PENERIMAAN DIRI PADA NARAPIDANA DI RUMAH ...eprints.ums.ac.id/81353/1/NASKAH PUBLIKASI.pdfsusah...

17
PENERIMAAN DIRI PADA NARAPIDANA DI RUMAH TAHANAN BOYOLALI Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Jurusan Psikologi Fakultas Psikologi Oleh: NUGRAHANI SETIA PUTRI F100150037 PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2020

Transcript of PENERIMAAN DIRI PADA NARAPIDANA DI RUMAH ...eprints.ums.ac.id/81353/1/NASKAH PUBLIKASI.pdfsusah...

  • PENERIMAAN DIRI PADA NARAPIDANA DI RUMAH

    TAHANAN BOYOLALI

    Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I

    pada Jurusan Psikologi Fakultas Psikologi

    Oleh:

    NUGRAHANI SETIA PUTRI

    F100150037

    PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

    FAKULTAS PSIKOLOGI

    UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

    2020

  • 1

    PENERIMAAN DIRI PADA NARAPIDANA DI RUMAH TAHANAN

    BOYOLALI

    Abstrak

    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana penerimaan diri pada

    narapidana yang tinggal di Rumah Tahanan Boyolali. Penelitian ini menggunakan

    metode kualitatif deskriptif dengan pengambilan informan menggunakan teknik

    purposive sampling. Metode pengumpulan data dengan menggunakan teknik

    wawancara semi terstruktur kepada 3 orang informan yang merupakan narapidana

    di Rumah Tahanan Boyolali. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa

    permasalahan pada narapidana di Rumah Tahanan Boyolali antara lain seperti

    susah makan, tidak bisa tidur, kamar terlalu sempit hingga ditinggalkan oleh

    orang tercinta. Permasalahan tersebut mempengaruhi penerimaan diri narapidana

    seperti merasa dirinya penuh dengan kekurangan, malu dengan status narapidana

    yang didapatkannya hingga memunculkan rasa penyesalan yang tidak ingin

    diulang lagi. Faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan diri antara lain:

    pemahaman mengenai diri sendiri, dukungan orang terdekat seperti keluarga,

    stigma dari masyarakat. Penerimaan diri narapidana di Rumah Tahanan Boyolali

    saat ini berbeda-beda, namun secara umum mereka mampu mengetahui apa yang

    mampu menyadari apa yang menjadi kekurangan dan kelebihannya sehingga

    mereka dapat menjadi diri sendiri saat tinggal di rumah tahanan.

    Kata Kunci: penerimaan diri, narapidana, rumah tahanan

    Abstract

    This study aims to determine how self-acceptance in prisoners living in Boyolali

    Detention Center. This research uses descriptive qualitative method by taking

    informants using purposive sampling technique. The data collection method used

    a semi-structured interview technique with 3 informants who were prisoners at

    Boyolali Detention Center. From the results of the study it can be seen that

    problems in inmates at the Boyolali Detention Center include difficulties in

    eating, not being able to sleep, rooms are too narrow to be abandoned by loved

    ones. These problems affect the prisoners' self-acceptance, such as feeling

    themselves full of deficiencies, ashamed of the status of the prisoners they get,

    thus raising feelings of regret that they do not want to be repeated again. Factors

    that influence self-acceptance include: an understanding of oneself, the support of

    the closest people such as family, stigma from the community. Prisoners' self-

    acceptance at the Boyolali Detention House currently varies, but in general they

    are able to know what is able to realize what are the advantages and disadvantages

    so that they can be themselves while living in detention.

