PENGARUH KEPRIBADIAN BIG FIVE DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48088...(The...
Transcript of PENGARUH KEPRIBADIAN BIG FIVE DAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48088...(The...
i
PENGARUH KEPRIBADIAN BIG FIVE DAN KECERDASAN
SPIRITUAL TERHADAP KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)
Oleh :
Auliana Fitri
1112070000125
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440 H / 2019 M
ii
iii
iv
v
MOTTO
A champion is defined not by their wins
but by how they can recover
when they fall.
(Serena Williams)
DO WHAT YOU WANT TO DO. THIS IS YOUR LIFE, DON’T LET OTHERS
CONTROL YOURSELF!
(Writers, A.F)
Skripsi ini penulis persembahkan untuk :
Mama Suparni dan Bapak Rusdi
Alhamdulillah, Ma, Pak, anakmu sudah jadi sarjana …..
vi
ABSTRAK
A) Fakultas Psikologi
B) Juli 2019
C) Auliana Fitri
D) Pengaruh Kepribadian Big Five dan Kecerdasan Spiritual Terhadap
Kesejahteraan Subjektif
E) xiii + 96 Halaman
F) Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh
kepribadian big five dan kecerdasan spiritual terhadap kesejahteraan
subjektif.
Kesejahteraan subjektif merupakan tingkat kesejahteraan yang
dialami individu berdasarkan evaluasi subyektif dalam hidup mereka.
Evaluasi ini bersifat positif dan negatif yang meliputi penilaian tentang
kepuasan hidup, reaksi afektif seperti kegembiraan dan kesedihan, serta
kepuasan dengan pekerjaan dan kesehatan. Penelitian ini menggunakan
metode analisis regresi berganda dengan responden sebanyak 169
karyawan PT. Aneka Tambang Geomin Tbk Jakarta. Alat ukur yang
digunakan adalah Flourishing Scale dan Scale of Positive and Negative
Experience (SPANE), The Big Five Inventory-2 Short Form (BFI-2-S) dan
The Spiritual Intelligence Self-Report Inventory (The SISRI-24).
Hasil dari analisis regresi secara keseluruhan menunjukkan terdapat
pengaruh yang signifikan kepribadian big five dan kecerdasan spiritual
terhadap kesejahteraan subjektif. Dalam penelitian ini terdapat dimensi
kepribadian big five, yaitu agreeableness, conscientiousness dan openness
toexperience yang memberikan pengaruh signifikan terhadap
kesejahteraan subjektif. Pengaruh dari seluruh IV terhadap DV sebesar
29,8%. Kontribusi yang paling besar dari dimensi agreeableness dari
variabel kepribadian big five yaitu sebesar 12,9%. Artinya, sebesar 70,2%
dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diukur dalam penelitian ini.
G) Bahan bacaan: 46; 3 Buku + 38 Jurnal + 4 Artikel + 1 Skripsi
H) Kata kunci: kesejahteraan subjektif, kepribadian big five, kecerdasan
spiritual.
vii
ABSTRACT
A) Faculty of Psychology
B) July 2019
C) Auliana Fitri
D) The Influence of Big Five Personality and Spiritual Intelligence toward
Subjective Well-Being
E) xiii + 96 Pages
F) This study aimed to determine how the effect of big five personality and
spiritual intelligence on subjective well-being. Subjective wellbeing
described as the level of wellbeing people experience according to their
subjective evaluations of their lives. These evaluations, which can be both
positive and negative, include judgments and feelings about life
satisfaction, affective reactions such as joy and sadness to life events, and
satisfaction with work and health. This study used a regression analysis
method with 169 employees of PT. Aneka Tambang Geomin Tbk Jakarta.
The measuring instrument used Flourishing Scale and Scale of Positive
and Negative Experience (SPANE), The Big Five Inventory-2 Short Form
(BFI-2-S) and The Spiritual Intelligence Self-Report Inventory (The
SISRI-24).
The results showed that there was a significant effect of big five
personality and spiritual intelligence on subjective wellbeing. In this study
there are big five personality dimensions, namely agreeableness,
conscientiousness and openness to experience that have a significant effect
on subjective wellbeing. The influence of all IV on DV was 29.8%. The
biggest contribution from the agreeableness dimension of the big five
personality variables was 12.9%. 70.2% was influenced by other factors
outside of this study.
G) Reading Materials: 46; 3 Books + 38 Journals + 4 Articles + 1 Thesis
H) Keywords: subjective wellbeing, big five personality, spiritual intelligence
viii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmannirrahiim
Segala puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, nikmat, dan
kasih sayang-Nya. Tidak lupa salam yang selalu tercurah kepada suri tauladan
kita, Nabi Muhammad SAW. dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan rasa
syukur untuk segala anugerah dan kesempatan yang tiada terhitung. Sehingga saat
ini penulis dapat melalui dan menyelesaikan tugas akhir, yaitu skripsi.
Terwujudnya skripsi ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan banyak
pihak yang senantiasa membimbing penulis. Oleh karena itu, perkenankan penulis
untuk mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu, Dra. Zahrotun Nihayah, M.Si, Dekan Fakultas Psikologi Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta beserta jajarannya yang telah
memberi kesempatan penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
2. Bapak Dr. Abdul Rahman Shaleh, M.Si, selaku dosen pembimbing yang
telah menyediakan waktu, tenaga, dan pemikirannya untuk memberikan
bimbingan, memberikan inspirasi kepada penulis selama proses
penyelesaian skripsi ini, serta memberikan motivasi agar penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
3. Ibu Ilmi Amalia, M.Psi. selaku dosen pembimbing akademik yang selalu
sabar dalam membantu, mendukung dan memberi masukan selama masa
perkuliahan.
4. Ibu Liany Luzvinda, M.Si dan Bapak Miftahuddin, M.Si selaku dosen
penguji sidang komprehensif dan munaqosyah. Terima kasih sudah
memberikan masukan dan saran untuk kebaikan skripsi penulis.
5. Terima kasih kepada kedua orang tua tercinta, Bapak Rusdi dan Mama
Suparni yang selalu memberikan kasih sayang, kesabaran, kepercayaan,
dukungan baik moril maupun materil, serta doa yang tak pernah terputus
untuk penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
ix
6. Untuk orang terkasih Mochamad Ryfan Anantiarno terima kasih telah
membantu, memberikan semangat, selalu mendukung serta menyediakan
waktu luang untuk penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
7. Sahabat penulis, yaitu Sarah, Desita, Agia, Ony, dan Bayu. Terima kasih
atas dukungan, bantuan, dan motivasi kepada penulis. Semoga segala
kebaikan dan ketulusan kalian dibalas oleh Allah SWT.
8. Teman-teman dalam grup Angkatan 2012, Grup Legend, EG 2012
Psikologi UIN, Kelas D, Sae, Anshor. Terima kasih banyak telah
membantu, memberi motivasi dan mengajarkan penulis dalam proses
penyelesaian skripsi ini.
9. Seluruh dosen, staf dan pegawai perpustakaan, bidang akademik, bidang
umum, dan bidang keuangan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta yang membantu serta memudahkan penulis dalam proses
administrasi.
10. Karyawan PT. Aneka Tambang Geomin Tbk Jakarta yang telah
meluangkan waktunya untuk menjadi responden dan khususnya ayahanda
Nadhila yang membantu penulis dalam penelitian ini.
11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih
penulis ucapkan, untuk doa dan dukungan selalu diberikan kepada penulis
dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis tidak dapat membalas kebaikan yang telah kalian seemua berikan,
semoga Allah SWT membalasnya dengan kebaikan lain yang berlipat ganda.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena
itu penulis menerima kritik dan saran yang membangun guna menghasilkan karya
yang lebih baik lagi. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Jakarta, 30 Juli 2019
Penulis
Auliana Fitri
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................................. iii
HALAMAN PERNYATAAN .................................................................................. iv
MOTTO .................................................................................................................... v
ABSTRAK ................................................................................................................ vi
ABSTRACT .............................................................................................................. vii
KATA PENGANTAR .............................................................................................. viii
DAFTAR ISI ............................................................................................................. x
DAFTAR GAMBAR DAN DAFTAR TABEL ...................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................ xiii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ............................................................................................... 1
1.2. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah .............................................. 8
1.2.1. Pembatasan masalah........................................................................... 8
1.2.2. Perumusan masalah ............................................................................ 9
1.3. Tujuan Penelitian ........................................................................................... 9
1.4. Manfaat Penelitian ......................................................................................... 9
BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1. Kesejahteraan Subjektif .................................................................................. 10
2.1.1. Definisi Kesejahteraan Subjektif........................................................ 10
2.1.2. Dimensi Kesejahteraan Subjektif ....................................................... 12
2.1.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesejahteraan Subjektif ............ 13
2.1.4. Pengukuran Kesejahteraan Subjektif ................................................. 15
2.2. Kepribadian Big Five ..................................................................................... 15
2.2.1. Definisi Kepribadian .......................................................................... 15
2.2.2. Dimensi Tipe Kepribadian Big Five ................................................. 17
2.2.3. Pengukuran kepribadian Big Five ...................................................... 19
2.3. Kecerdasan Spiritual ...................................................................................... 19
2.3.1. Definisi Kecerdasan Spiritual ............................................................ 19
2.3.2. Aspek-Aspek Kecerdasan Spiritual.................................................... 20
2.3.3. Pengukuran Kecerdasan Spiritual ...................................................... 22
2.4. Kerangka Berpikir .......................................................................................... 22
2.5. Hipotesis Penelitian ........................................................................................ 29
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel ..................................... 32
3.2. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ................................................ 32
xi
3.3. Instrumen Penelitian ....................................................................................... 35
3.4. Prosedur Pengujian Alat Ukur ........................................................................ 38
3.4.1. Uji Validitas Konstruk ..................................................................... 38
3.4.2. Hasil Uji Validitas Konstruk Kesejahteraan Subjektif..................... 41
3.4.3. Hasil Uji Validitas Konstruk Extraversion ...................................... 43
3.4.4. Hasil Uji Validitas Konstruk Agreeableness.................................... 44
3.4.5. Hasil Uji Validitas Konstruk Conscientiousness ............................. 45
3.4.6. Hasil Uji Validitas Konstruk Neuroticsm ........................................ 46
3.4.7. Hasil Uji Validitas Konstruk Openness to Experience .................... 47
3.4.8. Hasil Uji Validitas Konstruk Critical Existential Thinking ............. 48
3.4.9. Hasil Uji Validitas Konstruk Personal Meaning Production .......... 49
3.4.10. Hasil Uji Validitas Konstruk Transcendental Awareness ............... 50
3.4.11. Hasil Uji Validitas Konstruk Conscious State Expansion .............. 51
3.5 Metode Analisis Data .................................................................................... 51
3.6. Prosedur Penelitian ......................................................................................... 54
3.6.1. Persiapan Penelitian ......................................................................... 54
3.6.2. Pelaksanaan Penelitian ..................................................................... 54
3.6.3. Pengolahan Data............................................................................... 55
BAB 4 HASIL PENELITIAN
4.1. Gambaran Umum Responden ........................................................................ 56
4.2. Analisis Deskriptif ......................................................................................... 57
4.2.1. Kategorisasi variabel ........................................................................ 58
4.3. Uji Hipotesis Penelitian ................................................................................. 59
4.3.1. Pengujian proporsi varians masing-masing independent
variabel ............................................................................................ 65
BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN
5.1. Kesimpulan .................................................................................................... 67
5.2. Diskusi ........................................................................................................... 68
5.3. Saran ............................................................................................................... 74
5.3.1. Saran teoritis....................................................................................... 74
5.3.2. Saran praktis ....................................................................................... 74
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 76
LAMPIRAN .............................................................................................................. 80
xii
DAFTAR GAMBAR DAN DAFTAR TABEL
Daftar Gambar
Gambar 2.1 Skema Kerangka Berpikir ...................................................................... 29
Daftar Tabel
Tabel 3.1 Bobot Nilai Jawaban Skala Model Likert ............................................... 35
Tabel 3.2 Blueprint skala Kesejahteraan Subjektif .................................................. 36
Tabel 3.3 Blueprint skala Kepribadian Big Five ...................................................... 37
Tabel 3.4 Blueprint skala Kecerdasan Spiritual ....................................................... 38
Tabel 3.5 Muatan Faktor Item Kesejahteraan Subjektif .......................................... 42
Tabel 3.6 Muatan Faktor Item Extraversion ............................................................ 43
Tabel 3.7 Muatan Faktor Item Agreeableness ......................................................... 44
Tabel 3.8 Muatan Faktor Item Conscientiousness ................................................... 45
Tabel 3.9 Muatan Faktor Item Neuroticism ............................................................. 46
Tabel 3.10 Muatan Faktor Item Openness to Experience .......................................... 47
Tabel 3.11 Muatan Faktor Item Critical Existential Thinking ................................... 48
Tabel 3.12 Muatan Faktor Item Personal Meaning Production ................................ 49
Tabel 3.13 Muatan Faktor Item Transcendental Awareness ..................................... 50
Tabel 3.14 Muatan Faktor Item Conscious State Expansion ..................................... 51
Tabel 4.1 Gambaran Subjek Penelitian .................................................................... 56
Tabel 4.2 Distribusi Skor Variabel Keseluruhan Responden ................................... 57
Tabel 4.3 Pedoman Interpretasi Skor Variabel ........................................................ 58
Tabel 4.4 Kategorisasi Skor Variabel Keseluruhan Responden .............................. 59
Tabel 4.5 Tabel R-square ......................................................................................... 60
Tabel 4.6 Tabel Anova ............................................................................................. 61
Tabel 4.7 Tabel Koefisien Regresi ........................................................................... 62
Tabel 4.8 Proporsi Varians untuk masing-masing Independent Variabel ............... 65
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Kuesioner penelitian ............................................................................... 81
Lampiran 2 Syntax Uji Validitas ............................................................................... 86
Lampiran 3 Path Diagram .......................................................................................... 90
Lampiran 4 Output Statistik ....................................................................................... 95
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Andrews (1974) dalam penelitiannya mengatakan bahwa kesejahteraan secara
luas dipahami sebagai tingkat kualitas hidup, sejauh mana kesenangan dan
kepuasan menjadi ciri keberadaan manusia serta sejauh mana individu dapat
menghindari berbagai kesengsaraan yang berpotensi muncul dari diri sendiri.
Beberapa tahun terakhir semakin banyak peneliti yang berfokus pada indikator
positif dari kesejahteraan subjektif (subjective well-being), termasuk pada
kepribadian, kepuasan kerja, keterlibatan kerja, dan kebahagiaan di tempat kerja.
Kesejahteraan merupakan masalah penting yang harus diperhatikan dalam
sebuah organisasi. Kesejahteraan di tempat kerja telah menjadi topik umum dalam
beberapa penelitian. Hal ini disebabkan karena karyawan menghabiskan lebih
banyak waktu mereka di tempat kerja. Pengalaman individu dalam bekera baik
yang bersifat emosional ataupun sosial pada akhirnya mempengaruhi
kesejahteraaan mereka (De Simone, 2014).
Danna & Griffin (1999) mengatakan bahwa kesehatan dan kesejahteraan
pekerja juga menjadi masalah penting. Kesehatan dan kesejahteraan berpotensi
mempengaruhi pekerja dan organisasi. Pekerja yang mengalami kurangnya
kesejahteraan di tempat kerja, kemungkinan akan menjadi kurang produktif, tidak
bisa membuat keputusan dengan baik, lebih sering absen dari pekerjaan dan tidak
dapat berkontribusi secara aktif untuk organisasi.
2
Kesejahteraan subjektif merupakan tingkat kualitas dari keseluruhan diri
atau hidup sebagai bagian yang menyenangkan. Dengan kata lain, kesejahteraan
subjektif adalah bagaimana orang menyukai kehidupan yang dijalani. Veenhoven
menyatakan bahwa individu menggunakan dua komponen dalam mengevaluasi
hidup mereka, yaitu: perasaan dan pemikiran mereka. Komponen afektif seperti
tingkat hedonis, perasaan, emosi dan suasana hati akan pengalaman yang
menyenangkan (Veenhoven dalam Diener, 1994).
Kesejahteraan subjektif (subjective well-being) pekerja merupakan hal
dasar yang dirasakan dan harus dipenuhi oleh pekerja itu sendiri. Kesejahteraan
subjektif mengacu pada bagaimana orang menilai hidup mereka. Karyawan
memiliki SWB yang tinggi jika dia (a) puas dengan pekerjaannya dan (b) lebih
sering mengalami emosi positif dan jarang mengalami emosi negatif. Pertama
mengacu pada kepuasan kerja sebagai evaluasi kognitif dari pekerjaannya.
Terakhir mengacu pada pengalaman emosi positif karyawan di tempat kerja
seperti indikasi keterlibatan, kebahagiaan atau kepuasan kerja (sebagai
pengalaman afektif). Sebaliknya, karyawan yang mengalami emosi negatif di
tempat kerja mungkin menderita kelelahan atau bisa menjadi gila kerja (Diener et.
al dalam Bakker, 2011).
Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mencatat telah terjadi
pemutusan hubungan kerja (PHK) sebanyak 6.272 orang pada semester I tahun
2016. PHK 4 kabupaten / kota. DKI Jakarta
sebanyak 1.048 orang yang terdiri dari sektor perdagangan, jasa, investasi,
3
keuangan, pertambangan, infrastruktur, utilitas, transportasi, sektor industri serta
pendidikan (Liputan6.com, 11 Jul 2016).
Berdasarkan Undang-Undang No. 13 tahun 2003 pasal 1 tentang
ketenagakerjaan dikatakan bahwa pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran
hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak
dan kewajiban antara pekerja dan pengusaha. Namun, dalam undang-undang juga
terdapat poin tentang kesejahteraan pekerja yang harus dipenuhi oleh perusahaan
baik kebutuhan dan keperluan yang bersifat jasmani maupun rohani. Rizki dan
Sadida (2019) dalam penelitiannya mengatakan bahwa semakin tinggi job
insecurity, maka semakin rendah kesejahteraan yang dirasakan para pekerja
dimana perusahaan tempat mereka bekerja menerapkan sistem PHK.
Kesejahteraan bagi pekerja menjadi masalah yang serius untuk ditangani
agar dapat memberikan kehidupan yang layak bagi masing-masing individu.
Organisasi modern mengharapkan karyawan mereka untuk menjadi proaktif dan
menunjukkan inisiatif, bertanggung jawab untuk pengembangan profesional
mereka sendiri, dan harus berkomitmen untuk standar kinerja yang berkualitas
tinggi. Karyawan yang dibutuhkan adalah karyawan yang energik dan
berdedikasi, dimana organisasi membutuhkan tenaga kerja yang terlibat dalam
organisasi itu sendiri (Bakker & Oerlemans, 2011).
Campbell, Converse, dan Rodgers (dalam Diener 1994) mengatakan
kepuasan, komponen kognitif, sebagai penerimaan akan perbedaan yang
dirasakan antara aspirasi dan prestasi, mulai dari persepsi akan pemenuhan
kebutuhan hingga menerima kekurangan. Kepuasan menyiratkan pengalaman
4
penilaian atau kognitif, sementara kebahagiaan menyiratkan pengalaman perasaan
atau afeksi.
Ed Diener, Marissa Diener & Carol Diener (2009) mengemukakan
penelitian yang di lakukan mengenai kesejahteraan subjektif terhadap mahasiswa
di 55 negara. Hasil dari penelitian didapatkan bahwa pendapatan, individualisme
dan hak asasi manusia merupakan variabel yang konsisten dan menjadi prediktor
yang signifikan terhadap kesejahteraan subjektif. Penelitian ini bertujuan untuk
melihat efek pendapatan terhadap kesejahteraan subjektif. Memiliki pendapatan
besar adalah salah satu prediktor kesejahteraan subjektif, hal ini memungkinkan
bahwa orang-orang dengan pendapatan yang lebih besar akan memiliki
kesejahteraan subjektf yang lebih besar pula (Emmons dalam Diener et al, 2009).
Easterlin (dalam Diener et al, 2009) berpendapat bahwa orang cenderung
membandingkan pendapatan mereka kepada orang-orang yang berada di sekitar
mereka, dan karena itu perbedaan pendapatan antara negara yang di lakukan tidak
menghasilkan perbedaan dalam kesejahteraan subjektif.
