PENGARUH IHSG, TINGKAT INFLASI, JIBOR DAN KURS...
-
Upload
phungduong -
Category
Documents
-
view
214 -
download
0
Transcript of PENGARUH IHSG, TINGKAT INFLASI, JIBOR DAN KURS...
PENGARUH IHSG, TINGKAT INFLASI, JIBOR DAN KURS TERHADAP
NILAI AKTIVA BERSIH (NAB) REKSA DANA BNP PARIBAS PESONA
SYARIAH PERIODE JUNI 2012 SAMPAI MEI 2017.
SKRIPSI
Disusun untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
(S.E.)
Oleh:
Gigih Ikhsani Utomo
NIM: 11140860000038
KONSENTRASI MONETER SYARIAH
JURUSAN EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018
i
ABSTRACT
The purpose of this research is to know the description of JCI (Jakarta
Composite Index), inflation rate, JIBOR, exchange rate and NAV (Net Asset
Value). The purpose of this research also to find out the effect of JCI, inflation
rate, JIBOR and exchange rate on NAV of BNP Paribas Pesona Syariah mutual
fund for the periode of June 2012 to Mei 2017 in long run and short run. This
reseacrh uses population. This research uses Error Correction Model (ECM) for
explaining the effect of JCI, inflation rate, JIBOR and exchange rate as
independent variables on NAV per share BNP Paribas Pesona Syariah mutual
fund as dependent variable. Simultaneously JCI, inflation rate, JIBOR and
exchange rate have effect on NAV in long run and short run. JCI Partially has
significant effect on NAV in long run and short run. Inflation rate partially doesn’t
have an effect on NAV in long run and short run. JIBOR partially doesn’t have an
effect on NAV in short run but it has significant effect on NAV in long run.
Exchange rate partially doesn’t have an effect on NAV in short run but it has
significant effect on NAV in long run.
Keywords: Net Asset Value, Share, BNP Paribas Pesona Syariah,
JCI, inflation rate, JIBOR, Exchange rate, ECM
ii
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui deskripsi IHSG,
tingkat Inflasi, JIBOR, Kurs dan Nilai Aktiva Bersih (NAB) Reksadana BNP
Paribas Syariah untuk periode Juni 2012 sampai Mei 2017. Penelitian ini juga
bertujuan untuk mengetahui pengaruh IHSG, tingkat inflasi, JIBOR dan kurs
terhadap NAB per unit penyertaan (UP) reksadana BNP Paribas Pesona Syariah
untuk periode Juni 2012 sampai Mei 2017 dalam jangka panjang dan jangka
pendek. Penelitian ini menggunakan Populasi. Penelitian ini menggunakan Error
Correction Model (ECM) dalam menjelaskan pengaruh IHSG, tingkat inflasi,
JIBOR dan kurs sebagai variabel independen terhadap NAB per UP reksadana
BNP Paribas Pesona Syariah sebagai variabel terikat. Secara simultan IHSG,
tingkat inflasi, JIBOR, dan kurs berpengaruh signifikan terhadap NAB baik dalam
jangka panjang dan jangka pendek. IHSG secara parsial berpengaruh signifikan
terhadap NAB dalam jangka panjang dan jangka pendek. Tingkat inflasi secara
parsial tidak berpengaruh terhadap NAB dalam jangka panjang dan jangka pendek.
JIBOR secara parsial tidak berpengaruh terhadap NAB dalam jangka pendek tapi
JIBOR secara parsial berpengaruh signifikan terhadap NAB dalam jangka panjang.
Kurs secara parsial tidak berpengaruh terhadap NAB dalam jangka pendek tapi
Kurs secara parsial berpengaruh signifikan terhadap NAB dalam jangka panjang.
Kata Kunci: Nilai Aktiva Bersih, Unit Penyertaan, BNP Paribas Pesona Syariah,
IHSG, tingkat, inflasi, JIBOR, Kurs, ECM
iii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah Yang Maha Esa,
atas rahmat dan berkah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian
dengan judul Pengaruh IHSG, Tingkat Inflasi, JIBOR, dan Kurs terhadap
Nilai Aktiva Berish (NAB) Reksadana BNP Paribas Pesona Syariah Periode
Juni 2012 – Mei 2017. Tidak lupa shalawat serta salam penulis ucapkan kepada
Muhammad, Rasulullah SAW, yang telah membawa umat manusia lepas dari
keadaan jahiliyah.
Penulis menyadari bahwa penelitian ini telah melewati beberapa
hambatan. Namun, dengan sungguh-sungguh serta bantuan baik secara materi
maupun non-materi dari berbagai pihak, penelitian ini dapat diselesaikan. Oleh
karena itu penulis ingin memberikan ucapan terimakasih sebagai berikut:
1. Kepada Bapak M. Arief Mufraini, sebagai Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis,
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan sebagai Pembimbing Skripsi I. Ucapan
terimakasih juga penulis ucapkan kepada Ibu RR. Tini Anggraeni, sebagai
Sekertaris Jurusan Ekonomi Syariah, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta dan sebagai Pembimbing Skripsi II dan juga sebagai
Pembimbing Akademik. Penulis ucapkan terimakasih karena telah
membimbing penulis hingga penilitian ini selesai.
2. Kepada Bapak Yoghi Citra Pratama, sebagai Ketua Jurusan Ekonomi Syariah,
Fakultas Ekonomi dan Bisnis, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah
membimbing penulis dalam proses belajar hingga penelitian ini dapat
diselesaikan.
3. Kepada Bapak Joko Suprayitno dan Ibu Titin Subarti, orang tua penulis dan
Mas Age dan juga Mas Datu, kakak-kakak penulis yang telah mendukung,
iv
mengarahkan, mengarahkan dan juga mengingatkan penulis agar rajin kuliah
dan menyelasikan skripsi hingga tuntas.
4. Kepada seluruh dosen dan sifitas akademik Fakultas Ekonomi dan Bisnis, UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu penulis dalam menggapai
ilmu yang berguna bagi penulis sendiri serta bagi orang lain kelak.
5. Kepada teman-teman kost Makam yang telah memberikan tempat istirahat,
pinjaman uang dan pemberian materi kepada penulis serta sebagai teman
seperjuangan dari zaman OPAK sampai penulis dapat menyelesaikan studi di
Kampus.
6. Kepada teman-teman Band Bulat Besar yang telah memberikan ilmu musik
serta kesenangan bersama dalam latihan dan manggung bersama selama kuliah
dan semoga bisa berlanjut untuk seterusnya.
7. Kepada Anisa Nurul Hidayah yang telah menemani penulis dan menjadi
sahabat baik karena mengingatkan penulis agar rajin kuliah.
8. Kepada teman-teman Ekonomi Syariah yang telah melewati berbagai
perjuangan, suka, duka, canda maupun tawa bersama penulis. Semoga
silaturahim tetap terjaga.
Penulis menyadari bahwa penelitian ini memiliki kekurangan.
Karenanya, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran agar peneletian ini
dapat disempurnakan.
v
Penulis berharap agar penelitian ini dapat bermanfaat bagi masyarakat,
dunia akademisi, manajer investasi, invetor dan pembaca serta bagi penulis sendiri
dalam rangka pengembangan keahlian penulis.
Jakarta, April 2018
Gigih Ikhsani Utomo
vi
DAFTAR ISI
ABSTRACT.............................................................................................................i
ABSTRAK..............................................................................................................ii
KATA PENGANTAR...........................................................................................iii
DAFTAR ISI..........................................................................................................vi
DAFTAR TABEL.................................................................................................ix
DAFTAR GRAFIK................................................................................................x
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................xi
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................xii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar Belakang...........................................................................................1
B. Rumusan Masalah....................................................................................13
C. Tujuan Penelitian.....................................................................................14
D. Manfaat Penelitian...................................................................................15
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................16
A. Investasi...................................................................................................16
B. Pasar Modal.............................................................................................17
C. Return dan Risiko....................................................................................19
D. Reksadana................................................................................................29
E. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi NAB Reksadana.............................26
F. Indeks Harga Saham................................................................................28
G. Inflasi.......................................................................................................31
H. Suku Bunga..............................................................................................32
vii
I. Kurs..........................................................................................................33
J. Penelitian Terdahulu................................................................................34
K. Kerangka Penelitian.................................................................................39
L. Hipotesis..................................................................................................42
BAB III METODE PENELITIAN.....................................................................46
A. Ruang Lingkup Penelitian........................................................................46
B. Metode Pengumpulan Data......................................................................46
C. Metode Analisis Data...............................................................................47
1. Uji Stasioner........................................................................................48
2. Uji Kointegrasi....................................................................................49
3. Uji Asumsi Klasik...............................................................................50
4. Uji Statistik Koefisien Regresi............................................................54
D. Operasional Variabel Penelitian...............................................................58
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN.......................................................62
A. Gambaran Umum Objek Penelitian.........................................................62
1. BNP Paribas Pesona Syariah...............................................................62
B. Analisis dan Pembahasan.........................................................................63
1. Deskripsi Variabel...............................................................................63
2. Pengujian Stasioner.............................................................................66
3. Model Regresi Linier Berganda..........................................................66
4. Pengujian Kointegrasi.........................................................................68
5. Pengujian Asumsi Klasik....................................................................70
6. Pengujian Koefisien Determinasi........................................................72
viii
7. Pengujian Simultan.............................................................................72
8. Pengujian Parsial.................................................................................72
9. Pembahasan.........................................................................................76
BAB V PENUTUP................................................................................................80
A. Kesimpulan..............................................................................................80
B. Saran........................................................................................................81
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................83
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Jumlah Produk dan Nilai Aktiva Bersih Reksadana
Syariah Per-jenis 26 Mei 2017......................................................2
Tabel 1.2 Return Reksadana Saham Syariah Selama 5 Tahun
dan Return Rata-Rata Per Bulan pada Juni 2017......................5
Tabel 1.3 Data Tahunan NAB Reksadana BNP Paribas Pesona
Syariah dan IHSG Tahun 2012 – 2016.........................................7
Tabel 1.4 Data NAB Reksadana BNP Paribas Pesona Syariah
dan Kurs IDR/USD Bulan Juni 2012 – Bulan April 2013.......12
Tabel 4.1 Nilai Rata-rata NAB/UP BNP Paribas Pesona Syariah,
IHSG, Tingkat Inflasi, JIBOR dan Kurs...................................63
Tabel 4.2 Hasil Uji ADF pada Setiap Variabel..........................................66
Tabel 4.3 Model Regresi Linier Berganda..................................................67
Tabel 4.4 Hasil Uji ADF Tahap Level pada Variabel ECT......................68
Tabel 4.5 Regresi ECM.................................................................................69
Tabel 4.6 Hasil Uji Normalitas....................................................................70
Tabel 4.7 Hasil Uji Heterokedastisitas........................................................71
Tabel 4.8 Hasil Uji Multikolinearitas..........................................................71
x
DAFTAR GRAFIK
Grafik 1.1 Pergerakan NAB Reksadana BNP Paribas Pesona
Syariah dan Inflasi Tahun 2012 – 2016........................................8
Grafik 1.2 Pergerakan NAB Reksadana BNP Paribas Pesona
Syariah dan JIBOR Bulan Desember 2014 – April 2016.........10
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Penelitian.........................................................40
Gambar 3.1 Pengambilan Keputusan Uji Durbin-Watson...............51
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1: Data Variabel NAB, IHSG, Inflasi, JIBOR dan Kurs...............87
Lampiran 2: Output Uji ADF tahap Level........................................................88
Lampiran 3: Output Uji ADF tahap 1st Difference...........................................90
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara yang menjadi pusat
peradaban Islam di Dunia. Hal tersebut dapat dilihat bahwa Indonesia
memiliki jumlah umat muslim terbanyak di Dunia. Menurut Pewforum
(diakses tanggal 10 November 2017) bahwa pada tahun 2009 Indonesia
memiliki jumlah umat muslim terbesar di dunia. Umat muslim di Indonesia
sebanyak 202,867 juta atau 12,9% penduduk muslim dunia adalah warga
negara Indonesia. Akan tetapi, kesenjangan ekonomi di Indonesia relatif
tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara yang ada di dunia. Menurut
Efendi dan Kusdyanto (86: 2017) bahwa Indonesia menduduki peringkat
keempat yang memiliki tingkat kesenjangan ekonomi yang tinggi. Tingkat
kesenjangan ekonomi di Indonesia sebesar 49,3% (dari persentase kekayaan
nasional yang dimiliki 1% warga). Dengan adanya reksadana, kegiatan
investasi dapat mencakup semua kalangan karena investasi reksadana tidak
membutuhkan dana yang terlalu banyak tapi dikelola oleh manajer investasi
yang profesional.
Reksadana sendiri memiliki beberapa jenis seperti reksadana
pasar uang, reksadana pendapatan tetap, reksadana campuran, dan reksadana
saham. Semua jenis reksadana tersebut telah memiliki versi yang sesuai
dengan hukum Islam di Indonesia. Hal tersebut dapat terlihat pada Tabel 1.1.
2
Tabel 1.1
Jumlah Produk dan Nilai Aktiva Bersih Reksadana Syariah Per-jenis 26 Mei
2017
No. Jenis Reksadana Jumlah
Produk
Nilai Aktiva
Bersih*
1 Reksadana saham syariah 51 9,68
2 Reksadana terproteksi syariah 30 2,70
3 Reksadana pendapatan tetap
syariah
29 2,60
4 Reksadana campuran syariah 21 1,92
5 Reksadana pasar uang syariah 16 1,37
6 Reksadana indeks syariah 1 0,15
*dalam Rp Triliun
Sumber : OJK
Pada Tabel 1.1, jenis reksadana syariah dengan jumlah produk
dan Nilai Aktiva Bersih (NAB) terbanyak adalah Reksadana saham syariah
(dengan jumlah produk sebanyak 51 produk dan jumlah NAB sebesar Rp
9,68 Triliun), lalu posisi kedua yaitu reksadana terproteksi syariah (30
produk dan NAB sebesar Rp 2,70 Triliun). Posisi ketiga yaitu reksadana
pendapatan tetap syariah (29 produk dan NAB sebesar Rp 2,60 Triliun), lalu
diikuti oleh reksadana campuran syariah (21 produk dan NAB sebesar Rp
1,92 Triliun), lalu posisi kelima yaitu reksadana pasar uang syariah (16
produk dan NAB sebesar Rp 1,37 Triliun) dan posisi terakhir yaitu
reksadana indeks syariah (1 produk dan NAB sebesar Rp 0,15 Triliun). Oleh
karena itu, pangsa pasar reksadana syariah sebagian besar masih diisi oleh
reksadana saham syariah.
3
Setelah mengetahui bahwa reksadana saham syariah memiliki
NAB terbesar dibandingkan dengan jenis reksadana syariah lainnya. Salah
satu hal yang dapat meningkatkan NAB pada suatu reksadana adalah
tindakan pembelian pada produk reksadana yang ingin dibeli. Pada sekarang
ini, pembelian atau penjualan reksadana dipermudah dengan adanya
kemajuan teknologi. Pada sekarang ini, kegiatan keuangan sudah
terintegrasi dengan kemajuan teknologi. Hal tersebut biasa disebut dengan
Financial Technology atau bisa disingkat FinTech.
Lembaga Negara sendiri seperti OJK telah memperhatikan
fenomena tersebut. Salah satu bukti usaha OJK dalam menaungi perusahaan
FinTech dengan cara mengeluarkan POJK No. 77/POJK.01/2016 tentang
Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi. FinTech
sendiri di Indonesia telah memiliki asosiasinya sendiri dengan nama
FinTech Indonesia.
Asosiasi FinTech Indonesia didirikan sebagai wadah perusahaan
start-up FinTech agar perusahaan-perusahaan start-up FinTech di Indonesia
dapat berkembang melalui beberapa cara seperti edukasi sesama anggota,
adanya lembaga riset, dan memperluas link antar perusahaan-perusahaan
FinTech di negara lain (FinTech Indonesia, diakses tanggal 13 Juni 2017).
Bareksa adalah perusahaan FinTech didirikan pada tanggal 17 Februari
2013 yang khusus menjual produk-produk reksadana dengan fitur-fitur
tambahan lainnya seperti berita, analisa, dan alat hitung estimasi/simulasi
investasi, dan data market (Bareksa, diakses pada tanggal 13 Juni 2017).
4
Bareksa adalah satu-satunya perusahaan FinTech yang menjadi
anggota Asosiasi FinTech Indonesia dengan bisnis menjual produk-produk
reksadana. Oleh karena itu penelitian ini menggunakan produk-produk
reksadana saham yang diperdagangkan di Barkesa. Banyaknya produk
reksadana yang tersedia untuk diperdagangkan, maka sebagai investor
memiliki banyak pilihan dalam memilih produk reksadana di Bareksa. Salah
satu preferensi investor dalam memilih reksadana yaitu melihat dari tingkat
return-nya.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Alexandri (2015)
dimana besarnya risiko total, umur reksadana, pemilihan saham, market
timing, dan biaya berpengaruh signifikan terhadap kinerja reksadana. Hanya
variabel beta, ukuran reksadana yang tidak berpengaruh signifikan terhadap
kinerja reksadana. Usia reksadana berpengaruh positif terhadap kinerja
reksadana. Maka penelitian ini menggunakan produk reksadana saham
syariah yang diperdagangkan di Bareksa.com minimal 5 tahun telah
beroperasi, karena reksadana tersebut telah melewati beberapa
fase/fenomena ekonomi.
Berikut peringkat dengan kinerja return rata-rata per bulan selama
5 tahun terbaik reksadana saham syariah yang diperdagangkan di Bareksa
yang ditampilkan pada Tabel 1.2
5
Tabel 1.2
Return Reksadana Saham Syariah Selama 5 Tahun dan Return Rata-Rata
Per Bulan pada Juni 2017
No. Nama produk
return kumulatif
selama 5 tahun
return rata-
rata/bulan
1 BNP Paribas Pesona Syariah 41,83% 0,697%
2 Cipta Syariah Equity 41,27% 0,688%
3 Trim Saham Syariah 35,84% 0,597%
4
CIMB-Principal Islamic Equity
Growth Syariah 15,90% 0,265%
5 Mandiri Investa Atraktif Syariah 9,83% 0,164%
Sumber: Bareksa.com, Data Diolah
Pada Tabel 1.2 dapat dilihat bahwa produk reksadana saham
syariah yang telah berjalan minimal selama 5 tahun dengan return tertinggi
yang diperdagangkan di Bareksa.com adalah BNP Paribas Pesona Syariah
(rata-rata return/bulan yaitu 0,697%). Reksadana saham syariah dengan
return tertinggi kedua adalah produk Cipta Syariah Equity (rata-rata
return/bulan yaitu 0,688%). Reksadana saham syariah dengan return
tertinggi ketiga adalah Trim Saham Syariah (rata-rata return/bulan adalah
0,597%) lalu diikuti produk CIMB-Principal Islamic Equity Growth Syariah
sebagai reksadana dengan return tertinggi keempat (rata-rata return/bulan
yaitu 0,265%).
