Pen Gerti An

29

Click here to load reader

Transcript of Pen Gerti An

Page 1: Pen Gerti An

A. PENGERTIAN

1. Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi

salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang

sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman

salmonella. ( Bruner and Sudart, 1994 ).

2. Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman

salmonella thypi dan salmonella para thypi A,B,C. sinonim dari penyakit ini

adalah Typhoid dan paratyphoid abdominalis. (Syaifullah Noer, 1996).

3. Typhoid adalah penyakit infeksi pada usus halus, typhoid disebut juga

paratyphoid fever, enteric fever, typhus dan para typhus abdominalis

(.Seoparman, 1996).

4. Demam tifoid adalah penyakit menular yang bersifat akut, yang ditandai

dengan bakterimia, perubahan pada sistem retikuloendotelial yang bersifat

difus, pembentukan mikroabses dan ulserasi Nodus peyer di distal ileum.

(Soegeng Soegijanto, 2002)

5. Tifus abdominalis adalah suatu infeksi sistem yang ditandai demam, sakit

kepala, kelesuan, anoreksia, bradikardi relatif, kadang-kadang pembesaran dari

limpa/hati/kedua-duanya. (Samsuridjal D dan heru S, 2003)

6. Typhoid adalah suatu penyakit pada usus yang menimbulkan gejala-gejala

sistemik yang disebabkan oleh salmonella typhosa, salmonella type A.B.C.

Penularan terjadi secara pecal, oral melalui makanan dan minuman yang

terkontaminasi (Mansoer Orief.M. 1999).

B. ETIOLOGI

Salmonella typhi yang menyebabkan infeksi invasif yang ditandai oleh

demam, toksemia, nyeri perut, konstipasi/diare. Komplikasi yang dapat terjadi

antara lain: perforasi usus, perdarahan, toksemia dan kematian. (Ranuh, Hariyono,

dan dkk. 2001)

Etiologi demam tifoid dan demam paratipoid adalah S.typhi, S.paratyphi A,

S.paratyphi b dan S.paratyphi C. (Arjatmo Tjokronegoro, 1997). Ada dua sumber

Page 2: Pen Gerti An

penularan salmonella typhi yaitu pasien dengan demam typhoid dan pasien dengan

carier. Carier adalah orang yang sembuh dari demam typhoid dan masih terus

mengekresi salmonella typhi dalam tinja dan air kemih selama lebih dari 1 tahun.

C. TANDA DAN GEJALA

Masa tunas typhoid 10 – 14 hari.

a. Minggu I

Pada umumnya demam berangsur naik, terutama sore hari dan malam hari.

Dengan keluhan dan gejala demam, nyeri otot, nyeri kepala, anorexia dan

mual, batuk, epitaksis, obstipasi / diare, perasaan tidak enak di perut.

b. Minggu II

Pada minggu II gejala sudah jelas dapat berupa demam, bradikardi, lidah yang

khas (putih, kotor, pinggirnya hiperemi), hepatomegali, meteorismus,

penurunan kesadaran.

Gejala klinis pada anak umumnya lebih ringan dan lebih bervariasi

dibandingkan dengan orang dewasa. Walaupun gejala demam tifoid pada anak

lebih bervariasi, tetapi secara garis besar terdiri dari demam satu minggu/lebih,

terdapat gangguan saluran pencernaan dan gangguan kesadaran. Dalam minggu

pertama, keluhan dan gejala menyerupai penyakit infeksi akut pada umumnya

seperti demam, nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah, diare, konstipasi, serta suhu

badan yang meningkat.

Pada minggu kedua maka gejala/tanda klinis menjadi makin jelas, berupa

demam remiten, lidah tifoid, pembesaran hati dan limpa, perut kembung, bisa

disertai gangguan kesadaran dari ringan sampai berat. Lidah tifoid dan tampak

kering, dilapisi selaput kecoklatan yang tebal, di bagian ujung tepi tampak lebih

kemerahan. (Ranuh, Hariyono, dan dkk. 2001).

