PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …
Transcript of PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 …
SKRIPSI
PEMANFATAN LIMBAH DAUN KAYU PUTIH DAN KOTORAN AYAM
DENGAN BIOAKTIVATOR MOL NASI BASI UNTUK PEMBUATAN
PUPUK ORGANIK DUKUH SUKUN PONOROGO
Oleh :
DESYA ELSA MANORA
NIM : 201503060
PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN
PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT
STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN
2019
ii
SKRIPSI
PEMANFATAN LIMBAH DAUN KAYU PUTIH DAN KOTORAN AYAM
DENGAN BIOAKTIVATOR MOL NASI BASI UNTUK PEMBUATAN
PUPUK ORGANIK DUKUH SUKUN PONOROGO
Diajukan untuk memenuhi
Salah satu persyaratan dalam mencapai gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat (S.KM)
Oleh :
DESYA ELSA MANORA
NIM : 201503060
PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN
PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT
STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN
2019
iii
PERSETUJUAN
Laporan Skripsi ini telah disetujui oleh pembimbing dan telah dinyatakan layak
mengikuti Ujian Sidang
SKRIPSI
PEMANFATAN LIMBAH DAUN KAYU PUTIH DAN KOTORAN AYAM
DENGAN BIOAKTIVATOR MOL NASI BASI UNTUK PEMBUATAN
PUPUK ORGANIK DUKUH SUKUN PONOROGO
Menyetujui,
Pembimbing I
Beny Suyanto, M.Si
NIP.1964 01029 85031003
Menyetujui,
Pembimbing II
H. Edy Bachrun, S.KM., M.Kes
NIS. 2005 0003
Mengetahui,
Ketua Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat
Avicena Sakufa M, S.KM., M.Kes
NIS. 2015 011
iv
PENGESAHAN
Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Skripsi dan dinyatakan
telah memenuhi sebagian syarat memperoleh gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat (S.KM)
Pada tanggal, 16 Agustus 2019
Dewan Penguji
Dewan Penguji : Avicena Sakufa M, S.KM., M.Kes ( ................................ )
Penguji 1 : Beny Suyanto, M.Si ( ................................ )
Penguji 2 : H. Edy Bachrun, S.KM., M.Kes ( ................................ )
Mengesahkan,
STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun
Ketua,
Zaenal Abidin, S.KM., M.Kes (Epid)
NIS. 2016 0130
v
HALAMAN PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Desya Elsa Manora
NIM : 201503060
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam penelitian yang berjudul “Pemanfatan
Limbah Daun Kayu Putih dan Kotoran Ayam dengan Bioaktivator Mol Nasi Basi untuk
Pembuatan Pupuk Organik Dukuh Sukun Ponorogo” pekerjaan saya sendiri dan
didalamnya tidak terdapat karya yang pernah diajukan dalam memperoleh gelar sarjana di
suatu perguruan tinggi dan lembaga pendidikan lainnya. Pengetahuan yang diperoleh dari
hasil penerbitan baik yang sudah maupun belum/tidak dipublikasikan, sumbernya
dijelaskan dalam Tulisan dan daftar pustaka.
Madiun, 16 Agustus 2019
Desya Elsa Manora
NIM. 201503060
vi
LEMBAR PERSEMBAHAN
Sujud syukurku persembahkan kepada Tuhan Yang Maha Esa nan Maha Tinggi
nan Maha Adil nan Maha Penyayang, takdirmu telah Kau jadikan aku manusia yang
senantiasa berfikir, berilmu, berimana dan bersabar dalam menjalani kehidupan ini.
Semoga keberhasilan ini menjadi satu langkah awal bagiku untuk meraih cita-cita
besarku. Tugas akhir ini saya petrsembahkan untuk:
1. Ayahanda Nyoto Purnomo, Ibundaku Fitri Andriyani tercinta, saudara
perempuanku Gandhis Amanda, yang tiada hentinya memberiku semangat serta
kasih sayangnya yang tidak akan pernah tergantikan hingga aku selalu kuat
menjalani setiap rintangan yang ada di depanku.
2. Dosen Pembimbing skripsi bapak Beny Suyanto, S.Pd., M.Si dan bapak H. Edy
Bachrun, S.KM., M.Kes yang selama ini telah tulus ihklas meluangkan waktunya
untuk memberikan arahan dan memberikan bimbingan dan pelajaran yang yang
tiada ternilai harganya, agar saya menjadi lebih baik.
3. Teman teman Program Studi Kesehatan Masyarakat Stikes Bhakti Husada Mulia
angkatan tahun 2015 dan teman teman dekat saya yang bersama sama membahu
saling membantu demi terselesaikan skripsi ini .
\
vii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Desya Elsa Manora
Jenis kelamin : Perempuan
Tepat dan Tangga Lahir : Ponorogo, 10 Desember 1996
Agama : Islam
Alamat : Rt/01 Rw/02 Dukuh Srayu, Desa Jurug, Kecamatan
Sooko, Kabupaten Ponorogo
Email : [email protected]
Riwayat Pendidikan : TK Dharmawanita 1 Jurug (2002-2003)
SDN 4 Jurug (2003-2009)
SMP N 1 Sooko Ponorogo (2009-2012)
SMA Muhammadiyah 1 Ponorogo (2012-2015)
viii
Program Studi Kesehatan Masyarakat Stikes Bhakti Husada Mula Madiun 2019
ABSTRAK
Desya Elsa Manora
PEMANFATAN LIMBAH DAUN KAYU PUTIH DAN KOTORAN
AYAM DENGAN BIOAKTIVATOR MOL NASI BASI UNTUK
PEMBUATAN PUPUK ORGANIK DUKUH SUKUN PONOROGO
90 halaman + 10 tabel + 9 gambar + 8 lampiran
Berkembangnya sektor industri pertanian merupakan permintaan atas
meningkatnya pola konsumsi masyarakat. Minyak kayu putih ialah salah satu sektor
industri pertanian yang cukup potensial. Dalam proses pengolahan industri minyak kayu
putih disamping menghasilkan produk berupa minyak astiri juga menghasilkan limbah.
Jumlah limbah daun minyak kayu putih yang dihasilkan sebanyak dari jumlah awal bahan
baku industri. Limbah-limbah daun kayu putih belum di manfaatkan maksimal oleh
pabrik minyak kayu putih. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hasil perbedaan
formulasi dari pemanfatan limbah daun kayu putih dan kotoran ayam dengan bioaktivator
mol nasi basi untuk pembuatan pupuk organik dukuh sukun ponorogo. Jenis penelitian ini adalah eksperimen. Desain penelitian menggunakan one shot
case study dengan perbandingan 3 formulasi dan 3 replikasi. Uji yang digunakan pada
peneltian ini adalah uji one way anova.
Pada penelitian hasil mengunakan uji alternatif yaitu uji Kruskal wallis, hasil dari
uji kruskal wallis didapat nilai p value 0,068 menunjukkan bahwa tidak ada perdedaan
yang signifikan atau bermakna dari ketiga formulasi, tetapi 3 formulasi tersebut masih
memenuhi syarat PERMEN RI no.70/PERMENTAN/sr.140/2011. Namun dari ketia
formulasi tersebut formulasi B yang cepat menjadi kompos.
Kepada pabrik minyak kayu putih di dukuh Sukun Kabupaten Ponorogo di
harapkan memiliki inovasi dan mempergunakan serta memanfaatkan limbah daun minyak
kayu putih dengan maksimal.
Kata Kunci : Limbah daun kayu putih, MOL nasi basi, Pengomposan
Kepustakaan :42 ( 2007-2019)
ix
Public Health Program Stikes Bhakti Husada Mulia Madiun 2019
ABSTRACT
Desya Elsa Manora
Utilizing the Waste of Eucalyptus Leaves and Chicken Manure with Mole
Bioactivator of spoiled rice for Organic Fertilizer Production at Sukun Village,
Ponorogo
90 pages 10 tables 9 pictures and 8 appendix
The development of agricultural industry has been the result of highly increasing
demand of society consumption pattern. Eucalyptus oil is one of potential sectors in
agricultural industry. Despite it produces essential oil, the cultivation process of
eucalyptus oil also yields some waste. The waste of eucalyptus oil has not been totally
utilized by related factories. This research aims to examine the result of formulation
difference of eucalyptus leaves waste utilization and chicken manure with mole
bioactivator of spoiled rice for organic fertilizer production at sukun ponorogo village.
The research was an experimental research which employs one shot case study
design with comparing 3 formulations and 3 replications. One-way test of ANOVA was
used to analyze the data.
The alternative test of Kruskal Wallis showed that there was no significant
difference among three formulations with p value 0,068 yet, those formulations remained
qualified for PERMEN RI (national agricultural constitution) number
70/PERMENTAN/sr.140/2011. However, those formulations were B formulation which
quickly turned to compost.
It was hoped that the eucalyptus oil factories were totally able to utilize and
innovate the waste of eucalyptus leaves at Sukun village in Ponorogo.
Keywords : Eucalyptus leaves waste, MOL Spoiled Rice, Composting
Bibliography : 42 ( 2007-2019)
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayahNya, sehingga
penulis dapat menyelesikan proposal skripsi yang berjudul “Pemanfatan Limbah Daun
Kayu Putih dan Kotoran Ayam dengan Bioaktivator Mol Nasi Basi untuk Pembuatan
Pupuk Organik Dukuh Sukun “dengan baik. Tersusunya proposal skripsi ini tentu tidak
lepas dari bimbingan, saran, dan dukungan moral kepada penulis, untuk itu penulis
mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ayahanda tercinta (bpk Nyoto Purnomo) dan Ibunda tercinta (ibu Fitri Andriyani)
yang telah memberikan semangat serta motivasi.
2. Bu Avicena Sakufa Marsanti, S.KM., M.Kes selaku Dewan Penguji yang telah
menyediakan waktu, pikiran dan tenaga untuk menguji skripsi ini.
3. Bapak Beny Suyanto, S.Pd., M.Si selaku pembimbing I yang telah membina,
menyediakan waktu, pikiran dan tenaga untuk membimbing penulis dalam
menyusun sehingga dapat selesai.
4. Bapak Edy Bachrun, S.KM., M.Kes selaku pembimbing II yang telah membina,
menyediakan waktu, pikiran dan tenaga untuk membimbing penulis dalam
menyusun sehingga dapat selesai.
5. Seluruh pegawai Pabrik Minyak Kayu Putih Sukun yang telah menerima dan
membantu saya dalam melakukan penelitian dan pengumpulan data.
6. Keluarga, teman-teman serta semua pihak yang telah membantu peneliti dalam
menyelesaikan proposal skripsi ini.
xi
Akhir kata penulis berharap semoga proposal skripsi ini dapat berguna dan
memberikan manfaat bagi pembaca serta perkembangan dunia pendidikan kesehatan di
masa yang akan datang.
Madiun, 16 Agustus 2019
Desya Elsa Manora
NIM. 201503060
xii
DAFTAR ISI
Sampul Depan ............................................................................................................... i
Sampul Dalam ............................................................................................................... ii
Lembar Persetujuan ...................................................................................................... iii
Lembar Pengesahan ...................................................................................................... iv
Halaman Pernyataan ..................................................................................................... v
Daftar Riwayat Hidup ................................................................................................... vi
Kata Pengantar .............................................................................................................. vii
Daftar Isi ....................................................................................................................... ix
Daftar Tabel .................................................................................................................. xi
Daftar Gambar .............................................................................................................. xii
Daftar Lampiran ............................................................................................................ xiii
Daftar Istilah dan Singkatan .......................................................................................... xiv
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................ 6
1.3 Tujuan Penelitian.................................................................................. 6
1.3.1 Tujuan Umum .......................................................................... 6
1.3.2 Tujuan Khusus ......................................................................... 6
1.4 Manfaat Penelitian................................................................................ 7
1.5 Keaslian Penelitian ............................................................................... 8
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Kayu Putih ............................................................................ 12
2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kayu Putih ..................... 12
2.1.2 Pascapanen Minyak Kayu Putih .............................................. 13
2.2 Limbah ................................................................................................. 14
2.2.1 Limbah Organik ...................................................................... 15
2.3 Kompos ................................................................................................ 16
2.3.1 Pengertian Pupuk Organik/ Kompos ....................................... 16
2.3.2 Macam-mcam Bahan Kompos ................................................ 17
2.3.3 Manfaat Kompos ..................................................................... 20
2.3.4 Kelebihan Pupuk Kompos ....................................................... 21
2.3.5 Spesifikasi Kompos ................................................................. 22
2.3.6 Faktor- faktor yang Berpengaruh Terhadap Proses
Pengomposan ........................................................................... 26
2.3.7 Macam- macam Kompos ......................................................... 28
2.4 Konsep Pupuk Makro ........................................................................... 30
2.5 Peranan N P K Pada Tanaman ............................................................. 30
2.6 C/N Rasio ............................................................................................. 33
2.6.1 Pengertian C/N Rasio .............................................................. 33
2.6.2 Menghitung C/N Ratio ............................................................ 34
2.7 Effective Mikroorganisme (EM) .......................................................... 35
2.7.1 Pengertian Effective Mikrooranisme (EM) ............................. 35
2.7.2 Manfaat EM ............................................................................. 36
2.8 Mikroorganisme Lokal (MOL) ............................................................ 36
2.8.1 Pengertian Mikroorganisme Lokal (MOL).............................. 36
2.8.2 Bahan Baku Pembuatan Mikroorganisme Lokal (MOL) ........ 38
xiii
2.8.3 Manfaat MOL .......................................................................... 39
2.8.4 Kualitas Larutan MOL ............................................................ 40
2.8.5 Penggunaan MOL .................................................................... 40
2.9 MOL Nasi Basi .................................................................................... 40
2.9.1 Cara Membuat MOL Nasi Basi ............................................... 41
2.10 Kerangka Teori ..................................................................................... 45
BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Konseptual ........................................................................... 47
3.2 Hipotesis Penelitian .............................................................................. 48
BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian .................................................................................. 49
4.2 Kerangaka Kerja Penelitian .................................................................. 52
4.3 Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional Variabel ..................... 53
4.3.1 Variabel Penelitian .................................................................. 53
4.3.2 Definisi Operasional Variabel ................................................. 54
4.4 Diagram Alur Pembuatan Kompos ...................................................... 56
4.5 Sumber Data dan Jenis Data ................................................................ 56
4.5.1 Data Primer .............................................................................. 56
4.6 Data Sekunder ...................................................................................... 57
4.7 Teknik Pengumpulan Data dan Analisa Data ....................................... 57
4.7.1 Pengolahan Data ...................................................................... 58
4.8 Tahapan Penelitian ............................................................................... 58
4.8.1 Pembuatan MOL Nasi Basi ..................................................... 58
4.8.2 Pembuatan Kompos Formula 1 ............................................... 59
4.8.3 Pembuatan Kompos Formula 2 ............................................... 62
4.8.4 Pembuatan Kompos Formula 3 ............................................... 64
4.9 Analisa Data ......................................................................................... 66
4.9.1 Analisis Univariat .................................................................... 66
4.9.2 Analisis Bivariat ...................................................................... 67
BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil ...................................................................................................... 68
5.2 Hasil Penelitian ..................................................................................... 68
5.3 Pembahasan ........................................................................................... 73
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan ............................................................................................ 89
6.2 Saran ...................................................................................................... 90
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 91
LAMPIRAN
xiv
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Tabel Halaman
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian ......................................................................... 8
Tabel 2.1 Analisis Kompos Limbah Daun Kayu Putih .................................. 13
Tabel 2.2 Persyaratan Teknis Minimal Pupuk Organik Padat Menurut
PERMEN RI No.70/Permentan/SR 140/201 .................................. 22
Tabel 2.3 Persyaratan Teknis Minimal Pupuk Organik Padat Menurut
Standar Kualitas Kompos SNI : 19-7030-2004 .............................. 23
Tabel 2.4 C/N Rasio Beberapa Bahan Organik .............................................. 32
Tabel 4.2 Definisi Operasional Variabel ........................................................ 53
Tabel 5.1 Hasil Penukuran Kandungan Kimia Kompos .................................. 70
Tabel 5.2 Hasil Uji Normalitas NPK dari masing-masing formula ................. 71
Tabel 5.3 Hasil Uji statistic homogenitas ........................................................ 72
Tabel 5.4 Tabel perbedaan kadar NPK pada masing- masing formulasi
dengan uji Kruskal wallis ............................................................... 72
Tabel 5.5 Hasil rekapitulasi pengamatan parameter fisik dan parameter
kimia dalam pembuatan kompos ..................................................... 75
xv
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Gambar Halaman
Gambar 2.1 Contoh Nasi yang Sudah Berjamur dan Berwarna Orange ....... 42
Gambar 2.2 Campuran Nasi dengan Larutan Gula ....................................... 43
Gambar 2.3 Penyimpanan MOL Nasi Basi yang sudah Panen Pada Botol
Aqua .......................................................................................... 44
Gambar 2.4 Kerangka Teori .......................................................................... 43
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Pemanfaatan Limbah Daun Kayu Putih
dan Kotoran Ayam dalam Pembuatan Pupuk Organik.............. 45
Gambar 4.1 Korelasi Perbandingan Bahan Baku Kompos dengan MOL
Nasi Basi dalam Pembuatan Kompos ....................................... 51
Gambar 4.2 Kerangka Kerja Penelitian ....................................................... 52
Gambar 4.3 Alur Pembuatan Kompos .......................................................... 56
Gambar 5.1 Hasil fluktuasi pengukuran suhu ............................................... 71
Gambar 5.1 Hasil fluktuasi pengukuran kelembaban ................................... 72
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Izin Pengambilan Data Awal
Lampiran 2 Kartu Bimbingan
Lampiran 3 Tabel Observasi Pengukuran Suhu dan Kelembaban
Lampiran 4 Tabel Observasi Pengamatan Bau, Warna dan Tekstur
Lampiran 5 Hasil Analisis Uji Labolatorium
Lampiran 6 Surat Ijin Penelitian di Labolatorium
Lampiran 7 Hasil Output Pengolahan SPSS
Lampiran 8 Dokumentasi
xvii
DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN
PERMENTAN : Peraturan Pemerintah
EM4 : Efektif microorganism
KPH : Kesatuan Pengolahan Hutan
PMKP : Pabrik minyak kayu putih
DKP : Daun Kayu Putih
Boiler : Benjana bertekanan dengan bentuk dan ukuran yang
didesain untuk menghasilkan uap
MOL : Mikroorganisme Lokal
Melaleuca Leucadendra : Kayu Putih
ml : Mililiter
CO2 : Karbondioksida
CH4 : Metana
H2S : Hidrogen Sulfida
NH3 : Amonia
Ph : Potensial Hidrrogen
N : Nitrogen
P : Phospor
K : Kalium
°C : drajat celcius
K2O : Kalium Oksida
TTG : Teknologi Tepat Guna
Kg : Kilogram
RH : Relative Humudity
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berkembangnya sektor industri pertanian merupakan permintaan atas
meningkatnya pola konsumsi masyarakat. Industri pertanian yang cukup
potensial adalah minyak atsiri. Minyak astiri di peroleh dari hasil hutan
non kayu dengan cara penyulingan, dan ekstraksi dari pohon (daun,
ranting, akar, kulit, getah dan bunga) yang dapat menguap pada suhu
kamar dan mempunyai aroma yang khas. Minyak atsiri memiliki unsur
kimia sineol yang menjadi bahan baku dari minyak kayu putih dengan cara
penyulingan dari pohon kayu putih.
Minyak kayu putih ialah salah satu dari minyak atsiri yang paling
banyak dikonsumsi dalam negri dan memiliki nilai ekonomis yang cukup
tinggi.Produksi minyak kayu putih terbesar di Indonesia berasal dari Pulau
Jawa, yakni dari tegakan kayu putih di wilayah Perum Perhutani di Pulau
Jawa, dan kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPH) Yogyakarta.
Pabrik minyak kayu putih (PMKP) Sukun adalah pabrik Minyak Kayu
Putih yang berada di kecamatan Pulung Kabupaten Ponorogo.Pabrik
minyak Kayu Putih Sukun mengekstraksi daun kayu putih menjadi minyak
kayu putih.Memiliki luas ± 3.737 ha. Dalam satu tahun produksi minyak
kayu putih bisa mencapai 10.737.838 kg/tahun bahan baku industri berupa
daun kayu putih (DKP) dan menghasilkan produk minyak kayu putih
sebanyak 85.368 kg/tahun.
2
Dalam proses pengolahan industri minyak kayu putih disamping
menghasilkan produk berupa minyak astiri juga menghasilkan limbah.