    Keywords: self-acceptance, prisoners, prison

  • 2

    1. PENDAHULUAN

    Narapidana merupakan seseorang yang sedang menjalani hukuman karena tindak

    pidana yang dilakukannya (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2016). Menjalani

    kehidupan sebagai seorang narapida akan terasa berat karena di dalam penjara

    sebagian hak-hak yang dimiliki oleh narapidana akan hilang, seperti hilangnya

    kebebasan untuk bertemu dengan masyarakat umum. Hal tersebut sesuai dengan

    pengertian narapidana yang dijelaskan dalam pasal 1 ayat 6 yang menyebutkan

    bahwa narapidana adalah seseorang yang dihukum dan menjalankan hukuman

    sehingga mengakibatkan pada hilangnya kebebasan sebagai makhluk sosial yang

    tidak dapat lepas dari hubungan dengan manusia lainnya di Lembaga

    Pemasyarakatan (UU No. 12, 1995)

    Perubahan-perubahan yang dialami oleh narapidana seperti hidup terisolasi

    dari masyarakat, ruang gerak terbatas, kehilangan kepercayaan dari masyarakat,

    hingga stigma dari masyarakat sekitar tentu membawa perubahan bagi kehidupan

    narapidana. Perasaan sedih pada narapidana setelah menjalani masa sidang yang

    melelahkan hingga dijatuhi hukuman pidana dengan waktu tertentu, serta

    munculnya perasaan bersalah dan malu setelah melakukan perbuatan yang

    melanggar hukum, kemudian dihadapkan pada kehidupan penjara yang dengan

    aturan menjadi beban tersendiri bagi narapidana. Hal tersebut sesuai dengan hasil

    penelitian dari Agnesia, Halim dan Manurung pada tahun 2014, data yang

    diperoleh dari 10 narapidana 28% menyesal saat vonis diberikan, 24 % sedih,

    24% susah untuk menerima keputusan, 12% tidak percaya, 8% merasa kecewa,

    dan 4% mampu menerima hasil keputusan. Mereka melakukan hal hal seperti

    36% m enceritakan isi hati kepada teman bahkan petugas penjara, 36% berdoa

    kepada Tuhan, 20% berdiam diri, 4% marah-marah, dan 4% menangis.

    Permasalahan lain datang dari dalam penjara yang ditinggali oleh

    narapidana. Permasalahan yang terjadi di dalam Lapas dan Rumah tahanan adalah

    kelebihan kapasitas narapidana dan tahanan yang tinggal di dalamnya. Data

    hingga tanggal 10 April 2018 jumlah tahanan yang tinggal di dalam Lapas dan

    Rumah tahanan mencapai 240.692 jiwa, hal tersebut menyebabkan kelebihan

    kapasitas sebesar 183 persen dari kapasitas awal yang menampung narapidana dan

  • 3

    tahanan sebanyak 123.598 jiwa (Hermawan, 2018). Kelebihan kapasitas

    mempengaruhi ruang gerak bagi narapidana dan tahanan yang tinggal di

    dalamnya, seperti berbagi ruang untuk tidur, waktu yang lama untuk mandi

    bergatian dan tempat untuk buang air besar (BAB) yang menyatu dengan kamar

    tidur.

    Berdasarkan wawancara awal salah satu tahanan yaitu AS merupakan

    tahanan dengan kasus aborsi yang divonis selama 2 tahun mengatakan bahwa

    pertama kali masuk penjara dengan perasaan yang sedih melihat situasi dan

    kondisi di dalam penjara yang tidak layak dihuni. Ia menangis dan tidak bisa tidur

    selama seminggu karena hanya tidur beralaskan tikar, di dalam kamar juga

    terdapat sebuah toilet yang digunakan untuk membuang air besar, sehingga ketika

    ada orang yang sedang BAB maka baunya akan menyebar ke seluruh ruangan

    yang sempit. Karena hal tersebut ia sempat tidak nafsu untuk makan. Hidup di

    dalam rumah tahanan membuat AS kehilangan harapan ketika ia keluar dari

    rumah tahanan, ia merasa putus asa karena tidak tau harus berbuat apa. AS merasa

    malu dengan tetangga sekitar rumah tinggalnya karena AS menjadi topik

    pembicaraan. Hal tersebut mempengaruhi penerimaan diri AS mengenai persepsi

    tentang dirinya.

