Pengaruh Bangsa Barat Terhadap Runtuhnya Peradaban di Cina
-
Upload
adytia-marayuda -
Category
Education
-
view
2.132 -
download
7
description
Transcript of Pengaruh Bangsa Barat Terhadap Runtuhnya Peradaban di Cina
PENGARUH BANGSA BARAT TERHADAP RUNTUHNYA PERADABAN CINA
Makalah
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Sejarah Peradaban Timur
Dosen :
Dra. Lely Yulifar, M.Pd
Disusun oleh :
Adytia Mara Yuda 1006017
Diyah Nur Fauziyyah 1005897
Heni Winarto 1000899
Sansan Moh. Ihsan 1005831
JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH
FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2013
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam perjalananannya sejarahnya sebuah peradaban tidak akan terlepas dari
sebuah perkembangan dan perubahan yang dialami dari peradaban tersebut. Dalam
hal ini peradaban di Cina, dimana Cina pada awalnya merupakan sebuah peradaban
yang besar di daratan asia dan berpengaruh terhadap perkembangan kehidupan
masnusia di Cina khususnya dan disekitar Cina umumnya. Dalam perjalalnan menuju
sebuah perubahan, Cina tidak terlepas dari adanya sebuah interaksi dari peradaban di
luar Cina. Mengenai hal tersebut, interaksi dilakukan bukan oleh peradabannya
sendiri, melainan oleh sebuah proses bangsa pengaruh yang dilakukan oleh bangsa-
bangsa di luar peradaban Cina.
Berkaitan dengan hal tersebut disini lebih memfokuskan dengan adanya pengaruh
terhadap Cina yang dilakukan oleh bangsa lain di luar Cina. Dalam hal ini adanya
pengaruh dari luar Cina diawali dari adanya sebuah invasi dari bangsa lain yaitu
bangsa Mongolia yang menurut Wiriaatmaja (2003:181) menyatakan bahwa :
“Suku-suku Mongolia sejak kira-kira 1200 M erhsil dipersatukan oleh Jenghis Khan (1206-1227). Lalu, didirikanlah sebuah kerajaan besar dan sangat kuat bernama Kerajaan Mongolia”.
Mereka disebut juga ddengan bangsa barbar. Karena ekspansinya terhdap
bangsa-bangsa lain. Pada masa itu, bangsa Mongolia ingin menguasai China dan
berhasil mendirikan dinasti yaitu dinasti Yuan dengan pendirinya Kubilai Khan. Pada
masa kekuasaan Mongolia wilayah Cina sudah dimasuki pengaruh dari Barat atau
Eropa. Banyak utusan dari eropa yang datang ke China untuk menyebarkan agama
kristen.
Setelah dinasti Yuan hancur lalu kekuasaan di Cina digantikan oleh dinasti Ming.
Menjelang keruntuhan dinasti Ming orang-orang barat dari eropa melakukan ekspedisi
dagang. Diantaranya Spanyol dan Portugis yang datang pada tahun 1540. Menjelang
Dinasti Ming berkahir berdatangan pula pedagang dari Inggris dan Belanda yang
banyak pula berdatangan misisonaris untuk menyebarkan agama Kristen di Cina. Hal
2
tersebut lah yang menandai adanya pengaruh asing yang masuk di Cina semakin
banyak. Bahkan mempengaruhi eksistensi dari sebuah Dinasti.
Setelah Dinasti Ming hancur maka kekuasaan digantikan oleh Dinasti Qing
(Manchu). Dinasti ini merupakan dinasti asing kedua setelah dinasti Yuan. Ketika
dinasti ini berdiri lebih banyak lagi bangsa barat datang ke China. Pada masa ini pula
banyak terjadi pemberontakan dari rakyat China. selain pemberontakan dari rakyat
china banyak terjadi perang dengan bangsa Eropa.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
1. Apakah yang menjadi latar belakang masuknya pengaruh Barat Ke Cina?
2. Bagaimana pengaruh bangsa barat terhadap dinasti Yuan, dinasti Ming dan
dinasti Qing?
3. Bagaimana proses terjadinya Imperialisme Dan Kolonialisme di Cina?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini sebagai berikut :
1. Mengetahui Latar Belakang Masuknya Pengaruh Barat Ke Cina
2. Mengetahui pengaruh bangsa barat terhadap dinasti Yuan, dinasti Ming dan
dinasti Qing.
3. Mengetahui Imperialisme Dan Kolonialisme di Cina
D. Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ialah menggunakan metode
studi literatur.
E. Sistematika Penulisan
Sistematika dalam penulisan makalah ini terbagi ke dalam tiga bagian yaitu BAB
I, BAB II, dan BAB III.
BAB I, Pendahuluan dimana bagian ini mengenai latar belakang, rumusan
masalah, tujuan penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan dalam
makalah ini.
3
BAB II,Pembahasan dimana bagian ini membahas mengenai Latar Belakang
Masuknya Pengaruh Barat Ke Cina, yang dimulai dari pengaruh barat terhadap
dinasi Yuan, kemudian Dinasti Ming dan Dinasti Qing (Manchu) dan Imperialisme
Dan Kolonialisme yang terjadi di Cina.
BAB III, Kesimpulan, bagian ini mengenai kesimpulan dari seluruh pembahasan
dalam makalah.
