pemuliaan hewan

12
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Bebarapa abad lamanya sapi telah dibudidaya dan dikembangbiakkan dengan tujuan utama untuk memenuhi kebutuhan manusia utamanya nutrisi pangan dan sebagian kecil sebagai tenaga kerja. Sapi perah diperlukan untuk diambil susunya dan sebagian besar bangsa sapi adalah untuk hewan potong. Secara alami susu dihasilkan oleh sapi untuk keperluan pedet yang dilahirkan. Dalam perkembangan nalar yang semakin maju manusia mulai menyadari bahwa air susu memiliki manfaat yang cukup besar. Melalui seleksi genetik yang lama, cermat dan berkesinambungan diikuti oleh pengaturan kandungan nutrisi pakan sapi penghasil susu yang baik akhirnya bisa diperoleh sapi jenis unggul yang cocok sebagai ternak perah karena produktivitasnya yang tinggi. Faktor manajemen merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam produktivitas ternak. Manajemen atau pengaturan yang dilakukan dapat berupa manajemen pakan, sistem pemeliharaan dan perkandangan dan tentunya bibit yang baik. Bibit yang baik ini bisa didapatkan melalui program pemulliaan sehingga di dapatkan sapi ataupun ternak perah dengan produktivitas dan efisiensi yang tinggi. Pada sapi perah performan reproduksi sapi perah sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan faktor manajemen. Efisiensi reproduksi merupakan dasar utama memperoleh jumlah produksi susu yang maksimal, ada beberapa hal yang saling berkaitan yaitu body condition, pakan, masa transisi dari periode kering ke laktasi, siklus estrus normal, deteksi estrus dan kelangsungan hidup embrio, selain itu perlu diperhatikan pula hal-hal yang berhubungan dengan formulasi pakan, manajemen tempat pakan, kenyamanan kandang yang dapat melindungi dalam suhu dan kelembaban ekstrem, kandang jepit pemerahan, manajemen pemerahan, pencegahan terhadap mastitis, perhatian terhadap estrus dan ovulasi dan diagnosa dini terhadap kegagalan bunting. Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki banyak faktor lingkungan yang merugikan bagi pengembangan peternakan sapi perah, apalagi ditambah dengan pemilihan breed sapi perah Friesian Holstein yang dalam hal ini merupakan breed sapi besar. Jika dibandingkan dengan negara 4 musim produksi susu Friesian Holstein di Indonesia akan jauh menurun, hal ini disebabkan oleh panjangnya masa anestrus post partum. Anestrus post

description

manajemenbreeding sapi perah

Transcript of pemuliaan hewan

Page 1: pemuliaan hewan

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Bebarapa abad lamanya sapi telah dibudidaya dan dikembangbiakkan dengan tujuan

utama untuk memenuhi kebutuhan manusia utamanya nutrisi pangan dan sebagian kecil

sebagai tenaga kerja. Sapi perah diperlukan untuk diambil susunya dan sebagian besar bangsa

sapi adalah untuk hewan potong. Secara alami susu dihasilkan oleh sapi untuk keperluan

pedet yang dilahirkan. Dalam perkembangan nalar yang semakin maju manusia mulai

menyadari bahwa air susu memiliki manfaat yang cukup besar.

Melalui seleksi genetik yang lama, cermat dan berkesinambungan diikuti oleh

pengaturan kandungan nutrisi pakan sapi penghasil susu yang baik akhirnya bisa diperoleh

sapi jenis unggul yang cocok sebagai ternak perah karena produktivitasnya yang tinggi.

Faktor manajemen merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam produktivitas ternak.

Manajemen atau pengaturan yang dilakukan dapat berupa manajemen pakan, sistem

pemeliharaan dan perkandangan dan tentunya bibit yang baik. Bibit yang baik ini bisa

didapatkan melalui program pemulliaan sehingga di dapatkan sapi ataupun ternak perah

dengan produktivitas dan efisiensi yang tinggi.