Reksadana saham syariah dengan return tertinggi kelima adalah
produk Mandiri Investa Atraktif Syariah dengan rata-rata return/bulan
sebesar 0,164%. Oleh karena itu, Reksadana BNP Paribas Pesona Syariah
6
dijadikan objek variabel penelitian karena memiliki return tertinggi jika
dibandingkan dengan produk reksadana saham lain yang diperdagangkan di
Bareksa.
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pergerakan NAB
reksadana seperti IHSG (berdasarkan hasil penelitian yang ditulis oleh
Tricahyadinata tahun 2016), tingkat inflasi (berdasarkan hasil penelitian
yang ditulis oleh Sholihat, Dzulkirom dan Topowijono tahun 2015), JIBOR
atau Jakarta Interbank Offered Rate (berdasarkan hasil penelitian yang
ditulis oleh Tricahyadinata tahun 2016), dan kurs (berdasarkan penelitian
yang ditulis oleh Rachman dan Mawardi tahun 2015). Akan tetapi, faktor-
faktor tersebut memiliki masalah dalam menjelaskan pengaruhnya terhadap
NAB.
Menurut Tricahyadinata (2016) menyatakan bahwa IHSG secara
parsial berpengaruh terhadap NAB reksadana. Hasil penelitian tersebut
berbeda dengan hasil penelitian dalam Wahyuningtyas dan Hartono (2016)
yang menyatakan bahwa IHSG secara parsial tidak berpengaruh terhadap
NAB reksadana. Adanya perbedaan hasil penelitian tersebut membuktikan
adanya kontradiksi antara hasil penelitian Tricahyadinata (2016) dengan
hasil penelitian Wahyuningtyas dan Hartono (2016). Masalah lainnya yaitu
adalah perbedaan hasil Tricahyadinata (2016) yang menyatakan IHSG
berpengaruh positif terhadap NAB dengan fakta. Masalah tersebut dapat
dilihat pada Tabel 1.3.
7
Tabel 1.3
Data Tahunan NAB Reksadana BNP Paribas Pesona Syariah dan IHSG
Tahun 2012 – 2016
tgl NAB/up IHSG
2012 1846,930 3840,596
2013 2490,930 4865,324
2014 2426,600 4885,083
2015 2349,600 5014,992
2016 2416,970 4933,989
Sumber: Kontan, Yahoo Finance
Pada Tabel 1.3, terlihat bahwa pada bulan Juni 2012 ke Juni 2013
IHSG dan NAB sama-sama meningkat (NAB pada tahun 2012 adalah
1846,930 menjadi 2490,930 pada tahun 2013. IHSG pada tahun 3840,596
menjadi 4865,324 pada tahun 2013). Setelah tahun 2013 hubungan NAB
dengan IHSG berbanding terbalik atau negatif. Hal tersebut dapat dilihat
saat NAB mengalami tren menurun (pada tahun 2014 NAB adalah 2426,600,
pada tahun 2015 NAB adalah 2349,600), sedangkan IHSG mengalami tren
meningkat (pada tahun 2014 nilai IHSG adalah 4885,083 dan pada tahun
2015 nilai IHSG adalah 5104,992). Saat NAB meningkat pada tahun 2016
menjadi 2416,970, nilai IHSG menurun menjadi 4933,989. Berdasarkan
fakta tersebut, IHSG memiliki hubungan terbalik dengan NAB. Hal tersebut
berbeda dengan hasil penelitian Tricahyadinata (2016) yang menyatakan
IHSG berpengaruh positif terhadap NAB
Menurut Sholihat, Dzulkiron dan Topowijono (2015) menyatakan
bahwa secara parsial tingkat inflasi berpengaruh terhadap NAB. Berbeda
dengan hasil penelitian Makau (2016) yang menyatakan bahwa tingkat
8
inflasi secara parsial tidak berpengaruh terhadap NAB. Adanya perbedaan
hasil penelitian Sholihat, Dzulkiron dan Topowijono (2015) dengan hasil
penelitian Makau (2016) menyebabkan adanya masalah dalam menjelaskan
pengaruh inflasi terhadap NAB. Selain itu adanya perbedaan dengan hasil
penelitian Sholihat, Dzulkiron dan Topowijono (2015) dengan fakta yang
dipaparkan pada Grafik 1.1.
Grafik 1.1
Pergerakan NAB Reksadana BNP Paribas Pesona Syariah dan Inflasi Tahun
2012 - 2016
Sumber: Kontan, Bank Indonesia, Data diolah
Menurut Sholihat, Dzulkiron dan Topowijono (2015) menyatakan
bahwa tingkat inflasi berpengaruh negatif terhadap NAB. Berdasarkan
Grafik 1.1 terlihat bahwa pada tahun 2012 sampai 2013 NAB reksadana
bergerak searah dengan inflasi. Pada tahun 2013 sampai 2016 NAB
reksadana bergerak stabil. Tingkat inflasi bergerak meningkat dari tahun
9
2012 sampai tahun 2014, lalu pergerakan inflasi cenderung stabil pada tahun
2014 sampai tahun 2015. Tingkat inflasi menurun tajam pada tahun 2015 ke
tahun 2016, tapi NAB bergerak stabil dari tahun 2013 sampai tahun 2016.
Hal tersebut adanya perbedaan hasil penelitian Sholihat, Dzulkiron dan
Topowijono (2015) yang menyatakan bahwa tingkat inflasi berpengaruh
negatif terhadap NAB dengan faktanya yaitu tingkat inflasi berhubungan
positif atau searah dengan NAB terutama pada tahun 2012 sampai tahun
2013. Oleh karena itu, tingkat inflasi dijadikan variabel bebas pada
penelitian ini.
Menurut Tricahyadinata (2016) menyatakan bahwa JIBOR secara
parsial berpengaruh terhadap NAB. JIBOR memiliki pengaruh positif
terhadap NAB. Akan tetapi, hasil penelitian tersebut berbeda dengan fakta
yang terjadi khususnya pada bulan Desemeber 2014 sampai bulan Maret
2016. Pergerakan NAB dan JIBOR akan ditampilkan pada Grafik 1.2.
10
Grafik 1.2
Pergerakan NAB Reksadana BNP Paribas Pesona Syariah dan JIBOR Bulan
Desember 2014 – April 2016
Sumber: Kontan, Bank Indonesia, Data diolah
Berdasarkan Grafik 1.2, pada bulan Desember 2014 – Februari
2015 NAB reksadana BNP Paribas Pesona Syariah mengalami sedikit
peningkatan. Berbeda dengan JIBOR pada bulan Desember 2014 – Februari
2015 yang mengalami sedikit penurunan. Pada bulan Maret 2014 JIBOR
mengalami peningkatan bulan November 2015. NAB mulai bergerak
menurun pada bulan April 2015 sampai bulan September 2015. Garis NAB
saling berpotongan dengan garis JIBOR pada bulan Agustus 2015. Setelah
itu, NAB terus mengalami peningkatan dari bulan September 2015 sampai
bulan April 2016. Berbeda dengan NAB, JIBOR mengalami nilai yang
cenderung tetap dari bulan November 2015 sampai bulan Januari 2016,
setelah bulan Januari 2016 JIBOR terus mengalami penurunan sampai bulan
11
April 2016. Garis NAB saling berpotongan untuk kedua kalinya dengan
garis JIBOR pada bulan Maret 2016. Berdasarkan penjelasan tersebut,
menunjukan bahwa faktanya JIBOR memiliki hubungan terbalik atau
negatif dengan NAB. Perbedaan hasil penelitian Tricahyadinata (2016)
dengan fakta yang terjadi menyebabkan adanya masalah dalam fenomena
pengaruh JIBOR terhadap NAB. Oleh karena itu JIBOR dijadikan salah satu
variabel bebas dalam penelitian ini.
Menurut Rachman dan Mawardi (2015) menyatakan bahwa kurs
secara parsial berpengaruh terhadap NAB. Hal tersebut berbeda dengan
hasil penelitian Wahyuningtyas dan Hartono (2016) yang menyatakan
bahwa kurs tidak berpengaruh terhadap NAB. Perbedaan hasil penelitian
Rachman dan Mawardi (2015) dengan hasil penelitian Rachman dan
Mawardi (2015) menyebabkan adanya masalah dalam menjelaskan
pengaruh kurs terhadap NAB. Selain itu, adanya perbedaan hasil penelitian
Rachman dan Mawardi (2015) dengan fakta. Hal tersebut dapat dijelaskan
sesuai pada Tabel 1.3
12
Tabel 1.4
Data NAB Reksadana BNP Paribas Pesona Syariah dan Kurs IDR/USD
Bulan Juni 2012 – Bulan April 2013
tgl NAB/up kurs
Juni 2012 1846,930 9370,000
Juli 2012 1929,960 9410,000
Agustus 2012 1978,500 9467,500
September 2012 2002,570 9570,000
Oktober 2012 2092,520 9591,000
November 2012 2147,400 9605,000
Desember 2012 2098,750 9620,000
Januari 2013 2149,120 9667,500
Februari 2013 2177,160 9692,500
Maret 2013 2396,570 9692,500
April 2013 2383,160 9748,500
Sumber: Kontan, Investing
Menurut Rachman dan Mawardi (2015) bahwa kurs berpengaruh
negatif terhadap NAB (dengan kata lain saat kurs IDR terhadap USD
terdepresiasi maka NAB akan menurun). Berdasarkan Tabel 1.4, kurs IDR
terhadap USD terus mengalami depresiasi dari Juni 2012 sampai April 2103
yaitu dari 9370 IDR/USD menjadi 9748 IDR/USD. NAB mengalami nilai
yang meningkat dari Juni 2012 sampai November 2012 yaitu dengan nilai
1846,930 menjadi 2147,400, lalu menurun pada Desember 2012 menjadi
2098,750. Nilai NAB meningkat kembali dari Desember 2012 (dengan nilai
2098,75) sampai Maret 2013 (dengan nilai 2396,570), setelah itu mengalami
sedikit penurunan pada April 2013 dengan nilai 2383,160. Berdasarkan hal
tersebut bahwa faktanya hubungan kurs IDR/USD dengan cenderung positif
atau searah, berbeda dengan hasil penelitian Rachman dan Mawardi yang
menyatakan bahwa kurs IDR/USD berpengaruh positif terhadap NAB. Oleh
13
karena adanya masalah tersebut, kurs dijadikan salah satu variabel bebas
dalam penelitian ini.
Berdasarkan masalah-masalah yang telah disebutkan sebelumnya,
maka peneliti terdorong untuk melakukan penelitian dengan judul :
“Pengaruh IHSG, Tingkat Inflasi, JIBOR, dan Kurs terhadap Nilai
Aktiva Berish (NAB) Reksadana Saham Produk BNP Paribas Pesona
Syariah Periode Juni 2012 – Mei 2017”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada bagian Latar Belakang, Penelitian ini memiliki
beberapa perumusan masalah, yaitu:
1. Apakah terdapat pengaruh antara IHSG, tingkat inflasi, JIBOR dan kurs
terhadap NAB Reksadana BNP Paribas Pesona Syariah dalam jangka
panjang?
2. Apakah terdapat pengaruh antara IHSG, tingkat inflasi, JIBOR dan kurs
terhadap NAB Reksadana BNP Paribas Pesona Syariah dalam jangka
pendek?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan-rumusan masalah penelitian, penelitian ini
memiliki beberapa tujuan sebagai berikut.
1. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis apakah terdapat pengaruh
antara IHSG, tingkat inflasi, JIBOR dan kurs terhadap NAB Reksadana
BNP Paribas Pesona Syariah dalam jangka panjang.
14
2. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis apakah terdapat pengaruh
antara IHSG, tingkat inflasi, JIBOR dan kurs terhadap NAB Reksadana
BNP Paribas Pesona Syariah dalam jangka pendek.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini memiliki beberapa manfaat yang dapat dicapai.
Manfaat-manfaat tersebut sebagai berikut:
1. Bagi peneliti, penelitian ini bermanfaat dalam mengaplikasikan ilmu
yang telah didapat selama masa studi dan juga menambah pengetahuan
tentang ilmu ekonomi khususnya investasi reksadana
2. Bagi masyarakat, penelitian ini bermanfaat sebagai refrensi masyarakat
terhadap investasi reksadana dan penelitian ini juga dapat dimanfaatkan
sebagai landasan dalam memutuskan tindakan investasi.
3. Bagi Manajer Investasi, penelitian ini bermanfaat sebagai bahan riset
yang dapat dijadikan strategi investasi.
4. Penelitian ini bermanfaat sebagai refrensi penelitian selanjutnya
khususnya penelitian yang berkaitan dengan reksadana.
15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Investasi
Islam sebagai agama yang sempurna juga membicarakan kegiatan
ekonomi salah satunya kegiatan investasi. Paradigma Islam terhadap
kegiatan investasi salah satunya yang ditulis oleh Billah (2016: 12), “An
independent Shari’ah scholar, Shaykh Yusuf Talal DeLorenzo mentioned
that Investing is one way in which Muslims can be good stewards of their
money, as promoted by the teachings of Islam” (seorang cendikiawan
independen Islam, Syekh Yusuf Talal DeLorenzo menyebutkan bahwa
investasi adalah salah satu jalan dimana muslim dapat melakukan hal yang
baik dengan uang mereka seperti yang diajarkan oleh Islam). Menurut
Martalena dan Malinda (2011: 1), “investasi merupakan bentuk penundaan
konsumsi masa sekarang untuk memperoleh konsumsi di masa yang akan
datang, di mana di dalamnya terkandung risiko ketidakpastian sehingga
dibutuhkan kompensasi atas penundaan tersebut”.
Investasi yang sesuai dengan islam (yaitu mengikuti petunjuk
yang ada di Al Quran serta tuntunan yang diajarkan Rasulullah SAW) dapat
memberikan keuntungan bagi investor itu sendiri dan manfaat bagi
lingkungan sosial. Oleh karena itu ada etika dalam berinvestasi sesuai
dengan ajaran Islam. Menurut Antonio dalam Sakinah (2014: 254), “ada
perbedaan yang mendasar antara investasi dengan membungakan uang baik
dari segi definisi maupun makna dari masing-masing istilah. Dalam
16
investasi, setiap pengembalian (return) akan diikuti dengan risiko
(risk)”. Hal ini juga sejalan dengan investasi konvensional berdasarkan
analisis yang ditulis oleh Ross dkk. (2010: 383), “The greater the potential
reward, the greater is the risk” (semakin besar potensi keuntungan, semakin
besar pula risikonya).
investor yang mengikuti ajaran Islam perlu mengetahui prinsip-
prinsip investasi yang sesuai dengan ajaran islam. Prinsip-prinsip tersebut
sebagai berikut:
1. Tidak mendapatkan rizki yang haram, baik cara maupun zatnnya.
2. Tidak mendzalimi dan tidak didzalimi.
3. Distribusi pendapatan yang adil;
4. Transaksi didasari pada kerelaan masing-masing pihak;
5. Tidak ada unsur riba, maysir/perjudian/spekulasi dan gharar (ketidak
jelasan/samar-samar) (Aziz dalam Sakinah, 2014: 255).
Investasi dapat dilakukan melalui beberapa media. Umumnya,
investasi dibedakan menjadi dua bentuk, yaitu: investasi pada financial
assets dan investasi pada real assets (Halim, 2015: 13). Investasi pada
financial assets dapat berupa surat-surat berharga (sekuritas) yang
diperdagangkan di pasar uang seperti sertifikat deposito, surat berharga
pasar uang dan lainnya atau yang diperdagangkan pada pasar modal seperti
saham, obligasi, sukuk, reksadana dan lain-lain.
17
B. Pasar modal
Menurut Aziz (2010: 63), “pasar modal syariah adalah kegiatan
yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek,
perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya serta
lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek yang menjalankan
kegiatannya sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam”. Pasar modal juga
memiliki pihak yang meminta suatu efek dan bersedia membayar efek
tersebut (pembeli) dan pihak yang menjual efek sebagai bentuk permintaan
modal (penjual). Hal tersebut juga terjadi pada pasar secara umum dimana
ada dua pihak yaitu pembeli dan penjual. Baik di pasar modal dan di pasar
secara umum terjadi pertukaran antara penjual dengan pembeli, yang
membedakan adalah objek yang diperdagangkan. Pasar tradisional
memperdagangkan barang atau jasa, sedangakan pasar modal
memperdagangkan surat berharga.
Pasar Modal Syariah harus memenuhi beberapa prinsip. Adapun
yang dimaksud prinsip-prinsip syariah dalam pasar modal adalah:
1. Segala seuatau yang berkaitan dengan perjudian (zero sum games)
dilarang pada pasar modal syariah;
2. Kegiatan keuangan yang memiliki unsur riba dilarang dalam pasar
modal syariah;
3. Emiten yang bergerak dalam usaha yang berkaitan barang haram maka
dilarang dalam pasar modal syariah;
18
4. Emiten yang bergerak dalam usaha jasa yang merusak moral maka
dilarang dalam pasar modal syariah;
5. Struktur modal emitan didominasi oleh sumber yang berkaitan dengan
riba maka dilarang dalam pasar modal syariah (Aziz, 2010: 64).
Berdasarkan Prinsip-prinsip tersebut maka saham syariah adalah
saham yang diterbitkan emiten dengan bisnis yang sesuai hukum Islam.
Menurut Aziz (2010: 64) bahwa adapun prinsip dalam transaksi yang
mengandung unsur dharar, gharar, riba, maisir, risywah, maksiat dan
kezhaliman sebagaimana dimaksud di atas meliputi:
1. Najsy, yaitu melakukan penawaran palsu;
2. Bai’ al-ma’dum, yaitu melakukan penjualan atas barang (efek syariah)
yang belum dimiliki (short selling);
3. Insider trading, yaitu menggunakan informasi orang dalam saat
informasi tersebut belum dipublikasi secara resmi;
4. Margin trading, transaksi yang dilakukan dari dana pinjaman yang
dikenakan bunga;
5. Ihtikar (penimbunan), yaitu mengumpulkan efek sebanyak-banyaknya
agar harganya meningkat dan dijual dikemudian hari dengan niat
mendapatkan keuntungan;
6. Dan transaksi-transaksi lain yang mengandung unsur-unsur di atas.
Selain itu, apabila perusahaan (emiten) memiliki saham lebih dari
50% di perusahaan tidak syariah (dari jenis usaha maupun keuangannya),
maka emiten tersebut dikatakan tidak syariah (Sakinah, 2014: 257).
