Pendekatan konseling behavioral
-
Upload
misbakhulfirdaus -
Category
Documents
-
view
85 -
download
7
Transcript of Pendekatan konseling behavioral
PENDEKATAN KONSELING
BEHAVIORAL
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Praktikum Konseling Individual
Dosen Pengampu :
Abdul Chamid, S.Pd, Kons.
Disusun Oleh :
Indah Nurul Safitri (1113500094)
BK (4B)
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PANCASAKTI TEGAL
2015
1
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta hidayah-
Nya terutama nikmat kesehatan dan kesempatan sehingga penulis dapat menyusun
makalah yang berjudul “Pendekatan Konseling Behavioral” tepat pada waktunya.
Makalah ini berisi uraian mengenai pendekatan konseling Behavioral, dari
mulai tokoh dan riwayat konseling behavioral, konsep dasar pendekatan konseling
behavioral, asumsi periaku bermasalah, tujuan konseling, peran konseling
behavioral, hingga teknik konseling behavioral.
Selanjutnya apabila dalam makalah ini terdapat kesalahan dari susunan
kalimat maupun dalam penulisan, penulis mohon maaf dan selalu terbuka
menerima masukan, kritik serta mengharapkan saran dari rekan-rekan semua
khususnya kepada dosen pengampu yaitu Bapak Abdul Chamid, S.Pd, Kons.
selaku dosen mata kuliah Praktikum Konseling Individual, tentunya kritik dan
saran yang sifatnya membangun guna perbaikan makalah selanjutnya.
Semoga penyusunan makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita
semua serta menjadi tambahan ilmu bagi pembacanya.
Tegal, 16 Mei 2015
Penulis
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam perkembangan dan kehidupan setiap manusia sangat mungkin
timbul berbagai permasalahan. Baik yang dialami secara individual,
kelompok, dalam keluarga, lembaga tertentu atau bahkan bagian masyarakat
secara lebih luas. Untuk itu ditentukan adanya bimbingan sebagai suatu usaha
pemberian bantuan yang diberikan baik kepada individu maupun kelompok
dalam rangka memecahkan masalah yang dihadapi. Salah satu hal penting
yang perlu diperhatikan alam memberikan bimbingan adalah memahami
individu (dalam hal ini peserta didik) secara keseluruhan, baik masalah yang
dihadapinya maupun latar belakangnya. Sehingga peserta didik diharapakan
dapat memperoleh bimbingan yang tepat dan terarah.
Untuk dapat memahami peserta didik secara lebih mendalam, maka
seorang pembimbing maupun konselor perlu mengumpulkan berbagai
keterangan atau data tentang peserta didik yang meliputi berbagai aspek,
seperti: aspek sosial kultural, perkembangan individu, perbedaan individu,
adaptasi, masalah belajar dan sebagainya. Dalam rangka mencari informasi
tentang sebab-sebab timbulnya masalah serta untuk menentukan langkah-
langkah penanganan masalah tersebut maka diperlukan adanya suatu tehnik
atau metode yang terkait dengan permasalahan yang ada. Untuk mengetahui
kondisi dan keadaan siswa banyak metode dan pendekatan yang dapat
digunakan, salah satu metode yang dapat digunakan yaitu “Teori dan
Pendekatan Konseling Behavioral”.
Teori belajar behaviorisme ini berorientasi pada hasil yang dapat diukur
dan diamati. Pengulangan dan pelatihan digunakan supaya perilaku yang
diinginkan dapat menjadi kebiasaan. Hasil yang diharapkan dari penerapan
teori behavioristik ini adalah terbentuknya suatu perilaku yang diinginkan.
Perilaku yang diinginkan mendapat penguatan positif dan perilaku yang
3
kurang sesuai mendapat penguatan negatif. Evaluasi atau Penilaian didasari
atas perilaku yang tampak.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan pada latar belakang masalah,
penulis mengidentifikasikan permasalahan yang dirumuskan sebagai berikut:
1. Apa konsep dasar pendekatan konseling behavioral?
2. Bagaimana ciri dari konseling behavioral?
3. Bagaimana asumsi perilaku bermasalah menurut pendekatan konseling
behavioral?
4. Apa tujuan pendekatan konseling behavioral?
5. Bagaimana peran konselor dalam pendekatan konseling behavioral?
6. Bagaimana hubungan antara konselor dengan konseli dalam konseling
behavioral?
7. Bagaimana deskripsi proses konseling dengan pendekatan konseling
behavioral?
