Penentuan Anak Kandung Dari Segi Forensik
description
Transcript of Penentuan Anak Kandung Dari Segi Forensik
PENENTUAN ANAK KANDUNG DARI SEGI FORENSIK
Pendahuluan
Ilmu kedokteran forensik, juga dikenal dengan nama legal medicine, adalah salah satu
cabang spesialistik dari ilmu kedokteran, yang mempelajari pemanfaatan ilmu kedokteran,
yang mempelajari pemanfaatan ilmu kedokteran untuk kepentingan penegak hukum serta
keadilan.
Di masyarakat, kerap terjadi pelangaran hukum yang menyangkut tubuh dan nyawa
manusia. Untuk pengusutan dan penyidikan serta penyelesaian masalah hukum ini di tingkat
lebih lanjut sampai akhirnya pemutusan perkara di pengadilan, diperlukan bantuan berbagai
ahli di bidang terkait untuk membuat jelas jalannya peristiwa serta keterkaitan antara tindakan
yang satu dengan yang lain dalam rangkaian peristiwa tersebut. Dalam hal terdapat korban,
baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal akibat peristiwa tersebut, diperlukan
seorang ahli dalam bidang kedokteran untuk memberikan penjelasan bagi para pihak yang
menangani kasus tersebut. Dokter yang diharapkan membantu dalam proses peradilan ini
akan berbekal pengetahuan kedokteran yang dimilikinya yang terhimpun dalam ilmu
kedokteran forensik.
Dalam perkembangannya lebih lanjut, ternyata ilmu kedokteran forensik tidak semata-
mata bermanfaat dalam urusan penegak hukum dan keadilan di lingkungan pengadilan saja,
tetapi juga bermanfaat dalam segi kehidupan bermasyarakat lain, misalnya dalam membantu
penyelesaian klaim asuransi yang adil, baik bagi pihak yang diasuransi maupun yang
mengasuransi, dalam membantu pemecahan masalah paternitas (penemuan ke-ayah-an),
membantu upaya keselamatan kerja dalam bidang industry dan otomotif dengan pengumpulan
data korban kecelakaan industry maupun kecelakan lalu lintas dan sebagainya.
Untuk dapat memberi bantuan yang maksimal bagi pelbagai keperluan tersebut diatas,
seorang dokter dituntut untuk dapat memanfaatkan ilmu kedokteran yang dimilikinya secara
optimal.
PENETUAN ANAK KANDUNG ADA TIGA PROSEDUR DASAR, YAITU
pemeriksaan medis berdasarkan ciri Fisik
pemeriksaan golongan darah
pemeriksaan DNA
Pemeriksaan Medis
Pemeriksaan identifikasi dapat dilakukan dengan beberapa cara baik pemeriksaan fisik
yang melihat ciri – ciri fisik dari orang tuanya, misalnya warna rambut, warna kornea, bentuk
muka dan lainnya. Namun, pada pemeriksaan fisik tidak dapat ditentukan secara pasti. Oleh
karena itu diperlukan beberapa pemeriksaan laboratorium atau penunjang lainnya misalnya
pemeriksaan paternitas.
Ilmu Kedokteran Forensik Molekuler adalah suatu bidang ilmu yang baru berkembang
dalam dua dekade terakhir, merupaKan bagian dari ilmu kedokteran forensik yang
memanfaatkan pengetahuan kedokteran dan biologi pada tingkatan molekul atau DNA.
Sebagai suatu bidang cabang ilmu kedokteran forensik yang baru, ilmu ini melengkapi dan
menyempurnakan berbagai pemeriksaan identifikasi personal pada kasus mayat tak dikenal,
kasus pembunuhan, perkosaan serta berbagai kasus ragu ayah (paternitas).
Jika terdapat kasus yang meragukan untuk pembuktian apakah anak tersebut
merupakan anak hasil hubungan dari pasien atau merupakan anak kandung dari pasien, maka
sebaiknya di lakukan pemeriksaan lanjutan.
Pemeriksaan DNA
Semakin lama semakin disadari bahwa setiap anak mempunyai hak untuk mendapatkan
informasi mengenai asal usul mereka. Pengetahuan mengenai siapa ayah dan ibu kandung dari
seorang anak mempunyai banyak pengaruh bagi para pihak yang terkait. Pertama, informasi
mengenai siapa orangtua biologis dari seorang anak, akan menunjukan pasangan tersebut
sebagai orang pertama yang (seharusnya) merupakan lingkaran terdalam lingkungan anak
tersebut. Kedua, pengetahuan itu memberikan hak tertentu kepada anak tersebut, diantaranya
hak atas pengasuhan, hak untuk mendapat santunan biaya hidup dan hak waris dari
orangtuanya.
