PEMIKIRAN POLITIKTAN MALAKA TENTANG REVOLUSI DAN ISLAM DI...
Transcript of PEMIKIRAN POLITIKTAN MALAKA TENTANG REVOLUSI DAN ISLAM DI...
PEMIKIRAN POLITIK TAN MALAKA TENTANG
REVOLUSI DAN ISLAM DI INDONESIA
Oleh:
Kholik A.
JURUSAN JINAYAll SlYASAH
PROGRAM STUDI SIYASAH SYAR'IYYAH
FAKULTAS SYARI'AH DAN HUKUM
VIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1428 H 12006 M
PEMIKIRAN POLITIK TAN MALAKt\ TENTANG
REVOLUSI DAN ISLAM DI INDONESIA
SKRIPSI
Diajulmn Kepada Fakultas Syari'ah dan Hukum
Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum Islam
Oleh:
Kholik A.NIM: 102045225168
Oi Bawah Bimbingan
Pembimbing I
Drs. Tabrani Syabirin, M.AgNIP: 150312427
Pembimbing II
NIP: I
/
JURUSAN JINAYAH SIYASAH
PROGRAM STUDl SIYASAH SYAR'IYYAH
FAKULTAS SYARI'AH DAN HUKUM
UIN SYARIF HlDAYATULLAH
JAKARTA
1428 H 12006 M
PENGESAHANPANITIA UJIAN
Skripsi yang berjudul "Pemikiran PoIitik Tan Malaka Tentang Revolusi danIslam Di Indonesia", telah diajukan dalam sidang Munaqosah Fakultas Syari'ah danHukum Jurusan Jinayah Siyasah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 23November 2006. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untukmemperoleh gelar Sarjana Strata I (Sl) pada Jurusan Jinayah Siyasah.
Jakarta, 24 Januari 2006Mengetahui,
Dekan Fakultas Syari'ah dan Hukum
( Prof. Dr. R. Muhammad Amin Suma, SR. MA. MM)NIP. ISO 210 422
L Ketua
2. Sekretaris
3. Penguji I
4. Penguji II
5. Pembimbing I
6. Pembimbing II
: Sri Hidavati, MAgNIP. 150282403
: Drs. H. Afifi Fauzi Abbas, MANIP. 150210 421
: Yayan Sopyan, MAgNIP. 150277 911
: Drs. H. Tabrani Syabirin, MAgNIP. ISO 302 998
: Drs. Noryamin Aini, MANIP. 150247330
., )
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, hanya kepada Allah SWT, puji dan syukur penul is panjatkan.
Tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan-Nya. Cukup bagiku Allah
sebagai wakil, sebaik-baik tuan dan sebaik-baik penolong. Dialah Allah yang Maha
Esa, yang menciptakan alam semcsta dan Maha Pengatur makhluk-Nya. Salawat scrta
salam untuk kekasih-Nya kanjeng Nabi Muhammad SAW. Pembawa syariat yang
sempurna atas para Nabi dan Rasul untuk mendamaikan, mensejahterakan dan
memberikan ketentraman bagi umatnya, sehingga kita menjadi umat yang mulia
karena ajarannya baik di bidang akhlak maupun ilmu pengetahuan.
Penulis berusaha seoptimal mungkin dalam penyelesaian skripsi ml, namun
sudah pasti banyak kekurangan dalam penulisan maupun pembahasannya. Untuk itu
kritik dan saran sangat diharapkan. Sebagai karya ilmiah, skripsi ini bertujuan untuk
memberikan masukan kepada pihak-pihak yang peduli dengan masalah ini dan pihak
yang terkait dengan masalah ini.
Penyelelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, untuk itu
penulis menghaturkan terima kasih kepada semua pihak baik secara langsung maupun
tidak langsung yang membantu serta mendorong selesainya skripsi ini sampai tahap
awal penulisan hingga diterimanya sebagai persyaratan memperoleh gelar Sarjana
Hukum Islam (S.HI) pada Fakultas Syari'ah dan Hukum U1N Syarif Hidayatullah
Jakarta. Secara khusus penulis ucapkan terima kasih kepada :
1. Prof Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA selaku Dekan FakuItas Syari'ah
dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, yang
telah memberikan kesempatan kepada penulis ulltuk menyelesaikan skripsi ini.
2. Asmawi, M.Ag, dan Sri Hidayati, M.Ag, selaku Ketua dan Sekretaris Prol,'Tam
Studi Siyasah Syar'iyyah atas bimbingan dan dukungannya.
3. Bapak Drs. Tabrani Syabirin, 11.Ag, dan Drs. Noryamin Aini, MA, saya haturkan
terima kasih yang telah membimbing penulis dalal11l11enyelesaikan skripsi ini.
4. Para dosen Fakultas Syariah dan Hukum, dan K.H. Abus Suyuf Bin Abdillah
Mathali', yang telah l11emberikan ilmunya kepada penulis.
5. Kedua orang tua yaitu Ayahanda H. Asy'ari dan Ibunda Yundariyah sekeluarga,
kepada beliau skripsi ini penulis persembahkan. Segala pengorbanan dan cucuran
air l11ata yang tidak l11engenal han dan waktu, sel11ata-mata untuk keberhasilan
penulis, semoga keduanya l11endapatkan kasih sayang Ilahi dan keridhoan-Nya.
6. Adik-adikku tersayang Andini, Wasi'ah, Yatik, Hosl11awa, Hafir, dan Bek Ziaroh
yang telah l11embenkan semangat kepada penulis. Dan kawan-kawan Semanggi
Sai, Rahem, Ecuk, Enjai, Udin Bajigur, Yamin, Fian, dan Keluarga FORMAD,
dan kawan-kawan Program Studi Siyasah Syar'iyyah, Tagin, Febri, Luli, Ii', Irwa,
Ida, yang tidak bisa disebutkan semuanya, penulis tidak bisa lupakan.
PenuIis berharap semoga karya yang sederhana illi dapat bermanfaat bagi
siapa saja yang membacanya, serta dapat menambah khazanah keilmuan kita. Amin
Jakarta, 24 Januari 2006
Penulis
DAFTARISI
KATAPENGANTAR .
DAFTAR ISI........................................................................................................ III
BABI
BABII
PENDAHULUAN .
A. Latar Belakang Masalah ..
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 12
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 13
D. Review Studi Terdahulu 13
E. Metode Penelitian 16
F. Sistematika Penulisan 17
TAN MALAKA TOKOH REVOLUSIONER DARI
BUMI MINANGKABAU 19
A. Riwayat Hidup Tan Malaka.................................................... 19
B. Masa Pendidikan Tan Malaka................................................. 20
C. Petualangan Politik Tan Malaka 22
D. Karya-karya Tan Malaka 30
E. Tan Malaka, Tokoh kiri dari Sumatra Barat............... 32
F. Tan Malaka dan Ideologi Marxisme...................................... 35
BABID
BABN
REVOLUSI AWAL LEPAS DARI PENINDASAN 39
A. Revolusi dalam PerspektifTan Malaka.................................. 39
B. Revolusi Nasional; Usaha untuk Membebaskan Indonesia
dari Penindasan Kaum Penjajah 45
C. Islam dan PerspektifTan Malaka 47
D. Keterlibatan dan Keperpihakan Tan Malaka Terhadap
Perpolitikan Islam............................................................ 51
E. Pemikiran Tan Malaka dalam Menghadapi Perpecahan
Sarekat Islam dan Partai Komunis Indonesia........................ 52
F. Pandangan Tan Malaka di Komintem: usaha Menyatukan
Dua Karang Gerakan Pan Islamisme dan Komunisme di
Indonesia................................................................................ 58
ANALISIS PEMIKIRAN POLITIK TAN MALAI(A
TENTANG KONSEP REVOLUSI DAN ISLAM................... 62
A. Tan Malaka dalam Hubungannya dengan Marxisme 62
B. Tan Malaka dalam Hubungannya dengan Islam..................... 65
C. Tan Malaka dalam Kemelut Revolusi..................................... 67
D. Relevansi Pemikiran Politik Tan Malaka Terhadap
Perpolitikan Masa Kini 72
a. Nasionalisme dan Politik 73
b. Islam sebagai Etika Berpolitik.......................................... 75
BABV PENUTUP................................................................................... 78
A. Kesimpulan............................................................................. 78
B. Saran 79
DAFTARPUSTAKA.......................................................................................... 80
BABI
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Meskipun jarang terjadi, namun revolusi J merupakan momentum penting
dalam dunia modern. Bennula dari Prancis pada tahun 1789-an sampai di
Vietnam pada pertengahan abad XX. Sejarah revolusi yang terjadi di seantero
dunia telah banyak membawa perubahan pada organisasi Negara, struktur kelas
sosial, dan ideologi yang dominan. Revolusi telah melahirkan banyak Negara
yang memiliki kekuasaan dan otonomi yang jauh melebihi kekuasaan mereka
sebelum revolusi.2
Revolusi merupakan satu peristiwa besar yang bekerja secara ganda, kekuatan
penghancur sekaligus penciptaJ Revolusi sungguh-sungguh harus bersifat
revolusioner. 1a harus merupakan suatu penjungkirbalikkan dan pendobrakan
I Revolusi merupakan suatu perubahan yang mendadak dan tajam dalam siklus kekuasaansosial. Ia tercermin dalam perubahan radikal terhadap proses pemerintahan yang berdaulat terhadapkewenangan dan legitimasi resmi, dan sekaligus perubahan radikaJ dalam konsepsi tataran sosialnyatransformasi demikian pada umumnya telah diyakini, tak kan mungkin dapat terjadi tanpa kekerasan.Tapi seandainya mereka melakukannya tanpa pertumpahan darah, tetap masih dianggap revolusi.Samuel P. Hungtington, merumuskan revolusi sebagai suatu penjungkir balikkan nilai-nilai, mitos,lembaga-lembaga politik, struktur sosial, kepemimpinan, serta aktivitas maupun kebijaksanaanpemerintah yang telah dominan di masyarakat. Eisenstadt, Revolusi dan Transjormasi Masyarakal, terj.Chandra Johan, (Jakarta: CV Rajawali, 1986), Cet. 1, hal. 5
2 Theda Skocpol, Negara dan Revolusi Sosial, (Jakarta: Erlangga, 1991), hal. 1
3 Hary Prabowo, Perspektif Marxisme, Tan Malaka: Teori dan Praktis Menu}u Republik,(Yogyakarta: Jendela, 2002), Cet. 2, hal. ix
2
segala nilai lama sampai keakar-akamya,4 sebuah perubahan sosial yang dalam
suatu waktu meluluhlantakkan tatanan masyarakat lama dan menciptakan tatanan
masyarakat baru. Juga harus diakui, bahwa revolusi tentu melibatkan massa
rakyat yang bukan hanya busa-busa kosong dalam gelombang sejarah, namun
menjadi arus utama dan penentu dalam gelombang perubahan itu sendiri. Sebab,
revolusi adalah kekuatan radikal dan progresif yang mengbancurkan sistem tua
dengan mengerahkan sepenuh-penuhnya tenaga rakyat tertindas menuju
terciptanya tatanan masyarakat baru. Disinilah letak pesona yang paling
mendasar, kenapa revolusi menjadi persoalan (dikursus keilmuan) yang menarik
untuk dikaji secara lebih mendalam.
Pada dasarnya revolusi dipahami sebagai proses yang amat luar biasa, sangat
kasar dan merupakan suatu gerakan yang paling terpadu dari seluruh gerakan-
gerakan sosial apapun. Ia dipahami sebagai ungkapan ata.u pernyataan akhir dari
suatu keinginan otonom dan emosi-emosi yang mendalam serta mencakup
segenap kapasitas keorganisasian maupun ideologi, proses sosial yang dikerjakan
secara seksama. Khususnya citra utopis atau pembebasan yang bertumpu pada
simbol-simbol persamaan, kemajuan, kemerdekaan. Dengan asumsi sentral;
bahwa revolusi akan menciptakan suatu tatanan sosial baru yang lebih baik. 5
4 Taufik Abdullah, Denyu! Nadi Revolusi Indonesia, (Jakarta: Gramedia Pustaka Umum,1999) haL 4
5 Eisenstadt, Op. Cit, haL 3
3
Seperti halnya dikatakan Franz Kafka (1883-1924)" setiap revolusi akan menguap
dan kemudian hanya menyisakan sebuah birokrasi baru".
Revolusi tidak hanya dipahami sebagai peristiwa temporer dan frustasi
marjinal atau kegelisahan saja. Revolusi terjadi karena berbagai anomali
(pergeseran) sosial atau ketimpangan yang sangat fundamental, terutama
perjuangan antar elit, perpaduan pergolakan tersebut dengan kekuasaan sosial,
maupun konflik golongan yang lebih dalam dan menyebar lebih luas seperti
konflik kelas dan dislokasi serta mobilisasi sosial juga organisasi-organisasi
politik dari berbagai kelompok sosial yang lebih besar (khususnya yang baru
muncul). Maka secara spesifik revolusi merupakan upaya untuk membebaskan
masyarakat, negara dari sebuah kungkungan sistem ku,asa yang dianggap tidak
lagi relevan dan tidak lagi berpihak pada keadilan (justice) serta prinsip-prinsip
dasar kemanusiaan lainnya. 6
Oleh karenanya, revolusi merupakan manifestasi dari harapan-harapan agar
tercipta sistem, kondisi masyarakat serta kehidupan bangsa yang lebih baik,
independen serta penuh kebebasan. Itulah sebabnya Crane Brinton seperti yang
dikutip oleh Jalaluddin Raklunat mengatakan revolusi selalu mengejutkan "the
actual revolution is always a surprise,".7
6 Eisenstadt, Revolusi dan Transjormasi Masyarakal, teIj. Chandra Johan, (Jakarta: CVRajawali, 1986) hal. 3
7 Jalaluddin Rahmat, Rekayasa Sosial: Rejormasi alau RevDlusi, (Bandung: PT RemajaRosdakarya, 1999) hal. 182
4
Di samping persoalan di atas revolusi tentu juga mengandung aspek-aspek
pokok lainnya berupa gagasan perubahan (paham) dan tokoh panutan. Gagasan
merupakan kekuatan pencerah yang bekerja mengelupas kesadaran masyarakat
lama menuju keinsyafan baru sekaligus memandu siapa yang harus dilawan, cara
perlawanan dan tujuan perubahan yang hiirus terjadi. Proses revolusi dan
tercapaiannya sangat ditentukakan oleh kualitas banglman epistimologi yang
menyusun gagasan-gagasan tersebut. Sebab, revolusi tentu bukan gerakan
berdasar "Ielamunan" atau bisikan wahyu. Bisa dibayangkan bila revolusi tanpa
dipandu oleh seperangkat gagasan yang baik, maka yang terjadi hanyalah amuk
massa yang sarna dengan kekacauan dan kehancuran tatanan sosial. Segala
penghancuran yang tak menawarkan daya cipta adalah sampah.8
Revolusi tidak pemah lepas dari keterlibatan ma.ssa, baik massa yang
teroganisir maupun tidak. Dalam sejarah Indonesia, gerakan yang melibatkan
massa rakyat pemah terjadi beberapa kali, pada 1926/1927, pemberontakan
meletus di Jawa pada bulan Nopember 1926, di Sumatra pada Januari 1927.
Tetapi semua usaha tersebut menemui kegaga1an secara massif. Kegagalan
tersebut dikarenakan belum siapnya kekuatan yang dimiliki oleh rakyat, sehingga
pemberontakan di pelbagai daerah dapat dipatahkan oleh pemerintah Hindia
Belanda. Sebenarnya Tan Malaka ketika tiba di Singapura, ia meyakinkan paling
tidak ada dua pemimpin Komunis, yaitu Suhakat dan Djamaludin Tamin bahwa
8 Hal)' Prabowo, Op.Cit., hal. x
5
keadaan-keadaan tidak memungkinkan untuk suatu revolusi9 Gerakan politik
komunis pada waktu itu lebih mengutamakan anarkis. Tan Malaka mengajukan
konsep massa-aksi yang teratur dan teorganisir. Strategi perj uangan yang
dimajukan lebih mengandalkan taktik-taktik "pemboikotan" dan "Pemogokan"
daripada tindakan-tindakan kekerasan yang pada akhimya akan melemahkan atau
menghancurkan cita-cita kemerdekaan bangsa Indonesia. 10
Karenanya, sejarah revolusi sosial dunia tidak dapat dipungkiri selalu
melibatkan masyarakat dan tak jarang revolusi terjadi dengan mengorbankan
ratusan, ribuan bahkan jutaan nyawa manusia. Sebab, dalam terminologi revolusi
gerakan massa merupakan kekuatan penghancur, sekaligus sebagai kekuatan
perubahan. Ambillah contoh kasus meletusnya gerakan reformasi untuk
melengserkan Soeharto sebagai tokoh sentral kekuatan Orde Baru Tahun 1997-
1998, dimana puluhan mahasiswa dari perbagai perguruan tinggi seperti Trisakti
dan masyarakat menjadi korban dalam drama refonnasi tersebut.
Namun perlu diingat, bahwa tidak semua gerakan yang melibatkan massa
rakyat yang menjadi penentu dalam proses perubahan sosial-politik. Tidak bisa
disebut revolusi manakala perubahan tersebut masih seputar perubahan
kepemimpinan dan kebijakan politik saja, sedang nasib rakyat tidak berubah.
Gerakan massa semacam itu dilihat sebagai fenomena politik yang muncul dari
9 George Me Tuman, Rejleksi Pergumulan Lahimya Republik, Nasionalisme dan Revolusi diIndonesia, (teIj. Nin Bakdi Soemanto) (Yogyakarta: UNS Press, 1995) Cet. 2, hal. 106
10 Tan Malaka, Gerpolek, Gerilya-Polilik-Ekonomi, (Jakarta: Djambatan, 2000) hal. IX
6
proses politik semata. Perubahan terjadi karena pergeseran perimbangan kekuatan
dan pertarungan di antara para kontestan untuk merebut hegemoni dan
mengendalikan Negara. 11 Sementara dalam konteks takoh adalah pemilik dan
penyebar gagasan yang kerapkali menjadi inspirator dan sekaligus berfungsi
menjadi pemimpin pergerakan masyarakat, antara tokoh dan gagasan nyaris tidak
bisa dipisahkan, karena keduanya inheren dalam suatu belati ketajamannya. Oleh
karenanya revolusi harus ditopeng oleh adanya tokoh pelopor perubahan.
Banyak kasus revolusi di dunia ini selalu melahirkan tokoh-tokoh pelopor
perubahan. Revolusi Praneis (1789-1799) melahirkan Reobespierra, seorang
tokoh dari kubu Montagne yang disegani dan legendaris di kalangan rakyat jelata.
Di Rusia, lewat revolusi Oktober (1917) yang menggoneangkan dunia itu, muneul
pula tokoh-tokoh legendaris seperti Lenin dan Trotsky dari kubu Bolshevik.