Limbah yang dihasilkan berupa limbah cair, gas dan terutama limbah
padat. Limbah padat daun kayu putih berupa ranting dan daun yang telah
mengalami proses penyulingan. Dihasilkan limbah daun minyak kayu
putih sebanyak dari jumlah awal bahan baku industri., limbah daun kayu
putih belum di manfaatkan maksimal oleh pabrik minyak kayu putih
Sukun. Sebagaian limbah daun kayu putih di Pabrik minyak kayu putih
sukun telah di manfaatkan menjadi briket, yaitu untuk bahan bakar tungku
masak (boiler).
Dalam satu tahun Pabrik Minyak Kayu Putih (PKMP) Sukun
menggunakan briket untuk bahan bakar memasak daun kayu putih (DKP)
± 1.081.326 kg. Sehingga limbah dari daun kayu putih masih tersisa yaitu
sekitar ± 6.485.220 kg (Rahmawati, 2015). Pemanfaatan limbah menjadi
bahan bakar (briket) hanya sekitar 20% sedangkan sisanya masih belum
dimanfaatkan secara maksimal (Lukito,2012). Dilihat dari jenisnya, limbah
daun kayu putih (DKP) termasuk dalam jenis limbah organik. Limbah
daun kayu putih berpotensi untuk dijadikan bahan baku pupuk
organik.Namun terdapat kelemahan yaitu proses dekomposisi yang
membutuhkan waktu lama dikarenakan preoses yang berjalan lambat.
Limbah daun kayu putih mengandung lignoselulosa yang sulit di
dekomposisi (Umi isnatin, Parwi, Takim, 2017).Limbah daun kayu putih
3
di pabrik minyak kayu putih sukun yang belum termanfaatkan untuk bahan
bakar sebagian sudah ada yang berubah wujud menjadi kompos.
Kompos merupakan bahan organik yang telah mengalami proses
pelapukan karena adanya interaksi antara mikroorganisme yang bekerja di
dalamnya, bahan-bahan organik tersebut seperti yaitu dedaunan, rumput
jerami, sisa-sisa ranting serta dahan. Kompos bermanfaat untuk
memperbaiki kondisi fisik tanah. Pupuk organik / kompos berperan dalam
menjaga fungsi tanah agar unsur hara dalam tanah mudah dimanfaatkan
oleh tanaman. Selain itu pupuk organik juga memiliki kelebihan antara
lain meningkatkan kesuburan kimia, fisik, dan biologi tanah, serta
mengandung zat pengatur tumbuh yang berperan penting untuk tumbuhan.
Pupuk organik bisa berasal dari Sampah pasar, Sampah dari dapur rumah
tangga, Sisa-sisa pemangkasan pohon dan rumput, Sisa-sisa pertanian, dan
sisa kendang ternak, misalnya kotoran ternak sapi, kambing, maupun
kotoran ayam(Murbandono,2006).
Usaha ternak ayam boiler adalah salah satu usaha peternakan selain
menghasilkan daging juga menghasilkan dampak berupa limbah kotoran
ayam yang berpotensi sebagai bahan baku pembuatan pupuk organik.
Pengolahan limbah dari ternak ayam broiler yaitu dengan cara pembuatan
kompos. Produk dari proses pengomposan tersebut dampat mudah diserap
oleh tanah dengan di uraikannya unsur-unsur yang tidak berbahaya.
Produk yang dihasilkan berupa pupuk organik dan akan langsung dapat
digunakan dengan kandungan nutrsi seperti kalium, nitrat, kalsium,
4
magnesium, serta klorida untuk pertumbuhan tanaman (Khan dan Ishaq,
2011). Kotoran ayam bernilai lebih tinggi di bandingkan dengan kotoran
unggas lainnya. Kandungan unsur hara dalam kotoran ayam yang cukup
tinggi karena bagian cair(urin) bercampur dengan bagian padat(Roidah,
2013). Kotoran ayam memiliki Ph6,8, C-organik 12,23%, N-total 1,77%,
P2O5 27,45 (mg/100g) dan K2O 3,21(mg/100g (Tufaila, dkk.2014).
Dalam proses pembuatan pupuk organik supaya berjalan dengan baik
dan lebih cepat maka dibutuhkan adanya bioaktivator. Bioaktivator
tersebut akan merombak limbah padat dengan cepat, secara fisik maupun
kimia, sehingga dapat dimanfaatkan oleh tanah dan tanaman. Proses
pembuatan pupuk organic dengan menggunakan dekomposer
mikroorganisme lokal (MOL) terbukt efektif mempercepat penurunan rsio
C/N dibandingkan dengan cara konvesional karena proses pembusukan
sampah atau limbah padat, rsio C/N ideal menjadi lebih cepat tercapai dan
pada akhirnya limbah padat akan lebih cepat menyatu dengan tanah untuk
di manfaatkan unsur haranya (Yuniwati, 2012). Larutan MOL dapat dibuat
dengan cara sederhana seerhana, misalnya dengan memanfaatkan limbah
yang ada disekitar lingkungan kita (Purwasasmita, 2009). Komponen yang
harus dipenuhi dalam bahan pembutan MOL yaitu karbohirat, glukosa, dan
sumber mikroorganisme.
Menurut penelitian Danang, (2018) Nasi merupakan hal yang tidak
terpisah dalam kehidupan sehari-hari. Dari setiap kalangan, di desa
maupun di kota semua menkonsumsi nasi. Tidak sedikit nasi sisa yang
5
terbuang dan berceceran di sekitar rumah maupun di sudut-sudut warung.
Sisa nasi yang tidak terpakai dan tidak terkena sinar matahari dan terkena
lembab akan muncul jamur. Biasanya keberadaan nasi basi diberikan
untuk pakan ternak, seperti ayam, dan banyak pula nasi basi yang di buang
begitu saja di tempat sampah maupun di buang ke selokan, sehingga hal
tersebut jika dibiarkan terus menerus akan menimbulkan bau yang tidak
sedap dan akan mengurangi kenyamanan dalam linkungan. pembuatan
kompos dengan mengunakan MOL nasi dengan menggunakan mol 2%
dapat mengahasilkan kompos atau pupuk organik N sebesar 4,03% nilai P
sebesar 6,10% dan nilai K sebesai 7,30% .
Meningkatnya produksi minyak kayu putih di PKMP Sukun,
berdampak pada bertambahnya limbah padat yang dihasilkan. Limbah
mudah sekali terbakar, sehingga dapat membahayakan lingkungan sekitar
pabrik. Hasil yang diharapkan dari penelitian ini untuk mengurangi limbah
padat yang berada di pabrik minyak kayu putih Sukun dengan
memnfaatkannya menjadi pupuk organik dengan bantuan kotoran ayam
dan mikrooranisme lokal (MOL) dalam penelitian ini akan di
memanfaatkaan nasi basi sebagai mikroorganisme lokal (MOL), yang di
peroleh dari lingkungan sekitar baik dari warung maupun pemukiman
warga.
Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk
menankat judul “Pemanfatan Limbah Daun Kayu Putih dan Kotoran Ayam
6
dengan Bioaktivator Mol Nasi Basi Untuk Pembuatan Pupuk Organik
Dukuh Sukun Ponorogo”.
1.2 Rumusan Masalah
Apakahlimbah daun minyak kayu putih di Pabrik Minyak Kayu Putih
Sukun dan kotoran ayam dengan bioaktivator mol nasi basi dapat
bermanfaat sebagai pupuk organik?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk
mengetahui perbedaan variasi perlakuan dalam pembuatan pupuk organik
menggunakan bahan limbah daun kayu putih dan kotoran ayam dengan
menggunakan bioaktivator mol nasi basi terhadap PERMENTAN RI NO
70/Permentan/SR 140/2011.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi kandungan N, P, K pada Formulasi A dengan
konsentrasi 5kg Limbah Daun Kayu Putih, 0,5 kg kotoran ayam, 3kg
sekam, dengan bioaktivator mol nasi 2%.
2. Mengidentifikasi kandungan N, P, K pada Formulasi B dengan
konsetrasi 6 kg Limbah Daun Kayu Putih, 1 kg kotoran ayam, 3kg
sekam, dengan bioaktivator mol nasi 2%.
7
3. Mengidentifikasi kandungan N, P, K pada Formulasi C dengan
konsentrasi 7kg Daun Kayu Putih, 1,5 kg kotoran ayam, 3kg sekam,
dengan bioaktivator mol nasi 2%.
4. Menganalisis Perbedaan kadungan N, P, K pada Formulasi A,
Formulasi B, dan Formulasi C
1.4 Manfaat Penelitian
1. Bagi Pabrik Minyak Kayu Putih Sukun
Hasil penelitian ini sebagai masukan serta evaluasi terhadap pabrik
minyak kayu putih Sukun agar mengelola serta memanfaatkan limbah
minyak kayu putih dengan maksimal.
2. Bagi Stikes Bhakti Husada Mulia Madiun
Hasil penelelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan
referensi bagi peneliti selanjutnya dan dapat menambah wacana dalam
kajian pengelolaan limbah padat, baik industri pertanian maupun
industri lainnya.
3. Bagi Peneliti
Sebagai masukan untuk mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh
selama kuliah. Dibidang kesehatan masyarakat dalam bentuk
pengetahuan serta informasi dalam menerapkan dan mengembangkan
ilmu tentang kesehatan lingkungan.
4. Bagi Peneliti lain
Sebagai bahan acuan untuk penelitian lebih lanjut.
8
1.5 Keaslian Penelitian
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian
No Judul Skripsi Peneliti Tahun Dan
Tempat Jenis Penelitian Variable Bebas
Variable
Terikat Hasil
1. Pengaruh
Pengomposan Media
Limbah Daun
Industri Minyak
Kayu Putih Dengan
Jamur Trichoderma
viride dan EM-4
Terhadap
Pertumbuhan Semai
Kayu Putih.
Eny
Widyaningsih
2002,
Persemaian
laboratorium
silvikular
fakultas
kehutanan
IPB
Darmaga
Bogor.
Rancangan
penelitian yang
digunakan adalah
menggunakan
eksperimen dengan
dua tahap, yaitu
pengomposan
limbah dan
penanaman semai
Jamur
Trichoderma
viride dan
EM-4.
Pengomposan
Limbah Daun
Kayu Putih .
Hasil penelitian yang telah
dilakukan, dapat simpulkan
bahwa penggunaan EM-4 pada
media semai dapat meningkatkan
unsur hara yang tersedia menjadi
tersedia bagi tumbuhan semai
kayu putih (Melaleuca
Leucandendron Linn).
2. Efektifitas
mikroorganisme
local dari bahan buah
tomat, nasi basi, dan
bonggol pisang
sebagai starter dalam
pembuatan kompos
Danang 2018,
STIKES
BHAKTI
HUSADA
MULIA
Rancangan
penelitian yang
digunakan adalah
menggunakan
eksperimen
Efektive
mikroorganisme
local dari bahan
buah tomat, nasi
basi, dan
bonggol pisang.
Pengomposan Hasil penelitan menunjukkan
adanya pengaruh efektifitas pada
setiap starter dalam pembuatan
kompos .
3. Pengaruh
Penambahan EM-
4(Effective
microorganism) dan
MOL nasi
Basi(Mikroorganism
Ilham
Ramaditya,
Hardiono,
Zulfikar Ali
As
2107,
Poltekes
Kemenkes
Banjarmasin
Rancangan
penelitian yang
digunakan adalah
menggunakan
eksperimental
Efektive
Mikrooranisme
EM-4 dan MOL
nasi basi
Pengomposan Hasil dari penelitian yang telah
dilakukan, maka didapat
kesimpulan bahwa Penomposan
dapat berjalanan dengan cepat
jika dalam kompos terdapat
bakteri yang dapat mempercepat
9
No Judul Skripsi Peneliti Tahun Dan
Tempat Jenis Penelitian Variable Bebas
Variable
Terikat Hasil
e Local) terhadap
waktu Terjadinya
Pengomposan
proses pengomposan dengan
penambahan larutan EM-4/ MOL
berbahan dasar nasi untuk
mempercepat membuatan dengan
waktu < 1bulan.
4. Studi Pembuatan
Kompos Padat Dari
Sampah Daun Kering
TPST UNDIP
Dengan Variasi
Bahan
Mikroorganisme
Lokal (MOL) Daun.
Mochtar
Hadiwidodo,
Endro
Sutrisno, Dwi
siwi
Handayani,
Masyita Putri
Febriani .
2018,
Departemen
Teknik
Linkungan,
Fakultas
Teknik
Universitas
Diponegoro .
Rancangan
penelitian yang
digunakan adalah
metode
ekperimental
laboratorium.
Efektive
Mikrooranisme
local (MOL)
Daun .
Kompos padat
dari daun
Kering
Hasil dari penelitian yang telah
dilakukan, maka didapat
kesimpulan bahwa
Miikroorganisme local (MOL)
yang dibuat campuran berbagai
jenis daun (ketapang, mahoni,
angsana) memiliki nilai C-
Organik, N-Total, dan K-Total
dalam kompos daun kering yang
dibuat dengan menggunakan
activator MOL daun telah
emenuhi standart kualitas kompos
Indonesia yang diatur dalam SNI
19-7030-2004 tentang spesifikasi
kompos dari sampah organic
domestic.
10
No Judul Skripsi Peneliti Tahun Dan
Tempat Jenis Penelitian Variable Bebas
Variable
Terikat Hasil
5. perbandingan
komposisin antara
jerami dan kotoran
ayam untuk
menghasilkan
kompos sesuai dengn
SNI
Ketut Merta
Atmaja, I
Wayan Tika,
I Md. Anom
S. Wijaya
2017,
Universitas
Udayana
Rancangan
penelitian yang
digunakan adalah
ekperimental
laboratorium
Effektive
mikroornisme
EM4
Kompos dari
kotoran ayam
dan jerami.
Hasil penelitan ini yaitu
Perlakuan P1 dengan
perbandingan komposisi jerami
dan kotoran ayam (6 : 8)
merupakan perlakuan yang
terbaik diantara keempat
perlakuan lainnya. Suhu
maksimal pengomposan pada fase
termofilik mencapai 51,1°C.
Kadar air kompos P1 adalah
32,13% dengan pH akhir kompos
7,23. Kompos yang dihasilkan
berwarna coklat kehitaman,
memiliki terkstur remah, serta
memiliki rasio C/N sebesar 16,16
11
Beberapa hal yang membedakan penelitian ini denan penelitian-
penelitian sebelumnya adalah sebagai berikut :
1. Pada penelitian ini pembuatan kompos dengan mengunakan limbah
daun kayu putih yang diperoleh dari Pabrik Minyak Kayu Putih
Sukun, kotoran ayam, sekam, serta mol nasi basi sebagai bioaktivator.
2. Waktu fermentasi dilakukan kurang lebih satu bulan.
3. Penelitian ini menggunakan perbandingan dosis pada limbah daun
minyak kayu putih dan kotoran ayam, dengan 3 replikasi tiap
perlakuan kompos.
12
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Kayu Putih
2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kayu Putih
Kayu putih adalah salah satu tumbuhan dalam family Myrtaceae dari
genus Melaleuca.Tanaman kayu putih (Melalucea leucandendra (L). L)
merupakan salah satu tanaman penghasil minyak astiri. Tanaman minyak
kayu putih mengandung minyak astiri sekitar 0,5-1,5% terantung
efektifitas penyulingan dan kadar minyak yang terkandung di dalam bahan
yang disuling (Anto Rimbawanto, 2017). Tanaman kayu putih memiliki
bagian yang dapat dimanfaatkan yaitu, kulit, batang, daun, ranting, dan
buah tetapi bagian yang berpotensi tinggi dengan kandungan minyak astiri
adalah daun. Bagian yang paling beharga dari tanaman kayu putih untuk
keperluan produksi minyak astiri adalah daunnya (Ririn Megayanti, 2015).
Daun kayu putih yang akan disuling dapat dapat dipangkas setelah
berumur 5 tahun dan setelah itu dapat dilakukan setiap enam bulan sekali
sampai tanaman berusia 30 tahun. Pada beberapa daerah yang subur
tanaman kayu putih dapat dipangkas daunnya pada umur dua tahun.
Tanaman kayu putih dapat dipanen dengan memetik daun kayu putih
yang sebaiknya dilakukan pada pagi hari karena pada pagi hari daun
mampu menghasilkan rendemen minyak astiri lebih tingi dengan kualitas
yang baik. Pementikan daun kayu putih dapat dilakukan dengan system
rimbas, yaitu perimbasan daun pada tegakkan pohon kayu putih yang
13
berumur 5 tahun lebih dengan ketinggian 5meter kemudian satu tahun
berikutnya. Setelah tanaman sudah mempunyai daun yang lebat dapat
dilakukan perimbasan lagi dan pemetikan system urut, yaitu dengan cara
dipotong menggunakan alat (arit)khusus untuk daun- daun yan cukup
umur, tetapi cara ini menjadi kuran praktis karena pemetik harus memilih
daun satu per satu (Ririn Megayanti, 2015).
2.1.2 Pascapanen Minyak Kayu Putih
Kegiatan pascapanen pada tanaman kayu putih dilakukan pengecilan
ukuran, pelayuan dan pengeringan. Pengecilan ukuran dilakukan agar
kelenjar minyak pada tanaman dapat terbuah sebanyak mungkin sehingga
volume penyulingan lebih besar. Pelayuan dan pengeringan bertujuan
untuk mngeluarkan kadar uap air dalam bahan selama 3-5 hari (tergantung
cuaca). Pementikan daun kayu putih dapat dilakukan sekali dalam satu
tahun jika pertumbuhan tanaman subur kemudian daun kayu putih yang
siap untuk disuling disimpan terlebih dahulu. Penyimpanan dilakukan
dengan menebarkan daun di lantai yang kering dan memiliki ketinggian
20cm dengan kondisi suhu kamar dan sirkulasi udara terbatas. Proses
selanjutnya ialah daun kayu putih masuk dalam pembuatan minyak kayu
putih yaitu proses penyulingan.
Dalam proses penyulingan atau produksi selain menghasilkan minyak
kayu putih juga menghasilkan limbah, baik itu limbah padat, gas maupun
cair. Limbah-limbah tersebut ada yang merugikan ada juga yang
menguntungkan. Namun, limbah yang merugikan tersebut dapat didaur
14
ulang dapat menjadi limbah menguntungkan. Limbah yang dihasilkan dari
proses penyulingan minyak kayu putih Sukun Ponorogo adalah terutama
adalah limbah padat.
Limbah padat yang berasal dari proses penyulingan minyak kayu
putih ini berupa daun dan ranting pohon kayu putih. Limbah padat ini
digunakan sebagai bahan bakar boiler atau yang disebut dengan briket.
Selain untuk pembuatan briket limbah daun minyak kayu putih berpotensi
untuk bahan organik atau bahan pembutan kompos dengan C/N 11,21(Eny
Widyaningsih, 2002).
Tabel 2.1 Analisis Kompos Limbah Daun Kayu Putih
Parameter Kompos Satuan Hasil Kriteria
Ph H2O Limbah daun Kayu putih (DKP0 % 7,5 Netral
C-Organik Limbah daun Kayu putih (DKP) % 20,08 Sangat tinggi
N-Total Limbah daun Kayu putih (DKP) % 1,79 Sangat tinggi
C/N Rasio Limbah daun Kayu putih (DKP) % 15,21 Sedang
P terseda Limbah daun Kayu putih (DKP) % 4,25 Sangat tinggi
K tersedia Limbah daun Kayu putih (DKP) % 4,86 Sangat tinggi
* Kriteria penilaian berdasarkan (Balai Penelitian Tanah, 2005) dalam auliya rahmawati,
dkk, 2016
2.2 Limbah
Limbah menurut WHO adalah sesuatu yang tidak berguna, tidak
dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang tidak dikeluarkan dari kegiatan
manusia dan tidak dilakukan dengan sendirinya. Menurut peraturan
pemerintah Nomor 101 tahun 2014, limbah adalah sisa suatu usaha atau
kegiatan.Limbah adalah benda yang dibuang, baik berasal dari alam
ataupun dari hasil proses teknologi. Limbah dapat berupa tumpukan
15
barang bekas, sisa kotoran hewan, tanaman, atau sayuran.(Subagio, 2005
dalam Setyo Budi, 2018).Limbah adalah buangan yang kehadirannya pada
suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak
memiliki nilai ekonomi.Tingkat bahaya keracunan yang disebabkan oleh
limbah tergantung pada jenis dan karakteristik limbah, baik dalam jangka
pendek maupun dalam jangka panjang (Dwi Tia Puteri Kusuma, 2017).
2.2.1 Limbah Organik
Limbah organik adalah limbah yang mengandung senyawa-senyawa
organik atau yang berasal dari produk-produk makhluk hidup seperti
hewan dan tumbuhan. Limbah organik cenderung lebih mudah ditangani
karena dapat terdekomposisi menjadi senyawa organik melalui proses
biologis baik aerob maupun anaerob secara cepat (Muhammad Sulaiman,
2019). Limbah organik merupakan segala limbah yang mengandung unsur
Karbon (C), sehingga meliputi limbah dari mahluk hidup, misalnya
kotoran hewan dan manusia seperti tinja (feaces) bepungsi mengandung
mikroba potogen, air seni (urine) umumnya mengandung Nitrogen dan
Posfor sisa makanan (sisa-sisa sayuran, wortel, kol, bayam, salada dan
lain-lain) kertas, kardus, karton, air cucian, minyak goreng bekas dan lain-
lain (Rosmidah Hasibuan,2016).