4
BAB II
PENGARUH BANGSA BARAT TERHADAP RUNTUHNYA PERADABAN
CINA
A. Latar Belakang Masuknya Pengaruh Barat Ke Cina
Fase awal masuknya pengaruh barat ke wilayah Cina yakni terjadi pada
masa kekuasaan Mongolia wilayah Cina sudah dimasuki pengaruh dari Barat
atu Eropa. Pada masa tersebut Cina dimasuki oleh adanya persebaran agama
Kristen yang ditandai dengan datangnya utusan Paus dari Roma, yakni Jean du
Plan Carpin pada tahun 1245. Selanjutnya pada tahun 1287, masih pada masa
kekuasaan Mongolia seorang yang beragama Kristen dari bangsa Uigur Turki,
yakni Rabban Sauma (1220-1294) yang merupakan seorang bangsa Turki-
Mongol yang merupakan Imam Kristen Nestorian. Dia diutus untuk
menyebarkan Kristen ke wilayah timur termasuk di Cina. Kemudian setelah itu
pengikutnya Johannes Monte Carvino mengkistenkan kurang lebih 30.000
orang di Cina.
Kedatangan bangsa Barat tersebut berlanjut dari dinasti ke dinasti. Pada
Dinasti Yuan (1279-1368), Paus beberapa kali mengirimkan utusannya ke
Cina untuk menyebarkan agama di sana. Seorang biarawan bernama Giovanni
de Piano Carpini yang berasal dari Perugia, Italia dikirim ke Karakorum oleh
Paus Innocentius IV pada tahun 12445 dan karyanya yang berjudul ystoria
Mongalorum menjadi pusat informasi berharga mengenai adat istiadat bangsa
Mongol. Disusul peristiwa penting lainnya yakni kedatangan Marco Polo.
Pada Dinasti Ming (1368-1644) ketika masa pemerintahan Wanli,
seorang imam Yesuit bernama Matteo Ricci (1552-1616) memperkenalkan
kembali agama Kristen di Cina yang sebelumnya pernah masuk ke negeri
tersebut dalam bentuk Nestorianisme.
Dinasti Qing (1644-1912) adanya kunjungan duta besar Macartney dari
Inggris untuk membuka hubungan antar Cina dan dunia Barat pada tahun
5
1792, namun sayangnya hubunga dengan bangsa Barat tersebut kemudian
diakhiri dengan penjajahan di beberapa wilayah Cina.
Pada mulanya kedatangan bangsa Barat adalah untuk melakukan
penyebaran agama dan berdagang. Namun, pada perkembagannya mempunyai
tujuan lain yakni menguasai daratan Cina untuk kemudian dijajah. hal
tersebutlah yang kemudian menjadi pemicu terjadinya perpecahan dan
pemberontakan di Cina.
B. Pengaruh Bangsa Barat Dari Dinasti Yuan Hingga Dinasti Qing
Dinasti Yuan (1279-1368)
Dinasti Yuan beridiri dari tahun 1279-1368 M. Dinasti ini merupakan
Dinasti asing pertama yang memerintah Cina. Yakni berasal dari bangsa
Mongol yang sebelumnya menaklukan Dinasti Song. Pemimpin Mongol yang
melakukan ekspansi ke Cina yakni Genghis Khan atau Temujin yang
merupakan penakluk bangsa-bangsa barat mulai dari sekitar Turki, Kaukasus
hingga Cina. Namun selanjutnya Dinasti Yuan dipimpin oleh Kubilai Khan.
Kekuasaan Dinasti Yuan dipersatukan dalam satu kekuasaan Pax-Mongolia.
Pada masa Dinasti Yuan, selain banyak sekali menerima pengaruh dari
luar dalam berupa agama-agama dan kepercayaan yang beragam, juga banyak
sekali kedatangan dari bangsa asing yang memiliki tujuan berbeda-beda.
Diawali dari kedatangan seorang Prancis yang menyebarkan agama
Kristen kepada Bangsa Mongolia yang menyebabkan adanya keberagaman
dalam hal keprcayaan dalam bangsa Mongolia terutama saat Bangsa Mongolia
dikuasai oleh Kubilai Khan yang sekaligus memimpin Dinasti Yuan.
“Pada 845, salah seorang rahib Prancis bernama Jean Du Plan Carvin datang ke Krajaan Mongolia sebagai utusan Sri Paus di roma. Tujuan utama kedatangannya adalah untuk mengajak rakyat dan bangsa Mongolia agar memeluk Kristen” (Wiriaatmadja,2003:197).
Paus beberapa kali mengirimkan utusannya ke Cina untuk menyebarkan
agama di sana. Seorang biarawan bernama Giovanni de Piano Carpini yang
berasal dari Perugia, Italia dikirim ke Karakorum oleh Paus Innocentius IV
6
pada tahun 1245 dan karyanya yang berjudul Hystoria Mongalorum menjadi
pusat informasi berharga mengenai adat istiadat bangsa Mongol.
Selanjutnya, Paus Nicholas IV ingin mengadakan hubungan dengan
bangsa Mongol sehingga ia mengirimkan seorang rohaniawan Katolik
bernama Giovanni de Monte Corvino. Kemudian Paus mengirimkan beberapa
rohaniwan lagi dan mengangkatnya sebagai uskup agung. Selama berkarya di
Cina, Yohannes telah menterjemahkan perjanjian baru dan kitab Mazmur ke
dalam bahasa Mongol serta mengkristenkan 30.000 orang. Odorico de
Pordenone, seorang biarawan lainya dari ordo Fransiskan mengadakan
perjalanan ke Asia Timur yang melalui daratan Beijing dan ia menetap selama
3 tahun di sana. Catatan perjalanannya dicatat oleh temannya yang bernama
Guillaume de Soragne. Jejak-jejak perkembagan agama kristen semasa dinasti
Yuan masih dapat kita jumpai saat ini dalam bentuk kuburan-kuburan kristen
seperti makam Katharina von Viglione yang berangka tahun 1342.