Eddington dan Shuman (2008) dalam penelitiannya menyimpulkan
beberapa faktor yang mempengaruhi kesejahteraan subjektif individu antara lain,
pendidikan, pendapatan, kepribadian dan temperamen, harga diri, self-efficacy,
kompetensi, usia, tujuan yang ingin dicapai, status sosial ekonomi, budaya,
agama, gender, pernikahan-perceraian, hubungan sosial dengan orang lain,
aktivitas yang dilakukan, keamanan diri, kesehatan, kepuasan kerja, waktu luang,
dukungan sosial dan optimisme.
5
Librán (2006) melakukan penelitian untuk mengetahui hubungan antara
dimensi kepribadian (extraversion dan neuroticism) dengan kesejahteraan
subjektif. Berdasarkan analisis regresi mengungkapkan bahwa variabel
kepribadian neuroticism memiliki hubungan yang tinggi terhadap kesejahteraan
subjektif. Analisis regresi juga menunjukkan bahwa 44% dari kesejahteraan
subjektif dipengaruhi oleh neuroticism, sedangkan extraversion hanya
memberikan sumbangsi sebesar 8%. Hayes dan Joseph (dalam Libran, 2006)
menyatakan bahwa orang cenderung lebih bahagia daripada yang lain karena
kepribadian mereka. Demikian juga, Costa dan McCrae (dalam Libran, 2006)
meyakini bahwa kepuasan dengan kehidupan terkait dengan tingkat extraversion
yang tinggi serta rendahnya tingkat neuroticism.
Grant et al (2009) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa terdapat
hubungan yang positif antara variabel extraversion dan conscientiousness serta
hubungan yang negatif terhadap neuroticism. Extraversion berkorelasi sangat
tinggi dengan afek positif pada kesejahteraan, sedangkan neuroticism tinggi
dengan afek negatif dari kesejahteraan. Conscientiousness menunjukan hubungan
terhadap kedua afek baik positif maupun negatif dari dimensi kesejahteraan.
Agreeableness menunjukkan hubungan yang lemah terhadap afek negative
kesejahteraan. Openness tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan
kesejahteraan.
Hayes dan Joseph (2003) dalam penelitiannya mengatakan bahwa
neuroticism dan extraversion adalah dimensi kepribadian yang terkait dengan
kesejahteraan subjektif. Namun, hasil dari penelitiannya juga menunjukkan bahwa
6
conscientiousness adalah dimensi tambahan dari kepribadian yang relevan untuk
memahami kesejahteraan subjektif. Penelitian ini menjadi salah satu penelitian
yang menjadikan dimensi conscientiousness yang memiliki kontribusi terhadap
kesejahteraan.
King & DeCicco (2009) berpendapat bahwa kecerdasan spiritual adalah
seperangkat kemampuan mental adaptif berdasarkan non-material dan aspek
transenden realitas. Lebih lanjut lagi, King dan DeCicco membagi kecerdasan
spiritual ke dalam empat komponen yaitu (1) critical existential thinking, (2)
personal meaning production, (3) transcendental awareness, and (4) conscious
state expansion. Pemikiran eksistensial kritis digambarkan sebagai kapasitas
seorang individu untuk secara kritis merenungkan makna, tujuan, dan hal
eksistensial lainnya / masalah metafisik dalam kaitannya dengan keberadaan
seseorang. Kemampuan untuk memperoleh makna pribadi dan tujuan dari semua
pengalaman fisik dan mental, termasuk kemampuan untuk membuat dan
menguasai tujuan hidup dianggap sebagai produksi makna pribadi. Kesadaran
transendental merupakan kemampuan untuk mengidentifikasi pola diri, orang lain,
dan dunia fisik selama keadaan kesadaran normal, disertai dengan kemampuan
untuk mengidentifikasi hubungan mereka dengan diri sendiri dan dunia fisik.
Perluasan keadaan sadar merupakan kemampuan untuk masuk dan keluar keadaan
sadar yang lebih tinggi / kesadaran spiritual pada diri sendiri.
Vaughan (2002) mengatakan bahwa kecerdasan spiritual merupakan cara
individu dalam memberikan arti dan merasa terhubung dengan kekuatan yang
lebih besar dari diri. Kecerdasan spiritual merupakan salah satu dari beberapa
7
jenis kecerdasan yang dapat dikembangkan secara independen dan memberikan
kontribusi untuk kesejahteraan dan pembangunan manusia yang sehat secara
keseluruhan.
Sood, Bakhti & Gupta (2012) melakukan penelitian antara kepribadian,
kecerdasan spiritual dan kesejahteraan subjektif pada mahasiswa di dua
universitas berbeda. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi hubungan
antara kepribadian, kecerdasan spiritual dan kesejahteraan di kalangan mahasiswa.
Dari penelitian yang dilakukan didapat hasil bahwa perbedaan kepribadian dan
kecerdasan spiritual memiliki hubungan positif antara dimensi personal meaning
production pada kecerdasan spiritual dan dua sifat kepribadian yaitu
agreeableness and neuroticism. Hubungan yang signifikan muncul antara dimensi
transcendental awareness dari kecerdasan spiritual dan openness to experience
dari variabel kepribadian big five.
Fokus penelitian adalah mengenai kesejahteraan subjektif pada karyawan
di sebuah perusahaan. Banyak faktor yang bisa di hubungan dengan kesejahteraan
subjektif. Kesempatan kali ini, peneliti akan menghubungkannya dengan
personality (kepribadian) serta kecerdasan spiritual. Berdasarkan dari penjelasan
yang telah penulis paparkan diatas, kesejahteraan subjektif dianggap penting
untuk diteliti. Sejauh ini penulis belum banyak menemukan studi literatur yang
mengukur kepribadian big five dan kecerdasan spiritual terhadap pekerja. Hal ini
m k g k k k m g “P g h
Kepribadian Big Five dan Kecerdasan Spiritual terhadap Kesejahteraan
S j k f”.
8
1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah
1.2.1 Pembatasan Masalah
Agar permasalahan tidak meluas maka dari itu perlu adanya pembatasan
penelitian. Penelitian ini dibatasi pada pengaruh kepribadian big five dan
kecerdasan spiritual dengan variabel terikat (subjective well-being) yang memiliki
dua dimensi yaitu dimensi kognitif dan dimensi afektif. Untuk lebih jelasnya,
maka penulis membatasi penelitian ini hanya kepada :
1. Kesejahteraan subjektif didefinisikan sebagai tingkat kesejahteraan yang
dialami individu berdasarkan evaluasi subyektif dalam hidup mereka.
Evaluasi ini bersifat positif dan negatif yang meliputi penilaian tentang
kepuasan hidup, reaksi afektif seperti kegembiraan dan kesedihan, serta
kepuasan dengan pekerjaan dan kesehatan (Diener & Ryan, 2009).
2. Kepribadian big five menurut Soto, C. J. (2018) adalah pola khas dari
pemikiran, perasaan, atau perilaku yang cenderung konsisten dari waktu ke
waktu dan melintasi situasi yang relevan.. Lima sifat kepribadian tersebut
adalah extraversion, agreeableness, consciountiousness, neuroticism dan
openness to experience.
3. Kecerdasan Spiritual menurut King & DeCicco (2009) merupakan satu set
kapasitas mental yang berkontribusi terhadap kesadaran, integrasi, dan
aplikasi adaptif dari aspek non-materi yang mengarah ke hasil peningkatan
makna dan penguasaan area spiritual. Terdapat empat dimensi, yaitu
critical existential thinking, personal meaning production, transcendental
awareness dan conscious state expansion.
9
1.2.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, muncul beberapa permasalahan
yang kemudian dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Apakah terdapat pengaruh variabel kepribadian big five dan variabel
kecerdasan spirtual terhadap kesejahteraan subjektif?
2. Seberapa besar proporsi varian dari variabel kesejahteraan subjektif yang
dapat secara bersama-sama diprediksi oleh variabel kepribadian big five
dan kecerdasan spiritual terhadap kesejaheraan subjektif?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang disebutkan diatas, maka tujuan dari penelitian
ini adalah :
1. Mengetahui adanya pengaruh yang signifikan dari variabel kepribadian big
five dan kecerdasan spiritual terhadap kesejahteraan subjektif.
2. Mengetahui besar sumbangsi masing-masing variabel kepribadian big five
dan kecerdasan spiritual terhadap kesejahteraan subjektif.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan harapan agar dapat memberikan manfaat berupa
manfaat teoritis yaitu penelitian ini sebagai dasar untuk menjelaskan pengaruh
kepribadian big five dan kecerdasan spiritual terhadap kesejahteraan subjektif,
serta memberikan sumbangan dalam bidang Psikologi Industri dan Organisasi.
Manfaat praktis yaitu penelitian ini dapat bermanfaat sebagai bahan
masukan terhadap pihak terkait baik perusahaan ataupun karyawan yang bekerja
di PT. Aneka Tambang Geomin Tbk di Jakarta.
10
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Kesejahteraan Subjektif
2.1.1 Definisi Kesejahteraan Subjektif
Kesejahteraan subjektif adalah gambaran tingkat kesejahteraan yang dialami
individu berdasarkan evaluasi subyektif dalam hidup mereka. Evaluasi ini bersifat
positif dan negatif dimana meliputi penilaian tentang kepuasan hidup, reaksi
afektif seperti kegembiraan dan kesedihan, serta kepuasan dengan pekerjaan dan
kesehatan (Diener & Ryan, 2009).
Teori diatas, sesuai dengan yang dikemukakan oleh Diener, Oishi & Lucas
(2003) dimana kesejahteraan subjektif adalah evaluasi individu mengenai
kehidupannya, termasuk kepuasan hidup, pernikahan dan pekerjaan serta tingkat
emosi negatif yang rendah. Diener, Suh, Lucas & Smith (1999) mengatakan
individu memiliki kesejahteraan subjektif tinggi jika memiliki emosi positif,
mampu melihat suatu hal dari sisi positif, tidak terpaku dalam peristiwa buruk
yang pernah dialami, memiliki sumber daya yang memadai dan hidup dalam
masyarakat dengan keadaan ekonomi yang berkembang.
Andrew dan Withey (dalam Diener, 1994) mengatakan bahwa
kesejahteraan subjektif adalah cara individu dalam menilai kualitas kehidupannya
dengan mengevaluasi baik secara kognitif maupun afektif. Teori tersebut memiliki
kesamaan dengan yang dikemukakan oleh Veenhouven (dalam Diener, 1994)
dimana menjelaskan bahwa kesejahteraan subjektif merupakan tingkat seseorang
11
menilai kualitas kehidupannya sebagai sesuatu yang diharapkan dan mampu
merasakan emosi yang menyenangkan.
Kesejahteraan subjektif ditentukan dengan bagaimana individu
mengevaluasi informasi atau kejadian yang dialami. Proses ini melibatkan peran
kognitif yang aktif karena menentukan bagaimana informasi tersebut akan diatur.
Cara yang digunakan untuk mengevaluasi suatu peristiwa juga dipengaruhi oleh
temperamen, mood, pengaruh budaya serta situasi yang terjadi pada saat itu.
Evaluasi kognitif dilakukan saat seseorang memberikan penilaian secara sadar dan
mampu menilai kepuasaan mereka terhadap kehidupan secara keseluruhan.
Dengan kata lain kesejahteraan subjektif mencakup evaluasi kognitif dan afektif
(Diener, 2000).
Kesejahteraan subjektif menunjukkan kepuasan hidup dan evaluasi
terhadap domain-domain kehidupan yang penting seperti pekerjaan dan kesehatan.
Juga termasuk emosi yang dirasakan seperti keceriaan, rendahnya pengalaman
emosi negatif seperti kemarahan, kesedihan, dan ketakutan. Kebahagiaan adalah
nama yang diberikan untuk pikiran dan perasaan yang positif terhadap hidup
seseorang (Ed Diener & Robert Biswas-Diener, 2008).
Kesejahteraan subjektif adalah gambaran tingkat kesejahteraan yang
dialami individu berdasarkan evaluasi subyektif dalam hidup. Evaluasi ini bersifat
positif dan negatif dimana meliputi penilaian tentang kepuasan hidup, reaksi
afektif seperti kegembiraan dan kesedihan. Penulis dalam penelitian ini akan
menggunakan teori yang dikemukakan oleh Diener & Ryan (2009).
12
2.1.2 Dimensi Kesejahteraan Subjektif
Diener (1994) menyatakan adanya 2 komponen umum dalam
kesejahteraan subjektif yaitu dimensi kognitif dan dimensi afektif.
1. Dimensi kognitif : merupakan evaluasi terhadap kepuasan hidup individu.
Evaluasi tersebut dapat dibagi menjadi evaluasi umum (life satisfaction) dan
evaluasi khusus (domain satisfaction).
a. Life satisfaction merupakan penilaian kognitif seseorang mengenai
kehidupannya, apakah kehidupan yang dijalaninya berjalan dengan baik.
Ini merupakan perasaan cukup, damai dan puas, dari kesenjangan antara
keinginan dan kebutuhan dengan pencapaian dan pemenuhan.
b. Domain satisfaction merupakan evaluasi individu di berbagai bidang
kehidupannya seperti bidang yang berkaitan dengan diri sendiri, keluarga,
kelompok teman sebaya, kesehatan, keuangan, pekerjaan, dan waktu
luang. Dan hal ini sangat bergantung pada budaya dan bagaimana
kehidupan seseorang itu terbentuk. (Diener, 1984). Dimensi ini dapat
dipengaruhi oleh afek namun tidak mengukur emosi seseorang (Diener,
2000).
2. Dimensi Afektif : merupakan dimensi dasar dari kesejahteraan subjektif
dimana termasuk mood dan emosi yang menyenangkan dan tidak
menyenangkan. Dimensi afek mencakup :
a. Afek positif yaitu emosi positif yang menyenangkan (Diener, 2000).
Diener et al (2003) mengatakan dimensi afektif ini merupakan hal yang
sentral untuk kesejahteraan subjektif. Dimensi afek memiliki peranan
13
dalam mengevaluasi kesejahteraan karena dimensi afek memberi
kontribusi perasaan menyenangkan dan perasaan tidak menyenangkan
pada pengalaman personal.
b. Afek negatif yaitu emosi dan mood yang tidak menyenangkan, dimana
kedua afek ini berdiri sendiri dan masing-masing memiliki frekuensi dan
intensitas (Diener, 2000).
Kedua afek berkaitan dengan evaluasi seseorang karena emosi muncul dari
evaluasi yang dibuat oleh orang tersebut. Diener (1984) juga mengungkapkan
bahwa keseimbangan tingkat afek merujuk kepada banyaknya perasaan positif
yang dialami dibandingkan dengan perasaan negatif.
2.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesejahteraan Subjektif
Ada beragam faktor yang mempengaruhi kesejahteraan subjektif individu, yaitu:
1. Perbedaan Jenis Kelamin
Eddington dan Shuman (2008) melakukan penelitian yang menunjukkan hanya
terdapat sedikit perbedaan kebahagiaan antara pria dan wanita. Wanita lebih
banyak merasakan emosi negatif dan depresi dibandingkan dengan pria, dan lebih
banyak mencari bantuan terapis untuk mengatasi gangguan ini. Namun pria dan
wanita memperlihatkan tingkat kebahagiaan global yang sama. Shuman
menyatakan bahwa hal ini disebabkan karena wanita mengakui adanya perasaan
tersebut sedangkan pria menyangkalnya. Diener (2009) menyatakan secara umum
tidak terdapat perbedaan ksejahteraan subjektif yang signifikan antara pria dan
wanita. Namun wanita memiliki intensitas perasaan negatif dan positif yang lebih
banyak dibandingkan pria.
14
2. Agama dan Spiritualitas
Diener et al (2009) menyatakan bahwa orang yang religius cenderung memiliki
tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi, dan lebih spesifik. Individu yang aktif
mengikuti pelayanan spiritual, memiliki hubungan yang dekat dengan Tuhan, dan
rajin berdoa dikaitkan dengan tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi.
Ada banyak penelitian yang menunjukkan bahwa kesejahteraan subjektif
berkorelasi signifikan dengan keyakinan agama (Eddington & Shuman, 2008).
Pengalaman keagamaan menawarkan kebermaknaan hidup, termasuk
kebermaknaan pada masa krisis. Taylor dan Chatters (dalam Eddington &
Shuman, 2008) menyatakan agama juga menawarkan pemenuhan kebutuhan
sosial seseorang melalui keterbukaan pada jaringan sosial yang terdiri dari orang-
orang yang memiliki sikap dan nilai yang sama. Diener (2009) juga
mengungkapkan bahwa hubungan positif antara spiritualitas dan keagamaan
dengan kesejahteraan subjektif berasal dari makna dan tujuan sosial dan dukungan
yang diberikan oleh organisasi keagamaan.
3. Kecerdasan Spiritual
Srivastava (2016) mengatakan kecerdasan spiritual adalah kecerdasan yang dapat
membantu memenuhi potensi kemampuan yang dimiliki individu berdasarkan
fungsi non-kognitif dalam menyelesaikan masalah sehari-hari dan untuk mencapai
pengetahuan dan kebijaksanaan yang lebih tinggi. Penelitian yang dilakukan
Seftiani dan Herlena (2018) menunjukkan bahwa kecerdasan spiritual dapat
memprediksi kesejahteraan subjektif.
15
4. Kepribadian
Tatarkiewicz (dalam Diener, 1984) menyatakan bahwa kepribadian merupakan
hal yang lebih berpengaruh pada kesejahteraan subjektif dibandingkan dengan
faktor lainnya. Hal ini dikarenakan beberapa variabel kepribadian menunjukkan
kekonsistenan dengan kesejahteraan subjektif diantaranya self esteem. DeNeve
dan Cooper (1998) mengidentifikasi 137 trait kepribadian yang berhubungan
dengan kesejahteraan subjektif adalah extraversion dan neurotism. McCrae &
Costa (1991) dalam penelitiannya mengatakan bahwa neuroticism memiliki
hubungan negative dengan kesejahteraan. Sedangkan extraversion memiliki
hubungan yang positif dengan kesejahteraan.
2.1.4 Pengukuran Kesejahteraan Subjektif
Pengukuran kesejahteraan subjektif dapat dilakukan dengan menggunakan skala
berikut :
1. Flourishing Scale yang dikembangkan oleh Diener dan Biswas (2009)
terdiri dari 8 item pernyataan. Alat ukur ini menggunakan skala model Likert
dengan menggunakan skala respon 1-7.
2. Scale of Positive and Negative Experience (SPANE) yang dikembangkan
oleh Diener dan Biswas (2009) yang terdiri dari 12 item pernyataan yang
digunakan untuk mengukur aspek positif dan negatif pada karyawan.
2.2 Kepribadian Big Five
2.2.1 Definisi Kepribadian
Kepribadian adalah karakteristik seseorang yang menyebabkan munculnya
konsistensi perasaan, pemikiran, dan perilaku. Berdasarkan pengertian tersebut
16
dapat dimengerti bahwa individu bisa fokus terhadap banyaknya aspek yang ada
pada diri sendiri. Dimana pola perilaku yang konsisten sudah mulai muncul
karena pengaruh perbedaan lingkungan. Salah satu unit analisis yang kerap
digunakan untuk mendeskripsikan struktur kepribadian adalah sifat atau ciri
kepribadian (personality trait). Susunan sifat merujuk kepada tingkat konsistensi
respon individual yang muncul terhadap berbagai situasi (Pervin, Cervone &
John, 2004)
K k y “persona” y g mengacu pada
pertunjukkan menggunakan topeng dalam drama Yunani. Pada saat itu, aktor
dalam drama tersebut memakai sebuah topeng (persona) untuk memproyeksikan
sebuah peran atau pertunjukkan. Para ilmuan psikologi menggunakan istilah
kepribadian (personality) untuk mengacu pada sesuatu yang lebih dari sekedar
bermain peran (Feist & Feist, 2006).
Soto, C. J. (2018) menyatakan bahwa kepribadian adalah pola khas setiap
individu yang berasal dari pemikiran, perasaan, atau perilaku yang cenderung
konsisten dari waktu ke waktu dan melintasi situasi yang relatif sama. Sifat
kepribadian berkembang sepanjang rentang hidup, sehingga dapat diamati dan
diukur. Beberapa sifat dapat diwujudkan melalui perilaku yang berbeda selama
periode perkembangan. Sifat atau trait dalam kepribadian dibagi menjadi lima,
yaitu extraversion, agreeableness, conscientiousness, neuroticism dan openness to
experience.
Kepribadian adalah pola khas setiap individu yang berasal dari pemikiran,
perasaan, atau perilaku yang cenderung konsisten dari waktu ke waktu dan
17
melintasi situasi yang relatif sama. Terdapat lima trait dalam kepribadian yaitu
extraversion, agreeableness, conscientiousness, neuroticism dan openness to
experience. Penulis menggunakan definisi kepribadian menurut Soto, C. J. (2018)
dalam penelitian ini.