Sebagai kekuatan revolusioner yang berdasar pada perjuangan kelas, kala
Bolshevik meletakkan kekuatannya pada kelas Proletar (All power to the soviet)
dan membentuk tentera sendiri (Tentera Merah) dan mempropagandakan gagasan
anti pemerintah Borjuisi. 12 Cina melahirkan revolusi kebudayaan (1966),
melahirkan tokoh Mau Zedong, seorang pelopor dalam peristiwa long march
untuk mendukung paham komunis ke wilayah Cina, dengan menggunakan basis
11 Jalaluddin Rahmat, Rekayasa Sosial: Reformasi alau Revolusi, (Bandung: PT RemajaRosdakarya, 1999) hal.208
12 Hary Prabowo, Gp. Cil., hal. Xi
7
barunya Shaanxi sebagai landasan untuk melancarkan serangan gerilya terhadap
Kuo Min Tang. 13
Demikian juga dengan pengalaman revolusi di Indonesia, dari tahun 1nO-an
sampai proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 dan berianjut sampai 1949,14
juga telah banyak melahirkan tokoh-tokoh revolusioner seperti Soekarno, Sjahrir,
Moh. Hatta, dan Tan Malaka, dari empat raksasa revolusi nasional inilah
Indonesia dapat menemukan wajah barunya berupa kemerdekaan.
Dalam penulisan studi ini penulis tidak mengupas semua gagasan para tokoh
tersebut, melainkanlebih spesifikpada kajian tentang gagasan Tan Malaka.
Dalam latar gerak sejarah revolusioner yang panjang telah menjadikan Tan
Malaka sebagai "momok Zaman" yang kontroversial, sepak teIjang perjnangan
yang penuh intrik dan konsekuen terhadap nilai-nilai pergerakan serta ideologi
Marxis yang diyakininya, telah merUadikan dia sebagai salah satu tokoh
revolusioner besar dunia yang tak pernah merasakan nikmatnya perjnangan,
hidup dalam kejaran wa1:tu dan musuh seakan telah menjadi bagian episode takdir
kehidupan yang harus dilewatinya, jeruji penjara kaurn penjajah untuk
membebaskan negeri ini dari kungkungan dan cengkrarnan kaurn penjajah.
Karena bagi Tan Malaka MERDEKA 100% adalah satu jarninan buat terus
merdekanya Indonesia. Tanpa MERDEKA 100% Indonesia takkan bisa
13 Niccholas Tate, Eksplorasi Sejarah Perang Dunia, (Jakarta: CV. Lontar Utama, 2001) hal.177
14 Hary Prabowo, Op.Cit, hal. xii
8
mengadakan kemakmuran cukup buat dirinya sendiri. Karena tak akan diberi
kesempatan oleh kapitalisme asing buat mendirikan "Industri-Berat nasional".15
Maka memerdekakan Indonesia secara 100% adalah suatu hal yang tak bisa
ditawar-tawar lagi, walaupun nyawa harus menjadi taruhannya.
Berbicara tentang Tan Malaka, maka kita berbicara mengenai tokoh
legendaris. Boleh jadi, dialah pejuang paling misterius sepanjang sejarah
kemerdekaan. Selama hidupnya ia hanya beberapa tahun saja merasakan
kebebasan dan berjuang di tengah-tengah rakyat, dan selebihnya ia berada dalam
penjara. Terhitung sejak pertama kali ia teIjun dalam aktivitas politik yang
sebenamya, yaitu sejak kepindahannya dari Sumatra (sehabis pulang dari
Belanda) ke Jawa pada Juni 1921 dan setelah itu bergabung dengan PKI, serta
jabatan ketua PKI sempat di tangannya. Kemudian pembuangannya yang begitu
lama menimpanya, ketika tuduhan mengganggu keseimbangan "rust en orde"
yang berusaha dijaga oleh pemerintahan Hindia Belanda jatuh padanya, itu terjadi
pada Maret 1922. Karena itu praktis Tan Malaka hanya mempunyai waktu satu
tahun lamanya untuk berjuang, kemudian dari Agustus 1945 sampai Juli 1946 ia
juga bam merasakan kebebasannya, selebihnya, sampai saat ini ia tewas terbunuh.
Tan Malaka telah banyak menghabiskan waktunya di dalam penjara. Kalau
IS Tan Malaka, Merdeka 100% Tiga Percakapan Ekol1omi-Politik,(Jakarta: MaJjin, 2005) cet.2 hal. 40
9
dihitung-hitung selama hidupnya praktis hanya mempunyal waktu dua tahun
lamanya untuk beIjuang secara terbuka. 16
Hampir seluruh perjalanan hidup beliau ia pergunakan untuk berjuang di
bawah tanah, lari dari kejaran intel-intel imperialis, bersembunyi, memiliki
banyak nama samaran dan berpindah dari satu Negara kenegara lain. 17 Sosoknya
yang misterius inilah salah satu yang menyebabkan penulis tertarik untuk
menilitinya.
Satu hal yang sangat tertarik untuk menjadikan Tan Malaka sebagai obyek
dalam studi ini adalah, bahwa dengan sederet nama samaran yang dimiliki (Elias
Fuentes, Gng Soong, Cheng Kun Tat, Eliseo Rivera, Howard Law, Ramli Husein
dan Ilyas Husein) Tan Malaka adalah seorang Marxis yang berbeda. Dialah
seorang tokoh yang memiliki pandangan terlengkap baik dalam konteks revolusi
dunia maupun revolusi nasional Indonesia. Dalanl hal pene:rapan ajaran Marxisme
sebagai komponen ilmu dan cara pandang terhadap dunia dan garis perjuangan,
Tan Malaka menjadi tokoh yang mampu membumikan gagasan atau paham
tersebut pada konteknya. Ia adalah penafsir dinamis dan dialektis, suatu yang
menempatkan dirinya bukan seorang tahanan dogma. 18
Dalam penulisan studi ini, penulis berusaha untuk rnenjelaskan sikap dan
pemikiran Tan Malaka yang nasionalistik terutama pemikirannya tentang revolusi
16 Safrizal Rambe, Pemikira/l Poliiik Tan Malaka, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003) eel. Ihal. 6
17 Ibid, hal. V
18 Hary Prabowo, PerspektifMarxisme Tall Malaka, hal. xiv
10
dan Islam serta keperpihakannya terhadap perpolitikan Islam. Selain itu tulisan ini
juga akan membahas tentang bagaimana kaitan Tan Malaka dengan ideo1ogi
Marxis yang ia katakan sebagai ideologi yang dianutnya. Dalam lingkaran
pemikiran tentang politik yang berkembang di Indonesia, selama ini Tan Malaka
dikenal sebagai komunis. Apalagi bila melihat banyaknya asumsi, statemen yang
menyatakan bahwa Tan Malaka adalah seorang komlmis rasanya slliit untuk
ditepis apalagi bila menyimak keterlibatannya dalam KOMINTERN dan PKI.
Namun adalah citra lain (Nasionalis) yang dapat dilekatkan kepadanya selain
seorang komunis, yang seakan-akan itu adaiall sesuatu yang sudah semestinya
(Taken for granted). 19
Kalau membaca karya-karyanya sejak awal dan mengikuti perjalanan
hidupnya yang revolusioner, kita akan jumpai Marxisme yang ada dalam dirinya
tidak dianggap sebagai dogma yang beku, yang selalll saja menuruti tafsiran
Lenin dan Stelin. Apalagi pasca pemberontakan PKl 1926/1927 dan pendirian
PARI, Tan Malaka mulai menunjukkan independensinya dalam meneIjemahkan
Marxisme dan muIai bergerak mendekati nasionalisme.
Menurut Safrizal Rambe penuIis buku "Pemikiran Politik Tan Malaka" Tan
Malaka adalah seorang revolusioner, radikal dan kiri; ia seorang yang kiri
19 Safrizal Rambe, Op.Cit. hal. Vii
11
nasionalis2o Dan begitupun dalam pandangan kami penulis, Tan Malaka
merupakan seorang kiri nasionalis.
Dalam sistem berpikimya, Tan Malaka banyak menempatkan nasionalisme
sebagai hal terpenting. Baginya nasionalisme adalah perwujudan dari merdekanya
Indonesia yang didasarkan atas sosialisme dan bersatunya kekuatan-kekuatan
revolusioner. TelUtama kekuatan Islam dan nasionalis dan komunis. Pada
mulanya ia memang berharap banyak dari PKI sebagai partai pelopor. Karena Tan
Malaka yakin bahwa PKI tidak akan mampu memonopoli dan berjuang sendiri
melawan Belanda yang kuat dan otoriter. Apalagi ia mengetahui bahwa PKI
sebagai organisasi politik belum berakar di dalam masyarakat ketika itu. Ia
menambahkan bahwa dalam Negara yang berpenduduk mayoritas Islam, maka
Sarekat Islam adalah satu kekuatan revolusioner yang harus didukung dan keliru
apabiia PKI memusuhinya. Seperti apa yang dijelaskan oleh Safrizal Rambe,
bahwa Tan Malaka, tokoh yang kontroversial. Walaupun ia menjadi ketua PKI
dan wakil KOMINTERN untuk Asia Tenggara pernah clijabatnya, bukanlah dia
berarti komunis dalam pengertian umum yang biasa, setidaknya ia bukanlah orang
yang dogmatis dan doktriner daIam meneIjemahkan ajaran-ajaran Marxis. 21
Selama ini Tan Malaka seringkali dilihat sebagai seorang pemimpin komunis,
walaupun demikian ada sisi menarik yang sebenarnya yang terdapat dalam diri
Tan Malaka, yaitu aspek nasionalismenya yang selama. ini terlihat kurang di
20 Ibid, hal. vi21 Ibid, hal. 7
12
eksplorasi dan diekspos. Sehingga kesan yang terekam dalam benak kita saat ini
adalah Tan Malaka yang sangat Marxian, bahkan tak jarang tudingan sebagai
pemberontak, kafir, sesat dialamatkan kepadanya.
Oleh karena itu, penilitian ini kiranya dapat memberikan pemahaman dan
kontribusi pemikiran yang jelas dan konkret bagi kita semua terutama dalam
memahami napak tilas perjuangan, pemikiran Tan Malak.a.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Dari sinilah, penulis mencoba menelaah lebih lanjut atas gagasan pemikiran
politik Tan Malaka tentang revolusi dan Islam. Revolusi sebuah perubahan
ketatanegaraan secara fundamental yang menyangkut pembagian kekuasaan
politik, sosial, ekonomi; dan sikap budaya masyarakat. Dan setelah itu, penulis
mencoba untuk memaparkan tentang konsep revolusi di Indonesia dan Islam
dalam perspektif Tan Malaka guna mencari relevansinya terhadap perpolitikan
masa kini.
Dalam penulisan ini penulis mengklarifikasikan dalam beberapa persoalan
pokok yang dirumuskan dalam rumusan sebagai berikut:
1. Siapa sebenarnya Tan Malaka?
2. Bagaimana pemikiran Tan Malaka tentang revolm;i di Indonesia?
3. Bagaimana Islam dalam Prespektif Tan Malaka, sejauh mana
keberpihakan Tan Malaka terhadap perpolitikan Islam di Indonesia?
13
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
I. Untuk mengetahui lebih dalam pemikiran politik Tan Malaka terhadap
perpolitikan di Indonesia
2. Untuk mengetahui pemikiran Tan Malaka tentang revolusi di Indonesia
3. Untuk mengetahui lebih tentang Islam dalam perspeldifTan Malaka
4. Untuk mengetahui lebih dalam sejauhmana keterkaitan Tan Malaka dengan
ideologi Marxis
Kegunaan dari penelitian iill adalah :
I. Secara akademis, guna menyumbangkan karya ilmiah terutama untuk
memperkaya khazanah keilmuan politik Islam, khususnya yang berkaitan
dengan pemikiran dan dinamika politik Islam di Indonesia.
2. Secara praktis, dapat dijadikan sebagai dasar atau pembanding bagi para
peminat studi ini untuk mengkajinya secara lebih mendalam lagi.
3. Sebagai syarat untuk meraih gelar Sarjana Sl bidang Siyasah Syar'iyyah di
Fakultas Syari'ah dan Hukum UIN SyarifHidayatuJlah Jakarta.
D. Review Studi Terdahulu
Tan Malaka sering dilihat sebagai seorang komunis, walaupun ada sisi
menarik yang sebenarnya terdapat dalam diri Tan Malaka yaitu aspek nasionalis
yang selama ini terdapat kurang dieksplorasi dan diekspos. Alasan ulama untuk
14
melakukan skripsi ini karena kurangnya studi yang yang memfokuskan pada
pemikiran politik Tan Malaka Tentang Revolusi dan Islam. Selama ini hanya ada
studi yang membahas pemikiran Tan Malaka Marxisme dan Agama, diantaranya
skripsi Ahmad Zarfani Fakllltas Adab dan Humaniora, Jurusan Sejarah Peradaban
Islam yang berjudul, "Pandangan Tan Malaka terhadap Marxisme dan Agama".
Zarfani dalam studinya ini lebih membahas pemikiran Tan Malaka tentang
Marxisme dan Agama, dari skripsi inilah kita dapat mengetahlli pandangan
tentang Marxisme dan Agama. Tan Malaka mengatakan yang dikutip oleh
Zarfani;
Marxisme sendiri oleh Tan Malaka di taftirkan dengan, bagaimanamanusia harus berperilaku secara lurus sesuai dengan hukum alam. Madilogmerupakan pengejawantahan suatu cara berpikir yang menuntut agarmanusia konsekuen dengan kelurusan hukum-hukum alam itu, teratur,sistematis dengan mengakt!fkan seluruh potensi energi berpikir kita untukmemandang hidup sebagai struktur yang mendomng kita untuk berbuatsecara terstruktur pula, dan untuk itu manusia men(punyai tujuan hidup yangjelas. Tan Malaka mengatakan bahwa Marxisme bukanlah dogma, melainkanpetunjuk untuk revolusi. Dan Tan Malaka juga mengatakan bahwa Marxismetidak bisa di salin begitu saja ke bumi Indonesia, /m'rena Indonesia berlainansekali kondisinya dengan Eropa. 21
Dalam pandangan terhadap agama Islam, Kristen, dan Yahudi TanMalaka dengan ketiga agama itu merupakan kepercayaan-kepercayaan AsiaBarat.22 Dalam hal ini Tan Malaka berpendapat bahwa agama adalahmerupakan alat perjuangan untuk melawan dari penguasa yang sewenangwenang. Orang yang hidupnya tertindas atau orang yang berasal dari statusyang rendah dapat melakukan apa saja yang dihendakinya. 23
21 Ahmad Zarfani, Pandangan Tall Malaka lerhadap Marxisme dan Agama,Skripsi, (Jakarta:Fakultas Adab dan Humaniora DIN Syahid Jakarta, 2002) hal. 20
22 Ibid, hal. 38
23 Ibid. hal. 29
15
Dan satu lagi yang dapat kita jumpai skripsi M.A Hisyam KaIim, Fakultas
Ushuluddin dan Filsafat, Jurusan Aqidah Filsafat, mengenai Tan Malaka yang
berjudul, "Agama dalam Pandangan Tan Malaka". Dalam skripsi ini lebih pada
pandangan Tan Malaka tentang Agama, menurut Tan Malaka yang dikutip
Hisyam Karim:
Agama sebagai urusan pribadi yang memiliki kebebasan berpendapat danberkepercayaan. Kepercayaan pada masing-masing orang sesuai dengankecocokan , 1a menjelaskan, ..... .benar tidaknya ,matu kepercayaan ituterserah rada otak perasaan, kemauan, atau singkalnya pada jiwa masingmasing. 2
Berbeda dengan dua skripsi di atas, skripsi kami ingin mencermati bagaimana
pemikiran politik seorang nasionalis yang mengidentifikasi dirinya sebagai
penganut Marxisme. Karena nasionalisme adalah perwujudan dari merdekanya
Indonesia yang didasarkan atas sosialisme dan bersatunya kekuatan-kekuatan
revolusioner yaitu Islam, Nasionalis, Komunis, dan kesadaran untuk merdeka dan
peljuangan yang tanpa henti akhirnya membuahkan basil. Skripsi ini lebih
melihat pada peranan Tan Malaka dalam gerakan da.n perjuangan merebut
kemerdekaan dari tangan penjajah Belanda dan melakukan gerakan-gerakan
revolusinya, untuk bebas dari cengkraman kaum imperialisme. Inti dari skripsi ini
lebih ditekankan pada pemikiran politik Tan Malaka tentang Revolusi dan Islam
di Indonesia.
24 MA Hisyam Karim, Agama dalam Pandangan Tan Malaka, Skripsi (Jakarta: FakultasUshuluiddin dan Filsafat UlN Syahid Jakarta, 2004) hal. 64
16
E. Metode Penelitian
1. Objek Penelitian
Dalam skripsi ini objek penelitian difokuskan pada studi tokoh tentang
Pemikiran Politik Tan Malaka yang meliputi latar belakang kehidupan Tan
Malaka, Islam dan perspektif Tan Malaka, keterlibatan dan keperpihakan Tan
Malaka terhadap perpolitikan di Indonesia, dan konsep revolusi dan Islam di
Indonesia dengan mengambil sumber berdasarkan data-data yang terkumpul.
Data-data tersebut terbagi kepada dua yaitu data sebagai sumber primer dan data
sebagai sumber sekunder, sumber primer meliputi karya-karya Tan Malaka :
seperti Madilog, Gerpolek, Dari Penjara ke Penjara, lain-lain. Sedangkan sumber
sekunder meliputi buku-buku yang membahas tentang pemikiran Tan Malaka.
2. Tehnik Pengumpulan data
Dalam menggarap skripsi ini, jenis data yang digunakan adalah data kualitatitf
dimana pengumpulan data diperoleh dari berbagai sumber tertulis. Data tersebut
terbagi kepada dua sumber yaitu sumber Primer dan Sekunder. Sumber primer
diperoleh dari buku-buku karya Tan Malaka sendiri seperti Madilog, dan lain
lain. Sumber sekunder diperoleh daTi buku-buku yang menulis tentang Tan
Malaka seperti karya Safrizal Rambe, Pemikiran Politik Tan Malaka, Perspektif
Marxisme, Tan Malaka; Teori dan Praktis Menuju Republik, dan lain-lain. Data
sekunder juga berupa majalah dan surat kabar. Karya-karya Tan Malaka sebagai
referensi utama serta karya orang lain yang menulis tentang Tan Malaka sebagai
17
rujukan yang melengkapinya. Kemudian penulis mengkaji dan mempelajari
secara mendalam.
4. Tehnik Pengolahan Data
Data tersebut kemudian diklasifikasi sesmii dengan jlldul yang akan dibahas
oleh penulis. Secara metodologis, penelitian ini bersifat Deskripti-analitis.
