PENERAPAN PELATIHAN GL’S ROLE DAN TOYOTA … · penerapan pelatihan gl’s role dan toyota...
Transcript of PENERAPAN PELATIHAN GL’S ROLE DAN TOYOTA … · penerapan pelatihan gl’s role dan toyota...
PENERAPAN PELATIHAN GL’S ROLE DAN TOYOTA PRODUCTION
SYSTEM PADA UNIT ASSEMBLY SHOP, KARAWANG PLANT
PT TOYOTA MOTOR MANUFACTURING INDONESIA
NOVIANDA RACHMATIA
F14050732
DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
PENERAPAN PELATIHAN GL’S ROLE DAN TOYOTA PRODUCTION
SYSTEM PADA UNIT ASSEMBLY SHOP, KARAWANG PLANT
PT TOYOTA MOTOR MANUFACTURING INDONESIA
NOVIANDA RACHMATIA
F14050732
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian pada
Departemen Teknik Pertanian
DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
Judul Skripsi : Penerapan Pelatihan GL’s Role dan Toyota Production System
pada Unit Assembly Shop, Karawang Plant, PT Toyota Motor
Manufacturing Indonesia
Nama : Novianda Rachmatia
NIM : F14050732
Bogor, Agustus 2010
Disetujui
Dosen Pembimbing Akademik
Dr. Ir. Sam Herodian, MS
19620529 198703 1 002
Diketahui
Ketua Departmen Teknik Pertanian
Dr. Ir. Desrial, M.Eng
19661201 199103 1 004
Tanggal Lulus:
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 12 November 1987.
Penulis merupakan putri kedua dari pasangan Endang
Poernama Kosasih dan Elvia Charlin. Penulis memulai
pendidikannya di SDK Mater Dei Pamulang pada tahun 1995-
1999. Pada periode 1999-2002 penulis melanjutkan
pendidikan menengah pertama di SLTP Mater Dei Pamulang, dan pada periode
2002-2005 melanjutkan di SMA Tarakanita I Jakarta. Penulis diterima di IPB
melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada tahun 2005 dan
pada tahun 2006 diterima di Departemen Teknik Pertanian melalui sistem mayor
minor.
Selama di bangku perkuliahan penulis aktif di organisasi Himpunan
Profesi Mahasiswa Teknik Pertanian (HIMATETA) pada tahun 2008-2009
sebagai staf HRD. Selain itu penulis juga aktif di berbagai kepanitiaan di
lingkungan IPB.
Pada tahun 2009 penulis memiliki prestasi sebagai penerima hibah
Program Kreatifitas Mahasiswa bidang Kewirausahaan (PKM-K) dan pada tahun
2010 sebagai penerima hibah Program Kreatifitas Mahasiswa bidang Teknologi
(PKM-T) dari DIKTI. Pada periode 2009 sebagai Asisten Mata Kuliah Gambar
Teknik.
Pada bulan Juli sampai Agustus 2009, penulis melaksanakan Praktek
Lapang di Pusat Pelatihan Kewirausahaan Sampoerna, Pandaan, Jawa Timur
dengan judul Aspek Keteknikan Pertanian pada Proses Pengolahan di PPK
Sampoerna. Pada bulan Maret sampai Juli 2010 penulis melakukan magang dan
menyelesaikan skripsinya dengan judul Penerapan Pelatihan GL’s Role dan
Toyota Production System pada Unit Assembly Shop, Karawang Plant, PT Toyota
Motor Manufacturing Indonesia.
RINGKASAN
Novianda Rachmatia. F14050732. Penerapan Pelatihan GL’s Role dan Toyota
Production System pada Unit Assembly Shop, Karawang Plant, PT Toyota
Motor Manufacturing Indonesia. Dibawah bimbingan: Dr. Ir. Sam Herodian,
MS.
Analisa dan penelitian kerja pada hakikatnya berupaya
mengidentifikasikan kondisi-kondisi kerja yang tidak produktif. Salah satu
perusahaan yang peduli akan penelitian kerja untuk meningkatkan produktivitas
adalah Toyota Motor Corporation (TMC) yang saat ini merupakan produsen
mobil terbesar di dunia. Anak cabang TMC di Indonesia adalah PT. Toyota
Motor Manufacturing Indonesia (PT TMMIN). Kepedulian Toyota diwujudkan
dalam komitmennya untuk menerapkan sistem tersendiri untuk penelitian kerja,
yang terkenal dengan sebutan Toyota Production System (TPS). TPS ditekankan
dalam usaha setiap elemen perusahaan untuk terus membuat perbaikan terus
menerus (kaizen) dalam setiap aspek yang mempengaruhi produksinya.
Melalui kegiatan Magang ini akan diketahui gerakan-gerakan muda yang
menyebabkan delay maupun relief work dan kemudian membuat perbaikan dari
sistem kerja di area assembly shop dengan menerapkan Toyota Production System
dan GL’s Role.
Menurut data yang ada, penurunan kualitas terjadi di lapangan justru
ketika jumlah operator meningkat. Hal ini terjadi karena operator yang ada belum
dilengkapi dengan on the job training. Parmasalahan jangka panjang yang
berusaha untuk diselesaikan adalah perubahan struktur yang ada pada line yang
membuat line head dan group head tidak mengerti peranannya untuk menjalankan
line.
Pelatihan gl’s role adalah pelatihan yang ditujukan khususnya untuk line
head agar mereka tahu, mengerti, menjalankan dan dapat melakukan perbaikan-
perbaikan terkait perannya sebagai seorang line head. Situasi yang ideal bagi
seorang line head adalah apabila line head sangat memahami standar kerja yang
ada dan memahami kemampuan dasar (fundamental skill) anggota kelompok
sendiri, dan dapat mengatur kelompok mereka dengan lancar melalui identifikasi
abnormalitas berdasarkan observasi. Sedangkan pelatihan Toyota Production
System adalah pelatihan yang bertujuan untuk menghasilkan kendaraan dengan
kualitas yang lebih baik, lebih murah, lebih tepat waktu, kepada lebih banyak
orang. Lebih murah karena mengusahakan untuk mengurangi biaya produksi
ditempuh perusahaan melalui penghilangan muda secara menyeluruh.
Analisa untuk mencari akar penyebab dari permasalahan tidak adanya line
head yang mengimplementasikan pelatihan yang telah mereka dapatkan di
lapangan adalah karena line head tidak mengerti metode dalam menjalankan OJD
tersebut. Penyebab lainnya adalah karena atasan dari line head tersebut tidak
terlibat dalam implementasi OJD para line head.
Penaggulangan untuk akar penyebab tersebut adalah diadakannya program
penjelasan metode OJD dan diadakannya pelatihan gl’s role yang diberikan pada
tingkat section head hingga department head. Pelatihan gl’s role yang diberikan
pada atasan dimaksudkan agar atasan dapat tahu dan mengerti peranan yang ada
dan memberikan penugasan yang sesuai dengan peran yang ada.
Pada analisis studi gerakan dan waktu dilakukan dengan takt time 2,1
menit atau 126 detik. Namun ternyata pada pengambilan video, terlihat bahwa
untuk mengerjakan satu proses, operator yang bersangkutan membutuhkan waktu
174 detik (melebihi takt time). Hal itu berakibat terjadinya keterlambatan dalam
proses, bahkan beresiko menimbulkan terjadinya line stop, dan juga operator
membutuhkan bantuan orang lain untuk menyelesaikan pekerjaannya. Setelah
dilakukan perbaikan, waktu untuk menyelesaikan satu siklus pekerjaan berkurang,
tapi masih tetap di atas takt time.
Maka diharapkan perusahaan bertindak tegas terhadap implementasi
pelatihan-pelatihan yang diberikan, karena apabila pelatihan diberikan, namun
tidak diikuti dengan implementasi setelahnya, maka perusahaan hanya menambah
pengeluaran dalam hal biaya saja dan tidak diikuti perbaikan produksi dan kualitas
karena pengembangan sumberdaya manusianya tidak berhasil dilakukan.
IMPLEMENTATION OF GL’S ROLE AND TOYOTA PRODUCTION
SYSTEM TRAINING ON ASSEMBLY SHOP UNIT, KARAWANG PLANT,
TOYOTA MOTOR MANUFACTURING INDONESIA COMPANY
NOVIANDA RACHMATIA
ABSTRACT
Gl’s role training is training that specially given for line head in order to
know, understand, can do and continue improvement concern to their role as a
line head. Ideal situations for a line head are if the line head understand own
group’s standardized work and fundamental skill deeply, and manage their group
smoothly through Abnormality Management based on Genchi-Genbutsu.
Meanwhile, Toyota Production System training is training that purpose to
produce vehicle with better quality, less expensive, more timely, to more customer.
Less expensive because of company manage to reduce production cost by muda
disappearance totally.
Analysis to look for root cause why there are no line head that implement
training that their got in their line is because line heads don’t understand methods
to perform gl’s role on the job development. The other root cause is the line
head’s superior are not involved on the job development implementation.
Countermeasure for the root causes are program for explain OJD method
and gl’s role training that will be given for superior, starting from section head up
to department head. This training purpose on superior can know and understand
tline head’s real role, and assign work based on their role.
On motion and time study analysis did by 2,1 minutes takt time (126
seconds. But on the videos take, seen that to finish one process, the operator
needs 174 minutes (over the takt time). That can cause delay on process, even can
evokes line stop, and operator needs help from other member. After improvement,
time to finish one cycle job decreased, but still over from takt time.
Keywords: standardized work, gl’s role, Toyota production system, motion and
time study, Takt time,
vii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas segala berkat dan karunia-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan magang dan penulisan skripsi. Skripsi
yang berjudul “Penerapan Pelatihan GL’s Role dan Toyota Production System pada
Unit Assembly Shop, Karawang Plant, PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia”
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian di
departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan penghargaan dan ucapan
terimakasih kepada :
1. Bapak E. Poernama Kosasih dan Ibu Elvia Charlin, kedua orang tua yang dengan
kasih sayangnya mendidik dan selalu memberi semangat. Keluarga besar Chaidir
Thaib dan Kosasih yang selalu mendukung penulis. Mbak Kiki, Elin dan Sacha,
saudara-saudara yang selalu membuat semangat dengan canda dan tawa.
2. Dr. Ir. Sam Herodian, MS selaku dosen pembimbing yang telah memberi
bimbingan, pengarahan, saran serta dukungan yang diberikan selama empat tahun
bimbingan.
3. Bapak Mo Daniel Setiawan selaku department head pada Toyota Training Center
dan mentor penulis yang telah mengijinkan penulis melakukan magang di
departemen yang dipimpinnya.
4. Bapak Bachtiar Wiryadi selaku deparment head pada Assembly Production yang
telah mengijinkan penulis melakukan pengambilan data di linenya.
5. Ibu Kem Trimaya, Bapak Ferdy Supardi, Bapak Juhartono, dan Bapak Ariyus
Arifin untuk bimbingan dan sarannya selama penulis melakukan magang.
6. Teman-teman TEP 42 dan TEP 43 untuk kebersamaan selama 4 tahun di Teknik
Pertanian, canda, tawa, ilmu, dan pengalaman yang dijalani bersama.
viii
7. Teman-teman seperjuangan magang Bayu Eko, Imam, Riva, Dodik, Yudis, dan
Zani untuk kebersamaan selama 4 bulan
8. Pimpinan dan Staf PT TMMIN yang telah membantu penulis dalam menjalani
magang.
9. Sahabat-sahabat penulis sejak TPB, Wiwi, Novi, Meiyu, Icha, Gebol, Kodel,
Dewy, Lenny, Andra, Lia, Shita dan Kiky yang selalu memberi semangat dan
Gerard Teijie yang selalu memberi dukungan dan menemani penulis selama ini.
Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam pembuatan skripsi ini, oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran agar skripsi ini dapat menjadi lebih
baik.
Bogor, Agustus 2010
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ...................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xiii
I. PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................ 1
B. Tujuan ......................................................................................................... 3
II. KEADAAN UMUM PERUSAHAAN .......................................................... 4
A. Sejarah Singkat Perusahaan ......................................................................... 4
B. Perkembangan Toyota Motor Manufacturing Indonesia ............................... 6
C. Visi dan Misi Perusahaan ............................................................................. 8
D. Struktur Organisasi PT TMMIN .................................................................. 9
E. Toyota Internship Program ........................................................................ 11
F. Letak dan Luas Perusahaan......................................................................... 13
G. Kegiatan Divisi-Divisi Perusahaan ............................................................. 15
III. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 19
A. Ergonomi ................................................................................................... 19
B. Penelitian Kerja ......................................................................................... 20
C. Time Study ................................................................................................. 23
D. Motion Study ............................................................................................. 23
IV. METODOLOGI ........................................................................................ 28
A. Deskripsi Kegiatan .................................................................................... 28
B. Metode Kerja ............................................................................................. 28
C. Peralatan .................................................................................................... 30
V. GL’s ROLE .................................................................................................. 32
A. Pengertian GL’s Role ................................................................................. 32
B. Memastikan Kondisi Awal Sebelum Produksi Dimulai .............................. 33
C. Implementasi Produksi – Mempertahankan Kondisi Normal ...................... 36
D. Implementasi Produksi – Menanggapi Abnormalitas.................................. 41
E. Manajemen Abnormalitas .......................................................................... 45
VI. TOYOTA PRODUCTION SYSTEM ........................................................... 49
A. Pengertian Toyota Production System (TPS) .............................................. 49
B. Tahapan Kaizen ......................................................................................... 55
C. Standardisasi Kerja .................................................................................... 58
D. Tabel Standar Kerja Kombinasi ................................................................. 59
E. Tabel Standardisasi Kerja ........................................................................... 60
F. Yamazumi Chart ......................................................................................... 60
G. Element Work Sheet (Lembar Elemen Kerja) ............................................. 61
VII. PEMBAHASAN ....................................................................................... 62
A. Aspek Khusus (Analisis Time and Motion Study dengan menggunakan
Toyota Production System) ............................................................................. 62
B. Aspek Umum (Membuat Usulan Perbaikan pada Sistem On the Job
Development pada Pelatihan GL’s Role) ......................................................... 67
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 72
A. Kesimpulan ............................................................................................... 72
B. Saran.......................................................................................................... 73
IX. REKOMENDASI....................................................................................... 74
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 75
LAMPIRAN .................................................................................................... 76
xi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1. Gerakan Therblig................................................................................. 9
Tabel 4.1. Sejarah Perkembangan Toyota ........................................................... 20
Tabel 7.1. Nilai Terkecil, Terbesar, Nilai yang Sering Keluar dan Nilai Usulan
Perbaikan ........................................................................................................... 64
Tabel 7.2. Daftar Temuan Muda ........................................................................ 65
Tabel 7.3. Data Waktu Setelah Kaizen ............................................................... 66
xii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1. Ruang Lingkup Penelitian Kerja ...................................................... 7
Gambar 4.1. Lokasi Sunter I Plant ..................................................................... 25
Gambar 4.2. Lokasi Sunter II Plant .................................................................... 25
Gambar 4.3. Lay Out Karawang Plant ................................................................ 26
Gambar 5.1. Ilustrasi Pelatihan Elemen Kerja .................................................... 38
Gambar 5.2. Ilustrasi Postulate Near Miss ......................................................... 42
Gambar 5.3. Standar Rak Penyimpanan Part...................................................... 46
Gambar 5.4. Contoh yang Tidak Mengikuti Standar ........................................... 46
Gambar 5.5. Contoh GL Management Board di line Machining ......................... 48
Gambar 6.1. Dua Pilar TPS ................................................................................ 53
Gambar 6.2. Yamazumi Chart ............................................................................ 61
Gambar 7.1. Contoh-Contoh Muda yang Terjadi Selama Pengamatan ................ 65
Gambar 7.2. Perubahan Tata Letak Tempat Kerja .............................................. 67
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Struktur Organisasi ........................................................................ 77
Lampiran 2. Contoh Tabel Standar Kerja Kombinasi ......................................... 78
Lampiran 3. Contoh Tabel Standar Kerja ........................................................... 79
Lampiran 4. Contoh Element Work Sheet .......................................................... 80
Lampiran 5. Trimming 1’s Yamazumi Chart ..................................................... 81
Lampiran 6. Trimming 1’s Lay-out .................................................................... 84
Lampiran 7. Data Pengukuran Waktu ................................................................. 87
Lampiran 8. Tabel Standar Kerja Kombinasi Trimming 1 ................................. 88
Lampiran 9. Tabel Standar Kerja Trimming 1 .................................................... 89
Lampiran 10. Lembar Kesehatan Karyawan ....................................................... 90
Lampiran 11. Laporan Implementasi GL’s Role ................................................. 91
Lampiran 12. GL’s Role Flow Process ............................................................... 92
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Institut Pertanian Bogor, seperti perguruan tinggi lainnya dituntut untuk
menghasilkan sarjana-sarjana yang mampu mengembangkan kemampuan dan
ilmu-ilmu yang didapatkan selama masa kuliah. Sehingga, untuk tujuan tersebut,
setiap calon sarjana diharuskan mengerjakan tugas akhir yang berupa penelitian
maupun magang di perusahaan dan dituangkan dalam bentuk skripsi untuk
memperoleh gelar Sarjana.
Kegiatan magang diharapkan menjadi dapat menjadi wadah atau sarana
pembelajaran dan menimba pengalaman bagi mahasiswa sebelum terjun ke dunia
kerja dalam usaha mengaplikasikan ilmu-ilmu pendidikan dalam pengabdian ke
masyarakat luas nantinya. Dengan berbekal ilmu pengetahuan serta pengalaman
yang telah diperoleh, diharapkan mahasiswa dapat mengerti, memahami, dan
mengaplikasikan dengan praktek secara nyata.
Penelitian kerja (yang lebih dikenal dengan istilah asingnya Methods
Engineering Work Design, Work Study, atau Job Design) adalah suatu aktivitas
yang ditujukan untuk mempelajari prinsip – prinsip dan teknik-teknik untuk
mendapatkan suatu rancangan sistem kerja yang terbaik. Prinsip – prinsip dan
teknik kerja ini digunakan untuk mengatur komponen-komponen yang ada dalam
sistem kerja yang terdiri dari manusia dengan sifat dan kemampuannya, bahan
baku, mesin dan peralatan kerja lainnya, serta lingkungan kerja fisik yang ada
sedemikian rupa sehingga dicapai tingkat efektifitas dan efisiensi kerja yang
tinggi yang diukur dengan waktu yang dihabiskan, tenaga yang dipakai, serta
akibat psikologis atau sosiologis yang ditimbulkan.
Analisa dan penelitian kerja pada hakikatnya berupaya
mengidentifikasikan kondisi-kondisi kerja yang tidak produktif ( tampak dalam
bentuk antara lain banyaknya waktu delay, material handling), namun di sini
perlu ada kesepakatan dari semua pihak, bahwa hasil dari penelitian kerja pada
2
hakikatnya justru untuk memperbaiki tingkat produktivitas kerja, sehingga adanya
keuntungan sebagai dampak peningkatan produktivitas pada akhirnya juga akan
bisa dinikmati semua lapisan yang ada dalam organisasi.
