PENGARUH KOMBINASI STARTER KULTUR PENGEMPUKAN … · Ternak, Dasar Teknologi Hasil Ternak dan...
Transcript of PENGARUH KOMBINASI STARTER KULTUR PENGEMPUKAN … · Ternak, Dasar Teknologi Hasil Ternak dan...
i
PENGARUH KOMBINASI STARTER KULTUR lactobacillus plantarum
DAN lactobacillus acidophillus TERHADAP KARAKTERISTIK
MIKROBIOLOGIS DAN KIMIAWI PADA MINUMAN FERMENTASI
SKRIPSI
B A S R I
I 411 08 289
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK
JURUSAN PRODUKSI TERNAK
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2014
PENGEMPUKAN DAGING KERBAU (Pectoralis profundus) DENGAN
PEMBERIAN ENZIM BROMELIN DAN PAPAIN DIMASAK PADA
SUHU 80OC DENGAN WAKTU YANG BERBEDA
ii
KUALITAS DAGING (Otot Potongan Leg) KAMBING MARICA
(Capra hircus) MELALUI PEMBERIAN PAKAN DAN WAKTU AGING
YANG BERBEDA
SKRIPSI
Oleh:
B A S R I
I 411 08 289
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas
Peternakan Universitas Hasanuddin
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASILTERNAK
JURUSAN PRODUKSI TERNAK
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2014
PENGEMPUKAN DAGING KERBAU (Pectoralis profundus) DENGAN
PEMBERIAN ENZIM BROMELIN DAN PAPAIN DIMASAK PADA
SUHU 80OC DENGAN WAKTU YANG BERBEDA
iii
PERNYATAAN KEASLIAN
1. Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : B a s r i
NIM : I 411 08 289
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa:
a. Karya skripsi yang saya tulis adalah asli
b. Apabila sebagian atasu seluruhnya dari karya skripsi, terutama Bab Hasil
dan Pembahasan tidak asli atau plagiasi maka bersedia dibatalkan atau
dikenakan sanksi akademik yang berlaku.
2. Demikian pernyataan keaslian ini dibuat untuk dapat dipergunakan seperlunya.
Makassar, November 2014
B a s r i
iv
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Penelitian : Pengempukan Daging Kerbau (Pectoralis profundus)
dengan Pemberian Enzim Bromelin dan Papain
Dimasak pada suhu 80oC dengan Waktu yang Berbeda.
Nama : B a s r i
No. Pokok : I 411 08 289
Program Studi : Teknologi Hasil Ternak
Jurusan : Produksi Ternak
Fakultas : Peternakan
Skripsi ini telah diperiksa dan disetujui oleh:
Pembimbing Utama
Prof. Dr. Ir. H. MS. Effendi Abustam, M.Sc
NIP. 19520606 197602 1 001
Pembimbing Anggota
Dr. Hikmah M. Ali, S.Pt, M.Si
NIP. 19710819 199802 2 005
Dekan Fakultas Peternakan
Prof. Dr. Ir. H. Sudirman Baco, M.Sc,
NIP. 19641231 198903 1 025
A.n. Ketua Jurusan Produksi Ternak
Sekretaris
Muhammad Yusuf, S.Pt, Ph.D
NIP. 19700725 199903 1 001
Tanggal Lulus : November 2014
v
ABSTRAK
BASRI. I411 08 289. Pengempukan Daging Kerbau (Pectoralis profundus) dengan
Pemberian Enzim Bromelin dan Papain Dimasak pada suhu 80oC dengan Waktu
yang Berbeda. Dibimbing oleh Effendi Abustam dan Hikmah M.Ali.
Enzim bromelin dari buah nanas memiliki potensi yang sama dengan enzim papain
yang ditemukan pada pepaya dalam mencerna protein. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui pengaruh jenis enzim dan lama pemasakan pada suhu 80oC, serta
interaksi keduanya terhadap kualitas fisik daging kerbau. Penelitian ini
menggunakan dua jenis enzim dengan rancangan acak lengkap pola faktorial 3 x 4
dengan 3 kali ulangan dengan metode faktor enzim dan lama pemasakan dengan
waktu 15, 30, 45 dan 60 menit dengan parameter susut masak dan keempukan
daging. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Jenis enzim menghasilkan daya
putus daging yang terendah (0,42 kg/cm2) pada penambahan enzim papain,
sementara nilai nilai susut masak kurang lebih sama. Semakin lama pemasakan nilai
susut masak semakin meningkat mencapai 30,38 %, sementara daya putus daging
semakin menurun mencapai 0,45 kg/cm2 pada lama pemasakan 60 menit. Susut
masak meningkat dengan bertambahnya lama pemasakan seiring dengan jenis
enzim, sementara daya putus daging menurun dengan bertambahnya lama
pemasakan seiring dengan jenis enzim.
Kata Kunci : Daging Kerbau, Enzim Bromelin, Enzim Papain, Kualitas Daging.
vi
ABSTRAK
BASRI. I411 08 289. Tenderizing Buffalo Meat (Pectoralis profundus) with
Bromelin and Papain Enzyme Cooked at a Temperature of 80°C with Different
Time. Supervised by Effendi Abustam and Hikmah M.Ali.
The enzyme bromelain from pineapple fruit has the same potential with the enzyme
papain found in papayas in digesting proteins. This study aimed to determine the
effect of enzymes and the duration of cooking at a temperature of 80°C, as well as
their interaction on the physical quality of buffalo meat. This study uses two types
of enzymes with completely randomized design (CRD) 3 x 4 factorial design with
three replications with enzyme factor method and long cooking time 15, 30, 45 and
60 minutes with the shrinkage parameters cooking and tenderness of meat. The
results of this study indicated that the type of enzyme that produced the lowest of
shear force value of the meat (0.42 kg/cm2) was the addition of enzyme papain,
while the cooking loss values were relatively similar. The longer duration of
cooking, the value of cooking loss was increased at 30.38%, while the value of
shear force tended to decrease and it reached at 0.45 kg/cm2 at 60 minutes of
cooking. Cooking loss increased with longer cooking along with the type of
enzyme, while shear force value was decreased with increased the duration of
cooking along with the type of enzyme.
Keywords: Buffalo Meat, bromelin, papain enzyme, Quality Meat.
vii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas limpahan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penyusunan Tugas Akhir/ Skripsi yang berjudul
“Pengempukan Daging Kerbau (Pectoralis profundus) Dengan Pemberian
Enzim Bromelin dan Papain Dimasak Pada Suhu 80oC Dengan Waktu Yang
Berbeda” dapat terselesaikan dengan baik, sebagai Salah Satu Syarat untuk
memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin,
Makassar. Tak lupa pula penulis panjatkan shalawat dan salam kepada Rasulullah
Muhammad SAW, yang senantiasa menjadi panutan di hati seluruh umat. Aamiin
Ya Rabb...
Ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya penulis hanturkan
dengan kepada :
1. Segala hormat penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Ir.
H. MS. Effendi Abustam, M.Si selaku Pembimbing utama dan Bapak Dr.
Hikmah M. Ali, S.Pt, M.Si selaku pembimbing Anggota, atas segala bantuan
dan keikhlasannya untuk memberikan bimbingan, motivasi, nasehat dan saran-
saran sejak awal penelitian sampai selesainya penulisan skripsi ini.
2. Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya dengan
segenap cinta dan hormat kepada ayahanda tercinta H. Cokke Waru dan ibunda
tercinta Hj. Buanatang atas segala do’a, motivasi, dan kasih sayang yang tiada
bandingannya di dunia serta materi yang diberikan kepada penulis dan keluarga
viii
besar Kanda Dermawan Suddin, ST, MT. yang senantiasa membantu,
menghibur, dan memotivasi serta bersedia menjadi wali juga memberikan
tempat tinggal kepada penulis sampai sekarang.
3. Ibu Dr. Wahniyathi Hatta, S.Pt, M.Si yang telah memberikan banyak
masukan, arahan-arahan serta motivasi kepada penulis. Ucapan terima kasih
juga penulis haturkan kepada Bapak drh. Hj. Farida Nur Yuliati, M.Si dan
Bapak Prof. Dr. Ir. H. Sudirman Baco, M.Sc atas saran dan masukan dalam
penulisan skripsi ini.
4. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Sudirman Baco, M.Sc selaku Penasehat Akademik.
5. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Sudirman Baco, M,Sc selaku Dekan Fakultas
Peternakan dan seluruh Staf Pegawai Fakultas Peternakan, terima kasih atas
segala bantuan kepada penulis selama menjadi mahasiswa di Fakultas
Peternakan.
6. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Sudirman Baco, M,Sc selaku ketua Jurusan Produksi
Ternak beserta seluruh Dosen dan Staf jurusan Produksi Ternak dan Bapak Dr.
Muhammad Yusuf, S.Pt. selaku Sekretaris Jurusan Produksi Ternak atas segala
bantuan kepada penulis selama menjadi mahasiswa di Fakultas Peternakan.
7. Ibu Prof. Dr. drh. Hj. Ratmawati Malaka, M.Sc selaku ketua Bidang Program
Studi Teknologi Hasil Ternak beserta Seluruh Dosen dan staf Program Studi
Teknologi Hasil Ternak tanpa terkecuali yang telah membimbing dan memberi
arahan kepada saya selama kuliah di Fakultas Peternakan, Universitas
Hasanuddin, Makassar.
ix
8. Ucapan terima kasih kepada teman-teman satu tim Syahrul Malik dan Ucok
Yusuf D. Sihotang terima kasih atas kerjasama dan bantuannya selama
penelitian.
