Penatalaksanaan Nodul Tiroid
-
Upload
surya-nirmala-dewi -
Category
Documents
-
view
189 -
download
2
description
Transcript of Penatalaksanaan Nodul Tiroid
Penatalaksanaan Nodul TiroidSahudi
Divisi Bedah Kepala Leher, Bagian Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Airlangga/ RSUD Dr Soetomo
Surabaya
ABSTRAK
Nodul tiroid merupakan kelainan yang sering dijumpai pada pasien, sebagian besar
merupakan lesi jinak, tidak menimbulkan keluhan pada penderitanya, dan tidak
memerlukan tindakan operasi. Namun sekitar 5 % dari nodul tiroid yang teraba
merupakan keganasan dengan prognosis yang lebih buruk dan memerlukan tindakan
yang lebih agresif. Tugas Dokter, adalah menemukan nodul tiroid dan membedakan
antara nodul yang tidak berbahaya dan nodul yang harus ditangani dengan lebih
agresif. Pemeriksaan klinis yang teliti, ditambah dengan pemeriksaan USG dan Biopsi
Aspirasi Jarum Halus merupakan alat diagnosis yang baku untuk pemeriksaan awal
yang membedakan nodul tiroid tidak berbahaya dan yang harus dilakukan tindakan
operatif.
I. PENDAHULUAN.
Nodul tiroid merupakan kelainan yang sangat sering ditemukan. Dalam suatu survey
populasi besar yang dilakukan Farmingham di Eropa tahun 2001, 6,4 % wanita dan 1,5 %
pria didapatkan adanya nodul tiroid. Angka ini lebih besar lagi manakala survey
melibatkan alat USG, yang menunjukkan bahwa 20 – 76 % populasi sesunguhnya
didapatkan nodul tiroid. Di Jerman, di suatu area yang relatif kekurangan yodium,
skrening USG atas 96.278 populaasi menunjukkan 32 % wanita, dan 33 % pria
didapatkan nodul tiroid, dengan nodul yang diameternya lebih dari 1 cm sebanyak 11,9%.
Angka-angka ini tidak jauh berbeda dengan di Amerika, dimana 1 dari 12 – 15 wanita
muda, dan 1 dari 40 pria muda mempunyai nodul tiroid. Insiden ini akan meningkat
seiring usia, dimana 50 % dari populasi berusia 50 tahun, 60 % dari populasi berusia 60
tahun, dan 70 % dari populasi diatas 70 tahun akan didapatkan 1 atau lebih nodul di
kelenjar tiroidnya. Prevalensi keganasan pada nodul tiroid berkisar antara 5-10% pada
populasi dewasa. Anak-anak usia di bawah 20 tahun dengan cold nodule tiroid
mempunyai resiko keganasan 2 kali lebih besar dibandingkan kelompok dewasa.
Kelompok usia diatas 60 tahun, disamping mempunyai prevalensi keganasan lebih tinggi
juga mempunyai tingkat agresivitas penyakit yang lebih berat, dengan lebih seringnya
dijumpai kasus-kasus jenis karsinoma tiroid tidak berdiferensiasi.
II. ANATOMI & FISIOLOGI
Kelenjar tiroid merupakan salah satu kelenjar terbesar, yang normalnya memiliki
berat 15 sampai 20 gram. Tiroid mengsekresikan tiga macam hormon, yaitu tiroksin (T4),
triiodotironin (T3), dan kalsitonin.
Secara anatomi, tiroid merupakan kelenjar endokrin (tidak mempunyai ductus) dan
bilobular (kanan dan kiri), dihubungkan oleh isthmus (jembatan) yang terletak di depan
trachea tepat di bawah cartilago cricoidea. Kadang juga terdapat lobus tambahan yang
membentang ke atas (ventral tubuh), yaitu lobus piramidalis.
Kelenjar tiroid dialiri oleh beberapa arteri :
1. A. thyroidea superior (arteri utama).
2. A. thyroidea inferior (arteri utama).
3. Terkadang masih terdapat A. thyroidea ima, cabang Aorta / A anonyma.
Kelenjar tiroid mempunyai 3 pasang vena utama:
1. V. thyroidea superior (bermuara di V. jugularis interna).
2. V. thyroidea medialis (bermuara di V. jugularis interna).
3. V. thyroidea inferior (bermuara di V. anonyma kiri).
Aliran limfe terdiri dari 2 jalinan:
1. Jalinan kelenjar getah bening intraglandularis
2. Jalinan kelenjar getah bening extraglandularis
Kedua jalinan ini akan mengeluarkan isinya ke limfonoduli pretracheal lalu menuju ke
kelenjar limfe yang dalam sekitar V. jugularis. Dari sekitar V. jugularis ini diteruskan ke
limfonoduli mediastinum superior.
Persarafan kelenjar tiroid:
1. Ganglion simpatis (dari truncus sympaticus) cervicalis media dan inferior
2. Parasimpatis, yaitu N. laryngea superior dan N. laryngeus recurrens.
Terdapat dua saraf yang sangat berdekatan letaknya dengan kelenjar tiroid, yakni saraf
laryngea superior yang mensarafi otot-otot menelan dan recurens laring yang terletak
dibagian inferior kelenjar yang mensarari pergerakan pita suara. Kedua saraf ini tidak
jarang mengalami cedera waktu operasi. Saraf laringea superior yang cidera, berakibat
gangguan menelan, sedangkan saraf recuens larink akan berakibat serak bila cidera satu
sisi dan stridor / sesak nafas bila cidera di kedua sisinya.
Embriologi kelenjar tiroid
Secara embriologi, tahap pembentukan kelenjar tiroid adalah :
Kelenjar tiroid mulanya merupakan dua buah tonjolan dari dinding depan bagian
tengah farings, yang terbentuk pada usia kelahiran 4 minggu. Tonjolan pertama disebut
pharyngeal pouch, yaitu antara arcus brachialis 1 dan 2. Tonjolan kedua pada foramen
ceacum, yang berada ventral di bawah cabang farings I.
