Pengamatan browning
Click here to load reader
Transcript of Pengamatan browning
LAPORAN HASIL PENGAMATAN
FISIOLOGI PASCA PANEN
NAMA : IRVAN EKA PRASETYA
NIM : 2013110003
DOSEN PEMBIMBING : Ir.BAMBANG SIGIT,MP.
FAKULTAS PERTANIAN
JURUSAN TEKNOLOGI PANGAN DAN GIZI
2
UNIVERSITAS dr.SOETOMO
SURABAYA
Kata Pengantar
Puji syukur kepada Allah swt, karena berkah dan rahmat-Nyalah saya dapat
menyelesaikan tugas pembuatan laporan tentang pengamatan fisiologi pasca panen yang
berjudul “pengaruh uhu ruang terhadap proses browning pada alpukat, jeruk dan tomat”.
Sebelumnya saya sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang membantu dalam
proses pengamatan sampai pembuatan laporan ini. Saya sadar laporan pengamatan ini masih
jauh dari sempurna, karena itu saya mohon kritik dan saran yang dapat membangun.
Penyusun
3
Daftar isi
Kata pengantar.............................................................................................................................................................. 2
Daftar isi ......................................................................................................................................................................... 3
Bab 1 Pendahuluan ............................................................................................................................................... 4
A.Latar Belakang ....................................................................................................................................... 4
B.Tujuan Pengamatan ............................................................................................................................... 4
Bab 2 Tinjauan Pustaka ........................................................................................................................................ 5
A.Alpukat.................................................................................................................................................... 5
B.Jeruk ......................................................................................................................................................... 5
C.Tomat ....................................................................................................................................................... 6
D.Browning ................................................................................................................................................. 6
E.Metode Penghambat.............................................................................................................................. 7
F.Vitamin C ................................................................................................................................................ 9
G.Total Asam ............................................................................................................................................. 9
H.Total Padatan Terlarut .......................................................................................................................... 9
Bab 3 Metode Pengamatan .................................................................................................................................. 11
A.Waktu Dan Tempat ............................................................................................................................... 11
B.Alat Dan Bahan...................................................................................................................................... 11
C.Prosedur kerja ......................................................................................................................................... 11
Bab 4 Hasil Dan Pembahasan ............................................................................................................................. 12
A.Pengamatan Hari Pertama .................................................................................................................... 12
B.Pengamatan Hari Kedua....................................................................................................................... 13
C.Pengamatan Hari Ketiga....................................................................................................................... 14
D.Pengamatan Hari Keempat .................................................................................................................. 15
E.Pembahasan............................................................................................................................................. 16
Bab 5 Penutup........................................................................................................................................................ 18
A.Kesimpulan ............................................................................................................................................. 18
4
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Proses browning adalah proses kecoklatan pada buah yang terjadi akibat proses
enzimatik oleh polifenol oksidasi. Pada umumnya proses browning sering terjadi pada buah–buahan seperti alpukat, pisang, pear, salak, pala, dan apel. Proses browning
terbagi menjadi dua yaitu enzimatik dan non enzimatik.
Browning secara enzimatik terjadi pada buah-buahan yang banyak mengandung
substrat senyawa fenolik. Senyawa fenolik banyak sekali yang dapat bertindak sebagai substrat dalam proses browning enzimatik pada buah-buahan dan sayuran. Contohnya substrat yang baik adalah senyawa fenolik dengan jenis ortodihidroksi atau trihidroksi
yang saling berdekatan. Proses pencoklatan enzimatik akan terjadi apabila adanya reaksi antara enzim fenol oksidase dan oksigen dengan substrat tersebut. Pada pencoklatan
enzimatis seperti pada buah alpukat dan buah lain setelah dikupas disebabkan oleh pengaruh aktivitas enzim Polypenol Oxidase (PPO), yang dengan bantuan oksigen akan mengubah gugus monophenol menjadi O-hidroksi phenol, yang selanjutnya diubah lagi
menjadi O-kuinon. Gugus O-kuinon inilah yang membentuk warna coklat.
Bahan pangan sayur dan buah dapat mudah mengalami pencoklatan jika bahan
pangan tersebut terkelupas atau dipotong. Pencoklatan (browning) merupakan proses pembentukan pigmen berwarna kuning yang akan segera berubah menjadi coklat gelap.