9. Seluruh Sahabat-sahabat “Bakteri 08” terima kasih telah menemani penulis
disaat suka maupun duka selama menempuh pendidikan di bangku kuliah.
Kalian adalah bagiaan-bagian lembaran kehidupan yang sangat ingin aku
ceritakan kepada anak cucuku nanti.
10. Sahabat-sahabat ”Crew THT 08” Irmawati, S.Pt, Nur Asia Ibrahim, S.Pt,
Muhammad Azhar, S.Pt, Fahrullah, S.Pt, Selvin Ta’la, S.Pt, Muh.
Adriansyah S.Pt, Sahrul Malik, Ucok Yusuf D. Sihotang, Nining Widya
Putri dan semua tanpa terkecuali, terima kasih yang setinggi-tingginya atas
segala pengorbanan, bantuan, pengertian, canda tawa serta kebersamaan
selama ini. Persahabatan kita adalah hal yang paling indah dan tak akan
mungkin terlupakan, semoga persahabatan kita membawa kesuksesan.
11. Kepada sahabat-sahabat setia “Tek08sdeL” terima kasih atas segala kebaikan,
bantuan dan kebersamaan yang kalian berikan kepada penulis selama ini dan
semoga tidak pernah terlupakan seumur hidup.
12. Kepada Kakanda Syamsuddin S. Pt, M.Si, Kakanda Muhammad Amin S.
Pt, M.Si, Kakanda Muhammad Irfan, S.Pt, M.Si Kakanda A. Arham
Janwar, S.Pt terima kasih atas bantuan dan motivasinya kepada penulis.
13. Ucapan terima kasih kepada Saudari Andri Teguh Prabowo, Haikal,
Syachroni, S.Pt, Dewi Ramadhani, S.Pt dan Lukman Hakim atas
bantuannya, mulai dari proses penelitian sampainya terselesai skripsi ini, serta
semua pihak tanpa terkecuali yang turut membantu penulis.
x
14. Terima kasih kepada Rekan-Rekan Asisten Abatoar & Tehnik Pemotongan
Ternak, Dasar Teknologi Hasil Ternak dan Pengawasan Mutu Hasil
Peternakan atas bantuan dan canda tawa selama penulis kuliah di Fakultas
Peternakan.
15. Sahabat–sahabat seperjuangan “Bakteri 08” terima kasih telah menemani
penulis disaat suka maupun duka selama menempuh pendidikan di bangku
kuliah. Kalian adalah bagiaan-bagian lembaran kehidupan yang sangat ingin
aku ceritakan kepada anak cucuku nanti.
16. Kerukunan Mahasiswa Pinrang“KMP-UNHAS” terima kasih dukungan yang
berarti serta canda tawa, susah senang yang pernah dilalui bersama dan tak
akan saya lupakan semua itu.
17. Keluarga Besar “SEMA FAPET-UH” ucapan terima kasih atas segala bentuk
pengalaman dan ilmu yang telah di ajarkan kepada penulis.
18. Keluarga Besar “HIMAPROTEK-UH” yang telah memberikan banyak
pencerahan dan motivasi kepada penulis.
19. Keluarga Besar “HIMATEHATE-UH” yang selalu memberi keceriaan yang
tak pernah terlupakan baik itu senang maupun susah dalam harian penulis.
20. Kepada Tanduk 01, Caput 02, Spider 03, Hamster 04, Lebah 05, Colagen
06, Rumput 07, Bakteri 08, Lion 10 , Solandeven 011, Flock Mentality 012,
dan Larva 013 terima kasih selama ini atas bantuannya baik secara moral
maupun moriln yang tidak pernah akan terlupakan.
21. Ucapan terima kasih pula kepada adinda Solandeven dan Flock Mentality yang
sudah menjadi bagian dari keluarga HIMATEHATE-UH, Terkhusus pada
adik Sari Agustiana, Iwan Heriyadi, Kartina, Azmi Mangalisu, Rachmat
xi
Budianto, A. Muh. Fuad, Alifran Esarianto, Afrisal Nur dan tanpa
terkecuali yang tidak bisa disebut satu persatu, atas segala do’anya selama ini,
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
22. Teman-teman KKN Reguler UNHAS angkatan 82 terkhusus Bapak
“Baharuddin” selaku kepala desa Barangpalie, Kecamatan Lanrisang,
Kabupaten Pinrang. Terima Kasih atas tempat tinggal yang telah diberikan
serta kebersamaan, canda tawa, susah senang yang telah kita lalui bersama
selama kurang lebih dua bulan yang telah kalian ciptakan serta dukungan dan
motivasi yang menghalir kepada penulis.
23. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebut satu persatu, Terima Kasih atas
segala bantuan yang diberian kepada penulis selama menyelesaikan studi.
Semoga Allah SWT membalas kebaikan dengan limpahan berkah, rahmat,
karunia dan hidayah-Nya. Amin. Melalui kesempatan ini penulis
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya mendidik, apabila dalam
penyusunan skripsi ini terdapat kekurangan dan kesalahan. Semoga skripsi ini
dapat bermanfaat bagi penulis maupun pembaca Amin. Wassalam.
Makassar, November 2014
Penulis
xii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL ............................................................................ i
HALAMAN JUDUL . .............................................................................. ii
PERNYATAAN KEASLIAN ................................................................. iii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................. iv
ABSTRAK ............................................................................................... v
ABSTRACT ............................................................................................. vi
KATA PENGANTAR ............................................................................. vii
DAFTAR ISI . .......................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR . .............................................................................. xiv
DAFTAR TABEL .................................................................................... xv
PENDAHULUAN. .................................................................................... 1
TINJAUAN PUSTAKA . ......................................................................... 3
Kualitas Daging Kerbau ..................................................................... 3
Penggunaan Enzim Pengempuk dagin ............................................... 5
Enzim Bromelin ................................................................................... 5
Enzim Papain ....................................................................................... 7
Pemasakan Daging ............................................................................. 9
Sifat Fungsional daging. ..................................................................... 10
Susut Masak (SM/ CL)........................................................................ 10
Daya Putus daging (DPD) ................................................................... 11
DIA (Daya Ikat Air )/ WHC (Water Holding Capacity) ..................... 13
xiii
METODE PENELITIAN ........................................................................ 15
Waktu dan Tempat ............................................................................. 15
Materi Penelitian ................................................................................. 15
Metode penelitian ............................................................................... 15
Rancangan Penelitian .......................................................................... 15
Prosedur Penelitian ............................................................................. 16
Parameter yang diukur ....................................................................... 18
Analisis Data ...................................................................................... 20
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 21
Susut Masak ......................................................................................... 21
Daya putus daging ............................................................................... 23
KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 26
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 27
LAMPIRAN .............................................................................................. 30
Lampiran Dokumentasi Penelitian ...................................................... 42
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ................................................................. 44
xiv
DAFTAR GAMBAR
Teks
No. Halaman
1. Diagram Alir Penelitian ......................................................................... 17
xv
DAFTAR TABEL
Teks
No. Halaman
1. Susut Masak ........................................................................................... 22
2. Daya Putus Daging ................................................................................ 23
1
PENDAHULUAN
Daging merupakan hasil pemotongan ternak yang telah melalui fase
rigormortis, dalam proses rigormortis tersebut otot akan mengalami kehilangan
glikogen dan mengakibatkan otot menjadi kaku, setelah itu enzim-enzim proteolitik
pada daging akan bekerja dalam memperbaiki keempukan.
Jumlah jaringan ikat dalam otot merupakan komponen terpenting dalam
menentukan empuk tidaknya daging, selain itu jaringan ikat juga mempengaruhi
tekstur dari pada daging. Otot yang mengalami banyak aktifitas selama hidup
memiliki tekstur yang lebih kasar, seperti otot Pectoralis profundus. Menurut
penelitian Abustam, (1987) nilai kadar kolagen pada setiap jenis otot berbeda, otot
Longissimus dorsi kadar kolagennya 6,18 mg/g lebih rendah dari Semitendinosus
dengan kadar kolagen 11,09 mg/g dan kadar kolagen dari otot Pectoralis profundus
adalah 12,11 mg/g.
Pelunakan daging secara fisika melalui pemasakan, merupakan proses
perubahan struktur serat protein dari yang rigid menjadi amorf. Pengempukan
daging terkadang disertai dengan melarutnya sebagian protein artinya keempukan
daging dapat dilihat dari dua parameter, yakni berdasarkan uji fisik atas serat daging
dan atau berdasarkan uji biokimia protein terlarut (Silaban, 2009). Pelunakan
daging secara kimia dapat dilakukan melalui dua cara yakni secara enzimatis dan
non enzimatis. Secara enzimatis menggunakan enzim protease sedangkan non
enzimatis menggunakan asam. Pelunakan daging secara enzimatis hingga saat ini
belum banyak dilakukan. Belum banyak penelitian yang mengkaji hal ini, karena
keterbatasan sumber enzim dan juga keterbatasan referensi atas nilai gizi makanan
yang diolah dengan enzim. Menurut perkiraan, perlakuan enzimatis terhadap
2
daging sebelum dimasak dapat menghemat energi, karena enzim protease terlebih
dahulu akan mengubah struktur serat protein yang sukar larut, sehingga daging
yang telah direndam dengan ekstrak enzim protease tidak perlu dimasak berlama-
lama untuk memperoleh daging yang empuk.
