Penanganan Infeksi Cacing Pada Anak
description
Transcript of Penanganan Infeksi Cacing Pada Anak
CACINGAN
A. PENDAHULUAN
Penyakit infeksi kecacingan merupakan salah satu penyakit yang
masih banyak terjadi di masyarakat namun kurang mendapatkan perhatian
(neglected diseases). Penyakit yang termasuk dalam kelompok neglected
diseases memang tidak menyebabkan wabah yang muncul dengan tiba-tiba
ataupun menyebabkan banyak korban, tetapi merupakan penyakit yang
secara perlahan menggerogoti kesehatan manusia, menyebabkan kecacatan
tetap, penurunan intelegensia anak dan pada akhirnya dapat pula
menyebabkan kematian.(1)
Helmint (cacing) adalah salah satu kelompok parasit yang dapat
merugikan manusia. Berdasarkan taksonomi, helmint dibagi menjadi dua
yaitu: Nemathelminthes (cacing gilik) dan Plathyhelminthes (cacing
pipih).Cacing yang termasuk Nemathelminthes yaitu kelas Nemotoda yang
terdiri dari Nematode usus dan Nematoda jaringan. Sedangkan yang
termasuk Plathyhelminthes adalah kelas Trematoda dan Cestoda. Namun
yang akan dibahas di bawah ini adalah kelompok Nematoda usus. Sebab
sebagian besar dari Nematoda usus ini merupakan penyebab kecacingan
yang sering dijumpai pada masyarakat Indonesia khususnya pada usia
Sekolah Dasar. (4)
Penyebab dari penyakit infeksi parasit usus dari golongan nematoda.
Oxyuris vermicularis (O.vermicularis) atau yang lebih dikenal sebagai
cacing kremi dan infeksi cacing kelompok Soil Transmitted Helminth
(STH), yaitu kelompok cacing yang siklus hidupnya melalui tanah. (4)
Infeksi kecacingan ini dapat mengakibatkan menurunnya kondisi
kesehatan, gizi, kecerdasan dan produktivitas penderita sehingga secara
ekonomi banyak menyebabkan kerugian, karena adanya kehilangan
karbohidrat dan protein serta kehilangan darah yang pada akhirnya dapat
menurunkan kualitas sumber daya manusia. Kelompok ekonomi lemah ini
1
mempunyai risiko tinggi terjangkit penyakit kecacingan karena kurang
adanya kemampuandalam menjaga higiene dan sanitasi lingkungan tempat
tinggalnya.(1)
Infeksi oxyuriasis dapat berpindah dari satu individu ke individu lain
tanpa perlu transmisi lewat tanah atau spesifik arthropoda sebagai
vektornya. Cara penularan cacing ini berkaitan dengan kebiasaan seseorang
dalam hidup sehari-hari ( higiene pribadi ).(8)
Lima spesies cacing yang termasuk dalam kelompok Soil
Transmitted Helminth yang masih menjadi masalah kesehatan, yaitu
Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, Strongyloides stercoralis dan
cacing tambang (Necator americanus dan Ancylostoma sp). Infeksi cacing
tambang masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia, karena
menyebabkan anemia defisiensi besi dan hipoproteinemia. Spesies cacing
tambang yang banyak ditemukan di Indonesia ialah N. americanus.
Terdapat penularan melalui hewan vektor (zoonosis) dengan gejala klinis
berupa ground itch dan creeping eruption. Pneumonitis, abdominal
discomfort, hipoproteinemia dan anemia defisiensi besi merupakan
manifestasi infeksi antropofilik. Komponen sistim imun yang berperan
utama ialah eosinofil, IgE, IgG4 dan sel Th2. Tidak terdapat kekebalan
yang permanen dan adekuat terhadap infeksi cacing tambang. Diagnosis
data epidemiologi berupa pengamatan manifestasi klinis, pemeriksaan
penunjang termasuk pemeriksaan imunologis. Pengobatan dilakukan
dengan mebendazole, albendazole, pirantel pamoat dan berbagai terapi
suportif. Belum ada vaksin yang efektif terhadap cacing tambang sehingga
perbaikan higiene dan sanitasi adalah hal yang utama.(3)
Umumnya di negara berkembang termasuk Indonesia pelaku utama
pengasuhan anak adalah ibu. Cara pemeliharaan kebersihan dan kesehatan
pada balita dan anak-anak sekolah dasar masih sangat bergantung pada
bagaimana cara ibu (pola asuhan ibu) mengajarkan dan menerapkan cara-
cara tersebut dalam kehidupan anaknya.10 Pola asuhan ibu ini dapat dilihat
2
dari tingkat perawatan fisik anak, tingkat penyediaan sarana yang
mendukung kesehatan, tingkat keteladanan ibu dan tingkat komunikasi ibu
dan anak.(9,12)
Infeksi cacing tambang juga berhubungan dengan kemiskinan.
Menurut Peter Hotez (2008), semakin parah tingkat kemiskinan masyarakat
akan semakin berpeluang untuk mengalami infeksi cacing tambang. Hal ini
dikaitkan dengan kemampuan dalam menjaga higiene perorangan dan
sanitasi lingkungan tempat tinggal.(7)
Prevalensi oxyuriasis yang cukup tinggi pada anak dikaitkan dengan
higiene pribadi yang buruk. Hal ini dipengaruhi oleh pola asuhan ibu
tentang kebersihan dan kesehatan yang merupakan salah satu cara
merintangi penularan oxyuriasis. Penelitian ini ingin mengetahui adakah
hubungan pola asuhan ibu dengan kejadian infeksi cacing O. vermicularis
pada anak-anak Sekolah Dasar Negeri (SDN). (8)
Di Indonesia, angka nasional prevalensi kecacingan pada tahun
1987 sebesar 78,6 % masih relatif cukup tinggi. Program pemberantasan
penyakit kecacingan pada anak yang dicanangkan tahun 1995 efektif
menurunkan prevalensi kecacingan menjadi 33,0 % pada tahun 2003. Sejak
tahun 2002 hingga 2006, prevalensi penyakit kecacingan secara berurutan
adalah sebesar 33,3 %, 33,0 %, 46,8 % 28,4 % dan 32,6 %. Kejadian
infeksi cacing tambang
Prevalensinya jauh lebih rendah, yaitu secara berurutan untuk tahun
yang sama adalah sebesar 2,4 %, 0,6 %, 5,1 %, 1,6 % dan 1,0 %. Sedangkan
frekuensi oxyuriasis di beberapa daerah di Indonesia masih cukup tinggi.
