PENDAHULUAN A. Latar...

22
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidang kedokteran sangat pesat, baik dalam ilmu dasar kedokteran, pencegahan, diagnosis maupun terapi. Sejalan dengan hal tersebut, masalah kesehatan yang timbul pun terus berkembang. Keadaan yang dahulu dianggap sebagai hal yang tidak penting, saat ini menjadi penting, atau sebaliknya. Seorang dokter mempunyai kewajiban untuk dapat mengimbangi hal tersebut, sehingga dibutuhkan dokter yang dapat merespon perubahan keilmuan yang tidak terduga dan berkecepatan tinggi ini. Oleh sebab itu, dokter perlu mempunyai kemampuan untuk terus belajar sepanjang hayatnya agar dapat memberikan pelayanan kesehatan yang optimal demi menjaga keamanan dan keselamatan pasien. Kemampuan belajar sepanjang hayat merupakan salah satu kompetensi yang harus dipunyai oleh seorang dokter (Konsil Kedokteran Indonesia, 2012). Syarat penting kemampuan belajar sepanjang hayat adalah kemampuan untuk dapat mengarahkan belajarnya secara mandiri (self-directed learning/SDL). Penerjemahan sederhana SDL ke dalam bahasa Indonesia adalah mengendalikan belajarnya sendiri dan tanggung jawab belajar ada pada pembelajar. Untuk memudahkan, selanjutnya akan digunakan singkatan SDL. Kemampuan SDL sangat penting agar dokter dapat bertahan dalam menghadapi perubahan keilmuan yang terus menerus dan kemampuan SDL ini

Transcript of PENDAHULUAN A. Latar...

Page 1: PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103049/potongan/S3-2016...kemampuan untuk dapat mengarahkan belajarnya secara mandiri (self-directed learning/SDL).

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidang kedokteran sangat

pesat, baik dalam ilmu dasar kedokteran, pencegahan, diagnosis maupun

terapi. Sejalan dengan hal tersebut, masalah kesehatan yang timbul pun terus

berkembang. Keadaan yang dahulu dianggap sebagai hal yang tidak penting,

saat ini menjadi penting, atau sebaliknya. Seorang dokter mempunyai

kewajiban untuk dapat mengimbangi hal tersebut, sehingga dibutuhkan dokter

yang dapat merespon perubahan keilmuan yang tidak terduga dan berkecepatan

tinggi ini. Oleh sebab itu, dokter perlu mempunyai kemampuan untuk terus

belajar sepanjang hayatnya agar dapat memberikan pelayanan kesehatan yang

optimal demi menjaga keamanan dan keselamatan pasien.

Kemampuan belajar sepanjang hayat merupakan salah satu

kompetensi yang harus dipunyai oleh seorang dokter (Konsil Kedokteran

Indonesia, 2012). Syarat penting kemampuan belajar sepanjang hayat adalah

kemampuan untuk dapat mengarahkan belajarnya secara mandiri (self-directed

learning/SDL). Penerjemahan sederhana SDL ke dalam bahasa Indonesia

adalah mengendalikan belajarnya sendiri dan tanggung jawab belajar ada pada

pembelajar. Untuk memudahkan, selanjutnya akan digunakan singkatan SDL.

Kemampuan SDL sangat penting agar dokter dapat bertahan dalam

menghadapi perubahan keilmuan yang terus menerus dan kemampuan SDL ini

Page 2: PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103049/potongan/S3-2016...kemampuan untuk dapat mengarahkan belajarnya secara mandiri (self-directed learning/SDL).

2

dapat mendukung serta menghasilkan kemampuan belajar sepanjang hayat

(Bidokht dan Assareh, 2011).

Beberapa peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan oleh

pemerintah secara implisit telah mengemukakan makna SDL. Kemandirian dan

proses belajar yang menuntut keaktifan peserta didik identik dengan SDL. Hal

tersebut termaktub dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun

2003 tentang Sistem Pendidikan Tinggi (Pasal 3, 4), Undang-Undang Republik

Indonesia No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi (Pasal 5, 6, dan 13),

dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 19 Tahun 2005 mengenai

Standar Nasional Pendidikan (Pasal 26). Kebijakan-kebijakan tersebut

mengarahkan proses pendidikan yang berorientasi pada pencapaian kompetensi

lulusan dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan. Salah satu kompetensi

yang diharapkan adalah kemampuan SDL yang dinyatakan dalam bentuk suatu

kemandirian.

Kurikulum yang diterapkan pada pendidikan kedokteran tidak

memungkinkan untuk dapat memuat keseluruhan masalah kesehatan, terutama

masalah kesehatan yang akan datang. Proses pembelajaran yang diberlakukan

sudah semestinya juga menyampaikan serta menjadikan mahasiswa dapat

belajar mengenai cara belajar atau cara mempelajari ilmu, bukan hanya

mempelajari materi keilmuan saja. Sebagai salah satu bagian dari

profesionalisme, kemampuan SDL perlu dibentuk dan dievaluasi selama

pendidikan serta selama pengembangan profesi berkelanjutan. Kurikulum dan

metode intruksional seharusnya memastikan bahwa mahasiswa mempunyai

Page 3: PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103049/potongan/S3-2016...kemampuan untuk dapat mengarahkan belajarnya secara mandiri (self-directed learning/SDL).

