Pemilihan Sopir Teladan Atau Smart

download Pemilihan Sopir Teladan Atau Smart

of 11

Transcript of Pemilihan Sopir Teladan Atau Smart

PEMILIHAN SOPIR TELADAN ATAU SMART: APANYA YANG DINILAI? (SEBUAH PERSPEKTIF TRAFFIC PSYCHOLOGICAL)1 Totok Wahyu Abadi2

PRAKATA Ketika sepintas membaca kalimat judul portal berita di http://forum detik.com tertanggal 27 September 2011 Sopir "bus maut" Sumber Kencono Menjadi Sopir Tersantun versi Polda Jatim, saya menjadi tertarik dan bertanya tanya dalam benak. Sejumlah pertanyaan selalu menggoda dan melintas dalam angan. Kira kira apa yang dimaksudkan dengan santun dalam pemberitaan tersebut dan bagaimana bentuk santunnya? Apakah yang dimaksudkan santun dalam berkendaraan ataukah santun dalam berkepribadian? Saya ikuti terus kalimat pemberitaan yang disajikan tersebut dengan seksama dan dalam tempo yang sesingkat singkatnya. Di penghujung akhir kalimat berita tersebut dikabarkan bahwa metode yang digunakan untuk menilai sopir tersantun dalam sayembara Mudik Lebaran 2011 di Jawa Timur adalah melalui SMS dengan cukup mengetikkan POL [spasi] SANTUN#Ya atau TIDAK#NOPOL KENDARAAN lalu kirim ke 6768. Selain itu, penilaian terhadap PO dan sopir sopir di jalan juga dilakukan dengan menyebar angket kepada masyarakat. Senanglah saya setelah membaca berita itu. Namun rentetan pertanyaan selalu menggelayuti dalam pikiran saya mengapa moment penting itu tidak pernah terekspos oleh media lokal baik cetak maupun elektronik dan mengapa angka kecelakaan lalu lintas masih saja selalu tinggi? Yang jelas pemberitaan semacam itu tidak menarik bagi media karena memang prinsipnya bad news is good news. Mungkinkah ada sesuatu yang salah dalam penilaian? Ataukah karena hanya sayembara sehingga tidak ada sesuatu yang menarik untuk diteladani dari sopir-sopir tersantun dan mungkin yang teladan itu? Setidaknya sayembara pemilihan sopir teladan di berbagai tempat, termasuk di Sidoarjo, dapat menjadi secercah harapan bagi dunia pertransportasian di negeri yang kita cintai ini. Keywords: smart drive, budaya berlalu lintas, dan trait kepribadian

1

Makalah disampaikan dalam Seminar Masyarakat Transportasi Indonesia, tanggal 28 29 Mei 2012 di Hall Edo edoTel SMKN I Buduran 2 Penulis adalah mahasiswa Program Doktor Penyuluhan dan Komunikasi Pembangunan (PKP) Universitas Gadjah Mada Yogjakarta. Hingga saat ini, masih menjadi staf pengajar pada Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Sidoarjo. Sejak tanggal 26 Maret 2012 bergabung dengan Masyarakat Transportasi Indonesia Kabupaten Sidoarjo sebagai anggota periode 2012 2014. Alamat tinggal di [email protected].

1

PENDAHULUAN Memperhatikan dan membaca wajah transpotasi perkotaan di negara dunia tiga, utamanya angkutan jalan darat, sungguh sangat memprihantinkan. Bagaimana tidak? Dimana mana banyak terjadi kemacetan dan kesemrawutan arus lalu lintas. Jalan jalan banyak dipenuhi dengan kendaraan pribadi baik roda dua ataupun roda empat yang setiap tahun volumenya selalu meningkat. Sementara infrastruktur jalan darat kapasitasnya tidak sebanding dengan volume kendaraan. Meskipun ditambah infrastruktur yang ada, kemacetan arus lalu lintas pada akhirnya tentu akan menggejolak lagi. Jumlah kendaraan bermotor di Jawa Timur dari tahun 2005 hingga 2010 meningkat sangat drastis, yaitu dari 1.410.293 di tahun 2005 meningkat menjadi 3.285.135 pada 2010 (Wahyudi,2012). Dari total kendaraan tersebut sebanyak 81% - 85% adalah kendaraan bermotor roda dua. Sedangkan sisanya adalah kendaraan pribadi roda empat. Sementara jumlah transportasi umum massal selalu mengalami penurunan. Begitu halnya dengan jumlah kendaraan bermotor di Kabupaten Sidoarjo. Hingga tahun 2012, total kendaraan bermotor di Sidoarjo sebanyak 870.000 yang banyak didominiasi kendaraan pribadi roda dua sebesar 80% atau 696.000 buah3. Sedangkan sisanya (20%) adalah kendaraan roda empat. Selain kemacetan, permasalahan kedua pertransportasian adalah