Berdasarkan laporan Yulianti L, Menteri Kesehatan (Menkes) mengatakan
bahwa sekitar 60% hingga 80% anak usia sekolah di Indonesia mengalami
cacingan.. Hendratno S juga melaporkan bahwa beberapa daerah di Jawa
Tengah masih memiliki angka prevalensi oxyuriasis yang cukup tinggi yaitu
sekitar 58,93% hingga 74,31%.Kejadian infeksi kecacingan pada anak
menurut Aria Gusti (2004), berhubungan negatif signifikan dengan perilaku
3
sehat. (5,6,11)
B. Definisi Kecacingan
Kecacingan merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh
parasit berupa cacing. Dimana dapat terjadi infestasi ringan maupun
infestasi berat. Cacingan merupakan parasit manusia dan hewan yang
sifatnya merugikan, manusia merupakan hospes beberapa nematoda usus.
Sebagian besar daripada nematoda ini menyebabkan masalah kesehatan
masyarakat di Indonesia. Diantara nematoda usus tedapat sejumlah spesies
yang ditularkan melalui tanah dan disebut “Soil Transmitted Helmints”
yang terpenting adalah Ascaris lumbricoides,Necator americanus,
Ancylostoma duodenale, Trichuris trichiura.(13)
C. Epidemiologi Infeksi Cacingan
a. Distribusi Frekuensi Infeksi Kecacingan
1. Menurut Orang
Penyakit kecacingan dapat terjadi pada semua golongan
umur dan jenis kelamin. Menurut Depkes RI (2004) disebutkan
bahwa prevalensi kecacingan oleh cacing yang ditularkan melalui
tanah pada anak sekolah dasar adalah 60%-80%.(14)
Prevalensi infeksi kecacingan pada anak sekolah dasar di
Indonesia mengalami fluktuasi yaitu pada tahun 2002, prevalensi
infeksi kecacingan adalah 33,3 % menurun menjadi 33,0% pada
tahun 2003, tahun 2004 meningkat menjadi 46,8%, kemudian
menurun lagi pada tahun 2005 yaitu 28,4%, dan pada tahun 2006
meningkat lagi menjadi 32,6%.(14)
2. Menurut Tempat
Cacing merupakan parasit yang kosmopolit yaitu tersebar ke
seluruh dunia, lebih banyak ditemukan di daerah beriklim panas dan
lembab. Di beberapa daerah tropik derajat infeksi dapat mencapai
4
100% dari penduduk. Pada umumnya lebih banyak ditemukan pada
anak-anak berusia 5-10 tahun sebagai host (penjamu) yang juga
menunjukkan beban cacing yang lebih tinggi. (8)
Prevalensinya di Indonesia terutama di daerah pedesaan
adalah 30-90% sedangkan prevalensi dengan higiene perorangan
yang tidak baik seperti buang air besar sembarangan, tidak mencuci
tangan pakai sabun sebelum makan dan setelah buang air besar,
tidak memakai alas kaki ketika berada di luar rumah adalah 92%. (14)
Faktor terpenting dalam penyebaran infeksi kecacingan
adalah kontaminasi tanah dengan tinja yang mengandung telur.
Telur berkembang biak pada tanah liat, lembab dan teduh.(8)
Dalam lingkungan tanah liat sangat menguntungkan bagi
cacing Ascaris lumbricoides dan Trichuris trichiura. Sedangkan
lingkungan yang mengandung pasir, tanah yang gembur dan
berhumus sangat menguntungkan bagi cacing tambang dan
Srongyloides stercoralis. (13)
3. Menurut Waktu
Infeksi kecacingan menunjukkan fluktuasi musiman.
