Penanganan Trauma Hepar Dr Abraar

8
Penanganan Trauma Hepar Ringkasan : Meskipun penanganan trauma hepar telah berkembang sejak 40 tahun yang lalu, perdarahan masih merupakan penyebab kematian paling umum. Artikel ini menjelaskan perbedaan antara keinginan untuk menentukan kerusakan yang luas dan memperbaiki jaringan yang non vital dengan timbulnya resiko perdarahan berulang dan alternatife pendekatan yang lebih conservative. Pendahuluan : Insiden cidera abdomen baik tumpul maupun penetrasi mengalami peningkatan dan hepar paling sering terkena cidera diselerasi menyebabkan perubahan letak hepar didalam rongga peritoneal sering menyebabkan maserasi linier, crushing injury pada hipokondrium kanan dapat menyebabkan maserasi yang dalam. ( walt 1974 )kompresi penekanan tiba- tiba dan perluasan rupture selagi kapsulnya masih utuh, meskipun 50% cidera hepar merupakan cidera minor dan tidak memerlukan penanganan aktif (lukas & leckerwood 1976) cidera hebat menjadi tantangan besar dalam pembedahan trauma, pada vena cava inferior atau vena hepatic dapat menyebabkan kematian dan masalah ini timbul disertai dengan cidera organ lain pada 90% kasus (walt 1974) angka kematian tidak hanya akibat cidera hepar tetapi secara langsung akibat kerusakan organ lain (Levin et all 1978) Assisment dan resusitasi Pasien dengan perdarahan pasif intra abdomen atau luka penetrasi merupakan masalah yang jarang, exanguinating. Tapi 30% pasien dengan cidera liver memiliki tekanan darah yang normal ketika masuk rumah sakit dengan gejala abdomen yang minimal, hanya kadang mengalami pemburukan setelah follow up selama 12 jam. Sebagai tambahan peritonitis dan peningkatan lingkar abdomen, fraktur kosta kanan bawah, terdapat memar di abdomen atau tanda KEHR’S ( nyeri pada quadrant kanan

description

tes

Transcript of Penanganan Trauma Hepar Dr Abraar

Page 1: Penanganan Trauma Hepar Dr Abraar

Penanganan Trauma Hepar Ringkasan :

Meskipun penanganan trauma hepar telah berkembang sejak 40 tahun yang lalu, perdarahan masih merupakan penyebab kematian paling umum. Artikel ini menjelaskan perbedaan antara keinginan untuk menentukan kerusakan yang luas dan memperbaiki jaringan yang non vital dengan timbulnya resiko perdarahan berulang dan alternatife pendekatan yang lebih conservative.

Pendahuluan :

Insiden cidera abdomen baik tumpul maupun penetrasi mengalami peningkatan dan hepar paling sering terkena cidera diselerasi menyebabkan perubahan letak hepar didalam rongga peritoneal sering menyebabkan maserasi linier, crushing injury pada hipokondrium kanan dapat menyebabkan maserasi yang dalam. ( walt 1974 )kompresi penekanan tiba- tiba dan perluasan rupture selagi kapsulnya masih utuh, meskipun 50% cidera hepar merupakan cidera minor dan tidak memerlukan penanganan aktif (lukas & leckerwood 1976) cidera hebat menjadi tantangan besar dalam pembedahan trauma, pada vena cava inferior atau vena hepatic dapat menyebabkan kematian dan masalah ini timbul disertai dengan cidera organ lain pada 90% kasus (walt 1974) angka kematian tidak hanya akibat cidera hepar tetapi secara langsung akibat kerusakan organ lain (Levin et all 1978)

Assisment dan resusitasi

Pasien dengan perdarahan pasif intra abdomen atau luka penetrasi merupakan masalah yang jarang, exanguinating. Tapi 30% pasien dengan cidera liver memiliki tekanan darah yang normal ketika masuk rumah sakit dengan gejala abdomen yang minimal, hanya kadang mengalami pemburukan setelah follow up selama 12 jam. Sebagai tambahan peritonitis dan peningkatan lingkar abdomen, fraktur kosta kanan bawah, terdapat memar di abdomen atau tanda KEHR’S ( nyeri pada quadrant kanan atas dan bahu) harus dicurigai merupakan petunjuk yang baik untuk menentukan luas trauma. Assisment mungkin sulit, terkadang hal ini diakibatkan oleh cidera kepala dan harus diingat bahwa hipotensi jarang terjadi akibat cidera kepala itu sendiri. Foto x-ray dari dada dan abdomen, meskipun merupakan hal yang penting jarang menunjukan diagnosis, tapi parasintesis abdomen terkadang berguna pada kasus yang meragukan