Pembentukan warna coklat ini dipicu oleh reaksi oksidasi yang dikatalisis oleh enzim fenol oksidase atau polifenol oksidase. Kedua enzim ini dapat mengkatalis oksidasi senyawa fenol menjadi quinon dan kemudian dipolimerasi menjadi pigmen melaniadin
yang berwarna coklat. Bahan pangan tertentu, seperti pada sayur dan buah, senyawa fenol dan kelompok enzim oksidase tersebut tersedia secara alami. Oleh karena itu
pencoklatan yang terjadi disebut juga reaksi pencoklatan enzimatis.
B. Tujuan Pengamatan
5
Tujuan dari pengamatan ini adalah untuk mengamati tahap-tahap proses browning
enzimatis yang dapat mempengaruhi warna, tekstur, dan aroma buah yang dijadikan sebagai
bahan pengamatan.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
A. Alpukat
Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Laurales
Famili : Lauraceae
Genus : Persea
Spesies : P. americana
B. Jeruk manis
Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
6
Kelas : Magnoliopsida
Upakelas : Rosidae
Ordo : Sapindales
Famili : Rutaceae
Genus : Citrus
Spesies : C. sinensis
C. Tomat
Kerajaan : Plantae
Ordo : Solanales
Famili : Solanaceae
Genus : Solanum
Spesies : S. lycopersicum
D. Browning
Proses pencokelatan atau browning sering terjadi pada buah-buahan seperti alpukat,
pisang, peach, salak, pala, dan apel. Buah yang memar juga mengalami proses pencokelatan.
Pada umumnya proses pencokelatan dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu proses pencokelatan
yang enzimatik dan yang nonenzimatik.
Browning pada kelompok makanan tertentu, seperti pada produk bakery (berbagai roti,
snack, kacang-kacangan, daging panggang, kopi, teh, dan pada permen coklat) umumnya
diminati. Sebaliknya, pada kelompok buah-buahan seperti alpukat, apel, pir, salak dan juga
kentang, proses pencoklatan itu nampaknya tak dikehendaki.
7
Pencoklatan pada buah alpukat dan buah lain setelah dikupas disebabkan oleh pengaruh
aktivitas enzim Polypenol Oxidase (PPO), yang dengan bantuan oksigen akan mengubah gugus
monophenol menjadi O-hidroksi phenol, yang selanjutnya diubah lagi menjadi O-kuinon. Gugus
O-kuinon inilah yang membentuk warna coklat.
Pencokelatan enzimatik terjadi pada buah-buahan yang banyak mengandung substrat
senyawa fenolik. Ada banyak sekali senyawa fenolik yang dapat bertindak sebagai substrat
dalam proses pencokelatan enzimatik pada buah-buahan dan sayuran. Di samping katekin dan
turunannya seperti tirosin, asam kafeat, asam klorogenat, serta leukoantosianin dapat menjadi
substrat proses pencokelatan.
Senyawa fenolik dengan jenis ortodihidroksi atau trihidroksi yang saling berdekatan
merupakan substrat yang baik untuk proses pencoklatan. Proses pencoklatan enzimatik
memerlukan adanya enzinm fenol oksidase dan oksigen yang harus berhubungan dengan substrat
tersebut.
Enzim poliphenoloksidase dan peroksidase berpengaruh besar terhadap buah dan sayur
dan memiliki peranan penting terhadap reaksi katalis oksidatif dalam pembentukan pigmen
coklat. Biokimia strukturnya secara internasional digambarkan bahwa poliphenolase sebagai
oksigen oksidorediktase. Karena tingginya kandungan phenolic pada buah seperti apel, pear,
pisang, dll. Polyphenoloksidase merupakan stimulasi (penyebab) utama terjadinya pencoklatan
setelah pengupasan atau pengirisan dan selama proses pengolahan. Walaupun pencoklatan pada
irisan buah dianggap tidak menyenangkan atau menguntungkan dan berbagai perlakuan yang
telah ditemukanuntuk menghambat aktivitas enzim. Produk seperti teh, coklat, dan kopi tetap
mengandalkan aktivitas poliphenoloksidase untuk memperbaiki warna dan aromanya.
Enzim peroksidase (donor H2O2, oksidoreduktase) mampu mentransfer oksigen dari
berbagai sumber peroksidase yang terkandung dalam buah dan sayuran yang dihasilkan oleh
pigmen pencoklatan dan mungkin juga bereaksi dengan poliphenoloksidase dalam buah.