kecelakaan lalu lintas. Kecelakaan lalu lintas di Indonesia merupakan pembunuh kedua setelah penyakit TBC. Setiap tahun rata rata 28.000 nyawa melayang di jalan raya (http://kesehatan.kompasiana.com/kejiwaan/2012/01/08/ diunduh 22 Mei 2012). Angka kecelakaan di Jawa Timur pada tahun 2012 sejak Januari hingga pertengahan Februari 2012, menurut data Kepolisian RI, sebanyak 9.884 kasus. Kecelakaan tersebut telah menyebabkan 1.547 tewas, 2.562 orang luka berat, dan 7.564 luka ringan. Jenis kendaraan yang paling banyak mengalami kecelakaan adalah sepeda motor sebanyak 9.555 unit, mobil penumpang 1.357

3

Data tersebut disampaikan Bupati Sidoarjo dalam sambutan pengukuhan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Cabang Sidoarjo, pada tanggal 26 Maret 2012 di Edotel SMK Sidoarjo.

2

unit, dan bus sebanyak 207 unit (http://www.antarajatim.com/lihat/berita/82454/ diunduh 19 Mei 2012). Tingginya angka kecelakaan yang terjadi pada kendaraan bermotor roda dua bisa dikarenakan 1) obsesi untuk menjadi pembalap yang tidak kesampaian, 2) ingin cepat sampai tujuan tanpa menghiraukan keselamatan diri sendiri, 3) perilaku tidak beradab saat berkendaraan seperti berikirm kiriman SMS dengan menggunakan handphone. Sementara itu jalur motor roda dua yang semestinya digunakan biker juga telah direnggut haknya oleh mobil penumpang umum yang sering berhenti mendadak dengan seenaknya menurunkan dan mencari penumpang. Survey ADV-ASEAN menunjukkan bahwa kinerja keselamatan lalu lintas jalan di Indonesia termasuk paling buruk di antara Negara Asean lainnya. Tidak hanya itu, Indonesia juga menduduki peringkat ke-2 di dunia setelah Nepal mengenai tingkat angka kematian akibat kecelakaan lalulintas

(http://autos.okezone.com/ read/ 2011/06/16/ diunduh 19 Mei 2012). Tiga faktor utama yang menyebabkan terjadinya kecelakaan lalu lintas. WHO tahun 2004 menyebutkan bahwa penyebab kecelakaan pertama dan yang paling dominan adalah faktor manusia. Hal ini ditandai dengan kesengajaan, kelalaian, dan ketidaktahuan manusia terhadap aturan lalu lintas yang berlaku di jalan. Berikutnya adalah faktor kendaraan. Kondisi perawatan dan laiknya kendaraan hingga pengawasan masih terlalu lemah dan buruk. Hal ini karena urusan perizinan, surat kendaraan, KIR hingga kena tilang bila melanggar; semuanya bisa dikondisikan dan dikompromikan. Dan faktor yang ketiga, yaitu infrastruktur jalan. Kondisi infrastruktur jalan yang bergelombang, berlobang, dan rusak juga menyebabkan timbulnya biaya ekonomi dan sosial yang lebih besar seperti terjadinya kecelakaan. Sementara untuk pelaksanaan dan pengawasan terhadap pembangunan jalan yang berkualitas masih belum optimal. Selain kemacetan dan kecelakaan lalu lintas, permasalahan lain transportasi perkotaan adalah perparkiran, angkutan umum, polusi, dan masalah ketertiban lalu lintas (Munawar,2007). Semuanya itu tentu membawa dampak negatif, yaitu ketegangan (stress) bagi pengemudi, khususnya mobil penumpang3

umum atau angkutan umum massal. Hal ini cukup beralasan karena mereka harus menghadapi tekanan internal seperti kebutuhan rumah tangga dan tekanan eksternal (kejar setoran). Tekanan inilah yang kemudian membuat mereka harus berebut penumpang di sembarang tempat tanpa menghiraukan keselamatan pengendara lainnya.

