pemicu blok 18-1.doc
-
Upload
m-khahfi-kejora -
Category
Documents
-
view
325 -
download
19
Transcript of pemicu blok 18-1.doc
Luise 07/ 8132
Afifah 08
KLASIFIKASI SISTEM ANGEL
1. DEFINISI
Sistem Angle didasarkan pada hubungan anteroposterior rahang dengan yang lainnya
(Berdasar pada relasi mesio-distal gigi, lengkung gigi dan rahang).
Angle awalnya menyajikan klasifikasinya pada teori bahwa maksila molar pertama
selalu berada di posisi yang benar. Namun hipotesis ini belum dibuktikan dengan penelitian
cephalometric. Penekanan pada hubungan gigi molar permanen pertama menyebabkan dokter
untuk Mengabaikan kerangka wajah itu sendiri dan berpikir hanya dalam hal posisi gigi. Oleh
karena itu, kerusakan otot dan masalah pertumbuhan tulang seringkali terabaikan. Bahkan saat
ini, ada kecenderungan untuk hanya memperhatikan
hubungan gigi satu. Perubahan hubungan molar yang pertama terjadi dalam berbagai
tahap perkembangan gigi. Sebuah korelasi yang lebih baik antara konsep Angle dan
perawatannya diperoleh jika seseorang menggunakan kelompok Angle untuk mengklasifikasikan
kerangka hubungan. Hubungan molar Kelas II dapat menghasilkan beberapa cara yang
berbeda, masing-masing memerlukanstrategi yang berbeda dalam perawatan,
tetapi pola skeletal Klas II tidak salah, karena itu mendominasi oklusi dan
perawatannya. Dokter sekarang menggunakan sistem Angle berbeda
dari awalnya disajikan, untuk dasar klasifikasi telah bergeser dari geraham ke hubungan tulang.
Sistem Angle sendiri tidak memperhitungkan perbedaan akun pada bidang vertikal atau
lateral. Meskipun hubungan anteroposterior gigi dapat menjadi pertimbangan yang paling
penting, sistem klasifikasi ini kadang-kadang menyebabkan terabainya masalah
seperti overbite dan sempitnya lengkungan. Meskipun demikian, klasifikasi system Angle
adalah yang paling tradisional, paling praktis, dan yang paling populer digunakan saat ini.
(Moyers, 1973)
2. MACAM-MACAM
a) Kelas I (Neutroklusi)
Merupakan maloklusi dengan hubungan anteroposterior yang normal antara rahang atas
dan mandibula di kelas ini. triangular- ridge dari titik puncak mesiobuccal dari
molar permanen pertama rahang atas berartikulasi dengan bukal groove dari mandibula
molar pertama permanen. Dasar tulang pendukung gigi-geligi rahang bawah adalah
langsung dari rahang atas tersebut, dan tidak terlalu jauh hubungan anterior atau posterior
dengan kranium. Oleh karena itu ,maloklusi ini terbatas pada malposisi dari gigi itu
sendiri yang mungkin sejajar, salah tempat pada basis tulangnya (protrusi dentalveolar),
dll (Moyers, 1972).
Maloklusi kelas I
Tipe I : crowded anterior
Tipe II: seperti Protusi maksila anterior
Tipe III : crossbite anterior
Tipe IV : Croosbite posterior
Tipe V mesial drifting posterior
b) Kelas II (Distoklusi)
Maloklusi dimana hubungan distal antara mandibular ke maksila.
Divisi Kelas II:
I) DIVISI I.-distoklusi dimana incisivus maksila biasanya di labioversi yang ekstrim.
2) DIVISI 2.-Distoklusi dimana incisor central maksila mendekati normal atau
sedikit di anteroposterior linguoversi, sedangkan gigi insisivus
lateral maksila telah tipping secara labial dan mesial.
3) SUBDIVISI.-ketika distoklusi terjadi padahanya satu sisi lengkung gigi, unilateral,
disebut sebagai subdivisi dari divisinya.
c) Kelas III (Mesioklusi)
Maloklusi dimana terdapat hubungan mesial mandibula dengan maksila. Groove mesial
dari molar permanen pertama mandibular berartikulasi dengan cusp mesiobuccal dari
molar permanen pertama maksila (Moyers, 1972)
Yang dimaksudkan dengan maloklusi kelas III menurut Dr. Angle ialah Lengkung
gigi dan korpus dari mandibula mempunyai relasi yang bilateral mesial terhadap
lengkung gigi maksila. Dengan perkataan lain mandibulanya terlalu benar
(macromandible).
Kriteria Dr. Angle tentang relasi lengkung - lengkung gigi atas dan bawah ialah:
Posisi molar-molar tetap pertama.
Pada oklusi normal, bonjol (cusp) mesio-bukal molar pertama atas terletak Pada
lekuk (groove) bukal dari molar pertama bawah.
Pada maloklusi kelas III letak bonjol mesio bukal dari molar permanen pertama
rahang maksila berhadapan dengan ruang interdental di antara molar pertama dan molar
kedua mandibula. Sebab itulah maka Lischer menamakan juga Mesioclusion. Bila karena
salah satu sebab, terjadi pedanan local dari molar-molar ini,..atau gigi-gigi telah hilang,
maka oklusi dari kaninus digunakan sebagai penuntun. Pada oklusi normal, kaninus atas
molar sebagian dari sisi distal kaninus bawah dan seba gian dari sisi premolar pertama
bawah. (Isnaniah Malik, 1989)
3. CIRI-CIRI
a. Kelas I
Hubungan molar pertama maloklusi kelas I adalah normal mesiodistal, tetapi ada
deviasi dari lengkung gigi seperti rotasi, crossbite, overjet, overbite,dan openbite.
Kekurangan lengkung biasanya bersamaan dan menjadikannya tidak mungkin untuk
mengakomodasi gigi pada lengkung gigi di posisi normal tanpa mengurangi jumlah gigi
dengan pencabutan (Salzmann, 1974).
Lengkung mandibula normalnya mesiodistal berhubungan terhadap lengkung
maksila, dengan mesiobukal cusp dari M1 permanen maksila menutupi grove bukal dari
M1 permanen mendibula dan mesio lingual cusp M1 maksila menutupi fossa oclusal dari
M1 permanen mandibula ketika rahang diistirahatkan dan gigi dalam keadaan tekanan.
http://anggatama.wordpress.com/2010/04/03/oklusi-dan-maloklusi
Maloklusi Angle Klas I
- Relasi molar inter-arch normal
- Tonjol mesiobukal M1 rahang atas beroklusi pada cekung
- bukal M1 rahang bawah.
