Penerapan Model Teori Belajar Kontruktivis ke Dalam Pendidikan Jasmani
-
Upload
awal-akbar-jamaluddin -
Category
Sports
-
view
12 -
download
3
Transcript of Penerapan Model Teori Belajar Kontruktivis ke Dalam Pendidikan Jasmani
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERDASARKAN TEORI KONTRUKTIVISME DALAM PENDIDIKAN JASMANI
MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS UTS MATAKULIAH
Model-Model Pembelajaran Pendidikan Olahraga
Yang dibina oleh Bapak Dr. Roesdiyanto, M. Kes
OLEH
Awal Akbar Jamaluddin
160614801335
UNIVERSITAS NEGERI MALANGPROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN OLAHRAGAMaret 2017
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah tentang penerapan teori pembelajaran kontruktivis.
Makalah ini telah disusun dengan maksimal berdasarkan referensi yang
ada tentang judul dari makalah ini. Tugas yang diberikan oleh dosen pengampu
mata pelajaran memberi kesan dan ilmu baru terhadap penulis itu sendiri
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka saya menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kedepannya bisa lebih baik lagi.
Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang penerapan teori
pembelajaran kontruktivis dalam pendidikan jasmani ini dapat memberikan
manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.
Malang, Maret 2017
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…..…………………………………………. ii
DAFTAR ISI………………………………………………………. iii
BAB I: PENDAHULUAN………………………………………… 1
1. Latar Belakang……………………………………………… 1
2. Rumusan Masalah………………………………………….. 2
3. Tujuan Penulisan…………………………………………… 3
BAB II: PEMBAHASAN………………………………………… 4
1. Teori Kontruktivisme…………….…………………….….... 4
2. Model Teori Kontruktivisme………………………………... 6
3. Penerapan Teori Kontruktivisme Dalam Pendidikan
Jasmani……………………………………………………… 10
BAB III: PENUTUP………………………………………………. 13
1. Kesimpulan………………………………………………… 13
2. Saran……………………………………………………….. 13
DAFTAR RUJUKAN…………………………………………….. 14
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidik (Guru dan Dosen) adalah salah satu pemegang peranan paling
penting dalam pendidikan, betapa tidak melalui pendidik lah siswa merasa
terbantukan atas masalah yang dihadapi baik masalah akademik maupun masalah
sosial dan masalah pribadi karena fungsi guru sebanarnya adalah bagaimana
menjadi pendengar dan pengarah yang baik untuk anak didiknya. Guru telah
diakui sebagai profesi khusus diberbagai belahan dunia karena sumbangsi nya
terhadap lingkup pendidikan. Dikatakan demikian, karena profesi tenaga
pendidikan bukan hanya memerlukan keahlian menguasai kelas saja, tetapi
mengemban tugas mulia dan sangat berharga, yaitu pendidikan dan peradaban.
Atas dasar itulah, dalam kebudayaan sebuah bangsa yang beradab, guru senantiasa
diagungkan, dikagumi, dan dihormati, karena perannya yang penting bagi
eksistensi bangsa dimasa depan.
Daoeb Joesoep dalam Marno (2014:18) mengungkapkan tiga misi atau
fungsi guru: fungsi profesional, fungsi kemanusiaan dan fungsi civic mission.
Fungsi profesuional guru berarti guru meneruskan
ilmu/keterampilan/pengalaman-nya kepada peserta didiknya. Fungsi kemanusiaan
berarti berusaha mengembangkan dan membina segala potensi/bakat/pembawaan
yang ada pada diri setiap peserta didik. Fungsi civic mission berarti guru wajib
menjadikan anak didiknya sebagai warga negara yang baik, yaitu berjiwa
patriotik, mempunyai semangat kebangsaan nasional, dan disiplin atau taat
terhadap semua peraturan perundang-undangan yang berlaku atas dasar pancasila
UUD 1945.