Keempukan dan tekstur daging merupakan penentu paling penting pada
kualitas daging. Keempukan daging ditentukan oleh tiga komponen daging, yaitu
struktur miofibrilar atau status kontraksinya, kandungan jaringan ikat dan tingkat
ikatan silangnya, serta daya ikat air oleh protein daging serta jus daging (Soeparno,
2011). Pada prinsipnya, keempukan daging dapat ditentukan secara subjektif dan
objektif. Penentuan keempukan dengan metode subjektif dilakukan dengan uji
panel cita rasa atau panel taste. Pengujian secara objektif dapat dilakukan secara
mekanik dengan uji putus Warner-Brazler.
Enzim bromelin dari buah nanas memiliki potensi yang sama dengan enzim
papain yang ditemukan pada pepaya dalam mencerna protein. Daya kerja enzim
bromelin dan papain dalam pengempukan daging kerbau belum banyak
dipublikasikan padahal daging kerbau adalah salah satu daging yang alot.
Penggunaan enzim bromelin dan papain sangat dipengaruhi oleh pemasakan, sebab
enzim papain berpengaruh pada suhu tinggi. Oleh karena itu, perlu kajian
mendalam tentang pengujian lama pemasakan terhadap aktivitas kerja enzim
bromelin dan papain dalam mengempukkan daging kerbau.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh jenis enzim dan lama
pemasakan pada suhu 80oC, serta interaksi keduanya berpengaruh terhadap kualitas
fisik daging kerbau.
3
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kualitas Daging Kerbau
Definisi daging secara umum adalah bagian dari tubuh hewan yang
disembelih yang aman dan layak dikonsumsi manusia. Termasuk dalam definisi
tersebut adalah daging atau otot skeletal dan organ-organ yang dapat dikonsumsi
(edible offals) (Lukman, 2008).
Daging kerbau yang dipotong umumnya berasal dari ternak yang tua (8-10
tahun) dan dipekerjakan untuk membajak sawah serta menarik barang (sebagai
kendaraan). Akibatnya, daging kerbau yang dijual di pasar tidak empuk, juiceness
rendah, flavornya kurang enak sehingga tidak memenuhi syarat sebagai daging
yang bermutu baik (Direktorat Jenderal Peternakan, 2009). Daging kerbau pada
dasarnya sama dengan daging sapi. Daging kerbau memiliki karakteristik nilai pH
daging 5,4; kadar air 76,6%; protein 19%; dan kadar abu 1%.
Daging mempunyai struktur daging yang terdiri dari jaringan otot, jaringan
ikat, pembuluh darah dan jaringan syaraf (Lawrie, 1974). Menurut SNI 01-3947-
1995 Urat daging melekat pada kerangka, kecuali urat daging dari bagian bibir,
hidung dan telinga yang berasal dari sapi/ kerbau yang sehat waktu dipotong. Jenis
mutu dibedakan menjadi segar, dingin dan beku, syarat mutu, pengambilan contoh
dan pengemasan. Menurut Lukman (2008) SNI 01-3947-1995 penggolongan
daging sapi/kerbau menurut kelasnya adalah yaitu golongan (kelas) I, meliputi
daging bagian has dalam (fillet), tanjung (rump), has luar (sirloin), lemusir (cube
roll), kelapa (inside), penutup (top side), pendasar + gandik (silver side). Golongan
(kelas) II, meliputi daging bagian paha depan, sengkel (shank), daging paha depan
(chuck), daging iga (rib meat), daging punuk (Blade). Golongan (kelas) III,
4
meliputi daging lainnya yang tidak termasuk golongan I dan II, yaitu samcan
(flank), sandung lamur (brisket ).
Muchtadi dan Sugiyono (1992) menyatakan bahwa jaringan otot, jaringan
lemak, jaringan ikat, tulang dan tulang rawan merupakan komponen fisik utama
daging. Jaringan otot terdiri dari jaringan otot bergaris melintang, jaringan otot
licin, dan jaringan otot spesial. Soeparno, (2011) menjelaskan lebih lanjut bahwa
keadaan fisik daging dapat dikelompokkan menjadi (1) daging segar yang
dilayukan atau tanpa pelayuan, (2) daging yang dilayukan kemudian didinginkan
(daging dingin), (3) daging yang dilayukan, didinginkan, kemudian dibekukan
(daging beku), (4) daging masak, (5) daging asap dan (6) daging olahan.
Sedangkan jaringan lemak pada daging dibedakan menurut lokasinya, yaitu lemak
subkutan, lemak intermuskular, lemak intramuskular, dan lemak intraselular.
Jaringan ikat yang penting adalah serabut kolagen, serabut elastin, dan serabut
retikulin. Menurut Winarno (1993) secara garis besar struktur daging terdiri atas
satu atau lebih otot yang masing-masing disusun oleh banyak kumpulan otot, maka
serabut otot merupakan unit dasar struktur daging.
Kualitas daging adalah karaketristik daging yang dinilai oleh konsumen.
Beberapa karakteristik kualitas daging yang penting dalam pengujian yakni pH,
daya ikat air, warna dan keempukan. Dijelaskan pula bahwa faktor kualitas daging
yang dimakan meliputi warna, keempukan, tekstur, flavor (cita rasa), aroma (bau),
dan kesan jus daging (juiciness) Soeparno (2011). Disamping itu susut masak
cooking lost ikut menentukan kualitas daging. Zat-zat yang terdapat dalam daging
yaitu protein 19-22%, lemak 2,5%, karbohidrat 1,2%, air 75% dan 1,5% substansi
non protein (Lawrie, 2003). (Abustam, 2009) menambahkan bahwa kualitas karkas
5
dan daging dipengaruhi oleh faktor sebelum dan sesudah pemotongan. Faktor
sebelum pemotongan yang dapat mempengaruhi kualitas daging antara lain adalah
genetik, spesies, bangsa, tipe ternak, jenis kelamin, umur, pakan termasuk bahan
additif (hormon, antibiotik dan mineral). Faktor setelah pemotongan yang
mempengaruhi kualitas daging antara lain meliputi metode pelayuan, stimulasi
listrik, metode pemasakan, pH karkas dan daging, bahan tambahan termasuk enzim
pengempuk daging, hormon dan antibiotika, lemak intramuskular atau marbling,
metode penyimpanan dan preservasi, macam otot daging dan lokasi otot daging.
Pada hewan potong, pH daging sesudah disembelih berkisar antara 6.7 – 8.
Buckle dan Edwars, (1985) menyatakan bahwa pH rendah berada sekitar 5.1 – 6.1
menyebabkan daging mempunyai struktur terbuka, sedangkan pH tinggi berada
sekitar 6.2 – 7.2 menyebabkan daging pada tahap akhir akan mempunyai struktur
yang tertutup atau padat dan lebih memungkinkan untuk perkembangan
mikroorganisme.
B. Penggunaan Enzim Pengempuk Daging
1. Enzim Bromelin
Bromelin merupakan salah satu jenis enzim protease yang mampu
menghidrolisis ikatan peptida pada protein atau polipeptida menjadi molekul yang
lebih kecil yaitu asam amino. Bromelin banyak digunakan dalam bidang industri
pangan maupun nonpangan seperti industri daging kalengan, minuman bir dan lain-
lain (Wiseman, 1986).
Bromelin termasuk dalam golongan protease yang dihasilkan dari ekstraksi
buah nanas yang dapat mendegradasi kolagen daging, sehingga dapat
mengempukan daging (Illanes, 2008). Nanas merupakan buah yang dapat diperoleh
6
di seluruh Indonesia dan dapat dipanen sepanjang tahun (Winastia, 2011). Enzim
bromelin mudah di dapat karena buah nanas dapat berbuah sepanjang tahun dan
tersebar di seluruh Indonesia.
Bromelin dapat diperoleh dari tanaman nanas baik dari tangkai, kulit, daun,
buah, maupun batang dalam jumlah yang berbeda. Dilaporkan bahwa kandungan
enzim bromelin lebih banyak terdapat pada batang yang selama ini kurang
dimanfaatkan. Distribusi bromelin pada batang nanas tidak merata dan tergantung
pada umur tanaman. Kandungan bromelin pada jaringan yang umurnya belum tua
terutama yang bergetah sangat sedikit sekali bahkan kadang-kadang tidak ada sama
sekali. Sedangkan bagian tengah batang mengandung bromelin lebih banyak
dibandingkan dengan bagian tepinya (Hartadi, 1980).
Klasifikasi tanaman nanas adalah:
Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan)
Divisi : Spermatophyta (tumbuhan berbiji)
Kelas : Angiospermae (berbiji tertutup)
Ordo : Farinosae (Bromeliales)
Famili : Bromiliaceae
Genus : Ananas
Species : Ananas comosus (L) Merr
Kerabat dekat spesies nanas cukup banyak, terutama nanas liar yang
biasadijadikan tanaman hias, misalnya A. braceteatus (Lindl) Schultes, A.
Fritzmuelleri, A. erectifolius L.B. Smith, dan A. ananassoides (Bak) L.B. Smith.