19
Screening dari segi kuantitatif pada efek-efek syariah yang diperdagangkan
di pasar modal adilihat dari rasio keuangannya. Berdasarkan Shariah
Suvervisory Board (SSB) dalam Huda dan Nasution (2014: 46) perusahaan-
perusahaan yang akan dikeluarkan dari indeks syariah, yaitu Dow Jones
Islamic Market (DJIM), adalah perusahaan yang memiliki rasio keuangan
sebagai berikut:
1. Total Utang/Total Aset = atau > 33%;
2. Total Piutang/Total Aset = atau > 47%;
3. Non Operating Interest-Income/Operating Income = > 9%.
C. Return dan Risiko
Berinvestasi pada surat berharga memiliki karakteristiknya
tersendiri. Salah satu dari karakteristik tersebut adalah return. Return
adalah peningkatan dalam persentase kekayaan dengan memegang saham
untuk sesuatu jangka waktu (Rodoni, 2009: 50). Return investasi di
sekuritas memiliki beberapa komponen yaitu:
1. Capital gain (loss) adalah keuntungan (kerugian) bagi investor yang
diperoleh dari kegiatan jual-beli efek pada pasar sekunder.
2. Yield adalah aliran masuk kas yang diterima investor secara berkala
(seperti dividen). Yield tersebut adalah perbandingan antara aliran kas
tersebut dengan harga efek (Halim, 2015: 43).
Investasi selain memiliki return juga tidak bisa dipisahkan dengan
risikonya. Risiko adalah pergerakan nilai yang tidak sesuai dengan
ekspektasi (Rodoni, 2009: 48). Menurut Tandelilin (2010: 103 – 104) ada
20
beberapa jenis-jenis risiko dalam investasi yang perlu dipertimbangkan,
risiko-risiko tersebut yaitu:
1. Risiko bisnis (business risk), risiko yang ada pada suatu bisnis.
2. Risiko likuiditas (liqudity risk), risiko ini volume perdagangan pada
pasar sekunder;
3. Risiko Finansial, risiko yang berkaitan dengan pembiayaan perusahaan
dengan hutang;
4. Risiko tingkat bunga (interest rate risk), merupakan risiko diakibatkan
oleh perubahan tingkat suku bunga.
5. Risiko pasar (market risk), merupakan risiko yang diakbitkan volatilitas
pasar secara keseluruhan;
6. Risiko inflasi (inflation risk), suatu faktor nilai rill uang. Jika suku
bunga naik maka inflasi juga meningkat, karena investor membutuhkan
tambahan premium inflasi untuk mengganti kerugian daya beli.
7. Risiko mata uang (exchange rate risk), merupakan risiko yang berasal
dari pergerakan nilai kurs.
8. Country risk, risiko yang berkaitan dengan situasi politik.
Risiko angka 1 sampai dengan 3 termasuk risiko yang dapat
dihindari (unsystematic risk), sedangkan risiko angka 4 sampai dengan
angka 8. termasuk risiko yang tidak dapat dihindari (systematic risk).
Menurut Huda dan Nasution (2014: 16), “Systematic risk adalah risiko yang
tidak dapat dihilangkan dengan melakukan diversifikasi, karena fluktuasi
risiko ini dipengaruhi oleh faktor-faktor makro yang dapat mempengaruhi
21
pasar secara keseluruhan”. Menurut Huda dan Nasution (2014: 16),
“unsystematic risk adalah risiko yang timbul dari faktor-faktor mikro yang
ada pada perusahaan industri tertentu, sehingga pengaruhnya hanya pada
bisnis tersebut”.
D. Reksadana
Menurut Halim (2015: 11), “Reksadana dapat juga diartikan
sebagai wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat
pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan dalam portofolio Efek oleh
Manajer Investasi”. Reksadana sendiri memiliki beberapa jenis. Reksadana
berdasarkan bentuknya terbagi menjadi dua yaitu reksadana berbentuk
perseroan (corporate type) dan reksadana berbentuk Kontrak Investasi
Kolektif (conractual type). Berikut penjelasannya:
1. Reksadana berbentuk perseroan
Menurut Aziz (2010:141), “Reksadana suatu perusahaan
(perseroan terbatas), yang dari sisi bentuk hukum tidak berbeda dengan
perusahaan lainnya. Perbedaan terletak pada jenis usaha, yaitu jenis
usaha pengelolaan portofolio investasi”.
2. Reksadana berbentuk Kontrak Investasi Kolektif (KIK)
Menurut Aziz (2010: 142), “Reksadana KIK merupakan
instrumen penghimpun dana dengan menerbitkan UP kepada
masyarakat pemodal dan selanjutnya dana tersbut diinvestasikan pada
pasar modal maupun pada pasar uang”. Perbedaan antara reksadana
berbentuk perseroan dengan reksadana berbentuk KIK adalah reksadana
22
perseroan menerbitkan dalam bentuk saham sedangkan reksadana KIK
menerbitkan dalam bentuk UP.
Jenis reksadana juga terbagi berdasarkan sifat operasionalnya.
Berikut jenis-jenis reksadana berdasarkan sifat operasionalnya, yaitu:
1. Reksadana terbuka (open-end fund),
Menurut Aziz (2010: 144), “Reksadana terbuka adalah
reksadana yang menjual saham atau Unit Penyertaan (UP) kepada
investor dan investor dapat membeli UP dari reksadana atau menjual
kembali UP kepada reksadana tanpa dibatasi berapa banyak jumlah UP
yang diterbitkan”. Rumus perhitungan NAV menurut Rodoni (2009:
98) sesuai dengan Persamaan (2.1) dibawah ini:
NAB = NPA– K.................................................................................(2.1)
Keterangan :
NAB = Nilai Aktiva Bersih
NPA = Nilai Pasar Aktiva Reksadana
K = total kewajiban Reksadana
Persamaan (2.4) adalah NAB total reksadana, sedangkan
yang menjadi patokan harga jual dan beli adalah NAB per UP (Rodoni,
2009: 98). Akan tetapi, dalam prakteknya NAB per UP biasa disebut
hanya NAB saja karena alasan kepraktisan dalam penyebutannya.
2. Reksadana tertutup (closed-end fund)
Reksadan tertutup adalah reksadana yang menjual-belikan
UP seperti saham pada umumnya (Aziz, 2010: 146). Jual-beli reksadana
23
terjadi pada pasar sekunder bukan terhadap reksadana. Harga saham
reksadana bisa berbeda dengan NAB per UP reksadana yang
bersangkutan. Jika harga saham reksadana lebih tinggi dari NAB per
UP reksadana maka harga saham reksadana tersebut adalah harga
premium, sedangkan untuk kebalikannya disebut dengan harga discount.
Berikut perhitungan harga premium atau discount reksadana menurut
Aziz (2010: 146) sesuai dengan Persamaan (2.5) di bawah ini:
..........................................................................(2.2)
Keterangan :
Ps = Harga pasar saham reksadana
NAB = Nilai Aktiva Bersih per saham reksadana
Jika hasil premium plus (+), maka harga saham reksadana tersebut
premium. Jika hasil minus (-), maka harga saham reksadana tersebut
discount.
Dilihat dari isi portofolio pada reksadana, menurut Huda dan
Nasution (2014: 112 – 114) bahwa reksadana dapat dibagi menjadi beberapa
jenis, yaitu:
1. Reksadana Pasar Uang (Money Market Funds)
Reksadana yang melakukan investasi pada instrumen keuangan yang
berjangka 1 tahun. Tujuannya untuk menjaga liquiditas
2. Reksadana Pendapatan Tetap (Fixed Income Funds)
Reksadana investasi pada instrumen utang di atas 1 tahun minimal 80%
yang ada di portofolionya. Reksadana ini relatif lebih berisiko daripada
24
reksadana pasar uang. Tujuannya adalah untuk menghasilkan tingkat
pengembalian yang stabil.
3. Reksadana saham (Equity Funds)
Reksadana yang berinvestasi pada efek saham minimal 80% mengisi
portofolionya. risikonya lebih tinggi dari reksadana pasar uang,
reksadana pendapatan tetap dan reksadana campuran namun memiliki
return yang tinggi
4. Reksadana Campuran (Discretionary Funds)
Reksadana jenis ini melakukan investasi dalam efek bersifat ekuitas dan
efek bersifat utang yang porsinya lebih fleksibel. Karakteristiknya
adalah pengelolaannya lebih fleksibel, tingkat hasilnya lebih tinggi dari
reksadana pendapatan tetap dan risiko yang moderat.
5. Reksadana Terproteksi
Reksadana Terproteksi adalah reksadana pendapatan tetap tetapi
manajer investasi memberikan jaminan pada nilai pokok.
6. Reksadana Penjaminan
Reksadana penjaminan adalah reksadana yang menjamin nilai investasi
awal sepanjang persyaratan dipenuhi. Yang menjadi penajmin adalah
lembaga penjaminan yang terikat kontrak dengan manajer investasi dan
bank kustodian.
7. Reksadana Indeks
Reksadana Indeks adalah reksadana terdiri atas efek-efek yang menjadi
bagian dari indeks acuan.
25
Ada perbedaan mendasar antara reksadana konvensional dengan
reksadana syariah. Reksadana konvensional mempertimbangkan return dan
risiko dalam investasi, sedangkan reksadan syariah selain return dan risiko
juga harus memikirkan kehalalan instrumen investasi (Pratama dalam Aziz,
2010: 151). Kehalalan reksadana itu sendiri dapat dilihat dari isi pada
portofolio reksadana, khususnya jenis usaha yang diinvestasikan oleh
manajer investasi reksadana. Portofolio investasi yang haram pada
reksadana adalah investasi yang meliputi bidang bisnis yang tidak sesuai
norma-norma Islam dan diidentifikasi oleh Dewan Pengawas Syariah (DPS)
(Huda dan Nasution, 2014: 126).
DPS sendiri adalah dewan yang berfungsi mengawasi kegiatan
manajer investasi pada reksadana untuk bagian kesesuaian syariah agar
kegiatan berinvestasi yang dilakukan manajer investasi sesuai dengan
syariah. Selan itu, kesesuaian syariah pada reksadana dapat dilihat dari
mekanisme transaksi efek. Dalam melakukan transaksi reksadana sayriah
tidak boleh melakukan tindakan spekulasi, yang di dalamnya mengandung
gharar seperti najsy (penawaran palsu), ihtikar, dan tindakan spekulasi
lainnya (Huda dan Nasution, 2014: 127). Efek yang menjadi isi portofolio
reksadana juga harus sesuai dengan syariah.
Jika reksadana membeli saham maka harus membeli saham
syariah (contoh saham yang masuk Daftar Efek Syariah (DES)). Jika
reksadana membeli obligasi maka harus membeli obligasi syariah (sukuk),
dan jika reksadana menaruh dana pada deposito yang boleh diambil berasal
26
dari bank syariah (Aziz, 2010: 151). Menurut Aziz (2010: 151), “jika
reksadana syariah terdapat efek atau pendapatan yang haram dalam
portofolionya, maka reksadana melakukan proses pembersihan atas harta
dan pendapatan dari yang haram”.
E. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi NAB Reksadana
NAB dipengaruhi oleh beberapa faktor. Berdasarkan hasil
penelitian Tricahyadinata (2016), Sholihat, Dzulkirom dan Topowijono
(2015), Pasaribu dan Kowanda (2014) menyatakan bahwa IHSG
berpengaruh terhadap NAB. Berdasarkan hasil penelitian Sholihat,
Dzulkirom dan Topowijono (2015), Othman dkk. (2015), Afza dan Nafees
(2014) menyatakan bahwa tingkat inflasi berpengaruh terhadap NAB.
Berdasarkan hasil penelitian Tricahyadinata (2016), Afza dan
Nafees (2014) menyatakan bahwa JIBOR berpengaruh terhadap NAB
(untuk penelitian Afza dan Nafees (2014) menggunakan Karachi Interbank
Offered Rate (KIBOR) karena penelitian dilakukan di Pakistan).
Berdasarkan hasil penelitian Wahyuningtyas dan Hartono (2016), Pasaribu
dan Kowanda (2014), Sholihat, Dzulkirom dan Topowijono (2015)
menyatakan bahwa Sertifikat Bank Indonesia (SBI) berpengaruh terhadap
NAB. Berdasarkan penelitian Makau (2016) menyatakan bahwa
Commercial Bank Lending Rate berpengaruh terhadap NAB.
Berdasarkan hasil penelitian Rachman dan Mawardi (2015),
Othman dkk. (2015) bahwa kurs berpengaruh terhadap NAB. Berdasarkan
hasil penelitian Othman dkk. (2015) menyatakan bahwa Indeks Produksi
27
Industri (IPI), harga minyak mentah, dan indeks korupsi berpengaruh
terhadap NAB. Berdasarkan hasil penelitian Pasaribu dan Kowanda (2014)
menyatakan bahwa Kuala Lumpur Stock Exchange (KLSE) berpengaruh
terhadap NAB reksadana Indonesia.
Berdasarkan pemaparan-pemaparan tersebut, faktor-faktor yang
mempengaruhi NAB reksadana dapat dibentuk suatu fungsi seperti pada
Fungsi (2.3):
Y = f (X1, X2, X3, X4, X5, X6, X7, X8, X9, X10)..........................................(2.3)
Keterangan:
Y = NAB
X1 = IHSG
X2 = tingkat inflasi
X3 = JIBOR
X4 = Kurs
X5 = SBI
X6 = Commercial Bank Lending Rate
X7 = IPI
X8 = harga minyak mentah
X9 = Indeks Korupsi
X10 = KLSE
Penelitian ini fokus pada variabel IHSG, tingkat inflasi, JIBOR
dan kurs sebagai variabel bebas yang mempengaruhi NAB. Hal tersebut
dilakukan karena IHSG, tingkat inflasi, JIBOR dan kurs memiliki research
28
gap yaitu ketidaksesuaian teori dengan fakta atau perbedaan hasil penelitian
antar penelitian yang sejenis yang telah diterangkan pada bagian Latar
Belakang.
F. Indeks Harga Saham
IHS menjadi salah satu alat pembuat keputusan bagi investor
karena IHS dapat menggambarkan keadaan pasar modal. Menurut Wijaya
(2015: 5), ”Pasar yang sedang bergairah atau terjadi transaksi yang aktif,
ditunjukkan dengan indeks harga saham yang mengalami kenaikan. Kondisi
inilah yang biasanya menunjukkan keadaan yang diinginkan. Keadaan stabil
ditunjukkan dengan indeks harga saham yang tetap, sedangkan yang lesu
ditunjukkan dengan indeks harga saham yang mengalami penurunan”.
IHS sendiri pada pasar modal di Indonesia terbagi menjadi
beberapa jenis. Menurut Bursa Efek Indonesia (diakses tanggal 20
September 2017), “Jenis-jenis IHS tersebut yaitu:
1. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), menggunakan semua
Perusahaan Tercatat sebagai komponen perhitungan Indeks. Agar IHSG
dapat menggambarkan keadaan pasar yang wajar, Bursa Efek Indonesia
berwenang mengeluarkan dan atau tidak memasukkan satu atau
beberapa Perusahaan Tercatat dari perhitungan IHSG.;
2. Indeks Sektoral, menggunakan semua Perusahaan Tercatat yang
termasuk dalam masing-masing sektor;
3. Indeks LQ45, Indeks yang terdiri dari 45 saham Perusahaan Tercatat
yang dipilih berdasarkan pertimbangan likuiditas dan kapitalisasi pasar,
29
dengan kriteria-kriteria yang sudah ditentukan. Review dan penggantian
saham dilakukan setiap 6 bulan;
4. Jakarta Islmic Index (JII), indeks yang menggunakan 30 saham yang
dipilih dari saham-saham yang masuk dalam kriteria syariah (Daftar
Efek Syariah yang diterbitkan oleh Bapepam-LK) dengan
mempertimbangkan kapitalisasi pasar dan likuiditas;
5. Indeks Kompas100, indeks yang terdiri dari 100 saham Perusahaan
Tercatat yang dipilih berdasarkan pertimbangan likuiditas dan
kapitalisasi pasar, dengan kriteria-kriteria yang sudah
ditentukan. Review dan penggantian saham dilakukan setiap 6 bulan;
6. Indeks BISNIS-27, kerja sama antara Bursa Efek Indonesia dengan
harian Bisnis Indonesia meluncurkan indeks harga saham yang diberi
nama Indeks BISNIS-27. Indeks yang terdiri dari 27 saham Perusahaan
Tercatat yang dipilih berdasarkan kriteria fundamental, teknikal atau
likuiditas transaksi dan Akuntabilitas dan tata kelola perusahaan;
7. Indeks SRI-KEHATI, Indeks ini diharapkan memberi tambahan
informasi kepada investor yang ingin berinvestasi pada emiten-emiten
yang memiliki kinerja sangat baik dalam mendorong usaha
berkelanjutan, serta memiliki kesadaran terhadap lingkungan dan
menjalankan tata kelola perusahaan yang baik.
8. Indeks Papan Utama, menggunakan saham-saham Perusahaan
Tercatat yang masuk dalam Papan Utama;
30
9. Indeks Papan Pengembangan, mengguanakn saham-saham
Perusahaan Tercatat yang masuk dalam Papan Pengembangan;
10. Indeks Individual, indeks harga saham masing-masing Perusahaan
Tercatat”.
Pada tahun 2011, Bursa Efek Indonesia meluncurkan Indeks
Saham Syariah Indonesia (ISSI). Menurut Bursa Efek Indonesia (diakses
tanggal 20 September 2017) bahwa ISSI adalah indeks yang bersisi saham-
saham yang masuk dalam Daftar Efek Syariah (DES) yang di review setiap
6 bulan sekali.
Angka IHS terbentuk dengan menggunakan metode perhitungan
tertentu. IHS di Bursa Efek Indonesia menggunakan metode rata-rata
tertimbang berdasarkan jumlah saham tercatat (nilai pasar) atau Market
Value Weighted Average Index (Indonesia Stock Exchange, 2010: 22).
Rumus perhitungannya sesuai dengan persamaan (2.6) di bawah ini:
...................................................................(2.6)
Menurut Indonesia Stock Exchange (2010: 22), “Nilai Pasar
adalah kumulatif jumlah saham tercatat (yang digunakan untuk perhitungan
indeks) dikali dengan harga pasar”. Menurut Indonesia Stock Exchange
(2010: 22), rumus untuk menghitung nilai pasar seperti di bawah ini:
.............................(2.7)
Keterangan:
pi = Closing Price (harga yang terjadi) untuk emiten ke-i
qi = Jumlah saham yang digunakan untuk penghitungan indeks\
31
(jumlah saham yang tercatat) untuk emiten ke-i
n = Jumlah emiten yang tercatat di BEI (jumlah emiten yang
digunakan untuk perhitungan indeks)
Sedangkan Nilai Dasar adalah kumulatif jumlah saham pada hari
dasar dikali dengan harga pada hari dasar. Nilai dasar sendiri mengalami
penyesuaian untuk mengeliminasi faktor-faktor yang bukan perubahan
harga seperti bila terjadi corporate action seperti stock split, pembagian
dividen atau bonus saham, penawaran terbatas atau HMETD dan lain-lain
(Indonesia Stock Exchange, 2010: 22 – 23).