Resusitasi yang baik merupakan hal yang penting dalam menentukan morbilitas dan mortalitas pasca trauma. Cadangan dibank darah dan pengalaman ahli anastesi merupakan hal yang penting dan cidera bersamaan pada struktur lainnya tidak boleh dilupakan. Respiratori sitrase sindroma dan koagulopati sering terjadi pada pasien yang menerima transfusi pasif. Penghangatan darah dan penyaringan harus dilakukan sebelumnya, bersamaan dengan preposisiplasma dan platelet untuk mengatasi terjadinya koagulopati (ckaget and dcent 1978) jika pasien yang dicurigai mengalami cidera hepar stabil dan tidak terjadi peningkatan lingkar abdomen, dilakukan penanganan konservativ namun observasi ketat untuk melihat tanda

Page 2: Penanganan Trauma Hepar Dr Abraar

perburukan sangat penting. Investigasi lebih lanjut dengan usg, ct-scan hepar dan lien mungkin dilakukan pada beberapa kasus.

Perdarahan terus menerus membutuhkan pemeriksaan laboratoriom harus ditunda hingga hemodynamic stabil. Perdarahan pada tamponade abdomen tertutup merupakan sumber kasus terbanyak yang membutuhkan resusitasi dimana pembedahan dini dapat memperpanjang hipotensi dengan konsekuensi yang dapat dikembalikan, pembedahan dini pada pasien hipotensi meningkatkan kematian secara segnifikan (nelly 1977)

Penanganan bedah

Karena perdarahan merupakan penyebab utama kematian dini pada trauma hepar dan prosedur pembedahan yang besar-besaran menyebabkan kematian tertinggi hal ini mengharuskan penanganan utama dilakukan seminimal mungkin untuk perawatan devinitiv yang dilaksanakan sebagai prosedur semi selektif. Ini hanya dapat dilakukan bila hemostasis yang adekuat telat tercapai pada penanganan pertama. Penanganan yang dilakukan menyesuaikan dengan kerusakan tapi belum ada klasifikasi tunggal yang diterima (table 1)

Grade I & II

Secara umum tidak ada perdarahan aktif selama pembedahan dan tindakan lebih lanjut tidak dibutuhkan. Ketika penjahitan dibutuhkan, jahitan yang dalam dan ketat harus dihindaru penempatan yang tepat untuk menghindari jaringan yang tidak vital dan menyebabkan sepsis skunder. Kebanyakan ahli bedah melakukan drainase pada cidera ini meskipun hal ini tidak dibutuhkan dan dapat menyebabkan infeksi retrograde (fisher et al 1978)

Table 1 klasifikasi cidera hepar

Grade I : -kapsul utuh dah tidak ada kerusakan parenkim

Grade II : -kerusakan parenkim dinilai dari respon hemostatic

Grade III : - kerusakan parenkim dengan perdarahan arteri atau vena besar

Grade IV : - kerusakan parenkim yang luas akibat kerusakan pada vena hepar atau vena cava inferior retro hepatic

GRADE III

Control perdarahan dini dapat dilakukan dengan membungkus dan menglokasi vena porta hepatic secara sementar dengan maneuver priengli ( prongli 1908) waktu ischemic sampau 1 jam dianggap masih bisa di terima (huguet et al 1978) visualisasi sumber perdarahan akan sulit bila pundak hepar terlibat, dan kegagalan control perdarahan dengan manuver fringe menunjukan kemungkinan adanya cidera vena besar. Control yang menguntungkan langkah devinitif dapat dilaksanakan untuk hemostasis yang lebih permanen, tapi ada bermacam pendapat dan keputusan harus dipertimbangkan dan keadaan pasien serta pengalaman ahli bedah.

