PENGARUH BIMBINGAN TENAGA KESEHATAN TERHADAP … · Latar belakang : Angka kematian ibu di...
Transcript of PENGARUH BIMBINGAN TENAGA KESEHATAN TERHADAP … · Latar belakang : Angka kematian ibu di...
1
1
PENGARUH BIMBINGAN TENAGA KESEHATAN
TERHADAP KOMPETENSI DUKUN BAYI
DALAM PELAYANAN KIA
DI PUSKESMAS MREBET
KABUPATEN PURBALINGGA
TESIS
Untuk Memenuhi Persyaratan
Mencapai Derajat S-2
Program Studi Magister Kedokteran Keluarga
Minat Utama : Profesi Dokter
Diajukan oleh:
B U D I A R S A
NIM : S520907003
PROGRAM STUDI MAGISTER KEDOKTERAN KELUARGA
PASCA SARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2009
2
2
PENGARUH BIMBINGAN TENAGA KESEHATAN
TERHADAP KOMPETENSI DUKUN BAYI
DALAM PELAYANAN KIA
DI PUSKESMAS MREBET
KABUPATEN PURBALINGGA
Disusun oleh :
Budiarsa
S520907003
Telah disetujui oleh Tim Pembimbing
Dewan Pembimbing
Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal
Pembimbing I Prof. Dr. dr. Didik Tamtomo,PAK,MM,MKK ................ 14-1-2009 NIP. 130 543 994
Pembimbing II dr. Putu Suriyasa, MS.,PKK,Sp.OK ................. 14-1-2009 NIP. 140 120 857
Mengetahui
Ketua Program MKK
Prof. DR. dr. Didik Tamtomo,PAK,MM,MKKNIP. 130 543 994
3
3
PENGARUH BIMBINGAN TENAGA KESEHATAN
TERHADAP KOMPETENSI DUKUN BAYI
DALAM PELAYANAN KIA
DI PUSKESMAS MREBET
KABUPATEN PURBALINGGA
Disusun oleh :
Budiarsa
S520907003
Telah disetujui oleh Tim Peguji
Dewan Peguji
Jabatan Nama Tanda Tangan
Ketua : Prof. Dr. dr. Ahmad Djojosoegito,SpOT,MHA, FICS ......................... NIP. 140 030 236
Sekretaris : Dr. dr. Bhisma Murti, M.Sc, MPH, PhD ......................... NIP. 132 125 727
Anggota I : Prof. Dr. dr. Didik Tamtomo,PAK,MM,MKK ......................... NIP. 130 543 994
II : dr. Putu Suriyasa, MS.,PKK,Sp.OK ......................... NIP. 140 120 857
Mengetahui
Ketua Program Studi MKK Direktur PPs UNS
Prof. DR. dr. Didik Tamtomo,PAK,MM,MKK Prof. Drs. Suranto, M.Sc, PhD NIP. 130 543 994 NIP. 131 472 192
4
4
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa dalam tesis ini tidak
terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu
perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau
pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali dalam naskah
dalam daftar pustaka.
Purbalingga, Januari 2009
Budiarsa
NIM : S520907003
5
5
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kekhadirat Allah SWT. Karena atas berkat,
rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesikan penyusunan tesis ini, sebagai
salah satu syarat untuk menempuh pendidikan Pasca Sarjana progam studi Kedokteran
Keluarga minat utama Profesi Dokter pada Univrsitas Sebelas Maret Surakarta.
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan, dukungan serta bimbingan dari
berbagai pihak penulis tidak akan dapat berbuat banyak. Oleh karena itu penulis
sampaikan ucapan terimakasih kepada yang terhormat Prof. Dr. dr. Didik Tamtomo,
PAK, MM, MKK dan dr. Putu Suriyasa, MS, PKK, SpOK. dan Dr. dr. Bhisma Murti,
M.Sc, MPH, PhD yang telah banyak memberi masukan, bimbingan dan dukungan
dalam penyelesaian tesis ini.
Pada kesempatan ini pula penulis sampaikan ucapan terimakasih setulus-
tulusnya kepada :
A. Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberi kesempatan
Kepada penulis untuk menempuh pendidikan Pasca Sarjana (S2).
B. Direktur Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah
memberi kesempatan kepada penulis untuk menempuh pendidikan Pasca
Sarjana (S2).
C. Ketua Program Magister Kedokteran Keluarga Universitas Sebelas Maret
Surakarta yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk menempuh
pendidikan Pasca Sarjana (S2) pada Program Studi Kedokteran Keluarga.
6
6
D. Ketua Minat Utama Profesi Dokter yang telah memberi kesempatan kepada
penulis untuk menempuh pendidikan Pasca Sarjana pada Program Studi
Kedokteran Keluarga.
E. Bupati Kabupaten Purbalungga yang telah memberi izin kepada penulis untuk
menempuh pendidikan Pasca Sarjana (S2) di Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
F. Kepala DinasKesehatan Kabupaten Purbalingga yang telah memberi izin
kepada penulis untuk menempuh pendidikan Pasca Sarjana (S2) di Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
G. Teman-teman satu angkatan yang telah membantu penulis dalam dalam
penyusunan usulan proporsal tesis ini.
H. Istri, anak dan orang tua yang telah memberi do´a, dorongan dan semangat yang
tulus kepada penulis.
I. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebut satu persatu, yang telah memberi
dukungan selama penulis menempuh pendidikan.
Penulis berharap semoga Allah SWT. senantiasa memberikan limpahan
rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua. Sebagai buah karya manusia, tulisan ini
tak luput dari kekurangan. Oleh karena itu penulis memohon masukan membangun
demi memperbaiki tulisan ini.
Purbalingga, Januari 2009
Penulis
B u d i a r s a
7
7
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................... i
PENGESAHAN PEMBIMBING........................................................................ ii
PENGESAHAN TESIS....................................................................................... iii
PERNYATAAN.................................................................................................. iv
KATA PENGANTAR ........................................................................................ v
DAFTAR ISI....................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL............................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR............................................................................................ xii
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................ xiii
ABSTRAK........................................................................................................... xiv
ABSTRACT......................................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………….
1
a. Latar Belakang ............................................................................ 1
b. Rumusan Masalah ……………………………………………… 5
c. Tujuan Penelitan ………………………………………………. 5
d. Manfaat Penelitian …………………………………………….. 6
e. Ruang Lingkup Bidang Ilmu ………………………………….. 7
f. Keaslian Penelitian …………………………………………… 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………… 8
a. Kemitraan ................................................................................... 8
b. Bimbingan (Coaching).................................................................. 10
8
8
c. Pengertian Peranan dan Perilaku ................................................. 20
d. Peranan Dukun Bayi dalam Pelayanan KIA ............................... 23
e. Making Pregnancy Safer (MPS)................................................. 48
f. Kerangka Teori............................................................................. 56
g. Hipotesis...................................................................... ................ 58
BAB III METODE PENELITIAN ................................................................... 59
1. Jenis Penelitian ........................................................................... 59
2. Lokasi Penelitian ......................................................................... 59
3. Subyek penelitian ........................................................................ 59
4. Populasi Penelitian ...................................................................... 59
5. Sampel Penelitian ........................................................................ 59
6. Variabel Penelitian ...................................................................... 60
7. Definisi Operasional Variabel Penelitian .................................... 60
8. Pengumpulan Data ...................................................................... 61
9. Instrumen Penelitian .................................................................... 61
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN.................................. 64
A. Hasil Penelitian............................................................................ 64
B. Pengujian Hipotesis Pengaruh Bimbingan Tenaga Kesehatan
terhadap Pengetahuan dan Keterampilan Dukun Bayi................ 69
C. Pembahasan................................................................................... 72
D. Keterbatasan Penelitian................................................................. 74
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN..................................... 75
9
9
A. Kesimpulan.................................................................................... 75
B. Implikasi........................................................................................ 75
C. Saran.............................................................................................. 76
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 77
10
10
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Perbandingan pelatih yang efektif dan yang tidak efektif................ 16
Tabel 4.1. Distribusi responden menurut tingkat pengetahuan kelompok
perlakuan sebelum mengikuti bimbingan........................................... 65
Tabel 4.2. Distribusi responden menurut tingkat pengetahuan kelompok
perlakuan sesudah mengikuti bimbingan........................................... 65
Tabel 4.3. Distribusi responden menurut tingkat pengetahuan kelompok kontrol
sebelum mengikuti bimbingan........................................................... 66
Tabel 4.4. Distribusi responden menurut tingkat pengetahuan kelompok kontrol
sesudah mengikuti bimbingan........................................................... 66
Tabel 4.5. Distribusi responden menurut tingkat keterampilan kelompok
perlakuan sebelum mengikuti bimbingan......................................... 67
Tabel 4.6. Distribusi responden menurut tingkat keterampilan kelompok
perlakuan sesudah mengikuti bimbingan......................................... 67
Tabel 4.7. Distribusi responden menurut tingkat keterampilan kelompok kontrol
sebelum mengikuti bimbingan.......................................................... 68
Tabel 4.8. Distribusi responden menurut tingkat keterampilan kelompok kontrol
sesudah mengikuti bimbingan............................................................ 68
Tabel 4.9. Hasil uji t perbedaan perubahan skor pengetahuan sebelum dan
sesudah antara kelompok dukun bayi dengan dan tanpa bimbingan
tenaga kesehatan................................................................................. 69
11
11
Tabel 4.10. Hasil uji t perbedaan perubahan skor keterampilan sebelum dan
sesudah antara kelompok dukun bayi dengan dan tanpa bimbingan
tenaga kesehatan................................................................................. 71
12
12
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Stretegi MPS ................................................................................... 54
Gambar 2.2. Kerangka teori ................................................................................. 57
Gambar 3.1. Kerangka penelitian.......................................................................... 63
Gambar 4.1. Perbedaan perubahan skor pengetahuan sebelum dan sesudah
antara kelompok dukun bayi yang mendapatkan dan tidak
mendapatkan bimbingan tenaga kesehatan...................................... 70
Gambar 4.2. Perbedaan perubahan skor keterampilan sebelum dan sesudah
antara kelompok dukun bayi yang mendapatkan dan tidak
mendapatkan bimbingan tenaga kesehatan...................................... 71
13
13
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Permohonan Ijin Penelitian................................................... 80
Lampiran 2. Kuesioner Pre dan Post Test Bimbingan Dukun Bayi.................... 81
Lampiran 3. Formulir Supervisi Dukun Bayi....................................................... 85
Lampiran 4. Hasil Supervisi Dukun Bayi Puskesmas Mrebet Sebelum
Bimbingan........................................................................................ 86
Lampiran 5. Hasil Supervisi Dukun Bayi Puskesmas Mrebet Sesudah
Bimbingan.......................................................................................... 87
Lampiran 6. Hasil Supervisi Dukun Bayi Puskesmas Serayu Larangan
(Kontrol) yang pertama....................................................................... 88
Lampiran 7. Hasil Supervisi Dukun Bayi Puskesmas Serayu Larangan
(Kontrol) yang kedua.......................................................................... 89
Lampiran 8. Daftar Nilai Dukun Bayi Sebelum dan Sesudah Bimbingan
Puskesmas Mrebet Kecamatan Mrebet Kabupaten Purbalingga....... 90
Lampiran 9. Daftar Nilai Dukun Bayi Sebelum dan Sesudah Bimbingan
Puskesmas Serayu Larangan Kecamatan Mrebet Kabupaten
Purbalingga....................................................................................... 92
Lampiran 10. Data Sebelum dan Sesudah Bimbingan Puskesmas Mrebet dan
Serayu Larangan............................................................................... 94
Lampiran 7. Uji t-test Puskesmas Mrebet (Kelompok Perlakuan)........................ 97
Lampiran 8. Uji t-tes Puskesmas Serayu Larangan (Kelompok Kontrol)............. 98
14
14
ABSTRAK
Budiarsa. S520907003. 2008. Pengaruh Bimbingan Tenaga Kesehatan Terhadap Peran Dukun Bayi Dalam Pelayanan KIA di Puskesmas Mrebet Kabupaten Purbalingga. Tesis : Program Studi Kedokteran Keluarga. Minat Utama Profesi Dokter. Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Latar belakang : Angka kematian ibu di Indonesia 307 per 100.000 kelahiran hidup, angka kematian ibu di Jawa Tangah 121/100.000 kelahiran hidup dan angka kematian ibu di Kabupaten Purbalingga 109,07 per 100.000 kelahiran hidup. Hal ini disebabkan persalinan di Indonesia sebagian besar ditolong oleh tenaga yang tidak kompeten, karena tidak kompeten maka tidak tahu kalau ada risiko dan sebagainya. Dukun bayi di Indonesia masih mempunyai peran penting, karena sekitar 70% - 80% pertolongan persalinan di pedesaan ditangani oleh dukun bayi. Di Kabupaten Purbalingga pada tahun 2005 persalinan yang ditolong dukun bayi adalah 32,38%, sedangkan di wilayah Puskesmas Mrebet pada tahun 2006 adalah 19,75%. Bimbingan (Coaching)menyangkut pengembangan peserta dalam pekerjaan / keterampilan mereka saat ini bukan sekedar memperbarui pengetahuan mereka. Bimbingan (Coaching) lebih berkaitan dengan upaya membantu peserta untuk memperluas pengetahuan serta mengebangkan kemampuan dan bakat secara penuh dalam pekerjaan / keterampilan mereka saat ini.
Tujuan penelitian : Mengetahui pengaruh bimbingan tenaga kesehatan terhadap pengetahuan dan keterampilan dukun bayi dalam pelayanan KIA di Puskesmas Mrebet Kecamatan Mrebet.
Metode penelitian : merupakan penelitian experimental quasi dengan kelompok pembanding/kontol, sampel penelitian diberikan bimbingan dengan metode ceramah dan peragaan, uji statistik t-test dengan taraf signifikan p = 0,05 ( alpha = 0,05).
Hasil penelitian : membuktikan adanya pengaruh yang signifikan antara bimbingan tenaga kesehatan terhadap pengetahuan dukun bayi(mean 1= 7.44 versus mean 2= 0.23; p= 0.000) begitu juga terhadap keterampilan (mean 1= 3.19 versus mean 2= 0.10; p= 0.000).
Kesimpulan : Adanya peningkatan pengetahuan dan keterampilan dukun bayi yang mendapat bimbingan tenaga kesehatan secara intensif dibanding dukun bayi yang tidak mendapat bimbingan secara intensif.
Kata kunci : Bimbingan, dukun bayi, pengetahuan dan keterampilan.
15
15
ABSTRACT
Budiarsa. NIM : S520907003.The Influence of The Professional Health Coaching to The Roles of Traditional Birth Attendant in Maternal Services at Mrebet Health Center in Purbalingga District. Thesis : Family Doctor Division, Main interest in doctoral profession, Post Graduate Program of Sebelas Maret University.
Background : Maternal Mortality Rate (MMR)in Indonesia is 307/100.000 birth life, maternal mortality rate (MMR) in Central Java is 121/100.000 birth life and maternal mortality rate (MMR) in Purbalingga District is 109,07/100.000 birth life. This happened because of many giving birth in Indonesia has been helped by people who are not competent, because of that so they are not know that there are many risk in giving birth and so on. Traditional Birth Attendant in Indonesia have an important roles, because around 70% - 80% in assisting giving birth in the villages have been helped by traditional birth attendant. In 2005, giving birth in Purbalingga that helped by traditional birth attendant is 32,38%, and at Mrebet Health Center in 2006 is 19,75%. Coaching that related to expand traditional birth attendants knowledge in doing their job/their skill in this time is not only to renew their knowledge. This coaching is more related to the efford to fully improve the traditional birth attendants skill and knowledge in doing their job/skill in this time.
Goals : To know the influence of profesional coaching to the skill and knowledge of traditional birth attendant in Maternal Services at Mrebet Health Center.
Research method : This thesis is an experimental quasi study that using the control groups, the sample study have been given a coaching using demos and giving speak, t-test point in a significant rate p = 0,05 (alpha = 0,05).
Result : This is proved that there is a significant influence between the professional health and the traditional birth attendants knowledge (mean 1= 7.44 versus mean 2= 0.23; p= 0.000) it also happened to the skill of traditional birth attendant (mean 1= 3.19 versus mean 2= 0.10; p= 0.000).
Conclusion : There is an improvement in traditional birth attendants knowledge and skill who had a professional health coaching intensively rather than the traditional birth attendant who had not.
Keyword : Coaching, traditional birth attendant, knowledge and skill.
16
16
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diperkirakan di Indonesia ada 5 juta ibu melahirkan pertahun. Angka kematian
ibu 307 per 100.000 kelahiran hidup. Ini berarti bahwa 352 ibu besalin meninggal
setiap minggu, atau 2 ibu meninggal setiap satu jam. Angka kematian ibu di Indonesia
(307) masih jauh lebih tinggi dibanding dengan negara tetangga dekat seperti Thailand
(129), Malaysia (39) dan Singapura (6). Data Survey Kesehatan Rumah Tangga
(SKRT) 2001, menunjukan tiga penyebab utama kematian ibu bersalin di Indonesia
adalah perdarahan (28%), eklamsia (24%), infeksi (11%). Akses sepenuhnya dan
penerapan pelayanan yang terbukti efektif dapat mencegah tiga perempat dari kematian
ibu (Depkes RI. 2006).
Untuk mengetahui status kesehatan di Indonesia, sesuai dengan indikator yang
berlaku diseluruh dunia, salah satu indikatornya adalah kematian ibu bersalin. Angka
kematian ibu di Indonesia masih relatif tinggi dibandingkan dengan negara-negara
tetangga (Depkes RI. 2006).
Angka kematian ibu di Jawa Tengah 121/100.000 kalahiran hidup (Dinkes
Prop. Jateng. 2006). Rata-rata angka kematian ibu (AKI) di tingkat Kabupaten
Purbalingga 109,07 per 100.000 kelahiran hidup (Dinkes Kab. Purbalingga. 2005).
Hal ini disebabkan persalinan di Indonesia sebagian besar ditolong oleh tenaga
yang tidak kompeten. Karena tidak kompeten , maka dia tidak tahu kalau ada risiko dan
sebagainya. Padahal kalau dalam persalinan terjadi perdarahan, jika tidak segera
mendapat pertolongan dia akan meninggal. Itu disebabkan karena yang melakukan
17
17
tindakan / pelayanan pesalinan tidak terlatih. Untuk mengatasi hal itu, harus dilihat akar
permasalahannya antara lain: pertama, persalinan itu harus ditolong oleh tenaga yang
betul-betul kompeten dan bisa mengetahui ada tidaknya risiko. Kedua, pertolongan itu
harus, segera, cepat dan tepat. Ketiga, upaya lain adalah tranfusi darah (Soeparmanto,
2006).
Persentase persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan di Kabupaten Purbalingga
pada tahun 2005 adalah 67,62% dan 32,38% ditolong oleh dukun bayi (Dinkes Kab.
Purbalingga, 2005).
Persentase pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan di Puskesmas Mrebet
Kecamatan Mrebet Kabupaten Purbalingga tahun 2006 adalah 79,25% dan 19,75%
ditolong oleh dukun bayi (Puskesmas Mrebet, 2006).
Adapun target/sasaran pembangunan kesehatan tahun 2010, cakupan
pertolongan persalinan oleh bidan atau tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi
kebidanan adalah 90% (Dinkes Kab. Purbalingga, 2006).
Upaya mempercepat penurunan AKI masih merupakan salah satu program
prioritas, melalui peningkatan pelayanan maternal diberbagai tingkat. Penurunan AKI
di Indonesia hanya mencapai 25% sampai dengan tahun 1997, dimana AKI tahun 1986
adalah 450 per 100.000 kelahiran hidup dan pada tahun 1997 adalah 334 per 100.000
kalahiran hidup. Keadaan ini dinilai masih jauh dari tingkat harapan yaitu 50%, sangat
lambat dan sampai saat ini Indonesia masih mempunyai AKI tertinggi di ASEAN
(Dinkes Prop. Jateng. 2004).
Mengingat faktor pentingnya menurunkan tingkat kematian ibu pada khususnya
dan meningkatkan asuhan kesehatan ibu pada umumnya, dan juga mengingat masih
18
18
banyaknya pelayanan kesehatan ibu dan anak yang tidak/belum terlayani oleh tenaga
medis terlatih, terutama bagi masyarakat golongan ekonomi lemah dan berpendidikan
rendah, maka peran dukun bayi sebagai salah satu sumber daya manusia, belumlah
dapat dihilangkan, dan masih perlu dibina secara lebih intensif dan lebih terarah
sebagai mitra kerja bidan di wilayah kerja masing-masing (Gunawan, 1992).
Dukun bayi di Indonesia masih mempunyai peran penting , karena sekitar 70%-
80% pertolongan persalinan di pedesaan di tangani oleh dukun bayi. Dukun bayi
mendapat kepercayaan penuh sebagai orang tua yang dapat melindungi klien dan
keluarga. Biaya pertolongan bayi oleh dukun diberikan secara bertahap yang dianggap
murah, meskipun bila dihitung relatif mahal (Depkes RI. 1996).
