Pengadaan Lahan.pdf

17
 28 BAB II PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM A. Defenisi Pengadaan Tanah Pengadaan tanah merupakan perbuatan pemerintah untuk memperoleh tanah untuk  berbagai kegiatan pembangunan, khususnya bagi kepentingan umum. Pada prinsipnya  pengadaan tanah di lakukan dengan cara musyawarah antara pihak yang memerlukan tanah dan  pemegang hak atas tanah yang tanahnya diperlukan untuk kegiatan pembangunan. Dalam  perkembangannya, landasan hukum pengadaan tanah diatur dalam peraturan menteri dalam negeri (Permendagri) nomor 15 tahun 1975 yang kemudian digantikan dengan keputusan  presiden (Keppres) nomor 55 tahun 1993,yang kemudian juga digantikan dengan Perpres no 36/2005 yang telah diubah dengan Perpres no 65/2006. Perpres no 36/2005 memperoleh reaksi luas dari masyarakat karena berbagai kelemahan.Pembahasannya difokuskan pada 4 hal yakni: 1. Landasan hukum pengadaan tanah dan asas-asas pengadaan tanah. 2. Pengaturan tentang kepentingan umum dalam berbagai peraturan perundang- undangan terkait perolehan tanah. 3. Pelaksanaan pengadaan tanah . 4. Komentar/catatan terhadap butir-butir Peraturan Kepala BPN No 3/2007. Sebelum berlakunya keppres no 55/1993,dalam UU no 20/1961 tentang pecabutan Universitas Sumatera Utara

description

RTH, RTB

Transcript of Pengadaan Lahan.pdf

  • 28

    BAB II

    PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

    A. Defenisi Pengadaan Tanah

    Pengadaan tanah merupakan perbuatan pemerintah untuk memperoleh tanah untuk

    berbagai kegiatan pembangunan, khususnya bagi kepentingan umum. Pada prinsipnya

    pengadaan tanah di lakukan dengan cara musyawarah antara pihak yang memerlukan tanah dan

    pemegang hak atas tanah yang tanahnya diperlukan untuk kegiatan pembangunan. Dalam

    perkembangannya, landasan hukum pengadaan tanah diatur dalam peraturan menteri dalam

    negeri (Permendagri) nomor 15 tahun 1975 yang kemudian digantikan dengan keputusan

    presiden (Keppres) nomor 55 tahun 1993,yang kemudian juga digantikan dengan Perpres no

    36/2005 yang telah diubah dengan Perpres no 65/2006.

    Perpres no 36/2005 memperoleh reaksi luas dari masyarakat karena berbagai

    kelemahan.Pembahasannya difokuskan pada 4 hal yakni:

    1. Landasan hukum pengadaan tanah dan asas-asas pengadaan tanah.

    2. Pengaturan tentang kepentingan umum dalam berbagai peraturan perundang-

    undangan terkait perolehan tanah.

    3. Pelaksanaan pengadaan tanah .

    4. Komentar/catatan terhadap butir-butir Peraturan Kepala BPN No 3/2007.

    Sebelum berlakunya keppres no 55/1993,dalam UU no 20/1961 tentang pecabutan

    Universitas Sumatera Utara

  • 29

    hak atas tanah dan benda-benda yang ada di atasnya digunakan pendekatan yang luas

    tentang pengertian kepentingan umum dan dalam Inpres no 9/1973.

    Menurut Pasal 1 angka 1 Keppres No.55/1993 yang dimaksud dengan Pengadaan Tanah

    adalah setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara memberikan ganti kerugian

    kepada yang berhak atas tanah tersebut.23

    Pengadaan tanah melalui keppres yang dilakukan melalui pelepasan atau penyerahan

    hak atas tanah dengan memberikan ganti kerugian atas dasar musyawarah ini hanya dapat

    dilakukan oleh pemerintah. Berbeda dengan waktu yang lampau, dimana pihak swasta dapat

    memanfaatkan lembaga pembebasan tanah menurut tata cara yang diatur oleh Permendagri no

    15/1975 berdasarkan Permendagri no 2/1976, maka sekarang jelas bahwa untuk kepentingan

    bisnis, pengambilalihan tanah harus dilakukan secara langsung antar pihak swasta dengan para

    pemegang hak atas tanah dan bangunan serta tanaman dengan cara jual beli, tukar menukar,

    atau cara lain atas dasar musyawarah (pasal 2 ayat(3) Keppres no 55/1993.

