Pemodelan Matematika Berbasis Grafik Untuk Menganalisis ... · dari 3 juta jiwa merupakan kota...
-
Upload
truongngoc -
Category
Documents
-
view
218 -
download
0
Transcript of Pemodelan Matematika Berbasis Grafik Untuk Menganalisis ... · dari 3 juta jiwa merupakan kota...
Alamanda, D. T. (2011). Pemodelan Matematika Berbasis Grafik Untuk Menganalisis Konflik Bisnis Perkotaan. Studi Kasus: Manajemen
Pedagang Kaki Lima Bandung. Forum Manajemen Indonesia ke-3. Bandung.
Pemodelan Matematika Berbasis Grafik Untuk Menganalisis Konflik
Bisnis Perkotaan. Studi Kasus: Manajemen Pedagang Kaki Lima
Bandung
Dini Turipanam Alamanda, Institut Manajemen Telkom, [email protected]
Abstract
The main purpose of this paper is to model the conflict between street vendors (PKL) of Bandung
with several parties, namely the Government of Bandung (Pemkot), and Thugs. The Graph
Model for Conflict Resolution (GMCR) is used to create an understanding of the position of PKL
conflict in a strategy.
The conflict occurred in connection with the implementation of K3 (Nicety, Cleanliness, Beauty)
and the enforcement area 7-point-free street vendors. Graph-based mathematical modeling
approach was chosen because it is considered appropriate to explain why the efforts that have
made by government to curb street vendors have not been able to show the maximum results.
Assuming that all parties in the conflict think rationally and use the two concepts of Nash and
sequential stabilities, the results of this modeling show that current conditions are not the most
stable condition that can be accepted by all parties. The government as a regulator should be
able to bring all the parties involved to think with another frame that is more stable than current
conditions to create win-win urban business collaboration.
Key words: GMCR, Street Vendor (PKL) Conflict, Urban Business Collaboration
I. Pendahuluan
Sebagaimana di kota-kota besar lainnya, kota Bandung yang memiliki jumlah penduduk lebih
dari 3 juta jiwa merupakan kota perdagangan dengan potensi pasar yang besar dimana wajar
apabila para pengangguran melakukan kompensasi positif dengan memilih bekerja di sektor
informal. Salah satu sektor informal yang banyak diminati para pengangguran (selain yang sudah
lama bekerja di sektor ini) yaitu pedagang kaki lima (PKL).
Dalam perkembangannya, PKL di kawasan perkotaan Indonesia sudah mengalami banyak
pergeseran, dan mereka pun tidak harus menggunakan gerobak dorong. Dan seringkali
pemberitaan televisi menyiarkan masalah-masalah yang terkait dengan keberadaan PKL, seperti
gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat. Kesan kumuh, liar, dan merusak keindahan,
seakan sudah menjadi citra buruk yang melekat pada usaha mikro ini. Mereka berjualan di
trotoar jalan, di taman-taman kota, di jembatan penyebrangan, bahkan di badan jalan. Pemerintah
kota berulangkali menertibkan para PKL yang diduga menjadi penyebab kemacetan lalu lintas
ataupun merusak keindahan kota.
Untuk mengatasi permasalah tersebut, pemerintah mengeluarkan Peraturan Daerah Kota
Bandung No. 11 tahun 2005 sebagai perubahan dari Peraturan Daerah No. 3 tahun 2005 yang
lebih dikhususkan pada 7 titik kawasan bebas PKL, yaitu: Jl. Asia Afrika, Jl. Dewi Sartika, Jl.
Kepatihan, Jl. Dalem Kaum, Jl. Merdeka, Jl. Oto Iskandardinata, dan sekitar Alun-Alun. Perda
Alamanda, D. T. (2011). Pemodelan Matematika Berbasis Grafik Untuk Menganalisis Konflik Bisnis Perkotaan. Studi Kasus: Manajemen
Pedagang Kaki Lima Bandung. Forum Manajemen Indonesia ke-3. Bandung.
K3 terdiri dari tiga bagian. Bagian pertama meliputi tertib jalan, fasilitas umum dan jalur hijau,
tertib lingkungan, tertib sungai, saluran air dan sumber air, tertib penghuni bangunan, serta tertib
tuna sosial dan anak jalanan. Bagian kedua, bersih sampah, air, dan udara. Bagian terakhir adalah
keindahan. Terdiri dari 8 Bab dan 49 pasal, dimulai dari deskripsi keadaan ideal sebuah kota,
aturan dan larangan hingga membahas mengenai pembinaan, pengendalian, pengawasan,
penertiban, penghargaan dan sangsi.