Pada minggu ke-7, tonjolan dari foramen caecum akan menuju pharyngeal pouch
melalui saluran yang disebut ductus thyroglossus.
Kelenjar tiroid akan mencapai kematangan pada akhir bulan ke-3, dan ductus
thyroglossus akan menghilang. Posisi akhir kelenjar tiroid terletak di depan vertebra
cervicalis 5, 6, dan 7.
Namun pada kelainan klinis, sisa kelenjar tiroid ini juga masih sering ditemukan
di pangkal lidah (ductus thyroglossus/lingua thyroid) dan pada bagian leher yang lain.
2.1 Fisiologi Kelenjar Tiroid
Yodium yang diperoleh dari makanan laut atau garam beyodium, merupakan
mikromineral karena diperlukan tubuh dalam jumlah sedikit, yaitu 50 mg/tahun atau 1
mg/minggu. Yodium yang masuk ke oral akan diabsorbsi dari sistem digesti tubuh ke dalam
darah. Biasanya, sebagian besar iodida tersebut dengan cepat dikeluarkan oleh ginjal, tetapi
hanya setelah kira-kira satu perlimanya dipindahkan dari sirkulasi darah oleh sel-sel kelenjar
tiroid secara selektif dan digunakan untuk sitesis hormon.
Sintesis dan Sekresi Hormon Tiroid
1. Iodide Trapping, yaitu pejeratan iodium oleh pompa Na+/K+ ATPase.
2. Yodium masuk ke dalam koloid dan mengalami oksidasi. Kelenjar tiroid merupakan
satu-satunya jaringan yang dapat mengoksidasi I hingga mencapai status valensi yang
lebih tinggi. Tahap ini melibatkan enzim peroksidase.
3. Iodinasi tirosin, dimana yodium yang teroksidasi akan bereaksi dengan residu tirosil
dalam tiroglobulin di dalam reaksi yang mungkin pula melibatkan enzim tiroperoksidase
(tipe enzim peroksidase).
4. Perangkaian iodotironil, yaitu perangkaian dua molekul DIT (diiodotirosin) menjadi T4
(tiroksin, tetraiodotirosin) atau perangkaian MIT (monoiodotirosin) dan DIT menjadi T3
(triiodotirosin). reaksi ini diperkirakan juga dipengaruhi oleh enzim tiroperoksidase.
5. Hidrolisis yang dibantu oleh TSH (Thyroid-Stimulating Hormone) tetapi dihambat oleh I,
sehingga senyawa inaktif (MIT dan DIT) akan tetap berada dalam sel folikel.
6. Tiroksin dan triiodotirosin keluar dari sel folikel dan masuk ke dalam darah. Proses ini
dibantu oleh TSH.
7. MIT dan DIT yang tertinggal dalam sel folikel akan mengalami deiodinasi, dimana
tirosin akan dipisahkan lagi dari I. Enzim deiodinase sangat berperan dalam proses ini.
8. Tirosin akan dibentuk menjadi tiroglobulin oleh retikulum endoplasma dan kompleks
golgi.
Pengangkutan Tiroksin dan Triiodotirosin ke Jaringan
Setelah dikeluarkan ke dalam darah, hormon tiroid yang sangat lipofilik secara cepat
berikatan dengan beberapa protein plasma. Kurang dari 1% T3 dan kurang dari 0,1% T4
tetap berada dalam bentuk tidak terikat (bebas). Keadaan ini memang luar biasa mengingat
bahwa hanya hormon bebas dari keseluruhan hormon tiroid memiliki akses ke sel sasaran
dan mampu menimbulkan suatu efek.
Terdapat 3 protein plasma yang penting dalam pengikatan hormon tiroid:
1. TBG (Thyroxine-Binding Globulin) yang secara selektif mengikat 55% T4 dan 65% T3
yang ada di dalam darah.
2. Albumin yang secara nonselektif mengikat banyak hormone lipofilik, termasuk 10% dari
T4 dan 35% dari T3.
3. TBPA (Thyroxine-Binding Prealbumin) yang mengikat sisa 35% T4.
Di dalam darah, sekitar 90% hormon tiroid dalam bentuk T4, walaupun T3 memiliki
aktivitas biologis sekitar empat kali lebih poten daripada T4. Namun, sebagian besar T4
yang disekresikan kemudian dirubah menjadi T3, atau diaktifkan, melalui proses
pengeluaran satu yodium di hati dan ginjal. Sekitar 80% T3 dalam darah berasal dari
sekresi T4 yang mengalami proses pengeluaran yodium di jaringan perifer. Dengan
demikian, T3 adalah bentuk hormon tiroid yang secara biologis aktif di tingkat sel.
Fungsi Fisiologis Hormon Tiroid
1. Meningkatkan transkripsi gen ketika hormon tiroid (kebanyakan T3) berikatan dengan
reseptornya di inti sel.
2. Meningkatkan jumlah dan aktivitas mitokondria sehingga pembentukkan ATP (adenosin
trifosfat) meningkat.
3. Meningkatkan transfor aktif ion melalui membran sel.
4. Meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan otak, terutama pada masa janin.
Pengaturan Sekresi Hormon Tiroid
Mula-mula, hipotalamus sebagai pengatur mensekresikan TRH (Thyrotropin-Releasing
Hormone), yang disekresikan oleh ujung-ujung saraf di dalam eminansia mediana
hipotalamus. Dari mediana tersebut, TRH kemudian diangkut ke hipofisis anterior lewat
darah porta hipotalamus-hipofisis. TRH langsung mempengaruhi hifofisis anterior untuk
meningkatkan pengeluaran TSH.
