pembuatan kernel U3O8 metode gelasi eksternal
-
Upload
islah-mukminati -
Category
Documents
-
view
109 -
download
18
description
Transcript of pembuatan kernel U3O8 metode gelasi eksternal
BAB III
DASAR TEORI
PEMBUATAN KERNEL U3O8 METODE GELASI EKSTERNAL
MENGGUNAKAN ZAT ADITIF PVA DAN PENSTABIL THFA
3.1. Uranium
Uranium adalah unsur dengan lambang U, nomor atom 92, termasuk dalam deret
aktinida, berupa logam putih keperakan. Uranium memiliki 92 proton dan 92
elektron, dan berelektron valensi 6. Inti uranium mengikat sebanyak 141 sampai
dengan 146 neutron, sehingga terdapat 6 isotop uranium. Isotop yang paling umum
adalah uranium-238 (146 neutron) dan uranium-235 (143 neutron). Semua isotop
uranium tidak stabil dan bersifat radioaktif lemah. Uranium memiliki bobot atom
terberat kedua di antara semua unsur-unsur kimia yang dapat ditemukan secara alami.
Massa jenis uranium kira-kira 70% lebih besar daripada timbal, namun tidak sepadat
emas ataupun tungsten. Uranium dapat ditemukan secara alami dalam konsentrasi
rendah, beberapa bagian per juta (ppm) dalam tanah, bebatuan, dan air.
Uranium yang dapat dijumpai secara alami adalah uranium-238 (99,2742%),
uranium-235 (0,7204%), dan sekelumit uranium-234 (0,0054%). Uranium meluruh
23
24
secara lambat dengan memancarkan partikel alfa. Umur paruh uranium-238 adalah
sekitar 4,47 milyar tahun, sedangkan untuk uranium-235 adalah 704 juta tahun.
Uranium-235 merupakan satu-satunya isotop unsur kimia alami yang bersifat fisil
(yakni dapat mempertahankan reaksi berantai pada reaksi fisi nuklir), sedangkan
uranium-238 dapat dijadikan fisil menggunakan neutron cepat. Selain itu, uranium-
238 juga dapat ditransmutasikan menjadi plutonium-239 yang bersifat fisil dalam
reaktor nuklir. Isotop uranium lainnya yang juga bersifat fisil adalah uranium-233,
yang dapat dihasilkan dari torium.
Di alam uranium terdapat dalam bentuk mineralnya. Agar dapat digunakan
sebagai bahan bakar reaktor nuklir, maka mineral dari uranium harus diolah terlebih
dahulu hingga diperoleh uranium yang memiliki tingkat kemurnian tinggi. Sebagai
bahan bakar reaktor nuklir, uranium yang dipakai adalah dalam bentuk oksidanya
yaitu UO2 . Senyawa uranium yang umum dikenal mempunyai ion UO22+.
Pembuatan bahan bakar uranium dipersiapkan dari bijih uranium melalui
beberapa tahap pengolahan (Abdul Latief, Bambang Galung S dan Marwoto
1987:117). Tahap pertama adalah pengolahan bijih uranium menjadi konsentrat
uranium yang biasa disebut yellow cake. Konsentrat uranium ini kemudian diekstrak
untuk menghilangkan pengotor-pengotornya (tahap pemurnian konsentrat uranium).
Tahap selanjutnya adalah pengendapan menjadi ammonium diuranat, kalsinasi
ammonium diuranat, reduksi U3O8, serta passivasi UO2 hasil reduksi. Tahap passivasi
25
UO2 ini dilakukan dengan cara mengalirkan gas nitrogen kedalam serbuk UO2, yang
berada dalam tempat tertutup dan dalam waktu tertentu. Tahap ini bertujuan untuk
mempertahankan perbandingan jumlah mol oksigen dengan jumlah mol uranium dari
UO2 hasil reduksi sehingga diperoleh UO2 yang mempunyai perbandingan mol O/U
stabil yaitu 2:1.
Konsentrat uranium hasil pengolahan bijih uranium selain mengandung oksida
atau campuran garam diuranat, juga masih mengandung unsur-unsur lain yang harus
dipisahkan karena unsur-unsur tersebut mempunyai penampang lintang serapan
neutron yang tinggi, misalnya unsur boron, kadmium dan torium.
Reaksi yang terjadi pada pengolahan bijih uranium (Bambang G.S, 1983:153-
155), diuraikan sebagai berikut:
1). Pelarutan konsentrat uranium
U3O8 (s) + 8 HNO3 (aq) 3 UO2(NO3)2 (aq) + 2 NO2 (g) + 4 H2O (l)
2). Ekstraksi pelarut memakai tributil pospat (TBP)
UO22+ (aq) + 2 NO3
- (aq) + 2 TBP UO2(NO3)2. 2TBP (aq)
3). Striping dengan HNO3 encer bertujuan untuk menarik keluar uranium yang
semula berada dalam fase organik menjadi fase cair.