    Bagi instansi pemerintah pun, bila kegiatan pembangunan yang direncanakan tidak

    termasuk dalam kategori kegiatan dalam pasal 5 angka 1 tersebut, maka pengadaan tanahnya

    harus dilaksanakan secara langsung dengan pemegang hak atas tanah dan pemilik

    bangunan,tanaman,dan benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah,atas dasar musyawarh

    (pasal47 ayat(1) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN No 1/1994).Disamping itu

    pasal 23 Keppres no 55/1993 menyebutkan bahwa pelaksanaan pembangunan untuk

    kepentingan umum yang memerlukan tanah yang luas tidak lebih dari 1 Ha (skala kecil) dapat

    23 Harsono dan Boedi, Hukum Agraria Indonesia, Himpunan Peraturan-Peraturan Hukum

    Tanah, Penerbit Djambatan, Jakarta, 2008, hal. 21-43.

    Universitas Sumatera Utara

  • 30

    dilakukan langsung oleh instansi Pemerintah dengan pemegang hak atas tanah, dengan cara

    jual-beli,tukar-menukar, atau cara-cara lain yang disepakati bersama. 24 Bagaimana dengan

    pengadaan tanah untuk kepentingan umum yang dilakukan oleh otorita, BUMN,dan BUMD.

    Dalam surat Pengantar Menteri Negara Agraria/Kepala BPN tanggal 29 juni 1994

    disebutkan, bahwa untuk otorita,BUMN/BUMD bila kegiatannya termasuk dalam pasal 5

    angka 1, maka dapat dibantu oleh Panitia Pengadaan Tanah, tetapi harus dimohonkan terlebih

    dahulu kepada Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi. Hal itu berarti bahwa bila kegiatan untuk

    kepentingan umum itu tidak termasuk dalam pasal 5 angka 1, maka keppres no 55/1993 tidak

    otomatis berlaku terhadapnya, melainkan harus dimohon oleh Menteri/Ketua

    Lembaga/Direktur BUMN/BUMD yang bersangkutan kepada Presiden melalui Menteri

    Sekretaris Negara agar Keppre no 55/1993 dapat diberlakukan kepadanya.

    Tugas panitia Pengadaan Tanah adalah :

    a. Mengadakan penelitian dan inventarisasi atas tanah,bangunan,tanaman dan benda-

    benda lain yang ada kaitannya dengan tanah yang haknya akan dilepaskan atau

    diserahkan.

    b. Mengadakan penelitian mengenai status hukum tanah yang haknya akan dilepaskan

    atau diserahkan dan dokumen yang mendukungnya

    c. Menetapkan besarnya ganti rugi atas tanah yang haknya akan dilepaskan atau

    diserahkan.

    d. Memberikan penjelasan atau penyuluhan kepada masyarakat yang terkena rencana

    pebangunan dan atau pemegang hak atas tanah mengenai rencana dan tujuan

    24 Ibid, hal. 44

    Universitas Sumatera Utara

  • 31

    pengadaan tanah tersebut dalam bentuk konsultasi publik baik melalui tatap muka,

    media cetak maupun media elektronik agar dapat diketahui oleh seluruh masyarakat

    yang terkena rencana pembangunan dan pemegang hak atas tanah.

    e. Mengadakan musyawarah dengan para pemegang hak atas tanah dan instansi

    Pemerintah dan Pemerintah Daerah yang memerlukan tanah dalam rangka

    menetapkan bentuk dan besarnya ganti rugi.

    f. Menyaksikan pelaksanaan penyerahan ganti rugi kepada para pemegang hak atas

    tanah,bangunan,tanaman.dan benda-benda lain yang ada di atas tanah.

    g. Membuat berita acara pelepasan atau penyerahan hak atas tanah.

    h. Mengadministrasikan dan mendokumentasikan semua berkas pengadaan tanah dan

    menyerahkan kepada pihak yang berkompeten.

    Penggunaan tanah hanyalah untuk kepentingan umum dalam arti meliputi kepentingan

    sebagian besar lapisan masyarakat yang dilaksanakan oleh Pemrintahan atau Pemerintah

    Daerah yang selanjutnya dimiliki (bukan diartikan sebagai hak milik atas tanahnya) atau akan

    dimiliki oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah meliputi :25

    a. Jalan umum dan jalan tol,rel kreta api (di atas tanah, di ruang atas tanah ataupun di

    ruang bawah tanah)saluran air minum/air bersih,saluran pembuangan air dan

    sanitasi,

    b. Waduk,bendungan irigasi dan bangunan pengairan lainnya

    c. Pelabuhan.bandara udara,stasiun kreta api dan terminal.

