PEMBINAAN ETIKA BERPAKAIAN ISLAMI BAGI SISWA …digilib.uin-suka.ac.id/12627/1/BAB I, IV, DAFTAR...
Transcript of PEMBINAAN ETIKA BERPAKAIAN ISLAMI BAGI SISWA …digilib.uin-suka.ac.id/12627/1/BAB I, IV, DAFTAR...
-
i
PEMBINAAN ETIKA BERPAKAIAN ISLAMI BAGI SISWA
MUSLIM DI SMA N 1 SLEMAN
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta
Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana
Strata Satu Pendidikan Islam
Disusun Oleh:
Siti Romdlonatuzzulaichoh
NIM. 10470049
JURUSAN KEPENDIDIKAN ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2014
-
vi
MOTTO
Artinya: Hai anak Adam, Sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu
pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. dan pakaian
takwa Itulah yang paling baik. yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-
tanda kekuasaan Allah, Mudah-mudahan mereka selalu ingat
(Q.S Al-ARaf:26 )1
1 Departemen Agama RI, Alliy Al-Quran dan Terjemah (Bandung: Diponegoro, 2005), hal. 224.
-
vii
PERSEMBAHAN
Dengan Setulus Hati
Skripsi ini Penulis Persembahkan Kepada:
Almamater Tercinta Jurusan Kependidikan Islam
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga
Yogyakarta
-
viii
KATA PENGANTAR
.
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Ilahi Rabbi, Allah SWT. yang telah
melimpahkan rahmat dan nikmat-Nya yang tidak terhitung banyaknya. Shalawat
dan salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad
SAW, yang telah menuntun manusia kepada jalan yang lurus.
Skripsi ini berjudul Pembinaan Etika Berpakaian Islami Bagi Siswa
Muslim di SMA N 1 Sleman. Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini
tidak dapat terwujud tanpa bantuan, bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak,
oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan terimakasih
kepada:
1. Prof. Dr. H. Hamruni, M.Si Selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan
Keguruan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang telah memberi penulis
bekal ilmu.
2. Dra. Hj. Nurrohmah M.Ag Selaku Ketua Jurusan Kependidikan Islam
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
yang telah memberikan motivasi dan pengarahan selama penyusunan
skripsi.
3. Drs. Misbah Ulmunir, M.Si selaku sekretaris Jurusan Kependidikan Islam
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
yang telah memberikan petunjuk dalam penyusunan skripsi.
4. Dr. Subiyantoro M.Ag. selaku Pembimbing yang selalu sabar memberikan
arahan, masukan dan motivasi disela-sela kesibukannya guna
-
ix
terselesaikannya skripsi ini. Sibawaihi, M.Ag, M.A selaku penguji I dan
Zainal Arifin, M.S.I selaku penguji II yang telah berkenan memberi
bimbingan untuk penyempurnaan skripsi ini.
5. Segenap Dosen dan Karyawan Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan UIN
Sunan Kalijaga Yogyakarta yang telah memberikan bekal ilmu.
6. Dra. Hermintarsih selaku Kepala Sekolah SMA N 1 Sleman beserta guru
SMA N 1 Sleman, segenap staf karyawan SMA N 1 Sleman dan siswa-
siswa SMA N 1 Sleman yang telah memberi ijin untuk melaksanakan
penelitian dan bersedia meluangkan waktunya membantu penulis selama
menyelesaikan penelitian.
7. Ayah dan Ibu tercinta yang tak pernah lelah memberikan doa, nasehat dan
bantuan secara meterial penulis untuk menjadi manusia yang lebih baik.
Mbak Yah dan Gus Sayyid yang selalu memberikan semangat, tawa, dan
doa.
8. Sahabat-sahabat terbaik yang memberikan motivasi, bantuan, kritik dan
saran.
9. Semua pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini.
Semoga amal baik yang telah dicurahkan dapat diterima di sisi
Allah, dan mendapat rahmat-Nya dengan iringan doa, jazkumullh
ahsana al-jaz aamiin,
Yogyakarta, 29 Maret 2014
Penulis
Siti Romdlonatuzzulaichoh
-
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................. i
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN...................................................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................................ iii
HALAMAN PERSETUJUAN KONSULTASI ......................................................... iv
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................................... v
HALAMAN MOTTO ................................................................................................ vi
HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................................ vii
HALAMAN KATA PENGANTAR .......................................................................... viii
HALAMAN DAFTAR ISI ........................................................................................ x
DAFTAR TABEL ..................................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................. xiii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................. xiv
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN ....................................................... xv
HALAMAN ABSTRAK ............................................................................................ xx
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................................ 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................... 11
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ................................................... 11
D. Telaah Pustaka ............................................................................... 12
E. Kerangka Teori .............................................................................. 15
F. Metodologi Penelitian .................................................................... 31
G. Sistematika Pembahasan ................................................................ 38
-
xi
BAB II GAMBARAN UMUM SMA N 1 SLEMAN
A. Letak Geografis ............................................................................. 40
B. Sejarah Singkat SMA N 1 Sleman ................................................. 41
C. Visi, Misi dan Tujuan SMA N 1 Sleman ....................................... 43
D. Struktur Organisasi SMA N 1 Sleman ........................................... 49
E. Sarana dan Prasarana SMA N 1 Sleman ........................................ 56
BAB III PEMBINAAN ETIKA BERPAKAIAN ISLAMI BAGI SISWA
MUSLIM DI SMA N 1 SLEMAN
A. Etika Berpakaian Islami Bagi Siswa Muslim di SMA N 1
Sleman .......................................................................................... 58
B. Upaya Yang Dilakukan di Sekolah dalam Membina Etika
Berpakaian Islami Bagi Siswa Muslim di SMA N 1 Sleman ........ 63
1. Kebijakan Sekolah ................................................................... 64
2. Kebijakan Guru Pendidikan Agama Islam .............................. 74
C. Problem dalam Membina Etika Berpakaian Islami Bagi Siswa
Muslim di SMA N 1 Sleman ......................................................... 80
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................... 91
B. Saran .............................................................................................. 95
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
-
xii
DAFTAR TABEL
Table 1: Daftar Kepala Sekolah SMA N 1 Sleman dari tahun 1963-sekarang .......... 43
Tabel 2: Daftar siswa SMA N 1 Sleman tahun 2006-2014 ........................................ 55
Tabel 3: Rekapitulasi siswa tahun pelajaran 2013/2014 ............................................ 56
-
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1: Komponen dalam analisis data
Gambar 2 : Struktur Organisasi SMA N 1 Sleman tahun Pelajaran 2013/2014
Gambar 3 : Foto siswa setelah pelajaran olah raga
Gambar 4 : Foto para siswa mengikuti pengajian akhir bulan
Gambar 5 : Foto para siswa mengikuti pelajaran PAI
Gambar 6 : Foto para siswa mengikuti upacara hari senin
Gambar 7 : Foto contoh seragam identitas sekolah muslim yang di pasang di hall
Gambar 8 : Foto contoh seragam hari senin muslim yang di pasang di hall
Gambar 9 : Foto contoh seragam Osis muslim yang di pasang di hall
Gambar 10 : Foto contoh seragam Pramuka muslim yang di pasang di hall
-
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I : Surat Penunjukan Pembimbing
Lampiran II :Kartu Bimbingan Skripsi
Lampiran III : Bukti Seminar Proposal
Lampiran IV : Berita Acara Seminar
Lampiran V : Surat Keterangan Ijin Penelitian dari Pemerintah Daerah DIY
Lampiran VI : Surat Keterangan Ijin Penelitian dari pemerintah kab. Sleman
Lampiran VII :Surat keterangan sudah melakukan penelitian dari SMA N 1
Sleman
Lampiran VIII : Surat Keterangan Berjilbab
Lampiran IX :Sertifikat SOSPEM
Lampiran X : Sertifikat PPL 1
Lampiran XI : Sertifikat PPL-KKN Integratif
Lampiran XII : Sertifikat TIK
Lampiran XIII : Sertifikat TOEC
Lampiran XIV : Sertifikat IKLA
Lampiran XV : Daftar Riwayat Hidup
Lampiran XVI : Pedoman Wawancara
Lampiran XVII: Catatan Lapangan
-
xv
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN
Pedoman Transliterasi Arab-Latin ini merujuk pada SKB Menteri
Agamadan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI, tertanggal 22 januari 1988
No:158/1987 dan 0543b/U/1987.
A. Konsonan Tunggal
Huruf
Arab
Nama Huruf Latin Keterangan
Alif Tidak dilambangkan Tidak dilambangkan
ba B Be
ta T Te
sa S es titik atas
Jim J Je
ha H ha titik bawah
kha Kh ka and ha
Dal D De
Zl Z zet titik atas
ra R Er
Zai Z Zet
Sin S Es
Syin Sy esand ye
Sad S es titik bawah
Dad D de titik bawah
-
xvi
ta T te titik bawah
Za Z zet titik bawah
(ain Koma terbalik (diatas
Gain G Ge
fa F Ef
Qaf Q Qi
Kaf K Ka
Lam L el
Mim M em
Nun N en
Wawu W W
ha H Ha
Hamzah Apostrof
ya Y Ye
B. Konsonan rangkap karena Syaddahditulis rangkap :
Ditulis Mutaaddidah
Ditulis iddah
C. Ta Marbtahdiakhir kata
a. Bila dimatikan ditulis h
Ditulis Hikmah
Ditulis Jizyah
-
xvii
(ketentuan ini tidak diperlukan terhadap kata-kata Arab yang sudah
terserap ke dalam bahasa Indonesia seperti zakat, shalat dan sebagainya,
kecuali dikehendaki lafal aslinya).
b. Bila dihidupkan karena berangkaian dengan kata lain, ditulis h :
Ditulis Karmah al-auliy
c. Bila dihidupkan karena berangkaian dengan kata lain, ditulis t :
Ditulis Zakh al-fit}ri
D. Vokal pendek
Tanda vocal Nama Huruf latin Keterangan
------ Fathah A A
------ Kasrah I I
------ Dammah U U
E. Vokal panjang
1.
Fath}ah + alif
Ditulis
Ditulis
A
Jhiliyyah
2.
Fath}ah + ya mati
Ditulis
Ditulis
Tans
3.
Kasrah + y mati
Ditulis
Ditulis
Karm
4.
Dammah + wwu mati
Ditulis
Ditulis
Furd
-
xviii
F. Vokal rangkap
1.
Fathah + y mati
Ditulis
Ditulis
Ai
Bainakum
2.
Fathah + wwu mati
Ditulis
Ditulis
Au
Qaul
G. Vokal-vokal yang berurutan dalam satu kata, dipisahkan dengan
apostrof
Ditulis aantum
Ditulis uiddat
Ditulis lainsyakartum
H. Kata sandang (Alif+Lam)
a. Bila diikuti huruf al-Qamariyyah, ditulis dengan I.
Ditulis al-Qurn
Ditulis al-Qiys
b. Bila diikuti of al-Syamsiyyah, ditulis dengan menggandeng huruf
Syamsiyyah yang mengikutinya, serta menghilangkan hurufl (el).
