PENGARUH FUNGISIDA METALAKSIL TERHADAP PERKECAMBAHAN ...digilib.unila.ac.id/55185/3/SKRIPSI TANPA...
Transcript of PENGARUH FUNGISIDA METALAKSIL TERHADAP PERKECAMBAHAN ...digilib.unila.ac.id/55185/3/SKRIPSI TANPA...
PENGARUH FUNGISIDA METALAKSIL TERHADAP
PERKECAMBAHAN KONIDIA Peronosclerospora maydis.
DAN INTENSITAS PENYAKIT BULAI PADA TANAMAN JAGUNG
(Skripsi)
Oleh
SINTA NURHASANAH
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
ABSTRAK
PENGARUH FUNGISIDA METALAKSIL TERHADAP
PERKECAMBAHAN KONIDIA Peronoscleospora maydis.
DAN INTENSITAS PENYAKIT BULAI PADA TANAMAN JAGUNG
Oleh
SINTA NURHASANAH
Penyakit bulai merupakan salah satu penyakit penting pada tanaman jagung
karena dapat menyebabkan kerugian yang besar. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh fungisida metalaksil dalam menghambat perkecambahan
dan panjang tabung kecambah konidia Peronosclerospora maydis serta
keefektifannya dalam menurunkan intensitas penyakit bulai pada tanaman jagung.
Percobaan dilakukan di Desa Hajimena Kecamatan Natar Kabupaten Lampung
Selatan dan Laboratorium Penyakit Tanaman Fakultas Pertanian Universitas
Lampung dari bulan Maret sampai dengan Juli 2018. Metode penelitian terdiri
atas tiga bagian yaitu percobaan in vitro yang menggunakan rancangan acak
lengkap dengan dua perlakuan dan tiga ulangan serta dua percobaan in vivo
menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) terdiri dari dua perlakuan dengan
sepuluh ulangan untuk percobaan in vivo 1 dan empat ulangan pada in vivo 2.
Homogenitas ragam diuji dengan uji Bartlett kemudian untuk pemisahan nilai
Sinta Nurhasanah
iii
tengah digunakan uji t pada taraf 5%. Hasil penelitian menunjukan bahwa
patogen yang menyerang tanaman jagung merupakan spesies Peronosclerospora
maydis. Berdasarkan percobaan secara in vitro fungisida metalaksil tidak efektif
dalam menekan perkecambahan dan panjang tabung kecambah konidia
Peronosclerospora maydis. Metalaksil juga tidak efektif dalam menekan
intensitas penyakit bulai pada tanaman jagung berdasarkan tingkat keterjadian dan
keparahan pada percobaan in vivo 1. Namun fungisida metalaksil mampu
menurunkan intensitas penyakit bulai pada percobaan in vivo 2 yang ditunjukan
dengan tingkat keterjadian dan keparahan yang rendah.
Kata Kunci : in vitro, in vivo 1, in vivo 2, metalaksil, penyakit bulai, dan
Peronosclerospora maydis,
PENGARUH FUNGISIDA METALAKSIL TERHADAP
PERKECAMBAHAN KONIDIA Peronoscleospora maydis.
DAN INTENSITAS PENYAKIT BULAI PADA TANAMAN JAGUNG
Oleh
SINTA NURHASANAH
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA PERTANIAN
Pada
Jurusan Agroteknologi
Fakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Cilacap, Jawa Tengah pada tanggal 04 November 1996
sebagai anak ketiga dari pasangan Bapak Baban Riyana dan Ibu Wati Yuniarti.
Penulis menyelesaikan pendidikan di Taman Kanak-kanak (TK) Wisma Wati
pada tahun 2002, Sekolah Dasar (SD) Negeri 6 Pegadingan pada tahun 2008,
Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 2 Cipari pada tahun 2011, dan Sekolah
Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Cipari pada tahun 2014. Penulis terdaftar
sebagai mahasiswa Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas
Lampung pada tahun 2014 melalui jalur Seleksi Bersama Masuk Perguruan
Tinggi Negeri (SBMPTN).
Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) pada bulan Januari sampai
Maret 2017 di Desa Indra Putra Subing, Kabupaten Lampung Tengah. Pada bulan
Juli sampai Agustus 2017 penulis melaksanakan Praktik Umum (PU) di PTPN
VII Distrik Bunga Mayang Kabupaten Lampung Utara dengan tema Perbanyakan
Musuh alami Apanteles flavipes untuk Mengendalikan Hama Penggerek Batang
pada Tanaman Tebu (Saccharum officinarum L.).
Selama menjadi mahasiswa Penulis pernah mengikuti organisasi FOSI FP sebagai
anggota bidang kemuslimahan. Penulis pernah menjadi asisten praktikum mata
kuliah Bioekologi Penyakit Tanaman, Pengendalian Penyakit Tanaman, Biologi
Pertanian, Kimia Dasar dan Pendidikan Agama Islam.
Dan mintalah pertolongan dengan sabar dan shalat ( Q.S Al-Baqarah : 45)
Barang siapa yang bersungguh-sungguh maka ia akan berhasil
Maka sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan.
Sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan (Q.S Al-Insyirah: 5-6)
Memaafkan adalah kemenangan terbaik (Ali bin Abi Thalib)
Keberhasilan adalah kemampuan untuk melewati dan mengatasi dari satu
kegagalan ke kegagalan berikutnya tanpa harus kehilangan semangat (Winston
Chucill)
Puji dan syukur saya ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat serta
hidayah-Nya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
Kupersembahkan karya ini kepada :
Kedua orangtuaku,
Kakak dan adikku tersayang
sebagai suatu apresiasi dan ucapan terimakasih yang sebesarbesarnya
Sahabat-sahabatku yang selalu mendampingi dan memberi dukungan
Serta Almamater tercinta Universitas Lampung
SANWACANA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan
hidayah Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi. Selama penulisan
skripsi ini penulis mendapat banyak bimbingan, saran, kritik dan motivasi dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan upacan terimakasih
kepada :
1. Prof. Dr. Ir. Irwan S. Banuwa, M Si., selaku Dekan Fakultas Pertanian
Universitas Lampung;
2. Prof. Dr. Ir. Sri Yusnaini, M.Si., selaku Ketua Jurusan Agroteknologi
Fakultas Pertanian Universitas Lampung;
3. Prof. Dr. Ir. Purnomo, M.S., selaku Ketua Bidang Proteksi Tanaman
Fakultas Pertanian Universitas Lampung;
4. Ir. Setyo Widagdo, M.Si., selaku pembimbing akademik;
5. Prof. Dr. Ir. Cipta Ginting, M.Sc., selaku pembimbing utama penelitian;
6. Ir. Muhammad Nurdin, M. Si. selaku pembimbing kedua penelitian;
7. Ir. Joko Prasetyo, M.P., selaku dosen pembahas;
8. Ir. Dad Resiworo Yekti Sembodo, M.S., selaku pemilik lahan penelitian;
9. Kedua orang tua dan saudara penulis yang telah memberikan dukungan
doa, kasih sayang, motivasi dan nasehat kepada penulis;
10. Seluruh teman-teman angkatan 2014 serta semua pihak yang telah
membantu penulis selama penelitian.
