Pendahuluan - Kementerian Keuangan Republik Indonesia
Transcript of Pendahuluan - Kementerian Keuangan Republik Indonesia
Pendahuluan
Pajak adalah sumber utama pendapatan pemerintah. Fungsi utama dari otoritas pajak di
seluruh dunia adalah untuk mengurangi kesenjangan pajak yakni perbedaan dalam potensi pajak dan
pendapatan pajak yang sebenarnya. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebagai otoritas pajak di Indonesia
berkewajiban memperkuat strategi kepatuhan dengan tujuan untuk meminimalkan kesenjangan
pajak ini. Sementara itu, melimpahnya data elektronik saat ini baik yang berasal secara internal
(langsung dari Wajib Pajak kepada DJP) atau secara eksternal (dari departemen/institusi pemerintah
lainnya, perbankan, asuransi, dan asosiasi keuangan, dan negara lain kepada DJP) tidak dimanfaatkan
secara maksimal oleh DJP. Karena DJP sekarang dalam proses perubahan menjadi institusi yang lebih
berteknologi maju dengan pengembangan coretax, teknik data mining dianggap sebagai kebutuhan
untuk membantu otoritas pajak dalam meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak (WP). Dalam tulisan ini,
penulis ingin memberikan kemungkinan yang tak terbatas dari teknik data mining yang dapat
digunakan oleh DJP untuk membantu otoritas pajak meningkatkan kepatuhan pembayar pajak.
Penulis juga membahas beberapa penelitian tentang data mining yang diusulkan dalam administrasi
pajak serta pengalaman dari negara lain. Terakhir, tantangan yang mungkin dihadapi DJP dalam
menggunakan teknik data mining akan disajikan.
Tax Gap di Indonesia
Kesenjangan pajak (tax gap) dapat secara sederhana didefinisikan sebagai perbedaan
antara potensi penerimaan pajak dan peneriman pajak aktual yang diterima oleh pemerintah. Tingkat
kesenjangan pajak digunakan di seluruh dunia sebagai pengukuran kepatuhan pajak. Karena pajak
adalah sumber utama pendapatan pemerintah, maka sangat penting bagi pemerintah untuk
mengurangi kesenjangan pajak. Tujuan akhir dari semua otoritas pajak adalah meningkatkan
kepatuhan, dan dengan demikian mengurangi kesenjangan pajak. Salah satu peran yang paling
penting dari otoritas pajak adalah untuk memperkuat kepatuhan untuk mengurangi kesenjangan
pajak. Gambar 1 menjelaskan hubungan antara potensi penerimaan pajak, kesenjangan pajak, dan
penegakan kepatuhan WP yang digunakan oleh otoritas pajak untuk mengurangi kesenjangan pajak.
Gambar 1 menunjukkan bahwa penegakan kepatuhan WP dilakukan untuk meningkatkan penerimaan
pajak dan dengan demikian mengurangi kesenjangan pajak. Penegakan kepatuhan WP akan
menghasilkan WP membayar pajak baik secara sukarela maupun “terpaksa”.
Gambar 1 Tax Gap dan Penegakan Kepatuhan WP
Sumber: Silvani et al. (2008)
Mekanisme Saat Ini untuk Mengurangi Kesenjangan Pajak
Indonesia menggunakan sistem self-assessment, yang berarti bahwa semua wajib pajak
mempunyai kewajiban untuk mengisi laporan pajak dengan benar, lengkap, jelas dan benar. Otoritas
pajak (dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak) kemudian harus meninjau dan menilai laporan pajak
yang diajukan oleh wajib pajak. Tindakan saat ini yang digunakan oleh DJP untuk meminimalkan
kesenjangan pajak dilakukan dengan cara Penelitian dan Pemeriksaan. Penelitian adalah serangkaian
kegiatan yang dilakukan untuk meninjau kelengkapan pengisian laporan pajak dan lampirannya
termasuk peninjauan terhadap penulisan dan perhitungan kebenaran. Penelitian dilakukan oleh
pejabat DJP yang juga dikenal sebagai Account Representative (AR). Satu AR harus mengawasi hingga
sebanyak ratusan wajib pajak, sehingga hanya dapat mengawasi wajib pajak yang lebih berisiko tinggi.
Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mengumpulkan dan mengolah data, pernyataan,
dan/atau pembuktian yang dilakukan secara obyektif dan profesional berdasarkan standar
pemeriksaan untuk menguji kepatuhan kewajiban pajak dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka
melaksanakan peraturan perpajakan. Pemeriksaan dilakukan oleh pejabat DJP yang dikenal sebagai
Pemeriksa Pajak (Fungsional Pemeriksa). Sekelompok pemeriksa pajak akan memilih kasus-kasus
pembayar pajak risiko tertinggi dengan kemungkinan pengembalian yang lebih tinggi.
Untuk AR dan Pemeriksa Pajak, set data pemicu akan disajikan dalam beberapa dashboard
internal. Kumpulan data ini berisi informasi yang diproses yang dikumpulkan dan disajikan dari fungsi
analitis di kantor pusat DJP. Informasi yang diproses membantu AR dan Pemeriksa Pajak untuk
mengidentifikasi wajib pajak yang belum mematuhi peraturan pajak. Namun demikian, informasi yang
disajikan hanya merupakan indikasi atas kemungkinan terjadinya ketidakpatuhan wajib pajak. AR dan
Pemeriksa Pajak masih harus menghabiskan banyak waktu untuk menganalisis data secara mendalam
dan memutuskan kasus mana yang harus dipilih. Oleh karena itu, hasil penelitian dan pemeriksaan
memiliki "hit-rate" yang rendah (kurang dari yang diharapkan). Selain itu, informasi yang disajikan
dalam dashboard ini sering dianggap "tidak valid" dan bukan merupakan informasi terbaru dari wajib
pajak tersebut. Di sisi lain, karena AR dan Pemeriksa Pajak memiliki kewenangan penuh untuk memilih
mana yang akan diperiksa, tidak ada kontrol atas kemungkinan terjadinya kecurangan dalam
hubungan antara pembayar pajak dan AR/Pemeriksa Pajak. AR atau Pemeriksa Pajak dapat memilih
untuk tidak meninjau kasus-kasus tertentu dari wajib pajak meskipun para wajib pajak ini memiliki
beberapa indikator bahwa mereka tidak membayar pajak sesuai dengan aturan.
Mekanisme saat ini untuk mengurangi kesenjangan pajak melalui penelitian dan
pemeriksaan memiliki beberapa keterbatasan yaitu:
memakan waktu dan sumber daya;
sering menghasilkan hit-rate yang rendah (tidak akurat);
bergantung pada data dan informasi yang diberikan oleh kantor pusat DJP sebagai indikasi
ketidakpatuhan wajib pajak yang biasanya tidak mutakhir dan/atau tidak valid; dan
tidak memiliki kontrol yang kuat terhadap kemungkinan fraud yang dilakukan oleh pejabat
pajak.
Inefisiensi mekanisme penegakan kepatuhan di DJP saat ini sudah menjadi masalah yang
perlu segera ditangani. Meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya di DJP sangat penting untuk
tata kelola DJP yang efektif, sementara meningkatkan kualitas penilaian ketidakpatuhan wajib pajak
sangat penting untuk meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya. Untuk meningkatkan efisiensi
sumber daya sekaligus meningkatkan kualitas penilaian ketidakpatuhan, DJP telah mengusulkan
model Compliance Risk Management (CRM). Dengan model CRM, kantor pusat DJP menggunakan set
data dan informasi yang menunjukkan ketidakpatuhan wajib pajak dan mempresentasikan data dalam
bentuk matriks wajib pajak berdasarkan tingkat risikonya. Dalam piloting terkini CRM pada tahun
2018, AR dan Pemeriksa Pajak di KPP yang tertunjuk dalam piloting harus memilih wajib pajak yang
akan diteliti/diperiksa berdasarkan tingkat risikonya. CRM dikembangkan dengan harapan untuk
digunakan bersamaan dalam Core Tax baru yang diusulkan. Core Tax adalah sistem revolusioner
administrasi pajak yang akan mengawasi semua fungsi dalam DJP (termasuk penelitian dan
pemeriksaan). Core Tax saat ini masih dalam proses pengadaan dan diharapkan akan berfungsi
sepenuhnya dalam lima tahun ke depan. Dengan CRM dalam Core Tax yang baru, fungsi penelitian
dan pemeriksaan DJP diharapkan akan mengurangi konsumsi waktu dan sumber daya, serta akan
memiliki kontrol yang lebih kuat terhadap kemungkinan terjadinya fraud antara wajib pajak dan
pejabat pajak (karena AR dan Pemeriksa Pajak tidak akan dapat menebang pilih kasus).