Ditulis as-Sam
Ditulis asy-Syams
-
xix
I. Penulisan kata-kata dalam rangkaian kalimat dapat ditulis menurut
penulisannya
Ditulis z|awi al-furd
Ditulis ahl as-Sunnah
J. Pengecualian
Pedoman ini tidak berlaku jika:
a. Kosakata Arab biasanya dalam Bahasa Indonesia dan terkandung dalam
Kamus Umum Bahasa Indonesia (Kamus Umum Bahasa Indonesia),
contoh: Al-Quran, Nurbuat Tradisi, pemikiran tentang hukum Islam,
Hukum Islam, dan pengucapan.
b. Judul buku dengan bahasa Arab, tetapi telah berubah menjadi huruf latin
oleh penerbit, contoh: judul buku al-Hijab
c. Nama komposer yang menggunakan nama Arab, tetapi berasal dari Negara
yang menggunakan huruf latin, misalnya : Quraish Shihab, Ahmad Syukri
Soleh.
d. Nama penerbit di Indonesia, yang menggunakan bahasa Arab, misalnya
Hidayah Store dan Mizan Store.
-
xx
ABSTRAK
Siti Romdlonatuzzulaichoh. Pembinaan Etika Berpakaian Islami Bagi
Siswa Muslim di SMA N 1 Sleman. Yogyakarta : Jurusan Kependidikan Islam
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga
Yogyakarta, 2014.
Latar belakang penelitian ini bahwa pembinaan etika merupakan
pembinaan yang baik dan merupakan suatu pembinaan dasar. Islam sebagai etika
normatif bagi pemeluknya diharapkan dapat mewujudkan nilai secara sempurna,
tanpa terkecuali aturan berpakaian. Namun, dengan adanya perkembangan zaman
ini muncul wahana pikir bahwa pakaian merupakan status simbol, status gengsi
dan sebuah ideologi. Adanya benturan antara sistem nilai ajaran Islam yang
menginginkan keutuhan dalam segala hal dan pada satu sisi pendidikan belum
mampu mengutuhkan nilai ajaran Islam dengan baik. Dengan adanya benturan ini
pendidikan menjadi semakin rancu. Tidak adanya peraturan pemerintah tentang
tata cara berpakaian juga menjdai salah satu sebab mengapa pendidikan dewasa
ini menjadi semakin rancu.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, dengan mengambil latar
belakang di SMA N 1 Sleman Yogyakarta. Pengumpulan data dilakukan dengan
cara observasi, wawancara, dokumentasi, serta triangulasi. Analisis dilakukan
dengan mencari serta menyusun secara sistematis data-data yang diperoleh dari
wawancara, observasi, catatan lapangan, dokumentasi, serta bahan-bahan lain.
Analisis data kualitatif ini bersifat induktif, yaitu cara menarik kesimpulan dengan
berangkat dari fakta-fakta khusus menuju kesimpulan yang bersifat umum.
Hasil penelitian menunjukan bahwa etika berpakaian Islami di SMA N 1
Sleman etika berpakaian siswa muslim telah mencerminkan bahwa siswa mampu
menunjukkan bahwa siswa muslim tersebut telah menggunakan pikirannya saat
mengenakan pakaiannya. Dengan mengenakan pakaian yang sopan, menutup
aurat, tidak ketet dan tidak tipis, ini menunjukkan bahwa siswa telah
menggunakanakal budinya agar tidak mendapat teguran ataupun sanksi moral.
Pembinaan cara berpakaian Islami bagi siswa muslim yaitu dengan pembinaan
yang dilakukan di sekolah yaitu melalui kebijakan kepala sekolah SMA N 1
Sleman melalui SK-nya, dengan menambah wawasan keagamaan yaitu dengan
ekstrakulikuler SMILE dan pengajian akhir bulan, kemudian dengan memberikan
tata aturan berpakaian bagi siswa di SMA N 1 Sleman, dan dengan membiasakan
setiap penerimaan siswa baru memberikan seragam yang bisa dijadikan seragam
serba panjang dan kerudung bagi siswa perempuan muslim. Selain itu pihak guru
PAI memberikan anjuran untuk menggunakan pakaian Islami saat mengikuti
pelajaran Agama Islam dan juga dengan teladan dari guru yang mampu
mempengaruhi cara berpakaian siswa. Namun, meskipun ada aturan dan kebijakan
sekolah maupun guru agama siswa belum mampu menerapkan secara konsisten
dalam menggunakan pakaian muslim. Hal ini dipengaruhi oleh faktor internal
(kesadaran dari siswa sendiri) dan faktor eksternal (kebijakan sekolah yang belum
banyak diketahui siswa, keberadaan orang tua dan pengaruh dari teman
sebayanya).
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik / siswa secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara.1 Pada dasarnya pendidikan memberikan kita pengetahuan
bagaimana bersikap, bertutur kata dan mempelajari perkembangan sains
yang pada akhirnya bisa dimanfaatkan untuk khalayak banyak. Oleh
karena itu pendidikan memberi pengaruh yang sangat besar terhadap
perilaku atau tingkah laku seseorang.
Namun terkadang proses pendidikan tidaklah berjalan semestinya,
terkadang ada penyimpangan-penyimpangan. Hal ini terjadi karena tidak
adanya pembinaan secara terkontrol. Oleh karena itu perlu adanya
pembinaan terhadap para siswa, agar mampu meminimalisir adanya
penyimpangan-penyimpangan pendidikan. Pembinaan etika bagi para
siswa kiranya mampu meminimalisir adanya penyimpangan tersebut.
Pembinaan etika merupakan pembinaan yang sangat baik, dan
merupakan suatu pembinaan dasar yang utama bagi seluruh mahluk dalam
kehidupan bermasyarakat. Pembinaan etika dapat mendorong manusia
1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional Pasal 1 ayat 1
http://id.wikipedia.org/wiki/Belajarhttp://id.wikipedia.org/wiki/Pembelajaranhttp://id.wikipedia.org/wiki/Peserta_didikhttp://id.wikipedia.org/wiki/Masyarakat
-
2
untuk mengamalkan ilmu pengetahuan dan mengaktualisasikan keimanan
dan ketakwaannya dalam kehidupan sehari-hari.
Kegiatan pembinaan di sekolah tidak lepas dari peran guru.
Guru adalah pendidik di sekolah, yaitu orang dewasa yang bertanggung
jawab memberi bimbingan atau bantuan kepada anak didik dalam
perkembangan jasmani dan rohaninya agar mencapai kedewasaannya,
mampu berdiri sendiri dapat melaksanakan tugasnya sebagai makhluk
Allah khalifah di muka bumi, sebagai makhluk sosial dan individu yang
sanggup berdiri sendiri.2 Usaha membiasakan kepada yang baik sangat
dianjurkan bahkan diperintah, di dalam agama Islam.
Problematika seorang guru bukan hanya pada tingkatan bagaimana
cara mencerdaskan peserta didik saja. Tetapi lebih-lebih dalam
menanamkan nilai pada peserta didik. Seorang guru juga harus
menanamkan akhlak pada diri peserta didik. Sesuai yang dikemukakan
oleh Ahmad Amin bahwa akhlak adalah membiasakan kehendak. 3Oleh
karena itu guru harus menjadi seseorang yang mampu membiasakan
kehendak para siswanya menuju kebiasaan yang baik.
Kemajuan teknologi berperan dalam mengubah pola hidup remaja
saat ini. Mudahnya memperoleh informasi seakan-akan memudahkan
mereka untuk berlomba-lomba menjadi remaja yang paling fashionable.
Apalagi sejatinya masa remaja adalah suatu masa di mana mulai ragu-ragu
2Bayu Zu My Blog. http://bayuzu. blogspot. com/2012/07/pengertian-guru. html.
Diakses pada tanggal 3 Juni 2013, pukul 11. 59 3 Rachmad Djatnika, Sistem Etika Islam (Akhlak Mulia), (Jakarta: Pustaka
Panjimas. 1996), hal. 48.
-
3
terhadap kaidah-kaidah akhlak dan ketentuan agama. Keraguan atau
kebimbangan itu mungkin berakhir dengan tunduk kepada-Nya atau
menentang-Nya. Masa remaja adalah suatu tahap kehidupan yang bersifat
peralihan dan tidak mantap. Disamping itu, masa remaja adalah masa yang
rawan oleh pengaruh-pengaruh negatif. 4 Remaja berusaha bersikap sesuai
dengan norma-norma kelompok walaupun kadang kala membuat
pertentangan antara keluarga dan anak karena tidak sesuai dengan perilaku
yang ada.
Islam sebagai etika normatif bagi pemeluknya, diharapkan dapat
mewujudkan nilainya secara sempurna. Oleh karena itu Islam bukanlah
agama yang terbatas dalam kehidupan pribadi yang semata-mata mengatur
hubungan manusia dengan Tuhannya, akan tetapi memberikan pedoman
hidup yang utuh dan menyeluruh. Maka tidak ada fenomena kehidupan
yang tidak terbahas dalam ajaran Islam, termasuk dalam aturan
berpakaian. 5
Pakaian yang dalam bahasa Arab adalah Albisah merupakan
bentuk jamak dari kata libs, yaitu suatu yang dikenakan manusia untuk
menutupi dan melindungi seluruh atau sebagian tubuh dari panas dan
dingin. Pakaian ialah setiap sesuatu yang menutupi tubuh. 6 Selain itu
4 Sofyan S. Wilis, Remaja dan Masalahnya: Mengupas Berbagai Bentuk
Kenakalan Remaja Seperti Narkoba, Free sex dan Pemecahannya, (Bandung: Alfabeta,
2008), hal. 5 Husein Sahib, Jilbab Menurut al-Quran dan al-Sunnah, (Jakarta:Mizan,
1983), hal. 18. 6Syaikh Abdul Wahhab Abdussalam Thawilah. Trj. Saefudin. Panduan
Berbusana Islami Penampilan Sesuai Tuntunan Al-Qur,an dan As-Sunnah (Jakarta:
Almahira, 2007), hal. 3.
-
4
pakaian juga berfungsi menutupi tubuhnya karena fitrah, pakaian juga
melindungi dari berbagai ganguan dan perubahan cuaca dan pakaian bisa
menjadi sarana yang dapat memperindah penampilan. Secara psikologis,
pengaruh pakaian terhadap sikap seseorang sangat besar. Kalau
pakaiannya asal jadi saja maka sikap orang yang memakainya pun akan
kelihatan agak ugal-ugalan, kalau cara berpakaiannya agak rapi maka
sikapnya pun akan berubah. 7
Berpakaian adalah kebutuhan pokok manusia yang tidak hanya
berkaitan dengan kesehatan, etika, estetika, tetapi juga berhubungan
dengan kondisi sosial budaya, bahkan juga ekspresi ideologi. Bagi
manusia pakaian tidak hanya berdimensi keindahan, tetapi juga
kehormatan bahkan keyakinan. Itulah sebabnya, aturan pakaian termasuk
yang dipandang penting oleh Allah SWT, sehingga tercantum dalam Al-
Qur,an yang mulia. Allah berfirman dalam surat Al-Araf (7): 268
Hai anak Adam, Sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu
pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. dan
pakaian takwa Itulah yang paling baik. yang demikian itu adalah
sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, Mudah-mudahan mereka
selalu ingat
7 Darby Jusbar Salim (Pemenang no X Sayembara Karya Tulis Ilmiah
Keagamaan Mahasiswa PTAI se Indonesia), Busana Muslim Dan Permasalahannya
(Jakarta:Proyek Pembinaan Kemahasiswaan Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan
Agama Islam DePag RI. 1984), hal. 12. 8Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemah (Bandung: Diponegoro,
2006), hal. 224.