Sedangkan tugas pendidik sebagai penjabaran dari misi dan fungsi yang
diembannya, menurut Darji Darmodihaarjo, minimal ada tiga: mendidik,
mengajar, dan melatih. Tugas mendidik lebih kepada pembentukan jiwa, karakter,
dan kepribadian berdasarkan nilai-nilai. Tugas mengajar lebih menekankan pada
pengembangan kemampuan penalaran dan tugas melatih menekankan pada
1
pengembangan kemampuan penerapan tehnologi dengan cara melatih berbagai
keterampilan.
Dalam melaksanakan tugas mulianya tersebut pendidik tidak serta merta
menyalurkan ilmunya kepada peserta didiknya hal ini dikarenakan pendidik
dihadapkan pada benda hidup dengan berbagai karakter, untuk menghadapi hal
demikian diperlukan model pembelajaran. Dalam teori pembelajaran yang dikenal
sampai saaat ini itu ada 5 yaitu: Cognitivsm, Kontruktivism, Humanism,
Behaviorism, Sosial. Dari masing-masing teori yang disebutkan diatas itu
memiliki beberapa model/gaya/strategi dalam pembelajaran yang orientasinya
pada pencapaian tujuan nasional pendidikan.
Pendidikan jasmani yang merupakan salah satu mata pelajaran utama
dalam satuan pendidikan sampai saat ini masih memiliki berbagai kendala
terutama dalam penyampaian isi dan manfaat dari materi pembelajaran itu sendiri,
dibeberapa sekolah terkadang guru hanya membiarkan siswa bermain dengan
sendirinya tanpa dilakukan pembimbingan dan evaluasi sehingga berdampak pada
siswa itu sendiri. Mulai dari gerakan yang keliru, gerak yang asal, hingga yang
bisa terjadi adalah cideranya peserta didik dalam proses tersebut. Kurangnya
komunikasi dan sistem mengajar yang terkesan konvensional (sumber belajar
hanya pendidik) inilah yang terkadang menjadi kendala dalam proses
pembelajaran, peserta didik hanya belajar saat ada pendidiknya (guru atau dosen)
dan hal inilah yang menjadi permasalahan dari dunia pendidikan bahwa peserta
didik seolah terbatas dalam mengakses sumber belajar yang lain selain guru.
Pada kesempatan ini penulis akan membahas tentang teori pembelajaran
kontruktivism yang di aplikasikan kedalam pendidikan jasmani karena melalui
pendekatan kontruktivis inilah siswa dianggap lebih bereksplorasi terhadap
pembelajaran, mampu menemukan dan memecahkan masalah sampai batas
kemampuan mereka dan fungsi pendidik dalam hal ini adalah bagaimana
mendampingi, memotivasi, dan memberi pengarahan kepada peserta didik
tersebut.
B. Rumusan Masalah
2
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalah
sebagai berikut:
1. Apa itu Teori Kontruktivisme ?
2. Bagaimana Model Teori Pembelajaran Kontruktivisme ?
3. Bagaiman Penerapan Teori Kontruktivisme dalam Pendidikan Jasmani ?
C. Tujuan Penulisan
Berdarakan rumusan masalah di atas dapat di kemukakan tujuan dari
penulisan ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui Teori Kontruktivisme
2. Mengetahui Model Kontruktivis dalam Pembelajaran
3. Mengetahui Penerepan Teori Kontruktivis dalam Pendidikan Jasmani
3
4
BAB II
PEMBAHASAN
A. TEORI KONTRUKTIVISME
Anderson et.al dalam Slavin (2011:3) menyatakan bahwa Teori
pembelajaran yang didasarkan pada gagasan disebut teori pembelajaran
kontruktivis (contructivist theories of learning). Inti teori kontruktivis ialah
gagasan bahwa masing-masing pebelajar harus menemukan dan mengubah
informasi yang rumit jika mereka ingin menjadikannya milik sendiri.