26
UO2(NO3)2. 2TBP (org) + 2 HNO3 (aq) UO2(NO3)2 (aq) + 2TBP + 2
HNO3 (aq)
4). Reaksi pengendapan menjadi ammonium diuranat
a). UO2(NO3)2 (aq) + HNO3 (aq) + 3NH4OH (aq) UO2(OH)2 (s) +
3NH4NO3(aq) + H2O (l)
b). 2 UO2(OH)2 (s) + 2 NH4OH (aq) (NH4)2U2O7 (s) + 3 H2O (l)
5). Kalsinasi ammonium diuranat menjadi UO3 atau U3O8
a). (NH4)2U2O7 (s) 250-400˚ 2 UO3 (s) + 2 NH3 (g) + H2O (g)
b). UO3 (s) 1/3 U3O8 (s) + 1/6 O2 (g)
½ (NH4)2U2O7 (s) 1/3 U3O8 (s) + 1/6 O2 (g) + NH3(g) + ½ H2O (g)
6). Reduksi UO3 atau U3O8 menjadi UO2
a). UO3 (s) + H2 (g) 650-900˚ UO2 (s) + H2O (g)
b). 1/3 U3O8 (s) + H2 (g) 650-900˚ UO2 (s) + 2/3 H2O (g)
Senyawa-senyawa uranium yang memegang peranan penting dalam proses
pembuatan bahan bakar nuklir adalah senyawa uranil (terutama uranil nitrat dan
uranil klorida) dan senyawa uranat (terutama uranium diuranat). Uranium nitrat
27
(UO2(NO3)3) dapat dibuat dengan melarutkan logam uranium atau oksida-oksida
uranium dalam asam nitrat. Larutan uranil nitrat berwarna kuning kehijauan dan
bersifat asam karena adanya proses hidrolisis yang biasanya juga disertai dengan
pembentukan ion-ion polimer. Larutan uranil nitrat pekat dapat mengkristal
membentuk uranil nitrat hidrat [UO2(NO3)2.XH2O] yang mengandung dua sampai
enam molekul air tergantung pada konsentrasi asam nitrat dalam larutan.
3.2. Penggunaan UO2 Sebagai Bahan Bakar Reaktor Nuklir
Uranium dioksida (UO2) merupakan jenis bahan bakar nuklir yang paling banyak
digunakan saat ini. Jenis bakar ini terutama digunakan untuk jenis reaktor termal.
Dibawah ini contoh berbagai macam tipe reaktor dengan bahan bakar UO2
Tabel 3.1. Contoh tipe-tipe reaktor daya menggunakan UO2 sebagai bahan bakarnya
Tipe Moderator Pendingin Bahan Bakar Kelongsong Status
HWR D2O D2O/H2O Pellet UO2 Zircaloy Teruji
LWR H2O H2O Pellet UO2 Zircaloy Teruji
HTR Karbon He/CO2 Partikel UO2,UC2 Karbon Tipe Baru
FBR Na/He Pellet(U,Pu)O2 Besi-Baja Tipe Baru
Keterangan: HWR = Heavy Water Reactor
LWR = Light Water Reactor
28
HTR = High Temperatur Reactor
FBR = Fast Breder Reactor
Pembuatan elemen bahan nuklir dalam bahan bakar tipe HWR, BWR, PWR
dan reaktor pembiak cepat pada dasarnya sama. Tahap pabrikasinya terdiri
pembuatan pellet bahan bakar dalam bentuk keramik, yang terdiri dari UO2 (untuk
reaktor tipe baru kadang-kadang dicampur dengan PuO2) dan kemudian pellet ini
dimasukkan dalam tabung yang terbuat dari paduan logam tertentu, zircalloy atau
besi baja. Untuk RST/HTR, bahan dasarnya kernel UO2, (Th-U)O2, (U-Pu)O2 maupun
UC2. Kernel UO2 mempunyai beberapa kelebihan dantaranya tahan terhadap radiasi,
tetapi UO2 juga mempunyai kekurangan yaitu kemampuan daya hantar panas yang
rendah. RST merupakan reaktor yang dirancang untuk digunakan sebagai sumber
energi panas dan pembangkit listrik. HTR mempunyai suhu operasi normal yang
tinggi yaitu antara 1120˚C-1350˚C dan mampu menghasilkan energi panas sampai
950˚C.
Menurut Galkin, dkk (1966 : 19), oksida ini dapat diperoleh dari proses
reduksi oksida-oksida uranium yang lebih tinggi dalam lingkungan gas-gas inert,
dengan reaksi sebagai berikut:
UO3(s) + H2 (g) UO2(s) +H2O(g)
1/3 U3O8 (s) + 2/3 H2 (g) UO2 (s) +2/3 H2O(g)
29
Suryana (1995:5-6) melaporkan bahwa, UO2 yang digunakan sebagai bahan
bakar nuklir secara umum harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. Bahan yang dipergunakan harus memiliki kemurnian tinggi
2. Perbandingan stoikiometri O/U harus tepat 2,00 karena pada kondisi ini UO2
memiliki konduktivitas panas yang paling tinggi
3. Kerapatannya harus tinggi mendekati kerapatan teoritis UO2 (10,96 g/ml), pada
kondisi ini UO2 mempunyai konduktifitas panas, elastisitas dan perilaku
dimensional (dimensional behavior) yang paling baik
4. Porositas butiran bahan bakar harus merata dan berukuran antara 1-10 µm, karena
porositas berkaitan erat dengan kerapatan UO2 dan perilaku dimensional bahan
dalam reaktor.