TSH merupakan salah satu kelenjar hipofisis anterior yang mempunyai efek spesifik
terhadap kelenjar tiroid:
1. Meningkatkan proteolisis tiroglobulin yang disimpan dalam folikel, dengan hasil
akhirnya adalah terlepasnya hormon-hormon tiroid ke dalam sirkulasi darah dan
berkurangnya subtansi folikel tersebut.
2. Meningkatkan aktifitas pompa yodium, yang meningkatkan kecepatan proses iodide
trapping di dalam sel-sel kelenjar, kadangakala meningkatkan rasio konsentrasi iodida
intrasel terhadap konsentrasi iodida ekstrasel sebanyak delapan kali normal.
3. Meningkatkan iodinasi tirosin untuk membentuk hormon tiroid.
4. Meningkatkan ukuran dan aktifitas sensorik sel-sel tiroid.
5. Meningkatkan jumlah sel-sel tiroid, disertai dengan dengan perubahan sel kuboid
menjadi sel kolumner dan menimbulkan banyak lipatan epitel tiroid ke dalam folikel.
Meningkatnya hormon tiroid di dalam cairan tubuh akan menurunkan sekresi TSH oleh
hipofisis anterior. Hal ini terutama dikarenakan efek langsung hormon tiroid terhadap
hipofisis anterior.
III. KLASIFIKASI PATOLOGI TIROID
Nodul tiroid merupakan kelainan yang banyak dijumpai, terlebih pada usia tua.
Klasifikasi tumor tiroid secara histologis telah dirumuskan oleh WHO pada tabel dibawah
ini :
Table 119-4 -- WORLD HEALTH ORGANIZATION REVISED HISTOLOGIC
CLASSIFICATION OF THYROID TUMORS
I. Epithelial tumors
A. Benign
1. Follicular adenoma
a. Architectural patterns
i. Normofollicular (simple)
ii. Macrofollicular (colloid)
iii. Microfollicular (fetal)
iv. Trabecular and solid (embryonal)
v. Atypical
b. Cytologic patterns
i. Oxyphilic cell type
ii. Clear cell type
iii. Mucin-producing cell type
iv. Signet-ring cell type
v. Atypical
2. Others
a. Salivary gland-type tumors
b. Adenolipomas
c. Hyalinizing trabecular tumors
B. Malignant
1. Follicular carcinoma
a. Degree of invasiveness
i. Minimally invasive (encapsulated)
ii. Widely invasive
b. Variants
i. Oxyphilic (Hürthle) cell type
ii. Clear cell type
2. Papillary carcinoma
a. Variants
i. Papillary microcarcinoma
ii. Encapsulated variant
iii. Follicular variant
iv. Diffuse sclerosing variant
v. Oxyphilic (Hürthle) cell type
3. Medullary thyroid cancer
a. Variant
i. Mixed medullary-follicular carcinoma
4. Undifferentiated (anaplastic) carcinoma
5. Other carcinomas
a. Mucinous carcinoma
b. Squamous cell carcinoma
c. Mucoepidermoid carcinoma
II. Nonepithelial tumors
III. Malignant tumors
IV. Miscellaneous tumors
A. Parathyroid tumors
B. Paragangliomas
C. Spindle cell tumors with mucous cysts
D. Teratomas
V. Secondary tumors
VI. Unclassified tumors
VII. Tumor-like lesions
A. Hyperplastic goiters
B. Thyroid cysts
C. Solid cell nests
D. Ectopic thyroid tissue
E. Chronic thyroiditis
F. Riedel's thyroiditis
G. Amyloid goiter
2.1.1 Adenoma tiroid
Adenoma tiroid merupakan neoplasma jinak yang berasal dari jaringan tiroid, biasanya
tumbuh pelan dalam beberapa tahun dan jarang menimbulkan keluhan. Sering ditemukan
secara tidak sengaja oleh penderita sendiri atau oleh dokter saat general chek-up. Sebanyak
5-10 % adenoma tiroid disertai dengan hipertiroidisme, khususnya jika diameternya lebih
besar dari 3 sentimeter.
Sebagian besar adenoma tiroid merupakan adenoma folikuler dan jarang ditemukan
adenoma papiler atau teratoma. Jika ditemukan adenoma papiler, diagnosis harus benar-
benar ditegakkan dengan teliti karena sebagian besar adenoma papiler ternyata merupakan
keganasan.
2.1.2 Karsinoma Tiroid
Karsinoma tiroid adalah tumor ganas yang berasal dari sel folikel atau sel
parafolikuler kelenjar tiroid. Kanker tiroid merupakan tumor yang jarang didapat, yaitu
sekitar 3-5% dari semua tumor maligna. Angka kejadiannya berkisar antara 0,5 sampai
10 kasus per 100.000 populasi.
a. Karsinoma Papiler
Karsinoma papiler merupakan jenis karsinoma tiroid terbanyak, yaitu sekitar 60-
80% dari seluruh karsinoma tiroid. Tipe ini dapat mengenai semua usia dan tampaknya
merupakan satu-satunya tipe pada karsinoma tiroid anak. Angka kejadian terbanyak
terjadi pada usia antara 40-49 tahun. Tumor ini lebih sering menyebar melalui aliran
limfe (50%) dan jarang menyebar melalui pembuluh darah (5%).
Secara makroskopis tumor ini padat dan tidak berkapsul. Tumor dapat tumbuh di
beberapa tempat pada kelenjar tiroid (multisentris) pada 20-80% kasus dan seringkali
mengenai kedua lobus.