TRAFFIC PSYCHOLOGICAL Dua pendekatan yang selama ini digunakan untuk mengurangi resiko kecelakaan lalulintas darat yang lebih fatal. Pertama, pendekatan yang difokuskan pada rancang bangun lalulintas seperti memperbaiki atau meningkatkan infrastruktur, merancang jalan jalan yang lebih aman, membuat shelter angkutan umum massal. Kedua, pendekatan regulasi seperti mewajibkan penggunaan sabuk pengaman, helm SNI, pembatasan jumlah alkohol yang diperbolehkan ketika berkendara, serta pembatasan kecepatan laju kendaraan. Namun demikian,

intervensi rancang bangun dan tindakan regulasi tersebut masih saja belum banyak berpengaruh terhadap perilaku pengendara dalam tertib berlalulintas. Perspektif traffic psychologis (psikologi lalulintas) dalam sistem pertransportasian mungkin sangat diperlukan. Perspektif ini lebih memfokuskan pada perilaku sosial individu, variabel psikologis, efek individu, kepribadian dan sifat, persepsi, serta pengetahuan (kognisi) individu mengenai transportasi, konsitensi dalam tertib berlalulintas, dan masalah kecelakaan. Hal ini tentu dapat dipahami karena, menurut Lewin yang dikutip Juneman (2010), 90% penyebab terjadinya kecelakaan karena faktor individu. Tidak semua kecelakaan yang terjadi disebabkan oleh kekhilafan atau kekeliruan (human error), tetapi adanya perilaku yang menyimpang dalam berkendara yang aman (safety riding). Sifat seseorang dan situasi lalulintas yang macet, panas, penuh dengan polusi dapat mempengaruhi perilaku. Dengan aji mumpung, bila ada kesempatan untuk menyalip dan ada lajur yang bisa disasak (baca: dilewati), pengemudi akan berusaha untuk memacu kendaraanya sesuai dengan kecepatan yang diinginkannya. Kondisi traffic psychologic inilah yang sesungguhnya juga turut memperparah kemacetan arus lalu lintas.4

Juneman (2010) mengidentifikasi delapan perilaku individu sebagai pengendara atau pengguna jalan. Pertama, setiap pengendara berupaya untuk mencari jalan pintas atau jalan tercepat. Kedua, pengendara tidak berkorban melalui jalan dengan rute normal atau yang agak lebih panjang. Ketiga, mencoba mengambil keuntungan dengan melanggar lalu lintas saat tidak ada polisi yang mengawasi. Keempat, pengendara tidak mau rugi dengan menggunakan setiap ruas jalan apapun yang bisa digunakan (termasuk trotoar pejalan kaki) untuk dilalui ataupun untuk tempat parkir. Kelima, pengendara setuju untuk

memanfaatkan jasa pungli (pungutan liar) untuk mempercepat waktu tempuh. Keenam, penggunaan kendaraan individual yang bersifat masif (tidak mau beralih menggunakan transportasi massal umum) sementara perkembangan infrastruktur jalan sangat terbatas. Ketujuh, sopir angkutan umum yang ngetem beberapa saat untuk mencari penumpang juga berkontribusi terhadap kemacetan arus lalu lintas. Kedelapan, calon penumpang yang memberhentikan kendaraan umum bukan di halte yang semestinya, sesungguhnya telah bersama sama berkonspirasi untuk menjamin waktu tempuh berkendara yang lebih panjang bagi setiap orang. Sifat atau trait adalah kualitas karakteristik pembeda di antara individu dalam berpikir, merasakan, dan bertingkah laku secara konsisten terhadap situasi (Littlejohn,2009). Ada lima faktor yang dapat digunakan untuk menilai sifat seseorang, yaitu 1) neuroticism, 2) extraversion, 3) openness, 4) agreeableness, 5) conscientousness. Untuk lebih mudahnya disingkat OCEAN. Neuroticism (kecemasan) merupakan kecenderungan untuk merasakan emosi negatif dan kesedihan (Littlejohn, 2009). De Read yang dikutip Sahidi (2010) menjelaskan bahwa dimensi ini menggambarkan kemampuan seseorang dalam menghadapi stres dan cenderung ke arah klinis. Individu dengan neuroticism positif dikarakterstikkan sebagai seorang yang tenang, puas dengan dirinya, dan merasa aman. Sebaliknya, neuroticism negatif orang yang mudah gugup, depresi, dan merasa tidak aman. Extraversion adalah kecenderungan untuk menikmati berada dalam kelompok atau lebih mementingkan interaksi interpersonal, nyaman, menjadi tugas, dan berpikir optimis. Individu yang memiliki ekstraversion tinggi adalah5