xii
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ................................................................................... xv
DAFTAR GAMBAR ................................................................................ xx
I. PENDAHULUAN ................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2 Tujuan Penelitian ................................................................................. 3
1.3 Kerangka Pemikiran ............................................................................. 3
1.4 Hipotesis ............................................................................................... 5
II. TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 6
2.1 Tanaman Jagung ................................................................................... 6
2.1.1 Taksonomi dan Morfologi .......................................................... 6
2.1.2 Syarat Tumbuh ............................................................................ 7
2.2 Penyakit Bulai ...................................................................................... 8
2.2.1 Gejala ......................................................................................... 9
2.2.2 Penyebab Penyakit Bulai ........................................................... 10
2.2.3 Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Penyakit ............... 11
2.2.4 Pengendalian Penyakit ............................................................... 11
2.3 Fungisida .............................................................................................. 12
III. BAHAN DAN METODE .................................................................. 14
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian .............................................................. 14
3.2 Alat dan Bahan ..................................................................................... 14
3.3 Metode Penelitian ................................................................................. 14
xiii
3.4 Pelaksanaan Penelitian ......................................................................... 15
3.4.1 Pengujian Secara In vitro ........................................................... 15
3.4.1.1 Pengenceran Konsentrasi Fungisida .............................. 15
3.4.1.2 Penyiapan Suspensi Konidia Peronosclerospora sp. yang
Diambil dari Lapangan .................................................. 16
3.4.1.3 Percampuran Suspensi Konidia dan Konsentrasi
Fungisida ......................................................................... 16
3.4.1.4 Pengamatan Perkecambahan Konidia
Peronosclerospora sp. .................................................... 16
3.4.1.5 Pengamatan Panjang Tabung Kecambah Konidia
Peronosclerospora sp. ................................................... 17
3.4.2 Pengujian In vivo 1 ..................................................................... 17
3.4.2.1 Persiapan Media Tanam ................................................ 18
3.4.2.2 Pengenceran Konsentrasi Fungisida .............................. 18
3.4.2.3 Penyiapan Suspensi Konidia Peronosclerospora sp. .... 19
3.4.2.4 Percampuran Suspensi Konidia dan Konsentrasi
Fungisida ......................................................................... 19
3.4.2.5 Inokulasi Peronosclerospora sp. ................................... 19
3.4.3 Pengujian In vivo 2 ..................................................................... 20
3.4.3.1 Pengolahan Tanah .......................................................... 20
3.4.3.2 Penanaman Benih Jagung .............................................. 21
3.4.3.3 Pemeliharaan Tanaman ................................................. 21
3.4.3.4 Penyiapan Sumber Inokulum ......................................... 22
3.4.3.5 Inokulasi Peronosclerospora sp. ................................... 22
3.4.3.6 Aplikasi Fungisida Metalaksil ....................................... 23
3.4.3.7 Pengamatan dan Pengumpulan Data ............................. 24
3.4.3.7.1 Keterjadian Penyakit ....................................... 24
3.4.3.7.2 Keparahan Penyakit ........................................ 24
3.4.3.7.3 Kerapatan Konidia Patogen Bulai pada Tanaman
Jagung ............................................................ 25
3.5 Variabel Pengamatan ........................................................................... 26
3.6 Analisis Data ........................................................................................ 27
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................... 28
4.1 Hasil Penelitian .................................................................................... 28
4.1.1 Gejala Penyakit Bulai ................................................................ 28
4.1.2 Identifikasi Patogen ................................................................... 29
4.1.3 Perkecambahan Patogen Penyakit Bulai .................................... 30
4.1.3.1 Daya Kecambah ............................................................. 30
4.1.3.2 Panjang Tabung Kecambah ........................................... 31
4.1.4 Keterjadian Penyakit .................................................................. 31
4.1.5 Keparahan Penyakit ................................................................... 32
4.1.6 Kerapatan Konidia Patogen Bulai .............................................. 33
xiv
4.2 Pembahasan .......................................................................................... 33
V. SIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 40
5.1 Simpulan .............................................................................................. 40
5.2 Saran ..................................................................................................... 40
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 41
LAMPIRAN .............................................................................................. 44
Tabel 10-75 ................................................................................................. 45-66
Gambar 8-18................................................................................................ 67-71
xv
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Produksi jagung di Provinsi Lampung tahun 2011 sampai 2015 . ........ 2
2. Skor keparahan penyakit ..................................................................... 25
3. Daya kecambah Peronosclerospora maydis ......................................... 30
4. Panjang tabung Peronosclerospora maydis ......................................... 31
5. Keterjadian penyakit bulai pada percobaan in vivo 1 ............................. 31
6. Keterjadian penyakit bulai pada percobaan in vivo 2 . ........................... 32
7. Keparahan penyakit bulai pada percobaan in vivo 1 ............................. 32
8. Keparahan penyakit bulai pada percobaan in vivo 2 .............................. 33
9. Kerapatan konidia patogen bulai pada petak in vivo 2 ........................... 33
10. Data daya kecambah patogen penyakit bulai pada waktu pengamatan
2 jam setelah inkubasi ........................................................................ 45
11. Uji Homogenitas daya kecambah patogen penyakit bulai pada waktu
pengamatan 2 jam setelah inkubasi ..................................................... 45
12. Data daya kecambah patogen penyakit bulai pada waktu pengamatan
4 jam setelah inkubasi ......................................................................... 45
13. Uji Homogenitas daya kecambah patogen penyakit bulai pada waktu
pengamatan 4 jam setelah inkubasi ..................................................... 45
14. Data daya kecambah patogen penyakit bulai pada waktu pengamatan
6 jam setelah inkubasi ......................................................................... 46
15. Uji Homogenitas daya kecambah patogen penyakit bulai pada waktu
pengamatan 6 jam setelah inkubasi ..................................................... 46
xvi
16. Uji t daya kecambah patogen penyakit bulai pada waktu pengamatan
2-6 jam setelah inkubasi ....................................................................... 46
17. Data panjang tabung kecambah patogen penyakit bulai pada waktu
pengamatan 2 jam setelah inkubasi ..................................................... 46
18. Uji Homogenitas panjang tabung kecambah patogen penyakit bulai
pada waktu pengamatan 2 jam setelah inkubasi ................................. 47
19. Data panjang tabung kecambah patogen penyakit bulai pada waktu
pengamatan 4 jam setelah inkubasi ..................................................... 47
20. Uji Homogenitas panjang tabung kecambah patogen penyakit bulai
pada waktu pengamatan 4 jam setelah inkubasi ................................. 47
21. Data panjang tabung kecambah patogen penyakit bulai pada waktu
pengamatan 6 jam setelah inkubasi ..................................................... 48
22. Uji Homogenitas panjang tabung kecambah patogen penyakit bulai pada
waktu pengamatan 6 jam setelah inkubasi .......................................... 48
23. Uji t panjang tabung kecambah patogen penyakit bulai pada waktu
pengamatan 2-6 jam setelah inkubasi ................................................. 48
24. Data keterjadian penyakit bulai pada percobaan in vivo 1 (1 msi) ...... 49
25. Uji Homogenitas data keterjadian penyakit bulai pada percobaan
in vivo 1 (1 msi) .................................................................................. 49
26. Data keterjadian penyakit bulai pada percobaan in vivo 1 (2 msi) ...... 50
27. Uji Homogenitas data keterjadian penyakit bulai pada percobaan
in vivo 1 (2 msi) .................................................................................. 50
28. Data keterjadian penyakit bulai pada percobaan in vivo 1 (3 msi) ...... 51
29. Uji Homogenitas data keterjadian penyakit bulai pada percobaan
in vivo 1 (3 msi) .................................................................................. 51
30. Data keterjadian penyakit bulai pada percobaan in vivo 1 (4 msi) ...... 52
31. Uji Homogenitas data keterjadian penyakit bulai pada percobaan
in vivo 1 (4 msi) .................................................................................. 52
32. Data keterjadian penyakit bulai pada percobaan in vivo 1 (5 msi) ...... 53
33. Uji Homogenitas data keterjadian penyakit bulai pada percobaan
in vivo 1 (5 msi) .................................................................................. 53
xvii
34. Uji t keterjadian penyakit bulai pada percobaan In vivo 1