Sejalan dengan perkembangan penyakit, suhu tubuh meningkat dengan

gambaran ‘anak tangga’. Menjelang akhir minggu pertama, pasien menjadi

bertambah toksik. (Vanda Joss & Stephen Rose, 1997)

Page 3: Pen Gerti An

Gambaran klinik tifus abdominalis

a. Keluhan:

Nyeri kepala (frontal) .

Kurang enak di perut.

Nyeri tulang, persendian, dan Otot

Berak-berak

Muntah

b. Gejala:

Demam 

Nyeri tekan perut 

Bronkitis 

Toksik 

Letargik 

Lidah tifus (“kotor”) 

(Sjamsuhidayat,1998)

D. PATOFISIOLOGI

2.1.1 Patofisiologi Thypoid.

Transmisi terjadi melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi

urin/feses dari penderita tifus akut dan para pembawa kuman/karier.Masa inkubasi

demam tifoid berlangsung selama 7-14 hari (bervariasi antara 3-60 hari)

bergantung jumlah dan strain kuman yang tertelan. Selama masa inkubasi penderita

tetap dalam keadaan asimtomatis. (Soegeng soegijanto, 2002)

Empat F (Finger, Files, Fomites dan fluids) dapat menyebarkan kuman ke

makanan, susu, buah dan sayuran yang sering dimakan tanpa dicuci/dimasak

sehingga dapat terjadi penularan penyakit terutama terdapat dinegara-negara yang

sedang berkembang dengan kesulitan pengadaan pembuangan kotoran (sanitasi)

yang andal. (Samsuridjal D dan heru S, 2003)

Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang

dikenal dengan 5 F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan / kuku), Fomitus

(muntah), Fly (lalat), dan melalui Feses.

Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman salmonella

thypi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat,

Page 4: Pen Gerti An

dimana lalat akan hinggap dimakanan yang akan dimakan oleh orang yang sehat.

Apabila orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci

tangan dan makanan yang tercemar kuman salmonella thypi masuk ke tubuh orang

yang sehat melalui mulut. Kemudian kuman masuk ke dalam lambung, sebagian

kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus

halus bagian distal dan mencapai jaringan limpoid. Di dalam jaringan limpoid ini

kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel

retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman ke

dalam sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk

limpa, usus halus dan kandung empedu.

Semula disangka demam dan gejala toksemia pada typhoid disebabkan oleh

endotoksemia. Tetapi berdasarkan penelitian eksperimental disimpulkan bahwa

endotoksemia bukan merupakan penyebab utama demam pada typhoid.

Endotoksemia berperan pada patogenesis typhoid, karena membantu proses

inflamasi lokal pada usus halus. Demam disebabkan karena salmonella thypi dan

endotoksinnya merangsang sintetis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada

jaringan yang meradang.

Page 5: Pen Gerti An

E. PATHWAY

Makanan tercemar masuk kemulut dilambung sebagian basil

Salmonella typhosa musnah oleh asam lambun Ragaden, coated tongue melalui pembuluh Sebagian masuk ke usus limfe halus halus dan basil diserap anoreksia

Bakteriemia masuk ke dalam peredaran melepaskan endotoksin darah menstimulasi sintesis Basil menyebar sampai di organ-organ utama keseluruh tubuh (Hati dan Limfa)

Terjadi pelepasan Terutama kedalam basil berkembang biak zat pirogen kelenjer limfoid usus halus organ-organ membesar inflamasi lokal disertai nyeri pada perabaanmenimbulkan tukak Jaringan meradang Berbentuk lonjong pada Nyeri Resti komplikasi mukosa diatas plak (cedera) Histamin Peyeri Mengakibatkan perdarahan hipotalamus Nyeri saat makan dan perforasi usus Peningkatan panas anoreksia melena

gangguan thermoregulasigangguan pemenuhan intake berkurang Nutrisi malaise resti intoleransi aktivitas

Page 6: Pen Gerti An

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a.      Pemeriksaan Darah Perifer Lengkap

Dapat ditemukan leukopeni, dapat pula leukositosis atau kadar leukosit normal.

Leukositosis dapat terjadi walaupun tanpa disertai infeksi sekunder. Di dalam

beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat leukopenia dan

limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah sering dijumpai.