5. Permukaan bahan bakar harus halus dan tidak ada retakan atau serpihan
6. Kandungan bahan fisil (pengkayaan = enrichment) berkisar antara 1-6 % berat
U235 tergantung pada jenis reaktornya
Uranium dengan pengkayaan sekitar tiga persen digunakan sebagai bahan
bakar dalam bentuk senyawa uranium dioksida. Serbuk UO2 ini dikompakkan
menjadi bentuk pil melalui proses “Cold Processing” dan “sintering”. Agar diperoleh
berat jenis yang mendekati harga teori, pil-pil ini disusun dalam tabung dari zircaloy-
30
4 yang dilas rapat pada kedua tutup ujungnya, membentuk sebuah bahan bakar
(Marsongkohadi dkk, 1978 : 326). Disamping itu, ada elemen bahan bakar yang
berbentuk bola bulat dengan proses cetak dingin dari partikel berlapis (kernel UO2
sebagai intinya) dan bahan matrik grafit yang dicampur dengan bahan pengikat.
Pencetakan dilakukan pada tekanan tertentu, kemudian dipanaskan untuk membentuk
bola elemen bakar (Busron Masduki dan Wardaya, 1994 : 1819).
3.3. Reaktor Suhu Tinggi (HTGR-High Temperature Gas Cooled Reactor)
Reaktor suhu tinggi merupakan salah satu reaktor yang sangat menguntungkan
(sangat ekonomis dan memiliki keselamatan yang handal, sampah yang dihasilkan
minimal) dan memungkinkan untuk dibangun di Indonesia terutama di daerah-daerah
terpencil yang membutuhkan energi listrik tidak begitu besar (50-490 MWE). Selain
menghasilkan listrik, panas tinggi yang dihasilkan sebagai hasil samping pada
operasi HTR dapat digunakan untuk industri kimia yang lain, misalnya untuk
desalinasi air laut, gasifikasi batubara, produksi hidrogen, maupun proses industri
kimia lain yang memerlukan panas.
Berbagai macam tipe HTR telah banyak dibangun di dunia antara lain HTR-
10, HTR-500, THTR-300, dan HTGR-1160. Dengan berbagai variasi daya antara 10-
3000 MW. Contoh desain reaktor HTGR disajikan dalam Gambar 3.1.
31
Gambar 3.1. Skema HTR dengan desain pebble bed
Di berbagai negara, HTR dengan berbagai tipe dan elemen bakarnya bisa
berupa partikel berlapis ( dengan lapisan BISO maupun TRISO coated particle) yang
dipres menjadi bentuk bola dalam matrik grafit atau dipres dengan desain blok
prismatik. Partikel berlapis adalah kernel yang dilapisi dengan SiC dan PyC atau
ZrC. Lapisan tersebut terutama berfungsi untuk menahan tekanan maupun hasil fisi
yang dihasilkan saat reaktor beroperasi. Inti partikel berlapis bisa berupa kernel UO2,
campuran (Th-U)O2, uranium karbida atau campuran (U-Pu)O2 . Gambar 3.2.
dibawah ini menunjukan bentuk bahan bakar Pebble bed dan prismatik.
32
Gambar 3.2. Tipe bahan bakar untuk reaktor HTGR
Elemen bahan bakar yang digunakan pemerintah USA dan Jepang adalah
bentuk prisma hexagonal (blok prismatik), sedangkan di Jerman, Afrika Utara dan
Cina menggunakan bahan bakar bentuk bola (Pebble bed). (Kyung-Chai Jeong,et al.
2007).
Gambar 3.3. Bentuk elemen bahan bakar pebble bed (triso)
33
Desain pebble bed banyak digunakan karena mempunyai keuntungan lebih
ekonomis, dengan daya yang sama, suhu elemen bakar 200ºC lebih rendah dari
bentuk prismatik. Secara garis besar, proses pembuatan elemen bakar HTR bentuk
bola dengan inti kernel UO2, (Th-U)O2, UCO maupun (U-Pu)O2 dapat dibagi menjadi
3 tahap yaitu pembuatan kernel, pelapisan kernel dan pembentukan elemen bakar
bentuk bola dalam matrik grafit.
3.4. Pembuatan Kernel UO2
Kernel merupakan bagian terdalam dari partikel berlapis yang berbentuk bulat.
Proses pembuatan bahan bakar kernel UO2 secara umum dapat dibagi menjadi dua
yaitu: Proses kimia kering (dry chemical process) dan proses kimia basah (wet
chemical process). Proses kimia kering memakai serbuk sebagai umpan, sedangkan
proses kimia basah memakai umpan berupa larutan garam uranil dengan konsentrasi
tinggi atau sol uranium oksida hidrat.
Pada pembuatan kernel dengan proses kimia kering (granulasi), merupakan proses
granulasi dengan menggunakan “disk” (piringan) yang diputar. Proses ini merupakan
proses granulasi terbaik untuk pembuatan kernel dari bahan awal berbentuk serbuk
UO2 atau U3O8 atau campurannya dengan ThO2 digiling, ditambahkan serbuk karbon.
