PENGARUH INHIBITOR KOROSI BERBASISKAN ... -...
Transcript of PENGARUH INHIBITOR KOROSI BERBASISKAN ... -...
PENGARUH INHIBITOR KOROSI BERBASISKAN SENYAWA
FENOLIK UNTUK PROTEKSI PIPA BAJA KARBON PADA
LINGKUNGAN 0.5, 1.5, 2.5, 3.5 % NaCl YANG MENGANDUNG
GAS CO2
SKRIPSI
ALFIN AL HAKIM
0906605353
DEPARTEMEN METALURGI DAN MATERIAL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
Pengaruh inhibitor..., Alfin Al Hakim, FT UI, 2011
UNIVERSITAS INDONESIA
PENGARUH INHIBITOR KOROSI BERBASISKAN SENYAWA
FENOLIK UNTUK PROTEKSI PIPA BAJA KARBON PADA
LINGKUNGAN 0.5, 1.5, 2.5, 3.5 % NaCl YANG MENGANDUNG
GAS CO2
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik
ALFIN AL HAKIM
0906605353
FAKULTAS TEKNIK
DEPARTEMEN METALURGI DAN MATERIAL
DEPOK
DESEMBER 2011
Pengaruh inhibitor..., Alfin Al Hakim, FT UI, 2011
Pengaruh inhibitor..., Alfin Al Hakim, FT UI, 2011
" E~(a:"A If
1\111 111\1 I Iakirn
()90()()O ~ 1 5 1
Ian M !2fPrI !,;
I Herb3S1skan
Unru
l .mgkuugnn 0 5,
Mcnunudurn
h be r hssl l di perta hunknn di hadapan Dew an Pengu]i
ba uia n pe rs ynratnn yang diperlukan untu k memoero lea
rj _n ATekn ik padu Program Studi Tcknik M eta lu rgi dan
ik Univers itas Indonesia
DE\VAN P ENGUJI
Pembimbing Ir Andi Rustandi, MT.
-
r Lu i I
III
Jr Bambanu Priyono M.T
r..er.J zuJI
Pengaruh inhibitor..., Alfin Al Hakim, FT UI, 2011
iv UNIVERSITAS INDONESIA
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang selalu
memberikan berkah, kebahagiaan serta rahmatNya dalam kehidupan penulis. Atas
segala karuniaNya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai syarat
menempuh ujian akhir Sarjana di Departemen Metalurgi dan Material Fakultas
Teknik Universitas Indonesia. Segala rasa syukur penulis haturkan dalam doa dan
ucapan terima kasih ini.
Skripsi ini penulis dedikasikan untuk kedua orang tua tercinta, Mama dan
Papa yang selalu mencurahkan kasih sayangnya kepada penulis, maaf bila banyak
waktu penulis untuk Mama dan Papa berkurang belakangan ini saat menghadapi
penyusunan skripsi, dan terima kasih yang tak terhingga atas dukungannya saat
penulis menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih terdalam kepada kedua kakak dan
adik tersayang penulis yang selalu memberi semangat dan dukungan selama ini.
Penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tulus kepada Ir. Andi
Rustandi, MT selaku pembimbing penulis dalam penyusunan skripsi ini.
Terimakasih atas segala bimbingan, nasihat, serta pelajaran hidup yang beliau
berikan selama ini, sehingga penulis memiliki pandangan dan wawasan baru
mengenai berbagai hal. Terima kasih pula atas perhatian dan sikap kebapakan
beliau saat membimbing penulis yang disertai dengan sikap penuh kesabaran.
Penulis menyadari terdapat berbagai pihak yang berkontribusi dalam
memberikan dukungan, bantuan, serta bimbingan kepada penulis selama ini. Oleh
karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr-Ing. Ir. Bambang Suharno, selaku Kepala Departemen Teknik
Metalurgi dan Material FTUI;
2. Dwi Marta Nurjaya S.T, M.T, selaku Pembimbing Akademis Departemen
Teknik Metalurgi dan Material FTUI;
3. Ir. Ahmad Herman Yuwono, Phd, selaku Koordinator Mata Kuliah Spesial
Departemen Metalurgi dan Material FTUI;
Pengaruh inhibitor..., Alfin Al Hakim, FT UI, 2011
v UNIVERSITAS INDONESIA
4. Seluruh dosen Departemen Teknik Metalurgi dan Material, yang telah
memberikan pengetahuan dan ilmunya sehingga penulis mampu
menyelesaikan skripsi ini;
5. Seluruh karyawan Departemen Teknik Metalurgi dan Material yang telah
menyempatkan waktunya untuk membantu hingga akhirnya penulis dapat
menyelesaiakan skripsi ini;
6. Azis, Tezar, dan Yoga selaku rekan penelitan yang telah bersama berbagi
pengetahuan baru, pengalaman, dan juga kesulitan. Terima kasih atas
pertemanannya, semoga bisa bekerja sama kembali di lain tempat dan di
lain waktu;
7. Dito, mas Fadila, mas Farhan, bang Rai yang telah membantu penulis
dalam berbagai pengalaman penelitian, berbagi jurnal serta pengetahuan
mengenai bahan penelitian;
8. Seorang yang istimewa Nissia Apriyanti, yang selalu mengingatkan dan
menegur penulis, mendengar keluhan penulis, dan selalu memberikan
dukungan, motivasi dan suntikan semangat yang berkelanjutan ketika
penulis menyelesaikan skripsi ini;
9. Drs. Sunardi, M.Si, dan seluruh tim Lab Afiliasi Kimia UI (Bang Pito,
Bang Puji, Mas Agus, Om Rasyid, Novi, Mila, Rispa, Dyo, Daniel, Randy,
Au) atas bantuan dan kerja samanya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini;
10. Seluruh sahabat di ekst Metalurgi dan Material angkatan 2009 (Bos
Singgih, Mas John, Mas Budi, Johny, Arfiandi, Anfius, Dedi, Shandy,
Bayu, Cica) Terima kasih atas persahabatannya yang unik hingga dapat
menghilangkan kebingungan, kesulitan dan kegalauan ketika penulis
menyelesaikan skripsi ini. Semoga ikatan persahabatan ini tidak akan
putus hingga masa tua nanti;
11. Seluruh Mahasiswa Dept Metalurgi dan Material, baik kelas ekstensi
ataupun kelas reguler, terima kasih atas bantuan dan dukungan
semangatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini;
12. Seluruh sahabat lulusan Kimia Terapan angkatan 2005 (Ika, Mila, Fitri,
dkk), semoga ikatan ini tetap terjalin hingga umur yang memisahkan kita;
Pengaruh inhibitor..., Alfin Al Hakim, FT UI, 2011
vi UNIVERSITAS INDONESIA
13. Seluruh pihak yang turut membantu penulis yang namanya tidak dapat
penulis sebutkan satu persatu;
Semoga skripsi ini selalu dapat bermanfaat untuk perkembangan ilmu
pengetahuan bagi mahasiswa dan masyarakat saat ini dan dikemudian hari.
Penulis
2011
Pengaruh inhibitor..., Alfin Al Hakim, FT UI, 2011
vii UNIVERSITAS INDONESIA
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di
bawah ini, :
Nama : Alfin Al Hakim
NPM : 0906605353
Program Studi : Teknik Metalurgi dan Material
Departemen : Metalurgi dan Material
Fakultas : Teknik
Jenis Karya : Skripsi
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Non-eksklusif (Non-exclusive
Royalty-Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :
PENGARUH INHIBITOR KOROSI BERBASISKAN SENYAWA FENOLIK
UNTUK PROTEKSI PIPA BAJA KARBON PADA
LINGKUNGAN 0.5, 1.5, 2.5, 3.5 % NaCl YANG MENGANDUNG GAS CO2
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Nonekslusif ini, Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia atau
formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan
mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya
sebagai penulis atau pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Depok
Pada Tanggal : 29 Desember 2011
Yang menyatakan
(Alfin Al Hakim)
Pengaruh inhibitor..., Alfin Al Hakim, FT UI, 2011
viii UNIVERSITAS INDONESIA
ABSTRAK
Nama : Alfin Al Hakim
NPM : 0906605353
Program Studi : Teknik Metalurgi dan Material
Judul Skripsi : Pengaruh Inhibitor Korosi Berbasiskan Senyawa
Fenolik Untuk Proteksi Pipa Baja Karbon Pada
Lingkungan 0.5; 1.5; 2.5; 3.5 % NaCl yang
Mengandung Gas CO2
Perilaku inhibisi senyawa fenolik yang ditambahkan pada baja karbon rendah di
lingkungan 0.5; 1.5; 2.5; 3.5 % NaCl yang Mengandung Gas CO2 telah diteliti
dengan menggunakan metode ekstrapolasi tafel. Senyawa Fenolik ini dipilih
sebagai green corrosion inhibitor karena mengandung senyawa antioksidan yang
dapat menghambat laju korosi. Waktu perendaman sampel baja karbon dengan
Green inhibitor selama 3 hari dan dialirkan gas CO2 kedalam larutan yang
mengandung garam NaCl. Hasil penelitian menunjukan ekstrak dari Green tea
dan Piper betle merupakan inhibitor korosi yang sangat efektif untuk baja karbon
rendah pada sweet enviroment, karena dapat menghambat laju korosi secara
signifikan dengan efisiensi sebesar 57.03 – 73.94 % dengan dilakukan pengujian
laju korosi dengan metode tafel.
Kata kunci :
Baja Karbon Rendah; Green Tea; Piper Betle; Sweet Enviroment; Metode Tafel
Pengaruh inhibitor..., Alfin Al Hakim, FT UI, 2011
ix UNIVERSITAS INDONESIA
ABSTRACT
Name : Alfin Al Hakim
NPM : 0906605353
Major : Metallurgy and Material Engineering
Title : Effect of Phenolic Compounds Based Corrosion
Inhibitor for Carbon Steel Pipe Protection of the
Enviroment 0.5; 1.5; 2.5; 3.5 % NaCl Containing
CO2 Gases
Behavioral inhibition of phenolic compounds that are added to a low carbon steel
in environment 0.5 %; 1.5 %; 2.5 %; 3.5 % NaCl containing CO2 gases has been
investigated by using the extrapolation method tafel. Phenolic compounds were
selected as a green corrosion inhibitor because they contain antioxidant
compounds that can inhibit the corrosion rate. Immersion time of carbon steel
samples with the Green inhibitor for three days and CO2 gases is passed into a
solution containing NaCl salt. The results showed extracts of Green tea and Piper
betle is a highly effective corrosion inhibitor for low carbon steel in sweet
Environment, because it can significantly inhibit the corrosion rate with an
efficiency of 57.03 - 73.94 % with the rate of corrosion testing performed by the
method of tafel.
Key Words :
Low Carbon Steel; Green Tea; Piper Betle; Sweet Enviroment; Method of Tafel
Pengaruh inhibitor..., Alfin Al Hakim, FT UI, 2011
x UNIVERSITAS INDONESIA
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS ....................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ iii
KATA PENGANTAR ............................................................................................. iv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS .............................................................. vii
ABSTRAK ........................................................................................................... viii
ABSTRACT ............................................................................................................. ix
DAFTAR ISI ........................................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xii
DAFTAR GRAFIK .............................................................................................. xiii
DAFTAR TABEL ................................................................................................. xiv
DAFTAR RUMUS ................................................................................................ xv
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xvi
1. PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2. Tujuan Penelitian ........................................................................................ 3
1.3. Perumusan Masalah ................................................................................... 3
1.4. Batasan Masalah ........................................................................................ 4
1.5. Sistematika Penulisan ................................................................................ 5
2. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................... 6
2.1. Industri Minyak Bumi ................................................................................ 6
2.2. Definisi Korosi ........................................................................................... 6
2.3. Mekanisme terbentuknya sel korosi ......................................................... 12
2.4. Termodinamika korosi .............................................................................. 12
2.5. Laju Korosi .............................................................................................. 13
2.6. Faktor-faktor yang mempengaruhi laju korosi ......................................... 14
2.6.1. Jenis logam dan struktur makroskopis logam ................................. 14
2.6.2. Komposisi dan konsentrasi larutan elektrolit .................................. 14
2.7. Pengaruh Konsentrasi NaCl terhadap Laju Korosi .................................. 15
2.8. Korosi yang Disebabkan oleh CO2 .......................................................... 16
2.9. Proteksi Logam Dari Korosi .................................................................... 17
2.9.1. Proteksi Katoda ............................................................................... 18
2.9.2. Proteksi Anoda ................................................................................ 18
2.9.3. Inhibitor Korosi ............................................................................... 18
2.10. Efisiensi Inhibitor ................................................................................... 20
2.11. Senyawa Fenolik .................................................................................... 20
2.11.1. Gugus Alkohol ............................................................................... 20
2.11.2. Gugus Benzena .............................................................................. 21
2.12. Spektrofotometri FTIR ........................................................................... 23
2.13. Spektrofotometri UV .............................................................................. 23
3. METODOLOGI PENELITIAN .................................................................... 25
3.1. Diagram Alir Penelitian............................................................................ 25
3.2. Peralatan dan Bahan ................................................................................. 26
3.2.1. Peralatan .......................................................................................... 26
Pengaruh inhibitor..., Alfin Al Hakim, FT UI, 2011
xi UNIVERSITAS INDONESIA
3.2.2. Bahan .............................................................................................. 26
3.3. Prosedur Penelitian................................................................................... 27
3.3.1. Karakterisasi Inhibitor Korosi sebelum Uji Analisis Tafel ................... 27
3.3.1. a). Prosedur pengujian kelarutan maksimum dengan metode
Spektofotometri Ultra Violet-Visible ........................................ 27
3.3.1. b). Prosedur pengujian Gugus Fungsi dengan metode
Spektrofotometri FTIR ............................................................. 28
3.3.2. Preparasi Benda Kerja ........................................................................... 28
3.3.3. Pembuatan Larutan Green Inhibitor ...................................................... 29
3.3.4. Pembuatan Larutan NaCl. ..................................................................... 29
3.3.5. Pengujian Laju Korosi. ......................................................................... 30
3.3.5.1. Pengujian Laju Korosi Baja Karbon pada Larutan NaCl dengan
Kandungan CO2 Jenuh. ...................................................................... 30
3.3.4.1. a. Pengujian Laju Korosi Tanpa Penambahan Green Inhibitor .... 30
3.3.4.1. b. Pengujian Laju Korosi Dengan Green Inhibitor ...................... 31
3.3.4.2. Analisis Kurva Polarisasi. .................................................................. 33
3.3.5. Pengujian Pelapisan dari Green Inhibitor. ............................................ 33
4. PEMBAHASAN .............................................................................................. 34
4.1. Karakterisasi senyawa fenolik ................................................................. 34
4.1.1. Inhibitor 1 ........................................................................................ 34
4.1.2. Inhibitor 2 ........................................................................................ 36
4.2. Kelarutan inhibitor ................................................................................... 39
4.3. Perlakuan awal benda kerja. ..................................................................... 41
4.4. Analisis Laju Korosi Baja Karbon ........................................................... 43
4.4.1. Analisa Laju Korosi Baja Karbon pada Lingkungan NaCl yang
Mengandung gas CO2 Tanpa Menggunakan Green Inhibitor ....... 44
4.4.2. Analisa Laju Korosi Baja Karbon pada Lingkungan NaCl yang
Mengandung gas CO2 Dengan Menggunakan Green Inhibitor ..... 45
4.5. Analisis Efisiensi dari Kinerja Green Inhibitor ........................................ 46
4.6. Analisis Interaksi Green Inhibitor Terhadap Benda Kerja dan Lingkungan
yang Korosif .................................................................................................... 49
4.6.1. Berdasarkan Studi Literatur ............................................................ 49
4.6.2. Berdasarkan Hasil Percobaan .......................................................... 50
5. KESIMPULAN ................................................................................................ 54
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 55
LAMPIRAN .......................................................................................................... 58
Pengaruh inhibitor..., Alfin Al Hakim, FT UI, 2011
xii UNIVERSITAS INDONESIA
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Syarat terjadinya reaksi korosi ........................................................ 8