2.2.2 Dimensi Tipe Kepribadian Big Five
Trait merupakan suatu pola tingkah laku yang relatif menetap secara terus
menerus dan konsekuen yang diungkapkan dalam satu deretan keadaan. Sifat
dalam kepribadian big five adalah sebagai berikut.
1. Extraversion
Faktor ini merupakan dimensi yang penting dalam kepribadian. Extraversion
dapat memprediksi banyak tingkah laku sosial. Menurut Soto (2018) extraversion
mewakili perbedaan individu dalam keterlibatan sosial, ketegasan, dan tingkat
energi. Individu yang memiliki sifat extaversion tinggi sangat menikmati
bersosialisasi dengan orang lain, merasa nyaman mengekspresikan diri dalam
situasi kelompok, dan sering mengalami emosi positif seperti antusiasme dan
kegembiraan. Sebaliknya, individu yang nilai extraversion rendah cenderung
tertutup secara sosial dan emosional serta tidak suka bergaul dengan orang lain.
2. Agreeableness
Menurut Feist & Feist (2006), agreeableness sering disebut social adaptability
atau likability yang mengidentifikasikan seseorang yang ramah, memiliki
kepribadian yang selalu mengalah, menghindari konflik dan memiliki
kecenderungan untuk mengikuti orang lain. Dimensi agreeableness membedakan
antara orang-orang yang berhati lembut dengan mereka yang kejam.
18
Orang-orang yang memiliki nilai agreeableness tinggi cenderung lebih
mudah memiliki kepedulian emosional terhadap kesejahteraan orang lain,
memperlakukan orang lain dengan cara memperhatikan hak dan keinginan pribadi
mereka, dan secara umum memiliki penilaian yang positif tentang orang lain.
Sedangkan individu yang nilai agreeableness nya rendah cenderung kurang
menghargai orang lain dan norma sosial tentang kesopanan yang berlaku (Soto,
2018).
3. Conscientiousness
Conscientiousness mewakili perbedaan dalam organisasi, produktivitas, dan
tanggung jawab. Individu dengan nilai conscientiousness tinggi lebih memilih
ketertiban dan hal yang sudah terstruktur, bekerja terus-menerus untuk mengejar
tujuan mereka, berkomitmen untuk memenuhi tugas dan kewajiban mereka.
Sedangkan individu dengan nilai conscientiousness rendah merasa nyaman
dengan gangguan yang ada, kurang termotivasi untuk menyelesaikan tugas serta
lebih senang dalam menunda pekerjaan (Soto, 2018).
4. Neuroticism
Neuroticism menggambarkan stabilitas emosi dengan cakupan-cakupan perasaan
negatif. Individu yang sangat neurotik cenderung mengalami kecemasan,
kesedihan, dan perubahan suasana hati, sedangkan individu yang stabil secara
emosional cenderung tetap tenang dan ulet bahkan dalam keadaan sulit (Soto,
2018).
19
5. Openness to Experience
Menurut Soto (2018) openness to experience mewakili perbedaan dalam
keingintahuan intelektual, sensitifitas estetika, dan imajinasi. Individu yang sangat
terbuka menikmati pemikiran dan pembelajaran, peka terhadap seni dan
keindahan, dan menghasilkan ide-ide orisinal, sedangkan individu yang tertutup
cenderung memiliki minat intelektual dan kreatif yang sempit.
2.2.3 Pengukuran Kepribadian Big Five
Pengukuran kepribadian big five dapat menggunakan skala The Big Five
Inventory-2-S (The BFI-2-S) yang dikembangkan oleh Oliver P. John dan
Christopher J. Soto (2017), The BFI-2-S merupakan pengembangan dari The
BFI-2. Menurut John dan Soto (2009), BFI meneliti kepribadian pada tingkat
yang lebih spesifik dan membantu menuju pemahaman yang komprehensif
tentang struktur kepribadian. Tes ini terdiri dari 30 item pertanyaan untuk lima
dimensi kepribadian dan dapat digunakan untuk menjelaskan isu-isu penting pada
orang dewasa.
2.3 Kecerdasan Spiritual
2.3.1 Definisi Kecerdasan Spiritual
King dan DeCicco (2009) mendefinisikan kecerdasan spiritual sebagai satu set
kapasitas mental yang berkontribusi terhadap kesadaran, integrasi, dan aplikasi
adaptif aspek nonmateri dan hal yang disadari di area transenden. Dimana hal
tersebut mengarah ke hasil seperti pemikiran eksistensial secara mendalam,
peningkatan makna, pengakuan transendensi diri, dan penguasaan area spiritual.
20
Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan untuk memecahkan persoalan
makna dan nilai, yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup dalam
konteks makna yang lebih luas, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau
jalan hidup seseorang lebih bermakna dibanding dengan yang lain (Zohar dan
Marshall, 2000).
Vaughan (2002) menyatakan bahwa kecerdasan spiritual berkaitan dengan
kehidupan batin, jiwa, dan keberadaan individu di dunia. Kecerdasan spiritual
muncul ketika kesadaran individu berkembang menjadi kesadaran yang lebih
mendalam saat memikirkan kehidupan, tubuh, pikiran, jiwa, dan roh. Latihan yang
dilakukan secara disiplin dapat membantu mengembangkan kecerdasan spiritual
dan dapat membantu seseorang membedakan kenyataan dan ilusi.
Kecerdasan spiritual adalah satu set kapasitas mental yang berkontribusi
terhadap kesadaran, integrasi, dan aplikasi adaptif terhadap aspek nonmateri
seperti terciptanya alam semesta, ruh, kematian, cara mencapai tujuan hidup dan
keberadaan Tuhan. Penulis menggunakan teori yang dikemukan oleh King dan
DeCicco (2009) dalam penelitian ini.
2.3.2 Aspek-Aspek Kecerdasan Spiritual
Terdapat empat komponen atau aspek-aspek kecerdasan spiritual yang masing-
masing mewakili pengukuran kecerdasan spiritual secara menyeluruh, yaitu:
1. Critical Existential Thinking (CET)
Komponen pertama dari kecerdasan spiritual melibatkan kemampuan untuk secara
kritis merenungkan makna, tujuan, dan isu-isu eksistensial atau metafisik lainnya
(misalnya realitas, alam semesta, ruang, waktu, dan kematian). Berpikir
21
eksistensial secara kritis dapat diterapkan untuk setiap masalah hidup, karena
setiap objek atau kejadian dapat dilihat dalam kaitannya dengan eksistensi
seseorang. King memformulasikan komponen ini pada unsur eksistensi, makna
peristiwa, kehidupan setelah kematian, hubungan manusia dan alam semesta serta
hubungan dengan Tuhan. Penelitian yang dilakukan tidak merujuk kepada agama
tertentu atau non-agama sekalipun.
2. Personal Meaning Production (PMP)
Komponen inti kedua didefinisikan sebagai kemampuan untuk
membangun makna pribadi dan tujuan dalam semua pengalaman fisik dan mental,
termasuk kemampuan untuk membuat dan menguasai tujuan hidup. Nasel (2004;
dalam King, 2009) setuju bahwa kecerdasan spiritual melibatkan kontemplasi
makna simbolis dari kenyataan dan pengalaman pribadi untuk menemukan tujuan
dan makna dalam semua pengalaman hidup. King memformulasikan komponen
ini pada unsur-unsur kemampuan adaptasi dari makna, tujuan hidup, alasan hidup,
makna kegagalan, mengambil keputusan sesuai dengan tujuan hidup, serta makna
dan tujuan dari kejadian sehari-hari.
3. Transcendental Awareness (TA)
Komponen ketiga melibatkan kemampuan untuk melihat dimensi transenden diri,
orang lain, dan dunia fisik (misalnya non-material) dalam keadaan normal
maupun dalam keadaan membangun area kesadaran. Wolman (2001; dalam King,
2009) menjelaskan kesadaran transendental sebagai kemampuan untuk merasakan
dimensi spiritual kehidupan, mencerminkan apa yang sebelumnya digambarkan
sebagai merasakan kehadiran Tuhan secara lebih nyata dan umum dari indera kita.
22
King memformulasikan komponen ini kepada aspek non-fisik dan non-materi.
Individu mampu merasakan aspek non-fisik dan non-materi, memahami hubungan
antar manusia, mendefinisikan non-fisik (ruh) serta kualitas kepribadian/emosi.
4. Conscious State Expansion (CSE)
Komponen terakhir dari model ini adalah kemampuan untuk memasuki area
kesadaran spiritual (misalnya kesadaran murni, dan kesatuan) atas keinginannya
sendiri. Dari perspektif psikologis, perbedaan antara kesadaran transendental dan
pengembangan area kesadaran ini didukung oleh Tart (1975; dalam King, 2009)
bahwa kesadaran transendental harus terjadi selama keadaan sadar normal,
sedangkan pengembangan area kesadaran melibatkan kemampuan untuk
mengatasi keadaan sadar dan area spiritual. King memformulasikan komponen ini
ke dalam unsur-unsur memasuki, mengontrol, bergerak, melihat masalah, dan
mengembangkan teknik dalam area kesadaran.
2.3.3 Pengukuran Kecerdasan Spiritual
Dalam penelitian ini, pengukuran kecerdasan spiritual diadaptasi dari skala
kecerdasan spiritual King (2008) yaitu Spiritual Intelligence Self-Report Inventory
(SISRI-24) yang berisi 24 item yang dirancang untuk mengukur berbagai perilaku,
proses berpikir dan karakteristik mental.
2.4 Kerangka Berpikir
Kesejahteraan merupakan suatu hal dasar yang menjadi kunci utama dalam
kehidupan dan menjadi salah satu indikator yang harus dipenuhi oleh setiap
individu yang bekerja. Kesejahteraan subjekif mengacu pada bagaimana orang
menilai hidup mereka. Karyawan memiliki kesejahteraan subjektif yang tinggi
23
jika dia puas dengan pekerjaannya dan lebih sering mengalami emosi positif dan
jarang mengalami emosi negatif.
Ada berbagai macam faktor yang mempengaruhi kesejahteraan,
diantaranya adalah kepribadian. Kepribadian merupakan pola khas dari pemikiran,
perasaan, atau perilaku yang cenderung konsisten dari waktu ke waktu dan
melintasi situasi yang sama. Individu yang satu dengan lainnya memiliki
kepribadian yang berbeda, hal ini dikarenakan pemikiran, perasaan serta perilaku
setiap individu berbeda dalam menghadapi permasalahan yang terjadi. Terdapat
lima trait dalam kepribadian yang membedakan sifat individu, yaitu extraversion,
agreeableness, consciountiousness, neuroticism dan openness to experience.
Extraversion dapat memprediksi banyak tingkah laku sosial. Seperti penuh
semangat, antusias, ramah, dan komunikatif. Hayes dan Joseph (dalam Libran,
2006) menyatakan bahwa individu cenderung lebih bahagia darpada yang lain
karena kepribadian mereka, dapat dikatakan bila kepribadian merupakan faktor
yang membedakan stiap individu dengan lainnya. Costa dan McCrae (dalam
Libran, 2006) meyakini bahwa kepuasan dengan kehidupan terkait dengan tingkat
extraversion yang tinggi. Pekerja dengan sifat extraversion tinggi cenderung lebih
mudah beradaptasi dengan situasi yang baru dan memiliki semangat kerja yang
tinggi, lebih mudah bergaul dalam lingkungan dan rekan kerja yang baru. Untuk
pekerja dengan nilai extraversion yang rendah cenderung tertutup terhadap rekan
kerja serta sulit dalam mengeksperikan perasaannya sendiri.
Agreeableness mengidentifikasikan individu yang ramah, memiliki
kepribadian yang selalu mengalah, menghindari konflik dan memiliki
24
kecenderungan untuk mengikuti orang lain. Pekerja dengan sifat agreeableness
tinggi merupakan pribadi yang berhati lembut, lebih mementingkan keinginan
rekan kerja dibanding dirinya sendiri, senang menghindari konflik yang ada,
selalu mencari jalan tengah agar dapat menyelesaikan masalah tanpa merugikan
kedua belah pihak. Pekerja dengan nilai agreeableness rendah biasanya kurang
menghargai rekan kerja, bersikap dingin bila rekan kerja meminta bantuan dan
terkadang berkata atau bersikap kasar terhadap rekan kerja.
Conscientiousness mendeskripsikan individu yang teratur, terkontrol,
terorganisasi, ambisius, terfokus pada pencapaian, dan memiliki disiplin diri yang
baik. Pekerja dengan nilai conscientiousness tinggi biasanya merupakan pribadi
yang suka akan keteraturan, sudah memiliki jadwal yang tertata dengan baik dan
akan mengikuti jadwal tersebut agar membuat dirinya merasa sejahtera. Begitu
pula dengan pekerja yang memiliki tingkat conscientiousness rendah atau biasa
disebut pekerja yang memiliki sifat prokastinasi cenderung suka menunda sebuah
pekerjaan yang akhirnya akan membuat dirinya gelisah dan tidak mampu
mencapai kesejahteraan.
Neuroticism menggambarkan stabilitas emosi dengan cakupan-cakupan
perasaan negatif. Costa dan McCrae (dalam Libran, 2006) meyakini bahwa
kepuasan dengan kehidupan terkait dengan tingkat neuroticism yang rendah.
Pekerja akan cenderung penuh dengan kecemasan, temperamental, mengasihani
diri sendiri, emosional, dan rentan terhadap gangguan yang berhubungan dengan
stress. Tingkat kecemasan yang rendah, dapat membuat seorang karyawan untuk
mengontrol emosi yang dirasakan dan dapat mengatasi masalah dengan lebih baik
25
karena tidak terpengaruh dengan kecemasan yang dirasakan. Sebaliknya pekerja
dengan tingkat kecemasan yang tinggi, sulit untuk mengambil keputusan secara
jernih karena lebih memikirkan hal negatif yang akan diterima, mudah depresi dan
kesal bila mengalami situasi yang sangat menuntut. Librán (2006) mengatakan
bahwa dimensi kepribadian neuroticsm memiliki hubungan yang tinggi terhadap
aspek negatif dari kesejahteraan subjektif. Individu yang selalu merasa cemas
tidak akan pernah merasa sejahtera karena selalu merasa takut akan setiap hal.
Openness to experience membedakan antara individu yang menyukai seni,
ingin mengetahui banyak hal dan lebih memilih gaya hidup yang konstan.
Karyawan yang memiliki nilai openness to experience tinggi cenderung memiliki
kesejahteraan subjektif yang tinggi karena mampu menerima perbedaan dan
perubahan yang terjadi di lingkungan kerja, serta meyukai hal yang bersifat
artistik. Pekerja yang memiliki nilai openness to experience rendah tidak terlalu
menyukai hal yang bersifat artistik dan memiliki nilai seni yang tinggi, selain itu
juga cenderung tidak memiliki bakat kreatifitas yang baik. Karyawan yang
tertutup cenderung merasa tidak mampu untuk beradaptasi dengan lingkungan
yang baru dan lebih memilih bekerja di lingkungan yang sudah dikenal.
Dikarenakan banyaknya perbedaan sifat yang dimiliki masing-masing individu,
maka tingkat kesejahteraan yang dirasakan juga berbeda tergantung pada
bagaimana individu menyikapi dan menilai tentang kehidupan yang dijalani.
Variabel lain yang penulis gunakan dalam penelitian untuk menjadi
prediktor kesejahteraan adalah kecerdasan spiritual. Kecerdasan spiritual menurut
King dan DeCicco (2009) memiliki empat dimensi, yaitu critical existential
26
thinking yang dapat dipahami sebagai kemampuan untuk merenungkan tentang
makna, tujuan terciptanya alam semeta, ruang, waktu dan kematian. Berpikir
eksistensial secara kritis dapat diterapkan untuk setiap masalah hidup, karena
setiap objek atau kejadian dapat dilihat dalam kaitannya dengan eksistensi
seseorang. Dimensi kecerdasan spiritual ini dapat mempengaruhi kesejahteraan
pekerja, dimana semakin pekerja memikirkan tentang kejadian yang telah dialami,
maka tingkat kebahagiaan yang dirasakan akan semakin rendah. Masalah yang
dihadapi para pekerja pada umumnya biasanya berhubungan dengan bagaimana
dirinya mampu memberikan kontribusi yang terbaik untuk perusahaan dan tidak
tertuju pada hubungan spiritual dengan penciptanya. Semakin pekerja memikirkan
permasalahan yang ada, kesejahteraan yang dirasakan akan semakin rendah.
Personal meaning production dapat dipahami sebagai kemampuan
individu untuk membangun makna pribadi dan tujuan hidup serta bagaimana
individu tersebut mampu menguasai tujuan hidup. Setiap makhluk hidup memiliki
harapan yang ingin dicapai dalam hidupnya begitu pula dengan karyawan yang
bekerja. Kesejahteraan juga merupakan sebuah harapan yang ingin dicapai oleh
setiap karyawan. Karyawan memiliki harapan yang ingin dicapai, jika harapan
tersebut tidak tercapai maka akan semakin kecewa dan tidak merasa sejahtera.
Promosi jabatan dan tunjangan yang besar merupakan harapan yang diinginkan
oleh karyawan untuk memenuhi kesejahteraan. Ketika harapan tersebut tidak
kunjung mampu dicapai, rasa kecewa yang besar akan muncul dan menyebabkan
timbulnya perasaan tidak mampu mencapai kesejahteraan dalam hidup.
27
Transcendental awareness merupakan kemampuan yang dimiliki individu
untuk merasakan dimensi spiritual dalam kehidupan seperti mampu merasakan
kehadiran Tuhan secara lebih nyata. Seseorang yang hanya memikirkan keadaan
yang bersifat materi (uang, kesenangan dan segala hal yang merujuk pada
kesenangan dunia) akan semakin membuat dirinya tidak bahagia dalam menjalani
hidup. Hal-hal yang bersifat duniawi tidak akan pernah terasa cukup untuk
dipenuhi oleh setiap orang. Pekerja yang menjadikan pendapatan dan bonus
sebagai prioritas utama dalam kehidupannya, lebih mudah mengalami perasaan
hampa dan kosong. Perasaan tersebut muncul karena untuk mendapatkan hal
tersebut, mereka harus bersaing dengan rekan kerja yang lain dan terkadang
mengabaikan hubungan baik antar manusia serta hanya memikirkan kepentingan
diri sendiri.
Dimensi conscious state expansion dapat dipahami bila individu tidak
mampu mencapai keadaan spiritualnya maka individu cenderung lebih tidak
bahagia. Kemungkinan terjadi hal ini sangat besar, karena pekerja hanya
memikirkan keadaan dunia dan hal yang membuat dirinya bahagia secara materil.
Kurangnya kedekatan dengan Tuhan mampu membuat seorang pekerja menjadi
gelisah dan tidak bisa merasakan ketenangan dalam hati. Pekerja dengan
kesadaran tinggi akan selalu berpikir beberapa kali untuk merespon sebuah situasi
serta mengambil waktu sejenak untuk memahami apa yang tidak nyata maupun
yang nyata sebelum memutuskan melakukan suatu hal. Pekerja yang tingkat
kesadaran rendah cenderung tergesa-gesa dalam mengambil keputusan serta tidak
mampu berpikir secara jernih atas konsekuensi yang akan terjadi. Hubungan
28
spiritual dengan Tuhan merupakan salah satu kebutuhan wajib bagi kedamaian
hati. Semakin individu memiliki kedekatan terhadap pencipta, semakin merasa
damai dan sejahtera dalam menjalani kehidupan.
Toyibah, Sulianti & Tahrir (2017) melakukan penelitian tentang
kecerdasan spiritual pada mahasiswa pengahafal al-quran. Hasil yang diperoleh
dari penelitian, terdapat hubungan yang positif antara kecerdasan spiritual dengan
kesejahteraan. Dipahami pula individu yang memiliki tingkat kecerdasan spiritual
tinggi, mampu menyesuaikan diri dengan baik pada situasi dan lingkungan yang
tengah dihadapi. Melakukan tindakan yang positif karena dirinya percaya bahwa
tindakan yang dilakukan akan kembali pada dirinya sendiri. Kesimpulan yang
didapatkan dari penelitian yang dilakukan yaitu semakin individu memiliki
kedekatan dengan Tuhan, maka tingkat kecerdasan spiritualnya akan semakin
tinggi. Semakin individu merasa dekat dengan penciptanya mereka merasa
memiliki benteng pertahanan yang akan selalu mengawasi perbuatan apa yang
dilakukan, sehingga individu akan berusaha untuk mengikuti apa yang
diperintahkan serta menjauhi apa yang dilarang.