Biasanya insiden meningkat pada permulaan musim hujan, karena
curah hujan yang tinggi mengakibatkan kelembaban tanah
meningkat. Tanah yang lembab sangat baik sebagai tempat telur
cacing untuk berkembang biak. (14)
b. Determinan
Faktor-faktor yang berhubungan dengan infeksi kecacingan
sangat banyak. Beberapa diantaranya adalah faktor lingkungan dan
faktor perilaku hygiene perorangan. (13)
1. Faktor Lingkungan
Keadaan lingkungan yang berpengaruh pada infeksi
kecacingan adalah ada tidaknya sumber air bersih dan jamban yang
5
memenuhi syarat kesehatan. (13)
2. Faktor Higiene Perorangan
Higiene adalah suatu usaha kesehatan masyarakat yang
mempelajari pengaruh kondisi lingkungan terhadap kesehatan
manusia, upaya mencegah timbulnya penyakit karena pengaruh
lingkungan kesehatan tersebut, serta membuat kondisi lingkungan
hidup yang sedemikian rupa sehingga terjamin pemeliharaan
kesehatan. Dalam pengertian ini termasuk pula upaya melindungi,
memelihara dan mempertinggi derajat kesehatan manusia
(perorangan ataupun masyarakat), sedemikian rupa sehingga
pelbagai faktor lingkungan yang tidak menguntungkan tersebut,
tidak sampai menimbulkan gangguan terhadap kesehatan. (8)
Higiene perorangan merupakan hal yang sangat penting
diperhatikan terutama pada masa perkembangan, dengan higiene
perorangan yang buruk pada masa tersebut akan dapat mengganggu
perkembangan kualitas sumber daya manusia. Higiene perorangan
yang belum memadai merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi tingginya prevalensi kecacingan. (8)
Higiene perorangan tersebut meliputi kebersihan kulit,
biasanya merupakan cerminan kesehatan yang paling pertama
memberikan kesan. Oleh karena itu perlu memelihara kulit dengan
sebaik – baiknya. Pemeliharaan kesehatan kulit tidak dapat terlepas
dari kebersihan lingkungan, makanan yang dimakan serta kebiasaan
hidup sehari – hari. (8)
Untuk selalu memelihara kebersihan kulit kebiasaan –
kebiasaan yang sehat harus selalu memperhatikan hal – hal sebagai
berikut, seperti : menggunakan barang – barang keperluan sehari –
hari milik sendiri, mandi minimal 2 kali sehari, mandi sayur dan
buah. Seperti halnya kulit, tangan, kaki dan kuku harus dipelihara
dan ini tidak terlepas dari kebersihan lingkungan sekitar dan
6
kebiasaan hidup sehari – hari. Selain indah dipandang mata, tangan,
kaki dan kuku yang bersih juga dapat menghindarkankita dari
berbagai penyakit. (8)
Untuk menghindari hal – hal tersebut perlu diperhatikan
sebagai berikut : (8)
a) membersihkan tangan sebelum makan
b) memotong kuku secara teratur
c) membersihkan lingkungan
d) mencuci kaki sebelum tidur
Higiene perorangan sangat berhubungan dengan sanitasi
lingkungan, artinya apabila melakukan higiene perorangan harus
diikuti atau didukung oleh sanitasi lingkungan yang baik. Kaitan
keduanya dapat dilihat dalam kondisi misalnya saat mencuci tangan
sebelum makan dibutuhkan air bersih, yang tentu harus berasal dari
sumber air yang memenuhi syarat kesehatan.(8)
D. Cacing Gelang (Ascaris lumbricoides)
a. Siklus Hidup
Manusia merupakan satu-satunya hospes cacing ini. Cacing
jantan berukuran 10 - 30 cm, sedangkan betina 22 – 35 cm, pada
stadium dewasa hidup di rongga usus halus, cacing betina dapat bertelur
sampai 100.000 – 200.000 butir sehari, terdiri dari telur yang dibuahi
dan telur yang tidak dibuahi. Dalam lingkungan yang sesuai, telur yang
dibuahi tumbuh menjadi bentuk infektif dalam waktu kurang lebih 3
minggu. Bentuk infektif ini bila tertelan manusia, akan menetas menjadi
larva di usus halus, larva tersebut menembus dinding usus menuju
pembuluh darah atau saluran limfa dan dialirkan ke jantung lalu
mengikuti aliran darah ke paru-paru menembus dinding pembuluh
darah, lalu melalui dinding alveolus masuk rongga alveolus, kemudian
naik ke trachea melalui bronchiolus dan broncus. Dari trachea larva
7
menuju ke faring, sehingga menimbulkan rangsangan batuk, kemudian
tertelan masuk ke dalam esofagus lalu menuju ke usus halus, tumbuh
menjadi cacing dewasa. Proses tersebut memerlukan waktu kurang lebih
2 bulan sejak tertelan sampai menjadi cacing dewasa.(14)
Gambaran umum siklus hidup cacing Ascaris lumbricoides dapat
dilihat pada gambar berikut ini.
Gambar 1. Siklus hidup Ascaris lumbricoides
Keterangan :
1. Cacing dewasa hidup di saluran usus halus. Seekor cacing betina
mampumenghasilkan telur sampai 240,000 per hari, yang akan
keluar bersama feses.
2. Telur yang sudah dibuahi mengandung embrio dan menjadi
infective setelah 18 hari sampai beberapa minggu di tanah,
3. tergantung pada kondisi lingkungan ( kondisi optimum: lembab,
hangat, tempat teduh).
4. Telur infective tertelan,
8
5. masuk ke usus halus dan menetas mengeluarkan larva yang
kemudian menembus mucosa usus, masuk kelenjar getah bening dan
aliran darah dan terbawa sampai ke paru-paru.
6. Larva mengalami pendewasaan di dalam paru-paru (10-14 hari),
menembus dinding alveoli, naik ke saluran pernafasan dan akhirnya
tertelan kembali. Ketika mencapai usus halus, larva tumbuh menjadi
cacing dewasa. Waktu yang diperlukan mulai dari tertelan telur
infektif sampai menjadi cacing dewasa sekitar 2 sampai 3 bulan.
Cacing dewasa dapat hidup 1 sampai 2 tahun di dalam tubuh.(17)
b. Gejala Klinis
Menurut Brown (1983) Ascaris lumbricoides menimbulkan
gejala penyakit yang disebabkan oleh: (15)
1. Larva : menimbulkan kerusakan kecil pada paru-paru dan
menyebabkan “loeffler syndome” dengan gejala demam, batuk,
infiltrasi paru-paru, oedema, asthma, leucocytosis, eosinophilia
2. Cacing dewasa : penderitanya disebut Ascariasis. Penderita dengan
infeksi ringan biasanya mengalami gejala gangguan usus ringan
seperti : mual, nafsu makan berkurang, diare dan konstipasi. Pada
infeksi berat terutama pada anak-anak dapat terjadi malabsorbsi
sehingga memperberat keadaan malnutrisi. Dalam sehari setiap ekor
cacing menghisap 0,14 karbohidrat dalam usus halus penderita.