Kasus paternitas sesungguhnya merupakan sebagian dari kasus sengketa asal-usul.
Sengketa asal-usul berdasarkan objek sengketanya dapat digolongkan menjadi beberapa jenis
kasus yaitu
Kasus ragu orang tua (disputed parentage) yaitu kasus yang mencari pembuktian
siapa orangtua (ayah dan ibu) dari seorang anak. Yang termasuk dalam kategori ini adalah
kasus imigrasi, kasus pencarian orangtua pada kasus penculikan, bayi tertukar, kasus
terpisahnya keluarga pada masa perang atau bencana dan kasus identifikasi korban tidak
dikenal.
Kasus ragu ayah (disputed paternity) yaitu kasus yang mencari pembuktian siapa ayah
kandung dari seorang anak. Yang termasuk dalam kategori ini adalah kasus imigrasi, kasus
klaim keayahan seorang wanita, kasus perselingkuhan dan kasus incest.
Kasus ragu ibu (disputed maternity) yaitu kasus yang mencari pembuktian siapa ibu
kandung dari seorang anak. Yang termasuk dalam kategori ini adalah kasus bayi tertukar,
kasus pembunuhan anak sendiri dan kasus aborsi.
Kasus ragu kerabat yaitu kasus yang mencari pembuktian apakah dua orang atau lebih
punya hubungan darah (kekerabatan tertentu). Yang termasuk kategori ini adalah
pelacakan silsilah keluarga, kasus pencarian keluarga setelah bencana alam, dsb.
Sengketa asal usul dalam masyarakat jumlahnya banyak sekali, tetapi biasanya yang muncul
dan menjadi berita hanya sebagian kecilnya saja. Fenomena ini kita kenal sebagai fenomena
gunung es (iceberg fenomenon). Kasus sengketa asal usul yang terbanyak dalam masyarakat
adalah kasus klaim keayahan terhadap seorang pria oleh seorang wanita hamil, dengan janin
dalam rahim yang diklaimnya sebagai anak dari pria tersebut. Kasus semacam ini pada
umumnya diselesaikan secara kekeluargaan dan secara diam-diam, karena dianggap
merupakan aib keluarga, khususnya jika pria tersebut merupakan orang terhormat atau pria
yang sudah beristri. Hal ini dapat dimaklumi, karena kasus ini bukan saja dapat
mengakibatkan hancurnya nama baik dan reputasi pria tersebut, tetapi juga dapat
menyebabkan pecahnya rumah tangga dan hancurnya karir pria tersebut.
Kasus sengketa asal-usul merupakan kasus medis, sehingga pemecahannya pun harus
secara medis pula. Setiap manusia dilahirkan dengan membawa sifat gabungan dari ayah dan
ibunya karena ia tercipta dari penyatuan sel sperma ayahnya dan sel telur ibunya pada saat
pembuahan. Dengan demikian, pada diri setiap anak tedapat sifat gabungan dari ayah dan
ibunya yang diturunkan melalui materi keturunan yang kita sebut DNA.
Deoxyribo Nucleic Acid
DNA atau DeoxyriboNucleic Acid merupakan asam nukleat yang menyimpan semua
informasi tentang genetika. DNA inilah yang menentukan jenis rambut, warna kulit dan sifat-
sifat khusus dari manusia. DNA ini akan menjadi cetak biru (blue print) ciri khas manusia
yang dapat diturunkan kepada generasi selanjutnya. Sehingga dalam tubuh seorang anak
komposisi DNA nya sama dengan tipe DNA yang diturunkan dari orang tuanya. Sedangkan
tes DNA adalah metode untuk mengidentifikasi fragmen-fragmen dari DNA itu sendiri. Atau
secara sederhananya adalah metode untuk mengidentifikasi, menghimpun dan
menginventarisir file-file khas karakter tubuh2.