Salah satu perusahaan yang peduli akan penelitian kerja untuk
meningkatkan produktivitas adalah Toyota Motor Corporation (TMC) yang saat
ini merupakan produsen mobil terbesar di dunia. Anak cabang TMC di Indonesia
adalah PT. Toyota Motor Manufacturing Indonesia. Kepedulian Toyota
diwujudkan dalam komitmennya untuk menerapkan sistem tersendiri untuk
penelitian kerja, yang terkenal dengan sebutan Toyota Production System (TPS).
TPS ditekankan dalam usaha setiap elemen perusahaan untuk terus membuat
perbaikan terus menerus (kaizen) dalam setiap aspek yang mempengaruhi
produksinya.
Saat ini, Toyota mempunyai banyak cabang di seluruh dunia dengan
berbagai macam perbedaannya. Toyota Motor Corporation (TMC) adalah
perusahan multinasional yang mempunyai prinsip dalam mengembangkan
perusahaannya. Prinsip tersebut dikenal dengan Toyota Way. Toyota Way dapat
menyatukan seluruh anggota Toyota di seluruh dunia. Toyota berkeinginan
menjadi perusahaan global di mana anggotanya berada di tempat yang berbeda,
namun dapat mengerti dan mengimplementasikan nilai-nilai dari Toyota Way.
Toyota Way menekankan tentang dua hal, yaitu Continuous Improvement dan
Respect for people. Continuous Improvement dibagi menjadi tiga elemen, yaitu
challenge, kaizen (continuous improvement), dan genchi genbutsu (go and see).
Sedangkan Respect for people dibagi menjadi 2 elemen, yaitu Respect dan
Teamwork. Respect for people dalam Toyota tidak hanya difokuskan pada
melayani konsumen saja, tetapi juga pada pekerjanya. Toyota beranggapan
bahwa dengan menghargai dan meningkatkan teamwork pekerjanya dapat
meningkatkan Toyota Way yang satu lagi, yaitu Continuous Improvement.
Hal yang sangat diperlukan untuk membuat perbaikan yang dapat terus
menerus berlanjut adalah observasi. Observasi merupakan kegiatan yang
diperlukan untuk melihat kondisi sebenarnya di lapangan. Dalam istilah Toyota,
observasi ini disebut Genba Genchi Genbutsu. Genba berarti turun ke lapangan,
3
sedangkan Genchi Genbutsu berarti pergi dan lihat. Jadi, Genba Genchi
Genbutsu.berati turun ke lapangan untuk melihat keadaan secara langsung,
kemudian menuliskan dalam catatan dan menginvetigasi dengan cara menanyakan
langsung pada orang-orang yang mengerti lapangan tersebut.
Walaupun PT. Toyota Motor Manufacturing Indonesia merupakan
perusahaan yang bergerak di bidang manufacturing otomotif, tapi ilmu-ilmu yang
didapatkan selama di departemen Teknik Pertanian dapat diaplikasikan dalam
menganalisis serta memecahkan beberapa masalah yang selanjutnya menjadi
masukan kepada pengambil kebijakan perusahaan untuk mengurangi faktor line
stop.
Melalui kegiatan magang ini diharapkan dapat memperkaya wawasan,
informasi dan pengalaman kerja sebagai dasar pengaplikasian pengetahuan dan
teori dasar yang telah diperoleh selama perkuliahan. Hasil dari kegiatan magang
disusun dalam bentuk skripsi yang akan disidangkan sebagai syarat kelulusan di
Depatemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Memberikan pengalaman kerja bagi mahasiswa dan berkontribusi
secara nyata bagi perusahaan
2. Tujuan Khusus
a. Menemukan muda penyebab delay maupun relief work.
b. Membuat perbaikan dari sistem kerja di area assembly shop dengan
menerapkan Toyota Production System dan GL’s Role.
4
II. KEADAAN UMUM PERUSAHAAN
A. Sejarah Singkat Perusahaan
Sakichi Toyoda adalah pendiri organisasi Toyota di Jepang. Terlahir
sebagai anak tukang kayu pada tahun 1867 yang memulai hidupnya ketika Jepang
mulai modernisasi pada negaranya. Beliau banyak menyumbang kemajuan
teknologi Jepang melalui penemuan-penemuannya, salah satunya adalah mesin
tenun otomatis. Cara kerja mesin tersebut adalah, apabila ada benang yang putus,
maka mesin tersebut akan berhenti otomatis. Prinsip mesin yang akan langsung
berhenti apabila terjadi kesalahan menjadi prinsip yang penting bagi Toyota
hingga sekarang.
Sakichi banyak membuat pembaruan dalam penelitiannya agar alat
tenunnya menjadi lebih efisien dan ekonomis. Pada tahun 1926, didirikan Toyoda
Automatic Loom Works yang kemudian melahirkan Toyota Motor Corporation.
Sakichi memberikan sebagian dari hasil pembuatan alat tenun kepada putranya,
yaitu Kiichiro Toyoda yang ingin melakukan hal yang sama terhadap mobil
setelah berkeliling Amerika Serikat dan Eropa untuk melihat penggunaan mobil.
Kiichiro berpendapat bahwa zaman mobil akan datang ke Jepang, maka pada
Toyoda Automatic Loom Works didirikan divisi mobil pada tahun 1933. Tahun
1935 pembuatan bentuk asli pertama kendaraan yang bermuatan lima penumpang
selesai. Kendaraan tersebut diberi nama Toyota A1 dan Truck G1. Dua tahun
kemudian, Kiichiro memisahkan diri dan membentuk Toyota Motor Corporation
sebagai lembaga yang menetapkan just-in time production, yaitu melakukan
pengiriman part yang benar, pada waktu yang tepat, dengan jumlah yang tepat,
dan tidak ada kelebihan stok sehingga tidak diperlukan gudang.
Setelah Perang Dunia II, ekonomi Jepang mengalami krisis yang
mempengaruhi krisis keuangan pada perusahaan Toyota, sehingga perusahaan
tidak mampu menganggulangi permasalahan keuangan yang semakin merugi.
Untuk menganggulangi permasalahan keuangan tersebut, pada bulan April 1950,
5
Toyota dipecah menjadi Toyota Motor Corporation dan Toyota Motor Sales
Company.
Pada bulan Juni 1950, pertentangan karyawan mengenai ketidakmampuan
membayar gaji berakhir dan perusahaan mulai beroperasi dengan manajemen
baru. Tahun 1951, Toyota mengirim dua orang karyawannya mengunjungi
Amerika Serikat untuk belajar metode manajemen modern, dan di Ford Motor
Company mereka melihat sistem saran dan ide perbaikan dan slogan “Kualitas dan
Keselamatan Kerja” yang menimbulkan ilham utuk menempatkan sistem yang
sama di Toyota. Dengan ide tadi dipilihlah “Produk yang Baik dari pemikiran
yang Baik” sebagai slogan Toyota tahun 1953.
Pada tahun 1953, fasilitas produksi pertama yang aklusif untuk membuat
kendaraan penumpang bagi keluarga yaitu Motomachi Plant selesai dibangun
dengan menanamkan modal yang merupakan resiko yang besar pada saat itu.
Tahun 1955, Toyota memperkenalkan mobil “Crown” yang dikembangkan tanpa
memanfaatkan bantuan dari luar, lalu dua tahun kemudian Toyota mulai
mengekspor mobil tersebut ke Amerika Serikat walaupun akhirnya gagal karena
tidak dapat digunakan untuk perjalanan jauh dan cepat di Amerika Serikat.
Selama tahun 1960, industri mobil Jepang tumbuh pesat baik di pasar
ekspor dan dalam negeri ketika Toyota memperkenalkan TQC (Toyota Quality
Control) dengan maksud meningkatkan derajat produksi mobil yang berstandar
mutu internasional pada tahun 1961.
Untuk mempunyai daya saing lebih besar yang diperlukan agar sukses
dalam pasar yang ketat pada tahun 1980-an, maka Toyota Motor Corporation dan
Toyota Motor Sales Company bergabung kembali membentuk Toyota Motor
Corporation. Perubahan besar dalam sejarah Toyota termasuk pembentukan
NUMMI yaitu usaha kolektif antara Toyota dengan amerika Serikat pada tahun
1984 sampai saat ini memproduksi jenis kendaraan Prims “GM dan Corolla”
untuk Toyota.
6
B. Perkembangan Toyota Motor Manufacturing Indonesia
PT. Toyota Astra Motor sebagai perusahaan pelopor industri otomotif
Indonesia memiliki komitmen untuk mengutamakan kepuasan pelanggan dan
senantiasa terus-menerus menciptakan inovasi terbaiknya. Untuk mewujudkan
visi perusahaan Toyota untuk menjadi perusahaan industri otomotif berkelas
internasional. Toyota juga mempunyai misi untuk tetap unggul di bidang
otomotif dan kepuasan pelanggan, selalu memberikan kontribusi bagi
pembangunan ekonomi dan social, meningkatkan kontribusi bagi pembangnan
ekonomi dan sosial, meningkatkan kesejahteraan melalui pembinaan keperayaan
dengan karyawan, dealer, dan pemasok, memelihara lingkungan hidup dan
keselamatan kerja, serta menjunjung tinggi kemampuan individu tanpa
mengesampingkan kerja sama tim.
PT. Toyota Astra Motor diresmikan pada tanggal 12 April 1971,
mempunyai peranan semula hanya sebagai importir kendaraan Toyota namun
setahun kemudian berfungsi sebagai distributor. Demi kepuasan pengguna akan
produk Toyota, Toyota juga menghadirkan beragam produk terbaiknya yang
terbukti diminati. Variasi produk andalannya meliputi kendaraan serba guna
diantaranya yaitu Kijang dan Dyna; sedan unggulannya yaitu Soluna, Corolla dan
Camry; serta kendaraan Completely Built-Up (CBU) yang mewah yaitu Crown,
Previa, RAV4, dan Land Cruiser Turbo.
PT. Toyota Astra Motor menyadari bahwa inovasi dalam menciptakan
mobil berkualitas tinggi mutlak diperlukan demi memenuhi komitmen utama
yaitu kepuasan pelanggan. Itulah yang mendorong Toyota yang melengkapi
setiap fasilitas produksinya dengan teknologi tinggi, misalnya robotisasi yang
digunakan pada proses pengecatan dan pencetakan body untuk menjaga
konsistensi dan hasil yang prima; rancang bangun dengan CAD/CAM yang
digunakan untuk analisa hasil proses dengan komputer setra pengelasan
berteknologi mutakhir; serta spot welding untuk memberikan hasil yang lebih
akurat.
7
Pada tahun 1998, pabrik mesin Toyota berhasil meraih penghargaan
internasional berupa sertifikasi ISO 9002 untuk manajemen pengendalian kualitas
di bidang manufaktur. Di lain pihak, perakitan di Sunter berhasil mendapatkan
sertifikasi ISO 14001 untuk pengelolaan lingkungan. Oleh karena itu.
Perusahaan Toyota benar-benar menerapkan teknologi canggih yang berwawasan
lingkungan yang dibuktikan dengan adanya instalasi pengolahan air limbah.
Terhitung sejak 15 Juli 2003, didirikan Toyota Motor Manufacturing
Indonesia untuk fokus manufaktur saja, dan Toyota Astra Motor yang berperan
sebagai distributor. Dengan kepemilikan saham PT. TMMIN yaitu 5% untuk PT.
Toyota Astra Motor. Tbk dan 95% dimiliki Toyota Motor Corporation, dengan
aktivitas utamanya yaitu sebagai pabrik perakit produk Toyota, pabrik pembuat
mesin, jig, dies, dan komponen otomotif, juga sebagai eksportir kendaraan Toyota
dan part komponen kendaraan.
PT. TMMIN memiliki kantor pusat yang berlokasi sama dengan PT.
TAM yaitu di Sunter, Jakarta Utara. Sedangkan untuk produksinya, PT. TMMIN
memiliki tiga lokasi yaitu Sunter I untuk kegiatan pembuatan dan perakitan serta
pengemasan mesin untuk dibawa ke Karawang; Sunter II untuk kegiatan
pengecoran, pencetakan dan pengemasan; lokasi ketiga berlokasi di Karawang
International Industries City (KIIC) Karawang Barat dengan kegiatan produksi
pabrik pencetakan, pengelasan, pengecatan, perakitan dan kontrol kualitas.
Karawang Plant mulai beroperasi sejak Februari 1998, terletak di tol Jakarta-
Cikampek km 47, Teluk Jambe, Karawang, Jawa Barat. Dibangun di atas lahan
seluas 1.000.000 sqm. Karawang Plant dirancang untuk memproduksi mobil-
mobil Toyota khusus kendaraan penumpang dengan kapasitas 30.000 unit
pertahun. Kegiatannya mulai dari Stamping, Welding, Painting, Assembly, dan
Quality Control untuk mobil penumpang misalnya Avanza, Innova dan Fortuner.
Pada saat ini, lokasi yang dulu terletak jauh dari pemukiman warga, baik
karyawan PT. TMMIN maupun warga umum. Ini merupakan tantangan tersendiri
bagi perusahaan agar kegiatan perusahaan tidak menganggu warga sekitar. Pihak
perusahaan telah berupaya mengurangi dampak buruk, baik berupa limbah, polusi
udara, ataupun suara dengan cara melakukan perbaikan dan pengelolaan limbah.
8
Hal ini dilakukan selain untuk menjaga lingkungan juga untuk mendapatkan
sertifikasi standar ISO 14001 sehingga PT. Toyota Motor Manufacturing
Indonesia menjadi pabrik yang ramah lingkungan. Secara umum perkembangan
PT. Toyota Motor Manufacturing Indonesia dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1. Sejarah Perkembangan Toyota
Tahun Perkembangan
1971 PT. Toyota Astra Motor resmi didirikan sebagai importer dan distributor
kendaraan Toyota di Indonesia
1973 Pabrik perakitan PT Multi Astra didirikan
1976 Mendirikan PT Toyota Mobilindo, pabrik komponen kendaraan niaga
1977 Peluncuran Kijang generasi pertama.
1982 Peresmian parts center
1982 Pabrik mesin PT Toyota Engine Indonesia mulai beroperasi
1987 Ekspor perdana Kijang ke beberapa negara Asia Pasifik.
1989 Peluncuran Kijang ke 200.000 dan produksi Toyota ke 500.000
1995 Kijang lintas nusa, Banda Aceh-Larantuka sekitar 6000 km, memperingati Indonesia Emas (50 tahun merdeka)
1996 Peluncuran unit produksi Toyota ke 1.000.000
2000 Peresmian pabrik modern di Karawang
2003 TAM beribah menjadi PT TMMIN dan didirikan TAM sebagai distributor. Produksi Kijang ke 1.000.000 unit
2004 Peluncuran Toyota Avanza sebagai kendaraan hasil kolaborasi TAM-
TMMIN dan PT Astra Daihatsu Motor
C. Visi dan Misi Perusahaan
Visi : Menjadi yang terdepan di dalam bidang manufaktur maupun
distribusi sebagai upaya untuk menjadi perusahaan otomotif berkelas
internasional.
Misi :
a. Menjadi pemimpin dalam industri otomotif Indonesia
9
b. Selalu mengutamakan kepuasan pelanggan
c. Selalu memberikan kontribusi bagi pembangunan ekonomi dan sosial
d. Meningkatkan kesejahteraan melalui pembinaan kepercayaan dengan
karyawan, dealer, dan pemasok
e. Memelihara kelangsungan hidup dan keselamatan kerja
f. Menjunjung tinggi kemampuan individu tanpa mengesampingkan
kerjasama tim.
Filosofi :
a. Memproduksi barang dan jasa yang berkualitas tinggi dengan langkah-
langkah yang profesional guna memberikan kontribusi kepada Negara,
bangsa dan masyarakat
b. Berkembang bersama karyawan, dealer, dan supplier atas dasar
kepercayaan dan saling menghargai.
D. Struktur Organisasi PT TMMIN
Bagi suatu perusahaan, keberadaan struktur organisasi memberikan
beberapa sumbangan dukungan yang sangat berarti dan positif. Hal ini didasarkan
pada apa yang terkandung di dalam struktur keorganisasian itu sendiri yang
memuat gambaran tentang suatu wewenang dan tanggung jawab yang terarah
diantara pelaku perusahaan. Seperti kita ketahui bahwa keefektifan suatu
perusahaan akan tergantung dari manajemen yang ditetapkan pada perusahaan
teresbut, serta manajemen yang baik akan tercapai apabila tugas serta wewenang
yang diemban oleh masing-masing pelaku organisasi perusahaan dapat terarah dan
memberikan informasi yang jelas.
Struktur organisasi dari satu perusahaan berkaitan erat dengan pembagian
tugas, wewenang dan tanggung jawab sesuai dengan job description masing-
masing komponen. Struktur organisasi juga terdiri dari beberapa hubungan yang
10
relatif tetap dan mantap antara pekerjaan dan kelompok pekerjaan. Tujuan utama
dari kelompok organisasi adalah menyalurkan perilaku orang dan kelompok di
dalam suatu pekerjaan untuk menghasilkan hasil yang efektif dan efisien.
Empat keputusan penting dari manajemen dalam menentukan struktur
organisasi adalah menentukan spesialisasi pekerjaan, departmenisasi, menentukan
tentang kendala dan penampilan wewenang. Keempat keputusan penting tersebut
saling berhubungan dan saling berkaitan satu sama lain. Walaupun masing–
masing mempunyai persoalan khusus tertentu yang dapat dipertimbangkan
terpisah dari yang lain.
Pada PT TMMIN, keberadaan struktur organisasi sama halnya dengan
perusahaan-perusahaan lain yang menganggap penting dan positif. Dalam hal ini
struktur organisasi yang ditetapkan oleh PT TMMIN adalah organisasi staf dan
organisasi garis. Hal tersebut dipilih dengan pertimbangan agar fungsi personal
dan administrasi secara stuktural, baik vertical maupun horizontal dapat tetap
berjalan secara serasi dan seimbang.
Struktur organisasi di PT TMMIN, didasarkan pada pembagian tugas dan
tanggung jawab yang sesuai dengan kegiatan atau usaha di perusahaan tersebut.
Pimpinan tertinggi PT TMMIN dipegang oleh Masahiro Nonami selaku presiden
direktur. Dalam menjalankan roda perusahaan, M. Nonami dibantu oleh T. Yokoi
selaku wakil presiden direktur PT TMMIN.
PT TMMIN menpunyai empat direktur, masing–masing direktur
mempunyai tugas memimpin beberapa divisi. Direktur berkewajiban untuk
melaporkan semua pekrjaan mereka pada presidan direktur dan wakil presiden
direktur. Dalam menjalankan tugasnya, direktur dibantu oleh beberapa kepala
divisi. Masing-masing divisi dikepalai satu kepala divisi (Division Head), kepala
divisi mempunyai tugas untuk mengatur dan memimpin beberapa bagian
(depatemen) di bawah divisi tersebut dan berkewajiban untuk melaporkan semua
pekerjaan mereka kepada direktur. Departemen di bawah divisi dikepalai oleh
seorang kepala departemen (Department Head). Dalam menjalankan tugasnya,
11
seorang department head dibantu oleh beberapa kepala seksi (Section Head).
Seorang kepala seksi mempunyai beberapa staf di bawahnya.