Limbah Organik merupakan Limbah organik/sampah organik adalah
sampah yang berasal dari limbah tanaman, sisa kotoran hewan, dan
kotoran manusia. Sampah organik bedaan menjadi dua jenis yaitu organik
basah dan organik kering.Organik basah masih, mengandung air dalam
16
sampah, misalnya sampah sayuran sampah buah-buahan, sampah tanam-
tanaman kebun.Sementara itu, sampah oranik kering seperti kardus, ketas,
kayu, ranting, dan batang pohon kering.(Mulyono, 2015).
2.3 Kompos
2.3.1 Pengertian Pupuk Organik/ Kompos
Pupuk organik merupakan bentuk akhir dari bahan Organik setelah
mengalami proses pembusukan oleh Mikroorganisme dan yang didukung
oleh suhu dan udara yang memenuhi syarat proses pembusukan. Dialam
terbuka pembentukan kompos seperti pembentukan humus, yaitu melalui
proses pelapukan dengan pertolongan bakteri dan cuaca. Akan tetapi
proses pelapukan alami membutuhkan waktu yang lama. Kompos adalah
pupuk organik yang sebagian besar atau seluruhnya terdiri atas bahan
organik yang berasal dari limbah/sisa tanaman, kotoran hewan atau
manusia seperti pupuk kandang, pupuk hijau dan humus yang telah
mengalami dekomposisi (Dwi Tia Puteri Kusuma, 2017).
Pupuk organik ialah bahan organis yang telah menjadi lapuk, seperti
daun-daunan, jerami, alang-alang, rumput-rumputan, dedak padi, batang
jagung, sulur, carang-carang serta kotoran hewan. Jenis- jenis bahan ini
menjadi lapuk dan busuk bila berada dalam keadaan basah dan lembab,
seperti halnya daun-daun menjadi lapuk bila jatuh ketanah dan berubah
menjadi tanah (L. Murbandono HS, 2006).
Penambahan kompos dapat meningkatkan pH, meningkatkan bahan
organik tanah, serta aktivitas enzim. Pertumbuhan tanaman dapat
17
meningkat dengan diberikannya kompos dengan dosis yang cukup. Tanah
yang miskin unsur hara dan tanah yang terdegradasi seperti tanah bekas
pertambangan adalah target penting dalam langkah memperbaiki atau
memulihkan fungsi tanah tersebut karena kegiatan pertambangan, dapat
dilakukan pada aktivitas mikroba pada tanah (Anni Yuniarti, dkk, 2018).
2.3.2 Macam- Macam Bahan Kompos
Bahan- bahan yang dapat dibuat kompos harus berasal dari semua
bahan organik yaitu yang berasal dari sisa-sisa aktivitas atau kegiatan
mahkluk hidup, yakni manusia, tanaman, dan hewan) berikut menurut Ir.
Graitno, MT:
1. Sampah pasar
Sampah pasar merupakan bahan kompos yang sangat besar
jumlahnya. Setiap harinya pasar membuang sampah baik dari
pembunkus, barang- barang daganan yan rusak atau yan senja untu
dibauang yan kesemuanya dapat digunakan sebagai bahan untuk
membuat kompos.
Sampah pasar jika akan dibuat kompos, maka terlebih dahulu
dipisahkan antara sampah organik dan anorganik. Dari sampah
organik inilah yan dapat dibuat menjadi kompos karena sampah ini
dapat diuraikan oleh mikroorganisme kemuadian hancur dan menjadi
kompos.
18
2. Sampah dari dapur atau rumah tangga
Sampah dari dapur sangatlah banyak, baik berasal dari sisa -sisa
memasak maupun dari sisa- sisa makanan yang terbuang yang
semuanya dapat digunakan sebagai bahan kompos. Untuk dijadikan
kompos, maka terlebih dahulu dilakukan pemisahn antara bahan yang
bersifat anorgnik seperti plastic pembunkus, pecahn kaca, dan bahan
dari besi maupun bahan yang organik.
3. Sisa-sisa pemangkasan pohon dan rumput
Sisa-sisa pangkasan pohon maupun rumput sekolah sangat
berguna sebagai bahan kompos, sisa- sisa pohon tersebut dipisahkan
dari ranting- rantin yang besar dan keras dan hanya diambil bagian
yan lunak seperti daun dan ranting- ranting yang muda. Kemudian di
potong- potong kecil -kecil untuk mempercepat proses pengurai
sehingga pengomposan cepat selesai.
4. Sisa-sisa panen pertanian
Sisa hasil panen biasanya menyebabkan sampah yan jika tidak
dimanfaatkan akan menjadi masalah, yaitu terjadinya sampah yan
menumpuk dan berterbaran sehingga menimbulkan kesan kotor.
5. Kotoran ternak /hewan
Hewan ternak banyak sekali menghasilkan limbah organik, baik
itu berupa kotoran hewan maupun sisa- sisa pakan yang tercecer
disekitar kandang. Sisa- sisa pakan ternak yang berupa rumput rumput
beserta kotorannya dapat digunakan sebagai bahan kompos.Untuk
19
ternak ayam, biasanya dalam pemeliharaanya mengunakan alas dari
sekam padi.Dengan demikian sekam tersebut dapat digunakan sebagai
bahan kompos. Demikian pula kotoran ternak lainnya dapat sekaligus
digunakan sebagai bahan kompos, akan tetapi harus dikeringkan
terlebih dahulu denan cara meniriskan air yang ada pada kotoran
tersebut. Kotoran ternak yang dapat dijadikan kompos yaitu:
a. Kotoran sapi
Kotoran sapi merupakan kotoran yang banyak mengandung air
dan lendir.
b. Kotoran kambing
Kotoran kambing memiliki struktur yang khas, yaitu berbentuk
butiran-butiran, sehingga sangat sulit untuk memecahnya.
c. Kotoran kuda
Ternak kuda lebih sedikit dari pada ternak lainnya, sehingga juga
dihasilkan sedikit kotoran.
d. Kotoran babi
Babi biasanya diberikan makanan yang mudah dicerna, sehingga
kotoran yang dihasilkan pun sangat sedikit.
e. Kotoran Unggas
Kotoran unggas banyak terdapat pada peternakan-peternakan.
Kotoran unggas banyak digunakan untuk pembuatan pupuk
kendang.Pemanfaatan pupuk kendang ayam termasuk luas. Pupuk
kendang ayam broiler mempunyai kadar P yang relative tinggi
20
daro pupuk kendang lainnya. Kadar hara ini sangat di pengaruhi
oleh konsentrat yang diberikan. Selain itu pula dalam kotoran
ayam tersebut tercampur sisa-sisa makanan ayam serta sekam
sebagai alas kendang yang dapat menyumbangkan tambahan hara
ke dalam pupuk kendang terhadap sayuran.
2.3.3 Manfaat Kompos
Menurut Cucu Suhendar (2018) kompos dapat menyuburkan tanah
dan tanaman, tidak hanya itu kompos bermanfaat bagi linkungan dan
ekonomi.
1. Manfaat kompos bagi tanah
Kompos dapat mengembalikan kesuburan tanah dengan cara
memberbaiki sifat fisika, bologi, dan kimia tanah. Pupuk kompos
dapat meningatkan sifat fisik tanah karena dapat meransang granulasi,
memperbaiki aerasi tanah dan meningkatkan kemampuan menahan
air. Granulasi sendiri dapat menarik berbagai mikroorganisme untuk
mengemburkan tanah, maka akan terdapat pori-pori yang akan diisi
oleh udara dan air. Selain itu juga kompos dapat melindungi unsur
hara tanah karena tercuci oleh air hujan.
2. Manfaat kompos bagi tanaman
Peranan kompos bai tnaman tidak hanya sebaai penyedia unsur
hara namun jua membantu membantu menyerap unsur-unsur hara
tersebut dan menyerapnya secar efektif. Dengan kondisi tanah yang
21
gembur dan terapat mikroorganisme maka tanaman mampu menyerap
unsur-unsur hara dengan baik.
3. Manfaat kompos bagi lingkungan
Pemanfaatan sampah/ limbah organik menjadi pupuk kompos
akan mengurangi keberadaan volume sampah. Kondisi lingkungan
pun akan lebih sehat, hal tersebut dikarenakan berkurangnya polusi
dari pembakaran sampah organic, seperti asap dan gas karbondioksida
(CO2). Sampah organic pun dapat menghasilkan gas metana (CH4),
hidroen sulfida (H2S), dan ammonia (NH3) yang kurang baik bagi
kesehatan akibat proses pembusukan sampah oleh bakteri metanoen di
tempat sampah atau lahan penimbun.
4. Manfaat kompos bagi ekonomi
Pembuatan pupuk kompos dapat mengurangi volume sampah,
kondisi ini tentu akan menhemat peneluaran biaya untuk transportasi
sampah untuk ke tempat penimbunan. Manfaat lainnya dapat menjadi
sumber penghsilan bagi yang melakukan pembuatan kompos. Pupuk
kompos memiliki harga jual yan cukup tinggi dibandingkan bahan
awalnya atau bahan pembuatannya, dari sampah organik yang kurang
bernilai ekonomis.
2.3.4 Kelebihan Pupuk Kompos
Menurut mulyono (2015) antara lain:
1. Unsur hara kompos lengkap, baik unsur makro maupun mikro.
Jumlahnya relative lebih sedikit dibandingkan pupuk kimia.
22
Penggunaanya tidak mungkin terjadi overdosis atau kesalahan
pemupukan.
2. Tanaman yang diberi pupuk organik dapat memperbaiki daya tahan
tanaman terhadap serangan penyakit.
3. Kandungan bahan organik dan mikroorganisme mampu memberiki
struktur tanah. Bahkan, mikroorganisme tetap bekerja saat pupuk
diaplikasikan di lahan pertanian.
4. Redusi pupuk organik memiliki nilai positif. Selesai panen, sisa
kompos yang tertingal tetap dapat memberiki lahan pertanian.
Pasalnya mikroorgnisme tetap katif melakukan dekomposisi bahan
organik.
5. Harga lebih murh, bahkan bis tanpa biaya dengn membuat MOL dan
kompos sendiri.
2.3.5 Spesifikasi Kompos
Kandungan unsur hara sangat bervariasi.Tergantung dari jenis bahan
yang di gunakan dalam pembuatan kompos.Ciri kompos yang baik yaitu
berwarna coklat kehitman, agak lembab, bertekstrur, gembur, dan bahan
pembentuknya sudah tidak tampak lagi (Novizan 2001).Indonesia telah
memiliki standart kualitas kompos, yaitu SNI 19-7030-2004 dan Perturan
Menteri Pertanian No.02/permentan/H.060/2/2006.Didalam standart
tersebut memuat batas-batas maksimum dan minimum sifat fisik atu kimia
kompos, termasuk di dalamnya batas maksimum kandungan logam berat.
23
1. Warna
Warna adalah salah satu parameter dalam proses pembuatn
kompos. Parameter ini merupakan parameter yang mudah untuk
menentukan kualitas kompos. kompos yang telah matang akan
menghasilkan warna yang kehitaman.
2. Tekstur
Salah satu parmeter untuk menilai kualitas kompos yaitu tekstur
kompos yang mudah untuk. Kompos yang telah matang teksturnya
menyerupai tanah.
3. Bau
Parameter yang mudah untuk diamati selanjutnya adalah bau,
karena dapat dilakukan dengan sendiri. Kompos yang dihasilkan atau
kompos sudah jadi yaitu tidak berbau busuk.
4. Kandungan Hara
Perubahan kandungan hara (C-organik, N-total, C/N1P2O5 dan
K2O) merupakan parameter kimia yang diukur untuk mengetahui
kualitas kompos yang telah dihasilkan (Endah Sulistya, dkk.,2008).
Tabel 2.2 Persyaratan teknis minimal pupuk organik padat menurut
PERMENTAN RI NO 70/Permentan/SR 140/2011.
No Parameter Satuan
Standart Mutu
Granul/pellet Remah/curah
Murni Diperkaya
Mikroba Murni
Diperkaya
Mikroba
1 C-Organik % min 15 min 15 min 15 min 15
2 C/N Rasio % 15-25 15-25 15-25 15-25
24
No Parameter Satuan
Standart Mutu
Granul/pellet Remah/curah
Murni Diperkaya
Mikroba Murni
Diperkaya
Mikroba
3 Baha ikutan
(kaca,kerikil)
% maks 2 maks 2 maks 2 maks 2
4 Kadar Air % 8-20 8-20 8-20 8-20
5 Logam berat
As
Hg
Pb
Cd
ppm
ppm
ppm
ppm
maks 10
maks 1
maks 50
maks 2
maks 10
maks 1
maks 50
maks 2
maks 10
maks 1
maks 50
maks 2
maks 10
maks 1
maks 50
maks 2
6 pH - 4-9 4-9 4-9 4-9
7
Hara Makro
(N + P20 +
K20)
4
8 Mikroba
Kontaminan
-E.coli
-Salmonella sp
MPN/g
MPN/g
Maks 102
Maks 102
Maks 102
Maks 102
Maks 102
Maks 102
Maks 102
Maks 102
9 Mikroba
Fungsional
-penambat
-pelarut P
Cfu/g
Cfu-gg
-
Min 103
Min 103
Min 103
Min 103
10 Ukuran
butiran 2-5
mm
-
Min 80
min 80
-
-
11 Hara Mikro
-fe total
-fe tersedia
-Mn
-Zn
Ppm
ppm
ppm
ppm
Maks 900
Maks 500
Maks 500
Maks 500
Maks 900
Maks 500
Maks 500
Maks 500
Maks 9000
Maks 5000
Maks 5000
Maks 5000
Maks 9000
Maks 5000
Maks 5000
Maks 5000
25
No Parameter Satuan
Standart Mutu
Granul/pellet Remah/curah
Murni Diperkaya
Mikroba Murni
Diperkaya
Mikroba
12 Unsur lain:
-La
-Ce
Ppm
Ppm
0
0
0
0
0
0
0
0
Sumber:PERMENTAN RI no 70/PERMENTAN/Sr140/2011
Tabel 2.3 Persyaratan teknis minimal pupuk organik padat menurut
StandarKualitasKompos SNI:19-7030-2004
No Parameter Satuan Minimum Maksimum
1 KadarAir % ºC 50
2 Temperatur Suhuairtanah
3 Warna Kehitaman
4 Bau Berbautanah
5 UkuranPartikel Mm 0,55 25
6 KemampuanIkatAir % 58
7 Ph 6,80 7,49
8 BahanAsing % 1,5
UnsurMakro
9 Bahanorganic % 27 58
10 Nitrogen % 0,10
11 Karbon % 9,80 32
12 Phosfor(P2O5) % 0,10
13 C/N-Rasio 10 20
14 Kalium(K2O) % 0,20
UnsurMikro
15 Arsen mg/Kg 13
16 Cadmium(Cd) mg/Kg 3
17 Cobalt(Co) mg/Kg 34
18 Chromium(Cr) mg/Kg 210
19 Tembaga (Cu) mg/Kg 100
20 Merkuri(Hg) mg/Kg 0,0
21 Nikel(Ni) mg/Kg 62
22 Timbal(Pb) mg/Kg 150
23 Selenium(Se) mg/Kg 2
24 Seng (Zn) mg/Kg 500
UnsurLain
25 Calsium(Ca) % 25,50
26
No Parameter Satuan Minimum Maksimum
26 Magnesium(Mg) % 0,60
27 Besi(Fe) % 2,00
28 Aluminium(Al) % 2,20
29 Mangan(Mn) % 0,10
Bakteri
30 Fecal Coli MPN/gr 1000
31 Salmonellasp. MPN/4gr 3
Keterangan: Nilainya lebih besar dari minimum atau lebih kecil dari
maksimum
2.3.6 Faktor- faktor yang Berpengaruh Terhadap Proses Pengomposan
1. Suhu
Menjaga kestabilan suhu pada suhu ideal (40-50 %) amat penting
dalam pembuatan kompos. Salah satu caranya dengan menimbun
bahan sampai ketinggian tertentu, idealnya 1,25 – 2 m. Timbunan
yang terlalu rendah akan menyebabkan panas mudah/cepat menguap.
Suhu (panas) yang kurang akan menyebabkan bakteri pengurai tidak
bisa berbiak atau bekerja secara wajar. Dengan demikian, pembuatan
kompos akan berlangsung lama. Sebaliknya, suhu terlalu tinggi bisa
membunuh bakteri pengurai. Kondisi yang kekurangan udara dapat
memacu pertumbuhan bakteri anaerobik dan menimbulkan bau tidak
enak (Endang Setyaningsih, M.Si ., Dwi Setyo Astuti, M.Pd ., Rina
Astuti, M.Pd , Dian Nugroho, 2017).
2. pH
Proses pengomposan dapat terjadi pada kisaran pH yang lebar.
pH yang optimum untuk proses pengomposan berkisar antara 6,5
sampai 7,5. pH kotoran temak umumnya berkisar antara 6,8 hingga
7,4. Proses pengomposan sendiri akan menyebabkan perubahan pada
27
bahan organic dan pH bahan itu sendiri. Sebagai contoh, proses
pelepasan asam, secara temporer atau local, akan menyebabkan
penurunan pH (pengasaman), sedangkan produksi ammonia dari
senyawa-senyawa yang mengandung nitrogen akan meningkatkan pH
pada fase-fase awal pengomposan. pH kompos yang sudah matang
biasanya mendekati netral (Andri Kurniawan, 2018).
3. Variasi dan Ukuran Bahan Kompos
Ukuran sampah organik sebagai bahan baku kompos akan
mempengaruhi cepat atau lambat proses pengurai. Para produsen
kompos biasanya mencacah sampah menjadi ukuran kecil- kecil
terlebih dahulu. Selain itu, kombinasi sampah organic juga menjadi
faktor penting dalam proses penguraian. Semakn banyak variasi
campuran sampah organik, semakin baik kualitas kompos yang akan
dihasilkkan.
4. Nitrogen dan Bahan Organik
Bakteri pengurai membutuhkan unsur nitrogen selama proses
pengomposan. Pasalnya, bakter memerlukan nitrogen sebagai energi
dalam proses pengurai. Semakin banyak kandungan nitrogen dalam
sampah organic, semakin cepat proses penguraian. Selain itu,
bedasarkan literatur lain menyebutkan bahwa waktu malam hari dan
kandungan senywa lainnya juga dapat mempercepat proses
pengomposan.
28
5. Aerasi
Aerasi pada proses pengomposan aerobic yan memerlukan udara
mengalir. Dalam pelaksanaanya, aerasi dilakukan denan membolak
balikkan sampah organik yan akan di komposkan aar seluruh bahan
yang terdekomposisi dapat dialiri oksigen. Selain itu pada
pengomposan aerobic, karbondioksida harus dibuang dengan cara
membalik bahan organik agar tidak memnyebabkan efek mematikan
pada mikroorganisme. Pengadukan atau membalik bahan oranik
diperlukan karena C/N rasio dalam campuran bahan kompos pasti
berbeda-beda sehingga dengan mengaduk proses dekomposisi akan
menyebar dan merata.
2.3.7 Macam- macam Kompos
1. Pupuk Kompos Aerob
Proses pengomposan pupuk kompos aerob berlangsung dalam
kondisi terbuka, sehingga terjadi aerasi oksigen yang berlangsung
bersentuhan dengan bahan. Keberadaan oksigen sebenrnya diperlukan
oleh mikroorganisme decomposer untuk kelangsungan hidupnya,
sehinggaia dapat beraktivtas optimal selama pengurai bahan. Dalam
selang waktu tertentu bahan yang dikomposkan harus dibalik agar
suplai oksegen ke dalam tumpukan bahan terus ada. Selain keberadaan
oksigen yang perlu di kontrol, kadar air, suhu, Ph, kelembapan,
ukuran bahan dan volume tumpukan bahanpun dikontrol secara
29
intensif agar proses pengomposan berlangsung stabil dan hasilnya
optimal.
Lamanya proses pengomposan berkisar antara 40-55 hari jika
tanpa bantuan aktivator. Namun, lamanya pengomposan tergantung
pul pa keadaan bahan dan konsisi lingkungan selama penomposan.
2. Pupuk Bokashi
Pupuk bokashi yaitu salah satu pupuk yang menggunakan
pengompoan aerob yang paling terkenal. Pupuk bokashi memiliki ciri
khas yaitu pada jenis inkulan, sebagai straternya yaitu efektif
mikroorganisme (EM4).Inkulan tersebut teridiri dari berbagai
campuran mikroorganisme pilihan yang dapat mendekomposisi bahan
organik pembuatan kompos dengan waktu yang cepat.