Gambar 2.2. Korosi Merata ................................................................................. 9
Gambar 2.3. Korosi Celah ................................................................................... 9
Gambar 2.4. Korosi Sumuran ............................................................................ 10
Gambar 2.5. Korosi retak-tegangan ................................................................... 10
Gambar 2.6. Korosi Selektif .............................................................................. 10
Gambar 2.7. Korosi Erosi .................................................................................. 11
Gambar 2.8. Korosi Mikroba ............................................................................. 11
Gambar 2.9. hydrogen embrittlement ................................................................ 11
Gambar 2.10. Mekanisme Korosi ........................................................................ 12
Gambar 2.11. Diagram Pourbaix ......................................................................... 13
Gambar 2.12. Mekanisme pembentukan FeCO3 ................................................. 17
Gambar 2.13. Lapisan Film Inhibitor Organik .................................................... 20
Gambar 2.14. Gugus Alkohol .............................................................................. 21
Gambar 2.15. Gugus Benzena ............................................................................. 22
Gambar 2.16. Struktur kimia senyawa fenol ....................................................... 22
Gambar 3.1. Diagram alur penelitian ................................................................ 25
Gambar 3.2. Skema pengujian polarisasi dalam NaCl tanpa green inhibitor . 31
Gambar 3.3. Pengujian polarisasi dalam NaCl yang mengandung CO2 dengan
menggunakan green inhibitor ........................................................ 37
Gambar 4.1. Senyawa Epigallocatechin gallate ................................................ 43
Gambar 4.2. Korosi karena perbedaan struktur ................................................. 41
Gambar 4.3. Pengamatan baja karbon terlapisi green inhibitor ........................ 49
Gambar 4.4. Struktur Kimia Fenolik Daun Sirih ............................................... 50
Gambar 4.5. Struktur Kimia Fenolik Teh Hijau ................................................ 50
Gambar 4.6. Mekanisme Ikatan Kedua Green Inhibitor Fenolik dalam
Menghambat Laju Korosi ............................................................. 52
Pengaruh inhibitor..., Alfin Al Hakim, FT UI, 2011
xiii UNIVERSITAS INDONESIA
DAFTAR GRAFIK
Grafik 2.1. Pengaruh Konsentrasi NaCl Terhadap Laju Korosi ....................... 16
Grafik 4.1. Spektrum dari serapan inhibitor 1 ................................................. 34
Grafik 4.2. Spektrum inhibitor dalam pelarut air ............................................. 35
Grafik 4.3. Spektrum dari serapan inhibitor 2 ................................................. 37
Grafik 4.4. Kelarutan maksimum Inhibitor fenolik 1 ...................................... 40
Grafik 4.5. Kelarutan maksimum inhibitor fenolik 2....................................... 40
Grafik 4.6. Kelarutan maksimum campuran inhibitor ..................................... 41
Grafik 4.7. Laju Korosi Lingkungan NaCl Mengandung Gas CO2 Tanpa
Penambahan Green Inhibitor ......................................................... 44
Grafik 4.8. Kelarutan CO2 dalam larutan NaCl, T = 250C, pH 4, dan pCO2 =
0.97 bar ......................................................................................... 45
Grafik 4.9. Laju Korosi NaCl + Gas CO2 menggunakan green inhibitor ........ 46
Grafik 4.10. Laju Korosi Menggunakan green Inhibitor ................................... 47
Grafik 4.11. Perbandingan efisiensi kinerja green inhibitor pada lingkungan
NaCl mengandung CO2 jenuh ....................................................... 47
Grafik 4.12. Efisiensi dari Green Inhibitor pada lingkungan NaCl+Gas CO2 ... 48
Pengaruh inhibitor..., Alfin Al Hakim, FT UI, 2011
xiv UNIVERSITAS INDONESIA
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1. Spesifikasi API 5L ............................................................................. 42
Tabel 4.2. Komposisi Kimia Benda Kerja .......................................................... 42
Tabel 4.3. Efisiensi dari Green Inhibitor pada Lingakungan NaCl + Gas CO2 .. 48
Pengaruh inhibitor..., Alfin Al Hakim, FT UI, 2011
xv UNIVERSITAS INDONESIA
DAFTAR RUMUS
Rumus 2.1. Laju Korosi ..................................................................................... 14
Rumus 2.2. Efisiensi Inhibitor............................................................................ 20
Rumus 4.1. Ksp Larutan Fenolik ......................................................................... 39
Rumus 4.2. Laju Korosi ..................................................................................... 43
Rumus 4.3. Efisiensi Inhibitor............................................................................ 48
Pengaruh inhibitor..., Alfin Al Hakim, FT UI, 2011
xvi UNIVERSITAS INDONESIA
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. ........................................................................................................ 59
Lampiran 2. ........................................................................................................ 60
Lampiran 3. ........................................................................................................ 61
Lampiran 4. ........................................................................................................ 63
Lampiran 5. ........................................................................................................ 64
Lampiran 6. ........................................................................................................ 65
Lampiran 7. ........................................................................................................ 68
Lampiran 8. ........................................................................................................ 71
Lampiran 9. ........................................................................................................ 72
Lampiran 10. ...................................................................................................... 73
Pengaruh inhibitor..., Alfin Al Hakim, FT UI, 2011
1 UNIVERSITAS INDONEISA
BAB 1
PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang
Pada era saat ini, kebutuhan akan sumber daya energi sangatlah tinggi
sehingga banyak peneliti melakukan pengembangan untuk membuat sumber
enegri alternatif. Gas alam merupakan salah satu energi alternatif yang sangat
potensial. Gas alam dapat menjadi energi alternatif untuk menggantikan bahan
bakar minyak yang kondisinya semakin lama semakin menipis. Cadangan gas
alam di Indonesia sendiri masih sangat besar. Potensi gas bumi yang dimiliki
Indonesia berdasarkan status tahun 2008 mencapai 170 TSCF dan produksi per
tahun mencapai 2,87 TSCF, dengan komposisi tersebut Indonesia memiliki
reserve to production (R/P) mencapai 59 tahun. Cadangan ini baru pada sumur-
sumur yang telah tereksplorasi, dan masih banyak lagi sumur-sumur yang belum
tereksplorasi.
Untuk mencapai pemanfaatan sumber daya gas alam yang maksimal di
indonesia, perlu dilakukan proses eksploitasi dan proses produksi yang sangat
aman dan ramah lingkungan. Namun pada faktanya terdapat banyak masalah
dalam pengelolaa gas alam, baik dari segi peralatan dan perbaikan dari peralatan
tersebut. Faktro utama dari masalah yang akan timbul dalam pengolahan gas alam
yaitu terjadinya degradasi pada material akibat reaksi elektrokimia lingkungan
atau yang lebih dikenal dengan korosi.
Korosi berasal dari bahasa latin “corrode” yang berarti perusakan pada
logam atau pengkaratan akibat lingkungannnya. Korosi adalah suatu proses
degradasi material atau hilangnya suatu material baik secara kualitas maupun
kuantitas akibat adanya proses reaksi kimia dengan lingkungannya. Korosi juga
bisa didefinisikan sebagai hasil kerusakan dari reaksi kimia antara logam atau
logam paduan dengan lingkungannya.
Baja karbon merupakan salah satu material yang biasa digunakan pada
industri petroleum sebagai material untuk transportasi gas alam dari offshore
menuju platform refining maupun sebagai pipeline dan flowline. Hal tersebut
disebabkan karena baja karbon memiliki kekuatan dan keuletan yang baik serta
Pengaruh inhibitor..., Alfin Al Hakim, FT UI, 2011
2
UNIVERSITAS INDONESIA
harganya yang relatif murah. Namun penggunaan baja karbon juga memiliki
kelemahan, salah satu kelemahan penggunaan baja karbon sebagai material
pipeline ataupun flowline dalah baja karbon tidak tahan terhadap korosi CO2.
Pada proses pengolahan gas alam, gas CO2 merupakan gas yang paling
banyak terkandung dalam gas alam dan hal ini dapat terinjeksi pada reservoir
selama proses pengayaan dan recovery (EOR). Sehingga kehadiran CO2 yang
terlarut di air pada proses pengolahan gas alam melalui pipa baja karbon dapat
membentuk lingkungan yang sesuai untuk terjadinya korosi CO2.
Kehadiran gas CO2 sebetulnya tidak membahayakan terhadap terjadinya
proses korosi, namun apabila gas CO2 terlarut ke dalam air maka akan
mengakibatkan terjadinya sweet corrosion. Laju korosi pada korosi CO2 juga
dipengaruhi oleh sifat kimia seperti temperatur, tekanan parsial CO2, dan pH.
Banyak cara untuk mencegah korosi pada banyak perusahaan oil and gas,
seperti penggunaan Anoda Korban atau biasa disebut sacrificial Anode,
penggunaan Impressed Current, Coating dan Painting, serta penggunaan Inhibitor.
Penggunaan inhibitor korosi adalah langkah proteksi korosi yang paling
efektif untuk memproteksi korosi internal dari baja karbon yang digunakan untuk
material pipeline dan flowline gas alam. Sehingga dewasa ini banyak digunakan
sebagai proteksi korosi pada fasilitas industri gas alam di seluruh dunia karena
biaya penggunaanyan yang murah dan juga fleksibel dalam penggunaanya.
Namun penggunaan inhibitor sebagai salah satu metode proteksi korosi
memiliki kelemahan, diantara kelemahan yang paling mendasar adalah banyak
komponen inhibitor yang merupakan komponen yang beracun seperti chrom dan
arsenik, sehingga dewasa ini banyak peraturan yang mengatur penggunaan
inhibitor tersebut [12].
Berdasarkan hal tersebut diperlukan suatu komponen ramah lingkungan
yang dapat digunakan sebagai pengganti inhibitor chemical sintetik beracun yang
digunakan selama ini, atau biasa disebut sebagai green inhibitor. Dalam hal ini,
green inhibitor merupakan ekstraksi senyawa organik yang didapat dari dedaunan
yang banyak mengandung senyawa fenolik ataupun berupa senyawa kafein.
Sehingga penggunaan green inhibitor sebagai salah satu metode alternatif proteksi
Pengaruh inhibitor..., Alfin Al Hakim, FT UI, 2011
3
UNIVERSITAS INDONESIA
korosi diharapkan dapat digunakan untuk membantu menghambat laju korosi
pada baja karbon sebagai material pipeline ataupun flowline dengan sweet
corrosion.
1. 2. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari senyawa fenol untuk
menghambat laju korosi dari logam baja karbon didalam kondisi air laut (NaCl)
dan juga kondisi dengan kadar okigen yang rendah (kadar CO2 yang tinggi)
sehingga diketahui sifat dari fenol yang dapat melindungi logam baja karbon dari
lingkungan yang agresif untuk mengkikis logam baja karbon tersebut.
1. 3. Rumusan Masalah
Tingkat kerusakan dari gas CO2 sangatlah tinggi sehingga mempercepat
kekagalan matrial akibat korosi CO2 pada sistem flowline ekspolarsi sumur gas
alam dan sistem pipelinedistribusi dari sumur gas alam ke pembangkit listrik. Hal
penting yang perlu dicermati adalah kegagalan yang diakibatkan oleh korosi CO2
kana bersifat dini, jika dibandingkan dengan umur dari design material.
Masalah yang timbul diakibatkan oleh adanya gas CO2 yang terlarut dalam
media air yang menyebabkan lingkungan yang korosif (keasaman yang tinggi)
dan hal ini menyababkan penggunaan material baja pada proses tersebut
seringkali menghadapi masalah dengan kebocoran. Pada proses pipeline gas
alam, karena adanya air yang terkondensasi mengakibatkan masalah top of line
corrosion. Dan ketika proses ini berlanjut pada internal flowline terdapat air
formasi (dalam kasus ini mengandung ion klorida) dan juga gas CO2 yang terlarut
dapat menyababkan terjadinya korosi merata.
Sweet environtment merupakan lingkungan yang sangat korosif, bersifat
asam, dan tentunya akan memicu terjadinya korosi CO2. Media air laut ini
sendiri tentunya juga memiliki kandungan garam terlarutt dan tingkat salinitas
yang berbeda-beda.
Untuk mengatasi atau mengurangi masalah tersebut, maka perlu
digunakannya inhibitor sebagai suatu metode proteksi korosi baja karbon sebagai
material sebagai material untuk pipeline dan flowline.
Pengaruh inhibitor..., Alfin Al Hakim, FT UI, 2011
4
UNIVERSITAS INDONESIA
Pada penelitian kali ini, inhibitor yang digunakan untuk menghambat laju
korosi baja karbon terhadap sweet enviroment merupakan balam alam yang telah
di ekstrak sehingga tidak menyabakan dampak yang negatif untuk lingkungan.
Untuk studi awal ini, green inhibitor ini akan melapisi permukaan baja kabon dan
memberikan proteksi terhadap sweet enviroment. Dalam penelitian kali ini
digunakan ekstrak teh hijau untuk mendapatkan senyawa fenol. Senyawa fenol ini
yang akan bekerja untuk memproteksi baja karbon dari sweet enviroment.
Untuk mempersempit pengamatan dari kinerja gree inhibitor maka pada
penelitian kali ini memiliki rumusan masalah untuk mendaptkan pencapaian
penelitian yang maksimal. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana kemampuan inhibitor fenol dalam memperlambat laju korosi.
Kefektifan inhibitor untuk memperlambat laju korosi pada baja karbon
namun dengan jumlah yang kecil sehingga memberikan efek yang
optimum. Hal ini perlu diketahui untuk melihat kinerja green inhibitor
yang merupakan suatu hal yang baru dan belum “dikomersilkan”.
2. Bagaimana interaksi inhibitor fenol dengan baja karbon yang dilapisinya.
Inhibitor melindungi logam baja karbon berdasarkan interaksi secara fisika
ataupun secara kimia.
3. Bagaimana interaksi inhibitor fenol dengan larutan NaCl yang
ditambahkan gas CO2.
Interaksi yang terbentuk dari inhibitor fenolik ini terhadap larutan garam
NaCl dan juga gas CO2 yang memiliki sifat yang agresif (sweet
enviroment) terhadap logam baja karbon yang dapat merusak dan
menurunkan kualitas dari logam yang digunakan.
1. 4. Batasan Masalah
Yang menjadi batasan permasalahan dalam tugas akhir ini adalah apakah
inhibitor fenol ini mampu memperlambat laju korosi logam baja karbon didalam
lingkungan larutan garam NaCl yang ditambahkan gas CO2.
1. 5. Sistematika Penulisan
Pengaruh inhibitor..., Alfin Al Hakim, FT UI, 2011
5
UNIVERSITAS INDONESIA
Dalam penulisan ini, sistematika penulisan disusun agar konsep dalam
penulisan skripsi menjadi berurutan sehingga menjadi akan didapat kerangka alur
pemikiran yang mudah dan praktis. Sistematika tersebut dapat diartikan dalam
bentuk bab-bab yang saling berkaitan. Bab-bab tersebut diantaranya :
a) Bab 1 Pendahuluan
Membahas mengenai latar belakang penulisan, tujuan penelitian, rumusan
masalah, batasan masalah, dan sistematika penulisan.
b) Bab 2 Tinjauan Pustaka
Membahas mengenai teori korosi secara umum baik pengertian, secara
termodinamika, laju korosi, pengenalan gas alam, korosi CO2, mekanisme
korosi CO2 dan faktor-faktor yang mempengaruhi korosi CO2, mekanisme
kerja inhibitor, sktuktur organik dari inhibitor fenol, sifat fisika dan kimia
dari inhibitor fenol, karakterisasi secara fisika dari inhibitor fenol.
c) Bab 3 Metodologi Penelitian
Membahas mengenai diagram alir penelitian, alat dan bahan yang
diperlukan untuk penelitian, dan prosedur penelitian.
d) Bab 4 Hasil dan Pembahasan
Membahas mengenai pengolahan data yang didapat dari penelitian serta
menganalisa hasil penelitian baik berupa angka, gambar, dan grafik serta
membandingkan dengan teori dan literatur.
e) Bab 5 Kesimpulan
Membahas mengenai kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan
sesuai dengan tujuan penelitian.
Pengaruh inhibitor..., Alfin Al Hakim, FT UI, 2011
6 UNIVERSITAS INDONESIA
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2. 1. Industri Minyak Bumi
Industri minyak dan gas (migas) mencakup variasi lingkungan korosif yang
luas. Secara umum proses korosi yang sering ditimbulkan pada industri migas
dibagi ke dalam tiga bagian.
1. Produksi.
Setiap bagian dari sistem produksi pada industri migas rentan terhadap
korosi, mulai dari tubing, casing, valve, hingga pipeline. Faktor utama
yang sering menjadi penyebab korosi pada komponen tersebut antara lain
air laut atau air tanah (tergantung pada tempat pengeboran minyak), dan
gas-gas seperti H2S dan CO2 yang dapat terdisosiasi dan terhidrolisis di
dalam air sehingga mempercepat laju korosi.