Berdasarkan ekstensinya, karsinoma tiroid tipe papiler dibagi menjadi occult,
intratiroid, dan ekstratirod. Karsinoma papiler occult adalah tumor dengan diameter
kurang dari 1 sentimeter, karsinoma papiler intratiroid masih terbatas di dalam kelenjar
tiroid, sedangkan karsinoma papiler ekstratiroid telah menembus kapsul tiroid dan
menginvasi struktur sekitar seperti otot laring, trakea, esofagus.
Secara histologis, karsinoma papiler dibagi menjadi tipe papiler murni, tipe
campuran papiler dan folikuler, dan tipe varian folikuler karsinoma papiler. Tipe
campuran merupakan tipe yang tersering dan yang terjarang adalah tipe papiler murni.
Daya tahan hidup 5 tahun karsinoma papiler secara keseluruhan sebesar 90% .
b. Karsinoma Folikuler
Karsinoma folikuler timbul pada kelompok usia yang lebih tua, paling sering pada
usia antara 50 sampai 59 tahun, dan jarang terjadi pada usia kurang dari 30 tahun. Angka
kejadiannya lebih jarang dari karsinoma papiler, yaitu 10 sampai 20% dari seluruh
karsinoma tiroid.
Secara makroskopis tipe ini berupa suatu nodul tiroid tunggal dan berkapsul. Secara
mikroskopis, adanya invasi tumor pada kapsul, pembuluh darah dan pembuluh limfe
merupakan faktor kunci untuk membedakan karsinoma folikuler dari adenoma folikuler.
Metastasis tumor terutama melalui pembuluh darah ke paru-paru atau tulang (20-30%)
dan jarang menyebar ke kelenjar getah bening .
Secara keseluruhan penderita dengan karsinoma folikuler memiliki daya tahan
hidup 5 tahun sebesar 70% .
c. Karsinoma Anaplastik
Karsinoma anaplastik didapatkan pada 10-15% karsinoma tiroid dan lebih sering
terjadi pada usia tua dan jenis kelamin wanita (17,21). Pada umumnya tumor ini berawal dari
pembesaran kelenjar tiroid yang telah ada dalam waktu lama dan tiba-tiba membesar
cepat disertai rasa nyeri yang menjalar ke telinga dan suara parau (18,21). Tumor bersifat
sangat agresif dan memiliki potensi metastasis yang tinggi, baik hematogen maupun
limfogen.
Secara histologis, karsinoma anaplastik tidak memiliki arsitektur yang khas dan
tidak didapatkan gambaran sel tiroid normal. Berdasarkan sel yang lebih dominan,
karsinoma ini dibagi menjadi 3 jenis, yaitu karsinoma sel kecil, karsinoma sel raksasa,
dan karsinoma sel spindel.
Daya tahan hidup 5 tahun penderita tidak lebih dari 5% .
d. Karsinoma Meduler
Karsinoma meduler berasal dari sel parafolikuler (sel C) tiroid yang mensekresi
kalsitonin, merupakan 5-10% dari karsinoma tiroid. Karsinoma ini dapat merupakan
bagian dari penyakit neoplasia endokrin multipel tipe II, sebagai penyakit familial yang
bukan neoplasia endokrin multipel, atau sporadis. Karsinoma meduler yang familial
biasanya bilateral (90%) dan multifokal, sedangkan yang sporadik biasanya unifokal(17,21).
Metastasis dapat terjadi secara hematogen ke paru, hati, dan tulang, maupun limfogen.
Pada umumnya prognosis karsinoma ini terletak antara karsinoma papiler dan anaplastik .
E. Tumor sel Hurthle
Tumor sel Hurthle merupakan 5% dari seluruh keganasan tiroid dan sering bilateral. Sel
Hurthle disebut juga sel eosinifilik, onkosit atau sel oksifil, merupakan sel bulat dengan
granula eosinofilik halus pada sitoplasma yang menunjukkan banyaknya mitokondria.
Tumor ganas ditandai dengan invasi pada kapsul dan pembuluh darah, bahkan pada
jaringan di luar kelenjar tiroid, dan sering disertai metastase ke kelenjar getah bening
leher.
F. Limfoma
Limfoma primer pada kelenjar tiroid merupakan 5 % dari seluruh kasus limfoma dan
merupakan 10 % dari keganasan pada tiroid. Biasanya ditandai dengan tumor pada
kelenjar tiroid yang membesar dengan cepat, terutama pada penderita yang sebelumnya
sudah menderita struma multinodosa atau tiroiditis limfositik.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan massa padat, keras atau agak kenyal, sering fixed dan
tidak nyeri. Biasanya massanya cukup besar dan sering disertai dengan tanda-tanda
hipotiroidisme.
Secara histologis, sebagian besar limfoma tiroid merupakan non-Hodgkin’s lymphoma
derajat keganasan tinggi dengan varian terbanyak berupa small-cell non cleaved type dan
large-cell non cleaved follicular cell type. Jaringan tiroid normal digantikan oleh
gambaran jaringan tumor yang homogen dengan sisa-sisa jaringan tiroid yang atrofi.
IV. EPIDEMIOLOGI
Pada kelenjar endokrin, karsinoma tiroid merupakan keganasan yang paling sering
terjadi, yaitu 89% dari seluruh kanker endokrin. Penderita baru karsinoma tiroid
mencapai 141.000 penderita, merupakan 1,3% dari seluruh penderita baru keganasan di
dunia th 2002 dan menduduki peringkat ke-20 jumlah penderita baru . Insiden kanker
tiroid di dunia cenderung meningkat. Di Florida antara tahun 1990 dan tahun 2000
tercatat penderita kanker tiroid meningkat dua kali lipat yaitu sebesar 6 per 100.000
penduduk pada tahun 1990 menjadi 10,1 per 100.000 penduduk pada tahun 2000.