Tes DNA umumnya digunakan untuk 2 tujuan yaitu :
1. Tujuan pribadi seperti penentuan perwalian anak atau penentuan orang tua dari anak dan
2. Tujuan hukum, yang meliputi masalah forensik seperti identifikasi korban yang telah
hancur, sehingga untuk mengenali identitasnya diperlukan pencocokan antara DNA korban
dengan terduga keluarga korban ataupun untuk pembuktian kejahatan semisal dalam kasus
pemerkosaan atau pembunuhan.
Hampir semua sampel biologis tubuh dapat digunakan untuk sampel tes DNA, tetapi
yang sering digunakan adalah darah, rambut, usapan mulut pada pipi bagian dalam (buccal
swab), dan kuku. Untuk kasus-kasus forensik, sperma, daging, tulang, kulit, air liur atau
sampel biologis apa saja yang ditemukan di tempat kejadian perkara (TKP) dapat dijadikan
sampel tes DNA.
Pada pemeriksaan DNA, ada dua tes yang dilakukan, yaitu :
Tes paternitas
Tes ini untuk menentukan apakah seorang pria adalah ayah biologis dari
seorang anak. Tes paternitas membandingkan pola DNA anak dengan terduga ayah untuk
memeriksa bukti pewarisan DNA yang menunjukkan kepastian adanya hubungan biologis.
Tes maternitas
Tes DNA ini untuk menentukan apakah seorang perempuan adalah ibu
biologis seorang anak. Tes ini bisa dilakukan untuk kasus dugaan bayi tertukar, bayi
tabung, dan anak angkat. Selain di dalam inti sel, DNA juga bisa ditemukan di dalam
mitokondria, yaitu bagian dari sel yang menghasilkan energi. DNA mitokondria hanya
diturunkan dari ibu. Keunikan pola pewarisan DNA mitokondria menyebabkan DNA ini
dapat digunakan sebagai penanda untuk mengidentifikasi hubungan kekerabatan secara
maternal/garis ibu.
Untuk tes paternitas yang diperiksa adalah ibu, anak, dan terduga ayah. Bisa saja hanya
ayah dan anak yang diperiksa, jika ibu biologis tidak bersedia ikut tes. Partisipasi ibu pada tes
paternitas dapat membantu separuh DNA anak, sehingga separuhnya lagi dapat dibandingkan
dengan DNA terduga ayah.
Hampir semua sampel biologis dapat dipakai untuk tes DNA. Mulai dari buccal swab (sel
mukosa di pipi bagian dalam, diambil dengan alat khusus seperti cotton buds yang ujungnya
dilengkapi dengan sisir kecil dari karet), darah, kuku, sampai rambut. Untuk bayi, jaringan
bisa diambil dengan buccal swab atau jarum suntik kecil. Menurut Hera, yang paling efektif
adalah darah karena bisa dapat banyak DNA. Namun, kini teknik pengambilan DNA makin
lama makin sensitif, dalam arti bisa dilakukan dengan mengambil sedikit jaringan, seperti
sidik jari yang menempel di suatu benda dan bekas lipstik.
Tidak ada batasan usia. Bahkan pada janin dan orang yang sudah meninggal. Pada tes
paternitas sebelum anak dilahirkan (prenatal), tes DNA dapat dilakukan dengan sampel dari
jaringan janin, umumnya pada usia kehamilan 10-13 minggu atau dengan cara amniosentesis
(tes prenatal) pada usia kehamilan 14-24 minggu. Untuk pengambilan jaringan janin ini harus
dilakukan oleh ahli kebidanan/kandungan. Ibu yang ingin melakukan tes DNA prenatal harus
berkonsultasi dengan ahli kebidanan kandungan.