-
5
Di dalam ayat tersebut ada dua jenis pakaian, yaitu pertama
pakaian yang dapat menutupi aurat yaitu pakaian darurat seperti pakaian
dalam dan hijab bagi wanita. Kedua adalah pakaian yang bisa
memperindah penampilan diri, yaitu pakaian luar yang dapat menciptakan
kesempurnaan dan kesenangan. Dalam surat tersebut dinyatakan kata
Bani Adam ini merupakan seruan untuk semua manusia tanpa terkecuali.
Namun demikian ada yang lebih penting dalam ayat tersebut yaitu
pakaian ketakwaan yaitu sesuatu yang mantap di hati berupa keimanan dan
kesalehan. Seperti yang di ungkapkan Syaikh Abdul Wahab, bahwa
telanjangnya jiwa dari agama dan akhlak, jauh lebih buruk daripada
telanjangnya tubuh. Jadi, jiwa lebih berhak mendapatkan kenyamanan.9
Fungsi pakaian yang sebenarnya adalah untuk menutup aurat.
Disamping itu pakaian juga berfungsi untuk memperjelas identitas agar
orang mudah dikenal. 10
Namun demikian Islam tidak menetapkan model
pakaian khusus. Namun Islam menyusun sekumpulan prinsip serta kaidah
pokok pada pakaian dan memerintahkan umat muslim untuk menjaganya.
Apabila seorang laki-laki menjaga kaidah dan prinsip tersebut pada
pakaiannya dan perempuan menjaga pada pakaian dan hijabnya, tentu
pakaian tersebut disyariatkan tanpa memandang corak potongan dan
jahitannya. Tetapi yang perlu digaris bawahi adalah pakaian tersebut
menutup aurat dan bukan yang diharaman karena sesuatu. Walaupun ada
9 Syaikh Abdul Wahhab Abdussalam Thawilah.Trj.Saefudin, Panduan
Berbusana Islami Penampilan Sesuai Tuntunan Al-Qur,an dan As-Sunnah,(Jakarta:
Almahira, 2007), hal. 4. 10
Juwariyah, Hadis Tarbawi, (Yogyakarta:Teras, 2010), hal. 90.
-
6
ungkapan yang dinisbatkan agar pakaian itu juga tidak menjadi dasar
prasangka lahirnya kesombongan atau ada unsur pemborosan. Rasulullah
bersabda:
Makanlah, minumlah, berpakaian dan bersedahkahlah tanpa berlebih-
lebihan dan sombong. (H. R al-Bukhari)11
Quraish Shihab dalam bukunya wawasan Al-Quran menyatakan
bahwa harus diakui pakaian tidak menciptakan santri tetapi pakaian dapat
mendorong pemakaiannya untuk berperilaku seperti santri atau sebaliknya
menjadi setan, tergantung dari cara dan model pakaiannya. Pakaian
terhormat, mengundang seseorang untuk berperilaku serta mendatangi
tempat yang terhormat, sekaligus mencegahnya ke tempat-tempat yang
tidak senonoh. Yang kemudian menjadi salah satu maksud Al-Quran
memerintahkan wanita-wanita memakai jilbab pada surat Al-Ahzab ayat
59 yang bunyinya:
Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu
dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan
jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". yang demikian itu supaya mereka
lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. dan Allah
adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang12
11
Abulghasim Payande, Bahjul Fashasah Ensiklopedi Hadis Masterpiece
Muhammad SAW (Jakarta: Pustaka Iman 2011), hal. 494. 12
Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemah (Bandung: Diponegoro,
2006), hal. 678.
-
7
Dari ayat tersebut sudah jelas bahwasanya perintah untuk
mengenakan jilbab bagi semua kaum perempuan adalah wajib
sebagaimana semua kaum muslim diwajibkan untuk menyebah Allah
SWT. Oleh karena itu semua mukmin saling ingat-mengingatkan tentang
perintah tersebut.
Namun yang sering kali menjadi masalah adalah memadukan
antara fungsi pakaian sebagai hiasan dengan fungsi pakaian sebagai
penutup aurat. Disini tidak jarang para remaja tergelincir sehingga
mengabaikan ketertutupan aurat demi sesuatu yang dinilainya keindahan
dan hiasan.13
Adapun syarat-syarat pakaian tersebut adalah:
menutupi seluruh tubuh selain yang dikecualikan, tidak tembus pandang,
tidak ketat sehingga membentuk lekuk tubuh, tidak menyerupai pakaian
laki-laki dan tidak menyerupai pakaian 'khas' milik orang kafir atau
pakaian orang fasik.
Pada era yang dianggap sebagai era kebebasan dan modernitas di
mana mulai muncul adanya wahana pikir manusia menjadikan pakaian
sebagai status simbol, status gengsi, sebuah ideologi yang hidup pada
masa ini. Hal ini yang kemudian menjadikan seseorang bisa diterima pada
golongan tertentu. Pada realitasnya kebebasan ini menjadi semakin bebas.
Pendidikan sebagai sarana untuk mencerdaskan kehidupan bangsa
sehingga manusia menjadi seorang yang bermartabat dan bermoral seakan
13
M. Quraish Shihab, Jilbab Pakaian Wanita Muslimah (Jakarta: Lentera Hati
2006), hal. 44.
-
8
luntur dengan adanya keambiguan dari sistem pendidikan sendiri dan dari
realita yang ada.
Tidak dapat diingkari lagi terjadinya benturan antara dua sistem
yang ada. Di satu pihak sistem pendidikan kita yang belum utuh dan di
pihak lain sistem nilai ajaran Islam yang menginginkan keutuhan dalam
segala hal. Benturan ini menjadi semakin rancu ketika satu pihak berusaha
untuk memaksakan keinginan tetapi pihak lain tetap bertahan dengan
keyakinan.14
Oleh karena itu guru sebagai tenaga pendidik yang
membimbing dan mengarahkan kepada peserta didiknya juga harus
menanamkan akhlak dalam berpakaian secara apik (menutup aurat) baik di
lingkungan sekolah maupun di luar sekolah. Oleh karena itu perlu adanya
pembinaan dari berbagai pihak untuk mewujudkan tatanan yang
diinginkan (berpakaian Islami bagi siswa muslim).
Dari permasalahan di atas, penulis merasa tertarik untuk meneliti
bagaimana pembinaan etika siswa dalam berpakaian Islami. Mengapa
penulis menggunakan kata Islami, karena pada satu sisi Islam secara
terang-terangan mengatur tentang cara berpakaian bagi kaumnya agar
terhindar dari keburukan. Di sisi yang lain peneliti merasa bahwa realita
yang terjadi saat ini adalah pada sekolah-sekolah umum menerapkan
kepada siswanya agar berpakaian secara Islami kepada semua siswa
muslim.
14
Darby Jusbar Salim (Pemenang no X Sayembara Karya Tulis Ilmiah
Keagamaan Mahasiswa PTAI se Indonesia), Busana Muslim, hal. 18.
-
9
SMA N 1 Sleman sebagai lembaga formal yang bernaung di
lembaga Pendidikan Nasional menjadi salah satu sekolah yang
menerapkan pakaian muslim kepada siswa yang beragama Islam.
Meskipun tidak mewajibkan menggunakan pakaian Islami bagi siswa
muslimnya dan juga para siswanya dari latar belakang pendidikan formal
yang bernaung pada lembaga yang sama yaitu lembaga pendidikan
nasional (SMP N). Namun, banyak siswa yang mengindahkan himbauan
tersebut.
Disamping itu juga sejatinya pada peraturan pendidikan nasional
tidak menyinggung tentang tata cara berpakaian baik bagi siswa muslim
maupun non muslim. Akan tetapi SMA N 1 Sleman menghimbau kepada
siswanya untuk menggunakan pakaian Islami di lingkungan SMA N 1
Sleman. Hampir 88 % siswa muslim perempuan SMA N 1 Sleman
menggunakan pakaian Islami. Hal ini ditunjukkan dengan penggunaan
kerudung oleh siswa perempuan muslim dari kelas X-XII.
Di satu sisi hal tersebut sudah berjalan, namun yang dapat
disayangkan adalah ada beberapa yang memang tidak menjalankan hal
tersebut. Sebagai contoh, ada siswa perempuan muslim yang pada hari
senin dia memakai jilbab dan pada hari selasa dan seterusnya tidak
memakai jilbab, begitu pula sebaliknya. Apalagi siswa terkadang hanya
menggunakan pakaian Islami saat mengikuti pelajaran agama Islam saja,
sedangkan pelajaran pendidikan agama Islam-pun hanya mendapat porsi 2
jam untuk kelas XI dan XII dan 3 jam pelajaran untuk kelas X, hal ini
-
10
tidak memungkinkan untuk menanamkan kepada siswa agar selalu
berpenampilan sesuai dengan tata aturan Islami. Keadaan ini yang
kemudian menjadi tugas tersendiri bagi sekolah dan guru sebagai pendidik
untuk membina para siswanya agar mampu menjalankan cara berpakaian
menurut syariat Islam.15
Di SMA N 1 Sleman ini tentunya peran sekolah dan guru sangat
berpengaruh dalam hal membina siswanya untuk berpakaian Islami bagi
siswa yang beragama Islam. Untuk membina siswanya tentunya ada
problem dan juga ada upaya-upaya sekolah dan guru agar problem tersebut
terpecahkan. Dengan demikian peran dan upaya sekolah dan guru sangat
vital dalam membina etika berpakaian bagi para siswa muslim.
Dari latar belakang masalah di atas, serta keinginan untuk
mengetahui bagaimana upaya sekolah dan guru dalam membina peserta
didik yang kurang memperhatikan gaya berpakaiannya, maka penulis
memfokuskan penelitian dengan judul Pembinaan Etika Berpakaian
Islami Bagi Siswa Muslim Di SMA N 1 Sleman. Penelitian ini
dilakukan untuk mengetahui apa saja upaya sekolah dalam membina etika
berpakaian secara Islami bagi siswa muslim di SMA N 1 Sleman.
15
Observasi di SMA N 1 Sleman pada tanggal 19 Desember 2013
-
11
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang masalah yang telah dipaparkan
sebelumnya, maka penulis merumuskan beberapa pokok permasalahan:
1. Bagaimanakah etika berpakaian Islami bagi siswa muslim di SMA N 1
Sleman?
2. Bagaimana upaya yang dilakukan di sekolah dalam membina etika
berpakaian Islami bagi siswa muslim di SMA N 1 Sleman?
3. Apa saja yang menjadi problem dalam membina etika berpakaian
Islami bagi siswa muslim di SMA N 1 Sleman?
C. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan penelitian
a. Mengetahuai bagaimana penerapan etika berpakaian Islami bagi
siswa muslim di SMA N 1 Sleman
b. Mengetahui upaya yang dilakukan di sekolah dalam membina etika
berpakaian Islami bagi siswa muslim di SMA N 1 Sleman
c. Mengetahui problem dalam membina etika berpakaian Islami bagi
siswa muslim di SMA N 1 Sleman
2. Kegunaan Penelitian
a. Secara teoritis
Karya ilmiah ini diharapkan mampu menambah wawasan dan dapat
dijadikan tambahan dalam memperkaya khasanah keilmuan
pendidikan serta dapat digunakan sebagai referensi bagi guru dalam
membina etika berpakaian para peserta didiknya.
-
12
b. Secara Praktis
1. Bagi sekolah, dapat dijadikan sebagai masukan dalam membina
etika berpakaian peserta didik SMA N 1 Sleman
2. Bagi penulis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah
wawasan keilmuan dan pengetahuan dalam kajian ke-Islaman
3. Bagi pembaca pada umumnya, hasil penelitian ini diharapkan
dapat dijadikan sebagai referensi serta dapat memberi gambaran
tentang bagaimana upaya yang dilakukan seorang guru dalam
membina etika berpakaian Islami siswa.
D. Telaah Pustaka
Sebelum meneliti, penulis terlebih dahulu menelaah beberapa hasil
penelitian yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Dari beberapa
penelitian yang ada, terdapat beberapa penelitian mengenai pakaian secara
Islami yang relevan dengan penelitian ini. Berikut hasil penelitian yang
dilakukan oleh peneliti sebelumnya.
Skripsi M. Khafid, jurusan Pendidikan Agama Islam, yang berjudul
Malu dan Pengaruhnya Terhadap Etika Berpakaian Remaja Puteri Desa
Pasir Kecamatan Mijen Kabupaten Demak. Dalam skripsi ini juga
membahas tentang etika berpakaian secara Islami. Disamping itu juga
skripsi ini memaparkan tentang turunnya budaya malu dikalangan remaja
putri dan pengaruhnya terhadap etika berpakaian dikalangan remaja
-
13
putri.16
Skripsi ini hanya membahas tentang pakaian bagi putri saja tanpa
menyebutkan problem dan upaya yang dilakukan oleh semua pihak yang
bertanggung jawab (sekolah dan keluarga).
Arief Saefullah, jurusan Perbandingan Agama, dengan judul Etika
Berpakaian Perspektif Al-Kitab dan Al-Quran. Skripsi ini membahas
tentang batasan aurat, mengapa tubuh tertentu harus ditutupi dan
bagaimana etika berpakaian pada Al-Kitab dan Al-Quran. Fokus skripsi
ini adalah pada etika berpakaian pada Al-Kitab dan Al-Quran dan
penekanan pada persamaan dan perbedaan etika pada Al-Kitab dan Al-
Quran. 17
Penelitian ini membahas tentang etika berpakaian yang ada pada
Al-Kitab dan Al-Quran, tidak secara spesifik menerangkan problem-
problem yang terjadi saat ini.
Shufiyyah Anwari, jurusan Tafsir Hadits, dengan judul skripsi
Pakaian Menurut Ibnu Hajar Al-Asqalani Dalam Kitab Fath Al-Bari.
Skripsi ini membahas tentang pakaian yang disukai Nabi SAW dalam
kitab Fath al-Bani adalah pakaian yang tidak menunjukkan unsur
kesombongan dan tidak berlebihan dalam menggunakannya. 18
Skripsi
yang di tulis oleh Anwari ini membahas tentang pakaian dari kitab Fath Al
Bari.
16
Khafif, Malu dan Pengaruhnya Terhadap Etika Berpakaian Remaja Putri,
Skripsi fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2001, hal. xi. 17
Arief Saefullah, Etika Berpakaian Perspektif Al-Kitab dan Al-Quran,
Skripsi, Fakultas Usuluddin, Studi Agama dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta, 2010, hal. ix. 18
Shuyiyyah Anwari, Pakaian Menurut Ibn Hajar Al-Asqalani dalam Kitab
Fath Al-Bari, Skripsi Fakultas Usuluddin, Studi Agama dan Pemikiran Islam UIN Sunan
Kalijaga, Yogyakarta, 2011, hal.
-
14
Skripsi yang ditulis Alfiyah jurusan Sosiologi Agama Fakultas
Ushuluddin dengan judul Hubungan antara Persepsi Tentang Busana
Muslimah Dengan gaya Berpakaian Studi di Fakultas Ekonomi
Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta. Skripsi ini menjelaskan bahwa
ketika persepsi tentang busana muslimah semakin tinggi maka gaya
berpakaian pun akan sesuai dengan syariat, dan sebaliknya. 19
Muhaiminah Darajat, jurusan Pendidikan Agama Islam fakultas
Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga tahun 2009. Skripsi dengan judul Upaya
Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Membina Akhlak Siswa Siswi SD
Negeri Ungaran I Yogyakarta. Dalam skripsi ini menerangkan bahwa
pembinaan akhlak dilakukan dengan pembiasaan, tata karma, kepedulian
sosial dan pemberian contoh. Selain itu uga menasehati dengan
memberikan punishment bagi yang tidak disiplin. Hal tersebut dapat
terlaksana dengan cara membuat aturan dan prosedur, mengajarkan untuk
mengikuti aturan, merespons secara tepat dan konstruktif ketika ada
masalah timbul. 20
Dari kajian pustaka di atas berbeda dengan skripsi yang dikerjakan
oleh penulis. Pada penelitian ini berfokus pada pembinaan etika
berpakaian yang dilakukan oleh sekolah dan guru sebagai lembaga
pendidikan dan orang tua kedua bagi siswa di sekolah. Seperti apa
19
Alfiyah, Hubungan Antara Persepsi Tentang Busana Muslimah Dengan Gaya
Berpakaian (Studi di Fakultas Ekonomi Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta), Skripsi
Fakultas Ushuluddin,Sosiologi Agama UIN Sunan Kalijaga,Yogyakarta, 2008, hal. vi. 20
Muhaiminah Darajat, Upaya Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Membina
Akhlak Siswa Siswi SD Negeri Ungaran I Yogyakarta, Skripsi fakultas Tarbiyah UIN
Sunan Kalijaga,Yogyakarta 2009, hal. vii.
-
15
pembinaan yang dilakukan oleh sekolah dan para guru sehingga etika
berpakaian di SMA N 1 Sleman sesuai dengan etika berpakaian Islami.
E. Kerangka Teori
1. Pembinaan
Pembinaan dalam kamus besar bahasa Indonesia berarti (1)
proses, cara, perbuatan membina (negara dsb); (2) pembaharuan;
penyempurnaan; (3) usaha, tindakan, dan kegiatan yg dilakukan secara
efisien dan efektif untuk memperoleh hasil yg lebih baik. 21
Menurut Wiranto (1999), pembinaan merupakan upaya untuk
meningkatkan kapasitas masyarakat dan pemberian kesempatan yang
seluas-luasnya bagi penduduk kategori miskin untuk melakukan
kegiatan sosial ekonomi yang produktif, sehingga mampu
menghasilkan nilai tambah yang lebih tinggi dan pendapatan yang lebih
besar.
Sedangkan menurut W.J.S Poerwadarminto dalam Kamus
Umum Bahasa Indonesia, pembinaan diartikan sebagai suatu proses
untuk mempertahankan dan menyempurnakan sesuatu hal yang sudah
ada sebelumnya.22
Di dunia pendidikan, pembinaan biasanya bergantung pada
pembinaan akhlak yang dititik beratkan pada pembentukan mental anak
atau remaja agar tidak mengalami penyimpangan. Sebab dari
21
KBBI Online, http://kamusbahasaindonesia. org/pembinaan#ixzz2kOra38f7,
Diakses Pada Tanggal 12 November 2013, Pukul 10. 55 WIB.
22 W. J. S. Poerwadarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta : Rajawali,
1991), hal. 84.
http://kamusbahasaindonesia.org/pembinaan#ixzz2kOra38f7
-
16
pembinaan akhlak berarti bahwa remaja dituntut agar belajar memiliki
rasa tanggung jawab.
Menurut Agus Suyanto yang dimaksud dengan rasa bertanggung
jawab, adalah bahwa telah mengerti tentang perbedaan antara yang
benar dengan yang salah, yang boleh dan yang dilarang, yang
dianjurkan dan yang dicegah, yang baik dan yang buruk, dan ia sadar
bahwa ia harus menjauhi segala yang bersifat negatif dan mencoba
membina diri untuk selalu menggunakan hal-hal yang positif.23
Pembinaan juga tidak terlepas dengan mendidik, di mana
mendidik ialah memimpin anak ke arah kedewasaan, jadi yang kita tuju
dalam pendidikan ialah kedewasaan si anak. Tidak mungkin Seorang
pendidik membawa anak kepada dewasanya bukan hanya dengan
nasihat-nasihat, perintah-perintah, anjuran-anjuran dan larangan-
larangan saja. Melainkan yang utama ialah dengan gambaran
kedewasaan yang senantiasa dapat dibayangkan oleh anak dalam diri
pendidiknya didalam pergaulan mereka (antara pendidik dan anak
didik).
Mangun Harjono mengungkapkan bahwa:24
Pembinaan dapat diartikan sebagai usaha yang bersifat praktis
yang digunakan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap,
kecakapan,dan praktek dibidang pendidikan ekonomi,
kemasyarakatan dan lain sebagainya. Kalau dilihat dari segi
pendidikan pembinaan adalah merupakan bagian dari
pendidikan namun penekanannya dalam pembinaan berbeda
23
Sudarsono, Etika Islam Tentang Kenakalan Remaja, (Jakarta: Rineka Cipta,
1991), hal. 148. 24
Mangun Harjono, Pembinaan Arti dan Metodenya, (Yogyakarta: Kanisius,
1986), hal. 11.
-
17
dengan pendidikan, maka pembinaan berbeda dengan
pendidikan, perbedaanya: pembinaan menekankan
pengembangan manusia dari segi praktis, pengembangan
sikap, kemampuan dan segi kecakapan, sedangkan pendidikan
menekankan pengembangan pengetahuan dan ilmu.
Kemudian Ngalim Purwanto menyebutkan pengertian pendidikan
adalah25
Pendidikan berasal dari istilah Yunani pedagogie. Pendidikan
selalu melibatkan unsur mendidik yang dilakukan oleh
pendidik kepada peserta didik. Mendidik adalah proses
memimpin atau membimbing oleh pendidik kepada peserta
didik baik jasmani maupun rohani. Dalam proses pendidikan
mencakup pengertian yang sangat umum yang meliputi semua
tindakan mengenai gejala-gejala pendidikan.