2. Transportasi dan penyimpanan.
Transportasi mencakup, tangki-tangki truk dan kapal tangker pengangkut
minyak. Proses internal korosi pada tangki penyimpanan disebabkan oleh
air yang terbawa di dalam minyak, dan umumya berada di atas ataupun di
dasar tangki.
3. Sistem operasi
Pada sistem operasi korosi sering terjadi dalam pipa penyalur serta proses
penyulingan yang biasanya terbuat dari baja atau alloy logam tertentu.
Komponen penyebab korosi dalam bagian ini tidak jauh berbeda, yaitu
seperti : air, gas CO2, H2S, temperatur, laju alir dari fluida, dan oksigen
atau gas O2 yang mungkin berada di dalam sistem.
2. 2. Definisi korosi.
Korosi merupakan suatu kerusakan yang dihasilkan dari reaksi kimia
antara sebuah logam atau logam paduan dan didalam suatu lingkungan [12]. Hasil
dari reaksi korosi ini, suatu material atau logam akan mengalami perubahan (baik
Pengaruh inhibitor..., Alfin Al Hakim, FT UI, 2011
7
UNIVERSITAS INDONESIA
berupa fisik atau kimia) sifatnya ke arah lebih rendah atau bisa dikatakan
kemampuan dari material tersebut akan berkurang. Proses korosi ini merupakan
suatu fenomena yang alami. Jika dipandang dari sudut metalurgi, fenomena korosi
merupakan peristiwa dimana suatu material akan kembali dalam bentuk asalnya
karena pada bentuk asalnya logam memiliki energi yang rendah, atau bisa disebut
juga sebagai kebalikan dari proses metalurgi ekstraksi karena pada metalurgi
ekstraksi membutuhkan energi yang besar untuk mendapatkan logam yang lebih
murni.
Fenomena korosi merupakan rekasi kimia yang dihasilkan dari dua reaksi
setengah sel yang melibatkan elektron sehingga menghasilkan suatu reaksi
elektrokimia [12]. Dari dua reaksi setengah sel ini terdapat reaksi oksidasi pada
anoda dan reaksi reduksi pada pada katoda. Proses korosi hanya akan terjadi jika
ada tiga komponen utama dalam sel korosi, yaitu [12] :
1. Logam atau bahan
Didalam logam atau bahan itu sendiri terdapat 2 komponen penting dalam
penentuan terjadinya reaksi korosi, yaitu :
Anoda
Anoda adalah bagian permukaan yang mengalami reaksi oksidasi atau
terkorosi. Pada anoda ini logam terlarut dalam larutan dan melepaskan
elektron untuk membantuk ion logam yang bermuatan positif. Reaksi
korosi suatu logam M dinyatakan dalam persamaan berikut :
M → Mn+
+ ne-
Katoda
Katoda adalah elektroda yang mengalami reaksi reduksi dengan
menggunakan elektron yang dilepaskan oleh anoda. Pada lingkungan
air alam, proses yang sering terjadi adalah pelepasan H2 dan reduksi
O2.
a. Pelepasan H2 dalam larutan asam dan netral.
evolusi hidrogen / larutan asam : 2H+ + 2e
- → H2
Reduksi air / larutan netral /basa : 2H2O + 2e- → H2 + 2OH
-
Pengaruh inhibitor..., Alfin Al Hakim, FT UI, 2011
8
UNIVERSITAS INDONESIA
b. Reduksi oksigen terlarut dalam larutan asam dan netral
reduksi oksigen / asam : O2 + 4H+ + 4e
- → 2H2O
reduksi oksigen / netral atau basa : O2 + 2H2O4e- → 4OH
-
c. Reduksi ion logam yang lebih elektronegatif
M3+
+ e- → M
2+
2. Elekrolit
Untuk mendukung suatu reaksi reduksi dan oksidasi dan melengkapi
rangkaian elektrik, antara anoda dan katoda harus dilengkapi dengan
elektrolit. Elektrolit menghantarkan arus listrik karena mengandung ion-
ion yang mampu menghantarkan elektroequivalen force sehingga reaksi
dapat berlangsung. Semakin banyak kandungan ion-ion dalam elektrolit
maka semakin cepat elektrolit menghantarkan arus listrik. Elektrolit ini
sendiri terdapat pada lingkungan dari suatu rangkaian elektrik. Beberapa
lingkungan yang dapat bersifat katoda adalah Lingkungan air, atmosfer,
gas, mineral acid, tanah, dan minyak.
3. Rangkaian listrik
Antara anoda dan katoda haruslah terdapat suatu hubungan atau kontak
agat elektron dapat mengalir dari anoda meuju katoda.
Gambar 2.1. Syarat terjadinya reaksi korosi
Berdasarkan bentuk kerusakan yang dihasilkan, penyebab korosi,
lingkungan tempat terjadinya korosi, maupun jenis material yang diserang, korosi
tebagi menjadi beberapa macam, diantaranya adalah [12]:
Logam / Bahan
Reaksi Korosi
Rangkaian
Elektrolit
Pengaruh inhibitor..., Alfin Al Hakim, FT UI, 2011
9
UNIVERSITAS INDONESIA
1. Korosi merata (uniform corrosion)
Yaitu korosi yang terjadi pada permukaan logam akibat pengikisan
permukaan logam secara merata sehingga ketebalan logam berkurang
sebagai akibat permukaan terkonversi oleh produk karat yang biasanya
terjadi pada peralatan-peralatan terbuka, misalnya permukaan pipa.
Gambar 2.2. Korosi merata
2. Korosi celah (crevice corrosion)
Yaitu korosi yang terjadi pada permukaan logam secara lokal. Biasanya
terjadi pada logam pasif akibat dari kerusakan lapisan oksida pelindung
dari logam. Korosi terjadi akibat dari adanya konsentrasi senyawa korosif
pada bagian permukaan logam. Untuk kasus ini, konsentrasi terjadi akibat
dari adanya celah yang sangat kecil antara dua permukaan logam.
Gambar 2.3. Korosi celah
3. Korosi sumuran (pitting corrosion)
Yaitu korosi terbentuk lubang-lubang pada permukaan logam karena
hancurnya film dari proteksi logam disebabkan oleh laju korosi yang
berbeda antara satu tempat dengan tempat lainya pada permukaan logam
tersebut. Kerusakan dimulai akibat komposisi tidak homogen.
Pengaruh inhibitor..., Alfin Al Hakim, FT UI, 2011
10
UNIVERSITAS INDONESIA
Gambar 2.4. Korosi sumuran
4. Korosi retak-tegangan (stress corrosion cracking)
Yaitu korosi berbentuk retakan-retakan yang tidak mudah dilihat,
terbentuk dipermukaan logam dan berusaha merembet ke dalam. Ini terjadi
pada logam-logam yang banyak mendapatkan tekanan. Hal ini disebabkan
kombinasi dari tegangan tarik dan lingkungan yang bersifat korosif
sehingga struktur logam melemah.
Gambar 2.5. Korosi retak-tegangan
5. Korosi selektif (selective corrosion)
Yaitu terjadi akibat terlarutnya suatu unsur yang bersifat lebih anodik dari
suatu paduan, misalnya dezinfication yang melepaskan Zn dari paduan
tembaga.
Gambar 2.6. Korosi Selektif
Pengaruh inhibitor..., Alfin Al Hakim, FT UI, 2011
11
UNIVERSITAS INDONESIA
6. Korosi erosi (erosion corrosion)
Yaitu terjadi adanya aliran fluida yang cepat dan bersifat korosif pada
permukaan logam.
Gambar 2.7. Korosi Erosi
7. Korosi mikroba (microbiological corrosion)
Yaitu korosi yang terjadi diakibatkan oleh adanya mikroba atau bakteri
(microbially-induced korosi / MIC)
Gambar 2.8. Korosi Mikroba
8. Penggetasan hidrogen (hydrogen embrittlement)
Yaitu terjadinya peristiwa dimana atom hidrogen memasuki suatu baja
atau alloy tertentu.
Gambar 2.9. hydrogen embrittlement
Pengaruh inhibitor..., Alfin Al Hakim, FT UI, 2011
12
UNIVERSITAS INDONESIA
2. 3. Mekanisme terbentuknya sel korosi [17]
Secara umum mekanisme korosi yang terjadi di dalam suatu larutan
berawal dari logam yang teroksidasi di dalam larutan, dan melepaskan elektron
untuk membentuk ion logam yang bermuatan positif. Larutan akan bertindak
sebagai katoda dengan reaksi yang umum terjadi adalah pelepasan H2 dan reduksi
O2, akibat ion H+ dan H2O yang tereduksi. Reaksi ini terjadi dipermukaan logam
yang akan menyebakan pengelupasan akibat pelarutan logam ke dalam larutan
secara berulang-ulang.
Gambar 2.10. Mekanisme Korosi
2. 4. Termodinamika korosi
Termodinamika adalah suatu paham ilmu yang mempelajari keadaan
keseimbangan yang terjadi terhadap sistem dan akibat akibat dari pengaruh luar
pada sistem kesetimbangan. Hukum termodinamika adalah suatu hukum empirik
dimana material menerima panas ataupun energi dalam bentuk yang lain [3]. Pada
sistem elektrokimia atau korosi, termodinamika dapat digunkanan untuk
mengetahui apakah suatu reaksi terjadi secara spontan ataupun tidak. Apabila
logam tersebut bereaksi, dapat diketahui bagaimana reaksi yang terjadi, kemana
arah reaksi tersebut serta berapa besar dorongnya.
Diagram yang mengambarkan hubungan antara pH (absis) dengan
potensial redoks (ordinat), untuk mengetahui aspek termodinamika suatu reaksi
elektrokima atau rekasi korosi, diagram ini yang biasa disebut Diagram Pourbaix
[23]. Contoh dari diagram pourbaix dapat dilihat pada gambar 2.11 Diagram ini
Pengaruh inhibitor..., Alfin Al Hakim, FT UI, 2011
13
UNIVERSITAS INDONESIA
disusun berdasarkan kesetimbangan termodinamika antara logam dengan air dan
dapat menunjukan kestabilan dari beberapa fasa secara termodinamika. Diagram
ini sangat berguna untuk memprediksikan reaksi dan produk korosi dari suatu
material pada lingkungan dengan derajat keasaman tertentu. Namun diagram ini
tidak dapat digunakan untuk penentuan laju korosi dari sebuah material.
Berdasarkan termodinamikanya, keadaan suatu logam terbagi menjadi 3 didalam
suatu diagram pourbaix. Ke-3 bagian ini adalah [12] :
1. Imune
Adalah daerah dimana logam dalam berada dalam keadaan aman dan
terlindung dari korosi
2. Passive
Adalah daerah dimana logam akan membentuk suatu lapisan pasif pada
permukaannya dan terlindung dari peristiwa korosi.
3. Corrosion
Adalah daerah dimana logam akan mengalami peristiwa korosi
Gambar 2.11. Diagram Pourbaix
2. 5. Laju Korosi
Laju korosi didefinisikan sebagai banyaknya logam yang dilepas tiap
satuan waktu pada permukaan tertentu. Laju korosi umumnya dinyatakan dengan
Pengaruh inhibitor..., Alfin Al Hakim, FT UI, 2011
14
UNIVERSITAS INDONESIA
satuan mils per year (mpy) [5]. Satu mils adalah setara dengan 0,001 inchi. Laju
korosi dapat dirumuskan sebagai berikut [12]:
mpy =
[2.1]
dimana :
W : berat yang hilang (mg)
D : densitas dari sampel uji yang digunakan (g/cm3)
A : luas area dari sampel uji yang digunakan (cm2)
T : waktu ekspos (jam)
Pada ekstrapolasi kurva tafel, dapat dilihat hubungan laju korosi dengan
ketahanan korosinya (relatif).
2. 6. Faktor-faktor yang mempengaruhi laju korosi
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi laju korosi yaitu :
1. Jenis logam dan struktur makroskopis logam
a. Semakin inert suatu logam, maka semakin tahan logam tersebut terhadap
korosi.
b. Tidak homogennya susunan dari suatu logam, maka akan menimbulkan sel
korosi pada logam itu sendiri.
2. Komposisi dan konsentrasi larutan elektrolit [20]
Larutan elektrolit adalah air yang mengandung anion dan kation. Beberapa
faktor yang mempengaruhi korosifitas suatu larutan antara lain :
a. Konduktivitas
Naiknya konduktivitas suatu larutan, maka daya hantar listrik larutan
tersebut akan semakin baik, akibatnya laju korosi lebih cepat terjadi.
Adanya ion klorida (Cl-) dalam elektrolit akan meningkatkan
konduktivitas larutan tersebut, sehingga aliran arus korosi akan lebih
meningkat.
b. pH
Kenaikan laju korosi pada logam besi terjadi pada pH di bawah 4 dan
diatas 12, hal ini disebabkan karena lapisan pelindung pada besi tidak
terbentuk.
c. Gas terlarut
Pengaruh inhibitor..., Alfin Al Hakim, FT UI, 2011
15
UNIVERSITAS INDONESIA
Oksigen terlarut akan meningkatkan reaksi katoda sehingga logam akan
semakin teroksidasi (terkorosi). Laju korosi dipengaruhi oleh bermacam-
macam kondisi fisik yang terdapat dalam suatu sistem, seperti :
1) Temperatur
Temperatur yang tinggi akan mempengaruhi laju korosi. Pada sistem
tertutup laju korosi akan terus bertambah, sedangkan pada sistem
terbuka kenaikan temperatur akan mengakibatkan penurunan
kelarutan gas O2, dan akan menurunkan laju korosi pada titik tertentu.
2) Tekanan
Kenaikan tekanan menyebabkan kenaikan gas telarut, dengan
konsekuensi akan menaikan laju korosi pada sistem.
3) Kecepatan alir fluida
Adanya kecepatan alir fluida yang berbeda-beda akan menentukan
jenis korosi yang dapat terjadi. Korosi yang sering ditimbulkan akibat
faktor ini adalah korosi erosi.
2. 7. Pengaruh Konsentrasi NaCl terhadap Laju Korosi
Didalam sebuah larutan, suatu garam akan terurai menjadi ion-ion (baik
berupa kation maupun anion) pembentuknya. Ion-ion ini akan menjadikan larutan
garam mampu menghantarkan muatan listrik yang terdistribusi didalam larutan
tersebut [20]. Sehingga didalam larutan garam ini akan menghasilkan nilai
konduktivitas yang dimana nilai konduktivitas ini sebanding dengan konsentrasi
dari garam yang terlarut didalam larutan.
Proses korosi merupakan suatu reaksi elektrokimia antara logam sebagai
anoda dengan lingkungan yang bertindak sebagai katoda [12]. Sehingga
konduksivitas dari suatu larutan elektrolit yang menghubungkan antara anoda dan
katoda ini akan menentukan kecepatan dari reaksi elektrokimia tersebut. Larutan
dengan konduktifitas yang baik akan mengakibatkan reaksi korosi berlangsung
dengan cepat sehingga akan meningkatkan laju korosi [12].
Dengan adanya ion-ion terlarut didalam larutan garam akan bisa
menurunkan agen pereduksi yang ada pada larutan tersebut [10]. Semakin besar
nilai konsentrasi NaCl didalam larutan teraerasi maka akan menurunkan kelarutan
Pengaruh inhibitor..., Alfin Al Hakim, FT UI, 2011
16
UNIVERSITAS INDONESIA
oksigen dalam larutan tersebut. Ketika konsentrasi NaCl mencapai nilai 3 hingga
3,5 % maka kelarutan optimum oksigen didalam larutan NaCl teraerasi [12].
Grafik 2.1. Pengaruh Konsentrasi NaCl Terhadap Laju Korosi
Pada percobaan sebelumnya, telah membuktikan bahwa laju korosi
optimum baja karbon berada pada konsentrasi NaCl 3-3,5%. Semaikn tinggi
konsentrasi NaCl didalam larutan maka akan semakin besar konduktivitas larutan
sehingga meningkatkan laju korosi pada baja. Namun semakin pekat konsentrasi
dari NaCl maka akan terjadi penurunan dari kelarutan agen pereduksi sehingga
laju korosi akan berkurang. Hal ini disebabkan karena kejenuhan dari larutan
NaCl sehingga menimbulkan endapan yang tidak mampu bereaksi lagi yang
menghasilkan pengurangan dari agen pereduksi didalam larutan.
