PENERAPAN COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY (CBT) UNTUK...
-
Upload
trinhkhanh -
Category
Documents
-
view
225 -
download
1
Transcript of PENERAPAN COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY (CBT) UNTUK...
UNIVERSITAS INDONESIA
PENERAPAN COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY (CBT)
UNTUK MENURUNKAN KECEMASAN PADA ANAK USIA
SEKOLAH
The Application of Cognitive Behavior Therapy (CBT)
to Reduce Anxiety in Middle Age Children
TESIS
YOMI NOVITASARI
1006796765
PROGRAM STUDI MAGISTER PROFESI PSIKOLOGI
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
JANUARI 2013
Penerapan cognitive..., Yomi Novitasari, Psikologi, 2013
i
UNIVERSITAS INDONESIA
PENERAPAN COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY (CBT)
UNTUK MENURUNKAN KECEMASAN PADA ANAK USIA
SEKOLAH
The Application of Cognitive Behavior Therapy (CBT)
to Reduce Anxiety in Middle Age Children
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Profesi Psikologi
YOMI NOVITASARI
1006796765
PROGRAM STUDI MAGISTER PROFESI PSIKOLOGI
KEKHUSUSAN PSIKOLOGI KLINIS ANAK
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
JANUARI 2013
Penerapan cognitive..., Yomi Novitasari, Psikologi, 2013
ii
Penerapan cognitive..., Yomi Novitasari, Psikologi, 2013
iii
Penerapan cognitive..., Yomi Novitasari, Psikologi, 2013
iv
Penerapan cognitive..., Yomi Novitasari, Psikologi, 2013
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Penghargaan terbesar
penulis berikan kepada Lukman Hakim, Orangtua, dan keluarga penulis atas
dukungan tiada henti yang selalu diberikan kepada penulis.
Tesis ini tidak dapat terselesaikan dengan baik tanpa bantuan dan dukungan
dari banyak pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang
sebanyak-banyaknya kepada :
- Dra. Dini P. Daengsari, M. Si. selaku pembimbing akademis, tesis dan kasus
penulis. Terima kasih banyak atas bimbingannya dalam pengerjaan tesis, penanganan
kasus, maupun selama penulis menjadi mahasiswi di program profesi ini.
- Prof. Dr. Siti Marliah Tambunan yang telah membimbing penulis selama
pengerjaan tesis ini dengan penuh kelembutan dan kesabaran.
- Prof. Fawzia Aswin Hadis dan Luh Surini Y. Savitri, M. Psi. yang telah berbagi
pengalaman dan pelajaran yang sangat berharga untuk pengembangan diri penulis,
khususnya sebagai seorang Psikolog.
- Seluruh staf pengajar di bagian Magister Profesi Klinis Anak, terutama kepada
Efriyani Djuwita, S.Psi., M.Psi. dan Mita Aswanti M. Si., Psi. yang telah
membimbing penanganan kasus selama penulis menjalani proses perkuliahan pada
bagian profesi Klinis Anak.
- Seluruh teman-teman Klinis Anak (KLA XI) yaitu Mila, Belinda, Nuri, Indah,
Monik, Devi, Susan, Nia, Yayang, Ola, Hegar, Andria, Uthe, dan Sisi, atas
kebersamaan dan dukungannya selama ini.
- Sahabat penulis, yaitu Atun, Delima, dan Tri, atas doa dan dukungannya yang telah
diberikan.
Depok, 14 Januari 2013
Penulis
Penerapan cognitive..., Yomi Novitasari, Psikologi, 2013
vi
ABSTRAK
Nama : Yomi Novitasari
Program Studi : Magister Profesi Psikologi Klinis Anak
Judul : Penerapan Cognitive Behavior Therapy (CBT) Untuk Menurunkan
Kecemasan Pada Anak Usia Sekolah
Kecemasan merupakan kondisi yang dapat dialami banyak orang. Namun
kecemasan yang berlebihan dapat mengganggu kegiatan sehari-hari seseorang.
Gangguan kecemasan pada anak yang tidak ditangani dengan efektif dapat membuat
anak rentan terhadap masalah dalam fungsi kehidupannya dan mempengaruhi
perkembangan emosinya. Tesis ini memiliki desain penelitian single case dan
menerapkan bentuk intervensi Cognitive Behavior Therapy (CBT) untuk menurunkan
kecemasan pada anak. Partisipan penelitian adalah anak perempuan berusia 9 tahun
yang mengalami kecemasan pada sejumlah hal, antara lain cemas menyeberang jalan,
pergi ke sekolah dan di rumah atau di kamar mandi sendirian. Sesi terapi dilakukan
sebanyak dua belas kali selama lebih kurang 45 - 80 menit setiap sesinya. Pengukuran
efektivitas terapi ini dilakukan menggunakan alat ukur SCARED (Screen for Child
Anxiety Related Emotional Disorders), FSSC-R (Fear Survey Schedulle for Children
– Revised), dan CBCL (Child Behavior Checklist). Hasil dari terapi ini adalah CBT
tidak efektif untuk menurunkan kecemasan partisipan. Hal ini terlihat dari masih
adanya indikasi gangguan kecemasan yang diukur menggunakan SCARED dan
FSSC-R.
Kata kunci : Kecemasan; Cognitive Behavior Therapy.
Penerapan cognitive..., Yomi Novitasari, Psikologi, 2013
vii
ABSTRACT
Name : Yomi Novitasari
Major : Magister of Child Clinical Psychology
Title : The application of Cognitive Behavior Therapy (CBT) to Reduce Anxiety in
Middle Age Children
Anxiety is a common emotional condition in human life. Unfortunately, when
the anxiety becomes too intense, it can impair people daily activities. Failure to
intervene anxiety disorder in children with effective treatment may render the child
vulnerable to impairments in a wide range of functioning and result in deleterious
effect on his or her long-term emotional development. This thesis uses a single case
research design and applies the Cognitive Behavior Therapy (CBT) in order to reduce
anxiety in middle age children. The research participant is a nine-year old girl having
anxiety in several things, such as crossing the street, going to school and staying in
home or toilet alone. Therapy is conducted through 12, 45-80 minute sessions. This
therapy effectivity is assessed by SCARED (Screen for Child Anxiety Related
Emotional Disorders), FSSC-R (Fear Survey Schedulle for Children – Revised), and
CBCL (Child Behavior Checklist).The results of this therapy is an ineffective CBT to
reduce the child’s anxiety. The child has not experienced reduced scores in SCARED
and FSSC-R. This indicated that she still has anxiety disorder.
Key words : Anxiety; Cognitive Behavior Therapy.
Penerapan cognitive..., Yomi Novitasari, Psikologi, 2013
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .....................................................................................................i
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS..............................................................ii
HALAMAN PENGESAHAN......................................................................................iii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI...............................................................iv
KATA PENGANTAR..................................................................................................v
ABSTRAK...................................................................................................................vi
ABSTRACT................................................................................................................vii
DAFTAR ISI..............................................................................................................viii
DAFTAR TABEL, GRAFIK, & LAMPIRAN.............................................................x
BAB 1 PENDAHULUAN DAN MASALAH 1.1 Pendahuluan.............................................................................................................1
1.2 Alasan Pemilihan Intervensi CBT...........................................................................7
1.3 Masalah Penelitian...................................................................................................7
1.4 Tujuan Penelitian.....................................................................................................8
1.5 Manfaat
1.5.1 Manfaat Teoritis.......................................................................................8
1.5.2 Manfaat Praktis.........................................................................................8
BAB 2 KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kecemasan
2.1.1 Definisi Kecemasan..................................................................................9
2.1.2 Komponen Kecemasan...........................................................................10
2.1.3 Dampak Positif dan Negatif dari Kecemasan.........................................11
2.1.4 Kecemasan pada Anak............................................................................12
2.1.5 Gangguan Kecemasan pada Anak..........................................................13
2.1.6 Penyebab Gangguan Kecemasan............................................................15
2.2 Cognitive Behavior Therapy (CBT)
2.2.1 Definisi Cognitive Behavior Therapy (CBT).........................................17
2.2.2 Penerapan CBT dalam Menangani Kecemasan pada Anak...................18
2.2.3 Tahapan CBT dalam Menangani Kecemasan pada Anak......................19
2.3 Perkembangan Anak Usia Sekolah (6 – 12 tahun)................................................20
2.4 Kerangka Berpikir .................................................................................................22
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1 Masalah dan Hipotesa Penelitian...........................................................................25
3.2 Desain Penelitian...................................................................................................25
3.3 Variabel Penelitian.................................................................................................25
3.4 Partisipan Penelitian..............................................................................................26
3.5 Prosedur Penelitian................................................................................................26
3.5.1 Tahap Perencanaan.................................................................................26
3.5.1.1 Pemeriksaan Psikologis Terhadap Partisipan..........................26
Penerapan cognitive..., Yomi Novitasari, Psikologi, 2013
ix
3.5.1.2 Formulasi Masalah..................................................................27
3.5.1.3 Penetapan Intervensi yang Diberikan......................................27
3.5.1.4 Penetapan Tujuan Program......................................................27
3.5.1.5 Penetapan Rancangan Program...............................................27
3.5.1.6 Penetapan Cara Pengukuran Keberhasilan Intervensi.............40
3.5.1.7 Menghubungi Pihak-Pihak yang Bersangkutan......................44
3.5.2 Tahap Pelaksanaan..................................................................................44
3.5.3 Tahap Pengolahan Data..........................................................................45
3.5.4 Tahap Follow-up Program......................................................................45
BAB 4 PELAKSANAAN DAN HASIL
4.1 Pelaksanaan Pre-test..............................................................................................46
4.2 Pelaksanaan Program Intervensi CBT...................................................................46
4.2.1 Sesi 1.....................................................................................................47
4.2.2 Sesi 2.....................................................................................................48
4.2.3 Sesi 3.....................................................................................................49
4.2.4 Sesi 4.....................................................................................................51
4.2.5 Evaluasi Pelaksanaan Intervensi...........................................................51
4.2.6 Sesi 5.....................................................................................................52
4.2.7 Sesi 6.....................................................................................................53
4.2.8 Evaluasi Pelaksanaan Intervensi...........................................................55
4.2.9 Sesi 7.....................................................................................................56
4.2.10 Sesi 8.....................................................................................................57
4.2.11 Sesi 9.....................................................................................................59
4.2.12 Sesi 10...................................................................................................61
4.2.13 Sesi 11...................................................................................................63
4.2.14 Sesi 12...................................................................................................65
4.2.15 Evaluasi Pelaksanaan Intervensi...........................................................66
4.3 Pelaksanaan Post-test.............................................................................................71
4.4 Analisa Hasil Pre-test dan Post-test.......................................................................71
4.4.1 Hasil SCARED.......................................................................................71
4.4.2 Hasil FSSC-R.........................................................................................73
4.4.3 Hasil CBCL............................................................................................74
4.4.4 Kesimpulan Hasil...................................................................................75
BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN
5.1 Kesimpulan............................................................................................................77
5.2 Diskusi...................................................................................................................78
5.3 Saran......................................................................................................................81
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Penerapan cognitive..., Yomi Novitasari, Psikologi, 2013
x
DAFTAR TABEL
3.1 Tabel Rancangan Kegiatan Program CBT............................................................29
4.1 Tabel Ringkasan Pelaksanaan Intervensi CBT......................................................67
4.2 Tabel Ringkasan Evaluasi Intervensi CBT............................................................70
4.3 Tabel Hasil Pengukuran Pre-test dan Post-test SCARED....................................71
4.4 Tabel Penurunan Skor SCARED yang Diisi D.....................................................72
4.5 Tabel Hasil Pengukuran Pre-test dan Post-test FSSC-R.......................................73
4.6 Tabel Penurunan Skor FSSC-R.............................................................................74
4.7 Tabel Hasil Pengukuran Pre-test dan Post-test CBCL..........................................74
DAFTAR GRAFIK
4.1 Grafik Skor Pre-test dan Post-test SCARED yang Diisi D...................................71
4.2 Grafik Skor Pre-test dan Post-test SCARED yang Diisi Ibu.................................72
4.3 Grafik Skor Pre-test dan Post-test FSSC-R...........................................................73
4.4 Grafik Skor Pre-test dan Post-test CBCL-1..........................................................75
4.5 Grafik Skor Pre-test dan Post-test CBCL-2..........................................................75
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Pernyataan Persetujuan...........................................................................xi
Lampiran 2. Catatan Harianku....................................................................................xii
Lampiran 3. Kartu Situasi Mudah..............................................................................xiii
Lampiran 4. Barometer Perasaan................................................................................xiv
Penerapan cognitive..., Yomi Novitasari, Psikologi, 2013
1
BAB 1
PENDAHULUAN DAN MASALAH
1.1 Pendahuluan
Kecemasan merupakan hal yang umum dialami oleh manusia. Bornstein dan
Lamb serta Muris dkk (dalam Rice, 2008) menyatakan semua manusia, baik anak-
anak maupun orang dewasa, pernah mengalami kecemasan terhadap sesuatu, tetapi
hal-hal yang menjadi penyebab dan reaksi terhadap kecemasan tidaklah sama bagi
setiap orang. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Albano (dalam Albano & Kendall,
2002) bahwa reaksi kecemasan terhadap hal tertentu merupakan proses yang wajar
terjadi selama tahap perkembangan seseorang dengan fokus kecemasan yang dapat
berubah di usia atau tingkat perkembangan kognitif yang berbeda. Salah satu
contohnya adalah kecemasan terhadap dokter gigi dan petir terjadi di awal usia
Sekolah Dasar, sementara kecemasan terhadap evaluasi (tes atau laporan lisan) dan
situasi sosial sebagian besar umumnya terjadi pada anak remaja. Selain itu, reaksi
setiap individu terhadap kecemasan juga dapat berbeda-beda. Ada reaksi terhadap
kecemasan yang tergolong wajar, tetapi ada juga yang berlebihan sehingga
menimbulkan masalah dalam kehidupan individu yang mengalaminya. Menurut
Albano dan Kendall (2002), kecemasan dalam tingkat tertentu dibutuhkan oleh
manusia karena memberikan fungsi perlindungan bagi dirinya agar bersikap waspada
terhadap bahaya dan/atau memotivasi perilaku tertentu yang adaptif untuk
menghindari hal-hal yang ditakutinya, misalnya belajar sebelum ujian atau melihat ke
sisi kiri dan kanan sebelum menyeberang jalan. Di sisi lain, kecemasan juga dapat
menjadi masalah atau gangguan, yaitu jika tidak sesuai dengan tingkat perkembangan
yang diharapkan (Albano dkk, 1996; Kazdin & Weisz, 1998; Kendall, 2000; dalam
Albano & Kendall, 2002), terjadi dalam frekuensi atau intensitas yang berlebihan atau
jika mempengaruhi dan mengganggu hubungan, fungsi sehari-hari, dan performa
sekolah atau pekerjaan (Barrios & Hartmann, 1988; Morris dkk, 2008; dalam Rice,
2008). Contohnya anak yang mengalami kecemasan terhadap sekolah atau kecemasan
berpisah dengan orangtua dapat menampilkan perilaku menghindari kecemasannya
Penerapan cognitive..., Yomi Novitasari, Psikologi, 2013
2
dengan menolak sekolah (school refusal) (King & Bernstein, 2001 dalam Schroeder
& Gordon, 2002).
Gangguan kecemasan pada anak dan remaja merupakan fenomena yang umum
terjadi. Hal ini dinyatakan oleh beberapa peneliti, antara lain Muris dkk (2008),
Albano, Chorpita, dan Barlow (dalam Ishikawa dkk, 2007). Sejumlah penelitian
dilakukan untuk menemukan prevalensi terjadinya gangguan kecemasan pada anak
maupun remaja. Menurut Achenbrach dkk (1995) serta Setzer dan Albano (dalam
Gosch dkk, 2006) prevalensi terjadinya gangguan kecemasan pada anak berkisar
antara 12 % sampai 20 %. Penelitian Weiss dan Last (dalam Wenar & Kerig, 2005)
menemukan ada sekitar 10,7 % sampai 17,3 % anak dan remaja yang mengalami
gangguan kecemasan. Selain itu, berdasarkan penelitian Waddell dkk (2004) terdapat
64 ribu anak di British Columbia yang mengalami gangguan kecemasan. Sementara
pada penelitian Last, Perrin, Hersen, dan Kazdin (dalam Wenar & Kerig, 2005)
terdapat 45 % anak di klinik kesehatan mental yang didiagnosa mengalami gangguan
kecemasan. Di Indonesia pernah dilakukan penelitian mengenai prevalensi gangguan
jiwa oleh Hidayat dkk (2010) di Puskesmas Kecamatan Grogol Petamburan Jakarta
Barat pada bulan Mei sampai Juli 2008. Dari penelitian tersebut didapatkan jumlah
gangguan jiwa terbanyak adalah gangguan kecemasan yaitu sebesar 14% dari sampel
penelitian yang berjumlah 1052 orang. Namun penelitian ini tidak menyebutkan
berapa jumlah penderita gangguan kecemasan dari kalangan anak-anak. Jumlah anak
yang mengalami gangguan kecemasan juga dapat dilihat dari penanganan kasus yang
dilakukan oleh mahasiswa Program Profesi Klinis Anak di Klinik Terpadu Fakultas
Psikologi UI pada bulan Juli 2009 – Mei 2012. Dari hasil pemeriksaan tersebut
ditemukan sebanyak 1,71% anak yang mengalami gangguan kecemasan, yaitu
Separation Anxiety Disorder (0,73%), Generalized Anxiety Disorder (0,49%),
Specific Phobia (ketinggian, 0,24%), dan Anxiety NOS (0,24%). Dari data Klinik
Terpadu tersebut ditemukan pula adanya kecemasan pada anak, namun tidak
memenuhi kriteria gangguan kecemasan tertentu, antara lain kecemasan terhadap
pelajaran Bahasa Inggris, saat berpisah dengan ibu, dan terhadap klakson mobil.
Jumlah kecemasan tanpa diagnosa gangguan tersebut sebanyak 3,17%.
Penerapan cognitive..., Yomi Novitasari, Psikologi, 2013
3
Gangguan kecemasan dapat diukur dengan menggunakan sejumlah alat ukur.
Schroeder dan Gordon (2002) menyatakan The Screen for Child Anxiety Related
Emotional Disorders (SCARED) dan Fear Survey Schedulle for Children – Revised
(FSSC-R) merupakan skala yang paling banyak digunakan untuk mengukur
kecemasan. Selain alat ukur tersebut, Child Behavior Checklist (CBCL) juga
merupakan skala yang banyak digunakan untuk mengukur masalah emosi dan
perilaku anak, termasuk kecemasan.
Gangguan kecemasan merupakan kondisi yang serius dan relatif stabil dengan
onset yang awal dalam kehidupan dan berjalan secara fluktuatif sepanjang rentang
kehidupan (Albano & Kendall, 2002). Penelitian pada populasi anak usia sekolah
dengan kecemasan yang tinggi menunjukkan masalah kecemasan tidak menurun
secara spontan dan gangguan ini dapat menjadi kronis sehingga menyebabkan
pengaruh yang signifikan dalam fungsi kehidupan sehari-hari selama bertahun-tahun
(Muris, Mayer, Den Adel, Roos, & Van Wamelen, 2009). Jika gangguan ini tidak
teratasi dapat terus berlanjut sampai ia dewasa. Kecemasan yang tinggi sehingga
mempengaruhi fungsi sehari-hari juga terlihat pada subjek penelitian ini.
Subjek penelitian yang akan diintervensi ini adalah seorang anak perempuan
bernama D, yang saat ini berusia 9 tahun dan duduk di kelas 4 Sekolah Dasar. Ia
merupakan anak tunggal yang kedua orangtuanya bekerja. Saat bayi sampai
menjelang masuk SD, D diasuh oleh tetangganya selama ibu bekerja. Setelah masuk
SD sampai saat ini, pengasuhan D dibantu oleh kakak ibu. Semenjak kecil D
merupakan anak yang penakut, pemalu, membutuhkan waktu yang relatif lama untuk
beradaptasi dengan lingkungan baru, dan cenderung menghindari situasi yang
membuatnya cemas. Kondisi tersebut membuat D harus ditemani di kelas oleh
pengasuh selama TK dan ditunggui di depan kelas selama kelas 1 SD.
Saat ini D nampak manja, masih tergantung atau belum mandiri dan sangat
membutuhkan dukungan dan bantuan orang lain untuk melakukan kegiatan sehari-
harinya. Hal tersebut dipengaruhi pola asuh orangtua D dan pengasuh lainnya yang
cenderung selalu membantu D dalam melakukan kegiatan sehari-hari, seperti
memandikannya, menyuapi, memakaikan seragam sekolah. Mereka juga cenderung
Penerapan cognitive..., Yomi Novitasari, Psikologi, 2013
4
overprotective terhadap D, misalnya tidak pernah melatih D berangkat ke sekolah
sendirian karena khawatir D belum bisa menyeberang jalan raya. Selain itu, ibu juga
terlihat sebagai sosok yang pencemas, contohnya ibu sering bertanya kepada D
apakah berani sekolah atau mengikuti ujian karena ia khawatir D mengalami
kecemasan sehingga menolak sekolah atau ujian.
Kecemasan ibu tersebut dipengaruhi oleh perilaku D yang pernah menolak masuk
sekolah selama 4 bulan yaitu selama semester 1 kelas 3 Sekolah Dasar. Berdasarkan
pemeriksaan psikologis, penyebab D menolak masuk sekolah adalah karena ia
mengalami gangguan kecemasan yaitu separation anxiety disorder (SAD) atau
kecemasan yang berlebihan dan tidak sesuai dengan tahap perkembangan usianya
ketika berpisah dengan figur attachment utamanya yaitu ibu. Ia memenuhi 6 dari 8
kriteria SAD yaitu distress yang berlebihan dan berulang ketika menjelang atau saat
berpisah dengan ibu, memiliki kekhawatiran yang berlebihan dan terus-menerus
mengenai bahaya yang mungkin menimpa ibu, enggan atau menolak ke sekolah
secara terus-menerus karena takut berpisah, ketakutan atau keengganan yang
berlebihan dan terus-menerus saat harus sendiri di rumah atau sekolah tanpa ibu atau
orang dewasa lainnya yang signifikan, menolak tidur jika tidak dekat dengan ibu,
keluhan gejala fisik yang berulang seperti pusing atau mual menjelang atau saat
berpisah dengan ibu. Durasi gangguan ini telah terjadi selama sebulan, muncul
sebelum usia 18 tahun, dan mengganggu fungsi sosial dan akademisnya.
D mau kembali bersekolah di semester 2 kelas 3 SD. Semenjak kembali
bersekolah D sudah tidak menangis ketika ibu pergi bekerja. Tetapi ia menolak
masuk sekolah ketika ada ulangan karena cemas mendapat nilai rendah dan dianggap
bodoh oleh teman. Ia juga menolak les di rumah guru jika tidak ditunggui orangtua,
masuk pelajaran komputer, harus ditemani ibu ketika harus mengikuti kegiatan
renang yang diadakan sekolah, dan ditemani orang lain saat di kamar mandi. Di kelas
4 ini, D sudah mau sekolah ketika ada ulangan ataupun pelajaran komputer. Tetapi ia
masih menolak les tanpa ditemani orangtua. Sejumlah kecemasan D lainnya juga
masih terlihat seperti cemas ketika sendirian di rumah, di kamar mandi, pergi ke
sekolah dengan berjalan kaki tanpa ditemani, menyeberang jalan raya, tidur sendirian,
Penerapan cognitive..., Yomi Novitasari, Psikologi, 2013
5
menggunakan pisau dan jarum, mengerjakan PR tanpa dibantu ibu, menelepon teman
yang tidak akrab.
Penyebab rasa cemas D adalah adanya distorsi kognitif pada dirinya, yaitu pikiran
bahwa ia tidak mampu menghadapi situasi-situasi yang dipersepsikannya mengancam
sehingga membutuhkan bantuan orang lain. Contohnya ia cemas menyeberang jalan
raya karena berpikir tidak bisa melakukannya sehingga takut tertabrak. Ia juga cemas
menelepon teman yang tidak akrab karena menganggap dirinya tidak bisa
melakukannya.
Penanganan gangguan kecemasan yang efektif penting dilakukan karena
kegagalan memberikan penanganan awal yang efektif dapat menyebabkan anak
menjadi rentan terhadap gangguan dalam fungsi kehidupan yang lebih luas dan
menghasilkan efek yang merugikan dalam perkembangan emosinya untuk jangka
panjang (Albano & Kendall, 2002). Oleh karena itu penting dilakukan penanganan
kecemasan pada diri D agar tidak berkembang menjadi gangguan yang lebih serius di
kemudian hari.
Ada sejumlah intervensi yang pernah dilakukan untuk menangani gangguan
kecemasan pada anak yaitu antara lain Systematic Desensitization, Medication,
Family Intervention, dan Cognitive–Behavioral Therapy (CBT) (Haugaard, 2008).
Pada Intervensi Systematic Desensitization anak dihadapkan pada situasi yang
membuatnya cemas secara bertahap. Intervensi ini menggunakan proses yang disebut
reciprocal inhibition, yaitu memasangkan suatu respon yang menghambat kecemasan
(umumnya berupa relaksasi) dengan sumber kecemasan. Setelah hal ini dilakukan
cukup sering, maka kaitan antara sumber kecemasan dan perasaan cemas akan
berkurang atau terputus (Haugaard, 2008). Systematic desensitization ini hanya
menekankan aspek perilaku dalam mengatasi kecemasan anak. Intervensi lainnya
adalah Medication yang umumnya menggunakan Selective Serotonin Reuptake
Inhibitors (SSRIs) dan Tricyclic Antidepressant untuk mengatasi kecemasan (Foa
dkk, 2005; Labellarte & Ginsburg, 2002; dalam Haugaard, 2008). Berdasarkan
sejumlah penelitian, intervensi Medication kurang efektif menangani kecemasan pada
anak dibandingkan pada orang dewasa. Selain itu, sejumlah anak yang mendapat
Penerapan cognitive..., Yomi Novitasari, Psikologi, 2013
6
intervensi Medication ini mengalami efek samping, antara lain mulut terasa kering,
mual, lelah, pusing (Geller & Spencer, 2005; dalam Haugaard, 2008). Intervensi
kecemasan berikutnya adalah Family Intervention yang berupa pelatihan terhadap
orangtua agar dapat mengatasi kecemasannya sendiri dan memiliki keterampilan
untuk membantu anak mereka mengatasi kecemasan, antara lain mengabaikan
perilaku cemas anak dan memberikan reinforcement terhadap perilaku yang sesuai.
Intervensi ini sesuai jika orangtua juga mengalami masalah kecemasan (Haugaard,
2008).
Selain ketiga intervensi kecemasan di atas, ada intervensi yang telah digunakan
secara luas dan efektif untuk mengatasi gangguan kecemasan pada anak dan remaja,
yaitu Cognitive-Behavioral Therapy (CBT) (Chambless & Ollendick,2001;
Cartwright-Hatton dkk, 2004; dalam Ishikawa, Okajima, Matsuoka, & Sakano, 2007;
King, Heyne, & Ollendick, 2005; Waddell, Godderis, Hua, McEwan,& Wong, 2004;
Albano & Kendall, 2002; Muris, Mayer, Den Adel, Roos, & Van Wamelen, 2009).