    Penerimaan diri adalah kemampuan individu untuk dapat memiliki

    pandangan positif mengenai diri sendiri dan bersedia untuk hidup dengan segala

    karakteristik yang ada pada diri tanpa merasa ketidaknyamanan terhadap diri

    sendiri (Ronica, Nurhasanah &Abd, 2019). Penerimaan diri dibutuhkan untuk

    menyadari atas kemampuan yang dimiliki dirinya sendiri, apabila seseorang

    melihat dari sisi ideal yang diinginkan maka akan kesulitan mencapai penerimaan

    diri yang baik (Hill, Hall, Appleton, & Kozub, 2007). Penerimaan diri sebagai

    kelanjutan atau sebagai kebiasaan dari pikiran dan emosional yang diekspresikan

    ke tingkat yang lebih tinggi atau rendah, seseorang dengan penerimaan diri yang

    tinggi akan lebih dapat menahan dalam situasi yang memicu ego sehingga

    memunculkan kegagalan ataupun penolakan (Popov, 2016).

    Faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan diri menurut Hurlock (2011)

    antara lain: pemahaman tentang diri (self understanding),harapan yang realistis

  • 4

    (realistic expectation), hambatan dalam lingkungan (absence of enviromental

    obstacles), sikap yang disukai masyarakat (favourable social attitudes), tidak ada

    gangguan emosi (absence of emotional stress), keberhailan yang pernah dicapai

    (preponderance of success), identifikasi dengan orang lain (identification with

    well adjusted people), pandangan tentang diri (self perspective), dan pola asuh

    dari orang tua (good childhood training). Sedangkan aspek-aspek penerimaan diri

    menurut Priyono, Anni dan Sugiyo (2018) seseorang yang memiliki penerimaan

    diri memiliki karakteristik sebagai berikut : percaya dengan kemampuannya

    dalam menghadapi hidup yang dijalaninya, menganggap dirinya dan orang lain

    sama derajatnya, tidak merasa takut akan celaan orang lain, memiliki standart

    hidup sendiri dan tidak mengikuti alur hidup orang lain, menerima masukan dan

    pujian dari orang lain secara objektif dan tidak mengekang diri sendiri dan dapat

    mengutarakan perasaannya secara wajar.

    Penerimaan diri tentu penting bagi siapa saja termasuk seorang narapidana

    karena penerimaan diri sebagai kondisi mental dimana dalam menghadapi

    kehidupan, individu menjadi lebih optimis dan bergairah, sehingga lebih mudah

    dalam mengembangkan kelebihan yang kemudian dapat dijadikan potensi yang

    dimiliki (Hall, Hill, Appleton & Kozub, 2009). Berdasarkan observasi yang sudah

    dilakukan peneliti di Rumah tahanan Boyolali selama ± 1 bulan pada akhir bulan

    Januari hingga Februari 2018 dan juga data yang telah dipaparkan di atas maka

    peneliti merumuskan permasalahan, yaitu “Bagaimana penerimaan diri pada

    narapidana yang tinggal di Rumah Tahanan Boyolali?”. Berdasarkan rumusan

    masalah tersebut, peneliti ingin melakukan penelitian dengan judul “Penerimaan

    Diri pada Narapidana yang Tinggal di Rumah Tahanan Boyolali”. Tujuan dari

    penelitian ini adalah untuk mengetahui dan memahami bagaimana penerimaan diri

    pada narapidana di Rumah tahanan Boyolali serta untuk mengetahui faktor-faktor

    yang mempengaruhi penerimaan diri. Pertanyaan dalam penelitian ini antara lain

    Permasalahan-permasalahan apa saja yang ditemui di dalam rutan dan bagaimana

    menerima diri sebagai seorang narapidana.

  • 5

    2. METODE

    Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan strategi deskriptif

    dimana data diambil menggunakan metode wawancara semi terstruktur.

    Wawancara dilakukan kepada 3 orang informan yang terdiri dari 2 narapidana

    laki-laki dan 1 narapidana perempuan. Informan merupakan narapidana yang

    tinggal di Rumah Tahanan Boyolali sudah lebih dari 6 bulan. Selanjutnya, analisis

    data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif yang berarti

    data-data yang diperoleh dianalisis menggunakan kata-kata secara deskriptif.