dalam waktu pengamatan 1-5 minggu setelah inokulasi .................... 54
35. Data keparahan penyakit bulai pada percobaan in vivo 1 (1 msi) ........ 54
36. Uji Homogenitas data keparahan penyakit bulai in vivo 1 (1 msi) ...... 54
37. Data keparahan penyakit bulai pada percobaan in vivo 1 (2 msi) ........ 55
38. Uji Homogenitas data keparahan penyakit bulai pada percobaan
in vivo 1 (2 msi) .................................................................................. 55
39. Data keparahan penyakit bulai pada percobaan in vivo 1 (3 msi) ......... 56
40. Data transformasi keparahan penyakit bulai pada in vivo 1
(3 msi) ................................................................................................. 56
41. Uji Homogenitas keparahan penyakit bulai pada percobaan
in vivo 1 (3 msi) .................................................................................. 56
42. Data keparahan penyakit bulai pada percobaan in vivo 1 (4 msi) ........ 57
43. Uji Homogenitas data keparahan penyakit bulai pada percobaan
in vivo 1 (4 msi) .................................................................................. 57
44. Data keparahan penyakit bulai pada percobaan in vivo 1 (5 msi) ........ 58
45. Uji Homogenitas data keparahan penyakit bulai pada percobaan
in vivo 1 (5 msi) .................................................................................. 58
46. Uji t keparahan penyakit bulai pada percobaan in vivo 1 dalam waktu
pengamatan 1-5 minggu setelah inokulasi .......................................... 59
47. Data keterjadian penyakit bulai pada percobaan in vivo 2 (1 msi) ...... 59
48. Data transformasi keterjadian penyakit bulai pada percobaan
in vivo 2 (1 msi) .................................................................................. 59
49. Uji Homogenitas data keterjadian penyakit bulai pada percobaan
in vivo 2 (1 msi) .................................................................................. 59
50. Data keterjadian penyakit bulai pada percobaan in vivo 2 (2 msi) ...... 60
51. Uji Homogenitas data keterjadian penyakit bulai pada percobaan
in vivo 2 (2 msi) .................................................................................. 60
52. Data keterjadian penyakit bulai pada percobaan in vivo 2 (3 msi) ...... 60
xviii
53. Uji Homogenitas data keterjadian penyakit bulai pada percobaan
in vivo 2 (3 msi) .................................................................................. 60
54. Data keterjadian penyakit bulai pada percobaan in vivo 2 (4 msi) ...... 61
55. Uji Homogenitas data keterjadian penyakit bulai pada percobaan
in vivo 2 (4 msi) .................................................................................. 61
56. Data keterjadian penyakit bulai pada percobaan in vivo 2 (5 msi) ...... 61
57. Uji Homogenitas data keterjadian penyakit bulai pada percobaan
in vivo 2 (5 msi) .................................................................................. 61
58. Uji t keterjadian penyakit bulai pada percobaan in vivo 2 dalam waktu
pengamatan 1-5 minggu setelah inokulasi .......................................... 62
59. Data keparahan penyakit bulai pada percobaan in vivo 2 (1 msi) ........ 62
60. Data transformasi keparahan penyakit bulai pada percobaan
in vivo 2 (1 msi) .................................................................................. 62
61. Uji Homogenitas keparahan penyakit bulai pada percobaan
in vivo 2 (1 msi) .................................................................................. 62
62. Data keparahan penyakit bulai pada percobaan in vivo 2 (2 msi) ........ 63
63. Data transformasi keparahan penyakit bulai pada in vivo 2
(2 msi) ................................................................................................ 63
64. Uji Homogenitas keparahan penyakit bulai pada percobaan
in vivo 2 (2 msi) .................................................................................. 63
65. Data keparahan penyakit bulai pada percobaan in vivo 2 (3 msi) ........ 63
66. Uji Homogenitas keparahan penyakit bulai pada percobaan
in vivo 2 (3 msi) .................................................................................. 64
67. Data keparahan penyakit bulai pada percobaan in vivo 2 (4 msi) ........ 64
68. Uji Homogenitas keparahan penyakit bulai pada percobaan
in vivo 2 (4 msi) .................................................................................. 64
69. Data keparahan penyakit bulai pada percobaan in vivo 2 (5 msi) ........ 64
70. Uji Homogenitas keparahan penyakit bulai pada percobaan
in vivo 2 (5 msi) .................................................................................. 65
xix
71. Uji t keparahan penyakit bulai pada percobaan In vivo 2 dalam waktu
pengamatan 1-5 minggu setelah inokulasi .......................................... 65
72. Data kerapatan penyakit bulai pada percobaan in vivo 2 ..................... 65
73. Data transformasi kerapatan penyakit bulai pada percobaan in vivo 2 . 65
74. Uji Homogenitas kerapatan penyakit bulai pada percobaan
in vivo 2 ............................................................................................... 66
75. Uji t kerapatan penyakit bulai pada percobaan In vivo 2 ..................... 66
xx
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Bentuk konidia Peronosclerospora spp. ............................................... 10
2. Letak petak percobaan tanaman jagung untuk percobaan in vivo 1 ...... 18
3. Tata letak tanaman jagung pada lahan percobaan in vivo 2 .................. 21
4. Tata letak penempatan sumber inokulum pada petak percobaan in vivo 2 23
5. Pemotongan daun jagung untuk menghitung kepadatan konidia
patogen bulai pada tanaman jagung ..................................................... 26
6. Gejala dan tanda penyakit bulai pada tanaman jagung .......................... 29
7. Identifikasi Peronosclerospora maydis .................................................. 29
8. Proses pencucian daun tanaman jagung (a): (b) penyungkupan dan (c)
Pemanenan spora ................................................................................ 67
9. Kemasan fungisida metalaksil (a) : (b) Pembuatan suspensi fungisida
dan (c) Percampuran suspensi ............................................................. 67
10. Perkecambahan konidia P. maydis dan panjang tabung kecambah ..... 68
11. Benih jagung varietas P27 sebelum dicuci (a) dan (b) Benih jagung
yang telah dicuci ................................................................................ 68
12. Tanaman berumur 7 MST pada percobaan in vivo 1 (a) dan (b) Inokulasi
buatan pada titik tumbuh ...................................................................... 68
13. Pengolahan tanah untuk percobaan in vivo 2 (a): (b) Penyiapan sumber
inokulum dan (c) sumber inokulum yang telah bergejala bulai .......... 69
14. Penugalan untuk penanaman benih jagung (a) : (b) Pemupukan
tanaman berumur 7 MST .............................................................................. 69
xxi
15. Pemindahan sumber inokulum pada petak (a): (b) Tanaman yang telah
menunjukan gejala bulai ...................................................................... 69
16. Penyemprotan Fungisida ..................................................................... 70
17. Scoring tanaman jagung yang teinfeksi bulai ...................................... 70
18. Pemanenan dan pengukuran kerapatan spora ..................................... 71
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman pangan penting di Indonesia yang
menduduki peringkat kedua setelah padi. Jagung banyak dikonsumsi masyarakat
karena kandungan karbohidrat sebagai sumber energi yang tidak berbeda jauh
dengan padi. Komoditas jagung mempunyai fungsi multiguna yaitu sebagai
sumber pangan, pakan dan bahan baku industri (Semangun,1996).
Kebutuhan komoditas jagung dari tahun ke tahun terus meningkat seiring
bertambahnya jumlah penduduk, sehingga produksi jagung perlu ditingkatkan
agar dapat memenuhi kebutuhan jagung tersebut. Namun dalam upaya
peningkatkan produksi jagung terdapat beberapa kendala, salah satunya karena
adanya penyakit bulai yang disebabkan oleh jamur patogen
Peronosclerospora spp. Berdasarkan Balai Proteksi Tanaman Pangan dan
Hortikultura Lampung (2012), pada tahun 2010 penyakit bulai menyebabkan
kerusakan tanaman jagung seluas 599 hektar dan meningkat menjadi 1.138 hektar
pada tahun 2011 yang tersebar di wilayah Lampung Selatan, Lampung Tengah,
Lampung Timur, Tanggamus dan Pesawaran. Penurunan produksi jagung di
Provinsi Lampung berlanjut sampai tahun 2015 dapat dilihat pada Tabel 1.
2
Tabel 1. Produksi jagung di Provinsi Lampung tahun 2011 sampai 2015
Tahun Poduksi (Ton)
2011 1.817.906
2012 1.760.275
2013 1.760.278
2014 1.719.386
2015 1.502.800
(Sumber : Badan Pusat Statistik, 2016).
Penyakit bulai merupakan penyakit utama pada tanaman jagung di Indonesia dan
di negara-negara penghasil jagung lainnya di dunia. Kerusakan akibat infeksi
patogen bulai pada umur antara 10-15 HST dapat mencapai 100% terutama pada
jagung varietas rentan (Talanca, 2013).
Tanaman jagung yang terserang patogen penyakit bulai menunjukkan gejala
klorosis pada daun tanaman jagung muda. Kemudian klorosis tersebut melebar
menjadi jalur yang sejajar dengan tulang induk. Gejala klorosis meluas hingga
ujung daun dan pada waktu pagi hari pada sisi bawah daun terdapat lapisan beludu
putih yang merupakan konidiofor dan konidium jamur. Selain itu daun jagung
yang terserang patogen penyakit bulai akan menjadi kaku, dan lebih tegak
dibandingkan dengan daun jagung yang sehat. Akar tanaman jagung kurang
terbentuk sehingga tanaman mudah rebah (Semangun, 1996).
Pengendalian penyakit bulai dapat dilakukan dengan beberapa cara salah satunya
menggunakan fungisida sintetik. Dilaporkan oleh McGrath (2001) bahwa
fungisida memegang peranan penting dalam pengendalian penyakit tanaman.
Fungisida yang banyak digunakan untuk mengendalikan penyakit bulai adalah
fungisida yang bekerja secara sistemik. Fungisida yang bekerja secara sistemik
3
dapat digunakan untuk mengendalikan penyakit bulai karena dapat diserap oleh
jaringan tanaman sehingga efektif dalam mengendalikan penyakit bulai. Salah
satu fungisida sistemik yang telah banyak digunakan untuk mengendalikan
penyakit bulai adalah fungisida dengan bahan aktif metalaksil (Ginting, 2013).
Berdasarkan Semangun (1996), Metalaksil merupakan fungisida sistemik yang
mengandung asilalanin yang mana fungisida metalaksil dapat berperan dalam
menghambat metabolisme patogen sehingga pertumbuhan patogen dapat
terhambat.