Di plant, struktur tersebut masih bisa menurun lagi. Seorang kepala seksi
mengepalai beberapa kepala line (Line Head) untuk memantau line produksi. Dan
seoramg line head mengepalai beberapa kepala grup (Group Head), yang
mengepalai beberapa operator. Peranan line head dan group head mencakup
persiapan sebelum produksi dimulai, pada saat produksi berlangsung, hingga
ketika produksi selesai, termasuk diantaranya perawatan alat dan mesin secara
rutin. Peranan tersebut diajarkan kepada para line head dan group head dalam
pelatihan GL’s Role dan TL’s Role. Struktur organisasi PT TMMIN dapat dilihat
di Lampiran 1.
E. Toyota Intership Program
Toyota sebagai salah satu perusahaan otomotif terbesar dunia kian hari
mengalami pangsa pasar yang terus naik. Secara langsung hal ini jelas akan
meningkatkan kuantitas produksi per harinya.
Untuk mencapai target kuantitas tersebut dibutuhkan pula tenaga lebih,
baik berupa mesin, peralatan maupun tenaga manusia. Tenaga manusia yang
dibutuhkan juga harus benar-benar handal. Oleh karena itu, Toyota menggunakan
beberapa metode untuk melakukan perekrutan karyawan. Beberapa metode
tersebut adalah :
a. Langsung
Merekrut secara langsung dari umum melalui informasi di internet
maupun lewat media cetak dan informasi.
b. Kerjasama dengan universitas
Perekrutan melalui universitas-universitas yang dianggap cukup
berkualitas. Melalui metode ini diharapkan mendapat bibit yang
benar-benar bermutu dan mampu bersaing.
12
c. Internship program
Proses kerjasama dengan universitas yang saling menguntungkan.
Dari pihak universitas akan mempermudah mahasiswanya untuk
mendapatkan tempat kerja praktek. Bagi pihak Toyota, mahasiswa
tersebut diharapkan mampu memberikan inovasi maupun improvement
untuk meningkatkan unjuk kerja perusahaan tersebut.
Toyota Internship Program memberi kewajiban bagi pesertanya untuk
melakukan perbaikan dan mempresentasikannya di kantor pusat yaitu di Human
Resources Division. Di program ini terlihat hubungan timbal balik, bagi
mahasiswa yang membutuhkan tempat kerja praktek. Bagi Toyota, program ini
juga merupakan salah satu jalan untuk melakukan perekrutan karyawan.
Perekrutan karyawan baru ditinjau dari beberapa aspek. Selain dilihat dari
unjuk kerja di lapangan, yaitu dengan cara rekomendasi dari mentor agar
mahasiswa yang bersangkutan ditarik menjadi karyawan Toyota. Perekrutan juga
dilihat dari hasil penilaian pada saat presentasi perbaikan yang telah dibuat.
Di program ini, mahasiswa dituntut untuk bisa beradaptasi dan mampu
mengatur waktu secara tepat. Dengan mengikuti program ini, diharapkan
mahasiswa telah melakukan adaptasi dengan dunia kerja dan siap bekerja ketika
dibutuhkan. Keuntungan lain bagi mahasiswa selain membantu proses kelulusan
juga kesempatan bekerja. Sebuah tawaran yang cukup menarik untuk melakukan
kerja praktek.
F. Letak dan Luas Perusahaan
PT TMMIN mempunyai beberapa lokasi kantor dan plant yaitu :
1. Kantor pusat (Head Office)
Kantor pusat PT TMMIN berada di Jl. Yos Sudarso, Sunter II, Jakarta
14330. Sedangkan websitenya adalah http://www.toyota.co.id.
13
2. Sunter I Plant
Salah satu pabrik PT TMMIN berada di Jl. Laks. Yos Sudarso, Sunter
I, Jakarta 14330. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4.1.
Gambar 4.1. Lokasi Sunter I Plant
3. Sunter II Plant
Salah satu pabrik PT TMMIN berada di Jl. Gaya Motor Raya, Sunter
II, Jakarta 14330. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat di Gambar 4.2.
Gambar 4.2. Lokasi Sunter II Plant
4. Karawang Plant
Sedangkan pabrik yang terakhir dan memiliki teknologi yang lebih
modern dibandingkan dengan pabrik-pabrik PT TMMIN yang ada di
Indonesia berada di Jl. Permata Raya Lot DD-1, Kawasan Industri
KIIC (Tol Jakarta-Cikampek km 47) Karawang, Jawa Barat 41361.
14
Karawang Plant mulai dibangun pada tanggal 26 Mei 1996 dan mulai
beroperasi pada tanggal 10 Maret 1998. Untuk lebih jelasnya, dapat
dilihat pada Gambar 4.3 untuk layout Karawang Plant PT TMMIN.
Pada plant dengan luas 1.000.000 m2 ini terdapat empat shop dan
beberapa gedung lainnya, yaitu :
a. Press shop dengan luas bangunan 6.000 m2
b. Welding shop dengan luas bangunan 20.000 m2
c. Painting shop dengan luas bangunan 13.200 m2
d. Assembly shop dengan luas bangunan 24.000 m2
Dan gedung lainnya dengan luas bangunan 15.000 m2.
Gambar 4.3. Lay Out Karawang Plant
G. Kegiatan Divisi-Divisi Perusahaan
Kegiatan yang dilakukan di PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia
dapat diklasifikasikan menjadi kegiatan pada tiap-tiap shop, yaitu:
15
1. Stamping Shop
a. Manufaktur bagian-bagian body stamping untuk keperluan
pembuatan kendaraan komersial Toyota
b. Manufaktur frame untuk kendaraan komersial Toyota
c. Manufaktur bagian-bagian sub-assembly dari body seperti : engine
hood, back-door, rear-door, front-door.
d. Manufaktur tangki bahan bakar, pipa pengeluaran untuk kendaraan
komersial dan kendaraan penumpang.
e. Manufaktur peralatan stamping dan alat bantu perakitan untuk
pembuatan body.
f. Mengekspos peralatan stamping ke Thailand dan Filipina serta alat
bantu perakitan ke Venezuela, Jepang dan Pakistan.
2. Engine Shop
a. Manufaktur mesin 5K, 7K, dan ITR (1500cc, 1800cc, 2000cc
sampai 2700cc)
b. Manufaktur mesin 14B (3600cc) untuk produk Toyota Dyna
c. Manufaktur mesin 5A (500cc) untuk produk Toyota Soluna
d. Manufaktur mesin 7A (1800cc) untuk produk Toyota Corolla dan
Corona
e. Manufaktur mesin 5S (2400cc) untuk produk Toyota Camry
f. Manufaktur mesin 2JS (3000cc) untuk produk Toyota Crown
g. Melakukan proses permesinan bagian-bagian mesin seperti :
inhaust manifold, exhaust manifold, fly-wheel, crank-shaft, crank-
cap, blok silinder, kepala silider, penutup kepala silinder dan piston
h. Melakukan ekspor mesin tipe 5K ke Malaysia dan Jepang
16
3. Casting Shop
Membuat blok silinder, crank shaft, crank-cap, dan fly-wheel untuk
lebih lanjut di mesin di engine shop.
4. Parts Center
Memproduksi, menjual, mendistribusikan bagian-bagian dari
kendaraan yang dijual oleh Toyota.
5. Assembly Shop
Assembling shop yang memiliki luas area 37.500 m2 merupakan
tempat perakitan satu body kendaraan menjadi sebuah kendaraan utuh
siap jalan. Di assembly shop dilakukan proses perakitan seluruh
komponen kendaraan pada satu body kendaraan. Mulai dari
pemasangan mesin, interior, eksterior hingga roda kendaraan.
Assembly shop memiliki fasilitas final test facility yang mengecek
setiap unit kendaraan untuk mewujudkan kepuasan pengguna. Di
assembly shop dilakukan perakitan kendaraan jenis :
a. Kijang Innova 2000cc bensin dan 2400cc diesel
b. Fortuner 2700cc bensin dan 4000cc V6
c. Truck Dyna 3600cc diesel dan 6 roda (PT Sugity)
d. Land Cruiser 4200cc Standard dan Deluxe
e. Avanza
f. Soluna 1500cc 16 valve XLI dan GLI
g. Corolla 1800cc 16 valve Twin Cam EFI
h. Camry 2400cc 16 valve Twin Cam EFI
i. Crown 3000cc 24 valve Twin Cam EFI (Royal Saloon dan
Automatic transmition)
17
6. Welding Shop
Di welding shop dengan luas area 23.000 m2 terjadi proses pengelasan
bagian-bagian body kendaraan untuk menghasilkan satu bagian utuh
dengan cara menyatukan seluruh pressed body yang diproduksi di
stamping shop. Hasil akhir dari proses ini adalah satu body kendaraan
utuh.
a. Produksi : Body, Frame (Chassis), welding jig, CKD part
b. Body Shop
1) Kapasitas produksi maksimum = 90.000 per 2 shift per tahun
dengan takt time 2.5 menit per unit.
2) Produksi Body (KF Shell Body, Crown, Land Cruiser) dan
CKD (KF Part ke Malaysia dan Vietnam)
3) Special feature :
a) Body : robot auto spot welding, 6 robot untuk di under body
dan 6 robot untuk di main body respot
b) Frame : robot CO2 welder, 4 robot untuk di side rail CKD
dan 8 robot untuk di side rail regular.
18
III. TINJAUAN PUSTAKA
A. Ergonomi
Istilah ergonomi yang juga dikenal dengan human factors berasal dari
bahasa Latin yaitu “ergon” yang berarti kerja, dan “nomos” yang berarti hukum
alam. Sehingga, ergonomi dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari
tentang aspek–aspek manusia dalam lingkungan kerjanya, yang dapat ditinjau
secara anatomi, fisiologi, psikologi, engineering, manajemen, dan perancangan
(Nurmianto, 2004). Di dalam ergonomi, diperlukan studi tentang sistem dimana
manusia, fasilitas kerja dan lingkungannya saling berinteraksi dengan tujuan
utama yaitu menyesuaikan suasana kerja dengan manusianya. Metode
pendekatannya dengan menganalisa hubungan fisik antara manusia dengan
fasilitas kerjanya.
Menurut Oborne (1995), ergonomi adalah cara memandang dunia, berpikir
tentang manusia, dan bagaimana interaksinya dengan seluruh aspek dalam
lingkungannya, perlengkapannya, dan situasi kerjanya. Menurut Bridger (1995),
ergonomi adalah ilmu yang mempelajari interaksi antara manusia, mesin dan
lingkungan yang bertujuan untuk menyesuaikan pekejaan dengan manusia.
Ergonomi menurut American Industrial Hygene Association adalah
multidisiplin ilmu yang mengaplikasikan prinsip-prinsip fisika dan psikologi
terhadap kapabilitas manusia untuk menciptakan atau memodifikasi pekerjaan,
peralatan, produk, dan tempat kerja (Nardi, 1997). Sedangkan International
Ergonomi Association mendefinisikan ergonomi sebagai disiplin ilmu yang
mempelajari tentang interaksi antara manusia, dan elemen lainnya dalam sistem
yang berhubungan dengan perancangan, pekerjaan, produk dan lingkungannya
untuk mendapatkan kesesuaian antara kebutuhan, kemampuan, dan keterbatasan
manusia.
Menurut Bridger (1995) terdapat perbedaan antara ergonomi dengan
human factors, yaitu ergonomi lebih menenkankan kepada faktor manusia sebagai
19
sistem biologis, sedangkan human factors lebih menekankan kepada aspek
psikologis (psikologi eksperimental dan psikologi teknik) dan menekankan
kepada integrasi pertimbangan faktor manusia di dalam total desain. Walaupun
demikian, human factors dan ergonomi mempunyai banyak persamaan dan tetap
diasumsikan sama.
Pada dasarnya, ergonomika memiliki tujuan penting. Tujuan pertama
adalah meningkatkan efektifitas dan efisiensi pekerjaan, serta aktivitas lain yang
dilakukan, termasuk meningkatkan kemampuan pengguna, mengurangi kesalahan,
dan meningkatkan produktivitas. Tujuan kedua adalah, meningkatkan keinginan
tertentu; seperti keselamatan, kenyamanan, penerimaan pengguna, kepuasan kerja
dan kualitas kehidupan, sama halnya dengan mengurangi kelelahan dan stress
(Fitriani, 2003)
Maka, manfaat dan tujuan penerapan ilmu ini adalah untuk mengurangi
ketidaknyamanan saat bekerja. Dengan demikian ergonomi berguna sebagai
media pencegah terhadap kelelahan kerja sedini mungkin sebelum berakibat fatal
kronis.
B. Penelitian Kerja
Penelitian kerja (yang lebih dikenal dengan istilah asingnya Methods
Engineering Work Design, Work Study, atau Job Design) adalah sutu aktivitas
yang ditujukan untuk mempelajari prinsip–prinsip dan teknik-teknik untuk
mendapatkan suatu rancangan sistem kerja yang terbaik. Prinsip–prinsip dan
teknik kerja ini digunakan untuk mengatur komponen-komponen yang ada dalam
sistem kerja yang terdiri dari manusia dengan sifat dan kemampuannya, bahan
baku, mesin dan peralatan kerja lainnya, serta lingkungan kerja fisik yang ada
sedemikian rupa sehingga dicapai tingkat efektifitas dan efisiensi kerja yang
tinggi yang diukur dengan waktu yang dihabiskan, tenaga yang dipakai, serta
akibat psikologis atau sosiologis yang ditimbulkan.
20
Analisa dan penelitian kerja berupaya mengidentifikasikan kondisi-kondisi
kerja yang tidak produktif (tampak dalam bentuk banyaknya waktu delay,
material handling dan sebagainya) dan kemudian membuat rancangan tata cara
serta sistem kerja yang lebih baik. Di sini diperlukan kesepakatan antara semua
pihak bahwa hasil dari penelitian kerja ini untuk memperbaiki tingkat
produktivitas kerja, sehingga adanya keuntungan sebagai dampak peningkatan
produktivitas yang pada akhirnya akan bisa dinikmati semua lapisan yang ada
dalam organisasi.
Penelitian kerja terdiri dari dua elemen dasar pemikiran, yaitu pemikiran
ke arah usaha pencapaian efisiensi kerja dan pemikiran untuk mempertimbangkan
perilaku manusia sebagai unsur-unsur pokok suksesnya usaha kerja mereka.
Pemikiran ke arah pencapaian efisiensi membawa penelitian untuk menghasilkan
langkah–langkah kerja secara lebih sistematis dengan urutan–urutan yang logis.
Sedangkan pertimbangan mengenai perilaku manusia sebagai unsur pokok
suksesnya pelaksanaan kerja, akan membawa penelitian untuk mencari faktor–
faktor penyebab yang mempengaruhi perilaku manusia pekerja di dalam usaha
memenuhi kepuasan kerja dan kebutuhannya.
Bila ditinjau lebih lanjut, maka ruang lingkup penelitian kerja dapat dibagi
kedalam dua bagian pokok, yaitu metode penelitian atau pengaturan proses kerja
dan pelaksanaan pengukuran kerja. Hubungan antara penelitian kerja dan kedua
bagian pokok tersebut, secara sistematis dapat diperlihatkan pada Gambar 2.1. Di
sini pengaturan proses kerja berisi prinsip–prinsip pengaturan komponen–
komponen kerja untuk mendapatkan alternatif–alternatif sistem kerja yang terbaik.
Komponen–komponen sistem kerja diatur sehingga secara bersama–sama berada
dalam komposisi yang baik, yaitu dapat memberikan efisiensi dan produktivitas
tinggi.
Pengetahuan yang diperlukan untuk melakukan pengaturan terhadap
pekerja, bahan, peralatan/perlengkapan kerja serta lingkungan kerja fisik
dipelajari melalui apa yang dinamakan ilmu ergonomi, studi gerakan kerja
(motion study) dan studi tentang prinsip–prinsip ekonomi gerakan (motion
economy).
21
Gambar 2.1. Ruang Lingkup Penelitian Kerja
Ada tiga kriteria yang dipandang sebagai pengukur yang baik tentang
kebijakan suatu sistem kerja, yaitu waktu, tenaga, dampak psikologis dan
sosiologis. Artinya, suatu sistem kerja akan dinilai baik sekali apabila sistem atau
metode tersebut memungkinkan dikerjakan dalam waktu yang tersingkat, tenaga
yang diperlukan untuk penyelesaian kerja tersebut sedikit dan mudah, serta
dampak psikologis dan sosiologis yang mungkin ditimbulkan juga sangat minim.
Berdasarkan kriteria-kriteria inilah alternatif-alternatif sistem kerja dibandingkan
satu dengan lainnya. Semakin mudah dan murah, maka akan semakin baik pula
sistem kerja yang dirancang. Bagian dari penelitian yang mempelajari cara-cara
pengukuran sistem kerja tersebut disebut juga dengan pengukuran kerja (work
measurement atau time study), sedangkan bagian yang mengatur sistem atau
metode kerja terdahulu dikenal dengan studi gerakan (motion atau method study)
PENELITIAN KERJA (WORK STUDY / DESIGN)
Pengaturan Metode Kerja
Studi gerakan kerja (motion study)
Memperbaiki tata cara bekerja
(simplified method, most economical
way, ergonomic)
Aplikasi metode ilmiah vs metode
trial and error
Eliminasi gerakan/kerja yang tidak
perlu, kombinasi operasi kerja dan
penyederhanaan kerja (konsep
deregulasi/debirokratisasi kerja)
Standarisasi operasi/metoda kerja
dalam hal pemakaian material,
mesin/peralatan kerja, informasi
(form sheet), kondisi lingkungan
fisik kerja, dll)
Pengukuran Kerja
Pengukuran kerja (waktu, energy,
dan dampak social psikologis)
Menilai dan menetapkan tolok ukur
efektivitas dan efisiensi kerja
Menetapkan waktu standar, output
standar, bonus/insentif, idle/delay
(non-productive activities) dan lain-
lain
Realisasi konsep “the fair day’s pay
for the fair day’s work”
Macam kegiatan pengukuran waktu
kerja:
Secara langsung (stopwatch
time study, sampling kerja)
Tidak langsung (standard
data)
KENAIKAN PRODUKTIVITAS
22
C. Time Study
Waktu merupakan salah satu sumber input seperti halnya dengan dengan
material, energi, dan sebagainya. Waktu adalah sumber yang tidak dapat
digantikan, sekali terlewat maka tidak bisa diulang kembali. Penggunaan waktu
yang efektif akan memberi dampak langsung terhadap produktivitas. Aktivitas
pengaturan dalam hal ini harus dirancang untuk menangani lebih banyak
pekerjaan.
Studi waktu biasa digunakan untuk pengukuran kerja. Hal ini meliputi
teknik untuk menjalankan standar waktu yang diperkenankan untuk dilakukan,
berdasarkan pengukuran elemen kerja dari pekerjaan yang telah ditentukan, tanpa
adanya kelelahan bagi pelaksananya ataupun keterlambatan yang tidak
terhindarkan. Analisa studi waktu menggunakan beberapa teknik untuk membuat
standar : studi waktu menggunakan stopwatch, pengumpulan data dengan
komputer, data standar, data gerakan dasar, pengambilan contoh kerja, dan
melakukan estimasi berdasarkan data yang telah ada.
