Pemodelan Tingkat Kesejahteraan Penduduk Propinsi...
Transcript of Pemodelan Tingkat Kesejahteraan Penduduk Propinsi...
184
Prosiding Seminar Nasional MIPA 2016Prosiding Seminar Nasional MIPA 2016Prosiding Seminar Nasional MIPA 2016Prosiding Seminar Nasional MIPA 2016 “Peran Penelitian Ilmu Dasar dalam Menunjang Pembangunan Berkelanjutan”“Peran Penelitian Ilmu Dasar dalam Menunjang Pembangunan Berkelanjutan”“Peran Penelitian Ilmu Dasar dalam Menunjang Pembangunan Berkelanjutan”“Peran Penelitian Ilmu Dasar dalam Menunjang Pembangunan Berkelanjutan”
Jatinangor, 27Jatinangor, 27Jatinangor, 27Jatinangor, 27----28 Oktober 201628 Oktober 201628 Oktober 201628 Oktober 2016 ISBN 978ISBN 978ISBN 978ISBN 978----602602602602----72216722167221672216----1111----1111
Pemodelan Tingkat Kesejahteraan Penduduk Propinsi
Kalimantan Selatan dengan Pendekatan
Geographically Weighted Regression (GWR)
Dewi Sri Susanti*, Aprida Siska Lestia, Yuana Sukmawaty
Program Studi Matematika, FMIPA, Universitas Lambung Mangkurat (UNLAM)
Kampus UNLAM Jl. Ahmad Yani, Km. 36, Banjarbaru
*E-mail: [email protected]
Abstrak
Geographically Weighted Regression (GWR) adalah salah satu metode yang cukup efektif untuk
mengestimasi data yang memiliki spatial heterogenity (ketidakseragaman dalam lokasi/spasial). Pada
dasarnya, parameter model dalam GWR dapat dihitung pada lokasi pengamatan dengan variabel dependen
dan satu atau lebih variabel independen yang telah diukur di tempat-tempat yang lokasinya diketahui.
Penggunaan matriks pembobot yang besarnya tergantung pada kedekatan antar lokasi, atau dengan kata
lain semakin dekat suatu lokasi, bobot pengaruhnya akan semakin besar. Dalam paper ini, dilakukan
pengembangan Geographically Weighted Regression (GWR) dalam memodelkan kesejahteraan penduduk
di Provinsi Kalimantan Selatan. Saat menggunakan pembobot adaptive bi-square kernel diperoleh bahwa
hanya variabel 3 (tiga) variabel yang berpengaruh secara spasial terhadap tingkat kemiskinan penduduk
Provinsi Kalimantan Selatan, yakni tingkat melek huruf penduduk (X1), angka partisipasi sekolah (X3) dan
persentase balita kekurangan gizi (X5).
Kata Kunci : Geographically Weigthed Regression (GWR), fungsi pembobot, kemiskinan
Pendahuluan
Tingkat kesejahteraan penduduk antar daerah
mencakup berbagai aspek kehidupan yang sangat
luas, namun tidak semua aspek-aspek tersebut yang
dapat diukur. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS,
2000), kesejahteraan penduduk suatu wilayah dapat
diukur melalui indikator kependudukan, kesehatan,
pendidikan dan ketenagakerjaan. Kalimantan
Selatan merupakan salah satu provinsi di Indonesia
dengan luas wilayah 37.530,52 km2 dan jumlah
penduduk 3,9 juta jiwa memiliki kepadatan
penduduk sekitar 101 jiwa/km2. Jika dibandingkan
dengan wilayah provinsi lain yang ada di Pulau
Kalimantan, dimana kepadatan penduduk Provinsi
Kalimantan Barat sebesar 32 jiwa/km2, Provinsi
Kalimantan Tengah sebesar sebesar 16 jiwa/km2,
Provinsi Kalimantan Timur sebesar 26 jiwa/km2
dan Provinsi Kalimantan Utara sebesar 8 jiwa/km2,
Provinsi ini merupakan provinsi dengan kepadatan
penduduk tertinggi. Akan tetapi, sebaran dan
kepadatan penduduk menurut kabupaten/kota di
Provinsi Kalimantan Selatan masih belum merata.
Tingkat kepadatan penduduk merupakan indikasi
awal terhadap kemampuan suatu wilayah dalam
memberikan kesejahteraan terhadap penduduknya.
Kota Banjarmasin memiliki kepadatan penduduk
paling tinggi sebesar 9167,79 jiwa/km2, sedangkan
Kabupaten Kotabaru merupakan wilayah yang
kepadatan penduduknya paling rendah sebesar
33,38 jiwa/km2.
Selain dari kepadatan penduduknya,
kesejahteraan dapat dilihat dari banyaknya
penduduk miskin. Kabupaten Balangan memiliki
jumlah penduduk miskin paling rendah, sedangkan
Kota Banjarmasin merupakan wilayah yang jumlah
penduduk miskinnya paling tinggi. Namun, jika
dilihat dari persentase penduduk miskinnya Kota
Banjarmasin merupakan wilayah dengan persentase
terendah kedua setelah Kabupaten Banjar,
sedangan Kabupaten Balangan merupakan wilayah
dengan persentase tertinggi ketiga setelah
Kabupaten Hulu Sungai Selatan dan Kabupaten
Hulu Sungai Selatan. Ini menunjukkan bahwa
kasus kemiskinan ini dapat dipandang sebagai suatu
fenomena dari keheterogenan spasial, yang
biasanya ditunjukkan dengan kecenderungan
masyarakat miskin mengelompok pada suatu
wilayah tertentu. Keragaman geografis yang
mempengaruhi kemiskinan dan besarnya tingkat
kemiskinan sering disebabkan oleh faktor-faktor
dengan dimensi spasial, seperti sumbangan sumber
daya alam dan akses untuk layanan seperti
kesehatan dan pendidikan. Pengukuran kemiskinan
di Indonesia dilaksanakan oleh Badan Pusat
Statistik (BPS) menggunakan pendekatan konsep
kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic
needs approach). Alhasil, kemiskinan dipandang
sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk
memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan
makanan yang diukur dari sisi pengeluaran (BPS,
2008).