Campuran ini lalu dilekatkan dalam serbuk grafit dan dipanaskan pada suhu 2550 ºC
hingga melebur untuk membentuk karbida. Kernel oksida uranium atau oksida
uranium-thorium diperoleh dengan menghilangkan karbon. Proses selanjutnya adalah
34
sintering dalam suasana H2 atmosferis pada suhu 1700 ºC. Kernel yang diperoleh
mempunyai kerapatan maksimal 90% kerapatan teoritis. (Kerapatan teoritis UO2 =
10.9 g/mL) ( Busron Masduki dan Wardoyo, 1994).
Untuk pembuatan kernel dengan proses kimia basah, digunakan larutan atau sol
sebagai umpan. Umpan merupakan campuran dari ADUN yang sudah di
prenetralisasi, yang ditambahkan dengan aditif kemudian diteteskan ke dalam kolom
berisi medium dan akan berubah menjadi gel yang stabil. Proses dilanjutkan dengan
pencucian, pengeringan, kalsinasi dan sintering. Kernel yang diperoleh dengan proses
kimia basah mampu mempunyai ρ maksimal : 95%- 98% ρ teori.(Nickel 1970 : 3-4)
Proses pembuatan kernel dengan proses kimia basah menggunakan umpan
larutan uranil nitrat UO2(NO3)2. Dalam proses gelasi eksternal yaitu gelasi karena
adanya dehidrasi pada butiran, larutan uranil nitrat diubah menjadi sol UO2.
Keuntungan pembuatan kernel uranium dengan proses sol-gel antara lain
kemurnian tinggi dan temperatur prosesnya rendah. Larutan uranil nitrat di
prenetralisasi terlebih dahulu untuk memastikan tercapai derajad keasaman yang
diinginkan. Prenetralisasi dilakukan dengan penambahan ammonia, kemudian
dilanjutkan penambahan aditif organik (PVA dan THFA). (Kyung-Chai Jeong, et al.
2007).
Skema proses pembuatan UO2 disajikan pada gambar 3.4.
35
Uranium oxide Off gas
Nitric Acid
Organic additives
Amonium hidroxyde Amonium hydroxide
Washing agents Washing agents
Off gas
R
Gambar 3.4. Skema proses pembuatan UO2
3.5. Pembuatan Larutan Uranil Nitrat
Larutan uranil nitrat dapat diperoleh dengan melarutkan oksida uranium dalam
asam nitrat (HNO3). Supardi (1977: 7-8 ) melaporkan reaksi pembuatan uranil nitrat
sebagai berikut:
Uranium solution
preparation
Heat treatment
Calcining, sintering
Kernel formation, washing and
drying
Sleving sorting, Quality Control
Product
To kernel coating
Building ventilation
.Stack
.HEPA filter
.Scruber
Uranium Recovery
Recycle
Waste
36
2 U3O8(s) + 14 HNO3(aq) 6 UO2(NO3)2(aq) + NO2(g) +NO(g)+ 4H2O(l)
UO2(s) +4 HNO3(aq) UO2(NO3)2(aq) + 2 NO2(g) +2H2O(l)
Pelarutan oksida uranium dalam asam nitrat berjalan eksotermis, meskipun
demikian diperlukan panas dari luar untuk memulai reaksi. Laju reaksi pelarutan
meningkat seiring dengan peningkatan suhu , tetapi suhu diatas 70˚C harus dihindari
karena mengakibatkan penurunan kelarutan uranium nitrat. Suhu pelarutan optimal
berkisar antara 50-60˚C sehingga proses pendinginan perlu dilakukan untuk
mengatasi panas yang berlebihan (Haas,P.A.;Begovich,J.M.;Ryon,D.Dan
Vavruska,J.S:13)
Pelarutan berlangsung sempurna bila asam nitratnya mempunyai konsentrasi
tinggi, tetapi umpan gelasi membatasi jumlah nitrat dan dikehendaki larutan uranil
nitrat yang defisien asam (ADUN).
Menurut Haas dkk, (1979 : 16), larutan ADUN secara sederhana dapat
didefinisikan sebagai suatu sistem yang terdiri dari UO3, HNO3 dan H2O sehingga
perbandingan NO3-/U ≤ 2 atau UO3, UO2(NO3)2 dan H2O. Suatu sistem larutan yang
terdiri dari UO2(NO3)2 dan H2O belum dapat disebut ADUN karena secara teoritis
perbandingan NO3-/U ≥ 2. Secara tepatnya, larutan ADUN adalah larutan uranil nitrat
yang kekurangan asam dan dapat dituliskan sebagai UO2(OH)X(NO3)2-X dengan X
antara 0,3-0,5.
Larutan ADUN dapat dibuat dengan dua cara yaitu: pelarutan oksida-oksida
uranium dalam HNO3 dan proses denitrasi (penghilangan nitrat) larutan uranil nitrat.
Proses denitrasi larutan uranil nitrat dapat dilakukan dengan beberapa metode yaitu
37
ekstraksi pelarut, penambahan larutan NH3 ke dalam larutan uranil nitrat, penguapan
vakum, dan denitrasi menggunakan uap air panas.