Aktivitas pengukuran waktu kerja diperkenalkan pertama kali untuk
penyelesaian kerja. Dengan adanya waktu ini maka sistem pengaturan upah atau
insentif akan dapat dibuat berdasarkan “a fair day’s pay for a fair day’s work”.
Begitu pula dengan mengetahui waktu ini maka estimasi akan keluaran kerja yang
dihasilkan serta jadwal perencanaan kerja dapat dibuat secara lebih akurat.
D. Motion Study
Studi gerakan adalah analisis terhadap beberapa bagian badan pekerja
dalam menyelesaikan pekerjaannya agar gerakan-gerakan yang tidak efektif dapat
dikurangi bahkan dihilangkan sehingga akan diperoleh penghematan waktu kerja.
Sehingga dengan adanya penghematan waktu kerja maka kelelahan dari pekerja
dapat diminimalisasi.
Studi gerakan visual atau micromotion study sama-sama digunakan untuk
menganalisis metode yang ada untuk mengembangkan pekerjaan ke arah yang
23
lebih efisien. Studi gerakan merupakan analisis yang lebih sensitif mengenai
berbagai macam gerakan operartor dalam melakukan pekerjaannya. Studi ini
bertujuan untuk mengeliminasi atau mengurangi gerakan yang tidak efisien, dan
untuk memfasilitasi dan mempercepat gerakan yang benar-benar efektif. Melalui
studi gerakan, pekerjaan dapat dilakukan dengan lebih mudah dan jumlah output
akan meningkat.
Frank B. Gilberth dan istrinya merupakan pelopor studi gerakan secara
manual. Mereka juga membuat teknik gambar-gerakan yang membuat detail dari
studi gerakan ini yang dikenal dengan “micromotion studies” (studi gerakan
mikro), yang telah teruji sangat berharga dalam mempelajari operasi manual yang
berulang. Studi gerakan visual dapat diaplikasikan dengan sangat luas karena
kegiatan dari studi ini sangat ekonomis. Jenis dari studi ini melibatkan observasi
yang teliti dari operasi dan gambaran mengenai proses pekerjaan operator dan
gambaran analisis berdasarkan hukum dari ekonomi gerakan.
Bagian dasar untuk menyempurnakan konsep ini, dikembangkan oleh
Frank B. Gilberth pada awal penelitiannya, dapat diaplikasikan pada semua
kegiatan produksi yang dilakukan oleh operator. Gilbreth dan istrinya
menguraikan gerakan-gerakan kerja ke dalam 17 gerakan dasar THERBLIG (dieja
dari nama Gilberth secara terbalik). Sebagian besar dari elemen-elemen dasar
Therblig merupakan gerakan tangan yang biasa terjadi apabiala suatu pekerjaan
terjadi, terlebih bila bersifat manual. Suatu pekerjaan dapat diuraikan menjadi
beberapa elemen gerakan untuk dilakukan studi guna mendapatkan rangkaian
gerakan yang lebih efisien. Suatu pekerjaan yang akan mempunyai uraian
berbeda bila dibandingkan dengan pekerjaan yang lain tergantung pada pekerjaan
tersebut. 17 elemen kerja dalam therblig ditampilkan dalam Tabel 2.1. dan telah
dibedakan gerakan efektif dan tidak efektif dalam tabel tersebut.
Penelitian mengenai metode dan gerakan kerja yang dikembangkan oleh
Frank B. Gilberth dilaksanakan dengan mempelajari gerakan-gerakan tubuh
manusia yang digunakan untuk melaksanakan operasi kerja. Tujuan pokok dari
studi gerakan ini adalah untuk memperbaiki pelaksanaan operasi kerja dengan
cara menghilangkan gerakan-gerakan kerja yang tidak efektif dan tidak
24
diperlukan, menyederhanakan gerakan kerja, serta menetapkan gerakan dan
urutan langkah kerja yang paling efektif guna mencapai tingkat efisiensi kerja
yang optimal.
Tabel 2.1. Gerakan Therblig
Gerakan Therblig
Gerakan Efektif Gerakan Tidak Efektif
a. Menjangkau (Reach ) i. Mencari (Search)
b. Memegang (Grasp) j. Memilih (Select)
c. Membawa (Move) k. Mengarahkan (Position)
d. Mengarahkan awal (Preposition) l. Memeriksa (Inspection)
e. Memakai (Use) m. Merencanakan (Plan)
f. Merakit (Assemble) n. Menahan (Hold)
g. Mengurai rakit (Dissamble) o. Avoidable delay
h. Melepas (Release) p. Unavoidable delay
q. Rest to overcome fatigue
Di dalam menganalisa dan mengevaluasi metode kerja untuk memperoleh
metode kerja yang lebih efisien, maka perlu mempertimbangkan prinsip-prinsip
ekonomi gerakan. Prinsip ekonomi gerakan ini bisa dipergunakan untuk
menganalisa gerakan-gerakan kerja setempat yang terjadi dalam sebuah proses
kerja dan bisa juga untuk kegiatan-kegiatan kerja yang berlangsung secara
menyeluruh dari satu proses ke proses kerja yang lainnya.
1) Prinsip ekonomi gerakan dihubungkan dengan pemakaian bagian
tubuh :
a. Kedua tangan digerakkan pada arah yang simetris secara
bersamaan.
b. Gerakan kedua tangan sedapat mungkin dibuat kecil
c. Lebih baik membuat gerakan lengan depan dan tangan daripada
gerakan pundak dan lengan atas.
d. Menghindari perubahan gerakan arah secara tiba-tiba
e. Melakukan gerakan bebas yang tidak dibatasi
25
f. Menghindari gerakan naik turunnya badan (membungkuk di mana
posisi tubuh tidak tegak)
g. Pekerjaan yang dapat dilakukan oleh kaki atau bagian tubuh
lainnya sebaiknya tidak dilakukan dengan tangan
2) Prinsip ekonomi gerakan dihubungkan dengan penempatan dan
peralatan :
a. Peralatan dan material diletakkan di lokasi yang telah ditentukan
b. Peralatan dan material sedapat mungkin diletakkan dekat di depan
operator
c. Hindari gerakan ke atas atau ke bawah untuk memindahka benda,
dan pindahkan barang secara horizontal
d. Pergunakanlah gaya berat untuk memindahkannya
e. Peralatan dan material diletakkan di tempat dengan kondisi yang
terbaik untuk gerakan
f. Ketinggian meja proses kerja disesuaikan dengan tinggi operator
dan karakter pekerjaan
g. Berikan penerangan dan pencahayaan yang cocok dengan
kerakteristik pekerjaan
3) Pinsip ekonomi gerakan dihubungkan dengan desain peralatan :
a. Hindari gerakan mempertahankan material dan alat dengan tangan
b. Jangan gunakan peralatan yang bersifat umum (multi fungsi),
tetapi gunakan peralatan khusus
c. Dua buah alat atau lebih sebaiknya digabungkan menjadi satu
d. Handle yang memerlukan tenaga sebaiknya dirancang agar
keseluruhan telapak tangan dapat memegang dengan baik
26
Dalam menganalisa gerakan kerja seringkali dijumpai kesulitan dalam
menentukan batas-batas suatu elemen Therblig dengan elemen Therblig lainnya
karena waktu gerakan kerja terlalu singkat. Demikian juga sering kali kita jumpai
bahwa elemen Therblig itu sendiri dengan singkat pelaksanaanya sehingga sangat
sulit untuk diamati secara visual. Analisa gerakan kerja dengan rekaman film
(studi gerakan mikro/ micromotion study) dilakukan dengan merekam gerakan-
gerakan kerja dengan menggunakan rekaman film dan segala perlengkapannya.
Hasil rekaman yang diambil dapat diputar ulang sehingga analisis gerakan kerja
bisa dilakukan dengan lebih teliti.
27
IV. METODOLOGI
A. Deskripsi Kegiatan
Kegiatan magang dilakukan di PT. TMMIN selama 4 bulan, dimulai dari
tanggal 10 Maret 2010 sampai dengan 9 Juli 2010. Waktu pelaksanaannya
mengikuti jam kerja karyawan, yaitu 8 jam kerja dimulai dari pukul 08.00 WIB
hingga 16.45 WIB dengan waktu istirahat selama 45 menit yaitu dari pukul 12.00
WIB hingga pukul 12.45 WIB. Kegiatan magang dilakukan 5 hari dalam
seminggu dari hari Senin hingga hari Jumat.
Aspek yang dikaji dalam kegiatan magang ini terdiri dari apek umum dan
aspek khusus. Aspek umum meliputi identifikasi profil perusahaan dan
malaksanakan kegiatan-kegiatan proyek yang diberikan yang berhubungan dengan
global content training. Aspek khusus meliputi analisis time and motion study
pada proses preparation booster di perakitan mobil di assembly shop.
Untuk pemenuhan tugas umum kegiatan magang dilaksanakan di Head
Office (Human Resources Division/ Toyota Training Center Department) PT.
TMMIN. Sedangkan untuk pemenuhan tugas khusus dilaksanakan di Assembly
Shop, Karawang Plant, Jawa Barat.
B. Metode Kerja
Secara umum, metode yang digunakan untuk menjalankan aspek umum
dan aspek khusus dalam kegiatan magang adalah :
a. Aspek Umum
1. Perkenalan dengan pimpinan dan staf perusahaan
Untuk saling mengenal antara staf-staf perusahaan sebagai pihak yang
membantu pelaksanaan magang ini dengan pelaksana kegiatan
magang.
28
2. Observasi dan Pengambilan Data
Observasi dan pengambilan data dilakukan sebelum dan sesudah
perbaikan. Observasi sebelum perbaikan dilakukan sebagai mapping
permasalahan pada seluruh aspek yang ada dalam pelatihan gl’s role
dan line head pada Assembly Shop. Dan observasi setelah perbaikan
digunakan untuk melihat kemajuan yang tercapai setelah perbaikan
pada pos/line kerja yang diteliti. Pengambilan data dilakukan dengan
beberapa cara yaitu : observasi ke lapangan, pengambilan gambar
kondisi lapangan, diskusi dengan line head dan trainer gl’s role,
observasi pelatihannya, dan observasi kegiatan yang berhubungan
dengan penerapan gl’s role di lapangan.
3. Perencanaan Improvement
Permasalahan yang didapat dari hasil observasi kemudian dianalisis
faktor penyebab dan dampak yang mungkin ditimbulkan. Pemecahan
dari permasalahan mengacu pada empat hal, yaitu perbaikan pada
pekerjanya, perbaikan pada material yang ditangani, perbaikan metode
on the job development dan perbaikan pada perangkat yang
berhubungan dengan OJD di tempat kerja, contohnya mendengarkan
laporan dari operator terkait abnormalitas.
4. Improvement Trial
Uji coba penerapan perbaikan yang telah dirancang sebelumnya.
Diharapkan dari ujicoba ini diketahui kelemahan dari rencana
perbaikan sebelumnya.
5. Evaluasi
Evaluasi dilakukan untuk menilai efektivitas dari perbaikan yang
sedang diujicoba. Kekurangan yang masih ada akan dibahas kembali
dan dicari pemecahannya.
29
6. Implementasi
Ini adalah tahapan akhir dari rencana improvement, yaitu penerapan
langsung di lapangan. Implementasi dilakukan setelah proses uji coba
dilewati dan menunjukan hasil yang sesuai dengan yang diharapkan.
7. Studi Pustaka
Dilakukan dengan mencari referensi dan literatur untuk mendukung
data-data di lapangan dan sebagai bahan analisis.
b. Aspek Khusus
1. Perkenalan dengan Pimpinan dan Staf yang Terlibat
Perkenalan ini dimaksudkan untuk menyampaikan tujuan dari
pengambilan data ini, dan persamaan persepsi sehingga dari kedua
belah pihak sama-sama medapatkan keuntungan dari penelitian tentang
standar kerja tersebut.
2. Observasi dan Pengambilan Data
Observasi dan pengambilan data dilakukan sebelum dan sesudah
perbaikan. Observasi sebelum perbaikan dlakukan sebagai mapping
permasalahan pada Assembly Shop. Dan observasi setelah perbaikan
digunakan untuk melihat kemajuan yang tercapai setelah perbaikan
pada pos/line kerja yang diteliti. Pengambilan dilakukan dengan
beberapa cara yaitu : perekaman menggunakan kamera digital, dan
pencatatan data.
a. Perekaman proses kerja, perekaman dilakukan untuk
mendapatkan dokumentasi proses kerja yang dapat dipisah-
pisahkan berdasarkan elemen-elemen kerjanya.
b. Pencatatan Data, data yang diambil dalam kegiatan ini adalah
proses kerja yang dilakukan, waktu yang dibutuhkan untuk
melaksanakan satu cycle pekerjaan, dan tempat kerja.
30
3. Perencanaan Improvement
Permasalahan yang didapat dari hasil observasi kemudian dianalisis
faktor penyebab dan dampak yang mungkin ditimbulkan. Pemecahan
dari permasalahan mengacu pada empat hal, yaitu perbaikan pada
pekerjanya, perbaikan pada material yang ditangani, perbaikan metode
kerjanya dan perbaikan pada peralatan atau tempat kerja.
4. Improvement Trial
Uji coba penerapan perbaikan yang telah dirancang sebelumnya.
Diharapkan dari ujicoba ini diketahui kelemahan dari rencana
perbaikan sebelumnya.
5. Evaluasi
Evaluasi dilakukan untuk menilai efektivitas dari perbaikan yang
sedang diujicoba. Kekurangan yang masih ada akan dibahas kembali
dan dicari pemecahannya.
6. Implementasi
Ini adalah tahapan akhir dari rencana improvement, yaitu penerapan
langsung di lapangan. Implementasi dilakukan setelah proses uji coba
dilewati dan menunjukan hasil yang sesuai dengan yang diharapkan.
7. Studi Pustaka
Dilakukan dengan mencari referensi dan literatur untuk mendukung
data-data di lapangan dan sebagai bahan analisis.
C. Peralatan
Peralatan yang digunakan adalah :
31
1. Camera Digital
Camera Digital digunakan untuk mengambil proses kegiatan dalam 1
cycle perakitan booster hingga pemasangannya di Assembly Shop Hasil
perekamannya digunakan sebagai data utama dalam pengamatan
proses kerja.
2. Stopwatch
Stopwatch digunakan untuk mengukur waktu yang dibutuhkan
operator untuk mengerjakan satu elemen kerja hingga satu cycle
pekerjaan. Waktu yang didapat akan dibandingkan dengan standar
kerja yang sudah ada, sehingga akan dilakukan perbaikan pada waktu
yang tidak sesuai dengan standar.
3. Komputer dan Alat Tulis
Komputer digunakan untuk memutar kembali video rekaman yang
telah diambil untuk dilihat elemen kerjanya dan waktu yang
dibutuhkan. Pengolahan video menggunakan software VLC Media
Player untuk memisahkan element kerja dan muda yang ada serta
melihat proses kerja dalam slow motion.
32
V. GL’s ROLE
A. Pengertian GL’s Role
Pada struktur organisasi Toyota, terdapat seorang line head yang berperan
untuk menjaga agar line yang berada di bawah tanggung jawabnya dapat berjalan
dengan baik berdasarkan 5 misi utama yaitu : safety, kualitas, produktivitas, biaya,
dan pengembangan sumberdaya manusia. GL adalah singkatan dari Group
Leader yang merupakan istilah dari Toyota Motor Corporation, sedangkan istilah
yang digunakan di TMMIN adalah line head. Line head adalah sebuah posisi
untuk pimpinan line produksi. Di PT. TMMIN ada 12 shop floor dan 325 line
produksi.
Tujuan dari pelatihan peran adalah mengembangkan orang di dalam setiap
tingkatan pekerjaan sehingga dapat melaksanakan tugas yang konkrit. Pelatihan
GL’s role adalah pelatihan yang diberikan untuk para line head agar mereka dapat
tahu, mengerti, menjalankan dan dapat melakukan perbaikan-perbaikan terkait
perannya sebagai seorang pemimpin pada line produksi. Selain agar dapat
menjalankan peran sebagai seorang pemimpin, line head juga diharapkan dapat
meningkatkan kemampuan stafnya dengan sistem on the job development. Selain
itu, untuk mendukung seorang line head sehingga dapat menjalankan perannya,
pelatihan GL’s Role juga diberikan untuk atasan-atasan line head tersebut.
Situasi yang ideal bagi seorang line head adalah apabila line head sangat
memahami standar kerja yang ada dan memahami kemampuan dasar
(fundamental skill) anggota kelompok sendiri, dan dapat mengatur kelompok
mereka dengan lancar melalui identifikasi abnormalitas berdasarkan observasi
(genba genchi genbutsu).
Peran seorang line head dimulai dari sebelum produksi berjalan. Line
head harus memastikan 4M (man, method, machine, material) komponen
produksi sudah siap untuk dimulainya produksi. Ketika produksi berjalan, line
head memastikan bahwa produksi berjalan sesuai dengan standar kerja yang ada.
Selain itu, line head siap menanggapi apabila terjadi abnormalitas. Ketika
33
produksi selesai, line head memastikan 4M komponen produksi siap untuk
dimulainya produksi shift selanjutnya. Perawatan peralatan dan mesin secara rutin
juga merupakan tanggung jawab seorang line head.
B. Memastikan Kondisi Awal Sebelum Produksi Dimulai
Sebelum produksi dimulai, line head harus memastikan 4M komponen
produksi sudah siap sehingga tidak akan mengakibatkan abnormalitas pada saat
produksi berjalan. Komponen – komponen yang harus dipastikan adalah man
(operator), material, mesin, dan metode.
1. Man
Setiap pagi, sebelum produksi dimulai, line head memeriksa kehadiran
anggotanya dan kondisi kesehatan mereka pada waktu 5 minutes talk.
Kondisi kesehatan anggota diperiksa dengan melakukan senam pagi.
Anggota diminta melakukan beberapa gerakan yang akan menunjukan
apabila terjadi permasalahan ergonomi.
Apabila jumlah operator untuk mulai produksi kurang, maka line head
harus melaporkan kepada atasannya untuk mendapatkan bantuan dari
kelompok lain.
Selain itu, line head juga harus memastikan kesesuaian antara
kemampuan (skill) yang dimiliki oleh operator, dengan proses yang
akan dikerjakan oleh operator tersebut. Line head juga harus
merencanakan pelatihan kemampuan dasar untuk operator-
operatornya, sehingga apabila ada operator yang tidak masuk, operator
yang lain dapat menggantikan karena telah menguasai proses tersebut.
Pelatihan tersebut bisa dilakukan dengan diberlakukannya rotasi
pekerjaan.
34
2. Material
Yang terpenting dari menjaga agar material selalu tersedia dan berada
di tempatnya sehingga tidak terjadi abnormalitas adalah membuat
budaya 4S mengakar. 4S adalah seiri (memisahkan antara yang masih
diperlukan dan yang tidak perlu, yang sudak tidak perlu dibuang),
seiton (menyusun berdasarkan dan meluruskan), seisou
(membersihkan dari kotoran), seiketsu (rapi dan bersih sehingga 3S
yang lain dapat terjaga). Dalam istilah Indonesia, 4S menjadi 5R,
yaitu Ringkas, Rapi, Resik, Rawat dan Rajin. 4S adalah langkah
pertama untuk pengembangan shop floor dan sumberdaya manusia.