CBT bertujuan mengajarkan anak menyadari tanda-tanda adanya kecemasan yang
tidak diinginkan dan menjadikan tanda-tanda tersebut sebagai informasi yang akan
digunakan dalam strategi manajemen kecemasannya (Albano & Kendall, 2002). CBT
efektif dalam menurunkan gangguan kecemasan pada anak, baik diterapkan secara
individual, melibatkan anak dan orangtua, maupun dalam format kelompok (Rey,
Marin, & Silverman, 2011; Muris, Mayer, Den Adel, Roos, & Van Wamelen, 2009).
Efek positif CBT ini dapat dipertahankan dalam periode waktu 5 sampai 7 tahun
(Muris, Mayer, Den Adel, Roos, & Van Wamelen, 2009).
Kelebihan CBT dibandingkan sejumlah intervensi di atas adalah CBT
menggabungkan beberapa intervensi menjadi suatu strategi yang mempengaruhi
berbagai isu yang berkaitan dengan kecemasan, misalnya menggunakan konsep
classical conditioning yang secara bertahap menghadapkan anak pada situasi yang
menimbulkan kecemasan (seperti dalam systematic desensitization), menggunakan
operant conditioning untuk mengurangi reinforcement dari perilaku menghindar dan
meningkatkan reinforcement untuk perilaku mengatasi kecemasan secara efektif, dan
menggunakan terapi kognitif untuk mengajarkan anak mengidentifikasi dan
Penerapan cognitive..., Yomi Novitasari, Psikologi, 2013
7
memodifikasi kognisi yang mendukung kecemasannya (Haugaard, 2008). Komponen
kognitif penting dilibatkan dalam penanganan gangguan kecemasan karena sejumlah
penelitian menunjukkan distorsi kognitif dan pikiran negatif melatarbelakangi
kecemasan pada anak (Muris, Mayer, Den Adel, Roos, & Van Wamelen, 2009).
Adanya penambahan komponen kognitif melebihi strategi behavior karena dapat
meningkatkan kemampuan anak menggeneralisasi keterampilannya dan mengurangi
ketergantungan terhadap dorongan dari lingkungan (Dia, 2001). Dalam CBT, distorsi
kognitif pada anak yang menghambat perilakunya dibahas secara langsung dengan
analisa berdasarkan bukti (Dia, 2001).
1.2 Alasan Pemilihan Intervensi CBT
Pada kasus di atas, pelaksana intervensi memilih menggunakan intervensi CBT.
Adapun alasannya adalah D mengalami kecemasan yang dipengaruhi adanya distorsi
kognitif pada dirinya, yaitu berupa pikiran bahwa ia tidak mampu menghadapi
situasi-situasi yang dipersepsikannya mengancam sehingga membutuhkan orang lain.
Kecemasan tersebut sudah termasuk mengganggu aktivitas D sehari-hari karena ia
cenderung menampilkan perilaku menghindar, seperti menolak masuk sekolah,
mengikuti les, atau kegiatan baru, saat cemas. Gangguan kecemasan pada anak perlu
ditangani agar tidak berlanjut sampai ia dewasa, dan Cognitive-Behavioral Therapy
(CBT) merupakan intervensi yang terbukti efektif untuk mengatasi kecemasan serta
memiliki kelebihan dibandingkan sejumlah intervensi lainnya. Oleh karena itu,
pelaksana intervensi berasumsi intervensi CBT ini efektif untuk mengatasi kecemasan
pada D.
1.3 Masalah Penelitian
Masalah penelitian ini adalah apakah Cognitive Behavior Therapy (CBT) efektif
untuk menurunkan kecemasan pada anak usia sekolah, yaitu D ?
Penerapan cognitive..., Yomi Novitasari, Psikologi, 2013
8
1.4 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk menguji efektivitas salah satu metode penanganan
gangguan kecemasan pada anak usia sekolah, yaitu Cognitive Behavior Therapy
(CBT).
1.5 Manfaat
1.5.1 Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah kekayaan ilmu Psikologi,
terutama mengenai penerapan CBT bagi anak usia sekolah yang mengalami
kecemasan.
1.5.2 Manfaat Praktis
Penerapan CBT ini diharapkan dapat menurunkan kecemasan pada diri D dengan
membantunya mengenali gejala-gejala kecemasannya, baik dalam bentuk fisiologis,
pikiran, maupun perilaku, dan menerapkan strategi yang efektif untuk menghadapi
situasi yang mencemaskannya.
Penerapan cognitive..., Yomi Novitasari, Psikologi, 2013
9
BAB 2
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kecemasan
2.1.1 Definisi Kecemasan
Schaefer dan Millman (1981) mendefinisikan kecemasan sebagai perasaan
khawatir, tertekan, dan gelisah terhadap kemungkinan munculnya kesulitan, masalah,
atau rasa sakit. Sementara Barlow (dalam Schroeder & Gordon, 2002) menyatakan
kecemasan merupakan kondisi emosi atau mood yang dikarakteristikkan dengan
adanya afek negatif, seperti ketegangan, perasaan gelisah, atau kekhawatiran
mengenai situasi, peristiwa, atau ketidakberuntungan yang mungkin akan terjadi. Ia
juga menambahkan bahwa kecemasan merupakan konstruk tripartite yang
melibatkan komponen fisiologis, kognitif, dan perilaku (dalam Albano & Kendal,
2002). Hal serupa juga dikemukakan oleh Lang (dalam Beidel & Turner, 2005) dan
Kendall (2012), namun Kendall menambahkan komponen emosi selain ketiga
komponen lainnya. Sedangkan peneliti lainnya yaitu Compton dkk (dalam Stallard,
2005) tidak secara spesifik menyebutkan adanya komponen-komponen tersebut
dalam mendefinisikan kecemasan. Compton dkk hanya menyatakan kecemasan
merupakan suatu respon yang dikondisikan, yaitu ketika seseorang menghadapi
situasi yang mendorong munculnya kecemasan, ia mengalami peningkatan perasaan
yang tidak menyenangkan (seperti peningkatan degup jantung, napas menjadi
pendek-pendek, berkeringat) dan pikiran negatif (misalnya “saya tidak akan mampu
menghadapinya”).
Dari sejumlah definisi kecemasan di atas, dapat disimpulkan bahwa kecemasan
merupakan kondisi yang tidak menyenangkan (seperti adanya rasa gelisah, khawatir,
tertekan) yang melibatkan sejumlah komponen pada diri individu, yaitu antara lain
fisiologis, kognitif, emosi, dan perilaku.
Penerapan cognitive..., Yomi Novitasari, Psikologi, 2013
10
2.1.2 Komponen Kecemasan
Berdasarkan sejumlah definisi di atas, kecemasan memiliki beberapa komponen,
yaitu fisiologis, kognitif, emosi, dan perilaku. Penjabaran masing-masing komponen
adalah sebagai berikut :
a. Komponen Fisiologis
Saat mengalami kecemasan, seseorang dapat mengalami perubahan dalam
fisiologisnya. Perubahan tersebut dapat berupa sakit perut, berkeringat, sulit bernapas,
merasa kepanasan atau kedinginan, pusing, tangan dan kaki mati rasa atau kesemutan,
dada terasa sakit, mual, otot terasa sakit atau tegang, peningkatan detak jantung, sakit
tenggorokan, buang air tidak teratur, wajah memerah, gangguan pencernaan, gemetar
(Beidel & Turner, 2005; Friedberg & McClure, 2002; Barrios & Hartmann, dalam
Kendall, 2012).
b. Komponen Kognitif
Komponen kognitif pada kecemasan berupa cara berpikir atau mempersepsi
sesuatu secara salah. Menurut Barrett dkk, Bogels dan Zigterman (dalam Stallard,
2005), kecemasan dapat muncul jika seseorang cenderung mempersepsi situasi yang
ambigu sebagai situasi yang mengancam. Sementara menurut Barrios dan Hartmann
(dalam Kendall, 1991), Ehreinreich dan Gross (dalam Kendall, 2012), serta Albano dan
Kendall (2002), kecemasan dapat muncul karena terlalu memfokuskan perhatian
terhadap bahaya atau situasi yang mengancam.
Kendall (2012) juga menyatakan hal yang sama mengenai adanya distorsi kognitif
berupa persepsi yang salah mengenai ancaman. Namun ia menambahkan distorsi
kognitif lainnya, yaitu pemikiran yang terlalu mendalam atau pemikiran mengenai
sesuatu yang buruk akan terjadi dalam sebuah situasi yang dihadapinya, berbicara
dengan diri sendiri (self-talk) secara negatif, terlalu terpaku pada penilaian orang lain.
Sama halnya dengan Kendall (2012), Stallard ( 2005) juga mengemukakan bahwa
kecemasan umumnya dialami seseorang yang memiliki bias terhadap tanda-tanda
yang berkaitan dengan ancaman, cenderung lebih banyak memiliki harapan peristiwa
negatif akan terjadi, lebih banyak membuat evaluasi negatif mengenai performanya,
Penerapan cognitive..., Yomi Novitasari, Psikologi, 2013
11
dan mempersepsikan dirinya tidak mampu mengatasi peristiwa yang menakutkan
yang mungkin akan terjadi.
c. Komponen Emosi
Emosi yang muncul saat seseorang mengalami kecemasan antara lain rasa
khawatir, takut, panik, dan mudah tersinggung (Friedberg & McClure, 2002).
d. Komponen Perilaku
Ada sejumlah perilaku yang ditampilkan seseorang saat ia mengalami kecemasan.
Kendall (2012) menyebutkan perilaku menghindar dari situasi yang mencemaskan
merupakan respon perilaku yang paling sering terjadi. Selain itu, saat cemas
seseorang juga dapat terlihat gelisah, menghindari kontak mata, dan berbicara dengan
suara pelan (Kendall, 1991). Sementara menurut Barrios dan Hartmann (dalam
Kendall, 2012), respon perilaku kecemasan adalah suara bergetar, postur tubuh kaku,
menangis, menggigit kuku, dan menghisap ibu jari. Friedberg dan McClure (2002)
juga menyatakan menghisap ibu jari sebagai perilaku yang muncul saat cemas,
namun ia menambahkan perilaku lainnya yaitu kewaspadaan yang berlebihan.
Contoh perilaku cemas lainnya dikemukakan oleh Beidel dan Turner (2005), yaitu
antara lain melekat pada orangtua, tantrum, tidak patuh atau melawan, berpura-pura
sakit saat menjelang ujian sehingga tidak perlu mengikuti ujian, menunda atau
berlama-lama melakukan hal lain untuk menghindari situasi tertentu, perilaku yang
dilakukan berulang-ulang.
2.1.3 Dampak Positif dan Negatif Dari Kecemasan
Kecemasan memiliki dampak positif maupun negatif. Dampak positif dari
kecemasan, antara lain menyiapkan pikiran dan tubuh untuk bersikap waspada
terhadap bahaya (Westbrook, Kennerley, & Kirk, 2007; Albano & Kendall, 2002),
memotivasi seseorang untuk menampilkan perilaku yang adaptif dalam menghindari
hal-hal yang ditakutinya (Albano & Kendall, 2002), membantu seseorang untuk
merencanakan atau mengatur peristiwa di masa mendatang, misalnya memotivasi
anak untuk belajar menjelang ujian (Schroeder & Gordon, 2002), dan membantu
Penerapan cognitive..., Yomi Novitasari, Psikologi, 2013
12
seseorang menyadari adanya masalah serta memotivasinya mencari solusi pemecahan
masalah (Santrock, 2000).
Kecemasan memiliki dampak negatif jika tidak sesuai dengan tingkat
perkembangan yang diharapkan (Albano dkk, Kazdin & Weisz, Kendall, dalam
Albano & Kendall, 2002), respon terhadap kecemasan yang berlebihan tersebut
terjadi tanpa ancaman yang nyata (Westbrook, Kennerley, & Kirk, 2007), bersifat
maladaptif dan terus-menerus terjadi, sulit dikontrol, dan tidak dapat dijelaskan
penyebabnya (Wenar & Kerig, 2005), terjadi dalam frekuensi atau intensitas yang
berlebihan sehingga mengganggu hubungan, fungsi sehari-hari, performa sekolah
atau pekerjaan (Barrios & Hartmann, Morris dkk, dalam Rice, 2008). Kondisi
kecemasan yang berlebihan tersebut jika tidak ditangani maka dapat menjadi masalah
atau gangguan dalam kehidupan seseorang.
2.1.4 Kecemasan Pada Anak
Kecemasan pada anak dalam kadar tertentu adalah sesuatu yang normal. Hal yang
membuat anak cemas dapat berubah seiring dengan perkembangan usianya
(Campbell, dalam Kendall, 2012). Contohnya, anak usia 5-6 tahun umumnya cemas
dengan ancaman terhadap kesejahteraan fisik mereka, sementara anak usia 8 tahun ke
atas cemas terhadap kompetensi perilaku, penilaian sosial, dan kesejahteraan
psikologis (Vasey & Daleiden, dalam Beidel & Turner, 2005). Anak yang berusia 8
tahun ke atas memiliki lebih banyak jumlah dan jenis kecemasan dibandingkan anak
usia 5 – 6 tahun, karena peningkatan perkembangan kognitif mereka memperbesar
kapasitas untuk cemas (Henker, Whalen, & O’Neil; Vasey & Daleiden, dalam Beidel
& Turner, 2005)
Kognisi atau pikiran yang dialami anak pencemas umumnya terkait dengan objek
atau peristiwa yang ditakuti, tetapi bagi beberapa anak, kecemasan dan pikiran negatif
tidak spesifik pada satu objek atau peristiwa (Beidel & Turner, 2005). Alfano dkk
(dalam Beidel & Turner, 2005) menyatakan meskipun kecemasan dapat
dilatarbelakangi oleh adanya distorsi dalam kognitif, namun tidak semua anak dapat
mengungkapkan pikiran yang mencemaskannya itu. Anak di bawah usia 12 tahun
Penerapan cognitive..., Yomi Novitasari, Psikologi, 2013
13
dapat mengalami hambatan dalam menyampaikan pikirannya sehingga kesulitan
menjelaskan secara spesifik apa yang mereka cemaskan. Ketika merasa cemas, ia
hanya mampu menyatakan adanya rasa tidak enak atau mengekspresikan keluhan
fisik,misalnya sakit kepala.
2.1.5 Gangguan Kecemasan Pada Anak
Sejumlah peneliti menyatakan kecemasan merupakan gangguan psikiatris yang
paling sering terjadi pada anak dan remaja (Costello & Angold; Coyle; Stein &
Seedat, dalam Rice, 2008; Muris, Mayer, Den Adel, Roos, & Van Wamelen, 2009;
Gosch dkk, 2006). Gangguan kecemasan yang dapat terjadi pada anak-anak, antara
lain separation anxiety disorder, specific phobia, social phobia, obsessive-compulsive
disorder, generalized anxiety disorder, panic disorder (Haugaard, 2008).
Sejumlah penelitian mengenai kecemasan pada anak menunjukkan anak dengan
gangguan kecemasan memiliki karakteristik-karakteristik tertentu. Salah satunya
dikemukakan oleh Muris, Mayer, Den Adel, Roos, dan Van Wamelen (2009) yaitu
bahwa anak yang pencemas memiliki pikiran negatif yang lebih tinggi dibandingkan
dengan anak yang tidak pencemas. Hal yang sama juga dinyatakan oleh Friedberg
dan McClure (2002) serta Stallard (2005) bahwa anak dengan gangguan kecemasan
cenderung menganggap bahaya atau peristiwa negatif akan terjadi. Stallard (2005)
menambahkan bahwa anak pencemas lebih sering membuat evaluasi negatif
mengenai performanya dan cenderung menilai dirinya kurang kompeten dalam
mengatasi bahaya atau menghadapi peristiwa yang memicu kecemasannya. Hal ini
juga dinyatakan oleh sejumlah peneliti lainnya, yaitu antara lain Friedberg dan
McClure (2002), Bogels dan Zigterman (dalam Gosch dkk, 2006), Muris, Mayer, Den
Adel, Roos, dan Van Wamelen (2009), serta Suveg dan Zeman, dalam Kendall,
2012).
Karakteristik anak dengan gangguan kecemasan lainnya dikemukakan oleh
Barrett, Rapee, Dadds, dan Ryan (dalam Stallard, 2005), yaitu bahwa anak tersebut
cenderung menginterpretasikan stimulus ambigu sebagai mengancam. Terkait dengan
aspek emosi, Suveg dan Zeman (dalam Kendall, 2012) serta Southam-Gerow dan
Penerapan cognitive..., Yomi Novitasari, Psikologi, 2013
14
Kendall (2002) menyatakan anak dengan gangguan kecemasan cenderung mengalami
emosi dengan lebih kuat, tetapi kurang memahami cara mengelola emosi seperti
menyembunyikan dan mengubah emosi-emosinya.
Gangguan kecemasan menyebabkan sejumlah dampak negatif pada kehidupan
anak. Salah satu contohnya dikemukakan oleh Brady dan Kendall (dalam Kendall,
2012). Mereka menyatakan anak dengan gangguan kecemasan dapat mengalami
pencapaian akademik di bawah kapasitasnya serta komorbiditas yang tinggi dengan
gangguan psikiatris lainnya. Penelitian Verduin dan Kendall (dalam Kendall, 2012)
maupun Velting, Setzer, dan Albano (dalam Gosch dkk, 2006) juga menemukan hal
yang sama. Namun Verduin dan Kendall menambahkan anak dengan gangguan
kecemasan memiliki dukungan sosial yang rendah. Sementara Velting, Setzer, dan
Albano (dalam Gosch dkk, 2006) menemukan bahwa anak dengan gangguan
kecemasan juga mengalami hambatan dalam hubungan dengan teman sebaya.
Sedangkan menurut peneliti lainnya, yaitu Last, Hansen, dan Farnco serta Woodward
dan Fergusson (dalam Kendall, 2012), anak dengan gangguan kecemasan dapat
mengalami hambatan dalam hubungan dengan keluarga.
Penelitian menunjukkan bahwa pada sejumlah anak, gangguan kecemasan
seringkali tidak menghilang seiring dengan waktu jika tidak mendapatkan intervensi
yang tepat (Beidel & Turner, 2005) dan secara signifikan mempengaruhi fungsi
sehari-hari mereka selama bertahun-tahun (Muris, Mayer, Den Adel, Roos, & Van
Wamelen,2009). Hal ini didukung oleh sejumlah penelitian longitudinal pada anak
dengan gangguan kecemasan. Menurut Aschenbrand dkk maupun Woodward dan
Fergusson (dalam Kendall, 2012), ketika dewasa, anak dengan gangguan kecemasan
dapat mengalami psikopatologi, seperti depresi, serta penggunaan obat-obatan
terlarang. Velting, Setzer, dan Albano (dalam Gosch dkk, 2006) juga menemukan
adanya penggunaan obat-obatan terlarang pada sejumlah individu dengan riwayat
gangguan kecemasan di masa kanak-kanak. Mereka menambahkan dampak gangguan
kecemasan lainnya saat anak tumbuh dewasa yaitu kecenderungan untuk tidak
bekerja.
Penerapan cognitive..., Yomi Novitasari, Psikologi, 2013
15
2.1.6 Penyebab Gangguan Kecemasan
Gangguan kecemasan dapat disebabkan oleh berbagai faktor, yaitu antara lain
faktor genetik, kognitif (Haugaard, 2008; Schroeder & Gordon, 2002; Wenar &
Kerig, 2005), dan pola asuh orangtua (Wenar & Kerig, 2005; Beidel & Turner, 2005).
Berikut penjelasan masing-masing faktor penyebab gangguan kecemasan :
a. Faktor Genetik
Gangguan kecemasan dapat disebabkan oleh faktor genetik yang rentan terhadap
kecemasan. Faktor genetik ini diekspresikan dalam temperamen anak yang disebut
behavioral inhibition yaitu temperamen yang dikarakteristikan dengan sikap waspada
dan kaku dalam menghadapi situasi yang dipersepsikan berbahaya, tidak familiar atau
yang melibatkan orang lain yang tidak familiar (Haugaard, 2008). Behavioral
inhibition tersebut membuat seseorang mudah mengembangkan kondisi patologis,
misalnya kecemasan yang tinggi, khususnya saat menghadapi lingkungan yang tidak
familiar atau pengalaman tertentu (Kagan, Reznick, & Snidman, dalam Schroeder &
Gordon, 2002; Haugaard, 2008).
b. Faktor Kognitif
Distorsi kognitif atau keyakinan / pikiran yang salah pada diri seseorang dapat
menjadi penyebab terjadinya gangguan kecemasan. Distorsi kognitif tersebut berupa
keyakinan yang tidak realistis bahwa dunia merupakan tempat yang berbahaya
(Wenar & Kerig, 2005) sehingga terlalu sensitif atau bersikap berlebihan terhadap
situasi yang dianggap berpotensi menimbulkan ancaman, bahkan cenderung
mempersepsi situasi yang ambigu sebagai situasi yang mengancam (Kendall &
Chansky, King & Mietz, dalam Schroeder & Gordon, 2002; Wenar & Kerig, 2005).
Menurut sejumlah peneliti, gangguan kecemasan juga disebabkan karena
seseorang menganggap dirinya tidak mampu mengatasi situasi yang menurutnya
menimbulkan bahaya atau memicu kecemasannya (Wenar & Kerig, 2005; Haugaard,
2008; Muris, Mayer, Den Adel, Roos, & Van Wamelen, 2009; Bandura dkk, dalam
Flatt & King, 2009). Muris, Mayer, Den Adel, Roos, dan Van Wamelen (2009),
menambahkan keyakinan seseorang bahwa kecemasan merupakan sesuatu yang tidak
dapat dikontrol juga dapat meningkatkan munculnya gangguan kecemasan.
Penerapan cognitive..., Yomi Novitasari, Psikologi, 2013
16
Sementara Bandura (1977, dalam Gosch dkk, 2006) menyebut keyakinan
seseorang mengenai kemampuannya mengatasi peristiwa atau objek yang
mencemaskan secara efektif tersebut sebagai self efficacy. Penelitian Suveg dan
Zeman (dalam Flatt & King, 2009) menunjukkan anak dengan self efficacy yang
rendah tidak mencoba berbagai strategi yang berbeda untuk menghadapi situasi yang
menimbulkan kecemasannya, selain menampilkan perilaku menghindar sehingga
gagal menguasai situasi tersebut, yang pada akhirnya membuat ia didiagnosa
mengalami gangguan kecemasan.
Menurut teori pembelajaran, gangguan kecemasan dapat disebabkan seseorang
terpapar informasi negatif yang memicu munculnya kecemasan (Schroeder &
Gordon, 2002). Informasi negatif tersebut dapat diperoleh dari orang lain maupun
melalui media yang ada seperti televisi, koran, atau internet. Pengalaman menghadapi
situasi yang mencemaskan baik secara langsung maupun dengan mengamati perilaku
orang lain juga dapat memicu perasaan cemas. Oleh karena itu, kecemasan pada anak
juga dapat muncul karena ia melihat contoh perilaku orangtua yang tidak tepat dalam
menghadapi kecemasan mereka (Schroeder & Gordon, Schaefer & Millman, Barrett
dkk, dalam Stallard, 2005).
Selain itu, proses pembelajaran juga terjadi dari perilaku menghindar yang
umumnya ditampilkan seseorang saat mengalami kecemasan. Menurut Stallard
(2005), perasaan yang tidak menyenangkan yang dirasakan anak saat cemas
diminimalkan dengan memindahkan atau menghindari situasi yang mengancam. Hal
ini menyebabkan anak belajar mengatasi dan mengurangi perasaan cemasnya dengan
menghindari situasi-situasi yang menimbulkan kecemasan. Perilaku menghindar ini
tidak efektif untuk mengatasi kecemasan karena hanya bersifat sementara dalam
membebaskan seseorang dari kecemasannya. Setelah beberapa waktu, perilaku
menghindar tersebut akan memperkuat kecemasannya (Mowrer, dalam Beidel &
Turner, 2005).
c. Faktor Pola Asuh Orangtua
Orangtua yang pencemas seringkali memiliki anak yang pencemas (Schaefer &
Millman, 1981). Orangtua yang pencemas cenderung menerapkan pola asuh yang
Penerapan cognitive..., Yomi Novitasari, Psikologi, 2013
17
terlalu mengontrol atau melindungi terhadap anak mereka. Orangtua ini merasa anak
mereka sangat rapuh dan tidak yakin dengan kemampuan anak dalam mengatasi
masalah. Mereka ingin melindungi anaknya dari tekanan-tekanan hidup (Friedberg
&McClure, 2002). Hal ini membahayakan karena membatasi kesempatan anak untuk
mengembangkan kemampuan menghadapi masalah (Krohnc & Hock, Rapee, dalam
Stallard, 2005).
Pola asuh tersebut juga membuat anak kurang mampu mengelola emosi-
emosinya. Kemampuan yang rendah dalam mengelola emosi dapat meningkatkan
kemungkinan terjadinya gangguan kecemasan. Hal ini disebabkan individu yang
mengalami gangguan kecemasan kurang mampu memahami bagaimana cara
menyembunyikan atau mengubah emosi-emosinya (Kendall, 2012) atau kurang
memiliki kemampuan untuk menenangkan diri sendiri saat mengalami kecemasan
(Wenar & Kerig, 2005).
2.2 Cognitive Behavior Therapy (CBT)
2.2.1 Definisi Cognitive Behavior Therapy (CBT)
Menurut Somers dan Queree (2007), Cognitive Behavior Therapy (CBT)
merupakan intervensi psikologis yang melibatkan interaksi antara cara berpikir,
merasa, dan berperilaku dalam diri seseorang. CBT membantu seseorang
mengidentifikasi pola kognitif atau pikiran dan emosi yang berkaitan dengan
perilakunya.
CBT dikembangkan berdasarkan pendekatan perilaku dan kognitif, sehingga
dalam penerapannya, CBT ini melibatkan sejumlah teknik intervensi perilaku dan
kognitif (Gosch, Flannery-Schroder, Mauro, & Compton, 2006). Berdasarkan
pendekatan perilaku, apa yang dilakukan seseorang akan mempengaruhi perasaan
maupun pikirannya. Penerapan teori ini dalam praktek CBT adalah dalam
mengajarkan seseorang mempelajari perilaku dan cara baru untuk menghadapi suatu
situasi yang mengganggunya, dengan melibatkan pembelajaran keterampilan tertentu
(Somers & Queree, 2007). Sementara dalam pandangan pendekatan kognitif, cara kita
berpikir mengenai suatu peristiwa mempengaruhi bagaimana kita merasa dan
Penerapan cognitive..., Yomi Novitasari, Psikologi, 2013
18
berperilaku. Namun, adakalanya seseorang tidak menyadari bahwa ia memiliki
pikiran atau keyakinan yang salah, yang juga dikenal dengan istilah distorsi kognitif.
