 0,5 ml larutan sampel tempe ditambahkan 2 ml larutan DPPH
0,2 mM. larutan blanko dibuat dengan cara larutan DPPH 0,2 mM dipipet 2 ml
dimasukkan kedalam tabung reaksi dan ditambahkan dengan etanol 0,5 ml.
Sampel diinkubasi selama 30 menit di dalam ruang gelap tanpa cahaya.
Absorbansi DPPH diukur dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang
gelombang 517 nm. Kemampuan antioksidan diukur sebagai penurunan serapan
larutan DPPH akibat adanya penambahan sampel. Nilai serapan DPPH sebelum
dan sesudah penambahan larutan sampel, dihitung sebagai persen aktivitas
antioksidan dengan rumus:
%100)(
)(1%
kontrolA
sampelAnAntioksidaAktivitas
Keterangan:
A sampel: Absorbansi sampel
A kontrol: Absorbansi tidak mengandung sampel
28
5. Vitamin B
Pengujian kandungan vitamin B dilakukan dengan menggunakan HPLC (High
Performanc Liquid Chromatrography).
6. Β-glukan
Pengujian β-glukan dilakukan dengan metode Kusmiati, et al., ( 2007) pengujian
dilakukan dengan mengambil 1 g sampel tempe kering diberi NaOH 0,7 N 30 ml
dan dihidrolisis selama 6 jam dengan suhu 750C. Setelah itu didapat larutan keruh
kemudian sampel disentrifuge pada 10.000 rpm (250C) selama 30 menit.
Kemudian supernatan dibuang dan didapat residu yang kemudian dicuci dengan
30 ml asam asetat 0,5 M dan disentrifuge pada 10.000 rpm (250C) selama 30
menit kemudian supernatan dibuang, pencucian dengan asam asetat tersebut
dilakukan sebanyak tiga kali. Residu kemudian dicuci dengan 20 ml aquadest
kemudian disentrifuge pada 5000 rpm selama 10 menit. Pencucian dengan
aquadest ini dilakukan sebanyak dua kali. Residu yang didapat ditambahkan 20
ml etanol lalu disentrifuge pada 5000 rpm 10 menit, sehingga menghasilkan β-
glukan (crud) basah. Biomasa tersebut dioven pada suhu 450C selama 2 hari lalu
ditimbang sebagai β-glukan (crud). Residu kring tersebut ditambahkan NaOH 1M
4 ml dan dibiarkan selama 1 jam. Larutan tersebut kemudian di encerkan
menggunakan aqadest dan dishaker. Kemudian ditambah pb asetat 2 ml
didiamkan ± 30 menit. Selanjutnya larutan tersebut diberi natrium oksalat 1 g
sehingga didapat larutan yang jernih, selanjutnya larutan tersebut diambil 2 ml
ditambah fenol dan asam sulfat dan kemudian diukur absorbansinya menggunakan
spektrofotometer sugar free containt dengan panjang gelombang 490 A.
43
V. KESIMPULAN
5.1. Kesimpulan
Dari penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa penambahan
Saccharomyces cerevisiae pada proses fermentasi tempe tidak memberikan
pengaruh terhadap kadar abu, kadar lemak, kadar protein dan kandungan β-glukan
tempe. Akan tetapi penambahan Saccharomyces cerevisiae berpengaruh terhadap
aktivitas antioksidan dan vitamin B12.
5.2. Saran
Saran yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk melihat kandungan β-glukan
pada tempe dengan penambahan Saccharomyces cerevisiae yang
ditambahkan sumber karbon (tepung atau gula).
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk melihat pertumbuhan khamir
pada tempe yang ditambah Saccharomyces cerevisiae.
44
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, R. Z. 2005. Pemanfaatan Khamir Saccharomyces Cerevisiae untuk
Ternak. Balai Penelitian Veterainer. Bogor.
Andriani, Yosie. 2007. Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Betaglukan dari
Saccharomyces cerevisiae. J. Gradien. 3 (1): 226-230.
