PENDIDIKAN SOSIOLOGI ANTROPOLOGI FAKULTAS KEGURUAN DAN ... · unsur-unsur sosial yang pokok dalam...
Transcript of PENDIDIKAN SOSIOLOGI ANTROPOLOGI FAKULTAS KEGURUAN DAN ... · unsur-unsur sosial yang pokok dalam...
APLIKASI TEORI STRUKTUR DAN
STRATIFIKASI SOSIAL DALAM PEMBANGUNAN
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sosiologi Pembangunan
Dosen Pengampu : Drs. Zaini Rochmad, M.Pd
Disusun Oleh :
KELOMPOK II
AKBAR Y. ATMAJA (K8408022)
ENDAH DWI RAHMAWATI (K8408036)
SITI KARIMAH CHOIRUNISA’ (K8408060)
YENI SUSANTI (K8408064)
PENDIDIKAN SOSIOLOGI ANTROPOLOGI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
A. PENDAHULUAN
Pembangunan sebagai upaya perbaikan pada seluruh aspek tatanan
masyarakat yang mencakup sistem sosial, seperti politik, ekonomi, infrastruktur,
pertahanan, pendidikan dan teknologi, kelembagaan, dan budaya (Alexander
1994). Pembangunan yang sangat kompleks tersebut membutuhkan sebuah
konsep yang relevan hubungannya dengan lokasi dan masyarakat (objek) yang
akan dijadikan sasaran dari pembangunan tersebut. Maka dalam perencanaan
pembangunan perlu diperhatikan keberadaan struktur masyarakat yang menjadi
sasaran dari pembangunan sebab struktur dan infrasetruktur merupakan jembatan
bagi tercapainya pembangunan yang relevan dan sesuai dengan kebutuhan
masyarakat. Disisi lain struktur dan infrasetruktur itu sendiri dapat pula menjadi
sasaraan dari pembangunan untuk diperbaiki, karena keberadaan struktur
masyarakat yang buruk juga akan menghambat tercapainya pembangunan-
pembangunan selanjutnya.
Membahas struktur masyarakat maka tidaklah dapat terlepas dari
fenomena negara, masyarakat dan politik. Kompleksitas dan misteri yang
menyelubungi fenomena tersebut dengan jelas dicerminkan dalam pikiran-pikiran
yang terkandung dalam beberapa konstruksi teori dan argumentasi pada abad
kesembilan belas. Beberapa teoritisi klasik seperti Marx, Weber dan Durkheim,
telah berusaha mencari jawaban pada hampir kecenderungan sosial, ekonomi dan
politik yang kuat yang berkembang sejak abad keenambelas di Eropa. Marx
misalnya, mencari jawab pada struktur ekonomi, arah dan lingkungan, latar
belakang feodalisme, keterhubungan dan kebebasannya dengan masyarakat sipil,
birokrasi, pembagian kerja dan evolusi masyarakat secara keseluruhan. Durkheim
mencarinya pada pembagian kerja sosial, sentralisasi, hukum administrasi,
masyarakat dan rasionalitas, kebebasan individu, otoritas dan hirarki dan pada
perkembangan patologis. Sedangkan Weber mencarinya pada kekuasaan,
dominasi dan penaklukan, birokrasi, hukum, rasionalitas, otoritas, penggunaan
kekerasan secara syah dan jenis-jenis perekonomian.
Maka aplikasi dari strukturasi selalu hadir dalam setiap proyek
pembangunan baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun lembaga-
lembaga non pemerintahan.
2
B. PEMBAHASAN
1. Konsep Struktur
Secara harfiah, struktur bisa diartikan sebagai susunan atau bentuk.
Struktur tidak harus dalam bentuk fisik, ada pula struktur yang berkaitan
dengan sosial. Menurut ilmu sosiologi, struktur sosial adalah tatanan atau
susunan sosial yang membentuk kelompok-kelompok sosial dalam
masyarakat. Susunannya bisa vertikal atau horizontal. Para ahli sosiologi
merumuskan definisi struktur sosial sebagai berikut:
George Simmel: struktur sosial adalah kumpulan individu serta pola
perilakunya.
Soerjono Soekanto: struktur sosial adalah hubungan timbal balik antara
posisi-posisi dan peranan-peranan sosial.
George C. Homans: struktur sosial merupakan hal yang memiliki
hubungan erat dengan perilaku sosial dasar dalam kehidupan sehari-hari.
William Kornblum: struktur sosial adalah susunan yang dapat terjadi
karena adanya pengulangan pola perilaku undividu.
Douglas (1973): mikrososiologi mempelajari situasi sedangkan
makrososiologi mempelajari struktur.
Gerhard Lenski : menekankan pada struktur masyarakat yang diarahkan
oleh kecenderungan jangka panjang yang menandai sejarah.
Talcott Parsons : struktur sebagai kesalingterkaitan antar manusia dalam
suatu sistem sosial.
Coleman : struktur sebagai pola hubungan antar manusia dan antar
kelompok manusia atau masyarakat.
Kornblum (1988): struktur merupakan pola perilaku berulang yang
menciptakan hubungan antar individu dan antar kelompok dalam
masyarakat. Mengacu pada pengertian struktur sosial menurut Kornblum
yang menekankan pada pola perilaku yang berulang, maka konsep dasar
dalam pembahasan struktur adalah adanya perilaku individu atau
kelompok. Perilaku sendiri merupakan hasil interaksi individu dengan
3
lingkungannya yang didalamnya terdapat proses komunikasi ide dan
negosiasi.
Struktur sosial dapat juga diartikan sebagai “jaringan dari pada
unsur-unsur sosial yang pokok dalam kehidupan di masyarakat”. Unsur-unsur
sosial yang pokok tersebut antara lain: (1) interaksi sosial; (2) kelompok
sosial; (3) kebudayaan atau nilai-norma sosial; (4) lembaga-lembaga sosial;
(5) stratifikasi sosial; dan (6) kekuasaan atau wewenang (Soekanto, S., 1984).