c. Diagnosa
Diagnosa dapat ditegakkan dengan menemukan telur cacing
pada pemeriksaan feses secara langsung. Selain itu, diagnosa dapat juga
dilakukan bila cacing dewasa keluar melalui mulut, hidung maupun
anus.(16)
d. Pengobatan
Pengobatan dapat dilakukan secara individu atau masal pada
masyarakat. Pengobatan individu dapat digunakan bermacam-macam
9
obat misalnya Preparat piperasin, Pyrantel pamoate, Albendazole atau
Mebendazole. Pemilihan obat cacing untuk pengobatan massal harus
memenuhi beberapa persyaratan, yaitu: mudah diterima di masyarakat,
mempunyai efek samping yang minimum, bersifat polivalen sehingga
dapat berkhasiat terhadap beberapa jenis cacing, harganya murah
(terjangkau) . (9)
E. Cacing Cambuk (Trichuris trichiura)
a. Siklus hidup
Manusia adalah hospes utama cacing Trichuris trichiura. Cara
infeksi adalah langsung, tidak memerlukan hospes perantara. Bila telur
yang telah berisi embrio tertelan manusia, larva yang menjadi aktif akan
keluar di usus halus masuk ke usus besar dan menjadi dewasa dan
menetap. Cacing ini dapat hidup beberapa tahun di usus besar hospes. (15)
Gambaran umum siklus hidup cacing Trichuris trichiura dapat
dilihat pada gambar berikut ini.
10
Gambar 2. Siklus hidup Trichuris trichiura
b. Patofisiologi
Cacing cambuk pada manusia terutama hidup di sekum dapat
juga ditemukan di dalam kolon asendens. Pada infeksi berat, terutama
pada anak cacing ini tersebar diseluruh kolon dan rektum, kadang-
kadang terlihat pada mukosa rektum yang mengalami prolapsus akibat
mengejannya penderita sewaktu defekasi. Cacing ini memasukkan
kepalanya ke dalam mukosa usus hingga terjadi trauma yang
menimbulkan iritasi dan peradangan mukosa usus. Pada tempat
pelekatannya dapat menimbulkan perdarahan. Disamping itu cacing ini
menghisap darah hospesnya sehingga dapat menyebabkan anemia. (9)
c. Gejala Klinis
Gejala yang ditimbulkan oleh cacing cambuk biasanya tanpa
11
gejala pada infeksi ringan. Pada infeksi menahun dapat menimbulkan
anemia, diare, sakit perut, mual dan berat badan turun. (15)
d. Diagnosa
Diagnosa ditegakkan dengan menemukan telur cacing pada feses
penderita. (17)
e. Pengobatan
Pengobatan yang dilakukan untuk infeksi yang disebabkan oleh
cacing cambuk adalah Albendazole/ Mebendazole dan Oksantel
pamoate.
F. Cacing Tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus)
a. Siklus Hidup
Hospes parasit ini adalah manusia, cacing dewasa hidup di
rongga usus halus dengan giginya melekat pada mucosa usus. Cacing
betina menghasilkan 9.000 – 10.000 butir telur sehari. Cacing betina
mempunyai panjang sekitar 1 cm, cacing jantan kira-kira 0,8 cm, cacing
dewasa berbentuk seperti huruf S atau C dan di dalam mulutnya ada
sepasang gigi. Daur hidup cacing tambang dimulai dari keluarnya telur
cacing bersama feses, setelah 1 – 1,5 hari dalam tanah, telur tersebut
menetas menjadi larva rhabditiform. Dalam waktu sekitar 3 hari larva
tumbuh menjadi larva filariform yang dapat menembus kulit dan dapat
bertahan hidup 7–8 minggu di tanah. Setelah menembus kulit, larva ikut
aliran darah ke jantung terus ke paru-paru. Di paru-paru menembus
pembuluh darah masuk ke bronchus lalu ke trachea dan larynk. Dari
larynk, larva ikut tertelan dan masuk ke dalam usus halus dan menjadi
cacing dewasa. Infeksi terjadi bila larva filariform menembus kulit atau
ikut tertelan bersama makanan dkk,. (13)
12
Gambaran umum siklus hidup cacing Ancylostoma duodenale dan Necator
americanus dapat dilihat pada gambar berikut ini
Gambar 3. Siklus hidup Ancylostoma duodenale dan Necator
americanus
b. Patofisiologi
Cacing tambang hidup dalam rongga usus halus tapi melekat
dengan giginya pada dinding usus dan menghisap darah. Infeksi cacing
tambang menyebabkan kehilangan darah secara perlahan-lahan sehingga
penderita mengalami kekurangan darah (anemia) akibatnya dapat
menurunkan gairah kerja serta menurunkan produktifitas. Tetapi
kekurangan darah (anemia) ini biasanya tidak dianggap sebagai
cacingan karena kekurangan darah bisa terjadi oleh banyak sebab (9)
c. Gejala Klinis
Gejala klinis yang ditimbulkan oleh cacing tambang disebabkan
oleh adanya larva dan cacing dewasa. (13)
1. Larva filariform : Stadium larva bila menembus kulit maka terjadi
13
perubahan kulit yng disebut ground itch, perubahan pada paru-paru
biasanya ringan
2. Stadium dewasa, tergantung pada spesies dan jumlah cacing serta
gizi penderita. Sifat cacing dewasa yang menghisap darah,
berpindah-pindah dan luka bekas isapannya terus mengeluarkan
darah karena cacing ini mengeluarkan sejenis antikoagulan pada
mukosa usus tempat mulutnya melekat sehingga dapat menimbulkan
anemia.