Pada penelitian ini dilakukan pembuatan ADUN melalui pelarutan oksida
uranium dalam HNO3, yaitu melarutkan oksida uranium (UO3) dalam larutan HNO3
dengan konsentrasi dan volume tertentu. Pelarutan dilakukan dengan penambahan
sedikit demi sedikit serbuk UO3 ke dalam HNO3, sambil diaduk. Dalam pelarutan
tersebut, suhu dijaga antara 50-60˚C, suhu dibawah 50˚C mengakibatkan
terbentuknya banyak nitrit dalam larutan. Sedang suhu diatas 60˚C menyebabkan
terbentuknya endapan putih yang sukar larut dalam larutan ADUN
3.6. Pembuatan Umpan Gelasi (Larutan sol)
Pembuatan kernel UO2 melalui proses sol – gel dengan menggunakan umpan
berupa sol urania. Menurut Turner .. sol didefinisikan sebagai suatu dispersi partikel-
partikel zat padat dalam medium cair. Partikel-partikel zat padat tersebut berukuran
antara 1-5000nm, sehingga dapat bergerak secara acak sesuai gerak Brown dalam
medium cair tanpa mengendap. Berdasarkan proses pembentukan partikel koloid,
pembuatan sol dapat digolongkan menjadi dua yaitu dispersi dan kondensasi.
Pembuatan sol dengan proses kondensasi didasarkan pada penggabungan partikel-
partikel terlarut dalam larutan membentuk suatu partikel berukuran lebih besar yang
masih dapat terdispersi dalam larutan . Dialisis, pertukaran ion, ekstraksi pelarut dan
netralisasi merupakan contoh pembuatan sol dengan proses kondensasi. Pembuatan
38
sol urania berdasarkan proses kondensasi dilakukan dengan cara mengekstraksi
larutan U(IV) nitrat menggunakan pelarut organik (alkohol atau amina alifatik
berantai panjang). Pada proses ekstraksi tersebut, asam nitrat akan terekstrak dari
larutan dan pertumbuhan kristal uranium (IV) oksida akan terjadi.
Pada penelitian Pembuatan Kernel U3O8 Metode Gelasi Eksternal Mengunakan
Zat Aditif PVA dan Penstabil THFA ini, pembuatan sol dilakukan dengan proses
dispersi berdasarkan pada pemecahan partikel berukuran besar (endapan) menjadi
partikel-partikel berukuran koloid. Pembuatan sol urania dengan proses disperse
diartikan dengan pelarutan UO3 maupun U3O8 dalam HNO3 atau mereduksi larutan
uranil nitrat dengan reduktor tertentu, kemudian larutan U(IV) nitrat yang diperoleh
diendapkan dengan penambahan sedikit larutan HCl atau HNO3. Larutan HNO3 atau
HCl tersebut berfungsi memutuskan ikatan antar partikel dalam endapan sehingga
endapan terdispersi menjadi partikel koloid. Pembuatan sol urania secara dispersi
dilakukan dengan cara melarutkan UO3 atau U3O8 dalam HNO3, dengan suhu
pelarutan antara 50-60 ˚C, sehingga diperoleh ADUN( Acid Deficient Uranil nitrate).
Larutan sol atau umpan gelasi merupakan campuran dari larutan ADUN yang
telah dilakukan prenetralisasi dengan ammonia hingga mencapai pH tertentu, PVA ,
dan THFA. Larutan umpan ini merupakan koloid dengan cara pembuatan secara
dispersi, dimana pendispersinya merupakan zat aditif dan fase terdispersinya
merupakan oksida uranium dalam uranil nitrat, proses ini disebut peptisasi. Larutan
uranil nitrat (ADUN) dan PVA merupakan dua cairan yang tidak saling campur saat
disatukan dalam bejana, disinilah diperlukan pemanasan hingga kurang lebih 70˚C
39
serta THFA untuk menstabilkan larutan umpan disetiap proses. Pada pencampuran ini
terbentuk emulsi, yang jika didiamkan dalam waktu yang lama akan terbentuk dua
lapisan. Larutan sol ini memiliki sifat liofil atau suka air, hal ini dapat dilihat dari
sifat-sifatnya antara lain mantap (stabil), mengandung zat organik, kekentalan tinggi,
tidak menunjukkan gerakkan brown, kurang menunjukkan efek tyndall, umumnya
dapat dibuat gel dan umumnya dibuat dengan metode dispersi
Menurut Kyung-Chai Jeong, et al. (2007), penyiapan kernel dimulai dengan
melarutkan serbuk uranium oksida dalam asam nitrat. Uranium trioksida dipilih
sebagai materi dasar, karena larutan UN masih sedikit asam, maka dilakukan
prenetralisasi dengan larutan ammonia hingga mencapai pH tertentu sebelum
presipitasi. Prenetralisasi mempengaruhi solidifikasi selama proses gelasi. PVA
ditambahkan untuk mengatur viskositas larutan dan menstabilkan bentuk kebulatan
dari butiran gel. Disini THFA diperlukan sebagai aditif untuk menghindari berbagai
kerusakan yang disebabkan oleh penyusutan partikel komponen ADU selama gelasi
dalam larutan ammonia, aging dan pencucian.