- Crowding, spacing, rotasi dll.
- Relasi skeletal normal, fungsi otot-otot normal.
- Dapat bimaxillary protrusion
http://www.doktergigionline.com/2011/05/klasifikasi-oklusi-angle.html
b. Kelas II
Cusp mesiobukal M1 maksila menutupi antara cusp mesio bukal M1 mandibula
permanen dan aspek distal dari P1 mandibula. Juga mesiolingual cusp M1 maksila
menutupi mesiolingual cusp dari M1 permanen mandibula.
Angle membagi class II maloklusi dalam 2 divisi dan 1 subdivisi berdasarkan angulasi
labiolingual dari maksila, yaitu;
1. Kelas II – divisi I
Dengan relasi Molar terlihat seoerti tipe kelas II, gigi insisivus maksila labio version.
2. Kelas II – divisi II
Dengan relasi molar terlihat seperti tipe kelas II, Insisivus maksila mendekati normal
secara anteroposterior atau secara ringan dalam linguoversion sedangakan I2 maksila
tipped secara labial atau mesial.
3. Kelas II – subdivisi
Saat relasi kelas II molar, terjadi pada satu sisi pada lengkung dental.
http://anggatama.wordpress.com/2010/04/03/oklusi-dan-maloklusi
Maloklusi Angle Klas II:
Tonjol disto-bukal M1 Rahang atas beroklusi pada cekung bukal M1 Rahang bawah.
Maloklusi Klas II divisi 1
- Incisivus Rahang atas proklinasi
- Overjet besar
- Deep overbite
- Aktifitas otot abnormal
- Bibir atas hipotonus
- Bibir bawah terletak di palatinal incisivus Rahang atas (lip trap)
- Bentuk lengkung gigi V-shape
Maloklusi Angle Klas II divisi1
postur lidah ke bawah aktivitas otot pipi tidak ada yang mengimbangi
Maloklusi Angle Klas II divisi 2
- Relasi molar Klas II
- Inklinasi Incisivus sentral ke lingual
- Incisivus lateral tipping ke labial
- Deep overbite
- Lengkung berbentuk persegi
Maloklusi Angle Klas II Subdivisi
Jika relasi molar Klas II hanya pada 1 sisi, sisi yang lain Klas I
Klas II divisi 1 subdivisi
Klas II divisi 2 subdivisi
http://www.doktergigionline.com/2011/05/klasifikasi-oklusi-angle.html
c. Kelas III
Lengkung dan badan mandibula berada pada mesial lengkung maksila dengan
cusp mesiobukal M1 permanen maksila beroklusi pada ruang interdental di antara ruang
distal dari cusp distal pada M1 permanen mandibula dan aspek mesial dari cusp mesial
m2 mandibula. (Moyers, 1972)
Dewey memperlengkap klasifikasi dari Dr. Angle ia membagi maloklusi kelas III dalam tiga tipe :
1.Tipe I. Bentuk lengkung gigi atas dan bawah baik dan bila ditinjau satu persatu, sering kita mengira hubungan oklusi tentu akan baik pula. Letak gigi pada umumnya rata, baik di lengkung maksila maupun di lengkung mandibula. Gigitan menunjukkan edge to edge. Pengobatan pada tipe ini kerapkali kurang memuaskan, karena sering timbul retensi akibat kurangnya incisor overlap.
2. Tipe II Incisivi mandibula berjubel-jubel dan dalam posi si linguo-versi terhadap incisivi maxilla.
3.Tipe III. Lengkung gigi maksila kurang baik pertumbuhannyasedangkan lengkung gigi mandibula tumbuh berlebih-le- bihan, Incisivi maxilla kerapkali berjubel-jubel dan linguo-versi terhadap incisivi inferiores yang pa da umumnya rata susunannya. Pada tipe ini deformitas fasial dalam bentuk prognathisma terlihat paling jelas.
Tipe III
Maloklusi kelas III dibedakan pula dalam :
Subdivisi, kalau hanya sesisi saja yang menderita (unilateral). Pada mesioclusion unilateral inilah sering kita temui garis tengah yang abnormal.Menurut Dickson pembagian dalam bilateral dan uni lateral ini pada waktu sekarang tidak banyak digunakan lagi, karena banyak sarjana menganggap, lengkung gigi harus dipandang sebagai satu kesatuan, variasi-variasi antara kedua alat harus dianggap sebagai perpindahan lokal dari segmen-segmen bukal pada satu sisi. Perpindahan ini hanya bersangkut-paut dengan mahkota melulu, tiada relasi dengan rahang sebagai satu kesatuan.
Istilah-istilah lain yang sering dipakai untuk menyatakan maloklusi kelas III ialah : Progenis, Progna- thisme; Prognathisme Mandibuler, Protrusi Mandibuler.
Akhirnya, bila dinyatakan dengan indeks, maka baru dinamakan Progenia kalau gnathis indeksnya diatas 103. Yang dimaksudkan dengan gnathis indeks ialah derajat prominensia mandibula, dinyatakan dalam prosentasi oleh jarak dari basion ke bagian terdepan dari mandibula terhadap jarak basion ke titik tengah dari sutura nasalis.
4. Etiologi Maloklusi Kelas III
Pertumbuhan yang berlebihan dari mandibula mempunyai penyebab yang bermacam - macam, dapat karena keturunan, dapat disebabkan gangguan hormonal, dapat pula karena penyakit-penyakit depresiensi den infeksi, kelainan prenatal dan pengaruh lingkungan pada waktu anak dalam masa pertumbuhan.
Faktor predisposisi yang terdiri dari :1. Faktor hereditas. 2. Faktor hormonal. 3. Kelainan-kelainan prenatal.4. Penyakit-penyakit infeksi dan defisiensi.