    25 Maria s.w. Sumardjono, Tanah pembangunan umum sosial dan budaya, Buku Kompas, Yogyakarta, 2008, hal. 45-56.

    Universitas Sumatera Utara

  • 32

    d. Fasilitas keselamatan umum seperti tanggul penanggulangan bahaya banjir.lahar

    dan lain-lain bencana.

    e. Tempat pembuangan sampah

    f. F cagar alam dan cagar budaya.

    g. Pembangkit,transmisi,distribusi tenaga listrik.

    Musyawarah yang mesti dilakukan untuk memperoleh kesepakatan terfokus kepada

    pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum di lokasi tersebut, bentuk dan besarnya

    ganti rugi, ada beberapa hal yang perlu dipahami secara cermat, yaitu:

    a. bahwa pengadaan tanah itu ada untuk pembangunan: 1) kepentingan umum, dan 2)

    selain dari kepentingan umum.

    b. bahwa pembangunan untuk kepentingan umum itu ada: 1)selanjutnya dimiliki atau

    akan dimiliki Pemerintah/Pemerintah Daerah, dan 2) selanjutnya bukan untuk

    dimiliki atau akan dimiliki Pemerintah/Pemerintah Daerah.

    c. bahwa kegiatan pembangunan untuk kepentingan umum itu meliputi : 1) yang tidak

    dapat diahlikan atau dipindahkan secara teknis tata ruang ke lokasi lain, dan 2) yang

    masih dapat diahlikan/dipindahkan ke lokasi lain.

    1. Jadi dapat disimpulkan bahwa pengadaan tanah dilakukan dengan cara memberikan

    ganti kerugian kepada yang berhak atas tanah tersebut, tidak dengan cara lain selain

    pemberian ganti kerugian. Menurut Pasal 1 angka 3 Perpres No.36/2005 yang dimaksud

    dengan Pengadaan Tanah adalah setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara

    memberikan ganti kerugian kepada yang melepaskan atau menyerahkan tanah,

    Universitas Sumatera Utara

  • 33

    bangunan, tanaman dan benda-benda yang berkaitan dengan tanah atau dengan

    pencabutan hak atas tanah.

    2. Dapat disimpulkan bahwa pengadaan tanah menurut Perpres No.36/2005 dapat

    dilakukan selain dengan memberikan ganti kerugian juga dimungkinkan untuk dapat

    dilakukan dengan cara pelepasan hak dan pencabutan hak atas tanah.

    Sedangkan menurut Pasal 1 angka 3 Perpres No.65/2006, yang dimaksud dengan

    Pengadaan Tanah adalah setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara

    memberikan ganti kerugian kepada yang melepaskan atau menyerahkan tanah,

    bangunan, tanaman dan benda-benda yang berkaitan dengan tanah.26

    3. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengadaan tanah menurut Perpres

    No.65/2006 selain dengan memberikan ganti kerugian juga dimungkinkan untuk dapat

    dilakukan dengan cara pelepasan hak.

    Namum menurut pasal 1 angka 2 Perpres No. 71 Tahun 2012 adalah kegiatan

    menyediakan tanah dengan cara memberi ganti kerugian yang layak dan adil kepada pihak

    yang berhak, yang dimaksud dengan pihak yang berhak adalah pihka yang menguasai atau

    memiliki objek pengadaan tanah (pasal 1 angka 3 Perpres No. 71 Tahun 2012). Pihak tersebut

    memiliki tanah dan atau menyediakan tanah sebagai objek dari rencana pangadaan tanah

    dengan menerima ganti kerugian yang layak dan adil bagi mereka.

    26 Tampil Anshari Siregar, Pendalaman tanah UUPA, Jakarta, Penerbit Pustaka Bangsa Press,

    2005, hal. 7-9.

    Universitas Sumatera Utara

  • 34

    B. Hak Atas Tanah Menurut UUPA

    Pasal 4 ayat (1) UUPA menyebutkan atas dasar hak menguasai dari negara sebagai yang

    dimaksud dalam pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang

    disebut tanah yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun

    bersama-sama dengan orang lain serta badan-badan hukum.