Dalam menjelaskan pola hubungan antara
persentase penduduk miskin yang dipengaruhi oleh
beberapa variabel pengukur kemiskinan dapat
dengan menggunakan kurva regresi. Pendekatan
185
Prosiding Seminar Nasional MIPA 2016Prosiding Seminar Nasional MIPA 2016Prosiding Seminar Nasional MIPA 2016Prosiding Seminar Nasional MIPA 2016 “Peran Penelitian Ilmu Dasar dalam Menunjang Pembangunan Berkelanjutan”“Peran Penelitian Ilmu Dasar dalam Menunjang Pembangunan Berkelanjutan”“Peran Penelitian Ilmu Dasar dalam Menunjang Pembangunan Berkelanjutan”“Peran Penelitian Ilmu Dasar dalam Menunjang Pembangunan Berkelanjutan”
Jatinangor, 27Jatinangor, 27Jatinangor, 27Jatinangor, 27----28 Oktober 201628 Oktober 201628 Oktober 201628 Oktober 2016 ISBN 978ISBN 978ISBN 978ISBN 978----602602602602----72216722167221672216----1111----1111
kurva regresi yang sering digunakan adalah
pendekatan regresi parametrik, yang diasumsikan
bentuk kurva regresi diketahui (seperti linier,
kuadratik, kubik) dan residual harus identik,
independen, homogenitas dan berdistribusi normal.
Namun, dalam menentukan strategi
penanggulangan kemiskinan, pada dasarnya akan
lebih efektif jika dilakukan dengan pendekatan
spasial, yang berarti perlu ada upaya pendekatan
analisis yang melibatkan unsur lokasi (spasial)
untuk mengolah data kesejahteraan penduduk.
Anselin (1998) menyatakan karena dalam
pengamatan di suatu lokasi bergantung pada
pengamatan di lokasi lain yang berdekatan
(neighbouring) sehingga segala sesuatu adalah
saling berhubungan, dimana sesuatu yang lebih
dekat akan lebih berpengaruh daripada sesuatu
yang jauh. Anselin & Getis (1992) menyatakan
bahwa untuk mendapatkan informasi pengamatan
yang dipengaruhi oleh ruang atau lokasi dapat
dilakukan langkah analisis menggunakan metode
spasial.
Geographically Weighted Regression (GWR)
adalah salah satu metode yang cukup efektif untuk
mengestimasi data yang memiliki spatial
heterogenity (ketidakseragaman dalam spasial)
(Leung, Mei & Zhang, 2000). Ide dasar GWR
adalah bahwa parameter dapat dihitung dimanapun
pada area studi dengan variabel dependen dan satu
atau lebih variabel independen yang telah diukur di
tempat-tempat yang lokasinya diketahui. Dalam
GWR digunakan unsur matriks pembobot yang
besarnya tergantung pada kedekatan antar lokasi.
Semakin dekat suatu lokasi, bobot pengaruhnya
akan semakin besar. Untuk itu dalam penelitian ini,
akan mengembangkan Geographically Weighted
Regression (GWR) dalam memodelkan
kesejahteraan penduduk di Provinsi Kalimantan
Selatan.
Pemerintah Indonesia memiliki beberapa model
kesejahteraan dan kemiskinan: misalnya, Badan
Pusat Statistik (BPS) yang mengukur kemiskinan
dengan fokus konsumsi dan Badan Koordinasi
Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) yang
berfokus pada kesejahteraan keluarga.
Lembaga-lembaga internasional, seperti United
Nations Development Programme (UNDP) juga
memperhatikan isu pengembangan manusia, yang
didefinisikan sebagai harapan hidup, tingkat melek
huruf, pendidikan, dan tingkat daya beli per kapita.
Sehingga memahami kesejahteraan dan kemiskinan
merupakan langkah pertama untuk mengurangi
kemiskinan.
Dari berbagai penelitian mengenai
kesejahteraan yang telah dilakukan
mengindikasikan bahwa banyak sekali faktor yang
mempengaruhi kesejahteraan penduduk sehingga
perlu dilakukan identifikasi faktor yang paling
berpengaruh agar nantinya dapat digunakan untuk
perencanaan pembangunan sehingga pembangunan
lebih terarah pada peningkatan kesejahteraan
masyarakat. Guna melihat karakteristik
kesejahteraan penduduk dan melihat faktor yang
paling berpengaruh pada suatu wilayah maka perlu
dibuat suatu pemodelan berdasarkan faktor-faktor
yang mempengaruhinya, dan selanjutnya dilakukan
evaluasi ketepatan klasifikasi penduduk miskin
berdasarkan faktor-faktor yang berpengaruh.
Berdasarkan permasalahan yang tersebut di
atas, dan masih terbuka luasnya kesempatan untuk
melakukan penelitian lanjut berkaitan dengan
pemodelan penduduk miskin maka fokus
permasalahan dalam paper ini adalah menentukan
bagaimana model kemiskinan suatu wilayah yang
didasarkan pada dimensi kesehatan, sosial,
ekonomi dan pendidikan berbasis Geographically
Weighted Regression (GWR).
Tinjauan Pustaka
2.1 Geographically Weighted Regression (GWR)
Data spasial mempunyai pengertian sebagai
suatu data yang mengacu pada posisi, obyek, dan
hubungan di antaranya dalam ruang bumi. Posisi
lokasi dari suatu pengamatan memungkinkan
adanya hubungan dengan pengamatan lain yang
berdekatan. Hubungan antar pengamatan tersebut
dapat berupa persinggungan antar pengamatan
maupun kedekatan jarak antar pengamatan. Adanya
efek spasial merupakan hal yang sering terjadi
antara suatu wilayah dengan wilayah lainnya. Efek
spasial yang terjadi antar wilayah dapat dibagi
menjadi dua jenis, yaitu spatial dependence dan
spatial heterogeneity (Anselin & Getis, 1992).