Sedangkan pengaruh lingkungan kita golongkan sebagai pe nyebab yang mempunyai pengaruh langsung (hausa determi- nasi).lebih dari separuh maloklusi yang timbul, disebabkan karena hasil pemeriksaan statistik menunjukkan bahwa faktor lingkungan ini. Penyebab yang dapat secara langsung menimbulkan maloklusi kelas III adalah :1. Makroglosi. 2. Trauma. 3. Kebiasaan-kebiasaan jelek, seperti : menonjolkan lidah,- mengisap jari dan sebagainya. 4. Gigi susu posterior atas yang tanggal sebelumnya waktu5. Gigi susu molar bawah yang tanggal sebelum waktunya. 6. Retensi yang terlalu lama dari
insisif susu atas.
(Isnaniah Malik, 1989)
4. IDENTIFIKASI
Pada maloklusi true Klas III, hubungan rahang Klas III Angle dijumpai adanya crossbite
anterior baik pada keadaan relasi sentrik maupun oklusi sentrik. Maloklusi pseudo Klas III
biasanya ditandai dengan hubungan rahang Klas I atau Klas III ringan dan disertai dengan
hubungan insisivi maksila dan mandibula edge to edge pada keadaan relasi sentrik tetapi pada
oklusi sentrik terdapat crossbite anterior. Hal ini dapat disebabkan karena adanya pergerakan
mandibula ke depan untuk menghindari kontak prematur antara insisivi maksila dan mandibula
sewaklu gigi menutup.
http://www.researchgate.net/publication/
42349659_Perawatan_Maloklusi_Pseudo_Klas_III_Dengan_Pesawat_Bionator_Tipe_III
Cara menegakkan Diangnosa Maloklusi Kelas III
Hal yang penting di dalam menentukan klasifikasi - yang dapat dari maloklusi adalah hubungan mandibula dengan gigi-gigi yang terdapat padanya dengan kranium.Andaikata hanya berdasarkan hubungan mandibula dengan gigi.-giginya, maka ini -sering membingungkan dan _tidak jelas dalam menentukan klasifikasi maloklusi. Terdapat tanda- tanda lain yang penting yang dapat dipakai sebagai pegangan dalam menentukan lokasi mandibula, antara lain :
Hubungan bidang inklinasi.
Hubungan bidang inklinasi merupakan petunjuk yang baik untuk mengetahui hubungan dan posisi terhadap basis kranii, asal saja posisi dari tiap-tiap gigi di dalam deretan lengkung mempunyai relasi yang normal terhadap tulang basal. Yang menjadi patokan yang penting dalam hubungan ini adalah gigi molar tetap atas pertama dan kaninus atas. Bila pada waktu beroklusi, bonjol mesial molar bawah dilihat dari mesial - distal berkontak dengan bagian distal premolar kedua atas dan bagian mesial molar pertama atas, juga letak kaninus atas interlock antara kaninus bawah dan premolar bawah. Maka berarti mandibula dengan gigi-gigi yang terdapat padanya mempunyai hubungan yang normal dengan basis kranii , dan digolongkan sebagai maloklusi kelas I ( Neuroklusi ).
Bila terlihat keadaan di mana gigi-gigi dan lengkung gigi bawah terletak lebih mesial
daripada normal dalam hubungannya dengan gigi-gigi dan lengkung gigi atas. Bonjol mesio bukal molar pertama atas terletak lebih distal daripada "bucca 1 groove" molar pertama bawah. Maka jelaslah ini menun jukkan keadaan maloklusi kelas III.
1, 1
Gambar 4.
Maloklusi kelas III.1. Buccal groove, molar pertamabawah.2. Mesiobucca1 cusp molar pertama atas.3. Posisi gigi kaninus atas.4. Posisi gigi kaninus bawah.
2. Dengan mempelajari foto muka baik pandangan depan pun dari samping.maupun dari foto muka kita dapat mempelajari gambaran muka untuk menentukan derajat dan distribusi pertumbuhan mandibula. Penilaian dari foto muka dapat memberikan hasil yang meragukan, terutama bila terdapat suatu keadaan otot- otot yang abnormal, sering terlihat di regio simfisis mandibula. Hipertropi dan hipertonus otot-otot mentalis , quadrati labii inferior, triangularis, dan orbikularis oris sering menutupi gejala pergerakan ke arah distal dari mandibula. Di samping itu kita juga dapat mempelajari dari foto oklusi gigi geligi, baik dari samping maupun foto gigi dari depan, sehingga dapat dilihat keadaan oklusi gigi secara nyata.
3. Gambaran sefa lometrik.Gambaran sefalometrik sangat berguna untuk mem perlihatkan gambaran pertumbuhan yang abnormal dan kelainan - kelainan letak gigi.Pada kasus-kasus maloklusi di mana terdapat penebalan otot-otot sekitar mulut sehingga dengan gambaran foto muka tidak dapat ditarik kesimpulan. Maka dengan membuat gambaran
sefalometrik dapat memberikan keterangan yang memuaskan.
Radiogram profil ini akan memperlihatkan hubungan antara gigi insisif dengan tulang di bawahnya. Pada neuroklusi, posisi aksial insisif bawah adalah tegak lurus dengan mandibula.
Terdapat beberapa analisa dalam sefalometrik, antara lain analisa menurut Downs. Dalam analisanya Downs membagi studi dalam dua pokok yaitu pola skeletal (skeletal pattern) dan relasi gigi terhadap pola skeletal (dental pattern). Downs memakai bidang Frankfurt horizontal sebagai dasar orientasi. Downs menentukan hubungan antero posterior dengan memakai titik-titik A dan B. Dia menghubungkan titik A dan titik B ini masing-masing dengan Sella Tursica dan Nasion. Garis-garis ini membentuk sudut-sudut dengan Dataran Sella- Nasion. Besar SNA rata-rata adalah 80°. Besar SNB rata-rata 77°. Angka-angka ini adalah nilai rata-rata apabila basis geligi mempunyai relasi yang normal terhadap basis cranii. Selisih SNA dan yaitu ,SNB menunjukkan derajat prognathisma mandibular. Kalau ANB lebih besar dari 3°, make relasi mandibula terhadap maksila ada lah post normal, sedangkan bile ANB negatif, mandibula adalah pre normal terhadap maksila.
Keuntungan metoda Down ini ialah relasi kedua titik A dan B ditentukan terhadap Basis Cranii. Juga kedua titik ini terletak pada basis apikalis sehingga mempunyai relasi terhadap posisi apikal dari insisif.
Skeletal I
Skeletal III
Gambar 5.