Gambar 3.4. dan 3.5. menunjukkan serbuk uranium oksida dan larutan uranil
nitrat.
40
Gambar 3.5. Serbuk Uranium oksida (UO3) Gambar 3.6. Larutan uranil nitrat
3.7. Proses Gelasi
Gelasi didefinisikan sebagai proses perubahan suatu tetesan sol (larutan umpan )
yang bergerak bebas dalam suatu medium cair menjadi butiran gel dengan ukuran
tertentu. Proses gelasi dibagi menjadi dua, yaitu gelasi internal dan gelasi eksternal.
Pada proses gelasi internal gelasi terjadi akibat adanya reaksi kimia pada butiran,
dengan adanya kenaikan suhu maka terjadilah pengendapan logam berat. Umpan
berupa sol urania seperti pada proses KFA (Jerman) maupun larutan ADUN pada
proses KEMA (Belanda ) dan ORNL (Amerika). Pada proses ini, larutan ADUN atau
sol urania ditambahkan urea dan HMTA (heksametilen tetramin, C6H12N4) pada suhu
0-10˚C. Urea berfungsi membentuk senyawa kompleks uranil urea yang dapat larut
dalam air dan untuk mencegah terjadinya komplek uranil nitrat HMTA yang tidak
larut dalam air. Larutan umpan tersebut kemudian diteteskan dalam larutan medium
organik panas. Medium organik yang sering digunakan dalam gelasi ini antara lain:
paraffin cair, silikon cair, CCl4, 2-etil heksanol dan trikloroetilen. Kelebihan proses
41
gelasi internal antara lain proses gelasi yang berlangsung cepat dan diperoleh partikel
dengan diameter 10 µm sampai dengan 1500 µm. Kekurangan dari proses gelasi
internal antara lain memerlukan kolom medium yang panjang antara 2-3 m, kolom
berisi medium dengan suhu yang tinggi, sehingga cukup berbahaya.
Adapun proses gelasi eksternal banyak dikembangkan untuk membuat kernel
ThO2 atau campuran ThO2 dan UO2. Prinsip gelasi eksternal berdasarkan difusi NH3
ke dalam tetesan sol sehingga sol mengendap dan membentuk butiran gel. Sol dibuat
dengan cara melarutkan uranil nitrat (ADUN) yang telah diprenetralisasi dengan
ammonia, dalam PVA dan THFA dengan magnetik stirrer, disertai pemanasan.
Pengendapan gel dilakukan dengan meneteskan sol kedalam kolom yang berisi gas
dan larutan NH3 pekat. Saat tetesan sol melewati gas NH3 maka gas NH3 akan
terdifusi ke dalam permukaan sol sehingga permukaan sol mengeras dan terbentuk
butiran. Aditif yang biasa digunakan dalam proses ini antara lain: methocel, THFA,
PVA dan SPAN-80. Pembuatan gel dengan proses gelasi eksternal yang telah
dilakukan antara lain proses SNAM dan proses emulsifikasi NUKEM. Keseluruhan
proses sol gel untuk prosedur pembuatan kernel, menggunakan presipitasi UO22+
dalam larutan UO2(NO3)2 dengan NH3 untuk menghasilkan partikel komponen ADU
yang berbentuk butiran gel mikrosperis.
Proses gelasi eksternal menggunakan teknologi sol-gel menghasilkan produk
dengan kualitas tinggi, perlakuan suhu rendah serta kontrol komponen yang mudah
(Kyung-Chai Jeong, et al. 2007). Kelebihan proses gelasi eksternal antara lain mudah
dalam penyiapan umpan awal, proses gelasi dilakukan pada suhu kamar, tidak
42
memerlukan penambahan zat kimia tertentu pada larutan umpan untuk membantu
terjadinya proses gelasi. Kekurangan proses gelasi eksternal antara lain waktu yang
dibutuhkan lama, gel yang dihasilkan kurang stabil karena mudah berubah menjadi
sol (peptisasi) jika terkena air, sulit untuk menghasilkan kernel dengan ukuran kurang
dari 800µm, serta tidak mampu menghilangkan sisa nitrat pada butiran gel, sehingga
menyebabkan keretakan pada proses pemanasan lebih lanjut. Gambar 3.7.
menunjukkan diagram alir untuk preparasi bahan bakar kernel UO2 .
Gambar 3.7. Diagram alir untuk preparasi bahan bakar HTGR
43
3.8. Proses Perendaman dan Pencucian
Tujuan perendaman adalah menyempurnakan proses gelasi agar terjadi
pertumbuhan butir sehingga diperoleh gel yang cukup stabil. Pencucian bertujuan
untuk menghilangkan medium gelasi dari permukaan gel, menghilangkan sebagian
besar nitrat, sisa-sisa bahan aditif yang ditambahkan pada umpan gelasi dan hasil
samping dari proses gelasi di dalam gel serta untuk menyempurnakan proses
hidrolisis uranium pada gel. Untuk proses gelasi yang menggunakan bahan organik
sebagai medium gelasi, proses pencucian dapat dilakukan dengan pelarut organik
yang mudah menguap. Pelarut organik yang biasa digunakan antara lain: CCl4,
Isopropil alkohol, aseton, dan heksana. Sebelum pencucian, gel memiliki rumus
umum: UO2(NO3)Y(OH)2-Y.H2O sedangkan setelah pencucian mempunyai rumus
umum UO2(OH)2.2H2O.
