Pengaruh Harga Transfer dan Harga Jual Terhadap Kinerja Unit Bisnis Sebagai Pusat Laba
-
Upload
mochammad-ridwan -
Category
Documents
-
view
6.571 -
download
3
description
Transcript of Pengaruh Harga Transfer dan Harga Jual Terhadap Kinerja Unit Bisnis Sebagai Pusat Laba
PENGARUH
TERHADAP KINERJA UNIT BISNIS SEBAGAI PUSAT LABA
(Penelitian pada
Untuk m
Guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
PENGARUH HARGA TRANSFER DAN HARGA JUAL
TERHADAP KINERJA UNIT BISNIS SEBAGAI PUSAT LABA
pada Direktorat Aerostructure di PT Dirgantara Indonesia
SKRIPSI
memenuhi salah satu syaratan sidang skripsi
Guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
Oleh :
MOCHAMMAD RIDWAN
064020147
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PASUNDAN
BANDUNG
2010
HARGA TRANSFER DAN HARGA JUAL
TERHADAP KINERJA UNIT BISNIS SEBAGAI PUSAT LABA
di PT Dirgantara Indonesia)
sidang skripsi
PENGARUH HARGA TRANSFER DAN HARGA JUAL
TERHADAP KINERJA UNIT BISNIS SEBAGAI PUSAT LABA
(Penelitian Pada Direktorat Aerostructure di PT Dirgantara Indonesia)
SKRIPSI
Untuk memenuhi salah satu syaratan sidang skripsiGuna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
Program Studi : AkuntansiFakultas Ekonomi Universitas Pasundan
Bandung, 3 September 2010
Mengetahui,
Pembimbing,
Dadan Soekardan, S.E., M.Si.
Dekan, Ketua Program Studi,
Dr. H.R. Abdul Maqin, S.E., M.P. Dr. Liza Laila Nurwulan, S.E., M.Si., Ak.
“Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.
Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.
Maka apabila engkau telah selesai (dari sesuatu urusan),
tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain).
Dan hanya kepada Tuhanmulah engkau berharap.
(Q. S. 94 (Al Insyirah) : 5-8)
Kupersembahkan karya kecilku ini
Untuk kedua orang tua dan adikku
Terimakasih yang tak terhingga
Atas semua yang pernah diberikan
Semoga selalu dalam lindungan Allah SWT
PERNYATAAN(Program Studi Strata I)
Dengan ini Saya menyatakan bahwa :
1. Karya tulis saya, skripsi ini, adalah asli dan belum pernah diajukan untuk gelar
akademik sarjana, baik di Universitas Pasundan maupun di Perguruan Tinggi
lainnya
2. Karya tulis ini murni gagasan, rumusan, dan penelitian saya sendiri dengan
arahan Dosen Pembimbing
3. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau
dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan
sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan
dicantumkan dalam daftar nama pustaka
4. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila di kemudian hari
terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini maka saya
bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah
diperoleh karena karya tulis ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma
yang berlaku di Perguruan Tinggi ini.
Bandung, Oktober 2010Yang membuat pernyataan
Mochammad RidwanNRP 064020147
i
ABSTRAK
Konsep harga transfer (transfer pricing) merupakan salah satulangkah yang dapat digunakan dalam mencapai tujuan yang akanmembantu dalam mencapai tujuan yang hendak dicapai oleh perusahaan.Salah satu usaha yang dilakukan oleh perusahaan untuk memenuhi semuaitu adalah dengan cara mereka harus melakukan aktivitas berupa penjualanbarang ataupun aktivitas jasa.
Hipotesis yang diuji dalam penelitian ini terdiri dari H1: “TerdapatPerbedaan Antara Harga Transfer dengan Harga Jual”, H2: “Tedapatpengaruh signifikan harga jual terhadap kinerja unit bisnis sebagai pusat laba”,H3: “Tedapat pengaruh signifikan harga transfer terhadap kinerja unit bisnissebagai pusat laba”.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode Deskriptif asosiatifdengan pendekatan survey dan tes statistik dengan bantuan software SPSSV15.0 for windows. Penelitian ini terdiri atas dua variabel independen yaituharga transfer dan harga jual, sedangkan untuk varibel dependen yaitukinerja unit bisnis sebagai pusat laba. Uji statistik dilakukan denganmengolah data berupa data penjualan internal , data penjualan ke pihakluar, dan laporan keuangan pertriwulan dari tahun 2007-2009.
Untuk uji hipotesis penelitian, penulis melakukannya denganIndependent Sample T-Test dan korelasi Pearson Product Moment. Denganprobabilitas (sig) = 0,062 karen p > 0,05; maka Ho1 diterima atau “HargaTransfer tidak berbeda dengan Harga Jual”. Pengaruh harga transferterhadap kinerja unit bisnis pada Direktorat Aerostructure di PT DirgantaraIndonesia berdasarkan pengolahan data memiliki hubungan yang ”Kuat”,hal ini ditunjukan dari koefisien korelasi sebesar -0,679. Nilai ±thitung (-2,924)> ±ttabel (2,228), maka Ho3 ditolak dan Ha3 diterima yang artinya hipotesisyang penulis ajukan diterima yaitu: “Tedapat pengaruh signifikan hargatransfer terhadap kinerja unit bisnis sebagai pusat laba”. Koefisiendeterminasi yaitu sebesar 46,10%. Artinya bahwa kinerja unit bisnis sebagaipusat laba pada Direktorat Aerostructure di PT Dirgantara Indonesiadipengaruhi oleh harga transfer sebesar 46,10%. Sedangkan sisanya 53,90%dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diteliti penulis. Pengaruh harga jualterhadap kinerja unit bisnis pada Direktorat Aerostructure di PT DirgantaraIndonesia berdasarkan pengolahan data memiliki hubungan yang ”Kuat”,hal ini ditunjukan dari koefisien korelasi sebesar -0,675. Nilai ±thitung (-2,895)> ±ttabel (2,228), maka Ho2 ditolak dan Ha2 diterima yang artinya hipotesisyang penulis ajukan diterima yaitu: “Tedapat pengaruh signifikan hargajual terhadap kinerja unit bisnis sebagai pusat laba”. Koefisien determinasiyaitu sebesar 45,60%. Artinya bahwa kinerja unit bisnis sebagai pusat labapada Direktorat Aerostructure di PT Dirgantara Indonesia dipengaruhi olehharga jual sebesar 45,60%. Sedangkan sisanya 54,40% dipengaruhi olehfaktor lain seperti intensitas kompetisi pasar dan infomasi sistem akuntansimanajemen.
Assalaamu’alaikum Wr.Wb.
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan taufik dan hidayah
sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan judul
“Pengaruh Harga Transfer dan Harga Jual
Sebagai Pusat Laba
sarjana ekonomi pada Fakultas Ekonomi Universitas Pasundan.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak
kekurangan dan masih jauh dari kesem
kemampuan dan pengetahuan yang penulis miliki. Penyelesaian skripsi ini dapat
terwujud berkat bimbingan, bantuan, pengarahan, petunjuk, serta doa dari
berbagai pihak yang begitu berharga bagi penulis sampai akhirny
menyelesaikan skripsi ini.
Pada kesempatan ini penulis ingin memberikan ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada
Haslinda Saleh yang senantiasa memberikan seluruh kasih sayang dan
doanya kepada penulis.
Pada kesempatan ini juga penulis ingin memberikan ucapan terima kasih
khususnya kepada Bapak
ii
KATA PENGANTAR
mu’alaikum Wr.Wb.
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan taufik dan hidayah-Nya dan salam kepada Nabi Muhammad SAW
sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan judul
Harga Transfer dan Harga Jual Terhadap Kinerja Unit Bisnis
Sebagai Pusat Laba” guna memenuhi persyaratan untuk mendapatkan gelar
sarjana ekonomi pada Fakultas Ekonomi Universitas Pasundan.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak
kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan yang disebabkan oleh keterbatasan
kemampuan dan pengetahuan yang penulis miliki. Penyelesaian skripsi ini dapat
terwujud berkat bimbingan, bantuan, pengarahan, petunjuk, serta doa dari
berbagai pihak yang begitu berharga bagi penulis sampai akhirny
menyelesaikan skripsi ini.
Pada kesempatan ini penulis ingin memberikan ucapan terima kasih yang
besarnya kepada kedua orang tuaku Ayahanda Yusuf Irawan
yang senantiasa memberikan seluruh kasih sayang dan
doanya kepada penulis.
Pada kesempatan ini juga penulis ingin memberikan ucapan terima kasih
khususnya kepada Bapak Dadan Soekardan, S.E., M.Si sebagai pembimbing yang
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
Nya dan salam kepada Nabi Muhammad SAW
sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan judul
Kinerja Unit Bisnis
guna memenuhi persyaratan untuk mendapatkan gelar
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak
purnaan yang disebabkan oleh keterbatasan
kemampuan dan pengetahuan yang penulis miliki. Penyelesaian skripsi ini dapat
terwujud berkat bimbingan, bantuan, pengarahan, petunjuk, serta doa dari
berbagai pihak yang begitu berharga bagi penulis sampai akhirnya penulis dapat
Pada kesempatan ini penulis ingin memberikan ucapan terima kasih yang
Yusuf Irawan dan Ibunda
yang senantiasa memberikan seluruh kasih sayang dan ketulusan
Pada kesempatan ini juga penulis ingin memberikan ucapan terima kasih
sebagai pembimbing yang
iii
telah meluangkan waktu dan pikirannya untuk membimbing penulis
menyelesaikan skripsi ini.
Sebagai penutup, penulis juga ingin memberikan ucapan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. H. M. Didi Turmudzi, Drs., M.Si., Rektor Universitas Pasundan
2. Dr. H.R. Abdul Maqin, S.E., MP., Dekan Fakultas Ekonomi Universitas
Pasundan
3. Dr. Liza Laila Nurwulan, S.E., M.Si., Ak., Ketua Program Studi Akuntansi
Fakultas Ekonomi Universitas Pasundan
4. Dr. Undang Juju, S.E., M.Si., Pembantu Dekan I Fakultas Ekonomi
Universitas Pasundan.
5. Dr. Atang Hermawan, S.E., M.SIE., Ak., Pembantu Dekan II Fakultas
Ekonomi Universitas Pasundan.
6. Drs. R. Moch. Noch, Ak., Pembantu Dekan III Fakultas Ekonomi Universitas
Pasundan.
7. Bapak Apriyanto, S.E.,MM.,Ak., Dosen Wali yang telah memberikan
bimbingannya kepada penulis.
8. Seluruh Dosen dan Staf Pengajar Fakultas Ekonomi Universitas Pasundan.
9. Drs. Djuwendi, M.Ak., Ak., dan Anggabrata Erningpraja, S.E., yang telah
membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.
10. Kepala dan seluruh pegawai PT Dirgantara Indonesia kebaikan dan
kerjasamanya.
11. Adikku Hanisah Yulianda, yang selalu memberikan semangat bagi penulis.
12. Karina Apriyanti, S.E., yang selalu memberi semangat bagi penulis.
iv
13. Sahabat-sahabat terbaikku: Agi, Ichwan, Erul, Sem, Giga, Iday.
14. Teman-teman terbaikku: M’iyet, Oci, Nda, Ica, Eci, Indri, Mila ndut, Angga,
Dea, Beny, Benk, Iswa, Nurul.
15. Seluruh Keluarga Besar Akuntansi, Fakultas Ekonomi UNPAS khususnya
teman-temanku Kelas Ak-C 2006.
16. Semua pihak yang telah membantu, yang tidak bisa penulis tuliskan
semuanya dalam penyusunan skripsi ini.
Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
semua pihak dan semoga Allah SWT melimpahkan rahmat-Nya kepada kita
semua, Amin.
Wassalaamu’alaikum Wr. Wb.
Bandung, September 2010
Penulis
Mochammad Ridwan
v
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN
MOTTO
ABSTRAK..................................................................................................... i
KATA PENGANTAR................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................. v
DAFTAR TABEL......................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR..................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xiv
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang............................................................................ 1
1.2. Identifikasi Masalah.................................................................... 7
1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian.................................................... 8
1.3.1.Maksud Penelitian............................................................. 8
1.3.2.Tujuan Penelitian............................................................... 8
1.4. Kegunaan Penelitian................................................................... 9
1.4.1. Kegunaan Praktis.............................................................. 9
1.4.2. Kegunaan Teoritis............................................................. 10
BAB II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS
2.1. Kajian Pustaka.............................................................................. 11
vi
2.1.1. Ruang Lingkup Harga Transfer......................................... 11
2.1.1.1. Pengertian Harga Transfer.................................... 11
2.1.1.2. Tujuan Harga Transfer.......................................... 12
2.1.1.3. Karakteristik Harga Transfer................................. 13
2.1.1.4. Masalah yang Dirundingkan dalam Penentuan
Harga Transfer...................................................... 14
2.1.1.5. Metode Penentuan Harga Transfer....................... 16
2.1.1.5.1. Metode Harga Transfer Berdasar
Harga Pasar............................................ 19
2.1.1.5.2. Metode Harga Transfer Berdasar
Biaya...................................................... 26
2.1.1.6. Pengelolaan Harga Transfer................................... 37
2.1.1.7. Harga Transfer Divisi Terintegrasi......................... 42
2.1.1.8. Penentuan Harga Jasa dari Kantor Pusat............... 45
2.1.2. Ruang Lingkup Harga Jual................................................. 47
2.1.2.1. Pengertian Harga Jual............................................ 47
2.1.2.2. Tujuan Penetapan Harga Jual................................ 48
2.1.2.3. Faktor-Faktor yang Perlu Dipertimbangkan
dalam Penentuan Harga Jual................................. 49
2.1.2.4. Metode Penentuan Harga Jual............................... 50
2.1.3. Ruang Lingkup Kinerja Unit Bisnis
Sebagai Pusat Laba............................................................. 53
2.1.3.1. Desentralisasi......................................................... 53
vii
2.1.3.2. Pengertian Kinerja Unit Bisnis............................... 54
2.1.3.3. Pusat Laba.............................................................. 55
2.1.3.4. Tujuan Penilaian Kinerja Unit Bisnis..................... 57
2.1.3.5. Keunggulan dan Kelemahan
Divisionalisasi........................................................ 58
2.1.3.6. Kendala Wewenang Divisional.............................. 60
2.1.3.7. Penggolongan Divisionalisasi................................ 62
2.1.3.8. Pertimbangan Divisonalisasi.................................. 62
2.1.3.9. Mengukur Profitabilitas.......................................... 64
2.1.3.9.1. Masalah-masalah Pengukuran
Laba......................................................... 65
2.1.3.9.2. Jenis-jenis Ukuran Kinerja..................... 66
2.1.3.9.3. Penilaian Kinerja Pusat
Laba....................................................... 68
2.2. Kerangaka Pemikiran dan Hipotesis.............................................. 70
2.2.1. Tinjauan Literatur................................................................. 70
2.2.2. Tinjauan Empiris................................................................... 78
BAB III. METODE PENELITIAN
3.1. Metode Penelitian yang digunakan............................................ 91
3.1.1. Objek Penelitian................................................................. 91
3.1.2. Unit Penelitian.................................................................... 91
3.2. Definisi Variabel dan Operasional Variabel................................. 91
viii
3.2.1. Definisi Variabel dan Pengukurannya............................... 91
3.2.2. Operasionalisasi Variabel.................................................. 93
3.3. Populasi dan Sampel................................................................... 96
3.3.1. Kerangka Sampling, Unit Sampel
dan Ukuran Sampel......................................................... 97
3.3.2. Teknik Sampling............................................................. 98
3.4. Teknik Pengumpulan Data........................................................ 99
3.5. Metode Analisis Yang Digunakan............................................. 100
3.6. Rancangan Analisis dan Uji Hipotesis....................................... 111
3.6.1. Penetapan Hipotesis Nol (Ho) dan
Hipotesis Alternatif (Ha).................................................. 111
3.6.2. Uji Hipotesis (Penetapan Tingkat Signifikansi)............... 112
3.6.3. Penetapan Kriteria Penerimaan dan
Penolakan Hipotesis.......................................................... 113
3.6.4. Penarikan Kesimpulan...................................................... 113
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian.......................................................................... 114
4.1.1. Gambaran Umum Perusahaan......................................... 114
4.1.1.1. Sejarah Singkat PT Dirgantara Indonesia
(Persero) Bandung............................................... 114
4.1.1.2. Kegiatan Usaha..................................................... 119
ix
4.1.1.3. Struktur Organisasi dan Uraian Tugas
Direktorat Aerostructure
di PT Dirgantara Indonesia................................... 122
4.1.2. Penetapan Harga Transfer Pada Direktorat Aerostructure
di PT Dirgantara Indonesia................................................ 134
4.1.3. Penetapan Harga Jual Pada Direktorat Aerostructure
di PT Dirgantara Indonesia................................................. 136
4.1.4. Penetapan Kinerja Unit Bisnis Sebagai Pusat Laba
Pada Direktorat Aerostructure
di PT Dirgantara Indonesia................................................ 138
4.2. Pembahasan Penelitian................................................................. 140
4.2.1. Analisis Atas Harga Transfer
Pada Direktorat Aerostructure
di PT Dirgantara Indonesia................................................ 140
4.2.2. Analisis Atas Harga Jual pada Direktorat Aerostructure
di PT Dirgantara Indonesia................................................ 141
4.2.3. Analisis Perbedaan Harga Transfer dan Harga Jual
pada Direktorat Aerostructure
di PT Dirgantara Indonesia............................................... 143
4.2.4. Analisis Atas Kinerja Unit Bisnis Sebagai Pusat Laba
pada Direktorat Aerostructure
di PT Dirgantara Indonesia................................................ 144
4.2.5. Analisis Seberapa Besar Pengaruh Harga Transfer
x
Terhadap Kinerja Unit Bisnis
pada Direktorat Aerostructure
di PT Dirgantara Indonesia................................................ 146
4.2.6. Analisis Seberapa Besar Pengaruh Harga Jual
Terhadap Kinerja Unit Bisnis
pada Direktorat Aerostructure
di PT Dirgantara Indonesia................................................. 153
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan................................................................................... 160
5.2. Saran............................................................................................. 162
5.2.1. Saran untuk Direktorat Aerostructure
di PT Dirgantara Indonesia................................................ 162
5.2.2. Saran Untuk Peneliti Selanjutnya...................................... 164
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 165
LAMPIRAN...................................................................................................... 168
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Pengaruh Pengguuaan Informasi SAM
Terhadap Kinerja UnitBisnis Yang Dimoderasi
OIeh Intensitas Kompetisi Pasar.............................................. 73
Tabel 3.1 Operasionalisasi Variabel Harga Transfer (X1)
dan Harga Jual (X2)................................................................... 94
Tabel 3.2 Operasionalisasi Variabel Kinerja Unit Bisnis
sebagai Pusat Laba................................................................... 95
Table 3.3 Kriteria untuk Memberikan Intepretasi
Harga Transfer dan Harga Jual.................................................. 104
Tabel 3.4 ROI Rata-rata Industri............................................................... 104
Table 3.5 Kriteria untuk Memberikan Intepretasi Kinerja Unit Bisnis
Sebagai Pusat Laba................................................................... 105
Tabel 3.6 Pedoman untuk Memberikan Interpretasi
Koefisien Korelasi.................................................................... 108
Tabel 4.1 Harga Transfer/Unit – Wing Tip Assy...................................... 136
Tabel 4.2 Harga Jual/Unit – Wing Tip Assy............................................. 138
Tabel 4.3 Kinerja Unit Bisnis.................................................................. 139
Tabel 4.4 Harga Transfer/Unit – Wing Tip Assy...................................... 140
Tabel 4.5 Harga Jual/Unit – Wing Tip Assy............................................. 142
Tabel 4.6 Uji Beda Rata-rata antara Harga Transfer dan Harga Jual....... 144
Tabel 4.7 Kinerja Unit Bisnis.................................................................. 145
xii
Tabel 4.8 Uji Normalitas........................................................................... 146
Tabel 4.9 Analisis Korelasi antara Harga Transfer
dengan Kinerja Unit Bisnis...................................................... 148
Tabel 4.10 Analisis Regresi Linier Sederhana antara Harga Transfer
dengan Kinerja Unit Bisnis – ANOVA.................................... 150
Tabel 4.11 Analisis Regresi Linier Sederhana antara Harga Transfer
dengan Kinerja Unit Bisnis – Coefficients............................... 150
Tabel 4.12 Analisis Koefisien Determinasi antara Harga Transfer
dengan Kinerja Unit Bisnis...................................................... 151
Tabel 4.13 Uji signifikansi t / Coefficients variabel Harga Transfer
dengan Kinerja Unit Bisnis...................................................... 152
Tabel 4.14 Analisis Korelasi Parsial antara Harga Jual
dengan Kinerja Unit Bisnis..................................................... 154
Tabel 4.15 Analisis Regresi Linier Sederhana antara Harga Jual
dengan Kinerja Unit Bisnis – ANOVA.................................. 155
Tabel 4.16 Analisis Regresi Linier Sederhana antara Harga Jual
dengan Kinerja Unit Bisnis – Coefficients............................. 156
Tabel 4.17 Analisis Koefisien Determinasi Parsial antara Harga Jual
dengan Kinerja Unit Bisnis................................................... 157
Tabel 4.18 Uji signifikansi t / Coefficients variabel Harga Jual
dengan Kinerja Unit Bisnis................................................... 158
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Rumus penentuan harga transfer dengan menggunakan
harga pasar yang dimodifikasi................................................. 25
Gambar 2.2 Unsur-unsur yang Diperhitungkan dalam Penentuan
Harga Transfer atas Dasar Biayadengan Pendekatan
Full Costing.............................................................................. 28
Gambar 2.3 Unsur-unsur yang Diperhitungkan dalam Penentuan
Harga Transfer atas Dasar Biaya dengan Pendekatan
Variable Costing...................................................................... 29
Gambar 2.4 Unsur-unsur yang Diperhitungkan dalam Penentuan
Harga Transfer atas Dasar Biaya dengan Pendekatan
Activity-Based Costing............................................................. 30
Gambar 3.1 Model Penelitian...................................................................... 102
Gambar 4.1 Daerah Penerimaan dan Penolakan Ho (Uji t) variabel
Harga Transfer dengan Kinerja Unit Bisnis............................. 153
Gambar 4.2 Daerah Penerimaan dan Penolakan Ho (Uji t) variabel
Harga Jual dengan Kinerja Unit Bisnis.................................... 158
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Tugas Membimbing Skripsi………………………... 168
Lampiran 2 Kartu Perkembangan Bimbingan Skripsi………………….. 169
Lampiran 3 Surat Ijin Survey dari PT Dirgantara Indonesia…………... 171
Lampiran 4 Struktur Organisasi PT Dirgantara Indonesia...…………... 172
Lampiran 5 SK Komisaris PT Dirgantara Indonesia tentang Tugas,
Tanggung Jawab, dan Wewenang Direktur Aerostructure… 173
Lampiran 6 Ketentuan Pelaksanaan Divisi Direktorat Aerostructure…. 176
Lampiran 7 Prosedur Internal Work Order……………...…………….. 185
Lampiran 8 Data Penjualan (Transfer) Wing Tip Assy
Direktorat Aerostructure
dengan AI (Penjualan Internal)………………….............. 196
Lampiran 9 Data Penjualan Wing Tip Assy
Direktorat Aerostructure
dengan EADS CASA (Penjualan Eksternal)...................... 197
Lampiran 10 Laporan Keuangan Pertriwulan 2007-2009..……………. 198
Lampiran 11 Hasil Perhitungan SPSS ..……………………………..…. 201
xv
Lampiran 12 Tabel Nilai Distribusi t……………………………........... 210
Lampiran 13 Tabel Nilai Distribusi F…………………………………… 211
Lampiran 14 Lembar Persetujuan Perbaikan (Revisi) Skripsi…………... 212
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penelitian
Konsep harga transfer (transfer pricing) merupakan salah satu langkah
yang dapat digunakan dalam mencapai tujuan yang akan membantu dalam
mencapai tujuan yang hendak dicapai oleh perusahaan. Dengan penerapan harga
transfer juga dapat membantu untuk mengembangkan usaha sehingga dapat
menciptakan lapangan kerja yang baru dan untuk mensejahterakan kebutuhan para
karyawannya. Salah satu usaha yang dilakukan oleh perusahaan untuk memenuhi
semua itu adalah dengan cara mereka harus melakukan aktivitas berupa penjualan
barang ataupun aktivitas jasa.
Pada hakikatnya, perusahaan merupakan sekumpulan pusat-pusat
tanggung jawab, yang masing-masing diwakili oleh sebuah kotak dalam bagan
organisasi. Pusat-pusat tanggung jawab tersebut kemudian membentuk suatu
hierarki. Pada tingkatan terendah adalah pusat untuk seksi-seksi, pergeseran
kerja (workshift), dan unit organisasi kecil lainnya. Departemen bisnis yang
memiliki beberapa unit organisasi yang lebih kecil, menduduki posisi yang
lebih tinggi dalam hierarki. Dari sudut pandang manajer senior dan dewan
direksi, perusahaan secara keseluruhan merupakan pusat tanggun jawab,
meskipun istilah ini biasanya berkenaan dengan unit-unit dalam perusahaan.
Perkembangan perusahaan dan diversifikasi perusahaan menuntut
dilakukannya desentralisasi organisasi. Dalam organisasi yang didivesifikasi
2
tidak cukup jika hanya dilakukan divisionalisasi. Oleh karena itu, manajer
divisi harus diberi wewenang untuk melakukan pembuatan keputusan yang
berhubungan dengan laba, meliputi keputusan biaya (keputusan sumber) dan
sekaligus pendapatan (keputusan pasar). Manajer divisi tersebut memperoleh
wewenang untuk melakukan pembuatan keputusan laba maka manajer divisi
bertanggung jawab terhadap laba yang yang dicapai oleh divisinya.
Unit bisnis sebagai pusat laba merupakan bentuk divisionalisasi di mana
kinerja ekonomis suatu pusat laba selalu diukur dari laba bersih yang dihasilkan
oleh unit bisnis tersebut. Perusahaan yang memiliki unit bisnis di dalamnya
akan menimbulkan masalah harga transfer jika dua pusat laba (unit bisnis)
melakukan transfer barang atau jasa. Untuk penentuan laba yang menjadi
bagian masing-masing pusat laba harus diperhitungkan harga transfer barang
dan jasa yang ditransfer antar pusat laba tersebut. Harga transfer bagi divisi
penjual merupakan pendapatan, di lain pihak harga tersebut merupakan biaya
bagi divisi pembeli. Pendapatan dan biaya tersebut merupakan komponen untuk
perhitungan laba masing-masing divisi yang terkait dalam transfer barang.
Beberapa unit organisasi (divisi) di dalam perusahaan yang difungsikan
sebagai pusat laba dan antar pusat laba tersebut terjadi transfer barang atau jasa,
karena tidak seluruh unit bisnis dilengkapi dengan fasilitas yang sama dan
adanya keterbatasan kemampuan serta pertimbangan efisiensi. Jadi adakalanya
unit bisnis yang satu harus memakai barang atau jasa dari unit bisnis yang lain.
Harga transfer mempunyai peran ganda. Di satu sisi, harga transfer
berperan sebagai salah satu alat untuk menciptakan mekanisme integrasi. Di sisi
3
lain, harga transfer menetapkan dengan tegas hak masing-masing manajer divisi
untuk mendapatkan laba. Dalam penentuan harga transfer, masing-masing
divisi yang terkait merundingkan berbagai unsur yang membentuk harga
transfer, karena setiap unsur yang membentuk harga transfer akan berdampak
terhadap perolehan laba yang dipakai sebagai pengukur kinerja mereka. Karena
laba merupakan hal yang penting bagi pengukuran kinerja dalam pusat laba,
maka penetapan harga transfer adalah penting bagipara manajer. Diharapkan
dengan adanya penerapan harga transfer, suatu pusat laba akan termotivasi
untuk memaksimalkan laba yang diperoleh dengan cara mengendalikan
pendapatan dan biaya sebaik-baiknya, sehinngga akan berdampak pada
meningkatnya kinerja pusat laba tersebut.
Pada kenyataannya, sudah menjadi fenomena umum bahwa harga transfer
dapat menimumbullkan masalah bagi suatu divisi (unit bisnis). Seperti yang
dikutip dari www.wartawarga.gunadarma.ac.id tanggal 06/06/2010 adalah sebagai
berikut:
“Pada bulan juli 1987, Divisi Produk Chrome mengusulkan untukmenaikkan harga kompor tersebut sebesar 90 sen; 80 senmencerminkan biaya tambahan atas operasi tambahan dan 10 senmerupakan markup laba atas tambahan biaya tersebut. Sebelumusulan tersebut diajukan, harga produk tersebut sekarang adalah $10per unit. Divisi kompor elektrik sangat keberatan dengan usulankenaikan harga tersebut dan setelah tiga minggu berdebat,diputuskan untuk membawa pertikaian tersebut kepada stafkeuangan untuk mencari jalan tengah.Pada akhir tahun 1985, Divisi Gear and Transmission memulainegosiasi dengan Divisi mesin cuci mengenai harga transmisi yangbaru, mengusulkan harga $12 ditambah beberapa penyesuaian kecilterhadap perubahan biaya yang terjadi sejak tahun sebelumnya.Divisi Mesin Cuci menolak untuk menerima harga yang diusulkandan tetap bertahan pada harga $11,21. Divisi Gear and Transmissionmenolaknya, bahkan menolak untuk mempertimbangkan usulan
4
proyek tersebut. Dan setelah perdebatan sengit selama beberapa hari,kedua divisi tersebut setuju untuk menyerahkan permasalahan inikepada staf keuangan untuk mencari jalan tengahnya.”
Adapun yang dikemukakan oleh Kurnia (2002:21-22) mengenai harga
transfer adalah sebagai berikut:
“Terdapat dua kriteria yang dapat digunakan untuk menilaikeefektifan kebijakan penentuan harga transfer sebuah perusahaan(Ghosh, 2000). Pertama adalah apakah kebijakan tersebut dapatmenyebabkan peningkatan kinerja perusahaan. Kedua, manajermerasa bahwa mereka diberi penghargaan secara adil ataskontribusinya terhadap perusahaan. Dalam kenyataannya, keduakriteria yang digunakan untuk menilai keefektifan sebuah kebijakanpenetapan harga transfer dapat menimbulkan akibat yang salingbertentangan. Kebijakan (metoda) penetapan harga transfer yangdapat meningkatkan kinerja perusahaan seringkali menciptakanperasaan tidak adil dalam hal bagaimana kinerja manajer dinilai dandiberi penghargaan. Hal ini terjadi karena kebijakan penetapanharga transfer yang diterapkan di suatu perusahaan dapatmempengaruhi penilaian kinerja manajer atau divisi yangdipimpinnya, ketika manajer atau divisi yang ada di perusahaandiukur kinerjanya atas dasar laba. Bagi divisi penjual harga transfermerupakan pendapatan, sedangkan bagi divisi pembeli harga transfermerupakan unsur biaya. Oleh karena itu, manajer divisi penjual ataupembeli sangat berkepentingan dengan kebijakan penentuan hargatransfer karena akan mempengaruhi penilaian kinerja masing-masingdivisi. Apabila manajer divisi merasakan bahwa kontribusi merekaterhadap pencapaian laba perusahaan dinilai secara tidak adil, makaada kemungkinan manajer tersebut akan melakukan berbagai carauntuk mengurangi rasa ketidakadilan tersebut. Alasan itu sesuaidengan pernyataan Kanfer (1992) yang menyebutkan bahwa persepsitidak adil yang dirasakan oleh seorang individu dapat menimbulkanperilaku yang ditujukan untuk mengurangi perasaan tidak adiltersebut. Perilaku-perilaku yang ditunjukkan oleh mereka dapatmeliputi; sabotase, melakukan tindakan manipulatif, ataumeninggalkan pekerjaan. Oleh karena itu, untuk menghindari ataumengurangi perilaku-perilaku negatif yang dapat ditimbulkan olehperasaan tidak adil terhadap suatu kebijakan penetapan hargatransfer, maka perlu diketahui pengaruh faktor-faktor penentuketidakadilan dalam kebijakan penetapan harga transfer terhadapperilaku negatif yang dilakukan sebagai respon terhadap ketidakadilan tersebut. Ghosh (2000) menyebutkan bahwa desainorganisasional dapat memainkan peran penting dalam mempengaruhiperilaku manajer melalui pengaruhnya pada bagaimana kinerja
5
manajer diukur, dinilai dan diberi penghargaan secara adil.Menurutnya, perilaku-perilaku negatif dapat timbul karenaterdapatnya rasa ketidakadilan terhadap suatu kebijakan penetapanharga transfer. Secara khusus dia menyatakan bahwa desainorganisasional yang tidak adil dapat menimbulkan perilaku-perilakumanajer yang ditujukan untuk mengurangi rasa ketidakadilantersebut. Oleh karena itu, penyelesaian masalah yang berkaitandengan penentuan harga transfer bukan hanya terletak padaperubahan metoda penentuan harga transfer, tetapi lebih terkaitdengan pengaturan faktor-faktor lainnya yang mempengaruhi kinerjaperusahaan atau bagaimana kinerja manajer dinilai dan diberipenghargaan.”
Menurut Gunadi yang dikutip oleh Iman Santoso (2004:127-128)
menyatakan bahwa:
“Dengan mempertimbangkan atribut entitas, kita dapat menarikbenang merah antara ‘intracompany’ dengan ‘intercompany’transfer, yang pertama merujuk pada transfer antar divisi pada satuentitas, sedangkan yang lain mengacu pada transfer antar entitasdalam satu keluarga besar perusahaan. Transfer antardivisi padasatu entitas tersebut maksudnya adalah transfer antardivisi dalamsatu perusahaan yang terbagi ke dalam beberapa divisi, sedangkantransfer antarentitas dalam satu keluarga besar perusahaanmaksudnya adalah transfer yang dilakukan antara perusahaan satudengan perusahaan lainnya yang masih berada dalam satu grupperusahaan. Korporasi multinasional dengan perusahaan-perusahaan yang berada dalam satu entitas ekonomi adalahperusahaan-perusahaan yang berada di bawah kepemilikan ataupenguasaan yang sama dan kurang lebih dikendalikan olehperusahaan induk di kantor pusat. Perusahaan induk ini pula yangberwenang menentukan transfer pricing yang berlaku dalamperdagangan internasional antara mereka (anak perusahaan/subsidiaries). Dalam hal ini transfer pricing merupakan pirantipengukur hak dan kewajiban yang sangat penting diantarasubsidiaries. Sehingga, secara artifisial, transfer pricing dapatmenyimpang dari harga yang ‘normal’ atau ‘benar’. Di lain pihak,secara pejoratif istilah transfer pricing sering dikaitkan dengansuatu rekayasa manipulasi harga secara sistematis dengan maksudmengurang laba artifisial, mengupayakan agar perusahaan ‘rugi’,serta menghindari pajak atau bea disuatu negara.”
Berdasarkan pernyataan di atas, terlihat bahwa harga transfer merupakan
suatu hal yang penting bagi kinerja suatu unit bisnis. Karena harga transfer
6
yang telah ditetapkan akan mempengaruhi besarnya laba atau bahkan
mengakibatkan kerugian bagi divisi atau unit bisnis yang terlibat didalamnya.
Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian yang dilakukan oleh
Mochamad Arif Abdullah (2004) yang berjudul “Pengaruh Penerapan Harga
Transfer Terhadap Kinerja Suatu Unit Usaha Sebagai Pusat Laba”. Dalam
penelitian ini terdapat dua variabel yang diteliti yaitu penerapan harga transfer
sebagai variabel independeni. Untuk variabel dependen yaitu kinerja unit usaha
sebagai pusat laba yang diwakili oleh rasio profitabilitasnya yaitu Return on Asset
(ROA). Dengan koefisien korelasi sebesar 0,698, menunjukkan bahwa terdapat
korelasi yang kuat dan positif antara variabel independen dan variabel dependen.
Dengan menggunakan analisis statistik Uji t, diperoleh nilai thitung > ttabel (4,462 >
1,717), maka Ho ditolak dan H1 diterima, artinya hipotesis awal dapat diterima.
Berdasarkan hasil penelitian terdahulu, dapat dibuktikan bahwa terdapat pengaruh
yang kuat dan signifikan pada penerapan harga transfer terhadap kinerja unit
usaha sebagai pusat laba.
Penulis menggunakan penelitian terdahulu dimaksudkan untuk dijadikan
bahan pertimbangan adanya beberapa persamaan di dalam penelitian. Namun
pada penelitian ini penulis manambah variabel independen yaitu harga jual untuk
mengetahui apakah terdapat perbedaan antara harga transfer dengan harga jual,
serta bagaiman besarnya pengaruh masing-masing variabel independen yaitu
harga transfer dan harga jual terhadap variabel dependen yaitu kinerja unit bisnis
sebagai pusat laba karena penelitian terdahulu memiliki keterbatasan hanya
meneliti mengenai harga transfer saja.
7
Adapun fenomena mengenai kinerja unit bisnis yang dikutip dari Faisal
(2006:3) adalah:
“Menurut Mia dan Clarke beberapa hasil penelitian di Australia yangdimuat dalam The Australian Financial Review tahun 1995 telahmenyimpulkan bahwa semakin intensif persaingan pasar makakinerja organisasi menjadi lebih baik. Namun penelitian Khandawalla(1972) menyatakan bahwa terdapat hubungan negatif antara harga,produk dan distribusi pemasaran dengan kinerja perusahaan.”
Adapun masalah mengenai kinerja yang dikutip dari www.aa-
multimedia.blogspot.com adalah sebagai berikut:
“Dell yang mula-mula menjual komputer lewat surat (mail order).Dengan menggunakan strategi ini Dell dapat menjual dengan harga dibawah pesaingnya. Pada tahun 1993, Compaq yang pada saat itusebagai pemimpin pasar penjualan PC, melalukan pemotongan hargauntuk menyaingi Dell. Hasilnya Dell Computer penjualannya turunyang berakibat menderita kerugian 65 juta dolar pada enam bulanpertama, yang menyebabkan hampir bangkrut.”
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian lebih lanjut dengan judul “Pengaruh Harga Transfer dan Harga
Jual Terhadap Kinerja Unit Bisnis Sebagai Pusat Laba”. (Penelitian Pada
Direktorat Aerostructure di PT Dirgantara Indonesia).
1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, dapat diidentifikasi masalah
pokok dalam penelitian ini yaitu:
1. Bagaimana harga transfer pada Direktorat Aerostructure di PT Dirgantara
Indonesia.
2. Bagaimana harga jual pada Direktorat Aerostructure di PT Dirgantara
Indonesia.
8
3. Apakah terdapat perbedaan antara harga transfer dengan harga jual pada
Direktorat Aerostructure di PT Dirgantara Indonesia.
4. Bagaimana kinerja unit bisnis pada Direktorat Aerostructure di PT
Dirgantara Indonesia.
5. Seberapa besar pengaruh harga transfer terhadap kinerja unit bisnis pada
Direktorat Aerostructure di PT Dirgantara Indonesia.
6. Seberapa besar pengaruh harga jual terhadap kinerja unit bisnis pada
Direktorat Aerostructure di PT Dirgantara Indonesia.