Hasil penelitian di Kecamatan Talang Empat, Kabupaten Bengkulu Utara,
menunjukkan bahwa dukun bayi masih merupakan pilihan terbanyak sebagai tenaga
penolong persalinan (55,8%) dibandingkan tenaga kesehatan (44,2%). Hal ini
disebabkan oleh mudahnya mendapatkan tenaga dukun bayi di desa, biaya yang
dikeluarkan relatif lebih murah. Disamping itu, dukun bayi dapat membantu ibu yang
baru melahirkan untuk mengerjakan pekerjaan rumah termasuk merawat dan
memandikan bayi (Bangsu, 2001).
Kebijaksanaan menempatkan bidan di desa sejak tahun 1988 / 1990 belum serta
merta mengalihkan pola penolong persalinan tersebut karena banyak faktor yang
berpengaruh, termasuk faktor biaya. Dengan demikian, tenaga profesional di
lingkungan puskesmas, termasuk bidan di desa perlu secara terus menerus membina
dukun bayi. Petugas puskesmas / bidan mempunyai pengetahuan dan pengalaman yang
cukup dalam memilih keterampilan dan pengetahuan yang diharapkan minimal
19
19
dilaksanakan oleh dukun bayi berdasarkan pengamatan akan keperluan dan
kemampuan dukun bayi (Depkes RI. 1996).
Dengan menetapnya bidan di desa, maka hubungan bidan dengan anggota
masyarakat, tokoh masyarakat, kader atau dukun bayi akan semakin akrab, sehingga
bidan diharapkan dapat diterima sebagai bagian dari masyarakat desa. Dan sudah
selayaknya para bidan di desa perlu melaksanakan hal-hal sebagai berikut: membangun
kemitraan dengan masyarakat, tokoh masyarakat dan dukun bayi, meningkatkan
profesionalisme, memobilisasi pendanaan masyarakat dan mendorong kemandirian
masyarakat dalam bidang kesehatan. Kemitraan bidan desa dan dukun bayi merupakan
hal yang dianjurkan dalam pelayanan pertolongan persalinan di Polindes (Depkes &
Kesos RI. 2000).
Menjalin kemitraan dukun bayi dan bidan di desa merupakan upaya strategis
untuk meningkatkan cakupan pertolongan persalinan yang dilakukan oleh tenaga
kesehatan, mengingat keberadaan dukun bayi masih cukup banyak di tengah
masyarakat. Dengan kemitraan ini diharapkan, walaupun persalinan ditolong oleh
dukun bayi tetapi mendapat pendampingan dan arahan dari bidan yang berada dan
bertanggung jawab di wilayah itu, atau sebaliknya yakni apabila bidan desa hendak
memberikan pertolongan persalinan, maka dia akan memanggil dukun bayi yang ada
untuk ikut serta dalam melakukan pertolongan persalinan, sehingga proses transfer of
knowledge dari bidan ke dukun bayi dapat terjadi (Dinkes Kab. Purbalingga, 2007).
Dengan keadaan seperti diatas maka sangat perlu adanya bimbingan yang
teratur dari petugas Puskesmas bagi para dukun bayi, sehingga pengetahuan praktis
dukun bayi tetap dapat dibina bahkan dikembangkan sehingga dukun bayi dapat
20
20
melaksanakan tugas-tugasnya dengan lebih baik agar tingkat kematian bayi dan ibu
dapat diturunkan (Depkes RI. 1993).
Perlu diteliti pengaruh bimbingan tenaga kesehatan terhadap peran
(pengetahuan, sikap dan keterampilan) dukun bayi dalam pelayanan KIA.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah bimbingan tenaga kesehatan meningkatkan pengetahuan dukun bayi?
2. Apakah bimbingan tenaga kesehatan meningkatkan keterampilan dukun bayi?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui pengaruh bimbingan tenaga kesehatan terhadap
pengetahuan dan keterampilan dukun bayi dalam pelayanan KIA
di Kecamatan Mrebet.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui bimbingan tenaga kesehatan dapat meningkatkan
pengetahuan dukun bayi
b. Mengetahui bimbingan tenaga kesehatan dapat meningkatkan
keterampilan dukun bayi
D. Manfaat Penelitian
21
21
1. Manfaat Teoritik
a. Bimbingan upaya membantu peserta untuk memperluas pengetahuan
serta mengembangkan kemampuan dan bakat secara penuh dalam
pekerjaan / keterampilan mereka saat ini
b. Bimbingan mengembangkan peserta dalam pekerjaan / keterampilan saat
ini bukan sekedar memperbarui pengetahuan
2. Manfaat Aplikatif
a. Bimbingan tenaga kesehatan dapat meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan duku bayi
b. Ibu hamil, bersalin dan nifas mendapat penyuluhan dan perawatan yang
optimal serta rujukan bila perlu dari dukun bayi
c. Bagi Puskesmas dan DKK mendapat informasi bimbingan tenaga
kesehatan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dukun bayi dalam
pelayanan KIA.
E. Ruang Lingkup Bidang Ilmu
Penelitian ini dalam lingkup ilmu kebidanan khususnya kajian tentang
penelitian kompetensi dukun bayi dalam pelayanan KIA.
F. Keaslian Penelitian
Sepengetahuan penulis belum menemukan penelitian yang menulis khusus
tentang Pengaruh Bimbingan Tenaga Kesehatan terhadap Kompetensi Dukun Bayi
22
22
dalam Pelayanan KIA, tatapi penelitian yang hampir mirip mungkin sudah banyak
dilakukan.
23
23
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kemitraan
Kemitraan adalah upaya untuk melibatkan berbagai sektor, kelompok
masyarakat, lembaga pemerintah maupun bukan pemerintah, untuk bekerja sama dalam
mencapai suatu tujuan bersama berdasarkan kesepakatan prinsip dan peranan masing-
masing. Hal ini dimaksudkan agar masalah yang dihadapi dapat diupayakan
pemecahannya secara bertahap dengan kerjasama melalui kemitraan sehingga didapati
solusi yang terbaik (Fajar, 2006).
Kemitraan yang digalang itu harus berdasarkan pada tiga prinsip dasar (1)
kesetaraan, (2) keterbukaan, dan (3) saling menguntungkan.
1. Kesetaraan
Kesetaraan berarti tidak diciptakan hubungan yang bersifat hirarkhis. Semua harus
diawali dengan kesediaan menerima bahwa masing-masing berada dalam
kedudukan yang sama (berdiri sama tinggi, duduk sama rendah). Keadaan ini dapat
dicapai apabila semua pihak bersedia mengembangkan hubungan kekeluargaan,
yaitu hubungan yang dilandasi kebersamaan/kepentingan bersama. Bila kemudian
dibentuk struktur yang hirarkhis (dalam organisasi kelompok kemitraan, misalnya),
adalah karena kesepakatan.
2. Keterbukaan
Oleh karena itu, di dalam setiap langkah diperlukan adanya kejujuran dari masing-
masing pihak. Setiap usul/saran/komentar harus disertai dengan alasan yang jujur,
sesuai fakta, tidak menutup-tutupi sesuatu. Pada awalnya hal ini mungkin akan
24
24
menimbulkan diskusi yang seru layaknya ”pertengkaran”. Akan tetapi kesadaran
akan kekeluargaan dan kebersamaan, akan mendorong timbulnya solusi yang adil
dari ”pertengkaran” tersebut.
3. Saling menguntungkan
Solusi yang adil ini terutama dikaitkan dengan adanya keuntungan yang didapat
oleh semua pihak yang terlibat. Perilaku sehat dan kegiatan-kegiatan kesehatan
dengan demikian harus dapat dirumuskan keuntungan-keuntungannya (baik
langsung maupun tidak langsung) bagi semua pihak yang terkait. Termasuk
keuntungan ekonomis, bila mungkin (Depkes RI. 2007).
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan kemitraan untuk
promosi kesehatan agar apa ynag diharapkan dapat tercapai secara maksimal.
1. Persyaratan Kemitraan
Kemitraan dapat memberikan kekuatan kepada masing-masing pihak dalam
melaksanakan misinya dengan ketentuan :
a. Harus ada keadaan saling mengerti tentang mengapa kemitraan diperlukan.
b. Harus ada kesamaan dan kesepakatan Visi dan Misi serta nilai-nilai yang sama
mengenai pelayanan kesehatan serta mempunyai komitmen bersama untuk
menanggulangi sesuatu masalah secara bersama-sama.
2. Landasan 7 Saling
Dalam melakukan kemitraan dengan pihak swasta untuk pengembangan promosi
kesehatan perlu mempunyai landasan 7 saling :
a. Saling memahami kedudukan, tugas dan fungsi masing-masing.
25
25
b. Saling memahami kemampuan masing-masing.
c. Saling menghubungi.
d. Saling mendekati.
e. Saling bersedia membantu dan dibantu.
f. Saling mendorong dan mendukung.
g. Saling menghargai.
3. Prinsip Dasar
a. Kesetaraan.
b. Keterbukaan.
c. Saling menguntungkan (Fajar, 2006).
B. Bimbingan (Coaching)
Bimbingan merupakan sarana yang dirancang untuk memperbaiki kinerja dan
perilaku seseorang, baik secara formal maupun informal. Melalui bimbingan
diharapkan adanya peningkatan pengetahuan, kemampuan, dan perilaku yang mampu
mengantisipasi perubahan yang terjadi dalam perkembangan IPTEK saat ini.
Komponen utama dalam bimbingan berdasarkan kompetensi adalah penggunaan
bimbingan, dimana para fasilitator klinis memberikan mengenai keterampilan atau
aktivitasnya terlebih dahulu, kemudian memberikan demonstrasi dengan menggunakan
model atau alat ajar seperti slide, video. Setelah melakukan demonstrasi prosedur dan
diskusi kemudian para fasilitator dapat mengamati dan berkomunikasi untuk
membimbing peserta dalam mempelajari keterampilan dan kegiatan yang memerlukan
perhatian kemajuan belajar serta membantu mengatasi masalah yang dihadapi peserta.
26
26
Ada perbedaan antara bimbingan berdasarkan kompetensi dan proses belajar secara
tradisional. Bimbingan berdasarkan kompetensi dapat memberikan keberhasilan kinerja
dalam pekerjaan mereka seperti : keterampilan memberi pelayanan kesehatan karena
lebih menekankan pada bagaimana perserta mengerjakan sesuatu (kombinasi antara
pengetahuan, sikap dan keterampilan), sedangkan pengajaran tradisional yang
menekankan penilaian pada informasi apa yang sudah dipelajari oleh peserta.
1. Pengertian
Bimbingan adalah suatu proses pembelajaran yang memberikan kesempatan
seluas-luasnya kepada peserta baik perorangan atau kelompok untuk
memecahkan permasalahannya sendiri dan didampingi oleh fasilitator.
Bimbingan melibatkan peserta dan fasilitator dalam dialog satu lawan satu dan
mengikuti suatu proses yang tersusun, diarahkan pada tanggung jawab
memelihara kemajuan dan kinerja yang baik serta hubungan kerja positif antara
fasilitator dan staf.
2. Tujuan
Kegiatan ini bertujuan agar peserta dapat :
a. Menstimulan pengembangan keterampilan peserta secara individual.
b. Membantu peserta menggunakan pekerjaan sebagai pengalaman
pembelajaran dengan bimbingan dan mengembangkan profesional
peserta.
c. Memberi kesempatan kepada peserta untuk melengkapi pekerjaan yang
diberikan fasilitator dan pada saat yang sama mempersiapkan
keterampilan peserta dalam mengambil tanggung jawab dan pekerjaan
27
27
mendatang.
d. Meningkatkan kemampuan kemandirian belajar dari peserta dan
mengatasi permasalahan yang dihadapi mereka.
3. Proses Bimbingan
a. Sebelum praktek peserta sebaiknya mengadakan pertemuan untuk
mereview kegiatan, termasuk langkah-langkah yang perlu ditekankan
dalam praktek kinerja.
b. Dalam praktek, fasilitator mengamati, membimbing, dan memberikan
umpan balik kepada peserta pada saat mereka melaksanakan langkah-
langkah/kegiatan termasuk buku penuntun belajar.
c. Setelah praktek, umpan balik seharusnya diberikan secepatnya. Dengan
menggunakan penuntun belajar atau checklist keterampilan, fasilitator
berdiskusi tentang kemampuan belajar peserta sesuai dengan kinerja
mereka dan memberi saran perbaikan.
Apabila pelatihan berdasarkan kompetensi digabungkan denga prinsip belajar
orang dewasa, mastery learning, coaching dan humanistic, maka hasilnya akan
sangat mengagumkan dan merupakan metoda yang paling efektif untuk
mengajarkan keterampilan teknis. Dengan menggunakan pendekatan yang
manusiawi maka dapat mengurangi ketegangan para peserta dan memperkecil
ketidaknyamanan klien. Oleh karena itu, pendekatan dalam coaching yang lebih
manusiawi adalah komponen yang penting untuk memperbaiki kualitas
pelatihan keterampilan klinik yang pada akhirnya meningkatkan kualitas
pelayanan.
28
28
4. Ciri-ciri Fasilitator yang Efektif
Seorang pelatih klinik yang efektif harus :
a. Mahir/proficient dalam keterampilan yang akan diajarkan
b. Mendorong peserta mempelajari keterampilan baru
c. Meningkatkan komunikasi terbuka (dua arah)
d. Memberikan umpan balik sesegera mungkin dengan cara antara lain :
1) Menggunakan humor yang tepat
2) Mengamati peserta dan memperhatikan tanda-tanda stress
3) Memberikan istirahat yang teratur selama sesi coaching
4) Mengadakan perubahan terhadap suasana coaching yang rutin
5) Memusatkan perhatian pada keberhasilan peserta dan bukan pada
kegagalan
e. Gunakan metoda coaching dan alat bantu audiovisual yang bervariasi
1) Ceramah ilustrasi, peragaan, curah pendapata, diskusi
2) Latihan/exercise pemecahan masalah untuk kelompok kecil atau
individu
3) Bermain peran
f. Melibatkan peserta sebanyak mungkin dalam merencanakan semua sesi
sebelum coaching dan memberi peserta jadual dan garis besar coaching,
penugasan pekerjaan rumah dan bahan-bahan, yang diperlukan.
Selain ciri-ciri diatas seorang fasilitator juga hendaknya memiliki
karakteristik sebagai berikut :
a. Bersifat sabar dan memberikan dukungan
29
29
b. Memberikan penghargaan dan dukungan yang positif
c. Memperbaiki kesalahan peserta sambil tetap memelihara harga diri
peserta
d. Mendengar dan memperhatikan.
Peran pembimbing yang efektif melibatkan semua peserta dan memberi
mereka umpan balik yang positif sementara fasilitator yang tidak efektif
mengendalikan dan menolak keterlibatan dan secara khusus gagal
memberikan umpan balik yang positif.
5. Model Bimbingan
Model perilaku talah digunakan pada coaching di bidang industri dan telah
berhasil dengan baik. Elemen yang esensial dari strategi coaching dalam
coaching klinik dapat diuraikan dalam lima konsep yang membentuk akronim
COACH. Setiap coaching klinis hendaknya menyertakan elemen-elemen ini :
C = CLEAR PERFORMANCE MODEL (MODEL KERJA YANG JELAS)
Kepada para peserta hendaknya diperhatikan secara jelas dan efektif
keterampilan yang akan mereka pelajri
O = OPENESS TO LEARNING (KETERBUKAAN UNTUK BELAJAR)
Hendaknya menyertakan peserta dalam berbagai kegiatan yang
dirancang untuk mempersiapkan belajar dan menggunakan
keterampilan-keterampilan baru
A = ASSESSMENT OF PERFORMANCE (PENILAIAN KINERJA)
Coaching klinik hendaknya mengupayakan pengukuran kompetensi
keterampilan yang diajarkan serta memberikan umpan balik terhadap
30
30
kemajuan kearah kinerja standar yang diinginkan
C = COMMUNICATION (KOMUNIKASI)
Komunikasi dua arah yang efektif antara peserta dan fasilitator
merupakan faktor penting untuk memperoleh keterampilan awal dan
dicapainya kompetensi keterampilan.
H = HELP AND FOLLOW UP (MENOLONG DAN TINDAK LANJUT)
Bimbingan klinis hendaknya mencakup juga perencanaan untuk
aplikasi keterampilan baru pada lingkungan baru peserta dan
membantu mengatasi hambatan dalam penggunaan keterampilan baru
tersebut.
Tabel 2.1. Perbandingan pelatih yang efektif dan yang tidak efektif
Pembimbingan yang efektif Pembimbingan yang tidak efektif
1. Memfokuskan perhatian pada praktek klinis
1. Memfokuskan perhatian pada teori
2. Mendorong kerjasama dan hubungan antar sejawat
2. Menjaga jarak (status diatas peserta)
3. Berusaha mengurangi stress 3. Sering membuat stress
4. Mengadakan komunikasi dua arah 4. Menggunakan komunikasi satu arah
5. Melihat dirinya sebagai fasilitator 5. Melihat dirinya sebagai penguasa atau satu sumber pengetahuan
6. Keuntungan Bimbingan
a. Dapat mendorong kemampuan masing-masing individu sesuai dengan
31
31
minatnya.
b. Dapat menilai masing-masing peserta dengan berbagai metode penilaian
termasuk observasi dan interview
c. Dapat mengikuti lebih dekat setiap perkembangan peserta
d. Coaching/Bimbingan lebih pada pendekatan personal dibanding dengan
training kelompok
e. Peserta merasa lebih termotivasi dan bertanggung jawab untuk
melakukan keterampilan yang baru dipelajari karena bimbingan
berlangsung terus menerus dan personal.
7. Faktor Penghambat dalam Bimbingan / Coaching
Untuk mengadakan suatu coaching tidaklah mudah karena banyak faktor yang
harus terlibat. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi adalah kepribadian
yaitu kesesuaian dan ketidak sesuaian antara bawahan dan atasan. Yang menjadi
hambatan disini adalah :
a. Peran yang kurang jelas
Sering terjadi ketidak jelasan apa sesungguhnya yang dilibatkan baik dari
segi keterampilan maupun kegiatan. Disamping itu kurangnya pemahaman
tentang siapa yang sesungguhnya bertanggung jawab dalam coaching, apa
yang harus dilakukan, kapan dan bagagaimana melakukannya. Selain itu
terdapat ketidak pastian mengenai seberapa banyak penyuluhan, pengarahan
dan dukungan sosio-emosional yang dibutuhkan, apakah peserta siap, dan
bersedia menerima bantuan.
b. Gaya manajemen kurang sesuai
32
32
Kepercayaan peserta seringkali dipengaruhi oleh pandangan fasilitator
mengenai tabiat atau sifat manusia. Besarnya pengawasan atau
kebebasan yang diberikan oleh fasilitator kepada peserta seringkali
tergantung pada anggapan fasilitator terhadap peserta.
Dilain fihak, sikap yang ditunjukan oleh peserta sangat tergantung pada
harapan dan keinginan mereka, apakah mereka menginginkan fasilitator
dengan jiwa kepemimpinan yang kuat, apakah mereka menunjukkan
kemandirian, ketergantungan, inisiatif dan kretifitas. Coaching
mempertegas hubungan baik yang terjalin antara fasilitator dan peserta
sekaligus perilaku dan harapan kedua belah pihak.
c. Kesulitan dalam kontak pribadi secara langsung
Coaching melibatkan pengarahan dengan kontak langsung, hal ini sering
menimbulkan kesulitan bagi fasilitator yang tidak terbiasa melakukan
hubungan tatap muka satu lawan satu dengan peserta untuk jangka
waktu tertentu.
Fasilitator merasa takut bahwa situasi ini akan dapat membongkar
kekurangannya, baik yang berkaitan dengan pengetahuan teknis
maupun keahlian khususnya.
d. Keterampilan komunikasi tidak memadai
Keterampilan komunikasi tulis dan lisan sangat penting dalam situasi
coaching. Keberhasilan dan kegagalan fasilitator tergantung pada
kemampuan mereka dalam menyampaikan pikiran, perasaan dan
kebutuhan.
33
33
Besar kemungkinan fasilitator juga gagal dan tidak berniat
mengungkapkan pengalamannya atau pengetahuan pribadinya yang
dapat membantu peserta untuk belajar.
e. Kurangnya kesediaan atau kemauan
Seorang peserta harus siap dan bersedia menerima fasilitator. Kedua
belah fihak harus menganggap coaching sebagai proses meraih
kemajuan dan peningkatan yang bertujuan mengebangkan keterampilan
dalam suatu lokasi kerja. Peserta yang menunjukkan sikap kurang
kemauan dan bekerja tidak sebagaimana mestinya dapat menyulitkan
dalam proses coaching.
f. Kurangnya motivasi
Sebagai fasilitator akan mempunyai tugas tambahan untuk menciptakan
lingkungan bermotivasi bagi peserta. Oleh karenanya motivasipun lebih
banyak ditumpukan pada keinginan menguasai pengetahuan
keterampilan baru dan mendapatkan kesempatan dalam mengambil
keputusan.
g. Tekanan dalam pekerjaan
Ada beberapa alasan mengapa fasilitator tidak termotivasi dan ragu
menjadi fasilitator, satu diantaranya karena mereka menganggap
organisasi menitik beratkan pada sikap “ Lakukan sendiri tugasmu;
untuk itu kamu dibayar” Alasan lain pelatihan akan menyita banyak
waktu, kecemasan menghadapi kegagalan.
h. Melakukan kesalahan
34
34
Sekalipun orang tahu bahwa dari kesalahan kita dapat memetik suatu
pelajaran namun baik fasilitator maupun peserta takut melakukan dan
mengakui kesalahan dan cenderung menyembunyikannya rapat-rapat.