Penulis membuat skema berdasarkan pemaparan mengenai pengaruh
variabel kepribadian big five dan kecerdasan spiritual terhadap kesejahteraan
subjektif agar memudahkan untuk mengetahui tujuan dari penelitian yang akan
dilakukan. Adapun skema tersebut seperti dibawah ini:
29
Gambar 2.1
Skema Kerangka Berpikir
2.5 Hipotesis Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti ingin melihat apakah tingkat kesejahteraan subjektif
karyawan yang merupakan dependent variable, bergantung pada tinggi rendahnya
Kecerdasan Spiritual
Personal Meaning
Production
Transcendental
Awareness
Conscious State
Expansion
Kepribadian Big Five
Extraversion
Agreeableness
Conscientiousness
Neuroticism
Openness to
Experience
Critical Existential
Thinking
Kesejahteraan
Subjektif
30
skor pada independent variable yang ditetapkan dalam penelitian ini yaitu
kepribadian big five dan kecerdasan spiritual.
Hipotesis merupakan asumsi penelitian terhadap suatu permasalahan yang
masih harus diujikan. Berdasarkan kerangka berfikir penelitian di atas, maka
hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Hipotesis Mayor
H1: “K g f (extraversion, agreeableness, conscientiousness,
neuroticism dan openness to experience) dan kecerdasan spiritual (critical
existential thinking, personal meaning production, transcendental awareness,
conscious state expansion) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
k j h j k f”.
Sedangkan hipotesis minor dalam penelitian ini, yaitu:
H2 : ada pengaruh yang signifikan extraversion pada kepribadian big five terhadap
kesejahteraan subjektif.
H3 : ada pengaruh yang signifikan conscientiousness pada kepribadian big five
terhadap kesejahteraan subjektif.
H4 : ada pengaruh yang signifikan openness to experience pada kepribadian big
five terhadap kesejahteraan subjektif.
H5 : ada pengaruh yang signifikan agreeableness pada kepribadian big five
terhadap kesejahteraan subjektif.
H6 : ada pengaruh yang signifikan neuroticism pada kepribadian big five terhadap
kesejahteraan subjektif.
31
H7 : ada pengaruh yang signifikan critical existential thinking pada kecerdasan
spiritual terhadap kesejahteraan subjektif.
H8 : ada pengaruh yang signifikan personal meaning production pada kecerdasan
spiritual terhadap kesejahteraan subjektif.
H9 : ada pengaruh yang signifikan transcendental awareness pada kecerdasan
spiritual terhadap kesejahteraan subjektif.
H10 : ada pengaruh yang signifikan conscious state expansion pada kecerdasan
spiritual terhadap kesejahteraan subjektif.
32
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah karyawan PT. Aneka Tambang Geomin Tbk
di Jakarta sebanyak 200 orang. Jumlah sampel pada penelitian ini sebanyak 169
orang. Pengambilan sampel menggunakan teknik total sampling. Alasan
pemilihan teknik ini karena jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian
adalah seluruh populasi.
3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yaitu variabel terikat (dependent
variable) dan variabel bebas (independent variable). Dalam penelitian ini
menggunakan satu variabel terikat dan dua variabel bebas, diantaranya :
1. Kesejahteraan subjektif sebagai DV (dependent variable).
2. Kepribadian big five sebagai IV ( independent variable) yang terdiri dari
lima dimensi, yaitu extraversion, agreeableness, conscientiousness,
neuroticism dan openness to experience.
3. Kecerdasan spiritual sebagai sebagai IV ( independent variable) yang
terdiri dari empat dimensi, yaitu critical existential thinking, personal
meaning production, transcendental awareness dan conscious state
expansion.
Selanjutnya penulis menentukan definisi operasional dari variabel penelitian
yang akan digunakan dalam penelitian ini. Adapun penjelasan definisi operasional
variabel adalah sebagai berikut :
33
1. Kesejahteraan subjektif adalah evaluasi subjektif individu mengenai
kehidupan termasuk penilaian kognitif terhadap kepuasan hidup dan
penilaian afektif terhadap emosi yang dirasakan, dimana skor evaluasi
subjektif diperoleh melalui alat ukur Flourishing Scale dan Scale of
Positive and Negative Experience
2. Kepribadian Big Five (Big Five Personality) adalah pola khas dari
pemikiran, perasaan, atau perilaku yang cenderung konsisten dari waktu ke
waktu dan melintasi situasi yang relevan, dimana skor kepribadian
diperoleh melalui alat ukur The Big Five Inventory-2 Short Form.
Kepribadian terdiri dari lima trait, yaitu :
a. Extraversion dapat memprediksi banyak tingkah laku sosial. Seperti
penuh semangat, antusias, dominan, ramah, dan komunikatif.
b. Agreeableness mengidentifikasikan individu yang ramah, memiliki
kepribadian yang selalu mengalah, menghindari konflik dan memiliki
kecenderungan untuk mengikuti orang lain.
c. Conscientiousness mendeskripsikan individu yang teratur, terkontrol,
terorganisasi, ambisius, terfokus pada pencapaian, dan memiliki
disiplin diri.
d. Neuroticism menggambarkan stabilitas emosi dengan cakupan-
cakupan perasaan negatif. Individu cenderung penuh kecemasan,
temperamental, mengasihani diri sendiri, emosional, dan rentan
terhadap gangguan yang berhubungan dengan stress.
34
e. Openness to experience membedakan antara individu yang mudah
menerima keragaman dan individu yang lebih memilih gaya hidup
yang konstan.
3. Kecerdasan Spiritual adalah satu set kapasitas mental yang memiliki
kontribusi dalam tingkat kesadaran, integrasi dan cara aplikasi adaptif
terhadap aspek nonmateri yang bertujuan untuk peningkatan makna dan
pengakuan diri, dimana skor kecerdasan spiritual diperoleh melalui alat
ukur The Spiritual Intelligence Self-Report Inventory. Kecerdasan spiritual
terdiri dari 4 dimensi, yaitu :
a. Critical Existential Thinking merupakan kemampuan untuk secara
kritis merenungkan makna, tujuan, dan isu-isu eksistensial atau
metafisik lainnya (misalnya realitas, alam, semesta, ruang, waktu, dan
kematian).
b. Personal Meaning Production merupakan kemampuan untuk
membangun makna pribadi dan tujuan dalam semua pengalaman fisik
dan mental, termasuk kemampuan untuk membuat dan menguasai
tujuan hidup.
c. Transcendental Awareness merupakan kemampuan untuk melihat
dimensi transenden diri, orang lain, dan dunia fisik (misalnya non-
material) dalam keadaan normal maupun dalam keadaan membangun
area kesadaran.
35
d. Conscious State Expansion merupakan kemampuan untuk memasukan
area kesadaran spiritual (misalnya kesadaran murni dan kesatuan) atas
keinginan individu itu sendiri.
3.3 Instrumen Penelitian
Instrumen pengumpulan data yang digunakan berupa kuesioner. Kuesioner yang
digunakan pada penelitian ini berbentuk skala model Likert, yaitu sangat setuju
(SS), setuju (S), tidak setuju (TS) dan sangat tidak setuju (STS). Subjek diminta
untuk memilih salah satu dari pilihan jawaban yang masing-masing jawaban
menunjukan kesesuaian pernyataan yang diberikan dengan keadaan yang
dirasakan oleh subjek. Model skala Likert ini terdiri dari pernyataan positif
(favorable) dan pernyataan negatif (unfavorable). Perhitungan skor tiap-tiap
pilihan jawaban adalah sebagai berikut:
Tabel 3.1
Bobot Nilai Jawaban Skala Model Likert
Kategori Favorable Unfavorable
Sangat Setuju (SS) 4 1
Setuju (S) 3 2
Tidak Setuju (TS) 2 3
Sangat Tidak Setuju (STS) 1 4
Instrumen pengumpulan data dalam penelitian ini terdiri atas empat alat
ukur, yaitu: alat ukur kesejahteraan subjektif, alat ukur modal psikologis, dan alat
ukur totalitas kerja.
1. Kesejahteraan Subjektif
Untuk mengukur kesejahteraan subjektif, digunakan FS (Flourishing Scale) terdiri
dari 8 item yang diadaptasi oleh Ed Diener dan Robert Biswas-Diener (2009)
untuk mengukur komponen kognitif dan SPANE (Scale of Positive and Negative
Experience) yang terdiri dari 12 item untuk mengukur komponen afektif positif 6
36
item dan negatif terdiri dari 6 item yang dimodifikasi oleh Ed Diener dan Robert
Biswas-Diener (2009). Peneliti mengubah rentangan skala model likert dengan 7
skala m j k 4 y “ g k j ”, “ k j ”, “ j ” dan
“ g j ” g k k c g responden memberikan jawaban
pada skala di tengah-tengah atau ragu-ragu. Adapun blue print dari skala
kesejahteraan subjektif ini dapat dilihat pada tabel 3.2 berikut :
Tabel 3.2. Blue Print Kesejahteraan Subjektif
No Dimensi Indikator Item Jumlah
1 Kognitif
Evaluasi kepuasan hidup secara
global 1, 2, 3, 4 8
Evaluasi kepuasan hidup secara
domain 5, 6, 7, 8
2 Afektif Aspek positif 9, 11, 13, 15, 18, 20
12
Aspek negative
10*, 12*, 14*, 16*,
17*, 19*
Jumlah 20
Keterangan : * merupakan item unfavorable
2. Kepribadian Big Five
Instrumen yang digunakan untuk mengukur kepribadian big five adalah The Big
Five Inventory-2 Short Form (BFI-2-S) yang dikembangkan oleh Soto & John
(2017). Dalam The BFI-2 Short Form terdapat 30 item yang mengukur
kepribadian big five. Penulis mengubah rentangan skala model likert dengan 5
skala menjadi rentang k 4 y “ g k j ”, “ k j ”, “ j ”
“ g j ” g k k c g responden memilih jawaban
pada skala di tengah-tengah atau ragu-ragu. Adapun blue print dari skala
kepribadian big five berdasarkan lima dimensi yaitu extraversion, agreeableness,
conscientiousness, neuroticism dan openness dapat dilihat pada tabel 3.3 sebagai
berikut:
37
Tabel 3.3 Blue Print Skala Kepribadian Big Five
No Dimensi Indikator Item Jumlah
1 Extraversion
Menginginkan kehadiran orang lain
daripada sendiri 1*, 16
6
Asertif (kemampuan komunikasi yang
baik) 6, 21*
Penuh semangat 11, 26*
2 Agrreableness Penyayang dan berhati lembut 2, 17*
6
Homat terhadap orang lain 7*, 22
Mudah percaya 12, 27*
3 Conscientiousness Terorganisir dengan baik 3*, 18
6
Produktif 8*, 23
Bertanggung jawab 13, 28*
4 Neuroticism Cemas 4, 19*
6
Depresi 9, 24*
Mampu mengelola emosi 14*, 29
5 Openness Sensitif terhadap seni 5, 20*
6
Ingin mengetahui banyak hal 10*, 25
Pribadi yang kreatif 15, 30*
Jumlah
30
Keterangan : * merupakan item unfavorable
3. Kecerdasan Spiritual
Intrumen yang digunakan untuk mengukur kecerdasan spiritual adalah The
Spiritual Intelligence Self-Report Inventory (The SISRI-24) yang dikembangkan
oleh David B. King (2008). Skala ini mengukur empat sub-skala Critical
Existential Thinking (CET), Personal Meaning Production (PMP),
Transcendental Awareness (TA) serta Conscious State Expansion (CSE) dengan
keseluruhan butir soal sebanyak 24 item. Peneliti menggunakan rentangan skala 4
y “ g k j ”, “ k j ”, “ j ” “ g j ” g k
ada kecenderungan jawaban pada skala di tengah-tengah atau ragu-ragu. Adapun
38
blue print dari skala kecerdasan spiritual berdasarkan dimensi-dimensinya dapat
dilihat pada tabel 3.4 sebagai berikut:
Tabel 3.4 Blueprint Skala Kecerdasan Spiritual
No Dimensi Indikator Item Jumlah
1 Critical
Existential
Ditujukan pada unsur eksistensi, makna
sebuah peristiwa, serta hubungan
manusia dan alam semesta.
1, 3, 5, 9, 13,
17, 21
7
Thinking
(CET)
2 Personal
Meaning
Production
(PMP)
Kemampuan adaptasi dari makna, tujuan
dan alasan hidup serta mampu
mengambil keputusan sesuai dengan
tujuan hidup.
7, 11, 15, 19,
23
5
3 Transcendental Memahami hubungan antar manusia
serta melihat kualitas kepribadian atau
emosi.
2, 6*, 10, 14,
18, 20, 22
Awareness
(TA)
7
4 Conscious
State
Mampu memasuki, mengontrol,
bergerak, melihat masalah dan
mengembangkan teknik dalam area
kesadaran.
4, 8, 12, 16,
24
5
Expansion
(CSE)
Jumlah 24
Keterangan : * merupakan item unfavorable
3.4 Prosedur Pengujian Alat Ukur
3.4.1 Uji Validitas Konstruk
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkat-tingkat kevalidan atau
kesahihan sesuatu instrument. Suatu instrument yang valid atau sahih mempunyai
validitas tinggi, sebaliknya instrument yang kurang valid berarti memiliki
validitas rendah (Arikunto, 1997).
Untuk menguji validitas konstruk alat ukur yang digunakan dalam penelitian
ini, peneliti akan menggunakan Confirmatory Factor Analysis (CFA) (Umar,
2013) . Adapun langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut:
39
1. Dilakukan uji CFA dengan model undimensional (satu faktor) dan dilihat nilai
Chi-Square yang dihasilkan. Jika nilai Chi-Square tidak signifikan (p>0.05)
berarti semua item telah mengukur sesuai dengan yang diteorikan, yaitu hanya
mengukur satu faktor saja. Jika ini terjadi maka analisis dilanjutkan ke
langkah ketiga, yaitu melihat muatan faktor pada masing-masing item. Namun
jika nilai Chi-Square signifikan (p<0.05), maka diperlukan modifikasi
terhadap model pengukuran yang diuji langkah kedua ini.
2. Jika nilai Chi-Square signifikan, maka dilakukan modifikasi model
pengukuran dengan cara mengestimasi korelasi antar kesalahan pengukuran
pada beberapa item yang mungkin bersifat multidimensional. Ini berarti
bahwa selain suatu item mengukur konstruk yang seharusnya diukur (sesuai
teori), juga dapat dilihat apakah item tersebut mengukur hal yang lain
(mengukur lebih dari satu hal). Jika setelah beberapa kesalahan pengukuran
dibebaskan untuk saling berkorelasi dan akhirnya diperoleh model fit, maka
model terakhir inilah yang digunakan pada langkah selanjutnya,
3. Setelah diperoleh model pengukuran yang fit (undimensional) maka dilihat
apakah ada item yang muatan faktornya negatif. Jika ada, item tersebut harus
di drop atau tidak diikutsertakan dalam analisis perhitungan faktor skor.
4. Dengan menggunakan SPSS dan model undimensional (satu faktor) kemudian
dihitung (destimasi) nilai skor faktor (true score) bagi setiap orang untuk
variabel yang bersangkutan. Dalam hal ini yang dianalisis faktor hanya item
yang baik saja (tidak didrop). Setelah didapatkan faktor skor, peneliti
mentransformasikan faktor skor menjadi T skor. Penggunaan T skor ini
40
bertujuan untuk menyamakan skala pengukuran yang berbeda–beda dan untuk
menghindari nilai minus pada faktor skor agar pembaca mudah memahami
interpretasi hasil penelitian. Adapun rumus T skor yaitu :
Tskor = (10 x faktor skor) + 50
Keterangan: 10 adalah nilai standar deviasi dan 50 adalah nilai mean.
Kriteria item yang baik pada CFA adalah :
1. Melihat signifikan tidaknya item tersebut mengukur faktornya dengan melihat
nilai t bagi koefisien muatan faktor item. Perbandingannya adalah t>1,95
maka item tersebut sigifikan dan sebaliknya. Apabila item tersebut signifikan
maka item tidak akan didrop, dan sebaliknya.
2. Melihat koefisien muatan faktor dari item. Jika item tersebut sudah di scoring
dengan favorable ( pada skala likert 1-5), maka nilai koefisien muatan faktor
pada item harus bermuatan positif, dan sebaliknya. Apabila item tersebut
favorable, namun koefisien muatan faktor item bernilai negative maka item
tersebut akan di drop dan sebaliknya.
3. Terakhir, apabila kesalahan pengukuran item terlalu banyak berkorelasi, maka
item tersebut akan didrop. Sebab, yang demikian selain mengukur apa yang
hendak diukur, ia juga mengukur hal lain.
Setelah menguji validitas konstruk, peneliti akan menguji reliabilitas item-
item yang digunakan dalam penelitian ini. Reliabilitas menunjukan pada satu
pengertian bahwa sesuatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan
sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik. Instrumen
41
yang sudah dapat dipercaya, yang reliabel akan menghasilkan data yang dapat
dipercaya juga, apabila datanya memang benar sesuai dengan kenyataanya, maka
berapa kalipun diambil tetap sama. Reliabilitas menunjuk pada tingkat
keterandalan sesuatu, jadi reliabilitas artinya dapat dipercaya dan dapat
diandalkan (Arikunto, 1997). Adapun analisis dengan metode CFA dilakukan
dengan bantuan software M-Plus7.
3.4.2 Hasil Uji Validitas Konstruk Kesejahteraan Subjektif
Penulis menguji apakah 20 item dari kesejahteraan subjektif bersifat
unidimensional, artinya benar hanya mengukur kesejahteraan subjektif saja. Hasil
awal analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit,
dengan chi-square = 499.604 df = 170 p-value = 0.000, RMSEA = 0.107, CFI =
0.940. Oleh karena itu, penulis melakukan modifikasi terhadap model, dimana
kesalahan pengukuran pada item dibebaskan berkorelasi satu sama lain. Setelah
dilakukan modifikasi sebanyak 41 kali, maka diperoleh model fit dengan Chi-
Square=155.193, df=129, P-value=0.0579, RMSEA=0.035, CFI = 0.995. Langkah
selanjutnya adalah melihat signifikan tidaknya item dalam mengukur faktor yang
hendak diukur, sekaligus menentukan item manakah yang perlu di drop atau
tidak.
Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil tentang koefisien muatan
faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap
koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1,96 artinya item tersebut signifikan dan
sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item pengukuran Kesejahteraan
subjektif disajikan pada tabel 3.5 berikut :
42
Tabel 3.5 Muatan Faktor Item Skala Kesejahteraan Subjektif
Item Estimate S.E T-Value P-Value Signifikan
Item 1 0.799 0.032 25.284 0.000 √
Item 2 0.789 0.045 17.627 0.000 √
Item 3 0.800 0.028 28.660 0.000 √
Item 4 0.715 0.042 17.063 0.000 √
Item 5 0.915 0.025 36.274 0.000 √
Item 6 0.722 0.030 24.407 0.000 √
Item 7 0.722 0.038 19.043 0.000 √
Item 8 0.769 0.037 20.530 0.000 √
Item 9 0.827 0.035 23.707 0.000 √
Item 10 -0.556 0.056 -9.993 0.000 x
Item 11 0.620 0.062 9.984 0.000 √
Item 12 -0.620 0.061 -10.106 0.000 √
Item 13 0.733 0.048 15.332 0.000 √
Item 14 -0.801 0.039 -20.571 0.000 x
Item 15 -0.839 0.039 -21.727 0.000 x
Item 16 0.501 0.073 6.906 0.000 √
Item 17 0.257 0.078 3.320 0.001 √
Item 18 -0.842 0.035 -23.947 0.000 x
Item 19 0.235 0.066 3.569 0.000 √
Item 20 -0.804 0.035 -23.182 0.000 x
Keterangan: tanda √ = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan
Pada tabel diatas, ditemukan bahwa seluruh item memiliki nilai t > 1,96.
Akan tetapi, jika dilihat dari nilai koefisien muatan faktor, terdapat 6 item yang
nilai koefiesien muatan faktornya negatif yaitu item 10, 12, 14, 15, 18 dan 20.