3

tanggung jawab selama proses pembelajaran dan menyiapkan mereka untuk

menjadi pembelajar sepanjang hayat melalui SDL. Penyelenggara pendidikan

bertanggung jawab dalam menyusun kurikulum yang dapat mengembangkan

kemampuan SDL dan dalam melakukan evaluasi pencapaian hal tersebut.

Peserta didik harus mempunyai kesempatan untuk mengembangkan dan

mempraktikkan keterampilan yang secara langsung akan meningkatkan

efektivitas SDL (World Federation for Medical Education (WFME), 2007).

Program pendidikan mempunyai peran yang penting dalam

menyiapkan lulusannya untuk mempunyai kemampuan SDL melalui

pendekatan SPICES (student centred, problem based, integrated, community

based, elective dan systematic) (Konsil Kedokteran Indonesia, 2012). Fakultas

kedokteran di Indonesia sudah mengalami perubahan pendekatan belajar.

Pendekatan disiplin ilmu yang semula digunakan, saat ini diubah dengan

pendekatan metode problem based learning (PBL). Hal tersebut merupakan

respon terhadap kebutuhan akan perlunya proses belajar yang terus berlanjut

selama menjalankan profesinya sebagai dokter. Metode PBL diharapkan dapat

membangun kemampuan SDL (Ozuah et al., 2001; Hmelo-Silver, 2004;

Hamidy, 2007; Yalcin et al., 2006; Koh et al., 2008; Chakravarthi dan Vijayan,

2010).

SDL merupakan inti dari pendidikan dewasa yang bercirikan

pembelajaran berpusat pada peserta didik. Kendali belajar terdapat pada peserta

didik dan peserta didik memiliki kebebasan untuk belajar sesuai dengan

kebutuhan mereka (Fisher et al., 2001). Seseorang yang mempunyai

Page 4: PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103049/potongan/S3-2016...kemampuan untuk dapat mengarahkan belajarnya secara mandiri (self-directed learning/SDL).

4

kemampuan SDL akan memberikan makna pada kegiatan belajar itu sendiri.

Belajar tidak bertujuan hanya sekedar untuk lulus ujian saja. Ia mempunyai

tanggung jawab atas kegiatan belajar yang dilakukannya.

Penjelasan mengenai konsep SDL telah berkembang sejak awal

diperkenalkan oleh Knowles pada tahun 1975 sampai dengan saat ini. Hal ini

kemungkinan disesuaikan dengan perkembangan pendidikan, penguatan

budaya serta kebutuhan dari lapangan pekerjaan. Knowles (1975) dalam

Jennings (2007) menyatakan pengertian SDL adalah:

Suatu proses ketika individu mengambil inisiatif, dengan atau tanpapertolongan dari orang lain, dalam mendiagnosis kebutuhan belajar,memformulasikan tujuan belajar, mengindentifikasi orang dan materisebagai sumber belajar, memilih dan mengimplementasikan strategipembelajaran yang tepat, dan mengevaluasi hasil belajar.

Knowles (1975) memandang SDL sebagai suatu proses belajar, belum

mengenai karakteristik personal, maupun menyinggung peran lingkungan

dalam membentuk atau melaksanakan SDL. Selanjutnya, Brockett dan

Hiemstra (1991) dalam Stockdale dan Brockett (2011) merekomendasikan

SDL sebagai proses instruksional dan karakteristik personal. Mereka

membedakan kedua ranah SDL dengan menggunakan istilah self-directed

learning untuk proses intruksional, dan learner self-direction sebagai

karakteristik personal. Self-directed learning didefinisikan sebagai proses

ketika pembelajar mempunyai kendali tanggung jawab primer untuk

merencanakan, mengimplementasi, dan mengevaluasi proses belajar,

sedangkan learner self-direction menekankan keinginan pembelajar atau

pilihannya untuk mengendalikan tanggung jawab untuk belajar. Pada tahun

Page 5: PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103049/potongan/S3-2016...kemampuan untuk dapat mengarahkan belajarnya secara mandiri (self-directed learning/SDL).

5

yang sama, Grow (1991) mengajukan model interaksi antara pendidik dan

peseta didik dalam tahapan seorang self-directed learner (SDLr). Model ini

memberikan arahan bagi pendidik mengenai cara untuk mengaktifkan peserta

didik agar dapat melakukan SDL. Kajian teoritis dari Garrison (1997)

mendefinisikan SDL sebagai pendekatan yang mengintegrasikan antara

manajemen eksternal (kendali kontekstual), monitoring internal (tanggung

jawab kognitif), dan motivasi (pengorganisasian dan kerja). Peneliti

sebelumnya menekankan pada manajemen pelaksanaan belajar, sedangkan

Garrison (1997) mengajukan gambaran proses belajar yang terjadi melalui

dimensi kognitif dan motivasi. Merriam dan Caffarella (1999) selanjutnya

mendefinisikan SDL sebagai karakter personal seorang self-directed learner

(SDLr) (Merriam, 2001). Secara keseluruhan, dalam pemahaman SDL terdapat

beberapa sudut pandang, yaitu: karakteristik personal, proses pembelajaran,

dan yang memandang dari kedua hal tersebut.