Berdasarkan habitus tanaman, terutama bentuk daun dan buah dikenal 4
jenisgolongan nanas, yaitu : Cayene (daun halus, tidak berduri, buah besar),
Queen(daun pendek berduri tajam, buah lonjong mirip kerucut), Spanyol/Spanish
(daunpanjang kecil, berduri halus sampai kasar, buah bulat dengan mata datar) dan
7
Abacaxi (daun panjang berduri kasar, buah silindris atau seperti piramida). Varietas
cultivar nanas yang banyak ditanam di Indonesia adalah golongan Cayene dan
Queen. Golongan Spanish dikembangkan di kepulauan India Barat, Puerte Rico,
Mexico dan Malaysia. Golongan Abacaxi banyak ditanam di Brazilia. Dewasa
iniragam varietas/cultivar nanas yang dikategorikan unggul adalah nanas Bogor,
Subang dan Palembang (Anonim,2010a).
Enzim bromelin dari nenas juga banyak digunakan untuk mengempukkan
daging. Enzim bromelin dapat menguraikan serat-serat daging sehingga menjadi
lebih empuk. Buah nenas yang belum matang mengandung bromelin lebih sedikit
dibandingkan buah nenas matang yang masih segar. Kandungan bromelin paling
banyak terdapat dalam bagian kulit (Anonim, 2010b).
Enzim bromelin memiliki potensi yang sama dengan enzim papain yang
ditemukan pada pepaya yang dapat mencerna protein sebesar 1000 kali beratnya,
sehingga nanas bermanfaat sebagai penghancur protease (Rocky, 2009). Enzim
proteolitik dianggap penting dalam metabolisme protein dan banyak digunakan
dalam industri pangan, misalnya untuk mengempukkan daging. Ada banyak jenis
enzim proteolitik yang dikenal seperti enzim bromelin, papain, rennin, protease dan
fisin yang mempunyai sifat menghidrolisa protein dan menggumpalkan susu.
Dengan demikian enzim bromelin dapat digunakan sebagai pengganti bagi enzim
sejenis lainnya (Rocky, 2009).
2. Enzim Papain
Enzim papain merupakan enzim proteolitik golongan protease yang
memerlukan substrat protein dengan titik serangnya pada bagian ikatan-ikatan
peptida (Miller, 1958). Enzim Papain mempunyai pH dan suhu optimum masing-
8
masing 5 – 7 dan 100C sampai 700C (Arief, 1975). Sedangkan keaktifan enzim
papain hanya menurun 20 persen pada pemanasan 700C selama 30 menit pada pH
7 dan menjadi tidak aktif diatas suhu 70 – 850C.
Papain cocok digunakan sebagai pengempuk daging karena aktif pada
keadaan pH daging. Enzim ini memotong protein daging pada sisi karboksil valin,
lisin dan arginin. Sebenarnya komponen paling aktif dari getah papaya yang bekerja
sebagai pengempuk daging adalah khimopapain, yaitu enzim yang juga dapat
menggumpalkan susu. Sifat tahan asamnya menyebabkan khimopapain berfungsi
aktif di dalam lingkungan asam optimum khimopapain 5, jadi sesuai dengan pH
daging. Selain itu, khimopapain bersifat tahan panas (Suhartono, 1989). Kualitas
keempukan daging diperoleh dengan cara memasukan enzim dalam daging (Payne,
2009). Enzim dimasukan dalam daging dengan cara dioleskan pada permukaan
daging dan ditusuk-tusuk dengan garpu, atau bisa juga dilakaukan dengan cara
perendaman.
Papain mempunyai keaktifan sintetik serta daya tahan panas yang lebih
tinggi dari enzim lain. Disamping keaktifan untuk memecah protein, papain
mempunyai kemampuan membentuk protein baru atau senyawa yang menyerupai
protein yang disebut plastein dari hasil hidrolisa protein. Selain itu, enzim papain
mudah diperoleh dari getah buah pepaya muda. Berdasarkan hal tersebut diatas
maka penggunaan enzim papain dapat dijadikan alternatif dari beberapa cara
pengempukan. Penelitian ini mengguanakan daging kerbau, tujuan untuk
mengetahui pengaruh enzim papain terhadap mutu daging kerbau selama
pemasakan. Enzim ini tergolong protease sulfhidril. Secara umum yang dimaksud
dengan papain adalah papain yang telah murni maupun yang masih kasar. Dalam
9
getah pepaya, terdapat tiga jenis enzim, yaitu papain, kimopapin dan lisozim.
Kestabilan papain baik pada larutan yang mempunyai pH 5,0. Papain mempunyai
keaktifan sintetik serta daya tahan panas yang lebih tinggi dari enzim lain.
Disamping keaktifan untuk memecah protein, papain mempunyai kemampuan
membentuk protein baru atau senyawa yang menyerupai protein yang disebut
plastein dari hasil hidrolisa protein.
C. Pemasakan Daging
Menurut Lawrie (2003) keempukan daging dipengaruhi oleh protein
jaringan ikat, semakin tua ternak jumlah jaringan ikat lebih banyak, sehingga
meningkatkan kealotan daging. Keempukan daging tergantung dari temperatur dan
waktu pemasakan, lama waktu pemasakan mempengaruhi kolagen, dan temperatur
pemasakan lebih mempengaruhi kealotan miofibrilar (Soeparno, 2011). Menurut
Davery and Gilbert (1974) protein miofibrilar mengalami koagulasi atau denaturasi
sempurna pada temperatur 60oC. Pemasakan pada temperatur yang lebih tinggi
menyebabkan pengeringan dan kealotan protein miofibril yang mengalami
koagulasi.
Solusi untuk mengempukan daging yaitu sebelum dilakukan pemanasan
terlebih dahulu dilakukan proses perendaman dalam larutan enzim proteolitik.
Selama proses perendaman daging terjadi proses hidrolisis protein serat otot,
tenunan pengikat, dan terjadi perubahan-perubahan yang meliputi menipisnya serta
hancurnya sarkolema, terlarutnya nukleus dari serabut otot dan jaringan ikat serta
lepasnya keterikatan serabut otot sehingga dihasilkan jaringan lunak.
Salah satu enzim protease tersebut adalah bromelin yang berasal dari buah
nanas, hampir dalam seluruh bagian tanaman terdapat enzim bromelin dengan
10
jumlah yang berbeda-beda pada setiap bagiannya. Menurut Winarno (1993)
bromelin adalah enzim protease yang dapat menghirolisis protein. Enzim ini mudah
diperoleh karena tanamannya dapat berbuah sepanjang tahun tanpa tergantung oleh
musim. Menurut Hero (2008) selama 5 tahun terakhir tahun 2000 sampai 2005
perkembangan produksi nanas Indonesia rata-rata sebesar 6.145.382 ton.
D. Sifat Fungsional Daging
1. Susut Masak
Susut masak dipengaruhi oleh temperatur dan lama pemasakan. Semakin tinggi
temperatur pamasakan semakin besar kadar cairan daging yang hilang sampai
mencapai tingkat yang konstan. Susut masak dapat dipengaruhi oleh pH, panjang
sarkomer serabut otot, panjang potongan serabut otot, status kontraksi miofibril, ukuran
dan berat sampel daging serta penampang lintang daging (Soeparno, 2011). Perebusan
daging pada suhu tinggi (60-90ºC) akan menyebabkan kerusakan jaringan epimisium,
perimisium, dan endomesium sehingga jaringan daging akan menyusut sekitar 30%
akibat keluarnya cairan daging atau cooking loss (Lawrie, 2003). Besarnya susut masak
dipengaruhi oleh banyaknya kerusakan membran seluler, banyaknya air yang keluar
dari daging, umur daging, degradasi protein dan kemampuan daging untuk mengikat
air (Shanks et al., 2002).
Besarnya susut masak dapat dipergunakan untuk mengestimasikan jumlah
jus dalam daging masak. Daging dengan susut masak yang rendah mempunyai
kualitas yang tinggi. Susut masak adalah proses selama pemasakan daging yang
mengalami pengerutan dan pengurangan berat. Prodak daging olahan sebaiknya
mengalami susut masak sedikit karena susut masak mempunyai hubungan erat
dengan rasa/juiceness daging (Winarno, 1993).
11
Pada temperatur pemasakan 80oC daging yang mengalami pemendekan
daging. Pada pH normal 5,4-5,8 menghasilkan susut masak yang lebih besar dari
pada susut masak daging regang dengan panjang serabut yang sama. Pemasakan
pada temperatur 90oC juga dapat menghasilakn susut masak otot (misalnya ST
steer) pendek dingin yang lebih besar daripada otot regang. Susut masak menurun
secara linear dengan bertambahnya umur tenak. Misalnya pada sapi, susut masak
otot SM yang dimasak pada temperatur 80oC selama 90 menit, menurun dengan
meningkatnya umur ternak. Konsumsi pakan dapat mempengaruhi besarnya susut
masak. Misalnya susut otot LD domba yang diberi pakan maintenan (imbangan
energi nol) dan submaintenan (imbangan energi negatif) adalah lebih kecil daripada
otot LD domba yang diberi pakan dengan imbangan energi positif (Harjono, 2008).
