PENDAHULUAN pada penyakit kardiak dan non kardiak , 1996 A...
Transcript of PENDAHULUAN pada penyakit kardiak dan non kardiak , 1996 A...
1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Gagal jantung masih menjadi
masalah kesehatan utama di dunia
(Jessup and Bronzena, 2003).
Prevalensi gagal jantung masih cukup
tinggi, yaitu lebih dari 5,8 juta jiwa di
Amerika Serikat dan lebih dari 23 juta
jiwa di seluruh dunia (Roger, 2013). Di
Indonesia hasil survei Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) tahun 2013,
didapatkan prevalensi gagal jantung
berdasarkan pernah didiagnosis dokter
sebesar 0,13%, dan berdasarkan
diagnosis dokter atau gejala sebesar
0,3% (Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementerian
Kesehatan RI, 2013).
Neutrofil merupakan leukosit PMN
berumur pendek, akan mengalami
apoptosis pada kondisi normal.
Meningkatnya kadar sitokin
proinflamasi di sirkulasi darah dan
anafilatoksin pada gagal jantung dan
berkurangnya apoptosis neutrofil,
mendukung data sebelumnya yang
menghubungkan gagal jantung dengan
inflamasi low-grade yang
berkepanjangan (Anker and von
Haehling, 2004 ; Tracchi et al, 2009).
Berbeda halnya dengan
peningkatan neutrofil yang
berhubungan dengan derajat PJK dan
gagal jantung, limfosit menunjukkan
hal sebaliknya. Mekanisme pertama
berhubungan dengan reseptor dan
peningkatan regulasi sintesis sitokin
seperti TNF-α. Patut diketahui TNF-α
dapat menginduksi apoptosis subset
limfosit (khususnya limfosit T-helper
dan sel B) (Ommen et al, 1998).
mempengaruhi limfosit secara
kuantitatif dan kualitatif (Muthiah et al,
2013).
Bukti yang ada menunjukkan rasio
subtipe sel darah mempunyai nilai
prognostik penyakit kardiovaskuler.
Rasio neutrofil limfosit (RNL)
merupakan penanda inflamasi potensial
pada penyakit kardiak dan non kardiak
(Freedman et al, 1996
RNL juga diketahui sebagai
prediktor kapasitas fungsional pada
pasien dengan gagal jantung
kardiomiopati dilatasi yang diukur
dengan treadmill. Kemampuan latihan
merupakan parameter penting yang
dapat diterjemahkan dalam aktivitas
sehari-hari. Selain itu, kemampuan
latihan ini merupakan prediktor
morbiditas dan mortalitas pada pasien
gagal jantung (Fleg et al, 2002).
B. Rumusan Masalah
Apakah terdapat hubungan antara RNL
dan kapasitas fungsional jantung dan
hs-CRP pada pasien gagal jantung
iskemik AHA stage C ?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan
antara RNL dan kapasitas
fungsional jantung dan hs-CRP
pada pasien gagal jantung iskemik
AHA stage C.
2. Tujuan Khusus
a. Menganalisis apakah pada RNL
yang lebih tinggi mempunyai
kapasitas fungsional jantung
yang lebih rendah pada gagal
jantung iskemik AHA stage C.
b. Menentukan cut off point RNL
yang mempunyai sensitivitas
dan spesifitas tertinggi dalam
menilai kapasitas fungsional
jantung yang rendah.
c. Menganalisis apakah pada RNL
yang lebih tinggi memiliki kadar
hs-CRP yang lebih tinggi.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritik
Mendapatkan pengetahuan tentang
hubungan antara rasio neutrofil
limfosit dan kapasitas fungsional
jantung dan hs-CRP pada gagal
jantung iskemik AHA stage C.
2. Manfaat Praktis
2
Dengan mengetahui hubungan
antararasio neutrofil limfosit dan
kapasitas fungsional jantung dan
hs-CRP pada gagal jantung iskemik
AHA stage C, diharapkan RNL
dapat digunakan sebagai tambahan
marker diagnostik gagal jantung
iskemik di pusat layanan primer.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Definisi aterosklerosis dan
penyakit jantung koroner
Aterosklerosis adalah suatu
perubahan yang terjadi pada
dinding arteri yang ditandai dengan
akumulasi lipid ekstra sel,
rekruitmen dan akumulasi leukosit,
pembentukan sel busa, migrasi dan
proliferasi miosit, deposit matriks
ekstra sel (misalnya: kolagen,
kalsium), yang diakibatkan oleh
multifaktor yang bersifat kronik
progresif, fokal atau difus serta
memiliki manifestasi akut ataupun
kronik yang menimbulkan
penebalan dan kekakuan pada
pembuluh arteri (Sloop et al, 1999).
Penyakit jantung koroner ialah
penyakit jantung yang terutama
disebabkan oleh penyempitan arteri
koroner akibat proses aterosklerosis
atau spasme atau akibat keduanya
(Madjid, 2007).
2. Hubungan leukosit dengan
aterosklerosis
Aterosklerosis pada
dasarnya merupakan gabungan dari
3 komponen penting, yaitu:
atherosis yang merupakan
akumulasi dari senyawa yang kaya
akan kolesterol (atheroma),
sclerosis merupakan ekspansi
jaringan fibrosa, inflamasi yang
melibatkan aktifitas
monosit/makrofag, limfosit T dan
sel mast (Ross, 1999; Fathoni,
2011).
Neutrofil merupakan sumber
dari leukotrien terutama leucotriene
B4 (LTB4). LTB4 adalah
kemotraktan neutrofil, dan dapat
meningkatkan adhesi dan migrasi
dengan cara meningkatkan regulasi
Macrophage 1 antigen (MAC-1)
(Wright et al, 2010).
Peningkatan agregasi
neutrofil dan aktivitas oksidasi
ditunjukkan pada sinus koroner
pada pasien yang terbukti memiliki
PJK secara angiografi dan angina
stabil. Sel-sel inflamasi tidak hanya
memainkan peranan penting pada
inisiasi dan progresi dari
aterosklerosis, tetapi juga
memainkan peranan dalam
destabilisasi plak, sehingga dapat
mengubah proses kronik
aterosklerosis menjadi kejadian
iskemik akut (Hatice et al, 2012).
Selain makrofag, neutrofil
dilaporkan memediasi lepasnya
tautan sel-sel endotel melalui
digesti protein permukaan sel-sel
endotel akibat dari sekresi protease
proteolitik netral (Hatice et al,
2012).