Pembinaan merupakan suatu proses pendidikan yang dilakukan
secara efisien dan efektif untuk mengembangkan kemampuan siswa
sehingga tercipta suatu kesempurnaan. Sehingga mampu menjauhi
segala hal yang negatif dan selalu menggunakan hal yang positif dalam
kehidupannya. Pembinaan juga mengarahkan kepada sikap
pendewasaan pada anak, sehingga anak tersebut memiliki sikap
tanggung jawab.
a. Pendidik di Sekolah
Adapun pendidik atau pembina di sekolah adalah:
1) Kepala Sekolah
Kepala sekolah adalah guru yang diberikan tugas tambahan
untuk memimpin suatu sekolah yang diselenggarakan proses belajar-
mengajar atau tempat terjadi interaksi antara guru yang memberi
25
Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis Dan Praktis, (bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2000), hal. 3-4.
http://id.wikipedia.org/wiki/Guruhttp://id.wikipedia.org/wiki/Sekolah
-
18
pelajaran dan murid yang menerima pelajaran. Kepala sekolah
memiliki peran utama yaitu sebagai manajer atau administrator yaitu
melaksanakan fungsi-fungsi administrasi pendidikan di sekolah, dan
pemimpin pendidik, bertugas mendinamisasi proses pengelolaan
pendidikan secara administratif maupun edukatif. Di mana
mengarahkan dan membina setiap guru agar melaksanakan tugas
pengajaran secara tepat dan benar.26
Secara sederhana kepala sekolah didefinisikan sebagai seorang
tenaga fungsional guru yang diberi tugas untuk memimpin suatu
sekolah di mana diselenggarakan proses belajar mengajar atau
tempat di mana terjadi interaksi antara guru yang memberi perlajaran
dan siswa yang menerima pelajaran.
2) Guru
Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan
mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur
pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.27
Guru juga dikaitkan dengan pendidik karena jabatan.
Abdurrahman An-Nahlawi menyebutkan pentingnya pendidik yaitu
mempunyai 2 fungsi utama setiap pendidik, yaitu:
26
Mulyadi, Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Mengembangkan Budaya
Mutu, (Malang: UIN Maliki Press, 2010), hal. 73. 27
Lihat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 tahun 2005 Tentang
Guru dan Dosen Pasal 1 Ayat 1
-
19
a) Tazkiyyah, yaitu menumbuhkembangkan, menyucikan dan
membersihkan diri peserta didiknya agar dekat kepada sang
pencipta, menjauhkannya dari segala keburukan dan kejahatan,
serta menjaga dan memelihara fitrahnya.
b) Talim, yaitu mentransfer atau menyampaikan berbagai ilmu
pengetahuan dan aqidah kepada akal dan hati orang-orang
mukmin (peserta didiknya), agar mereka dapat menerapkan
dalam segala perilaku dan kehidupan.28
Jadi guru adalah seorang pendidik yang bertugas mendidik,
mengajar dan membimbing peserta didiknya dengan ilmu
pengetahuan yang didapatkan agar mampu menjauhkan diri pada
segala keburukan. Selain itu juga dengan ilmu pengetahuan yang
didapatnya mampu diterapkan dalam segala perilaku dan
kehidupannya.
3) Tenaga Kependidikan
Tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang
mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan
pendidikan. Tenaga kependidikan bertugas melaksanakan
administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan
pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan
pendidikan.29
Jadi tenaga kependidikan mempunyai andil tersendiri
28
Mangun Budiyanto, Ilmu Pendidikan Islam (Yogyakarta: Griya Santri, 2011),
hal. 61-62. 29
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional BAB XI Pasal 39
-
20
dalam membina bagaimana tata perilaku siswa saat di sekolah.
Tenaga kependidikan merupakan masyarakat sekolah yang juga
menunjang penyelenggaraan pendidikan di sekolah.
Pembina atau pendidik di sekolah (kepala sekolah, guru dan
tenaga kependidikan) merupakan orang tua siswa pada lingkungan
sekolah. Pembinaan di sekolah bertujuan untuk mendidik siswanya
menuju kesempurnaan. Seorang pendidik memberikan keteladanan
kepada siswa sehingga siswa mampu mencotoh para pendidiknya.
Oleh karena itu, contoh atau teladan yang baik sangat diperuntukkan
dalam suatu pembinaan etika.
b. Metode pembinaan
Untuk mencapai tujuan pembinaan sebagaimana mestinya,
pembina juga harus memiliki metode untuk mencapai tujuan pembinaan
tersebut. Diantara metode pembinaan etika bagi anak adalah:
1) Metode Syariat (Doktrin), seorang anak yang daya berpikir,
penalarannya dan perkembangan diperlukan doktrin-doktrin yang
membiasakan perilakunya agar menjadi baik. Doktrin yang
dimaksudkan adalah ajaran-ajaran agama yang sifatnya mengikat
yang harus dilakukan anak. Maka di sini sebenarnya diperlukan
model atau contoh dari orang-orang yang ada di dekatnya.
2) Metode Dialog, anak dilahirkan dengan membawa berbagai macam
potensi, termasuk potensi etika yang dibawanya dari ibu dan
ayahnya. Potensi yang ada tersebut masih bersifat dasar, maka
-
21
pengembangannya dengan jalan berdialog untuk menggugah dan
menyadarkan berdasarkan potensi yang dibawanya. Apalagi etika
adalah bentuk perilaku yang tidak dibuat-buat dan dilakukan
dengan penuh kesadaran dan tanpa tekanan siapapun. Jadi, usaha
pendidik mengajak dialog dan bertukar pikiran, untuk penanaman
etika mutlak diperlukan. Karena dengan metode ini anak digugah
kesadarannya dengan bertukar pikiran dan merangsang
penalarannya.
3) Metode Keteladanan, pada diri manusia terutama pada usia anak-
anak sampai remaja, sifat menirunya sangat dominan. Di usia
dewasa pun pengaruh keteladanan dalam diri seseorang masih
dapat ditemukan. Sehingga Allah Swt. mengutus Nabi Muhammad
Saw. dengan tugas utama memperbaiki etika manusia. Metode
utama yang dilakukan Nabi Muhammad Saw. dalam berdakwah
adalah dengan keteladanan. Metode inilah Nabi Muhammad Saw.
mencapai keberhasilan dalam mengemban tugas mulianya.30
2. Etika Berpakaian Islami
a. Etika
Kata etika berasal dari kata Yunani ethos yang berarti sifat atau
adat dan kata jadian ta ethika yang dipakai Plato dan Aristoteles
untuk menerangkan studi mereka tentang nilai-nilai dan cita-cita
30
Mustofa, Metode Pembinaan Etika Sopan Santun Kepada Anak, dalam
http://musstofa.wordpress.com/2008/9/08/metode-pembinaan-etika-sopan-santun-kepada-
anak/, Diakses Tanggal 13 November Pukul 14. 35
http://musstofa.wordpress.com/
-
22
Yunani. Etika adalah bagian dan pengertian dari ethos, usaha untuk
mengerti tata aturan sosial yang menentukan dan membatasi tingkah
laku kita, khususnya tata aturan yang fundamental.31
Etika adalah usaha
manusia untuk memakai akal budi dan daya fikirnya untuk
memecahkan masalah bagaimana ia harus hidup kalau ia mau menjadi
baik.32
Etika mempunyai pengertian yang cukup dekat dengan moral.
Etika pada hakikatnya mengamati realitas moral secara kritis. Etika
tidak memberikan ajaran, melainkan memeriksa kebiasaan-kebiasan,
nilai-nilai, norma-norma dan pandangan-pandangan moral secara kritis.
Etika menuntut pertanggung jawaban dan mau menyingkapkan
kerancuan.33
Etika itu rasional berarti menunjukkan bahwa tingkah laku kita
diarahkan tujuan (juga diarahkan hukum) karena itu efektif atau tidak
efektif dalam mencapai tujuannya. Etika membantu manusia menyuluhi
kesadaran moralnya dan turut serta mencari pemecahan yang dapat
dipertanggung jawabkannya. Etika juga membantu untuk mencari
alasan mengapa suatu perbuatan harus dilakukan atau sebaliknya tidak
dilakukan.
K. Bertens berpendapat bahwa arti kata etika dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia dapat lebih dipertajam dan susunan atau urutannya
31
Robert C Solomon, Etika Suatu Pengantar (R. Andre Karo-karo. Terjemahan,
Jakarta: Sapdodadi 1984), hal. 5. 32
Franz Magnis-Suseno, Etika Dasar Masalah-Masalah Pokok Filsafat Moral
(Yogyakarta: Kanisius, 1987), hal. 17.
33
Ibid, ,hal. 18.
-
23
lebih baik dibalik, karena arti kata ke-3 lebih mendasar daripada arti
kata ke-1. Sehingga arti dan susunannya menjadi seperti berikut :
1) nilai dan norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau
suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.
2) kumpulan asas atau nilai moral.
3) ilmu tentang yang baik atau buruk.34
Etika baru menjadi ilmu bila kemungkinan-kemungkinan etis
(asas-asas dan nilai-nilai tentang yang dianggap baik dan buruk) yang
begitu saja diterima dalam suatu masyarakat dan sering kali tanpa
disadari menjadi bahan refleksi bagi suatu penelitian sistematis dan
metodis. Etika di sini sama artinya dengan filsafat moral.
Jadi etika merupakan suatu tata aturan sosial yang membatasi
tingkah laku. Etika juga membantu manusia dalam menyuluhi
kesadaran moralnya, sehingga seseorang dapat mencari alasan suatu
perbuatan harus dilakukan atau harus ditinggalkan.
Sebagai guru atau pendidik di sekolah yaitu orang dewasa
yang bertanggung jawab memberi bimbingan setidaknya memberikan
pembiasaan dan arahan kepada siswanya untuk bersikap dan
berakhlak dengan baik. Sehingga siswa terbiasa dengan peraturan dan
tutunan syariat agama yang ada tanpa terkecuali. Sehingga
menjadikan sistem nilai yang nantinya mampu diterapkan untuk
34
http://www. ut. ac. id/html/suplemen/ipem4430/etika21. htm, Diakses Tanggal
01 November, pukul 14. 36 WIB
http://www.ut.ac.id/html/suplemen/ipem4430/etika21.htm
-
24
membentuk pribadi yang sadar akan nilai-nilai. Sehingga mampu
menyaring suatu perbuatan tersebut harus dilakukan atau harus
ditinggalkan.
b. Pakaian Islami
Pakaian (sandang) adalah salah satu kebutuhan pokok
manusia disamping makanan (pangan) dan tempat tinggal (papan).
Selain berfungsi menutup tubuh, pakaian juga merupakan pernyataan
lambang status seseorang dalam masyarakat. Sebab berpakaian
ternyata merupakan perwujudan dari sifat dasar manusia yang
mempunyai rasa malu sehingga berusaha selalu menutupi tubuhnya.
Di dalam Al-Quran makna pakaian sering disebut dengan
menggunakan tiga istilah, yaitu libs, iyab dan arbil. Libs
(bentuk jamak dari lubun) memiliki makna segala sesuatu yang
menutupi tubuh, baik berupa busana luar maupun
perhiasan.Sedangkan iyab (bentuk jamak dari aub) memiliki arti
kembali, yakni kembalinya sesuatu pada keadaan semula atau
keadaan yang seharusnya sesuai dengan ide pertamanya. Keadaan
semula atau ide dasar tentang pakaian adalah dipakai. Adapun
arbil memiliki arti yang lebih fungsional yakni fungsi pakaian
kepada orang yang memakainya.35
Pakaian secara umum dipahami sebagai alat untuk
melindungi tubuh atau fasilitas untuk memperindah penampilan.
35
Muhammad Walid, Etika Berpakaian bagi Perempuan, (Malang: UIN Malik
Press, 2012), hal. 17-18.
