PENERAPAN E-FAKTUR SEBAGAI PERBAIKAN SISTEM ADMINISTRASI …
Transcript of PENERAPAN E-FAKTUR SEBAGAI PERBAIKAN SISTEM ADMINISTRASI …
PENERAPAN E-FAKTUR SEBAGAI PERBAIKAN SISTEM
ADMINISTRASI PPN
(Persepsi Kantor Konsultan Pajak X )
Selfi Ayu Permata Sari
Devi Pusposari, SE., M.Si., Ak
Universitas Brawijaya, Jl. MT. Haryono 165, Malang
Email: [email protected]
ABSTRACT
From July 1st 1984 until July 1
st 2015, manual tax invoices was still used by some
Tax Payer. However, in practice a lot of abuse in the form of tax invoice emergence
of fictitious tax invoices, double tax invoices, as well as the disability tax invoice.
Numbers of tax invoice abusement, high cost of compliance, and the burden of
government oversight is the reason for applying e-Invoicing. On July 1st 2015, the
use of electronic tax invoices using e-Invoicing applications was required by
government in Java and Bali. This research has purpose to determine the e-Invoicing
applications as the improvement of the administration of the VAT system from the
standpoint of the Tax Consulting Firm X. The results of this research has show that
the e-Invoicing has strengths and weaknesses in its application. The strengths of e-
Invoicing is that it can be more effective and efficient in manufacturing as well as
transaction of tax invoice. While the weakness of e-Invoicing applications is a way of
working is more complicated than the manual invoicing tax and previous VAT
returns application. Additionally, from 7 causes correction periodic VAT return
conducted by CTF client X, 5 of them can be reduced or prevented by the e-Invoicing
application.
Keywords: Tax Consulting Firm, Manual Tax Invoice, Application of e-Faktur,
Periodic VAT Return.
PENERAPAN E-FAKTUR SEBAGAI PERBAIKAN SISTEM
ADMINISTRASI PPN
(Persepsi Kantor Konsultan Pajak X )
Selfi Ayu Permata Sari
Devi Pusposari, SE., M.Si., Ak
Universitas Brawijaya, Jl. MT. Haryono 165, Malang
Email: [email protected]
ABSTRAK
1 Juli 1984 hingga 1 Juli 2015, beberapa Pengusaha Kena Pajak masih
menggunakan faktur pajak secara manual. Namun dalam penerapannya banyak
penyalahgunaan faktur pajak berupa munculnya faktur pajak fiktif, nomor seri faktur
pajak ganda, serta faktur pajak cacat. Banyaknya penyalahgunaan faktur pajak,
tingginya biaya kepatuhan, serta beban pengawasan merupakan alasan pemerintah
untuk menerapakan e-Faktur. Pada 1 Juli 2015, pemerintah mewajibkan penggunaan
faktur pajak elektronik dengan menggunakan aplikasi e-Faktur untuk wilayah Jawa
dan Bali. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan e-Faktur sebagai
perbaikan sistem administrasi PPN dari sudut pandang Kantor Konsultan Pajak X .
Berdasarkan hasil penelitian, e-Faktur memiliki kelebihan dan kelemahan dalam
penerapannya. Kelebihan dari e-Faktur yaitu dapat lebih efektif dan efisien dalam
pembuatan serta transaksi faktur pajak. Sedangkan kelemahan dari aplikasi e-Faktur
ini yaitu cara kerja yang lebih rumit dibandingkan dengan pembuatan faktur pajak
manual serta aplikasi SPT PPN sebelumnya. Selain itu, dari 7 penyebab terjadinya
pembetulan SPT Masa PPN yang dilakukan oleh klien KKP X, 5 diantaranya dapat
dikurangi atau dicegah dengan aplikasi e-Faktur.
Kata Kunci: Kantor Konsultan Pajak, Faktur Pajak Manual, Aplikasi e-Faktur,
Pembetulan SPT PPN
PENDAHULUAN
Pada tahun 1983, Indonesia mengalami perubahan sistem perpajakan dari
Official Assesment System menjadi Self Assesment System. Self Assesment System
merupakan sistem perpajakan di mana pemerintah (fiscus) memberikan kepercayaan
kepada Wajib Pajak (WP) untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan kewajiban
perpajakannya sendiri. Selanjutnya tugas dari pemerintah yaitu melakukan
pembinaan, pelayanan, pengawasan, serta penegakan sanksi perpajakan. Pada
dasarnya dengan Self Assesment System, banyak kemungkinan terjadi ketidakpatuhan
WP, misalnya: akibat dari kelalaian WP, ketidaktahuan WP, hingga kesengajaan yang
dapat dilakukan WP untuk menghindari kewajiban perpajakannya. Oleh sebab itu,
penerapan Self Assesment System perlu didukung dengan penegakan hukum serta
pengawasan terhadap kepatuhan WP.
Berdasarkan Perpres No 162 Tahun 2014 tentang Rincian Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2015, penerimaan negara dalam
bentuk pajak 39,5% nya berasal dari PPN dan PPnBM. Hal ini menunjukkan bahwa
PPN merupakan salah satu pendapatan negara yang signifikan, sehingga penegakan
hukum serta pengawasan yang dilakukan pemerintah untuk PPN cukup ketat. Salah
satu bentuk pengawasan yang bisa dilakukan yaitu melalui faktur pajak. Faktur pajak
merupakan bukti pemungutan PPN atas transaksi penyerahan Barang Kena Pajak
(BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP) yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak
(PKP). Dari 1 Juli 1984 hingga 1 Juli 2015, di Jawa dan Bali, beberapa Pengusaha
Kena Pajak (PKP) masih membuat faktur pajak secara manual atau dengan
menggunakan aplikasi tertentu yang tidak ditentukan (tidak ada format paten) oleh
Direktorat Jendral Pajak (DJP) sehingga dalam penerapannya banyak muncul
penyalahgunaan faktur pajak berupa beredarnya faktur pajak fiktif, nomor seri faktur
pajak ganda, serta faktur pajak yang dianggap cacat. Faktur pajak yang diakui oleh
DJP merupakan faktur pajak yang sudah mencantumkan kriteria atau informasi yang
diatur dalam Peraturan DJP Nomor PER-24/PJ/2012 tentang Bentuk, Ukuran, Tata
Cara Pengisian Keterangan, Prosedur Pemberitahuan Dalam Rangka Pembuatan, Tata
Cara Pembetulan Atau Penggantian, Dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak beserta
perubahannya.
Faktur pajak yang sudah dibuat oleh PKP wajib dilaporkan melalui SPT masa
PPN selambat-lambatnya akhir bulan berikutnya. Salah satu hak perpajakan dari PKP
yaitu dapat mengkreditkan faktur pajak masukan sehingga dalam perhitungan serta
pengisian SPT PPN, PKP wajib mencantumkan daftar faktur pajak masukan dan
faktur pajak keluaran. Selain itu berdasarkan UU Nomor 42 Tahun 2009 tentang PPN
dan PPnBM, tidak semua pajak masukan dapat dikreditkan. Rumitnya perhitungan
PPN tersebut mengakibatkan tidak semua orang dapat mengisi SPT PPN dengan
benar ketika pelaporan.
Kantor Konsultan Pajak (KKP) X merupakan salah satu kantor konsultan pajak
yang berlokasi di Malang. Dalam kegiatan operasionalnya, salah satu jasa yang
ditawarkan KKP X yaitu jasa pelaporan serta pembetulan SPT PPN. Setiap bulannya,
tidak jarang KKP X mendapatkan tawaran jasa pembetulan SPT PPN. Bahkan
beberapa klien melakukan pembetulan untuk satu tahun masa pajak, bahkan beberapa
tahun pajak. Hal ini menunjukkan bahwa masih banyaknya pembetulan SPT PPN
yang dilakukan sebagian WP. Pembetulan SPT PPN merupakan salah satu contoh
biaya kepatuhan yang dikeluarkan oleh WP. Atas pembetulan SPT PPN kurang bayar,
denda yang dikenakan adalah sebesar 2% per bulannya. Setiap peraturan memiliki
kelemahan masing-masing, untuk itu salah satu alasan tingginya biaya kepatuhan dan
beban pengawasan membuat pemerintah berusaha untuk memperbaiki kelemahan
dari peraturan yang lama dengan dikeluarkannya peraturan yang baru yaitu
diterapkannya aplikasi e-Faktur yang diikuti dengan penggunaan Elektronik Nomor
Faktur (E-NOFA).