3. Definisi Gagal Jantung Menurut pedoman
penatalaksanaan gagal jantung dari
American College of Cardiology
Foundation/American Heart
Association (ACCF/AHA) tahun
2013, gagal jantung didefinisikan
sebagai suatu sindroma klinis yang
kompleks yang disebabkan
olehgangguan struktural atau
fungsional pada pengisian ventrikel
atau pompa darah. Manifestasi
utama dari gagal jantung adalah
sesak napas dan kelelahan yang
dapat membatasi toleransi latihan,
serta retensi cairan yang dapat
menyebabkan kongesti paru dan/
atau splanknik dan/ atau edema
perifer (Yancy et al, 2013).
Gagal jantung iskemik
merupakan kondisi anatomik yang
diawali dengan adanya kejadian
primer pada sirkulasi koroner yang
3
menyebabkan iskemik dan
kerusakan jaringan (Beltrami et al,
1994). Secara klinis, pasien
didefinisikan memiliki gagal
jantung iskemik atau non iskemik
berdasarkan riwayat infark miokard
atau berdasarkan bukti objektif
adanya penyakit jantung koroner
melalui angiografi atau tes
fungsional yang lain (Felker et al,
2002; Rodeheffer and Redfield,
2007).
Tabel 2.1. Klasifikasi gagal
jantung berdasarkan ACCF/ AHA
(Yancy et al, 2013).
Klasifi
kasi
Keterangan
A Risiko tinggi gagal
jantung, tanpa
disertai kelainan
struktural atau gejala
gagal jantung
B Terdapat kelainan
struktural jantung,
namun tidak
didapatkan tanda dan
gejala gagal jantung
C Terdapat kelainan
struktural jantung
dengan riwayat atau
sedang mengalami
gejala gagal jantung
D Gagal jantung
refrakter yang
membutuhkan
intervensi khusus
Keterangan ; ACCF :
American College of
Cardiology Foundation, AHA
: American Heart Association
Sedangkan definisi gagal
jantung iskemik yang lain adalah
apabila pasien gagal jantung
memiliki salah satu kriteria berikut:
a. Pasien dengan riwayat infark
miokard atau revaskularisasi
(Coronary Artery Bypass
Grafting (CABG) atau
Percutaneus Coronary
Intervention (PCI))
b. Pasien dengan stenosis >75%
pada arteri koroner kiri utama
atau pada proksimal arteri
koroner kiri desenden
c. Pasien dengan stenosis >75%
pada dua atau lebih arteri
koroner epikardial (Felker et al,
2002).
4. Rasio neutrofil dan limfosit ;
selayang pandang
Diantara banyak penanda
inflamasi, beberapa penelitian
menunjukkan bahwa peningkatan
RNL merupakan prediktor
signifikan terjadinya penyakit
kardiovaskuler dan kanker (Wang
et al, 2014; Bhat et al, 2013 dan
Templeton et al, 2014).
5. Hubungan leukosit dan subsetnya
dengan gagal jantung iskemik
Penyakit jantung koroner
telah menjadi faktor penyebab
tersering pada gagal jantung (Levy
et al, 1996; Fox et al, 2001
Pada gagal jantung diketahui
bahwa apotosis neutrofil
berkurang. Penelitian sebelumnya
telah menjelaskan hubungan antara
apoptosis leukosit
polimorfonuklear (PMN) dengan
Left Ventricular Ejection Fraction
(LVEF) pada pasien gagal jantung,
dimana semakin rendah LVEF
maka apotosis PMN akan semakin
berkurang (Rumalla et al, 2002).
Neutrofil merupakan leukosit
PMN berumur pendek, akan
mengalami apoptosis pada kondisi
normal. Meningkatnya kadar
sitokin proinflamasi di sirkulasi
darah dan anafilatoksin pada gagal
jantung dan berkurangnya
apoptosis neutrofil, mendukung
data sebelumnya yang
menghubungkan gagal jantung
dengan inflamasi low-grade yang
berkepanjangan (Tracchi et al,
2009).
4
Berbeda halnya dengan
peningkatan neutrofil yang
berhubungan dengan derajat PJK
dan gagal jantung, limfosit
menunjukkan hal sebaliknya.
Hitung limfosit relatif mempunyai
nilai prognostik pada pasien
dengan PJK dan gagal jantung
kongestif (Hatice et al, 2012), dan
pada pasien dengan gagal jantung
tingkat lanjut yang menjalani
transplantasi jantung (Ommen et al,
1998).
Sedangkan dasar mekanisme
dari hubungan antara limfosit
dengan gagal jantung menunjukkan
hal yang kompleks dan kurang
dimengerti. Namun demikian, ada
dua mekanisme utama yang
diajukan, mengenai turunnya
jumlah limfosit dalam sirkulasi
pada keadaan gagal jantung.
Mekanisme pertama berhubungan
dengan reseptor dan peningkatan
regulasi sintesis sitokin seperti
TNF-α. Patut diketahui TNF-α
dapat menginduksi apoptosis subset
limfosit (khususnya limfosit T-
helper dan sel B). Pada beberapa
penelitian klinis mengenai hitung
limfosit pada gagal jantung
menunjukkan bahwa pasien dengan
limfopenia memiliki gejala dan
tanda kongesti yang lebih tampak
(Muthiah et al, 2013 ; Ommen et
al, 1998).
Mekanisme kedua
berhubungan dengan aktivasi aksis
hipotalamus-pituitari-adrenal.
Gagal jantung, sebagaimana
kondisi kronik sistemik lainnya,
ditandai dengan stress fisiologis.
Jumlah kortisol endogen dan
katekolamin dapat secara langsung
mempengaruhi limfosit secara
kuantitatif dan kualitatif. Selain itu
kontrol adrenergik mungkin terlibat
dalam mengkontrol distribusi
relatif dari subpopulasi leukosit.
(Muthiah et al, 2013).
6. Hubungan hs CRP dengan gagal
jantung
C-Reactive Protein adalah
protein fase akut. Merupakan
komponen sistem imun non
spesifik, yang melindungi
organisme dari infeksi mikroba dan
membatasi kerusakan jaringan
akibat proses inflamasi. CRP
diprodusi di hepar sebagai respon
terhadap IL-6 (Windram et al, 2007
;
Pemeriksaan klinis CRP
standard memiliki sensitivitas
yang rendah dengan nilai kisaran
yang kecil, sehingga tidak dapat
digunakan secara efektif untuk
pemeriksaan rutin. Oleh karena itu
digunakanlah pemeriksaan hsCRP
yang memiliki nilai yang lebih baik
(Yin et al, 2004).