    Meskipun pasal ini menyebutkan macam-macam hak atas tanah namun tidak ada

    dijelaskan mengenai hak-hak apa yang dimaksud. Untuk itu kiranya dengan melihat pasal 16

    UUPA maka terjawablah ketidakjelasaan dari pasal 4 tersebut.

    Menurut ketentuan dalam pasal 16 UUPA ada dikenal beberapa macam hak atas tanah,

    yaitu:

    1) Hak- hak atas tanah sebagai dimkasud dengan pasal 4 ayat (1) ialah:

    a. Hak milik

    b. Hak guna usaha

    c. Hak guna bangunan

    d. Hak pakai

    e. Hak sewa

    f. Hak membuka tanah

    g. Hak memungut hasil hutan

    h. Hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut di atas yang akan

    ditetapkan dengan undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara.

    Universitas Sumatera Utara

  • 35

    Hak-hak atas tanah yang terdapat dalam pasal 16 ini yang semula bersifat limitatif,

    tetapi dalam perkembangannya tidaklah bersifat limitatif, karena masih memberi kemungkinan

    untuk munculnya hak-hak baru atas agraria lainnya,salah satu contohnya Hak Pengelolaan.27

    Menurut Soedikno Hertokusumo, wewenang yang dipunyai oleh pemegang hak atas

    tanah terhadap tanahnya dibagi menjadi 2,yaitu:

    1. Wewenang yang bersifat umum yaitu pemegang hak atas tanah mempunyai

    wewenang untuk menggunakan tanahnya, termasuk juga tubuh bumi, air dan ruang

    yang ada di atasnya sebagaimana di perlukan untuk kepentingan yang langsung

    berhubungan dengan penggunaan tanah itu dalam batas-batas menurut UUPA dan

    peraturan-peraturan hak lain yang lebih tinggi (pasal 4 ayat (2) UUPA);

    2. Wewenang yang bersifat khusus yaitu pemegang hak atas tanah yang mempunyai

    wewenang untuk menggunakan tanahnya sesuai dengan macam-macam hak atas

    tanahnya misalnya wewenang pada tanah hak milik adalah dapat untuk kepentingan

    pertama dan atau mendirikan bangunan, wewenang pada tanah hak guna bangunan

    adalah menggunakan tanah hanya untuk mendirikan dan mempunyai bangunan di

    atas tanah yang bukan miliknya, wewenang pada hak guna usaha adalah

    menggunakan tanah hanya untuk mendirikan dan mempunyai bangunan di atas

    tanah yang bukan miliknya wewenang pada hak guna usaha adalah menggunakan

    27 Ibid hal. 94.

    Universitas Sumatera Utara

  • 36

    tanah hanya untuk kepentingan perusahaan di bidang pertanian, peternakan atau

    perkebunan.28

    Dari segi asal tanahnya, hak atas tanah dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu:

    1. Hak atas tanah yang bersifat primer

    Yaitu hak atas tanah yang berasal dari tanah negara, data antara lain, Hak Milik,

    Hak Guna Usaha dan Hak Guna Bangunan atas tanah negara, hak perkara-perkara

    atas tanah negara.

    2. Hak Atas tanah yang bersifat sekunder

    Yaitu hak tanah yang berasal dari pihak lain, yaitu Hak Guna Bangunan Atas Tanah

    Hak Pengelolaan, Hak Guna Bangunan Atas Tanah Hak Milik, Hak Pakai Atas Tanah Hak

    Pengelolaan, Hak Pakai Atas Tanah Hak Milik, Hak Sewa untuk Bangunan Hak Gadai, Hak

    Menumpang.

    Lebih lanjut perlu dijelaskan secara terperinci mengenai hak-hak atas tanah yang dimaksud di

    atas.

    1. Hak Milik

    Hak Milik sebagaimana diatur dalam pasal 20 UUPA adalah hak turun temurun, terkuat

    dan terpenuh yang dapat dipunyai oleh prang atas tanah dengan mengingat ketentuan pasal 6.

    Pemberian sifat terkuat dan terpenuh di sini bukanlah berarti bahwa hak tersebut

    bersifat mutlak serta tidak dapat digangu gugat, sebagaimana sifat asli dari hak eigendom yang

    28 Soedikno Mertokusumo, Op.Cit, hal. 45.

    Universitas Sumatera Utara

  • 37

    pernah diberlakukan sebelum lahirnya UUPA, melainkan dibatasi oleh pengertian dan isi dari

    fungsi sosial.