Menurut Wiley (1983), kesiapan SDL merupakan derajat individu

yang meliputi perilaku, kemampuan dan karakteristik personal yang diperlukan

untuk SDL (Fisher et al., 2001). Beberapa penelitian di Indonesia

menunjukkan bahwa prevalensi mahasiswa kedokteran yang siap SDL berkisar

antara 50-60% (Darsono, 2007; Hamidy, 2007; Supantini, 2007; Zulharman,

2008; Yasmina, 2008; Abrori, 2008; Lestari dan Widjajakusumah, 2009;

Hartono, 2011; Salim, 2011; Saraswati, 2012; dan Tjakradidjaja, 2012a),

sedangkan di Texas dapat mencapai 80% (Shokar, 2002) dan di Nepal

mencapai 70% (Gyawali, 2011). Kesiapan SDL mahasiswa semester satu

Page 6: PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103049/potongan/S3-2016...kemampuan untuk dapat mengarahkan belajarnya secara mandiri (self-directed learning/SDL).

6

(Rahmadhani, 2013), tahap klinik (Aruan, 2013) dan lulusan (Afandi, 2013)

Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah (PSPD FKIK UIN SH) Jakarta

didapati dalam kategori sedang.

Kendala yang dihadapi selama pelaksanaan proses pendidikan adalah

masih tingginya ketergantungan mahasiswa. Ketergantungan ini terutama pada

materi perkuliahan yang diberikan oleh narasumber dan tutor sebagai sumber

pengetahuan. Kondisi mahasiswa pada tahap paling awal adalah kondisi yang

paling terlihat ketergantungannya. Mahasiswa juga belum terbangun

motivasinya untuk berusaha belajar mandiri. Kegiatan mandiri dalam modul

merupakan salah satu kegiatan belajar yang semestinya sarat dengan kegiatan

SDL. Kenyataannya didapatkan bahwa pelaksanaan belajar mandiri tersebut

belum banyak dimaksimalkan oleh mahasiswa. Mahasiswa masih cenderung

pasif dan terjadi penyalahgunaan waktu mandiri dengan mengisinya untuk

kegiatan organisasi atau libur. Sumber informasi sebagai bahan belajar yang

digunakan oleh mahasiswa kadang-kadang dari sumber yang tidak dapat diakui

secara akademik, seperti sumber Wikipedia atau blog dari internet (PSPD

FKIK UIN SH Jakarta, 2013; Tjakradidjaja, 2013). Hasil survei pada

mahasiswa PSDP FKIK UIN SH menunjukkan bahwa hampir 90% mahasiswa

lebih memilih kuliah sebagai model belajar, dan menggunakan bahan kuliah

sebagai sumber belajar saat ujian (PSPD FKIK UIN SH, 2012a). Perilaku

belajar masih berorientasi pada ujian atau nilai. Belajar belum menjadi suatu

kebutuhan. Hasil analisis pada catatan kegiatan harian mahasiswa didapati

Page 7: PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103049/potongan/S3-2016...kemampuan untuk dapat mengarahkan belajarnya secara mandiri (self-directed learning/SDL).

7

bahwa di luar jadwal perkuliahan mereka belajar selama satu jam dalam sehari

(Tjakradidjaja, 2013).

Belum optimalnya kesiapan SDL pada mahasiswa berhubungan

dengan beberapa faktor yang terkait dengan faktor staf pengajar, faktor

mahasiswa, pelaksanaan program pembelajaran, dan sarana prasarana

(Saraswati, 2012). Selanjutnya akan dijelaskan mengenai faktor-faktor tersebut.

Faktor staf pengajar meliputi pemahaman mengenai SDL,

pemahaman mengenai peran pengajar dalam menumbuhkan SDL, dan

keterbatasan waktu. Pemahaman staf pengajar mengenai SDL terbatas pada

keharusan seorang mahasiswa untuk memperbaharui keilmuannya dengan

mencari referensi yang tepat dalam menjawab tuntutan kemajuan ilmu

pengetahuan dan profesi. Proses rinci pelaksanaan SDL belum sepenuhnya

dipahami oleh para staf pengajar. Staf pengajar yang perannya semula hanya

sebagai sumber ilmu pengetahuan yang kemudian berubah menjadi mitra

pembelajaran, belum sepenuhnya dipahami oleh semua staf pengajar

(Tjakradidjaja, 2013).

Faktor mahasiswa meliputi usia, asal sekolah menengah, motivasi, dan

pemahaman mengenai SDL serta keterampilan yang diperlukan dalam

menjalani SDL (Saraswati, 2012, Tjakradidjaja, 2013). Berkaitan dengan usia,

akan dijelaskan lebih lanjut mengenai periode emerging adulthood.

Faktor sarana prasarana meliputi jaringan internet, sumber rujukan di

perpustakaan. Jaringan internet dan ketersediaan sumber rujukan dibutuhkan

mahasiswa dalam mencari sumber belajar untuk dapat memenuhi tujuan

Page 8: PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103049/potongan/S3-2016...kemampuan untuk dapat mengarahkan belajarnya secara mandiri (self-directed learning/SDL).

8

belajar. Kemampuan untuk menggunakan sumber bacaan yang sahih juga

diperlukan.

Faktor program pembelajaran meliputi pelaksanaan proses tutorial dan

jadwal pembelajaran yang padat. Pada proses tutorial didapati bahwa langkah-

langkah perumusan tujuan belajar belum optimal (Saraswati, 2012). Metode

belajar utama yang diterapkan di PSPD FKIK UIN SH Jakarta yang

mendukung kemampuan SDL pada tahap praklinik adalah diskusi kelompok.

Diskusi kelompok merupakan bentuk dari problem based learning (PBL).

Masalah kesehatan menjadi pemicu dalam bentuk skenario kasus di setiap

modul. Modul dibagi berdasarkan sistem tubuh dan berlangsung sekitar enam

minggu. Jumlah pemicu dalam modul adalah tiga atau empat pemicu. Setiap

minggu disajikan satu pemicu. Masalah yang ditemukan dalam pemicu

diselesaikan melalui diskusi kelompok. Diskusi kelompok dalam modul

dilakukan selama lima jam per minggu dan kegiatan jam mandiri selama 15-

20 jam per minggu. Diskusi kelompok terdiri dari sekitar sepuluh mahasiswa

yang didampingi oleh seorang fasilitator. Diskusi belangsung dua kali dengan

diselingi oleh kegiatan belajar mandiri. Diskusi pertama dipicu oleh suatu

masalah berbasis klinis, kemudian mahasiswa akan mendikusikan aspek-aspek

yang terkait dengan kasus. Setelah melewati proses kegiatan mandiri,

mahasiswa berkumpul kembali pada diskusi kedua untuk membahas kasus

berdasarkan pengetahuan yang telah dicari selama kegiatan mandiri. Hal-hal

yang belum dipahami selama diskusi dapat dikomunikasikan pada narasumber

pada kegiatan temu pakar. Masalah yang disajikan dalam kasus di setiap

Page 9: PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103049/potongan/S3-2016...kemampuan untuk dapat mengarahkan belajarnya secara mandiri (self-directed learning/SDL).

9

modul meliputi masalah kedokteran dan masalah dalam sudut pandang

keislaman. Hal ini merupakan salah satu ciri khas untuk mendukung

terbentuknya kompetensi dokter muslim. Proporsi kegiatan perkuliahan dalam

satu modul sekitar 10% (PSPD FKIK UIN Jakarta, 2012). Kegiatan lain dalam

modul praklinik yang merupakan sarana bagi mahasiswa untuk

mengembangkan kemampuan SDL adalah kegiatan belajar mandiri,

keterampilan klinik dasar dan praktikum.

Pemahaman kegiatan mandiri belum optimal bagi mahasiswa maupun

pengelola modul. Waktu mandiri dianggap sebagai waktu kosong untuk

beristirahat, dan pada pengaturan jadwal kadang-kadang antara diskusi pertama

dan kedua tidak diselingi oleh kegiatan mandiri, sehingga mahasiswa tidak

mempunyai banyak kesempatan untuk mengembangkan SDL. Penilaian

kemampuan SDL mahasiswa juga belum dilakukan secara langsung, hanya

melalui penilaian proses diskusi dan penilaian catatan kegiatan belajar mandiri

yang lebih menonjolkan materi belajar, tidak secara langsung menggambarkan

proses belajar mahasiswa (Tjakradidjaja, 2013).

Mahasiswa perlu beradaptasi dalam menjalani pendidikan di fakultas

kedokteran, karena adanya perubahan pendekatan belajar yang digunakan.

Metode yang digunakan dalam pendidikan dasar dan menengah cenderung

berpusat pada guru. Kemandirian belajar pada siswa sekolah menengah

kebanyakan dalam kategori sedang (Tarmidi dan Rambe, 2010; Fidiana et al.,

2012; Gunawan, 2012; Maulana, 2012; Arora et al., 2013; Seli et al., 2013).

Ciri-cirinya adalah mereka belum sepenuhnya bertanggung jawab terhadap

Page 10: PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103049/potongan/S3-2016...kemampuan untuk dapat mengarahkan belajarnya secara mandiri (self-directed learning/SDL).

10

proses belajarnya. Dalam membuat perencanaan belajar, mereka masih

melibatkan peran dari lingkungan lain seperti guru ataupun teman. Selain itu,

masih terdapat ketidaksadaran diri untuk melaksanakan tugas dan dalam

menyelesaikan pekerjaan rumah. Mereka hanya menyalin dari teman atau sama

sekali tidak mengerjakannya. Banyak dari mereka yang belum berani

mengemukakan pendapatnya, sehingga mengikuti proses belajar mengajar

bersikap pasif dan tidak berani bertanya bila menghadapi kesulitan. Kondisi

lain yang menggambarkan siswa kurang memiliki kemandirian dalam belajar

adalah adanya perilaku yang malas belajar dan dalam ulangan masih

menyontek pekerjaan teman atau menyontek dari lembaran-lembaran yang

telah dipersiapkan dari rumah (Tarmidi dan Rambe, 2010; Fidiana et al., 2012;

Maulana, 2012). Bila peserta didik memasuki jenjang pendidikan tinggi yang

menggunakan pendekatan yang berpusat pada siswa, maka mereka akan

menghadapi tantangan untuk beradaptasi secara tepat dan cepat. Proses

pembentukan SDL dapat terjadi melalui periode penyesuaian dengan arahan

dari senior atau dosen (Frambach et al., 2012). Proses transisi tersebut perlu

diketahui agar proses adaptasi menjadi lebih mudah, sehingga program

pendidikan akan berjalan baik.

Karakteristik mahasiswa di PSPD UIN SH Jakarta yang hampir 40%

berasal dari pesantren tidak berhubungan dengan kesiapan SDL mahasiswa

(Tjakradidjaja, 2012; Aruan, 2013; Rahmadhani, 2013), walaupun pendidikan

di pesantren secara implisit bermakna SDL. Hal tersebut didapati pada metode

yang digunakan untuk mempelajari kitab Kuning di pesantren, yaitu metode

Page 11: PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103049/potongan/S3-2016...kemampuan untuk dapat mengarahkan belajarnya secara mandiri (self-directed learning/SDL).

11

hafalan dan metode sorogan. Pada metode hafalan, santri diwajibkan untuk

menghafalkan kitab-kitab atau teks-teks bahasa Arab secara individual,

sedangkan pada metode sorogan, santri menghadap kiai untuk mengkaji suatu

kitab. Keaktifan santri pada kedua metode tersebut sangat dibutuhkan. Bila

santri sudah merasa siap, maka ia akan menghadap kiai untuk dilakukan tes

atas hafalan atau pemahamannya. Bila dianggap kurang, maka kiai akan

mengoreksi dan memberikan penjelasan tambahan. Metode lain yang juga

mengandung makna SDL adalah mudzakarah/musyawarah, yang diinisiasi dan

dilakukan oleh beberapa santri untuk mendiskusikan masalah tertentu untuk

dipecahkan dengan merujuk pada kitab-kitab Kuning. Bila pada mudzakarah

pertama belum diperoleh jawaban yang jelas, maka akan dilanjutkan dengan

mudzakarah kedua yang dipimpin oleh kiai (Suharto, 2011). Hal yang

kemungkinan dapat menghambat kemampuan SDL di pesantren adalah rasa

penghormatan yang kuat terhadap guru atau kiai, sehingga kebebasan diri tidak

sepenuhnya dapat diekspresikan.

Pada saat memasuki fakultas kedokteran, rata-rata mahasiswa berusia

sekitar 18 tahun dan lulus menjadi dokter sekitar usia 24 tahun. Menurut Arnett

(2000), masa ini termasuk dalam emerging adulthood dan merupakan masa

peralihan dari masa remaja ke masa dewasa. Karakteristik pada masa ini adalah

eksplorasi indentitas, ketidakstabilan, dan fokus pada diri sendiri. Pada masa

ini tanggung jawab diri sepenuhnya belum terbentuk. SDL merupakan salah

satu prinsip pendidikan dewasa yang memfokuskan pada tanggung jawab diri.

Bila SDL diterapkan pada mahasiswa yang belum sepenuhnya merupakan

Page 12: PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103049/potongan/S3-2016...kemampuan untuk dapat mengarahkan belajarnya secara mandiri (self-directed learning/SDL).

12

orang dewasa, maka kemungkinan dapat membuat pelaksanaan SDL menjadi

tidak efektif. Dampak dari kondisi tersebut dapat merugikan, misalnya

timbulnya stres akademik dan pencapaian hasil belajar yang tidak optimal.

SDL merupakan proses alami dari perkembangan kematangan psikologis

dalam hal mengembangkan kemampuan untuk bertanggung jawab atas dirinya

sendiri. Bila kondisi proses yang terjadi pada masa ini dipahami dan dipadukan

dengan hal-hal yang diperlukan dalam SDL diharapkan akan lebih dapat

mendukung tercapainya kemampuan SDL mahasiswa. Pada usia ini mahasiswa

seharusnya sudah masuk dalam tahap formal operasional dari Piaget

(Santrock, 2012). Menurut Russefendi (1988, dalam Rahim dan Hasnawati,

2007), peserta didik yang telah lulus di jenjang sekolah menengah dan

mahasiswa masih ada yang tidak pernah mencapai tahap formal operasional.

SDL adalah kemampuan yang berkembang dan mengalami

progresivitas selama masa pendidikan (Candy, 1991 dalam Jennings, 2007;

Williams, 2004; Kocaman et al., 2009; Chakravarthi dan Vijayan, 2010).

Proses menjadi SDLr merefleksikan proses kematangan psikologis dari

seseorang yang semula tergantung menjadi mandiri dan mempunyai tanggung

jawab penuh atas dirinya sendiri. Proses ini serupa dengan perkembangan

kognitif yang diajukan oleh Vigotsky yang dikenal sebagai zone of proximal

development (ZPD). ZPD menggambarkan keterampilan kognitif anak dalam

proses pematangan dan dapat dipenuhi dengan pendampingan orang yang lebih

ahli (Santrock, 2012). SDL merupakan bagian natural dari perkembangan

sosial dan psikologis yang menggambarkan kedewasaan (Grow, 1991; Loyens

Page 13: PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103049/potongan/S3-2016...kemampuan untuk dapat mengarahkan belajarnya secara mandiri (self-directed learning/SDL).

13

et al., 2008; Kocaman et al., 2009). Terdapat kontroversi mengenai

kemampuan SDL mahasiswa selama masa pendidikan. Mahasiswa yang

menjalani PBL dilaporkan mengalami perkembangan kemampuan SDL selama

proses pendidikan (Williams, 2004; Hmelo-Silver, 2004; Kocaman et al.,

2009; Chakravarthi dan Vijayan, 2010), tetapi hal tersebut tidak sejalan

dengan penelitian yang dilakukan oleh Williams (2004), yang menemukan

bahwa tidak terdapat perbedaan skor kesiapan SDL setelah satu tahun

menjalani PBL, walaupun studi kualitatifnya menunjukkan adanya

perkembangan kemampuan SDL. Penelitian lain menunjukkan bahwa

mahasiswa pada tahapan klinik tidak didapati perubahan kesiapan SDL

(Pamungkasari dan Probandari, 2012). Harvey et al. (2003) dalam

penelitiannya menemukan bahwa tidak ada perbedaan kesiapan SDL antara

tahun pertama sampai tahun ke empat mahasiswa kedokteran, bahkan terdapat

kecenderungan penurunan kesiapan SDL. Penelitian lain juga menunjukkan

bahwa terdapat penurunan kesiapan SDL pada mahasiswa kedokteran tahun

keempat dibandingkan dengan tahun pertama (Sylvia dan Dina, 2011). Pada

penelitian di PSPD FKIK UIN SH Jakarta ditemukan bahwa rata-rata skor

kesiapan SDL mahasiswa semester dua, empat dan enam tidak berbeda

bermakna (Tjakradidjaja, 2012). Persepsi dosen mengenai kemampuan SDL

mahasiswa menyatakan adanya kontroversi, yaitu: adanya peningkatan dan

adanya penurunan (Tjakradidjaja, 2013). Penelitian mengenai kemampuan

SDL kebanyakan berupa studi potong lintang dan studi longitudital (Williams,

2004; Kocaman et al., 2009; Chakravarthi dan Vijayan, 2010) secara

Page 14: PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103049/potongan/S3-2016...kemampuan untuk dapat mengarahkan belajarnya secara mandiri (self-directed learning/SDL).

14

kuantitatif. Penelitian mengenai pemahaman tahapan proses menjadi SDLr

masih terbatas (Grow, 1991; Patterson et al., 2002).

Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian ini berangkat dari suatu

kebutuhan untuk memahami proses SDL mahasiswa terutama dalam konteks

pendidikan kedokteran.

B. Perumusan Masalah

Penelitian ini mempunyai signifikansi untuk mencari informasi terkait

dengan permasalahan utama sebagai berikut:

Bagaimanakah proses SDL mahasiswa kedokteran, lulusan dari

sekolah menengah atas, berusia 18-25 tahun?

Secara operasional, permasalahan penelitian ini dapat diumuskan sebagai

berikut:

1. Bagaimanakah proses SDL mahasiswa PSPD FKIK UIN SH Jakarta?

2. Apakah faktor-faktor yang berhubungan dengan proses SDL mahasiswa

PSPD FKIK UIN SH Jakarta?

C. Tujuan Penelitian

Secara umum, tujuan penelitian ini adalah merumuskan model

mengenai proses SDL pada mahasiswa kedokteran.

Tujuan khusus penelitian ini adalah:

1. Mengeksplorasi proses SDL mahasiswa PSPD FKIK UIN Jakarta dan

faktor-faktor yang berhubungan dalam proses SDL.

Page 15: PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103049/potongan/S3-2016...kemampuan untuk dapat mengarahkan belajarnya secara mandiri (self-directed learning/SDL).

15

2. Mengeksplorasi peran staf pengajar PSPD FKIK UIN Jakarta dalam proses

SDL mahasiswa.

3. Mengeksplorasi peran pengelolaan pendidikan PSPD FKIK UIN Jakarta

dalam proses SDL mahasiswa.

4. Mengeksplorasi peran pendidikan pesantren yang berhubungan dengan

proses SDL mahasiswa.

5. Menyusun model proses SDL mahasiwa yang sesuai dengan kebutuhan

dan potensi sumber daya PSPD FKIK UIN Jakarta.

D. Manfaat dan Keluaran Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah:

1. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan

kontribusi keilmuan dalam perumusan model proses SDL mahasiswa,

sehingga semakin memperkuat argumentasi konsep SDL terutama di

bidang kedokteran.

2. Secara praktis, hasil penelitian akan dapat dijadikan sebagai acuan untuk :

a. Mengarahkan mahasiswa menjadi SDLr dan pembelajar sepanjang

hayat.

b. Mengembangkan potensi mahasiswa dan mendorong mahasiswa untuk

memiliki serta menggunakan kemampuan SDL, sehingga dapat

menerapkan pengetahuan yang diperoleh melalui SDL dengan lebih

efektif dalam menghadapi perubahan ilmu pengetahuan dan teknologi.

c. Merancang metode pengajaran dan penilaian kesiapan SDL secara

komprehensif.

Page 16: PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103049/potongan/S3-2016...kemampuan untuk dapat mengarahkan belajarnya secara mandiri (self-directed learning/SDL).

16

d. Bahan evaluasi dalam melakukan perbaikan kurikulum.

Keluaran dari penelitian ini adalah penemuan rumusan model proses SDL

mahasiswa yang sesuai dengan kebutuhan dan potensi sumber daya PSPD

FKIK UIN Jakarta.

E. Keaslian Penelitian

Model proses SDL yang ada sampai saat ini masih dapat

memungkinkan untuk dilakukan perluasan pemikiran, sehingga akan

didapatkan pemahaman yang lebih mengenai proses SDL. Terdapat kebutuhan

dalam hal cara pandang baru tentang proses SDL, khususnya dalam bidang

pendidikan kedokteran. Perbedaan dan persamaan penelitian yang dilakukan

ini dengan penelitian lain yang telah dilakukan dapat terlihat pada uraian di

bawah ini, yaitu:

1. Grow (1991)

Artikelnya berjudul Teaching learner to be self-directed, diterbitkan di

Adult Education Quarterly, tahun 1991, volume 41, nomor 3, hal. 125-

149. Grow melakukan kajian pemikiran mengenai tahapan mahasiswa

menjadi SDLr. Menurut Grow, terdapat empat tahapan mahasiswa menjadi

SDLr. Persamaan dengan penelitian yang dilakukan adalah bertujuan

untuk mengetahui tahapan menjadi SDLr. Perbedaannya adalah penelitian

Grow tidak didasari oleh penelitian langsung di lapangan, menggunakan

sudut pandang seorang pengajar, dan hanya melihat hubungan antara

Page 17: PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103049/potongan/S3-2016...kemampuan untuk dapat mengarahkan belajarnya secara mandiri (self-directed learning/SDL).

17

mahasiswa dan pengajar, sedangkan penelitian yang dilakukan didasari

oleh fenomena yang terjadi di lapangan dan terutama didasari oleh sudut

pandang mahasiswa.

2. Lunyk-Child et al. (2001)

Artikelnya berjudul Self-directed learning: faculty and student

perceptions, diterbitkan di Journal of Nursing Education, tahun 2001,

volume 40, nomor 3, hal. 116-123. Lunyk-Child et al. melakukan

penelitian pada 47 anggota fakultas dan 17 mahasiswa keperawatan

melalui studi kualitatif untuk mengetahu persepsi subjek mengenai SDL

dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Data dikumpulkan dengan

menggunakan metode focus group dicussion (FGD). Tema yang muncul

dari penelitian tersebut adalah: (1) Perlu pemahaman yang sama dari

anggota fakultas dan mahasiswa untuk dapat mendukung kemampuan

SDL, (2) Mahasiswa mengalami proses transformasi dari perasaan negatif

menjadi percaya diri dalam menjalani SDL, dan (3) Perlu kemampuan

anggota fakultas dalam memfasilitasi SDL. Persamaan dengan penelitian

yang dilakukan adalah metode penelitian yang digunakan adalah sama-

sama metode kualitatif, tetapi pada penelitian yang dilakukan metode

yang digunakan adalah wawancara dan observasi dari informan penelitian.

Perbedaan lain adalah pada penelitian ini dilakukan eksplorasi mengenai

SDL secara luas, sedangkan pada penelitian yang dilakukan, eksplorasi

difokuskan pada proses SDL pada mahasiswa kedokteran.

3. Patterson et al. (2002)

Page 18: PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103049/potongan/S3-2016...kemampuan untuk dapat mengarahkan belajarnya secara mandiri (self-directed learning/SDL).

18

Artikelnya berjudul A new perspective on competencies for self-directed

learning diterbitkan di Journal of Nursing Education, tahun 2002, volume

41, nomor 1, hal. 25-31. Patterson et al. mempublikasikan artikel

mengenai cara pandang baru SDL dengan menyampaikan enam

kompetensi yang dibutuhkan oleh mahasiswa keperawatan untuk menjadi

SDLr dan perubahan yang terjadi selama pendidikan. Masing-masing

kompetensi tersebut dikelompokkan menjadi empat tingkat kemampuan

SDL. Persamaan dengan penelitian yang dilakukan adalah bertujuan untuk

mengetahui tahapan menjadi SDLr. Perbedaannya adalah hal yang

disampaikan oleh Patterson et al. hanya berdasarkan kajian literatur dan

merupakan bahasan pada mahasiswa keperawatan, sedangkan penelitian

yang dilakukan didasari oleh fenomena yang terjadi di lapangan dan

dilakukan pada mahasiswa kedokteran.

4. Harvey et al. (2003)

Artikelnya berjudul Effect of an Undergraduate Medical Curriculum on

Students’ Self-Directed Learning yang dipublikasikan di Acad Med. Tahun

2003; volume 78, hal. 1259 –1265. Penelitian potong lintang ini

mengukur kesiapan SDL 70 mahasiswa kedokteran pada masing-masing

tahun pendidikan. Tidak didapatkan perbedaan bermakna pada keempat

tahun ajaran walaupun didapatkan kecenderungan penurunan skor

kesiapan SDL. Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian yang

dilakukan adalah kesamaan tujuan untuk mengetahui gambaran tentang

SDL mahasiswa kedokteran. Perbedaannya adalah pada disain penelitian.

Page 19: PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103049/potongan/S3-2016...kemampuan untuk dapat mengarahkan belajarnya secara mandiri (self-directed learning/SDL).

19

Penelitian yang dilakukan menggunakan pendekatan kualitatif agar dapat

lebih secara detail mengamati proses tersebut.

5. Williams (2004)

Artikelnya berjudul Self-direction in a problem based learning program

diterbitkan di Nurse Education Today, tahun 2004, volume 24, hal. 277-

285. Penelitian ini menggunakan metode quasi-experimental untuk

menilai kesiapan SDL mahasiswa keperawatan di awal dan di akhir tahun

pertama pada pendidikan keperawatan yang menggunakan metode PBL.

Kuesioner yang digunakan adalah instrumen SDLR dari Guglielmino

(1977/1978). Penelitian dilanjutkan dengan metode kualitatif

menggunakan focus group dicussion (FGD) pada akhir tahun. Hasilnya

menunjukkan bahwa walaupun tidak ada kenaikan skor skala kesiapan

SDL, tetapi dari hasil FGD didapatkan bahwa mahasiswa merasa

mempunyai peningkatan kemampuan SDL. Persamaan dengan penelitian

yang dilakukan adalah bertujuan untuk melihat gambaran tentang

kemampuan SDL. Perbedaannya adalah pada penelitian yang akan datang,

metode yang digunakan adalah metode kualitatif. Ukuran kemampuan

yang ingin diketahui bukan berupa skor skala, tetapi merupakan gambaran

tentang proses SDL yang terjadi selama menjalani pendidikan, dan

dilakukan pengamatan bukan hanya pada tahun pertama pendidikan.

Perbedaan lain adalah subjek penelitian adalah mahasiswa kedokteran.

6. Dornan et al. (2005)

Page 20: PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103049/potongan/S3-2016...kemampuan untuk dapat mengarahkan belajarnya secara mandiri (self-directed learning/SDL).

20

Artikelnya berjudul How can medical student learn in a self-directed way

in the clinical environment? Design-based research, diterbitkan di

Medical Education, tahun 2005, volume 39, hal. 356-364. Penelitian

tersebut bertujuan untuk mengetahui kondisi yang memungkinkan untuk

mahasiswa kedokteran belajar melalui SDL dalam lingkungan klinik.

Penelitian tersebut mengeksplorasi juga pengalaman mahasiswa dalam

menjalani SDL, tetapi tidak dieksplorasi lebih lanjut secara detail tahapan

yang dialami. Persamaan dengan penelitian yang dilakukan adalah

menggunakan metode kualitatif. Perbedaannya adalah pada metode

pengambilan data yang tidak hanya berupa pengisian pendapat tertulis dan

FGD. Pada penelitian tersebut dilakukan eksplorasi mengenai SDL secara

luas dalam lingkungan klinik, sedangkan pada penelitian yang dilakukan,

eksplorasi difokuskan pada proses SDL mahasiswa kedokteran sejak tahap

praklinik sampai tahap klinik.

7. Kocaman et al. (2009)

Artikelnya berjudul A Longitudinal Analysis of the Self-Directed Learning

Readiness Level of Nursing Students Enrolled in A Problem-Based

Curriculum, diterbitkan di Journal of Nursing Education, tahun 2009,

volume 48, nomor 5, hal. 286-290. Kocaman et al. melakukan penelitian

longitudinal selama empat tahun untuk menilai kesiapan SDL mahasiswa

keperawatan yang menjalani kurikulum PBL di Turki Barat. Kesiapan

SDL diukur dengan menggunakan skala kesiapan SDL dari Fisher et al.

(2001) di awal pendidikan dan setiap akhir tahun ajaran. Hasilnya

Page 21: PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103049/potongan/S3-2016...kemampuan untuk dapat mengarahkan belajarnya secara mandiri (self-directed learning/SDL).

21

menunjukkan bahwa skor tahun pertama lebih rendah dibandingkan

dengan tahun-tahun selanjutnya dan terdapat kenaikan setiap tahunnya.

Persamaan dengan penelitian yang dilakukan adalah mengetahui proses

SDL pada tiap tahapan pendidikan. Perbedaannya adalah pada penelitian

yang dilakukan ini menggunakan metode kualitatif untuk mengeksplorasi

pengalaman mahasiswa pada tiap tahapan pendidikan dan dilakukan pada

mahasiswa kedokteran. Proses SDL diketahui melalui pengamatan

langsung pada informan, sedangkan pada penelitian tersebut berdasarkan

nilai skoring kuesioner.

8. Chakravarthi dan Vijayan (2010)

Artikelnya berjudul Analysis of the Psychological Impact of Problem

Based Learning (PBL) towards Self Directed Learning among Students in

Undergraduate Medical Education, diterbitkan di International Journal of

Psychological Studies, tahun 2010, volume 2, No. 1, hal 38-43. Studi

longitudinal dilakukan pada mahasiswa kedokteran fase pertama selama

lima semester yang menjalani metode PBL. Pengukuran menggunakan

instrumen kesiapan SDL dari Fisher et al. (2001). Hasilnya, terdapat

peningkatan skor SDLR selama lima semester. Skor terendah didapati

pada semester pertama dan skor tertinggi pada semester kelima. Persamaan

penelitian tersebut dengan penelitian yang dilakukan adalah dalam hal

mengetahui proses SDL mahasiswa kedokteran. Perbedaannya adalah

penelitian tersebut dilakukan hanya pada tahap satu pendidikan dokter dan

pengukuran kesiapan dilakukan secara kuantitatif. Berbeda dengan

Page 22: PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103049/potongan/S3-2016...kemampuan untuk dapat mengarahkan belajarnya secara mandiri (self-directed learning/SDL).

22

penelitian tersebut, penelitian yang dilakukan ini melibatkan juga

mahasiswa tahapan klinik dan pengukuran dilakukan secara kualitatif.

Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa penelitian

ini berbeda dengan penelitian yang telah dilakukan. Perbedaan meliputi dua

hal, yaitu: metodologi penelitian yang digunakan dan ruang lingkup penelitian.

Metodologi penelitian mengenai proses SDL kebanyakan berupa studi potong

lintang dan studi longitudital dengan pendekatan kuantitatif. Penelitian

kualitatif mengenai eksplorasi proses SDL pada mahasiswa kedokteran belum

dilakukan. Ruang lingkup penelitian ini juga menambahkan peran faktor staf

pengajar, pengelolaan pendidikan, dan nilai keislaman pada konsep proses

SDL khususnya dalam konteks pendidikan kedokteran. Nilai keislaman yang

dikaji adalah nilai keislaman dalam kemandirian belajar dan latar belakang

mahasiswa yang berasal dari pesantren.