Tes DNA adalah 100 persen akurat jika dikerjakan dengan benar. Tes DNA ini
memberikan hasil lebih dari 99,99 persen probabilitas paternitas jika DNA terduga ayah dan
DNA anak, cocok (matched). Apabila DNA terduga ayah dan anak tidak cocok (mismatched)
maka terduga ayah yang dites, 100 persen bukanlah merupakan ayah biologis anak itu. Dulu,
konfirmasi dilakukan dengan mengulang tes terhadap terduga ayah. Kini, begitu ada tes,
dilakukan dua kali dengan dua orang pemeriksa (researcher) Jika hasil dari dua orang itu
berbeda, pasti ada kesalahan. Lalu kami cek lagi. Semua researcher sudah diperiksa DNA-
nya. Sehingga jika ada yang tidak match, jangan-jangan ada kontaminasi. Mungkin terkena
DNA si researcher
Hasil tes DNA selesai dalam waktu 12 hari kerja terhitung dari tanggal diterimanya
sampel. Selain itu, seluruh informasi pasien, mengenai tes, dan hasil tes akan dijamin
kerahasiaannya. Karena pertanyaan mengenai paternitas, sangat sensitif. Hasil tes DNA hanya
akan diberikan kepada individu yang melakukan tes. Tidak Bisa Dipaksakan Tes DNA tidak
bisa dilakukan karena paksaan dari pihak ketiga. Namun, untuk keperluan pengadilan, jaksa
dan polisi bisa meminta. Hasil tes ini hanya dapat digunakan sebagai referensi pribadi, kecuali
jika sampel yang diperiksa diambil melalui prosedur hukum (surat dari polisi atau jaksa),
maka sampel tersebut memiliki kekuatan hukum.
PCR
Metode PCR (Polymerase Chain Reaction) adalah suatu metode untuk memperbanyak
fragmen DNA tertentu secara in vitro dengan menggunakan enzim polimerase DNA.
Kelompok Cetus pada tahun 1985 menemukan bahwa DNA yang dicampur dengan
deoksiribonukleotida trifosfat atau dNTP (yang terdiri dari ATP, CTP, TTP dan GTP), enzim
polimerase DNA dan sepasang primer jika dipanaskan, didinginkan lalu dipanaskan lagi akan
memperbanyak diri dua kali lipat. Jika siklus ini diulang sebanyak n kali, maka DNA akan
memperbanyak diri 2n kali lipat.
Yang dimaksud dengan primer adalah fragmen DNA untau tunggal yang sengaja
dibuat dan merupakan komplemen dari bagian ujung DNA yang akan diperbanyak, sehingga
dapat diibaratkan sebagai patok pembatas bagian DNA yang akan diperbanyak.
Siklus proses PCR diawali dengan pemanasan pada suhu tinggi, yang berkisar antara
90-95 derajat Celsius (fase denaturasi). Pada suhu ini DNA untai ganda (double stranded)
akan terlepas menjadi 2 potong DNA untai tunggal (single stranded). Proses ini dilanjutkan
dengan pendinginan pada suhu tertentu (fase penempelan prier atau primer annealing) yang
dihitung dengan rumus Thein dan Walace: Suhu = 4(G + C) + 2(A + T).
G, C, A dan T adalah jumlah basa Guaninm Sitosin, Adenin dan Timin pada primer
yang digunakan. Pada fase ini primer akan menempel pada basa komplemennya pada DNA
untai tunggal tadi. Selanjutnya, siklus diakhiri dengan pemansan kembali antara 70-75 derajat
Celsius (fase ekstensi atau elongasi), yang akan membuat primer memperpanjang diri
membentuk komplemen dari untai tunggal dengan menggunakan bahan dNTP.
Pemeriksaan dengan metode PCR hanya dimungkinkan jika bagian DNA yang ingin
diperbanyak telah diketahui urutan basanya. Tahapan selanjutnya adalah menentukan dan
menyiapkan primer yang merupakan komplemen dari basa pada ujung-ujung bagian yang
akan diperbanyak. Pemeriksaan PCR sendiri merupakan suatu proses pencampuran antara
DNA cetakan (template) yang akan diperbanyak, dNTP, primer, enzim polimerase DNA dan
larutan buffer dalam reaksi 50 ul atau 100 ul. Campuran ini dipaparkan pada 3 suhu secara
berulang sebanyak n buah siklus (biasanya di bawah 35 siklus).
Adanya mesin otomatis untuk proses ini membuat prosedurnya menjadi amat
sederhana. DNA hasil perbanyakan dapat langsung dianalisis dengan melakukan
elektroforesis pada gel agarose atau gel poliakrilamide.
Lokus DNA yang dapat dianalisis dengan mteode PCR, meliputi banyak sekali lokus
VNTR maupun RFLP lainnya, diantaranya lokus D1S58 (dulu disebut D1S80) dan D2S44.
Metode analisis dengan PCR ini begitu banyak disukaisehingga penemuan-penemuan lokus
DNA polimorfik yang potensial untuk analisis kasus forensik terus terjadi tanpa henti setiap
saat.