Pada analisis spasial, seringkali data
digambarkan dalam suatu unit geografis tertentu
dan diestimasi menggunakan satu persamaan
regresi global. Hal tersebut berakibat pada
terbentuknya estimasi parameter global yang
diasumsikan untuk diterapkan secara sama pada
setiap area penelitian (Zhao, Chow & Liu, 2005).
GWR adalah salah satu metode yang digunakan
untuk mengestimasi data yang memiliki spatial
heterogeneity (keragaman spasial). GWR akan
menghasilkan estimasi parameter lokal, dimana
masing-masing area penelitian akan memiliki
parameter yang berbeda (Brunsdon, Fotheringham
& Charlton, 1998).
Pada model GWR, diasumsikan bahwa
masing-masing lokasi pengamatan dalam satu
wilayah terregional memiliki koordinat spasial.
Koordinat spasial pada lokasi pengamatan ke-i
dilambangkan dengan ( )ii vu , . Persamaan umum
GWR (Fotheringham, Brunsdon & Charlton, 2002)
adalah sebagai berikut:
( ) ( ) nixvuvuy iijiij
p
iiii ,...,2,1,,,
10 =+Σ+=
=εββ d
imana iy adalah nilai variabel dependen pada
186
Prosiding Seminar Nasional MIPA 2016Prosiding Seminar Nasional MIPA 2016Prosiding Seminar Nasional MIPA 2016Prosiding Seminar Nasional MIPA 2016 “Peran Penelitian Ilmu Dasar dalam Menunjang Pembangunan Berkelanjutan”“Peran Penelitian Ilmu Dasar dalam Menunjang Pembangunan Berkelanjutan”“Peran Penelitian Ilmu Dasar dalam Menunjang Pembangunan Berkelanjutan”“Peran Penelitian Ilmu Dasar dalam Menunjang Pembangunan Berkelanjutan”
Jatinangor, 27Jatinangor, 27Jatinangor, 27Jatinangor, 27----28 Oktober 201628 Oktober 201628 Oktober 201628 Oktober 2016 ISBN 978ISBN 978ISBN 978ISBN 978----602602602602----72216722167221672216----1111----1111
pengamatan ke-i, ijx adalah nilai variabel
independen ke-j pada pengamatan ke-i, ( )ii vu ,0β
adalah konstanta/intercept pada pengamatan ke-i,
( )iij vu ,β adalah nilai fungsi variabel
independen jx pada pengamatan ke-i, p adalah
jumlah variabel independen, ( )ii vu , adalah titik
kordinat lokasi pengamatan ke-i, dan ε adalah
random error yang diasumsikan berdistribusi
),0( 2IσN dengan ( )T
nεεε ,...,, 21=ε dan I
adalah matriks identitas.
Parameter yang dihasilkan pada model GWR
akan berbeda-beda pada masing-masing lokasi,
sehingga terdapat sebanyak n×k parameter yang
harus diestimasi, dimana n adalah jumlah lokasi
pengamatan dan k = p +1 adalah jumlah paramater
pada masing-masing lokasi pengamatan. Untuk
mengestimasinya, digunakan metode Weighted
Least Squares (WLS) yaitu dengan memberikan
penimbang/pembobot yang berbeda pada setiap
lokasi pengamatan.
2.2 Fungsi Pembobot Spasial
Matriks pembobot spasial pada GWR
merupakan matriks pembobot yang berbasis pada
kedekatan lokasi pengamatan ke-i dengan lokasi
pengamatan lainnya tanpa adanya hubungan yang
dinyatakan secara eksplisit (Fotheringham et.al.,
2002). Beberapa fungsi pembobot spasial
digunakan untuk menggambarkan hubungan antara
lokasi pengamatan ke-i dengan lokasi pengamatan
lainnya.
Salah satu cara untuk mengatasi masalah
diskontinuitas pada pembobot adalah dengan cara
membentuk ijw sebagai fungsi kontinu dari ijd .
Salah satu fungsi yang sering digunakan adalah
fungsi adaptive kernel yang memiliki bandwidth
yang berbeda pada masing-masing lokasi
pengamtan, diantaranya fungsi adaptive gaussian
kernel yang diusulkan oleh Brunsdon et al. (1998):
−=
2
2
1exp
i
ij
ijh
dw
dimana hi adalah parameter non negatif yang biasa
disebut sebagai bandwidth. Nilai pembobot dari
suatu data akan mendekati 1 jika jaraknya
berdekatan atau berhimpitan dan akan semakin
mengecil sehingga mendekati nol jika jaraknya
semakin jauh.
Salah satu alternatif pembobot lain adalah
fungsi adaptive bi-square kernel yang diusulkan
oleh Brundson et al (1998):
<
−
=
lainnyauntuk
untuk
0
1
22
iij
i
ij
ij
hdh
d
w
yang merupakan fungsi pembobot kontinu dan
menyerupai fungsi gaussian sampai jarak sejauh hi
dari lokasi pengamatan ke-i dan bernilai nol untuk
lokasi data yang memiliki jarak lebih besar
daripada hi. hi merupakan bandwidth yang
menunjukkan jumlah atau proporsi dari observasi
untuk dimasukkan pada estimasi regresi di lokasi
pengamatan ke-i.
2.3 Penentuan Bandwidth
Estimasi parameter pada GWR sebagian
bergantung pada fungsi pembobot yang dipilih
(Charlton & Fotheringham et.al., 2009). Pada
fungsi pembobot adaptive gaussian kernel tampak
bahwa jika nilai d bertambah besar maka nilai
bobotnya mendekati 0 atau model yang dihasilkan
akan mendekati model Ordinary Least Square
(OLS). Jika nilai d menunjukkan jarak terjauh antar
lokasi pengamatan, maka model yang dihasilkan
akan sama dengan model OLS yaitu yang disebut
dengan Model Regresi Global..