Sehingga, dengan demikian keenam item tersebut akan didrop dan tidak diikutkan
pada analisis berikutnya. Langkah terakhir yaitu dari item-item kesejahteraan
subjektif yang tidak didrop, dihitung faktor skornya. Faktor skor ini dihitung
untuk menghindari estimasi bias dari kesalahan pengukuran. Penghitungan faktor
skor ini tidak menjumlahkan item variabel pada umumnya, tetapi dihitung true
skor tiap item. Setelah didapatkan faktor skor, penulis mentransformasikan faktor
skor menjadi T skor. T skor ini diharapkan dapat meniadakan skor negatif,
43
sehingga lebih mudah dipahami dan ditafsirkan. Jika pada Z score memiliki mean
= 0 dan standar deviasi = 1, maka T skor memiliki mean = 50 dan standar deviasi
= 0. Adapun rumus T skor yaitu (Umar, 2013) :
Tskor = (faktor skor x 10) + 50.
Setelah didapatkan faktor skor yang telah dirubah menjadi T skor, nilai baku
inilah yang akan dijadikan data dalam uji hipotesis regresi. Perlu dicatat, bahwa
hal yang sama dilakukan pada semua variabel independen.
3.4.3 Hasil Uji Validitas Konstruk Extraversion
Penulis menguji apakah 6 item dari extraversion bersifat unidimensional, artinya
benar hanya mengukur extraversion saja. Dari hasil awal analisis CFA yang
dilakukan dengan model satu faktor, tidak fit dengan chi-square = 52.401 df = 9 p-
value = 0.000, RMSEA = 0.169, CFI = 0.819. Penulis melakukan modifikasi
terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada item dibebaskan berkorelasi
satu sama lain. Setelah dilakukan modifikasi, diperoleh model fit dengan Chi-
Square = 13.874, df = 6, P-value = 0.0311, RMSEA = 0.088, CFI = 0.967.
Koefisien muatan faktor untuk item pengukuran extraversion disajikan
pada tabel 3.6 berikut :
Tabel 3.6 Muatan Faktor Item Skala Extraversion
Item Estimate S.E T-Value P-Value Signifikan
Item 1 0.307 0.077 4.011 0.000 √
Item 2 -0.583 0.056 -10.365 0.000 X
Item 3 0.446 0.078 5.718 0.000 √
Item 4 -0.629 0.065 -9.608 0.000 X
Item 5 -0.764 0.086 -8.867 0.000 X
Item 6 0.385 0.088 4.399 0.000 √
Keterangan: tanda √ = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan
44
Pada tabel di atas, ditemukan bahwa seluruh item memiliki nilai t > 1,96.
Akan tetapi, jika dilihat dari nilai koefisien muatan faktor, terdapat 3 item yang
nilai koefiesien muatan faktornya negatif yaitu item 2, 4, dan 5. Sehingga, ketiga
item tersebut akan didrop dan tidak diikutkan pada analisis berikutnya.
3.4.4 Uji Validitas Konstruk Agreeableness
Penulis menguji apakah 6 item dari agreeableness bersifat unidimensional, artinya
benar hanya mengukur agreableness saja. Dari hasil awal analisis CFA yang
dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan chi-square =
192.788 df = 9 p-value = 0.000, RMSEA = 0.348, CFI = 0.488. Oleh karena itu,
penulis melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran
pada item dibebaskan berkorelasi satu sama lain. Setelah dilakukan modifikasi,
maka diperoleh model fit dengan Chi-Square = 8.959, df = 7, P-value = 0.2556,
RMSEA = 0.041, CFI = 0.995.
Koefisien muatan faktor untuk item pengukuran agreeableness disajikan
pada tabel 3.7 berikut :
Tabel 3.7 Muatan Faktor Item Skala Agreeableness
Item Estimate S.E T-Value P-Value Signifikan
Item 1 0.736 0.179 4.107 0.000 √
Item 2 0.475 0.142 3.352 0.001 √
Item 3 0.196 0.097 2.013 0.044 √
Item 4 0.306 0.090 3.383 0.001 √
Item 5 0.159 0.107 1.490 0.136 X
Item 6 0.022 0.112 0.199 0.842 X
Keterangan: tanda √ = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan
45
Pada tabel di atas, ditemukan bahwa terdapat 4 item memiliki nilai t > 1,96
dan 2 item memiliki nilai t < 1,96 yaitu item 5 dan 6. Sehingga, dengan demikian
dua item tersebut akan didrop dan tidak diikutkan pada analisis berikutnya.
3.4.5 Hasil Uji Validitas Konstruk Conscientiousness
Penulis menguji apakah 6 item dari conscientiousness bersifat unidimensional,
artinya benar hanya mengukur conscientiousness saja. Dari hasil awal analisis
CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan chi-
square = 37.863 df = 9 p-value = 0.000, RMSEA = 0.138, CFI = 0.916 . Oleh
karena itu, penulis melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan
pengukuran pada item dibebaskan berkorelasi satu sama lain. Setelah dilakukan
modifikasi sebanyak 1 kali, maka diperoleh model fit dengan Chi-Square =
15.610, df = 8, P-value = 0.0483, RMSEA = 0.075, CFI = 0.978.
Koefisien muatan faktor untuk item pengukuran conscientiousness
disajikan pada tabel 3.8 berikut :
Tabel 3.8 Muatan Faktor Item Skala Conscientiousness
Item Estimate S.E T-Value P-Value Signifikan
Item 1 0.284 0.073 3.911 0.000 √
Item 2 0.285 0.061 4.691 0.000 √
Item 3 0.737 0.074 9.983 0.000 √
Item 4 0.976 0.083 11.732 0.000 √
Item 5 0.390 0.073 5.338 0.000 √
Item 6 0.369 0.065 5.719 0.000 √
Keterangan: tanda √ = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan
Berdasarkan tabel 3.8 dapat diketahui bahwa semua item bermuatan positif dan
signifikan, sehingga semua item pada variabel ini telah memenuhi kriteria dan
dapat digunakan untuk menghitung faktor skor
46
3.4.6 Hasil Uji Validitas Konstruk Neuroticism
Penulis menguji apakah 6 item dari neuroticism bersifat unidimensional, artinya
benar hanya mengukur neuroticism saja. Dari hasil awal analisis CFA yang
dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan chi-square = 89.097
df = 9 p-value = 0.000, RMSEA = 0.229, CFI = 0.452. Oleh karena itu, penulis
melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada item
dibebaskan berkorelasi satu sama lain. Setelah dilakukan modifikasi sebanyak 5
kali, maka diperoleh model fit dengan Chi-Square = 4.609, df = 4, P-value =
0.3298, RMSEA = 0.030, CFI = 0.996.
Koefisien muatan faktor untuk item pengukuran neuroticism disajikan
pada tabel 3.9 berikut :
Tabel 3.9 Muatan Faktor Item Skala Neuroticism
Item Estimate S.E T-Value P-Value Signifikan
Item 1 0.736 0.134 5.498 0.000 √
Item 2 -0.518 0.137 -3.782 0.000 X
Item 3 -0.463 0.134 -3.444 0.001 X
Item 4 0.364 0.074 4.891 0.000 √
Item 5 0.365 0.078 4.651 0.000 √
Item 6 0.431 0.087 4.944 0.000 √
Keterangan: tanda √ = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan
Pada tabel di atas, ditemukan bahwa seluruh item memiliki nilai t > 1,96. Akan
tetapi, jika dilihat dari nilai koefisien muatan faktor, terdapat 2 item yang nilai
koefiesien muatan faktornya negatif yaitu item 2 dan 3. Sehingga, dengan
demikian dua item tersebut akan didrop dan tidak diikutkan pada analisis
berikutnya.
47
3.4.7 Hasil Uji Validitas Konstruk Openness to Experience
Penulis menguji apakah 6 item dari openness to experience bersifat
unidimensional, artinya benar hanya mengukur openness to experience saja. Dari
hasil awal analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak
fit, dengan chi-square = 51.462 df = 9 p-value = 0.000, RMSEA = 0.168, CFI =
0.566. Oleh karena itu, penulis melakukan modifikasi terhadap model, dimana
kesalahan pengukuran pada item dibebaskan berkorelasi satu sama lain. Setelah
dilakukan modifikasi sebanyak 3 kali, maka diperoleh model fit dengan Chi-
Square = 7.377, df = 6, P-value = 0.2874, RMSEA = 0.037, CFI = 0.986.
Koefisien muatan faktor untuk item pengukuran openness to experience disajikan
pada tabel 3.10 berikut :
Tabel 3.10 Muatan Faktor Item Skala Openness to Experience
Item Estimate S.E T-Value P-Value Signifikan
Item 1 0.827 0.160 5.181 0.000 √
Item 2 -0.378 0.140 -2.701 0.007 X
Item 3 0.521 0.104 5.024 0.000 √
Item 4 -0.016 0.067 -0.237 0.813 X
Item 5 0.225 0.083 2.724 0.006 √
Item 6 -0.302 0.086 -3.504 0.000 X
Keterangan: tanda √ = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan
Pada tabel di atas, ditemukan bahwa seluruh item memiliki nilai t > 1,96. Akan
tetapi, jika dilihat dari nilai koefisien muatan faktor, terdapat 3 item yang nilai
koefiesien muatan faktornya negatif yaitu item 2, 4 dan 6. Sehingga, dengan
demikian ketiga item tersebut akan didrop dan tidak diikutkan pada analisis
berikutnya.
48
3.4.8 Hasil Uji Validitas Konstruk Critical Existential Thinking (CET)
Penulis menguji apakah 7 item dari Critical Existential Thinking bersifat
unidimensional, artinya benar hanya mengukur Critical Existential Thinking saja.
Dari hasil awal analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata
tidak fit, dengan chi-square = 121.991 df = 14 p-value = 0.000, RMSEA = 0.214,
CFI = 0.576. Oleh karena itu, penulis melakukan modifikasi terhadap model,
dimana kesalahan pengukuran pada item dibebaskan berkorelasi satu sama lain.
Setelah dilakukan modifikasi sebanyak 6 kali, maka diperoleh model fit dengan
Chi-Square = 8.575, df = 8, P-value = 0.3794, RMSEA = 0.021, CFI = 0.998.
Koefisien muatan faktor untuk item pengukuran Critical Existential
Thinking disajikan pada tabel 3.11 berikut :
Tabel 3.11 Muatan Faktor Item Skala Critical Existential Thinking
Item Estimate S.E T-Value P-Value Signifikan
Item 1 0.768 0.064 11.987 0.000 √
Item 2 -0.200 0.082 -2.434 0.015 X
Item 3 0.732 0.056 13.005 0.000 √
Item 4 -0.192 0.129 -1.488 0.137 X
Item 5 0.126 0.074 1.715 0.086 √
Item 6 -0.396 0.073 -5.397 0.000 X
Item 7 0.461 0.076 6.056 0.000 √
Keterangan: tanda √ = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan
Pada tabel di atas, ditemukan bahwa terdapat 6 item memiliki nilai t > 1,96
dan 1 item dengan nilai t < 1,96. Jika dilihat dari nilai koefisien muatan faktor,
terdapat 3 item yang nilai koefiesien muatan faktornya negatif yaitu item 2, 4 dan
6. Sehingga, dengan demikian ketiga item, yaitu item 2, 4 dan 6 akan didrop dan
tidak diikutkan pada analisis berikutnya.
49
3.4.9 Hasil Uji Validitas Konstruk Personal Meaning Production (PMP)
Penulis menguji apakah 5 item dari Personal Meaning Production bersifat
unidimensional, artinya benar hanya mengukur Personal Meaning Production
saja. Dari hasil awal analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor,
ternyata tidak fit, dengan chi-square = 76.146 df = 5 p-value = 0.000, RMSEA =
0.290, CFI = 0.351. Oleh karena itu, penulis melakukan modifikasi terhadap
model, dimana kesalahan pengukuran pada item dibebaskan berkorelasi satu sama
lain. Setelah dilakukan modifikasi sebanyak 4 kali, maka diperoleh model fit
dengan Chi-Square = 0.477, df = 1, P-value = 0.4897, RMSEA = 0.000, CFI =
1.000.
Koefisien muatan faktor untuk item pengukuran Personal Meaning
Production disajikan pada tabel 3.12 berikut :
Tabel 3.12 Muatan Faktor Item Skala Personal Meaning Production
Item Estimate S.E T-Value P-Value Signifikan
Item 1 0.558 0.124 4.245 0.000 √
Item 2 -0.141 0.083 -1.669 0.095 X
Item 3 0.794 0.160 4.748 0.000 √
Item 4 -0.034 0.069 0.304 0.761 X
Item 5 0.259 0.091 2.798 0.005 √
Keterangan: tanda √ = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan
Pada tabel di atas, ditemukan bahwa terdapat 3 item memiliki nilai t > 1,96
dan 1 item dengan nilai t < 1,96 yaitu item 4. Jika dilihat dari nilai koefisien
muatan faktor, terdapat 1 item yang nilai koefisien muatan faktornya negatif yaitu
item 2. Sehingga, dengan demikian kedua item tersebut akan didrop dan tidak
diikutkan pada analisis berikutnya.
50
3.4.10 Hasil Uji Validitas Konstruk Transcendental Awareness (TA)
Penulis menguji apakah 7 item dari Transcendental Awareness bersifat
unidimensional, artinya benar hanya mengukur Transcendental Awareness saja.
Dari hasil awal analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata
tidak fit, dengan chi-square = 109.095 df = 14 p-value = 0.000, RMSEA = 0.200,
CFI = 0.902. Oleh karena itu, penulis melakukan modifikasi terhadap model,
dimana kesalahan pengukuran pada item dibebaskan berkorelasi satu sama lain.
Setelah dilakukan modifikasi sebanyak 5 kali, maka diperoleh model fit dengan
Chi-Square = 8.185, df = 9, P-value = 0.5156, RMSEA = 0.000, CFI = 1.000.
Koefisien muatan faktor untuk item pengukuran Transcendental
Awareness disajikan pada tabel 3.13 berikut :
Tabel 3.13 Muatan Faktor Item Skala Transcendental Awareness
Item Estimate S.E T-Value P-Value Signifikan
Item 1 1.000 0.000 999.000 999.000 √
Item 2 1.486 0.149 9.949 0.000 √
Item 3 1.423 0.158 8.998 0.000 √
Item 4 -0.768 0.128 -6.018 0.000 X
Item 5 0.802 0.131 6.108 0.000 √
Item 6 1.023 0.139 7.366 0.000 √
Item 7 -0.001 0.105 -0.014 0.989 X
Keterangan: tanda √ = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan
Pada tabel di atas, ditemukan bahwa terdapat 6 item memiliki nilai t > 1,96
dan 1 item dengan nilai t < 1,96. Jika dilihat dari nilai koefisien muatan faktor,
terdapat 2 item yang nilai koefiesien muatan faktornya negatif yaitu item 4 dan 6.
Sehingga, dengan demikian kedua item, tersebut akan didrop dan tidak diikutkan
pada analisis berikutnya.
51
3.4.11 Hasil Uji Validitas Skala Conscious State Expansion (CSE)
Penulis menguji apakah 5 item dari Conscious State Expansion bersifat
unidimensional, artinya benar hanya mengukur Conscious State Expansion saja.
Dari hasil awal analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata
sudah fit, dengan chi-square = 2.974 df = 5 p-value = 0.7040, RMSEA = 0.000,
CFI = 1.000.
Koefisien muatan faktor untuk item pengukuran Conscious State
Expansion disajikan pada tabel 3.14 berikut :
Tabel 3.14 Muatan Faktor Item Skala Conscious State Expansion
Item Estimate S.E T-Value P-Value Signifikan
Item 1 0.065 0.094 0.692 0.489 X
Item 2 0.523 0.111 4.703 0.000 √
Item 3 0.670 0.122 5.487 0.000 √
Item 4 0.233 0.117 1.986 0.047 √
Item 5 0.446 0.096 4.659 0.000 √
Keterangan: tanda √ = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan
Pada tabel di atas, ditemukan bahwa terdapat 4 item memiliki nilai t > 1,96
dan 1 item dengan nilai t < 1,96. Jika dilihat dari nilai koefisien muatan faktor,
semua item memliki nilai koefiesien muatan faktor yang positif. Sehingga, dengan
demikian, item 1 akan didrop dan tidak diikutkan pada analisis berikutnya.
3.5 Metode Analisis Data
Dalam rangka menguji hipotesis penelitian, penulis menggunakan analisis regresi
berganda. Dalam hal ini yang dijadikan DV (variabel yang dianalisis variannya)
adalah kesejahteraan subjektif, sedangkan yang dijadikan IV (prediktor) adalah
kepribadian big five dan kecerdasan spiritual.
52
Setelah melakukan analisis faktor dengan metode CFA (Confirmatory
Factor Analysis), maka akan didapatkan data variabel yang berupa true-score
yang selanjutnya dijadikan input untuk dianalisis dengan regresi berganda.
Karena dalam penelitian ini akan dilakukan pengujian hipotesis dengan
analisis statistik, maka hipotesis penelitian yang ada diubah menjadi hipotesis
nihil. Hipotesis nihil inilah yang akan diuji dalam analisis statistik nantinya. Pada
penelitian ini digunakan analisis regresi berganda di mana terdapat lebih dari satu
variabel bebas untuk memprediksi variabel terikat. Pada penelitian ini terdapat
sembilan independent variable (variabel bebas) dan satu dependent variable
(variabel terikat). Adapun persamaan regresi berganda untuk penelitian ini adalah
sebagai berikut:
Y’ = a + b1X1 + b2X2 + b3X + b4X4 + b5X5 + b6X6 + b7X7 + b8X8 + b9X9 + e
Keterangan:
Y’ = dependen variabel (DV) dalam penelitian ini adalah kesejahteraan subjektif
a = intercept (konstan)
b = koefisien regresi yang distandarisasikan untuk masing-masing X
X1 = Extraversion
X2 = Agreeableness
X3 = Conscientiousness
X4 = Neuroticism
X5 = Openness to experience
X6 = Critical Existential Thinking (CET)
X7 = Personal Meaning Production (PMP)
X8 = Transcendental Awareness (TA)
53
X9 = Conscious State Expansion (CSE)
e = residual
Melalui analisis regresi berganda ini akan diperoleh nilai R2, yaitu koefisien
determinasi yang menunjukan besarnya proporsi (presentase) varians dari DV
yang bisa dijelaskan oleh bervariasinya IV secara keseluruhan. Adapun untuk
mendapatkan nilai R2, digunakan rumus sebagai berikut :
Keterangan :
R2 = Proporsi varians
SSreg = Jumlah kuadrat regresi yang dapat dihitung jika koefisien regresi telah
diperoleh.
SSy = Jumlah kuadrat dari DV (Y)
Selanjutnya R2 dapat diuji signifikansinya dengan Uji F. Adapun rumus
untuk uji F terhadap R2 adalah :
Dimana k adalah banyaknya IV dan N adalah besarnya sampel. Apabila
nilai F itu siginifikan (p < 0,05), maka berarti seluruh IV secara bersama-sama
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap DV. Adapun langkah berikutnya
menguji signifikansi pengaruh masing-masing IV terhadap DV. Hal ini dilakukan
melalui Uji t (t-test) terhadap setiap koefisien regresi. Jika nilai t > 1,96 maka
54
berarti IV yang bersangkutan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap DV,
dan sebaliknya.
Uji t yang dilakukan menggunakan rumus sebagai berikut:
Dimana b adalah koefisien regresi untuk masing masing IV dan Sb adalah
standart deviasi sampling dari b.
Teknik analisis data multiple regression seperti yang telah dijelaskan di
atas akan menggunakan bantuan software statistika SPSS 20.
3.6 Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu :
3.6.1 Persiapan Penelitian
1. Penelitian ini dimulai dengan membuat proposal penelitian. Proposal
penelitian mencakup perumusan masalah, menentukan fenomena dan
berita terkini, menentukan variabel penelitian, menentukan landasan teori
yang sesuai dengan variabel penelitian, menentukan dan menyusun alat
ukur penelitian, serta merinci metode dan teknik analisis data.
2. Penulis kemudian menentukan sampel, teknik pengambilan sampel dan
lokasi untuk melakukan penelitian.
3.6.2 Pelaksanaan Penelitian
Pengambilan data penelitian dilakukan pada karyawan PT. Aneka Tambang
Geomin tbk di Jakarta. Adapun tahapan pada pelaksanaan penelitian sebagai
berikut :
55
1. Penulis datang ke perusahaan pada hari Selasa, 18 April 2017, kemudian
penulis meminta bantuan kepada salah satu karyawan untuk memberikan
kuesioner kepada karyawan lainnya untuk mengisi kuesioner dan memberi
tahu kepada karyawan X apa saja yang perlu dilakukan pada saat mengisi
kuesioner.