    KUHP Perdata Hak eigendom Mutlak.

    UUPA Hak milik Fungsi Sosial.

    Menurut Pasal 22 UUPA, Hak Milik dapat terjadi:

    a. Menurut Hukum Adat

    b. Karena Penetapan Pemerintah

    c. Karena Undang-undang

    a. Terjadinya Hak Milik Menurut Hukum Adat

    Sesuai dengan salah satu prinsip dasar dari UUPA, bahwa UUPA, adalah perangkat

    hukum yang berdasarkan Hukum Adat, namun kedudukan pengertian dan ruang lingkup

    Hukum Adat yang dimaksudkan di sini adalah berbeda dengan kedudukan, pengertian

    dan ruang lingkup Hukum Adat yang ada sebelumnya. Sehingga wajar di mana UUPA

    juga memberikan kemungkinan terjadinya hak milik menurut ketentuan-ketentuan yang

    dulu dikenal dalam Hukum Adat yang berlaku dalam masyarakat Indonesia.29

    Terjadinya hak milik menurut Hukum Adat antara lain dalam hubungannya dengan

    hak ulayat. Menurut Pasal 22 UUPA hal ini harus diatur dengan Peraturan Pemerintah

    supaya tidak terjadi hal-hal yang merugikan kepentingan umum dan negara.

    29 Tampil Ansari Siregar, Pendalaman Lanjutan UUPA, Pustaka Bangsa Press, 2009, hal. 199-205.

    Universitas Sumatera Utara

  • 38

    Demikian pula Hak Milik dapat terjadi karena konversi dari tanah-tanah eks.

    Hukum Adat, menurut ketentuan-ketentuan hak atas tanah yang diakui dapat dikonversi

    menjadi Hak Milik (dilihat penjelasaan Pasal 24 PP No. 24 Tahun 1997).

    b. Terjadinya Hak Milik Menurut Penetapan Pemerintah

    Pemerintah memberikan hak milik atas tanah yang dikuasai langsung oleh negara

    berdasarkan suatu permohonan. Selain memberikan hak milik yang baru sama sekali

    juga dapat memberi hak milik berdasarkan perubahan dari suatu hak yang sudah ada

    umpamanya, hak guna usaha, hak guna bangunan dan hak pakai.

    Secara umum pemberi hak milik atas tanah telah diatur dalam Peraturan Menteri

    Negara Agraria/Badan Pertanahan Naional no 3 Tahun 1999 tentang Pelimpahan

    Wewenang Pemberi Hak Atas Tanah dan Peraturan Menteri Dalam Negeri no 5 Tahun

    1972 tentang Ketentuan-ketentuan Mengenai Tata Cara Pemberi Hak Atas Tanah.

    Menurut Pasal 2PMA/Ka BPN No.31/1999 kewenangan untuk pemberi hak atas tanah

    secara individual dan kolektif dan keputusan pembatalan keputusan pemberi hak atas

    tanah dilimpahkan sebagian kepada Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi atau Kepala

    Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota.

    c. Terjadinya Hak Milik Menurut Undang-undang

    Hak Milik dapat terjadi menurut ketentuan undang-undang melalui lembaga

    konversi.Menurut ketentuan tersebut beberapa hak atas tanah yang ada sebelum

    diundangkannya UUPA dikonversikan menjadi hak milik apabila yang mempunyai hak

    milik pada tanggal 24 September mempunyai kewarganegaraan tunggal.

    Universitas Sumatera Utara

  • 39

    Hak-hak yang dapat menjadi hak milik berdasarkan ketentuan konversi antara lain:30

    a. Hak eigendom atas tanah yang ada, setelah berlakunya UUPA sejak tanggal 24

    September 1960 dikonversi menjadi hak mili, bilamana telah memenui persayaratn-

    persyarat yang telah di tentukan;

    b. Hak agrarisch eigendom, milik yayasan, hak andarbeni,grand sultan,

    landerijen,erfacht,hak usaha atas tanah partikelir, sejak mulai berlakunya UUPA

    dikonversi menjadi hak milik sepanjang pemegang memenuhi persyaratan yang

    ditentukan;

    c. Hak gogolan,pekulen atau sanggan yang bersifat tetap mulai berlakunya UUPA

    dikonversi menjadi hak milik;

    d. Hak milik berdasarkan surat keputusan dari Kepala Badan Pertanahan Nasional atau

    dari Kepala Kanwil BPN Vide Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 6/1972 yo SK

    5a/DPA/1970.