Teori kontruktivis melihat pebelajara sebagai orang yang terus menerus
memeriksa informasi baru terhadap aturan lama dan kemudian merevisi aturan
apabila hal itu tidak lagi berguna. Pandangan ini mempunyai implikasi yang
sangat besar bagi pengajaran, karena hal itu menyarankan peran yang jauh lebih
aktif bagi siswa dalam pembelajaran mereka sendiri daripada biasanya yang
ditemukan di banyak ruang kelas. Karena penenkanan pada siswa sebagai
pebelajar aktif, strategi kontruktivis sering disebut sebagai ‘pengajaran berpusat
pada siswa’ (student-centered intruction). Di ruang kelas yang berpusat pada
siswa, guru menjadi “pemandu di samping” dan bukan “orang bijaksana di atas
pangggung”, dengan membantu siswa menemukan makna mereka sendiri dan
bukan mengajari dan mengendalikan semua kegiatan di ruang kelas (Weinberger
et.al dalam Slavin 2011:4)
Model kontruktivis memiliki banyak bentuk (untuk dianalisis lebih
mendalam) yang muncul dari berbagai sumber sepanjang diskusi tentang
pendidikan selama ini. Suprijono A (2012:29) menjelaskan bahwa gagasan
kontruktivisme mengenai pengetahuan dapat dirangkum sebagai berikut:
1. Pengetahuan bukanlah gambaran dunia kenyataan belaka, tetapi selalu
merupakan kontruksi kenyataan melalui kegiatan subyek.
2. Subyek membentuk skema kognitif, kategori, konsep, dan struktur yang perlu
untuk pengetahuan.
5
3. Pengetahuan dibentuk dalam struktur konsep seseorang. Struktur konsep
membentuk pengetahuan jika konsep itu berlaku dalam berhadapan dengan
pengalaman-pengalaman seseorang.
Pengetahuan adalah factum (apa yang dibuat), et verum (apa yang
diketahui), convertuntur (adalah konvertibel satu terhadap yang lainnya).
Pengetahuan itu di kontruksikan (dibangun), bukan dipersepsi secara langsung
oleh indra. Semua pengetahuan, tidak peduli bagaimana pengetahuan itu
didefenisikan, terbentuk dalam otak manusia, dan subjek yang berpikir tidak
memiliki alternatif selain mengontruksikan apa yang diketahuinya berdasarkan
pengalamannya sendiri. Semua pikiran orang didasarkan pada pengalamannya
sendiri, sehingga bersifat subjektif.
Pengetahuan menurut kontruktivisme bersifat subjektif, bukan obyektif.
Pengetahuan tidak pernah tunggal. Pengetahuan merupakan realistis plural.
Pandangan ini berlawanan dengan pandangan realisme yang mengatakan
bahwa”kebenaran itu ada diluar sana” dan oleh karenanya orang dapat
mengobservasi realitas secara objektif.
1. Akar Sejarah Kontruktivisme
Revolusi kontruktivis mempunyai akar yang lebih jauh dalam sejarah
pendidikan. Revolusi ini sangat banyak mengandalkan karya Piaget dan Vygotsky
sebagai sumber, yang keduanya menekankan bahwa perubahan kognisi hanya
terjadi ketika konsepsi sebelumnya mengalami proses ketidakseimbangan
(disequilibration) dari sudut informasi baru. Piaget dan Vygotsky juga
menekankan hakikat sosial pembelajaran, dan keduanya menyarankan
penggunaan kelompok belajar dengan kemampuan campuran untuk meningkatkan
perubahan konsep.
a. Pembelajaran Sosial
Pemikiran kontruktivis modern paling banyak mengandalkan teori
Vigotsky, yang telah digunakan untuk mendukung metode pengajaran di ruang
kelas yang menekankan pembelajaran kooperatif, pembelajaran berbasis proyek,
6
dan penemuan. Dia berpendapat bahwa siswa belajar melalui interaksi dengan
orang dewasa dan teman sebaya yang lebih mampu.