3. Verimikompos
Verimikompos adalah salah satu pupuk organik atau kompos
yang mengunakan mikroorganisme sebagai perombak atau pengurangi
bahan organik. Mikroorganisme pengurangi adalah cacing dari jenis
limbricus atau sejenis lainnya misalnya belatung (maggot black
soldier fly).Dalam pembuatan verimikompos bahan organik tersebut
adalah sebagai makanan dari mikroorganisme pengurai atau cacing
tersebut.Kotoran yang dihasiljkan dari cacing tersebut yang
dinamakan sebagai verimikompos.
30
4. Pupuk Organik Cair
Pupuk organik cair merupakan pupuk organik dengan cara
pengomposan basah. Proses pengomposan pupuk ini menggunakan
aerob atau pun anaerob. Pupuk cair mudah sekali meresap pada
tanaman. Pupuk cair lebih efektif diberikan pada daun disbanding akr
kecuali pada tanaman hidroponik. Dalam penggunaan pupuk organik
cair memerlukan takaran yang tepat, jika tidak akan menyebabkan
kelayuan pada daun dengan waktu yang cepat.
2.4 Konsep Pupuk Makro
Konsep pupuk makro yaitu keadaan kesuburan tanah di pengaruhi
oleh tata air, udara dan unsur hara yang cukup untuk memenuhi kebutuhan
tanaman.Unsur ini sangat diperlukan tanaman karena diunakan untuk
pembentukan arinan dan sel tanaman.Dalam memperbaiki sifat fisik,
kimia, dan biologi tanah akibat kerusakan tanah maka pemberian pupuk
organik merupakan tindakan yang tepat dan cukup efisien.Pemberian
pupuk organik dapat membantu pupuk anorganik untuk memaksimalkan
produksi.N P K yan terkandun dalam pupuk organik maupun anorganik
sangat bermanfaat bag kesuburan tanah, untuk memenuhi zat hara.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemberian pupuk organik
dan anorganik dapat meningkatkan Ph tanah, N total, P- tersedia dan K -
tersedia di dalam tanah. Bahan-bahan organik seperti kotoran hewan dan
sisa tanaman, baik dari limbah sayuran pasar maupun limbah pertanian
31
juga mempengaruhi dan memberikan kontribusi dalam memperbaiki dan
membantu unsur hara N P dan K.
2.5 Peranan N P K Pada Tanaman
1. Nitrogen
Nitrogen merupakan sumber energi bagi mikroorganisme dalam
tanah yang berperan penting dalam proses pelapukan atau
dekomposisi bahan organik. Unsur nitrogen bagi tanaman sangat
bermanfat diantaranya meningkatkan pertumbuhan tanaman,
memproduksi klorofil, meningkatkan kadar protein, dan mempercepat
tumbuh daun. Volume udara sebanyak 78% berisi nitrogen. Nitrogen
ini diperlukan dalam prosses fotosintesis. Manfaat Nitrogen dalam
tanaman sebagai berikut:
a. Membuat tanaman lebih hijau
b. Mempercepat pertumbuhan tanaman
c. Menambah kandungan protein
2. Fosfor
Fosfor berperan untuk mempercepat pertumbuhan akarpada bibit,
serta memperkuat dan mempercepat pertumbuhan pada tanaman.
Selain itu, fosfor bermanfaat untuk menambah kualitas pada tanaman
biji-bijian dan berpengaruh pada peembentukan inti sel. Unsur P ini
sangat mudah berinteraksi dengan zat besi dan besi dan aluminium,
tetapi sulit diserap oleh akar tanaman. Manfaat fosfor dalam tanaman
sebagai berikut:
32
a. Memacu pertumbuhan akar dan membentuk sistem perakaran
yang baik.
b. Menggiatkan pertumbuhan jaringan tanaman yang membentuk
titik tumbuh tanaman.
c. Memacu pertumbuhan bunga dan pematangan bunga dan
pematangan buah/biji, sehingga mempercepat masa panen.
d. Memperbesar persentase terbentuknya bunga menjadi buah.
e. Menyusun dan menstabilkan dinding sel, sehingga menambah
daya tahan tanaman terhadap serangan hama penyakit
3. Kalium
Kalium sangat berguna untuk mempercepat pembentukan
karbohidrat dalam tanaman, memperkokoh tanaman, serta menambah
daya tahan terhadap serangan hama dan penyakit. Selain itu, unsure
kalium sangat berperan untuk meningkatkan kualitas biji-bijian,
seperti pada bulir pada menjadi mudah bernafas. Pada tanaman umbi-
umbian, kalium bermanfaat untuk mempercepat pembesaran umbi.
Manfaat kalium dalam tanaman sebagai berikut:
a. Sebagai activator enzim.
b. Membantu penyerapan air dan unsur hara dari tanah oleh
tanaman.
c. Membantu transportasi hasil asimilasi dari daun ke jaringan
tanaman.
33
Sumber kalium dapat berasal dari berbagai jenis mineral sisa
jasad renik, dan air irigasi. Unsur kalium relative mudah bersenyawa
dengan unsur lainnya dan mudah larut oleh air serta mudah difaksasi
dalam tanah (Mulyono, 2015).
2.6 C/N Rasio
2.6.1 Pengertian C/N Rasio
C/N rasio merupakan perbandingan antara unsur karbon dan nitrogen.
C/N rasio alam proses pengomposan menentukan kecepatan penguraian
sampah organik. C/N rasio yang terlalu tinggi akan menghambat lagu
proses dekomposisi. Pasalnya, pada C/N rasio tinggi, mikroorganisme
tidak berkembang dengan optimal akibat kekurangan nitrogen. Sebaliknya
C/N rasio yang terlalu rendah beresiko akan kehilangan nitrogen dalam
bentuk amonia.
C/N sampah organik sebagai bahan baku kompos sebaiknya 25-35.
Jika sampah orgaanik terdiri dari berbagai macam jenis, artinya terdapat
bebrapa macam C/N rasio. Karena itu, selama proses dekomposisi perlu
dilakukan pengadukan secara berkala yang bertujuan untuk menurunkan
C/N rasio agar mikroorganisme dapat berkerj secara maksimal.
Tabel 2.4 C/N Rasio Beberapa Bahan Organik
Bahan Organik C/N Rasio
Urine ternak 0,8
Kotoran ayam 10
Kotoran sapi 15,8
Kotoran babi 11,4
Tinja manusia 6-10
34
Darah 3
Tepung tulang 8
Urine manusia 0,8
Eceng gondok 17,6
Jerami gandum 80-130
Jerami padi 80-130
Ampas tebu 110-120
Jerami jagung 50-60
Sesbania sp. 17,9
Serbuk gergaji 500
Limbah Sayuran 11-27
Sumber: Gaur C, Ir. Suhut MS, dan Ir. Salundik Msi (2006).
Rasio C/N yang efektif untuk proses pengomposan berkisar antara 30 :
1 hingga 40 : 1 , mikroba akan mendapatkan cukup c dan N untuk energi
juga untuk sintesis protein. Abila C/N ratio yamg terlalu tinggi maka
mikroba akan kekurangan N untuk sintesis protein sehingga proses
dekomposisi akan berjalan sangat lama atau lambat. Selama proses
pengomposan C/N ratio akan terus menurun (Alfian wahyu, 2018).
Menurut SNI : 19-7030-2004 kompos yang telah matang akan memiliki
nilai c/n ratio berkisar antara 10- 20.
2.6.2 Menghitung C/N Ratio
Salah satu rumusmatematika sederhana yang bisa dijadikan alternatif
pendekatan dalam menghitung C/N ratio yaitu :
(x.a) + {(y.B)}/(x+y)= C
X = bagian bahan I C = C/N Ratio yang di harapkan
A = C/N ratio bahan II B = C/N Ratio bahan 2
35
Y = bagian bahan II
2.7 Effective Mikrooranisme (EM)
2.7.1 Pengertian Effective Mikrooranisme (EM)
Effective mikroorganisme yaitu bioaktivator yang berasal dari bakteri
untuk membantu proses penguraian agar mempercepat pembuatan kompos
(Danang,2018). Effective mikroorganisme terdapat dua macam yaitu EM
pabrikan, seperti EM4, Saniter, Bio2000, Starbio dll.EM yang dapat di
buat sendiri dengan bahan bahan organik disebut dengan MOL atau
Mikroorganisme lokal.
Effective Microorganisme (EM) merupakan kultur campuran dari
microorganisme yang menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman. EM
diaplikasikan sebagai inokulan untuk meningkatkan keragaman dan
populasi mikroorganisme didalam tanah dan tanaman, yang selanjutnya
dapat meningkatkan kesehatan, pertumbuhan, kualitas dan kuantitas
produksi tanaman (Anonim, 2015 dalam Agung Handoyo, 2018).
EM merupakan seuatu kultur campuran berbagai mikroorgansme yang
bermanfaat terutama Lactobacillus, bakteri totosintesik, actynomycetes,
ragi dan jamur fermentasi. Effective Mikroorganisme terbukti dapat
memperbaiki kualitas tanah, memperbaiki pertumbuhan serta jumlah dan
mutu hasil tanaman. Dalam bidang peternakan teknoloi ini dapat
digunakan untuk memberbaiki nilai nutrisi limbah pertanian, dan bahan
36
yang kurang bedaya guna untuk dijadikan bahan pakan. (Afni Lubis,
2017).
Effective mikroorganisme dapat meningatkan keragaman
mikroorganisme tanah yang bermanfaat bagi kesuburan tanah dan
tanaman. Effective mikroorgansme bukan merupakan pupuk tetapi bahan
yang dapat mempercepat proses pembutan pupuk organik dan
meningkatkan kualitas pupuk (Nadya Aprinda, 2018).
2.7.2 Manfaat EM
1. Memberbaiki sifat biolois, fisik, dan kimia tanah.
2. Meningkatkan ketersediaan nutrsi dan senyawa organik pada tanah.
3. Mempercepat pengomposan sampah organik atau kotoran hewan.
4. Membersihkan air limbah dan meningkatkan kualitas air pada
perikanan.
5. Meningkatkan unsur hara yang dibutuhkan tanaman dan meningkatan
produksi tanaman serta menjaga kestabilan produksi.
2.8 Mikroorganisme lokal (MOL)
2.8.1 Pengertian Mikroorganisme Lokal (MOL)
MOL (mikroorganisme lokal) merupakan kumpulan mikroorganisme
yang bisa diternakkan, yang berfungsi sebagai starter dalam pembuatan
bokasi atau kompos. Pemanfaatan limbah pertanian seperti buah - buahan
tidak layak konsumsi untuk diolah menjadi MOL (mikroorganisme lokal)
dapat meningkatkan nilai tambah limbah, serta mengurangi pencemaran
lingkungan (Juanda dkk. 2011, dalam Nurul Puspita Palupi,2015).
37
MOL (mikroorganisme lokal) merupakan mikroorganisme hasil
fermentasi dari bahan yang ada di lingkungan sekitar dan mudah didapat.
Pengunaan bahan bakunya disesuaikan dengan potensi di suatu
wilayah.Misalnya, apabila di suatu wilayah terdapat pohon maja
(berenuk), maka sumber mikroba dapat menggunakan buahnya. Sementar
itu, apabila di suatu wilayah banyk terdapat keong mas, maka gunakan
keong tersebut sebagai bahan baku pembuatan MOL. Keistimewaan MOL
adalah biaya pembutnnya murah atau tanpa biaya. MOL sebaiknya dibuat
sebelum musim tanam dan pembuatannya dicicil (Mulyono, 2015).
Mikroorganisme lokal (MOL) dapat dikatakan salah satu jenis pupuk
cair.MOL mempunyai kandungan unsur hara dan unsur hara mikro.
Peranan MOL yaitu untuk mengendalikan hama dan penyakit yang
menyerang tanaman. Pembuatan MOL dapat memanfaatkan bahan bahan
yang ada disekitar sebagai decomposer. MOL dapat berasal daro hasil
fermentasi, semakin busuk dan halus bahan yang di fermentasi maka akan
semakin cepat proses pembuatan MOL. (Khalimatu Nisa,2016)
MOL (Mikro Organisme Lokal) merupakan larutan hasil fermentasi
yang berbahan dasar dari berbagai sumber daya yang tersedia setempat
baik dari tumbuhan maupun hewan. Larutan MOL mengandung unsur hara
mikro dan makro dan juga mengandung bakteri yang berpotensi sebagai
perombak bahan organik dalam tanah, perangsang pertumbuhan pada
tanaman, dan sebagai agens pengendali hama dan penyakit tanaman (Andri
Kurniawan, 2018)
38
2.8.2 Bahan Baku Pembuatan Mikroorganisme Lokal (MOL)
MOL merupakan bioaktivator yang dapat di buat dengan biaya yang
murah dan dapat memanfaatkan bahan-bahan yang ada disekitar
lingkungan. Tiga bahan pembuatan MOL yaitu:
1. Karbohidrat
Karbohidrat merupakan salah satu bahan yang sangat di butuhkan
bakteri/ mikroorganisme sebagai sumber energi. Untuk menyediakan
karbohidrat bagi mikroorganisme bisa diperoleh dari air cucian beras,
nasi bekas/ nasi basi, singkong, kentang, gandum, dedak/ bekatul dll.
Dalam penelitian ini tidak menggunakan atau ditambahkan
karbohidrat didalamnya.
2. Glukosa
Glukosa merupakan sumber energi bagi mikroorganisme yang bersifat
spontan (lebih mudah dimakan mereka). Glukosa bisa didapat dari
gula pasir, gula merah, molases, air gula, air kelapa, air nira dll, dalam
penelitian ini glukosa yang dipakai adalah gula jawayang telah di
potong kecil-kecil dan tipis.
3. Sumber Bakteri (mikroorganisme lokal)
Bahan yang mengandung banyak mikroorganisme yang bermanfaat
bagi tanaman antara lain buah-buahan busuk, sayur-sayuran busuk,
keong mas, nasi, rebung bambu, bonggol pisang, urine kelinci, pucuk
daun labu, tapai singkong dan buah maja. Biasaya dalam MOL tidak
hanya mengandung 1 jenis mikroorganisme tetapi beberapa
39
mikroorganisme diantaranya Rhizobium sp, Azospirillium sp,
Azotobacter sp, Pseudomonas sp, Bacillus sp dan bakteri pelarut
phospat. Meskipun dalam penelitian ini tidak adanya jenis bakteri
yang di indentifikasi, namun dapat diperoleh dari literatur yang telah
diindentifikasi.
2.8.3 Manfaat MOL
Unsur hara esensial dalam mikroorganisme lokal (MOL) tersedia bagi
tanaman, sebagian langsung dapat diserap, sebagian lagi dengan cepat
dapat diurai, sehingga cepat dapat diserap. Menurut Sarwo Danuji, (2017)
mikroorganisme lokal mempunyai beberapa manfaat diantaranya yaitu:
1. Dapat mendorong dan meningkatkan pembentukan klorofil daun dan
pembentukan bintil akar pada tanaman leguminosae sehingga
meningkatkan kemampuan fotosintesis tanaman dan penyerapan
nitrogen dari udara.
2. Meningkatkan daya tahan tamanam terhadap kekeringan, cekaman
cuaca dan serangan patogen penyebab penyakit, merangsang
pertumbuhan cabang produksi, meningkatkan pembentukan bunga dan
bakal buah, serta mengurangi gugurnya daun, bunga dan bakal buah.
3. Percepatan menikmati lingkungan asri di lingkungan perumahan
karena aplikasi mikroorganisme lokal, mengingat kesuburan tanah
yang sudah menurun sementara aplikasi mikroorganisme lokal
mempunyai kelebihan lebih praktis dan khasiatnya lebih cepat terlihat.
40
4. Dapat memberikan hara sesuai kebutuhan tanaman, pemberiannya
dapat lebih merata dan kepekatannya dapat diatur sesuai kebutuhan
5. Mengurangi resiko pencemaran lingkungan akibat pembuangan
limbah rumah tangga. Pengolahan sampah untuk menjadi pupuk
adalah alternatif terbaik untuk mengatasi persoalan sampah.
6. Dalam jangka panjang solusi ini diharapkan menjadi Teknologi Tepat
Guna (TTG) dan berdampak secara ekonomis, yaitu terciptanya
produk yang mempunyai nilai jual dan meningkatkan pendapatan.
2.8.4 Kualitas Larutan MOL
Bahan organik memiliki peranan penting sebagai sumber karbon,
dalam pengertian luas sebagai sumber pakan, dan juga sebagai sumber
energi untuk mendukung kehidupan dan berkembangbiaknya berbagai
jenis mikroorganisme tanah (Sisworo, 2006 dalam Danang 2018).
Penurunan kandungan bahan organik tanah menyebabkan
mikroorganisme dalam tanah mengalami kekurangan. Larutan MOL
adalah hasil larutan fermentasi yang berbahan dasar dari sumber daya yang
tersedia, mengandung unsur hara makro dan mikro mengandung
mikroorganisme berpotensi sebagai perombak bahan organik, perangsang
pertumbuhan dan agen pengendali hama dan 7 penyakit tanaman sehingga
baik digunakan sebagai dekomposer, pupuk hayati, dan pestisida organik
(Purwasasmita, 2009).
Faktor-faktor yang menentukan kualitas larutan MOL antara lain
media fermentasi, kadar bahan baku atau substrat, bentuk dan sifat
41
mikroorganisme yang aktif di dalam proses fermentasi, pH, temperatur,
lama fermentasi, dan rasio C/N larutan MOL (Mulyono, 2014).
2.8.5 Penggunaan MOL
MOL dapat digunakan langsung disemprotkan ke tanaman dalam
meningkatkan kesuburan tanaman.dan juga dalam meningkatkan
kesuburan tanah. Mol dapat langsung dimanfaatkan tanaman karena sudah
berupa larutan.MOL dapat digunakan dalam proses penguraian
pengomposan. Misalnya, pengomposan pupuk kandang ayam dan pupuk
kandang sapi karena MOL mengandung bakteri pengurai di dalam
larutannya (Pranata, 2004) dalam Trivana (2017).
2.9 MOL Nasi Basi
Mol nasi berguna sebagai decomposer untuk mengurangikan bahan
organik dan memacu pertumbuhan tanaman. Berdasarkan Penelitian ilham
Ramaditya, Hardiono, Zulfikar (2017) hasil uji statistik menunjukan
bahwa terdapat perbedaan yang bermakna dari waktu terjadinya kompos
antara penambahan larutan Mol nasi basi dengan kontrol, dimana untuk
MOL nasi basi membutuhkan 15 hari sedangkan untuk kontrol yakni 28
hari. Dengan penambahan larutan MOL nasi basi dapat mempercepat
proses pengomposan dari selisih 13 hari, dikarenakan larutan MOL nasi
basi mengandung bakteri yang mempercepat proses pengomposan, yakni
bakteri sachromyces sp. dan lactobaciluus sp.,
Adapun penelitianyan serupa yaitu Menurut Danang, (20118) dengan
memberikan 2% larutan mol terhadap formula kompos 3kg sayuran, 3 kg
42
sekam, dan 3 kg kotoran ayam dihasilkan pupuk kompos yang sesuai
dengan PERMETAN RI No 70/PERMENTN/ SR/140/2011.
2.9.1 Cara Membuat MOL Nasi
1. Siapkan nasi untuk dijamurkan
Siapkan nasi sisa atau basi yang sudah tidak dimakan atau digunakan
lagi sekitar satu mangkuk kecil atau secukupnya, lalu letakkan dalam
wadah dan biarkan nasi tersebut basi sampai muncul jamur berwarna
orange. Letakkan nasi tersebut pada tempat terbuka tapi jangan sampai
kering dan di tempat yang cukup lembab.
Gambar 2.1 contoh nasi yang sudah berjamur dan berwarna orange
Sumber: Tanikita.com
2. Campurkan dengan larutan gula
Mikro organisme tentu akan membutuhkan makan untuk
pertumbuhannya. Maka dalam penelitian ini menggunakan gula
sebagai makanan mikroorganisme. Larutkan 1 liter air dengan 5
sendok gula pasir. Setelah itu, masukkan gula ke tempat mangkuk
43
yang berisi nasi basi yang telah berjamur tadi, aduk sampai tercampur
semua.
Gambar 2.2 campuran nasi dengan larutan gula
Sumber: dwek.com
3. Diamkan sampai bau tape
Campurkan nasi dan larutan gula tersebut dan diamkan selama satu
minggu atau lebih, sampai campuran tersebut berbau tape. Jika dirasa
sudah berbau seperti tape, tandanya mol nasi basi siap untuk di panen
dan di aplikasikan.