Pada sapi perah performan reproduksi sapi perah sangat dipengaruhi oleh faktor

lingkungan dan faktor manajemen. Efisiensi reproduksi merupakan dasar utama memperoleh

jumlah produksi susu yang maksimal, ada beberapa hal yang saling berkaitan yaitu body

condition, pakan, masa transisi dari periode kering ke laktasi, siklus estrus normal, deteksi

estrus dan kelangsungan hidup embrio, selain itu perlu diperhatikan pula hal-hal yang

berhubungan dengan formulasi pakan, manajemen tempat pakan, kenyamanan kandang yang

dapat melindungi dalam suhu dan kelembaban ekstrem, kandang jepit pemerahan,

manajemen pemerahan, pencegahan terhadap mastitis, perhatian terhadap estrus dan ovulasi

dan diagnosa dini terhadap kegagalan bunting.

Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki banyak faktor lingkungan yang

merugikan bagi pengembangan peternakan sapi perah, apalagi ditambah dengan pemilihan

breed sapi perah Friesian Holstein yang dalam hal ini merupakan breed sapi besar. Jika

dibandingkan dengan negara 4 musim produksi susu Friesian Holstein di Indonesia akan jauh

menurun, hal ini disebabkan oleh panjangnya masa anestrus post partum. Anestrus post

Page 2: pemuliaan hewan

partum dapat disebabkan oleh temperatur lingkungan daerah tropis yang terlalu panas,

kualitas dan kuantitas pakan (hijauan dan konsentrat) yang rendah diikuti body condotion

yang buruk (dibawah 3), penyakit reproduksi dan penyakit pada glandula mamaria yang

relatif tinggi di daerah tropis, penyakit-penyakit post partum (hipokalsemia, sindrom sapi

ambruk, milk fever dan lain-lain) dan spesial di daerah tropis adalah merupakan tempat

tumbuh suburnya berbagai macam parasit sehingga tingkat infestasi parasit pada sapi perah

juga cukup tinggi yang menyebabkan performa sapi semakin buruk.

Produksi susu dipengaruhi oleh faktor genetik, lingkungan, dan interaksi keduanya.

Musim, curah hujan, hari hujan, temperatur, kelembaban, tahun pemeliharaan dan peternakan

juga merupakan faktor lingkungan yang banyak mempengaruhi performans produksi susu,

dan pada kenyataannya faktor-faktor tersebut seringkali berkaitan satu sama lain dalam

menimbulkan keragaman produksi susu. Namun untuk menyederhanakan pengamatan,

banyak peneliti yang melihat hubungan antara produksi susu dengan masingmasing faktor

secara terpisah. Keragaman produksi susu pada suatu populasi sapi perah merupakan suatu

alasan pentingnya untuk dilakukannya seleksi yaitu dengan melakukan program pemuliaan.

Pemuliaan ternak adalah usaha jangka panjang dengan suatu tantangan utama yaitu

memperkirakan ternak macam apa yang menjadi permintaan di masa mendatang serta

merencanakan untuk menghasilkan ternak-ternak yang diharapkan tersebut (Warwick et al.

1990). Peran pemuliaan dalam kegiatan produksi ternak sangat penting diantaranya untuk

menghasilkan ternak-ternak yang efisien danadaptif terhadap lingkungan. Produksi ternak

yang efisien bergantung pada keberhasilan memadu sistem managemen, makanan, kontrol

penyakit dan perbaikan genetik.

Page 3: pemuliaan hewan

1.2 Tujuan

Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah memberikan pengetahuan mengenai manajemen

breeding atau pemuliaan yang dapat dilakukan pada sapi perah agar mendapatkan sapi perah

dengan produktifitas yang optimal dan efisiensi yang tinggi

1.3 manfaat

Page 4: pemuliaan hewan

BAB II

PEMBAHASAN

Ternak perah merupakan ternak yang mempunyai fungsi prinsip sebagai penghasil

susu. Susu didefinisikan sebagai sekresi fisiologis dari kelenjar susu merupakan makanan

yang secara alami paling sempurna, karena merupakan sumber utama protein, kalsium,

fospor, dan vitamin. Kuantitas dan kualitas susu berbeda antarspesies dan bangsa. Demikian

juga antarbangsa dalam spesies yang sama mempunyai karakteristik masing-masing, baik

dalam besar dan postur tubuh, warna bulu, sifat produksi, reproduksi dan ciri-ciri lainnya,

sehingga nampak jelas perbedaannya.