b. Zona Perkembangan Proksimal
Konsep utama kedua adalah gagasan bahwa siswa paling baik memelajari
konsep yang berada dalam zona perkembangan prosimal (zone of proximal
development; proximal=berikutnya). Siswa bekerja dalam zona perkembangan
proksimalnya ketika mereka terlibat ke dalam tugas yang tidak dapat mereka
kerjakan sendiri, tetapi dapat mengerjakannya dengan bantuan teman sebaya atau
orang dewasa.
c. Pemagangan Kognitif
Konsep lain yang berasal dari Vigotsky yang menekankan hakikat sosial
pembelajaran maupun zona perkembangan proksimal ialah pemegangan kognitif
(cognitive apprenticeship). Istilah ini merujuk ke proses ketika pebelajar secara
bertahap memeroleh keahlian melalui interaksi dengan ahli, entah orang dewasa
atau teman sebaya yang lebih tua atau yang lebih maju.
d. Pembelajaran Termediasi
Akhirnya penekanan Vigotsky pada penanggaan (scaffolding), atau
pembelajaran termediasi (Kozulin & Presseisen, 1995), berperan penting dalam
pemikiran kontruktivis modern. Penafsiran tentang gagasan Vigotsky saat ini
menekankan gagasan bahwa siswa hendaknya diberi tugas yang rumit, sulit dan
realistis yang kemudian diberi cukup bantuan untuk mencapai tugas ini (bukan
diajarkan potongan-potongan kecil pengetahuan yang diharapkan pada suatu hari
berkembang menjadi tugas yang rumit). Prinsip ini digunakan untuk mendukung
penggunaan proyek di ruang kelas, simulasi, penjajakan dalam komunitas,
penulisan untuk pembaca yang sesungguhnya, dan tugas otentik lain (Byrely,
2001; Holt & Willard-Holt, 2000).
B. MODEL TEORI KONTRUKTIVISME
Dalam teori pembelajaran kontruktivisme memiliki beberapa model,
diantaranya:
7
1. Pengolahan Atas-Bawah (up-down instruction)
Pendekatan kontruktivis terhadap pengajaran menekankan pengajaran
atas-bawah (top-down intruction) dan bukan bawah-atas (bottom-up intruction).
Istilah atas-bawah berarti bahwa siswa mulai menyelesaikan soal yang rumit dan
kemudian mengembangkan atau menemukan (dengan panduan guru) kemampuan
dasar yang diperlukan. Misalnya, siswa diminta menulis karangan dan kemudian
belajar tentang ejaan, tata bahasa, dan tanda baca. Pendekatan pengolahan atas-
bawah ini dibedakan dengan strategi bawah-atas tradisional, dimana kemampuan
dasar secara bertahap dibangun menjadi kemampuan yang lebih rumit. Dalam
pengajaran atas-bawah, tugas yang dimulai bersifat rumit, lengkap, dan otentik,
yang berarti bahwa semua itu bukanlah bagian atau penyederhanaan tugas yang
pada akhirnya diharapkan dikerjakan oleh siswa, melainkan merupakan tugas
yang sesungguhnyaa.
Pendekatan kontruktivis berlaku dengan urutan yang tepatnya
berseberangan, yang dimulai dengan soal (sering diusulkan oleh siswa sendiri)
dan kemudian membantu siswa memikirkan cara mengerjakan penyelesaiannya.
2. Pembelajaran Kooperatif (cooperative learning)
Suprijono A (2012:54) mengungkapkan bahwa pembelajaran kooperatif
adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk
bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahakan oleh guru. Secara
umum pembelajaran kooperatif dianggap lebih diarakan oleh guru. Dimana guru
menetapkan tugas dan pertanyaan-pertanyaan serta menyediakan bahan-bahan dan
informasi yang dirancang untuk membantu peserta didik menyelesaikan masalah
yang dimaksud. Guru biasanya menetapkan bentuk ujian tertentu pada akhir tugas.