Namun ternyata adanya pengaruh Kristen dari Barat tersebut, merupakan
bagian dari adanya sebuah tujuan tertentu dari Kristen. Menurut Wiriaatmadja
(2003:198) menyatakan bahwa :
“ Rupa-rupanya, pengiriman utusan Sri Paus ke Kerajaan Mongolia adalah untuk membangun persekutun dan kerja sama yang tujuan utamanya adalah melwan dan menghambat laju pergerakan Islam (Islamic Movement). Sri Paus mengutus seorang Kristen Nestorianisme yang berasal dari Bangsa Uigur bernama Rabban Sauma untuk mewujudkan persekutuan itu. Tetapi setelah pembicaraan dilaksanankan tidak ada kesepakatan yang berhasil dicapai”.
Pada tahun 1275 Dinasti Yuan kedatangan keluarga Polo dari Venesia
yang dipimpin oleh Marcopolo dan merupakan kedatangan bangsa barat
pertama ke Cina. Tempat pertama yang disinggahi yakni Shangdu, Mongolia
Selatan. Pada saat itu Dinasti Yuan dipimpin oleh Kubilai Khan. Marcopolo
selama kurang lebih 17 tahun tinggal di Istana Dinasti Yuan. Kisah perjalanan
dari Marcopolo ke Cina, ditulis oleh Rusticien de Pisa atau Pisa Rusticello
(dalam bahasa Prancis) seorang yang menulis buku Deuisament du monde
hingga menjadi Inspirasi bagi bangsa barat untuk mendatangi wilayah Cina.
Tidak ada pengaruh yang berarti bagi Cina atas kedatangan Marcoolo, hanya
saja terjalin sebuah hubungan khusus antara Marcopolo yang berasal dari
Venesia dan Kubilai Khan dari Dinasti Yuan Cina. Dan menurut buku Kisah
7
Perjalanan Marcopolo, di Cina dia menikahi putrid dari Mongolia. Selain itu
juga Marcopolo pernah menjadi orang kepercayaan Kubilai Khan. Belakangan
Marcopolo mendapat kepercayaan Kubilai Khan untuk menunaikan berbagai
tugas penting, dan bahkan pernah diangkat sebagai gubernur Yangzhou
(Taniputera,2009:457).
Kedatangan Marco Polo ke Cina memiliki arti penting bagi hubungan
antara Barat dan Timur, sebab selama berabad-abad kemudian, catatan
perjalanan yang ditulis Marco Polo itu merupakan satu-satunya informasi
mengenai Cina bagi bangsa Barat. Marco Polo adalah putra seorang pedagang
Venesia bernama Nicolo Polo yang menyertai ayahnya dalam perjalanan ke
Timur. Saat memulai perjalanan itu pada tahun 1271, usiaya baru 17 tahun.
Pada tahun 1275, tibalah mereka di Shangdu, Mongolia Selatan, tempat
istirahat musim panas Kubilai Khan. Marco Polo menarik perhatian Kubilai
Khan karena kecerdasannya dan ia ingin menguasai bahasa Tionghoa.
Kemudian Marco Polo mendapat kepercayaan Kubilai Khan untuk
menunaikan berbagai tugas dan bahkan pernah diangkat sebagai gubernur
Yangzhou.
Setelah tinggal selama kurang lebih 17 tahun, keluarga Marco Polo
berniat untuk pulang ke tanah airnya, tetapi Kubilai Khan tidak
mengizinkannya. Barulah pada tahun 1289 keluarga Marso Polo
berkesempatan untuk pulang, ketika Khan Persia mengirim utusan pada
Kubilai Khan untuk memberitahukan bahwa permaisurinya baru saja
meninggal dan meminta seorang putri Mongol sebagai penggantinya.
Ketika itu, jalur darat menuju Persia sedang tidak aman karena
peperangan, sehingga untuk menuju ke sana harus menempuh jalur laut.
Keluarga Marco Polo segera menawarkan diri untuk memandu perjalanan
melalui jalur laut karena mereka ahli dalam pelayaran. Dengan berat hati,
Kubilai Khan mengizinkan mereka untuk berangkat. Pada tahun 1292,
keluarga Marco Polo bertolak dari Quanzhou untuk mengawal putri Mongol
tersebut ke Persia. Setelah tugas tersebut selesai ditunaikan, keluarga Marco
Polo tidak kembali lagi ke Cina. Mereka meneruskan perjalanannya untuk
8
pulang ke tanah airnya dan tiba di Venesia pada tahun 1295. Mereka telah
meninggalkan tanah airnya selama 20 tahun.
Setelah Marco Polo tiba kembali di Venesia, meletuslah pertempuran
antara Venesia dan Genoa. Marco Polo ikut berperang membela tanah airnya,
tetapi kalah dan ditawan oleh pihak Genoa. Di dalam penjara inilah kemudian
Marco Polo mengisahkan pengalamannya selama berada di Cina kepada
seorang penulis bernama Rusticien de Pisa yang juga ikut menjadi tawanan.
Kisah tersebut kemudian dibukukan menjadi kisah perjalanan Marco Polo.
Buku tersebut mengisahkan keelokan istana Kubilai Khan, keindahan alam
negeri Cina dan lain sebagainya.