Distorsi kognisi merupakan masalah karena selain tidak akurat, juga menyebabkan
munculnya emosi negatif atau perilaku menghindari situasi yang menjadi masalah
(Somers & Queree, 2007).
2.2.2 Penerapan CBT Dalam Menangani Kecemasan Anak
CBT merupakan intervensi yang efektif dan telah digunakan secara luas untuk
menangani masalah kecemasan pada anak dan remaja (Chambless & Ollendick,
Cartwright-Hatton dkk, dalam Ishikawa, Okajima, Matsuoka, & Sakano, 2007; King,
Heyne, & Ollendick, 2005; Waddell, Godderis, Hua, McEwan,& Wong, 2004;
Albano & Kendall, 2002; Muris, Mayer, Den Adel, Roos, & Van Wamelen, 2009).
CBT untuk mengatasi kecemasan pada anak mengintegrasikan pendekatan perilaku
(behavior) yang sudah terbukti efisien (misalnya exposure task, relaksasi, role play)
dengan penekanan pada faktor pemrosesan informasi kognitif yang berkaitan dengan
kecemasan pada anak tersebut (Kendall, 2012). Tujuan intervensi ini adalah
mengajarkan anak mengenali tanda-tanda adanya dorongan kecemasan, dan
menggunakan tanda-tanda tersebut sebagai informasi dalam mengelola kecemasannya
(Kendall, 2012).
Penerapan pendekatan perilaku dalam CBT untuk menangani kecemasan anak ini
berupa penggunaan konsep classical conditioning, yaitu secara bertahap
menghadapkan anak pada situasi yang memicu kecemasannya (Haugaard, 2008).
Somers dan Queree (2007) menyatakan menempatkan seseorang dalam situasi yang
mencemaskannya secara bertahap dan aman (misalnya di ruangan terapis) dapat
melemahkan ikatan antara situasi yang mencemaskan dengan gejala kecemasan yang
dimunculkannya. Konsep pendekatan perilaku lain yang juga diterapkan dalam CBT
ini adalah operant-conditioning, yaitu mengurangi reinforcement yang diperoleh atas
perilaku menghindar anak dari kecemasan, dan meningkatkan reinforcement untuk
perilaku mengatasi kecemasan secara efektif (Haugaard, 2008). Hal ini dilakukan
karena menghindar merupakan perilaku yang sering ditampilkan anak saat mengalami
Penerapan cognitive..., Yomi Novitasari, Psikologi, 2013
19
kecemasan, padahal menurut Somers dan Queree (2007) menghindar dapat
meningkatkan rasa takut terhadap situasi yang mencemaskan tersebut, dan dapat
membatasi kemampuannya untuk melakukan kegiatan sehari-hari secara bebas. Oleh
karena itu, dalam CBT ini anak diberikan reinforcement ketika ia dapat mengganti
perilaku menghindarnya dengan perilaku lain yang lebih tepat saat menghadapi
kecemasan.
Penggunaan pendekatan kognitif berupa mengajarkan anak mengidentifikasi dan
memodifikasi kognisi yang menyebabkan kecemasannya (Haugaard, 2008). Dalam
pandangan CBT, respon perilaku dipengaruhi oleh pikiran atau kognisi. Perilaku yang
maladaptif merupakan hasil dari pikiran yang salah atau maladaptif. Menurut Kendall
dan Gosch (dalam Schroeder & Gordon, 2002) jika pikiran tersebut diubah, maka
perilaku maladaptif juga akan berubah. Oleh karena itu, terapi untuk anak dengan
masalah kecemasan sebaiknya fokus pada pikiran yang menyebabkan kecemasannya
(Schroeder & Gordon, 2002).
2.2.3 Tahapan CBT Dalam Menangani Kecemasan Anak
Secara umum, tahapan CBT dalam mengatasi kecemasan pada anak (Stallard, 2005)
adalah :
1. Psikoedukasi model kognitif dan teori yang mendasari penggunaan CBT dalam
treatment kecemasan anak.
2. Mengajarkan anak mengidentifikasi gejala-gejala fisiologis di badan mereka yang
merupakan tanda kecemasan. Kemudian anak diajarkan keterampilan relaksasi,
yang merupakan latihan melepaskan ketegangan otot besar sehingga menjadi
relaks secara bertahap (King, Hamilton, & Ollendick, dalam Kendall, 1991), untuk
mengatasi gejala-gejala fisiologis yang tidak menyenangkan saat cemas.
3. Mengajarkan anak mengidentifikasi pikiran yang menimbulkan kecemasan dan
menggantikannya dengan pikiran yang menurunkan kecemasan melalui berbicara
kepada diri sendiri (self-talk) secara positif.
Penerapan cognitive..., Yomi Novitasari, Psikologi, 2013
20
4. Melatih anak mengembangkan keterampilan menghargai diri sendiri (self-
reinforcement), misalnya memuji upaya yang telah ia gunakan, yaitu self-talk dan
relaksasi, dalam menghadapi kecemasan.
5. Melatih anak mengidentifikasi situasi atau peristiwa yang mencemaskannya dan
menyusunnya dalam hirarki kecemasan. Anak didorong menggunakan strategi
emosi dan kognitif yang diajarkan dalam CBT untuk mengatasi kecemasan pada
situasi-situasi tersebut. Kegiatan ini dikenal dengan istilah exposure task.
Kendall (2012) telah mengembangkan program CBT yang dikenal dengan Coping
Cat untuk menangani kecemasan pada anak dengan menggunakan 4 prinsip
berdasarkan tahapan di atas. Prinsip-prinsip tersebut dikenal dengan singkatan FEAR,
yang dijabarkan sebagai berikut :
1. F atau Feeling frightened, yaitu mengajarkan anak untuk mengenali gejala fisik
saat cemas.
2. E atau Expecting bad things to happen, yaitu mengajarkan anak mengidentifikasi
pikirannya saat cemas.
3. A atau Attitudes and actions that can help, yaitu mengajarkan anak
mengembangkan strategi mengatasi kecemasan.
4. R atau Result and Rewards, yaitu mengajarkan anak mengevaluasi usahanya dalam
mengatasi kecemasan dan menghargai diri mereka sendiri atas usahanya itu.
Kendall juga telah mengembangkan manual yang berisi materi yang akan
diberikan selama program Coping Cat berlangsung. Manual tersebut telah digunakan
secara luas dalam program CBT untuk menangani kecemasan pada anak (Gosch,
Flannery-Schroder, Mauro, & Compton, 2006).
2.3 Perkembangan Anak Usia Sekolah (6 – 12 tahun)
Memasuki usia sekolah, kecepatan pertumbuhan fisik anak lebih lambat
dibandingkan usia sebelumnya, namun kematangan perkembangan motoriknya
menyebabkan anak usia sekolah mampu melakukan banyak kegiatan motorik dengan
koordinasi tubuh yang lebih baik (Papalia, Olds, & Feldman, 2006). Dalam aspek
kognitifnya, menurut Piaget, anak usia sekolah berada dalam tahap berpikir yang
Penerapan cognitive..., Yomi Novitasari, Psikologi, 2013
21
kongkret (concrete operational thinking) (Bee & Boyd, 2007; Papalia, Olds, &
Feldman, 2006). Pada tahap ini anak dapat berpikir lebih logis dibandingkan
sebelumnya karena ia mulai dapat mempertimbangkan berbagai aspek dalam sebuah
situasi. Namun kemampuan berpikir logisnya ini masih terbatas pada situasi yang
kongkret atau nyata yang terjadi saat itu.
Dalam aspek emosi, ada sejumlah perubahan perkembangan emosi pada anak usia
sekolah (Kelebli, Wintre & Vailance, dalam Santrock, 2000), yaitu antara lain
peningkatan kemampuan untuk memahami emosi yang kompleks seperti rasa malu
dan bangga; memahami bahwa lebih dari satu emosi dapat dialami dalam suatu
situasi tertentu; menyembunyikan reaksi emosi yang negatif; dan menggunakan
strategi dari diri sendiri untuk mengarahkan perasaan (Santrock, 2000). Selain itu,
anak juga mampu mempertimbangkan berbagai aspek dalam situasi yang
membangkitkan emosi, sehingga membantu dirinya memahami yang dirasakan orang
lain dan respon apa yang tepat terhadap situasi tersebut (Sroufe, Cooper, & Dehart,
1996).
Menurut Erikson, isu utama pada anak usia sekolah adalah industry versus
inferiority (Papalia, Olds, & Feldman, 2006). Industry merupakan istilah untuk
menggambarkan keyakinan mengenai kompetensi diri yang disertai dengan
kecenderungan untuk memulai kegiatan, mencari pengalaman belajar, dan bekerja
keras untuk mencapai tujuan. Kegagalan yang berulang untuk menguasai
keterampilan baru akan membuat anak merasa tidak kompeten dan inferior (Sroufe,
Cooper, & Dehart, 1996).
Pada usia sekolah ini, pertemanan merupakan hal yang penting dan umumnya
berupa pertemanan dengan anak-anak lain yang sama dalam hal usia, jenis kelamin,
etnis, dan status sosial-ekonomi, serta yang tinggal berdekatan atau pergi ke sekolah
bersama-sama (Papalia, Olds, & Feldman, 2006). Selain itu, anak usia ini cenderung
membandingkan kemampuan dirinya dengan orang lain saat mengevaluasi diri
(Sroufe, Cooper, & Dehart, 1996). Dengan demikian, interaksi dengan teman tersebut
tidak hanya meningkatkan kemampuan sosial anak, tetapi juga memungkinkan ia
Penerapan cognitive..., Yomi Novitasari, Psikologi, 2013
22
untuk menilai dan mengembangkan dirinya agar memiliki kemampuan yang setara
atau lebih baik daripada anak lainnya.
2.4 Kerangka Berpikir
Kecemasan merupakan suatu kondisi yang dialami seseorang, yang menurut
sejumlah peneliti melibatkan komponen fisiologis, kognitif, emosi dan perilaku.
Kecemasan dapat terjadi saat seseorang memiliki pikiran yang salah atau distorsi
kognitif. Pikiran tersebut akan mendorong munculnya kondisi yang tidak
menyenangkan dalam fisik maupun emosi seseorang, dan juga pada akhirnya
membuat dirinya menampilkan perilaku-perilaku tertentu. Respon perilaku tersebut
dapat berupa tindakan yang positif sehingga justru menguntungkan dirinya, namun
dapat juga berupa perilaku maladaptif yang biasanya merugikan karena dapat
mengganggu fungsi sehari-harinya. Perilaku maladaptif yang sering muncul saat
cemas adalah perilaku menghindar.
Perilaku menghindar akibat adanya kecemasan terlihat pada partisipan penelitian
ini, yaitu antara lain menolak sekolah saat ada ulangan karena takut mendapat nilai
rendah dan dianggap bodoh oleh teman, menghindari menyeberang jalan, menolak
berangkat sekolah sendirian, menolak les jika tidak ditemani orangtua, terburu-buru
di kamar mandi jika tidak ditemani, meminta ibu menelepon teman yang tidak akrab
untuk menanyakan PR, menolak menggunakan pisau dan jarum. Kecemasannya ini
disebabkan adanya distorsi kognitif pada dirinya yaitu keyakinan bahwa dirinya tidak
mampu menghadapi situasi yang dipersepsikannya mengancam dirinya sehingga
membutuhkan bantuan orang lain. Pikiran-pikiran tersebut memicu munculnya
perasaan cemas dan juga keluhan fisiologis, misalnya jantung berdetak kencang serta
badan gemetar saat berada di kamar mandi sendirian.
Selain distorsi kognitif seperti yang disebutkan di atas, faktor kognitif lainnya
adalah pengalaman gagal menghadapi situasi atau hal yang mencemaskan dan
reinforcement yang diperoleh dari perilaku menghindar saat cemas. Partisipan ini
pernah mengalami situasi yang mencemaskan yaitu ketika ia mengikuti pendidikan di
TK. Saat keluar kelas, ia tidak melihat pengasuhnya sehingga ia sangat cemas.
Penerapan cognitive..., Yomi Novitasari, Psikologi, 2013
23
Setelah peristiwa itu ia selalu ditemani pengasuh di kelas selama TK. Hal ini
membuatnya tidak terlatih untuk menghadapi kecemasan. Di sisi lain, ia juga
memperoleh reinforcement saat menolak masuk sekolah berupa perhatian dari
orangtua, meskipun seringkali perhatian tersebut berupa dimarahi oleh mereka.
Faktor lain penyebab gangguan kecemasan adalah genetik dan pola asuh
orangtua. Faktor genetik penyebab gangguan kecemasan berupa temperamen
behavior inhibition yang membuat seseorang rentan terhadap kecemasan. Partisipan
penelitian ini juga terlihat memiliki temperamen tersebut karena semenjak kecil ia
membutuhkan waktu yang relatif lama untuk berinteraksi dengan orang baru atau
beradaptasi di lingkungan baru. Ia juga kurang mampu mengelola emosi karena
selama ini orangtua dan pengasuh lainnya cenderung banyak membantu dan
overprotective serta tidak membekalinya dengan keterampilan mengelola emosi,
terutama saat cemas. Pola asuh yang terlalu melindungi tersebut membuat anak
merasa tidak kompeten dan cenderung memilih menampilkan perilaku menghindar
sebagai cara mengatasi kecemasannya.
Partisipan penelitian ini berada pada tahap perkembangan anak usia sekolah.
Menurut Papalia, Olds, dan Feldman (2006), salah satu gangguan emosional yang
umum terjadi pada anak usia sekolah adalah kecemasan. Memasuki usia sekolah, hal
yang memicu kecemasan anak mulai beralih dari kecemasan mengenai ancaman
terhadap fisiknya menjadi kecemasan terhadap kompetensi, penilaian sosial, dan
kesejahteraan psikologisnya (Vasey & Daleiden, 1994, dalam Beidel & Turner,
2005). Hal ini disebabkan, pada usia sekolah anak mulai menghadapi tantangan
berupa sejumlah tugas atau kegiatan yang membutuhkan kompetensi dirinya. Di usia
ini anak juga mulai mementingkan pertemanan dengan anak lain yang sebaya dan
perkembangan kognitifnya membuat ia mampu menilai kompetensinya berdasarkan
perbandingan dengan kemampuan teman-temannya. Ia akan merasakan sense of
industry yaitu keyakinan bahwa dirinya kompeten ketika berhasil melakukan
tantangan tersebut dengan baik atau setara dengan anak lainnya. Sebaliknya ketika ia
gagal, maka ia akan merasa inferior atau kurang mampu dibandingkan temannya.
Oleh karena itu kecemasan yang dirasakan anak usia sekolah berkaitan dengan
Penerapan cognitive..., Yomi Novitasari, Psikologi, 2013
24
kompetensi perilakunya dan penilaian sosial yang diperolehnya. Hal tersebut juga
terlihat pada partisipan ini. Ia merasa cemas ketika mendapat nilai pelajaran yang
buruk karena khawatir akan dianggap bodoh oleh temannya. Hal ini menguatkan
keyakinan bahwa ia tidak mampu.
Berdasarkan penelitian, gangguan kecemasan tidak akan hilang dengan sendirinya
tanpa penanganan yang tepat. Karena kecemasan melibatkan komponen kognitif,
perilaku, fisiologis, dan emosi, maka penanganan kecemasan yang tepat seharusnya
berupa intervensi yang melibatkan komponen-komponen tersebut. Menurut sejumlah
peneliti, CBT merupakan intervensi yang terbukti efektif dan telah banyak digunakan
dalam menangani masalah kecemasan pada anak. Dalam mengatasi kecemasan anak,
CBT menggunakan teknik-teknik perilaku maupun kognitif, yang mencakup edukasi
mengenai gejala fisik, pikiran, dan emosi yang dirasakan saat cemas, serta tindakan
yang sebaiknya dilakukan anak untuk mengatasi kecemasannya. Dengan melakukan
serangkaian kegiatan dalam intervensi CBT ini, partisipan diharapkan memiliki
keterampilan untuk mengelola kecemasannya sehingga ia tidak lagi menampilkan
perilaku menghindar saat cemas, melainkan perilaku lain yang lebih sesuai.
Penerapan cognitive..., Yomi Novitasari, Psikologi, 2013
25
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Masalah dan Hipotesa Penelitian
Masalah dalam penelitian ini adalah apakah Cognitive Behavior Therapy (CBT)
efektif untuk menurunkan kecemasan pada anak usia sekolah, yaitu D ?
Operasionalisasi masalah :
- Apakah CBT efektif untuk menurunkan kecemasan pada anak usia sekolah yang
terukur melalui alat ukur Screen for Child Anxiety Related Emotional Disorders
(SCARED), Fear Survey Schedulle for Children – Revised (FSSC-R), dan Child
Behavior Checklist (CBCL) ?
Hipotesa penelitian ini adalah sebagai berikut :
Hipotesa Alternative (Ha) : “Program intervensi dengan menggunakan Cognitive
Behavior Therapy (CBT) efektif untuk menurunkan kecemasan pada anak usia
sekolah.”
3.2 Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan Single-Case AB Design atau Pre test - Post test Design,
yang merupakan desain penelitian experimental yang dapat digunakan untuk
mengukur pengaruh satu variabel terhadap variabel lainnya dengan menggunakan
satu partisipan saja (Gravetter & Forzano, 2009).
3.3 Variabel Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara dua variabel, yaitu :
- IV (Independent Variable) atau variabel bebas, yaitu program Cognitive Behavior
Therapy (CBT).
- DV (Dependent Variable) atau variabel terikat, yaitu kecemasan pada anak usia
sekolah.
Penerapan cognitive..., Yomi Novitasari, Psikologi, 2013
26
Penilaian terhadap variabel ini diukur melalui alat ukur Screen for Child Anxiety
Related Emotional Disorders (SCARED), Fear Survey Schedulle for Children –
Revised (FSSC-R) dan Child Behavior Checklist (CBCL), serta hasil observasi dan
wawancara terhadap partisipan selama program intervensi berlangsung.
3.4 Partisipan Penelitian
Partisipan penelitian ini berjumlah satu orang, yaitu seorang anak perempuan
bernama D yang berusia 9 tahun dan duduk di kelas 4 Sekolah Dasar.
Karakteristik partisipan penelitian ini adalah sebagai berikut :
- Anak usia sekolah berusia 9 tahun.
- Memiliki kemampuan intelektual yang rata-rata (IQ = 104, menurut skala Weschler)
- Mengalami kecemasan yang terlihat dari sejumlah perilaku, antara lain menolak les
di rumah guru jika tidak ditunggui orangtua, sendirian ketika pergi ke sekolah,
menyeberang jalan raya, di kamar mandi, di rumah, tidur, dan menolak menelepon
teman yang tidak akrab.
3.5 Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian ini mencakup tahap perencanaan, pelaksanaan, dan pengolahan
data.
3.5.1 Tahap Perencanaan
3.5.1.1 Pemeriksaan Psikologis Terhadap Partisipan
Pemeriksaan psikologis ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai
kapasitas inteligensi, kepribadian serta masalah yang dihadapi partisipan. Pengukuran
psikologis ini dilakukan melalui wawancara dengan partisipan dan orangtua,
observasi terhadap partisipan, pemberian sejumlah tes psikologis terhadap partisipan.
Dari hasil pemeriksaan didapatkan ada masalah kecemasan yang dialami D.
Penerapan cognitive..., Yomi Novitasari, Psikologi, 2013
27
3.5.1.2 Formulasi Masalah
D mengalami masalah kecemasan, yaitu cemas ketika harus sendirian saat pergi ke
sekolah, menyeberang jalan, pergi les, di rumah, di kamar mandi. Ia juga cemas
ketika menelepon teman yang tidak akrab, menggunakan pisau dan jarum. Faktor
penyebab kecemasannya adalah adanya distorsi kognitif yaitu pikiran bahwa ia tidak
mampu dan membutuhkan bantuan orang lain untuk menghadapi situasi-situasi yang
membuatnya cemas. Dampak perilaku menghindar saat cemas ini adalah ibu harus
meninggalkan pekerjaannya untuk menemani aktivitas les D. Selain itu, D selalu
membutuhkan orang lain untuk menemaninya pergi sekolah, menyeberang jalan, ke
kamar mandi, tinggal di rumah, dan membantunya menelepon teman yang tidak
akrab.
3.5.1.3 Penetapan Intervensi yang Diberikan
Intervensi yang diberikan untuk mengatasi masalah kecemasan pada D adalah
Cognitive-Behavior Therapy (CBT).
3.5.1.4 Penetapan Tujuan Program
Secara umum, program ini bertujuan untuk menguji efektivitas Cognitive Behavior
Therapy (CBT) dalam penanganan gangguan kecemasan pada anak usia sekolah.
Tujuan khusus program ini adalah untuk meningkatkan kemampuan partisipan dalam
mengelola kecemasannya dengan mengenali gejala kecemasan yang berupa tanda-
tanda fisiologis, menyadari pikiran dan perasaan saat cemas, dan menggunakan cara
yang efektif untuk mengatasi kecemasannya.
3.5.1.5 Penetapan Rancangan Program
Rancangan program ini dibuat berdasarkan manual Coping Cat yang
dikembangkan oleh Kendall dan terbukti efektif dalam menangani masalah
kecemasan pada anak. Manual Coping Cat ini merupakan panduan bagi pelaksana
intervensi dalam mengajarkan keterampilan pada anak untuk mengelola kecemasan
menggunakan FEAR, yaitu (a) mengenali kecemasan dan reaksi tubuh terhadap
Penerapan cognitive..., Yomi Novitasari, Psikologi, 2013
28
kecemasan (Feeling frightened); (b) mengidentifikasikan pikiran yang mencemaskan
(Expecting bad things to happen), (c) mengembangkan rencana untuk menghadapi
situasi dengan relaksasi, modifikasi self -talk saat cemas dan perilaku coping (Attitude
& Action), (d) mengevaluasi performa dan self reward (Result & Reward).
Program yang dikembangkan Kendall ini juga menggunakan strategi perilaku,
seperti modelling, yaitu anak didorong untuk meniru perilaku yang tepat dalam
mengatasi kecemasan seperti yang dicontohkan oleh terapis, dan exposure task, yaitu
menempatkan anak dalam situasi yang memicu kecemasannya, baik dengan cara
membayangkan situasi tersebut maupun mengalaminya secara langsung (in vivo).
Selain itu, anak juga diberikan tugas mingguan untuk memberikan kesempatan
kepada anak mempraktekan keterampilan yang dipelajari dalam intervensi CBT.
Kendall menamakan tugas tersebut dengan istilah STIC (Show That I Can). STIC ini
merupakan komponen yang penting dalam intervensi CBT karena memfasilitasi anak
untuk mengembangkan rasa menguasai keterampilan yang diajarkan dalam mengatasi
kecemasan (Hudson & Kendall, dalam Kendall, 2012).
Program ini terdiri dari 12 sesi dengan durasi setiap sesinya adalah 1 jam. Rincian
kegiatan program ini dapat dilihat pada tabel berikut.
Penerapan cognitive..., Yomi Novitasari, Psikologi, 2013
29
Tabel 3.1 Rancangan Kegiatan Program CBT
Sesi Materi Tujuan Kegiatan Waktu Peralatan
1
Pengenalan
Program
Penjelasan program Anak mendapat gambaran
singkat mengenai program
ini.
Pelaksana intervensi menjelaskan program yang akan dijalani
anak.
60
menit
-Buku kerja
anak
-Alat tulis
Berkenalan dengan
perasaan & pikiran
Anak memahami adanya
perasaan dan pikiran dalam
dirinya.
Anak menuliskan perasaan dan pikirannya dalam situasi
menyenangkan dan netral.
Berkenalan dengan
tugas dan latihan di
rumah
Anak termotivasi untuk
melaksanakan tugas yang
diberikan pada setiap sesi.
Pelaksana intervensi menjelaskan adanya tugas dan latihan di
rumah dalam program ini. Setiap kali anak mengerjakan tugas
latihan di rumah, ia akan mendapat nilai 2. Nilai tersebut akan
diakumulasikan. Ketika jumlah nilai anak mencapai 8, 16, dan
24, ia dapat menukarkan nilainya dengan hadiah yang
disepakati anak dan orangtua
Anak menulis hadiah yang ia inginkan di daftar hadiah.
2
Mengenali
Perasaan
Review tugas
latihan di rumah
sesi 1
Anak mendapat
kesempatan menunjukkan
hasil kerjanya di luar sesi
program dan mendapat
umpan balik dari pelaksana
intervensi.
Pelaksana intervensi dan anak membahas tugas latihan di
rumah. Anak mencatat nilainya di lembar “Bank Nilai”
60
menit
-Buku kerja
anak
-Alat tulis
-Lembar
Bank Nilai
-Kartu
Situasi
-Gunting
-Amplop
Perasaan- perasaan
seseorang
Anak memahami perasaan
– perasaan yang dapat
dialami seseorang.
Anak membuat daftar yang berisi sejumlah perasaan yang
berbeda.
Cara mengetahui
perasaan seseorang
Anak mampu mengenali
berbagai perasaan yang ada
dalam dirinya maupun
orang lain.
Anak menuliskan cara ia mengetahui seseorang sedang merasa
marah, sedih, senang, dan kaget.
Anak membaca contoh situasi dan menuliskan perasaan yang
ia alami jika berada dalam situasi tersebut.
Anak menggambar sebuah wajah yang menunjukkan perasaan
tersebut.
Anak menebak dan menuliskan perasaan orang-orang dalam
gambar.
Kartu situasi Anak mampu menuliskan
beberapa situasi dengan
tingkat kecemasan yang
berbeda.
Anak membuat “Kartu situasi” yang terdiri dari kartu
“MUDAH”, “SEDANG”, dan “MENANTANG”.
Berbagi cerita Anak mendapat insight
cara mengatasi situasi yang
Pelaksana intervensi berbagi cerita kepada anak mengenai
pengalamannya menghadapi situasi mencemaskan.
Penerapan cognitive..., Yomi Novitasari, Psikologi, 2013
30
Tabel 3.1 Rancangan Kegiatan Program CBT
mencemaskan.
Tugas latihan di
rumah
Anak mendapat
kesempatan
mempraktekkan apa yang
ia pelajari dari sesi ini di
rumah.
Anak menuliskan hal yang membuatnya sangat cemas/ takut/
khawatir, dan situasi tenang beserta perasaan, dan pikirannya
pada situasi tersebut.
3
Reaksi Tubuh
Review tugas
latihan di rumah
sesi 2
Anak mendapat
kesempatan menunjukkan
hasil kerjanya di luar sesi
program dan mendapat
umpan balik dari pelaksana
intervensi.
Pelaksana intervensi dan anak membahas tugas latihan di
rumah. Anak mencatat nilainya di lembar “Bank Nilai”
60
menit
-Buku kerja
anak
-Alat tulis
-Lembar
Bank Nilai
-Materi
relaksasi Reaksi tubuh saat
cemas / takut
Anak memahami bahwa
tubuh seseorang akan
menunjukkan reaksi
tertentu ketika merasa
cemas atau takut.
Pelaksana intervensi menjelaskan reaksi tubuh saat cemas atau
takut.