    Hasil wawancara dan observasi dikelompokkan kemudian diberi coding dan

    kategorisasi untuk mendeskripsikan temuan-temuan yang muncul sehingga

    temuan-temuan tersebut dapat menjawab pertanyaan penelitian.

    3. HASIL DAN PEMBAHASAN

    Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana penerimaan diri

    pada narapidana di Rumah Tahanan Boyolali serta apa saja faktor-faktor yang

    mempengaruhi penerimaan diri. Pembahasan dalam penelitian ini dimulai dari

    menjabarkan apa yang menjadi permasalahan narapidana, proses penerimaan diri

    narapidana dan penerimaan diri pada narapidana.

    Tabel 1. Penerimaan diri narapidana

    No. Informan Penerimaan Diri

    1 SR Saat ini penerimaan diri SR kurang baik karena ia merasa

    bingung apa yang harus dilakukan apabila keluar dari rumah

    tahanan karena istrinya sudah tidak mau bersamanya lagi.

    2 HDK Informan kedua memiliki penerimaan diri yang baik, ia

    sudah menerima status narapidana di dalam dirinya dan

    memiliki harapan untuk melanjutkan hidup ketika ia keluar

    dari rumah tahanan nanti

    3 AN Informan ketiga masih malu mengenai status narapidana

    yang ada dalam dirinya karena status tersebut ia menjadi

    bahan cemoohan oleh tetangga sekitar rumah tinggalnya,

    namun ia tetap bertahan demi anak-anaknya sehingga setelah

    keluar nanti ia ingin mencari rezeki yang halal untuk anak-

    anaknya.

  • 6

    Permasalahan yang dihadapi oleh narapidana di Rumah Tahanan Boyolali

    penyesuaian diri pada awal mula masuk rumah tahanan yang ditandai dengan

    tidak mau makan dan susah untuk tidur, ada pula karena kamar yang dihuni terlalu

    sempit mengakibatkan narapidana tidur dengan berdesak-desakkan sehingga

    narapidana harus tidur secara bergantian.

    “Ning njero kamar yo untel-untelan mbak nek wayah turu, soale kan

    kamar cilik dingo bareng-bareng, kudu gentian turune nek ora yo turu

    karo linggeh” (Informan 1)

    “ya engga enak pengaruh dirutan sempit tidurnya umpel umpelan”

    (informan 2)

    “He’e engga mau makan susah tidur gitu kan adaptasi sama temen dulu

    gitu” (informan 3)

    Penemuan fenomena tersebut sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh

    Cooke, Baldwin & Howison (2008) yang mengatakan bahwa permasalahan

    narapidana seperti kehilangan kendali dalam memilih hidup yang dijalani bahkan

    fungsi dasar seperti tidur yang dapat mengakibatkan seseorang putus asa, frustasi

    dan kebingungan.

    Permasalahan lain yang dialami oleh narapidana adalah merasa

    mendapatkan cemooh dari masyarakat sekitar yang mengakibatkan kehilangan

    harga diri narapidana di hadapan lingkungan sekitar tempat tinggal.

    “Yo kui kan suwe nggak komunikasi karo keluarga kan kangen, giliran

    wingi oleh kabar malah kabar sing ora penak, yowes to” (Informan 1)

    “Ya mungkin kalo disini sih belom ya mungkin kalo diluar kan mesti ada

    yang apa ya tetangga mungkin kan dengan aku kaya gini kan orang tua

    malu dengan kelakuan saya sendiri gitu lo, sebenernya takut pulang buat

    nanti ketemu sama tetangga belom nanti tetangga nyemooh gitu (Peneliti:

    eemm) napi napi disini kan bingungnya nya gitu ada rasa sama tetangga

    tetangga ada yang kaya gitu lah kayak ihh gimana ya kalo napi kan tau

    sendiri kan mbakk kayak dihadapannya tu kaya buruk banget gitu loo”

    (Informan 3)

  • 7

    “Yang dirasain dari luar engga bisa kesana kesini engga bisa bebas aja

    stress lah” (Informan 3)

    Hal tersebut sesuai dengan teori Crawley dan Sparks (2006) yang

    mengatakan bahwa permasalahan narapidana salah satunya timbul ketakutan akan

    kehilangan rasa hormat dalam diri.