Konsep “struktur” yang dipergunakan dalam analisis teori-teori
sosiologi. Dalam hal ini ada dua konsep yang berbeda yaitu: Pertama, konsep
“struktur” menurut pandangan teori fungsional struktural, adalah sesuatu
yang berada di luar (eksternal) aktor dan memaksa (determinis) pada aktor
atau individu dalam melakukan aktifitas sosial di masyarakat. Jadi, struktur
sosial berperan untuk membentuk, mengekang dan menentukan aktifitas sosial
individu dalam masyarakat, dan Kedua, konsep “struktur” menurut
pandangan teori strukturasi Anthony Giddens, yaitu: Struktur dimaknai
sebagai “properti-properti” yang berstruktur, atau seperangkat atau
sekumpulan aturan dan sumber daya yang berulangkali terorganisasi
(recursively organized sets of rules and resources).
Struktur hanya ada di dalam dan melalui aktivitas agen manusia.
Struktur bukan bersifat mengekang, mewarnai, membentuk dan memaksa
tindakan sosial individu di masayarakat, sebab ada faktor agen (kemampuan
jiwa, pikiran individu) juga ikut mewarnai, menentukan aktifitas sosial
individu di masyarakat (Giddens, 1984; Faisal, S. 1998). Jadi, dalam
pandangan teori strukturasi, makna struktur sosial bisa menggambarkan
fenomena yang berskala makro dan juga menggambarkan fenomena yang
berskala mikro, keduanya (makro-mikro) saling mengisi.
Menurut Mc. Guire dalam Soekanto, S., (1984), bahwa mengkaji
tentang struktur sosial harus dipahami dimensi-dimensi struktur sosial
masyarakat, sedangkan dimensi-dimensi struktur sosial adalah:
a) Dimensi yang mencakup status atau kedudukan sosial (social status), yang
bisa didasarkan atas: status keluarga atau keturunan, status kekayaan,
4
status keahlian atau kemampuan, status pengaruh/ kekuasaan, status adat
atau tradisi dan sebagainya. Dari status tersebut tersebut memunculkan
stratifikasi sosial dalam tiga lapisan, yaitu: upper class, middle class, dan
lower class.
b) Dimensi yang mencakup lembaga-lembaga sosial (social institution), yaitu
meliputi: political institution, domestic institution, economc institution,
educational institution, scientific institution, religious institution, somatic
institution, dan sebagainya.
c) Dimensi yang mencakup derajat konformitas terhadap perilaku yang tidak
dikehendaki atau yang dikehendaki oleh masyarakat. Konformitas tersebut
mencakup titik yang paling patut dilakukan sampai pada penyimpangan
(deviant).
d) Dimensi yang mencakup kelompok-kelompok sosial, misalnya: calor
caste, ethnic group, varian orientation, varian by society, dan sebagainya.
Keempat, konsep kehidupan sosial sebagai suatu sistem. Kehidupan
sosial disebut sebagai ‘sistem sosial’ adalah karena dalam kehidupan sosial
terdapat unsur-unsur (sebagai sub unsur), yang masing-masing unsur sosial
tersebut bertindak sebagai sub sistem yang saling mempengaruhi atau kait
mengkait dalam proses kehidupan.
Berdasarkan dimensi-dimensi tersebut maka dapat diaplikasikan
dalam mengevaluasi sistem pembangunan khususnya yang telah, sedang dan
akan terjadi di Indonesia. Mulai dari dimensi yang pertama yaitu status sosial,
dimana status sosial seseorang terkadang akan mempengaruhi tingkat
partisipasinya dalam pembangunan. Misalnya individu dengan kedudukan
yang tinggi akan lebih dipercaya untuk menangani proyek-proyek tertentu
dalam suatu upaya pembangunan. Tetapi tidak jarang pula jika akibat status
sosial tersebut memunculkan kelas-kelas dan memicu adanya konflik antar
kelas yang dapat menghambat pembangunan.
Kemudian pada dimensi yang kedua, mencakup lembaga-lembaga
sosial. Lembaga-lembaga local tempat sasaran pembangunan memberikan
peran yang sangat besar terhadap keberhasilan pembangunan. Lembaga local
5
tersebut meliputi organisasi-organisasi yang didirikan oleh masyarakat
setempat pada lingkup wilayah tertentu. Lembaga local akan memberikan
informasi permasalahan dan kebutuhan masyarakat sehingga upaya
pembangunan yang akan dilaksanakan akan tepat sasaran dan relevan dengan
kebutuhan masyarakat serta mendapat respon yang besar dari warga
masyarakat.
Ketiga, konformitas sebagai memicu munculnya penyimpangan akan
menjadi bahan renungan bagi para penyelenggara pembangunan untuk segera
dikendalikan dan diselesaikan, misalnya saja memberikan pemberdayaan
kepada masyarakat dari segi ekonomi demi mengurangi jumlah pengangguran
sehingga dapat meminimalisir tindakan criminal.
Dimensi terakhir adalah mencakup kelompok sosial. Adanya
kelompok-kelompok sosial ini dapat memberikan gambaran kepada
penyelenggara pembangunan untuk mengadakan pemberdayaan berbasis
komunitas.
Menurut Berry, D., (1981), bahwa sistem sosial pada dasarnya adalah
bagian dari pembahasan tentang masyarakat (society), dalam dialog sehari-hari
sering pengertian “masyarakat” dengan “sistem sosial” hampir sinonim,
terutama dalam mengungkap tentang “sistem masyarakat” dengan “sistem
sosial”, padahal tidak selalu demikian, karena meskipun konsep sistem dapat
dikenakan pada masyarakat yang memiliki kekuatan impersonal terhadap
individu, sistem juga dapat berhubungan dengan aspek-aspek atau karakter
individu, misalnya: sistem di universitas bisa mendorong dosen bertindak
otoriter, sistem dalam kepartaian, bisa mendorong DPR melakukan korupsi,
sistem rumah sakit bisa menyebabkan orang menjadi sakit (hal ini sering
disebut dimensi latensi).