Pada masa sebelum berkembangnya teknologi bio-molekuler, identifikasi personal
dilakukan hanya dengan memanfaatkan pemeriksaan polimorfisme protein, seperti golongan
darah, dengan segala keterbatasannya. Keterbatasan pertama, ia hanya dimungkinkan
dilakukan pada bahan yang segar karena protein cepat rusak oleh pembusukan. Keterbatasan
kedua, ia hanya dapat memberikan kesimpulan eksklusi yaitu "pasti bukan" atau "mungkin".
Pada metode konvensional, untuk mempertinggi ketepatan kesimpulan pada kelompok
yang tak terkesklusi, pemeriksaan harus dilakukan terhadap banyak sistim sekaligus.
Penemuan DNA fingerprint yang menawarkan metode eksklusi dengan kemampuan
eksklusi yang amat tinggi membuatnya menjadi metode pelengkap atau bahkan pengganti
yang jauh lebih baik karena ia mempunyai ketepatan yang nyaris seperti sidik jari.
Dengan mulai diterapkannya metode PCR, kemampuan metode ini untuk
memperbanyak DNA jutaan samapi milyaran kalomemungkinkan dianalisisnya sampel
forensik yang jumlahnya amat minim, seperti analisis kerokan kuku (cakaran korban pada
pelaku), bercak mani atau darah yang minim, puntung rokok dsb. Kelebihan lain dari
pemeriksaan dengan PCR adalah kemampuannya untuk menganalisis bahan yang sudah
berdegradasi sebagian. Hal ini penting karena banyak dari sampel forensik merupakan sampe
postmortem yang tak segar lagi.
Pemeriksaan Darah
Diantara berbagai cairan tubuh, darah merupakan yang paling penting karena
merupakan cairan biologic dengan sifat-sifat potensial lebih spesifik untuk golongan manusia
tertentu. Pemeriksaan darah berguna untuk membantu menyelesaikan kasus-kasus bayi yang
tertukar, penculikan anak, ragu ayah, dan lain-lain.
Dalam kasus yang ada kaitannya dengan factor keturunan, hukum Mendel memainkan
peranan penting. Semua sistem golongan darah diturunkan dari orang tua kepada anaknya
sesuai hukum Mendel.
Walaupun masih ada kemungkinan penyimpangan hukum tersebut, misalnya pada
peristiwa mutasi, namun karena frekuensinya sangat kecil (1:1.000.000) untuk kasus-kasus
forensik, hal ini dapat diabaikan.
Hukum Mendel untuk sistem golongan darah adalah sebagai berikut:
Antigen tidak mungkin muncul pada anak, jika antigen tersebut tidak terdapat pada salah
satu atau kedua orang tuanya.
Orang tua yang homozigotik pasti meneruskan gen untuk antigen tersebut kepada anaknya.
Pada manusia dikenal bermacam-macam sistem golongan darah yang antigennya
terletak di permukaan sel darah merah, misalnya sistem ABO, Rhesus, MNS, Kell, Duffy,
Lutheran, Lewis, Kidd, P, Sekretor/nonsekretor, Antigen Limfosit Manusia (HLA), dan lain-
lain. Selain itu dikenal pula antigen-antigen yang terdapat diluar sel darah merah, misalnya
sistem Gm, Gc, Haptoglobin (Hp), serta sistem enzim,misalnya fosfoglukomutase (PGM),
adenilate kinase (AK), pseudokholinesterase (PCE/PKE), adenosin deaminase (ADA),
fosfatase asam eritrosit (EAP), glutamat piruvat transaminase (GPT), 6-fosfo glukonat
dehidrogenase (6PGD), glukose 6 fosfatase dehidrigenase (G6PD), yang terdapat dalam
serum.
Pada kasus paternitas, bila hanya sistem ABO, MNS dan Rhesus yang diperiksa, maka
kemungkinannya adalah 50-60%, sedangkan bila semua sistem diperiksa maka
kemungkinannya meningkat menjadi 90%.
Perlu diingat bahwa hukum Mendel tetap berdasarkan kemungkinan (probabilitas),
sehingga penentuan keayahan dari seorang anak tidak dapat dipastikan, namun sebaliknya kita
dapat memastikan seseorang adalah bukan ayah seorang anak (”singkir ayah”/paternity
exclusion”).