1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian
1.3.1. Maksud Penelitian
Maksud dari penelitian ini adalah untuk memperoleh data dan informasi
mengenai harga transfer dan harga jual di perusahaan dan pengaruhnya terhadap
kinerja unit bisnis sebagai pusat laba. Selain itu, untuk membandingkan antara
teori yang dipelajari oleh penulis di perkuliahan dengan kenyataan yang ditemui
di lapangan.
1.3.2. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Untuk mengetahui harga transfer yang ada pada Direktorat Aerostructure
di PT Dirgantara Indonesia.
9
2. Untuk mengetahui harga jual yang ada pada Direktorat Aerostructure di
PT Dirgantara Indonesia.
3. Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan antara harga transfer dengan
harga jual pada Direktorat Aerostructure di PT Dirgantara Indonesia.
4. Untuk mengetahui kinerja unit bisnis pada Direktorat Aerostructure di PT
Dirgantara Indonesia.
5. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh harga transfer terhadap kinerja
unit bisnis pada Direktorat Aerostructure di PT Dirgantara Indonesia.
6. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh harga jual terhadap kinerja
unit bisnis pada Direktorat Aerostructure di PT Dirgantara Indonesia.
1.4. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini mempunyai dua manfaat, yaitu secara praktis dan teoritis
yang akan dijelaskan sebagai berikut:
1.4.1. Kegunaan Praktis
Penelitian ini merupakan suatu hal yang dapat menimbulkan manfaat baik
bagi penulis, bagi perusahaan, maupun bagi pembaca pada umumnya. Adapun
manfaat-manfaat yang dapat diambil adalah sebagai berikut:
1. Bagi Penulis
a. Untuk memenuhi salah satu syarat dalam menempuh ujian sidang
untuk meraih gelar Sarjana Ekonomi Bidang Studi Akuntansi di
Fakultas Ekonomi Universitas Pasundan Bandung.
10
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperluas wawasan dan
menambah pengetahuan mengenai metode penelitian yang
menyangkut masalah akuntansi manajemen pada umumnya, serta
perbandingan antara harga transfer dan harga jual pada khususnya
berdasarkan teori-teori yang diperoleh dari hasil kuliah dan
mengaplikasikannya pada kenyataan bisnis.
2. Bagi Perusahaan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran
dan masukan mengenai harga transfer dan harga jual yang komprehensif
serta pengaruhnya terhadap kinerja unit bisnis sebagai pusat laba.
3. Bagi Pembaca
Sebagai tambahan pengetahuan dalam memahami pengaruh harga transfer
dan harga jual terhadap kinerja unit bisnis sebagai pusat laba serta untuk
menjadikan bahan masukan dan informasi guna melakukan penelitian
selanjutnya.
1.4.2. Kegunaan Teoritis
Penulis sangat berharap hasil dari penelitian yang dilakukan dapat
menambah pemahaman mengenai harga transfer dan harga jual, serta
pengaruhnya terhadap kinerja unit bisnis sebagai pusat laba.
11
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN
HIPOTESIS
2.1. Kajian Pustaka
2.1.1. Ruang Lingkup Harga Transfer
2.1.1.1. Pengertian Harga Transfer
Pengertian harga transfer menurut Anthony dan Govindarajan dalam F. X.
Kurniawan Tjakrawala (2008:284) adalah: …nilai yang diberikan atas suatu
transfer barang atau jasa dalam suatu transaksi di mana setidaknya salah
satu dari kedua pihak yang terlibat adalah pusat laba.
Menurut Supriyono (2000:416) definisi harga transfer dapat digolongkan
menjadi dua yaitu:
“Dalam arti luas, harga transfer adalah nilai barang dan jasa yangditransfer oleh suatu pusat pertanggungjawaban ke pusatpertanggungjawaban yang lain. Dalam arti sempit, harga transferadalah nilai barang dan jasa yang ditransfer antara dua divisi (pusatlaba) atau lebih.”
Sedangkan menurut Abdul Halim, Achmad Tjahjono, dan Muh. Fakhri
Husein (2000:110) definisi harga transfer adalah:
“Dalam arti luas harga transfer adalah harga barang atau jasa yangditransfer antar pusat pertanggungjawaban dalam satu organisasitanpa memandang bentuk pusat pertanggungjawabannya. Sedangkandalam arti sempit, harga transfer adalah harga barang atau jasa yangditransfer antar pusat laba atau setidak-tidaknya salah satu daripusat pertanggungjawaban yang terlibat merupakan pusat laba.”
12
2.1.1.2. Tujuan Harga Transfer
Menurut Anthony dan Govindarajan dalam F. X. Kurniawan Tjakrawala
(2008:284) harga transfer harus dirancang sedemikian rupa sehingga dapat
mencapai tujuan berikut ini:
1. Memberikan informasi yang relevan kepada masing-masing unitusaha untuk menentukan imbal balik yang optimum antara biayadan pendapatan perusahaan.
2. Menghasilkan keputusan yang selaras dengan cita-cita—maksudnya, sistem harus dirancang sedemikian rupa sehinggakeputusan yang meningkatkan laba unit usaha juga akanmeningkatkan laba perusahaan.
3. Membantu pengukuran kinerja ekonomi dari unit usahaindividual.
4. Sistem tersebut harus mudah dimengerti dan dikelola.
Menurut Supriyono (2000:414) suatu sistem harga transfer yang baik
harus mencapai tujuan sebagai berikut:
1. Memberikan informasi relevan bagi para manajer.Sistem harga transfer dapat memberikan informasi relevan yangdiperlukan oleh setiap divisi untuk menentukan harga transfer.
2. Mencapai keselarasan tujuan.Sistem harga transfer dapat memotivasi manajer divisi penjual,divisi pembeli dan mungkin manajer kantor pusat untuk membuatkeputusan harga transfer yang sehat. Tindakan manajer divisitertentu untuk meningkatkan laba divisinya juga dapatmeningkatkan laba perusahaan secara keseluruhan, jadidiharapkan timbul kesesuaian tujuan.
3. Mengukur kinerja ekonomi divisi.Sistem harga transfer dapat menghasilkan laporan laba setiapdivisi individual yang secara layak mengukur kinerja ekonomi(laba bersih) divisi dan kontribusinya terhadap laba perusahaansecara keseluruhan.
4. Mengukur kinerja manajer divisi.Sistem harga transfer harus mendorong peningkatan kinerjamanajer divisi karena harga transfer dapat digunakan sebagaidasar untuk perencanaan, pembuatan keputusan, danpengendalian divisinya.
5. Sederhana dan mudah.Sistem harga transfer harus sederhana untuk dipahami danmudah diadministrasikan.
13
Sedangkan menurut Abdul Halim, Achmad Tjahjono, dan Muh. Fakhri
Husein (2000:112) harga transfer harus didesain sedemikian rupa sehingga
memenuhi tujuan-tujuan berikut:
1. Menyajikan informasi yang relevan untuk keputusan trade offantara pendapatan dan biaya.
2. Memotivasi manajer untuk mencapai goal congruence.3. Membantu menilai kinerja ekonomi pusat laba yang terkait.4. Sistemnya sederhana untuk dipahami dan mudah
diadministrasikan.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan harga transfer adalah
untuk memberikan informasi yang relevan kepada masing-masing unit dalam
menentukan biaya dan pendapatan yang adil untuk perusahaan, mencapai
keselarasan tujuan, mengukur kinerja ekonomi divisi, mengukur kinerja manajer
divisi, dan sistem tersebut harus mudah dimengerti dan dikelola. Keselarasan
tujuan dapat tercapai jika dalam penentuan harga transfer dapat memenuhi prinsip
dasar harga transfer.
2.1.1.3. Karakteristik Harga Transfer
Menurut Mulyadi (2001:382) harga transfer pada hakikatnya memilki tiga
karakteristik berikut ini:
1. Masalah harga transfer hanya timbul jika divisi yang terkaitdiukur kinerjanya berdasarkan atas laba yang diperoleh merekadan harga transfer merupakan unsur yang signifikan dalammembentuk biaya penuh produk yang diproduksi di divisipembeli.Jika perusahaan membentuk divisi sebagai pusat laba yangdiperoleh, manajer pusat laba akan peduli atas faktor-faktor yangmempengaruhi laba divisinya. Karena transfer barang antar divisimerupakan pendapatan bagi divisi penjual dan biaya bagi divisipembeli, manajer divisi terkait akan berkepentingan terhadap
14
unsur-unsur yang diperhitungkan dalam penentuan yangdiproduksi di divisi pembeli, penentuan harga transfer tidakmerupakan masalah dalam perusahaan.
2. Harga transfer selalu mengandung unsur laba didalamnya.Bagi divisi penjual, harga transfer merupakan pendapatan yangmerupakan unsur laba yang dipakai sebagai dasar pengukurankinerja divisi. Karena divisi penjual diukur kinerjanya atas dasarlaba, maka transfer barang ke divisi pembeli harus mengandungunsur laba di dalamnya.
3. Harga transfer merupakan alat untuk mempertegas diversifikasidan sekaligus mengintegrasikan divisi yang dibentuk.Divisionalisasi merupakan cara yang ditempuh oleh manajemenpuncak untuk mendiversifikasi bisnis perusahaan. Prosespenentuan harga transfer memberikan kesempatan kepada paramanajer divisi yang terkait untuk merundingkan semua unsuryang menbuat harga transfer, karena setiap unsur yangmembentuk harga transfer akan berpengaruh terhadap laba divisimereka. Di sisi lain, harga transfer merupakan salah satu alatintegrasi divisi dalam diversified company. Dengan harga transfer,divisi-divisi yang dibentuk, yang seolah-olah merupakanperusahaan yang independen, harus melakukan negosiasi untukmenetapakan harga barang atau jasa yang ditransferantarmereka.
2.1.1.4. Masalah yang Dirundingkan dalam Penentuan Harga Transfer
Menurut Mulyadi (2001:382-383) karena setiap divisi yang dibentuk
perusahaan diukur kinerjanya atas dasar laba yang diperoleh masing-masing,
maka dua masalah yang selalu dirundingkan oleh divisi penjual dan divisi pembeli
adalah:
1. Dasar yang digunakan sebagai landasan penentuan hargatransfer.Dalam penentuan harga transfer, divisi pembeli dan divisi penjualharus menyepakati dasar yang akan dipakai sebagai landasanpenentuan harga barang yang ditransfer antar divisi tersebut. Adadua dasar yang dapat digunakan sebagai landasan dalampenentuan harga transfer, yaitu biaya dan harga pasar. Biayayang dipakai sebagai dasar penentuan harga transfer adalah biayapenuh, yang dapat dipilih dari dua macam biaya penuh: biayapenuh sesungguhnya dan biaya penuh standar. Baik biaya penuh
15
sesungguhnya maupun biaya penuh standar dapat direkayasadengan salah satu pendekatan: full costing, variabel costing danactivity based costing.
2. Besarnya laba yang diperhitungkan dalam harga transfer.Laba yang diperhitungkan disini dapat ditentukan berdasarkanpersentase tertentu dari biaya penuh atau berdasarkan aktivapenuh yang digunakan untuk memproduksi produk jika labaditentukan sebesar persentase tertentu dari biaya penuh, hargatransfer yang dihasilkan tidak memperhitungkan modal yangdigunakan dalam memproduksi produk yang ditransfer. Aktivapenuh merupakan dasar yang baik untuk memperhitungkan labadalam harga transfer, namun banyak masalah yang timbul dalammemperhitungkan aktiva penuh sebagai investment base.
Menurut Mulyadi (2001:383-384) jika aktiva penuh divisi dipakai sebagai
dasar penentuan laba yang diperhitungkan dalam harga transfer, dua faktor yang
harus dipertimbangkan adalah:
1. Jenis aktiva yang dipergunakan sebagai dasar.Jenis aktiva yang diperhitungkan sebagai dasar penentuan labadalam harga transfer dapat digolongkan menjadi dua kelompok:aktiva lancar dan aktiva tidak lancar. Jenis aktiva lancar yangdigunakan oleh divisi penjual adalah aktiva lancar yangdipergunakan untuk operasi divisi penjual. Dengan demikianinvestasi sementara dalam surat berharga tidak diperhitungkansebagai aktiva yang dipakai sebagai dasar penentuan laba dalamharga transfer. Begitu pula dengan investasi jangka panjang divisipenjualan tidak diperhitungkan dalam aktiva tidak lancar yangdipakai sebagai dasar penentuan laba dalam harga transfer.
2. Cara penilaian aktiva yang digunakan sebagai dasar.Aktiva tetap yang diperhitungkan sebagai dasar penentuan labadalam harga transfer adalah kondisi aktiva tetap divisi penjualpada awal tahun berlakunya harga transfer. Jika dalam tahunberjalan, divisi penjual melakukan investasi dalam aktiva tetap,jumlah ini biasanya diperhitungkan dalam penentuan hargatransfer tahun berikutnya. Begitu pula jika dalam tahun berjalandivisi penjual melakukan penghentian pemakaian aktiva tetapnya,perubahan ini baru diperhitungkan dalam penentuan hargatransfer berikutnya. Cara penilaian aktiva yang dipakai sebagaidasar penentuan laba yang diperhitungkan dalam harga transferdapat dibagi menjadi dua cara: cara penilaian aktiva lancar dancara penilaian aktiva tetap. Jika jenis aktiva lancar yangdiperhitungkan dalam investment base telah ditetapkan, penilaianaktiva lancar dapat dipilih dari :
16
a. Nilai bersih yang dapat direalisasikan (net realizable value)aktiva lancar pada awal tahun berlakunya harga transfer.
b. Nilai bersih yang dapat direalisasikan (net realizable value)aktiva lancar rata-rata dalam tahun berlakunya hargatransfer.
2.1.1.5. Metode Penentuan Harga Transfer
Banyak metode penentuan harga transfer yang digunakan dalam praktik.
Tidak ada metode harga transfer yang sempurna. Setiap metode penentuan harga
transfer mempunyai keunggulan dan sekaligus memiliki kelemahan jika
dibandingkan dengan metode harga transfer lainnya. Namun sering kali metode
harga transfer berdasar harga pasar, jika dapat ditentukan, umumnya dipandang
sebagai dasar terbaik.
Dalam Carter dan Usry dalam Krista S.E., Ak (2005:521) sistem
penetapan harga transfer harus memenuhi kriteria fundamental berikut ini:
1. Harus memungkinkan manajemen pusat untuk menilai seakuratmungkin kinerja dari pusat laba divisional dalam hal kontribusidari divisi tersebut secara terpisah ke total laba korporat.
2. Harus memotivasi manajer divisional untuk mengejar cita-citalaba divisi itu sendiri dengan cara yang kondusif bagikeberhasilan perusahaan secara keseluruhan.
3. Harus merangsang efisiensi manajer tanpa kehilangan otonomidivisi tersebut sebaga pusat biaya.
Sistem harga transfer dapat bervariasi dari yang paling sederhana sampai
yang paling rumit, tergantung dari sifat usahanya. Menurut Supriyono (2000:415)
definisi prinsip dasar harga transfer adalah: …prinsip yang menyatakan bahwa
harga transfer harus serupa dengan harga yang dibebankan jika produk
dijual kepada pihak luar atau jika produk dibeli dari pihak luar.
17
Sedangkan menurut Anthony dan Govindarajan dalam F. X. Kurniawan
Tjakrawala (2008:284) definisi prinsip dasar harga transfer adalah: …bahwa
harga transfer sebaiknya serupa dengan harga yang ditentukan seandainya
produk tersebut dijual ke konsumen luar atau dibeli dari pemasok luar.
Prinsip dasar tersebut di atas dapat tercapai jika tercipta situasi ideal dalam
penentuan harga transfer. Menurut Supriyono (2000:415) situasi ideal adalah:
…situasi yang mendorong tercapainya keselarasan tujuan penentuan harga
transfer yang mencakup orang yang kompeten, iklim yang baik, harga pasar,
kebebasan sumber, arus informasi penuh, negosiasi, dan kriteria ganda.
Adapun penjelasan mengenai situasi tersebut menurut Supriyono (2000:415)
adalah sebagai berikut:
1. Orang yang kompetenOrang yang kompeten adalah orang yang mampumenegosiasi atau mengarbitrasi harga transfer berdasarkepentingan jangka pendek dan jangka panjang.
2. Iklim yang baikHarga transfer yang ideal didasarkan pada iklim yang baik.Iklim yang baik berarti para manajer divisi dan kantor pusatmemandang bahwa profitabilitas merupakan salah satu tujuanterpenting dan digunakan untuk mengukur kinerja merekadan mereka berpendapat bahwa harga transfer ditentukandengan adil.
3. Harga pasarHarga transfer yang ideal ditentukan oleh harga pasar normaluntuk produk yang ditransfer. Harga pasar tersebut biasanyadisesuaikan atau dikurangi dengan penghematan biaya karenaproduk tersebut ditransfer ke divisi lain dan bukanlah dijual kepihak luar.
4. Kebebasan sumberHarga transfer yang ideal didasarkan pada kebebasansumber. Kebebasan sumber memungkinkan bagi para manajerpembeli dan penjual untuk memilih alternatif-alternatif terbaik.Manajer divisi penjual harus memiliki kebebasan untuk menjualproduknya pada divisi lain dalam organisasi atau menjualnya
18
pada pihak luar. Manajer divisi pembeli harus memilikikebebasan untuk membeli masukkannya di divisi lain dalamorganisasi atau membelinya di pihak luar.
5. Arus informasi penuhHarga transfer yang ideal didasarkan pada arus informasipenuh. Para manajer divisi penjual, divisi pembeli, dan kantorpusat harus mengetahui informasi secara penuh mengenaialternatif-alternatif yang tersedia serta pendapatan dan biaya-biaya yang relevan.
6. Negos ias iHarga transfer yang ideal dihasilkan dari mekanismeproses negosiasi "kontrak" secara lancar diantara divisi-divisi.
7. Kriteria gandaHarga transfer yang ideal dapat memenuhi kriteria ganda,antara lain: obyektivitas, realisme, keadilan bagi semuayang terlibat, waktu yang minimum unutuk negosiasi atauarbitrasi, dan risiko suboptimasi yang minimum. Risikosuboptimasi adalah risiko yang timbul karena divisi-divisi yangmenegosiasikan harga transfer mementingkan optimalisasipencapaian tujuan divisinya sendiri tanpa memperhatikankeselarasan tujuan perusahaan secara keseluruhan.
Dua metode harga transfer yang sering digunakan dalam praktik adalah
metode harga transfer berdasar pasar (market-based transfer pricing) dan metode
harga transfer berdasar biaya (cost-based transfer pricing). Di bawah ini dibahas
kedua metode tersebut.
2.1.1.5.1. Metode Harga Transfer Berdasar Harga Pasar
Menurut Supriyono (2000:417) metode harga pasar adalah: …metode
penentuan harga transfer barang atau jasa antar pusat laba
didasarkan atas harga pasar dikurangi penghematan biaya karena
produk tersebut ditransfer antardivisi. Jika terdapat harga pasar barang
dan jasa yang ditransfer antarpusat laba ada maka harga pasar saat ini
adalah dasar terbaik untuk penentuan harga transfer.
19
Menurut Supriyono (2000:417) harga pasar merupakan dasar terbaik
untuk penentuan harga transfer sebab:
1. Mencerminkan transaksi independen (arm’s length transaction).Transaksi independen (arm’s length transaction) adalahtransaksi yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih secarabebas. Harga pasar ditentukan oleh pihak-pihakeksternal perusahaan sehingga menggambarkan transaksiindependen (arm’s length transaction).
2. Merupakan dasar yang terbaik untuk pembuatankeputusan.Bagi divisi penjual, harga pasar dapat dipakai dasaruntuk membuat keputusan untuk menjual barang ataujasanya ke pihak luar atau mentransfernya ke divisi yanglain. Demikian pula bagi divisi pembeli, harga pasar dapatdipakai dasar pembuatan keputusan untuk membeli barang danjasa dari pihak luar atau menerima transfer dari divisi yanglain.
3. Menjadikan setiap divisi sebagai satuan bisnisindependen.Harga pasar bagi divisi penjual mencerminkan pendapatandivisi tersebut jika barang dan jasanya dijual kepada pihakluar dan bagi divisi pembeli mencerminkan biaya jika divisitersebut membelinya dari pihak luar sehingga menjadikansetiap divisi sebagai satuan bisnis independen yang terpisahsatu sama lain.
Jika transaksi harga transfer dicatat pada harga pasar, profitabilitas
divisi mencerminkan kontribusi ekonomi nyata divisi terhadap laba total
perusahaan. Menurut Supriyono (2000:417) penerapan metode harga pasar
menghadapi dua kondisi yaitu: …divisi dengan sumber independen (tanpa
kendala sumber) dan divisi dengan kendala sumber. Adapaun penjelasannya
adalah sebagai berikut:
a. Sumber Independen
Jika divisi penjual dapat menjual produknya di pasar luar dan divisi
pembeli dapat membeli barang atau jasa yang diperlukannya dari sumber luar
20
maka keadaan ini memungkinkan setiap divisi bebas dari divisi lainnya. Dalam
penentuan harga transfer berdasar harga pasar, keadaan ini sering kali
dinamakan harga transfer berdasar harga pasar tanpa kendala sumber. Menurut
Supriyono (2000:418) jika setiap divisi bebas dari divisi lainnya atau tidak ada
kendala sumber maka:
1. Keputusan harga transfer dan sumber harus diselesaikan secarabersama-sama oleh manajer divisi yang bersangkutan.
2. Sistem ini tidak memerlukan atau hanya sangat sedikitmemerlukan campur tangan staf kantor pusat atau manajemenpuncak dalam penentuan harga transfer dan sumber.
Agar setiap divisi memperhatikan kemakmuran perusahaan secara
menyeluruh, biasanya oleh kantor pusat ditentukan batasan terhadap kebebasan
divisi dibandingkan dengan pihak luar yang benar-benar independen. Menurut
Supriyono (2000:418) keterbatasan tersebut diantaranya sebagai berikut:
1. Jika harga yang ditawarkan oleh divisi di dalam perusahaanbesarnya sama dengan harga pasar dan kondisi lainnya sama,produk tersebut harus dibuat di dalam perusahaan atau tidakdibeli dari pihak luar.
2. Jika terdapat harga distress (distress price) maka harga yangditawarkan oleh pemasok luar tersebut tidak perlu dipedulikandan produk tersebut harus dibuat sendiri di dalam perusahaan.Harga distress (distress price) adalah harga temporer yangrelatif sangat rendah yang ditawarkan oleh pemasok luar.
3. Perubahan sumber dan harga transfer yang diusulkan olehdivisi pembeli maupun divisi penjual harus ditelaah dandisetujui oleh kantor pusat agar usulan perubahan tersebutmerupakan keputusan terbaik bagi kepentingan perusahaansecara keseluruhan.
b. Kendala Sumber
Seringa kali divisi tidak memiliki kebebasan untuk memperoleh sumber.
Menurut Supriyono (2000:419) kendala ini mungkin disebabkan karena:
1. Industri terintegrasi
21
Perusahaan yang berada dalam industri yang sifatnya sangatterintegrasi sulit memperoleh produk antara (intermediateproduct) dari pihak luar karena jarang diperjualbelikan.
2. Tidak ada sumber luarJika tidak ada sumber luar atau tidak ada perusahaan lain yangmemproduksi produk yang sama dengan yang ditransferantardivisi, maka divisi-divisi menghadapi kendala sumber.
3. Risiko pemasok luarMenajemen puncak tidak mau menghadapi risiko berhubungandengan pemasol liar, misalnya karena volume produk yangdiperlakukan signifikan, atau produk merupakan komponenkunci, atau proses pengolahan produk sifatnya rahasia.
4. Investasi besarPerusahaan telah menanamkan investasi yang cukup besardalam fasilitas pengolahan produk yang ditransfer sihinggatidak logis jika produk tersebut dibeli dari pihak luar sebesarharga pasarnya.
Menurut Anthony dan Govindarajan dalam F. X. Kurniawan Tjakrawala
(2008:287) dalam banyak perusahaan, pasar bagi pusat laba penjual atau pembeli
dapat saja sangat terbatas. Ada beberapa alasan akan hal ini:
1. Keberadaan kapasitas internal mungkin membatasipengembangan penjualan eksternal.
2. Jika suatu perusahaan merupakan produsen tunggal dari produkyang terdeferensiasi, tidak ada sumber daya dari luar.
3. Jika suatu perusahaan telah melakukan investasi yang besar,maka perusahaan cenderung tidak akan menggunakan sumberdaya dari luar kecuali harga jual di luar mendekati biayavariabel perusahaan, di mana hal itu jarang sekali terjadi.
Sedangkan menurut Abdul Halim, Achmad Tjahjono, dan Muh. Fakhri
Husein (2000:115) beberapa alasannya dapat disebutkan sebagai berikut:
1. Kapasitas internal yang terbatas sehingga tidak memungkinkanpengembangan penjualan produk ke pihak eksternal. Dalamkondisi pusat laba penjual hanya boleh menjual secara internal,maka keputusan yang dibatasi adalah keputusan penjualan.
2. Jika perusahaan merupakan produsen untuk produk yang sangatkhas (unik) saja, sehingga produk tersebut tidak dijual di pasarekstern. Dalam kondisi pusat laba penjual hanya dapat menjualkepada pasar internal, maka keputusan yang dibatasi adalahkeputusan sumber.
22
3. Jika perusahaan telah melakukan investasi yang signifikan padafasilitas produksi. Dalam kondisi ini, pertimbangan untuk lebihmengoptimalkan fasilitas produksi menjadi hal penting,walaupun produk yang akan dibutuhkan ada pada pasar ekstern,dengan demikian keputusan sumber yang dibatasi.
Meskipun perusahaan menghadapi kendala sumber pengadaan sehingga
pasar produk yang ditransfer terbatas, namun dalam penentuan harga transfer
harus tetap menggunakan harga yang bersaing (harga kompetitif). Menurut
Supriyono (2000:419) harga yang bersaing adalah: …harga yang ditentukan
dari transaksi independen (arm’s length).
Menurut Mulyadi (2001:397) harga saing adalah: …harga produk yang
sama dengan produk yang ditransfer, yang berlaku di pasar luar.
Sedangkan menurut Anthony dan Govindarajan dalam F. X. Kurniawan
Tjakrawala (2008:284) adalah sebagai berikut: …harga transfer yang paling
memenuhi persyaratan sistem pusat laba adalah harga kompetitif. Harga
kompetitif mengukur kontribusi dari setiap pusat laba terhadap laba
perusahaan secara keseluruhan.
Menurut Supriyono (2000:419) alasan pengunaan harga yang bersaing
adalah sebagai berikut:
1. Pengukur kontribusi setiap divisiHarga yang bersaing dapat mengukur kontribusi setiap pusatlaba terhadap laba total perusahaan. Jika sumber internal tidaktersedia maka perusahaan harus membeli dari pemasok luardengan harga yang bersaing sehingga selisih harga tersebutdengan biaya perusahaan menggambarkan kontribusi pusatlaba tersebut.
2. Pengukuran kinerja setiap divisiHarga yang bersaing dapat mengukur prestasi suatu pusat labadalam menghadapi persaingan dengan pihak luar.
3. IndependenHarga yang bersaing sifatnya independen terhadap kondisi-
23
kondisi internal pusat laba yang bersangkutan.
Sedangkan menurut Mulyadi (2001:397) harga saing lebih baik sebagai
harga transfer dibandingkan dengan harga harga transfer yang ditetapkan secara
intern dalam perusahaan terintegrasi karena:
1. Harga saing akan mengukur kontribusi masing-masing divisiterhadap laba perusahaan secara keseluruhan. Jika kapasitas didalam perusahaan tidak tersedia, perusahaan harus membeli dariluar pada harga saing. Selisih antara harga saing dengan biayayang harus dikeluarkan oleh perusahaan merupakan uang yangdapat dihemat karena pemilihan alternatif membuat sendiridibandingkan dengan alternatif membeli dari pemasok luar.
2. Harga saing mengukur kinerja suatu divisi dalam menghadapipersaingan.
3. Harga saing tidak terikat oleh kondisi intern perusahaan.
Jika suatu perusahaan yang terintegrasi tidak mengetahui tingkat harga
yang bersaing (harga kompetitif) karena tidak melakukan pembelian atau
penjualan produknya ke pasar bebas maka menurut Anthony dan Govindarajan
dalam F. X. Kurniawan Tjakrawala (2008:288) adalah:
1. Jika ada harga pasar yang diterbitkan, maka harga tersebut dapatdigunakan untuk menentukan harga transfer. Tetapi, terbitantersebut harus merupakan harga yang benar-benar dibayarkan dipasar bebas, dan kondisi yang ada di pasar bebas harus konsistendengan kondisi yang ada dalam perusahaan.
2. Harga pasar mungkin ditentukan berdasarkan penawaran (bid).Hal ini umumnya dapat dilakukan hanya jika penawar terendahmasih memiliki peluang untuk memenangkan bisnis tersebut.Suatu perusahaan melakukan hal ini dengan membeli kira-kiraseparuh dari kelompok produk tertentu di luar dan separuh lagidi dalam perusahaan. Perusahaan tersebut menawarkan seluruhproduk tetapi memilih separuh yang tetap tidak dijual.Perusahaan tersebut mendapatkan penawaran yang sah karenapenawar terendah dapat berharap untuk memperoleh sebagiandari bisnis tersebut. Sebaliknya, jika suatu perusahaan memintapenawaran hanya untuk mendapatkan harga kompetitif dan tidakmemberikan kontrak tersebut kepada penawar terendah, makaperusahaan tersebut akan segera menemukan bahwa tidak akan
24
ada tawaran atau tawaran tersebut memiliki nilai yangdipertanyakan.
3. Jika pusat laba produksi menjual produk yang serupa di pasarbebas, maka pusat laba tersebut sering kali meniru hargakompetitif berdasarkan harga luar.
4. Jika pusat laba pembelian membeli produk yang serupa daripasar luar/bebas, maka pusat laba tersebut dapat meniru hargakompetitif untuk produk-produk eksklusifnya. Hal ini dapatdilakukan dengan cara menghitung biaya dari perbedaan dalamdesain dan kondisi penjualan lain antara produk kompetitif danproduk eksklusif.
c. Harga Pasar yang Dimodifikasi
Menurut Supriyono (2000:421) harga pasar yang dimodifikasi (harga pasar
minus) adalah: …harga pasar produk dikurangi dengan biaya-biaya yang
dapat dihemat (dihindari atau ditekan) karena produk ditransfer ke pusat
laba lain dibandingkan dengan jika produk tersebut dijual pada pihak luar.
Sedangkan menurut Mulyadi (2001:395) pada umumnya harga transfer
ditetapkan pada harga pasar minus (market-price-minus). Di dalam transfer
produk antardivisi di dalam perusahaan terdapat hal-hal berikut ini:
1. Kuantitas produk yang ditransfer dari divisi penjual ke divisipembeli cukup besar sehingga menimbulkan penghematan biayabagi divisi penjual karena produksi yang besar tersebut. Olehkarena itu, potongan volume (volume discount) seringkalidigunakan sebagai pengurang harga pasar dalam penentuanharga transfer.
2. Di dalam transfer produk, divisi penjual tidak akan mengeluarkanbiaya-biaya iklan, promosi penjualan, dan biaya penagihan. Olehkarena itu biaya-biaya tersebut harus dikurangkan dari hargapasar di dalam penentuan harga transfer.
3. Jika transfer produk dilakukan langsung dari departemenproduksi divisi penjual, biaya penggudangan tidakdiperhitungkan dalam penentuan harga transfer.
Menurut Supriyono (2000:421) rumus penentuan harga transfer dengan
menggunakan harga pasar yang dimodifikasi dapat dilihat pada gambar 2.1.
25
Gambar 2.1Rumus penentuan harga transfer dengan menggunakan harga pasar
yang dimodifikasi
Sumber: Supriyono (2000:421)
d. Kelemahan Metode Transfer Berdasar Harga Pasar
Menurut Supriyono (2000:424) meskipun metode transfer berdasar harga
pasar umumnya diakui sebagai metode yang terbaik, namun dalam keadaan
tertentu metode ini memiliki kelemahan sebagai berikut:
1. Tidak semua produk yang ditransfer antardivisi memiliki hargapasar.
2. Harga pasar seringkali berubah sehingga harga transfer produkantardivisi perlu dihitung kembali.
3. Daftar harga seringkali tidak mencerminkan harga pasarsesungguhnya atau harga pasar produk yang ditransfer tidaktermuat dalam daftar harga sehingga untuk memperolehinformasi harga pasar perlu tambahan pengorbanan waktu danbiaya.
4. Penghematan biaya timbul karena produk ditransfer ke divisi lainatau tidak dijual ke pihak lain, seharusnya tidak hanya dinikmatioleh divisi pembeli saja—dalam bentuk pengurangan harga
Harga pasar per unit Rpxxx
Biaya per unit yang dapat dihindari
Potongan volume dan potongan tunai Rpxxx
Biaya Penyimpanan xxx
Komisi penjualan xxx
Biaya penagihan xxx
+
xxx
-
Harga transfer per unit Rpxxx
26
pasar—tetapi juga harus diperhitungkan pula untuk divisipenjual. Hal ini disebabkan jika divisi pembeli membeli produkdari pihak luar harganya lebih tinggi, jadi pengurangan hargatersebut ditimbulkan karena divisi penjual mau transfer produktersebut ke divisi pembeli.
Sedangkan menurut Mulyadi (2001:315) kelemahan yang melekat pada
metode ini adalah:
1. Tidak semua produk mempunyai harga pasar.2. Divisi penjual mempunyai pasar yang sudah pasti (yaitu divisi
pembeli). Oleh karena itu penghematan biaya yang timbul tidakharus dinikmati oleh divisi penjual saja, tetapi harus dinikmatipula oleh divisi pembeli.
3. Harga pasar tidak selalu sama dengan harga yang tercantum didalam daftar harga (price list). Kesulitan penentuan harga pasarakan lebih besar jika harga pasar sangat berfluktuasi.
2.1.1.5.2. Metode Harga Transfer Berdasar Biaya
Untuk mengatasi kelemahan metode transfer berdasar harga pasar, dapat
digunakan metode transfer berdasar biaya. Menurut Supriyono (2000:425) metode
ini biasanya digunakan jika terdapat kondisi-kondisi sebagai berikut:
1. Pada pasar kompetitif tidak tersedia informasi harga jual produkyang ditransfer. Keadaan ini timbul jika produk yang ditransfermerupakan produk yang belum selesai sehinnga tidakdiperjualbelikan di pasar.
2. Kesulitan dalam penentuan harga jual yang disebabkan olehperselisihan antarmanajer divisi. Kesulitan ini ditimbulkan jika dipasar timbul beberapa macam harga dan jika produk yangditransfer tidak persis sama dengan yang ada di pasar.
3. Jika produk yang ditransfer mengandung formula atau prosesrahasia sehingga tidak diinginkan untuk diungkapkan pada pihaklain.
Dalam metode penentuan harga transfer berdasar biaya, besarnya harga
transfer ditentukan sebesar biaya ditambah laba sehingga metode ini sering
27
dinamakan metode biaya ditambah laba. Menurut Supriyono (2000:425)
mengharuskan manajemen membuat dua keputusan penting yaitu:
1. Komponen biaya yang diperhitungkan ke dalam harga transfer.2. Komponen laba yang diperhitungkan ke dalam harga transfer.
a. Komponen Biaya
Dalam metode ini timbul masalah mengenai besarnya biaya yang
diperhitungkan sebagai dasar penentuan harga transfer. Menurut Supriyono
(2000:425) biaya yang dapat diperhitungkan untuk dasar penentuan harga transfer
meliputi:
1. Biaya penuh sesungguhnya.2. Biaya variabel sesungguhnya.3. Biaya penuh standar.4. Biaya variabel standar.
Dengan demikian dalam penentuan harga transfer ini, harga jual barang
yang ditransfer antardivisi didasarkan pada biaya penuh produk yang ditransfer.
Mulyadi (2001:385) menyatakan bahwa:
“Jika biaya penuh sesungguhnya dipakai sebagai dasar penentuanharga transfer, kemungkinan yang dapat timbul adalah divisipembeli akan dibebani dengan ketidakefisienan yang terjadi di divisipenjual. Hal ini disebabkan biaya penuh sesungguhnya divisi penjualdapat mengandung ketidakefisienan yang terjadi di divisi penjual.Oleh karena itu, biaya penuh sesungguhnya tidak baik jika digunakansebagai dasar penentuah harga transfer. Jika biaya penuh standardipakai sebagai dasar penentuan harga transfer, divisi pembeli tidakdibebani kemungkinan terjadinya ketidakefisienan divisi penjual,karena biaya penuh standar mencerminkan operasi terbaik denganbiaya yang seharusnya di divisi penjual. Harga transfer menggunakanbiaya penuh standar sebagai dasar akan memberikan keuntunganbagi divisi pembeli, karena divisi pembeli dibebani dengan biaya yangseharusnya untuk memproduksi produk di divisi penjual”.
Menurut Mulyadi (2001:385) jika biaya dipakai sebagai dasar penentuan
harga transfer, manajemen perlu mempertimbangkan tiga hal penting berikut ini:
28
1. Metode penentuan harga transfer harus mendorong divisi penjualsenantiasa melakukan perbaikan efisiensi dan produktivitasnya.
2. Metode penentuan harga transfer harus memisahkan tanggungjawab masing-masing divisi yang terlibat. Ketidakefisienan yangterjadi di divisi penjual tidak boleh dialihkan ke divisi pembelimelalui harga transfer.
3. Umumnya, diperlukan aturan yang baik dalam penentuan hargatransfer jika biaya dipakai sebagai dasar, karena divisi yangterlibat harus melakukan negosiasi atas dasar kondisi internperusahaan.
Biaya penuh yang dipakai sebagai dasar penentuan harga transfer menurut
Mulyadi (2001:386-390) dapat dihitung dengan salah satu dari tiga pendekatan
penentuan biaya:
1. Full CostingJika Full Costing dipakai sebagai pendekatan perekayasaan biayayang digunakan sebagai dasar penentuan harga transfer, unsur-unsur yang diperhitungkan dalam penentuan harga transferdisajikan pada gambar 2.2.
Gambar 2.2Unsur-unsur yang Diperhitungkan dalam Penentuan HargaTransfer atas Dasar Biaya dengan Pendekatan Full Costing
Sumber: Mulyadi (2001:386)
Harga Transfer = Biaya Penuh + Laba
Biya produksi:
Biaya bahan baku
Biaya tenaga kerja
Biaya overhed pabrik
Biaya nonproduksi:
Biaya administrasi & umum
Biaya pemasaran
Aktiva lancar
Aktiva tidak lancar
y% x Aktiva Penuh
29
2. Jika variable costing dipakai sebagai pendekatan perekayasaanbiaya yang digunakan sebagai dasar penentuan harga transfer,unsur-unsur yang diprhitungkan dalam penentuan harga transferdisajikan pada gambar 2.3.
Gambar 2.3Unsur-unsur yang Diperhitungkan dalam Penentuan Harga
Transfer atas Dasar Biaya dengan Pendekatan Variable Costing
Sumber: Mulyadi (2001:387)
Harga Transfer = Biaya Penuh + Laba
Biya variabel:
Biaya bahan baku
Biaya tenaga kerja
Biaya overhed pabrikvariabel
Biaya administrasi & umumvariabel
Biaya pemasaran variabel
Biaya tetap:
Biaya overhed pabrik tetap
Biaya administrasi & umumtetap
Biaya pemasaran tetap
Aktiva lancar
Aktiva tidak lancar
y% x Aktiva Penuh
30
3. Jika activity costing dipakai sebagi pendekatan perekayasaanbiaya yang digunakan sebagai dasar penentuan harga transfer,unsur-unsur yang digunakan sebagai dasar penentuan hargatransfer disajikan pada gambar 2.4.