Sedangkan karakteristik suatu sistem sosial adalah: Pertama, ditinjau
dari ruang lingkupnya, maka sistem sosial dapat dikelompokkan menjadi dua,
yaitu bersifat makro, dan mikro. Bersifat makro adalah menunjuk pada sistem
sosial (sistem masyarakat) yang berskala besar atau luas, misalnya: Sistem
pendidikan nasional; Sistem peradilan negara; Sistem perdagangan nasional;
6
Sistem pertahanan nasional. Jadi unsur-unsur dalam sistem makro atau sub
sistem sosial makro juga sangat luas atau kompleks. Sedangkan sistem sosial
yang bersifat mikro adalah menunjuk pada bentuk sistem sosial yang kecil,
misalnya sistem keluarga. Jadi sub sistem atau unsur-unsur dalam sistem
keluarga juga sempit dan kecil, misalnya dalam keluarga inti, sub unsurnya
adalah ayah, ibu dan anak, Kedua, perubahan atau perkembangan dari salah
satu aspek atau unsur atau sub sistem akan mempengaruhi atau menghasilkan
perubahan pada sub sistem lainnya, misalnya perubahan pada sub sistem
ekonomi nasional akan membawa implikasi perubahan pada aspek politik,
aspek keamanan atau sub sistem lainnya, dan Ketiga, antara sub sistem satu
dengan sub sistem lainnya dalam ’sistem sosial’ bersifat deterministik (saling
mempengaruhi).
Sifat determinasi sub sistem satu pada sub sistem lainnya dalam
sistem sosial tersebut akan memungkinkan menghasilkan dua bentuk, yaitu:
(1) membawa perubahan yang mengarah kepada pulihnya kembali
keseimbangan sistem (equilibrium) dan mempertahankan status quo; dan (2)
membawa perubahan yang mengarah pada kegoncangan sistem karena
munculnya beragam perilaku menyimpang para angggota sistem (Soekanto,
S., 1984; Ritzer, G and Goodman, D.J. 2003).
Dalam kehidupan masyarakat modern, sistem sosial akan berkembang
semakin kompleks, terdiferensiasi, terintegrasi dan banyak ditandai oleh
pertimbangan-pertimbangan instrumental, karena perkembangnya spesialisasi-
spesialisasi bidang kehidupan (Habermas, J., 1986). Suatu kehidupan sosial
dianggap sebagai suatu sistem sosial, mengandung arti bahwa kehidupan
sosial tersebut mempunyai unsur-unsur atau sub unsur sosial yang saling
berinteraksi satu dengan lainnnya, dan unsur-unsur tersebut membentuk
struktur sistem sosial itu sendiri dan mengatur sistem sosial. Unsur-unsur
sistem sosial tersebut antara lain: (a) pengetahuan atau keyakinan; (b)
sentimen atau perasaan (tindakan afektif); (c) tujuan atau sasaran atau cita-
cita; (d) nilai dan norma sosial; (e) kedudukan (status) dan peranan (role)
sosial; (f) stratifikasi sosial (tingkatan sosial seseorang dalam kelompok); (g)
7
kekuasaan atau pengaruh (power), atau wewenang; (h) sanksi atau
pengendalian atau kontrol sosial; (i) sarana atau fasilitas dalam kehidupan
kelompok; dan (j) tekanan dan ketegangan (Sulaeman, M., 1998).
Contoh keterkaitan antar unsur-unsur sosial tersebut dalam kehidupan sosial
yang menggambarkan suatu sistem adalah: misalnya dalam kehidupan
keluarga, seseorang yang membangun kehidupan keluarga agar berlangsung
secara integratif, maka: (a) harus mendasarkan pada sistem keyakinan atau
pengetahuan yang baik tentang syarat-syarat membangun keluarga bahagia
(integratif); (b) proses sosialisasi dan interaksi antar anggota keluarga (ayah,
ibu dan anak) tersebut harus berdasarkan ikatan batin yang kuat, satu
keyakinan, satu perasaan atau didasarkan pada tindakan afektif; (c) semuan
anggota keluarga dalam menjalin interaksi dan sosialisasi harus berdasarkan
pada tujuan atau sasaran atau cita-cita yang telah disepakati dalam keluarga,
yaitu mencapai keluarga bahagia (keluarga yang integratif); (d) dalam
membangun keyakinan, interaksi dan untuk mewujudkan cita-cita atau tujuan
keluarga, harus mendasarkan pada nilai dan norma yang telah disepakati
dalam keluarga; (e) dalam upaya mewujudkan peran atau fungsi anggota
keluarga di atas, maka harus diperhatikan keberagaman kedudukan (status)
atau lapisan status dan peranan (role) masing-masing angggota dalam
keluarga; (f) dalam upaya merealisasikan tujuan terwujudkan integrasi
keluarga, maka diperlukan figus orang tua yang melaksanakan wewenang atau
kekuasaan dalam keluarga secara demokrasi; dan (g) agar pelaksanaan
pemberian layanan pendidikan pada anaka dan anggota keluarga secara baik
maka diperlukan sarana dan prasarana dengan baik dan adanya sistem kontrol
yang tegas tetapi mendidik.
2. Ciri-Ciri Struktur Sosial dan Aplikasinya dalam Pembangunan
Struktur sosial memiliki ciri-ciri sebagai berikut ;
a) Muncul pada kelompok masyarakat
b) Erat dengan kebudayaan
c) Dapat berubah dan berkembang
8
Dalam kaitannya dengan sosiologi pembangunan, ketiga ciri-ciri struktur
sosial tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
a) Muncul pada kelompok masyarakat
Struktur sosial hanya bisa muncul pada individu-individu yang
memiliki status dan peran. Pada setiap sistem sosial terdapat macam-
macam status dan peran indvidu. Status yang berbeda-beda itu merupakan
pencerminan hak dan kewajiban yang berbeda pula. Status dan peranan
masing-masing individu hanya bisa terbaca ketika mereka berada dalam
sebuah kelompok atau masyarakat. Dalam hal ini lebih sering disebut
sebagai komunitas (community), maka dalam pembangunan sering kita
kenal adanya pembangunan berbasis komunitas (community development).