Pada tahun 2014, DJP mengeluarkan Peraturan Nomor PER- 16/PJ/2014
tentang Tata Cara Pembuatan Dan Pelaporan Faktur Pajak Berbentuk Elektronik.
Dalam peraturan tersebut memberitahukan mengenai tata cara pembuatan dan
pelaporan faktur pajak berbentuk elektronik. Selanjutnya, melalui Keputusan DJP
Nomor KEP-136/PJ/2014 tentang Penetapan Pengusaha Kena Pajak Yang
Diwajibkan Membuat Faktur Pajak Berbentuk Elektronik, DJP menetapkan PKP
(temasuk wajib pajak besar) yang diwajibkan untuk membuat faktur pajak berbentuk
elektronik. Kedua peraturan tersebut berlaku efektif pada tanggal 1 Juli 2014. Untuk
PKP yang telah diwajibkan membuat faktur pajak berbentuk elektronik namun tidak
membuat faktur pajak berbentuk elektronik atau membuat faktur pajak berbentuk
elektronik namun tidak mengikuti tata cara sebagaimana dimaksud pada PER-
16/PJ/2014 tentang Tata Cara Pembuatan Dan Pelaporan Faktur Pajak Berbentuk
Elektronik, PKP tersebut dianggap tidak membuat faktur pajak. (Pasal 11 ayat (4)
PMK-151/PMK.03/2013)
Berdasarkan KEP-136/PJ/2014 tentang Penetapan Pengusaha Kena Pajak Yang
Diwajibkan Membuat Faktur Pajak Berbentuk Elektronik, berikut ini adalah 3 tahap
yang dilakukan Dirjen Pajak untuk menerapkan e-Faktur :
1. Tahap I : mulai tanggal 1 Juli 2014, Wajib Pajak tertentu (diatur dalam KEP-
136/PJ/2014) diwajibkan menggunakan e-Faktur dalam transaksinya.
2. Tahap II : mulai tanggal 1 Juli 2015, seluruh PKP di Jawa dan Bali diwajibkan
untuk menggunakan e-Faktur dalam transaksinya.
3. Tahap III : mulai tanggal 1 Juli 2016, PKP di seluruh Indonesia wajib
menggunakan e-Faktur, serta sejak tanggal dikukuhkannya bagi PKP baru.
Sebagai persiapan penerapan e-Faktur tahap kedua, mulai tanggal 20 Mei s/d 30
Juni 2015 masing-masing Kantor Pelayanan Pajak menyelenggarakan sosialisasi
mengenai administratif dan tata cara penggunaan aplikasi e-Faktur. Hal ini dilakukan
untuk mempersiapkan penerapan e-Faktur yang efektif diterapkan pada tanggal 1 Juli
2015 di Jawa dan Bali.
Dalam penelitian ini, dengan menggunakan aplikasi e-Faktur penulis mencoba
untuk mencari kelemahan dan kelebihan aplikasi e-faktur dibandingkan dengan
pembuatan faktur pajak secara manual serta aplikasi SPT PPN 1111. Selain itu,
penulis mencoba menemukan apakah aplikasi tersebut dapat mengurangi kesalahan
dalam pengisian SPT PPN yang dapat mengakibatkan pembetulan SPT PPN.
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat dirumuskan
permasalahan yang menjadi objek pembahasan yakni, (a) Apakah kelebihan dan
kekurangan dari penerapan aplikasi e-Faktur? (b) Apakah penerapan e-Faktur dapat
mengurangi tingkat pembetulan SPT PPN oleh Wajib Pajak?
Adapun tujuan pada penelitian ini adalah untuk mengetahui kelebihan dan
kekurangan dari penerapan aplikasi e-Faktur, serta untuk mengetahui apakah
penerapan e-Faktur dapat mengurangi tingkat pembetulan SPT PPN oleh Wajib
Pajak.
TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Barang Kena Pajak (BKP)
BKP adalah barang yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2000 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang
dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah. Barang adalah barang berwujud,
yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak
bergerak, dan barang tidak berwujud (Pandiangan 2002:287).
Menurut Pandiangan (2002:290), penyerahan BKP adalah setiap kegiatan
penyerahan BKP. Yang termasuk dalam pengertian penyerahan BKP adalah:
1) Penyerahan hak atas BKP karena suatu perjanjian.
2) Pengalihan BKP oleh karena suatu perjanjian sewa beli dan perjanjian leasing.
3) Penyerahan BKP kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang.
4) Pemakaian sendiri dan atau pemberian cuma-cuma atas BKP.
5) Persediaan BKP dan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk
diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan,
sepanjang PPN atas perolehan aktiva tersebut menurut ketentuan dapat
dikreditkan.
6) Penyerahan BKP dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan penyerahan BKP
antar cabang.
7) Penyerahan BKP secara konsinyasi.
Pengertian PKP
Dalam (Mardiasmo, 2011:280), PKP adalah pengusaha yang melakukan
penyerahan BKP dan atau penyerahan JKP yang dikenai pajak berdasarkan Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah.dan perubahannya. Setiap WP sebagai
pengusaha yang dikenai PPN berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai
1984 dan perubahannya wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP.
Kewajiban dan Hak Perpajakan bagi Perusahaan yang PKP
Dalam (Mardiasmo, 2010:281), PKP berkewajiban, antara lain untuk :
1. Melaporkan usahanya untuk dikukuhkan menjadi PKP.
2. Memungut PPN dan PPn BM.
3. Menyetorkan PPN yang masih harus dibayar dalam hal Pajak Keluaran lebih
besar daripada Pajak Masukan yang dapat dikreditkan serta menyetorkan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah yang terutang, dan
4. Melaporkan perhitungan pajak.
Dalam (Muljono, 2010:5), PKP mempunyai hak, diantaranya:
1) Menerbitkan Faktur Pajak
Faktur pajak hanya boleh diterbitkan oleh pengusaha yang telah dikukuhkan
sebagai PKP karena faktur pajak yang dimiliki oleh pembeli merupakan Pajak
Masukan yang dapat dikreditkan oleh pembeli, sehingga pengusaha yang belum
dikukuhkan sebagai PKP tidak mempunyai hak untuk membuat faktur pajak.
2) Mengkreditkan Pajak Masukan
Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP tidak mempunyai hak untuk
mengkreditkan Pajak Masukan yang didapatkan dari penjual.
3) Meminta Kembali Kelebihan Pajak
Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP dapat meminta kembali apabila
terdapat kelebihan PPN atau PPn.BM yang telah dibayar atau telah dipungut
pihak lain.
Kewajiban membuat Faktur Pajak
Dalam (Muljono, 2010:45), PKP wajib membuat faktur pajak untuk setiap:
1. Penyerahan BKP di dalam Daerah Pabean yang Dilakukan oleh Pengusaha atau
ekspor BKP Berwujud oleh PKP dan/atau penyerahan BKP berupa aktiva yang
menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan oleh PKP, kecuali atas
penyerahan aktiva yang pajak masukannya tidak dapat dikreditkan;
2. Penyerahan JKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
3. Ekspor BKP Tidak Berwujud ata ekspor BKP berwujud;
4. Ekspor JKP.
Faktur Pajak Standar
Dalam (Muljono, 2010:45), sebuah faktur pajak harus mencantumkan
keterangan tentang penyerahan BKP atau penyerahan JKP, yang paling sedikit
memuat:
1. Nama, alamat, dan NPWP yang melakukan penyerahan atau pembelian BKP
atau JKP;
2. Jenis Barang atau Jasa, jumlah harga jual atau penggantian, dan potongan
harga;
3. PPN yang dipungut;
4. PPnBM yang dipungut;
5. Kode, nomor seri dan tanggal pembuatan FP; dan
6. Nama, jabatan, dan tanda tangan yang berhak.
Adapun yang dimaksud dengan syarat material adalah bahwa barang yang
diserahkan benar, baik secara nilai maupun jumlah. Demikian juga pengusaha yang
melakukan dan yang menerima penyerahan BKP tersebut sesuai dengan keterangan
yang tercantum pada faktur pajak.