Gambaran sefalometrik skeletal I dan skeletal III.
Differential Diagnosis antara Kelas III sejati dan Pseudo
Kelas III
1.Kelas III sejati.
Dinamakan juga skeletal kelas III dan terjadi bila korpus mandibula mempunyai panjang yang abnormal (macromandible). Menurut Schwarz prognathisma sejati hanya mungkin terjadi bile orang mempunyai predisposisi herediter ke arah pertumbuhan korpus mandibula yang berlebih- lebihan.
2.Pseudo kelas III.
Sering dinamakan juga Postural kelas III atau prognathisma tipe dento-alveolaris. Pseudo kelas III ini dalam klasifikasi Dr. Angle sebenarnya termasuk - maloklusi kelas I tipe 3, karena perkembangan mandibula normal dan maksilalah yang pertumbuhannya tidak baik. Juga retensi terlalu lama dari insisif susu dapat menyebabkan pseudo kelas III. Terlihat insisif atas dalam keadaan retrusi, sehingga insisif rahang bawah labial letaknya: Sebab itulah bahkan ada sarjana yang mengusulkan untuk menamakan pseudo kelas III sebagai Maloklusi kelas III divisi 2, analog dengan maloklusi kelas II divisi 2 dari Dr. Angle. Kelas III, sejati dapat dinamakan maloklusi kelas III divisi 1, analog dengan maloklusi kelas II divisi 1 dari Angle.
Untuk mengetahui apakah mandibula yang bertumbuh berlebih-lebihan, atau maksila yang tumbuhnya kurang dari normal, atau kedua-duanya, make studi dengan cephalometri berguna sekali.Bila sudut SNA kurang dari angka rata-rata yaitu 800, dan bile SNB sudutnya sama besar dengan angka rata-rata, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa maksila yang tidak baik pertumbuhannya dan maloklusi adalah pseudo kelas III.Bila sudut SNA sesuai dengan angka rata-rata,tetapi SNB jauh lebih besar dari 770, maka maloklusi ini 2dalah kelas III sejati.
Gambar 6.
Panjang basis cranii diukur dari posisi Nasion yang mempengaruhi sudut ANB.
Ini berarti bahwa panjang basis cranii (dataran S- N) mempunyai hubungan erat dengan maloklusi. Oleh karena itu sudut rata-rata SNA harus disesuaikan untuk bermacam- macam bangsa.
Gambar 7. Pseudo kelas III (titik-titik menunjukkan posisi yang normal).
Gambar 8. Skeletal kelas III (titik-titik menunjukkan posisi yang normal).
(Isnaniah Malik, 1989)
Publikasi ilmiah 6 : Edisi ini menyajikan karya tulis drg Wayan Ardhana,MS.SpOrt. Bagian Ortodonsia FKG UGM
PERAWATAN GIGITAN SILANG GIGI DEPAN PADA GIGI SUSU DENGAN DATARAN GIGITAN MIRING AKRILIK CEKAT
(Laporan Kasus)
Wayan Ardhana
Bagian Ortodonsia FKG UGM, Program Studi Ortodonsia PPDGS FKG UGM
ABSTRAK
Gigitan silang gigi depan jika dibiarkan berkembang akan dapat mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan maksila dan tidak terkontrolnya pertumbuhan mandibula ke depan sehingga dapat menjadi maloklusi skeletal kelas III yang sangat merusak penampilan wajah. Perawatan sangat perlu dilakukan pada usia dini sejak periode gigi susu. Dua kasus maloklusi pseudo kelas III dengan gigitan silang gigi depan pada periode gigi susu telah dirawat menggunakan dataran gigitan miring akrilik yang dipasang secara cekat pada gigi depan bawah. Maloklusi dapat terkoreksi dalam waktu 2-3 bulan, oklusi dapat dikembalikan kerelasi normalnya dan tetap dalam keadaan normal saat dilakukan observasi ketika semua gigi depan permanen
telah erupsi.
Kata kunci : Gigitan silang gigi depan, periode gigi susu, dataran gigitan miring cekat
Abstracts
Untreated anterior crossbite will be able to inhibit the maxillary growth and subsequent uncontrolled forward growth of the mandible can lead to class III skeletal malocclusion and therefore an unattractive appearance. Care needs to be done at a very early age and can be started during primary dentition period. Two cases of pseudo class III malocclusion with anterior cross bite of primary dentition have been treated using fixed acrylic bite plane mounted on the lower front teeth. Malocclusion can be corrected in 2-3 months, and normal occlusion can be restored and remained stable when all the
Keywords: Anterior crossbite, primary dentition period, fixed bite plane
PENDAHULUAN
Gigitan silang gigi depan (anterior crossbite) didefinisikan sebagai gigitan dengan
keseluruhan atau beberapa gigi depan atas baik pada gigi susu maupun gigi permanen berada
pada posisi lingual dalam hubungannya terhadap gigi depan bawah.1,2,3 Keadaan ini seharusnya
menjadi keprihatinan yang sangat besar bagi setiap keluarga terutama orang tua dimulai sejak
tahap awal periode tumbuh kembang gigi anak, karena keadaan ini jika dibiarkan dapat
mengakibatkan gangguan estetika dan fungsional yang sangat serius bagi perkembangan anak
dikemudian hari, tetapi di masyarakat kita hal ini kurang menjadi perhatian.
Jika keadaan ini melibatkan keseluruhan gigi depan, dari gigi kaninus sampai kaninus
keadaan tersebut disebut sebagai gigitan silang menyeluruh (full anterior cross bite) sedangkan jika
hanya melibatkan satu atau beberapa gigi saja disebut sebagai gigitan silang individual (individual
anterior cross bite). Pada keadaan awal, pada periode gigi susu adanya gigitan silang gigi depan ini
mengakibatkan mandibula dipaksa berada pada posisi lebih kedepan terhadap posisi maksila
sedangkan bentuk dan ukuran mandibula biasanya masih normal, keadaan ini juga disebut sebagai
maloklusi pseudo kelas III. Jika keadaan ini tidak segera dirawat dan dibiarkan berkembang, sejalan
dengan pertumbuhan dan perkembangan anak, akan dapat mempengaruhi integritas rahang yaitu
terhambatnya pertumbuhan maksila dan tidak terkontrolnya pertumbuhan mandibula ke depan
sehingga kelainan crossbite anterior ini akan melibatkan tulang rahang. Keadaan ini disebut
sebagai maloklusi kelas III skeletal yang sejati (true skeletal class III).4,5
Perawatan gigitan silang gigi depan, baik karena faktor dentoalveolar maupun sudah
melibatkan skeletal sangat dianjurkan dilakukan sedini mungkin dari sejak periode gigi susu atau
periode gigi campuran walaupun perawatan dini ini tidak menjamin dikemudian hari tidak perlu
dilakukan perawatan ortodontik lagi. Tujuan dari perawatan dini pada maloklusi tipe ini adalah
hanya untuk mengoreksi gigitan silang gigi anterior yang dikemudian hari sering mengakibatkan
terbentuknya maloklusi kelas III sejati yang dapat sangat seriusmengganggu estetika penampilan
gigi-geligi dan wajah serta menghambat efektifitas fungsi gigi sebagai organ pengunyah dan bicara.