Anak menuliskan tanda-tanda salah seorang keluarga atau
temannya sedang ketakutan atau cemas.
Anak menggambar seseorang yang sedang ketakutan atau
cemas.
Anak melingkari gambar tubuh yang terasa tidak nyaman saat
cemas atau takut, beserta apa yang dirasakan pada bagian
tubuh tersebut.
Penyebab reaksi
tubuh
Anak memahami bahwa
reaksi tubuh tertentu dapat
disebabkan oleh berbagai
alasan.
Anak membaca beberapa contoh situasi dan memilih alasan
yang tepat yang menyebabkan tokoh dalam cerita mengalami
situasi tersebut.
Langkah pertama
mengatasi
kecemasan
(Feeling
frightened)
Anak memahami langkah
pertama mengatasi
kecemasan, yaitu
menyadari adanya tanda-
tanda atau reaksi tubuh
tertentu saat cemas.
Pelaksana intervensi menjelaskan langkah pertama mengatasi
kecemasan.
Anak membayangkan dirinya sedang cemas dan menuliskan
tanda-tanda yang dirasakan saat itu.
Tugas latihan di
rumah
Anak mendapat
kesempatan
mempraktekkan apa yang
Pelaksana intervensi menjelaskan skala untuk menilai tingkat
kecemasan atau rasa takut seseorang.
Anak memperhatikan reaksi tubuhnya saat merasakan beberapa
Penerapan cognitive..., Yomi Novitasari, Psikologi, 2013
31
Tabel 3.1 Rancangan Kegiatan Program CBT
ia pelajari dari sesi ini di
rumah.
perasaan yang berbeda selama satu hari. Ia juga diminta untuk
menilai tingkat kecemasannya dengan menggunakan skala
tersebut
4
Relaksasi
Review tugas
latihan di rumah
sesi 3
Anak mendapat
kesempatan untuk
menunjukkan hasil
kerjanya di luar sesi
program dan mendapat
umpan balik dari pelaksana
intervensi.
Pelaksana intervensi dan anak membahas tugas latihan di
rumah. Anak mencatat nilainya di lembar “Bank Nilai”.
60
menit
-Buku kerja
anak
-Alat tulis
-Lembar
Bank Nilai
-Hadiah
Anak dapat menukarkan akumulasi nilainya dengan hadiah
yang disepakati.
Saat tubuh tenang
dan tegang
Anak menyadari adanya
perbedaan reaksi tubuh
saat tegang dan tenang.
Anak membayangkan situasi yang membuatnya senang dan
tenang. Ia menuliskan apa yang tubuhnya rasakan dalam situasi
tersebut.
Anak mengepalkan jarinya dan membandingkan apa yang ia
rasakan saat itu dengan sebelumnya.
Anak berakting seperti robot dan boneka kain. Lalu
menceritakan perbedaan saat menjadi robot dan boneka kain.
Anak menilai seberapa tenang gambar kempat kucing dengan
skala 1 – 4.
Otot tubuh Anak mampu mengenali
bagian tubuh yang terasa
tegang.
Pelaksana intervensi menjelaskan otot pada tubuh manusia.
Anak menuliskan nama otot-otot yang ada pada gambar tubuh
manusia.
Anak menunjukkan bagian otot tersebut di tubuhnya dan
membuat ototnya menjadi tegang.
Belajar relaksasi Anak mampu melakukan
relaksasi saat ia merasa
cemas, tegang, atau takut.
Pelaksana intervensi mengajarkan anak beberapa latihan
relaksasi yang dapat membantunya menenangkan diri saat
sedang cemas, tegang, atau takut.
Tugas latihan di
rumah
Anak mendapat
kesempatan
mempraktekkan apa yang
ia pelajari dari sesi ini di
Anak diminta untuk latihan relaksasi di rumah dan mencatat
pengalaman tersebut di bukunya.
Anak diminta untuk menuliskan pengalaman lain ketika ia
merasa cemas atau takut, serta perasaan dan pikirannya saat itu.
Penerapan cognitive..., Yomi Novitasari, Psikologi, 2013
32
Tabel 3.1 Rancangan Kegiatan Program CBT
rumah.
Evaluasi sesi 1 - 4 Orangtua partisipan
mendapat informasi
mengenai pelaksanaan
program dan dukungan
yang perlu mereka berikan
untuk keberhasilan
program ini.
Pelaksana intervensi dan orangtua partisipan membahas
pelaksanaan sesi 1 - 4, termasuk hal-hal yang mendukung dan
menghambat program.
60
menit
5
Mengenali
Pikiran
Review tugas
latihan di rumah
sesi 4
Anak mendapat
kesempatan menunjukkan
hasil kerjanya di luar sesi
program dan mendapat
umpan balik dari pelaksana
intervensi.
Pelaksana intervensi dan anak membahas tugas latihan di
rumah. Anak mencatat nilainya di lembar “Bank Nilai”
60
menit
-Buku kerja
anak
-Alat tulis
-Lembar
Bank Nilai
Berkenalan dengan
pikiran
Anak menyadari adanya
pikiran dalam diri
seseorang.
Pelaksana intervensi menjelaskan kegiatan berpikir seseorang
dapat berupa berbicara kepada diri sendiri.
Pelaksana intervensi menunjukkan ilustrasi adanya pikiran
dengan gambar balon pikiran.
Anak menuliskan isi pikiran dalam gambar balon pikiran.
Pikiran yang
berbeda
Anak memahami bahwa
orang yang berbeda dapat
memiliki pikiran yang
berbeda dalam situasi
yang sama.
Pelaksana intervensi menjelaskan bahwa orang yang berbeda
dapat memiliki pikiran yang berbeda dalam situasi yang sama.
Anak membaca contoh situasi dan menuliskan apa pikiran
masing-masing tokoh dalam situasi tersebut.
Anak menuliskan pikiran yang berbeda di balon pikiran.
Pikiran yang
berbeda = perasaan
dan tindakan yang
berbeda
Anak memahami bahwa
pikiran yang berbeda dapat
menghasilkan perasaan dan
tindakan yang berbeda.
Pelaksana intervensi menjelaskan bahwa pikiran yang berbeda
dapat menghasilkan perasaan dan tindakan yang berbeda.
Penerapan cognitive..., Yomi Novitasari, Psikologi, 2013
33
Tabel 3.1 Rancangan Kegiatan Program CBT
Anak menuliskan perbedaan tindakan dan perasaan orang
dalam gambar jika ia memiliki pikiran yang pertama dan
kedua.
Langkah kedua
mengatasi
kecemasan
(Expecting bad
things to happen).
Anak memahami langkah
kedua mengatasi
kecemasan yaitu dengan
menyadari pikirannya saat
cemas.
Pelaksana intervensi menjelaskan pikiran dapat membantu
seseorang menghadapi suatu situasi, tetapi dapat juga membuat
cemas atau takut.
Anak melingkari dan menjelaskan gambar kartun yang paling
ketakutan.
Pelaksana intervensi menjelaskan langkah kedua mengatasi
kecemasan.
Anak memikirkan situasi yang membuatnya merasa takut atau
cemas. Lalu bermain peran dengan situasi tersebut.
Tugas latihan di
rumah
Anak mendapat
kesempatan
mempraktekkan apa yang
ia pelajari dari sesi ini di
rumah.
Anak menuliskan 2 situasi yang membuatnya merasa cemas
atau takut serta pikirannya saat itu. Ia melakukan relaksasi saat
merasa cemas atau takut.
6
Sikap dan
Tindakan
Review tugas
latihan di rumah
sesi 5
Anak mendapat
kesempatan menunjukkan
hasil kerjanya di luar sesi
program dan mendapat
umpan balik dari pelaksana
intervensi.
Pelaksana intervensi dan anak membahas tugas latihan di
rumah. Anak mencatat nilainya di lembar “Bank Nilai”
60
menit
-Buku kerja
anak
-Alat tulis
-Lembar
Bank Nilai
-Karton
-Gunting Langkah ketiga
mengatasi
kecemasan
(Attitudes and
actions).
Anak memahami langkah
ketiga untuk mengatasi
kecemasan, yaitu memilih
sikap dan tindakan yang
dapat membantu
menghadapi kecemasan
Pelaksana intervensi mereview langkah pertama dan kedua
mengatasi kecemasan.
Pelaksana intervensi menjelaskan langkah ketiga mengatasi
kecemasan.
Anak membuat kartu untuk mengingat ketiga langkah yang
telah dipelajari.
Penerapan cognitive..., Yomi Novitasari, Psikologi, 2013
34
Tabel 3.1 Rancangan Kegiatan Program CBT
Anak membaca contoh situasi dan menuliskan cara
menghadapi situasi tersebut menggunakan ketiga langkah yang
telah dipelajarinya.
Tugas latihan di
rumah
Anak mendapat
kesempatan
mempraktekkan apa yang
ia pelajari dari sesi ini di
rumah.
Anak menuliskan 2 situasi yang membuatnya cemas. Ia harus
menggunakan apa yang telah dipelajarinya untuk menghadapi
situasi tersebut. Ia diminta menuliskan pengalamannya tersebut
dalam buku catatannya.
7
Hasil dan
Hadiah
Review tugas
latihan di rumah
sesi 6
Anak mendapat
kesempatan menunjukkan
hasil kerjanya di luar sesi
program dan mendapat
umpan balik dari pelaksana
intervensi.
Pelaksana intervensi dan anak membahas tugas latihan di
rumah. Anak mencatat nilainya di lembar “Bank Nilai”
60
menit
-Buku kerja
anak
-Alat tulis
-Lembar
Bank Nilai
-Barometer
perasaan
-Gunting
-Paku
payung
-Lem
-Karton
Langkah keempat
mengatasi
kecemasan (Result
and rewards).
Anak memahami langkah
keempat untuk mengatasi
kecemasan yaitu dengan
menghargai hasil yang
didapat dari tindakan yang
dilakukan
Pelaksana intervensi menjelaskan langkah keempat dalam
mengatasi kecemasan
Anak menuliskan pengertian hadiah dan beberapa jenis hadiah.
Anak membaca sejumlah situasi dan menuliskan bentuk hadiah
yang dapat diterima oleh tokoh dalam situasi tersebut.
Anak membuat barometer perasaan
Anak menggunakan barometer perasaan untuk menilai
perasaannya dalam sebuah situasi.
Tugas latihan di
rumah
Anak mendapat
kesempatan
mempraktekkan apa yang
ia pelajari dari sesi ini di
rumah.
Anak mencatat 2 situasi yang membuatnya merasa cemas dan
menggunakan langkah - langkah yang telah dipelajari untuk
menghadapi situasi tersebut.
Anak menilai seberapa baik usaha yang ia lakukan untuk
mengatasi kecemasan tersebut.
Anak menuliskan bagaimana ia memberi hadiah untuk dirinya
atas usaha tersebut.
Penerapan cognitive..., Yomi Novitasari, Psikologi, 2013
35
Tabel 3.1 Rancangan Kegiatan Program CBT
8
Empat
Langkah
FEAR
Review tugas
latihan di rumah
sesi 7
Anak mendapat
kesempatan menunjukkan
hasil kerjanya di luar sesi
program dan mendapat
umpan balik dari pelaksana
intervensi.
Pelaksana intervensi dan anak membahas tugas latihan di
rumah. Anak mencatat nilainya di lembar “Bank Nilai”
60
menit
-Buku kerja
anak
-Alat tulis
-Lembar
Bank Nilai
-Hadiah
-Karton
-Gunting
-Lem
-Pensil
warna
-Stiker
Anak dapat menukarkan akumulasi nilainya dengan hadiah.
Empat langkah
FEAR
Partisipan dapat mengingat
dan menerapkan 4 langkah
mengatasi kecemasan
(FEAR).
Pelaksana intervensi menjelaskan kepanjangan singkatan
FEAR dan. Anak menulisnya di buku catatan.
Anak membuat kartu rencana FEAR
Anak menyelesaikan contoh situasi kecemasan dengan
menggunakan 4 langkah yang telah dipelajari.
Anak menggambar tokoh dalam cerita dengan balon pikiran
Anak membayangkan situasi yang membuatnya agak cemas
dan menggunakan 4 langkah FEAR untuk menghadapi situasi
tersebut.
Anak menuliskan satu tokoh favoritnya yang dapat
membantunya menghadapi situasi mencemaskan
Tugas latihan di
rumah
Anak mendapat
kesempatan
mempraktekkan apa yang
ia pelajari dari sesi ini di
rumah.
Anak menunjukkan kartu FEAR yang telah ia buat kepada
orangtuanya, dan menjelaskan langkah-langkahnya kepada
mereka.
Anak mencatat situasi yang membuatnya cemas dan
mempraktekkan langkah-langkah FEAR untuk menghadapi
situasi tersebut.
Evaluasi sesi 5 -8 Orangtua partisipan
mendapat informasi
mengenai pelaksanaan
program dan dukungan
yang perlu mereka berikan
untuk keberhasilan
program ini.
Pelaksana intervensi dan orangtua partisipan membahas
pelaksanaan sesi 5 - 8, termasuk hal-hal yang mendukung dan
menghambat program.
60
menit
9
Latihan Situasi
“Mudah”
Review tugas
latihan di rumah
sesi 8
Anak mendapat
kesempatan menunjukkan
hasil kerjanya di luar sesi
Pelaksana intervensi dan anak membahas tugas latihan di
rumah. Anak mencatat nilainya di lembar “Bank Nilai”
60
menit
-Buku kerja
anak
-Alat tulis
Penerapan cognitive..., Yomi Novitasari, Psikologi, 2013
36
Tabel 3.1 Rancangan Kegiatan Program CBT
program dan mendapat
umpan balik dari pelaksana
intervensi.
-Lembar
Bank Nilai
-Kartu
situasi Latihan 4 langkah
FEAR
Anak mampu menerapkan
4 langkah FEAR untuk
mengatasi situasi yang
membuatnya agak cemas.
Anak mengingat 4 langkah FEAR dan menuliskannya di buku
tanpa melihat catatan.
Anak mengambil satu kartu situasi “Mudah”, dan menuliskan 4
langkah untuk menghadapi situasi tersebut.
Anak dan pelaksana intervensi memerankan situasi tersebut.
Menilai tingkat
kecemasan
Anak mampu menilai
tingkat kecemasannya
menggunakan skala yang
diajarkan.
Pelaksana intervensi menjelaskan skala untuk mengukur
tingkat kecemasan.
Anak menilai tingkat kecemasannya pada situasi “Mudah”
tersebut.
Latihan berikutnya Anak mampu menerapkan
4 langkah FEAR untuk
mengatasi situasi yang
membuatnya agak cemas.
Anak mengambil satu kartu situasi “Mudah”. Lalu
menggambar dan menuliskan cerita tokoh favoritnya yang
sedang menghadapi situasi tersebut.
Anak memerankan situasi yang telah ia buat tersebut.
Anak menuliskan 2 alasan yang dapat menyebabkan seseorang
merasa cemas jika berada dalam situasi tersebut.
Anak mencatat pikiran dan perasaannya dalam situasi tersebut.
Anak membuat rencana untuk menghadapi situasi tersebut.
Tugas latihan di
rumah
Anak mendapat
kesempatan
mempraktekkan apa yang
ia pelajari dari sesi ini di
rumah.
Anak diminta untuk menerapkan 4 langkah FEAR dalam
situasi “Mudah” tersebut, di rumah. Lalu menilai dan mencatat
tingkat kecemasannya dalam situasi tersebut dengan skala
kecemasan dan juga barometer perasaan.
Anak menuliskan pikiran, perasaan, dan tindakannya dalam
situasi itu.
Anak memberikan hadiah untuk dirinya sendiri atas upaya
yang sudah ia lakukan untuk menghadapi situasi tersebut.
Anak menggambar tokoh favoritnya yang dianggap dapat
membantunya mengatasi kecemasan.
10 Review tugas Anak mendapat Pelaksana intervensi dan anak membahas tugas latihan di 60 -Buku kerja
Penerapan cognitive..., Yomi Novitasari, Psikologi, 2013
37
Tabel 3.1 Rancangan Kegiatan Program CBT
Latihan Situasi
“Sedang”
latihan di rumah
sesi 9
kesempatan menunjukkan
hasil kerjanya di luar sesi
program dan mendapat
umpan balik dari pelaksana
intervensi.
rumah. Anak mencatat nilainya di lembar “Bank Nilai” menit anak
-Alat tulis
-Lembar
Bank Nilai
-Kartu
situasi Latihan situasi
“Sedang”
Anak dapat menerapkan
langkah-langkah mengatasi
kecemasan dalam situasi
yang dianggapnya
“Sedang” atau
menimbulkan kecemasan.
Anak mengambil kartu situasi “Sedang”
Anak menjelaskan perasaannya dalam situasi tersebut,
penyebab kecemasannya, dan cara menghadapi situasi tersebut.
Anak memerankan situasi tersebut.
Anak menuliskan hal yang sudah ia lakukan dengan cukup baik
dalam menghadapi situasi tersebut. Ia memberikan hadiah
untuk dirinya sendiri atas upayanya itu.
Anak diminta mempraktekkan langkah-langkah mengatasi
kecemasan dalam kesehariannya. Ia menuliskan situasi
tersebut, tingkat kecemasannya dalam situasi itu, dan rencana
untuk menghadapinya.
Latihan berikutnya Anak dapat menerapkan
langkah-langkah mengatasi
kecemasan dalam situasi
yang dianggapnya
“Sedang” atau yang
menimbulkan kecemasan.
Anak mengambil kartu situasi “Sedang”, yaitu bukan situasi
yang mudah maupun menantang.
Anak menjelaskan perasaannya dalam situasi tersebut,
penyebab kecemasannya, dan cara menghadapi situasi tersebut.
Anak memerankan situasi tersebut.
Anak menuliskan hal apa yang sudah ia lakukan dengan cukup
baik dalam menghadapi situasi tersebut. Ia memberikan hadiah
untuk dirinya sendiri atas upayanya itu.
Anak diminta mempraktekkan langkah-langkah mengatasi
kecemasan dalam kesehariannya. Ia menuliskan situasi
tersebut, tingkat kecemasannya dalam situasi itu, dan rencana
untuk menghadapinya.
Penerapan cognitive..., Yomi Novitasari, Psikologi, 2013
38
Tabel 3.1 Rancangan Kegiatan Program CBT
Tugas latihan di
rumah
Anak mendapat
kesempatan
mempraktekkan apa yang
ia pelajari dari sesi ini di
rumah.
Anak mencatat 2 situasi yang membuatnya cemas dan langkah-
langkah untuk mengatasi situasi tersebut.
Anak membuat cerita tentang bagaimana tokoh favoritnya
membantu nya mengatasi situasi yang membuat cemas
11
Latihan situasi
“Menantang”
Review tugas
latihan di rumah
sesi 10
Anak mendapat
kesempatan menunjukkan
hasil kerjanya di luar sesi
program dan mendapat
umpan balik dari pelaksana
intervensi.
Pelaksana intervensi dan anak membahas tugas latihan di
rumah. Anak mencatat nilainya di lembar “Bank Nilai”
60
menit
-Buku kerja
anak
-Alat tulis
-Lembar
Bank Nilai
-Kartu
situasi Latihan situasi
“Menantang”
Anak mampu mengatasi
kecemasannya dalam
situasi “Menantang”
Anak mengambil kartu situasi “Menantang”. Lalu membuat
rencana menghadapi situasi ini dengan menggunakan 4
langkah FEAR.
Anak dan pelaksana intervensi memerankan situasi tersebut.
Anak membuat rencana untuk menghadapi situasi nyata yang
sangat mencemaskannya. Ia menuliskan situasi tersebut,
menilai tingkat kecemasannya, dan langkah-langkah mengatasi
kecemasan pada situasi itu.
Latihan berikutnya Anak mampu mengatasi
kecemasannya dalam
situasi “Menantang”
Anak mengambil kartu situasi “Menantang”. Ia membuat
rencana menghadapi situasi ini dengan menggunakan 4
langkah FEAR.
Anak dan pelaksana intervensi memerankan situasi tersebut.
Anak membuat rencana untuk menghadapi situasi nyata yang
sangat mencemaskannya. Ia menuliskan situasi tersebut,
menilai tingkat kecemasannya, dan langkah-langkah mengatasi
kecemasan pada situasi itu.
Tugas latihan di
rumah
Anak mendapat
kesempatan
mempraktekkan apa yang
ia pelajari dari sesi ini di
rumah.
Anak membuat poster 4 langkah FEAR dan
menggantungkannya di tempat yang ia suka.
Anak mencatat 2 situasi yang membuatnya sangat cemas dan
bagaimana ia mengatasinya.
Penerapan cognitive..., Yomi Novitasari, Psikologi, 2013
39
Tabel 3.1 Rancangan Kegiatan Program CBT
12
Penutup
Review tugas
latihan di rumah
sesi 11
Anak mendapat
kesempatan menunjukkan
hasil kerjanya di luar sesi
program dan mendapat
umpan balik dari pelaksana
intervensi.
Pelaksana intervensi dan anak membahas tugas latihan di
rumah. Anak mencatat nilainya di lembar “Bank Nilai”
60
menit
-Buku kerja
anak
-Alat tulis
-Lembar
Bank Nilai
-Hadiah
Anak dapat menukarkan akumulasi nilainya dengan hadiah
Review program Anak memahami materi
yang telah ia pelajari dalam
program ini.
Pelaksana intervensi mengajak anak untuk mereview materi
yang sudah anak pelajari, manfaat yang ia dapat serta kesulitan
yang dialami anak dalam menerapkan materi tersebut.
Penerapan cognitive..., Yomi Novitasari, Psikologi, 2013
40
3.5.1.6 Penetapan Cara Pengukuran Keberhasilan Intervensi
Indikator keberhasilan program intervensi ini adalah adanya penurunan tingkat
kecemasan anak yang terukur dari alat ukur SCARED, FSSC-R, dan CBCL.
a. Screen for Child Anxiety Related Emotional Disorders (SCARED)
SCARED mengukur tipe gangguan kecemasan tertentu pada anak usia 9 – 18
tahun. Skala ini terdiri dari SCARED-Child Version yang diisi oleh anak dan
SCARED-Parent version yang diisi oleh orangtua. Schroeder & Gordon (2002)
menyebutkan untuk anak usia 8 – 11 tahun sebaiknya diberikan penjelasan mengenai
pertanyaan skala ini atau didampingi orang dewasa yang dapat memberikan
penjelasan jika dibutuhkan.
SCARED mengukur 5 faktor yaitu (1) Panic/Somatic ( 13 item), (2) Generalized
Anxiety (9 item), (3) Separation Anxiety (8 item), (4) Social Phobia (7 item ), (5)
School Phobia (4 item). SCARED memiliki discriminant validity yaitu valid untuk
membedakan anak dengan dan tanpa gangguan kecemasan dan dalam masing-masing
gangguan kecemasan, serta membedakan anak yang mengalami kecemasan dan yang
depresi (Schroeder & Gordon, 2002). SCARED memiliki reliabilitas internal
konsistensi dan test-retest yang baik (Birmaher, dalam Crocetti dkk, 2009).
Berdasarkan sejumlah penelitian, koefisien reliabilitas SCARED berkisar antara 0,70
– 0,85 (Vigil-Colet dkk, 2009).
SCARED terdiri dari 41 item berupa pernyataan dengan pilihan jawaban
menggunakan rating scale 0 - 2 ( 0 untuk tidak sesuai, 1 untuk kadang-kadang sesuai,
dan 2 untuk sangat atau seringkali sesuai).
Instruksi SCARED :
Anak atau orangtua diminta membaca sejumlah pernyataan dan melingkari angka di
kolom samping pernyataan yang menggambarkan dirinya. Mereka melingkari angka
2 jika pernyataan sangat atau seringkali sesuai dengan dirinya, angka 1 jika kadang-
kadang sesuai, atau angka 0 jika tidak sesuai.
Contoh item SCARED :
1. Ketika saya takut, saya sulit bernapas 0 1 2
1 Saya merasa sakit kepala ketika di sekolah 0 1 2
Penerapan cognitive..., Yomi Novitasari, Psikologi, 2013
41
Scoring SCARED :
Cara mendapatkan skor pada alat ukur ini adalah dengan menjumlahkan semua angka
yang dijawab untuk menentukan adanya gangguan kecemasan atau tidak. Jumlahkan
angka untuk setiap faktor untuk menentukan jenis gangguan kecemasan yang dialami
anak. Kemudian jumlah total dan jumlah masing-masing faktor dibandingkan dengan
norma.
Tabel Norma SCARED
Item Norma Gangguan
Semua item Total Skor >/= 25 Anxiety Disorder
1,6,9,12,15,18,19,22,24,27,30,34,38 Skor >/= 7 Panic Disorder / Somatic Symptom
5,7,14,21,23,28,33,35,37 Skor >/= 9 Generalized Anxiety Disorder (GAD)
4,8,13,16,20,25,29,31 Skor >/= 5 Separation Anxiety Disorder (SAD)
3,10,26,32,39,40,41 Skor >/= 8 Social Phobia
2,11,17,36 Skor >/= 3 School Phobia
Uji Keterbacaan Alat Ukur SCARED
Uji keterbacaan terhadap alat ukur SCARED dilakukan dengan cara analisis kualitatif
terhadap kalimat-kalimat yang terdapat dalam alat ukur. Uji keterbacaan ini dilakukan
pada 3 orang anak berusia 8 sampai 9 tahun pada tanggal 10 dan 11 Maret 2012.
Hasil uji keterbacaan ini adalah sebagian besar item tes dapat dipahami dengan anak,
namun ada beberapa item yang kurang dimengerti anak sehingga item tersebut perlu
diganti dengan kata-kata lain yang lebih mudah dipahami anak. Item yang diganti
adalah item 3, 12, 21, 26, 31, dan 33. Selain itu, anak kadang lupa dengan kriteria
pilihan jawaban 0 – 2 yang ada di halaman pengantar, sehingga penjelasan kriteria
tersebut perlu dimasukkan ke bagian soal.
b. Fear Survey Schedulle for Children – Revised (FSSC-R)
FSCR-R direvisi dari skala aslinya yang dipublikasikan oleh Scherer dan
Nakamura (1968) oleh Ollendick pada tahun 1983, sementara normative data, score
mean, dan standard deviation dikembangkan oleh Ollendick, King, dan Frary pada
tahun 1989 (Schroeder & Gordon, 2002).
FSCR-R ini didesain untuk anak usia 7 – 18 tahun dan terdiri dari 80 item yang
didesain untuk mengidentifikasi ketakutan khusus pada anak, membedakan anak yang
mengalami ketakutan yang wajar dan yang berlebihan, dan merupakan alat yang baik
untuk mengukur hasil treatment. FSCR-R ini mendokumentasikan jumlah (frekuensi)
Penerapan cognitive..., Yomi Novitasari, Psikologi, 2013
42
dan intesitas rasa takut dengan menggunakan 3 point- scale yaitu “none” (tidak
takut), “some” (kadang-kadang takut), dan “a lot” (sangat takut ). Skala ini mengukur
5 faktor yaitu failure & criticism, The Unknown, Minor Injury & Small Animals,
Danger & Death, dan Medical Fears (Schroeder & Gordon, 2002).