Gagal jantung berhubungan
dengan aktivasi dan peningkatan
jumlah sitokin (contoh; IL-6,
Tumor Necrosis Factor-α (TNF-α),
tumor necrosis factor receptor 1,
dan tumor necrosis factor receptor
2 terlarut). Pemeriksaan sitokin-
sitokin tersebut tidak rutin dan
tidak selalu tersedia untuk
diperiksa pada pasien gagal
jantung, namun demikian
pemeriksaan hsCRP tersedia
secara luas (Windram et al, 2007).
7. Hubungan kapasitas fungsional
jantung dengan gagal jantung
Kapasitas maksimal dari
seseorang untuk melakukan
aktivitas aerobik didefinisikan
sebagai konsumsi oksigen
maksimal (VO2 max), yang
merupakan suatu produk dari
perbedaan cardiac output (CO) dan
oksigen arteri-vena (AVO2) saat
kelelahan. Kapasitas fungsional
jantung, manakala diperkirakan
nilainya, bukan diukur secara
langsung, sering diukur dengan
satuan metabolic equivalents
5
(METs); 1 METs setara dengan 3.5
mL O2 /kg/menit (Fleg et al, 2000).
Berkurangnya kapasitas
fungsional pada pasien gagal
jantung berhubungan bukan hanya
dengan berkurangnya kekuatan otot
jantung, tetapi juga defek pada otot
skeletal. Hal ini terbukti bahwa
pada pemberian TNF dan IL-1,
miosit otot skeletal mengalami
deplesi glikogen dan mensekresi
laktat kedalam sirkulasi. IL-1 juga
dapat menganggu metabolisme
protein pada otot skeletal dan atrial
jantung (Missov et al, 1997).
Kapasitas latihan pada gagal
jantung tidak bergantung pada
fraksi ejeksi ventrikel kiri (Hanson
P, 1994). Kapasitas fungsional pada
pasien gagal jantung dibagi menjadi
empat kategori, dibedakan menurut
symptom-limited exercise testing.
Normal 7 METs; menurun ringan
5-7 METs; menurun sedang 3-5
METs, menurun berat < 3 METs.
Aktivitas fisik ringan sampai sedang
(termasuk aktifitas seksual) yaitu
setara dengan 3-5 METs (Levine et
al, 2012).
Beberapa penelitian yang relevan
Gagal jantung iskemik tidak
dapat dipisahkan dari proses
aterosklerosis itu sendiri. Banyak
penelitian yang menemukan peran
RNL dalam berbagai penyakit
kardiovaskuler khususnya yang
berhubungan dengan aterosklerosis,
berikut ini beberapa penelitian
yang menggunakan RNL pada
aterosklerosis.
1. RNL berhubungan dengan
peningkatan CRP (C- Reactive
Protein)
Dogdu et al.(2012)
menemukan bahwa pada kelompok
penyakit jantung koroner multi
vessel yang mengalami gangguan
fungsi ventrikel kiri, jumlah hs-
CRP dan RNL secara signifikan
meningkat lebih tinggi
dibandingkan dengan kelompok
normal (3.9±2.4 vs. 7.9±3.8,
p<0.001 dan 2.7±0.7 vs. 3.9±1.2,
p<0.001), dan LVEF memiliki
hubungan berkebalikan, baik
dengan hs-CRP maupun dengan
RNL (r = -0.48, p<0.001 dan r = -
0.43, p<0.001).
2. RNL berhubungan dengan
jumlah interluekin
Nilsson et al.
(2014)menemukan bahwa terdapat
peningkatan IL-6 pada pasien
angina stabil ( 3.1 vs 1.4 ; p <
0.001) dan sindrom koroner akut
tanpa elevasi segmen ST (4.9 vs
1.4; p <0.001) bila dibandingkan
dengan kontrol, peningkatan IL-6
ini ditemukan seiring dengan
peningkatan RNL (2.1 vs 1.5; p =
0.012 dan 2.0 vs 1.5, p = 0.027).
3. RNL berhubungan dengan
komplikasi kardiak mayor /
Major Adverse Cardiac Events
(MACE) pada pasien diabetes
mellitus.
Sebuah penelitian observasional
yang meliputi 388 pasien diabetes,
menganalisis level RNL yang
dibagi menjadi tertile. Komplikasi
kardiak mayor (MACE) meliputi
infark miokard, revaskularisasi
koroner, dan mortalitas. Tertile
RNL terendah (RNL<1.6) memiliki
MACE yang lebih rendah
dibandingkan tertile RNL tertinggi
(RNL >2.36); 6 dari 113 pasien vs
24 dari 112 pasien; p <0.0001).
Setelah melalui analisis multivariat,
hazard ratio RNL tertinggi jika
dibandingkan RNL terendah adalah
2.8 (95% Interval kepercayaan (IK)
1.12-6.98 , p < 0.027). Sehingga
RNL merupakan prediktor yang
baik untuk menilai komplikasi
kardiak mayor yang berhubungan
dengan aterosklerosis (Basem et al,
2012).
6
4. Derajat gagal jantung
berhubungan dengan RNL,
kapasitas fungsional jantung dan
hsCRP
RNL diketahui sebagai
prediktor kapasitas fungsional pada
pasien dengan gagal jantung yang
diukur dengan treadmill. Cakici M
et al. (2014) meneliti 94 pasien
gagal jantung karena kardiomiopati
dilatasi dan gagal jantung iskemik,
yang menjalani treadmill.
Kemudian dibagi menjadi 2
kelompok, kelompok dengan RNL
3 dan RNL< 3. Hasil penelitian
tersebut menunjukkan pada RNL
3, kapasitas fungsional lebih
rendah dan N-terminal pro-brain
natriuretic peptide (NT-proBNP)
lebih tinggi, (jika dibandingkan
dengan pasien gagal jantung yang
memiliki RNL <3)
Penelitian lain yang
melibatkan pasien-pasien dengan
gagal jantung (n=258 ; 74 wanita)
dengan etiologi iskemik atau non
iskemik di followed up dengan
periode rata-rata 17 ± 13 bulan.
Keluaran primer yang dinilai
adalah mortalitas karena sebab
kardiak. Penelitian tersebut
menunjukkan bahwa hsCRP
terbukti sebagai prediktor
independen signifikan mortalitas
karena sebab kardiak (hazard ratio:
1.1, 95% Confidence Interval (CI)
1.05-1.15, p<0.001) (Kozdag Get
al, 2010).