Pada kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi

berada pada batas-batas normal bahkan kadang-kadang terdapat leukosit

walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu

pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam typhoid.

b.      Pemeriksaan SGOT dan SGPT

SGOT dan SGPT sering meningkat, tetapi akan kembali normal setelah sembuh.

Peningkatan SGOT dan SGPT ini tidak memerlukan penanganan khusus

c.       Biakan darah

Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila biakan

darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid. Hal ini

dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari beberapa faktor :

1.      Teknik pemeriksaan Laboratorium

Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang lain,

hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan.

Waktu pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam tinggi yaitu

pada saat bakteremia berlangsung.

2.      Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit.

Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu pertama

dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh biakan

darah dapat positif kembali.

Page 7: Pen Gerti An

3.      Vaksinasi di masa lampau

Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan

antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia sehingga

biakan darah negatif.

4.      Pengobatan dengan obat anti mikroba.

Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba

pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin

negatif.

d. Uji Widal

Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin).

Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien dengan

typhoid juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang

digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan

diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan adanya

aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita typhoid. Akibat infeksi oleh

salmonella thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu :

1. Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh kuman).

2. Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel kuman).

3. Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai

kuman)

Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk

diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita typhoid.

Faktor – faktor yang mempengaruhi uji widal :

a. Faktor yang berhubungan dengan klien :

1. Keadaan umum : gizi buruk dapat menghambat pembentukan antibodi.

2. Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit: aglutinin baru dijumpai

dalam darah setelah klien sakit 1 minggu dan mencapai puncaknya pada

minggu ke-5 atau ke-6.

3. Penyakit – penyakit tertentu : ada beberapa penyakit yang dapat menyertai

demam typhoid yang tidak dapat menimbulkan antibodi seperti

agamaglobulinemia, leukemia dan karsinoma lanjut.

Page 8: Pen Gerti An

4. Pengobatan dini dengan antibiotika : pengobatan dini dengan obat anti

mikroba dapat menghambat pembentukan antibodi.

5. Obat-obatan imunosupresif atau kortikosteroid : obat-obat tersebut dapat

menghambat terjadinya pembentukan antibodi karena supresi sistem

retikuloendotelial.

6. Vaksinasi dengan kotipa atau tipa : seseorang yang divaksinasi dengan

kotipa atau tipa, titer aglutinin O dan H dapat meningkat. Aglutinin O biasanya

menghilang setelah 6 bulan sampai 1 tahun, sedangkan titer aglutinin H

menurun perlahan-lahan selama 1 atau 2 tahun. Oleh sebab itu titer aglutinin H

pada orang yang pernah divaksinasi kurang mempunyai nilai diagnostik.

7. Infeksi klien dengan klinis/subklinis oleh salmonella sebelumnya : keadaan

ini dapat mendukung hasil uji widal yang positif, walaupun dengan hasil titer

yang rendah.

8. Reaksi anamnesa : keadaan dimana terjadi peningkatan titer aglutinin

terhadap salmonella thypi karena penyakit infeksi dengan demam yang bukan

typhoid pada seseorang yang pernah tertular salmonella di masa lalu.

b. Faktor-faktor Teknis

1. Aglutinasi silang : beberapa spesies salmonella dapat mengandung antigen

O dan H yang sama, sehingga reaksi aglutinasi pada satu spesies dapat

menimbulkan reaksi aglutinasi pada spesies yang lain.

2. Konsentrasi suspensi antigen : konsentrasi ini akan mempengaruhi hasil uji

widal.

3. Strain salmonella yang digunakan untuk suspensi antigen : ada penelitian

yang berpendapat bahwa daya aglutinasi suspensi antigen dari strain

salmonella setempat lebih baik dari suspensi dari strain lain.

G. PENATALAKSANAAN

1. Perawatan

Pasien diistirahatkan 7 hari sampai demam turun atau 14 hari untuk

mencegah komplikasi perdarahan usus.

Page 9: Pen Gerti An

Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya

tranfusi bila ada komplikasi perdarahan.

2. Diet

Diet yang sesuai, cukup kalori dan tinggi protein.

Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.

Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim.

Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam

selama 7 hari.

3. Pengobatan.

1. Kloramfenikol. Dosis yang diberikan adalah 4 x 500 mg perhari, dapat

diberikan secara oral atau intravena, sampai 7 hari bebas panas.