Aplikasi E-Faktur
Aplikasi e-Faktur merupakan aplikasi yang disediakan oleh DJP sebagai
perbaikan sistem administrasi perpajakan yang ada. Dalam penggunaannya aplikasi
ini harus terkoneksi dengan jaringan internet. Sampai dengan 1 Juli 2015, KPP di
Jawa dan Bali senantiasa mengadakan sosialisasi e-Faktur. Setiap sosialisasi yang
diadakan, bertujuan untuk memberitahukan tata cara pendaftaran e-Faktur, tujuan dan
dasar hukum e-Faktur, serta sistem kerja e-Faktur. Dalam sosialisasi tersebut, setiap
wakil dari WP akan diberikan CD yang berisi aplikasi e-Faktur dummy, materi
sosialisasi e-Faktur, video tutorial e-Faktur, serta kumpulan pertanyaan mengenai e-
Faktur. Setiap peserta sosialisasi diwajibkan untuk membawa laptop untuk
mempraktikan langsung aplikasi e-Faktur pada waktu sosialisasi. Pada waktu
sosialisasi dilakukan, seluruh peserta wajib menggunakan aplikasi e-Faktur dummy
dengan mengikuti instruktur sosialisasi. Untuk selanjutnya, aplikasi e-Faktur dummy
tersebut dapat digunakan masing-masing peserta sebagai latihan setelah sosialisasi
selesai dilaksanakan. Aplikasi tersebut dapat memudahkan setiap orang yang ingin
belajar e-Faktur, tanpa harus takut jika data yang digunakan ter-upload di aplikasi
DJP. Mengingat aplikasi e-Faktur tersebut tidak terkoneksi dengan internet dan tidak
terhubung langsung dengan aplikasi DJP.
METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Jenis Penelitian yang digunakan oleh penulis adalah penelitian deskriptif
kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Metode penelitian deskriptif kualitatif
(Arikunto, 1996:243) adalah penelitian yang mengukur dan menggambarkan suatu
fenomena sosial berupa penerapan aplikasi e-Faktur dengan cara menghimpun fakta
yang ada pada KKP X dan mendeskripsikannya dalam kata-kata tanpa melakukan
pengujian hipotesis. Sedangkan yang dimaksud dengan penelitian studi kasus
(Subiyanto, 2000:143) adalah membandingkan penerapan aplikasi e-Faktur di KKP X
yang diteliti dengan konsep atau teori Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Undang-
Undang Perpajakan yang terkait. Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan
bahwa, penelitian ini difokuskan pada penerapan aplikasi e-Faktur pada KKP X yang
kemudian dianalisis dan dibandingkan dengan teori PPN beserta Undang-Undang
Perpajakan terkait yang menjadi landasan penelitian.
Objek dan Waktu Penelitian
Obyek penelitian adalah segala aktivitas yang berkaitan dengan penerapan e-
Faktur. Lokasi penelitian adalah pada KKP X yang berlokasi di Malang. Penelitian
dilakukan dengan mengambil data primer di KKP X. Jangka waktu penelitian
dilakukan selama kurang lebih 2,5 bulan dari tanggal 15 Juni 2015 – 31 Agustus
2015.
Pemilihan Informan
Pada penelitian kualitatif ini, informasi diperoleh langsung dari informan untuk
memperoleh data primer. Informan tersebut diwawancarai secara mendalam yang
berkaitan dengan permasalahan yang akan diteliti dan dibahas dalam penelitian ini.
Informan pada penelitian kualitatif ini dipilih dan ditentukan dengan pertimbangan-
pertimbangan tertentu yang telah ditentukan oleh peneliti. Informan tersebut adalah
staf yang bertugas melaksanakan jasa perhitungan, pelaporan, sekaligus pembetulan
SPT PPN. Terdapat 2 informan yang digunakan dalam penelitian ini, berikut ini profil
kedua informan tersebut: Tabel 3.3.
Profil Informan
NO. KRITERIA INFORMAN 1 INFORMAN 2
1. Jabatan Staf perpajakan Staf perpajakan
2. Lama Kerja 2 tahun 4 tahun
3. Usia 29th 24th
4. Pengalaman
Kerja
Akuntan, bag.
pemasaran
-
5. Pendidikan
Terakhir
S1 D1
6. Jurusan Akuntansi Komputer Aplikasi Bisnis Administrasi
Perkantoran dan Ekspor Impor
Kedua informan tersebut dipilih dari 6 staf KKP X karena merupakan staf yang
bertugas melaksanakan jasa perhitungan, pelaporan, hingga pembetulan SPT PPN.
Dengan pengalaman kerja yang sudah lebih dari 1 tahun, kedua informan ini telah
menguasai aplikasi SPT PPN 1111 dan aplikasi e-Faktur. Selain itu seiring
diterapkannya aplikasi e-Faktur ini, kedua informan tersebut bertugas sebagai
pemandu kliennya untuk belajar dan mengaplikasikan aplikasi e-Faktur sehingga
informan tersebut cukup sesuai dengan tujuan penelitian ini. Dalam memandu
kliennya, komunikasi yang dilakukan kedua informan tersebut dengan kliennya
yaitu: berkomunikasi secara langsung, komunikasi via telepon, serta komunikasi
melalui blackberry messager.
Metode Analisis Data
Metode analisis data merupakan pendiskripsian mengenai teknik analisis data
yang digunakan untuk menganalisis data yang telah dikumpulkan. Berikut adalah
langkah-langkah analisis data yang dilakukan penulis:
1.) Memperoleh informasi mengenai daftar klien KKP X dari SPT Tahunan 2014.
2.) Membandingkan SPT PPN dengan SPT PPN pembetulannya untuk mengetahui
penyebab dilakukannya pembetulan SPT PPN klien.
3.) Melakukan wawancara dengan staf KKP X untuk mengetahui penyebab
dilakukannya pembetulan SPT PPN oleh klien untuk SPT PPN tahun 2010-2014.
4.) Mengikuti sosialisasi di KPP mengenai persiapan serta tata cara penggunaan
aplikasi e-Faktur dengan menggunakan aplikasi e-Faktur dummy untuk
mempraktikannya.
5.) Melakukan wawancara untuk mengetahui perbedaan FP yang dulu dengan FP
dari aplikasi e-Faktur, serta kendala yang dihadapi kedua informan dalam
penerapan e-Faktur.
6.) Melakukan wawancara dengan 2 informan mengenai beberapa penyebab
pembetulan yang dapat dan atau tidak dapat dicegah dengan diterapkannya
aplikasi e-Faktur.
7.) Menganalisis perbedaan faktur pajak manual dengan faktur pajak yang dihasilkan
dari aplikasi e-Faktur.
8.) Menganalisis kelemahan dan kelebihan aplikasi e-Faktur dibandingkan dengan
aplikasi SPT PPN 1111 dengan menggunakan aplikasi e-Faktur.
9.) Menganalisis cara kerja aplikasi e-Faktur untuk mengurangi dan atau mencegah
penyebab dilakukannya pembetulan SPT PPN.
10.) Menarik kesimpulan mengenai cara kerja aplikasi e-Faktur yang dapat
mengurangi bahkan dapat mencegah sebab-sebab dilakukannya pembetulan SPT
PPN.
Untuk menetapkan keabsahan (trustworthiness) data diperlukan teknik
pemeriksaan data. Dalam penelitian ini, teknik pemeriksaan data yang digunakan
yaitu triangulasi. Triangulasi ini selain digunakan untuk mengecek kebenaran data
juga dilakukan untuk memperkaya data. Triangulasi dapat dilakukan dengan
menggunakan teknik yang berbeda (Nasution, 2003:115) yaitu wawancara, observasi
dan dokumentasi.
Dalam Moleong (2001:178), menurut Denzin (1978) membedakan empat
macam triangulasi, antara lain: (1) triangulasi dengan sumber, (2) triangulasi dengan
metode, (3) triangulasi dengan penyidik, serta (4) triangulasi dengan teori. Pada
penelitian ini, dari keempat macam triangulasi tersebut, peneliti hanya menggunakan
triangulasi dengan metode atau teknik. Triangulasi dengan teknik berarti peneliti
menggunakan teknik pengumpulan data yang berbeda-beda untuk mendapatkan data
dari sumber yang sama. Dalam hal ini peneliti menggunakan observasi partisipatif,
wawancara mendalam, serta dokumentasi untuk sumber data yang sama yaitu 2
informan yang merupakan staf dari KKP X.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Kantor Konsultan Pajak (KKP) X
KKP X didirikan pada tahun 2011 berdasarkan Izin DJP No. SI-2002/PJ/2011
yang telah Bersertifikat Konsultan Pajak Brevet B. KKP ini memberikan jasa
pelayanan berupa Jasa Akuntansi maupun Jasa Perpajakan. KKP X merupakan salah
satu KKP ternama di Kota Malang.
KKP X beroperasi dari jam 07.30 WIB- 17.00 WIB. KKP ini banyak dicari
pengusaha untuk menyelesaikan masalah perpajakan yang sedang dihadapi usahanya.