Aturan penyimpanan yang harus diterapkan terkait dengan 4S
berhubungan dengan barang-barang tersebut benar-benar diperluakan
untuk diletakkan di sana, tempat tersebut dirancang dengan baik,
jumlah barang yang diletakkan di sama dalam jumlah minimum, dan
diberi label untuk penempatannya.
Ada 5 tahapan pengertian 4S, tahap pertama hanya sekedar mengetahui
bahwa 4S berarti membersihkan. Tahap kedua adalah mengetahui
kata-kata dari 4S. Tahap ketiga adalah mengetahui kata-kata dari 4S
dan mengerti makna setiap kata-katanya. Tahap keempat, dapat
melihat adanya abnormalitas dari barang-barang. Tahap kelima adalah
dapat membuat 4S sebagai alat untuk kaizen terhadap abnormalitas.
Tugas line head lainnya terkait dengan persiapan material sebelum
produksi dimulai adalah memberikan petunjuk pada anggotanya untuk
mengamati kondisi 4S pada daerah yang menjadi tanggung jawabnya
dan mempersiapkan part, peralatan dan pengiriman material untuk
dimulainya produksi.
3. Machine
Line head harus mengamati area yang menjadi tanggung jawabnya
sebelum pekerjaan dimulai dan setelah pekerjaan selesai. Tugas ini
dibagi menjadi tugas start-up dan tugas shut down. Tugas start up
35
untuk mambuat line dapat mulai bekerja dengan segera. Setelah mesin
dinyalakan, dilakukan pemeriksaan sebelum operasi produksi dimulai,
pemanasan mesin, dan memastikan pekerjaan maintenance antar shift.
Sedangkan tugas shut down adalah mengakhiri pekerjaan line dengan
mematikan peralatan setelah operasi maintenance harian. Pekerjaan
line harus diselesaikan tanpa menimbulkan gangguan pada shift
berikutnya.
4. Method
Pada awal produksi, line head harus memeriksa apakah terjadi poin
perubahan pada linenya hari itu. Poin perubahan dilihat dari faktor
4M, contohnya, pada faktor man poin perubahan yang mungkin terjadi
adalah ada operator yang tidak masuk atau ada operator baru yang
akan mulai masuk line. Sedangkan poin perubahan pada faktor
machine dan material adalah apabila terdapat mesin atau peralatan
baru. Poin perubahan pada faktor method adalah jika terdapat metode
baru untuk melakukan proses, contohnya terjadi perubahan takt time.
Sebelum produksi dimulai, line head harus sudah memahami poin
perubahan yang terjadi, dan segera mengkomunikasikan dengan
anggota-anggotanya. Harus dipastikan juga apakah dengan adanya
perubahan, shop floor dalam keadaan yang serius atau tidak. Setelah
proses produksi berjalan, line head akan mengkonfirmasi poin
perubahan yang dilakukan.
Tugas-tugas seorang line head dikontrol dengan papan penugasan
(assign board). Assign board berfungsi juga sebagai alat komunikasi
dari line head kepada para anggotanya dan juga atasannya apa yang
terjadi pada linenya hari itu, apakah terjadi poin perubahan dan apakah
poin perubahan itu berpengaruh ke line lain.
36
C. Implementasi Produksi – Mempertahankan Kondisi Normal
Untuk menjaga kondisi produksi tetap berjalan dengan normal dan untuk
menghindari abnormalitas, maka line head harus mengimplementasikan standar
kerjanya dengan sungguh-sungguh. Namun, sebelum mengimplementasikan
standar kerja, line head dan anggota-anggotanya harus mempersiapkan lingungan
kerja di mana standar kerja tersebut diterapkan, dengan cara memastikan jenis
part dan alat serta penempatannya harus sesuai dengan kebutuhan prosedur kerja.
Ada empat langkah yang dilakukan untuk dapat mengimplementasikan
standar kerja. Langkah-langkah tersebut adalah :
1. Tetapkan standar kerja
Untuk menetapkan standar kerja, line head harus memperhatikan tiga
langkah yang sehingga operator dapat mengikuti standar kerja. Tiga
langkah kerja tersebut adalah kemampuan dasar (fundamental skill),
elemen kerja dan standar kerja. Seorang operator baru harus
mengambil pelatihan kemampuan dasar dan disertifikasi oleh pelatih
(trainer) dari dojo (operator mencapai level skill #1). Kemudian
operator tersebut mengikuti pelatihan pekerjaan di masing-masing
elemen kerja dan part, dan disertifikasi oleh trainer yang diberi
wewenang (keahlian masing-masing elemen kerja dari operator
mencapai skill level #2). Serelah itu, operator melakukan pelatihan
standar kerja langsung di line dan disrrtifikasi oleh trainer yang diberi
wewenang (hingga mencapai skill level #3, operator mampu bekerja
sendiri tanpa didampingi lagi).
Tiga elemen standar kerja yang harus diperhatikan oleh line head
untuk membuat standar kerja, adalah takt time, urutan pekerjaan, dan
stock standar pada saat proses. Takt time adalah waktu yang
ditetapkan untuk memproduksi satu komponen atau satu kendaraan.
Urutan pekerjaan berhubungan dengan urutan operasi dalam satu
siklus proses yang menuntun pekerja untuk menghasilkan barang yang
kualitasnya baik dengan cara yang sangat efisien. Stock standar dalam
37
proses adalah jumlah minimum part yang selalu tersedia untuk
melaksanakan produksi. Agar memungkinkan pekerja melakukan
pekerjaannya secara terus-menerus dalam sejumlah urutan sub-proses,
mengulangi operasi yang sama berulang-ulang dalam urutan yang
sama. Pada intinya standar kerja merupakan kombinasi elemen kerja,
untuk melaksanakan proses dengan waktu yang sudah ditentukan (takt
time), standar kerja juga menunjukkan volum pekerjaan atau orang
yang terlibat.
2. Ajarkan standar kerja dan pastikan operator melakukannya
Line head harus memastikan bahwa operator mengerti standar kerja
yang ada dan melakukannya ketika mengerjakan proses. Line head
tidah harus mengajarkan langsung ke operator, yang bertugas
mengajarkannya adalah group head, line head hanya memastikan
bahwa group head tersebut mengajarkannya dengan benar.
Mengajarkan standar kerja mengikuti metode Toyota Job Instruction.
Langkah-langkahnya adalah : mempersiapkan untuk pelatihan, lakukan
dan tunjukkan, biarkan operator melakukannya, dan konfirmasikan.
Apabila ada lima urutan kerja, trainer harus melakukan dan
menunjukan lima urutan pekerjaan itu dulu, kemudian operator akan
melakukan urutan yang pertama dan urutan kedua sampai keempat
dilakukan oleh trainer. Lalu untuk langkah kedua, operator
melakukan urutan pertama dan kedua dilanjutkan dengan trainer
melakukan urutan ketiga sampai kelima. Kemudian, operator
melakukan urutan pertama hingga ketiga, dan trainer akan melakukan
urutan keempat hingga kelima. Selanjutnya, operator akan melakukan
urutan pertama hingga keempat dan trainer akan melakukan urutan
kelima. Hingga pada akhirnya, operator dapat mengerjakan kelina
urutan pekerjaan dengan baik. Ilustrasinya dapat dilihat di Gambar 5.1.
Pencapaian tingkat kemampuan operator dilihat dari akurasi pekerjaan
(melakukan tiga siklus yang sama sesuai dengan lembar elemen kerja),
38
akurasi waktu (melakukan tiga kali siklus dengan kondisi normal tanpa
terjadi line stop), dapat mendeteksi apabila terjadi abnormalitas dan
menghentikan line (dengan melakukan stop, call, wait) dan tidak
meneruskan produk defect (cacat) pada saat training.
Gambar 5.1. Ilustrasi pelatihan elemen kerja
Selain itu, seorang operator dianggap mengerti standar kerja dan
mampu mengajar apabila dapat melakukan lima siklus yang sama
sesuian dengan lembar elemen kerja, melakukan lima siklus dengan
posisi mulai dan berakhir di tempat yang sama, melakukan lima siklus
dengan gerakan yang terus-menerus tanpa tersendat, mampu
melakukan proses tanpa berhenti selama dua jam, dan tidak
meloloskan produk cacat selama tiga bulan.
3. Mencari muda, mura, dan muri
Muda adalah berbagai macam fenomena dan efek yang tidak
meningkatkan nilai tambah. Muda dapat dibagi menjadi 7 jenis, yaitu:
muda cacat atau yang perbaikan, muda produksi berlebih (over
production), muda proses, muda pengangkutan (pengiriman), muda
inventory (stok), muda gerakan, muda menunggu. Mura adalah
ketidak teraturan karena perencanaan produksi untuk kendaraan atau
part tidak tetap, kadang banyak, kadang sedikit. Sedangkan muri
adalah mmberi beban berlebih pada pikiran dan tubuh. Dalam
hubungannya dengan mesin dan peralatan, muri adalah memberi beban
39
melebihi kemampuan yang dapat ditanggung oleh mesin atau peralatan
tersebut.
Seorang line head bertugas memastikan tidak ada muda, mura, dan
muri dari sudut pandang lingkungan pekerjaan. Line head harus dapat
menemukan apakah pekerjaan terlalu berat untuk operator sehingga
dapat mengubah menjadi lebih ringan, dan sebaliknya, apabila
pekerjaan tersebut terlalu ringan untuk operator line head bisa
mengubahnya menjadi sesuai kemampuan. Line head harus peka
terhadap muda walaupun hanya satu detik, satu tetes, satu langkah, dan
satu potong, karena apabila terjadi muda satu detik setiap proses, maka
akan terjadi banyak waktu yang sia-sia dam menyebabkan kenaikan
biaya.
4. Melaksanakan kaizen
Di Toyota, untuk melakukan kaizen, harus mengikuti metode PDCA
(Plan-Do-Check-Action). PDCA untuk melaksanakan kaizen pada
standar kerja adalah membuat standar kerja (plan), implementasi
standar kerja (do), menemukan pekerjaan yang sulit (check), dan
lakukan kaizen terhadap pekerjaan yang sulit tersebut (action).
Pada saat implementasi standar kerja, line head, group head, dan
operator sebaiknya memiliki kesadaran akan masalah sehingga dapat
berlanjut ke tahap berikutnya. Pada tahap menemukan pekerjan yang
sulit, harus dilaporkan, sehingga dapat dilakukan kaizen. Untuk
melakukan kaizen, line head harus menggunakan ide anggota-
anggotanya dengan maksimal. Karena anggota-anggotanya itulah yang
mengetahui kondisi sebenarnya dari line yang menjadi tanggung tawab
line head tersebut.
Selain implementasi standar kerja dengan sungguh-sungguh, line head
juga harus memastikan bahwa anggotanya melakukan perawatan terhadap mesin-
mesin dan peralatannya dengan rutin untuk menjaga agar kondisi produksi tetap
40
normal. Maintenance di Toyota berdasarkan pada Toyota Productive
Maintenance. Aktivitas maintenance (perawatan), dilaksanakan bersama-sama
antara divisi produksi dengan bagian engineering untuk memaksimalkan efisiensi
peralatan. Empat pilar aktivitas maintenance adalah
1. Membangun peralatan yang baik (peralatan yang sederhana, dan tidak
rusak). Maka, peralatan yang ada sudah dilengkapi dengan jenis
maintenance yang jelas.
2. Maintenance untuk pencegahan kerusakan; aktivitas ini untuk
menjamin peralatan tidak rusak (memperbaiki peralatan sebelum
rusak)
3. Memperbaiki kerusakan dengan segera dan teliti; diperlukan
kemampuan untuk perbaikan yang tepat dan cepat, pencarian terus
menerus akar permasalahan dan pencegahan terulangnya kerusakan
kembali.
4. Kaizen peralatan yang baik; mengurangi kerusakan dan kerugian,
peningkatan daya unjuk, meningkatkan safety.
Dari keempat pilar tersebut, yang merupakan maintenance rutin adalah pada poin
kedua mengenai maintenance untuk pencegahan kerusakan.
Departemen yang melakukan produksi, sebaiknya melakukan maintenance
sendiri tanpa terlalu mengandalkan bagian engineering. Keuntungan-keuntungan
departemen produksi apabila melakukan pekerjaan maintenance sendiri adalah :
1. Operator memeriksa dan merawat peralatannya sendiri menjadikan
maintenance untuk pencegahan menjadi efektif
2. Operator mengenal peralatannya dan mampu menemukan dan
memberikan reaksi segera bila terjadi abnormalitas dan masalah
dengan peralatannya
41
3. Operator melaksanakan minor maintenance (perawatan kecil) sendiri
akan membantu operasi lebih cepat dan lebih efisien
4. Operator menjadi punya kemampuan dibidang peralatan dengan
memperoleh dan menggunakan skill maintenance, menghasilkan
aktivitas kaizen lebih bersemangat, yang bertujuan pengurangan
kerugian
5. Selalu menjaga peralatannya sendiri dalam kondisi terbaik adalah
peran penting setiap orang yang terlibat dalam produksi
D. Implementasi Produksi – Menanggapi Abnormalitas
Keadaan abnormal adalah keadaan di mana standar yang jelas sudah ada,
tetapi kondisi aktual yang ada menyimpang dari keadaan standar. Abnormalitas
dikelompokkan menjadi 4 abnormalitas, yaitu abnormalitas pada safety,
abnormalitas pada kualitas, abnormalitas pada produktivitas, dan abnormalitas
pada biaya.
1. Safety
Konsep bekerja dengan safety di Toyota adalah “Zero Accident” yang
berarti diharapkan tidak terjadi kecelakaan. Untuk mencegah
terjadinya kecelakaan, dilakukan pencegahan secara proaktif, di mana
sebelum memulai produksi line head harus memastikan anggotanya
menggunakan APD (Alat Pelindung Diri) yang sesuai standar. APD
yang standar adalah helm, sarung tangan, sepatu safety, arms cover,
dan kacamata.
Salah satu yang menjadi potensi bahaya adalah postulate near miss,
yaitu dalil yang menerangkan bahwa dari sekitar 300 postulate near
miss (didalilkan nyaris celaka), akan terjadi 29 pengalaman nyaris
celaka, dan kemudian akan benar-benar terjadi satu kecelakaan yang
serius. Contohnya, apabila ada 300 kejadian orang menyebrang tanpa
42
konfirmasi ke kanan dan kiri, akan ada 29 kejadian orang nyaris
tertabrak, hingga akhirnya akan ada satu kejadian orang tertabrak
forklift. Ilustrasi postulate near miss tersebut dapat dilihat di Gambar
5.2.
Gambar 5.2. Ilustrasi Postulate Near Miss (Modul Pelatihan GL’s
Role)
Untuk menciptakan tempat kerja yang aman, operator harus
ditingkatkan kemampuannya untuk bekerja dengan aman, dan
meningkatkan kesadaran akan pemeliharaan peraturan. Dari sisi
mesin, mesin harus dijaga agar menjadi mesin tanpa bahaya dan mesin
tanpa produk cacat. Metode yang aman adalah metode yang safety
bagi pekerjaan dan pekerja yang melakukannya. Sedangkan peralatan
yang digunakan harus menciptakan pekerjaan yang aman apabila
menggunakan peralatan tersebut.
Dalam proses produksi, dikenal istilah STOP 6 (Safety Toyota 0/Zero
Procedure 6) yaitu suatu prosedur di Toyota untuk mencegah
terjadinya kecelakaan yang mempunyai potensi untuk terjadi,
dikelompokan menjadi 6 kategori, yaitu ABCDF. Kategori-kategori
tersebut adalah :
43
a. Apparatus, adalah kecelakaan atau insiden yang terjadi karena
alat atau mesin. Seperti terjepit, terseyat, dll.
b. Big heavy, kejatuhan benda berat
c. Car, tertabrak mobil atau kendaraan lain seperti forklift,
towing, atau truk
d. Drop, terjatuh
e. Electricity, tersengat listrik
f. Fire, kebakaran atau ledakan
Apabila terjadi kecelakaan, yang dilakukan pertama kali adalah
membantu korban terlebih dulu kemudian melaporkannya pada pihak
yang terkait. Setelah itu, line head berkoordinasi dengan group head
untuk mencari akar penyebabnya, lakukan penanggulangan,
memastikan penanggulangan tetrsebut diimplementasikan, kemudian
penanggulangan tersebut ditetapkan sebagai standar safety yang baru.
2. Kualitas
Konsep Toyota dalam kualitas adalah “100% Quality Assurance for
Customers” (100% Jaminan Kualitas untuk Pelanggan). Agar konsep
ini dapat berjalan dengan baik, maka line head harus memastikan
bahwa di setiap proses tidak menghasilkan produk cacat, dan tidak
meneruskannya. Operator harus bertindak seolah-olah prosesnya
adalah proses terakhir sebelum ke pelanggan, jadi mereka akan bekerja
dengan sebaik-baiknya. Kualitas sangat penting karena kualitas adalah
keamanan (safety) bagi pelanggan.
Apabila produk cacat mengalir ke proses berikutnya, maka yang harus
dilakukan adalah melakukan recall 100% produk cacat, cari akar
permasalahannya, kemudian tentukan penanggulangannya. Jika terjadi
produk cacat, yang harus dilakukan adalah melakukan perbaikan atau
44
pekerjaan ulang (rework) bagian yang cacat. Perbaikan atau rework
adalah usaha untuk mengembalikan abnormalitas ke keadaan normal,
dengan cara perbaikan dalam line (on-line repair/rework) dan
perbaikan di luar line (off-line repair/rework), contohnya perakitan
yang salah pasang atau body yang mengalami goresan.
Setelah melakukan pekerjaan ulang, sangat penting untuk menghindari
cacat kedua. Contohnya adalah, setelah pengelasan kembali
dikerjakan, diharapkan tidak mengabaikan cacat pada cat body
tersebut. Pengerjaan ulang adalah merupakan poin perubahan, yang
memerlukan 100% pemerikasaan dan hasilnya dicatat dalam buku
komunikasi.
3. Produksi
Konsep Toyota dalam produksi adalah “Membuat Produk Secepat
Produk Tersebut Terjual”. Dari konsep tersebut, yang harus dilakukan
agar konsep tersebut berjalan adalah dengan tidak adanya produksi
berlebih atau produksi yang kurang dari yang dibutuhkan, dengan
prinsip produksi just in time.
Apabila operator yang seharusnya melakukan pekerjaan dengan
standar tidak ada di tempat (sedang ke kamar mandi, pemeriksaan
kesehatan, pelatihan, pulang cepat atau datang terlambat), maka harus
ada pekerja pengganti (relief work). Sedangkan untuk menghindari
line stop karena ada kerusakan pada mesin atau peralatan, maka
digunakan peralatan atau mesin back up. Operasi dengan mesin
alternatif tidak dapat menjamin kemampuan proses sama dengan
kemampuan proses mesin aslinya. Karena itu, backup work harus
dianggap sebagai poin perubahan.
4. Biaya
Konsep Toyota untuk biaya adalah “Membuat Produk yang Lebih
Baik, dengan Biaya Lebih Murah dan Lebih Cepat”. Yang dapat
45
dilakukan di tempat kerja agar konsep tersebut dapat berjalan adalah
mengurangi muda (pemborosan) dengan cara aktivitas pengurangan
biaya.