dicirikan sebagai

seorang yang ramah, banyak bicara, supel, dan menghabiskan banyak waktu untuk menjaga dan menikmati hubungan yang baik dengan orang lain. Sementara, seseorang yang memiliki ekstraversion rendah (introvert) adalah inidividu yang pasif, sedikit memiliki hubungan, dan lebih nyaman menyendiri. Openness (keterbukaan), yaitu kecenderungan seseorang untuk menjadi reflektif, memiliki imajinasi, memperhatikan perasaan dari dalam hati, dan menjadi pemikir mandiri. Individu yang memiliki openness tinggi adalah seseorang yang inovatif dengan ide ide baru, artistik, intelek, dan mengalami pengalaman yang lebih hidup. Sedangkan individu yang memiliki openness rendah cenderung memiliki berperilaku konvensional terhadap keyakinan dan sikapnya, seleranya konservatif, memiliki kepercayaan yang kaku, berpandangan sempit, dan tidak artistik. Agreeableness, ialah kecenderungan seseorang untuk menyukai dan menjadi simpatik kepada orang lain, ingin membantu orang lain, serta menghindari permusuhan. Orang yang memiliki agreeableness tinggi

digambarkan sebagai individu yang memiliki kepribadian yang responsif, bekerja sama, dan percaya kepada orang lain. Sebaliknya, individu yang memiliki agreeableness rendah diilustrasikan sebagai orang yang mementingkan dirinya sendiri daripada kepentingan orang lain. Conscientiusness, adalah kecenderungan menjadi pribadi yang disiplin, melawan gerak hati nurani, menjadi teratur, cermat, dapat diandalkan, pekerja keras, dan memahami penyelesaian tugas. Individu yang memiliki trait conscientiusness digambarkan sebagai orang yang memiliki tujuan, bertanggung jawab, tangguh, tergantung, dan berorientasi pada pencapaian prestasi. Sebaliknya, individu yang trait conscientiusness rendah adalah individu yang melakukan pekerjaan tanpa memiliki tujuan secara jelas, mudah terpengaruh, dan lebih bersifat hedonis (berlebih-lebihan). Dari ciri ciri trait tersebut, pengemudi yang memiliki sifat extraversion dan conscientiusness dapat menunjukkan kepuasan dalam bekerja, teratur, dapat diandalkan, cermat, dan bekerja keras (Saari & Jadge dalam Sahidi, 2010); konsisten terhadap kinerja (Barrick dan Mount dalam Sahidi, 2010). Karenanya6

dalam konteks kinerja sopir angkutan umum massal dalam perusahaan dapat menggunakan penilaian kinerja yang menjadi sistem penting yang tidak dapat dipisahkan dari keberadaannya. Mengutip pendapat Simamora, Sahidi (2004) menegaskan bahwa sistem penilaian kinerja dapat digunakan untuk mendorong tingkat kinerja karyawan secara sistematis. Ini berarti bahwa seseorang yang bersedia terlibat dalam penilaian kinerja (termasuk sopir teladan), memenuhi kriteria penilaian yang diharapkan perusahaan, mengisi kuisioner penilaian, mencatat produktivitas kinerjanya, mengerti metode dalam penilaian, dan memiliki hubungan baik dengan penilai; dapat dikatakan memiliki sikap positif dan openness terhadap penilaian kinerja yang selanjutnya dapat menunjang kinerjanya. Selain itu, trait kepribadian juga dapat digunakan untuk menggambarkan perubahan perilaku seseorang terhadap risiko berlalu lintas. Perubahan perilaku adalah konsep inti yang sampai saat ini masih menjadi fokus kajian tentang keselamatan/keamanan (safety). Risiko menurut Van der Plight yang dikutip

