PENCANGKOKAN AKRILAMIDA PADA MATRIKS ZEOLIT …repository.uinjkt.ac.id › dspace › bitstream ›...
Transcript of PENCANGKOKAN AKRILAMIDA PADA MATRIKS ZEOLIT …repository.uinjkt.ac.id › dspace › bitstream ›...
PENCANGKOKAN AKRILAMIDA PADA MATRIKS ZEOLIT
TERMODIFIKASI SILAN DAN APLIKASINYA SEBAGAI
ADSORBEN ION LOGAM Cr3+ DAN Zn2+
SKRIPSI
MUTIA DEWI
PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019 M / 1440 H
PENCANGKOKAN AKRILAMIDA PADA MATRIKS ZEOLIT
TERMODIFIKASI SILAN DAN APLIKASINYA SEBAGAI ADSORBEN
ION LOGAM Cr3+ DAN Zn2+
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains
Program Studi Kimia
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Syarif Hidayatullah Jakarta
Oleh:
MUTIA DEWI
11140960000048
PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019 M / 1440 H
iii
ABSTRAK
MUTIA DEWI. Pencangkokan Akrilamida pada Matriks Zeolit Termodifikasi
Silan dan Aplikasinya sebagai Adsorben Ion Logam Cr3+ dan Zn2+. Dibimbing oleh
TITA PUSPITASARI dan NURMAYA AROFAH
Proses pencangkokan merupakan salah satu metode untuk memodifikasi zeolit
dengan polimer sehingga menghasilkan substansi material komposit sebagai
adsorben. Penelitian ini bertujuan untuk mensintesis dan mengkarakterisasi zeolit
yang dimodifikasi dengan silan (ZM) melalui proses silanisasi yang dilanjutkan
dengan pencangkokan monomer akrilamida (ZM-g-PAAM) untuk digunakan
sebagai adsorben ion logam kromium (Cr3+) dan seng (Zn2+). Proses pencangkokan
monomer akrilamida pada ZM dilakukan dengan menggunakan teknik
pencangkokan yang diinduksi radiasi (RIGP). Dosis iradiasi gamma digunakan 10;
15; 25; dan 75 kGy dengan variasi laju dosis 2 kGy/jam dan 6 kGy/jam.
Karakterisasi gugus fungsi dilakukan dengan Fourier Transform Infra Red (FTIR)
dan pengujian kinerja kapasitas adsorpsi terhadap ion logam Cr3+ dan Zn2+ dengan
Atomic Absorption Spectrophotomter (AAS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa
persentase grafting tertinggi sintesis diperoleh pada dosis iradiasi 25 kGy dan laju
dosis 6 kGy/jam. Persentase grafting ZM-g-PAAM tertinggi yang dihasilkan adalah
34,50%. Terbentuknya ZM-g-PAAM dibuktikan dengan FTIR yang ditandai
dengan munculnya puncak baru dari gugus fungsi C=C pada bilangan gelombang
1659 cm-1, -NH2 pada bilangan gelombang 3423,65 cm-1 dan C=O pada bilangan
gelombang 1625,99 cm-1. Kapasitas adsorpsi ZM-g-PAAM pada ion Cr3+ dan Zn2+
adalah 136,190 mg/g dan 267,943 mg/g, masing-masing pada konsentrasi 1372
ppm dan 1171 ppm.
Kata kunci: Adsorben, grafting, poliakrilamida, sinar gamma, zeolit
iv
ABSTRACT
MUTIA DEWI. The Grafting of Acrylamide on Silane Modified Zeolite Matrix
and Its Application as Adsorbent on Cr3+ and Zn2+ Metal Ions. Supervised by TITA
PUSPITASARI and NURMAYA AROFAH
The grafting process is one method to modify zeolite with polymer to produce new
desired material. This study aims to synthesize and characterize zeolite which
modified by silane (ZM) and followed by grafting of acrylamide monomers (ZM-
g-PAAM) which will be use as heavy metal ions adsorbent, for chromium (Cr3+)
and zinc (Zn2+) ions. The grafting of acrylamide to ZM was performed by using
radiation induced graft polymerization (RIGP) technique. The gamma irradiation
dose were 10; 15; 25; and 75 kGy with dose rate 2 kGy/h and 6 kGy/h. The
characterization was investigated by Fourier Transform Infra Red (FTIR) and
adsorption capacities on Cr3+ and Zn2+ ions were performed by Atomic Absorption
Spectrophotomter (AAS). The result showed that the best condition was found at
irradiation dose of 25 kGy with a dose rate of 6 kGy/h. The highest value of grafting
percentage of ZM-g-PAAM reached is 34,50%. The formation of ZM-g-PAAM
were determined using FTIR and showed the appearance of a new peak of C=C
functional group on wave number 1659 cm-1, -NH2 on 3423,65 cm-1 and C=O on
1625,99 cm-1. The adsorption capacity of the ZM-g-PAAM on Cr3+ and Zn2+ ions
were 136,19 mg/g and 267,943 mg/g respectively at concentrations of 1372 ppm
and 1171 ppm consecutively.
Keyword : Adsorbent, grafting, polyacrilamide, gamma ray, zeolite
v
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahiim
Assalamu’allaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh
Puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Pencangkokan
Akrilamida pada Matriks Zeolit Termodifikasi Silan dan Aplikasinya sebagai
Adsorben Ion Logam Cr3+ dan Zn2+ sebagai salah satu syarat tugas akhir dalam
menempuh pendidikan Strata 1 (S1). Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari
bantuan berbagai pihak, sehingga pada kesempatan ini penulis dengan segala
kerendahan hati dan penuh rasa hormat mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan moril maupun
materil secara langsung maupun tidak langsung kepada penulis dalam penyusunan
skripsi ini hingga selesai, terutama kepada yang saya hormati.
1. Dr. Tita Puspitasari, M.Si, selaku dosen pembimbing I dan Kepala Bidang
Proses Radiasi, PAIR, BATAN yang telah memberikan izin, ilmu pengetahuan,
bimbingan dan arahan kepada penulis selama berlangsungnya penelitian ini.
2. Nurmaya Arofah, M.Eng, selaku dosen pembimbing II yang selalu
memberikan bimbingan, nasihat dan arahan kepada penulis.
3. Dr. Sri Yadial Chalid, M.Si selaku dosen Penguji I dan Tarso Rudiana, M.Si
selaku dosen Penguji II yang senantiasa memberikan arahan dan masukkan
terhadap penulis.
4. Dr. La Ode Sumarlin, M.Si selaku Ketua Program Studi Kimia Fakultas Sains
dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
vi
5. Prof. Dr. Lily Surayya Eka Putri, M.Env.Stud, selaku Dekan Fakultas Sains
dan Teknologi Universitas Islam Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Kedua orangtua tercinta Haryati dan Furqon, yang selalu memberikan
dukungan kepada penulis baik secara material maupun moril, dan juga selalu
memberikan semangat dan keceriaan kepada penulis.
7. Silvia Fidyati rekan seperjuangan dalam riset di laboratorium yang selalu
membantu dan memberikan semangat.
8. Sahabat seperjuangan Annisa Thaharah, Niah Hapsari serta Putri Naira yang
senantiasa memberi bantuan, dukungan, semangat dan juga motivasi kepada
penulis.
9. Teman-teman kimia UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2014 yang
senantiasa memberikan semangat, doa, dan keceriaan bagi penulis.
10. Semua pihak yang telah membantu secara langsung dan tidak langsung yang
tidak dapat disebutkan satu persatu.
Semoga arahan, motivasi, dan bantuan yang telah diberikan menjadi amal
ibadah bagi keluarga, bapak, dan rekan-rekan sehingga memperoleh balasan yang
lebih baik dari Allah SWT. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi
pembaca serta dapat dijadikan sumbangan pikiran untuk perkembangan pendidikan
khususnya di bidang polimer.
Wassalamualaikum.Wr.Wb
Jakarta, Juli 2019
Mutia Dewi
vii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR .................................................................................. v
DAFTAR ISI ................................................................................................. vii
DAFTAR TABEL ........................................................................................ ix
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xi
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Rumusan masalah..................................................................................... 4
1.3 Hipotesis ................................................................................................... 4
1.4 Tujuan ...................................................................................................... 4
1.5 Manfaat .................................................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 6
2.1 Zeolit ........................................................................................................ 6
2.2 Poliakrilamida .......................................................................................... 11
2.3 Polimerisasi Cangkok (grafting) dengan Teknik Iradiasi ........................ 12
2.4 Iradiasi Sinar Gamma (γ) ......................................................................... 14
2.5 Adsorpsi ................................................................................................... 15
2.6 Logam Berat ............................................................................................. 18
2.9.1 Kromium (Cr) ................................................................................ 19
2.9.2 Seng (Zn) ....................................................................................... 22
2.10 Spektrofotometer Fourier Transform Infra Red ( FTIR) ....................... 24
2.11 Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS)....................................... 25
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................. 28
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian .................................................................. 28
3.2 Alat dan Bahan Penelitian ........................................................................ 28
3.3 Diagram Alir Penelitian ........................................................................... 29
3.4 Prosedur Penelitian................................................................................... 30
3.4.1 Tahap Preparasi .............................................................................. 30
viii
3.4.2 Tahap Sintesis ................................................................................ 30
3.4.3 Penentuan Gugus Fungsi ZM-g-PAAM dengan FTIR .................. 31
3.4.4 Pengujian ZM-g-PAAM dengan sebagai Penyerap Ion Logam Cr dan
Zn dengan AAS ............................................................................. 32
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................... 33
4.1 Sintesis Zeolit Modifikasi (ZM) .............................................................. 33
4.2 Pengaruh Dosis dan Laju Dosis terhadap Persentase Komposit ZM-g-
PAAM ...................................................................................................... 34
4.3 Karakterisasi ZM-g-PAAM dengan FTIR ............................................... 42
4.4 Penyerapan Ion Logam Cr dan Zn pada ZM-g-PAAM dengan AAS ...... 46
BAB V PENUTUP ........................................................................................ 51
5.1 Simpulan .................................................................................................. 51
5.2 Saran ......................................................................................................... 51
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 52
LAMPIRAN .................................................................................................. 59
ix
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Komposisi kimia dari zeolit alam lampung ..................................... 9
Tabel 2. Klasifikasi asam basa menurut prinsip HSAB ................................ 18
Tabel 3. Hubungan antara dosis iradiasi dengan derajat pencangkokan ....... 40
Tabel 4. Puncak serapan FTIR zeolit modifikasi .......................................... 42
Tabel 5. Puncak serapan FTIR poliakrilamida dan ZM-g-PAAM ................ 44
Tabel 6. Kondisi optimum logam berat terhadap kapasitas penyerapan dan
efisiensi penyerapan ........................................................................ 49
Tabel 7. Data % grafting ZM-g-PAAM konsentrasi 40% ............................ 57
Tabel 8. Data penyerapan ion logam Cr3+ ..................................................... 61
Tabel 9. Data penyerapan ion logam Zn2+ ..................................................... 61
Tabel 10. Kurva standar logam kromium (Cr) .............................................. 63
Tabel 11. Kurva standar logam seng (Zn) ..................................................... 64
x
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Bentuk tetrahedral silika atau alumina ....................................... 5
Gambar 2. Struktur stereotip klinoptilolit..................................................... 8
Gambar 3. Struktur VTES ............................................................................ 10
Gambar 4. Struktur akrilamida ..................................................................... 12
Gambar 5. Mekanisme FTIR ........................................................................ 25
Gambar 6. Bagan alat AAS .......................................................................... 26
Gambar 7. Diagram alir penelitian ............................................................... 29
Gambar 8. Hidrofilitas zeolit modifikasi dan zeolit ..................................... 33
Gambar 9. Sintesis zeolit modifikasi ............................................................ 34
Gambar 10. Tahap inisiasi ZM-g-PAAM ..................................................... 35
Gambar 11. Tahap propagasi ZM-g-PAAM................................................. 36
Gambar 12. Tahap terminasi ZM-g-PAAM ................................................. 37
Gambar 13. Produk ZM-g-PAAM ............................................................... 38
Gambar 14. Grafik hubungan antara dosis iradiasi dengan derajat
pencangkokan .......................................................................... 39
Gambar 15. Spektrum FTIR zeolit dan zeolit modifikasi ............................ 43
Gambar 16. Spektrum FTIR PAAM dan ZM-g-PAAM .............................. 45
Gambar 17. Pengaruh konsentrasi ion logam terhadap kapasitas adsorpsi .. 46
Gambar 18. Pengaruh konsentrasi ion logam terhadap efisiensi adsorpsi ... 48
Gambar 19. Mekanisme pengkelatan ion logam .......................................... 49
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Sintesis ZM-g-PAAM .............................................................. 57
Lampiran 2. Perhitungan % grafting komposit ZM-g-PAAM ..................... 58
Lampiran 3. Contoh perhitungan pembuatan larutan logam ........................ 59
Lampiran 4. Penyerapan ion logam Cr dan Zn ............................................ 61
Lampiran 5. Contoh perhitungan kapasitas adsorpsi dan efisiensi adsorpsi 62
Lampiran 6. Kurva kalibrasi ......................................................................... 63
Lampiran 7. Dokumentasi penelitian ........................................................... 65
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Zeolit didefinisikan sebagai suatu kristal alumino silikat yang berbentuk
struktur kerangka tiga dimensi (framework), mempunyai rongga (cavity) dan
saluran yang mengandung ion Na, K, Mg, Ca dan Fe serta molekul air. Bentuk
kristal zeolit relatif teratur dengan rongga yang saling berhubungan ke segala arah,
sehingga menjadikan permukaan zeolit menjadi sangat luas dan baik digunakan
sebagai adsorben. Zeolit tergolong kedalam jenis mineral yang banyak ditemukan
di Indonesia dengan bentuk yang hampir murni dan harga yang relatif murah namun
pemanfaatannya belum maksimal (Suyani et al., 2011).
Allah SWT dalam surah Fathir ayat 27 berfirman :
ماء ماء فأخرجنا به ثمرات مختلفا ألوانها ومن الج أنزل من الس باألم تر أن للا
يب سود جدد بيض وحمر مختلف ألوانها وغراب
Artinya: "Tidakkah kamu melihat bahwasanya Allah menurunkan hujan dari langit
lalu Kami hasilkan dengan hujan itu buah-buahan yang beraneka macam jenisnya.
Dan di antara gunung-gunung itu ada garis-garis putih dan merah yang beraneka
macam warnanya dan ada (pula) yang hitam pekat"
Ayat ini menjelaskan tentang bukti-bukti kekuasaan Allah. Allah menciptakan
gunung-gunung yang kelihatan seperti garis-garis, ada yang kelihatan putih, merah
dan hitam pekat. Garis-garis berwarna pada batuan paling umum dijumpai pada
jenis batuan sedimen. Salah satu penyusun batuan sedimen adalah mineral berwarna
2
putih yaitu alumino-silika atau yang dikenal dengan zeolit. Zeolit dihasilkan dari
proses hidrotermal pada batuan beku basa, mineral tambang ini dijumpai mengisi
celah-celah ataupun rekahan dari batuan tersebut. Zeolit juga merupakan endapan
dari aktivitas vulkanik gunung (Sutarti, 1998). Zeolit berwarna putih keabu-abuan,
putih kehijau-hijauan atau putih kekuning-kuningan yang tersusun atas unit
tetrahedral silika-alumina.
Zeolit klinoptilolit adalah jenis zeolit alam yang paling banyak digunakan
karena keberlimpahannya. Menurut penelitian Ginting et al (2007) zeolit Lampung
mempunyai luas permukaan 10,0477 m2, jari-jari pori 6,0653 Å dan adsorpsi 24,500
mL/g jauh lebih besar dibandingkan dengan zeolit Tasikmalaya dan zeolit Bayah,
namun zeolit alam mengandung banyak pengotor seperti Na, K, Ca, Mg dan Fe serta
kristalinitas yang kurang baik. Keberadaan pengotor tersebut dapat mengurangi
aktivitas dari zeolit, oleh karena itu perlu dilakukan aktivasi dan modifikasi terlebih
dahulu untuk memperbaiki sifat karakter permukaan zeolit alam sehingga dapat
digunakan sebagai adsorben (Yuanita dan Triyono, 2009).
Penelitian sebelumnya telah dilakukan pencangkokan zeolit klinoptilolit-
poliakrilamida (Zeo-g-PAAM) menggunakan metode grafting iradiasi sinar-γ
secara simultan pada dosis iradiasi 25 kGy dan konsentrasi akrilamid 40%
menghasilkan derajat grafting sebesar 48,01% dengan kapasitas adsorpsi pada
logam Cr6+ sebesar 110,739 mg/g dan logam Zn2+ sebesar 35,909 mg/g (Sari, 2017).
Penelitian ini menghasilkan % grafting yang kurang maksimal. Kurniawan dan Astuti
(2018) melakukan sintesis ZM dengan pencangkokan akrilamid menggunakan
metode grafting iradiasi sinar-γ secara pra-irradiasi, penggunaan cara ini lebih
kompleks dimana ZM diiradiasi terlebih dahulu setelah itu dicangkokkan akrilamida
3
menghasilkan derajat grafting sebesar 178% pada radiasi dosis 25 kGy dengan
kapasitas adsorpsi terhadap logam Cr3+ sebesar 418,875 mg/g dan logam Zn2+
sebesar 1046,25 mg/g. Khan et al. (2017) melakukan penelitian modifikasi silika
dengan penambahan senyawa vinyl-triethoxy-silane (VTES) dan mencangkokan
polimer akrilonitril menggunakan metode grafting iradiasi sinar-γ secara simultan
pada dosis iradiasi 20 kGy menghasilkan derajat grafting sebesar 748% dengan
kapasitas adsorpsi terhadap logam Cu2+ sebesar 172 mg/g.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, penelitian ini
melakukan sintesis zeolit modifikasi (ZM) dengan modifikasi penambahan senyawa
vinyl-triethoxy-silane (VTES) dan pencangkokan akrilamida menggunakan metode
lain, yaitu metode grafting simultan yang lebih sederhana dimana ZM dan akrilamid
di iradiasi secara bersamaan, diharapkan mendapatkan hasil grafting yang lebih tinggi.
Keberhasilan pencangkokan dapat dilihat dari derajat grafting yang tinggi (Swantomo
et al., 2008). Parameter mendapatkan derajat grafting yang tinggi dapat dilihat dari
dosis dan laju dosis iradiasi agar dihasilkan sisi aktif yang banyak dengan rantai
propagasi yang panjang.
Adapun pemilihan ion logam berupa Cr3+ dan Zn2+ pada penelitian ini
mengacu pada selektivitas teori pearson yang disebut prinsip HSAB (Hard and Soft
Acid Base) yaitu asam kuat akan berinteraksi dengan basa kuat untuk membentuk
kompleks, begitu juga asam lemah dengan basa lemah. Ion krom (Cr3+) dan Ion Seng
(Zn2+ ) merupakan kation yang bersifat asam kuat, sehingga akan berinteraksi secara
kuat dengan anion-anion yang bersifat basa kuat seperti dengan (R-NH2) pada
poliakrilamida, dengan demikian poliakrilamida akan mengikat ion krom dan seng
secara kuat (Sukarta, 2008). Karakteristik ZM-g-PAAM dilakukan dengan Fourier
4
Transform Infrared (FTIR) dan ion logam Cr3+ dan Zn2+ dianalisis dengan
menggunakan Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS).
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari penelitian ini adalah :
1. Bagaimana pengaruh variasi dosis dan laju dosis iradiasi gamma (γ)
terhadap persentase grafting ZM-g-PAAM ?
2. Bagaimana perubahan gugus fungsi pada ZM-g-PAAM ?
3. Berapakah kapasitas penyerapan ZM-g-PAAM sebagai adsorben dalam
menyerap logam Cr3+ dan Zn2+ ?
1.3 Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Semakin tinggi dosis iradiasi gamma terhadap ZM-g-PAAM akan
meningkatkan persentase pencangkokan (grafting).
2. Perubahan gugus fungsi pada zeolit ZM-g-PAAM lebih baik karena
dihasilkan sisi aktif yang banyak dan rantai propagasi yang panjang.
3. Kapasitas penyerapan ZM-g-PAAM tinggi terhadap ion logam Cr3+ dan
Zn2+.
1.4 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang diuraikan, tujuan penelitian ini adalah
1. Mengetahui pengaruh variasi dosis dan laju dosis iradiasi gamma terhadap
persentase grafting ZM-g-PAAM.
2. Mengetahui perubahan gugus fungsi pada ZM-g-PAAM.
5
3. Menentukan kapasitas penyerapan ZM-g-PAAM sebagai adsorben dalam
menyerap logam Cr3+ dan Zn2+ .
1.5 Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan nilai ekonomis zeolit
sebagai adsorben logam.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Zeolit
Istilah zeolit berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari kata zein yang
berarti membuih dan lithos yang berarti batu. Nama ini sesuai dengan sifat zeolit
yang akan membuih bila dipanaskan pada temperatur 100 ºC (Sutarti, 1998).
Menurut ahli kristalografi Amerika Smith (1984), zeolit didefinisikan sebagai suatu
kristal alumino silikat yang berbentuk struktur kerangka tiga dimensi (framework),
mempunyai rongga (cavity) dan saluran yang mengandung ion Na, K, Mg, Ca dan
Fe serta molekul air. Umumnya, struktur zeolit adalah suatu polimer anorganik
berbentuk tetrahedral unit (TO4), dimana T adalah ion Si4+ atau Al3+ dengan atom
O berada diantara dua atom T, seperti ditunjukkan pada Gambar 1.
Gambar 1. Bentuk tetrahedral silika atau alumina (Las dan Zamroni, 2002)
Rumus kimia zeolit secara empiris Mx/n.[(AlO2)x.(SiO2)y].wH2O
M adalah kation alkali atau alkali tanah, n adalah jumlah valensi kation, w
adalah banyaknya molekul air per satuan unit sel, x dan y adalah angka total
tetrahedral per satuan unit sel, dan rasio y/x biasanya bernilai 1 sampai 5, meskipun
ditemukan juga zeolit dengan rasio y/x antara 10 sampai 100 (Bekkum et al., 1991).
Zeolit alam adalah zeolit yang diambil langsung dari alam. Dengan
7
demikian harganya jauh lebih murah daripada zeolit sintetis. Zeolit alam
merupakan mineral yang jumlahnya banyak tetapi distribusinya tidak
merata,seperti klinoptilolit, modernit, philipsit, chabazit dan laumontit. Salah satu
kelebihan dari zeolit adalah memiliki luas pemukaan dan keasaman yang mudah
dimodifikasi (Yuanita, 2009). Hamdan (1992) mengemukakan bahwa zeolit
merupakan suatu mineral berupa kristal silika alumina yang terdiri dari tiga
komponen yaitu kation yang dapat dipertukarkan, kerangka alumina silikat dan
air. Air yang terkandung dalam pori tersebut dapat dilepas dengan pemanasan
pada temperatur 300 ºC hingga 400 ºC. Pemanasan padatemeratur tersebut air
dapat keluar dari pori-pori zeolit, sehingga zeolit dapat berfungsi sebagai
penyerap gas atau cairan. Jumlah air yang terkandung dalam zeolit sesuai dengan
banyak pori atau volume pori (Sutarti, 1998).
Zeolit banyak ditemukan dalam bebatuan. Kerangka dasar struktur zeolit
terdiri dari unit-unit tetrahedral AlO42- dan SiO4
- yang saling berhubungan melalui
atom O dan di dalam struktur, Si4+ dapat diganti dengan Al3+. Ikatan Al-O-Si
membentuk struktur kristal sedangkan logam alkali atau alkali tanah merupakan
sumber kation yang dapat dipertukarkan (Sutarti, 1998). Zeolit berdasarkan
asalnya secara umum dibedakan menjadi dua yaitu : zeolit alam dan zeolit sintetik
(Bekkum et al., 1991). Zeolit alam terbentuk karena adanya proses kimia dan
fisika yang kompleks dari batuan-batuan yang mengalami berbagai macam
perubahan di alam. Para ahli geokimia dan mineralogi memperkirakan bahwa
zeolit merupakan produk gunung berapi yang membeku menjadi batuan vulkanik,
batuan sedimen dan batuan metamorfosa yang selanjutnya mengalami proses
pelapukan karena pengaruh panas dan dingin (Lestari, 2010).
8
Zeolit alam berasal dari batu gunung berapi yang diperoleh dengan cara
penambangan, zeolit alam yang banyak digunakan saat ini yaitu kabazit, mordenit,
dan klinoptilolit (Hendri, 2000). Zeolit buatan dibuat dari bahan sintetik dan
diproduksi pertama kali oleh Richard Barrer pada tahun 1948, terlepas dari
aplikasinya yang luas, zeolit alam memiliki beberapa kelemahan, diantaranya
mengandung banyak pengotor seperti Na, K, Ca, Mg dan Fe serta kristalinitasnya
kurang baik. Keberadaan pengotor-pengotor tersebut dapat mengurangi aktivitas
dari zeolit. Penggunaan zeolit alam agar dapat digunakan sebagai katalis,
adsorben atau aplikasi lainnya, perlu dilakukan aktivasi dan modifikasi terlebih
dahulu (Mockovčiaková et al., 2008).
Jenis umum yang ditemukan di Indonesia adalah jenis klinoptilolit dan
mordenit (Sastiono, 1993). Rumus kimia klinoptilolit secara umum, yaitu
(Na4K4)(Al8Si40O96).24H2O. Ion Na+ dan K+ merupakan kation yang dapat
dipertukarkan (ion exchange), sedangkan atom Al dan Si merupakan struktur kation
dan oksigen yang membentuk struktur tetrahedron pada zeolit (Las, 2006). Struktur
klinoptilolit ditunjukkan pada Gambar 2.
Gambar 2. Struktur stereotip klinoptilolit (Kazemian et al., 2009)
Zeolit klinoptilolit memiliki kerangka struktur unit tetrahedral [AlO4]5- dan
[SiO4]4- dengan unit bangun sekunder T10O20. Gambar 2 struktur stereotip zeolit
9
klinoptilolit Dalam sususnan kristal zeolit terdapat dua jenis molekul air, yaitu
molekul air yang terikat dan molekul air yang bebas. Berbeda dengan struktur kisi
kristal kwarsa yang kuat dan pejal, maka struktur kisi kristal zeolit terbuka dan
mudah terlepas. Volume ruang hampa dalam struktur zeolit cukup besar hingga
mencapai 50 Angstrom, sedangkan garis tengah ruang hampa tersebut bermacam-
macam,berkisar antara 2 Å hingga lebih dari 8 Å, tergantung dari jenis mineral
zeolit yang bersangkutan. Karakterisasi dengan difraksi sinar-X menunjukkan
bahwa jenis zeolit sidomulyo (Lampung) adalah klinoptilolit dengan komposisi
kimia dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi kimia dari zeolit alam lampung
Senyawa Kadar berat (%)
SiO2
Al2O3
Fe2O3
Na2O
MgO
K2O
CaO
76,95
8,90
0,12
2,02
1,21
1,88
1,50 Sumber : (Hendri, 2000).
Zeolit Termodifikasi
Zeolit termodifikasi adalah zeolit yang permukaannya dapat diubah sifatnya
dengan menggunakan berbagai teknik. Salah satu teknik yang dapat dilakukan yaitu
dengan menggunakan senyawa organik-anorganik hibrida, seperti alkil silan.
Tujuan dari modifikasi permukaan adalah untuk mendapatkan sifat yang diinginkan
dari suatu zeolit seperti kemampuan interaksi dengan senyawa lain, perubahan
ukuran pori, kemampuan adsorpsi terhadap adsorbat tertentu (Mockovčiaková et
al., 2008).
10
Gambar 3. Struktur vinyl-triethoxysilane VTES (Zhang et al., 2014)
Gambar 3 merupakan salah satu perekasi organosilan. Pereaksi organosilan
memiliki struktur umum R-SiX3, dengan R merupakan gugus fungsional organik
yang terikat pada silika dalam keadaan hidrolitik yang stabil. X dapat berupa gugus
alkoksi yang dapat dihidrolisis (seperti –OCH3 (metoksi), atau –OC2H5 (etoksi).
Gugus tersebut kemudian dapat diubah menjadi gugus silanol melalui reaksi
hidrolisis dan R merupakan gugus fungsional organik yang bersifat reaktif, seperti
–NH2 (amina), -SH (merkapto) atau dapat terdiri dari beberapa gugus kimia
fungsional (Marjanović et al., 2011). Penelitian tentang penerapan surfaktan atau
zat penggabung silane dalam modifikasi permukaan zeolit alam untuk memperbaiki
sifat kekurangan dari zeolit telah dilakukan pada penelitian belakangan ini (Shi et
al., 2016). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Li et al. (2017)
memodifikasi zeolit dengan menggunakan vinyl-triethoxysilane (VTES)
menghasilkan kapasitas adsorpsi pada naftalen sebesar 339 µg/g, 32% lebih besar
daripada zeolit alam.
Penelitian yang dilakukan oleh Yi et al. (2010), memberikan banyak
rincian tentang fungsionalisasi berbasis silan. Pencangkokan zeolit alam dengan
monomer vinyl mempunyai karakter ionik dari gugus fungsinya dapat diaplikasikan
sebagai adsorben ion logam (Kiatkamjornwong et al., 2000). Gugus SiOH tersedia
secara luas dalam struktur zeolit dimana hal ini merupakan target utama untuk
modifikasi permukaan, memodifikasi permukaan zeolit dengan agen kopling silan
11
yang termasuk dalam reaksi hidrolisis dan kondensasi. Gugus silanol terbentuk
sebagai hasil dari reaksi hidrolisis yang akan bereaksi dengan gugus hidroksil pada
permukaan zeolit untuk membentuk ikatan siloxane melalui reaksi kondensasi
(Demir et al., 2006).
2.2 Poliakrilamida
Poliakrilamida merupakan polimer dari senyawa akrilamida. Akrilamida
(CH2=CHCONH2) atau 2-propenamida adalah padatan kristal tak bewarna, tidak
mudah menguap, larut dalam air, memiliki berat molekul 71,08 g/mol dan mudah
bereaksi melalui reaksi amida atau ikatan rangkapnya. Monomernya cepat
berpolimerisasi pada titik leburnya atau dibawah sinar ultraviolet. Akrilamida
berfungsi sebagai penukar anion basa lemah dan sebagaidonor ligan untuk ion
logam. Akrilamida dalam larutan bersifat stabil pada suhu kamar dan tidak
berpolimerisasi secara spontan (Harahap, 2006).
Akrilamida (AAM) adalah salah satu jenis monomer hidrofilik yang
merupakan bahan baku paling populer untuk pembuatan polimer poliakrilamida
(PAAM) dan sebagai media penunjang dalam elektroforesis. Akrilamida
merupakan monomer yang mempunyai ikatan rangkap dua dalam struktur
molekulnya yang peka terhadap paparan radiasi membentuk radikal bebas. Akhir
dari proses reaksi radikal bebas membentuk hidrogel yang mempunyai struktur
jaringan tiga dimensi dengan tingkat yang sesuai pada ikatan silang (Buchholz &
Graham, 1998), dan memungkinkan masuknya zat organik dan anorganik ke
dalamnya, namun dekimian hidrogek poliakrilamida mempunyai kelemahan seperti
kemampuannya dalam menyerap air (swelling) terbatas dan merupakan
homopolimer dengan sifat fisik relatif rendah (Erizal dan Rahayu, 2009).
12
Gambar 4. Struktur akrilamida (Ibrahim et al., 2016)
Struktur akrilamida dapat dilihat pada Gambar 4. Akrilamida merupakan
monomer difungsi yang sangat menarik karena mengandung suatu ikatan rangkap
dan gugus amida yang dapat bersifat asam maupun basa lemah, apabila
dibandingkan dengan monomer-monomer vinil lainnya, akrilamida mempunyai
stabilitas termal yang baik dan tahan lama. Akrilamida hanya berubah menjadi
sedikit kekuningan setelah tiga minggu penyimpanan pada 50 oC dan bahkan
setelah 24 jam pada 80 oC (Girma et al., 2008).
2.3 Polimerisasi Cangkok (Grafting) dengan Teknik Iradiasi
Polimerisasi adalah proses pembentukan senyawa dengan berat molekul tinggi
(polimer) dari unit-unit monomer yang berat molekulnya rendah. Polimerisasi
disebut reaksi berantai karena pada prosesnya terjadi rangkaian reaksi yang terus
berulang sampai salah satu atau kedua pereaksi habis terpakai. Pembawa rantai dapat
berupa spesi aktif yang mengandung radikal bebas ataupun ion (Cowd, 1991).
Modifikasi suatu polimer dengan teknik grafting melibatkan pembentukan
situs aktif berupa radikal bebas atau ion terlebih dahulu pada polimer induk.
Pembentukan situs aktif pada polimer induk dapat dilakukan dengan dua cara, yakni
metode kimia dan metode fisika. Metode kimia, radikal terbentuk pada amilopektin
akibat abstraksi atom hidrogen oleh radikal inisiator seperti BPO (dibenzoyl
peroxide), AIBN (azobisisobutyronitrile), atau bahan pengoksidasi seperti garam
13
cerium (Moad et al., 2002). Pembentukan situs aktif dengan metode fisika dapat
dilakukan dengan berbagai cara, meliputi radiasi laser, elektron beam, sinar UV,
plasma dan radiasi sinar elektron terhadap polimer induk untuk menghasilkan
radikal-radikal yang mampu untuk menginisiasi reaksi grafting (Hendri et al.,
2007).
Kopolimerisasi cangkok dengan radiasi gamma merupakan salah satu metode
yang paling umum digunakan untuk memodifikasi sifat-sifat kimia dan fisika polimer
alami dan sintetik. Metode ini telah banyak digunakan untuk menyiapkan membran
selektif penukar ion (Hegazy et al., 2001). Pada teknik ini radiasi sinar gamma
diperlukan untuk menginisiasi terjadinya proses polimerisasi. Jenis monomer yang
banyak digunakan pada proses kopolimerisasi pencangkokan adalah asam akrilat
dan akrilamida (Teli dan Waghmare, 2009).
Kopolimerisasi cangkok dengan teknik radiasi gamma merupakan metode
modifikasi polimer dengan cara induksi radiasi. Teknik ini terbagi menjadi dua
metode yaitu metode langsung atau metode bersamaan (mutual or simultaneous)
dan tidak langsung atau metode iradiasi awal (preirradiation) (Stevens, 2007).
Metode simultan, polimerisasi dilakukan dengan mengiradiasi monomer dan
polimer secara bersamaan menghasilkan radikal bebas. Saat larutan diiradiasi,
radikal bebas terbentuk sebagai bentuk dekomposisi monomer, polimer dan pelarut.
Umumnya massa pelarut lebih tinggi dibandingkan massa monomer dan polimer.
Diasumsikan bahwa energi radiasi ionisasi diserap oleh pelarut dan radikal bebas
yang terbentuk dari pelarut akan bereaksi dengan monomer dan polimer
(Wojnárovits et al., 2010).
14
Metode pre-iradiasi terdapat dua macam perlakuan, salah satunya yaitu pada
kondisi inert (menggunakan aliran gas Nitrogen atau Argon). Saat radiasi, radikal
bebas terbentuk pada permukaan maupun di bagian dalam polimer yang berperan
sebagai rantai utama. Polimer yang telah diradiasi kemudian direaksikan dengan
monomer dalam fasa cair atau gas. Radikal bebas akan tetap berada pada sampel
sampai reaksi polimerisasi terjadi, rantai samping akan menempel atau tercangkok
pada rantai utama polimer. Spesi aktif yang menginduksi terjadinya reaksi
pencangkokan merupakan radikal bebas yang terletak pada bagian interfasa antara
bagian kristalin dan bagian amorf pada sampel yang telah diiradiasi (Roy et al.,
2009).
2.4 Iradiasi Sinar Gamma (γ)
Iradiasi adalah proses radiasi energi pada suatu sasaran, sedangkan menurut
Winarno et al. (1980) Iradiasi merupakan teknik penggunaan energi untuk
penyinaran bahan dengan menggunakan sumber radiasi buatan. Sinar gamma (γ)
adalah radiasi elektromagnetik yang diproduksi oleh radioaktivitas atau subatomik
lainnya seperti penghancuran elektron-positron. Sinar gamma memiliki panjang
gelombang yang paling kecil dan energi terbesar dibandingkan spektrum
gelombang elektromagnetik yang lain (sekitar 10.000 kali lebih besar dibandingkan
dengan energi gelombang pada spektrum sinar tampak), selain itu sinar gamma
memiliki daya ionisasi yang paling rendah namun jangkauan tembus yang paling
besar dibandingkan sinar beta dan alfa (Khopkar, 2003).
Sinar gamma bisa mengionisasi jaringan secara langsung atau menyebabkan
yang disebut dengan secondary ionizations yakni ionisasi yang disebabkan ketika
energi dari sinar gamma ditransfer ke partikel atomik seperti elektron (identik
15
dengan partikel beta) yang kemudian partikel berenergi tersebut akan berinteraksi
dengan jaringan untuk membentuk ion. Daya mengionisasi sinar gamma lebih kecil
daripada sinar alfa atau beta. Akan tetapi, karena daya tembusnya yang besar maka
dapat menyebabkan kerusakan yang mirip dengan kerusakan yang disebabkan oleh
sinar-X, seperti terbakar, kanker, dan mutasi genetik. Manfaat dari iradiasi sinar
gamma dalam penelitian ini adalah energi dari penetrasinya besar sehingga dapat
menghasilkan radikal bebas yang memicu terjadinya reaksi kimia sehingga dapat
membentuk ikatan silang yang terjadi antara dua polimer atau monomer
membentuk kopolimer (Khopkar, 2003).
Iradiasi gamma maupun berkas elektron yang dapat dimanfaatkan untuk
proses polimerisasi, degradasi dan pencangkokan. Proses polimerisasi merupakan
proses dengan mekanisme pengikatan silang rantai polimer. Proses degradasi
merupakan proses pemutusan rantai polimer sehingga diperoleh rantai yang lebih
pendek. Proses pencangkokan merupakan proses dengan menambahkan gugus
fungsi aktif pada rantai panjang polimer. Keunggulan dari pemakaian teknik
iradiasi untuk memodifikasi suatu bahan adalah hasil prosesnya bersih karena tidak
mengandung residu dari bahan kimia misalnya katalisator, prosesnya mudah karena
dilakukan pada suhu kamar dan mudah dikontrol serta efisien karena mempunyai
kedapatan yang relatif tinggi (Maha, 1985).
2.5 Adsorpsi
Adsorpsi merupakan suatu proses penyerapan oleh padatan tertentu terhadap
zat tertentu yang terjadi pada permukaan zat padat karena adanya gaya tarik atom
atau molekul pada permukaan zat padat tanpa meresap ke dalam (Atkins, 1982).
Adsorpsi yang terjadi pada permukaan zat padat disebabkan oleh adanya gaya
16
elektrostatis atau gaya tarik antar molekul pada permukaan zat padat. Penyerapan
zat dari larutan, mirip dengan penyerapan gas oleh zat padat. Penyerapan bersifat
selektif, yang dijerap hanya zat terlarut atau pelarut. Jika dalam larutan ada dua zat
atau lebih, zat yang satu akan dijerap lebih kuat dari yang lain. Molekul yang
teradsorpsi dapat dianggap membentuk fasa dua dimensi dan terakumulasi pada
permukaan (Alberty dan Daniel, 1983).
Adsorpsi dibedakan menjadi adsorpsi fisik dan kimia. Pada adsorpsi fisik
bekerja gaya Van der Waals yang bekerja pada permukaan adsorben dengan
molekul-molekul lain sebagai adsorbat. Interaksi Van der Waals berjangkauan
cukup jauh sehingga ikatan antar keduanya cukup lemah. Ketika gaya tarik menarik
antara molekul zat terlarut dengan adsorben lebih besar dari gaya tarik menarik zat
terlarut dengan pelarut, maka zat terlarut akan teradsorpsi diatas permukaan
adsorben. Pada adsorpsi kimia molekul adsorbat melekat pada adsorben, akibatnya
terjadi ikatan kimiawi, biasanya adalah ikatan kovalen (Alberty dan Daniel, 1983).
Faktor yang Mempengaruhi Daya Adsorpsi
Kekuatan interaksi adsorbat dengan adsorben dipengaruhi oleh sifat dari
adsorbat maupun adsorbennya. Gejala yang umum dipakai untuk meramalkan
komponen mana yang diadsorpsi lebih kuat adalah kepolaran adsorben dengan
adsorbatnya. Apabila adsorbennya bersifat polar, maka komponen yang bersifat
polar akan terikat lebih kuat dibandingkan dengan komponen yang kurang polar.
Kekuatan interaksi juga dipengaruhi oleh sifat keras-lemahnya dari adsorbat
maupun adsorben. Sifat keras untuk kation dihubungkan dengan istilah polarizing
power cation, yaitu kemampuan suatu kation untuk mempolarisasi anion dalam
suatu ikatan. Kation yang mempunyai polarizing power cation besar cenderung
17
bersifat keras. Sifat polarizing power cation yang besar dimiliki oleh ion-ion logam
dengan ukuran (jari-jari) kecil dan muatan yang besar. sebaliknya sifat polarizing
power cation yang rendah dimiliki oleh ion-ion logam dengan ukuran besar namun
muatannya kecil, sehingga diklasifikasikan ion lemah (Atkins et al., 1990).
Pengertian keras untuk anion dihubungkan dengan istilah polarisabilitas
anion yaitu, kemampuan suatu anion untuk mengalami polarisasi akibat medan
listrik dari kation. Anion bersifat keras adalah anion berukuran kecil, muatan besar
dan elektronegativitas tinggi, sebaliknya anion lemah dimiliki oleh anion dengan
ukuran besar, muatan kecil dan elektronegatifitas yang rendah. Ion logam keras
berikatan kuat dengan anion keras dan ion logam lemah berikatan kuat dengan
anion lemah (Atkins et al., 1990).
Pearson (1963) mengemukakan suatu prinsip yang disebut Hard and Soft
Acid Base (HSAB), situs aktif pada permukaan padatan dapat dianggap sebagai
ligan yang dapat mengikat logam secara selektif. Logam dan ligan dikelompokkan
menurut sifat keras dan lemahnya berdasarkan pada polarisabilitas unsur. Ligan-
ligan dengan atom yang sangat elektronegatif dan berukuran kecil merupakan basa
keras, sedangkan ligan-ligan dengan atom yang elektron terluarnya mudah
terpolarisasi akibat pengaruh ion dari luar merupakan basa lemah. Ion-ion logam
yang berukuran kecil namun bermuatan positif besar, elektron terluarnya tidak
mudah dipengaruhi oleh ion dari luar, ini dikelompokkan ke dalam asam keras,
sedangkan ion-ion logam yang berukuran besar dan bermuatan kecil atau nol,
elektron terluarnya mudah dipengaruhi oleh ion lain, dikelompokkan ke dalam
asam lemah. Pengelompokan asam-basa menurut prinsip HSAB Pearson dapat
dilihat pada Tabel 2.
18
Menurut prinsip HSAB, asam keras akan berinteraksi dengan basa keras
untuk membentuk kompleks, begitu juga asam lemah dengan basa lemah. Interaksi
asam keras dengan basa keras merupakan interaksi ionik, sedangkan interaksi asam
lemah dengan basa lemah, interaksinya lebih bersifat kovalen.
Tabel 2. Klasifikasi asam dan basa menurut prinsip HSAB
Asam Basa
Keras Madya Lemah Keras Madya Lemah
H, Li, Na+
K+, Mg2+
Ca2+, Al3+
Cr3+, Co3+
Fe3+,CH3Sn
3+ Si4+, Ti4+
RCO+, CO2
NC+, HX
Fe2+, Co2+
Ni2+, Pb2+
Zn2+,Cu2+
Sn2+,B(CH3)3
SO2, NO+
R3C+, C6H5
+
Cu+, Ag+
Au+, Ti+
Cd2+, Hg+
CH3Hg+,
Co(CN)52-
I+, Br+,
HO+
H2O, OH-
F-,
CH3CO2-
PO43-, Cl-
ClO4-,
ROH, RO-
SO4-,NO3-
NH3,
RNH2,
N2H4
C6H5NH2,
NO2-,
SO32-, Br-
C5H5N,
N3-, N2
R2S,
RSH, RS-
I-, SCN-
R3P,
R3As,
(RO)3P,
CN-, CO,
RCN,
C2H4,
S2O32-,
C6H6, H-,
R-
Sumber :(Pearson, 1963)
2.6 Logam Berat
Logam berasal dari kerak bumi yang berupa bahan-bahan murni, organik dan
anorganik. Logam mula-mula diambil dari pertambangan di bawah tanah (kerak
bumi), yang kemudian dicairkan dan dimurnikan dalam pabrik menjadi logam-
logam murni, secara alami siklus perputaran logam berasal dari kerak bumi
kemudian ke lapisan tanah, kemudian ke makhluk hidup (tanaman, hewan,
manusia), ke dalam air, mengendap dan akhirnya kembali ke kerak bumi (Sutrisno,
19
2004). Menurut seorang ahli kimia, logam berat ialah logam yang mempunyai berat
5 gram atau lebih untuk setiap cm3, dan bobot ini beratnya lima kali dari berat air.
Logam berat masih termasuk golongan logam dengan kriteria yang sama dengan
logam-logam lain. Perbedaannya terletak dari pengaruh yang dihasilkan bila logam
berat ini berikatan atau masuk ke dalam tubuh dalam jumlah berlebihan akan
menimbukan pengaruh-pengaruh buruk terhadap fungsi fisiologis tubuh (Palar,
2004).
Keracunan logam paling sering terjadi disebabkan pengaruh pencemaran
lingkungan oleh logam berat, seperti penggunaan logam sebagai pembasmi hama
(pestisida), pemupukan maupun karena pembuangan limbah pabrik yang
menggunakan logam. Logam juga dapat menyebabkan timbulnya suatu bahaya
pada makhluk hidup. Hal ini terjadi jika sejumlah logam mencemari lingkungan.
Logam-logam tertentu sangat berbahaya bila ditemukan dalam konsentrasi tinggi
pada lingkungan (dalam air, tanah, dan udara), karena logam tersebut mempunyai
sifat yang merusak jaringan tubuh makhluk hidup (Darmono dan Katzhung, 1995).
2.6.1 Kromium (Cr)
Kata kromium berasal dari bahasa Yunani (Chroma) yang berarti warna.
Logam Kromium dapat masuk ke dalam semua lingkungan, perairan, tanah,
ataupun udara (lapisan atmosfer). Kromium yang masuk ke dalam lingkungan
datang dari bermacam sumber seperti kegiatan-kegiatan perindustrian, kegiatan
rumah tangga dan dari membakaran serta mobilisasi bahan-bahan bakar (Palar,
2004).
Berbagai kegunaan kromium seperti pada bidang metalurgi untuk mencegah
korosi, sebagai bahan dasar pembuatan pigmen cat, sebagai katalisator, dan lain
20
sebagainya. Adapun manfaat Cr3+ mikronutrien bagi makhluk hidup, bahwa Cr3+
dibutuhkan untuk metabolisme hormon insulin dan pengaturan glukosa darah.
Kromium (Cr) termasuk unsur yang jarang ditemukan pada perairan alami.
Kromium yang ditemukan di perairan adalah kromium trivalen (Cr3+) dan kromium
heksavalen (Cr6+), namun pada perairan yang memiliki pH lebih dari 5, kromium
trivalen tidak ditemukan. Apabila masuk ke perairan, kromium trivalen akan
dioksidasi menjadi kromium heksavalen yang lebih toksik (Effendi, 2003).
Kromium merupakan logam berat melimpah dengan bentuk oksida, yaitu (Cr, Cr3+,
dan Cr6+). Kromium Cr3+ secara alami terbentuk di alam, sedangkan Cr dan Cr6+
berasal dari proses industri (Widowati et al., 2008).
Sifat Fisika dan Kimia Kromium
Kromium adalah logam kristalin yang putih, tidak begitu liat yang akan
melebur pada 1765 ºC . Logam ini akan larut dalam asam klorida encer atau pekat.
Dalam larutan-larutan air, kromium membentuk tiga jenis ion yaitu kation
kromium(II), dan kromium (III) dan anion kromat(dikromat) dengan keadaan
oksidasi kromium adalah +6 (Effendi, 2003). Logam kromium tahan terhadap
oksidasi meskipun pada suhu tinggi, mengkilat, keras, bersifat paramagnetik atau
sedikit tertarik oleh magnet (Widowati et al., 2008).
Logam kromium dengan nomor atom 24 memiliki struktur elektron [Ar] 3d5
4s1 (Lee, 1996) dengan berat atom 51,996 dengan batuan mineral Chromite
(FeCr2O4) yang berkualitas paling baik mempunyai kandungan Kromat (Cr2O3)
sebanyak 48% karena logam Cr dalam persenyawaanya logam ini tidak dapat
teroksidasi oleh udara yang lembab, dan bahkan pada proses pemanasan cairan
logam kromium teroksidasi dalam jumlah yang sangat sedikit sekali (Palar, 2004).
21
Sesuai dengan tingkat valensi yang dimilikinya, logam atau ion-ion
kromium yang telah membentuk senyawa, mempunyai sifat-sifat yang berbeda-
beda sesuai dengan tingkat ionitasnya. Senyawa yang terbentuk dari ion logam Cr2+
akan bersifat basa, senyawa yang terbentuk dari ion logam Cr3+ bersifat amfoter
dan senyawa yang terbentuk ion logam Cr6+ akan bersifat asam (Palar, 2004).
Toksisitas Kromium
Logam Cr adalah bahan kimia yang bersifat persisten, bioakumulatif, dan
toksik (Persistent, Bioaccumulative and Toxic) yang tinggi serta tidak mampu
terurai di dalam lingkungan, sulit diuraikan, dan akhirnya diakumulasi di dalam
tubuh manusia melalui rantai makanan. Kestabilan kromium akan mempengaruhi
toksisitasnya terhadap manusia secara berurutan, mulai dari toksisitasnya rendah,
yakni Cr, Cr3+ dan Cr6+ (Widowati et al., 2008). Toksisitas Cr3+ bisa menganggu
metabolisme glukosa, lemak, dan protein serta mengganggu pertumbuhan.
Kromuim yang bersifat karsinogenik bersifat toksik terhadap kulit, mata, alat
pernafasan, alat pencernaan, serta bisa ditransfer ke embrio melalui plasenta
(Widowati et al., 2008). Daya racun yang dimiliki oleh logam Cr terdapat pada ion
Cr6+, sifat racun yang dibawa oleh logam ini dapat mengakibatkan terjadinya
keracunan akut dan keracunan kronis (Palar, 2004).
Tubuh bisa melakukan detoksifikasi atau mengurangi toksisitas Cr6+ dengan
mengubah Cr6+ menjadi Cr3+ sehingga kadar Cr3+ dalam tubuh meningkat.
Berdasarkan World Health Organization (WHO), kadar Cr (VI) maksimum yang
bisa dikonsumsi dan terdapat pada air minum adalah sebesar 0,05 mg/L (Widowati
et al., 2008). Berdasarkan keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor
22
51/MENLH/10/1995 tentang baku mutu limbah cair menyatakan bahwa batas
maksimal konsentrasi kromium total untuk limbah cair yaitu 0,5 – 1 mg/L.
2.6.2 Seng (Zn)
Seng (Zn) adalah komponen alam yang terdapat di kerak bumi. Seng (Zn)
dapat bereaksi dengan asam, basa, dan senyawa nonlogam. Logam seng digunakan
dalam berbagai jenis industri seperti : cat, produk karet, obat-obatan dan lain
sebagainya (Widowati et al., 2008).
Seng termasuk unsur yang essensial bagi makhluk hidup, yakni berfungsi
untuk membantu kerja enzim. Seng juga diperlukan dalam proses fotosintesis
sebagai agen bagi transfer hidrogen dan berperan dalam pembentukan protein
(Effendi, 2003). Sebagian besar seng berada di dalam hati, pankreas, ginjal, otot,
dan tulang. Sumber seng paling baik adalah sumber protein hewani, terutama
daging, hati, kerang, dan telur (Almatsier, 2004).
Unsur ini penting dan berguna dalam metabolisme, dengan kebutuhan
perhari 10 – 15 mg. Batas konsentrasi tertinggi sebagai standar yang akan
ditetapkan harus di bawah batas konsentrasi yang dapat menimbulkan rasa. Dalam
jumlah kecil merupakan unsur yang penting untuk metabolisme, karena kekurangan
Zn dapat menyebabkan hambatan pada pertumbuhan anak. Dalam jumlah besar
unsur ini dapat menimbulkan rasa pahit dan sepat pada air minum (Sutrisno, 2004).
Sifat Fisika dan Kimia Seng
Seng adalah logam putih kebiruan, logam ini cukup mudah ditempa pada
suhu 110 – 150 ºC. Seng melebur pada suhu 410 ºC dan mendidih pada suhu 906
ºC (Effendi, 2003). Pudar bila terkena uap udara dan terbakar bila terkena udara
23
dengan api hijau terang (Widowati et al., 2008). Logamnya yang murni melarut
lambat sekali dalam asam dan dalam alkali, adanya zat-zat pencemar atau kontak
dengan platinum dan tembaga yang dihasilkan oleh penambahan beberapa tetes
garam (Effendi, 2003). Dengan garam-garam seng, akan menjadi seperti susu pada
konsentrasi 30 mg/L dan menjadi berasa seperti logam pada konsentrasi 40 mg/L
(Sutrisno, 2004).
Senyawa-senyawa yang mengandung ion Zn2+ biasanya tidak berwarna dan
banyak yang larut dalam air. Kelimpahan Zn di dunia menempati urutan ke-27
sebagai unsur penyusun kerak bumi, seng memiliki nomor atom 30, massa atom
relatif 65,39 (Widowati et al., 2008). Logam seng memiliki struktur elektron [Ar]
3d10 4s2 dengan bilangan oksidasinya dua. Seng juga cenderung lebih kuat dari
ikatan kovalen. Itu adalah sebagian besar digunakan sebagai logam untuk
pemeriksaan karat untuk pengecoran dan untuk membuat paduan seperti ZnO. Seng
memiliki peran penting dalam beberapa enzim juga (Lee, 1996).
Toksisitas Seng
Logam Zn bukan merupakan senyawa toksik namun merupakan unsur
essensial bagi tubuh mahkluk hidup. Logam seng dalam dosis tinggi akan menjadi
berbahaya dan bersifat toksik ketika berada dalam bentuk ionnya. Konsumsi Zn
secara berlebihan akan mengakibatkan mual, muntah, dan demam. Gejala toksisitas
Zn antara lain, pertumbuhan terhambat, rambut rontok, diare, impoten,
berkurangnya indera penglihatan, daya ingat terganggu, dan lain sebagainya.
Penanggulangan defisiensi dengan pemberian suplemen Zn yang dapat membantu
proses penyembuhan (Widowati et al., 2008).
24
Nilai baku mutu seng menurut KEP-51/MENLH/10/1995 tentang baku
mutu limbah cair kegiatan industri mengharuskan kadar maksimum sebesar 5 mg/L
pada hasil pengolahan air limbah.
2.7 Spektrofotometer Fourier Transform Infra Red (FTIR)
Spektrofotometer Infra Red atau Infra Merah merupakan metode untuk
mengamati interaksi molekul dengan radiasi elektromagnetik yang berada pada
daerah panjang gelombang 0,75-1.000 μm atau pada bilangan gelombang 13.000-
10 cm-1 dengan menggunakan suatu alat yakni Spektrofotometer Infra Merah.
Metode tersebut berguna untuk analisis kualitatif dan kuantitatif, serta membantu
penerapan rumus bangun suatu senyawa. Spektrofotometer FTIR pada dasarnya
adalah sama dengan Spektrofotometer IR dispersi, yang membedakannya adalah
pengembangan pada sistem optiknya sebelum berkas sinar infra merah melewati
contoh. Dasar pemikiran dari Spektrofotometer FTIR dikembangkan oleh Jean
Baptiste Joseph Fourier (1768-1830) seorang ahli matematika dari Perancis
(Sastroamidjojo, 2001).
Prinsip Spektrofotometer Infra Merah (IR) yakni, cahaya terdiri dari
gelombang elektromagnetik dengan frekuensi yang berbeda-beda, setiap frekuensi
tersebut bisa dilihat sebagai warna yang berbeda. Radiasi Infra Merah juga
merupakan gelombang dengan frekuensi yang berkesinambungan. Berapa banyak
frekuensi tertentu yang melewati senyawa tersebut diukur sebagai persentasi
transmitasi (percentage transmittance). Persentasi transmitasi dengan nilai 100
berarti semua frekuensi dapat melewati senyawa tersebut tanpa diserap sama sekali.
Kenyataannya tidak pernah terjadi dan akan ada penyerapan, walaupun kecil
kemungkinan transmitasi sebesar 95% yang terbaik dapat diperoleh. Transmitasi
25
sebesar 5% berarti hampir semua frekuensi diserap oleh senyawa tersebut.
Tingginya penyerapan tersebut akan membuat mengerti tentang ikatan-ikatan yang
ada dalam senyawa tersebut (Sastroamidjojo, 2001).
Gambar 5. Mekanisme FTIR (Theophanides, 2012)
Bagan alat FTIR dapat dilihat pada Gambar 5. Instrumentasi spektrofotometer
FTIR umumnya yaitu, sumber radiasi infra merah berupa Nernst Glower
mempunyai radiasi maksimum pada panjang gelombang 1,4 mm atau bilangan
gelombang 7100 cm-1, monokromator untuk pemilihan panjang gelombang infra
merah, detektor berupa Thermocouple dimana cahaya dari sumber dilewatkan
melalui cuplikan, dipecah menjadi frekuensi-frekuensi individunya dalam
monokromator dan intensitas relatif dari ferkuensi individu diukur oleh detektor.
Komponen-komponen dalam instrumentasi spektroskopi infra merah meliputi
yaitu, sumber radiasi, tempat sampel, monokromator, detektor dan rekorder
(Sastroamidjojo, 2001).
2.8 Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS)
Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) atau Spektrofotometer Serapan
Atom (SSA) adalah teknik untuk menentukan konsentrasi logam tertentu dalam
sampel yang akan dianalisis. Spektrofotometri serapan atom dipergunakan untuk
mengidentifikasi dan menentukan keberadaan ion logam baik secara kualitatif
26
maupun kuantitatif dalam semua jenis materi dan larutan. Pengukuran dalam
spektrofotometri serapan atom didasarkan pada radiasi yang diserap oleh atom yang
tidak tereksitasi dalam bentuk uap (Hermanto, 2009).
Teknik analisa dari AAS pertama kali dikembangkan oleh Welsh tahun 1955.
AAS merupakan metode yang populer untuk analisa logam karena metode tersebut
selektif dan sangat sensitif. Teknik analisa AAS berdasarkan pada penguraian
molekul menjadi atom dengan energi dari arus listrik (Underwood dan Day, 1986).
Metode AAS berprinsip pada absorpsi cahaya oleh atom. Atom-atom menyerap
cahaya tersebut pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya.
Berikut ini merupakan bagan alat AAS pada Gambar 6 (Underwood dan Day,
1986):
Gambar 6. Bagan alat AAS (Underwood dan Day, 1986)
Prinsip kerja alat spektrofotometri serapan atom adalah nyala api yang
mengandung atom-atom netral dari unsur yang dianalisis yang berada pada keadaan
dasarnya disinari oleh sinar yang dipancarkan oleh sumber sinar. Sebagian
intensitas sinar dari sumber sinar dengan panjang gelombang tersebut diteruskan
menuju monokromator kemudian ke detektor, setelah itu ke amplifier dan rekorder.
Spektra absorpsinya lebih sederhana dibandingkan dengan spektra molekulnya
karena keadaan energi elektronik tidak mempunyai sub tingkatan vibrasi-rotasi.
27
Jadi, spektra absorpsi atom terdiri dari garis-garis yang jauh lebih tajam
dibandingkan pita-pita yang diamati dalam spektroskopi molekuler (Underwood
dan Day, 1986).
Instrumentasi AAS memiliki lima bagian utama yaitu, sumber radiasi atau
sistem emisi berupa lampu HCL (Hollow Cathode Lamps) untuk menghasilkan
sinar yang diperlukan, sistem pengatoman atau sistem absorpsi berupa nyala
asetilen-udara untuk mengubah sampel (padatan atau cairan) menjadi bentuk uap
atomnya dan berfungsi untuk menghasilkan atom-atom bebas, monokromator atau
sistem seleksi untuk menyeleksi atau memisahkan spektra sinar yang dikehendaki,
detektor atau sistem fotometri berupa tabung pengadaan PMTD (Photon Multiplier
Tube Detector) untuk mengukur intesitas sinar sebelum dan sesudah diserap,
rekorder untuk menampilkan bentuk sinyal listrik menjadi satuan yang dapat dibaca
dan menunjukkan data absorbansi (Hendayan, 1994).
28
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan selama enam bulan, dimulai dari bulan Februari
2018-September 2018. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kelompok Bahan
Bidang Proses Radiasi, Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi (PAIR), Badan Tenaga
Nuklir Nasional (BATAN), Jalan Lebak Bulus No.49 Pasar Jumat, Jakarta Selatan
12440.
3.2 Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian, yaitu zeolit berasal dari Lampung
dengan jenis klinoptilolit, monomer akrilamida (C3H5NO) (Merck), akuades, vinyl-
triethoxy silane (VTES) (Aldrich), krom nitrat (Cr(NO3)3.9H2O) (Merck), seng
nitrat (Zn(NO3)2).6H2O (Merck), dan metanol (CH3OH).
Alat yang digunakan dalam penelitian, yaitu Iradiator Panorama Serbaguna
(IRPASENA) milik PAIR-BATAN dengan sumber sinar gamma (Co-60), Fourier
Transform Infrared (FTIR) (Shimadzu IRPrestige-21) dan Atomic Absorption
Spectrophotometer (AAS) (Shimadzu AA-6800), neraca analitik (AND GR-200),
soklet, oven (Memmert), plastik polietilen, alat seal (Seal Master 420), kawat kassa
60 mesh, magnetic stirrer, kertas saring whatman 42, mortar, plastik polietilen dan
peralatan gelas lainnya.
29
3.3 Diagram Alir Penelitian
Teknik grafting sinar gamma metode
simultan
Variasi dosis 10; 15; 25 dan 75 kGy
Variasi laju dosis 2 kGy/jam dan 6 kGy/jam
Pembuatan ZM-g-PAAM
Pembuatan zeolit
modifikasi (ZM)
Vinyl-triethoxy-
silane (VTES)
Akrilamida 40%
Pencucian ZM-g-PAAM
FTIR
Akuades
Produk ZM-g-PAAM
Zeolit alam
lampung (ZAL)
Karakterisasi ZM-g-
PAAM
AAS
Gambar 7. Diagram alir penelitian
30
3.4 Prosedur Kerja
3.4.1 Tahap Preparasi
3.4.1.1 Preparasi Zeolit Alam (ZA) (Puspitasari, 2017)
Zeolit yang berasal dari Lampung (ZAL), ditimbang 500 g, kemudian dicuci
dengan akuades menggunakan soklet selama 3x8 jam (setiap 8 jam air diganti).
Setelah itu, dioven pada suhu 100 ºC. Produk yang dihasilkan berupa zeolit alam
yang teraktivasi (ZAL)
3.4.1.2 Pembuatan Larutan Akrilamida 40% (Sari, 2017)
Sebanyak 10 g akrilamida (C3H5NO) ditimbang dan dimasukkan kedalam
beaker glass 100 mL dengan ditambahkan akuades sebanyak 25 g diaduk dan
dihasilkan larutan akrilamida 40%.
3.4.1.3 Pembuatan Zeolit Termodifikasi (ZM) (Khan et al., 2017)
Sebanyak 15 g zeolit alam teraktivasi (ZAL) ditambahkan ke dalam larutan
15 g VTES (vinyl-triethoxy-silane) yang telah dicampurkan dengan 300 mL
akuades. Campuran zeolit dan VTES diaduk selama 4 jam pada 60 ºC, kemudian
disaring, dicuci dengan metanol dan dikeringkan dalam oven 24 jam. Produk yang
dihasilkan dinamakan ZM (Zeolit modifikasi).
3.4.2 Tahap Sintesis
3.4.2.1 Sintesis Zeolit Modifikasi grafting Poliakrilamida (ZM-g-PAAM)
(Sokker et al., 2011)
Sebanyak 1 g ZM ditimbang dan ditambahkan 1 g larutan akrilamida 40%,
kemudian dimasukkan ke dalam plastik polietilen, setelah itu plastik ditutup dan
diiradiasi dengan radiasi gamma (sumber Co-60) dengan variasi dosis iradiasi 10;
31
15; 25; dan 75 kGy dengan laju dosis 2 dan 6 kGy/jam dihasilkan produk ZM-g-
PAAM.
3.4.2.2 Pencucian Homopolimer Poliakrilamida (Khan et al., 2017)
ZM-g-PAAM setelah diiradiasi selanjutnya dikeringkan dalam oven pada
suhu 50 ºC selama 24 jam, kemudian ditimbang ZM-g-PAAM kering dimasukkan
ke dalam beaker glass dan dipanaskan dalam waterbath selama 24 jam pada suhu
80 ºC, kemudian dicuci kembali menggunakan air hangat, setelah itu dikeringkan
dalam oven pada suhu 50 ºC dan ditimbang sampai bobot tetap (W1). Dihitung %
pencangkokan (% grafting), dimana zeolit sebelum dan sesudah pencangkokan
dengan akrilamid dihitung dengan menggunakan persamaan (Fekete et al., 2017):
% Grafting = 𝑊1−𝑊0
𝑊0 x 100 % ..................................................................... (1)
Keterangan : W0= Bobot ZM (gram)
W1= Bobot kering zeolite setelah pencangkokan (gram)
3.4.3 Penentuan Gugus Fungsi ZM-g-PAAM dengan FTIR (Derrick et al.,
2015)
ZA, ZM, PAAM dan ZM-g-PAAM dimasukkan ke dalam oven selama 24
jam pada suhu 40 ºC, setelah 24 jam masing-masing ZA, ZM, PAAM dan ZM-g-
PAAM dicampur dengan kalium bromida (KBr) dan dihaluskan dalam alu dengan
rasio massa 1:100 selanjutnya diukur dengan FTIR. Karakterisasi FTIR ZM
dibandingkan dengan Zeolit dan karakterisasi ZM-g-PAAM dibandingkan PAAM.
32
3.4.4 Pengujian ZM-g-PAAM sebagai Penyerap Ion Logam Cr dan Zn dengan
AAS (Puspitasari et al., 2015)
ZM-g-PAAM yang sudah dikeringkan, masing-masing ditimbang sebanyak
20,2 mg; ZM-g-PAAM diswelling selama 1 jam, kemudian tiap sampel direndam
dalam 20 mL larutan logam Cr dan Zn dengan variasi konsentrasi 500, 750, 1000
dan 1500 ppm selama waktu perendaman 24 jam sambil dikocok dengan kecepatan
100 rpm. Setelah itu, konsentrasi akhir ion logam Cr dan Zn dalam larutan diukur
dengan AAS. Perhitungan nilai kapasitas penyerapan (ɋe) dan nilai efisiensi
penyerapan (ε) dapat dihitung berdasarkan persamaan berikut:
𝑞𝑒 (mg/g) = (𝐶𝑜−𝐶𝑡) 𝑥 𝑣
𝑊..................................................................... (2)
ε(%) = (𝐶𝑜−𝐶𝑡)
𝐶𝑜x100%........................................................................ (3)
Keterangan :
qe = kapasitas penyerapan ion logam (mg/g)
ε = efisiensi penyerapan (%)
Co = konsentrasi awal ion logam (mg/L)
Ct = konsentrasi akhir ion logam (mg/L)
V = volume larutan ion logam (L)
W = bobot adsorben (g)
33
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Karakteristik Zeolit Modifikasi (ZM)
Modifikasi dilakukan untuk mendapatkan sifat yang diinginkan dari suatu
zeolit seperti kemampuan interaksi dengan senyawa lain, pengubahan ukuran pori
dan kemampuan adsorpsi terhadap molekul (Mockovčiaková et al., 2008). Pada
proses modifikasi zeolit dilakukan dengan menambahkan gugus vinyl-triethoxy-
silane (VTES) ke dalam permukaan zeolit, agar dihasilkan sisi aktif yang banyak
sehingga dapat dijadikan sebagai adsorben.
Gambar 8. Hidrofilitas zeolit modifikasi (kiri) dan zeolit (kanan)
Hasil yang diperoleh pada Gambar 8 terlihat perbedaan antara zeolit tanpa
modifikasi dan zeolit modifikasi (ZM), penampilan fisik ZM dan zeolit tanpa
modifikasi diamati secara visual. Keadaan fisik yang diamati meliputi sifat
hidrofilitas dan warna yang dihasilkan, pada zeolit modifikasi warna yang terlihat
lebih pucat dibandingkan dengan zeolit tanpa modifikasi, dan zeolit modifikasi
memiliki sifat hidrofobik dibuktikan dengan produk yang tidak larut ke dalam air,
Hal ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Li et al. (2017) bahwa
zeolit yang dimodifikasi dengan vinyl-triethoxy-silane (VTES) bersifat hidrofobik
34
dan VTES merupakan silane terbaik karena memiliki gugus (-CH=CH2) dan
(-OCH3), dimana gugusnya dapat mengadsorpsi bahan organik dan dapat
meningkatkan kapasitas adsorpsi pada zeolit setelah modifikasi.
Gambar 9. Sintesis zeolit modifikasi (ZM) (Yi et al., 2010)
Gambar 9 menjelaskan mekanisme dari sintesis zeolit modifikasi,
menurut Demir et al. (2006) mekanisme zeolit modifikasi (ZM) menggunakan
reaksi hidrolisis dan kondensasi. Reaksi hidrolisis ditunjukkan dengan reaksi antara
gugus –Si– dari vinyl-triethoxy-silane (VTES) dengan penambahan air menjadi Si-
OH yang sangat reaktif yang selanjutnya mengalami reaksi kondensasi yaitu gugus
Si-OH reaktif berikatan dengan zeolit membentuk siloxane (–Si–O–Si–).
4.2 Pengaruh Dosis dan Laju Dosis terhadap Persentase Komposit ZM-g-
PAAM
Kopolimerisasi cangkok ini dilakukan dengan teknik radiasi energi tinggi
dengan sumber radiasi gamma dari Cobalt-60 secara simultan, dimana zeolit
modifikasi dan monomer akrilamida diiradiasi bersama-sama sehingga terbentuk
35
radikal-radikal bebas. Mekanisme reaksi yang terjadi merupakan reaksi adisi
berantai (chain growth polymerization) yang secara garis besar terdapat 3 tahap,
yaitu: pertama pada tahap inisiasi, merupakan tahap pembentukan radikal bebas.
Gambar 10. Tahap inisiasi ZM-g-PAAM
Pada tahap ini pada Gambar 10, zeolit modifikasi dan akrilamida diiradiasi
secara simultan. Reaksi ini diduga terjadi akibat ketidakstabilan ikatan rangkap
C=C pada monomer akrilamida dan zeolit modifikasi sehingga terbentuk radikal
bebas. Dugaan ini sama halnya yang dilakukan oleh Suhartini (2015) pada
monomer asam akrilat yang mengalami ketidakstabilan pada ikatan rangkapnya.
36
Gambar 11.Tahap propagasi ZM-g-PAAM
Tahap kedua pada Gambar 11 merupakan tahap propagasi yaitu tahap
perpanjangan polimer. Radikal monomer akrilamida akan menyerang unit
monomer akrilamida lainnya sehingga pada tahap ini berat molekul polimer
akrilamida menjadi besar. Monomer akrilamida akan bereaksi dengan radikal zeolit
modifikasi. Radikal zeolit modifikasi (ZM) yang tersisa akan diserang oleh
monomer akrilamida begitu seterusnya sampai pada tahap terminasi.
37
Gambar 12. Tahap terminasi ZM-g-PAAM
Terakhir pada tahap terminasi pada Gambar 12, tahap ini merupakan tahap
proses penghentian rantai polimer dengan cara penggabungan dua rantai polimer
yang masih mengandung radikal, dikatakan terminasi karena sudah tidak ada lagi
reaksi. Reaksi hasil akhir ZM-g-PAAM hal ini mengacu pada penelitian Yi et al.
(2010) yang mengalami perpanjangan rantai akibat adanya monomer yang masih
memiliki radikal. Hasil akhir dari proses kopolimerisasi atau struktur kopolimer
Zeolit Modifikasi-PAAM dapat dilihat pada Gambar 12.
Pencangkokan ini dilakukan dalam sistem heterogen, dimana matriks
dasarnya berupa zeolit modifikasi (ZM) yang padat dan monomer-monomer yang
dicangkokan ada dalam bentuk larutan. Karena sistem ini heterogen, maka
pembentukan radikal akan mudah terjadi pada larutan yang mengakibatkan banyak
terjadinya homopolimer sebelum terjadi radikal pada permukaan zeolit modifikasi
(Wojnárovits et al., 2010).
38
Banyaknya radikal yang terbentuk pada saat reaksi kopolimerisasi cangkok
dan taut silang ini dipengaruhi oleh berbagai variabel, diantaranya konsentrasi
monomer, konsentrasi inisiator, konsentrasi penaut silang, waktu reaksi dan suhu
reaksi (Khan et al., 2009). Homopolimer terbentuk karena adanya kompetisi di
antara radikal-radikal monomer akrilamida untuk bereaksi dengan zeolit, radikal
zeolit, monomer atau radikal monomer. Jika bereaksi dengan zeolit modifikasi atau
radikal zeolit modifikasi akan terbentuk kopolimer, tetapi jika bereaksi dengan
monomer atau radikal monomer akan terbentuk homopolimer (Kurniadi, 2010).
Penambahan zeolit ke dalam monomer akrilamida bertujuan untuk
memperbaiki sifat fisik akrilamida, sedangkan penambahan monomer akrilamida
ke dalam zeolit bertujuan untuk meningkatkan kemampuan adsorpsinya
(Swantomo et al., 2008). Hasil produk ZM-g-PAAM dapat dilihat pada Gambar 13.
Gambar 13. Produk ZM-g-PAAM
Keberhasilan kopolimerisasi cangkok ditentukan oleh seberapa banyak
monomer akrilamida yang tercangkok pada ZM seiring dengan bertambahnya dosis
iradiasi. Keberhasilan tersebut dinyatakan sebagai derajat pencangkokan
(% grafting) (Suhartini, 2016). Salah satu parameter yang menentukan dalam
proses pencangkokan adalah dosis dan laju dosis yang digunakan, lamanya waktu
39
iradiasi menunjukkan dosis total yang diterima. Grafik hubungan derajat
pencangkokan dengan dosis iradiasi pada kopolimer ZM-g-PAAM pada dua variasi
laju dosis yang berbeda disajikan pada Gambar 14.
Gambar 14. Grafik hubungan antara dosis iradiasi dengan derajat pencangkokan
pada kopolimer zeolit modifikasi – Poliakrilamida
Gambar 14 dapat dilihat hubungan dosis dan laju dosis terhadap derajat
pencangkokan pada ZM-g-PAAM, derajat pencangkokan mengalami kenaikan
dengan bertambahnya dosis iradiasi. Hal ini menunjukkan jumlah ikatan silang
makin bertambah seiring dengan penambahan dosis iradiasi sinar-γ. Semakin tinggi
dosis total maka kadar grafting semakin bertambah yang disebabkan oleh semakin
bertambahnya radikal bebas polimer substrat yang terbentuk, sehingga peluang
untuk membentuk kopolimer ZM-g-PAAM semakin besar, sedangkan laju dosis
berpengaruh terhadap kecepatan pembentukan radikal dan menentukan panjang
rantai pencangkokan (Aloma et al., 1996). Gambar tersebut menjelaskan bahwa
dengan menggunakan laju dosis 6 kGy/jam akan memperoleh derajat
0
5
10
15
20
25
30
35
40
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80
De
raja
t P
en
can
gko
kan
(%
)
Dosis Radiasi (kGy)
2 kGy/Jam
6 kGy/Jam
40
pencangkokan lebih tinggi dibandingkan laju dosis 2 kGy/jam dalam dosis total
yang sama.
Tabel 3. Hubungan antara dosis iradiasi dengan derajat pencangkokan
Dosis
Radiasi
(kGy)
Grafting (%)
Laju 2 kGy/jam Laju 6 kGy/jam
10 22,59 26,20
15 23,17 28,20
25 26,74 34,50
75 22,04 27,20
Laju dosis 6 kGy/jam dan dosis iradiasi 10 kGy, diperoleh derajat
pencangkokan sebesar 26,2% kemudian naik dan mencapai dosis optimum pada 25
kGy sebesar 34,50%. Hal yang sama juga ditunjukkan pada laju dosis 2 kGy/jam,
derajat pencangkokan pada dosis 10 kGy sebesar 22,59% kemudian mengalami
kenaikan dan mencapai dosis optimum pada 25 kGy menjadi 26,74%. Kenaikan
derajat pencangkokan menunjukkan terbentuknya ikatan silang yang terjadi antara
zeolit modifikasi dengan akrilamida akibat iradiasi sinar-γ. Kenaikan derajat
pencangkokan seiring dengan bertambahnya dosis iradiasi disebabkan karena
peningkatan densitas radikal bebas yang dihasilkan sehingga reaksi polimerisasi
akan semakin tinggi.
Penambahan dosis iradiasi lebih tinggi dari dosis optimum atau pada dosis
75 kGy mengakibatkan derajat pencangkokan menurun masing-masing menjadi
27,20% pada laju 6 kGy/jam dan 22,04% pada laju 2 kGy/jam. Hal ini disebabkan
dengan bertambahnya dosis iradiasi, maka jumlah molekul yang saling berikatan
silang akan bertambah sehingga mengakibatkan mobilitas molekuler ZM-g-PAAM
berkurang yang menyebabkan perpanjangan putusnya berkurang. Selain
mengurangi mobilitas, molekul yang berikatan silang juga berakibat
41
memperpendek jarak antara molekul polimer, maka akan semakin tinggi tekanan
yang diberikan pada polimer tersebut, sehingga kekerasannya bertambah (Chapiro,
1962).
Kenaikan dosis iradiasi juga mengakibatkan pembentukan radikal yang
terjadi menjadi tidak terkontrol. Pada kondisi ini, kecepatan pembentukan situs
aktif lebih cepat terjadi pada monomer akrilamida dibandingkan pada permukaan
zeolit modifikasi, sehingga radikal yang bersifat sangat reaktif akan menginisiasi
pembentukan homopolimer akrilamida radikal dengan rantai pendek dalam jumlah
yang sangat banyak, akibatnya terminasi menjadi lebih mudah terjadi antar radikal
poliakrilamida rantai pendek dibandingkan dengan ikatan pada situs aktif yang
terdapat pada zeolit modifikasi, sehingga hanya sebagian kecil homopolimer
akrilamida yang mengalami ikatan silang pada permukaan zeolit modifikasi.
Hasil derajat pencangkokan yang didapat lebih rendah dibandingkan
penelitian sebelumnya oleh Khan et al. (2017), Hal ini diduga karena faktor
konsentrasi, penelitian sebelumnya menggunakan konsentrasi monomer sebesar
1:12 dan penelitian ini menggunakan 1:1. Menurut Irwan et al. (2002) semakin
tinggi konsentrasi suatu monomer, maka hasil pencangkokan semakin meningkat.
Hal ini berkaitan dengan kemampuan monomer berdifusi kedalam matriks ZM.
Umumnya, difusibilitas monomer akan meningkat dengan meningkatnya
konsentrasi monomer. Hal ini disebabkan semakin meningkatnya konsentrasi
monomer pada daerah situs aktif ZM. Adapun alasan tidak menggunakan
konsentrasi tinggi, diduga akan terbentuknya homopolimer yang berlebihan. Hal ini
sependapat dengan Nasef dan Hegazy (2004) bahwa konsentasi monomer yang
tinggi dapat meningkatkan viskositas dan terbentuknya homopolimer. Peningkatan
42
pembentukan homopolimer dapat menghalangi difusi monomer ke dalam substrat
polimer.
4.3 Karakterisasi ZM dan ZM-g-PAAM dengan FTIR
Pengujian gugus fungsi pada kopolimer bertujuan untuk mengidentifikasi
adanya perubahan gugus fungsi setelah proses kopolimerisasi cangkok. Analisis
gugus fungsi dengan spektrofotometer FTIR dilakukan pada sampel zeolit alam
(ZA), zeolit modifikasi (ZM), poliakrilamida (PAAM) dan zeolit modifikasi hasil
tergrafting dengan akrilamida (ZM-g-PAAM) dimana sampel yang dianalisis
ditentukan berdasarkan nilai tertinggi bobot kering ZM-g-PAAm pada dosis radiasi
25 kGy dan laju dosis 6 kGy/jam. Pencirian FTIR zeolit modifikasi (ZM) disajikan
pada Tabel 4.
Tabel 4. Puncak serapan FTIR zeolit modifikasi
Gugus Fungsi Bilangan Gelombang (cm-1)
Hasil
penelitian
Menurut (Yi et al.,
2010)
Menurut (Khan et
al., 2017)
Gugus Si-OH 3626,17 3660 3700
Ulur C-H 2976,16
stretching CH2
2960 CH3 stretching -
2930 CH2 stretching
2873 CH2 stretching
2938 CH2
2854 CH2
C=C 1659 1650 1652
Si-O-Si 1053 1060 -
Vibrasi ulur
simetris O-T-O
790,01 797 800
43
Gambar 15. Spektrum FTIR zeolit (hitam) dan zeolit modifikasi (hijau)
Pada Gambar 15 hasil spektrum FTIR zeolit dan keberhasilan modifikasi
zeolit, terdapat beberapa puncak yang dapat mengindikasikan struktur dan gugus
fungsi dari zeolit. Spektrum FTIR zeolit (hitam) pada rentang bilangan gelombang
1058 – 790 cm-1 menunjukkan adanya gugus siloxane. Tampak pita karakteristik
pada bilangan gelombang 790 cm-1 merupakan vibrasi ulur simetris gugus O-T-O
dari zeolit. Kemudian tampak puncak pada bilangan gelombang 1053 cm-1 yang
menunjukkan adanya vibrasi internal dari ikatan T-O dalam tetrahedral TO4 (T = Si
dan Al), selain itu terdapat puncak pada bilangan gelombang 1631,78 cm-1 yang
merupakan asosiasi molekul air dengan atom Na atau Ca yang ada di dalam pori-
pori zeolit, hal ini mengindikasikan bahwa zeolit dalam keadaan terhidrasi. Zeolit
yang terdehidrasi akan mempunyai struktur pori terbuka dengan internal surface
area besar sehingga kemampuan mengadsorbsi molekul selain air semakin tinggi.
Zeolit Alam
Zeolit Modifikasi
(ZM)
44
Sedangkan tampak pita yang melebar pada bilangan gelombang 3626,17 cm-1
menunjukkan adanya serapan vibrasi gugus OH.
Spektrum ini juga memperlihatkan keberhasilan modifikasi (hijau). Hal ini
dapat dibuktikan dengan munculnya serapan baru ulur –CH2 pada bilangan
gelombang sekitar 2976,16 cm-1 dan ikatan C=C pada 1659 cm-1 yang
mengonfirmasi keberadaan gugus vinyl. Adanya gugus vinyl menandakan bahwa
proses modifikasi penambahan VTES (vinyl-triethoxy-silane) berhasil dilakukan
pada permukaan zeolit. Hasil pembacaan spektrum FTIR zeolit yang dilakukan
pada penelitian ini tampak tidak jauh berbeda dengan hasil FTIR yang dilakukan
(Yi et al., 2010) dan (Khan et al., 2017).
Pengukuran spektrum FTIR ditujukan untuk mempelajari perubahan
struktur kimia akibat pengaruh dosis iradiasi pada adsorben ZM-g-PAAM. Pada
Tabel 5 disajikan data puncak serapan akrilamida dan ZM-g-PAAM. Hasil
spektrum ZM-g-PAAM hampir serupa dengan apa yang dilaporkan Farid (2011)
yang menggunakan sampel akrilamida tergrafting. Serapan 1500 cm-1 adalah
regang C-N pada struktur akrilamida (Stuart, 2004).
Tabel 5. Puncak serapan FTIR poliakrilamida dan ZM-g-PAAM
Bilangan gelombang
Poliakrilamida (cm-1)
Bilangan gelombang
ZM-g-PAAM (cm-1)
Deskripsi
1379, 10 1409,96 C-H bending
- 1651,07 C=C stretching ZM
1625,99 1630 C=O stretching
2399,66 2399,66 C-H stretching
2943,37 2974,23 C-H stretching
3423,65 3394,72 N-H amida primer
- 3622,32 O-H stretching
45
Gambar 16. Spektrum FTIR PAAM (biru) dan ZM-g-PAAM (hitam)
Gambar 16 panjang gelombang 1600 cm-1 merupakan serapan khas untuk
gugus karbonil pada akrilamida dan ZM-g-PAAM. Gambar 16 memperlihatkan
timbul serapan baru pada panjang gelombang 1651,07 yang merupakan karakter
C=C dari ZM. Daerah panjang gelombang C=O 1625,99 cm-1 dan N-H amida
primer 3423,65 cm-1 melemah diakibatkan karena adanya pengaruh regang C=O
dan C=C dari struktur C=C. Perubahan-perubahan di atas memperkuat dugaan,
bahwa terjadi pencangkokan (grafting) antara akrilamida dan ZM-g-PAAM.
Serapan baru yang timbul dan tidak terlalu berubahnya spektrum di daerah finger
print dari masing-masing senyawa menunjukkan pencangkokan terjadi pada
permukaan ZM dan tidak merusak struktur dasar akrilamida maupun ZM.
PAAM
ZM-g-PAAM
46
4.4 Penyerapan Ion Logam Cr dan Zn pada ZM-g-PAAM dengan AAS
Penyerapan logam berat dengan komposit ZM-g-PAAM dilakukan dengan
variasi konsentrasi awal logam yang akan diserap. Pada setiap 25 mL logam
mengandung logam Cr3+ dan Zn2+ dengan konsentrasi 500, 750, 1000 dan 1500
ppm. Ditambahkan dengan komposit ZM-g-PAAM yang telah didapat kondisi
relatif baik yaitu pada berat komposit 20,2 mg (Puspitasari et al., 2015). Penyerapan
dilakukan pada suhu kamar dengan waktu 24 jam. Hasil pengaruh variasi
konsentrasi awal logam terhadap penyerapan logam dapat dilihat dari Gambar 18.
Gambar 17. Pengaruh konsentrasi ion logam terhadap kapasitas adsorpsi
Gambar 17 terlihat bahwa kapasitas penyerapan meningkat dengan
meningkatnya konsentrasi ion logam Cr3+ dan Zn2+. Konsentrasi ion logam sangat
erat hubungannya dengan jumlah sisi aktif yang terdapat pada permukaan komposit
adsorben yang mampu mengikat logam tersebut. Pada awal penyerapan sejumlah
besar sisi aktif yang kosong tersedia untuk terjadinya proses penyerapan. Semakin
lama interaksi antara adsorbat dengan adsorben, semakin banyak jumlah ion logam
yang terserap pada permukaan komposit ZM-g-PAAM. Sehingga sisi aktif yang
0
50
100
150
200
250
300
500 750 1000 1500
Kap
asit
as a
dso
rpsi
(m
g/g)
Konsentrasi ion logam (ppm)
Cr
Zn
47
tadinya tersedia cukup banyak menjadi berkurang. Apabila jumlah sisi aktif cukup
besar dibanding jumlah ion logam, maka kapasitas penyerapan akan tinggi, namun
pada kondisi tertentu kapasitas penyerapan akan konstan bahkan terjadi penurunan
karena terjadi kejenuhan pada material penyerap (Ramadhan dan Handajani, 2007).
Turunnya jumlah ion logam yang terserap juga mungkin diakibatkan oleh
ketidakstabilan ikatan antara adsorben dengan adsorbat, sehingga sebagian kecil
dari partikel logam akan terlepas kembali (Raju et al., 2013). Kapasitas adsorpsi
ion logam Cr3+ dan Zn2+ masing-masing oleh adsorben ZM-g-PAAM mencapai
optimum pada waktu kontak 24 jam yaitu sebesar 136,1900 mg/g dan 267,9427
mg/g. Semakin lama waktu kontak, kapasitas adsorpsi adsorben akan semakin besar
karena adsorben akan mengembang sehingga memperbanyak daerah kontak
(Sadeek et al., 2015).
Bertambahnya waktu kontak juga meningkatkan peluang interaksi logam
dengan sisi aktif adsorben yang telah mengembang sehingga jumlah ion logam yang
terserap akan semakin banyak. Pada waktu kontak yang lebih lama seharusnya
menghasilkan kapasitas adsorpsi adsorben konstan karena adsorben mulai jenuh
yaitu telah penuhnya sisi aktif oleh ion logam, namun pada penelitian ini terjadi
penurunan, selain itu terjadi perbedaan kapasitas adosrpsi yang cukup jauh dari
variasi konsentrasi awal. Kedua hal tersebut dapat disebabkan karena kemungkinan
kopolimerisasi cangkok yang kurang homogen sehingga jumlah poliakrilamida
juga tidak homogen, sehingga kapasitas adsorpsi mengalami perbedaan yang jauh.
48
Gambar 18. Pengaruh konsentrasi ion logam terhadap efisiensi adsorpsi
Gambar 18 menunjukkan konsentrasi ion logam terhadap efisiensi
penyerapan ZM-g-PAAM. Dari gambar tersebut terlihat bahwa dengan
meningkatnya konsentrasi ion logam, efisiensi penyerapan pun semakin berkurang,
dikarenakan kemampuan adsorben menyerap ion logam sudah maksimum.
Menurut Refilda et al. (2001), hal tersebut disebabkan karena konsentrasi yang
lebih tinggi, jumlah ion logam dalam larutan tidak sebanding dengan jumlah
partikel yang tersedia dalam adsorben sehingga permukaan adsorben akan
mencapai titik jenuh dan kemungkinan akan terjadi proses desorpsi atau pelepasan
kembali antara adsorben dengan adsorbat, selain itu kemampuan daya serap
menurun karena adanya pengadukan terlalu lama yang memungkinkan ion logam
yang telah terikat kembali terlepas karena pengaruh tabrakan antar molekul dalam
larutan dengan ikatan logam. Kondisi optimum efisiensi penyerapan Cr3+ sebesar
7,9378% pada konsentrasi 1372 ppm dan untuk logam Zn2+ yaitu 28,5850% pada
konsentrasi 1171 ppm.
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
500 750 1000 1500
Efis
ien
si a
dso
rpsi
(%
)
Konsentrasi ion logam (ppm)
Cr
Zn
49
Tabel 6. Kondisi optimum ion logam terhadap kapasitas penyerapan dan efisiensi
penyerapan
No Ion Logam Kapasitas Penyerapan
Ion (mg/g)
Efisiensi Penyerapan
(%)
1
2
Cr3+
Zn2+
136,1900
267,9427
7,9378
28,5850
Proses adsorpsi menggunakan adsorben ZM-g-PAAM, ion logam Zn2+
memiliki kapasitas adsorpsi yang lebih besar dibandingkan logam Cr3+. Fenomena
ini dapat dijelaskan dengan teori HSAB yang dikemukakan oleh pearson, yaitu
kelompok logam asam keras akan lebih suka berinteraksi dengan basa keras
sedangkan kelompok asam lunak akan lebih suka berinteraksi dengan basa lunak.
Ion logam Zn2+ merupakan asam madya dimana pada asam madya dapat
berinteraksi dengan basa keras maupun basa lunak. Maka jumlah ion logam Zn2+
yang teradsorb oleh ZM-g-PAAM akan lebih banyak karena akrilamida merupakan
polimer yang memiliki sifat basa lemah (C=O) dan basa kuat (-NH2). Jumlah ion
logam Cr3+ yang teradsorb oleh ZM-g-PAAM lebih sedikit karena dimungkinkan
logam Cr3+ cenderung hanya berinteraksi dengan gugus –NH2 yang merupakan
basa keras.
Gambar 19. Mekanisme pengkelatan ion logam (Figueiredo dan Quintelas, 2014)
50
Gambar 19 pada mekanisme pengkelatan ion logam menjelaskan bahwa
peningkatan kemampuan ZM-g-PAAM dalam menyerap ion logam Cr3+ dan Zn2+
disebabkan karena gugus-gugus –NH2 dan C=O yang terdapat dalam komposit
sehingga mampu membentuk kompleks kelat yang stabil dengan ion logam berat
Cr3+ dan Zn2+. Mekanisme adsorpsi yang terjadi antara gugus –NH2 dan C=O
dengan ion logam dimungkinkan melalui mekanisme pembentukan kompleks
koordinasi, karena atom N pada gugus -NH2 dan atom O pada gugus C=O
mempunyai pasangan elektron bebas. Ion ion Cr3+ dan Zn2+ akan berinteraksi kuat
dengan anion yang bersifat basa kuat seperti –NH2 dan C=O membentuk ikatan
kompleks melalui ikatan kovalen (Suhartini, 2013).
51
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil analisis data penelitian yang telah dilakukan maka, dapat
disimpulkan yaitu :
1. Dosis dan laju dosis berpengaruh terhadap persentase grafting komposit,
didapatkan persentase grafting tertinggi pada dosis radiasi 25 kGy dan laju
dosis 6 kGy/jam terhadap komposit ZM-g-PAAM sebesar 34,50%.
2. Adanya perubahan gugus fungsi pada komposit ZM-g-PAAM yang
mengindikasikan keberhasilan pencangkokan yaitu pada bilangan
gelombang 3626,17 cm-1 gugus OH, 3394,72 cm-1 gugus NH2, 2974 cm-1
gugus CH2, 1659 cm-1 gugus C=C, 1651,07 cm-1 gugus C=O, 1053 cm-1
gugus T-O dan 788 cm-1 gugus O-T-O.
3. ZM-g-PAAM dapat menyerap ion logam Cr3+ dan Zn2+ serta memiliki
kapasitas adsorpsi terbaik yakni untuk Cr3+ sebesar 136,190 mg/g dengan
efisiensi 7,93% dan untuk Zn2+ sebesar 267,943 mg/g dengan efisiensi
28,58%.
5.2 Saran
Untuk mendapatkan hasil % grafting ZM-g-PAAM yang lebih tinggi perlu
dilakukan modifikasi oleh jenis silane lain, untuk mengetahui morfologi topografi
dan kristalografi dari struktur komposit ZM-g-PAAM perlu dilakukan karakterisasi
menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM).
52
DAFTAR PUSTAKA
Alberty, R. ., & Daniel, F. (1983). Kimia Fisika. Jakarta: Erlangga.
Almatsier, S. (2004). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Aloma, K., Endang, A., & Yanti, S. (1996). Kopolimerisasi Tempel Radiasi 4- vinil piridin
pada Serat Polipropilen secara Simultan dalam Medium Vakum. Prosiding
Pertemuan Ilmiah Sains Materi 1996, 295–300.
Atkins, P. ., Shriver, D. ., & Langford, C. (1990). Inorganic Chemistry. Oxford University
Press.
Atkins, P. W. (1982). Kimia Fisika 2. Jakarta: Erlangga.
Bekkum, H. V, Flanigen, E. M., & Jasen, J. C. (1991). Introduction to zeolite Science and
Practice. Amsterdam: Elsevier Science Publisher.
Buchholz, F. L., & Graham, A. T. (1998). Modern Superabsorbent Polymer Technology.
New York: Wiley-VCH.
Chapiro, A. (1962). General Aspect of Radiation Initianted Polymerization, Radiation
Chemistry of Polymer System. New York: John Wiley & Sons.
Darmono, G., & Katzhung. (1995). Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Jakarta:
Rineka Cipta.
Demir, H., Balköse, D., & Ülkü, S. (2006). Influence of Surface Modification of Fillers
and Polymer on Flammability and Tensile Behaviour of Polypropylene-Composites.
Polymer Degradation and Stability, 91(5), 1079–1085.
https://doi.org/10.1016/j.polymdegradstab.2005.07.012
Derrick, M. R., Stulik, D., & Landry, J. M. (2015). Infrared spectroscopy in Conservation
Science. In The effects of brief mindfulness intervention on acute pain experience: An
examination of individual difference (Vol. 1).
https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
Effendi, H. (2003). Telaah Kualitas Air. Yogyakarta: Penerbit Konisius.
Erizal, & Rahayu. (2009). Thermo-Responsive Hydrogel of Poli Vinyl Alcohol ( Pva ) - Co-
N- Isopropyl Acrylamide ( Nipaam ) Prepared By –
/ on-Off System. 9(1), 19–27.
Farid, M. (2011). Pengukuran Derajat Grafting Akrilamida pada Matriks Polisakarida
dengan Spektrofotometri Inframerah. IPB.
Fekete, T., Borsa, J., Takács, E., & Wojnárovits, L. (2017). Synthesis of
Carboxymethylcellulose/Starch Superabsorbent Hydrogels by Gamma-irradiation.
Chemistry Central Journal, 11(1), 1–10. https://doi.org/10.1186/s13065-017-0273-5
Figueiredo, H., & Quintelas, C. (2014). Tailored Zeolites for The Removal of Metal
Oxyanions: Overcoming Intrinsic Limitations of Zeolites. Journal of Hazardous
Materials, 274, 287–299. https://doi.org/10.1016/j.jhazmat.2014.04.012
Ginting, A. B., Anggraini, D., Indaryati, S., & Kriswarini, R. (2007). Karakterisasi
Komposisi Kimia, Luas Permukaan Pori dan Sifat Termal dari Zeolit Bayah,
Tasikmalaya, dan Lampung. Jurnal Teknik Bahan Nuklir, 3(1), 38–48.
53
Girma, K. B., Lorenz, V., Blaurock, S., & Edelmann, F. T. (2008). Synthesis and
coordination compounds of N-pyrazolylpropanamide - A versatile acrylamide-
derived ligand. Zeitschrift Fur Anorganische Und Allgemeine Chemie, 634(2), 267–
273. https://doi.org/10.1002/zaac.200700383
Hamdan, H. (1992). Introduction to Zeolites: Synthesis, Chacterization, and Modification.
Penang: Universiti Teknologi Malaysia.
Harahap, Y. (2006). Pembentukan Akrilamida dalam Makanan dan Analisisnya. III(3),
107–116.
Hegazy, E. S. A., AbdEl-Rehim, H. A., Kamal, H., & Kandeel, K. A. (2001). Advances in
radiation grafting. Nuclear Instruments and Methods in Physics Research, Section B:
Beam Interactions with Materials and Atoms, 185(1–4), 235–240.
https://doi.org/10.1016/S0168-583X(01)00834-5
Hendayan, S. (1994). Kimia Analitik Instrumen. Semarang: IKIP Semarang Press.
Hendri, J. (2000). Gabungan Aktivasi Asam Sulfat dan Pemanasan Zeolit Lampung
Terhadap Daya Ion Amonium. Jurnal Sains Dan Teknologi, 6(Jurusan Kimia-FMIPA
Universitas Lampung).
Hendri, J., Irawan, G. ., Wasinton, S., & Annisa, G. (2007). Karakteristik Film Polietilen
Tergrafting Asam Akrilat Diperoleh dengan Metoda Radiasi Gamma. Jurnal Berkala
MIPA, 17(2), 33–42.
Hermanto, S. (2009). Mengenal Lebih Jauh Teknik Analisa Kromatografi dan
Spektroskopi. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah.
Ibrahim, A. G., Hai, F. A., Wahab, H. A., & Mahmoud, H. (2016). Synthesis,
Characterization, Swelling Studies and Dye Removal of Chemically Crosslinked
Acrylic Acid/Acrylamide/N,N-Dimethyl Acrylamide Hydrogels. Amerian Journal of
Applied Chemistry, 4(6), 221–234. https://doi.org/10.11648/j.ajac.20160406.12
Irwan, G. S., Kuroda, S. ichi, Kubota, H., & Kondo, T. (2002). Effect of Monomer
Concentration on Characteristics of Methacrylic acid-grafted Polyethylene Film
Prepared by Photografting. European Polymer Journal, 38(6), 1145–1150.
https://doi.org/10.1016/S0014-3057(01)00294-4
Kazemian, H., Modarress, H., Kazemi, M., & Farhadi, F. (2009). Synthesis of Submicron
Zeolite LTA Particles from Natural Clinoptilolite and Industrial Grade Chemicals
Using One Stage Procedure. Powder Technology, 196(1), 22–25.
https://doi.org/10.1016/j.powtec.2009.06.017
Khan, G. M. A., Shaheruzzaman, M., Rahman, M. H., Abdur Razzaque, S. M., Islam, M.
S., & Alam, M. S. (2009). Surface Modification of Okra Bast Fiber and Its Physico-
Chemical Characteristics. Fibers and Polymers, 10(1), 65–70.
https://doi.org/10.1007/s12221-009-0065-1
Khan, I. A., Yasin, T., & Hussain, H. (2017). Development of Amidoxime Functionalized
Silica by Radiation-induced Grafting. Journal of Applied Polymer Science, 134(42),
1–7. https://doi.org/10.1002/app.45437
Khopkar. (2003). Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press.
Kiatkamjornwong, S., Chomsaksakul, W., & Sonsuk, M. (2000). Radiation Modification
of Water Absorption of Cassava Starch by Acrylic acid / Acrylamide. Radiation
Physics and Chemistry, 59(4), 413–427.
54
Kurniadi, T. (2010). Kopolimerisasi Grafting Monomer Asam Karakteristiknya. IPB
(Bogor Agricultural University).
Kurniawan, R., & Astuti, D. A. T. (2018). Pengaruh Radiasi Sinar Gamma dan
Konsentrasi Akrilamida terhadap Karakteristik Zeolit Termodifikasi - Poliakrilamida
sebagai Adsorben Cr dan Zn. Politeknik STMI Jakarta.
Las, T. (2006). Mengenal Mineral Zeolit. Jurnal Sains Dan Teknologi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 1(3), 64–75.
Las, T., & Zamroni, H. (2002). Application of Zeolite in Industries and Environments.
Jurnal Zeolit Indonesia, 23–30. Retrieved from
http://journals.itb.ac.id/index.php/jzi/article/view/1646
Lee, J. . (1996). Concise Inorganic Chemistry (Fifth Edit). USA: Chapman & Hall.
Lestari, D. Y. (2010). Kajian Modifikasi dan Karakterisasi Zeolit Alam dari Berbagai
Negara. Prosiding Seminar Nasional Kimia Dan Pendidikan Kimia 2010, 6.
Li, N., Cheng, W., & Pan, Y. (2017). Adsorption of Naphthalene on Modified Zeolite from
Aqueous Solution. 416–425. https://doi.org/10.4236/jep.2017.84030
Maha, M. (1985). Pengawetan Pangan dengan Iradiasi. Jakarta: BATAN.
Marjanović, V., Lazarević, S., Janković-Častvan, I., Potkonjak, B., Janaćković, D., &
Petrović, R. (2011). Chromium (VI) Removal from Aqueous Solutions Using
Mercaptosilane Functionalized Sepiolites. Chemical Engineering Journal, 166(1),
198–206. https://doi.org/10.1016/j.cej.2010.10.062
Moad, G., Chiefari, Mayadunne, R. T. ., Moad, C. ., Postma, A., Rizzardo, E., & Thang, S.
. (2002). Initiating Free Radical Polymerization. Macromol Symp, (182), 65–80.
Mockovčiaková, A., Matik, M., & Orolínová, Z. (2008). Structural Characteristics of
Modified Natural Zeolite. Journal of Porous Materials, 15(5), 559–564.
Nasef, M. M., & Hegazy, E. S. A. (2004). Preparation and Applications of Ion Exchange
Membranes by Radiation-induced Graft Copolymerization of Polar Monomers onto
Non-polar Films. Progress in Polymer Science (Oxford), 29(6), 499–561.
https://doi.org/10.1016/j.progpolymsci.2004.01.003
Palar, H. (2004). Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Jakarta: Rineka Cipta.
Pearson, R. G. (1963). Hard and Soft Acids and Bases. Journal of the American Chemical
Society, 85(22), 3533–3539. https://doi.org/10.1021/ja00905a001
Puspitasari, T. (2017). Sintetis dan Karakterisasi Material Hibrida Zeolit-Poliakrilonitril
Teramidoksimasi (Z-Amo) dengan Radiasi- γ serta Aplikasinya sebagai Adsorben ion
Pb2+. ITB.
Puspitasari, T., Oktaviani, P. D. ., Nurfilan, E., & Darwis, D. (2015). Study of Metal Ions
Removal from Aqueous Solution by Using Radiation Crosslinked Chitosan-co-
Poly(Acrylamide)-Base Adsorbent. Journal of Macromol Symp, 168–177.
Ramadhan, B., & Handajani, M. (2007). Biosorpsi Logam Berat Cr VI dengan
menggunakan Biomassa Saccharomyces Cerevisiae. ITB.
Refilda, M. ., Zein, R., & Munaf, E. (2001). Pemanfaatan Ampas Tebu sebagai Bahan
Alternatif Pengganti Penyerap Sintetik Logam-logam Berat pada Air Limbah.
Universitas Andalas.
55
Roy, D., Semsarilar, M., Guthrie, J. T., & Perrier, S. (2009). Cellulose Modification by
Polymer Grafting: A Review. Chemical Society Reviews, (38), 2046–2064.
https://doi.org/10.1039/B808639G
Sadeek, S. A., Negm, N. A., Hefni, H., & Wahab, M. A. (2015). Metal Adsorption by
Agricultural Biosorbents: Adsorption Isotherm, Kinetic and Biosorbents Chemical
Structures. International Journal of Biological Macromolecules, 81, 400–409.
Sari, M. P. (2017). Sintesis dan Karakterisasi Zeolit-Poliakrilamida sebagai Adsorben Ion
Logam Kromium dan Seng (Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta).
https://doi.org/10.1103/PhysRevB.93.140505
Sastiono, A. (1993). Perilaku Mineral Zeolit dan Pengaruhnya terhadap Perkembangan
Tanah. Institut Pertanian Bogor.
Sastroamidjojo, H. (2001). Spektroskopi. Jakarta: Erlangga.
Seetha, D. S., Raju, R., Kiran, G. A. R., Pradesh, A., & Pradesh, A. (2013). Comparison
Studies on Biosorption of Lead ( II ) from an Aqueous Solution using Anacardium
Occidentale and Carica Papaya. 1(3), 273–283.
Shi, J., Zhang, N., Zhang, C., & Wei, B. (2016). Study on the Effect of Different Modified
Zeolite to Phosphorus Activation in Red Soil. 2036–2046.
https://doi.org/10.4236/jep.2016.713158
Smith, J. V. (1984). Definition of a zeolite. Zeolites, 4(4), 309–310.
https://doi.org/10.1016/0144-2449(84)90003-4
Sokker, H. H., El-Sawy, N. M., Hassan, M. A., & El-Anadouli, B. E. (2011). Adsorption
of Crude Oil from Aqueous Solution by Hydrogel of Chitosan based Polyacrylamide
Prepared by Radiation Induced Graft Polymerization. Journal of Hazardous
Materials, 190(1–3), 359–365. https://doi.org/10.1016/j.jhazmat.2011.03.055
Stevens, M. P. (2007). Kimia Polimer (xxii; I. Sopyan, Ed.). Jakarta: Pradnya Paramita.
Stuart, B. (2004). Infrared Spectroscopy Fundamentals and Applications. Philadelphia:
Saunders College Publishing.
Suhartini, M. (2013). Modifikasi Limbah Kulit Pisang untuk Adsorben ion Logam Mn(II)
dan Cr (VI). Jurnal Sains Materi Indonesia, 14, 229–234.
Suhartini, M. (2016). Pencangkokan Secara Radiasi Asam Akrilat Pada Selulosa Dengan
Keberadaan Metil Metakrilat. Jurnal Iptek Nuklir Ganendra, 19(1705), 15–25.
Sukarta, I. N. (2008). Adsorpsi Ion Cr3+ oleh Serbuk Gergaji Kayu Albizia (Albizzia
falcata). IPB (Bogor Agricultural University).
Sutarti, M. (1998). Zeolit Tinjauan Literatur. Jakarta: Pusat Dokumentasi dan Informasi
Ilmiah LIPI.
Sutrisno, C. (2004). Teknologi Penyediaan Air Bersih. Jakarta: Rineka Cipta.
Suyani, H., Jamarun, N., Kimia, L., Terapan, A., Kimia, J., Matematikan, F., & Alam, P.
(2011). Penggunaan Zeolit sebagai Pendegradasi Senyawa Permetrin dengan Metoda
Fotolisis. Jurnal Natur Indonesia, 14(1), 14–18.
Swantomo, D., Megasari, K., & Saptaaji, R. (2008). Pembuatan Komposit Polimer
Superabsorben Dengan Mesin Berkas Elektron. Jfn, 2, 143–156.
56
Teli, M., & Waghmare. (2009). Synthesis of Superabsorbent from carbohydrate waste.
Carbohydr Polym, 78, 492–496.
Theophanides, T. (2012). Introduction to Infrared Spectroscopy. Infrared Spectroscopy -
Materials Science, Engineering and Technology, (April 2012).
https://doi.org/10.5772/49106
Underwood, & Day, R. A. (1986). Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta: Erlangga.
Widowati, W., Astiyana, S., & Jusuf, R. (2008). Efek Toksik Logam, Pencegahan dan
Penanggulangan Pencemaran. Yogyakarta.
Winarno, F, G., & D, Fardiaz. (1980). Pengantar Teknologi Pangan. Jakarta: PT Gramedia.
Wojnárovits, L., Földváry, C. M., & Takács, E. (2010). Radiation-induced Grafting of
Cellulose for Adsorption of Hazardous Water Pollutants: A review. Radiation Physics
and Chemistry, 79(8), 848–862. https://doi.org/10.1016/j.radphyschem.2010.02.006
Yi, S., Su, Y., & Wan, Y. (2010). Preparation and Characterization of Vinyltriethoxysilane
(VTES) Modified Silicalite-1/PDMS Hybrid Pervaporation Membrane and Its
Application in Ethanol Separation from Dilute Aqueous Solution. Journal of
Membrane Science, 360(1–2), 341–351.
https://doi.org/10.1016/j.memsci.2010.05.028
Yuanita, D. (2009). Hidrogenasi Katalitik Metil Oleat menjadi Stearil Alkohol
Menggunakan Katalis Ni/Zeolit Alam. Prosiding Seminar Nasional Kimia UNY.
Yogyakarta.
Yuanita, D. L., & Triyono. (2009). Hidrogenasi Katalitik Metil Oleat Menjadi Stearil
Alkohol Menggunakan Katalis Ni/Zeolit Alam. Prosiding Seminar Nasional Kimia
UNY. Retrieved from
http://dailymed.nlm.nih.gov/dailymed/archives/fdaDrugInfo.cfm?archiveid=8285#s
ection-8.8
Zhang, W., Xia, C., Li, L., Ren, Z., Liu, J., & Yang, X. (2014). Preparation and Application
of a Novel Ethanol Permselective Poly(vinyltriethoxysilane) Membrane. RSC
Advances, 4(28), 14592–14596. https://doi.org/10.1039/c3ra47623e
57
LAMPIRAN
Lampiran 1. Sintesis ZM-g-PAAM
Tabel 7. Data % Grafting ZM-g-PAAM konsentrasi 40%
Dosis
iradiasi
(kGy)
Bobot
Zeolit
(g)
Bobot
Akrilamida
(g)
Bobot
ZM-PAM
setelah
radiasi (g)
Bobot ZM-
PAM
setelah
pencucian
Grafting
(%)
Laju dosis 2 kGy
10 1,0055 1,0315 1,3526 1,2327 22,5957%
15 1,0115 1,0248 1,3123 1,2458 23,1636%
25 1,0256 1,0706 1,3899 1,2999 26,7453%
75 1,0290 1,0359 1,3246 1,2558 22,0408%
Laju dosis 6 kGy
10 1,0015 1,0485 1,3851 1,2638 26,1907%
15 1,0100 1,0240 1,4152 1,2957 28,2871%
25 1,0115 1,0399 1,4567 1,3605 34,5032%
75 1,0059 1,0254 1,3506 1,2796 27,2094%
58
Lampiran 2. Perhitungan % Grafting Komposit ZM-g-PAAM
Contoh Perhitungan % Grafting
1. % Grafting =𝑊𝑔−𝑊0
𝑊0× 100%
Keterangan :
Wg = bobot kering ZM-PAAM setelah pencangkokan (gram)
W0 = bobot kering awal zeolit modifikasi (gram)
10 kGy laju dosis 2 kGy/jam
% Grafting = (1,2327−1,0055)
1,0055× 100%
= 22,5957%
10 kGy laju dosis 6 kGy/jam
% Grafting = (1,2638−1,0015)
1,0015× 100%
= 26,1907%
59
Lampiran 3. Contoh Perhitungan Pembuatan Larutan Logam
1. Pembuatan Larutan Induk 2000 mg/L
Ditimbang logam Cr(NO3)3.9H2O dan Zn(NO3)2.6H2O sebanyak yang telah
dihitung dibawah ini, kemudian ditambahkan akuades/larutan buffer sambil
diaduk dan dimasukkan ke dalam labu ukur, setelah itu ditera tanda batas
dan dihomogenkan.
a. Diketahui: Mr Cr(NO3)3.9H2O = 400,15 g/mol
Ar Cr = 51,996 g/mol
Ditanyakan: Massa Cr(NO3)3.9H2O yang dibutuhkan untuk
membuat larutan induk 1500 ppm
Penyelesaian: Mr Cr(NO3)3.9H2O × 2000 mg Cr
Ar Cr
= 400,15
51,996 × 2000 mg Cr
= 15391,56 mg = 15,3915 gram
b. Diketahui: Mr Zn(NO3)2.4H2O = 261,44 g/mol
Ar Zn = 62,38 g/mol
Ditanyakan: Massa Zn(NO3)2.6H2O yang dibutuhkan untuk
membuat larutan induk 2000 ppm
Penyelesaian: Mr Zn(NO3)3.4H2O × 2000 mg Cr
Ar Zn
= 261,44
62,38 × 2000 mg Cr
= 7997,5 mg = 7,9975 gram
60
2. Pembuatan Variasi Konsentrasi Larutan Logam
Rumus pengenceran larutan
V1 × N1 = V2 × N2
Keterangan :
V1 = Volume larutan yang akan dipipet
N1 = Konsentrasi larutan induk
V2 = Volume larutan 2
N2 = Konsentrasi larutan 2
a. Larutan logam 1500 ppm
V 1 × 2000 ppm = 100mL × 1500 ppm
V 1= 75 mL
b. Larutan logam 1250 ppm
V 1 × 2000 ppm = 100mL × 1250 ppm
V 1= 62,5 mL
c. Larutan logam 1000 ppm
V 1 × 2000 ppm = 100mL × 1000 ppm
V 1= 50 mL
d. Larutan logam 750 ppm
V 1 × 2000 ppm = 100mL × 750 ppm
V 1= 37,5 mL
e. Larutan logam 500 ppm
V 1 × 2000 ppm = 100mL × 500 ppm
V 1= 25 mL
f. Larutan logam 250 ppm
V 1 × 2000 ppm = 100mL × 250 ppm
V 1= 12,5 mL
g. Larutan logam 100 ppm
V 1 × 2000 ppm = 100mL × 100 ppm
V 1= 5 mL
61
Lampiran 4. Penyerapan Ion Logam Cr3+ dan Zn2+
Tabel 8. Data Penyerapan Ion Logam Cr3+
Adsorben Bobot
Adsorben
(mg)
Konsentrasi
Awal Ion
Logam
(ppm)
Konsentrasi
Akhir Ion
Logam
(ppm)
Kapasitas
Adsorpsi
(mg/g)
Efisiensi
Adsorpsi
(%)
ZM-g-
PAAM
20,2
20,2
20,2
20,2
471,7896
779,1826
1032,1010
1372,5690
428,9879
728,5998
985,4078
1263,6170
53,5021
63,2285
58,3665
136,1900
9,0722%
6,4917%
4,5240%
7,9378%
Tabel 9. Data Penyerapan Ion Logam Zn2+
Adsorben Bobot
Adsorben
(mg)
Konsentrasi
Awal Ion
Logam
(ppm)
Konsentrasi
Akhir Ion
Logam
(ppm)
Kapasitas
Adsorpsi
(mg/g)
Efisiensi
Adsorpsi
(%)
ZM-g-
PAAM
20,2
20,2
20,2
20,2
470,2795
747,5601
990,7558
1171,691
356,8188
660,3532
791,6238
836,7626
141,8258
109,0086
248,915
267,9427
24,1262%
11,6655%
20,0989%
28,5850%
62
Lampiran 5. Contoh Perhitungan Kapasitas Adsorpsi dan Efisiensi Adsorpsi
1. Kapasitas Adsorpsi ZM-g-PAAM
Rumus perhitungan kapasitas adsorpsi :
ɋe (mg/g) = (C0−C𝑡)
W × V
Keterangan :
Ϥe = kapasitas penyerapan ion logam (mg/g)
C0 = konsentrasi awal ion logam (mg/L)
Ct = konsentrasi akhir ion logam (mg/L)
V = volume larutan ion logam (L)
W = bobot adsorben (g)
a. Logam Cr3+ 1000 ppm
ɋe (mg/g) 1000 ppm = ( 1032,101 − 985,4078)
0,02 × 0,025
= 58,3665 mg/g
2. Efisiensi Adsorpsi ZM-g-PAAM
Rumus perhitungan kapasitas adsorpsi :
ε (%) = (C0−C𝑡)
C0 × 100%
Keterangan :
ε = efisiensi penyerapan (%)
C0 = konsentrasi awal ion logam (mg/L)
Ct = konsentrasi akhir ion logam (mg/L)
a. Logam Cr3+ 1000 ppm
ε (%) 1000 ppm = (1032,101 − 985,4078)
1032,101 × 100
= 4,5240%
63
Lampiran 6. Kurva Kalibrasi
Tabel 10. Kurva Standar Logam Kromium (Cr)
No Konsentrasi Logam
(ppm)
Absorbansi (A)
1
2
3
4
500
750
1000
1250
1,9340
1,9496
1,9617
1,9728
y = 5E-05x + 1,9096R² = 0,9935
1,93
1,94
1,95
1,96
1,97
1,98
250 500 750 1000 1250
Ab
sorb
ansi
(A
)
Konsentrasi (ppm)
64
Tabel 11. Kurva Standar Logam Seng (Zn)
No Konsentrasi Logam (ppm) Absorbansi (A)
1
2
3
4
100
250
500
750
1,6973
1,8873
2,0517
2,1334
y = 0,000651x + 1,68189R² = 0,9318
1,5
1,6
1,7
1,8
1,9
2
2,1
2,2
0 250 500 750
Ab
sorb
ansi
(A
)
Konsentrasi (ppm)
65
Lampiran 7. Dokumentasi Penelitian
FTIR Irradiator Gamma cell Soklet
Alat Seal Penyaringan ZM Penambahan AAM
pada ZM
ZM-PAAM sebelum
radiasi
ZM-g-PAAM setelah
pencucian
ZM-g-PAAM setelah
pencucian
66
BIODATA MAHASISWA
IDENTITAS PRIBADI
Nama Lengkap : Mutia Dewi
Tempat, Tanggal Lahir : Tangerang, 20 Juni 1996
NIM : 11140960000048
Anak ke : 3 dari 4 bersaudara
Alamat Rumah : Jl. H.Aba no 6 Sawah Dalam RT 001/04
Panunggangan Utara, Pinang Kota Tangerang.
Banten 15143
Telp/Hp : 087889026208
E-mail : [email protected]
PENDIDIKAN FORMAL
Sekolah Dasar : SDN Cikokol 4 Tangerang (Lulus Tahun 2008)
Sekolah Menengah Pertama : SMPN 14 Tangerang (Lulus Tahun 2011)
SLTA/SMK : SMAN 6 Tangerang (Lulus Tahun 2014)
Perguruan Tinggi : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (Masuk Tahun
2014)
PENDIDIKAN NON FORMAL
Kursus/Pelatihan
Sistem Managemen Mutu (ISO
9001:2008)
: No. Sertifkat
Sistem Managemen Lab (ISO
9001:2008)
: No. Sertifikat
67
PENGALAMAN KERJA
Praktek Kerja Lapangan (PKL) : Batan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN)
Tahun 2017
Judul (PKL) : Pengaruh pH pada Sifat Distribusi
Ukuran Nanopartikel Apoferritin Menggunakan
PSA Metode DLS
SEMINAR/LOKAKARYA