Keadaan ini hanya mungkin dikoreksi dengan parawatan interdisipliner yaitu kerjasama antara
tindakan bedah ortognasi dan perawatan ortodontik.1
Tidak banyak dijumpai kasus gigitan silang gigi depan pada gigi susu yang di bawa oleh
orang tua ke tempat praktek untuk mendapat perawatan, mungkin karena ketidakmengertian para
orang tua, kesulitan mengajak anak ke dokter gigi karena rasa takut anak akan perawatan yang
akan dilakukan atau anggapan bahwa kelainan pada gigi susu tidak penting karena dikemudian hari
akan diganti dengan gigi permanen, juga mungkin karena insiden kasusnya memang sedikit.
Walaupun demikian mengingat dampak maloklusi yang mungkin ditimbulkan pada anak dikemudian
hari, hal ini seharusnya menjadi tanggung jawab profesional para dokter gigi anak dan para
ortodontis untuk memberi edukasi kepada orang tua agar segera sedini mungkin memeriksakan jika
menjumpai kelainan ini pada anaknnya.
Ada beberapa cara yang dapat dipakai untuk merawat kasus gigitan silang gigi anterior baik
pada periode gigi susu maupun periode gigi campuran (mixed dentition) dengan segala kelebihan
dan kekurangannya, seperti penggunaan bilah lidah (tongue blades), mahkota dari logam (reversed
stainless steel crown), lereng dari resin komposit yang dibonding (bonded resin composite slopes),
alat ortodontik lepasan rahang atas dengan Z springs (Howley appliance), alat ortodontik lepasan
rahang bawah dengan dataran gigitan miring (removable mandibular inclined bite plane) atau
disebut sebagai alat ortodontik dari Bruckl(Bruckl appliance) penggunaan dataran miring cekat dari
akrilik pada rahang bawah (lower fixed acrylic inclined bite planes) yang juga disebut
sebagai Catlans appliance atau menggunakan alat cekat partial braces .7,8,9,10
Penggunaan bilah lidah hanya efektif untuk pasien-pasien yang kooperatif, pada
penggunaan alat ini tidak memungkinkan didapatkan kontrol besar dan arah kekuatan yang
digunakan ketika alat dipakai. Demikian juga pada penggunaan alat ortodontik lepasan walaupun
dengan cara ini pemberian kekuatan dapat lebih terkontrol tetapi kemampuan anak untuk dapat
memakai alat ini sangat diragukan. Penggunaan mahkota logam pernah dilaporkan sukses dapat
mengoreksi gigitan silang gigi depan tetapi mempunyai dua kerugian yaitu penampilan yang kurang
estetis dan keterbatasan penyesuaian lereng yang sudah dibentuk dengan pengecoran. Sedangkan
pada penggunaan lereng dari bonded resin komposite walau dapat sukses mengoreksi cross bite
anterior dan dengan estetik yang cukup baik tetapi kesulitan terletak pada penghilangan komposit
dari permukaan mahkota yang dibonding tanpa menimbulkan kerusakan pada email gigi10.
Tujuan dari laporan kasus ini adalah untuk membahas perawatan ortodontik dua kasus
gigitan silang penuh gigi susu, menggunakan dataran gigitan miring dari resin akrilik (Catlans
appliance) yang dipasang secara cekat pada gigi depan bawah.
TINJAUAN PUSTAKA
Insiden kasus-kasus gigitan silang gigi depan distribusinya sangat ditentukan oleh faktor
etnik khususnya pada orang Jepang dijumpai sangat tinggi sampai mendekati 10 % sedangkan
pada ras kulit putih sangat sedikit, kurang dari 1%. Pada anak-anak di China diperkirakan mencapai
2-3 %, sedangkan di USA pernah dilaporkan bahwa sebanyak 3% kasus-kasus gigitan silang gigi
depan telah tercatat pada pasien-pasien ortodontik,5,6,7 di Indonesia belum diketahui secara pasti
persentase kasus ini, perkiraan mungkin juga bisa mencapai 2-3 % seperti di China.