Pembangunan dengan konsep komuitas ini merupakan aplikasi
dari pembanguan berbasis strukturasi karena didalam prosesnya
melibatkan individu-individu, bukan secara universal tetapi sesuai dengan
peran dan statusnya dalam sebuah masyarakat/komunitas. Maka
pembangunan yang melibatkan peran dan status masing-masing individu
secara tidak langsung telah merangsang munculnya partisipasi masyarakat.
b) Erat dengan kebudayaan
Kelompok masyarakat lama kelamaan akan membentuk suatu
kebudayaan. Setiap kebudayaan memiliki struktur sosialnya sendiri.
Indonesia mempunyai banyak daerah dengan kebudayaan yang beraneka
ragam. Hal ini menyebabkan beraneka ragam struktur sosial yang tumbuh
dan berkembang di Indonesia.
Modal budaya juga menjadi pertimbangan dalam pelaksanaan
pembangunan sebab dengan pendekatan nilai-nilai budaya, diharapkan
kebijakan yang akan diambil dapat melahirkan suatu keputusan yang
benar-benar memperoleh dukungan masyarakat.
Budaya dan struktur yang terdapat didalamnya memiliki peran
yang penting dalam pembangunan, yaitu : (1) dalam konteks
pembangunan, nilai-nilai budaya yang bersemayam dalam keyakinan
hidup manusia merupakan potensi dan kekuatan utama dalam
9
merencanakan kebijaksanaan pembangunan, khususnya dalam upaya
peningkatan kesejahteraan masyarakat, (2) spesifikasi budaya daerah
merupakan acuan pendekatan strategis dalam menentukan prioritas
pengembangan potensi masyarakat, (3) pemahaman terhadap nilai-nilai
budaya itu sangat penting bagi pembentukan pribadi anggota masyarakat
dalam berhadapan dengan masa depan yang cenderung rasionalis, (4) nilai
budaya penting bagi pembangunan kesejahteraan masyarakat, untuk
menumbuhkan hasrat masyarakat untuk memanfaatkan sumberdaya alam,
(5) dalam upaya pengembangan kebudayaan nasional perlu menggali
potensi budaya daerah yang dapat memberikan kontribusi kepada
kepribadian bangsa yang khas dan positif bagi integrasi dan pembangunan
nasional, (6) oleh karena integritas nasional sangat erat kaitannya kualitas
kebudayaan nasional, maka langkah alternatif pemeliharaan dan
pengembangan yang terbaik adalah dengan melakukan pendekatan
kultural, (7) modal budaya sebagai kekuatan mobilisasi pembangunan
sosial untuk mengintegrasikan kekuatan gerakan civil society
c) Dapat berubah dan berkembang
Masyarakat tidak statis karena terdiri dari kumpulan individu.
Mereka bisa berubah dan berkembang sesuai dengan tuntutan zaman.
Karenanya, struktur yang dibentuk oleh mereka pun bisa berubah sesuai
dengan perkembangan zaman. Kedinamisan masyarakat dan struktur
sosial tersebut perlu diperhatikan dalam setiap rencana pembangunan agar
tidak terjadi pembangunan yang salah arah.
Sedangkan hal-hal yang memengaruhi struktur sosial masyarakat
Indonesia adalah :
a) Keadaan geografis
Kondisi geografis terdiri dari pulau-pulau yang terpisah.
Masyarakatnya kemudian mengembangkan bahasa, perilaku, dan ikatan-
ikatan kebudayaan yang berbeda satu sama lain.
b) Mata pencaharian
10
Masyarakat Indonesia memiliki mata pencaharian yang beragam,
antara lain sebagai petani, nelayan, ataupun sektor industri.
c) Pembangunan
Pembangunan dapat memengaruhi struktur sosial masyarakat
Indonesia. Misalnya pembangunan yang tidak merata antara daerah dapat
menciptakan kelompok masyarakat kaya dan miskin. Dalam konteks ini
adalah sebaliknya dimana struktur sosial lebih mempengaruhi keberhasilan
pembangunan. Adanya kelas-kelas sosila yang terbentuk dari yang miskin
dan yang kaya juga terkadang menghambat proses pembangunan.
3. Fungsi Struktur Sosial Kaitannya Dengan Pembangunan
a) Fungsi Identitas
Struktur sosial berfungsi sebagai penegas identitas yang dimiliki
oleh sebuah kelompok. Kelompok yang anggotanya memiliki kesamaan
dalam latar belakang ras, sosial, dan budaya akan mengembangkan
struktur sosialnya sendiri sebagai pembeda dari kelompok lainnya.
Fenomena seperti ini dapat dicontohkan melalui identitas
masyarakat pedesaan dengan sifat homogennya. Struktur masyarakat yang
homogen dalam segi mata pencaharian ini merupakan identitas yang
melekat di pedesaan. Petani di Indonesia mayoritas merupakan petani
kecil dengan penguasaan dan pengusahaan lahan yang relatif sempit (<
0,25 ha). Keterbatasan tersebut pada dasarnya bercirikan antara lain: (1)
sangat terbatasnya penguasaan terhadap sumberdaya; (2) sangat
menggantungkan hidupnya pada usahatani; (3) tingkat pendidikan yang
relatif rendah; dan (4) secara ekonomi, mereka tergolong miskin (Singh,
2002). Sebagai masyarakat mayoritas yang hidup di pedesaan, petani
merupakan masyarakat yang tidak primitif, tidak pula modern. Masyarakat
petani berada di pertengahan jalan antara suku-bangsa primitif (tribe) dan
masyarakat industri. Mereka terbentuk sebagai pola-pola dari suatu
infrastuktur masyarakat yang tidak bisa dihapus begitu saja.