Padahal seandainya kesalahan itu diakui lebih awal akan lebih banyak
waktu dan tenaga yang dapat diselamatkan. Membangun kepercayaan
dalam hubungan coaching akan menyingkirkan situasi seperti ini.
8. Kesimpulan
Coaching menyangkut pengembangan peserta dalam pekerjaan /
keterampilan mereka saat ini bukan sekedar memperbarui pengetahuan mereka.
Coaching lebih berkaitan dengan upaya membantu peserta untuk memperluas
pengetahuan serta mengebangkan kemampuan dan bakat secara penuh dalam
pekerjaan / keterampilan mereka saat ini.
Dengan kata lain coaching membantu peserta untuk tumbuh dan berfikir bagi
diri sendiri, lebih percaya diri serta sekaligus mempunyai kepercayaan untuk
menangani lebih banyak tanggung jawab dan menghadapi tantangan yang lebih
besar (UGM. 2003).
C. Pengertian Peranan dan Perilaku
1. Pengertian Peranan
Peranan merupakan aspek yang dinamis dari kedudukan (status). Apabila
seseorang yang melakukan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka
dia menjalankan suatu peranan.
35
35
Peranan adalah tingkah laku yang diharapkan dari orang yang memiliki kedudukan atau
status. Peranan merupakan hal yang sangat penting bagi seseorang, karena dengan
peranan yang dimilikinya ia akan dapat mengatur perilaku dirinya dan orang lain.
Antara kedudukan dan peranan tidak dapat dipisahkan. Tidak ada peranan tanpa
kedudukan, kedudukan tidak berfungsi tanpa peranan.
Analisis terhadap perilaku peranan dapat dilakukan melalui tiga pendekatan :
(a) ketentuan peranan, (b) gambaran peranan, dan (c) harapan peranan. Ketentuan
peranan adalah pernyataan formal dan terbuka tentang perilaku yang harus ditampilkan
oleh seseorang dalam membawa perannya. Gambaran peranan adalah suatu gambaran
tentang perilaku yang secara aktual ditampilkan seseorang dalam membawakan
perannya, sedangkan harapan peranan adalah harapan orang-orang terhadap perilaku
yang ditampilkan seseorang dalam menbawakan perannya (Setiabudi, 1998).
2. Pengertian Perilaku.
Apa sebenarnya Perilaku ? Perilaku merupakan seperangkat perbuatan/tindakan
seseorang dalam melakukan respon terhadap sesuatu dan kemudian dijadikan kebiasaan
karena adanya nilai yang diyakini. Perilaku manusia pada dasarnya terdiri dari
komponen pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), dan keterampilan (psikomotor) atau
tindakan. Dalam konteks ini maka setiap perbuatan seseorang dalam merespon sesuatu
pastilah terkonseptualisasikan dari ketiga ranah ini. Perbuatan seseorang atau respon
seseorang terhadap rangsang yang datang, didasari oleh seberapa jauh pengetahuannya
terhadap rangsang tersebut, bagaimana perasaan dan penerimaannya berupa sikap
terhadap obyek rangsang tersebut, dan seberapa besar keterampilannya dalam
melaksanakan atau melakukan perbuatan yang diharapkan.
36
36
Perubahan perilaku yang diinginkan atau diharapkan pada proses pendidikan,
dapat terjadi melalui perubahan pengetahuan, sikap, keterampilan atau masing-masing
berpengaruh langsung pada perubahan perilaku, walaupun kondisi yang terakhir ini
dapat terjadi dengan tidak mudah.
Pengetahuan adalah segala apa yang diketahui berdasarkan pengalaman yang
didapatkan oleh setiap manusia. Dengan demikian pada dasarnya pengetahuan akan
terus bertambah bervariatif dengan asumsi senantiasa manusia akan mendapatkan
proses pengalaman atau mengalami. Proses pengetahuan tersebut menurut Brunner
melibatkan tiga aspek : (a) proses mendapatkan informasi baru dimana seringkali
informasi baru ini merupakan pengganti pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya
atau merupakan penyempurnaan informasi sebelumnya, (b) proses transpormasi, yaitu
proses memanipulasi pengetahuan agar sesuai dengan tugas-tugas baru, (c) proses
mengevaluasi, yaitu mengecek apakah cara mengolah informasi telah memadai.
Sikap adalah perasaan, pikiran, dan kecenderungan seseorang yang kurang lebih
bersifat permanen mengenai aspek-aspek tertentu dalam lingkungannya. Sikap
merupakan kecondongan evaluatif terhadap suatu obyek atau subyek yang memiliki
konsekuensi yakni bagaimana seseorang berhadapan dengan obyek sikap. Ini berarti
sikap seseorang akan keterampilan pada kesetujuan – ketidak setujuan, atau suka –
tidak suka terhadap sesuatu. Sikap adalah sebagai a favourable or unfavourable
evaluative reaction toward something or someone, exhibited in one`s belief, feeling or
intended behavior.
Keterampilan adalah aktivitas fisik yang dilakukan seseorang yang
menggambarkan kemampuan kegiatan motorik dalam kawasan psikomotor. Seseorang
37
37
dikatakan menguasai kecakapan motoris bukan saja karena ia dapat melakukan hal-hal
atau gerakan yang telah ditentukan, tetapi juga karena mereka melakukannya dalam
keseluruhan gerak yang lancar dan tepat waktu. Dalam hal ini terdapat kecenderungan
terkoordinasikannya aktivitas fisik karena pengenalan dan kelenturan jasmani untuk
digerakkan sesuai ketentuan gerakan yang mestinya dilakukan. Keterampilan adalah
kemampuan melakukan pola-pola tingkah laku yang kompleks dan tersusun rapi secara
mulus dan sesuai dengan keadaan untuk mencapai hasil tertentu. Keterampilan bukan
hanya meliputi gerakan motorik melainkan juga pengejawantahan fungsi mental yang
bersifat kognitif (Bapenas, 2008).
D. Peranan Dukun Bayi dalam Pelayanan KIA
Dukun Bayi adalah orang yang dianggap terampil dan dipercaya oleh
masyarakat untuk menolong persalinan dan perawatan ibu dan anak sesuai kebutuhan
masyarakat. Keterampilan dukun bayi pada umumnya didapat melalui sistim
”magang”. Anggapan dan kepercayaan masyarakat terhadap keterampilan dukun bayi
berkait pula dengan sistem nilai budaya masyarakat. Sehingga dukun bayi pada
umumnya diperlakukan sebagi tokoh masyarakat setempat. Dengan demikian, dukun
bayi merupakan potensi sumber daya manusia dalam pelayanan kesehatan (Dekes RI.
1993)
WHO sejak tahun 1992 menetapkan dukun bayi adalah seseorang yang
membantu ibu selama melahirkan bayi dan pada awalnya keterampilan tersebut
diperoleh dari melahirkan bayinya sendiri atau belajar dari pengalaman dukun bayi
lain, yang membedakan nya dengan dukun bayi terlatih adalah karena mereka telah
38
38
menerima pelatihan dengan kursus singkat melalui sektor pelayanan kesehatan modern
untuk meningkatkan keterampilannya (Floyd and Jenkins, 2005).
1. Dukun Bayi Tradisional : Hubungan Komunitas dan Pelayanan.
Dukun bayi berhadapan dengan kebutuhan vital sebuah komunitas dengan mendukung
para wanita selama masa kehamilan, melahirkan dan postpartum.
Dukun bayi tradisional adalah anggota kunci dari sebuah komunitas dimana program
Meternal & Neonatal Health (MNH) memberikan bantuan untuk memastikan bahwa
para wanita dapat memperoleh pelayanan yang mereka butuhkan.
Dukun Bayi Tradisional ( Traditional Birth Attendant / TBA ) adalah bagian
dari proses kelahiran di seluruh dunia yang sedang berkembang, mendampingi saat
proses melahirkan dengan porsi yang substansial dalam dunia kelahiran. Biasanya
mereka belajar sendiri secara turun-temurun atau mendapat pelatihan secara informal,
TBA juga memberikan saran-saran dan pertolongan praktis dalam membersihkan,
memasak, dan perawatan segala kebutuhan rumah tangga wanita-wanita hamil dan para
ibu-ibu baru karena TBA secara umum memegang posisi yang dihormati dan
berpengaruh dalam komunitasnya, mereka secara unik diperbantukan untuk
memberikan informasi, dan mendampingi para wanita dan keluarganya dalam
mempersiapkan kelahiran.
Meskipun program MNH mendukung bahwa setiap wanita hamil mencari
perawatan dari seseorang yang mempunyai keterampilan dibidangnya ( seseorang yang
telah diberi pelatihan secara formal dari sebuah sekolah medis, sekolah keperawatan,
sekolah kebidanan ), MNH juga mengakui peran penting TBA dalam menyediakan
pelayanan tambahan, pertolongan praktis, pendidikan dan konseling kepada para
39
39
wanita. Meskipun TBA tidak dapat menggantikan petugas kesehatan yang mempunyai
keterampilan, mereka dapat memberikan kontribusi untuk para ibu dan bayi yang baru
lahir yang sedang berjuang dengan menyediakan fasilitas untuk dapat mengakses
informasi-informasi, dukungan dan pelayanan klinis yang dibutuhkan.
2. Anggota dari sebuah komunitas : Tipe-tipe TBA.
Peran TBA biasanya merefleksikan kultur dan struktur sosial dalam
komunitasnya. Dalam beberapa komunitas seorang TBA mungkin merupakan
seseorang yang bekerja full-time, seseorang yang dapat dipanggil oleh siapapun dan
seseorang yang mengharapkan imbalan baik secara tunai atau selayaknya. Tipe TBA
lainnya, mungkin seorang wanita yang dituakan oleh saudara atau tetangganya yang
tidak mengharapkan imbalan atas pekerjaannya tersebut dan hanya akan membantu
dalam sebuah persalinan jika si ibu adalah keluarganya atau anaknya atau anak tiri
tetangganya atau teman dekatnya. Ia hanya membantu persalinan seorang bayi sebagai
sebuah perbuatan baik dan menyenangkan dan tidak mengharapkan imbalan, tapi
mungkin menerima hadiah sebagi bentuk penghargaan atas apresiasinya. Tipe TBA
yang ketiga adalah dukun bayi keluarga yaitu seseorang yang hanya membantu
persalinan bayi dari saudara-saudara dekatnya saja.
3. Pengaruh Program Pelatihan TBA.
Peran TBA telah mulai ditangani secara serius pada awal tahun 1950-an saat
tingkat kematian ibu yang tinggi menjadi pusat perhatian diberbagai negara
berkembang. Sejumlah studi, survey dan review membangkitkan perhatian
internasional pada para petugas perawatan kesehatan tradisional, dan beberapa negara
telah mulai memberikan pelatihan kepada para TBA dalam cara melahirkan di rumah
40
40
secara bersih dan aman dan beberapa peran-peran perawatan kesehatan yang lain yang
berhubungan. Selama lebih dari 20 tahun, agen-agen donor bilateral dan internasional
dan non pemerintah dan organisasi-organisasi lokal telah menyalurkan sumber-sumber
tersebut ke dalam program-program pelatihan TBA dengan harapan bahwa TBA akan
dapat memberikan kontribusi dalam menekan tingkat kematian ibu.
Studi-studi atas keefektifan program pelatihan tersebut, bagaimanapun juga
telah menunjukkan bahwa reduksi pada tingkat kematian ibu, muncul hanya pada
daerah-daerah dimana TBA telah mendapatkan back up dukungan keterampilan. Studi-
studi tersebut telah menemukan bahwa mayoritas program-program tersebut tidak
efektif karena TBA tidak mempunyai literatur atau pengetahuan umum yang cukup
pada saat mereka mulai melakukan pelatihan. Tanpa supervisi dan back up dukungan,
mereka berusaha kembali pada cara lama mereka dan tidak mampu mencegah kematian
saat komplikasi yang menakutkan terjadi dalam kehidupan muncul selama masa
persalinan.
Meskipun program pelatihan untuk TBA tidak memberikan kontribusi secara
langsung dalam mereduksi tingkat kematian ibu, mereka benar-benar ada untuk
meningkatkan keefektifan TBA di daerah yang lain. Program pelatihan TBA telah
memberikan kontribusi keefektifan TBA dalam mereduksi neonatal tetanus,
meningkatkan penggunaan dan penambahan perawatan antenatal dan meningkatkan
jumlah rujukan kepada pihak rumah sakit untuk kasus komplikasi.
4. Mengakui Kontribusi Utama TBA.
Meskipun TBA tidak dapat disamakan dengan petugas kesehatan yang
mempunyai keterampilan, mereka mempertahankan posisi spesial dalam beberapa
41
41
komunitas dan seharusnya menjadi bagian yang sama dalam sistem perawatan
kesehatan informal komunitas tersebut. Perencana kesehatan, petugas perawatan
kesehatan, dan anggota sistem perawatan kesehatan formal yang lain seharusnya
menghargai TBA sebagai suatu penghubung antara komunitas dan pelayanan
kesehatan. Saat TBA berada di dalam sebuah fasilitas perawatan kesehatan atau saat
petugas kesehatan yang berketerampilan ada di rumah seorang klien, petugas kesehatan
yang berketerampilan seharusnya melibatkan TBA dalam mendukung seorang wanita
dan keluarganya selama masa kehamilan, persalinan, melahirkan anak, dan postpartum.
TBA juga seharusnya dilibatkan dalam komunitas pendidikan dan usaha-usaha
mobilisasi. Mereka dapat menyampaikan informasi-informasi vital kepada keluarga-
keluarga dan komunitas-komunitas dengan suatu cara yang sesuai secara kultur yang
akan membantu para keluarga dalam memahami bagaimana cara untuk mengenal
tanda-tanda bahaya selama masa kehamilan dan kemana mereka harus pergi untuk
mencari pertolongan. Selama para wanita dan komunitas-komunitas tersebut melihat
TBA untuk mencari saran-saran dan informasi, TBA harus diberi informasi-informasi
yang benar dan tepat dan dapat mendukung pemahaman mereka mengenai pesan-pesan
yang aman tentang para ibu.
Sebagai petugas pembantu dalam menyediakan dukungan emosional dan rumah
tangga bagi para wanita dan keluarganya. TBA mungkin menyediakan informasi
kesehatan tentang nutrisi, pencegahan penularan infeksi-infeksi seksual (termasuk
HIV), pemberian ASI dan keluarga berencana. Dalam beberapa program kesehatan ibu
TBA mendistribusikan suplemen-suplemen folat dan zat besi atau vitamin A kepada
para wanita-wanita hamil atau menyuplai kontrasepsi oral pada komunitasnya. Pada
42
42
daerah lain, mereka bekerjasama dengan bidan-bidan untuk menyediakan perawatan
bayi baru lahir selama masa postpartum. TBA juga dapat menjadi sumber yang
berharga untuk menghindari informasi-informasi yang tidak benar dan praktek-praktek
yang berbahaya seperti gangguan yang tidak diinginkan selama kehamilan dan ritual-
ritual pemotongan genital wanita.
5. Memfokuskan Kembali Peran TBA.
Program MNH percaya bahwa TBA berhadapan dengan sebuah komunitas yang
vital dalam mensuport wanita selama masa kehamilan, melahirkan, dan postpartum.
Beberapa cara kerja mereka dapat digabungkan dengan tim perawatan kesehatan
diantaranya sebagai berikut :
1. Berpartner dengan petugas kesehatan yang berketerampilan.
2. Berperan sebagai tenaga pendidik komunitas untuk memberikan dukungan untuk
pesan-pesan kesehatan ibu dan anak yang akurat.
3. Mengidentifikasi ibu hamil di komunitasnya yang mempunyai kemungkinan besar
membutuhkan pelayanan ibu hamil.
4. Mendistribusikan suplemen zat besi dan folat (dan di daerah tertentu, vitamin A
dan/atau sulfadoxine-pyrimethamine) untuk wanita hamil di komunitas tersebut.
Hanya TBA saja yang diperlukan untuk bekerjasama dengan petugas yang terampil
agar berdampak pada tingkat kematian ibu, petugas yang berketerampilan memerlukan
TBA untuk membantu membangun hubungan dengan komunitas tersebut. TBA adalah
anggota utama dari komunitas damana program MNH bekerja, membantu untuk
memastikan bahwa para wanita dapat mengakses pelayanan-pelayanan yang
dibutuhkan. Seperti, mereka sebagai partner dalam program-program usaha untuk
43
43
menurunkan kematian ibu dan bayi (U.S. Agency for International Development,
2001).
Peranan dukun bayi dalam pelayanan KIA adalah :
1. Perawatan Ibu Hamil.
a. Tugas :
- Mengusahakan para ibu hamil dalam wilayahnya untuk memeriksakan diri
ke Bidan di desa/Puskesmas, fasilitas kesehatan lainnya yang terdekat dan
mendapat pelayanan ”5T”.
- Observasi ibu hamil dan mengenal secara dini kehamilan dengan risiko
tinggi untuk dirujuk.
- Meningkatkan pengetahun ibu hamil mengenai kebutuhan gizi selama
kehamilan.
- Membantu menanggulangi anemia pada ibu hamil.
- Memberikan motivasi KB.
b. Kegiatan :
- Mengadakan motivasi pemeriksaan antenatal kepada ibu hamil dengan
jalan kunjungan rumah.
- Mengadakan pemeriksaan kehamilan: mengenali tanda-tanda kehamilan,
anamnesa, periksa pandang, periksa raba, memberikan pelajaran cara
perawatan payudara dan mengenali kehamilan dengan risiko tinggi dan
cara-cara merujuknya.
- Memberikan nasehat makanan bergizi kepada ibu-ibu hamil sesuai dengan
keadaan makanan setempat.
44
44
- Membagi tablet zat besi.
- Memberikan penjelasan tentang KB.
2. Perawatan Ibu Bersalin.
a. Tugas :
- Memberikan pertolongan persalinan secara bersih (”3 bersih”) dan aman.
b. Kegiatan :
- Mengenali tanda-tanda persalinan.
- Mempersiapkan alat-alat pertolongan persalinan.
- Mempersiapkan kebutuhan untuk : ibu yang akan melahirkan dan bayi
yang akan lahir.
- Mempersiapkan diri untuk menolong persalinan.
- Kerjasama dengan keluarga dalam mempersiapkan persalinan.
- Memimpin persalinan normal dengan tehnik sederhana. Caranya :
mengejan, menahan perineum dan menjaga kebersihan dalam persalinan.
3. Perawatan Bayi Baru Lahir.
a. Tugas :
- Menjaga kebersihan luka potong pada tali pusat.
- Menjaga kebersihan saluran napas bayi baru lahir.
- Mengupayakan agar ASI diberikan dalam jam pertama setelah bersalin.
- Membersihkan tubuh bayi dan menjaga agar tubuhnya tetap hangat.
- Mengupayakan agar tali pusat tetap dirawat dengan baik.
- Mengenali tanda bahaya dan cara merujuk.
b. Kegiatan :
45
45
- Memberikan pertolongan persalinan ”3 bersih” dan merawat tali pusat
dengan benar.
- Membersihkan mulut dan hidung bayi dari lendir.
- Memberikan motivasi kepada ibu untuk menyusui.
- Memandikan bayi dan menghangatkannya dengan pakaian yang memadai.
- Memberi penyuluhan kepada keluarga bayi tentang cara perawatan tali
pusat yang benar.
4. Perawatan Ibu Nifas/Menyusui.
a. Tugas :
- Menjaga higiene jalan lahir.
- Mengenali tanda bahaya pada masa nifas dan ke mana merujuknya.
- Mengupayakan agar payudara terawat dengan baik.
b. Kegiatan :
- Membersihkan perineum setelah persalinan/lahirnya plasenta.
- Mengamati perdarahan, demam atau tanda bahaya lain.
- Mengunjungi ibu secara teratur selama masa nifas.
- Memberikan penyuluhan perawatan payudara.
5. Penyuluhan Kesehatan kepada Ibu.
a. Tugas :
- Memotivasi ibu tentang : gizi ibu hamil, bayi dan anak, pemberian ASI
eksklusif, KB, imunisasi ibu dan bayi, dan higiene perorangan.
- Memperkenalkan tanda-tanda bahaya pada kehamilan dan persalinan,
serta pada bayi.
46
46
b. Kegiatan :
- Memberikan penyuluhan kepada ibu tentang hal-hal tersebut.
- Memberikan penyuluhan mengenai tanda-tanda bahaya yang perlu
diwaspadai oleh ibu.
