03_Ringkasan-Disertasi_Bu.amanah_UIN Sunan Ampel Surabaya_Strategi Pengembangan SDM Terdidik
Pengangguran terdidik di perkotaan
-
Upload
wurdiyanti-yuli-astuti -
Category
Education
-
view
1.681 -
download
2
description
Transcript of Pengangguran terdidik di perkotaan
Makalah Ekonomika SDM, SDA, dan Lingkungan
“Pengangguran Terdidik di Perkotaan”
Disusun dan diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Ekonomika SDM, SDA, dan Lingkungan
Dosen Pembimbing : Ngadiyono, S.Pd.
Disusun Oleh :
Nama : Wurdiyanti Yuli Astuti
NIM : 12804244014
Prodi : Pendidikan Ekonomi
PRODI PENDIDIKAN EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2014
DAFTAR ISI
1. Halaman Judul....................................................................................i
2. Daftar Isi............................................................................................. ii
3. Kata Pengantar...................................................................................iii
4. Bab I, Pendahuluan
1.1. Latar Belakang...........................................................................1
1.2. Rumusan Masalah......................................................................1
1.3. Tujuan.........................................................................................1
5. Bab II, Pembahasan
2.1. Pengertian Pengangguran dan Pengangguran Terdidik............2
2.2. Fenomena Pengangguran Terdidik di Perkotaan......................3
2.3. Penyebab Pengangguran Terdidik di Perkotaan.......................5
2.4. Cara Mengatasi Pengangguran Terdidik di Perkotaan..............8
6. Bab III, Penutup
3.1. Kesimpulan.................................................................................12
7. Daftar Pustaka....................................................................................13
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, serta inayah-Nya atas selesainya Makalah
‘Pengangguran Terdidik di Perkotaa’ ini. Makalah ini ditulis untuk
menyelesaikan salah satu tugas mata kuliah Ekonomika SDM, SDA, dan
Lingkungan dan juga agar para pembaca dapat mempelajari tentang
pengertian pengangguran dan pengangguran terdidik, fenomena
pengangguran terdidik di perkotaan, penyebab pengangguran terdidik di
perkotaan, dan cara mengatasi pengangguran terdidik di perkotaan.
Makalah ini kami persembahkan kepada :
1. Bapak Ngadiyono, S.Pd.
2. Serta teman – teman yang telah mendukung terselesaikannya
makalah ini.
Walaupun dalam penyusunan Makalah ini sudah berusaha maksimal,
namun kami menyadari Makalah ini jauh dari kesempurnaan dan banyak
kekurangan. Maka kritik, saran, petunjuk, pengarahan, dan bimbingan dari
berbagai pihak sangat kami harapkan.
Semoga Makalah ini bermanfaat bagi kita semua dan mendapat Ridho
dari Allah SWT. Amin
Yogyakarta, Maret 2014
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengangguran adalah salah satu masalah yang dihadapi
semua negara di dunia sebagai akibat dari adanya kesenjangan
antara jumlah penduduk usia kerja yang masuk dalam angkatan
kerja dengan ketersediaan kesempatan kerja. Pengangguran selalu
menjadi salah satu dari prioritas masalah yang harus dihadapi
dalam setiap perencanaan pembangunan.
Pengangguran sendiri tak hanya dialami oleh angkatan kerja
yang memiliki pendidikan rendah, dewasa ini pengangguran juga
dialami oleh angkatan kerja terdidik yaitu lulusan akademi dan
universitas. Dan yang menjadi sorotan paling tajam adalah adanya
pengangguran terdidk di perkotaan. Untuk itu, dalam bab
selanjutnya akan dibahas lebih mendalam tentang pengangguran
terdidik di perkotaan.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah di atas dapat dirumuskan
rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apa pengertian pengangguran dan pengangguran terdidik?
2. Bagaimana fenomena pengangguran terdidik di perkotaan?
3. Apakah penyebab adanya pengangguran terdidik di
perkotaan?