Jika nilai bandwidth (h) mendekati tak
terhingga, maka pembobot ( ijw ) yang dihasilkan
antar lokasi pengamatan akan mendekati angka
satu, sehingga parameter yang diduga akan seragam
dan model GWR yang dihasilkan akan mendekati
model OLS. Sebaliknya, jika nilai bandwidth
semakin kecil, pendugaan parameter akan semakin
tergantung pada lokasi pengamatan yang memiliki
jarak yang dekat dengan lokasi pengamatan kei,
sehingga nilai variansi yang dihasilkan akan
semakin besar. Permasalahan yang harus
diselesaikan adalah bagaimana menentukan nilai
bandwidth atau fungsi pembobot yang tepat pada
pemodelan GWR. Ada beberapa metode yang dapat
digunakan untuk pemilihan bandwidth.
Salah satu metode untuk mengatasi masalah
tersebut adalah dengan menggunakan pendekatan
cross validation (CV) yang diusulkan oleh
Brunsdon et al (1998) sebagai berikut:
( )2
1)(ˆ hyyCV ii
n
i≠
=−Σ=
dimana )(ˆ hy i≠ adalah nilai prediksi iy (fitted
value) dengan pengamatan ke-i dikeluarkan dari
proses prediksi. Dengan metode tersebut, pada saat
nilai bandwidth (h) sangat kecil, model akan
dikalibrasi hanya pada sampel yang berdekatan
dengan lokasi pengamatan ke-i , bukan pada pada
lokasi pengamatan ke-i itu sendiri. Bandwidth yang
optimum diperoleh jika nilai CV yang dihasilkan
adalah yang paling minimum (Fotheringham et.al.,
2002).
187
Prosiding Seminar Nasional MIPA 2016Prosiding Seminar Nasional MIPA 2016Prosiding Seminar Nasional MIPA 2016Prosiding Seminar Nasional MIPA 2016 “Peran Penelitian Ilmu Dasar dalam Menunjang Pembangunan Berkelanjutan”“Peran Penelitian Ilmu Dasar dalam Menunjang Pembangunan Berkelanjutan”“Peran Penelitian Ilmu Dasar dalam Menunjang Pembangunan Berkelanjutan”“Peran Penelitian Ilmu Dasar dalam Menunjang Pembangunan Berkelanjutan”
Jatinangor, 27Jatinangor, 27Jatinangor, 27Jatinangor, 27----28 Oktober 201628 Oktober 201628 Oktober 201628 Oktober 2016 ISBN 978ISBN 978ISBN 978ISBN 978----602602602602----72216722167221672216----1111----1111
2.4 Pemilihan Model Terbaik
Matriks pembobot yang dihasilkan dari
beberapa fungsi pembobot yang berbeda akan
menghasilkan model GWR yang berbeda pula.
Untuk melihat model yang terbaik, maka dilakukan
menggunakan nilai R2 (Fotheringham et.al., 2002):
w
ww
TSS
RSSTSSR
−=2
dimana w
TSS merupakan total sum of squares
yang sudah diberi pembobot geografis dan w
RSS
merupakan residual sum of squares yang sudah
diberi pembobot geografis:
( )2
1yywTSS jij
n
j
w −Σ==
dan
( )2
1ˆ
jjij
n
j
w yywRSS −Σ==
Model terbaik merupakan model yang memiliki
nilai R2 terbesar.
Hasil dan Pembahasan
3.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan
Selatan
Provinsi Kalimantan Selatan terletak antara
114o 19’ 33” – 116o 33’ 28’’ Bujur Timur dan 1o 21’
49’’ – 1o 10’ 14’’ Lintang Selatan. Provinsi
Kalimantan Selatan terletak di bagian selatan Pulau
Kalimantan dengan batas-batas: sebelah barat
dengan Provinsi Kalimantan Tengah, sebelah timur
dengan Selat Makasar, sebelah selatan dengan Laut
Jawa dan sebelah utara dengan Provinsi Kalimantan
Timur. Lokasi ini (Gambar 1) cukup strategis untuk
menjadikan wilayah Kalimantan Selatan sebagai
wilayah perdagangan, sehingga kondisi ini
memperbesar kemungkinan terjadinya penambahan
jumlah penduduk akibat migrasi.
Gambar 1. Peta Kalimantan Selatan dan Pembagian Wilayah
Kota/Kabupaten
Jumlah penduduk provinsi ini pada tahun 2014
sebesar 3.922.790 jiwa dengan luas wilayah
37.530,52 km2. Rincian jumlah penduduk setiap
kota dan kabupaten tersaji dalam Tabel 1. Jumlah
penduduk yang begitu besar dan terus bertambah
setiap tahun tidak diimbangi dengan pemerataan
penyebaran penduduk. Selama ini sebagian besar
penduduk masih terpusat di Kota Banjarmasin,
karena lokasinya yang cukup memadai sebagai
pusat perdagangan. Tingkat kepadatan Kota
Banjarmasin menunjukkan nilai paling tinggi yaitu
sebesar 9.167 orang per km2. Dibandingkan dengan
tingkat kepadatan Propinsi Kalimantan Selatan
pada umumnya nilai tersebut jauh lebih tinggi
dengan rasio sebesar 1:88.
Melalui data sebaran kepadatan penduduk di
atas dapat diasumsikan bahwa pemerataan
kesejahteraan penduduk di wilayah Kalimantan
Selatan juga tidak merata. Hal ini dapat ditunjukkan
melalui penyebaran tingkat kemiskinan pada setiap
kota dan kabupaten.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik tahun
2014, rata-rata angka melek huruf sebesar 95,468%
dan rata-rata partisipasi sekolah untuk anak usia
7-12 tahun sebesar 97,292% yang cukup besar,
dapat dikatakan bahwa tingkat pendidikan di
provinsi ini cukup tinggi. Kesimpulan ini sejalan
dengan besarnya rata-rata angka putus sekolah yang
rendah pula, yakni hanya sebesar 3,746%.
Dari segi kesehatan, dapat dilihat bahwa besar
rata-rata angka kematian bayi sebesar 51,010%
dengan angka kematian bayi terbesar berada di
Kabupaten Barito Kuala dan angka kematian bayi
terendah berada di Kabupaten Tanah Laut.
Sedangkan rata-rata persentase balita kekurangan
gizi di Propinsi Kalimantan Selatan sebesar 26,4%
dengan persentase terendah sebesar 17,040%
berada di Kabupaten Tanah Laut dan persentase
tertinggi sebesar 35,550% berada di Kabupaten
Banjar.
Di bidang ketenagakerjaan, rata-rata angka
partisipasi kerja sudah cukup tinggi, yakni sebesar
71,830% sedangkan tingkat pengangguran terbuka
cukup kecil, yakni hanya 5,9%. Ini menunjukkan
kesejahteraan dalam pekerjaan sudah tinggi.
Rata-rata persentase penduduk miskin Provinsi
Kalimantan Selatan hanya sebesar 5,782% dari
total penduduk atau sebesar 188.032 jiwa
menunjukkan bahwa perlu kajian lebih lanjut
mengenai indikator kesehatan, pendidikan,
ketenagakerjaan serta kependudukan tersebut
dalam menjelaskan pengaruhnya terhadap tingkat
kesejahteraan penduduk secara keseluruhan dalam
konteks spasial.
Berdasarkan gambaran secara deskriptif, nilai
varians setiap data variabel cukup besar. Hal ini
mengindikasikan adanya keragaman data yang
cukup besar yang diakibatkan karena lokasi yang
berbeda-beda. Kondisi tersebut dinyatakan dengan
adanya heterogenitas spasial pada data. Jika
188
Prosiding Seminar Nasional MIPA 2016Prosiding Seminar Nasional MIPA 2016Prosiding Seminar Nasional MIPA 2016Prosiding Seminar Nasional MIPA 2016 “Peran Penelitian Ilmu Dasar dalam Menunjang Pembangunan Berkelanjutan”“Peran Penelitian Ilmu Dasar dalam Menunjang Pembangunan Berkelanjutan”“Peran Penelitian Ilmu Dasar dalam Menunjang Pembangunan Berkelanjutan”“Peran Penelitian Ilmu Dasar dalam Menunjang Pembangunan Berkelanjutan”
Jatinangor, 27Jatinangor, 27Jatinangor, 27Jatinangor, 27----28 Oktober 201628 Oktober 201628 Oktober 201628 Oktober 2016 ISBN 978ISBN 978ISBN 978ISBN 978----602602602602----72216722167221672216----1111----1111
dilakukan analisis menggunakan analisis regresi
pada data, maka model yang tepat adalah model
Geographically Weighted Regression (GWR).
3.2 Model Geographically Weighted Regression
(GWR)
Selanjutnya akan dibentuk model GWR untuk
mengukur faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
tingkat kesejahteraan penduduk Kalimantan
Selatan. Tingkat Kesejahteraan Penduduk sebagai
variabel respon akan diwakili oleh data indeks garis
kemiskinan pada setiap kabupaten/kota. Gambar 2
menunjukkan pola sebaran kemiskinan pada setiap
kota/kabupaten di Provinsi Kalimantan Selatan
yang terlihat berbeda-beda secara spasial.
Perbedaan warna yang menonjol mengindikasikan
perbedaan tingkat kemiskinan pada setiap daerah.
Semakin gelap warna yang ditampilkan maka
semakin tinggi tingkat kemiskinan yang terukur
pada wilayah tersebut. Berdasarkan Gambar 2
dapat ditunjukkan bahwa tingkat kemiskinan
tertinggi terletak pada wilayah yang memiliki
kepadatan penduduk tertinggi dan wilayah
kabupaten yang baru terbentuk yaitu Kabupaten
Tanah Bumbu.
BPS (2008) menyatakan bahwa terdapat 2 (dua)
komponen untuk mengukur tingkat kemiskinan
yaitu komponen internal dan komponen eksternal.
Komponen internal antara lain kondisi tempat
tinggal ketersediaan fasilitas kebersihan dan
kecukupan kebutuhan sandang pangan. Sedangkan
komponen eksternal antara lain kebijakan
pemerintah dan kesehatan balita. Kemiskinan juga
tidak lagi dipandang sebagai minimnya
kemampuan ekonomi tetapi juga diakibatkan
adanya kegagalan memperoleh hak-hak dasar
antara lain terpenuhinya kebutuhan kesehatan,
pendidikan dan pekerjaan yang layak baik bagi
laki-laki maupun perempuan. Sejalan dengan hal tersebut, model GWR akan
dibangun berdasarkan 9 (sembilan) variabel
prediktor yang diduga berpengaruh terhadap
tingkat kemiskinan (Y). Variabel pengaruh yang
terkait dengan tingkat pendidikan yakni tingkat
melek huruf (X1), angka putus sekolah di usia 7- 15
tahun (X2), angka partisipasi sekolah di usia 7-12
tahun (X3). Sedangkan variabel angka kematian
bayi (X4) dan persentase balita kekurangan gizi (X5)
digunakan untuk menunjukkan tingkat kesehatan
penduduk. Pemenuhan kebutuhan ekonomi
keluarga diwakili oleh variabel angka partisipasi
tenaga kerja (X6) dan tingkat pengangguran terbuka
(X7). Sedangkan faktor lingkungan ditunjukkan
dengan variabel kepadatan penduduk (X8) dan
rata-rata jumlah anggota rumah tangga (X9). Setiap
variabel akan diamati pada setiap kota/kabupaten
untuk menyatakan keberagaman spasial.
Adapun langkah-langkah untuk membangun
model ini dimulai dengan memilih bandwidth
optimum untuk mendapatkan elemen matriks
pembobot selanjutnya dilakukan pendugaan
parameter model. Langkah berikutnya adalah
menguji hipotesis untuk mengetahui tingkat
signifikansi model yang diperoleh. Selanjutnya
mendeskripsikan dugaan koefisien model GWR
pada setiap lokasi melalui peta tematik sebagai
dasar interpretasi penyebaran tingkat kesejahteraan
di wilayah Kalimantan Selatan.
Gambar 2. Pola sebaran kemiskinan di wilayah Kalimantan
Selatan
Dalam menentukan bandwidth optimum
terdapat beberapa pembobot yang dapat dipilih
untuk pemodelan GWR. Namun, penelitian ini
dibatasi hanya pada penggunaan pembobot
adaptive gaussian kernel dan fungsi adaptive
bi-square kernel. Bandwidth optimum diperoleh
dengan memilih nilai Cross Validation (CV) yang
rendah dan mempertimbangkan pengujian model
yang menunjukkan hasil signifikan. Dari hasil
pengolahan data menggunakan Software GWR4,
rentang nilai bandwidth diperoleh melalui proses
trial error pemilihan nilai single bandwidth sebesar
3 hingga 13. Rekapitulasi analisis data pada nilai
bandwidth yang berbeda-beda tertera pada Tabel 1.
Bandwidth optimum yang terpilih adalah
sebesar 12 dengan nilai CV sebesar 3,008 dan R2
sebesar 0.535. Nilai bandwidth ini dipilih karena
menghasilkan proses pengujian model yang
signifikan.
Berdasarkan hasil pemilihan bandwidth,
diperoleh model GWR yang paling signifikan
adalah model dengan variabel bebas banyaknya
penduduk yang bisa membaca atau melek huruf
(X1), angka partisipasi sekolah di usia 7-12 tahun
(X3) dan persentase balita kekurangan gizi (X5)
yang secara signifikan berpengaruh terhadap
variabel respon Y yaitu tingkat kemiskinan atau
persentase penduduk miskin. Dapat disimpulkan
bahwa tidak semua variabel memberikan pengaruh
secara spasial terhadap tingkat kemiskinan, hanya
variabel 3 (tiga) variabel tersebut yang berpengaruh
189
Prosiding Seminar Nasional MIPA 2016Prosiding Seminar Nasional MIPA 2016Prosiding Seminar Nasional MIPA 2016Prosiding Seminar Nasional MIPA 2016 “Peran Penelitian Ilmu Dasar dalam Menunjang Pembangunan Berkelanjutan”“Peran Penelitian Ilmu Dasar dalam Menunjang Pembangunan Berkelanjutan”“Peran Penelitian Ilmu Dasar dalam Menunjang Pembangunan Berkelanjutan”“Peran Penelitian Ilmu Dasar dalam Menunjang Pembangunan Berkelanjutan”
Jatinangor, 27Jatinangor, 27Jatinangor, 27Jatinangor, 27----28 Oktober 201628 Oktober 201628 Oktober 201628 Oktober 2016 ISBN 978ISBN 978ISBN 978ISBN 978----602602602602----72216722167221672216----1111----1111
secara spasial terhadap tingkat kemiskinan
penduduk. Dengan kata lain, faktor pendidikan dan
kesehatan yang memberikan pengaruh kuat
terhadap tingkat kemiskinan setiap daerah.
Tabel 1. Proses Pemilihan Single Bandwidth Optimal
Fungsi
Kernel Model CV R2
Band
width
Opti
mum
Hasil Uji
ANOVA
GWR
Adaptive
Gaussian
Y vs X1
– X9
Y vs X1,
X3, X5,
X6, X7
Y vs X1,
X3, X5,
X6
Y vs X4,
X5, X7
Y vs X1,
X3, X5
7,749
4,612
3,161
1,181
3,285
0,993
0,399
0,314
0,658
0,189
3
12
13
11
13
Terima
H0
Terima
H0
Terima
H0
Terima
H0
Terima
H0
Adaptive
Bi-Square
Y vs X1
– X9
Y vs X1,
X3, X5,
X6, X7
Y vs X1,
X3, X5,
X6
Y vs X4,
X5, X7
Y vs X1,
X3, X5
3,269
3,842
3,156
0,908
3,008
0,997
0,686
0,632
0,740
0,535
13
12
12
12
12
Terima
H0
Terima
H0
Terima
H0
Terima
H0
Tolak H0
Setelah diperoleh nilai bandwidth yang
optimum langkah selanjutnya adalah menentukan
matrik pembobot. Elemen matrik pembobot dengan
menggunakan fungsi adaptive gaussian kernel
adalah: 2
1exp
2 3.008
ij
ij
dw
= −
Sedangkan elemen matrik pembobot dengan
menggunakan fungsi adaptive bi-square kernel
adalah 2
2
1 , 3.0083.008
0 ,
ij
ij
ij
ij
dd
w
d lainnya
− < =
Matrik pembobot ini kemudian digunakan
untuk mengestimasi parameter tiap kabupaten dan
kota.
Model GWR mampu menjelaskan data spasial
yang tidak stasioner dalam parameter. Untuk
melihat signifikansi model GWR dengan pembobot
adaptive bi-square kernel perlu dilakukan uji
kesesuaian model. Statistik uji yang digunakan
adalah statistik uji F dengan bentuk hipotesisnya
sebagai berikut:
H0 : Tidak terdapat perbedaan antara Regresi
Global dengan GWR
H1 : Terdapat perbedaan antara Regresi Global
dengan GWR
Selanjutnya dilakukan analisis variansi untuk
menarik kesimpulan tentang hipotesis mana yang
sejalan dengan data hasil pengamatan. Hasil
analisis variansi disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Analisis Variansi (Anova) GWR dengan
Pembobot Adaptive Gaussian Kernel
Sumber
Keragaman SS DF MS F-hit
F-tab
(α=10
%)
Global Residual
GWR
Improvement
GWR Residual
14,295
7,438
6,858
9,000
2,081
6,919
3,575
0,991
3,61 3,463
Dari hasil uji kesesuaian model (goodness of fit)
diperoleh nilai F-hitung yang lebih besar dari
F-tabel dengan taraf signifikansi (α) sebesar 10%,
sehingga keputusan diambil untuk menolak
hipotesis nol. Dari pengujian hipotesis ini dapat
disimpulkan bahwa ada perbedaan antara model
regresi global dengan model regresi lokal GWR
dengan menggunakan pembobot adaptive
bi-square kernel. Dengan kata lain, faktor geografis
berpengaruh secara signifikan terhadap persentase
penduduk miskin dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya yaitu banyaknya penduduk yang
bisa membaca atau melek huruf (X1), tingkat
partisipasi sekolah (X3) dan persentase balita
kekurangan gizi (X5).
Tabel 3. Penduga Koefisien Model GWR Adaptive Bi-Square
Kernel dengan Single Bandwidth Optimum Setiap
Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Selatan
No Kabupaten
/Kota
b0 b1 b3 b5
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
Tanah Laut
Kotabaru
Banjar
Barito Kuala
Tapin
Hulu Sungai
Selatan
Hulu Sungai
Tengah
Hulu Sungai
Utara
Tabalong
Tanah
Bumbu
Balangan
Kota
Banjarmasin
Kota
Banjarbaru
-7,765
26,359
27,038
-8,286
-8,321
-8,375
-8,407
-8,552
-8,552
-7,940
-8,529
-8,119
-8,001
-0,178
0,085
0,092
-0,184
-0,185
-0,185
-0,186
-0,188
-0,188
-0,180
-0,188
-0,182
-0,181
0,291
-0,278
-0,293
0,302
0,304
0,305
0,306
0,309
0,309
0,296
0,309
0,299
0,296
0,091
-0,100
-0,099
0,091
0,091
0,091
0,091
0,091
0,091
0,091
0,091
0,091
0,091
190
Prosiding Seminar Nasional MIPA 2016Prosiding Seminar Nasional MIPA 2016Prosiding Seminar Nasional MIPA 2016Prosiding Seminar Nasional MIPA 2016 “Peran Penelitian Ilmu Dasar dalam Menunjang Pembangunan Berkelanjutan”“Peran Penelitian Ilmu Dasar dalam Menunjang Pembangunan Berkelanjutan”“Peran Penelitian Ilmu Dasar dalam Menunjang Pembangunan Berkelanjutan”“Peran Penelitian Ilmu Dasar dalam Menunjang Pembangunan Berkelanjutan”
Jatinangor, 27Jatinangor, 27Jatinangor, 27Jatinangor, 27----28 Oktober 201628 Oktober 201628 Oktober 201628 Oktober 2016 ISBN 978ISBN 978ISBN 978ISBN 978----602602602602----72216722167221672216----1111----1111
Hal ini diperjelas dengan nilai koefisien setiap
variabel yang memiliki perbedaan cukup tajam
antar satu kota/kabupaten dengan kota/kabupaten
lainnya. Nilai-nilai koefisien setiap variabel atau
dugaan parameter model disajikan dalam Tabel 3.
Setelah dilakukan uji kesesuaian model, maka
perlu dilakukan pengujian parameter secara parsial.
Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui
faktor-faktor yang berpengaruh terhadap persentase
penduduk miskin di setiap kabupaten/kota. Adapun
bentuk hipotesisnya adalah:
H0 : 8,...,2,1;0),( == kvu iikβ
H1 : paling sedikit ada satu ;0),( ≠iik vuβ
8,...,2,1=k
Secara umum besarnya parameter yang
dihasilkan berbeda-beda nilainya di setiap lokasi
penelitian. Namun demikian, secara statistik
perbedaan ini tidaklah cukup berarti sehingga
dapat dikatakan bahwa variabel X1, X3, dan X5
mempunyai pengaruh yang hampir sama terhadap
persentase di semua lokasi penelitian. Adapun nilai
statistik t-hitung untuk masing-masing parameter
untuk tiap lokasi dapat dilihat di lampiran. Jika
dilihat nilai t-hitung, hampir sebagian besar nilai
parameter yang dihasilkan signifikan seperti
terlihat di lampiran.
Gambar 3, 4 dan 5 menunjukkan pola sebaran
dugaan koefisien model GWR, daerah dengan
arsiran lebih gelap menunjukkan nilai koefisien
negatif yang artinya pertambahan nilai variabel
bebas akan menurunkan nilai variabel respon.
Sedangkan arsiran lebih terang menunjukkan nilai
koefisien positif yang artinya pertambahan nilai
variabel bebas akan menaikkan nilai variabel
respon.
Gambar 3. Visualisasi koefisien parameter b1 dari model pada
setiap Kota/Kabupaten di wilayah Kalimantan Selatan
Pada Gambar 3 secara umum dapat
diinterpretasikan bahwa meningkatnya jumlah
penduduk yang bisa membaca atau melek huruf
akan menurunkan tingkat kemiskinan di wilayah
tersebut. Kecuali di Kabupaten Kotabaru dan
Kabupaten Banjar, variabel ini memberikan
pengaruh yang tidak signifikan. Hal ini
kemungkinan disebabkan karena luasnya wilayah
kabupaten sehingga pemerataan kesejahteraan
penduduk tidak seimbang dengan ketersediaan
sarana pendidikan. Sejalan dengan pengaruh angka
partisipasi sekolah yang dapat dilihat pada Gambar
4. Pengaruh yang bermakna hanya pada Kabupaten
Kotabaru dan Banjar, dimana peningkatan tingkat
partisipasi sekolah memberikan pengurangan
terhadap tingkat kemiskinan.
Gambar 4. Visualisasi koefisien parameter b3 dari model pada
setiap Kota/Kabupaten di wilayah Kalimantan Selatan
Sedangkan pengaruh signifikan variabel
persentase balita kekurangan gizi terhadap tingkat
kemiskinan hanya terjadi di kabupaten dan kota
yang memiliki kepadatan penduduk tinggi (tampak
pada Gambar 5). Koefisien yang diperoleh bernilai
positif yang artinya semakin tinggi persentase balita
kekurangan gizi akan menunjukkan terjadinya
penambahan tingkat kemiskinan di
wilayah-wilayah tersebut. Pada wilayah Kabupaten
Banjar dan Kotabaru koefisien yang diperoleh
untuk variabel tersebut memberikan koefisien yang
tidak bermakna atau bernilai positif.
Gambar 5. Visualisasi koefisien parameter b5 dari model pada
setiap Kota/Kabupaten di wilayah Kalimantan Selatan
191
Prosiding Seminar Nasional MIPA 2016Prosiding Seminar Nasional MIPA 2016Prosiding Seminar Nasional MIPA 2016Prosiding Seminar Nasional MIPA 2016 “Peran Penelitian Ilmu Dasar dalam Menunjang Pembangunan Berkelanjutan”“Peran Penelitian Ilmu Dasar dalam Menunjang Pembangunan Berkelanjutan”“Peran Penelitian Ilmu Dasar dalam Menunjang Pembangunan Berkelanjutan”“Peran Penelitian Ilmu Dasar dalam Menunjang Pembangunan Berkelanjutan”
Jatinangor, 27Jatinangor, 27Jatinangor, 27Jatinangor, 27----28 Oktober 201628 Oktober 201628 Oktober 201628 Oktober 2016 ISBN 978ISBN 978ISBN 978ISBN 978----602602602602----72216722167221672216----1111----1111
Adanya perbedaan dugaan parameter model
yang cukup tajam antar kabupaten, maka dapat
dilakukan pengelompokkan kabupaten/kota
menjadi 2 kelompok. Kelompok pertama
beranggotakan Kabupaten Banjar dan Kabupaten
Kotabaru dengan model GWR sebagai berikut:
531 1.0286.0089.0699.26 XXXY −−+=
Sedangkan kelompok kedua beranggotakan
Kabupaten lainnya dengan model GWR sebagai
berikut:
531 091.0302.0184.0259.8 XXXY ++−−=
Kesimpulan
Berdasarkan hasil pemilihan bandwidth, dapat
disimpulkan bahwa hanya variabel 3 (tiga) variabel
tersebut yang berpengaruh secara spasial terhadap
tingkat kemiskinan penduduk Provinsi Kalimantan
Selatan, yakni tingkat melek huruf penduduk (X1),
tingkat partisipasi sekolah (X3) dan persentase
balita kekurangan gizi (X5). Dengan kata lain,
faktor pendidikan dan kesehatan yang memberikan
pengaruh kuat terhadap tingkat kemiskinan setiap
kabupaten/kota.
Setelah diperoleh nilai bandwidth yang
optimum langkah selanjutnya adalah menentukan
matrik pembobot. Elemen matrik pembobot dengan
menggunakan fungsi adaptive gaussian kernel
adalah: 2
1exp
2 3.008
ij
ij
dw
= −
Sedangkan elemen matrik pembobot dengan
menggunakan fungsi adaptive bi-square kernel
adalah 2
2
1 , 3.0083.008
0 ,
ij
ij
ij
ij
dd
w
d lainnya
− < =
Matrik pembobot ini kemudian digunakan
untuk mengestimasi parameter tiap kabupaten dan
kota. Selain itu, ada perbedaan antara model regresi
global dengan model regresi lokal GWR dengan
menggunakan pembobot adaptive bi-square kernel.
Dengan kata lain, faktor geografis berpengaruh
secara signifikan terhadap persentase penduduk
miskin dan faktor-faktor yang mempengaruhinya
yaitu banyaknya penduduk yang bisa membaca atau
melek huruf (X1), tingkat partisipasi sekolah (X3)
dan persentase balita kekurangan gizi (X5).
Adanya perbedaan dugaan parameter model
yang cukup tajam antar kabupaten, maka dapat
dilakukan pengelompokkan kabupaten/kota
menjadi 2 kelompok. Kelompok pertama
beranggotakan Kabupaten Banjar dan Kabupaten
Kotabaru dengan model GWR sebagai berikut:
531 1.0286.0089.0699.26 XXXY −−+=
Sedangkan kelompok kedua beranggotakan
kabupaten/kota lainnya dengan model GWR
sebagai berikut:
531 091.0302.0184.0259.8 XXXY ++−−=
Pada penelitian berikutnya perlu dilakukan
pengambilan data dengan skala yang lebih besar
untuk meningkatkan akurasi dalam proses
pendugaan model GWR.
Daftar Pustaka
Anselin, L., 1988, Spatial Econometrics: Methods
and Models, Kluwer Academic Publishers,
Dordrecht.
Anselin, L., Getis, A., 1992, Spatial Statistical
Analysis and Geographic Information
Systems, The Annals of Regional Science
26(1).
Badan Pusat Statistik. 2000., Pedoman Survei
Sosial Ekonomi Nasional 2000, Badan Pusat
Statistik, Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2008., Analisis dan
Penghitungan Tingkat Kemiskinan 2008,
Badan Pusat Statistik, Jakarta.
Brunsdon, C., Fotheringham, A.S., Charlton, M.,
1998, Geographically Weighted Regression: a
Method for Exploring Spatial Nonstationarity,
Geographical Analysis, Vol 28, 281-298.
Charlton, M., Fotheringham, A.S., 2009,
Geographically weighted regression: White
Paper, National Centre for Geocomputation.
Fotheringham, A.S., Brunsdon, C., Charlton, M.,
2002, Geographically Weighted Regression:
The Analysis of Spatially Varying
Relationships, John Wiley & Sons, Ltd., West
Sussex, England.
Leung, Y. Mei, C.L. dan Zhang, W.X. 2000.
Statistical Tests for Spatial Non-Stationarity
Based on the Geographically Weighted
Regression Model. Environment and Planning
A. Vol. 32, 9-32.
Zhao, F., Chow, L.F., Li, M.T.,Liu X., 2005, A
Transit Ridership Model Based on
Geographically Weighted Regression and
Service Quality Variables, Lehman Center for
Transportation Research, Florida International
University.