11
Identitas masyarakat pedesaan yang begitu jelas sepanjang sejarah
tersebut dapat memberikan pemahaman kepada para penyelenggara
pembangunan sehingga pembangunan tersebut bisa tepat sasaran.
Masyarakat pedesaan akan lebih partisipatif terhadap pembangunan yang
lebih mengarah pada kebutuhan pertanian.
Catatan perjalanan pembangunan pertanian di Indonesia telah
banyak diulas oleh para peneliti. Salah satunya hasil penelitian Frans
Hüsken yang dilaksanan pada tahun 1974. Penelitian yang mengulas
tentang perubahan sosial di masyarakat pedesaan Jawa sebagai akibat
kebijakan pembangunan pertanian yang diambil oleh pemerintah.
Penelitian ini dilakukan di Desa Gondosari, Kawedanan Tayu, Kabupaten
Pati, Jawa Tengah. Kekhususan dan keunikan dari penelitian ini terletak
pada isinya yang tidak saja merekam pengalaman perubahan sosial
(revolusi) tersebut, namun juga menggali studi dalam perspektif sejarah
yang lebih jauh ke belakang. Penelitian ini berhasil mengungkap fenomena
perubahan politik, sosial dan ekonomi melintasi tiga zaman, yaitu
penjajahan Belanda, Jepang hingga masa pemerintahan orde lama dan orde
baru. Husken menggambarkan terjadinya perubahan di tingkat komunitas
pedesaan Jawa sebagai akibat masuknya teknologi melalui era
imperialisme gula dan berlanjut hingga revolusi hijau.
Pendapat Marx tentang perubahan moda produksi menghasilkan
perubahan pola interaksi dan struktur sosial tergambar jelas dalam tulisan
husken. Masyarakat jawa yang semula berada pada pertanian subsisten
dipaksa untuk berubah menuju pertanian komersialis. Perubahan
komoditas yang diusahakan menjadi salah satu indikator yang dijelaskan
oleh Husken. Imperialisme gula telah merubah komoditas padi menjadi
tebu yang tentu berbeda dalam proses pengusahaannya. Gambaran ini
semakin jelas pada masa orde baru dengan kebijakan revolusi hijaunya.
Gambaran serupa tampak pada tulisan Hefner, Jellinek dan
Summers. Kebijakan pemerintah yang mengacu pada model modernisasi
selalu menekankan pada pembangunan ekonomi yang merubah moda
12
produksi dari pertanian menuju industri. Pembangunan ekonomi yang
berorientasi pada kapitalisme membawa dampak pada kehidupan di
tingkat komunitas.
b) Fungsi Kontrol
Dalam kehidupan bermasyarakat, selalu muncul kecenderungan
dalam diri individu untuk melanggar norma, nilai, atau peraturan lain yang
berlaku dalam masyarakat. Bila individu tadi mengingat peranan dan
status yang dimilikinya dalam struktur sosial, kemungkinan individu
tersebut akan mengurungkan niatnya melanggar aturan. Pelanggaran
aturan akan berpotensi menibulkan konsekuensi yang pahit.
Pelanggaran yang sering terjadi dalam proyek pembangunan
adalah KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme), diharapkan dengan dengan
adanya struktur sosial mampu menjadi kontrol dan mencegah praktek-
praktek pelanggaran tersebut.
c) Fungsi Pembelajaran
Individu belajar dari struktur sosial yang ada dalam
masyarakatnya. Hal ini dimungkinkan mengingat masyarakat merupakan
salah satu tempat berinteraksi. Banyak hal yang bisa dipelajari dari sebuah
struktur sosial masyarakat, mulai dari sikap, kebiasaan, kepercayaan dan
kedisplinan. Setruktur sosial yang lebih berpengaruh dalam fungsi
pembelajaran ini adalah melalui pendidikan. Pendidikan formal maupun
non formal merupakan salah satu target pembangunan dewasa ini.
4. Stratifikasi Sosial (pelapisan sosial)
Dalam sebuah struktur masyarakat selalu muncul stratifikasi yang
menggolong-golongkan individu dalam kelompok-kelompok tertentu dan
kenyataan ini juga memberikan pengaruh yang besar terhadap pembangunan.
Stratifikasi sosial merupakan pembedaan anggota masyarakat berdasarkan
status (Susanto, 1993). Definisi yang lebih spesifik mengenai stratifikasi sosial
antara lain dikemukakan oleh Sorokin (1959) dalam Soekanto (1990) bahwa
pelapisan sosial merupakan pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam
13
kelas-kelas secara bertingkat (hierarkis). Perwujudannya adalah adanya kelas
tinggi dan kelas rendah. Sedangkan dasar dan inti lapisan masyarakat itu
adalah tidak adanya keseimbangan atau ketidaksamaan dalam pembagian hak,
kewajiban, tanggung jawab, nilai-nilai sosial, dan pengaruhnya di antara
anggota-anggota masyarakat.
a) Max Weber
Pembahasan Max Weber mengenai kelas, status dan partai
merupakan tiga dimensi tingkatan yang terpisah satu sama lainnya serta
pada satu tingkat empiris tertentu, tiap dimensi itu bisa saling
mempengaruhi.
Konsepsi kelas Weber bertolak dari analisisnya tentang liberalisasi
kegiatan-kegiatan ekonomi berdasarkan ekonomi pasar. Yang
dimaksudkan kegiatan ekonomi oleh Weber adalah upaya penguasaan
kebutuhan utama manusia (berupa barang maupun jasa), yang didasarkan
atas keadilan dan kompetisi secara sehat.