    Permasalahan yang dialami oleh informan yang berada di Rumah Tahanan

    Boyolali adalah ditinggalkan oleh istri pada saat informan nanti keluar dari rumah

    tahanan. Hal tersebut terjadi karena istri sudah tidak mau menerima informan lagi.

    Informan juga sudah jarang dijenguk oleh keluarganya hal tersebut membuat

    informan rindu dengan anak maupun istrinya.

    “Yo kui kan suwe nggak komunikasi karo keluarga kan kangen, giliran

    wingi oleh kabar malah kabar sing ora penak, yowes to” (Informan 1)

    “Yo jare bojoku wes emoh karo aku, ning anakku isih nggoleki aku terus,

    mesakke anakku mbak, isih cilik rung reti opo-opo wes tak ngonoke tapi

    isih nggoleki pakne terus”(Informan 1)

    “Inget anak, meh piye-piye tetep anak sing dipikir, ora meh mikir liyane”

    (Informan 1)

    Fenomena tersebut sesuai dengan teori dari Cooke, Baldwin dan Howison

    (2008) yang mengungkapkan bahwa permasalahan narapidana salah satunya

    kehilangan keluarga dekat seperti pasangan, anak, orang tua.

    Kegiatan rumah tahanan yang kurang variatif juga membuat informan

    merasa bosan tinggal di Rumah Tahanan Boyolali. Kegiatan bangun pagi

    dilanjutkan dengan olah raga, mandi cuci kakus, kemudian masuk kamar sel

    membuat informan bosan sehingga mencari kegiatan tambahan seperti memasak,

    merajut dan membantu pegawai rumah tahanan yang sedang membutuhkan.

    “Rasane yo bosen mbak, soale kan tangi subuh bar kui masake kanca-

    kanca, wes rampungan adus, sholat dzuhur yo bar kui ora ngopo-ngopo,

    wes jarang dijenguk karo keluarga yoan paling sewulan pisan” (Infroman

    1)

    “Rasanya bosen pengen cepet keluar saya harus kuat saya harus ikhlas

    sama banyak berdoa” (Informan 2)

  • 8

    Permasalahan rasa bosan tersebut sesuai dengan teori Cooke, Baldwin dan

    Howison (2008) yang mengungkapkan bahwa kurangnya stimulasi kegiatan

    sehari-hari karena kegiatan di penjara yang cenderung monoton.

    Permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh narapidana setelah tinggal

    di rumah tahanan beraneka ragam, cara menghadapi permasalahan juga berbeda

    narapidana satu dengan yang lainnya, hal tersebut memunculkan penerimaan diri

    narapidana yang tinggal di rumah tahanan Boyolali seperti menyadari apa yang

    menjadi kekurangan, menyesuaikan diri dengan lingkungan di rumah tahanan, dan

    lain sebagainya. Hal yang dirasakan pertama kali tinggal di rumah tahanan

    direspon secara berbeda oleh ketiga informan, informan yang pertama mengaku

    merasa bersyukur telah diingatkan dengan kejadian tersebut untuk mendekatkan

    diri kepada Allah SWT, sedangkan informan kedua merasa sangat menyesal telah

    melakukan perbuatan yang membuatnya harus tinggal di balik jeruji besi ia

    menyesal karena perbuatannya ia harus kehilangan istrinya sendiri dan yang

    terakhir informan ketiga merasa sangat menyesal harus tinggal di rumah tahanan

    karena jauh dari kedua anaknya.