Sebagai etiologi, kasus-kasus gigitan silang pada maloklusi pseudo kelas III ini selain
faktor genetik dapat terjadi karena (1) faktor dental yaitu erupsi ektopik gigi insisvus sentral atas
dan tanggal prematurnya gigi molar susu, (2) faktor fungsional seperti anomali posisi lidah,
ganguan neuromuskular dan saluran pernafasan, (3) faktor skeletal berupa diskrepansi transversal
ringan pada tulang maksila.6
Gigitan silang pada gigi anterior selain dapat mengganggu estetika penampilan gigi-geligi
dan wajah dapat pula mengakibatkan beberapa gangguan lain seperti terjadinya keausan pada
email permukaan labial gigi insisivus atas, kompensasi gigi insisivus bawah terhadap posisi
mandibula, dapat juga mengakibatkan tipisnya plat tulang alveolar dibagian labial dan/ atau
terjadinya resesi gingiva.1,7,11
Perawatan gigitan silang gigi depan secara dini sangat disarankan agar memungkinkan
gigi-gigi insisivus permanen erupsi mencapai oklusi yang benar pada waktunya serta mencegah
gigi-gigi mengalami keausan yang tidak normal, tekanan gigitan yang tidak terarah terhadap
jaringan priodontal, penyimpangan perkembangan tulang alveolar dan pertumbuhan yang tidak
seimbang pada kondilus.12
Pada saat perencanaan perawatan, analisis ketersediaan ruang yang cukup untuk gigi-gigi
yang mengalami gigitan silang sangat penting untuk dilakukan agar gigi tersebut dapat melompat
menempati posisi normalnya, tetapi perawatan yang dilakukan pada periode gigi susu yaitu pada
anak umur sekitar 2-5 tahun terutama menjelang gigi permanen erupsi keterbatasan ruang sangat
jarang dijumpai karena rahang telah bekembang untuk mengakomodasi erupsinya gigi permanen
pengganti yang ukurannya lebih besar kecuali pada gigi premolar.13
Kesulitan yang mungkin dihadapi pada anak sekitar umur 2 – 4 tahun adalah anak sedang
menjalani keadaan emosi yang tidak menyenangkan (terrible two’s) karena tingkah lakunya yang
tidak kooperatif dan sering menjengkelkan. Pada saat periode perkembangan emosi ini, anak selalu
bergerak tidak pernah diam dan konflik selalu terjadi dengan saudara kandung, pengasuh dan
orang tua.14
Beberapa jenis alat ortodontik pernah disarankan untuk merawat maloklusi dengan gigitan
silang pada gigi depan. Penggunaan salah satu dari masing-masing alat tersebut harus
mempertimbangkan pelbagai hal agar alat ortodontik tersebut dapat efektif untuk mengoreksi
maloklusi, seperti berdasarkan (1) jumlah gigi depan yang terlibat yaitu yang bersifat menyeluruh
atau individual, (2) periode tumbuh kembang gigi yaitu periode gigi susu atau periode gigi
campuran, (3) pertimbangan umur berkaitan dengan kemampuan dan tingkat kooperatif pasien
memakai alat tersebut, selain itu juga (4) pertimbangan estetik.
Penggunaan bilah lidah (tongue blade) merupakan cara klasik yang paling mudah dilakukan
akan efektif apabila dilakukan pada fase awal erupsi gigi insisivus permanen, hanya saja dengan
cara ini ketika alat di pakai, besar dan arah penggunaan kekuatan tidak terkendali. Tingkat
keberhasilan penggunaan alat ini sangat ditentukan oleh tingkat kooperatif pasien untuk bekerja
sama mentaati aturan cara dan waktu penggunaannya yang dalam banyak kasus sangat sulit
untuk didapatkan.10
Gambar 1. Bilah lidah (tongue blade) untuk koreksi gigitan silang pada gigi depan10
Penggunaan lereng dari resin komposit yang yang dibonding (bonded resin composite
slopes) dapat dengan mudah mengoreksi gigitan silang individual gigi depan permanen dalam
waktu singkat tanpa menimbulkan kerusakan pada jaringan periodontal.8
Gambar 2. Gigitan silang gigi depan dikoreksi dengan lereng dariresin komposit (bonded resin composite slopes) 8
Penggunaan dataran miring cekat dari akrilik pada rahang bawah (lower fixed acrylic
inclined bite plane) yang juga disebut sebagai Catlans appliance juga merupakan pilihan lain yang
dilaporkan sangat efektif digunakan mengoreksi gigitan silang gigi depan baik pada periode gigi
susu maupun periode gigi campuran.7
Gambar 3. Dataran miring cekat akrilik pada rahang bawah (lowerfixed acrylic inclined bite planes/Catlans appliance) 7
Penggunaan alat lepasan Hawley appliance yang dilengkapi dengan Z springs dapat
dijadikan pilihan jika pasien kooperatif dan sudah mampu memakai alat lepasan di dalam mulut
terutama pada pasien anak-anak usia remaja 6-13 tahun.10
Gambar 4. Howley appliance yang dilengkapi dengan Z springs10
Koreksi gigitan silang gigi anterior pada periode gigi susu dan gigi campuran dapat
dilakukan dengan menggunakan alat ortodontik lepasan dengan dataran gigitan miring yang disebut
sebagai Bruckl appliancemerupakan alat fungsional sederhana pada rahang bawah yang bekerja
pada dataran miring mengoreksi gigitan silang pada gigi depan, dapat berfungsi sebagai alat
retensi setelah perawatan aktif selesai dan dapat ditambahkan gigi jika diperlukan sebagai gigi
palsu pengganti gigi yang tanggal terlalu dini.2
Gambar 5. Alat ortodontik lepsan dengan dengan dataran miring rahang bawah (Bruckl appliance) 2
Balters bionantor dapat digunakan dengan efektif untuk mengoreksi maloklusi pseudo kelas
III pada periode gigi campuran, koreksi maloklusi dental dapat dicapai dalam beberapa bulan
pemakaian alat dan stabilitas hasil perawatan memindah posisi mesial mandibula dan
mengembalikan pertumbuhan mandibula kearah normal.6
Gambar 6. Balters bionantor digunakan untuk mengoreksi maloklusi pseudo kelas III pada periode gigi campuran6
Alat cekat braces yang menggunakan partial labial/lingual archwire yang disebut sebagai alat cekat
sederhana (simple fixed appliance)15 atau alat cekat sebagian berupa sistem braces 2x4 atau 2x6
(partial braces system).16 Alat ini dapat digunakan pada kasus-kasus gigitan silang gigi insisvus
permanen pada periode gigi campuran juga merupakan alternatif pilihan yang perlu
dipertimbangkan terutama pada pasien-pasien yang tidak kooperatif memakai alat lepasan.
Gambar 7. Alat cekat braket sebagian (partial braces) 2x416
LAPORAN KASUS
Kasus I
Seorang ibu datang ke tempat praktek pribadi mengantar anaknya laki-laki umur 4 tahun 2
bulan, dengan keluhan gigi depan atas masuk dibelakang gigi depan bawah, seperti halnya terjadi
pada kedua kakaknya yang sedang mendapat perawatan ortodontik dengan kasus yang sama.
Anaknya minta sendiri untuk dipasang alat seperti kakaknya.
Pemeriksaan klinis: Anak sangat kooperatif, tidak ada bad habit. Ekstra oral, muka tampak
simetris, profil agak cekung, dagu sedikit maju. Intra oral : Semua gigi susu sudah erupsi penuh,
tidak kada karies. Gigi molar pertama permanen belum erupsi, relasi molar pertama gigi susu kelas
III Angle, relasi gigi anterior dari gigi kaninus sampai kaninus crossbite, lengkung gigi rahang bawah
sedikit lebih besar dari rahang atas.