6. Pencatatan dan Pelaporan.
a. Tugas :
- Membantu dalam pendataan sasaran.
- Melaporkan kelahiran/persalinan, kematian ibu dan bayi.
b. Kegiatan:
- Mendata ibu hamil dan bayi disekitar tempat tinggalnya untuk dilaporkan.
- Melaporkan setiap persalinan, kematian ibu dan bayi yang ditemukan.
7. Pelaksanaan Rujuk.
a. Tugas :
- Merujuk setiap ibu/bayi yang perlu dirujuk.
b. Kegiatan :
- Memantau kesehatan ibu dan bayi disekitar tempat tinggalnya.
- Memotivasi ibu yang perlu dirujuk untuk mendapatkan pertolongan yang
memadai (Depkes RI. 1996).
Dengan menetapnya bidan di desa, maka hubungan bidan dengan anggota
masyarakat, tokoh masyarakat, kader dan dukun bayi akan semakin akrab, sehingga
bidan diharapkan dapat diterima sebagai bagian dari masyarakat desa.
Untuk itu sudah selayaknya para bidan perlu melaksanakan hal-hal sebagai berikut :
10. Membangun kemitraan dengan masyarakat, tokoh masyarakat, dukun bayi dll.
47
47
11. Meningkatkan profesionalisme.
12. Memobilisasi pendanaan masyarakat.
13. Mendorong kemandirian masyarakat dalam bidang kesehatan.
Kemitraan bidan dan dukun bayi merupakan hal yang dianjurkan dalam pelayanan
pertolongan persalinan di Polindes (Depkes RI. 2000).
6. Dukun Beranak Masih Jadi Favorit Bagi Keluarga Miskin
Hasil penelitian yang dilakukan Woman Research Institute (WRI) selama 2007 di
tujuh kabupaten di Indonesia menunjukkan, hingga kini sebagian perempuan dari
keluarga miskin masih memilih menggunakan jasa dukun beranak untuk membantu
proses persalinan. Jaminan pelayanan kesehatan gratis ternyata tidak serta merta
mengurangi pilihan perempuan miskin untuk ke dukun. Ini masih terjadi di beberapa
daerah seperti di Lebak, Lampung Utara dan Sumba Barat.
Menurut hasil penelitian yang dilakukan di Lampung Utara (Lampung), Lebak
(Banten), Indramayu (Jawa Barat), Solo (Jawa Tengah), Jembrana (Bali), Lombok
Tengah (Nusa Tenggara Barat), dan Sumba Barat (Nusa Tenggara Timur) hal itu
dipengaruhi oleh banyak faktor.
Faktor yang berpengaruh, meliputi belum meratanya sosialisasi layanan kesehatan
gratis, tingkat pendidikan dan pendapatan, jumlah anak, jarak rumah dan
fasilitas/tenaga kesehatan serta besarnya biaya persalinan di fasilitas/tenaga kesehatan.
Semakin rendah tingkat pendidikan dan pendapatan, pilihan persalinan semakin
banyak ke dukun. Semakin banyak anak pilihan persalinan semakin banyak ke dukun.
Semakin jauh dan semakin sulit jarak tempuh ke fasilitas/tenaga kesehatan, dukun
menjadi alternatif pilihan utama. Apalagi dukun lebih mudah di akses karena lebih
48
48
dekat dengan masyarakat dan lebih dipercaya, pelayanannya dianggap paripurna dan
pembayarnnya lebih fleksibel karena kadang bisa dibayar dengan barang.
Menurut hasil penelitian, sebagian besar perempuan miskin memandang biaya
persalinan di fasilitas/tenaga kesehatan mahal, minimal Rp. 300 ribu, sementara biaya
persalinan di dukun beranak kurang dari Rp. 300 ribu.
Kendati fasilitas dan tenaga kesehatan rata-rata cukup tersedia di semua daerah namun
menurut sebagian besar perempuan miskin jarak antara tempat tinggal mereka dengan
fasilitas/tenaga kesehatan cukup jauh, waktu tempuhnya lama dan biaya transportasinya
mahal.
Berkenaan dengan hal itu, Direktur Bina Kesehatan Ibu Departemen Kesehatan
menjelaskan bahwa persalinan yang tidak dilakukan oleh tenaga kesehatan terampil
memang meningkatkan risiko kematian ibu melahirkan. Namun demikian, dukun
beranak yang seringkali dipilih ibu hamil untuk membantu persalinan secara tradisional
tidak bisa langsung dihilangkan keberadaannya. Karena mereka telah sejak lama
menjadi bagian dari tradisi dan hingga kini masih banyak dipercaya untuk membantu
persalinan.
Oleh karena itu, dalam kebijakannya Depatemen Kesehatan juga tak hendak
langsung menghapuskan peran dukun beranak dalam proses persalinan. Justru
berupaya membangun kemitraan antara bidan dan dukun untuk menurunkan angka
kematian ibu melahirkan. Dalam kemitraan itu, ada pembagian tugas antara bidan dan
dukun, bidan bertugas membantu keseluruhan proses kelahiran dan dukun membantu
kegiatan lain di luar persalinan seperti membawa ibu hamil ke tenaga kesehatan,
memandikan bayi dan yang lainnya.
49
49
Departemen Kesehatan, juga memberikan pelatihan bagi dukun dan mendidik
keturunan para dukun menjadi bidan. Profesi dukun beranak biasanya diturunkan,
dengan mendidik keturunan mereka menjadi bidan harapan selanjutnya tidak ada lagi
keturunannya menjadi dukun (Harian Global, 2008).
Dukun bayi sering berasal dari kelompok kultur yang sama dengan wanita yang
memerlukan perawatan mereka. Mereka sering berbicara dengan bahasa yang sama,
mengerti kulturnya, hidup cukup dekat sehingga siap sedia setiap saat, dan dapat
menyediakan dukungan secara emosional dan fisik bagi para wanita hamil. Namun,
kebanyakan dukun bayi tidak mempunyai pengetahuan atau keterampilan teknis untuk
membantu wanita dengan beberapa komplikasi kehamilan, seperti kelainan hipertensi
kehamilan, perdarahan, infeksi, obstructed labor, dan komplikasi keguguran atau
aborsi. Dukun bayi membutuhkan training yang ektensive dan peralatan-peralatan
untuk dapat membantu wanita dengan komplikasi kehamilan.
Dukun bayi mempunyai pengetahuan yang sangat luar biasa tentang kelahiran. Mereka
tidak mempunyai banyak pengetahuan tentang beberapa hal penting, namun mereka
mempunyai pemahaman yang luas tentang cara kerja kelahiran secara normal (Haney,
2001).
Interview-interview dengan dukun bayi secara jelas mengindikasikan kebutuhan
untuk meningkatkan kemampuan praktek persalinan mereka dan pengetahuannya
melalui training dan memperketat pengawasannya. Khususnya untuk praktek-praktek
berikut ini yang membutuhkan perhatian dan peningkatan :
a. Menekan dan mendorong abdomen agar placenta dapat keluar.
b. Metode sterilisasi.
50
50
c. Memeras tali pusat.
d. Memandikan bayi baru lahir.
e. Saran-saran kepada ibu paska persalinan.
f. Menghangatkan ibu yang baru melahirkan.
g. Penggunaan obat-obatan.
h. Identifikasi wanita hamil yang berisiko buruk dalam persalinannya.
Mayoritas`dukun bayi mengekspresikan untuk berkolaborasi dengan para staf
pusat-pusat kesehatan untuk menerima training dan tergabung dalam asosiasi dukun
bayi. Dukun bayi seharusnya menerima training tambahan dan menyediakan informasi-
informasi yang akurat kepada para staf di pusat-pusat kesehatan untuk membantu dan
mengerjakan tugas-tugas mereka (Parco, Jacobs, 2000).
7. Dukun bayi di negara-negara berkembang.
Dukun bayi (TBA), juga dikenal dengan sebutan bidan tradisional
(Tms/traditional midwife), adalah yang memberikan perawatan primer pada ibu hamil
dan bayi baru lahir. Dukun bayi sebagian besar memberikan perawatan primer pada
kehamilan di negara-negara berkembang, dan mungkin mempunyai fungsi dalam
kelompok masyarakat tertentu di negara-negara berkembang. Bidan tradisional
biasanya mereka belajar keterampilannya secara magang pada orang lain, walaupun
mungkin beberapa dari mereka umumnya belajar sendiri. Mereka tidak bersartifikat dan
berlisensi.
Bidan tradisional sering memberikan informasi dan pendidikan kesehatan, dan
perawatan kesehatan melebihi dari pada rumah bersalin. Di sebagian besar di dunia,
51
51
salah satu kriteria untuk menjadi seorang bidan tradisional adalah telah berpengalaman
menjadi seorang ibu. Beberapa bidan tradisional adalah seorang ibu yang sudah tua;
beberapa diantaranya sudah menopause. Beberapa bidan tradisional juga ahli obat
tradisional (herbalis), atau ahli pengobatan tradisional. Mereka mungkin atau tidak
mungkin terintegrasi dalam sebuah sistem perawatan kesehatan formal. Mereka sering
menjalankan sebagai jembatan/perantara antara masyarakat dan sistem kesehatan
formal, yang mana mendampingi ibu-ibu ke fasilitas kesehatan.
Fokus pekerjaan mereka biasanya mendampingi ibu-ibu selama melahirkan bayi
dan pada periode segera seteleh melahirkan. Seringkali pendampingan mereka juga
termasuk membantu mengurus pekerjaan rumah tangga sehari-hari. Banyak bidan
tradisional berkunjung ke rumah ibu-ibu hamil untuk memberikan perawatan; ibu-ibu
mungkin juga berkunjung ke mereka untuk mendapatkan perawatan dari mereka. Bidan
tradisional biasanya dibantu oleh saudara-saudara dari ibu-ibu yang melahirkan.
Banyak bidan tradisional tinggal di daerah pedesaan terpencil, dan sering berada
di masyarakat yang terisolasi. Mereka mungkin bekerja pada jarak yang sangat jauh
dari sarana kesehatan.
Terdapat usaha-usaha yang cukup besar untuk meningkatkan pendidikan para
bidan tradisional, dukun bayi, dalam kurun waktu 30 tahun terakhir ini, dengan hasil
yang kurang sukses. Kebanyakan program latihan difokoskan pada pelatihan bidan
tradisional dengan sedikit perhatian diberikan kepada lingkungan dimana mereka
bekerja. Masalah lainnya harus ditujukan pada bidan tradisional untuk dapat
memberikan pelayanan yang optimal termasuk integrasi dari ahli pengobatan
tradisional ke dalam sistem pelayanan kesehatan formal, kondisi untuk memberikan
52
52
rujukan, mengakses peralatan yang ada, transportasi yang memadai, dan masalah-
masalah lain yang berhubungan.
Pada negara-negara berkembang, tradisional, menempatkan para bidan
tradisional barangkali untuk meningkatkan tekanan agar mengusulkan peraturan-
peraturan dari praktek mereka. Banyak dari mereka mungkin menolak dengan tegas
terhadap bebagai bentuk sartifikasi atau perijinan, mereka nyaman/puas dengan
penempatan status mereka dan merasa senang dengan kesederhanaan, lingkungan
domestik dari profesi mereka. Beberapa dari mereka mungkin secara hati-hati menolak
untuk berada diluar itervensi, mempercayai bahwa peraturan-peratuan mungkin
menempatkan mereka sama seperti keluarga-keluarga yang mereka layani pada sebuah
posisi yang dapat dikompromikan sesuai secara fisik, emosional, mental dan spiritual
yang baik untuk menjadi seorang ibu, anak dan anggota keluarga. Sebuah gambaran
umumnya adalah bahwa dukun bayi adalah sebuah seni budaya masa lalu yang menjadi
satu dengan komunitas para wanita. Beberapa masukan dari dukun bayi percaya
mereka dipanggil untuk melakukan pekerjaan ini dan untuk melihat pencipta mereka
dan siapapun yang mereka layani untuk memberikan dukungan dari pada berada di luar
organisasi yang telah mereka buktikan sendiri secara historis untuk menjadi tidak
ramah kepada para dukun bayi sebaik para keluarga yang mencari pelayanan mereka.
Untuk alasan ini dan yang lainnya dukun bayi mungkin dinilai dan ditolak secara
semena-mena atas usaha yang dilakukannya oleh berbagai organisasi utuk ditegaskan,
diprofesionalisasikan, atau diregulasikan praktek-praktek mereka.
Secara tradisional, penempatan dukun bayi adalah seperti untuk menyatukannya
kepada subkultur yang sesuai atau kelompok-kelompok keagamaan. Dari para dukun
53
53
bayi yang melakukan prakteknya secara keagamaan, sebuah fokus praktek-praktek
mereka mungkin baik untuk menjadi pendamping kelahiran yang eksklusif dari wanita-
wanita seperti yang telah dipercaya.
Diantara keluarga-keluarga yang pertolongan persalinannya ditolong oleh bidan
profesional, ada yang memerlukan pelayanan dari dukun bayi dimana mereka mau dan
sanggup untuk melayani tanpa minta kompensasi. Suatu cara yang mungkin dapat
disempurnakan adalah untuk mereka yang percaya dalam berbagai pemberian lokal
untuk menyediakan sebuah rangkaian kesatuan praktek-praktek yang mendukung, yang
mana sebagai mata pencaharian, dll untuk kelompok dukun bayi (Wikipedia, 2007).
Dimana seorang wanita memilih seorang dukun bayi untuk menemaninya dalam
melakukan persalinan mereka, hubungan kerja seharusnya dibangun antara perawat
yang berketerampilan dan dukun bayi, dengan menggugah para dukun bayi untuk
memandu para wanita ke rumah-rumah bersalin atau perawat yang berpengalaman dan
memberikan dukungan secara emosional kepada wanita tersebut saat melahirkan.
Dimana dukun bayi melanjutkan untuk membantu saat persalinan, mereka seharusnya
selalu meng-update pentingnya identifikasi dan membuat rujukan secepatnya atas
permasalahan-permasalahan kebidanan yang terjadi. Beberap bidan di pusat-pusat
kesehatan menyediakan insentif yang kecil bagi para dukun bayi yang membawa ibu
akan melahirkan dengan waktu dan cara yang tepat.
Dukun bayi dapat menjadi pendidik kesehatan yang baik atau agen-agen perubahan
agar menjadikan kebiasaan yang sehat pada kesehatan reproduksi dan masalah-masalah
kesehatan anak. Para dukun bayi diawasi oleh bidan pada Sabatia Health Centre di
Vihiga yang telah dikembangkan dengan lagu-lagu/tarian-tarian untuk menggambarkan
54
54
masalah wanita-wanita yang mengalami pengalaman selama melahirkan dan saat harus
melahirkan anak di pusat kesehatan (Kenya Ministry of Health, 2003).
Seorang dukun bayi ada dikomunitas tertentu biasanya adalah seorang yang
sudah tua yang sudah pernah melahirkan anak beberapa kali dan kemudian menjadi
dukun bayi atas permintaan membantu kelahiran teman-teman atau saudara-
saudaranya, yang secara perlahan-lahan melakukan pengalamannya untuk membantu
persalinan oleh dirinya sendiri. Beberapa dari mereka melakukan pembelajaran dari
dukun bayi yang lain dalam waktu yang lama, sebaliknya sebagian yang lain belajar
secara sederhana dengan menghadiri sebuah persalinan. Dari sudut pandang lokal,
terdapat suatu perbedaan yang sangat besar antara bidan profesional dan dukun bayi
(bidan dalam suatu komunitas) adalah bahwa dukun bayi diakui oleh komunitas mereka
sebagai pembantu kelahiran yang terligitimasi, sedangkan bidan profesional sering
dilihat sebagai seorang wanita muda dan tidak berpengalaman yang harus
membuktikan nilai mereka kepada para penduduk desa sebelum mereka dapat
dipercaya.
Tujuan pelatihan dukun bayi secara umum telah mendidik para dukun bayi
tentang bagaimana mengidentifikasi risiko-risiko yang memerlukan transport dan
meningkatkan perawatan ibu dan bayi. Didisain oleh personil biomedis, kegiatan
tersebut berisi tentang seringnya ketidak sesuaian terhadap lingkungan sekitar dan
kenyataan yang ada. Kegiatan ini sering mengasumsikan akses terhadap sumber materi
yang buruk secara lokal, yang dipikirkan dalam sebuah bentuk yang tidak sesuai
dengan tidak adanya keterampilan dan bentuk-bentuk pembelajaran bidan, dan
kegagalan untuk melayani para dukun bayi pada kedudukan yang terhormat dan tempat
55
55
yang efektif dalam sebuah sistem integrasi pengobatan. Beberapa antropolog telah
dipanggil untuk mengganti beberapa sistem level atas-bawah dengan sebuah model
akomodasi yang saling menguntungkan. Saat bidan-bidan profesional membuat sebuah
usaha yang sungguh-sungguh untuk belajar dan menghargai budaya-budaya dan tradisi
lokal, saat mereka melakukan pendekatan kepada masyarakat lokal dengan tingkah laku
yang dapat menghargai dan menunjukkan keinginan untuk dapat bekerjasama dengan
dukun bayi di komunitas setempat, akomodasi yang saling menguntungkan akan
tercapai.
Hal tersebut penting tidak untuk membuatnya romantis atau demonize para
bidan profesional dan dukun bayi. Keduanya bekerja dibawah sistem biomedis
diskrimatoris dan biasanya keduanya berusaha untuk memberikan keterampilan dan
perawatan yang sesuai dan baik, di beberapa bagian dunia, hanya pilihan untuk dapat
terus berjalan bagi berjuta-juta wanita. Para antropolog bertanya pembagian bidan
profesional dan dukun bayi secara bijaksana dengan sebuah jalan secara hierarki yang
memberikan ruang kepada agen pemerintah dan perencana-perencana pembangunan
untuk mendukung satu kelompok disamping berusaha untuk menghilangkan yang
lainnya, dan menyarankan agar seorang bidan yang baik mungkin dapat menerima yang
lainnya dengan pemerintahannya atau komunitasnya sebagai contohnya.
Ratusan bidan-bidan profesional di negara yang sedang berkembang
menghargai bidan-bidan tradisional (dukun bayi) di negara yang sedang berkembang
seperti ideologi ”saudara perempuan” dan bekerja untuk mendukung dan
mempertahankan kelanggengan bidan tradisional (dukun bayi) dan perkembangannya
dimasa yang akan datang. Sebagai bidan kombinasi elemen dari bidan-bidan
56
56
tradisional, pengetahuan bidan profesional dalam prakteknya secara personal,
mendedikasikan kehidupan profesionalisme mereka kepada sekitar, dan dapat
membantu orang lain, ”dengan wanita” selama proses kehamilan, kelahiran, dan masa
pasca melahirkan (Floyd and Jenkins, 2005).
8. Permasalahan Kebidanan dan Peran Dukun Bayi di Negara-negara
Berkembang.
Mayoritas kelahiraan di Negara-negara berkembang, sebagian di daerah
pedalaman, bertempat di rumah, biasanya dibantu oleh keluarga atau pembantu
kelahiran tradisional (dukun bayi).
Sering munculnya vaginal examination dengan tangan yang tidak bersih dan
pemanfaatan kotoran hewan dan obat-obatan herbal ke vulva atau vagina merupakan
beberapa praktek yang mungkin menyebabkan infeksi genital.
Pelvic sepsis mungkin turut terjadi setelah persalinan atau aborsi dan saat tidak
dirawat (seperti biasa terjadi di negara-negara berkembang) mungkin menimbulkan
penyakit chronic pelvic inflammatory disease yang merupakan penyebab utama
beberapa kasus infertilitas, ketidak normalan menstruasi, dan kehamilan ektopik.
a. Intervensi.
Tujuan untuk mencegah kematian dari komplikasi-komplikasi kebidanan telah
dilakukan selama bebrapa decade, antibiotic untuk infeksi, operasi sesar untuk
kelahiran yang tidak normal, transfusi darah dan obat-obatan oxytocic untuk
perdarahan, sedative dan obat-obatan yang lain untuk eklampsia. Namun sayang,
beberapa pengobatan tersebut tidak dapat diakses oleh kebanyakan wanita di Negara-
negara miskin.
57
57
Banyaknya jumlah dukun bayi yang ada di Negara-negara berkembang di
kebanyakan daerah pedalaman dimana disana tidak terdapat fasilitas perawatan
kesehatan yang disediakan. Dan mungkin membutuhkan waktu yang sangat lama
nagar-negara berkembang tersebut dapat sekuat tenaga menyediakan dokter ahli atau
perawat-perawat untuk seluruh bagian populasi mereka. Jadi ini sangat penting untuk
menggunakan potensi-potensi yang sangat besar yang berada di komunitas mereka
sendiri untuk menyediakan perawatan kesehatan dasar, kemudian membuatnya
mungkin dapat terjadi pada beberapa komunitas untuk meningkatkan kapasitas mereka
untuk melayani diri mereka sendiri. Dukun bayi merupakan sebuah segmen yang luas
atas apa yang potensial. Hal ini dibuktikan dengan beberapa studi yang dengan training
dukun bayi pada saat sekarang ini yang telah diatur dan rujukan
kehamilan/persalinan/komplikasi neonatal pada situasi yang sehat dapat ditingkatkan.