G. Inflasi
Menurut Rab (2006: 53), “Inflation is the illusion of consistenly
increasing prices produced by the continous reduction in quantity of wealth
reprensented by currency” (inflasi adalah ilusi dari peningkatan harga
secara konsisten yang dihasilkan dari pengurangan jumlah kekayaan secara
terus menerus yang dicerminkan oleh mata uang).
Cara menghitung tingkat inflasi bisa dilakukan melalui beberapa
cara salah satunya dengan menggunakan Indeks Harga Konsumen (IHK).
IHK adalah indeks yang menunjukan tingkat harga barang dan jasa yang
harus dibeli konsumen pada periode tertentu (Rahardja dan Manurung,
2008: 467). Perhitungan tingkat inflasi dengan IHK dapat ditulis dalam
persamaan (2.8) di bawah ini.
.............................................. (2.8)
32
Keterangan:
IHKt = Indeks harga konsumen pada tahun t
IHKt-1 = Indeks harga konsumen pada tahun sebelum t atau indeks harga
konsumen pada tahun dasar.
H. Suku Bunga
Menurut Rab (2006: 96), “the excess amount per unit of the
amount lent per year is called the rate of interest” (kelebihan jumlah per
unit pada jumlah pinjaman per tahun disebut dengan suku bunga). Di dalam
pasar uang, terdapat indeks tingkat suku bunga yang menjadi acuan yaitu
JIBOR (Jakarta Interbank Offered Rate). Menurut Bank Indonesia (diakses
tanggal 3 Oktober 2017), “JIBOR adalah rata-rata dari suku bunga indikasi
pinjaman tanpa agunan (unsecured) yang ditawarkan dan dimaksudkan
untuk ditransaksikan oleh Bank Kontributor kepada Bank Kontributor lain
untuk meminjamkan rupiah untuk tenor tertentu di Indonesia”.
JIBOR merupakan suku bunga acuan yang digunakan pada
transaksi keuangan antara lain untuk referensi suku bunga mengambang,
produk derivatif suku bunga dan valuasi instrumen keuangan dalam mata
uang rupiah (Bank Indonesia, diakses tanggal 3 Oktober 2017). Metode
perhitungan JIBOR yaitu rata-rata sederhana, setelah mengeluarkan 15%
data suku bunga indikasi tertinggi dan 15% data suku bunga indikasi
terendah (Bank Indonesia, diakses tanggal 3 Oktober 2017). Sejak tanggal 2
Januari 2017 sampai saat ini kontributor JIBOR terdiri dari 17 bank (Bank
Indonesia, diakses tanggal 3 Oktober 2017).
33
Menurut Supriyanto (2015: 185) bahwa pada prakteknya
perbankan syariah menggunakan JIBOR dalam menentukan rate of profit.
Berbeda dengan rate of interest, rate of profit dalam Islam harus
mengandung tiga unsur yaitu 1) nilai tambah yang didasari oleh unsur kerja;
2) adanya risiko yang terjadi pada usaha (seperti perubahan harga barang);
dan 3) penanggungan kewajiban jika terjadi kecacatan pada barang yang
diperjual-belikan atau liability (Rosly dalam Supriyanto. 2015: 177).
I. Kurs
Menurut Greenwald dalam Karim (2014: 157), “Kurs mata uang
adalah catatan (quotation) harga pasar dari mata uang asing (foreign
currency) dalam harga mata uang domestik (domestic currency) atau
resiprokalnya, yaitu harga mata uang domestik dalam mata uang asing”.
Sistem kurs sendiri terbagi menjadi tiga jenis yaitu
flexible/floating exchange rate (kurs mengambang), fixed exchange rate
(kurs tetap) dan managed exchange rate (kurs mengambang terkendali).
Menurut Schiller (2006: 451), “flexible exchange rate: A system in wich
exchange rates are permitted to vary with market supply-and-demand
conditions” (kurs mengambang: sistem dimana kurs dibolehkan berubah-
ubah sesuai dengan kondisi permintaan dan penawaran). Menurut
Simorangkir (2014: 70), “kurs tetap adalah nilai tukar atau kurs suatu mata
uang terhadap mata uang lain ditetapkan pada nilai tertentu”.
Kurs mengambang terkendali (managed exchange rates) menurut
Schiller (2006: 452), “a system in wich government intervene in foreign-
34
exchange market to limit but not eliminate exchange fluctuation; ‘dirty
float’” (suatu sistem dimana pemerintah mengintervensi pasar valuta asing
untuk membatasi tetapi tidak menghilangkan fluktuasi kurs: “mengambang
kotor”). Saat ini, Indonesia menggunakan sistem kurs mengambang (flexible
exchange rate).
Untuk kurs valuta asing, perdagangan valuta asing memiliki
beberapa ketentuan dalam Islam yaitu:
1. Tidak untuk spekulasi (untung-untungan)
2. Ada kebutuhan transaksi atau untuk berjaga-jaga
3. Apabila transaksi dilakukan terhadap mata uang sejenis maka nilainya
harus sama dan secara tunai (at-taqabudh).
4. Apabila berlainan jenis maka harus dilakukan dengan nilai tukar (kurs)
yang berlaku pada saat transaksi dilakukan dan secara tunai (Fatwa
Dewan Syariah Nasional (DSN) No. 28/DSN-MUI/III/2002).
I. Penelitian Terdahulu
Dalam penelitian Rachman dan Mawardi (2015) dengan judul
Pengaruh Inflasi, Nilai Tukar Rupiah, Bi Rate terhadap Net Asset
Value Reksadana Saham Syariah yang menggunakan model regresi linier
berganda. Penelitian tersebut menyatakan bahwa inflasi, nilai tukar rupiah
dan BI rate secara simultan berpengaruh terhadap NAV reksadana saham
syariah. Secara parsial, inflasi berpengaruh terhadap NAV reksadana saham
syariah. BI rate tidak berpengaruh terhadap NAV reksadana saham syariah.
35
Sedangkan nilai tukar rupiah berpengaruh terhadap NAV reksa ana saham
syariah.
Dalam Penelitian Tricahyadinata (2016) dengan judul Indeks
Harga Saham Gabungan (IHSG) dan Jakarta Interbank Offered Rate
(JIBOR); Kinerja Reksadana Campuran yang menggunakan model
regresi linier berganda. Penelitian tersebut menyatakan bahwa IHSG dan
JIBOR secara simultan berpengaruh terhadap kinerja reksadana campuran.
Secara parsial, IHSG berpengaruh terhadap kinerja reksadana campuran.
JIBOR berpengaruh terhadap kinerja reksadana campuran secara parsial.
Dalam penelitian Sholihat, Dzulkirom dan Topowijono (2015)
dengan judul Pengaruh Inflasi, Tingkat Suku Bunga Sertifikat Bank
Indonesia & Indeks Harga Saham Gabungan terhadap Tingkat
Pengembalian Reksadana Saham (Studi Pada Bursa Efek Indonesia
Periode 2011 - 2013) yang menggunakan model regresi linier berganda.
Penelitian ini menyatakan bahwa inflasi, tingkat suku bunga SBI, dan IHSG
secara simultan berpengaruh terhadap tingkat pengembalian reksadana
saham. Secara parsial inflasi memiliki pengaruh terhadap tingkat
pengembalian reksadana saham. Sedangkan tingkat suku bunga SBI
berpengaruh terhadap return reksadana saham. IHSG berpengaruh
signifikan terhadap return reksadana saham.
Dalam penelitian Kurniasih dan Johannes (2015) dengan judul
Analisis Variabel Makroekonomi terhadap Kinerja Reksadana
Campuran yang menggunakan model regresi linier berganda. Penelitian
36
tersebut menyatakan bahwa return IHSG, kurs IDR/USD, suku bunga
JIBOR dan return Indonesia Goverment Bond Index (IGBX) secara
simultan berpengaruh terhadap kinerja reksadana campuran. Secara parsial
return IHSG berpengaruh siginifikan terhadap kinerja reksadana campuran.
Sedangkan return kurs IDR/USD tidak berpengaruh terhadap kinerja
reksadana campuran. Suku bunga JIBOR tidak berpengaruh (α = 5%)
terhadap kinerja reksadana campuran. Sedangkan return IGBX secara
parsial tidak berpengaruh terhadap kinerja reksadana campuran.
Dalam penelitian Makau (2016) dengan judul Effect of
Macroeconomic Variables on Financial Performance of Unit Trusts in
Kenya yang menggunakan model regresi linier berganda. Penelitian tersebut
menyatakan bahwa Commercial Bank Lending Rate, tingkat inflasi,
persediaan uang-M3 dan GDP rill secara simultan berpengaruh terhadap
NAV reksadana yang terdaftar di Kenya secara simultan. Secara parsial
Commercial Bank Lending Rate berpengaruh signifikan terhadap NAV
reksadana. Sedangkan tingkat inflasi tidak berpengaruh terhadap NAV
reksadana. Persediaan uang-M3 tidak berpengaruh terhadap NAV reksadana.
GDP rill tidak memiliki pengaruh terhadap NAV reksadana.
Dalam penelitian Wahyuningtyas dan Hartono (2016) dengan
judul The Effect of Bank Indonesia Certificates, Composite Stock Price
Index And Exchange Rate on Mutual Fund Performance for Period Of
2012-2014 yang menggunakan model regersi linier berganda. Penelitan
tersebut menyatakan bahwa bahwa suku bunga SBI, IHSG dan kurs rupiah
37
berpengaruh secara simultan terhadap kinerja reksadana. Secara parsial suku
bunga SBI berpengaruh signifikan terhadap kinerja reksadana. IHSG tidak
berpengaruh terhadap kinerja reksadana. Kurs rupiah tidak berpengaruh
terhadap kinerja reksadana.
Pada penelitian Othman dkk. (2015) dengan judul Relationship
between Macroeconomic Variables and Net Asset Value (NAV) of Islamic
Equity Unit Trust Funds: Cointegration Evidence from Malaysian Unit
Trust Industry yang menggunakan model VECM (Vector Error Correction
Model). Variabel Treasury Bill Rate 3 bulan, National Political Election,
dan krisis keuangan masing-masing tidak memiliki hubungan jangka
panjang yang signifikan terhadap NAB reksadana saham syariah.
Sedangkan IHK, Industrial Production Index (IPI), harga minyak mentah,
pasar valuta asing, dan indeks korupsi masing-masing memiliki hubungan
jangka panjang yang signifikan terhadap NAB reksadana saham syariah.
Dalam penelitian Pasaribu dan Kowanda (2014) dengan judul
Pengaruh Suku Bunga SBI, Tingkat Inflasi, IHSG, dan Bursa Asing
terhadap Tingkat Pengembalian Reksadana Saham dengan
menggunakan model regresi linier berganda. Penelitian tersebut ingin
melihat pengaruh suku bunga SBI, tingkat inflasi, IHSG, Kuala Lumpur
Stock Exchange (KLSE) dan Hang Seng Index (HSI) terhadap return
reksadana Panin Dana Maksima (YPDM), return Panin Dana Prima
(YPDP), return Schroder Dana Istimewa (YSDI), Grow 2 Prosper (YG2P),
Batavia Dana Saham (YBDS), return Pratama Saham (YPS), return
38
Syailendra Equity Opportunity Fund (YSEOF), return Manulife Saham
Andalan (YMSA), return Schroder Dana Prestasi Plus (YSDPP), dan
return GMT Dana Ekuitas (YGDE). Secara simultan, suku bunga SBI,
tingkat inflasi, IHSG, KLSE dan HSI berpengaruh terhadap 10 reksadana
yang telah disebutkan sebelumnya. Secara parsial, tingkat suku bunga SBI
berpengaruh signifikan terhadap sembilan reksadana yang telah disebutkan
sebelumnya, hanya terhadap YPDM yang tidak berpengaruh. Tingkat inflasi
tidak berpengaruh terhadap 9 reksadana yang telah disebutkan sebelumnya,
hanya terhadap YBDS berpengaruh signifikan. IHSG berpengaruh
signifikan terhadap semua reksadana yang telah disebutkan. KLSE
berpengaruh signifikan terhadap YPDP, YG2P, YBDS, YPS, YSDPP dan
YGDE. HSI tidak berpengaruh terhadap sembilan reksadana yang telah
disebutkan, hanya terhadap YPS berpengaruh signifikan.
Dalam penelitian Afza dan Nafees (2014) dengan penelitian yang
berjudul Relationship Between Nav Of Equity Funds And Macroeconomic
Variables In Pakistan. Penelitian tersebut menggunakan regresi ECM
(Error Correction Model) untuk melihat pengaruh KSE (Karachi Stock
Exchange) 100 index, persediaan uang, inflasi dan KIBOR (Karachi
Interbank Offered Rate) pada NAB 24 reksadana yang ada di Pakistan.
Penelitian tersebut menghasilkan bahwa KSE 100 index dalam jangka
pendek tidak berpengaruh terhadap semua reksadana yang diteliti. Inflasi
dan persediaan uang dalam jangka pendek berpengaruh signifikan terhadap
semua NAB reksadana kecuali NAB reksadana PIPF (Pakistan Islamic
39
Pension Fund) dan FCMF (First Capital Mutual Fund) secara berurut.
Hanya NAB FCMF dan JSGF (JS Growth Fund) yang tidak dipengaruhi
secara signifikan oleh KIBOR.
J. Kerangka Penelitian
Pada bagian ini, penulis mencoba untuk memberi kerangka
pemikiran pada IHSG, tingkat inflasi, JIBOR dan kurs IDR/USD terhadap
NAB Reksadana BNP Paribas Pesona Syariah. Kerangka Penelitian tersebut
dapat digambarkan pada Gambar 2.1.
40
Gambar 2.1
Kerangka Penelitian
Berdasarkan Gambar 2.1, pertama-tama yang dilakukan dalam
mendapatkan jawaban pada penelitian adalah mengumpulkan data. Data
yang diambil adalah data variabel NAB Reksadana BNP Paribas Pesona
Uji Asmusi Klasik
Uji Autokorelasi
Uji Normalitas
Uji Heterokedastisitas
Uji Multikolinieritas
Regresi ECM
Uji Statistik Koefisien
Regresi
Uji t
Uji F
Adjusted R-Square
Interpretasi
Data bulanan NAB
Reksadana BNP Paribas
Pesona Syariah.
Data bulanan IHSG, tingkat
Inflasi, JIBOR dan Kurs
IDR/USD
Uji Stasioner
Uji Kointegrasi
41
Syariah (sebagai variabel terikat atau variabel yang dijelaskan variabel
bebas), IHSG, tingkat inflasi, JIBOR, dan Kurs. IHSG, tingkat inflasi,
JIBOR, dan kurs dalam penelitian ini sebagai variabel bebas atau variabel
yang menjelaskan variabel terikat. Data yang digunakan pada masing-
masing variabel tersebut adalah data bulanan. Data bulanan digunakan
untuk menghindari volatilitas (pergerakan) NAB yang berlebih. Pergerakan
NAB berlebih biasa terjadi pada data harian dan mingguan.
Dalam membentuk persamaan ECM, syarat-syarat dalam
membentuk ECM harus dipenuhi. Syarat-syarat ECM adalah terpenuhinya
Asumsi Klasik, data yang stasioner dan adanya kointegrasi. Walaupun
dalam aplikasi Eviews 9 yang dilakukan adalah membentuk persamaan
ECM, persamaan ECM tetap perlu dilakukan uji asumsi klasik, uji stasioner
dan uji kointegrasi agar persamaan ECM tidak bias.
Setelah terpenuhinya uji asumsi klasik, uji stasioner dan uji
kointegrasi, persamaan ECM dapat dibentuk. Setelah terbentuknya
persamaan ECM yang telah memenuhi uji asumsi klasik, uji stasioner dan
uji kointegrasi, pengaruh variabel-variabel bebas terhadap variabel terikat
dapat dijelaskan dengan uji t (untuk menjelaskan pengaruh variabel-variabel
bebas secara parsial) dan uji F (untuk menjelaskan pengaruh variabel-
variabel terikat secara simultan). Adjusted R2 sendiri digunakan untuk
menunjukan kemampuan variabel-variabel bebas dalam menjelaskan
variabel terikat. Dengan adanya uji t, uji F dan Adjusted R2, interpretasi
dapat dilakukan.
42
K. Hipotesis
Dengan mengacu pada Rumusan Masalah, Tinjauan Teoritis serta
Penelitian Terdahulu, maka penelitian ini dapat mengembangkan hipotesis
sebagai berikut:
1. Hipotesis pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat dalam
jangka panjang:
a. Hipotesis pengaruh IHSG terhadap NAB secara parsial dalam
jangka panjang di bawah ini:
Ho : Tidak terdapat pengaruh IHSG terhadap NAB Reksadana
BNP Paribas Pesona Syariah secara parsial dalam jangka panjang.
H1 : Terdapat pengaruh IHSG terhadap NAB Reksadana BNP
Paribas Pesona Syariah secara parsial dalam jangka panjang.
b. Hipotesis pengaruh tingkat inflasi terhadap NAB secara parsial
dalam jangka panjang di bawah ini:
Ho : Tidak terdapat pengaruh tingkat inflasi terhadap NAB
Reksadana BNP Paribas Pesona Syariah secara parsial dalam
jangka panjang.
H1 : Terdapat pengaruh tingkat inflasi terhadap NAB Reksadana
BNP Paribas Pesona Syariah secara parsial dalam jangka panjang.
c. Hipotesis pengaruh JIBOR terhadap NAB secara parsial dalam
jangka panjang di bawah ini:
Ho : Tidak terdapat pengaruh JIBOR terhadap NAB Reksadana
BNP Paribas Pesona Syariah secara parsial dalam jangka panjang.
43
H1 : Terdapat pengaruh JIBOR terhadap NAB Reksadana BNP
Paribas Pesona Syariah secara parsial dalam jangka panjang.
d. Hipotesis pengaruh kurs IDR/USD terhadap NAB secara parsial
dalam jangka panjang di bawah ini:
Ho : Tidak terdapat pengaruh Kurs IDR/USD terhadap NAB
Reksadana BNP Paribas Pesona Syariah secara parsial dalam
jangka panjang.
H1 : Terdapat pengaruh Kurs IDR/USD terhadap NAB Reksadana
BNP Paribas Pesona Syariah secara parsial dalam jangka panjang.
e. Hipotesis pengaruh variabel-variabel independen terhadap NAB
secara simultan dalam jangka panjang di bawah ini:
Ho : Tidak terdapat pengaruh IHSG, tingkat inflasi, JIBOR dan
Kurs IDR/USD terhadap NAB Reksadana BNP Paribas Pesona
Syariah secara simultan dalam jangka panjang
H1 : Terdapat pengaruh IHSG, tingkat inflasi, JIBOR dan Kurs
IDR/USD terhadap NAB Reksadana BNP Paribas Pesona Syariah
secara simultan dalam jangka panjang.