2. Tiamfenikol. Dosis yang diberikan 4 x 500 mg per hari.

3. Kortimoksazol. Dosis 2 x 2 tablet (satu tablet mengandung 400 mg

sulfametoksazol dan 80 mg trimetoprim).

4.  Ampisilin dan amoksilin. Dosis berkisar 50-150 mg/kg BB, selama 2

minggu.

5. Sefalosporin Generasi Ketiga. dosis 3-4 gram dalam dekstrosa 100 cc,

diberikan selama ½ jam per-infus sekali sehari, selama 3-5 hari.

6. Golongan Fluorokuinolon

Norfloksasin : dosis 2 x 400 mg/hari selama 14 hari

Siprofloksasin : dosis 2 x 500 mg/hari selama 6 hari

Ofloksasin : dosis 2 x 400 mg/hari selama 7 hari

Pefloksasin : dosis 1 x 400 mg/hari selama 7 hari

Fleroksasin : dosis 1 x 400 mg/hari selama 7 hari

7. Kombinasi obat antibiotik. Hanya diindikasikan pada keadaan tertentu

seperti: Tifoid toksik, peritonitis atau perforasi, syok septik, karena

telah terbukti sering ditemukan dua macam organisme dalam kultur

darah selain kuman Salmonella typhi. (Widiastuti S, 2001).

Page 10: Pen Gerti An

H. PENCEGAHAN

A. Usaha Terhadap Lingkungan hidup.

1. Penyediaan air bersih terpenuhi

2. Pembuangan kotoran manusia baik BAK maupun BAB yang hygiene.

3. Pemberantasan lalat

4. Pengawasan terhadap rumah – rumah penjual makanan

B. Usaha Terhadap Manusia

1. Dengan menjaga kebersihan makanan/minuman dan mencuci tangan

sebelum makan

2. Tidak makan dan jajan di sembarang tempat. Pilihlah rumah makan dan

tempat jajan yang menjaga dan mengutamakan kebersihan karena

penyebaran demam typhoid melalui makanan dan tangan yang tercemar

oleh bakteri ini.

3. Vaksinasi demam Thypoid.

4. Pendidikan kesehatan pada masyarakat berupa personal hygiene.

I. KOMPLIKASI

Perdarahan usus, peritonitis, meningitis, kolesistitis, ensefalopati,

bronkopneumonia, hepatitis. (Arif mansjoer & Suprohaitan 2000).Perforasi usus

terjadi pada 0,5-3% dan perdarahan berat pada 1-10% penderita demam tifoid.

Kebanyakan komplikasi terjadi selama stadium ke-2 penyakit dan umumnya

didahului oleh penurunan suhu tubuh dan tekanan darah serta kenaikan denyut

jantung. Pneumonia sering ditemukan selama stadium ke-2 penyakit, tetapi seringkali

sebagai akibat superinfeksi oleh organisme lain selain Salmonella. Pielonefritis,

endokarditis, meningitis, osteomielitis dan arthritis septik jarang terjadi pada hospes

normal. Arthritis septik dan osteomielitis lebih sering terjadi pada penderita

hemoglobinopati. (Behrman Richard, 1992)

Komplikasi Thypoid antara lain terdiri dari :

A. Komplikasi intestinal.

1. Perdarahan usus

2. Perporasi usus.

3. Ilius paralitik.

B. Komplikasi extra intestinal

Page 11: Pen Gerti An

1. Komplikasi kardiovaskuler

Kegagalan sirkulasi (renjatan sepsis), miokarditis, trombosis,

tromboplebitis.

2. Komplikasi darah.

Anemia hemolitik, trobositopenia, dan syndroma uremia hemolitik.

3. Komplikasi paru .

Pneumonia, empiema, dan pleuritis.

4. Komplikasi pada hepar dan kandung empedu.

Hepatitis, kolesistitis.

5. Komplikasi ginjal.

Glomerulus nefritis, pyelonepritis dan perinepritis.

6. Komplikasi pada tulang.

Osteomyolitis, osteoporosis, spondilitis dan arthritis.

7. Komplikasi neuropsikiatrik.

Delirium, meningiusmus, meningitis, polineuritis perifer, sindroma

Guillain bare dan sidroma katatonia.