CRM dimaksudkan untuk memperbaiki kekurangan sistem saat ini dalam menilai wajib pajak yang
berisiko tingi yang akhirnya digunakan untuk menyeleksi wajib pajak yang harus diteliti/diperiksa oleh
AR/Pemeriksa Pajak. Namun demikian, CRM yang diusulkan dalam tahap piloting masih memiliki
beberapa kelemahan, yakni:
data tidak valid dan tidak mutakhir (misalnya pada piloting 2018, hanya data dari 2014 dan
2015 yang digunakan.Data tersebut hampir mencapai masa daluwarsa untuk digunakan
sebagai bukti dalam kegiatan pemeriksaan);
AR dan Pemeriksa Pajak masih harus memilih secara manual dari kasus yang disajikan
sehingga membuka kemungkinan terjadinya tebang pilih kasus;
Data, Data, Data
“Data is King—those who master data will rule the world.” –Anonymous
Saat ini kita hidup dalam lingkungan yang penuh dengan data elektronik. Data terkait
perpajakan tidak hanya berasal dari data DJP yang langsung berasal dari wajib pajak (umumnya dikenal
sebagai data internal) tetapi juga dari berbagai sumber lain. Data elektronik DJP yang berasal langsung
dari wajib pajak dikenal sebagai data internal. Saat ini, DJP telah berusaha untuk memfasilitasi wajib
pajak dengan system e-filing, sistem e-billing, dan sistem faktur pajak elektronik. Sistem pengarsipan
elektronik (umumnya dikenal sebagai e-filing) adalah platform yang memungkinkan wajib pajak untuk
melaporkan pajak mereka secara online. Sistem billing elektronik, (atau e-billing) adalah mekanisme
di mana wajib pajak dapat membayar pajak online mereka langsung ke akun nasional (dikenal sebagai
MPN). Sementara sistem faktur pajak elektronik, juga dikenal sebagai e-Faktur, adalah sistem yang
membolehkan wajib pajak yang memenuhi syarat untuk menerbitkan dan/atau mengkreditkan faktur
Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Sistem elektronik ini dibangun agar DJP untuk dapat mengikuti
modernisasi dalam teknologi dan data elektronik serta dapat meningkatkan efisiensi dalam
administrasi perpajakan. Layanan elektronik dari DJP dirangkum dalam Tabel 1.
Tabel 1 Layanan Elektronik dari DJP
Layanan
Elektronik
DJP
Penjelasan
E-Filing platform yang memungkinkan wajib pajak untuk melaporkan pajak mereka secara
online
E-Billing mekanisme di mana wajib pajak dapat membayar pajak online mereka langsung ke
akun nasional (dikenal sebagai MPN)
E-Faktur adalah sistem yang membolehkan wajib pajak yang memenuhi syarat untuk
menerbitkan dan/atau mengkreditkan faktur Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Sumber: Penulis
Selain mencoba untuk mendigitalkan data internal mereka, DJP juga telah berhasil
mengumpulkan informasi dari departemen dan institusi lain di dalam pemerintah, perbankan,
asuransi, dan lembaga keuangan lainnya, serta informasi dari negara lain. Di DJP, data dari sumber
luar ini juga dikenal sebagai data eksternal. Beberapa sumber data eksternal mencakup data yang
terkait dengan perpajakan dari badan pemerintah lainnya, departemen, asosiasi, dan lembaga lain
(data ILAP), Advance Pricing Agreement antara DJP dan beberapa negara lain, pertukaran informasi
internasional baik bilateral, multilateral, atau perjanjian internasional, dan informasi keuangan dan
perbankan (yang tercakup dalam Automatic Exchange of Information/AEOI). Tabel 2 menunjukkan
kumpulan data eksternal yang diperoleh DJP, peraturan terkait, dan penjelasannya.
Tabel 2 Kumpulan Data Eksternal yang Diperoleh DJP
Jenis Data/Informasi
Eksternal Peraturan Penjelasan
Data dan Informasi yang Berkaitan dengan Perpajakan
PMK 95/2013 Peraturan Menteri Keuangan ini memandatkan 28 instansi pemerintah, departemen, asosiasi, dan institusi lainnya untuk menyerahkan data dan/atau informasi terkait dengan perpajakan ke DJP
Kesepakatan Harga Transfer (Advance Pricing Agreement)
PMK 7/2015 Mengatur Advance Pricing Agreement antara DJP dan: (1) otoritas Singapura; (2) otoritas Jepang; (3) pembayar pajak (APA Unilateral); (4) otoritas Amerika Serikat; (5) hubungannya dengan Belanda sebagai negara mitra Tax Treaty; dan (6) hubungannya dengan Belgia sebagai negara mitra Tax Treaty.
Jenis Data/Informasi
Eksternal Peraturan Penjelasan
Pertukaran Informasi Internasional (International Exchange of Information)
PMK 39/2017 Pertukaran informasi termasuk: (1) Perjanjian Pertukaran Informasi terkait Perpajakan; (2) Konvensi tentang Bantuan Administratif Mutual dalam Hal-hal Pajak; (3) Perjanjian Otoritas Kompeten Multilateral atau Bilateral; (4) Perjanjian Antarpemerintah.
Pembayaran melalui Kartu Kredit
PMK 39/2016
Berdasarkan peraturan ini, per 31 Mei 2016 23 bank / penerbit kartu kredit harus menyerahkan data transaksi pelanggan kepada Direktorat Jenderal Pajak. Data tersebut setidaknya harus berisi: (1) nomor kartu kredit; (2) ID pedagang; (3) nama pedagang; (4) nama pemegang kartu; (5) alamat pemegang kartu; (6) nomor ID pemegang kartu / nomor paspor; (7) nomor ID pembayar pajak; (8) bulan penagihan; (9) tanggal transaksi; (10) detail transaksi; (11) nilai transaksi; (12) batas transaksi .
Informasi Perbankan/Keuangan
Perppu 1/2017 Perbankan, asuransi, dan entitas jasa keuangan lainnya harus melaporkan kepada informasi DJP yang mengandung paling sedikit: (1) ID pemegang rekening; (2) nomor rekening; (3) ID badan penerbit; (4) saldo akhir dari rekening; (5) pendapatan terkait dengan rekening.
Kas Register Elektronik
akan dilaksanakan
Sistem kasir elektronik untuk ritel sedang dalam pengembangan dan direncanakan akan digunakan pada 2019.
Sumber: Penulis,.
Kelimpahan data dan informasi yang berasal dari internal maupun eksternal memberikan
kesempatan yang matang bagi DJP untuk memanfaatkan data dan informasi elektronik tersebut.
Walaupun demikian, dalam situasi saat ini, data ini sering tidak digunakan, sehingga meninggalkan
banyak potensi pajak yang belum dieksploitasi. Di era data yang berlimpah, teknik data mining sangat
penting untuk membantu otoritas pajak agar dapat memanfaatkan data elektronik tersebut sebaik-
baiknya.
Bagaimana Data Mining Dapat Membantu DJP dalam Meningkatkan Kepatuhan WP
Data mining adalah istilah yang digunakan secara bergantian dengan ilmu/disiplin lain.
Statistik, database dan/atau data warehouse, machine learning, dan artificial intelligence (AI) adalah
ilmu yang terkait dengan data mining. Hubungan antara data mining dan disiplin ilmu lainnya
dijelaskan oleh Sayed (2012) dan dapat diilustrasikan pada Gambar 2.
Gambar 2 Hubungan antara Data Mining dan Disiplin Ilmu Lainnya
Sumber: Sayed (2012)
Menurut Sayed (2012), data mining adalah bidang multi-disiplin yang menggabungkan
statistik, machine learning, artificial intelligence dan teknologi database. Data mining menjelaskan
masa lalu dan memprediksi masa depan dengan menggunakan teknik analisis data. Statistik
didefinisikan sebagai ilmu mengumpulkan, mengklasifikasikan, meringkas, mengatur, menganalisis,
dan menafsirkan data. Artificial Intelligence (AI) adalah studi tentang algoritma komputer yang
berhubungan dengan simulasi perilaku cerdas untuk melakukan kegiatan tertentu yang biasanya
dianggap membutuhkan kecerdasan manusia. Machine Learning (ML) adalah ilmu yang mencakup
perancangan dan pengembangan algoritma komputer berdasarkan data empiris sehingga komputer
mampu secara otomatis “belajar mandiri” tanpa perlu pemograman ulang. Database didefinisikan
sebagai ilmu pengetahuan dan teknologi pengumpulan, penyimpanan, dan pengelolaan data sehingga
pengguna dapat mengambil, menambah, memperbarui atau menghapus data tersebut. Sedangkan
data warehouse (DW) adalah ilmu dan teknologi pengumpulan, penyimpanan, dan pengelolaan data
dengan layanan pelaporan multidimensional yang canggih untuk mendukung proses pengambilan
keputusan. Penjelasan untuk disiplin ilmu terkait data mining ini dirangkum dalam Tabel 3.
Tabel 3 Berbagai Disiplin Ilmu terkait dengan Data Mining
Disiplin Ilmu dalam
Data Mining
Penjelasan menurut Sayed (2012)
Data Mining bidang multi-disiplin yang menggabungkan statistik, machine learning,
artificial intelligence dan teknologi database. Data mining menjelaskan
masa lalu dan memprediksi masa depan dengan menggunakan teknik
analisis data
Statistik ilmu mengumpulkan, mengklasifikasikan, meringkas, mengatur,
menganalisis, dan menafsirkan data
Artificial Intelligence studi tentang algoritma komputer yang berhubungan dengan simulasi
perilaku cerdas untuk melakukan kegiatan tertentu yang biasanya
dianggap membutuhkan kecerdasan manusia
Machine Learning ilmu yang mencakup perancangan dan pengembangan algoritma
komputer berdasarkan data empiris sehingga komputer mampu secara
otomatis “belajar mandiri” tanpa perlu pemograman ulang
Database ilmu pengetahuan dan teknologi pengumpulan, penyimpanan, dan
pengelolaan data sehingga pengguna dapat mengambil, menambah,
memperbarui atau menghapus data tersebut
Data Warehousing ilmu dan teknologi pengumpulan, penyimpanan, dan pengelolaan data
dengan layanan pelaporan multidimensional yang canggih untuk
mendukung proses pengambilan keputusan
Sumber: Sayed (2012)
Beberapa penelitian akademis telah mengusulkan penggunaan teknik data mining untuk
meningkatkan kepatuhan. Spathis (2002) memperkenalkan pemanfaatan artificial neural network
untuk menentukan apakah suatu kasus audit memerlukan audit lebih lanjut dengan menggunakan
teknik klasifikasi untuk membantu dalam strategi perencanaan audit. Hemberg et al. (2015)
menggunakan genetic algorithm yang digunakan untuk model penggelapan pajak yang dilakukan oleh
wajib pajak menggunakan kombinasi struktur bisnis seperti kemitraan dan perusahaan anak dengan
menggunakan jaringan transaksi yang kompleks. Sementaraitu, Castellón & Velásquez (2013)
menggunakan clustering algorithm dan neural gas algorithm untuk mengidentifikasi kelompok
perilaku serupa pada seluruh wajib pajak dan kemudian menggunakan decision tree, neural network,
dan bayesian network untuk mengidentifikasi variabel yang terkait dengan perilaku fraud, mendeteksi
pola perilaku terkait dan menetapkan sejauh mana kasus fraud dapat dideteksi dengan informasi yang
tersedia. Ringkasan penelitian saat ini dalam teknik data mining untuk meningkatkan kepatuhan pajak
dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Teknik Data Mining untuk Meningkatkan Kepatuhan Pajak
Teknik Data Mining
Sumber Penjelasan
Artificial Neural Network
Spathis (2002)
pemanfaatan artificial neural network untuk menentukan apakah suatu kasus audit memerlukan audit lebih lanjut dengan menggunakan teknik klasifikasi untuk membantu dalam strategi perencanaan audit
Genetic Algorithm Hemberg et al. (2015)
menggunakan genetic algorithm yang digunakan untuk model penggelapan pajak yang dilakukan oleh wajib pajak menggunakan kombinasi struktur bisnis seperti kemitraan dan perusahaan anak dengan menggunakan jaringan transaksi yang kompleks
Network Graph Analysis/Social Network Analysis
Maes et al. (2002)
Memanfaatkan data jaringan untuk menetapkan skor risiko untuk transaksi dan asosiasi perusahaan, yang dapat digunakan untuk meningkatkan pendekatan machine learning
Clustering Algorithms and Neural Gas Algorithms
Castellón & Velásquez (2013)
Digunakan untuk mengidentifikasi kelompok wajib pajak dengan perilaku serupa
Decision Tree, Neural Network and Bayesian Network
Castellón & Velásquez (2013)
mengidentifikasi variabel yang terkait dengan perilaku fraud, mendeteksi pola perilaku terkait dan menetapkan sejauh mana kasus fraud dapat dideteksi dengan informasi yang tersedia
Sumber: Berbagai sumber.
Pengalaman Negara Lain
Di seluruh dunia, pemerintah dari berbagai negara telah menyadari pentingnya teknik data
mining untuk membantu administrasi pajak dalam mengurangi kesenjangan pajak mereka. Salah satu
contoh yang paling menonjol adalah di Inggris. HM Revenue and Customs (HMRC) menggunakan
sejumlah metode untuk mendeteksi kegiatan ekonomi yang tersembunyi (underground economy).
Metode dan alat yang digunakan oleh HMRC mencakup alat analitis (Connect), metode analitis
(seperti tolok dynamic benchmarking dan analisis prediktif), dan akuisisi dan eksploitasi Big Data
(kebanyakan difokuskan pada pencocokan alamat). Semua alat dan metode ini digabungkan untuk
mengurangi ukuran underground economy di Inggris.
Contoh lain dari teknik data mining yang digunakan adalah di Minnessota Department of
Revenue (DOR). Pendekatan berbasis data mining (classification model) digunakan untuk
meningkatkan pemilihan kasus-kasus terkait pemeriksaan pajak di DOR Minnessota. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pendekatan berbasis data mining dalam pemilihan kasus terkait pemeriksaan
pajak di DOR Minnessota meningkatkan efisiensi audit sebesar 63,1%.
Tantangan ke Depan untuk Penggunaan Teknik Data Mining di DJP
Kelimpahan data (baik data internal maupun eksternal) dan kompleksitas informasi
elektronik memberikan potensi bagi otoritas pajak di seluruh dunia untuk meningkatkan efisiensi
mereka dan pada akhirnya dapat mengurangi kesenjangan pajak. Teknik data mining telah diteliti
untuk menjadi salah satu alat yang sangat berguna untuk meningkatkan efisiensi dalam fungsi
penguatan kepatuhan wajib pajak pada DJP dengan mengurangi waktu dan sumber daya yang
diperlukan untuk mengidentifikasi wajib pajak berisiko tinggi serta meminimalkan risiko fraud yang
mungkin terjadi dengan metode penelitian/pemeriksaan yang ada saat ini. Teknologi informasi yang
berkembang dengan cepat harus diimbangi dengan kemampuan DJP untuk memanfaatkan secara
maksimal seluruh potensi data elektronik yang tersedia. Pentingnya teknik data mining membawa
lebih banyak tantangan untuk ditangani terutama dalam pengembangan sistem Core Tax. Tantangan
baru ini mencakup:
membangun database yang valid dan penyimpanan data yang aman; dan
mempekerjakan data scientist atau orang-orang yang memiliki kemampuan lebih dalam hal
teknik data mining.
Bibliografi
Bird, R. M., & Zolt, E. M. (2008). Technology and Taxation in Developing Countries: From Hand to
Mouse. SSRN Electronic Journal. doi:10.2139/ssrn.1086853
Bogdanov, D., Jõemets, M., Siim, S., & Vaht, M. (2015). How the Estonian Tax and Customs Board
Evaluated a Tax Fraud Detection System Based on Secure Multi-party Computation. Lecture
Notes in Computer Science, 227–234. doi:10.1007/978-3-662-47854-7_14
Castellón González, P., & Velásquez, J. D. (2013). Characterization and detection of taxpayers with
false invoices using data mining techniques. Expert Systems with Applications, 40(5), 1427–
1436. doi:10.1016/j.eswa.2012.08.051
Hemberg, E., Rosen, J., Warner, G., Wijesinghe, S., & O’Reilly, U.-M. (2015). Tax non-compliance
detection using co-evolution of tax evasion risk and audit likelihood. Proceedings of the 15th
International Conference on Artificial Intelligence and Law - ICAIL ’15.
doi:10.1145/2746090.2746099
Hsu, K.-W., Pathak, N., Srivastava, J., Tschida, G., & Bjorklund, E. (2014). Data Mining Based Tax Audit
Selection: A Case Study of a Pilot Project at the Minnesota Department of Revenue. Real World
Data Mining Applications, 221–245. doi:10.1007/978-3-319-07812-0_12
Janssen, M., van der Voort, H., & Wahyudi, A. (2017). Factors influencing big data decision-making
quality. Journal of Business Research, 70, 338–345. doi:10.1016/j.jbusres.2016.08.007
Jordan, M. I., & Mitchell, T. M. (2015). Machine learning: Trends, perspectives, and prospects. Science,
349(6245), 255–260. doi:10.1126/science.aaa8415
Maciejewski, M. (2016). To do more, better, faster and more cheaply: using big data in public
administration. International Review of Administrative Sciences, 83(1_suppl), 120–135.
doi:10.1177/0020852316640058
Maes, S., Tuyls, K., Vanschoenwinkel, B., & Manderick, B. (2002, January). Credit card fraud detection
using Bayesian and neural networks. In Proceedings of the 1st international naiso congress on
neuro fuzzy technologies (pp. 261-270).
Pomeranz, D. (2015). No Taxation without Information: Deterrence and Self-Enforcement in the Value
Added Tax. American Economic Review, 105(8), 2539–2569. doi:10.1257/aer.20130393
Rahimikia, E., Mohammadi, S., Rahmani, T., & Ghazanfari, M. (2017). Detecting corporate tax evasion
using a hybrid intelligent system: A case study of Iran. International Journal of Accounting
Information Systems, 25, 1–17. doi:10.1016/j.accinf.2016.12.002
Sayed, A. (2012). Data mining applications in the oil and gas industry. Journal of Petroleum
Technology, 64(10), 88-95.
Schneider, F., Raczkowski, K., & Mróz, B. (2015). Shadow economy and tax evasion in the EU. Journal
of Money Laundering Control, 18(1), 34–51. doi:10.1108/jmlc-09-2014-0027
Silvani, C., Brondolo, J., LeBorgne, E., & Bosch, F. (2008). Tax Administration Reform and Fiscal
Adjustment: The Case of Indonesia (2001–07). IMF wp, 8, 129.
Spathis, C. T. (2002). Detecting false financial statements using published data: some evidence from
Greece. Managerial Auditing Journal, 17(4), 179-191.
Stankevicius, E., & Leonas, L. (2015). Hybrid Approach Model for Prevention of Tax Evasion and Fraud.
Procedia - Social and Behavioral Sciences, 213, 383–389. doi:10.1016/j.sbspro.2015.11.555
Tian, F., Lan, T., Chao, K.-M., Godwin, N., Zheng, Q., Shah, N., & Zhang, F. (2016). Mining Suspicious
Tax Evasion Groups in Big Data. IEEE Transactions on Knowledge and Data Engineering, 28(10),
2651–2664. doi:10.1109/tkde.2016.2571686
Tkáč, M., & Verner, R. (2016). Artificial neural networks in business: Two decades of research. Applied
Soft Computing, 38, 788–804. doi:10.1016/j.asoc.2015.09.040
Warner, G., Wijesinghe, S., Marques, U., Badar, O., Rosen, J., Hemberg, E., & O’Reilly, U.-M. (2014).
Modeling tax evasion with genetic algorithms. Economics of Governance, 16(2), 165–178.
doi:10.1007/s10101-014-0152-7
“Saya menyatakan artikel ini merupakan hasil pengalaman, pemikiran dan pemaparan asli
saya sendiri, dengan kontribusi, referensi, atau ide dari sumber lain dinyatakan secara implisit
maupun eksplisit pada tubuh dan/atau lampiran artikel. Demikian pernyataan ini saya buat
dengan sesungguhnya dan apabila di kemudian hari terdapat penyimpangan dan
ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi pelanggaran
kode etik sesuai dengan peraturan di Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan yaitu
berupa pencabutan capaian IKU atau dapat dikenakan sanksi pelanggaran disiplin/kode etik”