    2. Hak Guna Usaha

    a. Hak Guna Usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang langsung dikuasai

    oleh negara, dalam jangka waktu sebagaimana tersebut dalam Pasal 29 guna

    perusahaan pertanian,perikanan dan pertenakan;

    b. Hak Guna Usaha diberikan atas tanah yang luasnya paling sedikit 5 hektar dengan

    ketentuan bahwa jika luasnya 25 hektar atau lebih harus investasi modal yang layak

    dan teknik perusahaan yang baik sesuai dengan perkembangan zaman.

    30 Ibid, hal. 207

    Universitas Sumatera Utara

  • 40

    c. Hak Guna Usaha dapat beralih dan diahlikan pada pihak lain.

    3. Hak Guna Bangunan

    Adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan atas tanah yang bukan

    miliknya sendiri dengan jangka waktu paling lama 30 tahun.

    a. Atas permintaan pemegang hak dan dengan mengingat keperluan serta keadaan

    bangunan-bangunan,jangka waktu tersebut dalam ayat (1) dapat diperpanjang

    dengan paling lama 20 tahun;

    b. Hak Guna Bangunan dapat beralih dan diahlikan kepada pihak lain.

    4. Hak Pakai

    Adalah hak untuk menggunakan dan atau memunggut hasil dari tanah yang dikuasai langsung

    oleh negara atau tanah milik orang lain yang memberi wewenang dan kewajiban yang

    ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh Pejabat yang berwenang memberikannya atau

    dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya yang bukan perjanjian sewa menyewa atau

    perjanjian pengelolaan tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan

    undang-undang ini.

    5. Hak Guna Sewa

    Adalah hak yang memberi wewenang untuk menggunakan tanah milik pihak lain

    dengan kewajiban membayar uang sewa pada tiap-tiap waktu tertentu.

    Universitas Sumatera Utara

  • 41

    6. Hak Guna Membuka Tanah

    Hak memungut hasil hutan Adalah hak membuka tanah dan hak memungut hasil hutan

    sebenarnya bukan hak atas tanah dalam arti yang sesungguhnya. Dikatakan demikian karena

    kedua hak tersebut tidak memberi wewenang untuk menggunakan tanah.1 Hak membuka tanah

    dan hak memungut hasil hutan merupakan bentuk pengejawantahan hak ulayat. Tujuan dari

    dimasukkannya kedua hak ini ke dalam UUPA adalah semata-mata untuk menselaraskan

    UUPA dengan hukum adat.Pasal 46 ayat (2) UUPA menentukan bahwa penggunaan hak

    memungut hasil hutan secara sah tidak dengan sendirinya memberikan hak milik kepada

    pengguna tersebut. Adapun ketentuan lebih lanjut mengenai hak memungut hasil hutan terdapat

    di Undang-Undang Pokok Kehutanan.31

    7. Hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut di atas yang akan ditetapkan

    dengan undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara.

    Adalah masih terdapat hak-hak atas tanah yang bersifat sementara. Hak-hak yang

    bersifat sementara tersebut antara lain: hak gadai, hak usaha bagi hasil, hak menumpang dan

    hak sewa tanah pertanian (Pasal 53 UUPA). Hak-hak tersebut bersifat sementara karena suatu

    saat lembaga hukum tersebut tidak akan ada lagi. Hal ini disebabkan karena hak-hak tersebut

    dianggap tidak sesuai dengan asas-asas hukum tanah nasional.2 Hak gadai, hak usaha bagi hasil

    dan hak sewa tanah dipandang membuka peluang untuk terjadinya pemerasan, sedangkan hak

    menumpang juga dianggap bertentangan dengan nilai-nilai hukum agraria Indonesia karena

    mengandung sisa unsur feodal.3 Harus diakui hingga saat ini hak-hak tersebut belum

    31 Ibid, hal 210

    Universitas Sumatera Utara

  • 42

    sepenuhnya hapus, namun hak-hak tersebut harus tetap diatur untuk mebatasi sifatnya yang

    bertentangan dengan UUPA.32

    Dalam pembahasan ini selanjutnya sebelum diterbitkannya Keputusan Presiden Republik

    Indonesia no 26 tahun 1988 tugas bidang pertanahan berada pada Departemen Dalam Negeri

    yang mana dilaksanakan oleh Direktoral Jendral Agraria, setelah diterbitkannya keppres no 26

    Tahun 1988 tersebut, maka tugas di bidang pertanahan berada pada Badan Pertanahan

    Nasional.