2. 8. Korosi yang Disebabkan oleh CO2
Korosi CO2 pada pipa baja karbon merupakan suatu fenomena yang
kompleks. Secara umum, jika gas CO2 terlarut didalam air maka gas CO2 akan
bereaksi dan membentuk senyawa asam karbonat [16].
Reaksi yang terjadi :
CO2(g) → CO2(aq)
CO2(aq) + H2O(l) → H2CO3(aq)
Asam karbonat merupakan asam lemah, dimana pada temperatur ruang
kurang dari 0,1 % saja akan terdisosiasi. Sehingga ketika asam karbonat terbentuk
maka asam karbonat ini akan terdisosiasi menjadi bicarbonat dan ion karbonat.
Ketika terjadi kesetimbangan, reaksi samping dari asam karbonat yang terdisosiasi
ini adalah ion hidrogen.
Reaksi yang terjadi :
Pengaruh inhibitor..., Alfin Al Hakim, FT UI, 2011
17
UNIVERSITAS INDONESIA
H2CO3(aq) ↔ H+
(aq) + HCO3-(aq)
HCO3-(aq) ↔ CO3
2-(aq) + H
+(aq)
Hal ini disebabkan karena daya larut dari CO2 lebih tinggi dibandingkan daya
larut dari O2 [24].
Dari reaksi ini menghasilkan suasana yang asam, dan ion hidrogen akan
menyerang besi pada pipa penyalur gas alam dan membuat pipa mengalami
oksidasi dan mengalami pengikisan. Pengikisan ini akan terus terjadi hingga ion
hirogen yang dihasilkan dari asam karbonat habis tidak beraksi.
2 Fe + 2 H2O + O2 ↔ 2 Fe2+
+ 4 OH-
2 Fe2+
+4 OH- ↔ 2 Fe(OH)2
Fe(OH)2 + HCO3- ↔ FeCO3 + H2O + OH
-
Dari reaksi ini maka akan meningkatkan laju pelarutan baja didalam
lingkungannya. Jika konsetrasi ion Fe2+
, CO3- dan HCO3
- dalam larutan melampui
titik jenuhnya akan terjadi pengendapan FeCO3 di permukaan baja, hal ini lebih
dikenal scale, jika endapan ini semakin banyak maka bagian bawah baja akan
terkikis dan merusak dari baja ataupun kualitas dari gas alam tersebut.
Gambar 2.12. Mekanisme pembentukan FeCO3 [7]
2. 9. Proteksi Logam Dari Korosi
Korosi merupakan fenomena alam dan terjadi secara spontan sehingga
korosi pada logam sulit dihindari, namun bisa ditanggulangi. Korosi dapat
menimbulkan kerugian di industri-industi, karena bisa menghambat proses
kegiatan dari penggunaan logam tersebut. Untuk menanggulangi masalah korosi,
ada beberapa cara yang dapat dilakukan yaitu dengan perlindungan anoda,
perlindungan katoda, ataupun dengan penambahan inhibitor korosi.
Pengaruh inhibitor..., Alfin Al Hakim, FT UI, 2011
18
UNIVERSITAS INDONESIA
2. 9. 1. Proteksi Katoda
Hal ini dilakukan untuk mengurangi atau menghentikan laju korosi pada
logam dengan cara arus tanding (impressed current). Dimana proses katodik ini
dilakukan dengan memanfaatkan sumber arus luar DC (arus searah) yang
dihasilkan dari rectifier [12]. Pengalihan arus dari rectifier ini berfungsi untuk
menghantarkn elektron menuju katoda sehingga dapat memberikan suplai elektron
ke katoda, sehingga mencegah terlarutnya logam katoda menjadi ionya.
Perlindungan katoda ini biasanya digunakan pada baja yang terdapat yang
terdapat dilingkungan alkali/alkali tanah atau air laut.
2. 9. 2. Proteksi Anoda
Tujuan dari perlindungan anoda yaitu menguragi reaksi elektrokimia yang
menyebabkan pengurangan massa logam akibat lepasnya logam ke lingkungan
dalam bentuk ion logam dengan cara mengatur nilai potensialnya. Perlindungan
anoda biasanya dilakukan pada baja yang terdapat di lingkungan yang sangat
korosif seperti didalam larutan HCl.
2. 9. 3. Inhibitor Korosi
Suatu inhibitor kimia adalah suatu zat kimia yang dapat menghambat atau
memperlambat suatu reaksi kimia [4]. Bekerja secara khusus, inhibitor korosi
merupakan suatu zat kimia yang mana bila ditambahkan ke dalam suatu
lingkungan tertentu dan dapat menurunkan laju korosi dari logam terhadap
lingkungan sekitar. Penambahan inhibitor dilakukan dengan jumlah yang sedikit,
baik secara kontinu maupun periodik menurut suatu selang waktu tertentu dan laju
korosi akan menurun secara drastis atau memberikan efek yang cepat dan baik.
Adapun mekanisme kerjanya dapat dibedakan sebagai berikut [4] :
1) Inhibitor teradsorpsi pada permukaan logam, dan membentuk suatu
lapisan tipis dengan ketebalan beberapa molekul inhibitor. Lapisan ini
tidak dapat dilihat oleh mata biasa, namun dapat menghambat
penyerangan lingkungan terhadap logamnya.
2) Melalui pengaruh lingkungan (misal pH) menyebabkan inhibitor dapat
mengendap dan selanjutnya teradsopsi pada permukaan logam serta
Pengaruh inhibitor..., Alfin Al Hakim, FT UI, 2011
19
UNIVERSITAS INDONESIA
melidunginya terhadap korosi. Endapan yang terjadi cukup banyak,
sehingga lapisan yang terjadi dapat teramati oleh mata.
3) Inhibitor lebih dulu mengkorosi logamnya, dan menghasilkan suatu zat
kimia yang kemudian melalui peristiwa adsorpsi dari produk korosi
tersebut membentuk suatu lapisan pasif pada permukaan logam.
4) Inhibitor menghilangkan kontituen yang agresif dari lingkungannya.
Inhibitor korosi pun dibagi berdasarkan jenisnya, yaitu [4]:
Inhibitor anodik
Yaitu inhibitor yang menurunkan laju korosi dengan cara menghambat
transfer ion-ion logam ke dalam larutan yang bersifat korosif karena
berkurangnnya anoda akibat pasivasi. Inhibitor anodik disebut juga inhibitor
antarmuka.
Inhibitor katodik
Yaitu inhibitor yang menurunkan laju korosi dengan cara menghambat salah
satu tahap pada proses katodik, seperti pembebasan ion-ion hidrogen dan
pengkapan oksigen. Inhibitor katodik disebut juga inhibitor antarfasa.
Inhibitor organik
Dewasa ini sudah berpuluh bahkan mungkin ratusan jenis inhibitor organik
yang digunakan. Studi mengenai mekanisme pembentukan lapisan lindung
atau penghilangan konstituen agresif telah banyak dilakukan baik dengan
cara-cara yang umum maupun dengan cara-cara baru dengan peralatan
modern.
Pada umumnya senyawa-senyawa organik yang dapat digunakan adalah
senyawa-senyawa yang mampu membentuk senyawa kompleks baik
kompleks yang terlarut maupun kompleks yang mengendap. Untuk itu
diperlukan adanya gugus gugus fungsi yang mengandung atom atom yang
mampu membentuk ikatan kovalen terkoordinasi, misalnya atom nitrogen,
belerang, pada suatu senyawa tertentu.
Ikatan antara logan dengan ion logam yang cukup kuat terjadi pada beberapa
jenis senyawa kompleks khelat (kompleks).
Pengaruh inhibitor..., Alfin Al Hakim, FT UI, 2011
20
UNIVERSITAS INDONESIA
Gambar 2.13. Lapisan Film Inhibitor Organik [18]
2. 10. Efisiensi Inhibitor
Efisiensi inhibitor menunjukkan persentase penurunan laju korosi akibat
penambahan inhibitor. Persamaannya adalah sebagai berikut [1]:
...................................... [2.2]
Dimana : XA = laju korosi pada wadah tanpa inhibitor
XB = laju korosi pada wadah dengan penambahan inhibitor.
2. 11. Senyawa Fenolik
Didalam senyawa fenolik, ada dua gugus utama dialamm senyawa ini,
yaitu : a) Gugus fungsi alkohol dan b) Gugus fungsi benzena. Kedua gugus ini
akan berikatan dengan satu sama lain dan akan membentuk senyawa kompleksnya
jika berikantan dengan atom-atom yang bersifat elektronegatif. Berikut penjabaran
dari dua gugus fungsi utamanya :
2. 11. 1. Gugus Alkohol
Dimana gugus alkohol merupakan jenis senyawa yang mirip
dengan air atau bisa disebut senyawa polar [6]. Oksigen berada dalam
keadaan hibrida –sp3, dua orbital sp
3 dari atom oksigen terikat pada atom
lain dan dua orbital –sp3 lainnya terisi masing-masing dengan pasangan
elektron [6]. Alkohol, seperti alkil halida dapat dikelompokan sebagai
Pengaruh inhibitor..., Alfin Al Hakim, FT UI, 2011
21
UNIVERSITAS INDONESIA
alkohol : a) metil, b) primer, c) sekunder, d) tersier, dan juga alkilik
ataupun benzilik.
Karena alkohol dapat membentuk ikatan hidrogen antara molekul-
molekulnya, maka titik didih alkohol lebih tinggi daripada titik didih alkil
halida atau eter. Alkohol dengan berat molekul yang rendah mampu larut
didalam air, hal ini disebabkan oleh ikatan hidrogen antara alkohol dan
air.
Bagian hidrokarbon suatu alkohol bersifat hydrophobic, yaitu
menolak molekul-molekul air. Semakin panjang bagian hidrokarbonya
akan makin rendah kelarutan alkohol dalam air. Bila rantai hidrokarbon
cukup panjang, sifat ini dapat mengalahkan sifat hydrofil (menyukai air)
[6].
Gambar 2.14. Gugus Alkohol
2. 11. 2. Gugus Benzena
Dengan rumus kimia C6H6, senyawa siklik dengan atom karbon
yang tergabung dalam cincinnya berupa planar, dan setiap atom karbon
terhibridisasi sp2. Dimana antara atom karbon memiliki ikatan rangkap
Π ganda tidak hanya ikatan tunggal σ.
Didalam senyawa benzena, ada kemampuan untuk ber-resonansi.
Akibat adanya awan-awan elektron maka ikatan rangkap yang ada
didalam gugus benzena dapat beresonansi [6].
Pengaruh inhibitor..., Alfin Al Hakim, FT UI, 2011
22
UNIVERSITAS INDONESIA
Gambar 2.15. Gugus Benzena
Umumnya senyawa fenolik meliputi aneka ragam senyawa yang berasal
dari tumbuhan yang mempunyai ciri sama, yaitu cincin aromatik yang
mengandung satu atau dua gugus OH [11]. Senyawa fenolik di alam terdapat
sangat luas, mempunyai variasi struktur yang berbeda-beda, mudah ditemukan di
semua tanaman, daun, bunga dan buah. Ribuan senyawa fenoilik alam telah
diketahui strukturnya, antara lain flavanoid, fenol monosiklik sederhana, fenil
propanoid, fenol dan kuinon fenolik.
Banyak senyawa fenolik alami mengandung sekurang-kurangnya satu
gugus hidroksil dan lebih banyak yang membentuk senyawa eter, ester atau
glioksida daripada senyawa bebasnya. Senyawa ester atau eter fenol tersebut
memiliki kelarutan yang lebih besar dalam air daripada senyawa fenol dan
glikosidanya [6].
Dalam keadaan murni, senyawa fenol berupa zat padat yang tidak
berwarna, tetapi jika teroksidasi akan berubah menjadi gelap. Kelarutan fenol
dalam air akan bertambah jika gugus hidroksil makin bertambah [6].
Gambar 2.16. Struktur kimia senyawa fenol
Pengaruh inhibitor..., Alfin Al Hakim, FT UI, 2011
23
UNIVERSITAS INDONESIA
2. 13. Spektrofotometri FTIR [15]
Spektroskopi infra merah (IR) dapat digunakan untuk karakterisasi ikatan
kimia. Penentuan atau karakterisasi ikatan yang terdapat dalam suatu sampel
dilakukan dengan cara melewatkan radiasi infra merah dengan rentangan panjang
gelombang tertentu pada sampel. Pita-pita serapan yang dihasilkan adalah khas
untuk setiap senyawa sehingga dapat digunakan untuk identifikasi kualitatif dari
suatu senyawa organik berdasarkan jenis vibrasi dan rotasi yang dihasilkan.
Interpretasi spektrum IR dibagi menjadi 3 daerah, yaitu :
a. 4000 - 1300 cm-1 merupakan daerah gugus fungsi
b. 1300 - 910 cm-1 merupakan daerah sidik jari yang unik untuk setiap
senyawa
c. 910 - 650 cm-1 merupakan daerah munculnya pita aromatik
2. 14. Spektrofotometri UV [19]
Berbeda dengan spektrofotometri visible, pada spektrofotometri UV
berdasarkan interaksi sampel dengan sinar UV. Sinar UV memiliki panjang
gelombang 190-380 nm. Sebagai sumber sinar dapat digunakan lampu deuterium.
Deuterium disebut juga heavy hidrogen. Dia merupakan isotop hidrogen yang
stabil yang terdapat berlimpah di laut dan daratan. Inti atom deuterium
mempunyai satu proton dan satu neutron, sementara hidrogen hanya memiliki satu
proton dan tidak memiliki neutron. Nama deuterium diambil dari bahasa Yunani,
deuteros, yang berarti ‘dua’, mengacu pada intinya yang memiliki dua pertikel.
Karena sinar UV tidak dapat dideteksi oleh mata kita, maka senyawa yang
dapat menyerap sinar ini terkadang merupakan senyawa yang tidak memiliki
warna. Bening dan transparan. Oleh karena itu, sampel tidak berwarna tidak perlu
dibuat berwarna dengan penambahan reagent tertentu. Bahkan sample dapat
langsung dianalisa meskipun tanpa preparasi. Namun perlu diingat, sampel keruh
tetap harus dibuat jernih dengan filtrasi atau centrifugasi. Prinsip dasar pada
spektrofotometri adalah sampel harus jernih dan larut sempurna. Tidak ada
partikel koloid apalagi suspensi.
Pengaruh inhibitor..., Alfin Al Hakim, FT UI, 2011
25 UNIVERSITAS INDONESIA
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3. 1. Diagram Alur Penelitian
Diagram alur penelitian ini dapat dilihat sebagai berikut :
Gambar 3.1. Diagram alur penelitian
Mulai
Preparasi Sampel
Polarisasi
Pemotongan
Manual
Mounting
Amplas
Pembuatan
Larutan NaCl
Tambahkan Gas
CO2 Hingga Jenuh
0 % NaCl
0.5 % NaCl
1.5 % NaCl
2.5 % NaCl
3.5 % NaCl
Pengujian
Laju Kororsi
Larutan Green
Inhibitor Siap
digunakakan
Karakterisasi
Green Inhibitor
Kelarutan
maksimum
didalam air
Benda Uji + Larutan NaCl
Mengandung CO2 Jenuh
Data hasil pengujian
Analisi dan
pembahasan
Kesimpulan
Selesai
Benda Uji + Larutan NaCl
Mengandung CO2 Jenuh
Uji analisis tafel dengan
software gamry 5.06
Tanpa Penambahan
Green Inhibitor
Dengan Menggunakan
Green Inhibitor
Pengaruh inhibitor..., Alfin Al Hakim, FT UI, 2011
26
UNVIERSITAS INDONESIA
3. 2. Peralatan dan Bahan
3. 2. 1. Peralatan
1. Software Gamry 5.06
2. Software Gamry Echem Analysis
3. AEMC Resistance Tester
4. Spectrofotometric UV-VIS
5. Fourier Transform Infra Red
6. Gas Chromatograph-Mass Spectrofotometric
7. Kuvet 1 mm
8. pH Meter
9. pH Universal
10. Sel Polarisasi
11. Elektroda standar Ag/AgCl2
12. Anoda grafit
13. Regulator gas
14. Termometer
15. Timbangan digital
16. Magnetic stearer
17. Solder
18. Beaker glass 500 dan 1000 ml
19. Labu Ukur 100 ml
20. Mortar
21. Lumpang
22. Pipet tetes
23. Cawan petri
24. Kertas amplas 100#; 240#; 400#; dan 600#
25. Kamera digital
3. 2. 2. Bahan
1. Benda kerja (10 mm) Baja Karbon API 5L X-52 .
2. Hardener
Pengaruh inhibitor..., Alfin Al Hakim, FT UI, 2011
27
UNVIERSITAS INDONESIA
3. Resin
4. Timah Solder
5. Kabel (1.5 mm)
6. Gas CO2
7. Garam NaCl
8. Larutan buffer pH meter
9. Aquades
10. KBr
3. 3 Prosedur Penelitian
3. 3. 1. Karakterisasi Inhibitor Korosi sebelum Uji Analisis Tafel
Sebelum dilakukan uji laju korosi pada benda kerja, inhibitor korosi
dilakukan karakterisasi dengan beberapa instrumentasi kimia. Karakterisasi
menggunakan spektrofotometri Ultra Violet-Visible, spektrofotometri FTIR, gas
crhomatograph-mass spektrofotometric.