Kondisi PKL sejak diberlakukannya Perda No 11 Tahun 2005 dan Peraturan Daerah No. 3 tahun
2005 adalah sebagai berikut:
Pada bulan November 2005 (detikcom, 2005), terjadi penertiban PKL di tujuh titik yang
membandel
Pada bulan September 2006, (metronews, 2006), penertiban PKL di Bandung diwarnai aksi
kejar antara petugas Satpol PP dengan sejumlah pedagang yang berupaya kabur
Pada bulan Mei 2007 (Krisdinar, 2008), lokakarya usulan atas Raperda tentang perdagangan
di kota Bandung digelar, yang dihadari oleh perwakilan DPRD Komisi B, Bappeda, Pemkot
kota Bandung, pedagang asongan, pengusaha kecil eks napi, kaum difable, PKL, pedagang
pasar tradisional, LSM dan mahasiswa. Lokakarya diwarnai demo dari para PKL.
Pada bulan Maret tahun 2008 (Krisdinar, 2008), terjadi konflik dan demo PKL di seputaran
Cicadas dan kawasan lain
Pada bulan April tahun 2009 (Siswandi, 2009), Ketua Masyarakat Peduli Sektor Informal
Armen Efendi, mengancam pihaknya akan melakukan perusakan pertokoan pada tanggal 1
Mei 2009, karena sejak 7 bulan lalu mereka diusir pemilik lahan lokasi pembangunan
pertokoan baru
Pada bulan April tahun 2011 (Ibin, 2010), Ratusan lapak PKL milik para pedagang di Pasar
Cikurubuk, Kota Tasikmalaya, Jawa Barat, di bongkar paksa petugas Satpol PP karena
dinilai melanggar Perda ketertiban pemerintah setempat.
Pada bulan Februari tahun 2011 (Gandapurnama, 2011), dianggap sebagai biang
kemacetanWakil Walikota Bandung, Ayi Avivanda menegaskan PKL yang berasal dari luar
kota Bandung yang jumlahnya hampir 30 persen dilarang berjualan di kawasan Gasibu dan
hanya akan memperbolehkan pedagang yang berasal dari kota Bandung.
Penelitian akan menganalisis kondisi yang stabil dan ekuilibrium untuk konflik ini dengan
menggunakan Graph Model for Conflict Resolution (GMCR). Kondisi ekuilibrium merupakan
kondisi yang bisa diterima oleh semua pihak meskipun bukan kondisi yang terbaik untuk semua
pihak.
II. Studi Pustaka
2.1 Konflik dan Resolusi Konflik
Konflik merupakan ekspresi pertikaian antara individu dengan individu lain, kelompok dengan
kelompok lain karena beberapa alasan. Dalam pandangan ini, pertikaian menunjukkan adanya
perbedaan antara dua atau lebih individu yang diekspresikan, diingat, dan dialami (Pace &
Faules, 1994:249).
Alamanda, D. T. (2011). Pemodelan Matematika Berbasis Grafik Untuk Menganalisis Konflik Bisnis Perkotaan. Studi Kasus: Manajemen
Pedagang Kaki Lima Bandung. Forum Manajemen Indonesia ke-3. Bandung.
Resolusi konflik menurut Fang, Hipel dan Kilgour (1993) adalah memodelkan konflik ke dalam
model grafik yang dikenal dengan Graph Model for Conflict Resolution (GMCR). GMCR
menjadi terobosan baru resolusi konflik melalui pendekatan game theory (teori permainan).
2.2 Teori Permainan dan Perkembangannya
Teori permainan merupakan sebuah cabang dari ilmu ekonomi yang mempelajari interaksi antara
self-interested agents (Ramchurd, Jenning., dan Sierra, 2003). Perkembangan teori permainan
terus berlanjut dari waktu ke waktu, Kilgour, D.M (1987,1994,1995,2001,2003), Hagihara
(2004), Zeng dkk. (2005), mengembangkan teori permainan ke dalam bentuk graph model
dengan berbagai studi kasus untuk Sensarma dkk. (2005), Okada dkk. (2006), Obeidi (2006,
2009), Ke (2007), menghasilkan resolusi konflik. Bradenburger dan Nalebuff (1995)
mempopulerkan istilah ko-opetisi (co-opetition) dan mengembangkan pola pikir baru dalam
bentuk teori permainan sebagai alat untuk memadukan persaingan dan kerjasama yang
merupakan makna dari ko-opetisi. Wirjodirdjo (2007) mengembangkan model teori permainan
dengan programa linier dalam menganalisis pasar oligopoli studi kasus industri mobil di
Indonesia. Howard (1996) meneliti teori permainan dengan hasil negosiasi sebagai drama dan
menyempurnakannya menjadi drama theory. Melanjutkan Howard, Putro dkk. (2009)
mengembangkan teori permainan dengan drama theory dan Agent-based Modeling untuk melihat
dinamika emosi agen terhadap dilema-dilema yang muncul sehingga bisa dianalisis sekaligus
memperlihatkan interaksi yang berlangsung diantara agen pada kasus bencana alam banjir
Citarum. Dan di tahun yang sama, Putro dkk. (2009), mengembangkan teori permainan dengan
Agent-based Modeling dalam dunia pendidikan yaitu mengenai pertimbangan agen dalam
memilih SMU di kota Bandung. Selanjutnya, Handayati dan Togar (2009) menggabungkan
drama theory sebagai cabang dari teori permainan ke dalam konsep rantai pasok untuk melihat
efek cambuk sapi (bullwhip effect) sekaligus melihat interaksi antara peritel dan pemasok.