Dilaporkan 203 kasus baru setiap tahunnya atau 1,3 % dari semua kanker baru yang
tercatat di Finlandia. Di Inggris kanker tiroid merupakan 0,5 % dari semua kanker dan
menyebabkan kurang lebih 0,5 % dari semua kematian karena kanker.
Walaupun angka kejadiannya rendah, namun kanker tiroid mempunyai sifat
biologi yang bervariasi mulai dari lesi dengan differensiasi baik yang mempunyai
prognosa baik sampai dengan karsinoma anaplastik yang merupakan prognosa jelek.
Variasi sifat biologis kanker tiroid merupakan salah satu faktor prognostik, dan hal
tersebut menjadi pertimbangan bagi para klinisi untuk menangani penderita dengan
kanker tiroid. Sifat biologis ini akan menentukan jenis dan cara terapi yang akan
diberikan.
Diantara karsinoma tiroid, yang terbanyak adalah tipe papiler (75%), dan disusul
oleh tipe folikuler (15%). Keduanya diklasifikasikan sebagai karsinoma tiroid
berdiferensiasi baik. Penderita dengan karsinoma tiroid tipe papiler memiliki prognosis
baik dengan angka ketahanan hidup 10 tahun di Amerika Serikat sebesar 93%, dan 85%
pada tipe folikuler . Namun demikian, kedua tipe karsinoma ini dapat menjadi agresif
pada 5-27% penderita dan mengalami kekambuhan lokoregional, menyebabkan
prognosis yang buruk dan kematian. Pada literatur lain disebutkan bahwa angka
kekambuhan karsinoma tiroid tipe papiler mencapai 35% dalam kurun waktu 40 tahun.
Kekambuhan ini terutama terjadi pada usia kurang dari 20 tahun dan diatas 60 tahun.
Penyebaran karsinoma tiroid tipe papiler terutama melalui aliran limfe sedangkan tipe
folikuler menyebar secara hematogen ke paru-paru atau tulang. Oleh karena itu, maka
penting bagi para klinisi untuk dapat menegakkan diagnosa secara dini dan menentukan
terapi yang tepat. Berbagai faktor prognostik digunakan dalam menangani kanker ini.
V. DIAGNOSIS.
Diagnosis Klinis
Anamnesa
Selain hal yang mendukung terjadinya goiter akibat keradangan atau hiperplasi dan
hipertrofi, maka perlu juga ditanyakan hal hal yang diduga ada kaitannya dengan
keganasan pada kelenjar tiroid, terutama pada struma uninodosa non toksika antara lain :
1. Umur < 20 thn atau >50 thn
2. Riwayat terpapar radiasi leher pada masa kanak kanak
3. Pembesaran kelenjar tiroid yang cepat (progresif)
4. Penderita struma disertai suara parau
5. Disertai disfagia
6. Disertai rasa nyeri
7. Ada riwayat pada keluarga yang menderita kanker
8. Px struma yang diduga hiperplasi, diterapi dengan hormon
tiroksin tetap membesar
9. Struma dengan sesak nafas
Nodul tiroid jinak sering terjadi pada usia 30-50 tahun. Bila nodul dijumpai pada umur <
20 tahun, 20-70% merupakan suatu keganasan, demikian juga kalau umur > 50 tahun.
Adanya gejala lokal suara parau, disfagia, nyeri biasanya menunjukkan invasif suatu
keganasan tiroid. Suatu goiter yang sudah bertahun tahun besarnya tetap biasanya jinak,
akan tetapi apabila berubah menjadi membesar dalam waktu yang singkat (bulan
/minggu) maka perlu diwaspadai berubah menjadi ganas.
Pada anamnesa untuk mengetahui adakah gangguan fungsi pada penderita struma maka
harus ditanyakan juga hal hal yang mendukung adanya tanda hipertiroid antara lain
tremor, akral hangat dan basah (keringat), takikardia, susah konsentrasi, makan banyak
akan tetapi berat badan turun, sering diare. Sedang gejala hipotiroidi antara lain sikap
lamban/apatis, wajah sembab, konstipasi, kulit kering, mengantuk, berat badan
bertambah, non pitting oedema pada tungkai.
Pemeriksaan fisik
Dilakukan pemeriksaan fisik dalam ruang dengan fasilitas alat diagnostik serta
penerangan yang memadai, pemeriksaan yang kita lakukan harus membuka baju.
Dilakukan pemeriksaan secara sistematis (urut dari atas kebawah), simetris (bandingkan
kanan/kiri), simultan (kanan/ kiri bersamaan). Secara rutin harus dievaluasi juga keadaan
kelenjar getah bening lehernya, adakah pembesaran, dilakukan evaluasi tersebut secara
sistematis pula.
Seperti halnya pemeriksaan fisik untuk kasus tumor pada kepala dan leher, maka kepala-
leher- dada bagian atas harus terlihat dengan jelas, dianjurkan penderita buka baju.
Pemeriksaan penderita dari arah belakang, kepala penderita sedikit fleksi sehingga
m.sternokliedomastoideus relaksasi, dengan demikian tumor tiroid lebih mudah
dievaluasi dengan palpasi. Gunakan kedua tangan bersamaan dengan ibu jari posisi
ditengkuk penderita sedang keempat jari yang lain dari arah lateral mengevaluasi tiroid
serta mencari pole bawah kelenjar tiroid sewaktu penderita disuruh menelan. Pada goiter
yang besar dan masuk retrosternal maka ita tidak bisa meraba trakea serta pole bawah
tiroid. Kelenjar tiroid yang normal teraba sebagai bentukan yang lunak dan ikut bergerak
pada waktu menelan. Biasanya struma masih bisa digerakkan kearah lateral, dan sukar
digerakkan kearah vertikal. Goiter menjadi terfiksir apabila sangat besar, keganasan yang
sudah menembus kapsul, tiroiditis, ada jaringan fibrosis setelah operasi. Untuk
memeriksa goiter yang berasal dari satu lobus (misalnya lobus kiri penderita), maka
dilakukan sebagai berikut: dengan jari tangan kiri kita letakkan dimedial dibawah
kartilago tiroid, lalu kita dorong benjolan tersebut kekanan. Kemudian ibujari tangan
kanan kita letakkan dipermukaan anterior benjolan, keempat jari lainnya kita letakkan
pada tepi belakang muskulus sternokleidomastoideus untuk meraba tepi lateral kelenjar
tiroid tersebut. Pada goiter yang menimbulkan pendesakan trakea bisa menyebabkan
sesak nafas, sianosis sehingga gelisah.