Sapi termasuk golongan hewan ke dua dalam urutan domestikasi setelah anjing, dan

kemungkinan domestikasi terjadi di Eropa atau Asia pada zaman batu. Berdasarkan tempat

hidup dan perkembangannya ada dua macam sapi yang termasuk jenis Bos Taurus (berada di

daerah beriklim sedang di Eropa) dan Bos Indicus (berada didaerah beriklim Tropis). Sejak

zaman purba orang-orang primitif telah menggunakan sapi sebagai sumber makanan dengan

cara diburu. Domestikasi mungkin dimulai sejak hewan ini dipakai sebagai tenaga penarik

dan mungkin pula sejak permulaan jaman pengolahan tanah. Pada keadaan liar

kecenderungan hewan ini hanya sedikit menimbun lemak tubuhnya, karena akan

menghambat kehidupan liarnya dan produksi susu hanya cukup untuk menghidupi anaknya.

Sejalan dengan perkembangan peradaban manusia makanan yang berasal dari ternak harus

menjadi lebih baik. Karena itu dilakukan segala upaya melalui seleksi yang memungkinkan

untuk mempercepat perbesaran hewan, penimbunan lemak tubuh dan meningkatkan produksi

susu. Belum diketahui dengan pasti kapan sapi perah mulai dipelihara oleh manusia untuk

pertama kali.

Populasi sapi perah di indonesia sampai saat ini terus mengalami peningkatan setiap

tahun. Tetapi kebutuhan pasokan susu sapi nasional masih belum bisa terpenuhi. Walaupun

terjadi Kenaikan populasi sapi perah namun produksi masih belum cukup juga untuk

memenuhi kebutuhan.

Faktor genetik sangat berpengaruh terhadap performa reproduksi sapi perah, ada

beberapa breed sapi perah yang ada yaitu ayrshire, guernsey, jersey, brown swiss dan

holstein. Awal dibudidayakannya sapi perah di Indonesia adalah sapi perah jenis Friesian

Holstein. Friesian Holstein merupakan jenis sapi besar yang memiliki kemampuan produksi

susu yang paling tinggi dibandingkan jenis lainnya, tetapi Friesian Holstein memiliki

kelemahan jika dikembangkan didaerah tropis seperti di Indonesia apalagi dengan model

peternakan rakyat. Temperatur dan kelembaban daerah tropis yang sangat tinggi

Page 5: pemuliaan hewan

menyebabkan penguapan yang berlebihan pada sapi ini sehingga berakibat penurunan

produksi susu dan stress pada sapi. Performa sapi yang cukup besar menuntut pemenuhan

kualitas dan kuantitas pakan yang sesuai, hal ini jauh dari harapan dengan kondisi model

peternakan rakyat Indonesia yang pada umumnya pakan sangat terbatas dan apa-adanya,

sehingga Body condition scorring ( BCS) yang ada lebih rendah dari 2,5. Seiring dengan

berjalannya waktu dan pengalaman peternak Indonesia mulai mengembangkan sapi-sapi

perah Peranakan Friesian Holstein (PFH atau blandong dalam istilah jawa) yang sebagian

besar merupakan persilangan antara Friesian Holstein dengan sapi Peranakan Ongole (PO).

Performa PFH lebih kecil daripada Friesian Holstein tetapi telah beradaptasi dengan

lingkungan tropis dan model peternakan rakyat Indonesia ( Putro, P.P. 2009, Stevenson, J.S.

2001).

Budidaya sapi perah PFH diharapkan dapat mengurangi kelemahan-kelemahan

pemeliharaan sapi perah pada daerah tropis sehingga permasalahan-permasalahan tersebut

diatas dapat diminimalisir. Peningkatan produksi peternakan sapi perah rakyat dapat

difokuskan pada perbaikan manajemen reproduksi. Perbaikan manajemen reproduksi ini

bertujuan untuk memaksimalkan perolehan kebuntingan atau perolehan pedhet, yang

terpenting dalam hal ini adalah siklus estrus yang baik, calving interval dan penentuan waktu

yang tepat dalam aplikasi Inseminasi Buatan (IB). Untuk memaksimalkan efisiensi

reproduksi diperlukan manajemen calving interval yang terdiri atas tiga komponen utama

yaitu periode tunggu setelah partus pada betina dewasa atau periode kawin pada sapi dara,

periode IB, dan masa kebuntingan (Stevenson, J.S. 2001). Dari ketiga komponen tersebut

masing-masing memiliki tahapan-tahapan penting yang sangat berpengaruh terhadap proses

reproduksi.