1.2 Tujuan
1. Mengetahui pengaruh fungisida metalaksil dalam menekan daya
berkecambah konidia dan panjang tabung kecambah.
2. Mengetahui pengaruh perlakuan fungisida metalaksil pada konidia
P. maydis terhadap intensitas penyaki bulai pada tanaman jagung.
3. Mengetahui pengaruh fungisida metalaksil dalam menurunkan intensitas
penyakit bulai.
1.3 Kerangka Pemikiran
Perkecambahan Peronosclerospora spp. diawali dengan pembengkakan dan
perubahan ukuran serta bentuk konidia. Konidia berkecambah dengan
memproduksi satu atau lebih tabung kecambah dari bagian konidia (Thurston,
1998). Perkecambahan konidia patogen bulai dapat dihambat melalui penggunaan
fungisida metalaksil. Menurut Barkai-Golan (2001) metalaksil pada konsentrasi
4
rendah umumnya dapat menghambat pembentukan sporangia, klamidospora, dan
oospora.
Menurut Moekasan et al. (2014), metalaksil mempunyai mekanisme kerja dengan
cara menghambat sintesis asam nukleat dan sintesis protein pada patogen
sehingga metalaksil mampu menghambat pertumbuhan miselia jamur patogen
bulai dan berpeluang menghambat perkecambahan patogen bulai.
Proses infeksi Peronosclerospora spp. di mulai dari konidia yang terlepas pada
tangkai konidia (konidiofor), kemudian disebarkan oleh angin dan jatuh pada
permukaan daun jagung berumur muda. Selanjutnya konidia akan berkecambah
dengan membentuk apressoria, lalu masuk kedalam jaringan tanaman melalui
stomata (Thurston, 1998). Menurut Sumardiyono et al. (2013), pemberian
fungisida metalaksil pada tanaman jagung berpengaruh positif terhadap kerapatan
dan panjang stomata daun jagung menjadi lebih kecil, sehingga berpeluang
menghambat infeksi jamur penyebab penyakit bulai pada tanaman jagung.
Menurut Hasibuan dan Aeny (2003), fungisida berbahan aktif metalaksil termasuk
fungisida yang bekerja secara sistemik yang dapat terabsorpsi oleh organ-organ
tanaman dan ditranslokasikan ke bagian tanaman melalui aliran cairan tanaman
sehingga mampu menghambat infeksi jamur yang sudah masuk ke dalam jaringan
tanaman. Bahan aktif metalaksil setelah berada pada jaringan tanaman akan
mengalami perubahan molekul sehingga dapat menimbulkan efek toksik namun
tetap mempunyai sifat yang selektif, yaitu dapat membedakan jaringan tumbuhan
yang terinfeksi dengan yang tidak terinfeksi jamur patogen bulai dan berpeluang
dalam menekan intensitas penyakit bulai di lapangan.
5
1.4 Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :
1. Fungsida metalaksil mampu menghambat perkecambahan dan panjang
tabung kecambah konidia Peronosclerospora maydis pada tanaman
jagung.
2. Perlakuan fungisida metalaksil pada konidia P. maydis mampu menekan
intensitas patogen bulai pada tanaman jagung.
3. Fungisida metalaksil mampu menurunkan intensitas penyakit bulai pada
tanaman jagung.
6
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Jagung
Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman hari pendek dengan jumlah daun yang
ditentukan pada saat inisiasi bunga jantan dan dikendalikan oleh genotipe, lama
penyinaran dan suhu. Daun tanaman jagung terdiri atas buku dan ruas. Daun
jagung tumbuh pada setiap buku dan berhadapan satu sama lain. Bunga jantan
terletak pada bagian terpisah pada satu tanaman sehingga lazim terjadi
penyerbukan silang (Kasrino, 2006).
Jagung merupakan tanaman serelia yang termasuk bahan pangan penting karena
merupakan sumber karbohidrat kedua setelah beras. Sebagai salah satu sumber
bahan pangan, jagung telah menjadi komoditas utama setelah beras (Purwono dan
Hartono, 2011).
2.1.1 Taksonomi dan Morfologi
Menurut Iriyanni et al. (2006), tanaman jagung dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Monokotiledon
Ordo : Poales
7
Famili : Poaceae
Genus : Zea
Spesies : Zea mays L.
Jagung merupakan tanaman semusim (annual) dengan siklus hidup antara 80-150
hari. Tanaman jagung dapat tumbuh hingga ketinggian 3 meter. Tanaman jagung
merupakan satu satunya tanaman yang bunga jantan dan betinanya terpisah. Biji
jagung memiliki bentuk tipis dan bulat. Biji jagung diklasifikasikan sebagai
kariopsis. Hal ini disebabkan biji jagung memiliki struktur embrio yang sempurna
serta nutrisi yang dibutuhkan oleh calon individu baru untuk pertumbuhan dan
perkembangan menjadi tanaman jagung (Wulandari dan Batoro, 2016).
Batang tanaman jagung beruas-ruas dengan jumlah sekitar 10-40 ruas. Tanaman
jagung umumnya tidak bercabang. Akar tanaman jagung merupakan akar serabut.
Akar utama muncul dan berkembang kedalam tanah saat benih ditanam.
Pertumbuhan akar melambat ketika batang mulai muncul ke permukaan tanah.
Tanaman jagung mempunyai bunga jantan dan betina yang letaknya terpisah.
Bunga jantan terdapat pada malai bunga di ujung tanaman, sedangkan bunga
betina terdapat pada tongkol jagung. Tangkai kepala putik merupakan rambut
yang terjumbai di ujung tongkol yang selalu dibungkus kelobot yang jumlahnya
6-14 helai. Pada bunga betina, terdapat sejumlah rambut yang ujungnya
membelah dan jumlahnya cukup banyak (Iriyanni el al., 2006).
2.1.2 Syarat Tumbuh
Tanaman jagung dapat tumbuh di daerah yang terletak antara 0-50o LU hingga
0-40o LS. Tanaman jagung dapat tumbuh di daerah yang beriklim sedang hingga
8
daerah yang beriklim sub tropis atau tropis yang basah. Pada lahan yang tidak
beririgasi, pertumbuhan tanaman ini memerlukan curah hujan ideal sekitar 85-200
mm/bulan. Tanaman jagung biasanya ditanam diawal musim hujan menjelang
musim kemarau kaena pada fase pembungaan dan pengisian biji tanaman jagung
perlu mendapatkan cukup air. Tanaman jagung dapat tumbuh pada suhu optimum
antara 23-27 derajat (Prihatman, 2012).
2.2 Penyakit Bulai
Penyakit bulai merupakan penyakit utama pada tanaman jagung yang paling
berbahaya di Indonesia karena dapat menyebabkan kerusakan hingga 90% hingga
100% (puso) terutama pada varietas jagung yang rentan terhadap penyakit bulai.
Faktor yang memicu serangan jamur patogen ini adalah suhu yang tinggi sampai
30°C dan hujan yang sesekali turun sehingga menciptakan kondisi lingkungan
cenderung lembab dan mendukung pertumbuhan jamur patogen. Selain itu,
penyakit ini dapat ditularkan juga melalui angina yang menerbangkan spora
(Semangun, 2004).
Penyakit bulai di Indonesia telah dilaporkan tersebar di semua propinsi, spesies
yang ada pada satu propinsi berbeda dengan spesies yang ada di propinsi lainnya.
Seperti spesies Peronosclerospora maydis dominan ditemukan di Pulau Jawa dan
Kalimantan, sedangkan spesies P. philippinensis dominan di Pulau Sulawesi atau
umumnya di luar Pulau Jawa. Hingga tahun 2006 tempat penyebaran spesies
Peronosclerospora yang telah teridentifiksi pada 20 Kabupaten atau Kota di
Indonesia (Burhanudin, 2011).
9
2.2.1 Gejala
Tanaman jagung yang terinfeksi penyakit bulai dapat menimbulkan gejala
sistemik yang meluas ke seluruh badan tanaman dan dapat juga menimbulkan
gejala lokal (setempat). Hal ini tergantung dari meluasnya jamur penyebab
penyakit di dalam tanaman yang terinfeksi. Gejala sistemik terjadi jika infeksi
jamur patogen mencapai titik tumbuh sehingga dapat menginfeksi semua daun
yang dibentuk oleh titik tumbuh. Sementara itu, gejala penyakit pada tanaman
yang masih muda menyebabkan daun-daun yang baru saja membuka mempunyai
bercak klorotis kecil-kecil. Bercak ini berkembang menjadi jalur yang sejajar
dengan tulang induk. Kemudian jamur penyebab penyakit berkembang menuju
pangkal daun. Daun-daun yang berkembang sesudah terjadinya infeksi akan
tampak gejala klorotis merata merata pada daun atau bergaris-garis. Diwaktu pagi
hari pada sisi bawah daun ini terdapat lapisan beledu putih yang terdiri dari
konidiofor dan konidium jamur (Semangun, 1996).