3. 3. 1. a). Prosedur pengujian kelarutan maksimum dengan metode
Spektofotometri Ultra Violet-Visible :
1) Siapkan inhibitor fenolik yang akan dilarutkan kedalam air.
2) Timbang inhibitor fenolik sebesar ; 0.05 gram; 0.1 gram; 0.15 gram; 0.2
gram; 0.25 gram; 0.3 gram; 0.35 gram; 0.4 gram; 0.45 gram; 0.5 gram dan
larutkan dalam labu ukur 100 ml, maka konsentrasi yang akan didapat 500
ppm; 1000 ppm; 1500 ppm; 2000 ppm; 2500 ppm; 3000 ppm; 3500 ppm;
4000 ppm; 4500 ppm; dan 5000 ppm.
3) Diamkan larutan selama 5 hari sehingga inhibitor teremulsi secara
sempurna.
4) Nyalakan spektrofotometri UV-Vis lalu hubungkan dengan komputer
sebagai recorder-nya.
5) Atur panjang gelombang maksimum pada 290 nm.
6) Lalu diamkan selama 30 menit untuk pemanasan lampu UV-Vis.
Pengaruh inhibitor..., Alfin Al Hakim, FT UI, 2011
28
UNVIERSITAS INDONESIA
7) Lakukan pengukuran aquadest sebagai Blank dengan cara memasukannya
ke dalam kuvet yang bersih.
8) Lakukan pengukuran menggunakan inhibitor dari konsentrasi paling kecil
dengan menggunakan kuvet yang bersih.
9) Catat data yang didapat.
3. 3. 1. b). Prosedur pengujian Gugus Fungsi dengan metode
Spektrofotometri FTIR :
1) Nyalakan Spektrofotometri FTIR lalu hubungkan dengan komputer
sebagai recorder-nya.
2) Atur bilangan gelompang pada rentang 400 hingga 4000 cm-1
.
3) Gerus kristal KBr dengan menggunakan mortar sebagai wadahnya dan
lumpang sebagai penghancurnya.
4) Masukkan kristal KBr yang telah dihaluskan ke dalam chamber sampel
spektrofotometri FTIR.
5) Lakukan pembacaan pada KBr tersebut.
6) Pembacaan KBr tersebut dilakukan sebagai background atau blank.
7) Bersihkan chamber, mortar dan lumpang yang telah digunakan
sebelumnya.
8) Ambil kristal KBr dan Inhibitor fenolik ke dalam mortar yang telah bersih
tadi dengan perbandingan 5 : 1 secara berturut-turut.
9) Gerus campuran pada point ke 8) hingga halus.
10) Masukkan Kedalam chamber yang telah bersih.
11) Amati dan catat spektrum yang didapat.
3. 3. 2. Preparasi Benda Kerja.
Benda kerja yang digunakan pada penelitian ini adalah API 5L X-52.
Benda kerja yang digunakan merupakan baja karbon yang digunakan sebagai pipa
untuk pipeline ataupun flowline, sesuai dengan standar API 5L, Standar
Specification for Line Pipe. Preparasi benda kerja sebagai berikut :
Pengaruh inhibitor..., Alfin Al Hakim, FT UI, 2011
29
UNVIERSITAS INDONESIA
1) Material yang awalnya berukuran cukup besar dipotong dengan
penampang berbentuk persegi berukuran 1.5x1.5 cm dan ketebalan sesuai
dengan ketebalan awal material.
2) Benda kerja yang telah memiliki penampang lingkaran di-solder untuk
menghubungkan kabel dengan benda kerja dengan software.
3) Benda Kerja di mounting untuk memberikan pegangan pada benda kerja.
Tujuan lainya pada waktu proses pengujian menggunakan software bagian
benda kerja yang terekspos hanya bagian permukaan saja.
4) Setelah di mounting, benda kerja diamplas permukaanya menggunakan
kertas amplas 100 #; 320 #; 400# dan 600 #. Permukaan benda kerja
diamplas untuk menghilangkan lapisan oksida yang ada pada permukaan
benda kerja sesuai dengan ASTM G 1-03.
3. 3. 3. Pembuatan Larutan Green Inhibitor
1. Timbang ekstrak green tea sebanyak 2 gram pada petri disc.
2. Timbang ekstrak betel leaves sebanyak 0.5 gram pada petri disc.
3. Pindahkan No. 1 dan No. 2 kedalam beaker glass lalu tambahkan air
hingga homogen.
4. Pindahkan larutan No 3 kedalam labu ukur 500 ml secara kuatitatif lalu
tepatkan dengan air hingga sampai batas.
5. Aduk kembali larutan hingga homogen, maka larutan siap digunakan
untuk pengujian selanjutnya.
3. 3. 4. Pembuatan Larutan NaCl.
1) Timbang kristal NaCl sebanyak 2.5 gram; 7.5 gram; 12.5 gram; dan 17.5
gram.
2) Larutkan kristal NaCl tadi ke dalam labu ukur 500 ml dengan
menggunakan aquadest hingga tepat batas.
3) Maka akan didapatkan konsentrasi larutan garam NaCl sebesar 0.5 %; 1.5
%; 2.5 %; 3.5 %.
4) Letakkan larutan tersbut di atas magnetic stirrer untuk mendapatkan
larutan yang lebih homogen hingga seleruh kristal terlarut sempurna.
Pengaruh inhibitor..., Alfin Al Hakim, FT UI, 2011
30
UNVIERSITAS INDONESIA
5) Setelah garam terlarut sempurna, larutan siap digunakan untuk pengujian
selanjutnya.
3. 3. 5. Pengujian Laju Korosi
Pengujian dilakukan menggunakan uji analisis tafel dengan menggunakan
software GARMY 5.06. pengujioan dilakukan sesuai dengan standar ASTM G59 -
97 (2009), Standard Test Method for Conducting Potentiodynamic Polarization
Resistance Measurements. Pengujian untuk mendapatkan kurva Tafel dilakukan
dengan memasukkan terlebih dahulu kondisi pengujian dan spesifikasi benda uji.
Setelah langkah tersebut dilakukan, pengujian polarisasi tafel dapat dimulai.
Setelah pengujian selesai, data dan grafik pengujian dianalisi lebih lanjut untuk
mendapatkan grafik E (potensial) vs Log I (rapat arus).
Pengujian analisa Tafel dapat langsung mengetahui laju korosi dari sampel
yang diuji melalui komputasi secara otomatis dari perangkat lunak yang ada.
Analisis terhadap kurva polarisasi yang dihasilkan dari pengujian dilakukan
dengan software Gamry Echem Analysis. Dimana dari analisis akan
didapatkan potensial korosi, rapat arus korosi, dan laju korosi sampel yang
diuji polarisasi.
Namun, perhitungan manual juga dilakukan guna memastikan hasil
perhitungan dari penggunaan software, dengan membuat perpotongan antara
garis linear antara kurva anodik dan kurva katodik yang kemudian dimasukkan ke
dalam persamaan yang digunakan untuk menghitung lau korosi.
3. 3. 5. 1. Pengujian Laju Korosi Baja Karbon pada Larutan NaCl dengan
Kandungan CO2 Jenuh
3. 3. 5. 1. a. Pengujian Laju Korosi Tanpa Penambahan Green Inhibitor
Langkah-langkah yang dilakukan pada pengujian ini adalah :
1. Menyiapkan larutan garam NaCl 1.5 %; 2.5 %; 3.5 %.
2. Rendam baja karbon kedalam larutan.
3. Melakukan injeksi CO2 ke dalam larutan NaCl yang telah disiapkan
selama 2 jam.
Pengaruh inhibitor..., Alfin Al Hakim, FT UI, 2011
31
UNVIERSITAS INDONESIA
4. Penyusunan rangkaian sesuai dengan standar rangkaian pengujian
polarisasi yaitu : specimen holder, electrode standar, auxilary electrode
dan working electrode pada instrumen pengukur polarisasi.
Gambar 3.2. Skema pengujian polarisasi dalam NaCl tanpa green inhibitor
5. Menyiapkan komputer dengan program GAMRY 5.06 (corrosion
measurement system) dan pilih menu eksperimen dengan program tafel.
6. Memasukkan data-data pengujian pada intrumen (setting), luas permukaan
sampel, density, equivalent weigth, scan rate dan jangkauan potensial (-)
250 – (+)250 mV terhadap open potential(Eoc).
7. Setelah 20 menit, akan diperoleh kurva tafel dari sampel uji.
8. Selanjutnya, pilih menu analisis yang ada pada toolbar untuk
menganalisis kurva polarisasi yang telah diperoleh.
3. 3. 5. 1. b. Pengujian Laju Korosi Dengan Green Inhibitor
Langkah-langkah yang dilakukan dipengujian ini adalah :
1. Menyiapkan larutan green inhibitor dengan perbangingan 1000 ppm dan
4000 ppm sebanyak 500 ml pada beaker glass sebanyak 5.
2. Masukkan garam NaCl sebanyak 0 gram; 2.5 gram; 7.5 gram; 12.5
gram; 17.5 gram kedalam beaker glass yang berisikan sampel yang telah
Pengaruh inhibitor..., Alfin Al Hakim, FT UI, 2011
32
UNVIERSITAS INDONESIA
direndam dengan green inhibitor.
3. Diamkan larutan tersebut selama 1 hari.
4. Melakukan injeksi CO2 ke dalam larutan no. 3 yang telah disiapkan
selama 3 hari.
5. Melakukan pengukuran pH larutan yang telah di injeksikan gas CO2
selama 3 hari tersebut.
6. Penyusunan rangkaian sesuai dengan standar rangkaian pengujian
polarisasi yaitu : specimen holder, electrode standar, auxilary electrode
dan working electrode pada instrumen pengukur polarisasi.
Gambar 3.3. Pengujian polarisasi dalam NaCl yang mengandung CO2
dengan menggunakan green inhibitor.
7. Menyiapkan komputer dengan program GAMRY 5.06 (corrosion
measurement system) dan dipilih folder eksperimen dengan program tafel.
8. Memasukkan data-data pengujian pada intrumen (setting), luas permukaan
sampel, density, equivalent weight, scan rate dan jangkauan potensial (-
)250 – (+)250 mV terhadap open potential(Eoc).
9. Setelah 20 menit, akan diperoleh kurva tafel dari sampel uji.
10. Selanjutnya, pilih menu analisis yang ada pada toolbar untuk
menganalisis kurva polarisasi yang telah diperoleh
Pengaruh inhibitor..., Alfin Al Hakim, FT UI, 2011
33
UNVIERSITAS INDONESIA
3. 3. 5. 2. Analisis Kurva Polarisasi
3. 3. 5. 2. 1. Analisis menggunakan software Gamry Echem Analysis
Analisis dengan menggunakan software Gamry Echem analysis dilakakan
untuk mendapatkan laju korosi dari sampel uji. Dengan melakukan tahap-tahap
yang telah ditentukan akan langsung diketahui nilai laju korosi sampel uji. Akan
tetapi, nilai laju korosi yang didapatkan tidak menggambarkan laju korosi yang
sebenarnya akibat beberapa kelemahan dari software analisis ini. Oleh karena itu,
nilai laju korosi yang didapatkan harus dibandingkan dengan perhitungan manual
untuk memastikan nilai laju korosi yang telah didapatkan dari analisis ini.
3. 3. 5. 2. 2. Analisis manual
Analisis secara manual dilakukan juga untuk mengetahui laju korosi
sampel yang telah dilakukan pengujian tafel. Pada analisis ini dilakukan
perhitungan manual terhadap kurva polarisasi yang didapat dari pengujian. Hasil
dari perhitungan manual akan dibandingkan dengan laju korosi yang didapat dari
software analisis, sehingga dapat memastikan nilai laju korosi yang diperoleh.
Perhitungan dilakukan dengan membuat perpotongan antara garis linear
antara kurva anodik dan kurva katodik yang kemudian dimasukkan ke dalam
persamaan yang digunakan untuk menghitung lau korosi. Perhitungan manual ini
dilakukan sesuai dengan Standar ASTM G 102-89, Standard practice for
Calculation of Corrosion Rates and Related Information from Electrochemical
Measurement.
3. 3. 6 . Pengujian Pelapisan dari Green Inhibitor
Dilakukan analisa permukaan pada Baja Karbon untuk didapatkan lapisan
yang terbentuk akibat reaksi kimia antara permukaan baja karbon dengan green
inhibitor didalam lingkungan NaCl yang mengandung gas CO2 (sweet
enviroment).
Pengaruh inhibitor..., Alfin Al Hakim, FT UI, 2011
34 UNIVERSITAS INDONESIA
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada penelitian ini dilakukan panghambatan laju korosi dari logam baja
karbon didalam kondisi air laut (NaCl) dan juga kondisi dengan kadar CO2 yang
tinggi dengan menggunakan senyawa kimia yang berbasiskan fenolik sehingga
diketahui sifat dari fenol ini yang dapat melindungi logam baja karbon dari
lingkungan yang agresif.
4. 1. Karakterisasi senyawa fenolik
Untuk mengetahui senyawa fenol apa yang berperan penting dalam proses
penghambatan laju korosi dalri logam baja karbon, maka dilakukan identifikasi
dari kedua senyawa fenolik ini dengan mengkarakterisasikannya dengan beberapa
instrumentasi kimia agar didapatkan struktur kimia yang pasti dalam perannya
penghambat laju korosi.
4. 1. 1. Inhibitor 1
Pada awal pengujian karakterisasi inhibitor dengan menggunakan
spektrofotometer ultra violet, didapatkan spectrum yang khas dari inhibitor ini.
Dimana didapatkan dua serapan maksimum pada sinar UV-B, yang menunjukan
adanya gugus flavonoid pada senyawa inhibitor ini .
Grafik 4.1. Spektrum dari serapan inhibitor 1.
Inhibitor 1
0
1
2
3
4
5
199 249 299 349 399
Wa veleng th
Ab
s
Pengaruh inhibitor..., Alfin Al Hakim, FT UI, 2011
35
UNIVERSITAS INDONESIA
Gugus flavonoid mengandung sistem aromatik yang terkonjugasi dan karena itu
menunjukan pita serapan kuat pada daerah spektrum UV dan spektrum tampak
[9]. Dari spektrum yang khas ini didapatkan nilai serapan yang maksimum pada
296 nm, dimana pada panjang gelombang ini terdapat ikatan yang tereksitasi
menjadi ikatan * [19]. Akan didapatkan struktur yang halus dan mempunyai 2
area maksimum, struktur yang halus ini disebabkan karena dirusak karena
digunakan pelarut non-polar. Ini menunjukan adanya ikatan karbon rangkap
didalam sistem aromatik tersebut. Namun jika dilakukan pelarut air, didapatkan
pita serapan yang dihasilkan akan memberikan pita serapan yang kurang baik,
sehingga perlu dilakukan pelarutan menggunakan pelarut organik.
Grafik 4.2. Spektrum inhibitor dalam pelarut air.
Pada pengujian lebih lanjut, digunakan FTIR untuk mendapatkan
informasi berupa gugus-gugus yang terbentuk pada senyawa ini dengan
berdasarkan vibrasi dan rotasi dari inhibitor ini yang dapat ditentukan dari nilai
bilangan gelombang yang dihasilkan. Grafik FTIR yang didapat terlampir pada
Lampiran 3 :
Pada spektrum FTIR ini, didapatkan pita serapan yang lebar pada bilangan
gelombang 3204.06 dan bilangan gelombang ini menunjukan bahwa inhibitor ini
memiliki gugus O-H secara keseluruhan. Didapat juga pita serapan dengan
intensitas yang lemah pada bilangan gelombang 2926.01, ini menunjukan
inhibitor ini memiliki senyawa aromatik berupa gugus benzena C-H. Juga didapat
pita serapan yang kuat pada bilangan gelombang 1597.06, ini menunjukan adanya
Pengaruh inhibitor..., Alfin Al Hakim, FT UI, 2011
36
UNIVERSITAS INDONESIA
ikatan konjugasi C-C dengan memiliki ikatan rangkap. Juga didapatkan pita
serapan pada daerah sidik jari yaitu pada bilangan gelombang 1238.30, ini
menunjukan adanya ikatan O-H pada posisi sekunder dari gugus aromatiknya.