Page 12: Pen Gerti An

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN

1. Biodata Klien dan penanggung jawab (nama, usia, jenis kelamin, agama, alamat)

2. Riwayat Kesehatan

a.       Keluhan utama

Biasanya klien dirawat di rumah sakit dengan keluhan sakit kepala, demam,

nyeri dan pusing

b.      Riwayat Kesehatan Sekarang

Biasanya klien mengeluh kepala terasa sakit, demam,nyeri dan pusing,

berat badan berkurang, klien mengalami mual, muntah dan anoreksia, klien

merasa sakit diperut dan diare, klien mengeluh nyeri otot.

c.       Riwayat Kesehatan Dahulu

Kaji adanya riwayat penyakit lain/pernah menderita penyakit seperti ini

sebelumnya

d.      Riwayat Kesehatan Keluarga

Kaji adanya keluarga yang menderita penyakit yang sama (penularan).

3. Pemeriksaan Fisik

Pengkajian umum

a.       Tingkat kesadaran : composmentis, apatis, somnolen,supor, dan koma

b.      Keadaan umum : sakit ringan, sedang, berat

c.       Tanda-tanda vital, normalnya:

Tekanan darah       : 95 mmHg

Nadi                      : 60-120 x/menit

Suhu                      : 34,7-37,3 0C

Pernapasan            : 15-26 x/menit

Pengkajian sistem tubuh

a.       Pemeriksaan kulit dan rambut

Kaji nilai warna, turgor, tekstur dari kulit dan rambut pasien

b.      Pemeriksaan kepala dan leher

Pemeriksaan mulai dari kepala, mata, hidung, telinga, mulut dan leher. Kaji

kesimetrisan, edema, lesi, maupun gangguan pada indera.

Page 13: Pen Gerti An

c.       Pemeriksaan dada

1)      Paru-paru

Inspeksi           : kesimetrisan, gerak napas

Palpasi : kesimetrisan taktil fremitus

Perkusi            : suara paru (pekak, redup, sono, hipersonor, timpani)

2)      Jantung

Inspeksi           : amati iktus cordis

Palpalsi            : raba letak iktus cordis

Perkusi            : batas-batas jantung

d.      Pemeriksaan abdomen

Inspeksi           : keadaan kulit, besar dan bentuk abdomen, gerakan

Palpasi : hati, limpha teraba/tidak, adanya nyeri tekan

Perkusi            : suara peristaltic usus

Auskultasi       : frekuensi bising usus

e.       Pemeriksaan ekstremitas

Kaji warna kulit, edema, kemampuan gerakan dan adanya alat bantu.

4. Pemeriksaan pertumbuhan dan perkembangan

a. Riwayat prenatal : ibu terinfeksi TORCH selama hamil, preeklamsi, BB ibu

tidak naik, pemantauan kehamilan secara berkala. Kehamilan dengan resiko

yang tidak dipantau secara berkala dapat mengganggu tumbang anak

b. Riwayat kelahiran : cara melahirkan anak, keadaan anak saat lahir, partus

lamadan anak yang lahir dengan bantuan alat/ forcep dapat mengganggu

tumbang anak

c. Pertumbuhan fisik : BB (1,8-2,7kg), TB (BB/TB, BB/U, TB/U), lingkar

kepala (49-50cm), LILA, lingkar dada, lingkar dada > dari lingkar kepala,

d. Pemeriksaan fisik : bentuk tubuh, keadaan jaringan otot (cubitan tebal untuk

pada lengan atas, pantat dan paha mengetahui lemak subkutan), keadaan

lemak (cubitan tipis pada kulit dibawah tricep dan subskapular), tebal/ tipis

dan mudah / tidak akarnya dicabut, gigi (14- 16 biji), ada tidaknya udem,

anemia dan gangguan lainnya.

e. Perkembangan : melakukan aktivitas secara mandiri (berpakaian) ,

kemampuan anak berlari dengan seimbang, menangkap benda tanpa jatuh,

memanjat, melompat, menaiki tangga, menendang bola dengan seimbang,

egosentris dan menggunakan kata ” Saya”, menggambar lingkaran, mengerti

Page 14: Pen Gerti An

dengan kata kata, bertanya, mengungkapkan kebutuhan dan keinginan,

menyusun jembatan dengan kotak –kotak.

f. Riwayat imunisasi

5.      Riwayat sosial: bagaimana klien berhubungan dengan orang lain.

Tumbuh kembang pada anak usia 6-12 tahun

Pertumbuhan merupakan proses bertambahnya ukuran berbagai organ fisik berkaitan

dengan masalah perubahan dalam jumlah, besar, ukuran atau dimensi tingkat sel.