Deskriptif berarti memaparkan dan menggambarkan pemikiran politik Tan
Malaka secara apa adanya. Analitis berarti lIpaya memahami posisi, pemikiran,
dan upaya mencari paradigrna baru pemikiran politik Tan Malaka, disertai kritik
dan kesimpulan. Adapun teknik penulisannya merujuk kepada buku Pedoman
Penulisan Skripsi Fakultas Syari'ah dan Hukum (UIlN) Universitas Islam
Negeri SyarifHidayatullah Jakarta 2005.
F. Sistematika Penulisan
Untuk lebih memudahkan tentang isi dan esensi skripsi ml, maim
penulisannya dilakukan berdasarkan sistematika sebagai berikut :
BABI PENDAHULUAN
Yang terdiri dari Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan
Masalah, Tujuan dan Kegunaan Penelitian, Rreview Studi Terdahuli,
Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan.
BABn
BAB III
BABIV
BABV
18
PEMBAHASAN TENTANG LATAR BELAKANG KEHIDUPAN
TANMALAKA
Yang meliputi, Riwayat Hidup Tan Malaka, Masa Pendidikan Tan
Malaka, Petualangan Tan Malaka, Karya-karya Tan Malaka, Tan
Malaka: Tokoh Kiri dari Sumatra Barat, Tan Malaka dan Ideologi
Marxisme.
MEMBAHAS TENTANG GAGASAN TAN MALAKA
TENTANG REVOLUSI
Revolusi dan Islam dalam Perspektif Tan Malaka, Revolusi Nasional;
Usaha Untuk Membebaskan Indonesia dari Penindasan Kaum
Penjajah, Keterlibatan dan Keperpihakan Tan Malaka Terhadap
Perpolitikan Islam Di Indonesia, Pemikiran Tan Malaka Dalam
Menghadapi Perpecahan Sarekat Islam dan Partai Komunis Indonesia.
ANALISIS TERHADAP PEMIKlRAN POLITIK TAN
MALAKA
Hubungan Tan Malaka dengan Marxisme dan Islam di Indonesia, Tan
Malaka Dalam Kemelut Revolusi, dan Relevansi Pemikiran Politik
Tan Malaka Terhadap Perpolitikan Islam di Indonesia Masa Kini.
PENUTUP
Yang terdiri dari Kesimpulan dan Saran-saran.
BABil
TAN MALAKA TOKOH REVOLUSIONER DAR!
BUMI MINANGKABAU
A. Riwayat Hidup Tan Malaka
Rasanya akan kurang menyentuh pembahasan mengenai Tan Malaka bila kita
tidak mengawalinya dengan melihat sejarah kehidupan dia (Biografi) Tan Malaka
bernama lengkapnya Sutan Ibrahim gelar Datuk Tan Malaka. Dia dilahirkan pada
2 Juni 1897 di Suluki, Nagari Pandan Gadang, Sumatera Barat. I Menurut Harry
A. Poeze, yang dikutip Safrizal Rambe tahun kelahiran Tan Malaka secara tepat
tidak diketahui, pada waktu belum ada register (daftar) penduduk bagi orang
Indonesia.
Harry A. Poeze menemukan data tahun kelahiran Tan Malaka yang dikutip
Safrizal Rambe berbeda; 1893, 1894, 1895,2 Juni 1896,2 Juni 1897, dan 1897.
Ia sendiri mengatakan bahwa ia dilahirkan pada tahun 1894 tanggal 14 Oktober
1894, dan pada tahun 1896. Harry A. Poeze cenderung untuk menganggap tahun
1897 sebagai tahun ke1ahiran Tan Malaka yang paling tepat. Melihat fakta bahwa
pada tahun 1903 ia mengikuti pendidikan di sekolah rendah. Maka, dapatlah
ditarik kesimpulan bahwa ketika itu ia berusia kurang lebih 6 tahun2
1 Safrizal Rambe, Pemikiran Po/itik Tall Ma/aka, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003) ce!.IhaI. 18
2 Ibid, hal. 18
20
Tan Malaka menyatakan bahwa beragama Islam dan beradat asli
Minangkabau. 3 Ia lahir dalam kultur yang peduli terhadap pendidikan dan
memiliki tradisi keagamaan yang kuat. Keluarganya adalah tergolong taat kepada
agama Islam4
Ketika ibunya sedang sakit, ia melihat ibunya selalu membaca ayat-ayat Al-
Qur'an (Yasin). Ketika ia masih kecil ibunya sering menceritakan kisah-kisah
para Nabi, seperti Nabi Adam dan Hawa, Musa, dan Muhammad. Ayahnya
adalah seorang vaksinator (penyuluh kesehatan) yang bekerja pada pemerintah
Hindia Belanda5
B. Masa Pendidikan Tan Malalm
Pendidikan pertamanya diawali dengan belajar di Sekolah Rakyat. Setelah
tamat dari Sekolah Rakyat, ia melaJ1jutkan ke Kweek School (sekolah guru) pada
tahun 1908-1913, di Bukittinggi, Sumatera Barat. Otaknya yang cemerlang
menarik perhatian seorang guru Belanda, dan guru tersebut menganjurkan Tan
Malaka untuk melanjutkan studinya ke Belanda. Pada tahun 1913, bersama guru
Belanda itu ia pergi ke Belanda6
3 Tan Malaka, Dari Penjara Ke Pelyara II, (Jakarta: Teplok Press, 200) hal. 72
4 Tan Maika, MADILOG, Materia/isme-Dia/ektika-Logika, (Jakarta: Teplok Press,2000). hal. 381-382
5 Ibid, hal. 381
6 N. Oshikawa, Tan Ma/aka, Serpikir telllang Nasib Gagasan Po/Wk, Kompas, Jakarta, Edisi.1 Januari 2000
21
Di negeri Belanda Tan Malaka masuk Rijkskweekschool, sebuah sekolah
untuk memperoleh diploma guru kepala bagi anak-anak 13elanda di kota Haarlem,
Nederland. Sebagai murid imbas politik Etis, Tan Malaka menghadapi dunia yang
sarna sekali bam baik lingkungan, masyarakat maupun tata cara hidup. Kondisi
yang sangat bertolak belakang dengan kampung halamannya. Iklim Eropa yang
tidak sesuai dengan Hindia 13elanda dalam waktu singkat membuat kesehatannya
merosot dan menyerang pam-pam. Suatu kondisi sulit yang tidak hanya membuat
proses belajarnya terganggu dan molor sampai beberapa tahun, namun penyakit
yang ia derita menjadi momok laten seumur hidup yang setiap saat bisa
menyerangnya.
Tan Malaka tidak hanya mendalami pelajaran-pelajaran sekolah semata, tetapi
juga menjadi kutu buku yang keranjingan menggeluti pemikiran-pemikiran
radikal yang ramai di perbincangkan di Eropa. Waktu itu dunia filsafat sedang
menyambut pemikiran-pernikira radikal dari Friedrich Nietzsche, seorang filsafat
Jerman yang terkenal dengan pembalikan segala nilai. Tan Malaka ternyata tidak
hanya membaca lembar-lembar pemikiran Nietszche semata. Kehausan
intelektual semakin menyeret hasratnya untuk menyusuri buku-buku karangan
para pemikir termuka beraliran komunis yang tengah menjadi arus paling kuat di
dataran Eropa. Tan Malaka menggambarkan ketika membaca buku Revolusi
Perancis merasa menemukan ternan pemikiran yang lelah senantiasa mencari.
22
Dahaganya bertemu sumber pengetahuan yang menyegarkan. Ia melahap Het
Kapital karangan Karl Marx-Engel dalam Bahasa Belanda....7
Pada akhir tahun 1919, setelah 6 tahun mengenyam pendidikan di Belanda,
Tan Malaka pulang ke Indonesia. Ia datang dengan isi kepala yang jauh berbeda
dengan 6 tahun sHam. Mata dan otak yang tidak lagi seluas lembah, rawa dan
bukit-bukit tinggi di tanah Minang, namun telah menembus horizon seantero
Eropa beserta alam pemikirannya. Selain menimbun paham Marxisme dan
Boishevisme di kepala, ia juga menentang ijazah diploma guru di tangan. Ia gagal
menggondol ijazah diploma guru kepala (Hoofdacte). 8
C. Petllalangan Politik Tan Malaka
Dalam masa kepergiannya di Belanda, yaitu ketika ia masuk Rijk Kweek
School (sekolah guru), Tan Malaka terpukau oleh kedigdayaan kebudayaan
Jerman dan Perancis. Ia tertarik pada militer Jennan yang menjunjung tinggi
kedisiplinan, keberanian dan semangat korps. Jennan dipujinya karena
mengagungkan supremasi power dan dinamii\ Jennan telah mengilhaminya
\bahwa Negara yang kuat adalah Negara yanremiliki angkatan bersenjata yang
tangguh. Kekaguman terhadap Jennan itu kemudian ml:ndorong Tan Malaka
7 Hary Prabowo, PerspektifMarxisme, Tall Malaka, (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1999)hal. 7-9
8 Ibid, Hal. 10
23
untuk masuk dinas militer tentara Jerman. Tetapi lamarannya ditolak karena
Jerman tidak menerima warga asing dan tidak mempunyai laskar sukarela asing.9
Perkenalannya dengan Herman di Belanda yaitu ternan sekamarnya di
Jacobijnstraat (sebuah jalan dimana ia tinggal) menggugah minatnya pada
pemikiran-pemikiran anti kapitalisme-imperialisme. Buku-buku, majalah dan
surat kabarnya beraliran "kin' yang diketahuinya dan H~rman. Tan Malaka pun
tenggelam dalam dunia pemikiran "kiri" yang kemudian sangat
mempengaruhinya. Pada saat itu juga ia terkesan pada "Revolusi Borjuis",
Revolusi Prancis (1879). Sebuah buku revolusi itu, Defi'ansche Revolutie, yang
merupakan buku pemberian gurunya yang bernama Horensma, telah menjelma
menjadi ternan bahagianya dalam proses pencarian jati dirinya sebagai seorang
revolusioner. Dari buku itulah nampaknya Tan Malaka mengenal tokoh-tokoh
revolusi Prancis, seperti Mirabeu, Obestie, Danten, dan Jaures. 10
Revolusi Bolsyewik, pimpinan Lenin meletus pada tahun 1917, sejak itu
karya-karya Marx-Engels, Lenin, dan tokoh-tokoh komunis lainnya banyak di
baca orang, tidak terkecuali Tan Malaka. Tan Malaka membaca karya Karl Marx,
Het Capital, teIjemahan Van Dergoes, Marxistische Economie karya Karl
Kautsky dan buku-buku komunis lainnya. MuJailah ia memahami ajaran Marx-
Engels secara menyeluruh. Semangat revolusioner, gagasan-gagasan Karl Marx
9 Ahmad Suhelmi,dkk, Islam Dalam Tinjauan Madilog, (Jakarta: Komunitas Banbu, 2000)cet. 2 hal. 73-74
10 Ibid, hal. 74
24
meresapi jiwanya. Apalagi setelah ia menetap di Moscow (Rusia) selama I tahun,
pengetahuannya tentang komunisme jauh melampaui pengetahuan rata-rata para
pemimpin komunis Indonesia ketika itu. Namun menariknya, Tan Malaka tetap
kritis terhadap Marx-Engels dan Lenin. Dia tidak pernah menjadi pemikir
dogmatis doktriner sebagaimana komunis sebangsanya seperti Muso dan
Darsono. II
Tan Malaka kembali ke Indonesia tahun 1919. Kemudian ia bekerja di
Sanembah Corporation, Deli Sumatera Timur (Desember 1919-Juni 1921). Inilah
kepulangannya dari rantau yang pertama. Di tempat ini ia menyaksikan dialektika
sosial dalam bentuk pertarungan gigih antara kaurn buruh kuli kontrak melawan
tuan-tuan kapitalis Belanda. Tan Malaka menaruh empati amat dalam terhadap
penderitaan kaum jelata. Kejadian ini memacu semangat revolusionernya. Benih-
benih pemberontakan mulai bersemi dalam dirinya. Semangat revolusionernya itu
semakin kokoh ketika ia bekerja di "kota merah" Semarang. I2 Di kota ini ia
digembleng oleh tokoh PKI, Semaun dan lambat laun berhasil menjadi salah
seorang tokoh terkemuka PKI di kota itu.
Awal petualangan politiknya-pun dimulai. Dirnulai pula fase rantaunya yang
kedua (1922-1942), suatu fase kehidupan yang dilukiskan Tan Malaka sebagai
II Ibid, hal. 75
12 Oi Semarang inilah ia menjalin hubungan dekat dengan tokoh-lokoh Sarekat Islam (merah)yang paling kuat. Oisinilah terdapat pusat kegiatan organisasi FSTP (Fereeniging-Fan Spoor den TramPersonel atau Serikat Kereta Api) yang didominasi komunis (PKI). Oi kota ini pula Muso, Semaun,dan rekan-rekannya melal,:ukan aksi-aksi radikal revolusioner. Mengenai "Kota Merah", lihat TanMalaka, Dari Pe/yam ke Pe/yam II. (Jakarta: Teplok Press, 200) Hal. 63-73
25
"Masa Isolasi Politik Total Sesungguhnya". Tan Malaka mengembara,
berpetualang ke berbagai Negara. Dari Belanda ia pergi ke Moskow (Uni Soviet)
melalui Polandia. Tan Malaka banyak memakai nama sarnaran sehingga ia sukar
ditangkap. Dengan nama samaran itu ia bebas bergerak, menyusup kesuatu
Negara asing, berkelit dari tangkapan intel atau spion kolonial Belanda, Inggris,
Jepang, Amerika, dan Prancis. Karena di mata mereka Tan Malaka adalah
buronan politik "kaliber kakap". 13
Ketika memasuki Manila dan Hongkong (1927), Tan Malaka merubah
namanya menjadi Elias Fuente. Bemama Oang Soong Lee ketika memasuki
Sanghai dan Hongkong (1932), Ramli Husein pada saat kembali ke Indonesia dari
Singapura melalui Penang terns ke Medan, Padang, dan Jakarta (1942). Ketika
berada di Bayah (Banten), sebagai pekerja yang membantu romusha di masa awal
revolusi, nama samarannya I1yas Hussein, Nama samarannya adalah Cheng Kun,
Tat, Eliseo Rivera, dan Howard Law, H. Hasan ketika ia berada di Chiangmay
(Thailand). 14
Nasib naas dialami Tan Malaka ketika memasuki Filipina 12 Agustus 1927.
kerjasama agen-agen spionase tiga Negara (Belanda, Inggris, dan mereka)
berhasil menangkap petualang politik ini. Penangkapan itu menjadi berita besar
13 Ahmad Suhelmi,dkk, Gp. Cit, hal. 77
14 Harry A. Poeze, Tal/ Malaka, Pergulalal/ Mel/u}u Republik, (Jakarta: Pustaka UtamaGrafiti, 1999) hal. 60
26
dan menjadi simpati mendalam peJuang nasional di Negara itu. Mereka
menghonnati tokoh ini karena perjuangannya yang gigih melawan kolonial asing
di Indonesia. Surat kabar The Tribune, umpamanya menyebut Tan Malaka
"Patriot Sejati" yang apabila mati akan menjadi martir karena membela dan
memperjuangkan kemerdekaan tanah airnya. Tan Malaka juga disejajarkan
dengan pejuang nasional Filipina, Jose Rizal. 15 Merupakiill suatu penghornlatan
yang luar biasa yang diberikan Filipina bagi seorang buronan politik asing seperti
dirinya.
Ketika berada dalam pengasingan di luar negeri, Tan Malaka mendengar
berita rencana PKI (Partai Komunis Indonesia) melakukan pemberontakan
terhadap Belanda dalam pertemuan Prambanan, Desember 192516 Tan Malaka
sangat khawatir dengan rencana pemberontakan tersebut. Karena menurut
kalkulasi politiknya, syarat keberhasilan suatu revolusi pada pemberontakan itu
belum mencapai target. Walaupun dengan kepemimpinan PKI yang solid dan
massa yang mendukung PKI serta program revolusinya yang jelas. Jadi
seandainya pemberontakan itu benar-benar meletus, Tan Malaka memprediksikan
bahwa pemberontakan tersebut akan gagal, abortif yang pasti akan menelan
korban yang kebanyakan dari kalangan rakyat jelata. Maka, kepada Alimin yang
" Alvian, Tan Malak: Pejuang Revolusioner Yang Kesepian Dalam Manusia, Dalam KemelutSejarah, (Jakarta: LP3ES, 1991) hal. 56
16 Rencana pemberontakan diusulkan Sardjono, usulnya" diadakan aksi bersama, dimulaidengan mengadakan pemogokan dan di sambung aksi bersenjata. Kaum tani supaya dipersenjatai, danserdadu-serdadu harns ditarik dalam pemberotankan ini". Lembaga sejarah PKI, PemberontakanPertama di Indonesia, (1926), hal. 9-10
27
tersebut segera dibatalkan. Kalaupun PKI melakukan pemberontakan tersebut,
maka harns didukung oleh berbagai syarat keberhasilan revolusi lainnya. Dengan
segala otoritasnya sebagai anggota Komintem (komunisme intemasional) Tan
Malaka berupaya menggagalkan rencana pemberontakan itu, namun upaya gagal
karena pemberontakan itu benar-benar terjadi pada 12 November 1926 di Jawa
Barat dan Januari 1927 di Sumatera Barat. 17 Prediksi Tan Malaka terbukti benar
Revolusi 1926 itu gagal dan menyebabkan ribuan orang mati, disiksa, dan
dibuang ke Boven Digoel (Irian Jaya). Kekerasan sebagaijalan mencapai cita-cita
komunis gagal.
Sejak itu, suasana politik sangat mencekam karena Belanda merepresl
gerakan-gerakan perlawanan rah.-yat baik itu kuhu "kanan" maupun kubu "kiri"
(nasionalis radikal). Inilah episode sejarah paling gelap bagi kaum pejuang anti
kolonial, khususnya kaum komunis. Ironisnya Tan Malaka dituduh sebagai
"musuh dalam selimut" dan "Biang keladi" kegagalan pemberontakan oleh kaum
komunis. Dari sinilah kebencian kaum komunis kepada Tan Malaka mulai
berkembang.
Tan Malaka pemah menjadi ketua PKI, tepatnya pada tahun 1921. Dalam
masa kepemill1pinannya, PKI mengalami kejayaan yang sangat mengagumkan
karena Tan Malaka berhasil menghill1pun kita kekuatan besar dibawah
kepemill1pinannya, masing-masing Serikat Islam dan NasionaI Indische Partij.
17 Harry A. Poeze, Tall Malaka, Pergulatall Mellujll Repllblik. (Jakarta: Pustaka UtamaGrafiti, 1999) hal. 66
28
Sarekat Islam dan Nasional Indische Partij mau bekerjasama dengan PKl karena
mereka melihat garis perjuangannya sarna, yaitu melawan kolonialis dan
imperialis. PKl dan SI, ini berjuang bahu-membahu dan saling membantu. Serikat
Islam aktif dalam demontrasi-demontrasi buruh, sementara PKI aktif dalam
berdemontrasi memprotes kecilnya kuota Haji yang diberikan pemerintah Hindia
Belanda sampai akhir Kuota Haji itu berhasil diperbesar.