Alamanda, Pri, Utomo dan Dhanan (2010) menggabungkan GMCR, koopetisi dan Simple Multi
Attribute Ranking Technique (SMART) dan diaplikasikan modelnya ke dalam studi kasus
konflik Trans Metro Bandung.
Dengan menggunakan GMCR, opsi-opsi dari pihak-pihak yang berkonflik disusun secara
sistematis, kemudian dianalisis preferensinya untuk menghasilkan analisa stabilitas yaitu kondisi
yang menggambarkan keseimbangan antara pihak-pihak yang berkonflik. Tahap pemodelan
konflik GMCR dijelaskan menggunakan diagram alir pada Gambar 1.
Alamanda, D. T. (2011). Pemodelan Matematika Berbasis Grafik Untuk Menganalisis Konflik Bisnis Perkotaan. Studi Kasus: Manajemen
Pedagang Kaki Lima Bandung. Forum Manajemen Indonesia ke-3. Bandung.
Informasi untuk
Pengambil Keputusan
Interpretasi dan
analisis sensitifitas
Kesetimbangan
Stabilitas Individu
Preferensi
Keadaan
Tindakan
Pengambil Keputusan
Konflik di Dunia Nyata
Pemodelan
Analisis
Gambar 1. Prosedur untuk mengaplikasikan GMCR (diambil dari Fang dkk., 1993)
Asumsi-Asumsi GMCR:
• Pertama, GMCR secara umum mengasumsikan bahwa pengambil keputusan (player)
jumlahnya lebih dari satu dimana masing-masing mempunyai opsi.
• Jumlah opsi menentukan banyaknya state yang mungkin muncul, dimana jika jumlah
opsi dari seluruh player adalah 7 (n=7), maka jumlah state yang mungkin sebanyak 27.
Tidak semua state harus digunakan, karena pada praktiknya mungkin saja banyak state
yang tidak feasible baik secara kondisi di lapangan maupun secara logika.
• Player telah menentukan preferensinya terhadap state yang feasible, player dianggap
tidak akan berpindah ke state yang lebih buruk nilai payoff nya dan kondisi demikian
dianggap kondisi stabil Nash Equilibrium.
• Seorang player yang mengikuti stabilitas sekuensial akan mengambil pertimbangan tidak
hanya langkah yang mungkin untuk dirinya tapi juga mempertimbangkan unilateral
improvement dari pihak lawan.
Alamanda, D. T. (2011). Pemodelan Matematika Berbasis Grafik Untuk Menganalisis Konflik Bisnis Perkotaan. Studi Kasus: Manajemen
Pedagang Kaki Lima Bandung. Forum Manajemen Indonesia ke-3. Bandung.
2.3 Stabilitas Nash dan Sekuensial
Stabilitas Nash terjadi untuk state i ∈ N adalah Nash stabil untuk player i, dilambangkan dengan
jika dan hanya jika (IFF) . Di bawah konsep solusi Nash, player yang
akan pindah ke state yang lebih disukai bila mungkin, tanpa mempertimbangkan kemungkinan
perlawanan (countermoves) dari lawan. Oleh karena itu, state s Nash stabil untuk player i IFF i
tidak ada unilateral improvement dari s.
Sedangkan stabilitas sekuensial (SEQ) terjadi untuk Ni , state Ss merupakan sekuensial
stabil untuk player i, dilambangkan dengan SEQSs , IFF )(sRt i
terdapat
. Sebuah state merupakan stabilitas sekuensial untuk player i IFF setiap
unilateral improvement dari s, hukumannya kredible dari pemberi hukuman, player j. Hukuman
kredible merupakan hukuman bahwa secara langsung keuntungan berada di pihak lawan, yang
merupakan unilateral improvement dari lawan.
III. Metodologi Penelitian
Penelitian ini dimulai dengan melihat fenomena konflik yang terjadi dalam dunia nyata, dalam
penelitian ini dipilih konflik manajemen perkotaan khususnya permasalahan PKL kota Bandung.