Bila pada pemeriksaan fisik bila dijumpai nodul maka harus didiskripsikan :
1. Lokasi nodul dilobus kanan/kiri/isthmus.
2.Ukuran nodul dalam sentimeter, diameter terpanjang.
3. Jumlah nodul uninodosa atau multinodosa.
4. Konsistensi nodul kistik/lunak/kenyal/keras.
5. Nyeri saat dilakukan palpasi.
6. Mobilitas nodul terhadap kulit atau terhadap dasar/trakea.
7. Pembesaran kelenjar getah bening.
Keganasan dapat terjadi pada goiter uninodosa (15-20%), multinodosa (5%).
Pemeriksaan laboratorium.
Dilakukan untuk mengukur (fungsi kelenjar tiroid) produksi hormon tiroksin (T4), tidak
dipengaruhi oleh yodium ataupun media kontras yang berisi yodium, kecuali kalau
diberikan yodium cukup banyak yang dapat mempengaruhi fungsi tiroid sendiri. Kadar TT4
normal dewasa 60-150nmol/L atau 50-120ng/dl; neonatus 144-400nmol/L; bayi 90-
195nmol/L; anak2 70-150nmol/L.
Tri-yodotironin total (TT3) dipengaruhi oleh perubahan ikatan protein dalam hormon tiroid.
Kadar TT3 normal pada dewasa 1,0-2,6nmol/L (0,65-1,7mg/ml); neonatus 0,8-7,2nmol/L;
bayi 1,6-3,8nmol/L; anak2 1,5-3,7nmol/L. Pemeriksaan kadar TT3 lebih berguna pada
keadaan hipertiroidi dibandingkan kadar TT4 karena kenaikan TT3 relatif lebih besar dari
kenaikan TT4. Pada T3 tirotoksikosis kadar T4 normal.
Pada keadaan hipotiroidi penurunan TT3 tidak sejelas penurunan TT4 karena ada
rangsangan dari TSH, sehingga sebaiknya ditentukan kadar TSH. Pada bebrapa penyakit
nontiroid dan pada usia lanjut dapat dijumpai penurunan TT3 karena konversi T4 ke T3
berkurang.
Pemeriksaa Human thyroglobulin, yang merupakan suatu penanda tumor (“tumor marker”)
untuk keganasan tiroid jenis yang berdiferensiasi baik, digunakan terutama untuk follow up
kasus keganasan yang telah dilakukan penanganan radikal.
Sedangkan kadar calcitonin diperiksa hanya untuk pasien yang dicurigai karsinoma
meduler, karena hanya jenis keganasan ini yang meningkatkan kadar kalsitonin.
Pemeriksaan Radiologi
Foto Polos X-Ray
Dilakukan pemeriksaan foto paru posteroanterior, untuk menilai ada tidaknya metastasis ke
paru. Foto polos leher antero-posterior dan lateral dengan metode ”soft tissue technique”
dengan posisi leher hiperekstensi, bila tumornya besar, berguna untuk mencari adanya
bagian tumor yang masuk ke rongga mediastinum ( retrosternal struma ). Selain itu foto
polos juga berguna untuk melihat ada tidaknya mikrokalsifikasi, melihat tanda infilatrasi
ke trachea, dan juga melihat arah defiasi trachea untuk keperluan intubasi.
Esofagogram dilakukan bila secara klinis terdapat tanda-tanda adanya infiltrasi ke
esofagus.
Pembuatan foto tulang dilakukan bila ada tanda-tanda metastasis ke tulang yang
bersangkutan.
CT-Scan dilakukan untuk struma yang besar, dan operabilitasnya diragukan.
Pemeriksaan Ultrasonografi.
Penggunaan pencitraan ultrasonografi (USG) dalam pemeriksaan nodul tiroid
menjadi semakin populer dan berkembang terutama dengan dipergunakannya alat USG
yang mempunyai daya resolusi yang tinggi. Pemeriksaan USG merupakan pemeriksaan
yang non-invasif, tidak menggunakan sinar pengion, sehingga dapat digunakan berulang-
ulang, tidak menimbulkan rasa sakit pada penderita, pemeriksaannya relatif cepat dan
mudah, nilai akurasi diagnostiknya yang cukup tinggi, dan tidak memiliki kontra indikasi
apapun.
Manfaat pemeriksaan ultrasonografi untuk pemeriksaan tiroid ialah :
- dapat menentukan jumlah nodul
- dapat membedakan antara lesi tiroid padat dan kistik
- dapat mengukur volume dari nodul tiroid
- dapat mendeteksi adanya jaringan kanker tiroid residif yang tidak
menangkap yodium, yang tidak terlihat dengan sidk tiroid.
- pada kehamilan dimana pemeriksaan sidik tiroid adalah kontra
indikasi, pemeriksaan USG sangat membantu mengetahui adanya
pembesaran tiroid.
- untuk mengetahui lokasi dengan tepat benjolan tiroid yang akan
dilakukan biopsi terarah.
- dapat dipakai sebagai pengamatan lanjut hasil pengobatan.
Pemeriksaan sidik tiroid / thyroid scanning.