Dinasti Ming (1368-1644)
Dinasti Ming didirikan oleh Chu Yuan Chang yang merupakan seorang
petani dan menjadikan kedua kalinya Cina didirikan oleh seorang petani. Chu
Yuang Chang bergelar Kaisar Hung Wu (1368-1398). Dinasti Ming
beribukota di Nanking dan memberi nama kuilnya ialah Ming Tai Tzu. Dinasti
yang berdiri karena berhasil melakukan pemberontakan terhadap pemerintahan
Dinasti Yuan. Pemimpin dari pemberontakan tersebut ialah Chu Yuan Chang
yang berhasil menyatkan semua pasukan pemberontak di seluruh wilayah Cina
dan kaum gentry. Diantara kaum Gentry ada yang dapat meyakinkan Chu
Yuan Yang untuk meningkatkan perjuangan ke tingkatan lebih tinggi yakni
perjuangan bersifat nasional. Pada tahun 1356 wilayah Nanking diduduki oleh
pemberontak hingga seluruh wilayah Cina Selatan. Hingga tahun 1368 bangsa
Mongolia berusaha meninggalkan Khanbalik dan mundur ke daerah asal
mereka. (Wiriaatmadja, 2003:207).
Sebenarnya pada masa Dinasti Ming, ada sebuah ppenolakan terhadap modernisasi yang terjadi di Cina. Menurut Wolfram Eberhard dalam Wiriaatmadja (2003:208) menyatakan bahwa : “Zaman Dinsati Ming memunculkan fenomena baru tentang zaman modern dalam sejarah dan eradaban Cina. Fenomena baru itu sebenarnya sudah terjadi sejak zaman Dinasti Yuan. Karena itu Dinasti Yuan lah yang dianggap sebagai peletak awal dari zaman modern sejarah Cina itu, bukan Dinasti Ming”
Mungkin dari pernyataan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa pada masa
Dinasti bisa disebut zaman Cina modern karena banyaknya pengaruh-
pengaruh asing yang masuk ke Cina. Terlebih mungkin dikarenakan
9
keterbukaannya pemimpin saat itu terhadap adanya bangsa asing terutama dari
Barat yang asuk tanpa menyaringnya terlebih dahulu.
Sebenarnya yang disebut bangsa asing menurut Dinasti Ming lebih
merujuk ke bangsa Mongolia yang berada di wilayah utara Dinasti Ming.
Karena pada masa itu bangsa Mongolia dengan konsep politik pax-Mongolica-
nya lebih mengancam eksistensi dari Dinasti Ming. Disisi lain pada masa
Kaisar Yung Lo gagasan mengenai ekspedisi keluar negeri mulai
disosialisasikan. Hingga terdapat ekspedisi yang pertama dan paling terkenal
yakni ekspedisi pelayaran pertama yang dilaksanankan secara besar-besaran
oleh Dinasti Ming dimulai sejak 1405 yang dipimpin oleh Laksamana Cheng
Ho (Wiriaatmadja,2003:210).
Namun sepeninggal Kaisar Yung Lo dinasti Ming semakin melemah hingga
pada saat yang bersamaan datangny orang-orang barat dari eropa ke wilayah
Cina. Yang melakukan ekspedisi dagang yang ternyata juga membawa tiga-G
(gold, glory, dan gospel)-terutama Spanyol (1514) dan Portugis (1540)-mulai
berdatangan (Wiriaatmadja,2003:210).
Menjelang Dinasti Ming berkahir berdatangan pula pedagang dari
Inggris dan Belanda yang menandai berdatangannya misisonaris untuk
menyebarkan agama Kristen di Cina. Para misionaris tersebut berasal disebut
juga paderi yang berasal dari Ordo Jesuit. Hingga salah seorang paderi
bernama Matteo Richi (1552-1616) berganti nama menjadi Li Mao Tou.
Sebelumnya pernah ada misisonaris Kristen yakni Franciskus Xaverius yang
tida di Makao namun tak lama dia meninggal disana pada tahun 1522. Matteo
Ricci datang dari Macao pada 1582 hingga 1610 menetap di Cina dan
meninggal di Peking. Sebelum menyebarkan, Ricci terlebih dahulu
mempelajari Konfusianisme dan ilmu-ilmu dan karya-karya klasik Cina
dengam maksud memaahami dan dapat menggabungkannya dengan ajaran
Kristen. Ricci meyakini bahwa bagsa Tionghoa hanya dapat diperkenalkan
pada Kekristenan jika ia dapat menghadirkan suatu bentuk agama tersebut
yang selaras dengan Konfusianisme (mengizinkan penghormatan pada leluhur)
(Taniputera,2009:492). Proses tersebut dilanjutkan oleh Johann Adam von
Schall dan Johann Schreck yang tiba di Beijing tahun 1622. Oleh mereka
10
jumlah penganut Kristen meningkat hingga ribuan.Hanya saja sempat
terhambat oleh dekrit kepausan pada abad ke-18 yang melarang adanya ilmu
tradisional yang dicampurkan kedalam agama Kristen menjadikan
perkembangannya meurun. Selain itu juga para misisonaris tersebut diburu dan
sempat dipenjara oleh pemerintah Dinasti Ming karena diketahui bahwa
mereka ingin menghapuskan kepercayaan tradisional bangsa Cina. Walupun
persebaran Kristen sudah masuk ke istana, namun kaum gentry tidak begitu
tertarik hanya tertarik terhadap ilmu pengetahuannya saja. Misionaris lainnya
yang terkenal adalah Etienne Faber. Tokoh legenda ini hidup pada masa akhir
Dinasti Ming dan berkarya di Shanzi. Faber telah mengarang banyak karya
mengenai hagiografi Buddhis dan Daois (Taniputra, 2009:492)
Dinasti Qing (1644-1912)
Dinasti Qing sebenarnya tidak bisa terlepas dari sebuah kata Manchuria.
Yang merupakan nama sebuah wilayah di timur Cina. Namun menurut
Wicaksono (2011:13) menyatakan bahwa :
“Manchuria adalah nama yang diberikan oleh Nurhaci yang menganggap dirinya adalah reinkarnasi Buddha Manjushri. Pemberian nama ini juga untuk menghapus sebutan “Jurchen” oleh bangsa Han China yang terkesan berbau barbar dan biadab”.