Tidak hanya sampai disini, gugus yang didapat dari pita serapan yang dihasilkan
inhibitor dengan menggunakan FTIR didapat gugus eter pada bilangan gelombang
1151.50, dan jenis ikatan spesifik ini adalah alifatik. Dan juga terdapat pita
serapan pada bilangan gelombang 1039.63, yang merupakan ikatan antara C-O
pada gugus aromatik dan alkoholnya.
Dari pengujian menggunakan FTIR, didapatkan beberapa gugus fungsi
penting didalam inhibitor ini. Dari hasil pengujian FTIR, dapat dilihat pada
Lampiran 1 [17].
Dari karakterisasi pengujian menggunakan spektro UV dan FTIR,
inhibitor ini memiliki gugus fungsi O-H sekunder, gugus benzen aromatik, gugus
eter.
Dari beberapa senyawa yang terkandung dalam Piper betle, ada beberapa
senyawa yang memiliki gugus fungsi dari inhibitor 1 ini. Berdasarkan sifat
fisiknya, inhibitor ini memiliki aroma yang khas dan juga memiliki wana kuning
pucat, dan juga sifat kelarutan yang buruk terhadap air namun kelarutan yang baik
terhadap pelarut organik. Karakter fisik ini memiliki kemiripan dengan senyawa
golongan fenol yang merupakan senyawa katekin. Untuk mengetahui secara pasti
senyawa yang terkandung dalam inhibitor, perlu dilakukan pengujian lebih dalam
lagi dengan menggunakan spektroskopi resonansi magnetik nuklir (NMR) atau
dengan mass spektrofotmeter. Dan juga dilakukan uji kualitatif dan uji kemurnian
laborarorium untuk mendapatkan struktur molekul dari inhibitor 1 ini. Pada green
inhibitor fenol ini adalah ekstak dari Daun Sirih.
4. 1. 2. Inhibitor 2
Senyawa Epigallocatechin gallate (EGCG), merupakan turunan dari
senyawa fenolik dengan memiliki struktur molekul yang kompleks. Berikut ini
merupakan struktur dari Epigallocatechin gallate :
Pengaruh inhibitor..., Alfin Al Hakim, FT UI, 2011
37
UNIVERSITAS INDONESIA
Gambar 4.1. Senyawa Epigallocatechin gallate.
Epigallocatechin gallate ini memiliki gugus aromatic yang berikatan dengan
gugus OH dan gugus fenolik ini akan berplomerisasi menjadi epigallocatechin
gallate
Pada awal pengujian karakterisasi inhibitor dengan menggunakan
spektrofotometer ultra violet, didapatkan spectrum yang khas dari inhibitor ini.
Dimana didapatkan dua serapan maksimum pada sinar UV-B, yang menunjukan
adanya gugus flavonoid pada senyawa inhibitor ini.
Grafik 4.3. Spektrum dari serapan inhibitor 2.
Gugus flavonoid mengandung sistem aromatik yang terkonjugasi dan karena itu
menunjukan pita serapan kuat pada daerah spektrum UV dan spektrum tampak
[9]. Dari spektrum yang khas ini didapatkan nilai serapan yang maksimum pada
0
0,2
0,4
0,6
0,8
1
1,2
199 249 299 349 399
Ab
s
Wavelength
Inhibitor 2
Pengaruh inhibitor..., Alfin Al Hakim, FT UI, 2011
38
UNIVERSITAS INDONESIA
287 nm, dimana pada panjang gelombang ini terdapat ikatan yang tereksitasi
menjadi ikatan * [19]. Ini menunjukan adanya ikatan karbon rangkap didalam
sistem aromatik tersebut. Dan gugus flavonoid ini merupakan turunan dari
senyawa fenol.
Pada pengujian lebih lanjut, digunakan FTIR untuk mendapatkan
informasi berupa gugus-gugus yang terbentuk pada senyawa ini dengan
berdasarkan vibrasi dan rotasi dari inhibitor ini yang dapat ditentukan dari nilai
bilangan gelombang yang dihasilkan. Grafik FTIR yang didapat terlampir pada
Lampiran 3.
Pada spektrum FTIR ini, didapatkan pita serapan yang lebar pada bilangan
gelombang 3202.13 dan bilangan gelombang ini menunjukan bahwa inhibitor ini
memiliki gugus O-H secara keseluruhan. Didapat juga pita serapan dengan
intensitas yang lemah pada bilangan gelombang 2947.23, ini menunjukan
inhibitor ini memiliki senyawa aromatik berupa gugus benzena C-H. Juga didapat
pita serapan yang kuat pada bilangan gelombang 1604.77, ini menunjukan adanya
ikatan konjugasi C-C dengan memiliki ikatan rangkap. Juga didapatkan pita
serapan pada daerah sidik jari yaitu pada bilangan gelombang 1238.30, ini
menunjukan adanya ikatan O-H pada posisi sekunder dari gugus aromatiknya.
Tidak hanya sampai disini, gugus yang didapat dari pita serapan yang dihasilkan
inhibitor dengan menggunakan FTIR didapat gugus eter pada bilangan gelombang
1145.72, dan jenis ikatan spesifik ini adalah alifatik. Dan juga terdapat pita
serapan pada bilangan gelombang 1039.63, yang merupakan ikatan antara C-O
pada gugus aromatik dan alkoholnya.
Dari pengujian menggunakan FTIR, didapatkan beberapa gugus fungsi
penting didalam inhibitor ini. Dari hasil pengujian FTIR, dapat dilihat pada
Lampiran 1 [17].
Pada senyawa epigallocatechin gallate juga memiliki beberapa gugus-
gugus fungsi, diantaranya adalah gugus O-H sekunder, gugus benzen aromatik,
gugus eter, dan ada juga beberapa ikatan yaitu O-H, C-O yang membentuk
senyawa fenolik.
Pengaruh inhibitor..., Alfin Al Hakim, FT UI, 2011
39
UNIVERSITAS INDONESIA
Dari pengujian spektrofotometer UV dan juga FTIR, pada senyawa
epigallocatechin gallate dan juga dari inhibitor 2 memiliki banyak kemiripan baik
dari ikatan molekul ataupun dari gugus fungsi yang ada pada masing-masing
senyawa. Pada green nhibitor fenol ini adalah ekstak dari Teh Hijau.
4. 2. Kelarutan inhibitor
Berdasarkan penggunaan inhibitor korosi ini, maka dilakukan pengujian
kelarutan didalam air. Ini dilakukan untuk mensimulasikan kondisi lingkungan
korosif yang merupakan 90% larutan yang digunakan adalah air (NaCl + CO2).
Untuk mengetahui optimasi dari kelarutan inhibitor, maka inhibitor fenolik
akan dilarutkan ke dalam air dalam konsetrasi tertentu dan akan ditransmisikan
menggunakan sepktrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 290 nm yang
merupakan penyerapan maksimum dari sinar UV-Vis oleh senyawa fenolik. Dan
larutan yang telah dilarutkan dengan air tidak langsung di uji menggunakan
spektrofotometer UV-Vis, namun didiamkan selam 3 hari. Hal ini dilakukan untuk
larutan lebih stabil dan nilai maksimum dari inhibitor fenolik ini untuk melarut
karena di hari ke-3 larutan inhibitor fenolik ini sudah memberikan visualisasi
endapan yang diakibatkan oleh kelarutan yang sudah lewat jenuh.
Nilai kelarutan daat ditentukan dari nilai Ksp dari suatu senyawa, dan
penentuan Ksp dapat ditentukan dari laju reaksi yang terjadi
Senyawa Fenolik + H2O → Fenolik Encer
Ksp =
[4.1]
Jika nilai Ksp kecil maka larutan sudah lewat jenuh dan akan timbul endapan,
sedangkan nilai Ksp besar terlarut semuanya. Namun dalam hal ini, inhibitor
fenolik ini digunakan untuk menghambat logam baja sebelum larutan tersebut
lewat jenuh sehingga tidak adanya inhibitor ini yang berlebih.
Pada percobaan dilakukan pelarutan untuk masing-masing inhibitor
fenolik tersebut lalu dilakukan juga pelarutan untuk ke-2 inhibitor fenolik ini
bercampur. Berikut data (Lampiran 2) dan grafiknya :
Pengaruh inhibitor..., Alfin Al Hakim, FT UI, 2011
40
UNIVERSITAS INDONESIA
Grafik 4.4. Kelarutan maksimum Inhibitor fenolik 1
Dengan nilai konsentrasi 1000 ppm, kelarutan dari inhibitor ini sudah
mengalami kejenuhan dan tidak menunjukan adanya perubahan yang berarti.
Sedangkan pada nilai konsetrasi 500 ppm inhibitor ini masih dalam keadaan yang
cukup encer jika kita menggunakan konsentrasi ini untuk menghambat korosi
pada baja maka inhibitor ini tidak bekerja secara optimum dan baja akan terkorosi
walaupun nilai laju korosinya tidak selambat 1000 ppm. Jika kita menggunakan
konsntrasi larutan lebih dari 1500 ppm bisa mengakibatkan adanya endapan
sehingga adanya inhibitor yang tidak bekerja dan ini merupakan pemborosan
karena membiarkan inhibitor terbuang begitu saja dan hal ini sangat tidak
diharapkan. Barikut data (Lampiran 2) dan grafiknya.
Grafik 4.5. Kelarutan maksimum inhibitor fenolik 2
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
3,5
4
4,5
5
0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500
Ab
s
ppm
Inhibitor Fenolik 1
0
1
2
3
4
5
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000
Ab
s
ppm
Inhibitor Fenolik 2
Pengaruh inhibitor..., Alfin Al Hakim, FT UI, 2011
41
UNIVERSITAS INDONESIA
Berbeda dengan inhibitor fenolik yang pertama, tingkat kelarutan dari
senyawa ini lebih tinggi dibandingkan inhibitor yang pertama, ini disebabkan oleh
jumlah gugus OH yang banyak didalam senyawa ini sehingga kelarutannya
didalam air tinggi dibangingkan pada senyawa inhibitor yang pertama.
Berdasarkan informasi dari karakterisasi inhibitor menggunakan
spektrofotometri UV-Vis, maka pencapuran maksimum dari kedua inhibitor 1 :
inhibitor 2 ini adalah 1000 ppm : 4000 ppm (secara berurutan). Dan ketika
kelarutan campuran ini di karakterisaisi kembali menggunakan spektrofotometer
UV-Vis, didapatkan hasil yang sesua dari uji kelarutan maksimum dari inhibitor
masing-masing. Berikut data (Lampiran 2) dan grafik dari kelarutan maksimum
pencampuran inhibitor tersebut :
Grafik 4.6. Kelarutan maksimum campuran inhibitor
4. 3. Perlakuan awal benda kerja.
Benda kerja yang digunakan pada penelitian ini adalah API 5L X-52.
Benda kerja yang digunakan merupakan baja karbon yang digunakan sebagai pipa
untuk pipeline ataupun flowline, sesuai dengan standar API 5L, Standar
Specification for Line Pipe. Merupakan pipa seamless dan welded steel pipe,
dimana grade X 52 berarti nilai yield stregth minimum 52000 PSI dan nilai UTS
minimum 66000 PSI.
4,3
4,35
4,4
4,45
4,5
4,55
4,6
4,65
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000
Ab
sorb
ansi
Konsentrasi campuran inhibitor
Pengaruh inhibitor..., Alfin Al Hakim, FT UI, 2011
42
UNIVERSITAS INDONESIA
Berikut ini spesifikasi API 5L secara keseluruhan, yaitu :
Tabel 4.1. Spesifikasi API 5L [26]
Pengujian komposisi kimia dari benda kerja dengan menggunakan metode
pengujian Optical Emission Spectrometer di CMPFA (Center for Material
Processing and Failure Analysis), Departemen Metalurgi dan Material FTUI.
Hasil pengujian komposisi baja API 5L X-52 didapatkan sebagai berikut :
Tabel 4.2. Komposisi Kimia benda kerja
Pemotongan benda kerja ini menggunakan gergaji tangan dan tanpa
menggunakan mesin pemotong, hal ini dilakukan untuk menghindari adanya
perubahan fasa pada baja yang diakibatkan oleh panas dari mesin pemotong
sehingga ketika dilakukan pengujian laju korosi, efek dari perubahan fasa yang
dihasilkan tidak mempengaruhi dari laju korosi. Korosi terbentuk karena adanya
perbedaan kondisi, baik di lingkungan ataupun di benda kerja itu sendiri [12].
Pengaruh inhibitor..., Alfin Al Hakim, FT UI, 2011
43
UNIVERSITAS INDONESIA
Gambar 4.2. Korosi karena perbedaan struktur
Benda kerja di mounting menggunakan untuk mendapatkan area yang
terkonsentasi dan dapat diketahui luas area dari permukaan benda kerja yang
mengalami korosi pada lingkungan yang agresif.
4. 4. Analisis Laju Korosi Baja Karbon
Pengujian analisis tafel dilakukan untuk mengetahui prilaku korosi dan
laju korosi baja karbon dalam suatu larutan. Pengujian ini dilakukan dengan
menggunakan software Gamry 5.06, dimana kecepatan membaca titik satu ke
yang lainnya (scan rate) diatur sebesar 0.5 mV/detik terhadap potensial korosi
(Eoc). Standard elektrode yang digunakan adalah Standard Calomel Elektrode
yang memiliki satuan konversi +0.24 vs SHE. Counter Elektrode yang digunakan
adalah Anoda Grafit. Dari pengujian yang dilakukan akan diperoleh kurva tafel
dari setiap sampel uji.
Kurva yang didapat akan dianalisis pergeseran kurva, potensial korosi, dan
laju korosinya dengan menggunakan software Gamry Echem Analysis. Selain
dengan analisis menggunakan software, laju korosi juga dihitung dengan secara
manual dengan menggunakan persamaan rumus berikut [12]:
mpy =
[4.2]
dimana :
W : berat yang hilang (mg)
D : densitas dari sampel uji yang digunakan (g/cm3)
A : luas area dari sampel uji yang digunakan (cm2)
T : waktu ekspos (jam)
Pengaruh inhibitor..., Alfin Al Hakim, FT UI, 2011
44
UNIVERSITAS INDONESIA
4. 4. 1. Analisis Laju Korosi Baja Karbon pada Lingkungan NaCl yang
Mengandung Gas CO2 Tanpa Menggunakan Green Inhibitor.
Pengujian laju korosi baja karbon tanpa inhibitor ini perlu dilakukan. Hal
tersebut untuk mendapatkan kondisi blank dari nilai laju korosi yang akan
dibandingkan dengan laju korosi baja karbon yang telah menggunakan green
inhibitor. Dalam penelitian ini juga bisa dilihat efisiensi dari green inhibtitor dalm
menghambat laju korosi. Berdasarkan Lampiran 6, maka didapatkan hubungan
antara laju korosi dari baja karbon dengan larutan garam NaCl yang mengandung
gas CO2. Dan dari larutan “blank” yang diamatai maka dapat disimpulkan pada
grafik sebagai berikut :
Grafik 4.7. Laju Korosi Lingkungan NaCl Mengandung Gas CO2 Tanpa
Penambahan Green Inhibitor [10]
Berdasarkan pada Lampiran 6 dapat dilihat bahwa dengan kenaikan
konsentrasi NaCl akan menurunkan laju korosi baja karbon dalam larutan NaCl
dengan kandungan CO2 jenuh. Pada grafik diatas telihat bahwa dengan kenaikan
konsentrasi NaCl maka akan menggeser kurva menjadi lebih ke kiri. Jika dilihat
dari rapat arus (i) yang dihasilkan, semakin ke kiri maka rapat arus akan semakin
kecil sehingga laju korosi dari baja pada lingkungan ini akan berkurang. Oleh
karena itu, dari hasil pengujian ini terlihat bahwa kenaikan konsentrasi NaCl
dalam larutan sampai 3.5 % akan menurunkan laju korosi baja karbon pada
lingkungan NaCl yang mengandung CO2 jenuh.