Maka sebuah perhatian yang amat besar dikembangkan pada peran dukun bayi dan
berbagai skema training untuk dukun bayi yang telah dimulai di berbagai Negara-
negara berkembang sejak awal tahun 1970-an.
Bidang-bidang utama pada training dukun bayi adalah :
1) Meningkatkan keamanan dalam praktek-praktek dukun bayi, seperti kebersihan,
khususnya mencuci tangan dan prosedur mencuci atau mensterilkan peralatan
pemotong.
2) Tidak ada interferensi selama persalinan.
58
58
3) Perawatan ibu sebelum, selama dan setelah persalinan.
4) Identifikasi dan rujukan bagi ibu yang berisiko.
5) Menjauhi melakukan sesuatu yang berhubungan dengan praktek tradisional yang
berbahaya dan hidup menyendiri atau mendukung hal-hal tersebut yang
mengangkat dukungan psykososial.
Saat konsep dukun bayi menjadi lebih populer hari demi hari masih terdapat beberapa
masalah yang dihadapi.
1) Buruknya system organisasi untuk mengawasi dukun bayi yang telah dilatih.
2) Menyediakan training yang berkelanjutan untuk mereka.
3) Ketersediaan suplai dasar, seperti peralatan tali perawatan (cord care kits).
Pengawasan dukun bayi merupakan hubungan yang utama antara mereka dan
system perawatan kesehatan formal. Pemotongan pengawasan personal kesehatan,
system transportasi yang tidak memadai dan sumber financial yang tidak mencukupi,
masalah-masalah yang disebutkan pada suvei WHO pada tahun 1972 mengingatkan
kita pada rintangan utama untuk mengembangkan pengawasan yang baik.
Meskipun memberikan perhatian pada dukun-dukun bayi namun bukan
merupakan sesuatu yang berarti bahwa mereka kurang mementingkan memberikan
rujukan ke rumah sakit, personil pusat pengobatan dan atau Gyn & Obs dengan dokter
dan perawat-perawat yang berkualifikasi baik. Meskipun disana tidak terdapat
transportasi yang disediakan untuk para ibu yang dengan risiko kematian tinggi. Sama
jika kita tidak memiliki ketersediaan obat-obatan yang cukup dan aman untuk penyakit-
penyakit ringan pada saat hamil kondisinya mungkin juga tidak mengalami perubahan.
b. Halangan Implementasinya.
59
59
Akses terhadap perawatan adalah halangan yang paling utama. Kami
memerlukan sebuah jaringan pengembangan yang baik dari bidan atau dukun bayi
dengan rumah sakit yang sedang berkembang. Dokter dan dukun bayi harus
mempunyai hubungan kerja yang sangat baik untuk bekerja bersama-sama. Oposisi dari
para staf medis (dokter, perawat, dan bidan) merupakan rintangan yang besar untuk
pengimplementasian training dukun bayi dan hubungan rujukan. Namun, jika terdapat
sedikit orang yang dapat mendengarkan kebutuhan budaya dan ekonomi populasi,
segala sesuatu dapat berubah.
Ketersediaan ambulan gratis adalah faktor yang lain, yang mungkin yang
mungkin sulit namun tidaklah tidak mungkin agar persalinan dengan risiko tinggi dapat
ditangani di rumah sakit atau pusat Gyn & Obs dengan peralatan yang baik tanpa
membuang waktu dan juga tepat bahwa keluarga mungkin terlalu miskin untuk
mengusahakan ambulan.
Selain mendiskusikan masalah-masalah/komplikasi-komplikasi kebidanan kami
juga tidak melupakan masalah-masalah sosial, kemasyarakatan dan menutupi penyebab
rendahnya kesehatan wanita di Negara-negara tersebut. Kecuali kami menunjukkan
masalah ini dengan ide-ide untuk meningkatkan kesehatan wanita di Negara-negara
berkembang cukup sulit dijangkau. Sampai masyarakat mengerti pentingnya kesehatan
wanita itu mungkin sebuah masalah yang sulit untuk mengalokasikan suber daya yang
ada bagi bagi kesehatan wanita dalam hal ekonomi yang hampir hilang di bawah
penghalang dari banyaknya hutang, korupsi atau kolusi dan hasil dari peperangan
rakyat. Kecuali para pejabat kesehatan atau para pembuat kebijakan dapat menyusun
perbedaan-perbedaan ini atau kelemahan-kelemahan ini dalam suatu cara yang dramatis
60
60
itu mungkin menjadi sulit untuk menarik perhatian dari seksi-seksi yang berkuasa
penuh atas masyarakat terhadap masalah ini.
Status kultural wanita memainkan sebuah peran yang penting dalam
menghilangkannya disamping ketersediaan perawatan kesehatan. Kemudian terdapat
sebuah kepercayaan sosial dan keagamaan yang mungkin lebih melengkapi situasi ini.
Di beberapa Negara di Asia Tenggara para wanita tertarik untuk pergi keluar rumah
(jadi menghilangkan pengawasan medis) pada saat hamil dan pasca persalinan. Di
Afrika praktek-praktek sunat wanita dan infibulation harus dihentikan untuk
mengurangi angka kematian ibu yang tinggi.
Aksesibilitas yang mudah untuk metode-metode kontraseptif (mungkin dengan
pertolongan dukun bayi) akan dapat secara mudah mengurangi angka kematian ibu
yang tinggi dan permasalahan kebidanan dengan mengurangi risiko-risiko yang
tergabung dalam kehamilan dan kelahiran bayi.
c. Kesimpulan.
Dukun bayi akan menjadi sebuah asset yang besar dalam menurunkan tingkat
komplikasi kebidanan yang tinggi di Negara-negara berkembang. Agar menjadi efektif
mereka butuh dilatih dan dihargai oleh rekan-rekan medis mereka. Ketersediaan
transportasi dan akses atas perawatan medis yang bersifat khusus adalah suatu bagian
yang penting pada pendekatan yang sedang dilakukan. Komunitas, sistem-sistem
kesehatan umum dan rumah sakit harus dihubungkan secara bersama-sama dalam
sebuah kerjasama yang baik untuk menurunkan tingkat kematian ibu yang tinggi di
61
61
Negara-negara berkembang. Usaha-usaha pengisolasian untuk memperkuat satu bagian
dan tidak pada bagian yang lain mungkin sangat tidak efektif (Asghar, 1999).
E. Making Pregnancy Safer (MPS)
Upaya untuk mempercepat penurunan AKI masih merupakan salah satu program
prioritas, melalui peningkatan pelayanan maternal di berbagai tingkat.
Making Pregnancy Safer (MPS), yaitu melindungi hak reproduksi dan hak asasi
manusia dengan cara mengurangi beban kesakitan, dan kematian yang berhubungan
dengan kehamilan dan persalinan yang sebenarnya tidak perlu terjadi.
1. Pentingnya MPS.
Terjadi berbagai masalah dan tantangan antara lain :
g. Upaya meningkatkan kesehatan ibu telah dimulai sejak tahun 1982 ( saat
diperkenalkannya program Maternal and Child Health ).
h. Komitmen diperbaharui (1988), dikenal dengan Program Safe Motherhood
(SM).
i. Penurunan AKI di Indonesia hanya mencapai 25% sampai tahun 1997,
dimana AKI pada tahun 1986 adalah 450 per 100.000 kelahiran hidup dan
pada tahun 1997 adalah 334 per 100.000 kelahiran hidup. Keadaan ini dinilai
masih jauh dari target harapan yaitu 50%, sangat lambat, dan sampai saat ini
Indonesia masih mempunyai AKI tertinggi di Asean.
j. Selanjutnya, untuk situasi angka kematian bayi (AKB) penurunannya juga
sangat lambat, AKB di Indonesia juga masih tertinggi di Asean.
k. Sebab kematian ibu, menurut data SKRT Th. 2001 :
- Perdarahan (28%)
62
62
- Eklamsi (24%)
- Infeksi (11%)
- Komplikasi puerperum (8%)
- Partus macet/lama (5%)
- Abortus (5%)
- Trauma obstetrik (3%)
- Emboli obstetrik (3%)
- Lain-lain (11%)
l. Sebab kematian neonatal :
- BBLR (29%)
- Asfiksia (27%)
- Masalah pemberian minum (10%)
- Tetanus (10%)
- Gangguan hematologik (6%)
- Infeksi (5%)
- Lain-lain (13%)
m. Sebab tidak langsung adalah :
- Status gizi ibu hamil : anemia (51%)
- 4 Terlalu (terlalu muda, terlalu tua, terlalu sering, terlalu banyak hamil)
:60,6%
- Tingkat pendidikan rendah
- Sosial ekonomi, sosial budaya yang merugikan kesehatan ibu dan bayi.
63
63
- Faktor geografi, 3 terlambat (terlambat mengambil keputusan, terlambat
untuk dikirim ke tempat pelayanan kesehatan dan terlambata mendapat
pelayanan kesehatan.
n. Meningkatnya jumlah kasus PMS, HIV dan AIDS walaupun jumlah kasus
yang dilaporkan masih rendah, dengan demikian prevalensi HIV wanita hamil
maupun risiko penularan pada bayi diperkirakan akan meningkat.
o. Kematian bayi baru lahir masih tinggi, hal ini mungkin erat kaitannya dengan
kurang baiknya penanganan komplikasi obstetri dan masih rendahnya status
kesehatan ibu.
p. Desentralisasi dan implikasinya terhadap pelayanan kesehatan ibu dan bayi
baru lahir.
q. Kesenjangan dalam penyediaan pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir.
r. Kesenjangan dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru
lahir.
s. Kesenjangan dalam komitmen politik dan kebijakan terhadap kesehatan ibu
dan bayi baru lahir.
t. Kesenjangan dalam kerja sama dan koordinasi antara pemerintah dan mitra
kerja.
Untuk mendapatkan hasil yang lebih optimal, perlu dikembangkan Strategi khusus
yaitu MPS.
2. Visi dan Misi Program MPS
a. Visi MPS adalah :
64
64
Semua perempuan dapat menjalani kehamilan dan persalinan yang aman, serta
melahirkan anak yang sehat.
b. Misi MPS adalah :
Menurunkan kesakitan dan kematian ibu dan bayi baru lahir melalui penguatan
sistem kesehatan untuk memastikan ketersediaan akses pelayanan
kesehatan ibu dan bayi baru lahir yang cost-effective, memberdayakan
perempuan, keluarga dan masyarakat.
3. Tujuan program MPS.
Oleh karena program MPS ini mendukung tujuan global MPS untuk menurunkan
kesakitan dan kematian ibu serta bayi baru lahir.
4. Pesan Kunci Program MPS :
a. Setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih.
b. Setiap komplikasi obstetri dan neonatal mendapat pelayanan yang adekuat.
c. Setiap wanita usia subur mempunyai akses terhadap pencegahan
kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganan komplikasi keguguran.
5. Target dampak kesehatan.
a. Menurunkan AKI menjadi 125/100.000 kelahiran hidup
b. Menurunkan angka kematian neonatal menjadi 15/1000 kelahiran hidup.
Angka kematian bayi (AKB) 32 per 1000 kelahiran hidup
c. Menurunkan anemia gizi (Hb<8 gr) pada ibu hamil menjadi 20% dan anemia
pada wanita usia subur menjadi 15%.
d. Menurunkan angka kehamilan yang tidak diinginkan dari 17,1% menjadi
11%.
65
65
6. Strategi MPS.
Ada empat strategi utama dalam MPS yaitu :
h. Meningkatkan akses dan cakupan pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir
berkualitas yang cost-effective dan berdasarkan bukti-bukti yang mendukung.
i. Membangun kemitraan yang efektif melalui kerja sama lintas program, lintas
sektor, dan mitra lainnya, untuk melakukan advokasi guna memaksimalkan
sumber daya yang tersedia, serta meningkatkan koordinasi perencanaan dan
kegiatan MPS.
j. Mendorong pemberdayaan wanita dan keluarga melalui peningkatan
pengetahuan untuk menjamin perilaku sehat dan pemanfaatan pelayanan
kesehatan ibu dan bayi baru lahir.
k. Mendorong keterlibatan masyarakat dalam menjamin penyediaan dan
pemanfaatan pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir.
66
66
Safe Motherhood
Hak Asasi Pemberdayaan Sektor Pendidikan Pembangunan Wanita Wanita Kesehatan Sosek
MPS
Fokus pada
Akses terhadap pelayanan oleh tenaga kesehatan terampilAkses terhadap pelayanan rujukan, jika terjadi komplikasi
Pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganan komplikasi keguguran
67
67
Strategi
Kualitas dan Pemberdayaan cakupan Kemitraan lintas wanita & Pemberdayaan
pelayanan sektor keluarga masyarakat
Gambar 2.1. Strategi MPS
7. Program pokok MPS adalah sebagai berikut :
a. Peningkatan Kualitas dan Cakupan Pelayanan.
1) Persalinan oleh tenaga kesehatan.
- Penyediaan tenaga (bidan di desa).
- Kesinambungan keberadaan bidan di desa.
- Penyediaan fasilitas Polindes/Pustu dan Puskesmas memberikan
pertolongan persalinan.
- Pelayanan sesuai standar.
- Kemitraan bidan – Dukun Bayi.
- Pelatihan (Pre-inservice training).
- PWS-KIA, QA, AMP, Supervisi, Monev.
- Persiapan persalinan.
- Perawatan kesehatan bayi baru lahir, ASI Eksklusif, cegah hipotermi.
2) Penanganan Kegawatdaruratan.
3) Mencegah kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganan komplikasi
68
68
keguguran.
b. Pemantapan kerja sama lintas program dan lintas sektor.
c. Peningkatan partisipasi perempuan, keluarga dan masyarakat.
d. Peningkatan kapasitas manajemen pengelola program.
Ibu hamil membutuhkan pertolongan saat melahirkan, yang mana pertolongan
persalinan tersebut akan dapat diberikan oleh seorang Dukun Bayi, Bidan, ataupun
Dokter / Dokter spesialis (SpOG), yang masing-masing mempunyai kapasitas /
kemampuan maupun keunggulan dalam memberikan kepuasan kepada sasaran yang
dilayaninya, dengan terpenuhinya harapan masing-masing sasaran yang menjadi
pasarnya.
Selain pertolongan persalinan, ibu hamil juga membutuhkan pemenuhan kepuasan
lainnya, antara lain :
- Rasa aman (safety),
- Kemudahan (ease).
- Kecepatan dilayani (speed),
- Biaya yang terjangkau / murah (economy).
Keseluruhan diatas, merupakan satu set kebutuhan (need set), disamping pertolongan
persalinannya (Dinkes Prop. Jateng. 2004).
F. Kerangka Teori
Dari kajian tentang kemitraan, pengertian peranan dan perilaku, bimbingan
(coaching), peranan dukun bayi dalam pelayanan KIA dan making pregnancy safer
(MPS) maka bimbingan dukun bayi merupakan upaya untuk meningkatkan peran
(pengetahuan dan keterampilan) dukun bayi dalam pelayanan KIA.
69
69
Dukun bayi yang mendapat bimbingan serta didukung oleh kebijakan Kepala
Dinas Kesehatan setempat, diharapkan pengetahuan dan keterampilannya meningkat,
sehingga diharapkan peran dukun bayi dalam pelayanan KIA meningkat juga.
BimbinganDukun Bayi
Penyuluhan kesehatanPencatatan dan Pelaporan
Pelaksanaan rujukan
Perawatan ibu hamilPerawatan ibu bersalin
Perawatan bayi baru lahirPerawatan ibu nifas
Kompetensi Dukun Bayi
dalam Pelayanan KIAMeningkat
Pengetahuan
Keterampilan
70
70
Gambar 2.2. Kerangka Teori
G. Hipotesis
1. Bimbingan tenaga kesehatan meningkatkan pengetahuan dukun bayi
2. Bimbingan tenaga kesehatan meningkatkan keterampilan dukun bayi
71
71
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian merupakan ekperimen kuasi, semua dukun bayi yang tinggal di
wilayah Puskesmas Mrebet mendapat bimbingan pelayanan kesehatan ibu dan anak
(KIA), sedang semua dukun bayi yang tinggal di wilayah Puskesmas Serayu Larangan
tidak mendapat bimbingan tersebut.
B. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian di wilayah Puskesmas Mrebet dan Puskesmas Serayu
Larangan, Kecamatan Mrebet, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah.
C. Subyek penelitian
Dukun bayi.
D. Populasi Penelitian
Populasi penelitian adalah seluruh subyek dari penelitian yaitu seluruh dukun
bayi.
E. Sampel Penelitian
Tehnik pengambilan sampel dengan cara exhaustive sampling.
72
72
F. Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian terdiri dari variable bebas dan variabel terikat.
1. Variabel bebas.
Bimbingan tenaga kesehatan
2. Variabel terikat.
a. Pengetahuan dukun bayi
b. Keterampilan dukun bayi
G. Definisi Operasional Variabel Penelitian
1. Bimbingan tenaga kesehatan :
Bimbingan oleh dokter dan bidan ditujukan kepada dukun bayi berisi tentang
berbagai aspek pengetahuan dan keterampilan dukun bayi yang disampaikan
dengan metode ceramah dan peragaan kepada kelompok yang berlangsung
selama 2 bulan, di Puskesmas.
2. Pengetahuan dukun bayi :
Pengetahuan tentang berbagai aspek penyuluhan kesehatan kepada ibu hamil,
meliputi tanda-tanda kehamilan, gizi ibu hamil, imunisasi, perawatan
persalinan, perawatan nifas, perawatan bayi baru lahir, berbagai kelainan
kehamilan dan persalinan yang perlu dirujuk dan pencatatan pelaporan.
Alat ukur : kuesioner.
Skala pengukuran : kontinu.
3. Keterampilan dukun bayi :
Keterampilan dukun bayi yang meliputi perawatan ibu hamil, ibu bersalin,
73
73
bayi baru lahir dan ibu nifas.
Alat ukur : check list.
Skala pengukuran : kontinu.
H. Pengumpulan Data
Pengumpulan data terdiri dari data primer dan data sekunder.
1. Data primer
a. Pegetahuan dukun bayi menggunakan kuesioner.
b. Keterampilan dukun bayi menggunakan check list supervisi.
2. Data sekunder
Data yang dikumpulkan mencakup gambaran umum lokasi penelitian, data
dukun bayi dan data-data yang berhubungan lainnya.
I. Instrumen Penelitian
1. Alat dan bahan
a. Kurikulum pelatihan dukun bayi (kuesioner) untuk mengetahui pengetahuan
dukun bayi.
b. Pedoman supervisi dukun bayi (check list) untuk mengetahui keterampilan
dukun bayi.
2. Cara kerja
a. Pengolahan data
1) Editing data hasil pengumpulan data
2) Entry data ke dalam komputer
74
74
3) Pembuatan tabel pengolahan data
b. Desain analisa data.
Data bersekala kontinu dideskripsikan dalam mean dan SD.
Data bersekala katagorikal dideskripsikan dalam frekuensi dan persen.
Pengaruh bimbingan kesehatan ibu dan anak terhadap pengetahuan dan
keterampilan dukun bayi di analisa dengan uji t. Selisih skor
pengetahuan, keterampilan sebelum dan sesudah bimbingan
dibandingkan dan di uji dengan uji t antara kelompok yang diberi dan tidak
diberi bimbingan.
Dukun bayi PopulasiSasaran
75
75
Gambar 3.1. Kerangka Penelitian
Dukun bayi Puskesmas Mrebet dan
Puskesmas Serayu Larangan
Sampel Dukun bayi diPuskesmas Mrebet dan
Puskesmas Serayu Larangan
Dukun bayi Puskesmas Mrebet
Dukun bayiPuskesmas Serayu Larangan
Bimbingan Petugas kesehatan
Tanpa BimbinganPetugas kesehatan
Post testPengetahuan dan
keterampilan
Post tesPengetahuan dan
keterampilan
Analisa datauji t
Kesimpulan
Populasi Sampel
Exhaustivesampling.................................
.................
..................
Non Randomisasi...........
Pretes Pengetahuan dan keterampilan
...................... ...................
76
76
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil penelitian
1. Gambaran umum
Pertemuan dukun bayi di Kabupaten Purbalingga dilaksanakan mulai tahun
2005, namun istilah yang digunakan kadang disebut kemitraan. Di Puskesmas Mrebet
pertemuan dukun bayi dilakukan secara rutin setiap jumat kliwon untuk semua dukun
bayi diwilayah kerja Puskesmas Mrebet terdapat sebanyak 48 dukun bayi. Pada
penelitian ini bimbingan dilakukan secara intensif setiap hari jumat selama 2 bulan.
Adapun yang memberikan bimbingan baik pengetahuan maupun keterampilan adalah
dokter dan bidan Puskesmas, bimbingan dengan cara ceramah dan peragaan atau
praktek menggunakan alat peraga.