Page 3: Penanganan Trauma Hepar Dr Abraar

(1) prinsip dasar bedah adalah debridement jaringan yang tidak versible, local hemostasis dengan penjahitan irgasi dalam disertai penutupan death speace baik dengan penjahitan dalam atau ditutup dengan menggunakan omentum (stone & lamp 1975 peacher et al 1983) namun ada resiko terjadi perdarahan lebih lanjut, beberapa laporan menunjukan bahwa debridement yang tidak adekuat tidak meningkatkan morbiditas secara signifikan (lucas 1976)

(2) control local dapat dilakukan dengan penjahitan dalam dan penutupan diatas dasar kolagen, ini juga dikritik dapat meninggalkan death space yang menjadi predisposisi terbentuknya hematom, perdarahan skunder atau abses hepar ( olsin 1982 ) ini jarang ditemukan.

(3) selektif legasi dari arteri hepar mungkin dibutuhkan sebagai tambahan diatas dilakukan setelah oklusi percobaan berhasil .( aaron et al 1975 ) harus diingat bahwa kelainan letak pangkal arteri hepar adalah hal yang tidak umum, meskipun tidak dilakukan control perdarahan dari aliran retrograde dari vena hepar. Perdarahan hepar biasanya diatasi dengan tamponade ( mays et,al al 1979 ) dan prosedur ini telah dilakukan secara luas dengan hasil yang bagus. ( faster.et.al 1968 flint .et.al 1977 ) rearterisasi liver terjadi dengan cepat melalui kolateral (mays &wheeler 1974 : koehlen et.al 1975 ), dan necrosis hepar sangat jarang terjadi ( lucas & ledger wood 1978 )

(4) pembungkusan, meskipun dikritik secara luas pada periode sebelumnya ( madding eh.al 1945 ) dapat sebagai prosedur penyelamatan jiwa ( felicion et.al 1975 ) jika pelayanan diatas mengalami kegagalan dalam mencegah perdarahan lobektomi untuk menyelamatkan pasien meskipun pada penanganan terbaik menyebabkan 50% kematian ( trunkey et.al 1974 : walt 1978 )tindakan ini dipertimbangkan lebih baik dilakukan ketika menghadapi pasien yang kritis oleh ahli bedah yang kurang berpengalaman, pembungkusan cidera selama 48-72 jam tidak hanya memberikan periode untuk stabilisasi tapi juga untuk merujuk pasien ke unit spesialis bila diperlukan. Pembungkus dapat hilang tanpa intervensi lebih lanjut tapi harus ada fasilitas untuk melakukan reseksi ( calne et.al 1982 ). Pembungkusan tidak sesuai untuk merujuk pasien bila perdarahan tidak terkontrol membersihkan darah sebelum lobaktomi dapat dilakukan oleh ahli bedah yang lebih berpengalaman ditempat yang lain ( smadja et.al 1982 )

(5) lobacktomi, sementara itu beberapa pusat menyarankan reseksi sebagai pencegahan devinitife dini pada cidera hepar luas dengan hasil yang memuaskan ( balasegaram & jershy 1981 ), ini secara umum diterima oleh ahli lainnya ketika metode conservative telah gagal dilihat dari mortalitas yang tinggi

GRADE IV

Page 4: Penanganan Trauma Hepar Dr Abraar

Cidera pada vena besar hepar atau vena cava inferior retro hepatic merupakan kasus yang paling menantang karena sulit di akses dan meskipun ditangani oleh ahli terbaik angka kematiannya 50-80% (tupin et.al 1979 )

Tamponade terkadang berhasil ( walt 1978 ) namun biasanya perlu dilaksanakan upaya perbaikan, control sesaat dapat diperoleh dengan penekanan pada sisi hepar dari dinding abdomen posterior atau menahan coronary dan ligamentum triangular kanan dan memutar lobus kanan kearah tengah untuk menekan vena hepatica (betea 1977) ini memberikan waktu untuk membuka dada baik melalui sternotomi medial atau thorakotomi kanan metode itu dapat mengontrol v. cava inferior diatas dan disekitar hepar.terkadang shunt vena cava internal kadang bekerja dengan baik ( turkey et.al 1974 )