Kelas-kelas hanya bisa muncul apabila pasar itu telah ada, dan
pada gilirannya dapat membentuk suatu ekonomi uang dan akan
memainkan suatu peran yang penting dalam struktur ekonomi.
Weber membedakan kelas dan status (standische lage). Status
seseorang, bertalian dengan penilaian yang dibuat orang lain kepada diri
atau posisi sosialnya, sehingga menghubungkan dia dengan sesuatu bentuk
martabat sosial atau penghargaan (positif dan negatif). Kelompok status
adalah sejumlah orang yang mempunyai status yang sama. Kelompok-
kelompok status (tidak seperti kelas-kelas) hampir sepenuhnya menyadari
posisi bersama mereka. Kasta merupakan contoh yang sangat jelas dari
status, perbedaan sifat kelompok status dipegang teguh agar tetap
berpedoman pada faktor-faktor kesukuan, serta biasanya pemberlakuannya
dipaksakan melalui ketentuan-ketentuan agama dan/atau sanksi-sanksi
hukum konvensional.
Keanggotaan kelompok kelas maupun keanggotaan kelompok
status, dapat merupakan landasan bagi kekuasaan sosial; akan tetapi
14
pembentukan partai-partai politik merupakan suatu pengaruh lanjut dan
secara analisis bebas atas pembagian kekuasaan. Suatu partai yang
mempunyai kaitan dengan suatu yayasan amal sekalipun, dapat saja
mempunyai tujuan agar dapat menerapkan kebijakan-kebijakan tertentu
partai menyangkut yayasan tersebut. Artinya, partai-partai bisa masuk
kedalam bentuk organisasi apa saja misalnya dimulai dari perkumpulan
olahraga sampai ke organisasi pengacara tingkat nasional.Landasan untuk
mendirikan partai-partai sangat beraneka ragam, misalnya kesamaan kelas
atau status bisa saja menjadi dasar satu-satunya bagi penerimaan anggota
suatu partai politik.
b) Karl Mark
Pandangan mengenai stratifikasi yang sangat menonjol dalam
sosiologi ialah pandangan mengenai kelas yang dikemukakan oleh Karl
Marx. Menurut Marx kehancuran feodalisme serta lahir dan
berkembangnya kapitalisme dan industri modern telah mengakibatkan
terpecahnya masyarakat menjadi dua kelas yang saling bermusuhan, yaitu
kelas borjuis (bourgeoisie) yang memiliki alat produksi dan kelas proletar
(proletariat) yang tidak memiliki alat produksi. Dengan makin
berkembangnya industri para pemilik alat produksi, semakin banyak
menerapkan pembagian kerja dan memakai mesin sebagai pengganti buruh
sehingga persaingan mendapat pekerjaan di kalangan buruh semakin
meningkat dan upah buruh makin menurun. Karena kaum proletar semakin
dieksploitasi mereka mulai mempunyai kesadaran kelas (class
consciousness) dan semakin bersatu melawan kaum borjuis. Marx
meramalkan bahwa bahwa pada suatu saat buruh yang semakin bersatu
dan melalui suatu perjuangan kelas (class struggle) akan berhasil merebut
alat produksi dari kaum borjuis dan kemudian mendirikan suatu
masyarakat tanpa kelas (classless society) karena pemilikan pribadi atas
alat produksi telah dihapuskan.
15
Jadi, konsep kelas sosial berdasarkan teori Karl Marx dikaitkan
dengan pemilikan alat produksi dan terkait pula dengan posisi seseorang
dalam masyarakat berdasarkan kriteria ekonomi.
Marx berpendapat bahwa stratifikasi timbul karena dalam
masyarakat berkembang pembagian kerja yang memungkinkan perbedaan
kekayaan, kekuasaan dan prestise yang jumlahnya sangat terbatas sehingga
sejumlah besar anggota masyarakat bersaing dan bahkan terlibat dalam
konflik untuk memilikinya. Anggota masyarakat yang tidak memiliki
kekuasaan, kekayaan atau prestise berusaha memperolehnya, sedangkan
anggota masyarakat yang memilikinya berusaha untuk
mempertahankannya bahkan memperluasnya.
Menurut Marx, kelas-kelas akan timbul apabila hubungan-
hubungan produksi melibatkan suatu pembagian tenaga kerja yang
beraneka ragam, yang memungkinkan terjadinya penumpukan surplus
produksi, sehingga merupakan pola hubungan memeras terhadap massa
para pemroduksi.
Persamaan yang bagaimanakah yang dikehendaki masyarakat ?
berdasarkan konsepsi Marx dikatakan bahwa asas pemerataan berarti
pemerataan pendapatan, seseorang diharapkan menyumbangkan tenaganya
pada masyarakat sesuai dengan kemampuannya tetapi akan memperoleh
imbalan sesuai dengan kebutuhannya.
c) Ralph Linton
Pembahasan mengenai struktur sosial oleh Ralph Linton dikenal
adanya dua konsep yaitu status dan peran. Status merupakan suatu
kumpulan hak dan kewajiban, sedangkan peran adalah aspek dinamis dari
sebuah status. Menurut Linton (1967), seseorang menjalankan peran
ketika ia menjalankan hak dan kewajiban yang merupakan statusnya.
Tipologi lain yang dikenalkan oleh Linton adalah pembagian status
menjadi status yang diperoleh (ascribed status) dan status yang diraih
(achieved status).
16
Status yang diperoleh adalah status yang diberikan kepada
individu tanpa memandang kemampuan atau perbedaan antar individu
yang dibawa sejak lahir. Sedangkan status yang diraih didefinisikan
sebagai status yang memerlukan kualitas tertentu. Status seperti ini tidak
diberikan pada individu sejak ia lahir, melainkan harus diraih melalui
persaingan atau usaha pribadi.
Social inequality merupakan konsep dasar yang menyusun
pembagian suatu struktur sosial menjadi beberapa bagian atau lapisan
yang saling berkait. Konsep ini memberikan gambaran bahwa dalam suatu
struktur sosial ada ketidaksamaan posisi sosial antar individu di dalamnya.