Dalam masa kepemimpinan Tan Malaka ini garis perjuangan PKl menjadi
nasionalis. Bergabungnya dua kekuatan politik besar ini membuat takut
pemerintah Hindia Belanda. Tan Malaka dianggap sebagai aktor intelektual yang
memproYokasi SI dan PKI untuk bersatu sehingga iapun dikenakan hukuman
pembuangan ke negeri Belanda.
Pada 2 Juni 1927 di Bangkok, Thailand dalam pelariannya menghindari
kejaran tentara kolonial, Tan Malaka bersama kawan-lawannya (Subakat dan
Djamaluddin Tamin) mendirikan Partai Republik Indonesia (PARI), sebagai
kelanjutan wujud menuju Republik Indonesia. Walaupun secara internal, PARI
memilih garis Marxisme sebagai alat analisis dan komunisme sebagai sistem
sosial-ekonomi, namun secara ekstemaI, PARI berjuang bahu-membahu bersarna
seIuruh komponen bangsa menuju Indonesia merdeka.
PARI berhasil memasukkan jaringannya hampir ke seluruh Indonesia dan
dapat bertahan selama 10 tahun. Walaupun pemimpin-pemimpinnya banyak yang
ditangkap dan masuk penjara atau dihukum mati. Tan Malaka sendiri terisolasi di
Cina-Jepang di pedalarnan negeri tersebut. Ketika ia dalarn keadaan sakit dan
29
desanya diserang, ia melarikan diri menyusuri negeri-negeri Asia Tenggara dan
terdesak oleh tentara Jepang. Lalu ia masuk Ice Malaysia, Singapura dan pada
akhirnya sampai ke Medan. Dengan menyusuri Sumatera ia tiba di Jakarta.
Pada masa Jepang Tan Malaka melihat ada dua kekuatan besar, pertama
Soekarno dan Hatta yang dianggapnya sebagai simbol dari golongan tua yang
berkolaborasi dengan kekuasaan Jepang. Tan Malaka dan Soekarno sebagai orang
yang oportunis. Kelcuatan yang kedua adalah pemuda yang dinilainya sebagai
tombak revolusi. Baginya di sinilah terletak kekuatan revolusi yang sebenarnya. 18
Tidak lama setelah proklamasi, ia sempat berbicara dengan Soekarno tentang
ide-ide revolusinya. Di samping Soekarno-Hatta, Sjahrir merupakan tokoh
penting dalam minggu-minggu pertama revolusi. Ia dengan dukungan pemuda di
sekitarnya, banyak mempengaruhi jalannya politik, terbukti ia dapat menduduki
kursi Perdana Menteri. Dan itu teIjadi pada tanggal 14 November 1945. Revolusi
bagi Tan Malaka adalah pemberontakan masyarakat Indonesia yqng bennakna
dan itu mungkin terjadi melalui suatu revolusi total, yaitu mengikis habis semua
sisa-sisa kebudayaan lama, seperti feodalisme yang menyuburkan mentalitas
budak dalam masyarakat. Baginya Icemerdelcaan bukan hanya politik, tapi juga
elconomi-sosial dan lebih dari itU. 19
18 Alfian, Pemikiran dan Perubahan PaUlik Indonesia, (Jakarta: Gramedia, 1992) hal. 171
19 Ibid, hal. 176
30
Pada tanggal 17 Maret 1946, Tan Malaka dipenjara oleh pemerintahan
Perdana Menteri Sjahrir, dengan tuduhan melakukan kudeta pada pemerintahan
Sjahrir. Tuduhan yang diberikan kepada Tan Malaka, tampak sekali berbau
politik, karena tentang penangkapan itu tidak atas sepengetahuan Soekarno
sebagai Presiden. Dugaan yang kuat adalah bahwa penangkapan itu merupakan
inisiatif Sjahrir dan kawan-kawan separtainya, terutama Amir Sjarifuddin
(Menteri Pertahanan), dan Dr. Soedarsono (Menteri dalam Negeri). Dalam kaitan
ini sangat jelas, bahwa penangkapan Tan Malaka merupakan pertentangan antara
kelompok Sjahrir dan Tan Malaka. Pada tanggal 18 Septe:mber 1948, Tan Malaka
dibebaskan dari penjara karena ia tidak terbukti melakukan kudeta. Pada tahun
yang sarna, Tan Malaka mendirikan Partai Murba, dan ia kembali aktif dalam
revolusi sebagai gerilyawan. Tidak lama setelah itu nasib malang menimpa
dirinya, Tan Malaka meninggal di hadapan sekelompok tentara republik
Indonesia sendiri, yaitu pada tanggal 19 Februari 1949 di sungai Brantas, Jawa
T · 20Imur.
D. Karya-karya Tan MaIalm
Tan Malaka adalah salah seorang korban kejahatan besar historiografi Orde
Baru, bahkan telah mengarah pada character as sasiratiol1. Orde Baru telah
meredusir sedemikian rupa peran Tan Malaka. Putera Minangkabau ini dalam
kacamata Orde Baru tidak lebih hanya seorang buronan politik yang Marxis,
20 Ibid, hal. 181
31
komunis dan atheis. Dengan cara menghilangkan foto-fotonya pada buku-buku
sejarah atau melempar karya-karyanya dari perpustakaan, melarang penerbitan
ulang karyanya dan menyegel sumber-sumber untuk studi tentang pemikiran
pemikirannya, yang salab satunya dengan membredel buku biografi Tan Malaka
karya Harry A. Poeze, Pergulatan Menuju Republik. Nasib Tan Malaka agaknya
bisa disamakan dengan nasib founding father yang lain, Soekamo misalnya21
Sebagian besar karya-karya Tan Malaka ditulis ketika ia sedang di penjara
(dalam pembuangan) dan di luar negeri. Dari sekian banyak karya-karyanya,
Madilog lah yang merupakan karya terbaik Tan Malaka. Ignas Kleden,
contohnya, dalam esainya "Rasionalitas Kebudayaan clan Sejarah Intelektual"
yang diterbitkan Kompas 4 februari 2000, menyebut buku ini sebagai bahan
rujukan penting yang akan sering dikutip. Pada Madi/ag, ada bagian yang
membahas agama-agama, terutama Islam. Tan Malak21 menilai Islam dengan
seperangkat pemikiran filosofis yang dijadikan landas:llI bagi seseorang atau
sekelompok orang dalam menjalani hidup.
Sedangkan karyanya beIjudul Gerpolek ditulisnya ketika ia berada di penjara,
Madiun 17 Mei 1948. Gerpolek merupakan suatu buku panduan bagi strategi
perang rakyat semesta menuju kemerdekaan. Di dalamnya tertuang pengetabuan
Tan Malaka mengenai tehnik perang dan ilmu keprajuritan yang dikumpuIkan
selama perantauannya menimba ilmu. Tan Malaka memisahkan antara tentara dan
fungsi politik. Menurutnya tentara itu tidak berpolitik. Tan Malaka ingin
21 Ibid, hal. 60
32
mengembalikan revolusi kemerdekaan rakyat Indonesia kepada esensinya yaitu
kepentingan rakyat 1ndonesia22
Sedangkan Aksi Massa berisikan tentang tawaran strategi gerakan politik dan
sosiaI. 1a boleh disebut "pamplet politik". Aksi Massa memperlihatkan pemikiran
taktis yang cermat, dan argumentatif. Aksi Massa terbit pertama kali di Singapura
pada tahun 1926,23 Karya Tan Malaka yang beIjudul Dari Penjara ke Penjara,
ditulisnya ketika ia berada di penjara Ponorogo, tahun 1947, yaitu ketika ia
dituduh ingin melakukan kudeta terhadap pemerintah, tepatnya pada
pemerintahan Sjahrir. Buku ini berisikan ide-ide perjuangannya dalam melawan
kolonialisasi. Dan buleu ini juga menceritakan tentang perjalanan hidupnya dari
suatu Negara ke Negara lain24
Apa yang ditampilkan Tan Malaka lewat pemikiran-pemikirannya adalah
sebuah proses mencari pengetahuan makna hidup manusia. Dalam karya
karyanya terlihat upaya membuang nilai-nilai lama yang menghambat kemajuan.
E. Tan Malaka : Tokoh Kiri dari Sumatra Barat
Dalam tradisi politik, kiri diartikan sebagai kelompok paling ekstrim yang
anti kemapanan, anti status quo, anti penindasan dan <:enderung radikal yang
dalam gerakan-gerakanya berupaya mengubah struktur masyarakat secara
22 Tan Malaka, GERPOLEK (Gerilya-Politik-Ekollomi), (Yogyakarta: Jendela, 2000) hal. 4
23 Tan Malaka, Aksi Massa, (Jakarta: Cedi dan Aliansi Press, 2000) hal. 2
24 Tan Malaka, Dari Pelljara ke Pelljara, (Jakarta: Teplok Press, 200) hal. 1
33
fundamental. Kiri biasanya dianggap sebagai ideologi perlawanan bagi kelompok
reaksioner yang menindas dan diposisikan sebagai "sayap kanan", dan sering
"sayap kiri" dalam gerakannya mengklaim sebagai kelompok yang paling
mempeIjuangkan "orang-orang tertindas" ketika berhadapan dengan "kaum
penindas". Dengan demikian "sayap kiri" berada daJam posisi yang berhadap-
hadapan dengan "sayap kanan".
Seperti diakui Hugh Purcell, menetapkan kiri dan kanan bukan sesuatu yang
mudah. Paling tidak, menurutnya ada beberapa hal yang dapat dijadikan patokan
untuk menetapkan kiri dan kanan. Kanan itu berusaha mempertahankan kondisi
sekarang, konservatif dan reaksioner serta berupaya untuk membawa ke masa
lalu. Sedangkan kiri itu progresifnya untuk membawa ke masa depan. Kemudian,
kanan selama ini menekankan adanya liberalisme dan kebebasan individu yang
cukup besar sedangkan kiri menuntut adanya egalitarian dalam bidang sosial
k ·25e onom!.
Bila dilacak dari dimensi historisitasnya, istilah kiri dan kanan bermula dari
pengaturan tempat duduk dalam parlemen Perancis setelah revolusi 1789. Tiap
golongan menempatkan dirinya dalam posisi yang sesuai dengan kecenderungan
ekstrim pandangannya. Tempat duduk parlemen tersebut berbentuk tapal kuda.
Posisi paling kiri ditempati oleh pejabat-pejabat yang paling menentang raja,
sedangkan yang paling kanan adalah para pendukung raja, dan posisi tengah
2S Safrizal Rambe, Pemikiran Politik Tan Malaka, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003) eet. Ihal. Vii
34
untuk kelompok moderat. Dalam perkembangannya kiri diidentikkan dengan
k . 26OmUnISme.
Memang menetapkan kiri dan kanan itu cukup sulit dan bersifat ambivalen,
yang pengertiannya bisa berubah-ubah dari waktu ke waktu. Suatu pandangan
politik dalam situasi dan konteks tertentu dapat dikatakan kiri, namun pada saat
yang lain bisa dikatakan kanan. Contohnya, kaum kOlTIlmis di Uni Sovyet ketika
mereka menumbangkan Tsar Rusia dan mendirikan Negara komunis mereka
dianggap sebagai kaum kiri, namun di tahun-tahun selanjutnya setelah Negara
komunis Uni Sovyet kuat dan mempraktekkan otoriterianisme dan berusaha
mempertahankan kestabilan politik dan cenderung konservatif terhadap tuntutan
demokrasi dan keterbukaan, apalagi di tangan Stalin, maka sebenamya komunis
Uni Sovyet itu kanan, bukan kiri27
Walaupun sampai saat ini garis batas antara kiri dan kanan agak kabur, selama
dunia ini masih mengalami ketimpangan makna selama ini pula kiri dan kanan
masih tetap ada. Disini pulalah kita juga dapat melihat perspektif kiri dalam
pemikiran Tan Malaka. Kiri, tengah dan kanan dal8l111 terminologi politik
Indonesia, juga telah terbentuk seperti yang terjadi di barat walaupun tidak persis.
Dalam konteks Indonesia, kiri diartikan sebagai anti penindasan dan amti terhadap
26 Ibid, hal. X
27 Ibid, hal. viii
35
imperialisme dalam segala bentuknya. Sedangkan kanan diartikan sebagai
pendukung tatanan kolonial yang imperialistik28
Kaum kiri dalam perjuangan menekankan aspek pembebasan nasional yang
diperlihatkan secara konsisten oleh Bung Kamo, Tan Malaka, Hatta, Sjahrir,
Tjokroaminoto, Agus Salim, Natsir dan lain-lain. Dalam konteks ini kiri bukan
hanya identik dengan kaum Marxis, namun semua orang yang berjuang untuk
kemerdekaan negerinya. Kaum kanan adalah orang-orang yang pro terhadap
tatanan kolonial Belanda seperti kaum bangsawan dan orang-orang yang pemah
menjadi kaki tangan Belanda29
F. Tan Malaka dan Ideologi Marxisme
Marxisme sebagai aliran pemikiran dapat digolongkan sebagai anak emas dari
tradisi Renaissance dan Aujklarung yang paling istimewa. Keistimewaan ini
berdasarkan pada kemampuan Marxisme keluar dari wilayah idealisme abstrak
yang utopian dan melampaui semua pemikiran filosof dari tradisi Abad
pencerahan yang pemah ada30 Tak dapat dipungkiri bahwa Marxisme adalah
praksis barn bagi filsafat, yakni cara berpikir yang banyak beJjasa membongkar
tipu daya palsu yang bersembunyi di balik sistem nilai yang kanan "suci dan
sopan" namun temyata sungguh " tidak suci dan tak punya sopan santun".
" Ibid, hal. Xi
29 Ibid, hal. Xii
30 Hari Prabowo, PerspektifMarxisme Tall Malaka,(Yogyakarta: Jendela, 2002) eel. 2 hal. 37
36
Marxisme juga menyerang semua klaim-klaim sistem moral maupun yang konon
berdasar "wahyu Tuhan", tetapi pada kenyataannya "wahyu kerakusan" yang
bikin nestapa nasib manusia karena suatu rekayasa jahat yang sangat dibenci
Tuhan. Pendek kata, Tuhan tentu tidak pernah menurunkan wahyu ketidakadilan,
selain karena ulah tangan-tangan manusia sendiri31
Semenjak kelahirannya di akhir abad ke-19 sampai abad ke-21 kini, Marxisme
membawa dampak yang luar biasa bagi orde kehidupan Ilmat manllsia, terutama
sebagai alat bongkar manipulasi ideologis yang menyembunyikan penipuan
massal. Selain membongkar manipulasi, ia sekaligus menawarkan panduan
ideologi massa rakyat tertindas. Dalam kurun waktu di mana mayoritas
masyarakat dunia masuk ke gerbong-gerbong proletariat, mengalami anomali dan
pewahyuan perih atas kapitalisme; Marxisme hadir btikan dengan lelamunan
profan namun tindakan kongkret ke arah penyelamatan soroial.32
Oleh karenanya, tak diragukan lagi bila Marxisme dengan segala variannya.
Telah merentangkan sayap raksasanya menyusup ke hampir setia sudut-sudut
bumi. Marxismelah yang merupakan faktor pokok, meskipun btikan satu-satnya
faktor, yang dulu telah membawa Uni Sovyet tampil menjadi negara superpower
31 Ibid, hal. 38
32 Ibid, hal. 39
37
di luar Amerika dan Eropa Sarat yang memiliki kemampuan Power Gaining yang
tinggi dengan Slok Sarat33
Sampai disini, kita lantas apa yang membuat Marxisme begitu digandrungi
oleh banyak orang? Ada empat alasan yang menurut Sidney Hook, seperti yang
dikutip Harsja Sachtiar4 membuat Marxisme tetap rdevan bagi zaman ini.
Perfama, Marxisme adalah teori yang monistik yang memegang kunci penjelasan
mengenai segala sesuatu yang penting dalam organisasi masyarakat dan mengenai
sesuatu yang mungkin terjadi dalam sejarah.
Kedua, adalah karena Marxisme dalam bentuk-bentuknya yang terselubung,
dalam seluruh teori-teorinya terkandung sesuatu ekspersi harapan, sebagaimana
telah kita Iihat di muka dalam jaminan ini orang yang l1lenjadi sinis, kritis, dan
menderita akibat malas suatu masyarakat yang megah, dimana hidup telah
kehilangan maknanya bagi kebanyakan orang. Dalam situasi del1likian, filsafat
Marxis l1lenyodorkan janji penyelamatan sosial. Ia menjanjikan bahwa suatu
ketika ia akan mencapai kedamaian dan keamanan serta pemecahan aneka ragam
masalah. Pengharapan ini merupakan faktor penting, karena sekalipun pel1likir-
pemikir perorangan menyerah dalam keputusasaan, namun sebagian manusia
harus hidup berdasarkan harapan. Jika mereka sudah tidak memiliki agar untuk
33 Baskara T. Wardaya, Marxisme MlIda; Marxisme Berwajah Manllsiawi ,(YOl,'Yakarta:Buku Baik, 2003) hal. 72
34 Harsja Bachtiar, Percakapan Dengan Sidney Hook, (Jakarta: Jambatan, 1986) hal. 110-113
38
memenuhi pengharapan-pengharapan mereka, maka janji-janji yang ditawarkan
Marxisme menjadi menarik.
Ketiga, Marxisme memberikan kepercayaan akan kebebasan di negara-negara
yang diperintah oleh kaum Marxis, dimana tiap hari rakyatnya mengalami depresi
atas kebebasannya, orang masih yakin bahwa suatu saat nanti akan ada kebebasan
yang dicita-citakan. Keempat, terdapat unsur-unsur keb'enaran alam Marxisme,
betapapun kabumya ia membeberkan beberapa peristiwa dan fakta sosial yang
khususnya menyangkut hakikat masyarakat industri, tidak jarang bahwa
Marxisme menyodorkan analisis yang cukup tajam terhadap masyarakat industri
modem35
Rasanya berbincangan masalah Marxisme ini akan rnemberikan kita sedikit
banyak kesepakatan bila Marxisme merupakan suatu ideologi anti kediktatoran,
anti penindasan. Marxisme, oleh Tan Malaka ditafsirkan dengan bagaimana
manusia harus berperilaku secara lurus sesuai dengan hukum-hukum alam36
Marxisme bukanlah dogma, melainkan petunjuk untuk revolusi.
35 Baskara T. Wardaya, op.cit. hal. 74-75
36 Ahmad SUhelmi,dkk, Islam Dalam Tinjauan Madi/og, (Jakana: Komunitas Banbu, 2000)eel. 2 hal. 64
BABID
REVOLUSI AWAL LEPAS DARI PENINDASAN
A. Revolusi Dalam Perspektif Tau Malaka
Revousi Indonesia, dipahami sebagai perubahan mdikal dalam kehidupan
masyarakat. Ini terbukti pada perubahan struktur sosial masyarakat pasca revolusi.