d. Diagnosa
Gambaran klinis, walaupun tidak khas, tidak cukup mendukung
untuk memastikan untuk dapat membedakan dengan anemi karena
defisiensi makanan atau karena infeksi cacing lainnya. Diagnosa
terakhir ditegakkan dengan menemukan telur cacing pada feses
penderita. Secara praktis telur cacing A. duodenale tidak dapat
dibedakan dengan telur N. americanus. Untuk membedakan kedua
spesies ini biasanya dilakukan tekhnik pembiakan larva.(15)
G. Penyakit Cacing Kremi ( Oxyuris Vermicularis )
a. Siklus hidup
Manusia merupakan hospes cacing ini. Cacing betina
panjangnya sekitar 8 - 13 cm dan yang jantan sekitar 2 - 5 cm. Cacing
dewasa hidup di sekum, usus besar dan di usus halus yang berdekatan
dengan sekum. Mereka memakan isi usus manusia. Perkawinan cacing
jantan dan betina kemungkinan terjadi di sekum. Cacing jantan mati
setelah kawin dan cacing betina mati setelah bertelur. Cacing betina
yang mengandung 11.000 – 15.000 butir telur akan bermigrasi ke
daerah sekitar anal untuk bertelur. Telur akan matang dalam waktu
sekitar 6 jam setelah dikeluarkan, pada suhu tubuh. Dalam keadaan
lembab telur dapat hidup sampai 13 hari.(9)
14
Gambaran umum siklus hidup cacing Oxyuris Vermicularis
dapat dilihat pada gambar berikut ini
Gambar 4. Siklus hidup Oxyuris Vermicularis
b. Patofisiologi
Cacing Enterobius vermicularis infeksi biasanya terjadi melalui
2 tahap. Pertama, telur cacing pindah dari daerah sekitar anus penderita
ke pakaian, seprei atau mainan. Kemudian melalui jari-jari tangan, telur
cacing pindah ke mulut anak yang lainnya dan akhirnya tertelan. Telur
cacing juga dapat terhirup dari udara kemudian tertelan. Setelah telur
cacing tertelan, lalu larvanya menetas di dalam usus kecil dan tumbuh
menjadi cacing dewasa di dalam usus besar (proses pematangan ini
memakan waktu 2-6 minggu). Cacing dewasa betina bergerak ke daerah
di sekitar anus (biasanya pada malam hari) untuk menyimpan telurnya
di dalam lipatan kulit anus penderita. Telur tersimpan dalam suatu
bahan yang lengket. Bahan ini dan gerakan dari cacing betina inilah
yang menyebabkan gatal-gatal. Telur dapat bertahan hidup diluar tubuh
manusia selama 3 minggu pada suhu ruangan yang normal. Tetapi telur
bisa menetas lebih cepat dan cacing muda dapat masuk kembali ke
dalam rektum dan usus bagian bawah. (9)
15
c. Gejala Klinis
Gejalanya berupa: (14)
1. rasa gatal hebat di sekitar anus.
2. rewel ( karena rasa gatal dan tidurnya pada malam hari terganggu )
3. kurang tidur (biasanya karena rasa gatal yang timbul pada malam
hari ketika cacing betina dewasa bergerak ke daerah anus dan
menyimpan telurnya disana ).
4. nafsu makan berkurang, berat badan menurun ( jarang terjadi, tetapi
bisa terjadi pada infeksi yang berat )
5. rasa gatal atau iritasi vagina ( pada anak perempuan, jika cacing
dewasa masuk ke dalam vagina )
6. kulit di sekitar anus menjadi lecet atau kasar atau terjadi infeksi
( akibat penggarukan ).
d. Komplikasi (14)
- Salpingitis (peradangan saluran indung telur)
- Vaginitis (peradangan vagina)
- Infeksi ulang.
e. Diagnosa
Cacing kremi dapat dilihat dengan mata telanjang pada anus
penderita, terutama dalam waktu 1-2 jam setelah anak tertidur pada
malam hari. Cacing kremi berwarna putih dan setipis rambut, mereka
aktif bergerak. Telur maupun cacingnya bisa didapat dengan cara
menempelkan selotip di lipatan kulit di sekitar anus, pada pagi hari
sebelum anak terbangun. Kemudian selotip tersebut ditempelkan pada
kaca objek dan diperiksa dengan mikroskop. (14)
f. Pengobatan
Infeksi cacing kremi dapat disembuhkan melalui pemberian
dosis tunggal obat anti-parasit mebendazole, albendazole atau pirantel
pamoat. Seluruh anggota keluarga dalam satu rumah harus meminum
16
obat tersebut karena infeksi ulang bisa menyebar dari satu orang kepada
yang lainnya. Untuk mengurangi rasa gatal, bisa dioleskan krim atau
salep anti gatal ke daerah sekitar anus sebanyak 2-3 kali/hari Meskipun
telah diobati, sering terjadi infeksi ulang karena telur yang masih hidup
terus dibuang ke dalam tinja selama seminggu setelah pengobatan.
Pakaian, seprei dan mainan anak sebaiknya sering dicuci untuk
memusnahkan telur cacing yang tersisa. Langkah-langkah umum yang
dapat dilakukan untuk mengendalikan infeksi cacing kremi adalah: (13)
1. Mencuci tangan sebelum makan dan setelah buang air besar
2. Memotong kuku dan menjaga kebersihan kuku
3. Mencuci seprei minimal 2 kali/ming
4. Mencuci jamban setiap hari
5. Menghindari penggarukan daerah anus karena bisa mencemari jari-
jari tangan dan setiap benda yang dipegang/disentuhnya
6. Menjauhkan tangan dan jari tangan dari hidung dan mulut.
g. Pencegahan
Sangat penting untuk menjaga kebersihan pribadi, dengan
menitikberatkan kepada mencuci tangan setelah buang air besar dan
sebelum menyiapkan makanan. Pakaian dalam dan seprei penderita
sebaiknya dicuci sesering mungkin. (14)
h. Pemgobatan
Umumnya semua obat cacing dapat digunakan terhadap cacing
ini. Hal yang paling penting dalam pengobatan adalah pengobatan harus
dilaksanakan pada seluruh anggota keluarga. Untuk mendapatkan hasil
pengobatan yang baik, pengobatan secara periodik harus dilakukan.