4. Pemakaian dan Penyimpanan
MOL yang sudah siap di panen tersebut dimasukkan ke dalam botol
air mineral atau jerigen. Jika mol di aplikasikan dengan penyiraman
ke media, tidak perlu disaring, cukup langsung disemprotkan, Namun
jika ke tanaman sebaiknya disaring terlebih dahulu.
44
Gambar 2.3 Penyimpanan MOL nasi basi yang sudah panen pada
botol aqua
Sumber: Tanikita.com
5. Saran Pemakaian MOL nasi basi
Sebagai stater pembuatan komps, larutkan MOL dan air dengan
perbandingan 1:20. Cara pemakainanya, disiram langsung ke media
tanam, sebaiknya jangan batang dan daun. Artinya, apabila MOL 1
sendok makan maka airnya 20 sendok makan, dan bila 1 liter air maka
airnya 20 liter, dan seterusnya, gunakan kelipatan perbandingan
seperti pada prinsis pengenceran. Tujuannya supaya tidak begitu pekat
dan tidak merusak media tanaman. Penyiraman MOL bisa dilakukan
seminggu sekali atau seminggu 2 kali (Ferayanti, 2015, dalam Danang
2018)
45
2.10 Kerangka Teori
Gambar 2.4 Kerangka Teori
Pada gambar 2.4 diatas dijelaskan bahwa Pabrik Minyak Kayu Putih
menghasilkan limbah berupada daun hasil penyulingan daun minyak kayu
putih sedangkan limbah peternakan terdiri dari kotoran yaitu bahan-bahan
tersebut di manfatkan sebagai bahan baku pembutan kompos, agar proses
Peternakan Pabrik Minyak Kayu Putih
Kotoran ayam Limbah daun sisa hasil penyulingan
daun kayu putih
Mol
1. Nasi basi
Bahan baku Kompos:
1. Limbah daun kayu putih
2. Sekam
3. Kotoran Ayam
Ferementasi
- Formulasi A (5 kg limbah daun kayu
putih, 0,5 kg kotoran ayam, 3kg sekam
dan mol nasi2%)
- Formulasi B (6 kg limbah daun kayu
putih, 1 kg kotoran ayam, 3kg sekam dan
mol nasi 2%)
- Formulasi C (7 kg limbah daun kayu
putih, 1,5kg kotoran ayam, 3kg sekam
dan mol nasi 2%)
Fisik, Warna,
Bau, tekstur,
suhu
Karakteristik
C/N rasio
Mutu NPK menurut permentan RI no 70/permentan/SR
140/2011
Kadar Nitrogen (N) minimal 0,40%
Kadar phospor (P203) minimal 0,10%
Kadar kalium ( K20) minimal 0,20%
Limbah
46
pengomposan menjadi lebih cepat maka diberi penambahan mol sebagai
starter dalam pengomposan, dalam gambar tersebut menggunakan mol
nasi basi sebagai bioaktivator untuk mempercepat proses pengoposan.
Kemudian semua bahan tersebut di campur dan di fermentasikan sampai
menjadi kompos, kompos yang sudah jadi mempunyai ciri-ciri fisik
meliputi warna kehitaman,berbau seperti tanah,tekstur halus, suhu
mendekati suhu ruangan, sedangkan secara kimia dapat dilihat kadar NPK
melalu uji lab. kompos dapat dikatakan sempurna jika sesui dengan
standart PERMENTAN RI no 70/PERMENTAN/Sr 140/ 2011.
47
BAB 3
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Konseptual
Keterangan :
:diteliti
:dikendalikan
Gambar 3.1 Kerangka KonsepPemanfaatan Limbah Daun Kayu Putih
Dan Kotoran Ayam Dalam Pembuatan Pupuk Organik
Pada Gambar 3.1 dapat dijelaskan bahwa pembuatan kompos organik
dari limbah daun kayu putih dan kotoran ayam, sekam dan mol nasi basi
dengan 3 (tiga) perlakuan yang berbeda, dan 3 replikasi pada setiap
perlakuan pada masing-masing kompos yang kemudian dilakukan proses
Variabel
pengganggu :
1. 1. Hewan
2. 2. Cuaca
suhu
Variable bebas (Independent)
- Formulasi A (5 kg limbah
daun kayu putih, 0,5 kg
kotoran ayam, 3kg sekam
dan mol nasi2%)
- Formulasi B (6 kg limbah
daun kayu putih, 1 kg
kotoran ayam, 3kg sekam
dan mol nasi 2%)
- Formulasi C (7 kg limbah
daun kayu putih, 1,5kg
kotoran ayam, 3kg sekam
dan mol nasi 2%)
Variabel terikat (Dependent):
Kadar NPK yang sesuai dengan
PERMENTAN RI
no.70/PERMENTAN/Sr140/2011
48
fermentasi.Pada proses fermentasi kemudian akan dilakukan pengamatan
terhadap (Lama waktu pematangan,Mutu NPK, Suhu,danBau/tekstur).
Setelah itu Hasil dari fermentasi yang sudah berbentuk kompos dilakukan
perbandingan dengan standar PERMENTAN RI No.70/Permentan/SR
140/2011.
3.2 HipotesisPenelitian
Hipotesa adalah suatu jawaban sementara dari pertanyaan penelitian
(Notoatmodjo,2012)
Ha : Ada perbedaan kadar NPK antara formulasi A, B, dan C dalam
pembuatan pupuk organik menggunakan bahan baku limbah daun
kayu putih dan kotoran ayam dengan bioaktivator MOL nasi basi
terhadap PERMENTAN RI NO 70/Permentan/SR 140/2011.
Ho : Tidak ada perbedaan kadar NPK antara formulasi A, B, dan C dalam
pembuatan pupuk organik menggunakan bahan baku limbah daun
kayu putih dan kotoran ayam dengan bioaktivator MOL nasi basi
terhadap PERMENTAN RI NO 70/Permentan/SR 140/2011.
49
BAB 4
METODE PENELITIAN
Metode penelitian sebagai cara untuk memperoleh suatu kebenaran ilmu
pengetahuan atau pemecahan masalah. Pada dasarnya menggunakan metode
ilmiah (Notoatmodjo,2010).
4.1 Desain Penelitian
Desain penelitian adalah perencanaan, pola dan strategi penelitian
sehingga dapat menjawab pertanyaan penelitian arau masalah. Desaian
penelitian merupakan prosedur perencanaan dimana peneliti dapat
menjawab pertanyaan penelitian secara valid, objektif, akurat dan hemat
ekonomis. Desain penelitian merupakan rancangan penelitian yang disusun
sedemikian rupa sehingga memberikan arah bagi peneliti untuk dapat
memperoleh jawaban terhadap pertanyaan atau masalah penelitian (Cholik,
2017).
Desain penelitian yaitu yang sangat penting dalam penelitian yang
memungkinkan pemaksimalan kontrol beberapa faktor yang bisa
mempengaruhi akurasi suatu hasil (Nursalam, 2013). Dalam penelitian ini
menggunakan jenis Eksperimen, yaitu suatu metode penelitian yang
berusaha mencari pengaruh variable tertentu terhadap variabel yang lain
dalam kondisi yang terkontrol secara ketat (Sugiono, 2008).
Penelitian eksperimen ini dilakukan dengan cara penambahan Mol
(Mikroorganisme lokal) nasi basi terhadap bahan baku kompos yaitu
limbah daun minyak kayu putih dan kotoran ayam. Desain penelitian ini
50
yaitu One-shot case study, artinya dimana penelitian ini terdapat suatu
kelompok diberi treatment dan selanjutnya diobservasi hasilnya (treatment
merupakan variabel independent dan hasil adalah variabel dependen,
disajikan dengan beberapa jenis perlakuan lalu diukur hasilnya). Dalam
penelitian ini, peneleti melakukan eksperimen menggunakan rancangan
acak yang terdiri dari 3 formulasi bahan kompos yang menjadi perlakuan
yaitu, Limbah daun minyak kayu putih, Kotoran ayam, sekam dan
mengunakan mol nasi sebagai starter pembuatan kompos. Secara berurutan
dengan perbandingan formulasi : (5 : 0,5 : 3 : 2) ( 6 : 1 : 3 : 2) (7: 1,5 : 3 :
2).
Pelakuan direplikasi 3 kali sehingga diperoleh 9 sampel perbandingan
bahan berdasarkan berat bahan yang digunakan. Untuk mempercepat
proses composting digunakan bioaktivator MOL nasi basi 2% di setiap
perlakuan formulasi. Penilian hasil perlakuan kompos berdasarkan kimia
hasil uji laboratorium : N, P, K dan fisik : bau, warna, tekstur, suhu.
Referensi kandungan hara tersebut mengacu padaPERMENTAN RI
No.70/PERMENTAN/SR 140/2011.
51
Formula 1 Formula 2 Formula 3
Keterangan : 1, 2, 3 adalah perlakuan replikasi dari formulasi A, formulasi B, dan
Formulasi C
Gambar 4.1 Korelasi Perbandingan bahan baku kompos dengan mol nasi basi
dalam pembuatan kompos
Limbah daun kayu putih (6kg)
Kotoran ayam (1kg)
Mol nasi basi (2%)
Skam (3kg)
Limbah daun kayu putih (7kg)
Kotoran ayam (1,5kg)
Mol nasi basi (2%)
Skam (3kg)
Limbah daun kayu putih (5kg)
Kotoran ayam (0,5kg)
Mol nasi basi (2%)
Skam (3kg)
1 2 3 3 1 2 3 2 1
Sesuai dengan PERMENTAN RI
NO 70/ Permentan /SR140/2011 dan
SNI: 19-7030-2004
52
4.2 Kerangka Kerja Penelitian
Gambar 4.2 Kerangka KerjaPenelitian
Mulai
Perancangan
Pengumpulan bahan baku
kompos
Bahan baku kompos (kg)
Mikroorganisme lokal nasi
basi
(Pembuatan Mol ±1
minggu)
Pematangan pupuk ±1 bulan
Fisik : Bau, tekstur,
warna,suhu
Kimia : N P K
Hasil dan Kesimpulan
Pengolahan Data
Editing,Entry,Data,
Tabulating
Analisis Data
Menggunakan uji One Way
Anova
Formulasi A (5 kg
limbah daun kayu putih,
0,5 kg kotoran ayam, 3kg
sekam dan mol nasi2%)
Formulasi B (6 kg limbah
daun kayu putih, 1 kg
kotoran ayam, 3kg sekam
dan mol nasi 2%)
- Formulasi C (7 kg
limbah daun kayu putih,
1,5kg kotoran ayam,
3kg sekam dan mol nasi
2%)
53
4.3 Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional Variabel
4.3.1 Identifikasi Variabel
Menurut Sugiyono, 2011, terdapat 2 jenis variabel yaitu:
1. Variabel Independen (Variabel bebas)
Variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi atau menjadi
sebab perubahan atau timbulnya variabel bebas, dalam penelitian ini
yaitu perlakuan dengan menambahkan mol pada bahan baku kompos
limbah daun kayu putih, kotoran ayam dan sekam dengan formulasi
variasi yang berbeda.
2. Variabel Dependen (Variabel Terikat)
Variabel terikat merupakan variabel yang di pengaruhi atau yang,
menjadi akibat, karena adanya variabel bebas, adalah kualitas kompos
yang di peroleh. Kadar N, P,K yang di hasilkan dari perlakuan limbah
daun kayu putih dan kotoran ayam. Kompos tersebut akan di uji
labolatorium dan hasilnya akan di bandinkan denan standart N P K
yan telah di tetapka oleh PERMENTAN RI No 70/PERMENTAN/sr
140/2011 dan SNI 19-7030-2004.
54
4.3.2 Definisi Operasional Variabel
Tabel 4.2Definisi Operasional Variabel
No Variabel Definisi Operasional Skala Parameter Alat Ukur
1 Kompos Formulasi A Kompos hasil fermentasi dari limbah daun
minyak kayu putih , kotoran ayam, sekam
menggunakan bioaktivator mol nasi basi
dengan perbandingan (5: 0,5: 3 : 2)
Rasio Bau seperti tanah, suhu mendekati
ruangan, dan berwarna coklat seperti
tanah sesuai dengan PERMENTAN RI
No 70/Permentan/Sr140/2011 dan SNI
SNI 19-7030-2004.
Observasi
2 Kompos Formulasi B Kompos hasil fermentasi dari limbah daun
minyak kayu putih dan kotoran ayam,
sekam menggunakan bioaktivator mol nasi
basi dengan perbandingan (6: 1 : 3 : 2)
Rasio Bau seperti tanah, suhu mendekati
ruangan, dan berwarna coklat seperti
tanah sesuai dengan PERMENTAN RI
No 70/Permentan/Sr140/2011 dan SNI
SNI 19-7030-2004.
Observasi
3 Kompos formulasi C Kompos hasil fermentasi dari limbah daun
minyak kayu putih dan kotoran ayam,
sekam menggunakan bioaktivator mol nasi
basi dengan perbandingan (7: 1,5 : 3: 2)
Rasio Bau seperti tanah, suhu mendekati
ruangan, dan berwarna coklat seperti
tanah sesuai dengan PERMENTAN RI
No 70/Permentan/Sr140/2011 dan SNI
SNI 19-7030-2004.
Observasi
4 Kadar N Kadar N terdapat dalam kompos dan
sangat penting bagi tanaman, untuk
pertumbuhan tanaman. Kadar N harus
memenuhi syarat PERMENTAN
RI//No.70/PERMENTAN/sr 140/2011
Rasio Nitrogen minimal 4% Uji
labolatorium
5 Kadar P Kadar P terdapat dalam kompos dan sangat
penting bagi tanaman, untuk pertumbuhan
tanaman. Kadar P harus memenuhi syarat
Interval Phospor minimal 4% Uji
labolatorium
55
PERMENTAN
RI//No.70/PERMENTAN/sr 140/2011
6 Kadar K Kadar K terdapat dalam kompos dan sangat
penting bagi tanaman, untuk pertumbuhan
tanaman. Kadar K harus memenuhi syarat
PERMENTAN
RI//No.70/PERMENTAN/sr 140/2011
Interval Kalium minimal 4% Uji
labolatorium
56
4.4 Diagram Alur Pembuatan Kompos
Gambar 4.3 Alur Pembuatan Kompos
4.5 Sumber Data Dan Jenis Data
4.5.1 Data Primer
Data primer yaitu dari yang diperoleh dari observasi atau pengamatan,
serta pemeriksaan uji laboratorium, meliputi :
1. Pengamatan limbah daun kayu putih
Limbah daun minyak kayu putih,
kotoran ayam, dan sekam
3 Formulasi Bahan Kompos
Formulasi 1
Formulasi 2
Formulasi 3
Mol nasi basi 2%
Proses pematangan
Waktu
pematangan 1
bulan
Sesui PERMENTAN RI No.70/Permentan/Sr140/2011
dan SNI: 19-7030-2004
Pupuk organik
Mutu NPK Suhu Bau / tekstur
57
2. Proses pembuatan MOL nasi basi sebagai bioaktivator dalam
pembuatan kompos
3. Data hasil pengamatan fisik kompos yaitu bau, warna, suhu, dan
tekstur.
4. Pengukuran uji kimia kompos di labolatorium meliputi, kadar N P K
dan C/N rasio dalam proses pembuatan kompos atau fermentasi dalam
kurun waktu ±1 bulan.
4.5.2 Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui studi kepustakaan
yang berkaitan dengan penelitian dan data data yang peroleh dari Pabrik
minyak kayu putih.
4.6 Teknik Pengumpulan Data dan Analisa Data
Pada penelitian ini Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara
pengamatan atau observasi dengan melakukan pengamatan langsung
mengenai keadaan di lapangan. Variabel proses limbah daun kayu putih,
kotoran ayam dan sekam untuk menjadi kompos mulai dari proses
pengamatan bahan baku kompos hingga kompos siap pakai atau sudah
jadi.
58
4.6.1 Pengolahan Data
Setelah data-data terkumpul yang perlu dilakukan selanjutnya yaitu
pengolahan data dengan melalui beberapa tahapan, di antaranya:
1. Pemeriksaan data (editing)
Pemeriksaan data (editing) adalah kegiatan untuk penecekan dan
perbaikan data.
2. Masukkan data (entry data)
Memaksukkan data (entry data) yaitu memasukkan data yang telah
didapatkan kedalam program aplikasi dalam computer.
3. Tabulating
Tabulating adalah penyusunan data yan telah dianalisis agar mudah
dipahami.
4. Penyajian data
Penyajian data merupakan penyajian data hasil penelitian dalam
bentuk tabel.
4.7 Tahapan Penelitian
4.7.1 Pembuatan MOL Nasi Basi
1. Bahan dalam pembuatan Mol nasi basi
a. 4 buah bola nasi sebesar bola pingpong yang sudah di jamurkan
(berwarna orange)
b. 5 sendok gula putih/ gula merah
c. 1 liter air
59
2. Alat
a. Mangkok atau baskom
b. Sarung tangan
c. Botol/ jerigen
3. Cara membuat mol nasi basi
Langkah pertama siapkan nasi yang sudah basi, kemudian
jamurkanditempat yang lembab dan terhindar dari sinar matahari
sampai berwarna orange. Setalah nasi sudah berjamur campurkan nasi
tersebuat dengan gula sebanyak 5 sendok, campur air dan remas-
remas sampai tercampur anatara nasi basi dan gula, selain itu nasi
lebih hancur. Setalah tercampur semua masukkan kedalam jerigen dan
tutup jerigen tersebut, usahakan jerigen berwarna gelap supaya
menghindari cahaya matahari dan tempatkan pada tempat yang
terhindar dari sinar matahari langsung dan juga hewan penganggu.
Fermentasikan mol tersebut selama satu minggu dan tunggu sampai
berbau tape. Jika mol sudah berbau tape artinya mol tersebut sudah
siap pakai.
4.7.2 Pembuatan Kompos Formula 1
1. Siapkan alat dan bahan
2. Membuat MOL nasi basi sebagai bioaktivator kurang lebih proses
pembuatan mol 1 minggu, mol nantinya digunakan sebesar 2% dari
total keseluruhan tiap masing-masing formulasi.
60
3. Limbah daun kayu putih di cacah/ cincang sampai halus menggunakan
golok atau blender. Ditimbang sebanyak 5kg limbah daun kayu putih.
4. Kotoran ayam, peneleti mencari kotoran ayam dari peternak ayam
broiler. Kotoran ayam dijemur sampai kering dan kemudian di
timbang0,5 kg sesuai formulasi.
5. Sekam 3kg untuk campuran pembuatan kompos
6. Mencampur seluruh bahanbaku pembuatan kompos sesuai dengan
formulasi masing-masing kompos, pengadukan dilakukan di ember/
baskom, mengaduk dengan menggunakan tangan yang sudah
menggunakan sarung tangan, untuk mengindari bakteri yang dapat
mempengaruhi hasil dari kompos.
7. Menyemprotkan mol nasi basi ke bahan baku yang sudah
dicampurkan sebelumnya sebanyak 2% dari total keseluruhan
formulasi
8. Kemudian membuat lubang galian dan memasukkan semua bahan
kompos yang telah tercampur, dan menutupinya dengan terpal/
karung.
9. Setelah hari ke 3 dilihat suhu dan kelembpanya, Suhu yang
baikmaksimal 40ºC dan kelembapan maksimal 50% RH, bila
dilakukan pembalikan dan penambahan air di perlukan.
10. Pembalikan dilakukan 3 hari sekali sampai tidak panas lagi.
11. Setelah 1 bulan kompos telah jadi dan siap di uji di laboratorium.
12. Menguji kualitas fisik kompos.
61
Kompos dikatakan telah jadi dan telah matang yaitu ketika telah
memenuhi syarat, sebagai berikut:
a. Berwarna coklat tua hingga menyerupi warna tanah.
b. Suhu dari tumpukkan kompos mendekati suhu ruangan 30°-60°.
c. Berefek baik jika diaplikasikan pada tanah.
d. Tidak berbau busuk.
e. Kelemban ideal, saaat di pegang basah namun saat di remas tidak
mengeluarkan air (Suyanto Beny, Prijono 2016, dalam Danang
2018).
13. Menguji kualitas kimia kompos.
Untuk mengetahui kualitas kimia kompos, dapat dilakukan uji
laboratorium mengenai parameter kimia kompos dan persyaratan
kualitasnya sesuai denganPERMENTAN No.70/Permentan/Sr
140/2011, yaitu sebagai berikut :
a. Kadar (N) minimal 0, 40% .
b. Kadar Phospor (P2O5) minimal 0,10%.
c. Kadar Kalium (K2O) minimal 0,20%.
d. C/N rasio kompos antara 10-20.
14. Setelah menjadi kompos maka selanjutnya dilakukan uji lab untuk
mengetahui kadar NPK yang lebih efesien dan efektif sesuai
denganPERMENTAN RI No.70/PERMENTAN/SR 140/2011.