-1,20E+00
-1,00E+00
-8,00E-01
-6,00E-01
-4,00E-01
-2,00E-01
0,00E+00
1,00E-07 1,00E-04
Laju
ko
rosi
(m
py)
wt % NaCl 0.5 % NaCl 1.5 % NaCl 2.5 % NaCl 3.5 % NaCl
Pengaruh inhibitor..., Alfin Al Hakim, FT UI, 2011
45
UNIVERSITAS INDONESIA
Selain pengaruh pH larutan, kelarutan CO2 juga sangat berpengaruh pada
laju korosi baja karbon dalam larutan NaCl yang mengandung CO2. Peningkatan
salinitas NaCl secara langsung akan mengurangi kelarutan CO2 dalam larutan
tersebut [8]. Kelarutan CO2 dalam larutan NaCl dapat dilihat pada grafik 4.10.
Grafik 4.8. Kelarutan CO2 dalam larutan NaCl, T = 25oC,
pH 4, dan pCO2 = 0.97 bar [8]
4. 4. 2. Analisis Laju Korosi Baja Karbon pada Lingkungan NaCl yang
Mengandung Gas CO2 Dengan Menggunakan Green Inhibitor.
Pengujian laju korosi baja karbon menggunakan green inhibitor ini
merupakan penentu dari kinerja green inhibitor ini. Sehingga hasil dari laju korosi
baja karbon ini akan dibandingkan dengan pengujian laju korosi tanpa inhibitor.
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh peningkatan kadar
NaCl (perbedaan salinitas) terhadap laju korosi baja karbon pada kondisi larutan
yang mengandung CO2 jenuh. Kondisi ini merupakan kondisi lingkungan yang
terjadi pada pipeline dan flowline penyalur gas alam. Untuk melihat pengaruh
penambahan NaCl pada lingkungan yang mengandung CO2 jenuh, variasi kadar
NaCl yang digunakan adalah 0.5 %; 1.5 %; 2.5 %; 3.5 %.
Melalui pengujian ini akan didapat kurva tafel dan laju korosi baja karbon
pada lingkungan NaCl yang mengandung CO2 jenuh. Lingkungan ini merupakan
simulasi dari lingkungan penyaluran gas alam pada pipeline dan flowline yang
terdiri dari media air formasi dan CO2. Dari hasil pengujian yang didapatkan akan
diketahui kisaran laju korosi baja pipeline dan flowline pada lingkungan tersebut.
Pengaruh inhibitor..., Alfin Al Hakim, FT UI, 2011
46
UNIVERSITAS INDONESIA
Hasil dari pengujian baja karbon pada sweet enviroment dapat dilihat pada
Lampiran 7 dan didapatkan grafik 4.9 berikut :
Grafik 4.9. Laju Korosi NaCl + Gas CO2 menggunakan green inhibitor
Pada grafik 4.11 dapat dilihat efisiensi dari kinerja green inihibitor ini.
Dimana green inhibitor tersebut di ekstrak dari green tea dan Piper betle untuk
didapatkan gugus fungsi yaitu senyawa fenol. Senyawa fenol ini merendamkan
benda kerja (yang dimana digunakan baja karbon sebagai benda kerja) selama 3
hari, hal ini dilakukan bertujuan untuk fenol mengadsorbsi pada permukaan baja
karbon. Tingkat afinitas senyawa fenol sangat tinggi terhadap Fe (dalam
penelitian ini adalah baja karbon) dimana fenol ini akan membentuk khelat atau
senyawa kompleks [6]. Perilaku dari fenol ini bisa dimanfaat sebagai penghabat
penyerangan ion-ion agresif (baik dari garam NaCl atau gas CO2) yang
mengakibatkan hilangnya hubungan antara baja karbon dengan sweet enviroment
sehingga baja kerbon akan lebih immmune atau tidak mengalami pengkaratan.
4. 5. Analisis Efisiensi dari kinerja Green Inhibitor
Berdasarkan laju korosi pada baja karbon baik menggunakan green
inhibtor ataupun tanpa menggunakannya, maka dikatahui laju korosi dari masing-
masing perlakukan pada baja karbon. Dan jika membandingkan dengan laju
-1,00E+00
-9,00E-01
-8,00E-01
-7,00E-01
-6,00E-01
-5,00E-01
-4,00E-01
-3,00E-01
-2,00E-01
-1,00E-01
0,00E+00
1,00E-07 1,00E-05 1,00E-03
Laju
Ko
rosi
(m
py)
wt % NaCl
0.5% NaCl 1.5%NaCl 2.5%NaCl 3.5%NaCl
Pengaruh inhibitor..., Alfin Al Hakim, FT UI, 2011
47
UNIVERSITAS INDONESIA
korosi baja karbon menggunakan green inhibitor, maka didapatkan grafik laju
korosi sebagai berikut :
Grafik 4.10. Laju Korosi Menggunakan green Inhibitor
Jika laju korosi ini dibandingkan berdasarkan lingkungan korosinya, maka dapat
dihasilkan sebuah kesimpulan dari kinerja inhibitor tersebut, dan juga dapat
diketahui pada dikondisi bagaimana green inhibitor ini dapat bekerja secara
maksimal. Berikut ini grafik dari masing-masing lingkungan korosifnya :
Grafik 4.11. Perbandingan efisiensi kinerja green inhibitor pada lingkungan NaCl
mengandung gas CO2 jenuh
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00
14,00
0 1 2 3 4
Laju
Ko
rosi
(m
py)
wt % NaCl
Laju Korosi Menggunakan Green Inhibitor
Laju Korosi Menggunakan Green Inhibitor
0
5
10
15
20
25
30
0 1 2 3 4
Laju
Ko
rosi
(m
py)
wt % NaCl
Efisiensi Green Inhibitor
Laju Korosi Tanpa Green Inhibitor
Laju Korosi Menggunakan Green Inhibitor
Pengaruh inhibitor..., Alfin Al Hakim, FT UI, 2011
48
UNIVERSITAS INDONESIA
Berdasarkan literatur, efisiensi dari kinerja sebuah inhibitor ini dapat ditentukan
dengan membandingkan nilai laju korosi pada benda kerja pada lingkungannya
dengan nilai laju korosi pada benda kerja pada lingkungannya dengan
penambahan inhibitor. Maka dalam dijelaskan pada sebuah rumus untuk
menentukan efisiensi dari kinerja sebuah inhibito, berikut rumusnya [1] :
[4.3]
Dimana : XA = laju korosi pada wadah tanpa inhibitor
XB = laju korosi pada wadah dengan penambahan inhibitor.
Maka didapatkan nilai efisiensi kinerja dari inhibitor tersebut, berikut tabel
efisienasi dari keinerja sebuah inhibitor :
Konsentrasi
NaCl (%)
Laju Korosi (mpy) Efisiensi Green
Inhibitor (%) Tanpa Green
Inhibitor
Menggunakan
Green Inhibitor
0,5 27,11 11,65 57,03
1,5 21,11 9,06 57,08
2,5 17,75 5,167 70,89
3,5 15,69 4,089 73,94
Tabel 4.3. Efisiensi dari Green Inhibitor pada Lingakungan NaCl + Gas CO2
Grafik 4.12. Efisiensi dari Green Inhibitor pada Lingakungan NaCl + Gas CO2
45,00
50,00
55,00
60,00
65,00
70,00
75,00
0 1 2 3 4
Efis
ien
si (
%)
wt % NaCl
Efisiensi Green Inhibitor
Pengaruh inhibitor..., Alfin Al Hakim, FT UI, 2011
49
UNIVERSITAS INDONESIA
4. 6. Analisis Interaksi Green Inhibitor Terhadap Benda Kerja dan
Lingkungan yang Korosif
Interaksi yang terjadi antara green inhibitor dengan benda kerja (dalam
penelitian kali ini menggunakan baja karbon) bisa mengakibatkan laju korosi pada
baja karbon yang digunakan. Interkasi yang terjadi merupakan lapisan tipis pada
permukaan (pengamatan dengan mata telanjang). Sehingga mengakibatkan
putusnya hubungan antara baja karbon dengan lingkungan yang agrasif.
Gambar 4.3. Pengamatan baja karbon terlapisi green inhibitor
4. 6. 1. Berdasarkan Studi Literatur
Pada daun sirih memiliki struktur senyawa fenol yang lebih sederhana dan
lebih sedikit memiliki gugus alkohol ataupun oksigennya, sehingga pada daun
sirih ini tidak bernsifat anti oksidan yang baik. Pada daun sirih ini memiliki
senyawa Chavicol, Chavibetol, Estragole, Eugenol, Methyl Eugenol dimana
struktur dari beberapa senyawa ini memiliki sedikit benzena dan juga sedikit
alkohol, bahkanada yang tidak memilikinya. Sedangkan sedikitnya alkohol pada
senyawa fenol mengakibatkan fenol tersebut bersifat non-polar [6]. Dan cincin
benzena ini pun akan lebih stabil jika terdapat ion-ion bebas (radikal bebas)
didalam air diakibatkan sifat resonansi yang tidak berinteraksi ke gugus benzena
yang lain [6].
Lapisan
Inhibitor
Bahan
Mounting
Kutek
Pengaruh inhibitor..., Alfin Al Hakim, FT UI, 2011
50
UNIVERSITAS INDONESIA
Gambar 4.4. Struktur Kimia Fenolik Daun Sirih A) Chavicol.
B) Chavibetol. C) Estragole. D) Eugenol. E) Methyl Eugenol.
Struktur dari teh hijau dan juga dari daun sirih memiliki turunan
diantaranya adalah senyawa katekin/tanin yang memiliki komposisi cukup besar
yaitu sebesar 210mg% (International Symposium on Health and Tea,1998). Tanin
dari teh hijau terdiri dari epicatehcin (EC), epicatehcin galan (ECG),
Epigalochatecin dan Epichatecin gallate (EGCE). EGCG memiliki kandungan
antioksidan paling tinggi dibanding senyawa yang menyusun tanin lainnya.
berikut adalah struktur kimia dari EGCE.
Gambar 4.5. Struktur Kimia Fenolik Teh Hijau (EGCG, R1 = OH dan R2
= galloyl; ECG, R1 = H dan R2 = galloyl; untuk EGC, R1 = OH dan R2 = H’
untuk EC, R1 = H dan R2 = H) [13; 22]
A
E
C D
B
Pengaruh inhibitor..., Alfin Al Hakim, FT UI, 2011
51
UNIVERSITAS INDONESIA
Senyawa fenol dari hasil ekstrak teh hijau dan daun sirih akan berikatan
dengan logam Fe menjadi senyawa kompleks yang stabil. Kompleks yang didapat
dari struktur senyawa fenol yang khas. Dimana terdapat gugus alkohol sebagai
kepala yang berikatan dengan cincin benzena. Alkohol akan mengikat atom Fe
yang memiliki keelektronegatifan yang rendah [6]. Dimana cincin dari benzena
akan menyuplai elektron dari Fe sehingga terbentuk ikatan kovalen antara logam
Fe dengan senyawa fenol yang berasal dari teh hijau dan daun sirih. Hal ini
disebabkan oleh adanya awan-awan elektron dari cincin benzena [6]. Bentuk
kompleks Fe dengan fenol lebih stabil dibandingkan dengan Fe.
Senyawa kompleks yang terbentuk membentuk lapisan pada permukaan
logam cukup memberikan hasil dalam pengujian. Dengan adanya penambahan
inhibitor gabungan teh hijau dengan daun sirih, laju korosi pada logam baja
menjadi lebih rendah dibandingkan dengan laju korosi pada sistem tak terinhibisi.
Korosi yang terbentuk dari pengujian ini pada lingkungan air laut adalah korosi
seragam [25]. Hasil dari produk korosi ini adalah merah kecoklatan dan warna
hitam yang diperkirakan produknya berupa hematite.
4. 6. 2. Berdasarkan Hasil Percobaan
Pada percobaan kelarutan kedua green inhibitor ini, pada hasil grafik 4.4.
dan grafik 4.5. maka didapatkan karakterisasi dari keduanya. Dimana inhibitor
fenol 1, merupakan ekstrak daun sirih, lebih cenderung sukar berikatan dengan
air. Sedangkan pada inhibitor 2, merupakan ekstrak teh hijau, didapatkan
kelarutan inhibitor yang lebih tinggi daripada green inhibitor fenol 1.
Pada green inhibitor fenol 1, kelarutannya didalam air yang kurang baik,
maka dapat disimpulkan bahwa inhibitor fenol tersebut cenderung untuk bersifat
non-polar. Interkasi ketika berikatan dengan baja karbon dalam menghambat laju
korosi adalah interaksi antara inhibitor fenol 1 dengan air (sweet enviroment)
untuk saling menolak atau bisa disimpulkan inhibitor fenol 1 ini akan menjauhkan
baja karbon dari air (sweet enviroment) sehingga inhibitor ini berinterkasi
langsung dengan lingkungannya yang korosif.
Pada green inhibitor fenol 2, kelarutannya didalam air sangatlah baik,
maka dapat disimpulkan bahwa inhibitor fenol tersebut cenderung untuk bersifat
Pengaruh inhibitor..., Alfin Al Hakim, FT UI, 2011
52
UNIVERSITAS INDONESIA
polar. Sehingga interaksi ketika green inhibitor fenol ini dalam menghambat laju
korosi adalah membentuk ikatan kompleks yang stabil dengan baja karbon, hal ini
disebabkan oleh banyaknya gugus alkohol pada green inhibitor fenol 2 ini.
Sehingga kestabilan baja karbon ketika ditambahkan green nhibitor fenol menjadi
stabil daripada baja karbon yang berikatan membentuk produk korosi pada sweet
enviroment.
Gambar 4.6. Mekanisme Ikatan Kedua Green Inhibitor Fenolik dalam
Menghambat Laju Korosi
Hasil ini juga dapat ditunjukan dari nilai laju korosi pada pada baja kabron
yang digunakan, didapatkan interkasi antara green inhibitor fenol dengna baja
karbon dan juga dapat diketahui interaksi antara green inhibitor fenol dengan
lingkungannnya.
Berdasarkan grafik 4.12. Maka dapat terlihat bahwa ada penaruh dengan
penggunaan green inhibitor pada larutan garam NaCl yang mengandung gas CO2
jenuh. Dapat diketahui pada konsentrasi 0.5 % NaCl, laju korosi pada pada baja
karbon yang tidak menggunakan green inhibitor adalah 27.11 mpy sedangkan
pada larutan garam yang menggunakan green inhibitor adalah 11.65 dengan nilai
efisiensi green inhibitor pada sweet enviroment adalah 57.03 (berdasarkan
persamaan efisiensi dari sebuah inhibitor korosi).
Pengaruh inhibitor..., Alfin Al Hakim, FT UI, 2011
53
UNIVERSITAS INDONESIA
Ini menunjukan bahwa adanya interaksi antara inhibitor terhadap baja
karbon, dimana inhibitor tersebut merupakan proteksi katodik yang mengadsorbsi
pada permukaan logam. Sehingga sweet enviroment tidak dapat menggangu
keseimbangan termodinamika dari baja karbon sehingga sifat dari baja karbon
menjadi immune terhadap lingkungan.
Pengaruh inhibitor..., Alfin Al Hakim, FT UI, 2011
54
Universitas Indonesia
BAB 5
KESIMPULAN
Dari penelitian yang dilakukan terhadap baja karbon rendah (API 5L)
dengan menggunakan ekstrak teh hijau dan daun sirih sebagai green inhibitor
dengan perbandingan konsentrasi 4000 ppm dan 1000 ppm secara berturut-turut
dan dilakukan perendaman selama 3 hari di lingkungan larutan garam NaCl yang
mengandung gas CO2 jenuh.