Situasi konflik akan dianalisis kestabilannya dengan menggunakan GMCR. Analisis GMCR bisa
menghasilkan kondisi ekuilibrium (E) yang jumlahnya bisa lebih dari 1.
Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan survei, wawancara dan kajian pustaka. Survei
dilakukan di kawasan 7 titik kota Bandung, pasar kaget Ganesha ITB, pasar kaget Pusdai, pasar
kaget Gasibu, PKL malam Burangrang, PKL malam Dago, dan PKL malam Taman Sari.
Wawancara dilakukan kepada 30 PKL, wakil pemerintah kota Bandung, anggota satpol PP,dan 6
preman kawasan 7 titik yang dilakukan selama 6 bulan (Januari 2011-Juli 2011).
Dibawah ini merupakan daftar player dan opsi yang diajukan:
Pemerintah Kota Bandung (PK, mewakili badan yang mempunyai otoritas wilayah untuk
perdagangan Kota Bandung.
• Memberantas preman liar, saat ini PEMKOT sering menggunakan jasa preman untuk
pengambilan retribusi terhadap PKL namun tanpa kontrol yang baik, sehingga wewenang
ini sering disalahgunakan oleh preman-preman liar yang tidak bertanggung jawab
memungut retribusi illegal dari para PKL
• Memungut retribusi dari PKL liar, PEMKOT seharusnya sudah menyeleksi mana PKL
yang wajib membayar retribusi mana PKL yang tidak wajib retribusi dan PKL yang
langsung dikenakan penertiban karena statusnya liar
Alamanda, D. T. (2011). Pemodelan Matematika Berbasis Grafik Untuk Menganalisis Konflik Bisnis Perkotaan. Studi Kasus: Manajemen
Pedagang Kaki Lima Bandung. Forum Manajemen Indonesia ke-3. Bandung.
Preman (P, mewakili yang secara tidak resmi mempunyai kekuasaan pada suatu wilayah
perdagangan Kota Bandung)
• Menyetor seluruh pendapatan ke PEMKOT, para PKL kerap bentrok dengan satpol PP
dengan alasan bahwa para PKL tidak membayar retribusi kepada petugas retribusi
(preman), PKL tidak menerima penggusuran karena merasa sudah membayar retribusi.
Isu yang beredar adalah para preman tidak menyetorkan seluruh retribusi kepada
pemerintah dan para PKL tidak bisa membedakan mana preman penarik retribusi dari
PEMKOT dan preman liar.
PKL (PKL, pihak yang melakukan kegiatan perdagangan sektor informal)
• Pindah, ada kalanya setelah menjalankan K3, kebijakan pemerintah yang berubah-ubah
membuat keberadaan PKL sering terancam pengusiran meskipun telah membayar
retribusi, PKL yang sadar dengan ancaman ini biasanya akan memilih langkah aman
dengan pindah ke daerah khusus PKL daripada mendapat pengusiran tiba-tiba
• Protes (demo lisan), PKL melakukan protes terhadap pemerintah karena kedatangan
satpol PP yang mengganggu aktivitas perdagangan mereka dan lebih jauhnya lahan
mereka di tutup paksa.
• Protes (lawan), Opsi ini muncul ketika Satpol PP datang menggusur lapak PKL
Dalam GMCR, terdapat beberapa istilah yang mempunyai definisi khusus, berikut merupakan
daftar istilahnya:
• Daftar pemain
Dalam GMCR ini terdapat tiga player, (1) Pemerintah Kota Bandung (PK) (2) Preman (P) (3)
dan Pedagang Kaki Lima (PKL)
• Opsi
Opsi merupakan kebebasan untuk memilih dari sejumlah alternatif pilihan. Opsi yang dipilih
dalam GMCR ini berdasarkan hasil wawancara, observasi, dan sumber data sekunder dari
media massa dan media internet.
• Feasible State
Merupakan skenario terpilih dari sejumlah skenario yang mungkin terjadi. Jumlah skenario
yang dihasilkan dirumuskan dengan 2n, dimana 2 adalah kemungkinan “Yes” (Y) dan “No”
(N) dan n diisi sejumlah opsi yang tersedia. Setelah skenario disusun, kemudian dipilih oleh
peneliti hanya yang mungkin terjadi berdasarkan hasil observasi, sumber data sekunder dan
wawancara. Dengan demikian total skenario yang didapat adalah 64, namun hanya 8 skenario
yang dianggap feasible oleh peneliti.
Alamanda, D. T. (2011). Pemodelan Matematika Berbasis Grafik Untuk Menganalisis Konflik Bisnis Perkotaan. Studi Kasus: Manajemen
Pedagang Kaki Lima Bandung. Forum Manajemen Indonesia ke-3. Bandung.