Pertambahan berat badan 2 – 4 Kg / tahun dan pada anak wanita sudah mulai

mengembangkan ciri sex sekundernya. Perkembangan menitik beratkan pada aspek

diferensiasi bentuk dan fungsi termasuk perubahan sosial dan emosi.

a. Motorik kasar

1) Loncat tali

2) Badminton

3) Memukul

4) Motorik kasar di bawah kendali kognitif dan berdasarkan secara bertahap

meningkatkan irama dan kehalusan.

b. Motorik halus

1) Menunjukan keseimbangan dan koordinasi mata dan tangan

2) Dapat meningkatkan kemampuan menjahit, membuat model dan bermain

alat musik.

c. Kognitif

1) Dapat berfokus pada lebih dan satu aspek dan situasi

2) Dapat mempertimbangkan sejumlah alternatif dalam pemecahan masalah

3) Dapat membelikan cara kerja dan melacak urutan kejadian kembali sejak

awal

4) Dapat memahami konsep dahulu, sekarang dan yang akan datang

d. Bahasa

1) Mengerti kebanyakan kata-kata abstrak

2) Memakai semua bagian pembicaraan termasuk kata sifat, kata keterangan,

kata penghubung dan kata depan

3) Menggunakan bahasa sebagai alat pertukaran verbal

4) Dapat memakai kalimat majemuk dan gabungan

Page 15: Pen Gerti An

6.      Pengkajian Pola Fungsional Gordon

a.      Pola persepsi kesehatan manajemen kesehatan

Yang perlu dikaji adalah bagaimana pola sehat – sejahtera yang dirasakan,

pengetahuan tentang gaya hidup dan berhubungan dengan sehat, pengetahuan

tentang praktik kesehatan preventif, ketaatan pada ketentuan media dan

keperawatan. Biasanya anak-anak belum mengerti tentang manajemen

kesehatan, sehingga perlu perhatian dari orang tuanya.

b.      Pola nutrisi metabolik

Yang perlu dikaji adalah pola makan biasa dan masukan cairan klien, tipe

makanan dan cairan, peningkatan / penurunan berat badan, nafsu makan,

pilihan makan.

c.       Pola eliminasi

Yang perlu dikaji adalah pola defekasi klien, berkemih, penggunaan alat

bantu, penggunaan obat-obatan.

d.      Pola aktivas latihan

Yang perlu dikaji adalah pola aktivitas klien, latihan dan rekreasi, kemampuan

untuk mengusahakan aktivitas sehari-hari (merawat diri, bekerja), dan respon

kardiovaskuler serta pernapasan saat melakukan aktivitas.

e.       Pola istirahat tidur

Yang perlu dikaji adalah bagaimana pola tidur klien selama 24 jam,

bagaimana kualitas dan kuantitas tidur klien, apa ada gangguan tidur dan

penggunaan obat-obatan untuk mengatasi gangguan tidur.

f.       Pola kognitif persepsi

Yang perlu dikaji adalah fungsi indra klien dan kemampuan persepsi klien.

g.      Pola persepsi diri dan konsep diri

Yang perlu dikaji adalah bagaimana sikap klien mengenai dirinya, persepsi

klien tentang kemampuannya, pola emosional, citra diri, identitas diri, ideal

diri, harga diri dan peran diri. Biasanya anak akan mengalami gangguan

emosional seperti takut, cemas karena dirawat di RS.

h.      Pola peran hubungan

Kaji kemampuan klien dalam berhubungan dengan orang lain. Bagaimana

kemampuan dalam menjalankan perannya.

i.        Pola reproduksi dan seksualitas

Kaji adakah efek penyakit terhadap seksualitas anak.

Page 16: Pen Gerti An

j.        Pola koping dan toleransi stress

Yang perlu dikaji adalah bagaimana kemampuan klien dalam manghadapai

stress dan adanya sumber pendukung. Anak belum mampu untuk mengatasi

stress, sehingga sangat dibutuhkan peran dari keluarga terutama orang tua

untuk selalu mendukung anak.

k.      Pola nilai dan kepercayaan

Kaji bagaimana kepercayaan klien. Biasanya anak-anak belum terlalu

mengerti tentang kepercayaan yang dianut. Anak-anak hanyan mengikuti dari

orang tua.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa yang mungkin muncul pada klien typhoid adalah :

a. Resiko tinggi ketidakseimbangan volume cairan dan elektrolit berhubungan

dengan hipertermi dan muntah.

b. Resiko tinggi gangguan pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.

c. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi salmonella thypi.

3. INTERVENSI

NANDA NOC NIC

Hipertermi b.d proses infeksi salmonella thypi

Indikator:      Suhu  36,5 – 37,5oC      Bibir lembab      Kulit tidak teraba panas      Aktifitas sesuai

kemampuan

      Identifikasi penyebab / factor yang dapat menyebabkan hipertermi

      Observasi cairan masuk dan keluar, hitung balance cairan

      Beri cairan sesuai kebutuhan bila tidak bila kontraindikasi

      Berikan kompres air hangat.

      Anjurkan pasien untuk mengurangi aktifitas yang berlebihan saat suhu naik / bedrest total

      Anjurkan pasien

Page 17: Pen Gerti An

menggunakan pakaian yang mudah menyerap keringat

      Ciptakan lingkungan yang nyamanKolaborasi :

      Pemberian antipiretik      Pemberian antibiotic

Kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntahDefenisi : penurunan cairan intravaskuler intestinal dan atau intraseluler, contohnya dehidrasi, kehilangan cairan tanpa perubahan sodium.

Batasan karakteristik :Kelelahan, kehilangan berat badan.

Keseimbangan cairanIndikator:

       Keseimbangan intake dan output 24 jam

       Berat badan stabil       Tidak ada rasa haus yang

berlebihan       Elektrolit serum dalam

batas normal       Hidrasi kulit tidak ada

Pengelolaan cairanAktifitas:

       Pantau berat badan biasanya dan kecendrungannya

       Mempertahankan intake dan output pasien

       Pantau ststus hidrasi       Memonitor status

hemodynamic termasuk CVP, MAP, PAP, dan PCWP

       Pantau tanda-tanda vital pasien

       Pantau status nutrisi pasien

Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Tubuh berhubungan dengan intake tidak adekuat

Defenisi: ketidak cukupan intake nutrisi untuk kebutuhan metabolik.

Batasan karakteristik       Berat badan 20%

berkurang dari ideal

Status nutrisiIndikator:

       Intake nutrisi       Intake makanan dan

cairan       Energi       Berat tubuh

Mengontrol Nutrisi

Aktivitas:       Menimbang berat badan

pasien pada jarak yang ditentukan

       Memantau gejala kekurangan dan penambahan berat badan

       Memantau respon emosional pasien ketika ditempatkan pada situasi yang melibatkan makanan

Page 18: Pen Gerti An

       Lemahnya kesehatan otot       Tidak nafsu makan

dan makan       Memantau interaksi orang

tua/anak selama makan, jika diperlukan

       Mengontrol keadaan lingkungan ketika makan

       Mengontrol turgor kulit, jika diperlukan

       Memantau kekeringan, tipisnya rambut sehingga mudah rontok

       Memantau gusi saat menelan, karang gigi, dan penambahan luka

       Mengontrol mual dan muntah

       Memantau tingkat energy, rasa tidak nyaman, kelelahan, dan kelemahan

       Memantau jaringan yang pucat, memerah, dan kering

       Memantau kemerahan, bengkak, dan retak pada mulut/bibir

Page 19: Pen Gerti An

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHANKEPERAWATAN PADA ANAK

DENGAN TYPHOID FEVER

Disusun Oleh :

FINA WARDANI

PO 62 20 1 10 054

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN

PALANGKARAYA

2012