FSCR-R memiliki internal consistency, test-retest reliability, dan construct
validity (Ollendick, 1983, dalam Lee & Miltenberger, 1996). Skala ini dapat
membedakan antara penderita school phobia dan yang bukan school phobia, serta
school phobia dengan gangguan kecemasan yang lainnya (Last & Francis, 1988,
dalam Lee & Miltenberger, 1996).
Instruksi FSSC-R: anak diminta untuk memberikan tanda silang pada kotak yang
menggambarkan rasa takutnya.
Contoh item FSSC-R:
1. Membacakan laporan lisan tidak takut kadang-kadang takut sangat takut
2. Sakit saat di sekolah tidak takut kadang-kadang takut sangat takut
Scoring FSSC-R :
Berikan nilai 1 untuk “tidak takut”, 2 untuk “kadang-kadang takut”, dan 3 untuk
“sangat takut”. Untuk menentukan skor intesitas setiap faktor jumlahkan item-item di
setiap faktor. Untuk menentukan total intesitas, jumlahkan setiap faktor. Untuk
menentukan skor frekuensi, jumlahkan item yang di skor 3 dari semua faktor.
Kemudian skor intensitas, frekuensi, dan jumlah total masing-masing faktor
dibandingkan dengan norma
Item Norma Gangguan
Semua item Total Skor >/= 139 Intensitas rasa takut yang berlebihan
Semua item Jumlah item yang
mendapat skor 3 > 17
frekuensi rasa takut yang berlebihan
1,3,5,14,15,19,24,28,29,31,38,40,42,44,46,4
8,54,63,64,65,66,69,80
Skor >/= 39 Fear of Failure and Criticsm
6,9,13,17,36,37,45,49,53,56,57,60,62,67,68,
71,74,75
Skor >/= 29 Fear of The Unknown
4,7,11,18,25,30,32,33,35,39,43,47,50,52,77,
78,79
Skor >/= 28 Fear of Minor Injury and Small Animals
10,20,23,26,34,41,58,59,70,72,73,76 Skor >/= 26 Fear of Danger and Death
8,21,22,51 Skor >/= 7 Medical Fears
Penerapan cognitive..., Yomi Novitasari, Psikologi, 2013
43
Uji Keterbacaan Alat Ukur FSSC-R
Uji keterbacaan terhadap alat ukur FSSC-R dilakukan dengan cara analisis kualitatif
terhadap kalimat-kalimat yang terdapat dalam alat ukur. Uji keterbacaan ini dilakukan
pada 3 orang anak berusia 8 sampai 9 tahun pada tanggal 10 dan 11 Maret 2012.
Hasil uji keterbacaan ini adalah sebagian besar item tes dapat dipahami dengan anak,
namun ada beberapa item yang kurang dimengerti anak (item 13, 48, dan 68)
sehingga perlu diberikan penjelasan saat anak mengerjakannya.
c. Child Behavior Checklist (CBCL)
CBCL ini dikembangkan oleh Achenbach pada tahun 1991 dan digunakan untuk
mengukur masalah internalizing dan externalizing pada anak dan remaja (Sattler,
2002). Masalah internalizing atau masalah perilaku yang mengarah ke dalam diri
sendiri adalah menarik diri, keluhan fisik, kecemasan / depresi. Sedangkan masalah
externalizing atau masalah perilaku yang mengarah keluar diri sendiri adalah perilaku
agresif dan menyimpang. Selain itu, CBCL ini juga mengukur masalah perilaku lain,
yaitu masalah sosial, pikiran yang bermasalah, masalah atensi, dan masalah lain-lain.
CBCL ini digunakan untuk anak usia 4 sampai 18 tahun dan diisi oleh orangtua.
Jumlah item CBCL sebanyak 115 item berupa pernyataan dengan pilihan jawaban
menggunakan rating scale 0 - 2 ( 0 untuk tidak benar, 1 untuk terkadang atau
beberapa kali benar dan 2 untuk sangat benar atau seringkali benar). CBCL memiliki
reliabilitas internal konsistensi sebesar 0,78; test-retest reliability sebesar 0,86; dan
interrater reliability sebesar 0,72 (Sattler, 2002). Selain itu, CBCL memiliki
concurrent validity yang cukup baik yaitu berkorelasi dengan alat ukur masalah
perilaku lainnya yaitu Conner’s Parent Questionnaire dan Revised Behavior Problem
Checklist. CBCL juga memiliki discriminant validity yang cukup baik, yaitu ada
perbedaan skor CBCL yang signifikan antara anak yang dirujuk dengan masalah
perilaku dan yang tidak (Sattler, 2002).
Instruksi CBCL :
Orangtua diminta membaca sejumlah pernyataan dan melingkari angka di kolom
samping pernyataan yang menggambarkan diri anak. Mereka melingkari angka 2 jika
Penerapan cognitive..., Yomi Novitasari, Psikologi, 2013
44
pernyataan sangat atau seringkali benar, angka 1 jika terkadang atau beberapa kali
benar, atau angka 0 jika tidak benar.
Contoh item CBCL :
0 1 2 1. Bertingkah laku kekanak-kanakan untuk usianya.
0 1 2 2. Alergi (jelaskan)___________________________
Scoring CBCL :
Cara mendapatkan skor total pada CBCL adalah dengan menjumlahkan semua skor
pada masing-masing ranah perilaku. Untuk mendapatkan skor masalah internalizing,
skor total ranah perilaku menarik diri, keluhan fisik, dan depresi dijumlahkan, dan
kemudian dikurangi skor item 103. Sementara untuk mendapatkan skor masalah
externalizing adalah skor total ranah perilaku menyimpang dan perilaku agresif
dijumlahkan. Selanjutnya skor-skor tersebut dibandingkan dengan norma yang ada
untuk menentukan apakah perilaku anak termasuk dalam kategori normal, mendekati
masalah klinis (borderline clinica)l, atau sudah menjadi masalah klinis.
3.5.1.7 Menghubungi pihak-pihak yang bersangkutan
Peneliti menghubungi D dan orangtuanya untuk menyampaikan program
intervensi yang akan dilaksanakan, yang mencakup waktu pelaksanaan, jumlah sesi,
gambaran materi yang akan diberikan, dan bentuk kerjasama yang diharapkan dari
orangtua dan D. Orangtua dan D diminta untuk menandatangani form persetujuan
mengikuti program intervensi ini.
3.5.2 Tahap Pelaksanaan
Ada beberapa hal yang dilakukan peneliti sebelum program dilaksanakan, yaitu
membina rapport dengan D, menyadarkan D mengenai masalahnya dan memotivasi
D untuk mengikuti program intervensi. Selain itu peneliti juga melakukan
pengukuran perilaku sebelum program dilaksanakan (pre-test) menggunakan alat
ukur SCARED dan FSSC-R yang diisi oleh D, serta CBCL dan SCARED yang diisi
oleh orangtua.
Penerapan cognitive..., Yomi Novitasari, Psikologi, 2013
45
Program intervensi CBT ini terdiri dari 12 sesi dengan dibagi menjadi 2 sesi
setiap minggu. Durasi setiap sesi adalah 1 jam. Kegiatan program ini dilaksanakan di
rumah kakak ibu D pada bulan Oktober – Nopember 2012. Pelaksana intervensi akan
mengadakan pertemuan dengan orangtua pada sesi ke 4 dan 9 untuk
menginformasikan dan mengevaluasi pelaksanaan program.
Setelah program selesai dilaksanakan, dilakukan pengukuran kembali (post-test)
yang bertujuan untuk mengukur efektifitas program ini dalam mengatasi kecemasan
pada anak usia sekolah. Alat ukur yang digunakan dalam post-test ini adalah
SCARED dan FSSC-R yang diisi oleh anak, serta CBCL dan SCARED yang diisi
orangtua.
3.5.3 Tahap Pengolahan Data
Analisa terhadap pencapaian tujuan intervensi dilakukan melalui :
- Evaluasi pelaksanaan program.
- Analisis kuantitatif, yaitu berdasarkan skor total pre-test dan post-test pada alat ukur
SCARED, FSSC-R, dan CBCL.
- Analisis kualitatif, yaitu berdasarkan hasil observasi, wawancara D dan orangtua,
hasil pekerjaan D selama program berlangsung, dan isi pembicaraan dengan D pada
setiap pelaksanaan sesi program
3.5.4 Tahap Follow-up Program
Proses follow-up dilakukan 1 minggu, dan 3 minggu setelah intervensi ini selesai
dilakukan. Proses follow-up ini dilakukan untuk melihat konsistensi penurunan
kecemasan pada diri D setelah berakhirnya program. Pelaksana intervensi akan
melakukan wawancara dengan orangtua untuk melakukan follow-up ini.
Penerapan cognitive..., Yomi Novitasari, Psikologi, 2013
46
BAB 4
PELAKSANAAN DAN HASIL
Bab ini membahas mengenai pelaksanaan pre-test, program intervensi CBT, post-
test, dan analisa hasil pre-test dan post-test.
4. 1 Pelaksanaan Pre-test
Pre-test dilakukan dengan meminta ibu mengisi SCARED-parent version dan
CBCL pada tanggal 2 Oktober 2012. Sedangkan D mengisi SCARED-child version dan
FSSC-R pada tanggal 3 Oktober 2012.
4.2 Pelaksanaan Program Intervensi CBT
Program intervensi ini dilaksanakan di rumah kakak ibu karena orangtua D
bekerja sehingga tidak ada yang menjaga D di rumahnya. Intervensi terdiri dari 12 sesi
yang rencananya dilaksanakan dua kali dalam seminggu, yaitu hari Senin dan Kamis,
dimulai dari tanggal 15 Oktober 2012 sampai tanggal 22 Nopember 2012. Namun
pelaksanaan program ini tidak berjalan sesuai rencana. Pelaksanaan program tertunda
sebanyak 7 kali, yaitu pada sesi ke 4 karena D masuk sekolah pagi (25 Oktober 2012),
dan karena sakit panas (29 Oktober 2012), sesi 7 karena libur hari besar (15 Nopember
2012), D ingin bermain dengan adik sepupunya dan ibu tidak berhasil membujuknya
untuk mengikuti program intervensi (19 Nopember 2012), sesi 11 karena D masuk
sekolah pagi (6 Desember, 2012), dan mengikuti Ujian Akhir Semester (10 & 13
Desember 2012).
Durasi waktu direncanakan 60 menit setiap sesi (pukul 09.00 – 10.00). Namun
saat pelaksanaan intervensi, durasi waktu berkisar antara 45 sampai 80 menit setiap sesi.
Hal tersebut disebabkan oleh perbedaan jumlah materi dan lamanya pengerjaan tugas
oleh D selama sesi intervensi berlangsung.
Penerapan cognitive..., Yomi Novitasari, Psikologi, 2013
47
4.2.1 Sesi 1
Materi : Pengenalan Program
Tujuan : D mendapat gambaran singkat mengenai program ini, memahami adanya
perasaan dan pikiran dalam dirinya, dan termotivasi untuk melaksanakan tugas
yang diberikan pada setiap sesi.
Tanggal Pelaksanaan : Senin, 15 Oktober 2012
Waktu Pelaksanaan : 09.00 – 09.50
Deskripsi Kegiatan :
Pelaksana Intervensi (PI) menjelaskan program yang akan diikuti D beserta
alasan mengapa D harus menjalani program tersebut, yaitu karena D memiliki
kecemasan terhadap banyak hal yang terukur dari alat ukur FSSC-R dan SCARED yang
telah diisinya saat pre-test. D setuju untuk mempelajari cara mengatasi kecemasan
tersebut dengan mengikuti program intervensi ini. Pada sesi ini D juga diperkenalkan
dengan adanya perasaan dan pikiran yang dialami seseorang dalam situasi tertentu. Ia
diminta untuk mengisi contoh situasi yang menyenangkan dan yang netral yang pernah
dialaminya beserta pikiran dan perasaannya pada saat itu. D menuliskannya sebagai
berikut :
Situasi Perasaan Pikiran
Jalan-jalan ke Ciwiday
(Ciwideuy)
Senang Aku kedinginan di Bandung. Aku juga senang memetik stoberi dan
enak ke kawah putih karena dingin
Nonton TV Biasa saja Vilem itu biasa saja tidak seru, aku ganti saja vilem yang seru
Selanjutnya D diperkenalkan dengan tugas latihan di rumah yang akan
diterimanya setiap sesi. D akan mendapat nilai 2 jika ia mengerjakan tugas tersebut. Nilai
dapat dikumpulkan. Jika jumlah nilainya sudah mencapai 8, 16, dan 24, maka ia dapat
menukarnya dengan hadiah yang disepakatinya dengan orangtua. D menyatakan bersedia
mengerjakan tugas yang diberikan, dan kemudian menuliskan hadiah yang ingin
diperolehnya jika ia berhasil mengumpulkan nilai (poin) dalam jumlah yang disepakati,
sebagai berikut :
Nilai Hadiah
8 Aku mau berenang
16 Aku mau kaset PVP
24 Aku mau papan seluncur
Di akhir sesi, D mendapat penjelasan mengenai tugas latihan di rumah yang harus
dikerjakannya yaitu menuliskan situasi yang membuatnya merasa sangat senang beserta
pikiran dan perasaannya saat itu.
Penerapan cognitive..., Yomi Novitasari, Psikologi, 2013
48
Secara umum D cukup koperatif selama sesi berlangsung. Ia mau mengerjakan
tugas-tugas yang diberikan, namun sering terlihat ragu-ragu saat akan menjawab
sehingga perlu didorong oleh PI.
4.2.2 Sesi 2
Materi : Mengenali Perasaan
Tujuan : D mendapat kesempatan menunjukkan hasil kerjanya di luar sesi program dan
mendapat umpan balik dari pelaksana intervensi, memahami perasaan –
perasaan yang dapat dialami seseorang, mampu mengenali berbagai perasaan
yang ada dalam dirinya maupun orang lain, mampu menuliskan beberapa
situasi dengan tingkat kecemasan yang berbeda, mendapat insight cara
mengatasi situasi yang mencemaskan.
Tanggal Pelaksanaan : Kamis, 18 Oktober 2012
Waktu Pelaksanaan : 09.00 – 10.20
Deskripsi Kegiatan :
Di awal sesi, PI memeriksa tugas latihan di rumah yang telah dikerjakan D. Ia
mendapat nilai 2 karena telah menyelesaikan tugas tersebut. Tugas tersebut dikerjakan D
di pagi hari sebelum sesi 2 dengan dibantu oleh ibu. Ibu mengarahkan D mengenai apa
yang harus ditulisnya di kolom perasaan dan pikiran. Sementara untuk kolom situasi, D
dapat mengerjakannya tanpa bantuan ibu.
Selanjutnya, D mendapat penjelasan bahwa setiap orang dapat mengalami
sejumlah perasaan yang berbeda. D mampu menyebutkan 6 perasaan yang diketahuinya
dan menceritakan pengalamannya dengan perasaan-perasaaan tersebut. D agak kesulitan
menuliskan caranya mengetahui seseorang yang sedang marah, sedih, senang, dan kaget,
sehingga perlu diarahkan oleh PI. Sedangkan saat diminta menebak perasaan orang
dalam gambar maupun contoh cerita, ia mampu melakukannya dengan baik.
Kegiatan berikutnya adalah D membuat kartu situasi yang diisinya dengan
berbagai situasi atau objek yang mencemaskannya berdasarkan jawabannya di lembar
FSSC-R, SCARED, dan pengalamannya sehari-hari. D mengelompokkan kartu-kartu
tersebut menjadi kartu “Mudah” (easy), “Sedang” (medium), dan “Menantang”
(challenging). Kartu “MUDAH” berisi situasi yang hanya membuatnya merasa sedikit
cemas atau takut. Kartu “SEDANG” berisi situasi yang membuatnya cemas atau takut.
Penerapan cognitive..., Yomi Novitasari, Psikologi, 2013
49
Sedangkan kartu “MENANTANG” berisi situasi yang membuatnya sangat cemas atau
takut. Dari pengelompokkan tersebut terlihat ia memiliki kecemasan terhadap banyak
hal. Berikut hal-hal yang ditulisnya dalam kartu situasi :
Mudah Sedang Menantang
Takut gelap Di kamar mandi
sendirian
Takut hantu Sendirian
Hewan buas (macan
kumbang, harimau
benggala)
Berada di tempat sepi Sesuatu yang buruk
terjadi pada ibu
Bicara dengan orang
yang tidak dikenal
dengan baik
Ke dokter gigi Les tanpa diantar
orangtua
Jauh dari keluarga Kebakaran / terbakar
Takut benda tajam
(pisau, jarum)
Tidur sendirian Menyeberang jalan
sendirian
Naik roller coaster
Telepon/ SMS teman
yang tidak akrab
Menginap di rumah
orang lain (kerabat)
Di rumah sendirian Gagal ulangan / tes /
ujian
Takut tinggi Melihat darah Berkelahi
Ibu pergi tanpa
mengajaknya
Dikritik orang lain Anjing dengan tatapan
galak
Bertemu dengan
seseorang untuk
pertama kalinya
Dianggap bodoh Tidak naik kelas
Sakit saat di sekolah Mendapat nilai jelek Anjing dengan tatapan
Pencuri masuk ke
rumah
Dimarahi orangtua
Setelah D selesai mengelompokkan kartu tersebut, PI berbagi cerita mengenai
pengalaman yang mencemaskan PI. Kemudian, D menceritakan ketakutannya terhadap
hantu saat di rumah, sekolah, dan di tempat mengaji. Meskipun ia tahu bahwa hantu
tidak dapat menyakitinya, namun ia kesulitan mengatasi ketakutannya itu karena selalu
terbayang wajah hantu yang menyeramkan.
Selama sesi ini D cukup koperatif. Ia banyak bercerita ketika ditanya dan setelah
PI berbagi pengalaman yang mencemaskan PI. Saat kesulitan menjawab pertanyaan cara
mengetahui seseorang yang sedang marah, sedih, senang, dan kaget, ia hanya tersenyum.
Di akhir sesi D mendapat penjelasan mengenai latihan di rumah yang harus
dikerjakannya yaitu menuliskan situasi yang membuatnya sangat cemas / takut dan yang
membuatnya tenang, beserta pikiran dan perasaannya saat itu.
4.2.3 Sesi 3
Materi : Reaksi Tubuh
Tujuan : D memahami bahwa tubuh seseorang akan menunjukkan reaksi tertentu ketika
merasa cemas atau takut, memahami bahwa reaksi tubuh tertentu dapat
disebabkan oleh berbagai alasan, dan memahami langkah pertama mengatasi
Penerapan cognitive..., Yomi Novitasari, Psikologi, 2013
50
kecemasan, yaitu menyadari adanya tanda-tanda atau reaksi tubuh tertentu saat
cemas.
Tanggal Pelaksanaan : Senin, 22 Oktober 2012
Waktu Pelaksanaan : 09.00 – 09.45
Deskripsi Kegiatan :
Di awal sesi, D dan PI membahas mengenai tugas latihan rumah. D mengerjakan
tugas tersebut di malam hari sebelum sesi ini. Ibu mengarahkan D mengenai apa yang
harus ditulisnya di kolom situasi. Sedangkan untuk kolom perasaan dan pikiran, D
mengerjakannya tanpa bantuan ibu.
Pada sesi ini D mempelajari langkah pertama mengatasi kecemasan, yaitu
menyadari adanya tanda-tanda atau reaksi tubuh tertentu saat cemas. D mampu
menyebutkan tanda-tanda ketakutan yang terlihat pada gambar kucing, yaitu ekornya
naik, badannya lompat, dan berkeringat. Ia juga mampu menjawab tanda-tanda orang
lain yang sedang cemas (pingsan, kaget, dan berteriak). Ketika membahas mengenai
bagian tubuh yang terasa tidak nyaman saat seseorang cemas, D mengalami kesulitan. Ia
terlihat ragu-ragu dalam menjawab dan terkadang diam saja sambil berpikir lama,
sehingga perlu didorong oleh PI. Saat tidak mampu menjawab, ia hanya tersenyum
dengan wajah cemas. Hal yang berbeda terjadi saat D menghadapi soal cerita tokoh-
tokoh yang mengalami kecemasan. Ia mampu menjawab soal tersebut dengan baik. D
menyatakan gejala kecemasan yang ia rasakan adalah jantungnya berdetak kencang. D
juga mau menceritakan pengalamannya sakit saat giginya di tambal sehingga ia cemas
jika harus ke dokter gigi. Selain itu, ia juga bercerita mengenai kecemasannya di hari itu
yaitu harus maju ke depan kelas untuk membaca hapalan puisi. Ia cemas karena belum
hapal puisi tersebut.
Di akhir sesi, D mendapat penjelasan mengenai skala untuk mengukur tingkat
kecemasan dan tugas latihan di rumah, yaitu menuliskan situasi yang mencemaskannya
serta menilai tingkat kecemasannya menggunakan skala tersebut.
Selama sesi ini D cukup koperatif. Ia mau bercerita yang berkaitan dengan materi
yang dijelaskan, meskipun tanpa diminta. Tetapi ia tidak pernah mengajukan pertanyaan
saat diberi kesempatan bertanya.
Penerapan cognitive..., Yomi Novitasari, Psikologi, 2013
51
4.2.4 Sesi 4
Materi : Relaksasi
Tujuan : D menyadari adanya perbedaan reaksi tubuh saat tegang dan tenang, mampu
mengenali bagian tubuh yang terasa tegang, dan mampu melakukan relaksasi
saat ia merasa cemas, tegang, atau takut.
Tanggal Pelaksanaan : Kamis, 1 Nopember 2012
Waktu Pelaksanaan : 09.00 – 09.45
Deskripsi Kegiatan :
D lupa mengerjakan tugas latihan di rumah sehingga ia tidak mendapat nilai di
sesi ini. Ia setuju untuk mengerjakan tugas tersebut di rumah beserta tugas untuk sesi 5.
Saat ditanya materi sebelumnya ia terlihat berpikir lama dan akhirnya tidak dapat
menjawab, sehingga PI mereview kembali materi yang sudah dipelajari. D kesulitan
menjawab bagaimana reaksi tubuh seseorang ketika tenang dan ketika tegang, sehingga
perlu diarahkan oleh PI. Selanjutnya ketika PI memintanya mengepalkan tangan untuk
menegangkan otot, berakting sebagai robot dan boneka kain, maupun relaksasi, ia terlihat
ragu-ragu. Setelah memperhatikan contoh yang PI berikan, akhirnya D mau
melakukannya bersama-sama dengan PI. Pada tugas menilai seberapa tegang gambar
kucing-kucing dan menunjukkan otot-otot tubuh manusia pada gambar, ia dapat
melakukannya dengan baik.
Di akhir sesi D diberikan penjelasan mengenai tugas latihan di rumah, yaitu
mempraktekkan relaksasi saat cemas, dan menuliskan pengalaman yang
mencemaskannya beserta pikiran dan perasaannya saat itu.
4.2.5 Evaluasi Pelaksanaan Intervensi
Tujuan : Orangtua partisipan mendapat informasi mengenai pelaksanaan program dan
dukungan yang perlu mereka berikan untuk keberhasilan program ini.
Tanggal Pelaksanaan : Kamis, 1 Nopember 2012
Waktu Pelaksanaan : 13.00 – 14.00
Deskripsi Kegiatan :
Pada sesi evaluasi ini, ibu mendapat informasi mengenai materi yang telah
dipelajari D selama sesi 1 – 4. Ibu menyatakan D jarang bercerita mengenai kegiatan
intervensi ini. D juga tidak pernah membaca kembali materi intervensi yang telah
Penerapan cognitive..., Yomi Novitasari, Psikologi, 2013
52
dipelajarinya. Sama seperti PR dari sekolahnya, ia juga masih perlu diingatkan untuk
mengerjakan tugas latihan di rumah oleh ibu. Ibu memang selalu membantu D
mengerjakan tugas latihan di rumah, namun sebenarnya D cukup paham mengenai tugas
yang harus dikerjakannya itu. D tidak mengerjakan tugas latihan di rumah untuk sesi 4
karena ada sesi 4 sempat tertunda sebanyak 2 kali sehingga D lupa ada tugas tersebut. D
mengeluh kepada ibu bahwa dirinya tidak mendapat nilai di sesi 4 karena lupa
mengerjakan tugas itu, padahal seharusnya ia mendapat banyak nilai dan dapat
ditukarkan dengan hadiah.
Setelah sesi 3, D menolak diantar ke rumah kakak ibu untuk mengikuti intervensi.
Ia merasa durasi intervensi terlalu lama sehingga waktunya untuk bermain dengan adik
sepupunya, yang sedang berada di rumahnya, menjadi berkurang. D yang awalnya selalu
berangkat ke sekolah dari rumah kakak ibu, lebih memilih di rumahnya semenjak ada
adik sepupunya dari Jawa. Saat tidak mau mengikuti program intervensi, D menangis
dan menarik tangan ibu ketika ibu akan berangkat bekerja. Namun setelah dibujuk ibu,
akhirnya D mau mengikuti intervensi dengan syarat durasi waktunya tidak lama.
4.2.6 Sesi 5
Materi : Mengenali Pikiran
Tujuan : D menyadari adanya pikiran dalam diri seseorang, memahami bahwa orang
yang berbeda dapat memiliki pikiran yang berbeda dalam situasi yang sama,
memahami bahwa pikiran yang berbeda dapat menghasilkan perasaan dan
tindakan yang berbeda, dan memahami langkah kedua mengatasi kecemasan
yaitu dengan menyadari pikirannya saat cemas.
Tanggal Pelaksanaan : Senin, 5 Nopember 2012
Waktu Pelaksanaan : 09.00 – 09.50
Deskripsi Kegiatan :
D mengerjakan tugas latihan di rumah di pagi hari menjelang sesi 5 dengan
dibantu ibu. Ia juga mengerjakan tugas latihan untuk sesi 4 yang lupa diselesaikannya. D
berhasil mengumpulkan 8 nilai sehingga ia dapat menukarnya dengan hadiah kegiatan
berenang. Menurut D, ia akan berenang bersama ibu dan sepupunya di minggu depan.
D mau menceritakan situasi-situasi yang mencemaskannya selama 3 hari
sebelumnya, yaitu saat pisau pramukanya hilang di jalan, tidak membawa buku IPA dan
Penerapan cognitive..., Yomi Novitasari, Psikologi, 2013
53
IPS ke sekolah, serta tidak mengerjakan PR. Ia cemas dimarahi ibu jika tahu pisau
pramukanya hilang. Namun ternyata ibu tidak memarahinya saat ia memberitahu ibu. Ia
cemas dimarahi guru ketika tidak membawa buku pelajaran IPA dan IPS, dan
mengerjakan PR. Namun pelajaran IPS diganti dengan ulangan sehingga tidak perlu
buku. Sedangkan pelajaran IPA diganti dengan pelajaran lainnya. PR juga tidak diperiksa
guru sehingga ia tidak dimarahi. D setuju saat PI menjelaskan bahwa tidak semua
kecemasannya menjadi kenyataan. D memang mengerjakan tugas latihan di rumah ini,
tetapi ia hanya mempraktekkan relaksasi sekali saja yaitu saat pisau pramukanya hilang.
Ia melakukan relaksasi di depan kelas dan jantungnya yang berdetak kencang menjadi
lebih tenang. D tidak mempraktekkan relaksasi pada situasi-situasi lain karena lupa. Saat
PI memintanya mempraktekkan kembali relaksasi, D mampu melakukannya.
Selama intervensi, D memperhatikan penjelasan PI dan mau serta mampu
mengerjakan tugas yang diberikan. Pada sesi ini, D mempelajari langkah kedua
mengatasi kecemasan yaitu menyadari pikirannya saat cemas. Ia dapat menjawab dengan
cepat tugas-tugas menebak pikiran tokoh dalam gambar ataupun soal cerita. Ia juga mau
menceritakan pengalamannya menghadapi situasi yang mencemaskan yaitu
menyeberang jalan. D pernah terpaksa harus menyeberang jalan sendirian saat akan ke
rumah kakak ibu karena di rumahnya tidak ada orang. Ia mengikuti seorang ibu yang
juga akan menyeberang jalan. Setelah itu ia menyeberang jalan lainnya saat sepi. Ketika
diajak berakting menyeberang jalan, ia terlihat ragu-ragu. Namun setelah memperhatikan
contoh yang diberikan PI, ia mau berakting bersama-sama dengan PI.
Di akhir sesi, D mendapat penjelasan mengenai tugas latihan di rumah, yaitu
menuliskan 2 situasi yang mencemaskannya beserta perasaan dan pikirannya saat itu.
4.2.7 Sesi 6
Materi : Sikap Dan Tindakan
Tujuan : D memahami langkah ketiga untuk mengatasi kecemasan, yaitu memilih sikap
dan tindakan yang dapat membantu menghadapi kecemasan.
Tanggal Pelaksanaan : Senin, 12 Nopember 2012
Waktu Pelaksanaan : 09.00 – 10.15
Deskripsi Kegiatan :
Penerapan cognitive..., Yomi Novitasari, Psikologi, 2013
54
D sudah menyiapkan bukunya saat PI datang. Ia lupa mengerjakan tugas latihan
di rumah karena ada jeda waktu satu minggu antara sesi 5 dan 6. D belum mendapat
reward berenang dari ibu karena hujan turun ketika akan pergi ke kolam renang.
Menurutnya mungkin ia akan berenang di akhir minggu ini.
D kesulitan saat diminta mengingat dan menuliskan dua langkah mengatasi
kecemasan sehingga dibantu oleh PI. Setelah itu, D dan PI membuat kartu untuk
mengingat langkah-langkah mengatasi kecemasan. D cukup antusias mengerjakan tugas
ini.
Di sesi ini D belajar mengenai langkah ketiga untuk mengatasi kecemasan yaitu
menentukan beberapa alternatif tindakan ketika menghadapi situasi yang
mencemaskannya. Saat mengerjakan soal cerita mengenai seorang anak yang cemas
ketika akan berteman dengan teman barunya, D bercerita mengenai anak baru di
sekolahnya. Ia mengerjakan soal tersebut dengan membayangkan yang menjadi tokoh
dalam cerita itu adalah sahabatnya dan teman barunya tersebut. Ia menuliskan tindakan
yang dapat dilakukan tokoh tersebut adalah berkenalan dengan anak baru tersebut,
mengajaknya bermain petak jongkok, dan duduk di dekatnya. D menyebutkan tindakan
terbaik untuk dapat berteman dengan anak baru tersebut adalah dengan berkenalan
terlebih dahulu. Setelah itu D menuliskan tindakan yang dapat dilakukannya ketika
cemas karena tidak membawa buku PR ke sekolah, yaitu antara lain:
1. Tetap masuk sekolah dan mengubah pikiran “takut dimarahi guru” menjadi “tidak
dimarahi, hanya disuruh membuang sampah.”
2. Mengganti buku PR dengan buku Matematika.
3. Berpikir bahwa buku PR tidak akan dipakai sehingga ia tidak akan dimarahi guru.
Dari ketiga alternatif tindakan itu, D menyatakan tindakan yang terbaik adalah dengan
mengganti buku PR dengan buku Matematika karena ia dapat menyalin PR ke buku
tersebut.
Selanjutnya D menuliskan dua hal yang sudah dipelajarinya dalam menghadapi
kecemasan, yaitu relaksasi dan pikiran positif.
Di akhir sesi ini, D mendapat penjelasan mengenai tugas latihan di rumah yaitu
menuliskan 2 situasi yang mencemaskannya beserta langkah-langkah untuk menghadapi
kecemasan tersebut.
Penerapan cognitive..., Yomi Novitasari, Psikologi, 2013
55
Selama sesi ini, D cukup koperatif. Ia banyak bercerita mengenai teman dan
sekolahnya, serta pengalaman kecemasannya. Contohnya, D cemas ketika tidak
membawa buku pelajaran ataupun lupa mengerjakan PR. Tetapi terkadang ia masih
melakukannya karena tidak dimarahi guru, melainkan hanya diminta membuang sampah
ke depan sekolah atau menghapal pelajaran di depan kelas bersama teman lain yang juga
melakukan kesalahan yang sama. Selain itu, D juga bercerita bahwa ia pernah
menyeberang jalan raya berdua dengan temannya. Tetapi ia cemas jika harus
menyeberang jalan raya sendirian.
4.2.8 Evaluasi Pelaksanaan Intervensi
Tujuan : Orangtua partisipan mendapat informasi mengenai pelaksanaan program dan
dukungan yang perlu mereka berikan untuk keberhasilan program ini.
Tanggal Pelaksanaan : Senin, 19 Nopember 2012
Waktu Pelaksanaan : 13.00 – 14.00
Deskripsi Kegiatan :
Evaluasi ini dilakukan lebih awal dari rencana sebelumnya yaitu setelah sesi 8,
karena D menolak mengikuti kegiatan intervensi setelah sesi 6. Ibu menyatakan di pagi
hari menjelang sesi 7, D mengatakan ingin berhenti mengikuti intervensi tanpa
menyebutkan alasannya. Padahal di hari sebelumnya D mengatakan akan mengikuti
intervensi di rumah kakak ibu seperti biasanya. Ia juga telah mengerjakan tugas latihan di
rumah dan mendapat reward berenang di hari Sabtu. Di pagi hari itu D menolak diantar
ke rumah kakak ibu dan tidak mau ditinggal ibu bekerja. Ia mengambil kunci motor ibu
sehingga ibu pun marah. Setelah dibolehkan untuk tinggal di rumah, barulah D
mengembalikan kunci motor ibu.
Semenjak ada jeda satu minggu dari sesi 3 ke sesi 4, D sering menunjukkan
keengganannya mengikuti intervensi kepada ibu. D pernah mengeluh banyak PR dari
sekolah dan jika ditambah dengan tugas dari kegiatan intervensi, ia khawatir waktu
bermainnya dengan adik sepupunya akan berkurang. Hal ini yang menyebabkan D malas
mengikuti intervensi. Ibu tetap berusaha membujuk D dengan mengatakan D harus
mengikuti intervensi karena pernah mogok sekolah dan belum bisa mengatur
kemarahannya. Sementara ayah mengatakan kepada ibu agar intervensi ini dihentikan
saja karena D jadi rewel. Kondisi ini membuat ibu selalu khawatir di malam Senin dan
Penerapan cognitive..., Yomi Novitasari, Psikologi, 2013
56
Kamis, ia cemas D tidak mau mengikuti intervensi lagi dan ibu harus repot
membujuknya di pagi hari.
Selain malas mengikuti intervensi, D juga malas mengaji dan mengikuti pelajaran
komputer. Ia sering enggan mengikuti kegiatan itu dan kadang diijinkan oleh ibu yang
tidak ingin D marah. D juga malas mengerjakan PR maupun membereskan buku
pelajarannya. Ia selalu menunggu ditemani ibu mengerjakan PR. Terkadang D tertidur
sehingga ibu lah yang mengerjakan PRnya. Ibu khawatir D akan dihukum guru jika tidak
mengerjakan PR dan kembali mogok sekolah. Tetapi ia juga khawatir D tidak mengerti
pelajarannya jika ibu yang mengerjakan PR. Selama evaluasi ini terlihat ibu cukup
memiliki insight bahwa yang menyebabkan D malas adalah karena ia banyak membantu
dan tidak konsisten dalam menerapkan disiplin. Ibu menyadari bahwa ia harus
membiarkan D mendapat konsekuensi tidak mengerjakan PR, namun ibu tidak mau repot
jika D marah di pagi hari dan tidak mau sekolah. Tetapi ibu cukup terbuka terhadap
masukan dari PI untuk mengubah pola asuhnya dengan meminta D membuat jadwal PR
dan membiarkan D mendapat konsekuensi dari sekolah jika tidak mengerjakan PR, serta
terus mengikutsertakan D dalam program intervensi untuk memutus pola respon D yang
cenderung menghindar dari kegiatan yang tidak disukainya.
4.2.9 Sesi 7
Materi : Hasil Dan Hadiah
Tujuan : D memahami langkah keempat untuk mengatasi kecemasan yaitu dengan
menghargai hasil yang didapat dari tindakan yang dilakukan.
Tanggal Pelaksanaan : Kamis, 22 Nopember 2012
Waktu Pelaksanaan : 09.00 – 09.50
Deskripsi Kegiatan :
D terlihat ceria dan sudah siap dengan bukunya saat PI datang. Di awal sesi,
D dan PI membahas mengenai latihan di rumah yang dikerjakan D. Ia menuliskan
takut menyeberang jalan sebagai situasi yang mencemaskannya. Ia merasa
jantungnya berdetak kencang karena takut tertabrak kendaraan. Tindakan-tindakan
yang dapat dilakukannya adalah menyeberang pelan-pelan dan menunggu ada orang
lain yang menyeberang, melihat ke kiri dan kanan, dan melihat situasi jalan sampai
sepi. Ia tahu cara menyeberang yang benar, namun selama ini belum banyak
Penerapan cognitive..., Yomi Novitasari, Psikologi, 2013
57
mendapat kesempatan untuk menyeberang jalan raya sehingga cemas jika harus
melakukannya sendirian. D bahkan mengatakan jika jalanan tidak sepi dan tidak ada
teman menyeberang jalan, ia akan menunggu sampai ibu pulang bekerja di malam
hari.
Situasi mencemaskan berikutnya adalah hantu. D merasa mukanya pucat dan
berkeringat dingin karena takut dicekik hantu. Tindakan yang dapat dilakukannya
adalah berdoa, bersembunyi, dan mencari perlindungan teman atau orangtua. D
banyak bercerita ketika membahas mengenai rasa takutnya terhadap hantu. Ia sering
mendengar cerita hantu dari teman dan menonton film hantu. D tidak pernah melihat
atau diganggu oleh hantu. Ia juga tahu bahwa cerita hantu di film bukan kejadian
yang sebenarnya dan kadang teman pun suka mengarang cerita seram. Namun ia
tetap merasa takut sehingga selalu minta ditemani teman saat di kamar mandi
sekolah.
Setelah membahas latihan di rumah, D mempelajari langkah keempat untuk
mengatasi kecemasan yaitu dengan menghargai hasil yang didapat dari tindakan yang
dilakukan. D mengetahui hadiah tetapi kesulitan mendefinisikannya. Ia menyimak
penjelasan PI mengenai hadiah dan dapat mengerjakan tugas yang diberikan setelah
diberikan contoh. Selanjutnya D membuat barometer perasaan yang berbentuk seperti
jam, sehingga D menyebutnya jam perasaan. D dapat menggunakan barometer
tersebut untuk menjawab soal cerita.
Di akhir sesi, D mendapat penjelasan mengenai tugas latihan di rumah, yaitu
menuliskan 2 situasi yang mencemaskannya, beserta langkah-langkah mengatasinya,
dan menilai seberapa baik ia mampu melakukan langkah-langkah tersebut serta
hadiah yang didapatnya.
4.2.10 Sesi 8
Materi : Empat Langkah Fear
Tujuan : D dapat mengingat dan menerapkan 4 langkah mengatasi kecemasan
(FEAR).
Tanggal Pelaksanaan : Senin, 26 Nopember 2012
Waktu Pelaksanaan : 09.00 – 10.05
Deskripsi Kegiatan :
Penerapan cognitive..., Yomi Novitasari, Psikologi, 2013
58
D tidak mengerjakan tugas latihan di rumah karena ia dan ibu tidak mengerti
tugas tersebut. Alasan lainnya adalah karena tugas tersebut harus dipraktekkan
sedangkan D baru mengerjakannya di malam hari sebelum sesi 8. Di awal sesi ini, PI
membantu D mengerjakan satu bagian tugas latihan di rumah tersebut. D memilih
takut pergi ke sekolah sendirian dengan berjalan kaki sebagai situasi yang
mencemaskannya. Selama ini D tidak pernah berangkat sekolah sendirian dengan
berjalan kaki. Ia takut terlambat jika ke sekolah dengan berjalan kaki, dan juga
merasa tidak nyaman karena tidak ada teman mengobrol. Tetapi ia pernah pulang dari
sekolah ke rumah dengan berjalan kaki bersama temannya. Setelah sampai pasar dan
harus berpisah dengan teman karena berbeda arah pulang, D berjalan dengan terburu-
buru ke rumahnya. D menyebutkan tindakan yang dapat dilakukannya untuk
menghadapi situasi ini adalah meminta diantar ibu atau pamannya. Setelah PI
menyatakan bahwa mungkin mereka tidak dapat mengantarnya, D menyebutkan
tindakan lainnya yaitu menjemput teman, berangkat jam 12 siang, dan naik becak. D
memilih tindakan berangkat jam 12 sebagai tindakan terbaik karena perjalanan ke
sekolah sekitar 10 menit dan ia tidak akan terlambat jika berangkat di jam tersebut.
Tindakan ini juga dipilihnya karena temannya tidak selalu bisa berangkat
bersamanya, sementara becak hanya ada di pasar. D memang belum mempraktekkan
tindakan tersebut tapi ia menilai tindakan tersebut cukup baik dan akan menghadiahi
dirinya dengan membeli jajanan mie.
Setelah itu, D diminta menghapal 4 langkah menghadapi kecemasan yang
tertulis dalam kartu yang pernah dibuatnya. Ia dapat menghapal dengan cepat dan
menuliskannya di buku kerja. Selanjutnya D mengerjakan soal cerita mengenai anak
yang cemas ketika masuk ke sekolah baru. D mampu menuliskan gejala cemas yang
mungkin dirasakan anak tersebut yaitu jantung berdetak cepat, berkeringat dingin,
dan wajah cemberut. Menurutnya anak tersebut malu dengan teman-teman barunya.
Tetapi ia berpikir cukup lama mengenai penyebab anak tersebut malu. PI
menambahkan bahwa anak tersebut mungkin cemas karena belum mengenal teman
barunya, apakah baik atau tidak. D bercerita bahwa di kelasnya ada teman yang baik,
tetapi ada juga yang jahil. D menuliskan tindakan-tindakan yang dapat dilakukan
anak tersebut adalah pergi ke sekolah, berkenalan dengan teman, dan minta diantar
Penerapan cognitive..., Yomi Novitasari, Psikologi, 2013
59
orangtuanya. Hadiah yang diberikan untuk anak tersebut berupa pujian bahwa dirinya
hebat karena mau berangkat ke sekolah sendirian.
Selanjutnya D menuliskan situasi yang mencemaskannya adalah ke kamar
mandi sekolah sendirian. Ia merasa jantungnya berdetak kencang dan tubuhnya
berkeringat dingin karena takut ada hantu di kamar mandi sekolahnya itu. Semenjak
kelas 1, ia sering mendengar cerita hantu di sekolah dari teman maupun kakak
sepupunya sehingga ia takut ke kamar mandi sendirian. D menulis tindakan yang
dapat dilakukannya adalah berpikir positif (“aku pipis aja ah, paling juga ga ada
hantu”), menarik napas, dan kemudian kembali ke kelas. Ia akan menghadiahi dirinya
dengan pujian “Aku hebat mau ke kamar mandi sendirian”.
Materi terakhir di sesi ini adalah mengatasi kecemasan dengan
membayangkan tokoh favorit membantunya. D menyebutkan Power Ranger sebagai
tokoh favoritnya dan pernah melihat filmnya di laptop kakak sepupunya.
Di akhir sesi, D mendapat penjelasan mengenai tugas latihan di rumah, yaitu
menunjukkan kartu cara mengatasi kecemasan dan menjelaskannya kepada
orangtuanya, serta menuliskan satu situasi yang mencemaskannya dan
mempraktekkan langkah-langkah mengatasi kecemasan. D menyatakan ia akan
mempraktekkan cara mengatasi kecemasan saat di kamar mandi rumah sendirian.
Malam sebelumnya ia minta ditemani ayah ke kamar mandi karena takut hantu.
Kemudian pagi hari di sesi ini ia juga hanya mandi sebentar saja dan tidak
menggosok gigi karena takut hantu pocong. D tahu hantu tersebut tidak dapat
menyakitinya karena tangannya diikat, tetapi ia pernah mendengar cerita kakak ibu
yang diikuti hantu pocong.
4.2.11 Sesi 9
Materi : Latihan Situasi Mudah
Tujuan : D mampu menerapkan 4 langkah FEAR untuk mengatasi situasi yang
membuatnya agak cemas, dan mampu menilai tingkat kecemasannya
menggunakan skala yang diajarkan.
Tanggal Pelaksanaan : Kamis, 29 Nopember 2012
Waktu Pelaksanaan : 09.00 – 10.00
Deskripsi Kegiatan :
Penerapan cognitive..., Yomi Novitasari, Psikologi, 2013
60
Di awal sesi, D dan PI membahas mengenai tugas latihan di rumah yang telah
dikerjakannya. D sudah menunjukkan kartu cara mengatasi kecemasan kepada ibu,
tetapi ibu hanya diam saja. D juga telah mengerjakan cara mengatasi kecemasannya
saat di kamar mandi rumah sendirian. Tetapi tindakan yang ditulisnya masih belum
tepat, yaitu mandi dengan terburu-buru, memanggil ibu untuk menyabuninya, dan
mengajak ibu mengobrol dari kamar mandi. Sampai sesi ini D berhasil
mengumpulkan 16 nilai dan dapat menukarnya dengan hadiah kaset PVP.
Selanjutnya D mampu menuliskan 4 langkah mengatasi kecemasan tanpa
melihat catatan sebelumnya atau kartunya. Sesi ini diisi dengan praktek mengatasi
kecemasan dengan tingkat “Mudah” atau yang hanya sedikit mencemaskan. Situasi
yang dipilih adalah cemas terhadap benda tajam seperti pisau dan jarum. Jari D
pernah tergores saat memotong kentang dengan pisau sehingga ia tidak mau
menggunakan pisau lagi. Sebelum praktek dilakukan D menuliskan langkah-langkah
mengatasi kecemasannya ini, yaitu menarik napas saat jantungnya berdetak kencang,
mengubah pikiran negatif menjadi positif (yaitu tangannya tidak akan terpotong kalau
pelan-pelan), dan harus pelan-pelan. D tampak terkejut ketika PI mengatakan D akan
praktek memotong menggunakan pisau. Ia menilai kecemasannya di angka 3 (agak
takut / agak cemas) dari 5 skala kecemasan. Kemudian D memotong pisang dan daun
bawang dengan perlahan. Ia menyatakan berani memotong karena pisaunya kecil.
Setelah selesai memotong, D menilai kecemasannya di angka 1 (sangat tenang). D
memberikan hadiah kepada dirinya berupa pujian “aku hebat bisa memotong dengan
pisau.”
Wajah D tampak sedikit cemas ketika PI meminta D praktek menjahit kain
menggunakan jarum. D mau melakukannya setelah PI memberi contoh. Saat menjahit
D terlihat hati-hati dan tampak tenang. Ia sempat berkomentar bahwa kainnya lembut
sekali. Setelah selesai menjahit, ia menyatakan dirinya merasa tenang.
Praktek berikutnya adalah menelepon teman D, yaitu L, untuk menanyakan
PR. Selama ini ibu lah yang selalu menelepon atau mengirimkan SMS kepada L
untuk menanyakan PR. D jarang bermain dengan L sehingga ia tidak berani
menelepon L. D tampak sangat cemas ketika diberitahu akan praktek menelepon L. Ia
tidak dapat menjawab langkah-langkah mengatasi kecemasan di situasi ini meskipun
PI sudah memberinya contoh praktek menggunakan tokoh favoritnya. Ia takut
Penerapan cognitive..., Yomi Novitasari, Psikologi, 2013
61
teleponnya tidak diangkat oleh L. D menuliskan langkah mengatasi kecemasan itu,
yaitu mengubah pikirannya menjadi positif (teleponnya pasti diangkat oleh L),
menelepon, dan akan menghadiahi dirinya dengan coklat jika mau menelepon L.
Kemudian PI mengajak D berakting menelepon temannya tersebut. D menilai
kecemasannya di skala 4 (cemas/takut). Saat terlihat cemas, PI mengajak D
melakukan relaksasi. Setelah itu D menyatakan siap menelepon L. Tetapi ketika
menunggu telepon diangkat D sempat menyerahkan HP kepada PI, namun PI
mengembalikannya ke D. Saat telepon diterima oleh ibu L, D mempraktekkan
percakapan sesuai yang dicontohkan PI. Setelah selesai, D menyatakan dirinya mulai
merasa tenang. Ia memberikan pujian kepada dirinya, yaitu “aku hebat bisa
menelepon L sendirian”.
Di akhir sesi, D diberikan penjelasan mengenai tugas latihan di rumah, yaitu
mempraktekkan kembali apa yang sudah dilakukannya di sesi ini. D memilih akan
praktek memotong menggunakan pisau di rumah.
4.2.12 Sesi 10
Materi : Latihan Situasi Sedang
Tujuan : D dapat menerapkan langkah-langkah mengatasi kecemasan dalam situasi
yang dianggapnya “Sedang” atau menimbulkan kecemasan.
Tanggal Pelaksanaan : Senin, 3 Desember 2012
Waktu Pelaksanaan : 09.00 – 10.00
Deskripsi Kegiatan :
Di awal sesi, D dan PI membahas mengenai latihan di rumah yang
dikerjakannya. D hanya menuliskan situasi memotong menggunakan pisau, tetapi ia
tidak mempraktekkannya. Menurut D ibu hanya diam saja ketika D mengatakan
harus praktek memotong sungguhan. Padahal di malam sebelum sesi ini, ibu sempat
mengirimkan SMS kepada PI untuk bertanya latihan di rumah yang harus dikerjakan
D. Ibu mengiyakan ketika PI menyatakan D harus mempraktekkan kembali latihan
yang sudah dilakukannya di sesi sebelumnya yaitu memotong dengan pisau atau
menelepon L. D belum mendapat reward kaset PVP karena ibu belum sempat
membelinya.
Penerapan cognitive..., Yomi Novitasari, Psikologi, 2013
62
Di sesi ini, D latihan menghadapi kecemasan dengan tingkat “Sedang” atau
yang membuatnya cemas. D memilih membahas situasi berada di tempat sepi. Ia
bercerita pernah naik motor bersama ayah, ibu, dan kakak sepupunya melintasi
pinggiran hutan yang sepi. D takut karena ayah mengatakan ada hantu pocong. Ia
merasa jantungnya berdetak kencang sehingga menutup wajahnya sampai berada di
jalan yang ramai. Selain menutup wajah, tindakan yang akan dilakukan D saat
menghadapi situasi seperti itu lagi adalah berdoa agar tidak ada hantu. Ia akan
menghadiahi dirinya dengan coklat jika berani menghadapi situasi tersebut.
Latihan berikutnya adalah menyeberang jalan raya. D menilai kecemasannya
menyeberang jalan berada pada skala 4 (cemas/takut). Langkah-langkah mengatasi
kecemasannya yaitu menunggu jalan sampai sepi, menengok ke kiri dan kanan,
menunggu ada orang menyeberang jalan, dan melambaikan tangannya ke arah
kendaraan saat menyeberang. PI menambahkan jika D hati-hati maka ia dapat
menyeberang jalan dengan aman. Saat membahas hal ini D tampak gelisah, ia
menjawab pertanyaan PI dengan suara pelan dan terlihat tidak bersemangat. Ketika
akan praktek menyeberang jalan raya di depan rumah kakak ibu, D menyatakan tidak
cemas, tetapi kedua tangannya dingin dan ia sering meremas-remas tangannya. PI
meminta D menggosok kedua tangannya yang dingin agar menjadi hangat dan juga
menarik napas (relaksasi). PI mencontohkan cara menyeberang jalan, kemudian
menemani D menyeberang jalan sebanyak 1 kali. Selanjutnya D praktek
menyeberang jalan sendirian sebanyak 2 kali. Setelah menyeberang jalan, D
mengatakan sebelumnya jantungnya berdetak kencang karena takut tertabrak, tapi
ketika sudah menyeberang ia merasa lebih tenang.
Situasi mencemaskan berikutnya adalah di kamar mandi sendirian. D takut
ada hantu pocong di kamar mandi. Caranya menghadapi situasi ini adalah dengan
memanggil ibu untuk menyabuninya, tidak menutup pintu kamar mandi, dan
mengobrol dengan ibu dari kamar mandi. D tidak pernah melihat hantu pocong
sungguhan di kamar mandi. Ia hanya terbayang wajah pocong yang menyeramkan
yang dilihatnya di film. PI menjelaskan bahwa hantu tersebut ada di pikirannya D
sehingga D harus mengubah pikirannya tentang hantu tersebut. D tersenyum saat PI
menggambar wajah pocong yang sedang tersenyum sehingga tidak terlihat
menyeramkan. PI meminta D untuk melihat gambar tersebut, kemudian memejamkan
Penerapan cognitive..., Yomi Novitasari, Psikologi, 2013
63
matanya sambil membayangkan wajah itu. D setuju saat PI memintanya
mempraktekkan di rumah mengganti wajah pocong seram dengan wajah tersenyum
ketika ia takut di kamar mandi.
Di akhir sesi, D diberi penjelasan mengenai tugas latihan di rumah, yaitu
menuliskan 2 situasi yang mencemaskannya beserta langkah-langkah mengatasi
situasi tersebut dan membuat cerita tentang bagaimana tokoh favoritnya membantu D
mengatasi situasi tersebut.
4.2.13 Sesi 11
Materi : Latihan Situasi Manantang
Tujuan : D mampu mengatasi kecemasannya dalam situasi “Menantang”.
Tanggal Pelaksanaan : Senin, 17 Desember 2012
Waktu Pelaksanaan : 09.00 – 09.55
Deskripsi Kegiatan :
Pelaksanaan sesi ini tertunda sebanyak 3 kali karena D masuk sekolah pagi (6
Desember 2012), dan mengikuti Ujian Akhir Semester (10 dan 13 Desember 2012).
Pada tanggal 13 Desember 2012, PI bertemu dengan ibu dan D untuk memberikan
form catatan harian yang harus diisi D mulai tanggal 14 – 20 Desember sebagai
latihan praktek mengatasi kecemasan. Ibu bersedia memantau pengisian form
tersebut.
Di awal sesi, PI menanyakan form catatan harian tersebut, namun D lupa
membawanya. Menurut D form tersebut belum diisi karena ibu mengatakan akan
diisi menjelang sesi 12. Setelah itu, D dan PI membahas latihan di rumah yang D
kerjakan. Ia menuliskan situasi yang mencemaskannya adalah tidur sendirian karena
takut hantu. Saat cemas ia memanggil ibu atau ayah untuk menemaninya (menepuk-
nepuk badannya). Sementara yang dilakukan tokoh favoritnya untuk mengatasi hal
tersebut adalah dengan memejamkan mata dan berdoa sebelum tidur. D menyatakan
ia tidak pernah tidur sendirian, sehingga tidak mempraktekkan apa yang dilakukan
tokoh favoritnya tersebut.
Situasi mencemaskan berikutnya adalah buang air kecil di toilet sekolah
sendirian. D takut hantu di toilet sehingga selalu minta diantar temannya. Ia menulis
yang dilakukan tokoh favoritnya dalam menghadapi situasi tersebut adalah berusaha
Penerapan cognitive..., Yomi Novitasari, Psikologi, 2013
64
tenang dan membuang jauh-jauh pikiran adanya hantu di toilet sekolah. Tetapi D juga
tidak mempraktekkan yang dilakukan tokoh favoritnya tersebut karena selalu
ditemani teman saat ke toilet di sekolah.
Setelah membahas latihan tersebut, D menonton video kartun cara mengatasi
takut terhadap setan melalui doa. D dapat menceritakan kembali video tersebut
setelah selesai menontonnya. Saat ditanya apa saja, selain berdoa, yang dapat
dilakukannya untuk mengatasi ketakutan terhadap hantu, D menyebutkan mengubah
pikiran, lalu mengeluarkan kertas bergambar hantu pocong yang sedang tersenyum.
PI menambahkan bahwa D dapat mengalihkan pikiran tentang hantu dengan
bernyanyi, menghapal puisi atau pelajaran, dan yang terpenting menghindari cerita
atau film tentang hantu.
Kegiatan berikutnya adalah membahas situasi yang “Menantang” atau
membuatnya sangat cemas. Situasi pertama yang dibahas adalah takut hal buruk
terjadi pada ibu. D terdiam lama ketika ditanya hal buruk apa yang terpikir olehnya
yang mungkin terjadi pada ibu. Ia tidak pernah berpikir takut ibu mengalami
kecelakaan motor, tetapi pernah takut ibu sakit. Tindakan yang dipilih D adalah
mengubah pikirannya bahwa ibu selalu menjaga kesehatannya. Situasi menantang
berikutnya adalah jauh dari keluarga. Selama ini D jarang jauh dari keluarga. Ia
pernah menginap di rumah saudaranya tanpa ditemani orangtua, tetapi ditengah
malam ia terbangun dan menangis karena tidak ada ibu. Akhirnya D dijemput
orangtuanya. Kesempatan D untuk jauh dari keluarga saat ini memang belum ada.
Kemungkinan jauh dari keluarga adalah jalan-jalan bersama sekolah ke TMII di
bulan Januari 2013. D menyatakan ia berani mengikuti kegiatan tersebut tanpa
didampingi ibu karena banyak teman dan tidak ada temannya yang didampingi
orangtua. Padahal di semester sebelumnya D pernah harus ditemani ibu dalam
kegiatan renang dari sekolah karena merasa tidak bisa membilas tubuh dan
mengganti baju renangnya.
Di sesi ini D juga bercerita bahwa ia sudah berani menyeberang sebanyak 2
kali meskipun masih bersama sepupunya, yaitu saat menyeberang jalan di pasar kaget
dekat rumah kakak ibu, dan pergi dari rumah kakak ibu ke rumahnya. Ketika akan
membeli es di warung, ibu menyuruh ayah menemani D dan sepupunya karena
khawatir D tidak bisa menyeberang jalan. Karena lama menunggu ayah, D dan
Penerapan cognitive..., Yomi Novitasari, Psikologi, 2013
65
sepupunya pergi saja. Tetapi ayah menyusul mereka sehingga D pun ditemani ayah
menyeberang jalan. D menyatakan sebenarnya ia bisa menyeberang jalan sendiri.
Di akhir sesi, D mendapat penjelasan mengenai tugas latihan di rumah, yaitu
menuliskan 2 situasi menantang lainnya dan mempraktekkan cara menghadapi situasi
tersebut.
4.2.14 Sesi 12
Materi : Penutup
Tujuan : D memahami materi yang telah ia pelajari dalam program ini.
Tanggal Pelaksanaan : Kamis, 20 Desember 2012
Waktu Pelaksanaan : 09.00 – 10.05
Deskripsi Kegiatan :
Di awal sesi, D dan PI membahas catatan harian yang dikerjakan D di malam
sebelum sesi 12 ini. Ibu membantu D mengerjakannya. Dalam catatan harian tersebut
D menulis berbagai kecemasan yang ia rasakan dari tanggal 13 Desember 2012
(Kamis) sampai tanggal 19 Desember 2012 (Rabu), yaitu antara lain takut ada hantu
saat mandi sendirian, tidur sendiri, ke kamar mandi, masuk rumah untuk mengambil
air minum tanpa ditemani, ke kamar mandi di rumah saudaranya, dan di rumah
sendirian. Selain itu D juga menulis ia takut dimarahi guru karena khawatir salah
jadwal sekolah. Sebagian besar tindakan yang ia lakukan untuk menghadapi
kecemasannya tersebut adalah meminta bantuan ayah atau ibu dan relaksasi. D juga
menulis tindakan lainnya seperti mengubah pikiran cemas dan membayangkan tokoh
favoritnya membantunya pada beberapa situasi. Namun ketika ditanya lebih detail
mengenai tindakan-tindakan tersebut D tidak dapat menjawabnya. Hal ini disebabkan
D ternyata tidak mempraktekkan tindakan tersebut.
Pada sesi ini PI mengajak D mereview materi yang sudah ia pelajari dari sesi
1 sampai 11, dengan cara membuka kembali buku kerja D dan membahasnya secara
singkat. Setelah itu D menuliskan materi yang sudah dipelajarinya sambil melihat
catatan sebelumnya. D tampak kesulitan saat diminta menuliskan apa yang ia suka
dan tidak sukai dari intervensi ini, sehingga PI perlu mengulas kembali kegiatan-
kegiatan selama intervensi. D menyebut kegiatan yang ia sukai adalah mengerjakan
soal berbentuk cerita karena sudah ada pilihan jawabannya. Sedangkan yang kurang
ia sukai adalah praktek menelepon temannya (L) karena membuatnya cemas. Setelah
Penerapan cognitive..., Yomi Novitasari, Psikologi, 2013
66
itu D menuliskan manfaat yang didapatnya dari intervensi ini adalah dapat belajar
mengatasi kecemasan. Kesulitan yang ia alami dalam menerapkan materi intervensi
ini adalah ketika mengubah pikiran cemas karena saat cemas ia sulit berpikir positif.
Di akhir sesi ini, PI menjelaskan kepada D bahwa perlu waktu untuk dapat
mengatasi kecemasan dan yang terpenting adalah D selalu berusaha mempraktekkan
apa yang sudah ia pelajari sehingga nanti D dapat menguasai cara-cara mengatasi
kecemasannya.
4.2.15 Evaluasi Pelaksanaan Intervensi
Tujuan : Orangtua partisipan mendapat informasi mengenai pelaksanaan program dan
dukungan yang perlu mereka berikan untuk keberhasilan program ini.
Tanggal Pelaksanaan : Kamis, 20 Desember 2012
Waktu Pelaksanaan : 13.00 – 14.00
Deskripsi Kegiatan :
Di awal pertemuan, ibu menceritakan perilaku D yang masih menunjukkan
kecemasannya, yaitu takut ke kamar mandi sendirian saat di rumah saudaranya dan
mengambil minum di rumah sendirian karena takut ada hantu. Ia juga cemas saat naik
motor bersama ibu melewati jalan yang sepi dan rel kereta api tempat pernah terjadi
kecelakaan yang didengar D dari saudaranya. Di hari berikutnya D meminta ibu
untuk melintasi jalan yang lain dan ibu menurutinya. D juga menolak untuk
menginap di rumah saudaranya karena takut mengompol. Menurut ibu, D sering
terbangun di tengah malam dan mencari ibu. Jika tidak ada ibu di sisinya D akan
pindah ke tempat ibu atau menangis. Hal ini membuat D sulit untuk menginap di
rumah orang lain tanpa ditemani orangtuanya.
Di sisi lain, D sudah sedikit menunjukkan perubahan yaitu berani di kamar
mandi tanpa memanggil ibu untuk minta disabuni saat mandi dan menyatakan dirinya
bisa menyeberang jalan. Namun karena ibu khawatir, ibu meminta ayah menemani D
menyeberang jalan.
Sampai sesi terakhir ibu selalu membantu D mengerjakan tugas latihan di
rumah. Namun tidak semua tugas dipraktekkan oleh D, contohnya praktek memotong
dengan pisau dan mengatasi kecemasan di kamar mandi. Ibu terlihat gelisah saat
ditanya mengapa D tidak praktek memotong dengan pisau. Ia berdalih D sudah bisa
dan saat kelas 3 SD D sering memotong-motong sisa sayuran ibu. Tetapi ibu tidak
Penerapan cognitive..., Yomi Novitasari, Psikologi, 2013
67
tahu kalau setelah itu D pernah tergores pisau saat mengupas kentang yang
membuatnya tidak berani menggunakan pisau lagi.
Di akhir pertemuan, PI menjelaskan kepada ibu bahwa selama intervensi D
cukup mudah memahami materi yang diberikan. Namun pemahaman saja tidak
cukup untuk membuat D mampu mengatasi kecemasannya. D membutuhkan lebih
banyak latihan dan ibu diminta untuk membantu D mempraktekkan apa yang sudah
dipelajarinya dari program ini.
Tabel 4.1 Ringkasan Pelaksanaan Intervensi CBT
Sesi Tanggal Waktu Kegiatan Hasil Latihan di
rumah
Keterangan
1 15-10- 2012 09.00-
09.50
Penjelasan mengenai
program ini
Bersedia
mengikuti
program ini
Belum
diberikan
Menuliskan
pengalaman
menyenangkan dan
netral, beserta
perasaan dan
pikirannya saat itu
Ragu dalam
menjawab, perlu
didorong PI
Penjelasan tugas
setiap sesi dan latihan
di rumah
Bersedia
mengerjakan
tugas yang akan
diberikan
2 18-10-2012 09.00-
10.20
Menyebutkan 6
perasaan berbeda dan
pengalamannya saat
mengalami perasaan
tersebut
Dapat dikerjakan
D
PR
dikerjakan
dan D
mendapat
nilai 2
PR dikerjakan
di pagi hari
sebelum sesi 2.
Sebagian
jawaban PR
diarahkan ibu
Menentukan cara
mengetahui orang
lain sedang marah,
sedih, senang, dan
terkejut
D kesulitan Lebih mudah
menjawab soal
jika ada pilihan
jawaban
Menjawab soal cerita,
menggambar wajah
sesuai perasaan tokoh
cerita, menebak
perasaan berdasarkan
gambar
Dapat dikerjakan
D
Membuat dan
mengelompokkan
kartu situasi
Dapat dikerjakan
D
Kartu situasi
menantang
lebih banyak
dibuat oleh D Mendapat insight
menghadapi
kecemasan dari cerita
PI
D mendapat
insight bahwa
tidak semua yang
dicemaskannya
menjadi
kenyataan
Penerapan cognitive..., Yomi Novitasari, Psikologi, 2013
68
3 22-10-2012 09.00-
09.45
Menyebutkan tanda
kecemasan pada
gambar kucing,
menggambar wajah
cemas
Dapat dikerjakan
D
PR
dikerjakan
dan D
mendapat
nilai 2
PR dikerjakan
di malam hari
sebelum sesi 3.
Sebagian
jawaban PR
diarahkan ibu
Penjelasan langkah 1
menghadapi
kecemasan.
Menentukan bagian
tubuh yang tidak
nyaman saat cemas
Ragu dalam
menjawab, lama
berpikir, perlu
didorong PI
Lebih mudah
menjawab soal
jika ada pilihan
jawaban
Menjawab soal cerita
tentang reaksi tubuh
Dapat dikerjakan
D
4 1-11-2012 09.00-
09.45
Menuliskan situasi
dan reaksi tubuh saat
tenang
Dapat
menyebutkan
situasi, tetapi
kesulitan
menjawab reaksi
tubuh
Lupa
mengerjakan
PR. Tidak
mendapat
nilai.
Tertunda 1
minggu. Lupa
dengan materi
sebelumnya,
sehingga
direview PI
Praktek mengepalkan
tangan, menjadi
robot, boneka kain,
relaksasi
Di awal ragu.
Mau melakukan
setelah melihat
contoh dan harus
bersama-sama PI
Menentukan tingkat
ketegangan gambar
kucing
Dapat dilakukan
D
Menuliskan nama
otot dengan pilihan
jawaban
Dapat dilakukan
D
5 5 -11-2012 09.00-
09.50
Penjelasan langkah 2
mengatasi
kecemasan.
Menuliskan pikiran
pada gambar
Dapat dilakukan
D
PR sesi 4 dan
5 dikerjakan.
D mendapat
nilai 4
.
PR dikerjakan
di pagi hari
sebelum sesi 5.
Sebagian
jawaban PR
diarahkan ibu.
D dapat
menukarkan
nilai dengan
reward
berenang
Menentukan pikiran
tokoh cerita
Dapat dilakukan
D
Menentukan tindakan
ketika pikiran
berbeda
Dapat dilakukan
D
Akting menyeberang
jalan
Mau melakukan
setelah melihat
contoh dan
bersama-sama PI
6 12-11-2012 09.00-
10.15
Mengingat 2 langkah
menghadapi
kecemasan
D lupa Lupa
mengerjakan
PR. Tidak
mendapat
nilai.
Belum
mendapat
reward
berenang
karena hujan.
Reward baru
diberikan
tanggal 17-11-
2012.
Membuat kartu
langkah menghadapi
kecemasan
Dapat dilakukan
D
Penjelasan langkah 3
menghadapi
kecemasan
D
memperhatikan
penjelasan
Menentukan tindakan
tokoh dalam soal
cerita untuk
Dapat dilakukan
D
Penerapan cognitive..., Yomi Novitasari, Psikologi, 2013
69
mengatasi
kecemasannya
Menentukan
tindakannya saat
cemas karena lupa
membawa buku PR
Dapat dilakukan
D
Menuliskan 2 hal
yang dipelajari dalam
menghadapi
kecemasan
Dapat dilakukan
D
7 22-11-2012 09.00-
09.50
Mempelajari langkah
4 menghadapi
kecemasan.
Menuliskan definisi
hadiah
Tahu tentang
hadiah tapi
kesulitan
mendefinisikann
ya
PR sesi 6 dan
7 dikerjakan.
D mendapat
nilai 4
Tertunda 1
minggu. PR
dikerjakan di
malam hari
sebelum sesi 7.
Sebagian
jawaban PR
diarahkan ibu.
Menuliskan jenis
hadiah
Dapat dilakukan
D
Mengerjakan soal
cerita mengenai
hadiah
Dapat dilakukan
D
Memahami dan
membuat barometer
perasaan
Dapat dilakukan
D
8 26-11-2012 09.00-
10.05
Menghapal dan
menuliskan 4 langkah
menghadapi
kecemasan
Dapat dilakukan
D
PR tidak
dikerjakan
karena belum
dipraktekan
Mengerjakan soal
cerita menggunakan
4 langkah tersebut
Dapat dilakukan
D
Mengerjakan 4
langkah menghadapi
kecemasan D saat di
kamar mandi sekolah
Dapat dilakukan
D
Menentukan tokoh
favorit untuk
membantu mengatasi
kecemasan
Dapat dilakukan
D
9 29-11-2012 09.00-
10.00
Praktek situasi
mudah : memotong
dengan pisau,
menjahit dengan
jarum, menelepon
teman
Awalnya terlihat
cemas, tetapi
dapat dilakukan
dengan baik
PR sesi 8 dan
9 dikerjakan.
D mendapat
nilai 4
D dapat
menukar
nilainya dengan
reward kaset
PVP.
Jawaban PR
masih
menunjukkan
ketergantungan
pada bantuan
orang lain saat
cemas
10 3-12-2012 09.00-
10.00
Praktek situasi
sedang :
membayangkan
mengatasi kecemasan
saat berada di tempat
sepi, di kamar mandi.
Dapat dilakukan
D
PR
dikerjakan.
Mendapat
nilai 2
PR tidak
dipraktekkan. D
belum
mendapat
reward kaset
PVP karena ibu
tidak sempat Praktek menyeberang D terlihat cemas
Penerapan cognitive..., Yomi Novitasari, Psikologi, 2013
70
jalan tapi mau dan
mampu
melakukannya
membelinya.
Reward baru
diberikan
menjelang sesi
12 dan diganti
dengan mainan
monopoli atas
keinginan D
11 17-12-2012 09.00-
09.55
Praktek situasi
menantang :
mengatasi kecemasan
saat membayangkan
hal buruk terjadi pada
ibu, jauh dari
keluarga
Terlihat cemas
ketika membahas
hal ini, tetapi
dapat
menggunakan
langkah
menghadapi
kecemasan
PR
dikerjakan.
Mendapat
nilai 2
Tertunda
sebanyak 3 sesi.
Belum
mengerjakan
catatan harian
yang diberikan
tanggal 13-12-
2012
12 20-12-2012 09.00-
10.05
Review materi
sebelumnya.
Menuliskan apa yang
sudah dipelajari
Dikerjakan D
dengan melihat
catatan
PR
dikerjakan.
Mendapat
nilai 2
Catatan harian
dikerjakan
malam hari
sebelum sesi
12.
Menyebutkan yang
manfaat, serta hal
yang disukai dan
tidak dari program ini
Ragu-ragu
menjawab
sehingga perlu
didorong PI
D dapat
menukarkan
nilai dengan
reward papan
seluncur
Tabel 4.2 Ringkasan Evaluasi Intervensi CBT
Tanggal Catatan evaluasi Upaya orangtua
1-11-2012 Jadwal evaluasi sesuai rencana, yaitu
setelah sesi ke 4
D jarang bercerita tentang kegiatan
intervensi
-
D tidak membaca kembali materi yang
sudah dipelajari
Ibu mencoba mengingatkannya, tapi tidak
dilakukan D
D malas mengerjakan latihan di rumah Ibu mengingatkan dan membantu D
mengerjakannya
Setelah sesi 3, menolak intervensi
karena menganggap durasinya terlalu
lama.
Ibu berhasil membujuk D mengikuti sesi 4
– 6
19-11-2012 Jadwal evaluasi dimajukan karena D
menolak mengikuti intervensi (harusnya
setelah sesi 8, menjadi setelah sesi 6)
Ayah meminta ibu menghentikan
intervensi. Ibu masih ingin melanjutkan
intervensi, tetapi khawatir D marah dan
kembali mogok sekolah. Ibu sepakat
meneruskan intervensi untuk memutus
pola respon D yang cenderung menghindar
dari kegiatan yang tidak disukainya. Ibu
berhasil membujuk D untuk mengikuti
intervensi sampai selesai.
D menolak intervensi setelah sesi 6
karena merasa terbebani dengan tugas
latihan di rumah dan waktu bermain
berkurang
20-12-2012 Jadwal evaluasi sesuai rencana, yaitu
setelah sesi ke 12
D masih cemas ketika sendirian di
kamar mandi di rumah saudaranya,
sendirian di rumah, melewati jalan yang
sepi meskipun bersama ibu, menginap di
rumah saudara
Ibu menuruti keinginan D untuk tidak
melintasi jalan sepi, dan menginap di
rumah saudara.
Penerapan cognitive..., Yomi Novitasari, Psikologi, 2013
71
D yang sebelumnya sering memanggil
ibu karena takut di kamar mandi
sendirian, di hari ini tidak memanggil
ibu. D juga menyatakan berani
menyeberang jalan.
Ibu belum mengizinkan D menyeberang
jalan karena menganggap D tidak bisa.
D masih harus dibantu mengerjakan
latihan di rumah
Ibu membantu, tetapi tidak memberikan
kesempatan praktek kepada D
4.3 Pelaksanaan Post-test
Post-tes dilakukan pada tanggal 20 Desember 2012. D mengisi SCARED-
child version dan FSSC-R di rumah kakak ibu, sementara ibu mengisi SCARED-
parent version dan CBCL di ruang pemeriksaan Fakultas Psikologi UI.
4.4 Analisa Hasil Pre-test dan Post-test
4.4.1 Hasil SCARED
Tabel 4.3 Hasil Pengukuran Pre-test dan Post-test SCARED
Anxiety Skor D Skor ibu
Pre-
test
Indikasi
(ya/tidak)
Post
-test
Indikasi
(ya/tidak)
Pre-
test
Indikasi
(ya/tidak)
Post
-test
Indikasi
(ya/tidak)
Anxiety Disorder 27 Ya 33 Ya 42 Ya 26 Ya
Panic Disorder
/Somatic Symptom 7 Ya 7 Ya 10 Ya 5 Tidak
Generalized Anxiety
Disorder (GAD)
2 Tidak 5 Tidak 9 Ya 5 Tidak
Separation Anxiety
Disorder (SAD) 9 Ya 10 Ya 9 Ya 7 Ya
Social Phobia 6 Tidak 7 Tidak 12 Ya 9 Ya
School Phobia 3 Ya 4 Ya 2 Tidak 0 Tidak
Grafik 4.1 Skor Pre-test dan Post-test SCARED yang Diisi D
0
5
10
15
20
25
30
35
Anxiety
Disorder
Panic
Disorder /
Somatic
Symptom
Generalized
Anxiety
Disorder
(GAD)
Separation
Anxiety
Disorder
(SAD)
Social
Phobia
School
Phobia
Pre-test
Post-test
Penerapan cognitive..., Yomi Novitasari, Psikologi, 2013
72
Grafik 4.2 Skor Pre-test dan Post-test SCARED yang Diisi Ibu
Grafik skor pre-test dan post-test SCARED yang diisi D di atas menunjukkan
adanya peningkatan skor D untuk hampir semua dimensi yang diukur SCARED. Hal
ini mengindikasikan D mengalami peningkatan kecemasan yang diukur setelah
mengikuti intervensi. Namun gangguan kecemasan yang dialami D masih sama
seperti yang terukur saat pre-test yaitu gangguan kecemasan secara umum, panic
disorder, separation anxiety disorder, dan school phobia. D tidak mengalami
generalized anxiety disorder dan social phobia meskipun ada peningkatan skor pada
gangguan tersebut.
Sementara pada grafik skor pre-test dan post-test SCARED yang diisi ibu
menunjukkan adanya penurunan skor SCARED yang diisi oleh ibu untuk semua
dimensi. Secara umum D masih mengalami gangguan kecemasan namun skornya
sudah jauh berkurang (pre-test = 42, post-test = 26). D juga masih mengalami
separation anxiety disorder dan social phobia meskipun terjadi penurunan skor.
Sementara pada generalized anxiety disorder dan panic disorder terjadi penurunan
skor dari pre-test dan post-test sehingga tidak ada lagi indikasi D mengalami kedua
gangguan tersebut. Sedangkan skor pre-test dan post-test D pada school phobia
sama-sama mengindikasikan tidak ada gangguan tersebut pada diri D.
Di sisi lain, jika dianalisa berdasarkan item-item SCARED ini, terlihat adanya
penurunan skor pada sejumlah item, yaitu item 6, 7, 11, 22, 26, 29, dan 40.
Tabel 4.4 Penurunan Skor SCARED yang Diisi D
Gangguan Item No
item
Pre-test Post-test
Panic Disorder /Somatic
Symptom
Pingsan 6 2 0
Berkeringat 22 1 0
Generalized Anxiety Disorder Gugup 7 2 1
05
1015202530354045
Anxiety
Disorder
Panic
Disorder /
Somatic
Symptom
Generalized
Anxiety
Disorder
(GAD)
Separation
Anxiety
Disorder
(SAD)
Social Phobia School
Phobia
Pre-test
Post-test
Penerapan cognitive..., Yomi Novitasari, Psikologi, 2013
73
(GAD)
Separation Anxiety Disorder
(SAD)
Jauh dari keluarga 29 2 1
Social Phobia Bicara dengan orang tidak
dikenal dengan baik
26 2 1
Pergi ke acara dimana ada
orang yang tidak dikenal
dengan baik
40 1 0
School Phobia Sakit perut di sekolah 11 1 0
Dari tabel di atas terlihat D tidak merasakan gejala panik berupa merasa ingin
pingsan saat cemas dan banyak berkeringat saat ketakutan. Ia juga hanya kadang-
kadang merasa gugup. D yang awalnya sangat tidak suka berada jauh dari keluarga
menjadi hanya kadang-kadang saja tidak suka. Ia juga hanya kadang-kadang saja
merasa cemas bicara dengan orang yang tidak dikenal dengan baik. D sudah tidak
merasa cemas lagi ketika pergi ke acara dimana ada orang lain yang tidak dikenal
dengan baik. Selain itu, D juga tidak mengalami sakit perut lagi saat di sekolah.
4.4.2 Hasil FSSC-R
Tabel 4.5 Hasil Pengukuran Pre-test dan Post-test FSSC-R
Anxiety Skor
Pre-test Indikasi (ya/tidak) Post-test Indikasi (ya/tidak)
Intensitas rasa takut yang berlebihan 180 Ya 180 Ya
Frekuensi rasa takut yang berlebihan 50 Ya 50 Ya
Fear of Failure and Criticsm 50 Ya 49 Ya
Fear of The Unknown 41 Ya 46 Ya
Fear of Minor Injury and Small Animals 47 Ya 45 Ya
Fear of Danger and Death 34 Ya 34 Ya
Medical Fears 8 Ya 6 Tidak
Grafik 4.3 Skor Pre-test dan Post-test FSSC-R
020406080
100120140160180200
Intensitas
rasa takut
Frekuensi
rasa takut
Fear of
Failure
and
Criticsm
Fear of
The
Unknown
Fear of
Minor
Injury and
Small
Animals
Fear of
Danger
and Death
Medical
Fears
Pre-test
Post-test
Penerapan cognitive..., Yomi Novitasari, Psikologi, 2013
74
Pada pre-test terlihat D mengalami kecemasan berlebihan pada semua
dimensi yang diukur oleh FSSC-R. Grafik di atas menunjukkan intensitas dan
frekuensi rasa takut D yang berlebihan tetap sama saat diukur sebelum dan setelah
intervensi. Hal yang sama juga terlihat pada kecemasannya terhadap bahaya dan
kematian (fear of danger & death). Skor kecemasan D terhadap kegagalan dan kritik
(fear of failure & criticsm), terluka dan hewan kecil (fear of minor injury & small
animals) mengalami penurunan, namun masih mengindikasikan adanya kecemasan D
yang berlebihan terhadap hal-hal tersebut. Skor kecemasan D pada berbagai hal
lainnya (fear of the unknown) mengalami peningkatan dan mengindikasikan adanya
kecemasan yang berlebihan pada hal tersebut. Sedangkan skor kecemasan D terhadap
hal-hal medis (medical fears) mengalami penurunan sehingga kecemasan D yang
berlebihan terhadap hal tersebut menjadi normal.
Sedangkan jika dianalisa berdasarkan jawaban D per item tampak ada
sejumlah penurunan skor pada item 4, 7, 31, dan 60.
Tabel 4.6 Penurunan Skor FSSC-R
Gangguan Item No
item
Pre-test Post-test
Fear of Failure and Criticsm Dikritik orangtua 31 2 1
Fear of The Unknown Tidur dalam suasana gelap 60 3 1
Fear of Minor Injury and Small
Animals
Cicak 4 3 2
Benda-benda tajam 7 3 2
Dari tabel di atas terlihat D sudah tidak merasa cemas dikritik orangtua. D
yang awalnya sangat takut tidur dalam suasana gelap karena hantu, setelah intervensi
sudah tidak merasa cemas lagi. Sementara terhadap cicak dan benda tajam, D hanya
kadang-kadang saja merasa cemas.
4.4.3 Hasil CBCL
Tabel 4.7 Hasil Pengukuran Pre-test dan Post-test CBCL Sindroma Skor
Pre-test Indikasi Post-test Indikasi
Withdrawn 5 Normal 2 Normal
Somatic Complaints 3 Normal 2 Normal
Anxious/Depressed 8 Normal 6 Normal
Social Problems 5 Normal 4 Normal
Thought Problems 2 Normal 2 Normal
Attention Problems 7 Normal 3 Normal
Deliquent Behavior 4 Normal 0 Normal
Aggressive Behavior 6 Normal 4 Normal
Other Problems 8 4
Internalizing 16 (T = 65) Internalizing problem 10 (T = 58) Normal
Penerapan cognitive..., Yomi Novitasari, Psikologi, 2013
75
Externalizing 10 (T = 54) Normal 4 (T = 44) Normal
Total 48 (T = 65) Clinical 27 (T = 54) Normal
Grafik 4.4 Skor Pre-test dan Post-test CBCL-1
Grafik 4.5 Skor Pre-test dan Post-test CBCL-2
Sebagian besar skor CBCL yang diisi oleh ibu saat pre-test menunjukkan
perilaku D masih tergolong normal. Namun secara umum D mengalami internalizing
problem atau masalah yang mengarah pada dirinya yaitu perilaku menarik diri
(withdrawn), keluhan fisik (somatic complaints), dan kecemasaan / depresi (anxious /
depressed). Dan jika dilihat dari skor total, D mengalami masalah perilaku yang
tergolong clinical sehingga membutuhkan penanganan yang serius. Hal yang berbeda
terlihat saat pengukuran post-test dimana hampir semua skor D mengalami
penurunan dan D pun sudah tidak mengalami internalizing problem lagi.
4.4.4 Kesimpulan Hasil
Skor yang didapat dari pengisian SCARED dan CBCL oleh ibu saat pre-test
mengalami penurunan saat post-test pada sebagian besar dimensi yang diukur alat tes
0123456789
Pre-test
Post-test
0
10
20
30
40
50
60
Internalizing Externalizing Total
Pre-test
Post-test
Penerapan cognitive..., Yomi Novitasari, Psikologi, 2013
76
tersebut. Sementara skor yang didapat dari pengisian SCARED oleh D mengalami
peningkatan di hampir semua dimensi yang diukur. Selain itu pada FSSC-R pun skor
D masih tinggi, dan ada beberapa skor yang masih sama antara pre-test dengan post-
test, bahkan ada dimensi yang mengalami peningkatan skor. Hal ini menunjukkan
sebelum intervensi ibu menilai D memiliki kecemasan yang lebih tinggi
dibandingkan penilaian D terhadap dirinya. Sedangkan setelah intervensi ibu menilai
tingkat kecemasan D sudah menurun. Sementara D menilai tingkat kecemasannya
meningkat setelah intervensi.
Penerapan cognitive..., Yomi Novitasari, Psikologi, 2013
77
BAB 5
KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari pelaksanaan 12 sesi intervensi CBT yang diikuti D dapat disimpulkan
sebagai berikut :
Berdasarkan evaluasi selama pelaksanaan intervensi terlihat D memiliki
sejumlah kecemasan yang dialaminya sehari-hari, yaitu antara lain cemas untuk
menggunakan pisau dan jarum, menyeberang jalan raya, menelepon atau
mengirimkan SMS kepada teman yang tidak akrab, pergi ke sekolah sendirian dengan
berjalan kaki, di kamar mandi sendirian, di rumah sendirian, tidur sendirian, pergi les
tanpa diantar, menginap di rumah orang lain, dimarahi guru karena lupa mengerjakan
PR atau membawa buku pelajaran. Kecemasannya yang sudah berkurang adalah
memotong dengan pisau, menjahit dengan jarum, dan menyeberang jalan raya karena
selama intervensi D telah mempraktekkannya. Sementara kegiatan menelepon teman
yang tidak akrab masih enggan dilakukannya, meskipun sudah pernah
dipraktekkannya, karena merasa cemas. Kecemasan lainnya masih ada pada diri D
karena D belum mempraktekkannya secara langsung, melainkan hanya
membayangkan situasinya saja.
Berdasarkan pengisian alat ukur SCARED oleh D sebelum intervensi (pre-
test) terdapat indikasi D mengalami gangguan kecemasan, yaitu panic disorder,
separation anxiety disorder, dan school phobia. Sedangkan dari pengisian FSSC-R
oleh D saat pre-test terdapat indikasi D mengalami intensitas dan frekuensi rasa takut
yang berlebihan, yaitu terhadap kegagalan dan kritik, terluka dan sejumlah hewan
kecil, bahaya dan kematian, hal-hal medis dan hal lainnya yang diukur alat ini.
Sementara pada saat setelah intervensi (post-test), terdapat peningkatan skor
kecemasan D pada skala SCARED dan FSSC-R yang diisi oleh D. Dari hasil tersebut
dapat disimpulkan bahwa intervensi CBT ini tidak efektif untuk menurunkan
kecemasan pada diri D.
Di sisi lain, berdasarkan pengisian alat ukur SCARED oleh ibu sebelum
intervensi dilakukan, terdapat indikasi D mengalami gangguan kecemasan, yaitu
panic disorder, generalized anxiety disorder, separation anxiety disorder, dan social
Penerapan cognitive..., Yomi Novitasari, Psikologi, 2013
78
phobia. Berdasarkan pengisian CBCL oleh ibu pun terdapat indikasi D mengalami
internalizing problem atau masalah yang mengarah pada dirinya, yaitu mencakup
perilaku menarik diri, keluhan fisik, dan kecemasan / depresi. Namun, berdasarkan
pengukuran SCARED dan CBCL setelah intervensi dilakukan, terdapat penurunan
kecemasan D. D masih mengalami separation anxiety disorder dan social phobia,
sedangkan panic disorder dan generalized anxiety disorder sudah tidak dialaminya
lagi. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan intervensi CBT tidak efektif menurunkan
kecemasan D.
5.2 Diskusi
Intervensi CBT yang diberikan terhadap D tampaknya hanya menambah
pemahaman D untuk mengatasi kecemasan, namun tidak meningkatkan
kemampuannya untuk menghadapi kecemasan secara signifikan. Menurut Silverman
dkk (dalam Rey, Marlin, & Silverman, 2011) sekitar 20% sampai 40% anak dengan
gangguan kecemasan yang mendapat intervensi CBT gagal berespon secara positif
terhadap intervensi ini, sehingga masih memenuhi kriteria gangguan kecemasan di
akhir treatment. Ada sejumlah faktor yang mempengaruhi hal ini, yaitu psikopatologi
yang dialami orangtua, keterlibatan orangtua, tingkat keparahan gangguan, kognitif,
komorbid dengan gangguan lainnya, masalah dalam keluarga, dan proses yang terjadi
selama intervensi (Rey, Marlin, & Silverman, 2011).
Faktor pertama yang perlu diperhatikan adalah psikopatologi orangtua.
Kondisi psikopatologi orangtua perlu dipertimbangkan dalam pemilihan intervensi
kecemasan pada anak. D yang mengalami kecemasan pada sejumlah hal memiliki ibu
yang juga pencemas. Kondisi ibu tersebut dapat mempengaruhi hasil intervensi.
Menurut Schaefer dan Millman (1981), orangtua yang pencemas cenderung
menerapkan pola asuh yang terlalu mengontrol atau melindungi anak sehingga
membatasi kesempatan anak mengembangkan kemampuannya mengatasi masalah.
Contohnya terlihat pada saat D merasa dirinya sudah mampu menyeberang jalan
setelah latihan saat intervensi, ibu masih menganggap D tidak bisa dan menutup
kesempatannya untuk menyeberang tanpa ditemani orangtua. Hal ini dapat
melemahkan keyakinan D bahwa ia mampu menyeberang jalan dan kembali tidak
berani melakukannya sendirian. Hal ini dinyatakan oleh Suveg dkk (2006) bahwa
Penerapan cognitive..., Yomi Novitasari, Psikologi, 2013
79
keyakinan orangtua bahwa anaknya lemah dan tidak mampu mengatasi situasi yang
mencemaskannya dapat disadari anak, sehingga anak menolak mencoba menghadapi
hal yang mencemaskannya.
Dengan kondisi ibu yang pencemas tersebut, perlu dipertimbangkan
intervensi lain yang tampaknya lebih tepat dibandingkan CBT, misalnya family
intervention. Jenis intervensi tersebut berupa pelatihan terhadap orangtua agar dapat
mengatasi kecemasannya sendiri dan memiliki keterampilan untuk membantu anak
mereka mengatasi kecemasan (Haugaard, 2008). Dalam intervensi tersebut
keterlibatan orangtua diharapkan lebih baik. Sementara pada intervensi CBT terhadap
D ini keterlibatan dan kerjasama orangtua masih tidak sesuai yang diharapkan. Ayah
tidak pernah terlibat, bahkan saat D ingin berhenti dari intervensi, ayah
menyetujuinya dan berusaha mempengaruhi ibu. Sementara ibu menyadari bahwa D
memerlukan intervensi tetapi sikapnya juga tidak selalu mendukung program ini. Hal
ini terlihat saat D ingin berhenti dari intervensi, ibu sempat terpikir untuk
menyetujuinya. Ibu tidak mau repot saat D tidak mau mengikuti intervensi dan
menangis. Ia juga cemas D akan kembali mogok sekolah jika dipaksa mengikuti
intervensi. Contoh sikap ibu yang kurang mendukung lainnya adalah diam saja ketika
D menunjukkan kartu mengatasi kecemasan yang dibuatnya.
Faktor lain yang mempengaruhi tidak efektifnya intervensi ini adalah tingkat
keparahan gangguan. Berdasarkan pemeriksaan terhadap D, terlihat ia mengalami
tingkat kecemasan yang cukup tinggi. Stallard (2005) menyatakan anak dengan
sejumlah kesulitan yang terlihat saat intervensi dilakukan, dapat membuat pelaksana
intervensi menjadi tidak fokus. Hal ini terjadi pada PI. Banyaknya hal yang
mencemaskan D membuat PI kurang fokus dalam menentukan perilaku cemas mana
yang paling signifikan untuk diintervensi. PI berusaha untuk memberikan exposure
pada sejumlah perilaku cemas D, sementara jumlah sesi exposure pada intervensi ini
terbatas. Hal ini menyebabkan exposure yang dilakukan tidak optimal. Ketika
menghadapi anak dengan sejumlah kesulitan, Stallard (2005) menyarankan agar
pelaksana intervensi fokus pada target intervensi. Ketika target tersebut tercapai,
barulah dilakukan intervensi terhadap kesulitan yang lainnya. Jadi, pada kasus D ini
PI sebaiknya menentukan satu saja perilaku cemas yang paling signifikan untuk
diberikan intervensi.
Penerapan cognitive..., Yomi Novitasari, Psikologi, 2013
80
Dengan fokus pada satu perilaku cemas, exposure yang diberikan dapat lebih
optimal. Misalnya D tidak hanya sekedar membayangkan menghadapi situasi cemas,
tetapi juga mendapat kesempatan mempraktekkannya secara nyata. Meskipun
menurut Kendall (2012) tugas exposure dapat dilakukan berupa membayangkan
situasi yang mencemaskan, namun pada D akan lebih efektif jika exposure diberikan
secara langsung. Pengalaman exposure secara langsung dapat meningkatkan perasaan
bahwa ia mampu menghadapi situasi tersebut. Hal ini terlihat setelah D praktek
menyeberang jalan, ia menyatakan pada orangtua bahwa dirinya berani dan bisa
menyeberang jalan, padahal sebelumnya D selalu mengatakan tidak bisa.
Faktor lainnya yang menyebabkan intervensi ini kurang efektif adalah
motivasi D yang rendah untuk mengikuti intervensi. D merasa waktu bermainnya
berkurang dengan mengikuti intervensi ini, apalagi selama intervensi ada sepupu D
dari Jawa dan D selalu ingin bermain dengannya. Selain itu, selama ini D masih
malas dan harus selalu dibantu dalam mengerjakan PRnya dari sekolah. Ia merasa
semakin terbebani dengan tugas latihan di rumah dari PI yang harus dikerjakannya. Ia
beberapa kali lupa mengerjakan tugas latihan di rumah. Ketika dikerjakan pun,
dilakukan di malam atau pagi hari menjelang sesi berikutnya dan tanpa dipraktekkan.
Padahal menurut Hudson dan Kendall (Kendall, 2012), tugas latihan di rumah
merupakan komponen yang penting dalam intervensi CBT karena memfasilitasi anak
untuk mengembangkan rasa menguasai keterampilan yang diajarkan dalam mengatasi
kecemasan. Orangtua juga tidak mendukung D untuk mempraktekkan tugas di
rumah, padahal mereka sudah mendapat informasi dari PI mengenai tugas tersebut.
Selain itu, orangtua tidak segera memberikan reward yang seharusnya ia terima
karena telah mengerjakan tugas tersebut. Hal itu juga dapat menurunkan motivasi D
untuk terus menjalani intervensi.
Dari uraian mengenai sikap negatif D terhadap tugas latihan di rumah, dapat
dipertimbangkan apakah anak dengan sikap demikian sesuai diberikan intervensi
CBT. Intervensi lain yang lebih tepat perlu dipikirkan kembali. Misalnya, intervensi
modifikasi perilaku dengan teknik systematic desensitization, yang lebih fokus
kepada perilaku cemas anak yang akan diubah melalui exposure secara bertahap.
Faktor lainnya yang menghambat efektivitas intervensi ini adalah pelaksanaan
intervensi tidak sesuai jadwal atau banyak tertunda. Padahal menurut Suveg dkk
Penerapan cognitive..., Yomi Novitasari, Psikologi, 2013
81
(2006), kehadiran anak yang konsisten dalam intervensi setiap minggu sangat
diperlukan agar anak dapat mengingat materi yang diberikan di sesi sebelumnya dan
tugas dikerjakan sesuai waktunya.
Selain uraian di atas, ada satu faktor lagi yang penting untuk didiskusikan dan
bermanfaat untuk intervensi selanjutnya, yaitu mengenai penggunaan alat ukur.
Intervensi ini menggunakan alat ukur SCARED dan FSSC-R untuk menguji
efektivitas intervensi. Namun belum dilakukan standarisasi kedua alat ukur ini di
Indonesia, sehingga norma yang dipakai pun masih berdasarkan penelitian di luar
negeri. Hal ini dapat menyebabkan hasil pengukuran SCARED dan FSSC-R tersebut
tidak menggambarkan kondisi anak yang sebenarnya. Selain itu, pemilihan alat ukur
untuk intervensi sebaiknya dipertimbangkan secara matang. Penggunaan alat ukur
yang tidak tepat dapat mempengaruhi efektivitas intervensi. Hal ini terjadi pada
intervensi CBT yang dilakukan PI. Banyaknya faktor yang diukur oleh kedua
instrumen ini membuat PI kurang fokus dan kesulitan menentukan mana gangguan
kecemasan yang perlu diutamakan untuk diintervensi.
5.3 Saran
Saran yang diberikan untuk penerapan intervensi selanjutnya adalah
sebaiknya PI mempertimbangkan dengan matang mengenai permasalahan yang akan
ditangani dengan intervensi. Jika PI menemukan adanya sejumlah masalah
kecemasan pada klien, PI sebaiknya menentukan satu masalah yang paling penting
untuk ditangani. Hal ini dilakukan agar PI fokus dalam menerapkan intervensi. Selain
itu, pelaksanaan exposure pun dapat lebih fokus pada satu kecemasan dan dilakukan
secara bertahap sampai klien benar-benar dapat mengatasi kecemasannya.
Pemilihan intervensi yang sesuai untuk permasalahan klien sangat dibutuhkan
agar hasilnya efektif. Penggunaan alat ukur pun perlu dipertimbangkan dengan hati-
hati agar apa yang terjadi pada intervensi PI ini tidak terulang di kemudian hari.
Saran berikutnya adalah orangtua sebaiknya dilibatkan lebih intensif lagi
dalam program ini, misalnya dengan memberikan materi cara mengatasi kecemasan
kepada ibu yang terlihat juga memiliki kecemasan dalam mengasuh D. Saran lainnya
untuk ibu adalah ibu sebaiknya juga mengikuti intervensi untuk mengatasi
kecemasannya. Selain itu, ayah perlu dilibatkan dalam intervensi. Selama ini ayah
Penerapan cognitive..., Yomi Novitasari, Psikologi, 2013
82
sibuk dengan pekerjaannya dan cenderung bersikap kurang mendukung program ini.
Untuk intervensi selanjutnya ayah dapat dilibatkan dalam pemberian reward untuk
kemauan D mengikuti intervensi ini dan menerapkannya dalam kesehariannya.
Saran lainnya adalah orangtua sebaiknya meningkatkan kerjasama mereka
dalam pelaksanaan intervensi ini, terutama memastikan D tidak sekedar mengerjakan
tugas latihan di rumah, tetapi juga telah mempraktekkannya. Orangtua juga sebaiknya
meningkatkan kemandirian D dalam mengerjakan tugas latihan di rumah. Misalnya
dengan meminta D menyelesaikan terlebih dahulu tugas itu tanpa dibantu. Setelah
selesai, barulah orangtua memeriksa dan mendiskusikan jawaban D.
Untuk mempertahankan motivasi D mengikuti intervensi ini, orangtua
sebaiknya menepati pemberian reward terhadap D. Selain itu, orangtua juga
sebaiknya menunjukkan minat mereka terhadap kegiatan intervensi yang diikuti D,
misalnya dengan bertanya kepada D mengenai materi yang dipelajarinya.
Saran selanjutnya adalah orangtua memberikan kesempatan kepada D untuk
menghadapi kecemasannya dengan menerapkan apa yang sudah dipelajari dari
intervensi CBT, dan tidak mengijinkan D menghindari situasi yang
mencemaskannya. Orangtua diharapkan konsisten dalam menerapkan hal ini.
Orangtua juga sebaiknya memberikan reinforcement, misalnya pujian, atas kemauan
D menghadapi kecemasannya.
Penerapan cognitive..., Yomi Novitasari, Psikologi, 2013
DAFTAR PUSTAKA
Albano, A. M., & Kendall, P. C. (2002). Cognitive behavioral therapy for children
and adolescents with anxiety disorder : clinical research advance.
International Review of Psychiatry, 14, 129 – 134.
Bee, H., & Boyd, D. (2007). The developing child. (11th ed.). New York : Pearson
Education, Inc.
Beidel, D.C., & Turner, S. M. (2005). Childhood anxiety disorders_a guide to
research and treatment. New York : Routledge.
Crocetti, E., Hale III, W. W., Fermani, A., Raaijmakers, Q., & Meeus, W. (2009).
Psychometrics properties of the Screen for Child Anxiety Related Emotional
Disorder (SCARED) in the general Italian adolescent population : a validation
and a comparison between Italy and The Netherlands. Journal of Anxiety
Disorders, 23, 824-829.
Dia, D. A. (2001). Cognitive-behavioral therapy with a six-year-old boy with
separation anxiety disorder : a case study. Health & Social Work, 26(2).
Friedberg, R. D., & McClure, J. M. (2002). Clinical practice of cognitive therapy
with children and adolescents. New York : The Guilford Press.
Gosch, E. A., Flannery-Schroder, E., Mauro, C. F., & Compton, S. N. (2006).
Principles of cognitive-behavioral therapy for anxiety disorders in children.
Journal of Cognitive Psychotherapy, 20(3), 247.
Gravetter, F. J., & Forzano, L. B. (2009). Research methods for the behavioral
sciences. USA : Wadsworth.
Haugaard, J. J. (2008). Child psychopathology. New York : McGraw-Hill.
Hidayat, D., Ingkiriwang, E., Andri, Asnawi, E., Widya, R. S., & Susanto, D. H.
(2010). Penggunaan metode dua menit (M2M) dalam menentukan prevalensi
gangguan jiwa di pelayanan primer. Majalah Kedokteran Indonesia, 60(10).
Ishikawa, S., Okajima, I., Matsuoka, H., & Sakano, Y. (2007). Cognitive behavioural
therapy for anxiety disorders in children and adolescents : a meta-analysis.
Child and Adolescent Mental Health, 12(4), 164 – 172.
Kendall, P. C. (2012). Child and adolescent therapy : cognitive-behavior procedures.
(4th ed.). New York : The Guilford Press.
Penerapan cognitive..., Yomi Novitasari, Psikologi, 2013
King, N. J., Heyne, D., & Ollendick, T. H. (2005). Cognitive-behavioral treatment for
anxiety and phobic disorders in children and adolescents : a review.
Behavioral Disorders, 30(3). 241 – 257.
Muris, P., Mayer, B., Den Adel, M., Roos, T., & Van Wamelen, J. (2009). Predictors
of change following cognitive-behavioral treatment of children with anxiety
problems : a preliminary investigation on negative automatic thoughts and
anxiety control. Child Psychiatry Hum Dev, 40, 139 – 151.
Papalia, D. E., Olds, S. W., & Feldman, R. D. (2006). A child’s world_infancy
through adolescence. (10th ed.). New York : McGraw Hill.
Peurifoy, R. Z. (2005). Anxiety, phobias, & panic_ a step-by-step program for
regaining control of your life. New York : Warne-Book
Rey, Y., Marin, C. E., & Silverman, W. K. (2011). Failures in cognitive-behavior
therapy for children. Journal of Clinical Psychology : In Session, 67(11),
1140 – 1150.
Rice, C. L. (2008). Reducing anxiety in middle school and high school students : a
comparison of cognitive-behavioral therapy and relaxation training
approach. Dissertation. The Faculty of Department Special Education,
Rehabilitation, and School Psychology, University of Arizona.
Santrock, J. W. (2000). Children. (6th ed.). New York : McGraw-Hill.
Sattler, J. M. (2002). Assessment of children_behavioral and clinical applications.
(4th ed.). San Diego : Jerome M. Sattler Publisher, Inc.
Schaefer, C. E. & Millman, H. L. (1981). How to help children with common
problems. New York : Van Nostrand Reinhold Company.
Schroeder, C. S., & Gordon, B. N. (2002). Assessment & treatment of childhood
problems. (2nd ed.). New York : The Guilford Press.
Somers, J., & Queree, M. (2007). Cognitive behavioural therapy. British Columbia :
The Centre for Applied Research in Mental Health and Addiction
(CARMHA) at Simon Fraser University.
Sroufe, L. A., Cooper, R. G., & Dehart, G. B. (1996). Child development. (3rd ed.).
New York : McGraw-Hill.
Stallard, P. (2005). Think good – feel good_using CBT with children and young
people. USA : John Wiley & Sons Inc.
Suveg, C.; Roblek, T. L., Robin, J., Krain, A., Aschenbrand, S., & Ginsburg, G.
(2006). Parental involvement when conducting Cognitive-Behavioral
Penerapan cognitive..., Yomi Novitasari, Psikologi, 2013
Therapy for children with anxiety disorders. Journal of Cognitive
Psychotherapy : An International Quaterly, 20(3).
Vigil-Colet, A., Canals, J., Cosi, S., Lorenzo-Seva, V., Ferranzo, P. J., Hernandez-
Martinez, C., et al (2009). The factorial structure of the-41-item version of the
screen for child anxiety related emotional disorder (SCARED) in a Spanish
population of 8 to 12 years-old. International Journal of Clinical and Health
Psychology, 9(2), 313 - 327.
Waddell, C., Godderis, R., Hua, J., McEwan, K., & Wong, W. (2004). Preventing
and treating anxiety disorders in children and youth_ a research report
prepared for the British Columbia Ministry of children and family
development. The University of British Columbia, 1.
Wenar, C., & Kerig, P. (2005). Developmental psychopathology_from infancy
through adolescence. (5th ed.). New York : McGraw-Hill.
Westbrook, D., Kennerley, H., & Kirk, J. (2007). CBT_an introduction to cognitive
behavior therapy. London : Sage Publications Ltd.
Penerapan cognitive..., Yomi Novitasari, Psikologi, 2013
xi
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Dengan ini saya menyatakan kesediaan saya untuk mengikuti rangkaian program
intervensi Cognitive Behavior Therapy untuk membantu anak saya menurunkan
kecemasannya. Program ini terdiri dari 12 sesi dengan durasi 60 menit untuk setiap
sesinya. Materi program berupa pengenalan mengenai pikiran, perasaan, dan reaksi
tubuh saat anak cemas, serta langkah-langkah untuk menurunkan kecemasan.
Saya tidak keberatan apabila hasil intervensi ini dipresentasikan kepada pembimbing
pelaksana intervensi ataupun digunakan untuk keperluan:
tesis
pengajaran
pertemuan profesional/ilmiah
Semua data dan hasil rekaman akan dijaga kerahasiaannya dan hanya diketahui oleh
pelaksana intervensi dan pembimbing.
Depok, 2 Oktober 2012
( Orangtua D ) ( Yomi Novitasari )
Penerapan cognitive..., Yomi Novitasari, Psikologi, 2013
xii
CATATAN HARIANKU
NAMA :
USIA :
Hari
&Tanggal
Yang
mencemaskan
aku hari ini
Yang ku
pikirkan
Yang ku lakukan Hasilnya Hadiah untukku
Meminta
bantuan
ibu/ayah
Meng
hindar
Relaksasi
(tarik
napas)
Mengubah
pikiranku
menjadi
Bayangkan
Power Ranger
membantuku
Tindakan
lain
Pujian Hadiah
lain
Penerapan cognitive..., Yomi Novitasari, Psikologi, 2013
xiii
KARTU SITUASI “MUDAH”
Penerapan cognitive..., Yomi Novitasari, Psikologi, 2013
xiv
BAROMETER PERASAAN
SANGAT TENANG
SANGAT CEMAS TENANG
CEMAS NETRAL
MERASA TERGANGGU RAGU-RAGU
Guntinglah tanda panah di bawah ini. Lalu tempelkan di tengah barometer perasaan.
Penerapan cognitive..., Yomi Novitasari, Psikologi, 2013