2. Hipotesis pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat dalam
jangka pendek:
a. Hipotesis pengaruh IHSG terhadap NAB secara parsial dalam
jangka pendek di bawah ini:
Ho : Tidak terdapat pengaruh IHSG terhadap NAB Reksadana
BNP Paribas Pesona Syariah secara parsial dalam jangka pendek.
44
H1 : Terdapat pengaruh IHSG terhadap NAB Reksadana BNP
Paribas Pesona Syariah secara parsial dalam jangka pendek.
b. Hipotesis pengaruh tingkat inflasi terhadap NAB secara parsial
dalam jangka pendek di bawah ini:
Ho : Tidak terdapat pengaruh tingkat inflasi terhadap NAB
Reksadana BNP Paribas Pesona Syariah secara parsial dalam
jangka pendek.
H1 : Terdapat pengaruh tingkat inflasi terhadap NAB Reksadana
BNP Paribas Pesona Syariah secara parsial dalam jangka pendek.
c. Hipotesis pengaruh JIBOR terhadap NAB secara parsial dalam
jangka pendek di bawah ini:
Ho : Tidak terdapat pengaruh JIBOR terhadap NAB Reksadana
BNP Paribas Pesona Syariah secara parsial dalam jangka pendek.
H1 : Terdapat pengaruh JIBOR terhadap NAB Reksadana BNP
Paribas Pesona Syariah secara parsial dalam jangka pendek.
d. Hipotesis pengaruh kurs IDR/USD terhadap NAB secara parsial
dalam jangka pendek di bawah ini:
Ho : Tidak terdapat pengaruh Kurs IDR/USD terhadap NAB
Reksadana BNP Paribas Pesona Syariah secara parsial dalam
jangka pendek.
H1 : Terdapat pengaruh Kurs IDR/USD terhadap NAB Reksadana
BNP Paribas Pesona Syariah secara parsial dalam jangka pendek.
45
e. Hipotesis pengaruh variabel-variabel independen terhadap NAB
secara simultan dalam jangka pendek di bawah ini:
Ho : Tidak terdapat pengaruh IHSG, tingkat inflasi, JIBOR dan
Kurs IDR/USD terhadap NAB Reksadana BNP Paribas Pesona
Syariah secara simultan dalam jangka pendek.
H1 : Terdapat pengaruh IHSG, tingkat inflasi, JIBOR dan Kurs
IDR/USD terhadap NAB Reksadana BNP Paribas Pesona Syariah
secara simultan dalam jangka pendek.
46
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini bersifat verifikatif, karena penelitian ini bertujuan
untuk menguji secara matematis pengaruh antar variabel independen dengan
variabel terikat yang sedang diuji di dalam hipotesis. Penelitian ini adalah
penelitian dengan pendekatan kuantitatif karena data yang digunakan dalam
bentuk angka-angka (Punch, dalam Blaxter dkk., 2006: 93).
Ruang lingkup penelitian ini yaitu melihat pengaruh IHSG,
tingkat Inflasi, JIBOR, dan Kurs terhadap NAB per Unit Penyertaan (UP)
Reksadana Saham Produk BNP Paribas Pesona Syariah yang diterbitkan
oleh PT BNP Paribas Investment Partners pada tahun 2012 – 2017 dalam
jangka panjang dan jangka pendek. Jenis data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah data time series. Data yang digunakan adalah data
bulanan dari bulan Juni 2012 sampai Mei 2017.
B. Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan dalam mengumpulkan informasi dan data
dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan data sekunder. Data
sekunder adalah data yang sudah tersedia dan berasal dari publikasi orang
lain, lembaga maupun pemerintah (Sarwono, 2006: 123 – 124). Data-data
sekunder yang digunakan pada penilitian ini sebagai berikut:
1. Data NAB per UP reksadana BNP Paribas Pesona Syariah untuk setiap
bulan pada periode Juni 2012 sampai Mei 2017 didapatkan dari Kontan
47
(http://pusatdata.kontan.co.id/reksadana/produk/150/BNP-Paribas-
Pesona-Syariah/).
2. Data IHSG setiap bulannya dari bulan Juni 2012 sampai Mei 2017
didapatkan dari website (https://finance.yahoo.com).
3. Data tingkat inflasi setiap bulannya dari bulan Juni 2012 sampai Mei
2017 yang didapatkan dari Bank Indonesia
(http://www.bi.go.id/id/moneter/inflasi/data/Default.aspx).
4. Data JIBOR yang digunakan adalah JIBOR dengan jangka waktu 1
bulan. Data JIBOR 1 bulan diambil setiap bulannya, dari bulan Juni
2012 sampai Mei 2017 yang didapatkan dari Bank Indonesia
(http://www.bi.go.id/id/moneter/jibor/data-historis/Default.aspx).
5. Data Kurs IDR (Rp Indonesia) terhadap USD ($ Amerika) setiap
bulannya dari bulan Juni 2012 sampai Mei 2017 yang didapatkan dari
Investing.com (https://www.investing.com/currencies/usd-idr-
historical-data).
C. Metode Analisis Data
Penelitian ini ingin melihat hubungan IHSG, Tingkat Inflasi,
JIBOR, dan Kurs terhadap NAB per Unit Penyertaan (UP) Reksadana
Saham Produk BNP Paribas Pesona Syariah. Penelitian ini menggunakan
ECM (Error Correction Model) dengan data time series (runtutan waktu).
ECM digunakan dalam penelitian ini karena ECM tidak akan mengalami
regresi lancung (Muhammad, 2014: 45).
48
Regresi OLS yang lancung memiliki beberapa ciri seperti nilai R2
lebih besar dari nilai DW (Durbin-Watson), nilai signifikansi (t) yang tinggi
dan nilai DW yang rendah (Saputra dkk., 2012: 179). Akan tetapi, jika
regresi linier terbukti memiliki kointegrasi, maka regresi OLS tersebut
bukanlah regresi lancung melainkan regresi yang terkointegrasi yang dapat
mengukur pengaruh jangka panjang (long run) dan selanjutnya dapat
membentuk regresi ECM yang mengukur pengaruh dalam jangka pendek
(Muhammad, 2014: 4). Oleh karena itu, persamaan regresi OLS yang
terkointegrasi tidak mengalami bias untuk jangka panjang. Penelitian ini
menggunakan software Eviews 9 dan Microsoft Excel 2010 dalam
menyusun dan mengolah data. Dalam mengelola data, penelitian ini
menggunakan metode sebagai berikut:
1. Uji Stasioner
Menurut Thomas dalam Basuki (diakses tanggal 14
Desember 2017),” Data yang stasioner adalah data runtut waktu yang
tidak mengandung unit roots, sebaliknya data yang tidak stasioner jika
mean, variance dan covariance konstan sepanjang waktu”. Dalam
penelitian ini uji stasioner menggunakan uji ADF (Augmented Dickey-
Fuller). Hipotesis dalam uji ADF yaitu
H0 : terdapat unit roots (tidak stasioner)
H1 : tidak terdapat unit roots (stasioner)
49
Pengambilan keputusan pada uji ADF dengan melihat
nilai t-hitung. │t-hitung│>│MacKinnon│ atau p-value < nilai α
(0,05) berarti menerima H1.
2. Uji Kointegrasi
Menurut (Muhammad, 2014: 41), “uji kointegrasi
merupakan salah satu metode untuk mengindikasikan kemungkinan
adanya hubungan keseimbangan (equilibrium) antara variabel
dependen (terikat) dengan variabel independen (tidak terikat)”. Uji
kointegrasi dapat dilakukan dengan melakukan uji ADF pada variabel
ECT (Error Correction Term) (uji tersebut bernama uji Engle-
Granger). Jika variabel ECT stasioner pada tahap level, maka terdapat
kointegrasi (Muhammad, 2014: 44). Variabel ECT bisa didapatkan
dengan cara melakukan regresi OLS (Y = α + βX + e). Variabel ECT
adalah e (error) pada regresi OLS (Muhammad, 2014: 44).
3. Uji Asumsi Klasik
a. Uji Autokorelasi
Dalam model regresi, asumsi yang harus dipenuhi
adalah cov(ui, uj) = 0 dan i ≠ j. menurut Brooks (2008: 139),
“Assumption 3 that is made of the CLRM’s disturbance terms is
that the covariance between the error terms over time (or cross
sectionally, for that type of data) is zero. In other words, it is
assumed that the errors are uncorrelated with one another. If the
errors are not uncorrelated with one another, it would be stated
50
that they are ‘autocorrelated’ or that they are ‘serially
correlated’” (asumsi 3 (cov(ui, uj) = 0 dan i ≠ j) pada gangguan
CLRM (classical linear regression model dalam bahasa indonesia
adalah model regresi linier klasik) bahwa kovarians antara eror
(u) sepanjang waktu (atau setiap objek, untuk data cross section)
adalah nol. Dengan kata lain, hal tersebut berasumsi bahwa setiap
eror tidak berkorelasi dengan eror lainnya. Jika antar eror
memiliki korelasi, maka hal tersebut bisa dikatakan ter-
autokorelasi atau korelasi secara serial). Oleh karena itu, data
yang bisa digunakan adalah data yang tidak memiliki autokorelasi.
Autokorelasi dapat dideteksi dengan uji Durbin-Watson
(DW). Menurut Brooks (2008 :144), “Durbin-Watson (DW) is a
test for first order autocorrelation - i.e. it tests only for a
relationship between an error and its immediately previous
value” (Durbin – Watson (DW) adalah uji untuk autokorelasi
ordo satu – yaitu uji untuk hubungan antara eror dan nilai
sebelumnya). Pengambilan keputusan uji DW dapat dilihat pada
Gambar 3.1 di bawah ini.
51
Gambar 3.1
Pengambilan Keputusan Uji Durbin-Watson
Sumber: (Brooks, 2008: 147).
Berdasarkan Gambar 3.1, jika DW < DL, maka data
mengalami autokorelasi positif. Jika DL < DW < DU atau 4-DU
< DW < 4-DL, maka tidak ada kesimpulan. Jika 4-DL < DW,
maka data mengalami autokorelasi negatif. Jika DU < DW < 4-
DU, maka data tidak mengalami autokorelasi. Dalam tabel DW, n
adalah jumlah observasi atau sampel dan k adalah jumlah variabel
independen.
b. Uji Normalitas
Dalam model regresi linier berganda, ada salah satu
asumsi yang harus dipenuhi. Asumsi tersebut adalah variabel
pengganggu (residual/eror) terdistribusi dengan normal (ut ~ N(0,
σ2) (Brooks, 2008: 161). Terdistribusinya variabel eror dapat
diketahui dengan melakukan tes Jarque-Bera. Menurut Brooks
(2008: 161), “BJ uses the property of a normally distributed
random variable that the entire distribution is characterised by
the first two moments – the mean and the variance” (BJ (Bera-
Jarque) menggunakan sifat pada variabel acak terdistribusi secara
52
normal dimana seluruh distribusinya dicirikan oleh dua hal – rata-
rata dan varians).
Penentuan keputusan uji normalitas menggunakan tes
Jarque-Bera dapat dilihat dari p-value-nya. Menurut Brooks
(2008: 163), “If the residuals are normally distributed, the
histogram should be bell-shaped and the Bera--Jarque statistic
would not be significant. This means that the p-value given at the
bottom of the normality test screen should be bigger than 0.05 to
not reject the null of normality at the 5% level” (jika residualnya
terdistribusi dengan normal, bentuk histrogram akan seperti
lonceng dan statistik Jarque-Bera tidak akan signifikan. Hal
tersebut berarti p-value yang ada di bawah uji normalitas akan
lebih besar dari 0,05 untuk tidak menolak H0 normalitas pada
level 5% (jika tingkat keyakinan sebesar 5%)). Oleh karena itu,
hipotesis uji normalitas dapat ditulis di bawah ini.
H0 : p-value > nilai α (0,05), data terdistribusi normal
H1 : p-value < nilai α (0,05), data tidak terdistribusi normal.
c. Uji Multikolinieritas
Salah satu asumsi regresi linier berganda yang harus
dipenuhi yaitu antar variabel independen tidak memiliki korelasi
yang tinggi dengan satu dan yang lain. Menurut Brooks (2008:
171), “However, a problem occurs when the explanatory
variables are very highly correlated with each other, and this
53
problem is known as multicollinearity” (bagaimanapun juga,
masalah yang terjadi saat variabel penjelas memiliki korelasi yang
tinggi antar satu dengan yang lain, dan masalah ini disebut
sebagai multikolinieritas).
Cara mengetahui adanya multikolinieritas dengan
menggunakan matriks korelasi antar variabel independen. Data
tidak terdapat multikoliniearitas saat korelasi antar variabel
dibawah 0,8.
d. Uji Heterokedastisitas
Menurut Brooks (2008: 132), “It has been assumed
thus far that the variance of the errors is constant, σ2 – this is
known as the assumption of homoscedasticity. If the errors do not
have a constant variance, they are said to be heteroscedastic”
(telah diasumsikan sejauh ini bahwa varians pada eror adalah
konstan (var(ut) = σ2) – hal tersebut diketahui sebagai asumsi
homokedestisitas. Jika eror tidak memiliki varians yang konstan,
maka hal tersebut adalah heterokedastisitas). Dalam regresi linier
berganda, data harus memenuhi asumsi homokedastisitas.
Cara mendekteksi apakah suatu data adalah
homokedastisitas atau heterokedasitsitas dengan menggunakan uji
White. Cara mengambil keputusan yaitu dengan melihat nilai
Prob. χ2 (Chi-Squares) untuk Obs*R-squared. Jika nilai Prob.
Chi-Squares untuk Obs*R-squared lebih besar dari nilai α (0,05),
54
maka varians eror homokedastisitas sebaliknya nilai Prob. Chi-
Squares lebih kecil dari nilai α (0,05) varians eror pada data
mengalami heterokedastisitas (Fazalloh, 2015, slide 32).
4. Uji Statistik Koefisien Regresi
Penelitian ini menggunakan model analisis regresi ECM.
Menurut Muhammad (2014: 45), “apabila Yt dan Xt berkointegrasi,
maka terdapat hubungan jangka panjang diantara kedua variabel
(variabel independen dan variabel dependen). Dalam jangka pendek,
tentu mungkin terdapat ketidakseimbangan (disequilibrium) antar
kedua variabel. Berdasarkan teori yang disebut sebagai Granger
Representation Theorem, maka apabila Yt dan Xt berkointegrasi, sifat
hubungan jangka pendek di antara keduanya dapat dinyatakan dalam
bentuk model koreksi kesalahan (ECM)”. Model analisis regresi
berganda pada penelitian ini dapat ditulis pada persamaan (3.6) dan
persamaan (3.7) di bawah ini.
[Ln(NAB/UP)] = Z0 + Z1[Ln(IHSG)] + Z2[Ln(Tingkat-Inflasi)] +
Z3[Ln(JIBOR-1-Month)] – Z4[Ln(Kurs-IDR/USD)] +
e.......................................................................................................(3.6)
D[Ln(NAB/UP)] = β0 + β1{D[Ln(IHSG)]} + β2{D[Ln(Tingkat-
Inflasi)]} + β3{D[Ln(JIBOR-1-Month)]} + β4{D[Ln(Kurs-
IDR/USD)]} + β5ECT(-1) +
u .......................................................................................................(3.7)
55
Persamaan (3.6) berfungsi menjelaskan pengaruh variabel
independen terhadap variabel dependen dalam jangka panjang.
Persamaan (3.6) dapat digunakan sebagai regresi jangka panjang jika
terbukti memiliki kointegrasi. Pada persamaan (3.6), Z0 adalah
konstanta, Z1 sampai dengan Z4 adalah koefisien terhadap variabel
independen. e adalah variabel eror pada persamaan (3.6) yang dapat
dijadikan variabel ECT.
Persamaan (3.7) berfungsi menjelaskan pengaruh variabel
independen terhadap variabel dependen dalam jangka pendek. Pada
persamaan (3.7), β0 adalah konstanta, β1 sampai dengan β4 adalah
koefisien terhadap variabel independen dan β5 adalah koefisien
variabel ECT(-1). ECT(-1) adalah varaiabel ECT dengan lag 1 dan u
adalah variabel eror pada persamaan (3.7). Hubungan antar variabel
independen dengan variabel dependen harus melewati beberapa tes
seperti uji siginifikansi parsial dan uji global. Tingkat kemampuan
variabel independen dalam menjelaskan variabel terikat dapat diukur
dengan uji koefisien determinasi.
a. Uji Signifikansi Parsial
Menurut Suharyadi dan Purwanto S. K. (2009: 228),
“Uji signifikansi parsial atau individu digunakan untuk menguji
apakah suatu variabel independen berpengaruh atau tidak
terhadap variabel dependen”. Uji signifikansi parsial
56
menggunakan uji t atau t-student. Pengambilan keputusan pada
uji t sebagai berikut.
H0: βk = 0, yang artinya variabel independen (Xk) secara parsial
tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen (Y),
H1: βk ≠ 0, yang artinya variabel independen (Xk) secara parsial
memiliki pengaruh signifikan terhadap variabel dependen (Y).
Bentuk hipotesis di atas adalah hipotesis dua arah.
Penentuan t-tabel dapat dilihat pada tabel t. Pada tabel t terdapat
df. Df sendiri adalah df = n – k, dimana n adalah jumlah data
sampel dan k adalah jumlah variabel (bebas dan terikat). Jika t-
hitung < (+) t-tabel atau t-hitung > (-) t-tabel, maka menerima H0.
Jika t-hitung > (+) t- tabel atau t-hitung < (-) t- tabel, maka
menerima H1 (Suharyadi dan Purwanto S. K., 2009: 229).
Pengambilan keputusan juga dapat dilihat dari p-value. Jika p-
value < nilai α (0,05), maka menerima H1. Jika p-value > nilai α,
maka menerima H0.
b. Uji Global
Uji Global adalah uji variabel-variabel independen
terhadap variabel secara bersama-sama (Suharyadi dan Purwanto
S. K., 2009: 225). Uji global menggunakan uji F. Cara
pengambilan keputusan pada uji F seperti di bawah ini.
57
H0 : β1 = β2 = βk = 0, artinya variabel-variabel independen secara
simultan tidak berpengaruh secara nyata terhadap variabel
dependen;
H1 : β1 ≠ β2 ≠ βk ≠ 0, artinya variabel-variabel independen secara
simultan berpengaruh secara nyata terhadap variabel dependen.
Ada dua komponen pada F-tabel yaitu derajat penyebut
dan derajat pembilang. Derajat pembilang yaitu k – 1, k adalah
jumlah variabel (bebas dan terikat). Derajat penyebut adalah n – k,
n adalah jumlah observasi sampel. Jika nilai F-hitung > F-tabel,
maka menerima H1. Jika F-hitung < F-tabel, maka menerima H0.
