PENERAPAN AMBANG BATAS PRESIDENSIL...

108
i PENERAPAN AMBANG BATAS PRESIDENSIL (PRESIDENTIAL THRESHOLD) SEBAGAI KEBIJAKAN HUKUM TERBUKA DALAM PEMILIHAN UMUM DI INDONESIA (Analisis Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor.53/PUU-XV/2017) Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Disusun oleh VENU FENDABI NIM : 11150480000068 PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1441 H / 2019 M

Transcript of PENERAPAN AMBANG BATAS PRESIDENSIL...

Page 1: PENERAPAN AMBANG BATAS PRESIDENSIL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47970...Indonesia, UUD NRI 1945 merupakan suatu aturan dasar atau aturan pokok yang merupakan

i

PENERAPAN AMBANG BATAS PRESIDENSIL (PRESIDENTIAL

THRESHOLD) SEBAGAI KEBIJAKAN HUKUM TERBUKA

DALAM PEMILIHAN UMUM

DI INDONESIA

(Analisis Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor.53/PUU-XV/2017)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Disusun oleh

VENU FENDABI

NIM : 11150480000068

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1441 H / 2019 M

Page 2: PENERAPAN AMBANG BATAS PRESIDENSIL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47970...Indonesia, UUD NRI 1945 merupakan suatu aturan dasar atau aturan pokok yang merupakan
Page 3: PENERAPAN AMBANG BATAS PRESIDENSIL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47970...Indonesia, UUD NRI 1945 merupakan suatu aturan dasar atau aturan pokok yang merupakan
Page 4: PENERAPAN AMBANG BATAS PRESIDENSIL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47970...Indonesia, UUD NRI 1945 merupakan suatu aturan dasar atau aturan pokok yang merupakan
Page 5: PENERAPAN AMBANG BATAS PRESIDENSIL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47970...Indonesia, UUD NRI 1945 merupakan suatu aturan dasar atau aturan pokok yang merupakan
Page 6: PENERAPAN AMBANG BATAS PRESIDENSIL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47970...Indonesia, UUD NRI 1945 merupakan suatu aturan dasar atau aturan pokok yang merupakan

v

ABSTRAK

VENU FENDABI, NIM 11150480000068, PENERAPAN AMBANG

BATAS PRESIDENSIL (PRESIDENTIAL THRESHOLD) SEBAGAI

KEBIJAKAN HUKUM TERBUKA DALAM PEMILIHAN UMUM DI

INDONESIA (Analisis Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor.53/PUU-

XV/2017), Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Kelembagaan Negara,

Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta 1440/ 2019. x Halaman + 96 Halaman + 6 Halaman Daftar Pustaka.

Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui kriteria dari pembentukan open

legal policy, kemudian untuk mengetahui implikasi dari putusan Mahkamah

Konstitusi Nomor.53/PUU-XV/2017 terkait dengan presidential threshold, dan

untuk mengetahui apakah presidential threshold telah memenuhi kriteria dari

pembentukan suatu open legal policy

Jenis penelitian yang digunakan oleh peneliti yaitu kualitatif, dengan

pendekatan penelitian normatif-doktriner, dimana unsur-unsurnya adalah

pendekatan perundang-undangan ( statue approach ), dan pendekatan konsep (

conceptual approach ), yang digunakan untuk mengetahui kriteria dari

pembentukan open legal policy serta kesesuaianya dalam penerapan presidential

threshold dalam konsep negara hukum.

Berdasarkan hasil penelitian ini meskipun Dewan Perwakilan Rakyat

memiliki kewenangan untuk membuat suatu legal policy melalui politik

hukumnya namun sejatinya dalam pembuatan suatu undang-undang yang tentu

saja merupakan hukum publik yang berlaku untuk seluruh warga negara tidak

bertentangan dengan Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945, dan tidak melampaui dan juga menyalahgunakan

kewenangan yang diberikan, serta terdapat inkoherensi dalam penerapan ambang

batas presidensil dengan konsep negara hukum.

Kata Kunci : Ambang Batas Presidensil, Kebijakan Hukum Terbuka, dan

Pemilihan Umum

Pembimbing Skripsi : Dr. Sodikin, S.H., M.H., M. Si.

Daftar Pustaka : Tahun 1981 sampai Tahun 2019.

Page 7: PENERAPAN AMBANG BATAS PRESIDENSIL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47970...Indonesia, UUD NRI 1945 merupakan suatu aturan dasar atau aturan pokok yang merupakan
Page 8: PENERAPAN AMBANG BATAS PRESIDENSIL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47970...Indonesia, UUD NRI 1945 merupakan suatu aturan dasar atau aturan pokok yang merupakan
Page 9: PENERAPAN AMBANG BATAS PRESIDENSIL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47970...Indonesia, UUD NRI 1945 merupakan suatu aturan dasar atau aturan pokok yang merupakan

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN COVER……………………………………………………………..i

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING......................................................ii

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN...................................................iii

LEMBAR PERNYATAAN..................................................................................iv

ABSTRAK..............................................................................................................v

KATA PENGANTAR...........................................................................................vi

DAFTAR ISI.......................................................................................................viii

DAFTAR TABEL...................................................................................................x

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang masalah.........................................................1

B. Identifikasi, pembatasan, dan perumusan masalah...............5

C. Tujuan dan manfaat penelitian…………………………..…7

D. Metode penelitian..................................................................8

E. Metode penulisan.................................................................10

F. Sistematika penelitian..........................................................11

BAB II INDONESIA SEBAGAI NEGARA HUKUM

A. Kerangka konseptual..........................................................12

1. Ambang batas presidensil atau presidential threshold

a. Pengertian dan sejarah presidential threshold di

Indonesia.................................................................12

2. Pengertian kebijakan hukum atau legal policy…..........14

3. Pengertian dan sejarah pemilihan umum.......................17

B. Kerangka teori.....................................................................20

1. Teori negara hukum.......................................................20

2. Teori kedaulatan rakyat.................................................28

3. Teori lembaga legislatif.................................................33

C. Tinjauan (review) kajian terdahulu......................................37

Page 10: PENERAPAN AMBANG BATAS PRESIDENSIL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47970...Indonesia, UUD NRI 1945 merupakan suatu aturan dasar atau aturan pokok yang merupakan

ix

BAB III DINAMIKA AMBANG BATAS PRESIDENSIL DALAM

PEMILIHAN UMUM DI INDONESIA

A. Pemilihan umum secara langsung pada tahun 2004............40

B. Pemilihan umum pada tahun 2009 dan 2014.......................42

C. Pemilihan umum tahun 2019...............................................47

BAB IV PROBLEMATIKA AMBANG BATAS PRESIDENSIL

SEBAGAI KEBIJAKAN HUKUM TERBUKA DALAM

PEMILIHAN UMUM DI INDONESIA

A. Parlemen sebagai penentu kualifikasi ambang batas

presidensil............................................................................52

B. Mahkamah Konstitusi sebagai penafsir tunggal Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945.....................................................................................57

C. Analisis pertimbangan hukum berkenaan dengan

Presidential Threshold dalam putusan Mahkamah Konstitusi

Nomor 53/PUU-XV/2017....................................................62

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan.........................................................................86

1. Politik hukum yang tidak melanggar rambu-rambu yang

telah ditentukan.............................................................86

2. Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi

Nomor.53/PUU-XV/2017 terhadap pencalonan Presiden

dan Wakil Presiden…………………………………...86

3. Terhadap putusan Mahkamah Konstitusi Nomor

53/PUU-XV/2017.........................................................87

B. Rekomendasi.......................................................................87

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................88

Page 11: PENERAPAN AMBANG BATAS PRESIDENSIL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47970...Indonesia, UUD NRI 1945 merupakan suatu aturan dasar atau aturan pokok yang merupakan

x

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Tabel Presidential Threshold sejak pemilihan Presiden dan Wakil

Presiden secara langsung................................................................13

Tabel 2 Perbedaan Rechtstaat dan Rule of Law..........................................26

Page 12: PENERAPAN AMBANG BATAS PRESIDENSIL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47970...Indonesia, UUD NRI 1945 merupakan suatu aturan dasar atau aturan pokok yang merupakan

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Ide negara hukum sesungguhnya telah lama dikembangkan oleh para

filsuf dari zaman yunani kuno. Plato, pada awalnya dalam the republic

berpendapat bahwa adalah mungkin mewujudkan negara ideal untuk

mencapai yang berintikan kebaikan. Untuk itu, kekuasaan harus dipegang

oleh orang yang mengetahui kebaikan, yaitu seorang filsuf (the

philosopher king).

Dalam bukunya the statesman and the law, Plato menyatakan bahwa

yang dapat diwujudkan adalah bentuk paling baik kedua (the second best)

yang menempatkan supremasi hukum. Pemerintahan yang mampu

mencegah kemerosotan kekuasaan seseorang adalah pemerintahan oleh

hukum. Senada dengan Plato, tujuan negara menurut Aristoteles adalah

untuk mencapai kehidupan paling baik (the best life possible) yang dapat

dicapai dengan supremasi hukum. Hukum adalah wujud kebijaksanaan

kolektif warga negara (collective wisdom) sehingga peran warga negara

diperlukan dalam pembentukanya.1

Dalam sejarah dikenal dua konsep yang sangat berpengaruh, yaitu

Rechtsstaat yang pertama kali dipopulerkan dan diterapkan di Jerman

sedangkan, Rule of Law yang lebih populer di Eropa sejak abad XIX

meskipun pemikiran tentang itu sudah lama adanya. Sedang istilah The

Rule of Law yang lebih dipopulerkan oleh A.V.Dicey 1885. Menurutnya,

ada tiga ciri terpenting dari prinsip Rule of Law,yaitu supremasi konstitusi,

equality before the law, dan Konstitusi.2

1 Jimly Asshiddiqie, Hukum tata negara dan pilar-pilar demokrasi, (Jakarta : Sinar Grafika,

2012), h. 129. 2 Jaenal Aripin, Peradilan Agama dalam Bingkai Reformasi Hukum di Indonesia, (Jakarta :

Kencana, 2008), h. 89.

Page 13: PENERAPAN AMBANG BATAS PRESIDENSIL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47970...Indonesia, UUD NRI 1945 merupakan suatu aturan dasar atau aturan pokok yang merupakan

2

Sejalan dengan hal tersebut para pendiri bangsa (founding fathers) kita

juga merumuskan bahwasanya bangsa Indonesia merupakan negara yang

berdasarkan atas hukum. Hal tersebut terbukti dengan eksistensi negara

Indonesia sebagai suatu negara hukum diatur dalam konstitusi negara kita

yaitu, Pasal 1 Ayat (3) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945 untuk selanjutnya disebut sebagai UUD NRI 1945. Yang

secara eksplisit menjelaskan bahwa Indonesia adalah negara yang

berlandaskan pada aturan hukum dan menganut prinsip dari supremasi

hukum.

Sebagai negara hukum sangat memungkinkan terjadinya dinamika

perubahan suatu hukum karena hukum tersebut dituntut untuk selalu

berkembang dan mengikuti realitas yang terjadi di masyarakat. 3 Hal

tersebut yang menyebabkan terjadi perubahan terhadap UUD NRI 1945,

mengutip tulisan Prayudi dalam jurnal Politica sebelum amandemen Pasal

1 Ayat (2) UUD NRI 1945 menyebutkan bahwa kedaulatan berada

ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan

Rakyat dan pasca amandemen berubah menjadi kedaulatan rakyat berada

ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-undang Dasar.4

Dari hal tersebut maka Indonesia menganut supremasi hukum yang

memberikan penjelasan bahwa segala sesuatu yang tindakan yang diambil

baik itu dalam hal pengambilan kebijakan maupun keputusan yang diambil

oleh pemerintah haruslah berdasarkan pada aturan tertinggi dalam negara

tersebut. 5 Dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang menjadi

aturan tertinggi adalah UUD NRI 1945 sebagai konstitusi negara kita.

Menurut tulisan dari Jimly Asshidiqie Konstitusi adalah suatu

konsensus antar rakyat untuk hidup bersama dalam suatu komunitas

bernegara dan komunitas kewarganegaraan, konsensus kolektif tentang

3 Abdul Manan, Aspek-aspek pengubah hukum, cet.3, (Jakarta : Kencana,2006), h. 8.

4 Prayudi, MPR, transisi kedaulatan rakyat dan dampak politiknya, dalam jurnal Politica

Vol.3 No.1 Mei 2012, h. 25. 5 Abdulah Rozali, Pelaksana otonomi luas dengan pemilihan kepala daerah langsung,

(Jakarta : PT.Raja Grafindo,2007), h. 25.

Page 14: PENERAPAN AMBANG BATAS PRESIDENSIL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47970...Indonesia, UUD NRI 1945 merupakan suatu aturan dasar atau aturan pokok yang merupakan

3

format kelembagaan organisasi negara tersebut, konsensus kolektif tentang

pola dan mekanisme hubungan antar institusi atau kelembagaan negara

dan yang terakhir konsensus kolektif tentang prinsip-prinsip dan

mekanisme hubungan antar lembaga-lembaga negara tersebut dengan

warga negara.6

Mengenai konstitusi negara Indonesia, UUD NRI 1945 merupakan

suatu aturan dasar atau aturan pokok yang merupakan landasan dalam

membetuk peraturan perundang-undangan dibawahnya. Maka dari itu,

aturan dasar hanya memuat aturan-aturan pokok dan juga garis-garis besar

sebagai pedoman untuk menjadi dasar bagi terbentuknya suatu undang-

undang.7 Adanya tindak lanjut adalah hal yang wajib dari sebuah

konstitusi dalam hal ini UUD NRI 1945 sebagai norma yang masih sangat

umum dan bermakna luas. Sejalan dengan hal tersebut Satjipto Raharjo

juga mengatakan bahwa dalam negara Eropa Kontinental yang salah satu

cirinya adalah hukum yang tertulis, penafsiran menjadi sesuatu yang

penting karena sebuah teks tersebut menjadi sesuatu yang harus dibaca dan

dipahami dan ia bahkan mengatakan bahwa penafsiran adalah jantung

daripada hukum tersebut.8

Dalam hal kaitanya dengan penafsiran konstitusi bukan hanya

lembaga peradilan saja yang memiliki kewenangan dalam menafsirkan

konstitusi tetapi Dewan Perwakilan Rakyat dalam hal ini lembaga

legislatif juga memiliki kewenangan untuk membentuk undang-undang9.

Tepatnya, termaktub didalam Pasal 20 huruf c UUD NRI 1945 , dalam

putusan mahkamah konstitusi Nomor.53/PUU-XV/2017 Mahkamah

Konstitusi menyatakan bahwa salah satu kewenangan dalam pembentukan

peraturan perundang-undangan adalah membentuk open legal policy atau

6 Jimly Asshidiqie. Pengantar ilmu hukum tata negara, (Jakarta : Rajawali Pers,2015), h.

30. 7 Maria Farida, Ilmu perundang-undangan, (Yogyakarta : PT.Kanisius,2007), h. 50

8 Satjipto Raharjo, Hukum progresif,sebuah sintesa hukum Indonesia, cet.1. (Yogyakarta :

Genta Publishing,2009), h. 116. 9 Rosjidi Ranggawidjaja, Penafsiran Konstitusi Oleh Mahkamah Konstitusi, dalam jurnal

Konstitusi PSKN tahun 2011, h. 2.

Page 15: PENERAPAN AMBANG BATAS PRESIDENSIL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47970...Indonesia, UUD NRI 1945 merupakan suatu aturan dasar atau aturan pokok yang merupakan

4

penjabaran konstitusi dalam undang-undang dengan batasan tidak

melanggar Undang-Undang Dasar.

Open legal policy yang diyakini mahkamah konstitusi sebagai otoritas

tunggal Dewan Perwakilan Rakyat sebagai lembaga yang berwenang

untuk membentuk undang-undang terjadi dalam perumusan norma

presidential threshold atau ambang batas dalam pemilihan calon presiden

dan wakil presiden adalah pengaturan tentang suatu syarat batasan

dukungan dari lembaga legislatif dalam hal ini. DPR dalam hal ini

berbentuk jumlah perolehan suara (ballot) atau jumlah perolehan kursi

(seat) yang harus diperoleh partai politik peserta pemilihan umum agar

dapat mencalonkan presiden dan wakil presiden dari partai politik tersebut

atau gabungan dari partai politik10

untuk mengajukan pasangan calon

presiden dan wakil presiden sebagai rekayasa konstitusional atas Pasal 6A

Ayat (2) UUD NRI 1945 menyatakan bahwa pasangan calon Presiden dan

Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik

peserta pemilu sebelum pelaksanaan pemilu. Penjabaran yang dimaksud

berada pada Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang

Pemilu yang memberikan penjelasan lebih lanjut atas Pasal 6A Ayat (2)

UUD NRI 1945 yang berbunyi pasangan calon diusulkan oleh partai

politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi

persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari

jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari

suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya.

Penjelasan tersebut ditujukan untuk menjelaskan Pasal 6A Ayat (2) UUD

NRI 1945 agar dalam praktiknya tidak multi tafsir.

Presidential Threshold yang lahir dari open legal policy ini adalah

upaya lembaga legislatif untuk menyederhanakan partai politik dalam

iklim multi partai di indonesia sebagai konsekuensi dari Indonesia yang

10

Sigit Pamungkas, Perihal Pemilihan Umum, , (Yogyakarta : Laboratorium Jurusan

Ilmu Pemerintahan dan Jurusan Ilmu Pemerintahan Fisipol UGM, 2009), h. 19.

Page 16: PENERAPAN AMBANG BATAS PRESIDENSIL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47970...Indonesia, UUD NRI 1945 merupakan suatu aturan dasar atau aturan pokok yang merupakan

5

menganut sistem presidensil yang menjadikan presiden sebagai kepala

negara sekaligus kepala pemerintahan yang mana akan terciderai apabila

aspirasi multipartai tidak disederhanakan dalam wadah koalisi yang

menjadi syarat presidential threshold. Partai politik yang berdiri atas dasar

aspirasi dan ideologi yang beragam apabila tidak mampu disederhanakan

akan cenderung menghambat fungsi dan tugas pemerintah dengan

anggapan tidak sejalan dengan aspirasinya sehingga penyederhanaan partai

politik secara materil melalui presidential threshold merupakan langkah

yang konkrit dengan tidak menghapuskan partai politik namun,

menyatukan aspirasi partai dalam jubah koalisi.

Namun yang jadi permasalahan disini adalah Pasal 222 Undang-

Undang Nomor 7 Tahun 2017 berbunyi pasangan calon diusulkan oleh

partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi

persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari

jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari

suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya. Hadir

ditengah-tengah negara yang beriklim demokrasi Sehingga cenderung

dinilai memberikan batasan dan tidak demokratis maka diakhir penelitian

ini pun penulis akan memberikan solusi untuk menurunkan syarat

presidential threshold agar tetap sesuai didalam negara demokrasi.

Berdasarkan hal itulah, peneliti tertarik untuk mengkaji dan

membahas permasalahan yang aktual pada saat ini dengan judul “

PENERAPAN AMBANG BATAS PRESIDENSIL (PRESIDENTIAL

THRESHOLD) SEBAGAI KEBIJAKAN HUKUM TERBUKA DALAM

PEMILIHAN UMUM DI INDONESIA “

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah peneliti paparkan maka,

identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Page 17: PENERAPAN AMBANG BATAS PRESIDENSIL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47970...Indonesia, UUD NRI 1945 merupakan suatu aturan dasar atau aturan pokok yang merupakan

6

a. Urgensi atau alasan menetapkan presidential threshold sebesar 20%

dari jumlah kursi DPR dan sebesar 25% dari suara sah secara

nasional pada pemilu sebelumnya

b. Terpangkasnya hak warga negara untuk menjadi calon Presiden dan

Wakil Presiden yang pada dasarnya hak tersebut diatur dalam UUD

NRI 1945

c. Aturan tersebut berpotensi mengamputasi salah satu fungsi partai

politik, yaitu menyediakan dan menyeleksi calon pemimpin negara,

karena adanya presidential threshold masyarakat tidak memiliki

kesempatan untuk menilai calon pemimpin bangsa yang dihasilkan

dari partai politik peserta pemilu.

d. Terdapat perubahan mekanisme pencalonan Presiden dan Wakil

Presiden didalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang

Pemilihan Umum

2. Pembatasan Masalah

Agar permasalahan yang peneliti paparkan dan kaji tidak terlalu

melebar, maka pembahasan didalam skripsi ini dibatasi mengenai

kriteria dari kebijakan hukum terbuka atau open legal policy itu dan

bagaimana pertimbangan hukum presidential threshold dalam Putusan

Mahkamah Konstitusi Nomor.53/PUU-XV/2017.

3. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah, dan

pembatasan masalah yang telah dijabarkan sebelumnya, maka peneliti

merumuskan masalah yaitu: problematika kriteria dalam pembentukan

presidential threshold sebagai open legal policy.

Perumusan masalah peneliti jabarkan dalam bentuk pertanyaan

penelitian sebagai berikut :

a. Apa yang menjadi kriteria dalam pembentukan open legal policy ?

b. Apa implikasi putusan Mahkamah Konstitusi Nomor.53/PUU-

XV/2017 terhadap pencalonan Presiden dan Wakil Presiden ?

Page 18: PENERAPAN AMBANG BATAS PRESIDENSIL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47970...Indonesia, UUD NRI 1945 merupakan suatu aturan dasar atau aturan pokok yang merupakan

7

c. Apakah presidential threshold telah sesuai dengan penerapan

kaidah-kaidah open legal policy ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah dan pertanyaan penelitian yang

telah dipaparkan dan diuraikan maka, tujuan penelitian yang hendak

dicapai oleh peneliti dalam melakukan penelitian ini adalah :

a. Untuk mengetahui kriteria dalam membentuk suatu aturan

kebijakan hukum terbuka atau open legal policy

b. Untuk mengetahui implikasi dari putusan Mahkamah Konstitusi

Nomor.53/PUU-XV/2017 terkait dengan presidential threshold

c. Untuk mengetahui apakah presidential threshold telah memenuhi

kriteria dari pembentukan suatu open legal policy

2. Manfaat Penelitian

Selain tujuan yang ingin dicapai, tentunya peneliti berharap hasil

penelitian ini juga dapat memberi manfaat teoritis dan praktis, yaitu :

a. Manfaat Teoritis

1) Melatih kemampuan untuk melakukan penelitian secara ilmiah

dan menuliskan hasil-hasil penelitian tersebut dalam bentuk

tulisan.

2) Menerapkan teori-teori yang telah diperoleh dari bangku

perkuliahan untuk dipraktikan di lapangan.

3) Memperoleh manfaat dibidang hukum pada umumnya maupun

dalam bidang ketatanegaraan secara khususnya dengan

mempelajari literatur yang ada serta perkembangan hukum

yang timbul didalam kehidupan masyarakat.

b. Manfaat Praktis

Manfaat praktis dari penelitian ini adalah memahami lebih

dalam peraturan perundang-undangan yang ada, serta dapat

Page 19: PENERAPAN AMBANG BATAS PRESIDENSIL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47970...Indonesia, UUD NRI 1945 merupakan suatu aturan dasar atau aturan pokok yang merupakan

8

menjadi bahan rujukan mendatang terkait kriteria dan konstruksi

kebijakan hukum terbuka atau open legal policy. Dalam penelitian

ini peneliti juga memuat analisis terkait Undang-Undang Nomor 7

Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum khususnya Pasal 222 yang

akan menambah pengetahuan serta kepekaan atas situasi aktual

kehidupan hukum yang sedang terjadi dalam kegiatan

ketatanegaraan terkait hal tersebut.

D. Metode Penelitian

Ada beberapa hal terkait metode yang digunakan dalam penulisan ini

antara lain :

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang peneliti gunakan dalam penelitian ini,

menggunakan jenis penelitian kualitatif yang tidak membutuhkan

populasi dan sampel karena jenis penelitian ini menekankan pada

aspek pemahaman suatu norma hukum yang terdapat didalam suatu

perundang-undangan serta norma-norma yang hidup dan

berkembang di masyarakat. Penelitian kualitatif ini dianggap mampu

menerangkan secara jelas berbagai gejala dan fenomena secara

keseluruhan.11

Lincoln dan Guba juga berpendapat dalam penelitian

kualitatif peneliti seharusnya memanfaatkan diri sebagai instrumen,

karena instrumen nonmanusia sulit digunakan secara luwes untuk

menangkap berbagai realitas dan interaksi yang terjadi, peneliti harus

mampu mengungkap gejala sosial dilapangan dengan mengerahkan

semua fungsi inderanya.12

2. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian skripsi

ini adalah normatif doktriner, pendekatan normatif-doktriner tersebut

11 Mohammad Mulyadi, Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, Serta Praktek Kombinasinya

dalam Penelitian Sosial, (Jakarta : Nadi Pustaka, 2010), h. 9. 12 Yvonna, S.Lincoln & Egon G.Guba. Naturalistic inquiry. ( Beverly Hills : Sage

Publication, 1985), h. 52.

Page 20: PENERAPAN AMBANG BATAS PRESIDENSIL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47970...Indonesia, UUD NRI 1945 merupakan suatu aturan dasar atau aturan pokok yang merupakan

9

mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan

perundang-undangan dan putusan-putusan pengadilan serta norma-

norma hukum yang ada dalam masyarakat.13

Yang dijabarkan lebih

lanjut, terdiri dari 2 (dua) pendekatan penelitian, yaitu pendekatan

perundang-undangan (statue approach) yakni pendekatan dengan

menggunakan legislasi dan regulasi, dan pendekatan konsep

(conceptual approach) yang merujuk pada doktrin-doktrin hukum

yang ada.14

Obyek dalam penelitian ini terletak di dalam Undang-

Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum.

3. Data penelitian dan Bahan Penelitian

Data penelitian dan bahan penelitian yang digunakan dalam

penelitian ini, dikelompokan menjadi 3 (tiga) jenis bahan hukum,

diantaranya :

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang

bersifat autoritatif, artinya mempunyai otoritas. Bahan-bahan

hukum primer terdiri atas perundang-undangan, catatan-catatan

resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan dan

putusan-putusan hakim.15

Bahan yang digunakan dalam

penelitian ini adalah Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun

2017 Tentang Pemilihan Umum.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder yang digunakan dalam penelitian

ini terdiri dari buku-buku yang berkenaan dengan hukum tata

negara, demokrasi, konstitusi, hak asasi manusia, skripsi hukum

tata negara, dan jurnal atau materi-materi hukum yang

mendukung tulisan ini.

13

Zainudin Ali, Metode Penelitian Hukum, cet.2. (Jakarta : Sinar Grafika,2010), h. 105.

14 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Ed.Revisi. (Jakarta : Kencana

Prenadamedia,2005), h. 178.

15 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Ed.Revisi... h. 181.

Page 21: PENERAPAN AMBANG BATAS PRESIDENSIL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47970...Indonesia, UUD NRI 1945 merupakan suatu aturan dasar atau aturan pokok yang merupakan

10

c. Bahan Non-Hukum

Merupakan bahan atau rujukan yang berupa petunjuk atau

penjelasan bermakna terhadap bahan hukum primer dan

sekunder seperti kamus hukum, ensiklopedia, berita hukum, dan

lain-lain.

4. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan

studi kepustakaan. Studi kepustakaan dilakukan dengan mencari

referensi untuk mendukung materi penelitian ini melalui berbagai

literatur seperti buku, bahan ajar perkuliahan, artikel, jurnal, skripsi,

tesis dan undang-undang diberbagai perpustakaan umum serta

universitas.

5. Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif-

kualitatif. Analisis deskriptif-kualitatif adalah data yang diedit dan

dipilih menurut kategori masing-masing dan kemudian dihubungkan

satu sama lain atau ditafsirkan dalam usaha mencari jawaban atas

masalah penelitian.

Secara detail langkah-langkah yang dilakukan dalam

melakukan analisis tersebut adalah : Pertama, semua bahan hukum

yang diperoleh melalui normatif disistematisir dan diklasifikasikan

menurut objek bahasanya. Kedua, setelah disistematis dan

diklasifikasikan kemudian dilakukan eksplikasi, yang diuraikan dan

dijelaskan objek yang diteliti berdasarkan teori. Ketiga, bahan yang

dilakukan evaluasi, yakni dinilai menggunakan ukuran ketentuan

hukum maupun teori hukum yang berlaku.

E. Metode Penulisan

Teknik penulisan dan Pedoman yang digunakan oleh peneliti dalam

menyusun skripsi ini disesuaikan pada kaidah-kaidah penulisan karya

ilmiah dan buku “Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan

Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2017”

Page 22: PENERAPAN AMBANG BATAS PRESIDENSIL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47970...Indonesia, UUD NRI 1945 merupakan suatu aturan dasar atau aturan pokok yang merupakan

11

F. Sistematika Penelitian

Skripsi terbagi dalam lima bab. Pada setiap bab terdiri dari sub bab

yang digunakan untuk memperjelas ruang lingkup dan inti permasalahan

yang diteliti. Adapun urutan dan tata letak masing-masing bab serta inti

permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

BAB I Bab ini merupakan pendahuluan, yang berisi latar belakang,

pembatasan masalah dan perumusan masalah, tujuan dan

manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika

penulisan.

BAB II Merupakan kajian yang berisi kerangka konseptual

mengenai keselarasan antara putusan Mahkamah Konstitusi

dengan seluruh peraturan perudang-undangan terkait dan

dengan teori – teori yang mendasari terbentuknya hukum

tersebut seperti teori negara hukum, kepastian hukum,

lembaga perwakilan, pemilihan umum, hak asasi manusia

dan review terdahulu.

BAB III Pada bab ini peneliti akan melakukan kajian terkait sejarah

pengaturan ambang batas presidensil dalam undang-undang

pemilihan umum.

BAB IV Peneliti akan melakukan analisis untuk menjawab

pertanyaan penelitian dan masalah yang terbentuk didalam

rumusan masalah serta menganalisa terkait kesalahan

hukum yang terjadi.

BAB V Merupakan penutup yang berisikan tentang kesimpulan

yang dapat ditarik mengacu pada hasil penelitian sesuai

dengan perumusan masalah yang telah ditetapkan dan

rekomendasi yang akan lahir setelah pelaksanaan penelitian

dan pengkajianya dalam skripsi.

Page 23: PENERAPAN AMBANG BATAS PRESIDENSIL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47970...Indonesia, UUD NRI 1945 merupakan suatu aturan dasar atau aturan pokok yang merupakan

87

Page 24: PENERAPAN AMBANG BATAS PRESIDENSIL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47970...Indonesia, UUD NRI 1945 merupakan suatu aturan dasar atau aturan pokok yang merupakan

12

BAB II

INDONESIA SEBAGAI NEGARA HUKUM

A. Kerangka Konseptual

1. Ambang batas presidensil atau presidential threshold

a. Pengertian dan sejarah pengaturan di Indonesia

Ambang batas presidensil atau presidential threshold

adalah tingkat minimal dukungan yang harus diperoleh calon

Presiden dan Wakil Presiden untuk mencalonkan diri sebagai

Presiden dan Wakil Presiden.1 Pengaturan presidential threshold

sendiri muncul pertama kali pada pemilihan umum tahun 2004

dimana pada tahun tersebut pemilihan umum untuk pertama

kalinya dilakukan secara langsung.2

Pada tahun 2004 pemilu masih dilakukan secara dua kali

yaitu pemilihan umum legislatif dengan memilih anggota DPR

RI, DPD RI, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota dan

Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden sampai pada

tahun 2014. Setelah tahun 2014 dengan adanya putusan

Mahkamah Konstitusi Nomor.14/PUU-XI/2013, pemilihan

umum dilakukan secara serentak dengan menggabungkan

Pemilihan anggota legislatif yaitu Dewan Perwakilan Rakyat

(DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD) , DPRD Provinsi dan

DPRD Kabupaten/Kota dengan Presiden dan wakil Presiden,

berikut adalah tabel presidential threshold sejak Pemilihan

Presiden dan Wakil Presiden Secara Langsung :3

1 Sigit Pamungkas, Perihal Pemilihan Umum, (Yogyakarta : Laboratorium Jurusan Ilmu

Pemerintahan dan Jurusan Ilmu Pemerintahan Fisipol UGM, 2009) , h. 18. 2 Saldi Isra, Pemilihan Presiden Langsung dan Problematik Koalisi dalam Sistem

Presidensial. dalam Jurnal Konstitusi Vol.II, No.1 Juni. 2009, h. 113. 3 Ayon Diniyanto, Mengukur Dampak Penerapan Presidential Threshold di pemilu

serentak. 2019 dalam Jurnal Indonesia State Law Review Vol.1 No.1. Oktober. 2018, h. 88

Page 25: PENERAPAN AMBANG BATAS PRESIDENSIL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47970...Indonesia, UUD NRI 1945 merupakan suatu aturan dasar atau aturan pokok yang merupakan

13

NO

TAHUN

DASAR

HUKUM

Presidential Threshold

Keterangan

Suara DPR Suara Sah

Nasional

1 2004 UU No.23 Tahun

2003 Tentang

Pemilihan Umum

Presiden dan

Wakil Presiden

Pasal 5 Ayat (4)

15%

20%

Pemilu

dilaksankan

dengan dua tahap

2 2009 UU No.42 Tahun

2008 Tentang

Pemilihan Umum

Presiden dan

Wakil Presiden

Pasal 9

20%

25%

Pemilu

dilaksankan

dengan dua tahap

3 2014 UU No.42 Tahun

2008 Tentang

Pemilihan Umum

Presiden dan

Wakil Presiden

Pasal 9

20%

25%

Pemilu

dilaksankan

dengan dua tahap

4 2019 UU No.7 Tahun

2017 Tentang

Pemilihan Umum

pasal 222

20%

25%

Pemilu

dilaksanakan

dengan serentak

Tabel 1

Page 26: PENERAPAN AMBANG BATAS PRESIDENSIL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47970...Indonesia, UUD NRI 1945 merupakan suatu aturan dasar atau aturan pokok yang merupakan

14

Tabel diatas menjelaskan sejarah singkat pengaturan presidential

threshold dari pemilihan umum secara langsung dengan dua tahap

pada tahun 2004 hingga pemilihan umum secara langsung secara

serentak pada tahun 2019.

2. Kebijakan hukum atau legal policy

Sebelum menjelaskan lebih lanjut terkait pengertian dari kebijakan

hukum peneliti mencoba menjelaskan terlebih dahulu pengertian dari

kebijakan itu sendiri dari beberapa ahli 4:

a. Barda Nawawi

Menjelaskan kebijakan merupakan upaya rasional untuk

mencapai tujuan tertentu

b. Thomas R. Dye

Dalam menyelenggarakan kegiatan bernegara yang menyangkut

kepentingan umum pemerintah berupaya menentukan langkah-

langkah yang disingkat oleh Dye “Public policy is whatever

goverments choose to do or not to do” dan ini merupakan tugas

pemerintah dalam menentukan suatu kebijakan yang akan

diterapkan demi suatu tujuan bersama atau kepentingan umum

c. R. Meyer & Ernest

Lain hal menurut Meyer & Ernest Kebijakan adalah keputusan

yang menetapkan cara yang paling efektif dan efisien untuk

mencapai suatu tujuan yang ditetapkan secara bersama-sama

Berangkat dari definisi di atas, Moh.Mahfud MD dalam

bukunya politik hukum di Indonesia menjelaskan bahwa

kebijakan hukum atau legal policy adalah seluruh proses

pembuatan hingga implementasi hukum yang dapat menunjukan

ciri khusus kearah mana hukum tersebut akan dibangun. Politik

hukum dilakukan untuk memberikan landasan terhadap proses

4 So Woong Kim, Kebijakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penegakan Hukum

Lingkungan Hidup. (Tesis S-2 Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro, 2009), h. 46-47.

Page 27: PENERAPAN AMBANG BATAS PRESIDENSIL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47970...Indonesia, UUD NRI 1945 merupakan suatu aturan dasar atau aturan pokok yang merupakan

15

pembentukan hukum kearah yang lebih sesuai dengan kondisi,

kultur, dan nilai yang berkembang di masyarakat.5

Suatu kebijakan sangat dipengaruhi oleh siapa yang membuat

kebijakan tersebut atau dapat diartikan warna kebijakan tersebut

sebagian besar sama dengan warna yang membuat kebijakan

tersbut. Ada sebuah politik hukum yang bermain dalam

menentukan arah suatu kebijakan karena itu politik dan hukum

tidak dapat dipisahkan, menurut Daniel S.Lev bahwasanya yang

paling menentukan dalam proses pembuatan suatu hukum adalah

konsepsi dan struktur kekuasaan politik. Yaitu bahwa hukum

sedikit banyak selalu merupakan alat politik, definisi kekuasaan,

evolusi ideologi, politik, ekonomi, sosial.6

Dalam pembuatan suatu kebijakan ada istilah yang biasa disebut

open legal policy atau kebijakan hukum terbuka, Pasal 20 Ayat (1)

dan (2) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945 untuk selanjutnya disebut sebagai UUD NRI 1945

menyatakan bahwa, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memegang

kekuasaan untuk membentuk undang-undang dan dibahas oleh

Presiden untuk mendapatkan persetujuan bersama. Berdasarkan

ketentuan tersebut dapat peneliti ambil kesimpulan bahwa yang

membentuk undang-undang dalam hal ini adalah Dewan

Perwakilan Rakyat (DPR) bersama Presiden. Dengan adanya

pendelegasian wewenang tersebut maka memunculkan suatu

kewenangan dan tanggung jawab baru yang mandiri. Dalam hal

pendelegasian kewenangan dalam hal ini adalah pembentukan

suatu undang undang dari suatu lembaga atau badan ke lembaga

atau badan lain. yang berarti kewenangan tersebut ada pada

lembaga atau badan yang mendelegasikan kewenangan tersebut

5 Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia (Jakarta : Rajawali Pers, 2009), h. 9. 6 Daniel S.Lev, Hukum dan Politik Indonesia, (Jakarta : LP3ES,1990), h. xii.

Page 28: PENERAPAN AMBANG BATAS PRESIDENSIL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47970...Indonesia, UUD NRI 1945 merupakan suatu aturan dasar atau aturan pokok yang merupakan

16

dengan adanya penyerahan tersebut maka kewenangan dan

tanggung jawab beralih pada penerima kewenangan (delegataris).7

Dalam norma dasar dalam hal ini adalah Konstitusi memang

tidak secara eksplisit memuat aturan suatu dasar konstitusional

kebijakan publik yang memberi dasar bagi pilihan kebijakan

hukum terbuka (open legal policy) yang menjadi dasar kewenangan

bagi lembaga legislatif dalam hal ini DPR bersama Presiden untuk

menjabarkan lebih jauh dalam suatu undang-undang sebagai

pengaturan lebih lanjut. Indikator konstitusianal yang dimaksud

merupakan ukuran yang dapat digunakan sebagai pembenar dengan

melihat tujuan bernegara dalam Pancasila dan Pembukaan UUD

NRI 1945.8

Secara singkat dapat ditarik kesimpulan bahwa open legal policy

adalah kewenangan yang dimiliki oleh DPR untuk membentuk

suatu kebijakan hukum.9

Dalam logika oposisi biner kata “terbuka” memiliki lawan kata

“tertutup” makna kata tertutup dalam hal pembentukan hukum

dapat diartikan sebagai pembatasan kewenangan pembentuk hukum

dalam menentukan subyek, obyek, perbuatan, peristiwa, atau akibat

hukum yang diatur dalam peraturan perundang-undangan tertentu.

Pembatasan demikian dilakukan oleh norma hukum yang secara

hirarkis lebih tinggi dari norma hukum yang sedang dibentuk. Oleh

sebab itu, kebijakan pembentukan undang-undang dapat dikatakan

bersifat terbuka jika dalam Norma dasar dalam hal ini UUD NRI

7 Radita Adjie, Batasan Pilihan Pembentuk Undang-Undang ( Open Legal Policy )

Dalam Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Berdasarkan Tafsir Putusan Mahkamah

Konstitusi. dalam Jurnal Legislasi Indonesia, Vol.13 No.02 Juni 2016. h.112. 8 Radita Adjie, Batasan Pilihan Pembentuk Undang-Undang ( Open Legal Policy )

Dalam Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Berdasarkan Tafsir Putusan Mahkamah

Konstitusi. dalam Jurnal Legislasi Indonesia... h.12. 9 Mardian Wibowo, Menakar Konstitusionalitas Sebuah Kebijakan Hukum Terbuka

dalam Pengujian Undang-Undang. dalam Jurnal Konstitusi, tahun 2015, h. 204.

Page 29: PENERAPAN AMBANG BATAS PRESIDENSIL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47970...Indonesia, UUD NRI 1945 merupakan suatu aturan dasar atau aturan pokok yang merupakan

17

1945 tidak mengatur secara eksplisit atau tidak memberikan

batasan mengenai apa dan bagaimana materi tertentu harus diatur

di dalam undang-undang. Kebalikan dari pada itu jika norma dasar

dalam hal ini UUD NRI 1945 sudah mengatur dan memberi

batasan terhadap suatu materi yang harus diatur oleh undang-

undang maka kebijakan tersebut bersifat tertutup.10

3. Pemilihan umum

Secara terminologi, menurut Akram Kassab pemilihan

umum adalah suatu mekanisme untuk berkontribusi dalam

pengambilan keputusan, dimana rakyat memilih dewan legislatif,

kekuasaan eksekutif, dan yudikatif serta hukum yang ada didalam

negeri.11

Pendapat lain mengemukakan bahwa pemilihan umum

adalah proses pergantian kepemimpinan atau kekuasaan secara

legal atau konstitusional untuk melahirkan pemimpin yang

legitimatif sebai wujud dari pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam

negara demokrasi.12

Sedangkan, dalam bukunya Kansil mengemukakan

pengertian pemilu ditinjau dari segi politik adalah pemilihan umum

dapat dikatakan sebagai aktivitas politik dimana pemilihan umum

merupakan lembaga sekaligus juga politik praktis yang

memungkinkan terbentuknya pemerintahan representatif tentu saja

di dalam terbentuknya pemerintahan representatif ini harus ada

dalam negara yang demokratis karena pemilihan umum ini

merupakan salah satu unsur vital yang harus ada dalam negara

demokratis.13

10

Mardian Wibowo, Menakar Konstitusionalitas Sebuah Kebijakan Hukum Terbuka

dalam Pengujian Undang-Undang, h. 212. 11 Badan Pengawas Pemilu, Tausyiah Pemilu Berkah, (Jakarta : Bawaslu,2018), h.19 12

Matori Abdul Djalil, Tuntutan Reformasi dan penyelenggaraan Pemilu 1999 dalam

Masa Transisi, (Jakarta : KIPP,1999), h. 33. 13 C.S.T.Kansil, Dasar-Dasar Ilmu politik. (Yogyakarta : UNY Press,1986), h. 47.

Page 30: PENERAPAN AMBANG BATAS PRESIDENSIL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47970...Indonesia, UUD NRI 1945 merupakan suatu aturan dasar atau aturan pokok yang merupakan

18

International Commission Of Jurist, Bangkok 1965

merumuskan bahwa, sebagai suatu perwujudan demokrasi,

penyelenggaraan pemilihan umum yang bebas merupakan salah

satu dari enam syarat dasar bagi negara demokrasi perwakilan

dibawah rule of law. Selanjutnya juga dirumuskan pengertian

tentang pemerintahan demokrasi berdasarkan representatif yaitu,

suatu bentuk pemerintahan dimana warga negaranya melaksanakan

hak yang sama tetapi representatif mereka yang di pilih dan

bertanggung jawab kepada mereka melalui proses pemilihan yang

bebas.14

Sebagai suatu aktivitas politik, pemilihan umum pastinya

memiliki fungsi-fungsi yang saling berkaitan. Diantaranya fungsi-

fungsi dari pemilihan itu sendiri adalah15

:

1) Sebagai sarana legitimasi politik

Melalui pemilihan umum, keabsahan pemerintahan yang

berkuasa dapat ditegakan begitupula dengan program

kebijakan yang dihasilkan konsekuensi logis daripada itu

semua adalah pemerintahan yang disepakati secara bersama

tak hanya memiliki otoritas untuk berkuasa tetapi juga

memberikan sanksi berupa hukuman bagi siapapun yang

melanggarnya

2) Perwakilan politik

Dalam mengevaluasi dan mengontrol pemerintahan, warga

negara perlu memiliki sebuah mekanisme yang demokratis

untuk menentukan wakil-wakilnya yang duduk di dalam

pemerintahan. Pemilu inilah yang menjadi mekanisme dalam

mengontrol wakil-wakilnya yang duduk di dalam

14 Abdul Bari Azed, Sistem-sistem Pemilihan Umum, (Badan Penerbit Fakultas Hukum

Universitas Indonesia : Kampus UI Depok, 2000), h. 1. 15

Satjipto Rahardjo, Penegakan Hukum (suatu tinjauan sosiologis), (Yogyakarta : Genta

Publishing,2009), h.80.

Page 31: PENERAPAN AMBANG BATAS PRESIDENSIL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47970...Indonesia, UUD NRI 1945 merupakan suatu aturan dasar atau aturan pokok yang merupakan

19

pemerintahan jika untuk sekali periode rakyat tidak puas

dengan kinerja wakilnya maka mereka dapat memilih

kembali siapa yang pantas mewakilinya dalam

pemerintahan.16

3) Mekanisme sebagai pergantian atau sirkulasi elite politik

Pemilihan umum (general election) bertujuan untuk

memungkinkan terjadinya peralihan kekuasaan pemerintahan

dan pergantian pejabat negara yang diangkat memalui

pemilihan (elected public officials). Dalam hal tersebut tidak

harus secara mutlak setiap pemilihan akan berganti pula

pejabat negaranya namun, pemilihan umum itu harus

membuka kesempatan yang sama kepada setiap warga negara

untuk berkontestasi dalam pemilihan umum itu sendiri yang

demikian itu hanya dapat terjadi apabila dilakukan dengan

jujur dan adil.17

Dari beberapa fungsi diatas secara garis besar dapat diambil

beberapa tujuan dari pemilihan itu sendiri yaitu diantaranya

adalah18

:

1) Memungkinkan terjadinya peralihan kepemimpinan

pemerintahan secara tertib dan damai

2) Memungkinkan pergantian pejabat yang akan mewakili

kepentingan rakyat di lembaga perwakilan

3) Melaksanakan prinsip kedaulatan rakyat

4) Melaksanakan prinsip hak asasi warga negara

Indonesia mengenal pemilihan umum pertama sejak tahun

1955 hingga yang terakhir yang baru saja Indonesia menggelar

16

A. Ubaedillah dan Abdul Rozak, Pendidikan Kewarganegaraan (Civil Education),

Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani, Edisi Revisi cet.kedua, (Jakarta : ICCE

UIN Jakarta), h.96. 17 Jimly Asshidiqie, Partai Politik dan Pemilihan Umum Sebagai Instrumen Demokrasi,

dalam Jurnal Konstitusi Vol.3 No.4, Desember 2006, h.14. 18

Jimly Asshidiqie, Partai Politik dan Pemilihan Umum Sebagai Instrumen

Demokrasi…h.13.

Page 32: PENERAPAN AMBANG BATAS PRESIDENSIL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47970...Indonesia, UUD NRI 1945 merupakan suatu aturan dasar atau aturan pokok yang merupakan

20

pesta demokrasi pada tahun 2019 dengan pemilu Serentaknya.

Pemilihan umum pertama dilakukan pada masa orde lama ketika

Presiden Soekarno menjabat sebagai Presiden dengan keikutsertaan

empat partai besar yakni PNI, NU, PKI, dan Masyumi serta

beberapa partai kecil lainya seperti partai Katholik, Parkindo dan

PSII.19

Setelah orde lama jatuh pergantian kekuasaan beralih kepada

orde baru yaitu kepada Presiden Soeharto sebagai Presiden pemilu

selanjutnya terjadi pada tahun 1971 dengan keikutsertaan sekitar

sepuluh partai.20

Setelah serangkaian pemilu yang dikuasai oleh

orde baru selama hampir 32 tahun yang hanya mengizinkan tiga

partai yakni Golkar, PDI, dan PPP. Pemilihan umum di Indonesia

memasuki babak baru yakni era reformasi membawa Indonesia

pada pemilihan umum tahun 1999 dimana partai dikembalikan

pada fungsi awalnya dan kemudian diadakan kembali pada tahun

2004 dengan perkembangan pada pola pemilihan Presiden secara

langsung bertahan hingga tahun 201421

seiring perkembangan yang

terjadi pada tahun 2019 pemilihan umum dilaksanakan dengan pola

serentak dengan menggabungkan pemilihan anggota legislatif

dalam hal ini (DPR RI, DPD RI, DPRD Provinsi, dan DPRD

Kabupaten/Kota) dan pemilihan eksekutif dalam hal ini adalah

Presiden dan Wakil Presiden.

B. Kerangka Teori

1. Negara hukum

Lahirnya suatu konsep negara hukum tidak terlepas dari

kesewenang-wenanganya para penguasa yang mana konsep ini

muncul sebagai reaksi dari penguasa yang otoriter yang

19 Alfian, Pemikian dan Perubahan Politik Indonesia, (Jakarta : Gramedia, 1981), h. 307. 20 Kemenkumham, Partai Politik dan Demokrasi Indonesia Menyongsong Pemilihan

Umum 2014, dalam Jurnal Legislasi Vol.9 No.4, Desember 2014, h. 509. 21

Farahdiba Rahma Bachtiar, Pemilu Indonesia : Kiblat Negara Demokrasi dari

Berbagai Refresentasi. dalam Junal Politik Profetik Vol.3 No.1 Tahun 2014, h. 7.

Page 33: PENERAPAN AMBANG BATAS PRESIDENSIL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47970...Indonesia, UUD NRI 1945 merupakan suatu aturan dasar atau aturan pokok yang merupakan

21

menggunakan kekuasaan yang tak terbatas oleh siapapun dan oleh

apapun sehingga tidak ada kontrol dari pihak manapun.

Awal pemikiran dari Plato dalam bukunya republica,

menyatakan bahwa sesungguhnya suatu negara itu harus di pegang

oleh seorang raja dari kalangan filsuf. Plato berharap dengan

dipegang oleh filsuf maka negara tersebut akan bijaksana dalam

mengambil suatu kebijakan. Ternyata dalam perjalananya, Plato

juga pesimis akan cita-citanya karena sangat sulit direalisasikan.

Karena pada faktanya negara yang dipegang oleh seorang filsuf

yang bijak pun tidak selamanya berjalan sesuai dengan apa yang

diharapkan. Atas dasar itulah mengapa Plato kembali menegaskan

pilihan terbaik dalam mengelola suatu negara adalah dengan

tunduk kepada aturan atau hukum yang disepakati dan berlaku di

negara tersebut.22

Berangkat dari pemikiran tersebut seperti yang sudah kita

ketahui bersama murid dari Plato yaitu Aristoteles berhasil

mengembangkan pendapat gurunya. Aristoteles menyatakan bahwa

suatu negara yang baik adalah negara yang dijalankan menurut

konstitusi serta berkedaulatan hukum.23

Negara hukum sejatinya

ialah negara yang menjadikan hukum sebagai panglima tertinggi

dalam mencari suatu keadilan dan bukan atas kehendak penguasa.

Dalam sejarahnya dikenal dua konsep dari negara hukum itu

sendiri yakni konsep Rechtstaat yang berkembang di negara-

negara Eropa Kontinental dan Rule Of Law yang berkembang di

negara-negara Anglo Saxon.

Rechtstaat sangat berkaitan erat dengan sistem hukum yang ada

di wilayah Eropa Kontinental yaitu Civil Law. Dalam bukunya

22 Janpatar Simamora, Tafsir Makna Negara Hukum Dalam Prespektif Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. dalam Jurnal Dinamika Hukum Vol.14 No.3,

September 2014, h.550. 23

J.H.Rapar, Filsafat Politik Aristoteles, dalam Azhary, Negara Hukum Indonesia,

“Analisis Yuridis Normatif tentang Unsur-Unsurnya”. (Jakarta : UII Press, 1995). h.20.

Page 34: PENERAPAN AMBANG BATAS PRESIDENSIL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47970...Indonesia, UUD NRI 1945 merupakan suatu aturan dasar atau aturan pokok yang merupakan

22

Methaphysiche Ansfangsgrunde der Rechtslehre, Immanuel Kant

tokoh yang lahir di Prusia Timur-Jerman mengemukakan konsep

negara Polizei Staat dan pihak yang bereaksi atas Polizei Staat

tersebut yakni kaum liberal borjuis yaitu orang-orang kaya yang

pandai. Hal ini disebabkan pada saat itu kaum borjuis liberal

menuntut hak-haknya untuk ikut dalam urusan ketatanegaraan

demi melindungi hak-hak dan kebebasan pribadinya, dalam

pandanganya negara tidak berhak ikut campur dalam masalah

perekonomian, negara hanya sebagai nachtwachter staat atau

negara hukum penjaga malam dimana sudah seharusnya negara

menjaga ketertiban melalui hukum yang ada sedangkan

perekonomian harus berdasarkan persaingan yang bebas.24

Seiring berkembangnya waktu, konsep Kant ini dianggap

masih kurang memuaskan dan dirasa masih perlu disempurnakan

sehingga hadirlah tokoh yang bernama Friedrich Julius Stahl yang

berusaha menyempurnakan konsep negara hukum liberal kepada

negara hukum formal. Menrutnya Negara Hukum (Rechtsaat)

memiliki unsur-unsur sebagai berikut:25

a. Perilindungan hak-hak asasi manusia

b. Pemisahan atau pembagiaan kekuasaan untuk menjamin hak-

hak asasi manusia tersebut (trias politica)

c. Pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan

d. Peradilan Administrasi dalam suatu Perselisihan seperti

Pengadilan Tata Usaha Negara atau PTUN dan Peradilan

Konstitusi

Sedangkan, dalam negara-negara Anglo Saxon dengan sistem

hukum Common Law dikenal dengan istilah The Rule Of Law.

Tokoh yang mengemukakan unsur-unsur negara hukum disini

24 Haposan Siallagan, Penerapan Prinsip Negara Hukum di Indonesia, dalam Jurnal

Sosiohumaniora Vol.18 No.2 Juli 2016, h.133-134. 25

Miriam Budiarjo, Dasar-dasar Ilmu Politik , dalam Ridwan HR, Hukum Administrasi

Negara, (Jakarta : Rajawali Pers, 2013), h. 3.

Page 35: PENERAPAN AMBANG BATAS PRESIDENSIL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47970...Indonesia, UUD NRI 1945 merupakan suatu aturan dasar atau aturan pokok yang merupakan

23

yaitu A.V.Dicey menurutnya negara hukum harus memuat unsur

sebagai berikut26

:

a. Supremasi hukum (supremacy of the law) yang berarti hukum

dijadikan panglima tertinggi dalam setiap pengambilan

keputusan, agar tidak terjadi kesewenang-wenangan.

b. Kedudukan yang sama dimata hukum (equality before the

law) disini bermakna setiap orang siapapun baik itu petani,

nelayan, pejabat, bahkan Presiden sekalipun harus

diperlakukan sama dimata hukum tanpa pandang bulu.

c. Terjaminya hak-hak asasi manusia oleh undang-undang

(dalam hal ini adalah undang-undang dasar atau konstitusi)

serta keputusan-keputusan pengadilan (due process of law) .

Asas due process of law yang di ungkapkan dalam unsur

negara hukum A.V.Dicey disini merupakan proses hukum yang

benar dan adil27

, hukum dianggap harus mempunyai suatu

standar dalam beracara agar dapat menjadi suatu kepastian

dalam penegakan hukum untuk melindungi setiap individu.

Pendapat tentang unsur-unsur yang harus ada di dalam negara

hukum juga turut hadir dari pakar hukum tata negara Indonesia

yaitu Jimmly Asshidiqie, ia merumuskan 12 pilar utama negara

hukum baik itu Rechstaat maupun Rule Of Law diantaranya28

adalah :

26

Hadjon, Philiphus M. Perlindungan Hukum bagi Rakyat di Indonesia Sebuah Studi

tentang Prinsip-Prinspnya, Penangananya oleh Pengadilan dalam Lingkungan Peradilan Umum

dan Peembentukan Peradilan Administrasi, (Surabaya : Perabadan.2007), h. 75. 27 Dzulkifli Umar dan Usman Handoyo, Kamus Hukum, (Jakarta : Quantum Media Press,

2010), h. 105. 28 A Salman Maggalatung, dalam tulisanya, Indonesia Negara Hukum Demokratis Bukan

Negara Kekuasaan Otoriter dalam Jimly Asshiddiqie, Prinsip-Prinsip Negara Hukum, Dalam

“Beberapa Aspek Hukum Tata Negara, Hukum Pidana, dan Hukum Islam, Menyambut 73 Tahun

Prof. Dr.H. Muhammad Tahir Azhary (Jakarta : Prenada media group, 2013). h.29.

Page 36: PENERAPAN AMBANG BATAS PRESIDENSIL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47970...Indonesia, UUD NRI 1945 merupakan suatu aturan dasar atau aturan pokok yang merupakan

24

a. Supremasi Hukum (supremacy of law) artinya hukum yang

dijadikan panglima tertinggi dalam setiap pengambilan

keputusan karena sesungguhnya pemimpin tertinggi suatu

negara bukanlah manusia. Tetapi, konstitusi atau dasar

negara yang dijadikan sebagai hukum tertinggi.

b. Persamaan di hadapan hukum (equality before the law)

prinsip ini memaknai harus adanya persamaan kedudukan

atau kesetaraan setiap orang baik itu petani, nelayan,

pengusaha maupun pejabat dalam hukum.

c. Asas legalitas (due process of law) setiap tindakan

pemerintah harus berdasarkan hukum tertulis atau peraturan

perundang-undangan yang sah. Perbuatan atau tindakan

tersebut tidak boleh dilakukan jika hukumnya tidak ada.

d. Pembatasan kekuasaan, pembatasan kekuasaaan negara dan

lembaga-lembaga didalamnya dilakukan dengan

menerapkan prinsip pembagian kekuasaan secara horizontal

agar terjadinya checks and balances dan tidak terjadi

tindakan sewenang-wenang dari negara.

e. Terjaminya indepedensi fungsi kekuasaan teknis, guna

membatasi kekuasaan, harus adanya pengaturan

kelembagaan pemerintah yang bersifat independen agar

tidak terjadi intervensi dari eksekutif seperti lembaga KPU,

KPK, Kepolisian, TNI, dan KOMNAS HAM.

f. Peradilan bebas dan tidak memihak, prinsip ini mutlak

harus ada dalam setiap negara hukum. Tentu saja dalam

menegakan hukum hakim tidak boleh berpihak kepada

siapapun baik dalam tekanan politik maupun tekanan

ekonomi. Hakim menegakan marwah pengadilan dengan

meihak pada kebenaran dan keadilan.

g. Tersedianya mekanisme peradilan administrasi negara,

demi menegakanya prinsip equality before the law negara

Page 37: PENERAPAN AMBANG BATAS PRESIDENSIL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47970...Indonesia, UUD NRI 1945 merupakan suatu aturan dasar atau aturan pokok yang merupakan

25

hukum harus membuka kesempatan bagi warga negara

untuk menggugat keputusan pejabat negara yang dianggap

mendzalimi warga negara tersebut guna melindungi hak-

haknya dari penguasa.

h. Adanya mekanisme peradilan konstitusi (Constitutional

Court) selain mekanisme peradilan administrasi negara,

negara hukum modern juga mengadopsi peradilan

konstitusi guna memperkuat checks and balances antara

cabang-cabang kekuasan misalnya dengan wewenang

memutus sengketa antar lembaga negara.

i. Dijaminya perlindungan hak asasi manusia, perlindungan

hak asasi manusia merupakan pilar penting dalam negara

hukum karena negara tidak berhak mengurangi bahkan

merenggut hak asasi yang telah manusia miliki sejak lahir

misalnya hak untuk hidup, hak untuk beragama, hak untuk

mengeluarkan pendapat.

j. Mekanisme demokrasi, dalam negara demokrasi rakyat

berperan penting dalam setiap pengambilan keputusan.

Hukum yang dibentuk haruslah mencerminkan nilai-nilai

yang rakyat itu sendiri anut sesuai dengan konsep dari

rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat

k. Sebagai sarana kesejahteraan rakyat (welfare rechtstaat)

tujuan hukum adalah untuk mencapai tujuan yang

disepakati bersama guna mencapai kesejahteraan dalam

hidup bernegara

l. Transparansi dan kontrol sosial, adanya keterbukaan dalam

setiap pembuatan kebijakan memberi kesempatan kepada

rakyat untuk ikut serta mengontorl kebijakan tersebut agar

jika ada kelemahan atau kekurangan dapat diperbaiki

bersama sama guna memperkuat checks and balances

antara pemerintah dan rakyatnya.

Page 38: PENERAPAN AMBANG BATAS PRESIDENSIL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47970...Indonesia, UUD NRI 1945 merupakan suatu aturan dasar atau aturan pokok yang merupakan

26

Dalam beberapa literatur disebutkan perbedaan unsur antara

Rechstaat dan Rule Of Law yang akan tergambar pada Tabel

dibawah ini29

:

Tabel 2

No Rechtstaat Rule Of Law

1 Hak-hak asasi manusia Perlindungan konstitusional

2 Pemisahan kekuasaan atau

pembagian kekuasaan untuk

menjamin hak-hak itu

Lembaga kehakiman yang

bebas dan tidak memihak

3 Pemerintahan berdasarkan

aturan-aturan

Pemilihan umum yang bebas

4 Peradilan administrasi

dalam perselisihan

Kebebasan menyatakan

pendapat

5 - Kebebasan berorganisasi dan

beroposisi

6 - Pendidikan kewarganegaraan

Sekalipun terdapat Perbedaan antara Konsep Rechtstaat dan

Rule Of Law namun kedua konsep ini memiliki tujuan yang sama

yaitu :30

1) Negara hukum harus melindungi masyarakat dari

kekacauan

2) Negara hukum harus memberikan kesempatan kepada

rakyat untuk merencanakan urusan-urusanya berdasarkan

pertimbangan yang masuk akal bahwa mereka dapat

mengetahui konsekuensi hukum dari segala perbuatan yang

akan dilakukan

29

Jeffry Alexander, Memaknai Hukum Negara (Law Through state ) dalam bingkai

“Negara Hukum” (Rechstaat), dalam Jurnal Hasanuddin Law Review Vol.1 No.1, April 2015,

h.82. 30

Richard H. Fallon, The Rule Of Law as A Concept in Constitutionals Discourse,

Collombia Law Review, Vol.97 No.1, January 1997, h.7-8.

Page 39: PENERAPAN AMBANG BATAS PRESIDENSIL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47970...Indonesia, UUD NRI 1945 merupakan suatu aturan dasar atau aturan pokok yang merupakan

27

3) Negara hukum harus memberikan jaminan kepada seluruh

masyarakat dari berbagai macam bentuk kesewenang-

wenangan.

a. NEGARA HUKUM YANG DEMOKRATIS DI

INDONESIA

Prinsip dasar dari para founding fathers negara Indonesia

menyatakan bahwa negara Indonesia adalah negara hukum

sebagaimana tertuang didalam Konstitusi Pasal 1 Ayat (3)

UUD NRI 1945 yang menyatakan bahwa negara Indonesia

adalah negara hukum.

Bagai dua sisi mata uang keterikatan antara negara

hukum dan demokratis tidak dapat dipisahkan. Dalam artian

bukan hanya membatasi demokrasi dengan adanya suatu

hukum namun, negara hukum yang demokratis menyiratkan

bahwa keberadaan suatu hukum yang tidak totaliter namun

hukum yang berpihak kepada rakyat dan menjunjung tinggi

hak-hak asasi.

Oleh sebab itu, adanya supremasi konstitusi sebagai

perjanjian sosial tertinggi31

merupakan suatu perwujudan

dalam berdemokrasi dalam negara hukum yang kita anut dan

negara hukum yang demokratispun harus memenuhi unsur-

unsur sebagai berikut32

:

1) Adanya pembagian kekuasaan

2) Adanya perlindungan terhadap hak asasi manusia

3) Penggunaan kekuasaan didasarkan atas hukum yang

berlaku

31 Jimly Ashiddiqie, Membangun Budaya Sadar berkonstitusi Untuk Mewujudkan Negara

Hukum yang Demokratis, Bahan Orasi Ilmiah Peringatan Dies Natalis ke XXI dan Wisuda 2007

Universitas Darul Ulum (Unisda) Lamongan. 29 Desember 2007, h.6. 32

Jamal Wiwoho, Negara Hukum dan Demokrasi, http://jamalwiwoho.com/wp-

content/uploads/2013/01/Negara-Hukum-dan-Demokrasi.pdf, diakses pada tanggal 14 Mei 2019

Page 40: PENERAPAN AMBANG BATAS PRESIDENSIL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47970...Indonesia, UUD NRI 1945 merupakan suatu aturan dasar atau aturan pokok yang merupakan

28

4) Adanya lembaga perwakilan

5) Terbukanya ruang partisipasi politik dalam

penyelenggaraan pemerintahan

6) Penyelesaian sengketa secara musyawarah, dengan

menggunakan lembaga peradilan sebagai sarana terakhir

7) Adanya peradilan administrasi yang bebas dan berfungsi

untuk mengawasi penggunaan kekuasaan negara

Frans Magnis Suseno menyatakan, demokrasi yang bukan

negara hukum bukan demokrasi dalam arti yang

sesungguhnya.33

2. Kedaulatan rakyat

Secara terminologi, kata kedaulatan berasal dari kata daulat

yang artinya kekuasaan atau pemerintahan.34

Kata kedaulatan

sendiri sebenarnya banyak dipengaruhi oleh bahasa latin diantanya

adalah sovereignity, soverainette, sovereigniteit, souvereyn, summa

potestas, maiestas (majesty) yang diadopsi oleh bahasa Inggris,

Perancis, Jerman, dan Belanda semua pengertian ini menunjuk

pada satu kekuasaan tertinggi dalam suatu negara.

Konsep kedaulatan atau sovereignity dipopulerkan kembali

oleh sarjana hukum jerman yaitu Jean Bodin pada abad ke-16

dalam six livres de la republique Boudin mengartikan kedaulatan

dengan “summa in cives ac subdictos legibusque soluta potestas”

konsep ini menurut Bodin meliputi 3 unsur berikut35

:

33 Frans Magnis Suseno, Mencari Sosok Demokrasi ; Sebuah Telaah Filosofis, ( Jakarta :

Gramedia, 1997), h.58. 34

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia, ( Jakarta :

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2008), h. 323. 35 Jimly Ashidiqie, Islam dan Kedaulatan Rakyat, (Jakarta : Gema Insani Press, 1995),

h.14.

Page 41: PENERAPAN AMBANG BATAS PRESIDENSIL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47970...Indonesia, UUD NRI 1945 merupakan suatu aturan dasar atau aturan pokok yang merupakan

29

a. Kekuasaan itu besifat tertinggi, tidak ada kekuasaan yang

lebih tinggi dan asli dalam arti tidak berasal dari atau

bersumber kepada kekuasaan lain yang lebih tinggi

b. Mutlak dan sempurna dalam arti tidak terbatas dan tidak ada

kekuasaan lain yang membatasinya

c. Utuh, bulat, dan abadi dalam arti tidak terpecah-pecah dan

terbagi-bagi

Sedangkan, Menurut J.J Rousseau konsep kedaulatan ini

bersifat kerakyatan dan didasarkan kepada kemauan umum

(volunte generale) rakyat yang menjelma menjadi undang-undang.

Karena itu menurutnya konsep kedaulatan mempunyai 4 sifat yaitu:

a. Kesatuan (unite)

b. Bulat, tidak terbagi-bagi (indivisibilite)

c. Tidak boleh diserahkan (inalienabilite)

d. Tetap tidak berubah-ubah (imprescriptibilite)

Sedangkan pengertian rakyat menurut A Bryan adalah A

people is a plurality of persons considered as a whole, as is the

case with an ethnic group or nation, but that is distinct from a

nation which is more abstract, and more overtly political.

Collectively, for example, the contemporary Frisians and Danes

are two related Germanic peoples, while various Middle Eastern

ethnic groups are often linguistically categorized as Semitic

peoples.36

Singkatnya, rakyat adalah seluruh orang yang berada pada

suatu wilayah atau negara tertentu taat pada kekuasaan

pemerintahan tersebut. Adanya rakyat, wilayah, dan pemerintahan

yang berdaulat merupakan unsur konstitutif yang menunjang

berdirinya suatu negara. Jika salah satu hilang, maka negara

tersebut tidak dapat dikatakan sebagai suatu negara karena unsur

36 Garner, Bryan A., ed. (2014). "nation". Black's Law Dictionary (10th ed.). h. 1183.

Page 42: PENERAPAN AMBANG BATAS PRESIDENSIL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47970...Indonesia, UUD NRI 1945 merupakan suatu aturan dasar atau aturan pokok yang merupakan

30

tersebut bersifat kumulatif. Seperti yang termaktub dalam Pasal 1

Montevideo Convention 1933 : On The Rights And Duties Of State,

yang berbunyi :

“ The state as a person of internasional law should possess

the following qualifications: a permanent population, a defined

teritority, a government, a capacity to enter into relations with

other states”

Jika diterjemahkan berarti “Negara sebagai subjek hukum

internasional harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: rakyat

yang permanent, wilayah yang tertentu, pemerintahan, kapasitas

untuk terjun kedalam hubungan dengan negara lain dari itu” yang

menurut Ernest Renan bangsa adalah suatu negara, suatu asas akal

yang terjadi karena dua hal. Pertama, rakyat itu dulunya harus

bersama-sama menjadi suatu riwayat. Kedua, rakyat itu harus

mempunyai kemauan dan keinginan hidup menjadi satu.37

Popular Sovereignity atau biasa kita sebut sebagai

kedaulatan rakyat secara singkat dapat dikatakan bahwa prinsip itu

menekankan bahwa kekuasaan tertinggi (the ultimate power) untuk

membuat suatu kebijakan atau keputusan terletak di tangan rakyat,

bukanya pada satu orang atau beberapa orang saja.

Dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat adalah konsep dari

kedaulatan rakyat yang biasa kita sebut sebagai demokrasi. Sebuah

sistem pembuatan atau penentuan kebijakan secara kolektif yang

menginginkan bahwa sebuah keputusan yang mempengaruhi suatu

kelompok secara keseluruhan dalam pengambilan kebijakan atau

pembuatan kebijakan tersebut haruslah setiap anggotanya dalam

kelompok tersebut mempunyai hak yang sama.38

Dalam lingkup

yang lebih besar dapat dikatakan suatu negara dapat disebut

37 Edy Murya, buku ajar pendidikan kewarganegaraan Indonesia, (Medan : Unit

pelaksana teknis laboraturium ilmu dasar dan umum, 2010) , h. 3. 38

Beetham David & Kevin Boyle. Demokrasi : 80 Tanya Jawab, (Yogyakarta :

Kanisius.2000),h. 19.

Page 43: PENERAPAN AMBANG BATAS PRESIDENSIL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47970...Indonesia, UUD NRI 1945 merupakan suatu aturan dasar atau aturan pokok yang merupakan

31

sebagai negara yang demokratis jika pemerintahanya dibentuk atas

kehendak rakyat dan rakyat berdaulat atas negara tersebut.39

Mengutip tulisan Sodikin dalam bukunya yaitu Hukum Pemilu,

Pemilu Sebagai Praktek Ketatanegaraan yang dimaksud “dari

rakyat” berarti bahwa penyelenggara negara harus terdiri dari

seluruh rakyat itu sendiri atau yang disetujui atau didukung oleh

rakyat, maksud “oleh rakyat” adalah para penyelenggara negara

atau pemerintahan dilakukan sendiri oleh rakyat atau atas nama

rakyat atau yang mewakili rakyat, dan maksud dari “untuk rakyat”

adalah pemerintahan yang dijalankan atau berjalan sesuai dengan

kehendak rakyat.40

Prinsip kedaulatan rakyat ini bukan berarti bahwa seluruh

rakyat berbondong-bondong secara langsung membuat kebijakan

atau keputusan sehari-hari dalam setiap urusan dan aktivitas

pemerintahan. Demokrasi yang berdasarkan prinsip kedaulatan

rakyat ini bukan berarti bahwa setiap kebijakan yang dikeluarkan

oleh pemerintah baru dapat dikatakan sah jika seluruh rakyatnya

ikut dalam membuat kebijakan tersebut. Lain halnya dengan sistem

kediktatoran yang menyatakan bahwa kebijakan dapat dikatakan

sah berlaku jika sang diktator tersebut menyetujuinya jika hal

semacam tersebut terjadi makan sistem tersebut bukanlah

kedaulatan rakyat namun kediktatoran rakyat (popular

dictatorship).41

Jadi siapakah yang dimaksud “rakyat” dalam sistem kedaulatan

rakyat ini, kedaulatan dalam sistem pemerintahan yang demokratis

oleh rakyat dapat didelegasikan kekuasaanya dalam membuat suatu

kebijakan atau keputusan itu kepada badan eksekutif, legislatif,

39 Beetham David & Kevin Boyle. Demokrasi : 80 Tanya Jawab....h.20. 40 Sodikin, Hukum Pemilu, Pemilu Sebagai Praktek Ketatanegaraan, (Bekasi : Gramata

Publishing, 2014), h. 18. 41

Miftah Thoha, Birokrasi Politik & Pemilihan Umum di Indonesia, (Jakarta :

Prenadamedia Group, 2014), h.102.

Page 44: PENERAPAN AMBANG BATAS PRESIDENSIL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47970...Indonesia, UUD NRI 1945 merupakan suatu aturan dasar atau aturan pokok yang merupakan

32

yudikatif, dan administator atau siapapun yang dikehendaki

sebagai wakilnya. Rakyat dikatakan berdaulat sepanjang mereka,

bukan wakilnya, masih mempunyai kekuasaan tertinggi (the

ultimate power) untuk memutuskan dimana kekuasaan membuat

kebijakan tetap berada di tanganya dan yang bisa didelegasikan

kepada siapa saja yang bisa bertanggung jawab pada periode waktu

tertentu.42

Norma dasar Negara Republik Indonesia yakni Pasal 1 Ayat (2)

UUD NRI 1945 sebelum amandemen menyatakan bahwa

“Kedaulatan adalah di tangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya

oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)” dalam

penjelasanya Majelis Permusyawaratan Rakyat ialah

penyelenggara negara tertinggi saat itu. Majelis ini dianggap

sebagai penjelmaan rakyat yang memegang kedaulatan negara.

Karena MPR merupakan representasi dari rakyat dan memegang

kekuasaan sepenuhnya maka dalam Pasal 1 Ayat (2) UUD NRI

1945 membawa konsekuensi bahwa Majelis Permusyawaratan

Rakyat memiliki kekuasaan yang tidak terbatas.

Namun, setelah amandemen tepatnya pada perubahan ketiga

Pasal 1 Ayat (2) UUD NRI 1945 ini berubah menjadi “Kedaulatan

berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-

Undang Dasar” perubahan tersebut membawa konsekuensi yuridis

dan implikasi yang sangat besar terhdap fungsi dan kewenangan

dari lembaga negara, terutama Majelis Permusyawaratan Rakyat

(MPR) yang sebelum amandemen sebagai pelaksana kedaulatan

rakyat sepenuhnya menjadi kewenangan Majelis Permusyawaratan

Rakyat. Namun setelah amandemen, Majelis Permusyawaratan

Rakyat bukanlah satu-satunya lembaga yang melaksanakaan

kedaulatan rakyat. Pada dasarnya kedaulatan tetap berada di tangan

42

Miftah Thoha, Birokrasi Politik & Pemilihan Umum di Indonesia,… h. 103.

Page 45: PENERAPAN AMBANG BATAS PRESIDENSIL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47970...Indonesia, UUD NRI 1945 merupakan suatu aturan dasar atau aturan pokok yang merupakan

33

rakyat. Namun, pelaksanaanya dilakukan oleh beberapa lembaga

negara memperoleh amanat dari rakyat dalam menyelenggarakan

kegiatan pemerintahan negara Indonesia yang menganut sistem

demokrasi melalui sebuah aturan yaitu Undang-Undang Dasar.

3. Lembaga legislatif

Trias politica merupakan akar terciptanya berbagai kekuasaan

baru salah satunya adalah kekuasaan legislatif yang menempatkan

kekuasaan tidak hanya pada satu titik saja namun dibagi sesuai

dengan kewenagnaya. Konsep yang digagas oleh John Locke

seorang filsuf yang berasal dari Inggris pada abad ke- 16 ini

menawarkan konsep bernegara dengan melakukan pemisahan

kekuasaan.

Dalam bukunya Treaties On Civil Goverments ia menyatakan

bahwa kekuasaan itu harus dibagi dalam 3 lingkup yang berbeda

diantaranya adalah43

:

a. Legislatif, sebagai pembuat peraturan perundang-undangan

b. Eksekutif, melaksanakan undang-undang yang telah dibuat

oleh lembaga legislatif termasuk kekuasaan mengadili

c. Federatif, sebagai penghubung dengan negara lain atau

hubungan luar negeri

Senada dengan hal tersebut filsuf dari Perancis pada abad ke-

17 yakni Montesquieu Dalam bukunya L’esprit des lois (The Spirit

of Laws) ia menyatakan bahwa perlu adanya satu satu konsep

dalam bernegara dengan melakukan pemisahan atas kekuasaan-

kekuasaan yang ada di negara tersebut dengan kedudukan yang

sejajar sehingga dapat saling mengendalikan dan saling

mengimbangi satu sama lain (checks and balances), selain itu

Montesquieu berharap dengan dipisahkanya kekuasaan tidak hanya

43 Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, ( Jakarta : Gramedia, 2002 ), h. 150.

Page 46: PENERAPAN AMBANG BATAS PRESIDENSIL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47970...Indonesia, UUD NRI 1945 merupakan suatu aturan dasar atau aturan pokok yang merupakan

34

pada satu titik akan memunculkan keseimbangan karna jika

kekuasaan terpusat pada satu titik cenderung akan menimbulkan

kesewenang-wenangan.44

Menurut Montesquieu sendiri pemisahan

kekuasaan dibagi berdasarkan :

a. Kekuasaan legislatif, seperti biasanya kekuasaan ini

berwenang sebagai pembuat undang-undang

b. Kekuasaan eksekutif, juga berwenang sebagai pelaksana

undang-undang

c. Kekuasaan yudikatif, berbeda dengan John Locke,

Montesquieu menempatkan kekuasaan yudikatif yang

berfungsi sebagai pengadilan atas pelanggaran undang-undang

Senada dengan hal tersebut, apa yang dikatakan oleh Lord

Acton bahwa “ Power tends to corrupt, but absolute power

corrupts absolutely “ yang artinya adalah manusia yang

mempunyai kekuasaan cenderung menyalahgunakan, tetapi

manusia yang mempunyai kekuasaan yang tidak terbatas pasti akan

menyalahgunakanya.45

Sebab itulah sudah seharusnya kekuasaan

tidak terpusat pada satu orang namun harus terbagi guna

menghindari tindakan sewenang-wenang. Karena jika kekuasaan

tersebut terpusat maka tindakan sewenang-wenang pasti akan

terjadi.

Sejatinya, negara demokrasi selalu menerapkan prinsip

kedaulatan rakyat dalam penyelenggaraan pemerintahanya, dimulai

dari kelembagaan sampai dengan sistem pemerintahanya dibanyak

negara kebanyakan menggunakan sistem indirect democracy yaitu

pada pelaksanaanya diwakilkan melalui lembaga perwakilan rakyat

44 Yulistiyowati Efi, Endah, Penerapan Konsep Trias Politica dalam Sistem

Pemerintahan Republik Indonesia : Studi Komparatif atas Undang-Undang Tahun 1945 Sebelum

dan Sesudah Amandemen. dalam Jurnal Dinamika Sosial Budaya Vol. 18 No.2, Desember 2016, h.

330.

45 Widayanti, Rekonstruksi Kedudukan TAP MPR dalam Sistem Ketatanegaraam, (

Yogyakarta : Genta Publishing, 2015), h. 68.

Page 47: PENERAPAN AMBANG BATAS PRESIDENSIL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47970...Indonesia, UUD NRI 1945 merupakan suatu aturan dasar atau aturan pokok yang merupakan

35

dalam hal ini adalah lembaga legislatif dan biasanya hal tersebut

diatur dalam konstitusi negara tersebut.46

Penerapan konsep kedaulatan rakyat sejatinya telah dipikirkan

oleh para founding fathers negara Republik Indonesia dari mulai

merumuskan hingga mengesahkan UUD NRI 1945 sebagai

Konstitusi Negara tercermin pada alinea ke-4 pembukaan UUD

NRI 1945 menyatakan :

“Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu pemerintahan

Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan

seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan

kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut

melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,

perdamaian abadi, dan keadilan sosial maka disusunlah

kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-

Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu

susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat

dengan berdasarkan kepada ketuhanan yang maha Esa,

kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan

kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam

permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu

keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia “

Seperti pada pembahsan sebelumnya pelaksanaan kedaulatan

rakyat di Indonesia berdasarkan UUD NRI 1945 adalah lembaga-

lembaga yang berfungsi menjalankan tugas kenegaraan sebagai

representasi dari rakyat. Rakyat secara langsung dapat

melaksanakan kedaulatan yang dimilikinya untuk menentukan

siapa yang akan menjadi representasinya dalam lembaga legislatif

yakni tertera dalam Pasal 2 UUD NRI 1945 yaitu mengisi

keanggotaan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) karena MPR

sejatinya terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan

Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Kemudian mengisi keanggotaan

DPR melalui pemilihan umum pada Pasal 19 Ayat (1), dan mengisi

46 Sri Soemantri M, Pengertian Konstitusi dengan Undang-Undang Dasar, Prosedur dan

Sistem Perubahan Konstitusi, (Bandung : Alumni Bandung, 1987), h. 2.

Page 48: PENERAPAN AMBANG BATAS PRESIDENSIL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47970...Indonesia, UUD NRI 1945 merupakan suatu aturan dasar atau aturan pokok yang merupakan

36

keanggotaan DPD melalui pemilihan umum pada Pasal 22 C Ayat

(1).

Lembaga legislatif juga memiliki beberapa fungsi yang

terdapat dalam Pasal 20 A Ayat (1) diantaranya adalah :

a. Fungsi legislasi

Sesuai dengan apa yang terdapat dalam Pasal 1 Ayat (3) UUD

NRI 1945 yang menyatakan Indonesia adalah negara hukum

maka membawa konsekuensi yuridis kepada setiap kegiatan

yang dilakukan oleh pemerintah harus berdasarkan hukum. Hal

tersebut bertujuan untuk menciptakan rasa keadilan,

kemanfaatan, dan kepastian di dalam masyarakat dan lembaga

yang diberikan kewenangan untuk membentuk suatu Undang-

Undang disini adalah DPR sebagai lembaga legislatif.

b. Fungsi anggaran47

DPR berfungsi sebagai budgeting diantaranya memberikan

persetujuan atas RUU tentang APBN yang diajukan oleh

Presiden, Memperhatikan pertimbangan DPD atas RUU

tentang APBN dan RUU terkait pajak, pendidikan dan agama,

Menindaklanjuti hasil pemeriksaan atas pengelolaan dan

tanggung jawab keuangan negara yang disampaikan oleh BPK,

dan Memberikan persetujuan terhadap pemindahtanganan aset

negara maupun terhadap perjanjian yang berdampak luas bagi

kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara.

c. Fungsi pengawasan

Seperti yang telah di katakan oleh para pakar seperti

Montesquieu dan John Locke kekuasaan dibagi agar tidak ada

kesewenang-wenangan yang dilakukan oleh pemerintah

sebagai bagian dari checks and balances

47

http://www.dpr.go.id/tentang/tugas-wewenang diakses pada tanggal 19 Mei 2019

Page 49: PENERAPAN AMBANG BATAS PRESIDENSIL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47970...Indonesia, UUD NRI 1945 merupakan suatu aturan dasar atau aturan pokok yang merupakan

37

Dalam menjalankan fungsinya lembaga legislatif dalam hal ini

adalah DPR juga dibekali beberapa hak yaitu48

, hak inisiatif, yaitu

hak DPR dalam mengajukan RUU yang akan dibahas bersama

Presiden, hak interpelasi, Hak DPR untuk meminta keterangan

kepada pemerintah mengenai kebijakan pemerintah yang penting

dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan

bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, hak angket, hak DPR

untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu

undang-undang atau kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan

hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan

bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga

bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, hak

menyatakan pendapat, hak DPR untuk menyatakan pendapat atas

kebijakan pemerintah atau suatu kejadian didalam maupun luar

negeri, tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi dan hak angket,

dan menyatakan pendapat untuk meng-impeachment atau dugaan

bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden melakukan pelanggaran

hukum baik berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi,

penyuapan, tindak pidana berat lainnya, maupun perbuatan

tercela, dan/atau Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi

memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden, dan

hak imunitas, dimana anggota DPR tidak dapat dituntut dimuka

pengadilan dalam menjalankan tugasnya dengan menyatakan atau

berpendapat secara lisan maupun tulisan dalam rapat-rapat DPR.

C. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu

Penelitian dengan judul “ Penerapan Ambang Batas Presidensil

(Presidential Threshold) Sebagai Kebijakan Hukum Terbuka Dalam

Pemilihan Umum DI Indonesia (Analisis Putusan Mahkamah Konstitusi

48 http://www.dpr.go.id/tentang/tugas-wewenang diakses pada tanggal 19 Mei 2019

Page 50: PENERAPAN AMBANG BATAS PRESIDENSIL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47970...Indonesia, UUD NRI 1945 merupakan suatu aturan dasar atau aturan pokok yang merupakan

38

Nomor.53/PUU-XV/2017) “ yang diketahui berdasarkan penelusuran atas

hasil-hasil penelitian hukum, khususnya di lingkungan Fakultas Syariah

dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, belum

pernah dibuat sebelumnya. Namun demikian, terdapat beberapa judul

penelitian yang terkait dengan judul skripsi penulis melalui penelitian yang

dilakukan sebelumnya, diantaranya :

1. “ Analisis Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden di Indonesia dalam

Perspektif Hukum Islam ( Studi Terhadap Undang-Undang Nomor 42

Tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden “

49Skripsi ini mengkaji atau membahas bagaimana mekanisme

pemilihan Presiden dan Wakil Presiden menurut islam dan bagaimana

mekanisme pemilihan Presiden dan Wakil Presiden dalam UU Nomor.

42 tahun 2008. Persamaan di dalam skripsi yang peneliti teliti adalah

sama-sama menganalisis mekanisme pemilihan Presiden dan Wakil

Presiden sedangkan perbedaanya adalah peneliti fokus terhadap apa

kriteria open legal policy dan konstruksi open legal policy dalam Pasal

222 Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum

2. “ Dinamika Perlindungan Hak Konstitusional Warga, Mahkamah

Konstitusi Sebagai Mekanisme Nasional Baru Pemajuan dan

Perlindungan Hak Asasi Manusia.“50

Buku ini mengkaji atau

membahas masalah terkait secara umum tentang perlindungan hak

konstitusional atau hak asasi manusia yaitu hak yang telah ada sejak

lahir, dalam hal ini warga negara Indonesia. Persamaan di dalam

skripsi yang peneliti teliti adalah sama-sama membahas hak

konstitusional warga negara dalam hal ini hak politik sedangkan

perbedaanya adalah peneliti fokus secara spesifik terhadap apa kriteria

49

Skripsi dibuat oleh Ines Wulandari, Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung,

2017 50 Ismail Hasani, Dinamika Perlindungan Hak Konstitusional Warga, Mahkamah

Konstitusi Sebagai Mekanisme Nasional Baru Pemajuan dan Perlindungan Hak Asasi Manusia, (

Jakarta : Pustaka Masyarakat Setara, 2013)

Page 51: PENERAPAN AMBANG BATAS PRESIDENSIL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47970...Indonesia, UUD NRI 1945 merupakan suatu aturan dasar atau aturan pokok yang merupakan

39

open legal policy dan konstruksi open legal policy dalam Pasal 222

Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum.

3. “Analisis Yuridis Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 53/PUU-

XV/2017 Berkaitan dengan Penolakan Uji Materi Presidential

Threshold dalam Pengusulan Calon Presiden dan Wakil Presiden

Pemilihan umum serentak 2019.“51

Jurnal ini mengkaji atau membahas

masalah terkait tinjauan yuridis dari pada Putusan Mahkamah

Konstitusi Nomor 53/PUU-XV/2017 Berkaitan dengan penolakan uji

materi presidential treshold dalam pengusulan calon Presiden dan

Wakil Presiden pemilihan umum serentak 2019. Persamaan di dalam

skripsi yang peneliti teliti adalah sama-sama menganalisis Putusan

Mahkamah Konstitusi Nomor 53/PUU-XV/2017 sedangkan

perbedaanya adalah peneliti fokus terhadap apa kriteria open legal

policy dan konstruksi open legal policy dalam Pasal 222 UU Nomor 7

tahun 2017 Tentang Pemilihan umum.

51 Jurnal ini dibuat oleh Faisal Hidayatullah, Jurnal Universitas Negeri Surabaya, 2017

Page 52: PENERAPAN AMBANG BATAS PRESIDENSIL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47970...Indonesia, UUD NRI 1945 merupakan suatu aturan dasar atau aturan pokok yang merupakan

40

Page 53: PENERAPAN AMBANG BATAS PRESIDENSIL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47970...Indonesia, UUD NRI 1945 merupakan suatu aturan dasar atau aturan pokok yang merupakan

40

BAB III

DINAMIKA AMBANG BATAS PRESIDENSIL DALAM

PEMILIHAN UMUM DI INDONESIA

A. Pemilihan Umum Secara Langsung Pada Tahun 2004

Indonesia sebagai salah satu negara yang menganut sistem demokrasi

tentunya penting bagi warga negaranya untuk dapat memiliki satu

mekanisme untuk menyalurkan aspirasi dan menentukan wakil-wakilnya

dalam pemerintahan sebagai wujud kedaulatan dari kedaulatan rakyat yang

biasa disebut sebagai pemilihan umum.

Fakta historis pemilihan umum di Indonesia telah muncul mulai dari

tahun 1955 hingga saat ini pada Tahun 2019. Namun, seiring berjalanya

waktu pemilihan umum terus bergerak dinamis mulai dari peraturanya

hingga mekanisme untuk melaksanakan pemilihan umum itu sendiri.

Pada pemilihan umum tahun 2004 ini rakyat Indonesia diberikan

angin segar dengan berlakunya pemilihan umum langsung pertama

sepanjang sejarah pemilihan umum yang ada di Indonesia. Hal ini

merupakan efek domino dari amandemen ke-3 Undang-undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945 untuk selanjutnya disebut sebagai

UUD NRI 1945. Dimana sebelum Amandemen Pasal 1 Ayat (2) UUD

NRI 1945 menyatakan “Kedaulatan adalah di tangan rakyat, dan

dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat” dan setelah

amandemen berubah menjadi “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan

dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”.

Amandemen tersebut berdampak besar terhadap kelembagaan negara

Indonesia karena atas amandemen tersebut Majelis Permusyawaratan

Rakyat (MPR) tidak lagi memiliki kuasa penuh atas kedaulatan rakyat.

Namun, beralih kepada Undang-undang Dasar yang memiliki otoritas

penuh terhadap kedaulatan rakyat. Salah satu contoh kewenangan Majelis

Permusyawaratan Rakyat yang dihapuskan adalah memilih Presiden dan

Wakil Presiden. Karena sebelum amandemen, MPR berwenang memilih

Presiden dan Wakil Presiden dengan suara terbanyak. Namun, setelah

amandemen Presiden dan Wakil Presiden dipilih secara langsung oleh

rakyat.

Page 54: PENERAPAN AMBANG BATAS PRESIDENSIL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47970...Indonesia, UUD NRI 1945 merupakan suatu aturan dasar atau aturan pokok yang merupakan

41

Sebagai konsekuensi yuridis dari amandemen tersebut maka

terbentuklah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 Tentang Pemilihan

Umum Presiden dan Wakil Presiden yang disahkan di Jakarta pada tanggal

31 Juli 2003 oleh Presiden ke-4 pada saat itu yakni Ibu Megawati

Soekarno Putri yang dalam poin menimbang Undang-Undang a quo

adalah :

1. Bahwa dalam rangka mewujudkan kedaulatan rakyat dalam

pemerintahan negara sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pemilihan umum Presiden

dan Wakil Presiden dilaksanakan secara langsung oleh rakyat

2. Bahwa pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden

diselenggarakan secara demokratis dan beradab dengan partisipasi

rakyat seluas-luasnya yang dilaksanakan berdasarkan asas langsung,

umum, bebas, rahasia, jujur dan adil

3. Bahwa berdasarkan pertimbangan huruf a dan huruf b di atas perlu

ditetapkan Undang-Undang tentang Pemilihan Umum Presiden dan

Wakil Presiden

Dengan disahkanya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tersebut

yang merupakan pendelegasian kewenangan atas Pasal 6 Ayat (2) UUD

NRI 1945 yang berbunyi “ Syarat-syarat untuk menjadi Presiden dan

Wakil Presiden diatur lebih lanjut dengan Undang-Undang “ maka

Ambang Batas Presidensil atau Presidential Threshold muncul pertama

kalinya dalam pemilihan umum yang ada di Indonesia tepatnya pada Pasal

5 Ayat (4) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 yang berbunyi

“ Pasangan calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat

diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang

memperoleh sekurang-kurangnya 15% (lima belas persen) dari jumlah

kursi DPR atau 20% (dua puluh persen) dari perolehan suara sah secara

nasional pada pemilu anggota DPR ”

Perlu diketahui bahwa pada pemilu Tahun 2004 tersebut pemilu

dilaksanakan 2 kali yaitu pemilihan umum anggota DPR terlebih dahulu

baru kemudian pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden.

Page 55: PENERAPAN AMBANG BATAS PRESIDENSIL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47970...Indonesia, UUD NRI 1945 merupakan suatu aturan dasar atau aturan pokok yang merupakan

42

Pada Pemilu tersebut ada 6 (enam) pasangan calon Presiden dan

Wakil Presiden yang mendaftaran diri ke komisi pemilihan umum (KPU)

saat itu diantaranya adalah :

1. Abdurrahman Wahid dan Marwah Daud Ibrahim (PKB)

2. Amien Rais dan Siswono Yudo Husodo (PAN)

3. Hamza Haz dan Agum Gumelar (PPP)

4. Megawati Soekarnoputri dan Hasyim Muzadi (PDIP)

5. Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla ( Demokrat, PBB, PKPI)

6. Wiranto dan Salahuddin Wahid ( Golkar)

Pada pemilihan umum putaran pertama tidak ada yang mendapatkan

suara 50% lebih maka pemilihan umum dilakukan lagi untuk putaran

kedua dan yang berhak maju kembali adalah pasangan calon yang

memiliki suara terbanyak pertama dan kedua yakni Susilo Bambang

Yudhoyono dan Jusuf Kalla (33,57%) dan Megawati Soekarnoputri dan

Hasyim Muzadi (26,61%). Berdasarkan hasil pemilihan umum pada

putaran kedua Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla berhasil

menjadi pemenag dengan perolehan suara 60,62% sedangkan Megawati

Soekarnoputri dan Hasyim Muzadi meraih suara 39,38%1

B. Pemilihan Umum Pada Tahun 2009 dan 2014

Seiring berjalanya waktu, undang-undang yang mengatur terkait

pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden itu sendiri terus direvisi.

Setelah selesai dengan pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden pada

Tahun 2004, pemilihan umum kembali dilaksanakan pada Tahun 2009 dan

2014. Aturan main pada kedua pemilu Presiden dan Wakil Presiden di

tahun tersebut adalah sama yakni Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008

Tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden.

Dalam point menimbang pada Undang-Undang Nomer 42 tahun 2008

disebutkan bahwa :

1 https://www.kpu.go.id/dmdocuments/modul_1d.pdf, diakses pada 21 Mei 2019

Page 56: PENERAPAN AMBANG BATAS PRESIDENSIL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47970...Indonesia, UUD NRI 1945 merupakan suatu aturan dasar atau aturan pokok yang merupakan

43

1. Bahwa pemilihan umum secara langsung oleh rakyat merupakan

sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat guna menghasilkan

pemerintahan negara yang demokratis berdasarkan Pancasila dan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

2. Bahwa bahwa pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden

diselenggarakan secara demokratis dan beradab melalui partisipasi

rakyat seluas-luasnya berdasarkan asas langsung, umum, bebas,

rahasia, jujur, dan adil untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden

3. Bahwa bahwa Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 Tentang

Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden sudah tidak sesuai

dengan perkembangan demokrasi dan dinamika masyarakat dalam

kehidupan berbangsa dan bernegara sehingga undang-undang tersebut

perlu diganti

4. Bahwa bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud

dalam point 1, 2, dan 3, perlu membentuk undang-undang tentang

pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden

Terlihat pada point 3 dalam hal menimbang DPR merasa Undang-

Undang Nomor 23 Tahun 2003 sudah tidak sesuai lagi dengan

perkembangan demokrasi dan dinamika masyarakat. Sehingga, DPR

menjalankan fungsinya sebagai pembuat Undang-Undang dengan

mengganti undang-undang a quo dengan Undang-Undang Nomor 42

Tahun 2008.

Namun, Seperti yang kita ketahui bersama bahwasanya DPR

merupakan salah satu lembaga politik yang dibentuk berdasarkan Undang-

Undang Dasar yang dapat menghasilkan produk politik seperti undang-

undang yang menurut Moh.Mahfud MD, ada dua alasan yang yang

menyebabkan sebuah undang-undang berisi hal-hal yang bertentangan

dengan Undang-Undang Dasar atau Konstitusi. Pertama, pemerintah dan

DPR sebagai lembaga legislatif dalam membentuk undang-undang adalah

lembaga politik yang sangat mungkin membuat undang-undang atas dasar

kepentingan politik sendiri atau kelompok yang dominan didalamnya.

Page 57: PENERAPAN AMBANG BATAS PRESIDENSIL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47970...Indonesia, UUD NRI 1945 merupakan suatu aturan dasar atau aturan pokok yang merupakan

44

Kedua, pemerintah dan DPR sebagai lembaga politik faktanya lebih

banyak berisi orang-orang yang bukan ahli hukum atau kurang dapat

berpikir menurut logika hukum.2

Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 ini ambang batas

presidensil atau presidential threshold direvisi dan terdapat dalam Pasal 5

Ayat (4) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 yang berbunyi :

“ Pasangan calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat

diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang

memperoleh sekurang-kurangnya 15% (lima belas persen) dari jumlah

kursi DPR atau 20% (dua puluh persen) dari perolehan suara sah secara

nasional pada pemilu anggota DPR ” berubah menjadi “ Pasangan Calon

diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik peserta pemilu

yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua

puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh

lima persen)dari suara sah nasional dalam Pemilu anggota DPR, sebelum

pelaksanaan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden ” yang terdapat dalam

Pasal 9 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 ini.

Kenaikan ambang batas presidensil atau presidential threshod sebesar

5% ini sangat berpengaruh besar pada peserta pemilihan umum Presiden

dan Wakil Presiden selanjutnya yaitu pada tahun 2009 dan 2014 sebagai

berikut :

1. Pada Tahun 2009

Pada pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2009

memunculkan 3 pasang calon Presiden dan Wakil Presiden

diantaranya :

a. Megawati Soekarnoputri dan Prabowo Subianto

b. Susilo Bambang Yudhoyono dan Boediono

c. Jusuf Kalla dan Wiranto

Pada Pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden tersebut yang

keluar sebagai pemenang adalah pasangan Susilo Bambang

Yudhoyono dan Boediono dengan perolehan suara (60,80%) yang

kedua adalah pasangan Megawati Soekarnoputri dan Prabowo

2 Mahfud MD, Membangun Politik Hukum Menegakan Konstitusi, (Jakarta : LP3S, 1999),

h. 130.

Page 58: PENERAPAN AMBANG BATAS PRESIDENSIL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47970...Indonesia, UUD NRI 1945 merupakan suatu aturan dasar atau aturan pokok yang merupakan

45

Subianto dengan perolehan suara (26,79%) dan yang terakhir adalah

pasangan Jusuf Kalla dan Wiranto dengan perolehan suara (12,41%)3

2. Pada Tahun 2014

Pada pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden tahun 2014

memunculkan 2 pasang calon Presiden dan Wakil Presiden

diantaranya :

a. Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa

b. Joko Widodo dan Jusuf Kalla

Ditahun 2014 pasangan Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa diusung

dari beberapa partai politik diantarantya adalah GOLKAR,

GERINDRA, PAN, PKS, PPP dan PBB serta partai pendukung yaitu

DEMOKRAT dengan total kursi DPR sebesar 51,9% sedangkan,

pasangan Joko Widodo dan Jusuf Kalla diusung dari partai PDIP,

PKB, NASDEM, HANURA dan partai pendukungnya yaitu PKPI

dengan total Kursi DPR sebesar 36,46% dan yang keluar sebagai

pemenang adalah pasangan Joko Widodo dan Jusuf Kalla dengan

perolehan suara sebesar (53,15%) sedangkan pasangan Prabowo

Subianto dan Hatta Rajasa memperoleh suara sebesar (46,85%)4

Melihat data diatas implikasi atas dinaikanya Ambang Batas

Presidensil atau presidential threshold sebesar 5% untuk jumlah suara

DPR dan suara sah secara nasional memunculkan lebih sedikit calon

Presiden dan Wakil Presiden yang berkontestasi dalam Pemilihan

umum Presiden dan Wakil Presiden. Dinaikanya presidential

threshold tersebut menuai pro dan kontra.

Ada yang berpendapat bahwa dengan adanya presidential threshold

tersebut akan memperkuat sistem Presidensil yang memaksa partai politik

menyeleksi calon Presiden dan Wakil Presiden karena jika presidential

threshold ditiadakan maka parlemen cenderung dominan sehingga dapat

3 https://www.kpu.go.id/dmdocuments/modul_1d.pdf, diakses pada 21 Mei 2019 diakses

pada tanggal 22 Mei 2019 4,https://kpu.go.id/koleksigambar/PPWP_-_Nasional_Rekapitulasi_2014_-_New_-

_Final_2014_07_22.pdf diakses pada tanggal 22 Mei 2019

Page 59: PENERAPAN AMBANG BATAS PRESIDENSIL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47970...Indonesia, UUD NRI 1945 merupakan suatu aturan dasar atau aturan pokok yang merupakan

46

memperlemah sistem presidensi, kemudian dengan adanyan presidential

threshold akan terjadi koalisi antar parpol untuk memperkuat pelaksanaan

pemerintah yang akan berdampak kepada pemerintahan yang efektif dan

diaturnya presidential threshold ini dengan maksud untuk

menyederhanakan partai politik di dalam sistem multi partai.5

Sebelum Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden pada tahun

2014, ada pula pihak yang kontra hingga melakukan judicial review ke

Mahkamah Konstitusi atas Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008

terhadap Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dengan pemohon seorang

pengamat politik yakini Efendi Ghazali untuk melakukan pengujian Pasal

3 Ayat (5), Pasal 9,Pasal 12 Ayat (1) dan (2), Pasal 14 Ayat (2) dan Pasal

112 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 terhadap Pasal 4 Ayat (1),

Pasal 6A Ayat (2), Pasal 22E Ayat (1) dan Ayat (2), Pasal 27 Ayat (1),

Pasal 28D Ayat(1), Pasal 28H Ayat (1), dan Pasal 33 Ayat (4) UUD NRI

1945

Pada akhirnya Mahkamah Konstitusi mengeluarkan putusan Nomor

14/PUU-XI/2013 dengan mengabulkan sebagian dari apa yang di

mohonkan oleh pemohon. Salah satu pasal yang tidak dikabulkan oleh

Mahkamah adalah Pasal 9 terkait dengan presidential threshold,

Mahkamah berpendapat bahwa, “Adapun mengenai pengujian

konstitusionalitas Pasal 9 UU 42/2008, Mahkamah mempertimbangkan

bahwa dengan penyelenggaraan Pilpres dan Pemilu Anggota Lembaga

Perwakilan dalam pemilihan umum secara serentak maka ketentuan pasal

persyaratan perolehan suara partai politik sebagai syara tuntuk

mengajukan pasangan calon presiden dan wakil presiden merupakan

kewenangan pembentuk Undang-Undang dengan tetap mendasarkan pada

ketentuan UUD NRI 1945 “ atas keluarnya putusan Mahkamah Konstitusi

Nomor 14/PUU-XI/2013 tersebut maka aturan main pada Pemilihan

5 Sodikin, Pemilu Serentak ( Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden )

dan Penguatan Sistem Presidensial, dalam Jurnal RechtsVinding Vol.3 No.1 April 2014, h. 28

Page 60: PENERAPAN AMBANG BATAS PRESIDENSIL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47970...Indonesia, UUD NRI 1945 merupakan suatu aturan dasar atau aturan pokok yang merupakan

47

Umum Presiden dan Wakil Presiden pada Tahun 2014 hanya

memunculkan 2 pasangan calon yakni yang sudah peneliti sebutkan diatas

Prabowo Subianto, Hatta Rajasa dan Joko Widodo, Jusuf Kalla.

C. Pemilihan Umum Tahun 2019

Tahun politik 2019 merupakan pengalaman baru dalam kegiatan

berdemokrasi di Indonesia. Karena untuk pertama kalinya Negara

Republik Indonesia melaksanakan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden

dan Pemilihan anggota legislatif (DPR, DPD, DPRD Provinsi, DPRD

Kabupaten/Kota) secara serentak. Hal tersebut merupakan dampak dari

keluarnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/PUU-XI/2013 yang

dimohonkan oleh seorang pengamat politik yakni Efendy Ghazali.

Pada putusan a quo Mahkamah berpendapat pada intinya bahwa posisi

Presiden dan Wakil Presiden adalah setara dengan posisi Anggota

Legislatif yang merupakan bagian dari Chechks and Balances. Ketika

pemilihan Presiden dan Wakil Presiden dilakukan pemilihan anggota

legislatif maka cenderung akan melemahkan sistem presidensil hal

tersebut berkaitan dengan jika calon Presiden dan Wakil Presiden ingin

maju sebagai Presiden dan Wakil Presiden maka mereka harus memiliki

kekuatan terlebih dahulu didalam anggota legislatif dalam hal ini adalah

DPR hal tersebut akan memungkinkan terjadi lobi-lobi politik dan

mengakibatkan ketika terpilih calon Presiden terpaksa harus melakukan

negosiasi dan tawar-menawar (bargaining) politik terlebih dahulu dengan

partai politik yang berakibat sangat mempengaruhi jalannya roda

pemerintahan di kemudian hari. Negosiasi dan tawar-menawar tersebut

pada kenyataannya lebih banyak bersifat taktis dan sesaat dari pada

bersifat strategis dan jangka panjang, misalnya karena persamaan garis

perjuangan partai politik jangka panjang. Oleh karena itu, Presiden pada

faktanya menjadi sangat tergantung pada partai-partai politik yang

menurut Mahkamah dapat mereduksi posisi Presiden dalam menjalankan

kekuasaan pemerintahan menurut sistem pemerintahan presidensial.

Page 61: PENERAPAN AMBANG BATAS PRESIDENSIL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47970...Indonesia, UUD NRI 1945 merupakan suatu aturan dasar atau aturan pokok yang merupakan

48

Namun, dengan dikabulkanya pemilu serentak tersebut ada beberapa

ketentuan lain yang diatur oleh Mahkamah Konstitusi yaitu Pemilu

serentak tidak mungkin dapat dilakukan pada tahun 2014 karena menurut

Mahkamah tidak memungkinkan dan tidak memiliki cukup waktu untuk

menerapkan aturan baru tersebut, maka diperlukan aturan baru sebagai

dasar hukum untuk melaksanakan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden

dan Pemilihan Anggota Legislatif secara serentak

Atas dasar itulah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kembali

mengganti Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 Tentang Pemilihan

Umum Presiden dan Wakil Presiden dengan Undang-Undang Nomor 7

Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum. Dalam point pertimbangan apa

Undang-Undang a quo disebutkan bahwa :

1. Bahwa untuk menjamin tercapainya cita-cita dan tujuan nasional

sebagaimana termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945 perlu diselenggarakan

pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat,

anggota Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, dan

untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, sebagai

sarana perwujudan kedaulatan rakyat untuk menghasilkan wakil

rakyat dan pemerintahan negara yang demokratis berdasarkan

Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945

2. Bahwa diperlukan pengaturan pemilihan umum sebagai perwujudan

sistem ketatanegaraan yang demokratis dan berintegritas demi

menjamin konsistensi dan kepastian hukum serta pemilihan umum

yang efektif dan efisien

3. Bahwa pemilihan umum wajib menjamin tersalurkannya suara rakyat

secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil

4. Bahwa Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 Tentang Pemilihan

Umum Presiden dan Wakil Presiden, Undang-Undang Nomor 15

Tahun 2011 Tentang Penyelenggara Pemilihan Umum, dan Undang-

Page 62: PENERAPAN AMBANG BATAS PRESIDENSIL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47970...Indonesia, UUD NRI 1945 merupakan suatu aturan dasar atau aturan pokok yang merupakan

49

Undang Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Pemilihan Umum Anggota

Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah perlu disatukan dan disederhanakan

menjadi satu undang-undang sebagai landasan hukum bagi pemilihan

umum secara serentak

5. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf

a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang

Tentang Pemilihan Umum.

Atas dasar itulah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 dibentuk dan

disahkan pada tanggal 15 Agustus 2017 oleh Joko Widodo sebagai

Presiden Republik Indoneisa. Namun dalam perjalanan panjang untuk

membetuk Undang-Undang tersebut tentu saja terjadi pro kontra dalam

setiap pembahasanya terutama yang peneliti fokuskan adalah pada bagian

presidential threshold dalam pembahasan ada dua opsi yang di ajukan

yakni opsi A presidential threshold sebesar 20% jumlah kursi DPR dan

25% jumlah suara sah secara nasional dan opsi B presidential threshold

sebesar 0%.

Pada akhirnya pimpinan sidang mengetok palunya dengan

mengesahkan opsi A secara bulat yang dihadiri oleh fraksi dar Partai

Demokrasi Indonesia Perjuangan, Fraksi Partai Golongan Karya, Fraksi

Partai Nasional Demokrat, Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat, Fraksi Partai

Persatuan Pembangan, dan Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa. Tadinya

untuk mengesahkan RUU tersebut akan dilakukan voting namun, ada

empat fraksi yang melakukan walkout yaitu fraksi Partai Gerakan

Indonesia Raya, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Fraksi Partai Demokrat,

dan Fraksi Partai Amanat Nasional yang setuju pada opsi B sebesar 0%

yang mengakibatkan keputusan tersebut diambil secara aklamasi dengan

ketentuan Presidential Threshold sebesar 20% jumlah kursi DPR dan 25%

jumlah suara sah secara nasional .6 dengan disahkanya Undang-Undang

6 https://www.voaindonesia.com/a/meski-4-fraksi-keluar-dpr-tetap-sahkan-ruu-pemilu-

/3953297.html diakses pada tanggal 23 Mei 2019

Page 63: PENERAPAN AMBANG BATAS PRESIDENSIL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47970...Indonesia, UUD NRI 1945 merupakan suatu aturan dasar atau aturan pokok yang merupakan

50

Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum makan landasan hukum

untuk Pemilu Serentak 2019 adalah Undang-Undang a quo

Setelah pengesahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang

Pemilihan Umum, Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden

memunculkan 2 (dua) Calon Presiden dan Wakil Presiden kembali yaitu :

1. Joko Widodo dan KH. Ma’ruf Amin

2. Prabowo Subianto dan Sandiaga Salahuddin Uno

Pada pemilu serentak 2019 ini terjadi rematch antara Joko Widodo

dan Prabowo keduanya pernah bertarung sebelumnya pada Pemilu

Presiden 2014 yang di menagkan Oleh pasangan Joko Widodo dan Jusuf

Kalla. Kali ini Joko Widodo dan KH. Ma’ruf Amin mempunyai dukungan

dari beberapa partai diantaranya adalah PDIP, GOLKAR, NASDEM,

PKB, PPP, PKPI, PSI, PERINDO, GARUDA dan HANURA sedangkan,

pasangan Prabowo Subianto dan Sandiaga Salahuddin Uno mendapat

dukungan dari partai GERINDRA, PKS, Partai Berkarya, DEMOKRAT,

dan PAN.

Pemilu serentak 2019 ini dimenangkan oleh pasangan Joko Widodo

dan KH. Ma’ruf Amin dengan perolehan suara sebesar 55,29% sedangkan

Pasangan Prabowo Subianto dan Sandiaga Salahuddin Uno memperoleh

suara sebesar 44,71%.7

Pemilu seretak ini menimbulkan banyak polemik mulai dari petugas

kpps banyak yang meninggal hingga ketidakpercayaan tim dari pasangan

Pasangan Prabowo Subianto dan Sandiaga Salahuddin Uno yakni Badan

Pemenangan Nasional (BPN) terhadap perhitungan suara oleh Komisi

Pemilihan Umum dan juga DPT gaib. Tim BPN berargumen bahwa KPU

sebagai penyelenggara pemilu tidak adil kepada pasangan Prabowo

Subianto dan Sandiaga Salahuddin Uno terkait dengan penggelembungan

suara pasangan Joko Widodo dan KH. Ma’ruf Amin dan juga polemik

terhadap daftar pemilih tetap yang gaib.

7 https://pemilu2019.kpu.go.id/#/ppwp/hitung-suara/ diakses pada tanggal 18 July 2019

Page 64: PENERAPAN AMBANG BATAS PRESIDENSIL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47970...Indonesia, UUD NRI 1945 merupakan suatu aturan dasar atau aturan pokok yang merupakan

51

Pengumuman pemenang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden tanggal

21 Mei 2019 dini hari turut di warnai demonstrasi dari masa yang tidak

puas atas pengumuman yang disampaikan oleh KPU. Memang,

sebelumnya pun telah ada wacana aksi besar-besaran yang disebut people

power pada tanggal 22 Mei 2019 terhadap ketidakpuasan hasil situng yang

dilakukan oleh KPU.8 Pada akhirnya setelah pengumuman Presiden dan

Wakil Presiden tim BPN menempuh jalur konstitusi untuk menyelesaikan

masalah sengketa pemilu ini. BPN menggugat hasil pemilu tersebut ke

Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga yang berwenang mengadili

perselisihan hasil pemilu.

Setelah semua tahapan sidang dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi,

pada hari Kamis 21 Juni 2019 Mahkamah melakukan sidang pembacaan

putusan terkait Nomor Perkara 01/PHPU-PRES/XVII/2019 dalam amar

putusanya Mahkamah menolak seluruh permohonan pemohon Mahkamah

berpendapat dalil-dalil yang di argumenkan oleh pemohon tidak beralasan

menurut hukum.9 Dengan putusan tersebut maka sengketa pemilu Presiden

dan Wakil Presiden berakhir dan KPU segera menetapkan Presiden dan

Wakil Presiden terpilih yakni Joko Widodo dan KH. Ma’ruf Amin.

8 https://www.liputan6.com/tag/aksi-22-mei-2019 diakses pada tanggal 18 July 2019 9 Lihat Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 01/PHPU-PRES/XVII/2019

Page 65: PENERAPAN AMBANG BATAS PRESIDENSIL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47970...Indonesia, UUD NRI 1945 merupakan suatu aturan dasar atau aturan pokok yang merupakan

52

Page 66: PENERAPAN AMBANG BATAS PRESIDENSIL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47970...Indonesia, UUD NRI 1945 merupakan suatu aturan dasar atau aturan pokok yang merupakan

52

BAB IV

PROBLEMATIKA AMBANG BATAS PRESIDENSIL SEBAGAI

KEBIJAKAN HUKUM TERBUKA DALAM PEMILIHAN UMUM DI

INDONESIA

A. Parlemen Sebagai Penentu Kualifikasi Ambang Batas Presidensil

Sebagai negara yang memproklamirkan negara hukum tentunya,

Indonesia dalam setiap kebijakan yang diambil harus berlandaskan atas

hukum yang telah disepakati bersama. Sebagaimana tujuan bangsa

Indonesia yang tertuang dalam pembukaan UUD NRI 1945 alinea ke IV

yaitu :

“ untuk membentuk suatu pemerintahan Negara Indonesia yang

melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah

Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan

kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang

berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial maka

disusunlah kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-

Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan

Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan

berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil

dan beradab, persatuan Indonesia dan kerakyatan yang dipimpin oleh

hikmat…..”

Undang-undang Dasar Negara Republik Indoneisa Tahun 1945

merupakan hukum dasar yang telah disepakati bersama oleh para founding

fathers untuk menjalankan suatu roda pemerintahan demi tercapainya

tujuan bangsa Indonesia. Oleh karena itu, setiap kebijakan yang diambil

harus sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam UUD NRI 1945

yang merupakan grundnorm bangsa Indonesia yang hanya memuat aturan-

aturan dasar. Karena hanya memuat aturan dasar , tentunya harus ada

aturan yang lebih teknis untuk dapat menjalankan aturan dasar tersebut.

Dalam menentukan suatu batasan peraturan perundang-undangan

menurut A Hamid S Attamimi yang di kutip oleh Radita Adjie adalah

peraturan negara di tingkat pusat dan di tingkat daerah yang dibentuk

berdasarkan kewenangan perundang-undanganya baik yang bersifat

Page 67: PENERAPAN AMBANG BATAS PRESIDENSIL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47970...Indonesia, UUD NRI 1945 merupakan suatu aturan dasar atau aturan pokok yang merupakan

53

atribusi maupun yang bersifat delegasi. 1 Atribusi kewenangan dalam hal

ini adalah pembentukan peraturan perundang-undangan adalah pemberian

kewenangan tertentu kepada badan, lembaga, atau pejabat tertentu,

pemeberian kewenangan tersebut melahirkan kewenangan baru serta

tanggung jawab yang baru pula dan kewenangan delegasi adalah

penyerahan wewenang dalam hal ini adalah penyerahan kewenangan

dalam pembentukan peraturan perundang-undangan dari badan, lembaga,

atau pejabat negara kepada badan, lembaga, atau pejabat negara lain.

Pemberi wewenang tersebut disebut sebagai Delegans dan penerima

wewenang tersebut disebut sebagai delegataris.2

Dalam hal penentu kebijakan yang berbentuk Undang-Undang, Pasal

20 UUD NRI 1945 memberikan kewenangan kepada parlemen untuk

membentuk suatu undang-undang, yang dibahasnya bersama Presiden

untuk mendapatkan Persetujuan bersama. Jika tidak mendapatkan

persetujuan bersama maka, rancangan undang-undang tersebut tidak boleh

diajukan kembali dalam persidangan Dewan Perwakilan Rakyat masa itu

dan jika mendapat persetujuan bersama maka, Rancangan undang-undang

tersebut disahkan oleh Presiden untuk menjadi undang-undang. Dari

ketentuan diatas dapat peneliti simpulkan bahwa pemegang kekuasaan

dalam membentuk Undang-Undang adalah parlemen dalam hal ini Dewan

Perwakilan Rakyat bersama Presiden untuk merumuskan peraturan lebih

lanjut dari ketentuan yang telah ditetapkan oleh Konstitusi sebagai hukum

dasar.

Membahas terkait dengan legislasi sebagai kewenangan dari Dewan

Perwakilan Rakyat tidak terlepas dengan konsep dasar negara Indonesia

yang tercantum dalam Pasal 1 Ayat (3) UUD NRI 1945 yang berbunyi

“Negara Indonesia adalah Negara Hukum” yang bermakna setiap

1 Radita Adjie, Batasan Pilihan Kebijakan Pembentuk Undang-Undang Berdasarkan

Tafsir Putusan Mahkamah Konstitusi ( Limit to Open Legal Policy In Legislation Based On

Constitutional Court Decision) dalam Jurnal Legislasi Indoensia Vol.13 No.02 Juni. 2016. h. 112. 2 Philipus M Hadjhon , Pengantar Hukum Administrasi, ( Yogyakarta : UGM Press,

2004). h. 128-129.

Page 68: PENERAPAN AMBANG BATAS PRESIDENSIL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47970...Indonesia, UUD NRI 1945 merupakan suatu aturan dasar atau aturan pokok yang merupakan

54

keputusan yang diambil oleh pemerintah harus mempunyai legitimasi yang

jelas agar keputusan tersebut tidak sewenang-wenang. Untuk membentuk

itu semua diperlukan suatu metode untuk membuat peraturan Perundang-

undangan agar bisa diterapkan dan penerapanya sesuai dengan apa yang

diharapkan oleh masyarakat cara tersebut adalah Politik Hukum.

Indonesia Negara Berdasarkan Atas Hukum buku karangan dari

Padmo Wahyono memberikan penjelasan politik hukum adalah kebijakan

dasar yang menentukan arah, bentuk maupun isi dari hukum yang akan

dibentuk3. Menurut Soedarto politik hukum adalah kebijaksanaan dari

negara dengan perantara lembaga-lembaga yang berwenang untuk

menetapkan suatu aturan yang dikehendaki untuk memanifestasikan apa

yang dicita-citakan. 4 Sejalan dengan itu semua Moh.Mahfud MD

menyatakan secara eksplisit seperti yang dikutip dalam Disertasinya

Djawahir Hejazziey politik hukum adalah legal atau garis (kebijakan)

resmi tentang hukum yang diberlakukan baik dengan pembuatan hukum

baru maupun dengan penggantian hukum lama, dalam rangka untuk

mencapai tujuan negara.5 Melihat pendelegasian kewenangan dari

Undang-Udang Dasar ke undang-undang tersebut, dapat peneliti katakan

itu merupakan legal policy atau politik hukum untuk menentukan arah

kebijakan hukum apa yang akan diambil oleh lembaga berwenang dalam

hal ini adalah Dewan Perwakilan Rakyat untuk memanifestasikan visi dan

misi dari norma fundamental negara yakni Pancasila dan Norma dasar

yaitu UUD NRI 1945.

Meskipun Dewan Perwakilan Rakyat memiliki kewenangan untuk

membuat suatu legal policy melalui politik hukumnya namun sejatinya

dalam pembuatan suatu undang-undang yang tentu saja merupakan hukum

publik yang berlaku untuk seluruh warga negara kegiatan tersebut dapat

3 Padmo Wahyono, Indonesia Negara Berdasarkan atas Hukum Cet II, (Jakarta : Ghalia

Indonesia, 1986). h. 160. 4 Soedarto , Hukum Pidana dan Perkembangan Masyarakat dalam Kajian Hukum Pidana

, ( Bandung : Sinar Baru, 1983). h. 20. 5 Djawahir Hejazziey, Politik Hukum Nasional Tentang Perbankan Syariah Di Indonesia,

(Jakarta : Uin Jakarta, 2010). h.26.

Page 69: PENERAPAN AMBANG BATAS PRESIDENSIL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47970...Indonesia, UUD NRI 1945 merupakan suatu aturan dasar atau aturan pokok yang merupakan

55

dikatakan sebagai freies Ermessen sebagai mana yang dinyatakan oleh

Zafarullah yang dikutip oleh Radita Adjie bahwasanya freies Ermessen

adalah kewenangan yang sah untuk turut ikut campur dalam tugas

menyelenggarakan kepentingan umum6. Menurut Sjachran Basah

sebagaimana dikutip oleh Syofrin Syofyan freies Ermessen merupakan

suatu tindakan dalam rangka menyelenggarakan kegiatan pelayanan publik

mendapatkan kebebasan untuk bertindak atau inisiatif sendiri yang

dimungkinkan oleh hukum untuk menyelesaikan persoalan-persoalan

penting dan mendesak atau keleluasaan dalam menentukan kebijakan-

kebijakan melalui sikap tindakan administrasi negara yang dapat

dipertanggungjawabkan oleh sebab, itu tindakan tersebut seharusnya

dilakukan tidak sewenang-wenang karena akan dipertanggungjawabkan

apalagi jika kita melihat konteks Negara Indonesia adalah Negara Hukum

sesuai dengan amanat konstitusi oleh karena itu freies Ermessen memiliki

unsur-unsur sebagai berikut7 :

1. Menjalankan Tugas-tugas servis publik

2. Menjadikan sikap tindakan yang aktif dari administrasi negara

3. Sikap dan tindakan itu dimungkinkan oleh hukum

4. Sikap dan tindakan itu dilakukan atas inisiatif sendiri

5. Sikap dan tindakan itu diperlukan dalam dalam menyelesaikan

persoalan yang muncul tiba-tiba

6. Sikap dan tindakan itu untuk menentukan kebijakan-kebijakan

7. Sikap dan tindakan itu harus dipertanggungjawabkan baik secara

moral maupun hukum.

Untuk itu dalam menyelengarakan pelayanan publik dalam hal ini

membuat Undang-Undang Dewan Perwakilan Rakyat tidak boleh

sewenang-wenang dengan melakukan tindakan-tindakan diluar tujuan

6 Radita Adjie, “Batasan Pilihan Kebijakan Pembentuk Undang-Undang Berdasarkan

Tafsir Putusan Mahkamah Konstitusi ( Limit to Open Legal Policy In Legislation Based On

Constitutional Court Decision) dalam Jurnal Legislasi Indoensia Vol.13 No.02 Juni. 2016, h. 113. 7 Syofrin Syofyan, Asas freies Ermessen dan Aspek Perpajakan Leasing Menurut

Keputusan Menteri Keuangan No.1169/KMK.01/1991Tentang Kegiatan Sewa Guna Usaha

(Leasing), dalam jurnal Veritas et Justitia Vol.3 No.1. Juni, 2017, h. 4.

Page 70: PENERAPAN AMBANG BATAS PRESIDENSIL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47970...Indonesia, UUD NRI 1945 merupakan suatu aturan dasar atau aturan pokok yang merupakan

56

kewenagan yang diberikan atau biasa disebut sebagai detournement de

pouvoir karena setiap perbuatan pemerintah dalam hal ini adalah Dewan

Perwakilan Rakyat yang merugikan Rakyatnya karena detournement de

pouvoir dapat dituntut di muka hakim baik melalui peradilan administrasi

negara maupun peradilan umum. 8 yang berarti jika kita kaitkan dengan

konteks pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar adalah

peradilan konstitusi.

Keberlakuan politik hukum disatu wilayah dengan wilayah lain

sangatlah berbeda. Perbedaan ini disebabkan karena adanya perbedaan

latar belakang kesejarahan, pandangan dunia, sosial-budaya atau value

yang ada di masyarakat dan political will dari masing-masing wilayah oleh

sebab itu ada faktor-faktor yang mempengaruhi politik hukum itu sendiri

diantaranya adalah kekuasaan pembentuk hukum, elite politik, sistem

ketatanegaraan dan perkembangan kedinamisan hukum itu sendiri. 9 oleh

sebab itu, politik hukum seharusnya selalu melihat nilai atau value yang

ada di masyarakat seperti nilai keagamaan, ras, suku maupun adat istiadat

yang tumbuh di masyarakat. Sebagai manifestasi dari itu semua para

founding fathers tentunya sudah berpikir sangat jauh dengan membuat

suatu staatfundamental norm yaitu Pancasila sebagai jati diri Bangsa

Indonesia dan di suatu aturan dasar yaitu grundnorm UUD NRI 1945

tepatnya pada bagian prembule alinea ke-IV sebagai tujuan dari Negara

Indonesia kedua hal tersebut merupakan rambu-rambu dalam menentukan

suatu arah kebijakan yang akan diambil oleh pemerintah dalam hal ini

adalah Dewan Perwakilan Rakyat selaku pemegang kekuasaan membentuk

suatu Undang-Undang. Berdasarkan apa yang telah peneliti kemukakan

diatas peneliti berpandangan bahwa Dewan Perwakilan Rakyat diberikan

suatu keleluasaan dalam menentukan arah kebijakan hukum atau legal

policy yang akan diambil dalam hal pembuatan Undang-Undang bersama

Presiden sepanjang norma dalam undang-undang tersebut :

8 Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara,… h. 177-178 9 Djawahir Hejazziey, Politik Hukum Nasional Tentang Perbankan Syariah Di

Indonesia ,...h.34

Page 71: PENERAPAN AMBANG BATAS PRESIDENSIL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47970...Indonesia, UUD NRI 1945 merupakan suatu aturan dasar atau aturan pokok yang merupakan

57

1. Tidak bertentangan dengan Pancasila sebagai jati diri Bangsa

Indonesia

2. Tidak bertentangan dengan Norma dasar Negara Indonesia yakni

UUD NRI 1945

3. Tidak melampaui kewenangan yang diberikan kepada pembentuk

undang-undang

4. Tidak menyalahgunakan kewenangan tersebut

B. Mahkamah Konstitusi Sebagai Penafsir Tunggal Undang-Undang

Dasar Negara Indonesia Tahun 1945

Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu pelaku kekuasaan

kehakiman sebagai mana yang dimaksud dalam Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Hal tersebut tercantum dalam

Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang

Mahkamah Konstiusi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24

Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstiusi.

Ketentuan diatas merupakan adanya suatu pemberian kewenangan

yang bersifat atribusi tepatnya pada Pasal 24 Ayat (1) dan (2) Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi :

“ Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan

badan peradilan di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum,

lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan

peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi “

“ Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan

kehakiman diatur dalam Undang-Undang”

Adanya pemberian wewenang yang bersifat atribusi dari Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ke Undang-

Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstiusi

sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011

Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang

Mahkamah Konstiusi, yang bermakna bahwa pemberian kewenangan

Page 72: PENERAPAN AMBANG BATAS PRESIDENSIL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47970...Indonesia, UUD NRI 1945 merupakan suatu aturan dasar atau aturan pokok yang merupakan

58

tersebut melahirkan kewenangan baru serta tanggung jawab yang baru

pula.

Sebagai konsekuensi dari Pasal 1 Ayat (3) UUD NRI 1945 Indonesia

merupakan negara yang berdasarkan atas hukum. Setiap kebijakan yang

diambil harus memiliki legal standing yang jelas agar mendapat legalitas

secara formil maupun materil. Sejalan dengan hal tersebut, Indonesia

merupakan Negara hukum yang demokratis yang berarti bahwa Negara

Indonesia memberikan keleluasaan untuk berserikat, berkumpul, dan

mengeluarkan pendapat yang terdapat dalam Pasal 28 E UUD NRI 1945.

Namun, tentunya bukan berarti diberikan sebebas-bebasnya, tetapi juga

ada rambu-rambu yang tidak boleh di lewati oleh karena itu negara hukum

yang demokratis menyiratkan bahwa keberadaan suatu hukum yang tidak

totaliter namun hukum yang berpihak kepada rakyat dan menjunjung

tinggi hak-hak asasi.

Sejalan dengan hal tersebut, terbentuknya Mahkamah Konstitusi tidak

lepas dari amandemen ketiga UUD NRI 1945 yang sebelumnya Majelis

Permusyawaratan Rakyat merupakan satu-satunya lembaga yang

memegang kedaulatan rakyat. Namun setelah amandemen ketiga ini,

kedaulatan rakyat berada di tangan rakyat dan dilaksanakan Menurut UUD

NRI 1945. Kenyataan tersebut memunculkan asumsi baru bahwa suatu

keputusan yang diambil secara demokratis tidak selalu sesuai dengan

konstitusi Negara Indonesia yaitu UUD NRI 1945.10

Dalam konteks tersebut, artinya terjadi sustu pergeseran yaitu yang

sebelumnya merupakan supremasi parlemen (MPR) dimana parlemen

memiliki kewenangan absolut dalam membentuk suatu Undang-Undang

dan tidak bisa dibatalkan oleh lembaga Negara apapun namun, sekarang

terjadi pergeseran menjadi supremasi konstitusi yang bermakna bahwa

parlemen dalam ini tetap mempunyai kewenangan dalam membentuk

10 Janedjri M. Gaffar, Kedudukan, Fungsi, dan Peran Mahkamah Konstitusi Dalam

Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia, dalam Jurnal Mahkamah Konstitusi, Oktober 2009, h.

8.

Page 73: PENERAPAN AMBANG BATAS PRESIDENSIL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47970...Indonesia, UUD NRI 1945 merupakan suatu aturan dasar atau aturan pokok yang merupakan

59

suatu Undang-undang. Namun, jika ada suatu materi muatan yang

dianggap melanggar hak konstitusional warga Negara yang telah di jamin

oleh konstitusi atau jelas-jelas bertentangan dengan UUD NRI 1945

sebagai konstitusi maka, Undang-undang Tersebut dapat di uji

konstitusionalitasnya kepada lembaga yang berwenang mengujinya yaitu

Mahkamah Konstitusi. Dan jika terbukti Undang-undang Tersebut

bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945 maka, Mahkamah Konstitusi sebagai satu-satunya lembaga

yang memiliki kewenangan dalam menafsirkan UUD NRI 1945 berhak

menyatakan Undang-Undang tersebut tidak memiliki kekuatan hukum

yang mengikat. Hal tersebut semakin menegaskan bahwa Negara

Indonesia semakin sadar betapa pentingnya untuk menegakan

konstitusionalisme yang menurut Laica Marzuki konstitusionalisme

mengandung esensi pembatasan suatu kekuasaan. 11

Dengan adanya pergeseran dari Supremasi Parlemen menjadi

Supremasi Konstitusi, Memasuki tahun politik 2019, Rhoma Irama yang

merupakan ketua umum partai IDAMAN mengajukan judical review ke

Mahkamah Konstitusi atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang

Pemilihan Umum terhadap UUD NRI 1945. Ia merasa hak

konstitusioanalnya sebagai warga negara terenggut atas disahkanya

undang-undang tersebut dengan Nomor Perkara 53/PUU-XV/2017.

Permohon dalam permohonan tersebut meminta Mahkamah sebagai

satu-satunya lembaga yang berwenang dalam menafsirkan Undang-UUD

NRI 1945 untuk menguji Pasal 173 Ayat (1) sepanjang frasa “telah

ditetapkan”, Pasal 173 Ayat (3) dan Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7

Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU No. 7 Tahun 2017, LN No.

182, TLN No. 6109) terhadap UUD NRI 1945.

Dalam hal legal standing sesuai dengan Pasal 51 Ayat (1) Undang-

Undang Mahkamah Konstitusi harus memenuhi 5 (lima) syarat yaitu :

11 M. Laica Marzuki, Konstitusi dan Konstitusionalisme, dalam Jurnal Konstitusi Vol 7

No.4, Agustus 2010, h. 4

Page 74: PENERAPAN AMBANG BATAS PRESIDENSIL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47970...Indonesia, UUD NRI 1945 merupakan suatu aturan dasar atau aturan pokok yang merupakan

60

a. adanya hak dan/atau kewenangan konstitusional Pemohon yang

diberikan oleh UUD NRI 1945

b. hak dan/atau kewenangan konstitusional tersebut oleh Pemohon

dianggap dirugikan oleh berlakunya undang-undang yang dimohonkan

pengujian;

c. kerugian konstitusional tersebut harus bersifat spesifik (khusus) dan

aktual atau setidak-tidaknya potensial yang menurut penalaran yang

wajar dapat dipastikan akan terjadi;

d. adanya hubungan sebab-akibat (causal verband) antara kerugian

dimaksud dan berlakunya undang-undang yang dimohonkan

pengujian;

e. adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan,

maka kerugian konstitusional seperti yang didalilkan tidak akan atau

tidak lagi terjadi

Menurut Pemohon dalam hal legal standing ia merasa telah memenuhi

persyaratan yang terdapat dalam lima syarat diatas. Yaitu dengan

mendapat kerugian atau setidak-tidaknya potensial merugikan Pemohon.

Hal ini karena mengatur ketentuan yang sangat tidak adil dan bersifat

diskriminatif yang diberlakukan kepada Pemohon sebagai partai politik

berbadan hukum dalam kepesertaan Pemilu pada Pemilu berikutnya

(2019). Oleh karena itu dalam posita Pemohon terkait dengan presidential

threshold pemohon merasa Bahwa walaupun Putusan Mahkamah

Konstitusi Nomor 14/PUU-XI/2013 menyatakan “... ketentuan Pasal

persyaratan perolehan suara partai politik sebagai syarat untuk

mengajukan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden merupakan

kewenangan pembentuk Undang-Undang …” sebagai open legal policy,

namun tidak bulat dan utuh sebagai open legal policy dari seluruh

kehendak wakil rakyat di DPR RI. Ada Partai Gerindra, Partai Demokrat,

Partai Keadilan Sejahtera, Partai Amanat Nasional yang walk out dan

menolak dari open legal policy yang dipaksakan oleh partai politik

endukung pemerintah dan pemerintah. Penentuan open legal policy Pasal

Page 75: PENERAPAN AMBANG BATAS PRESIDENSIL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47970...Indonesia, UUD NRI 1945 merupakan suatu aturan dasar atau aturan pokok yang merupakan

61

222 UU a quo nyata-nyata merupakan manipulasi politik dan tarik menarik

kepentingan Partai Politik Oposisi yang ada di DPR RI, partai politik

pendukung pemerintah, dan pemerintah. Di dalam permohonan ini

diuraikan open legal policy Pasal 222 UU a quo yang demikian nyata-

nyata bertentangan dengan UUD NRI 1945.

Pemohon merasa bahwa ambang batas pengusungan calon Presiden

dan Wakil Presiden (Presidential Treshold) sebagaimana dimaksud Pasal

222 UU a quo sudah pernah digunakan pada pemilu Tahun 2014 sehingga

sangat tidak relevan dan daluarsa ketika diterapkan sebagai prasyarat

pencalonan Presiden dan Wakil Presiden yang dilaksanakan secara

serentak bersamaan pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD pada tahun

2019 dan juga bahwa syarat 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi

DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah secara

nasional pada pemilu anggota DPR pada pemilu tahun 2014 sudah

digunakan untuk mengusung Pasangan Calon Joko Widodo-Jusuf Kalla

dan pasangan calon Prabowo Subianto-Hatta Rajasa pada Pemilihan

Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014. Diibaratkan ketentuan Pasal 222

UU a quo adalah tiket bioskop maka tiket bioskop ini telah disobek untuk

menonton pertunjukan film yang telah lalu.

Ketentuan Presidential Treshold jika diberlakukan maka, akan terjadi

politik transaksional yang nyata-nyata menciderai demokrasi itu sendiri.

Dan akan sia-sia maksud dan tujuan Rhoma Irama dalam mendirikan

Partai Idaman sebagai partai pengusung calon Presiden pada Pemilu 2019.

politik transaksional tersebut merupakan praktik yang harus dihilangkan

karena menciderai sendi-sendi demokrasi dan justru akan merusak sistem

presidensil dimana kedudukan Presiden dengan DPR adalah kedudukan

yang setara dan seimbang. Menjadikan persentase hasil pemilu legislatif

sebagai basis menghitung ambang batas mengajukan calon presiden tidak

dapat dibenarkan sama sekali dalam sistem presidensil.

Atas dasar itu pemohon meminta kepada Mahkamah untuk

mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya dan menyatakan

Page 76: PENERAPAN AMBANG BATAS PRESIDENSIL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47970...Indonesia, UUD NRI 1945 merupakan suatu aturan dasar atau aturan pokok yang merupakan

62

Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan

Umum (UU No. 7 Thn 2017, LN No. 182, TLN No. 6109) bertentangan

dengan UUD NRI 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Namun sangat disayangkan setelah melalui pertimbangan hukumnya

yang akan peneliti analisis pada sub bab selanjutnya, Menurut Mahkamah,

permohonan Pemohon sepanjang berkenaan dengan Pasal 222 undang-

undang pemilu adalah tidak beralasan menurut hukum. Atas Putusan

Mahkamah Konstitusi Nomor 53/PUU-XV/2017 yang bersifat final and

binding berimplikasi pada aturan pemilihan umum serentak 2019 yang

tetap mengacu pada Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017

Tentang Pemilihan Umum yang tetap memberlakukan syarat pencalonan

Presiden dan Wakil dapat diusulkan oleh partai politik atau gabungan

partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi

paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau

memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah secara nasional

pada Pemilu anggota DPR sebelumnya dan menghadirkan hanya ada 2

pasang calon Presiden dan Wakil Presiden yaitu Joko Widodo dan KH.

Ma’ruf Amin yang mempunyai dukungan dari beberapa partai yang duduk

di parlemen diantaranya adalah PDIP, GOLKAR, NASDEM, PKB, PPP,

PKPI, PSI, PERINDO, GARUDA dan HANURA sedangkan, pasangan

Prabowo Subianto dan Sandiaga Salahuddin Uno mendapat dukungan dari

partai GERINDRA, PKS, Partai Berkarya, DEMOKRAT, dan PAN.

C. Analisis Pertimbangan Hukum Berkenaan dengan Presidential

Threshold dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 53/PUU-

XV/2017

Dalam Pertimbangan Hukum terkait dengan presidential threshold

Mahkamah mempertimbangan beberapa point diantaranya adalah :

a. Dalam pokok permohonan menurut Mahkamah yang pertama Bahwa

harus senantiasa diingat, salah satu substansi penting perubahan UUD

NRI 1945 adalah penguatan sistem pemerintahan presidensial.

Page 77: PENERAPAN AMBANG BATAS PRESIDENSIL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47970...Indonesia, UUD NRI 1945 merupakan suatu aturan dasar atau aturan pokok yang merupakan

63

Substansi ini bahkan merupakan salah satu dari lima kesepakatan

politik penting yang diterima secara aklamasi oleh seluruh fraksi yang

ada di Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) pada tahun 1999

sebelum melakukan perubahan terhadap UUD NRI 1945. Lahirnya

kesepakatan ini didahului oleh perdebatan karena adanya keragu-

raguan dan perbedaan pendapat perihal sistem pemerintahan yang

dianut oleh UUD NRI 1945 (sebelum dilakukan perubahan), apakah

sistem presidensial ataukah parlementer sebab ciri-ciri dari kedua

sistem tersebut terdapat dalam UUD NRI 1945 (sebelum dilakukan

perubahan) dan dalam praktiknya secara empirik. Ciri sistem

presidensial tampak, di antaranya, bahwa Presiden dan Wakil Presiden

memerintah dalam suatu periode tertentu (fixed executive term of

office), jika Presiden berhalangan ia digantikan oleh Wakil Presiden

sampai habis masa jabatannya, Presiden adalah kepala negara

sekaligus kepala pemerintahan, Presiden dan menteri-menteri tidak

bertanggung jawab kepada DPR. Sementara itu, ciri sistem

Parlementer ditunjukkan, antara lain, bahwa Presiden dan Wakil

Presiden tidak dipilih langsung oleh rakyat melainkan oleh MPR

(yang saat itu secara fungsional maupun keanggotaannya adalah

parlemen dalam arti luas), Presiden bertanggung jawab kepada MPR,

Presiden setiap saat dapat diberhentikan oleh MPR karena alasan

politik yaitu jika MPR berpendapat bahwa Presiden sungguh-sungguh

telah melanggar garis-garis besar dari pada haluan negara, Presiden

menjalankan pemerintahan bukan didasarkan atas program-program

yang disusunnya sendiri berdasarkan visinya dalam

mengimplementasikan amanat Konstitusi (UUD NRI 1945) melainkan

hanya melaksanakan apa yang dimandatkan oleh MPR yaitu berupa

garis-garis besar dari pada haluan negara. Oleh karena itu, melalui

perubahan UUD NRI 1945, ciri-ciri sistem presidensial itu ditegaskan

dan, sebaliknya, ciri-ciri sistem parlementer dihilangkan. Saat ini,

sistem pemerintahan presidensial menurut UUD NRI 1945 dapat

Page 78: PENERAPAN AMBANG BATAS PRESIDENSIL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47970...Indonesia, UUD NRI 1945 merupakan suatu aturan dasar atau aturan pokok yang merupakan

64

diidentifikasi secara tegas berdasarkan ciri-ciri, antara lain, Presiden

dan Wakil Presiden)dipilih langsung oleh rakyat; Presiden dan Wakil

Presiden memegang jabatannya dalam suatu peroide yang ditentukan;

Presiden adalah kepala negara sekaligus kepala pemerintahan;

Presiden tidak bertanggung jawab kepada MPR (maupun DPR);

Presiden tidak dapat dijatuhkan atau diberhentikan dalam masa

jabatannya karena alasan politik melainkan hanya jika terbukti

melakukan pelanggaran hukum atau jika terbukti memenuhi keadaan

sebagaimana disebutkan dalam UUD NRI 1945 setelah melalui

putusan pengadilan terlebih dahulu (in casu Mahkamah Konstitusi).

b. Kedua, bahwa, penguatan sistem pemerintahan presidensial yang

dilakukan melalui perubahan UUD NRI 1945 sebagaimana diuraikan

pada point a diatas telah cukup memenuhi syarat untuk

membedakannya dari sistem parlementer kendatipun tidak semua ciri

yang secara teoretik terdapat dalam sistem presidensial secara eksplisit

tersurat dalam UUD NRI 1945. Sebagaimana telah menjadi

pemahaman umum di kalangan ahli ilmu politik maupun hukum tata

negara, secara teoretik, sistem pemerintahan presidensial memuat ciri-

ciri umum, meskipun tidak dalam setiap sistem pemerintahan

Presidensial dengan sendirinya menunjukkan seluruh ciri-ciri

dimaksud. Pertama, lembaga perwakilan (assembly) adalah lembaga

yang terpisah dari lembaga kepresidenan. Kedua, Presiden dipilih oleh

rakyat untuk suatu masa jabatan tertentu. Jadi, baik Presiden maupun

lembaga perwakilan sama-sama memperoleh legitimasinya langsung

dari rakyat pemilih. Karena itu, Presiden tidak dapat diberhentikan

atau dipaksa berhenti dalam masa jabatannya oleh lembaga

perwakilan (kecuali melalui impeachment karena adanya pelanggaran

yang telah ditentukan). Ketiga, Presiden adalah kepala pemerintahan

sekaligus kepala negara. Keempat, presiden memilih sendiri menteri-

menteri atau anggota kabinetnya (di Amerika disebut Secretaries).

Kelima, Presiden adalah satu-satunya pemegang kekuasaan eksekutif

Page 79: PENERAPAN AMBANG BATAS PRESIDENSIL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47970...Indonesia, UUD NRI 1945 merupakan suatu aturan dasar atau aturan pokok yang merupakan

65

(berbeda dari sistem parlementer di mana perdana menteri adalah

primus interpares, yang pertama di antara yang sederajat). Keenam,

anggota lembaga perwakilan tidak boleh menjadi bagian dari

pemerintahan atau sebaliknya. Ketujuh, Presiden tidak bertanggung

jawab kepada lembaga perwakilan melainkan kepada konstitusi.

Kedelapan, Presiden tidak dapat membubarkan lembaga perwakilan.

Kesembilan, kendatipun pada dasarnya berlaku prinsip supremasi

konstitusi, dalam hal-hal tertentu, lembaga perwakilan memiliki

kekuasaan lebih dibandingkan dengan dua cabang kekuasaan lainnya.

Hal ini mengacu pada praktik (di Amerika Serikat) di mana Presiden

yang diberi kekuasaan begitu besar oleh konstitusi namun dalam hal-

hal tertentu ia hanya dapat melaksanakan kekuasaan itu setelah

mendapatkan persetujuan kongres. Kesepuluh, presiden sebagai

pemegang pucuk pimpinan kekuasaan eksekutif bertanggung jawab

langsung kepada pemilihnya. Kesebelas, berbeda dari sistem

parlementer di mana parlemen merupakan titik pusat dari segala

aktivitas politik, dalam sistem presidensial hal semacam itu tidak

dikenal.

c. Ketiga, bahwa memperkuat sistem presidensial selain dalam

pengertian mempertegas ciri-cirinya, sebagaimana diuraikan pada

point a di atas, juga memiliki makna lain yakni dalam konteks sosio-

politik. Secara sosio-politik, dengan mempertimbangkan

keberbhinekaan atau kemajemukan masyarakat Indonesia dalam

berbagai aspek, jabatan Presiden dan Wakil Presiden atau lembaga

kepresidenan adalah simbol pemersatu bangsa, simbol keindonesiaan.

lembaga kepresidenan diidealkan harus mencerminkan perwujudan

“rasa memiliki” seluruh bangsa dan rakyat Indonesia. Oleh karena itu,

lembaga kepresidenan harus merepresentasikan realitas

keberbhinekaan atau pluralitas masyarakat Indonesia itu. Dari dasar

pemikiran itulah semangat constitutional engineering yang tertuang

dalam Pasal 6A Ayat (3) UUD NRI 1945 yang berlaku saat ini harus

Page 80: PENERAPAN AMBANG BATAS PRESIDENSIL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47970...Indonesia, UUD NRI 1945 merupakan suatu aturan dasar atau aturan pokok yang merupakan

66

dipahami untuk mencapai tujuan dimaksud. Pasal 6A Ayat (3) UUD

NRI 1945 menyatakan,

“Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang mendapatkan

suara lebih dari lima puluh persen dari jumlah suara dalam

pemilihan umum dengan sedikitnya dua puluh persen suara di setiap

provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di

Indonesia, dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden.”

Dengan rumusan demikian, seseorang yang terpilih sebagai Presiden

(dan Wakil Presiden) Republik Indonesia tidak cukup hanya

memenangi dukungan bagian terbesar suara rakyat (mendapatkan

suara lebih dari lima puluh persen dari jumlah suara dalam pemilihan

umum”) tetapi juga dukungan suara daerah (“dengan sedikitnya dua

puluh persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari

setengah jumlah provinsi di Indonesia). Dengan semangat

constitutional engineering demikian, pemilihan Presiden dan Wakil

Presiden bukanlah sekadar perhelatan dan kontestasi memilih kepala

negara dan kepala pemerintahan untuk jangka waktu tertentu

melainkan juga diidealkan sebagai bagian dari upaya penguatan

kebangsaan Indonesia yang bertolak dari kesadaran akan realitas

empirik masyarakat Indonesia sebagai masyarakat majemuk dalam

beragam aspek kehidupannya. Bilamana cara ideal ini tidak tercapai,

barulah ditempuh cara berikutnya sebagaimana tertuang dalam Pasal

6A Ayat (4) UUD NRI 1945 yang menyatakan,

“Dalam hal tidak ada pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden

terpilih, dua pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak

pertama dan kedua dalam pemilihan umum dipilih oleh rakyat secara

langsung dan pasangan yang memperoleh suara terbanyak dilantik

sebagai Presiden dan Wakil Presiden.”

Dalam hal ini dikonstruksikan bahwa sebelumnya terdapat lebih dari

dua pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden namun tidak terdapat

satu pasangan pun yang memenuhi kriteria keterpilihan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 6A Ayat (3) UUD NRI 1945 sehingga perlu

dilakukan pemilihan putaran kedua dari dua pasangan calon yang

memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua (pada pemilihan

Page 81: PENERAPAN AMBANG BATAS PRESIDENSIL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47970...Indonesia, UUD NRI 1945 merupakan suatu aturan dasar atau aturan pokok yang merupakan

67

putaran pertama). Dalam putaran kedua ini tidak lagi dibutuhkan

pemenuhan syarat persebaran provinsi sebagaimana diatur dalam

Pasal 6A Ayat (3) UUD NRI 1945 melainkan siapa pun pasangan

yang memperoleh suara terbanyak dari dua kandidat pasangan calon

Presiden dan Wakil Presiden pada pemilihan putaran kedua itu,

pasangan itulah yang dilantik sebagai pasangan Presiden dan Wakil

Presiden terpilih.

Terhadap point pertimbangan mulai dari a, b, dan c bahwasanya

sepertinya pertimbangan Mahkamah berargumen pada intinya adanya

presidential Threshold ini merupakan penguatan sistem presidensial.

Namun, menurut peneliti munculnya presidential threshold sebagai

penguatan sistem presidensil nampaknya harus di rekonseptualisasi.

Pasalnya, secara teoritis menurut Haris Syamsudin, basis legitimasi

seorang presiden dalam sistem presidensial tidak ditentukan oleh formasi

politik dari hasil pemilu legislatif yang ada di parlemen. Lembaga

kepresidenan dan lembaga parlemen merupakan dua institusi yang berbeda

dalam sistem presidensial yang berarti keduanya tidak tergantung satu

sama lain. Presiden dan pemerintahanya pada dasarnya harus tetap bekerja

secara efektif tanpa harus bergantung sepenuhnya terhadap dukungan

parlemen. 12

Seperti yang dikatakan oleh Montesqieu bahwasanya perlu

adanya satu satu konsep dalam bernegara dengan melakukan pemisahan

atas kekuasaan-kekuasaan yang ada di negara tersebut dengan kedudukan

yang sejajar sehingga dapat saling mengendalikan dan saling mengimbangi

satu sama lain (Checks and Balances) oleh karena itu Montesqiueu

memisahkan tiga lembaga yakni legislastif sebagai pembuat Undang-

Undang, eksekutif sebagai pelaksana undang-undang, dan yudikatif

sebagai pengadilan atas pelanggaran undang-undang. Hal ini jelas bahwa

berarti lembaga parlemen dan lembaga kepresidenan terpisah dan memiliki

atau memperoleh legitimasi langsung dari rakyat pemilih. Pandangan

12 Haris Syamsudin, Evaluasi Pemilihan Presiden Langsung Di Indonesia, (Yogyakarta : Pustaka Peajar, 2016). h. 251.

Page 82: PENERAPAN AMBANG BATAS PRESIDENSIL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47970...Indonesia, UUD NRI 1945 merupakan suatu aturan dasar atau aturan pokok yang merupakan

68

peneliti memang bahwasanya lembaga parlemen sudah memiliki legitimasi

langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum. Rakyat memilih wakilnya

sesuai dengan daerah pemilihanya dan jika mereka terpilih begitu juga

partai politik yang ia tunggangi lolos dari parlementary threshold maka

wakilnya tersebut akan langsung dilantik untuk menjadi anggota parlemen

(DPR). Namun, lain halnya dengan lembaga kepresidenan jika di

syaratkan ada pembatasan dalam pencalonan presiden atau presidential

threshold yang berasal dari kursi parlemen (DPR).

Ketentuan tersebut menurut peneliti justru bukan akan memperkuat

sistem Presidensial namun justru akan berpotensi mencampurnya dengan

sistem Parlementer. Dimana dalam sistem parlementer pemberian

legitimasi dari rakyat berlangsung secara satu arah mulai dari rakyat

memilih parlemen (partai politik) kemudian parlemen (partai politik)

memilih eksekutif dalam hal ini adalah perdana menteri sebagai kepala

pemerintahan oleh karena itu kedudukan Perdana Menteri (Eksekutif)

lebih rendah dibanding dengan parlemen sebab Perdana Menteri

bertanggung jawab kepada parlemen13 sedangkan, untuk pemilihan

presiden dengan syarat presidential threshold maka, calon Presiden dan

Wakil Presiden terlebih dahulu harus memiliki dukungan dari parlemen

terlebih dahulu sebesar angka yang ditentukan baru kemudian setelah

memenuhi ambang batas tersebut barulah seseorang dapat dicalonkan

sebagai calon Presiden dan Wakil Presiden dan kemudian setelah itu baru

dapat dipilih secara langsung oleh rakyat. Disini terlihat jelas bahwa jika

terdapat ketentuan presidential threshold artinya lembaga kepresidenan

tidak memiliki legitimasi secara langsung melalui rakyat namun harus

melewati kontrak politik yang terjadi di parlemen.

Terlebih jika dikaitkan dengan pemilihan umum langsung yang dianut

oleh Negara Indonesia, secara konseptual, mekanisme dalam pengisian

13 Moh.Mahfud MD, Dasar dan Struktur Ketatanegaraan Indonesia, (Jakarta : Rineka

Cipta, 2001), h.74.

Page 83: PENERAPAN AMBANG BATAS PRESIDENSIL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47970...Indonesia, UUD NRI 1945 merupakan suatu aturan dasar atau aturan pokok yang merupakan

69

jabatan Presiden dan Wakil Presiden secara langsung oleh rakyat telah

memberikan sebuah gambaran bahwa terjadi kontrak sosial antara pemilih

dan orang yang akan dipilihnya. Presiden dan Wakil Presiden yang dipilih

langsung oleh rakyat akan mendapat mandat dan dukungan yang lebih rill

dari rakyat dan kemauan pemilih akan menjadi legitimasi Presiden dan

Wakil Presiden dalam menjalankan kekuasaanya dalam mengelola negara.

14 jika kita kaitkan dengan adanya ketentuan presidential threshold maka,

hal tersebut membuat pemilihan umum secara langsung kehilangan

esensinya karna dengan adanya ketentuan tersebut artinya Presiden dan

Wakil Presiden pemilih tidak mendapatkan mandat atau dukungan riil dari

rakyat, karna sebelumnya untuk dapat menjadi calon Presiden dan Wakil

Presiden harus melewati ambang batas yang ditentukan dari hasil kontrak

politik yang terjadi di parlemen. Sejalan dengan hal tersebut, menurut

Saldi Isra, ada beberapa alasan yang sangat mendasar mengapa dilakukan

pemilihan umum secara langsung, yaitu 15

:

1. Presiden dan Wakil Presiden yang terpilih melalui pemilihan secara

langsung akan mendapat mandat dan dukungan riil dari rakyat sebagai

wujud kontrak sosial anatara pemilih dan calon yang akan dipilihnya,

kemauan yang memilih akan menjadi legitimasi bagi Presiden dan

Wakil Presiden dalam menjalankan kekuasaanya

2. Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara langsung secara

otomatis akan menghindari dari intrik-intrik politik dalam proses

pemilihan dengan sistem perwakilan. Intrik politik akan sangat mudah

terjadi dalam sistem multipartai. Apalagi jika pemilihan umum tidak

menghasilkan partai pemenang mayoritas, maka tawar menawar

politik menjadi sesuatu yang tidak mungkin dihindarkan

3. Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara langsung akan

memberikan kesempatan yang luas kepada rakyat untuk menentukan

14 Dahlan Thalib, Ketatanegaraan Indonesia : Prespektif Konstitusional, (Yogyakarta :

Total Media, 2009), h. 115. 15 Saldi Isra, Pemilihan Presiden Langsung dan Problematik Koalisi dalam Sistem

Presidensial,...h. 108.

Page 84: PENERAPAN AMBANG BATAS PRESIDENSIL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47970...Indonesia, UUD NRI 1945 merupakan suatu aturan dasar atau aturan pokok yang merupakan

70

pilihan secara langsung tanpa mewakilkan kepada orang lain.

Kecenderungan dalam sistem perwakilan adalah terjadinya

penyimpangan antara aspirasi rakyat dengan wakilnya. Ini semakin

diperparah oleh dominannya pengaruh partai politik yang telah

mengubah fungsi wakil rakyat menjadi wakil partai politik (political

party representation)

4. Pemilihan umum secara langsung dapat menciptakan perimbangan

antara berbagai kekuatan dalam penyelenggaraan negara terutama

dalam menciptakan mekanisme checks and balances antara Presiden

dengan lembaga perwakilan karena sama-sama dipilih oleh rakyat

d. Keempat, Bahwa pada umumnya diterima pendapat di mana

penerapan sistem pemerintahan presidensial oleh suatu negara

idealnya disertai penyederhanaan dalam sistem kepartaiannya.

Pengertian ideal di sini adalah mengacu pada efektivitas jalannya

pemerintahan. Benar bahwa terdapat negara yang menerapkan sistem

Presidensial dalam sistem pemerintahannya dan sekaligus menganut

prinsip multipartai dalam sistem kepartaiannya, namun praktik

demikian tidak menjamin efektivitas pemerintahan, lebih-lebih dalam

masyarakat yang budaya demokrasinya sedang dalam “tahap menjadi”

(in the stage of becoming). Lazimnya, faktor pengalaman sejarah dan

kondisi sosial-politik empirik memiliki pengaruh signifikan terhadap

diambilnya pilihan sistem ketatanegaraan suatu bangsa yang

kemudian dituangkan ke dalam Konstitusinya. Dalam konteks

Indonesia, bagi MPR, dengan kewenangan konstitusional yang

dimilikinya untuk mengubah Undang-Undang Dasar, pilihan untuk

membatasi jumlah partai politik secara konstitusional sesungguhnya

dapat saja dilakukan selama berlangsungnya proses perubahan

terhadap UUD 1945 (1999-2002). Namun, pilihan demikian ternyata

tidak diambil oleh MPR. Dari perspektif demokrasi, tidak diambilnya

pilihan demikian dapat dijelaskan karena dalam demokrasi, negara

harus menjamin pemenuhan hak-hak konstitusional warga negaranya.

Page 85: PENERAPAN AMBANG BATAS PRESIDENSIL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47970...Indonesia, UUD NRI 1945 merupakan suatu aturan dasar atau aturan pokok yang merupakan

71

Salah satu dari hak konstitusional dimaksud adalah hak untuk

mendirikan partai politik yang diturunkan dari hak atas kebebasan

menganut keyakinan politik dan hak atas kemerdekaan berserikat yang

dalam konteks hak asasi manusia merupakan bagian dari hak-hak sipil

dan politik (civil and political rights). Namun, di lain pihak disadari

pula bahwa sebagai konsekuensi dianutnya sistem pemerintahan

Presidensial terdapat kebutuhan untuk menyederhanakan jumlah partai

politik. Oleh karena itu, persoalannya kemudian adalah bagaimana

cara konstitusional yang dapat ditempuh agar sistem presidensial

(yang mengidealkan penyederhanaan jumlah partai politik) dapat

berjalan dengan baik tanpa perlu melakukan pembatasan secara tegas

melalui norma Konstitusi terhadap jumlah partai politik. Dalam

konteks demikianlah rumusan yang tertuang dalam Pasal 6A Ayat (2)

UUD NRI 1945 harus dipahami. Pasal 6A ayat (2) UUD NRI 1945

berbunyi :

“Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai

politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum

pelaksanaan pemilihan umum.”

Semangat constitutional engineering dalam rumusan tersebut adalah

bahwa Konstitusi mendorong agar partai-partai yang memiliki

platform, visi, atau ideologi yang sama atau serupa berkoalisi dalam

mencalonkan Presiden dan Wakil Presiden yang merupakan jabatan

eksekutif puncak dalam sistem presidensial. Apabila kemudian

ternyata bahwa partai-partai yang bergabung atau berkoalisi tersebut

berhasil dalam kontestasi pemilihan Presiden dan Wakil Presiden

maka ke depan diharapkan akan lahir koalisi yang permanen sehingga

dalam jangka panjang diharapkan akan terjadi penyederhanaan partai

secara alamiah. Dengan kata lain, penyederhanaan partai yang

dikonsepsikan sebagai kondisi ideal dalam sistem Presidensial

dikonstruksikan akan terjadi tanpa melalui “paksaan” norma

Konstitusi. Bahwa faktanya hingga saat ini penyederhanaan partai

secara alamiah tersebut belum terwujudkan di Indonesia, hal itu

Page 86: PENERAPAN AMBANG BATAS PRESIDENSIL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47970...Indonesia, UUD NRI 1945 merupakan suatu aturan dasar atau aturan pokok yang merupakan

72

bukanlah serta-merta berarti gagalnya semangat constitutional

engineering yang terdapat dalam UUD NRI 1945. Hal demikian

terjadi lebih disebabkan oleh belum terbangunnya kedewasaan atau

kematangan berdemokrasi dan terutama karena tidak

terimplementasikannya secara tepat semangat tersebut dalam Undang-

Undang yang mengatur lebih lanjut gagasan yang terdapat dalam

UUD NRI 1945 tersebut. Praktik demokrasi yang menunjukkan telah

terbentuknya budaya demokrasi tidak akan terjadi selama demokrasi

dipahami dan diperlakukan semata-mata sebagai bagian dari sistem

politik, yang artinya demokrasi belum tertanam atau terinternalisasi

sebagai bagian dari sistem nilai – yang seharusnya menjadi bagian

integral dari sistem pendidikan. Dalam konteks ini, tuntutan akan

bekerjanya fungsi pendidikan politik dari partai-partai politik menjadi

kebutuhan yang tak terelakkan. Sebab, partai politik adalah salah satu

penopang utama demokrasi dalam sistem demokrasi perwakilan

(representative democracy), lebih-lebih dalam demokrasi perwakilan

yang menuntut sekaligus bekerjanya segi-segi demokrasi langsung

sebagaimana menjadi diskursus para cerdik pandai yang

menginginkan terwujudnya gagasan deliberative democracy dalam

praktik.

e. Kelima, Bahwa, di satu pihak, tidak atau belum terwujudnya

penyederhanaan jumlah partai politik secara alamiah sebagaimana

diinginkan padahal penyederhanaan jumlah partai politik tersebut

merupakan kebutuhan bagi berjalan efektifnya sistem pemerintahan

Presidensial, sementara itu, di lain pihak, prinsip multipartai tetap

(hendak) dipertahankan dalam sistem kepartaian di Indonesia telah

ternyata melahirkan corak pemerintahan yang kerap dijadikan kelakar

sinis dengan sebutan “sistem presidensial rasa parlementer.” Sebutan

yang merujuk pada keadaan yang menggambarkan di mana, karena

ada banyak partai, Presiden terpilih ternyata tidak didukung oleh

partai yang memperoleh kursi mayoritas di DPR, bahkan dapat terjadi

Page 87: PENERAPAN AMBANG BATAS PRESIDENSIL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47970...Indonesia, UUD NRI 1945 merupakan suatu aturan dasar atau aturan pokok yang merupakan

73

di mana Presiden hanya didukung oleh partai yang memperoleh kursi

sangat minoritas di DPR. Keadaan demikian dapat dipastikan

menyulitkan Presiden dalam menjalankan pemerintahan, lebih-lebih

untuk mewujudkan program- programnya sebagaimana dijanjikan

pada saat kampanye. Ini membuat seorang Presiden terpilih (elected

President) berada dalam posisi dilematis: apakah ia akan berjalan

dengan programnya sendiri dan bertahan dengan ciri sistem

Presidensial dengan mengatakan kepada DPR “You represent your

constituency, I represent the whole people,” sebagaimana acapkali

diteorisasikan sebagai perwujudan legilitimasi langsung Presiden yang

diperolehnya dari rakyat, ataukah ia akan berkompromi dengan partai-

partai pemilik kursi di DPR agar program pemerintahannya dapat

berjalan efektif. Jika alternatif pertama yang ditempuh, pada titik

tertentu dapat terjadi kebuntuan pemerintahan yang disebabkan oleh

tidak tercapainya titik temu antara Presiden dan DPR dalam

penyusunan undang-undang padahal, misalnya, undang-undang

tersebut mutlak harus ada bagi pelaksanaan suatu program Presiden.

Berbeda halnya dengan praktik di Amerika Serikat di mana kebuntuan

dalam pembentukan suatu undang-undang tidak akan terjadi sebab

meskipun Presiden Amerika Serikat memiliki hak untuk memveto

rancangan undang-undang yang telah disetujui Kongres, namun veto

Presiden tersebut dapat digugurkan oleh tercapainya suatu suara

mayoritas bersyarat di Kongres. Mekanisme demikian tidak terdapat

dalam prosedur pembahasan rancangan Undang-Undang menurut

UUD NRI 1945. Setiap rancangan Undang- Undang mempersyaratkan

adanya persetujuan bersama DPR dan Presiden. Jika persetujuan

bersama dimaksud tidak diperoleh maka rancangan undang- undang

itu tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan DPR masa itu Pasal

20 Ayat (2) dan Ayat (3) UUD NRI 1945. Artinya, secara teoretik,

terdapat kemungkinan di mana Presiden tidak setuju dengan suatu

rancangan undang- undang meskipun seluruh fraksi yang ada di DPR

Page 88: PENERAPAN AMBANG BATAS PRESIDENSIL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47970...Indonesia, UUD NRI 1945 merupakan suatu aturan dasar atau aturan pokok yang merupakan

74

menyetujuinya, sehingga undang-undang dimaksud tidak akan

terbentuk. Sebaliknya, dimana seorang Presiden sangat

berkepentingan akan hadirnya suatu undang-undang karena hal itu

merupakan bagian dari janji kampanye yang harus diwujudkannya

namun hal itu tidak mendapatkan persetujuan DPR semata- mata

karena Presiden tidak memiliki cukup partai pendukung di DPR,

akibatnya undang-undang itu pun tidak akan terbentuk. Keadaan

demikian dapat pula terjadi dalam hal penyusunan anggaran

pendapatan dan belanja negara (APBN) yang rancangannya harus

diajukan oleh Presiden. Oleh karena itu, jika seorang Presiden terpilih

ternyata tidak mendapatkan cukup dukungan suara partai

pendukungnya di DPR maka kecenderungan yang terjadi adalah

bahwa seorang Presiden terpilih akan menempuh cara yang kedua,

yaitu melakukan kompromi-kompromi atau tawar-menawar politik

(political bargaining) dengan partai-partai pemilik kursi di DPR. Cara

yang paling sering dilakukan adalah dengan memberikan “jatah”

menteri kepada partai-partai yang memiliki kursi di DPR sehingga

yang terjadi kemudian adalah corak pemerintahan yang serupa dengan

pemerintahan koalisi dalam sistem Parlementer. Kompromi-kompromi

demikian secara esensial jelas kontradiktif dengan semangat

menguatkan sistem pemerintahan Presidensial sebagaimana menjadi

desain konstitusional UUD NRI 1945. Seberapa besar pun dukungan

atau legitimasi yang diperoleh seorang Presiden (dan Wakil Presiden)

terpilih melalui suara rakyat yang diberikan secara langsung dalam

Pemilu, hal itu tidak akan menghilangkan situasi dilematis

sebagaimana digambarkan di atas yang pada akhirnya secara rasional-

realistis “memaksa” seorang Presiden terpilih untuk melakukan

kompromi-kompromi politik yang kemudian melahirkan corak

pemerintahan “Presidensial rasa Parlementer” di atas. Keadaan

demikian hanya dapat dicegah apabila dibangun suatu mekanisme

yang memungkinkan Presiden dan Wakil Presiden terpilih memiliki

Page 89: PENERAPAN AMBANG BATAS PRESIDENSIL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47970...Indonesia, UUD NRI 1945 merupakan suatu aturan dasar atau aturan pokok yang merupakan

75

cukup dukungan suara partai-partai politik yang memiliki kursi di

DPR. Menurut Mahkamah, rumusan ketentuan Pasal 222 UU Pemilu

adalah dilandasi oleh semangat demikian. Dengan sejak awal

diberlakukannya persyaratan jumlah minimum perolehan suara partai

politik atau gabungan partai politik untuk dapat mengusulkan

pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden berarti sejak awal pula

dua kondisi bagi hadirnya penguatan sistem Presidensial diharapkan

terpenuhi, yaitu, pertama, upaya pemenuhan kecukupan dukungan

suara partai politik atau gabungan partai politik pendukung pasangan

calon Presiden dan Wakil Presiden di DPR dan, kedua,

penyederhanaan jumlah partai politik.

Dalam konteks yang pertama, dengan memberlakukan syarat

jumlah minimum perolehan suara bagi partai politik atau gabungan

partai politik untuk dapat mengusulkan pasangan calon Presiden dan

Wakil Presiden maka sejak awal pasangan calon Presiden dan Wakil

Presiden yang bersangkutan telah memiliki cukup gambaran atau

estimasi bukan saja perihal suara yang akan mendukungnya di DPR

jika terpilih tetapi juga tentang figur-figur yang akan mengisi

personalia kabinetnya, yang tentunya sudah dapat dibicarakan sejak

sebelum pelaksanaan Pemilu melalui pembicaraan intensif dengan

partai- partai pengusungnya, misalnya melalui semacam kontrak

politik di antara mereka. Benar bahwa belum tentu partai-partai

pendukung pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden akan

menguasai mayoritas kursi di DPR sehingga pada akhirnya tetap harus

dilakukan kompromi-kompromi politik dengan partai-partai peraih

kursi di DPR, namun dengan cara demikian setidak-tidaknya

kompromi-kompromi politik yang dilakukan itu tidak sampai

mengorbankan hal-hal fundamental dalam program-program pasangan

calon Presiden dan Wakil Presiden yang bersangkutan yang

ditawarkan kepada rakyat pemilih dalam kampanyenya. Dengan

Page 90: PENERAPAN AMBANG BATAS PRESIDENSIL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47970...Indonesia, UUD NRI 1945 merupakan suatu aturan dasar atau aturan pokok yang merupakan

76

demikian, fenomena lahirnya “sistem presidensial rasa parlementer”

dalam penyelenggaraan pemerintahan dapat direduksi

Sementara itu, dalam konteks yang kedua, yaitu bahwa dengan

memberlakukan persyaratan jumlah minimum perolehan suara partai

politik atau gabungan partai politik untuk dapat mengusulkan

pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden akan mendorong

lahirnya penyederhanaan jumlah partai politik, penjelasannya adalah

sebagai berikut: dengan sejak awal partai-partai politik bergabung

dalam mengusulkan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden

berarti sesungguhnya sejak awal pula telah terjadi pembicaraan ke

arah penyamaan visi dan misi partai-partai politik bersangkutan yang

bertolak dari platform masing-masing yang kemudian secara simultan

akan dirumuskan baik ke dalam program-program kampanye

pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang diusung maupun

dalam program-program kampanye partai-partai pengusung pasangan

calon Presiden dan Wakil Presiden tersebut yang akan ditawarkan

kepada rakyat pemilih. Dengan cara demikian, pada saat pelaksanaan

Pemilu, rakyat pemilih akan memiliki referensi sekaligus preferensi

yang sama ketika memilih pasangan calon Presiden dan Wakil

Presiden dan ketika memilih calon anggota DPR dari partai-partai

pengusung pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden itu sebab

Pemilu akan dilaksanakan secara serentak. Artinya, rakyat pemilih

telah sejak awal memiliki gambaran bahwa jika memilih pasangan

calon Presiden dan Wakil Presiden tertentu karena setuju dengan

program- program yang ditawarkannya maka secara rasional juga

harus memilih anggota DPR dari partai politik yang akan mendukung

tercapainya program- program tersebut yang tidak lain adalah partai-

partai politik pengusung pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden

tersebut. Pada perkembangan selanjutnya, apabila partai-partai politik

yang bergabung dalam mengusung pasangan calon Presiden dan

Wakil Presiden tersebut berhasil menjadikan pasangan calon Presiden

Page 91: PENERAPAN AMBANG BATAS PRESIDENSIL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47970...Indonesia, UUD NRI 1945 merupakan suatu aturan dasar atau aturan pokok yang merupakan

77

dan Wakil Presiden yang diusungnya itu terpilih menjadi Presiden dan

Wakil Presiden maka dengan sendirinya partai-partai politik tersebut

menjadi partai-partai yang memerintah (the ruling parties) yang

secara logika politik telah berada dalam satu kesatuan pandangan

dalam tujuan-tujuan politik yang hendak dicapai atau diwujudkan.

Pada titik itu sesungguhnya secara etika dan praktik politik partai-

partai politik tersebut telah bermetamorfosis menjadi satu partai

politik besar sehingga dalam realitas politik telah terwujud

penyederhanaan jumlah partai politik kendatipun secara formal

mereka tetap memiliki identitas tertentu sebagai pembeda namun hal

itu tidak lagi secara mendasar mempengaruhi kerjasama mereka dalam

pencapaian tujuan-tujuan mereka yang tercemin dalam program-

program dan kinerja pasangan Presiden dan Wakil Presiden yang

mereka usung bersama. Sesungguhnya dalam kedua konteks itulah

frasa “sebelum pelaksanaan pemilihan umum” dalam Pasal 6A Ayat

(2) UUD NRI 1945 didesain dan karenanya dalam kedua konteks itu

pula seharusnya diimplementasikan. Dengan kata lain, Pasal 6A Ayat

(2) UUD NRI 1945 yang selengkapnya berbunyi:

“Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh

partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum

sebelum pelaksanaan pemilihan umum”

Norma Konstitusi yang memuat desain konstitusional penguatan

sistem Presidensial dengan semangat, di satu pihak, mendorong

tercapainya keparalelan perolehan suara pasangan calon Presiden dan

Wakil Presiden dengan peroleh suara partai-partai politik pendukung

pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden tersebut di DPR serta, di

pihak lain, mendorong terwujudnya penyederhanaan partai, di mana

kedua hal itu merupakan penopang utama bekerjanya sistem

Presidensial dalam praktik penyelenggaraan pemerintahan negara.

Bahwa dalam praktik hingga saat ini keadaan demikian belum

terwujud, hal itu bukanlah berarti kelirunya desain konstitusional di

Page 92: PENERAPAN AMBANG BATAS PRESIDENSIL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47970...Indonesia, UUD NRI 1945 merupakan suatu aturan dasar atau aturan pokok yang merupakan

78

atas melainkan terutama karena belum berjalannya fungsi- fungsi

partai politik sebagai instrumen pendidikan dan komunikasi politik.

Terhadap point pertimbangan d dan e bahwasanya sepertinya

pertimbangan Mahkamah berargumen pada intinya adanya Presidential

Threshold ini merupakan suatu design konstitusional sebagai upaya dari

penyederhanaan partai politik didalam iklim Negara Indonesia yang

bersifat Multipartai. Namun, menurut pandangan peneliti design

konstitusional benar dapat dilakukan sepanjang design tersebut tidak

melanggar esensi daripada konstitusi tersebut.

Sebagai perwujudan dalam negara hukum yang berdemokrasi Negara

Indonesia tentunya harus memenuhi setiap unsur dalam berdemokrasi.

Maka dari itu, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945 yang memuat norma dasar sebagai landasan dalam

menyelenggarakan pemerimtahan Negara Indonesia sangat menghormati

nilai-nilai dalam berdemokrasi.

Perwujudan tersebut salah satunya terlihat dalam Pasal 28E Ayat (3)

UUD NRI 1945 yang berbunyi :

“Setiap orang berhak atas berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan

pendaapat.”

Konsekuensi yuridis atas norma tersebut tentunya Negara Indonesia

harus memberikan ruang untuk setiap warga negara untuk dapat

berkumpul, berserikat, maupun mengeluarkan pendapat di muka umum

atas dasar tesebut, Indonesia membentuk salah satu wadah unuk berserikat

maupun berkumpul yakni aturan pembuatan partai politik. Undang-

Undang Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas Undang-undang

Nomor 2 Tahun 2008. Pasal 1 Undang-Undang a quo memberi pengertian

partai politik adalah partai politik adalah organisasi yang bersifat nasional

dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela

atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan

membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara,

serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia

berdasarkan Pancasila dan UUD NRI 1945 bahwa dalam rangka

Page 93: PENERAPAN AMBANG BATAS PRESIDENSIL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47970...Indonesia, UUD NRI 1945 merupakan suatu aturan dasar atau aturan pokok yang merupakan

79

menguatkan pelaksanaan demokrasi dan sistem kepartaian yang efektif

sesuai dengan amanat UUD NRI 1945, diperlukan penguatan

kelembagaan serta peningkatan fungsi dan peran Partai Politik.

Berdasarkan hal diatas, di satu sisi pembentukan partai politik

diberikan jaminan dalam konstitusi namun disisi lain, dalam rangka

menjalankan demokrasi, negara juga harus dapat memastikan partai politik

yang berkualitas apalagi partai politik tersebut akan mengikuti Pemilu dan

mencalonkan Presiden sebagai kepala negara sekaligus kepala

pemerintahan dalam sistem presidensial dan tetunya partai politik tersebut

justru harus dapat dipastikan tidak menghambat jalannya demokrasi.

Artinya bahwa pendirian partai politik adalah hak setiap warga negara

namun disisi lain, untuk dapat mengikuti suatu kontestasi pemilu ada

syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi oleh partai politik tersebut.

Di sisi lain dalam sistem pemerintahan presidensial yang

menggunakan sistem multipartai dapat memunculkan fenomena

pemerintahan yang terbelah atau biasa disebut dengan divide goverment

yang salah satu penyebabnya adalah pelaksanaan Pemilihan Umum

Presiden dan Wakil Presiden terpisah dengan Pemilihan Umum Legislatif.

Kondisi tersebut memungkinkan adanya Partai Politik yang Memenangkan

Pemilu Presiden namun, gagal dalam memperoleh suara mayoritas dalam

parlemen. Oleh karena itu, untuk menghindari terbelahnya pemerintahan

maka, pelaksanaan Pemilu Presiden dan Pemilu Legislatif dilaksanakaan

secara serentak.

Sebelum Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden pada tahun

2014 Efendy Ghazali dkk melakukan Judicial Review ke Mahkamah

Konstitusi atas Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 terhadap Undang-

Undang Dasar Tahun 1945 untuk melakukan pengujianPasal 3 Ayat (5),

Pasal 9,Pasal 12 Ayat (1) dan (2), Pasal 14 Ayat (2) dan Pasal 112

Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 terhadap Pasal 4 Ayat (1), Pasal

6A Ayat (2), Pasal 22E Ayat (1) dan Ayat (2), Pasal 27 Ayat (1), Pasal

Page 94: PENERAPAN AMBANG BATAS PRESIDENSIL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47970...Indonesia, UUD NRI 1945 merupakan suatu aturan dasar atau aturan pokok yang merupakan

80

28D Ayat(1), Pasal 28H Ayat (1), dan Pasal 33 Ayat (4) UUD NRI Tahun

1945

Pada akhirnya Mahkamah Konstitusi mengeluarkan putusan Nomor

14/PUU-XI/2013 dengan mengabulkan sebagian dari apa yang di

mohonkan oleh pemohon. Konsekuensi atas keluarnya putusan mahkamah

konstitusi tersebut adalah untuk pertama kalinya Negara Republik

Indonesia melaksanakan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden dan

Pemilihan anggota legislatif (DPR, DPD, DPRD Provinsi, DPRD

Kabupaten/Kota) secara serentak.

Jika di kaitkan dengan konteks presidential threshold sebagai

penyederhanaan partai politik maka, peneliti lebih setuju dengan

mekanisme Pemilu Serentak ini dijadikan sebagai sistem peyederhanaan

partai politik dibanding dengan diterapkanya presidential threshold.

Karena mekanisme pemilu serentak jika dijadikan sebagai mekanisme

peyederhanaan partai politik terlihat lebih “adil” jika dibanding dengan

menerapkan presidential threshold sebagai upaya dalam menyederhanakan

partai politik di dalam Negara Indonesia yang beriklim multipartai dengan

tidak membatasi hak orang lain untuk mencalonkan diri sebagai Presiden

dan Wakil Presiden.

Untuk permasalahan dalam koalisi, justru adanya pemilu serentak ini

menurut Jimly Asshiddiqie dapat menjamin pola hubungan eksekutif dan

legislatif yang terpisah atas dasar eksistensi yang pasti antara lembaga

kepresiden dan lembaga parlemen masing-masing menurut Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dengan demikian,

koalisi juga dapat diadakan secara pasti dan mengikat pada tiga tingkatan

sekaligus, yaitu pertama, koalisi atau gabungan partai dalam pencalonan

Presiden dan Wakil Presiden (pre electoral coalition), kedua, Koalisi

dalam pembentukan cabinet (government formation), yang dilakukan

secara terintegrasi dengan yang ketiga, yaitu koalisi dalam struktur barisan

Page 95: PENERAPAN AMBANG BATAS PRESIDENSIL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47970...Indonesia, UUD NRI 1945 merupakan suatu aturan dasar atau aturan pokok yang merupakan

81

mayoritas versus minoritas di DPR RI (establishment of parliamentary

structute)16

Argumen adanya presidential threshold sebagai pengefektifan

presiden yang terpilih dan sebagai penyederhanaan partai politik juga tidak

sepenuhnya tepat. Karena pada dasarnya Komisi Pemilihan Umum sebagai

penyeleggara pemilu juga sudah lebih selektif dan juga diseleksi secara

ketat partai politik yang akan mengikuti pemilu yang kemudian akan

mengusung calon Presiden dan Wakil Presiden dari partai politik tersebut.

Hal tersebut terlihat dalam Pasal 173 Ayat (1), (2), dan (3) Undang-

Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum yang berbunyi ;

“ Partai Politik peserta Pemilu merupakan partai politik yang telah

ditetapkan/lulus verifikasi oleh KPU.” Dan Partai politik dapat menjadi

Peserta Pemilu setelah memenuhi persyaratan:

a. berstatus badan hukum sesuai dengan Undang-Undang tentang Partai

Politik;

b. memiliki kepengurusan di seluruh provinsi;

c. memiliki kepengurusan di 75% (tujuh puluh lima persen) jumlah

kabupaten/kota di provinsi yang bersangkutan;

d. memiliki kepengurusan di 50% (lima puluh persen) jumlah kecamatan

di kabupaten/kota yang bersangkutan;

e. menyertakan paling sedikit 30% (tiga puluh persen) keterwakilan

perempuan pada kepengurusan partai politik tingkat pusat;

f. memiliki anggota sekurang-kurangnya 1.000 (seribu) orang atau

1/1.000 (satu perseribu) dari jumlah Penduduk pada kepengurusan

partai politik sebagaimana dimaksud pada huruf c yang dibuktikan

dengan kepemilikan kartu tanda anggota; mempunyai kantor tetap

untuk kepengurusan pada tingkatan pusat, provinsi, dan

kabupaten/kota sampai tahapan terakhir Pemilu

g. mengajukan nama, lambang, dan tanda gambar partai politik kepada

KPU dan

h. menyerahkan nomor rekening dana Kampanye Pemilu atas

nama partai politik kepada KPU.

Ayat (3) Undang-Undang a quo berbunyi :

“Partai politik yang telah lulus verifikasi dengan syarat sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) tidak diverifikasi ulang dan ditetapkan sebagai

Partai Politik Peserta Pemilu”

16 Jimly Asshiddiqie, Penguatan Sistem Pemerintahan dan Peradilan, (Jakarta : Sinar

Grafika, 2015), h.71

Page 96: PENERAPAN AMBANG BATAS PRESIDENSIL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47970...Indonesia, UUD NRI 1945 merupakan suatu aturan dasar atau aturan pokok yang merupakan

82

Pasal 173 Ayat (1) dan Ayat (3) di Judical Review Ke Mahkamah

Konstitusi dengan Pemohon yang sama yakni Rhoma Irama. Pemohon

mendalilkan bahwa Pasal Pasal 173 Ayat (1) dan Ayat (3) Undang-Undang

a quo bersifat diskriminatif karena partai politik yang baru berbadan

hukum wajib diverifikasi untuk mengikuti kontestasi pemilu 2019

sedangkan untuk partai politik pada tahun 2014 tidak diwajibkan ikut

verifikasi untuk mengikuti kontestasi pemilu pada tahun 2019 hal tersebut

jelas Undang-Undang a quo bersifat diskriminatif atas dasar tersebut

Mahkamah Konstitusi mengeluarkan putusan Nomor 53/PUU-XV/2017

yang berdampak pada seluruh partai politik yang akan mengikuti

kontestasi pemilihan umum tahun 2019 harus diverifikasi ulang.

Menurut peneliti, segala kententuan diatas merupakan cara yang

dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum untuk memilih mana partai

politik yang memang pantas untuk mengikuti pemilihan umum. Terlebih

partai politik tersebut akan mengusung calon Presiden dan Wakil Presiden

yang akan mengikuti kontestasi. Penyeleksian partai politik peserta pemilu

secara ketat oleh Komisi Pemilihan Umum itu sebenarnya merupakan

bentuk dari pada penyederhanaan partai politik.

f. Mahkamah Konstitusi dalam putusan sebelumnya, yaitu Putusan

Mahkamah Konstitusi Nomor 51-52-59/PUU-VI/2008, bertanggal 18

Februari 2009, dalam pengujian Undang-Undang Nomor 42 Tahun

2008 tentang Pemilihan Umum (UU 42/2008), telah menegaskan

bahwa penentuan ambang batas minimum perolehan suara partai

politik (atau gabungan partai politik) untuk dapat mengusulkan calon

Presiden dan Wakil Presiden adalah kebijakan hukum pembentuk

undang-undang dengan mendasarkan argumentasinya Dalam

pertimbangan hukum Putusan a quo, Mahkamah menyatakan antara

lain : Menimbang bahwa dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun

2003 tentang pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden,

pembentuk Undang-Undang juga telah menerapkan kebijakan ambang

batas untuk pengusulan pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden

Page 97: PENERAPAN AMBANG BATAS PRESIDENSIL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47970...Indonesia, UUD NRI 1945 merupakan suatu aturan dasar atau aturan pokok yang merupakan

83

oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik yang memenuhi

persyaratan kursi paling sedikit 15% (lima belas persen) dari jumlah

kursi DPR atau memperoleh 20% (dua puluh persen) dari suara sah

nasional dalam Pemilu Anggota DPR sebelum pelaksanaan Pemilu

Presiden dan Wakil Presiden. Kebijakan threshold semacam itu juga

telah diterapkan sebagai kebijakan. hukum (legal policy) dalam

electoral threshold (ET) dengan tujuan untuk mencapai sistem

multipartai yang sederhana, kebijakan mana dalam Putusan Nomor

16/PUU-V/2007 bertanggal 23 Oktober 2007, serta kebijakan

parliamentary threshold (PT) tentang syarat perolehan suara sebesar

2,5% (dua koma lima per seratus) dari suara sah secara nasional untuk

ikut memperebutkan kursi di DPR, dengan Putusan Nomor 3/PUU-

VII/2009, oleh Mahkamah telah dinyatakan tidak bertentangan dengan

UUD NRI 1945, karena merupakan kebijakan yang diamanatkan oleh

UUD NRI 1945 yang sifatnya terbuka.

Dengan demikian, Mahkamah sesungguhnya telah menyatakan

pendiriannya berkenaan dengan presidential threshold dengan

mendasarkanya pada pertimbangan hukum diatas Mahkamah berpendapat

pertimbangan tersebut masih relevan dan menyatakan presidential

threshold merupakan kebijakan hukum terbuka yang merupakan

kewenangan DPR sebagai pembentuk Undang-Undang.

Pendapat peneliti terkait pertimbangan hukum tersebut adalah

nampaknya argumentasi presidential threshold merupakan kebijakan

hukum terbuka atau open legal policy harus di tinjau kembali. Pasalnya

setelah peneliti menelisik kembali Naskah Komprehensif Perubahan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 khususnya

Bab V Tentang Pemilihan Umum tidak terdapat pembahasan dalam

original intent terkait syarat ambang batas presidensil atau presidential

threshold apalagi berdasarkan jumlah kursi dan suara sah secara nasional

pemilu legislatif berdasarkan hasil pemilu 5 tahun sebelumnya, dari mulai

pembahasan pada masa perubahan pertama hingga masa perubahan ke

Page 98: PENERAPAN AMBANG BATAS PRESIDENSIL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47970...Indonesia, UUD NRI 1945 merupakan suatu aturan dasar atau aturan pokok yang merupakan

84

empat.17

Rumusan perubahan ke-empat seperti yang dapat kita lihat

sekarang terdapat dalam Pasal 6A Ayat (1) berbunyi :

“ Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara

langsung oleh rakyat “

Ayat (2) berbunyi ” Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden

diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta

pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum”

Ayat (3) berbunyi “ Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang

mendapatkan suara lebih dari 50% dari jumlah suara dalam pemilihan

umum dengan sedikitnya 20% suara disetiap provinsi yang tersebar di

lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia, dilantik menjadi

Presiden dan Wakil Presiden”

Ayat (4) berbunyi ” dalam hal tidak ada pasangan calon Presiden dan

Wakil Presiden terpilih, dua pasangan calon yang memperoleh suara

terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum dipilih oleh rakyat

secara langsung dan pasangan yang memperoleh suara rakyat terbanyak

di lantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden”

Pada Pasal 6A Ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945 mensyaratkan bahwa pasangan calon Presiden dan Wakil

Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik. Namun

yang jadi permasalahanya kebijakan hukum terbuka yang dibuat oleh DPR

dengan merumuskan norma baru pada Pasal 222 Undang-Undang Nomor

7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum dengan menambahkan aturan

pembatasan sebesar 25% suara sah secara nasional yang sebenarnya tidak

terdapat dalam Pasal 6A Ayat (2) UUD NRI 1945. Dan terlebih menurut J

Mark Payne sebagaimana dikutip oleh Allan Fatchan Gani Wardhana dan

Jamaludin Ghafur sesungguhnya presidential threshold dalam sistem

Presidensil bermakna adalah syarat keterpilihan dan bukan syarat

pencalonan seperti lazimnya negara-negara yang menganut sistem

presidensil.18

Hal tersebut bermakna bahwa seharusnya yang disebut

sebagai presidential threshold adalah yang terdapat dalam Pasal 6A Ayat

(3) yang berbunyi :

17 Naskah Komprehensif Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945 khususnya Bab V Tentang Pemilihan Umum. 18 Ghafur Jamaludin, Allan Fatchan Gani Wardhana, Rekonstruksi Politik Hukum

Presidential Threshold Ditinjau Dari Sistem Presidensial dan Penyederhanaan Partai Politik,

dalam jurnal Seminar Nasional Hukum Universitas Negeri Semarang Volume 4 Nomor 3 Tahun

2018, 741-760, h. 28.

Page 99: PENERAPAN AMBANG BATAS PRESIDENSIL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47970...Indonesia, UUD NRI 1945 merupakan suatu aturan dasar atau aturan pokok yang merupakan

85

“Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang mendapatkan suara

lebih dari 50% dari jumlah suara dalam pemilihan umum dengan

sedikitnya 20% suara disetiap provinsi yang tersebar di lebih dari

setengah jumlah provinsi di Indonesia, dilantik menjadi Presiden dan

Wakil Presiden” sebagai syarat keterpilihan Presiden dan Wakil Presiden

bukan syarat pencalonan.

Atas dasar tersebut peneliti berpendapat norma Pasal 222 Undang-

Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum bertentangan

dengan norma pada Pasal 6A Ayat (2) UUD NRI 1945 yang hanya

mengatur partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu sesuai

dengan original intent perumusan norma tersebut.

Sejalan dengan hal tersebut bermakna bahwa sesuai dengan apa yang

telah peneliti kemukakan pada sub bab pertama bahwa Dewan Perwakilan

Rakyat diberikan suatu keleluasaan dalam menentukan arah kebijakan

hukum atau Legal Policy yang akan diambil dalam hal pembuatan

Undang-Undang bersama Presiden sepanjang norma dalam Undang-

Undang tersebut :

1. Tidak bertentangan dengan Pancasila sebagai jati diri Bangsa

Indonesia

2. Tidak bertentangan dengan Norma dasar Negara Indonesia yakni

UUD NRI 1945

3. Tidak melampaui kewenangan yang diberikan kepada pembentuk

undang-undang

4. Tidak menyalahgunakan kewenangan tersebut

Atas dasar tersebut peneliti berpendapat bahwa norma Pasal 222

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum bukan

merupakan suatu kebijakan hukum terbuka atau open legal policy karena

bertentangan dengan norma dasar dengan menambahkan pembatasan baru

yang nyatanya tidak ada dalam rumusan Pasal 6A Ayat (2) UUD NRI

1945 sebagai Norma Dasar Negara Indonesia.

Page 100: PENERAPAN AMBANG BATAS PRESIDENSIL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47970...Indonesia, UUD NRI 1945 merupakan suatu aturan dasar atau aturan pokok yang merupakan

86

Page 101: PENERAPAN AMBANG BATAS PRESIDENSIL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47970...Indonesia, UUD NRI 1945 merupakan suatu aturan dasar atau aturan pokok yang merupakan

86

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan perumusan masalah dan analisis kajian pustaka yang

telah peneliti uraikan sebelumnya, peneliti berkesimpulan sebagai berikut :

1. Politik hukum yang tidak melanggar rambu-rambu yang telah

ditentukan

Dewan Perwakilan Rakyat diberikan suatu keleluasaan dalam

menentukan arah kebijakan hukum atau legal policy yang akan

diambil dalam hal pembuatan Undang-Undang bersama Presiden

sepanjang norma dalam Undang-Undang tersebut Tidak bertentangan

dengan Pancasila sebagai jati diri Bangsa Indonesia, Tidak

bertentangan dengan Norma dasar Negara Indonesia yakni Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Tidak

melampaui kewenangan yang diberikan kepada pembentuk undang-

undang, dan tidak menyalahgunakan kewenangan tersebut .

2. Implikasi putusan Mahkamah Konstitusi Nomor.53/PUU-XV/2017

terhadap pencalonan Presiden dan Wakil Presiden

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 53/PUU-XV/2017

berimplikasi pada aturan Pemilihan Umum Serentak 2019 yang tetap

mengacu pada Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017

Tentang Pemilihan Umum yang tetap memberlakukan syarat

pencalonan Presiden dan Wakil dapat diusulkan oleh partai politik

atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi

persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen)

dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen)

dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya

dan menghadirkan hanya ada 2 pasang calon Presiden dan Wakil

Presiden yaitu Joko Widodo dan KH. Ma’ruf Amin dan pasangan

Prabowo Subianto dan Sandiaga Salahuddin Uno.

Page 102: PENERAPAN AMBANG BATAS PRESIDENSIL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47970...Indonesia, UUD NRI 1945 merupakan suatu aturan dasar atau aturan pokok yang merupakan

87

3. Terhadap putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 53/PUU-XV/2017

Argumentasi presidential threshold sebagai penguatan sistem

presidensil, penyederhanaan partai politik dan sebagai kebijakan

hukum terbuka atau open legal policy harus di tinjau kembali karena

bertentangan dengan UUD NRI 1945.

B. Rekomendasi

Peneliti memahami sebagaimana kajian yang telah diuraikan di

atas, bahwa dalam kontestasi pemilihan umum di Indonesia rawan

akan konflik kepentingan yang terjadi dalam setiap Pemilu 5 tahunan.

Terlebih dalam membuat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017

Tentang Pemilihan Umum sebagai aturan main dalam menentukan

Presiden dan Wakil Presiden. Oleh sebab itu, peneliti memberikan

rekomendasi sebagai berikut :

1. Dikarenakan Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017

Tentang Pemilihan Umum ini sedang di uji materil di Mahkamah

Konstitusi, peneliti berharap Mahkamah Konstitusi menyatakan

Pasal 222 Undang-Undang a quo tidak berkekuatan hukum tetap.

2. Ketika pasal tersebut dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum

tetap, peneliti mendorong agar Dewan Perwakilan Rakyat segera

untuk merevisi Undang-Undang tersebut sebagaimana yang

tertuang di dalam Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun

2017 Tentang Pemilihan Umum, dengan menetapkan ambang

batas presidensil menjadi 0% sebagai upaya untuk tidak

membatasi hak konstitusional yang diatur dalam konstitusi yaitu

hak untuk berpolitik mewujudkan Pemilu yang berkeadilan di

dalam negara hukum yang berdemokrasi.

Page 103: PENERAPAN AMBANG BATAS PRESIDENSIL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47970...Indonesia, UUD NRI 1945 merupakan suatu aturan dasar atau aturan pokok yang merupakan

88

Daftar Pustaka

Buku-buku

Alfian. Pemikian dan Perubahan Politik Indonesia. Jakarta: Gramedia, 1981.

Ali, Zainudin. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Sinar Grafika, 2010.

Aripin, Jaenal. Peradilan Agama dalam Bingkai Reformasi Hukum di Indonesia.

Jakarta: Kencana, 2008.

Ashidiqie, Jimly. Islam dan Kedaulatan Rakyat. Jakarta: Gema Insani Press, 1995.

_______. , Prinsip-Prinsip Negara Hukum, Dalam Beberapa Aspek Hukum Tata

Negara, Hukum Pidana, dan Hukum Islam, Menyambut 73 Tahun Prof.

Dr.H. Muhammad Tahir Azhary . Jakarta: Prenada media group, 2013.

_______. , Hukum tata negara dan pilar-pilar demokrasi. Jakarta: Sinar Grafika,

2012.

_______. , Pengantar Ilmu hukum Tata Negara. Jakarta: Rajawali Pers, 2015.

Azed, Abdul Bari. Sistem-sistem Pemilihan Umum. Depok : Badan Penerbit

Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2000.

Azhary. Negara Hukum Indonesia, “Analisis Yuridis Normatif tentang Unsur-

Unsurnya”. Jakarta: UII Press, 1995.

Boyle, Beetham David & Kevin. Demokrasi : 80 Tanya Jawab. Yogyakarta: Kanisius,

2000.

Budiarjo, Miriam. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia,, 2002.

C.S.T.Kansil. Dasar-Dasar Ilmu politik. Yogyakarta: UNY Press, 1986.

Dede Rosyada, A. Ubaidillah, Abdul Rozak. Pendidikan Kewarganegaraan (Civil

Education), Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani, Edisi

Revisi cet.kedua. Jakarta: ICCE UIN Jakarta, 2008.

Djalil, Matori Abdul. Tuntutan Reformasi dan Penyelenggaraan Pemilu 1999

dalam Masa Transisi. Jakarta: KIPP, 1999.

Dzulkifli Umar, Usman Handoyo. Kamus Hukum. Jakarta, Quantum Media Press:

Quantum Media Press, 2010 .

Farida, Maria. Ilmu perundang-undangan. Yogyakarta: PT.Kanisius, 2007.

Page 104: PENERAPAN AMBANG BATAS PRESIDENSIL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47970...Indonesia, UUD NRI 1945 merupakan suatu aturan dasar atau aturan pokok yang merupakan

89

G.Guba, Yvonna S.Lincoln & Egon. Naturalistic inquiry. Beverly Hills: Sage

Publication, 1985.

Hadjhon, Philipus M. Pengantar Hukum Administrasi. Yogyakarta: UGM Press,

2004.

_______. , Perlindungan Hukum bagi Rakyat di Indonesia Sebuah Studi tentang

Prinsip-Prinspnya, Penangananya oleh Pengadilan dalam Lingkungan Peradilan

Umum dan Peembentukan Peradilan Administrasi. Surabaya: Perabadan, 2007.

Perabadan. hal 75.

HR, Ridwan. Hukum Administrasi Negara. Jakarta: Rajawali Pers, 2013.

Konstitusi, Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah. , Naskah

Komprehensif Perubahan Undang-Undang Dasar RI Tahun 1945 Buku ke V

Tentang Pemilihan Umum. Jakarta : Mahkamah Konstitusi, 2010.

M., Sri Soemantri. Pengertian Konstitusi dengan Undang-Undang Dasar, Prosedur

dan Sistem Perubahan Konstitusi. Bandung: Alumni Bandung, 1987.

Manan, Abdul. Aspek-aspek pengubah hukum. Jakarta: Kencana, 2006.

Marzuki, Peter Mahmud. Penelitian Hukum, Ed.Revisi. Jakarta: Kencana

Prenadamedia, 2005.

F.Marbun dan Moh.Mahfud.MD. Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara.

Yogyakarta: Liberty , 2002.

Moh.Mahfud.MD. Membangun Politik Hukum Menegakan Konstitusi. Jakarta:

LP3S, 1999.

_______. , Politik Hukum di Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers, 2009.

_______. , Dasar dan Struktur Ketatanegaraan Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta,

2001.

Mulyadi, Mohammad. Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, Serta Praktek

Kombinasinya dalam Penelitian Sosial. Jakarta: Nadi Pustaka, 2010.

Murya, Edy. buku ajar pendidikan kewarganegaraan Indonesia. Medan: Unit

pelaksana teknis laboraturium ilmu dasar dan umum, 2010.

Napang, Marthen. Pemilihan Presiden Amerika Serikat . Makasar : Yusticia Press ,

2008.

Pemilu, Badan Pengawas. Tausyiah Pemilu Berkah. Jakarta: Bawaslu, 2018 .

Page 105: PENERAPAN AMBANG BATAS PRESIDENSIL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47970...Indonesia, UUD NRI 1945 merupakan suatu aturan dasar atau aturan pokok yang merupakan

90

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta

: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2008.

Rahardjo, Satjipto. Penegakan Hukum (suatu tinjauan sosiologis). Yogyakarta:

Genta Publishing, 2009).

______. , Hukum progresif,sebuah sintesa hukum indonesia. Yogyakarta: Genta

Publishing, 2009.

Rozal, Abdulah. Pelaksana otonomi luas dengan pemilihan kepala daerah

langsung. Jakarta: PT.Raja Grafindo, 2007.

S.Lev, Daniel. Hukum dan Politik Indonesia. Jakarta: LP3ES, 1990.

Sodikin. Hukum Pemilu, Pemilu Sebagai Praktek Ketatanegaraan. Bekasi: Gramata

Publishing, 2014.

Soedarto. Hukum Pidana dan Perkembangan Masyarakat dalam Kajian Hukum

Pidana. Bandung: Sinar Baru, 1983.

Suseno, Frans Magnis. Mencari Sosok Demokrasi ; Sebuah Telaah Filosofis. Jakarta:

Gramedia, 1997.

Syamsudin, Haris. Evaluasi Pemilihan Presiden Langsung Di Indonesia. Yogyakarta:

Pustaka Peajar, 2016.

Thalib, Dahlan. Ketatanegaraan Indonesia : Prespektif Konstitusional. Yogyakarta:

Total Media, 2009.

Thoha, Miftah. Birokrasi Politik & Pemilihan Umum di Indonesia. Jakarta:

Prenadamedia Group, 2014.

Wahyono, Padmo. “Indonesia Negara Berdasarkan atas Hukum” Cet II. Jakarta:

Ghalia Indonesia, 1986.

Jurnal

Adjie, Radita. “Batasan Pilihan Pembentuk Undang-Undang ( Open Legal Policy )

Dalam Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Berdasarkan Tafsir

Putusan Mahkamah Konstitusi.” Jurnal Legislasi Indonesia, Vol.13 No.02

Juni, 2016.

Page 106: PENERAPAN AMBANG BATAS PRESIDENSIL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47970...Indonesia, UUD NRI 1945 merupakan suatu aturan dasar atau aturan pokok yang merupakan

91

Alexander, Jeffry. “Memaknai “Hukum Negara (Law Through state ) dalam bingkai

“Negara Hukum” (Rechstaat).” Jurnal Hasanuddin Law Review Vol.1 No.1,

April, 2015.

Asshidiqie, Jimly. “Partai Politik dan Pemilihan Umum Sebagai Instrumen

Demokrasi.” Jurnal Konstitusi Vol.3 No.4, Desember, 2006.

Bachtiar, Farahdiba Rahma. “Pemilu Indonesia : Kiblat Negara Demokrasi dari

Berbagai Refresentasi.” Jurnal Politik Profetik Vol.3 No.1 Tahun, 2014.

Diniyanto, Ayon. “Mengukur Dampak Penerapan Presidential Threshold di pemilu

serentak 2019.” Jurnal Indonesia State Law Review Vol.1 No.1. Oktober,

2018.

Gaffar, Janedjri M. “Kedudukan, Fungsi, dan Peran Mahkamah Konstitusi Dalam

Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia.” Jurnal Mahkamah Konstitusi,

2009.

Ghafur Jamaludin, Allan Fatchan Wardhana. “Rekonstruksi Politik Hukum

Presidential Threshold Ditinjau Dari Sistem Presidensial dan

Penyederhanaan Partai Politik.” jurnal Seminar Nasional Hukum

Universitas Negeri Semarang Volume 4 Nomor 3, 741-760, 2018: 28.

Isra, Saldi. “Pemilihan Presiden Langsung dan Problematik Koalisi dalam Sistem

Presidensial.” Jurnal Konstitusi Vol.II, No.1 Juni, 2009.

Kemenkumham. “Partai Politik dan Demokrasi Indonesia Menyongsong Pemilihan

Umum 2014.” Jurnal Legislasi Vol.9 No.4, Desember, 2014.

Marzuki, M. Laica. “Konstitusi dan Konstitusionalisme.” Jurnal Konstitusi Vol 7

No.4, Agustus, 2010.

Pamungkas, Sigit. “Perihal Pemilu.” Laboratorium Jurusan Ilmu Pemerintahan

FISIPOL UGM dan Jurusan Ilmu Pemerintahan Universitas Gajah Mada,

2009.

Prayudi. “MPR, transisi kedaulatan rakyat dan dampak politiknya.” jurnal Politica

Vol.3 No.1 Mei, 2012.

Ranggawidjaja., Rosjidi. “Penafsiran Konstitusi Oleh Mahkamah Konstitusi.” jurnal

Konstitusi PSKN, 2011.

Siallagan, Haposan. “Penerapan Prinsip Negara Hukum di Indonesia.” Jurnal

Sosiohumaniora Vol.18 No.2 Juli, 2016.

Page 107: PENERAPAN AMBANG BATAS PRESIDENSIL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47970...Indonesia, UUD NRI 1945 merupakan suatu aturan dasar atau aturan pokok yang merupakan

92

Simamora, Janpatar. “Tafsir Makna Negara Hukum Dalam Prespektif Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.” Jurnal Dinamika

Hukum Vol.14 No.3, September, 2014.

Sodikin. “Pemilu Serentak ( Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden dan Wakil

Presiden ) dan Penguatan Sistem Presidensial.” Jurnal RechtsVinding Vol.3

No.1 April, 2014.

Syofyan, Syofrin. “Asas freies Ermessen dan Aspek Perpajakan Leasing Menurut

Keputusan Menteri Keuangan No.1169/KMK.01/1991Tentang Kegiatan

Sewa Guna Usaha (Leasing).” jurnal Veritas et Justitia Vol.3 No.1. Juni,

2017.

Wibowo, Mardian. “Menakar Konstitusionalitas Sebuah Kebijakan Hukum Terbuka

dalam Pengujian Undang-Undang.” Jurnal Konstitusi., 2015.

Yulistiyowati Efi, Endah. “Penerapan Konsep Trias Politica dalam Sistem

Pemerintahan Republik Indonesia : Studi Komparatif atas Undang-Undang

Tahun 1945 Sebelum dan Sesudah Amandemen.” Jurnal Dinamika Sosial

Budaya Vol. 18 No.2, Desember, 2016.

Karya Tulis Ilmiah

Ashiddiqie,Jimly. “Membangun Budaya Sadar berkonstitusi Untuk Mewujudkan

Negara Hukum yang Demokratis”, Bahan Orasi Ilmiah Peringatan Dies

Natalis ke XXI dan Wisuda 2007 Universitas Darul Ulum (Unisda)

Lamongan. 29 Desember 2007

Hejazziey, Djawahir. Politik Hukum Nasional Tentang Perbankan Syariah Di

Indonesia” , Jakarta, Uin Jakarta, 2010

So Woong Kim, “Kebijakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penegakan Hukum

Lingkungan Hidup” , Tesis S-2 Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro,

2009

Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-undangan

Page 108: PENERAPAN AMBANG BATAS PRESIDENSIL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47970...Indonesia, UUD NRI 1945 merupakan suatu aturan dasar atau aturan pokok yang merupakan

93

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstiusi

sebagaimana telah di ubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011

Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang

Mahkamah Konstiusi

Kamus Hukum

Garner, Bryan A., ed. (2014). "nation". Black's Law Dictionary (10th ed.)

Media Internet

https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/Penerapan. Diakses pada tanggal 6 Januari

2019

Jamal Wiwoho, Negara Hukum dan Demokrasi, http://jamalwiwoho.com/wp-

content/uploads/2013/01/Negara-Hukum-dan-Demokrasi.pdf, diakses

pada tanggal 14 Mei 2019 WEB

http://www.dpr.go.id/tentang/tugas-wewenang diakses pada tanggal 19 Mei

2019

https://www.kpu.go.id/dmdocuments/modul_1d.pdf, diakses pada 21 Mei 2019

https://kpu.go.id/koleksigambar/PPWP_-_Nasional_Rekapitulasi_2014_-_New_-

_Final_2014_07_22.pdf diakses pada tanggal 22 Mei 2019

https://www.voaindonesia.com/a/meski-4-fraksi-keluar-dpr-tetap-sahkan-ruu-

pemilu-/3953297.html diakses pada tanggal 23 Mei 2019

https://pemilu2019.kpu.go.id/#/ppwp/hitung-suara/ diakses pada tanggal 18 July

2019

https://www.liputan6.com/tag/aksi-22-mei-2019 diakses pada tanggal 18 July

2019