• Preferensi
Preferensi merupakan kecenderungan pemain. Dalam penulisan, semakin ke kiri, artinya
semakin tinggi preferensi tersebut bagi pemain.
• Stabilitas
Analisis untuk melihat kemungkinan skenario-skenario mana saja yang ekuilibrium bagi
semua pemain.
• Pengembalian (payoff)
Payoff adalah angka yang dikaitkan dengan segala kemungkinan hasil.
• Ekuilibrium (E)
Artinya bahwa setiap pemain menggunakan strategi yang sangat bagus menanggapi strategi
pemain lainnya. Posisi diberi tanda E jika posisi tersebut terbukti stabil bagi semua pemain.
• Stabilitas Nash (r)
Stabilitas Nash terjadi jika pemain tidak mempunyai insetif untuk berpindah posisi, karena
posisi lain yang mungkin tidak lebih baik dari posisinya sekarang.
• Unstable (u)
Unstable (u) merupakan kondisi dimana pemain mempunyai insentif untuk berpindah ke
posisi, dimana posisi baru mempunyai payoff yang lebih tinggi dengan posisinya sekarang.
Batasan Model:
Seperti halnya model lainnya, GMCR pun mempunyai batasan yaitu pertama dalam penentuan
feasible skenario yang bergantung dari wawasan peneliti. Batasan kedua, dalam GMCR pemain
dianggap berpikir rasional dalam melakukan tindakan. Batasan ketiga, penentuan payoff yang
lebih baik di dasarkan pada preferensi player, tidak menggunakan nilai agregat.
Alamanda, D. T. (2011). Pemodelan Matematika Berbasis Grafik Untuk Menganalisis Konflik Bisnis Perkotaan. Studi Kasus: Manajemen
Pedagang Kaki Lima Bandung. Forum Manajemen Indonesia ke-3. Bandung.
IV. Hasil Penelitian dan Pembahasan
Tabel 1. Daftar Player, Opsi dan Feasible State
Players dan Opsi States
PK
Memberantas preman liar N Y N N N Y N N
Memungut retribusi dari PKL liar Y N Y Y Y Y Y Y
P
Menyetor seluruh pendapatan ke PEMKOT N Y N N N Y N Y
PKL
Pindah N N N Y N N N N
Demo Y N Y N N Y N Y
Lawan Y N N N Y Y N Y
Label 1 2 3 4 5 6 7 8
State yang mungkin terjadi dalam konflik PKL Bandung digambarkan dalam Tabel1. Opsi
terdiri dari Yes dan No, misalnya pada PK di state 1 opsi memberantas preman liar ‘N’ artinya
PEMKOT memilih tidak memberantas preman liar.
State 1 dalam Tabel 1. Menggambarkan existing condition dimana PK tidak memberantas
preman liar, memungut retribusi dari PKL liar, preman tidak menyetor seluruh pendapatan ke
PEMKOT dengan alasan sebagian retribusi diambil preman liar, PKL tidak mau pindah ke
tempat relokasi yang disediakan dengan alasan sepi pengunjung, PKL kerap melakukan demo
karena terancam pengusiran padahal mereka sudah membayar retribusi, dan PKL melakukan
perlawanan terhadap satpol PP ketika petugas pemerintah tersebut menjalankan tugasnya
menertibkan PKL liar. PEMKOT tidak akan memberantas preman liar jika memang tidak ada
demo dan PKL tidak pindah.
Alamanda, D. T. (2011). Pemodelan Matematika Berbasis Grafik Untuk Menganalisis Konflik Bisnis Perkotaan. Studi Kasus: Manajemen
Pedagang Kaki Lima Bandung. Forum Manajemen Indonesia ke-3. Bandung.
Dari informasi lapangan, didapat preferensi dari masing-masing player yang disajikan pada
Tabel 2.
Tabel 2. Preferensi Player dan Analisis Stabilitas
Pemerintah Kota
E E E
Stability r u r r r r r r
State Ranking 8 6 4 7 3 5 1 2
Uis 8
Preman
E E E
Stability r r r r r r r r
State Ranking 7 3 5 1 4 6 2 8
Uis
PKL
E E E
Stability r r r u u r u u
State Ranking 2 6 7 3 5 8 1 4
Uis 7 7 7 7
3 3 3
5 5
1
Tabel 2 menjelaskan bahwa urutan state dari kiri ke kanan adalah state yang paling disukai ke
state yang paling tidak disukai. Sebagai contoh urutan state PEMKOT adalah 8 >
6>4>7>3>5>1>2 artinya state yang paling disukai PEMKOT adalah state 8 dimana tidak
memberantas preman liar karena ada lembaga lain yang lebih berkewajiban (polisi), tetap
memungut retribusi dari PKL liar, preman menyetorkan seluruh hasil retribusi kepada PEMKOT,
PKL tidak pindah, PKL boleh berdemo dan melakukan perlawanan. Di state ini bisa dilihat
bahwa bukan state terbaik yang diinginkan PEMKOT tapi yang terbaik dari pilihan state yang
feasible.