Tapi terbukti fatal bila dilakukan oleh ahli lain ( lim et .al 1976 )Isolasi vaskuler liver tanpa shunting merupakan alternatife (mc master & tolley 1977) namun sering terjadi hipotensi pada prakteknya pada saat diagnose dibuat dan pasien sudah diperiksa secara menyeluruh terdapat perbedaan yang besar meskipun dibeberapa tempat seluruh cidera hepar sebaiknya didrainase (lucas 1976) Drainase propilaktis oada bilier yang disarankan oleh merendino telah ditinggalkan (lukas 1970) dan drainase masih dapat diterima pada kasus system bilier extra hepatic. Antibiotic sistemik harus diberikan bila pembungkus ditinggalkan insitu didalam tubuh (clane et.al 1982) dan secara umum dikerjakan pada seluruh jenis luka (amison & stone) meskipun tidak semua setuju dengan penggunaan ini(vajrabukka.et.al 1975)

Perawatan post operasi dan komplikasi :

Sebagai tambahan penanganan general pada perawatan cidera, dibutuhkan perhatian khusus untuk komplikasi pada paru-paru dab netabolik tertentu.

ARDS merupakan hal yang sering terjadi pasca transfuse massive dan dapat disertai dengan trauma dada atau thorakostomi komplikasi pulmonary merupakan masalah paling sering terjadi dan onsetnya dapat tertunda.

Hipoglikemi meskipun jarang namun dapat terjadi pasca lobacktomi dan kasus ini sebaiknya diberikan infus dextrose 10%(stone et.al 1969)

Difek koagulan ditemukan pada 50% dari satu sisi pasca trauma hepar (clayit et al 1978) baik akibat tranfusi massive atau defisiensi produksi factor koagulasi yang siproduksi hepar.

Hipoalbumin dan kekacauan fungsi hepar merupakan hal yang umum pasca lobacktomi atau ligase arteri hepatica, dan biasanya kembali mendekati batas normal dalam waktu 2 minggu. Infus albumin dilaporkan tidak memiliki efek signifikan (vajrabuka et.al 1975)

Kolistatik jawndis biasanya dikaitkan dengan sepsis (lawren & dawson 1982) sepsis yang tidak ditangani dapat mengakibatkan hepatic vailure (flint 1982) terjadinya asidosis & hiponatremi pada colistasis intra hepatic merupakan hal yang tidak menyenangkan (mayes 1974). Sehingga sangat penting sekali untuk diidentifikasi dan ditangani sejak dini. Erosi gaster akut merupakan kasus tertentu yang terjadi pasca lobacktomi atau drainase bilier (foster et al 1968). Triasnya

Page 5: Penanganan Trauma Hepar Dr Abraar

adalah cholic jawndis & perdarahan intestina dapat menunjukan komplikasi yang jarang dan hemobika

(paladise dan papalexandris 1975) dan diagnosis dapat dikonfirmasi dengan arteriografi (spone.an,cowln 1977) ligasi arteri hepatica, embolisasi dan reseksi telah bekerja dengan baik pada perawatan hemobili (mcgehee,et,al., 1974)

Prognosis :

Secara luas angka kematian sekitar 15% memiliki makna yang kecil karena hal ini menunjukan derajat cidera hepar, tetapi juga bagaimana hal ini terjadi dan disertai dengan cidera lainnya. Pasien dengan trauma tumpul abdomen atau dengan luka tembak lebih parah daripada luka bacok ( lefin et al 1978) dan mengingat cidera hepar secara keseluruhan memiliki angka mertiliti 6% kejadian ini meningkat hingga 70% bila 5 atau lebih organ lain juga terlibat (mcinnis et al 1977) cidera enteric memiliki angka mortalitas dan morbiditas yang lebih tinggi (defore et.al 1976)

Kesimpulan :

Pendekatan yang sangat flexible dibutuhkan pada penanganan cidera hepar perdarahan merupakan penyebab kematian paling sering pada pasien ini, dan ahli bedah dengan pengalaman dan sumber daya yang terbatas akan mengupayakan penyampaian hemostasis dengan cara sesederhana mungkin kemudian merujuk daripada melakukan mobilisasi dan explorasi yang dapat menyebabkan perdarahan lebih lanjut pada pasien yang kritis pembungkusan untuk mencapai hemostasis merupakan hal yang beralasan untuk dilakukan disertai dengan merujuk pasien ke pusat khusus trade off harus dicapai antara control perdarahan dan risiko komplikasi selanjutnya.