Ada dua jenis penggolongan darah yang paling penting, yaitu penggolongan ABO dan
Rhesus (faktor Rh). Selain sistem ABO dan Rh, masih ada lagi macam penggolongan darah
lain yang ditentukan berdasarkan antigen yang terkandung dalam sel darah merah. Di dunia
ini sebenarnya dikenal sekitar 46 jenis antigen selain antigen ABO dan Rh, hanya saja lebih
jarang dijumpai.
Salah satunya Diego positif yang ditemukan hanya pada orang Asia Selatan dan
pribumi Amerika. Dari sistem MNS didapat golongan darah M, N dan MN yang berguna
untuk tes kesuburan. Duffy negatif yang ditemukan di populasi Afrika. Sistem Lutherans
mendeskripsikan satu set 21 antigen.
Dan sistem lainnya meliputi Colton, Kell, Kidd, Lewis, Landsteiner-Wiener, P, Yt
atau Cartwright, XG, Scianna, Dombrock, Chido/ Rodgers, Kx, Gerbich, Cromer, Knops,
Indian, Ok, Raph dan JMH.
Sistem ABO
Sistem ABO
Karl Landsteiner, seorang ilmuwan asal Austria yang menemukan 3 dari 4 golongan
darah dalam sistem ABO pada tahun 1900 dengan cara memeriksa golongan darah beberapa
teman sekerjanya. Percobaan sederhana ini pun dilakukan dengan mereaksikan sel darah
merah dengan serum dari para donor.
Hasilnya adalah dua macam reaksi (menjadi dasar antigen A dan B, dikenal dengan
golongan darah A dan B) dan satu macam tanpa reaksi (tidak memiliki antigen, dikenal
dengan golongan darah O). Kesimpulannya ada dua macam antigen A dan B di sel darah
merah yang disebut golongan A dan B, atau sama sekali tidak ada reaksi yang disebut
golongan O.
Kemudian Alfred Von Decastello dan Adriano Sturli yang masih kolega dari
Landsteiner menemukan golongan darah AB pada tahun 1901. Pada golongan darah AB,
kedua antigen A dan B ditemukan secara bersamaan pada sel darah merah sedangkan pada
serum tidak ditemukan antibodi.
Penyebaran golongan darah A, B, O dan AB bervariasi di dunia tergantung populasi
atau ras. Salah satu pembelajaran menunjukkan distribusi golongan darah terhadap populasi
yang berbeda-beda.
Tabel distribusi golongan darah dan pewarisan golongan darah kepada anak
Rhesus
Rh atau Rhesus (juga biasa disebut Rhesus Faktor) pertama sekali ditemukan pada
tahun 1940 oleh Landsteiner dan Weiner. Dinamakan rhesus karena dalam riset digunakan
darah kera rhesus (Macaca mulatta), salah satu spesies kera yang paling banyak dijumpai
di India dan Cina.
Pada sistem ABO, yang menentukan golongan darah adalah antigen A dan B,
sedangkan pada Rh faktor, golongan darah ditentukan adalah antigen Rh (dikenal juga sebagai
antigen D).
Jika hasil tes darah di laboratorium seseorang dinyatakan tidak memiliki antigen Rh,
maka ia memiliki darah dengan Rh negatif (Rh-), sebaliknya bila ditemukan antigen Rh pada
pemeriksaan, maka ia memiliki darah dengan Rh positif (Rh+).
Penentuan golongan darah sebagai tes penyaring apa benar seorang anak mempunyai
golongan darah yang sama dengan orang tuanya.
Berikut langkah - langkah melakukan pemeriksaan laboratorium untuk penentuan golongan
darah;
Ambil beberapa tetes darah yang dipisahkan dengan kotak – kotak yang didalamnya
kemudian
Diberikan antibodi dari masing – masing golongan darah.
Lihat apakah tes terjadi aglutinasi atau tidak.
Yang tidak beraglutinasi terhadap anti, itulah golongan darah anak tersebut.
+ : Aglutinasi
- : tidak aglutinasi
Interpretasi hasil
Ragu ayah ada berbagai kasus yang bisa muncul antaranya siapa ayah yang
sebenarnya dari seorang anak, maka berdasarkan hasil di dapatkan,
Keterangan : - Pria I tidak dapat disingkirkan kemungkinan menjadi ayah si anak
- pria II dan III pasti bukan ayah anak tersebut.
Kasus yang lain yang biasa muncul adalah ayah curiga bahwa anak bukanlah
anaknya yang sejati