Juneman (2010) adalah setiap situasi yang dapat berakhir dengan hasil negatif, yakni 1) kemungkinan hasil negatif dan 2) tingkat beratnya hasil negatif. Secara umum risiko dapat dibedakan menjadi dua, yakni risiko yang ditakuti (dread risk) dan risiko yang tidak diketahui (unknown risk) (Kobbeltvedt & Laberg yang dikutip Juneman, 2010). Risiko yang ditakuti dicirikan oleh persepsi tentang aspek 1) ketidakmampuan mengendalikan (uncontrollablity), 2) potensi yang dapat menimbulkan kerugian harta benda dan korban jiwa yang sangat besar (catastrophic potensial), 3) perasaan cemas atau takut (feeling of dread), dan 4) konsekuensi mematikan (fatal consequences). Risiko yang tidak diketahui dicirikan oleh bahaya yang tidak teramati, bahaya yang tidak diketahui, dan bahaya baru.

MENJADI SMART DRIVER YANG TELADAN Dalam konteks kultural, mungkin meski bukan satu satunya, agenda pemilihan sopir teladan dapat dijadikan sebuah uswah dalam upaya untuk membelajarkan masyarakat bahwa sesungguhnya yang namanya sopir tidak selalu7

identik dengan ugal ugalan, tidak disiplin, ataupun rendah dalam melayanai penumpang. Kecuali itu, pemilihan sopir teladan dengan sistem penghargaan merupakan salah satu unsur penting untuk memacu motivasi ke arah kinerja terbaik serta berperan dalam menumbuhkan kesadaran berlalu lintas secara tertib. Sistem pemberian penghargaan juga diharapkan dapat memotivasi para pengemudi angkutan umum massal untuk bertanggung jawab terhadap keselamatan penumpang (safety); memberikan pelayanan kepada penumpang dengan baik (melayani); amanah (tidak melakukan pungli kepada penumpang dan dapat dipercaya); ramah; tertib terhadap diri sendiri, waktu, memeriksa kendaraan, maupun berlalu lintas atau yang sering diakronimkan sebagai SMART (cerdas). Pengemudi yang cerdas atau smart adalah individu yang memiliki pengetahuan, sikap, dan kompetensi dalam memberikan pelayanan jasa penumpang dengan meminimalisasi kecelakaan jalan dan peristiwa malang lainnya yang terkait serta memperhatikan tips tips berkendara secara aman. Untuk menjadi sopir yang cerdas (smart), tentu tidaklah sulit karena ada beberapa ketentuan yang harus dipedomani diantaranya yaitu 1) mengetahui peraturan lalulintas, 2) mengetahui batas kecepatan per jam, 3) mengetahui mekanisme keamanan untuk mengamankan penumpang dalam kendaraan, 4) mengurangi rasa tegang (stres) di jalan saat mengemudi, 5) memberikan sinyal kepada pengendara lain tentang tindakan pengemudi saat terjadi kemacetan, 6) menjaga jarak aman dengan kendaraan di sekitar, 7) memperhatikan jarak pengereman yang tepat untuk menghindari kecelakaan dengan tetap jeli tentang hal hal yang terjadi di sekitar, 8) merencanakan dan membuat pikiran tetap selalu fresh, 9) selalu memeriksa kondisi kendaraan sebelum menjalankan kendaraan, dan 10) jangan lupa berdoa. Pemilihan pengemudi smart yang teladan tentunya harus merujuk pada keberhasilan seseorang dalam meminimalisasi kecelakaan dan berperilaku santun di jalan. Kirteria pemilihan dapat meliputi 1) pengetahuan individu tentang tugas sehari hari sebagai pengemudi, peraturan lalulintas, risiko di perjalanan; 2)

8

integritas kepribadian (dinilai dari sikap/trait); 3) kompetensi pengemudi yang monumental, dan 4) deskripsi diri.