Terdapat tiga dimensi dimana suatu masyarakat terbagi dalam suatu
susunan atau stratifikasi, yaitu kelas, status dan kekuasaan.
Berbagai kasus yang disajikan oleh beberapa penulis di atas dapat kita
pahami sebagai bentuk adanya peluang mobilitas sosial dalam masyarakat.
Kemunculan kelas-kelas sosial baru dapat terjadi dengan adanya dukungan
perubahan moda produksi sehingga menimbulkan pembagian dan spesialisasi
kerja serta hadirnya organisasi modern yang bersifat kompleks. Perubahan
tatanan masyarakat dari yang semula tradisional agraris bercirikan feodal
menuju masyarakat industri modern memungkinkan timbulnya kelas-kelas
baru. Kelas merupakan perwujudan sekelompok individu dengan persamaan
status. Status sosial pada masyarakat tradisional seringkali hanya berupa
ascribed status seperti gelar kebangsawanan atau penguasaan tanah secara
turun temurun. Seiring dengan lahirnya industri modern, pembagian kerja dan
organisasi modern turut menyumbangkan adanya achieved status, seperti
pekerjaan, pendapatan hingga pendidikan.
Teori inkonsistensi status telah mencoba menelaah tentang adanya
inkonsistensi dalam individu sebagai akibat berbagai status yang
diperolehnya. Konsep ini memberikan gambaran bagaimana tentang proses
kemunculan kelas-kelas baru dalam masyarakat sehingga menimbulkan
perubahan stratifikasi sosial yang tentu saja mempengaruhi struktur sosial
yang telah ada.
17
Apabila dilihat lebih jauh, kemunculan kelas baru ini akan
menyebabkan semakin ketatnya kompetisi antar individu dalam masyarakat
baik dalam perebutan kekuasaan atau upaya melanggengkan status yang telah
diraih. Fenomena kompetisi dan konflik yang muncul dapat dipahami sebagai
sebuah mekanisme interaksional yang memunculkan perubahan sosial dalam
masyarakat.
Stratifikasi sosial pada masyarakat pra-industrial belum terlalu terlihat
dengan jelas dibandingkan pada masyarakat modern. Hal ini disebabkan oleh
masih rendahnya derajat perbedaan yang timbul oleh adanya pembagian kerja
dan kompleksitas organisasi. Status sosial masih terbatas pada bentuk
ascribed status, yaitu suatu bentuk status yang diperoleh sejak dia lahir.
Mobilitas sosial sangat terbatas dan cenderung tidak ada. Krisis status mulai
muncul seiring perubahan moda produksi agraris menuju moda produksi
kapitalis yang ditandai dengan pembagian kerja dan kemunculan organisasi
kompleks.
Perubahan moda produksi menimbulkan masalah yang pelik berupa
kemunculan status-status sosial yang baru dengan segala keterbukaan dalam
stratifikasinya. Pembangunan ekonomi seiring perkembangan kapitalis
membuat adanya pembagian status berdasarkan pendidikan, pendapatan,
pekerjaan dan lain sebagainya. Hal inilah yang menimbulkan inkonsistensi
status pada individu.
5. Dampak Stratifikasi Terhadap Pembangunan
a) Dampak Positif
Orang-orang akan berusaha untuk berprestasi atau berusaha untuk
maju karena adanya kesempatan untuk pindah strata. Kesempatan ini
mendorong orang untuk mau bersaing, dan bekerja keras agar dapat naik
ke strata atas. Contoh: Seorang anak miskin berusaha belajar dengan giat
agar mendapatkan kekayaan dimasa depan. Mobilitas sosial akan lebih
mempercepat tingkat perubahan sosial masyarakat ke arah yang lebih baik.
18
Pada umumnya perkembangan sarana transportasi di Indonesia
berjalan sedikit lebih lambat dibandingkan dengan negara-negara lain
seperti Malaysia dan Singapura. Hal ini disebabkan oleh perbedaan
regulasi pemerintah masing-masing negara dalam menangani kinerja
sistem transportasi yang ada. Pembangunan berbagai sarana dan prasarana
transportasi seperti halnya dermaga, pelabuhan, bandara, dan jalan rel
dapat menimbulkan efek ekonomi berganda yang cukup besar, baik dalam
hal penyediaan lapangan kerja, maupun dalam memutar konsumsi dan
investasi dalam perekonomian lokal dan regional. Kurang tanggapnya
pemerintah dalam menanggapi prospek perkembangan ekonomi yang
dapat diraih dari tansportasi merupakan hal yang seharusnya dihindari.
Mereka yang mempunyai kendaraan lebih bagus atau mewah dari pada
yang lain maka akan berkedudukan diatas yang lainnya yang tidak
mempunyai kendaraan yang lebih mewah. Mewah tidaknya kendraan dan
banyaknya kendaraa pribadi yang dimiliki menempatkan pemiliknya pada
status sosial yang lebih tinggi.
b) Dampak negatif
• Konflik Antar Kelas
Dalam masyarakat, terdapat lapisan-lapisan sosial karena ukuran-
ukuran seperti kekayaan, kekuasaan, dan pendidikan. Kelompok dalam
lapisan-lapisan tadi disebut kelas-kelas sosial. Apabila terjadi
perbedaan kepentingan antara kelas-kelas sosial yang ada di
masyarakat dalam mobilitas sosial maka akan muncul konflik
antarkelas.
Contoh: demonstrasi buruh yang menuntuk kenaikan upah,
menggambarkan konflik antara kelas buruh dengan pengusaha.
Konflik semacam itu apabila dibiarkan berkelanjutan akan
memperburuk citra industrialisasi dan menghambat pembangunan dari
segi industry dan perekonomian.