Ardhana, M. 1982. The Microbial Ecology of Tape ketan Fermentation.
(Thesis). The University of Nw South Wales. Sydeny.
Association of Official Analytical Chemist(AOAC). 2005. Official Methods of
Analysis of The Association of Official analytical chemist. Chemist Inc.
New York.
Astawan, M. 2004. Tetap Sehat Dengan Produk Makanan Olahan. Tiga
Serangkai. Solo.
Astawan, M. 2011. Pangan Fungsional Untuk Kesehatan Yang Optimal.
http//masnanfood.com. Diakses pada tanggal 10 januari 2017.
Astuti, M., Meliala, A., Fabien, D., Wahlq, M. 2000. Tempe, a Nutritious and
Healthy Food from Indonesia. Asia Pasific J Clin Nutr. 9 (4): 322-325.
Astuti, Puji Nurita. 2009. Sifat Organoleptik Tempe Kedelai yang Dibungkus
Plastik Daun pisang dan Daun Jati. (Karya Tulis Ilmiah). Universitas
Muhammadyah Surakarta. Surakarta.
Babu, P.D., R. Bhakyaraj, dan R. Vidhayalakshmi. 2009. Low cost Nutritious
“Tempeh” - a Review. Word Journal Daily Food Science 4 : 22-27.
Barnet, J. A. 1990. Characteristic and Identification Yeast. Cambridge
University Press. New York.
Baumann U and B. Bisping. 1995. Proteolysis during Tempe Fermentation.
Journal of Food Microbiology. 12: 39-47.
Bintari, S.H., D.P. Anisa, E.J. Veronika, dan C.R. Rivana. 2008. Efek Inokulasi
Bakteri Micrococcus luteus Terhadap Pertumbuhan jamur Benang dan
Kandungan Isoflavon Pada Proses Pengolahan Tempe. Jurnal Biosantifika 1
: 1-8.
45
Cahyadi, W. 2006. Kedelai Khasiat dan Teknologi. Bumi Aksara. Bandung.
Cheeseman, I. M, and R. M. Brown, jr. 2000. Microscopy of Curdlan Structure.
Depement of Botany. The University of Texas. Austin.
Deliani. 2008. Pengaruh Lama Fermentasi Terhadap Kadar Protein, Lemak,
Komposisi Asam Lemak dan Asam Fitat pada Pembuatan Tempe. (Tesis).
Universitas Sumatra Utara. Medan.
Denter, J., H.J. Rehm, dan B. Bisping. 1998. Changes in the Contents of Fat-
Soluble Vitamins and Provitamins during Tempe Fermentation.
International Journal of Food Microbiology 45 : 129–134
De Reu, J.C., Ramdaras. D., Rombouts F.M. dan Nout, M.J.R. 1994. Changes in
Soya Bean Lipids During Tempe Fermentation. Journal of Food Chemistry
50: 171175.
Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan RI. 1992. Daftar Komposisi Bahan
Makanan. Baharata. Jakarta.
Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI. 2004. Daftar Komposisi Bahan
Makanan. Binatara Aksara. Jakarta.
Dwidjoseputro, D. 1990. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Penerbit Djambatan.
Surabya.
Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan 1. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Fennema, O.R. 1996. Food Chemistry Third Edition. New York (US). Marcel
Dekker. Inc.
Gaman, P.M dan K. B, Sherington. 1992. Ilmu Pangan: Pengantar Ilmu Pangan
Nutrisi Dan Mikrobiologi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Goldberg, I. 1994. Introduction. In: Goldberg I (Ed). Functional Foods.
Designer Foods, Pharmafoods, Nutraceuticals. Chapman and Hall. New
York.
Gultom, U.Y. 2009. Kajian Penambahan Yeast (Saccharomyces cereviciae)
Terhadap Kandungan Nutrisi dan Sifat Organoleptik Tempe. (Skripsi).
Universitas Lampung. Bandarlampung.