PENUTUP Mengakhiri pembahasan Pemilihan Sopir SMART yang Teladan di Sidoarjo, akan saya sampaikan sebuah anekdot tentang dialog antara seorang anak kecil dengan sopir bus. Seorang anak kecil sedang berjalan jalan dengan Bus CJDW, lalu ia pun duduk di samping sopir. Karena bosan, anak tersebut mulai mengoceh dengan keras,Jika ayah saya seekor banteng dan ibu saya seekor banteng betina, maka saya adalah banteng kecil. Sopir bus itu mulai terganggu dengan suara keras anak kecil tersebut, tapi anak itu tetap melanjutkan ocehannya dengan keras. Jika ayah saya seekor gajah dan ibu saya gajah betina, maka saya adalah gajah kecil. Anak kecil itu meneruskan ocehannya dengan beberapa jenis binatang lainnya. Sampai akhirnya sopir bus tersebut marah dan berteriak pada anak kecil itu, Bagaimana jika ayahmu seorang penjahat perang dan ibumu PSK? Anak kecil itu tersenyum dan berkata, Saya adalah seorang sopir bus.

9

REFERENSI Juneman. 2010. Masalah Transportasi Kota dan Pendekatan Psikologi Sosial dalam Jurnal Psikobuana. Jakarta: Universitas Mercuabuana. Vol.1 No.3. hal. 173 189. Katipana, Musa Udayana. 2010. Evaluasi Kinerja Simpang Bersinyal Pada Jalan Raya Gedangan Jalan Letnan Jenderal S. Parman Jalan Raya Ketajen Jalan KH. Mukmin Sidoarjo. Skripsi. Surabaya: UPN. Littlejohn, Stepehen W & Karen A.Foss. 2009. Theories of Human Communication. (terjemahan). Jakarta: Penerbit Salemba Humanika. Mahmudah, Azmi Arifaatul. 2010. Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Supir Angkutan Kota Medan Trayek Martubung-Amplas Tentang Pentingnya Uji Emisi Kendaraan Bermotor di Medan. Skripsi. Medan: USU. Munawar, Achmad. 2007. Pengembangan Transportasi Yang Berkelanjutan. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Fakultas Teknik. Yogjakarta: UGM. NN. 2012. Tidak Harus Narkoba, Traffic Psychological Banyak Menyebabkan Kecelakaan Lalu Lintas dalam http://kesehatan.kompasiana.com/kejiwaan/2012/01/08/ diunduh 22 Mei 2012. Priambodo. 2010. Pengembangan Angkutan Penumpang Umum Massal di Kabupaten Sidoarjo. Jurnal Transportasi Darat. Surabaya: Balitbang Jatim. Volume 12. Nomor 4. Hal: 139 154. Rudiono, Prihantono. 2000. Kehidupan Sopir Angkutan Kota Mikrolet M-20: Studi Kasus Koperasi Mikrolet Purimas Jaya dalam http://lontar.ui.ac.id/opac/themes/green/detail.jsp?id=71909 diunduh 15 mei 2012-05-15 Sahidi, Andriyani dan P. Tommy Y. S. Suyasa. 2007. Hubungan Trait Kepribadian dan Sikap terhadap Sistem Penilaian Kinerja:Studi pada Pengemudi Bus TransJakarta. Phronesis. Jurnal Ilmiah Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: Universitas Tarumanegara. Vol 9. No.2 hal.186 206.

Wahyudi, Wahid. 2012. Permasalahan Angkutan Umum Perkotaan di Jawa Timur. Makalah Seminar Masyarakat Transportasi Indonesia di Sidoarjo. Wright, Lloyd dan Karl Fjellstrom. 2002. Opsi Angkutan Massal. (Terjemahan) Germany: Escborn.

10

BERITA Chandra. 2012. Sopir,Pengemudi,Pilot Sami Mawon. http://www.antarajatim.com/lihat/berita/82454/sopir-pengemudipilot-sami-mawon, diunduh 19 Mei 2012.

http://autos.okezone.com/ read/ 2011/06/16/53/469361/kecelakaan-sepeda-motorpenyebab-kematian-no-3-di-indonesia diunduh 19 Mei 2012. NN. 2011. Tinggi, Angka Kecelakaan di Jatim

11