Pemeriksaan tiroid dengan menggunakan radio isotop, erat hubungannya dengan
metabolisme yodium, sehingga dengan yodium yang dimuati bahan radioaktif kita bisa
mengamati aktifitas kelenjar tiroid maupun bentuk lesinya. Radioisotop yang umum
digunakan dalam bidang tiroidologi adalah I131,I123,I125,Tc99mpertechnetate. Radiasi gamma
digunakan untuk diagnostik, sedangkan radiasi beta penting untuk terapi.
Uji tangkap tiroid, penilaian fungsi kelenjar tiroid dapat dilakukan berkat adanya sistem
transport pada membrane sel tiroid yang menangkap yodida dan anion lain (misalnya
pertechnetate perchlorate), uji ini berguna untuk :
1. Menentukan fungsi dan sekaligus membedakan berbagai penyebab
hipertiroidi.
2. Menentukan dosis yodium radioaktif untuk pengobatan hipertiroidi.
Uji tangkap yodium dilakukan dengan memberikan I131 melalui oral dengan dosis 30
sampai 50 mCi (=milli Curie). Dengan dosis sebesar itu sekaligus dapat dilakukan sidik
tiroid, sedangkan bila yang akan dilakukan hanya uji tangkap yodium dosis yang diberikan
lebih rendah yaitu cukup 5-10 mCi.
Indikasi sidik tiroid adalah :
1. Evaluasi bentuk, letak, besar, serta distribusi radioaktivitas
2. Deteksi varian anatomi, seperti tiroid ektopik
3. Evaluasi massa tumor dileher dan mediastinum
4. Deteksi sisa jaringan tiroid pasca tiroidektomi serta anak sebar
fungsional dari karsinoma tiroid berdeferensiasi baik.
5. Memperkirakan berat kelenjar tiroid.
Biopsi aspirasi jarum halus (BAJH).
Biopsi aspirasi jarum halus (BAJH) merupakan metode pemeriksaan atau prosedur baku
yang sudah diterima secara global, yang makin banyak digunakan dalam menentukan
diagnosis sitologi prabedah. BAJH berfungsi sebagai prosedur diagnostik pada nodul tiroid
terutama dalam menentukan suatu neoplasma dan sebagai deteksi dini atau “skreening”
pada kanker tiroid. Prinsip utama daripada pelaksanaan BAJH pada nodul tiroid adalah
untuk memilih pasien-pasien yang memerlukan tindakan pembedahan pada kelainan
neoplasma atau pengobatan (medikamentosa) pada kelainan fungsional atau peradangan.
BAJH terbukti dapat mengurangi tindakan pembedahan yang sebenarnya tidak diperlukan,
sampai 20-50%.
Ultrasonografi dapat dipergunakan sebagai pengarah pada BAJH, dengan demikian jarum
biopsi dapat dengan lebih jelas dan akurat diinsersikan ke lesi yang dicurigai. USG secara
signifikan meningkatkan sensitivitas dan spesifitas BAJH pada nodul tiroid dan
menurunkan jumlah non-diagnostik sampel dibandingkan jika hanya dengan BAJH saja.
Hal ini terutama dalam menghadapi nodul tiroid yang sulit di palpasi, karena ukurannya
yang sangat kecil atau letaknya yang dalam dan pada nodul tiroid yang berhubungan
dengan adanya proses yang difus seperti pada kasus tiroiditis. Pada kasus lain seperti
adanya perubahan kistik yang luas atau fibrosis, dengan bantuan USG maka jarum halus
dapat diarahkan ke bagian yang solid untuk mendapatkan spesimen yang akurat. Pasien
yang didiagnosis mempunyai satu nodul secara palpasi, ternyata mempunyai nodul
tambahan 15-48% jika diperiksa dengan USG.
Diatas semua kelebihan dan kebaikan BAJH yang telah diterima masyarakat kedokteran
dunia sebagai gold standard dalam menentukan diagnnostis primer terhadap nodul tiroid,
maka BAJH mempunyai titik lemah yang sampai saat ini belum bisa teratasi dengan
memuaskan dan diterima luas. BAJH tidak bisa membedakan sel-sel folikuler tiroid antara
sel folikuler jinak dan maligna. Oleh karenanya pada hasil BAJH selalu ditulis hasilnya
sebagai folikular neoplasma, karena sulitnya secara seitologis membedakan antara
keduanya. Penentuan folikuler adenoma atau karsinoma baru bisa dilihat dari sediaan
paraffin coupe dari specimen operasi, yang menunjukkan adanya infiltrasi sel-sel folikel
tiroid kedalam kapsul atau pembuluh darah tiroid.
VI. PENATALAKSANAAN PENDERITA NODUL TIROID
Penatalaksanaan nodul tiroid di Indonesia mengacu pada Protokol PERABOI,
sebagai berikut :
Pertama-tama dilakukan pemeriksaan klinis untuk menentukan apakah nodul tiroid
tersebut suspek maligna atau suspek benigna.
Bila nodul tersebut suspek maligna dibedakan atas apakah kasus tersebut operabel atau
inoperabel. Bila kasus yang dihadapi inoperabel maka dilakukan tindakan biopsi insisi
dengan pemeriksaan histopatologi secara blok parafin. Dilanjutkan dengan tindakan
debulking dan radiasi eksterna atau khemoradioterapi.
Bila nodul tiroid suspek maligna tersebut operabel dilakukan tindakan isthmolobektomi
dan pemeriksaan potong beku (VC ).
Ada 5 kemungkinan hasil yang didapat :
1. Lesi jinak.
Maka tindakan operasi selesai dilanjutkan dengan observasi
2. Karsinoma papilare.
Dibedakan atas risiko tinggi dan risiko rendah berdasarkan klasifikasi AMES.
- Bila risiko rendah tindakan operasi selesai dilanjutkan dengan observasi.