Hendra, Alex. 2005. Analisis Pendahuluan Produksi dan Uji Aktivitas
Antibakteri Crude β-Glukan Hasil Isolasi Dari Sacccharomyces cereviciae
dan Agrobacterium sp. (Skripsi). Universitas Indonesia. Depok.
46
Hesseltine, C.W. 1985. Genus Rhizopus and Tempeh Microorganisms
Procdings, Asian Symposium on Non-saltd Soybean Fermentation.
National Food Research institute Tsukuba. Japan.
Isanga. J., Zhang. G. 2008. Soybean Bioactive Components and Their
Implication to Health- a Review. Food Review International. 24 (2): 252-
276.
Ismail, Jefriantono., M. R. J, Runtuwene., Feti Fatimah. 2012. Penentuan Total
Fenolik dan Uji Aktivitas Antioksidan pada Biji dan Kulit Buah Pinang
Yaki (Areca vetiaria Giseke). J. Sains.12 (2) 84-85.
Jay, M. J. 2001. Modern Food Microbiology, Fifth Edition. International
Thomson Publishing. New York.
Kasmidjo, R. B. 1990. Tempe: Mikrobiologi Dan Biokimia Pengolahan Serta
Pemanfaatannya. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Kavanagh, Kevin. 2005. Fungi Biology and Applications. John Willey & Sons
Ltd. England.
Koswara, S. 1992. Teknologi Pengolahan Kedelai. Penerbit Sinar Harapan.
Jakarta.
Koswara,S. 2006. Isoflavon, Senyawa Multi Manfaat pada Kedelai. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Kusmiati., S. R. Tamat., E. Jusuf., R. Istiningsih. 2007. Produksi β–Glukan Dari
Dua Galur Agrobacterium sp. Pada Media Mengandung Kombinasi Molase
Dan Urasil. J. Biodiversitas. 8(1) 123-129.
Kustyawati, M.E. 2009. Kajian Peran Yeast dalam Pembuatan Tempe.
J.Agritech 29 (2) 64-70.
Kustyawati, M.E. 2016. Signifikansi Khamir dalam Pangan. Plantaxia.
Yogyakarta.
Lipke, PN, dan R. Ovalle. 1998. Cell Wall Architecture In Yeast: New
Structuree and New Challenges Of Bacteriology. J. Bacteriol. 180(15):
3735-3740.
Muchtadi, D. 1989. Evaluasi Nilai Gizi Pangan. IPB Press. Bogor.
Noor, L. 2010. Isolasi dan Karakterisasi β-Glukan dari Tubuh Buah Jamur Tiram
Putih (Pleurotus ostreatus) dengan Metode Spektroskopi UV-Visibel dan
FTIR. (Skripsi). Universitas Islam Syarif Hidayatullah. Jakarta.
47
Nurhidyat, Masdiana C. Padaga, Sri Suhartini. 2006. Mikrobiologi Industri.
ANDI. Yogyakarta.
Paturau, MJ. 1969. By Product of th Cane Sugar Industry, an Introduction
Utilization. Elsevier pub.com.Amsterdam. London.
Pokorny, J., Yanishlieva, N., and Gordon, M. 2001. Antioxidants in Food. CRC
Prss. England.
Pudjiadi. 1997. Ilmu Klinis pada Anak. Ed 3. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Depok.
Rachman, A. 1989. Teknologi Fermentasi. Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas
Pangan dan Gizi IPB. Bogor.
Rilantono, L. I. 1992. Pokok-Pokok Pengembangan Penelitian Kardiovaskuler di
Bagian Kardiologi FKUI. Fakultas Kedokteran. Universitas Indonesia.
Jakarta.
Robinson, T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Penerbit ITB.
Bandung.
Salimi, K. Y. 2005. Aktivitas Antioksidan dan Antihiperkolesterolemia Ekstrak
Beta Glukan dari Saccharomyces cerevisiae pada Tikus Putih. (Tesis).
Intitut Pertanian Bogor. Bogor.