8. Apa saja teknik yang dapat digunakan dalam konseling dengan
pendekatan behavioral?
9. Apa kelebihan dan keterbatasan pendekatan konseling behavioral?
10. Bagaimana aplikasi dari konseling behavioral?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Makalah ini dibuat guna untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah
praktikum konseling individual.
2. Membantu pembaca dalam memahami lebih dalam mengenai pendekatan
konseling behavioral.
4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Dasar
Pendekatan behavioral didasarkan pandangan ilmiah tentang tingkah
laku manusia yaitu pendekatan yang sistematik dan terstruktur dalam
konseling. Konseling behavior juga dikenal sebagai modifikasi perilaku yang
dapat diartikan sebagai tindakan untuk mengubah tingkah laku. Terapi ini
berfokus pada perilaku yang tampak dan spesifik. Dalam konseling, konseli
belajar perilaku baru dan mengeliminasi perilaku yang maladaptif,
memperkuat serta mampertahankan perilaku yang diinginkan dan membentuk
pola tingkah laku dengan memberikan imbalan atau reinforcement muncul
setelah tingkah laku dilakukan. Ciri unik dari terapi ini adalah lebih
berkonsentrasi pada proses tingkah laku yang teramati dan spesifik, fokus
pada tingkah laku kini dan sekarang.
Perilaku dipandang sebagai respon terhadap stimulasi atau
perangsangan eksternal dan internal. Karena itu tujuan terapi adalah untuk
memodifikasi koneksi-koneksi dan metode-metode Stimulus-Respon (S-R)
sedapat mungkin. Kontribusi terbesar konseling behavioral adalah bagaimana
memodifikasi perilaku melalui rekayasa lingkungan sehingga terjadi proses
belajar untuk perubahan perilaku.
Hakikat Manusia
Hakikat manusia dalam pandangan para behaviorist adalah pasif
dan mekanistis, manusia dianggap sebagai sesuatu yang dapat dibentuk
dan diprogram sesuai dengan keinginan lingkungan yang membentuknya.
Dalam teori ini menganggap manusia bersifat mekanistik atau merespon
kepada lingkungan dengan kontrol terbatas, hidup dalam alam
deterministic dan sedikit peran aktifnya dalam memilih martabatnya.
Manusia memulai kehidupnya dengan memberikan reaksi terhadap
lingkungannya,dan interaksi ini menghasilkan pola-pola perilaku yang
5
kemudian membentuk kepribadian. Perilaku seseorang ditentukan oleh
banyak dan macamnya penguatan yang diterima dalam situasi hidupnya.
Konseling behavioral ini berpandangan bahwa manusia itu:
Lahir dalam bawaan netral, artinya manusia itu mempunyai hak
untuk berbuat baik/buruk/jahat.
Lahir dengan membawa kebutuhan dasar dan dipengaruhi oleh
interaksi dengan lingkungan.
Kepribadian manusia berkembang atas dasar interaksi dengan
lingkungannya.
Mempunyai tugas untuk berkembang melalui kegiatan belajar.
Manusia dapat mempengaruhi dan dipengaruhi lingkungan
Hakikat Tingkah Laku
Tingkah laku manusia dalam pandangan behavioral pada dasarnya:
a. Tingkah laku manusia diperoleh melalui belajar dan kepribadian
adalah hasil proses belajar.
b. Tingkah laku manusia tersusun dari respons-respons kognitif,
motorik dan emosional terhadap stimulus yang datang baik dari
internal maupun eksternal.
c. Tingkah laku manusia dipengaruhi oleh variabel-variabel
kompetensi, setrategi dan susunan pribadi, harapan-harapan, nilai
stimulus, sistem dan rencana pengaturan diri.
d. Tingkah Laku dipelajari ketika individu berinterksi dengan
lingkungan melalui hukum-hukum belajar (pembiasaan klasik,
pembiasaan operan, peniruan).
2.2 Ciri-ciri Konseling Behavioral
Ciri-ciri dari konseling behavioral adalah:
a. Berfokus pada tingkah laku yang tampak dan spesifik.
b. perilaku manusia dapat dipelajari dan karena itu dapat dirubah.
c. Memerlukan kecermatan dalam perumusan tujuan konseling.
d. Mengembangkan prosedur perlakuan spesifik sesuai dengan masalah
klien.