-
25
Tetapi selain untuk memenuhi dua fungsi tersebut, pakaian pun
dapat berfungsi sebagai alat komunikasi yang non-verbal, karena
pakaian mengandung simbol-simbol yang memiliki beragam makna.
Islam menganggap pakaian yang dikenakan adalah simbol identitas,
jati diri, kehormatan dan kesederhanaan bagi seseorang, yang dapat
melindungi dari berbagai bahaya yang mungkin mengancam dirinya.
Karena itu dalam Islam pakaian memiliki karakteristik yang sangat
jauh dari tujuan ekonomi apalagi tujuan yang mengarah pada
pelecehan penciptaan makhluk Allah.36
Sedangkan Menurut M. Quraish Shihab ada empat fungsi
utama pakaian,yaitu37
:
1) Pakaian sebagai penutup sauat (aurat). Sau-at diambil dari kata
sa-a yasv-u yang berarti buruk, tidak menyenangkan. Kata ini
sama maknanya dengan aurat yang diambil dari kata ar yang
berarti onar, aib, tercela. Keburukan yang dimaksud tidak harus
dari arti sesuatu yang pada dirinya buruk, tetapi bisa juga karena
adanya faktor lain yang mengakibatkannya buruk. Tidak ada
satupun bagian tubuh yang buruk, karena semuanya baik dan
bermanfaat, termasuk aurat. Tetapi bila dilihat orang lain maka
kelihatan itulah yang buruk.
36
Alfiana, Pengertian Pakaian, http://blogspot.com/2012/12/pengertian-
pakaian.html. Diakses pada tanggal 25 Oktober, pukul 15. 57 WIB 37
M. Quraish Shihab, Jilbab, Pakaian Wanita Muslimah: Pandangan Ulama
Masa Lalu dan Cendekiawan Kontemporer, ( Jakarta: Lembaga Hati, 2006), hal. 33.
-
26
2) Pakaian sebagai hiasan, perhiasan adalah sesuatu yang dipakai
untuk memperelok. Salah satu fungsi utama dari perintah
berpakaian yang diterangkan dalam Al-Quran adalah sebagai
perhiasan.
3) Pakaian untuk perlindungan, di mana pakaian dapat memberi
pengaruh psikologis terhadap pemakainya.
4) Pakaian sebagai penunjuk/identitas, di mana pakaian disini
memberikan ciri tersendiri, terutama pembeda antara laki-laki dan
wanita.
Prinsip berpakaian dalam Islam dikenakan oleh seseorang
sebagai ungkapan ketaatan dan ketundukan kepada Allah, kerena itu
berpakaian bagi orang muslim maupun muslimah memiliki nilai
ibadah. Oleh karena demikian dalam berpakaian seseorang harus
mengikuti aturan yang ditetapkan Allah dalam Al Quran dan As-
Sunnah. Dalam berpakaian seseorang pun tidak dapat menentukan
kepribadiannya secara mutlak, akan tetapi sedikit dari pakaian yang
digunakannya akan tercermin kepribadiannya dari sorotan lewat
pakaiannya.
Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al-Araf ayat 26
yang artinya:
Wahai anak cucu Adam!Susungguhnya Kami telah
menyediakan pakaian untuk menutupi auratmu dan untuk
perhiasan bagaimu. Tetapi pakaian takwa itulah yang lebih
baik. Demikianlah sebagian tanda-tanda kekuasaan Allah,
mudah-mudahan mereka selalui ingat. (Q. S. Al-Araf:26)
-
27
Ayat ini memberi acuan cara berpakaian sebagaimana
dituntut oleh sifat takwa, yaitu untuk menutup aurat dan berpakaian
rapi, sehingga tampak simpati dan berwibawa serta anggun
dipandangnya. Islam sangat menganjurkan kepada umatnya untuk
selalu tampil rapi dan bersih dalam kehidupan sehari-hari. Rasulullah
SAW menyatakan bahwa kebersihan adalah sebagian dari iman.
Artinya, orang beriman akan selalu menjaga kerapian dan kebersihan
kapan dan di mana dia berada. Semakin tinggi iman seseorang maka
dia akan semakin menjaga kebersihan dan kerapian tersebut.
Diantara adab berpakaian dalam pandangan Islam yaitu
sebagai berikut:
1) Harus memperhatikan syarat-syarat pakaian yang Islami, yaitu
yang dapat menutupi aurat, terutama wanita
2) Pakailah pakaian yang bersih dan rapi, sehingga tidak terkesan
kumal dan dekil, yang akan berpengaruh terhadap pergaulan
dengan sesama
3) Hendaklah mendahulukan anggota badan yang sebelah kanan,
baru kemudian sebelah kiri
4) Tidak menyerupai pakaian wanita bagi laki-laki, atau pakaian
laki-laki bagi wanita
5) Tidak meyerupai pakaian Pendeta Yahudi atau Nasrani, dan atau
melambangkan pakaian kebesaran agama lain
-
28
6) Tidak terlalu ketat dan transparan, sehingga terkesan ingin
memperlihatkan lekuk tubuhnya atau mempertontonkan
kelembutan kulitnya
7) Tidak terlalu berlebihan atau sengaja melebihkan lebar kainnya,
sehingga terkesan berat dan rikuh menggunakannya, disamping
bisa mengurangi nilai kepantasan dan keindahan pemakainya.38
c. Syarat-syarat berpakaian menurut syariat Islam
Pakaian merupakan salah satu nikmat dan penghormatan yang
diberikan Allah kepada anak cucu Adam. Barang siapa mensyukuri
nikmat ini, maka dia telah berada dalam batas-batas aturan yang
diperbolehkan kepadanya.
Hukum berpakaian ada tiga yaitu wajib, sunnah dan haram.
Hukumnya wajib jika untuk menutupi aurat, hukumnya sunnah jika
dengan berpakaian itu menjadikannya lebih menarik dan indah dan
haram hukumnya karena ada larangan dari Rasulullah.
Pakaian ada dua macam, yaitu pakaian khusus perempuan dan
pakaian khusus laki-laki.
1) Adapun syarat yang harus dipenuhi dalam mengenakan pakaian
bagi perempuan, yaitu:
a) Menutupi seluruh anggota tubuh kecuali bagian-bagian tertentu
yang boleh diperlihatkan.
b) Pakaian itu tidak menjadi fitnah pada dirinya.
38
Mulya Nyaa, Pengertian Dan Adab Dalam Berpakaian, dalam
http://eduside.blogspot.com/2013/07/pengertian-dan-adab-dalam-berpakaian.html,
Diakses Pada Tanggal 25 Oktober, Pukul 16. 26 WIB
http://eduside.blogspot.com/2013/07/pengertian-dan-adab-dalam-berpakaian.html
-
29
c) Pakaian itu tebal dan tidak transparan sehingga bagian dalam
tubuh tidak terlihat
d) Pakaian tersebut tidak ketat atau sempit sehingga tidak
membentuk lekukan- lekukan tubuh yang dapat menimbulkan
daya rangsang bagi laki-laki.
e) Tidak menyerupai pakaian laki-laki
f) Tidak menyerupai pakaian orang kafir
g) Tidak terlalu berlebihan atau mewah
2) Mengenai pakaian laki-laki juga ada beberapa syarat yang harus
dipenuhi, yaitu:
a) Pakaian tidak terbuat dari sutera murni
b) Tidak berlebihan atau mewah
c) Tidak menyerupai pakaian wanita
d) Tidak memberikan gambaran bentuk tubuh atau aurat dan tidak
perlu memperlihatkannya.
e) Hendaknya panjang pakaian tidak melebihi kedua mata kaki.39
Sedangkan yang dimaksud aurat adalah sesuatu yang menimbulkan
berahi/syahwat, membangkitkan nafsu sedangkan aurat mempunyai
kehormatan dibawa oleh rasa malu supaya ditutup rapi dan dipelihara
agar tidak mengganggu manusia lainnya.40
39
Syaikh Saad Yusuf Abu Aziz, Buku Pintar Sunnah dan Bidah (Jakarta
Timur: Pustaka Al Kautsar,t. t), hal. 448-452. 40
Fuad Mohd Fathruddin, Aurat dan Jilbab dalam Padangan Mata Islam. 1984
(Jakarta: Pedoman Ilmu) hal. 10.
-
30
Bagi wanita yang dinamakan aurat ialah seluruh tubuhnya selain
muka dan tangannya, baik di dalam shalat maupun di luarnya. Berbeda
dengan wanita, bagi pria yang dinamakan aurat itu ialah antara pusar
dan lutut baik di dalam sembahyang maupun diwaktu lainnya. Ketika
di dalam keadaan bersendiri, maka aurat itu ialah kemaluan. Pendapat
ini sesuai dengan hadits HR. Ahmad:41
Bagian tubuh yang berada di atas kedua lutut termasuk aurat dan
anggota tubuh yang berada dibawah pusar juga termasuk aurat (H.
R Ahmad)
Sesuai dengan perintah Al-Quran, Rasulullah SAW
memerintahkan umat untuk menutup aurat dan menyembunyikannya.
Beliau berkata kepada orang yang bajunya jatuh: Ambil untukmu
bajumu, jangan berjalan dengan telanjang. (HR Abu Hakim).
Beliaupun bersabda mengenai perintah menutup paha Jangan kau
tampakkan kedua pahamu, dan jangan kau lihat paha orang hidup, juga
paha orang mati (HR Al Hakim).42
Jadi pakaian Islami yang penulis maksud adalah pakaian yang
apabila dipakai tidak melanggar tata aturan pakaian menurut Islam. Karena
sejatinya Islam mengajarkan kepada umatnya untuk menjaga martabatnya
dengan sebaik-baiknya, yaitu salah satunya dengan berpakaian.
41
Mona Shalih Abdullah Al Mazra, Fiqih Shalat Imam Al-Bukhari, 2011
(Jakarta: Pusta Azzam), hal. 170. 42
Adnan Hasan Shaleh. Tanggung Jawab Ayah Terhadap Anak Laki-laki. 1993
(Jakarta: Gema Insani) hal. 355
-
31
Berpakaian disini bukan bahan pakaiannya , akan tetapi cara berpakaianlah
yang ditekankan.
Menurut hemat penulis pakaian Islami adalah pakaian tersebut
merupakan suatu pakaian yang menjadikan pemakainya menjadi
bermartabat, yaitu pakaian yang menutup aurat bagi pemakainya. Dapat
didefinisikan bahwa pakaian Islami bagi siswa bisa ditunjukkan dengan
pemakaian jilbab bagi siswa muslim perempuan dan juga pemakaian baju
dan celana panjang bagi siswa laki-laki, sehingga menutup aurat mereka.
Pada prinsipnya pakaian Islami merupakan pakaian yang bertujuan
untuk memberikan kebaikan kepada pemakainya. Pakaian Islami secara
serta merta memberikan gambaran tentang pakaian yang dapat melindungi
pemakainya sehingga pemakainya merasa nyaman. Pakaian Islami juga
suatu nilai ibadah bagi para pemakainya.
F. Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan strategi umum yang digunakan dalam
pengumpulan dan analisis data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.
Penelitian pada dasarnya merupakan suatu pencarian, menghimpun data,
mengadakan pengukuran, analisis, membandingkan, mencari hubungan,
serta mencari hal-hal yang bersifat teka-teki.
