Penegakan Diagnosis Tetanus Neonatorum

3
PENEGAKAN DIAGNOSIS Tetanus Neonatorum Gejala klinik tetanus neonatorum sangat khas sehingga masyarakat yang primitifpun mampu mengenalinya sebagai “penyakit hari kedelapan” (Jaffari, Pandit dan Ismail 1966). Anak yang semula menangis, menetek dan hidup normal, mulai hari ketiga menunjukan gejala klinik yang bervariasi mulai dari kekakuan mulut dan kesulitan menetek, risus sardonicus sampai opistotonus. Trismus pada tetanus neonatorum tidak sejelas pada penderita anak atau dewasa, karena kekakuan otot leher lebih kuat dari otot masseter, sehingga rahang bawah tertarik dan mulut justru agak membuka dan kaku (Athvale, dan Pai, 1965, Marshall, 1968). Bentukan mulut menjadi mecucu (Jw) seperti mulut ikan karper. Bayi yang semula kembali lemas setelah kejang dengan cepat menjadi lebih kaku dan frekuensi kejang-kejang menjadi makin sering dengan tanda-tanda klinik kegagalan nafas (Irwantono, Ismudijanto dan MF Kaspan 1987). Kekakuan pada tetanus sangat khusus : fleksi pada tangan, ekstensi pada tungkai namun fleksi plantar pada jari kaki tidak tampak sejelas pada penderita anak. Kekakuan dimulai pada otot- otot setempat atau trismus kemudian menjalar ke seluruh tubuh, tanpa disertai gangguan kesadaran. Seluruh tubuh bayi menjadi kaku, bengkok (flexi) pada siku dengan tangan dikepal keras keras. Hipertoni menjadi semakin tinggi, sehingga bayi dapat diangkat bagaikan sepotong kayu. Leher yang kaku seringkali menyebabkan kepala dalam posisi menengadah. Gambaran Umum pada Tetanus Neonatorum

Transcript of Penegakan Diagnosis Tetanus Neonatorum

Page 1: Penegakan Diagnosis Tetanus Neonatorum

PENEGAKAN DIAGNOSIS Tetanus Neonatorum

Gejala klinik tetanus neonatorum sangat khas sehingga masyarakat yang primitifpun

mampu mengenalinya sebagai “penyakit hari kedelapan” (Jaffari, Pandit dan Ismail 1966). Anak

yang semula menangis, menetek dan hidup normal, mulai hari ketiga menunjukan gejala klinik

yang bervariasi mulai dari kekakuan mulut dan kesulitan menetek, risus sardonicus sampai

opistotonus. Trismus pada tetanus neonatorum tidak sejelas pada penderita anak atau dewasa,

karena kekakuan otot leher lebih kuat dari otot masseter, sehingga rahang bawah tertarik dan

mulut justru agak membuka dan kaku (Athvale, dan Pai, 1965, Marshall, 1968). Bentukan mulut

menjadi mecucu (Jw) seperti mulut ikan karper. Bayi yang semula kembali lemas setelah kejang

dengan cepat menjadi lebih kaku dan frekuensi kejang-kejang menjadi makin sering dengan

tanda-tanda klinik kegagalan nafas (Irwantono, Ismudijanto dan MF Kaspan 1987).

Kekakuan pada tetanus sangat khusus : fleksi pada tangan, ekstensi pada tungkai namun

fleksi plantar pada jari kaki tidak tampak sejelas pada penderita anak. Kekakuan dimulai pada

otot-otot setempat atau trismus kemudian menjalar ke seluruh tubuh, tanpa disertai gangguan

kesadaran. Seluruh tubuh bayi menjadi kaku, bengkok (flexi) pada siku dengan tangan dikepal

keras keras. Hipertoni menjadi semakin tinggi, sehingga bayi dapat diangkat bagaikan sepotong

kayu. Leher yang kaku seringkali menyebabkan kepala dalam posisi menengadah.

Gambaran Umum pada Tetanus Neonatorum

1. Trismus (lock-jaw, clench teeth)

Adalah mengatupnya rahang dan terkuncinya dua baris gigi akibat kekakuan otot mengunyah

(masseter) sehingga penderita sukar membuka mulut. Untuk menilai kemajuan dan

kesembuhan secara klinik, lebar bukaan mulut diukur tiap hari. Trismus pada neonati tidak

sejelas pada anak, karena kekakuan pada leher lebih kuat dan akan menarik mulut kebawah,

sehingga mulut agak menganga. Keadaan ini menyebabkan mulut “mecucu” seperti mulut

ikan tetapi terdapat kekakuan mulut sehingga bayi tak dapat menetek.

2. Risus Sardonicus (Sardonic grin)

Terjadi akibat kekakuan otot-otot mimic antara lain dahi mengkerut, mata agak tertutup, sudut

mulut keluar dan kebawah manggambarkan wajah penuh ejekan sambil menahan kesakitan

atau emosi yang dalam.

Page 2: Penegakan Diagnosis Tetanus Neonatorum

4. Opisthotonus

Kekakuan otot-otot yang menunjang tubuh : otot punggung, otot leher, trunk muscle dan

sebagainya. Kekakuan yang sangat berat menyebabkan tubuh melengkung seperti busur,

bertumpu pada tumit dan belakang kepala. Secara klinik dapat dikenali dengan mudahnya

tangan pemeriksa masuk pada lengkungan busur tersebut. Pada era sebelum diazepam, sering

terjadi komplikasi compression fracture pada tulang vertebra.

5. Otot dinding perut kaku, sehingga dinding perut seperti papan. Selain otot dinding perut, otot

penyangga rongga dada juga kaku, sehingga penderita merasakan keterbatasan untuk bernafas

atau batuk. Setelah hari kelima perlu diwaspadai timbulnya perdarahan paru (pada eflexe) atau

bronchopneumonia.

6. Bila kekakuan makin berat, akan timbul kejang-kejang umum, mula-mula hanya terjadi

setelah penderita menerima rangsangan misalnya dicubit, digerakkan secara kasar, terpapar sinar

yang kuat dan sebagainya, lambat laun “masa istirahat” kejang makin pendek sehingga anak

jatuh dalam status convulsivus.

7.  Pada tetanus yang berat akan terjadi :

Gangguan pernafasan akibat kejang yang terus-menerus atau oleh karena spasme otot

larynx yang bila berat menimbulkan anoxia dan kematian. Pengaruh toksin pada saraf otonom

akan menyebabkan gangguan sirkulasi (akibat gangguan irama jantung misalnya block,

bradycardi, tachycardia, atau kelainan pembuluh darah/hipertensi), dapat pula menyebabkan

suhu badan yang tinggi (hiperpireksia) atau berkeringat banyak hiperhidrosis).

Diagnosa Tetanus Neonatorum

Pemeriksaan laboratorium Tetanus Neonatorum : Liquor Cerebri normal, hitung leukosit normal

atau sedikit meningkat. Pemeriksaan kadar elektrolit darah terutama kalsium dan magnesium,

analisa gas darah dan gula darah sewaktu penting untuk dilakukan