E. Metode Penghambat
8
Poliphenoloksidase dan peroksidase organik umumnya dianggap lebih peka terhadap panas
dibandingkan peroksidase dan telah dilaporkan bahwa buah yang diberikan perlakuan pemanasan
(Mild Heat) berkisar 77°C sebelum pembekuan akan menghambat sebagian kecil kelompok
peroksidase dan menurunkan residu utama akivitas enzim akibat peroksidase. Proses ”mild heat”
pada suhu 77°C telah disarankan sebagai suatu metode untuk mereduksi pencoklatan buah beku
pada saat thawing (pencairan). Metode lain yang dianjurkan adalah penggunaan bahan kimia
yang dapat menginaktifkan atau menghambat sistem oksidase (asam askorbat, sulphur diokside)
atau melibatkan modifikasi pH buah untuk meminimalkan browning.
Metode penghambatan lain yang dapat dilakukan adalah metode blansing. Blanching
merupakan perlakuan panas terhadap bahan dengan cara merendam bahan dalam air mendidih/
pemberian uap air panas terhadap bahan dalam waktu singkat. Tujuan blanching itu sendiri
adalah untuk menginaktifkan enzim terutama enzim peroksidase dan katalase. Selain itu ada
beberapa manfaat lain yang dapat diambil dari proses blanching yaitu :
1. Membunuh mikrobia terutama yang tidak tahan terhadap panas.
2. Untuk menghilangkan gas-gas yang ada dalam sel/ jaringan bahan sehingga akan
menaikkan kualitas hasil akhir.
3. Untuk menghilangkan senyawa-senyawa lilin pada permukaan bahan.
4. Untuk mengerutkan bahan (menaikan isi kaleng dan memudahkan memasukkan
bahan kedalam kaleng dalam proses pengalengan).
5. untuk mempertajam flavour dan warna.
Caranya setelah di kupas apel dipotong-potong, buah apel direndam dalam air panas
dengan suhu 82-93 derajat celcius) atau dikenai uap panas selama 3 menit.
Blansing dapat dilakukan dengan pencelupan bahan yang akan diolah ke dalam air panas
dengan suhu 82 - 100°C atau dengan pengukusan. Lama perlakuan blansing tergantung pada
9
jenis komoditif, tebal irisan, dan jumlah bahan. Pada umumnya proses blansing dilakukan selama
5 – 10 menit. Semakin banyak bahan yang akan diblansing dan semakin tebal irisannya semakin
lama waktu yang diperlukan. Jenis buah uang berdaging padat membutuhkan waktu blansing
lebih lama dari buah yang dagingnya banyak mengandung air.
F. Vitamin C
Vitamin C merupakan salah satu vitamin yang diperlukan oleh tubuh dan berfungsi untuk
meningkatkan sistem imunitas tubuh. Bila dalam tubuh kebutuhan vitamin dan mineral
mencukupi, maka segala jenis penyakit dapat dicegah. Mengkonsumsi vitamin C yang juga
berfungsi sebagai antioksidan terbukti dapat menangkal virus-virus seperti virus flu, sehingga
bila kita cukup memenuhi kebutuhan ini, maka kita akan lebih jarang mengalami flu. Vitamin ini
mudah larut dalam air sehingga bila vitamin yang dikonsumsi melebihi yang dibutuhkan,
kelebihan tersebut akan dibuang dalam urine.
Vitamin C merupakan vitamin yang paling mudah rusak dibanding dengan vitamin yang
lainnya. Disamping sangat larut dalam air, vitamin C mudah teroksidasi dan proses tersebut
dipercepat oleh panas, sinar, alkali, enzim, oksidator, serta katalis tembaga dan besi. Oksidasi
akan terhambat bila vitamin C dibiarkan dalam keadaan asam, atau pada suhu rendah .
G. Total Asam
Penurunan total asam selama penyimpanan disebabkan oleh adanya pemakaian asam-asam
organik pada proses respirasi. Proses respirasi yang berlangsung pada buah pasca panen akan
menimbulkan transformasi asam piruvat dan asam-asam, organik lainnya secara aerobik menjadi
CO2, H2O dan energi. Perbedaan suhu pada setiap perlakuan selama masa penyimpanan
menyebabkan kecepatan reaksi berbeda-beda. Suhu rendah pada penyimpanan stabil dan
fluktuasi mampu menekan terjadinya reaksi.