6
e. Penilaian yang obyektif terhadap tujuan konseling.
f. Prinsip-prinsip belajar sosial, seperti misalnya “reinforcement” dan
“social modeling”, dapat digunakan untuk mengembangkan prosedur-
prosedur konseling.
g. Keefektifan konseling dan hasil konseling dinilai dari perubahan-
perubahan dalam perilaku-perilaku khusus konseli diluar dari layanan
konseling yang diberikan.
h. Prosedur-prosedur konseling tidak statik, tetap, atau ditentukan
sebelumnya, tetapi dapat secara khusus didisain untuk membantu
konseli dalam memecahkan masalah khusus.
2.3 Asumsi Tingkah Laku Bermasalah
Menurut Latipun (2008: 135) menyatakan bahwa perilaku yang
bermasalah dalam pandangan behavioris dapat dimaknai sebagai perilaku
atau kebiasaan-kebiasaan negative atau perilaku yang tidak tepat, yaitu
perilaku yang tidak sesuai dengan yang diharapkan.
Sedangkan menurut Feist & Feist (2008: 398) menyatakan bahwa
perilaku yang tidak tepat meliputi:
a. Perilaku terlalu bersemangat yang tidak sesuai denga situasi yang
dihadapi, tetapi mungkin cocok jika dilihat berdasarkan sejarah masa
lalunya.
b. Perilaku yang terlalu kaku, digunakan untuk menghindari stimuli yang
tidak diinginkan terkait dengan hukuman.
c. Perilaku yang memblokir realitas, yaitu mengabaikan begitu saja stimuli
yang tidak diinginkan.
d. Pengetahuan akan kelemahan diri yang termanifestasikan dalam respon-
respon-respon menipu diri.
2.4 Tujuan Konseling BehavioralTujuan-tujuan konseling menduduki suatu tempat yang amat penting
dalam terapi tingkahlaku. Pada konseling behavior ini, klien yang
memutuskan tujuan-tujuan terapi yang secara spesifik ditentukan pada
7
permulaan proses terapeutik. Menurut Corey (2003: 202) menyatakan bahwa
tujuan umum terapi tingkahlaku adalah menciptakan kondisi-kondisi baru
bagi proses belajar. Dasar alasannya adalah segenap tingkahlaku adalah
dipelajari (learned), termasuk tingkahlaku yang maladatif.
Secara umum tujuan konseling behavioral antara lain :
a. Menciptakan kondisi baru pembelajar.
b. Menghapus tingkah laku maladaptive untuk digantikan perilaku yang
adaptif.
c. Meningkatkan personality choice.
Sedangkan Secara khusus, tujuan konseling behavioral adalah
mengubah perilaku salah dalam penyesuaian dengan cara-cara memperkuat
perilaku yang diharapakan, dan meniadakan perilaku yang tidak diharapkan
serta membantu menemukan cara-cara berperilaku yang tepat.
2.5 Peran Konselor
Menurut Corey (2003: 205) menyatakan bahwa konselor harus
memainkan peran aktif dan direktif dalam pemberian treatment, yaitu
konselor menerapkan pengetahuan ilmiah pada pencarian pemecahan-
pemecahan bagi masalah konseli. Konselor secara khas berfungsi sebagai
guru, pengarah, ahli dalam mendiagnosis tingkahlaku yang maladatif dan
dalam menentukan prosedur-prosedur penyembuhan yang diharapkan
mengarah pada tingkahlau yang baru dan adjustive. Konselor lebih berperan
senagai guru yang membantu konselor melakukan teknik-teknik modifikasi
perilaku yang sesuai dengan masalah dan tujuan yang hendak dicapai.
2.6 Hubungan Konselor dengan Konseli
Dalam kegiatan konseling, konselor memegang peranan aktif dan
langsung. Hal ini bertujuan agar konselor dapat menggunakan pengetahuan
ilmiah untuk menemukan masalah-masalah konseli sehingga diharapkan
kepada perubahan perilaku yang baru.
Dalam konseling behavioral harus ada keterlibatan antara konselor dan
klien. Misalnya dalam membahas tentang tujuan dan tingkah laku yang
8
diinginkan dicapai oleh klien, mereka bekerjasama untuk melaksanakan
kegiatan-kegiatan konseling. Di samping itu juga terdapat kesepakatan antara
keduanya, terutama adanya kesepakatan terhadap tujuan-tujuan yang akan
dicapai. Konseli harus mampu berpartisipasi dalam kegiatan konseling, ia
harus memiliki motivasi untuk berubah.
Dalam hubungan konselor dengan konseli ada beberapa hal yang harus
dilakukan, yaitu :
a. Konselor memahami dan menerima konseli.
b. Antara konselor dan konseli saling bekerjasama.
c. Konselor memberikan bantuan dalam arah yang diinginkan konseli.