Bagian dari manajemen biaya adalah mengenali fluktuasi pengeluaran
uang dan melakukan penanggulangan apabila pengeluaran tersebut
keluar dari standard. Biaya-biaya yang dapat meningkatkan biaya
adalah biaya tenaga kerja (biaya lembur), biaya energi (penggunaan
listrik berlebih), biaya peralatan, biaya perbaikan produk cacat, biaya
material tidak langsung, dan biaya pembelian part. Biaya-biaya
tersebut diamati terus-menerus, dan apabila terjadi peningkatan atau
penurunan dari standar merupakan abnormalitas. Kemudian harus
dicari akar penyebabnya untuk kemudian ditetapkan
penanggulangannya.
E. Manajemen Abnormalitas
Manajemen abnormalitas adalah visualisasi kondisi normal dan abnormal
di setiap tempat dan dapat melakukan penanggulangan terhadap abnormalitas
segera. Manajemen abnormalitas dilakukan untuk agar dapat mengendalika
abnormalitas yang tidak sesuai standar sehingga abnormalitas dapat mudah
terlihat, mudah melakukan kaizen dan pekerjaan menjadi lebih efisien.
Manajemen abnormalitas fokus terhadap 3 hal yang bergerak (three
moving items) yaitu, benda-benda fisik (physical goods), orang, dan manajemen
informasi. Yang di perhatikan dari benda-benda fisik adalah 4S di line mengikuti
standar atau tidak, dan adanya benda-benda fisik tersebut, memungkinkan aliran
barang yang pertama masuk menjadi pertama keluar (FIFO; First In First Out).
Pada orang, yang menjadi perhatian adalah standar kerja orang tersebut.
Sedangkan target adalah yang menjadi perhatian pada bagian manajemen
informasi.
46
Ada tiga langkah dalam manajemen abnormalitas, yaitu buatlah standar
yang jelas, kemudian lakukan 4S dan buatlah visualisasi, selanjutnya lakukan
pemecahan masalah untuk mencegah kejadian berulang. Pada barang-barang
fisik, line head harus menetapkan standar yang jelas tentang sistem
penyimpanannya. Standar tersebut meliputi jumlah maksimum dan minimum
yang diperbolehkan; pemberian label nama barang, nomor barang, jumlah
maksimum dan minimum tumpukan dan nomor rak. Contoh standar rak
penyimpanan part dapat dilihat pada Gambar 5.3. Dan pada Gambar 5.4. dapat
dilihat contoh yang tidak mengikuti standar
Gambar 5.3. Standar Rak Penyimpanan Part
Gambar 5.4. Contoh yang Tidak Mengikuti Standar
Pada Gambar 6.4. terlihat bahwa terjadi overflow pada kardus di bawah
sehingga tidak memungkinkan dilakukannya FIFO, selain itu, pada rak juga
terlihat part yang diletakkan melebihi jumlah maksimum standar. Keadaan
abnormal ini harus dibuat visualisasinya, agar operator, group head, dan line head
tahu keadaan abnormalnya dan akan peka apabila terjadi keadaan ini. Sementara
47
itu, penanggulangan sementara apabila terjadi keadaan abnormal adalah
meletakan tanda bahwa itu adalah part berlebih dan baru akan menggunakannya
setelah ditempatkan di penyimpanan sementara. Sedangkan, penanggulangan
pencegahan terulangnya keadaan abnormal tersebut kembali adalah dengan
memeriksa siklus logistik dan kecepatan penggunaan, kemudian merubah lsiklus
logistic yang ada menjadi siklus logistic yang tepat sehingga tidak akan terjadi
part yang berlebih lagi.
Dari aspek orang, yang harus diperhatikan adalah standar kerjanya. Untuk
awalnya, harus ditetapkan standar kerja yang jelas dan mudah dimengerti operator
yang menjalankannya. Tujuan dari standar kerja adalah untuk mengklarifikasi
cara melakukan pekerjaan untuk setiap anggota untuk mencapai misi shop floor.
Misi shop floor yang menjadi target pencapaian adalah “Menghasilkan produk
yang lebih baik, dengan biaya lebih rendah dan lead time yang lebih singkat”.
Apabila tidak ada standar kerja, maka operator akan bekerja sesuai cara yang
mereka suka, tidak ada urutan yang tepat dan shop floor tidak bisa dikendalikan.
Dengan menggunakan Tabel Standar Kerja Kombinasi, line head memastikan
standar kerja benar-benar diimplementasikan dengan tepat. Line head akan
menemukan akar penyebab standar kerja tidak diimplementasikan dengan benar,
dengan menanyakan pada operator untuk menemukan apakah operator tidak
mengikuti standar kerja atau standar kerjanya yang memang sulit untuk diikuti.
Setelah itu, line head akan mengimplementasikan penanggulangannya.
Untuk manajemen informasi, line head harus mengelompokan manajemen
informasi berdasarkan lima misi utama dan dibuat visualisasinya. Setiap line
head mempunyai GL Management Board sebagai alat untuk mengkomunikasikan
pekerjaannya, mengkomunikasikan poin perubahan, dan untuk
mengkomunikasikan kemajuan aktivitas line head setiap hari, maka GL
Management Board dikontrol harian. Contoh dari GL Management Board dapat
dilihat di Gambar 5.5.
48
Gambar 5.5. Contoh GL Management Board di line Machining
GL Management Board digunakan sebagai alat komunikasi. Upaya pemecahan
masalah untuk keadaan abnormal divisualisasikan di GL Management Board
49
VI. TOYOTA PRODUCTION SYSTEM
A. Pengertian Toyota Production System (TPS)
Perusahaan berupaya untuk meningkatkan taraf kehidupan keryawan
melalui usaha yang berkelanjutan untuk menghasilkan laba, sekaligus
memberikan kontribusi kepada masyarakat. Dalam jaman dengan persaingan
yang ketat ini, memproleh laba terutama yang berkaitan dengan jumlah menjadi
sangat sulit. Oleh karena itu, diperlukan usaha untuk menurunkan biaya produksi.
Sasaran dari TPS adalah menghasilkan kendaraan dengan kualitas yang
lebih baik, lebih murah, lebih tepat waktu, kepada lebih banyak orang.
Berdasarkan sasaran tersebut, diperlukan suatu sistem untuk membuat kendaraan
dengan kualitas yang lebih baik dan yang lebih murah, serta dapat menciptakan
kesejahteraan masyarakat. TPS adalah aktivitas pada tingkat keseluruhan
perusahaan berdasarkan pada kesadaran untuk menghilangkan muda secara
menyeluruh, mencari rasionalitas cara manufaktur, dan mengembangkan teknik
manufaktur yang lebih baik. Jadi, usaha untuk mengurangi biaya produksi
ditempuh perusahaan melalui penghilangan muda secara menyeluruh.
Pada saat melakukan pekerjaan dalam aktivitas produksi, setidaknya
gerakan kerja dapat dibagi menjadi 3 bagian, yaitu : muda, pekerjaan tambahan
yang tidak mempunyai nilai tambah, dan pekerjaan pokok (pekerjaan yang
mempunyai nilai tambah). Muda adalah berbagai macam fenomena dan efek
yang tidak meningkatkan nilai tambah. Dalam TPS, muda dibagi menjadi 7 jenis,
yaitu :
1. Muda cacat atau yang perbaikan.
Muda karena membuat part cacat atau part yang harus diperbaiki,
sehingga menutunkan kualitas dan meningkatkan biaya.
50
2. Muda produksi berlebih (over production)
Muda produksi berlebih dibagi menjadi 2 bagian. Pertama adalah
membuat melebihi dari jumlah yang diperlukan, yang kedua adalah
membuat dengan waktu yang lebih cepat dari waktu yang diperlukan.
Muda produksi berlebih akan menyebabkan muda yang lainnya.
Sehingga, muda ini merupakan muda yang paling penting untuk
diamati. Masalah yang ditimbulkan oleh muda produksi berlebih:
Alat dan pekerja yang digunakan berlebihan
Material dan part yang digunakan lebih cepat
Mengkonsumsi energi listrik lebih besar
Menambah penggunaan container.
Menambah pengangkutan, seperti pengangkutan dengan tenaga
manusia dan forklift
Persiapan baru untuk tempat peletakan dan gudang
Menambah pekerja untuk mengontrol dan timbulnya stok
Menambah bunga pinjaman
3. Muda proses
Muda seperti melakukan proses yang tidak diperlukan dan yang tidak
ada hubungannya, dalam keakuratan proses dan kemampuan proses
(over production).
4. Muda pengangkutan (pengiriman)
Yang diangkut bukan hanya barang, tetapi juga berbagai informasi
sehingga tugasnya menjadi besar tetapi bukan merupakan
pengangkutan yang diperlukan dalam produksi just in time.
51
5. Muda inventory (stok)
Muda yang timbul karena trelalu banyaknya jumlah part yang masuk
dari supplier.
6. Muda gerakan
Gerakan mesin atau alat, serta gerakan orang yang tidak menghasilkan
nilai tambah di dalam proses atau pekerjaan
7. Muda menunggu
Pada saat mesin atau alat memproses secara otomatis, operator berdiri
di sampingnya untuk mengawasi mesin, sehingga meskipun ia ingin
melakukan pekerjaan, karena mesin masih berjalan maka ia tidak dapat
melakukan apa-apa karena harus menunggu.
Selain muda, penyebab utama yang dapat meningkatkan biaya dan
membuat kulitas tidak seragam adalah mura dan muri. Mura adalah ketidak
teraturan karena perencanaan produksi untuk kendaraan atau part tidak tetap,
kadang banyak, kadang sedikit. Dari segi manusia, merupakan baratsuki
(ketidakteraturan) beban terhadap suatu standar tertentu. Sedangkan muri adalah
mmberi beban berlebih pada pikiran dan tubuh. Dalam hubungannya dengan
mesin dan peralatan, muri adalah memberi beban melebihi kemampuan yang
dapat ditanggung oleh mesin atau peralatan tersebut.
Sedangkan elemen kerja dapat dibagi menjadi empat, yaitu :
1. Pekerjaan persiapan (pekerjaan yang dilakukan pada awal dan akhir
operasi)
Pekerjaan ini sifatnya hanya terjadi satu kali di awal dan akhir kerja
untuk satu unit pekerjaan
52
2. Pekerjaan Utama
Pekerjaan ini dianggap sebagai sesuatu yang utama. Pekerjaan ini
memiliki peranan utama dalam produksi, yaitu pekerjaan yang
bertujuan untuk melangsungkan suatu proses kerja.
3. Pekerjaan tambahan
Pekerjaan ini biasanya dilakukan pada sebelum atau setelah pekerjaan
utama. Pekerjaan ini dilakukan untuk membuat agar kondisi atau
lingkungan untuk pekerjaan utama dapat terlaksana dengan baik.
4. Pekerjaan yang tidak tentu
Pekerjaan ini tidak termasuk ke dalam jenis kerja persiapan, pekerjaan
utama ataupun pekerjaan utama.
Toyota Production System mempunyai dua pilar, yaitu just in time dan
jidouka. Hubungan kedua pilar tesebut dapat dilihat pada Gambar 6.1. Just in
time adalah memproduksi dan mengirim barang yang diperlukan, pada saat
diperlukan, dan sejumlah yang diperlukan, untuk meningkatkan efisiensi
pekerjaan dan menghilangkan berbagai macam muda di tempat kerja. Pilar ini
merupakan salah satu pilar dari Toyota Production System yang sangat penting
untuk melakukan produksi secara efisien tanpa muda dan hanya membuat barang
yang sesuai pesanan pelanggan saja. Alat kontrol yang digunakan untuk produksi
just in time disebut dengan kanban. Dengan kanban, proses berikut hanya
menarik barang yang dibutuhkan, pada saat dibutuhkan sejumlah yang dibutuhkan
dari proses sebelum. Proses sebelum hanya memproduksi sejumlah yang telah
diambil oleh proses sesudah. Fungsi kanban adalah untuk memberi instruksi
produksi dan instruksi pengiriman; sebagai alat kontrol visual yang dapat
mencegah produksi berlebih dan sebagai pendeteksi adanya keterlambatan atau
proses yang terlalu cepat.
53
()
TPS
(Toyota Production System)
STANDARISASI KERJA
Ju
st I
n T
ime J
IDO
UK
A
Gambar 6.1. Dua Pilar TPS
Berikut ini adalah tiga prinsip dasar produksi just in time :
1. Pull system (sistem tarik)
Perencanaan produsi member petunjuk hanya kepada proses terakhir,
artinya hanya boleh memproduksi sejumlah yang telah digunakan oleh
proses berikutnya, proses berikut mengambil ke proses sebelum, dan
proses sebelum hanya boleh membuat sejumlah yang telah diambil,
sehingga dengan pengambilan oleh proses berikut pelaksanaan just in
time dapat terjamin. Selain itu, dengan melakukan pengambilan oleh
proses berikut, berarti barang tidak stagnan, dan masalah dapat dibuat
menjadi jelas dengan menggunakan kanban.
2. Continous Flow Process
Untuk dapat memproduksi barang yang diperlukan, pada saat
diperlukan, dan sejumlah yang diperlukan, maka produk tidak
diproduksi dalam lot, tetai stok ditiadakan sehingga diperluakn
produksi dengan cara continous flow process. Bila barang dibuat
dengan cara proses berkelanjutan maka lead time produksi menjadi
lebih singkat, muda menjadi lebih singkat.
54
3. Membuat sejumlah yang diperlukan berdasarkan takt time
Hubungan antara perencanaan poduksi dengan perencanaan penjualan.
Rencana produksi harus sesuai dengan pesanan pelanggan. Oleh
karena itu, dalam hal menentukan takt time, tidak hanya ditentukan
berdasarkan kemampuan mesin atau peralatan, tetapi dihitung
berdasarkan jumlah yang diperlukan dan waktu kerja murni.
Sedangkan, jidouka adalah alat yang dapat mencegah berulangnya
abnormal dan tidak mengalirkan cacat dengan cara mendeteksi sesuatu
abnormalitas seperti abnormalitas mesin atau peralatan, abnormal pada kualitas,
pekerjaan terlambat, kemudian menghentikan mesin atau line (disebut dengan line
stop) dan menginformasikannya. Jadi, dasar pemikiran dari jidouka adalah
“Proses berikutnya adalah pelanggan”, maksudnya setiap line proses melakukan
pekerjaannya dengan baik dan menjaga kualitas dengan pengecekan kualitas
sebelum masuk ke proses berikutnya. Proses berikutnya dianggap sebagai
pelanggan sehingga harus diberikan produk yang sebaik mungkin tanpa ada cacat
atau abnormal pada produk tersebut. Prinsip dasarnya adalah menghentikan
proses jika terjadi abnormal dengan cara tidak perlu mengawasi peralatan karena
jika proses sudah selesai, mesin akan berhenti dengan sendirinya. Sasaran dari
jidouka adalah membuat part yang 100% baik, mencegah masalah pada mesin
atau alat, dan menghemat sumber daya manusia (tidak perlu pengawas untuk
mesin atau alat).
Maka, sasaran dari Toyota Production System untuk mengurangi biaya
produksi adalah : hanya membuat barang yang berkaitan untuk dijual (produksi
just in time berdasarkan pada takt time), membuat kendaraan berkualitas baik
(melakukan jidouka), memproduksi produk yang lebih murah (menghilangkan
muda secara tuntas), dan menciptakan tempat kerja yang kuat dan dapat merespon
terhadap perubahan yang ada. Tujuan dari Toyota Production System adalah agar
setiap elemen kerja di perusahaan dapat peka untuk menemukan muda sehingga
dapat membuat kaizen.
55
Kaizen adalah suatu upaya untuk mengusahakan perbaikan secara terus
menerus pada proses yang ditemukan ada muda, mura, dan muri. Tujuan
kaizen adalah menghasilkan produk dengan kualitas yang lebih baik, lebih
murah (karena biaya produksinya diturunkan), lebih aman (dengan cara
meningkatkan safety), lebih cepat (mempersingkat lead time), dan lebih
mudah dibuat (meningkatkan produktivitas).
B. Tahapan Kaizen
Untuk melakukan kaizen pekerjaan, jika kesadaran akan kaizennya
kuat dan tekniknya sudah dikuasai, maka kaizen dapat dilakukan, tetapi jika
tidak memahami tahapan kaizen, maka kaizen yang efisien tidak dapat berjalan
dengan baik. Oleh karena itu diperlukan tahapan kaizen sebagai berikut
1. Tahap 1. Menemukan poin yang memerlukan kaizen
Titik awal kaizen adalah menenmukan apa yang harus diperbaiki. Ada
yang merupakan titik masalah di tempat kerja, atau ada juga yang
merupakan titik yang perbaikannya sudah jelas, tetapi yang paling
penting adalah menemukan apa yang jadi masalah, kemudian
menemukan apakah ada muda.
2. Tahap 2. Menganalisa cara saat ini
Dengan memahami kondisi yang ada saat ini secara tepat, perbaikan
dapat dilakukan dengan lebih baik lagi, dan tidak bercampur dengan
dugaan. Diperlukan persiapan yang baik pada saat analisa, yaitu
keadaan aktual seperti apa adanya tanpa menduga, menganalisa jumlah
yang sudah ditetapkan dengan teliti, dan tidak adanya salah dalam
menangkap aktualita dari berbagai sudut.
Selain itu, analisa kondisi yang ada dapat dilakukan dengan cara
analisa elemen kerja. Analisa elemen kerja untuk mengklasifikasikan
pekerjaan berdasarkan besarnya pekerjaan yang dilakukan, dan dapat
56
dilakukan observasi apakah pekerjaan tersebut member nilai tambah
yang penting atau tidak.
Analisa yang dilakukan selanjutnya adalah analisa gerakan. Pada
pekerjaan yang sudah ada standarnya, apabila diamati dengan teliti,
pekerja masih melakukan kesalahan dalam cara kerjanya. Jadi, analisa
pekerjaan dilakukan untuk menghilangkan gerakan muda, mura, dan
muri untuk dapat menemukan gerakan kerja yang terbaik.
Analisa ini dapat dilakukan dengan menggunakan video. Apabila
ingin mempersingkat waktu gerakan orang dan peralatannya, harus
diketahui muda yang ada dalam gerakan sehingga kualitas gerakan
dapat ditingkatkan. Dengan menggunakan video, gerakan kerja dapat
diputar dengan menggunakan slow motion dan dapat diulang berkali-
kali, sehingga dapat diamati gerakan muda.
3. Tahap 3. Memperoleh ide
Pada tahap ini, yang harus diperhatikan adalah dengan keluarnya
konsep, bukan berarti langsung membuat usulan kaizen. Ide adalah
mengumpulkan berbagai informasi untuk membuat usulan yang baru.
Informasi yang ada dikumpulkan sebagai memory, jumlahnya akan
lebih banyak bagi orang yang sudah mempunyai pengalaman yang
panjang, tetapi untuk menghasilkan ide tidak hanya diperlukan
pengalaman pada bidang yang sama, orang yang mempunyai
pengalaman berbeda juga sangat bermanfaat untuk membuat suatu
lompatan.