Nutrisi merupakan faktor yang berhubungan dengan fertilitas seekor hewan. Nutrisi

diperlukan untuk berjalannya reproduksi seperti halnya nutrisi dibutuhkan untuk

pertumbuhan tubuh dan pada masa laktasi. Kekurangan nutrisi pada sapi perah betina dapat

menyebabkan masa pubertas terlambat, asumsi untuk sapi dara adlah umur 15 bulan sudah

birahi tetapi dapat mundur sampai dengan 20 bulan. Pada sapi perah masa laktasi seringkali

terjadi nutrisi yang sangat kurang karena pada masa tersebut nutrisi diperlukan untuk

produksi susu, akibatnya nutrisi untuk reproduksi sangat minimal, berat badan menurun,

terlambatnya estrus pertama post partus, menurunkan conception rates, dan besarnya

kejadian silent estrus ( Dillon et al. 2003, Benson et al. 2004).

Energi dan protein mutlak dibutuhkan untuk perkembangan reproduksi baik dalam

bentuk pakan kering maupun hijauan. Malnutrisi pada reproduksi menyebabkan hewan

Page 6: pemuliaan hewan

menjadi lebih kecil dari ukuran normal/kerdil, ovarium tidak berkembang normal sehingga

terjadi siklus estrus yang tidak teratur dan fertilitas rendah. Selain energi dan protein nutrisi

lain yang perlu terpenuhi adalah vitamin dan mineral. Kekurangan vitamin A dapat

menyebabkan kelahiran pedhet yang lemah atau bahkan kematian fetus dan retensi plasenta.

Defisiensi vitamin D menyebabkan siklus estrus yang tidak tentu dan pedhet yang dilahirkan

menderita rickets. Vitamin E dibutuhkan untuk memelihara reproduksi normal, pemberian

vitamin E dan selenium pada sapi bunting dapat menurunkan kejadian retensi plasenta.

Kecambah dan minyak gandum dapat dijadikan sumber vitamin E untuk menjaga reproduksi

norma (Bath et al. 2985).

Kejadian paling sering pada sapi perah adalah defisiensi mineral terutama pospor

yang sangat berpengaruh terhadap status reproduksi. Defisiensi pospor dapat menyebabkan

pubertas terlambat, siklus estrus terhenti dan menurunkan conception rate. Pakan dengan

campuran tepung tulang dengan campuran konsentrat padi dapat memperbaiki defisiensi

pospor. Mineral lain yang penting untuk reproduksi adlah cobalt, copper, iodine dan

mangane, mineral-mineral ini biasanya sudah terpenuhi dalam sediaan garam dalam pakan

dan pakan polong-polongan (Bath et al. 2985). Nutrisi mutlak terpenuhi untuk sapi perah

untuk produksi susu yang tinggi dan efisiensi reproduksi.

Idealnya agar mendapatkan produksi susu yang tinggi calving interval pada sapi perah

dara adalah 13 bulan dan 12 bulan untuk selanjutnya. Pada kenyataannya di peternakan

rakyat calving interval dapat mencapai 15-18 bulan, pada sapi-sapi produksi tinggi sering

tidak segera estrus kembali setelah partus. Masa istirahat yang diperlukan setelah partus

antara 40-70 hari. Masa istirahat ini adalah masa involusi uterus untuk persiapan kebuntingan

berikutnya. Dalam beberapa penelitian menyebutkan masa istirahat yang lebih panjang akan

memperbaiki nilai conception rate karena perbaikan organ reproduksi yang lebih sempurna.

Sapi dengan kondisi semua normal waktu yang diperlukan untuk sempurnanya involusi

uterus tidak lebih dari 40 hari, hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain adalah (Stevenson,

J.S. 2001);

Masa periparturient.

Proses kelahiran memerlukan perhatian, perawatan dan kebersihan, karena banyak hal yang

akan terjadi setelah kelahiran misalnya induk menjadi sakit atau sehat, produksi susu rendah

atau tinggi, siklus reproduksi kembali normal atau tidak normal, pedhet lahir normal atau

mengalami kelainan bahkan mungkin terjadi kematian. Pada masa ini kebutuhan nutrisi

sangat tinggi untuk kekuatan feto-plasenta, persiapan glandula mamaria, kekuatan induk

untuk melahirkan dan kekebalan induk dari berbagai penyakit.

Page 7: pemuliaan hewan

Masa Sesudah Partus

Fokus perhatian diberikan pada induk dan pedhetnya kurun waktu 1-2 minggu post partus,

ditempatkan dalam kandang isolasi khusus untuk monitoring setiap hari temperatur dan

tanda-tanda kemungkinan sakit. Beberapa suplement obat diberikan pada masa ini untuk

menurunkan panas, involusi uterus, tambahan energi, tambahan kalsium dan antibiotik

sistemik.

Kembalinya Siklus Estrus

Siklus estrus normal rata-rata 3 minggu (18-24 hari) pada sapi yang telah mencapai usia

pubertas. Pada sapi perah sering lebih bervariasi terutama setelah beranak. Gelombang

perkembangan folikel ovarium terjadi pada minggu pertama setelah partus, dan folikel

dominan pertama biasanya diovulasikan.

Nafsu makan perlu diperbaiki untuk memastikan terpenuhinya Diet intake minimum

normal, sapi yang sehat perlu menjaga nutrisi untuk produksi susu yang maksimal,

perkembangan folikel, berhasilnya ovulasi, sempurnanya involusi uterus dan persiapan

kebuntingan berikutnya. Sapi perah masa laktasi biasanya mengalami keseimbangan energi

yang negatif terutama terendah pada saat minggu 1-2 pasca beranak dan membaik dalam

waktu yang bervariasi, kemudian ovulasi pertama dapat terjadi pada 10-15 hari pasca kondisi

terendah tersebut. Dengan perbaikan intake pakan dan minum, sapi perah akan kembali

dalam keseimbangan energi yang baik dalam waktu 6-10 minggu setelah beranak. Sebagian

besar dilaporkan bahwa ovulasi post partus pertama pada sapi perah terjadi pada akhir bulan

pertama setelah beranak, sehingga biasanya conception dapat terjadi dengan baik pada

ovulasi kedua post partus karena involusi uterus telah sempurna dan energi telah seimbang.

Body Condition Score (BCS) juga memiliki pengaruh dalam conception dan jumlah

keberhasilan IB. Beberapa hasil studi menjelaskan bahwa sapi-sapi yang kehilangan 0,5 – 1,0

unit BCS pada post partus masih memiliki conception yang lebih baik (IB pertama berhasil)

dibanding yang mengalami penurunan BCS > 1,0 unit. Untuk menjaga pemenuhan BCS dan

diet intake minimal serta keseimbangan energi yang dibutuhkan, seekor sapi harus

mengkonsumsi nutrisi >4% berat badan setiap hari. Hal ini penting ditekankan pada peternak

rakyat karena kasus-kasus tidak kembalinya siklus estrus sangat tinggi sekali dan rata-rata

diakibatkan karena tidak terpenuhinya diet intake minimal.

Manajemen dalam breeding merupakan kunci utama karena untuk mendapatkan hasil

produksi yang optimal maka dibutuhkan bibit yang berkualitas.

Page 8: pemuliaan hewan

Breeding program atau program perkawinan, dilaksanakan secara terkontrol. Dalam

melakukan program ini langkah awal yang dapat dilakukan adalah melakukan seleksi

individu yang sesuai untuk dijadikan indukan. Seleksi ini dilakukan dengan melihat

keunggulan keunggulan dari tiap ras sapi dan juga keunggulan antar individunya.

Pemuliaan ternak adalah upaya perbaikan genetik ternak. Oleh sebab itu, pemuliaan

ternak pada intinya didasari oleh ilmu genetika ternak. Faktor genetik merupakan salah satu

faktor yang menentukan performans atau penampilan invidu, selain faktor lingkungan

(Hardjosubroto, 1994). Noor (2008) menyebutkan bahwa interaksi antara faktor genetik

dengan faktor lingkungan merupakan masalah yang sangat serius di bidang peternakan. Pada

dasarnya ternak yang memiliki mutu genetik tinggi harus dipelihara dan dibudidayakan pada

lingkungan yang baik pula. Ternak yang secara genetik unggul tidak akan menampilkan

keunggulan optimal jika tidak didukung faktor lingkungan yang tidak baik pula. Sebaliknya,

ternak yang memiliki mutu genetik rendah, meski didukung oleh lingkungan yang baik juga

tidak akan menunjukkan produksi yang tinggi. Contohnya pada sapi perah jenis FH yang di

negara asalnya dapat berproduksi susu lebih dari 25 liter/hari/ekor. Namun setelah sapi-sapi

ini dipelihara di Indonesia rataan produksinya jarang yang mencapai 10 liter/hari/ekor.

Phillipsson (2003) mengemukakan bahwa komponen yang harus diperhatikan dalam

program pemuliaan untuk negara berkembang antara lain adalah peran ternak, tujuan

pemuliaan, recording serta membangun infrastruktur. Ternak domba mempunyai peran

penting bagi petani antara lain sebagai salah satu sumber penghasilan, sebagai tabungan,

sumber pupuk, dan prestise. Pola pemeliharaan bersifat semi intensif dan merupakan usaha

komplementer dari usaha pokok pertanian. Sumbangan ternak domba terhadap produksi

daging khususnya di Jawa Barat cukup tinggi. Tantangan utama dalam usaha peternakan

domba adalah rendahnya produktivitas ternak yang dihasilkan, sehingga tidak mampu

bersaing di pasaran domestik maupun internasional, selain itu belum tersedianya suplai bibit

unggul domba secara kontinyu yang produksinya tinggi dan efisien serta harganya dapat

terjangkau oleh peternak. Pengadaan bibit umumnya masih merupakan hasil swadaya

peternaknya sendiri. Program pemuliaan yang tepat dan terarah serta berkesinambungan

belum ada.

Jika faktor genetik pada ternak bersifat permanen dan dapat diwariskan kepada anak

keturunannya, maka faktor lingkungan tidak bersifat permanen, dan dapat beruabah sewktu-

waktu dan tidak dapat diwariskan kepada anak keturunannya. Menurut Warwick, dkk (1983),

pemuliaan ternak merupakan bagian dari program terpadu yang bertujuan untuk

meningkatkan produksi ternak dengan mengembangkan tipe ternak yang sesuai dengan

Page 9: pemuliaan hewan

pengelolaan spesifik, kondisi lingkungan dan kondisi ekonomi setempat. Selain perbaikan

genetik, bagian lain dari program terpadu tersebut adalah manajemen, pakan dan penyakit.

Metode yang paling efektif dalam program pemuliaan ternak adalah dengan seleksi dan

persilangan.

Perbaikan mutu genetik akan efektif bila telah diketahui parameter genetik sifat-sifat

produksi yang mempunyai nilai ekonomis disertai dengan tujuan pemuliaan (breeding

objective) dan pola pemuliaan (breeding scheme) yang jelas. Salah satu cara untuk perbaikan

genetik pada ternak dapat dilakukan melalui seleksi dalam kelompok ternak lokal dengan

tujuan untuk meningkatkan frekuensi gen yang diinginkan. Kegiatan seleksi akan efektif bila

jumlah ternak yang diseleksi banyak, namun catatan performans individu dari jumlah yang

banyak akan sangat mahal. Salah satu cara untuk mengatasi hal ini adalah, seleksi atau

peningkatan mutu genetik dilakukan pada kelompok-kelompok tertentu kemudian disebarkan

pada kelompok lain. Struktur ternak bibit umumnya berbentuk piramida yang terbagi menjadi

tiga strata (tiers) yaitu pada puncak piramida kelompok elit (nucleus), kelompok pembiak

(multiplier), dan paling bawah kelompok niaga (Nicholas 1993; Warwick et al. 1990; Wiener

1999).

Secara sederhana pelaksanaan seleksi dapat diartikan memperkenankan sekelompok

ternak menjadi penurun dari generasi berikutnya dan menghilangkan kesempatan dari

kelompok lain untuk memperoleh hal yang sama.Seleksi individu paling berguna untuk sifat-

sifat yang dapat di ukur pada kedua jenis kelamin sebelum dewasa atau sebelum umur

perkawinan pertama. Beberapa sifat yang termasuk adalah laju pertumbuhan, skor tubuh

ternak, berat bulu, wol, ketebalan lemak punggung dan lain-lain. untuk satu program yang

efektif yang diperlukan catatan penampilan produksi yang dibuat pada selulruh populasi

dimana seleksi akan dilakukan.

Seleksi individu mempunyai keterbatasan antara lain:

Hanya untuk sifat-sifat yang hanya tampak pada betina, seperti hasil susu dan

telur atau sifat-sifat induk (maternal) pada ternak potong, yang jantan tidak

dapat dipilih berdasarkan penampilannya sendiri.

catatan penampilan produksi susu dan telur dan kualitas induk baru tersedia

setelah dewasa, harus digunakan beberapa criteria selain penampilan individu.

untuk sifat-sifat yang heritabilitasnya rendah, penampilan individual dapat

merupakan indilkator nilai pemuliaan yang jelek.

Page 10: pemuliaan hewan

Penggunaan yang tepat dari seleksi individu dapat memberikan banyak

keuntungan dalam program pemuliaan Dalam hal ini peternak harus mulai pertimbangan

nilai-biak (breeding value) dari ternak tersebut. Di dalam suatu usaha pembiakan

(breeding program) yang harus dipermasalahkan sebenarnya adalah nilai genetic dari tiap

ternak yang diseleksi. Sangat disayangkan meskipun konsep dari nilai biak telah lama

ada, tetapi konsep tersebut belum banyak di pergunakan dalam praktek kecuali dalam sapi

perah. Untuk membantu proses seleksi dibutuhkan beberapa data atau informasi

diantaranya adalah

Seleksi individu atau massa (performance test)/ Tes Prestasi.

Rekor prestasi seumur hidup.

Keterangan pedigri.

Uji keturunan (progeny test), dan

Penampilan dari keluarga (seleksi keluarga/famili)

Tes Prestasi (Perfomance Tes)/seleksi individu/massa.

Perfomance Tes dibutuhkan jika kita ingin mengetahui prestasi seekor ternak,

berdasarkan dari ukuran jasa atau hasil sifat keturunannya sendiri. Carta seleksi melalui

performance test ini dipergunakan untuk prilaku2 atau karakter dengan sifat menurun yang

tonggi dimana dikehendaki penampilan ternak tersebut akan terjamin menurun pada

keturunannya. Memperbandingkan mutu genetik ternak berdasarkan prestasi individual

disebut performance test. Tes prestasi tidak lazim dipergunakan pada sapi perah tetapi lebih

umum pada sapi potong, biri-biri dan babi.

Rekor Prestasi Seumur Hidup

Dalam hal menentukan rekor prestasi seumur hidup, peternak mempunyai lebih dari satu

rekor mengenai performans ternaknya misalnya beberapa seri dari hasil produksi laktasi

seekor sapi perah, hasil wol dari seekor biri-biri setiap tahun dan lain sebagainya. Seekor

ternak yang baik (secara genetic) akan menampilkan sesuatu yang baik setiap tahun, dan

hasilnya akan tetap diatas nilai rata-rata kelompok, tidak perduli atau tidak bergantung pada

perubahan cuacu ataupun hal-hal lainnya.

Sebagai contoh; sapi perah yang baik akan tetap berproduksi diatas nilai rata-rata

produksi kelompoknya, meskipun makanan secara umumnya menjadi jelek sebagai akibat

pengaruh musim, ataupun hal-hal lainnya yang dialami secara bersama. Jika seorang peternak

Page 11: pemuliaan hewan

melihat rekor ternaknya pada tahun-tahun yang lalu, ia akan dapat meramalkan atau

memperkirakan rekor ternak tersebut di masa yang akan dating. Makin banyak data atau

makin banyak jumlah tahun yang telah dilewati, maka akan makin tepat pulalah perkiraan

atau ramalan yang dibuat untuk masa mendatang. Hal inilah yang menjaadi konsep

perulangan (repeatability) yang cenderung akan terulang kembali oleh ternak atau hewan

yang sama.

Keuntungan terbesar yang diperoleh dari perulangan yang baik atau tinggi, ialah

peternak dapat menghemat waktu karena ia dapat membuat perhitungan terlebih dahulu

mengenai apa yang akan diperolehnya dari ternak tersebut selama dipelihara. Perulangan

dalam peristilahan statistik adalah korelasi diantara rekor. Kadang2 pengertian istilah

perilangan dan kekuatan sifat menurun menjadi kabur. Sebenarnya pengertiannya adalah;

perulangan akan menjelaskan bagaimana berlangsungnya kembali suatu sifat atau karakter

semasa hidupnya, sedangkan kekuatan sifat menurun (heritability) menjelaskan bagaimana

sifat tersebut akan ditirunkan generasi demi generasi. Sama halnya dengan sifat menurun,

nilai perulangan juga berkisar antara 0 – 1,0 atau dari 0 – 100%.

Keterangan Pedigri

Yang dimaksud dengan pedigri ialah sebuah rekor atau catatan dari leluhur atau juga

disebut juga silsilah turunan di mana nilai silsilah tersebut bergantung dari yang ditungkan

didalmnya. Andaikata silsilah tersebut hanya berisi nama dan nomor ternak yang diberikan

oleh asosiasi peternak, tentu nilainya dapat dikatakan hampir tidak ada. Jika terjadi

sebaliknya yaitu catatan tersebut lengkap ( nama, urutan dan prestasi masing-masing ternak)

tentu saja nilainya menjadi tinggi dan dapat dimanfaatkan. Kepentingan utama peternak

menggunakan pedigri, ialah untuk menentukan berapa banyak pertimbangan atau bobot yang

diberikan pada setiap leluhur, karena jika ia akan mempergunakan pedigri yang telah

dikembangkan atau bobot yang diberikan pada setiap leluhur, kerena jika ia akan

mempergunakan pedigri yang telah dikembangkan atau lengkap.

Uji Keturunan (Progeny Test)

Penilaian mutu yang berdasarkan prestasi dari keturunannya adalah Progeny Test atau uji

keturunan. Tes ini umumnya dilakukan terhadap pejantan, karena ia bertanggung jawab

terhadap banyaknya keturunan yang dihasilkan seumur hidupnya. Pada hewan betina hal ini

tidak lazim dilakukan.

Page 12: pemuliaan hewan

Seleksi Keluarga (family)

Yang dimaksud dengan istilah keluarga adalah pelaksanaan seleksi dimana keluarga

dipergunakan untuk membantu membuat suatu keputusan. Dalam pelaksanaannya sering

terjadi keraguan mengenai seleksi keluarga tersebut karena adanya perbedaan pendapat

mengenai yang mana yang dimaksud dengan keluarga tersebut.

Targeted Breeding Program. Merupakan program sinkronisasi birahi, tujuannya untuk

membuat birahi yang serempak pada beberapa ekor sapi perah. Program ini biasanya

dilakukan bertujuan untuk efisiensi perawatan reproduksi sapi dan mengoptimalkan produksi.

Biasanya dilakukan dengan injeksi PGF2α, yang diaplikasikan 2 kali berjarak 11-14 hari.

Injeksi pertama hampir 50% sapi menunjukkan estrus tetapi tidak dilakukan inseminasi.

Setelah injeksi yang kedua kemudian dilakukan deteksi estrus dan IB. Jika setelah injeksi

kedua tidak terdeteksi estrus maka dilakukan injeksi yang ketiga berselang 14 hari dari

injeksi kedua dan dilakukan IB pada 72-80 hari setelah injeksi PGF2α yang ketiga.