Gambar 2.4Unsur-unsur yang Diperhitungkan dalam Penentuan HargaTransfer atas Dasar Biaya dengan Pendekatan Activity-Based
Costing
Sumber: (Mulyadi:389)
Berdasarkan activity costing, kegiatan pembuatan produk dapatdigolongkan ke dalam 4 kategori:a. Unit level activity
Biaya ini dipengaruhi oleh besar kecilnya jumlah unit produkyang dihasilkan. Biaya bahan baku, biaya tenaga kerjalangsung, biaya enerji, dan biaya angkutan adalah contohbiaya yang termasuk dalam golongan ini. Biaya ini dibebankankepada produk berdasarkan jumlah unit produk yangdihasilkan. Oleh karena itu, dalam penentuan harga transfer,biaya ini dibebankan oleh divisi penjual kepada divisi pembeliberdasarkan biaya standar dikalikan dengan jumlah produkyang sesungguhnya ditransfer oleh divisi penjual ke divisipembeli.
b. Batch activityBiaya ini berhubungan dengan jumlah batch produk yangdiproduksi. Setup cost, yang merupakan mesin dan ekuipmensebelum suatu order diproses adalah contoh biaya yangtermasuk dalam golongan biaya ini. Besar kecilnya biaya initergantung dari frekuensi order produksi yang diolah olehfungsi produksi. Biaya ini tidak dipengaruhi oleh jumlah unit
Harga Transfer = Biaya Penuh + Laba
a. Unit level activity
b. Batch activity
c. Product sustaining activity
d. Facility sustaining activityAktiva lancar
Aktiva tidak lancar
y% x Aktiva Penuh
31
produk yang diproduksi dalam setiap order produksi. Divisipembeli dibebani batch activity cost berdasarkan jumlah batchactivity cost standar oleh divisi penjual setiap menerima orderdivisi pembeli.
c. Product sustaining activityBiaya ini berhubungan dengan penelitian dan pengembanganproduk tertentu dan biaya-biaya untuk mempertahankanproduk untuk tetap dapat dipasarkan. Biaya ini tidakterpengaruh oleh jumlah unit produk yang diproduksi danjumlah batch produksi yang dilaksanakan oleh divisi penjual.Contoh biaya ini adalah biaya desain produk, desain prosespengolahan produk, pengujian produk. Biaya ini dibebankankepada produk berdasarkan taksiran jumlah unit produktertentu yang akan dihasilkan selama umur produk tersebut(product life cycle).
d. Facility sustaining activityBiaya ini berhubungan dengan kegiatan untukmempertahankan kapasitas yang dimiliki oleh perusahaan.Biaya depresiasi dan amortisasi, biaya asuransi, biaya gajikaryawan kunci perusahaan adalah contoh jenis biaya yangtermasuk dalam golongan facility sustaining activity cost. Biayaini dibebankan kepada produk atas dasar taksiran unit produkyang dihasilkan pada kapasitas normal divisi penjual.
1. Harga transfer berdasar biaya sesungguhnya
Menurut Supriyono (2000:426) alasan pemakaian biaya sesungguhnya
sebagai dasar penentuan harga transfer adalah sebagai berikut:
a. Biaya sesungguhnya dapat ditentukan dengan ralatif pasti.b. Data biaya sesungguhnya dapat mudah disediakan dan dapat
digunakan oleh perusahaan yang menggunakan sistem akuntansibiaya sesungguhnya maupun yang menggunakan sistem akuntansibiaya yang ditentukan di muka.
c. Dapat meniadakan perlunya harga transfer produk yang sifatnyaunik atau khusus.
d. Harga transfer berdasar biaya sesungguhnya mudah dipahamidan dikelola.
e. Dapat diterapkan pada organisasi nirlaba.
Namun, di samping alasan kuat penggunaan biaya sesungguhnya sebagai
dasar penentuan harga transfer, terdapat beberapa kelemahan penting dasar ini.
Menurut Supriyono (2000:426) kelemahan tersebut adalah sebagai berikut:
32
1. Tidak mendorong divisi penjual berkerja efisien. Hal ini karena jikadigunakan penentuan laba berdasar persentase biaya sesungguhnya,berarti semakin besar biaya sesungguhnya maka semakin besar pulalaba divisi penjual.
2. Divisi pembeli dibebani ketidakefisienan divisi penjual. Semakin tidakefisien divisi penjual berakibat harga transfernya semakin tinggi.
3. Biaya sesungguhnya dapat diketahui akhir periode. Divisi pembeliumumnya ingin mengetahui harga transfer yang ditanggungnyasebelum pembuatan keputusan mentransfer dari divisi lain.
Jika biaya sesungguhnya digunakan sebagai harga transfer maka timbul
pertanyaan mengenai biaya yang digunakan tersebut, menurut Supriyono
(2000:427) biaya tersebut adalah:
a. Metode biaya penuh sesungguhnyaDalam metode ini, semua elemen biaya penuh sesungguhnya divisipenjulal – baik biaya tetap maupun biaya variabel – untukmenghasilkan produk sampai dengan siap ditransfer membentukdasar untuk penentuan harga transfer produk yang ditransfer kedivisi pembeli. Metode ini biasanya digunakan jika penjualankepada pelanggan luar dapat menyerap semua kapasitas yangdimiliki divisi penjual.
b. Metode biaya variabel sesungguhnyaDalam metode ini, semua biaya variabel sesungguhnya divisipenjual yang dipakai untuk menghasilkan produk sampai dengansiap ditransfer merupakan dasar untuk penentuan harga transferproduk yang ditransfer ke divisi pembeli. Metode inimendasarkan pada alasan bahwa biaya yang ditransfer dari divisipenjual ke divisi pembeli hanyalah biaya yang terkendalikan olehdivisi penjual, umumnya biaya yang dapat terkendali tersebutadalah biaya variabel. Metode ini biasanya digunakan jikapenjualan kepada pelanggan luar belum dapat menyerap semuakapasitas yang dimiliki divisi penjual.
2. Harga transfer berdasar biaya standar
Menurut Supriyono (2000:427) harga transfer yang ditentukan berdasar
biaya standar memiliki keunggulan sebagai berikut:
a. Memotivasi divisi penjual berkerja efisien. Biaya yang digunakansebagai dasar penentuan harga transfer hanya sebesar biayastandarnya sehingga jika divisi penjual berkerja tidak efisien
33
maka ketidakefisienan tersebut diperlakukan sebagai penguranglaba divisi penjual itu sendiri.
b. Divisi pembeli tidak dibebani ketidakefisienan divisi penjual. Olehkarena biaya yang digunakan sebagai dasar dalam penentuanharga transfer sebesar biaya standar maka ketidakefisienan divisipenjual tidak dibebankan kepada divisi pembeli.
Meskipun metode ini dapat digunakan sebagai dasar penentuan besarnya
harga transfer yang lebih baik dibandingkan dengan metode biaya sesungguhnya,
namun menurut Supriyono (2000:428) perlu diperhatikan faktor-faktor berikut ini
agar metode ini dapat digunakan dengan baik:
a. Biaya standar harus disesuaikan jika terjadi perubahan tingkatharga umum yang tajam atau adanya perubahan kondisi lainnyayang mendasari penentuan biaya standar.
b. Harus dihindari kecenderungan divisi penjual untuk menentukanbiaya standar yang terlalu tinggi.
c. Untuk mendorong divisi penjual meningkatkan efisiensi dengancara menurunkan biaya standar, manajer kantor pusat dapatmenempuh kebijaksanaan untuk tidak menurunkan hargatransfer dalam jangka waktu tertentu, misalnya satu atau duatahun, meskipun divisi penjual dapat menurunkan biayastandarnya.
Perusahaan tertentu mencoba menggunakan biaya produsen yang efisien
sebagai dasar penentuan biaya standar divisi penjual. Akan tetapi menurut
Supriyono (2000:428) cara ini menghadapi beberapa kesulitan pokok sebagai
berikut:
a. Informasi biaya produsen yang efisien tidak dapat diperoleh olehsemua perusahaan yang mengadakan transfer produk antardivisi.
b. Kondisi divisi penjual mungkin sangat berbeda dengan produsenluar yang efisien sehingga biaya produsen yang efisien tersebuttidak dapat digunakan sebagai alat pengukur yang tepat terhadapprestasi divisi penjual.
c. Penentuan biaya produsen yang efisien yang akan digunakanbiasanya memerlukan perundingan antara divisi penjual dandivisi pembeli, perundingan ini sering kali memerlukan waktuyang lama dan mungkin melalaikan tugas manajer divisi lainnya.
34
d. Jika perundingan mengenai biaya produsen yang efisien tidakmencapai kata sepakat mungkin diperlukan campur tangankomite arbitrasi atau staf kantor pusat untuk menetapkan hargatransfer, harga yang ditetapkan mungkin tidak dapatmengendalikan kemampuan laba divisinya.
Seperti halnya dalam penentuan harga transfer berdasar biaya
sesungguhnya, metode penentuan harga transfer berdasar biaya standar
menimbulkan pertanyaan mengenai biaya standar yang digunakan sebagai dasar
transfer, menurut Supriyono (2000:429) biaya tersebut adalah:
1. Metode biaya penuh standarDalam metode ini, semua elemen biaya penuh standar divisipenjual – baik biaya tetap maupun biaya variabel – untukmenghasilkan produk sampai dengan siap ditransfer digunakanuntuk dasar penentuan harga transfer produk yang dipindahkanke divisi pembeli. Metode ini biasanya digunakan jika penjualankepada pelanggan luar dapat menyerap semua kapasitas yangdimiliki divisi penjual.
2. Metode biaya variabel standarDalam metode ini, semua biaya variabel standar divisi penjualyang dipakai untuk menghasilkan produk sampai dengan siapditransfer digunakan sebagai dasar penentuan besarnya hargatransfer produk yang dipindahkan ke divisi pembeli. Metode inimendasarkan pada alasan bahwa biaya yang ditransfer dari divisipenjual ke divisi pembeli hanyalah biaya yang terkendalikan olehdivisi penjual yaitu biaya variabel standar sehingga selisih biayavariabel yang timbul tidak boleh ditransfer ke divisi penjual.Metode ini biasanya digunakan jika penjualan kepada pelangganluar belum dapat menyerap semua kapasitas yang dimiliki divisipenjual.
b. Komponen Laba
Menurut Supriyono (2000:429) masalah kedua dalam pemakaian metode
biaya ditambah laba adalah …penentuan komponen laba yang ditambahkan
pada biaya. Masalah ini menurut Supriyono (2000:429) mengharuskan
manajemen untuk membuat keputusan mengenai:
35
1. Dasar penentuan tingkat labaDasar penentuan tingkat laba dapat digunakan dua cara: (a)berdasar persentase biaya, (b) berdasar return atas investasi.Penentuan tingkat laba berdasar persentase biaya mudahdigunakan namun tidak mempetimbangkan investasi yangdigunakan oleh divisi penjual untuk menghasilkan produk yangditransfer. Penentuan tingkat laba berdasar return atas investasiberarti telah memperhitungkan investasi divisi penjual untukmenghasilkan produk yang ditransfer, namun sulit menentukanbesarnya investasi yang layak diperhitungkan. Jika investasididasarkan atas biaya historikal aktiva divisi penjual akanmengakibatkan laba dan harga transfernya terlalu rendah danjika diperhitungkan nilai pengganti mengakibatkan laba danharga transfernya terlalu tinggi.
2. Besarnya tingkat labaDalam penentuan tingkat laba ini dapat digunakan beberapapendekatan sebagai berikut:a. Berdasar taksiran laba terbaik jika divisi penjual sebagai
suatu perusahaan yang independen.b. Berdasar taksiran return atas investasi yang diperhitungkan
jika divisi pembeli harus menghasilkan sendiri volume produkyang ditransfer dari divisi penjual.
c. Jika divisi penjual, selain mentransfer produknya ke divisipembeli, juga menjual ke pihak lain maka komponen labadapat ditentukan dari persentase profit margin rata-rataberdasar harga pokok penjualan standar.
d. Jika peralatan dan metode pengolahan produk yangdigunakan oleh divisi penjual serupa dengan yang digunakanpihak lain, maka komponen laba dapat ditentukan sebesarprofit margin perusahaan lain.
e. Jika tingkat otomatisasi peralatan yang oleh divisi penjualrelatif berbeda dengan peralatan perusahaan lain yangmenghasilkan produk serupa, maka profit margin sebagaikomponen laba lebih baik dihubungkan dengan peralatanyang digunakan untuk menghasilkan produk daripadadihubungkan dengan biaya.
f. Jika divisi penjual tidak menjual produknya pada pihak luardan pemasok luar tidak dapat dibandingkan dengan divisipenjual maka dapat digunakan taksiran profit margin yangkompetitif (bersaing) sebagai komponen laba. Taksiran profitmargin ini dapat didasarkan kemampuan laba industri ataudivisi lain yang menghasilkan produk serupa.
Sedangkan menurut Abdul Halim, Achmad Tjahjono, dan Muh. Fakhri
Husein (2000:117) adalah sebagai berikut:
36
1. Dasar penentuan tingkat labaDasar penentuan tingkat laba ini bisa dilakukan berdasar biayadan dapat dilakukan berdasar return atas investasi. Kesulitannyaadalah bila berdasar biaya tidak memperhitungkan investasi yangdilakukan. Sebaliknya, jika berdasar investasi, sulit menentukanbesarnya investasi yang layak diperhitungkan.
2. Besarnya labaBerbagai pendekatan yang bisa dilakukan adalah:a. Berdasarkan laba jika divisi penjual dianggap sebagai unit
usaha yang independen (pusat laba).b. Berdasar taksiran “return” atas investasi yang dilakukanc. Jika divisi penjual, selain mentransfer produknya ke divisi
pembeli juga menjual ke pihak lain maka laba dapatditentukan dari persentase profit margin rata-rata berdasarharga pokok standar.
d. Dengan menggunakan profit margin perusahaan lain jikaproduknya sama.
c. Penerapan Metode Biaya Ditambah Laba
Menurut Supriyono (2000:431) jika komponen laba ditentukan berdasar
biaya, besarnya harga transfer berdasar biaya ditambah laba dapat digunakan
beberapa metode berikut ini:
1. Metode biaya penuh sesungguhnya ditambah laba.2. Metode biaya variabel sesungguhnya ditambah laba.3. Metode biaya penuh standar ditambah laba.4. Metode biaya variabel standar ditambah laba.
d. Pertimbangan Manajemen
Menurut Supriyono (2000:447) pemakaian harga transfer berdasar biaya
ditambah laba menimbulkan berbagai macam masalah yang serius. Oleh karena
itu, dalam pemakaian metode ini manajemen perlu mempertimbangkan bahwa:
1. Harga transfer jangan mengakibatkan divisi penjual lalai menjagastandar yang ketat dan lalai meningkatkan produktivitas. Divisipenjual harus didorong agar dapat menekan biaya danmeningkatkan produktivitas seperti pada produsen luar yangkompetitif.
37
2. Prestasi setiap divisi harus dapat dipisahkan dengan tegas sesuaidengan tanggung jawabnya. Ketidakefisienan divisi penjual tidakboleh dipindahkan ke divisi pembeli.
3. Jika harga pasar tidak dapat diterapkan, sehingga digunakanmetode biaya ditambah laba, hendaknya disusun proseduradministratif yang adil agar divisi yang terlibat, yaitu divisipenjual dan divisi pembeli, diberikan kesempatan untukmerundingkan biaya dan laba yang akan ditransfer.
2.1.1.6. Pengelolaan Harga Transfer
Pengelolaan harga transfer memerlukan prosedur-prosedur formal.
Prosedur tersebut diperlukan agar harga transfer dapat ditentukan dengan baik
sehingga tujuan penentuan harga transfer dapat dicapai. Prosedur formal yang
dapat digunakan adalah: (1) metode pengelolaan harga transfer berdasar negosiasi,
dan (2) metode pengelolaan harga transfer berdasar arbitrasi. Di bawah ini akan
dibahas mengenai metode pengelolaan tersebut.
1. Harga Transfer Berdasar Negosiasi
Menurut Supriyono (2000:449) mengenai harga transfer berdasar negosiasi
adalah sebagai berikut:
“Dalam pengelolaan harga transfer negosiasi besarnya hargatransfer didasarkan atas tawar-menawar atau perundinganantara divisi penjual dan divisi pembeli. Penentuan harganegosiasi menganjurkan proses tawar-menawar yang bebas(arm’s length) antardivisi seolah-olah mereka merupakan satukesatuan usaha yang terpisah. Kebebasan tersebut terciptajika divisi penjual dapat pula menjual produknya ke pihak laindan divisi pembeli dapat pula membeli produk yang sama daripihak luar. Metode ini tidak memerlukan campur tangan stafkantor pusat dalam penentuan harga transfer, jadi hargatransfer tidak ditentukan oleh staf pusat”.
Sedangkan menurut Abdul Halim, Achmad Tjahjono, dan Muh. Fakhri
Husein (2000:121) negosiasi adalah: …proses formal untuk menentukan
38
besarnya harga transfer antar pusat laba yang terlibat, tanpa campur tangan
dari kantor pusat.
Beberapa alasan utama pemakaian harga transfer negosiasi menurut
Supriyono (2000:448) adalah sebagai berikut:
a. Negosiasi harga transfer ini menunjukkan kepercayaan manajerpusat pada manajer divisi untuk membuat keputusan mengenaiharga beli input dan harga jual output divisinya. Kedua macampembuatan keputusan tersebut merupakan salah satu tugas pokokmanajer divisi.
b. Jika harga transfer ditentukan oleh staf pusat maka manajerdivisi dapat memiliki alasan bahwa jeleknya prestasi laba divisikarena harga transfer yang ditentukan pusat merugikan divisinya.Peranan staf pusat hendaknya terbatas pada penelaahan bahwaharga transfer hasil negosiasi tersebut rasional, karena negosiasitersebut dipengaruhi oleh kemampuan dan kelihaian setiapmanajer divisi dalam tawar-menawar sehingga kemungkinanharga transfernya tidak rasional.
c. Para manajer divisi memiliki informasi relevan mengenai biayadan harga pasar produk yang ditransfer sehingga dalam negosiasidapat dicapai harga transfer yang rasional.
Kantor pusat harus menentukan aturan atau aturan main untuk para
manajer divisi dalam melaksanakan negosiasi harga transfer. Biasanya proses
negosiasi harga transfer dimulai oleh divisi penjual dengan jalan menawarkan
harga transfer dan syarat-syarat lainnya dalam transfer produk ke divisi pembeli,
misalnya waktu penyerahan, kualitas, dan sebagainya. Menurut Supriyono
(2000:448) terhadap harga yang ditawarkan oleh divisi penjual tersebut mungkin
divisi pembeli:
a. Menerima tawaran tersebut.b. Tawar-menawar dengan divisi penjual untuk memperoleh harga
transfer yang lebih rendah atau kondisi yang lebih baik.c. Mencari tawaran dari dan merundingkan harga serta syarat
lainnya dengan pemasok luar.d. Mencapai kesepakatan harga dan syarat transfer dengan divisi
penjual sehingga membeli dari divisi penjual (dalam perusahaan),
39
atau mencapai kesepakatan harga dan syarat transfer denganpemasok luar sehingga membeli dari pemasok luar, atau mungkintidak tercapai kesepakatan dengan divisi penjual atau pemasokluar.
Menurut Supriyono (2000:448) negosiasi harga transfer dapat sukses jika
terdapat beberapa kondisi sebagai berikut:
a. Terdapat pasar luar atau pemasok luar produk intermediate yangakan ditransfer. Kondisi ini diperlukan agar divisi penjual tidakmemegang monopoli tunggal sehingga manajer divisi penjualtidak dapat memaksakan harga transfer pada divisi pembeli.Harga transfer yang disetujui hendaknya mencerminkankekuatan dan keahlian setiap negosiator.
b. Bersama-sama memakai semua informasi harga pasar diantarapara negosiator. Informasi ini bermanfaat untuk para negosiatoruntuk mempertimbangkan biaya kesempatan bagi divisi penjualmaupun divisi pembeli.
c. Kebebasan divisi pembeli untuk membeli dari pemasok luar.Kondisi ini diperlukan untuk menciptakan disiplin dalam prosestawar-menawar.
d. Dukungan dan kadang-kadang keterlibatan manajemen puncak(kantor pusat). Kondisi ini sebenarnya bertentangan denganprinsip desentralisasi dan divisionalisasi, namun kondisi inidiperlukan jika perundingan antara divisi penjual dan divisipembeli telah berlarut-larut dan tidak tercapai penyelesaian.Dukungan dan keterlibatan tersebut dapat berbentuk pengarahandan kebijaksanaan atau sebagai mediator divisi agar hargatransfer dapat mencapai kesepakatan.
Meskipun harga transfer negosiasi memiliki beberapa keunggulan, namun
menurut Supriyono (2000:449) metode ini juga memiliki beberapa kelemahan.
Kelemahan metode ini antara lain sebagai berikut:
a. Metode negosiasi memerlukan waktu perundingan antarmanajerdivisi yang lama.
b. Metode ini cenderung menimbulkan konflik atau perselisihanantardivisi.
c. Pada metode ini pengukuran kemampuan laba divisi sangat pekaterhadap keahlian tawar-menawar antarmanajer divisi.
d. Metode ini memerlukan waktu manajmen kantor pusat yangbanyak untuk mengamati proses negosiasi dan sebagai mediatorjika diperlukan.
40
e. Metode ini dapat mengakibatkan produktivitas yang rendah jikaharga transfer negosiasi tidak memuaskan manajer divisi.
Jika transfer produk antardivisi jumlahnya sangat banyak namun harga
pembanding di luar tidak ada, maka metode harga transfer negosiasi hanya dapat
diterapkan secara terbatas. Keadaan ini mendorong manajer kantor pusat untuk
menentukan peraturan pengadaan dan harga transfer antardivisi. Menurut
Supriyono (2000:449) pedoman dasar yang dapat digunakan untuk pengaturan
sebagai berikut:
a. Produk digolongkan ke dalam dua golongan yaitu: produkgolongan I dan produk golongan II.1. Produk Golongan I
Produk golongan I meliputi produk yang sumberpengadaannya (sourching) ditentukan oleh manajemen puncak(kantor pusat). Biasanya produk golongan I memilikikarakteristik:a. Tingkat produksinya besar,b. Tidak ada sumber pengadaan di luar perusahaan,c. Mutu dan sifat kerahasiannya perlu dikendalikan dengan
ketat.Produk golongan I ini perlu dipecah lebih lanjut menjadi duagolongan yaitu:a. Golongan 1A. Produk golongan 1A meliputi produk yang
harga pasarnya di luar perusahaan tidak tersedia. Hargatransfer produk golongan ini ditetapkan berdasar biayaditambah laba standar.
b. Golongan 1B. Produk golongan 1B meliputi produk yangharga pasarnya tersedia di luar perusahaan. Hargatransfer produk ini ditetapkan berdasar harga pasar.
2. Produk Golongan IIProduk golongan II meliputi semua produk selain golongan I.biasanya produk golongan II ini memiliki karakteristik sebagaiberikut:a. Produk yang dapat diproduksi di luar perusahaan.b. Produk yang volume produksinya relatif kecil.c. Produk yang diproduksi dengan menggunakan mesin dan
peralatan yang sifatnya umum.Harga transfer produk golongan II hanya dapat diubahberdasarkan harga pasarnya.
41
b. Sumber pengadaan produk golongan I hanya dapat diubahberdasar keputusan manajemen kantor pusat.
c. Sumber pengadaan produk golongan II diputuskan oleh divisiyang bersangkutan. Baik divisi penjual maupun divisi pembelibebas untuk berunding dan mengadakan transaksi dengan pihakluar maupun pihak dalam perusahaan.
2. Harga Transfer berdasar Arbitrasi
Menurut Supriyono (2000:451) harga transfer arbitrasi adalah: …harga
transfer yang ditentukan oleh eksekutif atau badan lain yang ditugasi untuk
mengarbitrasi harga transfer setelah orang atau badan tersebut berdialog
dengan paara manajer yang bersangkutan.
Jika dipandang sangat diperlukan, perusahaan dapat pula membentuk
komite arbitrasi. Menurut Supriyono (2000:451) komite arbitrasi adalah:
…komite yang menpunyai tanggung-jawab utama untuk menyelesaikan
perselisihan harga transfer, menelaah kembali pengubahan sumber
pengadaan, dan jika diperlukan, mengubah aturan-aturan penentuan harga
transfer.
Keuntungan dari metode ini menurut Carter dan Usry dalam Krista S.E.,
Ak (2005:525) adalah: …bahwa suatu harga transfer dapat ditetapkan
sedemikian rupa sehingga akan mencapai tujuan yang dianggap paling
penting oleh manajemen pusat.
Tetapi menurut Carter dan Usry dalam Krista S.E., Ak (2005:525)
kerugian metode ini jauh melebihi keuntungannya. Kelemahan itu adalah:
…metode ini dapat mengalahkan tujuan penting dari desentralisasi tanggung
jawab atas laba—membuat karyawan divisional sadar akan laba.
42
2.1.1.7. Harga Transfer Divisi Terintegrasi
Perusahaan yang memiliki divisi-divisi yang terintegrasi menghadapi
banyak permasalahan dalam penentuan harga transfer karena divisi penjual
mentransfer semua atau hampir semua produknya pada divisi pembeli dalam
perusahaan yang sama. Keadaan seperti ini sering disebut dengan penjualan
eksklusif atau mendekati eksklusif.
Menurut Supriyono (2000:451) penjualan eksklusif adalah: …divisi
penjual yang menjual semua atau sebagian besar produknya ke divisi lain
dalam perusahaan.
Menurut Supriyono (2000:451) pemasok tertawan (captive supplier)
adalah …pemasok yang hanya dapat menjual seluruh produknya atau
sebagian besar produknya pada pembeli tertentu.
Penjualan eksklusif mengakibatkan divisi penjual tidak memiliki tanggung
jawab yang berarti terhadap pemasaran produknya. Tanggung jawab utama divisi
penjual yang berfungsi sebagai pemasok tertawan adalah untuk mengendalikan
biaya, kualitas, dan jadwal produksi. Dengan demikian, laba divisi penjual sangat
dipengaruhi oleh kegiatan pemasaran produk akhir divisi pembeli. Menurut
Supriyono (2000:451-452) untuk mengatasi masalah tersebut di atas dapat dipilih
salah satu dari beberapa alternatif pemecahan masalah sebgai berikut:
1. Divisi penjual diperlakukan sebagai pusat bebanAlternatif ini didasarkan bahwa alasan bahwa manajer divisipenjual hanya dapat mengendalikan masukan atau biaya divisinyasaja dan tidak dapat mengendalikan pemasaran produknyasehingga divisi penjual lebih cocok jika diperlakukan sebagaipusat beban.
43
2. Divisi penjual dipertahankan sebagai pusat labaJika timbul penjual tetap dipertahankan sebagai pusat laba makatimbul masalah dalam penentuan harga transfer. Untukmenentukan harga transfer dapat digunakan salah satu daribeberapa metode berikut ini:a. Harga transfer mendasarkan negosiasi antardivisi.
Jika divisi penjual sebagai pemasok tertawan, negosiasiantardivisi penjual dan divisi pembeli bertujuan untukmenentukan kesepakatan mengenai harga jual produk akhiryang dihasilkan divisi pembeli dan menentukan distribusi labapada divisi penjual dan divisi pembeli. Dalam proses negosiasihendaknya memperhatikan maksimalisasi laba divisi yangterlibat dam maksimalisasi laba perusahaan sebagai suatukesatuan.
b. Haraga transfer mendasarkan metode dua-langkah ataumetode beban tetap bulanan.Penentuan harga transfer metode dua-langkah juga disebutmetode beban tetap bulanan. Pada metode ini divisi pembelidibebani harga transfer sebesar:1. Untuk setiap unit produk yang ditransfer dari divisi
penjual, divisi pembeli dibebani biaya produksi variabelstandar per unit dari divisi penjual
2. Secara periodik, biasanya dilakukan bulanan, divisipembeli dibebani biaya tetap ditambah return atas investasiyang berhubungan dengan penyediaan fasilitas ataukapasitas oleh divisi penjual untuk divisi pembeli.
Metode beban biaya tetap bulanan cocok digunakan jika divisipembeli membeli produk dari divisi penjual dalam jumlahyang relatif stabil dari bulan ke bulan. Penerapan metode iniperlu mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:1. Beban biaya tetap dan laba bulanan hendaknya
dirundingkan secara periodik dan jumlahnya tergantungpada kapasitas yang disediakan untuk divisi pembeli.
2. Masalah produk yang perlu dipecahkan adalahmenentukan kapasitas yang disediakan untukmenghasilkan produk yang ditransfer.
3. Biaya variabel standar tidak selalu sama besarnya denganbiaya merjinal.
4. Metode ini menghasilkan laba bulanan divisi penjual yangkonstan, yang tidak dipengaruhi oleh volume produk yangditransfer oleh divisi tersebut.
5. Jika kapasitas divisi penjual terbatas dan produk yangditransfer tersebut dapat pula dijual kepada pihak luar,maka kemungkinan dapat timbul konflik antara divisipenjual, divisi pembeli, maupun perusahaan secarakeseluruhan.
44
6. Dalam hal metode ini serupa dengan penentuan harga“ambil atau bayar” (take or pay) yang kadangkaladigunakan untuk perusahaan pelayanan umum, tambangbatubara, dan kontraktor jangka panjang.
c. Metode Pembagian LabaMetode pembagian laba membagi laba kontribusi yangdiperoleh dari penjualan produk akhir kepada divisi penjualdan divisi pembeli. Langkah-langkah yang dilaksanakandalam metode ini adalah:1. Produk yang ditransfer dari divisi penjual ke divisi pembeli
dibebani dengan biaya produksi variabel standar divisipenjual.
2. Setelah produk akhir dijual, dihitung besarnya labakontribusi, yaitu sebesar pendapatan penjualan dikurangisemua biaya variabel divisi pembeli dan divisi penjual, danlaba kontribusi tersebut selanjutnya dibagi antara divisipenjual dan divisi pembeli.
Dalam metode pembagian laba, besarnya laba divisi penjualdipengaruhi oleh volume atau kuantitas produk yang dijual.Metode ini cocok untuk divisi penjual yang mentransferproduknya secara tidak teratur ke divisi pembeli. Meskipunmetode ini dapat menyelaraskan kepentingan divisi penjual,divisi pembeli, dan perusahaan secra keseluruhan namunpemakaian metode ini menimbulkan dua masalah yang perludiselesaikan yaitu:1. Penentuan laba kontribusi. Biaya variabel standar pada
divisi penjual dan divisi pembeli harus dapat ditentukandengan relatif tepat. Kecenderungan meninggikanpenentuan biaya variabel standar berakibat tidakmendorong efisiensi dalam setiap divisi dan menimbulkanperselisihan antara divisi penjual dengan divisi pembeli.
2. Penentuan pembagian laba kontribusi yang adil untukdivisi penjual dan divisi pembeli.
3. Perlu disusun dan diselenggarakan sistem administrasiyang khusus dirancang untuk tujuan ini.
d. Metode Dua Perangkat HargaMetode dua perangkat harga dapat digunakan untuk divisipenjual yang menjual semua produknya kepada divisi pembeli.Namun pemakaian metode ini merupakan syarat bahwaproduk tersebut dapat diketahui harga pasarnya jika dijualkepada pihak lain. Metode dua perangkat harga mentransferproduk dari divisi penjual ke divisi pembeli diatur dengansebagai berikut:1. Pendapatan divisi penjual dikredit, atau diakui sebesar
harga jual jika produk dijual pada pihak lain dikurangi
45
dengan persentase untuk menutupi biaya pemasaranproduk tersebut.
2. Divisi pembeli dibebabani harga transfer sebesar biayavariabel standar, atau dapat pula sebesar biaya penuhstandar divisi penjual.
3. Selisih yang terjadi antara pendapatan divisi penjualdengan harga transfer divisi pembeli dibebankan kerekening kantor pusat dan dieliminasi pada saatpenyusunan laporan keuangan konsolidasi.
Metode dua perangkat harga ini dapat memberikan beberapamanfaat penting sebagai berikut:1. Mendorong divisi penjual untuk mencapai laba maksimal
dan tidak hanya sekedar menekan biaya saja.2. Mendorong divisi pembeli membuat keputusan jangka
pendek yang tepat, khususnya keputusan produk danharga jualnya dalam keadaan kapasitas mengangguar.
Namun, metode dua perangkat harga memilik kelemahankarena penjumlahan laba total semua divisi lebih besardibandingkan laba total perusahaan secara keseluruhan. Olehkarena itu, manajer puncak kantor pusat harus menyadarikeadaan ini dalam menilai kemampuan profitabilitas divisi.
2.1.1.8. Penentuan Harga Jasa dari Kantor Pusat
Setiap divisi yang ada dalam suatu perusahaan biasanya menggunakan
jasa yang berasal dari kantor pusat. Biaya dari unit staf jasa pusat untuk unit usaha
dimana unit usaha tersebut tidak memiliki kendali (seperti akuntansi pusat,
hubungan masyarakat, dan administrasi yang dikeluarkan). Oleh karena itu timbul
masalah mengenai penentuan beban tetap divisi atas jasa yang disediakan oleh
kantor pusat. Untuk tujuan tersebut menurut Supriyono (2000:457-458), jasa dari
kantor pusat yang diterima divisi dapat digolongkan sebagai berikut:
1. Jasa dari kantor pusat yang diluar kendali divisi.Manajer divisi umumnya tidak dapat mengendalikan jasa yangdiberikan oleh kantor pusat seperti misalnya jasa departemenakuntansi, hubungan publik, hubungan industrial, dan hukum.Divisi harus menerima jasa-jasa tersebut dan tidak dapatmengemukakan alasan untuk menolak penggunaan jasa tersebut.
46
Masalah utama yang timbul atas jasa yang diterima dari kantorpusat adalah bagaimana mengalokasikan biaya dari kantor pusatyang berhubungan dengan jasa tersebut pada setiap divisi. Dalamhal ini timbul dua macam pendapat yang saling bertentangan,kedua macam pendapat tersebut adalah:a. Biaya dari kantor pusat dialokasikan kepada setiap divisi.b. Biaya dari kantor pusat tidak dialokasikan kepada setiap
divisi.Pihak yang setuju bahwa biaya dari kantor pusat dialokasikankepada setiap divisi adalah sebagai berikut:a. Jika manajer divisi, baik memanfaatkan jasa atau tidak
memanfaatkan jasa dari kantor pusat, diwajibkan membayarjasa tersebut maka para manajer divisi cenderungmemanfaatkan jasa tersebut.
b. Jika para manajer divisi diharuskan membayar jasa yangditerima dari kantor pusat, mereka akan berusaha menekanbiaya tersebut dengan cara mengajukan keberatan ataukeluhan-keluhan.
c. Laba divisi lebih realistik dan dapat diperbandingkan denganperusahaan luar karena perusahaan luar tersebut juga harusmembayar jasa-jasa sejenis.
Pihak yang berpendapat bahwa biaya dari kantor pusat tidakperlu dialokasikan ke setiap divisi mendasarkan alasan bahwaalokasi biaya tersebut tidak dapat dikendalikan oleh manajersehingga tidak dapat mencerminkan prestasi manajer divisi danhanya akan mengganggu perhatian para manajer divisi saja.
2. Jasa dari kantor pusat yang harus diterima divisi, namun jumlahtersebut sebagian dapat dikendalikan oleh divisi.Sebagian jasa yang harus diterima dari kantor pusat mungkinjumlahnya dapat dikendalikan oleh manajer divisi, sebagi contohadalah jasa pengolahan data dan jasa penelitian danpengembangan yang dilakukan oleh staf kantor pusat untuk divisitertentu. Jasa yang dapat dikendalikan jumlahnya oleh manajerdivisi ini dapat diperlakukan dengan metode sebagai berikut:a. Setiap divisi harus membayar biaya variabel atas jasa dari
kantor pusat yang jumlahnya dapat mereka kendalikan.b. Setiap divisi harus membayar jasa yang digunakan sebesar
biaya penuh yang sesungguhnya.Biaya penuh yang harus dibayar oleh divisi dan jasa darikantor pusat adalah sebesar biaya variabel ditambah alokasibiaya tetap yang adil. Pendapat ini didasarkan alasan sebagaiberikut:1. Jika divisi tidak mau membayar jasa sejumlah biaya
sepenuhnya, berarti kualitas jasa atau efisiensi kantorpusat jelek.
47
2. Jika divisi dapat memperoleh jasa yang sama dari pihakluar dengan harga yang lebih rendah dibandingkan denganbiaya penuh maka divisi tersebut diberikan kebebasanuntuk membeli jasa dari luar perusahaan.
3. Biaya penuh menggambarakan biaya jangka panjang yangharus dibayar divisi pemakai
c. Divisi membayar harga atas jasa dari kantor pusat setaraharga pasar atau sebesar biaya penuh ditambah laba.
3. Jasa dari kantor pusat yang pemanfaatannya sesuai dengankebijakan yang ditempuh oleh manajer divisi.Mungkin manajemen kantor pusat memberikan kebebasan padapara manajer divisi untuk menentukan kebijakan dalam memilihjasa yang akan mereka gunakan. Jika divisi memperolehkebebasan dalam menggunakan jasa maka mungkin divisi:a. Menggunakan jasa yang dihasilkan kantor pusat.b. Menyelenggarakan sendiri jasa yang dia perlukan.c. Membeli jasa dari pihak luar perusahaan.
2.1.2. Ruang Lingkup Harga Jual
2.1.2.1. Pengertian Harga Jual
Pengertian harga jual menurut Sriyadi (2001:178) adalah …nilai tukar
suatu barang atau jasa, yaitu jumlah uang yang pembeli sanggup membayar
kepada penjual untuk suatu barang tertentu.
Fandi Tjiptono (1997:151) pengertian harga jual adalah …satuan
moneter atau ukuran lainnya (termasuk barang dan jasa lainnya) yang
ditukarkan agar memperoleh hak kepemilikan atau penggunaan suatu
barang atau jasa yang akan berpengaruh langsung terhadap laba
perusahaan.