1. Jenis penelitian
Penelitian yang digunakan oleh penulis adalah penelitian
lapangan (field research) dengan pendekatan kualitatif dengan
-
32
prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa
kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang
dapat diamati.43
Kemudian data yang terkumpul diklasifikasikan
atau dikelompokkan menurut jenis, sifat, atau kondisinya. Sesudah
datanya lengkap, kemudian dibuat kesimpulan.44
2. Metode Penentuan Subyek Penelitian
Metode penentuan subyek sering disebut sebagai metode
penentuan mencari sumber data. Maksud dari sumber data
penelitian adalah subyek dari mana data itu diperoleh. 45
Penentuan
sampelnya dengan menggunakan teknik purposive sampling yaitu
teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan
tertentu.46
Subyek penelitian (narasumber/partisipan) yang diambil
sebagai sampel dalam penelitian ini yaitu:
a. Kepala Sekolah SMA N 1 Sleman, Dra. Hermintarsih selaku
kepala sekolah SMA N 1 Sleman. Sebagai pemimpin sebuah
sekolah yang memberikan pengesahan SK-SK yang terkait
dengan SMA N 1 Sleman.
b. Waka sekolah SMA N 1 Sleman yaitu Waka Humas Drs.
Sukardi dengan tugasnya untuk memimpin terciptanya
43
Amirul Hadi dan Haryono, Metodologi Penelitian Pendidikan II (Bandung:
Pustaka Setia 1998), hal. 56. 44
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Jakarta:
Rineka Cipta, 2010), hal. 3. 45
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,
dan R&D (Bandung: Alfabeta, CV 2010), hal. 14. 46
Ibid. , hal. 300.
-
33
suasana sekolah yang kondusif-harmonis-Islami. Waka
Kesiswaan Sumaryati, S.Pd sebagai pembina kegiatan siswa.
c. Guru PAI SMA N 1 Sleman yaitu Yualis, S.Ag dan Zuraini,
M.Ag selaku guru PAI yang juga memberikan kebijakan
saat pelajaran PAI dan sebagai guru mata pelajaran yang
mengantarkan tentang pembelajaran agama Islam.
d. Guru BP/BK SMA N 1 Sleman, Supriyono S.Pd sebagai
guru bimbingan dan konseling yang memberikan arahan
kepada para siswa dan yang menjadi guru tempat siswa
berkonsultasi.
e. Siswa SMA N 1 Sleman, ada 12 siswa yaitu Erika, Sabrina,
Retno, Eva, Aliya merupakan beberapa siswa perempuan
muslim yang menggunakan pakaian Islami. JIO yaitu salah
satu siswa perempuan muslim yang belum menggunakan
pakaian Islami. IP yaitu salah satu siswa perempuan muslim
yang belum menggunakan kerudung setiap hari (belum
konsisten menggunakan pakaian Islami di sekolah). Abdillah
sebagai ketua ROHIS SMA N 1 Sleman. Reza, Rizki, Bisri,
Satria, sebagai siswa laki-laki muslim yang juga anggota
Rohis SMA N 1 Sleman.
3. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data penelitian, yaitu pengumpulan data
yang dilakukan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan
-
34
dalam rangka mencapai tujuan penelitian. Adapun metode
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:
a. Indepth interview (wawancara)
Indepth interview juga bisa disebut dengan wawancara
mendalam, yaitu wawancara di mana peneliti dapat
menyampaikan pertanyaan pada responden tidak
menggunakan pedoman.47
Metode ini dilakukan untuk
memperoleh informasi yang diinginkan secara lebih efektif
dan dengan metode ini peneliti dapat memodifikasi jalannya
wawancara menjadi lebih santai, tidak menakutkan dan
membuat informan ramah dalam memberikan informasi.
Adapun yang menjadi subyek wawancara pada penelitian
ini adalah guru PAI, Waka Sekolah bidang Humas, Waka
Sekolah bidang Kesiswaan, guru BK, dan siswa-siswa SMA N
1 Sleman.
b. Observasi
Observasi dapat juga disebut dengan pengamatan. Metode
observasi yaitu metode pengumpulan data dengan cara
pengamatan dan pencatatan terhadap kegiatan yang sedang
berlangsung. Observasi yang dilakukan dalam penelitian ini
adalah observasi non partisipatif, artinya peneliti tidak ikut
47
Sukardi, Metodologi Penelitian Pendidikan: Kompetensi dan Praktik (Jakarta:
Rineka Cipta, 2010), hal. 274.
-
35
serta dalam kegiatan, tapi hanya berperan mengamati kegiatan
tersebut.
Adapun yang penulis amati adalah bagaimana siswa
muslim menggunakan pakaian, bagaimana guru memberikan
pembinaan, dan hasil dari pembinaan yang dilakukan oleh
sekolah dalam menerapkan pakaian Islami kepada siswa
muslim.
c. Dokumentasi
Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data dengan
menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen baik
dokumen tertulis, gambar maupun elektronik.48
Metode ini
digunakan untuk memperoleh sumber data mengenai
gambaran umum sekolah, letak geografis, sejarah berdirinya,
visi dan misi, keadaan siswa, guru, karyawan dan sarana
prasarana.
Adapun yang didapat dalam teknik pengumpulan dokumen
yaitu, letak geografi, sejarah singkat SMA N 1 Sleman, visi,
misi, tujuan SMA N 1 Sleman, sasaran sekolah SMA N 1
Sleman, struktur organisasi SMA N 1 Sleman, keadaan guru,
karyawan dan siswa SMA N 1 Sleman, dan sarana dan
prasarana SMA N 1 Sleman.
48
Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan (Bandung: PT.
Remaja Rosda Karya, 2010), hal. 221.
-
36
d. Triangulasi
Triangulasi diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai
sumber dengan berbagai cara, dan berbagai waktu. Ada tiga
macam triangulasi, yaitu:
1. Triangulasi sumber untuk menguji kredibilitas data
dilakukan dengan cara mengecek data yang telah
diperoleh melalui sumber.
2. Triangulasi teknik untuk menguji kredibilitas data
dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber
yang sama dengan teknik yang berbeda.
3. Triangulasi waktu yang mana waktu mampu
mempengaruhi kredibilitas data.49
Sebagai alat pengumpulan data guna menguji
kredibilitas data, maka penulis menggunakan triangulasi
sumber (pada halaman 74, 75, 84) dan juga menggunakan
triangulasi teknik (pada halaman 65, 66). Triangulasi yang
digunakan untuk mengecekan antara hasil wawancara, hasil
observasi dan juga hasil dari dokumen-dokumen yang terkait.
4. Metode Analisi Data
Penelitian kualitatif menggunakan metode analisis data
induktif, di mana metode ini ditekankan untuk meneliti kasus-
kasus yang dipolkan menjadi teori baru. Pendekatan induktif
49
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,
dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2010), hal. 373-374.
-
37
membuka kemungkinan untuk melakukan penemuan atau
discovery. 50
Menurut Miles and Huberman (1984), mengemukakan
bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara
interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas,
sehingga datanya sudah jenuh. Aktivitas dalam analisis data, yaitu
reduksi data, penyajian data, verifikasi data.51
Gambar.1. Komponen dalam analisis data
Dari gambar di atas memperlihatkan bahwa sifat
keterpaduan interaktif antara pengumpulan data dengan analisis
data. Pengumpulan data juga merupakan komponen yang
merupakan bagian integral dari kegiatan analisis data, sehingga
pengumpulan data dan analisis data penelitian dilakukan pada
waktu yang bersamaan. Sesudah data terkumpul hal yang
dilakukan selanjutnya adalah reduksi data yang dimaknai sebagai
50
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, hal.313. 51
Ibid,. hal. 337.
-
38
pengolahan data. Dengan kata lain reduksi data adalah proses
mengolah data dari lapangan dengan memilah, memilih dan
menyederhanakan data sesuai dengan fokus penelitian. Kegiatan
berikutnya yaitu menyajikan data (data display) yaitu
menyistematiskan data yang direduksi sehingga terlihat utuh.
Langkah akhir dari analisis data adalah menarik kesimpulan dan
verifikasi.52
Teknik analisis data dimulai dari mengumpulkan data dari
berbagai cara (observasi, wawancara, dokumentasi dan
triangulasi). Setelah data terkumpul, data dianalisis dengan cara
dikoding dan labeling dan dilanjutkan dengan reduksi data
sehingga terlihat satu kesatuan. Pada bagian akhir teknik analisis
data adalah menyimpulkan atau memverifikasi data yang didapat.
G. Sistematika Pembahasan
Untuk memperoleh gagasan yang jelas dan pembahasan yang
sistematis, maka sistematika pembahasan dalam skripsi ini meliputi:
Bab pertama merupakan pendahuluan, di mana pada bab ini
merupakan deskripsi pokok-pokok persoalan. Bab ini terdiri dari latar
belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, telaah
pustaka, kerangka teoretis, jenis penelitian, subyek penelitian, metode
pengumpulan data dan metode analisis data serta sistematika pembahasan.
52
Uhar Suharsaputra, Metodologi Penelitian (Kuantitatif, Kualitatif dan
Tindakan), 2012 (Bandung: Refika Aditama) hal. 218-219.
-
39
Bab kedua berisi tentang gambaran umum tentang SMA N 1 Sleman.
Pada bab ini diuraikan mengenai letak dan keadaan geografis, sejarah
berdiri, visi dan misi, struktur organisasi, keadaan siswa, guru dan
karyawan, sarana dan prasarana.
Bab ketiga merupakan pemaparan data hasil penelitian yang telah
dilakukan. Yaitu upaya sekolah dan guru dalam membina etika berpakaian
secara Islami bagi siswa muslim SMA N 1 Sleman dan problem yang
dihadapi saat membina etika berpakaian secara Islami bagi siswa muslim di
SMA N 1 Sleman.
Bab keempat berisi penutup yang terdiri dari kesimpulan penelitian
dan saran-saran dari peneliti. Adapun bagian terakhir dari skripsi ini terdiri
dari daftar pustaka dan beberapa lampiran yang terkait.
-
91
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang penulis lakukan, dapat diperoleh
simpulan sebagai berikut:
1. Etika berpakaian Islami bagi siswa muslim di SMA N 1 Sleman
Berpakaian Islami bagi siswa muslim di SMA N 1 Sleman sangat
dianjurkan. hampir semua siswa perempuan muslimah menggunakan
kerudung. Etika berpakaian Islami di SMA N 1 Sleman telah
diterapkan oleh hampir semua siswa muslim SMA N 1 Sleman.
Dengan adanya rasa kenyamanan, malu dan rasa takut adanya teguran
dari guru di SMA N 1 Sleman. Siswa merealisasikan etika berpakaian
Islami tersebut dengan menggunakan pakaian yang sesuai dengan tata
aturan berpakaian Islami. Yaitu dengan menggunakan pakaian yang
menutup aurat mereka dan juga menggunakan pakaian yang tidak
ketat. Hal ini karena adanya kesadaran akan rasa aman dan patuhnya
siswa terhadap budaya yang ada di SMA N 1 Sleman.