Diagnosis : Maloklusi Angle kelas III, (pseudo kelas III) disertai dengan full crossbite gigi
anterior karena faktor genetik.
Gambar 8. Foto wajah, profil dan gigi pasien kasus I sebelum perawatan
Rencana perawatan: Ditetapkan untuk dirawat dengan alat cekat mandibular fixed inclined
bite planeyang dibuat dari clear transparent acrylic orthoplast. Pemilihan alat ini dengan
pertimbangan tidak mudah dilepas oleh pasien, tidak memenuhi mulut, pemakaiannya tidak
memerlukan perawatan khusus dirumah selain menjaga kebersihannya. Dilakukan pencetakan
rahang atas dan bawah dengan sendok cetak ukuran kecil (untuk anak-anak) untuk pembuatan
model studi dan model kerja, anak sangat kooperatif saat dicetak.
Gambar 9. Foto Mandibular fixed inclined bite plane untuk pasien kasus I
Gambar 10. Foto wajah dan gigi pasien kasus I ketika alat dipasang
Perawatan: Pemasangan alat dilakukan dengan disemen Zn Phosphat pada gigi depan
bawah dengan kemiringan 45o terhadap bidang oklusal, ketika dipasang gigi posterior tampak tidak
kontak berjarak sekitar 0,5 cm. Monitoring kemajuan perawatan dilakukan dengan
observasi “jumping” gigi depan atas setiap kontrol dua minggu sekali. Instruksi pada pasien,
mengunyah makanan supaya dilakukan pada gigi depan.
Gambar 11. Foto wajah dan gigi pasien kasus I ketika alat dilepas
Gambar 12. Foto wajah dan gigi pasien kasus I dua minggu setelah alat dilepas
Hasil perawatan : Kontrol dua minggu pertama, ibunya melaporkan tidak ada masalah,
anak tidak kesulitan ketika alat dipakai makan. Pada kontrol dua minggu II, gigi atas
belum jumping, anak tampak sangat kooperarif tidak merasa terganggu dengan adanya alat
tersebut dalam mulut. Pada kontrol dua minggu ke III, gigi anterior atas tampak sudah jumping, tapi
diputuskan untuk dilepas pada kontrol berikutnya. Pada kontrol dua minggu IV, alat dilepas dengan
pengeburan plat akrilik dibagian labial gigi depan kemudian dicungkil dengan waxmesh, pelepasan
alat sedikit mengalami kesulitan karena plat bagian labial agak tebal, tetapi ini sangat dibantu oleh
anaknya yang sangat kooperatif. Setelah dilepas didapatkan crossbite terkoreksi tapi gigi depan
tampak openbite, gingiva tampak merah karena peradangan, diobati dengan yodgliserin. Pada
kontrol dua minggu V, Didapatkan openbite menghilang, gigitan normal
dengan overjet dan overbite sekitar 1 mm. Observasi setelah dua tahun kemudian, ke empat gigi
insisivus permanen atas dan bawah telah erupsi penuh dengan ovejet dan overbite normal, relasi
gigi molar pertama kelas I Angle. Instruksi kepada orang tuanya, anak akan diobservasi kembali
setelah berumur 13-14 tahun, yaitu setelah semua gigi permanen erupsi kecuali gigi molar 3.
Kasus II
Sepasang suami isteri, datang ketempat praktek pribadi atas saran orang tua dari pasien
kasus I, menghantarkan anaknya, anak pertama, perempuan umur 3 tahun 4 bulan dengan keluhan
gigi depan gigitannya terbalik. Orang tua anak tidak menunjukkan profil muka kelas III, profil orang
tua dari bapak dan ibunya tidak jelas diketahui.
Pemeriksaan klinis: Ekstra oral, pasien sangat tidak kooperatif, tidak mau membuka mulut,
sangat takut untuk diperiksa, yang dapat dilakukan pada awal kunjungan hanya perkenalan,
pendekatan untuk menghilangkan rasa takut dan pemeriksaan umum serta pencatatan identitas.
Pengamatan pada muka tampak normal simetris, profil normal, dagu posisi normal terhadap rahang
atas. Tidak ada bad habit. Pemeriksaan gigi dan pencetakan tidak bisa dilakukan, ditunda sampai 6
kali kunjungan karena pasien takut ketika diperiksa, pada kunjungan ke tujuh pasien baru mau
membuka mulut untuk diperiksa dan bisa diyakinkan bahwa diperiksa tidak sakit, pasien belum mau
dicetak. Hasil pemeriksaan intra oral : semua gigi susu sudah erupsi penuh. Gigi molar pertama
permanen belum erupsi, tidak ada karies, hubungan molar pertama gigi susu kelas III Angle, gigitan
gigi depan terbalik.
PEMBAHASAN
Kasus gigitan silang gigi depan sangat penting untuk mendapat perawatan sedini mungkin
karena akan dapat mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan maksila dan tidak terkontrolnya
pertumbuhan mandibula ke anterior. Keadaan ini mengakibatkan kelainan akan dapat berkembang
menjadi maloklusi kelas III skeletal sejati yang sangat merusak penampilan wajah dan
perawatannya dapat menjadi lebih sulit jika nantinya membutuhkan tindakan bedah selain
perawatan ortodontik. Edukasi kepada masyarakat sangat perlu dilakukan terutama kepada ibu-ibu
sejak anaknya bersekolah di taman kanak-kanak, bahwa perawatan gigitan silang jika dijumpai
dapat dilakukan sejak periode gigi susu. Perawatan gigitan silang pada gigi depan dapat dilakukan
dengan beberapa pilihan metode atau macam alat yang dipakai. Perawatan menggunakan dataran
gigitan miring dari akrilik yang dipasang secara cekat pada gigi depan rahang bawah dapat sangat
mudah diadaptasi oleh anak pada usia dini (periode gigi susu) sedangkan faktor kesulitan yang
mungkin dihadapi pada tahap awal adalah mengatasi rasa takut anak berhadapan dengan dokter
gigi. Perawatan aktif dapat dilakukan dalam waktu singkat sekitar 2-3 bulan dan dengan biaya yang
tidak mahal dibandingkan jika perawatan dilakukan pada usia dewasa. Tujuan perawatan hanya
untuk meloncatkan gigi depan atas ke posisi normalnya sehingga hubungan mandibula terhadap
maksila dapat kembali normal sebelum terjadi distorsi pertumbuhan tulang rahang. Hasil perawatan
dapat mengembalikan relasi rahang dan oklusi gigi kehubungannya yang normal dengan demikian
kelainan pertumbuhan skeletal ke arah yang lebih parah dapat dihindari. Observasi setelah gigi
depan permanen semua erupsi, didapatkan oklusi masih tetap dalam keadaan normal. Untuk
mengamati perkembangan lebih lanjut masih perlu dilakukan observasi ketika nanti anak berumur
12-14 tahun yaitu pada saat gigi permanen telah erupsi semua, kecuali gigi molar 3.