62
4.7.3 Pembuatan Kompos Formula 2
1. Siapkan alat dan bahan
2. Membuat MOL nasi basi sebagai bioaktivator kurang lebih proses
pembuatan mol 1 minggu , mol nantinya digunakan sebesar 2% dari
total keseluruhan tiap masing-masing formulasi.
3. Limbah daun kayu putih di cacah/ cincangsamapai halus
menggunakan golok maupun blender. Ditimbang sebanyak 6 kg
limbah daun kayu putih.
4. Kotoran ayam, peneleti mencari kotoran ayam dari peternak ayam
broiler. Kotoran ayam dijemur sampai kering dan kemudian di
timbang 1 kg sesuai formulasi.
5. Sekam 3kg untuk campuran pembuatan kompos
6. Mencampur seluruh bahan baku pembuatan kompos sesuai dengan
formulasi masing-masing kompos, pengadukan dilakukan di ember/
baskom, mengaduk dengan menggunakan tangan yang sudah
menggunakan sarung tangan, untuk mengindari bakteri yang dapat
mempengaruhi hasil dari kompos.
7. Menyemprotkan mol nasi basi ke bahan baku yang sudah
dicampurkan sebelumnya sebanyak 2% dari total keseluruhan
formulasi
8. Kemudian membuat lubang galian dan memasukkan semua bahan
kompos yang telah tercampur, dan menutupinya dengan terpal/
karung.
63
9. Setelah hari ke 3 dilihat suhu dan kelembapanya, Suhu yang
baikmaksimal 40ºC dan kelembapan maksimal 50% RH, bila
dilakukan pembalikan dan penambahan air di perlukan.
10. Pembalikan dilakukan 3 hari sekali sampai tidak panas lagi.
11. Setelah 1 bulan kompos telah jadi dan siap di uji di laboratorium.
12. Menguji kualitas fisik kompos.
Kompos dikatakan telah jadi dan telah matang yaitu ketika telah
memenuhi syarat, sebagai berikut :
a. Berwarna coklat tua hina menyerupi warna tanah.
f. Suhu dari tumpukkan kompos mendekati suhu ruangan 30°-60°.
b. Berefek baik jika diaplikasikan pada tanah.
c. Tidak berbau busuk.
d. Kelembapan ideal, saat di pegang basah namun saat di remas
tidak mengelurkan air (Suyanto Beny, Prijono 2016, dalan
Danang 2018).
13. Menguji kualitas kimia kompos.
Untuk mengetahui kualits kompos, apat dilakukan uji laboratorium
menenai parameter kimia kompos dan persyaratan kualitasnya sesuai
dengan PERMENTAN No.70/Permentan/ Sr 140/2011, yaitu sebagai
berikut :
a. Kadar (N) minimal 0, 40% .
b. Kadar Phospor (P2O5) minimal 0,10%.
c. Kadar Kalium (K2O) minimal 0,20%.
64
d. C/N rasio kompos antara 10-20.
14. Setelah menjadi kompos maka selanjutnya dilakukan uji lab untuk
mengetahui kadar NPK yang lebih efesien dan efektif sesuai
denganPERMENTAN RI No.70/PERMENTAN/SR 140/2011.
4.7.4 Pembuatan Kompos Formula 3
1. Siapkan alat dan bahan
2. Membuat MOL nasi basi sebagai bioaktivator kurang lebih proses
pembuatan mol 1 minggu , mol nantinya digunakan sebesar 2% dari
total keseluruhan tiap masing-masing formulasi.
3. Limbah daun kayu putih di cacah/ cincang sampai halus menggunakan
golok maupun blender. Ditimbang sebanyak 7 kg limbah daun kayu
putih.
4. Kotoran ayam, peneleti mencari kotoran ayam dari peternak ayam
broiler. Kotoran ayam dijemur sampai kering dan kemudian di
timbang 1,5 kg sesuai formulasi.
5. Sekam 3kg untuk campuran pembuatan kompos
6. Mencampur seluruh bahan baku pembuatan kompos sesuai dengan
formulasi masing-masing kompos, pengadukan dilakukan di ember/
baskom, mengaduk dengan menggunakan tangan yang sudah
menggunakan sarung tangan, untuk mengindari bakteri yang dapat
mempengaruhi hasil dari kompos.
65
7. Menyemprotkan mol nasi basi ke bahan baku yang sudah
dicampurkan sebelumnya sebanyak 2% dari total keseluruhan
formulasi
8. Kemudian membuat lubang galian dan memasukkan semua bahan
kompos yang telah tercampur, dan menutupinya dengan terpal/
karung.
9. Setelah hari ke 3 dilihat suhu dan kelembpanya, Suhu yang maksimal
40ºC dan kelembapan maksimal 50% RH, bila dilakukan pembalikan
dan penambahan air di perlukan.
10. Pembalikan dilakukan 3 hari sekali sampai tidak panas lagi.
11. Setelah 1 bulan kompos telah jadi dan siap di uji di laboratorium.
12. Menguji kualitas fisik kompos.
Kompos dikatakan telah jadi dan telah matang yaitu ketika telah
memenuhi syarat, sebagai berikut :
a. Berwarna coklat tua hina menyerupi warna tanah.
b. Suhu dari tumpukkan kompos mendekati suhu ruangan 30°-60°..
c. Berefek baik jika diaplikasikan pada tanah.
d. Tidak berbau busuk.
e. Kelembapan ideal, saaat di pegang basah namun saat di remas
tidak mengelurkan air (Suyanto Beny, Prijono 2016, dalan
Danang 2018).
66
13. Menguji kualitas kimia kompos.
Untuk mengetahui kualits kompos, apat dilakukan uji laboratorium
mengenai parameter kimia kompos dan persyaratan kualitasnya sesuai
denganPERMENTAN No.70/Permentan/ Sr 140/2011, yaitu sebagai
berikut :
a. Kadar (N) minimal 0, 40% .
b. Kadar Phospor (P2O5) minimal 0,10%.
c. Kadar Kalium (K2O) minimal 0,20%.
d. C/N rasio kompos antara 10-20.
14. Setelah menjadi kompos maka selanjutnya dilakukan uji lab untuk
mengetahui kadar NPK yang lebih efesien dan efektif sesuai
denganPERMENTAN RI No.70/PERMENTAN/SR 140/2011.
4.8 Analisis Data
4.8.1 Analisis Univariat
Analisis univariat merupakan suatu analisis yang bertujuan untuk
menjelaskan maupun mendeskripsikan sutu karakteristik variabel
penelitian (Notoatmodjo, 2012).Dalam penelitian ini analisis univariat
adalah menjelaskan atau mendeskripsikan hasil dari perbandingan 3
formulasi kompos. Dari ke 3 formulasi kompos tersebut dilihat presentasi
distribusi frekuensi dari kandunan N P K dari masin masin formulasi mana
yang lebih cepat terjadi kompos dan lebih efektif untuk kompos sesuai
PERMENTAN RI No.70/PERMENTAN/SR 140/2011 dan SNI: 19-7030-
2004.
67
4.8.2 Analisis Bivariat
Analisis bivariat merupakan uji efektifitas mikrooranisme lokal dari
bahan nasi basi sebagai bioaktivator dalam mempercepat pembuatan
kompos.Data distribusi menggunakan One Way Anova. Pada penelitian ini
analisis data mengunakan Analisa uji tabel dan perbaningan uji beda
dengan men gunakan spss dengan uji One Way Anova, yaitu akan di
pergunakan data tentang kadar N P K pada umur kurang lebih 1 bulan,
kemudian akan di uji pada labolatorium. Hasil dari labolatorium kemudian
akan diolah menggunakan spss dengan uji One Way Anova dan disajikan
dalam bentuk tabel. Syarat dari uji one way anova yaitu:
1. Sampel berasal dari kelompok independent atau tidak berpasangan.
2. Varian atau ragamnya kelompok harus homogen, yaitu dengan
melakukan uji homogenitas terlebih dahulu. Bila nilai p-value ≥ 0.05
maka data diasumsikan memiliki varians yang sama. Bila nilaip-value
≤ 0.05 maka data diasumsikan memiliki varias yang tidak sama.
3. Data masing- masing kelompok berdistribusi normal.
Apabila data dari masing masing kelompok tidak berdistribusi normal
maka menggunakan uji Kruskal-Wallis.
68
BAB 5
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 HASIL
5.1.1 Gambaran Umum Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Dukuh Sukun, Desa Sidoharjo, Kecamatan Pulung,
Kabupaten Ponorogo, 11 km arah timur dari Kabupaten Ponorogo, di Dukuh Sukun
Terdapat Pabrik Minyak Kayu Putih yang beroprasi sejak 1937 dan berada pada
ketinggian 450-600m di atas permukaan laut. Pabrik Kayu Putih memiliki luas 0,7 ha
dengan luas tanah ±3.737 ha. Adapun batas – batas wilayah Pabrik Minyak Kayu
Putih Sukun :
a. Batas wilayah utara : Desa Nglayang
b. Batas Wilayah Timur : Desa Sidoarjo
c. Batas Wilayah Selatan : Desa Depok
d. Batas Wilayah Barat : Desa Tambaksari
69
5.2 Hasil Penelitian
5.2.1 Menghitung C/N Ratio
1. Formulasi 1
Rumus :
(x.a) + {(y.B)}/(x+y)+y= C
(5.15,21) + {( 0,5. 10)/ (5+0,5)+ 0,5 = 76,21+5/5,5+0,5
=15,26
2. Formulasi 2
Rumus :
(x.a) + {(y.B)}/(x+y)+y= C
(6.15,21) + {(1.10)}/(6+1)+1= 91,26+10/7+1
= 15,46
3. Formulasi 3
Rumus :
(x.a) + {(y.B)}/(x+y)+y= C
(7.15,21) + {(1,5.10)}/(7+1,5)+1,5 = 106,47+15/8,5+1,5
= 15,29
Keterangan :
X= Bagian bahan 1
A= C/N Rasio bahan II
Y= Bagian bahan II
70
B= C/N Rasio bahan II
C= C/N Rasio yang diharapkan
Dari hasil perhitungan diatas yaitu perolehan perkiraan C/N rasio formulasi
dari masing-masing formulasi. Perhitungan C/N Rasio diatas pergunakan untuk
menentukan atau memutuskan ukuran tiap formulasi. Dari hasil labolatorium
didapatkan C/N rasio yang tidak jauh berbeda dari perhitungan awal atau perkiraan
sementara C/N rasio diatas.
71
Gambar 5.1 Hasil fluktuasi pengukuran suhu
Dari gambar 5.1 hasil fluktuasi suhu diatas, formulasi C pada hari 3 paling rendah di antara ketiga formulasi lain.
Pada hari ke 7 setelah dilakukan pembalikan formulasi C mengalami kenaikan suhu yaitu 41°C dan naik turun secara
signifikan sampai hari terakhir. Formulasi B pada hari 3 berada pada 39°C yaitu paling tinggi di antara formulasi lain, dan
72
mengalai kenaikan dan penurunan secara signifikan sampai hari terakhir. Pada formiulasi A mengalami kenaikan pdari hari
ke 3 menuju hari ke 7 setelah dilakukan pembalikan dan mengalami penurunan yang signifikan sampai hari terakhir.
Gambar 5.2 hasil fluktuasi kelembaban
73
Dari gambar 5.2 hasil fluktuasi kelembaban diatas formulasi A pada hari 3 rata-rata cukup rendah atau terbilang
basah dibandingkan dengan formulasi B dan C, maka di lakukan pembalikan dan pada hari ke 7 formulasi A sudah
mengalami kenaikan kelembaban yaitu rata-rata sekitar 45RH . Formulasi B dan C pada hari ketiga rata-rata yaitu berada
pada Kelembaban 48RH dan mengalami penurunan pada hari ke 7 dan pada hari ke 11 rata-rata mengalami penaikan ,
sedangkan formulasi C mengalami penurunan pada hari ke 7 dan seterusnya namun masih signifikan.
74
5.2.2 Hasil Uji Statistik
5.2.2.1 Uji Normalitas Data
Uji Normalitas pada penelitian ini digunakan atau dilakukan untuk
mengetahui jenis destribusi data apakah yang berdistribusi normal atau yang
tidak berdistribusi normal. Berikut hasil SPSS untuk uji normalitas data:
Tabel 5.2 Hasil uji normalitas NPK dari masing masing formula
Formulasi Kandungan Sig.
Formula A N .008
P .075
K .312
Formula B N .030
P .206
K .222
Formula C N .009
P .337
K .298
Sumber: olah data spss
Berdasarkan table 5.4 dapat diketahui bahwa hasil uji normalitas data
menggunakan uji Shapiro –Wilk dan didapatkan nilai p value dari masing
masing formula yaitu < α 0,05 yang artinya data berdistribusi tidak normal
sehingga menggunakan uji alternatif dengan uji yaitu kruskal wallis.
5.2.2.2 Uji Homogenitas
Uji homogenitas mengetahui variasi pada setiap formulasi. Berikut
table hasil analisa uji homogenitas :
75
Tabel 5.3 Hasil uji statistic homogenitas
Levene Statistic df1 df2 Sig.
420,438 8 27 ,000
Sumber: olah data spss
Berdasarkan table 5.5 dapat diketahui bahwa nilai p value
homogenitas 0,000<α=0.05 yang artinya variasi setiap sampel tidak sama atau
tidak homogen dan selanjutnya tidak dapat melakukan uji dengan one way
anova, dengan begitu langkah selanjutnya menggunakan uji alternative
kruskal wallis.
5.2.3 Uji Kruskal Wallis
Pada pengambilan keputusan dalam penelitian ini yaitu digunakan uji
kruskal wallis, yaitu bertujuan untuk menguji apakah ada perbedaan antar
Formulasi.
Tabel 5.4 Tabel hasil perbedaan kadar N P K pada masing-masing formulasi
denga mengunakan uji Kruskal Wallis
Formulasi Kandungan p
Formulasi A N
P
K .068
Formulasi B N
P
K
Formulasi C N
P
K
Sumber : olah data spss
76
Berdasarkan tabel 5.6 di atas, diketahui nilai p value adalah sebesar
0,068 artinya nilai tersebut > 0,05. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa
H0 diterima dan Ha ditolak, berarti tidak ada perbedaan yang bermakna atau
signifikan antara Formulasi A, B, dan C. Jadi Formulasi A, B dan C tidak ada
perbedaan yang berarti atau bermakna meskipun diberi perlakuan yang
berbeda disetiap formulasi.
5.3 PEMBAHASAN
1. Pembuatan Mol Nasi Basi
Berdasarkan hasil analisa dari penelitian atau kegiatan eksperimen
yang dilakukan selama 1 minggu pembuatan mol nasi basi yaitu dengan alat
dan bahan sebagai berikut :
1) 4 buah bola nasi sebesar bola pingpong yang sudah di jamurkan dalam
3 hari atau sudah berwarna orange dan berbau tape.
2) 5 sendok gula putih/ gula merah
3) 1 liter air
4) Mangkok atau baskom
5) Sarung tangan
6) Botol/jerigen
Setelah alat dan bahan mol nasi basi sudah terkumpul, selanjutnya
menyimpan nasi basi di tempat yang lembab dan terhindar dari sinar matahari
untuk memperoleh nasil yang berwarna orange dan berbau tape. Setelah 3 hari
77
hari nasi basi tersebut berubah warna menjadi orange dan berbau tape.
Kemudian mencampur nasi basi dan gula dengan air, dan di remas remas
menggunakan tangan yang sudag pakai sarung tangan hingga tercampur
semua. Selanjutnya di masukkan ke wadah botol dan tutup botol tersebut,
usahakan berwarna gelap supaya cepat jadi mol dan simpan pada tempat yang
jauh atau terhindar dari sinar matahari juga hewan pengganggu. Selanjutnya
menunggu mol nasi tersebut selama seminggu untuk di fermentasikan. Setelah
seminggu MOL nasi basi sudah berbau tapendan siap pakai .
2. Pembuatan Kompos
Berdasarkan dari hasil analisa yang dari penelitan atau kegiatan
eksperimen yang dilakukan selama ±1 bulan atau 24 hari dengan 3 jenis
perlakuan dalam pembuatan kompos yaitu dengan dosis bahan dan
perbandingan sebagai berikut :
1. Formula A dengan konsentrasi bahan 5kg limbah daun minyak kayu putih,
0,5kg kotoran ayam, 3kg sekam, dengan bioaktivator mol nasi 2%
2. Formula B dengan konsentrasi bahan 6kg limbah daun minyak kayu putih,
1kg kotoran ayam, 3kg sekam, dengan bioaktivator mol nasi 2%
3. Formula C dengan konsentrasi bahan 7kg limbah daun minyak kayu putih,
1,5kg kotoran ayam, 3kg sekam, dengan bioaktivator mol nasi 2%
Setelah dilakukan pengelompokkan menjadi 3 formulasi kemudian di
replikasi menjadi 3 replikasi setiap masing-masing formulasi. Proses
pengomposan selama ±1 bulan atau 24 hari dan di observasi selama 2 hari
78
sekali untuk mengontrol dan mengukur suhu dan kelembaban, dan 3 hari
sekali untuk mengecek bau, warna, dan tekstur untuk lebih jelasnya akan akan
akan dijelaskan dalam table berikut ini:
79
3. Hasil Pengamatan Suhu, dan Kelembaban
a. Suhu
Suhu yaitu merupakan salah sati indikator atau parameter dalam
pembuatan kompos. Parameter suhu dapat menandakan perubahan atau
adanya aktivitas mikroorganisme dalam dekomposisi bahan bahan
kompos/ bahan organic. Kondisi perubahan suhu pada penelitian ini dapat
dilihat pada table 5.1 yang akan di perjelas sebgai berikut.:
1. Suhu pada Formulasi A menunjukkan rata rata dari seluruh replikasi
yaitu 37,1°C . Pada hari pertama menunjukkan suhu yang rendah yaitu
antara 28-27°C, kemudian pada hari ke 3 mengalami penaikkan suhu
pada seluruh replikasi. Pada formulasi A ini suhu tertinggi terdapat
pada replikasi 2 hari ke 9 yaitu suhu mencapai 45°C, dan terendah di
hari 1 pada replikasi ke 2 yaitu 27°C. terjadi penaikkan suhu secara
signifikan dari hari 1 sampai hari ke 9, namun pada hari ke 11 suhu
replikasi ke 3 mengalami penurunan yaitu sebesar 39°C, kemudian
mengalami naik turun suhu hingga hari ke 24. Pada hari ke 24 suhu
mencapai 35°C pada replikasi 1, 35°C pada replikasi ke 2 dan 36°C
pada replikasi ke3 yang artinya masih suhu optimal pengomposan..
2. Suhu pada Formulasi B menunjukkan rata-rata dari keseluruhan
replikasi yaitu 38,1°C. pada hari pertama suhu rendah terdapat pada
replikasi ke 2 dan 3 yaitu 25°C dan tertinggi pada replikasi 1 yaitu
80
27°C. terjadi penaikan suhu hingga hari ke 7 pada semua replikasi.
Pada hari ke 9 replikasi 2 dan 3 mengalami penurunan yaitu sebsar
39°C dan replikasi 1 mengalami peningkatan sebesar 45°C. Kemudian
mengalami naik dan turun hingga hari ke 21. Suhu tertinggi pada
keseluruhan replikasi terdapat pada replikasi 1 hari ke 9 yaitu 45°C.
Pada hari ke 24 suhu kompos mencapai 38°C pada formulasi 1, 39°C
pada formulasi 2 dan 39°C pada formulasi 3 yang artinya masih suhu
optimal pengomposan.
3. Suhu Formulasi C menunjukkan rata-rata suhu dari keseluruhan
replikasi yaitu 38,2°C. Suhu pada hari 1 suhu terendah 25°C dan
tertinggi 27°C, mengalami kenaikan sampai hari ke 5 dan mengalami
penurunan pada hari ke 7 pada replikasi ke 3 yaitu sebesar 40°C. naik
kembali pada hari ke 9, dan pada hari ke 11 mengalami penurunan
sebesar 37°C pada replikasi 2 dan 3. Pada hari ke 14 replikasi 1
mengalami penurunan menjadi 37°C dan pada replikasi ke 2 dan 3
mengalami peningkatan 43°C dan 41°C. Pada hari ke 18 hingga 24
mengalami naik dan penuruhan suhu. Pada hari ke 24 suhu replikasi 1
mencapai 37,3°C replikasi 2 38,4°C dan replikasi ke 3 yaitu 38,9°C.
Suhu optimal pengomposan berkisar 40°C-60°C, pada penelitain ini
suhu tertinggi diperoleh 39,5% pada perlakuan formulasi B replikasi 1,
hal ini diduga karena sedikitnya volume tumpukan kompos sehingga
81
panas yang terakumulasi rendah. Menurut Penelitian Komarayanti(2007) ,
bahwa tumpukan yang terlalu terlalu pendek atau rendah menyebabkan
panas cepat menguap. Dalam penelitian ini di ada beberapa tumpukkan
kompos yang terlalu rendah sehingga cepat menguap, yaitu pada
formulasi A replikasi 3.