Benang-benang jamur berada dalam ruang antar sel yang menyebakan daun-daun
tampak kaku, agak menutup, dan lebih tegak daripada biasa. Infeksi penyakit juga
menimbulkan gejala pada akar yang kurang terbentuk dan tanaman mudah rebah.
Tanaman yang terinfeksi pada waktu masih sangat muda biasanya tidak
membentuk buah. Bila infeksi terjadi pada tanaman yang lebih tua, tanaman
dapat tumbuh terus dan membentuk buah namun budah sering mempunyai tangkai
yang panjang, dengan kelobot yang tidak menutup pada ujungnya, dan hanya
membentuk sedikit biji ( Semangun, 2004).
10
2.2.2 Penyebab Penyakit
Penyebab penyakit bulai di Indonesia ada tiga jenis spesies yaitu
Peronosclerospora maydis, Peronosclerospora. phillipinensis dan
Peronosclerospora sorghi (Gambar 1). Peronosclerospora maydis umumnya
menyerang tanaman jagung di Pulau Jawa seperti Jawa Timur, Jawa Tengah dan
DIY. Peronosclerospora philipinensis banyak menyerang tanaman jagung di
Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan sampai Sulawesi Utara, sedangkan
Peronosclerospora sorghi banyak ditemukan di Tanah Karo Sumatera Utara dan
Batu-Malang.
(a) P. maydis (b) P.Sorgi (c) P.hillipinensis
Gambar 1. Bentuk konidia Peronoscleospora spp.
(Sumber : Balai Penelitian Tanaman Serealia, 2007).
Penyakit bulai disebabkan oleh jamur Peronosclerospora maydis. Jamur ini
hifanya tidak bersekat. Miselium Peronosclerospora maydis berkembang di ruang
antar sel. Pada waktu permukaan daun berembun, miselium membentuk
konidiofor yang tampak seperti batang, kemudian konidiofor membentuk sterigma
(tangkai konidium). Konidium yang masih muda berbentuk bulat dan setelah
masak berbentuk jorong dengan ukuran 19,2 x 17,0μm (Semangun, 2004).
11
2.2.3 Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Penyakit
Faktor-faktor penyebab terjadinya wabah penyakit bulai di suatu daerah, antara
lain adalah menanam varietas jagung peka bulai, menanam jagung secara
berkesinambungan, efektivitas fungisida rendah akibat dosis dikurangi atau
dipalsukan, tidak melakukan tindakan eradikasi terhadap populasi tanaman yang
terinfeksi dini di pertanaman, terjadinya peningkatan virulensi bulai terhadap
tanaman inang jagung, dan terjadinya resistensi bulai terhadap fungisida berbahan
aktif metalaksil (Burhanudin, 2013).
2.2.4 Pengendalian Penyakit
Upaya pengendalian yang dapat dilakukan untuk mengendalikan penyakit bulai
pada tanaman jagung adalah melalui penggunaan varietas tahan seperti jagung
hibrida varietas Bima-1, Bima-3, Bima-9, Bima-14 dan Bima-15 serta jagung
komposit varietas Lagaligo dan Lamuru, penanaman jagung secara serempak
sehingga tidak terjadi variasi umur yang menyebabkan ketersediaan sumber
inokulum untuk pertanaman jagung berikutnya. Kemudian upaya melalui sanitasi
lingkungan pertanaman jagung perlu dilakukan untuk meminimalisir adanya inang
alternatif untuk patogen bulai bertahan sehingga menjadi sumber inokulum
pertanaman berikutnya, melakukan rotasi tanaman dengan tujuan untuk memutus
ketersediaan inokulum bulai, eradikasi tanaman yang terserang bulai serta
penggunaan fungisida dengan bahan aktif metalaksil sebagai perlakuan benih
(seed treatment) untuk mencegah terjadinya infeksi bulai lebih awal dengan dosis
2,5 -5,0 g/kg benih ( Badan Litbang Pertanian, 2012).
12
2.3 Fungisida
Menurut Djodjosumarto (2000) fungisida adalah senyawa kimia baik kimia
organik maupun anorganik yang beracun untuk membunuh atau menghambat
perkembangan jamur. Penggunaan fungisida termasuk dalam pengendalian secara
kimia. Adapun keuntungan yang diperoleh dari penggunaan fungisida adalah
mudah diaplikasikan, memerlukan sedikit tenaga kerja, penggunaanya praktis,
jenis dan ragamnya bervariasi.
Pengendalian penyakit bulai dapat dilakukan dengan berbagai cara, namun yang
banyak dilakukan selama ini adalah penggunaan fungisida berbahan aktif
metalaksil melalui perlakuan benih (seed treatment). Penggunaan fungisida
metalaksil secara terus menerus dalam jangka waktu lama dan semakin
intensifnya penanaman jagung tanpa disertai tertib tanam yang tepat, akan
memicu terjadinya resistensi jamur penyebab penyakit bulai, seperti kasus
resistensi P. maydis terhadap fungisida metalaksil di Bengkayang Kalimantan
Barat dan Kediri Jawa Timur. Perlakuan benih (seed treatment) dengan fungisida
Saromil 35SD berbahan aktif metalaksil dengan dosis 5 g/kg benih jagung efektif
menekan serangan penyakit bulai yang disebabkan oleh jamur P. philippinensis
pada jagung di Maros Sulawesi Selatan (Burhanudin, 2009).
Cara untuk mengurangi keterjadian penyakit bulai pada tanaman jagung antara
lain berupa penggunaan varietas yang tahan dan penggunaan fungisida berbahan
aktif metalaksil. Penyemprotan metalaksil dilakukan pada saat stomata terbuka
maksimum, yaitu pada pagi hari. Metalaksil juga dapat digunakan untuk
13
perlakuan benih jagung agar tanaman jagung muda terlindungi dari spora jamur
penyebab penyakit bulai (Hasibuan dan Aeny, 2003).
Metalaksil yang diaplikasikan pada daun hanya akan menyebar terbatas di bagian
daun saja. Di dalam jaringan tumbuhan, senyawa aktif metalaksil mengalami
perubahan molekul. Efek yang ditimbulkan merupakan pengaruh langsung dari
senyawa metalaksil dan akibat berubahnya senyawa metalaksil di jaringan
tumbuhan. Senyawa tersebut bersifat toksik jika telah berada di dalam jaringan
tumbuhan dan mempunyai sifat yang selektif yaitu dapat membedakan jaringan
tumbuhan yang terinfeksi jamur patogen bulai (Hasibuan dan Aeny, 2003).
14
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian akan dilaksanakan pada bulan Maret 2018 sampai dengan Juli 2018 di
Desa Hajimena, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan dan di
Laboratorium Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.
3.2 Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah haemocytometer, rotamixer,
tabung reaksi, cawan petri, pipet tetes, mikropipet, gelas preparat, gelas piala,
pengaduk atau spatula, nampan, mikroskop cahaya yang dilengkapi dengan
kamera untuk menyimpan gambar hasil pengamatan konidia patogen bulai, alat
tulis, timbangan, plastik sekat, cangkul , polibag, plastik sungkup, ember, botol
semprot, dan kuas.
Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah benih jagung varietas
P27, fungisida berbahan aktif metalaksil, air, tanah, pasir, pupuk kandang,
aquades, pupuk urea, pupuk SP-36 dan KCl.
3.3 Metode Penelitian
Penelitian ini terdiri dari tiga tahap, yaitu satu tahap pengujian secara in vitro dan
dua tahap pengujian secara in vivo. Tahap pengujian secara in vitro disusun
15
dalam rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri dari dua perlakuan yaitu
perlakuan tanpa fungisida sebagai kontrol (T0) dan perlakuan menggunakan
fungisida (T1). Masing-masing perlakuan tersebut dilakukan sebanyak 3 ulangan.
Pengujian secara in vivo yang dilakukan terdiri dari dua tahap, in vivo 1 (tahap
satu) disusun dalam rancangan acak kelompok (RAK) dengan dua perlakuan yaitu
kontrol (T0) dan perlakuan fungisida (T1), masing-masing dengan 10 ulangan dan
setiap unit percobaan terdiri atas 6 tanaman. Percobaan in vivo 2 disusun dalam
rancangan acak kelompok (RAK) dengan dua perlakuan (T0) dan (T1) yang
diulang sebanyak empat kali (empat kelompok).