Pencucian dan perendaman gel dengan NH4OH encer dapat menyempurnakan
proses hidrolisis uranium dan dapat memperbaiki kualitas kernel yang dihasilkan.
3.9. Proses Pengeringan
Butiran gel uranium yang telah dicuci dikeringkan pada suhu 100˚C, pengeringan
dilakukan secara bertahap untuk menghindari keretakan selama pengeringan.
Menurut Haas, dkk(1979:38), pencucian ini bertujuan untuk menghilangkan
medium organik yang menempel pada permukaan gel, menghilangkan sebagian besar
nitrat, dan sisa-sisa bahan aditif yang ditambahkan pada umpan gelasi.
44
Medium gelasi yang menempel pada permukaan gel harus dihilangkan karena
dapat mengganggu pada proses pengeringan dan pemanasan. Medium organik
mempunyai titik didih tinggi (lebih dari 100˚C) dapat menutupi pori-pori pada
permukaan gel, sehingga menghambat penguapan air dan zat-zat volatil yang tidak
dibutuhkan dari dalam butiran serta dapat menyebabkan keretakan butiran gel pada
proses pemanasan.
Bambang Herutomo (1998:27) menyatakan bahwa laju pemanasan pada
proses pengeringan perlu dioptimasi. Jika laju pemanasan terlalu tinggi, dapat
menyebabkan keretakan gel karena penguapan air dan bahan volatil lain dalam
butiran gel terlalu cepat, sedangkan jika laju pemanasan terlalu lambat dapat
menyebabkan pengerutan (shrinkage) butiran gel dan penutupan pori sehingga dapat
mengganggu jalannya proses selanjutnya. (Abdel Halim dkk, 1987:1072) menyatakan
bahwa proses pengeringan yang baik dilakukan pada laju pemanasan 5˚C/menit. Pada
penelitian ini, dilakukan sampai tahap kalsinasi saja.
3.1.0. Kalsinasi
Salah satu proses yang penting dalam pembuatan bahan bakar kernel UO2 adalah
kalsinasi. Kalsinasi merupakan suatu bentuk perlakuan panas suhu tinggi. Dalam
proses sol-gel emulsifikasi NUKEM, kalsinasi dapat diartikan sebagai suatu proses
pemanasan butiran gel uranium-PVA-NH3 (U-PVA-NH3) hingga terbentuk senyawa
uranium oksida (U3O8). Dalam rangkaian pembuatan bahan bakar kernel UO2,
45
kalsinasi dilakukan sebelum proses reduksi dan dilakukan dalam atmosfer udara.
Tujuan dari kalsinasi adalah untuk menghilangkan semua zat yang tidak dibutuhkan
dari dalam butiran gel (senyawa non uranil) serta untuk membentuk kernel U3O8
(Herhadi dkk, 2007).
3.1.1. Reduksi
Proses ini bertujuan mengubah U3O8 menjadi UO2. U3O8 perlu diubah menjadi
UO2 karena lebih stabil pada suhu tinggi, serta memiliki kerapatan tinggi, sesuai
untuk bahan bakar nuklir. Proses ini dilakukan dalam tungku reduksi dalam
lingkungan gas H2. Reduksi berlangsung kurang lebih selama 2 jam pada suhu 800-
900˚C. Suhu yang terlalu tinggi memungkinkan terjadinya pelelehan sehingga dapat
menutup pori-pori. Prosesnya sangat dipengaruhi oleh suhu , tekanan parsial, zat
reduktor, komposisi dan sifat-sifat fisis dari oksida asal. Proses reduksi meliputi
proses kimia yaitu reduksi U3O8 menjadi UO2 dengan reaksi:
1/3 U3O8 (s) + 2/3 H2(g) UO2 (s) + 2/3 H2O (g)
3.1.2. Sintering
Sintering yaitu pemanasan pada suhu mendekati titik leleh UO2 yang bertujuan
untuk menaikkan kerapatan dan memperbaiki sifat fisik butiran kernel UO2. Dari
proses ini diharapkan diperoleh kernel UO2 dengan kerapatan tinggi mendekati
kerapatan teoritisnya.
46
Herutomo( 1998:27) melaporkan bahwa kerapatan kernel yang dihasilkan
dipengaruhi oleh laju pemanasan dan lama proses sintering.
Proses sintering harus bebas dari O2 supaya tidak terjadi oksidasi. Biasanya mikro
butiran UO2 dimasukkan ke dalam furnace yang terus menerus dialiri gas H2 dan
dipanaskan pada suhu tinggi (1100-1800˚C). Setelah proses sintering akan diperoleh
kernel UO2 tersinter.