    Dalam Pasal 2 Keppres tersebut ditegaskan bahwa Badan Pertanahan bertugas

    membantu Presiden dalam mengelola dan mengembangkan administrasi pertanahan yang baik

    berdasarkan Undang-undang Pokok Agraria maupun Peraturan Perundang-undangan lainnya

    yang meliputi:

    1. Pengaturan, pengguna penguasaan dan pemilikan tanah

    2. Pengurusan hak-hak atas tanah

    3. Pengukuran dan pendaftaran tanah

    4. Lain-lain yang berkaitan dengan masalah pertanahan berdasarkan kebijaksanaan yang

    ditetapkan oleh Presiden.

    C. Bentuk-Bentuk Pengadaan Tanah

    Pengadaan Tanah menyediakan tanah bagi pelaksanaan pembangunan guna

    meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat dengan tetap menjamin kepentingan

    hukum pihak yang berhak.

    32 Ibid, hal 215

    Universitas Sumatera Utara

  • 43

    Pada prinsipnya Hukum Agraria Indonesia mengenal 2 (dua) bentuk pengadaan

    tanah yaitu :

    1. Dilaksanakan dengan cara pelepasan atau penyerahan hak atas tanah (pembebasan hak

    atas tanah).

    2. Dilaksanakan dengan cara pencabutan hak atas tanah.

    Perbedaan yang menonjol antara pencabutan hak atas tanah dengan pembebasan tanah

    ialah, jika dalam pencabutan hak atas tanah dilakukan dengan cara paksa, maka dalam

    pembebasan tanah dilakukan dengan berdasar pada asas musyawarah. Sebelumnya oleh Perpres

    No 36 Tahun 2005 ditentukan secara tegas bahwa bentuk pengadaan tanah dilakukan dengan

    cara pembebasan hak atas tanah dan dengan cara pencabutan hak atas tanah. Namun dengan

    dikeluarkannya Perpres No 65 Tahun 2006, hanya ditegaskan bahwa pengadaan tanah

    dilakukan dengan cara pembebasan. Tidak dicantumkannya secara tegas cara pencabutan hak

    atas tanah di dalam Perpres No. 65/2006 bukan berarti menghilangkan secara mutlak cara

    pencabutan tersebut, melainkan untuk memberikan kesan bahwa cara pencabutan adalah cara

    paling terakhir yang dapat ditempuh apabila jalur musyawarah gagal .

    Hal ini ditafsirkan secara imperatif dimana jalur pembebasan tanah harus ditempuh

    terlebih dahulu sebelum mengambil jalur pencabutan hak atas tanah.33

    Jika pada Perpres No. 36 Tahun 2005 terdapat kesan alternatif antara cara pembebasan

    dan pencabutan, maka pada Perpres No.65 Tahun 2006 antara cara pembebasan dan pencabutan

    sifatnya prioritas-baku. Ini agar pemerintah tidak sewenang-wenang dan tidak dengan mudah

    saja dalam mengambil tindakan dalam kaitannya dengan pengadaan tanah. Artinya ditinjau dari

    33 Arie Sukanti, Bentuk Pengadaan Tanah bagi Pembangunan, Jakarta, Rajawali Press, 2009,

    hal 11.

    Universitas Sumatera Utara

  • 44

    segi Hak Asasi Manusia (HAM), Perpres No 65 Tahun 2006 dinilai lebih manusiawi jika

    dibandingkan peraturan-peraturan sebelumnya.

    Selain bersifat lebih manusiawi, Perpres No 65 Tahun 2006 juga memberikan suatu

    terobosan kecil yaitu dengan dicantumkannya pasal 18A. Pasal 18A menentukan apabila yang

    berhak atas tanah atau benda-benda yang ada di atasnya yang haknya dicabut tidak bersedia

    menerima ganti rugi sebagaimana ditetapkan, karena dianggap jumlahnya kurang layak, maka

    yang bersangkutan dapat meminta banding kepada Pengadilan Tinggi agar menetapkan ganti

    rugi.34

    34 Binsar Simbolon, Bentuk-bentuk pengadaan tanah Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, Jakarta, Buku Pintar, 2010, hal. 4-6.

    Universitas Sumatera Utara