Klien dari KKP ini tidak hanya berasal dari dalam kota Malang saja, melainkan
banyak bertempat tinggal di luar kota seperti : Blitar, Surabaya, Bandung, dan lain-
lain.
Jasa yang ditawarkan oleh KKP X dibedakan menjadi jasa akuntansi dan jasa
perpajakan. Jasa perpajakan merupakan jasa utama yang ditawarkan oleh KKP. Jasa
perpajakan inilah yang paling banyak dibutuhkan oleh para klien KKP dalam
menghadapi masalah perpajakannya. Jasa pelaksanaan kewajiban pajak bulanan dan
tahunan merupakan salah satu jasa perpajakan yang ditawarkan oleh KKP X,
termasuk di dalamnya berupa jasa perhitungan, penyetoran dan pelaporan PPN &
PPnBM.
Perbedaan Faktur Pajak Kertas dengan Faktur Pajak dari Aplikasi E-Faktur
FP yang dibuat secara manual, dalam hal ini dapat disebut sebagai FP Kertas,
sedangkan FP yang dibuat dari aplikasi e-Faktur disebut dengan FP Elektronik.
Perbedaan antara FP Kertas dengan FP dari aplikasu e-Faktur diperoleh dengan
membandingkan PER-16/PJ/2014 yang mengatur tentang Tata Cara Pembuatan Dan
Pelaporan Faktur Pajak Berbentuk Elektronik serta Peraturan DJP Nomor PER-
24/PJ/2012 tentang Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan, Prosedur
Pemberitahuan dalam Rangka Pembuatan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian,
dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-17/PJ/2014, berikut
ini beberapa perbedaannya:
1.) Tanda Tangan PKP atau Pegawai yang Bersangkutan
Tanda tangan FP yang dibuat secara manual, menggunakan tanda tangan basah
dari PKP atau pegawai bersangkutan. Sedangkan untuk FP dari aplikasi e-Faktur,
kode QR digunakan sebagai pengganti tanda tangan PKP.
2.) Format atau lay out
Format FP dengan aplikasi e-Faktur ditentukan oleh aplikasi/sistem yang
disediakan oleh DJP, dalam hal ini yaitu aplikasi e-Faktur, sedangkan format
untuk FP kertas yaitu bebas, tidak ada format khusus yang wajib digunakan
namun FP tetap harus dibuat sesuai dengan PER-24/PJ/2012 tentang Bentuk,
Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan, Prosedur Pemberitahuan dalam
Rangka Pembuatan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian, dan Tata Cara
Pembatalan Faktur Pajak.
3.) Bentuk dan Jumlah Lembar
Berdasarkan PER-24/PJ/2012 tentang Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian
Keterangan, Prosedur Pemberitahuan dalam Rangka Pembuatan, Tata Cara
Pembetulan atau Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak, FP
Manual yang digunakan diwajibkan dalam bentuk kertas (hardcopy) dengan
jumlah lembar minimal 2. Sedangkan untuk FP dari aplikasi e-Faktur tidak wajib
dicetak dalam bentuk kertas (hardcopy).
4.) PKP yang Membuat
Seluruh PKP di Indonesia wajib membuat FP dalam bentuk kertas. Namun
setelah 1 Juli 2014, beberapa PKP yang ditetapkan oleh DJP diwajibkan untuk
membuat FP dengan aplikasi e-Faktur. Dalam hal ini, tidak semua PKP yang
berkewajiban membuat FP Elektronik tetapi hanya PKP yang ditunjuk oleh DJP
berdasarkan KEP-136/PJ/2014 tentang Penetapan Pengusaha Kena Pajak yang
Diwajibkan Membuat Faktur Pajak Berbentuk Elektronik.
5.) Permintaan NSFP
Saat ini penerapan aplikasi e-Faktur difasilitasi dengan aplikasi e-Nofa yang
dibuat oleh DJP untuk memudahkan PKP dalam melaksanakan aplikasi
perpajakannya. Dengan e-Nofa, PKP tidak harus datang ke KPP untuk meminta
NSFP karena hal itu dapat dilakukan secara online menggunakan Sertifikat
Elektronik. Berbeda dengan Faktur Pajak Kertas, PKP tidak diwajibkan memiliki
sertifikat elektronik sehingga tidak ada akses untuk masuk ke dalam aplikasi e-
Nofa yang ada. Sehingga PKP harus datang langsung ke KPP untuk meminta
NSFP.
6.) Prosedur Pelaporan Faktur Pajak
Pada aplikasi e-Faktur, baik FP keluaran ataupun FP masukan harus di-upload
terlebih dahulu untuk mendapatkan kode QR dan pengesahan FP dari DJP.
Dengan begitu FP tersebut dapat masuk ke dalam SPT PPN yang akan dibuat.
Berbeda dengan FP Kertas, PKP tidak diwajibkan untuk meng-upload FP yang
ada sebelum pelaporan SPT PPN. FP masukan dan FP keluaran hanya perlu
dicantumkan pada daftar pajak keluaran dan pajak masukan pada saat membuat
SPT PPN.
7.) Pelaporan SPT PPN
Pelaporan FP Kertas menggunakan aplikasi SPT PPN 1111, sedangkan pada FP
Elektronik pembuatan serta pelaporan FP dapat dilakukan dalam 1 aplikasi yang
sama yaitu aplikasi e-Faktur.
8.) Mata Uang Faktur Pajak
Untuk FP kertas, penggunaan mata uang selain rupiah diperbolehkan. Sedangkan
untuk FP yang dibuat dengan menggunakan aplikasi e-Faktur, mata uang yang
digunakan hanya mata uang rupiah. Untuk transaksi dengan mata uang selain
rupiah harus dikonversikan terlebih dahulu ke dalam rupiah.
Kelebihan Aplikasi E-Faktur
Penerapan aplikasi e-Faktur tahap kedua yang akan efektif dilaksanakan pada
tanggal 1 Juli 2015 membutuhkan banyak persiapan. Dari mulai pengadaan
sosialisasi, pendaftaran sertifikat elektronik, hingga penginstalan aplikasi e-Faktur
yang asli oleh PKP. Lalu sebenarnya apakah kelebihan yang dimiliki aplikasi e-
Faktur dibandingkan jika FP dibuat secara manual dan pengisian SPT dengan aplikasi
e-SPT PPN 1111. Berdasarkan hasil wawancara yang diperoleh serta observasi yang
dilakukan, maka berikut ini kelebihan serta kelemahan yang ditemukan dari
penerapan aplikasi e-Faktur pada dari sudut pandang KKP X:
1.) Dapat mencegah adanya Faktur Pajak fiktif
“penerapan e-Faktur ini dapat mencegah adanya FP fiktif karena tidak semua
orang bisa membuat FP seperti dulu. FP dari aplikasi e-Faktur saat ini
menggunakan kode QR sebagai ganti tanda tangan Direktur selain itu untuk
mendapatkan kode tersebut FP harus di-upload terlebih dahulu melalui aplikasi
e-Faktur...”, pendapat informan 1.
Adanya Faktur Pajak Fiktif tidak hanya merugikan Negara saja, tetapi juga
pihak-pihak terkait di dalamnya. Tanda tangan basah yang digantikan dengan
kode QR, mengakibatkan tidak setiap orang bisa membuat FP. Kode QR yang
terdapat pada FP harus melalui pendaftaran sertifikat elektronik yang sah agar
dapat menginstal aplikasi e-Faktur. Selain itu, pengawasan dapat dilakukan oleh
DJP dengan mudah, karena setiap FP yang akan diberikan kepada lawan
transaksi harus terlebih dulu di-upload, sehingga setiap FP masukan dan FP
keluaran akan terlapor secara otomatis ke dalam program DJP sebelum pelaporan
SPT PPN. Dengan demikian dapat ditemukan dengan mudah, jika ada FP fiktif
ataupun FP yang tidak dilapor oleh salah satu lawan transaksi.
2.) Lebih Efisien dalam hal transaksi Faktur Pajak
“...dengan aplikasi e-Faktur ini, transaksi FP antara PKP penjual dan PKP
pembelian dapat lebih efisien karena FP tersebut bisa langsung di-email berupa
file PDF tanpa harus dicetak..”, pendapat informan 2.
Penerapan e-Faktur tidak mewajibkan WP untuk mencetak FP, sehingga FP
dapat diberikan kepada lawan transaksi dalam bentuk PDF. Dengan bentuk file
pdf, pengiriman FP dapat dilakukan melalui email ataupun dengan media sosial
lainnya sehingga hal tersebut dapat menghemat waktu dan biaya bagi PKP dalam
setiap transaksinya.