2.7 Deskripsi Proses Konseling
Proses konseling dibingkai dalam bentuk kerangka kerja dalam
membantu konseli untuk mengubah tingkah lakunya. Proses konseling adalah
proses belajar, konselor membantu terjadinya proses belajar tersebut, dengan
cara mendorong konseli untuk mengemukakan keadaan yang benar-benar
dialaminya pada waktu itu. Konseling behavioral memiliki empat tahap
dalam proses konselingnya, yaitu :
1. Melakukan Assesment
Langkah awal kerja konselor adalah melakukan assesment. Assesment
diperlukan untuk mengidentifikasi metode atau teknik mana yang akan
dipilih sesuai dengan tingkah laku yang ingin diubah.
2. Menetapkan Tujuan (Goal Setting)
Yaitu langkah untuk merumuskan tujuan konseling. Berdasarkan
informasi yang diperoleh dari langkah assessment, konselor dan klien
menyusun dan merumuskan tujuan yang ingin dicapai dalam konseling.
Perumusan tujuan konseling dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
a. Konselor dan klien mendifinisikan masalah yang dihadapi klien.
b. Klien mengkhususkan perubahan positif yang dikehendaki sebagai
hasil konseling.
9
c. Konselor dan klien mendiskusikan tujuan yang telah ditetapkan klien,
dengan memperhatikan hal-hal berikut ini:
- Apakah merupakan tujuan yang benar-benar diinginkan konseli.
- Apakah tujuan itu realistik.
- Bagaimana kemungkinan manfaatnya dan kemungkinan
kerugiannya.
- Mempertimbangkan kembali tujuan yang akan dicapai, atau
melakukan referal.
3. Implementasi Teknik (Technique Implementation)
Setelah tujuan konseling dirumuskan, konselor dan konseli
menentukan strategi belajar yang terbaik untuk membantu konseli
mencapai perubahan tingkah laku yang diinginkan. Konselor dan konseli
mengimplementasikan teknik-teknik konseling sesuai dengan masalah
yang dialami konseli. Dalam implimentasi teknik konselor
membandingkan perubahan tingkah laku antara baseline data dengan
intervensi.
4. Evaluation termination, yaitu melakukan kegiatan penilaian apakah
kegiatan konseling yang telah dilaksanakan mengarah dan mencapai hasil
sesuai dengan tujuan konseling.
5. Feedback, yaitu memberikan dan menganalisis umpan balik untuk
memperbaiki dan meingkatkan proses konseling.
2.8 Teknik-teknik konseling behavior
Konseling behavioral memiliki sejumlah teknik spesifik yang
digunakan untuk melakukan pengubahan perilaku berdasarkan tujuan yang
hendak dicapai. Menurut Latipun (2008: 141-144) beberapa teknik spesifik
tersebut antara lain:
a. Desensitisasi sistematis, merupakan teknik relaksasi yang digunakan
untuk menghapus perilaku yang diperkuat secara negative biasanya
berupa kecemasan, dan ia menyertakan respon berlawanan dengan
perilaku yang akan dihilangkan.
10
b. Terapi impulsif, dikembangkan berdasarkan atas asumsi bahwa
seseorang yang secara berulang-ulang dihadapkan pada suatu situasi
penghasil kecemasan dan konsekuensi-konsekuensi yang menakutkan
ternyata tidak muncul, maka kecemasan akan menghilang.
c. Latihan perilaku asertif, latihan asertif digunakan untuk melatih individu
yang mengalami kesulitan untuk menyatakan diri bahwa tindakannya
adalah layak atau benar.
d. Pengkondisian aversi, dilakukan untuk meredakan perilaku simptopatik
dengan cara menyajikan stimulus yang tidak menyenangkan
(menyakitkan) sehingga perilaku yang tidak dikehendaki tersebut
terhambat kemunculannya.
e. Pembentukan perilaku model, digunakan untuk membentuk perilaku baru
konseli, memperkuat perilaku yang sudah terbentuk.
f. Kontrak perilaku, didasarkan atas pandangan bahwa membantu klien
untuk membentuk perilaku tertentu yang diinginkan dan memperoleh
ganjaran tertentu sesuai dengan kontrak yang disepakati.