Pendekatan kontruktivis dalam pengajaran biasanya memanfaatkan secara
besar-besaran pembelajaran kooperatif (cooperative learning), berdasarkan teori
bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika
mereka dapat berbicara satu sama lain tentang soal. Sekali lagi, penekanan pada
hakekat sosial pembelajaran dan penggunaan kelompok teman sebaya untuk
memberikan contoh cara berpikir yang tepat dan menghadapkan serta menantang
8
salah pemahaman satu sama lain adalah unsur utama dari pemahaman Piaget dan
Vigotsky tentang perubahan kognisi (Pontecorvo, 1993).
3. Pembelajaran Penemuan (discovery learninng)
Pembelajaran penemuan (discovery learning) adalah komponen penting
pendekatan kontruktivis modern yang mempunyai sejarah panjang dalam inovasi
pendidikan. Dalam pembelajaran penemuan (Bergstrom & O’Brien, 2001;
Wilcox, 1993), siswa didorong untuk terutama belajar sendiri melalui keterlibatan
aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip, dan guru mendorong siswa
memeroleh pengalaman dan melakukan eksperimen yang memungkinkan mereka
menemukan sendiri prinsip-prinsip. Bruner dalam Slavin (2011:8) mengatakan
bahwa “Kita mengajarkankan mata pelajaran bukan untuk menghasilkan
perpustakaan hidup kecil tentang mata pelajaran tersebut, melainkan lebih-lebih
untuk mengupayakan siswa berpikir . . . bagi diri sendiri, mempertimbangkan
persoalan seperti dilakukan sejarawan, mengambil bagian dalam proses perolehan
pengetahuan. Mengetahui adalah proses, bukan produk.
Pembelajaran penemmuan mempunyai beberapa keunggulan. Hal itu
membangkitkan keingintahuan siswa, dengan memotivasi mereka terus bekerja
hingga mereka menemukan jawaban. Siswa juga memelajari kemampuan
penyelesaian masalah dan pemikiran kritis secara mandiri, karena mereka harus
menganalisis dan memanipulasi informasi. Namun, pembelajaran penemuan juga
dapat menghasilkan kesalahan dan membuang-buang waktu. Karena alasan ini,
pembelajaran penemuan “terpimpin” (guided discovery learning) lebih lazim
ditemukan daripada pembelajaran penemuan murni. Dalam penemuan terpimpin,
guru memainkan peran yang lebih aktif, dengan memberikan petunjuk, menata
bagian-bagian kegiatan, atau memberikan garis besar.
4. Pembelajaran Pengaturan Diri
Salah satu konsep utama teori pembelajaran kontruktivis ialah pandangan
tentang siswa ideal sebagai pebelajar yang mengatur diri sendiri (Paris & Paris,
2001). Pebelajar pengaturan diri (self-regulator learner) adalah siswa yang
9
mempunyai pengetahuan tentang strategi pembelajaran yang efektif dan bagaiman
serta kapan menggunakannya. Misalnya, mereka tahu bagaimana mengurai soal-
soal yang rumit menjadi langkah-langkah yang lebih sederhana atau menguji soal
alternatif (Greeno & Goldman, 1998); mereka tahu bagaiman dan kapan melihat
dengan sekilas dan bagaimana serta kapan membaca untuk memperoleh
pemahaman yang mendalam; dan mereka tahu bagaimana menulis dan
meyakinkan dan bagaiman menulis untuk menginformasikan (Zimmerman &
Kitsantas, 1999). Lebih jauh, pebelajaran pengaturan diri termotivasi oleh
pembelajaran itu sendiri, bukan hanya nilai dan persetujuam orang lain, dan
mereka mampu bertahan pada tugas jangka panjang hingga tugas tersebut
terselesaikan.
Apabila siswa mempunyai strategi pembelajaran yang efektif maupun
motivasi serta kegigihan menerapkan strategi ini hingga tugas terselesainkan
dengan memuaskan mereka, kemungkinan mereka adalah pebelajar yang efektif
dan mempunyai motivasi sepanjang hidup untuk belajar. Program yang
mengajarkan strategi pembelajaran pengaturan diri kepada siswa terbukti telah
meningkatkan pencapaian siswa.