3.) Meminimalisir Tingkat Kesalahan Nominal Faktur Pajak
“...harga barang dalam aplikasi e-Faktur harus selalu di-update , hal ini akan
meningkatkan kehati-hatian dalam membuat FP keluaran...”, pendapat informan
2.
Dalam aplikasi e-Faktur, ketika terdapat perubahan harga barang, maka harga
barang pada daftar harus selalu di-update karena harga tersebut akan
berpengaruh terhadap total DPP FP. Dengan keharusan semacam ini, maka
tingkat kehati-hatian pembuat FP akan semakin tinggi. Selain itu, perhitungan
total DPP terhitung secara otomatis sehingga terjadinya kesalahan nominal FP
dapat diminimalisir.
4.) Lebih Mudah ketika Meminta NSFP
“...dengan sertifikat elektronik yang dimiliki masing-masing PKP, permintaan
NSFP dapat dilakukan secara online melalui e-Nofa...”, pendapat informan 1.
Aplikasi e-Faktur erat kaitannya dengan aplikasi e-Nofa dalam penerapannya.
Untuk menggunakan aplikasi e-Faktur, setiap PKP wajib mendaftarkan diri untuk
memperoleh sertifikat elektronik. Dengan sertifikat elektronik tersebut, PKP
dapat mengajukan permohonan dan memperoleh NSFP secara online dengan
menggunakan program e-Nofa, sehingga tidak perlu datang langsung ke KPP
untuk meminta NSFP. Dengan adanya aplikasi ini pengawasan terhadap PKP
juga dapat terbantu. PKP tidak bisa lagi mendaftarkan alamat fiktif untuk tempat
usahanya karena semuanya akan terdeteksi melalui e-Nofa. Penomoran faktur
pajak pun lebih valid dan dapat ditelusuri dengan aplikasi e-Nofa ini.
Kelemahan Aplikasi e-Faktur
Aplikasi e-Faktur tidak hanya memiliki kelebihan dalam penerapannya.
Terdapat beberapa faktor yang menjadi kelemahan dalam penerapannya, berikut ini
merupakan kelemahan e-Faktur:
1.) Harus Tersedianya Koneksi Internet
“...tidak semua tempat kerja klien tersedia sarana wifi sehingga beberapa klien
harus membeli modem terlebih dahulu untuk menjalankan aplikasi e-Faktur.
Selain itu, kecepatan internet juga berpengaruh terhadap kerja aplikasi e-Faktur
tersebut sehingga banyak komplain dari klien mengenai lamanya proses approve
ketika meng-upload FP...” pendapat dari informan 2.
Aplikasi e-Faktur tidak dapat dijalankan tanpa adanya koneksi internet,
mengingat aplikasi ini terkoneksi langsung dengan aplikasi DJP. Namun pada
faktanya, tidak semua PKP memiliki koneksi internet di tempat operasionalnya.
Untuk itu setiap PKP dituntut untuk menyediakan sarana internet. Hal ini sedikit
memberatkan PKP dalam hal persiapan penerapan e-Faktur.
2.) Waktu yang dibutuhkan untuk membuat FP Keluaran Lebih Lama
“...daftar harga per unit barang akan berpengaruh terhadap perhitungan DPP
FP keluaran yang dibuat sehingga jika terjadi perubahan harga maka daftar
harga per unit tersebut harus selalu diperbarui. Ini yang membuat petugas
pembuat FP akan memiliki pekerjaan lebih..” pendapat informan 1.
Selain menjadi kelebihan, hal ini juga dapat menjadi kelemahan pada penerapan
e-Faktur. Daftar harga barang pada aplikasi e-Faktur harus selalu di-update
karena ketika FP dibuat, harga barang akan otomatis muncul sesuai kode barang
yang dipilih. Hal ini akan berpengaruh terhadap DPP FP keluaran yang dibuat.
Jika setiap terjadi perubahan harga barang harus dilakukan update, maka dalam
pembuatan FP keluaran akan membutuhkan waktu lebih lama daripada
pembuatan FP secara manual. Selain itu, keharusan untuk selalu meng-update
harga barang memberikan pekerjaan yang lebih untuk staf yang bertugas
membuat FP keluaran.
3.) Waktu yang dibutuhkan untuk membuat meng-input FP masukan lebih lama
“Kalo dulu kita bisa masukan FP masukan maupun FP keluaran secara
bersamaan dengan menggunakan skema impor. Tapi untuk aplikasi e-Faktur ini
belum diketahui format skema impor yang digunakan untuk mengimpor FP
sehingga input FP harus dilakukan satu per satu secara manual...” pendapat
informan 2.
Hingga saat ini, belum ada contoh skema impor yang dapat memudahkan PKP
untuk meng-input seluruh FP secara bersamaan. Selain itu, ketika sosialisasi e-
Faktur tidak diajarkan untuk membuat skema impor aplikasi e-Faktur sehingga
untuk meng-input FP masukan harus dilakukan satu per satu. Hal ini
menyebabkan waktu untuk meng-input FP masukan lebih lama dibandingkan jika
menggunakan skema impor.
4.) Adanya FP yang Gagal Approve
“...FP yang tanggalnya dibuat sebelum tanggal permintaan NSFP tidak dapat
di-approve oleh DJP, sehingga untuk FP masukan harus diminta FP pengganti
atas FP tersebut...” pendapat informan 2.
Hal ini berkaitan dengan SE-26/PJ/2015 tentang Penegasan Penggunaan NSFP
Dan Tata Cara Pembuatan Faktur Pajak yang resmi dikeluarkan pada 2 April
2015. Surat Edaran tersebut berisi mengenai penjelasan dalam pelaksanaan
Peraturan DJP Nomor PER-24/PJ/2012 tentang Bentuk, Ukuran, Tata Cara
Pengisian Keterangan, Prosedur Pemberitahuan dalam rangka Pembuatan, Tata
Cara Pembetulan atau Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan DJP Nomor
PER-17/PJ/2014 dan Peraturan DJP Nomor PER16/PJ/2014 tentang Tata Cara
Pembuatan dan Pelaporan Faktur Pajak Berbentuk Elektronik. Salah satu
penjelasannya yaitu NSFP yang diberikan oleh DJP digunakan untuk membuat
FP pada tanggal Surat Pemberian NSFP atau tanggal sesudahnya dalam tahun
yang sama dengan Kode Tahun yang tertera pada NSFP tersebut. Untuk FP
dengan tanggal FP sebelum tanggal Surat Pemberian NSFP harus diilakukan
penggantian FP. FP tersebut tidak dapat masuk ketika di-input ke dalam aplikasi
e-Faktur.
Penyebab Dilakukannya Pembetulan SPT PPN oleh Klien KKP X
SPT Pembetulan adalah SPT yang disampaikan kembali yang berisi perubahan
data, perubahan data tersebut bisa berupa jumlah pajak yang disetor atau data lainnya
yang berbeda dengan SPT sebelumnya. SPT pembetulan disampaikan dengan
dilampiri SPT sebelumnya, jika pembetulan pertama maka dilampiri dengan SPT
Normal. Pembetulan SPT PPN sering kali dilakukan oleh WP, termasuk beberapa
klien di KKP X.
Berdasarkan hasil observasi selama kurang lebih 2,5 bulan pada KKP X, dapat
diketahui dari 42 klien KKP X 18 diantaranya merupakan PKP. Selanjutnya dari 18
PKP, 11 diantaranya pernah melakukan Pembetulan SPT PPN. Ini menunjukkan
bahwa Pembetulan SPT PPN merupakan salah satu masalah yang timbul dalam
Pelaporan SPT PPN. Lebih dari 50 % klien PKP yang pernah melakukan Pembetulan
PPN. Berdasarkan hasil wawancara kepada staf KKP X, berikut ini adalah alasan
terjadinya pembetulan SPT PPN:
1.) Adanya Kesalahan Identitas lawan transaksi dalam FP keluaran
“Adanya kesalahan identitas dalam FP Keluaran, padahal ini informasi kita
dapat dari mereka ...”, hasil wawancara dengan informan 2.
Ketika membuat FP keluaran, KKP X membutuhkan data identitas lawan
transaksi dari klien. Identitas lawan transaksi ini meliputi: NPWP, nama, dan
alamat. Terkadang identitas klien yang sudah digunakan selama beberapa bulan,
ternyata mendapat komplain dari lawan transaksi karena adanya kesalahan
identitas sehingga seluruh SPT PPN yang berkaitan dengan identitas tersebut
harus dilakukan pembetulan. Hal ini sering terjadi pada data NPWP ataupun
Nama lawan transaksi.