2. Daya Putus Daging (DPD)
Beberapa peneliti menemukan korelasi antara daya putus dengan
kandungan kolagen pada otot Longissimus dorsi dan Semitendinosus yang cukup
rendah (Reagan dkk., 1976 ; Jeremiah dan Martin, 1981). Sorensen (1981)
mengemukakan bahwa kandungan dan solubilitas kolagen hanya dapat
menjelaskan variasi keempukan sebesar 15 - 20 % pada otot Longissimus dorsi dan
Semitendinosus dari ternak dengan genotip dan umur yang sama. Abustam (1987)
memperlihatkan bahwa kandungan kolagen daging sapi bervariasi, tergantung pada
jenis otot dan umur ternak, variasi ini sangat besar pada otot empuk dan ternak umur
muda yang mana 48 - 66 % dapat menjelaskan variasi keempukan daging. Semakin
tinggi kadar kolagen maka semakin rendah suhu awal kontraksi dan semakin
penting tegangan maksimal (maximal tension) selama pemanasan daging. Menurut
Dransfield (1977) dalam Lawrie (2003) bahwa kadar kolagen nampaknya
12
merupakan penduga yang baik bagi kekerasan daging mentah jika perbandingan
dilakukan pada otot-otot yang berbeda dari umur yang sama. Sebaliknya
pengukuran kadar kolagen nampaknya kurang sensitif jika perbandingan dilakukan
pada otot yang sama dan berasal dari ternak yang berbeda. Kadar kolagen bukanlah
faktor tersendiri dalam menjelaskan variasi kekerasan jaringan ikat.
Pelayuan dapat meningkatkan daya ikat air pada berbagai macam pH karena
terjadinya perubahan hubungan air dan protein, yaitu peningkatan muatan melalui
absorbsi ion K dan pembebasan ion Ca+, tetapi penyimpanan yang terlalu lama akan
menurunkan daya ikat air dan terjadinya perubahan struktur otot. Walaupun
pelayuan dapat meningkatkan daya ikat air tetapi sangat dipengaruhi oleh pH dan
pada akhirnya daging kehilangan cairannya. Pelayuan pada temperatur (0 - 1)oC
selama 21 hari dapat meningkatkan daya ikat air dan keempukan daging Sapi serta
menurunkan susut masak (cooking loss) dan penyusutan daging (Tabrani, 2001).
Keempukan daging dapat diukur dengan melihat daya putus daging dengan
menggunakan alat CD Shear Force. Uji daya putus daging merupakan pengujian
yang dilakukan untuk mengetahui tingkat kealotan dari daging, semakin tingggi
nilai daya putus daging suatu sampel daging maka semakin tinggi pula tingkat
kealotannya. Faktor utama yang mempengaruhi tingkat kealotan daging adalah
jumlah kolagen dan tingkat kelarutan kolagen (Lawrie, 2003) dalam (Ma’arif,
2009).
3. DIA (Daya Ikat Air )/ WHC (Water Holding Capacity)
Daya ikat air oleh protein daging atau water holding capacity adalah
kemampuan daging untuk mengikat air. Air yang terikat di dalam otot dapat dibagi
menjadi 3 kompartemen air, yaitu air yang terikat secara kimiawi oleh protein otot
13
sebesar 4-5% sebagai lapisan monomolekular pertama; air terikat agak lemah
sebagai lapisan kedua dari molekul air terhadap grup hidrofilik, sebesar kira-kira
4%, dan lapisan kedua ini akan terikat oleh protein bila tekanan uap air meningkat.
Lapisan ketiga adalah molekul-molekul air bebas diantara molekul protein,
berjumlah kira-kira 10%. Jumlah air yang terikat (lapisan pertama dan kedua)
adalah bebas dari perubahan molekul yang disebabkan oleh denaturasi protein
daging, sedangkan jumlah air terikat yang lebih lemah yaitu lapisan diantara
molekul protein akan menurun bila protein daging mengalami denaturasi. Beberapa
faktor dapat mempengaruhi daya ikat air protein daging termasuk pH, stress,
bangsa, pembentukan akto-myosin (rigormortis), temperatur dan kelembaban,
pelayuan karkas dan aging, tipe otot dan lokasi otot, spesies, umur, fungsi otot,
pakan, dan lemak intramuskuler (Soeparno, 2011).
Hampir semua air dalam urat daging berada dalam miofibril, dalam ruang
interfilamen tebal dan filamen tipis. Ruang interfilamen sebagian besar menentukan
daya mengikat air dari protein miofibril. Semakin tinggi pH akhir maka daya
mengikat air semakin kecil. Tingkat penurunan pH semakin cepat, akan
meningkatkan aktomiosin untuk berkontraksi karena semakin banyak protein
sarkoplasmik yang terdenaturasi, sehingga akan memeras cairan keluar dari protein
daging.Daya ikat air dan pH memiliki keterkaitan yang erat. Jika konsentrasi
glikogen otot pada pemotongan cukup, maka pH akan mengalami penurunan dari
7,2 menjadi 5,5 setelah rigormortis dan daging akan lebih empuk. Laju penurunan
pH karkas (postemortem) juga merupakan penentu utama dari daya ikat air. Besar
penurunan pH karkas (postemortem), akan mempengaruhi daya ikat air dan makin
tinggi pH akhir makin kurang daya ikat air daging (Lawrie, 2003).
14
15
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Mei–Juni 2014 di Laboratorium
Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar.
Materi Penelitian
Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging kerbau
berumur 3-4 tahun bagian otot Pectoralis profundus berasal dari 3 ekor kerbau. Bahan
tambahan adalah enzim papain, enzim bromelin, dan bahan tambahan lainnya
adalah akuades.
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu penguji atau analisa
adalah pH meter, plastik klip, waterbath, kertas saring, timbangan analitik, plastik
PP, lemari pendingin, talenan dan pisau.
Metode Penelitian
A. Rancangan Penelitian
Penelitian dilakukan secara eksperimental berdasarkan rancangan acak
lengkap pola faktorial 3 x 4 dengan 3 kali ulangan sebagai berikut :
1. Faktor A (Jenis Enzim) perendaman selama ± 30 menit.
A1 = Kontrol A3 = Enzim Papain 5%
A2 = Enzim Bromelin 5%
2. Faktor B (Lama Pemasakan).
B1 = 15 menit B3 = 45 menit
B2 = 30 menit B4 = 60 menit
16
Prosedur Penelitian
1. Persiapan Enzim
Langkah pembuatan ekstrak nanas yaitu pemilihan bahan, pengupasan,
pencucian, pemotongan, pemblenderan dan penyaringan. Pemilihan, buah nanas
dipilih yang sudah tua namun tidak terlalu matang. Pengupasan, kulit nanas dikupas
dan mata kulitnya dibersihkan. Pencucian, nanas yang sudah dikupas dan dibuang
mata kulitnya kemudian dicuci. Pemotongan, nanas dipotong kecil-kecil (apabila
akan diblender). Pemblenderan, nanas diblender sampai halus. Penyaringan, nanas
yang sudah diblender mengeluarkan air. Air dan ampasnya dipisahkan dengan cara
disaring. Penyaringan pertama dengan saringan lubang agak besar agar ampas dan
sarinya mudah terpisah sedangkan penyaringan kedua dengan kain supaya air nanas
bersih dari ampasnya. Air nanas itu disebut dengan ekstrak buah nanas yang
mengandung bromelin (Asryani, 2007).
Buah papaya yang digunakan adalah buah mengkal yang telah berumur 2-3
bulan. Buah yang sedang dalam masa penyadapan harus tetap tergantung pada
batang pohonnya. Masa penyadapan buah dapat berlangsung hingga 7 kali. Waktu
yang tepat untuk melakukan penyadapan adalah pagi hari sebelum matahari terbit,
yaitu pukul 05.30-08.00. Getah disadap dengan alat sadap (terdiri dari pisau cutter
dan bambu), Penyadapan dilakukan dengan menorehkan alat sadap pada kulit buah
dari pangkal menuju ujung buah. Kedalaman torehan antara 1-2 mm, tiap buah
cukup lima kali torehan, dengan jarak antar torehan 1- 2 cm. Setelah ditoreh getah
ditampung dengan wadah (Tekno Pangan dan Agroindustri, 2008).
17
2. Perlakuan penelitian
Prosedur perlakuan penelitian dengan pemberian enzim dan lama
pemasakan pada daging kerbau dapat dilihat pada Gambar 1, sebagai berikut :
Diagram Alir Penelitian
Gambar 1. Diagram alir prosedur penelitian pemberian enzim dan lama pemasakan
pada daging kerbau.
Berdasarkan diagram diatas, maka perlu dilakukan penelitian yang
bertujuan untuk mengetahui keempukan daging kerbau dengan pemberian enzim
dan waktu lama pemasakan yang berbeda, serta interaksi keduanya.
DAGING KERBAU
(Pectoralis Profundus)
Pengukuran
Daya Ikat Air
Pemanasan/ Pemasakan
80oC
Pengukuran Susut Masak Dan Keempukan
30 (Menit)
Enzim Papain (5%) Kontrol (0%) Enzim Bromelin (5%)
15 (Menit) 45 (Menit) 60 (Menit)
18
B. Parameter yang Diukur
Parameter yang diamati pada penelitian ini adalah daya putus daging, susuk
masak dan daya ikat air. Prosedur pengambilan data masing-masing peubah
tersebut adalah sebagai berikut :
1. DPD (Daya Putus Daging)
Pengukuran daya putus daging menggunakan alat CD-Shear Force untuk
melihat daya putus daging yang dinyatakan dalam kg/cm2. Sebelum diukur terlebih
dahulu daging dimasak pada suhu 80oC selama (15, 30, 45, 60) menit. Semakin
rendah nilai daya putus daging, menunjukkan daging tersebut semakin empuk,
sebaliknya semakin tinggi nilai daya putus daging maka semakin alot. Prosedur
pengukuran keempukan daging adalah :
a. Sampel dipotong dengan panjang 2 cm, jari-jari 0,635 cm
b. Sampel dimasukkan pada lubang CD Shear Force
c. Sampel dipotong tegak lurus dengan serat daging
d. Perhitungan daya putus daging sesuai pembacaan pada CD Shear Force
dengan menggunakan rumus :
𝐴 =𝐴1
𝐿
Keterangan :
A = Daya putus daging (kg/cm2)
A1 = Tenaga yang digunakan (kg)
L = Luas penampang sampel (𝝅𝒓𝟐 = 3,14 x(0,635 cm)2 = 1,27)
2. Susut Masak
Menurut Soeparno (2011) bahwa prosedur pengujian susut masak dapat
dilakukan dengan cara sampel sebanyak 40 gr dibungkus dengan kantung plastik
kemudian dimasukkan ke dalam penagas air 70oC dan dipanaskan dengan
19
waterbath selama 30 menit. Setelah perebusan selesai sampel dikeluarkan dan
didinginkan menggunakan air dingin mengalir. Setelah sampel dikeluarkan dari
plastik dan sisa air yang menempel dipermukaan daging dikeringkan dengan
menggunakan kertas hisap tanpa dilakukan penekanan. Selanjutnya sampel
ditimbang.