3.1.3. Karakterisasi
3.1.3.1. Penentuan Kerapatan U3O8 Menggunakan Piknometer
Penentuan kerapatan dapat dilakukan dengan alat autopiknometer maupun
piknometer. Pada penelitian ini, digunakan piknometer untuk mengukur kerapatan
sejati.
Ada beberapa macam kerapatan, padatan maupun serbuk, karena adanya
perbedaan struktur mikro. Kerapatan tersebut antara lain kerapatan sejati, rapat curah,
dan rapat goyang. Pada penelitian ini, digunakan kerapatan sejati.
Rapat sejati merupakan perbandingan massa terhadap volume yang ditempati oleh
massa tersebut. Rapat sejati ditentukan dengan mengukur banyaknya zat cair yang
dipindahkan bila padatan tersebut dimasukkan ke dalam zat cair yang inert.
Metode analisis untuk penentuan rapat sejati zat padat menggunakan piknometer
didasarkan pada penetrasi cairan ke dalam seluruh ruangan kosong. Cairan yang
digunakan harus inert dengan zat padat yang dapat ditentukan rapat sejatinya. Sebagai
47
contoh, untuk uranium dioksida digunakan CCl4 atau aseton. Pada penelitian ini
digunakan CCl4 untuk mengukur kerapatan U3O8.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi besarnya hargan rapat sejati padat
dengan menggunakan cairan antara lain:
1) Banyaknya pori-pori
Serbuk yang memiliki pori-pori lebih banyak akan mempunyai sifat rapuh.
Keadaan ini ditunjukkan oleh nilai rapat sejati yang rendah. Sebaliknya, serbuk
dengan jumlah pori-pori yang sedikit akan mempunyai nilai rapat sejati yang tinggi
dan bersifat mampat.
2) Waktu kontak serbuk dengan cairan
Selama analisis akan terjadi kontak antara serbuk dengan cairan. Makin lama
waktu kontak antara serbuk dengan cairan maka kesempatan cairan untuk
berpenetrasi akan lebih sempurna, tetapi keadaan ini akan mencapai titik
optimumnya, yaitu penambahan waktu kontak, nilai rapat sejati tidak dapat
mengalami perubahan lagi.
3) Macam cairan penetrasi
Macam cairan akan berpengaruh terhadap kemampuan cairan untuk masuk ke
dalam pori-pori. Makin ringan cairannya, akan memberikan waktu penetrasi yang
48
lebih singkat. Oleh karena itu sebaiknya digunakan cairan yang ringan. Kerapatannya
dapat dihitung setelah massa dan volume sampel diukur dengan rumus sebagai
berikut:
ρ Kernel = (1)
dengan:
a : volume piknometer
b :Berat kernel atau gel
c : volume kloroform
3.1.3.2. Analisis Kebulatan Kernel Menggunakan Mikroskop Optik
Untuk melihat kebulatan kernel (sphericity) digunakan mikroskop optik,
perbesaran yang digunakan adalah 40 kali.
Mikroskop (bahasa Yunani: micros = kecil dan scopein = melihat) adalah
sebuah alat untuk melihat objek yang terlalu kecil untuk dilihat dengan mata kasar.
Ilmu yang mempelajari benda kecil dengan menggunakan alat ini disebut mikroskopi,
dan kata mikroskopik berarti sangat kecil, tidak mudah terlihat oleh mata.
Struktur mikroskop
Ada dua bagian utama yang umumnya menyusun mikroskop, yaitu:
49
1. Bagian optik, yang terdiri atas kondensor, lensa objektif, dan lensa okuler.
2. Bagian non-optik, yang terdiri atas kaki dan lengan mikroskop, diafragma, meja
objek, pemutar halus dan kasar, penjepit kaca objek, dan sumber cahaya.
Perbesaran
Tujuan mikroskop cahaya dan elektron adalah menghasilkan bayangan dari benda
agar menjadi lebih besar. Pembesaran ini tergantung pada berbgai faktor, diantaranya
titik fokus kedua lensa( objektif f1 dan okuler f2, panjang tubulus atau jarak(t) lensa
objektif terhadap lensa okuler, dan yang ketiga adalah jarak pandang mata
normal(sn). Rumus:
(2)
Sifat bayangan
Baik lensa objektif maupun lensa okuler keduanya merupakan lensa cembung.
Secara garis besar lensa objektif menghasilkan suatu bayangan sementara yang
mempunyai sifat semu, terbalik, dan diperbesar terhadap posisi benda mula-mula, lalu
yang menentukan sifat bayangan akhir selanjutnya adalah lensa okuler. Pada
mikroskop cahaya, bayangan akhir mempunyai sifat yang sama seperti bayangan
sementara, semu, terbalik, dan lebih lagi diperbesar. Pada mikroskop elektron
bayangan akhir mempunyai sifat yang sama seperti gambar benda nyata, sejajar, dan
50
diperbesar. Jika seseorang yang menggunakan mikroskop cahaya meletakkan huruf A
di bawah mikroskop, maka yang ia lihat adalah huruf A yang terbalik dan diperbesar.
Gambar 3.8 menunjukan mikroskop digital dan Gambar 3.9 menunjukkan Mikroskop
optik.
Gambar 3.8. Mikroskop digital Gambar 3.9. Mikroskop optik