5. Scaffolding (Penanggaan)
Vigotsky dalam Slavin (2011:11) mengatakan bahwa penanggaan
(scaffolding) adalah praktik yang didasarkan pada konsep Vigotsky tentang
pembelajaran terbantu. Dalam istilah praktis, penanggaan dapat meliiputi
pemberian lebih banyak struktur kepada siswa pada awal serangkaian pelajaran
dan secara bertahap menyerahkan tanggung jawab kepada mereka untuk bekerja
sendiri. Misalnya, siswa dapat diajari merumuskan pertanyaan mereka sendiri
tentang bahan ajar yang sedang mereka baca. Sejak awal, guru dapat mengusulkan
pertanyaan, dengan memberikan contoh jenis pertanyaan yang dapat diajukan
siswa, tetapi kemudian siswa mengambil alih tugas merumuskaan pertanyaan
tersebut.
10
C. PENERAPAN MODEL KONTRUKTIVISME DALAM PENDIDIKAN
JASMANI
Dari pembahasan tentang beberapa model pembelajaran yang bercermin
pada teori kontruktivisme dan dapat di telaah lima model pembelajaran yakni:
1. Proses top-down artinya siswa mulai belajar dengan masalah-masalah yang
lebih kompleks untuk dipecahkan atau dicari solusinya dengan bantuan guru
melalui penggunaan keterampilan dasar yang digunakan.
2. Pembelajaran kooperatif , model konstruktivis juga menggunakan
pembelajaran kooperatif, karena siswa lebih mudah menemukan dan
memahami konsep-konsep yang sulit jika mereka mendiskusikan dengan
temannnya.
3. Pembelajaran dengan penemuan, dalam pembelajaran penemuan siswa
didorong untuk belajar secara aktif, melakukan proses penguasaan konsep,
yang memungkinkan mereka menemukan konsep baru.
4. Pembelajaran dengan pengaturan diri, pendekatan konstruktivis mempunyai
visi bahwa siswa adalah sosok yang ideal, yaitu seseorang yang mampu
mengatur dirinya sendiri atau self regulated learner.
5. Scaffolding didasarkan atas konsep Vygotsky tentang pembelajaran dengan
bantuan guru.
Selanjutnya akan dibahas tentang pengaplikasian ke-lima model teori
kontruktivis tadi kedalam pembelajaran pendidikan jasmani. Sebagai berikut:
1. Pengolahan Atas-Bawah
Sesuai dengan prinsipnya bahwa pengajaran pengolahan atas-bawah
berorientasi pada belajar dengan masalah-masalah yang lebih kompleks untuk
dipecahkan atau dicari solusinya dengan bantuan guru. Contoh dalam pendidikan
jasmani, “semua siswa melakukan smash pada permainan bolavoli, ada beberapa
siswa yang bisa dan beberapa diantaranya tidak bisa. Dalam kasus ini guru
sebagai fasilitator memberikan gambaran pelaksanaan smash bolavoli dengan baik
11
dan benar mulai dari gerakan yang paling rumit sampai ke yang termudah lalu
kemudian siswa mencermati dengan seksama dan kemudian melakukan lagi”.
2. Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran dengan model kooperatif ini lebih menekankan pada
hubungan sosial, bahwa masalah akan lebih mudah di pecahkan apabila masalah
tersebut di diskusikan bersama teman. Contoh dalam pendidikan jasmani, “siswa
di tempatkan ke kelompok permainan bolavoli yang beranggotakan 6 orang
sehingga dalam satu kelas terdapat 5 kelompok dari 30 siswa, kemudian masing-
masing siswa didalam kelompok melakukan tehnik dasar bolavoli (passing,
smash, block, servis) secara bergantian dan kemudian berdiskusi tentang tehnik
dasar apa yang paling sering muncul dalam permainan bolavoli ? Guru
menyajikan pelajaran dan kemudian siswa bekerja dalam kelompok mereka untuk
memastikan semua anggota dalam kelompok telah mengetahui tentang tehnik
dasar bolavoli dan mampu mengetahui tehnik dasar yang paling sering digunakan
dalam permainan bolavoli”.