Revolusi Indonesia yang dikenal juga dengan revolusi nasional merupakan masa
masa di mana struktur masyarakat lama (masyarakat kolonial) dijungkirbalikkan
seiring dengan perubahan dalam pemegang kekuasaan (peralihan kekuasaan dan
tangan penjajahan ke tangan bangsa Indonesia).!
Perlu disadari, bahwa pada penjajahan masyarakat Indonesia adalah
masyarakat majemuk (Plural societies) yaitu masyarakat yang terbagi dalam tiga
atau lebih elemen masyarakat. Struktur sosial seperti ini lazimnya berbentuk
piramida, dengan bagian atas namun ked] dalam jumlah penduduk, tetapi
memiliki kekuasaan yang luas sebagai penguasa. Di bagian tengah denganjumlah
penduduk yang sedang sebagai kelas penengah. Sedangkan bagian bawah yang
berpenduduk besar namun tidak memiliki apa-apa, adalah warga kelas tiga yang
posisinya selalu dimarginalkan?
Struktur di atas dengan adanya revolusi Indonesia dijungkirbalikkan,
fenomena perebutan hak milik, pembunuhan dan kekacauan teljadi di mana-mana
I Safrizal Rambe, Pemlkirall Palillk Tall Malaka, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003) Hal.191
2 Ibid, bal. 192
40
seiring dengan bergeraknya massa rakyat untuk menghancurkan tatanan sosial
masyarakat kolonial saat itu. Selama ini pandangan Barat (indonisinist) umumnya
melihat revolusi sebagai revolusi penentangan terhadap kekuasaan Belanda disatu
pihak, dan impian untuk mencapai cita kemerdekaan yang dipahami sebagai
persamaan sosial ekonomi di pihak lain. Revolusi nasional dan revolusi sosial di
Indonesia berhimpitan dan saling berhubungan satu sarna lain.
Dari sudut pandang ideologis, revolusi di Indonesia lebih bemuansa religius
dan sekuler. Kaum religius mengidentikkan revolusi Indonesia sebagai upaya
"Penbentukan masyarakat Islam yang seringkali dianggap berkaitan erat dengan
pembentukan suatu masyarakat yang adil". Di samping itll, golongan sekuler yang
beraliran Marxis juga berpikiran bahwa revolusi nasional yang berwatak borjuis,
hanya merupakan kemerdekaan politik saja3
Gerakan revolusi yang harus dilakukan di Indonesia dalam pemikiran Tan
Malaka aksentuasinya lebih kepada bagaimana mempergunakan segala faktor
yang dapat memperkuatkan dan mendukung jalannya revolusi dan tentunya
dengan dukungan masa yang solid. Dilihat dari faktor ekonomi, politik dan
sosialnya menurut Tan Malaka, sifat dan watak gerakan revolusi di Indonesia
tidak bisa disejajarkan dengan gerakan revolusi yang te~iadi di beberapa negara
seperti halnya Maroko, mengingat Indonesia memiliki tenaga produksi yang
sangat tinggi, baik dari segi industri, pertanian, pengangkotan dan perdagangan.
3 Ibid, hal. 193
41
Begitu juga dengan revolusi proletar sejati di Jennan, Inggris, dan Amerika yang
penduduknya didominasi oleh kaum buruh. Indonesia tidak bisa menyerupainya
hal ini karena baik dan segi kuantitas maupun kualitas, buruh Indonesia jauh
ketinggalan dibandingkan dengan beberapa negara tersebut, begitu pula dengan
revolusi yang terjadi di Perancis dan Rusia. 4
Di dalam kata pengatar "Aksi Massa", Tan Malaka yang telah dikutip oleh
Safrizal Rambe, telah menjelaskan bahwa sebenarnya Indonesia adalah mata
rantai yang paling lemah dalam rantai kolonial Asia5 Pada masa awal dan "Aksi
Massa" Tan MaIaka menganalisis sebab-sebab terjadi revolusi. Menurutnya,
suatu revolusi adalah akibat pertentangan dalam kelas sosial ekonomi yang tidak
dapat diselesaikan. Hal ini tersebut dinyatakan dengan tegas:
Suatu revolusi bukanlah sebuah ide yang luar biasa atau perintah dariorang luar biasa, revolusi adalah suatu peristiwa yang disebabkan olehpergaulan hidup, satu akibat tertentu dari perbuatan-perbuatan masyarakat.Atau disebut dengan perkataan dinamis, dia adalah akibat yang tertentu yangtak dapat disingkirkan yang timbul akibat pertentangan kelas yang bertambahhari bertambah tajam. Ketajaman pertentangan yang menimbulkanpertempuran ditentukan berbagai macam Jaktor: ekonomi sosial, politik, danpsikologi. Semakin besar kekayaan pada satu pihak semakin beratlahkesengsaraan dan perbudakan dipihak lain. Pendeknya, semakin besarjurangantara kelas yang memerintah dengan kelas yang diperintah semakinbesarlah hantu revolusi. TUjuan satu revolusi adalah menentukan kelas manayang akan memegang kekuasaan negeri, politik, ekonomi dan dijalankandengan kekerasan. 6
4 Tan Malaka, Massa Aksi, (Jakarta: Cedi dan Aliansi Press, 2000) hal. 112-113
, Ibid, Hal. 194
6 Tan Malaka, Gp. Cit., Hal.
42
Satu hal yang menjadi titik peIjuallgan dalam revolusi dalam hemat Tan
Malaka adalah agar dihapuskallnya hak-hak feodal dan penetapan sistem
perekonomian kapitalis. Pendeknya, ia mengatakan;"bahwa dengan jalan revolusi
dan perang kemerdekaan nasionallah Indonesia dapat melepaskan diri dari
kungkungan kelas penjajah".
Lebih tegas lagi Tan Malaka menekankan dalam satu proses revolusi bukan
saja menghukum kecurangan dan kelaliman, tetapi juga mencapai semua
perbaikan dari kecelaannya. Bagi Tan Malaka, dalam revolusilah tercapainya
puncak kekuatan moral, teIjadinya kecerdasan pikiran clan memperoleh semua
kemampuan untuk mendirikan masyarakat baru. Dalam. tataran inilah, makna
revolusi sejatinya adalah menciptakan7
Dalam hal ini, Tan Malaka sangat optimis dan yakin suatu saat kapitalisme
akan tergusur dan digantikan dengan tahap sosialis komunis. Semboyan
Mephistopheles yang dipergunakan Tan Malaka dalam pembukuan bukunya
berlaku disini, "Allewas bestehtis went, das eszu gruende geht" (Segala sesuatu
yang ada akan musnah), Akhimya ia mengatakan satu bangsa atau kelas yang
tidak mampu mengadakan revolusi untuk mengadakan sistem pemerintahan yang
sudah tua dan juga perubahan niscaya akan musnah selam~.-Iamanya.
Menurut Tan Malaka revolusi sesuatu yang dikarang oleh otak dan bukan
lahir atas perintah seorang manusia. Sekalipun ia mahir memimpin arah yang
7 Hary Prabowo, Perspektij Marxisme: Tan Malaka Teori dan Praksis menuju Republik,(Yogyakarta: Jendela, 2002) hal. 125
197
43
benar untuk pencapaian kemenangan revolusi, namun ia tidak dapat
mengusahakannya senditian. Tapi revolusi adalah suatu kondisi objektif yang
melanda masyarakat sebagai hasil dati pertental1gan kela:l dan suku bangsa, dan
ini merupakan kelanjutal1 dati perubahan sistem produksi yang terjadi di dalam
masyarakat kolonial.8
Dan revolusi dalam pandangan Tan Malaka merupakan sesuatu yang
disebarkan oleh pergaulan hidup, satu hakikat tertentu dati perbuatan-perbuatan
masyarakat atau dengan perkataan lain, revolusi adalah akibat yang tertentu dan
tak dapat disingkirkan dari timbulnya pertentangan kelas yang semakin menajam.
Menurutnya, ketajaman pertentangan kelas yang timbul dalam masyarakat secara
tidak langsung akal1 berdampak pada pertempuran yang ditentukan oleh beberapa
faktor ekonomi, sosial, politik dan psikologis masyarakat itu sendiri. Semakin
besar jurang antara kelas yang memerintah dengan kelas yang diperintah dan
semakin besar kekayaan pada satu pihak, maka semakil1 besar pula tingkat
kemelaratan dan perbudakan di lain pihak. Pada posisi inilah menurut Tan Malaka
hantu revolusi itu akan menjalar, merasuk, bersemayam dan menjelma dalam
jiwa-jiwa manusia yang tertindas. 9
Sebuah revolusi menurutnya akan berhasil apabila memperhatikan tiga hal
pokok yaitu; progran, organisasi, dan taktik. Ketiga hal tersebut harus dikupas
, Safrizal Rambe, Pemikiran Palilik Tan Malaka, (Yogyakarta: l'uslaka Pelajar, 2003), hal.
9 Tan Malaka, Gp. Cit., hal. 2
44
dengan memperhatikan situasi Indonesia, Dengan, berpegang pada Marxisme
sebagai pedoman, garis besar revolusi Indonesia dapat diarahkan, Menurutnya
revolusi yang akan teIjadi di Indonesia akan ditopang oleh kaum buruh industri,
petani dan borjuis kecil juga akan ikut beIjuang di belakangnya,1O
Di lain hal, Tan Malaka mengingatkan bahwa untuk mencapai kemenangan
revolusi perlu diperhatikan dua syarat: pertama, kondisr. obyektif, yaitu suatu
tingkatan sistem produksi yang tertentu dari masyarakat dan taraf tertentu dari
"Kesengsaraan rakyat", Kedua. adalah kondisi subyektif, yaitu kesediaan rakyat
untuk membuat sebuab rantai revolusioner yang berdisiplin dan mengakar dalam
massa rakyat II DaJam hal ini, kaum Marxis sering menegaskan bahwa
pemberontakan mengangkat momen yang paling tajam dan paling kritis dalam
pertarungan demi kekuasaan antara kedua kelas, Pemberontakan dapat mencapai
kemenangan yang sesungguhnya dari revolusi dan mencapai kemapanan sebuah
tatanan baru hanya ketika ia berbasis sebuah kelas yang progresif, yang mampu
menarik mayoritas rakyat untuk berkumpuL Berbeda dengan proses alam, sebuah
revolusi struktural dibuat oleh manusia dan melalui manusia, Tapi, selama
revolusi manusia juga bertindak eli bawah pengaruh kondisi-kondisi sosial yang
tidak mereka pilih selama bebas, melainkan diterima dari masa lalu dan dengan
sendirinya menunjukkanjalan yang harus mereka ikuti,
10 Deliar Noer, Pemikiran Politik dinegeri Baraf, (Bandung: Mizan, It) haL 217
II Ibid, hal, 219
45
Untuk alasan ini, sebuah revolusi mengikuti hukum-hukum yang pasti. Tetapi
kesadaran manusia tidak semata secara pasif mencenninkan kondisi
obyektifnya. 12
B. Revolusi Nasional; Usaha untuk Membebaskan Indonesia dari Penindasan
Kaum Penjajah.
Sebagai seorang penganut Materialism Dialektika yaitu pandangan hidup
yang berkenaan dengan kebendaan yang bergerak dan Historical Materialis
diartikan sebagai ilmu sejarah yang disandarkan kepada sejarahnya sistem
produksi, yang berdasarkan pada benda yang nyata. Sering diucapkan dalam
karya-karyanya, Tan Malaka melihat revolusi nasional adalah sebuah revolusi
yang melawan inperialisme, kapitalisme. Dalam pengertian ini dapatlah dikatakan
bahwa revolusi nasional Indonesia adalah revolusi dari imperialisme sebagai
tahap tertinggi dari era kapitalisme. Dalam pandangan Historical Materialism
dengan memakai analisis dialektika, Marx menyatakan bahwa perubahan
masyarakat terjadi melalui perubahan sistem produksi. lJ
Di dalam "The Communist Manifesto". Marx mengulas perkembangan sejarah
masyarakat menurutnya; dahulu kala masyarakat didunia ini adalah masyarakat
tanpa luas, tanpa penindasan dan masyarakat seperti mencukupi kebutuhannya
12 Lukman Hakim, Revolllsi Sistemik, (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2003) Hal. 277
13 Safrizal Rambe, Pemikiran Politik Tan Malaka, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003) hal.204-205
46
melalui alam, mengambil secukupnya tidak pemah ada penumpukan modal
seperti masyarakat Indonesia. Pada zaman feodal, kelas-kelas dalam masyarakat
berkembang menjadi maju dan rumit seperti kelas bangsawan, kelas pemilik
tanah, kelas pekerja upahan, kelas budak, kelas tukang ahli dan lain-lain.
Kemudian setelah zaman feodal berlalu yang oleh Marx dikatakan kaum feodal
ini dengan perantaraan revolusi nantinya akan disingkirkan oleh kaum borjuisi
dan kaum pekerja pun tidak boleh tinggal diam, namun hams turut membantu. 14
Marx berkeyakinan, perubahan masyarakat tidak dapat dilakukan secara
tambal suIam, karena kelas borjuisi tidak akan pemah rela memberikan sedikit
kapitalnya bagi kesejahteraan baru. Oleh karena itu perubahan masyarakat dan
konfilk kelas hanya dapat diselesaikan melaluijalan revolusi. 15
Tan Malaka menyatakan sikap Marxistis yang benar sebagai kesimpulan,
terutama dalam revolusi adalah; Perrama, cara menyelesaikan persoalan
kemasyarakan dengan menggunakan dialektika (memakal hukum pertentangan
bukan hukum mekanis). Kedua, memakai tafsiran materialisme dalam melihat
perubahan sejarah dan bukan dengan tafsiran idealisme (yang menurutnya adalah
khayalan) dan ketiga, seorang Marxis haruslah beJjiwa revolusioner dalam
14 Ibid, hal. 205
15 Ibid, hal. 207
47
melihat keadaan, melihat ke depan (Puture Oriented), bukan mundur ke
belakang. 16
Dalam " Aksi Massa" yang ditulisnya tahun 1926 Tan Malaka mengatakan
yang dikutip oleh Safrizal Rambe, Bahwa revolusi Indonesia tidak sarna dengan
revolusi borjuasi di Perancis tahoo 1989, karena borjuasi kita masih terlalu lemah
dan feodalisme sebagian besar sudah dimusnahkan oleh Belanda juga revolusi di
Inggris, Jerman dan Amerika Serikat (yang penduduknya sebagian besar terdiri
dari kaum bumh), karena kapital indonesia masih terlalu muda, sebelum subur
dan masih terlalu terlemah, karena kalau dibandingkan dengan negara eropa di
Barat, maka kaum buruh kita baik secara kuantitas maupoo kualitas amat jauh
tertinggal. Dengan demikian, Tan Malaka revolusi Indonesia adalah revolusi
nasional (dimana revolusi sosial dapat dimasukkan ke dalamnya). yang sebagian
kecil menentang sisa-sisa feodalisme dan sebagi.an besar menentang imperialisme
barat yang menjajah bangsa Indonesia. 17
c. Islam Dalam PrespektifTan Malaka
Dalam karya besarnya yang monumental" MADILOG ", walaupoo Tan
Malaka mengatakan yang dikutip oleh Safrizal Rambe, zaman kegelapan terjadi
begitu panjang, namun ia mengemukakan ada juga hams berpikir lain yang datang,
dimana nilai-nilainya sarna seperti masa Indonesia asli dan sesuai dengan cara
16 Ibid, hal. 207
17 Ibid, hal. 213
48
berpikir "MADILOG" yaitu Islam. Oleh karena itu, wajar bila Tan Malak menaruh
harapan padanya:"walaupun revolusi Bolsyevik 1917 banyak mengobarkan
semangat senubari saya diusia muda, membawaku menjauh dan menyayatku untuk
mengikuti kekinian, namun minatku terhadap Islam terus hidup ".
Tan Malaka mengakui alam Minangkabau lempal dimana ia dilahirkanjuga lurul membenluk pemahaman dan keyakinannya yang amal mendalammengenai agama Islam. Sumberku belajar islam adalah sumber yang hidup.Sebagaimana lelah aku sebulkan sekilas, aku dilahirkan dilingkungankeluarga yang memeluk Islam pada waklu sejarah Islam Indonesia merosot,seorang alim ulama lahir dilingkungan keluarga kami, yang hingga sekarangmasih dianggap suei ... sewaktu aku masih kanak-kanak aku sudah mampumenafsirkan Al-Quran dan dipereaya sebagai guru bantu, ibu seringmeneeritakan Adam, Hawa, dan Nabi Yusuf Juga sering dieeritakan pemukapemuka Islam serla yalim pialunya Muhammad bin Abdullah SAW, entahkenapa air mala membasahi kedua mata saya. 18
Menurut Cc. Berg" Hinduisme di Sumatera berpengaruh kecil dibandingkan
di Jawa. Sehingga Islam di Sumatera lebih murni dibandingkan di Jawa.'9 Aliran
pembaruan islam, yang mencapai kepulauan Indonesia pada abad XIX menurut
Deliar Noer pertama kali diterima masyarakat Minangkabau yang berorientasi
komonalis20 Dan oleh Kahin dikatakan " disaring masuk ke Indonesia pertama
secara prisip melalui anggota masyarakat Minangkabau yang berorientasi
komunalis ... " Islam menjadi inspirasi ideo1ogis. Ideologi adalah dasar, patokan,
pegangan yang diyakini untuk bersama-sama mengarahkan kegiatan dalam
18 Tan Malaka, MADILOG; Materialistik-Dialektika-Logika, (Jakarta: Teolpk Press, 2000)cet. 2 hal. 450
19 Deliar Noer, Gerakan Modem Islam, 1900 - 1942, (Jakarta: LP3ES, 1994) hal. 36
20 Rudolf Mrazek, Semesta Tan Malaka, (Jakarta: PT. Bayu lndra Grafika, 1994) hal. 63
49
mencapai "tujuan nasional". Ideologi menjadi wawasan pemikiran dan kesepakatan
mengenai pola-pola dalam melaksanakan fungsi Negara guna dapat mencapai
tujuan nasional atau "cita-cita luhur" bangsa dan Negara 21 Dalam perekonomian
dan jiwa berusaha masyarakat Minagkabau. Prinsip dasar pembangunan Islam
adalah upaya memahami kembali semangat Islam militan yang murni, yang jauh
dari tahayyul (khurafat) maupun pemikiran yang dogmatis, sehingga dapat
menjadi " senjata bagi pembaharuan sosial politik " dengan demikian tidak
diragukan bila Tan Malaka banyak mempergunakan semangat Islam pembaharuan
dalam tindakannya. Sebagai intelektual Minangkabau cenderung melihat Islam
sebagai simbol superioritas budaya mereka dalam pergerakan di seluruh
Indonesia.22 Bahkan, gerakan komunis di Sumatera barat, sampai batas-batas
tertentu dipengaruh oleh simbol Islam. Cabang-cabang partai komunis Indonesia
yang baru berdiri sepanjang tahun 1920-an masih memperlihatkan orientasi
keagamaan yang cukup kuat. Kenyataan ini dapat dilihat dari Djamaluddin Tamin,
pengikut setia dan ternan sepeJjuangan Tan Malaka. Tamin memulai karimya di
Sumatera Thawalib, Padang Panjang, sebagai pengajar dan dia berusaha
mensintesakan antara " pengetahuan tentang pengaturan masyarakat bagi
kepentigan rakyat yang sengsara dan miskin, " dengan " kehendak dan tuntunan
Islam yang sesungguhnya.