Pengambilan keputusan juga dapat dilihat melalu p-value. Jika p-
value < nilai α (0,05), maka menerima H1. Jika p-value > nilai α
(0,05), maka menerima H0. Untuk Uji Global pada persamaan
jangka panjang dilihat dari uji t pada variabel ECT.
c. Uji Koefisien Determinasi
Menurut Suharyadi dan Purwanto S. K. (2009: 217),
“koefisien determinasi menunjukan suatu proporsi dari varian
yang dapat diterangkan oleh persamaan regresi (regression of sum
squares – RSS) terhadap varian total (total sum of squares –
TRS)”. Koefisien Determinasi (R2) = 1, berarti variabel bebas
dapat menerangkan variabel terikar sebesar 100%. Sedangkan R2
= 0 menyatakan bahwa variabel bebas menerangkan variabel
terikat sebesar 0%. Dalam penelitian ini hasil uji koefisien
58
determinasi yang digunakan adalah Adjusted R2 (R-square). Nilai
Adjusted R2 adalah nilai R2 yang telah disesuaikan.
D. Operasional Variabel Penelitian
1. Nilai Aktiva Bersih (NAB) per Unit Penyertaan (UP)
NAB per UP menjadi variabel terikat dalam penelitian ini.
Perhitungan NAB dapat ditulis dengan persamaan (3.8) di bawah ini.
NAB = NPA– K...............................................................................(3.8)
Dimana NAB adalah total nilai aktiva bersih yang dimiliki
reksadana, NPA adalah nilai pasar aktiva yang dimiliki oleh reksadana
dan K adalah kewajiban yang dimiliki reksadana. Dari persamaan
(3.8) penulis dapat menyimpulkan bahwa NAB adalah total nilai
aktiva pasar yang dimiliki reksadana yang telah dikurangi kewajiban
yang dimiliki reksadana. Untuk NAB per UP adalah nilai aktiva bersih
reksadana untuk setiap unit penyertaan yang disediakan oleh
reksadana. Data NAB per UP yang diambil dalam penelitian ini
adalah harga NAB per UP setiap bulan dari bulan Juni 2012 sampai
Mei 2017. Bentuk data NAB per UP dalam penelitian ini adalah satu-
satuan rupiah (Rp).
2. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)
Dalam penelitian ini, IHSG bertindak sebagai variabel
bebas. IHSG adalah indeks yang menggambarkan atau mencerminkan
pergerakan saham-saham yang termasuk dalam IHSG. Saham-saham
yang termasuk dalam IHSG adalah saham-saham emiten (penerbit
59
saham atau perusahaan) yang telah terdaftar dalam Bursa Efek
Indonesia (BEI). IHSG dapat menggambarkan tren pasar modal untuk
instrumen saham secara keseluruhan. Jika IHSG meningkat, maka
harga-harga saham yang terdaftar dalam BEI meningkat secara umum.
Kebalikannya, jika harga IHSG menurun, maka harga-harga saham
yang terdaftar dalam BEI menurun secara umum. Data IHSG yang
diambil dalam penelitian ini adalah harga penutupan IHSG pada setiap
bulan dari bulan Juni 2012 sampai Mei 2017. Bentuk data IHSG dalam
penelitian ini adalah satu-satuan rupiah (Rp).
3. Tingkat Inflasi
Tingkat inflasi menjadi variabel bebas dalan penelitian ini.
Inflasi adalah peningkatan harga secara umum dan berlangsung terus
menerus. Tingkat inflasi adalah persentase perbedaan harga agregat
waktu sekarang dengan harga agregat waktu dasar. Inflasi bisa diukur
dengan IHK (Indeks Harga Konsumen). IHK adalah indeks yang
mengukur daya beli konsumen secara agregat. Pengukuran tingkat
inflasi dengan menggunakan IHK dapat ditulis dengan persamaan di
bawah ini.
.....................................(3,9)
Dari persamaan (3.8), IHKt adalah IHK pada waktu
sekarang, dan IHKt-1 adalah IHK pada waktu dasar. Bentuk data
tingkat inflasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah data dalam
bentuk persentase (%). Data tingkat inflasi diambil dalam penelitian
60
ini adalah data tingkat inflasi yang diumumkan oleh Bank Indonesia
setiap bulan dari bulan Juni 2012 sampai Mei 2017.
4. Jakarta Interbank Offered Rate (JIBOR)
JIBOR menjadi variabel bebas dalam penelitian ini. JIBOR
adalah rata-rata suku bunga indikasi penawaran dalam transaksi Pasar
Uang Antar Bank (PUAB). JIBOR dapat dijadikan suku bunga acuan
pada transaksi keuangan. Menurut Bank Indonesia (diakses tanggal 11
Oktober 2017), “JIBOR ditetapkan berdasarkan suku bunga indikasi
yang disampaikan oleh bank kontributor. Dalam rangka meningkatkan
kredibilitas JIBOR, sejak 1 April 2015 Bank Indonesia mewajibkan
bank kontributor untuk menerima permintaan transaksi meminjam
dan/atau meminjamkan rupiah pada tingkat suku bunga sesuai suku
bunga indikasi yang disampaikan oleh bank kontributor tersebut,
sepanjang memenuhi batasan waktu dan batasan tertentu”. Data
JIBOR dalam penelitian ini adalah JIBOR dengan jangka waktu 1
bulan. Data JIBOR diambil setiap bulan dari bulan Juni 2012 sampai
Mei 2017. Bentuk data JIBOR dalam penelitian ini adalah persentase
(%).
5. Kurs
Kurs dalam penelitian ini bertindak sebagai variabel bebas.
Kurs adalah nilai perbandingan antara mata uang domestik dengan
mata uang asing. Kurs juga dapat dikatakan berapa banyak mata uang
domestik yang dibutuhkan untuk mendapatkan satu-satuan mata uang
61
asing. Data kurs yang digunakan dalam penelitian ini adalah mata
uang rupiah Indonesia (IDR) terhadap dollar Amerika Serikat (USD).
Bentuk data kurs dalam penelitian ini adalah berapa banyak rupiah
Indonesia untuk mendapatkan 1 dollar Amerika Serikat ((L IDR)/USD,
L adalah jumlah mata uang). Data kurs yang digunakan dalam
penelitian ini adalah kurs penutupan IDR terhadap USD pada setiap
bulan, dari bulan Juni 2012 sampai Mei 2017.
62
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Objek Penelitian
1. BNP Paribas Pesona Syariah
Reksadana BNP Paribas Pesona Syariah adalah produk
reksadana saham syariah dari PT. BNP Paribas Investment Partners.
Reksadana BNP Paribas Pesona Syariah mendapat pernyataan efektif
dari OJK sejak tanggal 9 April 2007 (BNP Paribas Investment
Partners, 2017: 7). Menurut BNP Paribas Investment Partners (2017:
14), “Reksadana Syariah BNP Paribas Pesona Syariah bertujuan untuk
memberikan tingkat pertumbuhan investasi yang menarik dalam
jangka panjang melalui mayoritas investasi pada Efek Syariah bersifat
ekuitas. Reksadana Syariah BNP Paribas Pesona Syariah juga dapat
berinvestasi pada Efek Syariah (instrumen) pasar uang dan/atau pada
instrumen investasi lainnya yang sesuai dengan Prinsip-prinsip
Syariah di Pasar Modal serta peraturan perundang-undangan yang
berlaku di Indonesia”.
PT. BNP Paribas Investment Partenrs telah mendapatkan
penghargaan BNP Paribas Pesona Syariah – Reksadana Syariah
Terbaik 2017 – kategori reksadana saham syariah periode 5 tahun oleh
Majalah Investor (BNP Paribas Investment Partners, diakses tanggal
11 November 2017). Reksadana Syariah BNP Paribas Pesona Syariah
adalah reksadana berbentuk kontrak investasi kolektif. Bank
63
Kustodian reksadana syariah BNP Paribas Pesona Syariah adalah PT.
Bank HSBC Indonesia (BNP Paribas Investment Partners, 2017: 14).
Lima efek terbanyak dalam portofolio BNP Paribas Pesona Syariah
pada tahun 2016 adalah saham TLKM, ASII, UNVR, INDF, UNTR
dengan bobot 14,05%; 13,98%; 9,36%; 5,62% dan 4,24% secara
berurut (BNP Paribas Investment Partners, 2017: 21).
B. Analisis dan Pembahasan
1. Deskripsi Variabel
Berdasarkan Hasil Perhitungan, dapat dijelaskan variabel-
variabel yang terdapat dalam regresi berganda seperti Tabel 4.1.
Tabel 4.1
Nilai Rata-rata NAB/UP BNP Paribas Pesona Syariah, IHSG, Tingkat Inflasi,
JIBOR dan Kurs
Periode NAB/up IHSG Inflasi JIBOR1M
kurs
IDR/USD
Juni 2012 - Mei 2013 2143,215 4386,624 4,84% 4,58% 9597,417
Juni 2013 - Mei 2014 2244,598 4522,906 7,89% 6,79% 11234,125
Juni 2014 - Mei 2015 2541,263 5168,821 6,57% 6,99% 12360,458
Juni 2015 - Mei 2016 2225,762 4687,332 5,24% 7,18% 13568,708
Juni 2016 - Mei 2017 2563,591 5361,178 3,49% 6,07% 13220,250
Sumber: Data diolah
a. Variabel Dependen (NAB Reksadana BNP Paribas Pesona
Syariah)
Berdasarkan Tabel 4.1, NAB Reksadana BNP Paribas
Pesona Syariah cenderung meningkat. Dari Periode Juni 2012 –
64
Mei 2013 NAB BNP Paribas Pesona Syariah sebesar 2143,215.
Lalu, NAB BNP Paribas Pesona Syariah meningkat menjadi
2244,598 pada periode Juni 2013 – Mei 2014. NAB BNP Paribas
Pesona Syariah meningkat lagi menjadi 2541,263 pada periode
Juni 2014 – Mei 2015. NAB BNP Paribas Pesona Syariah
menurun menjadi 2225,726 pada periode Juni 2015 – Mei 2016.
Pada periode Juni 2016 – Mei 2017 NAB BNP Paribas Pesona
Syariah mengalami kenaikan kembali menjadi 2563,591. Periode
Juni 2016 – Mei 2017 menjadi NAB tertinggi selama 5 periode
yaitu sebesar 2563,591.
b. Variabel Independen (IHSG, Tingkat Inflasi, JIBOR dan Kurs)
Berdasarkan Tabel 4.1, Pada periode Juni 2012 – Mei
2013 IHSG sebesar 4386,624. Pada periode Juni 2013 – Mei 2014
IHSG mengalami peningkatan menjadi 4522,906. IHSG
mengalami peningkatan kembali pada periode Juni 2014 – Mei
2015 menjadi 5168,821. Pada periode Juni 2015 – Mei 2016
IHSG mengalami penurunan menjadi 4687,332. Pada periode
Juni 2016 – Mei 2017 IHSG mengalami peningkatan kembali
menjadi 5361,178. IHSG memiliki nilai tertinggi pada periode
Juni 2016 – 2017 sebesar 5361,178.
Berdasarkan Tabel 4.1, pada periode Juni 2012 – Mei
2013 tingkat inflasi sebesar 4,84%. Pada periode Juni 2013 – Mei
2014 tingkat inflasi meningkat menjadi 7,89%. Pada periode Juni
65
2014 – Mei 2015 tingkat inflasi mengalami penurunan menjadi
6,57%. Pada periode Juni 2015 – Mei 2016 tingkat inflasi
mengalami penurunan lagi menjadi 5,24%. Pada periode Juni
2016 – Mei 2017 tingkat inflasi mengalami penurunan menjadi
3,49%. Tingkat inflasi tertinggi terjadi pada periode Juni 2013 –
Mei 2014 sebesar 7,89%.
Berdasarkan Tabel 4.1, pada periode Juni 2012 – Mei
2013 suku bunga JIBOR sebesar 4,58%. Pada periode Juni 2013 –
Mei 2014 suku bunga JIBOR meningkat menjadi 6,79%. Pada
periode Juni 2014 – Mei 2015 suku bunga JIBOR meningkat lagi
menjadi 6,99%. Pada periode Juni 2015 – Mei 2016 suku bunga
JIBOR meningkat menjadi 7,18%. Pada periode Juni 2016 – Mei
2017 suku bunga JIBOR menurun menjadi 6,07%. suku bunga
JIBOR tertinggi terjadi pada periode Juni 2015 – Mei 2016
sebesar 7,18%.
Berdasarkan Tabel 4.1, Pada periode Juni 2012 – Mei
2013 kurs sebesar 9597,417. Pada periode Juni 2013 – Mei 2014
kurs mengalami pelemahan menjadi 11234,125. kurs mengalami
pelemahan kembali pada periode Juni 2014 – Mei 2015 menjadi
12360,458. Pada periode Juni 2015 – Mei 2016 kurs mengalami
pelemahan menjadi 13568,708. Pada periode Juni 2016 – Mei
2017 IHSG mengalami peningkatan menjadi 13220,250. Rata-rata
kurs IDR terhadap USD selalu melemah setiap tahunnya.
66
2. Pengujian Stasioner
Dalam membentuk regresi ECM, pertama harus melihat
apakah data pada semua variabel telah stasioner. Hasil uji stasioner
dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2
Hasil Uji ADF pada Setiap Variabel
Variabel Tahap t-hitung MacKinnon p-value keterangan
Ln(NAB) Level -2.47148 -2.91173 0.1275 tidak stasioner
1 -7.26382 -2.91263 0 Stasioner
Ln(IHSG) Level -1.97596 -2.91173 0.2964 tidak stasioner
1 -7.28855 -2.91263 0 Stasioner
Ln(Inflasi) Level -1.50622 -2.91173 0.5236 tidak stasioner
1 -6.54429 -2.91355 0 Stasioner
Ln(JIBOR) level -2.12999 -2.91355 0.234 tidak stasioner
1 -5.8349 -2.91263 0 Stasioner
Ln(Kurs) level -1.67455 -2.91173 0.4387 tidak stasioner
1 -6.20005 -2.91263 0 Stasioner
Sumber: Lampiran 2, Lampiran 3
Data pada suatu variable dikatakan stasioner jika nilai |t-
hitung| > nilai |MacKinnon| atau nilai p-value < nilai α (0,05). Pada
Tabel 4.2, terlihat bahwa semua variabel stasioner pada derajat 1 (1st
difference).
3. Model Regresi Linier Berganda
Data yang telah dikumpulkan diolah agar membentuk
model regresi ECM. Regresi ECM digunakan untuk mendapatkan
persamaan yang dapat menjelaskan fenomena yang sedang diteliti.
67
Pertama, penelitian ini membentuk regresi linier berganda untuk
mendapatkan variabel ECT, hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3
Model Regresi Linier Berganda
Dependent Variable: LN_NAB_UP
Method: Least Squares
Date: 12/12/17 Time: 12:21
Sample: 2012M06 2017M05
Included observations: 60
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
LN_IHSG 1.079414 0.030229 35.70750 0.0000
LN_INFLASI 0.004771 0.008573 0.556569 0.5801
LN_JIBOR1M 0.072825 0.021263 3.424922 0.0012
LN_KURS -0.201619 0.034739 -5.803758 0.0000
C 0.713199 0.324633 2.196941 0.0323
R-squared 0.967241 Mean dependent var 7.755185
Adjusted R-squared 0.964859 S.D. dependent var 0.094114
S.E. of regression 0.017643 Akaike info criterion -5.157343
Sum squared resid 0.017119 Schwarz criterion -4.982814
Log likelihood 159.7203 Hannan-Quinn criter. -5.089075
F-statistic 405.9860 Durbin-Watson stat 0.587351
Prob(F-statistic) 0.000000
Sumber: Data diolah
Tabel 4.3 dapat ditulis dengan Persamaan (4.1) di bawah ini.
[Ln(NAB/UP)] = 0,713199 + 1,079414[Ln(IHSG)] +
0,004771[Ln(Tingkat-Inflasi)] + 0,072825[Ln(JIBOR-1-Month)] –
0,201619[Ln(Kurs-IDR/USD)] + e.................................................(4.1)
Pada Tabel 4.3, nilai R2 (0,96724) > nilai DW (0,587351),
berarti persamaan (4.1) kemungkinan mengalami regresi lancung.
Persamaan (4.1) akan menjadi regresi lancung jika persamaan (4.1)
tidak memiliki kointegrasi. Setelah persamaan (4.1) dibentuk,
68
Variabel e pada persamaan (4.1) adalah eror yang dijadikan variabel
ECT. Setelah mendapat variabel ECT, uji kointegrasi dapat dilakukan.
4. Pengujian Kointegrasi
Pengujian kointegrasi dilakukan dengan cara uji ADF pada
variabel ECT. Variabel ECT harus stasioner pada tahap level agar bisa
dikatakan terdapat kointegrasi. Hasil uji kointegrasi dapat dilihat pada
Tabel 4.4.
Tabel 4.4
Hasil Uji ADF Tahap Level pada Variabel ECT
Null Hypothesis: ECT has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=10)
t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic -2.948809 0.0459
Test critical values: 1% level -3.546099
5% level -2.911730
10% level -2.593551
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Sumber: Data diolah
Pada Tabel 4.4, terlihat bahwa nilai│t-hitung│ (2,948809)
> │MacKinnon│ (2,911730) dan p-value (0,0459) < nilai α (0,05)
keputusan yang diambil adalah menerima H1. Hal tersebut
menandakan bahwa variabel ECT telah stasioner pada tahap level.
Variabel ECT yang telah stasioner pada tahap level menandakan
adanya hubungan jangka panjang antara variabel independen dengan
dependen. Oleh karena itu, persamaan (4.1) bukan regresi lancung tapi
regresi kointegrasi. Persamaan (4.1) tidak bias dalam menjelaskan
69
pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat dalam jangka
panjang. Setelah itu, regresi ECM dapat dibentuk sesuai pada Tabel
4.5.
Tabel 4.5
Regresi ECM
Dependent Variable: D(LN_NAB_UP)
Method: Least Squares
Date: 12/12/17 Time: 10:44
Sample (adjusted): 2012M07 2017M05
Included observations: 59 after adjustments
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
D(LN_IHSG) 1.027518 0.054811 18.74655 0.0000
D(LN_INFLASI) -0.002128 0.012486 -0.170436 0.8653
D(LN_JIBOR1M) 0.031781 0.033902 0.937443 0.3528
D(LN_KURS) -0.117750 0.099497 -1.183452 0.2419
ECT(-1) -0.282093 0.101456 -2.780438 0.0075
C -8.89E-05 0.001819 -0.048883 0.9612
R-squared 0.920540 Mean dependent var 0.006124
Adjusted R-squared 0.913044 S.D. dependent var 0.042093
S.E. of regression 0.012413 Akaike info criterion -5.844061
Sum squared resid 0.008166 Schwarz criterion -5.632786
Log likelihood 178.3998 Hannan-Quinn criter. -5.761588
F-statistic 122.8003 Durbin-Watson stat 1.953353
Prob(F-statistic) 0.000000
Sumber: Data diolah
Tabel 4.5 dapat ditulis pada persamaan (4.2) di bawah ini.