4. Bagaimana cara mengatasi pengangguran terdidik di
perkotaan?
1.3 Tujuan
Tujuan dari disusunnya makalah ini adalah agar pembaca
dapat mengetahui tentang :
1. Pengertian pengangguran dan pengangguran terdidik.
2. Fenomena pengangguran terdidik di perkotaan.
3. Penyebab adanya pengangguran terdidik di perkotaan.
4. Cara mengatasi pengangguran terdidik di perkotaan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pengangguran dan Pengangguran Terdidik
Pengangguran atau adalah istilah untuk orang yang tidak
bekerja sama sekali, sedang mencari kerja, bekerja kurang dari dua
hari selama seminggu, atau seseorang yang sedang berusaha
mendapatkan pekerjaan yang layak. Pengangguran umumnya
disebabkan karena jumlah angkatan kerja atau para pencari kerja
tidak sebanding dengan jumlah lapangan kerja yang ada yang
mampu menyerapnya.
Menurut BPS (2003), tingkat pengangguran terdidik
merupakan rasio jumlah pencari kerja yang berpendidikan SMA ke
atas (sebagai kelompok terdidik) terhadap besarnya angkatan kerja
pada kelompok tersebut. Selain itu, menurut Elwin Tobing (2003),
pengangguran tenaga terdidik yaitu angkatan kerja yang
berpendidikan menengah ke atas (SMA, Diploma, dan Sarjana) dan
tidak bekerja. Pengangguran tenaga kerja terdidik adalah salah satu
masalah makroekonomi. Faktor-faktor penyebab tenaga kerja
terdidik dapat dikatakan hampir sama di setiap negara, krisis
ekonomi, struktur lapangan kerja tidak seimbang, kebutuhan jumlah
dan jenis tenaga terdidik dan penyediaan tenaga terdidik tidak
seimbang, dan jumlah angkatan kerja yang lebih besar dibandingkan
dengan kesempatan kerja (Sriyanti, 2009).
Pengangguran terdidik adalah seorang yang telah lulus
pendidikan dan ingin mendapatkan pekerjaan tetapi belum dapat
memperolehnya. Para penganggur terdidik biasanya dari kelompok
masyarakat menengah keatas yang memungkinkan adanya jaminan
kelangsungan hidup meski menganggur. Pengangguran terdidik
sangat berkaitan dengan masalah pendidikan di Negara berkembang
pada umumnya, antara lain berkisar pada masalah mutu pendidikan,
kesiapan tenaga pendidik, fasilitas dan pandangan masyarakat.
Pada masyarakat yang sedang berkembang, pendidikan
dipersiapkan sebagai sarana untuk peningkatan kesejahteraan
melalui pemanfaatan kesempatan kerja yang ada. Dalam arti lain
tujuan akhir program pendidikan bagi masyarakat pengguna jasa
pendidikan.
2.2 Fenomena Pengangguran Terdidik di Perkotaan
Jumlah penganggur terdidik di Indonesia setiap tahun terus
bertambah,seiring dengan diwisudanya sarjana baru lulusan
berbagai perguruan tinggi (PT). Para sarjana pengangguran itu tidak
hanya lulusan terbaik PT swasta, tetapi juga PT negeri kenamaan.
Data Biro Pusat Statistik (BPS) menyebutkan jumlah sarjana (S-1)
pada Februari 2007 sebanyak 409.900 orang. Setahun kemudian,
tepatnya Februari 2008 jumlah pengangguran terdidik bertambah
216.300 orang atau sekitar 626.200 orang. Jika setiap tahun jumlah
kenaikan rata-rata 216.300, pada Februari 2012 terdapat lebih dari 1
juta pengangguran terdidik. Belum ditambah pengangguran lulusan
diploma (D-1, D-2, D-3) terus meningkat. Dalam rentang waktu 2007-
2010 saja tercatat peningkatan sebanyak 519.900 orang atau naik
sekitar 57% (Media Indonesia/22/2010).
(12 September 2013). REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -
Asisten Deputi Bidang Kepeloporan Pemuda Kementerian Pemuda
dan Olah Raga, Muh Abud Musa'ad, mengatakan angka
pengangguran pemuda terdidik mencapai 41,81 persen dari total
angka pengangguran nasional. "Ada fenomena semakin tinggi
jenjang pendidikan semakin tinggi ketergantungan pada lapangan
kerja," kata Muh Abud Musa'ad. Muh Abud Musa'ad menjadi salah
satu pembicara pada Rapat Koordinasi Teknis (Rakornis) TNI
Manunggal Membangun Desa (TMMD) ke-89 Tahun 2012 di Kantor
Kementerian Kelautan dan Perikanan di Jakarta Pusat.
Ketergantungan terhadap lapangan kerja itu, kata Musa'ad,
disebabkan pemuda-pemuda terdidik memilih-milih pekerjaan yang
sesuai dengan kebutuhan dan kompetensinya.
"Karena terlalu memilih-milih itu, mereka justru jadi
pengangguran sehingga angka pengangguran terdidik menjadi
tinggi," katanya. Jumlah pengangguran terdidik terbanyak adalah
lulusan perguruan tinggi, yaitu 12,78 persen. Posisi berikutnya
disusul lulusan SMA (11,9 persen), SMK (11,87 persen), SMP (7,45
persen) dan SD (3,81 persen). Angka pengangguran pemuda
Indonesia pun termasuk yang tertinggi bila dibandingkan dengan
negara-negara lain. Pemuda yang menganggur di Indonesia
mencapai 25,1 persen dari total angkatan kerja. "Angka
pengangguran pemuda Indonesia tertinggi kedua setelah Afrika
Selatan. Karena itu, harus ada upaya serius untuk mengurangi
angka pengangguran pemuda," katanya.
Dan data terbaru berdasarkan data Kementerian Tenaga
Kerja, jumlah pengangguran sarjana hingga Februari 2013 mencapai
360 ribu orang atau 5,04 persen dari total pengangguran yang 7,17
juta orang (Koran Jakarta, 14/11/2013).
Dari pie chart di atas diketahui bahwa hampir seperempat
(24%) dari angkatan kerja kita adalah ‘pengangguran terdidik’, yaitu
yang mengecap jenjang pendidikan tinggi (diploma/sarjana).
Data Pengangguran berdasarkan tingkat pendidikan di perkotaan
Dari dagram diatas terlihat tingkat pengangguran yang
tertinggi adalah berasal dari lulusan SMA dan yang lebih tinggi. Hal
itu mengindikasikan masih sangat tinggimya tingkat pengangguran
terdidik di perkotaan saat ini.
2.3 Penyebab Pengangguran Terdidik di Perkotaan
Menurut Moelyono dalam Sutomo, dkk (1999), menyatakan
bahwa meningkatnya pengangguran tenaga kerja terdidik
disebabkan oleh makin tingginya tingkat pendidikan maka makin
tinggi pula aspirasinya untuk mendapatkan kedudukan atau
kesempatan kerja yang lebih sesuai dengan keinginan, sehingga
proses untuk mencari kerja lebih lama pada kelompok pencari kerja
terdidik disebabkan tenaga kerja terdidik lebih banyak mengetahui
perkembangan informasi di pasar kerja, dan lebih berkemampuan
untuk memilih pekerjaan yang diminati dan menolak pekerjaan yang
tidak disukai.
Penyebab utama pengangguran terdidik adalah kurang
selarasnya perencanaan pembangunan pendidikan dan
berkembangnya lapangan kerja yang tidak sesuai dengan jurusan
mereka, sehingga para lulusan yang berasal dari jenjang pendidikan
atas baik umum maupun kejuruan dan tinggi tersebut tidak dapat
terserap ke dalam lapangan pekerjaan yang ada. Faktanya lembaga
pendidikan di Indonesia hanya menghasilkan pencari kerja, bukan
pencipta kerja. Padahal, untuk menjadi seorang lulusan yang siap
kerja, mereka perlu tambahan keterampilan di luar bidang akademik
yang mereka kuasai. Penyebab lainnya yaitu :
1. Para pengangguran terdidik lebih memilih pekerjaan yang
formal dan mereka maunya bekerja di tempat yang langsung
menempatkan mereka di posisi yang enak, dapat banyak
fasilitas, dan maunya langsung dapat gaji besar.Padahal
dewasa ini lapangan kerja di sektor formal mengalami
penurunan,hal itu disebabkan melemahnya kinerja sektor riil
dan daya saing Indonesia, yang menyebabkan melemahnya
sektor industri dan produksi manufaktur yang berorientasi
ekspor. Melemahnya sektor riil dan daya saing Indonesia
secara langsung menyebabkan berkurangnya permintaan
untuk tenaga kerja terdidik, yang mengakibatkan
meningkatnya jumlah pengangguran terdidik. Dengan kata
lain, persoalan pengangguran terdidik muncul karena adanya
informalisasi pasar kerja. Sebenarnya Sektor pertanian,
kelautan, perkebunan, dan perikanan adalah contoh bidang-
bidang yang masih membutuhkan tenaga ahli. Namun para
sarjana tak mau bekerja di tempat-tempat seperti itu dan
mereka umumnya juga tidak mau memulai karier dari bawah.
2. Ketidakcocokkan antara karakteristik lulusan baru yang
memasuki dunia kerja (sisi penawaran tenaga kerja) dan
kesempatan kerja yang tersedia (sisi permintaan tenaga
kerja). Ketidakcocokan ini mungkin bersifat geografis, jenis
pekerjaan, orientasi status, atau masalah keahlian khusus.
3. Semakin terdidik seseorang, semakin besar harapannya pada
jenis pekerjaan yang aman. Golongan ini menilai tinggi
pekerjaan yang stabil daripada pekerjaan yang beresiko tinggi
sehingga lebih suka bekerja pada perusahaan yang lebih
besar daripada membuka usaha sendiri. Hal ini diperkuat oleh
hasil studi Clignet (1980), yang menemukan gejala
meningkatnya pengangguran terdidik di Indonesia, antara lain
disebabkan adanya keinginan memilih pekerjaan yang aman
dari resiko. Dengan demikian angkatan kerja terdidik lebih
suka memilih menganggur daripada mendapat pekerjaan yang
tidak sesuai dengan keinginan mereka.
4. Terbatasnya daya serap tenaga kerja di sektor formal (tenaga
kerja terdidik yang jumlahnya cukup besar memberi tekanan
yang kuat terhadap kesempatan kerja di sektor formal yang
jumlahnya relatif kecil).
5. Belum efisiennya fungsi pasar kerja. Di samping faktor
kesulitan memperoleh lapangan kerja, arus informasi tenaga
kerja yang tidak sempurna dan tidak lancar menyebabkan
banyak angkatan kerja bekerja di luar bidangnya. Kemudian
faktor gengsi juga menyebabkan lulusan akademi atau
universitas memilih menganggur karena tidak sesuai dengan
bidangnya.
6. Rendahnya kualitas lulusan baik dari tingkat akademi ataupun
universitas. Lulusan yang memiliki kualitas tidak terlalu bagus
menyebabkan ketika seorang lulusan tidak mampu
mendapatkan pekerjaan sesuai harapan dan tingkat
pendidikan maupun jurusan keilmuan yang diambilnya maka
ia tidak mampu mendirikan atau menciptakan sebuah usaha
yang mampu menyerap dirinya maupun orang lain ke dalam
lapangan pekerjaan.
7. Budaya malas juga sebagai salah satu factor penyebab
tingginya angka pengangguran sarjana di Indonesia.
8. Meningkatnya angka pengangguran terdidik di perkotaan juga
disebabkan karena ketidakseimbangan pertumbuhan
angkatan kerja dan penciptaan kesempatan kerja. Adanya
kesenjangan antara angkatan kerja dan lapangan kerja
tersebut berdampak terhadap perpindahan tenaga kerja
(migrasi) baik secara spasial antara desa-kota maupun secara
sektoral. Selain itu, lulusan sarjana dari daerah pedesaan juga
banyak yang berurbanisasi ke kota besar untuk mencari
pekerjaan yang sesuai dengan ijazahnya namun faktanya
tidak semua lulusan sarjana tersebut mendapat pekerjaan
sesuai yang ia inginkan dan akhirnya hanya menambah
jumlah pengangguran terdidik di perkotaan.
9. Banyak pemuda “menggantungkan” nasibnya pada CPNS,
padahal menjadi PNS bukanlah udara segar menjamin
kemakmuran hidup. Karena kenyataanya, banyak PNS miskin
dan belum mampu memenuhi kehidupan layak bagi keluarga
mereka.
2.4 Cara Mengatasi Pengangguran Terdidik di Perkotaan
Sebenarnya, langkah pemerintah mengurangi pengangguran
sudah maksimal. Seperti contoh dengan adanya penerimaan calon
pegawai negeri sipil (CPNS) yang digelar belum lama ini. Akan
tetapi, seharusnya pemuda harus berdikari dan tidak mengutamakan
menjadi PNS. Terbukti, menjadi PNS sangat sulit, penuh
kecurangan, dan tidak bisa mengurangi jumlah pengangguran
intelektual di Indonesia.
Secara serentak di seluruh Indonesia, pada Minggu 3
November 2013 lalu, sebanyak 1.612.854 peserta mengikuti Tes
Kompetensi Dasar (TKD) CPNS dari semua formasi. Sebanyak
648.982 peserta di antaranya merupakan tenaga honorer kategori II
(Kompas, 4/11/2013).
Dari institusi pendidikan, hal-hal yang dapat dilakukan untuk
mengatasi pengangguran terdidik di perkotaan adalah :
1. Pemerintah melalui kementerian pendidikan dan kebudayaan
dan perguruan tinggi harus merevolusi kurikulum. Artinya,
semua kurikulum dan materi pendidikan harus sesuai kondisi
zaman. Karena, selama ini banyak sekali materi kurikulum tidak
sesuai kebutuhan. Kampus juga harus membuat konsep
pendidikan kerja agar kompetensi lulusan sesuai kebutuhan
lapangan kerja dan siap bekerja.
2. kampus harus tegas dan mampu menutup fakultas/jurusan
yang tidak sesuai konteks global. Artinya, selama ini banyak
kampus membuka fakultas yang lulusannya tidak laku kerja
seperti jurusan sastra Inggris, Arab, dan sebagainya, serta
fakultas yang lulusannya terlalu banyak seperti jurusan
kependidikan, hukum, bahasa dan jurusan lain yang sudah
banyak alumninya. Maka, kampus harus membuka fakultas
(jurusan) yang sesuai lapangan kerja saja.
3. Perguruan tinggi harus peduli terhadap lulusannya. Artinya,
selama ini kampus terkesan “lepas tangan” dan tidak peduli
terhadap alumnusnya. Padahal, lulusan membawa nama
almameter kampus di masyarakat. Peran kampus sebenarnya
tidak sekadar mendidik dan meluluskan mahasiswa, tetapi juga
bertugas mengusahakan, mencarikan, dan menyalurkan
lulusannya untuk mendapat pekerjaan layak. Karena itu,
kampus harus giat bekerja sama dengan perusahaan, lembaga
usaha, baik di dalam maupun luar negeri.
4. Peningkatan pendidikan kejuruan dan keterampilan kerja
dengan dibekali karakter dan etos juang dan etos kerja secara
mapan. Mengapa saat ini banyak SMA berkonversi menjadi
SMK? Karena lapangan kerja membutuhkan ilmuan teknis,
cekatan, fokus di bidangnya, serta berketrampilan dan siap
pakai.
5. Kampus harus mewajibkan semua mahasiswanya
berwirausaha. Tidak peduli fakultasnya apa, yang penting ada
aturan tegas dari kampus mewajibkan mahasiswanya bekerja
dan memiliki penghasilan sendiri tanpa mengandalkan uang
dari keluarga. Jadi, paradigma “ilmuan pekerja” harus
ditanamkan ketika mahasiswa, karena hakikatnya bekerja tidak
perlu menunggu lulus kuliah atau mendapat ijazah.
6. Atau cara lain yaitu dengan menaikkan status indeks prestasi
komulatif (IPK) dan menambah pelajaran keterampilan seperti
bahasa Inggris. Artinya perlu standarisasi nilai IPK dan test
bahasa Inggris (TOEFL) yang memadai untuk siap diterima di
perusahaan. Misalnya, dengan standar IPK minimal rata-rata
2,9 dari skala 1-4 dan TOEFL minimal 550, maka dapat
diperoleh standar ke depan bahwa lulusan S1 dengan nilai
tersebut sudah mampu dan siap bekerja di perusahaan. Lain
halnya dengan yang lulus hanya “sekadar”nya saja, tentu sulit
untuk diterima bekerja di perusahaan.
Selain hal-hal di atas, upaya lain selain melalui lembaga atau
institusi pendidikan untuk mengatasi adanya pengangguran terdidik
di perkotaan adalah :
1. Peningkatan Mobilitas Tenaga kerja dan Moral.
Peningkatan mobilitas tenaga kerja dilakukan dengan
memindahkan pekerja ke kesempatan kerja yang lowong dan
melatih ulang keterampilannya sehingga dapat memenuhi
tuntutan kualifikasi di tempat baru. Peningkatan mobilitas modal
dilakukan dengan memindahkan industry (padat karya) ke
wilayah yang mengalami masalah pengangguran parah. Cara
ini baik digunakan untuk mengatasi msalah pengangguran
structural.
2. Pengelolaan Permintaan Masyarakat.
Pemerintah dapat mengurangi pengangguran siklikal
melalui manajemen yang mengarahkan permintaan-permintaan
masyarakat ke barang atau jasa yang tersedia dalam jumlah
yang melimpah.
3. Penyediaan Informasi tentang Kebutuhan Tenaga Kerja.
Untuk mengatasi pengangguran musiman, perlu adanya
pemberian informasi yang cepat mengenai tempat-tempat
mana yang sedang memerlukan tenaga kerja.
4. Program Pendidikan dan Pelatihan Kerja.
Pengangguran terutama disebabkan oleh masalah
tenaga kerja yang tidak terampil dan ahli. Perusahaan lebih
menyukai calon pegawai yang sudah memiliki keterampilan
atau keahlian tertentu. Masalah tersebut amat relevan di
Negara kita, mengingat sejumlah besar penganggur adalah
orang yang belum memiliki keterampilan atau keahlian tertentu.
5. Wiraswasta.
Selama orang masih tergantung pada upaya mencari kerja
di perusahaan tertentu, pengangguran akan tetap menjadi
masalah pelik. Masalah menjadi agak terpecahkan apabila
muncul keinginan untuk menciptakan lapangan usaha sendiri
atau berwiraswasta yang berhasil.
6. Pengembangan usaha agro-bisnis di pedesaan.
Upaya ini juga ditujukan untuk mengurangi pengangguran
yang diarahkan untuk masyarakat pedesaan. Terbatasnya
lahan pertanian di pedesaan dan jenis pekerjaan sektor
pertanian yang hanya bersifat musiman, merupakan salah satu
kontribusi tersebar penyebab munculnya pengangguran di
perkotaan. Dengan demikian, diperlukan kegiatan atau usaha
yang tidak dipengaruhi oleh luas lahan pertanian maupun
musim. Pengembangan usaha agrobisnis ini dapat bersifat
skala kecil maupun menengah. Meskipun lahan pertanian
jumlahnya terbatas dan jenis pekerjaan di sektor pertanian
sifatnya musiman, tetapi perluasan kesempatan kerja pada
sektor ini masih sangat dibutuhkan. Dengan pengembangan
usaha agrobisnis maka penduduk desa tak perlu pergi ke kota
untuk mencari pekerjaan karena lapangan kerja di kota pun
masih sangat kecil.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pengangguran terdidik disebabkan oleh ketidakcocokkan
antara karakteristik lulusan baru yang memasuki dunia kerja (sisi
penawaran tenaga kerja) dan kesempatan kerja yang tersedia (sisi
permintaan tenaga kerja). Ketidakcocokan ini mungkin bersifat
geografis, jenis pekerjaan, orientasi status, atau masalah keahlian
khusus. Dan Pengangguran terdidik di perkotaan disebabkan oleh
sempitnya lapangan pekerjaan di daerah sehingga mereka
berbondong-bondong ke kota dengan maksud mencari pekerjaan
yang sesuai padahal lapangan pekerjaan di kota pun sempit,
akhirnya mereka menjadi pengangguran terdidik di perkotaan.
Setiap orang lulusan Perguruan Tinggi belum tentu bisa
langsung bekerja,karena dalam bidang pekerjaan yang dibutuhkan
bukan hanya pendidikan saja. Untuk mengurangi pengangguran
seharusnya dalam pembelajaran tidak hanya pemberian pendidikan
akademik saja melainkan pendidikan enterpreneurship
(kewirausaan) agar setelah lulus dari perguruan tinggi lulusan dapat
mendapat nilai plus dalam mencari pekerjaan, dan juga sebagai ilmu
tambahan agar mereka mampu menciptakan lapangan pekerjaan
sendiri bahkan mampu menyerap tenaga kerja.
DAFTAR PUSTAKA
Diana Sarawati, Pengangguran Menyebabkan Kemiskinan,
http://dianasarawati.blogspot.com/2013/03/penganguran-
menyebabkan-kemiskinan-dan.html. Diakses pada tanggal 15
Maret 2014.
Hamidulloh Ibda, Mencari Solusi Pengangguran Terdidik,
http://www.kompi.org/2013/12/mencari-solusi-pengangguran-
terdidik.html. Diakses pada tanggal 15 Maret 2014.
Margawiratama, Pengangguran Terdidik,
http://margawiratama.blogspot.com/2013/01/pengangguran-
terdidik.html. Diakses pada tanggal 15 Maret 2014.
Martarizal, Menghindari Pengangguran Terdidik,
http://martarizal.wordpress.com/2008/02/12/menghindari-
penganggur-terdidik/. Diakses pada tanggal 15 Maret 2014.
Mitha Filandari, Faktor Penyebab Pengangguran Terdidik di Kota,
http://mithafilandari.blogspot.com/2013/05/faktor-yang-
menyebabkan-terjadinya.html. Diakses pada tanggal 15 Maret
2014.
Neraca.co, 2013, Atasi Pengangguran Terdidik,
http://www.neraca.co.id/article/25422/Atasi-Pengangguran-
Terdidik . Diakses pada tanggal 15 Maret 2014.
Republika.co, Kualitas Sarjana di Indonesia Masih Mentah,
http://www.republika.co.id/berita/nasional/jabodetabek-nasional/12/
12/03/megijz-sarjana-indonesia-dinilai-masih-mentah. Diakses pada
tanggal 15 Maret 2014.
Sudarsono, dkk. 1988. Ekonomi Sumber Daya Manusia. Jakarta: Karunia
Jakarta