Selain itu, tidak hanya diperlukan jumlah memory yang banyak, tetapi
juga kemampuan untuk menarik memory yang lama dengan cepat.
Kemampuan ide itu berbeda pada setiap orang, tergantung dari latihan
dan lingkungan yang mempengaruhi orang tersebut.
57
4. Tahap 4. Membuat usulan kaizen
Dari tahap ini sudah mulai dibuatkan usulan kaizen yang konkrit dari
konsep yang telah dipikirkan tanpa ada pembatasan. Untuk dapat
menerapkan ide yang original, harus memperhatikan berbagai segi
seperti tingkat kemungkinan untuk terlaksana, standard an peraturan,
biaya, dan lagi sebagainya, sehingga dari beberapa usulan kaizen akan
dilaksanakan usulan kaizen yang paling efisien.
Berikut adalah tahapan membuat usulan kaizen yang lebih baik :
a. Merupakan tahap yang paling diharapkan untuk mencapai tujuan
b. Mengutamakan kaizen pekerjaan yang tidak terlalu memerlukan
biaya. Kaizen peralatan harus lebih diutamakan dari kaizen
peralatan.
c. Tidak hanya produktivitas masing-masing, tetapi juga produktivitas
secara total.
d. Dengan kaizen tersebut tidak ada hal-hal lain yang menjadi buruk,
contohnya dari safety, kualitas, produktivitas, dan lainnya.
5. Tahap 5. Melaksanakan usulan kaizen
Mengenai pelaksanaan, perlu diinformasikan dan dimintakan kerjasama
dari orang-orang dan dan divisi terkait seperti atasan, bawahan, proses
sebelum dan proses berikut.
Melaksanakan usulan kaizen tanpa informasi yang cukup tidak akan
menghasilkan kaizen yang baik, dan akan mengakibatkan banyak muda.
Untuk bawahan yang cara kerjanya diubah karena kaizen, jelaskan
dengan baik mengenai alasan kaizen dan tujuannya sehinga mereka
merasa cukup puas.
58
6. Tahap 6. Konfirmasi setelah pelaksanaan
Jika telah melaksanakan cara yang baru, maka kondisi pelaksanaannya
harus dikonfirmasikan, selain itu, jika terdapat keabnormalan, harus
segera dilakukan penanggulangannya. Bandingkan hasil yang
diharapkan dari pelaksanaan usulan kaizen, serta hasil yang
sesungguhnya. Kemudian berdasarkan penilaian itu, maka akan
ditemukan poin-poin yang memerlukan kaizen berikutnya.
C. Standardisasi Kerja
Standardisasi kerja adalah pengaturan pada saat membuat barang di tempat
kerja, yaitu cara melakukan produksi yang paling efektif dengan urutan kerj tanpa
muda, mengumpulkan pekerjaan, dan memfokuskan gerakan manusia.
Standardisasi kerja merupakan cara untuk secara total meningkatkan kualitas,
penurunan biaya, safety, produktivitas, dengan cara menggabungkan faktor
manusia, barang, dan peralatan secara paling efektif dengan berdasarkan pada
kondisi saat ini. selain itu juga merupakan suatu cara untuk menekan pembuatan
yang berlebihan, dan untuk melaklukan produksi just in time. Standardisasi kerja
juga merupakan cara yang paling efektif sebagai alat untuk melakukan kaizen.
Standardisasi kerja merupakan aktualisasi dari sistem produksi untuk
melaksanakan prinsip dasar Toyota Production System, serta merupakan standar
untuk mengukur peningkatan kualitas, pengurangan biaya, safety, dan
peruktivitas. Maka, standardisasi kerja mempunyai tiga unsur penting, di mana
semuanya tidak akan berjalan jika satu saja tidak terpenuhi. Tiga unsur penting
itu adalah :
1. Takt time, adalah waktu yang menentukan satu unit atau satu part
dibuat dalam berapa menit atau berapa detik.
59
Takt time actual adalah takt time yang dihitung dengan produksi waktu
kerja murni, tetapi jika tidak dapat dihindarkan seperti untuk
pengangkutan, maka ada juga takt time yang diatur dengan waktu tidak
tetap.
Nilai takt time didapatkan dari target penjualan tahun tersebut,
kemudian nilai tersebut dibagi dengan jumlah bulan per tahun untuk
mendapatkan target produksi per bulan. Setelah didapatkan target
produksi perbulan, nilai tersebut dibagi dengan jumlah hari produksi
untuk mendapatkan target produksi per hari. Nilai target produksi per
hari tersebut dibagi dengan jumlah jam per shift untuk mendapatkan
angka jumlah produksi per shift. Waktu kerja shift pagi adalah 8 jam,
sedangkan waktu kerja shift malam adalah 7 jam. Dengan
didapatkannya target produksi per shift dan waktu kerja per shift sudah
ditetapkan, maka nilai takt time dapat ditentukan. Perhitungan tersebut
juga dapat digunakan untuk menentukan jumlah tenaga kerja dan
kapasitas alat untuk memulai produksi.
Cycle time adalah waktu yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan
dengan urutan kerja yang telah ditentukan untuk proses yang ditangani
oleh satu orang operator.
2. Urutan kerja.
Pada pemrosesan dan perakitan barang, operator melakukan pekerjaan
dengan urutan yang efektif seperti mengangkut barang, memasang ke
mesin, dan melakukan proses.
3. Standard in process stock adalah barang dengan persediaan minimum
yang dimiliki di dalam proses agar pekerjaan dapat dilakukan dengan
urutan dan gerakan yang sama berulang-ulang, jika melakukan
pekerjaan sesuai dengan urutan kerja.
60
D. Tabel Standar Kerja Kombinasi (TSKK)
Tabel standar kerja kombinasi adalah instruksi kerja yang menggambarkan
gabungan antara gerakan manusia dengan mesin di dalam satu cycle time, yang
menggambarkan seberapa area kerjanya, dan bagaimana urutan kerja tersebut
dilakukan. Dengan melihat tabel ini, urutan kerja dan berapa lama waktu kerja
tersebut berlangsung akan mudah dimengerti, dipergunakan juga untuk
menemukan poin-poin yang diperlukan untuk melakukan kaizen pekerjaan.
Contoh dari tabel standar kerja kombinasi dapat dilihat di Lampiran 2.
E. Tabel Standardisasi Kerja
Tabel standardisasi kerja adalah instruksi kerja yang menggambarkan dengan
jelas kondisi pekerjaan di tempat tersebut yang sekaligus menggambarkan
masing-masing proses tersebut di dalam suatu tempat kerja. Tabel ini
menggambarkan gerakan orang dengan lay out dalam satu siklus. Tabel
standardisasi kerja ini dipakai juga sebagai alat untuk pengawasan kerja yang
dapat langsung terlihat. Selain itu, tabel ini juga memiliki fungsi untuk
menangkap poin-poin masalah yang tertangkap secara visual di tiap line, dapat
juga digunakan sebagai alat untuk instruksi kepada pelaku kerja. Contoh tabel
standardisasi kerja dapat dilihar di Lampiran 3.
F. Yamazumi chart
Yamazumi chart adalah grafik yang merupakan waktu yang dibutuhkan
elemen-elemen pekerjaan pada setiap model yang ditampilkan pada standar
operasional pekerjaan. Yamazumi dipakai sebagai alat untuk mengawasi visual
keseluruhan proses dan mengawasi elemen pekerjaan. Yamazumi chart berguna
untuk membandingkan jumlah pekerjaan di setiap jenis proses dan jenis
kendaraan dengan mengklarifikasi beban kerja dan dan rata-rata beban kerja.
61
Bagian-bagian penting dalam grafik yamazumi adalah skala waktu yang diisi
dengan menuliskan waktu dalam unit detik, takt time yang digambarkan dengan
garis samping yang disesuaikan dengan nilai waktu takt time, proses yang dicatat
dengan mengelompokkannya sesuai dengan model kendaraan yang akan
dimaksud, yamazumi pekerjaan yang digambarkan dengan elemen pekerjaan
setiap model kendaraan sesuai tipe kendaraan dengan waktu jalan yang
diperhitungkan, dan kalkulasi waktu kerja. Contoh dari yamazumi chart ini dapat
dilihat pada Gambar 6.2.
Gambar 6.2. Contoh Yamazumi Chart
G. Element Work Sheet (Lembar Elemen Kerja)
Lembar elemen kerja adalah salah satu lembar instruksi pengawasan proses
yang mencantumkan kualitas kendaraan di assy-line atau cara pengerjaan suatu
pekerjaan. Di dalam setiap unit pembuatan lembar elemen kerja tersebut dengan
jelas mencantumkan langkah – langkah gerakan pekerjaan setiap bagian, waktu
pekerjaan, peralatan yang digunakan, dan poin-poin kualitas yang perlu
diperhatikan. Ketika terjadi perubahan takt time produksi, lembar elemen kerja
dapat digunakan untuk melakukan pengontrolan dan perubahan proses kerja.
Contoh lembar elemen kerja dapat dilihat pada Lampiran 4.
62
VII. PEMBAHASAN
A. Aspek Umum (Membuat Usulan Perbaikan pada Sistem On The Job
Development pada Pelatihan GL’s Role)
Visi PT. TMMIN adalah untuk mencapai Jiritsuka 2012, yaitu
kemandirian dalam produksinya pada tahun 2012. Karena selama ini PT. TMMIN
masih bergantung pada Toyota Motor Corporation, namun dengan semakin
banyaknya afiliasi di beberapa negara, TMC tidak akan mampu mendukung
semua afiliasi, maka PT. TMMIN mempunyai visi untuk mencapai kemandirian
pada produksinya. Untuk mencapai Jiritsuka, PT. TMMIN ingin memastikan
untuk memperkuat prestasi di lantai produksinya hingga mencapai Jiritsuka level
4, sementara ini PT. TMMIN masih berada pada level 2. Level 1 berarti produksi
tidak stabil karena tidak dapat mencapai target dengan kondisi normal, sedangkan
level 2 berarti produksi sudah mulai stabil dalam kondisi normal, namun ketika
keadaan mulai abnormal, produksi menjadi tidak stabil. Level 3 berarti produksi
sudah dapat stabil bahkan dalam kondisi abnormal. Sedangkan kondisi 4 berarti
produksi sudah stabil dalam kondisi abnormal dan dapat mengidentifikasi keadaan
abnormal sehingga keadaan abnormal dapat dihindari. Kontribusi yang diberikan
oleh departemen Toyota Training Center untuk mencapai level 4 tersebut adalah
meningkatkan performance lantai produksinya dengan cara meningkatkan
kemampuan pekerja dengan cara pelatihan.
Permasalahan jangka pendek yang menjadi target untuk diselesaikan
dalam mencapai visi Toyota untuk tahun 2012 adalah produksi yang tidak stabil
berdasarkan kedatangan anggota baru (operator baru). Karena menurut data yang
ada, penurunan kualitas terjadi di lapangan justru ketika jumlah operator
meningkat. Hal ini terjadi karena operator yang ada belum dilengkapi dengan on
the job training. Parmasalahan jangka panjang yang berusaha untuk diselesaikan
adalah perubahan struktur yang ada pada line yang membuat line head dan group
head tidak mengerti peranannya untuk menjalankan line.
63
Sebelum tahun 2000, pimpinan tertinggi di line produksi adalah seorang
section head. Setelah tahun 2000, pimpinan tertinggi di line berganti menjadi
seorang line head. Namun perubahan struktur itu tidak diikuti dengan sistem
pengembangan sumber daya manusia untuk memperkuat peranan pimpinan
tersebut.
Pelatihan gl’s role adalah pelatihan yang ditujukan khususnya untuk line
head agar mereka tahu, mengerti, menjalankan dan dapat melakukan perbaikan-
perbaikan terkait perannya sebagai seorang line head. Situasi yang ideal bagi
seorang line head adalah apabila line head sangat memahami standar kerja yang
ada dan memahami kemampuan dasar (fundamental skill) anggota kelompok
sendiri, dan dapat mengatur kelompok mereka dengan lancar melalui identifikasi
abnormalitas berdasarkan observasi.
OJD adalah suatu cara untuk mengembangkan anggota-anggota dalam
suatu tim agar dapat melewati pekerjaanya dengan mudah. Cara ini dilakukan
setelah peserta menerima pelatihan dalam kelas dengan materi-materi untuk
menunjang OJD ini. Pelatihan yang diberikan bertujuan agar peserta mengetahui
ilmu, sedangkan OJD adalah alat untuk menerapkan ilmu tersebut langsung di
lapangan, sehingga dalam masa yang akan lewat, peserta dapat dengan mudah
melewati kesulitan-kesulitan yang ada karena sudah terbiasa untuk melakukan
pemecahan masalah.
Tujuan dari OJD adalah untuk menciptakan tempat kerja yang nyaman dan
aman untuk bekerja sehingga bawahan (subordinat) akan merasa nyaman
sehingga dapat melakukan pekerjaannya dengan baik tanpa membuat produk
cacat. OJD perlu dilakukan karena dianggap lebih efisien daripada hanya
memberikan materi-materi yang biasa di dalam kelas (Off-JT).
Pada saat penulis melakukan magang di PT. Toyota Motor Manufacturing
Indonesia, sudah ada 106 orang line head yang mengikuti pelatihan ini. 58 orang
diantaranya adalah line head yang berasal dari divisi produksi, sedangkan 48
orang lainnya adalah line head yang berasal dari divisi non-produksi. Sebenarnya,
pelatihan ini diutamakan untuk line head dari divisi produksi saja, karena peran-
64
peran yang berada dalam materi pelatihan ini lebih tepat untuk diaplikasikan di
divisi produksi. Namun, peserta dari divisi non-produksi dipilih untuk
menghindari terjadinya line stop karena orang untuk memulai produksi kurang
dari jumlah yang diperlukan.
Dari 58 orang line head produksi yang telah mengikuti pelatihan, baru 12
orang yang telah menerapkan pelatihan ini di lapangan. OJD dimulai dengan
mengobservasi keadaan di lapangan dan membandingkannya dengan keadaan
standar, setelah terlihat perbedaan dari keadaan sebenarnya dengan keadaan
standar, line head membuat daftar prioritas perbaikan yang akan dikerjakan.
Setelah itu, line head diharapkan membuat proposal perbaikan agar diketahui oleh
atasannya (superior) untuk diberikan dukungan. Proposal perbaikan tersebut
dilengkapi dengan rencana aktivitas untuk menjalankan perbaikan tersebut.
Setelah semua kegiatan perbaikan dan observasi setelah perbaikan dilakukan,
diharapkan line head membuat laporannya. Laporan hasil kegiatan diperlukan
untuk menjadi standar apabila terjadi hal yang sama, maka langkah untuk
penyelesaiannya sudah menjadi standar.
12 orang yang telah menerapkan peran mereka di lapangan hingga
pembuatan laporan adalah para line head yang berasal dari FMDS model line.
FMDS adalah Floor Management Development System, yaitu suatu salah satu
sistem yang digunakan untuk mencapai Jiritsuka (kemandirian). Pelatihan
peranan line head merupakan dasar dari aktivitas FMDS ini. Aktivitas ini
melibatkan enam line yang dianggap siap dan dijadikan model agar setelahnya
dapat menjadi standar bagi line lainnya. Shop yang terlibat adalah welding, toso
painting, assembly, quality inspection, engine dan stamping.
Ada tiga hal yang diperhatikan dalam FMDS, disebut three moving items,
yaitu tiga hal yang terus bergerak. Tiga hal tersebut adalah benda-benda fisik,
manusia, dan manajemen informasi. Dikatakan terus bergerak karena tiga hal
tersebut sangat mudah berubah tergantung manusia yang menjalankannya. 4S
adalah yang menjadi fokus dalam benda fisik, standar kerja adalah yang mudah
berubah dari asspek manusia, sedangkan papan manajemen line head diangap hal
yang mudah berubah dari manajemen informasi. Tiga hal tersebut merupakan hal-
65
hal yang harus dijaga oleh seorang line head agar tidak mudah berubah sehingga
tidak menimbulkan abnormalitas.
Salah satu aktivitas dari FMDS adalah penilaian shop floor berdasarkan
tiga hal yang bergerak tersebut. Penilaian dilakukan tiga kali, yang pertama
ketika rangkaian kegiatan FMDS ini baru dimulai, untuk menilai berapa nilai shop
floor sebelum mengikuti kegiatan ini. Penilaian kedua adalah penilaian oleh
orang-orang yang terlibat dalam shop floor tersebut (self assessment). Penilaian
ketiga dilakukan pada saat kegiatan ini hampir berakhir, untuk mengetahui berapa
peningkatan yang terjadi selama kegiatan berlangsung. Kegiatan FMDS
dilakukan selama satu tahun, dari tahun 2009 hingga tahun 2010. Setelah
kegiatan ini selesai, diharapkan para model line membantu line lainnya dengan
ilmu dan pengalaman yang telah didapat selama kegiatan ini berlangsung.
Dari tiga kali penilaian yang dilakukan, line dengan nilai terendah adalah
pada assembly shop. Maka untuk aplikasi sistem OJD, penulis menjadikan
assembly shop sebagai prioritas. Line head pada shop ini ada 16 orang dan baru
dua orang yang mengimplementasikan OJD pada gl’s role dari pengambilan tema
hingga pembuatan laporan.
Untuk implementasi OJD ini, dipilih dua orang dari shift merah, satu orang
dari line Trimming 2, dan satu orang lagi dari line Chassis. Keduanya memilih
tema persiapan sebelum produksi dimulai. Namun, line head dari Chassis
memilih untuk persiapan manusia, dengan membuat lembar pemeriksaan
kesehatan satu lembar untuk satu orang untuk diisi selama satu bulan. Dengan
adanya lembar ini, pemeriksaan kesehatan operator akan lebih mudah karena lebih
detail. Contoh lembar pemeriksaan kesehatan dapat dilihat pada Lampiran 10.
Sedangkan, line head dari Trimming 2 memilih pesriapan material untuk
menjadi prioritas. Hal ini dikarenakan line tersebut pernah terjadi stop karena alat
yang dibutuhkan tidak ada. Maka tema yang dipilih adalah untuk persiapan
peralatan sebelum produksi dimulai. Laporan dari tema yang diambil ini dapat
dilihat di Lampiran 11. Kedua implementasi tersebut dilakukan untuk pada line
head yang sudah pernah diikutsertakan pada pelatihan, namun belum melakukan
66
implementasi OJD. Diharapkan setelah ini, kedua line head tersebut akan
melakukan implementasi pada line lainnya.
Analisa untuk mencari akar penyebab dari permasalahan tidak adanya line
head yang mengimplementasikan pelatihan yang telah mereka dapatkan di
lapangan adalah karena line head tidak mengerti metode dalam menjalankan OJD
tersebut. Penyebab lainnya adalah karena atasan dari line head tersebut tidak
terlibat dalam implementasi OJD para line head.
Penaggulangan untuk akar penyebab tersebut adalah diadakannya program
penjelasan metode OJD dan diadakannya pelatihan gl’s role yang diberikan pada
tingkat section head hingga department head. Pelatihan gl’s role yang diberikan
pada atasan dimaksudkan agar atasan dapat tahu dan mengerti peranan yang ada
dan memberikan penugasan yang sesuai dengan peran yang ada. Sedangkan
sistem OJD yang akan diterapkan pada line head yang belum diikutsertakan pada
pelatihan ini, dapat dilihat dalam Lampiran 12.