10
H. Total Padatan Terlarut (TPT)
Padatan total terlarut pada buah dapat dipakai sebagai ukuran untuk menentukan tingkat
kematangan buah karena kandungan gula dalam buah meliputi 80-85 % total padatan terlarut dan
ini akan menentukan kualitas buah tersebut. Jumlah Padatan total terlarut maksimal terjadi saat
substrat berupa senyawa gula kompleks masih banyak tersedia karena enzim pemecah
aktivitasnya juga masih tinggi. Di pihak lain, senyawa gula komplek, pektin terlarut terjadi
dengan terbentuknya air karena pemecahan pati. Pektin terlarut terbentuk dalam jumlah besar,
sehingga jumlah padatan total terlarut mencapai maksimum pada tingkat kematangan, nilai
padatan total terlarut tinggi. Hal ini diduga pada tingkat kematangan ini substrat berupa senyawa
kompleks masih banyak tersedia, sehingga terjadi pemecahan senyawa tersebut yang akan
menyebabkan padatan total terlarut dalam jumlah tinggi. Sebaliknya pada tingkat kematangan
yang senyawa gula kompleks pati berjumlah sedikit, sehingga pemecahan senyawa tersebut juga
kurang atau sedikit. Hal ini dapat menyebabkan hasil padatan terlarut berkurang, sehingga
menyebabkan hasil total padatan terlarut juga sedikit.
11
BAB III
METODE PENGAMATAN
A. Waktu dan Tempat
Adapun waktu dan tempat dilaksanakannya pengamatan ini adalah:
Hari/ Tanggal : Senin,14 April 2014 sampai Jum’at,18 April 2014
Pukul : Tiap jam 00.00 wita ( dilakukan foto)
Tempat : Dilakukan di dalam ruangan dengan suhu kamar ( 20 – 25 derajat celcius )
B. Alat dan Bahan
1. 3 buah alas berbahan plastik
2. 1 buah alpukat
3. 1 buah jeruk
4. 1 buah tomat
5. 1 buah kamera handphone
C. Prosedur Kerja
1. Letakkan ketiga bahan yang akan diamati diatas alas berbahan plastik.
2. Kemudian taruh ketiga bahan di dalam ruangan dengan suhu kamar (sekitar 20-25 derajat
celcius).
3. Catat jam penempatan bahan uji coba pada hari pertama.
4. Di hari berikutnya pada jam yang sama,amati perubahan yang terjadi pada buah dari segi
warna dan tekstur.
12
5. Amati apa yang terjadi dan catat hasil pengamatan serta lakukan pengambilan gambar
menggunakan kamera handphone.
6. Lakukan prosedur kerja nomor lima di hari berikutnya sampai hari terakhir.
7. Buatlah laporan hasil dari pengamatan.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. PENGAMATAN
HARI PERTAMA
Alpukat (hari ke-1)
Di hari
pertama,kondisi buah
masih berwarna hijau
dan memiliki tekstur
yang keras.
Jeruk (hari ke-1)
Di hari
pertama,kondisi buah
masih berwarna hijau
dan memiliki tekstur
yang agak keras.
Tomat (hari ke-1)
Di hari
pertama,kondisi buah
berwarna orange dan
memiliki tekstur yang
keras.
13
B. PENGAMATA
N HARI KEDUA
Alpukat (hari ke-2)
Di hari kedua,warna
buah sudah mulai
berubah dengan
munculnya bercak-
bercak coklat di
permukaan kulitnya
dan teksturnya mulai
berubah menjadi lunak.
Jeruk (hari ke-2)
Di hari
kedua,permukaan kulit
buah mulai sedikit
menguning dan
14
teksturnya bertambah
lunak.
Tomat (hari ke-2)
Di hari kedua,kondisi
masih sama seperti
hari pertama,tidak ada
yang berubah baik dari
warna maupun
tekstur.
15
C. PENGAMATA
N HARI KETIGA
Alpukat (hari ke-3)
Di hari ketiga,warna
coklat pada buah
sudah mulai merata di
permukaan buah,dan
juga teksturnya
bertambah semakin
lunak.
Jeruk (hari ke-3)
Di hari ketiga,warna
kuning pada kulit buah
semakin merata
dipermukaannya,
teksturnya juga
bertambah semakin
lunak.
Tomat (hari ke-3)
Di hari ketiga,masih
belum ada perubahan
yang terlihat dari
buah. Kondisi buah
dari segi tekstur
maupun warna tetap
sama dengan hari
pertama dan kedua.
16
D. PENGAMATA
N HARI KEEMPAT
Alpukat (hari ke-4)
Di hari terakhir
pengamatan,warna
kulit buah yang
tadinya coklat mulai
berubah menjadi
hitam,dengan tekstur
yang sangat
lunak,ditambah
timbulnya bau yang
kurang sedap.