3.4 Pelaksanaan Penelitian
3.4.1 Pengujian Secara In Vitro
Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap, tahap yang pertama adalah pengujian
secara in vitro untuk melihat pengaruh fungisida terhadap perkecambahan konidia
dan panjang bulu kecambah. Pengujian ini terdiri dari :
3.4.1.1. Pengenceran Konsentrasi Fungisida
Dosis atau konsentrasi yang akan digunakan sesuai rekomendasi fungisida yang
tertera pada kemasan yaitu 2 gr/L. Suspensi fungisida disiapkan pada konsentrasi
dua kali dari konsentrasi anjuran sehingga pada saat dicampurkan dengan suspensi
konidia dalam volume yang sama, konsentrasi yang diujikan sama dengan
konsentrasi anjuran tersebut. Dengan demikian, konsentrasi yang disiapkan yaitu
4 gr/L. Namun pada percobaan ini, konsentrasi yang digunakan sebanyak 2 gr
yang dilarutkan pada 500 ml air.
16
3.4.1.2 Penyiapan Suspensi Konidia Peronoscleospora sp. yang Diambil dari
Lapangan
Konidia Peronoscleospora sp. tersebut diambil dari tanaman yang menunjukan
gejala penyakit bulai. Konidia diambil dengan cara, polybag dengan tanaman
jagung terinfeksi bulai diletakkan di atas nampan yang diberi air dan disungkup
menggunakan plastik bening berukuran 1x1 meter sampai rapat. Kemudian
polybag dengan tanaman tersebut dipindahkan ke dalam ruangan bersuhu 17oC
pada pukul 18.30 WIB. Konidia dipanen dari permukaan bawah daun yang
bergejala bulai pada pukul 04.00 WIB. Konidia dipanen dengan menggunakan
kuas kemudian dimasukan ke dalam gelas piala berisi 5 ml aquades steril dan
disesuaikan densitasnya menjadi 105ml
-1.
3.4.1.3 Pencampuran Suspensi Konidia dan Konsentrasi Fungisida
Fungisida yang telah diencerkan dicampur dengan suspensi konidia yang
homogen. Percampuran suspensi terbagi menjadi 3 ulangan dengan perbandingan
1:1 yang dimasukan dalam tabung reaksi, masing-masing ulangan berisi sebanyak
500 µl suspensi fungisida dan 500 µl suspensi spora patogen. Kemudian
percampuran suspensi dalam tabung reaksi digoyangkan menggunakan tangan
agar campuran suspensi homogen. Suspensi yang telah homogen, didiamkan
selama ±2 jam dari percampuran tersebut kemudian dilakukan pengamatan
perkecambahan konidia Peronoscleospora sp.
3.4.1.4 Pengamatan Perkecambahan Konidia Peronosclerospora sp.
Pengamatan perkecambahan konidia patogen bulai dilakukan setiap 2 jam setelah
perlakuan sampai semua atau sebagian besar konidia perlakuan kontrol
17
berkecambah. Suspensi konidia diletakan pada kaca preparat dan perkecambahan
konidia Peronosclerospora sp. diamati menggunakan mikroskop cahaya.
Pengamatan dilakukan dengan melihat lima konidia masing-masing pada tiga
bidang pengamatan sehingga diperoleh sampel 15 konidia. Konidia yang
berkecambah ditandai dengan munculnya tabung kecambah yang panjangnya
telah melebihi diameter spora. Perhitungan perkecambahan konidia dilakukan
dengan menggunakan rumus:
V=
x 100%
Keterangan :
V = Viabilitas (daya kecambah) konidia
g = Banyaknya konidia yang berkecambah
G = Total konidia yang diamati
3.4.1.5 Pengamatan Panjang Tabung Kecambah Konidia
Peronoscleospora sp.
Pengamatan panjang tabung kecambah konidia Peronosclerospora sp. dilakukan
dengan mengukur panjang tabung kecambah. Konidia yang sedang berkecambah
dipotret lalu panjang tabung kecambah diukur dari dinding konidia sampai ujung
tabung kecambah.
3.4.2 Pengujian In Vivo 1
Pengujian in vivo 1 merupakan tahap kedua dalam penelitian ini. Percobaan
dilakukan untuk melihat pengaruh fungisida terhadap kemampuan konidia
18
menginfeksi tanaman jagung. Tahap yang akan pengujian yang dilakukan sebagai
berikut:
3.4.2.1 Persiapan Media Tanaman
Media tanam yang digunakan adalah tanah yang diambil disekitar Laboratorium
Hama dan Penyakit, Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas
Lampung. Tanah dicampur dengan pupuk kandang dan pasir dengan
perbandingan 1:1:1 kemudian dimasukan kedalam polybag yang berukuran 8 kg.
Benih jagung yang digunakan adalah benih jagung varietas P27. Benih tersebut
sebelumnya telah dicuci terlebih dahulu untuk menghilangkan fungisida yang
digunakan sebagai seed treatment pada benih. Selanjutnya benih ditanam pada 20
polybag yang telah terisi media tanam, masing-masing polybag berisi 10 benih
dan dilakukan tindakan pemeliharaan yaitu berupa penyiraman dan pengendalian
gulma yang tumbuh. Tata letak percobaan pengujian in vivo 1 dapat dilihat pada
Gambar 2.
Fungisida
U1 U2
U3 U4
U5 U6
U7 U8
U9 U10
Gambar 2. Letak petak percobaan tanaman jagung untuk pengujian in vivo 1.
3.4.2.2 Pengenceran Konsentrasi Fungisida
Suspensi fungisida akan disiapkan pada konsentrasi dua kali dari konsentrasi
anjuran sehingga pada saat dicampurkan dengan suspensi konidia dalam volume
yang sama maka konsentrasi yang diujikan sama dengan konsentrasi anjuran
tersebut. Dengan demikian, konsentrasi fungisida yang disiapkan yaitu 4 g/L.
Kontrol
U1 U2
U3 U4
U5 U6
U7 U8
U9 U10
19
3.4.2.3 Penyiapan Suspensi Konidia Peronosclerospora sp.
Suspensi konidia Peronosclerospora sp. akan disiapkan dengan prosedur yang
sama dalam namun disiapkan volume yang lebih besar. Konidia dipanen dari
tanaman jagung yang menunjukan gejala bulai dari permukaan bawah daun
dengan menggunakan kuas kemudian dimasukan ke dalam gelas piala yang telah
berisi aquades dan disesuaikan densitasnya menjadi 105 ml
-1.
3.4.2.4 Pencampuran Suspensi Konidia dan Konsentrasi Fungisida
Suspensi konidia sebanyak 10 ml dimasukan ke dalam gelas piala berukuran 50
ml kemudian sebanyak 10 ml suspensi fungisida dimasukan ke dalam erlenmeyer
lalu digoyang dengan tangan sampai kedua suspensi homogen. Langkah ini
berlaku untuk perlakuan T1 yaitu perlakuan menggunakan fungisida sedangkan
perlakuan T0 atau tanpa fungsida, suspensi konidia sebanyak 10 ml di campurkan
dengan aquades sebanyak 10 ml dalam gelas piala berukuran 50 ml dan
dihomogenkan dengan cara menggoyangkan tabung erlenmeyer menggunakan
tangan. Kemudian suspensi kedua perlakuan didiamkan ± 2 jam setelah
perlakuan.
3.4.2.5 Inokulasi Peronosclerospora sp.
Inokulasi Peronosclerospora sp. pada saat tanaman jagung berumur 7 HST,
sebagian tanaman dicabut sehingga pada setiap polybag akan berisi enam
tanaman. Suspensi konidia yang telah disiapkan sebelumnya dan telah didiamkan
± 2 jam kemudian diinokulasikan pada tanaman jagung. Inokulasi dilakukan
dengan cara meneteskan suspensi tersebut pada titik tumbuh tanaman jagung
menggunakan pipet tetes sebanyak 3 tetes per tanaman. Sebelum suspensi
diteteskan, cairan pada titik tumbuh tanaman jagung dibersihkan dengan cara
20
disedot menggunakan pipet tetes kemudian suspensi konidia diteteskan pada titik
tumbuh tanaman jagung. Tanaman jagung dibiarkan hingga menunjukkan gejala
penyakit bulai (Ningsih, 2017).