48
2.1.2.2. Tujuan Penetapan Harga Jual
Pada dasarnya ada beberapa tujuan penetapan harga jual menurut Fandi
Tjiptono (1997:152-153), yaitu:
a. Tujuan Berorientasi pada LabaAsumsi teori ekonomi klasik menyatakan bahwa setiapperusahaan selalu memilih harga jual yang dapat menghasilkanharga jual paling tinggi. Tujuan ini dikenal dengan istilahmaksimisasi laba. Dalam era persaingan global yang kondisinyasangat komplek dan banyak variabel yang berpengaruh terhadapdaya saing setiap perusahaan, maksimisasi laba sangat sulitdicapai, karena sukar sekali untuk dapat memperkirakan secaraakurat jumlah penjualan yang dapat dicapai pada tingkat hargajual tertentu. Dengan demikian tidak mungkin suatu perusahaandapat mengetahui secara pasti tingkat harga jual yang dapatmenghasilkan laba maksimum.
b. Tujuan Berorientasi pada VolumeSelain tujuan berorientasi pada laba, ada pula perusahaan yangmenempatkan harga berdasarkan tujuan yang berorientasi padavolume tertentu atau dikenal dengan istilah volume pricingobjectives. Harga jual ditetapkan sedemikian rupa agar dapatmencapai volume penjualan (dalam ton, kg, unit, m³, dan lain-lain), nilai penjualan (Rp) atau pangsa pasar (absolut maupunrelatif).
c. Tujuan Berorientasi pada CitraCitra (Image) suatu perusahaan dapat dibentuk melalui strategipenetapan harga jual. Perusahaan dapat menetapkan harga jualtinggi untuk membentuk atau mempertahankan citra prestisius.Sementara itu harga rendah dapat digunakan untuk membentukcitra nilai tertentu (image of value), misalnya dengan memberikanjaminan bahwa harga jual merupakan harga jual yang terendahdi suatu wilayah tertentu. Pada hakekatnya, baik penetapan hargajual tinggi maupun rendah bertujuan untuk meningkatkanpersepsi konsumen terhadap keseluruhan bauran produk yangditawarkan perusahaan.
d. Tujuan Stabilisasi Harga JualDalam pasar yang konsumennya sangat sensitif terhadap hargajual, bila suatu perusahaan menurunkan harga jual, maka parapesaing harus pula menurunkan harga jual. Kondisi seperti iniyang mendasari terbentuknya tujuan stabilisasi harga jual dalamindustri-industri tertentu yang produknya sudah ada standar.Tujuan stabilisasi dilakukan dengan jalan menetapkan hargauntuk mempertahankan hubungan yang stabil antara harga suatuperusahaan dan harga pemimpin industri (Industri leader).
49
e. Tujuan-tujuan lainnyaHarga dapat pula ditetapkan dengan tujuan mencegah masuknyapesaing, mempertahankan loyalitas pelanggan, mendukungpenjualan ulang, atau menghindari campur tangan pemerintah.Tujuan-tujuan penetapan harga jual tersebut mempunyaiimplikasi penting terhadap srategi bersaing perusahaan. Tujuanyang ditetapkan harus konsisten dengan cara yang ditempuhperusahaan dalam menempatkan posisi relatifnya dalampersaingan. Misalnya pemilihan tujuan berorientasi pada labamengandung makna bahwa perusahaan akan mengabaikan hargajual produk sejenis. Untuk memilih ini perlu diperhatikan jikakeadaan adalah sebaga berikuta. Tidak ada pesaing.b. Perusahaan beroperasi pada kapasitas besar.c. Harga bukanlah merupakan atribut yang penting bagi
pembeli.
2.1.2.3. Faktor-Faktor yang Perlu Dipertimbangkan dalam Penentuan Harga
Jual
Menurut Kotler dan Armstrong yang dikutip oleh Fandi Tjiptono
(1997:154) secara umum ada dua faktor utama yang perlu dipertimbangkan dalam
menetapkan harga jual yaitu:
1. Faktor Internal Perusahaana. Tujuan Pemasaran Perusahaan
Faktor utama yang menentukan dalam penetapan harga jualadalah tujuan pemasaran perusahaan. Tujuan tersebut bisaberupa maksimisasi laba, mempertahankan kelangsunganhidup perusahaan, meraih pangsa pasar yang besar,menciptakan kepemimpinan dalam kualitas, mengatasipersaingan, melaksanakan tanggung jawab social dan lain-lain.
b. Strategi Bauran PemasaranHarga hanyalah salah satu komponen dari bauran pemasaran.Oleh karena itu, harga perlu dikoordinasikan dan salingmendukung dengan bauran pemasaran lainnya, yaitu produk,distribusi dan promosi.
c. BiayaBiaya merupakan faktor yang menentukan harga minimalyang harus ditetapkan agar perusahaan tidak mengalamikerugian. Oleh karena itu, setiap perusahaan pasti menaruh
50
perhatian pada aspek struktur biaya (tetap dan variabel), sertajenis-jenis biaya lainnya.
d. OrganisasiManajemen perlu memutuskan siapa di dalam organisasi yangharus menetapkan harga.
2. Faktor Lingkungan Eksternala. Sifat Pasar dan Permintaan
Setiap perusahaan perlu memahami sifat pasarmemperhatikan sifat pasar dan permintaan yang dihadapinya,apakah termasuk pasar persaingan sempurna, persainganmonopolistik, oligapi, atau monopoli. Faktor lain yang tidakkalah pentingnya adalah elastisitas permintaan.
b. PersainganKekuatan pokok yang mempengaruhi persaingan dalam suatuindustri ada lima, yaitu persaingan dalam industri yangbersangkutan, produk substitusi, pemasok, pelanggan danancaman pendatang baru. Informasi-informasi yangdibutuhkan untuk menganalisis karakteristik persaingan yangdihadapi antara lain:1. Jumlah perusahaan dalam industri.2. Ukuran relatif setiap anggota dalam industri.3. Diferensiasi produk.4. Kemudahan untuk memasuki industri tersebut.
c. Unsur-Unsur Lingkungan Eksternal LainnyaSelain faktor-faktor tersebut, perusahaan juga perlumemperhatikan faktor kondisi ekonomi (inflasi, resesi, dantingkat bunga), kebijakan dan peraturan Pemerintah danaspek sosial (kepedulian terhadap lingkungan).
2.1.2.4. Metode Penentuan Harga Jual
Menurut Mulyadi (2001:348) ada tiga metode dalam penentuan harga jual
yaitu:
1. Penentuan Harga Jual Normal (Normal Pricing)Metode penentuan harga jual normal seringkali disebut dengan istilahcost-plus pricing yaitu penentuan harga jual dengan cara menambahkanlaba yang diharapkan di atas biaya penuh masa yang akan datang untukmemproduksi dan memasarkan produk, karena harga jual ditentukandengan menambah biaya masa yang akan datang dengan suatupersentase markup (tambahan diatas jumlah biaya) yang dihitungdengan formula tertentu. Harga jual produk atau jasa dalam keadaannormal ditentukan dengan formula sebagai berikut:
51
Dengan demikian ada dua unsur yang diperhitungkan dalam penentuanharga jual ini yaitu taksiran biaya penuh dan laba yang diharapkan.Taksiran biaya penuh dapat dihitung dengan dua pendekatan yaitu fullcosting dan variable costing. Untuk memperkirakan berapa laba wajaryang diharapkan, manajer penentu harga jual perlumempertimbangkan:
1. Cost of capitalCost of capital merupakan biaya yang dikeluarkan untuk investasiyang dilakukan dalam perusahaan. Besarnya cost of capital sangatdipengaruhi oleh sumber aktiva yang ditanmkan dalamperusahaan.
2. Risiko bisnisSemakin besar risiko bisnis yang dihadapi oleh perusahaan,semakin besar persentase yang ditambahkan pada cosf of capitaldi dalam memperhitungkan laba yang diharapkan
3. Besarnya capital employedJumlah investasi (atau capital employed) yang ditanamkan untukmemproduksi dan memasarkan produk atau jasa merupakanfaktor yang menentukan besarnya laba yang diharapkan, yangdiperhitungkan dalam harga jual.
a. Rumus Perhitungan Harga Jual per UnitJika biaya dipakai sebagai dasar penentuan harga jual, baik dalampendekatan full costing maupun variabel costing, biaya penuh masayang akan datang dibagi menjadi dua: biaya yang dipengaruhi secaralangsung oleh volume produk dan biaya penuh yang tidakdipengaruhi oleh volume produk. Dalam penentuan harga jual,taksiran biaya penuh yang secara langsung berhubungan denganvolume produk dipakai sebagai dasar penentuan harga jual,sedangkan taksiran biaya penuh yang tidak dipengaruhi oleh volumeproduk ditambahkan kepada laba yang diharapkan untukkepentingan perhitungan persentase markup. Rumus perhitunganharga jual atas dasar biaya secara umum dapat dinyatakan sebagaiberikut :
Biaya yangHarga Jual per Unit = berhubungan + Persentase markup
langsung denganvolume (per unit)
Harga jual = Taksiran biaya penuh + Laba yang diharapkan
52
Persentase markup dihitung dengan rumus:
Konsep biaya yang berhubungan langsung dengan volume menurutmetode full costing adalah biaya produksi dan yang tidakberhubungan langsung adalah biaya biaya non produksi. Sedangkandalam pendekatan variabel costing, biaya penuh yang dipengaruhisecara langsung oleh volume produk terdiri dari biaya variabelsedangkan yang tidak dipengaruhi secara langsung adalah biayabiaya tetap.
b. Penentuan Harga Jual Waktu dan Bahan (Time and Material Pricing)Penentuan harga jual ini ditentukan sebesar biaya penuh ditambahdengan laba yang diharapkan. Metode penentuan harga jual inibiasanya digunakan pada perusahaan jasa atau perusahaan yangmenjual jasa reparasi suku cadang sebagai pelengkap penjualan jasa.Volume jasa dihitung berdasarkan waktu yang diperlukan untukmelayani konsumen, sehingga perlu dihitung harga jual per satuanwaktu yang dinikmati oleh konsumen.
2. Penentuan Harga Jual dalam Cost-type Contract (Cost-type ContractPricing)Cost-type contract adalah kontrak pembuatan produk atau jasa yang pihakpembeli setuju untuk membeli produk atau jasa pada harga yangdidasarkan pada total biaya yang sesungguhnya dikeluarkan oleh produsenditambah dengan laba yang dihitung sebesar persentase tertentu dari totalbiaya sesungguhnya.
3. Penentuan Harga Jual Produk Atau Jasa yang Dihasilkan olehPerusahaan yang Diatur dengan Peraturan PemerintahProduk dan jasa yang dihasilkan untuk memenuhi kebutuhan pokokmasyarakat luas seperti listrik, air, telepon dan telegraf, dan pos diaturdengan peraturan pemerintah. Harga jual produk dan jasa tersebutditentukan berdasarkan biaya penuh masa yang akan dating ditambahdengan laba yang diharapkan.
Laba yang Baiaya yang tidakDiharapakan + dipengaruhi langsung
oleh volume produkPersentase Markup =
Biaya yang dipengaruhi langsung olehvolume produk
53
2.1.3. Ruang Lingkup Kinerja Unit Bisnis Sebagai Pusat Laba
2.1.3.1. Desentralisasi
Menurut Supriyono (2000:384) desentralisasi adalah: …pendelegasian
wewenang pembuatan keputusan oleh manajer yang lebih tinggi kepada
tingkatan manajer yang lebih rendah.
Sedangkan menurut Mulyadi (2001:378) desentralisasi adalah:
…pendelegasian kebebasan untuk mengambil keputusan.
Suatu organisasi yang manajer tingkat bawahnya memiliki kebebasan
yang besar dalam pengambilan keputusan adalah organisasi yang besar tingkat
desentralisasinya. Sebaliknya suatu organisasi yang seluruh pengambilan
keputusannya terpusat di tangan manajer puncak disebut organisasi yang tingkat
desentralisasinya rendah atau bersifat sentralisasi.
Pembentukkan unit-unit organisasi tidak selalu diikuti dengan
desentralisasi wewenang manajer puncak kepada manajer divisi ketika manajer
puncak telah membentuk pusat pusat laba dalam organisasinya, untuk
memungkinkan para manajer divisi dengan cepat menghadapi ketidakpastian
lingkungan bisnis mereka, manajer puncak perlu melakukan desentralisasi
wewenang kepada para manajer divisi. Pembentukkan unit-unit organisasi yang
tidak diikuti dengan desentralisasi akan menimbulakan pseudo profit center (pusat
laba tidak dalam arti sebenarnya) karena manajer divisi tidak memiliki wewenang
untuk mengendalikan pendapatan dan konsumsi sumber daya divisi.
Menurut Mulyadi (2001:378-380) desentralisasi dapat mengambil salah
satu dari ketiga bentuk berikut ini:
54
1. Desentralisasi berdasarkan fungsi (functional decentralization)Dalam organisasi yang mengadakan desentralisasi berdasarkanfungsi, manajer puncak mendelegasikan wewenang fungsionalkepada para manajer di bawahnya. Fungsi-fungsi pokok dalamsuatu perusahaan seperti fungsi-fungsi produksi, pemasaran,keuangan dan umum didelegasikan oleh manajer puncak kepadamanajer menengah.
2. Desentralisasi berdasarkan daerah (geographical decentralization)Dalam organisasi yang melakukan desentralisasi berdasrkandaerah, manajemen puncak mendelegasikan sebagian wewenangkepada manajemen tingkat yang lebih rendah berdasarkandaerah geografis.
3. Desentralisasi berdasarkan laba (profit desentralization)Dalam organisasi yang mengadakan desentralisasi berdasarkanpusat laba, manajemen puncak mendelegasikan wewenagnyakepada manajer-manajer tingkat yang lebih rendah berdasarkanpusat-pusat laba. Proses pembentukan unit-unit organisasi sebagaipusat laba ini disebut dengan divisionalisasi. Selanjutnya dalamsetiap pusat laba tersebut, pendelegasian wewenang dilakukanatas dasar fungsi.
2.1.3.2. Pengertian Kinerja Unit Bisnis
Pengertian Unit Bisnis menurut Mia dan Clarke yang dikutip oleh Faisal
(2005:262) adalah sebagai berikut: …sebuah organisasi atau bagian dari
organisasi yang mempunyai aktivitas rutin seperti bagian pemasaran,
produksi, finansial, personalia dan research and development (R&D).
Menurut Faisal (2005:262) kinerja unit bisnis didefinisikan sebagai:
…tingkat keberhasilan pencapaian target yang telah direncanakan.
Sedangkan kinerja unit bisnis didefinisikan oleh Mia dan Clarke yang
dikutip oleh Gudono (2007:186) adalah: …seberapa tinggi tingkat pencapain
target yang telah direncanakan, misalnya pencapaian produksi, kos, kualitas,
pengiriman produk, service atau pelayanan, volume penjualan, pangsa pasar
dan tingkat laba.
55
2.1.3.3. Pusat Laba
Menurut Supriyono (2000:384) divisionalisasi adalah: …pembentukan
divisi-divisi (pusat laba atau unit bisnis) yang manajernya diberi tanggung
jawab terhadap fungsi produksi (pengadaan) dan fungsi pemasaran
sekaligus sehingga manajer tersebut bertanggung jawab terhadap laba
divisinya. Oleh karena itu, manajer divisi harus diberi wewenang untuk
melakukan pembuatan keputusan yang berhubungan dengan laba, meliputi
keputusan biaya (keputusan sumber) dan sekaligus pendapatan (keputusan pasar).
Manajer divisi tersebut memperoleh wewenang untuk melakukan pembuatan
keputusan laba maka manajer divisi bertanggung jawab terhadap laba yang
dicapai oleh divisinya.
Menurut Anthony dan Govindarajan dalam F. X. Kurniawan Tjakrawala
(2008:237): …ketika kinerja finansial suatu pusat tanggung jawab diukur
dalam ruang lingkup laba (yaitu, selisih antara pendapatan dan beban),
maka pusat ini disebut sebagai pusat laba (profit center).
Menurut Supriyono (2000:384) pengertian pusat laba (unit bisnis) adalah:
…unit organisasi yang dipimpin oleh seorang manajer yang bertanggung
jawab terhadap laba.
Sedangkan menurut Mulyadi (2001:427) pengertian pusat laba (profit
center) adalah: …pusat pertanggungjawaban yang manajernya diberi
wewenang untuk mengendalikan pendapatan dan biaya pusat
pertanggungjawaban tersebut.
56
Menurut Anthony dan Govindarajan dalam F. X. Kurniawan Tjakrawala
(2008:240) pusat laba dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Kualitas keputusan dapat meningkat karena keputusan tersebutdibuat oleh para manajer yang paling dekat dengan titikkeputusan.
2. Kecepatan dari pengambilan keputusan operasional dapatmeningkat karena tidak perlu mendapat persetujuan terlebihdahulu dari kantor pusat.
3. Manajemen kantor pusat bebas dari pengambilan keputusanharian sehingga dapat berkonsentrasi pada hal-hal yang lebihluas.
4. Manajer karena tunduk hanya pada sedikit batasan darikorporat, lebih bebas untuk menggunakan imajinasi daninisiatifnya.
5. Karena pusat-pusat laba serupa dengan perusahaan yangindependen, maka pusat laba memberikan tempat pelatihan yangsempurna bagi manajer umum. Para manajer mendapatkanpengalaman dalam mengelola seluruh area fungsional, danmanajemen yang lebih tinggi mendapatkan kesempatan untukmengevaluasi potensi pekerjaan yang tingkatnya lebih tinggi.
6. Kesadaran laba (profit consciousness) dapat ditingkatkan karenapara manajer yang bertanggung jawab atas laba akan selalumencari cara untuk meningkatkan labanya.
7. Pusat laba memberikan informasi yang siap pakai bagimanajemen puncak (top management) mengenai profitabilitas darikomponen-komponen individual perusahaan.
8. Karena keperluan (output) yang dihasilkan telah siap pakai, makapusat laba sangat responsive terhadap tekanan untukmeningkatkan kinerja kompetitifnya.
Selain manfaat yang diperoleh tadi, menurut Anthony dan Govindarajan
dalam F. X. Kurniawan Tjakrawala (2008:237) pusat-pusat laba dapat
menimbulkan beberapa kesulitan:
1. Pengambilan keputusan yang terdesentralisasi akan memaksamanajemen puncak untuk lebih mengandalkan laporanpengendalian manajemen dan bukan wawasan pribadinya atassuatu operasi, sehingga mengakibatkan hilangnya pengendalian.
2. Jika manajemen kantor pusat lebih mampu dan memilikiinformasi yang lebih baik daripada manajer pusat laba padaumumnya, maka kualitas keputusan yang diambil pada tingkatunit berkurang.
57
3. Perselisihan dapat meningkat karena adanya argumen-argumenmengenai harga transfer yang sesuai, pengalokasian biaya umum(common cost) yang tepat, dan kredit untuk pendapatan yangsebelumnya dihasilkan secara bersama-sama oleh dua atau lebihunit bisnis.
4. Unit-unit organisasi yang pernah berkerja sama sebagai unitfungsional akan saling berkompetisi satu sama lain. Peningkatanlaba untuk satu manajer dapat berarti pengurangan laba bagimanajer yang lain. Dalam situasi seperti ini, seorang manajerdapat gagal untuk memberikan potensi penjualan ke unit lainyang lebih tepat untuk merealisasikannya; menimbun pegawaiatau peralatan yang akan lebih baik, dari sudut pandang seluruhperusahaan jika digunkan di unit lain; atau membuat keputusanproduksi yang memiliki konsekuensi biaya yang tidak diinginkan.
5. Divisionalisasi dapat mengakibatkan biaya tambahan karenaadanya tambahan manajemen, pegawai, dan pembukuan yangdibutuhkan, dan mungkin mengakibatkan duplikasi tugas disetiap pusat laba.
6. Para manajer umum yang kompeten mungkin saja tidak adadalam organisasi fungsional karena tidak adanya kesempatanyang cukup bagi mereka untuk mengembangkan kompetensimanajemen umum.
7. Mungkin ada terlalu banyak tekanan atas profitabilitas jangkapendek dengan mengorbankan profitabilitas jangka panjang.
8. Tidak ada sistem yang sangat memuaskan untuk memastikanbahwa optimalisasi laba dari masing-masing pusat laba akanmengoptimalkan laba perusahaan secara keseluruhan.
2.1.3.4. Tujuan Penilaian Kinerja Unit Bisnis
Menurut Anthony dan Govindarajan dalam F. X. Kurniawan Tjakrawala
(2008:242) menyatakan: …hampir semua unit bisnis diciptakan sebagai pusat
laba karena manajer yang bertanggung jawab atas unit tersebut memiliki
kendali atas pengembangan produk, proses produksi, dan pemasaran.
Menurut Supriyono (2000:385) secara umum tujuan penilaian kinerja
divisi (unit bisnis) dalam suatu organisasi adalah sebagai berikut:
1. Untuk menentukan besarnya kontribusi divisi di dalampencapaian tujuan organisasi secara keseluruhan.
58
2. Untuk menilai prestasi manajer divisi sesuai dengan wewenangdan tanggung jawab yang telah dibebankan kepadanya.
3. Untuk mengidentifikasi penyebab selisih pelaksanaan darirencana sesuai dengan ukuran prestasi manajer divisi yang telahdilakukan.
4. Untuk membuat saran tindakan perbaikan atas situasi yang diluar kendali.
5. Untuk memotivasi para manajer divisi dalam meningkatakanprestasi.
6. Untuk menentukan dasar perbandingan prestasi antardivisi didalam suatu organisasi.
2.1.3.5. Keunggulan dan Kelemahan Divisionalisasi
Divisionalisasi memiliki beberapa keunggulan dan sekaligus memiliki
beberapa kelemahan tertentu. Adapun keunggulan dan kelemahan divisionalisasi
menurut Supriyono (2000:386-390) adalah sebagai berikut:
1. Keunggulan Divisonalisasia. Pembuatan keputusan dapat lebih cepat. Hal ini disebabkan
karena banyak keputusan operasional yang dapat dibuat olehmanajer divisi tanpa harus melibatkan manajer kantor pusat.
b. Kualitas keputusan dapat ditingkatkan. Hal ini disebabkankarena keputusan dibuat oleh manajer divisi yang mengenaldengan baik situasi yang dihadapi divisinya.
c. Moral, kepuasan, dan kebanggaan manajer divisi dapatditingkatkan. Hal ini karena mereka berpartisipasi aktif dalampembuatan keputusan.
d. Manajemen kantor pusat dapat dibebaskan dari pembuatankeputusan rutin. Oleh karena itu, manajemen kantor pusatdapat memusatkan kegiatannya dalam keputusan yang lebihtinggi, misalnya pada perumusan strategis.
e. Kesadaran laba dapat dipertinggi. Manajer divisi yangbertanggung jawab terhadap laba akan secara terus-menerusmencari cara-cara untuk meningkatkan laba.
f. Pengukuran kinerja lebih diperluas. Divisi dinilai prestasinyaatas dasar laba, yang sifatnya lebih menyeluruh dibandingkanjika hanya diukur dari segi pendapatan (untuk pusatpendapatan) atau diukur dari segi biaya (pusat beban) secaraterpisah seperti dalam organisasi fungsional.
g. Manajer divisi lebih bebas menggunakan imajinasi daninisiatifnya. Hal ini disebabkan karena wewenang pembuatan
59
keputusan untuk memproduksi dan memasarkana barang danjasa sudah dilimpahkan kepada manajer divisi.
h. Divisi merupakan tempat yang cocok untuk latihanmanajemen. Hal ini disebabkan karena:1. Divisi merupakan unit yang berdiri sendiri seperti
perusahaan yang independen dalam skala kecil.2. Divisi merupakan tempat yang baik untuk menilai seorang
manajer dalam rangka promosi ke jenjang yang lebihtinggi.
i. Penggunaan bakat dan keahlian yang berbeda untuk situasiyang berbeda. Jika perusahaan mengutamakan diversifikasi,divisionalisasi memungkinkan pengunaan bakat dan keahlianyang berbeda untuk situasi yang berbeda. Dalam divirsifikasi,setiap bisnis divisi memerlukan bakat dan keahlian yangberbeda dibandingkan dengan bisnis divisi lainnya.
j. Divisionalisasi menyediakan profitabilitas komponenperusahaan. Dalam organisasi fungsional, prifitabilitasperusahaan hanya diukur untuk perusahaan sebagai suatukesatuan. Dalam organisasi divisional, profitabilitas diukuruntuk setiap divisi yang ada dalam perusahaan sehinggamanajemen kantor pusat mengetahui informasi mengenaiprofitabilitas komponen perusahaan.
k. Pusat laba termotivasi untuk meningkatkan kinerja dayasaingnya.
2. Kelemahan-kelemahan Divisionalisasia. Manajemen kantor pusat dapat kehilangan sejumlah
pengendalian. Jika pembuatan keputusan terlalu luasdidesentralisasikan, manajemen kantor pusat dapatkehilangan sejumlah pengendalian. Hal ini disebabkan karenamanajemen puncak tidak lagi secara langsung mengelolakegiatan operasional sehingga tidak dapat menggunakanpendekatan pribadi dalam pengendalian. Manajemen kantorpusat harus menyandarkan pada laporan pengendalianmanajemen.
b. Manajer divisi yang cakap mungkin sulit diperoleh. Untukmengelola divisi diperlukan manajer yang cakap, sedangkanmanajer divisi yang cakap mungkin sulit diperoleh. Hal inidisebabkan karena manajer fungsi mungkin sulitmengembangkan kemampuannya menjadi manajer divisi.
c. Divisi tertentu dapat bersaing keras dengan divisi lainnya.Karena manajer divisi dinilai prestasinya atas dasar laba makasetiap divisi akan berusaha untuk mencapai laba sebesarmungkin. Hal ini dapat menimbulkan persaingan antardivisiyang tidak sehat.
d. Perselisihan antardivisi dapat meningkat. Perselisihanantardivisi ini dapat ditimbulkan karena:
60
1. Ketidakpuasan manajer divisi terhadap harga transfer atastransfer barang dan jasa antardivisi.
2. Ketidakpuasan manajer divisi atas alokasi pendapatanbiaya bersama.
e. Divisionalisasi lebih mengutamakan kemampuan laba jangkapendek. Karena divisi diukur prestasi labanya dalam jangkapendek maka ada kecenderungan manajer divisi untukmengutamakan laba jangka pendek dengan mengorbankanlaba jangka panjang.
f. Laba divisi yang optimal belum tentu mengakibatkan labaperusahaan optimal. Hal ini disebabkan karena tidak adasatupun sistem yang dapat menjamin bahwa jika laba divisioptimal dapat mengakibatkan laba perusahaan sebagaikeseluruhan juga optimal.
g. Kualitas keputusan mungkin menurun. Jika kemampuanmanajer divisi rendah atau sistem informasi dalam suatu divisijelek maka kualitas keputusan yang dibuat oleh manajer divisimenurun.
h. Biaya unit jasa mungkin menjadi tinggi. Ada kecenderunganmanajer divisi ingin memiliki unit-unit jasa sendiri sehinggamangakibatkan biaya unit jasa divisi lebih mahaldibandingkan jika disentralisasi di kantor pusat.
i. Manfaat divisionalisasi mungkin lebih rendah dibandingkandengan biayanya. Divisionalisasi memberikan manfaatsekaligus manaikkan biaya. Oleh karena itu masalahnya bagimanajemen adalah bagaimana membuat trade-off agar selisihmanfaat dengan biaya divisionalisasi optimal.
2.1.3.6. Kendala Wewenang Divisional
Seorang manajer divisi harus memperoleh wewenang untuk mngendalikan
faktor-faktor yang mempengaruhi profitabilitas divisinya. Oleh karena itu,
manajer divisi harus memperoleh otonomi seperti seorang manajer puncak suatu
perusahaan yang independen. Akan tetapi menurut Supriyono (390-392) dalam
praktek seringkali otonomi penuh bagi divisi dihadapi beberapa kendala,
misalnya:
1. Kehilangan manfaat skala volume dan sinergi.
61
Jika suatu perusahaan dibagi secara lengkap menjadi divisi-divisiyang independen, perushaan dapat kehilangan manfaat skalavolume kegiatan perusahaan yang memadai dan kehilangansinergi. Sinergi adalah penggabungan dua bagian atau divisi yangdapat menimbulkan hasil atau laba yang lebih besar dibandingkandengan jika dua bagian atau divisi tersebut berdiri sendiri. Sinergimenimbulkan akibat 1 ditambah 1 lebih besar dari 2.
2. Manajer puncak dapat kehilangan wewenangnya.Jika semua tanggung jawab didelegasikan kepada manajer divisimaka manajer puncak dapat kehilangan wewenangnya sehinggakeahlian dalam mengelola bisnis tidak banyak dimanfaatkan. Olehkarena itu perlu dipertimbangkan masak-masak keuntungan dankerugian antara sentralisasi dan divisionalisasi.
3. Timbulnya kendala hubungan antardivisi.Pada divisionalisasi, divisi yang satu harus berhubungan dengandivisi laninnya. Hubungan ini dapat menimbulkan kendalahubungan antardivisi, misalnya dalam hubungan transfer barangdan jasa antardivisi. Untuk mengatasi kendala ini, manajer divisipusat laba hendaknya diberi wewenang untuk mengendalikankeputusan yang berhubungan dengan:a. Keputusan produk. Keputusan ini meliputi keputusan
mengenai produk apa yang harus dibuat dan dijual.b. Keputusan pengadaan atau pensumberan. Keputusan ini
meliputi keputusan mengenai bagaimana memperoleh ataumembuat barang dan jasa yang diperlukan divisi.
c. Keputusan Pemasaran. Keputusan ini meliputi keputusanmengenai bagaimana, di mana, dan berapa banyak barang danjasa akan dijual.
4. Kendala dari manajemen kantor pusat.Kendala yang berasal dari kantor pusat umumnya didasrkan padaalasan-alasan sebagai berikut:a. Untuk meningkatkan efisiensi penggunaan staf spesialis yang
dimiliki kantor pusat.b. Untuk mengkonsolidasikan tugas-tugas yang mempengaruhi
seluruh divisi dalam perusahaan.c. Untuk memanfaatkan sumber-sumber yang langka seoptimal
mungkin.Kendala yang berasal dari manajemen kantor pusat dapatdigolongkan menjadi:a. Kendala pertimbangan strategi, khususnya keputusan
pembelanjaan.b. Kendala karena perlunya keseragaman.c. Kendala karena kehematan sentralisasi.
62
2.1.3.7. Penggolongan Divisionalisasi
Menurut Supriyono (2000:392-395) divisionalisasi dapat digolongkan
sebagai berikut:
1. Divisionalisasi berdasar diversifikasi usaha atau konglomerasiDalam golongan ini, suatu perusahaan memiliki beberapa jenisusaha yang tidak saling berhubungan satu dengan lainnya ditinjaudari kelompok produk maupun pasarnya. Dengan kata lain,perusahaan bergerak dalam beberapa bidang industri.
2. Divisionalisasi berdasar industri tunggal yang menghasilkanbeberapa jenis produkDalam golongan ini, suatu perusahaan hanya bergerak dalam satuindustri namun menghasilkan beberapa jenis produk atau jasa.
3. Divisionalisasi perusahaan besar yang terintegrasiDalam golongan ini perusahaan hanya menghasilkan satukeluarga atau kelompok produk yang sifat pengolahannyaterintegrasi. Divisionalisasi dalam perusahaan golongan inibiasanya mempunyai karakteristik sebagai berikut:a. Pendelegasian wewenang pembuatan keputusan kepda
manajer divisi umumnya lebih terbatas dibandingkan dengangolongan pertama dan kedua. Dalam golongan ini beberapakeputusan penting masih disentralisasi di tangan manajemenkantor pusat.
b. Divisionalisasi dalam perusahaan golongan ini umumnyabanyak menimbulkan masalah transfer barang atau jasaantardivisi. Produk yang tidak laku dijual di pasaran bebasatau divisi yang hanya dapat membeli masukan dari divisi lainmenimbulkan masalah yang lebih besar dalam penentuanharga transfer.
Dalam organisasi ini biasanya melakukan divisionalisasi atasdasar tahapan-tahapan pengolahan produk. Divisionalisasi iniakan banyak menfaatnya jika suatu divisi memiliki kebebasanmembeli masukan dari divisi lain atau dari pemasok lain dan jugamempunyai kebebasan untuk menjual produknya kepada divisilain atau pelanggan lain.
2.1.3.8. Pertimbangan Divisonalisasi
Dalam melaksanakan divisionalisasi suatu perusahaan diperlukan
pertimbangan-pertimbangan tertentu untuk menyelesaikan masalah-masalah yang
63
timbul. Menurut Supriyono (2000:395-397) masalah-masalah tersebut antara lain
sebagai berikut:
1. Masalah KaryawanDivisionalisasi memerlukan manajer dengan bakat dan keahlianuntuk memperoleh laba sebagaimana manajer bisnis yang berdirisendiri. Manajer dengan bakat dan keahlian tersebut mungkintidak dapat diperoleh dari dalam perusahaan yang semuladisentralisasi. Jika manajer yang memenuhi syarat tersebut belumada maka perusahaan harus melatih karyawan yang sudah adaatau merekrut karyawan dari luar yang memenuhi syarattersebut. Syarat-syarat manajer untuk perusahaan yangdidivisionalisasi anatara lain sebagai berikut:1. Manajemen kantor pusat harus tahu bagaimana menggunakan
laporan-laporan pengendalian manajemen untuk perencanaan,pengendalian, dan koordinasi kegiatan divisi.
2. Manajer divisi yang cakap dan memiliki pendangan yang luasterhadap pelaksanaan tanggung jawab divisinya. Tanpamanajer yang cakap, sulit dilakukan divisionalisasi. Manajeryang cakap ini dapat diperoleh melalui pendidikan dan latihanatau dapat pula diperoleh dari luar.
3. Perusahaan yang didivisionalisasi memerlukan analisiskeuangan dan anggaran yang cakap untuk staf kantor pusatdan staf divisi.
2. Masalah Satu Kegiatan UtamaJika suatu perusahaan hanya memiliki satu kegiatan utama dansuksesnya bergantung pada satu kegiatan tersebut makadiragukan apakah tanggung jawab atas kegiatan utama tersebutdapat didelegasikan kepada beberapa manajer divisi. Dalamkeadaan ini, usaha-usaha untuk mendesentralisasi tanggungjawab laba mungkin hanya mengakibatkan sistem pengendaliandan komunikasi menjadi mahal dan tidak praktis.
3. Masalah Kegiatan Utama yang SerupaDesentralisasi tanggung jawab laba dapat digunakan dengan baikdalam perusahaan yang menjalankan beberapa bisnis yang tidaksama. Di lain pihak, beberapa unit organisasi yang mempunyaikegiatan serupa cenderung dikelompokkan menjadi satu,misalnya sekelompok pemasaran merupakan pengelompokkankegiatan untuk memperoleh dan melayani pesanan.Penegelompokkan kegiatan yang serupa di dalam suatuperusahaan tidak selaras dengan konsep divisionalisasi. Dalamdivisionalisasi, pengelompokkan kegiatan yang serupa hendaknyadilakukan di unit-unit di bawah divisi sehinggan divisi tersebuttetap merupakan pusat laba. Koordinasi kegiatan yang serupa
64
untuk keseluruhan perusahaan sulit dilakukan dalam organisasiyang didivisionalisasi.
4. Tanggung Jawab yang Tidak Dapat DibagiAgar divisionalisasi dapat sukses, perusahaan harus secara logismembagi kegiatan atau unit-unit organisasi ke dalam pusat-pusatlaba yang disebut dengan divisi. Adanya masalah harga transferatas barang dan jasa antardivisi, khususnya dalam divisi yangterintegrasi, menunjukkan bahwa tanggung jawab laba tidakdapat dibagi dengan jelas di antara divisi. Jika suatu divisi hanyadapat menjual ke divisi lain, maka ini sebagai pemasok tertawan(captive supplier) untuk divisi lain, maka divisionalisasi sebenarnyabersifat fiktif. Pemasok tertawan (captive supplier) adalah suatudivisi yang hanya dapat menjual produknya ke divisi lain atautidak dapat menjual pruduknya pada pihak luar. Demikian pulajika suatu divisi sebagai pelanggan tertawan (captive customer)bagi divisi lain, divisi tersebut hanya dapat membeli masukannyadari divisi lain, maka divisionalisasi sebenarnya juga bersifatfiktif. Pelanggan tertawan (captive customer) adalah suatu divisiyang hanya dapat membeli masukannya dari divisi lain atau tidakdapat membeli masukannya dari pihak luar. Adanya pemasoktertawan dan pelanggan tertawan menunjukkan bahwa antaradivisi pengirim dan divisi penerima tidak dapat timbul persaingansebagaimana suatu perusahaan yang berdiri sendiri.
2.1.3.9. Mengukur Profitabilitas
Terdapat dua jenis pengukuran profitabilitas yang digunakan dalam
mengevaluasi suatu pusat laba, sama halnya seperti dalam mengevaluasi
perusahaan secara keseluruhan. Menurut Anthony dan Govindarajan dalam F. X.
Kurniawan Tjakrawala (2008:248) pertama adalah: …pengukuran kinerja
manajemen, yang memiliki fokus pada bagaimana hasil kerja para manajer.
Pengukuran ini digunakan untuk perencanaan (planning), koordinasi
(coordinating), dan pengendalian (controlling). Yang kedua menurut Anthony
dan Govindarajan dalam F. X. Kurniawan Tjakrawala (2008:248) adalah:
65
…ukuran kinerja ekonomis, yang memiliki fokus pada bagaimana kinerja
pusat laba sebagai suatu entitas ekonomi.
Sedangkan menurut Supriyono (2000:397) pengukuran kemampuan laba
divisi dapat menggunakan dua macam cara yaitu:
a. Pengukuran Kinerja ManajemenPengukuran kinerja manajemen (prestasi personel) adalahpengukuran kinerja yang menekankan pada penilaian seberapabaik manajer suatu pusat pertanggungjawaban berkerja.
b. Pengukuran Kinerja EkonomiPengukuran kinerja ekonomi menitikberatkan pada seberapa baiksuatu pusat laba berkerja sebagai suatu kesatuan ekonomi. Dalampengukuran ini, kinerja laba suatu pusat laba tidak hanyaditentukan oleh laba yang dapat dipengaruhi atau dikendalikanoleh manajer pusat laba yang diukur tetapi juga meliputipendapatan dan biaya dari alokasi.
2.1.3.9.1. Masalah-masalah Pengukuran Laba
Pengukuran laba suatu pusat laba menyangkut transaksi tidak hanya antara
suatu pusat laba dengan pihak luar, namun juga transaksi dengan pusat laba yang
lain, dengan kantor pusat, dan dengan bagian-bagian perusahaan lain. Oleh karena
itu, tidak seperti pengukuran laba untuk suatu organisasi yang benar-benar
independen, pengukuran laba suatu pusat laba menyangkut transaksi-transaksi
yang tidak selalu merupakan transaksi independen (arm’s length transaction).
Menurut Supriyono (2000:398) transaksi independen (arm’s length transaction)
adalah: …transaksi yang dilakukan oleh dua atau lebih pihak secara
independen. Menurut Supriyono (2000:398) kondisi ini dapat menimbulkan
masalah sebagai berikut:
a. Pendapatan Bersama
66
Pendapatan bersama (pendapatan gabungan) adalah pendapatanyang timbul karena suatu bagian pemasaran divisi tertentu dapatmenemukan pembeli atau dapat menjual produk yang dihasilkandivisi lainnya dalam perusahaan yang sama. Dalam hal ini timbulmasalah adanya pendapatan perusahaan yang sebenarnyamerupakan hasil usaha bersama dua divisi.
b. Biaya BersamaBiaya bersama (biaya gabungan) adalah biaya yang timbul karenapenyelenggaraan fasilitas bersama yang dinikmati bersama olehberbagai pusat laba. Alokasi biaya gabungan dipengaruhi olehtujuan pengukuran laba. Jika tujuan pengukuran laba untukmenilai kinerja manajer, maka biaya gabungan dialokasikan padasetiap pusat laba hanya jika biaya tersebut terkendalikan olehmanajer pusat laba yang bersangkutan dan jika biaya bersamatidak terkendalikan maka tidak perlu dialokasikan.
c. Harga TransferMasalah harga transfer timbul jika dua pusat laba melakukantransaksi transfer barang atau jasa. Untuk penentuan laba yangjadi bagian masing-masing pusat laba harus diperhitungkan hargatransfer barang dan jasa yang ditransfer antarpusat laba tersebut.Harga transfer bagi divisi penjual merupakan pendapatan, di lainpihak harga tersebut merupakan biaya bagi divisi pembeli.Pendapatan dan biaya tersebut merupakan komponen untukperhitungan laba masing-masing divisi yang terkait dalamtransfer barang.
d. Konsep LabaKonsep laba adalah konsep yang menyatakan bahwa konsep labayang berbeda digunakan untuk tujuan yang berbeda.