2.9 Kelebihan dan Keterbatasan Konseling Behavioral
a. Kelebihan Konseling Behavioral
Kelebihan dari konseling behavioral antara lain sebagai berikut:
Dengan memfokuskan pada perilaku khusus bahwa klien dapat
berubah, konselor dapat membantu klien kea rah pengertian yang lebih
baik terhadap apa yang harus dilakukan sebagai bagian dari proses
konseling.
Dengan menitikberatkan pada tingkah laku khusus, memudahkan dalam
menentukan kriteria keberhasilan proses konseling.
Memberikan peluang pada konselor untuk dapat menggunakan berbagai
teknik khusus guna menghasilkan perubahan perilaku.
b. Keterbatasan Konseling Behavioral
Keterbatasan dari konseling behavioral antara lain:
11
Kurangnya kesempatan bagi klien untuk terlibat kreatif dengan
keseluruhan penemuan diri atau aktualisasi diri.
Kemungkinan terjadi bahwa klien mengalami “depersonalized” dalam
interaksinya dengan konselor.
Keseluruhan proses mungkin tidak dapat digunakan bagi klien yang
memiliki permasalahan yang tidak dapat dikaitkan dengan tingkah laku
yang jelas.
Bagi klien yang berpotensi cukup tinggi dan sedang mencari arti dan
tujuan hidup mereka, tidak dapat berharap banyak dari konseling
behavioral.
Hanya menilai berdasarkan perilaku yang tampak, bukan keutuhan dari
subyek.
Mengabaikan masa lalu klien dan kekuatan bawah sadar.
2.10 Aplikasi Konseling Behavioral
Konseling behavioral ini dalam berbagai eksperimen mampu mengatasi
masalah-masalah klien yang mengalami berbagai hambatan perilaku seperti
pobia, cemas, gangguan kepribadian, serta sejumlah gangguan pada anak.
Lebih dari itu, konseling behavioral tidak hanya mengatasi symptom yang
bersifat permukaan saja, tetapi juga mengatasi masalah-masalah yang
mendalam, bahkan dapat mengubah perilaku dalam jangka panjang.
12
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Konseling behavioral merupakan adaptasi dari aliran psikologi
behaviorisme yang memfokuskan perhatiannya pada tingkah laku yang
tampak. Pada hakikatnya konseling merupakan sebuah upaya pemberian
bantuan dari seorang konselor kepada konseli, bantuan di sini dalam
pengertian sebagai upaya membantu orang lain agar ia mampu tumbuh ke
arah yang dipilihnya sendiri.
Dalam pandangan kaum behaviorist (termasuk konselor behavioral)
manusia dianggap sebagai sesuatu yang dapat dirubah dan dibentuk, manusia
bersifat mekanistik dan pasif. Banyak pendekatan dalam konseling
behavioral, dari keseluruhan pendekatan yang ada semua menjurus pada
pendekatan direktif dimana konselor lebih berperan aktif dalam penanganan
masalahnya.Yang menjadi perhatian utama konseling behavioral adalah
perilaku yang tampak, dengan alasan ini banyak asumsi yang berkembang
tentang pola hubungan konselor dan konseli lebih manipulatif-mekanistik dan
sangat tidak pribadi, namun salah satu aspek yang essensial dalam terapi
behavioral adalah proses penciptaan hubungan pribadi yang baik. Untuk
melihat hubungan konselor dan konseli dalam seting konseling behavioral
dapat kita perhatikan dari proses konseling behavioral. Proses konseling
behavioral yaitu sebuah proses membantu orang untuk belajar memecahkan
masalah interpersonal, emosional, dan keputusan tertentu. Jika kita
perhatikan lebih lanjut, pendekatan dalam konseling behavioral lebih
cenderung direktif, karena dalam pelaksanaannya konselorlah yang lebih
banyak berperan.
3.2 Saran
Bentuk terapi konseling yang dibahas dalam makalah singkat ini dapat
digunakan untuk terapi konseli yang mengalami permasalahan dalam
13
bertingkah laku. Dalam penerapan model konseling ini hendaknya konselor
memiliki keahlian dan kerampilan yang benar-benar sesuai dan profesional
pada bidangnya agar dalam prosesnya nanti dapat dijalankan sesuai dengan
tahap-tahap dan teknik-teknik yang tepat sehingga tercapailah tujuan yang
diinginkan.
14
DAFTAR PUSTAKA
Corey, Gerald. 2003. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung:
Refika Aditama.
Feist, Jess & Gregory J. Feist. 2008. Theories of Personality. Yogyakarta: Pustaka
pelajar.
Latipun. 2008. Psikologi Konseling. Malang: UMM Press.
15