2. Karakteristik subyek penelitian
Sebagai gambaran karakteristik subyek penelitian dalam penelitian ini adalah
dukun bayi diwilayah kecamatan Mrebet dimana terdapat dua Puskesmas yaitu
Puskesmas Mrebet dan Puskesmas Serayu Larangan, dukun bayi diwilayah Puskesmas
Mrebet diberi bimbingan jumlah 48 dukun bayi dan dukun bayi diwilayah Puskesmas
Serayu Larangan tidak diberi bimbingan jumlah 30 dukun bayi, dimana umur dan
pendidikannya cukup bervariasi.
77
77
Dari Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa tingkat pengetahuan dari dukun bayi sebelum
mengikuti bimbingan yang tingkat pengetahuannya baik 3 dukun bayi (6,25%) dan
kurang 45 dukun bayi (95,75%). Jadi pengetahuan para dukun bayi pada umumnya
masih kurang.
Tabel 4.1. Distribusi responden menurut tingkat pengetahuan
kelompok perlakuan sebelum mengikuti bimbingan
No Tingkat pengetahuan Frekuensi Persentase (%)
1 Baik 3 6,25
2 Kurang 45 95,75
Jumlah 48 100
Dari Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa tingkat pengetahuan dukun bayi setelah mengikuti
bimbingan secara intensif yang tingkat pengetahuannya baik 47 dukun bayi (97,92%)
dan kurang 1 dukun bayi (2,08%). Jadi ada perubahan yang berarti dibanding sebelum
mengikuti bimbingan secara intensif dimana ada peningkatan pengetahuan dari dukun
bayi, sebelum mendapat bimbingan yang intensif dukun bayi yang pengetahuannya
baik 3 (6,25%) dan setelah mendapat bimbingan intensif menjadi 47 dukun bayi
(97,92%) jadi ada kenaikan jumlah dukun bayi yang tingkat pengetahuannya baik 44
dukun bayi (91,67%).
Tabel 4.2. Distribusi responden menurut tingkat pengetahuan
kelompok perlakuan sesudah mengikuti bimbingan
No Tingkat pengetahuan Frekuensi Persentase (%)
1 Baik 47 97,92
2 Kurang 1 2,08
Jumlah 48 100
78
78
Dari Tabel 4.3 dapat dilihat bahwa tingkat pengetahuan dari dukun bayi kelompok
kontrol yang tidak diberi bimbingan secara intensif dari hasil pretest diperoleh yang
tingkat pengetahuannya baik 3 dukun bayi (10%) dan yang kurang 27 dukun bayi
(90%).
Tabel 4.3. Distribusi responden menurut tingkat pengetahuan
kelompok kontrol sebelum mengikuti bimbingan
No Tingkat pengetahuan Frekuensi Persentase (%)
1 Baik 3 10
2 Kurang 27 90
Jumlah 30 100
Dari Tabel 4.4 dapat dilihat bahwa tingkat pengetahuan dari dukun bayi kelompok
kontrol yang tidak diberi bimbingan secara intensif dari hasil post-test diperoleh yang
tingkat pengetahuannya baik 1 dukun bayi (3,33%) dan yang kurang 29 dukun bayi
(96,67%). Jadi dari hasil pre dan post test pada kelompok kontrol yang tidak
mendapatkan bimbingan secara intensif tidak ada perubahan yang berarti dari tingkat
pengetahuannya.
Tabel 4.4. Distribusi responden menurut tingkat pengetahuan
kelompok kontrol sesudah mengikuti bimbingan
No Tingkat pengetahuan Frekuensi Persentase (%)
1 Baik 1 3,33
2 Kurang 29 96,67
Jumlah 30 100
79
79
Dari Tabel 4.5 dapat dilihat bahwa tingkat keterampilan dari dukun bayi sebelum
mengikuti bimbingan yang tingkat keterampilannya baik 3 dukun bayi (10,42%) dan
kurang 45 dukun bayi (89,58%). Jadi keterampilan para dukun bayi pada umumnya
masih kurang.
Tabel 4.5. Distribusi responden menurut tingkat keterampilan
kelompok perlakuan sebelum mengikuti bimbingan
No Tingkat keterampilan Frekuensi Persentase (%)
1 Baik 5 10,42
2 Kurang 43 89,58
Jumlah 48 100
Dari Tabel 4.6 dapat dilihat bahwa tingkat keterampilan dukun bayi setelah mengikuti
bimbingan secara intensif yang tingkat keterampilannya baik 38 dukun bayi (79,17%)
dan kurang 10 dukun bayi (20,83%). Jadi ada perubahan yang berarti dibanding
sebelum mengikuti bimbingan secara intensif dimana ada peningkatan keterampilan
dari dukun bayi, sebelum mendapat bimbingan yang intensif dukun bayi yang
keterampilannya baik 5 (10,42%) dan setelah mendapat bimbingan intensif menjadi 38
dukun bayi (79,17%) jadi ada kenaikan jumlah dukun bayi yang tingkat
keterampilannya baik 33 dukun bayi (68,75%).
Tabel 4.6. Distribusi responden menurut tingkat keterampilan
kelompok perlakuan sesudah mengikuti bimbingan
No Tingkat keterampilan Frekuensi Persentase (%)
1 Baik 38 79,17
2 Kurang 10 20,83
Jumlah 48 100
80
80
Dari Tabel 4.7 dapat dilihat bahwa tingkat keterampilan dari dukun bayi kelompok
kontrol yang tidak diberi bimbingan secara intensif diperoleh yang tingkat
keterampilannya baik 2 dukun bayi (6,67%) dan yang kurang 28 dukun bayi (93,33%).
Tabel 4.7. Distribusi responden menurut tingkat keterampilan
kelompok kontrol sebelum mengikuti bimbingan
No Tingkat keterampilan Frekuensi Persentase (%)
1 Baik 2 6,67
2 Kurang 28 93,33
Jumlah 30 100
Dari Tabel 4.8 dapat dilihat bahwa tingkat keterampilan dari dukun bayi kelompok
kontrol yang tidak diberi bimbingan secara intensif diperoleh yang tingkat
keterampilannya baik 2 dukun bayi (6,67%) dan yang kurang 28 dukun bayi (93,33%).
Jadi dari hasil tersebut pada kelompok kontrol yang tidak mendapatkan bimbingan
secara intensif tidak ada perubahan yang berarti dari tingkat keterampilannya.
Tabel 4.8. Distribusi responden menurut tingkat keterampilan
kelompok kontrol sesudah mengikuti bimbingan
No Tingkat keterampilan Frekuensi Persentase (%)
1 Baik 2 6,67
2 Kurang 28 93,33
Jumlah 30 100
B. Pengujian hipotesis Pengaruh bimbingan tenaga kesehatan terhadap
pengetahuan dan keterampilan dukun bayi
81
81
Analisis dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh bimbingan
terhadap pengetahuan dan keterampilan dukun bayi di Puskesmas Mrebet Kabupaten
Purbalingga.
Tabel 4.9 menunjukkan bahwa bimbingan tentang kesehatan ibu dan anak
(KIA) kepada dukun bayi memberikan peningkatan skor pengetahuan dukun bayi
tentang KIA yang lebih tinggi, dan peningkatan tersebut secara statistik signifikan
(mean 1= 7.44 versus mean 2= 0.23; p= 0.000). Dengan kata lain, bimbingan tentang
KIA yang dilakukan oleh dokter dan bidan efektif dalam meningkatkan pengetahuan
dukun bayi tentang berbagai aspek pelayanan KIA, meliputi pengetahuan tentang
perawatan ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, bayi baru lahir, gizi, imunisasi, dan
sebagainya.
Tabel 4.9. Hasil uji t tentang perbedaan perubahan skor pengetahuan sebelum dan sesudah antara kelompok dukun bayi dengan dan tanpa bimbingan tenaga kesehatan
Pengetahuan sesudah minus sebelum bimbingan
n Mean SD t p
- Bimbingan 48 7,44 2,02 19,79 0,000
- Tanpa bimbingan 30 0,23 1,19
82
82
Tabel 4.10. menunjukkan bahwa bimbingan tentang kesehatan ibu dan anak (KIA)
kepada dukun bayi memberikan peningkatan skor ketrampilan dukun bayi tentang KIA
yang lebih tinggi, dan peningkatan tersebut secara statistik signifikan (mean 1= 3.19
versus mean 2= 0.10; p= 0.000). Dengan kata lain, bimbingan tentang KIA yang
dilakukan oleh dokter dan bidan efektif dalam meningkatkan ketrampilan dukun bayi
tentang berbagai aspek pelayanan KIA, meliputi ketrampilan tentang perawatan ibu
hamil, ibu bersalin, ibu nifas, bayi baru lahir, gizi, imunisasi, dan sebagainya.
Tabel 4.10. Hasil uji t tentang perbedaan perubahan skor keterampilan sebelum dan sesudah antara kelompok dukun bayi dengan dan tanpa bimbingan tenaga kesehatan
Pengetahuan sesudah minus sebelum bimbingan
n Mean SD t p
83
83
- Bimbingan 48 3,19 1,12 17,34 0,000
- Tanpa bimbingan 30 0,10 0,40
C. Pembahasan
Gambar 4.2. Perbedaan perubahan skor keterampilan sebelum dan sesudah antara kelompok dukun bayi yang mendapatkan
dan tidak mendapatkan bimbingan tenaga kesehatan
84
84
Angka kematian ibu di Indonesia masih relatif tinggi. Hal ini disbabkan
persalinan di Indonesia sebagian besar ditolong oleh tenaga yang tidak kompeten, maka
tidak tahu kalau ada risiko dan sebagainya (Soeparmanto, 2006).
Dukun bayi di Indonesia masih mempunyai peranan penting, karena sekitar
70% - 80% pertolongan persalinan di pedesaan ditangani oleh dukun bayi, maka
bimbingan dukun bayi oleh tenaga kesehatan merupakan merupakan salah satu upaya
untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dukun bayi.
Bimbingan (Coaching) menyangkut pengembangan peserta dalam pekerjaan /
keterampilan mereka saat ini bukan sekedar memperbarui pengetahuan mereka.
Bimbingan (Coaching) lebih berkaitan dengan upaya membantu peserta untuk
memperluas pengetahuan serta mengebangkan kemampuan dan bakat secara penuh
dalam pekerjaan / keterampilan mereka saat ini (UGM, 2003).
Hasil penelitian yang telah kami lakukan di Puskesmas Mrebet Kecamatan
Mrebet Kabupaten Purbalingga pada bulan Nopember sampai Desember tahun 2008
tentang Pengaruh Bimbingan Tenaga Kesehatan terhadap Peran Dukun Bayi dalam
Pelayanan KIA di Puskesmas Mrebet Kabupaten Purbalingga.
1. Tentang pengetahuan, pada Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa tingkat pengetahuan
dari dukun bayi sebelum mengikuti bimbingan yang tingkat pengetahuannya
baik 3 dukun bayi (6,25%) dan kurang 45 dukun bayi (93,75%). Sedangkan
pada Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa tingkat pengetahuan dukun bayi setelah
mengikuti bimbingan secara intensif yang tingkat pengetahuannya baik 47
dukun bayi (97,92%) dan kurang 1 dukun bayi (2,08%). Jadi ada perubahan
yang berarti dibanding sebelum mengikuti bimbingan secara intensif dimana
85
85
ada peningkatan pengetahuan dari dukun bayi, sebelum mendapat bimbingan
yang intensif dukun bayi yang pengetahuannya baik 3 (6,25%) dan setelah
mendapat bimbingan intensif menjadi 47 dukun bayi (97,92%) jadi ada
kenaikan jumlah dukun bayi yang tingkat pengetahuannya baik 44 dukun bayi
(91,67%).
Dan peningkatan tersebut secara statistik signifikan (mean 1= 7.44 versus mean
2= 0.23; p= 0.000). Dengan kata lain, bimbingan tentang KIA yang dilakukan
oleh dokter dan bidan efektif dalam meningkatkan pengetahuan dukun bayi
tentang berbagai aspek pelayanan KIA, meliputi pengetahuan tentang perawatan
ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, bayi baru lahir, gizi, imunisasi, dan
sebagainya.
2. Tentang keterampilan, pada Tabel 4.5 dapat dilihat bahwa tingkat
keterampilan dari dukun bayi sebelum mengikuti bimbingan yang tingkat
keterampilannya baik 5 dukun bayi (10,42%) dan kurang 43 dukun bayi
(89,58%). Sedangkan pada Tabel 4.6 dapat dilihat bahwa tingkat keterampilan
dukun bayi setelah mengikuti bimbingan secara intensif yang tingkat
keterampilannya baik 38 dukun bayi (79,17%) dan kurang 10 dukun bayi
(20,83%). Jadi ada perubahan yang berarti dibanding sebelum mengikuti
bimbingan secara intensif dimana ada peningkatan keterampilan dari dukun
bayi, sebelum mendapat bimbingan yang intensif dukun bayi yang
keterampilannya baik 5 (10,42%) dan setelah mendapat bimbingan intensif
menjadi 38 dukun bayi (79,17%) jadi ada kenaikan jumlah dukun bayi yang
tingkat keterampilannya baik 33 dukun bayi (68,75%).
86
86
Dan peningkatan tersebut secara statistik signifikan (mean 1= 3.19 versus mean
2= 0.10; p= 0.000). Dengan kata lain, bimbingan tentang KIA yang dilakukan
oleh dokter dan bidan efektif dalam meningkatkan ketrampilan dukun bayi
tentang berbagai aspek pelayanan KIA, meliputi ketrampilan tentang perawatan
ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, bayi baru lahir, gizi, imunisasi, dan
sebagainya.
Dengan bimbingan yang intensif oleh tenaga kesehatan dapat meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan dukun bayi sehingga meningkatkan kompetensi dukun
bayi dalam pelayanan KIA.
D. Keterbatasan Penelitian
Dalam penelitian ini sudah barangtentu terdapat beberapa keterbatasan
diantaranya :
1. Metode penelitian
Penelitian ini menggunakan desain eksperimen kuasi, eksperimen kuasi tidak
mengendalikan pengaruh faktor-faktor perancu dengan cara randomisasi.
2. Waktu penelitian cukup singkat sehingga dalam memberikan bimbingan belum
semua materi teori dan praktek dapat diberikan dengan sempurna.
87
87
BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Penelitian ini menarik dua buah kesimpulan sebagai berikut:
1. Terdapat pengaruh yang secara statistik signfikan pemberian bimbingan oleh
tenaga kesehatan terhadap peningkatan pengetahuan dukun bayi tentang
berbagai aspek pelayanan kesehatan ibu dan anak. Bimbingan tenaga kesehatan
mampu meningkatkan pengetahuan dukun bayi tentang perawatan ibu hamil,
ibu bersalin, ibu nifas, bayi baru lahir, gizi, imunisasi, dan sebagainya.
2. Terdapat pengaruh yang secara statistik signfikan pemberian bimbingan oleh
tenaga kesehatan terhadap peningkatan ketrampilan dukun bayi tentang
berbagai aspek pelayanan kesehatan ibu dan anak. Bimbingan tenaga kesehatan
mampu meningkatkan ketrampilan dukun bayi tentang perawatan ibu hamil, ibu
bersalin, ibu nifas, bayi baru lahir, gizi, imunisasi, dan sebagainya.
B. IMPLIKASI
1. Implikasi teoritis
Bimbingan adalah meningkatkan pengetahuan dan keterampilan. Dalam
penelitian ini juga membuktikan bahwa adanya peningkatan pengetahuan dan
keterampilan bagi para dukun bayi yang mendapat bimbingan secara intensif
dibanding dukun bayi yang tidak mendapat bimbingan secara intensif.
2. Implikasi managerial
88
88
Bimbingan dukun bayi diharapkan merupakan kebijakan Kepala Dinas
Kesehatan, sedangkan dukun bayi merupakan mitra kerja Puskesmas dalam
pelayanan kesehatan di masyarakat pedesaan. Dengan demikian bimbingan
kepada dukun bayi agar dapat dilaksanakan secara intensif baik oleh tenaga
dokter maupun bidan Puskesmas.
C. SARAN
1. Bagi Institusi Pendidikan
a. Penelitian ini untuk digunakan sebagai acuan penelitian selanjutnya.
b. Sebagai acuan pembelajaran bimbingan dukun bayi.
2. Bagi Dinas Kesehatan dan Puskesmas
a. Untuk tetap diadakan bimbingan dukun bayi dalam meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan dukun bayi yang ada diwilayah kerja
puskesmas khususnya dan umumnya di Kabupaten Purbalingga.
b. Diharapkan dialokasikan dana secara rutin untuk bimbingan dukun bayi
maka pengetahuan dan keterampilan dukun bayi dapat dipertahankan
dengan demikian diharapkan membantu menurunkan angka kematian
ibu di kabupaten Purbalingga.
89
89
DAFTAR PUSTAKA
Asghar. 1999. Obstetric complication and role of Traditional Birth Attendants in developing countries. http://www.geocities.com/SoHo/Cafe/9653 [16-08-2008].
Aswin. 1997. Metodologi Penelitian Kedokteran.Yogyakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada.
Bhisma. 2006. Desain dan Ukuran Sampel untuk Penelitian Kuantitatif dan Kuantitatif di Bidang Kesehatan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Bangsu. 2001. Dukun Bayi Sebagai Pilihan Utama Tenaga Penolong Persalinan. http://www.geocities.com/ejurnal/files/lp/2001/104.pdf. [02-09-2008].
Bapenas. 2008. Perilaku Individu Dalam Membentuk Kualitas Kinerja yang Baik. http://www.goodgovernance-bappenas.go.id/publikasi_files/modul/modulgg2.pdf. [17-09-2008].
Floyd and Jenkins. 2005. Midwifery. http://www.davisfloyd.com/USERIMAGES/File/Midwifery.pdf. [05-09-2008]
DEPKES RI. 1991. Pedoman Kerja Puskesmas Jilid I. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
DEPKES RI. 1993. Kurikulum Latihan Dukun. Jakarta: Direktorat Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat, Direktorat Bina Kesehatan Keluarga dan Bantuan Bank Dunia IBRD Loan 3298 – IND.
DEPKES RI. 1993. Pedoman Supervisi Dukun Bayi. Jakarta: Direktorat Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat, Direktorat Bina Kesehatan Keluarga dan Bantuan Bank Dunia IBRD Loan 3298 – IND.
DEPKES RI. 1996. Kurikulum Pelatihan Dukun. Jakarta: Direktorat Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat dan Direktorat Bina Kesehatahn Keluarga Depkes RI.
DEPKES RI. 1996. Panduan Bidan di Tingkat Desa. Jakarta: Direktorat Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat dan Direktorat Bina Kesehatan Keluarga Depkes RI.
DEPKES & KESOS RI. 2000. Pedoman Pemberdayaan Pondok Bersalin Desa.Jakarta: Departemen Kesehatan & Kesejahteraan Sosial RI.
DEPKES RI. 2006. Buku saku Bidan Poskesdes Untuk Mewujudkan Desa Siaga. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
90
90
DEPKES RI. 2007. Penggerakkan dan Pemberdayaan Masyarakat Melalui Kemitraan. Jakarta:DepartemenKesehatan RI.
DINKES PROP JATENG. 2004. Panduan Marketing Public Relation (MPR) Pelayanan Maternal. Semarang: Bag. Proyek PUK – SMPFA Propinsi JawaTengah.
DINKES PROP JATENG. 2004. Panduan Mutu Pelayanan Kesehatan Maternal. Semarang: Bag. Proyek PUK- SMPFA Propinsi Jawa Tengah.
DINKES PROP JATENG. 2006. Materi Rapat Kerja Kepala Puskesmas Se-Jateng.Semarang, Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah.
DINKES KAB PURBALINGGA. 2005. Profil Kesehatan Kabupaten Purbalingga. Purbalingga: Dinas Kesehatan Kabupaten Purbalingga.
DINKES KAB PURBALINGGA. 2007. Materi Rakerkesda Pemerintah Kabupaten Purbalingga Tahun 2007. Purbalingga: Dinas Kesehatan Kabupaten Purbalingga.
Fajar. 2006. Kemitraan Dalam Promosi Kesehatan di Rumah Sakit. dalam Majalah Kesehatan Depkes RI Nomor 172, hal 13-17. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Haney. 2001. Midwifery Education. http://haneydaw.myweb.uga.edu/twwh/ midwifery.html [05-09-2008].
Gunawan. 1992. Studi PerbandinganKarakteristik dan Perilaku Antara Konsumen Dukun Bayi dan Konsumen Bidan Terhadap Antenatal Care, Postnatal Care, Keluarga Berencana dan Imunisasi di Kecamatan Matraman, Jakarta Timur. http://www.digilib.ui.edu/opac/themes/libri2abstrakpdf.jsp?id=81939&lokasi=lokal [10-09-2008].
Parco and Jacobs. 2000. Knowledge, attitude and practices of traditional attendant in Maung Russey: scope and ways for improvement. http://rc.rocha. org.kh/docDetails.asp?resourceID=46&categoryID=8 [12- 09-
2008].