3. Pembelajaran Penemuan
Pembelajaran penemuan yang dimaksud adalah siswa diharapkan mampu
belajar secara aktif, melakukan proses penguasaan konsep, yang memungkinkan
mereka menemukan konsep baru. Contoh dalam pendidikan jasmani, “siswa
diberikan materi senam irama lengkap dengan gerakan dan iringan musiknya,
melalui materi ini siswa mampu menguasai konsep dari setiap gerakan dan
menghafal gerakannya, dan siswa diberikan tugas untuk menciptakan gerakan
senam irama dengan musik yang sama dari senam irama yang telah dikuasainya”.
4. Pembelajaran Pengaturan Diri
Pebelajar pengaturan diri adalah siswa yang mempunyai pengetahuan
tentang strategi pembelajaran yang efektif dan bagaimana serta kapan
menggunakan pengetahuan tersebut. Contoh dalam pendidikan jasmani, “pada
pertandingan bolavoli siswa diharapkan mampu menahan diri dan tetap mampu
bermain dengan bagus walaupun berada di bawah tekanan oleh tim lawan, mampu
melihat celah untuk mendaptkan point, intervensi dari pendukung tim lawan
12
diharapkan tidak menjadi beban untuk tetap bisa mengendalikan dan mengatur
diri sendiri ketika bermain dalam suatu pertandingan”
5. Scaffolding (Penanggaan)
Dalam pendidikan jasmani terkait dengan model Scaffoldingini adalah
bagaimana seorang guru pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan mampu
memberikan contoh (masalah) kepada siswa dan siswa mencoba untuk
merumuskan beberapa pernyataan tersebut. Contoh dalam pendidikan jasmani,
“Siswa mendapat masalah dari guru untuk menganalisis formasi yang dianggap
paling tepat dalam permainan bolavoli, kemudian memaparkannya di depan kelas
sebelum jam pelajaran pendidikan jasmani berakhir”.
13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas tentang model pembelajaran kontruktivisme
dalam pendidikan jasmani, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam
kontruktivisme dalam pendidikan jasmani memiliki lima model yakni pengolahan
atas bawah, kooperatif learning, pembelajaran penemuan,pembelajaran
pengaturan diri, dan Scaffolding (penanggaan) dan pengaplikasian dari kelima
model tadi diharapkan mampu memecah problematika pendidikan saat ini karena
orientasi dari teori kontruktivis adalah bagaimana siswa membangun
pemikirannya sendiri melalui masalah yang didapat dari guru atau dari
lingkungan.
B. Saran
Pada pembahasan tentang teori kontruktivisme dalam pembelajaran yang
kemudian di aplikasikan pada pembelajaran pendidikan jasmani ini diharapkan
mampu menjadi tambahan sumber bacaan bagi masyarakat dan semoga
kedepannya dalam pembuatan makalah dengan judul sejenis agar kiranya bisa
menambahkan contoh dalam pendidikan jasmani yang lebih banyak lagi.
14
DAFTAR RUJUKAN
Joyce, B et.al. 2011. Models Of Teaching (Model-model Pengajaran).
Yogyakarta. Pustaka Pelajar
Marno dan Idris, M. 2014. Strategi, Metode, dan Tehnik Mengajar. Yogyakarta.
AR-RUZZ Media
Slavin, R. 2011. Psikologi Pendidikan. Jakarta. Indeks
Suprijono, A. 2012. Cooperative Learning (Teori dan Aplikasi PAIKEM).
Yogyakarta. Pustaka Belajar
Winataputra, U. S. 2011. Model-model Pembelajaran Inovatif . Jakarta: Tim
PAU-PPAI
Whitton. D, 2015. Teaching and Learning Strategies. Sidney: Cambridge
University
15
16