Dengan rumus :
Berat susut masak = (berat sebelum dimasak − berat setelah dimasak)
berat sebelum dimasak x 100
3. WHC (Water Holding Capacity) atau DIA (Daya Ikat Air)
Daya ikat air dilakukan sebelum dimasak dengan metode penekanan (press
method) sesuai petunjuk Hamm (Soeparno, 2011), yaitu sampel sebanyak 0,3g.
Sampel diletakkan diantara 2 kertas saring Wathman 42. Sampel dipres diantara dua
plat dengan beban seberat 35 kg selama 5 menit menggunakan alat modifikasi Filter
Paper Press. Hasil penekanan (press method) ditandai pada batas area daging (D),
dan daerah luas total (T). Daerah yang tertutup sampel dan daerah basah di
sekitarnya ditandai kemudian diukur dengan Softwer Oxidivisio 8. Daerah basah
merupakan luas daerah penyerapan air pada kertas saring dikurangi daerah yang
tertutup sampel.
Daya ikat air dihitung dengan rumus berikut :
Keterangan :
D = Luas Area Daging
T = Luas Area Total
DIA = T
D x 100%
20
Analisis Data
Semua data diolah dengan analysis of variance (ANOVA) dilanjutkan uji
BNT jika terdapat pengaruh yang nyata berdasarkan (Gaspersz,1991) sebaiknya
menggunakan bantuan program SPSS. Model matematika rancangan penelitian
yang digunakan adalah :
(i = 1, 2, 3)
(j = 1, 2, 3, 4)
Keterangan :
Yij = Nilai pengamatan daging kerbau yang memperoleh penambahan enzim
bromelin dan papain ke –i. dan lama penyimpanan ke –j.
µ = Nilai rata – rata umum
αi = Pengaruh enzim ke –i. Terhadap parameter yang diamati. (i : 1, 2, 3)
βj = Pengaruh lama pemasakan bromelin dan papain ke-j terhadap parameter
yang diamati. (j : 1, 2, 3, 4)
(αβ)ij = Pengaruh interaksi enzim ke –i dan level pemasakan ke –j.
€ij = Pengaruh galat yang menerima perlakuan level enzim –i dan lama
pemasakan ke –j.
Yij = µ + αi +β j + (αβ)ij + €ij
21
HASIL DAN PEMBAHASAN
Susut Masak
Hasil penelitian mengenai pengaruh penggunaan jenis Enzim terhadap rata-
rata susut masak daging Kerbau disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Nilai Rata-Rata Susut Masak Daging Kerbau dengan Penggunaan Jenis
Enzim yang Berbeda serta Lama Pemasakan terhadap Susut Masak
Penggunaan Enzim Lama Pemasakan (menit)
Rata-rata
(%) 15 30 45 60
Kontrol 13,06 22,11 24,31 28,66 22,04
Bromelin 8,38 20,65 28,31 27,20 21,13
Papain 10,13 19,86 31,20 35,28 24,12
Rata-rata 10,52a 20,87ab 27,94b 30,38b 22,43
Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan
perbedaan yang nyata (P<0,05).
Pengaruh Jenis Enzim terhadap Susut Masak Daging Kerbau
Analisis ragam (Lampiran 1) menunjukkan bahwa penggunaan jenis enzim
yang berbeda tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap susut masak daging
kerbau. Hal ini dikarenakan daging kerbau yang digunakan memiliki jaringan ikat
yang banyak sehingga walaupun menggunakan jenis enzim yang berbeda (bromelin
dan papain) proses denaturasi protein tidak bekerja secara maksimal.
Enzim proteolitik dianggap penting dalam metabolisme protein dan banyak
digunakan dalam industri pangan. Beberapa enzim proteolitik yang umum
digunakan yaitu bromelin dan papain. Enzim bromelin diperoleh dari ekstrak buah
nenas mampu menghidrolisis ikatan peptida pada protein atau polipeptida menjadi
molekul yang lebih kecil. Enzim bromelin memiliki kisaran temperatur dalam
22
aktivitasnya yaitu berkisar 65oC dan akan mengalami penurunan aktivitas enzim
pada temperatur 70 sampai 800C sedangkan enzim papain digunakan sebagai
pengempuk daging karena aktif pada keadaan pH daging yaitu berkisar 5-7 pada
suhu 70oC (Arief, 1975).
Pengaruh Lama Pemasakan terhadap Susut Masak Daging Kerbau
Analisis ragam (Lampiran 1) menunjukkan bahwa lama pemasakan
berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap susut masak daging Kerbau. Hasil Uji Beda
Nyata Terkecil menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap lama pemasakan. Hal
ini disebabkan oleh temperatur tinggi yang dapat menyebabkan penurunan daya
mengikat air karena meningkatnya denaturasi protein otot dan meningkatnya
perpindahan air ke ruang ekstraseluler sehingga dapat meningkatkan angka susut
masak daging.
Menurut Lawrie (2003), susut masak juga dipengaruhi oleh waktu dan
temperatur pemasakan. Semakin tinggi temperatur pemasakan dan semakin lama
waktu pemanasan maka semakin besar kadar cairan daging yang hilang sampai
mencapai tingkat yang konstan. Tingginya nilai susut masak disebabkan oleh
derajat kerusakan serabut otot dan koagulasi protein (Vasanthi et al., 2007).
Perebusan daging pada suhu tinggi (60-900C) menyebabkan kerusakan jaringan
epimisium, perimisium, dan endomisium sehingga jaringan daging akan menyusut
sekitar 30% dari panjang semula akibat keluarnya cairan daging (Lawrie, 2003).
Pada penelitian ini menggunakan temperatur pemasakan 800C dengan
waktu pemasakan yang berbeda. Hal ini menunjukkan aktivitas enzim pada suhu
tinggi yang umumnya enzim proteolitik aktif memecah protein seperti pada enzim
papain yang memiliki keaktifan sintetik serta daya tahan panas yang lebih tinggi
23
dari enzim lain. Disamping itu enzim papain mempunyai kemampuan membentuk
protein baru atau senyawa menyerupai protein berupa plastein hasil hidrolisa
protein. Berbeda dengan enzim bromelin yang memiliki temperatur optimum yaitu
650C. Jika melebihi temperatur optimumnya maka enzim bromelin akan mengalami
penurunan aktivitas karna terjadi denaturasi enzim dengan cepat. Kenaikan
temperatur yang lebih tinggi dapat merusak struktur enzim sehingga fungsi kerja
enzim dapat berkurang (Pakpahan, 2009). Perbedaan suhu optimum pada aktivitas
enzim mempengaruhi kualitas daging pada penelitian ini, hal ini disebabkan karena
enzim bromelin lebih cepat dalam proses aktivasi enzim yaitu pada suhu 650C
dibanding dengan enzim papain yang aktivasinya pada suhu 700C (Harrach et al.,
1998).
Daya Putus Daging
Hasil penelitian mengenai pengaruh penggunaan jenis Enzim terhadap rata-
rata daya putus daging Kerbau disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Nilai Rata-Rata Daya Putus Daging Kerbau dengan Penggunaan Jenis
Enzim yang Berbeda serta Lama Pemasakan terhadap Daya Putus Daging
Penggunaan Enzim Lama Pemasakan (menit)
Rata-rata
(kg/cm2) 15 30 45 60
Kontrol 0,91 0,80 0,65 0,58 0,74c
Bromelin 0,63 0,63 0,48 0,49 0,56b
Papain 0,58 0,47 0,33 0,28 0,42a
Rata-rata 0,71c 0,63bc 0,49ab 0,45a
Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris dan kolom yang sama
menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01).
24
Pengaruh Jenis Enzim terhadap Daya Putus Daging Kerbau
Analisis ragam (Lampiran 2) menunjukkan bahwa penggunaan jenis enzim
yang berbeda berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap daya putus daging. Hal
ini dikarenakan kolagen dan miofibril terhidrolisis oleh protease, sehingga
menyebabkan ikatan struktur daging menjadi fragmen yang lebih pendek dan
membuat daging lebih empuk. . Hal ini sesuai dengan pendapat Nelson dan Cox
(2000) yang menyatakan bahwa kinerja enzim dipengaruhi oleh konsentrasi enzim
dan semakin tinggi jumlah enzim akan semakin tinggi substrat yang terhidrolisis.
Kolagen dan myofibril sebagai substrat akan dihidrolisis oleh protease, sehingga
semakin tinggi protease maka kolagen dan myofibril semakin banyak yang
terhidrolisis. Hal tersebut didukung pula oleh penelitian Utami, dkk (2011) yang
menyatakan bahwa nilai daya putus daging dengan penambahan ekstrak buah nanas
0% berbeda dengan 5, 10 dan 15%. Penambahan 5% ekstrak buah nanas
menurunkan keempukan daging dibanding kontrol dan secara deskritif konsentrasi
bertambah dapat meningkatkan keempukan daging.
Pengaruh Lama Pemasakan terhadap Daya Putus Daging Kerbau
Analisis ragam (Lampiran 2) menunjukkan bahwa lama pemasakan
berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap daya putus daging Kerbau. Hal ini di
karenakan daging dimasak cukup lama sehingga dapat mengempukkan kolagen
pada daging kerbau. Hal ini sesuai dengan pendapat Soeparno (2005) yang
mengatakan bahwa pemasakan daging mengakibatkan perubahan yang spesifik,
yaitu pengerutan kolagen menjadi sepertiga dari panjang semula dan akan terjadi
pengerutan kolagen menjadi setengah panjang semula yang sering disebut collagen
25
shrinkage (pengerutan kolagen), sehingga struktur daging yang terbentuk oleh
kolagen menjadi lunak. Selain itu hal tersebut didukung pula oleh pendapat Komala
(2002) yang menyatakan bahwa lama pemasakan mempengaruhi pelarutan atau
pelunakan kolagen, dengan waktu pemasakan lebih lama kolagen yang larut akan
lebih banyak dan akan meningkatkan nilai keempukan daging.
26
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa :
1. Jenis enzim menghasilkan daya putus daging yang terendah (0,42 kg/cm2)
pada penambahan enzim papain, sementara nilai nilai susut masak kurang
lebih sama.
2. Semakin lama pemasakan nilai susut masak semakin meningkat mencapai
30,38 %, sementara daya putus daging semakin menurun mencapai 0,45
kg/cm2 pada lama pemasakan 60 menit.
3. Susut masak meningkat dengan bertambahnya lama pemasakan seiring
dengan jenis enzim, sementara daya putus daging menurun dengan
bertambahnya lama pemasakan seiring dengan jenis enzim.
Saran
Pemasakan daging kerbau menggunakan enzim papain sebaiknya tidak
lebih dari 30 menit agar penyusutan yang terjadi tidak terlalu besar.
27
DAFTAR PUSTAKA
Abustam, E. 1987. Contribution Al’ etude Des Caracterissafion Des Viances
Bovines Par les Proprietes Des Tissus Conjontift These Des Docteur
Enginius, Universite Blaise Pascala, France.
a, E. 2009. Konversi Otot Menjadi Daging. www//:http/konversi-otot-
menjadi-daging.html. Diakses 22 Februari 2014.
b, E. 2009. Hubungan Antara Struktur Otot dengan Kualitas Daging.
www://http/struktur-otot-dan-kualitas-daging.html. Diakses 22 Februari
2014.
Anonima, 2010. Asap Cair (Liquid Smoke). www//:http.asapcair/(liquidsmoke)
_htm. Diakses 15 Maret 2014.
b, 2010. Penjelasan Asap Cair. www//:http.asap cair/64847.htm. Diakses
15 Maret 2014.
Arief H.P. 1975. Papain. Bulletin Biokimia (1) Tahun I Mei 1975. Fakultas
Kedokteran Hewan IPB. Bogor.
Asryani, D. M. 2007. Eksperimen Pembuatan Kecap Manis dari Biji Turi dengan
Bahan Ekstrak Buah Nanas. Skripsi. Fakultas Teknik. Universitas Negeri
Semarang. Semarang.
Buckle K A, R A Edwards, F G Fleet and Wooton. 1985. Food Science. Terjemahan
Hari P A. UI Press, Jakarta.
Davery, C. L and K.V. Gilbert. 1974. Temperature dependent cooking toughnes in
beef. J. Sci of Food and Agric. 25 (8): 931-938.
Direktorat Jenderal Peternakan. 2009. Statistik Peternakan 2005. Direktorat
Jenderal Peternakan Departemen Pertanian Republik Indonesia. Jakarta.
Gaspersz, V. 1991. Metode Penelitian dan Perancangan Percobaan Untuk Ilmu-
ilmu Pertanian Ilmu-ilmu Teknik dan Biologi. Armico, Bandung.
Gunawan, M P. 2000. Perencanaan Pariwisata : Teori dan Praktek. In : Gunawan,
M.P.,editor. Pariwisata Indonesia Menghadapi Abad XXI. Bandung : Pusat
Penelitian Kepariwisataan Lembaga Penelitian ITB.
Harjono, M. 2008. Ilmu dan Teknologi Daging. www//:http./ilmu-dan-
teknologi-daging.html.
Harrach, T., K. Eckert., H. R. Maurer., I. Machleidt., and R. Nuck. 1998. Isolation
and characterization of two forms of an acidic bromelain stem proteinase. J.
Prot Chem. 17 (4): 351-61.
28
Hartadi, H. 1980. Tabel-tabel dari Komposisi Bahan Pakan Ternak untuk Indonesia.
Published by the International Feedstuffs Institute Utah Agricultural
Experiment Station, Utah State University Logan, Utah. November 1980.
Hero, F. 2008. Perkembangan Ekspor Nanas Indonesia sebagai Salah Satu
Komoditas Pertanian dalam Upaya Daya Saing Pasar Dunia. Web-site:
http://agribisnis.deptan.go.id. Diakses: 18 Maret 2014.
Illanes, A., 2008. Enzyme Production. In: Enzyme Biocatalysis: Principles and
Applications: Enzyme Production. A. Illanes, Ed. Springer Pub., Chile.
Page: 57 -106.
Komala, R. 2002. Pengaruh Umur Potong terhadap Komposisi Kimia dan Sifat
Fisik Daging Itik Turi Betina. Skripsi. Fakultas Peternakan, Universitas
Gadjah Mada,Yogyakarta.
Lawrie, R.A. 1974. Meat Science. Second Edition. Pergamon Press. Oxford, New
York, Toronto, Sydney, Braunschweig.
Lawrie, R.A. 2003. Ilmu Daging. (Terjemahan Parakasi, A). Universitas Indonesia
Press, Jakarta.
Lukman, D.W. 2008. Daging Yang Baik dan Sehat diunduh dari http://higiene-
pangan.blogspot.com/2008/11/daging-yang-baik-dan-sehat.html. Diakses 9
Maret 2014.
Ma’arif, A. 2009. Pengaruh asap cair terhadap kualitas bakso daging sapi bali.
Skripsi Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar.
Miller.M.H. 1958. Dividend policy under asymmetric information. Journal of
Finance. 40: 1031-1051.
Muchtadi dan Sugiyono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Pusat Antar
Universitas Pangan dan Gizi. Bogor: Insitut Pertanian Bogor.
Nelson, D. L., and M. M. Cox, 2000. Lehninger Principles of Biochemistry. 3rd ed. Worth
Pub., New York.
Pakpahan, 2009. Isolasi Bakteri dan Uji Aktivitas Protease Termofilik Dari Sumber
Air Panas Sipoholon Tapanuli Utara Sumatra Utara. Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatra Utara. Medan.
Payne, C. T., 2009. Enzymes. In: Ingredients in Meat Product. Rodrigo Tarte, Ed.
Springer Pub., New York.
Rao et. al. 2009. Enhancement of amygdaloid neuronal dendritic arborization by
fresh leaf juice of Centella asiatica (Linn) during growth spurt period in rats.
eCAM 6(2): 203–210.
29
Rocky, 2009. Tanduran panen: Sejarah, Klasifikasi Dan Morfologi Nanas, Diakses
12 Maret 2014 dari http://www.rocky16amelungi.word press.com.
Shanks, B. C., D.M. Wolf, & R.J. Maddock. 2002. Technical note : The effect of
freezing on Warner Bratzler shear force values of beef Longissimus steak
across several postmortem aging periods. J. Anim- Sci 80 : 2122-2125.
Silaban, R., (2009), Kajian pemanfaatan getah buah untuk melunakkan daging,
Media Prima Sains, Vol 1 No. 1.
Soeparno, 2011. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
Suhartono. M.T, 1989. Enzim dan Bioteknologi. Institut Pertanian. Bogor : Bab
V, Hal. 110.
Utami, D. P, Pudjomartatmo dan A. M. P. Nuhriawangsa. 2011. Manfaat Bromelin
dari Ekstrak Buah Nenas (Ananas comosu L. Merr) dan Waktu Pemasakan
untuk Meningkatkan Kualitas Daging Itik Afkir. Sains Peternakan Vol. 9
(2). September 2011 : 82-87.
Tabrani, H. 2001. Pengaruh proses pelayuan terhadap Keempukan daging (Suatu
Tinjauan Filsafat sains). www:http//herman_htm. Diakses 10 Maret 2014.
Tekno Pangan dan Agroindustri, (2008), Enzim Papain Dari Papaya, Jurusan
Teknologi Pangan Dan Gizi, Institut Pertanian Bogor, Bogor, Volume 1 No.
11, Hal: 160-162.
Widyastuti. 2012. Teori Belajar Bruner dan Dienes [Online] Tersedia:
http://blog.unsri.ac.id/download3/14369.pdf. Diakses 23 Februari 2014.
Winarno, F.G. 1993. Pangan Gizi, Teknologi dan Konsumen. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta.