Dinasti Qing ini juga bisa disebut Dinasti asing yang memerintah di
Cina, krena jika melihat dari asal usulnya menurut Wicaksono (2011:15) :
“Nenek moyang suku Manchu adalah bangsa Jurchen yang termasuk ke dalam ras Proto Turki. Bersama suku-suku di Cina Utara lainnya, mereka adalah keturunan suku Xiongnu yang semenjak jaman sebelum Masehi telah merampoki dan mengancam perbatasan utara China, sehigga Kaisar Qin Shihuang membangun tembok besar untuk menahan serbuan mereka”.
Mengenai pernyataan mengenai Manchuria yang namanya diberikan oleh
Nurhaci, tersirat pertanyaan sebenarnya siapa Nurhaci tersebut. Menurut
Wicaksono (2011:31) menjelaskan bahwa “Nurhaci adalah kepala suku
Jurchen Jianzhou yang kemudian mendirikan Dinasti Jin akhir, dan dianggap
sebagai pendiri kekaisaran Qing”.
11
Sebenarnya dapat dikatakan bahwa Nurhaci merupakan seorang asing yang
menjadi ”peletak batu pertama” dari perjuangan mengahadapi Dinasti Ming
dalam membangun Dinasti Qing yang nantinya menjadi sebuah Dinasti pada
tahun 1644.
Dinasti Qing (Manchu) didirikan oleh Li Tzu Cheng yang pada masa
dinasti Ming memimpin pemberontakan petani pada tahun 1644. Hingga
menguasai wilayah utara yakni Manchuria bahkan menaklukan wilayah Korea
dan Mongolia. Dinasti Qing mencapai puncak kejayaan pada masa
pemerintahan Ch’ien Lung (1735-1795). Seluruh wilayah Asia Tengah
berhasil ditaklukan termasuk Tibet. Hingga negara-negara vazal dapat dikuasai
meliputi wilayah Nepal, Korea, Indo-China, Burma. Dalam kurun waktu
kurang lebih setengah abad dari pemerintahan Manchu, Cina mengalami
banyak kemajuan yang pesat. Namun di sisi lain Manchu juga sudah mulai
terlihat kemunduran dan kehancurannya. Terutama saat kedatangan bangsa
barat yang jumlahnya semakin meningkat. Mereka melakukan perdagangan
dengan masyarakat Cina. Namun K’ang Hsi yang memerintah sebelum Ch’ien
Lung telah lebih dulu menetapkan aturan bahwa “hanya orang-orang Kanton
yang terbuka lebar untuk membuka perdagangan dengan bangsa asing”
(Wiriaatmadja,2003:221). Perdagangannya pun hanya boleh dilakukan dengan
sistem Kohong saja dan dilarang berhubungan langsung dengan penduduk dan
juga melalui perantara saudagar Kohong.
Pada masa pemerintahan K’ang His atau Kangxi pengaruh dari bangsa
barat mulai terasa. Dimulai dengan kedatangan para penyebar agama Kristen.
Akses ke Cina biasanya dilakukan dari koloni Portugis di Macau. Beberapa
para misionaris tersebut berhasil adapula yang gagal dengan berbagai
penyebab seperti meninggal dalam perjalanan, mengalami penolakan bahkan
dihukum oleh penguasa Cina. Diawali pada tahun 1649 Michael Byorm,
misionaris Yesuit kelahiran Lwow (saat itu masih berada dalam kekuasaan
Polandia). Dia diutus dalam misi siplomatik kepada kaisar Yongli dari Ming
selatan, yang sementara itu masih menguasai Cina barat daya. Andreas
Wolfgang Koffer, misionaris Yesuit yag sudah berada di istana kaisar Yongli
sejak 1645, sudah berhasil mengkristenkan beberapa anggota penting keluarga
istana, seperti Ibusuri Helena wang Liena, ibusuri Maria ma, dan putra
12
mahkota Constantinus Zhu Cuxuan serta kasim Pang. Ketika pasukan Manchu
mulai mengancam, Byorm diutus untuk menyampaikan surat dari ibusuri
Wang kepada Innocentius X di Roma dengan maksud untuk meminta bala
bantuan (Wicaksono,2011:171). Namun barulah pada 1655 Paus Alexander
VII memberikan jawabannya hanya sebatas ungkapan keprihatinan dan doa
untuk keselamatan bangsa Cina. Meskipun demikian Byorm mendapat
dukungan dari Raja Joao IV dari Portugal yang menjanjikan akan memberikan
bala bantuan untuk membantu Dinasti Ming Selatan (Wicaksono,2011:172).
Karena masuknya agama Kristen yang dibawa para misionaris, terdapat
sebuah peristiwa dimana terjadi pertentangan antara Ordo yang dibawa oleh
para misonaris. Selian Ordo Yesuit terdapat juga Ordo Fransiskan dan
Dominikan yang masuk ke Cina. Kedua Ordo tersebut mengadukan perbuatan
Ordo Yesuit yang mencampur adukakan agama Katolik dengn praktik
Confucianisme kepada Paus di Vatikan. Paus kemudian mengirim utusan ke
Cina untuk membersihkan agama Katolik dri praktek pemujaan nenek
moyang, namun utusan tersebut ditolak oleh Kaisar Kangxi. Lalu pada tahun
1773 Ordo Yesuit atau Serikat Yesus dibubarkan oleh Paus Clement XIV dan
agam Kristen di Cina memasuki masa kemunduran. Mereka diburu oleh
pemerintah dan menghadapi penganiayaan. (Wicaksono,2011:175).