2. Pengambilan data dilakukan dua sesi, yaitu pada tanggal 20 April 2017
untuk mengisi kuesioner kesejahteraan subjektif dan diambil kembali
tanggal 23 April 2017
3. Sesi kedua dilakukan pada tanggal 28 April 2017 untuk kuesioner
kepribadian big five dan kecerdasan spiritual. Kuesioner diambil kembali
pada tanggal 1 Mei 2017.
3.6.3 Pengolahan Data
Setelah proses pengambilan data selesai dilakukan, penulis kemudian melakukan
pengolahan data dengan tahapan sebagai berikut:
1. Menginput data yang diperoleh ke dalam Excel worksheet, melakukan
coding dan scoring terhadap skala yang telah diisi oleh responden.
2. Melakukan uji validitas dengan teknik CFA (Confirmatory Factor
Analysis) terhadap alat menggunakan software Mplus 7.
3. Melakukan analisa data dengan metode analisis regresi berganda (multiple
regression analysis) menggunakan program SPSS 20.
4. Membuat laporan hasil penelitian sekaligus kesimpulan.
56
BAB 4
HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Umum Responden
Subjek di dalam penelitian ini adalah 169 karyawan PT. Aneka Tambang Geomin
Tbk Jakarta. Gambaran subjek dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 4.1:
Tabel 4.1
Gambaran Subjek Penelitian
Kategori Jumlah Persentase
Usia 21 - 40 Tahun 86 50.9
41 - 60 Tahun 83 49.1
Jenis kelamin Laki-laki 119 70.4
Perempuan 50 29.6
Lama bekerja
1 - 5 Tahun 25 14.8
6 - 10 Tahun 73 43.2
11 - 15 Tahun 18 10.65
16 - 20 Tahun 18 10.65
>21 Tahun 35 20.7
Jumlah 169 100.0
Peneliti mengkategorikan usia responden ke dalam dua kategori yaitu
rentang usia 21-40 tahun berjumlah 86 orang dengan presentase sebesar 50,9%,
sedangkan pada kategori usia 41-60 tahun berjumlah 83 orang dengan presentase
49,1%. Jumlah responden laki-laki memiliki presentase sebesar 70,4% (119
orang), responden perempuan dengan presentase 29,6% (50 orang). Dapat
disimpulkan subjek penelitian terbanyak adalah subjek yang berjenis kelamin laki-
laki yang berjumlah 119 orang (70,4%).
Gambaran subjek berdasarkan lama bekerja. Lama bekerja yaitu lamanya
waktu pegawai bekerja pada suatu intansi. Dalam penelitian ini dapat diketahui
bahwa responden penelitian didominasi oleh karyawan yang telah bekerja selama
57
rentang 6-10 tahun sebanyak 43,2% (73 orang), diikuti oleh karyawan yang
bekerja >21 tahun sebanyak 20,7% (35 orang), kemudian yang bekerja selama 1-5
tahun sebanyak 14,8% (25 orang), dan paling sedikit adalah karyawan yang
bekerja selama 11-15 tahun dan 16-20 tahun yaitu sebanyak 10,65% masing-
masing 18 orang). Dapat disimpulkan subjek penelitian terbanyak adalah subjek
yang telah bekerja selama 6-10 tahun yang berjumlah 73 orang.
4.2 Analisis Deskriptif
Berikut ini akan diuraikan analisis deskriptif dari kesejahteraan subjektif. Analisis
deskriptif tersebut bertujuan untuk menganalisis sejumlah data yang dikumpulkan
dalam penelitian guna memperoleh gambaran mengenai suatu variabel. Untuk
menjelaskan gambaran umum deskripsi statistik dari variabel yang diteliti, acuan
dalam perhitungan ini adalah skor mean, median, standar deviasi, nilai minimum,
dan nilai maksimum dari independent variable. Skor tersebut disajikan dalam
tabel 4.2 di bawah ini
Tabel 4.2
Distribusi Skor Variabel Keseluruhan Responden
N Minimum Maksimum Mean Std.
Deviation
Kesejahteraan Subjektif 169 26.96 64.72 50.000 9.65670
Extraversion 169 32.20 73.44 50.000 8.92831
Agreeableness 169 30.34 66.60 50.000 8.45225
Conscientiousness 169 27.61 70.18 50.000 9.17423
Neuroticism 169 31.95 66.94 50.000 7.76265
Openness 169 23.71 69.21 50.000 8.40570
CET 169 26.59 70.18 50.000 8.23563
PMP 169 28.94 72.36 50.000 9.83377
TA 169 31.55 71.77 50.000 9.08977
CSE 169 34.31 69.90 50.000 7.19861
Berdasarkan tabel 4.2, diketahui bahwa nilai minimum dari variabel
kesejahteraan subjektif adalah 26.96, maksimum 64.72 dan standar deviasi
9.65670. Variabel extraversion memiliki nilai minimum 32.20, maksimum 73.44
58
dan standar deviasi 8.92831. Variabel agreeableness memiliki nilai minimum
30.34, maksimum 66.60 dan standar deviasi 8.45225. Variabel conscientiousness
memiliki nilai minimum 27.61, maksimum 70.18 dan standar deviasi 9.17423.
Variabel neuroticism memiliki nilai minimum 31.95, maksimum 66.94 dan
standar deviasi 7.76265. Variabel openness memiliki nilai minimum 23.71,
maksimum 69.21 dan standar deviasi 8.40570. Variabel critical existential
thinking (CET) memiliki nilai minimum 26.59, maksimum 70.18 dan standar
deviasi 8.23563. Variabel personal meaning production (PMP) memiliki nilai
minimum 28.94, maksimum 72.36 dan standar deviasi 9.83377. Variabel
transcendental awareness (TA) memiliki nilai minimum 31.55, maksimum 71.77
dan standar deviasi 9.08977. Variabel conscious state expansion (CSE) memiliki
nilai minimum 34.31, maksimum 69.90 dan standar deviasi 7.19861 sedangkan
untuk nilai mean setiap variabel adalah 50.000.
4.2.1 Kategorisasi variabel
Peneliti menggunakan informasi pada tabel yang telah disajikan sebelumnya
sebagai acuan untuk membuat norma kategorisasi dalam penelitian ini
menggunakan true score. Nilai tersebut menjadi batas bagi peneliti untuk
menentukan kategorisasi tinggi dan rendah dari masing-masing variabel
penelitian. Pedoman interpretasi skor adalah sebagai berikut:
Tabel 4.3
Pedoman Interpretasi Skor Variabel Kategori Norma
Tinggi X>Mean
Rendah X<Mean
59
Uraian megenai gambaran kategorisasi skor variabel secara keseluruhan
berdasarkan tinggi rendahnya tiap variabel dapat dilihat pada tabel 4.4 di bawah.
Tabel 4.4
Kategorisasi Skor Variabel pada Keseluruhan Responden
Variabel Frekuensi %
Tinggi Rendah Tinggi Rendah
Kesejahteraan Subjektif 81 88 47.9 52.1
Extraversion 64 105 37.9 62.1
Agreeableness 100 69 59.2 40.8
Conscientiousness 99 70 58.6 41.4
Neuroticism 61 108 36.1 63.9
Openness 103 66 60.9 39.1
CET 94 75 55.6 44.4
PMP 68 101 40.2 59.8
TA 88 81 52.1 47.9
CSE 108 61 63.9 36.1
Berdasarkan tabel 4.4, dapat diketahui bahwa dari 169 subjek penelitian,
terlihat pada variabel kesejahteraan subjektif skor tinggi sebanyak 47,9% dan
rendah 52.1%. Pada variabel extraversion skor tinggi sebanyak 37.9% dan rendah
62.1%. Pada variabel agreeableness skor tinggi sebanyak 59.2% dan rendah
40.8%. Pada variabel conscientiousness skor tinggi sebanyak 58.6% dan rendah
41.4%. Pada variabel neuroticism skor tinggi sebanyak 36.1% dan rendah 63.9%.
Pada variabel openness skor tinggi sebanyak 60.9% dan rendah 39.1%. Pada
variabel critical existential thinking (CET) skor tinggi sebanyak 55.6% dan rendah
44.4%. Pada variabel personal meaning production (PMP) skor tinggi sebanyak
40.2% dan rendah 59.8%. Pada variabel transcendental awareness (TA) skor
tinggi sebanyak 52.1% dan rendah 47.9%. Variabel conscious state expansion
(CSE) skor tinggi sebanyak 63.9% dan rendah 36.1%.
4.3 Uji Hipotesis Penelitian
Pada tahap ini, peneliti menguji hipotesis dengan teknik analisis regresi berganda
dengan menggunakan software SPSS 20.0. Pada saat melakukan uji regresi
60
terdapat tiga hal yang perlu diperhatikan diantaranya yaitu, melihat besaran R-
square untuk mengetahui berapa persen (%) varians pada dependent variable
yang dijelaskan oleh independent variable, yang berikutnya adalah melihat
apakah independent variable berpengaruh signifikan terhadap dependent variable,
dan kemudian melihat signifikan atau tidaknya koefisien regresi dari masing-
masing independent variable.
Langkah pertama yang dilakukan peneliti adalah melihat besaran R-square
untuk mengetahui berapa persen (%) varians pada dependent variable yang
dijelaskan oleh independent variable. Untuk tabel R-square, dapat dilihat sebagai
berikut:
Tabel 4.5
Tabel R-square
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate
1 .546a .298 .258 8.31785
Dari tabel di atas, dapat kita lihat bahwa perolehan R Square sebesar 0.298
atau 29.8%. Artinya, proporsi varians dari kesejahteraan subjektif yang dijelaskan
extraversion, agrreableness, conscientiousness, neuroticism, openness, critical
existential thinking, personal meaning production, transcendental awareness dan
conscious state expansion adalah sebesar 29.8%, sedangkan 70.2% sisanya
dipengaruhi oleh variabel lain di luar penelitian ini.
a. Predictors: (Constant), TRUE_EXT, TRUE_AGRE, TRUE_CONST,
TRUE_NEU, TRUE_OPEN, TRUE_PMP, , TRUE_CET, TRUE_CSE, TRUE_TA
b. Dependent Variable: TRUE_SWB
61
Langkah berikutnya, peneliti menganalisis dampak dari seluruh
independent variable terhadap kesejahteraan subjektif. Adapun hasil uji F dapat
dilihat pada tabel 4.6 berikut:
Tabel 4.6
Tabel Anova
Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
1
Regression 4665.640 9 518.404 7.493 .000b
Residual 11000.662 159 69.187
Total 15666.302 168
a. Dependent Variable: TRUE_SWB
b. Predictors: (Constant), TRUE_EXT, TRUE_AGRE, TRUE_CONST, TRUE_NEU,
TRUE_OPEN, TRUE_PMP, , TRUE_CET, TRUE_CSE, TRUE_TA
Diketahui bahwa nilai signifikansi lebih kecil (p<0.05), maka hipotesis
nihil yang menyatakan tidak ada pengaruh yang signifikan seluruh independent
variable terhadap dependent variable, yaitu kesejahteraan subjektif ditolak.
Artinya, ada pengaruh yang signifikan dari extraversion, agrreableness,
conscientiousness, neuroticism, openness, critical existential thinking, personal
meaning production, transcendental awareness dan conscious state expansion
terhadap kesejahteraan subjektif.
Langkah terakhir adalah melihat nilai dari koefisien regresi dari setiap
independent variable. Jika nilai t > 1.96 maka koefisien regresi tersebut
signifikan, berarti independent variabel memiliki dampak yang signifikan
terhadap kesejahteraan subjektif. Dan jika nilai t < 1.96 maka koefisien regresi
tersebut tidak signifikan. Adapun penyajiannya ditampilkan pada tabel 4.7
berikut:
62
Tabel 4.7
Tabel Koefisien Regresi
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients T Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) 17.364 9.416 1.844 .067
Extraversion -.065 .086 -.053 -.752 .453
Agreeableness .182 .088 .172 2.059 .041*
Conscientiousness .250 .092 .235 2.723 .007*
Neuroticism -.132 .079 -.121 -1.670 .097
Openness .239 .085 .219 2.802 .006*
CET .168 .116 .152 1.448 .150
PMP -0.14 .094 -.012 -.150 .881
TA -.056 .115 -.046 -.490 .625
CSE -.081 .109 .069 -.739 .461
Keterangan : tanda * = p < 0,05
Berdasarkan koefisien regresi pada tabel 4.7, dapat disampaikan
persamaan regresi sebagai berikut: (* : signifikan)
Kesejahteraan subjektif = 17.364 – 0.053 extraversion + 0.172*agreeableness
+ 0.235*conscientiousness - 0.121 neuroticism + 0.219*openness to experience
+ 0.152 CET – 0.012 PMP – 0.046 TA + 0.069 CSE.
Dari persamaan regresi tersebut, dapat dijelaskan bahwa dari sembilan
independent variable, hanya agreeableness, conscientiousness dan openness to
experience yang signifikan. Penjelasan dari nilai koefisien regresi yang diperoleh
pada masing-masing IV adalah sebagai berikut:
1. Variabel extraversion : diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0.053 dengan
signifikansi 0.453 (p > 0.05). Hal tersebut berarti bahwa variabel extraversion
pengaruhnya tidak signifikan terhadap kesejahteraan subjektif. Arah negatif
menunjukkan semakin tinggi extraversion, maka semakin rendah
63
kesejahteraan subjektif. Sebaliknya, semakin rendah extraversion, maka
semakin tinggi kesejahteraan subjektif.
2. Variabel agrreableness : diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.172
dengan signifikansi 0.041 (p < 0.05). Hal tersebut berarti bahwa variabel
agreeableness secara positif dan signifikan memengaruhi kesejahteraan
subjektif. Jadi, semakin tinggi agreeableness, maka semakin tinggi
kesejahteraan subjektif.
3. Variabel conscientiousness : diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.235
dengan signifikansi 0.007 (p < 0.05). Hal tersebut berarti bahwa variabel
conscientiousness secara positif dan signifikan memengaruhi kesejahteraan
subjektif. Semakin tinggi conscientiousness, maka semakin tinggi
kesejahteraan subjektif.
4. Variabel neuroticism : diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0.121 dengan
signifikansi 0.097 (p > 0.05). Hal tersebut berarti bahwa variabel neuroticism
pengaruhnya tidak signifikan terhadap kesejahteraan subjektif. Arah negatif
menunjukkan semakin tinggi neuroticism, maka semakin rendah kesejahteraan
subjektif. Sebaliknya, semakin rendah neuroticism, maka semakin tinggi
kesejahteraan subjektif.
5. Variabel openness to experience : diperoleh nilai koefisien regresi sebesar
0.219 dengan signifikansi 0.006 (p < 0.05), Hal tersebut berarti bahwa
variabel openness to experience secara positif dan signifikan memengaruhi
kesejahteraan subjektif. Jadi, semakin tinggi openness to experience maka
semakin tinggi kesejahteraan subjektif.
64
6. Variabel critical existential thinking : diperoleh nilai koefisien regresi sebesar
0.116 dengan signifikansi 0.150 (p > 0.05). Hal tersebut berarti bahwa
variabel critical existential thinking pengaruhnya tidak signifikan terhadap
kesejahteraan subjektif. Arah positif menunjukkan semakin tinggi critical
existential thinking, maka semakin tinggi pula kesejahteraan subjektif.
7. Variabel personal meaning production : diperoleh nilai koefisien regresi
sebesar 0.094 dengan signifikansi 0.881 (p > 0.05), Hal tersebut berarti bahwa
variabel personal meaning production pengaruhnya tidak signifikan terhadap
kesejahteraan subjektif. Arah negatif menunjukkan semakin tinggi personal
meaning production, maka semakin rendah kesejahteraan subjektif.
Sebaliknya, semakin rendah personal meaning production, maka semakin
tinggi kesejahteraan subjektif.
8. Variabel transcendental awareness : diperoleh nilai koefisien regresi yaitu
sebesar -0.046 dengan signifikansi 0.625 (p > 0.05). Hal tersebut berarti
bahwa variabel transcendental awareness pengaruhnya tidak signifikan
terhadap kesejahteraan subjektif. Arah negatif menunjukkan semakin tinggi
transcendental awareness, maka semakin rendah kesejahteraan subjektif.
Sebaliknya, semakin rendah transcendental awareness, maka semakin tinggi
kesejahteraan subjektif.
9. Variabel conscious state expansion : diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -
0.069 dengan signifikansi 0.461 (p > 0.05). Hal tersebut berarti bahwa
variabel conscious state expansion pengaruhnya tidak signifikan terhadap
kesejahteraan subjektif. Arah negatif menunjukkan semakin tinggi conscious
65
state expansion, maka semakin rendah kesejahteraan subjektif. Sebaliknya,
semakin rendah conscious state expansion, maka semakin tinggi kesejahteraan
subjektif.
4.3.1 Pengujian proporsi varians masing-masing independent variable
Pengujian pada tahapan ini dilakukan bertujuan untuk dapat melihat apakah
signifikan atau tidaknya penambahan proporsi varians dari tiap independent
variable, yang mana independent variable akan dianalisis secara satu per satu.
Besarnya proporsi varians setiap variabel pada kesejahteraan subjektif dapat
dilihat pada tabel 4.8
Tabel 4.8
Proporsi Varians untuk masing-masing Independent Variable
Dari tabel 4.8 dapat dijelaskan informasi sebagai berikut:
1. Variabel extraversion, memberikan sumbangan sebesar 0% dalam varian
dengan sig. F Change = 0.815, artinya sumbangan tersebut tidak signifikan.
Model Summary
Model R R
Squar
e
Adjusted
R
Square
Std. Error
of the
Estimate
Change Statistics
R Square
Change
F
Change
df1 df2 Sig. F
Change
1 .018a .000 -.006 9.68398 .000 .055 1 167 .815
2 .360b .130 .119 9.06289 .129 24.674 1 166 .000
3 .469c .220 .205 8.60827 .090 18.996 1 165 .000
4 .486d .236 .218 8.54143 .017 3.593 1 164 .060
5 .520e .270 .248 8.37486 .034 7.588 1 163 .007
6 .543f .294 .268 8.26015 .024 5.559 1 162 .020
7 .543g .294 .264 8.28576 .000 .000 1 161 .998
8 .544h .295 .260 8.30603 .001 .215 1 160 .643
9 .546i .298 .258 8.31785 .002 .546 1 159 .461
i. Predictors: (Constant), TRUE_EXT, TRUE_AGREE, TRUE_CONSC, TRUE_NEU,
TRUE_OPEN, TRUE_CET, TRUE_PMP, TRUE_TA, TRUE_CSE
66
2. Variabel agrreableness memberikan sumbangan sebesar 12,9% dalam varian
dengan sig. F Change = 0.000, artinya sumbangan tersebut signifikan.
3. Variabel conscientiousness memberikan sumbangan sebesar 9% dalam varian
dengan sig. F Change = 0.000, artinya sumbangan tersebut signifikan.
4. Variabel neuroticism memberikan sumbangan sebesar 1,7% dalam varian
dengan sig F. change = 0.060, artinya sumbangan tersebut tidak signifikan.
5. Variabel openness to experience memberikan sumbangan sebesar 3,4% dalam
varian dengan sig. F Change = 0.007, artinya sumbangan tersebut signifikan.
6. Variabel critical existential thinking memberikan sumbangan sebesar 2,4%
dalam varian dengan sig. F Change = 0.020, artinya sumbangan tersebut
signifikan..
7. Variabel personal meaning production memberikan sumbangan sebesar 0%
dalam varian dengan sig. F Change = 0998, artinya sumbangan tersebut tidak
signifikan.
8. Variabel transcendental awareness memberikan sumbangan sebesar 0,1%
dalam varian dengan sig. F Change = 0643, artinya sumbangan tersebut tidak
signifikan.
9. Variabel conscious state expansion memberikan sumbangan sebesar 0,2%
dalam varian dengan sig. F Change = 0461, artinya sumbangan tersebut tidak
signifikan.
67
BAB 5
KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil uji hipotesis penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, maka
diperoleh kesimpulan dari penelitian ini, bahwa secara keseluruhan ada pengaruh
yang signifikan antara kepribadian big five dan kecerdasan spiritual terhadap
kesejahteraan subjektif. Berdasarkan proporsi varians yang telah dihitung,
diperoleh hasil bahwa kepribadian big five dan kecerdasan spiritual memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap kesejahteraan subjektif. Hal tersebut
ditunjukkan dari hasil uji F yang menguji seluruh independent variabel (IV)
terhadap dependent variabel (DV). Maka hipotesis mayor dalam penelitian ini
yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara kepribadian big
five dan kecerdasan spiritual terhadap kesejahteraan subjektif tidak ditolak.