Jeruk (hari ke-4)
Di hari terakhir
pengamatan,warna
keseluruhan kulit buah
menjadi kuning,dengan
17
tekstur yang sangat
lunak.Aroma masam
khas jeruk lebih
menyengat apabila di
cium.
Tomat (hari ke-4)
Di hari terakhir
pengamatan,tetap saja
tidak ada perubahan
pada buah,baik dari
segi tekstur,warna
maupun aroma yang
ditimbulkannya.
18
E. PEMBAHASAN
Buah memiliki masa simpan yang relatif rendah sehingga buah dikenal sebagai bahan pangan yang cepat
rusak dan hal ini sangat berpengaruh terhadap kualitas masa simpan buah. Mutu simpan buah sangat erat kaitannya
dengan proses respirasi dan transpirasi selama penanganan dan penyimpanan dimana akan menyebabkan susut
pasca panen seperti susut fisik yang diukur dengan berat; susut kualitas karena perubahan wujud (kenampakan), cita
rasa, warna atau tekstur yang menyebabkan bahan pangan kurang disukai konsumen; susut nilai gizi yang
berpengaruh terhadap kualitas buah. Mutu simpan buah akan lebih bertahan lama jika laju respirasi rendah dan
transpirasi dapat dicegah dengan meningkatkan kelembaban relatif, menurunkan suhu udara. Pada umumnya
komoditas yang mempunyai umur simpan pendek mempunyai laju respirasi tinggi atau peka terhadap suhu rendah.
Pertumbuhan organisme perusak dapat diperlambat pada suhu penyimpanan rendah, namun komuditas segar
berangsur-angsur kehilangan resistensi alaminya terhadap pertumbuhan organisme perusak. Oleh karena itu
lamanya umur simpan ditentukan oleh interaksi oleh senensensi alami (kehilangan kualitas), pertumbuhan
organisme perubahan dan kepekaan terhadap suhu dingin. Dalam proses penyimpanan ada beberapa hal yang
penting antara lain :
Mengatur suhu sangat penting karena respirasi terhambat oleh suhu rendah
Reaksi kimia dalam buah meningkat 2x lipat setiap kenaikan suhu penyimpan
10 derajat celcius
Perubahan yang terjadi saat penyimpanan (setelah buah lewat masak):
– Perubahan warna
– Munculnya aroma tidak sedap
– Melunaknya daging buah
– Munculnya tanda kerusakan (titik titik gelap, bonyok, dll)
19
Penyimpanan buah yang umum dipergunakan adalah penyimpanan dingin,dapat pula di dalam udara terkendali (O2 dan CO2 diatur dan ada juga yang
penggantian udara lembab dengan nitrogen) atau ruang dengan kombinasi tekanan udara rendah dan suhu rendah.
Pengemasan buah biasanya menggunakan plastik. Tapi yang lebih modern
dengan sistem MAP (modified atmosphere packaging), yaitu plastik disesuaikan dengan kebutuhan,hanya mengizinkan jenis gas tertentu masuk, tetapi tidak mengizinkan gas
yang lain.
Setelah melakukan pengamatan, kita dapat mengetahui bahwa proses browning
dapat mempengaruhi warna, aroma dan tekstur pada buah. Untuk buah alpukat,paada
hari pertama buah masih berwarna hijau,tekstur keras dan aroma tidak menyengat, tetapi pada hari keempat kondisi buah berubah dengan warna yang menghitam,teksturnya menjadi sangat lunak dan muncul aroma kurang sedap. Untuk buah jeruk terjadi
perubahan warna kulit dari hijau di hari pertama mengalami penguningan di hari keempat dengan tekstur yang lunak. Untuk buah tomat tidak terjadi perubahan dari segi
warna , tekstur dan aroma, ini mungkin disebabkan oleh kualitas buah tomat itu sendiri atau setelah dipanen diolesi dengan lilin pada permukaannya.
20
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa
diantara ketiga bahan uji coba yang mendapat perlakuan sama,alpukat mengalami
pembusukan lebih cepat dari jeruk dan tomat. Ini membuktikan bahwa laju respirasi yang
terjadi pada bahan uji coba alpukat terjadi lebih cepat dari dua bahan uji coba lainnya. Faktor-
faktor yang menyebabkannya antara lain ukuran buah,kulit alami buah,suhu,CO2,O2 dan
kerusakan fisik buah itu sendiri. Hal ini dapat dicegah dengan menghambat laju repirasi itu
sendiri,cara yang paling sederhana ialah dengan membungkusnya.