    Ketiga informan memiliki persamaan dalam hal menyadari apa yang

    menjadi kekurangan mereka. Ketiga informan menyadari bahwa memiliki banyak

    kekurangan dalam segala hal, mulai dari masalah ibadah hingga memiliki tingkat

    pendidikan yang rendah. Temuan tersebut sesuai dengan teori Ryff (1996) yang

    mengatakan bahwa penerimaan diri merupakan kondisi dimana yang dimiliki

    individu sebagai penilaian positif terhadap dirinya, mampu menerima serta

    mengakui apa yang menjadi kelebihan maupun kekurangan yang ada dalam

    dirinya tanpa merasa malu atau merasa bersalah terhadap takdir dirinya. Ketiga

    informan menyadari bahwa karena perbuatannya mereka harus menerima

    hukuman berupa tinggal di rumah tahanan, meskipun demikian mereka masih

    berkeinginan unuk bertaubat dan mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan

    belajar sholat dan mengaji.

    Informan pertama mengaku saat ini sedang bingung karena dengan status

    narapidana yang melekat pada dirinya membuat istrinya tidak mau lagi hidup

    dengannya saat ia bebas nanti. Hal ini terjadi karena ia sudah lama tidak dijenguk

  • 9

    oleh anak, istri dan keluarganya. Hal tersebut sesuai dengan faktor-faktor yang

    mempengaruhi penerimaan diri, menurut Bastaman (2007) salah satu faktornya

    ialah social support dimana kehadiran orang lain bagi individu yang selalu sedia

    memberi bantuan pada saat yang diperlukan, sedangkan informan pertama tidak

    mmperoleh hal tersebut dari keluarganya sendiri. Informan kedua menerima

    dirinya masuk ke dalam rumah tahanan karena perbuatan yang telah

    dilakukannya, ia mengaku ikhlas menjalankan hukumannya karena ia menyadari

    bahwa ada anaknya yang menunggunya ketika ia bebas nanti. Hal tersebut sesuai

    dengan apa yang dikemukakan oleh Bastaman (2007) salah satu faktor yang

    mempengaruhi penerimaan diri ialah self insght yaitu pemahaman mengenai

    dirinya sedang dalam masa sulit dan ingin segera keluar dari keadaan tersebut.

    Sedangkan informan ketiga mengaku malu dengan statu narapidana yang ada pada

    dirinya, ia merasa hal tersebut membuat bahan perbincangan di masyarakat sekitar

    tempat tinggal informan 3. Temuan tersebut sesuai dengan apa yang dikemukakan

    oleh Hurlock (2011) dimana salah satu faktor penerimaan diri ialah favourable

    social attitudes yaitu sikap yang disukai oleh masyarakat apabila seseorang

    melakukan sesuatu berdasarkan kebiasaan yang ada dalam lingkungannya maka ia

    akan memperoleh prasangka yang baik dari masyarakat yang berada dalam

    lingkungan tersebut.

    Tahap penerimaan diri pada informan pertama berada pada tahap tolerance

    dimana ia merasa tidak nyaman dengan menjadi seorang narapidana dan tinggal di

    rumah tahanan boyolali, dengan hal tersebut SR mencari kesibukan lain dengan

    cara rajin beribadah, belajar mengaji dan membantu memasak di bagian dapur

    rumah tahanan. Informan belum berada pada tahap berikutnya yaitu allowing,

    karena informan 1 masih terbebani dengan masalah dengan istrinya dimana

    istrinya sudah tidak ingin bersamanya lagi ketika informan 1 keluar dari rumah

    tahanan nanti.

    Informan 2 saat ini berada pada tahap paling atas yaitu friendship dimana

    individu dapat mengambil hikmah dari perasaan yang awalnya membuatnya tidak

    nyaman dan menjadi pelajaran untuk situasi yang sama akan terjadi lagi. Saat ini

    HDK sudah melawan rasa atas status narapidana yang melekat pada dirinya

  • 10

    sehingga ia menerima dan membiarkan perasaan tersebut dan HDK dapat

    mngambil hikmah dari apa yang telah ia perbuat sehingga memperoleh hukuman

    dan status narapidana tersebut.