Penulis menguji hipotesis untuk mengetahui signifikansi dari masing-
masing koefisien regresi independent variable (IV) terhadap dependent variable
(DV), diperoleh hasil bahwa dari sembilan variabel, terdapat tiga variabel dari
kepribadian big five yang memiliki pengaruh signifikan terhadap kesejahteraan
subjektif, yaitu agreeableness, conscientiousness dan openness to experience.
Variabel extraversion, neuroticism dari kepribadian big five dan variabel critical
existential thinking, personal meaning production, transcendental awareness dan
conscious state expansion dari kecerdasan spiritual tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap kesejahteraan subjektif.
68
5.2 Diskusi
Fokus dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor apa saja yang dapat
mempengaruhi kesejahteraan subjektif pada karyawan. Kesejahteraan subjektif
didefinisikan sebagai tingkat kesejahteraan yang dialami individu berdasarkan
evaluasi subyektif dalam hidup mereka. Evaluasi ini bersifat positif dan negatif
yang meliputi penilaian tentang kepuasan hidup, reaksi afektif seperti
kegembiraan dan kesedihan, serta kepuasan dengan pekerjaan dan kesehatan
(Diener & Ryan, 2009).
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah kepribadian big five dan
kecerdasan spiritual. Penelitian sebelumnya terkait pengaruh dari kepribadian big
five dan kecerdasan spiritual sangat bervariasi. Soto, C. J. (2018) menyatakan
bahwa kepribadian adalah pola khas setiap individu yang berasal dari pemikiran,
perasaan, atau perilaku yang cenderung konsisten dari waktu ke waktu dan
melintasi situasi yang relatif sama. Sifat kepribadian berkembang sepanjang
rentang hidup, sehingga dapat diamati dan diukur.
DeNeve & Cooper (1998) mengatakan tipe kepribadian muncul untuk
memberikan warna tertentu pada individu untuk dapat menerima dan memaknai
kejadian dalam hidup serta menjalani hidup dalam sikap yang positif atau negatif.
Siedlecki, Salthouse, Oishi & Jeswani (2013) dalam penelitiannya mengatakan
jika kepribadian merupakan faktor penting dalam menjadi prediktor kesejahteraan.
Karena tipe kepribadian secara konsisten mampu memprediksi aspek pada
kesejahteraan baik aspek positif maupun negatif.
69
Dari hasil penelitian yang telah penulis lakukan, menunjukkan bahwa dari
sembilan variabel yang diuji, terdapat tiga variabel yang memiliki pengaruh
signifikan terhadap kesejahteraan subjektif. Ketiga variabel tersebut adalah (1)
agreeableness; (2) conscientiousness; dan (3) openness to experience. McCrae &
Costa (1991) melakukan penelitian untuk melihat kontribusi dari variabel
kepribadian. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa agreeableness dan
conscientiousness menyumbang proporsi varians meningkat menjadi 19% hingga
25%. Diketahui juga bahwa agreeableness dan conscientiousness signifikan
dalam semua perhitungan yang dilakukan sehingga menambah informasi baru
bahwa agreeableness dan conscientiousness menjadi prediktor kesejahteraan.
John, Naumann & Soto (2008) mengatakan individu yang memiliki sifat
agreeableness adalah orang yang berperilaku baik terhadap orang lain, jujur,
memiliki pemikiran yang lembut dan sederhana. Agreeableness dalam
penelitian ini memiliki nilai yang positif dan signifikan terhadap kesejahteraan
subjektif. Semakin tinggi agreeableness, semakin tinggi pula kesejahteraan.
Hasil penelitian ini sejalan dengan wawancara yang penulis lakukan.
Narasumber mengatakan bahwa rekan kerja saling membantu dan memberikan
dukungan pada setiap kegiatan yang dilakukan di tempat kerja. Lingkungan
kerja yang penuh dengan rasa kekeluargaan yang erat juga membuat
narasumber menjadi nyaman dalam bekerja dan menyelesaikan tugas.
Conscientiousness pada penelitian ini dapat diartikan sebagai individu
yang memiliki tujuan jelas, terstruktur dan terorganisir dengan baik. Sood,
Bakhshi dan Gupta (2012) mengatakan bahwa conscientiousness memiliki
70
hubungan yang positif dan signifikan terhadap kesejahteraan subjektif.
Semakin tinggi conscientiousness, maka semakin tinggi pula kesejahteraan.
Narasumber menyatakan memiliki pemimpin yang memberikan target serta
jangka waktu yang jelas dalam menyelesaikan tugas ataupun kegiatan yang
diberikan kepada rekan tim. Rekan satu tim juga merupakan karyawan yang
teratur dan suka akan suatu hal yang rapih dan detail, sehingga lebih mudah
dalam menyusun ataupun menyelesaikan pekerjaan.
Openess to experience dalam penelitian ini berarti individu menyukai
hal-hal yang bersifat seni dan artistik, serta memiliki tingkat intelektual yang
tinggi. Openess to experience dalam penelitian ini bersifat positif dan
signifikan terhadap kesejahteraan subjektif. Hasil ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan Gutierrez, Jimenez, Hernandez & Puente (2005) yang
menyatakan bahwa openess to experience adalah prediktor kesejahteraan pada
aspek positif. Semakin tinggi openess to experience, semakin tinggi
kesejahteraan karyawan. Program yang bersifat seni juga diberikan oleh
perusahaan, salah satunya seni membatik. Alasan diadakan program ini untuk
meningkatkan kepercayaan diri baik karyawan ataupun masyarakat yang ikut
berpartisipasi dalam kegiatan.
Variabel extraversion dan neuroticism dalam penelitian tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap kesejahteraan. Hasil ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Dewi dan Rahmani (2015) yang menunjukkan
bahwa extraversion dan neuroticism tidak memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap kesejahteraan subjektif. Diener et al (1999) juga menyimpulkan
71
bahwa kepribadian adalah salah satu prediktor terkuat dan paling konsisten dari
kesejahteraan. Tingkat kecemasan di lingkungan kerja relatif cenderung
rendah, karena sifat kekeluargaan sangat erat dan karyawan saling membantu
apabila salah satu rekan mengalami kesulitan dalam beradaptasi atapun
menyelesaikan tugas.
Empat variabel lain yang tidak memberikan pengaruh secara signifikan
terhadap kesejahteraan subjektif, yaitu critical existential thinking, personal
meaning production, transcendental awareness dan conscious state expansion
dari kecerdasan spiritual. King dan DeCicco (2009) mengatakan bahwa
kecerdasaan spiritual adalah satu set kapasitas mental yang berkontribusi
terhadap kesadaran, integrasi, dan aplikasi adaptif aspek nonmateri dan hal
yang disadari di area transenden, mengarah pada hasil pemikiran eksistensial
secara mendalam, peningkatan makna, pengakuan dari transendensi diri, dan
penguasaan area spiritual.
Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa tidak ada
pengaruh yang signifikan dari diemsi kecerdasan spiritual ini sejalan dengan
penelitian Sood, Bakhshi dan Gupta (2012) dimana ke empat dimensi
kecerdasan spiritual tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap
kesejahteraan. Hubungan negatif antara dimensi kecerdasan spiritual dengan
neuroticism dapat dipahami jika semakin tinggi tingkat kecemasan maka
semakin rendah kecerdasan spiritual sehingga mengakibatkan rendahnya
kesejahteraan yang dirasakan oleh karyawan.
72
Haryanto & Hartati (2013) dalam penelitian yang dilakukan,
mendapatkan hasil bahwa tidak terdapat hubungan antara kecerdasan spiritual
terhadap kesejahteraan subjektif, karena masih terdapat banyak faktor yang
bisa menjadi prediktor kesejahteraan subjektif. Critical existential thinking
dapat dipahami bila semakin seorang karyawan memikirkan eksistensi tentang
adanya Tuhan dan kematian, maka semakin tidak bahagia. Karyawan di
lingkungan kerja selalu diberikan tugas yang terkadang menuntut untuk segera
diselesaikan. Karyawan yang merasa lelah dan jenuh dengan pekerjaan,
kemungkinan besar baru teringat akan keberadaan Tuhan, hingga pada
akhirnya dirinya merasa tidak sejahtera karena melupakan kewajiban kepada
Tuhan dan hanya mengikuti keadaan duniawi.
Toyibah, Sulianti, & Tahrir (2017) dalam penelitiannya menyatakan
bahwa orang yang menghafal al-quran cenderung memiliki tingkat kecerdasan
spiritual yang tinggi. Variabel personal meaning production dapat dipahami,
semakin karyawan memikirkan harapan yang ingin dicapai, semakin kecewa
bila tidak mendapatkan harapan tersebut. Dapat diambil contoh bila seorang
karyawan mengajukan kenaikan jabatan ataupun promosi, kemungkinan besar
dirinya akan sangat berharap untuk mendapatkan jabatan tersebut.
Kenyataannya bila karyawan tersebut tidak mendapatkan apa yang diinginkan,
maka dirinya merasa tidak bahagia karena harapan tersebut tidak bisa dicapai.
Hosseini, Elias, Krauss & Aishah (2010) dalam penelitian menyatakan
bahwa kecerdasan spiritual dapat ditingkatkan dengan pelatihan. Peningkatan
kecerdasan dapat dilakukan dengan optimal pada masa remaja. Kecerdasan
73
spiritual memberikan dasar bagi individu untuk dapat mempertimbangkan dan
mencari tujuan, makna dalam kehidupan serta untuk menjadi motor penggerak
yang mampu membawa individu tersebut ke arah tujuan yang bermakna.
Transcendental awareness dapat diartikan kesadaran karyawan akan sesuatu
yang bersifat matrealistik membuat karyawan itu lebih tidak bahagia.
Karyawan yang terlalu memikirkan pendapatan dan bonus akan merasa tidak
bahagia dan selalu merasa kurang atas apa yang dimiliki. Pendapatan sebesar
apapun akan membuat karyawan tidak merasa sejahtera dan bahagia, karena
apapun yang telah didapatkan tidak akan pernah mencukupi keinginan
karyawan.
Menurut Zohar dan Marshall (2000) kecerdasan spiritual adalah
kecerdasan yang membuat seseorang mampu menghadapi dan memecahkan
persoalan nilai dan makna. Variabel selanjutnya adalah conscious state
expansion yang dapat dipahami bila individu tidak mampu mencapai keadaan
spiritual nya maka individu cenderung lebih tidak bahagia. Kurangnya
kedekatan dengan Tuhan mampu membuat seorang pekerja menjadi gelisah
dan tidak bisa merasakan ketenangan dalam hati. Pekerja dengan kesadaran
tinggi akan selalu berpikir beberapa kali untuk merespon sebuah situasi serta
mengambil waktu sejenak untuk memahami apa yang tidak nyata maupun yang
nyata sebelum memutuskan melakukan suatu hal. Pekerja yang tingkat
kesadaran rendah cenderung tergesa-gesa dalam mengambil keputusan serta
tidak mampu berpikir secara jernih atas konsekuensi yang akan terjadi.
74
5.3 Saran
Setelah melalui seluruh proses dan penyusunan laporan hasil penelitian, peneliti
menyadari bahwa masih banyak kekurangan dari penelitian ini. Oleh karena itu,
peneliti membagi saran menjadi dua, yaitu saran metodologis dan praktis.
5.3.1 Saran teoritis
1. Pada penelitian ini didapat hasil proporsi varians dari kesejahteraan
subjektif yang dapat dijelaskan oleh semua independent variabel adalah
sebesar 29,8%, sedangkan 70,2% sisanya dipengaruhi oleh variabel lain di
luar penelitian ini. Penulis menyarankan untuk penelitian selanjutnya dapat
menggunakan variabel lain yang berpengaruh signifikan terhadap
kesejahteraan subjektif, seperti modal psikologis, spiritualitas kerja,
totalitas kerja dan tuntutan kerja.
2. Terkait dengan variabel kepribadian big five, terdapat banyak penelitian
yang mendukung bahwa kepribadian merupakan salah satu prediktor yanf
konsisten terhadap kesejahteraan. Penulis menyarankan untuk
menggunakan sampel yang berbeda bila ingin melakukan penelitian
dengan variabel kepribadian, agar hasil yang di dapatkan lebih beragam
dari penelitian sebelumnya.
5.3.1 Saran praktis
1. Berdasarkan hasil penelitian, dimensi agreeableness, conscientiousness
dan openness to experience dari kepribadian big five berpengaruh
signifikan terhadap kesejahteraan subjektif. Untuk itu, peneliti
menyarankan agar pekerja perlu memiliki pemikiran yang terbuka
75
terhadap suatu hal baru, memiliki target pekerjaan yang jelas dan tepat,
memiliki disiplin diri yang baik di tempat kerja. Tidak menimbulkan
konflik dengan teman kerja dan menghormati setiap perbedaan yang
dimiliki oleh rekan kerja.
2. Pemimpin sebuah perusahaan/institusi, hendaknya memperhatikan
kesejahteraan subjektif karyawan. Karena kesejahteraan karyawan akan
memberikan pengaruh pada berbagai aspek, baik kehidupan maupun
pekerjaan.
76
DAFTAR PUSTAKA
Andrews, F. M. (1974). Social indicators of perceived life quality. Social
indicators research I. D. Reidel Publishing Company: Dordrecht-Holland.
279-299.
Arikunto, S. (1997). Prosedur penelitian: Suatu pendekatan praktek. Edisi revisi
IV. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Bakker, A. B., & Oerlemans, W. (2011). Subjective well-being in organizations.
The oxford handbook of positive organizational scholarship, 178-189.
Danna, K., & Griffin, R.W. (1999). Health and well-being in the workplace: A
review and synthesis of the literature. Journal of Management. Vol. 25,
No. 3, 357–384.
De Simone, S. (2014). Conceptualizing wellbeing in the workplace. International
Journal of Business and Social Science, 5(12).
DeNeve, K., & Cooper, H. (1998). The happy personality: A meta-analysis of 137
personality traits and subjective well-being. Psychological Bulletin, 124
(2), 197-229.
Deny, S. (2011). PHK paling banyak terjadi di 3 provinsi ini. Diunduh tanggal 15
Oktober 2016 dari https://www.liputan6.com.
Dewi, C.E., & Rahmani, I.S. (2015). Pengaruh tipe kepribadian dan religiusitas
terhadap subjective well being pada wanita yang berperan ganda di
Jakarta. TAZKIYA Journal of Psychology, Vol. 20 No. 1(96).
Diener, E. (1984). Subjective well-being. Psychological Bulletin, 95, 542-575.
Diener, E. (1994). Assessing subjective well-being: Progress and opportunities.
Social lndicators Research 31. Kluwer Academic Publishers. Printed in the
Netherlands. 103-157.
Diener, E. (2000). Subjective well-being. The science of happiness and a proposal
for a national index. American Psychologist, 55(1), 34-43.
Diener, E., Oishi, S., & Lucas, R.E. (2003). Personality, culture, and subjective
well-being: Emotional and cognitive evaluations of life. Annu. Rev.
Psychol. 54:403–25.
Diener, E., & Diener, R.B. (2008). Unlocking the mysteries of psychological
wealth. Oxford: Blackwell Publishing.
Diener, E., & Diener, R.B. (2009). Flourishing scale.
77
Diener, E., & Diener, R.B. (2009). Scale of positive and negative experience
(SPANE).
Diener, E., & Ryan, K. (2009). Subjective well-being: A general overview. South
African Journal of Psychology 39(4), 391–406. doi:
10.1177/008124630903900402
Diener, E., Diener, M., & Diener, C. (2009). Factors predicting the subjective
well-being of nations. Culture and well-being, 43–70. doi:10.1007/978-90-
481-2352-0_3
Diener, E., Oishi, S., & Lucas, R.E. (2003). Subjective well-being: The science of
happiness and life satisfaction. The Oxford Handbook of Positive
Psychology (2 ed).
Diener, E., Suh, E.M., Lucas, R.F., & Smith, H.L. (1999). Subjective well-being:
Three decades of progress. Psychological Bulletin, 125(2), 276-302.
Eddington, N., & Shuman, R. (2008). Subjective well being (happiness).
California: Continuing Psychology Education Inc.
Feist, J., & Feist, G. (2006). The theories of personality-7th ed. New york:
Mcgraw-Hill Companies.
Grant, S., Fox, J.L., & Anglim, J. (2009). The big five traits as predictors of
subjective and psychological well-being. Psychological Reports, 105, 205-
231.
Gutierrez, H.L.G., Jimenez. B.M., Hernandez, E.G., & Puente, C.P. (2005).
Personality and subjective well-being: big five correlates and demographic
variables. Personality and Individual Differences 38, 1561–1569.
Haryanto, B.S., & Hartati, S. (2013). Hubungan antara Kecerdasan Spiritual
dengan Subjective Well-being pada Pegawai Negeri Sipil Golongan II di
Lingkungan Universitas Diponegoro. Skripsi. Fakultas Psikologi,
Universitas Diponegoro.
Hayes, N., & Joseph, S. (2003). Big 5 correlates of three measures of subjective
well-being. Personality and Individual Differences, 34, 723-727.
Hosseini, M., Elias, H., Krauss, S.E., & Aishah, S. (2010). A review study on
spiritual intelligence, adolescence and spiritual intelligence, factors that
may contribute to individual differences in spiritual intelligence and the
related theories. Journal of Social Sciences 6(3), 429-438.
John, O.P., Naumann, L.P., & Soto, C.J. (2008). Paradigm shift to the integrative
big five trait taxonomy: History, measurement, and conceptual issues. 144-
158.
78
King, D. (2008). SISRI-24 -The spiritual intelligence self-report inventory.
King, D.B., & DeCicco, T. L. (2009). A viable model and self-report measure of
spiritual intelligence. International Journal of Transpersonal Studies, 28,
68-85.
Librán, E.C. (2006). Personality dimensions and subjective well-being. The
Spanish Journal of Psychology, 9(1), 38-44.
McCrae, R.R., & Costa, P.T. (1991). Adding liebe und arbeit: The full five-factor
model and well-being. PSPB, 17(2), 231.
Pervin, L.A., Cervone, D., John, O.P. Personality: Theory and research, Psikologi
kepribadian: teori & penelitian edisi kesembilan. A.K. Anwar (terj). 2004.
Fajar Interpratama offset.
Rizky, T.R., & Sadida, N. (2019). Hubungan antara job insecurity dan employee
well being pada karyawan yang bekerja di perusahaan yang menerapkan
PHK di DKI Jakarta. Jurnal Empati, 8 (1), 329-335.
Seftiani, N.A., & Herlena, B. (2018). Kecerdasan spiritual sebagai prediktor
kesejahteraan subjektif pada mahasiswa. Jurnal Psikologi Integratif 6(1),
101-105. UIN Sunan Kalijaga.
Siedlecki et al. (2013). The relationship between social support and subjective
well-being across age. Springer.
Sood, S., & Bakhti, A., Gupta, R. (2012). Relationship between personality traits,
spiritual intelligence and well-being in university students. Journal of
Education and Practice, 3, 55-59.
Soto, C. J. (2018). Big five personality traits. In M. H. Bornstein, M. E.
Arterberry, K. L. Fingerman, & J. E. Lansford (Eds.), The SAGE
encyclopedia of lifespan human development (pp. 240-241). Thousand
Oaks, CA: Sage.
Soto, C.J., & John. O.P. (2017). Short and extra-short forms of the big five
inventory–2: The BFI-2-S and BFI-2-XS. Journal of Research in
Personality.
Soto, C-J,. & John, O-P. (2009). Ten facet scales for the big five inventory :
convergence with NEO-PI-R facets, self-peer agreement, and discriminant
validity. Journal of research in personality. 43, 84-90. Doi:10.1016/j.jrp.
2008.10.002
Srivastava, P. S. (2016). Spiritual intelligence: An overview. International
Journal of Multidisciplinary Research and Development 3(3), 224-227.
79
Tim Penyusun. (2016). Indikator kesejahteraan rakyat provinsi DKI Jakarta 2016.
BPS Provinsi DKI Jakarta.
Toyibah, S.A., Sulianti, A. & Tahrir. (2017). Pengaruh keceerdasan spiritual
terhadapa kesejahteraan psikologis pada mahasiswa penghafal al-quran.
Jurnal Psikologi Islam 4(2), 191—204.
Umar, J. (2013). Statistika mentor akademik. Bahan ajar fakultas psikologi UIN
jakarta. Tidak Dipublikasikan.
Undang-undang republik indonesia no. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan
pasal 1.
Vaughan, F. (2002). What is spiritual intelligence? Journal of Humanistic
Psychology 42(2), 16-33. Spring.
Zohar, D., & Marshall, I. (2000). SQ, spiritual intelligence, the ultimate
intelligence. London : Bloomsbury.
LAMPIRAN
81
LAMPIRAN 1 – KUESIONER PENELITIAN
Kuesioner Penelitian
Assalamualaikum, Wr. Wb.
Saya Auliana Fitri, mahasiswi Program Strata 1 (S1) Fakultas Psikologi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang saat ini sedang melakukan penelitian dalam
rangka penyelesaian tugas akhir. Oleh karena itu, saya mengharapakan kesediaan
Saudara/I untuk menjadi responden dalam penelitian ini.
Saudara/I dapat mengisi kuesioner ini dengan mengikuti petunjuk
pengisian yang telah diberikan. TIDAK ADA JAWABAN SALAH dalam
kuesioner ini. Adapun informasi yang Saudara/I berikan dalam penelitian ini akan
dijaga KERAHASIAAN nyadan di gunakan hanya untuk kepentingan penelitian.
Atas perhatian Saudara/I, saya ucapkan terima kasih.
Wassalamualaikum Wr. Wb
Hormat peneliti,
Auliana Fitri
Identitas Responden
Nama/Inisial :
Usia :
Jenis Kelamin :
Responden
82
Petunjuk Pengisian
Berikut ini terapat butir pernyataan yang tidak ada jawaban benar atau salah. Baca
dan pahami lah terlebih dahulu setiap pernyataan dan kemudian berikan tanda
checklist (v) pada salah satu pilihan yang tersedia pada kolom bagian kanan.
Adapun pilihan kolom disamping kanan pernyataan sebagai berikut:
o Sangat Tidak Setuju, beri tanda pada kolom STS
o Tidak Setuju, beri tanda pada kolom TS
o Setuju, beri tanda pada kolom S
o Sangat setuju, beri tanda pada kolom SS
SKALA I
No Pernyataan STS TS S SS
1. Saya menjalani hidup dengan terarah dan bermakna
2. Hubungan sosial saya mendukung dan bermanfaat
3.
Saya terlibat dan tertarik pada kegiatan sehari-hari
saya.
4.
Saya aktif berkontribusi pada kebahagiaan dan
kesejahteraan orang lain.
5.
Saya memiliki kompetensi dan kemampuan dalam
menjalani kegiatan yang penting bagi saya.
6.
Saya orang yang baik dan menjalani kehidupan yang
baik
7. Saya optimis tentang masa depan saya
8. Orang menghormati saya.
9. Saya merasa hal-hal positif terjadi di hidup saya.
10. Saya dipenuhi dengan pikiran-pikiran negatif.
11.
Saya mengharapkan hal baik akan terjadi pada hidup
saya.
12. Saya sering merasa hal buruk terjadi pada hidup saya.
13. Saya merasa nyaman dengan hidup saya saat ini.
14.
Selama sebulan terakhir, saya merasa tidak nyaman
dengan diri saya.
15. Saya menjalani hidup dengan tenang.
16. Kondisi kehidupan saya menyedihkan.
17. Saya takut menghadapi masa depan.
18. Saya menjalani hari dengan riang setiap harinya.
19. Saya mudah tersinggung.
20. Saya merasa puas dengan kehidupan saya.
83
SKALA II
Baca dan pahami lah terlebih dahulu setiap pernyataan dan kemudian berikan
tanda checklist (v) pada salah satu pilihan yang tersedia pada kolom bagian
kanan.
No Pernyataan STS TS S SS
1. Saya adalah orang yang cenderung pendiam
2.
Saya seorang penyayang dan memiliki hati yang
lembut
3.
Saya adalah seseorang yang cenderung tidak
terorganisir dalam bekerja
4. Saya memiliki banyak kekhawatiran dalam bekerja
5. Saya menyukai seni, musik, ataupun sastra
6.
Saya merupakan seseorang yang dominan dan
bertindak sebagai pemimpin
7. Saya terkadang kasar terhadap rekan kerja
8.
Saya memiliki kesulitan untuk memulai sebuah
pekerjaan
9. Saya cenderung mudah merasa tertekan dan murung
10. Saya tidak tertarik pada suatu hal yang abstrak
11. Saya orang yang penuh energi.
12. Saya selalu bersaumsi baik tentang rekan kerja lainnya
13. Saya orang yang bisa diandalkan dalam bekerja
14.
Saya merupakan orang yang tidak mudah kesal dan
memiliki keadaan emosional yang stabil
15.
Dalam bekerja, saya merupakan orang yang memiliki
originalitas serta memiliki ide baru.
16. Rekan kerja berkata saya orang yang ramah.
17.
Saya bisa bersikap dingin dan tidak peduli terhadap
rekan kerja
18.
Saya senang menyimpan barang dengan rapi dan
teratur
19.
Saya orang yang santai dan dapat mengatasi stres
dengan baik
20. Saya cenderung tidak tertarik terhadap hal yang
84
bersifat seni dan artistik
21.
Saya lebih suka meminta orang lain bertanggung jawab
terhadap pekerjaan di kantor
22.
Saya orang yang memperlakukan rekan kerja dengan
hormat
23.
Dalam melakukan pekerjaan, saya adalah orang yang
gigih serta bekerja sampai tugas selesai
24. Saya merasa aman dan nyaman dengan diri sendiri
25.
Saya merupakan orang yang rumit dan cenderung
memiliki pemikiran yang mendalam
26.
Dibandingkan rekan kerja lainnya, saya merupakan
orang yang tidak aktif
27. Saya cenderung mencari kesalahan rekan kerja
28. Saya bisa jadi orang yang agak ceroboh saat bekerja
29.
Saya merupakan orang yang temperamental dan mudah
emosi
30. Saya memiliki sedikit bakat kreativitas
SKALA III
Baca dan pahami lah terlebih dahulu setiap pernyataan dan kemudian berikan
tanda checklist (v) pada salah satu pilihan yang tersedia pada kolom bagian
kanan.
No Pernyataan STS TS S SS
1. Saya sering memikirkan sifat dari sebuah realitas.
2.
Saya mengakui terdapat aspek diri yang lebih
mendalam dari pada aspek fisik.
3. Saya mengetahui tujuan atau alasan keberadaan saya.
4.
Saya dapat memasuki kondisi kesadaran akan spiritual.
.
5.
Saya bisa merenungkan apa yang terjadi setelah
kematian.
6.
Sulit bagi saya untuk bisa merasakan hal lain selain
keadaan fisik dan materi.
7.
Saya mampu beradaptasi dengan situasi yang membuat
stress dengan kemampuan saya untuk menentukan
tujuan dan makna hidup.
85
8.
Saya bisa mengontrol kapan saya berada dalam kondisi
kesadaran spiritual.
9.
Saya memiliki pendapaat sendiri tentang hal-hal seperti
kehidupan, kematian, realitas, dan eksistensi.
10.
Saya sadar terdapat hubungan yang lebih dalam antara
diri sendiri dan orang lain.
11.
Saya mampu menemukan tujuan atau alasan untuk
hidup.
12.
Saya bisa bergerak sesuka hati saat berada dalam
kondisi kesadaran.
13.
Saya sering merenungkan makna sebuah peristiwa
yang terjadi dalam hidup saya.
14.
Saya mengartikan diri dengan lebih mendalam bukan
hanya secara fisik
15.
Ketika mengalami kegagalan saya masih bisa
menemukan makna di dalamnya.
16.
Saya dapat melihat secara jelas isu yang terjadi ketika
berada di kondisi kesadaran spiritual.
17.
Saya sering merenungkan hubungan antara manusia
dan alam semesta.
18.
Saya menyadari terdapat aspek nonmaterial pada
kehidupan yang dijalani.
19.
Saya mampu membuat keputusan sesuai dengan tujuan
hidup.
20.
Saya mengakui kualitas diri seseorang jauh lebih
berarti dari tampilan fisik, kepribadian, atau emosi.
21.
Saya memikirkan ada atau tidak kekuatan yang lebih
besar (misalnya, Tuhan)
22.
Aspek nonmaterial membantu saya menyadari pusat
dari kehidupan.
23.
Saya mampu menemukan makna dan tujuan
berdasarkan pengalaman sehari-hari.
24.
Saya memiliki teknik sendiri untuk memasuki kondisi
kesadaran spiritual.
Mohon periksa kembali jawaban Saudara, jangan sampai ada pernyataan yang
terlewatkan.
TERIMA KASIH
86
LAMPIRAN 2 – SYNTAX Uji Validitas
1. Syntax Uji Validitas Kesejahteraan Subjektif
TITLE:UJI VALIDITAS KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF; DATA: FILE IS SWB.TXT; VARIABLE: NAMES ARE R1-R20; USEVAR ARE R1-R20; CATEGORICAL ARE R1-R20; !ANALYSIS: ESTIMATOR=BAYES; FBITERATIONS=20000; MODEL: EXTRA BY R1-R20; R17 WITH R16; R19 WITH R12; R12 WITH R10; R17 WITH R12; R19 WITH R17; R9 WITH R2; R15 WITH R13; R15 WITH R8; R18 WITH R15; R20 WITH R15; R19 WITH R10; R16 WITH R4; R2 WITH R1; R3 WITH R2; R3 WITH R1; R5 WITH R1; R20 WITH R11; R19 WITH R4; R13 WITH R5; R4 WITH R3; R4 WITH R2; R18 WITH R5; R20 WITH R5; R14 WITH R5; R16 WITH R12; R16 WITH R10; R17 WITH R10; R6 WITH R3; R7 WITH R6; R19 WITH R16; R12 WITH R4; R11 WITH R10; R19 WITH R14; R9 WITH R5; R15 WITH R5; R6 WITH R4; R6 WITH R2; R8 WITH R2; R8 WITH R3; R8 WITH R4; R15 WITH R7;
PLOT: TYPE=PLOT3; OUTPUT: STDYX; MODINDICES (3); !SAVEDATA: FILE IS SUBNORM.DAT; SAVE=FSCORES(100);
2. Syntax Uji Validitas Extraversion
TITLE:UJI VALIDITAS EXTRAVERSION; DATA: FILE IS EXT.TXT; VARIABLE: NAMES ARE R1-R6; USEVAR ARE R1-R6; CATEGORICAL ARE R1-R6; !ANALYSIS: ESTIMATOR=BAYES; FBITERATIONS=20000; MODEL: EXTRA BY R1-R6; R3 WITH R1; R6 WITH R3; R6 WITH R5; R6 WITH R1; R5 WITH R3; R6 WITH R2;
87
PLOT: TYPE=PLOT3; OUTPUT: STDYX; MODINDICES (3); !SAVEDATA: FILE IS SUBNORM.DAT; SAVE=FSCORES(100); 3. Syntax Uji Validitas Agreeableness
TITLE:UJI VALIDITAS AGREEABLENESS; DATA: FILE IS AG.TXT; VARIABLE: NAMES ARE R1-R6; USEVAR ARE R1-R6; CATEGORICAL ARE R1-R6; !ANALYSIS: ESTIMATOR=BAYES; FBITERATIONS=20000; MODEL: EXTRA BY R1-R6; R6 WITH R5;R4 WITH R3; PLOT: TYPE=PLOT3; OUTPUT: STDYX; MODINDICES (ALL); !SAVEDATA: FILE IS SUBNORM.DAT; SAVE=FSCORES(100);
4. Syntax Uji Validitas Conscientiousness
TITLE:UJI VALIDITAS CONSCIENTIOUSNESS; DATA: FILE IS CONSIENT.TXT; VARIABLE: NAMES ARE R1-R6; USEVAR ARE R1-R6; CATEGORICAL ARE R1-R6; !ANALYSIS: ESTIMATOR=BAYES; FBITERATIONS=20000; MODEL: EXTRA BY R1-R6; R6 WITH R5 ; R2 WITH R1; PLOT: TYPE=PLOT3; OUTPUT: STDYX; MODINDICES (3); !SAVEDATA: FILE IS SUBNORM.DAT; SAVE=FSCORES(100);
5. Syntax Uji Validitas Neuroticism
TITLE:UJI VALIDITAS NEUROTICISM; DATA: FILE IS NEURO.TXT; VARIABLE: NAMES ARE R1-R6; USEVAR ARE R1-R6; CATEGORICAL ARE R1-R6; !ANALYSIS: ESTIMATOR=BAYES; FBITERATIONS=20000; MODEL: EXTRA BY R1-R6; R6 WITH R2; R2 WITH R1; R5 WITH R4;
88
R4 WITH R3 ; R3 WITH R1; PLOT: TYPE=PLOT3; OUTPUT: STDYX; MODINDICES (3); !SAVEDATA: FILE IS SUBNORM.DAT; SAVE=FSCORES(100); 6. Syntax Uji Validitas Openness to Experience
TITLE:UJI VALIDITAS OPENNESS; DATA: FILE IS OPEN.TXT; VARIABLE: NAMES ARE R1-R6; USEVAR ARE R1-R6; CATEGORICAL ARE R1-R6; !ANALYSIS: ESTIMATOR=BAYES; FBITERATIONS=20000; MODEL: EXTRA BY R1-R6; R2 WITH R1; R4 WITH R2; R6 WITH R4; PLOT: TYPE=PLOT3; OUTPUT: STDYX; MODINDICES (3); !SAVEDATA: FILE IS SUBNORM.DAT; SAVE=FSCORES(100);
7. Syntax Uji Validitas Critical Existential Thinking
TITLE:UJI VALIDITAS CRITICAL EXISTENTIAL THINKING; DATA: FILE IS CET.TXT; VARIABLE: NAMES ARE R1-R7; USEVAR ARE R1-R7; CATEGORICAL ARE R1-R7; !ANALYSIS: ESTIMATOR=BAYES; FBITERATIONS=20000; MODEL: EXTRA BY R1-R7; R4 WITH R2; R6 WITH R5; R6 WITH R2; R5 WITH R2; R4 WITH R3; R4 WITH R1; PLOT: TYPE=PLOT3; OUTPUT: STDYX; MODINDICES (3); !SAVEDATA: FILE IS SUBNORM.DAT; SAVE=FSCORES(100);
8. Syntax Uji Validitas Personal Meaning Production
TITLE:UJI VALIDITAS PERSONAL MEANING PRODUCTION; DATA: FILE IS PMP.TXT; VARIABLE: NAMES ARE R1-R5; USEVAR ARE R1-R5; CATEGORICAL ARE R1-R5;
89
!ANALYSIS: ESTIMATOR=BAYES; FBITERATIONS=20000; MODEL: EXTRA BY R1-R5; R5 WITH R2; R4 WITH R2; R5 WITH R4; R4 WITH R1; PLOT: TYPE=PLOT3; OUTPUT: STDYX; MODINDICES (3); !SAVEDATA: FILE IS SUBNORM.DAT; SAVE=FSCORES(100);
9. Syntax Uji Validitas Transcendental Awareness
TITLE:UJI VALIDITAS TRANSCENDENTAL AWARENESS; DATA: FILE IS TA.TXT; VARIABLE: NAMES ARE R1-R7; USEVAR ARE R1-R7; CATEGORICAL ARE R1-R7; !ANALYSIS: ESTIMATOR=BAYES; FBITERATIONS=20000; MODEL: EXTRA BY R1-R7; R6 WITH R5; R7 WITH R4; R7 WITH R1; R4 WITH R1 ; R7 WITH R5; PLOT: TYPE=PLOT3; OUTPUT: STDYX; MODINDICES (3); !SAVEDATA: FILE IS SUBNORM.DAT; SAVE=FSCORES(100);
10. Syntax Uji Validitas Conscious State Expansion
TITLE:UJI VALIDITAS CONSCIOUS STATE EXPANSION; DATA: FILE IS CSE.TXT; VARIABLE: NAMES ARE R1-R5; USEVAR ARE R1-R5; CATEGORICAL ARE R1-R5; !ANALYSIS: ESTIMATOR=BAYES; FBITERATIONS=20000; MODEL: EXTRA BY R1-R5; PLOT: TYPE=PLOT3; OUTPUT: STDYX; MODINDICES (ALL); !SAVEDATA: FILE IS SUBNORM.DAT; SAVE=FSCORES(100);
90
LAMPIRAN 3 – PATH DIAGRAM
1. Path Diagram Kesejahteraan Subjektif
2. Path Diagram Extraversion
91
3. Path Diagram Agreeableness
4. Path Diagram Conscientiousness
92
5. Path Diagram Neuroticsm
6. Path Diagram Openness to Experience
93
7. Path Diagram Critical Existential Thinking
8. Path Diagram Personal Meaning Production
94
9. Path Diagram Transcendental Awareness
10. Path Diagram Conscious State Expansion
95
LAMPIRAN 4 – OUTPUT STATISTIK
REGRESI
Model Summary
Model R R Square Adjusted R
Square
Std. Error
of the
Estimate
Change Statistics
R Square
Change
F Change df1 df2 Sig. F
Change
1 .546a .298 .258 8.31785 .298 7.493 9 159 .000
a. Predictors: (Constant), TRUE_TA, TRUE_AGREE, TRUE_EXT, TRUE_NEU, TRUE_PMP,
TRUE_OPEN, TRUE_CSE, TRUE_CONSC, TRUE_CET
ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1
Regression 4665.640 9 518.404 7.493 .000b
Residual 11000.662 159 69.187
Total 15666.302 168
a. Dependent Variable: TRUE_SWB
b. Predictors: (Constant), TRUE_TA, TRUE_AGREE, TRUE_EXT, TRUE_NEU, TRUE_PMP,
TRUE_OPEN, TRUE_CSE, TRUE_CONSC, TRUE_CET
KOEFISIEN REGRESI
Coefficientsa
Model Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig.
B Std. Error Beta
1
(Constant) 17.364 9.416 1.844 .067
TRUE_EXT -.065 .086 -.053 -.752 .453
TRUE_NEU -.132 .079 -.121 -1.670 .097
TRUE_AGREE .182 .088 .172 2.059 .041
TRUE_OPEN .239 .085 .219 2.802 .006
TRUE_CONSC .250 .092 .235 2.723 .007
TRUE_CET .168 .116 .152 1.448 .150
TRUE_CSE .081 .109 .069 .739 .461
TRUE_PMP -.014 .094 -.012 -.150 .881
TRUE_TA -.056 .115 -.046 -.490 .625
a. Dependent Variable: TRUE_SWB
96
PROPORSI VARIAN
Model Summary
Model R R Square Adjusted R
Square
Std. Error of
the Estimate
Change Statistics
R Square
Change
F Change df1 df2 Sig. F
Change
1 .018a .000 -.006 9.68398 .000 .055 1 167 .815
2 .360b .130 .119 9.06289 .129 24.674 1 166 .000
3 .469c .220 .205 8.60827 .090 18.996 1 165 .000
4 .486d .236 .218 8.54143 .017 3.593 1 164 .060
5 .520e .270 .248 8.37486 .034 7.588 1 163 .007
6 .543f .294 .268 8.26015 .024 5.559 1 162 .020
7 .543g .294 .264 8.28576 .000 .000 1 161 .998
8 .544h .295 .260 8.30603 .001 .215 1 160 .643
9 .546i .298 .258 8.31785 .002 .546 1 159 .461
a. Predictors: (Constant), TRUE_EXT
b. Predictors: (Constant), TRUE_EXT, TRUE_AGREE
c. Predictors: (Constant), TRUE_EXT, TRUE_AGREE, TRUE_CONSC
d. Predictors: (Constant), TRUE_EXT, TRUE_AGREE, TRUE_CONSC, TRUE_NEU
e. Predictors: (Constant), TRUE_EXT, TRUE_AGREE, TRUE_CONSC, TRUE_NEU, TRUE_OPEN
f. Predictors: (Constant), TRUE_EXT, TRUE_AGREE, TRUE_CONSC, TRUE_NEU, TRUE_OPEN, TRUE_CET
g. Predictors: (Constant), TRUE_EXT, TRUE_AGREE, TRUE_CONSC, TRUE_NEU, TRUE_OPEN,
TRUE_CET, TRUE_PMP
h. Predictors: (Constant), TRUE_EXT, TRUE_AGREE, TRUE_CONSC, TRUE_NEU, TRUE_OPEN,
TRUE_CET, TRUE_PMP, TRUE_TA
i. Predictors: (Constant), TRUE_EXT, TRUE_AGREE, TRUE_CONSC, TRUE_NEU, TRUE_OPEN,
TRUE_CET, TRUE_PMP, TRUE_TA, TRUE_CSE