Setelah itu ada peristiwa penting yang patut dicatat adalah kunjungan
duta besar Lord Macartney dari Inggris untuk membuka hubungan antar Cina
dan dunia Barat pada tahun 1792. Utusan dagang tersebut ditolak oleh Kaisar
Kangxi karena ia tidak bersedia dan enggan melakukan kow-tow atau bersujud
dihadapan Kaisar. Utusan kerajaan Inggris berikutnya yang datang pada 1816
yang bernama Lord Armherst juga ditolak oleh Kisar
(Wiriaatmadja,2003:224).
Adapun pada masa Kaisar Kangxi (1662-1772) membuat sebuah
perturan dimana adanya pembatasan dalam hal perdagangan terutama yang
berhubungan dengan bagsa asing. Kaisar Kangxi menetapkan sistem Ko-Hong.
Para pedagang tersebut diperbolehkan berdagang asalkan mematuhi dan
menggunakan sistem yang diterapkan.
13
“Kohong yaitu pelarangan hubungan langsung dengan rakyat Cina, tetapi harus melalui perantara saudagar kohong atau golongan saudagar Cina tertentu yang diterapkan pemerintah. Hingga kurang lebih tahun 1840 bangsa barat yang datang ke Cina tidak berani melanggar ketetapan pemerintah Cina karena mereka gentar bermusuhan dengan Cina yang dianggap raksasa terkuat (Harifah, 2005:1).
Menurut Wiriaatmadja (2003:224) menyatakan bahwa saudagar Kohong
merupakan gabungan dari 13 saudagar asal Cina yang diberi hak monopoli
oleh kaisar Kangxi untu melakukan transaksi semua jenis perdagangan dengan
orang-orang asing. Namun sayangnya hubungan dengan bangsa Barat tersebut
kemudian diakhiri dengan penjajahan di beberapa wilayah Cina. Macartney
menyampaikan maksud pemerintahnya untuk menjalin hubungan dagang
dengan kedutaan Cina. Tetapi kaisar Qianlong menjawabnya dengan pernyataa
“aku tidak menghargai sedikitpun barang aneh ataupun luar biasa dan tidak
memerlukan hasil dari negara lain”. Sehingga utusan tersebut mengalami
kegagalan.
Pada masa pemerintahan Daoguang (1821-1850) terjadi pemberontakan
di dalam negeri. Suku-suku minoritas serta penghuni wilayah perbatasan
menerbitkan berbagai pemberontakan dan kerusuhan seperti bangsa Tibet yang
memberontak pada tahun 1807 dan warga Muslim Xinjiang pada tahun 1820-
an. Sementara itu, bangsa Barat telah bersiap-siap melancarkan agresinya,
karena pembatasan-pembatasan perdagangan (terutama candu) yang
diberlakukan terhadap mereka.
C. Imperialisme Dan Kolonialisme di Cina
Pada tahun 1839 Lin Hse Tsu menjabat sebagai komisaris tinggi dan
mengeluarkan kebijakan agar para pedagang asing menyerahkan candu atau
opium untuk dimusnahkan. Pedagang Inggris yang diwakili oleh Charles Elliot
menyerahkan ¼ juta kilogram candu yang kemudian dibakar dan dimusnahkan
Lin Tse Hsu pada tanggal 3 Juni 1839. Dengan tindakan itu Inggris
tersinggung dan melakuan permusuhn dengan Cina. Hingga terjadi Perang
Candu I (1839-1842) yang merupakan awal dari praktek imperialism-
kolonialisme Inggris atas Cina.Yang berakhir dengan diadakannya persetujuan
Nanking pada tahun 1842. Dan kemudian Perang Candu II (1856-1860). Yang
disebabkan karena penahanan kereta api kecil bernama Lorcha Arrow yang
14
berfungsi sebagai alat pelayaran pantai yang emnggunakan bendera Inggris
raya. Pihak Cina beralasan bahwa penahanan tersebut karena kapal terebut
digunakan penyelundupan barang dagangan ke Cina. Dan pihak Inggris tidak
sepakat dengan itu kemudian meletuslah perang. Perang berakhir dengan
perjanjian damai yang dilakukan oleh Cina yang bernama Konvensi Peking
pada tahun 1860 yang memperkuat Persetujuan Tienstin (1858). Sejak itu Cina
menjadi negara semikolonial. Dan banyak serbuan imperialism-kolonialisme
modern yang didiringi penetrasi kebudayaan barat (wiriaatmadja,2003:258).
Hingga Rusia melakukan persetujuan dengan Cina yang disebut Persetujuan
Aigun yang berisi penyerahan daerah wilayah utara Sungai Maur kepada
Rusia. Selain itu juga Amerika pun ikut melakukan persetujuan denganCina
yang disebut Persetujuan Whang Shia. Yang berisi beberapa poin yakni hak-
hak yang diberikan kepada Inggris harus diberikan pula kepada Amerika.
Termasuk hak yang sangat penting yakni Hak Eksteritorialitas. Selain itu juga
Prancis yang melakukan kontak perdagangan dengan Cina, mengikutinya
dengan membuat Perjanjian Whampoa yang didalamnya memuat dekrit kaisar
yang memberikan izin bagi para penyebar agama Kristen Katolik di Cina
untuk menyebarkan agamanaya (Wiriaatmadja,2003:226).