21 May Rudy, Pengantar Ilmu Palitik, (Bandung: PT. Reflika Aditama, 1993) hal. 63-64
22 RudolfMrazek, Gp. Cit, hal. 64
50
Menurut Tan Malaka Islam merupakan agama monoteis yang paling
konsisten, konsekuen dan rasional dibandingkan dengan agama monoteis lain
seperti halnyaYahudi dan Nasram. Menurutnya, konsistensi dan rasionalitas agama
Islam itu sendiri. Dilihat dari segi historisnya, Islam jauh dari hal-hal yang berbau
mitos, perjalanan Nabi Muhammad sendiri dalam meny.,barkan agamanya jauh
dari unsur kegaiban dan keajaiban. Tidak seperti halnya yang dialami oleh Nabi
Musa dengan kekuatan tongkatnya yang bisa membelah lautan atau Nabi Isa
dengan kekuatannya bisa membangkitkan kematian. Nabi Muhammad, menurut
Tan Malaka jauh lebih membumi, nyata terlibat dalam aktifitas masyarakat sehari-
hari. Dalam perjalanan hidupnya Nabi Muhammad merupakan seorangburuh,
penggembala kambing yang hidup serba paspasan, selain itu ia juga adalah seorang
propagandis, panglima perang serta pemuka masyarakat yang mengajak umatnya
untuk beIjuang melawan jalahiliah. 23
Kemudian hal yang penting dari Islam, seperti yang ditunjukkan oleh Tan
Malaka yang dikutip oleh Safrizal Rambe, adalah Islam memberikan kemajuan
bagi bangsa Eropa. Lewat Islamlah ilmu pengetahuan dapat menjembatani dari
masa Yunani -Romawi ke masa Eropa sekarang, sebab, Eropa pada abad
pertengahan dikenal sebagai abad kegelapan, yaitu ketika beriakunya zaman
skolastik Kristen dimana dominasi dogma mengalahkan aka!. I1mu pengetahuan
23 Eko P. Dannawan, Agama itu Bukan Candu: Thesis-thesis Few'back, Marx, dan TanMalaka, (Yogyakarta: Resis Book, 2005) eel. I hal. 165
51
yang didasarkan pada eksperimen, diuji dan dibuktikan lewat percobaan-cobaan
semakin berkembang pesat. 24
Menurut Safrizal Rambe dalam hal ke-Tuhanan tentu semua agama percaya
bahwa ini adalah inti dari doktrin sebuah agama yang diajarkan pada seluruh
umatnya. Semua agama di dunia terutama agama-agama samawi, menyatakan
dirinya sebagai agama Monotheis. Demikian pula keyakinan Tan Malaka, dalam
hal agama menurutnya tidak mungkin Tuhan mempersonifikasikan diri dari
banyak bentuk. Kalau ini terjadi, maka Tuhan dengan sendirinya diturunkan
derajatnya setingkat manusia. Bagi Tan Malaka Tuhan semata-mata rohani yang
mutlak. Dalam "MADILOG ", ia menjelaskan berbagai kepercayaan yang terdapat
pada bangsa Semit (Yahudi dan Arab), ia mengatakan ketiga agama (Yahudi,
Kristen, dan Islam) tersebut yang dibawa oleh Nabi Musa pada agama Yahudi, Isa
pada agama Kristen dan Islam yang di dibawa oleh Nabi Muhammad dengan
kitabnya AI-Qur'an adalah bersumber pada satu sumber. 25
D. Keterlibatan Serta Keberpihakan Tan Malaka Terhadap Perpolitikan Islam
Dalam perjalanan dan pergerakan politik Tan Malaka ,ji Tanah Air, secara riil
Tan Malaka tidak pernah aktif secara langsung terjun dalam perpolitikan Islam.
Kata perpolitikan Islam di sini pada dasarnya merujuk pada istiIah politik Islam,
24 Safrizal Rambe, Pemikirml Polilik Tan Malaka, (yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003) Hal.103
2' Ibid, Hal. 106
52
istilah politik Islam adalah istilah untuk menyebut gerakim-gerakan ke-agamaan
yang mengkampanyekan Negara Islam, dalam konteks ini yang di maksud politik
Islam adalah gerakan politik yang dilakukan oleh partai-partai Islam seperti 81.26
Dalam Partai maupun dalam organisasi Islam yang ada pada saat itu. Hal ini
dapat dimaklumi bila melihat perjalanan hidup beliau yang tidak lebih dua tahun
hidup dalam kebebasan beJjuang dan bennasyarakat. Karena hampir secara
keseluruhan kehidupan Tan Malaka di Tanah Air dihabiskan dalarn penjara.
Walaupun dalam peJjalanan hidupnya Tan Malaka tidak pernah secara langsung
terlibat dalam pergerakan politik Islam, bukan berarti kemudian Tan Malaka anti
terhadap Islam dan menjaga jarak dengan tokoh-tokoh polotik Islam dengan
memusuhi pergerakan mereka. Tapi sebaliknya, sikap dan peJjuangan Tan Malaka
sangat berpihak terhadap eksistensi perjuangan dan perpolitikan Islam. Komunis
yang diakuinya sebagai ideologi dan konsep peJjuangan yang paling benar, untuk
melakukan perlawanan terhadap penjajahan. 8enyatanya tidak membuat Tan
Malaka mencari jarak terhadap perjuangan politik Islam saat itu. Hal ini terbukti
dengan sikapnya yang dengan tegas dan konsisten menjaga hubungan antara PKI
dan Pan Islarnisme untuk sarna-sarna bergerak melawan ka.um Imperialis.
E. Pemikiran Tan Malaka dalam Menghadapi Perpecahan Sarekat Islam dan
Partai Komnnis Indonesia
26 Hamami Zada, ArifR. Diskllrslls Politik Islam, (Jakarta: ISIP, 2004) hal. ix
53
Jauh hari sebelum Tan Malaka duduk sebagain ketua PKI sudah muneul riak
riak perdebatan yang runeing antara komunisme dan Pan-Islamisme. Duduk
persoalan yang paling mendasar berakar pada konsep gagasan (ideologi) yang
harus diturunkan dalam orientasi peIjuangan. Pihak SI bersikukuh untuk
meletakkan Islam sebagai panduan perjuangan, sehingga prespektif yang
digunakan Iebih pada kesadaran ke-Umat-an, yakni peIjuangan kaurn muslimin
menentang penjajah kulit putih yang menindas dan kafir. Sementara itu, kaum
komunis meletakkan tinjauannya atas Prespektif kelas yakni perjuangan kelas
proletariat menentang dominasi kelas para kapitalis, pilihan atas prespektif kelas
ini, membuat kaum komunis harus bekeIja keras dan ber!latih dalam hal militansi
dengan sangat mengandalkan kelas buruh di perusahaan-perusahaan strategis milik
asing dan kelas tani sebagai basis massa pedesaan yang juga diorganisir.
Merekalah kaurn yang dibangunkan dari tidur panjang dan ketertindasannya, untuk
bangkit dan melawan kaurn kapitalis. Perbedaan pada tataran ideologis ini jelas
akan berpengaruh pada watak, sifat dan tujuan perjuangan. 27
Perseteruan antara orang-orang komunis dan SI, tanpa dirasa makin hari
makin melebar tidak hanya di kalangan elit, namun sudah merambat ke Grass
Root. Kondisi ini menimbulkan kerisauan yang amat mendalam didalam diri
beberapa tokoh termasuk Tan Malaka. Sebagai kader komunis, sikap Tan Malaka
terhadap Islam eukup simpatik, rasional dan senatiasa meneari pertalian antara
27 Rary Prabowo, PerspektijMarxisme Tan MaLaka, (Yogyakarta: Jendela, 2002) haL 190
54
Islam dan Komunisme. Secara kepartaian (PKI), dalam suatu kongres PKI diawal
kepemimpinannya, Tan Malaka juga mengusung tema persatuan antara Komunis
dan Islam sebagai syarat subyektif untuk menggalang kekuatan perlawanan dalam
skala luas28
Pada dasarnya puncak pertikaian gagasan antara Islam dan Komunisme ini
terjadi pada Kongres Nasional Sarekat Islam keenam, yang diselenggarakan pada
bulan Oktober 1921. Dalam forum ini H. Agoes Salim dengan memprakarsai
suatu tindakan yang didukung oleh Abdul Moeis dengan menegaskan perlunya
disiplin partai, meminta agar tidak ada anggota Sarekat Islam juga menjadi
anggota partai lain daIam waktu bersamaan29 Dalam forum itu, Agoes Salim juga
melontarkan statemen bahwa PKI tidak beragama,30 sembari memberikan argumen
bahwa Nabi Muhammad sudah berbicara tentang ekonomi sosialis pada dna be1as
abad sebelum Karl Marx lahir ke dunia. Akhirnya mayoritas delegasi secara bulat
menyetujui adanya disiplin partaiJI Melihat fenomena tersebut Tan Malaka
mencoba menemukan sebab-sebab konflik, menurutnya :
Saya tidak dapat menemukan sebab-sebab dari perpecahan tersebut. Cumasaya melihat polemik-polemik dalam utusan Hindia dan Sinar Hindia tidakada hubungannya dengan asas-asas atau hal-hal yang prinsipil melainkanhampir seluruhnya bersifat personal, yang disertai maki-makian yang tiada
28 Tan Malaka, Dari penjara ke Penjara IJ, (Jakarta: Teplok Press, 2000) haL 73
29 Hari Parabowo, Gp. Cit, haL 194
30 Safrizal Rambe, Pemikiran Politik Tan Malaka, ('{ogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), haL279
31 Hari Prabowo, Gp. Cil, haL 194
55
melihat persoalan prinsipil. sangat menghilangkan kepecayaan kaum kromokepada pimpinan SI maupun PKI. 32
Dalam kongres tersebut, Tan malaka hanya diberi waktu lima menit untuk
berbicara dan sebelumnya oleh ketua kongres sudah diperingatkan agar tidak
melakukan propaganda komunis. DaJam kongres tersebut Tan Malaka berusaha
untuk tetap menjaga pesatuan, dengan lantang ia mengemukakan pendapatnya:
Saya telah mengemukakan berbagai hal yang sama-sama ada di PKI danSf. Saya menunjuk pesatuan antara kaum muslimin di Kaukakus. Persia.Bukhara dengan sebagainya dan kaum Bolsyevik. Persatuan dengan guruberagama Islam itulah yang dianggap kapitalis Inggris sebagai sesuatubahaya bagi kekuasaannya di tanah jajahan. Itulall sebabnya pemerintahInggris sampai dua kali minta dengan sangat pada pemerintah Sovyet untukmenghentikan propaganda di negeri Islam. Ini rnenggambarkan betapasadarnya kau islam diluar Hindia dan benar-benar memahami siapa lawanmereka di dunia ini. Kongres saya meminta pemimpin-pemimpin SI membujukanggota-anggota supaya tidak menerima disiplin partai.33
Dalam menghadapi perpecahan ini, Tan Malaka merupakan orang yang paling
tegas menginginkan tetapnya persatuan itu ditegakkan (dikubu Semarang).
Menurut Tan Malaka perpecahan ini hanya akan melemahkan pergerakan rakyat,
dan semakin terbukaJah kesempatan bagi kaum reaksioner untuk memecah
beJahnya imperialis Belanda. Ini diterangkan oJehnya panjang dan lebar pada
kongres PKI ke VIII di Semarang tanggaJ 25 Desember J92 J dalam kongres ini
dan juga dihadiri oJeh wakil cabang Sarekat Islam Pro-Komunis, Sarekat Hindia
32 Safrizal Rambe, Op. Cit, hal. 280
33 Ibid, hal. 281
56
dan utusan Central Sarekat Islam (CSI) Tan Malaka berpidato selama enam jam
untuk mengemukakan alasan bahayanya disiplin partai diberlakukan. Diantaranya :
Petama : menurutnya kapitalisme dunia akan runtuh. Sehingga masyarakat
Hindia Belanda harus siap dengan persatuan dengan kaum buruhnya. Kapitalisme
dunia terutama Amerika Serikat dan Jepang yang saat itu merupakan negeri
kapitalis terbesar di Asia Pasifik, suatu saat nanti akan saling bersaing dan
berperang dalam memperebutkan sumber-sumber produksi yang ada.
Kedua : menurutnya kalau rakyat sekarang mempunyai dua partai (SI dan
PKI) maka mudah bagi kaum reoksioner untuk menghasut satu sama lainnya.
Menghadapi SI kepada Komunis dengan tuduhan tidak bemgama, kemudian kaum
komunis yang diserang pada akhirnyapun balas menyerang. Dengan saling
pecahnya kekuatan rakyat ini maka bertambah mudahlah kaum reoksioner dalam
menguasai Hindia Belanda kita ini. Karena dengan perpccahan itu SI dan kuam
KomUl1is lupa akanmusuh yang sebenarnya yaitu kapitalis Belanda.
Ketiga : menurutnya dalam CSI terdapat banyak kaum revoluisoner, walaupun
revolusionernya tidak didasarkan atas komunisme. Apabila kaum revolusioner
tersebut berdarnpingan dan bekerjasama dengan kita untuk gerakan rakyat ini,
maka akan menambah kekuatan dan aset dalam pergerakan uutuk melawan
imperialis saat ini.
Selanjutnya Tan Malaka mengatakan, karena kaum revoluisoner kita masih
sedikit, maka keIja bersama dengan kaum revolusioner dalam CSI adalah kata
57
kunci, supaya pesaudaraan itu tidak saja di mulut namun dalam juga persatuan
organisasi. Oleh karena itu, disiplin partai harus dicabut.
Keempat : menurutnya, kekuasaan Belanda sekarang dalam posisi kuat.
Berkali-kali Belanda menahan dan membuang pemimpin pergerakan tanpa diadili
dipergunakannya hak menahan (Preventief Recht). Hak membuang (Exorbitant
Recht) tidak lagi dilakukan demi menjaga keamanan, namun telah dipergunakan
sebagai usaha untuk memecah persatuan buruh kalau persatuan rakyat kuat maka
tidaklah teIjadi pembuangan politik tadi, karena rakyat akan membahasnya dengan
pemogokan buruh dan pembaikotan barang produksi belanda.34 Seperti yang
diungkap Tan Malaka yang dikutip oleh Safrizal Rambe:
Selama pembuangan sewenang-wenangnya tidak dibahas dengan Massa Aksi,selama itu pula pembuangan yang sewenang-wenang akan terus dilakukan.Namun untuk menggerakkan Massa Aksi ini, diperlukan adanya "kerukunanrakyat" dan kerukunan rakyat yang ada dalam CSJ ini mustahil dapat berbuatbanyak bila disiplin partai tidak dicabut kembali. 35
Apa yang diutarakan Tan Malaka di atas merupakan bentuk keprihatinannya
terhadap sikap pemimpin SI yang "ngoto1" untuk tetap diberlakukannya disiplin
partai, hanya karena persoalan perbedaan ideologis yang diyakini antara SI dan
PKI.
34 Safiizal Rambe, Pernikiran Politik Tan Malaka, (Yogyakarta. Pustaka Pelajar, 2003) hal.282-286
3S Ibid, hal. 286
58
F. Pandangan Tan Malaka di KOMINTERN: Usaha Untuk Menyatukan Dua
Karang Gerakan Pan-Islamisme dan Komunisme di Indonesia.
Setelah dibuang dari Indonesia, Tan Malaka dalam waktu singkat beberapa
kali berpindah-pindah tempat, Belanda, Jerman, dan Rusia di kunjungi di Moskow,
ini mewakili PKI menghadiri kongres internasional (Komintern) ke IV dad tanggal
5 November sampai 5 Desember 1921. Dalam kongres tersebut terjadi perbedaan
yang sangat sengit dalam pembahasan tentang masalah-masalah Komunis di
Timur. Masalah ini bermula dari perkara bagaimana sikap kaum komunis di Timur
terhadap gerakan-gerakan nasionalis di Cina dan India contohnya, serta gerakan
gerakan Pan-Islamisme seperti negeri-negeri di Arab ataupun Indonesia. Padahal
semua gerakan itu menurut Tan Malaka mempunyai suatu tujuan yang sarna
seperti juga tujuan komunis, yaitu berjuang melawan imperialisme36
Dengan demikian Tan Malaka mengatakan, Sarekat Islam melakukan
propaganda yang sarna seperti yang dilakukan partal Komunis Indonesia,
walaupun sering menggunakan kata-kata yang lain tetapi di tahun 1921 terjadi
perpecahan antara golongan Komunis dengan golongan Islam. Perpecahan ini
tentunya akan dimanfaatkan oleh pemerintah jajaban mdalui agen-agennya di
Sarekat Islam, namun di kongres PKl Desember 1921, Tan Malaka mengatakan
yang dikutip oleh Safrizal Rambe "Kita berusaha memulihkan hubungan kita
dengan Sarekat Islam", Selanjutnya Tan Malaka yang juga dikutip oleh Safrizal
Rambe menguatkan "Bahwa kaum muslim di Kaukasus dan negeri-negeri lain
36 Ibid, hal. 287
59
yang bekeIja sama dengan Sovyet dan berjuang melawan kapitalisme
internasional, lebih tahu tentang agama kalian". Oleh karenanya, seruan akan
persatuanlah yang diharapkan dari kejadian ini. Dalam pidatonya di kongres
Komunis Intemasional (Komintem) tersebut, selanjutnya Tan Malaka
menyatakanyang dikutip oleh Safrizal Rambe, bahwa Pan-Islamisme yang kita
kenaI sekarang ini tidaklah sama seperti zaman Nabi Muhammad dahulu, karena
kaum muslim sekarang sudah terpecah belah dalam tiga kerajaan besar yaitu
khalifah di Spanyol, Mesir, serta Baghdad dan dengan demikian hilanglah arti
jihad itu dalam seluruh dunia islam. Karena itu Pan-Islamisme sekarang berarti
Perjuangan nasional, perjuangan dalam merebut kemerdekaan nasional,
peIjuangan yang ditujukan dalam melawan Kapitalisme dan Pan Islamisme berarti
tidak lain hanyalah persatuan semua orang muslim terhadap penindasnya.37
Dengan demikian jelaslah sikap Tan Malaka mendukung persatuan seluruh
kekuatan revolusioner rakyat yang berangkat dari kesadaran nurani yang amat
mendalam dan jauh dari fanatisme kelompok apa-apa yang dilakukan Tan Malaka
tersebut, temyata belumlah berhasil secara maksimal, jurang konflik pun semakin
meruncing, namun dengan kandasnya upaya integrasi politik SI-PKI dalam negeri
bukan berarti Tan MaIaka frustasi, beberapa sikap toleran dan rasionaI Tan Malaka
terhadap islamisme.