Saraswaty, V., A. Zainal, dan R. Dewi. 2002. Uji Aktivitas Antibakteri dari
Medium Sabouraud Cair yang Diperkaya dengan Infus Kacang Kedelai dan
telah Diinokulasi dengan Jamur Tempe Rhizopus sp. Prosiding Seminar
Tantangan Penelitian Kimia, hal. 67-74.
Sartika, DN. 2007. Studi Pendahuluan Daya Antioksidan Ekstrak Metanol
Tempe Segar dan Tempe “Busuk” Kota Malang Terhadap Radikal Bebas
DPPH (1,1- difinil-2-pikrilhidrazil). (skripsi). Universitas Negri Malang.
Malang.
Sarwono. 2004. Membuat Tempe dan Oncom. Penebar Swadaya. Jakarta.
Sefriana, Fita. 2012. Variasi Nitrogen dan Hidrolisis Enzimatis pada Produksi
Beta Glukan Saccharomyces ceerevisiae dengan Medium Onggok Ubi
Kayu dan Onggok Umbi Garut. (Skripsi). Universitas Indonesia. Depok.
Silvia, I. 2009. Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap
Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibhetinus). (Skripsi). Universitas
Sumatra Utara. Medan.
48
Standar Nasional Indonesia. 2009. Tempe Kedelai SNI 3144:2009. Badan
Standarisasi Nasional. Jakarta.
Steinkraus, K.H. 1983. Handbook of Indigenous Fermented Foods. New York
University Press. New York.
Suprapti, L. 2003. Pembuatan Tempe. Kanisius. Yogyakarta.
Tarwotjo, C.S. 1998. Dasar-Dasar Gizi Kuliner. Grasindo. Jakarta.
Thontowi, A., Kusmiati., dan S. Nuswantara. 2007. Produksi β-Glukan
Saccharomyces cerevisiae dalam Media dengan Sumber Nitrogen Berbeda
pada Air-Lift Fermentor. J. Biodiversitas. 8(2): 253-256.
Triwibowo, R. 2011. Kajian Kimiawi Stakhiosa dan Asam Lemak Esesnsial
Pada Tempe Kedelai (Glycine max) Selama Proses Fermentasi. (Skripsi).
Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Widianarko. 2002. Tips Pangan “Teknologi, Nutrisi dan Keamanan Pangan”.
Grasindo. Jakarta.
Widoyo, S. 2010. Pngaruh Lama Fermentasi Terhadap Kadar Serat Kasar dan
Aktivitas Antioksidan Tempe Beberapa Varietas Kedelai (Glycine sp.).
(Skripsi). Universitas Sebelas maret. Surakarta.
Widyastuti, N., T. Baruji., R. Giarni., H. Isnawan., P. Wahyudi., dan Donawati.
2011. Analisa Kandungan Beta-Glukan Larut Air dan Larut Alkali Dari
Tubuh Buah Jamur Tiram (Pleurotus ostreatus) dan Shitake (Lentinus
edodes). J. Sains dan Teknologi. 13 (3): 182-191.
Winarno, F. G. 1984. Kimia Pangan. PT. Gramedia. Jakarta.
Winarno, F. G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramdia Pustaka Utama.
Jakarta.
Winarsi, H. 2010. Protein Kedelai dan Kecambah Manfaat Bagi Kesehatan.
Kanisius. Yogyakarta.
Yamin, G, Salvi. 2005. Growth and Impact of Bacillus Subtilis on Tempe
Fermentation. The University of New South Wales. Sydney.
Yenti. 2005. Produksi β glukan Oleh Saccharomyces cereviciae Pada Fermentor
Air Lift Dengan Variasi Sumber Karbon. (Skripsi). Universitas Indonesia.
Depok.
Yuswantina, R. 2009. Uji Aktivitas Penangkapan Radikal dari Ekstrak Petroleum
Eter, Etil Asetat dan Etanol Rhizoma Binahong (Anredera cordifolia
49
(Tenore) Steen) dengan Metode DPPH (2,2-difenil-1-pikrilhidrazil).
(Skripsi). Univresitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta.