PENENTUAN STRUKTUR DAN STRATIGRAFI SEISMIK ZONA …repository.ub.ac.id/8703/1/LITA ANJANI...
Transcript of PENENTUAN STRUKTUR DAN STRATIGRAFI SEISMIK ZONA …repository.ub.ac.id/8703/1/LITA ANJANI...
-
i
PENENTUAN STRUKTUR DAN STRATIGRAFI SEISMIK
ZONA RESERVOIR DENGAN MENGGUNAKAN METODE
MULTI ATRIBUT PADA LAPANGAN PENOBSCOT, NOVA
SCOTIA CANADA
SKRIPSI
oleh :
LITA ANJANI WIJAYA
135090701111018
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
-
ii
-
i
PENENTUAN STRUKTUR DAN STRATIGRAFI SEISMIK
ZONA RESERVOIR DENGAN MENGGUNAKAN METODE
MULTI ATRIBUT PADA LAPANGAN PENOBSCOT, NOVA
SCOTIA CANADA
HALAMAN JUDUL
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains dalam bidang fisika
oleh :
LITA ANJANI WIJAYA
135090701111018
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
-
ii
(Halaman ini sengaja dikosongkan)
-
iii
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
PENENTUAN STRUKTUR DAN STRATIGRAFI SEISMIK
ZONA RESERVOIR DENGAN MENGGUNAKAN METODE
MULTI ATRIBUT PADA LAPANGAN PENOBSCOT, NOVA
SCOTIA CANADA
oleh :
LITA ANJANI WIJAYA
135090701111018
Telah dipertahankan di depan Majelis Penguji
pada tanggal 27 Desember 2017
dinyatakan memenuhi syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains dalam bidang fisika
Pembimbing I
Drs. A. M. Juwono, M.Sc, Ph.D
NIP. 196004211988021001
Pembimbing II
Leonard Lisapaly, Ph.D
NIP. 13021145
Mengetahui,
Ketua Jurusan Fisika
Fakultas MIPA Universitas Brawijaya
Prof. Dr. Rer. Nat. Muhammad Nurhuda
NIP. 196409101990021001
-
iv
(Halaman ini sengaja dikosongkan)
-
v
LEMBAR PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Lita Anjani Wijaya
NIM : 135090701111018
Penulis Skirpsi berjudul :
Penentuan Struktur dan Stratigrafi Seismik Zona Reservoir Dengan
Menggunakan Metode Multi Atribut Pada Lapangan Penobscot,
Nova Scotia Canada
Dengan ini menyatakan bahwa :
1. Hasil dan pembahasan dari Skripsi yang saya tulis adalah benar-benar karya saya. Karya-karya dari nama-nama yang
tercantum dalam Skripsi ini digunakan sebagai referensi
Skripsi.
2. Apabila hasil dan pembahasan dari Skripsi yang saya tulis terbukti hasil karya orang lain, maka saya akan bersedia
menanggung resiko yang dapat saya terima.
Demikian pernyataan ini dibuat dengan segala kesadaran.
Malang, 27 Desember 2017
Yang menyatakan,
(Lita Anjani Wijaya)
NIM. 135090701111018
-
vi
(Halaman ini sengaja dikosongkan)
-
vii
PENENTUAN STRUKTUR DAN STRATIGRAFI SEISMIK
ZONA RESERVOIR DENGAN MENGGUNAKAN METODE
MULTI ATRIBUT PADA LAPANGAN PENOBSCOT, NOVA
SCOTIA CANADA
ABSTRAK
Daerah penelitian adalah lapangan Penobscot, Nova Scotia
Canada. Survei seismik lapangan penelitian dilakukan dalam bentuk
data seismik 3D, didukung oleh dua data sumur yaitu L-30 dan B-41.
Tujuan dilakukan analisa seismik multi atribut ini untuk mengetahui
struktur dan stratigrafi zona reservoir pada Formasi Missisauga
(Upper Missisauga, O-Marker, dan Lower Missisauga). Metode yang
digunakan antara lain yaitu, Amplitudo RMS, Koherensi, dan
Dekomposisi Spektral. Berdasarkan hasil penelitian menggunakan
atribut RMS, disimpulkan bahwa distribusi reservoir batu pasir
ditunjukan dengan nilai kontras amplitudo yang tinggi. Analisa
struktur sesar dilakukan dengan menggunakan metode Koherensi, di
mana metode ini dapat memetakan struktur bawah permukaan dengan
mempertegas event-event sesar yang ada di ketiga horizon tersebut.
Arah sesar daerah penelitian berorientasi pada Barat ke Timur dan
jenis sesar berupa sesar normal. Berikutnya penentuan stratigrafi
reservoir daerah penelitian dilakukan dengan menggunakan metode
Dekomposisi Spektral yang menghasilkan analisa stratigrafi berupa
channel.
Kata kunci: Multi atribut, reservoir, Amplitudo RMS, Koherensi,
Dekomposisi Spektral.
-
viii
(Halaman ini sengaja dikosongkan)
-
ix
DETERMINATION OF SEISMIC STRUCTURE AND
STRATIGRAPHY OF THE RESERVOIR ZONE BY USING
ATTRIBUTES METOD AT PENOBSCOT FIELD, NOVA
SCOTIA CANADA
ABSTRACT
The research has been done in Penobscot field, Nova Scotia
Canada. This seismic research survey was conducted in the form of
3D seismic data, supported by data taken from two wells L-30 dan B-
41. The purpose of this attributes seismic analysis are to know the
structure and stratigraphy of the reservoir Formation Missisauga
(Upper Missisauga, O-Maker, and Lower Missisauga). The methods
used are Amplitude RMS, Coherence and Spectral Decomposition.
Based on research results using RMS attributes, it is concluded has a
sandstone reservoir distribution shown by high amplitude contrast
value. Fault section analysis is done by using Coherence method. This
method can map the sub-surface structure by reinforcing the fault
events in the three horizons. The direction of the fault area is oriented
toward the West to the East and the type is normal fault. Furthermore,
the determination of reservoir area stratigraphy is done by using
Spectral Decomposition method, which produce stratigraphic analysis
in the form of channel.
Keywords: Attributes, reservoir, Amplitude RMS, Coherence,
Spectral Decomposition.
-
x
(Halaman ini sengaja dikosongkan)
-
xi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahhirobbil’alamin segala puji dan syukur penulis
panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia, selama
penulis melaksanakan kegiatan skripsi hingga akhirnya dapat
menyelesaikan laporan skripsi. Laporan ini berisi seluruh hasil yang
dilakukan selama melaksanakan kegiatan di Genting Oil Kasuri Pte
Ltd. divisi Geology, Geophysics and Reservoir Engineering (GGR).
Skripsi yang berjudul Penentuan Struktur dan Stratigrafi Seismik Zona
Reservoir Dengan Menggunakan Multi Atribut Pada Lapangan
Penobscot, Nova Scotia Canada.
Penulis menyadari bahwa Skripsi ini terwujud karena adanya
bimbingan, bantuan, dan dukungan baik moril maupun materil dari
berbagai pihak. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada :
1. Kedua orang tua tercinta, kakak (Dita Anggraini Wijaya), dan adik (Aufar Yusuf Wijaya), yang selalu setia memberikan doa
dan semangat selama perkuliahan hingga mengerjakan
skripsi.
2. Genting Oil Kasuri Pte Ltd, sebagai institusi yang telah memberi kesempatan untuk melakukan kegiatan skripsi.
3. Bapak Drs. Alamsyah Mohammad Juwono, M.Sc., Ph.D selaku Dosen Pembimbing 1.
4. Bapak Leonard Lisapaly, Ph.D selaku Pembimbing Lapangan di Genting Oil Kasuri Pte Ltd.
5. Bapak Prihantoro, Bapak Andree, Bapak Seno, Bapak Wildan, Mas Efendy, Mas Ruri, dan Mba Ata, yang telah
berbagai ilmu, pengalaman, dan bantuan selama melakukan
kegiatan skripsi di Genting Oil Kasuri Pte Ltd.
6. Achmad Sulthoni, yang setia menemani penulis dan memberikan semangat dalam menyelesaikan skripsi.
7. Ka Heri, Muhammad Iqbal, Suhendra, Holida, dan Annisa atas informasi dan bantuan yang diberikan.
8. Teman-teman L230 Vania, Talitha dan Vema yang saling menyemangati dalam menyelesaikan skripsi.
-
xii
9. Teman-teman Geofisika 2013 yang saling menyemangati agar lebih optimis untuk cepat lulus.
10. Para Staf Departemen Fisika dan Administrasi FMIPA UB, profesional mengurus administrasi terkait pengerjaan skripsi,
seminar hasil, sidang sarjana (komprehensif), dan berkas
lainnya untuk memenuhi persyaratan.
11. Pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
atas konstribusi kalian semua yang telah membantu.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dari laporan skripsi ini,
oleh sebab itu kritik yang bersifat konstruktif sangat penulis harapkan,
semoga laporan ini dapat bermanfaat.
Malang, 27 Desember 2017
Penulis
-
xiii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL.......................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ............................................ iii
LEMBAR PERNYATAAN ............................................................. v
ABSTRAK ....................................................................................... vii
ABSTRACT ..................................................................................... ix
KATA PENGANTAR ..................................................................... xi
DAFTAR ISI .................................................................................. xiii
DAFTAR GAMBAR .................................................................... xvii
DAFTAR TABEL .......................................................................... xxi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................... xxiii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah .................................................................. 2
1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................... 2
1.4 Manfaat Penelitian .................................................................... 2
1.5 Batasan Masalah ....................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................... 5
2.1 Tinjauan Geologi ...................................................................... 5
2.1.1 Geologi Regional ............................................................... 6
2.1.2 Geologi Struktur ................................................................ 8
2.1.3 Stratigrafi ........................................................................... 9
2.1.4 Petroleum System ............................................................ 14
2.2 Konsep Gelombang Seismik .................................................. 14
2.2.1 Gelombang Badan (Body Wave) ..................................... 15
2.2.2 Gelombang Permukaan (Surface Wave) .......................... 16
-
xiv
2.3 Komponen Seismik Refleksi .................................................. 17
2.3.1 Koefisien Refleksi ........................................................... 17
2.3.2 Impedansi Akustik ........................................................... 18
2.3.3 Trace Seismik .................................................................. 18
2.3.4 Wavelet ............................................................................ 19
2.3.5 Seismogram Sintetik ........................................................ 20
2.3.6 Resolusi Vertikal ............................................................. 21
2.4 Analisis Multi Atribut Seismik ............................................... 23
2.4.1 Atribut Seismik ................................................................ 23
2.4.2 Atribut Koherensi (Coherence) ....................................... 24
2.4.3 Atribut Amplitudo RMS .................................................. 25
2.4.4 Atribut Dekomposisi Spektral (Spectral Decomposition)26
BAB III METODOLOGI PENELITIAN .................................... 31
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ................................................. 31
3.2 Peralatan Penelitian ................................................................ 31
3.3 Persiapan Data Penelitian ....................................................... 31
3.3.1 Data Seismik .................................................................... 31
3.3.2 Data Sumur ...................................................................... 32
3.4 Diagram Alir Penelitian .......................................................... 35
3.5 Pengolahan Data ..................................................................... 36
3.5.1 Pengolahan Data Sumur .................................................. 36
3.5.2 Pengolahan Data Seismik ................................................ 38
3.5.3 Well Seismic Tie ............................................................... 38
3.5.4 Picking Horizon ............................................................... 40
3.5.5 Picking Fault ................................................................... 42
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................... 45
4.1 Analisis Sensitivitas (Crossplot)............................................. 45
4.2 Analisa Tuning Thickness ....................................................... 48
-
xv
4.3 Analisa Metode Amplitudo RMS ........................................... 50
4.4 Analisa Metode Koherensi ..................................................... 52
4.5 Analisa Metode Dekomposisi Spektral .................................. 55
4.5.1 Analisa Spektrum Frekuensi............................................ 55
4.5.2 Transformasi Fourier Terpisah (FFT) ............................. 56
BAB V PENUTUP ......................................................................... 61
5.1 Kesimpulan ............................................................................. 61
5.2 Saran ....................................................................................... 61
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................... 63
LAMPIRAN .................................................................................... 65
-
xvi
(Halaman ini sengaja dikosongkan)
-
xvii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Lokasi Penelitian Seismik 3D Lapangan Penobscot,
Canada (Crane dan Clack, 1992) ................................... 5 Gambar 2.2 Rekonstruksi Paleogeographic dari Cekungan Scotian
Pada Triassic Akhir 210 mya (CNSOPB, 2012) ............ 6 Gambar 2.3 Rekonstruksi Paleogeographic dari Cekungan Scotian
Pada Jurassic Akhir 150 mya (CNSOPB, 2012) ............ 7 Gambar 2.4 Rekonstruksi Paleogeographic dari Cekungan Scotian
Pada Cretaceous Awal 135 mya (CNSOPB, 2012) ....... 8 Gambar 2.5 Stratigrafi Umum Scotia (Wade dan MacLean,1990) . 10 Gambar 2.6 Gelombang Primer (Atas) dan Gelombang Sekunder
(Bawah) (Telford, dkk, 1990) ...................................... 16 Gambar 2.7 Gelombang Love (Atas) dan Gelombang Rayleigh
(Bawah) (Telford, dkk, 1990) ...................................... 17 Gambar 2.8 Proses Terjadi Trace Seismik (Rusell, 1988) .............. 19 Gambar 2.9 Jenis-Jenis Wavelet (a) Zero Phase, (b) Maximum Phase,
(c) Minimum Phase, (d) Mixed Phase (Sismanto,
2006) ............................................................................ 20 Gambar 2.10 Seismogram Sintetik (Sukmono dan Agus, 2001) .... 21 Gambar 2.12 Klasifikasi Atribut Seismik (Brown, 1999) .............. 23 Gambar 2.13 Perbandingan Koherensi. a) Sesar kurang terlihat pada
peta amplitudo, b) Peta koherensi mempertajam sesar, c)
Gabungan keduanya (Chopra, 2002) ........................... 25 Gambar 2.14 Ilustrasi Perhitungan Amplitudo RMS (Sukmono,
2007) ............................................................................ 25 Gambar 2.15 Interferensi Spektral (Partyka, dkk, 1999)
..................................................................................... 28 Gambar 2.16 Proses Pengolahan Atribut Dekomposisi Spektral
(Partyka, dkk, 1999)..................................................... 29 Gambar 3.1 Data Seismik 3D Lapangan Penobscot ....................... 32 Gambar 3.2 Koreksi Data Checkshot Sumur L-30 dan B-41 .......... 34 Gambar 3.3 Diagram Alir Penelitian .............................................. 35 Gambar 3.4 Korelasi Data Sumur L-30 .......................................... 37 Gambar 3.5 Korelasi Data Sumur B-41 .......................................... 37 Gambar 3.6 Wavelet Hasil Ekstraksi dari Data Seismik, (A) Sumur
L-30, (B) Sumur B-41 .................................................. 38
-
xviii
Gambar 3.7 Hasil Well Seismic Tie Sumur L-30 ............................ 39 Gambar 3.8 Hasil Well Seismic Tie Sumur B-41 ............................ 40 Gambar 3.9 Interpretasi Picking Horizon 2D Seismik Inline 1189 41 Gambar 3.10 Peta Struktur Waktu Horizon Upper Missisauga ...... 41 Gambar 3.11 Peta Struktur Waktu Horizon O-Marker ................... 42 Gambar 3.12 Peta Struktur Waktu Horizon Lower Missisauga ...... 42 Gambar 3.13 Interpretasi Picking Fault 2D Seismik Inline 1331 ... 43 Gambar 4.1 (a) Penampang Crossplot Log P-Impedance vs Gamma
Ray, dengan Pewarnaan Log Resistivity, (b) Hasil Cross
Section Sumur L-30 ..................................................... 46 Gambar 4.2 (a) Penampang Crossplot Log P-Impedance vs Gamma
Ray, dengan Pewarnaan Log Resistivity, (b) Hasil Cross
Section Sumur B-41 ..................................................... 47 Gambar 4.3 Grafik Analisa Tuning Thickness Sumur L-30 ............ 49 Gambar 4.4 Grafik Analisa Tuning Thickness Sumur B-41 ............ 49 Gambar 4.5 Hasil Atribut Amplitudo RMS Pada horizon Upper
Missisauga dengan Window 60 ms .............................. 50 Gambar 4.6 Hasil Atribut Amplitudo RMS pada Horizon O-Marker
dengan Window 60 ms ................................................. 51 Gambar 4.7 Hasil Atribut Amplitudo RMS pada Horizon Lower
Missisauga dengan Window 60 ms .............................. 52 Gambar 4.8 Data Seismik Inline 1250 ............................................ 53 Gambar 4.9 Hasil Atribut Koherensi Horizon Upper Missisauga .. 53 Gambar 4.10 Hasil Atribut Koherensi Horizon O-Marker ............. 54 Gambar 4.11 Hasil Atribut Koherensi Horizon Lower Missisauga 54 Gambar 4.12 Analisa Spektrum Frekuensi vs Amplitudo pada Zona
Target ........................................................................... 55 Gambar 4.13 Analisa Spektrum Waktu Frekuensi pada Zona
Target ........................................................................... 56 Gambar 4.14 Peta Struktur Waktu Horizon Upper Missisauga
Sebelum Diaplikasikan Dekomposisi Spektral ............ 57 Gambar 4.15 Peta Struktur Waktu Horizon O-Marker Sebelum
Diaplikasikan Dekomposisi Spektral ........................... 58 Gambar 4.16 Peta Struktur Waktu Horizon Lower Missisauga
Sebelum Diaplikasikan Dekomposisi Spektral ............ 58 Gambar 4.17 Hasil FFT Horizon Upper Missisauga pada Frekuensi
35 Hz ............................................................................ 59
-
xix
Gambar 4.18 Hasil FFT Horizon O-Marker pada Frekuensi
20 Hz ............................................................................ 59 Gambar 4.19 Hasil FFT Horizon Lower Missisauga pada Frekuensi
20 Hz ............................................................................ 60
-
xx
(Halaman ini sengaja dikosongkan)
-
xxi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1 Spesifikasi Data Seismik ................................................. 31 Tabel 3.2 Kelengkapan Data Sumur ................................................ 32 Tabel 3.3 Data Log yang digunakan dalam penelitian .................... 33 Tabel 3.4 Informasi Data Horizon (Marker) ................................... 34 Tabel 4.1 Hasil Perhitungan Tuning Thickness ............................... 48
-
xxii
(Halaman ini sengaja dikosongkan)
-
xxiii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Hasil Dekomposisi Spektral FFT Horizon Upper
Missisauga pada Frekuensi 5 Hz ................................. 65 Lampiran 2 Hasil Dekomposisi Spektral FFT Horizon Upper
Missisauga pada Frekuensi 10 Hz................................ 65 Lampiran 3 Hasil Dekomposisi Spektral FFT Horizon Upper
Missisauga pada Frekuensi 15 Hz................................ 66 Lampiran 4 Hasil Dekomposisi Spektral FFT Horizon Upper
Missisauga pada Frekuensi 20 Hz................................ 66 Lampiran 5 Hasil Dekomposisi Spektral FFT Horizon Upper
Missisauga pada Frekuensi 25 Hz................................ 66 Lampiran 6 Hasil Dekomposisi Spektral FFT Horizon Upper
Missisauga pada Frekuensi 30 Hz................................ 67 Lampiran 7 Hasil Dekomposisi Spektral FFT Horizon Upper
Missisauga pada Frekuensi 40 Hz................................ 67 Lampiran 8 Hasil Dekomposisi Spektral FFT Horizon O-Marker
pada Frekuensi 5 Hz .................................................... 67 Lampiran 9 Hasil Dekomposisi Spektral FFT Horizon O-Marker
pada Frekuensi 10 Hz .................................................. 68 Lampiran 10 Hasil Dekomposisi Spektral FFT Horizon O-Marker
pada Frekuensi 15 Hz .................................................. 68 Lampiran 11 Hasil Dekomposisi Spektral FFT Horizon O-Marker
pada Frekuensi 25 Hz .................................................. 68 Lampiran 12 Hasil Dekomposisi Spektral FFT Horizon O-Marker
pada Frekuensi 30 Hz .................................................. 69 Lampiran 13 Hasil Dekomposisi Spektral FFT Horizon O-Marker
pada Frekuensi 35 Hz .................................................. 69 Lampiran 14 Hasil Dekomposisi Spektral FFT Horizon O-Marker
pada Frekuensi 40 Hz .................................................. 69 Lampiran 15 Hasil Dekomposisi Spektral FFT Horizon Lower
Missisauga pada frekuensi 5 Hz ................................ 70 Lampiran 16 Hasil Dekomposisi Spektral FFT Horizon Lower
Missisauga pada Frekuensi 10 Hz................................ 70 Lampiran 17 Hasil Dekomposisi Spektral FFT Horizon Lower
Missisauga pada Frekuensi 15 Hz................................ 70
-
xxiv
Lampiran 18 Hasil Dekomposisi Spektral FFT Horizon Lower
Missisauga pada Frekuensi 25 Hz ................................ 71 Lampiran 19 Hasil Dekomposisi Spektral FFT Horizon Lower
Missisauga pada Frekuensi 30 Hz ................................ 71 Lampiran 20 Hasil Dekomposisi Spektral FFT Horizon Lower
Missisauga pada Frekuensi 35 Hz ................................ 71 Lampiran 21 Hasil Dekomposisi Spektral FFT Horizon Lower
Missisauga pada Frekuensi 40 Hz ................................ 72
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Eksplorasi sumber minyak dan gas bumi masih terus
dikembangkan guna memenuhi kebutuhan energi yang terus
meningkat. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah
meningkatkan kegiatan eksplorasi reservoir untuk menemukan
cadangan minyak dan gas bumi yang ekonomis, sehingga nantinya
dapat dilanjutkan ke proses eksploitasi (Sunaryadi, 2015).
Proses eksplorasi lapangan minyak dan gas hingga saat ini
masih sangat bergantung pada proses eksplorasi menggunakan
metode seismik, termasuk pada eksplorasi di daerah penelitian ini.
Daerah penelitian, dilakukan oleh perusahaan Petro-Canada Shell
berada di lapangan Penobscot, Offshore Nova Scotia, Canada. Pada
lapangan ini, survei seismik dilakukan dalam bentuk 3D yang
didukung oleh dua data sumur yaitu sumur L-30 dan B-41.
Berdasarkan sejarah produksi, pada tahun 1976 dan 1977
pengeboran menghasilkan temuan reservoir minyak pada
kedalaman 3000–4000 meter (Crane dan Clack, 1992).
Penelitian sebelumnya, dilakukan oleh Illavi Pebrian Praseti
pada tahun 2016 di lapangan Penobscot, menggunakan metode
Dekomposisi Spektral dengan tipe Continuous Wavelet Transform
(CWT). Hasil yang diperoleh, menunjukan bahwa pemisahan
lapisan tipis terjadi pada tuning frekuensi 64 Hz (yang digunakan
2 Hz sampai 64 Hz). Hal ini terjadi akibat adanya pengaruh
frekuensi terhadap resolusi yang dihasilkan, di mana semakin
tinggi frekuensi yang diberikan, maka resolusi yang dicapai juga
semakin tinggi (Praseti, 2016).
Berdasarkan penelitian sebelumnya, peneliti menambahkan
berbagai informasi untuk mengetahui struktur dan stratigrafi
reservoir pada daerah penelitian. Metode yang digunakan adalah
analisis multi atribut yang diaplikasikan untuk mengidentifikasi
area prospek reservoir, yang sebelumnya tidak teridentifikasi
dengan baik, dan menentukan keadaan struktur maupun stratigrafi
lapangan. Peneliti menggunakan tiga metode atribut meliputi (1)
amplitudo rms; (2) koherensi; dan (3) dekomposisi spektral. Alasan
dilakukannya penelitian ini, untuk melihat persebaran reservoir
-
2
pada zona target, menentukan struktur bidang sesar bawah
permukaan, dan meningkatkan resolusi data seismik berbasis
frekuensi yang digunakan untuk mengetahui lingkungan
pengendapan suatu daerah penelitian. Salah satunya sistem
pengendapan yang menghasilkan analisa stratigrafi berupa aliran
sungai atau disebut dengan “channel”.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan, maka
diperoleh perumusan masalah pada penelitian ini, yaitu:
1. Bagaimana persebaran reservoir pada formasi target berdasarkan penelitian dengan menggunakan metode amplitudo
rms?
2. Bagaimana struktur sesar pada daerah penelitian berdasarkan analisa hasil atribut koherensi?
3. Bagaimana lingkungan pengendapan pada daerah penelitian berdasarkan analisa dekomposisi spektral?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukan penelitian ini, sebagai berikut:
1. Menentukan persebaran reservoir menggunakan metode amplitudo rms.
2. Mengetahui gambaran struktur sesar bawah permukaan dengan metode koherensi.
3. Mengetahui lingkungan pengendapan pada daerah penelitian dengan metode dekomposisi spektral.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah memberikan
pemahaman yang lebih baik kepada peneliti mengenai konsep
multi atribut seismik, dan memberikan informasi tambahan yang
dapat digunakan oleh peneliti lainnya yang menggunakan metode
serupa.
-
3
1.5 Batasan Masalah
Penelitian ini difokuskan pada beberapa aspek utama, sebagai
berikut:
1. Data log sumur yang digunakan berasal dari dua titik sumur yaitu L-30 dan B-41.
2. Formasi yang menjadi target untuk menentukan struktur dan stratigrafi yaitu Missisauga (Upper Missisauga, O-Marker, dan
Lower Missisauga).
3. Metode dekomposisi spektral yang digunakan FFT (Fast Fourier Transform) atau Transformasi Fourier Terpisah
(Discrete Fourier Transform).
4. Analisa atribut seismik yang dilakukan untuk mengetahui persebaran dari reservoir, struktur geologi lapangan, dan
stratigrafi berupa channel.
-
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Geologi
Lapangan Penobscot berada di sebelah Tenggara Provinsi Nova
Scotia, Canada (Gambar 2.1). Prospek ini terletak pada punggung
bukit Missisauga yang memisahkan sub-cekungan Abenaki dan
sub-cekungan Sable, di sebelah Utara Pulau Sable.
Gambar 2.1 Lokasi Penelitian Seismik 3D Lapangan Penobscot,
Canada (Crane dan Clack, 1992)
Perusahaan minyak Petro-Canada Shell telah melakukan
pemboran sumur L-30 pada September 1976, dengan kedalaman
hingga Formasi Abenaki. Analisis Petrofisika dan Repeat
Formation Tester (RFT) mengindikasikan adanya light oil,
condensate, dan gas pada lima lapisan batu pasir di Formasi
Missisauga Tengah. Tahun 1977 Petro-Canada Shell melakukan
pemboran sumur B-41. Hasil B-41 mengindikasikan seismik two-
way time dan terjadi adanya perubahan fasies di Upper Cretaceous
Wyandot Chalk. Lapangan minyak Penobscot mempunyai panjang
7,2 km, lebar 12,03 km, dan luas 86,62 km2 (Crane dan Clack,
1992).
-
6
2.1.1 Geologi Regional
A. Perioda Syn-Rift Fase pemekaran (rifting) dimulai pada perioda Triassic tengah,
sekitar 225 juta tahun yang lalu (Mya). Pada saat itu wilayah Nova
Scotia menempati posisi dekat dengan ekuator, terletak berdekatan
dengan Maroko dan sebagian besar batuan yang lebih tua
berdekatan langsung dengan batuan Paleozoikum Maroko
(Schenk, 1989). Pemekaran cekungan (rift basin) yang terbentuk
pada fase rifting, kemudian sedimen fluvial dan lacustrine serta
batuan vulkanik akan mengisi cekungan. Pada akhir Triassic-awal
Jurassic, pergerakan tektonik memindahkan lempeng Amerika
Utara dan Afrika secara perlahan-lahan ke arah Utara, dengan
wilayah Moroko – Nova Scotia dalam zona sub-ekuator yang
beriklim kering. Pada Triassic akhir, kerak benua bergerak ke arah
Utara dan Timur perairan laut yang pertama kali masuk ke dalam
pembentukan cekungan (syn-rift) (Gambar 2.2) (CNSOPB, 2012).
Kondisi laut dangkal terdiri dari beberapa klastik campuran dan
sedikit sedimentasi karbonat (Eurydice Formasi). Iklim panas dan
kering, laut dangkal berkali-kali menguap, mengakibatkan
pengendapan garam yang luas dan sedikit endapan anhidrit dengan
ketebalan 2 km di bagian tengah dari sistem keretakan (Argo
Formasi) (Wade dan MacLean, 1990).
Gambar 2.2 Rekonstruksi Paleogeographic dari Cekungan
Scotian Pada Triassic Akhir 210 mya (CNSOPB, 2012)
-
7
B. Perioda Awal Post-Rift Transgresi air laut di atas struktur ketidakselarasan (Break-up
Unconformity), menutupi cekungan dengan kondisi air laut yang
dangkal dan terakumulasi sedimen karbonat tipis dan klastik.
Kombinasi pemekaran lantai samudra, pengisian cekungan dan
kenaikan muka air laut, menyebabkan Samudra Atlantik menjadi
lebih luas dan dalam ( ̴ 1000 m) pada perioda pertengahan Jurassic
(Wade dan MacLean, 1990). Pada bagian barat dari cekungan
terbentuk karbonat dan bertahan sampai umur awal Cretaceous.
Pertumbuhan endapan karbonat sangat berlimpah pada perioda
awal post rift dan terbagi ke dalam beberapa bagian karbonat.
Daerah laut dangkal tempat terjadinya sedimentasi karbonat
(platform karbonat) dan batas suksesi terbentuk sepanjang daerah
tertinggi, yang berprogradasi ke arah laut dalam. Pada perioda ini
mengalami batas penurunan disertai dengan kenaikan permukaan
air laut, yang mengakibatkan karbonat ditutupi oleh batu serpih.
Pada akhir-pertengahan Jurassic, lingkungan laut dangkal di mana
terjadi adanya akumulasi sedimen karbonat, yang terbentuk
kembali sepanjang cekungan pada daerah tertinggi (Wade dan
MacLean, 1990), ditunjukan pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3 Rekonstruksi Paleogeographic dari Cekungan
Scotian Pada Jurassic Akhir 150 mya (CNSOPB, 2012)
-
8
C. Perioda Akhir Post-Rift Bersamaan dengan pengendapan dari karbonat, pengangkatan
pada bagian Barat cekungan mengakibatkan masuknya sedimen
klastik ke dalam cekungan. Bagian Barat Daya mengalami
progradasi sekitar perbatasan Amerika Serikat dan Canada yang
dikenal dengan Delta Shelburn. Pengendapan pada akhir post-rift
ini di dominasi oleh sedimen yang berasal dari darat. Serangkaian
pasir yang tebal tipe delta, pengendapan batu bara, pembentukan
karbonat dan suksesi paparan laut dangkal merupakan dominasi
dari pengendapan pada periode akhir post-rift (Cretaceous awal)
(Gambar 2.4)
Gambar 2.4 Rekonstruksi Paleogeographic dari Cekungan
Scotian Pada Cretaceous Awal 135 mya (CNSOPB, 2012)
Akhir periode Cretaceous di cekungan Scotia terjadi kenaikan
permukaan laut, penurunan cekungan, endapan laut dan adanya
batu kapur dari Formasi Wyandot. Strata ini akhirnya terkubur oleh
paparan laut Tersier, kemudian batuan pasir dan konglomerat
berasal dari Formasi Banquereau (Wade dan MacLean, 1990).
2.1.2 Geologi Struktur
Struktur Penobscot terletak pada punggung bukit Missisauga,
yang memisahkan Abenaki dan sub-cekungan Sable. Terdapat dua
-
9
patahan utama pada lapangan Penobscot. Patahan pertama terletak
di sebelah Barat dan patahan kedua terletak di sebelah Timur, yang
menjadikan daerah tersebut potensial adanya reservoir. Patahan
yang mengontrolnya adalah patahan aktif dari masa Paleogene
hingga Jurassic (Crane dan Clack, 1992).
2.1.3 Stratigrafi
Cekungan Scotia mengandung batuan sedimen, pada masa
Mesozoic hingga Cenozoic dengan ketabalan mencapai 16 km.
Batuan tersebut terendapkan selama masa pergerakan pangea.
Pengendapan awal terjadi pada masa Triassic yang terdiri atas
klastik dan evaporit. Kemudian terjadi transisi oleh pemekaran
dasar laut pada awal Jurassic, sehingga celah cekungan secara
berangsur-angsur terisi oleh klastik dan karbonat. Perkembangan
kondisi laut terjadi pada masa pertengahan Jurrasic, yang
menyebabkan timbulnya dataran alluvial, delta dan fasies karbonat.
Masa sedimentasi Cretaceous awal dan akhir di dominasi oleh
transgresi batu serpih, batuan karbonat dan kapur (Wade dan
MacLean, 1990). Fluktuasi ketinggian air pada masa Paleogene
dan Neogene membuat campuran batu pasir laut dan serpih
diselingi oleh batuan klastik kasar, batuan karbonat laut dan
semuanya tertutup oleh sedimen laut yang terendapkan selama
periode Quaternary (Gambar 2.5)
-
10
Gambar 2.5 Stratigrafi Umum Scotia (Wade dan MacLean, 1990)
Lapisan batuan pada Cekungan Scotia terdiri dari berbagai Formasi
batuan yang terbentuk, sebagai berikut:
A. Formasi Eurydice Formasi Eurydice adalah formasi tertua pengisi cekungan
Scotia yang berkaitan dengan pembentukan benua Atlantik, dan
merupakan deretan batu pasir merah, batu lanau, dan batu serpih
pada zaman Triasik. Beberapa sumur pernah dilakukan pemboran
hingga mencapai Formasi Eurydice, yang menunjukan kedalaman
formasi ini dapat mencapai 3 km (Van Der Linden, dkk, 1975).
-
11
B. Formasi Argo Formasi Argo adalah formasi batuan yang terjadi setelah
pembentukan Formasi Eurydice. Kedua formasi berada di tepi
cekungan dengan penyusun utama adalah garam. Persebaran
garam pada cekungan Scotia, memicu terjadi adanya graben utama
pada pengendapan awal adanya lapisan evaporit. Aliran garam
secara ekstensif mengisi sedimen pada sub-sekuen, dan secara
periodik telah mengalami pergeseran selama tahap akhir
pemisahan benua (Van Der Linden, dkk, 1975).
C. Formasi Iroquois dan Formasi Mohican Di bawah paparan Scotia, Formasi Iroquois dan Formasi
Mohican terjadi struktur ketidakselarasan. Penyusun utama
Formasi Iroquois yaitu batuan sedimen karbon yang memiliki
umur hampir sama dengan Formasi Mohican, yang mencapai
ketebalan maksimum hingga 800 m.
Batu pasir dan batu serpih dari Formasi Mohican terbentuk
sangat tebal pada Jurasik tengah dan terendapkan di sub-cekungan.
Formasi ini meluas pada paparan Scotia, dan beberapa sumur telah
berhasil dibor hingga kedalaman 400 m. Data seismik
mengindikasikan bahwa Formasi Mohican memiliki ketebalan
hingga 4 km di bagian Selatan sub-cekungan Abenaki dan 5,5 km
di bawah paparan Scotia bagian Timur (Van Der Linden, dkk,
1975).
D. Formasi Mic Mac dan Formasi Mohawk Di atas Formasi Mohican, terdapat formasi tertebal kedua yang
tersusun oleh batuan klastik yang dominan terbentuk setelah
pemekaran kerak (post rift), yaitu Formasi Mic Mac. Pada
cekungan Scotia Formasi Mic Mac dan Formasi Mohawak
terbentuk pada Jurasik awal.
Formasi Mic Mac memiliki ketebalan 6 km pada sub-cekungan
Laurentian, hingga ujung pengendapan atau erosi LaHave
Platform. Sebelah Tenggara pulau Sable terdapat 4 hingga 5 km
ketebalan batu pasir, batu serpih, dan batu kapur. Ke arah Utara
dan Barat dari pulau Sable sepanjang daerah tertinggi terdapat
fasies karbonat yang menonjol, yaitu Formasi Abenaki (Van Der
Linden, dkk, 1975).
-
12
E. Ketidakselarasan (Break-Up Uncomformity) Struktur ketidakselarasan (uncomformity) terjadi di antara
sekuen pembentukan cekungan dan pemekaran kerak pada
cekungan Scotia, yang terbentuk pada zaman Jurasik.
Ketidakselarasan ini terlihat di sepanjang graben dangkal pada
LaHave Platform (Van Der Linden, dkk, 1975).
F. Formasi Abenaki Formasi Abenaki dibagi menjadi empat bagian yaitu Scatarie,
Misaine, Baccaro, dan Artimon. Formasi ini terbentuk dari batu
kapur khusus dengan sekuen yang komplek dan menonjol.
Ketebalan maksimum yang dibor pada Formasi Abenaki sebesar
1.644 m. Selama Jurasik akhir bagian Timur Laut Canada
terpengaruh oleh pemisahan Lberia dan Amerika Utara. Pengaruh
paling kuat adalah pada bagian Selatan Newfoundland, di mana
terdapat tekanan, deformasi, dan erosi yang lebar pada lapisan
Jurasik. Struktur ketidakselarasan pada Avalon Uncomfirmity
ditemukan dari Avalon Uplift ke Barat hingga ke bagian Timur
cekungan Scotia (Van Der Linden, dkk, 1975).
G. Formasi Verrill Canyon Formasi Verrill Canyon terbentuk pada masa Jurasik tengah ke
awal Cretaceous. Formasi Verril Canyon merupakan fasies laut
dalam yang serupa dengan Formasi Mohawk, Abenaki, Mic Mac,
dan Missisauga. Formasi ini tersusun atas batu serpih abu-abu ke
hitaman, dengan lapisan tipis batu kapur, batu lanau dan batu pasir.
Formasi Verrill Canyon terendapkan pada prodelta, bagian luar
paparan dan lereng benua. Formasi ini memiliki ketebalan 360 m
di bagian Barat Daya cekungan Scotia dan lebih dari 915 m di
bagian Timur Laut (Van Der Linden, dkk, 1975).
H. Formasi Missisauga Formasi Missisauga tersebar luas pada cekungan Scotia yang
sangat bervariasi secara fasies dan ketebalan. Pada LaHave
Platform, Burin Platform dan punggung bukit Canso, yang
memiliki ketebalan mencapai 1.000 m. Terdiri dari 60 hingga 80%
batu pasir, dengan beberapa fasies batu kapur yang terdapat di
bagian Barat Daya. Pada sub-cekungan pulau Sable lebih dari 2,7
km kedalaman telah dibor, dan diperkirakan memiliki ketebalan
total lebih dari 3 km dengan 30 hingga 50% merupakan batu pasir
dan batu lanau (Van Der Linden, dkk, 1975).
-
13
I. Formasi Logan Canyon Formasi Logan Canyon memiliki penyebaran yang serupa
dengan Formasi Missisauga, ketebalannya diperkirakan 2,5 km.
Pada formasi ini batuan yang terendapkan didominasi oleh adanya
batu serpih dan terdapat sisipan batu pasir (Van Der Linden, dkk,
1975).
J. Shortland Batu serpih Batu pasir dari Fomasi Logan Canyon terpisah jauh dari fasies
batu serpih laut dalam pada Shortland. Batu serpih yang
terendapkan pada bagian delta yang paling menjauh ke arah laut
atau disebut prodelta di bagian luar paparan dan lereng benua (Van
Der Linden, dkk, 1975).
K. Formasi Dawson Canyon Batu serpih dan batu kapur terendapkan di seluruh cekungan
Scotia selama Cretaceous akhir. Unit transgresif pertama adalah
Formasi Dawson Canyon, yang memiliki variasi ketebalan lebih
dari 700 m di bagian sub-cekungan SouthWhale. Kemudian pada
bagian paparan Scotia memiliki ketebalan kira-kira 200 m di
punggung bukit Canso, dan sekitar 100 m di bagian luar sub-
cekungan pulau Sable (Van Der Linden, dkk, 1975).
L. Formasi Wyandot Formasi Wyandot tersusun dari batu kapur dan sedikit batu
gamping. Ketebalan bervariasi dari 50 m hingga 400 m di Pulau
Sable sebelah Tenggara tepi paparan Scotia, tetapi pada zaman
Tersier terjadi proses erosi. Di bawah bagian luar paparan, di atas
Formasi Wyandot sering ditandai adanya ketidakselarasan pada
sedimen Tersier (Van Der Linden, dkk, 1975).
M. Formasi Banquereau Formasi Banquereau merupakan sedimentasi yang terdapat
diantara bagian atas dari Formasi Wyandot dan Cenozoic atas.
Formasi ini memiliki ketebalan dari 0 hingga 4 km (Van Der
Linden, dkk, 1975).
N. Formasi Laurentian Formasi Laurentian merupakan pengendapan sedimen dari
sedimen Quarternary dan bagian Pliocene. Pada sisi tertebalnya di
sepanjang daerah luar paparan benua dan daerah atas lereng
terdapat lebih dari 1.500 m batu pasir laut, batu lanau dan batu
lempung (Van Der Linden, dkk, 1975).
-
14
2.1.4 Petroleum System
2.1.4.1 Sumber (Source Rock) dan Migrasi
Prospek pada lapangan Penobscot terletak tepat pada updip di area
geopressure lapangan Cohasset dan Panuke, yang telah berproduksi
pada pertengahan tahun 1990-an. Kandungan hidrokarbon berada
pada batu pasir di formasi Logan Canyon dan Missisauga. Minyak dan
gas yang ada pada lapangan Penobscot, diperkirakan terletak di dekat
formasi Missisauga Tengah bagian atas. Karena posisinya terletak di
punggung bukit Missisauga, maka hidrokarbon yang dihasilkan akan
bermigrasi ke arah Utara dan arah Selatan dari struktur Penobscot.
Source rock di prediksi berada di daerah formasi Verrill Canyon pada
kedalaman 3.666 m dibawah permukaan (Kidston, dkk, 2002).
2.1.4.2 Reservoir, Jebakan (Trap), Penutup (Seal)
Reservoir pada lapangan Penobscot diduga berada pada Formasi
Missisauga Tengah, terdiri dari lapisan pasir yang lebih tebal dari
bagian bawah Missisauga, dan lapisan pasir tersebut dapat dengan
mudah di korelasikan melalui analisa sumur. Lapisan pasir yang tebal
pada bagian Missisauga Tengah dapat ditemukan di sumur L-30 dan
B-41. Tipe lapisan pasir pada Formasi Missisauga Tengah dengan
urutan dari butiran pasir halus ke butiran pasir kasar. Di mana terdapat
informasi mengenai reservoir diantaranya adalah nilai porositas rata-
rata berkisar di antara 20% dengan maksimum porositas 30%. Nilai
permeabilitas rata-rata sebesar 120 milidarcy (mD) dengan nilai
permeabilitas maksimum lebih dari 1000 mD (Kidston, dkk, 2002).
Formasi Baccaro merupakan bagian dari platform karbonat formasi
Abenaki dan terbukti produktif di bagian Barat Daya pada lapangan
Panuke. Proses pembentukan batuan dolomit karena adanya proses
hidrotermal, sehingga terbentuk reservoir yang memiliki porositas
tinggi pada pengendapan fasies karbonat. Patahan pada basement yang
terdapat disepanjang punggung bukit Missisauga memberikan jalur
untuk fluida, yang menghasilkan porositas yang sangat baik untuk
bermigrasi (Kidston, dkk, 2002).
2.2 Konsep Gelombang Seismik
Sumber gelombang seismik berasal dari gelombang seismik
buatan. Di mana sumber gelombang buatan seperti dinamit, airgun,
dan watergun. Gelombang yang dipantulkan akan ditangkap oleh
-
15
geophone di permukaan dan diteruskan ke instrument untuk direkam
(Sherrif, 1995). Gelombang seismik merupakan gelombang yang
merambat dalam medium bumi. Perambatan gelombang seismik
tergantung pada sifat elastisitas batuan. Gelombang seismik dibagi
menjadi dua yaitu gelombang badan (body wave) dan gelombang
permukaan (surface wave).
2.2.1 Gelombang Badan (Body Wave)
Gelombang badan adalah gelombang yang menjalar dalam
medium elastik dan arah perambatannya adalah ke seluruh bagian di
dalam bumi. Berdasarkan gerak partikel pada media dan arah
penjalarannya, gelombang seismik dapat dibedakan menjadi dua yaitu
gelombang primer dan gelombang sekunder.
Gelombang primer, disebut juga gelombang kompresi atau
gelombang longitudinal, adalah gelombang yang arah gerak partikel
mediumnya sejajar dengan arah rambatnya (Gambar 2.6). Gelombang
ini memiliki kecepatan rambat paling besar. Persamaan untuk
kecepatan gelombang primer sebagai berikut:
𝑉𝑝 = √𝜆+2𝜇
𝜌 (2.1)
di mana:
𝜆 = konstanta lame 𝜇 = rigiditas 𝜌 = densitas.
Gelombang sekunder, disebut juga gelombang shear atau
gelombang transversal, adalah gelombang yang arah gerak partikel
mediumnya tegak lurus terhadap arah perambatan gelombangnya.
Gelombang ini memiliki cepat rambat yang lebih rendah dibandingkan
dengan kecepatan gelombang primer (Telford, dkk, 1990). Persamaan
untuk kecepatan gelombang sekunder (𝑉𝑠) sebagai berikut:
𝑉𝑠 = √𝜇
𝜌 (2.2)
-
16
Gambar 2.6 Gelombang Primer (Atas) dan Gelombang Sekunder
(Bawah) (Telford, dkk, 1990)
2.2.2 Gelombang Permukaan (Surface Wave)
Gelombang permukaan merupakan gelombang seismik yang
merambat di permukaan medium yang dilewatinya. Gelombang
permukaan dibagi dua jenis, yaitu gelombang Rayleigh dan
gelombang Love. Gelombang Rayleigh adalah gelombang yang
menjalar dipermukaan bumi dengan pergerakan partikelnya
menyerupai ellips, dan terjadi karena adanya inteferensi antara
gelombang tekan dengan gelombang geser secara konstruktif.
Persamaan untuk kecepatan gelombang Reyleigh (𝑉𝑅) adalah sebagai berikut:
𝑉𝑅 = 0.92 √𝑉𝑠 (2.3)
sedangkan gelombang love adalah gelombang yang arah
penjalarannya tegak lurus secara horizontal dengan arah pergerakan
partikelnya, berikut ilustrasi gelombang permukaan Gambar 2.7
(Telford, dkk, 1990).
-
17
Gambar 2.7 Gelombang Love (Atas) dan Gelombang Rayleigh
(Bawah) (Telford, dkk, 1990)
2.3 Komponen Seismik Refleksi
2.3.1 Koefisien Refleksi
Umam (2004) menjelaskan bahwa pada saat gelombang dengan
sudut datang normal direfleksikan dan ditransmisikan, akan
mempunyai bentuk pulsa gelombang yang sama dengan gelombang
datang, namun besar amplitudonya berbeda. Perbandingan antara
besar amplitudo gelombang yang terpantulkan dan gelombang datang
dinamakan koefisien refleksi (KR), dengan persamaan:
𝐾𝑅 =𝐴𝑟
𝐴𝑑 (2.4)
di mana 𝐴𝑟 adalah amplitudo gelombang refleksi dan 𝐴𝑑 adalah amplitudo gelombang datang. Koefisien refleksi akan berubah seiring
dengan perubahan densitas (𝜌) dan cepat rambat gelombang (𝑣) pada batuan, dengan persamaan sebagai berikut:
𝐾𝑅 =𝜌2𝑣2−𝜌1𝑣1
𝜌2𝑣2+𝜌1𝑣1 (2.5)
di mana:
𝐾𝑅 : koefisien refleksi 𝜌1 : densitas lapisan 1 𝑣1 : kecepatan gelombang lapisan 1 𝜌2 : densitas lapisan 2 𝑣2 : kecepatan gelombang lapisan 2.
-
18
2.3.2 Impedansi Akustik
Impedansi akustik (AI) didefinisikan sebagai kemampuan batuan
untuk dapat melewatkan gelombang seismik yang melaluinya. Faktor
yang mempengaruhi sifat fisis batuan yaitu jenis litologi, porositas,
kandungan fluida, kedalaman, tekanan, dan temperatur. Sehingga AI
dapat digunakan sebagai suatu indikator litologi (Shearer, 2009).
Secara matematis AI adalah hasil perkalian antara kecepatan dengan
densitas suatu batuan, persamaan AI sebagai berikut:
𝐼𝑚𝑝𝑒𝑑𝑎𝑛𝑠𝑖 𝐴𝑘𝑢𝑠𝑡𝑖𝑘 (𝐴𝐼) = 𝜌 × 𝑣 (2.6) di mana:
𝐴𝐼 : impedansi akustik suatu lapisan batuan ([gr/cc*ft/s] atau [kg/m3*m/s])
𝜌 : densitas batuan pada suatu formasi (gr/cc atau kg/m3) 𝑣 : kecepatan gelombang lapisan batuan (ft/s atau m/s).
Impedansi akustik dapat dianalogikan dengan acoustic hardness,
di mana batuan yang keras dan susah dimampatkan mempunyai AI
yang tinggi, sedangkan batuan lunak lebih mudah dimampatkan dan
mempunyai AI yang rendah. Sebagai contoh batu gamping dan granit
mempunyai AI yang tinggi, sedangkan batu lempung mempunyai AI
yang rendah. Sehingga semakin besar amplitudonya, maka akan
semakin besar refleksi dan kontras impedansi akustiknya (Sukmono
dan Agus, 2001).
2.3.3 Trace Seismik
Trace seismik adalah data seismik yang terekam oleh satu perekam
yaitu geophone. Di mana trace seismik mencerminkan respon dari
medan gelombang elastik terhadap kontras impedansi akustik
(reflektivitas), pada batas lapisan batuan sedimen yang satu dengan
yang lain. Proses terjadi trace seismik yang di Gambarkan 2.8
menunjukan bahwa, setiap trace merupakan hasil konvolusi sederhana
dari reflektivitas bumi dengan fungsi sumber seismik yang ditambah
dengan noise (Rusell, 1988). Persamaan yang digunakan untuk
membuat trace seismik, sebagai berikut:
𝑆(𝑡) = 𝑊(𝑡) ∗ 𝑟(𝑡) + 𝑛(𝑡) (2.7)
-
19
di mana:
𝑆(𝑡) : trace seismik 𝑊(𝑡) : wavelet seismik 𝑟(𝑡) : reflektivitas bumi 𝑛(𝑡) : noise ∗ : konvolusi.
Gambar 2.8 Proses Terjadi Trace Seismik (Rusell, 1988)
2.3.4 Wavelet
Wavelet adalah kumpulan dari sejumlah gelombang seismik yang
mempunyai amplitudo, frekuensi, dan fase tertentu (Sismanto, 2006).
Berdasarkan konsentrasi energinya, wavelet dibagi atas beberapa jenis
yang ditunjukan pada Gambar 2.9, berikut ini:
1. Zero phase, Wavelet berfase nol (wavelet simetris) adalah wavelet yang energinya terkonsentrasi pada titik referensi nol
(peak pada batas acoustic impedance). Wavelet jenis ini
mempunyai resolusi maksimum.
2. Minimum phase adalah wavelet yang energinya terkonsentrasi di depan titik referensi nol (t = 0) dan tidak ada energi sebelum
(t = 0)
3. Maksimum phase, memiliki energi yang terpusat secara maksimal dibagian akhir dari wavelet.
-
20
4. Mix phase merupakan wavelet yang energinya tidak terkonsentrasi di bagian depan maupun di bagian belakang.
Gambar 2.9 Jenis-Jenis Wavelet (a) Zero Phase, (b) Maximum
Phase, (c) Minimum Phase, (d) Mixed Phase (Sismanto, 2006)
2.3.5 Seismogram Sintetik
Seismogram sintetik adalah data seismik yang dibuat dari data
sumur yaitu log kecepatan, log densitas, dan wavelet. Mengalikan log
kecepatan dengan log densitas, akan mendapatkan deret koefisien
refleksi. Koefisien refleksi kemudian di konvolusikan dengan wavelet,
sehingga didapatkan seismogram sintetik yang ditunjukan pada
Gambar 2.10. Seismogram sintetik digunakan untuk mengikat data
sumur dengan data seismik. Umumnya data seismik berada dalam
domain waktu (TWT), sedangkan data sumur dalam domain
kedalaman (depth). Sehingga sebelum melakukan pengikatan,
langkah awal yang harus dilakukan adalah konversi data sumur ke
domain waktu dengan cara membuat seismogram sintetik (Sukmono
dan Agus, 2001).
a
c
b
d
-
21
Gambar 2.10 Seismogram Sintetik (Sukmono dan Agus, 2001)
2.3.6 Resolusi Vertikal
Resolusi vertikal adalah kemampuan dari data seismik untuk dapat
membedakan dua lapisan sebagai kenampakan yang berbeda, atau
ketebalan minimum yang dapat dideteksi oleh data seismik. Resolusi
vertikal pada data seismik sangat berhubungan dengan nilai
kecepatan, frekuensi, dan panjang gelombang. Resolusi vertikal dari
suatu batuan setara dengan 1 4⁄ panjang gelombang, yang disebut
dengan ketebalan tuning (tuning thickness). Ketebalan tuning (tuning
thickness) adalah batas minimal ketebalan lapisan batuan yang mampu
dilihat atau dibedakan oleh gelombang seismik (Badley, 1985) yang
ditunjukan pada Gambar 2.11.
Resolusi vertikal dapat didefinisikan sebagai 1 4⁄ panjang
gelombang (𝜆), di mana 𝜆 = 𝑣 𝑓⁄ . v adalah kecepatan gelombang
seismik dan f adalah frekuensi. Frekuensi dominan panjang
gelombang seismik bervariasi antara 20 sampai 50 Hz.
-
22
Gambar 2.11 Ketebalan Tuning (Badley, 1984)
Widess (1973) dalam papernya “How thin is a thin bed” Geophysics,
mengusulkan 1 8⁄ 𝜆 sebagai batas minimal resolusi vertikal. Akan tetapi, dengan mempertimbangkan kehadiran noise dan efek pelebaran
wavelet terhadap kedalaman, maka batas minimal resolusi vertikal
yang digunakan adalah 1 4⁄ 𝜆. Suatu ketebalan lapisan batuan lebih besar dari ketebalan tuning,
maka batas antar lapisan akan dapat dibedakan. Apabila ketebalan
lapisan sama dengan ketebalan tuning, maka kedua gelombang akan
berinterferensi positif sehingga meningkatkan amplitudo refleksi. Jika
ketebalan lapisan lebih kecil dari pada ketebalan tuning, gelombang
akan berinterferensi negatif dan mengurangi amplitudo refleksi. Untuk
memperkirakan ketebalan lapisan di mana efek tuning akan terjadi,
maka digunakan persamaan tuning thickness, sebagai berikut:
𝐻 = 1
4𝜆 =
𝑣
4𝑓 (2.8)
di mana:
H = ketebalan lapisan 𝜆 = panjang gelombang v = kecepatan interval lapisan batuan f = frekuensi.
-
23
2.4 Analisis Multi Atribut Seismik
2.4.1 Atribut Seismik
Atribut seismik merupakan informasi berupa besaran spesifik
geometri, yang diperoleh dari data seismik melalui pengukuran
langsung. Brown (1999) menjelaskan bahwa semua atribut dan
formasi yang ada di klasifikasi data seismik tidaklah berdiri sendiri
satu dengan yang lain. Adanya perbedaan pada proses analisis
berdasarkan pada gelombang seismik yang terkait, maka informasi
dasar tersebut diklasifikasi dengan domain waktu, amplitudo,
frekuensi, dan atenuasi, yang ditunjukan pada Gambar 2.12.
Gambar 2.12 Klasifikasi Atribut Seismik (Brown, 1999)
Metode multi atribut adalah salah satu metode statistik
menggunakan lebih dari satu atribut, untuk memprediksi beberapa
properti fisik dari bumi. Pada analisis ini dicari hubungan antara log
dengan data seismik, lokasi sumur, dan hubungan, untuk memprediksi
atau mengestimasi volume dari properti log pada semua lokasi volume
seismik. Ide menggunakan multi atribut seismik untuk memprediksi
log properti pertama kali diusulkan oleh Schultz, dkk, (1994), yang
menjelaskan bahwa pendekatan tradisional properti reservoir
dihasilkan dari data seismik, menggunakan hubungan fisika antara
-
24
parameter yang ingin dipetakan dengan beberapa atribut dari data
seismik. Kemudian menggunakan sebuah atribut dari penampang 2D
atau 3D untuk memprediksi parameter reservoir tersebut.
2.4.2 Atribut Koherensi (Coherence)
Koherensi adalah salah satu atribut seismik yang menampilkan
kemiripan satu trace seismik dengan trace yang lainnya. Trace
seismik yang mirip akan dipetakan dengan koefisien koherensi yang
tinggi yaitu bernilai 1, sedangkan ketidakmenerusan atau tidak serupa
akan dipetakan dengan koefisien koherensi yang rendah yaitu bernilai
0. Sebuah zona sesar akan menghasilkan ketidakmenerusan yang
tajam, maka menghasilkan koefisien koherensi yang rendah
disepanjang bidang sesar tersebut. Dalam eksplorasi, atribut koherensi
digunakan untuk mempertajam kehadiran struktur sesar. Atribut
koherensi dioperasikan dalam suatu algoritma pendekatan matematis
yang mirip dengan perhitungan korelasi, karena atribut ini dihitung
langsung dari data seismik yang diproses (Brown, 1999). Persamaan
matematis atribut koherensi, sebagai berikut:
𝑠𝑖𝑚 = 1 −√∑ (𝑥𝑖−𝑦𝑖)
2𝑁𝑖=1
√∑ 𝑥𝑖2𝑁
𝑖=1 +√∑ 𝑦𝑖2𝑁
𝑖=1
(2.9)
𝑠𝑖𝑚 = 1 −√∑ 𝑥
√𝑦 (2.10)
di mana:
sim = similaritas (bentuk dari koherensi)
(𝑥𝑖, 𝑦𝑖) = posisi inline dan crossline N = jumlah data.
Chopra (2002) menjelaskan bahwa pengukuran koherensi dalam
tiga dimensi mewakili trace-to-trace similaritas dan menghasilkan
perubahan trace yang memiliki koefisien koherensi tinggi, sementara
diskontinuitas memiliki koefisien rendah. Daerah trace seismik yang
terpotong oleh patahan. misalnya hasil diskontinuitas yang tajam
menggambarkan koherensi rendah disepanjang bidang patahan
(Gambar 2.13).
-
25
Gambar 2.13 Perbandingan Koherensi. a) Sesar kurang terlihat pada
peta amplitudo, b) Peta koherensi mempertajam sesar, c) Gabungan
keduanya (Chopra, 2002)
2.4.3 Atribut Amplitudo Root Mean Square (RMS)
Konsep dari amplitudo rms merupakan akar dari jumlah energi
dalam domain waktu (amplitudo dikuadratkan), yang ditunjukan pada
Gambar 2.14. Persamaan untuk menghitung amplitudo rms, sebagai
berikut:
𝐴𝑚𝑝𝑙𝑖𝑡𝑢𝑑𝑜 𝑅𝑀𝑆 = √1
𝑁 ∑ 𝑎1
2𝑁𝑖=1 (2.9)
di mana:
N = jumlah sample amplitudo pada jendela analisis
a = besar amplitudo.
Gambar 2.14 Ilustrasi Perhitungan Amplitudo RMS (Sukmono,
2007)
-
26
Contoh perhitungan:
𝐴𝑚𝑝𝑙𝑖𝑡𝑢𝑑𝑜 𝑅𝑀𝑆 = √1
𝑁 ∑ 𝑎1
2
𝑁
𝑖=1
𝐴𝑚𝑝𝑙𝑖𝑡𝑢𝑑𝑜 𝑅𝑀𝑆
= √1
8∑ (52 + 02 + (−18)2 + (−10)2 + 302
𝑁
𝑖=1
+ 372 + 382 + 252) 𝐴𝑚𝑝𝑙𝑖𝑡𝑢𝑑𝑜 𝑅𝑀𝑆 = 24.46 ms
Berdasarkan konsep tersebut, amplitudo rms akan sangat sensitif
terhadap nilai amplitudo yang tinggi, sehingga amplitudo rms sangat
cocok untuk melacak perubahan litologi.
2.4.4 Atribut Dekomposisi Spektral (Spectral Decomposition)
Dekomposisi spektral adalah metode yang digunakan untuk
menganalisa karakter frekuensi, yang merupakan respon dari batuan
bawah permukaan dan reservoir (Sinha, dkk, 2005). Atribut ini
dihasilkan dari analisa teknik waktu-frekuensi kontinyu yang
menghasilkan spektrum frekuensi untuk setiap sample waktu pada
trace seismik. Metode dekomposisi spektral pada data seismik, dapat
dikomposisikan menjadi spektrum dalam komponen frekuensi
tertentu. Domain waktu pada seismik trace dirubah menjadi domain
frekuensi, misalnya dengan menggunakan Transformasi Fourier
Terpisah (Discrete Fourier Transform) untuk menghasilkan
amplitudo dan fasa spektral. Spektrum amplitudo berisi informasi
yang berhubungan dengan ketebalan lapisan dan spektrum fasa berisi
informasi mengenai kemenerusan dan ketidakmenerusan. Aplikasi
metode ini dapat meningkatkan resolusi, memperjelas channel,
estimasi ketebalan dari perlapisan tipis, menghilangkan noise, dan
identifikasi keberadaan reservoir.
Ada beberapa metode dalam melakukan atribut dekomposisi
spektral. Metode tersebut antara lain, yaitu:
1. Transformasi Fourier Terpisah (Discrete Fourier Transform) 2. Transformasi Fourier Waktu Singkat (Short Time Fourier
Transform)
-
27
3. Transformasi Wavelet Kontinu (Continous Wavelet Transform)
4. Pencocokan Dekomposisi Pursuit (Matching Pursuit Decomposition)
2.4.4.1 Transformasi Fourier Terpisah (Discrete Fourier
Transform)
Sebuah sinyal ketika di transformasi kedalam domain frekuensi
dengan menggunakan transformasi Fourier, akan memperlihatkan
seluruh karakter frekuensi yang terkandung dalam sinyal tersebut,
untuk mendapatkan informasi struktur sepanjang horizon. Persamaan
transformasi Fourier dinyatakan sebagai berikut (Sinha, dkk, 2005)
f (𝜔) = ∫ 𝑓 𝑡 𝑒−𝑖𝜔𝑡𝑑𝑡∞
−∞ (2.10)
di mana:
𝑓 (𝜔) : fungsi sinyal 𝜔 : frekuensi 𝑡 : waktu.
Konsep sinyal dibagi menjadi 2 jenis yaitu, sinyal stasioner dan sinyal
nonstasioner. Perbedaan mendasar dari sebuah sinyal stasioner dan
nonstasioner adalah pada kandungan frekuensinya. Sinyal stasioner
dapat didefinisikan sebagai sinyal dengan kandungan frekuensi yang
muncul sepanjang waktu akan selalu konstan. Sedangkan sinyal
nonstasioner adalah sinyal di mana kandungan frekuensi yang muncul
sepanjang waktu tersebut tidak konstan. Karakter dari sinyal seismik
merupakan sinyal nonstasioner, karena kandungan frekuensinya akan
berubah-ubah sepanjang waktu. Hal ini dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor, seperti kondisi geologi, litologi di bawah permukaan,
dan variasi ketebalan.
-
28
Gambar 2.15 Interferensi Spektral (Partyka, dkk, 1999)
Partyka (1999) menjelaskan bahwa konsep dasar dekomposisi
spektral adalah suatu seismik refleksi dari lapisan batuan yang tipis,
akan memberikan suatu respon karakteristik frekuensi tertentu, dapat
dilihat pada Gambar 2.15. Jika frekuensi diasosiasikan dengan
ketebalan pada bagian dari zona target, maka hal tersebut dapat
memberikan informasi gambaran yang lebih detail jika dibandingkan
dengan processing seismik konvensional.
Karakteristik frekuensi diperoleh dari suatu ketebalan batuan,
densitas dari lapisan material, dan kecepatan sinyal yang melaluinya.
Lapisan material tersebut berasal dari sejumlah perlapisan batuan
dengan karakteristik frekuensi tertentu, untuk mendapatkan lapisan
yang diinginkan. Pendekatan yang paling umum untuk karakterisasi
reservoir menggunakan dekomposisi spektral adalah melalui “zone of
interest tuning cube” (Gambar 2.16).
-
29
Gambar 2.16 Proses Pengolahan Atribut Dekomposisi Spektral
(Partyka, dkk, 1999)
-
31
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada tanggal 11 April 2017 hingga 22 Juni
2017 di DBS Bank Tower Lantai 16 Ciputra World 1 Jl. Prof. Dr.
Satrio Kav. 3-5 Jakarta Selatan pada Genting Oil Kasuri Pte Ltd.
Penelitian ini menggunakan data Open Source dari perusahaan Petro-
Canada Shell.
3.2 Peralatan Penelitian
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini berupa perangkat
lunak (software) dan perangkat keras. Perangkat lunak (software)
yang digunakan yaitu a) Humpson Russell 8.4, b) IHS Kingdom 2015.0
– 64 bit 9.0 HF4 Build: 2426, c) Opendtect 6.0.0, d) Microsoft Excel
2013, e) Microsoft Word 2013, f) Microsoft Power Point 2013, dan g)
Notepad pada Windows 8. Perangkat keras yang digunakan yaitu
Laptop ASUS A455L Prosessor Intel Core i7 dan Printer.
3.3 Persiapan Data Penelitian
3.3.1 Data Seismik
Data seismik yang diperoleh dari processing PSTM (Post Stack
Time Migration) adalah data seismik 3D. Adapun informasi
spesifikasi lebih rinci dapat dilihat pada Tabel 3.1 berikut ini:
Tabel 3.1 Spesifikasi Data Seismik
Jenis
Data
Sumur Jumlah
Inline
Jumlah
Xline
Waktu
Data
seismik
3D
L-30 1000 –
1481
(1189)
1001 –
1480
(1162)
0 – 6000 ms
B-41 1000 –
1481
(1344)
1001 –
1480
(1051)
0 – 6000 ms
-
32
Gambar 3.1 Data Seismik 3D Lapangan Penobscot
Data seismik yang ditunjukan pada Gambar 3.1 sangat penting dalam
penelitian ini. Data seismik yang ditunjukkan dalam proses awal input
multi atribut dan data dasar yang dilakukan akan berpengaruh pada
pengolahan data, sehingga menghasilkan interpretasi struktur dan
stratigrafi data seismik reservoir.
3.3.2 Data Sumur
Penelitian ini menggunakan dua data sumur yaitu L-30 dan B-41.
Data sumur yang digunakan adalah data log (wireline log), data
checkshot, dan data horizon (marker), ditunjukan pada Tabel 3.2
berikut ini:
Tabel 3.2 Kelengkapan Data Sumur
Sumur Data Log Data Horizon Data
Checkshot
L-30
B-41
-
33
3.3.2.1 Data Log
Data log merupakan hasil parameter yang terukur secara
berkesinambungan di dalam sebuah sumur. Berikut daftar
kelengkapan data log yang digunakan dalam penelitian kedua sumur,
yang ditunjukan pada Tabel 3.3
Tabel 3.3 Data Log yang digunakan dalam penelitian
No Well Log L-30 B-41
1 Caliper
2 Gamma Ray
3 Density
4 Resistivity
5 Neutron Porosity
6 P-wave
7 SP
3.3.2.2 Data Checkshot
Data checkshot merupakan data survei pengukuran waktu tempuh
gelombang seismik. Di mana posisi sumber gelombang diletakkan
pada permukaan dekat dengan lubang bor, dan perekam berada di
dalam lubang bor. Data checkshot digunakan untuk mendapatkan
hubungan antara data sumur dan data seismik, karena adanya
perbedaan domain satuan antara data sumur (domain kedalaman) dan
data seismik (domain waktu). Oleh sebab itu, data checkshot
digunakan untuk mengikat data sumur dengan data seismik atau
disebut well seismic tie. Gambar 3.2 merupakan hasil data checkshot
dan data horizon (marker) pada sumur L-30 dan B-41.
-
34
Gambar 3.2 Koreksi Data Checkshot Sumur L-30 dan B-41
3.3.2.3 Data Horizon (Marker)
Data horizon (marker) digunakan untuk menandai batas atas dan
batas bawah dari setiap formasi reservoir. Pada penelitian ini,
ditemukan sumur yang memiliki data horizon (marker) berbeda.
Sumur L-30, 18 marker geologi dan sumur B-41, 6 marker geologi.
Peneliti menggunakan tiga data horizon (marker) yang sama dari
sumur L-30 dan B-41, yaitu Upper Missisauga, Base O-Marker, dan
Lower Missisauga. Informasi kedalaman kedua sumur pada setiap
horizon (marker), ditunjukan pada Tabel 3.4 berikut ini:
Tabel 3.4 Informasi Data Horizon (Marker)
Sumur Formation
Top
Kedalaman
TVD (ft)
L-30 U. Missisauga 6828
Base O-M 7542
L. Missisauga 9915
B-41 U. Missisauga 6876
Base O-M 7620
L. Missisauga 9978
-
35
3.4 Diagram Alir Penelitian
Penelitian ini secara umum melewati beberapa proses. Proses
diperoleh dari pengolahan data sumur dan pengolahan data seismik.
Berdasarkan pengolahan tersebut, akan mendapatkan hasil yang
berbeda dari metode yang digunakan. Berikut diagram alir penelitian
yang ditunjukan pada Gambar 3.3
Gambar 3.3 Diagram Alir Penelitian
-
36
3.5 Pengolahan Data
3.5.1 Pengolahan Data Sumur
Proses pengolahan data hingga interpretasi data seismik dalam
penelitian ini menggunakan tiga software yaitu Hampson Russell
Software (HRS), HIS Kingdom, dan Opendtect, masing–masing
software memiliki fungsi yang berbeda untuk menghasilkan analisa
yang lebih akurat. HRS digunakan untuk proses loading well, input
data horizon (marker), korelasi sumur dan sensitivitas analisis
(crossplot). IHS Kingdom digunakan untuk proses well seismic tie,
picking horizon, picking fault, dan analisa atribut amplitudo rms.
Sedangkan Opendtect digunakan untuk analisa atribut koherensi dan
analisa atribut Dekomposisi Spektral.
Pengolahan data sumur dimulai dari tahapan loading data dan
tahapan quality control (QC). QC digunakan untuk memeriksa
kelayakan pada data sumur yang akan dimasukan ke dalam software
HRS. Data sumur yang diperlukan adalah data checkshot, data log
(wireline log), dan data horizon (marker). Data sumur yang akan
diolah, terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan kelengkapan pada
posisi (x,y) dari masing–masing sumur, yaitu dengan memasukan
informasi Kelly Bushing (KB), elevasi permukaan, koordinat sumur,
penentuan nilai, satuan tiap log, dan batas kedalaman (start dan stop
depth). Rubiandini (2012) menjelaskan bahwa Kelly Bushing (KB)
adalah sebuah perangkat pengeboran yang dipasang sebagai konektor
antara Kelly dan Rotary Table.
Tahap berikutnya, memberikan tanda setiap horizon (marker) pada
formasi yang diindikasikan sebagai lapisan batu pasir, baik yang
berpotensi adanya reservoir maupun yang tidak. Hal ini dilakukan
untuk membatasi daerah yang akan dianalisa lebih lanjut. Log yang
digunakan untuk membuat marker antara lain yaitu log gamma ray,
log resistivity, log neutron porosity, log density, log p-wave, dan
computed impedance (impedansi akustik).
-
37
Gambar 3.4 Korelasi Data Sumur L-30
Gambar 3.5 Korelasi Data Sumur B-41
Gambar 3.4 dan Gambar 3.5 menunjukan hasil korelasi kedua data
sumur pada Upper Missisauga hingga Lower Missisauga. Setiap
horizon mengindikasikan sebagai reservoir untuk membedakan
lapisan batu pasir dan batu serpih. Batu pasir ditandai dengan nilai log
-
38
gamma ray yang rendah dan nilai log resistivity tinggi, sedangkan
lapisan batu serpih ditandai dengan nilai log gamma ray yang tinggi
dan nilai log resistivity rendah.
3.5.2 Pengolahan Data Seismik
3.5.2.1 Pembuatan Wavelet
Wavelet yang digunakan hasil dari ekstraksi data seismik.
Berdasarkan hasil pembuatan wavelet terdapat dua jendela (window),
di sekitar zona target masing–masing kedua sumur yang ditunjukan
Gambar 3.6. Parameter yang dihasilkan sumur L-30 dan B-41 sama,
yaitu sample interval 0.002 s, panjang dalam waktu (length in time)
0.4 s dan tipe fasa dari wavelet tersebut merupakan zero phase.
(A) (B)
Gambar 3.6 Wavelet Hasil Ekstraksi dari Data Seismik, (A) Sumur
L-30, (B) Sumur B-41
3.5.3 Well Seismic Tie
Koefisien refleksi dikonvolusikan dengan wavelet untuk
mendapatkan seismogram sintetik, dalam proses well seismic tie.
Tahap pembuatan seismogram sintetik dengan menggunakan
beberapa data, yaitu data checkshot, data log sumur (log gamma ray,
-
39
log density, dan log p-wave) dan trace seismik. Proses dilakukan well
seismic tie bertujuan untuk menyamakan domain data sumur
(kedalaman) dengan domain data seismik (waktu). Tahapan
melakukan well seismic tie yaitu dengan stretching dan squeezing.
Stretching dan squeezing adalah suatu proses untuk mencocokan trace
seismik dan trace sintetik, dengan meregang dan menempatkan antara
dua amplitudo yang berdekatan. Pengikatan data sumur dan data
seismik dilakukan untuk kedua sumur L-30 dan B-41, yang ditunjukan
pada Gambar 3.7 dan Gambar 3.8.
Gambar 3.7 Hasil Well Seismic Tie Sumur L-30
-
40
Gambar 3.8 Hasil Well Seismic Tie Sumur B-41
3.5.4 Picking Horizon
Picking horizon dilakukan dengan cara membuat garis horizon,
pada kemenerusan suatu lapisan penampang seismik. Proses Tahap
melakukan picking horizon diperlukan well seismic tie untuk mengikat
data sumur dan data seismik, sehingga horizon seismik dapat
diletakkan pada horizon yang sebenarnya. Oleh sebab itu, proses well
seismic tie sangat penting dan berpengaruh dalam menentukan horizon
mana yang akan di picking untuk mewakili dari zona reservoir.
-
41
Gambar 3.9 Interpretasi Picking Horizon 2D Seismik Inline 1189
Sebelum melakukan picking horizon, hasil well seismic tie
ditampilkan pada penampang seismik untuk mengetahui horizon yang
akan di peak. Penelitian ini menggunakan wavelet zero phase, karena
proses picking horizon dilakukan pada peak (puncak) dan trough
(lembah) dari amplitudo seismik yang terjadi pada event horizon.
Gambar 3.9 menunjukan horizon Upper Missisauga dilakukan pada
trough, horizon O-Marker pada trough, dan horizon Lower
Missisauga pada peak. Setelah melakukan picking horizon akan
mendapatkan hasil peta struktur waktu dari setiap horizon, yang
ditunjukan Gambar 3.10, 3.11, dan 3.12.
Gambar 3.10 Peta Struktur Waktu Upper Missisauga
-
42
Gambar 3.11 Peta Struktur Waktu O-Marker
Gambar 3.12 Peta Struktur Waktu Lower Missisauga
3.5.5 Picking Fault (sesar)
Sesar merupakan rekahan pada batuan yang telah mengalami
pergeseran (Endarto, 2005). Sesar dalam data seismik ditunjukan
dengan terpotongnya horizon seismik oleh bidang sesar. Picking fault
dilakukan mulai dari pergeseran horizon yang tampak jelas dan
diteruskan pada zona pergeseran secara vertikal. Setelah dilakukan
pengikatan data sumur, didapatkan sebagai acuan untuk menentukan
horizon target reservoir pada data seismik. Interpretasi seismik
-
43
meliputi interpretasi struktural berupa horizon dan patahan. Hasil
interpretasi akan digunakan dengan membangun pemodelan struktur.
Gambar 3.13 Interpretasi Picking Fault 2D Seismik Inline 1331
Kemenerusan patahan pada lapangan Penobscot, berada pada arah
Barat ke Timur. Hal ini dapat dilihat setelah picking fault dilakukan
yang ditunjukan pada Gambar 3.13 ditandai dengan garis berwarna
ungu.
-
45
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Analisis Sensitivitas (Crossplot)
Analisis sensitivitas atau crossplot adalah tahapan untuk
mengetahui tingkat sensitivitas dari data log sumur, dalam melakukan
pemisahan zona reservoir dan non reservoir. Crossplot dilakukan
antara dua log pada sumbu kartesian x dan y. Nilai cut-off tiap log
yang hasilkan dari crossplot dapat memisahkan antara litologi dan
fluida. Jenis log yang digunakan pada penelitian ini adalah log gamma
ray, log p-impedance, dan log resistivity. Ketiga log tersebut
digunakan untuk menentukan setiap parameter log.
(a)
-
46
(b)
Gambar 4.1 (a) Penampang Crossplot Log P-Impedance vs Gamma
Ray, dengan Pewarnaan Log Resistivity, (b) Hasil Cross Section
Sumur L-30
Gambar 4.1 terlihat crossplot antara log p-impedance sebagai sumbu
x dan log gamma ray sebagai sumbu y. Zona pemisahan litologi dibagi
menjadi tiga, dilihat pada pewarnaan pada log resistivity. Pada zona
kuning dengan log p-impedance tinggi memiliki nilai (34.600 - 46.200
(ft/s)*(g/cc)), log gamma ray rendah (< 60 (API)) dan log resistivity
tinggi, menunjukan bahwa litologi zona tersebut adalah batu pasir
(sandstone) dengan porositas yang rendah. Zona biru dengan log p-
impedance lebih kecil memiliki nilai (22.200 – 34.500 (ft/s)*(g/cc),
log gamma ray rendah (< 60 (API)), menunjukan bahwa litologi zona
tersebut adalah water sand. Hal ini dikarenakan memiliki nilai log
resistivity yang kecil. Sedangkan pada zona hijau dengan persebaran
log gamma ray tinggi memiliki nilai (> 60 (API)), log p-impedance
medium dan log resistivity medium, menunjukan bahwa litologi pada
zona tersebut adalah batu serpih (shale).
-
47
(a)
(b)
Gambar 4.2 (a) Penampang Crossplot Log P-Impedance vs Gamma
Ray, dengan Pewarnaan Log Resistivity, (b) Hasil Cross Section
Sumur B-41
-
48
Gambar 4.2 menunjukan penampang crossplot dengan log p-
impedance vs log gamma ray, dengan pewarnaan yang digunakan log
resistivity pada sumur B-41. Pada zona kuning dengan log p-
impedance tinggi memiliki nilai (36.000 – 46.750 (ft/s)*(g/cc)), log
gamma ray rendah (< 60 (API)) dan log resistivity tinggi, menunjukan
bahwa litologi zona tersebut adalah batu pasir (sandstone), yang
memiliki porositas rendah. Untuk zona biru dengan persebaran nilai
log p-impedance lebih rendah (22.250 – 35.900 (ft/s)*(g/cc)), log
gamma ray rendah (< 60 (API)), menunjukan bahwa litologi pada
zona tersebut adalah water sand. Hal ini dikarenakan memiliki nilai
log resistivity yang kecil. Sedangkan pada zona hijau, persebaran nilai
log gamma ray tinggi (> 60 (API)), log p-impedance medium dan log
resistivity medium menunjukan litologi pada zona tersebut adalah batu
serpih (shale).
4.2 Analisa Tuning Thickness
Perhitungan tuning thickness dilakukan untuk mengetahui
kemungkinan ketebalan reservoir yang dapat teresolusi dengan baik
pada data seismik, di mana pada perhitungan analisis didapatkan
seperempat dari panjang gelombang. Adapun data yang dibutuhkan
untuk menghitung ketebalan tuning yaitu kecepatan interval rata-rata
dari data log sonic pada setiap horizon target, frekuensi dominan yang
di dapatkan dari wavelet dengan nilai 20 Hz, dan ketebalan reservoir
dari sumur L-30 dan B-41. Berikut Tabel 4.1 hasil analisa perhitungan
tuning thickness dari kedua sumur.
Tabel 4.1 Hasil Perhitungan Tuning Thickness
Marker Well L-30 Well B-41
R (ft) T (ft) R (ft) T (ft)
Upper
Missisauga 166 137 162 141
O-Marker 82 164 64 156
Lower
Missisauga 180 165 191 171
-
49
Gambar 4.3 Grafik Analisa Tuning Thickness Sumur L-30
Gambar 4.4 Grafik Analisa Tuning Thickness Sumur B-41
Adapun grafik hasil perhitungan tuning thickness pada Gambar 4.3
dan 4.4, menunjukan bahwa horizon Upper Missisauga dan Lower
Missisauga memiliki ketebalan reservoir lebih besar dibandingkan
-
50
dengan O-Marker, yang menunjukan ketebalan reservoir lebih kecil
dari nilai tuning thickness. Pada kedua grafik garis tuning thickness
memotong ketebalan reservoir Upper Missisauga dan Lower
Missisauga, hal ini berarti reservoir dapat di analisa dengan data
seismik dan jika ketebalan reservoir tidak sampai tuning thickness
maka data seismik kurang bisa mengidentifikasi reservoir pada O-
Marker, dikarenakan dari data log O-Marker memiliki lapisan tipis.
4.3 Analisa Metode Amplitudo RMS
Pada penelitian ini, ekstraksi atribut rms dilakukan pada Formasi
Missisauga di mana memiliki tiga horizon yaitu horizon Upper
Missisauga, O-Marker, dan Lower Missisauga. Ketiga horizon ini
dilakukan untuk mengevaluasi keberadaan suatu reservoir dengan
mengasumsi besar kecilnya nilai amplitudo. Proses perhitungan
amplitudo rms dilakukan di setiap horizon, dengan lebar window yang
digunakan 60 ms. Pemilihan nilai window yang digunakan
berdasarkan pada analisa penampang seismik yang menunjukan
kemungkinan adanya suatu reservoir batu pasir (sandstone) dan juga
didasarkan pada interpretasi log di kedua sumur.
Gambar 4.5 Hasil Atribut Amplitudo RMS Pada horizon Upper
Missisauga dengan Window 60 ms
-
51
Gambar 4.5 hasil dari ekstraksi atribut rms horizon Upper Missisauga
yang ditunjukan pada garis berbentuk elips berwarna ungu, terdapat
anomali terang yang dilihat dari skala warna kuning ke merah-
merahan di sekitar sumur L-30. Nilai kontras menunjukan adanya
anomali amplitudo yang tinggi, sehingga semakin bagus prospek
adanya reservoir dengan arah persebaran dari Selatan dan Barat Laut.
Gambar 4.6 Hasil Atribut Amplitudo RMS pada Horizon O-Marker
dengan Window 60 ms
Gambar 4.6 pada horizon O-Marker terdapat anomali terang. Nilai
kontras menunjukan adanya anomali amplitudo yang tinggi berada di
sekitar sumur B-41, dengan arah persebaran relatif di Barat Laut, jika
dilihat pada peta lebih sedikit reservoir yang terlihat.
-
52
Gambar 4.7 Hasil Atribut Amplitudo RMS pada Horizon Lower
Missisauga dengan Window 60 ms
Berdasarkan peta amplitudo rms pada Gambar 4.7 menunjukan
adanya distribusi reservoir lapisan batu pasir (sandstone), yang hampir
tersebar di sumur L-30 dan arah persebarannya di Selatan. Hal ini
disebabkan karena perkiraan ketebalan lapisan pasir pada zona
tersebut terdapat akumulasi reservoir lebih besar. Ketiga horizon
memberikan informasi bahwa zona yang paling berprospek adanya
reservoir pada sumur L-30, dan horizon Lower Missisauga terbukti
menunjukan nilai kontras anomali amplitudo yang tinggi berdasarkan
analisis amplitudo rms.
4.4 Analisa Metode Koherensi
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan untuk mendeteksi
sesar pada data seismik di lapangan Penobscot, Canada. Atribut
koherensi mengukur kesamaan atau kemiripan antar beberapa trace
seismik yang saling berdekatan. Gambar 4.8 menunjukan data seismik
yang terdapat sesar pada inline 1250, secara kemenerusan sesar pada
arah vertikal tampak jelas terpotongnya pada penampang seismik,
ditunjukan dengan panah berwarna hitam. Tampilan dari data seismik
tidak cukup untuk membuktikan adanya struktur sesar secara
-
53
langsung, sehingga memerlukan atribut koherensi untuk dapat
mengidentifikasi perubahan adanya struktur pada lapangan penelitian.
Gambar 4.8 Data Seismik Inline 1250
Pada ketiga horizon kemenerusan sesar yang ditunjukan oleh garis
berwarna merah terlihat lebih jelas, hal ini sudah diaplikasikan
perhitungan matematis atribut seismik koherensi dengan masing–
masing time window yang digunakan yaitu 28 ms.
Gambar 4.9 Hasil Atribut Koherensi Horizon Upper Missisauga
-
54
Gambar 4.10 Hasil Atribut Koherensi Horizon O-Marker
Gambar 4.11 Hasil Atribut Koherensi Horizon Lower Missisauga
-
55
Hasil horizon Upper Missiauga, O-Marker, dan Lower Missisauga
Gambar 4.9, 4.10, dan 4.11 membuktikan algoritma atribut seismik
koherensi secara efektif menunjukan adanya pola struktur sesar yang
cukup jelas, ditunjukan adanya garis hitam ditandai dengan bentuk
elips berwarna merah yang memotong batas reflektor. Sesar yang
tampak jelas memudahkan peneliti untuk melakukan interpretasi
kemenerusan dan arah sesar. Pada struktur yang dihasilkan dapat
mempertegas event-event sesar yang ada di masing–masing horizon.
Arah sesar ini berorientasi pada Barat ke Timur dan jenis sesar yang
terdapat di lapangan Penobscot berupa sesar normal. Metode
koherensi dapat menentukan struktur sesar yang terjadi, hal ini
membuktikan bahwa metode tersebut dapat diterapkan pada data real
dalam menentukan struktur sesar.
4.5 Analisa Metode Dekomposisi Spektral
4.5.1 Analisa Spektrum Frekuensi
Pada metode Dekomposisi Spektral yang pertama kali dilakukan
adalah analisis spektrum frekuensi vs amplitudo pada zona target yang
diinginkan. Hal ini bertujuan untuk dapat mengetahui distribusi nilai
amplitudo dan frekuensi pada zona target. Distribusi amplitudo dan
frekuensi yang menjadi dasar pemilihan tunning frekuensi pada
tahapan Dekomposisi Spektral. Gambar 4.12 menunjukan adanya
persebaran spektrum frekuensi data seismik dengan data yang
digunakan inline 1227 disekitar zona target. Hasil analisa frekuensi
pada zona target berkisar antara 5 Hz hingga 40 Hz dengan frekuensi
dominan 15 Hz.
Gambar 4.12 Analisa Spektrum Frekuensi vs Amplitudo
-
56
Selain melakukan analisa spektrum untuk menentukan frekuensi,
berikutnya dilakukan analisa spektrum waktu frekuensi di sekitar
lubang bor, di mana pada Gambar 4.13 hasil dari sumur L-30 dan B-
41. Frekuensi data spektrum yang ditampilkan terbatas, sehingga jika
dilihat bagian atas memiliki spektrum frekuensi yang tinggi dan
semakin ke bawah spektrum semakin kecil dalam rentang tertentu
yaitu berkisar 30 Hz hingga 40 Hz.
Gambar 4.13 Analisa Spektrum Waktu – Frekuensi pada Zona
Target
4.5.2 Fast Fourier Transform (FFT)
Interpretasi seismik diperlukan untuk membuat peta struktur
waktu. Peta struktur waktu yang menjadi zona target merupakan hasil
dari picking horizon yaitu Upper Missisauga, O-Marker, dan Lower
Missisauga. Berikutnya diaplikasikan metode Dekomposisi Spektral,
dengan algoritma yang digunakan adalah Fast Fourier Transform
(FFT).
-
57
Metode dekomposisi spektral menghasilkan beberapa nilai
frekuensi, hal ini bertujuan untuk melihat spektrum amplitudo setiap
frekuensi yang dipilih. Pemilihan frekuensi didasarkan pada
perubahan spektrum amplitudo. Setelah diketahui kisaran nilai
frekuensi yang berada pada zona target, maka dilakukan analisa FFT
dengan menggunakan frekuensi tersebut. Lebar window yang
dihasilkan dari FFT menggunakan variable window yang tergantung
pada lebar frekuensi. Lebar window digunakan dalam penelitian ini
yaitu 28 ms.
Kandungan frekuensi pada data seismik akan membentuk suatu
channel, di mana semakin lebar kandungan frekuensi maka semakin
detail bentuk channel yang terlihat. Gambar 4.14, 4.15, dan 4.16
menunjukan hasil peta struktur waktu pada zona target masing–
masing horizon yaitu Upper Missisauga, O-Marker, dan Lower
Missisauga, sebelum diaplikasikan metode dekomposisi spektral hasil
pada gambar tersebut tidak begitu jelas menunjukan adanya suatu
channel.
Gambar 4.14 Peta Struktur Waktu Horizon Upper Missisauga
Sebelum Diaplikasikan Dekomposisi Spektral
-
58
Gambar 4.15 Peta Struktur Waktu Horizon O-Marker Sebelum
Diaplikasikan Dekomposisi Spektral
Gambar 4.16 Peta Struktur Waktu Horizon Lower Missisauga
Sebelum Diaplikasikan Dekomposisi Spektral
-
59
Gambar 4.17 Hasil FFT Horizon Upper Missisauga pada Frekuensi
35 Hz
Gambar 4.18 Hasil FFT Horizon O-Marker pada Frekuensi 20 Hz
-
60
Gambar 4.19 Hasil FFT Horizon Lower Missisauga pada Frekuensi
20 Hz
Setelah diaplikasikan Dekomposisi Spektral dengan masukan nilai
spektrum frekuensi 5 Hz, 10 Hz, 15 Hz, 20 Hz, 25 Hz, 30 Hz, 35 Hz
dan 40 Hz. Kedelapan hasil peta horizon Upper Missisauga tersebut,
yang paling terlihat jelas menunjukan adanya suatu channel pada
frekuensi 35 Hz. Sedangkan horizon O-Marker dan Lower Missisauga
terlihat adanya channel pada frekuensi 20 Hz. Hasil interpretasi dari
peta Dekomposisi Spektral dengan tipe Fast Fouri