Tidak lama setelah imperialisme-kolonialisme berlaku di Cina, terjadi
Pemberontakan T’ai Ping pada tahun 1850-1865. Yang dipimpin oleh Hung
Hsiu Chuan (Hong) berasal dari propinsi Kwangtung. Gerakan ini memiliki
pasukan yang diberinama Hong. Kemudian mereka mendirikan Perkumpulan
Shang Ti Hui (Perkumpulan Pemuja Tuhan) tahun 1845. Orang-orang yang
memberontak menggunakan ikat kepala merah dan memotong selampit
rambutnya. Mereka tidak senang dengan kondisi dinasti Manchu yang
didalamnya terdapat imperialism-kolonialisme yang dilakukan oleh bangsa
asing terhadap Cina. Dalam aksi gerakannya mereka melakukan tradisi agama
Kristen yang dibawa masuk ke Cina oleh bangsa barat. Tradisi terebut yakni
melaukan ibadah di hari Minggu dan selain itu juga ikut memusnahkan setiap
patung-patung dewa dimanapun yang mereka jumpai. Geakan tersebut
kemudian dapat berkembanghingga pada tahun 1853 pemimpinnya Hung Hsiu
Chuan (Hong) menyatakan dirinya sebagai Raja Langit dan menjadikan
gerakan ini sebagai Dinasti Taiping dan menjadikan Naning sebagai
15
Ibukotanya. Sebenranya ajaran Hong tersebut awalnya hanya sebatas
sinkretisme antara tradisi Cina kuno dengan agama Kristen. Karena penolakan
mereka akibat dampak yang ditimbulkan Perang Candu yang pernah terjadi.
Yakni adanya pelegalan minuman keras, hingga banyaknya perzinahan.Pada
awalnya karena terpengaruh oleh ajaran barat ini, para pendeta Kristen tertarik
pada gerakan Taiping bahkan para cendekiawan Cina yang masih memegang
teguh kepercayaan kuno pun ikut tergabung didalamnya. Namun gerakan ini
mengalami kegagalan karena Kaisar Hsiu Ch’uan bunuh diri pada 30 Juni
1864. Akibat dari sikap dirinya yang saat memimpin terlau mewah dan lupa
daratan hingga timbul perpecahan dalam gerakan Taiping dan gerakan ini pun
dapat ditumpas dengan lambat laun oleh pemerintahan Dinasti Qing. Itupun
dengan bantuan bangsa Barat yakni Mayor Charles George Gordon yang
merupakan kebangsaan Inggris. Dan lagi-lagi bangsa barat ikut terlibat dalam
pemerintahan Dinasti di Cina ini.
Perang Candu yang terjadi di Cina menimbulkan perubahan signifikan
terhadap kondisi sosial di Cina. Hingga melemahnya kekuasaan Manchu dan
juga timbul keinginan dari masyarakat Cina untuk melakukan perubahan.
Daintaranya terdapat usaha untuk belajar dari barat dengan meniru teknologi
dan industry dari barat serta mengirim kaum intelektual dari Cina untuk belajar
ke negara barat. Kaum intelektual inilah yang mengenalkan faham-faham baru
dari barat seperti sistem politik demokrasi yang menyebabkan lahirnya kaum
proletar dikalangan pekerja industry dan menjadi motor penggerak gerakan
anti barat yang menumbuhkan semangat nasionalisme (Harifah,2005:2).
Selain karena mendapat banyak tekanan dri bangsa barat, dalam negara
Cina sendiri terjdi kehidupan sosial yang mengalami masalah. Mulai masalah
ekonomi yang berhubungan dengan mata pencaharian rakyatnya. Oleh karena
itu masyarakat Cina ingin segera mengakhiri masa-masa tersebut dengan
melakukan berbagai gerakan yang berasal dari kaum intelektual. Pada rentan
waktu 1870-1910 wilayah Cina terbagi kedalam beberapa wilayah yang
terkotak-kotakan oleh kekuasaan bangsa asing. Inggris menguasai wilayah
meliputi Kanton, Yangtze, dan Hongkong. Jerman menguasai wilayah
16
Kiaochau dan Shantung. Bahkan wilayah Manchuria, Port Arthur, dan
Liaotung dikuasai oleh Rusia hingga akhirnya menjadi kekuasan Jepang.
Revolusi Nasional Cina
Revolusi menunjuk pada suatu pengertian tentang
perubahan sosial politik yang radikal, berlangsung cepat dan
besar-besaran (Supardan,2009:342). Karena dengan masuknya
bangsa Barat masuklah juga faham-faham dan aliran-aliran dari barat. Faham-
faham tersebut kemudian dianut oleh kaum-kaum terpelajar di Cina. Selain
kondisi masyarakat Cina pada saat itu mengalami kekecewaan terhadap Dinasti
Muncullah nasionalisme di Cina. Nasionalisme yang secara sederhana
mengandung arti rasa kebangsaan dimana kepentingan negara dan bangsa
mendapat perhatian besar dalam kehidupan bernegara (Supardan,2009:339).
Nasionalisme itu diperkuat oleh kemenangan Jepang atas rusia pada perang
tahun 1905, karena pada saati itu kulit berwarna berhasil mengalahkan kulit
putih dan menyangkal dengan tegas superioritas kulit putih. Sehingga
masyarakat Cina terdorong untuk melukakn perlawanan terhadap kulit ptih
atau bangsa barat yang berada di Cina. Selanjutnya dilakukanlah modernisasi
oleh kaum terpelajar Cina yang digagas oleh Dr. Sun Yat Sen (1866-1925).
Keinginannya ialah untuk mempelajari budaya barat guna memodernisasi Cina
dengan tujuan sebagai berikut :
a. Membentuk kesatuan negara Cina dibawah suatu pemerintahan yang cukup
kuat untuk membangun suatu Cina Baru yang merdeka dan berdaulat penuh.
b. Cina baru ini harus didasarkan atas San, Min, Chu, I yakni tiga sendi
kedaulatan rakyat. San Min Chu I ini ialah: 1.Nasionalisme, 2.Demokrasi,
3.Sosialisme.