2.1.3.9.2. Jenis-jenis Ukuran Kinerja
Kinerja ekonomis suatu pusat laba selalu diukur dari laba bersih.
Meskipun demikian, kinerja manajer pusat laba menurut Anthony dan
Govindarajan dalam F. X. Kurniawan Tjakrawala (2008:249) dapat dievaluasi
berdasarkan lima unkuran profitabilitas:
1. Margin KontribusiMargin kontribusi (contribution margin) menunjukkan rentang(spread) antara pendapatan dengan beban variabel. Bahwa karenabeban tetap (fixed expense) berada diluar kendali menajertersebut, sehingga para manajer harus memusatkan perhatian
67
untuk memaksimalkan margin kotribusi. Permasalahn dariargumen tersebut adalah bahwa alasannnya tidak tepat; karenapada kenyataannya, hampir seluruh pengeluaran tetap dapatdikendalikan oleh para manajer.
2. Laba LangsungLaba langsung (direct profit) mencerminkan kontribusi pusat labaterhadap overhead umum dan laba perusahaan. Ukuran inimenggabungkan seluruh pengeluaran pusat laba, baik yangdikeluarkan oleh atau dapat ditelusuri langsung ke pusat labatersebut tanpa mempedulikan apakah pos-pos ini ada dalamkendali manajer pusat laba atau tidak. Meskipun demikian,pengeluaran yang terjadi di kantor pusat tidak termasuk dalamperhitungan ini. Kelemahan dari pengukuran laba langsungadalah bahwa ia tidak memasukkan unsur manfaat motivasi daribiaya-biaya kantor pusat.
3. Laba yang Dapat DikendalikanPengeluaran-pengeluaran kantor pusat dapat dikelompokkanmenjadi dua kategori: dapat dikendalikan dan tidak dapatdikendalikan. Yang termasuk dalam kategori pertama adalahpengeluaran-pengeluaran yang dapat dikendalikan, paling tidakpada tingkatan tertentu, oleh manajer unit bisnis—layananteknologi informasi misalnya. Jika biaya-biaya ini termasuk dalamsistem pengukuran, maka laba yang dihasilkan setelah dikurangidengan seluruh biaya yang dipengaruhi oleh manajer pusat labatersebut. Kekurangan utama dari ukuran ini adalah karenaukuran tersebut tidak memasukkan beban kantor pusat yangtidak dapat dikendalikan, maka ukuran ini tidak dapat langsungdibandingkan baik dengan data yang diterbitkan atau dataasosiasi dagang yang melaporkan laba dari perusahaan-perusahaan lain di industri yang sama.
4. Laba sebelum PajakDalam ukuran ini, seluruh overhead korporat dialokasikan kepusat laba berdasarkan jumlah relatif dari beban yangdikeluarkan oleh pusat laba. Ada dua argumen yang menentangalokasi ini. Pertama, karena biaya-biaya yang dikeluarkan olehstaf di departemen korporat seperti bagiam keuangan, akuntansi,dan bagian sumber daya manusia tidak dapat dikendalikan olehmanajer pusat laba, maka manajer tersebut sebaiknya tidakdianggap bertanggung jawab untuk biaya tersebut. Kedua, sulituntuk mengalokasikan jasa staf korporat dengan cara yang secarawajar mencerminkan jumlah biaya yang dikeluarkan oleh setiappusat laba.Meskipun demikian, ada tiga argumen yang mendukungdimasukkannya overhead korporat ke dalam laporan kinerja daripusat laba. Pertama, unit jasa korporat memiliki kecenderunganuntuk meningkatkan dasar kekuatan dan untuk memperluas
68
keunggulannya tanpa memperhatikan dampaknya terhadapperusahaan secara keseluruhan. Mengalokasikan biaya-biayaoverhead perusahaan kepada pusat laba akan menigkatkankecenderungan bahwa para manajer pusat laba akanmempertanyakan biaya-biaya ini, untuk memeriksa pengeluarankantor pusat. Kedua, kinerja setiap pusat laba akan lebih realistisdan lebih dapat diperbandingkan dengan kinerja para pesaingyang memberikan jasa yang sama. Ketiga, ketika para manajermengetahui bahwa pusat laba mereka tidak akan menunjukkanlaba kecuali semua biaya—termasuk bagian overhead perusahaanyang dialokasikan—tertutupi, maka mereka akan termotivasiuntuk membuat keputusan pemasaran jangka panjang yangoptimal, penentapan harga, bauran produk, dan lain-lain, yangakan memberikan manfaat (bahkan dalam memastikan potensi)bagi perusahaan secara keseluruhan.
5. Laba BersihDi sini, perusahaan mengukur kinerja pusat laba domestikberdasarkan laba bersih (net income), yaitu jumlah laba bersihsetelah pajak. Ada dua argumen utama yang menentangpenggunaan metode ini: (1) laba setelah pajak sering kalimerupakan persentase yang konstan atas laba sebelum pajak,dalam kasus mana tidak terdapat manfaat dengan memasukkanunsur pajak penghasilan; dan (2) karena banyak keputusan yangmempengaruhi pajak penghasilan dibuat di kantor pusat, makatidaklah tepat jika para manajer pusat laba harus menanggungkonsekuensi dari keputusan-keputusan tersebut.
2.1.3.9.3. Penilaian Kinerja Pusat Laba
Menurut Mulyadi (2001:439) pusat laba adalah: …pusat
pertanggungjawaban yang manajernya diberi wewenang untuk
mengendalikan pendapatan dan biaya pusat pertanggungjawaban tersebut.
Karena laba, yang merupakan selisih antara pendapatan dan biaya, tidak
dapat berdiri sendiri sebagai ukuran kinerja pusat laba, maka perlu
dihubungkan dengan investasi yang digunakan untuk menghasilkan laba
tersebut. Dengan demikian, untuk mengukur kinerja pusat laba, umumnya
digunakan dua ukuran yang menghubungkan laba yang diperoleh pusat laba
69
dengan investasi yang digunakan untuk menghasilkan laba: kembalian
investasi (return on ivestment atau ROI) dan residual income (RI).
Kembalian investasi (return on investment) atau yang sering juga disebut
dengan return on total assets (ROA). Menurut Mulyadi (2001:440) formula untuk
menghitung return on investment adalah sebagai berikut:
ROI =Laba
Investasi
Sedangkan menurut Lukman Syamsuddin (2004:63) adalah sebagai
berikut:
ROI =
Total assets
Sedangkan menurut Mulyadi (2001:440) untuk menghitung residual
income adalah …dengan mengurangi laba dengan beban modal (merupakan
persentase beban modal x investasi). Namun kesulitan yang dihadapi
kebanyakan perusahaan adalah menghitung biaya modal yang terpakai.
70
2.2. Kerangaka Pemikiran dan Hipotesis
2.2.1. Tinjauan Literatur
Kinerja unit bisnis didefinisikan oleh Mia dan Clarke yang dikutip oleh
Gudono (2007:186) adalah: …seberapa tinggi tingkat pencapaian target yang
telah direncanakan, misalnya pencapaian produksi, kos, kualitas,
pengiriman produk, service atau pelayanan, volume penjualan, pangsa pasar
dan tingkat laba.
Dalam perusahaan yang melakukan divisionalisasi manajer divisi harus
diberi wewenang untuk melakukan pembuatan keputusan yang berhubungan
dengan laba, meliputi keputusan biaya (keputusan sumber) dan sekaligus
pendapatan (keputusan pasar). Manajer divisi tersebut memperoleh wewenang
untuk melakukan pembuatan keputusan laba. Oleh karena itu, manajer divisi
bertanggung jawab terhadap laba yang dicapai oleh divisinya. Dengan demikian
perusahaan akan membentuk sebuah pusat laba dimana manajernya bertanggung
jawab terhadap laba yang diperoleh divisinya.
Menurut Anthony dan Govindarajan dalam F. X. Kurniawan Tjakrawala
(2008:237): …ketika kinerja finansial suatu pusat tanggung jawab diukur
dalam ruang lingkup laba (yaitu, selisih antara pendapatan dan beban),
maka pusat ini disebut sebagai pusat laba (profit center).
Sedangkan menurut Supriyono (2000:384) pengertian pusat laba (unit
bisnis) adalah: …unit organisasi yang dipimpin oleh seorang manajer yang
bertanggung jawab terhadap laba.
71
Anthony dan Govindarajan dalam F. X. Kurniawan Tjakrawala (2008:242)
menyatakan bahwa: …hampir semua unit bisnis diciptakan sebagai pusat laba
karena manajer yang bertanggung jawab atas unit tersebut memiliki kendali
atas pengembangan produk, proses produksi, dan pemasaran.
Menurut Mulyadi (2001:439) pusat laba adalah …pusat
pertanggungjawaban yang manajernya diberi wewenang untuk
mengendalikan pendapatan dan biaya pusat pertanggungjawaban tersebut.
Karena laba, yang merupakan selisih antara pendapatan dan biaya, tidak
dapat berdiri sendiri sebagai ukuran kinerja pusat laba, maka perlu
dihubungkan dengan investasi yang digunakan untuk menghasilkan laba
tersebut. Dengan demikian, untuk mengukur kinerja pusat laba, umumnya
digunakan dua ukuran yang menghubungkan laba yang diperoleh pusat laba
dengan investasi yang digunakan untuk menghasilkan laba: kembalian
investasi (return on ivestment atau ROI) dan residual income (RI).
Dengan demikian dapat disimpulakan bahwa kinerja unit bisnis sebagai
pusat laba adalah seberapa tinggi tingkat pencapaian target yang telah
direncanakan oleh unit organisasi yang dipimpin oleh seorang manajer yang
bertanggung jawab terhadap laba yang dalam hal ini untuk mengukur kinerja unit
bisnis sebagai pusat laba, umumnya digunakan dua ukuran yang menghubungkan
laba yang diperoleh pusat laba dengan investasi yang digunakan untuk
menghasilkan laba yaitu ROI dan RI.
Yulius dan Gudono (2007:5) mengemukakan mengenai sistem akuntansi
manajemen adalah sebagai berikut:
72
“Peneliti sistem akuntansi managemen (SAM) mendefinisikan SAMsebagai suatu sistem formal yang didesain untuk menyediakaninformasi dalam rangka mempermudah pengambilan keputusan danmengevaluasi aktivitas managerial (Chenhall, 2003).”
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya kinerja unit
bisnis menurut Yulius dan Gudono (2007:6-8) adalah sebagai berikut:
1. Intensitas kompetisi pasar merupakan salah satu faktorketidakpastian lingkungan (Gul, 1991). Semakin intensif kompetisipasar, organisasi akan meningkatkan differensiasi produk,penurunan siklus hidup produk, memperkenalkan saluran baru,menghadapi peningkatan sensitivitas pasar, serta meningkatkantarget produk (Rolfe, 1992). Perubahan tersebut menciptakantantangan kompetitif sehingga unit bisnis akan mengadopsistrategi termasuk differensiasi produk, pelayanan dan harga(Linn, 1994). Mia dan Clarke (1999) menyebutkan bahwakompetisi pasar mempengaruhi penggunaan informasi SAM yangdapat meningkatkan kinerja unit bisnis. Berdasarkan hasil-hasilpenelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa manager yangmenghadapi situasi ketidakpastian seperti kompetisi pasar,informasi SAM yang digunakan sebagai dasar pengambilankeputusan akan meningkatkan kinerja unit bisnis dan kepuasankerja.
2. SAM merupakan sistem informasi yang mengumpulkan datakeuangan dan nonkeuangan yang kemudian data tersebutdiproses, disimpan dan dilaporkan kepada manager untuk dasarpengambilan keputusan. SAM juga merupakan bagian integraldari suatu organisasi yang berkaitan dengan struktur dan prosesorganisasi untuk menghasilkan pengendalian organisasi termasukpengendalian manager. SAM dan sistem pengendalian yang baikbagi organisasi dipengaruhi oleh intensits kompetisi pasar.Perbedaan tipe kompetisi (harga, saluran pemasaran dan produk)mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap penggunaaninformasi SAM dan sistem pengendalian organisasi. Managermenggunakan informasi SAM untuk pengambilan keputusantentang product pricing, forecasting permintaan pasar, marketplanning, pembelian bahan baku, product palanning danpeningkatan infrastruktur organisasi (Mia dan Clarke, 1999).
Penelitian-penelitian sebelumnya memberikan bukti empiris bahwapenggunaan informasi SAM yang sophisticated lebih bermanfaatketika menghadapi situasi ketidakpastian yang tinggi sepertiintensitas kompetisi pasar (Gordon dan Narayanan, 1984; Chenhalldan Morris, 1986; Gul, 1991). Dalam kondisi intensitas kompetisipasar yang tinggi, manager memerlukan informasi SAM yang
73
sophisticated untuk membuat keputusan yang lebih tepat sehinggameningkatkan kinerja unit bisnis. Sedangkan untuk menghadapiintensitas kompetisi pasar yang rendah, informasi akuntansitradisional atau informasi SAM yang less sophisticated lebih tepatdigunakan oleh manager untuk pengambilan keputusan. Apabilamanager menggunakan informasi SAM yang sophisticated untukmengahadapi kondisi intensitas kompetisi pasar yang rendah makakinerja unit bisnis menurun. Hal tersebut disebabkan oleh informasiSAM yang digunakan terlalu berlebihan (Gul, 1991). Dengandemikian bahwa dalam kondisi intensitas kompetisi pasar tinggipenggunaan informasi SAM yang sophisticated akan meningkatkankinerja unit bisnis akan tetapi dalam kondisi intensitas kompetisipasar rendah akan menurunkan kinerja unit bisnis.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat dilihat dalam tabel 2.1.
Tabel 2.1
Pengaruh Pengguuaan Informasi SAM Terhadap Kinerja Unit Bisnis
Yang Dimoderasi OIeh Intensitas Kompetisi Pasar
Informasi SAMIntensitas Kompetisi Pasar
Rendah Tinggi
Less Sophisticated Kinerja unit bisnis tinggi Kinerja unit bisnis rendah
Sophisticated Kinerja unit bisnis rendah Kinerja unit bisnis tinggi
Sumber: Yulius dan Gudono (2007:8)
Berdasarkan faktor-faktor yang dikemukakan di atas maka harga transfer
dan harga jual merupakan bagian dari informasi SAM yang berhubungan
mengenai pengambilan keputusan tentang product pricing.
Pengertian harga transfer menurt Anthony dan Govindarajan dalam F. X.
Kurniawan Tjakrawala (2008:284) adalah: …nilai yang diberikan atas suatu
transfer barang atau jasa dalam suatu transaksi di mana setidaknya salah
satu dari kedua pihak yang terlibat adalah pusat laba.
Penetapan harga jual yang tepat adalah salah satu faktor penting bagi
perusahaan. Kurang berarti jika sebuah perusahaan dapat memproduksi barang
74
sangat baik namun tidak dapat menetapkan harga jual dengan tepat untuk barang
produksinya. Menurut Sriyadi (2001:178) pengertian harga jual adalah …nilai
tukar suatu barang atau jasa, yaitu jumlah uang yang pembeli sanggup
membayar kepada penjual untuk suatu barang tertentu.
Sedangkan menurut Fandi Tjiptono (1997:151) pengertian harga jual
adalah …satuan moneter atau ukuran lainnya (termasuk barang dan jasa
lainnya) yang ditukarkan agar memperoleh hak kepemilikan atau
penggunaan suatu barang atau jasa yang akan berpengaruh langsung
terhadap laba perusahaan.
Anthony dan Govindarajan dalam F. X. Kurniawan Tjakrawala (2008:284)
menyatakan bahwa:
“Literatur ekonomi klasik menyatakan bahwa harga jual sebaiknyasama dengan biaya marginal, dan beberapa penulis menyarankanharga transfer berdasarkan biaya marginal. Hal ini tidak realistis.Karena hanya beberapa perusahaan menjalankan kebijakansemacam ini dalam menentukan baik harga jual atau harga transfer.”
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada kenyataannya terdapat
perbedaan antara penentuan harga transfer dengan harga jual. Berdasarkan uraian
di atas maka penulis merumuskan hipotesis pertama sebagai berikut:
H1: “Terdapat Perbedaan Antara Harga Transfer dengan Harga Jual”.
Menurut Abdul Halim (2005:50), ada tiga faktor yang mempengaruhi laba
perusahaan yaitu …biaya, harga jual dan volume (penjualan dan produksi).
Biaya yang timbul dari perolehan atau untuk pengolahan suatu produk atau
jasa akan mempengaruhi harga jual produk yang bersangkutan. Harga jual
produk atau jasa akan mempengaruhi besarnya volume penjualan produk
75
atau jasa yang bersangkutan, sedangkan besarnya volume penjualan
berpengaruh terhadap volume produksi produk atau jasa tersebut.
Selanjutnya pada gilirannya volume produksi akan mempengaruhi besar
kecilnya biaya produksi. Dengan demikian faktor-faktor yang
mempengaruhi laba tersebut saling terkait antara satu dengan yang lain.
Sedangkan Student Camelia Obreja (2008:164) menyatakan bahwa:
“The profit center is the operational subdivision which performsits activity by attracting resources which generate revenue. Theprofit center is the organizational center within which profit canbe calculated. Within profit centers there are producedsubsystems, finite products or there are executed services whichare sold outside and for which a selling price is calculated”.
Dengan pernyataan di atas maka terdapat hubungan yang erat antara harga
jual dengan kinerja unit bisnis sebagai pusat laba yang dinilai prestasinya
berdasarkan laba yang dihasilkan. Harga jual akan mempengaruhi besarnya laba
yang akan didapatkan oleh unit bisnis karena unit bisnis mempunyai hak dalam
melakukan keputusan mengenai pemasaran produknya sehingga harus
menetapkan harga jual yang tepat agar memperoleh laba (selisih antara
pendapatan dengan biaya).
Berdasarkan uraian di atas maka penulis merumuskan hipotesis kedua
sebagai berikut:
H2: “Tedapat pengaruh signifikan harga jual terhadap kinerja unit bisnis
sebagai pusat laba”.
Pengukuran laba suatu unit bisnis sebagai pusat laba menyangkut transaksi
tidak hanya antara suatu pusat laba dengan pihak luar, namun juga transaksi
dengan pusat laba yang lain, dengan kantor pusat, dan dengan bagian-bagian
76
perusahaan lain. Oleh karena itu, tidak seperti pengukuran laba untuk suatu
organisasi yang benar-benar independen, pengukuran laba suatu unit bisnis
sebagai pusat laba menyangkut transaksi-transaksi yang tidak selalu merupakan
transaksi independen (arm’s length transaction). Menurut Supriyono (2000:398)
transaksi independen (arm’s length transaction) adalah: …transaksi yang
dilakukan oleh dua atau lebih pihak secara independen. Menurut Supriyono
(2000:398) kondisi ini dapat menimbulkan masalah sebagai berikut:
a. Pendapatan BersamaPendapatan bersama (pendapatan gabungan) adalah pendapatanyang timbul karena suatu bagian pemasaran divisi tertentu dapatmenemukan pembeli atau dapat menjual produk yang dihasilkandivisi lainnya dalam perusahaan yang sama. Dalam hal ini timbulmasalah adanya pendapatan perusahaan yang sebenarnyamerupakan hasil usaha bersama dua divisi.
b. Biaya BersamaBiaya bersama (biaya gabungan) adalah biaya yang timbul karenapenyelenggaraan fasilitas bersama yang dinikmati bersama olehberbagai pusat laba. Alokasi biaya gabungan dipengaruhi olehtujuan pengukuran laba. Jika tujuan pengukuran laba untukmenilai kinerja manajer, maka biaya gabungan dialokasikan padasetiap pusat laba hanya jika biaya tersebut terkendalikan olehmanajer pusat laba yang bersangkutan dan jika biaya bersamatidak terkendalikan maka tidak perlu dialokasikan.
c. Harga TransferMasalah harga transfer timbul jika dua pusat laba melakukantransaksi transfer barang atau jasa. Untuk penentuan laba yangjadi bagian masing-masing pusat laba harus diperhitungkan hargatransfer barang dan jasa yang ditransfer antarpusat laba tersebut.Harga transfer bagi divisi penjual merupakan pendapatan, di lainpihak harga tersebut merupakan biaya bagi divisi pembeli.Pendapatan dan biaya tersebut merupakan komponen untukperhitungan laba masing-masing divisi yang terkait dalamtransfer barang.
d. Konsep LabaKonsep laba adalah konsep yang menyatakan bahwa konsep labayang berbeda digunakan untuk tujuan yang berbeda.
77
Berdasarkan uraian di atas harga transfer merupakan salah satu kondisi
yang dapat menimbulkan masalah di dalam penilaian kinerja unit bisnis sebagai
pusat laba karena adanya transaksi yang terjadi antar pusat laba di dalam
perusahaan. Untuk penentuan laba yang jadi bagian masing-masing pusat laba
harus diperhitungkan harga transfer barang dan jasa yang ditransfer antarpusat
laba tersebut. Harga transfer bagi divisi penjual merupakan pendapatan, di lain
pihak harga tersebut merupakan biaya bagi divisi pembeli. Pendapatan dan biaya
tersebut merupakan komponen untuk perhitungan laba masing-masing divisi yang
terkait dalam transfer barang.
Simons (2000) yang dikutip oleh Martine Cools dan Regine Slagmulder
(2005:6-7) menyatakan bahwa:
“Transfer prices as horizontal linkages between the profit plansof different business units in the firm and stresses that transferprices influence business unit managers’ performanceevaluations, which are typically based on those profit plans”.
Sedangkan Cravens and Shearon (1996) yang dikutip Martine Cools dan
Regine Slagmulder (2005:7) menyatakan bahwa “The transfer pricing policy
must provide a realistic performance evaluation, motivating managers to
perform well and evaluating them based on measures that are within their
control”.
Berdasarkan pernyataan diatas terdapat hubungan yang erat antara harga
transfer dengan kinerja unit bisnis sebagai pusat laba. Pada perusahaan yang
melakukan divisionalisasi dimana di dalamnya terdiri dari beberapa unit bisnis
sebagai pusat laba maka akan terjadi transfer barang atau jasa. Hal ini disebabkan
tidak seluruhnya dilengkapi dengan fasilitas yang sama sehingga ada kalanya unit
78
bisnis yang satu harus memakai barang atau jasa dari unit bisnis lainnya. Dengan
adanya penerapan harga transfer yang terjadi antara unit bisnis sebagai pusat laba
akan mempengaruhi kinerja dari unit bisnis tersebut karena unit bisnis sebagai
pusat laba diukur kinerjanya berdasarkan seberapa besar laba yang dapat
dihasilkannya.
Berdasarkan uraian di atas maka penulis merumuskan hipotesis ketiga
sebagai berikut:
H3: “Tedapat pengaruh signifikan harga transfer terhadap kinerja unit
bisnis sebagai pusat laba”.
2.2.2. Tinjauan Empiris
Beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian
yang dilakukan oleh Siska Rahmayawaty (2004) yang berjudul: Pengaruh
Penerapan Harga Transfer Terhadap Perhitungan Harga Jual. Penelitian
tersebut dilakukan di PT PLN (Persero) Distribusi Jawa Barat dan Banten. Pada
penelitian ini hubungan antara hasil pengaruh penerapan harga transfer sebagai
variabel independen yang diukur berdasarkan laporan perhitungan harga transfer
periode 2002 sampai dengan 2003. Sedangkan perhitungan harga jual sebagai
variabel dependen diukur berdasarkan laporan laba rugi dan perhitungan harga
jual periode 2002 sampai dengan 2003. Dengan menggunakan metode deskriptif,
diperoleh hasil bahwa perhitungan harga transfer yang dilakukan oleh PT PLN
(Persero) Distribusi Jawa Barat dan Banten telah dilaksanakan secara sistematis
yang berorientasi pada laba perusahaan. Metode yang digunakan dalam
79
menentukan harga transfer adalah atas dasar biaya, walaupun dalam prakteknya
lebih sering menggunakan harga transfer negosiasi antar divisi. Penetapan harga
transfer berpengaruh terhadap penetapan harga jual produk sebesar 7,6%. Dengan
demikian, meningkat atau menurunnya harga jual produk sebanyak 7,6%
ditentukan oleh harga transfer melalui persamaan y = 10,3948 + 0,343x, dan
hipotesis yang berbunyi: “Perhitungan harga transfer yang wajar akan berdampak
terhadap perhitungan harga jual produk yang wajar pula” dapat diterima.
Penelitian yang dilakukan oleh Juyun Junita (2004) yang berjudul:
Pengaruh Harga Transfer (Transfer Price) Terhadap Return On Investment
(ROI). Penelitian tersebut dilakukan di PT Octa Putra Jaya Tekstil Mills
Bandung. Pada penelitian ini hubungan antara pengaruh harga transfer sebagai
variabel independen yang diukur melalui laporan keuangan yang berhubungan
dengan harga transfer pada departemen pertenunan di PT Octa Putra Jaya Tekstil
Mills periode 1999 sampai dengan 2003. Sedangkan return on investment
diidentifikasi sebagai variabel dependen yang diukur dengan menggunakan
laporan laba rugi dan neraca untuk periode 1999 sampai dengan 2003. Dalam
penelitian ini digunakan teknik statistik parametrik untuk menganalisis data rasio.
Adapun rumusan hipotesisnya adalah Ho: tidak terdapat pengaruh penetapan
harga transfer terhadap ROI dan Hi: terdapat pengaruh penetapan harga transfer
terhadap ROI. Kedua variabel tersebut diuji menggunakan metode pengujian dua
pihak (two tail test) yang menunjukkan bahwa t > t-tabel (t 1/2 α) atau –t > - (t 1/2
α) dengan hasil (5,85 > 3,182) yang berarti penetapan harga transfer berpengaruh
secara positif dan signifikan terhadap ROI.
80
Penelitian yang dilakukan oleh Gagan Garmana (2004) yang berjudul:
Pengaruh Harga Transfer Terhadap Profitabilitas Unit Usaha (Studi
Verifikatif Pada Divisi Tempa dan Cor PT Pindad). Penelitian ini dilakukan di
Divisi Tempa dan Cor PT Pindad Bandung. Dalam penelitian ini terdapat dua
variable yang diteliti yaitu harga transfer sebagai variabel independen yang
diukur berdasarkan nilai transfer berdasarkan Estimated Cost System (Harga
Pokok Penjualan ditambah profit) dan profitabilitas sebagai variabel dependen
yang diukur dengan ukuran Return On Investment. Hipotesis awal yang diajukan
adalah “Harga Transfer mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap
profitabilitas di Divisi Tempa dan Cor PT Pindad (Persero)”. Metode penelitian
yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analitis dengan pendekatan
studi Verikatif. Data yang digunakan adalah data laporan keuangan bulanan unit
bisnis/divisi Tempa dan Cor Bandung periode Januari 2000 sampai Desember
2002. Hipotesis akan diuji dengan menggunakan analisis korelasi. Dengan
koefisien korelasi sebesar 0,550, menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang kuat
dan positif antara varibel independen dan variabel dependen. Dengan
menggunakan analisis statistik Uji t, diperoleh nilai thitung > ttabel (3,840 > 2,344),
maka H0 ditolak dan H1 diterima, artinya hipotesis awal diterima. Berdasarkan
hasil penelitian, dapat dibuktikan bahwa terdapat pengaruh yang kuat dan
signifikan pada penerapan harga transfer terhadap kinerja unit usaha.
Penelitian yang dilakukan oleh Mochamad Arif Abdullah (2004) yang
berjudul: Pengaruh Penerapan Harga Transfer Terhadap Kinerja Suatu Unit
Usaha Sebagai Pusat Laba (Studi Kasus Pada PT Bank X Unit Bisnis
81
Bandung). Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yang diteliti yaitu
penerapan harga transfer sebagai variabel independen, dimana harga transfer yang
diterapkan pada Bank X adalah harga yang dibebankan untuk penyerahan dana
dari kantor pusat kepada unit usaha berupa suatu tingkat suku bunga tertentu.
Harga transfer yang diterapkan oleh kantor pusat tersebut dikenal dengan istilah
Transfer Price Rate (TPR), Bank X menggunakan Marginal Cost System dalam
menetapkan tingkan bunga Transfer Price Rate ini. Untuk variabel dependen yaitu
kinerja unit usaha sebagai pusat laba yang diwakili oleh rasio profitabilitasnya
yaitu Return on Asset (ROA). Hipotesis awal dalam penelitian ini adalah
“Terdapat pengaruh yang signifikan dalam penerapan harga transfer terhadap
kinerja suatu unit usaha sebagai pusat laba”. Metode penelitian yang digunakan
dalam menyusun skripsi ini adalah metode deskriptif analitis dengan pendekatan
studi kasus. Data yang digunakan adalah data Laporan Keuangan bulanan Bank X
Unit Bisnis Bandung Periode Januari 2001 sampai Desember 2002. Hipotesis
akan diuji dengan menggunakan analisis korelasi. Dengan koefisien korelasi
sebesar 0,698, menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang kuat dan positif antara
variabel independen dan variabel dependen. Dengan menggunakan analisis
statistik Uji t, diperoleh nilai thitung > ttabel (4,462 > 1,717), maka Ho ditolak dan H1
diterima, artinya hipotesis awal dapat diterima. Berdasarkan hasil penelitian, dapat
dibuktikan bahwa terdapat pengaruh yang kuat dan signifikan pada penerapan
harga transfer terhadap kinerja unit usaha sebagai pusat laba.
Penelitian yang dilakukan oleh Sri Mulyani (2006) yang berjudul:
Pengaruh Harga Transfer Terhadap Kinerja Unit Usaha Sebagai pusat Laba
82
Pada PT Pindad (Persero). Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yang akan
diteliti yaitu harga transfer sebagai variabel independen yang diukur dengan nilai
harga transfer yang merupakan selisih antara pendapatan (penjualan intern) dan
harga pokok penjualan intern, sedangkan kinerja unit usaha sebagai variabel
dependen diukur dengan Return on Investment (ROI). Hipotesis awal dalam
penelitian ini adalah “Terdapat pengaruh dari harga transfer terhadap kinerja unit
usaha sebagai pusat laba”. Metode penelitian yang digunakan adalah metode
deskriptif analitis dengan pendekatan studi kasus. Unit analisis dalam penelitian
ini adalah lima divisi yang ada di PT Pidad yang difungsikan sebagai pusat laba,
yaitu Divisi Senjata, Divisi Munisi, Divisi Mesin Industri dan Jasa (Mijas), Divisi
Tempa dan Cor, dan Divisi Rekayasa Industri (Rekind). Data analisis adalah data
kuantitatif berupa laporan keuangan triwulanan setiap divisi dari tahun 2001
sampai dengan tahun 2005. Hipotesis diuji dengan menggunakan analisis regresi
sederhana. Berdasarkan hasil penelitian, dapat dibuktikan bahwa terdapat
pengaruh dari harga transfer terhadap kinerja unit usaha sebagai pusat laba pada
PT Pindad. Artinya tinggi atau rendahnnya harga transfer akan mempengaruhi
kinerja unit usaha sebagai pusat laba pada PT Pindad. Besarnya pengaruh harga
transfer terhadap kinerja unit usaha sebagai pusat laba ditentukan oleh koefisien
determinasi sebesar 10,5% sememntara sisanya 89,5% ditentukan oleh faktor-
faktor lain yang tidak diteliti.
Penelitian yang dilakukan oleh Mardiana Fitrianita (2008) yang berjudul:
Analisis Pengaruh Harga Transfer Terhadap Profitabilitas Divisi Mesin
Industri dan Jasa PT Pindad (Persero). Dalam penelitian ini terdapat dua
83
variabel yang diteliti yaitu harga transfer sebagai variabel independen yang diukur
berdasarkan harga transfer berdasarkan biaya dan profitabilitas sebagai variabel
dependen yang diukur berdasarkan laba sebelum pajak dibagi basis investasi
(Return On Investment). Hipotesis yang digunakan adalah “Harga transfer
berpengaruh secara signifikan terhadap profitabilitas suatu unit usaha”. Metode
penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitis dengan pendekatan studi
kasus. Data yang digunakan dalam analisis ini adalah data kuantitatif berupa
laporan keuangan triwulan dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2005. Hipotesis
diuji dengan menggunakan analisis regresi sederhana. Melalui hasil pengujian
statistik yang menggunakan regresi sederhana, dapat diketahui bahwa terdapat
pengaruh yang signifikan dari harga transfer terhadap profitabilitas unit usaha
sebagai pusat laba pada Divisi Mesin Industri dan Jasa PT Pindad (Persero).
Artinya, tinggi atau rendahnya harga transfer berpengaruh terhadap kinerja unit
usaha sebagai pusat laba. Besarnya pengaruh tersebut dapat ditentukan oleh
koefisien determinasi, yaitu sebesar 61,9% sedangkan sisanya 38,1% dipengaruhi
oleh faktor-faktor lain yang tidak diteliti oleh penulis.
Penelitian yang dilakukan oleh Ekatherina O.K. (2008) yang berjudul:
Analisis Pengaruh Harga Jual Produk Terhadap Profitabilitas Perusahaan
Pada PT. Mega Eltra (Persero) Cabang Medan. Tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui apakah harga jual berhubungan signifikan terhadap tingkat
profitabilitas perusahaan dan bila ada, seberapa kuat hubungan tersebut. Penelitian
ini dilakukan terhadap PT Mega Eltra (Persero) Cabang Medan yang menjual
beberapa produk. Objek penelitian adalah harga jual produk semen dengan
84
periode tiga tahun dari tahun 2003-2005 yang dibagi dalam triwulan (12 data).
Penelitian diuji dengan menggunakan program SPSS versi 13 dimana harga jual
semen sebagai variabel independen, sedangkan profitabilitas (ROI) perusahaan
sebagai variabel dependen. Hasil pengujian menunjukkan bahwa harga jual semen
tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap tingkat profitabilitas
perusahaan. Hasil ini dapat dilihat pada R square atau r determinasi sebesar 0,207,
yang berarti hanya 20,7% variasi dari perubahan ROI dapat dijelaskan oleh
variabel-variabel perubahan harga jual. Sedangkan sisanya 79,3% dijelaskan oleh
variabel-variabel yang lain yang tidak dimasukkan dalam persamaan dan dari
pengujian t-test yang menunjukkan angka signifikansi (sig) harga jual berada di
atas 0,05 yaitu 0,138 berarti variabel harga jual tersebut tidak berpengaruh
signifikan terhadap profitabilitas (ROI) perusahaan pada tingkat kepercayaan
95%.
Penelitian yang dilakukan oleh Yulius Kurnia Susanto dan Gudono (2007)
yang berjudul: Pengaruh Intensitas Kompetisi Pasar Terhadap Hubungan
Antara Penggunaan Informasi Sistem Akuntansi Manajemen dan Kinerja
Unit Bisnis dan Kepuasan Kerja. Dalam penelitian ini terdapat empat variabel
yang diteliti yaitu informasi sistem akuntansi manajemen yang diukur dengan
menggunakan instrumen sembilan belas item dengan tujuh poin skala likert yang
dikembangkan oleh Chenhall dan Morris (1986). Para responden diminta untuk
meranking ketersediaan informasi SAM pada unit bisnisnya. Angka satu
merepresentasikan informasi SAM tidak tersedia dan angka tujuh
merepresentasikan informasi SAM tersedia sangat banyak. Intensitas kompetensi
85
pasar yang diukur dengan menggunakan instrumen yang dikembangkan oleh
Chong et al. (2001) yang diadopsi dari Mia dan Clarke (1999) dan penelitian
Khandawalla (1972). Instrumen ini berisi empat pertanyaan menyangkut intensitas
kompetisi pasar dengan menggunakan tujuh poin skala likert. Angka satu
merepresentasikan kondisi kompetisi pasar yang sangat rendah dan angka tujuh
merepresentasikan kondisi kompetisi pasar yang sangat tinggi. Kinerja unit bisnis
yang diukur dengan instrumen yang dikembangkan oleh Mia dan Clarke (1999)
dengan tujuh poin skala likert. Instrumen ini berisi delapan item pertanyaan yang
menyangkut kinerja organisasi. Dan untuk kepuasan kerja diukur dengan dua
item pertanyaan dengan tujuh poin skala likert yang dikembangkan oleh Dewar
dan Werbel (1979). Instrumen ini telah digunakan oleh penelitian akuntansi
sebelumnya (Chong et al. 2001). Hipotesis yang digunakan adalah untuk H1:
“Semakin tinggi intensitas kompetisi pasar maka penggunaan informasi SAM
yang sophisticated akan meningkatkan kinerja unit bisnis” dan H2: “Semakin
tinggi intensitas kompetisi pasar maka penggunaan informasi SAM yang
sophisticated akan meningkatkan kepuasan kerja”. Hipotesis diuji dengan
menggunakan two-way analysis of variance (ANOVA). Hasil pengujian hipotesis
satu terlihat pada pengaruh interaksi antara informasi SAM dan intensitas
kompetisi pasar yang bernilai positif (F= 6,057) dan signifikan padap-value
dibawah 0,05 (p=0,017) sehingga hipotesis satu terdukung. Hipotesis satu juga
didukung oleh nilai rata-rata kinerja unit bisnis yang paling besar (5,25) terletak
pada grup 4 dengan informasi SAM yang sophisticated dan intensitas kompetisi
pasar yang tinggi. Terdukungnya hipotesis satu menunjukkan bahwa dalam
86
kondisi intensitas kompetisi pasar tinggi penggunaan informasi SAM yang
sophisticated akan meningkatkan kinerja unit bisnis akan tetapi dalam kondisi
intensitas kompetisi pasar rendah akan menurunkan kinerja unit bisnis. Hasil
pengujian hipotesis satu mengindikasikan bahwa semakin tinggi kompetisi pasar,
maka penggunaan informasi SAM yang sophisticated akan meningkatkan kinerja
unit bisnis. Hasil pengujian hipotesis dua terlihat pada pengaruh interaksi antara
informasi SAM dan intensitas kompetisi pasar yang bernilai positif (F= 10,227)
dan signifikan pada p-value dibawah 0,01 (p=0,002) sehingga hipotesis dua
terdukung. Hipotesis dua juga didukung oleh nilai rata-rata kepuasan kerja yang
paling besar (5,4583) terletak pada grup 4 dengan informasi SAM yang
sophisticated dimana intensitas kompetisi pasar yang tinggi yang terlihat pada
terdukungnya hipotesis dua menunjukkan bahwa dalam kondisi intensitas
kompetisi pasar yang tinggi penggunaan informasi SAM yang sophisticated akan
meningkatkan kepuasan kerja akan tetapi dalam kondisi intensitas kompetisi pasar
rendah akan menurunkan kepuasan kerja. Hasil pengujian hipotesis dua
mengindikasikan bahwa semakin tinggi intensitas kompetisi pasar, maka
penggunaan informasi SAM yang sophisticated akan meningkatkan kepuasan
kerja. Model penelitian ini dapat rnenjelaskan variansi kinerja unit bisnis dan
kepuasan kerja masing-masing adalah 25 persen dan 24,2 persen. Hal ini
menunjukkan bahwa masih ada variabel lain yang dapat mempengaruhi kinerja
unit bisnis dan kepuasan kerja selain informasi SAM dan intensitas kompetisi
pasar.
87
Penelitian yang dilakukan oleh Faisal (2006) yang berjudul: Analisis
Pengaruh Intensitas Persaingan dan Variabel Kontekstual Terhadap
Penggunaan Informasi Sistem Akuntansi Manajemen dan Kinerja Unit
Bisnis dengan Pendekatan Partial Least Square. Dalam penelitian ini terdapat
lima variabel yang diteliti yaitu intensitas persaingan pasar, penggunaan informasi
SAM, strategi, perceived environmental uncertainty (PEU), dan kinerja unit
bisnis. Hipotesis yang digunakan adalah untuk H1: “Terdapat hubungan tidak
langsung antara intensitas persaingan dengan kinerja melalui penggunaan
informasi SAM”, H2: “Terdapat hubungan tidak langsung antara strategi dengan
kinerja melalui penggunaan informasi SAM”, dan H3: “Terdapat hubungan tidak
langsung antara PEU dengan kinerja melalui penggunaan informasi SAM”. Dalam
penelitian ini analisis data menggunakan pendekatan Partial Least Square (PLS).
PLS adalah model persamaan struktural (SEM) yang berbasis komponen atau
varian (variance). Dapat di simpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan
antara variabel intensitas persaingan pasar dengan penggunaan informasi SAM
dengan nilai koefisien 0.414, nilai t = 2.489 dan signifikan pada 0.05. Untuk
hubungan penggunaan informasi SAM terhadap kinerja diperoleh nilai koefisien
0.484 dengan nilai t = 2.852 dan signifikan pada level 0.05. Sedangkan hubungan
antar variabel lainnya tidak ada yang signifikan. Dengan demikian dapat
simpulkan bahwa hipotesis 1 yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara
intensitas persaingan pasar terhadap kinerja melalui penggunaan informasi SAM
berhasil didukung. Hasil pengujian hipotesis 1 konsisten dengan temua Mia dan
Clarke (1999).Sedangkan hipotesis 2 dan 3 tidak berhasil didukung. Hasil ini
88
gagal mendukung penelitian Abernethy dan Guthrie (1994) namun konsisten
dengan Muslichah (2003).
Penelitian yang dilakukan oleh Moch Imron (2003) yang berjudul:
Pengaruh Ketidakpastian Lingkungan dan Strategi Bisnis Terhadap
Hubungan Antara Karakteristik Informasi Sistem Akuntansi Manajemen
Broadscope dengan Kinerja Unit Bisnis Strategis. Dalam penelitian ini terdapat
empat variabel yaitu kinerja unit bisnis strategis sebagai variabel dependen yang
diukur dengan menggunakan ukuran kinerja finansial dan non finansial dimana
yang menjadi instrumennya adalah ROI, proft, cashflow, cost controll,
pengembangan produk baru, volume penjualan, pangsa pasar (market share),
pengembangan pasar, pengembangan sumber daya manusia, dan urusan politik
dan kemasyarakatan (political-public-affairs). Instrumen menggunakan skala
interval tujuh poin, dengan skor 1 menunjukkan di bawah standar dan skor 7
menunjukkan di atas standar. Ketidakpastian lingkungan yang dipresepsikan
sebagai variabel independen yang diukur dengan menggunakan instrumen yang
dikembangkan oleh Gordon dan Narayanan (1984). Instrumen ini terdiri dari tujuh
item dengan menggunakan tujuh skala likert. Strategi bisnis sebagai variabel
independen yang diukur dengan cara pendekatan self typing. Yaitu responden
diminta untuk melakukan penilaian sendiri terhadap strategi bisnisnya.
Karakteristik sistem informasi akuntansi manajemen sebagai variabel independen
diukur dengan menggunakan instrumen yang dikembangkan oleh Chenhall dan
Morris (1986). Instrumen tersebut terdiri atas 6 butir pertanyaan mengenai
karakteristik informasi yang berdimensi broad scope. Hipotesis yang digunakan
89
dalam penelitian ini adalah H1: “Terdapat pengaruh tidak langsung antara
ketidakpastian lingkungan dan kinerja SBU melalui penggunaan informasi sistem
akuntansi manajemen broad scope dalam pembuatan keputusan”, H2: “Terdapat
pengaruh tidak langsung antara strategi bisnis terhadap kinerja SBU melalui
tingkat penggunaan informasi sistem akuntansi manajemen broad scope untuk
pengambilan keputusan”, H3: “Penggunaan karakteristik informasi sistem
akuntansi manajemen broad scope dalam pengambilan keputusan berpengaruh
positif terhadap kinerja SBU”, dan H4: “Pengaruh ketidakpastian lingkungan dan
strategi bisnis terhadap kinerja SBU dimediasi oleh penggunaan karakteristik
informasi sistem akuntansi manajemen broad scope. Framework teori yang
dikembangkan dalam penelitian ini adalah pengaruh strategi bisnis terhadap
kinerja unit bisnis strategis melalui penggunaan sisten informasi akuntansi
manajemen broad scope. Dalam menguji pengaruh langsung dan tidak langsung
digunakan metode analisis jalur (path analysis). Berdasarkan analisis respon dari
35 direktur utama dan direktur umum, hasil penelititan ini menunjukkan bahwa
terdapat pengaruh tidak langsung yang signifikan anatara ketidakpastian
lingkungan dan kinerja unit bisnis strategis melalui tingkat penggunaan informasi
sistem akuntansi manajemen broad scope. Sedangkan pengujian terhadap strategi
bisnis analyzer denga kinerja unit bisnis strategis menunjukkan pengaruh
langsung yang signifikan dengan alpha 5% (α = 0,05). Penelitian ini tidak
memberikan bukti bahwa strategi bisnis analyzer sebagai antesenden bagi
rancangan sistem akuntansi manajemen melalui pengaruh tidak langsung, hal ini
ditunjukkan adanya perbedaan dalam penggunaan karakteristik informasi sistem
90
akuntansi manajemen bercakupan luas pada ketidakpastian lingkungan strategi
bisnis.
91
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Metode Penelitian Yang Digunakan
3.1.1. Objek Penelitian
Dalam penelitian ini, lingkup objek penelitian yang ditetapkan penulis
sesuai dengan permasalahan yang akan diteliti adalah Harga Transfer, Harga Jual,
dan Kinerja Unit Bisnis sebagai Pusat Laba pada Direktorat Aerostructure di PT
Dirgantara Indonesia (Persero) Jalan Pajajaran No. 154 Bandung.
3.1.2. Unit Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis menetapkan unit penelitian sesuai dengan
permasalahan yang diteliti mengenai Harga Transfer, Harga Jual, dan Kinerja Unit
Bisnis sebagai Pusat Laba yaitu data penjualan internal pertriwulan untuk produk
wing tip assy, data penjualan ke pihak luar pertriwulan untuk produk wing tip
assy, serta Laporan Keuangan berupa Neraca dan Laporan Laba Rugi pertriwulan
Direktorat Aerostructure di PT Dirgantara Indonesia.
3.2. Definisi Variabel dan Operasionalisasi Variabel
3.2.1. Definisi Variabel dan Pengukurannya
Berdasarkan permasalahan yang diteliti, dalam penelitian ini terdapat dua
variabel penelitian yaitu:
1. Variabel Independen (Variabel Bebas)
92
Variabel Independen adalah variabel yang mempengaruhi atau yang
menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel terikat. Variabel
independen dalam penelitian ini adalah:
a. Harga Transfer (X1). Dalam penelitian ini, penulis menggunakan
definisi harga transfer yang dikemukakan oleh Anthony dan
Govindarajan dalam F. X. Kurniawan Tjakrawala (2008:284)
adalah: …nilai yang diberikan atas suatu transfer barang atau
jasa dalam suatu transaksi di mana setidaknya salah satu dari
kedua pihak yang terlibat adalah pusat laba. Skala
pengukurannya menggunakan skala rasio.
b. Harga Jual (X2). Dalam penelitian ini, penulis menggunakan definisi
harga jual yang dikemukakan oleh Sriyadi (2001:178) pengertian
harga jual adalah …nilai tukar suatu barang atau jasa, yaitu
jumlah uang yang pembeli sanggup membayar kepada penjual
untuk suatu barang tertentu
2. Variabel Dependen (Variabel Terikat)
Variabel Dependen adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi
akibat karena adanya variabel bebas. Variabel dependen dalam
penelitian ini adalah Kinerja Unit Bisnis sebagai Pusat Laba. Dalam
penelitian ini, penulis menggunakan definisi yang disampaikan oleh
Mia dan Clarke yang dikutip oleh Gudono (2007:186), pengertian
kinerja unit bisnis adalah: …seberapa tinggi tingkat pencapain target
yang telah direncanakan, misalnya pencapaian produksi, kos,
93
kualitas, pengiriman produk, service atau pelayanan, volume
penjualan, pangsa pasar dan tingkat laba. Sedangkan definisi pusat
laba menurut Supriyono (2000:384) adalah: …unit organisasi yang
dipimpin oleh seorang manajer yang bertanggung jawab terhadap
laba. Menurut Mulyadi (2001:439): …karena laba, yang merupakan
selisih antara pendapatan dan biaya, tidak dapat berdiri sendiri
sebagai ukuran kinerja pusat laba, maka perlu dihubungkan
dengan investasi yang digunakan untuk menghasilkan laba
tersebut. Dengan demikian, untuk mengukur kinerja pusat laba,
umumnya digunakan dua ukuran yang menghubungkan laba yang
diperoleh pusat laba dengan investasi yang digunakan untuk
menghasilkan laba: kembalian investasi (return on ivestment atau
ROI) dan residual income (RI). Skala pengukurannya menggunakan
skala rasio.
3.2.2. Operasionalisasi Variabel
Operasionalisasi variabel diperlukan untuk menentukan jenis dan indikator
dari variabel-variabel yang terkait dalam penelitian ini. Selain itu, operasionalisasi
variabel dimaksudkan untuk menentukan skala pengukuran dari masing-masing
variabel, sehingga pengujian hipotesis dengan menggunakan alat bantu statistik
dapat dilakukan dengan benar.
Operasionalisasi variabel independen dalam penelitian ini adalah Harga
Transfer, dapat dilihat dalam Tabel 3.1.
94
Tabel 3.1
Operasionalisasi Variabel
Variabel Independen: Harga Transfer (X1) dan Harga Jual (X2)
Variabel Konsep Indikator Skala
Harga Transfer
(X1)
Nilai yang diberikan atas
suatu transfer barang atau
jasa dalam suatu transaksi
di mana setidaknya salah
satu dari kedua pihak yang
terlibat adalah pusat laba.
Harga transfer per unit
untuk produk Wing Tip
Assy.
Rasio
Harga Jual (X2) Nilai tukar suatu barang
atau jasa, yaitu jumlah
uang yang pembeli
sanggup membayar kepada
penjual untuk suatu barang
tertentu.
Harga Jual per unit
untuk produk Wing Tip
Assy .
Rasio
Sumber: Anthony dan Govindarajan (2008:284)Sriyadi (2001:178)
Operasionalisasi variabel dependen dalam penelitian ini adalah Kinerja
Unit Bisnis sebagai Pusat Laba, dapat dilihat dalam Tabel 3.2.
95
Tabel 3.2
Operasionalisasi Variabel
Variabel Dependen: Kinerja Unit Bisnis sebagai Pusat Laba
Variabel Konsep Indikator Skala
Kinerja Unit
Bisnis sebagai
Pusat Laba
Seberapa tinggi tingkat
pencapain target yang
telah direncanakan,
misalnya pencapaian
produksi, kos, kualitas,
pengiriman produk,
service atau pelayanan,
volume penjualan, pangsa
pasar dan tingkat laba oleh
unit organisasi yang
dipimpin oleh seorang
manajer yang bertanggung
jawab terhadap laba.
Karena laba, yang
merupakan selisih antara
pendapatan dan biaya,
tidak dapat berdiri sendiri
sebagai ukuran kinerja
pusat laba, maka perlu
dihubungkan dengan
=ܫLaba
Investasi
Rasio
96
investasi yang digunakan
untuk menghasilkan laba
tersebut. Dengan
demikian, untuk mengukur
kinerja pusat laba,
umumnya digunakan dua
ukuran yang
menghubungkan laba yang
diperoleh pusat laba
dengan investasi yang
digunakan untuk
menghasilkan laba:
kembalian investasi
(return on ivestment atau
ROI) dan residual income
(RI).
Sumber: Mia dan Clarke yang dikutip oleh Gudono (2007:186)Supriyono (2000:384)Mulyadi (2001:439)
3.3. Populasi dan Sampel
Menurut Sugiyono (2008:115), yang dimaksud dengan populasi adalah …
wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kualitas
dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan
kemudian ditarik kesimpulannya. Dalam penelitian ini, yang menjadi populasi
97
penelitian adalah data penjualan internal pertriwulan, data penjualan ke pihak luar
pertriwulan, serta Laporan Keuangan berupa Neraca dan Laporan Laba Rugi
pertriwulan Direktorat Aerostructure sejak dibentuknya Direktorat Aerostructure
pada tahun 2004. Untuk data penjualan internal dan Laporan Keuangan
pertriwulan sejak tahun 2004 – 2010 populasinya berjumlah 26 data. Untuk data
penjualan ke pihak luar yang dalam hal ini Direktorat Aerostructure memiliki
kewenangan untuk menjualnya ke pihak luar sejak tahun 2007, maka jumlah
populasinya sebanyak 14 data.
Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang
ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka
peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi tersebut. Apa yang
dipelajari dari sampel, kesimpulannya akan dapat diberlakukan untuk populasi.
Oleh karena itu, sampel yang diambil dari populasi harus betul-betul respresentatif
(mewakili).
3.3.1. Kerangka Sampling, Unit Sampel, dan Ukuran Sampel
Kerangka Sampling (sampling frame) adalah daftar yang berisi satuan-
satuan sampling yang ada dalam sebuah populasi yang berfungsi sebagai dasar
untuk penarikan sampel (Ating Somantri dan Sambas Ali Muhidin , 2006, 65).
Maka kerangka sampling pada penelitian ini adalah yaitu data penjualan internal
pertriwulan untuk produk wing tip assy, data penjualan ke pihak luar pertriwulan
untuk produk wing tip assy, serta Laporan Keuangan berupa Neraca dan Laporan
Laba Rugi pertriwulan Direktorat Aerostructure di PT Dirgantara Indonesia.
98
Sampel yang diambil harus representatif, yakni mewakili populasi yang
berarti semua ciri-ciri atau karakteristik yang ada hendaknya tercermin dalam
sampel tersebut. Dalam penelitian ini yang menjadi sampel adalah berupa data
penjualan internal pertriwulan, data penjualan pertriwulan, serta Laporan
Keuangan berupa Neraca dan Laporan Laba Rugi pertriwulan dari tahun 2007
sampai 2009 yang berjumlah 12 data.
3.3.2. Teknik Sampling
Sampling dapat diartikan sebagai suatu cara untuk mengumpulkan data
atau pengambilan sampel yang sifatnya tidak menyeluruh, yaitu tidak mencakup
seluruh populasi penelitian tetapi hanya sebagian dari populasi itu saja.
Terdapat dua jenis teknik sampling yang dapat digunakan dalam
penelitian, yaitu Probability sampling dan Nonprobability sampling Dalam
penelitian ini, teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah nonprobability
sampling, dan lebih tepatnya adalah teknik purposive sampling. Menurut
Sugiyono (2008:122) purposive sampling adalah ...teknik penentuan sampel
dengan pertimbangan tertentu. Kriteria-kriteria tertentu yang ditetapkan penulis
dalam pengambilan sampel yaitu:
1. Data penjualan internal untuk produk wing tip assy pertriwulan dan
Laporan Keuangan berupa Neraca dan Laporan Laba Rugi pertriwulan
sejak Direktorat Aerostructure melakukan penjualan ke pihak luar
untuk produk tersebut. Dalam hal ini maka 12 data dikeluarkan dari
populasi tersebut karena tidak memenuhi persyaratan.
99
2. Data penjualan internal pertriwulan untuk produk wing tip assy, data
penjualan ke pihak luar pertriwulan untuk produk wing tip assy, serta
Laporan Keuangan berupa Neraca dan Laporan Laba Rugi pertriwulan
yang dalam hal ini perusahaan bersedia untuk memberikan datanya.
Dalam hal ini maka 2 data dikeluarkan karena tidak memenuhi
persyaratan.
3.4. Teknik Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif, yaitu
data yang dinyatakan dalam angka-angka yang menunjukkan nilai terhadap
besaran atau variabel yang diwakilinya. Data dalam penelitian ini bersifat times
series, yaitu data yang menggambarkan perkembangan dari waktu ke waktu,
sehingga analisisnya bersifat dinamis karena adanya perubahan waktu.
Sumber data penelitian merupakan faktor penting yang menjadi
pertimbangan dalam penentuan metode pengumpulan data. Sumber data yang
akan digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah data sekunder (secondary
data).
Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh peneliti
secara tidak langsung melalui media perantara (diperoleh dan dicatat oleh pihak
lain). Data sekunder umumnya berupa bukti, catatan atau laporan historis yang
telah tersusun dalam arsip (data dokumenter) yang dipublikasikan atau yang tidak
dipublikasikan.
100
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam
penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Adapun
teknik pengumpulan data yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah :
a. Observasi (Observation)
Pengumpulan data dengan melakukan pengamatan langsung terhadap
kegiatan perusahaan sebagai objek penelitian mengenai masalah yang
berhubungan dengan Pengaruh Harga Transfer dan Harga Jual
Terhadap Kinerja Unit Bisnis sebagai Pusat Laba.
b. Dokumentasi (Documentation)
Pengumpulan data dengan mempelajari dokumen-dokumen serta
catatan-catatan di bagian yang terkait dengan masalah yang diteliti.
3.5. Metode Analisis Yang Digunakan
Metode yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah metode
dekriptif, asosiatif, dan komparatif. Data yang diperoleh kemudian diolah,
dianalisis dan diproses lebih lanjut dengan dasar-dasar teori yang telah dipelajari.
Sedangkan analisis yang dilakukan melalui pendekatan kuantitatif dengan
menggunakan metode statistik yang releven untuk menguji hipotesis. Analisis
diarahkan untik menjawab rumusan masalah dan hipotesis yang diajukan.
Dalam melakukan analisis data, diperlukan data yang akurat dan dapat
dipercaya yang nantinya akan digunakan dalam penelitian yang dilakukan oleh
penulis. Untuk menganalisis data deskriptif dengan menggunakan skor ideal,
untuk analisis asosiatif menggunakan Analisis Korelasi Pearson Product Moment,
101
Analisis Regresi Liner Sederhana, Koefisien Determinasi (Kd), sedangkan untuk
analisis komparatif maka dilakukan uji beda dengan menggunakan Independent
Sample T-test dengan dibantu program SPSS 15 for Windows.
Tahap-tahap yang dilakukan untuk menganalisis data dalam penelitian ini,
dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Memperoleh data berupa data penjualan internal, data penjualan ke
pihak luar, dan Laporan Laba Rugi Direktorat Aerostructure
pertriwulan untuk tahun 2007-2009.
2. Menghitung dan membuat jumlah harga transfer untuk periode 2007
sampai dengan 2009.
3. Menghitung dan membuat jumlah penjualan untuk periode 2007
sampai dengan 2009.
4. Melakukan pengujian statistik dan pengujian hipotesis untuk menguji
data yang siap diolah untuk mendapat kesimpulan.
5. Menarik kesimpulan berdasarkan hasil perhitungan yang diperoleh.
Data yang dianalisis merupakan data sekunder yang didapatkan dari
dokumen-dokumen yang ada diperusahaan. Adapun analisis data yang dilakukan
penulis adalah:
A. Analisis Deskriptif:
1. Menganalisis Harga Transfer.
2. Menganalisis Harga Jual.
3. Menganalisis Kinerja Unit Bisnis sebagai Pusat Laba.
B. Analisis Asosiatif:
102
1. Menganalisis seberapa besar pengaruh harga transfer terhadap kinerja unit
bisnis sebagai pusat laba.
2. Menganalisis seberapa besar pengaruh harga jual terhadap kinerja unit
bisnis sebagai pusat laba.
C. Analisis Komparatif:
Menganalisis perbedaan antara harga transfer dan harga jual.
Gambar 3.1
Model Penelitian
Bila digambarkan secara sistematis, hubungan dua variable di atas adalah :
Keterangan :
X1 = Nilai transfer barang atau jasa
X2 = Nilai tukar barang atau jasa
Y = Tingkat Laba atau Rugi yang didapatkan
Kinerja Unit Bisnis
Sebagai Pusat Laba
(Y)Harga Jual
(X2)
Harga Transfer
(X1)
= ( ଵ) = (ଶ)
103
f = Fungsi
Adapun analisis data yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif adalah analisis yang digunakan untuk menganalisis data
dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul
sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk
umum atau generalisasi.
Dalam analisis ini dilakukan pembahasan mengenai bagaimana pengaruh
harga transfer dan harga jual terhadap kinerja unit bisnis sebagai pusat laba pada
Direktorat Aerostructure di PT Dirgantara Indonesia Bandung dengan runusan
sebagai berikut :
a. Bagaimana harga transfer barang atau jasa pada Direktorat
Aerostructure di PT Dirgantara Indonesia transfer untuk periode 2007
sampai dengan 2009.
b. Bagaimana harga jual barang atau jasa pada Direktorat Aerostructure di
PT Dirgantara Indonesia transfer untuk periode 2007 sampai dengan
2009.
c. Bagaimana kinerja unit bisni sebagai pusat laba untuk periode 2007
sampai dengan 2009 pada Direktorat Aerostructure di PT Dirgantara
Indonesia.
104
Untuk memberikan interpretasi terhadap harga transfer dan harga jual,
maka dapat digunakan kriteria untuk menilai harga transfer dan harga jual seperti
yang disajikan dalam tabel 3.3.
Table 3.3
Kriteria untuk Memberikan Intepretasi
Harga Transfer dan Harga Jual
Harga Transfer dan Harga Jual(Rp)
Tingkat Harga
48.498.994,53 - 57.733.529,07 Sangat Rendah
57.733.529,07 - 66.968.063,60 Rendah
66.968.063,60 - 76.202.598,14 Sedang
76.202.598,14 - 85.437.132,67 Tinggi
85.437.132,67 - 94.671.667,21 Sangat TinggiSumber: Data yang diolah kembali
Sedangkan untuk memberikan interpretasi terhadap kinerja unit bisnis
sebagai pusat laba, maka digunakan ROI rata-rata industri yang disajikan dalam
tabel 3.4.
Tabel 3.4
ROI Rata-rata Industri
Tahun Triwulan ROI
2007
I 0.77%
II 1.54%
III 0.74%
IV 1.68%
2008
I 1.21%
II 1.13%
III 0.96%
IV 0.72%
2009
I 0.85%
II 1.56%
III 0.31%
IV 1.13%
105
Maksimum 1.68%
Minimum 0.31%Sumber: laporan keuangan industri pesawat
terbang yang diolah kembali
Berdasarkan tabel 3.4 maka dapat dibuat kriteria untuk menilai kinerja unit
bisnis sebagai pusat laba seperti yang disajikan dalam tabel 3.5.
Table 3.5
Kriteria untuk Memberikan Intepretasi
Kinerja Unit Bisnis Sebagai Pusat Laba
Kinerja Unit Bisnis Sebagai Pusat Laba(ROI)
TingkatKinerja
0.31% - 0.58% Sangat Rendah
0.59% - 0.86% Rendah
0.87% - 1.14% Sedang
1.15% - 1.42% Tinggi
1.43% - 1.68% Sangat TinggiSumber: Data yang diolah kembali
2. Analisis Asosiatif
Analisis statistik yaitu analisis yang digunakan untuk membahas data
kuantitatif. Dengan asumsi bahwa data berdistribusi normal dan pengaruh kedua
variabel linier, maka pengujian dengan hipotesis dilakukan dengan menggunakan
teknik statistik parametrik, karena teknik ini sesuai dengan data kuantitatif, yaitu
data yang memiliki skala pengukuran rasio.
Berdasarkan ukuran variabel yang semuanya berupa data kuantitatif, maka
langkah-langkah dalam penetapan tes statistik adalah sebagai berikut :
a. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk menguji apakah sampel yang diambil
berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Karena akan
106
menggunakan statistik parametris, maka setiap data pada setiap variabel harus
diuji normalitasnya. Uji normalitas data dilakukan dengan menggunakan test
Kolmogorov Smirnov, dasar pengambilan keputusan dilakukan berdasarkan
probabilitas (Asymtotic Significanted), yaitu :
Ho : Sampel diambil dari populasi berdistribusi normal.
Ha : Sampel diambil bukan dari populasi yang berdistribusi normal.
α : 0.05
Kriteria uji : Jika nilai probabilitas α, maka Ho < (ݏ) diterima
Jika nilai Probabilitas (ݏ) ≤ α, maka Ho ditolak
b. Analisis Korelasi Pearson Product Moment
Analisis korelasi merupakan angka yang menunjukan arah dan kuatnya
hubungan antara dua variabel atau lebih. Arahnya dinyatakan dalam bentuk
hubungan positif atau negatif, sedangkan kuat atau lemahnya hubungan
dinyatakan dalam besarnya koefisien korelasi. Untuk mengetahui apakah terdapat
hubungan yang positif dan signifikan antara variabel-variabel independen yaitu
Harga Transfer (X1) dan Harga Jual (X2) secara parsial dengan variabel dependen
yaitu Kinerja Unit Bisnis Sebagai Pusat Laba (Y), maka dalam penelitian ini
penulis akan menggunakan analisis korelasi pearson product moment karena
dalam penelitian ini penulis mengunakan skala pengukuran rasio. Menurut
Sugiyono (2008:248), rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :
௫௬ݎ =−ݕݔ∑ ݕ∑ݔ∑
ඥ{∑ݔଶ − ଶݕ∑}{ଶ(ݔ∑) − {ଶ(ݕ∑)
107
Keterangan :
r = Koefisien korelasi pearson
x = Harga Transfer atau Harga Jual
y = Kinerja Unit Bisnis Sebagai Pusat Laba
n = Banyaknya sampel yang diteliti
Koefisien korelasi (r) menunjukkan derajat korelasi antara variabel
independen (X) dan variabel dependen (Y). Nilai koefisien korelasi harus terdapat
dalam batas-batas -1 hingga +1 (-1 < r ≤ + 1), yang menghasilkan beberapa
kemungkinan yaitu :
a. Tanda positif menunjukkan adanya korelasi positif antara variabel-
variabel yang diuji, yang berarti setiap kenaikan dan penurunan nilai-
nilai X akan diikuti dengan kenaikan dan penurunan Y. Jika r = +1
atau mendekati +1, maka menunjukkan adanya pengaruh positif dan
korelasi antara variabel-variabel yang diuji sangat kuat.
b. Tanda negatif menunjukkan adanya korelasi negatif antara variabel-
variabel yang diuji, yang berarti setiap kenaikan nilai-nilai X akan
diikuti dengan penurunan niali Y dan sebaliknya. Jika r = -1 atau
mendekati -1, maka menunjukkan adanya pengaruh negatif dan
korelasi antara variabel-variabel yang diuji lemah.
c. Jika r = 0 atau mendekati 0, maka menunjukkan korelasi yang lemah
atau tidak ada korelasi sama sekali antar variabel-variabel yang diteliti
atau diuji.
108
Untuk memberikan interpretasi terhadap kuatnya hubungan (korelasi)
antara variabel independen (X) dan variabel dependen (Y), maka dapat digunakan
pedoman seperti yang disajikan dalam tabel 3.6.
Tabel 3.6
Pedoman untuk Memberikan Interpretasi
Koefisien Korelasi
Koefisien Korelasi Tingkat Hubungan
0,00 – 0,199 Sangat rendah
0,20 – 0,399 Rendah
0,40 – 0,599 Sedang
0,60 – 0,799 Kuat
0,80 – 1,000 Sangat kuatSumber: Sugiyono (2008:250)
c. Analisis Regresi Linier Sederhana
Analisis regresi digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel
independen terhadap variabel dependen, yaitu dengan mencari persamaan regresi
yang bermanfaat untuk meramal nilai variabel dependen berdasarkan nilai-nilai
variabel independennya serta menganalisis hubungan antara variabel dependen
dengan dua atau lebih variabel independen baik secara parsial maupun simultan.
Untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel independen yaitu Harga
Transfer (X1) dan Harga Jual (X2) secara parsial terhadap variabel dependen yaitu
Kinerja Unti Bisnis Sebagai Pusat Laba (Y), maka digunakan analisis regresi
linier sederhana. Menurut Sugiyono (2008:270), persamaan umum regresi linier
sederhana adalah sebagai berikut :
= +
109
Sedangkan untuk nilai a dan b menurut Sugiyono (2008:272), ditentukan
dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :
Keterangan :
X = Variabel independen (Harga Transfer dan Harga Jual)
Y = Variabel dependen (Laporan Laba Rugi)
a = Konstanta
b = Koefisien regresi linier
n = Banyaknya sampel
d. Koefisien Determinasi
Setelah diketahui besarnya koefisien korelasi, tahap selanjutnya adalah
mencari nilai dari koefisien determinasi. Koefisien determinasi ini dimaksudkan
untuk mengatahui seberapa besar pengaruh variabel independen terhadap variabel
dependen baik secara parsial maupun simultan. Menurut Sugiyono (2008:292),
rumus untuk menghitung koefisien determinasi adalah sebagai berikut :
Dimana: 0 ≤ r2 ≤ 1
Keterangan :
Kd = koefisien determinasi
r = koefisien korelasi
a =(∑Y)(∑X2) – (∑X) (∑XY)
∑X2 – (∑X) 2
=∑− (∑)∑
∑X2 – (∑)2
ܭ = ଶݎ × 100%
110
e. Uji t
Pengaruh variabel independen secara parsial terhadap variabel dependen
akan diuji dengan menggunakan pengujian koefisien korelasi secara parsial yaitu
dengan uji t dengan membandingkan ttabel dengan thitung. Menurut Sugiyono
(2008:250), rumus untuk uji t adalah :
Keterangan :
t = nilai uji
r = koefisien korelasi
r2 = koefisien determinasi
n = banyaknya sampel yang diobservasi
Kriteria untuk penerimaan atau penolakan hipotesis nol (Ho) yang
digunakan adalah sebagai berikut :
Ho diterima apabila : ±thitung ≤ ±ttabel
Ho ditolak apabila : ±thitung > ±ttabel
Apabila Ho diterima, maka hal ini menunjukkan bahwa variabel
independen tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen dan
sebaliknya apabila Ho ditolak, maka variabel independen berpengaruh secara
signifikan terhadap variabel dependen.
=ݐ−√ݎ 2
√1 − ଶݎ
111
3. Analisis Komparatif
Untuk mengetahui perbedaan antara harga transfer dengan harga jual maka
dilakukan uji beda. Uji beda dilakukan dengan menggunakan Independent Sample
T-test. Independent Sample T-test adalah pengujian menngunakan distribusi t
terhadap signifikansi perbedaan nilai rata-rata tertentu dari dua kelompok sampel
yang tidak berhubungan. Dasar pengambilan keputusan dilakukan berdasarkan
probabilitas (Asymtotic Significanted), yaitu :
Ho : Kedua rata-rata sampel sama.
Ha : Kedua rata-rata sampel tidak sama.
α : 0.05
Kriteria uji : Jika nilai probabilitas α, maka Ho < (ݏ) ditolak
Jika nilai Probabilitas (ݏ) ≤ α, maka Ho diterima
3.6. Rancangan Analisis dan Uji Hipotesis
Rancangan analisis dan uji hipotesis ini akan dimulai dengan penetapan
hipotesis nol (Ho) dan hipotesis alternatif (Ha), uji hipotesis (penetapan tingkat
signifikansi), penetapan kriteria penerimaan dan penolakan hipotesis, dan
penarikan kesimpulan.
3.6.1. Penetapan Hipotesis Nol (Ho) dan Hipotesis Alternatif (Ha)
Hipotesis nol (Ho) merupakan hipotesis yang menyatakan bahwa variabel-
variabel independen tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel
dependen. Sedangkan hipotesis alternatif (Ha) merupakan hipotesis yang
112
menyatakan bahwa variabel-variabel independen berpengaruh secara signifikan
terhadap variabel dependen.
Hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini berkaitan dengan
berpengaruh secara signifikan atau tidaknya variabel-variabel independen yaitu
Harga Transfer dan Harga Jual terhadap variabel dependen yaitu Kinerja Unit
Bisnis Sebagai Pusat Laba. Hipotesis yang dibentuk dari variabel-variabel tersebut
adalah:
Ho1 : (μଵ = μ
ଶ) Harga Transfer tidak berbeda dengan Harga Jual.
Ha1 : (μଵ ≠ μ
ଶ) Harga Transfer berbeda dengan Harga Jual.
Ho2 ∶ ଵߩ) = 0) Harga Jual tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap Kinerja Unit Bisnis sebagai Pusat Laba.
Ha2 ∶ ଵߩ) ≠ 0) Harga Jual berpengaruh secara signifikan terhadap
Kinerja Unit Bisnis sebagai Pusat Laba.
Ho3 : (ଶ=0ߩ) Harga Transfer tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap Kinerja Unit Bisnis sebagai Pusat Laba.
Ha3 ∶ ଶߩ) ≠ 0) Harga Transfer berpengaruh secara signifikan
terhadap Kinerja Unit Bisnis sebagai Pusat Laba.
3.6.2. Uji Hipotesis (Penetapan Tingkat Signifikansi)
Tingkat signifikansi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebesar
95% (α = 0,05), karena dinilai cukup ketat untuk mewakili hubungan antara
113
variabel-variabel yang diuji atau menunjukkan hubungan bahwa korelasi antara
variabel independen dengan variabel dependen cukup nyata. Tingkat signifikansi
0,05, artinya kemungkinan besar dari hasil penarikan kesimpulan mempunyai
probabilitas 95% atau toleransi kesalahan adalah 5%.
3.6.3. Penetapan Kriteria Penerimaan dan Penolakan Hipotesis
Hipotesis yang telah ditetapkan sebelumnya diuji dengan menggunakan uji
t. berdasarkan uji t, maka dibuat kriteria penerimaan dan penolakan hipotesis nol
(Ho) adalah:
Ho diterima apabila : ±thitung ≤ ±ttabel
Ho ditolak apabila : ±thitung > ±ttabel
3.6.4. Penarikan Kesimpulan
Dari hipotesis-hipotesis yang telah diperoleh, dapat ditarik kesimpulan
apakah variabel-variabel independen berpengaruh terhadap variabel dependen
yang terjadi secara parsial. Hal ini ditunjukkan dengan penolakan hipotesis nol
(Ho) atau penerimaan hipotesis alternatif (Ha).
114
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian
4.1.1. Gambaran Umum Perusahaan
4.1.1.1. Sejarah Singkat PT Dirgantara Indonesia (Persero) Bandung
Ketika upaya pendirian mulai menampakkan bentuknya, dengan nama
Industri Pesawat Terbang Indonesia/IPIN di Pondok Cabe, Jakarta. Timbul
permasalahan dan krisis di tubuh Pertamina yang berakibat pula pada keberadaan
Divisi ATTP, proyek serta programnya industri pesawat terbang. Akan tetapi
karena Divisi ATTP dan proyeknya merupakan wahana guna pembangunan dan
mempersiapkan tinggal landas bagi bangsa Indonesia pada Pelita VI, Presiden
menetapkan untuk meneruskan pembangunan industri pesawat terbang dengan
segala konsekuensinya.
Maka berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 12, tanggal 15 April 1975
dipersiapkan pendirian industri pesawat terbang. Melalui peraturan ini, dihimpun
segala aset, fasilitas dan potensi negara yang ada yaitu: aset Pertamina, Divisi
ATTP yang semula disediakan untuk pembangunan industri pesawat terbang
dengan aset Lembaga Industri Penerbangan Nurtanio/LIPNUR, AURI sebagai
modal dasar pendirian industri pesawat terbang Indonesia. Penggabungan aset
LIPNUR ini tidak lepas dari peran Bpk. Ashadi Tjahjadi selaku pimpinan AURI
yang mengenal BJ. Habibie sejak tahun 1960an. Dengan modal ini diharapkan
tumbuh sebuah industri pesawat terbang yang mampu menjawab tantangan jaman.
115
Tanggal 28 April 1976 berdasar Akte Notaris No. 15, di Jakarta
didirikan PT. Industri Pesawat Terbang Nurtanio dengan Dr, BJ. Habibie selaku
Direktur Utama. Selesai pembangunan fisik yang diperlukan untuk berjalannya
program yang telah dipersiapkan, pada 23 Agustus 1976 Presiden Soeharto
meresmikan industri pesawat terbang ini. Dalam perjalanannya kemudian, pada 11
Oktober 1985, PT Industri Pesawat Terbang Nurtanio berubah menjadi PT
Industri Pesawat Terbang Nusantara atau IPTN dengan jumlah karyawan 1000
orang.
Berawal dari program lisensi, PT Dirgantara Indonesia menapaki
penguasaan teknologi kedirgantaraan melalui 4 tahap alih tehnologi. Tahap
kerjasama lisesnsi helikopter NBO-105 dari MBB Jerman (kini DASA), serta
pesawat terbang NC-212 dari CASA Spanyol tahun 1976, disusul lisensi
helikopter puma NSA-330 dan NSA-332 dari Aerospatiale Perancis pada tahun
1979.
Tiga tahun kemudian tahap integrasi teknologi dilalui. Tahap ini
merupakan penggabungan kemampuan rancang bangun dan produksi antara PT.
Dirgantara Indonesia dan CASA, yang ditandai dengan dibentuknya usaha
patungan antara keduanya dengan nama Aircraft Tecnology Industry (Airtech).
Program usaha patungan ini merancang dan memproduksi pesawat angkut
komputer serba guna dengan nama CN-235.
Sementara itu dalam rangka memantapkan kehadirannya dalam
masyarakat industri pesawat terbang, maka ditandatangani beberapa kerjasama
internaional. Tahun 1982 kerjasama dengan Boeing Company ditandatangani.
116
Melalui kerjasama ini landasan baru telah dibuat untuk menempatkan industri ini
sebagai salah satu mitra kerja Boeing. Hal ini dibuktikan ketika tahun 1987 PT.
Dirgantara Indonesia mulai memproduksi sebagian komponen pesawat Boeing
737, Boeing 747, Boeing 757, Boeing 767, dan Boeing 777. Kerjasama dengan
Bell Helicoper Textron ditandatangani pada November 1982 dengan
memproduksi NBELL-412.
Sebagai salah satu agen teknologi, maka pada tahun 1983 PT Dirgantara
Indonesia mendirikan pusat perawatan mesin, yakni Universal Maintenance
Center (UM). Unit ini bertugas merawat, memperbaiki mesinmesin pesawat
terbang dan helikopter maupun mesin-mesin turbin gas, untuk keperluan maritim
dan industri yang kemudian menjadi anak perusahaan pada tahun 1987.
Tahun 1986 dalam rangka lebih memperluas jangkauan produksi dan
pemesaran, industri ini berganti nama dari PT Industri Pesawat Terbang Nurtanio
menjadi PT Industri Pesawat Terbang Nusantara. Sementara itu tahun 1987
kerjasama imbal produksi dicapai dengan General Dynamic (kini Lockhead)
demikian juga dengan Airbus Industry.
Memasuki dasawarsa kedua, PT Dirgantara Indonesia memasuki tahap
pengembangn teknologi yakni mengembangkan teknologi dirgantara secara
mandiri untuk menghasilkan produk yang sama sekali baru. Sejak tahun 1989,
rancang bangun pesawat N-250 dimulai. Keberhasilan rancangan pesawat ini
ditandai dengan peluncurannya pada 10 November 1994 dan penerbangan
perdananya pada 10 Agustus 1995.
117
Memasuki dasawarsa ketiga, PT Dirgantara Indonesia memasuki tahap
penelitian industri dalam rangka mempertahankan kemampuan dan keungulan-
keunggulan industri dirgantara. Untuk itu dirancang dan dikembangkan pesawat
baru N-2130 yang mampu mengangkut penumpang antara 100 - 130 orang. Kini
pesawat tersebut dalam fase pleminary design I desain awal dan mencari mitra
bisnis dalam rangka realisai serta pengembangan lebih lanjut.
Tiga windu PT Dirgantara Indonesia telah menunjukan kiprahnya dalam
penguasaan teknologi dan industri kedirgantaraan. Penguasaan teknologi yang
diterapkan dalam bidang desain, manufacturing, quality assurance, product
support, maintenance dan overhoul telah mendapatkan pengakuan dari otoritas
nasional maupun internasional. Dalam bidang engineering : sertifikasi JAA
(otorisasi Eropa) untuk CN-235-110, DGAC (otoritas sipil — RI), IMAA (otoritas
militer — RI). Dalam bidang manufacturing : sertifikasi CASA — Spanyol,
BHTI — AS, Boeing — AS. Dalam bidang quality assurance sertifikasi dari GD
— AS, Bae — Inggris, Lockhead —AS, Boeing — AS, Daimler Benz Aerospace
— Jerman. Dalam bidang product dan manufacturing — overhaul repair : untuk
Aircraft Service sertifikasi dari DGAC — RI, FAA — AS, Hankam — Malaysia,
engine manufacture AS — Kanada — Inggris — Perancis, ISO — 9002 serta
DGAC- RI untuk maintenance organization.
Dari sisi produksi PT Dirgantara Indonesia telah menyerahkan sekitar 300
pesawat terbang dan helikopter serta sistem senjata, komponen pesawat, dan jasa
lainnya. Sekitar Rp 4.825 milyar telah dihasilkan, dengan aset kini sekitar Rp
4.642 milyar.
118
Ketika tahun 1997 krisis ekonomi dan moneter melanda kawasan Asia
Tenggara dan Indonesia yang berdampak pada kurangnya potensi pasar PT
Dirgantara Indonesia. Berkaitan dengan itu sejak Oktober 1998 industri ini
mempersiapkan paradigma baru. Program restrukturisai perusahaan yang
mencakup: reorientasi bisnis, penataan postur sumber daya manusia, serta
restrukturisai permodalan keuangan digulirkan. Melalui restrukturisai ini postur
karyawan menyusut dari 15.000 menjadi hanya sekitar 3.000 orang sekarang ini.
Dalam rangka menghadapi dinamika jaman serta sistem pasar global,
IPTN meredefinisi diri ke dalam "DIRGANTARA 2000" dengan melakukan
orientasi bisnis, dan strategi baru menghadapi perubahan-perubahan yang terjadi.
Untuk itu IPTN melaksanakan program restrukturisasi meliputi reorientasi bisnis,
serta penataan kembali sumber daya manusia yang menfokuskan diri pada pasar
dan misi bisnis.
Kini dalam masa "survive" IPTN mencoba menjual segala kemampuannya
di area engineering dengan menawarkan jasa disain sampai pengujian,
manufacturing part, komponen serta tolls pesawat terbang dan non-pesawat
terbang, serta jasa pelayanan purna jual.
Seiring dengan itu IPTN merubah nama menjadi PT Dirgantara
Indonesia atau Indonesian Aerospace/IAe yang diresmikan Presiden
Abdurrahman Wahid, 24 Agustus 2000 di Bandung.
Pada awal tahun 2004, program restrukturisasi perusahaan yang mencakup
reorientasi bisnis dan penataan ulan SDM digulirkan, postur karyawan menyusut
dari 9.670 menjadi seekitar 3.500 orang.
119
Adapun visi dari PT Dirgantara Indonesia (Persero) adalah menjadi
perusahaan kelas dunia dalam industri dirgantara yang berbasis pada penguasaan
teknologi tinggi dan mampu bersaing dalam pasar global, dengan mengandalkan
keunggulan biaya. Sedangkan misi dari PT Dirgantara Indonesia (Persero) adalah:
1. Menjalankan usaha dengan selalu berorientasi pada aspek bisnis dan
komersil dan dapat menghasilkan produk dan jasa yang memiliki
keunggulan biaya.
2. Sebagai pusat keunggulan di bidang industri dirgantara, terutama
dalam rekayasa, rancang bangun, manufaktur, produksi dan
pemeliharaan untuk kepentingan komersial dan militer, dan juga untuk
aplikasi di luar industri dirgantara.
3. Menjadikan perusahaan sebagai pemain kelas dunia di industri global
yang mampu bersaing dan melakukan aliansi strategis dengan industri
dirgantara kelas dunia lainnya.
4.1.1.2. Kegiatan Usaha
Kegiatan Usaha yang dilakukan oleh PT Dirgantara Indonesia (Persero)
kini memfokuskan bisnisnya dari 18 menjadi 5 satuan usaha ke dalam 4
direktorat, yang meliputi:
1. Direktorat Aircraft Integration
Memproduksi beragam pesawat untuk memenuhi berbagai misi sipil,
militer, dan juga misi khusus. Adapun produk yang dihasilkan antara
lain:
120
a. NC-212
Pesawat berkapasitas 19-24 penumpang, dengan beragam versi,
dapat lepas landas dan mendarat dalam jarak pendek, serta mampu
beroperasi pada landasan rumput/tanah/dll.
b. CN-235
Pesawat angkut komuter serba guna dengan kapasitas 35-40
penumpang ini, dapat digunakan dalam berbagai misi, dapat lepas
landas dan mendarat dalam jarak pendek dan mampu beroperasi
pada landasan rumput/tanah/es/dll.
c. NBO-105
Helikopter multi guna ini mampu membawa 4 penumpang, sangat
baik untuk berbagai macam misi, mempunyai kemampuan
hovering dan maneuver dalam situasi penerbangan apapun.
d. Super Puma NAS-332
Helikopter modern ini mampu membawa 17 penumpang,
dilengkapi dengan aplikasi multi misi yang aman dan nyaman.
e. NBELL-412
Helikopter yang mampu membawa 13 penumpang ini, memiliki
prioritas rancangan yang rendah resiko, keamanan yang tinggi,
biaya perawatan dan operasi yang rendah.
2. Direktorat Aerostructure
Didukung oleh tenaga ahli yang berpengalaman dan mempunyai
kemampuan tinggi dalam manufaktur pesawat, dilengkapi pula dengan
121
fasilitas manufaktur dengan ketepatan tinggi (high precision), seperti:
mesin-mesin canggih, bengkel sheet metal, jig dan tool shop,
calibration, testing equipment, dan quality inspection (peralatan tes
dan uji kualitas), pemeliharaan, dan lain sebagainya. Bisnis satuan
usaha Aerostucture meliputi:
a. Pembuatan komponen aerostructure (Machined parts, sub-
assembly, assembly).
b. Pengembangan rekayasa (engineering package): pengembangan
komponen aerostructure yang baru.
c. Perancangan dan pembuatan alat-alat (tooling design and
manufacturing).
Memberikan program-program kontrak tambahan (subcontract
programs) dan offset, untuk Boeing, Airbus Industries, BAe System,
Korean Airlines Aerospace Division, Mitsubishi Heavy Industries, Ac
CTRM Malaysia.
3. Direktorat Aircraft Sevices
Dengan keahlian dan pengalaman bertahun-tahun, unit usaha Aircraft
Sevices menyediakan servis pemeliharaan pesawat dan helikopter
berbagai jenis, yang meliputi: penyediaan suku cadang, pembaharuan
dan modifikasi struktur pesawat, pembaharuan interior, maintenance
dan overhaul.
122
4. Direktorat Pengembangan dan Teknologi
Bisnis utama satuan usaha defence, terdiri dari: produk-produk militer,
perawatan, perbaikan, pengujian dan kalibrasi baik secara mekanik
maupun elektrik dengan tingkat akurasi yang tinggi, integrasi alat-alat
perang, produksi beragam sistem senjata, antara lain: FFAR 2,75”
roket, SUT Torpedo, dan lain-lain. Dilengkapi dengan peralatan
perancangan dan analisis yang canggih, fasilitas uji berteknologi
tinggi, serta tenaga ahli yang berlisensi dan berpengalaman standard
internasional.
Dengan demikian diharapkan industri ini menjadi institusi bisnis yang
adaptif dan efisien.
4.1.1.3. Struktur Organisasi dan Uraian Tugas Direktorat Aerostructure di
PT Dirgantara Indonesia
Direktorat Aerostructure sebagai salah satu bagian di PT Dirgantara
Indonesia, berdasarkan Surat Keputusan Komisaris PT Dirgantara Indonesia
(Persero) memiliki tugas, tanggung jawab, dan wewenang sebagai berikut:
1. Menentukan kebijakan (policy) dan strategi (stategy) dalam pengelolaan
portofolio bisnis jasa manufacture untuk pembuatan detil part & komponen
pesawat terbang dan helikopter serta komponen untuk keperluan Industri, baik
hasil rancang bangun sendiri maupun di bawah lisensi, termasuk layanan
purna jualnya, untuk memparoleh keuntungan perusahaan yang optimal.
123
2. Melaksanakan Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP) dan Rencana
Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) yang telah ditetapkan oleh
Perusahaan sesuai bidang usahanya.
3. Merencanakan, melaksanakan dan mengendalikan aktivitas pemasaran dan
penjualan produk & jasa sesuai bidang usahanya untuk mencapai target yang
telah ditetapkan oleh perusahaan.
4. Merencanakan, melaksanakan dan mengendalikan aktlvitas produksi, yang
rneliputi proses: metal forming, machining, bonding & composite, special
process dan surface treatment.
5. Merencanakan, melaksanakan dan mengendalikan pengadaan material yang
diperlukan sesuai kebutuhannya secara efektif dan efisien.
6. Merencanakan, melaksanakan dan mengendalikan kegiatan jaminan purna jual
(warranty) dari produk dan jasa yang dihasilkan sesuai bidang usahanya.
7. Mengelola dana operasional yang dialokasikan perusahaan secara efisien dan
efektif.
8. Menyusun informasi akuntansi Direktorat Aerostructure dan melaporkannya
secara tepat waktu, tepat saji, dan akurat.
9. Mengelola aset yang dialokasikan Perusahaan secara efisien dan efektif.
10. Atas nama Perusahaan bertanggung jawab sebagai Approved Primary Part
Supplier Holder, baik untuk detil part dan komponen pesawat terbang dan
helikopter hasil rancang bangun Perusahaan (owned designed product) atau di
bawah lisensi (underlicensed product).
124
11. Menjamin dan menjaga agar sistem manajemen yang diterapkan di
lingkungannya memenuhi kaidah-kaidah tatakelola Perusahaan (Good
Corporate Governance), manajemen resiko (Risk Management) dan
menghasilkan praduk & jasa yang memenuhi aspek-aspek Quality-Cost-
Delivery sesuai dengan strategi dan kebijakan Perusahaan.
12. Melaksanakan sinergi secara terencana, sistematis, optimum dan
berkesinambungan antara sumber daya dan fasilitas yang berada di Direktorat
Aerostructure dengan sumber daya dan fasilitas lain milik Perusahaan, untuk
meningkatkan daya saing Perusahaan sesuai dengan bidang usahanya.
13. Menerapkan dan melaksanakan ketentuan-ketentuan tentang Keselamatan,
Kesehatan Kerja dan Lingkungan Hidup (K3LH) di lingkungannya.
Dalam melaksanakan tugas, tanggung jawab dan wewenangnya
sebagaimana tersebut di atas, Direktur Aerostructure bertanggung jawab kepada
Direktur Utama, serta dibantu oleh:
1. Divisi Integrasi Usaha Aerostructure
a. Tugas Pokok
1. Menyiapkan rencana strategis pengembangan usaha Aerostructure
berdasarkan kajian pasar sesuai dengan rencana jangka panjang
perusahaan.
2. Mengelola, mengintegrasikan dan melaksanakan aktifitas penjualan,
pemasaran, pengelolaan program/proyek dan perencanaan produksi
untuk menjamin tercapainya target kontrak dan penjualan yang
ditetapkan perusahaan.
125
3. Membangun dan memelihara relasi dengan pelanggan dan kompetitor
untuk menjamin kesinambungan pertumbuhan usaha.
4. Membangun konsep dan komptensi pengelolaan program/proyek
sebagai bagian strategis dari pengembangan usaha Aerostructure.
5. Mengintegrasikan perencanaan penjualan dengan pengelolaan produksi
untuk menjamin ketepatan delivery produk dan optimalisasi
penggunaan kapasitas dan kendali produksi.
b. Wewenang & Tanggung Jawab
1. Mengelola dan mengintegrasikan fungsi-fungsi di Divisi Integrasi
Usaha.
2. Menetapkan target kontrak dan penjualan sesuai dengan rencana dan
porto-folio bisnis Direktorat Aerostructure.
3. Melaksanakan evaluasi, negosiasi dan kesepakatan dan/atau kontrak
bisnis dengan pelangan.
4. Memvalidasi dan mengusulkan kebutuhan anggaran investasi sesuai
rencana bisnis dan evaluasi kapasitas.
5. Mengkaji konsep, penerapan & pengelolaan proyek/program sesuai
dengan ekspektasi pelanggan.
6. Memvalidasi dan mengusulkan kebutuhan personil yang sesuai dengan
beban pekerjaan dan persyaratan kualifikasi yang dibutuhkan daiam
rangka memenuhi pencapaian target kontrak dan penjualan yang
ditetapkan perusahaan.
126
7. Merencanakan dan mengusulkan program training bagi seluruh
personil yang terkait dengan kegiatan penjualan, pemasaran,
pengelolaan proyek/program dan perencanan produksi untuk
memelihara dan mengembangkan kompetensi & kapabilitas personil.
8. Menetapkan hasil penilaian kinerja anggota secara berkala dan
mengimplementasikan sistem reward dan punishment bagi personil di
Divisi Integrasi Usaha.
9. Menetapkan target perbaikan proses dan program pengurangan biaya
(cost reduction) dengan memangkas ak'tifitas non added value serta
memenuhi persyaratan kontrak.
2. Divisi Operasi Aerostructure
a. Tugas Pokok
1. Mengelola dan mengembangkan semua sumber daya yang tidak hanya
memproduksi detail part & komponen pesawat terbang dan Helicopter
serta komponen keperluan industri dengan High Quality Product akan
tetapi juga mampu menghasilkan produk dengan keunggulan biaya
(low cost) & penyerahan tepat waktu (on time delivery) guna
memenuhi pencapaian target produksi & penjualan yang telah
ditetapkan oleh organisasi dan perusahaan.
2. Merencanakan, melaksanakan dan mengendalikan semua kegiatan
Operasi yang berkaitan dengan proses pembuatan detail part &
komponen pesawat terbang dan helikopter serta komponen keperluan
127
industri termasuk mengelola pemeliharaan semua fasilitas dan utilitas
produksi di Aerostructure.
3. Mengelola kegiatan pengendalian produksi dalam rangka menjamin
penyelesaian proses pembuatan produk dan komponen pesawat terbang
dengan lead time manufacturing yang sesuai dengan perencanaan
produksi yang telah ditetapkan.
4. Mengelola kegiatan proses pembuatan detail part/ komponen yang
meliputi proses machining, metal forming, welding, heat treatment,
surface treatment, bonding & composite, dan assembly Aircraft.
5. Mengelola kegiatan proses pembuatan alat bantu yang digunakan
dalam proses pembuatan detail parts maupun major assembly
komponen pesawat terbang yang meliputi pembuatan detail part tools,
sub-assembly tool, jig serta alat bantu produksi lainnya.
6. Mengelola kegiatan maintenance seluruh fasilitas produksi, inspection
dan laboratory testing serta fasilitas/ utilitas pendukung lainnya dalam
rangka untuk menjamin facilities & production readiness dalam
rangka memenuhi target produksi dan delivery program-program
terkontrak di Direktorat Aerostructure.
b. Wewenang & Tanggung Jawab
1. Menetapkan annually Quality Objective yang akan dicapai oleh Divisi
Operasi dan seluruh departemen dibawahnya sesuai dengan rencana &
target bisnis Direktorat Aerostructure.
128
2. Merencanakan, memvalidasi dan mengusulkan kebutuhan anggaran
investasi & operasional yang dibutuhkan dalam rangka mendukung
seluruh pekerjaan pembuatan detail part & komponen pesawat terbang
dan helikopter serta komponen keperluan industri di Divisi Operasi
Aerostructure .
3. Mengkaji penerapan konsep dan sistem pengendalian proses produksi
untuk pembuatan detail parts, subassemblies parts dan komponen
pesawat terbang dan helikopter serta komponen keperluan industri
dengan mempertimbangkan kapasitas resource, volume & production
rate dan jadwal delivery yang telah ditetapkan program.
4. Memvalidasi dan mengusulkan kebutuhan personil yang sesuai dengan
beban pekerjaan dan persyaratan kualifikasi yang dibutuhkan dalam
rangka memenuhi pencapaian target produksi dan delivery yang
ditetapkan program.
5. Merencanakan, memvalidasi dan mengusulkan program training bagi
seluruh personil yang terkait dengan kegiatan produksi agar senantiasa
mempunyai kompetensi & kapabilitas technical skill yang excellent.
6. Menetapkan hasil penilaian kinerja anggota secara berkala dan
mengimplementasikan sistem reward dan punishment bagi personil di
Divisi Operasi Aerostructure.
7. Memvalidasi dan menetapkan perencanaan maintenance seluruh
fasilitas produksi & utilitas pendukung lainnya dalam rangka untuk
129
menjamin production readiness dan pemenuhan target produksi dan
delivery program-program kontrak di Direktorat Aerostructure.
8. Merencanakan & melaksanakan kegiatan Operasi yang berkaitan
dengan continuous improvement dalam rangka meningkatkan
kapabilitas dan performansi serta kinerja sumber daya secara sinergi,
efektif dan efisien.
9. Menerapkan dan melaksanakan ketentuan-ketentuan tentang
Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Lingkungan Hidup (K3LH) di
lingkungannya.
3. Divisi Rekayasa Aerostructure
a. Tugas Pokok
1. Mengelola semua kegiatan Rekayasa Manufaktur yang metiputi
perencanaan proses, NC Programming dan SistemInformasi Produksi,
dengan sasaran tercapainya kelancaran kerja dan kualitas pekerjaan
serta jadwal yang telah ditetapkan serta mencari dan mengolah semua
informasi yang relevan berkenaan dengan perkembangan teknologi
Rekayasa Manufaktur saat ini dan masa datang yang bisa
mempengaruhi kelancaraan perkembangan fungsi Rekayasa
Manufaktur, dalam hal identifikasi teknologi manufaktur yang akan
digunakan di Aerostructure.
2. Mengelola semua kegiatan dalam rangka menjamin kesiapan proses
produksi yang digunakan serta approval proses tersebut sehingga tetap
sesuai dengan persyaratan customer.
130
3. Mengelola semua kegiatan yang berkaitan dengan Rekayasa Alat
Bantu yang digunakan dalam proses pembuatan detail parts maupun
major assembly komponen pesawat terbang maupun industrial parts,
termasuk identifikasi dan implementasi teknologi baru maupun
improvement, yang akan digunakan di Aerostructure.
4. Mengelola semua kegiatan yang berkaitan dengan kontrol konfigurasi
detail parts , subassemblies parts maupun komponen pesawat terbang
dalam rangka menjamin traceabiliry data maupun legatisasi dokumen
sesuai dengan persyaratan kustomer, yang meliputi aktivitas as-design
dan as-plan.
5. Mengelola semua kegiatan yang berkaitan dengan non-conforming
detail parts, subassemblies parts maupun komponen pesawat terbang
dalam proses produksi yang membutuhkan konsesi, justifikasi dan
interfacing dengan fungsi type design.
b. Wewenang & Tanggung Jawab
1. Menetapkan strategi dan rencana pengerjaan detail parts,
subassemblies parts dan komponen pesawat terbang dengan
mempertimbangkan aspek biaya, kualitas, waktu dan teknologi
manufaktur yang ada di Aerostructure.
2. Menetapkan strategti, konsep design ban rencana pembuatan detail
part tools, subassembly tools, jigs serta alat bantu produksi lainnya
dengan mempertimbangkan aspek biaya, kualitas, waktu dan teknologi
manufaktur yang ada di Aerostructure.
131
3. Menetapkan metode estimasi man hour cost.
4. Melakukan kajian terhadap data maupun dokumen yang relevan
berkenaan dengan penerapan, perbaikan dan pengembangan teknologi
manufaktur serta metode manufaktur saat ini dan masa datang.
5. Menetapkan konsep dan metodologi pengelolaan konfigurasi dan
dokumen engineering yang berlaku, termasuk sistem informasi yang
digunakan.
6. Menetapkan mekanisme kerja fungsi engineering liaison dalam
melakukan interfacing dengan fungsi type design , baik dengan
kustomer internal maupun eksternal.
7. Mengusulkan kebutuhan anggaran investasi dan operasional di Divisi
Rekayasa Aerostructure.
8. Merencanakan dan mengusulkan kebutuhan personil dan
kualifikasinya serta menjaga agar senantiasa mempunyai kapabilitas
technical excellent.
9. Menetapkan dan mengusulkan penerimaan paket pekerjaan dan/atau
kontrak baru melalui kajian dan pertimbangan teknis, dengan
mempertimbangkan aspek biaya, kualitas, waktu dan teknologi
manufaktur yang ada maupun yang akan diadakan di Aerostructure.
10. Menetapkan hasil penilaian seluruh anggota untuk reward dan
punishment bagi personil di Divisi Rekayasa Aerostructure.
132
4. Divisi Manajemen Sumber Daya Aerostructure
a. Tugas Pokok
1. Mengelola seluruh kegiatan Manajemen Sumber Daya yang meliputi
perencanaan Sumber Daya Manusia, Proses pengadaan material serta
pencatatan Akuntansi, dengan sasaran tercapainya kelancaran kerja
dan kualitas pekerjaan serta jadwal yang telah ditetapkan serta
mengolah seluruh informasi yang relevan sejalan dengan
perkembangan bisnis perusahaan serta kebijakan yang akan diterapkan
di Direktorat Aerostructure.
2. Melaksanakan seluruh kegiatan operasional dalam rangka menjamin
kesiapan sumber daya manusia serta pengadaan material guna
mensupport jalannya proses produksi sampai dengan delivery dan
mewujudkan terciptanya Good Governance Corporate (GGC) di
PT Dirgantara Indonesia (Persero).
3. Menjamin serta mengoptimalkan sistem keuangan dan akuntansi di
Direktorat Aerostructure, senantiasa mampu mendukung pengendalian
strategis perusahaan, guna mewujudkan misi perusahaan pada posisi
mampu bersaing di pasar global sebagai industri manufaktur regional.
4. Merencanakan, menyusun sistem dan prosedur Sumber Daya Manusia
sesuai postur bisnis Direktorat Aerostructure.
5. Merencanakan, menyusun sistem dan prosedur pengadaan material
sesuai peraturan dan kebijakan perusahaan
133
6. Merencanakan, menyusun, memelihara prosedur, sistem akuntansi dan
kebijakan akuntansi sesuai perkembangan proses bisnis perusahaan.
7. Mengimplementasikan serta mengendalikan pelaksanaan prinsip-
prinsip akuntansi yang ditetapkan Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI)
dalam proses pencatatan akuntansi.
8. Menyajikan Laporan Keuangan Direktorat Aerostructure secara
periodik sesuai dengan kaidah kaidah akuntansi umum.
9. Mengelola aset yang dialokasikan Perusahaan secara efisien dan
efektif.
b. Wewenang & Tanggung Jawab
1. Menetapkan strategi dan perencanaan Sumber Daya Manusia.
2. Menetapkan strategi dan perencanaan Pengadaan Material.
3. Menetapkan strategi dan Metoda Akuntansi sesuai kebijakan
perusahaan.
4. Menyusun Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) Direktorat
Aerostructure.
5. Membuat serta mengevaluasi realisasi RKA/RKAP Direktorat
Aerostructure secara periodik.
6. Mengontrol dan mengendalikan anggaran sesuai RKA/RKAP
Direktorat Aerostructure serta melakukan kajian terhadap usulan
anggaran biaya dari fungsi lain.
7. Merencanakan dan mengembangkan program pelatihan.
8. Membuat persyaratan dan menentukan kebutuhan program pelatihan.
134
9. Menyediakan sistem evaluasi program pelatihan.
10. Mengimplementasikan sistim penilaian karyawan.
11. Melaksanakan peraturan-peraturan mengenai sumber daya manusia.
12. Memelihara hubungan ketenagakerjaan.
13. Mengevaluasi serta mencatat job-grade dan job-content sumber daya
di Direktorat Aerostructure.
14. Membuat perencanaan, rekrutmen dan mengusulkan pemberhentian
sumber daya di Drektorat Aerostructure.
15. Merencanakan dan mengusulkan kebutuhan personil dan
kualifikasinya serta menjaga agar senantiasa mempunyai kapabilitas
technical excellent.
16. Menetapkan hasil penilaian seluruh anggota untuk reward dan
punishment bagi personil di Divisi Manajemen Sumber Daya
Aerostructure.
4.1.2. Penetapan Harga Transfer Pada Direktorat Aerostructure di
PT Dirgantara Indonesia
Harga Transfer pada Direktorat Aerostructure ditetapkan karena adanya
pemesanan barang dan jasa antar unit satuan usaha atau korporasi dengan satuan
unit usaha dilingkungan internal perusahaan yang mencakup seluruh kebutuhan
barang dan jasa dalam menunjang kegiatan kerja di unit organisasinya atau
dinamakan dengan Internal Work Order. Harga transfer pada Direktorat
Aerostructure dinamakan dengan Harga Intern (Internal Price). Harga Intern
135
(Internal Price) adalah suatu harga internal sebagai akibat pemenuhan suatu
kebutuhan akan barang atau jasa antar unit.
Harga terhadap barang atau jasa yang dikerjakan di internal harus
memperhatikan biaya plus 10% atau harga pasar mana yang lebih rendah (cost
plus 10% or market whichever is lower). Namun pada kenyataannya dan
berdasarkan sistem yang ada di Direktorat Aerostructure harga transfer
berdasarkan biaya ditambah laba 10%. Adapun penetapan harga transfer pada
Direktorat Aerostructure adalah sebagai berikut:
Dimana:
Cost Of Production:Material xxxMan Hour xxxOverhead Cost xxx
Cost Of Production xxxProfit: COP x 10%: xxxInternal Price xxx
Adapun harga transfer pada Direktorat Aerostructure selama periode
2007-2009 dapt dilihat pada tabel 4.1.
Cost Of Production + Profit 10% = Harga Transfer/Unit
Production Volume
136
Tabel 4.1
Direktorat Aerostructure
Harga Transfer/Unit – Wing Tip Assy
Sumber: Data yang diolah kembali
4.1.3. Penetapan Harga Jual Pada Direktorat Aerostructure di
PT Dirgantara Indonesia
Harga Jual (Selling Price) pada Direktorat Aerostructure ditetapkan karena
adanya pemesanan barang berupa komponen pesawat. Harga Jual terhadap barang
yang dipesan timbul karena adanya kontrak pembuatan produk yang pihak
pembeli setuju untuk membeli produk pada harga yang telah ditetapkan.
Harga jual untuk barang yang diproduksi harus memperhatikan biaya plus
10% serta general and administratif (GNA) 11%. Adapun penetapan harga jual
pada Direktorat Aerostructure adalah sebagai berikut:
Tahun Triwulan Material Man Hour Overhead Total Profit Internal Sales UnitTransfer
Price/Unit
2007
I 107,245,933.84 95,329,718.97 35,748,644.61 238,324,297.43 23,832,429.74 262,156,727.17 6 43,692,787.86
II 90,024,514.43 80,021,790.61 30,008,171.48 200,054,476.52 20,005,447.65 220,059,924.17 5 44,011,984.83
III 55,571,693.98 49,397,061.32 18,523,897.99 123,492,653.29 12,349,265.33 135,841,918.62 3 45,280,639.54
IV 64,593,041.15 57,416,036.58 21,531,013.72 143,540,091.45 14,354,009.14 157,894,100.59 3 52,631,366.86
2008
I 98,477,809.82 87,535,830.96 32,825,936.61 218,839,577.39 21,883,957.74 240,723,535.13 4 60,180,883.78
II 114,423,486.04 101,709,765.37 38,141,162.01 254,274,413.42 25,427,441.34 279,701,854.77 4 69,925,463.69
III 85,995,435.16 76,440,386.81 28,665,145.05 191,100,967.03 19,110,096.70 210,211,063.73 3 70,070,354.58
IV 58,374,293.97 51,888,261.30 19,458,097.99 129,720,653.26 12,972,065.33 142,692,718.58 2 71,346,359.29
2009
I 209,294,532.59 186,039,584.52 69,764,844.20 465,098,961.31 46,509,896.13 511,608,857.44 7 73,086,979.63
II 153,804,900.25 136,715,466.88 51,268,300.08 341,788,667.21 34,178,866.72 375,967,533.93 5 75,193,506.79
III 123,496,943.85 109,775,061.20 41,165,647.95 274,437,653.01 27,443,765.30 301,881,418.31 4 75,470,354.58
IV 63,893,951.01 56,794,623.12 21,297,983.67 141,986,557.79 14,198,655.78 156,185,213.57 2 78,092,606.79
Cost Of Production + Profit 10% + GNA 11% = Harga Jual/Unit
Production Volume
137
Dimana:
Cost Of Production:Material xxxMan Hour xxxOverhead Cost xxx
Cost Of Production xxxProfit: COP x 10%: xxxGNA: COP x 11%: xxx
Selling Price xxx
Yang termasuk kedalam general and administratif (GNA) adalah biaya
penyimpanan, biaya penagihan, biaya promosi, dan biaya untuk menjaga jika
terjadi kelebihan waktu tenaga kerja. Besarnya GNA ini telah ditentukan sebesar
sebesar 11% dari COP.
Adapun harga jual pada Direktorat Aerostructure selama periode 2007-
2009 dapt dilihat pada table 4.2.
138
Tabel 4.2
Direktorat Aerostructure
Harga Jual/Unit – Wing Tip Assy
Sumber: Data yang diolah kembali
4.1.4. Penetapan Kinerja Unit Bisnis Sebagai Pusat Laba Pada Direktorat
Aerostructure di PT Dirgantara Indonesia
Penetapan kinerja unit bisnis sebagai pusat laba pada Direktorat
Aerostructure di PT Dirgantara Indonesia didasarkan pada:
1. Pelaksanaan Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP) dan
Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) yang telah
ditetapkan oleh Perusahaan sesuai bidang usahanya.
2. Merencanakan, melaksanakan dan mengendalikan aktivitas
pemasaran dan penjualan produk & jasa sesuai bidang usahanya untuk
mencapai target yang telah ditetapkan oleh perusahaan.
Tahun Triwulan Material Man Hour Overhead Total COP Profit GNA Sales UnitSelling
Price/Unit
2007
I 142,994,578.46 127,106,291.96 47,664,859.49 317,765,729.91 31,776,572.99 34,954,230.29 387,991,956.22 8 48,498,994.53
II 108,029,417.32 96,026,148.73 36,009,805.77 240,065,371.82 24,006,537.18 29,047,909.99 296,420,717.86 6 49,403,452.98
III 55,571,693.98 49,397,061.32 18,523,897.99 123,492,653.29 12,349,265.33 14,942,611.05 160,782,494.88 3 53,594,164.96
IV 107,655,068.58 95,693,394.30 35,885,022.86 239,233,485.74 23,923,348.57 28,947,251.78 311,209,272.27 5 62,241,854.45
2008
I 172,336,167.19 153,187,704.17 57,445,389.06 382,969,260.43 38,296,926.04 46,339,280.51 510,321,858.29 7 72,903,122.61
II 85,817,614.53 76,282,324.03 28,605,871.51 190,705,810.07 19,070,581.01 23,075,403.02 254,311,918.90 3 84,770,639.63
III 171,990,870.32 152,880,773.62 57,330,290.11 382,201,934.05 38,220,193.41 46,246,434.02 511,443,518.06 6 85,240,586.34
IV 116,748,587.93 103,776,522.61 38,916,195.98 259,441,306.52 25,944,130.65 31,392,398.09 348,312,926.06 4 87,078,231.52
2009
I 209,294,532.59 186,039,584.52 69,764,844.20 465,098,961.31 46,509,896.13 56,276,974.32 613,367,859.19 7 87,623,979.88
II 123,043,920.20 109,372,373.51 41,014,640.07 273,430,933.77 27,343,093.38 33,085,142.99 365,981,836.23 4 91,495,459.06
III 92,622,707.89 82,331,295.90 30,874,235.96 205,828,239.76 20,582,823.98 24,905,217.01 276,334,703.28 3 92,111,567.76
IV 63,893,951.01 56,794,623.12 21,297,983.67 141,986,557.79 14,198,655.78 17,180,373.49 189,343,334.41 2 94,671,667.21
139
3. Merencanakan, melaksanakan dan mengendalikan aktlvitas produksi,
yang rneliputi proses: metal forming, machining, bonding &
composite, special process dan surface treatment.
4. Merencanakan, melaksanakan dan mengendalikan pengadaan material
yang diperlukan sesuai kebutuhannya secara efektif dan efisien.
5. Mengelola dana operasional yang dialokasikan perusahaan secara
efisien dan efektif.
6. Menyusun informasi akuntansi Direktorat Aerostructure dan
melaporkannya secara tepat waktu, tepat saji, dan akurat.
7. Mengelola aset yang dialokasikan Perusahaan secara efisien dan
efektif.
Adapun kinerja unit bisnis sebagai pusat laba pada Direktorat
Aerostructure selama periode 2007-2009 dapt dilihat pada tabel 4.3.
Tabel 4.3
Direktorat Aerostructure
Kinerja Unit Bisnis
Tahun Triwulan Laba/(Rugi) dalam Rp Investasi (Rp) ROI
2007
I 5.782.206.888,11 131,263,482,583.95 4.41%
II 18.713.653.077,31 136,353,349,355.34 13.72%
III 11.261.739.462,83 142,347,283,263.03 7.91%
IV 36.881.048.189,87 159,297,541,174.71 23.15%
2008
I 2.840.401.130,55 171,969,609,262.88 1.65%
II 4.555.445.104,71 188,520,642,902.30 2.42%
III (7.597.898.501,78) 195,089,434,784.89 (3.89%)
IV 1.444.017.431,55 203,346,192,506.02 0.71%
2009
I (14.584.676.577,98) 220,175,743,035.49 (6.62%)
II (21.218.162.477,29) 218,065,149,095.96 (9.73%)
III (64.362.782.695,12) 233,827,532,849.39 (27.53%)
140
IV 2.780.764.007,71 245,117,039,910.67 1.13%
Sumber: Data yang diolah kembali
4.2. Pembahasan Penelitian
4.2.1. Analisis Atas Harga Transfer Pada Direktorat Aerostructure di PT
Dirgantara Indonesia
Harga transfer berdasarkan data penjualan intern dapat dilihat pada tabel
4.4.
Tabel 4.4
Direktorat Aerostructure
Harga Transfer/Unit – Wing Tip Assy
Tahun TriwulanHarga Transfer/Unit
(Rp)Persentase
Kenaikan/Penurunan
2007
I 43.692.787,86II 44.011.984,83 0.73%III 45.280.639,54 2.88%IV 52.631.366,86 16.23%
2008
I 60.180.883,78 14.34%II 69.925.463,69 16.19%III 70.070.354,58 0.21%IV 71.346.359,29 1.82%
2009
I 73.086.979,63 2.44%II 75.193.506,79 2.88%III 75.470.354,58 0.37%IV 78.092.606,79 3.47%
Jumlah 758.983.288,22
Maksimum 78.092.606,79Minimum 43.692.787,86Rata-rata 63.248.607,35
Sumber: Data yang diolah kembali
Berdasarkan tabel 4.4 di atas mengenai harga transfer, dapat dilihat bahwa
rata-rata harga transfer periode 2007 – 2009 adalah Rp 63.248.607,35 dengan
jumlah keseluruhan sebesar Rp 758.983.288,22. Selanjutnya, harga transfer paling
141
tinggi terjadi pada Triwulan ke-4 tahun 2009 sebesar Rp 78.092.606,79,
sedangkan harga transfer terendah terjadi pada Triwulan ke-1 tahun 2007 sebesar
Rp 43.692.787,86. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa harga transfer
bergerak positif dimana terjadi kenaikan setiap triwulannya. Hal ini disebabkan
biaya produksi yang mengalami kenaikan setiap periodenya.
Untuk memberikan interpretasi terhadap harga transfer, maka dapat
digunakan kriteria untuk memberikan intepretasi harga transfer. Berdasarkan pada
tabel 3.3 di bab 3, diketahui bahwa besarnya rata-rata harga transfer adalah
sebesar Rp 63.248.607,35, yang artinya harga transfer pada Direktorat
Aerostructure di PT Dirgantara Indonesia adalah “Rendah”. Hasil ini ditunjukkan
berdasarkan kriteria untuk harga transfer dan harga jual di mana nilai rata-rata
harga transfer sebesar Rp 63.248.607,35 berada pada interval 57.733.529,07 -
66.968.063,60.
4.2.2. Analisis Atas Harga Jual pada Direktorat Aerostructure di PT
Dirgantara Indonesia
Harga jual berdasarkan data penjualan ke pihak luar dapat dilihat pada
tabel 4.5.
142
Tabel 4.5
Direktorat Aerostructure
Harga Jual/Unit – Wing Tip Assy
Tahun Triwulan Harga Jual/Unit (Rp)Persentase
Kenaikan/Penurunan
2007
I 48.498.994,53
II 49.403.452,98 1.86%
III 53.594.164,96 8.48%
IV 62.241.854,45 16.14%
2008
I 72.903.122,61 17.13%
II 84.770.639,63 16.28%
III 85.240.586,34 0.55%
IV 87.078.231,52 2.16%
2009
I 87.623.979,88 0.63%
II 91.495.459,06 4.42%
III 92.111.567,76 0.67%
IV 94.671.667,21 2.78%
Jumlah 909.633.720,93
Maksimum 94.671.667,21
Minimum 48.498.994,53
Rata-rata 75.802.810,08
Sumber: Data yang diolah kembali
Berdasarkan tabel 4.5 di atas mengenai harga jual, dapat dilihat bahwa
rata-rata harga jual periode 2007 – 2009 adalah Rp 75.802.810,08 dengan jumlah
keseluruhan sebesar Rp 909.633.720,93. Selanjutnya, harga jual paling tinggi
terjadi pada Triwulan ke-4 tahun 2009 sebesar Rp 94.671.667,21, sedangkan
harga jual terendah terjadi pada Triwulan ke-1 tahun 2007 sebesar Rp
48.498.994,53. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perkembangan harga
jual bergerak positif dalam hal ini terjadi kenaikan setiap triwulannya. Hal ini
disebabkan biaya produksi yang mengalami kenaikan setiap periodenya.
Untuk memberikan interpretasi terhadap harga jual, maka dapat digunakan
kriteria untuk memberikan intepretasi harga jual. Berdasarkan pada tabel 3.3 di
143
bab 3, diketahui bahwa besarnya rata-rata harga jual adalah sebesar Rp
75.802.810,08, yang artinya harga jual pada Direktorat Aerostructure di PT
Dirgantara Indonesia adalah “Sedang”. Hasil ini ditunjukkan berdasarkan kriteria
untuk harga transfer dan harga jual di mana nilai rata-rata harga jual sebesar Rp
75.802.810,08 berada pada interval 66.968.063,60 - 76.202.598,14.
4.2.3. Analisis Perbedaan Harga Transfer dan Harga Jual pada Direktorat
Aerostructure di PT Dirgantara Indonesia
Analisis Uji beda dilakukan dengan menggunakan Independent Sample T-
test bertujuan untuk membandingkan rata-rata dari dua grup yang tidak
berhubungan satu dengan yang lain, apakah kedua grup tersebut mempunyai rata-
rata yang sama ataukan tidak secara signifikan.
Variabel-variabel yang dibandingkan adalah harga transfer dan harga jual
pada Direktorat Aerostructure di PT Dirgantara Indonesia. Hipotesis yang penulis
ajukan adalah sebagai berikut:
Ho1 : µ1 = µ2 = Harga transfer dan harga jual pada Direktorat Aerostructure di
PT Dirgantara Indonesia adalah sama.
Ha1 : µ1 ≠ µ2 = Harga transfer dan harga jual pada Direktorat Aerostructure di
PT Dirgantara Indonesia adalah tidak sama.
Bedasarkan hasil pengolahan data dengan menggunakan SPSS 13.0, maka
hasilnya dapat dilihat pada tabel 4.6.
144
Tabel 4.6
Uji Beda Rata-rata antara Harga Transfer dan Harga Jual
Berdasarkan tabel 4.6, diperoleh nilai Fhitung untuk harga dengan Equal
Variance Assumed (diasumsi kedua varians sama atau menggunakan pooled
variance t test) adalah 1,964 dengan probabilitas (sig) = 0,175. Oleh karena p >
0,05; maka Ho1 diterima atau kedua varian populasi sama. Pada Equal Variances
Assumed untuk Thitung adalah 1,964 probabilitas (sig) = 0,062. Oleh karena p >
0,05; maka Ho1 diterima atau “Tidak terdapat perbedaan signifikan rata-rata antara
harga jual dengan harga transfer Direktorat Aerostructure di PT Dirgantara
Indonesia”.
4.2.4. Analisis Atas Kinerja Unit Bisnis Sebagai Pusat Laba pada Direktorat
Aerostructure di PT Dirgantara Indonesia
Kinerja unit bisnis sebagai pusat laba berdasarkan data penjualan intern
dapat dilihat pada tabel 4.7.
Independent Samples Test
1.964 .175 -1.964 22 .062 -12554203 6393614.0 -3E+007 705341.1
-1.964 20 .063 -12554203 6393614.0 -3E+007 762571.6
Equal variancesassumed
Equal variancesnot assumed
HargaF Sig.
Levene'sTest for
Equality ofVariances
t df
Sig.(2-tailed)
MeanDifference
Std. ErrorDifference Lower Upper
95% ConfidenceInterval of the
Difference
t-test for Equality of Means
145
Tabel 4.7
Direktorat Aerostructure
Kinerja Unit Bisnis
Tahun Triwulan Laba/(Rugi) dalam Rp Investasi (Rp) ROIPersentase Kenaikan/
Penurunan
2007
I 5,782,206,888.11 131,263,482,583.95 4.41%
II 18,713,653,077.31 136,353,349,355.34 13.72% 211.56%
III 11,261,739,462.83 142,347,283,263.03 7.91% -42.35%
IV 36,881,048,189.87 159,297,541,174.71 23.15% 192.64%
2008
I 2,840,401,130.55 171,969,609,262.88 1.65% -92.87%
II 4,555,445,104.71 188,520,642,902.30 2.42% 46.30%
III (7,597,898,501.78) 195,089,434,784.89 -3.89% -261.17%
IV 1,444,017,431.55 203,346,192,506.02 0.71% -118.23%
2009
I (14,584,676,577.98) 220,175,743,035.49 -6.62% -1032.81%
II (21,218,162,477.29) 218,065,149,095.96 -9.73% 46.89%
III (64,362,782,695.12) 233,827,532,849.39 -27.53% 182.89%
IV 2,780,764,007.71 245,117,039,910.67 1.13% -104.12%
Jumlah 7.33%
Maksimum 23.15%
Minimum -27.53%
Rata-rata 0.61%
Sumber: Data yang diolah kembali
Berdasarkan tabel 4.6 di atas mengenai kinerja unit bisnis sebagai pusat
laba yang diukur berdasarkan ROI, dapat dilihat bahwa rata-rata kinerja unit
bisnis sebagai pusat laba periode 2007 – 2009 adalah 0.61% dengan jumlah
keseluruhan sebesar 7.33%. Selanjutnya, kinerja unit bisnis sebagai pusat laba
paling tinggi terjadi pada Triwulan ke-4 tahun 2007 sebesar 23.15%, sedangkan
kinerja unit bisnis sebagai pusat laba terendah terjadi pada Triwulan ke-3 tahun
2009 sebesar -27.53%. Pada triwulan II tahun 2007 terjadi peningkatan ROI
sebesar 211.56% yang disebabkan oleh peningkatan hasil penjualan sehingga laba
bersih meningkat. Pada triwulan IV tahun 2007 peningkatan ROI sebesar
192.64% yang disebabkan peningkatan hasil penjualan sehingga laba bersih
146
meningkat. Untuk triwulan I tahun 2009 terjadi penurunan yang cukup tajam
sebesar -1032.81% yang disebabkan terjadinya pembatalan pemesanan barang
oleh Direktorat Aircraft Integration yang pada saat itu Direktorat Aerostructure
telah melakukan pembelian material sehingga harga pokok produksi meningkat.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perkembangan kinerja unit bisnis
sebagai pusat laba bergerak fluktuatif setiap triwulannya.
Untuk memberikan interpretasi terhadap kinerja unit bisnis sebagai pusat
laba, maka dapat digunakan kriteria untuk memberikan intepretasi kinerja unit
bisnis sebagai pusat laba. Berdasarkan pada tabel 3.5 di bab 3, diketahui bahwa
besarnya rata-rata untuk kinerja unit bisnis sebagai pusat laba adalah sebesar
0.61%, yang artinya kinerja unit bisnis sebagai pusat laba pada Direktorat
Aerostructure di PT Dirgantara Indonesia adalah “Rendah”. Hasil ini ditunjukkan
berdasarkan kriteria untuk kinerja unit bisnis sebagai pusat laba di mana nilai rata-
rata ROI sebesar 0.61% berada pada interval 0.59% - 0.86%.
4.2.5. Analisis Seberapa Besar Pengaruh Harga Transfer Terhadap
Kinerja Unit Bisnis pada Direktorat Aerostructure di PT Dirgantara
Indonesia
1. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk menguji apakah sampel yang diambil
berasal dari populasi berdistribusi normal atau tidak. Karena akan menggunakan
statistik parametris, maka setiap data pada setiap variabel harus diuji
normalitasnya. Uji normalitas data dilakukan dengan menggunakan test
147
Kolmogorov Smirnov, dasar pengambilan keputusan dilakukan berdasarkan
probabilitas (Asymtotic Significanted), yaitu :
Ho : Sampel diambil dari populasi berdistribusi normal.
Ha : Sampel diambil bukan dari populasi yang berdistribusi normal.
α : 0.05
Kriteria uji : Jika nilai probabilitas α, maka Ho < (ݏ) diterima
Jika nilai Probabilitas (ݏ) ≤ α, maka Ho ditolak
Hasil uji normalitas dengan menggunakan bantuan SPSS 15.0, dapat
dilihat pada tabel 4.7.
Tabel 4.8
Uji Normalitas
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Harga Transfer Harga Jual
Kinerja UnitBisnis
sebagaiPusat Laba
N 12 12 12
Normal Parameters(a,b) Mean 63248607.3517 75802810.0775 .006108
Std. Deviation 13359852.20885 17665048.62484 .1251774
Most ExtremeDifferences
Absolute.275 .277 .170
Positive .161 .146 .131
Negative -.275 -.277 -.170
Kolmogorov-Smirnov Z .952 .961 .588
Asymp. Sig. (2-tailed) .325 .314 .879
a Test distribution is Normal.b Calculated from data.
Dari tabel 4.8 di atas diperoleh nilai signifikansi (Sig) untuk harga
transfer sebesar 0.325 nilai ini lebih besar dari 0.05, maka Ho diterima. Nilai
signifikansi (Sig) untuk harga jual sebesar 0.314 nilai ini lebih besar dari 0.05,
maka Ho diterima. Dan nilai signifikansi (Sig) untuk kinerja unit bisnis
148
sebagai pusat laba sebesar 0.879 nilai ini lebih besar dari 0.05, maka Ho
diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ketiga data pengamatan
berdistribusi normal.
2. Analisis Korelasi Pearson Product Moment
Pada analisis ini akan dijelaskan mengenai tinggi-rendah, kuat-lemah, atau
besar-kecilnya suatu korelasi. Korelasi itu berarti hubungan, begitu pula analisis
korelasi yaitu suatu analisis yang digunakan untuk melihat hubungan antara dua
variabel. Korelasi parsial adalah suatu nilai yang memberikan kuatnya hubungan
dua variabel antara variabel X dengan variabel Y, yang salah satu bagian variabel
bebasnya dianggap konstan atau dibuat tetap.
Berikut ini adalah hasil perhitungan mengenai korelasi parsial antara harga
transfet dengan kinerja unit bisnis sebagai pusat laba dengan menggunakan
software SPSS 13.0, maka hasilnya dapat dilihat pada tabel 4.9.
Tabel 4.9
Analisis Korelasi antara Harga Transfer dengan
Kinerja Unit Bisnis
Correlations(a)
HargaTransfer
Kinerja UnitBisnis
sebagaiPusat Laba
Harga Transfer Pearson Correlation 1 -.679(*)
Sig. (2-tailed) .015
Kinerja Unit Bisnissebagai Pusat Laba
Pearson Correlation -.679(*) 1
Sig. (2-tailed).015
* Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).a Listwise N=12
Berdasarkan tabel 4.9 di atas, diperoleh nilai koefisien korelasi antara
harga transfer dengan kinerja unit bisnis sebagai pusat laba sebesar -0,679. Angka
149
tersebut berdasarkan tabel 3.6 di bab 3 menunjukkan korelasi yang “Kuat” karena
berada pada interval 0,60 - 0,799. Adanya tanda (-) di depan angka 0,679
menunjukkan bahwa korelasi memiliki pola negatif atau tidak searah. Dengan
demikian, dapat disimpulakn bahwa semakin tinggi harga transfer, maka akan
menurunkan kinerja unit bisnis sebagai pusat laba.
3. Analisis Regresi Linier Sederhana
Analisis regresi dipergunakan untuk menelaah hubungan antara dua
variabel atau lebih, terutama untuk menelusuri pola hubungan yang modelnya
belum diketahui dengan sempurna, atau untuk mengetahui bagaimana variasi dari
beberapa variabel independen mempengaurhi variabel dependen dalam suatu
fenomena yang kompleks, bertujuan untuk mempelajari hubungan linier antara
dua variabel.
Berikut ini adalah hasil perhitungan mengenai analisis regresi linier
sederhana antara harga transfer dengan kinerja unit bisnis sebagai pusat laba
menggunakan software SPSS 13.0, maka hasilnya dapat dilihat pada tabel 4.10
dan tabel 4.11.
150
Tabel 4.10
Analisis Regresi Linier Sederhana antara Harga Transfer dengan
Kinerja Unit Bisnis
ANOVA(b)
ModelSum of
Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression .079 1 .079 8.548 .015(a)
Residual .093 10 .009
Total .172 11
a Predictors: (Constant), Harga Transferb Dependent Variable: Kinerja Unit Bisnis sebagai Pusat Laba
Pada table 4.10, nilai F = 8,548 dengan p (Sig) = 0.015. Oleh karena nilai
p < 0,05 maka regresi dapat dipakai untuk memprediksi kinerja unit bisnis sebagai
pusat laba.
Tabel 4.11
Analisis Regresi Linier Sederhana antara Harga Transfer dengan
Kinerja Unit Bisnis
Coefficients(a)
Model
Unstandardized CoefficientsStandardizedCoefficients
t Sig.B Std. Error Beta
1 (Constant) .408 .140 2.909 .016
Harga Transfer -.0000000063607639 .000 -.679 -2.924 .015
a Dependent Variable: Kinerja Unit Bisnis sebagai Pusat Laba
Berdasarkan tabel 4.11 di atas, dengan nilai B constant dan B harga
transfer, maka diperoleh model regresi sebagai berikut:
Y = 0,408 - 0,0000000063607639 X
Artinya nilai B (koefisien) Constant sebesar 0,408, menunjukkan bahwa
apabila tidak ada variabel harga transfer, maka kinerja unit bisnis sebagai pusat
laba adalah sebesar 0,408. Nilai B (koefisien) variabel harga transfer sebesar -
0,0000000063607639, menunjukkan bahwa setiap peningkatan harga transfer
151
sebesar Rp 1 akan menurunkan kinerja unit bisnis sebagai pusat laba sebesar
0,0000000063607639.
4. Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi bertujuan untuk menentukan besarnya kontribusi
suatu variabel independen terhadap variabel dependen. Berikut ini adalah hasil
perhitungan mengenai koefisien determinasi secara parsial antara harga transfer
dengan kinerja unit bisnis sebagai pusat laba dengan menggunakan software SPSS
13.0, maka hasilnya dapat dilihat pada tabel 4.12.
Tabel 4.12
Analisis Koefisien Determinasi antara Harga Transfer
dengan Kinerja Unit Bisnis
Model Summary(b)
Model R R SquareAdjusted RSquare
Std. Error ofthe Estimate
1 .679(a) .461 .407 .0963991
a Predictors: (Constant), Harga Transferb Dependent Variable: Kinerja Unit Bisnis sebagai Pusat Laba
Besarnya kontribusi variabel harga transfer terhadap kinerja unit bisnis
sebagai pusat laba ditunjukkan dengan besarnya koefisien determinasi (hasil
pengkuadratan dari koefisien korelasi dikali 100%) atau R square. Dari tabel 4.12
di atas dapat terlihat bahwa nilai koefisien determinasi yang dihasilkan adalah
sebesar 0,6792 x 100% = 46,10% artinya bahwa kinerja unit bisnis sebagai pusat
laba dipengaruhi oleh harga transfer sebesar 46,10%, sedangkan sisanya 53,90%
dipengaruhi oleh faktor lain diluar variabel harga transfer seperti intensitas
persaingan pasar dan sistem akuntansi manajemen. Standard error of estimste
152
sebesar 0,0963991 lebih kecil dari standar deviasi sebesar 0,1251774 (lihat
lampiran), maka model regresi layak digunakan.
5. Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis dilakukan sebagai upaya memperoleh gambaran
mengenai suatu populasi dari sampel. Dengan demikian, informasi dari sampel
digunakan untuk menyusun suatu pendugaan terhadap nilai parameter populasinya
yang tidak diketahui.
Hipotesis yang dirumuskan adalah :
Ho3 : ρ = 0, Harga transfer tidak berpengaruh terhadap kinerja unit bisnis
sebagai pusat laba.
Ha3 : ρ ≠ 0, Harga transfer berpengaruh terhadap kinerja unit bisnis sebagai
pusat laba.
Uji t digunakan untuk menguji pengaruh variabel independen terhadap
variabel dependen terhadap titik bebasnya, dengan membandingkan t tabel dan t
hitung. Bedasarkan hasil pengolahan data dengan menggunakan SPSS 13.0, maka
hasilnya dapat dilihat pada tabel 4.13.
Tabel 4.13
Uji signifikansi t / Coefficients variabel Harga Transfer dengan
Kinerja Unit Bisnis
Coefficients(a)
Model
Unstandardized CoefficientsStandardizedCoefficients
t Sig.B Std. Error Beta
1 (Constant) .408 .140 2.909 .016
Harga Transfer -.0000000063607639 .000 -.679 -2.924 .015
a Dependent Variable: Kinerja Unit Bisnis sebagai Pusat Laba
153
Daerah Penerimaan H0
Daerah Penolakan H0
- ttabel (-2,228)thitung (-2,924) + ttabel (2,228)
Daerah Penolakan H0
0
Berdasarkan tabel 4.12 diatas, nilai thitung untuk variabel harga transfer
adalah -2,924. Dengan dk = 12 – 2 =10, maka nilai ttabel pada taraf kepercayaan
95% (signifikansi 5%) adalah 2,228. Dapat disimpulkan bahwa ±thitung (-2,924) >
±ttabel (2,228), maka H0 ditolak dan Ha1 diterima.
Gambar 4.1
Daerah Penerimaan dan Penolakan Ho (Uji t) variabel Harga Transfer
dengan Kinerja Unit Bisnis
Dengan demikian hipotesis yang penulis ajukan diterima yaitu: “Tedapat
pengaruh signifikan harga transfer terhadap kinerja unit bisnis sebagai pusat laba”.
4.2.6. Analisis Seberapa Besar Pengaruh Harga Jual Terhadap Kinerja
Unit Bisnis pada Direktorat Aerostructure di PT Dirgantara Indonesia
1. Analisis Korelasi Pearson Product Moment
Pada analisis ini akan dijelaskan mengenai tinggi-rendah, kuat-lemah, atau
besar-kecilnya suatu korelasi. Korelasi itu berarti hubungan, begitu pula analisis
korelasi yaitu suatu analisis yang digunakan untuk melihat hubungan antara dua
variabel. Korelasi parsial adalah suatu nilai yang memberikan kuatnya hubungan
154
dua variabel antara variabel X dengan variabel Y, yang salah satu bagian variabel
bebasnya dianggap konstan atau dibuat tetap.
Berikut ini adalah hasil perhitungan mengenai korelasi parsial antara harga
jual dengan kinerja unit bisnis sebagai pusat laba dengan menggunakan software
SPSS 13.0, maka hasilnya dapat dilihat pada tabel 4.14.
Tabel 4.14
Analisis Korelasi antara Harga Jual dengan
Kinerja Unit Bisnis
Correlations(a)
Harga Jual
Kinerja UnitBisnissebagaiPusat Laba
Harga Jual Pearson Correlation 1 -.675(*)
Sig. (2-tailed) .016
Kinerja Unit Bisnissebagai Pusat Laba
Pearson Correlation -.675(*) 1
Sig. (2-tailed).016
* Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).a Listwise N=12
Berdasarkan tabel 4.14 di atas, diperoleh nilai koefisien korelasi antara
harga transfer dengan kinerja unit bisnis sebagai pusat laba sebesar -0,675. Angka
tersebut berdasarkan tabel 3.5 di bab 3 menunjukkan korelasi yang “Kuat” karena
berada pada interval 0,60 - 0,799. Adanya tanda (-) di depan angka 0,675
menunjukkan bahwa korelasi memiliki pola negatif atau tidak searah. Dengan
demikian, dapat disimpulakn bahwa semakin tinggi harga jual, maka akan
menurunkan kinerja unit bisnis sebagai pusat laba.
155
2. Analisis Regresi Linier Sederhana
Analisis regresi dipergunakan untuk menelaah hubungan antara dua
variabel atau lebih, terutama untuk menelusuri pola hubungan yang modelnya
belum diketahui dengan sempurna, atau untuk mengetahui bagaimana variasi dari
beberapa variabel independen mempengaurhi variabel dependen dalam suatu
fenomena yang kompleks, bertujuan untuk mempelajari hubungan linier antara
dua variabel.
Berikut ini adalah hasil perhitungan mengenai analisis regresi linier
sederhana antara harga jual dengan kinerja unit bisnis sebagai pusat laba
menggunakan software SPSS 13.0, maka hasilnya dapat dilihat pada tabel 4.15
dan tabel 4.16.
Tabel 4.15
Analisis Regresi Linier Sederhana antara Harga Jual dengan
Kinerja Unit Bisnis
ANOVA(b)
ModelSum of
Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression .079 1 .079 8.384 .016(a)
Residual .094 10 .009
Total .172 11
a Predictors: (Constant), Harga Jualb Dependent Variable: Kinerja Unit Bisnis sebagai Pusat Laba
Pada tabel 4.15, nilai F = 8,384 dengan p (Sig) = 0.016. Oleh karena nilai
p < 0,05 maka regresi dapat dipakai untuk memprediksi kinerja unit bisnis sebagai
pusat laba.
156
Tabel 4.16
Analisis Regresi Linier Sederhana antara Harga Jual dengan
Kinerja Unit Bisnis
Coefficients(a)
Model Unstandardized CoefficientsStandardizedCoefficients
t Sig.B Std. Error Beta
1 (Constant) .369 .128 2.874 .017
Harga Jual -.0000000047853702 .000 -.675 -2.895 .016
a Dependent Variable: Kinerja Unit Bisnis sebagai Pusat Laba
Berdasarkan tabel 4.16 di atas, dengan nilai B constant dan B harga
transfer, maka diperoleh model regresi sebagai berikut:
Y = 0,369 - 0,0000000047853702 X
Artinya nilai B (koefisien) Constant sebesar 0,369, menunjukkan bahwa
apabila tidak ada variabel harga transfer, maka kinerja unit bisnis sebagai pusat
laba adalah sebesar 0,369. Nilai B (koefisien) variabel harga transfer sebesar -
0,0000000047853702, menunjukkan bahwa setiap peningkatan harga transfer
sebesar Rp 1 akan menurunkan kinerja unit bisnis sebagai pusat laba sebesar
0,0000000047853702.
3. Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi bertujuan untuk menentukan besarnya kontribusi
suatu variabel independen terhadap variabel dependen. Berikut ini adalah hasil
perhitungan mengenai koefisien determinasi parsial antara harga jual dengan
kinerja unit bisnis sebagai pusat laba dengan menggunakan software SPSS 13.0,
maka hasilnya dapat dilihat pada tabel 4.17.
157
Tabel 4.17
Analisis Koefisien Determinasi Parsial antara Harga Jual dengan
Kinerja Unit Bisnis
Model Summary(b)
Model R R SquareAdjusted R
SquareStd. Error ofthe Estimate
1 .675(a) .456 .402 .0968286
a Predictors: (Constant), Harga Jualb Dependent Variable: Kinerja Unit Bisnis sebagai Pusat Laba
Besarnya kontribusi variabel harga jual terhadap kinerja unit bisnis sebagai
pusat laba ditunjukkan dengan besarnya koefisien determinasi (hasil
pengkuadratan dari koefisien korelasi dikali 100%) atau R square. Dari tabel 4.16
di atas dapat terlihat bahwa nilai koefisien determinasi yang dihasilkan adalah
sebesar 0,6752 x 100% = 45,60% artinya bahwa kinerja unit bisnis sebagai pusat
laba dipengaruhi oleh harga jual sebesar 45,60%, sedangkan sisanya 54,40%
dipengaruhi oleh faktor lain diluar variabel harga jual seperti intensitas
persaingan pasar dan sistem akuntansi manajemen. Standard error of estimste
sebesar 0,0968286 lebih kecil dari standar deviasi sebesar 0,1251774 (lihat
lampiran), maka model regresi layak digunakan.
4. Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis dilakukan sebagai upaya memperoleh gambaran
mengenai suatu populasi dari sampel. Dengan demikian, informasi dari sampel
digunakan untuk menyusun suatu pendugaan terhadap nilai parameter populasinya
yang tidak diketahui.
Hipotesis yang dirumuskan adalah :
Ho2 : ρ = 0, Harga jual tidak berpengaruh terhadap kinerja unit bisnis sebagai
pusat laba.
158
Daerah Penerimaan H0
Daerah Penolakan H0
- ttabel (-2,228)thitung (-2,895) + ttabel (2,228)
Daerah Penolakan H0
0
Ha2 : ρ ≠ 0, Harga jual berpengaruh terhadap kinerja unit bisnis sebagai pusat
laba.
Uji t digunakan untuk menguji pengaruh variabel independen terhadap
variabel dependen terhadap titik bebasnya, dengan membandingkan t tabel dan t
hitung. Bedasarkan hasil pengolahan data dengan menggunakan SPSS 13.0, maka
hasilnya dapat dilihat pada tabel 4.18.
Tabel 4.18
Uji signifikansi t / Coefficients variabel Harga Jual dengan
Kinerja Unit Bisnis
Coefficients(a)
Model Unstandardized CoefficientsStandardizedCoefficients
t Sig.B Std. Error Beta
1 (Constant) .369 .128 2.874 .017
Harga Jual -.0000000047853702 .000 -.675 -2.895 .016
a Dependent Variable: Kinerja Unit Bisnis sebagai Pusat Laba
Berdasarkan tabel 4.18 diatas, nilai thitung untuk variabel harga jual adalah -
2,895. Dengan dk = 12 – 2 =10, maka nilai ttabel pada taraf kepercayaan 95%
(signifikansi 5%) adalah 2,228. Dapat disimpulkan bahwa ±thitung (-2,895) > ±ttabel
(2,228), maka H0 ditolak dan Ha2 diterima.
Gambar 4.2
Daerah Penerimaan dan Penolakan Ho (Uji t) variabel Harga Jual dengan
Kinerja Unit Bisnis
159
Dengan demikian hipotesis yang penulis ajukan diterima yaitu: “Tedapat
pengaruh signifikan harga jual terhadap kinerja unit bisnis sebagai pusat laba”.
160
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan data penelitian yang telah diperoleh dari Direktorat
Aerostructure di PT Dirgantara Indonesia, melalui observasi (observation) dan
dokumentasi (documentation) yang berkaitan dengan harga transfer, harga jual
dan kinerja unit bisnis sebagai pusat laba, maka penulis dapat menarik
kesimpulan sebagai berikut:
1. Harga transfer pada Direktorat Aerostructure di PT Dirgantara Indonesia
pertriwulan selama tahun 2007 – 2009 (12 triwulan) adalah “Rendah”. Hasil
ini ditunjukkan berdasarkan kriteria untuk harga transfer dan harga jual yang
dalam hal ini nilai rata-rata harga transfer sebesar Rp 63.248.607,35 berada
pada interval Rp 57.733.529,07 – Rp 66.968.063,60.
2. Harga jual pada Direktorat Aerostructure di PT Dirgantara Indonesia
pertriwulan selama tahun 2007 – 2009 (12 triwulan) adalah “Sedang”. Hasil
ini ditunjukkan berdasarkan kriteria untuk harga transfer dan harga jual yang
dalam hal ini nilai rata-rata harga jual sebesar Rp 75.802.810,08 berada pada
interval Rp 66.968.063,60 – Rp 76.202.598,14.
3. Perbedaan antara harga transfer dengan harga jual berdasarkan Thitung adalah
1,964 dengan probabilitas (sig) = 0,062. Oleh karena p > 0,05; maka Ho1
161
diterima atau “Harga Transfer tidak berbeda dengan Harga Jual” pada
Direktorat Aerostructure di PT Dirgantara Indonesia”.
4. Kinerja unit bisnis pada Direktorat Aerostructure di PT Dirgantara Indonesia
pertriwulan selama tahun 2007 – 2009 (12 triwulan) adalah “Rendah”. Hasil
ini ditunjukkan berdasarkan kriteria untuk kinerja unit bisnis sebagai pusat
laba yang dalam hal ini nilai rata-rata ROI sebesar 0.61% berada pada interval
0.59% - 0.86%.
5. Besarnya pengaruh harga transfer terhadap kinerja unit bisnis pada Direktorat
Aerostructure di PT Dirgantara Indonesia ditunjukkan berdasarkan koefisien
determinasi yaitu sebesar 46,10%. Artinya bahwa kinerja unit bisnis sebagai
pusat laba pada Direktorat Aerostructure di PT Dirgantara Indonesia
dipengaruhi oleh harga transfer sebesar 46,10%. Sedangkan sisanya 53,90%
dipengaruhi oleh faktor lain diluar variabel harga transfer seperti intensitas
kompetisi pasar dan informasi sistem akuntansi manajemen. Pengaruh harga
transfer terhadap kinerja unit bisnis memiliki hubungan yang ”Kuat”, hal ini
ditunjukan dari koefisien korelasi sebesar -0,679. Adanya tanda (-) di depan
angka 0,679 menunjukkan bahwa korelasi memiliki pola negatif atau tidak
searah. Dengan demikian, dapat disimpulakn bahwa semakin tinggi harga
transfer, maka akan menurunkan kinerja unit bisnis sebagai pusat laba. Nilai
±thitung (-2,924) > ±ttabel (2,228), maka Ho3 ditolak dan Ha3 diterima yang
artinya hipotesis yang penulis ajukan diterima yaitu: “Tedapat pengaruh
signifikan harga transfer terhadap kinerja unit bisnis sebagai pusat laba”.
162
6. Besarnya pengaruh harga jual terhadap kinerja unit bisnis pada Direktorat
Aerostructure di PT Dirgantara Indonesia ditunjukkan berdasarkan koefisien
determinasi yaitu sebesar 45,60%. Artinya bahwa kinerja unit bisnis sebagai
pusat laba pada Direktorat Aerostructure di PT Dirgantara Indonesia
dipengaruhi oleh harga jual sebesar 45,60%. Sedangkan sisanya 54,40%
dipengaruhi oleh faktor lain diluar variabel harga jual seperti intensitas
kompetisi pasar dan informasi sistem akuntansi manajemen. Pengaruh harga
jual terhadap kinerja unit bisnis memiliki hubungan yang ”Kuat”, hal ini
ditunjukan dari koefisien korelasi sebesar -0,675. Adanya tanda (-) di depan
angka 0,675 menunjukkan bahwa korelasi memiliki pola negatif atau tidak
searah. Dengan demikian, dapat disimpulakn bahwa semakin tinggi harga jual,
maka akan menurunkan kinerja unit bisnis sebagai pusat laba. Nilai ±thitung (-
2,895) > ±ttabel (2,228), maka Ho2 ditolak dan Ha2 diterima yang artinya
hipotesis yang penulis ajukan diterima yaitu: “Tedapat pengaruh signifikan
harga jual terhadap kinerja unit bisnis sebagai pusat laba”.
5.2. Saran
5.2.1. Saran untuk Direktorat Aerostructure di PT Dirgantara Indonesia
Berdasarkan kesimpulan dan pembahasan dari bab-bab sebelumnya,
penulis memberikan beberapa saran yang diharapkan dapat bermanfaat dan dapat
dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi perusahaan, antara lain:
a. Berdasarkan kesimpulan, harga transfer berada pada kriteria “Rendah”. Yang
dalam hal ini nilai rata-rata harga transfer sebesar Rp 63.248.607,35 berada
163
pada interval Rp 57.733.529,07 – Rp 66.968.063,60. Dengan demikian
sebaiknya dalam penentuan harga transfer PT Dirgantara Indonesia membuat
kebijakan yang dalam hal ini divisi pembeli dan divisi penjual harus
menyepakati dasar yang akan dipakai sebagai landasan penentuan harga
barang atau jasa yang ditransfer antar divisi tersebut yang tidak boleh
merugikan salah satu pihak dan juga meningkatakan harga transfer dengan
cara menaikan besarnya profit didalam penentuan harga transfer. Jika harga
pasar tidak dapat diterapkan, sehingga digunakan metode biaya ditambah laba,
hendaknya disusun prosedur administratif yang adil agar divisi yang terlibat,
yaitu divisi penjual dan divisi pembeli, diberikan kesempatan untuk
merundingkan biaya dan laba yang akan ditransfer. Hal ini dimaksudkan untuk
mendorong efisiensi, sehingga harga transfer lebih optimal.
b. Berdasarkan kesimpulan, kinerja unit bisnis yang diukur dengan ROI berada
pada kriteria “Rendah”. Yang dalam hal ini nilai rata-rata ROI sebesar 0.61%
berada pada interval 0.59% - 0.86%. Dengan demikian sebaiknya PT
Dirgantara Indonesia menigkatkan ROI dengan cara meningkatkan besarnya
laba, atau menurunkan besarnya total aset dengan cara mengeluarkan aktiva
yang tidak produktif, ataupun kedua-duanya. Adapun cara lainnya dengan
meningkatakan besarnya profit margin, atau meningkatkan perputaran
aktivanya, atau kedua-duanya.
164
5.2.2. Saran Untuk Peneliti Selanjutnya
Penelitian ini tentunya tidak lepas dari kesalahan dan kelemahan. Penulis
memberikan beberapa saran. Hal ini ditunjukan berdasarkan kelemahan-
kelemahan penulis dalam penelitian ini yaitu:
1. Penulis hanya meneliti mengenai harga transfer dan harga jual untuk satu
produk saja.
2. Penulis hanya meneliti pada 1 (satu) perusahaan saja, karena keterbatasan
waktu dan dana.
Maka penulis memberikan beberapa saran untuk peneliti selanjutnya agar
penelitian selanjutnya dapat lebih baik lagi yaitu:
1. Memperluas penelitian tidak hanya untuk harga transfer dan harga jual untuk
satu produk saja, namun untuk produk lainnya. Dan juga faktor-faktor lain
yang mempengaruhi kinerja unit bisnis sebagai pusat laba seperti intensitas
persaingan pasar dan sistem akuntansi manajemen.
2. Melakukan penelitian di beberapa perusahaan, supaya terlihat dengan jelas
perbedaan pelaksanaan harga transfer dan harga jual di perusahaan-perusahaan
tersebut serta bagaimana pengaruhnya terhadap kinerja unit bisnis sebagai
pusat laba, sehingga hasil penelitian lebih mewakili objek yang diteliti.
165
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah., Mochamad Arif (2004), Pengaruh Penerapan Harga TransferTerhadap Kinerja Suatu Unit Usaha Sebagai Pusat Laba (Studi KasusPada PT Bank X Unit Bisnis Bandung), Skripsi, UNPAD, Bandung.
Anthony, Robert N., Vijay Govindarajan, (2008), Sistem PengendalianManajemen, Buku 1, ed. 11, Alih Bahasa: Drs. F.X. Kurniawan T.M.Si,Ak, Salemba empat, Jakarta.
Carter, William K., Milton F Usry, (2005), Cost Accounting, Buku 2, ed. 13, AlihBahasa : Krista S.E., Ak, Salemba Empat, Jakarta.
Cools, Martine., Regine Slagmulder, (2005), Transfer Pricing Systems andPerformance Measurement in Multinational Enterprises, Presented atthe 4th EIASM Conference on New Directions in ManagementAccounting and the MAS Mid-Year Meeting, [online]. Tersedia:www.rsm.nl/portal/page/portal/RSM2/attachments/pdf1/050503Cools.pdf.[10 Maret 2010].
Ekatherina O.K., (2008), Analisis Pengaruh Harga Jual Produk TerhadapProfitabilitas Perusahaan Pada PT. Mega Eltra (Persero) CabangMedan, Skripsi, USU, Medan.
Faisal, (2006), Analisis Pengaruh Intensitas Persaingan dan VariabelKontekstual Terhadap Penggunaan Informasi Sistem AkuntansiManajemen dan Kinerja Unit Bisnis dengan Pendekatan Partial LeastSquare, Simposium Nasional Akuntansi 9, Padang.
Faisal, Tri Jatmiko Wahyu Prabowo, (2005), Pengaruh Intensitas PersainganPasar Terhadap Penggunaan Informasi Benchmarking danMonitoring dan Kinerja Manajer Unit Bisnis, Jurnal Bisnis danAkuntansi, 7, 3, 257-271.
Fitrianita, Mardiana., (2008), Analisis Pengaruh Harga Transfer TerhadapProfitabilitas Divisi Mesin Industri dan Jasa PT Pindad (Persero),Skripsi, UNPAD, Bandung.
166
Garmana, Gagan., (2004), Pengaruh Harga Transfer Terhadap ProfitabilitasUnit Usaha (Studi Verifikatif Pada Divisi Tempa dan Cor PT Pindad),Skripsi, UNPAD, Bandung.
Halim, Abdul., Ahmad Tjahjono, Muh. Fakhri Husein, (2000), SistemPengendalian Manajemen, UPP AMP YKPN, Yogyakarta.
Imron, Moch., (2003), Pengaruh Ketidakpastian Lingkungan dan StrategiBisnis Terhadap Hubungan Antara Karakteristik Informasi SistemAkuntansi Manajemen Broadscope dengan Kinerja Unit BisnisStrategis, Tesis, UNDIP, Semarang.
Junita, Juyun., (2004), Pengaruh Harga Transfer (Transfer Price) TerhadapReturn On Investment (ROI), Skipsi, UNPAS, Bandung.
Kurnia, (2002), Pengaruh Desain Organisasional dan Locus Of ControlTerhadap Perilaku Manipulatif dalam Penetapan Harga Transfer:Sebuah Eksperimen Semu, JAAI, 6, 1, 21-45.
Obreja, Student Camelia., (2008), The Role Of Responsibility Centers In TheOverall Performance Of The Entity, The Annals of The "Ştefan cel Mare" University Suceava. Fascicle of The Faculty of Economics and PublicAdministration, No. 8, 162-169.
Mulyadi, (2001), Akuntansi Manajemen: Konsep, Manfaat dan Rekayasa, ed.3, Salemba empat, Jakarta.
Mulyani, Sri., (2006), Pengaruh Harga Transfer Terhadap Kinerja UnitUsaha Sebagai pusat Laba Pada PT Pindad (Persero), Skripsi,UNPAD, Bandung.
Rahmayawaty, Siska., (2004), Pengaruh Penerapan Harga Transfer TerhadapPerhitungan Harga Jual, Skripsi, UNPAS, Bandung.
Santoso, Iman., (2004), Advance Pricing Agreement dan Problematika TransferPricing dari Prespektif Perpajakan Indonesia, JURNAL AKUNTANSI& KEUANGAN, 6, 2, 123-139.
167
Sugiyono, (2008), Metode Penelitian Bisnis, Cetakan Keempat, CV.Alfabeta,Bandung.
Susanto, Yulius Kurnia., Gudono, (2007), Pengaruh Intensitas Kompetisi PasarTerhadap Hubungan Antara Hubungan Penggunaan InformasiSistem Akuntansi Manajemen dan Kinerja Unit Bisnis dan KepuasanKerja, Jurnal Bisnis dan Akuntansi, 9, 3, 177-198.
Supriyono, R.A., (2000), Sistem Pengendalian Manajemen, Buku 1, ed. 1,BPFE, Yogyakarta.
Syamsuddin, Lukman., (2004), Manajemen Keuangan Perusahaan: KonsepAplikasi dalam: Perencanaan, Pengawasan, dan PengambilanKeputusan, ed. Baru, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta.
Tjiptono, Fandy., (1997), Strategi Pemasaran, ed. 2, ANDI, Yogyakarta.
Sumber lain :
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2010/06/general-appliance-corporation/
http://aa-multimedia.blogspot.com/2009/04/pengembangan-sistemmultimedia.html