Puskesmas Mrebet. 2006. Profil UPTD Puskesmas Mrebet 2006. Purbalingga: Puskesmas Mrebet.
Ramdhani. 2008. Sikap & Beberapa Definisi untuk Memahaminya?. http://neila.Staff.ugm.ac.id/wordpress/wp-content/uploads/2008/03/definisi.pdf [01-11-2008].
91
91
Setiabudi. 1998. Tinjauan Pustaka. http://www.damandiri.or.id/file/setiabudiipbtinjauanpustaka.pdf. [17-09-2008].
Soeparmanto. 2006. Desa Siaga Benteng Utama Menanggulangi masalah Kesehatan di Indonesia. dalam Mediakom edisi 03 Desember 2006, Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
UGM. 2003. Bimbingan (Coaching). http://www.kmpk.ugm.ac.id/data/SPMKK/6g-BIMBINGAN%20(Matet03).doc. [01-11-2008].
Universitas Kristen Petra. 2006. Teori Penunjang. http://digilib.petra.ac.id/jiunkpe/s1/hotl/2006/jiunkpe-ns-s1-2006-33401115-6170-alumny-chapter2.pdf[01-11-2008].
Zainuddin. 2007. Metodologi Penelitian. http://www.fkm.unair.ac.id/files/matkul/KML120/METODOLOGI%20PENELITIAN%20MZ-S-2-2006-2007.pdf[01-11-2008].
_______. 2008. Dukun Beranak Masih Jadi Pavorit Bagi Keluarga Miskin. http://www.harian-global.com/news.php?extend.43262 [10-09-2008].
_______. The Traditional Birth Attendant Linking Communities and Services. http://www.planetwire.org/files.fcgi/3441_BPtba-Ja02e.pdf [15-08-2008].
_______. 2007. Traditional birth attendant. http://en.wikipedia.org/wiki/Traditional birth_attendant [03-09-2008].
_______.2003. Traditional Birth Attendants in Maternal Health Programmes. https://www.popcouncil.org/pdfs/SafeMom_TBA.pdf [03-09-2008].
92
92
Sarat Permohonan Izin Penelitian
93
93
Kuesioner Pre dan Post test
Bimbingan Dukun Bayi
Nomer urut : ……… Nama : .................................... Alamat : ...........................
Pilihlah satu jawaban yang benar dari dua jawaban ( a atau b ) yang ada dengan cara
melingkarinya.
1. Apabila ada ibu hamil disekitar tempat tinggal saudara apa yang saudara
anjurkan kepada ibu hamil tersebut :
a. Harus memeriksakan kehamilannya ke bidan atau Puskesmas
b. Cukup memeriksakan kehamilannya ke dukun bayi.
2. Apakah tujuan memeriksakan kehamilan kepada bidan/Puskesmas atau fasilitas
kesehatan lainnya.
a. Untuk mendapatkan imunisasi TT dan tablet zat besi
b. Untuk mendapatkan susu ibu hamil
3. Apakah kegunaan imunisasi TT
a. Mencegah terjadinya perdarahan waktu melahirkan.
b. Mencegah terjadinya tetanus pada bayi baru lahir.
4. Apa kegunaan minum tablet zat besi.
a. Mencegah terjadinya kekurangan darah selama hamil.
b. Mencegah terjadinya mual-mual
5. Bila ibu hamil kurang darah, waktu melahirkan bayi akan terjadi.
a. Perdarahan.
b. Ari-ari sulit lahir.
94
94
6. Tanda-tanda hamil muda adalah.
a. Tidak datang haid, mual, muntah-muntah dan pusing-pusing.
b. Perut membesar, kaki bengkak dan badan lemas.
7. Yang perlu diperhatikan pada periksa pandang adalah.
a. Muka (pucat atau tidak), perut (membesar sesuai umur kehamilan), kaki
(bengkak atau tidak), dada (payudara membesar dan putting tertarik
kedalam).
b. Hanya muka dan perut saja yang diperhatikan.
8. Yang dalakukan pada periksa raba adalah.
a. Meraba payudara dan perut ibu hamil.
b. Meraba perut ibu hamil, menentukan posisi dan letak kepala janin.
9. Yang dilakukan pada perawatan payudara adalah.
a. Tangan diminyaki dan payudara diurut-urut.
b. Tangan diminyaki, payudara diurut dari pangkal kearah putting susu, putting
susu ditarik keluar dan di putar-putar serta air susu dipijat keluar.
10. ASI sebaiknya diberikan kepada bayi.
a. Sedini mungkin yaitu dalam satu jam pertama setelah melahirkan.
b. Menunggu sampai ASI keluar.
11. Yang disebut ASI eksklusif adalah.
a. ASI diberikan sampai bayi berumur 4 bulan.
b. Hanya ASI saja diberikan kepada bayi sampai berumur 6 bulan.
95
95
12. Kehamilan dengan factor risiko bila :
a. Hamil pertama umur kurang dari 17 tahun/lebih dari 35 tahun, anak lebih
dari 4 dan umur lebih dari 35 tahun, serta tinggi badan kurang dari 145 cm.
b. Badan gemuk, umur antara 20 sampai 30 tahun, dan hamil ke 3.
13. Yang termasuk kelainan pada kehamilan adalah.
a. Perdarahan pada kehamilan sebelum waktunya.
b. Pinggang terasa pegal-pegal.
14. Kelainan-kelainan kehamilan yang harus dirujuk adalah.
a. Tanda persalinan sebelum waktunya, kaki bengkak, pusing kepala.
b. Sering terasa gerakan janin, pinggang terasa pegal-pegal.
15. Tanda-tanda persalinan normal adalah.
a. Keluar darah dari kemaluan.
b. Kenceng-kenceng teratur dan pinggang nyeri.
16. Apa yang disebut “3 Bersih”
a. Bersih Penolong, Bersih Tempat dan Bersih Alat.
b. Bersih Penolong, Bersih Tempat dan Bersih Pakaian.
17. Cuci tangan yang sempurna adalah.
a. Pakai sikat dan sabun, sampai sebatas siku, selama 10 menit.
b. Pakai sikat dan sabun, sampai pergelangan tangan, selama 10 menit.
18. Cara merawat tali pusat yang benar adalah.
a. Ikat tali pusat di dua tempat, tali pusat digunting diantara dua ikatan, olesi
tali pusat dengan betadin kemudian lipat dan ikat untuk kedua kalinya.
b. Ikat tali pusat dan gunting diatas ikatan kemudian oleskan betadin.
96
96
19. Yang dilarangan pada tindakan pertolongan persalinan adalah.
a. Memijat perut dan mendorong rahim, menarik plasenta.
b. Menahan perineum dan tidak memasukan tangan ke liang senggama.
20. Yang termasuk kelainan nifas adalah.
a. Kurang nafsu makan, ngidam.
b. Panas, muntah-muntah, payudara bengkak, kurang darah dan udema.
97
97
FORMULIR SUPERVISI DUKUN BAYI
Tanggal :............................ 2008
(1) Posyandu :........................................
(2) Paguyuban Dukun Bayi :....................
(3) Desa :.........................................
(4) Puskesmas :.........................................
Jumlah dukun bayi yang diharapkan hadir............. orang
Jumlah dukun bayi yang sebenarnya hadir............. orang
TINGKAT KOMPETENSI
IKETERAMPILAN
DUKUN BAYIB ( Baik ) K ( Kurang )
Ket
A1
Mengenal tanda persalinan
A2
Menggunakan Dukun Bayi Kit
A3
Menolong Persalinan Aman
A4
Mengenal kelainan persalinan
A5
Merawat tali pusat dengan baik
A6
Merujuk semua kasus kelaianan persalinan
A7
Mencatan persalinan yang ditolong(K2)
B1
Penanganan bayi baru lahir
B2
Menimbang bayi baru lahir
B3
Merujuk bayi untuk imunisasi
Hasil Supervisi Dukun Bayi Puskesmas Mrebet
98
98
Sebelum Bimbingan
Hasil Supervisi Dukun Bayi Puskesmas Mrebet
99
99
Sesudah Bimbingan
Hasil Supervisi Dukun Bayi Puskesmas Serayu Larangan
10
100
(Kontrol) Pertama
Hasil Supervisi Dukun Bayi Puskesmas Serayu Larangan
10
101
(Kontrol) Kedua
Daftar Nilai Dukun Bayi Sebelum dan Sesudah Bimbingan
10
102
Puskesmas Mrebet Kecamatan Mrebet
Kabupaten Purbalingga
Pengetahuan Tingkat Keterampilan
Pre test Post testNo Nama Pre test
Post test Baik (B) Kurang (K) Baik (B) Kurang(K)
1 Ny.Cholitoh 10 17 K B
2 Ny. Sawini 11 18 K B
3 Ny. Suweni 3 15 K B
4 Ny. Sariyah 13 19 B B
5 Ny. Miati 14 18 K B
6 Ny. Sri Mulati 13 20 K B
7 Ny. Sukirman 15 20 K B
8 Ny. Saeni 14 20 K K
9 Ny. Darmadi 8 16 K B
10 Ny. Karsini 13 18 K B
11 Ny. Munarji 9 19 K B
12 Ny. Sanmurdi 9 18 K K
13 Ny. Siti Aminah 8 16 K K
14 Ny. Sanginem 13 20 K B
15 Ny. Suliah 14 20 K B
16 Ny. Mukronah 5 16 K B
17 Ny. Yatini 9 18 K B
18 Ny. Sairah 12 17 B B
19 Ny. Sawinah 6 17 K B
20 Ny. Napingah 12 20 K B
21 Ny. Kasmini 11 17 K K
22 Ny. Minci 2 12 K K
23 Ny. Miarso 12 19 K B
24 Ny. Sakinah 9 16 K B
10
103
25 Ny. Sukini 12 19 K B
26 Ny. Rapiyah 10 18 K B
27 Ny. Taswi 13 20 K B
28 2
Ny. Lebuh 15 20 K B
29 Ny. Yasmuni 12 19 K B
30 Ny. Chadiri 14 20 K B
31 Ny. Suwarti 5 16 K B
32 Ny. Sriyati 12 17 K K
33 Ny. Kamiyah 12 20 K B
34 Ny. Murtaja 13 20 K B
35 Ny. Rupinah 13 17 K B
36 Ny. Rusini 9 16 K B
37 Ny. Soliah 4 15 K K
38 Ny. Dasimah 16 20 B B
39 Ny. Sukinah 13 19 K B
40 Ny. Samini 14 20 K B
41 Ny. Rasih 13 18 K B
42 Ny. Suwarti 5 15 B B
43 Ny. Daryudi 11 17 K B
44 Ny. Turmini 7 15 K B
45 Ny. Tasmini 12 18 B B
46 Ny. Minem 8 18 K K
47 Ny. Warsitoh 11 19 K K
48 Ny. Tirtawiroji 12 20 K K
10
104
Daftar Nilai Dukun Bayi Sebelum dan Sesudah Bimbingan
Puskesmas Serayu Larangan
Kecamatan Mrebet Kabupaten Purbalingga
Pengetahuan Tingkat Keterampilan
Pre test Post testNo
NamaPre test
Post test Baik (B) Kurang (K) Baik (B) Kurang(K)
1 Ny. Khotijah 9 10 K K
2 Ny. Turohman 11 9 K K
3 Ny. Tohimah 8 11 K K
4 Ny. Tarsini 12 11 K K
5 Ny. Sutimah 14 12 K K
6 Ny. Carmini 11 12 K K
7 Ny. Tarmini 8 7 K K
8 Ny. Surimah 7 7 K K
9 Ny. Sunudah 13 12 K K
10 Ny. Tarilah 9 9 K K
11 Ny. Tusilah 15 16 B B
12 Ny. Kusmirah 10 10 K K
13 Ny. Mahrawi 12 11 K K
14 Ny. Hambali 10 11 K K
15 Ny. Sianti 14 14 K K
16 Ny. Kurniati 15 15 K K
17 Ny. Samini 11 12 K K
10
105
18 Ny. Dasmirah 8 9 K K
19 Ny. Warsudi 13 13 K K
20 Ny. Sariyah 11 11 K K
21 Ny. Kamisah 9 10 K K
22 Ny. Tarti 14 13 K K
23 Ny. Sarti 12 12 K K
24 Ny. Tuyini 13 14 B B
25 Ny. Supi 10 11 K K
26 Ny. Mutiroh 11 10 K K
27 Ny. Jasmi 7 9 K K
28 Ny. Mustofiah 13 14 K K
29 Ny. Rumisah 12 13 K K
30 Ny. Kasiah 9 11 K K
10
106
Data Sebelum dan Sesudah Bimbingan
Puskesmas Mrebet dan Serayu Larangan
Pengetahuan Keterampilan Responden Perlakuan
Pre test Post test Selisih Pre test Post test Selisih
1 0 9 10 1 3 3 0
2 0 11 9 -2 4 4 0
3 0 8 11 3 2 2 0
4 0 12 11 -1 4 4 0
5 0 14 12 -2 5 5 0
6 0 11 12 1 5 5 0
7 0 8 7 -1 4 4 0
8 0 7 7 0 4 4 0
9 0 13 12 -1 2 4 2
10 0 9 9 0 4 4 0
11 0 15 16 1 3 4 1
12 0 10 10 0 3 3 0
13 0 12 11 -1 5 5 0
14 0 10 11 1 4 4 0
15 0 14 14 0 3 3 0
16 0 15 14 -1 2 2 0
17 0 11 12 1 2 2 0
10
107
18 0 8 9 1 4 4 0
19 0 13 13 0 4 4 0
20 0 11 11 0 4 4 0
21 0 9 10 1 5 5 0
22 0 14 13 -1 4 4 0
23 0 12 12 0 2 2 0
24 0 13 14 1 3 3 0
25 0 10 11 1 4 4 0
26 0 11 10 -1 3 3 0
27 0 7 9 2 4 4 0
28 0 13 14 1 2 2 0
29 0 12 13 1 4 4 0
30 0 9 11 2 5 5 0
31 1 10 17 7 4 8 4
32 1 11 18 7 5 8 3
33 1 3 15 12 3 9 6
34 1 13 19 6 4 8 4
35 1 14 18 4 4 7 3
36 1 13 20 7 4 9 5
37 1 15 20 5 5 8 3
38 1 14 20 6 3 5 2
39 1 8 16 8 4 8 4
40 1 13 18 5 5 9 4
41 1 9 19 10 4 9 5
42 1 9 18 9 4 9 5
43 1 8 16 8 2 5 3
44 1 13 20 7 3 6 3
45 1 14 20 6 4 7 3
46 1 5 16 11 3 6 3
47 1 9 18 9 4 8 4
48 1 12 17 5 2 5 3
49 1 6 17 11 4 8 4
10
108
50 1 12 20 8 5 9 4
51 1 11 17 6 5 9 4
52 1 2 12 10 4 8 4
53 1 12 19 7 4 8 4
54 1 9 16 7 4 9 5
55 1 12 19 7 4 9 5
56 1 10 18 8 4 8 4
57 1 13 20 7 3 5 2
58 1 15 20 5 5 8 3
59 1 12 19 7 4 6 2
60 1 14 20 6 3 5 2
61 1 5 16 11 2 5 3
62 1 12 17 5 2 5 3
63 1 10 20 10 4 7 3
64 1 13 20 7 4 4 0
65 1 9 17 8 4 6 2
66 1 9 16 7 5 8 3
67 1 4 15 11 5 7 2
68 1 16 20 4 6 8 2
69 1 13 19 6 7 9 2
70 1 14 20 6 5 8 3
71 1 13 18 5 6 9 3
72 1 5 15 10 6 8 2
73 1 11 17 6 6 9 3
74 1 7 15 8 5 7 2
75 1 12 18 6 8 10 2
76 1 8 18 10 2 5 3
77 1 11 19 8 3 5 2
78 1 12 20 8 1 4 3
10
109
Analisis Kelompok Bimbingan ( Mrebet )
T-Test Pengetahuan
Paired Samples Statistics
Mean N Std. Deviation Std. Error Mean
pelatihan data 10,52 48 3,352 ,484Pair 1
pos_test 17,96 48 1,879 ,271
Paired Samples Correlations
N Correlation Sig.Pair 1 pelatihan data & pos_test 48 ,848 ,000
11
110
Paired Samples Test
Paired Differences t dfSig. (2-tailed)
MeanStd.
DeviationStd. Error
Mean
95% Confidence Interval of the
Difference
Lower Upper
Pair 1 pelatihan data -pos_test
-7,438 2,020 ,292 -8,024 -6,851 -25,507 47 ,000
T-Test KeterampilanPaired Samples Statistics
Mean N Std. Deviation Std. Error Mean
pelatihan 4,10 48 1,356 ,196Pair 1
post_test 7,29 48 1,637 ,236
Paired Samples Correlations
N Correlation Sig.Pair 1 pelatihan & post_test 48 ,734 ,000
Paired Samples Test
Paired Differences t dfSig.
(2-tailed)
MeanStd.
DeviationStd. Error
Mean
95% Confidence Interval of the
DifferenceLower Upper
Pair 1 pelatihan -post_test
-3,188 1,123 ,162 -3,514 -2,861 -19,658 47 ,000
Analisis Kelompok tanpa Bimbingan ( Serayu Larangan )
T-Test Pengetahuan
Paired Samples Correlations
N Correlation Sig.Pair 1 pretest & post_test 30 ,859 ,000
Paired Samples Test
Paired Differences t dfSig.
(2-tailed)
11
111
MeanStd.
DeviationStd. Error
Mean
95% Confidence Interval of the
DifferenceLower Upper
Pair 1
pretest –post_test
-,23333 1,19434 ,21805 -,67931 ,21264 -1,070 29 ,293
T-Test Keterampilan
Paired Samples Statistics
Mean N Std. Deviation Std. Error Mean
pelatihan 3,57 30 1,006 ,184Pair 1
pelatihan 3,67 30 ,959 ,175
Paired Samples Correlations
N Correlation Sig.Pair 1 pelatihan & pelatihan 30 ,917 ,000
Paired Samples Test
Paired Differences t dfSig.
(2-tailed)
Mean Std. Deviation
Std. Error Mean
95% Confidence Interval of the Difference
Lower UpperPair 1 pelatihan -
pelatihan-,100 ,403 ,074 -,250 ,050 -1,361 29 ,184
t-test Efektifitas Bimbingan
T-Test
Group Statistics
Slsh post minus pre test
p_lakuan N Mean Std. Deviation
Std. Error Mean
Pengetahuan Tdk. Bbngn. 30 ,23 1,194 ,218
Bimbingan 48 7,44 2,020 ,292
11
112
Keterampilan Tdk. Bbngn. 30 ,10 ,403 ,074
Bimbingan 48 3,19 1,123 ,162
Independent Samples Test
Levene's Test for Equality of
Variancest-test for Equality of Means
F Sig. t dfSig. (2-
tailed)
Mean Differe
nceStd. Error Difference
95% Confidence Interval of the
DifferenceLower Upper
selisih_pre_post
Equal variances assumed
7,892 ,006 -17,672 76 ,000 -7,204 ,408 -8,016 -6,392
Equal variances not assumed
-19,786 75,831 ,000 -7,204 ,364 -7,929 -6,479
t_rampil_pre_post
Equal variances assumed
24,182 ,000 -14,455 76 ,000 -3,088 ,214 -3,513 -2,662
Equal variances not assumed
-17,343 63,925 ,000 -3,088 ,178 -3,443 -2,732
CorrelationsDescriptive Statistics
Mean Std. Deviation Nperlakuan ,62 ,490 78pengetahuan 13,05 2,808 78pelatihan 4,90 1,604 78
Correlations
perlakuan pengetahuan pelatihan
perlakuan Pearson Correlation 1 ,539(**) ,635(**)
11
113
Sig. (2-tailed) ,000 ,000N 78 78 78
pengetahuan
Pearson Correlation,539(**) 1 ,303(**)
Sig. (2-tailed) ,000 ,007N 78 78 78
pelatihan Pearson Correlation ,635(**) ,303(**) 1Sig. (2-tailed) ,000 ,007N 78 78 78
** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Nonparametric CorrelationsCorrelations
perlakuan pengetahuan pelatihan
Kendall's tau_b perlakuan Correlation Coefficient 1,000 ,462(**) ,540(**)Sig. (2-tailed) . ,000 ,000N 78 78 78
pengetahuan Correlation Coefficient ,462(**) 1,000 ,225(**)Sig. (2-tailed) ,000 . ,006N 78 78 78
pelatihan Correlation Coefficient ,540(**) ,225(**) 1,000Sig. (2-tailed) ,000 ,006 .N 78 78 78
Spearman's rho
perlakuan Correlation Coefficient1,000 ,552(**) ,626(**)
Sig. (2-tailed) . ,000 ,000N 78 78 78
pengetahuan Correlation Coefficient ,552(**) 1,000 ,315(**)Sig. (2-tailed) ,000 . ,005N 78 78 78
pelatihan Correlation Coefficient ,626(**) ,315(**) 1,000Sig. (2-tailed) ,000 ,005 .N 78 78 78
** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Pelatihan terhadap pengetahuan
11
114
0
5
10
15
20
pengetahuan
eksperimen
kontrol
Pelatihan terhadap keterampilan
012345678
keahlian
eksperimen
kontrol
Keterampilan
11
115
RINGKASAN
PENGARUH BIMBINGAN TENAGA KESEHATAN
TERHADAP KOMPETENSI DUKUN BAYI
DALAM PELAYANAN KIA
DI PUSKESMAS MREBET
KABUPATEN PURBALINGGA
OLEH BUDIARSA
11
116
ABSTRACT
Budiarsa. NIM : S520907003.The Influence of The Professional Health Coaching to The Roles of Traditional Birth Attendant in Maternal Services at Mrebet Health Center in Purbalingga District. Thesis : Family Doctor Division, Main interest in doctoral profession, Post Graduate Program of Sebelas Maret University.