    Informan ketiga saat ini berada pada tahap tolerance dimana ia tidak

    nyaman dengan status narapidana yang ada pada dirinya karena menjadi bahan

    perbincangan tetangga sekitar tempat tinggal AN, ia merasa malu oleh hal

    tersebut, namun, ia tetap bertahan menjalani hukuman tersebut karena ada

    dukungan dari kedua anaknya, ia ingin setelah bebas nanti menjadi ibu yang lebih

    baik dalam mendidik anaknya dan mencari rezeki yang halal untuk menghidupi

    anaknya.

    Dari keseluruhan tahap penerimaan diri di atas, Kubler Ross (2011)

    menyatakan tahapan-tahapan tidak selalu urut, atau dilalui semuanya oleh seorang

    individu, tapi paling tidak ada 2 langkah yang pasti akan dilalui. Seringkali,

    individu akan mengalami beberapa langkah berulang-ulang.

    Penerimaan diri narapidana di Rumah Tahanan Boyolali bervariasi, terdapat

    1 informan yang sudah menerima dirinya dengan sepenunya namun 2 informan

    masih malu dengan status narapidana. Informan 2 memiliki penerimaan diri yang

    baik. Hal tersebut terjadi karena ia mengakui kesalahannya dan tidak malu atas

    apa yang terjadi pada dirinya saat ini. Hal ini sesuai dengan pendapat Feist & Feist

    (2006) yang mengatakan bahwa penerimaan diri adalah individu yang menerima

    diri apa adanya, tidak terbebani oleh rasa malu, dan mau menerima kelebihan dan

    kekurangan dirinya. Di sisi lain, informan 2 juga mendapat dukungan oleh

    keluarganya dalam menghadapi hukuman tersebut. Ia bertahan hidup di dalam

    rumah tahanan untuk anak semata wayangnya, karena setelah keluar dari rumah

    tahanan informan 2 sudah memiliki planning untuk melanjutkan hidup dan

    mengasuh anaknya hingga mewujudkan cita-cita anaknya. Hurlock (2011)

    mengungkapkan bahwa faktor seseorang dalam menerima dirinya sendiri ialah

    saat tidak ada hambatan dari orang lain, informan 1 mengharapkan bahwa setelah

    keluar dari rumah tahanan ingin melanjutkan dengan berdagang dan mewujudkan

    cita-cita anaknya, hal tersebut dapat dukngan dari keluarga terdekat dan tidak ada

    yang menghalangi untuk melakukan harapan tersebut.

  • 11

    Informan 3 yang saat ini masih malu dengan status narapidana di dalam

    dirinya karena masih memikirkan pendapat dari tetangga mengenai dirinya

    mampu meyadari dan menerima apa yang menjadi kekurangannya. Ia mengaku

    masih mendengarkan apa pendapat tetangganya mengenai kasus yang menerima

    dirinya sehingga membuatnya berkecil hati. Hal tersebut didukung dengan teori

    dari Hairina dan Komalasari (2017) yang mengatakan bahwa kondisi psikologis

    seperti penerimaan diri dapat dipengaruhi oleh lingkungan sosial (misalnya

    interaksi anggota keluarga, tekanan pekerjaan dan ekonomi), serta dapat juga

    berasal dari komunitas atau lingkungan (misalnya sekolah, penjara dan kejadian-

    kejadian kompetitif), namun informan 3 masih tetap bertahan dengan apa yang

    menimpanya saat ini karena ia ingat bahwa ada anak-anaknya yang harus ia

    besarkan dengan sepenuh hati. Setelah keluar dari rumah tahanan, informan 3

    ingin mendidik anak-anaknya dan mencari nafkah yang halal untuk anak-anaknya.

    Hal tersebut sesuai dengan teori Kubler Ross (2011) yang mengatakan bahwa

    penerimaan (acceptance) terjadi bila seseorang mampu menghadapi kenyataan

    daripada hanya menyerah pada tidak adanya harapan.