Disamping itu, penerangan mengenai perbaikan kebersihan pribadi
sangat berarti dalam menunjang keberhasilan pengobatan. (9)
17
H. Hymenolepiasis Nana
a. Siklus Hidup
Hymenolepis Nana adalah caicing pita dewasa yang kecil,
dengan ukuran 25-30 mm x 0,8-1 mm. Bentuk bulat sampai oval dengan
diamerter 35-52 µm. Telur Hymenolepis nana sudah infentif ketika
dikeluarkan melalui tinja. Infeksi didapat karena menelan telur cacing
yang terdapat dalam makanan atau air yang tercemar; penularan secara
langsung dapat terjadi melalui jari yang tercemar (auto infeksi secara
langsung atau penularan dari orang ke orang); atau karena menelan
serangga yang mengandung larva yang berkembang dari telur yang
ditelan oleh serangga. Pada saat telur H. nana ditelan, telur tersebut
menetas dalam usus, melepascan oncosphere yang masuk ke villi
mukosa usus dan berkembang menjadi cysticercoid; cysticercoid ini
akan pecah kedalam lumen dan tumbuh menjadi cacing pita dewasa.
Banyak telur H. nana yang langsung infeksius ketika lepas dari
proglottid pada usus manusia; sehingga terjadi autoinfeksi atau dapat
terjadi penularan dari orang ke orang. Jika telur H. nana tertelan oleh
mealworm (cacing gelang), kutu pemakan larva, kumbang atau serangga
lainnya, mereka dapat berkembang menjadi cysticercoid yang infektif
terhadap manusia dan binatang pengerat ketika tertelan.(13)
Gambaran umum siklus hidup cacing Hymenolepis Nana dapat
dilihat pada gambar berikut ini
18
Gambar 5. Siklus hidup Hymenolepis Nana
b. Epidemiologi
Manusia merupakan sumber alamiah parasit ini dan transmisi
umumnya secara langsung dari orang ke orang dengan cara memakan
telur dari tinja orang yang terinfeksi. Meskipun transmisinya bisa
memaluli muntah, air dan makanan, tetapi sangat jarang, karena telur
cacing ini dengan mudah akan rusak. (13)
c. Gambaran Klinik
Terjadi deskuamasi dan nekrosis sel epitel usus dimanan cacing
ini melekat. Infeksi ringan, umumnya tidak menyababkan kerusakan
mukosa secara signifikan dan tanpa gejala atau menyebabkan gangguan
gastrointestinal. Pada anak kecil terutama bila jumlah cacingnya cukup
banyak, terlihat gejala peristaltik usus menghilang atau kadang ditemui
frank diare dengan lendir. Mencret darah jarang terjadi. Keluhan yang
paling sering ditemukan pada anak adalah nyeri perut yang terus
menerus, gatal pada anus dan hidung, serta utikaria kadang ditemukan.
Banyak anak datang dengan keluhan nyeri kepala, gangguan tidur dan
gangguan tingkah laku yang hilang setelah di obati. Gangguan
neurologik yang serius seperti kejang juga ada dilaporan. Beberapa
pasien Hymenolepiasis disertai dengan eosinofilia 5-10%.(9)
19
d. Diagnosis
Dengan menemukan telur dalam tinja, akan lebih mudah terlihat
pada tinja segar atau tinja yang diawetkan dengan formalin. Proglotid
biasanya tidak di jumpai dalam tinja karena mengalami degenerasi
sebelum dikeluarkan melalui tinja. (13)
e. Pengobatan
Pilihan utama adalah prazyquentel dosis tunggal 25 mg/KgBB,
secara oral. Sedangkan obat alternative lain yang dapat dipakai adalah
niclosamid (Yomesan). Pengobatan dikatakan berhasil bila setelah
pemberian obat ditemukan skoleks pada tinja. (9)
f. Pencegahan
Dengan memperbaiki kebersihan pribadi dan lingkungan.
Meskipun binatang pengerat tidak penting sebagai sumber infeksi bagi
manusia, kemungkinan infeksi murni dapat terjadi pada orang yang
berhubungan erat dengan binatang pengerat, binatang peliharaan atau
binatang di laboraturium. (9)
I. Hubungan Infeksi Cacing dengan Status Gizi
Rendahnya daya tahan tubuh akibat gizi buruk sangat memudahkan
dan mempercepat berkembangnya bibit penyakit dalam tubuh. Antara gizi
buruk dan penyakit infeksi sesungguhnya mempunyai hubungan timbal
balik yang sangat erat, sehingga sering sukar untuk mengidentifikasi mana
dari kedua keadaan itu yang datang lebih dulu. Dalam banyak kejadian
terjadi synergisitas antara gizi buruk dan penyakit infeksi dan akibat yang
terjadi tentu saja sangat fatal. (18)
Gizi buruk akan menyebabkan terganggunya sistem pertahanan
tubuh. Perubahan morfologis yang terjadi pada jaringan limphoid yang
berperan dalam sistem kekebalan akibat gizi buruk, menyebabkan
pertahanan tubuh menjadi lemah, kekebalan seluler yang dimungkinkan
oleh berfungsinya kelenjar thymus berkurang karena kelenjar thymus
20
mengecil akbat kekurangan gizi. Produksi berbagai antibodi juga berkurang
disamping terjadi atropi pada dinding usus menyebabkan berkurangnya
sekresi berbagai enzim sehingga memudahkan masuknya bibit penyakit.
kedalam tubuh. Keseluruhan gangguan pada sistem pertahanan tubuh itu
berlangsung serentak pada penderita gizi buruk sehingga menjadi penderita
gizi buruk sanat mudah terserang penyakit lebih-lebih jika lingkungan anak
tidak mendukung. (18)
Sebaliknya penyakit infeksi seperti kecacingan yang menyerang anak
menyebabkan gizi anak menjadi buruk. Memburuknya keadaan gizi anak
akibat penyakit infeksi adalah akibat beberapa hal antara lain : (18)
1. Turunnya nafsu makan anak akibat rasa tidak nyaman yang di alami,
sehingga masukan zat gizi berkurang padahal anak justru memerlukan
zat gizi yang lebih banyak terutama untuk mengganti jaringan tubuhnya
yang rusak akibat bibit penyakit itu.