Setidaknya Tan Malaka telah melakukan tranformasi wacana dan Pan
Islamisme dalam tubuh KOMINTERN selain itu. Tan MaIaka telah merumuskan
37 Ibid, hal. 289
60
sifat politik seeara jelas dalam konteks thesis perjuangan revolusioner di Indonesia
yang melibatkan aspek-aspek penting seperti islamisme. Sekalipun persoalan ini
lebih berwatak kultur ketimbang stmktural. Islam sebagaJ\ agama mayoritas rakyat
Indonesia jelas satu kondisi objelctif yang hams dilihat. Islam memang berbeda
dengan komunisme, namun apabila kaum komunis menentang Islam sebagai
agama rakyat mayoritas adalah sarna halnya dengan melawan akar sosial massa
rakyat dan sarna artinya menggali kubur sendiri, sebab dalam riil politik,
keberadaan Islam dan kaum muslimin bisa menjadi salah satu faktor kunei dalam
perjuangan rakyat. Sebagai kesimpulan Tan Malaka dalam kasus pertaliannya
dengan Islamisme jelas mendorong adanya proses dialektik yang mempertemukan
antara Marxisme dan Islamisme dalam wang revolusioner rakyat Indonesia waktu
ini. Sejarah mungkin akan bieara lain, bila pada waktu iiu antara Pan-Islamisme
dan Marxisme membangun aliansi besar-besaran untuk seeara bergerak melawan
kaum imperialisme.
Dari usaha yang melelehkan untuk menyatukan Marxisme dan Pan-Islamisme
di KOMINTERN tersebut, Tan Malaka telah menyampaikan pelientangannya
terhadap paradigma kaum Marxis (komunis) yang sering bersikap skeptis dan
negatif terhadap Pan-Islamisme. Dengan tegas dan lantang Tan Malaka
mengutarakan bahwa Pan-Islamisme juga berjuang melawan inperialisme dan
kapitalisme. Sehingga ia hams didukung oleh kaum Marxis di seantero dunia
dengan mengambil eontoh pada Sarekat Islam, adalah sebuah perkunlpulan yang
61
luas, yang didalamnya banyak sekali anggota petani miskin yang hams dibela dan
diperhatikan nasib mereka oleh kaum Marxis. 38
38 Ibid, hal. 288
BABIV
ANALISIS PEMIKIRAN POLITIK TAN MALAKA
TENTANG KONSEP REVOLUSI DAN ISLAM Dl INDONESIA
A. Tan Malaka Dalam Hubungannya Dengau Marxisme
Sejarah adalah masa silam, eli daJamnya terdapat arsJp peIJuangan yang
merekanl perjalanan panjang dari berbagai tokoh-tokoh revolusioner dunia, Tan
Malaka adalah salah satu dari sekian banyak tokoh revolmlioner dunia, yang tidak
luput dari rekaman kamera sejarah Indonesia. Sebagai tokoh besar yang berbeda
dengan tokoh-tokoh perjuangan lain sezamannya. Tan Malaka mengeluarkan ide
ide cemerlang serta gagasan-gagasan brilian tentang konsep perjuangan dan
perubahan.
Sudah tak lagi menjadi rahasia umum bila ideologi marxisme sangat
mempengaruhi pemikiran, sikap dan gerakan yang dilakukan oleh Tan Malaka.
Namun meskipun unsur marxisme sangat kental mempengaruhinya, ia menoleh
menjadikan dirinya sebagai pengikut Marx. Dia pun berusaha tidak menerima
pemikiran secara dogmatis dan selalu berusaha dan memberi kontek sosial budaya
pada pemikiran Marxis. Oleh karena itu dalam membahas persoaJan Indonesia
Tan Malaka selalu menyertakan kontek sosial budaya Indonesia sebagai acuan
dasar dalam menerjemahkan setiap pemikiran Marxis. Di sinilah terlihat
orisinalitas pemikiran Tan Malaka yang membuat berbagai konsep dan strategi
pergerakan dan perjuangan dalam merebut kemerdekaau. Marxisme bagi Tan
63
Malaka harus dipahami dalam kerangka teoritis dan penerapannya sangat
tergantung pada masyarakat di mana ia tinggal. lni dinyatalcan bahwa yang
penting bagi Marxisme adalah penerapan metode berpikir bukan menjalankan
hasil eara berpikir. Lebih tegasnya Tan Malaka mengatakan, bahwa Marxisme
hanyalah sebagai petunjuk melakukan pergerakan bukan sebagai dogma paten
yang tidak bisa lagi diinterpretasi uIang. 1
Sikap anti dogmatis dalam berpikir terlihat jelas danpemahamannya terhadap
materialisme yang menurutnya berlainan dengan filsafat materialisme yang ada di
Barat, seperti yang ditulisnya di dalam "MADILOG" kalau filsafat materialisme di
Barat menganggap bahwa segala sesuatu yang ada di dalam dunia ini berasal dari
benda (matter), maka sesuatu yang bukan benda (un matter), dan tidak masuk
diakalltidak rasional walaupun seeara fakta ada, akan dianggap sebagai sesuatu
yang tidak ilmiah dan hams ditolak. Namun, menurut Tan Malaka yang dikutip
oleh Safrizal Rambe, dasar dan aksioma materialisme Barat tidak eoeok
diterapkan di ldnonesia. Bagi Tan Malaka sekalipun sesuatu belum dapat
diterangkan, tapi kalau fakta sebagai lantainya ilmu bukti itu ada seeara konkret,
maka ia bersedia menerimanya sebagai bukti. Oleh karena itu, materialisme
dalam pandangan Tan Malaka merupakan suatu eara berpikir yang realistis,
pragmatis dan fleksibel. Karena perbedaan aksioma dalam memahami
materialisme inilah yang membuat Tan Malaka dalarn melihat materialisme
'Safrizal Ramhe, Pemikiran Palilik Tan Malaka " Kajian Terhadap Perjuangan "Sang KiriNosianalis" , (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003) hal. 314
64
dialektis berlainan dengan yang dipahami Marx dan Engels. Kalau Marx dan
Engels dalam melihat materialisme-dialektis (sistem kefilsafatan yang
dibangunnya) sarna sekali menafikan hal-hal yang tidak dapat diterangkan secara
rasional, namun Tan Malaka tidak. Di sinilah letak perbedaan yang amat
mendasar antara Marxisme yang dikembangkannya semakin menajamkan
pemikirannya yang independen dan anti pragrnatis. 2
Dengan melihat konsep Marxisme yang dikembangkan oleh Tan Malaka
tersebut, penulis meyakini bahwa Tan Malaka adalah seorang Marxis Indonesia
yang menyadari bila masyarakat Indonesia dari dahulu sampai sekarang secara
sosiologis maupun antropoIogis tidak mungkin menjadi masyarakat materialis
seperti yang dialami Barat, otomatis Marxisme adalah turunannya. Karena
masyarakat selalu percaya akan adanya kekuatan lain di luar dirinya yang
menguasai alam serta isinya dan ini bersifat gaib. Ini ditunjukkan oleh Tan
Malaka berbagai kepercayaan seperti animisme dan dinamisme serta agama
Hindu, Budha, Kristen, dan Islam yang bermunculan dan dianut penduduk
nusantara disamping itu sepanjang masyarakat Indonesia tidak pemah
sekuIeralisasi pemikiran karena upaya untuk melepaskan pengaruh duniawi secara
tegas seperti yang ditunjukkan masyarakat eropa dengan Renaisance dan
Aufklarung yang memberi tempat bagi makin subumya filsafat materialisme tidak
pemah terjadi maka tak mengherankan bila kemudian orientasi adi duniawi ini
selalu dipakai baik oleh penguasa maupun rakyat untuk memberikan legitimasi
2 Ibid, hal. 315-316
65
bahkan oleh penguasa pengaruh adi duniawi ini semakin diperkuat dengan
berbagai perlengkapan magis religius untuk memperkuat kekuasaannya.
Perbedaan inilah yang membuat Tan Malaka beranggapan masyarakat Indonesia
tidak mungkin tidak bertuhan3
Setelah memahami pembahasan tentang Marxisme yang ada pada Tan
Malaka, penulis menemukan ada dua keunikan sebagai pembeda antara Tan
Malaka dengan tokoh Marxis umumnya. Pertama, kemampuan Tan Malaka untuk
menerjemahkan Marxisme secara kontekstual sesuai dengan kualitas dan ruang
yang dihadapinya, tanpa teIjebak dalam alam berpikir yang doktriner, maka tidak
heran bila Tan Malaka lebih mengagumi Nabi Muhammad Saw dali pada Marx
dalam hidupnya. Kedua, kemampuan Tan Malaka untuk mensinkronisasikan
antara Marxisme dan spirit Islam dalam segala aktivitas lPikiran maupun gerakan
yang dijalaninya. Kemampuan dia dalam memadukan Marxisme dan Islam secara
"berjalin kelindan" seiring dan seirama merupakan suatu yang amat sukar bagi
kita untuk menemukannya di dalam tokoh-tokoh Marxis lainnya.
B. Tan Malaka dalam Hubungannya Dengan Islam
Pandangan Tan Malaka tentang Islam sangat menarik, mengingat selama ini
la dikenal sebagai tokoh komunis. Selama hidup tidak pemah ia memiliki
pemikiran negatif terhadap Islam. Bahkan dalam karya besamya "MAD/LOG"
3 Ibid, hal. 316
66
yang dikutip oleh Achmad Suhelmi, ia menunjukkan rasa kekaguman dan
simpatinya yang amat mendalam terhadap agama ini 4
Bila melihat napak tilas perjuangan dan pemikiran Tan Malaka seperti yang
telah dijelaskan pada bab yang sebelumnya mungkin akan ada pertanyaan yang
sebelumnya mungkinkan seorang berideologi komunis bisa sekaligus seorang
yang beragama? Secara tidak langsung pertanyaan ini sudah terjawab dengan
sendiri oleh Tan Malaka dalam karya besamya "MADILOG". Dalam penjelasan
di Bab-bab sebelumnya kita seakan menganggap tidak ada konsklusi linier antara
Marxisme dan Islam seorang bisu menjadi Marxisme tanpa hams ganti agama.
Sungguh bukanlah suatu kesalahan bila seorang mungkin miskin berpikir-kiri
kirian atau mengadopsi aliran-aliran atau ideologi revolusioner dan radikal dalam
sebuah perjuangan melawan kejahatan imperalisme dan kolonialisme. Itulah
sebabnya di zaman kolonial pernah muncul fenomena "Ffaji komunis" Misbach
seorang Muslim taat beragama, namun dalam peIjuangan anti kolonialisme
berpihak pada ideologi Marxisme dengan memakai perspektif ini. Memperkuat
kesimpulan Hamka dalam buku Islam dalam Tinjauan Madilog, bahwa Tan
Malaka adalah seorang pemimpin Islam atau setidalmya dialah bukanlah
"komunis tulen" termasuk, memusuhi keberadaan Tuhan dan anti agama dari
asumsi yang kembangkan ini kita dapat meletakkan tokoh Tan Malaka sebagai
seorang Muslim yang berparadigma kekirian yang dalam konteks kekinian
4 Achmad Suhelmi dkk, Islam dalam Tilljauan MADILOG, (Jakarta: Komunitas Banbu, 2000)hal. 93
67
dikenal dengan istilah aliran "Islam kiri (Islamic lejiism). Bagaimanapun,
perjuangan dan pemikiran Tan Malaka menunjukkan kuatnya karakter "kiri
Islam" dalam diri tokoh ini. Apalagi Tan Malaka dengan jujur mengakui bahwa
dirinya sangat kuat dipengaruhi oleh ajaran-ajaran Islam dalam "MADILOG" ia
menulis bahwa Islam merupakan sumber hidup dan inspirasi bagi pemikiran dan
perjuangannya5
Pemikiran Tan Malaka tentang Islam di atas merupakan bukti faktual bahwa
seorang pejuang komunis yang anti Islam, pemikiran tentang Islam pengaruh
Islam dan Nabi Muhammad menunjuk keperpihakannya yang sangat jelas
terhadap agama Islam. Satu hal yang harus dicatat bahwa keberpihakan Tan
Malaka terhadap Islam tersebut lebih didasarkan pada pengakuan yang tulus,
pengakuan yang lebih didasarkan pesimpangan komitmennya terhadap kebenaran
Islam, bukan sebuah pengakuan praktis yang melihat Islam sebagai sebuah
kekuatan politik yang bisa dijadikan basis kekuatan nasional menghadapi
kolonialisme dan imperialisme.
C. Tan Malaka Dalam Kernelut Revolusi
Sebagai seorang tokoh Marxis, Tan Malaka tidak hanya menjadikan ide-ide
serta gagasan-gagasannya hanyut begitu saja bak busa di tengah lautan,
keterlibatan dan keaktifan Tan Malaka di dunia pergerabm bersama grass rood
dalam upaya menentang hegemoni kaum kolonialis, setidaknya telah
5 Ibid, hal. 95
68
membuktikan bahwa ia bukan tokoh besar "menara gading" yang hanya bisa
berteriak lantang namun kemudian bersembunyi di balik selimut sembari tidur
dalam kamar tanpa memperdulikan jerit-tangis kaum lemah yang setiap hari
ditindas oleh penjajah.
Namun terlepas dari konsistensi Tan Malaka terhadap Marxisme, aJaran
pergerakan pada pendekatan peIjuangan kelas (class struggle) baik usaha
melawan kaum imperialis maupun tirani-tirani penguasa. Pada kenyataannya
dalam konteks pergerakan Indonesia, Tan Malaka adalah tokoh yang kalah dan
tidak pemah mendapatkan posisi dan perpolitikan nasional kemenangan. Tan
MaJaka hanyalah dalam konteks gagasan, sementara d':llam merallgkul massa
untuk melakukan aksi yang bertumpu pada kekuatan kelas proletariat ia selalu
gaga!. Sepanjang perjuangan dan keterlibatannya dalam perpolitikan nasional Tan
Malaka tidak pernah mampu membangun sebuah partai yang berbasis massa yang
kokoh yang kuat, sehingga lumrah bila pada saat revolusi meletus gerakan aksi
massa dari kaum proletari atau seperti yang dicita-cita.kan Tan Malaka tidak
pemah terwujud sama sekali.
Salah satu bukti kongret dapat kita lihat ketika Tan Malaka menetap di Banten
dan bekerja di bawah sebuah pusat pertambangan batu bara yang dieksploitasi
oleh perusahaan Jepang, yaitu Sumtomo, dalam kurun waktu tersebut. Hampir
setiap saat Tan Malaka bergaul dengan kerumunan kaum buruh di sepanjang
waktu masa keIjanya di Bayah, Tan Malaka yang mendapat kesempatan
bergumul dengan kaul11 buruh, ternyata tidak melakukan transformasi politik
69
secara baik atau membangun secara ilegal sebuah kekuatan kelas buruh yang
banyak. Gagasannya bahkan tidak dimengerti oleh kaum buruh sendiri tampaklah
bahwa Tan Malaka dalam kesendiriannya tidale mampu membumi di kalangan
buruh, sehingga tidak mengherankan apabila pada masa·masa mendekati gelora
revolusi dan proklamasi kemerdekaan Indonesia. Terdapat gerakan dari Ieelas
buruh yang muncul dari Bayah atau Ieota-kota sekJitamya6 Bahkan pada
kenyataannya, gerakan-gerakan pemudalah yang tampil ke panggung sejarah dan
melakukan pendoprakan melalui gerakan politik yang mempunyai arti terpenting
bagi proklamasi dan kemerdekaan Indonesia.
Sepanjang perjuangan dan keterlibatannya dalam perpolitikan nasional Tan
Malalea tidak pernah mampu membangun sebuah partai yang membasislean massa
yang kukuh dan kuat, lahirnya sebuah revolusi yang bertumpu proktariat seperti
yang dicita-citalean Tan Malaka tidak pernah terjadi.
Dalam hemat penulis, kegagalan Tan Malaka dalam membangun sebuah
Ieeleuatan massa yang solid yang kuat disebabkan adanya tiga keleuatan yang ada
pada Tan Malaka. Pertama, Tan Malaka hanya mengemdalkan gagasan besar
tanpa mempertimbangkan fakta-fakta politik dengan kekuasaan riil hal ini terlihat
dari leasus pendidikan partai PARI oleh Tan Malaka. Pendirian partai ini tidak
dibarengi dengan orientasi konsep pergerakan yang jelas Tan Malaka tersebut
dalam subyektivitas sempit yang membuat ia lupa apabila saat itu situasi
2596Harry Prabowo, PerspeklijMarxlsme Tan Malaka, ( Yogyakarta: Jendela, 2002) hal. 258 -
70
perpolitikan nasional dalam kondisi curat-marnt, konsolidasi kekuatan massa-pun
tidak lagi menjadi agenda prioritas, terbukti setelah kemandirian partai PARI dan
MOREA Tan Malaka menuai banyak kritik dari kawan komunis internasional.
Dalam hemat penulis idealnya Tan Malaka saat itu bukanJah mendirikan partai
barn, tapi, bagaimana membangun arns konsolidasi antara kekuatan partai yang
telah ada karena bagaimanapun pendirian partai yang barn jelas akan menyitakan
wal-1:u yang lama untuk membangun kembali kekuatan masa yang solid dan kuat.
Kedua, ketidak mampuan Tan Malaka dalam mentransforrnasikan gagasan
gagasannya terhadap masyarakat rendah terntama pada kaum burnh, bagaimana
mungkin, gerakan yang bertumpu pada kekuatan massa tertindas akan terwujud
secara tepat dan benar, manakala dalam tataran teoritis dan konseptual tidak
dipahami oleh mereka yang berada pada kelas bawah.
Ketiga: sikap Tan Malaka yang cenderung tertutup dan jarang membuka
rnang konsolidasi politik dengna tokoh-tokoh nasionalis seperti Soekarno, Sjahril,
Hatta, dll. Karena bagaimanapun, bicara politik perlu tidak akan lepas dari yang
namanya kepentingan, kekusaan, dan sikap prakmatisme, yang dimaksud di sini
adalah pragmatisme yang dalam pengertian luas, yaitll bernpa sikap untuk
mempeIjuangkan kemaslahatan umat yang banyak sikap Tan Malaka yang sangat
teguh terhadap nilai-nilai ideologis Marxisme secara eksklusif temyata membuat
Tan Malaka hams tergusur dan dimusuhi oleh mereka-mereka kaum nasionalis
yang saat itu memegang kendali kekuasaan.