• Konflik Antar Kelompok Sosial
19
Di dalam masyatakat terdapat pula kelompok sosial yang beraneka
ragam. Di antaranya kelompok sosial berdasarkan ideologo, profesi,
agama, suku,dan ras. Bila salah satu kelompok berusaha untuk
menguasai kelompok lain atau terjadi pemaksaan, maka timbul
konflik.
Contoh: tawuran pelajar, kelompok pelajar sebagai generasi penerus
yang didik menjadi sumber daya manusia yang berkualitas tidaklah
sepantasnya melakukan hal-hal yang merugikan seperti tawuran.
Tawuran akan membentuk pribadi menjadi manusia yang keras dan
tidak disiplin dan itu tida baik terhadap pembangunan khususnya
dibidang pendidikan.
• Konflik antar generasi
Konflik antar generasi terjadi antara generasi tua yang
mempertahankan nilai-nilai lama dan generasi mudah yang ingin
mengadakan perubahan.
Contoh: Pergaulan bebas yang saat ini banyak dilakukan kaum muda
di Indonesia sangat bertentangan dengan nilai-nilai yang dianut
generasi tua. Penyakit seperti itulah yang memperosokkan bangsa
kedalam kesengsaraan dan kehancuran sehingga pembangunan pun
tidak akan berjalan karena SDMnya yang semakin kehilangan citra diri
dan kualitas.
20
C. PENUTUP
Struktur sosial dapat juga diartikan sebagai “jaringan daripada
unsur-unsur sosial yang pokok dalam kehidupan di masyarakat”. Unsur-
unsur sosial yang pokok tersebut antara lain: interaksi sosial, kelompok
sosial, kebudayaan atau nilai-norma sosial, lembaga-lembaga sosial,
stratifikasi sosial dan kekuasaan atau wewenang (Soekanto, S., 1984).
Struktur sosial dicirikan dengan: (1) munculnya kelompok masyarakat
(Community) dan membutuhkan konsep pembangunan yang berbasis
komunitas atau sering disebut Community Development, (2) erat dengan
kebudayaan, modal budaya juga menjadi pertimbangan dalam pelaksanaan
pembangunan sebab dengan pendekatan nilai-nilai budaya, diharapkan
kebijakan yang akan diambil dapat melahirkan suatu keputusan yang
benar-benar memperoleh dukungan masyarakat, dan (3) dapat berubah
dan berkembang, kedinamisan masyarakat dan struktur sosial tersebut
perlu diperhatikan dalam setiap rencana pembangunan agar tidak terjadi
pembangunan yang salah arah.
Struktur sosial juga berfungsi untuk memberikan identitas
terhadap suatu kelompok masyarakat sehingga mempermudah pemerataan
pembangunan, selain itu dapat pula menjadi kontrol sosial agar tidak
terjadi penlanggaran dalam setiap usaha pembangunan dan juga dapat
berfungsi sebagai pengajaran.
Dalam struktur sosial terbentuklah sistem stratifikasi sosial yang
berarti pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara
bertingkat (hierarkis). Stratifikasi memberikan dampak terhadap
pembangunan baik positif maupun negatif. Positifnya adalah memberikan
kesempatan dan mendorong orang/individu untuk mau bersaing, dan
bekerja keras agar dapat naik ke strata atas dan mencapai kesejahteraan
sedangkan dampak negatifnya adalah memunculkan kesenjangan dan
konflik sosial baik antarkelas, antarkelompok sosial maupun
antargenerasi.
21
DAFTAR PUSTAKA
Aloysius, Gunadi Brata. 2004. Krisis Dan Underground Economy Di Indonesia. http://www.komunitasdemokrasi.or.id/article/Krisis%20dan%20Underground%20Economy.pdf diakses tanggal 02 Maret 2011 pukul 11.15 WIB
Arief, Budiman. 2000. Teori Pembangunan Dunia Ketiga. Gramedia.
Arisastia. 2010. Apliksai Stratifikasi Sosial: Sebuah Catatan Awal. http://arisastia.blogspot.com/2010/03/stratifikasi-sosial-sebuah-catatan-awal .html. diakses tanggal 02 Maret 2011 pukul 11.17 WIB
Bayu, Eka Yulian. 2007. Stratifikasi dalam Masyarakat Pedesaaan. http://bayuekayulian.blogspot.com_stratifikasi-sosial-dalam-masyarakat-pedesaan[1].mht diakses tanggal 02 Maret 2011 pukul 11.16 WIB
Farchan, Bulkin. 1984. Negara, Masyarakat dan Ekonomi. Prisma No.8.
Ikoh. 2006. Masalah Masalah Sosial dalam Pembangunan. Visioner, Vol 2, No.1.
Rino, A Nugroho. 2006. Teori Struktural.
Rone. 2011. Perubahan Sosial. http://blog.unila.ac.id/rone/mata-kuliah/perubahan-sosial.html diakses tanggal 02 Maret 2011 pukul 11.18 WIB
Roosganda, Elizabeth. 2007. Socio Metamorphosis Phenomenon of Farmers: Towards the Favor of Disadvantage Farmer’s Community in Rural Areas Related to People’s Economy Concept. Bogor : FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI. Volume 25 No. 1.
Samporno, Pohan. 2004. Evaluasi Pembangunan Infrastruktur Kota Berbasis Partisipasi Masyarakat. Tesis : Program Pasca Sarjana UNSU.
Slamet, Widodo. Proses Proses Perubahan Sosial ; Perubahan Stratifikasi dan Struktur Sosial. http://lerning-of.slametwidodo.com/category/perubahan-sosial diakses tanggal 02 Maret 2011 pukul 11.18 WIB
Suhardjo. 1997. Stratifikasi Kemiskinan dan Distribusi Pendapatan di Wilayah Pedesaan. Majalah Geografi Indonesia Th.11, No. 19.
Triyono, Lukmantoro.1996. Kekuasaan Negara Dan Struktur Ekonomi Politik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
22