2. Penyakit infeksi sering dibarengi oleh diare dan muntah yang
menyebabkan penderita kehilangan cairan dan sepuluh zat gizi seperti
berbagai mineral dan sebagainya, dan danya diare menyebabkan
penyerapan zat gizi dari makanan juga terganggu , sehingga secara
keseluruhan mendorong terjadinya gizi buruk.
3. Naiknya metabolisme basal akibat demam menyebabkan
termobilisasinya cadangan energi dalam tubuh . Penghancuran jaringan
tubuh oleh bibit penyakit juga akan semakin banyak dan untuk
menggantinya diperlukan masukan protein yang lebih banyak.
Status gizi kurang atau buruk dapat meningkatkan kerentanan
terhadap penyakit infeksi dan memperberat infeksi tersebut juga penyakit
infeksi akan memperburuk status gizinya. (18)
Infeksi dan demam dapat menyebabkan merosotnya nafsu makan
atau menimbulkan kesulitan menelan dan mencerna makanan. Parasit dalam
usus seperti cacing gelang dan sebagainya bersaing dengan tubuh dalam
21
memperoleh makanan dan dengan demikian menghalangi zat gizi ke dalam
arus darah, keadaan yang demikian membantu terjadinya kurang gizi . (18)
Akibat penghisapan zat – zat makanan dan darah oleh cacing ,
semakin lama tubuh akan kekurngan zat-zat makanan yang diperlukan oleh
tubuh sehingga menyebabkan tubuh penderita menjadi kurus dan status
gizinya menurun. (18)
J. Pencegahan Infeksi Kecacingan
a. Pencegahan Primer
Pencegahan primer dapat dilakukan dengan mengadakan
penyuluhan kesehatan oleh petugas kesehatan tentang kecacingan dan
sanitasi lingkungan atau menggalakkan program UKS, meningkatkan
perilaku higiene perorangan dan pembuatan MCK (Mandi, Cuci, Kakus)
yang sehat dan teratur.(14)
b. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan memeriksakan diri
ke Puskesmas atau Rumah Sakit dan memakan obat cacing tiap 6 bulan
sekali. (14)
c. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier dapat dilakukan dengan melakukan tindakan
medis berupa operasi. (14)
K. Dampak Infeksi Kecacingan
a. Dampak Infeksi Cacingan terhadap Anak Usia Sekolah
Cacingan mempengaruhi pemasukan (intake), pencernaan
(digesif), penyerapan (absorbsi), dan metabolisme makanan. Secara
kumulatif, infeksi cacingan dapat menimbulkan kerugian zat gizi berupa
kalori dan protein serta kehilangan darah. Selain dapat menghambat
22
perkembangan fisik, kecerdasan dan produktifitas kerja, dapat
menurunkan ketahan tubuh sehingga mudah terkena penyakit lainnya.
Infeksi cacingan jarang sekali menyebabkan kematian langsung, namun
sangat mempengaruhi kualitas hidup penderitanya. Infeksi cacing
gelang yang berat akan menyebabkan malnutrisi dan gangguan
pertumbuhan pada anak. Berbagai penelitian membuktikan bahwa
sebagian kalori yang dikonsumsi manusia tidak dimanfaatkan badan
karena adanya parasit dalam tubuh. Pada infeksi ringan akan
menyebabkan gangguan penyerapan nutrien lebih kurang 3% dari kalori
yang dicerna, pada infeksi berat 25% dari kalori yang dicerna tidak
dapat dimanfaatkan oleh badan. Infeksi Ascharis yang berkepanjangan
dapat menyebabkan kekurangan kalori protein dan diduga dapat
mengakibatkan defisiensi vitamin A. (13)
Pada infeksi Trichuris berat sering dijumpai diare darah,
turunnya berat badan, dan anemia. Diare pada umumnya berat
sedangkan eritrosit di bawah 2,5 juta dan hemoglobin 30% di bawah
normal. Anemia berat ini dapat terjadi karena infeksi Trichuris mampu
menghisap darah sekitar 0,005 ml perhari/cacing.(13)
Infeksi cacing tambang umumnya berlangsung secara menahun,
cacing tambang ini sudah dikenal sebagai penghisap darah. Seekor
cacing tambang mampu menghisap darah 0,2 ml perhari. Apabila terjadi
infeksi berat, maka penderita akan kehilangan darah secara perlahan dan
dapat menyebabkan anemia berat. Infeksi ketiga jenis cacing ini dapat
terjadi sendiri-sendiri ataupun secara bersama-sama (2 atau 3 jenis
cacing sekaligus). Semakin banyak jenis cacing ataupun jumlahnya
yang ada di dalam tubuh semakin berat gangguan kesehatan yang
ditimbulkan.(14)
Nematoda adalah cacing yang tidak bersegmen, bilateral
simetris, mempunyai saluran cerna yang berfungsi penuh, biasanya
berbentuk silindris serta panjangnya bervariasi dari beberapa milimeter
23
hingga lebih dari satu meter.(14)
Semua Nematoda yang menginfeksi manusia mempunyai jenis
kelamin terpisah, yang jantan biasanya lebih kecil daripada yang betina.