2.) Adanya FP keluaran yang tidak dilaporkan
“...alasannya ada FP Keluaran yang belum terlapor...”, hasil wawancara
dengan informan 1.
Tidak semua klien menggunakan jasa pembuatan FP dari KKP X. Mereka lebih
banyak membuat FP sendiri dalam transaksinya, sehingga ketika akan dibuat
SPT Masa PPN, staf KKP X harus meminta data berupa FP keluaran dan FP
masukan terlebih dahulu kepada klien. Dalam hal ini, terkadang FP keluaran
yang diberikan hanya sebagian atau belum lengkap, sehingga ada FP keluaran
yang belum dilaporkan. Jika ada FP keluaran yang belum dilaporkan di masa
pajak yang bersangkutan, maka harus dilakukan pembetulan atas SPT PPN di
masa tersebut. Mengingat FP keluaran yang dibuat di masa tertentu harus
dilaporkan di masa itu juga.
3.) Adanya Omzet tambahan yang belum Dilaporkan
“...Adanya omzet tambahan yang belum dilapor, biasanya omzet penjualan retail
jadi yang penjualannya tanpa FP....”, hasil wawancara dengan informan 2.
Beberapa klien dari KKP X melakukan pembetulan karena adanya omzet yang
belum dilaporkan. Omzet yang dimaksud disini adalah omzet yang tidak
dipungut PPN, atau omzet yang PPN-nya digungung, sehingga ketika pengisian
SPT PPN tidak ada data valid berupa FP keluaran melainkan perhitungan total
yang dibuat oleh klien dari penjualan retail atau eceran tanpa FP.
4.) Adanya Kesalahan Nominal Faktur Pajak
“...alasannya karena mereka salah lapor nominal FP Keluaran jadi harus
dilakukan pembetulan...”, hasil wawancara dengan informan 2.
Ada beberapa alasan terjadinya kesalahan nominal FP dalam SPT PPN, antara
lain: adanya potongan harga yang belum dimasukkan dalam FP, adanya
kesepakatan harga baru yang dibuat antara penjual dan pembeli, dan adanya
kesalahan dalam membuat skema impor. Jika pembetulan SPT PPN terjadi
karena kesalahan nominal FP, maka hal ini dapat berpengaruh terhadap total PPN
yang harus disetor.
5.) Keterlambatan Klien dalam Memberikan data Faktur Pajak
“...Klien telat kirim FP, sehingga SPT PPN-nya dibuat nihil terlebih dahulu
daripada telat lapor. Lalu dilakukan pembetulan nanti...”, hasil wawancara
dengan informan 2.
Ketika KKP X meminta data berupa FP, terkadang ada beberapa klien yang
terlambat memberikan data tersebut. Oleh karena itu, agar pelaporan SPT PPN
tidak terlambat maka SPT PPN sengaja dibuat nihil terlebih dahulu. Untuk
selanjutnya pasti akan dilakukan Pembetulan SPT PPN. Hal ini dilakukan oleh
KKP X untuk menghindari denda keterlambatan yaitu sebesar Rp 500.000,00.
Namun hal ini jarang terjadi dalam KKP X, pelaporan SPT PPN Nihil ini lebih
sering dilakukan oleh beberapa klien yang membuat dan melaporkan SPT PPN-
nya sendiri.
6.) Adanya Kesalahan Pengisian SPT PPN oleh Klien
“...(1) Ada FP yang belum dilapor, (2) Adanya omzet tambahan yang belum
dilapor, biasanya omzet penjualan retail jadi yang penjualannya tanpa FP, (3)
Adanya kesalahan pengisian SPT PPN oleh klien. Alasan k-2 dan ke-3 tersebut
berpengaruh terhadap kurang bayar atau lebih bayar dalam SPT PPN, karena
mereka salah perhitungan dari januari 2014 maka pembetulan yang dilakukan
juga harus 1 tahun masa pajak karena saling berkaitan hingga desember
2014...”, hasil wawancara dengan informan 2.
Tidak semua klien mengetahui dengan benar pengisian SPT PPN. Ada beberapa
klien yang salah ketika memasukan nominal lebih bayar masa sebelumnya ke
dalam SPT PPN masa tertentu. Hal ini akan berpengaruh besar terhadap total
PPN yang harus disetor ataupun hasil lebih bayar pada masa tersebut. Untuk itu,
klien tersebut menggunakan jasa KKP X untuk melakukan pembetulan SPT
PPN. Tidak hanya beberapa bulan saja, pembetulan yang dilakukan bisa jadi
langsung 1 tahun masa pajak karena SPT PPN satu sama lain berkaitan jika
terjadi lebih bayar di masa-masa tertentu. Hal ini terjadi akibat kesalahan klien
dalam mengisi SPT PPN.
7.) Terjadi Pembetulan Nomor Seri Faktur Pajak
“...Ada Nomor Seri Faktur Pajak (NSFP) ganda jadi harus pembetulan ...”, hasil
wawancara dengan informan 1.
Pembetulan SPT PPN yang terjadi akibat adanya pembetulan NSFP bisa terjadi
dari pihak penjual ataupun dari pihak pembeli. Pembetulan NSFP yang terjadi
misalnya: adanya NSFP yang ganda, atau ada NSFP yang belum terpakai.
Mengingat NSFP yang digunakan dalam FP keluaran selalu runtun sesuai tanggal
transaksi, jika hal ini terjadi maka harus dilakukan pembetulan pada masa SPT
PPN yang berkaitan dengan lawan transaksi tersebut. Bisa jadi klien harus
melakukan pembetulan SPT PPN dalam 1 masa tahun pajak, jika setiap bulannya
klien melakukan transaksi dengan lawan transaksi yang melakukan pembetulan
NSFP tersebut.
Penerapan e-Faktur untuk Mengurangi Tingkat Pembetulan SPT PPN
Penerapan e-Faktur yang dilakukan oleh DJP ini dilatarbelakangi karena
maraknya penyalahgunaan FP serta tingginya biaya kepatuhan dan beban pengawasan
administrasi perpajakan. Lalu jika dikaitkan dengan masalah yang ada di KKP X
yaitu banyaknya pembetulan SPT PPN yang terjadi, kasus ini merupakan salah satu
biaya kepatuhan yang harus dikeluarkan oleh WP dalam administrasi perpajakannya
karena untuk SPT PPN pembetulan kurang bayar dikenai denda 2% dari kurang bayar
yang timbul dari adanya pembetulan SPT PPN. Contoh pembetulan SPT PPN yang
dilakukan oleh klien KKP X dengan alasan pembetulan yang berbeda-beda, lalu
apakah penerapan e-Faktur dapat mengatasi masalah yang ada tersebut. Untuk itu,
analisis diilakukan dengan mengkaitkan antara penyebab terjadinya pembetulan SPT
PPN klien KKP X dengan cara kerja e-Faktur. Berikut ini merupakan 5 alasan klien
KKP X melakukan Pembetulan beserta solusi yang diberikan melalui aplikasi e-
Faktur:
1.) Adanya Kesalahan Identitas lawan transaksi dalam FP keluaran
“Dalam aplikasi e-Faktur ini, kita harus mengisi detail identitas klien dengan
lengkap, sebelum membuat FP keluaran. Identitas tersebut antara lain: NPWP,
nama, alamat lengkap, jika salah satu keterangan alamat tidak diisi maka harus
diisi dengan tanda “-“. Jika tidak diisi, identitas tersebut dianggap tidak
lengkap. Selain itu, identitas yang sudah tersimpan akan secara otomatis masuk
ke dalam daftar lawan transaksi sehingga untuk selanjutnya tidak perlu mengisi
identitas lawan transaksi yang bersangkutan”, pendapat informan 1.
NPWP merupakan salah satu identitas yang harus dilengkapi dalam membuat FP
keluaran. Kesalahan NPWP seringkali terjadi dalam pembuatan Faktur Pajak.
Dalam aplikasi e-Faktur, jika NPWP yang diisikan salah, maka terdapat
peringatan bahwa NPWP tidak valid. Jika dalam pembuatan FP keluaran
sebelumnya menggunakan aplikasi Microsoft Office Exel NPWP tidak dapat
diketahui kebenarannya dan dapat diisikan apasaja, maka dengan aplikasi e-
Faktur kesalahan NPWP lawan transaksi bisa dideteksi langsung. Dengan begitu,
kemungkinan terjadinya Pembetulan SPT PPN akibat kesalahan identitas lawan
transaksi dapat dikurangi dengan diterapkannya e-Faktur.