_______, F.G. 1995. Enzim Pangan. Cetakan ke 2. PT. Gramedia, Jakarta.
Winastia, B., 2011. Analisa Asam Amino pada Enzim Bromelin dalam Buah Nanas.
(Ananas Comusus) Menggunkan Spektrofotometer. Tugas Akhir.
ProgramStudi Diploma III Tekni k Kimia, Program Diploma, Fakultas
Teknik Universitas Diponegoro, Semarang.
Wiseman. and Alan. 1986. Handbook Of Enzyme Biotechnology, 2nd, New York:
John Wiley and Son, New York.
30
Lampiran 1. Rata-rata nilai Susut Masak daging kerbau terhadap
Pemberian Enzim Bromelin dan Papain dan Lama Pemasakan setelah
Perendaman enzim
Univariate Analysis of Variance
Between-Subjects Factors
N
Enzim A1 12
A2 12
A3 12
Lama_Pemasakan B1 9
B2 9
B3 9
B4 9
31
Descriptive Statistics
Dependent Variable:SM
Enzim
Lama_
Pemasa
kan Mean Std. Deviation N
A1 B1 13.0667 9.34884 3
B2 22.1167 19.96931 3
B3 24.3167 20.87973 3
B4 28.6667 23.87521 3
Total 22.0417 17.51154 12
A2 B1 8.3833 9.91745 3
B2 20.6500 2.55881 3
B3 28.3167 2.85672 3
B4 27.2000 4.04382 3
Total 21.1375 9.59373 12
A3 B1 10.1333 6.54930 3
B2 19.8667 6.77428 3
B3 31.2000 6.53318 3
B4 35.2833 6.25826 3
Total 24.1208 11.70337 12
Total B1 10.5278 7.83343 9
B2 20.8778 10.66683 9
B3 27.9444 11.43081 9
B4 30.3833 13.04971 9
Total 22.4333 13.03671 36
32
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:SM
Source
Type III Sum
of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 2364.025a 11 214.911 1.439 .219
Intercept 18117.160 1 18117.160 121.306 .000
Enzim 56.163 2 28.081 .188 .830
Lama_Pemasakan 2139.632 3 713.211 4.775 .010
Enzim *
Lama_Pemasakan 168.230 6 28.038 .188 .977
Error 3584.425 24 149.351
Total 24065.610 36
Corrected Total 5948.450 35
a. R Squared = .397 (Adjusted R Squared = .121)
33
Post Hoc Tests
Lama_Pemasakan
Multiple Comparisons
Dependent Variable:SM
(I)
Lama_
Pemasa
kan
(J)
Lama_
Pemasa
kan
Mean
Difference (I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
LSD B1 B2 -10.3500 5.76100 .085 -22.2401 1.5401
B3 -17.4167* 5.76100 .006 -29.3068 -5.5265
B4 -19.8556* 5.76100 .002 -31.7457 -7.9654
B2 B1 10.3500 5.76100 .085 -1.5401 22.2401
B3 -7.0667 5.76100 .232 -18.9568 4.8235
B4 -9.5056 5.76100 .112 -21.3957 2.3846
B3 B1 17.4167* 5.76100 .006 5.5265 29.3068
B2 7.0667 5.76100 .232 -4.8235 18.9568
B4 -2.4389 5.76100 .676 -14.3290 9.4512
B4 B1 19.8556* 5.76100 .002 7.9654 31.7457
B2 9.5056 5.76100 .112 -2.3846 21.3957
B3 2.4389 5.76100 .676 -9.4512 14.3290
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 149.351.
*. The mean difference is significant at the .05 level.
34
Homogeneous Subsets
Lama_
Pemasa
kan N
Subset
1 2
Duncana B1 9 10.5278
B2 9 20.8778 20.8778
B3 9 27.9444
B4 9 30.3833
Sig. .085 .131
Means for groups in homogeneous subsets are
displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 149.351.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 9.000.
Enzim
Multiple Comparisons
Dependent Variable:SM
(I)
Enzim
(J)
Enzim
Mean
Difference (I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
LSD A1 A2 .9042 4.98917 .858 -9.3930 11.2013
A3 -2.0792 4.98917 .681 -12.3763 8.2180
A2 A1 -.9042 4.98917 .858 -11.2013 9.3930
A3 -2.9833 4.98917 .555 -13.2805 7.3138
A3 A1 2.0792 4.98917 .681 -8.2180 12.3763
A2 2.9833 4.98917 .555 -7.3138 13.2805
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 149.351.
35
Homogeneous Subsets
SM
Enzim N
Subset
1
Duncana A2 12 21.1375
A1 12 22.0417
A3 12 24.1208
Sig. .579
Means for groups in homogeneous subsets are
displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 149.351.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 12.000.
36
Lampiran 2. Rata-rata nilai Daya Putus daging kerbau terhadap Pemberian
Enzim Bromelin dan Papain dan Lama Pemasakan setelah
Perendaman enzim
Univariate Analysis of Variance
Between-Subjects Factors
N
Enzim A1 12
A2 12
A3 12
Lama_Pemasakan B1 9
B2 9
B3 9
B4 9
37
Descriptive Statistics
Dependent Variable:DPD
Enzim
Lama_
Pemasa
kan Mean Std. Deviation N
A1 B1 .9100 .03000 3
B2 .7967 .05686 3
B3 .6533 .09452 3
B4 .5867 .02082 3
Total .7367 .14022 12
A2 B1 .6333 .04163 3
B2 .5733 .06110 3
B3 .4833 .08505 3
B4 .4867 .08386 3
Total .5442 .08888 12
A3 B1 .5867 .20526 3
B2 .4667 .27538 3
B3 .3333 .17786 3
B4 .2833 .18930 3
Total .4175 .22141 12
Total B1 .7100 .18466 9
B2 .6122 .20486 9
B3 .4900 .17656 9
B4 .4522 .16954 9
Total .5661 .20440 36
38
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:DPD
Source
Type III Sum
of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 1.025a 11 .093 5.113 .000
Intercept 11.537 1 11.537 633.147 .000
Enzim .620 2 .310 17.009 .000
Lama_Pemasakan .374 3 .125 6.848 .002
Enzim *
Lama_Pemasakan .031 6 .005 .281 .940
Error .437 24 .018
Total 13.000 36
Corrected Total 1.462 35
a. R Squared = .701 (Adjusted R Squared = .564)
39
Post Hoc Tests
Lama_pemasakan
Multiple Comparisons
Dependent Variable:DPD
(I)
Lama_
Pemasa
kan
(J)
Lama_
Pemasa
kan
Mean
Difference (I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
LSD B1 B2 .0978 .06363 .137 -.0336 .2291
B3 .2200* .06363 .002 .0887 .3513
B4 .2578* .06363 .000 .1264 .3891
B2 B1 -.0978 .06363 .137 -.2291 .0336
B3 .1222 .06363 .067 -.0091 .2536
B4 .1600* .06363 .019 .0287 .2913
B3 B1 -.2200* .06363 .002 -.3513 -.0887
B2 -.1222 .06363 .067 -.2536 .0091
B4 .0378 .06363 .558 -.0936 .1691
B4 B1 -.2578* .06363 .000 -.3891 -.1264
B2 -.1600* .06363 .019 -.2913 -.0287
B3 -.0378 .06363 .558 -.1691 .0936
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = .018.
*. The mean difference is significant at the .05 level.
40
Homogeneous Subsets
DPD
Lama_
Pemasa
kan N
Subset
1 2 3
Duncana B4 9 .4522
B3 9 .4900 .4900
B2 9 .6122 .6122
B1 9 .7100
Sig. .558 .067 .137
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = .018.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 9.000.
Enzim
Multiple Comparisons
Dependent Variable:DPD
(I)
Enzim
(J)
Enzim
Mean
Difference (I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
LSD A1 A2 .1925* .05511 .002 .0788 .3062
A3 .3192* .05511 .000 .2054 .4329
A2 A1 -.1925* .05511 .002 -.3062 -.0788
A3 .1267* .05511 .031 .0129 .2404
A3 A1 -.3192* .05511 .000 -.4329 -.2054
A2 -.1267* .05511 .031 -.2404 -.0129
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = .018.
*. The mean difference is significant at the .05 level.
41
Homogeneous Subsets
DPD
Enzim N
Subset
1 2 3
Duncana A3 12 .4175
A2 12 .5442
A1 12 .7367
Sig. 1.000 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = .018.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 12.000.
42
LAMPIRAN DOKUMENTASI PENELITIAN
Lampiran 3. Dokumentasi Penelitian
43
44
RIWAYAT HIDUP
BASRI dilahirkan pada tanggal 22 Februari 1990 di
Dusun Cappakala Kabupaten Pinrang, Kabupaten
Pinrang, Provinsi Sulawesi Selatan. Penulis adalah anak
ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan H. Cokke Waru
dan Hj. Buanatang. Pada tahun 1996 penulis memulai
pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 66 Cappakala
Mattiro Sompe, Kabupaten Pinrang dan tamat pada tahun 2001. Pada tahun yang
sama, penulis melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama Negeri 3 Mattiro Sompe,
Kabupaten Pinrang, tamat pada tahun 2003. Kemudian penulis melanjutkan ke
Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Mattiro Sompe, Kabupaten Pinrang pada tahun
2005 dan tamat pada tahun 2008. Pada tahun yang sama pula, penulis melanjutkan
pendidikan ke Perguruan Tinggi Negeri dan lulus melalui jalur SNM-PTN di
Jurusan Produksi Ternak, Prodi Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan,
Universitas Hasanuddin, Makassar.