Nematoda dapat dibedakan menjadi 2 yaitu Nematoda jaringan dan
Nematoda usus. Diantara nematoda usus terdapat sejumlah spesies yang
ditularkan melalui tanah (Soil Transmitted Helminths), diantaranya
adalah Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, Necator americanus,
dan Ancylostoma duodenale dan Strongyloides stercoralis.(14)
Nematoda usus biasanya matang dalam usus halus, dimana
sebagian besar cacing dewasa melekat dengan kait oral atau lempeng
pemotong. Cacing ini menyebabkan penyakit karena dapat
menyebabkan kehilangan darah, iritasi dan alergi. Penyebaran invasif
larva cacing menyebabkan infeksi bakteri sekunder.(15)
b. Dampak terhadap Gizi
Penyakit kecacingan sering kali menyebabkan berbagai penyakit
di dalam perut dan berbagai gejala penyakit perut seperti kembung dan
diare. Cacing gelang (Ascaris lumbricoides) tidak jarang menyebabkan
kematian karena penyumbatan usus dan saluran empedu. Cacing
tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus) dan cacing
cambuk (Trichuris trichiura) dapat menyebabkan anemia berat yang
mengakibatkan orang menjadi sangat lemah karena kehilangan darah.
Infeksi kecacingan mempengaruhi pemasukan, pencernaan, penyerapan
(absorbsi) serta metabolisme makanan sehingga menyebabkan
kekurangan gizi. Anak yang menderita kecacingan, nafsu makannya
menurun sehingga makanan yang masuk akan berkurang dan jumlah
cacing yang banyak dalam usus akan mengganggu pencernaan serta
penyerapan makanan. Infeksi kecacingan selain berperan sebagai
penyebab kekurangan gizi yang kemudian berakibat terhadap penurunan
daya tubuh terhadap infeksi, juga berperan sebagai faktor yang lebih
24
memperburuk daya tahan tubuh terhadap berbagai macam infeksi.(18)
c. Dampak terhadap Intelektual dan Produktivitas
Secara umum berpengaruh pada tingkat kecerdasan, mental, dan
prestasi anak sekolah. Hasil penelitian Bundy dkk, 1992 menunjukkan
bahwa anak-anak Sekolah Dasar (SD) di Jamaika terinfeksi cacing
Trichuris trichiura mengalami penurunan kemampuan berfikir. Hasil
studi di Kenya oleh Stephenson tahun 1993 menunjukkan penurunan
kesehatan jasmani, pertumbuhan dan selera makan pada anak sekolah
yang terinfeksi Ascaris lumbricoides dan Trichuris trichiura. Di
Malaysia ditemukan dampak infeksi kecacingan terhadap penurunan
kecerdasan di lingkungan anak sekolah Che Ghani tahun 1994. penyakit
ini tidak menyebabkan orang mati mendadak, akan tetapi menyebabkan
penderita semakin lemah karena kehilangan darah yang menahun
sehingga menurunkan prestasi kerja. (9)
d. Dampak terhadap Kualitas Sumber Daya Manusia
Salah satu ciri bangsa yang maju adalah bangsa yang
mempunyai derajat kesehatan yang tinggi, sehingga pada pembangunan
jangka panjang pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat dan kualitas sumber daya manusia. Infeksi
kecacingan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi penurunan
kualitas sumber daya manusia, mengingat kecacingan akan menghambat
pertumbuhan fisik dan kecerdasan anak serta produktifitas kerja. Sampai
saat ini penyakit kecacingan masih merupakan masalah kesehatan
masyarakat Indonesia terutama di daerah pedesaan dan salah satu faktor
yang mempengaruhi tingginya prevalensi kecacingan adalah kesadaran
higiene perorangan (personal hygiene) yang kurang. (9)
25
DAFTAR PUSTAKA
Abas Basuni, Jahari (2003). Pemantauan pertumbuhan balita, pusat penelitian
dan pengembangan gizi dan makanan . Jakarta; Pusat Penelitian dan
pengembangan kesehatan; 1-3
Almatsier ,Sunita (2002). Prinsif Dasar Ilmu Gizi. Jakarta; PT. Gramedia
Pustaka Utama,
Damayanti, Didit (1996). Modul Kuliah Ilmu Gizi Dalam Daur Kehidupan .
Jakarta : Akademi Gizi Jakarta : 16
Depkes RI (2006) Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: 424 / MENKES
/SK/VI, Pedoman Pengendalian Cacingan, Jakarta.
Effendi, Oeswari, 1991, Penyakit dan Penanggulangannya, Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama.
Depkes RI(1991)Parasitologi Medik Helmintologi. Pendidikan Tenaga
Kesehatan : 18, 33 – 37
Herdinaman T. Pohan .(2007 Penyakit Cacing yang ditularkan melalui Tanah
Hal.1764 – 1766.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III E) Edisi
IV .Jakarta : FKUI,
Hardiman T. Pohan .(2007) Pendekatan Terhadap Pasien Anemia Hal 622 –
658 Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV .Jakarta :
FKUI.
Harold W Brown,(1989).Dasar Parasitologi Klinis , Jakarta; Gramedia
Notoadmojo,Syamien (1993), Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta,
Rineka Cipta:121
Notoatodjo ,Soekidjo, 2003 Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsif – prinsif Dasar.
Jakarta: Rineka Cipta.
Peter J. Hotes, 2003, Soil Transmitted Helminth infection: The Nature, Causes
and Burden of the condition, WHO: Departemen of Mikrobiologi and
Tropical Medicine The George Washington University.
Srisasi Gandahusada, 2000, Parasitologi Kedokteran edisi ke 3. Jakarta: EGC
26