3.4.3 Pengujian Secara In Vivo 2
Kemudian tahap yang ketiga adalah pengujian secara in vivo 2 yang dilakukan
sebagai berikut :
3.4.3.1 Pengolahan Tanah
Sebelum dilakukan pengolahan tanah, lahan yang diolah dibersihkan dari gulma
dan sisa-sisa tanaman sebelumnya. Kemudian lahan akan diolah sempurna
dengan mencangkul lebih kurang 20 cm untuk menghancurkan bongkahan tanah
sehingga diperoleh tanah yang gembur kemudian tanah diratakan menggunakan
cangkul. Lahan yang telah diolah tersebut akan dibuat petak-petak percobaan
dengan total 2 x 4 yaitu 8 petak yang terbagi menjadi 4 ulangan (kelompok).
Masing-masing petak berukuran 2 x 2 m dengan unit satuan percobaan per petak
terdiri atas 21 tanaman sehingga total tanaman pada lahan tersebut sebanyak
168 tanaman. Tata letak percobaan dapat dilihat pada Gambar 3.
21
T0 T1 U1
T1 T0 U2
T0 T1 U3
T1 T0 U4
Gambar 3. Tata letak tanaman jagung pada lahan dalam pengujian secara
in vivo 2.
3.4.3.2 Penanaman Benih Jagung
Benih jagung ditanam dengan cara ditugal sedalam 3-4 cm dengan jarak tanam
25 x 75 cm. Benih jagung varietas P27 sebelum ditanam telah dicuci terlebih
dahulu untuk menghilangkan fungisida yang digunakan sebagai seed treatment
pada benih kemudian ditanam sebanyak 3 benih per lubang tanam. Setelah
tanaman jagung tumbuh dilakukan penjarangan dengan menyisakan satu tanaman
jagung per lubang sehingga populasi tanaman jagung dalam petak berukuran
2 x 2 m menjadi 21 tanaman per petak.
3.4.3.3 Pemeliharaan Tanaman
Tanaman pada lahan tersebut akan dipupuk untuk memenuhi kebutuhan unsur
hara tanaman jagung. Pemupukan tanaman dilakukan secara tugal di samping
tanaman dengan jarak 5 cm dari batang tanaman jagung dengan dosis pupuk urea
22
sebanyak 300 kg/ha, TSP atau SP-36 sebanyak 200 kg/ha dan KCl sebanyak 50
kg/ha (Sirappa dan Razak, 2010). Sehingga pada petak seluas 2 x 2 m, diperlukan
pupuk urea sebanyak 120 g/petak, TSP 80 g/petak dan KCl 20 g/petak. Aplikasi
pupuk urea dilakukan sebanyak 3 kali yaitu pada saat tanaman berumur 7 hari
sebanyak 40 g/petak bersama dengan seluruh pupuk TSP dan KCl. Sisa pupuk
urea akan diaplikasikan pada saat tanaman berumur 30 HST sebanyak 60 g dan
pada umur tanaman 45 HST sebanyak 20 g.
Kegiatan pemeliharaan lainnya yang dilakukan adalah penyiangan gulma untuk
mengendalikan gulma agar gulma tidak menghambat pertumbuhan tanaman
jagung dan tanaman jagung disiram untuk memenuhi kebutuhan air tanaman
jagung.
3.4.3.4 Penyiapan Sumber Inokulum
Persiapan sumber inokulum dilakukan dengan menanam tanaman jagung pada
polybag. Benih jagung ditanam pada 8 polybag dengan masing masing polybag
berisi 3 benih. Tanaman jagung yang telah tumbuh diinokulasikan dengan
suspensi konidia yang diperoleh melalui prosedur yang sama seperti pada
pengujian in vitro dan in vivo 1. Inokulasi dilakukan dengan cara di teteskan pada
bagian titik tumbuh tanaman. Metode tetes dilakukan menggunakan pipet tetes
sebanyak ± 1 ml per tanaman. Kemudian tanaman jagung dibiarkan hingga
menunjukan gejala penyakit bulai (Ningsih, 2017).
3.4.3.5 Inokulasi Peronosclerospora sp.
Inokulasi dilakukan secara alami pada saat tanaman jagung telah berumur 5-7
HST dengan meletakan tanaman jagung yang menunjukan gejala penyakit bulai
23
pada petak percobaan diantara tanaman jagung yang sehat. Pada setiap petak akan
diletakan satu polybag tanaman jagung yang menunjukan gejala penyakit bulai
dengan tata letak seperti pada Gambar 4.
Gambar 4. Tata letak penempatan tanaman bergejala bulai pada tiap petak.
Keterangan :
: tanaman jagung percobaan
: tanaman jagung bergejala bulai sebagai sumber inokulum alami.
3.4.3.6 Aplikasi Fungisida Metalaksil
Aplikasi fungisida berbahan aktif metalaksil dilakukan dengan menggunakan
teknik semprot pada saat tanaman berumur 2, 3, 4 dan 5 MST. Fungisida
diaplikasikan pada dosis anjuran 2gr/l dengan frekuensi penyemprotan yang
dilakukan satu kali per minggu.
24
3.4.3.7 Pengamatan dan Pengumpulan Data
Pengamatan pada pengujian in vivo 1 dan 2 dilakukan dengan mengamati
keterjadian dan keparahan penyakit dilakukan pada 1, 2, 3, 4 minggu setelah
inokulasi (MSI).
3.4.3.7.1 Keterjadian penyakit
Menurut Ginting (2013) tingkat keterjadian penyakit dapat dihitung menggunakan
rumus:
Keterangan :
Pt : keterjadian penyakit (%)
n : jumlah unit tanaman terserang
N : jumlah unit tanaman diamati
3.4.3.7.2 Keparahan Penyakit
Pengamatan keparahan penyakit dilakukan 1 minggu setelah inokulasi dan
berlangsung selama 4 kali pengamatan. Pengukuran tingkat keparahan penyakit
dapat dilakukan menggunakan rumus :
PP = ∑
Keterangan : PP = Keparahan penyakit (%)
n = Jumlah tanaman dengan skor tertentu
N = Jumlah tanaman yang diamati (sampel)
V = Skor atau skala tertinggi
25
Untuk penilaian skor atau skala keparahan suatu penyakit, menurut Ginting
(2013), dapat digunakan skala penyakit terdiri dari 5 kategori sebagai berikut :
Tabel 2. Skor Keparahan Penyakit
SKOR KETERANGAN TINGKAT SERANGAN
0
1
2
3
4
Tidak terdapat gejala
Gejala timbul sampai 10% luas/volume
tanaman
Gejala terjadi pada lebih 10% sampai
25% tanaman
Gejala terjadi pada lebih 25% sampai
50% tanaman
Gejala terjadi pada lebih 50% atau
tanaman mati
Tanaman sehat
Ringan
Agak parah
Parah
Sangat parah
3.4.3.7.3 Kerapatan Konidia Patogen Bulai pada Tanaman Jagung
Untuk menghitung kepadatan konidia pada tanaman jagung dapat dilakukan
dengan memotong daun jagung dengan ukuran 2 cm2(Gambar 5) sebanyak 3-5
potongan, daun yang telah dipotong kemudian dipanen konidianya dengan cara
menjepit daun tersebut dengan pinset di dalam cawan petri yang berisi 5 ml
aquades lalu konidia dipanen menggunakan kuas, kemudian konidia di cawan
petri tersebut diteteskan pada haemocytometer dan ditutup dengan cover glass.
Didiamkan menit agar letak konidia stabil. dan dihitung kerapatan pada 25
kotak sedang pada alat tersebut. Pengamatan dilakukan pada pukul 04.00 WIB
(Kurniawan et al., 2017).
26
Gambar 5. Pemotongan daun jagung untuk menghitung kepadatan konidia
patogen bulai pada tanaman jagung.
Hasil dari kepadatan konidia ini dihitung dengan rumus (Syahnen et al., 2014).
S= R x K
Keterangan :
S = Jumlah konidia
R = Jumlah rata-rata konidia pada 25 kotak pengamatan
K = Konstanta koefisien alat (2,5 x 105)
3.5 Variabel Pengamatan
Variabel pengamatan pada pengujian secara in vitro adalah daya perkecambahan
konidia patogen Peronoscleospora sp dan panjang tabung kecambah
Peronoscleospora sp. Sedangkan variabel pengamatan pada pengujian secara in
vivo 1 dan 2 meliputi tingkat keterjadian penyakit Peronoscleospora sp,
keparahan Peronoscleospora sp dan kerapatan konidia Peronoscleospora sp.
27
3.6 Analisis Data
Data yang diperoleh dari pengujian secara in vitro, in vivo 1 dan in vivo 2 diuji
menggunakan uji t pada taraf 5% (Susilo, 2013).
28
V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan sebagai
berikut :
1. Fungisida metalaksil tidak berpengaruh nyata terhadap penghambatan
daya perkecambahan dan panjang tabung kecambah konidia
Peronosclerospora maydis.
2. Perlakuan fungisida metalaksil pada konidia P. maydis tidak mampu
menekan intensitas patogen bulai pada tanaman jagung.
3. Fungisida metalaksil yang diaplikasikan melalui penyemprotan dapat
menurunkan intensitas penyakit bulai pada tanaman jagung pada umur
tanaman 3 MST sampai dengan 5 MST.
5.2 Saran
Penulis menyarankan agar dilakukan penelitian lanjutan dengan menggunakan
fungisida berbahan aktif metalaksil pada konsentrasi yang tepat sehingga dapat
meningkatkan keefektifannya dalam menekan penyakit bulai.
41
DAFTAR PUSTAKA
Badan Litbang Pertanian. 2012. Penyakit Bulai Pada Tanaman Jagung dan Teknik
Pengendaliannya. http://www.litbang.pertanian.go.id/download/one/326.
Diakses pada tanggal 29 Oktober 2017 pukul 13.30 WIB.
Badan Pusat Statistik. 2016. Produksi Jagung Menurut Provinsi Tahun 1993-2015.
http://www.bps.go.id/lonkTableDinamis/view/id/868. Diakses pada tanggal
31 Oktober 2017 pukul 19.30 WIB.
Balai Penelitian Tanaman Serealia. 2007. Teknologi Produksi Jagung Melalui
Pendekatan Pengelolaan Sumberdaya dan Tanaman Terpadu, Sulawesi
Selatan. http://balitsereal.litbang.deptan.g.id/index.php?option=
com_content &task=view&id=63&Itemid=141KUK-DAS. Diakses pada
tanggal 03 November 2017 pukul 09.30 WIB.
Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura. 2012. Laporan UPTD Balai
Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura. Provinsi Lampung.
Barkai-Golan, R. 2001. Postharvest Diseases of Fruits and Vegetables. Elsevier
Science B.V. Netherlands.
Burhanudin. 2009. Fungisida Metalaksil tidak Efektif Menekan Penyakit Bulai
(Peronosclerospora maydis) di Kalimantan Barat dan Alternatif
Penggunaannya. Prosiding Seminar Nasional Serealia. Maros. 29 Juli 2009.
Burhanudin. 2011. Identifikasi Cendawan Penyebab Penyakit Bulai Pada
Tanaman Jagung di Jawa Timur dan Pulau Madura. Suara Perlindungan
Tanaman.1(1) : 1-2.
Burhanudin. 2013. Uji Efektivitas Fungisida Saromil 35 SD (b.a Metalaksil)
Terhadap Penyakit Bulai ( Peronoscleospora philippinesis) Pada Tanaman
Jagung. Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian. Banjarbaru. 26-27.
CIMMYT. 2010. Maize Doctor. http://maizedoctor.cimmyt.org/index.php.
Diakses pada 17 Agustus 2018 pukul 10.30 WIB.
Djojosumarto, P. 2000. Teknik Aplikasi Pestisida Pertanian. Kanisius.
Yogyakarta. 211 hlm.
Djojosumarto, P. 2008. Panduan Lengkap Pestisida dan Aplikasinya. Agromedia.
Jakarta. 344 hlm.
42
Ginting, C. 2013. Ilmu Penyakit Tumbuhan: Konsep dan Aplikasi. Lembaga
Penelitian Universitas Lampung. Bandar Lampung. 203 hlm.
Hasibuan, R. dan Aeny, T. N. 2003. Modul Kuliah Pestisida dan Teknik Aplikasi.
Jurusan Proteksi Tanaman FP Unila. Bandar Lampung. 30 hlm.
Iriyanni, R. N., Yasin, M., & Andi, T. 2006. Asal, Sejarah, Evolusi, dan
Taksonomi Tanaman Jagung. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Maros.
Ishii, H. 2006. Impact of Fungicide Resistance in Plant Pathogens on Crops
Disease Control and Agricultural Environment. Japan Agricultural
Research Quarterly. 40 (3) : 1-6.
Kasrino, F. 2005. Suatu Penilaian Mengenai Prospek Masa Depan Jagung di
Indonesia. Seminar dan Lokakarya Nasional Jagung. Balai Penelitian
Tanaman Serealia. Maros. 29-30 September 2005.
Kurniawan, A.F., Prasetyo, J., dan R. Sumoharjo. Identifikasi dan Tingkat
Serangan Penyebab Penyakit Bulai di Lampung Timur, Pesawaran, dan
Lampung Selatan. J. Agrotek Tropika. 5(3) : 1-6.
Mcgrath, M.T. 2001. Fungicide resistance in cucurbit powdery mildew:
experiences and challanges. Plant Disease. 85(3): 1-9.
Mcgrath, M.T. 2004. What are fungicides. The Plant Health Instructor.
www.apsnet.org/education/IntroPlantPath/Topics/fungicides/default.htm.
Diakses pada tanggal 20 Agustus 2018 pukul 09.00 WIB.
Moekasan, T.K., Prabaningrum, L., & Adiyoga, W. 2014. Pengelompokan
Pestisida Berdasarkan Cara Kerjanya. Yayasan Bina Tani Sejahtera.
Bandung. 44 hlm.
Ningsih, E.M. 2017. Efikasi Metalaksil, Dimetomorf dan Asam Fosfit untuk
Mengendalikan Penyakit Bulai Pada Tanaman Jagung ( Zea Mays L.)
Varietas NK22. (Skripsi). Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.
Lampung. 79 hlm.
Prihatman, K. 2012. Budidaya Jagung ( Zea mays L). Sistem Informasi
Manajemen Pembangunan di Perdesaan, Proyek Pemda, BAPPENAS.
Diakses pada tanggal 5 November 2017.
Purwono dan Hartono, R. 2011. Bertanam Jagung Unggul. Penebar Swadaya.
Jakarta. 64 hlm.
Semangun, H. 1993. Penyakit-Penyakit Tanaman Pangan di Indonesia.
Universitas Gadjah Mada Press. Yoyakarta. 449 hlm.
Semangun, H. 1996. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta. 754 hlm.
43
Semangun, H. 2004. Penyakit-penyakit Tanaman Pangan di Indonesia. Gajah
Mada University Press. Yogyakarta. 449 hlm.
Sirappa, M.P dan Razak, N. 2010. Peningkatan Produktivitas Jagung Melalui
Pemberian Pupuk N, P, K dan Pupuk Kandang pada Lahan Kering di
Maluku. Jurnal Tanah dan Air. 4(1):1-9.
Sumardiyono, C. 2008. Ketahanan Jamur terhadap Fungisida Di Indonesia. Jurnal
Perlindungan Tanaman Indonesia. 14(1) : 1-5.
Sumardiyono, C., Widiastuti A., Wibowo A., dan Yudistira, D. 2013. Uji
Ketahanan Peronosclerospora maydis Penyebab Penyakit Bulai Jagung
Terhadap Fungisida Metalaksil. Laporan Hibah Penelitian Fakultas
Pertanian, Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Syahnen, Sirait, D.D.N, dan Pinem, S.E. 2014. Teknik Uji Mutu Agens
Pengendali Hayati (ABK) di Laboratorium. http:/ /ditjenbun.pertanian.
go.id/ bbpptpmedan/ berita-279- teknik-uji- mutuagens-pengendalihayati-
aph-di-laboratorium.html.Diunduh pada tanggal 14 Februari 2018.
Susilo, F.X. 2013. Aplikasi Statistika untuk Analisis Data Riset Proteksi
Tanaman. Anugrah Utama Raharja. Bandar Lampung. 168 hlm.
Talanca, A. H. 2013. Status Penyakit Bulai Pada Tanaman Jagung dan
Pengendaliannya. Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian.
Banjarbaru. 26-27 Maret 2013.
Thurston, H.D.1998. Tropical Plant Disease, Second edition. APS Press.
Minnesota. 200 hlm.
Widiantini, F., Pitaloka, D.J., Ceppy, N., dan Yulia, E. 2017. Perkecambahan
Peronosclerospora spp. asal Beberapa Daerah di Jawa Barat pada Fungisida
Berbahan Aktif Metalaksil, Dimetomorf dan Fenamidon. Jurnal
Agrikultura. 28 (2): 1-7.
Wulandari, F. dan Batoro, J. 2016. Etnobotani Jagung (Zea mays L.) Pada
Masyarakat Lokal di Desa Pandansari Kecamatan Poncokusumo Kabupaten
Malang. Jurnal Biotropika. 4(1) : 1-7.