Teh hijau dan daun sirih sebagai inhibitor organik dapat bekerja secara
efektif dan efisien pada konsentrasi NaCl 3.5 % wt yang mengandung gas CO2
jenuh dengan lama perendaman 3 hari, yaitu sebesar 73,94 %
Pengaruh inhibitor..., Alfin Al Hakim, FT UI, 2011
55 UNIVERSITAS INDONESIA
DAFTAR PUSTAKA
[1] Wahyuadi. Johny, Ardianto. Fadila Iman. Studi Pengaruh Konsentrasi
Ekstrak Ubi Ungu Sebagai Green Corrosion Inhibitor Untuk Material Baja
Karbon Rendah Pada Lingkungan HCl 1M, Departemen Metalurgi dan
Material, Universitas indonesia; depok, 2010
[2] Wahyuadi. Johny, Arief. Farhan. Studi Pengaruh Konsentrasi Inhibitor
Organik Ramah Lingkungan Untuk Material Baja Karbon Rendah Pada
Lingkungan Air Laut, Departemen Metalurgi dan Material, Universitas
indonesia; depok, 2011
[3] Bird, Tony. Kimia Fisik Untuk Universitas, PT. Gramedia; Jakarta
[4] Dalimuthe, Indra Surya., Kimia dari Inhibitor Korosi, Progam Studi Teknik
Kimia, Universitas Sumatera Utara, 2004
[5] Fontana. Mars. G, Corrosion Engineering, 3rd Edition. Houston : McGraw-
Hill, 1986
[6] Fesenden, Ralp J. Joan S. Fesenden. Kimia Organik, EDISI KETIGA,
Universty of Montana
[7] Fosbol, Carbon Dioxide Corrosion : Modeling and Experimental Work
Applied to Natural Gas Pipelines
[8] Han. Jiabin, J. Carey. William, Zhang. Jinsou, Effect of Sodium Chloride on
Corrosion of Mild Steel in CO2-Saturated Brines, Earth and Environtmental
Science Division, Los Amos National Laboratory, Los Amos, USA,
Springer Science + Business Media B.V, 2011
[9] Harbone, J. B. Metode Fitokimia, Terbitan Ke-2. Penaerbit ITB: Bandung.
[10] Rustandi. Andi, Iandiano. Dito, Studi Laju Korosi Baja Karbon Untuk Pipa
Penyalur Proses Produksi Gas Alam Yang Mengandung Gas CO2 Pada
Lingkungan NaCl 0.5, 1.5, 2.5 Dan 3.5 %, Departemen Metalurgi dan
Material FTUI. 2011
[11] Ibrahim, Agus Aminullah. Isolasi Dan Identifikasi Struktur Molekul
Senyawa Kimia Dari Fraksi Diklorometana Ekstrak Metanol Daun Andong,
Departemen Kimia, Universitas Negri Jakarta; Jakarta, 2007
Pengaruh inhibitor..., Alfin Al Hakim, FT UI, 2011
56
UNIVERSITAS INDONESIA
[12] Jones. Denny A, Principles and Preventation of Corrosion, Maxwell
Macmillan, Singapura, 1992
[13] Lia D, Merry. Perbandingan Kadar Polifenol Seduhan Teh Hijau Pada
Berbagai Merek Teh Hijau. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.
Semarang, 2007
[14] Loto, C. A. Inhibition effect of Tea (Camellia Sinensis) extract on the
corrosion of mild steel in dilute sulphuric acid, 2011
[15] Nakanishi, Koji., Infrared Absorpstion Spectroscopy., Holden-Day Inc.,
Tokyo, 1962.
[16] Nurdin, Isdiriayani dan Syahri, M., Inhibisi Korosi Baja Karbon di dalam
Larutan Karbonat Bikarbonat., Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik
ITB., Bandung, 1998
[17] Sastrohamidjojo, Dr. Hardjono, SPEKTROSKOPI INFRAMERAH, FMIPA,
Universitas Gadjah Mada.
[18] Supartha, I Gusti Gde Rai. Studi Pengaruh Inhibitor Oil Soluble Terhadap
Laju Korosi Pipa Penyalur Minyak, Departemen Kimia, FMIPA, UI, 2007
[19] Sunardi, (Handbook) Instrumentasi Spektrofometer, Departemen Kimia,
FMIPA, UI, 2007
[20] Pierre R. Roberge, Corrosion Engineering –Principles and Practice,
TheMcGraw-Hill Companies Inc., USA, 2008
[21] Pipito, Fuad. Studi Pengaruh Senyawa Imidazoline Terhadap Laju Korosi
Pipa Penyalur Minyak, Departemen Kimia, FMIPA, UI, 2007
[22] Yang CS, Landau JM. (2000). Effects of tea consumption on nutrition and
health. J. Nutr ; 130(10): 2409-12
[23] Yunita Sadeli, (Handbook) Diagram Pourbaiks, Departemen Metalurgi dan
Material, 2007
[24] Zulkifli., Pengaruh Gas CO2 terhadap Laju Korosi Pada Baja Karbon
pada Pipa Penyalur Minyak., Departemen Metalurgi, FT, Universitas
Indonesia, 2003
[25] Laque, Francis L. (1975). Marine Corrosion. Kanada: John Willy & Sons
Inc.
[26] www.woodcousa.com/line_pipe_properties.html_21/11/2011
Pengaruh inhibitor..., Alfin Al Hakim, FT UI, 2011
57
UNIVERSITAS INDONESIA
[27] www.horiba.com/application/material-property-characterization/water-
analysis/water-quality-electrochemistry instrumentation/ph-knowhow/the-
story-of conductivity/the fundamentals/ions-in-water-and-conductivity
Pengaruh inhibitor..., Alfin Al Hakim, FT UI, 2011
58 UNIVERSITAS INDONESIA
LAMPIRAN
Pengaruh inhibitor..., Alfin Al Hakim, FT UI, 2011
59
UNIVERSITAS INDONESIA
LAMPIRAN 1
1. Data hasil pembacaan instrumentasi FTIR pada green inhibitor 1
No. Ikatan Tipe ikatan Jenis spesifik
ikatan
Serapan
peak
(cm-1
)
Tampilan peak
1 O-H Alkohol,
fenol
Konsentrasi
besar 3304.06 lebar
2 C-H Aromatik Gugus benzena 2926.01 lemah
3 C-C Konjugasi
C-C deines 1597.06 Kuat
4 O-H Alifatik
amina Bentuk apapun 1238.30
Ikatan O-H
sekunder
5 C-O Eter alifatik 1151.50
2. Data hasil pembacaan instrumentasi FTIR pada green inhibitor 2
No. Ikatan Tipe
ikatan
Jenis spesifik
ikatan
Serapan
peak
(cm-1
)
Tampilan peak
1 O-H Alkohol,
fenol
Konsentrasi
besar
3202.13 lebar
2 C-H Aromatik Gugus benzena 2947.23 lemah
3 C-C Konjugasi
C-C
dienes 1604.77 Kuat
4 O-H Alcohol,
fenol
Bentuk apapun 1238.30 Ikatan O-H
sekunder
5 C-O Eter alifatik 1145.72
6 C-O fenol alifatik 1039.63
Pengaruh inhibitor..., Alfin Al Hakim, FT UI, 2011
60
UNIVERSITAS INDONESIA
LAMPIRAN 2
1. Kelarutan green inhibitor 1 didalam air
ppm Abs
500 2,31743
1000 4,20255
1500 4,14484
2000 4,25228
2500 4,14484
3000 4,18894
2. Kelarutan green inhibitor 2 didalam air
ppm Abs 500 0,79052
1000 1,53142 1500 2,24854 2000 3,05763 2500 3,4231 3000 3,92183 3500 4,15047 4000 4,28279 4500 4,31795 5000 4,36206
3. Kelarutan campuran green inhibitor di dalam air
Inhibitor 1 Inhibitor 2 abs 1000 1000 4,328254 1000 2000 4,432394 1000 3000 4,362058 1000 4000 4,606434 1000 5000 4,317954
Pengaruh inhibitor..., Alfin Al Hakim, FT UI, 2011
61
UNIVERSITAS INDONESIA
LAMPIRAN 3
1. Grafik yang didapat dari karakterisasi menggunakan FTIR pada green inhibitor 1
Pengaruh inhibitor..., Alfin Al Hakim, FT UI, 2011
62
UNIVERSITAS INDONESIA
2. Grafik Grafik yang didapat dari karakterisasi menggunakan FTIR pada green inhibitor 2
Pengaruh inhibitor..., Alfin Al Hakim, FT UI, 2011
63
UNIVERSITAS INDONESIA
LAMPIRAN 4
Data Hasil Pengujian Konduktifitas NaCl + CO2 tanpa menggunakan Green
Inhibitor :
Tabel 4.7. Nilai Konduktifitas larutan elektrolit.
Konsentrasi
NaCl (%)
Konduktifitas NaCl + CO2
1 2 3 Avg
0,5 0,01 0,009 0,01 0,0089
1,5 0,03 0,028 0,03 0,0277
2,5 0,04 0,04 0,04 0,0398
3,5 0,05 0,054 0,05 0,0541
Grafik 4.7. Nilai kondukitifitas lar elektrolit tanpa inhibitor
0
0,01
0,02
0,03
0,04
0,05
0,06
0 1 2 3 4
Ko
nd
ukt
ifit
as N
aCl
wt % NaCl
Tanpa Menggunakan Green Inhibitor
Konduktifitas (s)
Pengaruh inhibitor..., Alfin Al Hakim, FT UI, 2011
64
UNIVERSITAS INDONESIA
LAMPIRAN 5
Data Hasil Pengujian Konduktifitas NaCl + CO2 dengan menggunakan Green
Inhibitor.
Tabel 4.8. Nilai Konduktifitas larutan elektrolit.
Konsentrasi
NaCl (%)
Konduktifitas NaCl + CO2
1 2 3 Avg
0,5 0.008 0.007 0.009 0,0084
1,5 0.017 0.016 0.019 0,0175
2,5 0.038 0.037 0.036 0.0374
3,5 0.050 0,049 0,048 0.0495
Grafik 4.8. Nilai kondukitifitas lar elektrolit dengan menggunakan green inhibitor
0
0,01
0,02
0,03
0,04
0,05
0,06
0 1 2 3 4
Ko
nd
ukt
ifit
as
% NaCl
Konduktifitas Dengan Menggunakan Green Inhibitor
Konduktifitas (S)
Pengaruh inhibitor..., Alfin Al Hakim, FT UI, 2011
65
UNIVERSITAS INDONESIA
LAMPIRAN 6
1. Data Hasil Laju Korosi Baja Karbon Pada Lingkungan NaCl yang
mengandung CO2 Tanpa Menggunakan Green Inhibitor
Tabel 4.9. Laju Korosi NaCl yang Mengandung Gas CO2 Tanpa Menggunakan
Green inhibitor
Konsentrasi NaCl (%) E corr (mV) I corr (uA/cm2) Laju Korosi (mpy)
0,5 -711 59,33 27,11
1,5 -709,6 41,32 21,11
2,5 -715 38,95 17,75
3,5 -710 28,38 15,69
Grafik 4.9. Laju Korosi NaCl yang Mengandung Gas CO2 Tanpa Menggunakan
Green inhibitor
-1,20E+00
-1,00E+00
-8,00E-01
-6,00E-01
-4,00E-01
-2,00E-01
0,00E+00
1,00E-07 1,00E-04
Laju
ko
rosi
(m
py)
wt % NaCl 0.5 % NaCl 1.5 % NaCl 2.5 % NaCl 3.5 % NaCl
Pengaruh inhibitor..., Alfin Al Hakim, FT UI, 2011
66
UNIVERSITAS INDONESIA
2. Data Grafik Tafel Hasil Laju Korosi Baja Karbon Pada Lingkungan NaCl
yang mengandung CO2 Tanpa Menggunakan Green Inhibitor
1) Tafel analisis baja karbon dalam larutan NaCl 0.5 % wt
2) Tafel analisis baja karbon dalam larutan NaCl 1.5 % wt
Pengaruh inhibitor..., Alfin Al Hakim, FT UI, 2011
67
UNIVERSITAS INDONESIA
3) Tafel analisis baja karbon dalam larutan NaCl 2.5 % wt
4) Tafel analisis baja karbon dalam larutan NaCl 3.5 % wt
Pengaruh inhibitor..., Alfin Al Hakim, FT UI, 2011
68
UNIVERSITAS INDONESIA
LAMPIRAN 7
3. Data Hasil Laju Korosi Baja Karbon Pada Lingkungan NaCl yang
mengandung CO2 Dengan Menggunakan Green Inhibitor
Tabel 4.11. Laju Korosi NaCl yang Mengandung Gas CO2 Dengan Menggunakan
Green inhibitor
Konsentrasi NaCl (%) E corr (mV) I corr (uA/cm2) Laju Korosi (mpy)
0,5 -631.4 21.03 11.65
1,5 -632.4 13.42 9.061
2,5 -635.0 9.91 5.167
3,5 -636.6 8.45 4.089
Grafik 4.11. Laju Korosi NaCl yang Mengandung Gas CO2 Dengan
Menggunakan Green inhibitor
-1,00E+00
-9,00E-01
-8,00E-01
-7,00E-01
-6,00E-01
-5,00E-01
-4,00E-01
-3,00E-01
-2,00E-01
-1,00E-01
0,00E+00
1,00E-07 1,00E-05 1,00E-03
Laju
Ko
rosi
(m
py)
wt % NaCl
0.5% NaCl 1.5%NaCl 2.5%NaCl 3.5%NaCl
Pengaruh inhibitor..., Alfin Al Hakim, FT UI, 2011
69
UNIVERSITAS INDONESIA
4. Data Grafik Tafel Hasil Laju Korosi Baja Karbon Pada Lingkungan NaCl
yang mengandung CO2 Dengan Menggunakan Green Inhibitor
1) Tafel analisis baja karbon dalam larutan NaCl 0.5 % wt
2) Tafel analisis baja karbon dalam larutan NaCl 1.5 % wt
Pengaruh inhibitor..., Alfin Al Hakim, FT UI, 2011
70
UNIVERSITAS INDONESIA
3) Tafel analisis baja karbon dalam larutan NaCl 2.5 % wt
4) Tafel analisis baja karbon dalam larutan NaCl 3.5 % wt
Pengaruh inhibitor..., Alfin Al Hakim, FT UI, 2011
71
UNIVERSITAS INDONESIA
LAMPIRAN 8
Instrumentasi Spektrofotometer UV-Vis
Instrumentasi FTIR
Pengaruh inhibitor..., Alfin Al Hakim, FT UI, 2011
72
UNIVERSITAS INDONESIA
LAMPIRAN 9
Dasar Pemikiran
Green inhibitor adalah sebuah zat kimia yang mampu menghambat atau
menurunkan laju korosi pada logam. Dinamakan Greeen dikarenakan terbuat dari
alam dan tidak dapat merusak lingkungan. Dan juga tidak menyebabkan racun
jika masuk kedalam metabolisme manusia.
Prosedur Pengujian Bil. Akumulasi
1. Timbang green inhibitor 1 dan green inhibitor 2 sebanyak 0.05 gram dan
0.2 gram secara berturut-turut.
2. Larutkan dengan Octanol for sintesis sebanyak 50 ml kedalam beaker
glass yang bersih.
3. Aduk dengan menggunakan magnetic sterrer hingga larut.
4. Pipet 10 ml larutan yang telah homogen lalu dilewatkan oleh sinar UV
pada 290 nm, lalu catat absorbansi yang didapat (Absoct).
5. Tambahkan 40 ml larutan buffer pospat (pH 6,98) lalu aduk dengan
magnetic sterrer selama 30 menit.
6. Diamkan selama 1 malam sehingga terjadi pemisahan antara air dengan
octanol yang baik (octanol pada bagian atas, air pada bagian bawah).
7. Pipet 10 ml bagian octanol yang telah terpisah sempurna lalu lewatkan
sinar UV pada 290 nm, lalu catat absorbansi yang didapat (Absoct + air).
Penentuan Bilangan Akumulasi
Bil Akumulasi =Log
Diketahui : Nilai = 1.04523
Nilai = 0.71916
Maka Bil Akumulasi = Log
= 0.1623
Pengaruh inhibitor..., Alfin Al Hakim, FT UI, 2011
73
UNIVERSITAS INDONESIA
LAMPIRAN 10
Grafik Gabungan Laju Korosi (Tanpa Green Inhibitor dan Dengan Green Inhibitor)
-1,20E+00
-1,00E+00
-8,00E-01
-6,00E-01
-4,00E-01
-2,00E-01
0,00E+00
1,00E-07 1,00E-04
Laju
ko
rosi
(m
py)
wt % NaCl
0.5 % NaCl Tanpa Green Inhibitor 1.5 % NaCl Tanpa Green Inhibitor
2.5 % NaCl Tanpa Green Inhibitor 3.5 % NaCl Tanpa Green Inhibitor
0.5 % NaCl Dengan Green Inhibitor 1.5 % NaCl Dengan Green Inhibitor
2.5 % NaCl Dengan Green Inhibitor 3.5 % NaCl Dengan Green Inhibitor
Pengaruh inhibitor..., Alfin Al Hakim, FT UI, 2011