Kemudian di tabel 2 dianalisis stabilitas, ternyata dari 2 stabilitas yang diajukan hanya satu yang
muncul yaitu Nash Stability (r ) sisanya unstable (u). Unilateral Improvement (UI) didapatkan
jika terdapat pilihan state yang sama dengan state yang sedang dianalisis. Misalnya, pada state 6
Alamanda, D. T. (2011). Pemodelan Matematika Berbasis Grafik Untuk Menganalisis Konflik Bisnis Perkotaan. Studi Kasus: Manajemen
Pedagang Kaki Lima Bandung. Forum Manajemen Indonesia ke-3. Bandung.
di PK adalah unstable, hal tersebut karena PK bisa berpindah dari state 6 ke 8 karena pada state
6, P (Y), PKL (N,Y,Y), state serupa ada di state 8. Payoff state 8 lebih besar daripada state 6,
dengan demikian PK bisa pindah dari state 6 ke 8. 7 dari 8 state yang feasible PK adalah stabil
secara Nash, sedangkan untuk preman seluruh state stabil secara Nash. Berbeda dengan PKL,
hanya state 2, 6 dan 8 yang stabil secara Nash.
Setelah menganalisis kestabilan dipilih state yang Equilibrium (E ) dengan dasar pertimbangan
state tersebut stabil di untuk semua player. Didapat 3 equlibrium yaitu di state 2, 8 dan 7.Untuk
melihat apakah mungkin terjadi perpindahan state, hingga ke posisi bersama bagi seluruh player,
bisa dilihat dengan menggunakan sensitivity analysis (analisis sensitivitas) dalam Tabel 3.
Analisis sensitivitas adalah analisis untuk mengetahui apa yang akan dialami pengambil
keputusan jika bergerak dari sebuah state (biasanya dari state status quo) ke state lain. Dalam
beberapa aplikasi seseorang mungkin menggunakan analisis-analisis sensitivitas untuk
memutuskan bagaimana preferensi pengambil keputusan harus berubah guna menghasilkan
equilibria yang lebih diinginkan bagi pengambil keputusan lain (Fang dkk., 1993).
Tabel 3. Analisis Sensitivitas PKL Bandung 1
Player dan Opsi PEMKOT Preman PKL
PEMKOT
Memberantas preman liar Y =====> N Y
N Y =====> N
Memungut retribusi dari
PKL liar N Y N
Y N Y
Preman
Menyetor seluruh pendapatan
ke PEMKOT Y N Y N Y N
=====>
=====>
PKL
Pindah N N N N N N
Demo N N N N N N
Lawan N N N
N N N
Label 2 UI 7 2 UI 7 2 UdisI 7
Dari Tabel 3 diatas dapat dilihat bahwa kondisi ekuilibrum 2 bisa berpindah ke kondisi
ekuilibrium 7 untuk PK dan P tetapi tidak untuk PKL. Namun, kondisi ekuilibrium 8 bisa
berpindah bersama-sama ke ekuilibrium state 7 untuk PKL dan P seperti yang digambarkan pada
Tabel 4.
Alamanda, D. T. (2011). Pemodelan Matematika Berbasis Grafik Untuk Menganalisis Konflik Bisnis Perkotaan. Studi Kasus: Manajemen
Pedagang Kaki Lima Bandung. Forum Manajemen Indonesia ke-3. Bandung.
Tabel 4. Analisis Sensitivitas PKL Bandung 2
Player dan Opsi PEMKOT Preman PKL
PEMKOT
Memberantas preman liar N =====> N N
N N =====> N
Memungut retribusi dari
PKL liar Y Y Y
Y Y Y
Preman
Menyetor seluruh pendapatan
ke PEMKOT Y N Y N Y N
=====>
=====>
PKL
Pindah N N N N N N
Demo Y N Y N Y N
Lawan Y N Y
N Y N
Label 8 UdisI 7 8 UI 7 8 UI 7
Meskipun terdapat perbedaan perpindahan PK, P, dan PKL bisa dilihat bahwa dari status quo
state 1 saat ini, semua player bisa melakukan perpindahan bersama ke state 7. Seperti terlihat
pada Tabel 5. Dapat terlihat bahwa kondisi win-win ada di state 7, dimana PEMKOT tidak perlu
memberantas preman liar, PEMKOT juga bisa memungut retribusi dari PKL liar, preman tidak
menyetorkan seluruh pendapatan ke PEMKOT selalu PKL tidak diusir dan masih bisa berjualan,
PKL pun diharapkan tidak melakukan demo apalagi berontak terhadap pemerintah.
Tabel 5. Analisis Sensitivitas PKL Bandung 3
Player dan Opsi PEMKOT Preman PKL
PEMKOT
Memberantas preman liar N =====> N N
N N =====> N
Memungut retribusi dari
PKL liar Y Y Y
Y Y Y
Preman
Menyetor seluruh pendapatan
ke PEMKOT N N N N N N
Alamanda, D. T. (2011). Pemodelan Matematika Berbasis Grafik Untuk Menganalisis Konflik Bisnis Perkotaan. Studi Kasus: Manajemen
Pedagang Kaki Lima Bandung. Forum Manajemen Indonesia ke-3. Bandung.
=====>
=====>
PKL
Pindah N N N N N N
Demo Y N Y N Y N
Lawan Y N Y
N Y N
N
Label 1 UI 7 1 UI 7 1 UI 7
V. Kesimpulan dan Saran
Konflik PKL kota Bandung terjadi karena tidak terdapat satu kondisi bersama antara
PEMKOT, preman sebagai front liner retribusi dan PKL. Keberadaan PKL Bandung yang
menjadi daya tarik wisata kota Bandung memang penting, namun tumpang tindih kebijakan
membuat keberadaannya selalu dipermasalahkan banyak pihak. Dari hasil analisis GMCR
didapatkan bahwa kondisi terbaik yang stabil dan mampu diterima oleh semua pihak yang
berkonflik adalah state 7 dimana PEMKOT tidak perlu memberantas preman liar, PEMKOT
juga bisa memungut retribusi dari PKL liar, preman tidak menyetorkan seluruh pendapatan
ke PEMKOT selalu PKL tidak diusir dan masih bisa berjualan, PKL pun diharapkan tidak
melakukan demo apalagi berontak terhadap pemerintah.
Saran bagi PEMKOT Bandung sebagai regulator adalah mengajak semua pihak untuk
mengikuti frame baru yaitu cara berpikir state 7 agar konflik bisa diredam. State 7 dipilih
karena merupakan state yang menghasilkan good solution (win-win) bukan the best solution
bagi semua pihak.
Untuk penelitian selanjutnya, peneliti bermaksud untuk memasukan nilai agregat sebagai
dasar pemilihan ranking dengan menggunakan SMART (Simple Multiple Attributed Rating
Technique). Dari segi validitas, metode triangulasi sangat penting dilakukan untuk
memperkuat argumentasi state yang stabil. Pengembangan lebih lanjut juga bisa
mempertimbangkan bahwa player mampu berfikir irrasional dengan menggunakan tools
yang tepat seperti menggunakan confrontation manager.
Daftar Pustaka
Alamanda, Utomo, Pri dan Dhanan (2010). “Model Grafik dengan Rating Multi Atribut
(GMMR) dalam Resolusi Konflik Trans Metro Bandung.” Jurnal Manajemen
Teknologi, Volume 9 No 2. Page 212-215, 2010
Brandenburger, A.M. dan Barry, N. (1997). “Coopetition”, Harper Collins Business,
Hammersmith, London, UK
Detikcom, 2005. PKL dan Pasar Tumpah Kosambi Akan Ditertibkan.
http://m.detik.com/read/2005/11/12/180854/477991/131/pkl-dan-pasar-tumpah-
kosambi-akan-ditertibkan. [1 Oktober 2011]
Alamanda, D. T. (2011). Pemodelan Matematika Berbasis Grafik Untuk Menganalisis Konflik Bisnis Perkotaan. Studi Kasus: Manajemen
Pedagang Kaki Lima Bandung. Forum Manajemen Indonesia ke-3. Bandung.
Fang, L; Keith, W. H; Marc, K. (1993). “Interactive Decision Making – The Graph Model
for Conflict Resolution”, Wiley, New York.
Gandapurnama (2011). Pemkot Pilih PKL Gasibu Ditata Di Sepanjang Jalan Diponegoro.
Detikbandung [online]
http://us.bandung.detik.com/comment/2011/01/17/183738/1548667/486/tv/bacakomenta
r.html. [1 Oktober 2011]
Hagihara,Y., Sakamoto, M. (2004). “Conflict Management on Utilization of the Gages Water
Resources Between Bangladesh and India.”, Annual of Disas. Prev.Inst.,Kyoto univ, No.
47 B, Japan
Handayati, Y., Togar, S., Sidharan, R. (2009). “Retailer and Supplier Collaboration: An
Application of Drama Theory.”, International Conference on Technology and
Operations Management (ICTOM), 2.
Howard, N. (1996). “Negotiation as Drama: How “Games” Become Dramatic.”,
International Negotiation Journal, 1:125-152,1996
Ibin, Dede (2011). Ratusan Lapak PKL Dibongkar Paksa Satpol PP. stv [ Online]
http://www.stv.co.id/index.php?mod=content&act=read&id=100&cat=berita&title=ratu
san-lapak-pkl-dibongkar-paksa-satpol-pp. [1 Oktober 2011]
Kilgour, D. Marc , Keith W. Hipel , and Liping Fang (1987). “The Graph Model for
Conflicts,” Automatica 23, 1, 41-55.
Kilgour, M., Keith W. H., Liping, F. (1994). “Negotiation Support Using the Graph Model
for Conflict Resolution.”, Group Decision and Negotiation, 3, 1:29-46,1994
Kilgour, M., Liping, F., Keith W. H. (1995). GMCR in Negotiations, Negotiation Journal 11,
2:151-156,1995
Kilgour, M., Keith W. H., Xiaoyong, J.P., Liping, F. (2001). Coalition Analysis in Group
Decision Support, Group Decision and Negotiation, 10:159-175, 2001
Kilgour, M. (2003). “The Graph Model for Conflict Resolution as a Tool for Negotiators”,
Wilfrid Laurier University, Canada
Krisdinar (2008). Pedagang Kaki Lima Kota Bandung Mau Kemana? [Online]
http://bandungvariety.wordpress.com/2008/03/14/ [1 Oktober 2011]
Metronews, (2006). Memasuki Puasa, Penertiban PKL Bandung Digiatkan. [Online]
www.metrotvnews.com/.../2006/.../-Memasuki-Puasa-Penertiban-PK... [1 Oktober 2011]
Obeidi, A. (2006). Emotion, Perception and Strategy in Conflict Analysis and Resolution,
Tesis Program Magister University of Waterloo, Ontario: Kanada.
Obeidi, A., Marc, K., Keith, W. H. (2009). “Perceptual Graph Model System”, Springer.
Alamanda, D. T. (2011). Pemodelan Matematika Berbasis Grafik Untuk Menganalisis Konflik Bisnis Perkotaan. Studi Kasus: Manajemen
Pedagang Kaki Lima Bandung. Forum Manajemen Indonesia ke-3. Bandung.
Okada, N., Liping, F., Keith, W.H. (2006). Perspectives in Participatory Infrastructure
Management, Journal Doboku Gakkai Ronbunshuu D, 62 No. 3:417-429, 2006
Pace, W dan Faules, F,. (1994). Organizational Communication. Allyn and Bacon.
Putro, U.S., Pri, H., Manahan, S., Santi, N., Danan, S.U. (2009). Agent-Based Model of
Emotional Interaction during Negotiation Process among Agents in Citarum River Basin
Conflict, A paper, Bandung
Ramchurn, S. D., N. R. Jennings, and C. Sierra (2003). Persuasive negotiation for
autonomous agents: a rhetorical approach. In C. Reed, F. Grasso, and G. Carenini (Eds.),
Proceedings of the IJCAI Workshop on Computational Models of Natural Argument, pp.
9{17. AAAI Press.
Sensarma, S. R., Norio, O. (2005). Modeling-Actor Decision Process in Conflict Situation: A
Case of Community Disaster Risk Mitigation in Ichinose Community, Tottori
Prefecture, Japan, Annual of Disas. Prev. Res. Inst, Kyoto Univ., No. 48 B,2005
Sensarma, S. R., Norio, O. (2005). Conflict over Natural Resource Exploitation in a
Mountainous Community: The Trade Off Between Economic Development and Disaster
Risk Mitigation – A Case Study, Journal of Natural Disaster Science, 27, No. 29:5-100,
2005
Siswandi (2009). PKL Ancam Rusak Kios. Tempointeraktif [Online].
ramadan.tempointeraktif.com/.../2009/.../brk,20090427-172988,id.ht. [1 Oktober 2011]
Utomo, D.S., Utomo, S.P., Pri, H. (2009). Agent-Based Simulation of School Choice in
Bandung, Indonesia: The Emergence of Enrollment Pattern Through Individual
Preferences, The Asian Journal of Technology Management, 2, No. 1, Juni, 2010
Wirjodirdjo, B. (2007): Pendekatan Teori Permainan dalam Analisa Persaingan Oligopoli
pada Industri Automotif: Studi Kasus Persaingan Pasar Mobil Jenis Multi Purpose
Vehicle di Indonesia, Jurnal Eksekutif, 4, Nomor 2, Agustus, 2007