KESIMPULAN
Perawatan gigitan silang dengan menggunakan dataran gigitan miring cekat dari akrilik
pada rahang bawah dapat dilakukan dari sejak periode gigi susu dengan hasil yang memuaskan.
Perawatan dengan alat ini mempunyai beberapa keuntungan: (1) pembuatannya mudah dan biaya
tidak mahal. (2) anak tidak kesulitan memakai karena dipasang secara cekat (3) tidak perlu
dilakukan perawatan khusus dirumah selain menjaga kebersihannya, (4) tidak perlu dilakukan
pengaktifan alat dan gigitan silang gigi depan dapat terkoreksi secara cepat, (5) walaupun tidak
menjamin tidak akan dilakukan perawatan ortodontik lagi dikemudian hari, setidak-tidaknya
perkembangan kearah kelainan skeletal yang lebih parah dapat dihindari.
DAFTAR PUSTAKA
1. Salzmannn JA. Orthodontics in Daily Practice, JB Lippincott Company, Philadelphia,1974; 211-
245.
2. Jirgensone I, Liepa A, dan Abeltins A. Anterior Crossbite Correction in Primary and Mixed
Dentition with Removable Inclined Plane (Bruckl Appliance). Stomatologija, BDMJ, 2008; 10 (4),
140-144.
3. Nakasima A, Ichinose M, Nakata S. Genetic and Inveronmental factors in Development of So-
called Pseudo and True Mesioclusions. Am J Orthod Denthofac Orthop, 1986; 90: 106-116.
4. Rabie ABM, Gu Y. Diagnostic Criteria for Pseudo Class III Malocclusion. Am J Orthod
Denthofac Ortho, 2000: 11: 1-9.
5. Nakasima A, Ichinose M dan Nakata S. Hereditary Factors in The Craniofacial Morphology of
Angle Class II and Class III Malocclusion. Am J Orthod Denthofac Ortho, 1982; 82:150-156.
6. Giancotti A, Masselli A, Mampieri G dan Spano E. Pseudo Class III Malocclusion Treatmenth
with Balter’s Bionator. JO, 2003; 30: 203-215.
7. Valentine F dan Howitt JW. Implications of early anterior crossbite correction, Journal of
Dentistry for Children, 1970; 37 (5) :420–427.
8. Bayrak S dan Tunc ES. Treatment of anterior dental crossbite using bonded resin-composite
slopes: case reports, European Journal of Dentistry2008; 2: 303–307.
9. Olsen CB. Anterior crossbite correction in uncooperative or disabled children. Case
reports, Australian Dental Journal, 1996; 41 (5): 304–309.
10. Dwijendra KS, Doifode D dan Nagfal D. Treatment option for a “Peg lateral” in crossbite : A
Case report,IJCD, 2011; 2 (2): 25-27.
11. Skeggs RM dan Sandler PJ, Rapid correction of anterior crossbite using a fixed appliance: a
case report,Dental Update, 2002, 29, (60): 299–302.
12. Lee BD. Correction of crossbite, Dental Clinics of North America, 1978; 22 (4): 647-668.
13. Melson B, Attina L, Santuari M dan Attena. Relationshps between swallow pattern, mode of
respiration and development of malocclusion, Angle Orthod, 1987; 57(2): 113-120.
14. Proffit WR , Fields HW, Ackerman JL, Bailey LTJ dan Tulloch JFC. Contemporary
Orthodontics, 3rd Edition, Mosby, St Louis, Misouri, USA, 2000; 24-113. 15. Asher RS, Kuster
CG, dan Erickson L. Anterior dental crossbite correction using a simple fixed appliance : Case
report. Pedeatr Dent. 1986; 8 (1): 53-55
15. Asher RS, Kuster CG, dan Erickson L. Anterior dental crossbite correction using a simple fixed
appliance : Case report. Pedeatr Dent. 1986; 8 (1): 53-55
16. Hesse K, Major P, Nebbe B dan Dunncan M. Align: Orthodontics imagine the posihbelities,
Website;http://www.alignortho.com/Portals/0/2x4%20AND%202x6%20APPLIANCE.pdf.
Diunduh pada 10 Okt. 2011.
Adobe Acrobat Reader 4.0 or higher is recommended to view these articles. If you do not currently have Adobe Acrobat Reader, click on the button to download your free copy of Acrobat Reader to view .pdf files.
Lihat Makalah Selanjutnya
Komponen Penjangkar pada Alat Ortodontik Lepasan
Penambahan Komponen Alat Cekat untuk Mengatasi Kesulitan pada Perawatan Ortodontik
Hubungan antara Pengukuran Inklinasi Gigi Insisivus Sentral Secara Linier pada Model Studi
Hubungan Status Gizi dan Dimensi Lengkung Gigi dengan Dimensi Bibir Atas
Pengaruh Konfigurasi Bentuk Bengkokan Kawat Ortodontik dalam Plat Akrilik
Perawatan Gigitan Silang Gigi Depan pada Gigi Susu dengan Dataran Giditan Miring Akrilik Cekat (Laporan Kasus)
DAFTAR PUSTAKA
Moyers, Robert R. 1973. Handbook Of Orthodontics, 4 th edition. YEAR BOOK MEDICAL
PUBLISHERS,.INC. London
Salzmann J. A. 1974. Othodontics in Daily Practice. J. B. Lippincott Company
Malik, Isnaniah. 1989. Maloklusi Kelas III Angle. Makalah disajikan dalam Seminar
Pendidikan Sp-1 Bidang Ortodonti, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Padjajaran,
Bandung, 1989.