B. Hipotesis
Ada hubungan antara RNL dan
kapasitas fungsional jantung dan
hsCRP pada pasien gagal jantung
iskemik AHA stage C.
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah potong
lintang analitik (Cross Sectional
Analytic)
B. Sampel
1. Sampel : Diambil secara konsekutif
pada semua pasien dengan gagal
jantung iskemik AHA stage C pada
poliklinik rawat jalan KSM
Jantung dan Pembuluh Darah di
RSUD Dr. Moewardi Surakarta
dan bersedia untuk melakukan tes
treadmill dan diambil darahnya
untuk penelitian.
4. Besar Sampel
Sampel minimal dalam penelitian
ini adalah 30 subyek (Dahlan,
2013).
5. Kriteria Inklusi :
Pasien sudah tegak diagnosis
gagal jantung iskemik AHA
stage C
Memiliki disfungsi sistolik
ventrikel kiri yang terbukti
pada ekokardiografi dengan
ejection fraction (EF) < 45%
Pasien sudah pernah atau
sedang mendapat terapi oral
untuk gagal jantung yang
meliputi ACE (Angiotensin
Converting Enzyme)-inhibitor
atau ARB (Angiotensin
Receptor Blocker), diuretik, BB
(Beta Blocker), dan
spironolakton.
6. Kriteria Eksklusi :
Gagal jantung akut yang
memerlukan rawat inap
Malignansi
Sirosis hepatis
Penyakit immunologis
Penyakit hematologis
Sepsis
Infeksi sistemik atau lokal yang
aktif
Riwayat transfusi darah dalam
3 bulan terakhir
Penggunaan obat-obatan
antiinflamasi steroid dan non
steroid 1 bulan terakhir.
C.Variabel dan Definisi Operasional
1. Variabel Penelitian
Variabel bebas
7
a. Rasio neutrofil limfosit
b. hsCRP
c. Kapasitas fungsional
jantung
Variabel terikat
Gagal jantung iskemik
2. Definisi Operasional
a. Gagal jantung iskemik AHA
stage C
Definisi: adalah gagal jantung
yang terdapat kelainan struktural
jantung dengan riwayat atau
sedang mengalami gejala gagal
jantung yang memenuhi salah
satu kriteria berikut
Pasien dengan riwayat infark
miokard atau revaskularisasi
(Coronary Artery Bypass
Grafting (CABG) atau
Percutaneus Coronary
Intervention (PCI) > 6 minggu
Pasien dengan stenosis >75%
pada arteri koroner kiri utama
atau pada proksimal arteri koroner
kiri desenden
Pasien dengan stenosis >75%
pada dua atau lebih arteri koroner
epikardial
Alat ukur : Rekam medis dan
ekokardiografi
b. Kapasitas fungsional jantung
Definisi : Konsumsi oksigen
maksimal (VO2 max), yang
merupakan suatu produk dari
perbedaan Cardiac Output dan
oksigen arteri-vena (AVO2) saat
kelelahan.
Alat ukur : Treadmill
Satuan data : METs (metabolic
equivalents)
Skala data : Kontinu
c. hsCRP
Definisi : adalah protein
darah yang terikat dengan C-
Polisakarida, pentamer 120 kDa
dan merupakan salah satu protein
fase akut, juga sebagai marker
inflamasi yang sudah diakui dan
dapat menjadi prediktor kejadian
penyakit kardiovaskuler.
Alat ukur : ADVIA
1800Chemistry System (Siemens
Healthcare)
Diagnostiks, Deerfield, IL) metode
Latex immunoturbidimetry.
Satuan data : mg/L
Skala data : Kontinu
d. Rasio neutrofil limfosit
Definisi : Nilai
perbandingan antara jumlah
neutrofil dengan limfosit
Alat ukur : Bayer Advia 120
Hematology Analyzer (Bayer
Diagnostiks, Terrytown, NY)
metode flowcytometry
Satuan data : -
Skala data : Kontinu
C. Instrumen penelitian Subyek yang memenuhi
kriteria inklusi dan eksklusi diambil
sebanyak 35 orang secara acak
dengan metode consecutive
sampling, selama penelitian
berlangsung regimen terapi tidak
dirubah.
1. Pengambilan data treadmill:
Uji treadmill yang dilakukan
menggunakan protokol Bruce
termodifikasi. Protokol Bruce
termodifikasi mempunyai 2
tahap pemanasan, masing-
masing 3 menit. Tahap pertama
mesin treadmill akan
menghasilkan kecepatan putar
1.7 mil/jam dan derajat 0% dan
pada tahap kedua kecepatan
putar 1.7 mil/jam dan derajat 5
%. Protokol ini sering
digunakan pada subyek usia tua
atau pada subyek dengan
kemampuan latihan terbatas
akibat penyakit jantung. Teknik
pengambilan data treadmill
adalah sebagai berikut :
2. Pengambilan darah dan
penanganan spesimen:
Teknik pengambilan darah
Pemeriksaan neutrofil,
limfosit dan hsCRP
8
dilakukan sebelum
pengambilan data
treadmill
a. Teknik pemeriksaan
Sampel diambil dari pasien
gagal jantung yang
melakukan pemeriksaan
kimia klinik dan darah rutin
di Laboratorium Patologi
Klinik RS Dr.Moewardi
Surakarta dan telah
memenuhi kriteria inklusi.
Untuk pemeriksaan
hematologi, sampel
diperiksa pada hari yang
sama dengan pengambilan
sampel. Untuk pemeriksaan
jumlah lekosit, netrofil
absolut dan limfosit absolut,
menggunakan sampel darah
EDTA dengan metode
flowcytometry pada alat
Bayer Advia 120
Hematology Analyzer
(Bayer Diagnostiks,
Terrytown, NY).
Pemeriksaan serum hsCRP
dengan menggunakan
metode Latex
immunoturbidimetry pada
ADVIA 1800Chemistry
System (Siemens Healthcare
Diagnostiks, Deerfield, IL).
D. Desain Analisis Statistik
Data karakteristik subyek
penelitian disajikan dalam bentuk
deskriptif. Untuk mengetahui pola
distribusi data, digunakan uji
statistik Kolmogorov Smirnov. Hasil
data karakteristik subyek penelitian
ditampilkan sebagai mean ± standard
deviasi (SD) untuk variabel yang
terdistribusi normal dan
dibandingkan dengan Student’s t-
test, dan sebagai median (minimal-
maksimal) untuk variabel yang tidak
terdistribusi normal dan
dibandingkan dengan Mann–
Whitney’s U-test. Dari data RNL
yang ada diambil titik potong rasio
neutrofil limfosit dengan nilai titik
potong RNL= 2.3 berdasarkan
penelitian pendahuluan oleh peneliti
pada 10 pasien dengan mean RNL =
2.3, sehingga dikelompokkan 2 grup
dengan RNL <2.3 dan RNL 2.3.
Analisis korelasi RNL dengan
kapasitas fungsional jantung
menggunakan uji Spearman’s. Kurva
ROC (receiver operating
characteristic) untuk menentukan
nilai cut-off dari RNL untuk
mengevaluasi sensitivitas dan
spesifisitas yang paling optimal
dalam menilai rendahnya kapasitas
fungsional jantung (METs), 95%
Confidence Interval (CI) pada Area
Under Curve (AUC) dihitung
menggunakan asumsi non
parametrik untuk membedakan AUC
antara individu pada kurva ROC.
Nilai p < 0.05 menyatakan
perbedaan bermakna secara statistik.
Pengukuran statistik menggunakan
program komputer SPSS (versi 20.0;
SPSS Inc., Chicago, IL, USA).
E. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di
bagian Jantung dan Pembuluh Darah
RSUD Dr. Moewardi
Surakarta.Waktu yang diperlukan
dalam penelitian ini selama 1.5 bulan
(November-Desember 2015) dengan
jadwal penelitian sebagai berikut.
HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
A. HASIL PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium
Patologi Klinik dan Poliklinik Rawat Jalan
KSM Jantung dan Pembuluh Darah RSUD
Dr. Moewardi Surakarta selama periode
bulan November sampai Desember 2015.
Penelitian ini merupakan penelitian cross
sectional analitik dengan pasien gagal
jantung iskemik AHA stage C sebagai
subyek sampel penelitian. Jumlah sampel
9
minimal yang diperlukan adalah 30 orang.
Pada penelitian ini sampel berjumlah 35
orang.
1. Karakteristik Subjek Penelitian
Subyek penelitian terdiri dari 35 pasien
dengan data kontinu dipresentasikan
sebagai mean ± standard deviasi. Uji
normalitas dilakukan dengan mengunakan
One sample Kolmogorov Smirnov (tabel
4.1).
Tabel 4.1 Uji normalitas One sample
Kolmogorov Smirnov karakteristik subyek
penelitian, p signifikan bila < 0.05.
Dari uji normalitas disimpulkan bahwa
data dasar sampel terdistribusi secara
normal.
2. Uji perbandingan Setelah didapatkan normalitas data maka
subyek penelitian dibagi menjadi 2
kelompok berdasarkan penelitian
pendahuluan oleh peneliti yaitu RNL < 2.3
dan RNL 2.3. Data variabel kontinu
dipresentasikan sebagai mean ± standard
deviasi. Karena data dasar menunjukkan
semua variabel kontinu terdistribusi secara
normal maka perbedaan nilai data kontinu
antara 2 kelompok dianalisis menggunakan
uji t independen. Data variabel binomial
dipresentasikan sebagai frekuensi.
Perbedaan antara variabel binomial
dianalisis menggunakan uji chi-square, p
signifikan bila < 0.05.
Uji beda mean dilakukan untuk
mengetahui apakah ada perbedaan
bermakna berbagai variabel antara
kelompok dengan RNL <2.3 dan RNL
2.3. Dari data tersebut didapatkan sampel
dengan RNL < 2.3 sebanyak 20 orang
(57%) dan RNL 2.3 sebanyak 15 orang
(43%). Karakteristik awal untuk sampel
yang dikelompokkan berdasarkan RNL,
menunjukkan tidak ada perbedaan IMT
(p=0.102 ; 95% CI 0.39-1.36), fraksi ejeksi
(p=0.405 ; 95% CI 2.9-7.0), leukosit
(p=0.522 ; 95% CI 0.70-1.36), jenis
kelamin (p=0.167), usia (p=0.368), faktor
risiko diabetes (p=0.727), dislipidemia (p
=0.066), dan merokok (p=0.727).
Terdapat perbedaan karakteristik awal
untuk sampel dengan RNL < 2.3
dibandingkan dengan sampel RNL 2.3
berdasarkan nilai RNL (p < 0.001 ; 95%
CI 1.34-2.24), hsCRP (p= 0.001 ; 95% CI
0.08-0.29 ), neutrofil (p= 0.002 ; 95% CI
534.42-2128.11) , limfosit (p<0.001 ; 95%
CI 500.88-1294.65), METs (p <0.001 ;
95% CI 1.00-2.53) dan hipertensi (p=0.
4. Uji Korelasi
Hasil analisis uji normalitas One
Sample Kolmogorov-Smirnov data
karakteristik subyek penelitian
menunjukkan data dasar terdistribusi
secara normal. Setelah itu dilakukan
uji korelasi untuk menilai adakah
hubungan antara 2 variabel. Uji
korelasi menggunakan uji
Spearman’s; p signifikan bila < 0.05
Tabel 4.3 Uji korelasi Spearman’s
antara rasio neutrofil limfosit (RNL)
dengan hsCRP dan METs.
Variabel r p
hsCRP 0.509 0.002
Kapasitas
fungsional
-0.600 <0.001
Parameter n Mean ±
SD
p
Leukosit 35 8.07 ±
1.47
0.821
Neutrofil 35 4743.35 ±
1312.62
0.928
Limfosit 35 2255.14 ±
720.96
0.234
hsCRP 35 0.50 ±
0.18
0.081
RNL 35 2.30 ±
0.15
0.218
METs 35 5.30± 1.41 0.139
Fraksi
Ejeksi
(simpson)
35 32.51 ±
7.14
0.677
IMT (indeks
massa
tubuh)
35 23.08 ±
2.95
0.830
Usia 35 57.09 ±
8.86
0.866
10
jantung (METs)
5. RNL sebagai marker rendahnya
kapasitas fungsional jantung (METs)
Pada penelitian ini rendahnya kapasitas
fungsional jantung didefinisikan sebagai
capaian treadmill < 5 METs. Analisis data
menggunakan metode kurva receiver
operating characteristic (ROC) untuk
melakukan diagnosis kapasitas fungsional
jantung rendah menggunakan RNL,
menunjukkan bahwa RNL mempunyai
nilai diagnostik yang baik karena kurva
jauh dari garis 50% dan mendekati 100%
(Gambar 4.2).
Nilai Area Under The Curve (AUC)
RNL yang diperoleh dari metode ROC
sebesar 0.71 (95% IK 0.52-0.89), p<0.001.
Secara statistik, nilai AUC sebesar 0.71
tergolong baik. Nilai AUC sebesar 0.71
artinya, apabila rasio neutrofil limfosit
2.28 akan digunakan untuk mendiagnosis
ada tidaknya kapasitas fungsional jantung
yang rendah pada 100 pasien gagal jantung
iskemik AHA stage C, kesimpulan yang
tepat akan diperoleh pada 71 pasien gagal
jantung iskemik AHA stage C.
Berdasarkan interval kepercayaannya, nilai
AUC rasio neutrofil yang meningkat pada
populasi pasien gagal jantung iskemik
AHA stage C berkisar 52% sampai
dengan 89%.
Gambar 4.4 Titik potong optimal nilai
RNL berada pada nomor 20. Nilai RNL
2.28 dengan sensitivitas sebesar 73,3% dan
spesifisitas sebesar 80%. Hal ini berarti
dengan nilai RNL 2.28 akan dapat
mendiagnosis adanya pasien gagal jantung
iskemik AHA stage C dengan kapasitas
fungsional jantung rendah (capaian < 5
METs).
B. PEMBAHASAN
Mengapa perlu mengidentifikasi pasien
dengan penurunan kapasitas fungsional
pada pasien gagal jantung? Karena sangat
mungkin pasien terhambat secara
fungsional saat aktivitas harian, kemudian
mengurangi kegiatannya agar dapat
beradaptasi dengan disabilitasnya sehingga
banyak pasien yang mengalami dekondisi
jantung. Sesuai dengan penelitian yang
dilakukan Wilson et al. (1999) yang
meneliti 50 pasien rawat jalan. Semua
pasien rawat jalan yang mempunyai
riwayat gagal jantung selama 6 bulan,
menerima digoksin, ACE-inhibitor , dan
diuretik. Sebanyak 41 pasien pria dan 9
pasien wanita, rerata umur 51±9 tahun
(rentang 39-68 tahun), rerata LVEF 26
±10%. Penelitian tersebut menunjukkan
.000
.200
.400
.600
.800
1.000
1.200
1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31
Titik potong optimal nilai RNL
sensitivitas spesifisitas
Sensitivitas 73.3%
RNL 2.28
11
bahwa derajat gejala yang disampaikan
pasien (dalam NYHA dan skoring gejala)
tidak memberikan hasil yang reliabel
dalam mendeteksi dan memonitoring
kapasitas fungsional pasien gagal jantung,
sehingga amat perlu menggunakan tes
latihan dengan beban (treadmill) untuk
menilai disabilitas kapasitas fungsional
jantung pasien.
Pada penelitian tesis ini subyek yang
memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi
diambil sebanyak 35 orang dengan metode
consecutive sampling, selama penelitian
berlangsung regimen terapi tidak dirubah.
Setelah diambil sampel darah vena, maka
semua subyek penelitian mengikuti uji
treadmill dengan menggunakan protokol
Bruce termodifikasi. Data rasio neutrofil
limfosit dan hs-CRP kemudian
dibandingkan dengan hasil uji treadmill.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
hubungan antara RNL dan kapasitas
fungsional jantung dan hs-CRP pada
pasien gagal jantung iskemik AHA stage
C. Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa
RNL berkorelasi (negatif) kuat dengan
kapasitas fungsional jantung (METs)
pasien gagal jantung iskemik pada poli
rawat jalan RSUD Dr. Moewardi dengan r
= -0.600; p< 0.001 dari analisis kurva
ROC dan AUC didapatkan titik potong
RNL 2.28 mempunyai sensitivitas 70 %
dan spesifisitas 80% ; p =0.040.
Pada penelitian tesis ini juga dianalisis
hubungan RNL dengan hs-CRP. Uji
Spearman’s menunjukkan RNL
berkorelasi (positif) sedang dengan hs-
CRP dengan r = 0.509; p = 0.002.
C. KETERBATASAN PENELITIAN
Penelitian ini mempunyai keterbatasan
yaitu: Penelitian ini merupakan penelitian
potong lintang analitik, sehingga hubungan
antar variabel yang dihasilkan merupakan
hubungan yang paling lemah bila
dibandingkan dengan penelitian kohort
maupun kasus-kontrol. Selain itu
penelitian pada tesis ini belum dilakukan
secara multisenter.
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN Dari hasil penelitian ini bisa ditarik
kesimpulan sebagai berikut :
1. Terdapat hubungan (korelasi negatif
kuat) yang bermakna antara RNL
dengan kapasitas fungsional jantung (r
= -0.600; p< 0.001)
2. Terdapat hubungan (korelasi positif
sedang) yang bermakna antara RNL
dan hsCRP
(r = 0.509; p = 0.002).
3. RNL 2.28 dapat mendiagnosis
adanya pasien gagal jantung iskemik
AHA stage C dengan kapasitas
fungsional jantung yang rendah (< 5
METs).
B. SARAN Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
tentang hubungan antara RNL dengan
kapasitas fungsional jantung dan hsCRP
pada gagal jantung iskemik AHA stage C
secara kohort multisenter, untuk
memperkuat bukti ilmiah.
DAFTAR PUSTAKA
Ablij HC and Meinders AE, 2002. C-Reactive
Protein: History and revival. European
Journal of Internal Medicine. 13:412-422.
Anker SD and von Haehling S, 2004. Inflammatory
mediators in chronic heart failure: An
overview. Heart. 90(4): 464–470.
Arruda MA and Barja-Fidalgo C, 2009. NADPH
oxidase activity: In the crossroad of
neutrophil life and death. Front Biosci
(Landmark Ed). 14:4546-4556.
Azab B, Camacho-Rivera M and Taioli E, 2014.
Average values and racial differences of
neutrophil lymphocyte ratio among a
nationally representative sample of United
States subjects. PLos ONE. 9(11): e112361.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Kementerian Kesehatan RI, 2013.Riset
Kesehatan Dasar 2013. Jakarta: Kementerian
Kesehatan RI. Hal : 90-93.
Basem A, Vinod C, Neeraj S et al, 2012.
Neutrophil–lymphocyte ratio as a predictor of
major adverse cardiac events among diabetic
12
population: A 4-year follow-up
study.Angiology.64(6): 456-465.
Beltrami CA, Finato N, Rocco M et al, 1994.
Structural basis of end-stage failure in
ischemic cardiomyopathy in humans.
Circulation. 89:151-163.
Bhat T, Teli S, Rijal J et al, 2013. Neutrophil to
lymphocyte ratio and cardiovascular
diseases: A review. Expert Rev Cardiovasc
Ther. 11(1):55–59.
Bourassa MG, Gurne O, Bangdiwala SI et al,
1994. Natural history and patterns of current
practice in heart failure. The studies of left
ventricular dysfunction (SOLVD)
investigators. J Am Coll Cardiol. 22:14A–
19A.
Burger AJ, 2005. A review of the renal and
neurohormonal effect of B-type natriuretic
peptide. CHF.11:30-38.
Cakici M,Cetin M, Doğan Aet al, 2014. Neutrophil
to lymphocyte ratio predicts poor functional
capacity in patients with heart failure. Turk
Kardiyol Dern Ars. 42(7):612-620.
Cave A, Grieve D, Johar S et al, 2005. NADPH
oxidase-derived reactive oxygen species in
cardiac pathophysiology. Trans. R. Soc. B.
360:2327–2334.
Clyne B and Olshaker JS et al, 1999. The C-
Reactive Protein. J Emerg Med. 17:1019-
1025.
Cüneyt K, Gündüz Y, Nilüfer KK et al, 2014.
Neutrophil-to-lymphocyte ratio in diabetes
mellitus patients with and without diabetic
foot ulcer . Eur J Med Sci. 1(1):8-13.
Dahlan, S. 2013. Besar sampel untuk desain
khusus. Dalam:Besar Sampel dan Cara
Pengambilan Sampel dalam Penelitian
Kedokteran dan Kesehatan, Jakarta, Salemba
Medika. Edisi III : hal 105.
de-Souza PB, Canetti C, Barja-Fidalgo C et al,
2012. Leukotriene B4 inhibits neutrophil
apoptosis via NADPH oxidase activity: Redox
control of NF-κB pathway and mitochondrial
stability. Biochimica et Biophysica
Acta.1823:1990–1997.
Dogdu O, Akpek M, Yarlioglues M et al, 2012.
Relationship between hematologic parameters
and left ventricular systolic dysfunction in
stable patients with multi-vessel coronary
artery disease. Turk Kardiyol Dern Ars.
40:706-713.
Fathoni M, 2011. Patofisiologi. Dalam: Penyakit
jantung koroner; patofisiologi, disfungsi
endotel, manifestasi klinis. Sebelas Maret
University Press. Surakarta. Edisi I: hal 3-4.
Felker MG, Shaw LK and O’Connor CM, 2002. A
standardized definition of ischemic
cardiomyopathy for use in clinical research. J
Am Coll Cardiol. 39(2): 210-218.
Fleg JL, Pin˜IL, Balady GJ et al, 2000. Assessment
of functional capacity in clinical and
research applications. Circulation.102:1591-
1597.
Fox KF, Cowie MR, Wood DA et al, 2001.
Coronary artery disease as the cause of
incident heart failure in the population.Eur
Heart J. 22:228–236.
Freedman DS, Joesoef MR, Barboriak JJ et al,
1996. Correlates of leukocyte counts in men.
Ann Epidemiol.6:74-82.
Gabay C and Kushner I, 1999. Acute phase
proteins and other systemic responses to
inflammation. N Engl J Med. 340:448-454.
Ganapathi MK, Mackiewicz AJ, Samols D et al,
1990. Induction of C-Reactive Protein by
cytokines in human hepatoma cell lines is
potentiated by caffeine. Biochem J. 269:41-
46.
Gheorghiade M and Bonow RO, 1998. Chronic
heart failure in the United States: A
manifestation of coronary artery disease.
Circulation. 97:282–289.
Hafid AO, Soraya T, Ziad M et al, 2011. Recent
advances on the role of cytokines in
atherosclerosis. Arterioscler Thromb Vasc
Biol. 31:969-979.
Hal VB, Christopher PC, Sabina AM et al, 2000.
Association between white blood cell count,
epicardial blood flow, myocardial perfusion,
and clinical outcomes in the setting of acute
myocardial infarction: A thrombolysis in
myocardial infarction 10 substudy.
Circulation.102:2329-2334.
Hanson P,1994. Exercise testing and training in
patients with chronic heart failure. Med Sci
Sports Exerc. 26(5):527-537.
13
Hatice S, Lale D, Mehmet TS et al, 2012. The
relation between differential leukocyte count,
neutrophil to lymphocyte ratio and the
presence and severity of coronary artery
disease. Open Journal of Internal Medicine.
2:163-169.
Hill J and Timmis A, 2002. ABC of clinical
electrocardiography exercise tolerance
testing. BMJ. 324:1084–1087.
Imtiaz F, Shafique K, Mirza SS et al, 2012.
Neutrophil lymphocyte ratio as a measure of
systemic inflammation in prevalent chronic
diseases in Asian population. International
Archives of Medicine.5:2.
Jean D and Peter G, 2004. Role of endothelial
dysfunction in atherosclerosis.
Circulation.109[suppl III]:III-27–III-32.
Jessup M and Brozena S, 2003. Heart failure. N
Engl J Med. 348:2007-2018. Kawamoto R, Kusunoki T, Abe M et al, 2013. An
association between body mass index and high-
sensitivity C-reactive protein concentrations is
influenced by age in community-dwelling persons.
Ann Clin Biochem. 50(Pt 5):457-464.
Koza Y, 2014. What is the clinical benefit of
neutrophil-lymphocyte ratio in cardiovascular
patients?J Cardiovasc Thorac Res. 6(2):131-
132.
Kozdag G, Ertas G, Kilic T et al, 2010. Elevated
level of high-sensitivity C-Reactive Protein is
important in determining prognosis in chronic
heart failure. Med Sci Monit. 16(3):CR156-
161.
Kushner I and Rzewnicki D, 1994. The acute phase
response: General aspects. Baillieres Clin
Rheumatol. 8:513-530.
Levine GN, Steinke EE, Bakaeen FG et al, 2012. Sexual activity and cardiovascular disease: a
scientific statement from the American Heart
Association. Circulation. 28;125(8):1058-
1072.
Levy D, Kenchaiah S, Larson MG et al, 2002.
Long-term trends in the incidence of and
survival with heart failure. N Eng J
Med.347:1397-1402.
Levy D, Larson MG, Vasan RS et al, 1996. The
progression from hypertension to congestive
heart failure. JAMA. 275:1557–1562.
Libby P, 2012. The vascular biology of
atherosclerosis. In: Bonow RO, Mann DL,
Zipes DP, et al., eds. Braunwald's heart
disease: A textbook of cardiovascular
medicine. Elsevier Saunders. Philadelphia.
9thed :pp 902.
Liu F, Poursine-Laurent J, Wu HY et al, 1997.
Interleukin-6 and the Granulocyte Colony-
Stimulating Factor Receptor are major
independent regulators of granulopoiesis in
vivo but are not required for lineage
commitment or terminal differentiation. Blood. 90 (7) : 2583-2590.
Madjid A, 2007. Penyakit jantung koroner:
Patofisiologi, pencegahan dan pengobatan
terkini. Pidato pengukuhan jabatan guru
besar tetap dalam bidang ilmu fisiologi. USU
e-repository.
Malahfji M, Al Mheid I, Uphoff I et al, 2014.
Neutrophil tolymphocyte ratio and measures
of systemic inflammation are associated with
arterial stiffness in healthy humans. J Am
Coll Cardiol. 63(12): A2100.
Missov E, Campbell A, Lebel B et al, 1997.
Cytokine inhibitors in patients with heart
failure and impaired functional capacity. Jpn
Circ J.61:749-754.
Morrow DA, 2010. Cardiovascular Risk Prediction
in Patients With Stable and Unstable
Coronary Heart Disease. Circulation.
121:2681-2691.
Mosterd A and Hoes AW, 2007. Clinical
epidemiology of heart failure. Heart.
93:1137–1146.
Muthiah V, Stephen JG, Javed B et al, 2013. The
immunological axis in heart failure:
importance of the leukocyte differential. Heart
Fail Rev.18:835-845.
Nilsson L, Wieringa WG, Pundziute Get al, 2014.
Neutrophil/lymphocyte ratio is associated
with non-calcified plaque burden in patients
with coronary artery disease. PLoS
ONE.9(9):e108183.
Ommen SR, Hodge DO, Rodeheffer RJ et al, 1998.
Predictive power of the relative lymphocyte
concentration in patients with advanced heart
failure. Circulation.97:19-22.
Pepys MB, 2003.C-Reactive Protein: A critical
update. J Clin Invest. 111:1805-1812.
Rodeheffer RJ and Redfield MM, 2007. Heart
failure: Diagnosis and evaluation. In: Joseph
G. Murphy, Margaret A. Lloyd, editors. Mayo
14
clinic cardiology concise textbook. Mayo
Clinic Scientific Press. Rochester. 3rd ed :pp
1101-1111.
Roger VL, 2013.Epidemiology of heart failure.
Circ Res. 113:646-659.
Ross R, 1999. Atherosclerosis-an inflammatory
disease. N Engl J Med. 340:115-126.
Rumalla VK, Calvano SE, Spotnitz AJ et al, 2002.
Alterations in immunocyte tumor necrosis
factor receptor and apoptosis in patients with
congestive heart failure. Ann Surg. 236:254–
260.
Seals DR, Kaplon RE, Gioscia-Ryan RA et al,
2014. You’re only as old as your arteries:
translational strategies for preserving
vascular endothelial function with aging.
Physiology (Bethesda). 29(4): 250–264.
Sloop GD, Kevin JW, Tabas I et al, 1999.
Atherosclerosis an inflamatory disease. N
Engl J Med. 340 (24):1928-1929.
Stanek EJ, Oates MB, McGhan WF et al,
2000. Preferences for treatment outcomes in
patients with heart failure: symptoms versus
survival. J Card Fail. 6: 225– 232.
Stavros A, Konstantina V, Virginia A et al, 2009.
Interleukin 8 and cardiovascular disease.
Cardiovascular Research. 84:353–360.
Steinke EE, Wright DW, Chung ML et al,
2008. Sexual self-concept, anxiety, and self-
efficacy predict sexual activity in heart failure
and healthy elders. Heart Lung. 37: 323– 333.
Templeton AJ, McNamara MG, Seruga B et al,
2014. Prognostic role of neutrophil-to-
lymphocyte ratio in solid tumors: A systematic
review and meta-analysis. J Natl Cancer Inst.
106(6): 124.
Torabi A , Cleland JGF, Khan N et al, 2008. The
timing of development and subsequent clinical
course of heart failure after a myocardial
infarction. Eur Heart J. 29: 859–870.
Tracchi I, Ghigliotti G, Mura M et al, 2009.
Increased neutrophil lifespan in patients with
congestive heart failure. European Journal of
Heart Failure. 11: 378–385.
Wang L, Hu SY, Wu Xet al, 2010. Significances of
NT-proBNP and hsCRP in heart failure.
Zhonghua Yi Xue Za Zhi. 90(23):1635-1636.
Wang X, Zhang G, Jiang X et al, 2014. Neutrophil
to lymphocyte ratio in relation to risk of all-
cause mortality and cardiovascular events
among patients undergoing angiography or
cardiac revascularization: a meta-analysis of
observational studies. Atherosclerosis.234(1):
206–213.
Wright HL, Moots RJ, Bucknall RC et al, 2010.
Neutrophil function in inflammation and
inflammatory diseases.Rheumatology.
49:1618-1631.
Wasyanto T, 2015. Tinjauan pustaka; interleukin 6.
Dalam: Midregional pro Atrial Natriuretik
Peptide (MR pro ANP) sebagai biomarker
disfungsi sistolik ventrikel kiri jantung pada
sepsis; Studi hubungan TNF α-procalcitonin-
MR pro ANP-disfungsi jantung. Sebelas Maret
University Press. Surakarta. Edisi I:hal 20-21.
Windram JD, Loh PH, Rigby AS et al, 2007.
Relationship of high-sensitivity C-Reactive
Protein to prognosis and other prognostic
markers in outpatients with heart failure. Am
Heart J. 153(6):1048-1055.
Yancy CW, Jessup M, Bozkurt B et al, 2013.
ACCF/AHA guideline for the management of
heart failure: a report of the American
College of Cardiology Foundation/American
Heart Association Task Force on Practice
Guidelines. J Am Coll Cardiol.62:e147-239.
Yang CH, Tae HY, Doo IK, et al, 2013.
Neutrophil to lymphocyte ratio predicts long-
term clinical outcomes in patients with ST-
segment elevation myocardial infarction
undergoing primary percutaneous coronary
intervention. Korean Circ J.43:93-99.
Yin WH, Chen JW, Jen HLet al, 2004. Independent
prognostic value of elevated high-sensitivity
C-Reactive Protein in chronic heart
failure.Am Heart J. 147(5):931-938.