71
Harus dicatat bahwa kegagalan Tan Malaka tersebut bukan karena gagasannya
yang salah dan tidak terburnikan (World liness) atau sulit untuk diterima oleh
akal, tapi lebih dikarenakan waktu dan zaman yang kurang berpihak padanya.
Dari sini kita bisa rasakan jika Tan Malaka adalah orang yang benar pada tempat
yang salah, karena waktu dan ruang yang berupa aspek sosiologis Indonesia
waktu itu belum bisa menerima Tan Malaka.
Namun terlepas dari usahanya yang selalu gagal membangun kekuatan partai
yang kuat dan solid konsistensi Tan Malaka dalam memegang ideologi mumi
Marxis dalam segala aktivitas gerakan yang dilakukannya setidaknya
mencenninkan pemahaman Tan Malaka yang sangat matang terhadap ideologi
Marxis yang dianutnya sampai membawanya ke jalanan. Kemudian ia adalah
seorang Marxis sejati yang mencoba mempraktekk:an Marxisme sebagai
paradigma kehidupan sekaligus panduan perjuangan rakyat Indonesia.
Dalam suatu praktek cara berpikir dialektik terhadap revolusi Indonesia Tan
Malaka mempraktekkan cara hukum materialisme dialektika dalam rumus tesa
antitesa dan sintesa yang mana hal ini membedakannya dengan para pemimpin
lain sekalipun Soekarno, Hatta atau Sjahrir yang lebih memaknai hukum logika
dan oportunisme ketimbang hukum dialektika. Inilah perbedaan mendasar antara
Tan Malaka dan pemimpin nasional lainnya, ia menggunakan pemahaman
Marxisme dalam setiap jengkal perjuangan sampai penghabisan. Merupakan
praktik dan strategi perjuangan yang tak pernah lepas dari kerangka konsepsi
ideologis.
72
Cara pandang dialektika Tan Malaka dan kasus revolusi nasional Indonesia
bisa dijabarkan sebagai berikut: apabila kondisi ketertindasan dan keterhisapan
rakyat Indonesia disebabkan oleh kapitalisme atau imprialisme, hal ini berarti
bagaimana hukum-hukum objektif dalam struktur sosial masyarakat Indonesia
terbagi dalam kelas-kalas. Hal ini juga berarti terdapat kelas penindas (borjuasi)
dan kelas tertindas (murba I proletar). Pemandangan obyektif dari struktur
masyarakat kapitalis adalah pertentangan kelas atau antogonisme kelas yang tak
terdamaikan akibat dari kontradiksi dalam sistem kapitalisme itu sendiri, sehingga
dinamika sejarah berlangsung dalam pertarungan kelas-kelas.
Tan Malaka mencoba mengacu pada Marxisme dialektika ini dalam sejarah
masyarakat Indonesia, di bawah cengkraman kapitalisme atau imperialisme
sebagai tesanya maka harus dilakukan sebagai anti-tesa, yakni mewujudkan
masyarakat sosialisme di Indonesia dengan jalan revolusi kelas tertindas
Indonesia jalan revolusi kelas menjadi syarat mutlak tergabungnya sistem baru
dan tersingkimya sistem lama. Hukum dialektika ini b,erarti perubahan basis
struktur dan super struktur yang semula dengan tesa dikuasai kaum borjuasi,
maka sebagai anti tesa-nya keduanya dikuasai kaurn murba tertindas atau kaurn
proktariat Indonesia lewat jaIan revolusi kelas.
D. Relevansi Pemikiran Politik Tan Malalm Terhadap Perpolitikan Masa Kini
Dari pemaparan tentang pemikiran politik Tan Malaka di atas, jelaslah bagi
kita bahwa keteguhan sikap, semangat patriotisme yang tinggi untuk membangun
73
bangsa Indonesia dari hegemoni kaum Imperialisme serta sikap keperpihakan
terhadap kaum lemah yang tak kenaI lelah adalah bagian dati sebuah teladan
dalam sosok Tan Malaka yang bisa diambil dan diikuti oleh para elit-elit politik di
negeri ini. Apalagi nuansa politik dewasa ini lebih banyak berorientasi pada
perebutan kekuasaan dati pada semangat perubahan untuk membangun Indonesia
yang lebih maju dan sejahtera. Relevansinya terhadap konsep perpolitikan saat ini
penulis berkesimpulan bahwa secara materiil gagasan-gagasan politik Tan Malaka
tidak mungkin untuk diterapkan dalam kontek politik di Indonesia pada saat ini,
sebab pada saat ini model sosial masyarakat Indonesia masih cenderung berbau
patron sehingga nuansa rasionalitas berpikir belurnlah mengakar dalam
masyarakat Indonesia di mana faktor teologis, agama masih mendominasi
paradigma berpikir mereka.
Tapi secara gagasan dalam hemat penulis pemikiran politik Tan Malaka
adalah sesuatu hal yang sangat reIevan untuk dihadirkan kembali dalam konteks
perpolitikan di Indonesia pada saat ini: seperti pemikiran Tan Malaka tentang
persatuan pemihakan terhadap kaum tetindas dan lemah resistensi terhadap
dominasi kapitalis dan lain sebagainya.
a. Nasionalisme dan Politik
Memasuki pertengahan tahun 2005 kemarin, adalah merupakan bulan-bulannya
partai politik dan setiap parpol besar melakukan perhelatan akbar dengan melaksanakan
muktamar atan kongres namun sayang tragis tapi nyata, itulah mungkin yang teIjadi dari
74
pelaksanaan muktamar atau kongres di pelbagai parpol besar di negeri ini. hampir di
setiap muktamar kongres di setiap parpol kita disodori dengan fenomena politik yang
memperhatikan7 semua muktamar dan kongres yang digelar oleh mayoritas parpol, POI,
PKB, PBR, PAN, Golkar, berakbir dengan konflik.
Anehnya demi sebagai partai yang konflik tersebut adala~l partai berbasis Islam,
seperti PKB, PBR, PAN. Fenomena konflik antara parpol di Indonesia khususnya partai
Islam di karenakan agama dijadikan panglima strategi politik umat Islam masih
berOIientasi kepentingan jangka waktn pendek, bukan mengglmakan nkuran
kemaslaltatan nmat yang lebih besar. Dan menafIkan semangat nasionalisme
kebersamaan dan komitmen perjnangan nntnk mempeIjuangkan kepentingan masyarakat
bangsa dan negara yang sudalt Illenjadi cita-cita dan kesepakatar bersama.
Uraian tentang pelllikiran Tan Malaka dalam konteks perpolitikan seperti ini kiranya
kita dapat hadirkan kembali sebagai inspirator bagi para politikus di negeri ini, agar tidak
lagi berpolitik seperti "ayam yang berkelalti dalam kandang yang sallla" tarpa
menghiraukan aksesnya terhadap umat dan kehidupan berbargsa dan bernegara.
Setidaknya apa yang dilakukar Tan Malaka nntnk Illendamaikan konflik antara CSI,
dengan komunis baik di ajang KOMINTRENT maupun di kongres PKI dan CSI adalalt
bukti sejaralt yang Illenampilkan sosok Tan Malaka sebgai seorang politisi yang sadar
akan kepentingannya persatnan dan kebersamaan dalam sebnall peljuangan konflik yang
bennuara pada keknasaan seperti teIjadi di berbagai parpol pada saat ini / jelas
mempakan sebualI bukti kongret dan potret politisi kita yang Illasili kekanak-kanakan dan
janh dari kearifan, kelllatangan serta kedewasaan, seperti halnya keprihatinan yang
7 Harian Media Indonesia, 03 Mei 2005
75
diungkapkan oleh Prof. Dr. Achmad Syafi'l Ma'arif dalarn resonansi harian Republik
')angan ditanya lagi pattai politik" semuanya sarat dengan buruk, sisa-sisa idealisme
selalu katldas berhadapan dengan syahwat kekuasaan dan uang tdah dijadikan ideologi8
b. Islam Sebagai Etilrn Berpolitik
Masih segar dalam ingatan tentang pelaksanaan pilkada yang berlangsung
diberbagai daerah di Indonesia kemarin dan pilkada yang berlangsung pada saat
ini memang agak beda dengan pilkada sebelumnya yang masih menggunakan
mekanisme pemilihan melalui perwakilan raJ,,:yat (DPRD) berbeda dengan
sekarang, dimana calon kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat. Sebelum
memasuki waktu pemilihan ada senggallg waktu bagi setiap kandidat untuk
melaksanakan kampanye yang pada intinya, hal tersebut merupakan sebuah
mekanisme untuk mempromosikan kandidat yang akan berlaga, terlepas ia
merupakan moment penting bagi setiap kandidat untuk mengeluarkan janji
janjinya yang dapat merangsang untuk pemilihnya.
Proses ini adalah konsekuensi logis dari tuntunan demokratisasi yang sedang
berjalan di negeri. Sebagai sebuah proses pembelajaran politik kerakyatan (civili
of political education) walaupun masih jauh dari kedewasaan dan kematangan
seperti banyaknya kandidat-kandidat yang mengangkat isu-isu agama setiap
berkampanye. Karena agama merupakan yang masih Inenjadi isu sentral dan
'Harian Republika, 26 April 2005
76
urgen untuk dibawa untuk menjatuhkan lawan samgan maupun sebagai alat
legitimasi status calon itu sendiri.
Fenomena-fenomena politik seperti ini bukanlah hal yang baru dalam dunia
perpolitikan di negeri ini. Hal yang sarna juga terjadi ketika pemilihan umum
tahun 1999 dan 2004 fenomena politik yang surut dengan persoalan melibatkan
agama, secara tidak langsung membenarkan teori kJasik, bahwa manusia harus
tunduk pada orang yang membawa kita dan misi ke-Tuhanan seperti halnya yang
terjadi di Eropa pada abad pertengahan. Di mana hegemoni kaum gereja sangat
mendominasi pesoalan politik dalam pembacaan saya. Realitas politik semacam
ini adalah sebuah indikasi betapa agama masih sering dijadikan komoditas
politik9 Yang mempunyai daya magnet luar biasa sekalipun konsekuensinya harus
menanggalkan unsur rasionalitas berpolitik itu sendiri adalah kecelakaan besar,
bila persoalan idiologis hanya dijadikan alat legitimasi untuk meraup kekuasaan
politik semata, karena senyatannya hal tersebut akan mernbunuh niiai suci yang
terdapat dalam agama itu sendiri dan persoalan politik agama secara /ideal hams
ditetapkan sebagai control value (nilai kontrol) dan etiJkaIO moral yang hams
dipegang sebagai landasan utarna sehingga rahmat dan berkah kehidupan sebagai
'Pembahasan tentang dinamika perpolitikan Indonesia yang cenderung membawa-bawa namaagama, baca: Komaruddin Hidayat M. Yudhie Haryono, Manuver Politik Wama Tafsir KepemimpinanEra Reformasi dan Dialektika Ulama - Negara. (Bandung: Jala Sntra, 2004) ha. 21
IOMeletakkan Agama sebagai Etika berpolitik adalah sesuatu yang sangat relevan saat ini, danakan selalu reIevan, karena kehdupan manusia terus menerus ditandai oleh pertarungan (konflik)sementara antar kekuatan "baik" (good) dan kekuatan "jahat" (evil) tidak pemah herhenti, lihat, DalisoMangunkusumo, Penjara Politiklndonesia, (Yogyakarta: LPSAS PROSPEK, 1999) hal. 141
77
mana tujuan agama itu sendiri tidak tergusur oleh sebuah kepentingan. Dan
prakmatisme sempit bagi siapa saja yang ingin mencari kekuasaan
Tan Malaka dalam pergulatannya di pentas perpohtikan nasional telah
mengajarkan kepada kita betapa agama adalah merupakan sebuah hal yang amat
"sahal". Sekalipun dan persoalan duniawi meyakini kebenaran Marxisme ia telah
meletakkan agama sebagai aturan nilai, etika moral dalam segala tindakannya
baik dalanl berpolitik berjuang maupun berpikir.
BABV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Dalam rumusan tentang konsep revolusi nasional, Tan Malaka lebih inenitik
beratkan peIjuangannya pada kekuatan aksi massa rakyat tertindas. Dalam
pandangan Tan Malaka, revolusi nasional sejatinya bukanlah untuk menindas,
tapi upaya untuk membebaskan rakyat Indonesia dari hegemoni kaum
imperialis. Sementara tujuan dari revolusi itu sendiri menurut Tan Malaka
adaJah usaha untuk memerdekakan Indonesia secara 100%.
2. Selain sebagai seorang Marxis yang konsisten ia juga seorang muslim yang
taat dalam menjalankan perintah agama. Menurut Tan Malaka Islam adalah
agama yang rasional, membebaskan umat manusia dari sikap apatis dan
dogmatis serta percaya pada tahayyuJ. Selain itu, Islam dalam perspektif Tan
Malaka adalah agama yang sangat berpihak terhadap kaum lemah dan
tertindas dari berbagai macam tirani.
3. Dalam pergulatan politik, Tan Malaka merupakan sosok Marxis sekaligus
agamis. Sepanjang hayatnya Tan Malaka sangat akrab dan persahabat dengan
tokoh-tokoh pergerakan muslim, sekalipun ia seorang Marxis, namun
keperpihakannya terhadap pergerakan-pergerakan d(ill perpolitikan umat
Islam baik di Indonesia maupun di dunia internasionaJ. Usaha Tan Malaka
yang tanpa mengenal menyerah untuk menyatukan PKI dengan Pan-
79
Islamisme, atau PKI dengan CSI yang pada masa revolusi sering terjadi
konflik adalah bukti konkret dan keperpihakannya terhadap perjuangan dan
perpolitikan umat Islam.
B. Saran-saran
I. Pembahasan yang dikembangkan studi ini merupakan usaha untuk
mengungkapkan sejarah perjuangan serta pemikiran politik Tan Malaka. Apa
yang ditulis dalam skripsi ini masih ')auh panggang dari api ", belumlah
menjadi suatu kajian yang utuh dan sempurna. Oleh karenanya, diharapkan
agar peniliti berikutnya dapat menyempurnakan penulisan ini. Sehingga studi
tentang pemikiran politik Tan Malaka dapat menjadi lebih komprehensif,
terutama pembahasan pemikiran Tan Malaka tentang revolusi dan Islam di
Indonesia.
2. Bagi para politisi yang sampai han ini masih sibuk dengan perebutan
kekuasaan, kiranya dapat mencontoh sikap dan perjua.ngan Tan Malaka, yang
sampai akhir hayatnya tidak pernah menjadi budak kekuasaan dan tidak
pernah menjadikan agama sebagai alat untllk mencapai kepentingan pribadi,
kelompok dan kekllasaan politik, tapi lebih menjadikannya sebagai etika
berpolitik dan beJjllang untuk kepentingan bangsa dan negara.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah,Taufik,Denyut Nadi Revo/usi Indonesia, Jakarta, Gramedia Pustaka UmUl11.
AI Vian, Tan Ma/aka: Pejuang Revo/usioner yang Kesepian, da/am Manusia, da/am.Keme/ut Sejarah, Jakarta, LP3ES, 1988
Alfian, Pemikiran dan Perubahan Politik Indonesia, Jakarta: Gramedia, 1992
Bahctiar, Harsja, Percakapan dengan Sidney Hook, Jakarta: Jambatan, 1999.
Suhelmi, Dkk, Achmad, Is/am da/am Tinjauan Madi/og, Jakarta: Komunitas Bambu,2000
Eisenstadt, Revo/usi dan transformasi Masyarakat, Jakarta: Cv. Rajawali, 1986.
Hakim, Lukman, Revo/usi Sistemik, Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2003
Harian Media Indonesia, 03 Mei 2005
Harian Republika, 26 April 2005
Haryono, M., Yudie dan Hidayat, Komaruddin, Manuver Politik U/ama Taf~ir
Kepemimpinan Era Reformasi dan Dia/ektika Uiama _. Negara, Bandung:Jala Sutra, 2004
Karim, M.A., I-lisyam, Agama da/am Pandangan Tan Ma/aka, Skripsi,(Jakarta:Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syahid Jakarta, 2004)
Malaka, Tan, MADI LOG, Jakarta: Teplok Press, 2000 .
____.__, Aksi Massa, Jakarta: Cedi dan Aliansi Press 2000. -
, Dari Penjara ke Penjara, Jakarta: Teplok Press, 2000
______, GERPOLEK: Geri/ya, Politik, Ekonomi, Yogyakarta: Jendela, 2000
--=-::c-:-' Merdeka 100% Tiga Percakapan Ekonomi-Politik, Jakmia : MarjinKiri,2005
Mangunkusumo, Daliso, Penjara Politik Indonesia, Yogyakmia: LPSAS PROSPEK,1999
81
Mrazek, Rudolf, A polica/ Resu Nality's Strukture of Experience, ter}. Semesta TanMa/aka, Jakarta, PT. Bayu 1ndra Grafika 1994
Noer, Deliar, Pemikiran Politik di Negeri Bm'at, Bandung, Mizan, 1999, GerakanModern Is/am 1900-1942, Jakarta, LP3ES, 1994
Oshikawa, N, Tan Ma/aka, Belpikir tentang Nasib Gagasan Politik, JakartaKompas, Edisi 1 Januari 2000
Poeze, A., Harry, Tan Ma/aka Pergubtan Men1{ju Republik, Jakarta: Pustaka UtamaGrafiti,1999.
Prabowo, Hary, Perspektif Marxisme Tan Ma/aka, Teori dan Prakfis MenujuRepublik, Yogyakarta: Jendela, 2002
R. Arif dan Zada, Hamami, Diskursus Politik Is/am, Jakarta IS-IP, 2004
Rahmad, Jalaluddin, Rekayasa Sosia/, Reformasi atau Revolusi, Bandung: PT RemajaRosdakarya, 1999
Rambe, Safrizal, Pemikiran Politik Tan Aialaka Kajian Terhadap Pejuang Sang KiriNasionalis, Yogyakarta Pustaka Pelajar, 2003
Rudy, May, Pengantar I1mu Politik, Wawasan Pemikiran dan Kegunaannya,Bandung: PT. Ret1ika Aditama, 1993.
Skocpol, Theda, Negara dan Revolusi Sosia/, Jakarta: Erlangga, 1991
Tate, Nicholas, Explorasi Sejarah Perang Dunia, Jakarta, CV, Lontar Utama, 2001
Tuman, george, Kahin, Mc, Refleksi Pergumu/an Lahirnya R.epublik, Nasionalismedan Revolusi di Indonesia, Yogyakarta: UNS Pres, 1995
Wardaya, T., Baskara, Marxisme ]Viuda: ]Viao:isme Berwajah Manusiawi,Yogyakarta: Buku Baik 2003.
Zarfani, Ahmad, Pandangan Tan Ma/aka Terhadap Marxisme·· danAgama,Skripsi,(Jakarta: Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syahid Jakarta,2002) hal. 20