2. Upaya yang dilakukan di sekolah dalam membina etika berpakaian
Islami bagi siswa muslim di SMA N 1 Sleman
a. Upaya sekolah dalam membina etika berpakaian Islami bagi siswa
muslim di SMA N 1 Sleman
1) Adanya kebijakan sebagai salah satu cara sekolah
memberikan pengetahuan dan pembinaan pada siswa
-
92
mampu menambah wawasan dan perbaikan perilaku bagi
siswa itu sendiri. Pembinaan dari pihak sekolah yaitu
meliputi adanya peraturan-peraturan yang di keluarkan oleh
pihak sekolah berupa SK kepala sekolah tentang tata tertib
dan tata krama peserta didik SMA N 1 Sleman tahun 2013
dan SK Dirjen Dikdasmen Nomor: 226/C/KEP/O/1992
tentang pembinaan kesiswaan. Pembinaan kepribadian
siswa meliputi ektrakurikuler wajib (SMILE dan pengajian
akhir bulan). Dengan adanya pembinaan dan kebijakan
SMA N 1 Sleman setidaknya memberikan hasil yang sangat
baik. Karena ada beberapa siswa yang secara konsisten
menggunakan pakaian Islami dalam kehidupan sehari-hari.
2) Adanya kegiatan keagamaan sebagai sarana untuk
menambah hasanah ke-Islaman siswa, SMA N 1 Sleman
mengadakan kegiatan keagamaan yaitu pertama
ekstrakurikuler Study Mengenal Islam Lebih Efektif
(SMILE) yang diwajibakan untuk semua siswa kelas X.
Materi yang disampaikan meliputi pembelajaran ke-Islaman
(BTQ, akhlaq, fiqih dll). Kedua, pengajian rutin akhir bulan
setiap hari jumat (pengajian jumat pagi), dengan pengajian
ini sekolah berusaha memfasilitasi kepada siswa sebagai
siraman rohani bagi siswa muslim khususnya. Agar siswa
mempunyai kepriadian luhur (budi pekerti in action).
-
93
3) Dengan menerapkan tata aturan berpakaian bagi siswa
SMA N 1 Sleman melalui SK kepala sekolah tahub 2013
yaitu dengan menetapkan peraturan bagi siswa putra dan
siswa putri.
4) Kultur atau kebiasaan yang ada di SMA N 1 Sleman yaitu
dengan memberikan bakal kain kepada siswa muslim yang
bisa dijadikan seragam sekolah serba panjang. Selain itu
juga bagi siswa perempuan muslim langsung diberikan
kerudung/jilbab.
b. Kebijakan guru PAI
Sebagai guru PAI juga menerapkan peraturan kepada
siswanya untuk menjalankan peraturan agama Islam. Kebijakan
yang dilakukan oleh guru PAI adalah dengan menerapkan
kewajiban untuk menggunakan pakaian Islami yang ditunjukkan
dengan menggunakan kerudung dan pakian serba panjang bagi
siswa perempuan muslim. Bukan hanya dengan memberikan
kebijakan kepada siswa muslim tetapi baik dari guru PAI muslimah
dan seluruh guru, karyawan yang beragama muslim memberi
teladan dengan menggunakan pakaian Islami.
3. Problem dalam membina etika berpakaian Islami bagi siswa muslim di
SMA N 1 Sleman
a. Faktor internal yaitu kesadaran diri untuk menggunakan pakaian
Islami di manapun. Meskipun merasa nyama menggunakan pakaian
-
94
Islami namun siswa tersebut merasa tidak pantas, merasa tidak bisa
menggunakan pakaian Islami (kerudung), merasa gerah dan lain
sebagainya.
b. Faktor ekternal
1) Kebijakan sekolah
SMA N 1 Sleman merupakan suatu sekolah yang bernaung
pada lembaga negara dan tidak bernaung pada suatu lembaga
kegamaan, jadi sekolah dalam hal ini adalah guru pembimbing
keagamaan (guru agama) tidak bisa memaksakan keinginan
untuk menerapkan pakaian muslim di SMA N 1 Sleman.
Kebijakan ini kemudian bersifat bukan memaksa, penggunaan
pakaian Islami hanya sekedar himbauan dan ajakan bagi siswa
SMA N 1 Sleman. Meskipun ada peraturan tertulis tentang tata
aturan pakaian seragam, namun banyak dari siswa yang tidak
mengetahui adanya peraturan tentang berpakaian. Siswa kurang
mengetahui bahkan tidak mengetahui bahwa ada peraturan
tentang tata aturan cara berpakaian sesuai dengan SK kepala
sekolah tahun 2013.
2) Orang tua
Keluarga atau orang tua yang memang masih belum
memahami pentingnya menggunakan pakaian Islami pada
kehidupan sehari-hari. Selain itu juga bahwa yaitu orang tua
merasa acuh tak acuh terhadap bagaimana siswa itu berpakaian.
-
95
Kebiasaan saat di rumah juga mampu memberikan pengaruh
terhadap cara berpakaian siswa. Kebiasaan ini kemudian
menjadi keengganan para siswa untuk menggunakan pakaian
Islami di sekolahpun.
3) Teman Sebaya
Teman sebaya merupakan orang terdekat dari seseorang.
Karena teman yerbiasa menjadi lawan bicara sesorang. Teman
menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi siswa, karena
siswa akan merasa asing saat mereka berada pada suatu tempat
yang tidak sesuai dengan apa yang dia kenakan. Ketika teman
terdekat menggunakan pakaian Islami maka akan mengikuti
apa yang sedang menjadi trend pada kelompok tersebut. Bisa
trend berpakaian sesuai dengan pakaian Islami maupun trend
berpakaian tidak Islami.
B. Saran-saran
1. Kegiatan keagamaan yang sudah berjalan di sekolah perlu
dipertahankan dan juga perlu adanya penambahan model penyampaian
agar siswa tidak merasa monoton
2. Akan lebih baik lagi jika ektrakurikuler SMILE bisa di wajibkan bagi
semua siswa kelas X dan XI, sehingga kelas XI pun masih ada
siraman ekstrakurikuler yang bersifat kerohanian.
-
96
3. Kesepakatan antar guru agar menghimbau para siswa agar konsisten
dalam menggunakan pakaian dengan rapi sesuai dengan peraturan
sekolah yang ada.
4. Guru di kelas bukan hanya memberi pengetahuan secara kognitif saja
tetapi juga harus mencantumkan nilai-nilai moral dan etika yang ada
di sekolah maupun di luar sekolah.
5. Perlu adanya kerjasama antara pihak sekolah dan orang tua agar siswa
tidak hanya patuh di sekolah tetapi di luar sekolah mereka merasa
bebas karena tidak ada aturan dari keluarga.
-
DAFTAR PUSTAKA
Abu Ahmadi, Psikologi Umum, Jakarta: Reneka Cipta, 2009.
Abulghasim Payande, Bahjul Fashasah Ensiklopedi Hadis Masterpiece
Muhammad SAW , Jakarta: Pustaka Iman, 2011.
Alfiyah, Hubungan Antara Persepsi Tentang Busana Muslimah Dengan Gaya
Berpakaian (Studi di Fakultas Ekonomi Universitas Ahmad Dahlan
Yogyakarta), Skripsi Fakultas Ushuluddin,Sosiologi Agama UIN Sunan
Kalijaga,Yogyakarta, 2008.
Amirul Hadi dan Haryono, Metodologi Penelitian Pendidikan II, Bandung:
Pustaka Setia, 1998.
Arief Saefullah, Etika Berpakaian Perspektif Al-Kitab dan Al-Quran, Skripsi,
Fakultas Usuluddin, Studi Agama dan Pemikiran Islam UIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta, 2010.
Departemen Agama RI, Alliy Al-Quran dan Terjemah, Bandung: Diponegoro,
2005.
Djatnika Rachmad, Sistem Etika Islam (Akhlak Mulia), Jakarta: Pustaka Panjimas,
1996.
Franz Magnis-Suseno, Etika Dasar Masalah-Masalah Pokok Filsafat Moral,
Yogyakarta: Kanisius, 1987.
Husein Sahib, Jilbab Menurut al-Quran dan al-Sunnah, Jakarta: Mizan, 1983.
Juwariyah, Hadis Tarbawi, Yogyakarta: Teras, 2010.
Khafif, Malu dan Pengaruhnya Terhadap Etika Berpakaian Remaja Putri,
Skripsi fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2001.
M. Quraish Shihab, Jilbab, Pakaian Wanita Muslimah: Pandangan Ulama Masa
Lalu dan Cendekiawan Kontemporer, Jakarta: Lembaga Hati, 2006.
Mangun Budiyanto, Ilmu Pendidikan Islam, Yogyakarta: Griya Santri, 2011.
Muhaiminah Darajat, Upaya Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Membina
Akhlak Siswa Siswi SD Negeri Ungaran I Yogyakarta, Skripsi fakultas
Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga,Yogyakarta 2009.
Muhammad Walid, Etika Berpakaian bagi Perempuan, Malang: UIN Malik Press,
2012.
-
Mulyadi, Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Mengembangkan Budaya Mutu,
Malang: UIN Maliki Press, 2010.
Mulyasa, Manajemen dan Kepemimpinan Kepala Sekolah, Jakarta: Bumi Aksara,
2011.
Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, Bandung: PT.Remaja
Rosda Karya, 2010.
Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis Dan Praktis, Bandung: PT.Remaja
Rosdakarya, 2000.
Pemenang no X Sayembara Karya Tulis Ilmiah Keagamaan Mahasiswa PTAI se
Indonesia.Busana Muslim Dan Permasalahannya, Jakarta: Proyek
Pembinaan Kemahasiswaan Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan
Agama Islam DePag RI, 1984.
Robert C Solomon, Etika Suatu Pengantar, (R. Andre Karo-karo. Terjemahan),
Jakarta: Sapdodadi, 1984.
Shuyiyyah Anwari, Pakaian Menurut Ibn Hajar Al-Asqalani dalam Kitab Fath
Al-Bari, Skripsi Fakultas Usuluddin, Studi Agama dan Pemikiran Islam
UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2011.
Sofyan S. Wilis, Remaja dan Masalahnya: Mengupas Berbagai Bentuk
Kenakalan Remaja Seperti Narkoba, Free sex dan pemecahannya,
Bandung: Alfabeta, 2008.
Sudarsono, Etika Islam Tentang Kenakalan Remaja, Jakarta: Rineka Cipta, 1991.
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan
R&D, Bandung: Alfabeta, 2010.
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta:
Rineka Cipta, 2010.
Sukardi, Metodologi Penelitian Pendidikan: Kompetensi dan Praktik, Jakarta:
Rineka Cipta, 2010.
Syaikh Abdul Wahhab Abdussalam Thawilah.Trj.Saefudin.Panduan Berbusana
Islami Penampilan Sesuai Tuntunan Al-Qur,an dan As-Sunnah, Jakarta:
Almahira, 2007.
Syaikh Saad Yusuf Abu Aziz, Buku Pintar Sunnah dan Bidah, Jakarta Timur:
Pustaka Al Kautsar,t.t.
W.J.S. Poerwadarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta : Rajawali,
1991.
-
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 tahun 2005 Tentang Guru dan
Dosen
Bayu Zu My Blog. http://bayuzu.blogspot.com/2012/07/pengertian-guru.html.