2.) Adanya FP keluaran yang tidak dilaporkan
Dalam Aplikasi e-Faktur, setiap FP keluaran yang dibuat harus di-upload terlebih
dahulu untuk mendapatkan kode QR sebagai pengganti tanda tangan basah dan
dianggap faktur sah oleh DJP.
“Kalau FP yang dibuat secara manual harus ada tanda tangan direktur atau
pengurus, sedangkan kalo di e-Faktur ini tanda tangannya harus pakai barcode.
Cara dapat barcode itu tadi kita harus meng-upload faktur pajak tersebut
terlebih dahulu sebelum dicetak. Selanjutnya ketika posting FP, FP Keluaran
yang sudah di-upload tersebut secara otomatis akan masuk ke dalam SPT PPN
masa yang bersangkutan. Jadi tidak akan ada FP Keluaran yang tidak terlapor”,
pendapat informan 2.
Hal ini menunjukan bahwa setiap FP yang akan diberikan kepada lawan transaksi
akan di-upload terlebih dahulu, sehingga kesalahan berupa FP keluaran yang
tidak dilapor dapat dikurangi. Mengingat setiap FP keluaran yang sudah di-
upload akan secara otomastis masuk ke dalam SPT PPN masa faktur pajak
tersebut ketika dilakukan posting faktur.
3.) Adanya Kesalahan Nominal FP
“Ketika membuat FP Keluaran detail transaksi dalam aplikasi e-Faktur diisi
secara rinci, mulai dari: harga per unit, kode barang, nama barang, jumlah unit
yang dijual. Perhitungan DPP PPN pun terkalkulasi secara otomatis di sini. Jadi
kemungkinan kesalahan nominal FP kecil sekali dengan adanya aplikasi e-
Faktur” pendapat informan 2.
Dalam aplikasi e-Faktur, ketika pembuatan FP keluaran detail transaksi seperti:
harga satuan barang, kode barang, dan jumlah barang yang diperdagangkan harus
diisi terlebih dahulu. Selain itu harga barang per unit harus selalu di-update jika
terjadi perubahan harga barang. Selanjutnya total DPP PPN akan terhitung secara
otomatis dari aplikasi tersebut. Dengan adanya daftar harga barang serta
perhitungan secara otomatis, maka kesalahan nominal FP akan semakin kecil
terjadi.
4.) Keterlambatan Klien dalam Memberikan data FP
“Dalam aplikasi e-Faktur, aplikasi pembuatan FP dan pembuatan SPT PPN
merupakan satu kesatuan dalam aplikasi e-Faktur. Untuk FP Masukan kita
memang menunggu data dari klien, tetapi FP Masukan tersebut dapat
dikreditkan maksimal 3 bulan. Untuk FP Keluaran kita tidak harus menunggu
data dari klien untuk membuat SPT PPN sehingga penyebab kelima ini dapat
dicegah dengan aplikasi e-Faktur”, pendapat informan 1.
Pembetulan SPT PPN yang disebabkan karena keterlambatan klien dalam
memberikan data FP akan dapat dicegah dengan aplikasi e-Faktur. Dalam
Aplikasi e-Faktur, setiap FP keluaran yang dibuat harus di-upload terlebih dahulu
untuk mendapatkan kode QR sebagai pengganti tanda tangan basah dan dianggap
faktur sah oleh DJP. Hal ini menunjukkan bahwa setiap FP yang akan diberikan
kepada lawan transaksi akan di-upload terlebih dahulu, sehingga FP yang sudah
di-upload akan secara otomastis masuk ke dalam SPT PPN ketika dilakukan
posting faktur pajak masa tersebut tanpa meminta lagi data FP dari klien.
5.) Terjadi Pembetulan NSFP dari Lawan Transaksi
“Dalam aplikasi e-Faktur, setiap NSFP yang sudah digunakan tidak dapat
digunakan lagi secara otomatis. Selain itu, kita harus memasukkan terlebih
dahulu NSFP yang diperoleh dari DJP sehingga selain NSFP tersebut aplikasi e-
Faktur akan menolaknya. Begitu juga ketika meng-input FP Masukkan. Jadi
untuk penyebab yang ketujuh dapat dicegah dengan aplikasi e-Faktur ini”,
pendapat informan 1.
Jika nomor seri FP keluaran diisi dengan nomor yang sudah digunakan, muncul
pemberitahuan dari aplikasi bahwa nomor seri tersebut sudah digunakan.
Sehingga NSFP yang sama tidak dapat digunakan. Hal ini memberikan
kemungkinan tidak akan terjadi NSFP ganda yang akan digunakan pada FP
keluaran yang dibuat oleh lawan transaksi sebagai FP masukan klien.
Kemungkinan terjadinya pembetulan NSFP dapat dikurangi. Namun hal ini juga
tergantung dari kehati-hatian penggunaan jatah NSFP lawan transaksi untuk
membuat FP keluarannya.
Berdasarkan analisis di atas, dari 7 penyebab dilakukannya pembetulan SPT
PPN oleh klien KKP X, 5 diantaranya dapat dikurangi atau bahkan dicegah dengan
aplikasi e-Faktur. 5 penyebab terjadinya pembetulan SPT PPN tersebut, antara lain:
adanya kesalahan identitas lawan transaksi dalam FP keluaran, adanya FP keluaran
yang tidak dilaporkan, adanya kesalahan nominal faktur pajak, keterlambatan klien
dalam memberikan data faktur pajak, dan terjadinya pembetulan NSFP dari lawan
transaksi. Selain itu, berikut ini 2 penyebab terjadinya pembetulan SPT PPN yang
tidak dapat diatasi dengan aplikasi e-Faktur, yaitu:
1.) Adanya Omzet Tambahan yang Belum Dilaporkan
Pembetulan SPT PPN yang terjadi karena adanya omzet tambahan yang belum
dilapor tidak dapat dicegah dengan aplikasi e-Faktur karena dalam hal ini tidak
ada dokumen yang dapat digunakan sebagai perhitungan otomatis dari omzet
tersebut seperti faktur pajak.
Menurut pendapat informan 1 dalam wawancara, “Informasi mengenai omzet
retail ini sepenuhnya diperoleh dari klien, sehingga penyebab ketiga ini tidak
dapat dicegah atau tidak dapat dikaitkan dengan aplikasi e-Faktur”.
Hal ini bergantung pada kehati-hatian klien dalam menghitung omzet yang tidak
direkam dalam FP keluaran. Omzet tambahan yang dimaksud dalam hal ini yaitu
penjualan retail atau eceran yang dilakukan oleh klien. Oleh karena itu, perlu
dilakukan pencatatan rutin dan sistematis dari setiap penjualan eceran yang
dilakukan klien dengan begitu ketika pelaporan SPT PPN harus dilakukan, omzet
dari penjualan retail sudah diketahui angkanya secara tepat.
2.) Adanya Kesalahan Pengisian SPT PPN oleh Klien
“Untuk penyebab keenam ini sepenuhnya kesalahan klien, jadi kemungkinan
besar tidak dapat dicegah dengan aplikasi ini. Tinggal bagaimana kita sebagai
konsultan pajaknya yang bisa memantau pengisian SPT PPN oleh klien kita”,
pendapat dari hasil wawancara dengan informan 1.
Adanya kesalahan Pengisian SPT PPN oleh klien KKP X merupakan hal yang
tidak dapat dicegah dengan aplikasi e-Faktur. Hal ini bergantung pada KKP X
dalam memberikan arahan mengenai cara pengisian SPT PPN yang benar kepada
kliennya. Untuk itu, KKP X perlu memantau kliennya dalam melaporkan SPT
PPN setiap bulannya. Dengan demikian tidak akan terjadi kesalahan pengisian
SPT PPN yang berpengaruh terhadap perhitungan PPN kurang atau lebih bayar.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa penerapan aplikasi e-Faktur dapat
mengurangi tingkat pembetulan SPT PPN oleh wajib pajak khususnya klien KKP X.
Namun, perlu diingat bahwa setiap aplikasi dijalankan oleh manusia. Sebagus
mungkin suatu sistem dibuat, tetapi itu semua bergantung pada manusia yang
menjalankan aplikasi tersebut. Di sini Faktor “human error” tidak masuk dalam
pertimbangan penelitian. Sehingga data yang di-input oleh manusia dalam hal ini
dianggap tidak ada kesalahan.
Analisis Triangulasi untuk Menguji Keabsahan Data
Teknik pemeriksaan keabsahan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
triangulasi dengan metode. Untuk pengecekan derajat kepercayaan penemuan hasil
penelitian, digunakan beberapa teknik pengumpulan data dengan satu sumber data.