Background : Maternal Mortality Rate (MMR)in Indonesia is 307/100.000 birth life, maternal mortality rate (MMR) in Central Java is 121/100.000 birth life and maternal mortality rate (MMR) in Purbalingga District is 109,07/100.000 birth life. This happened because of many giving birth in Indonesia has been helped by people who are not competent, because of that so they are not know that there are many risk in giving birth and so on. Traditional Birth Attendant in Indonesia have an important roles, because around 70% - 80% in assisting giving birth in the villages have been helped by traditional birth attendant. In 2005, giving birth in Purbalingga that helped by traditional birth attendant is 32,38%, and at Mrebet Health Center in 2006 is 19,75%. Coaching that related to expand traditional birth attendants knowledge in doing their job/their skill in this time is not only to renew their knowledge. This coaching is more related to the efford to fully improve the traditional birth attendants skill and knowledge in doing their job/skill in this time.
Goals : To know the influence of profesional coaching to the skill and knowledge of traditional birth attendant in Maternal Services at Mrebet Health Center.
Research method : This thesis is an experimental quasi study that using the control groups, the sample study have been given a coaching using demos and giving speak, t-test point in a significant rate p = 0,05 (alpha = 0,05).
Result : This is proved that there is a significant influence between the professional health and the traditional birth attendants knowledge (mean 1= 7.44 versus mean 2= 0.23; p= 0.000) it also happened to the skill of traditional birth attendant (mean 1= 3.19 versus mean 2= 0.10; p= 0.000).
Conclusion : There is an improvement in traditional birth attendants knowledge and skill who had a professional health coaching intensively rather than the traditional birth attendant who had not.__________________________________________________________________Keyword : Coaching, traditional birth attendant, knowledge and skill.
A. PENDAHULUAN
11
117
Diperkirakan di Indonesia ada 5 juta ibu melahirkan pertahun. Angka kematian
ibu 307 per 100.000 kelahiran hidup. Ini berarti bahwa 352 ibu besalin meninggal
setiap minggu, atau 2 ibu meninggal setiap satu jam. Angka kematian ibu di Indonesia
(307) masih jauh lebih tinggi dibanding dengan negara tetangga dekat seperti Thailand
(129), Malaysia (39) dan Singapura (6). Data Survey Kesehatan Rumah Tangga
(SKRT) 2001, menunjukan tiga penyebab utama kematian ibu bersalin di Indonesia
adalah perdarahan (28%), eklamsia (24%), infeksi (11%). Akses sepenuhnya dan
penerapan pelayanan yang terbukti efektif dapat mencegah tiga perempat dari kematian
ibu (Depkes RI. 2006).
Untuk mengetahui status kesehatan di Indonesia, sesuai dengan indikator yang
berlaku diseluruh dunia, salah satu indikatornya adalah kematian ibu bersalin. Angka
kematian ibu di Indonesia masih relatif tinggi dibandingkan dengan negara-negara
tetangga (Depkes RI. 2006).
Angka kematian ibu di Jawa Tengah 121/100.000 kalahiran hidup (Dinkes
Prop. Jateng. 2006). Rata-rata angka kematian ibu (AKI) di tingkat Kabupaten
Purbalingga 109,07 per 100.000 kelahiran hidup (Dinkes Kab. Purbalingga. 2005).
Hal ini disebabkan persalinan di Indonesia sebagian besar ditolong oleh tenaga
yang tidak kompeten. Karena tidak kompeten , maka dia tidak tahu kalau ada risiko dan
sebagainya. Padahal kalau dalam persalinan terjadi perdarahan, jika tidak segera
mendapat pertolongan dia akan meninggal. Itu disebabkan karena yang melakukan
tindakan / pelayanan pesalinan tidak terlatih. Untuk mengatasi hal itu, harus dilihat akar
permasalahannya antara lain: pertama, persalinan itu harus ditolong oleh tenaga yang
betul-betul kompeten dan bisa mengetahui ada tidaknya risiko. Kedua, pertolongan itu
11
118
harus, segera, cepat dan tepat. Ketiga, upaya lain adalah tranfusi darah (Soeparmanto,
2006).
Persentase persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan di Kabupaten Purbalingga
pada tahun 2005 adalah 67,62% dan 32,38% ditolong oleh dukun bayi (Dinkes Kab.
Purbalingga, 2005).
Persentase pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan di Puskesmas Mrebet
Kecamatan Mrebet Kabupaten Purbalingga tahun 2006 adalah 79,25% dan 19,75%
ditolong oleh dukun bayi (Puskesmas Mrebet, 2006).
B. METODE PENELITIAN
Penelitian merupakan ekperimen kuasi, semua dukun bayi yang tinggal di
wilayah Puskesmas Mrebet mendapat bimbingan pelayanan kesehatan ibu dan anak
(KIA), sedang semua dukun bayi yang tinggal di wilayah Puskesmas Serayu Larangan
tidak mendapat bimbingan tersebut.
Desain analisa data.
Data bersekala kontinu dideskripsikan dalam mean dan SD.
Data bersekala katagorikal dideskripsikan dalam frekuensi dan persen.
Pengaruh bimbingan kesehatan ibu dan anak terhadap pengetahuan dan keterampilan
dukun bayi di analisa dengan uji t. Selisih skor pengetahuan, keterampilan
sebelum dan sesudah bimbingan dibandingkan dan di uji dengan uji t antara
kelompok yang diberi dan tidak diberi bimbingan.
11
119
C. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Tabel 4.9 menunjukkan bahwa bimbingan tentang kesehatan ibu dan anak (KIA)
kepada dukun bayi memberikan peningkatan skor pengetahuan dukun bayi tentang KIA
yang lebih tinggi, dan peningkatan tersebut secara statistik signifikan (mean 1= 7.44
versus mean 2= 0.23; p= 0.000). Dengan kata lain, bimbingan tentang KIA yang
dilakukan oleh dokter dan bidan efektif dalam meningkatkan pengetahuan dukun bayi
tentang berbagai aspek pelayanan KIA, meliputi pengetahuan tentang perawatan ibu
hamil, ibu bersalin, ibu nifas, bayi baru lahir, gizi, imunisasi, dan sebagainya.
Tabel 4.9. Hasil uji t tentang perbedaan perubahan skor pengetahuan sebelum dan sesudah antara kelompok dukun bayi dengan dan tanpa bimbingan tenaga kesehatan
Pengetahuan sesudah minus sebelum bimbingan
n Mean SD t p
- Bimbingan 48 7,44 2,02 19,79 0,000
- Tanpa bimbingan 30 0,23 1,19
12
120
Tabel 4.10. menunjukkan bahwa bimbingan tentang kesehatan ibu dan anak (KIA)
kepada dukun bayi memberikan peningkatan skor ketrampilan dukun bayi tentang KIA
yang lebih tinggi, dan peningkatan tersebut secara statistik signifikan (mean 1= 3.19
versus mean 2= 0.10; p= 0.000). Dengan kata lain, bimbingan tentang KIA yang
dilakukan oleh dokter dan bidan efektif dalam meningkatkan ketrampilan dukun bayi
tentang berbagai aspek pelayanan KIA, meliputi ketrampilan tentang perawatan ibu
hamil, ibu bersalin, ibu nifas, bayi baru lahir, gizi, imunisasi, dan sebagainya.
Tabel 4.10. Hasil uji t tentang perbedaan perubahan skor keterampilan sebelum dan sesudah antara kelompok dukun bayi dengan dan tanpa bimbingan tenaga kesehatan
Pengetahuan sesudah minus sebelum bimbingan
n Mean SD t p
- Bimbingan 48 3,19 1,12 17,34 0,000
- Tanpa bimbingan 30 0,10 0,40
12
121
Pembahasan
Angka kematian ibu di Indonesia masih relatif tinggi. Hal ini disbabkan
persalinan di Indonesia sebagian besar ditolong oleh tenaga yang tidak kompeten, maka
tidak tahu kalau ada risiko dan sebagainya (Soeparmanto, 2006).
Gambar 4.2. Perbedaan perubahan skor keterampilan sebelum dan sesudah antara kelompok dukun bayi yang mendapatkan
dan tidak mendapatkan bimbingan tenaga kesehatan
12
122
Dukun bayi di Indonesia masih mempunyai peranan penting, karena sekitar
70% - 80% pertolongan persalinan di pedesaan ditangani oleh dukun bayi, maka
bimbingan dukun bayi oleh tenaga kesehatan merupakan merupakan salah satu upaya
untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dukun bayi.
Bimbingan (Coaching) menyangkut pengembangan peserta dalam pekerjaan /
keterampilan mereka saat ini bukan sekedar memperbarui pengetahuan mereka.
Bimbingan (Coaching) lebih berkaitan dengan upaya membantu peserta untuk
memperluas pengetahuan serta mengebangkan kemampuan dan bakat secara penuh
dalam pekerjaan / keterampilan mereka saat ini (UGM, 2003).
Hasil penelitian yang telah kami lakukan di Puskesmas Mrebet Kecamatan
Mrebet Kabupaten Purbalingga pada bulan Nopember sampai Desember tahun 2008
tentang Pengaruh Bimbingan Tenaga Kesehatan terhadap Peran Dukun Bayi dalam
Pelayanan KIA di Puskesmas Mrebet Kabupaten Purbalingga.
1. Tentang pengetahuan, pada Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa tingkat pengetahuan
dari dukun bayi sebelum mengikuti bimbingan yang tingkat pengetahuannya
baik 3 dukun bayi (6,25%) dan kurang 45 dukun bayi (93,75%). Sedangkan
pada Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa tingkat pengetahuan dukun bayi setelah
mengikuti bimbingan secara intensif yang tingkat pengetahuannya baik 47
dukun bayi (97,92%) dan kurang 1 dukun bayi (2,08%). Jadi ada perubahan
yang berarti dibanding sebelum mengikuti bimbingan secara intensif dimana
ada peningkatan pengetahuan dari dukun bayi, sebelum mendapat bimbingan
yang intensif dukun bayi yang pengetahuannya baik 3 (6,25%) dan setelah
mendapat bimbingan intensif menjadi 47 dukun bayi (97,92%) jadi ada
12
123
kenaikan jumlah dukun bayi yang tingkat pengetahuannya baik 44 dukun bayi
(91,67%).
Dan peningkatan tersebut secara statistik signifikan (mean 1= 7.44 versus mean
2= 0.23; p= 0.000). Dengan kata lain, bimbingan tentang KIA yang dilakukan
oleh dokter dan bidan efektif dalam meningkatkan pengetahuan dukun bayi
tentang berbagai aspek pelayanan KIA, meliputi pengetahuan tentang perawatan
ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, bayi baru lahir, gizi, imunisasi, dan
sebagainya.
2. Tentang keterampilan, pada Tabel 4.5 dapat dilihat bahwa tingkat
keterampilan dari dukun bayi sebelum mengikuti bimbingan yang tingkat
keterampilannya baik 5 dukun bayi (10,42%) dan kurang 43 dukun bayi
(89,58%). Sedangkan pada Tabel 4.6 dapat dilihat bahwa tingkat keterampilan
dukun bayi setelah mengikuti bimbingan secara intensif yang tingkat
keterampilannya baik 38 dukun bayi (79,17%) dan kurang 10 dukun bayi
(20,83%). Jadi ada perubahan yang berarti dibanding sebelum mengikuti
bimbingan secara intensif dimana ada peningkatan keterampilan dari dukun
bayi, sebelum mendapat bimbingan yang intensif dukun bayi yang
keterampilannya baik 5 (10,42%) dan setelah mendapat bimbingan intensif
menjadi 38 dukun bayi (79,17%) jadi ada kenaikan jumlah dukun bayi yang
tingkat keterampilannya baik 33 dukun bayi (68,75%).
Dan peningkatan tersebut secara statistik signifikan (mean 1= 3.19 versus mean
2= 0.10; p= 0.000). Dengan kata lain, bimbingan tentang KIA yang dilakukan
oleh dokter dan bidan efektif dalam meningkatkan ketrampilan dukun bayi
12
124
tentang berbagai aspek pelayanan KIA, meliputi ketrampilan tentang perawatan
ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, bayi baru lahir, gizi, imunisasi, dan
sebagainya.
Dengan bimbingan yang intensif oleh tenaga kesehatan dapat meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan dukun bayi sehingga meningkatkan kompetensi dukun
bayi dalam pelayanan KIA.
KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN
Penelitian ini menarik dua buah kesimpulan sebagai berikut:
1. Terdapat pengaruh yang secara statistik signfikan pemberian bimbingan oleh
tenaga kesehatan terhadap peningkatan pengetahuan dukun bayi tentang
berbagai aspek pelayanan kesehatan ibu dan anak. Bimbingan tenaga kesehatan
mampu meningkatkan pengetahuan dukun bayi tentang perawatan ibu hamil,
ibu bersalin, ibu nifas, bayi baru lahir, gizi, imunisasi, dan sebagainya.
2. Terdapat pengaruh yang secara statistik signfikan pemberian bimbingan oleh
tenaga kesehatan terhadap peningkatan ketrampilan dukun bayi tentang
berbagai aspek pelayanan kesehatan ibu dan anak. Bimbingan tenaga kesehatan
mampu meningkatkan ketrampilan dukun bayi tentang perawatan ibu hamil, ibu
bersalin, ibu nifas, bayi baru lahir, gizi, imunisasi, dan sebagainya.
SARAN
1. Bagi Institusi Pendidikan
12
125
a. Penelitian ini untuk digunakan sebagai acuan penelitian selanjutnya.
b. Sebagai acuan pembelajaran bimbingan dukun bayi.
2. Bagi Dinas Kesehatan dan Puskesmas
a. Untuk tetap diadakan bimbingan dukun bayi dalam meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan dukun bayi yang ada diwilayah kerja
puskesmas khususnya dan umumnya di Kabupaten Purbalingga.
b. Diharapkan dialokasikan dana secara rutin untuk bimbingan dukun bayi
maka pengetahuan dan keterampilan dukun bayi dapat dipertahankan
dengan demikian diharapkan membantu menurunkan angka kematian
ibu di kabupaten Purbalingga.
DAFTAR PUSTAKA
Asghar. 1999. Obstetric complication and role of Traditional Birth Attendants in developing countries. http://www.geocities.com/SoHo/Cafe/9653 [16-08-2008].
Aswin. 1997. Metodologi Penelitian Kedokteran.Yogyakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada.
Bhisma. 2006. Desain dan Ukuran Sampel untuk Penelitian Kuantitatif dan Kuantitatif di Bidang Kesehatan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Bangsu. 2001. Dukun Bayi Sebagai Pilihan Utama Tenaga Penolong Persalinan. http://www.geocities.com/ejurnal/files/lp/2001/104.pdf. [02-09-2008].
12
126
Bapenas. 2008. Perilaku Individu Dalam Membentuk Kualitas Kinerja yang Baik. http://www.goodgovernance-bappenas.go.id/publikasi_files/modul/modulgg2.pdf. [17-09-2008].
Floyd and Jenkins. 2005. Midwifery. http://www.davisfloyd.com/USERIMAGES/File/Midwifery.pdf. [05-09-2008]
DEPKES RI. 1991. Pedoman Kerja Puskesmas Jilid I. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
DEPKES RI. 1993. Kurikulum Latihan Dukun. Jakarta: Direktorat Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat, Direktorat Bina Kesehatan Keluarga dan Bantuan Bank Dunia IBRD Loan 3298 – IND.
DEPKES RI. 1993. Pedoman Supervisi Dukun Bayi. Jakarta: Direktorat Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat, Direktorat Bina Kesehatan Keluarga dan Bantuan Bank Dunia IBRD Loan 3298 – IND.
DEPKES RI. 1996. Kurikulum Pelatihan Dukun. Jakarta: Direktorat Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat dan Direktorat Bina Kesehatahn Keluarga Depkes RI.
DEPKES RI. 1996. Panduan Bidan di Tingkat Desa. Jakarta: Direktorat Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat dan Direktorat Bina Kesehatan Keluarga Depkes RI.
DEPKES & KESOS RI. 2000. Pedoman Pemberdayaan Pondok Bersalin Desa.Jakarta: Departemen Kesehatan & Kesejahteraan Sosial RI.
DEPKES RI. 2006. Buku saku Bidan Poskesdes Untuk Mewujudkan Desa Siaga. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
DEPKES RI. 2007. Penggerakkan dan Pemberdayaan Masyarakat Melalui Kemitraan. Jakarta:DepartemenKesehatan RI.
DINKES PROP JATENG. 2004. Panduan Marketing Public Relation (MPR) Pelayanan Maternal. Semarang: Bag. Proyek PUK – SMPFA Propinsi JawaTengah.
DINKES PROP JATENG. 2004. Panduan Mutu Pelayanan Kesehatan Maternal. Semarang: Bag. Proyek PUK- SMPFA Propinsi Jawa Tengah.
DINKES PROP JATENG. 2006. Materi Rapat Kerja Kepala Puskesmas Se-Jateng.Semarang, Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah.
DINKES KAB PURBALINGGA. 2005. Profil Kesehatan Kabupaten Purbalingga. Purbalingga: Dinas Kesehatan Kabupaten Purbalingga.
12
127
DINKES KAB PURBALINGGA. 2007. Materi Rakerkesda Pemerintah Kabupaten Purbalingga Tahun 2007. Purbalingga: Dinas Kesehatan Kabupaten Purbalingga.
Fajar. 2006. Kemitraan Dalam Promosi Kesehatan di Rumah Sakit. dalam Majalah Kesehatan Depkes RI Nomor 172, hal 13-17. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Haney. 2001. Midwifery Education. http://haneydaw.myweb.uga.edu/twwh/ midwifery.html [05-09-2008].
Gunawan. 1992. Studi PerbandinganKarakteristik dan Perilaku Antara Konsumen Dukun Bayi dan Konsumen Bidan Terhadap Antenatal Care, Postnatal Care, Keluarga Berencana dan Imunisasi di Kecamatan Matraman, Jakarta Timur. http://www.digilib.ui.edu/opac/themes/libri2abstrakpdf.jsp?id=81939&lokasi=lokal [10-09-2008].
Parco and Jacobs. 2000. Knowledge, attitude and practices of traditional attendant in Maung Russey: scope and ways for improvement. http://rc.rocha. org.kh/docDetails.asp?resourceID=46&categoryID=8 [12- 09-
2008].
Puskesmas Mrebet. 2006. Profil UPTD Puskesmas Mrebet 2006. Purbalingga: Puskesmas Mrebet.
Ramdhani. 2008. Sikap & Beberapa Definisi untuk Memahaminya?. http://neila.Staff.ugm.ac.id/wordpress/wp-content/uploads/2008/03/definisi.pdf [01-11-2008].
Setiabudi. 1998. Tinjauan Pustaka. http://www.damandiri.or.id/file/setiabudiipbtinjauanpustaka.pdf. [17-09-2008].
Soeparmanto. 2006. Desa Siaga Benteng Utama Menanggulangi masalah Kesehatan di Indonesia. dalam Mediakom edisi 03 Desember 2006, Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
UGM. 2003. Bimbingan (Coaching). http://www.kmpk.ugm.ac.id/data/SPMKK/6g-BIMBINGAN%20(Matet03).doc. [01-11-2008].
Universitas Kristen Petra. 2006. Teori Penunjang. http://digilib.petra.ac.id/jiunkpe/s1/hotl/2006/jiunkpe-ns-s1-2006-33401115-6170-alumny-chapter2.pdf[01-11-2008].
Zainuddin. 2007. Metodologi Penelitian. http://www.fkm.unair.ac.id/files/matkul/
12
128
KML120/METODOLOGI%20PENELITIAN%20MZ-S-2-2006-2007.pdf[01-11-2008].
_______. 2008. Dukun Beranak Masih Jadi Pavorit Bagi Keluarga Miskin. http://www.harian-global.com/news.php?extend.43262 [10-09-2008].
_______. The Traditional Birth Attendant Linking Communities and Services. http://www.planetwire.org/files.fcgi/3441_BPtba-Ja02e.pdf [15-08-2008].
_______. 2007. Traditional birth attendant. http://en.wikipedia.org/wiki/Traditional birth_attendant [03-09-2008].
_______.2003. Traditional Birth Attendants in Maternal Health Programmes. https://www.popcouncil.org/pdfs/SafeMom_TBA.pdf [03-09-2008].
12
129