- Bila risiko tinggi dilakukan tindakan tiroidektomi total.
3. Karsinoma folikulare.
Dilakukan tindakan tiroidektomi total
4. Karsinoma medulare.
Dilakukan tindakan tiroidektomi total
5. Karsinoma anaplastik.
- Bila memungkinkan dilakukan tindakan tiroidektomi total.
- Bila tidak memungkinkan, cukup dilakukan tindakan debulking
dilanjutkan dengan radiasi eksterna atau khemoradioterapi.
Bila nodul tiroid secara klinis suspek benigna dilakukan tindakan FNAB ( Biopsi Jarum
Halus ). Ada 2 kelompok hasil yang mungkin didapat yaitu :
1. Hasil FNAB suspek maligna, “foliculare Pattern” dan “Hurthle Cell”.
Dilakukan tindakan isthmolobektomi dengan pemeriksaan potong beku
seperti diatas.
2. Hasil FNAB benigna.
Dilakukan terapi supresi TSH dengan tablet Thyrax selama 6 bulan kemudian dievaluasi,
bila nodul tersebut mengecil diikuti dengan tindakan observasi dan apabila nodul tersebut
tidak ada perubahan atau bertambah besar sebaiknya dilakukan tindakan isthmolobektomi
dengan pemeriksaan potong beku seperti diatas.
Nodul Tiroid
Klinis
Suspek Maligna Suspek Benigna
Inoperabel Operabel FNAB
Biopsi Insisi Isthmolobektomi
Lesi jinak VC Suspek maligna BenignaFolikulare patternHurthle cell
Papilare Folikulare Medulare Anaplastik Supresi TSH 6 bulan
Risiko Risiko Rendah Tinggi Membesar
Mengecil Tidak ada
Perubahan
Debulking
Observasi Tiroidektomi total Radiasi eksterna/ Khemotherapi
Bila di pusat pelayanan kesehatan tidak terdapat fasilitas pemeriksaan potong beku maupun
maka dilakukan tindakan lobektomi/isthmolobektomi dengan pemeriksaan blok parafin dan
urutan penanganan nodul tiroid dapat mengikuti bagan dibawah ini.
Nodul Tiroid
Klinis
Suspek Maligna Suspek Benigna
Inoperabel Operabel Observasi
Biopsi Insisi Lobektomi Isthmolobektomi -Gejala penekanan
-Terapi konservatif Blok paraffin supresi TSH gagal
-Kosmetik Lesi jinak Ganas
Operasi selesai
Papilare Folikulare Medulare Anaplastik
Risiko Risiko Rendah Tinggi
DebulkingObservasi Tiroidektomi total
Radiasi eksterna /Khemotherapi
KEPUSTAKAAN
Gharib H. Fine-needle aspiration biopsy of the thyroid: an appraisal. Ann Int Med 1993;
118:282-289
Hall TL, Layfield LJ, Philippe A, Rosenthal D. Sources of diagnostic error in fine-needle
aspiration of the thyroid gland. Cancer 1989, 63: 718-725
Hedinger C, William ED, Sobin LH. The WHO histological classification of thyroid tumors: A
commentary on the second edition. Cancer 1989; 63: 908-911
Hundahl SA, Fleming ID, Fremgen AM, et al. A National Cancer Data Base report on 53,856
cases of thyroid carcinoma treated in the US, 1985-1995. Cancer 1998; 83: 2638-2648.
Klemi PK, Joensuu H, Nylamo E. Fine needle aspiration biopsy in diagnosis of thyroid
nodules. Acta Cytol 1991; 35: 434-438.
Kuriakose MA, Hichs Jr. WL, Loree TR, Yee H. Risk group-based management of
differentiated thyroid carcinoma. JR Coll Surg Edind 2001; 46: 216-223
Lange G, Meyer BJ, van Niekerk ACM. Cancer of the thyroid (part 2). Geneesk Med J 2001;
43
LiVolsi VA. Pathology of thyroid disease. In: Falk SA, thyroid disease: endocrinology, surgery,
nuclear medicine, and radiotherapy. Philadelphia, Lippincott-Raven 1977: 127-175
Martins RG, Caplan RH, Lambert PJ, Rooney B, Kisken WA. Management of thyroid
cancer of follicular cell origin: Gundersen/Lutheran Medical Center,1969-1995. J Am
Coll Surg 1997; 185: 388-397
Singer PA, Cooper DS, Daniels GH, et al. Treatment guidelines for patients with thyroid
nodules and well differentiated thyroid cancer. Arch Intern Med 1996;156: 2165-2172
Starnes HF, Brooks DC, Pinkus GS, Brooks JR. Surgery for thyroid carcinoma. Cancer
1985; 55: 1376-1381
Reksoprawiro S : Karsinoma follikuler tiroid .Folia Chirurgica Indonesiana Journal of Surgery
2003;16:1-4
Kurnia A : Penanganan Nodul. Thyroid ; Kanker Kepala-Leher dan Rekonstruksi .Divisi Bedah
Onkologi/HNBSST: FKUI/RSCM ;2008.p.1-18
Lumintang NA : Akurasi pemeriksaan Immunohistokimia Galectin-3 untuk membedakan
karsinoma follikuler dan Adenoma follikuler tiroid.Karya Tulis. Dep/SMF ilmu Bedah
FK Unair/RSU Dr Soetomo.2007
Norman, J : Thyroid Nodules. Available in :
http://www.endocrineweb.com/conditions/thyroid/thyroid-nodules. Last updated on
10/122010.
Manuaba TW : Panduan Penatalaksanaan Tumor / kanker Kelenjar tiroid dan Paratiroid
Panduan Penatalaksanaan Kanker Solid Peraboi 2010.Sagung Seto: Jakarta ;2010.p.53-
7.