Berdasarkan Ruskandi(2006), dalam proses pengomposan aerobic
terdapat dua fase yaitu fase mesofilik yaitu sekitar 23°C-45°C, dan fase
termofilik berkisar antara 45°C-65°C. Pada penelitian ini diperkirakan
termasuk mikroba yang aktif adalah mikroba mesofilik, yaitu mikroba
yang hidup pada 25°C-37°C. Aktivasi mikroba mesofilik dalam proses
penguraian akan menghasilkan panas dengan mengeluarkan CO2 dan
mengambil O2 dalam tumpukan komposhingga mencapai suhu
maksimum(isroi dan Yuliarti,2009).
b. Kelembaban
Berdasarkan hasil pengukuran dapat dilihat pada Formulasi A B dan C
mengalami kelembaban yaitu paling rendah 40%RH dan paling tinggi
pada 50%RH, artinya masih sesuai dengan syarat atau parameter
PERMENTAN RI No.70/permentan/sr140/2011 tentang standart kualitas
kompos, bahwa maksimal kelembaban kompos 50%RH.
Pada Formulasi A replikasi 1,2 dan 3 mengalami kelembaban sekitar
40-47%RH, pada formulasi B replikasi 1, 2, dan 3 yaitu mengalami
kelembaban sebesar 40-50%RH, dan formulasi C replikasi 1, 2 dan 3
mengalami kelembaban sekitar 40-50%RH. Maka formulasi A,B dan C
dan setiap replikasi masing-masing sesuai dengan syarat atau parameter
PERMENTAN RI No.70/permentan/sr140/2011 tentang standart kualitas
kompos, bahwa maksimal kelembaban kompos 50%RH. Kelembaban
82
sangat berpengaruh dalam mempercepat proses terjadinya perubahan dan
penguraian bahan-bahan organic diunakan dalam pembuatan
kompos.(Widarti, dkk., 2015)
Menurut Juanda et al. (2011), yaitu jika kompos terlalu lembab maka
proses dokomposisi akan terhambat atau susah terdekomposisi. Hal
tersebut dikarenakan kandungan air akan menutupi rongga udara didalam
tumpukan, kelembaban yang tinggi penyiraman berlebihan dapat
mengakibatkan air sisa penyiraman menggenangi area tempat
pengomposan, jadi kelembaban sangat mempengaruhi perkembangan
mikroba. Dalam penelitian ini ada beberapa kompos yang terlalu lembab
yaitu pada formulasi A perlakuan ke 2 dan 3, sehimgga harus dilakukan
pembalikan pada minggu ke 1 hari ke 5.
4. Hasil pengamatan fisik Warna, Bau, dan Tekstur
a. Warna
Hasil pengamatan kompos pada hari 1 rata-rata berwarna coklat
kehitaman. Formulasi A pada replikasi 1, 2 dan 3 berwarna coklat tua dari
hari ke 1 hingga ke 9 blm berubah dari bentuk aslinya karena masa
inkubasi dari bakteri mol, hari ke 14 warna berubah menjadi coklat
klehitaman dan pada hari ke 19 berwarna kehitaman hingga kompos jadi.
Pada Formulasi B, berdasarkan hasil pengamatan hari ke 1 masih sama
berwarna coklat tua, mulai berubah warna pada hari ke 4 dan ke 9 yaitu
berwarna coklat kehitaman, kemudian berubah kembali menjadi
kehitaman pada hari ke 14 sampai kompos jadi.
Pada Formulasi C berdasarkan hasil pengamatan pada hari pertama
kompos berwarna coklat, dikarenakan banyaknya limbah daun kayu putih
83
yang berwarna kuning kecoklatan, berubah warna pada hari ke 9 yaitu
berwarna coklat kehitaman, dan pada hari ke 24 sudah berwarna
kehitaman.
Menurut M.Fadil (2016), kompos yaitu memiliki ciri ciri yaitu
berwarna coklat kehitaman ,Ph mendekati netral dan suhunya kurang
lebih sama dengan suhu lingkungan dan juga tidak berbau husuk atau
sudah berbau seperti tanah. Perubahan sifat fisik kompos yaitu berubah
dari coklat menjadi kecoklatan bahakan coklat kehitaman dan hitam
terjadi akibat adanya proses dekomposisi yang di lakukan oleh
mikroorganisme, dan juga disebabkan adanyanya aktivitas mikroba yang
menghasilkan CO2 dan air.
b. Bau
Hasil pengamatan Bau pada table 5.2 yaitu kompos pada Formulasi A,
B, dan C beserta replikasi 1,2 dan 3 pada hari 1 berbau seperti bahan-
bahan awal kompos. Pada hari ke 4 Formulasi baik formulasi A, B
maupun C berubah bau menjadi bau fermentasi . Formula A masih tetap
berbau fermentasi pada hari ke 9 dan sedikit berbau ytanah pada hari ke
14, sedangkan pada hari ke 19 sudah berbau tanah hingga hari terakhir
kompos jadi.
Pada Formulasi B pada hari ke 9 dan ke 14 sudah berubah bau menjadi
sedikit berbau tanah dan pada hari ke 19 dan terakhir pengomposan sudah
berbau tanah. Sedangkan Formulasi C pada hari ke 4 dan 9 masih berbau
84
fermentasi dan sedikit berbau tanah pada hari 14 dan pada hari ke 19 dan
terakhir pengomposan sudah berbau tanah.
Bau yang dihasilkan pada proses pengomposan merupakan suatu tanda
bahwa terjadi aktivitas dekomposisi bahan oleh mikroba. Mikroba
merombak bahan organic tersebut salah satunya menjadi ammonia, hingga
gas yang dihasilkan dapat mempengaruhi bau yang ada pada bahan. Bau
yang ditimbulkan juga dapat berasal dari bahan yang terlalu basah
(Haffifudin,2015). Berdasarkan penelitian ini diperkirakan mulai terjadi
perombakan oleh mikroba yaitu rata-rata pada hari ke 9 dan ke 14 pada
formulasi A dan B.
c. Tekstur
Tekstur pada kompos Formulasi A, B dan C hasilnya hamper sama
karena dari bahan yang sama namun perbandingan yang berbeda, Namun
setelah berjalan proses pengomposan tekstur dari formulasi A, B, dan C
sudah bisa di bedakan meskipun hasilnya sama sama halus pada akhir
pengomposan.
Pada hari 1 Formulasi A, B dan C masih bertekstur kasar seperti
bahan-bahan awal pembuatan kompos, Kemudian pada formulasi A mulai
ada perubahan bentuk dari bentuk pembuatan yaitu pada hari ke 4 dan ke
9, pada hari ke 14 sudah mulai terlihat halus namun belum seluruhnya,
dan pada hari ke 19 mulai halus seluruhnya sampai hari terakhir.
85
Pada Formula B sudah mulai tampak ada perubahan pada hari ke 4 dan
pada nhari ke 9 sudah mulai halus namun banyak kasarnya, dan pada hari
ke 14 sudah mulai halus seluruhnya, hari ke 19 kompos sudah terlihat
halus hingga akhir. Pada Formulasi C mulai terlihat halus sebagian yaitu
pada hari ke 14dan di hari ke 19 sudah mulai halus seluruhnya hingga
akhir pembuatan kompos.
Menurut syukur dan Nur (2006) semakin matang kompos maka serat
kompos tersebut semakin sedikit dan ukuran partikel lebih kecil. Bahan
organic diurai menjadi unsur-unsur yang dapat diserap oleh
mikroorganisme, maka bahan organi berubah menjadi partikel kecil atau
menjadi lebih halus dari bahan aslinya. Berdasarkan penelitian ini, dari
formulasi A, B, dan C partikel paling halus yaitu terdapat pada formulasi
B,dan hal mtersebut mempercepat proses dalam pembuatan kompos,
namun hasil pengamatan tekstur di atas dari Formula A, B dan C hampir
seluruhnya memenuhi standart Permentan No.70/sr140/2011 yaitu
bertekstur halus.
5. Hasil Pengukuran Parameter Kimia
Kompos dari bahan limbah daun minyak kayu putih, kotoran ayam,
dan mol nasi basi dan juga sekam dilakukan pengukuran kimia N P K dan
C/N rasio dengan mengacu pada PERMENTAN RI
No.70/PERMENTAN/Sr140/2011
86
a. Nitrogen (N)
Hasil dari Pemeriksaan labolatorium parameter Nitrogen (N)
pada formulasi A, B dan C telah memenuhi syarat PERMENTAN RI
No.70/PERMENTAN/Sr140/2011 yaitu 4,11 – 7,20 yang artinya nilai
nitrogen melebihi syarat yang telah ditentukan oleh PERMENTAN RI
No.70/PERMENTAN/Sr140/2011. Pada formulasi C ada yang dibawah
standart PERMENTAN yaitu pada replikasi 1 dan 3. Pada formulasi B
terdapat 7,20% yang berada di replikasi 2 artinya memiliki nitrogen
yang tinggi karena banyaknya limbah daun kayu putih yang terdapat
pada komposisi kompos tersebut. Tersedianya nitrogen dalam jumlah
yang tinggi karena terjadi proses dekomposisi yang lebih sempurna,
sedangkan nitogen yang rendah disebabkan kemungkinan banyak
menguap karena pengemasan kurang baik. Menurut penelitian Ni Made
Eka, dkk(2017) dijelaskan kandungan bahwa unsur nitrogen paling
tinggi terdapat pada perlakuan kotoran sapi dan rumput gajah dengan
perbandingan 2 : 1 yakni sebesar 0.60%,
Nitrogen merupakan unsur hara yang dibutuhkan tanaman
dalam jumlah yang cukup besar. Nitrogen tersedia dalam bentuk urea,
aluminium dan nitrat secara sederhana. Nitrogen dibutuhkan tanaman
untuk pembentukan asam amino, protein, klorofil, pembentukan
nukleotida dan enzim. Di alam bebas nitrogen tersedia didalam kompos.
(Dani Cecep Sucipto, 2012). Karbon atau C diuraikan oleh mikroba
87
karena karbon merupakan sumber energi bagi mikroba dan bahan yang
digunakan untuk menyusun sel, unsur nitrogen memiliki peranan
sebagai sumber makanan oleh mikroba untuk pertumbuhan sel-selnya.
Dari penelelitian ini, Formulasi B sangat naik untuk digunakan dalam
tanaman untuk klorofil karena memiliki hasil nitogen yang tinggi yaitu
7,20%.
b. Phospor (P205)
Berdasarkan hasil dari pemeriksaan labolatorium parameter
Phospor (P205) Pada Formulasi A, B dan C yaitu hampir sama dan hanya
sedikit berbedaan yang tidak bermakana atau selisih kecil yaitu sekitar
4,56 6,09(ppm) artinya dari ketiga formulasi A, B dan C masih memenuhi
standart PERMENTAN RI No.70/PERMENTAN/Sr140/2011 yaitu
minimum nya 4(ppm). Kandungan Phospor yaitu terdapat pada Formulasi
C replikasi ke 2 yaitu 3,87(ppm) dan replikasi tertingi terdapat pada
Formulasi B yang mencapai 6,20(ppm) .
Phospor merupakan unsur hara yang dibutuhkan tanaman dalam
jumlah yang cukup besar, unsur P dibutuhkan tanaman untuk
pembentukkan bunga dan buah guna untuk mempercepat pemsakkan biji,
merangsang pertumbuhan dan perkembangan akar dan juga membantu
dalam pembentukkan protein. Phospor sebagian terdapat atau berasar dari
pelapukan batuan mineral alami, sisanya berasal dari pelapukan bahan
organik. Sebagian phosphor yang mudah larut diambil oleh
88
mikroorganisme tanah untuk pertumbuhan, dan kemudian phosphor ini
yang akan diubah menjadi humus (Syahfitri, 2008). Penelitian ini rata-rata
memiliki phosphor yang tinggi dikarenakan bahan dari pembuatan
kompos sendiri berasal dari bahan pelapukan bahan-bahan organik.
c. Kalium (K2O)
Berdasarkan hasil dari pemeriksaan labolatorium parameter
Kalium (K2O) dari formulasi A, B dan C tidak menunjukkan adanya
perbedaan yang signifikan atau bermakna , pada formulasi A rata rata
4,45% dan pada formulasi B yaitu rata-rata 6,70%, sedangkan pada
Formulasi C yaitu 3,8%. Pada formulasi C terdapat Kalium yang di
bawah standart minimal PERMENTAN yaitu pada replikasi yang ke 2
yaitu sebesar 3,25% namun untuk replikasi ke 1 dan ke 3 sudah
memenuhi syarat standart minimal kalium yaitu sebsar 4%. Kalium yang
tertinggi terdapat pada formulasi B yaitu pada replikasi ke 2 sebesar
7,00% sedangkan kalium terendah terdapat pada formulasi C replikasi ke
2 yaitu 3,25 artinya di bawah standart minimal PERMENTAN.
Menurut penelitian Maesaroh(2014) unsur Kalium (K) pada kotoran
ayam sangat tinggi, dengan begitu dapat di gunakan untuk memenuhi
kebutuhan unsur tersebut adalah dengan penambahan sabut kelapa, dari
berbagai sumber yang diperoleh
89
membuktikan bahwa sabut kelapa memiliki kandungan unsur kalium (K)
yang tinggi. Menurut penelelitian ini kotoran ayam yang mengandung
bakteri Lactobacilus reutri,Leuconostocmensenteroide, dan streptococcus
thermopilius mampu mendekomposisikan limbah daun minyak kayu
putih dengan cepat, sehingga proses pengomposan lebih dipersingkat.
Kalium berperan dalam membantu pembentukan protein dan
karbohidrat. Kalium tidak terdapat dalam protein, protoplasma dan
sellulosa, elemen ini bukan elemen langsung dalam pembentukan bahan
organik. Menurut Imanudin (2017) penelitian pemberian bioaktivator
MOL LJBM ini diduga salah satu faktor yang mempegaruhi perbedaan
kandungan K dalam kompos, selain itu juga bahwa unsur K akan
dimanfaatkan oleh mikroba dalam proses dekomposisi sehingga semakin
banyak penambahan bioaktivator EM maka akan semakin banyak
pemanfaatan K oleh mikroba aktivitas bakteri yang terkandung.
Menurut I Made, dkk.,(2016), keberadaan kalium pada pupuk kompos
ini disebabkan oleh banyaknya bahan organik yang berasal dari bahan
baku pembuatan kompos tersebut. Bahan organic dapat meningkatkan
kapasitas tukar kation.
d. Kadar C/N Rasio
Hasil dari pengukuiran labolatorium didapatkan hasil C/N
Rasio pada Formulasi A, B dan C ada perbedaan namun tidak bermakna
90
atau tidak signifikan yang berarti, Pada table 5.3 Formulasi A rata- rata
mendapatkan 17,5%, Formulasi B rata-rata mendapatkan 18,8 dan
Formulasi C mendapatkan 23,56. Dari ke 3 formulasi tersebut masih
dikatakan memenuhi syarat dalam PERMENTAN RI no70/sr140/2011
yaitu syarat minimal 15-25%.
Dari penjelasan diatas diperkirakan semakin seimbang bahan
kompos antara limbah daun kayu putih dan kotoran ayam semakin sedikit
C/N rasio namun untuk ada indikasi secara fisik proses pematangan
kompos semakin cepat daripada C/N rasio yang cukup tinggi. Menurut
Evi Ulfatul (2018) Kualitas kompos sangat ditentukan oleh besarnya
perbandingan antara jumlah karbon dan nitrogen (C/N rasio). Jika C/N rasio
tinggi, berarti bahan penyusun kompos belum terurai sempurna. Bahan kompos
dengan C/N rasio tinggi akan terurai atau membusuk lebih lama diba ndingkan
dengan bahan ber-C/N rendah.
Setiap bahan organic mengandung unsur karbon dan nitrogen
yang berbeda- beda. Suatu bahan yang mengandung unsur C tinggi akan
maka nilai C/N rasio nya juga akan tinggi dan sebaliknya jika suatu bahan
memiliki nilai C Rasio yang rendah maka bahan terseubut juga memiliki
C/N rasio yang rendah. Nilai C/N rasio akan sangat mempengaruhi proses
dekomposisi Lisa (2013).
91
d. Rekomendasi
1. Hasil dari ekperimen pembuatan kompos berbahan dasar limbah daun
minyak kayu putih dan kotoran ayam dan juga sekam dengan batuan
bioaktivator mol nasi basi dengan 3 formulasi yang berbeda yaitu beda
dalam komposisi masing- masing formulasi, dan didapatkan hasil atau
dapat disimpulkan bahwa tidak adanya perbedaan pada setiap
formulasi namun pembuatan kompos dengan kadar Nitrogen yang
tinggi maka bahan kompos dapat diperbanyak limbah dari daun kayu
putih dengan perbandingan 6kg daun kayu putih dan 1 kg kotoran
ayam, untuk pembuatan kompos yang tinggi kadar Phospat maka
pembuatan kompos dapat dilakukan dengan menambah atau
memperbanyak sekam, dikarenakan sekam padi mengandung karbon
yang tinggi. Dilihat dari kandungan kimia yang terdapat pada sekam
padi, sekam padi memiliki potensi digunakan sebagai bahan tambahan
pembuatan kompos karena sekam padi memiliki unsur utama protein,
lemak, serat kasar, dan karbohidrat, dan untuk pembuatan kompos
dengan kadar kalium yang tinggi maka dapat di perbanyak dengan
limbah daun kayu putih mapun kotoran ayam.
2. Untuk pembuatan kompos dengan waktu yang cepat dapat digunakan
Formula B yaitu dengan komposis formulasi 6kg limbah daun minyak
kayu putih , 1kg kotoran ayam dan 3 kg sekam dengan bioaktivator
2%.
92
3. Kendala dalam pembuatan kompos pada penelitian kali ini yaitu
terkendala oleh suhu yang tidak menentu dan kemungkinan
berdampak pada pembuatan kompos, apabila didapati kompos yang
terlalu panas maka disemprotkan air atau di lakuka pembalikan pada
kompos untuk memberi ruang udara. Apabila kurang panas maka di
semprotkan kembali mol nasi basi dan di tutup rapat kembali agar
memci proses dekomposisi berjalan dengan baik dan kembali
mengghasilkan panas yang stabil.
4. Perlu di teliti lebih lanjut tentang limbah daun kayu putih dengan
formulasi dan komposisi yang berbeda.
93
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dari penelitian :
1. Membuat kompos dengan menggunakan bahan baku limbah daun minyak
kayu putih, kotoran ayam, sekam dan mol nasi basi dengan konsentrasi
limbah daun kayu putih (5kg) kotoran ayam (0,5kg) dan sekam (3kg) dengan
bioaktivator mol nasi basi 2% diperoleh hasil Nitrogen 4,13%, Phospor
4,15%, Kalium 5,30%.
2. Membuat kompos dengan menggunakan bahan baku limbah daun minyak
kayu putih, kotoran ayam, sekam dan mol nasi basi dengan konsentrasi
limbah daun kayu putih (6kg) kotoran ayam (1kg) dan sekam (3kg) dengan
bioaktivator mol nasi basi 2% diperoleh hasil Nitrogen 7,20%, Phospor
6,20%, Kalium 7,00%.
3. Membuat kompos dengan menggunakan bahan baku limbah daun minyak
kayu putih, kotoran ayam, sekam dan mol nasi basi dengan konsentrasi
limbah daun kayu putih (7kg) kotoran ayam (1,5 kg) dan sekam (3kg) dengan
bioaktivator mol nasi basi 2% diperoleh hasil Nitrogen 4,13%, Phospor
4,16%, Kalium 4,15%.
4. Dari Formulasi A, B dan C tidak adanya perbedaan yang bermakna atau
signifikan, namun dari ketiga formulasi tersebut, formulasi B yang cepat jadi
94
kompos dan dari hasil ketiga kompos tersebut masih memenuhi standart SNI
kompos maupun PERMENTAN RI no70/PERMENTAN/sr140/2011.
6.2 Saran
1. Pabrik Minyak Kayu Putih
Kepada pabrik minyak kayu putih di dukuh Sukun Kabupaten Ponorogo di
harapkan memiliki inovasi dan mempergunakan dan memanfaatkan limbah
daun minyak kayu putih dengan maksimal. Setelah adanya penelitian ini di
harapkan pabrik minyak kayu putih dan masyarakat sekitar pabrik
memanfaatkan peluang untuk mempergunakan limbah daun kayu putih
dengan sebaiknya, guna untuk dipergunakan kembali terhdap tanaman kayu
putih.
2. Bagi Institusi Pendidikan Stikes Bhakti Husada Mulia Madiun
Diharapkan penelitian ini dapat digunakan menjdi referensi bagi mahasiswa,
kesehatan masyarakat, kesehatan lingkungan khususnya tentang pembuatan
kompos.
3. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini belum sempurna dan masih banyak kekurangan,
diharapkan bagi peneliti yang lain dapat mengembangkan lebih luas lagi
tentang limbah daun minyak kayu putih untuk pembuatan kompos dengan
konsentrasi maupun formulasi yang berbeda, dan juga dapat meneliti lebih
lanjut tentang hal-hal yang mempengaruhi dalam pembuatan kompos.
95
DAFTAR PUSTAKA
Aprinda, N. 2018.Penaruh Lama Fermentsi Pupuk Oranik Cair Kombinasi Batang
Pisang, Kulit Pisang dan Buah Pare Terhadap Uji Kandungan Unsur Hara
Makro Fosfor(P) dan Kalsium(Ca) Total Dengan Penambahan Bioaktivator
EM4, Skrpsi, Universitas Sanata Dharma Yoyakarta, Yoyakarta.
Budi , S. 2018.Sistem Lelang Limbah Daur Ulang Berbasis web. Skripsi,Jurusan
Teknik InformatikaFakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Sidoarjo,
Sidoarjo.
Budiyani, dkk. 2016. Analisis Kualitas Larutan mikroorganisme lokal bonggol
pisang, E-Jurnal Agroekoteknologi Tropika, Vol 5, Nomor 1, : 63-64.
Danang, D.P. 2018. Uji Efektivitas Mikroorganisme Lokal Dari Tomat Busuk, Nasi
Basi, Bonggol Pisang, Sebagai Starter Alam Pembuatan Kompos Organik Desa
Dagangan Madiun. Skripsi, Program Studi Kesehatan Masyarakat Stikes
Bhakti Husada Mulia Madiun, Madiun.
Danuji, S. 2017. Pemanfaatan Mikroorganisme Lokal Mempercepat Kelestarian
Lingkungan Akibat Konversi Lahan Produktif Menjadi Perumahan, Seminar
Nasional Biologi, Jember.
Handoyo, A. 2018.Pengaruh Macam Inkulum Terhadap Karakter Fisik dan Fraksi
Serat Pada Jerami Padi Fermentasi.Tesis, Universitas Mercu Buana
Yogyakarta, Yogyakarta.
Hasibuan, R. 2016. Analisis Dampak Limbah/Sampah Rumah Tangga Terhadap
Pencemaran Lingkungan Hidup, Jurnal Ilmiah Advokasi , Volume 04, Nomor
01, : 44-46.
Ir. Graitno, MT. 2010, Membuat Kompos Memanfaatkan Limbah Organik, Bandung :
PT Sinergi Pustaka Indonesia.
Kurniawan, A. 2018.Produksi Mol (Mikroorganisme Lokal) Dengan
Pemanfaatanbahan-Bahan Organik Yang Ada Di Sekitar, Jurnal Hexagro,
Volume 2, Nomor 2, : 36-38.
Kurniawan, A. 2018.Produksi MOL(mikroorganisme local) dengan pemanfaatan
bahan-bahan organic yang ada disekitar. Jurnal, Volume 2, Nomor 2, : 36-39.
96
Kusuma, D, P. 2017. Analisis Nilai Tambah Produksi Limbah Kotoran Ternak
Rumah Potong Hewan Kota Pekanbaru. JOM Fekon, Nomor 1, : 57-58.
Lubis, A.T. 2017. Efektivitas Penambahan Mikroorganisme Lokal (MOL)
Nasi,Tapai Singkong Dan Buah Pepaya Dalam Pengomposan Limbah Sayuran
Tahun 2017, Skripsi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Medan,
Sumatera Utara.
Lukito M. 2012. Model pendugaan biomassa tanaman kayuputih(KASUS BKPH
Sukun KPH Madiun).Jurnal Agri-tek,12( 2) : 36-48.
Megayanti, R. 2015, 5 Oktober. Teknik Budidaya dan Pengelolaan Tanaman Kayu
Putih (Melaleuca leucadendra(L).L), Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya,
Malang.
Mulyanto, Parwi T, Umi Isnatin. 2017. Isolasi Dan Identifikasi Fungi Pada Limbah
Industri Kayu Putih (Melaleuca leucadendra). Gontor AGROTECH Science
Journal, 3,Nomor 2, : 120-121.
Mulyono, 2014.Membuat mikrooranisme lokal (MOL) dan Kompos dari sampah
rumah tangga. Jakarta: AgroMedia Pustaka.
Murbandono, L. 2007. Membuat Kompos. PenebarSwadaya. Jakarta.
Nisa,Khalimatu.2016.Meproduksi Kompos dan MikroOrganisme
Lokal(MOL).Jakarta: BibitPublisher.
Notoadmodjo, Soekidjo. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan: Rineka Cipta.
Notoadmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta. Rineka Cipta.
Novizan, 2001. Petunjuk Pemupukan yang efektif, Jakarta : Agromedia Pustaka.
Palupi, N.P. 2015. Karakter Kimia Pupuk Cair Asal Limbah Kulit Pisang Kepok dan
Pengaruhnya Pada Tinggi Tanaman kedelai, Jurnal AGRIFOR, volume XIV,
Nomor 2, : 240-241.
Purwasasmita M, 2009. Mikroorganisme lokal sebagai pemicusiklus kehidupan
dalam bioreaktortanaman.Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia- SNTKI
2009 Bandung 19-20 Oktober 2009.
Rahmawati, A., Alberto, E, dan Soemarno. 2016. Pengaruh Kompos Limbah Daun
Minyak Kayu Putih Untuk Pertumbuhan Seamai Tanaman Kayu Putih, Jurnal
Tanah dan Sumberdaya Lahan, vol 3 No 54, : 293-301.
97
Rimbawanto, A. 2017.Minyak Kayu Putih Dari Tanaman Asli Indonesia Untuk
Indonesia , Yogyakarta, Kaliwangi(Anggota IKAPI).
Roidah, I, S. 2013. Manfaat Penggunaan Pupuk Organik Untuk Kesuburan
Tanah.Jurnal Universitas Tulungagung Bonorowo. Vol 1(1): 30-42.
Setyaningsih, E., dkk. 2017. Pengelolaan Sampah Daun Menjadi Kompos Sebagai
Solusi Kreatif Pengendali Limbah Di Kampus UMS. Jurnal, : 742-743.
Sugiyono, P.D. 2011. Metode penelitian Kuantitatif Kualitatif R& B. Bandung:
Alfabeta.
Suhendar, C. 2018, Ayo Membuat Kompos, Bandung : CV Armico.
Sulaiman, M. 2019. Pengawasan Pencemaran Lingkungan (Studi Kasus Limbah
Industri Kelapa Sawit Di Kabupaten Indragiri Hulu), JOM FISIP Universitas
Riau, volume 1, : 7-9.
Susi, N, dkk. 2018Pengujian Kandungan Unsur Hara Pupuk Organik Cair (POC)
Limbah Kulit Nanas, Jurnal Pertanian Ilmiah, Volume 14, Nomor 2, : 46-47.
Suyanto Beny, Prijiono Sigit. 2016. Desain Alat Pembuat Pupuk Organik Untuk
Kampus dan Sekolah , Penelitian Hibah bersaing Politeknik Kesehatan
Kemenkes Surabaya : Prijionosigit.
Trivana, L. 2017. Optimalisasi Waktu Pengomposan dan Kualitas Pupuk Kandang
Kambing dan Debu Sabut Kelapa Dengan Bioaktivator PROMI dan Ogradec,
Jurnal sains veteriner, 31(1), : 137-139.
Tufalia, M. Dewi, Darma, Laksana. Syamsu, Alam. 2014. Aplikasi Kompos
KotoranAyam untuk Meningkatkan Hasil Tanaman Mentimun (Cucumis
sativusL.) in Acid Soils. Jurnal Agroteknos. Vol 4 (2): 119-126.
Utomo, P.B, Nurdiana, J. 2018. Evaluasi Pembuatan Kompos Organik Dengan
Menggunakan Metode Hot Composting.Jurnal Teknologi Lingkungan, Volume
2, Nomor 01, : 28-29.
Widyaningsih, E. 2002. Pengaruh Pengomposan Media Limbah Daun Industri
Minyak Kayu Putih Dengan Jamur Trichoderma viride dan EM4 Terhadap
pertumbuhan semai kayu putih (Melaleuca leucadendra Linn) . Skripsi,
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, Bogor.
98
Yuniarti, A., Machfud. Y., Damayani.M, dan Solihin. 2018. Aplikasi Kombinasi
Macam Pupuk Organik dan N,P,K terhadap Pertumbuhan dan Hasil Padi
Hitam, Jurnal, Volume 16, Nomor 2, : 65-66.
Yuniwati. 2012. Optimasi kondisi proses pembuatan kompos dari sampah organik
dengan cara fermentasi menggunakan EM4. Fakultas teknologi industri institut
sains dan teknologi AKPRIND : Yogyakarta.
Fadhil, M. 2016. Pengaruh Penambahan Berbagai Jenis Strater Pada Proses
Pengomposan Eceng Gondok, Skripsi,Universitas Hasanudin Makassar
Imamudin, 2017. Biokonversi Feses Ayam Broiler yang diberi Ransum Mengandung
Limbah Jambu Biji Merah sebagai Feed Additive. Jurnal Peternakan 20 (1): 42-
51.
Isroi dan Yuliarti, N. 2009. Kompos Cara Mudah, Murah dan Cepat Menghasilkan
Kompos, Yoyakarta: Andi
Widarti, B.N., Wadharni,W.K., dan Sarwono, E.2015. Pengaruh Rasio C/N Rasio
Bahan Baku Pada Pembuatan Kompos dari Kubis dan Kulit Pisang. Jurnal
Intregasi Proses 5(2):78-80.
Lampiran 1
Surat Izin Pengambilan Data Awal
Lampiran 2
Kartu Bimbingan
Lampiran 3
Tabel Observasi Pengukuran Suhu dan Kelembaban
Formula Parameter Replikasi Hasil Pengukuran dan Pengamatan hari ke Rata-rata
1 3 5 7 9 11 14 18 21 24
Formula A Suhu(°C) 1 28 34 38 40 45 40 42 35 30 35 36,7
2 27 31 40 40 43 40 41 38 34 35 36,9
3 28 33 39 42 43 39 47 37 34 36 37,8
Kelembaban(%
RH)
1 46
45 44 45 47 42 44 45 45 44 44,7
2 40 40 42 45 44 44 45 41 42 42 42,5
3 45
46 45 47 44 45 45 43 42 40 44,2
Formula B Suhu(°C) 1 27 40 42 44 45 40 40 42 37 38 39,5
2 25 38 40 42 39 40 38 36 39 39 37,6
3 25 39 37 40 39 42 37 36 40 39 37,4
Kelembaban(%
RH)
1 50
46 45 45 42 44 45 45 40 42 44,4
2 42
50 49 46 47 40 40 42 40 40 43,6
3 45
50 48 45 45 42 40 44 44 42 44,5
Formula C Suhu(°C) 1 27 33 40 40 45 40 36 35 40 37 37,3
2 25 30 40 44 45 37 43 44 37 39 38,4
3 25 38 45 40 44 37 41 43 36 40 38,9
Kelembaban(%
RH)
1 49 50 48 46 44 45 49 46 45 42 46,4
2 50 48 45 42 40 42 45 44 45 43 44,4
3 50
47 49 46 46 44 41 40 48 46 45,7
Lampiran 4
Tabel Observasi Pengamatan Bau, Warna dan Tekstur
Formulasi Repli
kasi
Hari ke 1 4 9 14 19 24
Formulasi
A
1 Warna Coklat Tua Coklat Tua Coklat Tua Coklat
Kehitaman
Kehitaman Kehitaman
2 Coklat Tua Coklat Tua Coklat Tua Coklat
Kehitaman
Kehitaman Kehitaman
3 Coklat Tua Coklat Tua Coklat Tua Coklat
Kehitaman
Kehitaman Kehitaman
1 Bau Bahan- bahan
dasar kompos
Bau Fermentasi Bau Fermentasi Sedikit berbau
tanah
Berbau Tanah Berbau
Tanah
2 Bahan- bahan
dasar kompos
Bau Fermentasi Bau Fermentasi Sedikit berbau
tanah
Berbau Tanah Berbau
Tanah
3 Bahan- bahan
dasar kompos
Bau Fermentasi Bau Fermentasi Sedikit berbau
tanah
Berbau Tanah Berbau
Tanah
1 Tekstur Kasar, seperti
bahan dasar
Mulai ada perubahan
dari bentuk awal
pembuatan
Mulai ada perubahan
dari bentuk awal
pembuatan
Hampir halus
seluruhnya
Halus Halus
2 Kasar, seperti
bahan dasar
Mulai ada perubahan
dari bentuk awal
pembuatan
Mulai ada perubahan
dari bentuk awal
pembuatan
Hampir halus
seluruhnya
Halus Halus
3 Kasar, seperti
bahan dasar
Mulai ada perubahan
dari bentuk awal
pembuatan
Mulai ada perubahan
dari bentuk awal
pembuatan
Hampir halus
seluruhnya
sedikit
Halus Halus
Formulasi
B
1 Warna Coklat Tua Coklat Kehitaman Coklat Kehitaman Kehitaman Kehitaman Kehitaman
2 Coklat Tua Coklat Kehitaman Coklat Kehitaman Kehitaman Kehitaman Kehitaman
3 Coklat Tua Coklat Kehitaman CoklatKehitaman Kehitaman Kehitaman Kehitaman
1 Bau Bahan- bahan
dasar kompos
Bau Fermentasi Sedikit berbau tanah Sedikit berbau
tanah
Berbau Tanah Berbau
Tanah
2 Bahan- bahan
dasar kompos
Bau Fermentasi Sedikit berbau tanah Sedikit berbau
tanah
Berbau Tanah Berbau
Tanah
3 Bahan- bahan
dasar kompos
Bau Fermentasi Sedikit berbau tanah Sedikit berbau
tanah
Berbau Tanah Berbau
Tanah
1 Tekstur Kasar, seperti
bahan dasar
Mulai ada perubahan
dari bentuk awal
pembuatan
Terlihat halus tetapi
masih ada kasarnya
sedikit
Hampir halus
seluruhnya
Halus Halus
2 Kasar, seperti
bahan dasar
Mulai ada perubahan
dari bentuk awal
pembuatan
Terlihat halus tetapi
masih ada kasarnya
sedikit
Hampir halus
seluruhnya
Halus Halus
3 Kasar, seperti
bahan dasar
Mulai ada perubahan
dari bentuk awal
pembuatan
Terlihat halus tetapi
masih ada kasarnya
sedikit
Hampir halus
seluruhnya
Halus Halus
Formulasi
C
1 Warna Coklat Coklat Coklat Kehitaman Coklat
Kehitaman
Coklat
Kehitaman
Kehitaman
2 Coklat Coklat tua Coklat Kehitaman Coklat
Kehitaman
Coklat
Kehitaman
Kehitaman
3 Coklat Coklat tua Coklat Kehitaman Coklat
Kehitaman
Coklat
Kehitaman
Kehitaman
1 Bau Bahan- bahan
dasar kompos
Bau Fermentasi Bau Fermentasi Sedikit berbau
tanah
Bau Tanah Bau Tanah
2 Bahan- bahan
dasar kompos
Bau Fermentasi Bau Fermentasi Sedikit berbau
tanah
Bau Tanah Bau Tanah
3 Bahan- bahan
dasar kompos
Bau Fermentasi Bau Fermentasi Sedikit berbau
tanah
Bau Tanah Bau Tanah
1 Tekstur Kasar, seperti
bahan dasar
Mulai ada perubahan
dari bentuk awal
pembuatan
Mulai ada perubahan
dari bentuk awal
pembuatan
terlihat halus
tetapi masih
ada kasarnya
sedikit
Hampir halus
seluruhnya
Halus
2 Kasar, seperti
bahan dasar
Mulai ada perubahan
dari bentuk awal
pembuatan
Mulai ada perubahan
dari bentuk awal
pembuatan
terlihat halus
tetapi masih
ada kasarnya
sedikit
Hampir halus
seluruhnya
Halus
3 Kasar, seperti
bahan dasar
Mulai ada perubahan
dari bentuk awal
pembuatan
Mulai ada perubahan
dari bentuk awal
pembuatan
terlihat halus
tetapi masih
ada kasarnya
sedikit
Hampir halus
seluruhnya
Halus
Lampiran 5
Hasil Analisis Uji Labolatorium
Lampiran 6
Surat Ijin Penelitian di Labolatorium
Lampiran 7
Hasil Output Pengolahan SPSS
Descriptives
formula Statistic Std. Error
hasil formula A (N) Mean 10,8450 2,99804
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 3,1383
Upper Bound 18,5517
5% Trimmed Mean 10,8189
Median 10,6650
Variance 53,929
Std. Deviation 7,34366
Minimum 4,11
Maximum 18,05
Range 13,94
Interquartile Range 13,48
Skewness ,007 ,845
Kurtosis -3,314 1,741
formula A (P) Mean 4,5633 ,29356
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 3,3002
Upper Bound 5,8264
5% Trimmed Mean .
Median 4,2900
Variance ,259
Std. Deviation ,50846
Minimum 4,25
Maximum 5,15
Range ,90
Interquartile Range .
Skewness 1,720 1,225
Kurtosis . .
formula A (K) Mean 5,1600 ,07095
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 4,8547
Upper Bound 5,4653
5% Trimmed Mean .
Median 5,1100
Variance ,015
Std. Deviation ,12288
Minimum 5,07
Maximum 5,30
Range ,23
Interquartile Range .
Skewness 1,528 1,225
Kurtosis . .
formula B (N) Mean 12,6833 2,79006
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 5,5113
Upper Bound 19,8554
5% Trimmed Mean 12,6398
Median 12,6500
Variance 46,707
Std. Deviation 6,83423
Minimum 6,10
Maximum 20,05
Range 13,95
Interquartile Range 12,75
Skewness ,025 ,845
Kurtosis -3,184 1,741
formula B (P) Mean 6,0933 ,05364
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 5,8625
Upper Bound 6,3241
5% Trimmed Mean .
Median 6,0500
Variance ,009
Std. Deviation ,09292
Minimum 6,03
Maximum 6,20
Range ,17
Interquartile Range .
Skewness 1,642 1,225
Kurtosis . .
formula B (K) Mean 6,7033 ,24835
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 5,6348
Upper Bound 7,7719
5% Trimmed Mean .
Median 6,9000
Variance ,185
Std. Deviation ,43016
Minimum 6,21
Maximum 7,00
Range ,79
Interquartile Range .
Skewness -1,627 1,225
Kurtosis . .
formula C (N) Mean 13,6417 4,51801
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 2,0277
Upper Bound 25,2556
5% Trimmed Mean 13,6296
Median 13,7650
Variance 122,475
Std. Deviation 11,06682
Minimum 3,25
Maximum 24,25
Range 21,00
Interquartile Range 20,48
Skewness -,001 ,845
Kurtosis -3,316 1,741
formula C (P) Mean 4,0433 ,08838
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 3,6631
Upper Bound 4,4236
5% Trimmed Mean .
Median 4,1000
Variance ,023
Std. Deviation ,15308
Minimum 3,87
Maximum 4,16
Range ,29
Interquartile Range .
Skewness -1,438 1,225
Kurtosis . .
formula C (K) Mean 3,8000 ,27839
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 2,6022
Upper Bound 4,9978
5% Trimmed Mean .
Median 4,0000
Variance ,233
Std. Deviation ,48218
Minimum 3,25
Maximum 4,15
Range ,90
Interquartile Range .
Skewness -1,545 1,225
Kurtosis . .
Tests of Normality
formula
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
hasil formula A (N) ,317 6 ,059 ,711 6 ,008
formula A (P) ,371 3 . ,783 3 ,075
formula A (K) ,325 3 . ,876 3 ,312
formula B (N) ,289 6 ,129 ,769 6 ,030
formula B (P) ,346 3 . ,837 3 ,206
formula B (K) ,343 3 . ,843 3 ,222
formula C (N) ,311 6 ,071 ,713 6 ,009
formula C (P) ,311 3 . ,897 3 ,377
formula C (K) ,328 3 . ,871 3 ,298
a. Lilliefors Significance Correction
Uji homogenitas
Test of Homogeneity of Variances
hasil
Levene Statistic df1 df2 Sig.
420,438 8 27 ,000
Ranks
formula N Mean Rank
hasil formula A (N) 6 19,08
formula A (P) 3 14,67
formula A (K) 3 16,33
formula B (N) 6 27,67
formula B (P) 3 20,67
formula B (K) 3 25,00
formula C (N) 6 19,67
formula C (P) 3 7,00
formula C (K) 3 5,50
Total 36
Test Statisticsa,b
hasil
Chi-Square 14,572
df 8
Asymp. Sig. ,068
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable:
formula
Lampiran 8