D[Ln(NAB/UP)] = -8,89*10-5 + 1,027158{D[Ln(IHSG)]} -
0,002128{D[Ln(Tingkat-Inflasi)]} + 0,031781{D[Ln(JIBOR-1-
Month)]} - 0,117750{D[Ln(Kurs-IDR/USD)]} – 0,282093[ECT(-1)]
+ u ...................................................................................................(4.2)
70
5. Pengujian Asumsi Klasik
Persamaan (4.2) harus melewati beberapa uji asumsi klasik
seperti uji autokorelasi, uji normalitas, uji heterokedastisitas dan uji
multikoliniearitas. Pada penelitian ini, uji autokorelasi menggunakan
uji Durbin-Watson dengan nilai k (jumlah variabel bebas) = 4 dan
nilai n (jumlah sampel) = 59. Maka nilai DU adalah 1,7266 dan nilai
DL adalah 1,4385. Berdasarkan Tabel 4.5, persamaan (4.2) tidak
terdapat autokorelasi karena DU (1,7266) < Durbin-Watson stat (DW)
(1,953353) < 4-DU (2,2734).
Tabel 4.6
Hasil Uji Normalitas
0
2
4
6
8
10
-0.03 -0.02 -0.01 0.00 0.01 0.02 0.03
Series: Residuals
Sample 2012M07 2017M05
Observations 59
Mean 3.79e-19
Median -0.001553
Maximum 0.029257
Minimum -0.034106
Std. Dev. 0.011866
Skewness -0.229114
Kurtosis 3.449043
Jarque-Bera 1.011883
Probability 0.602938
Sumber: data diolah
Pada Tabel 4.6 terlihat bahwa p-value (0,602938) > nilai α
(0,05). Hal tersebut menandakan bahwa persamaan (4.2) terdistribusi
dengan normal (menerima H0). Selanjutnya adalah uji
heterokedastisitas pada persamaan (4.2). Hasil uji heterokedastisitas
pada persamaan (4.2) dapat dilihat pada Tabel 4.8.
71
Tabel 4.7
Hasil Uji Heterokedastisitas
Heteroskedasticity Test: White
F-statistic 0.901710 Prob. F(20,38) 0.5872
Obs*R-squared 18.98872 Prob. Chi-Square(20) 0.5226
Scaled explained SS 18.76333 Prob. Chi-Square(20) 0.5373
Sumber: data diolah
Pada Tabel 4.7 terlihat bahwa nilai Prob. Chi-Square untuk
Obs*R-Squared (0,5226) > nilai α (0,05). Hal tersebut menandakan
bahwa persamaan (4.2) tidak terdapat heterokedastisitas (menerima
H0). Selanjutnya adalah uji multikolinearitas pada persamaan (4.2).
Hasil uji multikolinearitas dapat dilihat pada Tabel 4.8.
Tabel 4.8
Hasil Uji Multikolinearitas
LN_IHSG LN_INFLASI LN_JIBOR1M LN_KURS
LN_IHSG 1.000000 -0.257179 0.217742 0.548578
LN_INFLASI -0.257179 1.000000 0.249767 -0.188674
LN_JIBOR1M 0.217742 0.249767 1.000000 0.723220
LN_KURS 0.548578 -0.188674 0.723220 1.000000
Sumber: data diolah
Pada Tabel 4.8 terlihat bahwa nilai korelasi tidak ada yang
mencapai 0,8 antar variabel bebas. Oleh karena itu, persamaan (4.2)
tidak terdapat multikolinearitas dan persamaan (4.2) dapat digunakan
dalam penelitian ini. Persamaan (4.2) juga dapat digunakan untuk uji-
uji selanjutnya (Uji Koefisien Determinasi, Uji F, dan Uji t).
72
6. Pengujian Koefisien Determinasi
Untuk melihat seberapa besar variabel-variabel independen
dapat menjelaskan variabel dependen, maka uji koefisien determinasi
dapat dilakukan. Berdasarkan Tabel 4.5, nilai adjusted-R2 sebesar
91,3%. Hal tersebut berarti variabel bebas dapat menjelaskan variabel
terikat sebesar 91,3% dan sisanya (8,7%) dijelaskan oleh model lain.
7. Pengujian Simultan
Pada Tabel 4.5 terlihat bahwa nilai F-hitung sebesar
122,8003. Dengan n (jumlah observasi) berjumlah 59 dan k (jumlah
variabel bebas dan terikat) berjumlah 5. Maka Derajat pembilang (df1)
yaitu 4, dam derajat penyebut (df2) adalah 54. F-tabel yang didapat
adalah 2,39. Oleh karena itu, variabel-variabel bebas secara simultan
berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat karena nilai F-hitung
(122,8003) > F-tabel (2,39) atau p-value (0,000000) < nilai α (0,05).
(menerima H1). Secara simultan berpengaruh signifikan terhadap
NAB reksadana BNP Paribas Pesona Syariah dalam jangka pendek.
8. Pengujian Parsial
Dalam penelitian ini, jenis hipotesis yang digunakan adalah
dua arah. n (jumlah sampel) sebesar 59 dan k (jumlah variabel terikat
dan variabel bebas) sebesar 5. Nilai derajat bebas (df) sebesar 54.
Nilai t-tabel sebesar 2,00488 atau -2,0048. Berdasarkan Tabel 4.3
variabel IHSG memiliki pengaruh sebesar 1,079414. Hal tersebut
menandakan bahwa setiap kenaikan satu-satuan pada variabel IHSG
73
akan menyebabkan peningkatan 107,94% pada Variabel NAB
reksadana BNP Paribas Pesona Syariah dalam jangka panjang.
Variabel IHSG memiliki nilai t-statistic (35,70750) > t-tabel
(2,00488) atau p-value (0,00) < nilai α (0,05), uji t pada variabel IHSG
menerima H1. Hal tersebut menandakan bahwa IHSG secara parsial
berpengaruh signifikan terhadap NAB reksadana BNP Paribas Pesona
Syariah dalam jangka panjang.
Berdasarkan Tabel 4.5 variabel IHSG memiliki pengaruh
sebesar 1,027518. Hal tersebut menandakan bahwa setiap kenaikan
satu-satuan pada variabel IHSG akan menyebabkan peningkatan
102,75% pada Variabel NAB reksadana BNP Paribas Pesona Syariah
dalam jangka pendek. Variabel IHSG memiliki nilai t-statistic
(18,74655) > t-tabel (2,00488) atau p-value (0,00) < nilai α (0,05), uji
t pada variabel IHSG menerima H1. Hal tersebut menandakan bahwa
IHSG secara parsial berpengaruh signifikan terhadap NAB reksadana
BNP Paribas Pesona Syariah dalam jangka pendek.
Berdasarkan Tabel 4.3, tingkat inflasi memiliki pengaruh
sebesar 0,004771. Hal tersebut menandakan bahwa setiap kenaikan
satu-satuan pada variabel tingkat inflasi akan menyebabkan
peningkatan 0,48% pada Variabel NAB reksadana BNP Paribas
Pesona Syariah dalam jangka panjang. Variabel tingkat inflasi
memiliki nilai t-statistic (0.556569) < t-tabel (2,00488) atau p-value
(0.5801) > nilai α (0,05), uji t pada variabel tingkat inflasi menerima
74
H0. Hal tersebut menandakan bahwa tingkat inflasi secara parsial tidak
berpengaruh signifikan terhadap NAB reksadana BNP Paribas Pesona
Syariah dalam jangka panjang.
Berdasarkan Tabel 4.5 variabel tingkat inflasi memiliki
pengaruh sebesar -0,002128. Hal tersebut menandakan bahwa setiap
kenaikan satu-satuan pada variabel tingkat inflasi akan menyebabkan
penurunan 0,21% pada variabel NAB reksadana BNP Paribas Pesona
Syariah dalam jangka pendek. Variabel tingkat inflasi memiliki nilai t-
statistic (-0,170436) > t-tabel (-2,00488) atau p-value (0,8653) > nilai
α (0,05), uji t pada variabel tingkat inflasi menerima H0. Hal tersebut
menandakan bahwa tingkat inflasi secara parsial tidak berpengaruh
signifikan terhadap NAB reksadana BNP Paribas Pesona Syariah
dalam jangka pendek.
Berdasarkan Tabel 4.3 variabel JIBOR memiliki pengaruh
sebesar 0,072825. Hal tersebut menandakan bahwa setiap kenaikan
satu-satuan pada variabel JIBOR akan menyebabkan peningkatan
7,28% pada Variabel NAB reksadana BNP Paribas Pesona Syariah
dalam jangka panjang. Variabel JIBOR memiliki nilai t-statistic
(3,424922) > t-tabel (2,00488) atau p-value (0,0012) < nilai α (0,05),
uji t pada variabel JIBOR menerima H1. Hal tersebut menandakan
bahwa JIBOR secara parsial berpengaruh signifikan terhadap NAB
reksadana BNP Paribas Pesona Syariah dalam jangka panjang.
75
Berdasarkan Tabel 4.5 variabel JIBOR memiliki pengaruh
sebesar 0,031781. Hal tersebut menandakan bahwa setiap kenaikan
satu-satuan pada variabel JIBOR akan menyebabkan peningkatan
3,18% pada Variabel NAB reksadana BNP Paribas Pesona Syariah
dalam jangka pendek. Variabel JIBOR memiliki nilai t-statistic
(0,937443) < t-tabel (2,00488) atau p-value (0,3528) > nilai α (0,05),
uji t pada variabel JIBOR menerima H0. Hal tersebut menandakan
bahwa JIBOR secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap
NAB reksadana BNP Paribas Pesona Syariah dalam jangka pendek.
Untuk variabel JIBOR.
Berdasarkan Tabel 4.3 variabel kurs IDR/USD memiliki
pengaruh sebesar -0,201619. Hal tersebut menandakan bahwa setiap
kenaikan satu-satuan pada variabel kurs IDR/USD akan menyebabkan
penurunan 20,16% pada Variabel NAB reksadana BNP Paribas
Pesona Syariah dalam jangka panjang. Variabel kurs IDR/USD
memiliki nilai t-statistic (-5,803758) < t-tabel (2,00488) atau p-value
(0,00) < nilai α (0,05), uji t pada variabel kurs IDR/USD menerima H1.
Hal tersebut menandakan bahwa kurs IDR/USD secara parsial
berpengaruh signifikan terhadap NAB reksadana BNP Paribas Pesona
Syariah dalam jangka panjang.
Berdasarkan Tabel 4.5 variabel kurs-IDR/USD memiliki
pengaruh sebesar -0.117750. Hal tersebut menandakan bahwa setiap
kenaikan satu-satuan pada variabel kurs akan menyebabkan
76
penurunan 11,78% pada Variabel NAB reksadana BNP Paribas
Pesona Syariah dalam jangka pendek. Variabel kurs memiliki nilai t-
statistic (-1,183452) > t-tabel (-2,00488) atau p-value (0,2419) > nilai
α (0,05), uji t pada variabel kurs menerima H0. Hal tersebut
menandakan bahwa kurs secara parsial berpengaruh signifikan
terhadap NAB reksadana BNP Paribas Pesona Syariah dalam jangka
pendek.
Berdasarkan Tabel 4.5 variabel ECT memiliki pengaruh
sebesar -0,282093. Hal tersebut menandakan bahwa kecepatan
penyesuaian dalam mencapai keseimbangan jangka panjang sebesar
28,2%. Koefisien variabel ECT akan mengoreksi persamaan jangka
pendek setiap periodenya . Variabel ECT memiliki nilai t-statistic (-
2,780438) < t-tabel (-2,00488) atau p-value (0.0075) < nilai α (0,05),
uji t pada variabel ECT menerima H1. Hal tersebut menandakan
bahwa ECT secara parsial berpengaruh signifikan terhadap NAB
reksadana BNP Paribas Pesona Syariah. Dengan kata lain Persamaan
(4.1) berpengaruh secara simultan terhadap NAB.
9. Pembahasan
Hasil dari penelitian ini pada pengaruh IHSG terhadap NAB
sesuai dengan hasil penelitian Tricahyadinata (2016), Kurniasih dan
Johannes (2015), Pasaribu dan Kowanda (2014), Sholihat, Dzulkirom
dan Topowijono (2015). Secara parsial IHSG berpengaruh terhadap
NAB reksadana baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek.
77
Hasil penelitian ini yang melihat pengaruh tingkat inflasi terhadap
NAB sesuai dengan hasil penelitian Rachman dan Mawardi (2015),
Pasaribu dan Kowanda (2014). Secara parsial tingkat inflasi tidak
berpengaruh terhadap NAB baik dalam jangka panjang maupun
jangka pendek.
Dalam jangka panjang, hasil penelitian ini pada pengaruh
JIBOR terhadap NAB sesuai dengan hasil penelitian Tricahyadinata
(2016). Secara parsial JIBOR berpengaruh terhadap NAB reksadana.
Berbeda dalam jangka pendek, hasil penelitian ini sesuai dengan hasil
penelitian Kurniasih dan Johannes (2015) yaitu JIBOR tidak
berpengaruh terhadap NAB reksadana. Dalam jangka panjang, hasil
penelitian ini pada pengaruh kurs terhadap NAB sesuai dengan hasil
penelitian Rachman dan Mawardi (2015) bahwa kurs berpengaruh
terhadap NAB. Berbeda dalam jangka pendek, hasil penelitian ini
pada pengaruh kurs terhadap NAB sesuai dengan hasil peneltian
Wahyuningtyas dan Hartono (2016) bahwa kurs tidak berpengaruh
terahadap NAB.
Hanya pergerakan IHSG mempengaruhi NAB reksadana
BNP Paribas Pesona Syariah dalam jangka pendek. Hal tersebut
disebabkan oleh investor yang menggunakan analisis teknikal.
Analisis teknikal adalah analisis yang menggunakan data pasar
historis seperti harga saham dan volume perdagangan yang berguna
78
untuk memprediksi arah pergerakan harga efek (Tandelilin, 2010:
392).
Investor yang hanya menggunakan analisis teknikal
cenderung menjadi investor dengan preferensi jangka pendek (Ady
dan Mulyaningtyas, 2017: 119). Hal tersebut dikarenakan penggunaan
analisis teknikal dalam jangka panjang tidak efektif lagi karena saat
analisis teknikal terbukti membawa keberhasilan, maka investor lain
akan mengikuti analisis tersebut yang akan menjadikan tindakan
kebanyakan investor menjadi sama dan berimbas pada penyesuaian
harga menjadi lebih cepat dari biasanya (Tandelilin, 2010: 398). Oleh
karena itu, dalam jangka pendek para investor akan melihat harga
saham pada masa lalu serta melihat tren pergerakan harga saham.
Kinerja portofolio Reksadana BNP Paribas Pesona Syariah akan
terbawa mengikuti tren pasar secara umum yang tercermin pada IHSG
dalam jangka pendek karena Reksadan BNP Paribas Pesona Syariah
adalah satu entitas dari kumpulan investor di Pasar Modal.
Jika dilihat pada jangka panjang, bukan hanya IHSG saja
berpengaruh, dimana variabel-variabel makro (JIBOR dan kurs) juga
mempengaruhi NAB reksadana BNP Paribas Pesona Syariah. Hal
tersebut menandakan bahwa faktor fundamental akan digunakan
sebagai pengambilan keputusan investor-investor yang berorientasi
pada jangka panjang. Variabel inflasi baik jangka panjang maupun
jangka pendek tidak berpengaruh terhadap NAB reksadana BNP
79
Paribas Pesona Syariah karena inflasi di Indonesia termasuk inflasi
yang terkendali. Pada Tabel 4.1, terlihat bahwa inflasi yang terjadi di
Indonesia mengalami tren yang menurun untuk setiap periodenya. Hal
tersebut menandakan bahwa perekonomian Indonesia semakin stabil.
Oleh karena itu, iklim investasi pada reksadana juga ikut menjadi
stabil.
80
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis pengaruh IHSG, Tingkat Inflasi,
JIBOR, dan Kurs-IDR/USD terhadap NAB reksadana saham syariah BNP
Paribas Pesona Syariah periode Juni 2012 – Mei 2017 dengan menggunakan
model regresi ECM dan pengujian statistik dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut:
1. Kesimpulan pengaruh IHSG, tingkat inflasi, JIBOR dan kurs terhadap
NAB BNP Paribas Pesona Syariah dalam jangka panjang:
a. Terdapat pengaruh IHSG, tingkat inflasi, JIBOR dan Kurs
IDR/USD terhadap NAB Reksadana BNP Paribas Pesona Syariah
secara simultan dalam jangka panjang;
b. Terdapat pengaruh IHSG terhadap NAB Reksadana BNP Paribas
Pesona Syariah secara parsial dalam jangka panjang;
c. Tidak terdapat pengaruh tingkat inflasi terhadap NAB Reksadana
BNP Paribas Pesona Syariah secara parsial dalam jangka panjang;
d. Terdapat pengaruh JIBOR terhadap NAB Reksadana BNP Paribas
Pesona Syariah secara parsial dalam jangka panjang;
e. Terdapat pengaruh kurs terhadap NAB Reksadana BNP Paribas
Pesona Syariah secara parsial dalam jangka panjang.
81
2. Kesimpulan Pengaruh IHSG, tingkat inflasi, JIBOR, dan kurs
terhadap NAB Reksadana BNP Paribas Pesona Syariah dalam jangka
pendek:
a. Terdapat pengaruh IHSG, tingkat inflasi, JIBOR dan Kurs
IDR/USD terhadap NAB Reksadana BNP Paribas Pesona Syariah
secara simultan dalam jangka pendek;
b. Terdapat pengaruh IHSG terhadap NAB Reksadana BNP Paribas
Pesona Syariah secara parsial dalam jangka pendek;
c. Tidak terdapat pengaruh tingkat inflasi terhadap NAB reksadana
BNP Paribas Pesona Syariah secara parsial dalam jangka pendek;
d. Tidak terdapat pengaruh JIBOR terhadap NAB reksadana BNP
Paribas Pesona Syariah secara parsial dalam jangka pendek;
e. Tidak terdapat pengaruh kurs IDR/USD terhadap NAB reksadana
BNP Paribas Pesona Syariah secara parsial dalam jangka pendek.
B. Saran
Berdasarkan penelitian ini, agar mendapat gambaran yang lebih
baik dan lebih komperhensif, penulis memiliki beberapa saran sebagai
berikut:
1. Bagi Investor dapat menggunakan variabel-variabel bebas yang ada di
penelitian ini sebagai dasar pengambilan keputusan dalam berinvestasi.