    Informan 1 yang tinggal di rumah tahanan lebih dari dua tahun mengaku

    bahwa ia mengalami kebingungan karena dengan status narapidananya saat ini

    membuat istrinya tidak ingin bersamanya lagi, hal tersebut membuat informan 1

    merasa gelisah memikirkan saat ia pulang dari rumah tahanan nanti hal ini sesuai

    dengan apa yang dikemukakan oleh Santrock (2007) dimana keluarga merupakan

    faktor yang mempengaruhi penerimaan diri seseorang. Faktor penyebab adanya

    permasalahan keluarga seperti keadaan ekonomi keluarga yang berpengaruh pada

    sandang, pangan dan masa depan. Namun demikian, informan 1 dalam

    menjalankan kehidupan sehari-hari di rumah tahanan masih tetap baik dan tidak

    menmpilkan emosinya ke warga binaan maupun pegawai yang ada di dalam

    Rumah Tahanan Boyolali.

    4. PENUTUP

    Penerimaan diri pada narapdana di Rumah Tahanan Boyolali beraneka ragam. Hal

    ini dikarena faktor yang mempengaruhi penerimaan diri pada masing-masing

  • 12

    informan berbeda-beda. Permasalahan yang dihadapi oleh setiap narapidana juga

    beraneka ragam, mulai dari kehilangan orang terdekat seperti istri hingga

    mendapatkan cemoohan dari masyarakat sekitar tempat tinggal. Terdapat 2 orang

    informan yang memiliki penerimaan diri yang baik, dimana ia masih

    menunjukkan sikap realistis ketika ia keluar dari rumah tahanan dan terdapat 1

    orang informan yang mengaku tidak memiliki tujuan ketika ia bebas nanti.

    DAFTAR PUSTAKA

    ---------------. Kamus Besar Bahasa Indonesia. [Online]. Tersedia di

    kbbi.kmdikbud.go.id/entri/narapidana. Diakses 3 Januari 2020

    Ardilla, F., Herdiana, I. (2013). Penerimaan diri pada narapidana wanita. Jurnal

    psikologi kepribadian dan sosial. Universitas Airlangga.

    Bastaman, H. D. (2010). Integrasi Psikologi dengan Islam Menuju Psikologi

    Islami. Yogyakarta: Yayasan Insan Khamil & Pustaka Pelajar

    Cooke, Baldwin & Howison. Menyingkap Dunia Gelap Penjara, terjemahan In

    Prisons, diterjemahkan ole Hary Tunggal, Jakarta: Gramedia, 2008.

    Crawley dan Sparks, (2006). Doing Prison Work: The Public and Private Livs of

    Prison Officers. Cullompton: Willan.

    Feist, J., Feist, G. J. (2014). Theories of personality: Teori kepribadian 7th edition

    (Handriatno. penerjemah). Jakarta: Salemba Humanika.

    Hall, HK, Hill, AP and Appleton, PR (2012) Perfectionism: A foundation

    forsporting excellence or an uneasy pathway toward purgatory?In:

    Advances in Motivation in Sport and Exercise. Human Kinetics ,

    Champaign, Illinois , 129 -168 . ISBN 0736090819

    Hurlock, E. B. (2011). Psikologis Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang

    Rentang Kehidupan. Jakarta : Erlangga.

    Kubler Ross, E. (2011). Death & Dying. New York : Simon & Schuster.

    Ronica, Nurhasanah & Abd, 2019. Gambaran penerimaan diri anak panti asuhan

    dan faktoryang mempengaruhinya. Program studi bimbingan dan

    konseling. Banda Aceh: Universitas Syiah Kuala.

    Ryff CD. 1996.Happiness is Everything, Or Is It? Explorations on The Meaningof

    Psychological Well-Being.J Pers Soc Psychol.57: 1069–1081

    Santi Luh Putru (2017). Penerimaan Diri dan Kecemasan terhadap Status

    Narapidana.

    Santrock, J. W. 2007. Adolescene, Eleventh Edition. (terj. Benedictine

    Widyasinta). Jakarta: Erlangga.

  • 13

    Yulia Hairina, S. K. (2017). Kondisi Psikologis Narapidana Narkotika Di

    Lembaga Permasyarakatan Narkotika Klas II Karang IntanMartapura,

    Kalimantan Selatan. Pskikologi , 94-104.

    Undang-Undang No 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan