PENCANDRAAN TUMBUHAN · 2020. 6. 8. · inisiasi prototype hutan pembelajaran ini. Bahan ajar ini...
Transcript of PENCANDRAAN TUMBUHAN · 2020. 6. 8. · inisiasi prototype hutan pembelajaran ini. Bahan ajar ini...
i
PENCANDRAAN TUMBUHAN berbasis
Prototype Hutan Pembelajaran
ii
Hak Cipta pada penulis
Hak Penerbitan pada penerbit
dilarang memperbanyak/memproduksi sebagian atau seluruhnya dalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis dari pengarang dan/atau penerbit.
Kutipan pasal 72:
Sanksi pelanggaran Undang-undang Hak Cipta (UU No. 10 Tahun 2012)
1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan
perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1)
atau Pasal (49) ayat (1) dipidana dengan pidana penjara
masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/(atau) denda
paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau
pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan atau dendan
paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).
2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan,
mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan
atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), dipidana dengan pidana paling
lama 5 (lima) tahun dan/ atau denda paling banyak Rp.
500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).
iii
MUHFAHROYIN
PENCANDRAAN TUMBUHAN berbasis
Prototype Hutan Pembelajaran
iv
PENCANDRAAN TUMBUHAN berbasis Prototype Hutan Pembelajaran
Penulis Muhfahroyin
Desain Cover Laduny Creative Team
Lay Out Laduny Creative Team
ISBN. 978-602-6539-67-0 Viii + 59 hal; 15x23
Dicetak dan diterbitkan oleh: CV. LADUNY ALIFATAMA (Penerbit Laduny) Anggota IKAPI
- Perum JSP Blok V 6 No. 11 Tejoagung, Metro – Lampung.
- Jl. Ki Hajar Dewantara No. 49 Iringmulyo, Metro – Lampung.
Telp. : 085269012121– 085769001000 Email : [email protected]
5
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan Rahmat, Hidayah, dan Inayah kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisanbahan ajar pemanfaatan
inisiasi prototype hutan pembelajaran ini. Bahan ajar ini disusun
sebagai salah satu kelengkapan penelitian yang dibiayai oleh Ditlitabmas Ditjen Dikti Kemendikbud, sekaligus sebagai sumber informasi dan pedoman/petunjuk operasional kegiatan lapang.
Penulis merasa masih banyak kekurangan yang terdapat dalam
bahan ajar pemanfaatan inisiasi prototype hutan pembelajaran ini, sehingga kritik dan saran dari berbagai pihak senantiasa penulis harapkan, guna kesempurnaan bahan ajar ini.
Tersusunnya penelitian dan tersusunnya bahan ajar
pemanfaatan inisiasi prototype hutan pembelajaran ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, baik moral maupun material. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Direktur Riset dan Pengabdian pada Masyarakat Ditjen Dikti
Kemenristekdikti yang telah membantu penulis dalam hal bantuan dana penelitian produk terapan tahun 2017.
2. Koordinator Kopertis Wilayah II Palembang yang telah memfasilitasi sistem seleksi dan administrasi pelaksanaan penelitian ini.
3. Rektor Universitas Muhammadiyah Metro, atas dukungan moral, motivasi, dan ijin penggunaan lahan yang diberikan kepada penulis.
4. Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Universitas Muhammadiyah Metro, yang telah berkenan mengarahkan dan memantau penelitian ini.
5. Semua tim peneliti, para observer, tenaga teknisi, dosen, dan para mahasiswa asisten yang terlibat dalam penelitian dan penulisan bahan ajar ini.
6. Pihak-pihak lain yang turut membantu penelitian dan penulisan bahan ajar ini, yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu dalam kesempatan ini.
6
Akhirnya penulis berharap semoga bahan ajar pencandraan tumbuhan berbasi prototype hutan pembelajaran yang sederhana ini dapat memberikan manfaat bagi dosen dan mahasiswa yang
akan melaksanakan pemanfaatan prototype hutan pembelajaran. Terima kasih.
Metro, Agustus 2017
Penulis
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................ v
DAFTAR ISI..........................................................................vii
DAFTAR LAMPIRAN.............................................................. viii
BAB I. PENCANDRAAN TUMBUHAN ...................................... 1
BAB II. INISIASI PROTOTYPE HUTAN PEMBELAJARAN ........... 13
BAB III. PEMANFAATAN PROTOTYPE HUTAN
PEMBELAJARAN ...................................................... 29
BAB IV. PENUTUP............................................................... 37
DAFTAR PUSTAKA ............................................................... 39
LAMPIRAN .......................................................................... 41
GLOSARIUM ........................................................................ 57
viii
DAFTAR LAMPIRAN
1. Peta Inisiasi Prototype Hutan Pembelajaran...................... 41
2. Contoh Petunjuk Kegiatan Lapang Penanaman
dan Pencandraan Tumbuhan Matakuliah
Pengetahuan Lingkungan ................................................ 43
3. Contoh Lembar Observasi Pemanfaatan Inisiasi
Prototype Hutan Pembelajaran Matakuliah
Pengetahuan Lingkungan .............................................. 45
4. Contoh Lembar Observasi Pemanfaatan Inisiasi
Prototype Hutan Pembelajaran Matakuliah
Morfologi Tumbuhan ...................................................... 47
5. Contoh Petunjuk Kegiatan Lapang Media Berbasis
Inisiasi Prototype Hutan Pembelajaran Matakuliah
Media Pembelajaran Biologi............................................. 49
6. Contoh Lembar Observasi Pemanfaatan Inisiasi Prototype
Hutan Pembelajaran Matakuliah Media Pembelajaran Biologi
...................................................... 51
7. Contoh Petunjuk Kegiatan Lapang Pengembangan
Bahan Ajar Biologi SMA Berbasis Inisiasi Prototype
Hutan Pembelajaran Matakuliah Telaah Biologi SMA .......... 53
8. Contoh Lembar Observasi Pemanfaatan Inisiasi
Prototype Hutan Pembelajaran Matakuliah
Telaah Biologi SMA ........................................................ 55
BAB I
PENCANDRAAN TUMBUHAN
Capaian pembelajaran:
Setelah mempelajari BAB I, mahasiswa diharapkan:
1. Mampu memahami manfaat pencandraan tumbuhan.
2. Mampu menginventarisasi karakteristik organ morfologis
tumbuhan untuk keperluan pencandraan.
3. Mampu melaksanakan pencandraan tumbuhan.
PENCANDRAAN TUMBUHAN
Pada bab ini dibahas mengenai keanekaragaman tumbuhan,
pencandraan tumbuhan, manfaat pencandraan tumbuhan,
karakteristik morfologis tumbuhan, dan tatalaksanan pencandraan
tumbuhan
A. Keaneakaragaman Tumbuhan
Keanekaragaman tumbuhan menjadi dasar para ahli biologi, khususnya ahli morfologi dan taksonomi mengenali unit dan kelompok tumbuhan dengan persamaan dan perbedaan sifat serta karakteristik yang ada. Dengan adanya persamaan dan perbedaan karakteristik inilah dapat ditentukan jenjang takson suatu tumbuhan tertentu. Suatu takson yang berbeda jenjangnya akan menentukan perbedaan tata aturan dengan pola hierartki tertentu pula. Takson yang terdiri dari banyak individu dengan sifat yang sama berada pada suatu daerah yang sama, serta memiliki kesamaan sifat dengan semua keturunannya dinamakan jenis. Dilihat dari kromosomnya, umumnya setiap individu tersebut memiliki kromosom yang sama pula. Takson inilah yang dijadikan sebagai unit dasar. Bila di dunia ini terdapat lebih dari 500 jenis tumbuhan, maka sebenarnya kita harus menyebut nama tumbuhan setiap jenis tersebut, meskipun yang sering kita jumpai hanya disebut sebagai tumbuhan saja.
Jenis tumbuhan tertentu dengan persamaan sifat tertentu pula membentuk suatu takson yang menurut hierarki ditempatkan pada kedudukan dan jejang yang lebih tinggi yang disebut dengan istilah marga (genus). Setiap marga diberi nama sebagaimana pada jenis. Berturut-turut sejumlah
marga dijadikan satu suku (familia), yang masing-masing diberi nama yang berbeda-beda pula. Beberapa suku dijadikan satu ordo, beberapa bangsa menjadi satu kelas dan seterusnya. Dalam taksonomi tumbuhan, menurut hierarkinya
dari bawah ke atas di sebut dengan istilah: jenis (species), marga (genus), suku (familia), bangsa (ordo), kelas (classis), dan divisi (divisio).
Mengenai jumlah urutan hierarki takson dan istilah- istilah yang digunakan untuk menyebutnya, demikian pula
Muhfahroyin | 1
mengenai nama yang diberikan kepada setiap takson tumbuhan, kita kenal istilah dan nama biasa serta istilah dan nama ilmiah. Nama tumbuhan biasanya diberikan dalam bahasa yang digunakan dalam komunikasi antar masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini yang dipakai adalah bahasa sehari-hari di suatu daerah atau kelompok lokal masyarakat. Sedangkan untuk memberikan nama tumbuhan pada kalangan ilmuan, digunakan nama ilmiah yang bersifat universal dan berlaku serta dapat dimengerti oleh siapa saja yang menekuni dunia ilmu pengetahuan.
Nama ilmiah yang menyangkut takson-takson tumbuhan diatur dalam Kode Internasional Tatanama Tumbuhan
(International Code Nomenclature) sebagai kesepakatan ahli ilmu tumbuhan dunia. Kode Internasional Tatanama Tumbuhan ini berisi ketentuan pemberian nama tumbuhan menurut jenjang takson masing-masing dan memuat ketentuan-ketentuan lain yang berhubungan dengan nama tumbuhan, yaitu mengenai berubahan nama akibat perubahan status takson tumbuhan, ketentuan yang menyangkut publikasi nama dan berbagai hal lainya yang mempunyai kaitan dengan taksonomi tumbuhan. Ketentuan dalam Kode Internasional Tatanama Tumbuhan itu ada yang bersifat sebagai perarturan, ada yang hanya berupa anjuran atau rekomendasi (bila terjadi pelanggaran tidak ada sanksinya).
Hal penting yang dimuat dalam Kode Internasional Tatanama Tumbuhan terkait dengan penerapan morfologi dan terminologi. Ketentuan itu merupakan persyaratan yang dituntut dalam mempublikasikan suatau takson baru. yang mengatakan bahwa nama yang diberikan kepada suatu takson baru (misalnya suatu jenis tumbuhan baru yang ditemukan di suatu daerah yang belum dikenal sebelumnya) selain harus sesuai dengan ketentuan-ketentuan pemberian nama yang berlaku, nama itu harus dipublikasikan secara valid. Publikasi yang valid harus berupa barang cetakan yang didistribusikan kepada khalayak ramai melalui jual beli, tukar menukar, atau pemberian gratis, minimal diberikan kepada perpustakaan- perpustakaan, sehingga dapat dibaca oleh ahli-ahli ilmu tumbuhan. Dalam publikasi yang valid nama takson baru yang diperkenalkan kepada publik itu harus disertai beberapa hal,
2 | Pencandraan Tumbuhan
yaitu: disertai dengan deskripsi atau sekurang-kurangnya diagnosinya yang ditulis dalam bahasa Latin.
Berdasarkan ketentuan tersebut dapat dengan mudah dipahami, karena bagi siapapun nama saja tanpa deskripsi tidak membahas apapun. Orang yang mendengar atau
membaca nama itu tidak dapat menggambarkan apa dan bagaimana wujud dan sifat-sifat objek yang diberi nama tersebut. Di sinilah letak pentingnya mengkaji morfologi tumbuhan sehingga dengan itu dapat digambarkan wujud atau bentuk tumbuhan yang diberi nama itu. Seperti kita ketahui dalam memberikan gambaran mengenai wujud atau bentuk suatu objek, tidak terkecuali tumbuhan digunakan istilah yang berupa kata-kata atau rangkaian kata-kata tertentu untuk mengungkapkan makna yang tertentu pula.
Mempublikasikan nama suatu takson baru sampai saat ini masih dipersyaratkan deskripsi atau sekurang-kurangnya diagonisnya dalam bahasa Latin. Oleh karena itu, masih sangat diperlukan pengetahuan mengenai morfologi tumbuhan dalam bahasa Latin. Selain untuk dapat memahami deskripsi-deskripsi asli takson-takson baru yang ditulis dalam bahasa Latin, bila diperlukan dapat pula pengetahuan peristilahan morfologi dalam bahasa Latin itu digunakan untuk menyusun deskripsi atau diagonis dalam publikasi suatu nama takson tumbuhan baru yang ditemukan.
Untuk mempelajari taksonomi tumbuhan sangat dibutuhkan kajian morfologi dan terminologi. Hal ini menyangkut dalam mengenal atau identifikasi pada awalah atau pertama kali dipublikasikan hasil temuan tumbuhan species yang benar-benar baru maupun untuk pengulangan identifikasi, misalnya identifikasi morfologis tumbuhan oleh mahasiswa yang belum mengenal tumbuhan tertentu, tetapi para ahli mmorfologi dan taksonomi telah mengenal tumbuhan tersebut. Tumbuhan tersebut sebenarnya telah diberi nama dan pencandraannya, dan telah dipublikasikan dalam forum ilmiah atau publikasi ilmiah berupa jurnal.
Di dunia ini jumlah dan jenis tumbuhan yang kita kenal
sebenarnya sangat banyak, meskipun kita mengenalnya hanya
didasarkan pengamatan visual dan terbatas pada daya ingat
kita saja. Kita cukup mengenal jenis tumbuhan yang tumbuh
Muhfahroyin | 3
di lingkungan sekitar kita, itupun tidak mengenal secara detail
karakteristiknya. Ahli- taksonomi pun tidak akan mampu
mengenali semua jenis tumbuhan di bumi ini, mengingat
jumlahnya yang terlalu banyaik, sehingga belum semuanya
diidentifikasik dan dideskripsikan. Di Indonesia, yang kekayaan
tumbuhannya diperkirakan mencapai 10-15% kekayaan dunia
yaitu antara 30-40 ribu jenis tumbuhan-tumbuhan pun belum
semuanya diketahui dan diidentifikasi.
Tumbuhan yang sudah dikenal oleh para ahli termuat
dalam karya-karya ilmiah yang berupa flora atau monografi.
Flora merupakan sebuah buku yang memuat berbagai
informasi mengenai semua jenis tumbuhan yang ada di
wilayah itu, sedangkan monografi merupakan suatu karya
ilmiah yang memuat informasi mengenai jenis-jenis tumbuhan
yang termasuk dalam suatu unit (takson) tertentu. Baik flora
maupun monografi sering dijadikan suatu sarana identifikasi
yang berupa kunci atau tabel untuk dapat mengenali jenis-
jenis tumbuhan yang nama dan berbagai informasi lainya.
Kunci atau tabel itu memuat serentetan pertanyaan-
pertanyaan yang bila sudah terjawab akan memberitahukan
nama jenis tumbuhan yang ditanyakan. Oleh karena itu kunci
atau tabel itu disebut pula kunci deteriminasi atau kunci
identifikasi. Pertanyaan-pertanyaan yang tersusun sebagai
tabel deteriminasi itu merupakan pertanyaan yang sebagai
besar mengenai hal-hal lain seperti misalnya mengenai habitat
dan sebagainya. Tumbuhan yang belum kita kenal, tetapi oleh
ahli tumbuhan sudah dikenal dan termuat dalam sebuah flora
dan monografi dapat kita kenali dengan menggunakan kunci
determinasi yang ada di dalam buku tersebut. Untuk dapat
menggunakan kunci determinasi itu, diperlukan penguasaan
morfologi dan terminologi tumbuhan, di samping ketajaman
obsevasi dan ketelitian pengamatan untuk mendeskripsikan
suatu jenis tumbuhan.
Dalam rangka mendeskripsikan suatu jenis tumbuhan
serta dalam penyusunan kunci determinasi, tidak boleh
4 | Pencandraan Tumbuhan
dilakukan secara sembarang, tetapi harus menggunakan cara
sehingga deskripsi atau diagonis dan kunci determinasi itu
tertata secara sistematis, sehingga memudahkan pembaca dan
penggunanya suatu saat di masa depan.
Untuk memberikan panduan dan memudahkan proses
pencandraan tumbuhan, berikut ini diberikan petunjuk
menyusun pencandraan suatu tumbuhan berdasarkan organ-
organ tumbuhan yang dapat diamati secara morfologis.
B. Perawakan Tumbuhan (Habitus)
Apabila kita ingin mencandra tumbuhan, faktor penting
sebagai awal mencandra adalah menentukan perawakan
(habitus) tumbuhan tersebut. Habitus tersebut meliputi pohon,
semak, atau herba. Setelah itudilanjutkan dengan panjang
umurnya, misalnya setahun, dua tahun, atau tumbuhan
menahun. Selanjutnya apakah ada bagian-bagian lain selain akar
yang ada dalam tanah (yang spesifik untuk tanaman ini),
misalnya adanya umbi, rimpang dan lainnya.
Mengenai tempat yang dapat bersesuaian dengan
tumbuhan tersebut juga dapat dijadikan bahan deskripsi,
sebagai aspek ekologi, misalnya hidup di rawa, tepi kali,
sepanjang pantai, tanah pasir, atau tanah kapur, tingginya
tempat hidup dari permukaan air laut, iklim yang cocokdan
lainnya.
C. Mencandra Akar Tumbuhan
Untuk mencandra akar, dapat diamati dari susunan akar,
yaitu akar tanggung atau akar serabut. Akar tunggang dapat
diamati ada tau tidak akar pokoknya, percabangan akarnya,
bentuk dan sifat-sifatnya lain, misalnya warna, bau, dan rasanya.
Akar cabang dapat diamati jumlahnya, susunannya, besarnya
sudut dengan akar induk. Selanjutnya seperti akar tanggung.
Demikian pula akar serabut dapat dideskripsi jumlah
susunannya, ukuran dan lainnya seperti akar tunggang di atas.
Muhfahroyin | 5
D. Mencandra Batang Tumbuhan
Mencandra batang tumbuhan dapat dimulai dengan
mengamati ada tidaknya batang pokok, jauh atau dekatnya
mulai ada percabangan, adanya akar banir, cara
percabanaganya, dan lainnya. Arah tumbuh tegak batang,
misalnya berbaring, merayap, memanjat, membelit, atau
lainnya. Bentuk dan sifat-sifat lainnya, misalnya bulat, persegi,
segi tiga, lunak, bekayu, atau berair. Lalu ukuranya dan ruas-
ruas yang ada pada batang tersebut. Permukaanya. Adanya alat-
alat lain misalnya duri, rambut, sayap, rigi-rigi, kelenjar, lentisel,
bergetah atau tidak, dan lainnya. Untuk cabang dari batang
dapat dideskripsikan seperti pada desjripsi batang tumbuhan.
E. Mencandra Daun Tumbuhan
Dilihat dari susunannya, daun tumbuhan dapat
terdeskripsi menjadi beberapa sifat, yaitu daun tunggal atau
majemuk. Bila tumbuhan tersebut memiliki sifat daun
majemuk, maka selanjutnya dapat diamati lagi tipe
majemuknya misalnya menjari, menyirip ganda atau tunggal,
bertipe genap atau gasal, sempurna atau tidak sempurna.
Apabila diamati dari tata letaknya, posisi daun dapat
beseling, tersebar, berkarang. Selanjutnya apabila tersebar
mengikuti rumus berapa per berapa. Sehubungan dengan alat
tambahan, dapat dideskripsi dari adanya alat-alat tambahan
tersebut, yaitu daun penumpu, selaput bumbung, dan lidah-
lidah. semua diuraikan bentuknya, dan lainnnya.
Khusus untuk daun tunggal dapat diberikan deskripsi
berdasarkan bagian-bagiannya, yaitu: 1) Upih daun, meliputi:
bentuk, ukuran, terbuka, memeluk batang, dan lainnya.
2)Tangkai daun, meliputi: ada atau tidak tangkai daun, bentuk,
ukuran, letaknya di pangkal atau ujung, ada atau tidaknya sayap,
alur, bersendi atau tidak, warnanya, permukaan, adanya
rambut, sisik, kelenjar, dan lainnya. 3) Helaian daun,
meliputi bangunnya (bulat, jorong, memanjang dan lainnya),
6 | Pencandraan Tumbuhan
ukuran, susunan tulang tulang (menjari, menyirip, sejajar ,
melengkung), pangkal dan ujung daun (tumpul, berlekuk,
runcing, meruncing, rompang), tepi daun (rata, bergigi,
bergigi, berombak, berlekuk, bercangap, berbagi), sifat-sifat
lain (tipis seperti selaput, tebal berdaging, seperti berlulang, alat-
alat tambahan pada helaian daun, misalnya rambut- rambut,
duri, sisik-sisik dan lainnya.
F. Mencandra Bunga Tumbuhan
Keberadaan, tempat, dan susunan buah, buah tunggal
atau majemuk, letak di ujang batang atau di ketiak daun.
Perantara dan cara penyerbukan, meliputi anemofili,
entomofili, ornitofili, atau lainya. Untuk bunga tunggal dapat
dideskripsikan beberapa hal sebagai berikut:
1. Tangkai bunga: bentuk, ukuran, dan ciri-ciri lainnya,
2. Daun pelindung: bentuk, ukuran, warna, dan ciri-ciri
lainnya,
3. Daun-daun pembalut: susunan, jumlah, bentuk, warna dan
ciri-ciri lainnya,
4. Kelopak: jumlah dan kelopak, susunan, bentuk, dan ciri-ciri
lainnya,
5. Kelopak tambahan: ada atau tidak, ada atau tidak daun
pembalut, dan ciri-ciri lainnya,
6. Mahkota bunga: seperti pada kelopak, dimungkinkan
tentang warna, berlekatan dengan tangkai-tangkai sari
atau tidak, dan ciri-ciri lainnya,
7. Benang sari; jumlah, susunan, pelekatan dengan mahkota
(berseling atau berhadapan), tambahannya: heterostili,
protandri, dan ciri-ciri lainnya,
Khusus benang sari dapat dideskripsikan antara lain:
8. Perlekat tangkainya, bentuknya, dan ciri-ciri lainnya,
9. Deskripsi kepala sari: bentuk, jumlah ruang, posisi
duduknya pada tangkai sari, menghadap ke dalam atau
luar, cara membuka, dan ciri-ciri lainnya.
Muhfahroyin | 7
Khusus putik dapat dideskripsikan antara lain:
1. Jumlah, susunan, bentuk, ukuran, posisi duduknya, dan
ciri-ciri lainnya.
2. Bakal buah: terdiri atas beberapa helai daun buah, duduknya, jumlah ruang, berambut, bersisik, dan
3.
sebagainya.
Tangkai putik: bentuk, ukuran, dan ciri-ciri lainnya.
4. Kepala putik: jumlah, bentuk, dan ciri-ciri lainnya.
5. Diagram dan rumus bunga.
Untuk bunga majemuk dapat dideskripsikan apakah
termasuk bunga majemuk berbatas atau tidak berbatas, bentuk
bunga misalnya bunga bulir, tandan, payung atau lainya),
tempatnya, ukuran dan ciri-ciri lainnya.
G. Mencandra Buah
Deskripsi buah dapat diamati dari jenis buah, yaitu buah
sejati, buah semu, buah kering, buah berdaging, buah tunggal,
buah majemuk, buah berganda, warna buah pada saat waktu
muda dan setelah masak, termasuk buah yang dapat dikonsumsi
atau tidak, rasa buah menurut manusia, termasuk buah beracun
atau tidak.
H. Mencandra Biji
Perlu dihitung jumlah biji dalam buah. Jumlah biji dalam
setiap ruang. Bentuk biji, ukuran, warna, sifat lainnya. Inti biji
bentuk lembaga (tebal, tipis, bengkok, atau lurus,). Ada tidaknya
putih lembaga. Sifat putih lembaganya.
I. Mencandra Alat-alat Tumbuhan Lainnya
Untuk memberikan informasi tambahan tentang deskripsi
yang terdapat pada tumbuhan, selain yang sudah disebutkan,
dapat pula ditambahkan beberapa hal apabila ditemukan alat-
alat lainnya, misalnya:
8 | Pencandraan Tumbuhan
1. Kuncup: tempatnya, jenisnya, keadaannya telanjang atau
tertutup, dan lainnya.
2. Alat-alat pembelit: cabang pembelit, daun pembelit, atau
akar pembelit.
3. Alat-alat memanjat lainnya: pengait, akar pelekat, duri.
4. Duri: duri tempel, duri sejati, tempatnya, dan lainnya,
5. Rambut gatal: bentuknya, tempatnya, dan lainnya.
6. Metamorfosis alat-alat mempunyai fungsi khusus: piala,
gelembung untuk menangkap serangga, alat-alat
pengapung dan lainnya.
Informasi deskriptif tambahan tersebut dapat
menjadikan pencandraan lebih spesifik sebagai pembeda
tumbuhan satu dengan lainnya. Pencandraan tersebut dapat
diterapkan dari segi morfologi dan termonologi dalam
kegiatan-kegiatan yang tercangkup pengamatan morfologi
tumbuhan.
Rangkuman
Di dunia ini terdapat beranekaragam tumbuhan. Para ahli
tumbuhan telah mengidentifikasi dan memberi nama terhadap
sebagian tumbuhan dan telah mencandra untuk kepentingan ilmu
pengetahuan. Untuk memudahkan pemanfaatan dalam dunia
pengetahuan, telah diidentifikasi secara morfologis pencandraan
tumbuhan. Pencandraan tumbuhan ini sangat bermanfaat untuk
penelitian dan pengembangan khasanah tumbuhan dam dunia
pembelajaran. Identifikasi karakteristik morfologis tumbuhan
tersebut meliputi pencandraan pada akar, batang, daun, bunga,
buah, dan biji. Hasil pencandraan menunjukkan bahwa setiap
jenius tumbuhan memiliki persamaan dan perbedaan karakteristik.
Bagi mahasiswa pendidikan biologi dapat memanfaatkan
lingkungan sekitar untuk belajar mengaplikasikan tatalaksana
pencandraan tumbuhan.
Muhfahroyin | 9
Tugas
1. Apakah manfaat pencandraan tumbuhan bagi mahasiswa
Pendidikan Biologi?
2. Coba Anda inventarisasi, karakteristik organ morfologis
tumbuhan untuk keperluan pencandraan!
3. Lakukan pencandraan tumbuhan yang ada pada prototype
hutan pembelajaran!
10 | Pencandraan Tumbuhan
DAFTAR PUSTAKA Abdillah, M. 2001. Agama Ramah Lingkungan. Jakarta:
Paramadina.
Almadi, I. 2009. Strategi Pengembangan Hutan Kota sebagai
Sumber Belajar Biologi SMA di Kota Banjarbaru. Malang: PPS
Universitas Brawijaya.
Aunillah. N.I. 2011. Panduan Menerapkan Pendidikan Karakter di Sekolah. Jakarta: Laksana
Depdiknas. 2002. Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning). Jakarta: Ditjen Dikdasmen Depdiknas.
Depdiknas. 2007. Petunjuk Teknis Pengembangan Silabus Biologi. Jakarta: Ditjen Manajemen Dikdasmen Depdiknas.
Hadiat. 1994. Pendidikan Sains, Teknologi, dan Masyarakat di Indonesia. Bandung: Pusat Pengembangan Penataran Guru Ilmu Pengetahuan Alam.
Isjoni. 2007. Paradigma Pembelajaran Bermakna. Bandung: Falah
Production.
Depdiknas. 2010. Rencana Induk Pengembangan Karakter Bangsa. Jakarta: Depdiknas.
Koesoema. A.D. 2007. Pendidikan Karakter. Jakarta: Grasindo
Lickona, T. 1991. Educating for Character; How Our Schools can Teach Respect and Responsibility. New York: Bantam Books.
Muhfahroyin. 2007. Pendekatan Contextual Teaching and Learning untuk Mengintegrasikan Nilai-nilai IMTAQ dalam Pembelajaran Biologi di SMAN 1 Trimurjo Lampung Tengah.
Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran. Volume 5 Nomor 1 Maret 2007.
Muhfahroyin. 2009. Science Process Skills dalam Pembelajaran
Biologi Konstruktivistik. Majalah Ilmiah Mentari Lembayung. Volume 13 Nomor 2 Nopember 2009.
Muhfahroyin. 2010. Lingkungan Hidup: Wasiat masa Depan. Majalah Ilmiah Mentari Lembayung. Volume 14 Nomor 1 April 2009.
Muhfahroyin | 11
Sanaky, H.A.H. 2011. Media Pembelajaran. Yogyakarta: Kaukaba Dirgantara.
Salladien. 2009. Pendidikan Lingkungan Hidup senbagai Salah Satu Upaya Mengtasi Semakin Rapuhnya Sistem Lingkungan Kita di Era Milenium. Makalah Disajikan dalam Seminar Nasional Pendidikan Lingkungan Hidup pada tanggal 20 Juni 2009. Malang: Universitas Negeri Malang.
Soedarsono, S. 2002. Character Building; Membentuk Watak. Jakarta: Elex Media Komputindo.
Sugiyono, T. 2010. Peningkatan Karakter Peserta Didik Peduli
Lingkungan pada Pembelajaran IPA Bervisi SETS (Science,
Evironment, Technology and Society). Semarang: SD Negeri
Sarirejo.
Suparlan. 2010. Pendidikan Karakter dan Kecerdasan. Online. http://www.suparlan. com/pages/posts/pendidikan-karakter- dankecerdasa-288.php.
Suryantini, S. 2011. Pentingnya Pendidikan Karakter. (Online).
Http://Skp. Unair. Ac.Id/Repository/Guru-
Indonesia/Pendidikankarakter_Hjsrisuryantinispd _92 75.Pdf.
Diakses 10 Maret 2012.
Thiagarajan, S. 1985. Development Research Model in Education.
Boston: Allyn and Bacon.
Utomo, P. 2011. Pemanfaatan Lingkungan sebagai Sumber Belajar
untuk Anak Usia Dini. (Online).
http://ilmuwanmuda.wordpress.com/pemanfaatan-
lingkungan-sebagai-sumber-belajar-untuk-anak-usia-dini/.
Diakses 10 Maret 2012.
Witoelar, R. 2008. Laporan Hasil-hasil Pelaksanaan COP 13.CMP 3 United Nation Conference on Climate Change. Jakarta: Kementerian Negara Lingkungan Hidup.
Zubaedi. 2011. Desain Pendidikan Karakter, Konsepsi dan Aplikasinya dalam Lembaga Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup.
12 | Pencandraan Tumbuhan
BAB II PENCANDRAAN
TUMBUHAN
Capaian pembelajaran: Setelah mempelajari BAB II, mahasiswa diharapkan:
1. Mampu memahami lingkungan sebagai wahana pembelajaran.
2. Mampu menginventarisasi potensi lingkungan untuk prototype
hutan pembelajaran.
3. Mampu mengembangkan prototype hutan pembelajaran
sebagai salah satu sumber belajar.
INISIASI PROTOTYPE HUTAN PEMBELAJARAN
Pada bab ini dibahas mengenai lingkungan sebagai wahana
pembelajaran. Tatacara menginventarisasi potensi lingkungan
untuk prototype hutan pembelajaran. Tahap-tahap pengembangan
prototype hutan pembelajaran sebagai salah satu sumber belajar.
A. Deskripsi dan Pengembangan Protoptype Hutan
Pembelajaran
Protoptype Hutan Pembelajaran adalah sebuah
rancang bangun awal (inisiasi) sebuah sumber belajar
lingkungan berkarakter hutan yang dapat dimanfaatkan
sebagai sumber belajar dan pembelajaran. Inisiasi Protoptype
Hutan Pembelajaran ini dikembangkan menggunakan 4D
Models yang diadaptasi dari Thiagarajan (1985), dengan
langkah-langkah pengembangan sebagai berikut.
1. Define (Pendefinisian)
Tahap define (pendefinisian) ini dilakukan dengan
analisis konsep dan analisis kebutuhan mengenai karakter
peduli lingkungan dan wahana project-based learning
dalam prototype hutan pembelajaran yang akan diinisiasi.
2. Design (Perancangan)
Design (perancangan) dilakukan untuk
menghasilkan prototype hutan pembelajaran, sebelum
dilakukan tahap pengembangan. Tahap ini dilakukan
untuk merancang denah lokasi, pedoman kegiatan lapang
bagi mahasiswa, dan rencana pelaksanaan inisiasi
pengembangan hutan pembelajaran, serta instrumen
penelitian untuk mengukur terbentuknya karakter peduli
lingkungan.
3. Develop (Pengembangan)
Tahap develop (pengembangan) adalah pembuatan
peta lahan dan pelaksanaan pengembangan seluruh
Muhfahroyin | 13
instrument inisiasi prototype hutan pembelajaran pada
matakuliah yang terlibat kegiatan. Pada tahap ini
dilakukan untuk pengembangan pedoman kegiatan lapang
bagi mahasiswa, dan rencana pelaksanaan inisiasi
pengembangan hutan pembelajaran, dan validasi
instrumen-instrumen penelitian pada matakuliah yang
memanfaatkan inisiasi prototype hutan pembelajaran.
Hasil proses design pada langkah sebelumnya
berupa peta lahan inisisasi prototype, direalisasikan pada
lahan sebenarnya, yaitu pengelolaan lahan dengan ukuran
kurang lebih lebar 50 m dan panjang 100 m (5000 m2) dibagi
menjadi 9 (sembilan) bagian dengan ukuran masing- masing
bagian kurang lebih 16 x 32 m. Setiap bagian dari lahan
tersebut dibatasi dengan pembatas tali dan di tengah bagian
diberi nomor urut peta lahan. Secara keseluruhan, setiap
bagian memiliki rute penghubung dengan pola spiral,
mulai dari gerbang sebelah selatan, berurutan ke nomor 1
sampai dengan nomor 9, kemudian kembali ke arah
gerbang melalui nomor 3. Dalam rancangan, rute tersebut
dibedakan dengan dua warna, yaitu warna merah untuk
masuk dan warna biru untuk keluar, tetapi dalam kenyataan
di lapangan rute ditandai dengan tali penghubung dan
pembatas antar bagian.
B. Potensi Protoype Hutan Pembelajaran sebagai Sumber
Belajar
Pembelajaran yang diselenggarakan oleh guru/dosesn
atau guru hendaknya mengedepankan konsep pembelajaran
bermakna (meaningful learning) dan kontekstual (contexrual
teaching and learning). Dalam pembelajaran ini peserta didik
diberdayakan untuk menjadi pembelajar yang mampu
mengaitkan pengetahuan tekstual dengan realitas
kontekstual. Dalam perkuliahan, dosen sebagai fasilitator
pembelajaran harus mampu menciptakan suasana belajar
yang terhubung dengan dunia nyata.
14 | Pencandraan Tumbuhan
Pembelajaran mata kuliah sains biologi dapat
diselenggarakan dengan kreasi dan inovasi pembelajaran
berbasis lingkungan. Lingkungan dalam arti luas merupakan
sumber belajar yang sangat bermakna. Pemahaman
mahasiswa bahwa sebagai makhluk hidup, berinteraksi
dengan sejumlah makhluk hidup lainnya dan benda-benda
mati di lingkungan, yaitu berbagai tumbuhan dan hewan,
sedangkan benda-benda mati antara lain udara, air, dan
tanah. Manusia merupakan salah satu anggota di dalam
lingkungan hidup yang berperan penting dalam kelangsungan
jalinan hubungan yang terdapat dalam sistem tersebut
(Utomo, 2011).
Pemahaman mengenai lingkungan hidup lebih
bermakna dan kontekstual bila dosen membawa mahasiswa
pada alam nyata untuk menciptakan pengalaman langsung
dan bertujuan mengenali sumber belajar secara konkret dan
memecahkan masalah yang ada di lingkungan tersebut (Sanaky,
2011). Hutan sebagai salah satu unsur lingkungan hidup
merupakan media dan sumber belajar yang sangat bermakna
bagi mahasiswa pendidikan sains dan biologi.
Gambar 1. Prototype Hutan Pembelajaran untuk Pembelajaran.
Muhfahroyin | 15
Dalam hal ini mahasiswa tidak harus selalu dibawa ke
hutan yang sebenarnya, tetapi dapat diberdayakan dengan
belajar pada hutan kota. Hutan kota merupakan lahan
tumbuhnya tumbuhan perkotaan yang memberikan manfaat
lingkungan. Hutan kota memiliki fungsi proteksi, estetika,
rekreasi dan pembelajaran. Dalam Peraturan Pemerintah No.
63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota disebutkan bahwa
fungsi hutan kota adalah: (1) memperbaiki dan menjaga
iklim mikro dan nilai estetika; (2) meresapkan air;
menciptakan keseimbangan dan keserasian lingkungan fisik
kota; (4) mendukung pelestarian keanekaragaman hayati
Indonesia. Selanjutnya Pada Pasal 27 ayat (1) menyatakan
bahwa hutan kota dapat dimanfaatkan antara lain untuk
keperluan pendidikan.
Untuk keperluan pendidikan tersebut, mahasiswa
dapat bersatu padu mendukung program hutan kota dengan
mengidentifikasi lahan kritis yang dapat diberdayakan untuk
diolah dan dikelola menjadi hutan pembelajaran. Dosen
dapat memfasilitasi mahasiswa melaksanakan project based
learning yang terencana, sehingga lahan kritis yang semula
tidak memberikan manfaat menjadi lahan yang bermanfaat
sebagai hutan pembelajaran.
C. Hakikat Pembelajaran Sains
Karakteristik pembelajaran sains adalah mempelajari
permasalahan yang berkait dengan fenomena alam, baik
secara kualitatif maupun kuantitatif dan berbagai
permasalahan yang berhubungan dengan penerapannya
untuk membangun teknologi guna mengatasi permasalahan
dalam kehidupan masyarakat (Depdiknas (2007). Oleh karena
itu, melalui pembelajaran sains diharapkan siswa akan
memperoleh bekal keilmuan untuk mengembangkan
keterampilan proses maupun prestasi akademik guna
mengatasi permasalahan kehidupan nyata (kontekstual).
16 | Pencandraan Tumbuhan
Pembelajaran sains dapat memfasilitasi siswa memiliki
kompetensi dan apabila dilaksanakan dengan pembelajaran
yang bermakna (meaningful). Pembelajaran bermakna
merupakan pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif dan
kontekstual
Pembelajaran bermakna mengandung kebermaknaan
personal bagi seluruh peserta didik, mengkaitkan materi dengan
pengalaman siswa masa lalu, untuk mengantisipasi masa
depan. Dalam pembelajaran bermakna siswa melakukan
kegiatan secara aktif dan kreatif. Selain itu, pembelajaran
bermakna juga menuntut keterkaitan pembelajaran di kelas
dengan permasalahan kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini
pembelajaran kontekstual akan memberikan makna yang lebih
produktif bagi peserta didik. Depdiknas (2007b) dan Isjoni
(2007) mengungkapkan bahwa untuk mencapai pembelajaran
bermakna tidak harus mengubah kurikulum dan tatanan yang
ada, namun dari setiap aspek kompetensi dasar pembelajaran
dapat diintegrasikan keterkaitan antara dengan realitas
kehidupan.
Keterkaitan sains dengan permasalahan yang ada dalam
kehidupan sehari-hari, disamping mempermudah siswa untuk
mempelajari konsep-konsep atau prinsip-prinsip biologi, juga
berdampak positif karena siswa semakin memahami
permasalahan sains dalam kehidupan sehari-hari (Hadiat,
1994). Pemahaman sains yang memadai akan membantu
siswa mampu memecahkan permasalahannya yang berkaitan
dengan sains dalam kehidupan sehari-hari.
Muhfahroyin | 17
Gambar 2. Pencandraan Tumbuhan Dilakukan dalam Kelas.
Selain itu mahasiswa mampu melakukan langkah-
langkah pengembangan lebih lanjut berupa pemanfaatkan
konsep-konsep sains tersebut untuk kepentingan hidupnya yang
merupakan landasan berpikir bagi siswa dalam mengatasi
permasalahan yang dapat ditemukan dalam kehidupan sehari-
hari. Bila bermaknanya pembelajaran sains telah sampai pada
aspek sikap, moral, dan kepedulian peserta didik, maka jiwa
yang berkarakter akan terbentuk seiring dengan pembelajaran
yang diselenggarakan.
D. Lingkungan sebagai Sumber Belajar
Pembelajaran yang diselenggarakan oleh dosen atau guru
hendaknya mengedepankan konsep pembelajaran bermakna
(meaningful leraning) dan kontekstual (contexrual teaching and
learning). Dalam perkuliahan, dosen sebagai fasilitator
pembelajaran harus mampu menciptakan suasana belajar yang
terhubung dengan dunia nyata (Muhfahroyin,
2007; 2013).
18 | Pencandraan Tumbuhan
Pembelajaran mata kuliah sains biologi dapat
diselenggarakan dengan kreasi dan inovasi pembelajaran
berbasis lingkungan. Lingkungan dalam arti luas merupakan
sumber belajar yang sangat bermakna. Manusia merupakan
salah satu anggota di dalam lingkungan hidup yang berperan
penting dalam kelangsungan jalinan hubungan yang terdapat
dalam sistem tersebut (Utomo, 2011).
Gambar 3. Belajar Peduli Lingkungan pada Prototype Hutan Pembelajaran
Pemahaman mengenai lingkungan hidup lebih
bermakna dan kontekstual bila dosen membawa mahasiswa
pada alam nyata untuk menciptakan pengalaman langsung
dan bertujuan mengenali sumber belajar secara konkrit dan
memecahkan masalah yang ada di lingkungan tersebut
(Muhfahroyin, 2010; Sanaky, 2011). Hutan sebagai salah satu
unsur lingkungan hidup merupakan media dan sumber belajar
yang sangat bermakna bagi mahasiswa pendidikan sains dan
biologi. Dalam hal ini mahasiswa tidak harus selalu dibawa ke
hutan yang sebenarnya, tetapi dapat diberdayakan dengan
belajar pada hutan kota. Hutan kota merupakan lahan
Muhfahroyin | 19
tumbuhnya tumbuhan perkotaan yang memberikan manfaat
lingkungan (Almadi, 2009).
Gambar 4. Pencandraan Tumbuhan secara Kolaboratif di lokasi Prototype Hutan Pembelajaran.
Untuk keperluan pendidikan tersebut, model
pembelajaran berbasis prototype hutan pembelajaran untuk
meningkatkan aktivitas belajar sangat dibutuhkan, sehingga
mahasiswa mengetahui, memahami, dan mengaplikasikan
dalam kehidupan sehari-hari. Dosen dapat memfasilitasi
mahasiswa melaksanakan project-based learning yang
terencana, sehingga lahan kritis yang semula tidak
memberikan manfaat menjadi lahan yang bermanfaat sebagai
hutan pembelajaran.
E. Pembelajaran Kolaboratif Pembelajaran kolaboratif adalah pembelajaran yang
menuntut peserta didik untuk dapat bertanggung jawab atas
belajar mereka sendiri dan berusaha menggali informasi yang
berhubungan dengan bekal kompetensi yang harus dipahami.
Dalam pembelajaran kolaboratif, guru berperan sebagai
20 | Pencandraan Tumbuhan
fasilitator bagi semua siswa dalam kelompok belajar, sehingga
dipastikan semua siswa benar-benar belajar membentuk
learning community (Rockwell, 2012; Saito et al, 2015). Untuk
melihat hasil proses pembelajaran kolaboratif ini dilakukan
penilaian oleh sesama murid. Luzet (2013) menyatakan
bahwa pembelajaran kolaboratif mendasarkan pada teori Zone
of Proximal Development (ZPD) dan scaffolding, ssiswa saling
membantu untuk mencapai keberhasilan meraih kompetensi
tertentu dalam kelompok belajar.
Pembelajaran kolaboratif bermula dari perpsektif
filosofis terhadap konsep belajar, bahwa dalam siswa dapat
belajar, harus memiliki pasangan atau teman. Menurut Moss
dan Beatty (2006) bahwa pembelajaran kolaboratif didasarkan
pada konsep Dewey dalam bukunya “Democracy and
Education”, bahwa kelas seharusnya merupakan cermin
masyarakat dan berfungsi sebagai laboratorium untuk belajar
kehidupan nyata. Pemikiran Dewey yang utama tentang
pendidikan adalah: (1) siswa hendaknya aktif, learning by
doing, (2) belajar hendaknya didasari motivasi intrinsik, (3)
pengetahuan selalu berkembang, tidak bersifat tetap, (4)
pembelajaran hendaknya sesuai dengan kebutuhan dan minat
siswa; (5) pendidikan harus mencakup kegiatan belajar
dengan prinsip saling memahami dan saling menghormati
satu sama lain, dalam hal ini prosedur demokratis sangat
diutamakan, (6) kegiatan belajar hendaknya berhubungan
dengan dunia nyata dan bertujuan mengembangkan dunia
tersebut.
Prinsip yang dibutuhkan agar kolaborasi berhasil, yaitu
saling ketergantungan positif, interaksi langsung antarsiswa,
pertanggungjawaban individu, keterampilan berkolaborasi,
efektivitas proses kelompok.
Muhfahroyin | 21
Gambar 5. Observer Mengobservasi Pembelajaran Kolaboratif di Lokasi Prototype Hutan Pembelajaran .
Karakteristik belajar kolaboratif yang terbentuk yaitu
siswa belajar dalam satu kelompok dan memiliki rasa
ketergantungan dalam proses belajar, penyelesaian tugas
kelompok mengharuskan semua anggota bekerja bersama,
interaksi tatap muka antar anggota kelompok, masing-masing
siswa bertanggung jawab terhadap tugas yang telah
disepakati, siswa belajar keterampilan komunikasi
interpersonal, peran guru sebagai fasilitator, sharing
pengetahuan antar siswa, pengelompokkan secara heterogen
Brandt (2004). Selain itu menurut Olivares (2005) dengan
pembelajaran kolaboratif siswa terlatih berkomunikasi dan
berpikir kritis. Kebersamaan siswa dalam kelompok berpikir
kritis menghasilkan pemahaman tingkat tinggi yang dapat
dimiliki setiap anggota kelompok.
22 | Pencandraan Tumbuhan
F. Aktivitas Belajar Aktivitas belajar merupakan rangkaian kegiatan fisik
maupun psikis peserta didik yang saling berkaitan sehingga
tercipta kegiatan belajar. Paradigma pembelajaran yang
berpijak pada filosofi constructivism adalah pembelajaran
yang berpusat pada peserta didik (student centered learning)
(Trilling dan Hood, 1999). Dalam pembelajaran, guru
berperan sebagai fasilitator dan motivator. Sebagian besar
waktu di kelas adalah milik siswa untuk menggali
pengetahuan dan mengembangkan ketrampilannya sendiri.
Guru berperan sebagai fasilitator dan motivator yaitu
menyediakan fasilitas belajar, membimbing dan memotivasi
siswa menggunakan berbagai pembelajaran aktif (Silberman,
2009).
Dalam aktivitas belajar ini peserta didik sebaiknya aktif
lebih dominan dalam mengikuti pembelajaran. Menurut
Sardiman (2005), salah satu hal yang berpengaruh pada
proses pembelajaran adalah aktifitas belajar peserta didik.
Dengan kata lain dalam beraktivitas peserta didik tidak hanya
memberdayakan fisik, tetapi pembelajaran dikatakan efektif
bila peserta didik secara aktif ikut terlibat langsung dalam
pengorganisasian dan penemuan informasi, sehingga mereka
tidak hanya menerima secara pasif pengetahuan yang
diberikan oleh guru. Selanjutnya menurut Nasution (2000),
aktivitas belajar adalah aktivitas yang bersifat jasmani
ataupun rohani. Dalam proses pembelajaran, kedua aktivitas
tersebut harus selalu terkait. Seorang peserta didik akan berpikir
selama ia berbuat, tanpa perbuatan maka peserta didik tidak
berfikir. Oleh karena itu agar peserta didik aktif berfikir maka
peserta didik harus diberi kesempatan untuk berbuat atau
beraktivitas. Dalam pembelajaran, tugas guru selain
mengembangkan dan menyediakan kondisi agar peserta
didik dapat mengembangkan minds-on activities, juga
diharuskan mengembangkan potensi hands-on activities
(Haury dan Rillero, 1994).
Muhfahroyin | 23
Belajar aktif merupakan langkah cepat, menyenangkan,
mendukung, dan menarik hati. Aktivitas yang dapat dilakukan
siswa di sekolah di ataranya: 1) visual activities (membaca,
memperhatikan), 2) oral activities (menyatakan, merumuskan,
bertanya, diskusi, wawancara), 3) listening activities
(mendengarkan petunjuk, mendengarkan pendapat orang
lain), 4) writing activities (menuliskan laporan, menyalin,
membuat rangkuman), 5) drawing activities (menggambar,
membuat table, membuat grafik), 6) motor activities
(melakukan percobaan, kontruksi, bermain), 7) mental
activities (menanggapi, mengingat, menganalisis,
memecahkan soal, mengambil keputusan), dan 8) emotional
activities (berminat, semangat, gembira, berani). Diskripsi ini
menunjukkan bahwa perilaku atau aktivitas siswa selama
pembelajaran berlangsung sangatlah beragam. Jika aktivitas
belajar siswa dioptimalkan selama proses pembelajaran maka
hasil belajarnya dapat lebih baik (Sardiman, 2005).
Gambar 4. Kegiatan Refleksi Pembelajaran Kolaboratif
di Lokasi Prototype Hutan Pembelajaran.
24 | Pencandraan Tumbuhan
Dari aktivitas yang telah dirinci tersebut dapat
dipetakan aktivitas belajar yang dilakukan di luar kelas
dengan pendekatan kontekstual dan beorientasi hands-on
activities dengan memberdayakan belajar kolaboratif
berbasis prototype hutan pembelajaran.
Rangkuman
Mempelajari objek biologi, terutama tumbuhan, dapat
dilakukan langsung pada wahana lingkungan. Lingkungan yang
dikondisikan untuk pembelajaran dapat mengadaptasi fungsi
hutan alami yang pernah kita kunjungi. Untuk memperpendek
jaran pembelajar dengan kontekstual hutan, maka dapat
dikembangkan inisiasi prototype hutan pembelajaran. Tahapan
pengembangan nya dapat mengadopsi model pengembangan 4D
Models (Define, Design, Develop, Disseminate). Setelah terbentuk
prototype ihutan pembelajaran dapat dimanfaatkan sebagai
sumber belajar berbasis prototype hutan pembelajaran.
Mahasiswa dapat belajar berkolaborasi dengan mengatifkan
potensi diri melalui aktivitas belajar dqan keterampilan proses
sains.
Tugas
1. Coba Anda jelaskan mengenai lingkungan sebagai wahana
pembelajaran!
2. Bagaimanakah Anda menginventarisasi potensi lingkungan
untuk prototype hutan pembelajaran?
3. Coba Anda lakukan pengembangan prototype hutan
pembelajaran sebagai salah satu sumber belajar.
Muhfahroyin | 25
DAFTAR RUJUKAN Abdillah, M. 2001. Agama Ramah Lingkungan. Jakarta:
Paramadina.
Almadi, I. 2009. Strategi Pengembangan Hutan Kota sebagai
Sumber Belajar Biologi SMA di Kota Banjarbaru. Malang: PPS
Universitas Brawijaya.
Aunillah. N.I. 2011. Panduan Menerapkan Pendidikan Karakter di Sekolah. Jakarta: Laksana
Depdiknas. 2002. Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning). Jakarta: Ditjen Dikdasmen Depdiknas.
Depdiknas. 2007. Petunjuk Teknis Pengembangan Silabus Biologi. Jakarta: Ditjen Manajemen Dikdasmen Depdiknas.
Hadiat. 1994. Pendidikan Sains, Teknologi, dan Masyarakat di Indonesia. Bandung: Pusat Pengembangan Penataran Guru Ilmu Pengetahuan Alam.
Isjoni. 2007. Paradigma Pembelajaran Bermakna. Bandung: Falah
Production.
Depdiknas. 2010. Rencana Induk Pengembangan Karakter Bangsa. Jakarta: Depdiknas.
Koesoema. A.D. 2007. Pendidikan Karakter. Jakarta: Grasindo
Lickona, T. 1991. Educating for Character; How Our Schools can Teach Respect and Responsibility. New York: Bantam Books.
Muhfahroyin. 2007. Pendekatan Contextual Teaching and Learning untuk Mengintegrasikan Nilai-nilai IMTAQ dalam Pembelajaran Biologi di SMAN 1 Trimurjo Lampung Tengah.
Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran. Volume 5 Nomor 1 Maret 2007.
Muhfahroyin. 2009. Science Process Skills dalam Pembelajaran
Biologi Konstruktivistik. Majalah Ilmiah Mentari Lembayung. Volume 13 Nomor 2 Nopember 2009.
Muhfahroyin. 2010. Lingkungan Hidup: Wasiat masa Depan. Majalah Ilmiah Mentari Lembayung. Volume 14 Nomor 1 April 2009.
26 | Pencandraan Tumbuhan
Sanaky, H.A.H. 2011. Media Pembelajaran. Yogyakarta: Kaukaba Dirgantara.
Salladien. 2009. Pendidikan Lingkungan Hidup senbagai Salah Satu Upaya Mengtasi Semakin Rapuhnya Sistem Lingkungan Kita di Era Milenium. Makalah Disajikan dalam Seminar Nasional Pendidikan Lingkungan Hidup pada tanggal 20 Juni 2009. Malang: Universitas Negeri Malang.
Soedarsono, S. 2002. Character Building; Membentuk Watak. Jakarta: Elex Media Komputindo.
Sugiyono, T. 2010. Peningkatan Karakter Peserta Didik Peduli
Lingkungan pada Pembelajaran IPA Bervisi SETS (Science,
Evironment, Technology and Society). Semarang: SD Negeri
Sarirejo.
Suparlan. 2010. Pendidikan Karakter dan Kecerdasan. Online. http://www.suparlan. com/pages/posts/pendidikan-karakter- dankecerdasa-288.php.
Suryantini, S. 2011. Pentingnya Pendidikan Karakter. (Online).
Http://Skp. Unair. Ac.Id/Repository/Guru-
Indonesia/Pendidikankarakter_Hjsrisuryantinispd _92 75.Pdf.
Diakses 10 Maret 2012.
Thiagarajan, S. 1985. Development Research Model in Education.
Boston: Allyn and Bacon.
Utomo, P. 2011. Pemanfaatan Lingkungan sebagai Sumber Belajar
untuk Anak Usia Dini. (Online).
http://ilmuwanmuda.wordpress.com/pemanfaatan-
lingkungan-sebagai-sumber-belajar-untuk-anak-usia-dini/.
Diakses 10 Maret 2012.
Witoelar, R. 2008. Laporan Hasil-hasil Pelaksanaan COP 13.CMP 3 United Nation Conference on Climate Change. Jakarta: Kementerian Negara Lingkungan Hidup.
Zubaedi. 2011. Desain Pendidikan Karakter, Konsepsi dan Aplikasinya dalam Lembaga Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup.
Muhfahroyin | 27
28 | Pencandraan Tumbuhan
BAB III
PEMANFAATAN PROTOTYPE
HUTAN PEMBELAJARAN
Capaian pembelajaran: Setelah mempelajari BAB III, mahasiswa diharapkan:
1. Mampu memahami manfaat prototype hutan pembelajaran
untuk wahana pencandraan.
2. Mampu menginventarisasi tumbuhan pada prototype hutan
pembelajaran dalam pencandraan.
3. Mampu memanfaatkan prototype hutan pembelajaran dalam
berbagai mata kuliah.
PEMANFAATAN PROTOTYPE HUTAN PEMBELAJARAN
Pada bab ini dibahas mengenai manfaat prototype hutan pembelajaran untuk wahana pencandraan, inventarisasi tumbuhan
pada prototype hutan pembelajaran dalam pencandraan, dan
pemanfaatan prototype hutan pembelajaran dalam berbagai mata kuliah.
Pemanfaatan inisiasi prototype hutan pembelajaran dapat dilaksanakan melalui beberapa matakuliah. Kegiatan yang dilaksanakan berupa implementasi rancangan pembelajaran berbasis kepedulian lingkungan melalui kegiatan aktivitas mahasiswa yang berorientasi science process skill menggunakan scientific approach, dengan lingkungan integrasi minds on activity dan hands on activity. Berikut disajikan rancangan implementasi pembelajaran berbasis inisiasi prototype hutan pembelajaran pada beberapa matakuliah.
A. Matakuliah Pengetahuan Lingkungan Hidup
Dalam kegiatan ini mahasiswa dikenalkan pada inisiasi
prototype hutan pembelajaran dan dibiasakan melakukan kepedulian terhadap lingkungan yang aktivitasnya dapat diamati, yaitu usaha memperbaiki kerusakan lingkungan, reboisasi, menjaga dan merawat tumbuhan, bekerja sama (gotong royong), serta belajar dari lingkungan. Melalui kegiatan ini mahasiswa belajar untuk berpikir kritis, pembiasaan sikap peduli, dan terlatih terampil bekerja yang merepresentasi ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.
Langkah kegiatan uji coba lapang yang telah dilakukan
adalah mengenalkan lahan inisisasi prototype hutan pembelajaran kepada mahasiswa, mengarahkan mahasiswa mengikuti kegiatan lapang, menggunakan petunjuk kegiatan lapang yang telah dibuat, membentuk kelompok mahasiswa
sesuai peta lahan inisiasi prototype, mahasiswa bekerja dan belajar pada bagian lahan yang telah ditentukan, dosen peneliti beserta tim teknis mengamati kegiatan lapang mahasiswa.
Pelaksanaan kegiatan lapang diikuti 58 mahasiswa,
terbagi dalam 8kelompok kecil, mengikuti rangkaian kegiatan
Muhfahroyin | 29
pengembalian lahan kritis menjadi bermanfaat secara ekologis
kembali, meliputi: 1) penanaman tumbuhan, 2) pemupukan, 3)
pengairan, 4) penyiangan, dan 5) bekerja sama. Observer
melakukan observasi aktivitas mahasiswa dalam pembelajaran
ini.
B. Matakuliah Morfologi Tumbuhan
Pada matakuliah morfologi tumbuhan dikaji mengenai struktur morfologi tumbuhan, yang meliputi akar, batang, daun, bunga, buah dan biji. Pembelajaran mata kuliah morfologi tumbuhan sangat bermakna apabila mahasiswa dikenalkan pada objek-objek langsung tumbuhan di lingkungan alami.
Inisiasi prototype hutan pembelajaran dijadikan wahana kontekstual untuk memfasilitasi mahasiswa belajar pada mata kuliah morfologi tumbuhan. Setelah mahasiswa memperoleh kajian menyeluruh tentang akar batang, daun, bunga, dan buah, maka diadakan sosialisasi tentang adanya
inisiasi prototype hutan pembelajaran kepada mahasiswa. Pada
sosialisasi ini disampaikan menfaatat Inisiasi prototype hutan pembelajaran untuk pembelajaran morfologi tumbuhan. Kegiatan yang dapat dilakukan adalah pencandraan tumbuhan yang ada di lokasi inisiasi prototype hutan pembelajaran.
Kegiatan selanjutnya adalah turun lapang. Kegiatan ini diikuti oleh 53 mahasiswa yang mengambil matakuliah Morfologi Tumbuhan yang terbagi menjadi 8 kelompok. Kegiatan berupa pencandraan yang dilakukan secara berkelompok. Mahasiswa bekerja pada peta lahan yang telah ditentukan, dengan mengikuti panduan kegiatan yang telah dibuat. Aktivitas yang dilakukan berupa: 1) Melakukan
pengamatan di prototype, 2) Mencandra tumbuhan di
prototype, 3) Melakukan diskusi kelompok, 4) Menjaga kondisi
keutuhan prototype, 5) Bekerja sama. Observer melakukan observasi aktivitas mahasiswa dalam pembelajaran ini.
C. Matakuliah Media Pembelajaran Biologi
Pada matakuliah Media Pembelajaran Biologi, mahasiswa calon guru biologi dikenalkan pada media-media
30 | Pencandraan Tumbuhan
yang dapat digunakan untuk mempermudah siswa memahami substansi materi biologi. Salah satu media pembelajaran biologi yang dapat diberdayakan adalah lingkungan alami yang bersifat kontekstual. Hal inilah yang menjadi pertimbangan
bahwa Inisiasi prototype hutan pembelajaran dapat
diberdayakan untuk menguatkan pembelajaran mata kuliah Media Pembelajaran Biologi.
Setelah mahasiswa memperoleh kajian menyeluruh tentang media pembelajaran biologi melalui pembelajaran klasikal, maka diadakan sosialisasi tentang adanya inisiasi
prototype hutan pembelajaran kepada mahasiswa. Pada
sosialisasi ini disampaikan menfaatat inisiasi prototype hutan pembelajaran untuk pembelajaran mata kuliah Media Pembelajaran Biologi. Kegiatan yang dapat dilakukan adalah mengamati lingkungan hidup dan mengemas hasil pengamatan
dalam bentuk media ICT (power point dan video kondisi lingkungan).
Kegiatan selanjutnya adalah turun lapang. Kegiatan ini diikuti oleh 51 mahasiswa yang mengambil matakuliah Media Pembelajaran Biologi yang terbagi menjadi 12 kelompok. Aktivitas yang dilakukan berupa: 1) Melakukan pengamatan di prototype, 2) Merekam atau mencatat hasil pengamatan, 3) Melakukan diskusi kelompok, 4) Menjaga kondisi keutuhan prototype, 5) Bekerja sama. Kegiatan pengamatan yang dilakukan secara berkelompok. Pengamatan dilakukan dengan melihat langsung, mengukur, mengambil foto, dan video. Mahasiswa bekerja pada peta lahan yang telah ditentukan,
dengan mengikuti panduan kegiatan yang telah dibuat. Observer melakukan observasi aktivitas mahasiswa dalam pembelajaran ini.
D. Matakuliah Telaah Biologi SMA
Matakuliah Telaah Biologi SMA mengkaji materi yang berhubungan dengan biologi di SMA yang berorientasi pada kurikulum yang berlaku saat ini. Kurikulum yang berlaku saat ini di SMA adalah Kurikulum 2013, yang berorientasi pada
pendekatan scientific approach. Mahasiswa yang mengambil matakuliah Telaah Biologi SMA 2 merupakan mahasiswa semester 6 (enam) yang harus siap turun mengabdikan diri
Muhfahroyin | 31
sebagai guru biologi yang memahami dan mampu melaksanakan Kurikulum 2013. Untuk memperkuat pemahaman tentang materi biologi SMA dan penyampaian
scientific approach, mahasiswa perlu dibekali dengan pengemasan materi biologi dan cara memfasilitasi pembelajarannya. Salah satu instrumen pembelajaran yang
berorientasi scientific approach bagi siswa SMA adalah lembar
kegiatan siswa (LKS) yang berorientasi scientific approach.
Untuk mengembangkan LKS yang berorientasi scientific approach, mahasiswa calon guru biologi dapat memanfaatkan lingkungan sebagai pencetus ide pengembangan LKS yang
berorientasi scientific approach. Dalam hal ini, inisiasi
prototype hutan pembelajaran dapat dimanfaatkan sebagai wahana menggali informasi yang dapat dilanjutkan sebagai bahan pengembangan LKS bagi siswa SMA.
Setelah mahasiswa memperoleh kajian menyeluruh tentang telaah biologi SMA melalui pembelajaran klasikal,
maka diadakan sosialisasi tentang adanya inisiasi prototype hutan pembelajaran kepada mahasiswa. Pada sosialisasi ini
disampaikan menfaatat inisiasi prototype hutan pembelajaran untuk pembelajaran mata kuliah Telaah Biologi SMA. Kegiatan yang dapat dilakukan adalah mengamati lingkungan hidup dan
mengemas hasil pengamatan dalam bentuk media ICT (power point dan video kondisi lingkungan) yang selanjutnya menjadi acuan pengembangan LKS.
Kegiatan selanjutnya adalah turun lapang. Kegiatan ini diikuti oleh 75 mahasiswa yang mengambil matakuliah Telaah Biologi SMA 2 yang terbagi menjadi 9 kelompok. Aktivitas yang
dilakukan berupa: 1) Melakukan pengamatan di prototype, 2) Merekam atau mencatat hasil pengamatan, 3) Melakukan diskusi
kelompok, 4) Menjaga kondisi keutuhan prototype, 5) Bekerja
sama. Kegiatan pengamatan dilakukan secara berkelompok. Pengamatan dilakukan dengan melihat langsung, mengukur, mengambil foto, dan video. Mahasiswa bekerja pada peta lahan yang telah ditentukan, dengan mengikuti panduan kegiatan yang telah dibuat. Observer melakukan observasi aktivitas mahasiswa dalam pembelajaran ini.
32 | Pencandraan Tumbuhan
Rangkuman
Sebagai sumber belajar kontekstual, prototype hutan
pembelajaran dapat dimanfaatkan untuk memfasilitasi mahasiswa
dalam melakukan pencandraan tumbuhan. Selain itu, untuk
beberapa mata kuliah juga dapat memanfaatkan prototype hutan
pembelajaran sebagai sumber belajar, misalnya pada matakuliah
Pengetahuan Lingkungan, Media Pembelajaran, Telaah Biologi,
Botani Tumbuhan Tinggi, struktur Tumbuhan, dan lainnya.
Tugas
1. Dalam rangka pencandraan tumbuhan, coba Anda jelaskan
manfaat prototype hutan pembelajaran untuk wahana
pencandraan.
2. Coba Anda inventarisasi tumbuhan pada prototype hutan
pembelajaran untuk pelaksanaan pencandraan.
3. Coba Anda implementasikan manfaat prototype hutan
pembelajaran dalam beberapa mata kuliah yang relevan.
Muhfahroyin | 33
DAFTAR PUSTAKA Abdillah, M. 2001. Agama Ramah Lingkungan. Jakarta:
Paramadina.
Almadi, I. 2009. Strategi Pengembangan Hutan Kota sebagai
Sumber Belajar Biologi SMA di Kota Banjarbaru. Malang: PPS
Universitas Brawijaya.
Aunillah. N.I. 2011. Panduan Menerapkan Pendidikan Karakter di Sekolah. Jakarta: Laksana
Depdiknas. 2002. Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning). Jakarta: Ditjen Dikdasmen Depdiknas.
Depdiknas. 2007. Petunjuk Teknis Pengembangan Silabus Biologi. Jakarta: Ditjen Manajemen Dikdasmen Depdiknas.
Hadiat. 1994. Pendidikan Sains, Teknologi, dan Masyarakat di Indonesia. Bandung: Pusat Pengembangan Penataran Guru Ilmu Pengetahuan Alam.
Isjoni. 2007. Paradigma Pembelajaran Bermakna. Bandung: Falah
Production.
Depdiknas. 2010. Rencana Induk Pengembangan Karakter Bangsa. Jakarta: Depdiknas.
Koesoema. A.D. 2007. Pendidikan Karakter. Jakarta: Grasindo
Lickona, T. 1991. Educating for Character; How Our Schools can Teach Respect and Responsibility. New York: Bantam Books.
Muhfahroyin. 2007. Pendekatan Contextual Teaching and Learning untuk Mengintegrasikan Nilai-nilai IMTAQ dalam Pembelajaran Biologi di SMAN 1 Trimurjo Lampung Tengah.
Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran. Volume 5 Nomor 1 Maret 2007.
Muhfahroyin. 2009. Science Process Skills dalam Pembelajaran
Biologi Konstruktivistik. Majalah Ilmiah Mentari Lembayung. Volume 13 Nomor 2 Nopember 2009.
Muhfahroyin. 2010. Lingkungan Hidup: Wasiat masa Depan. Majalah Ilmiah Mentari Lembayung. Volume 14 Nomor 1 April 2009.
34 | Pencandraan Tumbuhan
Sanaky, H.A.H. 2011. Media Pembelajaran. Yogyakarta: Kaukaba Dirgantara.
Salladien. 2009. Pendidikan Lingkungan Hidup senbagai Salah Satu Upaya Mengtasi Semakin Rapuhnya Sistem Lingkungan Kita di Era Milenium. Makalah Disajikan dalam Seminar Nasional Pendidikan Lingkungan Hidup pada tanggal 20 Juni 2009. Malang: Universitas Negeri Malang.
Soedarsono, S. 2002. Character Building; Membentuk Watak. Jakarta: Elex Media Komputindo.
Sugiyono, T. 2010. Peningkatan Karakter Peserta Didik Peduli
Lingkungan pada Pembelajaran IPA Bervisi SETS (Science,
Evironment, Technology and Society). Semarang: SD Negeri
Sarirejo.
Suparlan. 2010. Pendidikan Karakter dan Kecerdasan. Online. http://www.suparlan. com/pages/posts/pendidikan-karakter- dankecerdasa-288.php.
Suryantini, S. 2011. Pentingnya Pendidikan Karakter. (Online).
Http://Skp. Unair. Ac.Id/Repository/Guru-
Indonesia/Pendidikankarakter_Hjsrisuryantinispd _92 75.Pdf.
Diakses 10 Maret 2012.
Thiagarajan, S. 1985. Development Research Model in Education.
Boston: Allyn and Bacon.
Utomo, P. 2011. Pemanfaatan Lingkungan sebagai Sumber Belajar
untuk Anak Usia Dini. (Online).
http://ilmuwanmuda.wordpress.com/pemanfaatan-
lingkungan-sebagai-sumber-belajar-untuk-anak-usia-dini/.
Diakses 10 Maret 2012.
Witoelar, R. 2008. Laporan Hasil-hasil Pelaksanaan COP 13.CMP 3 United Nation Conference on Climate Change. Jakarta: Kementerian Negara Lingkungan Hidup.
Zubaedi. 2011. Desain Pendidikan Karakter, Konsepsi dan Aplikasinya dalam Lembaga Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup.
Muhfahroyin | 35
36 | Pencandraan Tumbuhan
BAB IV
PENUTUP
Lahan kritis yang disebabkan oleh karena kesalahan
penggunaan lahan di masa lalu dan dibiarkan terbengkalai sampai
saat ini, memerlukan pemulihan dan pengembalian ke kondisi
alami dan ditumbuhi tanaman sebagai penopang kehidupan
lingkungan sekitarnya. Upaya yang dapat dilakukan berupa
pengolahan lahan, pemulihan kualitas tanah, reboisasi dan
kegiatan lain yang terkait dengan pemeliharaan kelestarian
lingkungan hidup.
Inisiasi lahan sebagai prototype hutan pembelajaran
sangat baik dilakukan agar lingkungan kritis yang akan dipulihkan
juga memberikan manfaat pembelajaran bagi mahasiswa. Manfaat
yang dapat diambil dari inisiasi prototype hutan pembelajaran
berupa sumber belajar kontekstual. Sumber belajar ini dapat
diberdayakan dan dimanfaatkan untuk membekali mahasiswa
memahami ilmu pengetahuan secara kognitif, afektif dan
psikomotor. Pemanfaatan sumber belajar nyata di alam
(kontekstual) mampu membekali mahasiswa dalam ranah tersebut
yang mendukung pembentukan karakter peduli lingkungan.
Muhfahroyin | 37
38 | Pencandraan Tumbuhan
DAFTAR RUJUKAN Abdillah, M. 2001. Agama Ramah Lingkungan. Jakarta:
Paramadina.
Almadi, I. 2009. Strategi Pengembangan Hutan Kota sebagai
Sumber Belajar Biologi SMA di Kota Banjarbaru. Malang: PPS
Universitas Brawijaya.
Aunillah. N.I. 2011. Panduan Menerapkan Pendidikan Karakter di Sekolah. Jakarta: Laksana
Depdiknas. 2002. Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning). Jakarta: Ditjen Dikdasmen Depdiknas.
Depdiknas. 2007. Petunjuk Teknis Pengembangan Silabus Biologi. Jakarta: Ditjen Manajemen Dikdasmen Depdiknas.
Hadiat. 1994. Pendidikan Sains, Teknologi, dan Masyarakat di Indonesia. Bandung: Pusat Pengembangan Penataran Guru Ilmu Pengetahuan Alam.
Isjoni. 2007. Paradigma Pembelajaran Bermakna. Bandung: Falah
Production.
Depdiknas. 2010. Rencana Induk Pengembangan Karakter Bangsa. Jakarta: Depdiknas.
Koesoema. A.D. 2007. Pendidikan Karakter. Jakarta: Grasindo
Lickona, T. 1991. Educating for Character; How Our Schools can Teach Respect and Responsibility. New York: Bantam Books.
Muhfahroyin. 2007. Pendekatan Contextual Teaching and Learning untuk Mengintegrasikan Nilai-nilai IMTAQ dalam Pembelajaran Biologi di SMAN 1 Trimurjo Lampung Tengah.
Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran. Volume 5 Nomor 1 Maret 2007.
Muhfahroyin. 2009. Science Process Skills dalam Pembelajaran
Biologi Konstruktivistik. Majalah Ilmiah Mentari Lembayung. Volume 13 Nomor 2 Nopember 2009.
Muhfahroyin. 2010. Lingkungan Hidup: Wasiat masa Depan. Majalah Ilmiah Mentari Lembayung. Volume 14 Nomor 1 April 2009.
Muhfahroyin | 39
Sanaky, H.A.H. 2011. Media Pembelajaran. Yogyakarta: Kaukaba Dirgantara.
Salladien. 2009. Pendidikan Lingkungan Hidup senbagai Salah Satu Upaya Mengtasi Semakin Rapuhnya Sistem Lingkungan Kita di Era Milenium. Makalah Disajikan dalam Seminar Nasional Pendidikan Lingkungan Hidup pada tanggal 20 Juni 2009. Malang: Universitas Negeri Malang.
Soedarsono, S. 2002. Character Building; Membentuk Watak. Jakarta: Elex Media Komputindo.
Sugiyono, T. 2010. Peningkatan Karakter Peserta Didik Peduli
Lingkungan pada Pembelajaran IPA Bervisi SETS (Science,
Evironment, Technology and Society). Semarang: SD Negeri
Sarirejo.
Suparlan. 2010. Pendidikan Karakter dan Kecerdasan. Online. http://www.suparlan. com/pages/posts/pendidikan-karakter- dankecerdasa-288.php.
Suryantini, S. 2011. Pentingnya Pendidikan Karakter. (Online).
Http://Skp. Unair. Ac.Id/Repository/Guru-
Indonesia/Pendidikankarakter_Hjsrisuryantinispd _92 75.Pdf.
Diakses 10 Maret 2012.
Thiagarajan, S. 1985. Development Research Model in Education.
Boston: Allyn and Bacon.
Utomo, P. 2011. Pemanfaatan Lingkungan sebagai Sumber Belajar
untuk Anak Usia Dini. (Online).
http://ilmuwanmuda.wordpress.com/pemanfaatan-
lingkungan-sebagai-sumber-belajar-untuk-anak-usia-dini/.
Diakses 10 Maret 2012.
Witoelar, R. 2008. Laporan Hasil-hasil Pelaksanaan COP 13.CMP 3 United Nation Conference on Climate Change. Jakarta: Kementerian Negara Lingkungan Hidup.
Zubaedi. 2011. Desain Pendidikan Karakter, Konsepsi dan Aplikasinya dalam Lembaga Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup.
40 | Pencandraan Tumbuhan
Lampiran 1. Peta Inisiasi Prototype Hutan Pembelajaran
Muhfahroyin | 41
42 | Pencandraan Tumbuhan
Lampiran 2. Contoh Petunjuk Kegiatan Lapang Penanaman Dan Pencandraan Tumbuhan
MK: MORFOLOGI TUMBUHAN
A. Tujuan:
1. Mahasiswa dapat memanfaatkan lingkungan sebagai
sumber belajar.
2. Terbentuknya karakter peduli lingkungan melalui inisiasi
prototype hutan pembelajaran
B. Langkah-langkah Kegiatan:
1. Mahasiswa membentuk kelompok praktikum.
2. Kelompok menyiapkan tumbuhan arboreal dalam
polybagsebanyak anggota kelompok (usahakan tumbuhan
bervariasi), tinggi tumbuhan antara 0,5-1 meter.
3. Kelompok menyiapkan cangkul dan ember.
4. Setiap kelompok mencandra tumbuhan yang disiapkan
(karakteristik morfologi akar, batang, daun, bunga, buah,
biji, dan lainnya).
5. Kelompok bekerjasama memberi label tumbuhan yang
disiapkan.
6. Kelompok bekerjasama menanam tumbuhan yang
disiapkan pada peta lahan sesuai nomor kelompok.
Kegiatan diawali dengan menggali lubang, memasukkan
pupuk organik, memasukkan tumbuhan, menimbun
kembali, dan mengairi tumbuhan yang ditaman.
7. Kelompok bekerjasama menyiangi tumbuhan dari gulma
di sekitar tumbuhan.
8. Kelompok bekerjasama merawat tumbuhan pada peta
lahan masing-masing.
9. Kelompok bekerjasama mencandra salah satu tumbuhan,
selain yang ditanam, yang ada di lokasi lahan masing-
masing.
Muhfahroyin | 43
10. Kelompok membuat laporan kegiatan lapang, mengacu
pada langkah-langkah kegiatan yang dilakukan.
@SELAMAT BEKERJA@
44 | Pencandraan Tumbuhan
LAMPIRAN 3 Contoh Lembar Observasi Pemanfaatan Inisiasi Prototype Hutan Pembelajaran
LEMBAR OBSERVASI PEMANFAATAN
INISIASI PROTOTYPE HUTAN PEMBELAJARAN
MK. PENGETAHUAN LINGKUNGAN
Kelompok: ………
No
Nama
Indikator Ket.
A B C D E
1
2
3
4
5
Keterangan:
A Menanam Tumbuhan Observer,
B Memupuk Tumbuhan
C Mengairi Tumbuhan
Menyiangi Tumbuhan D
E Bekerja sama ……………………………….
Kriteria Pengisian:
1 : Sangat Kurang
2 : Kurang
3 : Cukup
4 : Baik
5 : Sangat Baik
Muhfahroyin | 45
SELAMAT BEKERJA
46 | Pencandraan Tumbuhan
LAMPIRAN 4. Contoh Lembar Observasi Pemanfaatan Inisiasi Prototype Hutan Pembelajaran
LEMBAR OBSERVASI PEMANFAATAN
INISIASI PROTOTYPE HUTAN PEMBELAJARAN
MK. MORFOLOGI TUMBUHAN
KELOMPOK:………….
NO.
Nama Indikator
Ket. A B C D E
1
2
3
4
5
6
7
Keterangan: A. Melakukan pengamatan di prototype B. Mencandra tumbuhan di prototype C. Melakukan diskusi kelompok
D. Menjaga kondisi keutuhan prototype E. Bekerja sama
Kriteria Pengisian 1. Sangat kurang
2. Kurang 3. Cukup 4. Baik
Observer …………………………….
Muhfahroyin | 47
SELAMAT BEKERJA
48 | Pencandraan Tumbuhan
LAMPIRAN 5. Contoh petunjuk Kegiatan Lapang Media
Berbasis Inisiasi Prototype Hutan Pembelajaran
MK: MEDIA PEMBELAJARAN BIOLOGI
A. Tujuan:
1. Mahasiswa dapat mengembangkan media pembelajaran
biologi berbasis lingkungan pada prototype hutan
pembelajaran.
2. Terbentuknya karakter peduli lingkungan melalui
pemanfaatan inisiasipengembangan prototype hutan
pembelajaran
B. Langkah-langkah Kegiatan:
1. Mahasiswa membentuk kelompok sesuai peta lahan.
2. Secara berkelompok, mahasiswa menuju lahan sesuai
dengan bagian masing-masing kelompok.
3. Kelompok mahasiswa melakukan pengamatan bersama
pada bagian lahan masing-masing (foto, video, catatan
lapang, dan lainnya).
4. Dalam kelompok, mahasiswa bekerja bersama mencari
inspirasi dari bagian lahan untuk mengembangkan media
pembelajaran biologi berbasis lingkungan yang diamati.
5. Mahasiswa mendiskusikan hasil inspirasi yang diperoleh di
lokasi prototype untuk persiapan rancangan
pengembangan media pembelajaran.
6. Setiap kelompok mahasiswa menuliskan rancangan
pengembangan media pembelajaran biologi.
7. Setiap kelompok mengembangkan rancangan yang telah
dilakukan menjadi produk pengembangan media
pembelajaran.
8. Mengumpulkan produk pengembangan media
pembelajaran biologi ke dosen pengampu mata kuliah.
Muhfahroyin | 49
SELAMAT BEKERJA
50 | Pencandraan Tumbuhan
LAMPIRAN 6 Lembar Observasi Pemanfaatan Inisiasi
Prototype Hutan Pembelajaran
LEMBAR OBSERVASI PEMANFAATAN
INISIASI PROTOTYPE HUTAN PEMBELAJARAN
MK. MEDIA PEMBELAJARAN BIOLOGI
KELOMPOK:………….
NO.
Nama Indikator
Ket. A B C D E
1
2
3
4
5
6
7
Keterangan: A. Melakukan pengamatan di prototype B. Mencandra tumbuhan di prototype C. Melakukan diskusi kelompok
D. Menjaga kondisi keutuhan prototype E. Bekerja sama
Kriteria Pengisian 1. Sangat kurang
2. Kurang
3. Cukup 4. Baik
Observer …………………………….
Muhfahroyin | 51
SELAMAT BEKERJA
52 | Pencandraan Tumbuhan
LAMPIRAN 7 Contoh Petunjuk Kegiatan Lapang Pengembangan Bahan Ajar Biologi Sma
Berbasis Inisiasi Prototypehutan Pembelajaran
MK: TELAAH BIOLOGI SMA
A. Tujuan:
1. Mahasiswa dapat memanfaatkan lingkungan sebagai
sumber belajar.
2. Terbentuknya karakter peduli lingkungan melalui inisiasi
prototype hutan pembelajaran
B. Langkah-langkah Kegiatan:
1. Mahasiswa membentuk kelompok praktikum sesuai peta
lahan.
2. Secara berkelompok, mahasiswa menuju lahan dengan
bagian sesuai masing-masing kelompok.
3. Kelompok mahasiswa melakukan pengamatan bersama
pada bagian lahan masing-masing.
4. Dalam kelompok, mahasiswa bekerja mandiri mencari
inspirasi dari bagian lahan untuk mengembangkan LKS
berbasis lingkungan yang diamati.
5. Mahasiswa mendiskusikan dalam kelompok tentang hasil
inspirasi yang diperoleh dari lahan.
6. Masing-masing mahasiswa menuliskan rancangan
pengembangan LKS, dikumpulkan ke dosen per
kelompok.
Muhfahroyin | 53
SELAMAT BEKERJA
54 | Pencandraan Tumbuhan
LAMPIRAN 8. Contoh Lembar Observasi Pemanfaatan
Inisiasi Prototype Hutan Pembelajaran
LEMBAR OBSERVASI PEMANFAATAN INISIASI PROTOTYPE HUTAN
PEMBELAJARAN
MK. TELAAH BIOLOGI SMA KELOMPOK:………….
NO.
Nama Indikator
Ket. A B C D E
1
2
3
4
5
6
7
Keterangan: F. Melakukan pengamatan di prototype G. Mencandra tumbuhan di prototype H. Melakukan diskusi kelompok
I. Menjaga kondisi keutuhan prototype J. Bekerja sama
Kriteria Pengisian
5. Sangat kurang 6. Kurang
7. Cukup 8. Baik
Observer …………………………….
Muhfahroyin | 55
SELAMAT BEKERJA
56 | Pencandraan Tumbuhan
BAB I
PENCANDRAAN TUMBUHAN
GLOSARIUM
Habitus : Bentuk atau perawakan struktur tubuh suatu objek.
Inventarisasi : Suatu kegiatan mengumpulkan dan
mengelompokkan suatu objek untuk proses identifikasi selanjutnya.
Learning Comunity : Salah satu strategi pembelajaran
dengan menggunakan sistem kerja kelompok belajar yang sudah ditentukan dalam rangka mencapai tujuan.
Meaningful learning : Pembelajaran bermakna, yaitu suatu
pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif dan kontekstual dalam kelompok belajar.
Pencandraan : Pencandraan adalah proses
mengidentifikasi dan mendeskripsi ciri-ciri suatu makhluk hidup yang akan diklasifikasi.
Scientific approach : Pendekatan yang digunakan dalam
pembelajaran dengan menitikberatkan pada penggunaan metode ilmiah dalam kegiatan pembelajaran.
Takson : Klompok makhluk hidup yang
anggotanya memiliki banyak persamaan karakteristik.
Muhfahroyin | 57