B. Aspek Khusus (Analisis Time and Motion Study dengan Menggunakan
Toyota Production System)
Salah satu pelatihan di PT. Toyota Motor Manufacturing Indonesia adalah
pelatihan mengenai Toyota Production System. Pelatihan Toyota Production
System adalah pelatihan yang bertujuan untuk menghasilkan kendaraan dengan
kualitas yang lebih baik, lebih murah, lebih tepat waktu, kepada lebih banyak
orang. Lebih murah karena mengusahakan untuk mengurangi biaya produksi
ditempuh perusahaan melalui penghilangan muda secara menyeluruh.
Salah satu alat kontrol dalam Toyota Production System untuk mengontrol
adanya muda adalah standar kerja. Ada 3 komponen utama dalam standar kerja,
yaitu takt time, urutan kerja dan jumlah stok standar dalam proses. Pengendalian
muda mutlak diperlukan. Pengendalian tersebut dapat dilakukan secara teknis
maupun administratif. Pengendalian secara teknis meliputi pengawasan oleh
group head dan line head terhadap standar kerja. Sedangkan pengandalian secara
67
administratif fokus pada manajemen, misalnya perubahan grafik yamazumi untuk
mendapatkan standar kerja yang baik dan tidak menimbulkan muda, mura, dan
muri.
Analisis studi gerakan dan waktu dengan Menggunakan Toyota
Production System dilakukan di assembly shop, pada line Trimming 1, proses
persiapan booster, karena pada proses tersebut sering terjadi keterlambatan
pekerjaan sehingga ada orang lain yang mem-back-up pekerjaan operator yang
bekerja di proses tersebut. Tujuan dari analisis ini adalah untuk menemukan
muda dan membuat saran perbaikan di proses tersebut.
Analisis ini dimulai dengan pengambilan video pada proses persiapan
booster dan pemasangannya ke body mobil jenis Innova deluxe. Pengambilan
video dimaksudkan untuk mengetahui waktu yang dibutuhkan untuk mengerjakan
satu proses tersebut. Selain itu juga untuk mengetahui waktu yang dibutuhkan
untuk mengerjakan elemen-elemen kerja. Seharusnya analisis ini dapat dilakukan
di line langsung, tetapi dengan video bisa didapatkan waktu yang lebih tepat dan
dapat dilihat dengan teliti untuk menemukan muda dalam pekerjaan tersebut.
Video diambil 10 kali pada hari yang sama, kemudian dicatat elemen kerjanya.
Setelah itu, dihitung waktunya dengan menggunakan stop watch.
Pada saat pengambilan video pertama, perusahaan memakai takt time 2,5
menit. Kemudian, pada saat pengambilan data kedua, perusahaan sudah mulai
mengubah takt time menjadi 2,1 menit. Perubahan takt time dilakukan karena
adanya peningkatan jumlah produksi. Maka setelah dilakukan penyesuaian pada
elemen kerja, diberlakukanlah standar kerja yang baru dengan takt time 2,1 menit.
Sehingga pengambilan video dan data waktu diulang sesuai dengan takt time yang
berlaku pada saat itu. Takt time 2,1 menit berarti operator harus dapat melakukan
proses dengan elemen kerja yang telah ditentukan selama 126 detik. Grafik
yamazumi dari line ini dapat dilihat pada Lampiran 5.
Namun setelah dianalisis, ternyata waktu yang dibutuhkan untuk
mengerjakan proses tersebut lebih dari 126 detik. Data hasil pengukuran waktu
dapat dilihat di Lampiran 7. Setelah didapat data hasil pengukuran, dilakukan
68
analisis untuk mendapatkan nilai yang sering muncul, nilai terkecil dan nilai
terendah untuk memperoleh angka ketidakteraturan dari setiap pekerjaan dalam
setiap perhitungan. Setelah diperoleh waktu yang sering keluar, dibuat tabel
standar kerja kombinasi untuk memberikan visualisasi dari data. Lalu, dicatat
temuan muda dari pekerjaan operator yang sudah direkam. Dari temuan muda itu,
dibuat saran perbaikan untuk mengurangi waktu yang melebihi dari takt time dan
dibuat saran tabel standar kerja kombinasi yang baru, yang memungkinkan untuk
menjadi tabel standar kerja kombinasi yang baru. Tabel standar kerja kombinasi
dapat dilihat pada Lampiran 8. Sedangkan tabel standar kerja dapat dilihat pada
Lampiran 9. Data nilai terendah, tertinggi, nilai yang sering keluar dan waktu
usulan kaizen dapat dilihat pada Tabel 7.1. Daftar temuan muda dapat dilihat
pada Tabel 7.2.
Tabel 7.1. Nilai Terkecil, Terbesar, Nilai yang Sering Keluar dan Nilai Usulan
Perbaikan
Min Max Modus Usulan Kaizen
1 baca harigami 2 2 2 2
2 ambil tube hose to hose 3 16 9 5
3 jalan 2 4 2 2
4 Pasang tube hose to hose x dash panel 33 55 38 26
5 jalan 4 6 5 4
6 Ambil cylinder assy brake master 3 4 4 3
7 ambil gasket, brake booster bracket 1 2 1 1
8 pasang gasket, brake booster bracket 2 4 3 2
9 setting nut push rod cylinder assy brake master 8 16 10 8
10 ambil tube fr brake no 1 & way 2 7 3 3
11 pasang tube fr brake no 1 & way 25 33 28 26
12 ambil hose check valve 2 6 3 2
13 setting clip hose check valve to connector tube 5 10 7 5
14 ambil tube, clutch reservoir 3 7 3 2
15 pasang clip hose tube clutch reservoir 11 14 14 10
16 Ambil cylinder assy master L/reservoir 2 3 3 2
17 setting nut push rod cylinder assy master L/reservoir 10 13 12 10
18 Ambil gasket master cylinder 1 4 2 1
19 Pasang gasket master cylinder 2 6 3 2
20 jalan 3 8 5 4
21 setting master clutch x dash panel outdoor 2 3 3 2
22 setting cylinder assy brake master dash panel outdoor 6 12 10 9
23 jalan 4 4 4 4
174 135
Waktu (detik)
Total :
No Elemen kerja
Pada tabel tersebut, dapat dilihat bahwa terdapat ketidakteraturan dalam
mengerjakan proses. Ketidak teraturan dalam pekerjaan mengambil tube hose to
69
hose sebesar 13 detik, pada pekerjaan memasang tube hose to hose dan dash panel
sebesar 22 detik, dan pada pekerjaan memasang tube fr brake no 1 dan memasang
way sebesar 8 detik. Apabila ketidak keraturan itu dikurangi, dapat mengurangi
waktu pengerjaan proses sebesar 43 detik. Ketidakteraturan tersebut terjadi
karena operator melakukan muda dalam pekerjaannya. Muda yang dilakukan
antara lain menjatuhkan part, mengambil part melebihi yang dibutuhkan,
mengambil dan meletakan parelatan tidak di tempat yang sama, tidak membawa
impact dan spidol sehingga harus kembali lagi untuk mengambil, dan terhalang
paralatan lain ketika sedang bekerja. Pada Gambar 7.1 dapat dilihat contoh-
contoh muda yang terjadi selama pengamatan. Daftar temuan muda keseluruhan
dapat dilihat pada Tabel 7.2.
(a) (b)
(c) (d)
Gambar 7.1. Contoh-Contoh Muda yang Terjadi Selama Pengamatan
(a) Spiral Air Hose Menghalangi Pekerjaan Operator;
(b) Impact Tersangkut pada Spiral Air Hose
(c) Operator Mengambil Nut yang Terjatuh
(d) Operator sedang Mengambil Part yang Tersangkut
dengan Part Lain
70
Tabel 7.2. Daftar temuan muda
No Elemen Kerja Masalah
1. Ambil tube hose to
hose
Rak part terlalu bawah,
Mengambil nut lebih dari yang dibutuhkan sehingga
harus mengembalikan lagi
2 Pasang tube hose to hose
Kadang-kadang spidol dan torque tidak terbawa sehingga harus kembali untuk mengambil
Mengambil dan mengembalikan impact tidak di tempat
yang sama
Nut yang akan dipasang terjatuh, sehingga harus diambil kembali
3 Ambil gasket Gasket yang terambil lebih dari satu
4 Setting nut rush rod
cylinder assy brake master
5R peralatan belum baik, sehingga mengganggu
pemasangan
5 Pasang way Spiral air hose menghalangi
Setelah membuat usulan kaizen, line head pada Trimming 1 yang berhak
memutuskan apakah kaizen tersebut akan dilaksanakan atau tidak. Pada
pengambilan data ketiga, waktu yang dibutuhkan oleh operator untuk melakukan
pekerjaannya setelah terjadi perbaikan menurun, tetapi masih di atas takt time
yang diberlakukan perusahaan. Data pengambilan waktu setelah kaizen dapat
dilihat pada Tabel 7.3.
Dari data tersebut, dapat disimpulkan bahwa operator mengalami
perbaikan waktu dalam mengerjakan prosesnya, namun perbaikan waktu tersebut
masih nilainya masih di atas takt time. Maka, diharapkan akan ada kegiatan
kaizen kembali dari pihak perusahaan agar delay dan relief work tidak terus
menerus terjadi pada proses ini karena akan mengganggu pekerjaan lainnya.
Beberapa perubahan tata letak ruang kerja yang dilakukan untuk perbaikan dapat
dilihat di Gambar 7.2.
71
Tabel 7.3. Data Waktu Setelah
Kaizen
1 2 3 modus
1 baca harigami 2 2 2 2
2 ambil tube hose to hose 5 6 5 5
3 jalan 3 4 6 5
4 Pasang tube hose to hose x dash panel 27 24 31 27
5 jalan 4 5 9 5
6 Ambil cylinder assy brake master 3 3 3 3
7 ambil gasket, brake booster bracket 1 1 1 1
8 pasang gasket, brake booster bracket 2 2 1 2
9 setting nut push rod cylinder assy brake master 10 11 15 11
10 ambil tube fr brake no 1 & way 4 2 4 4
11 pasang tube fr brake no 1 & way 27 27 27 27
12 ambil hose check valve 3 3 2 3
13 setting clip hose check valve to connector tube 7 9 10 9
14 ambil tube, clutch reservoir 4 2 3 3
15 pasang clip hose tube clutch reservoir 11 13 8 11
16 Ambil cylinder assy master L/reservoir 9 6 6 6
17 setting nut push rod cylinder assy master L/reservoir 10 11 8 10
18 Ambil gasket master cylinder 1 1 1 1
19 Pasang gasket master cylinder 3 2 3 3
20 jalan 2 4 6 4
21 setting master clutch x dash panel outdoor 2 2 2 2
22 setting cylinder assy brake master dash panel outdoor 7 9 6 7
23 jalan 4 4 4 4
151 153 163 155Total :
waktu (detik)No Elemen kerja
(a) (b) (c)
Gambar 7.2 Perubahan Tata Letak Tempat Kerja;
(a) Meja yang penuh dengan peralatan;
(b) Beberapa peralatan Dimasukkan Ke Dalam Tas
Pinggang;
(c) Tempat Menaruh Peralatan
72
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Kegiatan Floor Management Development System (FMDS) adalah suatu
sarana yang baik untuk PT Toyota Motor Manufactiring Indonesia mencapai
visinya, yaitu Jiritsuka 2012. Jiritsuka 2012 adalah untuk mencapai kemandirian
dan terlepas dari Toyota Motor Corporation, Jepang. Salah satu aktivitas dari
rangkaian kegiatan FMDS adalah penilaian shop floor untuk 3 hal yang dianggap
mudah berubah. Dari enam model line yang menjadi peserta FMDS, line yang
berasal dari assembly shop mendapat nilai yang terendah.
Penerapan pelatihan Toyota Production System dan GL’s Role
diprioritaskan pada assembly shop berdasarkan alasan di atas. Penerapan Toyota
Production System dilakukan di line Trimming 1. Sedangkan implementasi
pelatihan GL’s Role diterapkan pada line head di line Trimming 2 dan Chassis.
Pada analisis studi gerakan dan waktu dilakukan dengan takt time 2,1
menit atau 126 detik. Namun ternyata pada pengambilan video, terlihat bahwa
untuk mengerjakan satu proses, operator yang bersangkutan membutuhkan waktu
174 detik (melebihi takt time). Hal itu berakibat terjadinya keterlambatan dalam
proses, bahkan beresiko menimbulkan terjadinya line stop, dan juga operator
membutuhkan bantuan orang lain untuk menyelesaikan pekerjaannya. Setelah
dilakukan perbaikan, waktu untuk menyelesaikan satu siklus pekerjaan berkurang,
tapi masih tetap di atas takt time.
Dari pelatihan GL’s Role, ada 106 orang yang sudah mengikuti pelatihan,
yang tetrdiri dari 58 orang produksi. Tapi, dari 58 line head produksi tersebut,
hanya 12 orang yang melakukan implementasi dari pelatihan ini. Pada assembly
shop terdapat 16 orang line head, dan hanya 2 orang yang sudah implementasi
perannya. Untuk penerapannya, dipilih 2 orang line head lagi dari assembly shop
untuk melakukan implementasi perannya agar dapat diteruskan pada rekan-
rekannya.
73
B. Saran
1. Untuk Institusi
Magang sebagai pemenuhan tugas akhir sebagai mahasiswa dirasakan
membawa pengaruh yang positif. Karena selain menambah
pengetahuan, mahasiswa juga mendapatkan pengalaman bekerja yang
berbeda dari praktek lapang karena benar-benar merasakan kegiatan
bekerja. Maka, magang sebagai tugas akhir diharapkan terus
dilakukan pada angkatan selanjutnya.
2. Untuk Mahasiswa
Penelitian serupa diharapkan membahas tentang dampak psikologis
dan fisiologis operator terhadap perubahan kebijakan perusahaan
seperti perubahan takt time. Mahasiswa diharapkan sudah lebih
mengerti metode observasi yang baik dan benar, sehingga dalam
pengumpulan data menggunakan waktu dengan efektif.
74
IX. REKOMENDASI
Perusahaan disarankan bertindak tegas terhadap implementasi pelatihan-
pelatihan yang diberikan, karena apabila pelatihan diberikan, namun tidak diikuti
dengan implementasi setelahnya, maka perusahaan hanya menambah pengeluaran
dalam hal biaya saja dan tidak diikuti perbaikan produksi dan kualitas karena
pengembangan sumberdaya manusianya tidak berhasil dilakukan.
Kaizen merupakan salah satu prinsip dari Toyota Way untuk terus
melakukan perbaikan, maka diharapkan perusahaan terus berupaya untuk
melakukan kaizen untuk menghilangkan muda. Karena sesungguhnya muda
adalah pemborosan kerja, dengan adanya penghematan kerja juga akan
meminimalisir kelelahan kerja pada operator.
Kaizen tersebut dapat diusahakan oleh seluruh level pada perusahaan
dengan cara mengobservasi standar kerja. Observasi standar kerja dapat
dilakukan dengan meletakkan kamera video untuk mengobservasi pekerjaan
operator. Dengan cara itu dapat ditemukan muda yang dilakukan oleh operator
sehingga kaizen dapat terus dilakukan. Muda yang dilakukan karena kurangnya
skill operator, diharapkan dapat dikurangi dengan terus dilakukannya pelatihan
untuk terus meningkatkan fundamental skill operator.
Kaizen berikutnya dapat dilakukan dengan perubahan tata letak kerja
sehingga tata letak kerja yang terbaik yang sesuai dengan antropometri tubuh
dapat membuat operator bekerja dengan baik dan mengurangi muda karena tata
letak kerja yang kurang baik.
75
DAFTAR PUSTAKA
Liker, Jeffrey K dan Michael Hoseus.2008.Toyota Culture.The McGraw-
Hill.America
Niebel, Benjamin W.1988.Motion and Time Study Eighth Edition.Irwin.Illinois
Nurmianto, Eko.2004.Ergonomi, Konsep Dasar dan Aplikasinya.Edisi
Kedua.Guna Widya.Surabaya.
Pulat, Babur Mustafa.(1997,July).Fundamentals of Industrial Ergonomics(2nd
ed.).Waveland Press.USA
Tantyo, Zendy.2007.Perbaikan Ergonomi untuk Pekerjaan Manual pada Welding
Line di PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia.Universitas Kristen
Petra.Surabaya
Thuesen,G.J., Engineering Economy, 2002.
Toyota Institute.2009.GL’s Role Module for Trainee.Toyota Motor Corporation
Toyota Institute.2006.On the Job Development (Toyota OJT).Toyota Motor
Corporation
Toyota Institute.2006.Toyota Production System.Toyota Motor Corporation.
Wignjosoebroto, Sritomo.2003. Ergonomi Studi Gerak dan Waktu.Edisi
Pertama.Guna Widya.Surabaya
Marvin E.Mundel and David L.danner ,Motion and Time Study: Improving
Productivity , Prentice Hall, 1994
76
LAMPIRAN
Lampiran 7. Data Pengukuran Waktu
1 baca harigami 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
2 ambil tube hose to hose 4 7 7 9 9 9 7 3 16 8
3 jalan 2 2 4 3 2 3 3 3 2 2
4 Pasang tube hose to hose x dash panel 35 17 33 38 40 38 36 55 40 38
5 jalan 4 4 4 6 6 6 4 5 5 5
6 Ambil cylinder assy brake master 4 4 4 4 3 3 4 3 4 3
7 ambil gasket, brake booster bracket 1 1 1 1 2 1 1 2 1 2
8 pasang gasket, brake booster bracket 3 2 3 4 2 3 3 3 4 2
9 setting hut rosh rod cylinder assy brake master 16 8 11 10 9 8 9 10 10 9
10 ambil tube fr brake no 1 & way 3 4 2 3 2 3 3 2 3 7
11 pasang tube fr brake no 1 & way 28 32 33 29 28 27 26 25 27 25
12 ambil hose check valve 4 4 3 3 3 3 2 3 6 3
13 setting clip hose check valve to connector tube 9 6 6 7 8 5 10 8 7 7
14 ambil tube, clutch reservoir 3 3 3 3 3 3 4 7 4
15 pasang clip hose tube clutch reservoir 14 12 12 14 14 14 11 13 14
16 Ambil cylinder assy master L/reservoir 3 3 2 3 2 2 3 2 3
17 setting nut push rod cylinder assy master L/reservoir 11 11 10 12 11 12 10 13 13
18 Ambil gasket master cylinder 1 1 1 4 1 1 1 3 3 3
19 Pasang gasket master cylinder 3 4 3 4 2 6 5 4 3 2
20 jalan 3 5 6 5 4 4 8 5 7 7
21 setting master clutch x dash panel outdoor 3 2 2 2 2 3 2 3 2 2
22 setting cylinder assy brake master dash panel outdoor 12 9 10 9 9 8 9 10 6 9
23 jalan 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
164 149 168 174 170 167 170 181 187 174
9 106 7 8No Elemen kerja 1 2 3 4 5
10
13
Total :
87
Lampiran 12. GL’s Role Flow Process
92
Lampiran 3. Tabel Standar Kerja
79
Lampiran 3. Tabel Standar Kerja
79