(san Min Chu I diambil dari perkataan presiden Abraham Lincoln dari USA
yang mengatakan a.Government of The People, by the people, for the people),
(Soebantardjo,1958:29).
Sehingga dengan adanya faham tersebut mulailah sebuah pemahaman baru
mengenai Cina baru yang melekat di masyarakat. Sampai pada suatau waktu
17
beberapa orang Cina ingin membuka jalur kereta di Shicuan, namun
permintaan ditolak oleh pemerintah Dinasti Manchu, namun izin tersebut
diberika kepada pemerintah asing. Sehingga masyarakat Cina kecewa dan
terjadi kerusuhan di Wuchang. Rakyat Cina marah dan pada tanggal 10-10-
1911 (Double Ten) meletuslah revolusi di Wuchang (Wuchang Day)
Pemerintah Manchu jatuh. Republik Cina lahir (Soebantardjo,1958:29).
Namun yang menjadi Republik Cina yang diproklamasikan oleh Dr. Sun Yat
Sen hanya meliputi Cina Selatan saja, karena di Utara masih dikuasai oleh
Kaisar Pu Yi sebagai pemegang pemerintahan Dinasti Manchu. Di wilayah
selatan ini pengaruh dari luar sangat kuat. Terutama dari bangsa asing yang
saat itu menduduki pelabuhan di Hong Kong. Sehingga kelak dari wilayah
selatanlah banyaknya datang pembaharuan karena masyarakat disana lebih
bersifat mudah menerima pengaruh dari luar.
Mengenai Teori yang digunakan dalam kajian ini diantaranya yakni
Teori Perubahan Sosial dari Ralf Dahrendorf. Karena terjadinya perubahan di
dalam masyarakat Cina, oleh karena itu dapat dianalogikan ke dalam suatu
keterhubungannya dengan apa yang dikemukakan oleh Ralf Dahrendorf
mengenai teori Perubahan Sosial. Dimana dia berpandangan bahwa
sebagaimana stabilitas struktur sosial, perubahan-perubahan dalam struktur
kelas sosial akan berdampak pada dua peringkat, yaitu normatif ideologis,
(nilai) dan faktual institusional (Setiadi dan Kolip,2011:615). Teori tersebut
lebih dapat menjelaskan mengenai adanya hubungan antara perubahan sosial
dan pengaruhnya terhadap mobilitas sosial. Karena dengan adanya perubahan
sosial dapat mempengaruhi kedudukan serta status dari seseorang ataupun
sekelompok orang. Yang dimaksud dengan status dan kedudukan disini ialah
menurut Dahrendorf dalam (Setiadi dan Kolip,2011:618) bahwa posisi-posisi
dominan di dalam realitas politk dan pemerintahan. Sebab-sebab dari
timbulnya perubahan masyarakat adalah banyak yaitu antara lain karena
majunya ilmu pengetahuan (mental manusia), teknik serta penggunannya di
dalam masyarakat, komunikasi, dan tuntutan manusia (the rising demands),
semuanya ini mempunyai pengaruh bersama dan mempunyai akibat bersama
di dalam masyarakat secara “shocks” dan karenanya terdapatlah perubahan
masyarakat atau biasa disebut “social change” (A.Susanto,1977:178).
18
BAB III
KESIMPULAN
Dalam perembangannya, Cina mengalami berbagai masa dimana terjadi
berbagai perubahan-perubahan yang diakibatkan oleh adanya berbagai
pengaruh baik dari dalam maupun luar Cina sendiri. Dengan adanya pengaruh
Bangsa Asing terhadap perkembangan Cina ini menjadikn Cina mengalami
berbagai perubahan-perubahan mulai dari tatanan masyarakatnya hingga
sistem pemerintahan yang dilakukan oleh setiap pemimpin. Perubahan tersebut
terjadi tidak lepas dari adanya factor-faktor yang mempengaruhinya.
19
Daftar Pustaka
Agung, Leo. (2012). Sejarah Asia Timur 1. Yogyakarta : Ombak
Harifah, Dina. (2005). China Pada Masa Chiang Kai Sek. Skripsi Pada FPIPS UPI
Bandung. Tidak diterbitkan.
Philipus,N.G dan Aini,Nurul. (2004). Sosiologi dan Politik. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Setiadi, Elly. M dan Kolip, Usman. (2011). Pengantar Sosiologi
Pemahaman Fakta dan Gejala Permasalahan Sosial: Teori,
Aplikasi dan Pemecahannya. Jakarta : Kencana Prenada Media
Group.
Skocpol,Theda. (1991). Negara dan Revolusi Sosial: Suatu Analisis Komparatif
tentang Perancis, Rusia dan Cina. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Soebantardjo. (1958). Sari Sedjarah Djilid I: Asia-Australia. Yogyakarta: Penerbit
Bopkri.
Supardan, Dadang. (2009). Pengantar Ilmu Sosial Sebuh Kajian Pendekatan
Struktural. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Susanto,S.Astrid. (1977). Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial. Bandung:
Penerbit Bina Cipta.
Taniputera, Irvan. (2009). History Of China. Yogyakarta: Ar-Ruz Media.
Wicaksono, Michael. (2011). Dinasti Manchu Awal Kebangkitan (1616-1735) Dari
Nurhaci Hingga Yongzheng. Jakarta : PT Elex Media Komputindo.
Wiriaatmadja, Rochiati. (2003). Sejarah dan Peradaban Cina. Bandung : Humaniora.
http://en.wikipedia.org/wiki/Rabban_Bar_Sauma
20
http://it.wikipedia.org/wiki/Marco_Polo
21