Dalam hal ini sumber data yang dimaksud yaitu kedua informan yang merupakan staf
KKP X, serta beberapa teknik pengumpulan data yang digunakan antara lain:
wawancara, dokumentasi, dan observasi. Berikut ini beberapa informasi yang
diperoleh beserta teknik pengumpulan datanya:
1. Untuk mengetahui perbedaan FP kertas dengan FP hasil aplikasi e-Faktur,
peneliti membandingkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-
24/PJ/2012 tentang Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan,
Prosedur Pemberitahuan dalam rangka Pembuatan, Tata Cara Pembetulan atau
Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak
Nomor PER-17/PJ/2014 dengan PER-16/PJ/2014 yang mengatur tentang tata
cara pembuatan FP elektronik. Selain itu, peneliti menggunakan catatan
pribadi yang diperoleh ketika mengikuti sosialisasi e-Faktur.
2. Untuk mengetahui kelemahan dan kelebihan aplikasi e-Faktur, peneliti
menggunakan teknik wawancara dengan 2 informan yang merupakan staf
KKP X serta melakukan observasi langsung selama 2 bulan di KKP X untuk
menemukan kelebihan serta kelemahan aplikasi e-Faktur.
3. Untuk mengetahui penyebab pembetulan SPT PPN yang dilakukan klien KKP
X, teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu dokumentasi dengan
membandingkan SPT PPN normal dengan SPT PPN pembetulannya. Selain
itu, teknik wawancara dilakukan dengan kedua staf KKP X untuk mengetahui
penyebab dilakukannya pembetulan SPT PPN.
4. Untuk mengetahui penyebab pembetulan SPT PPN yang dapat atau tidak
dapat dikurangi dengan diterapkannya aplikasi e-Faktur, peneliti
menggunakan teknik wawancara dengan kedua staf KKP X serta melakukan
observasi langsung di KKP X selama 2,5 bulan dari tanggal 15 Juni 2015 –
31 Agustus 2015, untuk menemukan penyebab pembetulan SPT PPN yang
dapat atau tidak dapat dikurangi dengan diterapkannya aplikasi e-Faktur.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Beberapa kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah:
1. Berikut ini kelebihan dan kelemahan e-Faktur dibandingkan dengan pembuatan
faktur pajak secara manual dan aplikasi SPT PPN 1111.
a. Kelebihan dari aplikasi e-Faktur, meliputi: (1) dapat mencegah adanya FP
fiktif dengan adanya kode QR yang merupakan bukti pengesahan FP dari
DJP dan sebagai pengganti tandatangan basah, (2) lebih efisien dalam hal
transaksi FP karena FP tidak wajib dicetak, sehingga transaksi FP dapat
berupa file PDF, (3) meminimalisir tingkat kesalahan nominal FP dengan
keharusan untuk selalu meng-update ketika terjadi perubahan harga barang
per unit, dan (4) lebih mudah ketika meminta NSFP karena dapat dilakukan
secara online.
b. Penerapan aplikasi e-Faktur tidak hanya memiliki kelebihan, namun juga
terdapat beberapa kelemahan, antara lain: (1) harus tersedianya koneksi
internet karena tidak semua klien KKP X memilki sarana internet di tempat
mereka beroperasi, (2) waktu yang dibutuhkan untuk membuat FP keluaran
lebih lama dengan harus meng-update terlebih dahulu data harga barang
per unit sebelum membuat FP keluaran, dan (3) waktu yang dibutuhkan
untuk meng-input FP masukan lebih lama karena hingga saat ini belum
diketahui format skema impor yang dapat digunakan untuk meng-input
pajak masukan secara bersamaan.
2. Penerapan e-Faktur dapat mengurangi tingkat pembetulan SPT PPN jika dilihat
dari cara kerja sistem e-Faktur. Dari penelitian ini, dapat diketahui bahwa dari 7
alasan dilakukannya pembetulan SPT PPN oleh klien KKP X, 5 diantaranya,
yaitu : (1) adanya kesalahan identitas lawan transaksi dalam FP keluaran, (2)
adanya FP keluaran yang tidak dilaporkan, (3) adanya kesalahan nominal FP,
(4) keterlambatan klien dalam memberikan data FP, (5) terjadi pembetulan
NSFP dari lawan transaksi, dapat dikurangi bahkan dapat dicegah dengan
aplikasi e-Faktur.
3. Penerapan e-Faktur dapat memperbaiki sistem administrasi PPN.
Keterbatasan
Pada bagian ini akan diungkapkan kelemahan-kelemahan yang disadari oleh
penelilti selama melakukan penelitian. Hal tersebut dirasa penting bagi penelitian
selanjutnya yang mengacu pada penelitian ini. Beberapa keterbatasan pada penelitian
ini yaitu: penelitian yang dilakukan kali ini hanya bisa melihat penerapan aplikasi e-
Faktur dari sudut pandang KKP X dan dengan keterbatasan waktu penelitian, karena
penelitian ini dilakukan tanggal 15 Juni – 31 Agustus 2015 yaitu 2 bulan setelah
aplikasi e-Faktur efektif diterapkan pada 1 Juli 2015.
Saran
Aplikasi e-Faktur efektif diterapkan mulai tanggal 1 Juli 2015 sehingga waktu
penelitan yang dilakukan oleh peneliti selanjutnya bisa lebih panjang. Dengan waktu
penelitian yang lebih lama tersebut, peneliti selanjutnya diharapkan dapat
menggunakan Wajib Pajak sebagai responden dalam penelitiannya dan dengan
metode penelitian berupa wawancara dan quisioner.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. 1996. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT.
Rineka Cipta
Basrowi dan Suwandi. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka Cipta.
Djoko Muljono. 2010. Panduan Brevet Pajak. Yogyakarta : Andi.
Ely, Suhayati dan Siti Kurnia Rahayu. 2010. Perpajakan Teori dan Teknis
Perhitungan. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Ibnu Subiyanto, 2000, Metodologi Penelitian, edisi 3, Yogyakarta, Penerbit UPP
AMP YKPN.
Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-136/PJ/2014 tentang Penetapan
Pengusaha Kena Pajak Yang Diwajibkan Membuat Faktur Pajak Berbentuk
Elektronik
Mardiasmo. 2011. Perpajakan Edisi Revisi 2011. Yogyakarta : ANDI.
Moleong, Lexy J. 2013. Metodologi Penelitian Kualitatif edisi revisi. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya Offset.
Moleong, Lexy J. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja
Rosdakarya.
Nasution. 2003. Metode Research. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Pandiangan, Liberty. 2002. Pemahaman Praktis Undang-Undang Perpajakan
Indonesia. Jakarta: Erlangga.
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-08/PJ/2013 tentang perubahan atas
Peraturan DJP PER-24/PJ/2012 tentang Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian
Keterangan, Prosedur Pemberitahuan Dalam Rangka Pembuatan, Tata Cara
Pembetulan Atau Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak
dipersamakan dengan Faktur Pajak.
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-16/PJ/2014 tentang Tata Cara
Pembuatan Dan Pelaporan Faktur Pajak Berbentuk Elektronik.
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 tentang Bentuk, Ukuran,
Tata Cara Pengisian Keterangan, Prosedur Pemberitahuan Dalam Rangka
Pembuatan, Tata Cara Pembetulan Atau Penggantian, Dan Tata Cara
Pembatalan Faktur Pajak
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-44/PJ/2010 tentang Bentuk, Isi, dan
Tata Cara Pengisian serta Penyampaian SPT Masa
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-45/PJ/2010 tentang Bentuk, Isi, dan
Tata Cara Pengisian serta Penyampaian SPT Masa PPN bagi PKP yang
Menggunakan Pedoman Perhitungan Pengkreditan Pajak Masukan
Sekaran, Uma. 2009. Research method for business-metodologi penelitian untuk
bisnis buku 1 edisi 4. Jakarta : Universitas Indonesia Esa Tunggal.
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, kualitatif dan R & D. Bandung:
Alfabeta.
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-26/PJ/2015 tentang Penegasan
Penggunaan Nomor Seri Faktur Pajak Dan Tata Cara Pembuatan Faktur Pajak
Ulber, Silalahi. 2009. Metode Penelitian Sosial. Bandung : PT. Refika Aditama.
Undang - Undang Nomor UU 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan
Undang - Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa
dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
Untung Sukardji. 2011. Pajak Pertambahan Nilai Edisi Revisi 2011. Jakarta:
Rajawali Pers