Terutama variabel IHSG karena variabel tersebut memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap NAB untuk jangka pendek. Jika investor
memiliki orientasi jangka panjang, maka investor dapat memperhatikan
82
variabel makro (JIBOR dan kurs) sebagai indkator fundamental
perekonomian negara.
2. Bagi Manajer Investasi dapat menggunakan variabel-variabel yang ada
di penelitian ini sebagai dasar pengambilan keputusan dalam
menempatkan dana investasi masyarakat agar kinerja reksadana BNP
Paribas Pesona Syariah tetap bertahan bahkan meningkat. Manajer
Investasi disarankan agar membagi strategi menjadi dua yaitu strategi
untuk jangka pendek dan strategi untuk jangka panjang karena
pengaruh variabel bebas terhadap variabel dalam penelitian ini memiliki
perilaku yang berbeda antara jangka panjang dengan jangka pendek.
3. Bagi akademisi perlu dilakukan penelitian selanjutnya dengan cara
menambah atau mengganti objek penelitian, menggunakan rentang
waktu yang lebih panjang agar hasilnya dapat menjelaskan fenomena
lebih akurat. Penelitian selanjutnya juga dapat dilakukan dengan cara
menambah atau mengganti variabel penelitian.
83
DAFTAR PUSTAKA
Ady, Sri Utami dan Mulyaningtyas, Alvy, “Eksplorasi Tingkat Efisiensi Pasar
Modal Indonesia Studi Kasus di Bursa Efek Indonesia”, Ekspektra:
Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 1 No.2 hlm. 103 -123, 2017.
Afza, T. dan Nafees, B. “Relationship Between Nav Of Equity Funds and
Macroeconomic Variables In Pakistan”, Vidyabharati International
Interdisciplinary Research Journal, Vol. 3 No.1 hlm. 118 – 134, 2014.
Alexandri , Mohammad Benny. “Analysis of Mutual Fund’s Performance and
Persistence in Indonesia”, International Journal of Science and
Research (IJSR), Vol. 4 No.1 hlm. 1404 – 1408, 2015.
Antonio, Muhammad Syafi'i, “Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik”. Insani Press,
Jakarta, 2001.
Aziz, Abdul. “Manajemen Investasi Syariah”, Alfabeta, Bandung, 2010.
Bank Indonesia, “Jakarta Interbank Offered Rate (JIBOR)”, diakses tanggal 11
Oktober 2017 dari
http://www.bi.go.id/id/moneter/jibor/tentang/Contents/Default.aspx.
Bank Indonesia, “Kontributior JIBOR”, diakses tanggal 3 Oktober 2017 dari
http://www.bi.go.id/id/moneter/jibor/kontributor/Contents/Default.aspx,
Bareksa, “Tentang Kami”, diakses pada tanggal 13 Juni 2017 dari
http://www.bareksa.com/id/aboutus
Basuki, Agus Tri. “Bahan Ajar: Aplikasi Model Var Dan Vecm Dalam Ekonomi”
[PDF], diakses tanggal 14 Desember 2017 dari
https://ekonometrikblog.files.wordpress.com/2015/10/model-var-dan-
vecm.pdf.
Billah, Mohd Ma’Sum. “Investment Policies Under Shari’ah Principles”, Journal
of Islamic Banking and Finance Vol. 33 No. 1 hlm. 11 - 24, 2016.
Blaxter, Loraine et. all. “How to Research, Seluk Beluk Melakukan Riset”
(diterjemahkan oleh Agustina R. E. Sitepoe), Edisi ke – 2. Indeks,
Jakarta, 2006.
BNP Paribas Investment Partenrs. “Penghargaan”, diakses tanggal 11 November
2017 dari https://www.bnpparibas-ip.co.id/en/tentang-
kami/penghargaan/?Keyword=2017.
BNP Paribas Investment Partners. “Laporan Keuangan untuk Tahun yang
Berakhir 31 Desember 2016 dan 2015 ”, BNP Paribas Investment
Partenrs, 2017.
BNP Paribas Investment Partners. “Pembaharuan Prospektus Reksadana Syariah
BNP Paribas Pesona Syariah”, BNP Paribas Investment Partenrs, 2017.
84
Brooks, Chris. “Introductory Econometrics for Finance”, second edition,
Cambridge University Press, New York, 2008.
Bursa Efek Indonesia. “Indeks”, diakses tanggal 20 September 2017 dari
http://www.idx.co.id/id-id/beranda/informasi/bagiinvestor/indeks.aspx.
Bursa Efek Indonesia. “Indonesia Sharia Stock Index (ISSI)”. diakses tanggal 23
Juni 2017 dari http://www.idx.co.id/id-
id/beranda/produkdanlayanan/pasarsyariah/indekssahamsyariah.aspx.
Efendi, Djauhari dan Kusdyanto, Agung. “Ketimpangan Ekonomi Indonesia
Peringkat 4”, Edisi 63, Global Energi, Februari 2017.
Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) Nomor 28/DSN-MUI/III/2002 tentang Jual
Beli Mata Uang (Al-Sharf).
Fazalloh, Al Muizzuddin. “Praktikum Asumsi Klasik Regresi Ols: Software
Eviews 8” [Slide PDF], tersedia di Universitas Brawijaya,
http://mizu.lecture.ub.ac.id/files/2015/03/Praktikum-ASUMSI-
KLASIK-REGRESI-OLS.pdf, 2015.
FinTech Indonesia, “Tentang Kami”, diakses tanggal 13 Juni 2017 dari
https://fintech.id/about-us.
Halim, Abdul. “ Analisis Investasi di Aset Keuangan”, Mitra Wacana Media,
Jakarta, 2015.
Huda, Nurul dan Nasution, Mustafa Edwin. “Investasi Pada Pasar Modal
Syariah”, Cetakan ke-3, Kencana, Jakarta, 2014
Indonesia Stock Exchange. “Buku Panduan Indeks Harga Saham Bursa Efek
Indonesia”, Indonesia Stock Exchange, 2010.
Karim, Adiwarman A. “Ekonomi Makro Islami”, Edisi Ke-3, Rajawali Pers,
Jakarta, 2014.
Kurniasih, Augustina dan Johannes, Leonardo David Yuliandy. “Analisis
Variabel Makroekonomi terhadap Kinerja Reksadana Campuran”,
Jurnal Manajemen, Vol. XIX No.1 hlm. 136 – 151, 2015.
Makau, Musembi Michael. “Effect of Macroeconomic Variables on Financial
Performance of Unit Trusts in Kenya”, Research Journal of Finance
and Accounting, Vol. 7 No. 14 hlm. 146 – 162, 2016.
Martalena dan Malinda, Maya. “Pengantar Pasar Modal”, Andi, Yogyakarta,
2014.
Muhammad, Malim. “Kointegrasi dan Estimasi ECM pada Data Time Series”,
Jurnal Konvergensi, Vol. 4 No. 1 hlm. 42 – 51, 2014.
Othman, Anwar Hasan Abdullah et. all. “Relationship between Macroeconomic
Variables and Net Asset Value (NAV) of Islamic Equity Unit Trust Fu:
85
Cointegration Evidence from Malaysian Unit Trust Industry”, GJBSSR
Vol. 1 No. 2 hlm. 327 – 339, 2015.
Pasaribu, Rowland Bismark Fernando dan Kowanda, Dionsyia. “Pengaruh Suku
Bunga SBI, Tingkat Inflasi, IHSG, dan Bursa Asing terhadap Tingkat
Pengembalian Reksa Dana Saham”, Jurnal Akuntansi dan Manajemen
(JAM), Vol. 25 No. 1 hlm. 53 – 65, 2014.
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam
Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No.47/POJK.04/2015 tentang Pedoman
Pengumuman Harian Nilai Aktiva Bersih ReksaDana Terbuka
Pew Research Center. “Mapping the Global Muslim Population”, diakeses
tanggal 10 November 2017 dari
http://www.pewforum.org/2009/10/07/mapping-the-global-muslim-
population/
Rab, Hifzur. “Economic Justice in Islam: Monetary Justice and The Way Out of
Interest (Riba)”, A.S. Noordeen, Kuala Lumpur, 2006.
Rachman, Ainur dan Mawardi, Imron. “Pengaruh Inflasi, Nilai Tukar Rupiah, Bi
Rate terhadap Net Asset Value Reksa Dana Saham Syariah”, JESST,
Vol. 2 No. 12 hlm. 986 – 1001, 2015.
Rahardja, Pratahama dan Manurung, Mandala. “Pengantar Ilmu Ekonomi
(Mikroekonomi dan Makroekonomi)”, Edisi Ke-3, Lembaga Penerbit
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 2008.
Rodoni, Ahmad. “Investasi Syariah”, Lembaga Penelitian UIN Jakarta, Jakarta,
2009.
Rosly, S.A. “Islamic Interbank Money Market : Critical Issues on Islamic
Banking and Financial Markets”, Dinamas Publishing, Kuala Lumpur,
2005
Ross, Stephen A. et. all. “Fundamentals of Corporate Finance”, 9th Edition,
McGraw-Hill/Irwin, New York, 2010.
Sakinah. “Investasi Dalam Islam”, Iqtishadia, Vol. 1 No.2 hlm. 248 – 262, 2014.
Saputra, Mariani Jaya et. all. “Analisis Kointegrasi Data Runtun Waktu Indeks
Harga Konsumen Beberapa Komoditas Barang Kota di Jawa Tengah”.
Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan
MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 2012.
Sarwono, Jonathan. “Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif”, Graha Ilmu,
Yogyakarta, 2006.
Schiller, Bradley R. “The Macro Economy Today”, Tenth Edition, McGraw-
Hill/Irwin, New York, 2006.
86
Sholihat, Fatharani et. all. “Pengaruh Inflasi, Tingkat Suku Bunga Sertifikat Bank
Indonesia & Indeks Harga Saham Gabungan terhadap Tingkat
Pengembalian Reksadana Saham (Studi Pada Bursa Efek Indonesia
Periode 2011 - 2013)”, Jurnal Administrasi Bisnis (JAB), Vol. 21 No. 1
hlm. 1 – 7, 2015.
Simorangkir, Iskandar. “Pengantar Kebanksentralan: Teori dan Praktik di
Indonesia”, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2014.
Suharyadi dan Purwanto S. K. “Statistika untuk Ekonomi dan Keuangan Modern”.
Edisi Ke – 2, Buku 2, Salemba Empat, Jakarta, 2009.
Supriyanto, Trisiladi. “Konsep Rate of Profit dan Stabilitas Ekonomi”, Jurnal
Etikonomi, Vol. 4 No. 2 hlm. 175 – 204, 2015.
Tandelilin, Eduardus. “Portofolio dan Investasi, Teori dan Aplikasi”, Edisi
Pertama. Kanisius, Yogyakarta, 2010.
Topowijono, Razaq Dastanta Tarigan Suhadak. “Pengaruh Indeks Harga Saham
Global terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Studi pada
Bursa Efek Indonesia (BEI) Periode 2011-2014”, Jurnal Administrasi
Bisnis (JAB), Vol. 24 No. 1 hlm. 1 – 8, 2015.
Tricahyadinata, Irsan. “Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan Jakarta
Interbank Offered Rate (JIBOR); Kinerja Reksadana Campuran”,
INOVASI : Jurnal Ekonomi Keuangan, dan Manajemen, Vol. 2 (2) hlm.
281 – 310, 2016.
Wahyuningtyas, Rosalina dan Hartono, Bambang Dwi. “The Effect of Bank
Indonesia Certificates, Composite Stock Price Index And Exchange
Rate on Mutual Fund Performance for Period Of 2012-2014”, Asian
Journal of Management Science and Education, Vol. 5 No. 4 hlm.13 –
19, 2016.
Wijaya, Tantra Setia Juli. “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nilai IHSG yang
Terdaftar di Bursa Efek Indonesia”, Jurnal Ilmu dan Riset Manajemen
Vol. 4 No. 6 hlm. 1 – 16, 2015.
Yunitarini, Siti. “Prospek dan Kendala Bank Syariah di Era Globalisasi”, Jurnal
Ekonomi dan Bisnis, Vol. 5 No. 2 hlm. 166 – 179, 2007.
87
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Lampiran 1: Data Variabel NAB, IHSG, Inflasi, JIBOR dan Kurs
tgl NAB/up IHSG Inflasi JIBOR1M kurs
Jun-2012 1846,930 3840,596 4,53% 4,37% 9370,000
Jul-2012 1929,960 3985,045 4,56% 4,52% 9410,000
Agu-2012 1978,500 4085,580 4,58% 4,57% 9467,500
Sep-2012 2002,570 4134,679 4,31% 4,65% 9570,000
Okt-2012 2092,520 4268,235 4,61% 4,60% 9591,000
Nov-2012 2147,400 4350,424 4,32% 4,61% 9605,000
Des-2012 2098,750 4290,796 4,30% 4,59% 9620,000
Jan-2013 2149,120 4392,379 4,57% 4,64% 9667,500
Feb-2013 2177,160 4503,148 5,31% 4,62% 9692,500
Mar-2013 2396,570 4848,299 5,90% 4,60% 9692,500
Apr-2013 2383,160 4897,521 5,57% 4,60% 9748,500
Mei-2013 2515,940 5042,789 5,47% 4,57% 9734,500
Jun-2013 2490,930 4865,324 5,90% 4,56% 9805,000
Jul-2013 2249,210 4433,625 8,61% 5,00% 9955,000
Agu-2013 2307,150 4597,780 8,79% 4,89% 10285,000
Sep-2013 2088,830 4191,258 8,40% 6,55% 11160,000
Okt-2013 2155,710 4374,959 8,32% 6,96% 11525,000
Nov-2013 2214,770 4486,109 8,37% 7,00% 11390,000
Des-2013 2083,780 4214,342 8,38% 7,40% 11972,500
Jan-2014 2046,530 4175,806 8,22% 7,53% 12237,500
Feb-2014 2180,820 4466,665 7,75% 7,82% 12160,000
Mar-2014 2305,120 4685,890 7,32% 7,88% 11439,500
Apr-2014 2422,080 4921,039 7,25% 7,94% 11305,000
Mei-2014 2390,240 4862,069 7,32% 7,93% 11575,000
Jun-2014 2426,600 4885,083 7,25% 7,86% 11775,500
Jul-2014 2494,960 4989,031 7,32% 7,75% 11700,000
Agu-2014 2547,480 5066,978 6,70% 7,74% 11795,000
Sep-2014 2603,480 5246,483 4,53% 7,51% 11729,500
Okt-2014 2474,300 5032,841 4,83% 7,10% 12202,500
Nov-2014 2433,520 4987,424 6,23% 6,92% 12172,500
Des-2014 2560,840 5144,014 8,36% 6,64% 12384,500
Jan-2015 2592,350 5207,118 6,96% 6,59% 12738,500
Feb-2015 2641,690 5348,470 6,29% 6,50% 12647,500
Mar-2015 2636,970 5444,634 6,38% 6,26% 13050,000
Apr-2015 2614,930 5523,290 6,79% 6,49% 12985,000
Mei-2015 2468,040 5150,486 7,15% 6,54% 13145,000
88
Jun-2015 2349,600 5014,992 7,26% 6,51% 13302,500
Jul-2015 2344,200 4906,050 7,26% 6,75% 13327,500
Agu-2015 2255,240 4770,303 7,18% 6,95% 13539,500
Sep-2015 1995,210 4301,365 6,83% 7,15% 14247,500
Okt-2015 2124,720 4487,132 6,25% 7,88% 13825,000
Nov-2015 2142,260 4499,507 4,84% 8,24% 13647,500
Des-2015 2150,670 4521,392 3,35% 8,22% 13842,500
Jan-2016 2170,520 4530,448 4,14% 8,20% 13927,500
Feb-2016 2233,160 4768,625 4,42% 7,66% 13625,000
Mar-2016 2290,840 4831,575 4,45% 6,48% 13090,000
Apr-2016 2343,420 4867,285 3,60% 6,05% 13160,000
Mei-2016 2309,300 4749,315 3,33% 6,04% 13290,000
Jun-2016 2416,970 4933,989 3,45% 6,09% 13270,000
Jul-2016 2513,130 5069,019 3,21% 6,43% 13090,000
Agu-2016 2711,930 5458,979 2,79% 6,16% 13130,000
Sep-2016 2623,100 5381,354 3,07% 6,20% 13085,000
Okt-2016 2606,300 5377,149 3,31% 6,20% 12985,000
Nov-2016 2581,410 5386,208 3,58% 6,03% 13088,000
Des-2016 2484,520 5265,368 3,02% 6,28% 13327,500
Jan-2017 2505,890 5316,636 3,49% 6,02% 13365,000
Feb-2017 2533,900 5381,475 3,83% 5,81% 13328,500
Mar-2017 2548,240 5402,615 3,61% 5,85% 13347,000
Apr-2017 2586,990 5653,486 4,17% 5,86% 13317,500
Mei-2017 2650,710 5707,862 4,33% 5,88% 13309,500
Lampiran 2: Output Uji ADF tahap Level
Null Hypothesis: LN_NAB_UP has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=10)
t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic -2.471480 0.1275
Test critical values: 1% level -3.546099
5% level -2.911730
10% level -2.593551
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
89
Null Hypothesis: LN_IHSG has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=10)
t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic -1.975960 0.2964
Test critical values: 1% level -3.546099
5% level -2.911730
10% level -2.593551
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: LN_INFLASI has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=10)
t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic -1.506222 0.5236
Test critical values: 1% level -3.546099
5% level -2.911730
10% level -2.593551
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: LN_JIBOR1M has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 2 (Automatic - based on SIC, maxlag=10)
t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic -2.129985 0.2340
Test critical values: 1% level -3.550396
5% level -2.913549
10% level -2.594521
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
90
Null Hypothesis: LN_KURS has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=10)
t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic -1.674552 0.4387
Test critical values: 1% level -3.546099
5% level -2.911730
10% level -2.593551
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Lampiran 3: Output Uji ADF tahap 1st Difference
Null Hypothesis: D(LN_NAB_UP) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=10)
t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic -7.263823 0.0000
Test critical values: 1% level -3.548208
5% level -2.912631
10% level -2.594027
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(LN_IHSG) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=10)
t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic -7.288553 0.0000
Test critical values: 1% level -3.548208
5% level -2.912631
10% level -2.594027
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
91
Null Hypothesis: D(LN_INFLASI) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 1 (Automatic - based on SIC, maxlag=10)
t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic -6.544290 0.0000
Test critical values: 1% level -3.550396
5% level -2.913549
10% level -2.594521
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(LN_JIBOR1M) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=10)
t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic -5.834897 0.0000
Test critical values: 1% level -3.548208
5% level -2.912631
10% level -2.594027
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(LN_KURS) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=10)
t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic -6.200053 0.0000
Test critical values: 1% level -3.548208
5% level -2.912631
10% level -2.594027
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.